MEMBUAT KADER BEKERJA: DINAMIKA INTERNAL PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (PKS) DALAM MERESPONS KASUS KORUPSI LUTHFI HASAN ISHAAQ MENJELANG PEMILU 2014 Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh: Rangga Eka Saputra 109033200017
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014
ABSTRAKSI
Skripsi ini membahas dinamika internal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam merespons kasus korupsi yang menjerat Luthfi Hasan Ishaaq menjelang pemilu 2014. Penelitian ini menjelaskan pertanyaan: mengapa kader PKS tetap melakukan aksi-aksi kolektif (collective action), seperti: mengikuti rapat-rapat kordinasi, menyelenggarakan aksi pelayanan sosial, pengajian bulanan, pemasangan spanduk/pamflet, direct selling, dan kampanye-kampanye menjelang pemilu 2014, disaat terjadi kasus korupsi kuota impor daging sapi yang melibatkan Luthfi Hasan Ishaaq? Dan bagaimana gerakan PKS melakukan pembingkaian (framing) kepada kadernya untuk tetap melakukan aksi-aksi kolektif menjelang pemilu 2014, disaat terjadi kasus tersebut?. Penelitian ini penting karena PKS merupakan partai kader dan merupakan gerakan Islamisme yang menekankan pelaksanaan prinsip-prinsip ajaran Islam yang ketat bagi para kader maupun elit partainya. Faktanya, perolehan suara PKS pada pemilu 2014 mengalami peningkatan suara elektoral sebanyak 8.480.204 suara, dibandingkan suara tahun 2009 sebanyak 8.204.946 suara. Pembahasan ini juga penting untuk mengetahui faktor framing dalam organisasi gerakan Tarbiyah/ PKS yang membuat kadernya tetap loyal atau bekerja ketika terjadi kasus tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan pembingkaian (framing) dalam kajian gerakan sosial (sosial movement). Kemudian, penelitian ini juga menggunakan metode studi kasus. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang representatif dan reliable, dalam mendapatkan data penulis menggunkan metode wawancara mendalam kepada kader PKS di setiap jenjang pengkaderan dan struktur organisasi PKS serta melakukan studi pustaka. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat mekanisme framing yang dilakukan struktur/elit PKS dalam menjaga kadernya agar tetap loyal dan bekerja di tengah kasus tersebut. Usaha yang mereka lakukan seperti: pertama, melakukan interpretasi ulang kasus tersebut yang menyatakan bahwa Luthfi Hasan Ishaaq tidak bersalah serta terjadi konspirasi terhadap PKS, kedua, PKS melakukan proses spiral encapsulation terhadap kadernya terkait kasus tersebut. Terdapat juga faktorfaktor pendukung dalam budaya atau ideologi PKS yang menyebabkan proses framing berjalan dengan baik, seperti: adanya faktor kewajiban dan insentif, resonansi pembingkaian (peran aktor), dan pengaruh rukun bai‟at dalam proses framing.
i
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah Swt, yang dengan rahmat dan karunianya telah memberikan kemudahan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam dilimpahkan kepada Rasulullah Saw yang telah membawa risalah Islam sebagai salah satu peradaban dunia yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan bagi umatnya. Dalam proses penyusunan skripsi ini penulis merasa banyak pihak yang membantu. Dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu penyusunan skripsi ini, diantaranya: 1. Bapak Prof. Bachtiar Effendi selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah, Bapak Dr. Ali Munhanif selaku Ketua Jurusan Program Studi Ilmu Politik, Bapak M. Zaki Mubarak, M.Si selaku Sekretaris Jurusan, beserta seluruh staf jajarannya. 2. Bapak Dr. Saiful Mujani, MA selaku dosen pembimbing skripsi. Di tengah kesibukannya yang padat, beliau bersedia membaca, mengoreksi, dan memberi saran dalam penyusunan skripsi ini. 3. Bapak dan Ibu dosen jurusan Ilmu Politik yang senantiasa memberikan ilmu dan bimbingannya selama masa penulis berkuliah, antara lain: Bapak Idris Thaha sebagai dosen pembimbing akademik penulis, Bapak Bakir Ihsan, Bapak Agus Nugraha, Bapak Sirajudin Aly, Bapak Nawirudin, Ibu Mutiara Pratiwi, Ibu Gefarina Djohan, dan semua dosen Ilmu Politik yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
ii
4. Secara khusus kepada Kak Ihsan Ali-Fauzi (Direktur PUSAD Paramadina) dan Ibu Ida Rosyida yang telah banyak membantu dan memotivasi penulis dalam penyusunan skripsi ini, terutama ketika membantu penulis untuk mewawancarai Ibu Aan Rohana selaku Majelis Syuro PKS. Kak Ihsan adalah sosok yang penting dalam perkembangan akademik saya. 5. Teman-teman Forum Muda Paramadina: Kak Husni Mubarak, Kak Irsyad Rafsyadi, Kak Syafiq Hasyim, Kak Ali Nursyahid, Siswo Mulyartono, Ayu Mellisa, Joko Arizal Theofani, Kathi, Adit, dan Joevarian. Kalian semua menjadi inspirasi bagi saya. 6. Teman-teman FORMACI (Forum Mahasiswa Ciputat): Erwin M. Simbolon, Muhammad Rafsan, Doddy Iskandar, Indra T Purnama, Didi Manakara, Amrizal Ulya, Iir Irham Mudzakir, dan lain-lain. Semoga tradisi membaca, berdiskusi, dan menulis terus berlanjut pada komunitas ini. 7. Teman-teman Jurusan Ilmu Politik angkatan 2009: Muhdlari, Asep Asyari, Sam‟an, Eko Indrayadi, Abdi, Ali Wafa, Amizar Isma, Riza Abiwinata, Iir Irham Muudzakir, Isma Hamdani, Kholil, Imron Ghozali, Elva, Annisa, Lina, Mutia, Almarhum Selamet, dan lain-lain. Semoga kekompakan dan persahabatan kita akan berlanjut seiring keterbatan ruang dan waktu selepas kita lulus. 8. Kepada narasumber yang telah meluangkan waktunya untuk penulis bertanya kepada mereka mengenai penelitian ini.
iii
9. Ucapan terima kasih kepada istri saya: Pury Cahyani, S.KM yang dengan sabar dan setia membantu dan menemani saya dalam penyusunan skripsi ini. Kepada putri-putri saya: Kayyisah Hasna Jannati dan Nizza Ismah Zayani. Mereka adalah sumber semangat bagi saya dalam menyusun skripsi ini. 10. Terakhir, ucapan terima kasih kepada keluarga saya: Ayahanda Rahimi Chandra dan Ibunda Megawati, yang senatiasa memberi doa untuk hidup saya. Juga kepada adik-adik saya: Putri Bilqish, Maria Qibtia, Haikal Ibrahim dan Naurah Nazifah.
Jakarta, 22 Oktober 2014 Penulis
iv
DAFTAR ISI ABSTRAKSI............................................................................................................i KATA PENGANTAR............................................................................................ii DAFTAR ISI...........................................................................................................v DAFTAR TABEL................................................................................................vii DAFTAR SINGKATAN.....................................................................................viii DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ix BAB I. PENDAHULUAN A. B. C. D. E.
Pernyataan Masalah...............................................................................1 Pertanyaan Penelitian.............................................................................8 Tujuan dan Manfaat Penelitian..............................................................8 Tinjauan Pustaka..................................................................................10 Metode Penelitian.................................................................................13 E.1. Pendekatan Penelitian...................................................................13 E.2. Jenis Penelitian.............................................................................14 E.3. Teknik Pengumpulan Data...........................................................14 E.4. Analisis Data.................................................................................15 F. Sistematika Penulisan...........................................................................16 BAB II. KERANGKA TEORI A. Gerakan Sosial : Pembingkaian (Framing)..........................................18 A.1. Bingkai Aksi Kolektif (Collective Action Frame)........................22 A.2. Resonansi Pembingkaian (Framing Resonance)..........................23 A.3. Psikologi Sosial (Social Psychology)...........................................25 B. Islamisme dan Aktivisme Islam...........................................................29 B.1. Definisi Islamisme dan Aktivisme Islam......................................29 B.2. Asal-Usul Gerakan Islamisme......................................................31 B.3. Variasi dalam Gerakan Islamisme................................................34 BAB III. PKS SEBAGAI ORGANISASI GERAKAN SOSIAL DAN KASUS LUTHFI HASAN ISHAAQ A. Sejarah PKS: Dari Gerakan Kampus ke Panggung Politik..................36 B. Framing PKS Sebagai Organisasi Gerakan Sosial Islam....................40 B.1. Bingkai Diagnostik.......................................................................40 B.2. Bingkai Prognostik.......................................................................43 B.3. Bingkai Motivasi..........................................................................45 C. Landasan Ideologis Gerakan................................................................47 D. Tarbiyah Sebagai Sarana Kaderisasi Gerakan: Tujuan dan Proses......49 v
E. Urgensi Rukun Bai‟at Dalam Gerakan................................................52 F. Tingkatan/Jenjang Keanggotaan Dalam Gerakan................................55 G. Kasus Kuota Impor Daging Sapi yang Menjerat Luthfi Hasan Ishaaq...................................................................................................61 BAB IV. FRAMING PKS DAN FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNGNYA A. Reinterpretasi Masalah: Konspirasi dan Luthfi Hasan Ishaaq Tidak Bersalah................................................................................................65 B. Bingkai Motivasi: Kewajiban dan Insentif...........................................69 C. Resonansi Pembingkaian (Peran Aktor)...............................................73 D. Pemutusan Informasi yang Berasal dari Luar Gerakan........................77 E. Pengaruh Rukun Bai‟at dalam Proses Framing...................................81 BAB V. KESIMPULAN A. Kesimpulan...........................................................................................85 B. Saran-Saran..........................................................................................90
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Perbandingan perolehan suara PKS dan Partai Demokrat tahun 2009 dan 2014............................................................................................................7 Tabel 2: Framing diagnostik gerakan Tarbiyah/PKS...........................................43 Tabel 3: Rukun Bai‟at............................................................................................54 Tabel 4: Jenjang kader dan penugasan dalam struktur PKS..................................57
vii
DAFTAR SINGKATAN
DDII (Dewan Dakwah Islam Indonesia) DPC (Dewan Pengurus Cabang) DPD (Dewan Pengurus Daerah) DPP (Dewan Pengurus Pusat) DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) DPRa (Dewan Pengurus Ranting) DPW (Dewan Pengurus Wilayah) FSLDK (Forum Silaturahmi lembaga Dakwah Kampus), FIS (Forum of Islamic Study) HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) ITB (Institut Teknologi Bandung) KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia). LDK (Lembaga Dakwah Kampus) NU (Nahdlatul Ulama) PAN (Partai Amanat Nasional) PBB (Partai Bulan Bintang) PD (Partai Demokrat) PK (Partai Keadilan) PKS (Partai Keadilan Sejahtera) PPP (Partai Persatuan Pembanguna) UI (Universitas Indonesia)
viii
BAB I PENDAHULUAN
G. Pernyataan Masalah Skripsi ini membahas dinamika internal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam merespons kasus korupsi yang menjerat Luthfi Hasan Ishaaq menjelang pemilu 2014. Penelitian ini menjelaskan pertanyaan: mengapa kader PKS tetap loyal dan melakukan aksi-aksi kolektif (collective action) ketika terjadi kasus tersebut dan bagaimana usaha yang dilakukan struktur/elit PKS untuk menjaga kadernya tetap loyal dan bekerja untuk gerakan. Penelitian ini penting karena PKS merupakan partai kader dan merupakan gerakan Islamisme yang menekankan pelaksanaan prinsip-prinsip ajaran Islam yang ketat bagi para kader maupun elit partainya. Loyalitas dan aksi-aksi kolektif yang dilakukan kader PKS seperti: memasang atribut (spanduk dan poster) partai, direct selling, kampanye pemilu, melakukan aksi pelayanan sosial, dan mengikuti rapat-rapat rutin partai. Sebelumnya ada sebuah peristiwa penting bagi PKS menjelang pemilu 2014, yaitu tertangkap tangannya presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) terkait kasus kuota impor sapi akhir Januari 2013. Bahkan dalam pengadilan yang digelar hari Senin, 9 Desember 2013 terbukti bahwa Luthfi Hasan Ishaaq menerima suap dalam pengurusan kuota impor daging di Kementerian Pertanian. Dalam kasus ini, Luthfi dinyatakan terbukti bersalah melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.1 Yang penting dalam kasus tersebut adalah dinamika internal PKS terkait kasus hukum Luthfi terutama bagaimana pengaruhnya terhadap mesin partai (kader). Diketahui bahwa PKS adalah partai yang menjadikan Islam sebagai ideologi dan menuntut kadernya untuk mengamalkan ajaran-ajaran Islam secara kaffah. Ada persoalan penting yaitu seberapa besar kasus Luthfi Hasan Ishaaq mempengaruhi loyalitas dan soliditas kadernya yang notabene adalah mesin partai dalam menghadapi pemilu 2014. Mardani Ali Serra menyatakan bahwa mesin partai (kader) dan struktur partainya tidak terpengaruh dengan kasus yang menimpa Luthfi Hasan Ishaaq. 2 Lebih lanjut, PKS melalui Anis Matta menyatakan memberi bantuan hukum kepada Luthfi Hasan Ishaaq terkait kasus kuota impor daging sapi tersebut.3 Hal ini menjadi paradoks dengan kasus Syamsul Balda (anggota DPR RI dari PK periode 1999-2004) yang dipecat terkait pelanggaran moral. Loyalitas kader PKS dapat dilihat dari bagaimana aksi-aksi kolektif (collective actions) atau kerja-kerja untuk gerakan/partai yang dilakukan kadernya menjelang pemilu legislatif 2014. Sebagaimana laporan berita di harian Tempo yang menggambarkan kampanye PKS menjelang pemilu 2014: 1
Tempo.co, Luthfi Hasan Disebut Terbukti Menerima Suap. Lihat http://www.tempo.co/read/news/2013/12/09/063535925/Luthfi-Hasan-Disebut-Terbukti-Terima-Suap. Di Unduh pada Kamis, 1 Mei 2014. 2 Tempo.co, PKS Tak Terima Luthfi Disebut Rusak Citra Partai. Lihat http://www.tempo.co/read/news/2013/12/10/078536112/PKS-Tak-Terima-Luthfi-Disebut-RusakCitra-Partai. diunduh pada Kamis, 1 Mei 2014. 3 The Jakarta Post Online, PKS Provides Lawyers to Defends Luthfi Hasan. Lihat http://www.thejakartapost.com/news/2013/02/05/pks-provides-lawyers-defend-luthfi-hasan.html. diunduh pada Kamis, 1 Mei 2014.
2
“Ribuan kader Partai Keadilan Sejahtera memenuhi tribun Stadion Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Ahad, 16 Maret 2014. Mereka tampak berdesakdesakan di antara kursi tribun sembari menyaksikan juru kampanye partai berlambang bulan sabit kembar menyampaikan pidatonya.Hampir tidak ada kursi tribun yang kosong. Bahkan para kader yang kompak mengenakan baju putih seolah mengubah warna tribun stadion yang bermacam corak dan warna itu...Dalam pidatonya, Hilmi Aminududdin mengatakan penuhnya massa di stadion mununjukkan PKS tahan dengan beragam masalah yang menimpa setahun belakangan (Kasus LHI). "Hari ini mengingatkan langkah perjuangan kami 30 tahun lalu. Saya tidak pernah yakin bisa menyaksikan massa sebegini besar,"...Anis Matta mengatakan goncangan hebat terhadap PKS sudah selesai, ibarat Nabi Yusuf yang keluar dari pembuangan sumur. “Kita sudah keluar dari goncangan itu dengan iman yang lebih kuat. Dengan tekad itulah, kita putihkan Jakarta”.4
Fenomena loyalitas dan aksi kolektif kader PKS di atas diperkuat dengan fakta perolehan suara nasional PKS secara elektoral yang naik dari 8.204.946 suara pada tahun 2009 menjadi 8.480.204 suara pada tahun 2014.5 Kenaikan suara ini menurut penulis merupakan hasil dari kerja-kerja kolektif kader PKS menjelang pemilu legislatif 2014. Karena, sebagai salah satu gerakan Islamisme yang bertansformasi menjadi partai politik, PKS masih mempertahankan karakter dasarnya dengan memperkuat kapasitas organisasi dan sumber daya kader yang dimilikinya dalam melakukan mobilisasi aktifitas partai atau gerakannya.6 Artinya, dengan kasus yang menjerat Luthfi Hasan Ishaaq tidak mempengaruhi loyalitas kader PKS dalam berkerja untuk gerakan/partai. Fenomena kenaikan suara PKS secara nasional pada tahun 2014 berbeda dengan yang dialami oleh Partai Demokrat (PD). Partai Demokrat mengalami
4
Tempo.co, Kampanye Perdana, PKS Bersumpah Putihkan Jakarta. Lihat http://pemilu.tempo.co/read/news/2014/03/16/269562686/Kampanye-Perdana-PKS-BersumpahPutihkan-Jakarta--- 10/6/14. Di Unduh pada Kamis, 1 Mei 2014. 5 Wikipedia, Partai Keadilan Sejahtera. Lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Partai_Keadilan_Sejahtera. Diunduh pada Jumat, 23 Agustus 2014. 6 Burhanudin Muhtadi, Dilema PKS: Suara dan Syariah, (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2012) hal.31.
3
penurunan suara nasional secara drastis pada tahun 2014. Pada pemilu tahun 2009, PD secara elektoral mendapat suara nasional sebanyak 21.703.137, sedangkan pada pemilu 2014 turun menjadi 12.728.913 suara.7 Sebenarnya pada saat yang sama, PKS dan Partai Demokrat mengalami masalah yang sama menjelang pemilu 2014, yaitu pimpinan/elit partai keduanya (Luthfi Hasan Ishaaq sebagai presiden PKS dan Anas Urbaningrum sebagai ketua umum PD) terjerat kasus korupsi. Dari data perolehan suara PKS dan Partai Demokrat di atas, kedua partai ini mengalami perbedaan. PKS mengalami kenaikan, sedangkan Partai Demokrat mengalami penurunan suara elektoral pada pemilu 2014 jika dibandingkan perolehan suara pada pemilu sebelumnya (lihat tabel 1). Tabel 1. Perbandingan perolehan suara PKS dan Partai Demokrat tahun 2009 dan 2014. Partai Keadilan Sejahtera Partai Demokrat 2009 8.204.946 21.703.137 2014 8.480.204 12.728.913 Selisih (+) 275.258 (-) 8.974.224
Sebelumnya, kelahiran PKS sebagai partai Islam yang menekankan sumber daya kader dalam aktivitasnya, tidak lepas dari sejarah gerakan Tarbiyah. Fenomena politik pada periode Orde Baru yaitu tidak tersalurkannya aktivitas dan aspirasi gerakan-gerakan yang bersebrangan secara ideologi dan politis dengan penguasa. Hal ini dapat dipahami karena pada rezim Orde Baru negara melakukan kontrol yang ketat dan represif kepada organisasi yang berlawanan dengan azas dan kepentingan penguasa dengan alasan stabilitas dan pembangunan. Banyak 7
Wikipedia, Partai Demokrat Diunduh pada Jumat, 23 Agustus 2014.
lihat
4
http://id.wikipedia.org/wiki/Partai_Demokrat.
cara yang dilakukan rezim untuk menjinakkan organisasi-organisasi tersebut, seperti: penculikan, penahanan, pembredelan media, dan sebagainya. Azas tunggal Pancasila dijadikan legitimasi rezim untuk melakukan tindakan represif tersebut. Bahkan, rezim secara paksa mengharuskan semua organisasi memakai azas Pancasila dalam landasan organisasinya. Akibatnya kelompok-kelompok yang tidak mau memakai azas Pancasila dalam gerakannya atau bersebrangan secara politis dengan rezim, memilih untuk menjadi organisasi underground, seperti: komunisme dan beberapa gerakan aktivisme Islam. Gerakan Tarbiyah merupakan salah satu gerakan yang menjadi underground pada masa Orde Baru. Gerakan ini memulai aktivisnya pada awal tahun 1980 dan mengadopsi ideologi gerakan Al-Ikhwan Al-Muslimun dari Mesir yang didirikan oleh Hasan Al-Banna.8 Pada awal masa Orde Baru gerakan ini memulai aktifitasnya di kampus-kampus dengan merekrut mahasiswa sebagai kader-kader gerakan.9
Beberapa kader awal gerakan ini yang direkrut dari
kampus antara lain seperti: Mustafa Kamal, Zulkieflimansyah, Mahfud Siddiq, dan Rama Pratama, mereka adalah kader gerakan yang direkrut di Universitas Indonesia. Beberapa organisasi ekstra-kampus yang menjadi basis kader Jamaah Tarbiyah seperti: FSLDK (Forum Silaturahmi lembaga Dakwah Kampus), FIS (Forum of Islamic Study), dan KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia).
8
Yon Machmudi, Islamising Indonesia : The Rise of Jemaah Tarbiyah and the Prosperous Justice Party (PKS), (Canberra: ANU E Press, 2006), hal.4. 9 Yon Machmudi, Islamising Indonesia : The Rise of Jemaah Tarbiyah and the Prosperous Justice Party (PKS), hal.1.
5
Proses pengkaderan yang dilakukan Jamaah Tarbiyah pada rezim Orde Baru, mereka sebut Mihwar Tanzimi10 atau penguatan organisasi. Pada periode ini fokus utama gerakan Jamaah Tarbiyah dan yang menjadi kebutuhan mereka adalah menyiapkan kader-kader yang militan dan loyal terhadap organisasi. Dalam penguatan organisasi, fokus pembinaan kader pada periode ini meliputi tashhihul aqidah (meluruskan aqidah), tashhihul fikroh (meluruskan pemikiran), tashhihul akhlaq (meluruskan akhlak), dan tashhihul „ubudiah (meluruskan ibadah).11 Pada periode ini aspek pembinaan lebih menekankan pada internalisasi dan pemurnian ideologi kepada para kadernya. Aspek politik dilihat belum terlalu penting karena struktur kesempatan politik yang belum memungkinkan. Munculnya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang merupakan kelanjutan dari Jamaah Tarbiyah, membawa ciri tersendiri terhadap gerakan aktivisme Islam di Indonesia paska Orde Baru. Bebeda dengan NU (Nahdlatul Ulama) atau Muhammadiyah yang corak ke-Islamannya merupakan hasil adaptasi dengan konteks budaya ke-Indonesiaan. Jamaah Tarbiyah/PKS corak ke-Islamannya mengikuti ideologi Al-Ikhwan Al-Muslimun yang berasal dari Timur Tengah. Kemudian yang membedakan Jamaah Tarbiyah/PKS dari Partai Islam yang lainnya, seperti: Partai Persatuan Pembanguna (PPP) dan Partai Bulan Bintang (PBB) adalah bahwa PKS lahir dari sebuah gerakan Islam. Dengan kata lain, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) selain sebagai sebuah partai politik juga merupakan gerakan Islamisme. Ciri khusus yang membedakan PKS dengan gerakan Ismamisme lainnya di Indonesia adalah mereka menempuh 10
KH. Hilmi Aminuddin, Menghilangkan Trauma Persepsi, (Jakarta: ARAH Press,2008)
hal.168.
11
KH. Hilmi Aminuddin, Menghilangkan Trauma Persepsi, hal.168-169.
