“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”
Etika Bercinta ala NABI Sebuah Pendekatan Kritik Hadis
Oleh : Syakir Jamaluddin, M.A.
LPPI UMY
Etika Bercinta ala NABI Sebuah Pendekatan Kritik Hadis
Oleh : Syakir Jamaluddin, M.A.
Desain sampul : Joko Supriyanto Tata letak isi : Sukir M. ISBN : 979-3708-16-6 Cetakan Cetakan Cetakan Cetakan
I : Oktober 2005 II : April 2006 III : April 2009 IV : Desember 2010
Penerbit : LPPI UMY Jl. Ringroad Selatan, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta Telp. (0274) 387 656, Ext 154, CP: (0274) 7432 234
Tak sepantasnya seorang muslim mengambil hak saudaranya tanpa seijin darinya.
v
PENGANTAR PENULIS بسم اهلل الرمحن الرحيم Al-Hamdulillâh, segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, yang telah mencurahkan kasih-sayangNya kepada seluruh makhluk-Nya terutama manusia. Dia muliakan manusia dengan memberinya naluri, nafsu, rasa, akal, nurani, bahkan mengutuskan pada setiap umat seorang Rasul dari kalangan manusia juga dengan bekal petunjuk untuk dijelaskan kepada seluruh umat manusia. Untuk itu shalawat serta salam kepada Rasul penutup, Nabi Muhammad saw yang telah berjuang dengan segenap jiwa dan raganya, menyampaikan Risalah Ilahi dengan nasihat dan keteladanan yang baik demi kebahagiaan umat manusia, di dunia dan di akhirat kelak. Buku yang berjudul Etika Bercinta Ala Nabi saw ini pada awalnya adalah tesis penulis yang berjudul Hadis-hadis tentang Etika Hubungan Seks Suami-Istri: Sebuah Pendekatan Kritik Hadis. Supaya lebih luas manfaatnya, penelitian ini kemudian disebarluaskan dalam bentuk buku populer-ilmiah yang memang disusun untuk menjawab kebutuhan masyarakat tentang etika hubungan seks suami-istri dalam perspektif Islam. Hal ini karena cukup banyak hadis etika “bercinta” yang beredar di tengah masyarakat kita, ternyata tidak dapat dipertanggungjawabkan
vi kesahihannya. Padahal Nabi saw pernah bersabda: “Barangsiapa berdusta atas namaku, maka hendaklah dia menempati tempat duduk dari api neraka.” (HR. al-Jamâ‘ah). Bisa jadi, penggunaan hadis-hadis yang tidak bisa dipertanggungjawabkan tersebut yang justru membuat Islam disalahpahami dan ditinggalkan karena kehilangan kekuatan referensi. Buku yang membahas hadis-hadis tentang Etika “Bercinta” (making love) ala Nabi saw ini menuntun suami-istri untuk mendapatkan hubungan seks yang sehat dan berkualitas, namun tetap sah dan beretika yang sebenarnya telah dicontohkan oleh Nabi saw melalui hadis-hadisnya yang otentik. Meskipun banyak keterbatasan yang penulis rasakan dalam penelitian ini, namun atas perkenan Allah SWT dan berbagai bantuan moral dan material dari berbagai pihak, akhirnya penulis mampu menyelesaikan buku ini. Untuk itu, di samping ungkapan rasa syukur yang tak terhingga kepada Allah SWT, juga ungkapan rasa terima kasih sedalam-dalamnya kepada orang-orang yang telah memberikan kasih-sayangnya kepada penulis: Ibunda Hj. Rillah Daeng Anneng dan ayahanda H. Djamaluddin Laidjo Allâhu yarhamhuma, istriku Aminah Setyaningsih dan anak-anakku tercinta, kedua mertua: ibu Hj. Titik Mawarti dan bapak H.M. Sugiarto Allâhu yarham, serta saudara-saudaraku semua, H. Adham Arman sekeluarga, Mas Nasrullah Larada sekeluarga, Bang Abdul Muis sekeluarga, Sakiyah Hasan (Kiki), dan lain-lain.
vii Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ahmad Lutfi Fathullah, MA., Dr. Yusuf Rahman, MA., Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA., Dr. Muhammad Masyhoeri Na‘im, MA. selaku Pembimbing sekaligus Penguji tesis penulis di Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, seluruh sivitas akademika Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Ir. H. Dasron Hamid, M.Sc. sebagai Rektor UMY, Dr. Khoiruddin Bashori, M.Si. yang bersedia memberikan kata sambutan buku ini, Prof. Dr. Yunahar Ilyas, MA., Depdiknas RI yang ikut membantu mendanai penelitian ini, Penerbit Suara Muhammmadiyah yang telah menerbitkan pertama kali buku ini (2005), teman-teman di Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI) UMY, dan teman-teman dekat yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu. Penulis ucapkan banyak terima kasih atas bantuannya, semoga akan berbalas kebaikan dari Allah SWT, âmîn. Apapun hasil dari penelitian ini, penulis hanya berharap semoga bermanfaat. Yogyakarta, 25 April 2009 Wassalam,
Ttd.
Syakir Jamaluddin, MA.
viii
PENGANTAR PAKAR/PSIKOLOG Al-Hamdulillâh, dengan senang hati kata pengantar ini ditulis sebagai ungkapan rasa syukur dan ikut berbahagia atas selesainya usaha keras Saudara Syakir Jamaluddin, penulis buku ini dalam meneliti hadis-hadis seks, sebuah usaha yang selama ini sebetulnya banyak diharapkan oleh awam tetapi belum banyak dilakukan oleh ahlinya. Dengan menelaah buku ini pembaca akan mendapatkan gambaran yang jelas mana hadis-hadis sahih dan mana yang tertolak dalam kaitannya dengan hubungan suami istri. Seks bukanlah kata yang selalu terasosiasi dengan perilaku kotor. Seks merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia. Allah seru sekalian alam tidak hanya mengajarkan bagaimana manusia menyembah Tuhan-Nya, tetapi juga membicarakan tentang reproduksi, kreasi, kehidupan keluarga, menstruasi, bahkan ejakulasi dalam Al-Qur’an. Rasulullah Muhammad saw yang diutus sebagai teladan, uswah hasanah, telah mendiskusikan banyak aspek kehidupan seksual dengan para sahabat. Islam mengakui kekuatan dorongan seksual, akan tetapi masalah ini dibicarakan dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul dengan cara yang serius, yakni dalam konteks perkawinan dan kehidupan keluarga.
