ANTARIKSA. Antariksa dalam KBBI berarti bagian alam semesta yg berada di luar atmosfer bumi. Jadi dapat dipahami bahwa antariksa itu sangatlah luas dan tidak terbatas. Sehingga menjadi rasa penasaran bagi kami terhadap antariksa. Antariksa terdiri atas langit, planet serta bintang bintang yang menghiasinya. Dan antariksa itu sangatlah luas, jadi kita tidak akan pernah bisa menghitung luasnya antariksa. Dalam hal ini kita akan membahas sedikit materi tentang antariksa. Pernahkan kalian mendengar Istilah langit sap pitu (dalam Bahasa Jawa) atau langit lapis 7? Banyak orang yang memaknai bahwa langit bumi itu mempunyai 7 lapisan. Istilah tersebut muncul sejak masih kecil sampai sekarang, dan kami belum mendapatkan jawaban yang tepat tentang langit lapis 7. Walaupun para ilmuwan fisika sudah membuat terori-teori tentang langit lapis 7 dan dalam al-qu’an pun sudah dijelaskan tentang langit lapis 7. Namun, penjelasan dari teori ilmuwan serta al-qur’an belumlah bisa memecahkan misteri istilah langit 7 lapis. Dan kaitan antara ayat dalam al-qur’an dengan teori yang dikemukakan para teori menambah keingin tahuan kami mengenai antariksa tepatnya pada langit lapis 7. Maka dari itu melalui tulisan ini kami mencoba untuk mengaitkan ayat al-qur’an tentang langit lapis 7 dengan teori yang sudah dikemukakan oleh para ilmuwan fisika. Pada QS.Al Fussilat:11-12 yang berbunyi
Artinya: “Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa”. keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati”. Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami
memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui.” Dari ayat diatas banyak para pakar ahli tafsir yang menafsirkan tentang penciptaan langit dan bumi, di antaranya yaitu: 1. Tafsir Al-Maraghi Menurut Tafsir Al-Magraghi setelah Allah menyuruh Rasul-Nya agar berkata kepada orangorang musyrik: Sesungguhnya apa yang aku terima lewat waktu ialah, bahwasanya Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka murnikanlah untuk-Nya ibadahmu, lalu dilanjutkan dengan keterangan yang menunjukkan atas kesempurnaan kekuasaan dan hikmah-Nya dalam menciptakan langit dan bumi pada tahapan tahapan yang berbeda-beda secara berurut-urut,dan Bahwa Dia telah menyempurnakan bagi masing-masing langit itu hal-hal yang mereka siap melaksanakannya, dan Dia menghiasi langit dengan bintang-bintang dan planet-planet, baik yang tetap maupun yang berlayar. Dan itu tidak mengherankan, karena itu semua adalah ketentuan dari Tuhan Yang Maha Perkasa, Yang Maha Menang atas urusan-Nya, lagi Maha Mengetahui atas segala sesuatu yang ada dilangit maupun dibumi, tidak ada sesuatupun pada keduanya yang tersembunyi bagi Allah. Maka, kamu mudah saja menganggap patung-patung dan berhalaberhala sebagai sekutu-sekutu Allah, padahal patung-patung dan berhala-berhala itu tidak mempunyai sati andil pun dalam menciptakan dan menakdirkan langit dan bumi. Sesungguhnya penciptaan bumi dan dijadikannya gunung-gunung padanya dalam dua tahapan, sedang dijadikannya kekayaan-kakayaan bumi yang banyak dan ditentukannnya kadar bahan makanan disana adalah dalam dua tahapan pula. Jadi, seluruhnya dalam 4 tahapan. Dalam 4 tahapan yang sempurna sesuai dengan yang dikehendaki oleh pencari bahan makan dan apa saja yang membutuhkannya. Yaitu segala binatang yang ada di atas permukaan bumi, sebagaimana Allah firmankan: “Semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepadanya. setiap waktu dia dalam kesibukan”.