6
jalur politik formal dengan mengikuti pemilu dan masuk dalam sistem negara, serta tetap mempertahankan kader sebagai basis gerakannya. Hal tersebut tercermin dari struktur organisasi PKS yang rigid mulai dari level DPP (Dewan Pengurus Pusat) sampai pada level DPRa (Dewan Pengurus Ranting) atau tingkat kelurahan. Selain itu, ciri dari dari sebuah gerakan sosial juga dilihat dari tuntutan kedisiplinan dan loyalitas para anggotanya terhadap pemimpin dan ideologi partai. Hadirnya PKS juga mendapat respon positif secara elektoral. Sebelum menjadi PKS, terlebih dahulu partai ini bernama Partai Keadilan (PK) pada pemilu tahun 1999. PK pada saat itu hanya mendapat perolehan suara 1,7 % sehingga tidak lolos elektoral threshold. Pada tahun 2002 PK berubah menjadi PKS, dan pada pemilu 2004 mendapat perolehan suara 4 %, kemudian pada pemilu tahun 2009 mendapat perolehan suara elektoral 7,88 %. Ini melebihi perolehan suara PAN, PPP, dan PKB. Terakhir, fokus skripsi ini untuk mengetahui faktor-faktor pembingkaian (framing) dalam organisasi gerakan Tarbiyah/ PKS yang membuat kadernya tetap loyal atau bekerja ketika terjadi kasus Luthfi tersebut. Terutama framing yang berasal dari ajaran/ideologi dalam gerakan mereka ataupun framing yang sengaja dikonstruk oleh gerakan terhadap kasus tersebut. Sehingga, penelitian ini dapat melihat dengan pendekatan teori-teori framing dalam studi gerakan sosial, bagaimana PKS sebagai sebuah gerakan sosial Islam keluar dari krisis dan berusaha untuk membuat kadernya tetap loyal dan bekerja disaat terjadi pelanggaran ideologi oleh pimpinan/elit mereka.
7
H. Pertanyaan Penelitian Dalam penelitian ini, penulis mengajukan dua pertanyaan yang terkait dengan latar belakang masalah yang telah dijabarkan di atas: 1. Mengapa kader PKS tetap melakukan aksi-aksi kolektif (collective action), seperti: mengikuti rapat-rapat kordinasi, menyelenggarakan aksi pelayanan sosial, pengajian bulanan, pemasangan spanduk/pamflet, direct selling, dan kampanye-kampanye menjelang pemilu 2014, disaat terjadi kasus korupsi kuota impor daging sapi yang melibatkan Luthfi Hasan Ishaaq? 2. Bagaimana gerakan PKS melakukan pembingkaian (framing) kepada kadernya untuk tetap melakukan aksi-aksi kolektif menjelang pemilu 2014, disaat terjadi kasus korupsi kuota impor daging sapi yang melibatkan Luthfi Hasan Ishaaq?
I. Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah: 1. Menjelaskan alasan atau faktor-faktor yang menyebabkan kader-kader PKS tetap melakukan aksi-aksi kolektif dalam gerakan disaat terjadi kasus Luthdi Hasan Ishaaq. 2. Mendeskripsikan dan menganalisa proses pembingkaian (framing) yang dilakukan struktur organisasi PKS dalam menjaga kadernya (mesin partai) untuk tetap loyal ketika terjadi kasus Luthfi Hasan Ishaaq.
8
3. Menjelaskan faktor-faktor pendukung yang menyebabkan framing yang dilakukan struktur atau elit PKS berhasil membuat kadernya tetap melakukan kerja-kerja untuk partai. Penelitian ini juga memiliki signifikansi manfaat penelitian secara akademis dan praktis sebagai berikut: Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi nilai tambah bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam kajian tentang partai politik Islam dan gerakan sosial keIslaman, khususnya mengenai dinamika partai politik Islam yang sedang mengalami persoalan internal. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan tambahan wawasan bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian yang sejenis, khususnya di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan memberikan gambaran terhadap dinamika perkembangan partai Islam di Indonesia. Penelitian ini memberikan gambaran langkah-langkah
pembingkaian
(framing)
sebuah
gerakan
Islam
dalam
menghadapi persoalan internal, khususnya PKS yang sedang mengalami persoalan internal yang terkait masalah yang menyangkut pelanggaran ideologi agar kadernya tetap loyal melakukan aksi-aksi kolektif (collective action).
9
J. Tinjauan Pustaka Literatur pertama yang penulis bahas adalah disertasi Yon Machmudi yang berjudul “Islamising Indonesia: The Rise of Jemaah Tarbiyah and the Prosperous Justice Party (PKS). Dalam disertasinya, Yon Machmudi membahas mengenai asal usul PKS, ideologi, dan pengaruh mereka terhadap Islamisme di Indonesia. Penelitian Yon Machmudi bertujuan memberikan kontribusi guna menganalisis fenomena gerakan Islam dan partai politik Islam di Indonesia, khususnya kemunculan gerakan Jamaah Tarbiyah dan transformasi mereka menjadi partai politik (PKS).12 Pada penelitiannya tersebut Yon Machmudi memberikan klasifikasi baru bagi model aktivisme Islam Jamaah Tarbiyah atau PKS, yaitu “Santri Global”. Maksudnya adalah kemunculan PKS merupakan sintesa antara orientasi akomodasi dan purifikasi Islam di Indonesia, sehingga kemunculannya menyebabkan kaburnya dikotomi antara Islam “tradisionalis” dan “Modernis”.13 Corak khas dari gerakan ini adalah mereka mengadopsi ideologi dari Ihkwanul Muslimin yang didirikan Hasan Al-Banna di Mesir. Artinya corak atau prinsipprinsip gerakan Islam PKS khas timur tengah (Ikhwanul Muslimin) dan memberikan warna tersendiri bagi gerakan Islam di Indonesia. Literatur kedua yang penulis ulas dalam penulisan skripsi ini adalah buku yang berjudul “Dilema PKS: Suara dan Syariah” karya Burhanudin Muhtadi. Buku ini secara mendalam membahas dinamika PKS baik sebagai partai politik
12
Yon Machmudi, Islamising Indonesia : The Rise of Jemaah Tarbiyah and the Prosperous Justice Party (PKS), hal.15. 13 Yon Machmudi, Islamising Indonesia : The Rise of Jemaah Tarbiyah and the Prosperous Justice Party (PKS), hal.61.
10
maupun salah satu gerakan sosial Keagamaan, disebut “aktivisme Islam” dalam kerangka gerakan sosial. Ada beberapa hal yang menarik perhatian Burhanudin mengapa Dia memilih PKS sebagai objek penelitiannya. Pertama, PKS merupakan satu-satunya partai poltik Islam yang terlahir dari gerakan sosial keagamaan (Tarbiyah) paska Orde Baru. Burhanudin melihat ini sebagai hal yang unik karena PKS sebagai gerakan sosial melakukan transformasi menjadi partai politik, berbeda dengan gerakan-gerakan Islamis lainnya yang tidak masuk dalam politik praktis (electoral), seperti: HTI (Hizbut Tahrir Indonesia), Laskar Jihad, MMI (Majelis Mujahidin Indonesia), dan sebagainya. Kedua, PKS adalah partai yang rajin melakukan aksi-aksi turun ke jalan dan melakukan aktivitas non-elektoral. Isu-isu yang biasa dipakai PKS dalam melakukan aksi-aksi tersebut adalah isu solidaritas kepada Palestina dan mengutuk tindakan Israel dan Amerika. Dalam melakukan aksi-aski tersebut, PKS melakukan mobilisasi kadernya untuk turun ke jalan dan secara kolektif menyumbang dana untuk rakyat Palestina. Selain persoalan aktivisme Islam yang dibahas, salah satu hal pokok yang menjadi pembahasan Burhanudin adalah dilema elektoral PKS. Dari persoalan ini Burhanudin melihat ada “kegalauan” PKS dalam melakukan strategi elektoral, yakni
di
satu
sisi
mereka
ingin
menaikkan
suara
elektoral
dengan
mendeklarasikan diri sebagai partai terbuka, dengan melakukan strategi-strategi yang bergerser dengan pakem ideologi mereka (seperti melakukan Mukernas di Bali dan iklan Soeharto sebagai bapak bangsa). Kemudian di sisi lain, mereka
11
harus tetap menjaga idealisme mereka terhadap kemurnian ideologi yang dianutnya sebagai basis soliditas organisasi. Dari fenomena di atas Burhanudin merumuskan beberapa pertanyaan terkait PKS dalam bukunya. Pertama, mengapa PKS lahir dan bagaimana proses kelahirannya? Kedua, bagaimana PKS menyampaikan pesan ideologi dan diterima oleh kelompok sasaran? Bagaimana strategi elektoral PKS dalam mengembangkan suara elektoral dengan mendeklarasikan sebagai partai terbuka?.14 Dalam buku tersebut Burhanudin menggunakan pendekatan gerakan sosial yang integral untuk menjelaskan fenomena dan pertanyaan di atas. Beberapa teori gerakan sosial utama yang digunakan Burhanudin yaitu: Teori Mobilisasi Sumber Daya (Resources Mobilization Theory), Struktur Kesempatan Politik (Political Opportunity Structure), dan Pembingkaian (Framing). Hal yang menurut penulis luput dari pembahasan Yon Machmudi dan Burhanudin Muhtadi dalam risetnya adalah pembahasan mengenai dinamika internal PKS terkait kasus-kasus particular yang menyangkut pelanggaran atau penyelewengan ideologi oleh elit/pimpinan PKS (kasus hukum dan pelanggaran moral) terhadap loyalitas kadernya. Misalnya, Burhanudin dalam bukunya melihat dilema PKS disebabkan karena faktor strategi elektoral yang menggeser idealisme ideologi partai. Artinya yang dilihat adalah faktor kebijakan partai dan dinamika yang terjadi dalam tataran elit.
14
Burhanudin Muhtadi, Dilema PKS: Suara dan Syariah, hal.6.
12
Sementara itu penelitian mengenai dinamika Internal PKS terkait kasuskasus khusus (hukum dan moralitas) yang mempengaruhi loyalitas kader PKS dalam setiap level (tingkatan anggota) belum banyak perhatian secara akademis. Kasus utama seperti pengaruh kasus hukum Luthfi Hasan Ishaaq terhadap soliditas kader PKS dan bagaimana PKS sebagai sebuah gerakan menanggulangi persoalan tersebut, belum di bahas oleh penelitian-penelitian sebelumnya.
K. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan cara dan prosedur yang tersusun secara sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki suatu masalah tertentu dengan maksud mendapatkan informasi untuk digunakan sebagai solusi atas masalah tersebut.15 Metode penelitian mencakup: pendekatan penelitian, jenis penelitian, teknik pengumpulan data, dan analisis data. E.1. Pendekatan Penelitian Pada penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif untuk menjawab pertanyaan penelitian. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk mengungkapkan gejala secara holistik-kontekstual melalui pengumpulan data dan latar alami dengan memanfaatkan penelitian sebagai instrumen kunci. Proses dan pemaknaan (perspekstif subjek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif, Ciri penelitian kualitatif dapat dilihat dari bentuk laporannya, yaitu dalam bentuk narasi yang bersifat kreatif dan mendalam.16
15
Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2010), hal. 12. H. Bahrun Nur Tanjung dan Ardinal, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Jakarta: Kencana, 2005), Hal. 2. 16
13
E.2. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang penulis gunakan pada penelitian ini adalah Studi Kasus. Studi kasus merupakan penelitian dimana di dalamnya peneliti menggali entitas tunggal atau fenomena (kasus) yang dibatasi oleh waktu dan kegiatan (program, kejadian, proses, institusi, atau kelompok sosial) dalam pengumpulan informasi terperinci melalui penggunaan berbagai prosedur pengumpulan data selama periode waktu yang lama.17 Dengan jenis penelitian ini, penulis mencoba menfokuskan penelitiannya mengenai proses framing dan faktor pendukungnya yang menyebabkan kadernya agar tetap loyal melakukan aksi-aksi kolektif (Collective actions) dalam melaksanakan kegiatan partai di tengah kasus hukum yang menjerat Luthfi Hasan Ishaaq. E.3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis adalah wawancara mendalam dan studi pustaka. Di sini penulis mewawancarai secara mendalam beberapa orang kader PKS yang penulis klasifikasi berdasarkan: pertama, Jenjang keanggotaan, meliputi: kader Tamhidi (pemula), Muayyid (muda), Muntasib (Madya), Muntazhim (Dewasa) dan Mas‟ulin (Purna). kedua, struktur organisasi PKS, meliputi: Pengurus DPP (Dewan Pengurus Pusat) PKS, Pengurus DPD (Dewan Pengurus Daerah) PKS Jakarta, Pengurus DPC (Dewan Pimpinan Cabang) PKS Kecamatan, DPRa (Dewan Pengurus Ranting) Kelurahan, dan kader non-struktural. Sedangkan untuk studi pustaka, penulis mendapatkan sumber dari: buku, jurnal, skripsi, disertasi, berita koran, dan berita internet.
17
Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial, hal.86.
14
E.4. Analisis Data Berdasarkan tujuannya, penelitian ini bertujuan deskriptif-analisis terhadap masalah yang diangkat penulis. Penelitian deskriptif menyajikan satu gambaran yang terperinci tentang situasi khusus, setting sosial, atau hubungan.18 Setelah data dideskripsikan maka selanjutnya penulis akan melakukan analisis kristis terhadap temuan-temuan dalam penelitian dan memberikan penilaian subjektif terhadap hasil temuan dalam penelitian. Penelitian ini menggunakan paradigma kualitatif, sehingga analisis data yang digunakan juga merupakan analisis kualitatif. Dalam analisis data kualitatif, data yang dikumpulkan (observasi, wawancara, dan studi dokumen) dan diproses sebelum siap digunakan (melalui pencatatan, pengetikan, penyuntingan, atau alih tulis), dimana analisis kualitatif tetap menggunakan kata-kata dalam bentuk teks, dan tidak menggunakan angka-angka matematis atau statistika sebagai alat analisis.19 Ada beberapa alur kegiatan dalam analisis data kualitatif: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.20 Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstaksian, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan di lapangan.21 Sedangakan dalam penyajian data, bentuk yang paling sering digunakan untuk data kualitatif adalah teks narative.22
18
Ulbe Silalahi, Metode Penelitian Sosial, hal.27. Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial,hal.339. 20 Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial, hal.339. 21 Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial, hal.339. 22 Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial, hal.340. 19
15
L. Sistematika Penulisan Agar didapatkan penelitian yang fokus dan sistematis, serta mempermudah dalam penulisan laporan penelitian ini, penulis membagi pembahasan ke dalam lima bab. Masing-masing bab terdiri dari sub-sub sebagaimana berikut: BAB. I, membahas Pendahuluan yang berisi antara lain: Latar Belakang Masalah, Pertanyaan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Kerangka Teori, Metodologi Penelitian, dan Sistematika Penulisan. BAB. II, pada bab ini akan membahas tentang Landasan Teori Framing dalan kajian Gerakan Sosial dan Aktivisme Islam atau Islamisme. Teori-teori Framing yang penulis gunakan meliputi: bingkai aksi kolektif (collective actions frame), resonansi pembingkaian (framing resonance), dan faktor psikologi sosial (social psychology). Sedangkan pembahasan mengenai Islamisme dan aktivisme Islam meliputi:
definisi Islamisme dan aktivisme Islam, asal usul gerakan
Islamisme, dan variasi dalam gerakan Islamisme. BAB. III, bab ini membahas PKS sebagai organisasi gerakan sosial. Pembahasan pada bab ini meliputi: sejarah dan latar belakang berdirinya PKS, framing PKS sebagai organisasi gerakan sosial Islam, landasan ideologis gerakan, proses kaderisasi melalui tarbiyah: tujuan dan prosesnya, rukun bai‟at, tingkatan keanggotaan/jenjang dalam gerakan, dan sekilas persoalan hukum yang menjerat Luthfi Hasan Ishaaq. BAB. IV, bab ini berisi deskripsi dan analisis komprehensif mengenai pembingkaian (framing) PKS dan faktor pendukungnya pada kasus Luthfi Hasan Ishaaq. Bagian ini meliputi: reinterpretasi kasus dengan penjelasan konspirasi dan
16
menilai Luthfi Hasan Ishaaq tidak bersalah, bingkai motivasi: kewajiban dan insentif, peran aktor dalam resonansi pembingkaian, pemutusan informasi bagi kader terhadap informasi yang berasal dari luar, dan pengaruh rukun bai‟at terhadap proses framing. BAB. V, pada bab ini akan diambil kesimpulan dari uraian yang telah ditulis pada bab-bab sebelumnya, kemudian akan diberikan saran-saran berkaitan dengan kesimpulan-kesimpulan tersebut.
17
BAB II KERANGKA TEORI
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan gerakan sosial (social movement) untuk menjawab persoalan dan pertanyaan penelitian. Teori gerakan sosial yang penulis gunakan adalah adalah teori-teori gerakan sosial dari perspektif pembingkaian (framing). Alasan penulis menggunakan teori framing, karena penulis melihat PKS sebagai sebuah organisasi gerakan sosial Islam kaya akan bentuk-bentuk pembingkaian yang ditujukan kepada para kadernya supaya melakukan aksi-aksi kolektif (collective actions) untuk tujuan gerakan.
A. Gerakan Sosial : Pembingkaian (Framing) Ihsan Ali Fauzi memberikan rangkuman mengenai definisi gerakan sosial dari beberapa sarjana gerakan sosial: “Definisi gerakan sosial menurut Michael Usleem adalah tindakan kolektif terorganisasi yang dimaksudkan untuk mengadakan perubahan sosial. Lebih jauh McCarthy dan Mayer Zald merinci definisi gerakan sosial sebagai upaya terorganisasi untuk mengadakan perubahan di dalam distribusi hal-hal yang 23 bernilai secara sosial”.
Dalam menjelaskan definisi gerakan sosial di atas, Ihsan Ali Fauzi menyatakan bahwa terdapat dua fitur dalam definisi gerakan sosial, yaitu “tantangan kolektif” dan “corak politis”. Tantangan kolektif, yakni upaya-upaya terorganisasi untuk mengadakan perubahan struktur dan kelembagaan sosial (institusi maupun kebijakan publik). Kedua adalah corak politis yang terdapat 23
Ihsan Ali Fauzi dalam Pengantar terjemahan buku, Quintan Wiktorowicz (edt.), Aktivisme Islam: Pendekatan Teori Gerakan Sosial,(Jakarta: Demokrasi Project dan Yayasan Abad Demokrasi, 2012) hal.4.
18
dalam aksi-aksi gerakan sosial. Corak politis ini sangat erat dengan tujuan-tujuan politis dari sebuah gerakan sosial. 24 Dalam gerakan sosial terdapat tiga teori utama yang menjadi kesepakatan dalam studi gerakan sosial. Teori tersebut yaitu: teori mobilisasi sumber daya (Resource
Mobilization
Theory),
struktur
kesempatan
politik
(political
opportunity structure), dan pembingkaian (framing)25. Ketiga teori ini merupakan sintesis dari teori gerakan sosial sebelumnya, seperti pendekatan psikologis. Pada penelitian ini penulis menggunakan pendekatan framing dalam lingkup gerakan sosial untuk menjelaskan aksi-aksi kolektif kader PKS. Bingkai (frame) merupakan skema-skema yang memberikan sebuah bahasa dan sarana kognitif untuk memahami pengalaman-pengalaman dan peristiwa-peristiwa “di dunia luar”, yang skema-skema ini digunakan untuk menghasilkan dan menyebarkan penafsiran-penafsiran subjektif gerakan yang digunakan untuk memobilisasi para peserta dan dukungan untuk melakukan aksi-aksi kolektif.26 Pembingkaian juga dapat diartikan sebagai kemampuan sebuah gerakan untuk mengubah potensi mobilisasi menjadi mobilisasi yang aktual (aksi kolektif), hal tersebut tergantung pada kemampuan sebuah bingkai untuk mempengaruhi calon
24
Ihsan Ali Fauzi dalam Pengantar terjemahan buku, Quintan Wiktorowicz (edt.), Aktivisme Islam: Pendekatan Teori Gerakan Sosial, hal.4-5. 25 Burhanudin Muhtadi, Demokrasi Zonder Toleransi, Disampaikan dalam Diskusi “Agama dan Sekularisme di Ruang Publik: Pengalaman Indonesia” di Komunitas Salihara, Rabu 26 Januari 2011. 26 Quintan Wiktorowicz, Aktivisme Islam: Pendekatan Teori Gerakan Sosial,(Jakarta: Demokrasi Project dan Yayasan Abad Demokrasi, 2012) hal. 70.
19
anggotanya.27 Sebuah bingkai biasanya berbentuk simbol-simbol, identitas budaya, maupun ideologi yang berfungsi memperkuat mobilisasi.28 Mengutip Erving Goffman, sarjana gerakan sosial Karl-Dieter Opp memberikan definisi bingkai (frame) sebagai “skema penafsiran” yang memungkinkan individu-individu “menempatkan, merasa, dan mengidentifikasi” kejadian dalam ruang hidup mereka dan dunia pada umumnya. Dengan memberikan arti dan makna pada setiap kejadian atau peristiwa, bingkai berfungsi untuk mengorganisasi pengalaman dan pemandu tindakan, apakah pada level individu atau kolektif. Hal ini bertujuan agar para anggota dan simpatisan gerakan terlibat langsung dalam aksi-aksi untuk tujuan dan cita-cita gerakan. 29 Teori penting dalam proses pembingkaian (framing process) adalah bingkai aksi kolektif (collective action frame), resonansi pembingkaian (framing resonance), dan psikologi sosial (social psychology). Bingkai aksi kolektif (collective action frame) dan resonansi pembingkaian (framing resonance) penulis pakai pada penelitian ini karena, mengutip David Snow30 karena topik ini menggambarkan secara mencolok teori dan analisis empirik tentang gerakan sosial, dan sebagian lagi karena proses pembingkaian fokus perhatiannya pada kerja interpretasi oleh aktor gerakan dan pihak lain yang terkait. Sedangkan teori psikologi sosial penulis pakai untuk menganalisis faktor-faktor keberhasilan
27
Quintan Wiktorowicz, Aktivisme Islam: Pendekatan Teori Gerakan Sosial, hal. 71. Quintan Wiktorowicz, Aktivisme Islam: Pendekatan Teori Gerakan Sosial, hal. 71-72. 29 Karl-Dieter Opp, Theoris of Political Protest and Social Movements: A multidisciplinary introduction, critique, and synthesis, (New York: Routledge, 2009), hal.235. 30 David A. Snow, Framing Processes, Ideology, and Discursive Fields, dalam dalam David Snow, Sarah A. Soule, dan Hanspeter Kriesi,edt. The Blackwell Companion to Social Movements (United Kingdom: Blackwell Publishing, 2004), hal.380. 28
20
framing, yang dalam konteks sosial dapat mempengaruhi aksi-aksi kolektif dan perilaku peserta gerakan sosial. Perspektif framing berakar pada interaksi simbolik dan pembangunan prinsip, bahwa makna tidak secara otomatis atau secara alami menempel pada objek, peristiwa, atau pengalaman yang kita hadapi, tetapi yang sering mengemuka justru sebaliknya, yaitu melalui secara interaksi berdarkan proses interpretasi.31 Artinya orang yang terlibat dalam gerakan sosial, tidak secara alami memiliki “pemaknaan” atau alasan bahwa terlibat dalam gerakan karena timbul dengan sendirinya dalam dirinya. Pendekatan framing menekankan bahwa keterlibatan seseorang dalam gerakan sosial lahir karena adanya proses interaksi dengan orang lain yang mempengaruhinya. Kata “framing” juga digunakan untuk mengkonseptualisasi kata yang berarti sebuah “pekerjaan”, yang mana suatu pekerjaan yang dilakukan pengikut gerakan sosial atau pemimpin mereka. Itu berarti “pembingkaian” atau memberikan pemaknaan dan menafsirkan adalah sebuah usaha atau cara yang berniat untuk mengumpulkan dan memobilisasi pengikut dan konstituen yang potensial untuk terlibat dalam aksi-aksi gerakan dan untuk mendemobilisasikan musuh.32
31
David A. Snow, Framing Processes, Ideology, David Snow, Sarah A. Soule, dan Hanspeter Kriesi,edt. Movements, hal.380. 32 David A. Snow, Framing Processes, Ideology, David Snow, Sarah A. Soule, dan Hanspeter Kriesi,edt. Movements, hal.384.