ix Allah berfirman dalam Al-Qur’an, “Jangan kamu menghampiri zina. Sesungguhnya zina itu sangat keji dan jalan yang amat jahat” (QS. 17: 32). “Katakanlah, sesungguhnya yang diharamkan Tuhanku hanya segala yang keji, baik yang lahir ataupun yang batin, maksiat dan melampaui batas tanpa kebenaran” (QS. 7: 33). “Perempuan-perempuan jahat untuk laki-laki jahat, laki-laki jahat untuk perempuan-perempuan jahat pula, perempuan-perempuan baik untuk lakilaki baik, laki-laki baik untuk perempuan-perempuan baik pula” (QS. 24: 26). Ketika Al-Qur’an menyebut: “do not approach adultery!” atau “jangan menghampiri zina!”, berarti yang dilarang bukan hanya ‘illegal sex’ tetapi juga hal-hal yang dapat mengarah kepada seks ilegal itu, seperti dating, berdua-duaan dengan lawan jenis, mengenakan busana yang memprovokasi hawa nafsu (QS. 24:30-31), berkata dan berprilaku cabul dan porno. Islam hanya memperkenankan penyaluran hasrat seksual melalui perkawinan yang sah. Rasulullah saw bersabda, “Nikah adalah sunnahku. Siapa yang menolak sunnahku bukan golonganku” (HR. Al-Bukhari-Muslim). “Barang siapa menikah maka ia telah melindungi separo agamanya. Karena itu hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separonya lagi” (HR. Al-Hakim dan al-Thahawi). “Wahai segenap pemuda, barangsiapa yang mampu hendaklah menikah, sesungguhnya perkawinan itu lebih dapat meredam gejolak mata
x dan nafsu seksual, tetapi barang siapa yang belum mampu maka hendaklah ia berpuasa karena (puasa itu) benteng (penjaga) baginya” (HR. Al-Bukhari). Ringkas kata, Islam melarang keras perzinaan tetapi memberi jalan indah dalam “bercinta” yang tetap sah, memuaskan, dan penuh berkah. Selamat menikmati. Yogyakarta, 22 Sya’ban 1426 H 26 September 2005 M. Wassalam, Ttd. Dr. Khoiruddin Bashori, M.Si.
xi
PEDOMAN TRANSLITERASI DAN SINGKATAN
Arab
Latin
Arab
Latin
Arab
Latin
ء ب ت ث ج ح خ د ذ
’
ز س ش ص ض ط ظ ع غ
z
ق ك ل م ن و ه ي ة
q
b t ts j h kh d dz
ر
ف
r
Vokal Pendek Vokal Panjang
َ ِ ُ
=a =i =u
ا ى و
s sy sh dl th zh ‘ gh f
ال
k l m n w h y ah; at (bentuk sambung) al(al-usrat alsa‘âdah)
Diftong
=â
= aw
=î
= ay
=û
= iyy
(i pada akhir kata)
= uww (u pada akhir kata)
xii Pengecualian: Translit tidak diberlakukan pada istilah Arab yang sudah menjadi bahasa/istilah yang lazim dipakai dalam bahasa Indonesia, seperti: ‘Abdullah, bukan ‘Abd Allâh, atau bismillâh, bukan bi ism Allâh, atau teks doa, misal: at-tahiyyâtu li-llâh atau lillâh bukan al-tahiyyâtu li Allâh. Singkatan: HSR. : Hadis Sahih Riwayat. HHR. : Hadis Hasan Riwayat. HDR. : Hadis Daif Riwayat.
xiii
DAFTAR ISI PENGANTAR PENULIS..............................................v PENGANTAR PAKAR.............................................. viii PEDOMAN TRANSLITERASI................................. ix DAFTAR ISI............................................................... xiii BAB I PENDAHULUAN ...................................................... 1 Metode Penelitian....................................................... 12 BAB II PANDANGAN ISLAM TENTANG SEKS........... 23 Islam di antara Dua Paham Ekstrim tentang Seks.... 23 Seks dan Perkawinan dalam Islam........................... 37 Kedudukan, Tujuan dan Manfaat Hubungan Seks dalam Islam........................................................ 48 Bercinta karena Allah................................................. 53 Bab III KUALITAS HADIS TENTANG ETIKA HUBUNGAN SEKS SUAMI-ISTRI......................... 59 A. Hadis-hadis tentang Etika Sebelum Senggama ..61 1. Hadis tentang Etika Pertemuan Pertama......... 61 2. Hadis tentang Larangan Menunda dan Menolak Ajakan Senggama................................ 75 3. Hadis tentang Menjaga Kebersihan, Penam pilan dan Keharuman Anggota Badan............. 88 4. Hadis tentang Doa Sebelum Senggama............ 92 5. Hadis tentang Larangan Bertelanjang saat “Mendatangi” Istri............................................... 95
xiv 6. 7.
Hadis tentang Larangan Melihat Kemaluan Pasangan Sahnya................................................ 102 Hadis tentang Permainan Pendahuluan sebelum Senggama............................................ 110
B. 1. 2. 3. 4. 5.
Hadis-hadis tentang Etika Saat sedang Senggama............................................................ 123 Hadis tentang Larangan Menyetubuhi Farj Istri yang sedang Haid...................................... 123 Hadis tentang Larangan Menyetubuhi Dubur Istri.......................................................... 125 Hadis tentang Variasi Teknik Senggama......... 133 Hadis tentang Senggama Terputus................... 144 Hadis tentang Larangan Terburu-buru Mengakhiri hingga Istrinya Mendapatkan Kepuasan.............................................................. 150
C. 1. 2. 3. 4.
Hadis-hadis tentang Etika Pasca Senggama... Do’a Ketika Orgasme......................................... Hadis tentang Anjuran Berwudlu’ bila hendak Mengulangi Senggama, atau hendak Tidur...................................................... Hadis tentang Mandi Wajib setelah Senggama............................................................ Hadis tentang Larangan Menceritakan Pengalaman Senggama.....................................