Jadi manusia dan binatang seluruhnya meminta kepada Tuhan mereka apa yang mereka butuhkan. Dan oleh karena manusia memperhatikan keadaan bumi yang ada di sekelilingnya, maka penyebutan tentang bumi didahulukan, dan Allah terangkan bahwa bumi dengan segala yang ada di atas permukaannya telah Allah ciptakan dalam 4 tahapan: satu tahap untuk memadatkan materi bumi setelah asalnya berupa gas, dan setahap lagi untuk menyempurnakan lapisan-lapisan bumi selebihnya, setahap lagi untuk menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan setahap lagi untuk pembentukan binatang. Penciptaan bumi langit ini tidaklah hanya dalam satu tahap saja, tetapi dalam beberapa tahap sesuai dengan hikmat dan urutan. Sedang sebagai kitab suci, maka Al-Qur’an cukup mengatakan bahwa Allah telah menciptakan bumi dalam dua tahapan sedang menciptakan apaapa yang ada di atasnya dalam dua tahapan pula, dan begitu pula dalam menciptakan tujuh langit. 2. Tafsir Ibnu Katsir Menurut Tafsir Ibnu Katsir, ayat 11 menjelaskan proses menuju pada penciptaan langit yang masih berupa asap yaitu asap air yang mengepul katika bumi diciptakan. Kemudian Allah menanyakan kepada langit dan bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa”. keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati” Artinya, patuhilah perintah-perintah Allah dengan suka hati atau terpaksa. sedangkan pada ayat 12, Dia telah menjadikan tujuh langit dalam dua masa, yaitu masa terakhir, hari Kamis dan hari Jum’at. Kemudian Dia tetapkan ketentuan pada setiap langit apa yang diperlukan, berupa para malaikat dan makhluk-makhluk lain yang tidak diketahui kecuali oleh Allah. Serta menghiasi langit dengan bintang-bintang yang bersinar terang di atas bumi. “Dan Kami memeliharanya”. Yaitu, menghalangi syaitan-syaitan dari mendengarkan berita alam atas (langit). 3. Tafsir Al-Mishbah Menurut Tafsir Al-Misbah pada ayat 11 dan 12 menjelasakn pada proses penciptaan langit yang masih berupa dukhan atau asap. Para ilmuan memahami kata dukhan dalam arti satu benda yang
terdiri pada umumnya dari gas yang mengandung benda-benda yang sangat kecil namun kukuh. Berwarna hitam atau gelap dan mengandung panas. Sedangkan menurut tafsir ini bahwa sebelum terbentuknya bintang-bintang ada sesuatu yang angkasa raya dipenuhi oleh gas dan asap, dan bahan inilah terbentuk bintang-bintang. Hingga kini, sebagian dari gas dan asap itu masih tersisa dan tersebar diangkasa raya Ayat-ayat Al-Qur’an melukiskan adanya enam hari atau periode bagi penciptaan alam raya. Periode dukhan ini menurut ilmuan adalah periode ketiga yang didahului oleh periode kedua yaitu masa terjadinya ledakan dahsyat “Big Bang” dan inilah yang mengakibatkan terjadinya asap itu. Pada periode dukhan inilah tercipta unsur-unsur pembentukan langit yang terjadi melalui gas Hidrogen dan Helium. Pada periode pertama, langit dan bumi merupakan gumpalan yang menyatu yang dilukiskan oleh Al-Qur’an dengan nama ar-ratq. Periode pertama dan kedua itu diisyaratkan oleh QS. Al-Anbiya’ ayat 30. 4. Tafsir Jalalain Menurut Tafsir Jalalain Allah menciptakan langit yang berupa asap yang membumbung tinggi. Allah menciptakan langit dalam dua hari yaitu hari Kamis dan Jum’at. Dan pada hari itu juga diciptakan Nabi Adam dan sesuai dengan makna ayat ini, yaitu ayat-ayat tentang penciptaan langit dan bumi dalam enam hari. Dan Dia perintahkan kepada penduduk yang ada di dalamnya, yaitu taat dan beribadah kepada-Nya. Kemudian dihiasilah langit bintang-bintang yang cemerlang. Dan Allah telah menjaganya dengan meteor-meteor dari setan-setan yang mau mencuri-curi pembicaraan para malaikat. Demikianlah ketentuan yang Maha Perkasa di dalam kerajaan-Nya Tafsiran diatas menunjukkan bahwa allah menciptakan langit berupa asap yang membumbung tinggi. Allah menciptakan langit dalam dua hari yaitu hari Kamis dan Jum’at. Menurut para ilmuwan, langit tercipta karena telah terjadi big bang yaitu dentuman besar dari Singularity sampai terpisahnya Gaya Gravitasi dari Gaya Tunggal (superforce) dan ruang-waktu mulai memisah. Pemisahan selanjutnya adalah terjadinya planet dan bintang-bintang. Pada ayat 12 yang artinya “Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa”. Itu banyak hal yang mengemukakan teorinya. Dan penjabarannya sebagai berikut:
Pemahaman tentang “Langit”, ada yang mengartikan sebagai “langit bumi” maksudnya langit yang hanya menyelimuti bumi dan ada pula yang memahami langit sebagai ruang hampa antar planet dan galaksi. Adapun pengertian yang lebih luas lagi menurut ilmu astronomi bahwa langit adalah alam semesta yang tak terbatas (tidak diketahui batasnya) namun terhingga (ada akhirnya). Dalam pembuktian sains, para ilmuwan mengemukakan bahwa bumi diselimuti oleh 7 lapisan langit atau biasa kita sebut atmosfer. Lapisan-lapisan tersebut berbeda dalam ciri-ciri fisik seperti tekanan dan jenis gasnya. Lapisan atmosfer yang terdekat dengan bumi disebut Troposper. Lapisan di atasnya disebut stratosper. Ozon merupakan bagian dari lapisan stratosper yang berfungsi menyerap radiasi sinar ultraviolet. Lebih atas lagi dikenal sebagai lapisan mesosfer. Suhu udara pada lapisan ini akan semakin berkurang dengan pertambahan ketinggian sampai lapisan keempat, termosfer. Meteor atau benda langit yang sampai ke bumi kebanyakan terbakar pada lapisan ini. Pada lapisan keempat, termosfer terjadi kenaikan temperatur yang cukup tinggi yaitu sekitar 1982 derajat Celcius. Di atasnya terdapat lapisan yang disebut Ionosfer dan lapisan terluar disebut eksosfer. Jika dihitung jumlah lapisan yang dinyatakan dalam sumber ilmiah tersebut ada 7 lapis, yaitu: troposfer, stratosfer, ozonosper, mesosfer, termosfer, ionosfer dan eksosfer. Tip-tiap lapisan atmosfer ini memiliki fungsi masing-masing sesuai yang dijelaskan dalam ayat AlQur’an surat Fushshilat: 12 “...Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya.” Sedangkan sebagai hasil dari teori penelitian geofisika membuktikan bahwa bumi berbentuk dari tujuh lapisan dari dalam ke luar dengan susunan sebagai berikut: 1. Centrosphere (Inti Bumi) Adalah necleus atau bagian tengah yang sangat keras yang memiliki kandungan besi 90%, nikel 9%, ditambah unsur-unsur ringan lain seperti karbon, fosfor, sulfat, slikon, dan oksigen yang mencapai 1%. Komposisi ini mirip dengan komposisi meteor-meteor besi. Garis tengah centrosphere kini mencapai kurang lebih 24,2 km, dengan rata-rata tingkat kepadatan mencapai 10-13,5 gram/cm. 2. Lapisan Luar Inti Bumi Lapisan ini lunak dan elastis atau semi cair. Lapisan ini meliputi inti bumi dan memiliki komposisi yang hampir sama, hanya saja lapisan ini berstatus semi cair. Ketebalannya kira-kira mencapai 2.275 km. Antara inti bumi dan lapisan luar inti bumi ini terdapat kawasan transitory
yang memiliki ketebalan 450 km yang kemudian biasa disebut dengan bagian terbawah lapisan luar inti bumi 3. Lapisan Terbawah Pita Bumi (Pita Bawah) Adalah lapisan keras yang mengelilingi lapisan luar inti bumi (yang lunak). Ketebalan lapisan ini mencapai 2.215 km (dari kedalaman 670 km hingga kedalaman 2.885 km). Lapisan ini dipisahkan dari pita tengah yang berada di atasnya oleh bidang diskontinuitas gelombang getar yang mengakibatkan gempa. 4. Lapisan Tengah Pita Bumi (Pita Tengah) Adalah lapisan kerang yang ketebalannya mencapai kira-kira 270 km. Dari bawah dan atas, lapisan ini dipisahkan oleh dua bidang diskontinuitas gelombang getar. Bidang yang satu terletak pada kedalaman 670 km sedangkan yang lain terletak pada kedalaman 400 km di bawah permukaan bumi dan memisahkan dengan pita atas. 5. Lapisan Teratas Pita Bumi (Pita Atas) Adalah lapisan elastis atau semi cair yang memiliki tingkat kepadatan dari kertakan yang sangat tinggi. Kadar fusi di dalamnya mencapai kira-kira 1%. Oleh karena itu lapisan ini terkenal dengan sebutan “lapisan lunak bumi” (ithaq adh-dha’f al-ardhi). Lapisan ini membentang antara kedalaman 65-120 km dan kedalaman 400 km di bawah permukaan bumi sehingga ketebalannya berkisar antara 335-380 km. 6. Lapisan Bawah Kerak Bumi Ketebalan lapisan ini berkisar antara 5-8 km di bawah permukaan air laut dan samudra atau antara kedalaman 60-80 km dan 120 km di bawah permukaan bumi. Dari bawah lapisan ini dibatasi oleh batas teratas lapisan bumi. Adapun dari atas dibatasi oleh garis diskontinuitas gelombang getar yand disebut mohorovicic discontinuity. 7. Lapisan Atas Kerak Bumi Ketebalan lapisan ini berkisar antara 5-8 km dibawah dasar laut dan samudra atau rata-rata antara 60-80 km di bawah benua. Laisan yang berada di bawah benua ini biasanya tersusun dari batu-batu granit yang dilapisi oleh penutup tipis yang berasal dari sedimen dan debu. Komposisi lapisan ini dimonopoli oleh unsur-unsur ringan. Lapisan ini juga kebanyakan terdiri dari batubatu basis dan batu-batu suprabasis dan beberapa sedimen yang terdapat di dasar laut dan samudra.