21
and Discursive Fields, dalam dalam The Blackwell Companion to Social and Discursive Fields, dalam dalam The Blackwell Companion to Social
A.1. Bingkai Aksi Kolektif (Collective Action Frame) Terdapat tiga bagian proses utama teori bingkai aksi kolektif (collective action frame). Pertama, yaitu gerakan membangun bingkai-bingkai yang mendiagnosis kondisi sebuah persoalan yang perlu ditangani (Diagnostic Framing), kedua, gerakan memberikan pemecahan terhadap persoalan tersebut, termasuk strategi pemecahannya (Prognostic Framing), ketiga, gerakan memberikan alasan dasar untuk memotivasi tumbuhnya dukungan kolektif (Motivational Framing).33 Pada bingkai diagnostik sebuah gerakan berusaha mengidentifikasi sebuah masalah yang harus diselesaikan. Masalah-masalah tersebut bisa berupa ancaman bagi organisasi, budaya, maupun ideologi. Ciri khas bagi gerakan sosial Islam yang biasanya pada level diagnostik ini adalah berupa ancaman dan masalah yang ditujukan pada budaya barat, seperti: liberalisme, sekularisme, dan pluralisme. Ditambah kata-kata seperti konspirasi Yahudi dan Amerika biasa digunakan aktor-aktor gerakan Islam dalam mendiagnosis masalah umat Islam saat ini. Pada level bingkai prognostik, gerakan Islam berusaha memberikan solusi dan cara atas permasalahan yang mereka gambarkan dalam bingkai diagnostik. Pada level ini terjadi perbedaan antara gerakan Islam yang satu dengan gerakan Islam yang lain. Dalam konteks Indonesia cohntohnya, gerakan Islam memiliki perbedaan dalam rangka pemecahan masalah sosial dan mencapai tujuan-tujuan gerakan. Jamaah Islamiyah memilih jalan radikal dan menggunakan kekerasan, Jamaah Tabligh memilih jalan tidak masuk dalam sistem politik dan lebih 33
Jonathan Christiansen, Framing Theory, dalam “Sociology Reference Guide: Theories of Social Movements”, (California: Salem Press,2011). Hal 148.
22
menekankan pemurnian kesalehan para anggotanya, Hizbut Tahrir juga memilih jalan tidak masuk dalam sistem politik tapi berusaha untuk mempengaruhi kebijakan publik, sedangkan PKS memilih masuk dalam sistem politik dan ikut sebagai peserta pemilu. Artinya pada level diagnostik mereka mempunyai kesamaan,
tetapi
pada
level
prognostik
mereka
berbeda
dalam
cara
perjuangannya. Sedangkan menyangkut bingkai motivasi, penulis mengutip David Snow dan Robert Benford yang menyatakan bahwa motivasi dalam proses framing menyediakan alasan untuk orang terlibat aksi-aksi kolektif dalam suatu gerakan, ini meliputi konstruksi kata-kata yang tepat mengenai motif tertentu. Beberapa kata-kata mengenai motif yang diidentifikasikan dalam motivasi adalah: Severity, mengacu pada perasaan adanya bahaya dan ancaman; Urgency, mengacu pada bahwa masalah harus segera ditangani secepatnya; Efficacy, mengacu pada pengertian bahwa gerakan tersbut mempunyai solusi (obat mujarab) dan kemampuan yang dapat menyelesaikan masalah; Propriety, mengacu bahwa aksiaksi mereka adalah sebuah kewajiban dan kemuliaan. 34 A.2. Resonansi Pembingkaian (framing Resonance) Menurut Jonathan Christiansen ide resonansi pembingkaian (frame resonance) serupa dengan cakupan penafsiran ide (idea of interpretative). Asumsinya adalah Jika suatu bingkai beresonansi (bergaung) dengan khalayak, maka mereka biasanya akan lebih sukses.35 Christiansen dengan mengutip
34
Jonathan Christiansen, Framing Theory, dalam “Sociology Reference Guide: Theories of Social Movements”, hal.150. 35 Jonathan Christiansen, Framing Theory, dalam “Sociology Reference Guide: Theories of Social Movements”, hal.151.
23
Benford & Snow memberikan dua cara menambah resonansi, yaitu: kredibilitas (credibility) dan arti-penting (salience).36 Kredibiltas (credibility) mencakup tiga faktor. Pertama adalah konsistensi bingkai. Konsistensi mengacu pada kesenjangan antara apa yang dilakukan oleh aktor gerakan sosial atau SMO (social movement organization) dan apa yang mereka katakan. Jika orang merasa bahwa aksi pelaku gerakan sosial konsisten dengan apa yang dinyatakan sebagai tujuan gerakan, maka anggota atau simpatisan meraka akan merasa bahwa gerakan tersebut mempunyai kredibilitas yang tinggi. Kedua adalah faktor kredibiltas empiris (empirical credibility). Mengutip Benford & Snow, menjelaskan bahwa “ini merujuk pada kecocokan antara pembingkaian dan kejadian nyata di dunia”. Jika merekrut calon anggota gerakan tidak memperhatikan bingkai dan keadaan sebenarnya yang terjadi, maka sebuah gerakan sosial kemungkinan terlihat tidak kredibel. Frame harus menjelaskan berbagai hal di sekitar dunia mereka dan menyediakan solusi jitu. Ketiga, cara bingkai menjadi bergaung adalah jika orang mengekspresikan bingkai itu terlihat kredibel.37 Pada yang ketiga ini, diperlukan aktor atau elit gerakan yang kharismatik dan kredibel untuk menggaungkan persoalan yang dihadapi dan solusi jitu yang ditawarkan gerakan, agar orang tertarik terlibat dalam aksi-aksi kolektif gerakan.
36
Jonathan Christiansen, Framing Theory, dalam “Sociology Reference Guide: Theories of Social Movements”, hal 151. 37 Jonathan Christiansen, Framing Theory, dalam “Sociology Reference Guide: Theories of Social Movements”, hal 151.
24
Arti Penting (salience) juga berpengaruh pada resonansi pembingkaian. Salience dipengaruhi tiga faktor utama: sentralitas (centrality),
kesepadanan
pengalaman (experiential commensurability), and kesetiaan narasi (narrative fidelity). Sentralitas merujuk pada pentingnya sebuah kepercayaan (beliefs) tertentu dalam hidup manusia. Jadi jika persoalan frame dipandang penting dalam kepercayaan dan keyakinan hidup sesorang, frame ini dikatakan memiliki sentralitas. Kesepadanan pengalaman (experiential commensurability) mengacu pada cara dimana sebuah frame sesuai dengan pengalaman hidup seseorang. Jika cara persoalan dibingkai sesuai dengan pengalaman hidup seseorang, maka frame dikatakan sangat kredibel. Terakhir, kesetiaan naratif mengacu pada apakah ya atau tidaknya frame sesuai dengan narasi budaya atau ideologi yang dianut dalam diri seseorang atau komunitas. 38 A.3. Psikologi Sosial (Social Psychology) Teori yang juga berkaitan dengan pembingkaian (framing) adalah teori psikologi sosial (social psychology). Inti dari teori psikologi sosial adalah membahas bagaimana konteks sosial dapat mempengaruhi perilaku. 39 Dua unsur penting dalam proses aksi-aksi kolektif suatu gerakan dalam skala sikap dan tindakan adalah bagaimana suatu gerakan melakukan “mobilisasi konsensus” dan “mobilisasi aksi”. Mobilisasi konsensus adalah “proses di mana organisasi gerakan sosial berusaha memperoleh dukungan bagi pandangan-pandangannya.”
38
Jonathan Christiansen, Framing Theory, dalam “Sociology Reference Guide: Theories of Social Movements”, hal 151-152. 39 Jacquelien Van Stekelenburg dan Bert Klandermans, Individuals in Movements: A Social Psychology of Contention, dalam Bert Klandermans dan Conny Roggeband, edt, Handbook of Social Movements Across Disciplines (New York: Springer, 2007). Hal 157.
25
Sementara itu, mobilisasi aksi berhubungan dengan persoalan psikologi sosial klasik mengenai hubungan antara sikap dan perilaku.40 Teori psikologi sosial diambil dari kajian studi psikologi. Psikologi sosial memberikan tipe proses psikologi seperti: identitas, kognisi, motivasi, dan emosi kepada kajian-kajian gerakan sosial. Asumsi dari keempat tipe proses psikologi gerakan adalah bahwa orang hidup dalam dunia perasaan. Mereka merespon dunia atas apa yang mereka rasa dan interpretasi. Maka apabila kita ingin mengetahui kognisi, motivasi, dan emosi mereka, kita harus mengetahui persepsi dan interpretasi mereka.41 Hal yang juga penting dalam teori ini adalah identifikasi grup dalam gerakan sosial. Identifikasi grup merupakan hal fundamental dalam psikologi sosial untuk menjawab pertanyaan apa yang menggerakkan orang untuk terlibat dalam aksi-aksi kolektif. Identifikasi dengan grup merupakan alasan yang kuat untuk berpartisipasi dalam gerakan.42 Orang tidak akan terlibat dalam sebuah gerakan apabila mereka tidak merasa bagian (identifikasi) dari gerakan tersebut. Contoh seorang buruh akan cenderung bergabung dengan gerakan buruh, begitupun gerakan feminisme, Islamisme, dan lainnya. Selain itu, partisipasi dalam gerakan merupakan partisipasi dalam aksiaksi bersama (collective action). Setiap collective action biasanya mengambil akar 40
Burhanudin Muhtadi, Demokrasi Zonder Toleransi, Disampaikan dalam Diskusi “Agama dan Sekularisme di Ruang Publik: Pengalaman Indonesia” di Komunitas Salihara, Rabu 26 Januari 2011. 41 Jacquelien Van Stekelenburg dan Bert Klandermans, Individuals in Movements: A Social Psychology of Contention, dalam Bert Klandermans dan Conny Roggeband, edt, Handbook of Social Movements Across Disciplines. Hal 157. 42 Jacquelien Van Stekelenburg dan Bert Klandermans, Individuals in Movements: A Social Psychology of Contention, dalam Bert Klandermans dan Conny Roggeband, edt, Handbook of Social Movements Across Disciplines. Hal 163.
26
atau dasar dari identitas kolektif (collective identity). Terdapat empat mekanisme dasar (sama dengan proses psikologi) dalam psikologi sosial, yaitu: identitas sosial, kognisi, emosi, dan motivasi, yang menghubungkan antara identitas kolektif dan aksi kolektif.43 Dinamika partisipasi dalam gerakan berdasarkan atas asumsi bahwa kita dapat membedakan tiga alasan fundamental mengapa seorang terlibat dalam sebuah gerakan sosial. Keikutsertaan dalam gerakan menarik seseorang: ingin merubah keadaan mereka, mereka ingin “berbuat” sebagai anggota kelompok mereka, atau mereka ingin memberikan arti untuk dunia mereka dan mengekspresikan pandangan dan perasaan mereka.44 Tiga alasan inilah yang membuat orang berpatisipasi dalam sebuah gerakan sosial. Bert Klandermans memberikan tiga tipe transaksi mengenai unsur-unsur keterlibatan seseorang dalam sebuah gerakan, yaitu: perantara (instrumentality), identitas (identity), dan ideologi (ideology). Instrumentality merujuk bahwa partisipasi dalam gerakan sebagai usaha untuk mempengaruhi lingkungan sosial dan politik; identitas merujuk bahwa partisipasi dalam gerakan sebagai manifestasi dari identifikasi dengan kelompok mereka; dan ideologi merujuk
43
Jacquelien Van Stekelenburg dan Bert Klandermans, Individuals in Movements: A Social Psychology of Contention, dalam Bert Klandermans dan Conny Roggeband, edt, Handbook of Social Movements Across Disciplines. Hal 160-161. 44 Bert Klandermans, The Demand and Supply of Participation: Social-Psychological Correlates of Participation in Social Movement, dalam David Snow, Sarah A. Soule, dan Hanspeter Kriesi,edt. The Blackwell Companion to Social Movements (United Kingdom: Blackwell Publishing, 2004), hal.361.
27
bahwa
partisipasi
gerakan
sebagai
pengejaran
untuk
memaknai
dan
mengekspresikan perasaan dan keyakinan mereka. 45 Pertama Instrumentality. Tuntutan untuk perubahan dimulai dengan ketidakpuasan, perasaan deprivasi relatif, perasaan ketidakadilan, kemarahan moral tentang beberapa urusan negara, atau menentukan segala keluhan. Teori keluhan dalam psikologi sosial seperti teori deprivasi relatif atau teori keadilan sosial berusaha untuk menetapkan bagaimana dan mengapa keluhan dibangun.46 Dalam instrumentality, aspek pertama yang harus dibangun adalah perasaan “keluhan” terhadap fenomena sosial. Anggota gerakan adalah orang yang percaya bahwa mereka dapat mengubah lingkungan politik untuk keuntungan mereka dan paradigma instrumentality yang menyatakan bahwa perilaku mereka dikontrol oleh perasaan untung dan rugi dalam berpartisipasi. Hal Itu diambil untuk memberi lebel bahwa mereka yang dirugikan atau dizolimi, bukan banyaknya keluhan yang bersifat sendiri-sendiri, Tetapi percaya bahwa situasi dapat berubah dengan biaya yang terjangkau jika mereka berpartisipasi. Mereka mempunyai sumber daya dan kesempatan untuk membuat pengaruh yang kuat.47 Dengan keterlibatan mereka dalam gerakan, maka akan menambah sumber daya gerakan dan mempermudah tujuan gerakan. 45
Bert Klandermans, The Demand and Supply of Participation: Social-Psychological Correlates of Participation in Social Movement, dalam David Snow, Sarah A. Soule, dan Hanspeter Kriesi,edt. The Blackwell Companion to Social Movements, hal.361. 46 Bert Klandermans, The Demand and Supply of Participation: Social-Psychological Correlates of Participation in Social Movement, dalam David Snow, Sarah A. Soule, dan Hanspeter Kriesi,edt. The Blackwell Companion to Social Movements, hal.362. 47 Bert Klandermans, The Demand and Supply of Participation: Social-Psychological Correlates of Participation in Social Movement, dalam David Snow, Sarah A. Soule, dan Hanspeter Kriesi,edt. The Blackwell Companion to Social Movements, hal.363.
28
Kedua identity. Bahwa instrumentality bukanlah satu-satunya alasan orang untuk berpartisipasi. Setelah semuanya, banyak tujuan gerakan hanya bisa dicapai dalam jangka panjang. Dengan cara yang sama, ketika datang keuntungan material, pengorbanan sering lebih besar dari pada keuntungan. Yang nampak adalah lebih baik menjadi bagian dari gerakan daripada merasakan biaya dan manfaat.48 Artinya anggota gerakan mungkin menyadari bahwa keuntungan mereka tidak lebih besar dari pada pengorbanan mereka. Tapi rasa solidaritas mereka tehadap identitas memberikan alasan mereka terlibat dalam suatu gerakan. Ketiga Ideology. Ideologi memainkan peran yang penting dalam konteks psikologi sosial. Orang bergabung dalam gerakan sosial tidak hanya mendesak perubahan politik, tetapi untuk mendapatkan kemuliaan dalam hidup mereka melalui perjuangan dan ekspresi moral.49 Faktor ideologi memberikan alasan bahwa ikut terlibat dalam suatu gerakan sosial merupakan suatu kewajiban dan hal yang mulia. Sehingga mereka menganggap bahwa keterlibatannya mengangkat derajat mereka yang bersifat sacred (suci).
B. Islamisme dan Aktivisme Islam B.1. Definisi Islamisme dan Aktivisme Islam Quintan Wiktorowicz memberikan definisi yang luas terhadap aktivisme Islam. Menurut Wiktorowicz, aktivisme Islam sebagai :
48
Bert Klandermans, The Demand and Supply of Participation: Social-Psychological Correlates of Participation in Social Movement, dalam David Snow, Sarah A. Soule, dan Hanspeter Kriesi,edt. The Blackwell Companion to Social Movements, hal.364. 49 Bert Klandermans, The Demand and Supply of Participation: Social-Psychological Correlates of Participation in Social Movement, dalam David Snow, Sarah A. Soule, dan Hanspeter Kriesi,edt. The Blackwell Companion to Social Movements, hal.365.
29
“beragam perseteruan yang muncul berdasar atas nama “Islam”, termasuk gerakan-gerakan dakwah, kelompok-kelompok teroris, tindakan kolektif yang bersumber dari simbol dan identitas Islam, gerakan-gerakan politik yang bertujuan mendirikan negara Islam, dan kelompok-kelompok yang mengusung spriritualitas Islam melalui usaha-usaha kolektif.”50
Dari definisi tersebut, dapat diambil dua syarat mengapa suatu gerakan dapat dikatakan sebagai gerakan aktivisme Islam. Pertama adanya tujuan-tujuan yang berorientasi pada nilai-nilai Islam, dan kedua tujuan tersebut dilakukan secara kolektif. Salah satu unsur dalam gerakan aktivisme Islam yaitu orientasi mereka pada nilai Islam, biasa disebut Islamisme. Burhanudin Muhtadi mengatakan bahwa Islamisme merupakan keyakinan bahwa Islam memiliki seperangkat norma atau ajaran yang komprehensif dan unggul, yang dapat dijadikan pedoman untuk ketertiban dan aturan sosial.51 Sehingga tampak dalam definsi Islamisme dan aktivisme Islam, Burhanudin membedakan keduanya. Merujuk pada definisi di atas, aktivisme Islam dipandang sebagai sebuah gerakan/aktivitas kolektif yang berorientasi pada nilai-nilai Islam, sedangkan Islamisme sebagai ideologi yang meyakini bahwa Islam merupakan seperangkat ajaran yang menyeluruh dan menjadi solusi bagi seluruh persoalan hidup manusia. Lebih jauh Valentine M. Moghadam memberikan definisi yang lebih bercorak orientasi politis. Islamisme menurut Moghadam melingkupi tujuan dan cita-cita bersama untuk pembentukan dan penguatan hukum dan norma-norma
50
Quintan Wictorowicz, (edt). “Aktivisme Islam: Pendekatan Teori Gerakan Sosial”
hal.38-39. 51
Burhanudin Muhtadi, Dilema PKS: Suara dan Syariah, hal.48-49.
30
Islam sebagai solusi untuk krsis
ekonomi, politik, dan budaya. 52 Definisi
Islmamisme menurut Moghadam menekankan adanya tujuan dan cita-cita bersama dalam menerapkan ideologi Islam dalam mengatasi krisis di dunia maupun Islam sebagai intrumen untuk ketertibah sosial. Corak kolektif inilah yang khas dari sebuah gerakan sosial. Cara lain dalam mendefinisikan Islamis adalah dengan cara melihat orangorang yang berada di luar mereka. Istilah “muslim abangan” dan “muslim sekuler” bukanlah termasuk bagian dari kelompok Islamis. Pemikiran mereka (bukan Islmis) tentang Islam terangkum bahwa Islam tidak boleh menjadi sebuah ideologi yang didesakkan ke dalam ruang publik.53 Kelompok atau gerakan Islamis menganggap bahwa jalan untuk mengislamisasi masyarakat dilakukan hanya melalui aksi sosial dan politik.54 A.2. Asal Usul Gerakan Islamisme Menurut Oliver Roy, asal mula pemikiran dan organisasi Islamisme dapat diruntut pada gerakan al-Ikhwan al-Muslimun yang didirikan oleh Hasan AlBanna tahun 1928 dan Jamaat Islami oleh Abul „Ala Maududi tahun 1941.55 Walaupun berbeda dalam organisasi, tetapi mereka mempunyai kesamaan tema dalam revivalisme Islam. Pada generasi setelahnya, Islamisme diatributkan dengan Sayyid Quthb, terutama pemikirannya dalam buku Milestone. Mengenai spirit Islamisme dalam orientasi kepemimpinan Islam, Sayyid Quthb menulis: 52
Valentine M. Moghadam, Globalization and Social Movements : Islamism, Feminism, and the Global Justice Movement, (Maryland: Rowman & Littlefield Publishers, 2009). Hal. 37. 53 Ihsan Ali-Fauzi, Warna- Warni “Islamisme”. Diakses pada 1 Oktober 2014, lihat: http://www.paramadina-pusad.or.id/publikasi/warna-warni-islamisme.html. 54 Oliver Roy, The Failure of Political Islam, (Massachusetts: 1994, Harvard University Press). Hal. 36. 55 Oliver Roy, The Failure of Political Islam. Hal.35.
31
“Umat Islam dewasa ini memerlukan identitas kepribadian tersendiri, tidak tercampur dengan kepribadian-kepribadian jahiliyah yang berkembang, identitas tujuan dan kepentingan yang sesuai dengan kepribadian dan konsepsi; identitas panji yang membawa nama Allah semata... Mereka harus memiliki kekhasan komunitas tersendiri: akidah sebagai jalinannya dan kepemimpinan Islam (Qiyadah Islamiyah) sebagai lambangnya.56
Anggota dan kader dalam gerakan Islamisme biasanya direkrut dari kalangan intelektual (universitas) dan masyarakat perkotaan. Mereka adalah kelompok yang secara sosiologis adalah modern dan isu-isu mereka berangkat dari persoalan kalangan modernis pada sektor masyarakat, terlebih reaksi mereka melawan modernisasi di dalam mayarakat muslim.57 Lebih lanjut, alasan masyarakat perkotaan dan kalangan intelektual muda muslim yang bergabung dengan gerakan Islamisme karena kurangnya kesempatan mereka untuk masa depan yang lebih baik dalam negara. Hal ini membuat mereka hanya mempunyai sedikit harapan untuk menemukan ambisi masa depan mereka dan menyalahkan sistem nasional yang kapitalis.58 Untuk merangkum argumen tentang gerakan Islamisme, Valentine M. Moghadam memperlihatkan beberapa hal mengenai penyebab kemunculan dan karakteristik gerakan Islamisme59: 1. Gerakan Islamisme muncul dalam konteks pergeseran dari sistem ekonomi Keynesianisme ke arah sistem Neoliberalisme di seluruh dunia. Konsekuensi dari pergeseran ini adalah meningkatnya hutang negara, pengangguran, dan masalah yang timbul dari penghematan dan rekonstruksi ekonomi pada tahun 1980-an di negara-negara muslim atau mayoritas muslim. Ini berhubungan dengan 56
Sayyid Quthb, dalam Sa‟id Hawwa dan Sayyid Quthb, Al-Wala‟:Loyalitas Tunggal Seorang Muslim. (Jakarta: Al-I‟tishom Cahaya Umat, 2001), hal. 73-74. 57 Oliver Roy, The Failure of Political Islam. Hal.50. 58 Oliver Roy, The Failure of Political Islam. Hal.51. 59 Valentine M. Moghadam, Globalization and social Movements : Islamism, Feminism, and the Global Justice Movement, hal. 44-46.
32
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
restrukturisasi dan resesi global. Runtuhnya harga minyak dunia yang mempunyai efek merugikan bagi pembangunan dan standar hidup khususnya bagi negara-negara mayoritas penduduk muslim. Secara politis, banyak negara-negara mayoritas muslim adalah rezim autoritarian dan patriarki, yang dipimpin oleh kekuatan gerakan kiri dan sekuler, kemudian mereka mengembangkan institusi agama dalam mencari legitimasi politik untuk mereka. Ini menciptakan kesenjangan antara ideologi dan politik yang dapat diisi oleh kelompok Islamis dengan sumber daya dan bingkai resonansi budaya yang mereka miliki. Gerakan Islmisme juga muncul dalam konteks transisi demografi. Gerakan Islamisme juga pengaruh dari cepatnya pertumbuhan populasi dan menimbulkan beban sosial yang besar. Keluarga dalam negara mayoritas muslim cenderung memiliki banyak anak, sehingga mereka banyak ketergantungan pada negara dan menimbulkan permasalahan sosial lainnya, seperti: pengangguran dan kemiskinan. Banyak anak-anak menemukan diri mereka tanpa kepastian masa depan, dan ini yang menjadikan mereka mudah direkruit dalam gerakan Islamisme. Tidak tejadinya resolusi dalam masalah Palestina-Israel dan meresapnya rasa ketidakadilan dikarenakan oleh aksi Israel dan Amerika, merupakan faktor penting yang membantu timbulnya gerakan Islmamisme. Kegagalan proyek demokrasi sekuler oleh PLO, mendorong Islamisme sebagai alternatif di Palestina dan melalui agama. Invasi dan pendudukan AS di Iraq juga membangitkan lebih banyak gerakan Islamisme. Dengan absenya secara penuh pembangunan dan artikulasi gerakan, institusi, dan wacana dari liberalisme dan sosialisme, Islam menjadi wacana yang universal, dan gerakan Islamisme mengirimkan pesan yang luas bahwa “Islam adalah solusi”. Untuk sebagian muslim, ideologi Islam baru mengurangi kegelisahan mereka karena mampu menawarkan bentuk jaminan baru dan gerakan Islmisme menyediakan bentuk solidaritas kolektif baru. Dalam konteks krisis ekonomi, politik, dan ideologi-termasuk rezim negarakekosongan harus diisi oleh pemimpin dan wacana Islamis, apakah itu fundamentalis atau ekstrimis. Dalam pembentukan ideologi yang baru, tradisi adalah suatu yang mulia/agung dan sering ditemukan. Contoh adalah cara berpaian. Meskipun ada bentuk-bentuk pakaian tradisional di seluruh dunia Islam yang sering merefleksikan budaya dan sejarah lokal, Islamisme pada tahun 1980-an mulai mempromosikan jilbab sebagai seragam , sebagian besar pakaian berwarna gelap. Sebuah tema yang sering muncul adalah bahwa identitas ke-Islaman berada dalam bahaya; muslim harus kembali ke tradisi yang telah ditetapkan; identitas adalah kewajiban wanita dalam perilaku, pakaian, penampilan; dan hukum Islam secara personal menjadi penting pada level negara (dalam kasus masyarakat mayoritas muslim) atau dalam komunitas (dalam kasus masyarakat minoritas muslim). Gerakan Islamisme adalah hasil hasil kontradiksi dari transisi dan modernisasi; mereka juga merupakan hasil dari ketegangan Utara-Timur hegemoni dalam dunia Islam; dan mereka adalah proyek politik terkait dengan kekuasaan yang mereka gambarkan sebagai penindasan, ketidakadilan, dan tidak-Islami. Budaya, agama, dan identitas gerakan Islamisme menjadi acuan mereka bertindak sebagai mekanisme pertahanan dan pembentukan tatanan baru yang ingin dibentuk.