154 154 155 167 182
BAB IV PENUTUP................................................................. 189 DAFTAR PUSTAKA................................................ 193 BIODATA PENULIS................................................ 205
1
BAB I PENDAHULUAN Sebuah fakta menyadarkan masyarakat muslim di belahan dunia bagian Timur, bahwa era globalisasi dan teknologi informasi yang banyak mengekspos kebebasan budaya Barat telah mendorong terjadinya revolusi di segala bidang. Di antara revolusi tersebut adalah revolusi seksual, melampaui batas etika dan moralitas agama dan adat mereka selama ini. Meskipun revolusi seksual telah terjadi hampir satu abad di belahan dunia Barat sebagai akibat perlawanan (reaksi) terhadap penindasan fitrah seks oleh Kristen Barat sejak masa St. Paul (abad 1 Masehi)1, nampaknya hal ini baru dan sedang terjadi di belahan dunia Timur. Perkembangan teknologi khususnya 1 Sayyid Muhammad Rizvi, Marriage & Moral in Islam, (Toronto: Islamic Education & Information Centre, 1994. terj. Muhammad Hashyim, Perkawinan dan Seks dalam Islam, Jakarta: Lentera, 2000), Bab 1. Pada bab ini Rizvi (‘Arab: Ridlwi) secara apik menjelaskan bahwa akibat dari pengekangan fitrah
2 teknologi informasi yang begitu pesat di akhir abad 20M, ternyata berperan besar dalam mempercepat terjadinya revolusi seks di dunia Timur. Meskipun agama melarangnya, namun penelitian menunjukkan bahwa dari 1,8 juta warga Indonesia yang mengakses internet, 50% di antaranya ternyata tidak bisa menahan diri untuk tidak membuka situs porno2. Tahun 2005, seksolog Dr. Boyke Nugraha bahkan mengungkapkan 100% siswa SMA di Jakarta telah mengakses situs ini. Pada akhirnya, informasi tentang peradaban dan perilaku seks Barat yang liberal dan serba boleh (permissive), sangat sulit dihindari dan telah membawa perubahan besar dan begitu cepat terhadap perilaku seks masyarakat Timur. alamiah seksual manusia oleh Gereja sejak masa St. Paul hingga awal abad 20 M, maka Gereja Kristen kehilangan pengaruhnya dalam urusan dunia. Revolusi seksual sudah tidak terelakkan lagi setelah mendapat momentum dua Perang Dunia. Revolusi pada tahap awalnya, membawa masyarakat dari satu ekstrim ke ekstrim lainnya. Ibarat pegas baja (steel spring), fitrah bila ditekan maka akan meloncat balik dengan kekuatan yang sama. Maka muncullah moralitas seks baru di Barat meloncat ke ekstrim lain dengan usul kebebasan seks tanpa batas (free sex), “seks demi keasyikan”, “seks demi seks” yang menurut Bertrand Russel penulis buku Marriage and Morals (1970), harus didukung selama tidak ada yang disakiti dan tidak mengganggu kebebasan orang lain. Baca pula S. Saed Akhtar Ridhwi, The Family Life of Islam, (Teheran: World Organization for Islamic Services, 1980), hlm 8-9; Murtadha Muthahhari, Sexual Ethics in Islam and in The Western World, (Teheran: Islamic Propagation Mission, 1982) Bab 1-3. 2 Richard Kartawijaya dalam Seminar Dies Natalis ke-46 Fisipol UGM, 19/9/2001 tentang Situs Porno dan Kesehatan Mental. Lihat http://www.e-psikologi.com/dewasa/cybersex.htm
Pendahuluan
3
Sejatinya, yang terjadi ketika era teknologi informasi dimulai adalah benturan peradaban (clash of civilization) yang sangat kuat antara nilai kebebasan seks Barat yang ditawarkan oleh penguasa teknologi informasi, berhadapan dengan norma kesusilaan seks masyarakat Timur sebagai pengguna teknologi informasi. Bisa diduga bahwa peradaban masyarakat Timur yang cenderung tertutup, pasif dan defensive (bertahan) akan terdesak oleh derasnya arus informasi peradaban Barat. Akibat dari semua ini bisa dilihat, bahwa meskipun pada awalnya masyarakat Timur --khususnya umat Islam di Indonesia-- tampaknya masih “agak malu” membahas permasalahan seks secara terbuka di forum pembelajaran umum, namun mereka agaknya telah mempraktekkan beberapa “trick” (permainan) seks bebas tersebut, seperti: perzinaan (seks pranikah dan selingkuh)3, biseksual, senggama pada dubur, oral seks dan semacamnya, melampaui batas nilai etika yang selama ini diyakininya. Penelitian membuktikan bahwa dari waktu ke waktu prilaku seks bebas remaja Indonesia semakin meningkat. Sejak tahun 1976 sebanyak 9,6% menyetujui seks pranikah, kemudian dua tahun setelahnya (1978) sudah meningkat menjadi 10%. Tahun 1981 meningkat lagi menjadi 17,02%. Sementara itu jika meneropong aktifitas seks bebas remaja per-daerah, hasilnya sangat variatif tergantung sejauhmana kebebasan seks di tengah budaya masyarakat setempat. Penelitian pada pelajar SMU di Jawa Tengah (1995) membuktikan 10% pernah melakukan hubungan seks pranikah, di Jawa Timur (1992) sebanyak 47%, remaja di Bali (1990) sebanyak 90%, dan setelah tayangan pornografi bisa didapatkan dengan mudah, penelitian terbaru (2003) menyebutkan bahwa 97,05 mahasiswi di Yogyakarta 3
4 Bisa jadi mereka melakukan “penyimpangan” seksual -atau sebagian lainnya justru menganggapnya sebagai variasi hubungan seks- memang dikarenakan kualitas keberagamaan masing-masing individu berbeda. Keragaman kualitas keberagamaan mereka ini dipengaruhi oleh kuatnya arus informasi yang merubah pola perilaku mereka, bahkan telah dianggap sebagai nilai. Sayangnya, kekuatan pengaruh negatif dari informasi Barat ini ternyata tidak bisa diimbangi oleh kekuatan informasi dari masyarakat Timur yang mayoritas muslim. Meskipun dari segi kuantitas sudah cukup banyak media cetak (koran, majalah dan buku) ataupun elektronik (TV, radio dan internet) memaparkan ajaran Islam dalam segala aspeknya, namun kekuatan pengaruh (kualitas) dari media dakwah ini kurang maksimal dan masih banyak menyisakan pertanyaan yang harus dijawab. Memang banyak faktor kenapa kekuatan informasi dari masyarakat muslim kurang berpengaruh bahkan terhadap audiens muslim sendiri. Kiranya bukan tempatnya untuk memaparkan semua faktor tidak perawan lagi, meskipun ini banyak yang mempertanyakan validitasnya. Lihat Fuad Amsyari, Masa Depan Umat Islam Indonesia: Peluang dan Tantangan, (Bandung: Mizan, 1993), hlm 117; Marzuki Umar Sa’abah, Seks & Kita, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), hlm 33-34; Iip Wijayanto, Sex in the “Kost”, (Yogyakarta: Tinta, 2003), hlm 36; Koran Kedaulatan Rakyat, 18 September 2003, hlm 1: Virginitas Mahasiswa. Menurut psikolog Dadang Hawari bahwa 80% dari mereka yang sudah menyaksikan tayangan pornografi ternyata telah melakukan penyimpangan seks. (Hikmah Fajar di RCTI TV).
Pendahuluan
5
penyebab tersebut di sini. Namun salah satu di antara banyak faktor tersebut bahwa informasi tentang keislaman --termasuk dalam masalah seks-- yang disampaikan oleh para muballigh dianggap tidak sesuai dengan tuntutan kebutuhan mereka di masanya. Permasalahannya bahkan tidak sekedar itu. Dalam penelitian awal penulis terhadap beberapa referensi tentang etika hubungan seks menurut Islam, ternyata terdapat sejumlah hadis yang kesahihannya diragukan bahkan tidak rasional. Hadis tersebut seringkali dijadikan sebagai landasan hukum (hujjah) atau alat justifikasi terhadap kemuliaan hubungan seks yang diajarkan Islam, sekedar ingin membedakannya dengan moralitas seks bebas yang diajarkan Barat. Salah satu contoh ketidakrasionalan dari hadis yang sering dikutip oleh para penulis buku tersebut antara lain hadis tentang larangan melihat farj (kemaluan) istri karena dapat membutakan mata, yaitu:
َ َِال يَنْ ُظ َر َّن أَ َح ٌد ِمنْ ُك ْم إ ىل َف ْرج َز ْو َجتِِه َو َال َف ْرج َج ِاريَتِِه إَِذا ِ ِ َجا َم َع َها َفإِ َّن َذِل َك ُي ْو ِر َث اْل َع َمى
“Janganlah salah seorang di antara kalian melihat kepada kemaluan istrinya dan kemaluan budaknya bila menggaulinya, karena sesungguhnya hal tersebut dapat menyebabkan kebutaan”.4 Yang amat disayangkan bahwa meskipun para penulis sebenarnya menyadari matan hadis ini ber4 Al-Bayhâqi, Sunan al-Kubrâ, (Makkah: Maktabah Dâr al-Bâz, 1414/1994), juz 7, hlm 94, no. 13318. Analisis terhadap kualitas sanadnya akan dibahas pada Bab III nanti.