Namun, Ada pendapat lain yang menyatakan bahwa yang dimaksud “lapisan” bukanlah wujud yang berlapis-lapis seperti halnya rainbow cake, akan tetapi ketujuh lapisan tersebut semakin meningkat kedudukannya sesuai dengan bertambah tingkat dimensinya. Pertambahan tingkat
dimensi
ketujuh
lapisan
langit
tersebut
hanya
bisa
digambarkan
dengan
memproyeksikannya ke langit pertama (dimensi ruang yang dihuni oleh kita) yang berdimensi tiga. Karena hanya ruang berdimensi tiga inilah yang bisa difahami oleh kita. Secara analog, kita bisa membuat perumpamaan sebagai berikut :
Penjelasan gambar: Pada gambar 1 tampak bahwa sebuah garis berdimensi 1 tersusun dari titik-titik dalam jumlah tak terbatas. Kemudian garis-garis tersebut disusun dalam jumlah tak terbatas hingga menjadi sebuah luasan berdimensi 2 (Gambar 2). Dan jika luasan-luasan serupa ini ditumpuk ke atas dalam jumlah yang tak terbatas, maka akan terbentuk sebuah balok (ruang berdimensi 3). Kesimpulannya adalah sebuah ruang berdimensi tertentu tersusun oleh ruang berdimensi lebih rendah dalam jumlah yang tidak terbatas. Atau dengan kata lain ruang yang berdimensi lebih rendah dalam jumlah yang tidak terbatas akan menyusun menjadi ruang berdimensi yang lebih tinggi. Misalnya, ruang 3 dimensi – dimensi ruang yang sekarang dihuni oleh kita ini – dengan jumlah tak terbatas menyusun menjadi satu ruang berdimensi empat. Berdasarkan kesimpulan di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: Langit pertama
Ruang berdimensi 3 yang dihuni oleh makhluk berdimensi 3, yakni manusia, binatang, tumbuhan dan lain-lain yang tinggal di bumi beserta benda-benda angkasa lainnya dalam jumlah yang tak terbatas. Namun hanya satu lapisan ruang berdimensi 3 yang diketahui berpenghuni, dan bersama-sama dengan ruang berdimensi 3 lainnya, alam semesta kita ini menjadi penyusun langir kedua yang berdimensi 4. Langit kedua Ruang berdimensi 4 yang dihuni oleh bangsa jin beserta makhluk berdimensi 4 lainnya. Ruang berdimensi 4 ini bersama-sama dengan ruang berdimensi 4 lainnya membentuk langit yang lebih tinggi, yaitu langit ketiga. Langit ketiga Ruang berdimensi 5 yang di dalamnya “hidup” arwah dari orang-orang yang sudah meninggal. Mereka juga menempati langit keempat sampai dengan langit keenam. Langit ketiga ini bersama-sama dengan langit ketiga lainnya menyusun langit keempat dan seterusnya hingga langit ketujuh yang berdimensi 9. Bisa dibayangkan betapa besarnya langit ketujuh itu. Karena ia adalah jumlah kelipatan tak terbatas dari langit dunia (langit pertama) yang dihuni oleh manusia. Berarti langit dunia kita ini berada dalam struktur langit yang enam lainnya, termasuk langit yang ketujuh ini. Jika alam akhirat, surga dan neraka terdapat di langit ke tujuh, maka bisa dikatakan surga dan neraka itu begitu dekat dengan dunia kita tapi berbeda dimensi. Seperti disebutkan sebelumnya bahwa langit dunia kita ini merupakan bagian dari struktur langit ketujuh. Berarti alam dunia ini merupakan bagian terkecil dari alam akhirat. Penjelasan ini sesuai dengan hadist Nabi: “Perbandingan antara alam dunia dan akhirat adalah seperti air samudera, celupkanlah jarimu ke samudera, maka setetes air yang ada di jarimu itu adalah dunia, sedangkan air samudera yang sangat luas adalah akhirat”. Perumpamaan setetes air samudera di ujung jari tersebut menggambarkan dua hal:
1.Ukuran alam dunia dibandingkan alam akhirat adalah seumpama setetes air di ujung jari dengan keseluruhan air dalam sebuah samudera. Hal ini adalah penggambaran yang luar biasa betapa luasnya alam akhirat itu. 2.Keberadaan alam dunia terhadap alam akhirat yang diibaratkan setetes air berada dalam samudera. Perumpamaan tersebut menunjukkan bahwa alam dunia merupakan bagian dari alam akhirat, hanya ukurannya yang tak terbatas kecilnya. Begitu juga dengan kualitas dan ukuran segala hal, baik itu kebahagiaan, kesengsaraan, rasa sakit, jarak, panas api, dan lain sebagainya, di mana ukuran yang dirasakan di alam dunia hanyalah sedikit sekali. Berbagai ruang dimensi dan interaksi antar makhluk penghuninya 1. Langit pertama atau langit dunia
Seperti disebutkan pada ayat 11-12 Surat Fushshilat di atas, maka yang disebut langit yang dekat tersebut adalah langit dunia kita ini atau disebut juga alam semesta kita ini. Digambarkan bahwa langit yang dekat itu dihiasi dengan bintang-bintang yang cemerlang, dan memang itulah isi yang utama dari alam semesta. Bintang-bintang membentuk galaksi dan kluster hingga superkluster. Planet-planet sesungguhnya hanyalah pecahan dari bintang-bintang itu. Seperti tata surya kita, matahari adalah sebuah bintang dan sembilan planet yang mengikatinya adalah pecahannya, atau pecahan bintang terdekat lainnya. Sedangkan tokoh utama di langit pertama ini adalah kita manusia yang mendiami bumi, planet anggota tata surya. Langit pertama ini tidak terbatas namun berhingga. Artinya batasan luasnya tidak diketahui tapi sudah bisa dipastikan ada ujungnya. Diperkirakan diameter alam semesta mencapai 30 miliar tahun cahaya. Artinya jika cahaya dengan kecepatannya 300 ribu km/detik melintas dari ujung yang satu ke ujung lainnya, maka dibutuhkan waktu 30 miliar tahun untuk menempuhnya.