33
A.3. Variasi dalam Gerakan Islamisme Gerakan Islamisme merupakan bukanlah suatu entitas yang tunggal. Moghadam mengatakan bahwa Gerakan Islamisme merupakan gerakan heterogen dan beraneka ragam, pembedaannya adalah antara Gerakan Islamisme “moderat” dan Gerakan Islamisme “ekstrimis”.60 Secara umum, gerakan Islamis moderat menggunakan cara-cara yang nir-kekerasan dalam berorganisasi dan mendukung civil society. Mereka bisa berbentuk atau bergabung dengan partai politik dan masuk dalam parlemen melalui mekanisme pemilu, dengan begitu mereka bisa mengkritik dan merubah keadaan politik dengan pandangan-pandangan mereka.61 Sedangkan gerakan Islamisme ekstrimis merupakan sebutan untuk gerakan Islamisme yang cara-cara untuk mencapai tujuan mereka dengan cara kekerasan. Lebih jauh Moghadam mengatakan bahwa cara mereka mencapai tujuan atau citacita gerakan secara politik dengan cara menggulingkan sistem politik yang antiIslam, berasal dari Barat, dan diktator, dengan menggunakan jaringan mereka antar negara dengan bentuk kekerasan dalam mencapai tujuan politis mereka.62 Mereka tidak berpartisipasi dalam pemilu, karena menganggap pemilu itu tidak Islami. Oliver Roy juga memberikan variasi dalam gerakan Islmaisme berupa tiga model gerakan Islamis. Tiga model tersebut berdasarkan pada strategi mereka dalam melakukan penetrasi politik dalam rangka mencapai agenda Islamis
60
Valentine M. Moghadam, Globalization and Social Movements : Islamism, Feminism, and the Global Justice Movement, hal. 27. 61 Valentine M. Moghadam, Globalization and Social Movements : Islamism, Feminism, and the Global Justice Movement, hal. 27. 62 Valentine M. Moghadam, Globalization and Social Movements : Islamism, Feminism, and the Global Justice Movement, hal. 28.
34
mereka. Tidak seperti para ulama dan salafis, orang-orang Islmamis memberikan perhatian utama pada aktifitas politik, dan mereka tetap menjalankan aktifitas agama dengan keras.63 Tiga model gerakan Islamisme menurut Oliver Roy antara lain: 1. A Lenninst-type party, kelompok ini memperlihatkan diri mereka sebagai kalangan perintis Islmisme yang mempunyai tujuan menaklukkan kekuasaan dan melolak legitimasi semua partai lain. Contoh dari model ini adalah Hizb-i Islami di Afganistan. 2. A Western-style political party, kelompok Islamis ini masuk dalam pemilu demokratis di suatu negara, tujuannya adalah mendapatkan suara terbanyak dan menang pemilu untuk mengimplementasikan program dan agenda Islamis mereka. Contoh dari kelompok ini adalah Prosperity Party di Turki. 3. A Religious militant organization, kelompok ini mempunyai tujuan mempromosikan nilai-nilai Islam dan mengubah masyarakat, serta melakukan penetrasi di kalangan elit negara, tetapi secara langsung tidak mempunyai ambisi politis. Contoh yang masuk dalam model ini adalah Ikhwanul Muslimin di Mesir, Jamaat Islami di Pakistan.64
Dengan kata lain terdapat variasi dalam organisasi-organisasi pada studi gerakan Islamisme. Perbedaan-perbedaan itu terlihat dari cara-cara mereka mencapai tujuan gerakan: moderat atau ektrimis dan tiga model gerakan Islamisme Oliver Roy, semuanya memperlihatkan variasi yang bersifat akomodatif atau konfrontatif dengan sistem politik yang ada. Dengan memakai variasi gerakan Islamisme Moghadam, perbedaan ini kita bisa lihat bahwa organisasi seperti Al-Qaeda, Hizbullah, Jamaah Tabliq, Jamaah Islamiah, dan Hizbut Tahrir masuk dalam kategori ekstrimis. Sedangkan organisasi seperti PKS di Indonesia, partai AKP di Turki, dan Ikhwanul Muslimin di Mesir dan Jordania masuk dalam kategori gerakan Islamisme yang moderat.
63
Oliver Roy, The Failure of Political Islam. Hal. 46. Oliver Roy, The Failure of Political Islam. Hal. 46.
64
35
BAB III PKS SEBAGAI ORGANISASI GERAKAN SOSIAL DAN KASUS KORUPSI LUTHFI HASAN ISHAAQ
H. Sejarah PKS: Dari Gerakan Kampus ke Panggung Politik Dalam konteks gerakan sosial, penulis mencatat setidaknya ada dua alasan mengapa model gerakan Tarbiyah atau PKS bisa muncul di Indonesia. Pertama adalah munculnya generasi baru Indonesia pada tahun 1980-an, yang disebut oleh Yon Machmudi sebagai Global Santri.65 Mereka adalah pemuda Indonesia yang belajar di Timur Tengah, dan bersentuhan dengan ideologi Ikhwanul Muslimin, khususnya di Arab Saudi dan Mesir. Alasan kedua adalah adanya tekanan politik pada rezim Orde Baru dan terbukanya ruang kesempatan politik pada era Reformasi. Artinya ada konteks global secara ideologi dan konteks lokal, yaitu terbukanya struktur kesempatan politik yang mempengaruhi kemunculan Gerakan Tarbiyah atau PKS di Indonesia. Kemunculan Jamaah Tarbiyah juga tidak bisa dilepaskan dari gerakan revivalisme Islam akibat dari ketegangan antara Sunni dan Syiah paska terjadinya revolusi Iran tahun 1979. Hal ini berpengaruh pada persaingan dominasi pengaruh ideologi antara Iran dan Arab Saudi di dunia Islam.66 Di satu sisi menguatnya
65
Santri Global adalah sebuah fenomena baru yang dalam klasifikasi kelompok Islam di Indonesia berdasarkan garis budaya. Santri global merupakan tipologi baru kelompok Islam “santri” yang dipengaruhi oleh paham atau ideologi yang berasal dari timur tengah. Yang termasuk dalam tipologi santri global ini adalah: Jamaah Tarbiyah/PKS, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), dan kelompok Salafi. Sehingga memudahkan untuk mengenal tipologi kelompok Islam di Indonesia, seperti: tradisionalis, modernis, radical, dan santri global. Lihat selengkapnya di: Yon Machmudi, Islamising Indonesia : The Rise of Jemaah Tarbiyah and the Prosperous Justice Party (PKS). 66 Burhanudin Muhtadi, Dilema PKS: Suara dan Syariah, hal.96.
36
hubungan antara Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) dengan Arab Saudi, dimanfaatkan oleh Arab Saudi untuk membendung dominasi Iran di Indonesia. Salah satu cara membendung pengaruh Iran di Indonesia adalah dengan bekerja sama melalui pemberian beasiswa kepada pelajar atau santri di Indonesia yang dekat dengan DDII untuk belajar di Timur Tengah, khususnya Arab Saudi.67 Melalui jalur beasiswa inilah perkenalan antara pelajar Islam Indonesia dengan ideologi Ikhwanul Muslimin terjadi. Tokoh-tokoh seperti Hilmi Aminuddin, Salim Segaf Al-Jufri, Abdullah Said Baharmus, dan Acep Abdul Syukur yang ketika kembali ke Indonesia menjadi pelopor gerakan Ikhwanul Muslimin.68 Pada tahun 1980-an para alumni baru dari Timur Tengah ini bekerjasama dengan tokoh DDII (Dewan Dakwah Islam Indonesia) seperti Abu Ridho dan Rahman Zainuddin menterjemahkan tulisan-tulisan utama tokoh Ikhwanul Muslimin seperti: Hasan Al-Banna dan Sayyid Quthb ke dalam bahasa Indonesia.69 inilah yang memungkinkan para aktivis gerakan dakwah kampus bersentuhan dengan karya-karya tokoh Ihkwanul Muslimin dalam kajian studi Islam yang mereka pelajari. Gerakan Tarbiyah tumbuh sekitar tahun 1980-an yang mengambil basis gerakannya di masjid-masjid Universitas yang tersebar di Indonesia.70 Salah seorang pelopor Gerakan Tarbiyah di kampus yang merupakan tokoh dari DDII adalah Ir. Imaduddin Abdul Rahim, yang memprakarsai pola pengkaderan model
67
Buhanudin Muhtadi, Dilema PKS: Suara dan Syariah, hal.38. Ahmad Norma Permata, Ideology, Institutions, Political Actions: Prosperous Justice Party (PKS) in Indonesia, (Jurnal: ASIEN 109 (Oktober 2008), S. 22-36), hal.25. 69 Buhanudin Muhtadi, Dilema PKS: Suara dan Syariah, hal.38. 70 Ahmad Norma Permata, Ideology, Institutions, Political Actions: Prosperous Justice Party (PKS) in Indonesia, (Journal: ASIEN 109 (Oktober 2008), S. 22-36). 68
37
Ikhwanul Muslimin yang dikenal dengan “usrah” atau “halaqoh/Liqo‟at”.71 Program halaqoh/liqo ini berawal di Masjid Salman ITB (Institut Teknologi Bandung) yang kemudian menyebar ke universitas sekuler lainnya seperti: UI, IPB, UGM, UNDIP, dan lain-lain. Kemudian gerakan dakwah kampus atau Tarbiyah ini menegaskan bentuk ideologi dan idealisme mereka dalam bentuk oraganisasi-organisasi mahasiswa baik intra maupun ekstra. Di kalangan internal kampus, gerakan ini membentuk LDK (Lembaga Dakwah Kampus), sedangkan secara eksternal mereka membuat KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia). Organisasi inilah yang menjadi basis dari Gerakan Tarbiyah dalam merekrut dan mengkader mahasiswa sampai sekarang. Tokoh-tokoh PKS seperti Fahri Hamzah, Rama Pratama, Zulkieflimansyah, dan Mahfud Shiddiq lahir dari kedua organisasi tersebut. Alasan kedua, yakni Gerakan Tarbiyah/PKS muncul dari kebijakan politik rezim orde baru yang represif khususnya terhadap “Islam politik”. Dibubarkannya Masyumi pada tahun 1970 merupakan bukti bahwa rezim Orde Baru tidak mengizinkan Islam secara politik tampil ke publik yang berpotensi menjadi lawan pemerintah. Lebih jauh diterapkannya azas tunggal Pancasila sebagai landasan dari semua organisasi yang ada, menjadi pemicu sakit hati kalangan Islam terhadap rezim, terutama kalangan Masyumi yang kemudian membentuk DDII. Otoritarianisme rezim Orde Baru tidak memungkinkan sebuah gerakan, seperti Gerakan Tarbiyah muncul ke publik. Mereka, pada rezim Orde Baru melakukan aktivitasnya secara sembunyi-sembunyi atau underground. Dengan 71
Miftahuddin, Pengaruh Ideologi Ikhwanul Muslimin terhadap Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Indonesia, (Jakarta: Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah, 2008), hal.3.
38
kaderisasi menggunakan sistem halaqoh/liqo, mereka mempunyai keuntungan dibawah rezim yang tertutup tersebut, yaitu menguatnya soliditas organisasi dan terjaganya kemurnian ideologi. Hal ini terjadi karena sistem tarbiyah atau kaderisasi yang mereka lakukan pada saat itu berada pada tahap mihwar tanzimi72 atau pembentukan organisasi. Setelah rezim Soeharto tumbang dan beralih ke era Reformasi, maka ada ruang kesempatan politik bagi Gerakan Tarbiyah untuk memperjuangkan dan mengekspresikan idealisme dan cita-cita gerakan mereka ke ruang publik. Ini tercermin dengan dideklarasikannya Partai Keadilan (PK) pada 20 Juli 1998 di Masjid Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta, dengan presidennya yang pertama yaitu Nurmahmudi Ismail.73 Kemudian pada pemilu 1999 PK memperoleh suara nasional sebanyak 1.436.565 atau 1,7 % dan menurut Undang-Undang Nomer 3 tahun 1999 tentang electoral threshold, maka PK dinyatakan tidak memenuhi electoral threshold sebesar 2 % menurut Undang-Undang tersebut. Karena Partai Keadilan tidak lolos electoral threshold pada pemilu 1999, maka pada tanggal 2 Juli 2003 dideklarasikan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang merupakan transformasi dari Partai Keadilan. Kehadiran PKS mendapat respon baik secara elektoral, hal ini terbukti dari perolehan suara PKS yang naik secara signifikan pada pemilu 2004, yaitu sebanyak 8.325.020 suara nasional atau 72
Jamaah Tarbiyah atau PKS mempunyai tahapan-tahapan perkembangan dalam dakwahnya. 1. Mihwar Tanzimi (pembentukan organisasi), 2. Mihwar Sya‟bi (bermasyarakat), 3. Mihwar Muassasi (berpolitik), 4. Mihwar Daulah (negara atau kawasan Islam), 5. Uztazul Alam (soko guru dunia atau khilafah). Bagian ini akan penulis bahas pada bagian berikutnya. Lihat: Ahmad Norma Permata, Ideology, Institutions, Political Actions: Prosperous Justice Party (PKS) in Indonesia, (Journal: ASIEN 109 (Oktober 2008), S. 22-36), hal.25. 73 Sejarah Partai Keadilan Sejahtera, lihat: http://www.pks.or.id/content/sejarah-ringkas, diakses pada tanggal 16 Juli 2014.
39
7,34 %, kemudian pada tahun 2009 mendapat 8.204.946 suara atau 7,88%, dan pada pemilu 2014 mendapat 8.480.204 suara atau 6,79%.74 Data ini menunjukkan perolehan suara PKS secara elektoral dari tahun 2004 sampai 2014 cenderung stabil.
I. Framing PKS Sebagai Organisasi Gerakan Sosial Islam B.1. Bingkai Diagnostik Pada level framing diagnostik, PKS mengidentifikasi masalah umat Islam sebagai akibat dari apa yang mereka disebut dengan ghazwul fikri75 atau perang pemikiran. Melalui ghazwul fikri ini, mereka merasa bahwa umat Islam sedang diserang oleh pihak lawan, bukan hanya melalui jalan militer, tetapi juga diserang dari segi budaya, ekonomi, dan politik. Sebagaimana yang dituliskan Irwan Prayitno salah seorang kader PKS: “Kekalahan pihak kafir, khususnya Nasrani, dari umat Islam melalui perang fisik dan senjata (pada perang salib), menjadikan mereka berfikir mencari jalan lain yang dapat mengalahkan umat Islam. Al-Ghazw Al-Fikr adalah serangan pemikiran secara bertubi-tubi yang tersusun secara sistematik, teratur dan terancang dengan baik yang dilakukan oleh umat yang kuat kepada umat yang lemah untuk merubah kepribadiannya sehingga kemudian menjadi pengikut umat yang kuat tersebut. Umat jahiliyah senantiasa memerangi umat Islam. Perang tersebut dilaksanakan dalam tiga bentuk, yaitu: politik, militer, dan ekonomi. AlGhazw Al-Fikr akan menghasilkan berbagai kerusakan di kalangan umat Islam dengan cara merusak akhlak, menghancurkan fikrah, melarutkan pribadi, dan menumbangkan aqidah. Dengan cara tersebut, akan dihasilkan umat yang rusak akhlak dan kepribadiannya, kotor pemikirannya, keluar dari Islam, serta memberikan loyalitasnya kepada orang kafir.”76
74
Data selengkapnya lihat: http://id.wikipedia.org/wiki/Partai_Keadilan_Sejahtera#Sejarah, diakses pda tanggal 16 Juli 2014. 75 Ghazwul Fikri atau perang pemikiran dalam konsepsi gerakan PKS adalah upaya dari musuh-musuh Islam yang berupaya untuk memperlemah umat Islam dengan cara melarutkan umat Islam dari ajaran Islam yang murni. Sarana yang biasa dilakukan dalam Ghazwul Fikri seperti: budaya, politik, dan militer. Lebih jauh dapat dilihat dalam: Irwan Prayitno, Kepribadian Dai, (Bekasi: Pustaka Tarbiyatuna, 2003). 76 Irwan Prayitno, Kepribadian Dai, (Bekasi: Pustaka Tarbiyatuna, 2003), hal.5.
40
Pernyataan Irwan Prayitno itu merupakan bentuk bingkai diagnostik yang berusaha merumuskan adanya ancaman kepada umat Islam yang berasal dari pihak luar Islam. Ancaman itu, menurut mereka datang dari musuh-musuh Islam. Yang di maksud dengan musuh-musuh Islam yaitu: Al-Laa Diiniyuun (Ateis), AlYahuud (Yahudi), Al-Musyrikun (Musyrik), An-Nashaara (Kristen), dan AlMunafiquun (Munafik).77 Selanjutnya, para musuh Islam tersebut dianggap melakukan usaha yang terus-menerus dan sistematis sampai pada rusaknya umat Islam dari segi akidah, akhlak, dan fikrah (pemikiran). Setelah mendiagnosis musuh dan tujuannya terhadap umat Islam yang diinterpretasikan oleh gerakan, maka selanjutnya mereka melakukan diagnostik pada kondisi umat Islam secara faktual. Menurut mereka, umat Islam saat ini sedang mengalami kemunduran sejak jatuhnya Khilafah Islam pada tahun 1924 dan banyak dari negeri-negeri berpenduduk moyoritas Islam yang dijajah oleh Barat (Eropa). Tentang ini Irwan Prayitno menulis: “Keadaan muslimin sekarang ini amatlah hina dan berada di bawah kekuasaan musuh-musuh Islam. Muslim sebagai umat yang baik dan mulia ternyata tidak lagi nampak kemuliaannya di tengah manusia lain....Bukti yang nyata adalah banyaknya negara Islam di bawah kekuasaan musuh-musuh Islam.”78
Dari penjelasan pada level diagnostik, gerakan PKS memberikan beberapa bingkai penting kepada kadernya. Pertama adalah mereka mendefinisikan ancaman dari musuh-musuh Islam, yaitu: Ateis, Yahudi, Musyrik, Kristen, dan Munafik yang selalu berusaha merusak umat Islam dari segi akidah, akhlak, dan pemikiran. Kedua, menggambarkan kondisi umat Islam saat ini yang sedang “hina”, sebagai contoh adalah runtuhnya Khilafah Islam dan penjajahan negara77
Irwan Prayitno, Kepribadian Dai, hal.21. Irwan Prayitno, Kepribadian Dai, hal.155.
78
41
negara Barat (Eropa dan Amerika Serikat) terhadap negara-negara Islam. Kasus konflik di Palestina menjadi bingkai yang menguatkan framing diagnostik mereka, karena pada konteks itu, antara ancaman/musuh dan keadaan faktual menjadi semakin nyata. Ancaman dari musuh gerakan, yaitu Yahudi (Israel) yang menjajah negara Palestina. Lebih lanjut Salim Segaf Al-Jufri mengatakan bahwa puncak kemerosotan politik Islam adalah ketika runtuhnya Khilafah Islam tahun 1924 oleh Kemal AtTaturk dan tercabik-cabiknya dunia Islam karena kolonialisme Barat.79 Hal ini memperlihatkan bahwa ancaman lain dari luar Islam bukan hanya orang-orang ateis, Kristen, munafik, dan musrik, tapi juga ideologi atau faham yang berasal dari “Barat” seperti sekularisme, liberalisme, dan kolonialisme. Gerakan sekularisme Kemal At-Taturk dianggap sebagai penyebab keruntuhan Khilafah Islam di Turki. Menurut gerakan Tarbiyah/PKS, sekularisme dan liberalisme merupakan produk Barat yang tidak sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Menurut mereka, fenomena yang dialami umat Islam adalah mundurnya moralitas dan akhlak umat Islam oleh usaha-usaha musuh-musuh Islam. Maksudnya, bahwa umat Islam mengikuti budaya yang tidak berasal dari ajaran atau tradisi Islam. Misalnya, umat Islam banyak yang suka terhadap musik atau film yang berasal dari “Barat”, cara berpakaian yang tidak menutup aurat, pergaulan bebas, dan lain-lain.80 Fenomena ini menurut mereka juga merupakan buah dari Ghouzul Fikr.
79
Salim Segaf al-Jufri dalam pengantar Hussain bin Muhammad bin Ali-Jabir, Menuju Jama‟atul Muslimin: Telaah Sistem Jamaah dalam Gerakan Islam. (Jakarta: Rabbani Press, 2001), hal.1. 80 Irwan Prayitno, Kepribadian Dai, hal.10
42
Tabel 2. Framing diagnostik gerakan Tarbiyah/PKS Musuh Gerakan Ancaman/ Tujuan Musuh
Sarana
Hasil
Ateis, Yahudi, Musyrik, Kristen, Munafik, Barat, Sekularisme, dan Liberalisme Musuh-musuh Islam berupaya melemahkan umat Islam melalui merusak akidah, akhlak, dan fikrah umat Islam. agar umat Islam mengikuti dan loyal kepada sistem dan budaya musuh-musuh Islam dari segi politik dan budaya. Sarana yang musuh-musuh Islam lakukan adalah dengan melakukan ghowzul fikri, melalui: media, pendidikan, percetakan, hiburan, klub, olah raga, yayasan, dan lain-lain Runtuhnya Khalifah Islam, banyaknya negaranegara Islam/berpenduduk muslim yang dijajah atau tunduk pada barat, dan umat Islam mengukuti budaya atau gaya hidup “Barat” yang menurut gerakan tidak Islami.
B.2. Bingkai Prognostik Pada level prognostik, sebuah gerakan berusaha menawarkan “obat mujarab” atau “solusi jitu” dalam rangka mengatasi masalah yang telah diinterpretasikan pada level diagnostik. Pada level ini, gerakan PKS secara ide atau narasi menawarkan solusi melaui jalan harakah Islamiyah (gerakan Islam), yang menekankan pada pengamalan ajaran Islam (Syariah) yang kaffah (menyeluruh)
mulai dari tingkat individu, keluarga, masyarakat, dan negara.