6 masalah, tetap saja mereka menjelaskan dengan mengatakan: “Secara ilmu kedokteran, melihat vagina atau lebih dalam lagi tidak akan merusak mata malah tidak akan menyebabkan apa-apa, tetapi secara moral dapat membutakan mata hati, merendahkan moral dan martabat manusia.”5 Umumnya para penulis tersebut mencantumkan hadis larangan melihat farj di atas setelah menyebutkan riwayat yang disandarkan pada ‘Â’isyah, ra. Dr. Ali Akbar terkesan inkonsisten dalam hal ini karena penjelasan tersebut disampaikannya setelah mengutip pernyataan Syech Nefzawi dalam karyanya The Parfumed Garden yang menyatakan bahwa Hasan bin Ishaq Sultan Damaskus mempunyai kebiasaan melihat bagian dalam farj wanita, dan dia sudah diperingatkan supaya jangan berbuat demikian. Tapi dia malah mengatakan, “Apakah ada kesenangan yang melebihi ini?” Akhirnya dia pun menjadi buta. Lihat Ali Akbar, Merawat Cinta Kasih, (Jakarta: Pustaka Antara, 1992), hlm 80-81; Tulisan senada disampaikan oleh Ma’ruf Asrori dan Anang Zamroni, Bimbingan Seks Islami, (Surabaya: Pustaka Anda, 1997), hlm. 45- 47; M. Syamsul Hasan dan A. Ma’ruf Asrori, Etika Jima’, (Surabaya: alMiftah, 1998), hlm 132-133; Kesan inkonsistensi juga terlihat pada penjelasan M. Nipan Abdul Halim dalam Membahagiakan Istri Sejak Malam Pertama, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003), hlm 217-219 yakni setelah mengutip pernyataan Syekh Muhammad Nawawi al-Jâwi (Marqât Su’ûd al-Tashdîq, hlm 66) yang menyatakan “melihatnya lebih utama...”, selanjutnya beliau jelaskan “namun demikian... tidak melihat farji istri tatkala melakukan hubungan seks maka hal itu lebih terpuji dan lebih mulia”. Padahal menurut pendapat yang mu’tabar (yang dapat dipegangi) di kalangan Ahli Hadis bahwa tidak boleh mengutip riwayat dla’îf dengan redaksi yang menunjukkan kesan mantap bahwa riwayat daif ini merupakan hadis Nabi. Lihat Muhammad ‘Ajjâj al-Khathîb, Ushûl al-Hadîts, (Bayrût: Dâr al-Fikr, 1409), hlm 353-354. 5
Pendahuluan
7
yang menjelaskan etika Rasulullah saw menggauli istrinya:
َما َرأَى ِميّن َو َما َرأَيْ ُت ِمنُْه ِ
“Beliau tidak melihat punyaku, dan akupun juga tidak melihat punyanya.”
Penulis menemukan bahwa ternyata sanad kedua riwayat di atas pun bermasalah (baca: dla’îf). Tetapi sekali lagi, riwayat ini tetap mereka jelaskan dengan mengatakan bahwa: Ini berarti Rasulullah saw tetap menghormati wanita beserta farajnya atau menjelaskannya bahwa hal ini karena wanita pada umumnya merasa malu untuk “dipandangi”.6 Masih ada sejumlah hadis yang diragukan kesahihannya namun sering dijadikan referensi oleh para peneliti lain tentang etika hubungan seks menurut Islam. Kemungkinan munculnya penjelasan mengenai seks dalam perspektif Islam seperti di atas adalah reaksi awal yang bersifat spontan dan sporadis akibat keterkejutan masyarakat muslim terhadap nilai kebebasan seks. Mungkin inilah salah satu sebab ajaran Islam terkebiri dan kehilangan kekuatan Lihat misalnya buku tentang etika hubungan seks dalam Islam, khususnya yang ditulis di Indonesia, seperti: Ma’ruf Asrori dan Anang Zamroni, Bimbingan Seks Islami, hlm. 44-46; M Syamsul Hasan dan A. Ma’ruf Asrori, Etika Jima’, hlm 131-133; Nina Surtiretna, Bimbingan Seks Suami Istri: Pandangan Islam dan Medis, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996), hlm 40-41; Ali Akbar, Merawat Cinta Kasih, hlm 80-81. Analisis terhadap kualitas hadisnya akan dibahas pada Bab III. 6
8 referensi tentang seks sebagai akibat dari penafsiran terhadap riwayat yang tidak jelas sehingga Islam ditinggalkan, karena dianggap tidak sesuai dengan tuntutan dan realitas zaman7. Di tengah situasi seperti ini, tampaknya masyarakat muslim membutuhkan informasi tentang seks yang sehat dan memuaskan (baca: berkualitas), namun tetap sah dan beretika menurut keyakinan mereka. Hanya saja, pada umumnya mereka menemukan kendala ketika mencari referensi 7 Kesan bahwa ajaran Islam mengenai seksualitas mulai ditinggalkan seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang mempengaruhi prilaku seksual masyarakat muslim, tampak jelas pada tulisan Rahmat Sudirman yang mengatakan bahwa konsepsi seksual Islam yang tertuang dalam teks-teks dogmatik Islam, tidak lagi mampu menjelaskan dan membenarkan segala prilaku seks yang dipraktekkan manusia (pribadi muslim). Pada halaman berikutnya dia juga menjelaskan bahwa konsepsi seksualitas Islam mengalami krisis plausabilitas (pen.: penjelasan yang masuk akal) karena menghadirkan obyektivasi seksual yang berbeda dengan tatanan sosio-kultural Islam. Krisis Plausabilitas ini juga akan merembes ke dalam bidang praktek seksual yang terwujud dalam bentuk praktek yang tidak sejalan dengan konsepsi praktek seksual yang dikonstruksikan Islam. Lihat Rahmat Sudirman, Konstruksi Seksualitas Islam dalam Wacana Sosial: Peralihan Tafsir Seksualitas, (Yogyakarta: Media Pressindo, 1999), hlm 16-17, 182. Dalam penelitiannya ini, Rahmat menyimpulkan bahwa telah terjadi pergeseran tafsir seksual dalam masyarakat akibat perubahan nilai dan praktek seks yang terjadi di tengah masyarakat. Meskipun penulis tidak sepenuhnya sependapat dengan Rahmat, namun penulis bisa memahami kesimpulan Rahmat di atas karena ia menganalisanya dari sumber referensi yang didapatkannya. Satu-satunya kesalahan Rahmat dalam penelitiannya tersebut adalah salah dalam memilih referensi tentang seks dalam perspektif Islam.