Penjelasan gambar: Apabila digambarkan bentuknya kira-kira seperti sebuah bola dengan bintik-bintik di permukaannya. Di mana bintik-bintik tersebut adalah bumi dan benda-benda angkasa lainnya. Apabila kita berjalan mengelilingi permukaan bola berkeliling, akhirnya kita akan kembali ke titik yang sama. Permukaan bola tersebut adalah dua dimensi. Sedangkan alam semesta yang sesungguhnya adalah ruang tiga dimensi yang melengkung seperti permukaan balon itu. Jadi penggambarannya sangat sulit sekali sehingga diperumpamakan dengan sisi bola yang dua dimensi agar memudahkan penjelasannya. 2. Langit kedua
Seperti diterangkan sebelumnya bahwa setiap lapisan langit tersusun secara dimensional. Diasumsikan bahwa pertambahan dimensi setiap lapisan adalah 1 dimensi. Jadi apabila langit pertama atau langit dunia kita ini berdimensi 3, maka langit kedua berdimensi 4. Langit kedua ini dihuni oleh makhluk berdimensi 4, yakni bangsa jin. Penjelasan gambar: Apabila digambarkan posisi langit kedua terhadap langit pertama adalah seperti gambaran balon pertama tadi. Di mana bagian permukaan bola berdimensi 2 adalah alam dunia kita yang berdimensi 3, sedangkan ruangan di dalam balon yang berdimensi 3 adalah langit kedua berdimensi 4. Jadi apabila kita melintasi alam dunia harus mengikuti lengkungan bola, akibatnya perjalanan dari satu titik ke titik lainnya harus menempuh jarak yang jauh. Sedangkan bagi bangsa jin yang berdimensi 4 mereka bisa dengan mudah mengambil jalan pintas memotong di tengah bola, sehingga jarak tempuh menjadi lebih dekat.
Deskripsi lain adalah seperti gambar berikut:
Bayangkanlah permukaan tembok dan sebuah ruangan yang dikelilingi oleh dinding-dindingnya. Umpamakan ada dua jenis makhluk yang tinggal di sana. Makhluk pertama adalah makhluk bayang-bayang yang hidup di permukaan tembok berdimensi 2. Sedangkan makhluk kedua adalah makhluk balok berdimensi 3. Ingatlah analogi alam berdimensi 3 dengan makhluk manusianya adalah permukaan tembok dan makhluk bayang-bayangnya, sedangkan alam berdimensi 4 dan makhluk jinnya adalah ruangan berdimensi 3 dengan baloknya. Tampak dengan mudah dilihat bahwa kedua alam berdampingan dan kedua makhluk hidup di alam yang berbeda. Kedua makhluk juga mempunyai dimensi yang berbeda, bayang-bayang berdimensi 2 sedangkan balok berdimensi 3. Makhluk berdimensi 2, yaitu bayang-bayang tidak bisa memasuki ruangan berdimensi 3, dia tetap berada di tembok, sedangkan makhluk berdimensi 3 yakni balok dapat memasuki alam berdimensi 2, yakni tembok. Bagaimanakah caranya balok bisa memasuki dinding yang berdimensi 2? Balok yang berdimensi 3 memiliki permukaan berdimensi 2 yakni bagian sisi-sisinya. Apabila si balok ingin memasuki alam berdimensi dua, dia cukup menempelkan bagian sisinya yang berdimensi 2 ke permukaan tembok. Bagian sisi balok sudah memasuki alam berdimensi 2 permukaan tembok. Bagian sisi balok ini dapat dilihat oleh makhluk bayang-bayang di tembok sebagai makhluk berdimensi 2 juga. Analoginya adalah jin yang dilihat oleh kita penampakannya di alam dunia sebenarnya berdimensi 4 tetapi oleh indera kita dilihat sebagai makhluk berdimensi 3 seperti tampaknya sosok kita manusia. 3. Langit ketiga sampai dengan langit ketujuh
Langit ketiga sampai dengan keenam dihuni oleh arwah-arwah, sedangkan langit ke tujuh adalah alam akhirat dengan surga dan nerakanya. Analoginya sama dengan langit kedua di atas, karena pengetahuan kita hanya sampai kepada alam berdimensi 3. Langit (samaa' atau samawat) di dalam Al-Qur'an berarti segala yang ada di atas kita, yang berarti pula angkasa luar, yang berisi galaksi, bintang, planet, batuan, debu, dan gas yang bertebaran. Dan lapisan-lapisan yang melukiskan tempat kedudukan benda-benda langit sama sekali tidak dikenal dalam astronomi. PENDAPAT LAIN MENGENAI LANGIT KE 7 Atmosfer terdiri atas 7 lapis yaitu: Troposfer, Stratosfer, Ozonosfer, Mesosfer, Termosfer, Ionosfer dan Eksosfer disebut langit sugro. Sedangkan langit kubro yaitu Ada yang memahami bahwa langit kubro ini juga secara fisik berlapis-lapis, sebagaimana langit
sughro.