Untuk merealisasikan tujuan tersebut, menurut mereka hanya bisa dilakukan melalui gerakan Islam (harakah Islamiyah). Irwan Prayitno menulis: “Setelah mendiskusikan muslim yang terkena penyakit, kemudian kita pun melihat bagaimana dakwah Islam yang dilaksanakan juga mempunyai beberapa kelemahan dan kekurangan. Umumnya dakwah yang dijalankan oleh umat Islam berjalan sendiri dan tidak melalui jamaah. Akibatnya, dakwah kemudian hanya menghasilkan sesuatu yang kurang berpengaruh. Da‟i ataupun Ustadz dan ulama yang berdakwah secara sendirian akan mengalami keletihan dari segi perjalanan dakwahnya. Secara ringkasnya penyakit infiraadiyah ini disebabkan oleh keadaan ma‟nawi dan beban aktifitas. Keadaan ini perlu diobati dengan dakwah yang melandaskan dirinya kepada amal jama‟i. Beberapa solusi yang diperlukan untuk mengatasi masalah ini adalah perlunya kesadaran yang bersumber kepada
43
pengetahuan, berorientasi Islami, berjiwa rendah hati, menyeluruh, modern, minhaji, dan perubahan secara total.”81
Dari uraian Irwan Prayitno di atas, secara narasi atau ide, solusi untuk memperbaiki dan mengembalikan kejayaan Islam harus melalui harakah Islamiyah atau gerakan Islam yang menerapkan Islam secara kaffah dalam berbagai aspek kehidupan. Solusi ini berangkat dari realitas gerakan para pemikir Islam seperti Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Iqbal, Muhammad Rasyid Ridha, dan Muhammad Abduh menjelang jatuhnya Khilafah Islam, mereka muncul secara individual dengan corak pemikiran yang berbeda sebagai akibat dari demoralisasi berbagai bidang kehidupan umat Islam, baik akidah, akhlaq, dan pemikiran umat Islam akibat dari ghouzul fikri yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam.82 Kemudian solusi
taktik dan strategi gerakan secara teknis pada level
prognostik, yaitu gerakan Tarbiyah/PKS menempuh jalur politik secara formal dalam negara dengan mengikuti pemilu yang demokratis. Untuk mencapai tujuantujuan ideologis gerakan, PKS ikut masuk dalam sistem politik negara, yaitu ikut pemilu dan mengambil bagian dari pemerintahan. Dengan masuk dalam sistem politik formal, mereka dapat memperjuangkan tujuan gerakannya dengan cara yang efektif dan tidak selalu bermusuhan dengan rezim. Seperti memperjuangkan
81
Irwan Prayitno, Kepribadian Dai, hal.152. Salim Segaf al-Jufri dalam pengantar Hussain bin Muhammad bin Ali Jabir, Menuju Jama‟atul Muslimin: Telaah Sistem Jamaah dalam Gerakan Islam. (Jakarta: Rabbani Press, 2001), hal.3. 82
44
Undang-Undang Pornografi dan Pornoaksi di parlemen dan mendukung munculnya perda-perda syari‟ah di berbagai daerah.83 Masuknya PKS dalam sistem politik formal, secara strategi inilah yang membedakan mereka dengan gerakan-gerakan Islam lain yang ada di Indonesia. Misanya, gerakan Salafi atau Jama‟ah Tabligh yang lebih menekankan pada aspek pembentukan ketaatan bagi para anggotanya dengan tidak masuk ke ranah politik, HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) lebih menekankan pada aspek mempengaruhi opini publik untuk mencapai tujuan gerakannya tetapi tidak masuk dalam ranah politik formal (pemilu). B.3. Bingkai Motivasi Pada level ini gerakan berusaha untuk memberikan alasan untuk memotivasi tumbuhnya dukungan dari anggota gerakan untuk melakukan aksiaksi kolektif (collective actions). Pada level ini gerakan Islam biasanya memberikan justifikasi Ideologis untuk memotivasi anggotanya untuk melakukan aksi dalam sebuah gerakan. Pada gerakan PKS, bingkai motivasi dapat dilihat dari tulisan Hasan Al-Banna: “Allah telah mewajibkan jihad secara tegas kepada setiap muslim. Tidak ada alasan bagi orang Islam untuk meninggalkan kewajiban ini. Islam mendorong umatnya untuk berjihad dan melipatgandakan pahala orang-orang yang berpartisipasi di dalamnya, apalagi yang mati Syahid. Tidak ada yang mampu menandingi dalam besarnya pahala, kecuali orang-orang yang mengikuti jejak mereka di medan jihad. Allah mengkaruniai mereka berbagai kelebihan ruhiah dan amaliah, baik di dunia maupun di akhirat, yang tidak diberikan kepada selain mereka. Allah menjadikan darah mereka yang suci sebagai harga bagi kemenangan dunia serta lambang kemuliaan bagi keuntungan dan kejayaan hari akhir”84
83
Wawancara dengan Aan Rohana. Anggota Majelis Syuro PKS. Wawancara dilakukan di Bogor, Jawa Barat tanggal 7 Agustus 2014. 84 Hasan Al-Banna, Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, (Solo: Era Intermedia, 2005), hal. 15-16.
45
Dari tulisan Hasan Al-Banna di atas terdapat dua unsur motivasi kepada anggota untuk melakukan aksi-aksi dalam gerakan. Pertama, bahwa aksi-aksi dalam gerakan (jihad) merupakan kewajiban dari Tuhan. Artinya, bawa aktifitas yang dilakukan merupakan aktifitas yang “suci atau sakral” yang mendapat perintah langsung dari Tuhan, sehingga menimbulkan kebanggaan dan keberanian dari anggota untuk terlibat dalam agenda-agenda gerakan. Kedua, adanya insentif yang Tuhan berikan kepada mereka berupa pahala dan surga. Adanya insentif berupa pahala dan kenikmatan surga merupakan alasan bagi anggota untuk lebih termotivasi terlibat secara total dalam gerakan. Inilah yang bisa menjelasakan mengapa anggota-anggota gerakan PKS rela melakukan aksi-aksi kolektif gerakan berupa: memasang atribut partai, rapat-rapat rutin, kampanye, dan lain-lain, tanpa dibayar secara materi (uang), justru memberikan materi (uang) mereka untuk kegiatan gerakan.85 Setelah memotivasi secara ideologis dengan bingkai kewajiban dari Tuhan dan insentif berupa pahala dan syurga, maka gerakan PKS juga memberikan motivasi berupa ancaman secara ideologis. Yaitu, ancaman dan hukuman dari Tuhan berupa siksa yang pedih. Ancaman ini ditujukan bagi anggota yang tidak terlibat dalam gerakan. Sebagaiman Hasan Al-Banna menjelaskan: “Allah mengancam orang-orang yang tidak turut dalam jihad dengan ancaman siksa yang sangat pedih. Allah menghinakan mereka dengan berbagai gelar dan sebutan yang buruk, menganggap mereka pengecut, pemalas, lemah, dan tertinggal dibelakang. Allah menjanjikan untuk mereka kehinaan di dunia. Kehinaan yang tidak dapat dihapuskan kecuali dengan berangkat ke medan jihad. Sedangkan di akhirat, Allah menyiapkan mereka sisksa yang pedih. Mereka tidak dapat melepaskan diri dari siksa itu meskipun menebusnya dengan emas sebesar 85
Wawancara dengan Rahmat Aziz. Ketua Bidang Kaderisasi DPD PKS Jakarta Barat. Wawancara dilakukan di Kelurahan Semanan, Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat tanggal 23 Juli 2014.
46
gunung uhud. Islam menganggap duduk-duduk, tidak mengikuti jihad, dan lari meninggalkan medan perang sebagai salah satu dosa besar, bahkan termasuk salah satu di antara tujuh hal yang membinasakan amal”86
Sebagaimana disebutkan bahwa aktifitas gerakan adalah aktifitas suci yang merupakan perintah dari Tuhan, maka bagi anggota gerakan yang tidak melaksanakannya merupakan sesuatu yang menyimpang. Dari uraian Hasan AlBanna di atas jelas bahwa ancaman bagi orang yang tidak melakukan aktifitas gerakan akan mendapatkan siksa dari Tuhan dan akan dianggap sebagai orang yang tercela (pengecut, pemalas, dan lemah) oleh para anggota gerakan. Ancaman ini memberikan motivasi bagi para angggota gerakan untuk terlibat dalam agenda gerakan secara total. Keterlibatannya dalam aksi-aksi gerakan bukan hanya bagian dari motivasi melaksanakan perintah Tuhan dan ingin mendapatkan insentif pahala dan surga, tapi juga motivasi untuk menghindari hukuman yang berasal dari gerakan, seperti stigma: pengecut, pemalas, dan lemah yang dialamatkan bagi seorang kader yang tidak bekerja untuk gerakan.
J. Landasan Ideologis Gerakan Sebagaimana gerakan Islamisme lainnya, landasan ideologis gerakan tarbiyah adalah Al-Qur‟an dan Al-Hadits.87 Gerakan tarbiyah mendasarkan seluruh kegiatannyya berdasarkan dua azas tersebut. Gerakan Islamisme, seperti PKS memandang bahwa Al-Qur‟an dan Hadits merupakan panduan hidup utama bagi umat Islam. Menurut mereka, Karena di dalam Al-Qur‟an terkandung secara lengkap yang mengatur hidup manusia, mulai dari aspek: ibadah, ilmu
86
Hasan Al-Banna, Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, hal. 16. Lembaga Kajian Manhaj Tarbiyah, Manhaj Tarbiyah 1433, hal.26.
87
47
pengetahuan, masyarakat, politik, sampai aspek negara atau kepemimpinan, semuanya diatur dan ada panduannya dalam Al-Qur‟an dan Hadits. Mengenai urgensi Al-Qur‟an dan Hadits dalam gerakan PKS, sebagaimana dikemukakan oleh Salim Segaf Al-Jufri: “Sebagai sistem ajaran (value system), Islam tetap menjadi alternatif satu-satunya bagi manusia yang ingin selamat dunia maupun akhirat. Islam juga akan tetap menjadi satu-satunya alternatif peradaban modern umat manusia, pada hari ini dan hari depan. Secara konseptual, Islamlah yang paling layak untuk menggantikan seluruh konsepsi spiritual yang telah ada. Hujjah tekstual tak perlu dipertanyakan lagi. Semuanya bisa lihat dan dikaji dalam kebenarannya dari sumber-sumber pokok ajaran Islam, yaitu al-Qur‟an dan as-Sunnah.”88
Sedangkan secara landasan operasional, gerakan tarbiyah banyak mengambil dari pemikiran-pemikiran Hasan Al-Banna yang merupakan pendiri gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir. Adapaun beberapa landasan operasional tersebut yang penulis kutip dalam Manhaj Tarbiyah 1433, seperti: Sepuluh Rukun Bai‟at oleh Hasan Al-Banna, Sepuluh wasiat oleh Hasan Al-Banna, Tiga puluh delapan wajibatul akh shadiq oleh Hasan Al-Banna, dan semua yang terdapat dalam buku Risalah Ta‟lim (Risalah Pergerakan) yang merupakan kumpulah pidato dan tulisan Hasan Al-Banna.89 Buku Majmu‟ah Rasa‟il (buku Risalah Pergerakan) Hasan Al-Banna adalah materi tarbiyah yang sangat penting dalam gerakan Tarbiyah/PKS, sehingga masuk di dalam kurikulum tarbiyah.90 Buku ini secara khusus diterjemahkan oleh Abu Ridho, seorang ideolog gerakan PKS yang juga merupakan
anggota
Majelis
Syuro
88
PKS.
Buku
“Risalah
Pergerakan”
Salim Segaf al-Jufri dalam pengantar Hussain bin Muhammad bin Ali Jabir, Menuju Jama‟atul Muslimin: Telaah Sistem Jamaah dalam Gerakan Islam. (Jakarta: Rabbani Press, 2001), hal.5. 89 Lembaga Kajian Manhaj Tarbiyah, Manhaj Tarbiyah 1433, hal.29. 90 Lembaga Kajian Manhaj Tarbiyah, Manhaj Tarbiyah 1433, hal.103.
48
menjelasakan pemikiran-pemikiran Hasan Al-Banna yang isinya banyak diadopsi oleh gerakan PKS. Buku ini memberikan penjelasan tentang ideologi PKS, seperti: Tujuan dan sarana gerakan, Rukun bai‟at (yang akan dijelaskan kemudian), tahapan dakwah, dan kewajiban seorang anggota gerakan PKS.
K. Tarbiyah Sebagai Sarana Kaderisasi Gerakan: Tujuan dan Proses Tujuan
tarbiyah
adalah pembentukan kader-kader gerakan
yang
mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari dan bekerja melakukan Islamisasi pada level masyarakat dan negara. Sebagaimana tarbiyah didefinisikan sebagai proses pembentukan seseorang untuk mempunyai kepribadian yang syakhshiyyah Islamiyah (memahami dan menjalankan ajaran/syari‟at Islam secara kaffah atau menyeluruh), syakhshiyyah da‟iyah (bekerja mendakwahkan Islam), syakhshiyyah Ijtima‟iyah (berinteraksi dan berkiprah positif dalam masyarakat), dan syakhshiyyah Dauliyah (mampu berperan dalam mengurus negara).91 Jadi, fokus unit yang diperhatikan dalam proses tarbiyah adalah terbentunya individuindividu gerakan yang Islami dan mampu meng-Islamiasasi masyarakat dan negara. Berangkat dari penjelasan Greg Fealy92 yang menggungkapkan bahwa PKS mempunyai dua agenda atau tujuan dalam aktifitas gerakannya. Pertama agenda elektoral yang difokuskan pada kinerja pelayanan sosial, wacana anti korupsi, dan wacana penciptaan good governance. Di sisi lain dalam training91
Arief Munandar, Antara Jamaah dan Politik: Dinamika Habitus Kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam Arena Politik Indonesia Paska Pemilu 2004, (Depok: Disertasi, Universitas Indonesia, 2011), Hal.175. 92 Greg Fealy dalam Zachary Abuza, Political Islam and Violence in Indonesia, (New York: Routledge, 2007), hal.25.
49
training (proses tarbiyah) yang mereka lakukan, terlihat bahwa PKS mempunyai agenda internal (private agenda) yang menekankan pada pemurnian ajaran Islam, disiplin internal, dan penerapan syariah. Menurut gerakan PKS tidak ada dikotomi antara agama dan politik (negara) dalam Islam. Menurut mereka Islam adalah agama yang universal dan integral, yang mencakup seluruh aspek kehidupan, mulai dari aspek akidah, ibadah, politik, hukum, pendidikan, jihad, militer, dan pemikiran. 93 Ini merupakan manfestasi dari ideologi Islamisme yang memandang bahwa Islam adalah agama yang Kaffah dan mencakup seluruh bidang kehidupan manusia. Secara eksplisit kader PKS tidak membantah kalau tujuan dari gerakan mereka adalah untuk menerapakan nilai atau syariah Islam. Menurut mereka dakwah secara umum adalah proses mengaplikasikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari manusia di segala bidang.94 Mereka menganggap bahwa proses tarbiyah merupakan proses yang dilakukan para nabi dan rasul, sehingga aktivitas yang dilakukan dalam proses dakwah ini adalah proses yang mulia.95 Penulis melakukan wawancara dengan Aan Rohana yang sekarang menjadi salah satu anggota Majelis Syuro PKS berkaitan dengan tujuan dan agenda ideologis PKS tersebut. Penulis bertanya mengenai strategi dakwah PKS yang disebut empat mihwar (orbit) dakwah. Mihwar tersebut meliputi: tanzhimi (pembentukan organisasi) , sya‟bi (berinteraksi dengan masyarakat), muassasi
93
Cahyadi Takariawan, Rekayasa Masa Depan Menuju Kemenangan Dakwah Islam, (Jakarta: Pustaka Tarbiatuna,2003), hal.85. 94 Cahyadi Takariawan, Rekayasa Masa Depan Menuju Kemenangan Dakwah Islam, hal.1. 95 Cahyadi Takariawan, Rekayasa Masa Depan Menuju Kemenangan Dakwah Islam, hal.1.
50
(masuk dalam institusi-institusi politik), daulah (pendirian negara/regional), ustazatul alam (soko guru dunia). Menyangkut hal ini terutama pada mihwar daulah, Aan Rohana menjelaskan “bahwa yang dimaksud adalah agar masyarakat Indonesia menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari”.96 Usaha PKS, lanjut Aan Rohana, seperti “mendukung perda-perda syari‟ah atau undangundang yang “berbau” nilai Islam, seperti UU Pornografi & Pornoaksi yang PKS perjuangkan di parlemen”.97 Dari jawaban Aan Rohana tersebut, jelas bahwa PKS mempunyai agenda internal untuk penerapan syariah Islam atau melakukan Islamisasi di Indonesia. Tarbiyah merupakan proses yang terencana dalam gerakan Tarbiyah/PKS, dalam konteks menguatkan disiplin dan kapasitas kader. Proses tarbiyah mempunyai beberapa sarana, antara lain: halaqoh/usrah/liqo, mabit (malam bina iman dan taqwa), tasqif (tarbiyah tsaqofiyah) atau pendidikan untuk memperluas wawasan ke-Islaman kader, daurah (pelatihan), ta‟lim, rihlah (liburan), mukhayyam (berkemah), dan lain-lain.98 Sarana-sarana tersebut merupakan suatu hal yang wajib diikuti oleh para kader-kader PKS. Melalui proses terbiyah ini, proses kaderisasi dan pembentukan kader yang loyal terhadap gerakan berlangsung. Sarana tarbiyah yang terpenting bagi gerakan PKS dalam pengkaderan adalah halaqoh/liqo. Halaqoh/liqo merupakan sebuah aktifitas inti dari gerakan PKS, dan menjadi pembatas antara anggota gerakan dan bukan anggota gerakan. Melalui keterlibatannya dalam halaqoh/liqo seseorang dikatakan sebagai bagian 96
Wawancara dengan Aan Rohana. Wawancara dengan Aan Rohana. 98 Lembaga Kajian Manhaj Tarbiyah, Manhaj Tarbiyah 1433, hal.157-158. 97
51
dari gerakan. Sehingga, proses halaqoh merupakan kewajiban bagi setiap anggota gerakan Tarbiyah/PKS. Halaqoh/liqo rutin dilakukan setiap sepekan sekali oleh seluruh kader gerakan. Di dalam halaqoh/liqo, anggota gerakan mengkaji ajaran Islam yang telah disusun kurikulumnya oleh struktur PKS. Selain mengkaji Islam, halaqoh/liqo juga sebagai sarana PKS untuk memberikan intruksi atau penjelasan yang berkaitan dengan politik atau gerakan. Anggota dalam setiap kelompok halaqoh/liqo biasanya antara delapan sampai dua belas orang. Dalam halaqoh/liqo, terdapat seorang guru atau ustad yang disebut murabbi. Murabbi merupakan orang yang menjadi guru dalam halaqoh/liqo, baik menyampaikan materi atau melanjutkan memberikan instruksi atau penjelasan dari struktur PKS. Dalam budaya gerakan Tarbiyah/PKS terdapat penghormatan yang luar biasa terhadap guru atau murabbi.99 Sebagaimana dijelaskan bahwa hak murabbi/naqib: didengar dan ditaati, diminta pendapat, dihargai dan dihormati, mengajukan permintaan bantuan untuk melaksanakan tugas, memutuskan kebijakan, membentuk kepengurusan halaqoh, mendapat pelatihan-pelatihan, dan mengajukan peserta tarbiyahnya untuk dinaikkkan ke jenjang tarbiyah yang lebih tinggi.100
L. Urgensi Rukun Bai’at Dalam Gerakan Rukun bai‟at
merupakan suatu hal
yang wajib dipahami
dan
diimplemtasikan bagi para anggota kader PKS. Rukun bai‟at disebut juga janji 99
Arief Munandar, Antara Jamaah dan Politik: Dinamika Habitus Kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam Arena Politik Indonesia Paska Pemilu 2004, hal.212. 100 Lembaga Kajian Manhaj Tarbiyah, Manhaj Tarbiyah 1433, hal.85-86.
52
setia anggota kepada gerakan Tarbiyah/PKS. Rukun ini sebenarnya dibuat oleh Hasan Al-Banna sebagai janji setia setiap anggota gerakan Ikhwanul Muslimin. Ada sepuluh rukun baiat: fahm (pemahaman), ikhlas, amal, jihad, tadhiyyah (pengorbanan), taat (ketaatan), tsabat (keteguhan), tajarrud (kemurnian), ukhwah (persaudaraan), dan tsiqoh (kepercayaan). Sebagaimana yang diungkapkan Suhada, seorang Ketua DPRa (Dewan Pengurus Ranting) Kelurahan Duri Kosambi, yang menjelaskan pemahamannya tentang rukun bai‟at: “Yang namanya rukun adalah kewajiban dan harus dipegang teguh. Kalau ada salah satu rukun tidak dilaksanakan, maka dia belum sempurna sebagai kader, apabila dia belum menjalankan kesepuluh rukun baiat itu. Kalau dia melanggar itu, sebaiknya dia harus mempelajari kembali rukun baiat itu”101
Sebagai manifestasi dari pemahaman Islam yang kaffah, rukun baiat merupakan syarat utama bagi kader dalam gerakan Tarbiyah/PKS. Lebih jauh, rukun bai‟at menurut Hasan Al-Banna merupakan sebuah keniscayaan dan harus dipenuhi oleh setiap kader gerakan agar dapat menunaikan tugasnya dalam jamaah (gerakan), dan tidak terpenuhinya salah satu rukun ini akan membuat seorang kader menjadi cacat, dan selanjutnya cacat pula gerakan oleh kader tersebut.102 Rukun bai‟at menjadi keharusan bagi gerakan PKS untuk disampaikan kepada kadernya. Rukun bai‟at disampaikan pada halaqoh/liqo dan secara khusus ada penugasan dari murabbi kepada binaannya untuk membaca dan menghapal rukun baiat ini. Menurut Said Hawwa, tanggung jawab pertama gerakan adalah
101
Wawancara dengan Suhada. Kader Jenjang Muntasib dan Ketua DPRa PKS Kelurahan Duri Kosambi, Jakarta. Wawancara dilakukan di Jakarta tanggal 25 Juli 2014. 102 Sa‟id Hawwa, Membina Angkatan Mujahid: Studi Analisis atas Konsep Dakwah Hasan Al-Banna dalam Risalah Ta‟lim, (Solo: Era Intermedia, 2000), hal. 135.
53
mewujudkan rukun-rukun bai‟at yang sepuluh kepada setiap individu, sebagai jalan untuk membangun gerakan Islam yang komprehensif (kaffah).103 Misalnya kader gerakan PKS sangat ditekankan untuk tsiqoh (percaya) dan taat (patuh) kepada pemimpin dan murabbi meraka. Percaya dan patuh kepada murabbi merupakan rukun bai‟at yang wajib dilaksanakan oleh setiap anggota gerakan. Menyangkut tsiqoh kepada pemimpin, Rahmat Abdullah mengatakan ”pemimpin menduduki posisi sebagai bapak dalam ikatan hati, posisi guru dalam suplai ilmu, syeikh dalam pembinaan ruhiyah dan panglima dalam kebijakan umum dakwah.”104 Sehingga, percaya dan patuh kepada pemimpin dan murabbi menjadi budaya dan tuntutan perilaku bagi setiap anggota gerakan Tarbiyah/PKS. Tabel 3: Rukun Bai‟at105 Rukun Bai’at
Penjelasan
Fahm (Pemahaman)
Yang dimaksud dengan pemahaman yaitu bahwa seorang kader harus yakin dan mengerti bahwa fikrah (ideologi) gerakan merupakan fikrah Islam yang bersih. Bahwa setiap kader dalam setiap kata-kata, aktivitas, dan jihadanya, semua semata-mata bertujuan untuk mencari ridha Allah dan pahalanya, tanpa mempertimbangkan apapun selain itu, seperti: harta, jabatan, gelar, dan lain-lain, sehingga dia menjadi pejuang gerakan, dan bukan menjadi pejuang kepentingan dan ambisi pribadi. Amal (aktivitas) merupakan buah dari ilmu dan keikhlasan. Beberapa tingkatan amal bagi seorang kader: perbaikan diri sendiri, pembentukan keluarga muslim, membimbing masyarakat, pembebasan tanah air dari penguasa asing, memperbaiki keadaaan
Ikhlas
Amal
103
Sa‟id Hawwa, Membina Angkatan Mujahid: Studi Analisis atas Konsep Dakwah Hasan Al-Banna dalam Risalah Ta‟lim, (Solo: Era Intermedia, 2000), hal. 135. 104 Rahmat Abdullah, Untukmu Kader Dakwah,(Jakarta: Pustaka Dakwatuna, 2004), hal.102. 105 Diolah dari Hasan Al-Banna, Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, (Solo: Era Intermedia, 2005).