Pendahuluan
9
yang bersumber pada teks-teks hadis yang autentik mengenai etika hubungan seksual dalam Islam di tengah peradaban yang lebih bebas dan terbuka di banding masa-masa sebelumnya. Dalam pandangan penulis, keadaan semacam ini tentu tidak bisa dibiarkan tanpa usaha proaktif dari kelompok muslim sendiri untuk menjelaskan dîn al-Islâm secara lebih kreatif dan lebih dinamis, namun tetap merujuk pada sumbernya yang asli yakni Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Jadi pada dasarnya, penelitian ini bertujuan untuk pertama, mengungkap kualitas riwayat atau hadis tentang etika hubungan seks suami-istri --baik dari segi sanad maupun matan-- sehingga bisa diketahui bagaimana sesungguhnya pandangan Islam yang bersumber dari hadis maqbûl mengenai kedudukan dan etika hubungan seks antar suami-istri. Kedua, menjaga umat dari berhujjah dan mengamalkan hadis yang tidak layak dijadikan sebagai hujjah. Berdasarkan pemikiran di atas, penelitian ini bermaksud menjawab pertanyaan awal, bagaimana kualitas hadis tentang etika “bercinta” ala Nabi? Adapun yang dimaksud dengan Etika “Bercinta” ala Nabi di sini adalah Etika atau Adab8 Hubungan Seks Suami-Istri dalam Perspektif Hadis9. Ini karena hubungan seks terkadang diartikan dengan “bercinta” 8 Etika (Inggris: ethic) dalam bahasa Arab berarti \ َبى ِأد ْ . Lihat Ilyâs, Qâmûs al-’Ashri (Injlîzi-’Arabi), (Bayrût: أخالِقى
Dâr al-Jîl, ed. 29, 1988), hlm 254. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Jakarta:
10 dalam tanda kutip (Inggris: making love), sedangkan “bercinta” yang sah menurut Nabi saw hanyalah hubungan seks dalam ikatan perkawinan yang sah antara laki-laki (suami) dan perempuan (istri). Sudah terlampau banyak karya yang berbicara tentang hubungan seks dengan berbagai tinjauan antara lain: tinjauan medis, psikologi, sosial-budaya, tinjauan mistik, etika, hukum dan tinjauan agama. Ada pula yang membahas masalah hubungan seks dalam satu pembahasan sekaligus dengan meninjaunya dari dua-tiga aspek bahkan lebih, seperti: Bimbingan Seks Suami Istri: Pandangan Islam dan Medis oleh dr. Nina Surtiretna (Bandung: Rosdakarya, 1997), Seks & Kita oleh Marzuki Umar Sa’abah (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), Konstruksi Seksualitas Islam dalam Wacana Sosial: Peralihan Tafsir Seksualitas, (Yogyakarta: Media Pressindo, 1999) oleh Rahmat Sudirman, dan Sex and Society in Islam oleh Musallam, BF. (Cambridge: 1983). Karya yang muncul tentang seks dengan tinjauan etika agama Islam saja sudah cukup banyak. Dari sekian banyak referensi tentang etika hubungan seks dalam Islam, sampai saat ini -sejauh eksplorasi penulis- belum menemukan satu karya pun yang Balai Pustaka, ed. 2, 1995), hlm 237, etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). 9 Hadis adalah segala hal yang disandarkan kepada Nabi saw, baik mengenai perkataan, perbuatan, persetujuan ataupun sifat beliau. Lihat Mushthafa Ibrâhîm, dkk, al-Mu’jam al-Wasîth, (Istanbûl: al-Maktabah al-Islâmiyah, tth), hlm 160.
Pendahuluan
11
membahas tuntas dan komprehensip mengenai kualitas hadis-hadis tentang etika hubungan seks suami-istri. Umumnya para penulis buku tersebut -khususnya yang beredar di Indonesia-, langsung mengutip hadis tertentu untuk mendukung pendapat mereka atau langsung menjelaskan matan hadisnya, tanpa melakukan analisis terhadap hadis-hadisnya hingga mengungkap kualitasnya. Di antara karya yang penulis maksudkan antara lain: Etika Hubungan Seksual dalam Islam oleh Lathifah Dahlan (Bandung: 1993), Etika Seksual (Pekalongan: TB. Bahagia, 1989) dan Moral Agama dalam Kehidupan Seksual Suami Istri (Semarang: Mujahidin, 1981) keduanya oleh Mahfudli Sahli, 30 Tuntunan Seksualitas Islami oleh Muhammad Thalib (Bandung: Irsyad, 1997), Bimbingan Seks Islami (Surabaya: Pustaka Anda, 1997) oleh Ma’ruf Asrori dan Anang Zamroni, serta Etika Jima’ (Surabaya: al-Miftah, 1998) oleh M. Syamsul Hasan dan A. Ma’ruf Asrori. Sementara itu tokoh Syi’ah, Murtadha Muthahhari dalam karyanya Sexual Ethics in Islam and in the Western World (Teheran: 1982) dan Sayyid Muhammad Rizvi dalam Marriage and Moral in Islam (Toronto: 1994), lebih banyak menyoroti moralitas seks di dunia Barat dengan membandingkannya dengan konsep Islam menurut paham Syi‘ah dan sama sekali tidak mengungkap kualitas hadisnya. Lain halnya dengan karya ‘Abd al-Halîm Abu Syuqqah dalam Tahrîr al-Mar’ah fi ‘Ashr al-Risâlah
193
DAFTAR PUSTAKA Al-Qur’ân al-Karîm Injil Âbâdi, Muhammad Syams al-Haqq al-’Adzîm, 1415. ‘Awn al-Ma’bûd, Bayrût: Dâr al-Kutub al’Ilmiyyah, cet ke-2. Abu ‘Awwânah, Ya’qûb bin Ishâq al-Asfarâ’ini. Musnad. Bayrût: Dâr al-Ma’rifah, tth. Abu Dâwud, Sulaymân bin al-As’as al-Sijistâni. Sunan Abi Dâwud. CD. Mawsû’at al-Hadîts Abu Hafsh, ‘Umar bin Ahmad, 1408/1988. Nâsikh al-Hadîts wa Mansûkhuh. al-Zarqâ’: Maktabat al-Manâr. Abu Hâtim al-Râzi, Abu Muhammad ‘Abd al-Rahmân bin Abi Hâtim, 1959. Al-Jarh wa al-Ta’dîl. AlHind: Mathba’ah Majlis Dâ’irât al-Ma’ârif al’Utsmâniyyah. Abu Ishâq, Ibrâhîm bin Muhammad bin Khalîl, 1988/1408. Kitâb al-Ightibâth bi Ma’rifat Man Rumiya bi al-Ikhtilâth. Tahqîq: Fawâz Ahmad, Bayrût: Dâr al-Kutub al-’Arabi. Abu Ishâq, Ibrâhim bin Ya’qûb al-Jawazjâni, 1405. Ahwâl al-Rijâl. Bayrût: Mu’assasat al-Risâlah, Abu Nu’aym, Ahmad bin ‘Abdillah al-Ashbahâni, 1405. Hilyat al-Awliyâ’. (Bayrût: Dâr al-Kitâb al-’Arabi. Abu Syuqqah, ‘Abd al-Halîm. Tahrîr al-Mar’ah fi ‘Ashr al-Risâlah (Juz 5). Dubay: Dâr al-Qalam, tth. Abu Ya’la, Ahmad bin ‘Ali bin al-Mutsanna alMawshili, 1984/1404. Musnad Abi Ya’la.