Ada juga yang memahaminya bukan sebagai lapisan fisik, tapi lapisan dimensi sebagaimana terdapat dalam buku Terpesona di Sidratil Muntaha, karya Agus Mustofa. Jika langit kubro pertama yang kita tempati berdimensi 3, maka langit ke-2, 3, 4 dst adalah alam berdimensi 4, 5, 6 dst. Pemahaman versi ini mengatakan bahwa manusia hidup di langit dimensi 3, jin hidup di alam langit dimensi 4, arwah orang awam hidup di alam langit dimensi 5, arwah para aulia, syuhada, malaikat, dan para nabi hidup di alam langit dimensi yang lebih tinggi tergantung kedudukannya. Waktu peristiwa isra miraj, nabi bertemu dengan beberapa nabi di berbagai lapisan langit. Nabi Muhammad bertemu Nabi Ibrahim di langit ke tujuh, bertemu Nabi Musa di langit ke enam. Juga bertemu dengan nabi Adam, Nabi Yusuf di lapisan langit-langit lainnya. (Agus Mustafa, Terpesona di Sidratil Muntaha). Penghuni langit berdimensi lebih rendah tidak dapat melihat penghuni langit berdimensi lebih tinggi. Tapi penghuni langit berdimensi lebih tinggi dapat melihat penghuni langit yang berdimensi lebih rendah. Itulah sebabnya: Manusia tidak dapat melihat jin tapi jin dapat melihat manusia Kita tida bisa mendengar rintihan arwah yang sedang disiksa, tapi arwah dapat mendengar bunyi alas kaki para pengantar jenazahnya
Ada yang berpendapat lapisan itu ada dengan berdalil pada QS 67:3 dan 71:15 sab'a samaawaatin thibaqaa. Tafsir Depag menyebutkan "tujuh langit berlapis-lapis" atau "tujuh langit bertingkattingkat". Walaupun demikian, itu tidak bermakna tujuh lapis langit. Makna thibaqaa, bukan berarti berlapis-lapis seperti kulit bawang, tetapi (berdasarkan tafsir/terjemah Yusuf Ali, A. Hassan, Hasbi Ash-Shidiq, dan lain-lain) bermakna bertingkat-tingkat, bertumpuk, satu di atas yang lain. "Bertingkat-tingkat" berarti jaraknya berbeda-beda. Walaupun kita melihat benda-benda langit seperti menempel pada bola langit, sesungguhnya jaraknya tidak sama. Rasi-rasi bintang yang dilukiskan mirip kalajengking, mirip layang-layang, dan sebagainya sebenarnya jaraknya berjauhan, tidak sebidang seperti titik-titik pada gambar di kertas. Lalu apa makna tujuh langit bila bukan berarti tujuh lapis langit? Di dalam Al-Qur'an ungkapan 'tujuh' atau 'tujuh puluh' sering mengacu pada jumlah yang tak terhitung banyaknya. Dalam matematika kita mengenal istilah "tak berhingga" dalam suatu pendekatan limit, yang berarti bilangan yang sedemikian besarnya yang lebih besar dari yang kita bayangkan. Kira-kira seperti itu pula, makna ungkapan "tujuh" dalam beberapa ayat Al-Qur'an. Misalnya, di dalam Q.S. Luqman:27 diungkapkan, "Jika seandainya semua pohon di bumi dijadikan sebagai pena dan lautan menjadi tintanya dan ditambahkan tujuh lautan lagi, maka tak akan habis Kalimat Allah." Tujuh lautan bukan berarti jumlah eksak, karena dengan delapan lautan lagi atau lebih kalimat Allah tak akan ada habisnya. Sama halnya dalam Q.S.9:80: "...Walaupun kamu mohonkan ampun bagi mereka (kaum munafik) tujuh puluh kali, Allah tidak akan memberi ampun...." Jelas, ungkapan "tujuh puluh" bukan berarti bilangan eksak. Allah tidak mungkin mengampuni mereka bila kita mohonkan ampunan lebih dari tujuh puluh kali. Jadi, 'tujuh langit' semestinya difahami pula sebagai benda-benda langit yang tak terhitung banyaknya, bukan sebagai lapisan-lapisan langit. Lalu apa makna langit pertama, ke dua, sampai ke tujuh dalam kisah mi'raj Rasulullah SAW? Muhammad Al Banna dari Mesir menyatakan bahwa beberapa ahli tafsir berpendapat Sidratul
Muntaha itu adalah Bintang Syi'ra, yang berarti menafsirkan tujuh langit dalam makna fisik. Tetapi sebagian lainnya, seperti Muhammad Rasyid Ridha juga dari Mesir, berpendapat bahwa tujuh langit dalam kisah isra' mi'raj adalah langit ghaib. Dalam kisah mi'raj itu peristiwa fisik bercampur dengan peristiwa ghaib. Misalnya pertemuan dengan ruh para Nabi, melihat dua sungai di surga dan dua sungai di bumi, serta melihat Baitur Makmur, tempat ibadah para malaikat. Jadi, saya sependapat dengan Muhammad Rasyid Ridha dan lainnya bahwa pengertian langit dalam kisah mi'raj itu memang bukan langit fisik yang berisi