54
Jihad
Tadhiyyah (Pengorbanan)
Taat (Kepatuhan)
Tsabat (Keteguhan)
Tajarrud (Kemurnian)
Ukhwah (Persaudaraan)
Tsiqoh (Kepercayaan)
pemerintah, menegakkan kepemimpinan dunia dengan penyebaran dakwah Islam di seantero negeri. Jihad adalah sebuah kewajiban yang tetap hukumnya hingga hari kiamat. Peringkat pertama jihad adalah pengingkaran dalam hati, dan peringkat terakhirnya adalah perang di jalan Allah. Sedangkan di antara keduanya terdapat jihad dengan lisan, pena, tangan, dan kata-kata yang benar dihadapan penguasa yang zalim. Tadhhiyyah adalah pengorbanan jiwa, harta, waktu, kehidupan, dan segala sesuatu yang dipunyai oleh seorang kader untuk meraih tujuan. Yang dimaksud dengan taat adalah menjalankan perintah dan merealisasikannya dengan serta merta, baik dalam keadaan sulit maupun mudah, saat bersemangat maupun malas Hasan Al-Banna menjelaskan bahwa seorang kader hendaknya menjadi seorang mujahid di jalan yang akan mengantarkan pada tujuan (tujuan gerakan atau mati syahid), walaupun jauh jangkauannya dan lama waktunya, sampai bertemu dengan Allah. Hasan Al-Banna memberikan penjelasan mengenai Tajarrud yaitu bahwa seorang kader harus membersihkan pola pikirnya dari berbagai prinsip nilai lain (yang di luar gerakan) dan pengaruh pribadi. Uhkwah dalam konsepsi Hasan Al-Banna adalah terikatnya hati dan nurani dengan ikatan aqidah, sehingga seorang kader gerakan melihat saudarasaudaranya lebih utama dari diri sendiri. Tsiqoh adalah rasa puasnya seorang tentara (kader) atas komandannya (pemimpinnya), dalam hal kapasitas kepemimpinannya maupun keikhlasannya, dengan kepuasan yang mendalam yang menghasilkan perasaan cinta, penghargaan, penghormatan, dan ketaatan.
M. Tingkatan/Jenjang Keanggotaan Dalam Gerakan Sebagai sebuah organisasi kader, ada tingkatan keanggotaan dalam gerakan PKS. Ada enam tingkatan keanggotaan gerakan tarbiyah, yaitu: pemula (tamhidi), muda (muayyid), madya (muntasib), dewasa (muntazhim), ahli („amil), purna (mas‟ulin). Setiap jenjang memiliki kriteria dan kewajiban yang berbeda. Semakin tinggi jenjang keanggotaan, maka kriteria dan kewajibannya akan semakin berat.
55
Dari keenam tingkatan tersebut dibagi lagi menjadi dua, yaitu kader pendukung dan kader inti. Kader pendukung adalah mereka yang berada di tingkat pemula (tamhidi) dan muda (muayyid), sedangkan kader inti adalah mereka yang berada pada tingkat madya (muntasib), dewasa (muntazhim), ahli („amil), purna (mas‟ulin).
Para
kader
dibina
melalui
halaqoh/liqo
yang
anggotanya
dikelompokkan berdasarkan tingkatan/jenjang yang sama dalam gerakan. Pada jenjang keanggotaan, seorang kader bisa naik ke jenjang yang lebih tinggi. Seorang kader yang akan naik ke jenjang yang lebih tinggi terlebih dahulu harus melewati atau melaksanakan kriteria atau standar yang telah ditetapkan oleh gerakan, yang disebut muasshofat tarbiyah. Setelah kader tersebut melaksanakan muasshofat dijenjangnya, maka dia akan mengikuti ujian kenaikan, yang disebut dauroh tarqiyah. Ketika seorang kader lulus dalam dauroh tarqiyah, maka dia akan naik ke jenjang di atasnya. Ada konsekuensi bagi kader di setiap jenjangnya terhadap penugasan mereka di struktur partai PKS. Bagi kader pendukung (pemula dan muda), mereka menjadi anggota biasa dalam struktur DPRa (Dewan Pengurus Ranting) setingkat kelurahan. Pada level madya seorang kader ditugaskan menjadi pimpinan dalam struktur DPRa atau menjadi anggota dalam struktur di atasnya yaitu DPC (Dewan Pengurus Cabang) tingkat kecamatan. Selanjutnya pada level dewasa, biasanya mereka ditugaskan menjadi pimpinan tingkat DPC atau menjadi pimpinan pada tingkat DPD (Dewan Pengurus Daerah) setingkat kota madya atau kabupaten atau anggota pada tingkat DPW (Dewan Pengurus Daerah) setingkat provinsi. Kemudian jenjang ahli, kader
56
pada level ini menjadi pimpinan pada level DPW atau anggota pada level DPP (Dewan Pengurus Pusat). Pada level kader Purna, seorang kader ditugaskan menjadi pimpinan DPP dan/atau Majelis Syuro.106 Tabel 4: Jenjang kader dan penugasan dalam struktur PKS107 Jenjang Keanggotaan Pemula (Tamhidi) Seseorang yang memiliki sifat terpuji, perangai Islam asasi, tidak terkotori syirik dan tidak memiliki hubungan dengan institusi yang memusuhi Islam.
Tujuan atau Muasshofat Tarbiyah
Jabatan dalam Struktur PKS
1. Memperkenalkan prinsip-prinsip umum Islam, baik aqidah, syariah, maupun akhlaq. 2. Memunculkan lingkungan yang sesuai untuk berkomitmen kepada prinsip-prinsip Islam. 3. Memperkokoh kecenderungan peserta untuk berkomitmen kepada prinsip-prinsip Islam. 4. Mengembangkan sifat-sifat terpuji dan perangai Islam asasi yang ada pada perserta melalui kajian terhadap ilmu-ilmu marhalah (bidang studi) 5. Membentuk berbagai kecenderungan dan orientasi-orientasi positif menuju penyebarluasan fikrah (pola pikir) Islam, dan memberi perhatian kepada berbagai problematika dunia Islam. 6. Meneliti tingkat kredibilitas berbagai kecendrungan dan orientasi-orientasi positif yang dimiliki oleh peserta tersebut.
Anggota dalam struktur DPRa PKS (Dewan Pengurus Ranting) setingkat Kelurahan.
1. Menguasai ilmu-ilmu dan nilai-nilai yang diambil dari Qur‟an, sunnah, dan sirah salafush shalih sesuai dengan marhalahnya. 2. Mengenal sejumlah tokoh-tokoh
Anggota dalam struktur DPRa PKS (Dewan Pengurus Ranting) setingkat
Muda (Muayyid) Seorang tamhidi yang mendukung fikrah, memiliki perhatian untuk menyebarluaskannya, 106
Diolah melalui hasil wawancara dengan Aan Rohana, Sugianto, dan Rahmat Aziz. Diolah dari Arief Munandar, Antara Jamaah dan Politik: Dinamika Habitus Kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam Arena Politik Indonesia Paska Pemilu 2004, hal.177-179, buku Manhaj Tarbiyah 1427 H, dan hasil wawancara dengan Aan Rohana, Sugianto, dan Rahmat Aziz. 107
57
memiliki perhatian terhadap problematika kaum muslimin secara umum, dan mempelajari sebagian daripada konsepkonsep asasi dakwah.
3.
4.
5.
6.
7.
Islam, ulama, dan mujahid yang Kelurahan. berkhidmat untuk Islam. Mengetahui urgensi dan keharusan beramal jama‟i untuk berkhidmat demi Islam dan kaum muslimin. Memiliki kemampuan untuk memilih jamaah yang dapat mewujudkan pemahaman Islam yang benar. Menghiasi diri dengan akhlaq Islam dan bertata krama dengan adabadabnya, baik lahir maupun batin. Menanamkan perhatian untuk menyebarluaskan fikrah Islam dan perhatian kepada berbagai problematika kaum muslimin. Menanamkan kebiasaan untuk indibath (disiplin) dan tidak menyianyiakan waktu.
Madya (Muntasib) Seseorang yang memenuhi segala persyaratan muayyid dan berada di dalam barisan pada tangga pertama keterikatan di mana ia melaksanakan berbagai tugas dakwah yang dibebankan kepadanya dan membela dakwah.
1. Memperkokoh pengetahuan peserta mengenai urgensi dan kemestian komitmen ilmiah dan manajerial. 2. Memperhatikan berbagai hakikat dan nilai-nilai yang ada dalam manhaj pada aspek pemahaman dan penguasaan. 3. Membekali peserta dengan berbagai kemahiran yang menjadi sasaran pada ilmu-ilmu marhalah, kegiatankegiatannya, serta pelatihanpelatihannya. 4. Mengembangkan berbagai orientasi dan kecenderungan positif berupa perhatian, obsesi, semangat, dan pengorbanan untuk dakwah. 5. Memikul tanggung jawab dan tugas kerja-kerja dakwah yang dibebankan kepada peserta dengan memperhatikan aspek ketelitian dan itqan (profesionalisme). 6. Berperan serta aktif dalam membentuk rumah tangga dan masyarakat yang Islami. 7. Merealisasikan rukun-rukun dan adab-adab usrah.
Pimpinan dalam struktur DPRa atau menjadi anggota dalam struktur di atasnya yaitu DPC (Dewan Pengurus Cabang) tingkat kecamatan.
1. Memperkokoh berbagai kemahiran
Pimpinan tingkat
Dewasa (Muntazhim) Muntasib yang
58
melaksanakan semua tugas dan beban yang diminta, disertai pengenalan terhadap berbagai keadaan gerakan dakwah dan sejarahnya, dan ia merupakan batu bata asasi di dalamnya.
yang diperoleh pada marhalah muntasib dan meningkatkan profesionalismenya. Memberikan perhatian terhadap berbagai hakikat, nilai, dan kemahiran yang menjadi target pada ilmu-ilmu marhalah serta pelatihanpelatihannya. Memberikan berbagai kemahiran yang ditargetkan pada marhalah ini dengan cara melaksanakan berbagai kegiatan, dan ikut serta secara aktif dalam berbagai pelatihan. Berkorban secara maksimal dalam melaksanakan berbagai tugas dan beban yang diminta darinya. Istifadah (mengambil manfaat) berdasarkan pemahaman, isti‟ab (penguasaan), analisis, dan penggalian dari sejarah gerakan dakwah dan berbagai kondisi yang dilaluinya. Berkomitmen terhadap berbagai pedoman dan keputusan yang dikeluarkan oleh berbagai institusi gerakan dakwah. Bekerja dengan sungguh-sungguh untuk menyempurnakan berbagai unsur keteladanan pada diri dan rumah tanggganya.
DPC (Dewan Pengurus Cabang) setingkat kecamatan, pimpinan pada tingkat DPD (Dewan Pengurus Daerah) setingkat kota madya atau kabupaten, dan anggota tingkat DPW (Dewan Pengurus Daerah) setingkat Provinsi.
1. Memperkokoh segala hal yang telah dipelajari pada marhalah muntazhim. 2. Memberikan perhatian terhadap berbagai hakikat, nilai, dan kemahiran, berikut dalil-dalil syar‟inya. 3. Memberikan berbagai kemahiran yang ditargetkan pada ilmu-ilmu dan kegiatan-kegiatan marhalah ini dengan berbagai pelatihannya. 4. Berkomitmen dengan sempurna kepada sasaran nilai-nilai marhalah yang berupa mazahir sulukiyah (tampilan perilaku). 5. Mengembangkan berbagai kecenderungan dan orientasi positif untuk hal-hal yang menjadi
Pimpinan pada level DPW (Dewan Pengurus Wilayah) setingkat provinsi atau anggota pada level DPP (Dewan Pengurus Pusat).
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Ahli (‘Amil) Seorang muntazhimin yang telah memiliki keahlian dan berjanji setia untuk bekerja sesuai dengan nizham asasi (pedoman pokok) gerakan dakwah, serta mengerahkan secara efektif diri dan hartanya.
59
konsekuensi marhalah, baik berupa beban, tanggung jawab, maupun pengorbanan. 6. Menyiapkan dan memberikan keahliah untuk menjadi da‟i yang teladan yang mencerminkan dakwah, baik pada aspek pemikiran maupun pengamalan, baik pada dirinya sendiri, maupun dalam rumah tangganya, dengan cara merealisasikan rukun-rukun bai‟at dan segala hal yang terkandung di dalamnya, yang berupa pokokpokok, maupun kewajibankewajiban. 7. Membantu peserta dengan segala hal yang memberinya ruang penuh untuk berkontribusi, efektifitas pelaksanaan, dan produktifitas. 8. Melatih dan memberikan keahlian kepada peserta, serta membekalinya dengan berbagai kemahiran leadership dan manajemen rabbani (yang berorientasi ketuhanan). Purna (Mutakhasis/Mas’ulin) Seorang „amil yang memiliki keahlian ilmiah dan syar‟iyah (syariat Islam), dan kesiapan untuk memimpin serta melaksanakan bebanbeban kepemimpinan itu.
1. Menghiasi peserta dengan sifat-sifat pemimpin yang menjadi teladan, dan berbagai seni kepemimpinan yang termaktub dalam risalah-risalah yang khusus untuk itu. 2. Melakukan pekerjaan-pekerjaan yang bernilai tinggi dan berpengaruh besar untuk berkhidmat kepada gerakan dakwah dengan penuh keikhlasan dan totalitas. 3. Membekali diri dengan berbagai ilmu yang bermanfaat dalam rangka menunaikan amal-amal yang dituntut oleh syari‟at untuk merealisasikan tujuan-tujuan gerakan dakwah. 4. Membekali diri dengan berbagai hakikat, nilai, dan kemahiran yang termaktub dalam manhaj marhalah mutakhasis. 5. Mewakafkan kehidupan umum dan khususnya untuk dakwah, dan menyiapkan rumah tangganya untuk itu secara kontinyu dan berkesinambungan.
60
Pimpinan DPP (Dewan Pengurus Pusat) dan/atau Majelis Syuro.
N. Kasus Kuota Impor Daging Sapi yang Menjerat Luthfi Hasan Ishaaq Diketahui bahwa Luthfi Hasan Ishaaq terlibat dalam korupsi kuota impor daging sapi di Kementrian Pertanian. Luthfi ditangkap karena terbukti menerima suap dan dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 5 ayat 1 atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.108 Sebelum Luthfi Hasan Ishaaq ditetapkan sebagai tersangka, KPK terlebih dahulu menangkap tangan tiga orang yang juga terlibat kasus tersebut, yaitu: Ahmad Fatanah, Arya Abdi Effendi, dan Juard Effendi. Ahmad Fatanah adalah orang dekat dari Luthfi Hasan Ishaaq, sedangkan Arya Abdi Effendi dan Juard Effendi adalah direktur PT. Indoguna Utama, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang impor daging sapi. Kronologi penangkapan ketiganya bermula dari laporan masyarakat kepada KPK terkait adanya serah-terima suap terkait pengaturan kuota impor daging sapi di Kementrian Pertanian. Ketiga orang tersebut (Ahmad Fatanah, Arya Abdi Effendi, dan Juard Effendi) diketahui mengadakan pertemuan di kantor PT. Indoguna Utama pada hari Selasa, 29 Januari 2013 untuk melakukan serahterima suap.109 Setelah serah-terima suap di kantor PT. Indoguna Utama, Ahmad
108
Kompas.com, Kronologi Tangkap Tangan Kasus yang Diduga Libatkan Luthfi. Lihat: http://nasional.kompas.com/read/2013/01/30/22182591/Kronologi.Tangkap.Tangan.Kasus.yang.D iduga.Libatkan.Luthfi. Diunduh pada tanggal 13 Juli 2014. 109 Antara News, Kronologi Penangkapan Tersangka Suap Impor Daging. Lihat: http://www.antaranews.com/berita/355857/kronologi-penangkapan-tersangka-suap-impor-daging. Diunduh pada tanggal 13 Juli 2014.
61
Fatanah pergi ke Hotel Le Meridien dan ditangkap pada saat itu juga oleh KPK pada pukul 22.20 WIB. Dari tangan Ahmad Fatanah KPK mendapatkan barang bukti uang Rp.1 Milyar dan beberapa buku tabungan yang digunakan dalam serah-terima suap tersebut.110 Dalam gelar perkara yang dilakukan, KPK menetapkan bahwa Luthfi Hasan Ishaaq terlibat dalam suap kuota impor daging sapi tersebut.111 Luthfi didakwa karena kapasitasnya sebagai penyelenggara negara, yaitu anggota Komisi I DPR-RI periode 2009-2014. Sebagaimana diketahui, Luthfi Hasan Ishaaq pada saat itu juga menjabat sebagai Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Keterlibatan Luthfi Hasan Ishaaq terbukti dari kaitannya dengan Maria Elizabeth Liman. Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),
Maria
Elizabeth Liman sebagai Direktur Utama PT. Indoguna Utama yang terbukti menyuap Luthfi Hasan Ishaaq sebesar Rp.1,3 Milyar melalui Ahmad Fatanah.112 Elizabeth meminta kepada Luthfi untuk mengurus penambahan kuota impor sapi yang diajukan PT. Indoguna Utama di Kementrian Pertanian. Pembahasan ini berlangsung dan dihadiri oleh Maria Elizabeth Liman, Luthfi Hasan Ishaaq,
110
Kompas.com, Kronologi Tangkap Tangan Kasus yang Diduga Libatkan Luthfi. Lihat: http://nasional.kompas.com/read/2013/01/30/22182591/Kronologi.Tangkap.Tangan.Kasus.yang.D iduga.Libatkan.Luthfi. Diunduh pada tanggal 13 Juli 2014. 111 Antara News, Kronologi Penangkapan Tersangka Suap Impor Daging. Lihat: http://www.antaranews.com/berita/355857/kronologi-penangkapan-tersangka-suap-impor-daging. Diunduh pada tanggal 13 Juli 2014. 112 Tempo.Co, Bos PT. Indoguna Didakwa Menyuap Luthfi Hasan. Lihat: http://www.tempo.co/read/news/2014/03/11/063561375/Bos-PT-Indoguna-Didakwa-MenyuapLuthfi-Hasan-. Diunduh pada tanggal 13 Juli 2014.
62
Ahmad Fathanah, dan Elda Devianne Adiningrat di Restoran Angus Steak House at Chase Plaza, Jakarta Selatan pada tanggal 10 Januari 2013.113 Dalam dakwaan Jaksa penuntut umum di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi disebutkan bahwa keterlibatan Maria Elizabeth Liman dan Luthfi Hasan Ishaaq. Sebagaimana dikutip oleh Tempo: "Pemberian uang atau janji tersebut agar Luthfi menggunakan kedudukannya untuk mempengaruhi pejabat Kementerian Pertanian agar memberi persetujuan permohonan penambahan kuota impor daging sapi tahun 2013," kata jaksa Supardi saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa, 11 Maret 2013.114
Akhirnya pada pada tanggal 30 Januari 2013, sehari setelah ditangkapnya Fatanah, Arya, dan Juard, Luthfi Hasan Ishaaq ditangkap oleh KPK di kantor DPP PKS di Jalan TB. Simatupang, Jakarta Selatan. Kemudian melalui pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Luthfi Hasan Ishaaq divonis hukuman 16 tahun penjara dan denda sebesar Rp. 1 Milyar. Putusan ini dibacakan oleh hakim Gusrizal hari Senin 9 Desember 2013. Menurut hakim, Luthfi Hasan Ishaaq terbukti melanggar dua pasal terkait tindak pidana korupsi. Pertama, Luthfi terbukti bersalah melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.115 Dia terbukti mengupayakan penambahan
113
Tempo.Co, Bos PT. Indoguna Didakwa Menyuap Luthfi Hasan. Lihat: http://www.tempo.co/read/news/2014/03/11/063561375/Bos-PT-Indoguna-Didakwa-MenyuapLuthfi-Hasan-. diunduh pada tanggal 13 Juli 2014. 114 Tempo.Co, Bos PT. Indoguna Didakwa Menyuap Luthfi Hasan. Lihat: http://www.tempo.co/read/news/2014/03/11/063561375/Bos-PT-Indoguna-Didakwa-MenyuapLuthfi-Hasan-. diunduh pada tanggal 13 Juli 2014. 115 Tempo.Co, Luthfi Hasan Divonis 16 Tahun Penjara. Lihat: HTTP://WWW.TEMPO.CO/READ/NEWS/2013/12/09/063535962/LUTHFI-HASAN-DIVONIS16-TAHUN-PENJARA-. diunduh pada tanggal 13 Juli 2014.
63
kuota impor untuk PT. Indoguna Utama dan dengan kewenangannya sebagai anggota DPR-RI menggerakkan Menteri Pertanian Suswono untuk bertemu dengan Maria Elizabeth Liman dengan imbalan Rp. 40 Milyar apabila berhasil. Kedua, Luthfi juga di jerat karena terbukti melanggar Pasal 3 huruf a,b,c dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang, serta Pasal 3 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian uang.116 Menurut hakim, jumlah kekayaan Luthfi tidak sesuai dengan pendapatannya sebagai anggota DPR-RI.
116
Tempo.Co, Luthfi Hasan Divonis 16 Tahun Penjara. Lihat: HTTP://WWW.TEMPO.CO/READ/NEWS/2013/12/09/063535962/LUTHFI-HASAN-DIVONIS16-TAHUN-PENJARA-. diunduh pada tanggal 13 Juli 2014.
64
BAB IV FRAMING PKS DAN FAKTOR PENDUKUNGNYA
A. Reinterpretasi Masalah: Konspirasi dan Luthfi Hasan Ishaaq
Tidak Bersalah “Pada kesempatan ini, kalau dia (Luthfi Hasan Ishaaq) menonton acara ini, saya ingin mengatakan kepadanya bahwa saya “mencintainya”, dan seluruh pegurus, pimpinan, dan kader PKS “mencintai” beliau. Kita juga percaya kepada integritas beliau, kita sepenuhnya tsiqoh (percaya). Tetapi yang dihadapi oleh PKS hari ini adalah sebuah konspirasi besar yang bertujuan ingin menghancurkan partai ini. Dan menurut saya, peristiwa besar ini insya-Allah akan menjadi hentakkan sejarah yang akan membangunkan macan tidur PKS. Saya yakin Allah SWT mengirimkan sebuah isyarat besar kepada kita semuanya bahwa ini adalah momentum pembenahan diri sekaligus momentum kebangkitan PKS. “Saya yakin ini bukanlah hari-hari mudah yang akan kita lalui, tapi kita pasti bisa melaluinya Insya-Allah. Kita pasti bisa melalui hari-hari yang sulit ini asalkan kita mengetahui tiga syarat untuk bisa melaluinya. Pertama adalah memohon pertolongan kepada Allah Swt.... Syarat yang kedua Ihkwah sekalian adalah kebersamaan kita semuanya, ukhwah, persaudaraan, soliditas itu yang harus kita jaga.... Kita pasti bisa melalui ini apabila kita bergandengan tangan, kalau kita saling bersatu, kalu kita saling menyatukan diri kita atas nama cinta kepada Allah Swt.... Syarat ketiga adalah kerja keras. Hari ini saya ingin katakan kepada antum semuanya dan seluruh kader-kader PKS yang menonton acara ini.... Bahwa berlaku ayat Allah Swt “lambung mereka tidak bersahabat dengan tempat tidur”, tidak ada waktu tidur sejak saat ini saudara-saudar sekalian....Dan saya percaya dengan pertolongan Allah dan dengan kebersamaan kita, tidak akan ada satupun kekuatan di dunia maupun di negeri ini yang akan menghancurkan gerakan ini.”117
Pidato di atas merupakan orasi politik pertama Anis Matta setelah ditetapkan
sebagai
Presiden
PKS
menggantikan
Luthfi
Hasan
Ishaaq.
Penunjukkan Anis Matta sebagai Presiden PKS terjadi satu hari setelah Luthfi Hasan Ishaaq ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK dan mengundurkan diri sebagai Presiden PKS. Pidato tersebut, menjadi salah satu poin utama dalam
117
Pidato Politik Perdana Anis Matta sebagai Presiden PKS menggantikan Luthfi Hasan Ishaaq di kantor DPP PKS Jl. Sisingamangaraja, Jakarta Selatan, tanggal 1 Februari 2013. Dapat diakses di http://www.youtube.com/watch?v=DL_xGMLcStE. Diunduh pada tanggal 10 Agustus 2014.