194 Tahqîq: Husayn Salîm Asad, Dimasyq: Dâr alMa’mûn li al-Turâts. Agama-agama: Agama + Kristen Riwayat Hidup Paulus, http://www.pesantrenonline.com/ ag…/detail Agama. Ahmad bin ‘Ali bin al-Mutsanna Abu Ya’la alMawshuli, 1984/1404. Musnad Abi Ya’la. Tahqîq: Husayn Salîm Asad, Dimasyq: Dâr alMa’mûn li al-Turâts. Al-Albâni, Muhammad Nâshir al-Dîn, 1985/1405. Silsilat al-Ahâdîts al-Dla’îfah wa al-Mawdlû’ah wa Atsaruha al-Sayyi’ fi al-Ummah. Bayrût: alMaktab al-Islâmi. Al-’Amili, al-Syâhid al-Tsâni Zayn al-Dîn, 1391. Wasâ’il al-Syi’ah. Bayrût: Dâr Ihyâ’ al-Turâts, al-’Arabi. Amini, Ibrahim, 1988. Bimbingan Islam untuk Kehidupan Suami-Istri (terjemahan dari: Principles of Marriage Family Ethics). Bandung: Al-Bayan. Amsyari, Fuad, 1993. Masa Depan Umat Islam: Peluang dan Tantangan. Bandung: Mizan. Asmu’i, MS, 2004. Oral sex dalam Pandangan Islam dan Medis. Jakarta: Abla Publisher. Asrori, A. Ma’ruf dan Zamroni Anang, 1997. Bimbingan Seks Islami. Surabaya, Pustaka Anda. Asrori, A. Ma’ruf dan M. Syamsul Hasan, 1998. Etika Jima’: Posisi dan Variasinya. Surabaya: alMiftah. Al-Baghdâdi, Ahmad bin ‘Ali al-Khathîb, 1974. Taqyîd al-’Ilm. Ttp: Dâr Ihyâ’ al-Turâts al-’Arabî.
Daftar Pustaka
195
---------. 1357. al-Kifâyah fî ‘Ilm al-Riwâyah. India. Al-Bayhâqi, Ahmad bin al-Husayn bin ‘Ali bin Mûsâ Abû Bakr, 1414/1994. Sunan al-Bayhaqi alKubrâ. Makkah: Maktabah Dâr al-Bâz. Al-Bazzâr, Ahmad bin ‘Amr bin ‘Abd al-Khâliq, 1409. Musnad al-Bazzâr 4-9. Bayrût/Madînah: Mu’assasat ‘Ulûm al-Qur’ân/Maktabat al’Ulûm wa al-Hikâm. Bucaille, Maurice, 1992. Asal Usul Manusia Menurut Bibel, Al-Qur’an, Sains. Bandung: Mizan. Al-Bukhâri, Muhammad bin Ismâ’îl Abu ‘Abdillah al-Jufi’, 1987/1407. Shahîh al-Bukhâri. Tahqîq: Mushthafa Diyb al-Bughâ, Bayrût: Dâr Ibn Katsîr - al-Yamâmah. Burhân al-Dîn, Ibrâhîm bin Muhammad bin Khalîl, 1988/1408. Kitâb al-Ightibâth bi Ma’rifat Man rumiya bi al-Ikhtilâth. Tahqîq: Fawâz Ahmad, Bayrût: Dâr al-Kutub al-’Arabi. Cawthorne, Nigel, 2006. Rahasia Kehidupan Seks Para Paus (Sex Lives of The Popes), Yogyakarta, Alas Publishing. Compact Disc (CD), 1419/1999. Al-Maktabah alAlfiyah li al-Sunnah al-Nabawiyyah. Versi 1,5, Yordan: al-Turâts. Compact Disc (CD). Mawsûat al-Hadîts al-Syarîf. Versi 2,00, Mesir: Shakhr. (Memuat al-kutub al-tis’ah atau sembilan kitab hadis induk yang terdiri al-kutub al-sittah + Musnad Ahmad, Sunan al-Dârimi dan al-Muwaththa’ al-Imâm Mâlik) Dahlan, Lathiefah, 1993. Etika Hubungan Seksual dalam Islam. Bandung: tnp.
196 Al-Daylami, Abu Syujâ’ Syayruwayh bin Syahradâr, 1987. Firdaws al-Akhbar. Tahqîq: Fawwâz Ahmad, Bayrût: Dâr al-Kuttâb al-’Arabi. Al-Daynûri, Muhammad bin ‘Abdillah Ibn Qutaybah, 1966. Ta’wîl Mukhtalaf al-Ahâdîts. Tahqîq: Muhammad Zuhayr al-Najjâr. Al-Qâhirah: Maktabah al-Kulliyah al-Azhariyah. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, edisi ke-2. Al-Dzahabi, Syams al-Dîn Muhammad bin Ahmad, 1413/1992. al-Kâsyif. Jeddah: Dâr al-Qiblah li al-Tsaqâfah al-Islâmiyyah/Muassasah ‘Uluw. ---------. 1995. Mîzân al-I’tidâl fi Naqd al-Rijâl. Bayrût: Dâr al-Kutub al-’Ilmiyyah. ---------. 1406. Man Tukullima fîh, Zarqâ: Maktabat al-Manâr. Al-Fanjari, Ahmad Syawqi, 1996. Nilai Kesehatan dalam Islam. terjemah oleh: Ahsin Wijaya, Jakarta: Grafika, cet. 1. Forum Kajian Kitab Kuning (FK3), 2003. Wajah Baru Relasi Suami-Istri: Telaah Kitab ‘Uqûd al-Lujjayn li Muhammad Nawawi bin ‘Umar al-Banteni. Yogyakarta: LKiS, cet-2, Judul asli Syarh ‘Uqûd al-Lujjayn fi Bayân Huqûq alZawjayn, Jâkarta: Lajnah Dirâsat Kutub alTurâts, tth. Al-Ghimâri, Ahmad bin Muhammad al-Shiddîq, 1994. Hushûl al-Tafrîj bi Ushûl al-Takhrîj. Riyâdl: Maktabah Thabariyah. Al-Hâkim, Muhammad bin ‘Abdullah al-Naysâbûri, 1411/1990. al-Mustadrak ‘ala al-Shahîhayn.