bintang- bintang, tetapi langit ghaib. Pemahaman tentang tujuh langit sebagai tujuh lapis langit dalam konsep keislaman mungkin bukan sekadar pengaruh konsep geosentris lama, tetapi juga diambil dari kisah mi'raj Rasulullah SAW. Mi'raj adalah perjalanan dari masjidil Aqsha ke Sidratul Muntaha yang secara harfiah berarti 'tumbuhan sidrah yang tak terlampaui', suatu perlambang batas yang tak ada manusia atau makhluk lainnya bisa mengetahui lebih jauh lagi. Hanya Allah yang tahu hal-hal yang lebih jauh dari batas itu. Sedikit sekali penjelasan dalam AlQur'an dan hadits yang menerangkan apa, di mana, dan bagaimana sidratul muntaha itu. Secara sekilas kisah mi'raj di dalam hadits shahih sebagai berikut: Mula-mula Rasulullah SAW memasuki langit dunia. Di sana dijumpainya Nabi Adam yang dikanannya berjejer para ruh ahli surga dan di kirinya para ruh ahli neraka. Perjalanan diteruskan ke langit ke dua sampai ke tujuh. Di langit ke dua dijumpainya Nabi Isa dan Nabi Yahya. Di langit ke tiga ada Nabi Yusuf. Nabi Idris dijumpai di langit ke empat. Lalu Nabi SAW bertemu dengan Nabi Harun di langit ke lima, Nabi Musa di langit ke enam, dan Nabi Ibrahim di langit ke tujuh. Di langit ke tujuh dilihatnya baitul Ma'mur, tempat 70.000 malaikat shalat tiap harinya, setiap malaikat hanya sekali memasukinya dan tak akan pernah masuk lagi. Perjalanan dilanjutkan ke Sidratul Muntaha. Dari Sidratul Muntaha didengarnya kalam-kalam ('pena'). Dari sidratul muntaha dilihatnya pula empat sungai, dua sungai non-fisik (bathin) di surga, dua sungai fisik (dhahir) di dunia: sungai Efrat di Iraq dan sungai Nil di Mesir. Jibril juga mengajak Rasulullah SAW melihat surga yang indah. Inilah yang dijelaskan pula dalam Al-Qur'an surat An-Najm. Di Sidratul Muntaha itu pula Nabi melihat wujud Jibril yang sebenarnya. Puncak dari perjalanan itu adalah diterimanya perintah shalat wajib. Allah Swt berfirman di dalam Alquran Surah Al-Israa’ ayat 1:
“Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda–tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” Dari ayat tersebut tampak jelas bahwa perjalanan luar biasa itu bukan kehendak dari Rasulullah Saw sendiri, tapi merupakan kehendak Allah Swt. Untuk keperluan itu Allah mengutus malaikat Jibril as (makhluk berdimensi 9) beserta malaikat lainnya sebagai pemandu perjalanan suci tersebut. Dipilihnya malaikat sebagai pengiring perjalanan Rasulullah Saw dimaksudkan untuk mempermudah perjalanan melintasi ruang waktu. Selain Jibril as dan kawan-kawan, dihadirkan juga kendaraan khusus bernama Buraq, makhluk berbadan cahaya dari alam malakut. Nama Buraq berasal dari kata barqun yang berarti kilat. Perjalanan dari kota Makkah ke Palestina berkendaraan Buraq tersebut ditempuh dengan kecepatan cahaya, sekitar 300.000 kilo meter per detik. Pertanyaan mendasar adalah bagaimanakah perjalanan dengan kecepatan cahaya itu dilakukan oleh badan Rasulullah Saw yang terbuat dari materi padat? Untuk malaikat dan Buraq tidak ada masalah karena badan mereka terbuat dari cahaya juga. Seandainya badan bermateri padat seperti tubuh kita dipaksakan bergerak dengan kecepatan cahaya, bisa diduga apa yang akan terjadi. Badan kita mungkin akan terserai berai karena ikatan antar molekul dan atom bisa terlepas. Jawaban yang paling mungkin untuk pertanyaan itu adalah tubuh Rasulullah Saw diubah susunan materinya menjadi cahaya. Bagaimanakah hal itu mungkin terjadi? Teori yang memungkinkan adalah teori Annihilasi. Teori ini mengatakan bahwa setiap materi (zat) memiliki anti materinya. Dan jika materi direaksikan dengan anti materinya, maka kedua partikel tersebut bisa lenyap berubah menjadi seberkas cahaya atau sinar gamma. Hal ini telah dibuktikan di laboratorium nuklir bahwa jika partikel proton direaksikan dengan antiproton, atau elektron dengan positron (anti elektron), maka kedua pasangan tersebut akan lenyap dan memunculkan dua buah sinar gamma, dengan energi masing-masing 0,511 MeV