65
proses framing PKS kepada kadernya dalam kasus kuota impor daging sapi di Kementrian Pertanian yang melibatkan Luthfi Hasan Ishaaq. Pidato tersebut merupakan bentuk framing yang sengaja diciptakan oleh elit/pimpinan PKS untuk menjaga soliditas dan mencegah kegaduhan dalam intenal kader PKS. Berdasarkan pengakuan Supriadi, seorang narasumber jenjang muntasib/madya, bahwa pidato Anis Matta sengaja disiarkan di beberapa televisi swasta. Narasumber ini mengatakan: “PKS sengaja mengundang TV One dan Metro TV dan membayar kedua stasiun televisi tersebut untuk menyiarkan pidato Ustad Anis Matta tersebut. Tujuannya agar semua kader di Indonesia bisa mendengar langsung orasi Ustad Anis Matta”.118
Bukti lain, bahwa pidato tersebut sengaja dilakukan untuk mem-framing kader mereka adalah dengan melihat bahasa yang digunakan Anis Matta. Anis Matta dalam pidato tersebut menggunakan bahasa dan istilah-istilah yang sering dipakai dalam Gerakan Tarbiyah/PKS. Misalnya menggunakan kata “Ikhwah (saudara) dan antum” untuk menyebut audiens dalam pidato, tsiqoh (percaya), dan ukhwah (persaudaraan). Tujuannya adalah agar framing tersebut secara maksimal bisa diterima oleh kader, karena bahasa yang digunakan adalah bahasa ideologis dan mencerminkan identitas mereka. Dalam pidato tersebut, pada level diagnostik terdapat dua framing yang disampaikan oleh Anis Matta. Pertama, bahwa adanya ancaman yang ditujukan kepada gerakan PKS melalui konspirasi. Mengenai konspirasi ini, Suhada, seorang kader jenjang muntasib (madya) mengatakan:
118
Wawancara dengan Supriadi. Kader Jenjang Muntasib dan tidak masuk dalam struktur PKS, karena statusnya sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil), Jakarta. Wawancara dilakukan di Jakarta, tanggal 7 Juli 2014.
66
“Berkali-kali presiden, Ustad Anis Matta memberikan penjelasan terkait konsprirasi kasus Ustad Luthfi, bahwa itu adalah benar-benar konspirasi yang ingin menjatuhkan PKS. Bahkan target dari musuh kita adalah membubarkan PKS, supaya partai dakwah ini tidak lagi berkecimpung di politik Indonesia, karena partai ini merupakan ancaman bagi musuh-musuh PKS”119
Kedua, framing yang menyatkan bahwa Luthfi Hasan Ishaaq tidak bersalah. Pada pembukaan pidato tersebut Anis Matta mengatakan “bahwa saya mencintainya (Luthfi Hasan Ishaaq), dan seluruh pegurus, pimpinan, dan kader PKS “mencintai” beliau”. Ini memperlihatkan bahwa struktur PKS melakukan framing bahwa Luthfi Hasan Ishaaq tidak bersalah. Menurut penulis, hal ini bertujuan agar para kader tetap percaya pada gerakan atau pimpinannya. Mengenai
ini,
Rahmat
Aziz,
seorang
kader
level
muntazhim/dewasa
mengungkapkan: “Tujuan Ustad Luthfi dijadikan tersangka sangat banyak kejanggalan. Nanti kamu akan lihat sendirilah kejanggalan-kejanggalannya, saya sendiri juga tau dari media dan pengamat yang kemudian benar. Contoh, kasus Ustad Luthfi dibilang ketangkap tangan. Kasus ketangkap tangan itu apa? Kan definisinya tidak jelas. Yang ketangkap tangan Fathanah, itu kan hanya pengakuan Fathanah. Kamu bisa saja dijebak begitu juga. Misalnya kamu di rumah dan yang ketangkap tangan teman kamu. Yang ketangkap tangan siapa, kemudian kamu dihubunghubungkan”120
Pengakuan yang sama terjadi pada level kader yang lebih rendah, bahwa mereka percaya bahwa kasus korupsi Luthfi Hasan Ishaaq merupakan sebuah konspirasi. Suhada menjelaskan bahwa dia memberikan penjelasan dan intruksi kepada kader-kadernya di DPRa Duri Kosambi terkait kasus Luthfi Hasan Ishaaq. Suhada menjelaskan pengalamannya ketika memberikan penjelasan kasus Luthfi Hasan Ishaaq kepada kader-kader di kelurahannya:
119
Wawancara dengan Suhada. Kader Jenjang Muntasib dan Ketua DPRa PKS Kelurahan Duri Kosambi, Jakarta. Wawancara dilakukan di Jakarta tanggal 25 Juli 2014. 120 Wawancara dengan Rahmat Aziz.
67
“Mengadakan pertemuan rutin kader setiap sebulan sekali, kemudian pada moment itu kita sampaikan bahwa musibah atau hal yang menimpa Ustad Luthfi merupakan sesuatu hal yang direncanakan oleh musuh-musuh kita atau disebut konspirasi, informasi ini kita dapat dari pemimpin kita yang lebih tinggi, dan kami sampakan kepada kader, bahwa informasi yang diberitakan oleh media terkait kasus Ustad Luthfi itu tidak benar dan menghimbau kepada seluruh kader untuk tidak mempercayai pemberitaan yang ada di media cetak atau elektonik. Informasi yang utama dikonsumsi oleh kader adalah informasi yang berasal dari struktur, selain itu (media) adalah informasi yang “abangan””.121
Penulis menemukan bahwa framing terhadap kasus Luthfi Hasan Ishaaq tidak berhenti setelah pidato Anis Matta. PKS melakukan apa yang disebut dengan LT3Besar (Liqo Tarbawi menuju kemenangan 3 Besar) paska terjadinya kasus Luthfi Hasan Ishaaq. LT3Besar diadakan setiap satu bulan sekali. Kegiatannya seperti pengajian di mana seluruh kader tingkat DPRa wajib mengikutinya. Materi yang sampaikan dalam LT3Besar berupa tausiah dan intruksi/penjelasan terkait isu-isu yang berkaitan dengan gerakan (PKS). Forum LT3Besar selain tempat memobilisasi kader dalam merancang kegiatan partai, juga menjadi tempat di mana framing itu ditransformasikan dari pemimpin gerakan ke kadernya. Artinya, LT3Besar menjadi tempat untuk “menjaga” kader PKS dari informasi luar, khususnya media yang mereka anggap telah salah dalam memberitakan kasus Luthfi Hasan Ishaaq. LT3Besar menjadi salah satu (selain halaqoh/liqo) tempat resmi partai dalam menjelaskan hal yang terkait dengan PKS pada umumnya dan kasus Luthfi Hasan Ishaaq khusunya. Menurut mereka informasi yang benar adalah informasi yang disampaikan oleh struktur gerakan/partai bukan oleh media, dan LT3Besar menjadi salah satu tempatnya.122
121
Wawancara dengan Suhada. Diolah dari wawancara dengan Rahmat Aziz, Suhada, Sugianto, dan Sutrisna.
122
68
Yang mengherankan, ketika penulis bertanya mengenai konspirasi. Aan Rohana yang kapasitasnya sebagai anggota Majelis Syuro PKS menjelaskan “ini adalah konspritasi dari pihak luar yang tidak senang dengan dakwah yang PKS lakukan”. Lebih jauh penulis bertanya mengenai siapa menurut PKS pelaku konspirasi tersebut? Aan Rohana menjawab “Di kalangan kami tidak ada pembahasan tentang itu (pelaku konspirasi)”.123 Artinya, secara faktual framing tentang konspirasi sebenarnya tidak kredibel, karena gerakan tidak mampu menjelasakan siapa pelaku konspirasi tersebut kepada kadernya. Terkait dengan framing konspirasi yang dikatakan Anis Matta, penulis menemukan bahwa tidak ada isu-isu konspirasi global, konspirasi yang dimengerti oleh kader PKS adalah bersifat lokal. Sejauh kader-kader PKS yang penulis wawancara, mereka tidak menyinggung adanya konspirasi secara global, misalnya ada: konspirasi Yahudi, Kristen, atau Barat. Framing diagnostik dalam gerakan Islamis biasanya ditujukan pada ketiga entitas tersebut (Yahudi, Kristen, atau Barat). Konspirasi yang dimengerti oleh kader-kader PKS pada kasus ini bersifat lokal. Misalnya merujuk pada lawan-lawan politik PKS yang mereka anggap berlawan secara ideologis dengan PKS. Suhada mengatakan: “Bahwa pergerakan PKS, tujuan politiknya cukup bagus menurut saya: ingin memperbaiki negeri dengan ajaran Islam secara menyeluruh, ini diketahui oleh lawan-lawan politik kita yang bersebrangan dengan ideologi, dan ini mengancam eksistensi ideologi mereka. Dan mereka berusaha untuk menghentikan gerakan dakwah kita”.124
123
Wawancara dengan Aan Rohana. Wawancara dengan Suhada.
124
69
B. Bingkai Motivasi: Kewajiban dan Insentif
Pada bingkai motivasi, penulis menemukan dua alasan mengapa kader PKS masih ikut terlibat dalam aksi-aksi kolektif gerakan PKS, yaitu faktor kewajiban ideologis dan adanya insentif. Pertama, kewajiban ideologis mengacu bahwa aksi-aksi mereka adalah sebuah kewajiban dan kemuliaan. Bahwa keterlibatan seorang kader dalam gerakan merupakan sebuah kewajiban dan kemuliaan karena kerja yang mereka lakukan dalam rangka berjuang menegakkan agama Tuhan (dakwah). Pada kasus korupsi yang menimpa Luthfi Hasan Ishaaq, struktur atau elit PKS melakukan motivasi ulang kepada kadernya agar tidak terpengaruh dan tetap bekerja atau loyal kepada partai. Misalnya, dengan memotivasi bahwa kader harus tetap melanjutkan kerja-kerja dakwah yang bertujuan untuk memperbaiki masyarakat dengan nilai-nilai Islam. Sebagaimana dijelaskan Suhada: “Tujuan dakwah adalah memperbaiki umat agar sesuai dengan pemikiran kita.... Bagaimana memperbaiki negeri ini dengan Islam yang rahmatan lil alamin... Kenapa masih terlibat di PKS, sebelum dibentuk partai, jamaah kita adalah jamaah dakwah, yang menjadi tugas kita adalah memberikan kesadaran kepada masyarakat tentang pentingnya menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan, baik dalam diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan negara.... Karena kami sangat yakin, bahwa aturan Islam yang berasal dari al-Quran sangat tepat diterapkan untuk seluruh kompnen dunia. Jadinya, berdakwah pada diri, masyarakat dan keluarga sudah kita lakukan, maka kita juga perlu berdakwah di pemerintahan atau negara, untuk memperbaiki negeri ini, maka kami membuat partai karena efektifitasnya cukup besar. Sehingga kita bisa membuat aturan atau nilai-nilai yang sesuai dengan tujuan dakwah”125
Suhada melanjutkan bahwa gerakan PKS tidak mengenal figuritas. Artinya kerja-kerja kader-kader PKS merupakan kerja dakwah. Ada ataupun tidaknya kasus Luthfi Hasan Ishaaq, dia akan tetap terlibat dalam gerakan PKS. Sugianto
125
Wawancara dengan Suhada.
70
juga menjelaskan bahwa “pemasangan atribut partai dilakukan dengan sukarela, ikhlas karena Allah, karena kerja-kerja kita adalah kerja dakwah”.126 Framing motivasi dengan merujuk pada kewajiban dan kemuliaan ideologis merupakan faktor yang signifikan dalam menjaga kader PKS untuk terlibat dalam gerakan. Dari penjelasan di atas, faktor kewajiban untuk berdakwah dan menerapkan nilai-nilai Islam dalam masyarakat dianggap oleh anggota gerakan sebagai sebuah kemuliaan. Kerja-kerja dakwah dianggap mereka sebagai aktifitas yang mulia, karena untuk menerapkan nilai-nilai Tuhan dan mengharapkan balasan pahala dari Tuhan. Sehingga timbul kebanggaan dan pengorbanan pada diri mereka untuk tetap terlibat dalam gerakan. Sebagaimana penuturan Sugianto: “PKS adalah partai dakwah, jadi kader-kader PKS adalah kader dakwah, adalah kader yang sudah menginfaqkan dirinya untuk dakwah atau untuk umat, jadi tujuan utama kader dakwah adalah mardhatillah, atau untuk mendapatkan pahala.... Apa yang kita berikan untuk dakwah, bukan apa yang kita terima oleh dakwah.”127
Faktor kedua yang memotivasi kader PKS untuk tetap terlibat dalam kerjakerja gerakan adalah adanya insentif-insentif yang mereka dapatkan. Insentif dibagi menjadi dua yaitu insentif selektif dan insentif solider. Insentif selektif berupa keuntungan-keuntungan material yang di dapatkan ketika bergabung atau menjadi anggota gerakan. Sedangakan insentif solider, partisipasi dalam gerakan memberikan imbalan psikologis dan emosional.128
126
Wawancara dengan Sugianto. Wawancara dengan Suhada. 128 Carrie Rosefsky Wickham dalam Quintan Wiktorowicz (edt), Aktivisme Islam: Pendekatan Teori Gerakan Sosial, hal.518-519. 127
71
Alasan mengapa kader PKS tetap terlibat dalam kerja-kerja gerakan karena alasan adanya insentif selektif yang mereka dapatkan. Misalnya, anggota gerakan PKS yang belum menikah menginginkan mendapatkan pasangan hidup/ jodoh dengan sesama anggota gerakan. Karena menurut mereka, kader PKS merupakan orang-orang yang baik dalam pemahaman ke-Islaman dan pengaplikasiannya. Jadi, kalau mereka keluar dari gerakan, akan menutup kemungkinan mereka mendapatkan jodoh kader PKS yang menurut mereka mempunyai kelebihan dalam pemahaman dan pengaplikasian nilai-nilai ke-Islaman. Menurut penemuan penulis, Insentif selektif kedua adalah adanya jaringan pertemanan. Jaringan pertemanan ini dalam beberapa hal membantu mereka untuk mendapatkan pekerjaan dan keterampilan.129 Jaringan dalam gerakan ini juga mempermudah mereka ketika berada di tempat yang jauh (luar kota atau luar negeri), artinya kader di tempat lain memungkinkan membantu mereka dalam berbagai hal. Hal ini menurut mereka karena adanya kesamaan fikrah/pemikiran sesama anggota gerakan.130 Sedangkan insentif solider yang mereka dapatkan berupa kepuasan secara psikologis karena diberdayakan dan menjalin hubungan emosional yang intim sesama anggota gerakan. Misalnya ketika bertemu, mereka berjabat tangan dan berpelukan, kemudian memanggil dengan sebutan khusus seperti akhi, atau ukhti. Artinya, partisipasi juga mendorong suatu kepuasan perasaan menjadi bagian dan
129
Wawancara dengan Obi Alim. Kader Jenjang Muayyid/muda dan mengurusi dakwah sekolah di kecamatan Cengkareng. Wawancara dilakukan di Jakarta, tanggal 21 Agustus 2014. 130 Diolah melalui wawancara dengan Sutrisna. Kader Jenjang Muayyid/muda dan anggota DPRa PKS Duri Kosambi, Jakarta. Wawancara dilakukan di Bekasi, tanggal 21 Agustus 2014.
72
keintiman dengan teman-teman yang didasarkan pada komitmen dan rutinitas bersama.131 Faktor insentif solider lainnya yaitu, mereka secara psikologis merasa diberdayakan sebagai seorang kader. Biasanya, setiap kader PKS diberikan tugas untuk melakukan dakwah di sekto-sektor tertentu, misalnya: menjadi pengurus partai, mengurus dakwah sekolah, dan mengurus yayasan-yayasan milik kader PKS. Pemberdayaan untuk mengurus sektor-sektor dakwah tertentu membuat seorang anggota gerakan PKS merasa dibutuhkan dan diberdayakan. Sehingga ada perasaan penghargaan dan pengakuan mereka sebagai manusia. Konsekuensi dari insentif solider yang dialami kader PKS berupa perasaaan diberdayakan dan keintiman menjalin hubungan yang intens sesama anggota gerakan, pada akhirnya menimbulkan kenyamanan dan kekhwatiran bagi kader PKS. Bahwa mereka menjadi semakin nyaman berada dalam gerakan dan mereka akan merasa khawatir tidak memdapatkan keintiman hubungan dan rasa diberdayakan ketika keluar dari gerakan. Sebagaimana penuturan Obi Alim seorang kader muayyid/muda yang ditugaskan di dakwah sekolah: “Alasan saya mengapa masih di PKS karena alasan aktifitas di dakwah sekolah dan banyak teman (dalam gerakan).... Dengan teman-teman, saya banyak diskusi tentang pekerjaan dan keterampilan.... Saya sedih (kalau keluar dari jamaah PKS) karena –nanti- tidak berkontribusi lagi dalam aktifitas dakwah di sekolah dan jauh dari teman-teman”132
131
Carrie Rosefsky Wickham dalam Quintan Wiktorowicz (edt), Aktivisme Islam: Pendekatan Teori Gerakan Sosial, hal.518-519. 132 Wawancara dengan Obi Alim.
73
C. Resonansi Pembingkaian (Peran Aktor) Sebagaimana dijelaskan pada Bab IV bagian A, bahwa sebenarnya framing mengenai adanya konsprirasi tidak terlalu kredibel secara faktual. Karena elit/pimpinan atau struktur PKS tidak bisa menjelaskan siapa pelaku konspirasi yang ingin menghancurkan PKS. Misalnya, dari level muayyid (muda), muntasib (Madya), muntazhim (Dewasa), dan Mutakhasis (purna) yang penulis wawancara, mereka tidak mengetahui dan tidak bisa menjelasakan siapa pelaku atau aktor di balik konspirasi tersebut. Jawaban mereka hanya normatif, misalnya lawan-lawan politik yang berseberangan dengan ideologi mereka yang melakukan konspirasi tersebut. Artinya walaupun bingkai yang dilakukan PKS sebenarnya tidak kredibel secara faktual, tetapi beresonansi secara maksimal dikalangan kader gerakan. Menurut penulis, faktor pendukung mengapa para anggota gerakan percaya dengan adanya konspirasi dalam kasus Luthfi Hasan Ishaaq tanpa menjelaskan siapa pelakunya adalah karena framing yang dilakukan PKS beresonansi dengan baik. Asumsinya adalah Jika suatu bingkai beresonansi (bergaung) dengan khalayak maka mereka biasanya akan lebih sukses dan diperlukan aktor atau elit gerakan yang kharismatik dan kredibel untuk menggaungkan persoalan yang dihadapi dan solusi jitu yang ditawarkan gerakan, agar orang tertarik untuk terlibat dalam aksi-aksi kolektif gerakan.133 Dalam teori frame resonance atau resonansi pembingkaian, cara bingkai/frame menjadi bergaung adalah jika orang mengekspresikan bingkai itu 133
Jonathan Christiansen, Framing Theory, dalam “Sociology Reference Guide: Theories of Social Movements”, hal 150-151.
74
terlihat kredibel (credibility).134 Diperlukan aktor atau elit gerakan yang kharismatik dan kredibel untuk menggaungkan persoalan yang dihadapi dan solusi jitu yang ditawarkan gerakan, tujuannya agar orang tertarik terlibat dalam aksi-aksi kolektif gerakan. Menurut penulis, Anis Matta merupakan aktor yang mempunyai kredibilitas, sehingga framing PKS terkait kasus Luthfi Hasan Ishaaq beresonansi atau bergaung dengan baik di internal kader PKS. Pidato Anis Matta yang pertama kali, mendapatkan respon yang positif dari para kader PKS dan dijadikan rujukan utama para elit/pimpinan di setiap level struktur untuk menjelaskan kepada kader di bawahnya terkait kasus Luthfi Hasan Ishaaq seperti apa yang disampaikan Anis Matta. Terkait pidato Anis tersebut, Aan Rohana menjelaskan bahwa “pidato Ustad Anis Matta sangat berpengaruh bagi–soliditas-kader PKS, dan pidatopidato beliau disampaikan kembali pada setiap halaqoh-halaqoh kader”.135 Pernyataan Aan Rohana memberikan bukti bahwa pidato Anis Matta beresonasi dengan baik dikalangan kader PKS, terutama melalui media halaqoh yang disampaikan melaui murabbi/ustad dalam kelompok-kelompok halaqoh tersebut. Kredibilitas Anis Matta dalam frame resonance diungkapkan juga oleh Suhada yang merupakan Ketua DPRa Duri Kosambi. Suhada menjelaskan bagaimana respon dia mengenai pidato Anis Matta yang membuat dia dan kader lainnya bersemangat kembali dalam melakukan kerja-kerja untuk gerakan. Pidato
134
Jonathan Christiansen, Framing Theory, dalam “Sociology Reference Guide: Theories of Social Movements”, hal 151. 135 Wawancara dengan Aan Rohana.
75
Anis Matta tersebut juga disampaikan dalam setiap LT3Besar menjelang pemilu 2014. Sebagaimana Suhada menjelaskan: “Semenjak pergantian langsung pimpinan PKS, memberikan perubahan yang cukup banyak. Ustad Anis matta langsung memberikan ghiroh/semangat baru kepada kader, bahwa partai kami adalah partai yang tidak mudah digoyahkan, apalagi dengan kasus-kasus yang belum jelas seperti yang disampaikan KPK....Kalau presiden anis matta sudah menyampaikan sesuatu, terkait dengan semangat kader, itu langsung di share kepada seluruh kader, maka kader akan langsung bersemangat kembali. 136
Sosok Anis Matta dipandang kredibel oleh para kader PKS juga karena dianggap orang yang berkorban demi gerakan. Artinya, ada konsistensi antara perilaku yang dilakukan Anis Matta dalam penerapan ideologi gerakan, dia dinilai memenuhi rukun bai‟at yaitu tadhiyyah (pengorbanan). Terlebih ketika Anis Matta mengundurkan diri sebagai anggota DPR-RI, resonansi pembingkaian menjadi semakin bergaung. Selanjutnya Anis Matta berkeliling Indonesia untuk memberikan semangat (framing) kepada para kader PKS di seluruh Indonesia. Mengenai sosok Anis Matta, Rahmat Aziz memaparkan: “Setelah partai menentukan sikap dan Ustad Anis Matta ditunjuk sebagai penggantinya (Luthfi Hasan Ishaaq). Kemudian Ustad Anis bilang mengundurkan diri (dari anggota DPR-RI). Kan luar biasa! ada gak orang yang begitu sekarang? Ustad Anis tahu bahwa ini konspirasi dan ada orang yang bermain di dalamnya. Ustad Anis menyampaikan“saya akan fokus untuk partai”. Maka sejak itu-Anis Matta- keliling, Dan kelilingnya Ustad Anis itu luar biasa, itu menjadikan kesolidan bertambah....Alhamdulillah dengan muternya Ustad Anis. Maka solid. Dan saya merasakan bahwa kesolidannya sama seperti zaman membangun PK pertama. Orang mengumpulkan uang dan turun lebih banyak bahu membahu.”137
Pidato Anis Matta menjadi sangat berpengaruh di kognisi para kader PKS, selain karena sosoknya yang kredibel, juga karena pesan yang disampaikan memiliki sentralitas (centrality). Dalam teori frame resonance, sentralitas merujuk
136
Wawancara dengan Suhada. Wawancara dengan Rahmat Aziz.