Daftar Pustaka
197
Tahqîq: Muhammad ‘Abd al-Qâdir. Bayrût: Dâr al-Kutub al-’Ilmiyyah. Al-Hanafi, Yûsuf bin Mûsa. Mu’tashir al-Mukhtashar. Qâhirah/Bayrût: ‘Âlam al-Kutub/Maktabat alMutanabbi, tth. Al-Haytsami, ‘Ali bin Abi Bakr. Majma’ al-Zawâ’id, 1407. Qâhirah/Bayrût: Dâr al-Rayyân li alTurâts/Dâr al-Kitâb al-’Arabi. Ibn ‘Abd al-Barr, Abu ‘Amr Yûsuf bin ‘Abdillah bin ‘Abd al-Barr, 1387. Al-Tamhîd li Ibn ‘Abd al-Barr. Tahqîq: Mushthafa Muhammad al’Ulwi dan Muhammad ‘Abd al-Kabîr al-Bakri, Maghrib: Wizârat ‘Umûm al-Awqâf wa alSyu’ûn al-Islâmiyyah. Ibn Abi Hâtim, ‘Abd al-Rahmân bin Muhammad alRâzi, 1405. ‘Ilal Ibn Abi Hâtim. Bayrût: Dâr alMa’rifah. ---------. ‘Abd al-Rahmân bin Muhammad bin Abi Hâtim al-Râzi. 1953/1271. al-Jarh wa al-Ta’dîl, (Bayrût: Dâr Ihyâ al-Turâts al-’Arabi. Ibn Abi Syaybah, Abu Bakr ‘Abdullah bin Muhammad, 1409. Mushannaf Ibn Abi Syaybah. Riyâdl: Maktabat al-Rusyd. Ibn ‘Adi, Abu Ahmad ‘Abdullah al-Jurjâni, 1409/1988. al-Kâmil fi Dlu’afâ’ al-Rijâl. Tahqîq: Yahya Mukhtâr al-Ghazâwi, Bayrût: Dâr al-Fikr, cet. ke-3. Ibn Hajar, Abu al-Fadll Ahmad bin ‘Ali bin Hajar al-’Asqalâni, 1379. Fath al-Bâri. Tahqîq: Muhammad Fu’âd ‘Abd al-Bâqi, Bayrût: Dâr al-Ma’rifah.
198 ---------. 1986/1406. Lisân al-Mîzân. Bayrût: Mu’assasat al-A’lami li al-Mathbû’ât. ---------. 1352. Nukhbat al-Fikar fi Mushthalah Ahl alAtsar. Bayrût: Dâr al-Kutub al-’Ilmiyyah. ---------.1986/1406. Tahdzîb al-Taqrîb. Tahqîq: Abu ‘Awwâmah, Syiriya: Dâr al-Rasyîd. ---------. 1997/1417. Talkhîsh al-Habîr fi Takhrîj Ahâdîts al-Râfî’i al-Kabîr, Riyâdl: Maktabah Nizak Mushthafa al-Bâz. ---------. 1986/1406. Taqrîb al-Tahdzîb. Tahqîq: Muhammad ‘Awwâmah, Sûriya: Dâr alRasyîd. ---------. Thabaqât al-Mudallisîn. al-Fidâ’ Ismâ’îl alDimasyqi. Tafsîr al-Qur’ân al-’Adzîm. Bayrût: Dâr Ihyâ’ al-Turâts al-’Arabi, tth. Ibn Khuzaymah, Muhammad bin Ishâq, 1390. Shahîh Ibn Khuzaymah. Tahqîq: Muhammad Musthafa al-A’dzami, Bayrût: al-Maktab al-Islâmi. Ibn al-Qayyim, Muhammad bin Abi Bakr Ayûb alZur’i, 1995/1415. Hâsyiyah Ibn al-Qayyim. Bayrût: Dâr al-Kutub al-’Ilmiyyah, cet. Ke-2 Ibn Râhawayh, Ishâq bin Ibrâhîm bin Makhlad, 1412/ 1991. Musnad Ibn Râhawayh. Tahqîq: ‘Abd alGhafûr bin ‘Abd al-Haq al-Bilûsyi, Madînah: Maktabat al-Îmân. Ibn al-Shalâh, Abu ‘Amr ‘Utsmân bin ‘Abd al-Rahmân, 1972. ‘Ulûm al-Hadîts. Madînah: al-Maktabah al-’Ilmiyyah Ibrâhîm, Mushthafa dkk, al-Mu’jam al-Wasîth, Istanbûl: al-Maktabah al-Islâmiyah, tth.
Daftar Pustaka
199
Al-’Ijli, Ahmad bin ‘Abdullah bin Shâlih, 1405/1985. Ma’rifat al-Tsiqât. Tahqîq: ‘Abd al-’Alîm ‘Abd al-’Adzîm, Madînah: Makabat al-Dâr. Ilyâs, 1988. Qâmûs al-’Ashri (Injlîzi-’Arabi). Bayrût: Dâr al-Jîl, edisi 29. Ilyas, Yunahar, 1999. Kuliah Akhlak. Yogyakarta: LPPI-UMY. Ismail, M. Syuhudi. 1988. Kaedah Keshahihan Sanad Hadis. Jakarta: Bulan Bintang. Al-Jashshâsh, Abu Bakr Ahmad al-Râzi, 1414/1993. Ahkâm al-Qur’ân. Bayrût: Dâr al-Fikr. Kedaulatan Rakyat, Surat Kabar Harian, 18 September 2003. Virginitas Mahasiswa. Khallâf, ‘Abd al-Wahhâb, 1388/1968. ’Ilm Ushûl al-Fiqh. Qâhirah: Maktabat al-Da’wat alIslâmiyah. Al-Khathîb, Muhammad ‘Ajjâj, 1409/1989. Ushûl alHadîts. Bayrût: Dâr al-Fikr. Al-Kinani, Ahmad bin Abi Bakr, 1403. Mishbâh alZujâjah. Bayrût: Dâr al-’Arabiyyah. Lecky, William Edward Hartpole (WEH), 1869. History of European Morals. New York: D. Appleten & Company, atau RA. Kessinger Publishing co. 2003; akses via internet: http:// etext.lib.virginia.edu/raiton/yankee/lecky.html Al-Mizzi, Abu al-Hajjâj Yûsuf bin al-Zakiy, 1980/ 1400. Tahdzîb al-Kamâl. Tahqîq: Basysyâr ‘Awwâd Ma’rûf, Bayrût: Mu’assasat al-Risâlah. Al-Mubârakfûri, Muhammad ‘Abd al-Rahmân bin ‘Abd al-Rahîm. Tuhfat al-Ahwadzi. Bayrût: Dâr al-Kutub al-’Ilmiyyah, tth.