(Multiexperiment Viewer) untuk pasangan partikel elektron, dan 938 MeV untuk pasangan partikel proton. Sebaliknya apabila ada dua buah berkas sinar gamma dengan energi sebesar tersebut di atas dilewatkan melalui medan inti atom, maka tiba-tiba sinar tersebut lenyap berubah menjadi 2 buah pasangan partikel tersebut di atas. Hal ini menunjukkan bahwa materi bisa dirubah menjadi cahaya dengan cara tertentu yang disebut annihilasi dan sebaliknya. Nah, kalau dihitung jarak Mekkah – Palestina sekitar 1500 km ditempuh dengan kecepatan cahaya, maka hanya dibutuhkan waktu sekitar 0,005 detik dalam ukuran waktu kita di bumi. Sesampainya di Palestina tubuh Rasulullah Saw dikembalikan menjadi materi. Peristiwa ini mungkin lebih dikenal seperti teleportasi dalam teori fisika kwantum. Dari Palestina dilanjutkan dengan perjalanan antar dimensi ke Sidratul Muntaha, yakni dari langit dunia (langit pertama) ke langit kedua, ketiga sampai dengan langit ketujuh dan berakhir di Sidratul Muntaha. Yang perlu dipahami adalah perjalanan antar dimensi bukanlah perjalanan berjarak jauh atau pengembaraan angkasa luar, melainkan perjalanan menembus batas dimensi. Karena walaupun tubuh Rasulullah Saw diubah menjadi cahaya seperti perjalanan dari Mekkah ke Palestina, tidak akan selesai menempuh perjalanan di langit pertama saja. Bukankah untuk menempuh diameter alam semesta diperlukan 30 miliar tahun dengan menggunakan kecepatan cahaya. Jadi bagaimana caranya? Seperti telah disebutkan di atas dalam penjelasan posisi antar dimensi bahwa posisi langit kedua dengan langit pertama dianalogikan seperti sebuah ruangan berdimensi 3 dengan dinding tembok berdimensi 2. Makhluk bayangan berdimensi 2 di tembok tidak bisa memasuki ruangan berdimensi 3, kecuali ada bantuan dari makhluk berdimensi lebih tinggi, minimal dari makhluk berdimensi 3, yakni balok. Caranya si balok menempelkan salah satu sisinya ke tembok dan makhluk bayangan menempelkan diri ke sisi balok itu. Dengan menempel di sisi balok dan mengikutinya, makhluk bayangan bisa memasuki ruang berdimensi 3 dan meninggalkan wilayah berdimensi 2, yakni dinding tembok.
Begitulah kira-kira analogi bagaimana Rasulullah Saw melakukan perjalanan antar dimensi. Dengan kehendak Allah Swt, Jibril membawa Rasulullah Saw melakukan perjalanan dari langit pertama hingga langit ketujuh lalu ke Sidratul Muntaha. Perjalanan ini bukan perjalanan jauh seperti telah disebutkan tadi. Kejadian itu terjadi di tempat Rasulullah Saw terakhir duduk shalat di Masjidil Aqsa Palestina, karena ruang berdimensi 4, 5 dan seterusnya itu persis berada di sebelah kita, hanya kita tidak melihatnya dan tidak bisa mencapainya. Wajar saja perjalanan Isra Miraj Rasulullah Saw dari Mekkah ke Palestina dan kemudian dilanjutkan dengan perjalanan ke Sidratul Muntaha hanya terjadi dalam semalam. Bayangkan dalam zaman ketika pemahaman manusia tentang sains dan teknologi belum seperti sekarang, seorang Abu Bakar Ash Shiddiq Ra. Sahabat yang suci bisa beriman dan menerima kebenaran cerita Rasulullan Saw tanpa sanggahan. Begitu dekatnya jarak alam dunia (langit pertama) dengan alam akhirat (langit ketujuh) yang sangat dekat sudah digambarkan oleh hadist dari Jabir bin Abdullah. Ketika itu Rasulullah Saw didatangi oleh lelaki berwajah bersih dan berbaju putih (yang ternyata adalah malaikan Jibril as yang memasuki dimensi alam manusia) : Bertanya orang itu lagi (yakni Jibril as), "Berapakah jaraknya dunia dengan akhirat?" Bersabda Rasulullah SAW, "Hanya sekejap mata saja. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya.
DAFTAR PUSTAKA Agus mustofa, 2010. Terpesona di Sidratil Muntaha. Jakarta Al-Qur’an Digital Zaghlr An-Najjar, “Pembuktian Sains dalam Sunnah Buku 1”, bab 7 lapis
Gudang Ilmu dan Artikel Menyingkap Misteri 7 Lapisan Langit dan Keajaiban Isra Miraj diakses tanggal 22 April 2016 pukul 12:30 WIB Wikipedia. Makna 7 (tujuh) lapisan langit ternyata bukan atmosfer.htm diakses tanggal 30 April 2016 pukul 16:15 WIB Wikipedia. Misteri Langit 7 (Tujuh) Lapis Dalam Pandangan SAINS.htm diakses tanggal 30 April 2016 pukul 16:15 WIB ZILZAA Artikel. Misteri Tujuh Lapis Langit diakses tanggal 22 April 2016 pukul 12:30 WIB http.keajaibanalquran.com/earth_layers.html diakses tanggal 20 April 2016 pukul 11:30 WIB