200 Al-Munâwi, ‘Abd al-Ra’ûf, 1356. Faydl al-Qadîr. Mesir: al-Maktabah al-Tijâriyah al-Kubra. Al-Mundziri, ‘Abd al-’Adzîm bin ‘Abd al-Qawiy, 1406. Risâlah fî al-Jarh wa al-Ta’dîl, Kuwayt: Maktabah Dâr al-Aqshâ. Mushthafa, Ibrâhîm, dkk. al-Mu’jam al-Wasîth. Istanbûl: al-Maktabah al-Islâmiyah, tth. Muslim bin al-Hajjâj, 1404. al-Kunâ wa al-Asmâ’. Tahqîq: ‘Abd al-Rahîm Muhammad, Madînah: al-Jâmi’ah al-Islâmiyah. Muthahhari, Murtadha, 1402/1982. Sexual Ethics in Islam and in The Western World. Teheran: Islamic Propagation Mission. akses via internet: http://www.al-islam.org/sexualethics/1.htm; Sudah diterjemahkan oleh M. Hashem. 1999. Etika Seksual dalam Islam. Jakarta: Lentera, cet. Ke-iv. Al-Nasâ’i, Ahmad bin Syu’ayb, 1411/1990. al-Sunan al-Kubra. Tahqîq: ‘Abd al-Ghaffâr dan Sayyid Kasrawi, Bayrût: Dâr al-Kutub al-’Ilmiyyah. Al-Nawawi, Abu Zakariyâ Yahya bin Syaraf, 1392. Syarh al-Nawâwi ‘ala Shahîh Muslim. Bayrût: Dâr Ihyâ’ al-Tuirâts al-’Arabi, cet ke-3, juz 3. Al-Naysâbûri, Muslim bin al-Hajjâj Abu alHushayn al-Qusyayri. Shahîh Muslim. Tahqîq: Muhammad Fu’âd ‘Abd al-Bâqi. Bayrût: Dâr Ihyâ al-Turâts al-’Arabiy, tth. Al-Qardlâwi, Yûsuf, 1991. Kayfa Nata’âmal ma’a alSunnah al-Nabawiyyah. Riyâdl: Maktabat alMu’ayyad & al-Ma’had al-’Âlami li al-Fikri alIslami
Daftar Pustaka
201
Al-Qurthubi, Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakr, 1372. Tafsîr al-Qurthubi. Tahqîq: Ahmad ‘Abd al-’Alîm, Qâhirah: Dâr al-Sya’bi. Ridhwi, S. Saed Akhtar, 1980. The Family Life of Islam. Teheran: World Organization for Islamic Services. Rizvi, Sayyid Muhammad, 1415/1994. Marriage and Moral in Islam. Toronto: Islamic Education & Information Centre, HYPERLINK “http:// www.al-islam.org/” http://www.al-islam. org/; Sudah diterjemahkan oleh Muhammad Hashyim. 2000. Perkawinan dan Seks dalam Islam. Jakarta: Lentera, cet. Ke-v. Roman Catholic Church Sex Abuse Scandal, http:// en.wikipedia.org/wiki/Roman_Catholic_ Church_sex_abuse_scandal Russel, Bertrand, 1970. Marriage and Morals. New York: Liveright. Sahli, Mahfudli, 1989. Etika Seksual. Pekalongan: TB. Bahagia. ---------. 1981. Moral Agama dalam Kehidupan Seksual Suami Istri. Semarang: Mujahidin. Al-Sakhâwi, Abu al-Khayr Muhammad bin ‘Abd alRahmân, 1969. Fath al-Mughîts. Tahqîq: ‘Abd al-Rahmân ‘Utsmân, Qâhirah, al-Maktabah alSalafiyah. Sa’abah, Marzuki Umar, 1998. Seks & Kita. Jakarta: Gema Insani Press. Sâbiq, al-Sayyid, 1403/1983. Fiqh al-Sunnah. Bayrût: Dâr al-Fikr.
202 Al-Shan’âni, ‘Abd al-Razzâq bin Hammâm Mushannaf ‘Abd al-Razzâq, 1403. Tahqîq: Habîb al-Rahmân al-A’dzami, Bayrût: al-Maktab al-Islâmi. Shihab, M. Quraish, 2000. Tafsir al-Mishbâh. Jakarta: Lentera Hati, vol. 2 ----------. 1992. Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Mizan. Al-Sibâ’i, Musthafâ, 1966. al-Sunnah wa Makânatuha fi al-Tasyrî’ al-Islâmi, Ttp: Dâr al-Qawmiyyah. Sudirman, Rahmat, 1999. Konstruksi Seksualitas Islam dalam Wacana Sosial: Peralihan Tafsir Seksualitas. Yogyakarta: Media Pressindo. Surtiretna, Nina, 1997. Bimbingan Seks Suami Istri: Pandangan Islam dan Medis. Bandung: Remaja Rosdakarya. Al-Subki, Tâj al-Dîn Abu Nashr ‘Abd al-Wahhâb bin Taqiy al-Dîn ‘Ali, 1398/1978. Qâ’idah fi al-Jarh wa al-Ta’dîl. Tahqîq: Abu Ghuddah, Kairo: Dâr al-Wa’iy. Al-Suyûthi, Jalâl al-Dîn ‘Abd al-Rahmân bin Abi Bakr bin Muhammad. al-Asybâh wa al-Nadzâ’ir fi Qawâ’id wa Furû’ Fiqh al-Syâfi’iyyah. Riyâdl: Maktabat Nazâr Mushthafa al-Bâz, tth. -----------, al-Jâmi’ al-Shaghîr. Tahqîq: Muhammad ‘Abd al-Ra’ûf al-Munâwi, Jeddah: Dâr Thâ’ir al’Ilm, tth. ---------, 1379/1959. Tadrîb al-Râwi. Tahqîq: ‘Abd al-Wahab ‘Abd al-Lathîf, Mesir: Maktabat alQâhirah. Al-Thabari, Muhammad bin Jarîr, 1405. Tafsîr alThabari. Bayrût: Dâr al-Fikr.
Daftar Pustaka
203
Thabbârah, ‘Afîf ‘Abd al-Fattâh, 1978. Rûh al-Dîn alIslâmi. Bayrût: Dâr al-’Ilm li al-Malâyîn. Al-Thabaththaba’i, Muhammad Kadzîm al-Yazdi, 1972/1392. al-’Urwat al-Wutsqa. Teheran: Dâr al-Kutub al-Islâmiyyah. Al-Thabrâni, Abu al-Qâsim Sulaymân bin Ahmad, 1404/1983. al-Mu’jam al-Kabîr. Mûshal: Maktabat al-’Ulûm wa al-Hikâm. ---------. 1415. al-Mu’jam al-Awsath. Qâhirah: Dâr al-Haramayn. ---------. 1405/1985. al-Mu’jam al-Shaghîr. Tahqîq: Muhammad Syakûr Mahmûd, Bayrût/’Ammân: al-Maktab al-Islâmi/Dâr ‘Ammâr. Thahhân, Mahmûd, 1982. Ushûl al-Takhrîj wa Dirâsât al-Asânîd. Qâhirah: Dâr Kutub al-Salâfiyah. Thalib, Muhammad, 1997. 30 Tuntunan Seksualitas Islami. Bandung: Irsyad Baitus Salam. Wijayanto, Iip, 2003. Sex in the “Kost”. Yogyakarta: Tinta Yûsuf bin Mûsa al-Hanafi. Mu’tashir al-Mukhtashar. Qâhirah/Bayrût: ‘Âlam al-Kutub/Maktabat alMutanabbi, tth Al-Zuhayli, Wahbah. Al-Fiqh al-Islâmi wa Adillatuh, Bayrût Dâr al-Fikr, tth. ---------, al-Tafsîr al-Munîr. Pakistan: al-Maktabah alGhafâriyah, tth.