137
76
pada pentingnya sebuah kepercayaan (beliefs) tertentu dalam hidup manusia.138 Dalam hal ini Anis Matta banyak memberikan bingkai yang menjadi tujuan ideologis PKS, bahwa keterlibatan dalam gerakan merupakan bertujuan untuk memperbaiki negeri dan kasus Luthfi Hasan Ishaaq dianggap sebagai rintangan dalam berdakwah sama seperti yang dialami Rasulullah, sehingga kader harus bersatu dan menjaga soliditas.139 Sentralitas dan kredibilitas Anis Matta menimbulkan kepercayaan yang lebih bagi kader-kader PKS kepada elit/struktur PKS. Sebagaimana penuturan Sugianto: “Dalam organisasi PKS, apa yang dilakukan oleh kader-kader di bawah ini adalah sesuai dengan instruksi dan arahan dari pemimpin-pemimpin kita di tingkat pusat sampai di tingkat ranting. Jadi kader yang berkerja di bawah ini sesuai dengan instruksi dari struktur yang ada di atas.”140
D. Pemutusan Informasi yang Berasal dari Luar Gerakan Untuk menjaga kadernya untuk tetap melakukan tetap loyal dalam gerakan, PKS melakukan sebuah proses yang disebut Spiral of Encapsulation. Yaitu, gerakan melakukan proses menarik diri dan mengisolasi anggota gerakan dari-informasi- dunia luar, sehingga mereka memandang tujuan dan strategi gerakan dalam kerangka yang lebih emosional.141 Hal ini dapat di buktikan, bahwa kader gerakan diintruksikan untuk tidak berinteraksi dan mempercayai media massa terkait kasus Luthfi Hasan Ishaaq. 138
Jonathan Christiansen, Framing Theory, dalam “Sociology Reference Guide: Theories of Social Movements”, hal 151-152. 139 Lihat Pidato Politik Perdana Anis Matta sebagai Presiden PKS menggantikan Luthfi Hasan Ishaaq di kantor DPP PKS Jl. Sisingamangaraja, Jakarta Selatan. Dapat diakses di http://www.youtube.com/watch?v=DL_xGMLcStE. Diunduh pada 10 Agustus 2014. 140 Wawancara dengan Sugianto. 141 Mohammad M. Hafez dalam Quintan Wiktorowicz (edt), Aktivisme Islam: Pendekatan Teori Gerakan Sosial, hal. 120.
77
Menurut Aan Rohana, dalam kasus Luthfi Hasan Ishaaq, Pada level Majelis Syuro PKS atau DPP (Dewan Pengurus Pusat) PKS, mereka diintruksikan untuk tidak menjawab pertanyaan atau membuat pernyataan di media.142 Menurut penulis, fenomena ini bertujuan: (1) agar penjelasan kasus Luthfi Hasan Ishaaq terhadap kader hanya melalui mekanisme internal gerakan, seperti dalam halaqoh atau satu arah (top-down), (2) menghindari pernyataan kader yang mengeluarkan pernyataan “dipelintir (bad news is good news)” oleh media, yang akan membuat gaduh anggota gerakan. Hal di atas berbeda pada level bawah, seperti tingkat DPD, DPC, dan DPRa. Dari ketiga level struktur PKS yang penulis wawancara, semuanya di intruksikan untuk tidak mempercayai berita oleh media massa. Mereka berpandangan bahwa berita dari media terkait kasus Luthfi Hasan Ishaaq sudah “digoreng” dan tidak menggambarkan kebenaran. Untuk itu, semua penjelasan (framing) tentang kasus Luthfi Hasan Ishaaq, mewajibkan setiap kader PKS menunggu penjelasan dari struktur dalam gerakan yang lebih tinggi, dalam hal ini Majelis Syuro. Suhada menjelaskan: “Saya sebagai penanggung jawab, maka dalam kasus Ustad Luthfi ini semua kader menanyakan kepada saya, karena saya tidak punya jawaban sendiri, saya harus menunggu informasi dari struktur yang di atas saya, dan informasi dari struktur itu, baru saya sampaikan kepada kader-kader dibawah saya. Yang saya sampaikan kepada kader-kader dibawah saya: jangan nonton berita dulu, berita bukan menjadi rujukan utama atau hanya sebagai hiburan, jangan jadi konsumsi utama mereka, terimalah informasi dari saya, yang saya terima dari struktur yang lebih tinggi”143
142
Wawancara dengan Aan Rohana. Wawancara dengan Suhada. Ketua Dpra (Dewan Pengurus Ranting) PKS Kelurahan Duri Kosambi, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat tanggal 25 Juli 2014. 143
78
Untuk memastikan proses encapsulation berjalan baik, penulis mencatat bahwa halaqoh/liqo menjadi sarana yang efektif. Karena menurut para informan di setiap level, bahwa keterlibatan dalam halaqoh/liqo itu merupakan bukti bahwa seorang adalah kader gerakan PKS.144 Artinya apabila seorang kader sudah tidak terlibat lagi dalam aktifitas halaqoh/liqo, maka dia sudah dianggap keluar dari gerakan. Keterlibatan dalam halaqoh mempunyai konsekuensi tertentu bagi seorang kader. Pada bab IV poin A penulis menjelaskan adanya insentif selektif dan insentif solider yang didapatkan seorang kader ketika terlibat dalam gerakan. Selain mendapatkan insentif-insentif tersebut, anggota gerakan diwajibkan untuk mengikuti ideologi dan aturan perilaku yang ditetapkan oleh gerakan. Fenomena ini dalam kajian gerakan sosial disebut organisasi yang ekslusif. Yaitu organisasi yang menetapkan kriteria yang sangat ketat bagi anggotanya, dan orang-orang yang meyakini sebuah keyakinan yang sama dan memenuhi tuntutan standar perilaku tertentu yang bisa diterima sebagai anggota.145 Sebagai organisasi yang ekslusif terdapat konsekuensi apabila seorang anggota keluar dari gerakan PKS. Alasan yang umum adalah mereka tidak bisa lagi berhubungan secara emosional yang intim dengan teman-teman mereka sesama anggota gerakan. Selain itu apabila seorang kader dikeluarkan dari gerakan karena melanggar ideologi atau aturan perilaku dalam gerakan, ada mekanisme pemutusan hubungan secara total dengan kader yang dianggap bermasalah tersebut. Obi Alim menjelaskan pengalamannya tentang hal ini: 144
Hasil wawancara dengan Aan Rohana, Rahmat Aziz, Sugianto, Suhada, dan Sutrisna. Hohammad M. Hafez dalam Quintan Wiktorowicz (edt), Aktivisme Islam: Pendekatan Teori Gerakan Sosial, hal. 118. 145
79
“Misalkan ada orang yang sudah keluar karena bermasalah, maka ada intruksi (dari struktur PKS) untuk tidak bermuamalah atau berhubungan secara sosial kepada dia (kader yang bermasalah). Ane tau itu waktu terjadi di LT3Besar (Liqo Tarbawi 3 Besar)....Tidak dijelaskan alasannya...Yang menyampaikan adalah Akh Ero Sukarna; Ketua DPRa PKS Semanan, Kalideres”146
Melalui halaqoh/liqo, proses framing dapat berjalan dengan efektif. Halaqoh juga menjadi sarana spiral of encapsulation (spiral pengucilan diri), dimana hubungan para aktivis dengan dunia luar sepenuhnya terputus seiring dengan semakin kuatnya ikatan di dalam kelompok.147 Halaqoh/liqo digunakan sebagai sarana mobilisasi oleh struktur/elit PKS untuk mem-framing kadernya dalam kasus Luthfi Hasan Ishaaq. Sugianto menjelasakan bagaimana halaqoh menjadi tempat framing dalam kasus Luthfi Hasan Ishaaq: “Memang kasus tersebut sudah di sampaikan oleh pimpinan-pimpinan partai dan juga melalui halaqoh-halaqoh, bahwa itu merupakan bagian dari upaya pendeskriditkan PKS, karena pada saat ini Islam secara umum dan PKS sedang mengalami peningkatan dalam hal kedekatan dengan masyarakat dalam menghadapi pemilu, sehingga ada upaya-upaya dari pihak luar PKS untuk menjatuhkan PKS.”148
Beberapa alasan psikologis juga menjadikan halaqoh/liqo dianggap penting bagi kehidupan kader gerakan PKS. Kader gerakan PKS merasa bahwa dengan mengikuti halaqoh/liqo, mereka merasa terbentengi dari perilaku-perilaku yang buruk. Selain itu, kepercayaan dan kepatuhan penuh kepada murabbi/ustad dalam halaqoh/liqo menjadi kewajiban bagi setiap anggota gerakan, karena terdapat rukun bai‟at yaitu tsiqoh (percaya) dan taat (patuh). Sehingga informasi yang kader PKS dapatkan dalam halaqoh/liqo menjadi sangat berpengaruh
146
Wawancara dengan Obi Alim. Hohammad M. Hafez dalam Quintan Wiktorowicz (edt), Aktivisme Islam: Pendekatan Teori Gerakan Sosial, hal. 120. 148 Wawancara dengan Sugianto. 147
80
terhadap kognisi anggota gerakan. Mengenai hal ini, Sutrisna memaparkan pengalamannya: “Kalau bisa dibilang liqo itu merupakan benteng terakhir untuk menjaga dari halhal yang kurang baik. Karena kalau kita orang Islam biasa, kan benteng terakhirnya sholat, kalau kita disini benteng terakhirnya di liqo-an. Karena kalau lepas dari liqo berarti kan dia akan mencari informasi dari mana saja....Maksudnya kalau orang liqo itu kan informasi yang didapatkan bisa di filter lagi, kemudian bisa ditanyakan ke ustad yang lebih paham tentang informasi-informasi yang didapat. Jadi jangan mentah-mentah ditelan semua, karena kan informasi juga ada yang baik dan ada yang buruk, ada yang membangun dan ada yang merusak, kita tahu itu bahwa tidak mungkinlah informasi yang datang ke kita benar semua.... Untuk itulah, karena kekurangan ilmu kita, kita membutuhkan orang lain yang lebih paham –yaitu murabbi/ustad”.149
Faktor pemutusan informasi dari dunia luar dan didukung pengaruh halaqoh/liqo, membuat framing menjadi sangat berpengaruh terhadap kader gerakan. Keduanya membuat kognisi/pengetahuan anggota gerakan sepenuhnya dikendalikan oleh gerakan (struktur/elit) PKS. Interpretasi terhadap kasus Luthfi Hasan Ishaaq, menjadi sah menurut versi gerakan, dan menganggap informasi selain dari gerakan menjadi tidak benar. Ini menyebabkan kader PKS tidak terpengaruh secara kognisi terhadap kasus Luthfi Hasan Ishaaq, dan tetap melaksanakan kerja-kerja untuk gerakan.
E. Pengaruh Rukun Bai’at dalam Proses Framing Faktor ideologi yang penulis temukan berpengaruh dalam proses framing gerakan PKS agar kadernya tetap melakukan kerja-kerja untuk gerakan adalah rukun bai‟at. Aan Rohana berkata mengenai rukun bai‟at: “yang namanya rukun maka itu wajib dilaksanakan oleh setiap kader PKS, kalau tidak maka kader itu
149
Wawancara dengan Sutrisna.
81
kurang sempurna pemahamannya terhadap gerakan dakwah PKS”.150 Urgensi rukun bai‟at merupakan salah satu framing ideasional/ ideologi dari gerakan PKS yang diajarkan dalam halaqoh-halaqoh gerakan mereka. Dua rukun bai‟at yang penulis tekankan dalam penelitian ini adalah taat (kepatuhan) dan tadhiyyah (pengorbanan), karena sesuai dengan pertanyaan penelitian penulis. Mengenai taat, Hasib, Lc. menjelaskan “dalam halaqohhalaqoh yang ada di PKS, setiap kader diberikan pemahaman bahwa ketaatan pertama adalah untuk Allah, kedua Rasul, dan ketiga adalah taat kepada pemimpin”.151 Kemudian mengenai Tadhiyyah, Aan Rohana melanjutkan “bahwa setiap kader mngeluarkan seluruh apa yang mereka punya untuk dakwah, dan bertujuan untuk mendapat Ridho Allah. Jadi dengan kasus Ustad Luhfi, tidak terlalu berpengaruh terhadap kesolidan kader, karena tidak ada figuritas dalam PKS”.152 Dengan pemaparan konsep ideasional mengenai rukun bai‟at, terutama konsep taat dan tadhiyyah yang dijelaskan Hasib Lc dan Aan Rohana, PKS mempunyai mekanisme ideologis untuk tetap memperkuat soliditas anggotanya di tengah kasus Luthfi Hasan Ishaaq. Konsep taat dan tadhiyyah menjadi penawar bagi PKS apabila terjadi permasalahan ataupun perubahan strategi gerakan, agar kadernya tetap setia dan terlibat dalam gerakan tanpa banyak “kegaduhan”. Pada akhirnya, ketaatan kepada pemimpin tampak terinternalisasi pada kader gerakan
150
Wawancara dengan Aan Rohana. Wawancara dengan Ust. Hasib, Lc. Pendiri Partai Keadilan (PK) dan PKS, mantan anggota Majelis Syuro, Dewan Syariah, dan Kaderisasi DPP PKS. Wawancara dilakukan di Bogor, Jawa Barat pada 7 Agustus 2014. 152 Wawancara dengan Aan Rohana. 151
82
PKS. Ketika penulis menanyakan kepada Suhada, mengapa dia taat kepada pimpinan PKS di atasnya secara struktural. Dia menjelaskan: “Kami di PKS ada istilah taat kepada pimpinan, itulah yang ditarbiyah kepada kami untuk tsiqoh atau percaya kepada pimpinan, karena itu menjadi rukun baiat. Walaupun saya tidak mengenal secara langsung, begitupun sebaliknya, ada keyakinan dalam diri saya bahwa beliau adalah orang-orang baik dan semua yang ada di PKS adalah orang-orang yang baik dan shaleh. Mereka (pemimpin) jauh lebih kebaikannya daripada saya di level bawah, inilah yang mendasari keyakinan saya kepada Ustad Anis Matta. ”153
Dalam teori psikologi sosial dinamika partisipasi dalam gerakan berdasarkan atas asumsi bahwa kita dapat membedakan tiga alasan fundamental mengapa seorang terlibat dalam sebuah gerakan sosial. Keikutsertaan dalam gerakan menarik seseorang: ingin merubah keadaan mereka, mereka ingin “berbuat” sebagai anggota kelompok mereka, atau mereka ingin memberikan arti untuk dunia mereka dan mengekspresikan pandangan dan perasaan mereka.154 Dalam kaitannya dengan motif keterlibatan dalam gerakan, faktor psikologi sosial menjadi penting untuk menganalisa keterlibatan kader PKS dalam kerja-kerja untuk gerakan menjelang pemilu 2014. Pidato Anis Matta di bawah ini menggambarkan terdapat alasan untuk seorang kader berkerja untuk gerakan menurut teori psikologi sosial: "Jadi kalau ada diantara Antum nanti yang memasang bendera di sudut kota Medan, atau di Binjai, atau di Sipirok atau di Nias, Antum memasang bendera, membagikan stiker, melakukan direct selling, Antum jangan menganggap itu pekerjaan yang kecil, tapi satu pekerjaan yang terhubung dalam satu rangkaian kerja besar membangun kembali peradaban Islam ini. Dan memberikan semangat baru bagi dunia Islam yang sekarang sedang mengalami pukulan berat."155 153
Wawancara dengan Suhada. Bert Klandermans, The Demand and Supply of Participation: Social-Psychological Correlates of Participation in Social Movement, dalam David Snow, Sarah A. Soule, dan Hanspeter Kriesi,edt. The Blackwell Companion to Social Movements (United Kingdom: Blackwell Publishing, 2004), hal.361. 155 Pidato Anis Matta, “Apel Siaga Pemenangan Pemilu 2014” Selasa, 4 Februari 2014. Lihat http://www.kabarpks.com/2014/02/taujih-presiden-pks-anis-matta.html. Diunduh pada Senin, 25 Agustus 2014. 154
83
Pidato Anis Matta tersebut menggambarkan alasan keterlibatan seorang kader dalam gerakan. Bahwa keterlibatan mereka dalam gerakan merupakan sebuah kerja besar untuk membangun kembali peradaban Islam yang telah runtuh. Pada pidato tersebut terdapat alasan ideologis dan identitas gerakan yang memungkinkan kader PKS terlibat dalam kerja-kerja untuk gerakan. Pada akhirnya, kasus Luthfi Hasan Ishaaq bukan lagi dipandang sebagai pelanggaran terhadap ideologi dan idealisme gerakan. Bahkan, dianggap sebagai ujian dan rintangan dalam berjuang menegakkan cita-cita gerakan, dan semakin menambah semangat kader untuk tetap melakukan kerja-kerja untuk gerakan. Karena aktifitas dalam gerakan dianggap sebagai sebuah aktifitas yang mulia, yaitu bertujuan untuk mendirikan kejayaan Islam. sebagaimana diungkapkan Suhada mengenai hal ini: “Bahwa ujian dalam dakwah adalah sesuatu yang niscaya, seperti kasus Ustad Luthfi. Kita percaya ini adalah sebuah ujian bagi PKS. Dengan ujian seperti itu, disampaikan bahwa di dalam dakwah banyak terjangan topan dan badai tidak menurunkan semangat kader, artinya apabila itu bagian dari ujian, bahwa kita harus mampu melalui ujian itu”156
156
Wawancara dengan Suhada.
84
BAB V KESIMPULAN
A. Kesimpulan Terdapat beberapa jawaban pertanyaan penelitian mengenai mengapa kader PKS tetap melakukan aksi-aksi kolektif (kampanye, rapat rutin, direct selling, memasang atribut partai, dan lain-lain) menjelang pemilu 2014 di tengah kasus yang menjerat Luthfi Hasan Ishaaq. Jawabannya PKS melakukan framing terhadap kader mereka. Framing tersebut ada yang bersifat konstruk (dibuat) maupun
yang
bersifat
ideologis.
Secara
konstruk
gerakan
melakukan
reinterpretasi kasus Luhfi Hasan Ishaaq yang ditujukan kepada kader mereka, seperti: framing melalui pidato perdana Anis Matta ketika menjadi presiden PKS, memberikan framing motivasi, dan melakukan spiral of encapsulation dengan memutus informasi kader dari dunia luar terkait kasus tersebut. Setelah Luthfi Hasan Ishaaq ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada tanggal 30 Januari 2013, Gerakan Tarbiyah/PKS dengan cepat melakukan reinterpretasi kasus tersebut yang ditujukan kepada kadernya. Reinterpretasi itu berupa framing yang dilakukan pada tanggal 1 Februari 2013 oleh Anis Matta ketika pidato pertama kali setelah ditunjuk sebagai presiden PKS menggantikan Luthfi Hasan Ishaaq. Dalam pidato tersebut, Anis menyampaikan dua framing penting dan berpengaruh terkait kasus Luthfi Hasan Ishaaq.
85
Pertama, bahwa kasus yang
menimpa Luthfi Hasan Ishaaq adalah sebuah konspirasi. Menurut Anis Matta, konspirasi itu dilakukan oleh musuh-musuh gerakan untuk menghancurkan PKS. Kedua, framing yang menyatakan bahwa Luthfi Hasan Ishaaq tidak bersalah. Dengan ucapan Anis Matta dalam pidatonya yang menyatakan “cinta” dan “percaya” kepada Luthfi Hasan Ishaaq secara eksplisit memperlihatkan bahwa menurut gerakan, Luthfi Hasan Ishaaq tidak bersalah. Ditangkapnya Luthfi Hasan Ishaaq dianggap sebagai bentuk penzoliman dan ujian terhadap Gerakan Tarbiyah/PKS. Berdasarkan penemuan penulis, pidato Anis Matta tersebut sengaja disampaikan kepada kader gerakan sebagai sebuah framing terhadap kasus tersebut. Gerakan Tarbiyah/PKS sengaja mengundang dan membayar dua stasiun tv swasta (TV One dan Metro TV) untuk menyiarkan pidato tersebut. Tujuannya agar semua kader gerakan di seluruh Indonesia mendengar dan melihat pidato tersebut. Selanjutnya, bahasa yang digunakan Anis Matta adalah bahasa gerakan, seperti: antum, taat, tsiqoh, dan lain-lain. Hal ini bertujuan agar framing yang disampaikan gerakan melalui Anis Matta bisa diterima dengan baik dan massif oleh para kader gerakan. Selanjutnya, framing yang dilakukan gerakan berupa bingkai motivasi meliputi: kewajiban dan insentif yang didapat kader yang terlibat dalam kerjakerja untuk gerakan. Bingkai motivasi yang pertama menyatakan bahwa kerjakerja dalam gerakan adalah aktivitas yang dakwah yang mulia. Karena, aktivitas yang dilakukan dalam gerakan bertujuan untuk menerapkan nilai-nilai Islam dan mendapat perintah langsung dari Tuhan. Mereka juga menganggap bahwa dalam
86
gerakan mereka tidak mengenal figuritas atau ketokohan. Sehingga, kasus Luthfi Hasan Ishaaq tidak terlalu berpengaruh bagi militansi kader Gerakan Tarbiyah/PKS untuk tetap melakukan kerja-kerja dalam gerakan. Motivasi selanjutnya adalah adanya insentif-insentif yang didapat anggota gerakan ketika terlibat dalam aktivitas gerakan. Pertama, mereka mendapatkan insentif selektif, misalnya keterlibtannya dalam gerakan memungkinkan mereka mendapatkan jodoh/pasangan dalam gerakan, yang menurut mereka-para kader dalam gerakan mereka- baik dalam hal pemahaman agama. Insentif selektif lainnya berupa mendapatkan jaringan pertemanan dan mendapatkan akses-akses dalam pekerjaan dan keterampilan tertentu. Insentif kedua yang memotivasi seorang kader gerakan Tarbiyah/PKS tetap terlibat dalam gerakan adalah adanya insentif solider. Insentif solider berupa kepuasan emosional dan psikologis yang didapatkan anggota gerakan karena merasa diberdayakan dan menjalin keintiman pertemanan. Seorang anggota gerakan merasa diberdayakan karena dalam Gerakan Tarbiyah/PKS terdapat penugasan dalam bidang dakwah tertentu, misalnya menjadi pengurus partai, dakwah sekolah, maupun yayasan-yasasan yang berafiliasi dengan gerakan. Alasan pemberdayaan inilah yang membuat mereka merasa diakui eksistensinya sebagai manusia. Insentif solider lainnya berupa keintiman dalam menjalin pertemanan sesama anggota gerakan. Hal ini bisa dilihat ketika mereka bertemu dengan teman mereka sesama dalam gerakan, mereka akan berjabat tangan dan berpelukan. Keintiman pertemanan ini juga dapat dilihat dari panggilan khusus kepada sesama
87
anggota gerakan seperti “akhi”,”ukhti”,dan “antum” yang juga membuat mereka semakin ekslusif. Sehingga, hal tersebut membuat mereka semakin nyaman dalam gerakan dan merasa khawatir apabila terputus dari insentif-insentif tersebut. Faktor-faktor insentif inilah yang membuat mereka tetap terlibat dalam gerakan walaupun ada kasus korupsi yang menjerat pimpinan mereka. Faktor pendukung lain mengapa framing yang disampaikan Anis Matta sangat berpengaruh bagi anggota gerakan adalah karena framing tersebut beresonansi dengan baik. Sebuah bingkai akan beresonansi dengan baik apabila aktor yang menyampaikan frame tersebut terlihat kredibel (credibility). Anis Matta dipandang oleh anggota gerakan sebagai sosok yang kredibel sebagai personal, baik secara ideologis maupun kepemimpinan dalam gerakan. Kredibilitas Anis Matta dipandang semakin maksimal oleh anggota gerakan ketika dia mengundurkan diri sebagai anggota DPR-RI dan memilih untuk fokus mengurus gerakan/partai. Faktor pendukung lainnya dalam keberhasilan proses framing di dalam Gerakan Tarbiyah/PKS yaitu adanya pemutusan informasi yang berasal dari luar gerakan. Pada jenjang keanggotaan yang tinggi dalam gerakan, seperti level kader Ahli dan Purna, kader gerakan tidak diperbolehkan mengeluarkan pernyataan ke media massa. Tujuannya agar informasi yang didapatkan kader hanya melalui mekanisme resmi dalam internal gerakan, seperti melalui halaqoh/liqo atau LT3Besar dan menghindari pernyataan tersebut “dipelintir” oleh media yang dapat menyebabkan kegaduhan dalam gerakan.
88
Proses pemutusan informasi juga terjadi pada level kader di bawah Ahli dan Purna. Pada level kader Dewasa, Madya, Muda, dan Pendukung tidak diperbolehkan mengakses dan mempercayai pemberitaan media terkait kasus Luthfi Hasan Ishaaq. Hal ini dimaksudkan agar kader hanya menerima informasi yang berasal dari gerakan. Media yang paling efektif dalam proses ini yaitu melalui halaqoh/liqo dan pertemuan-pertemuan rutin kader di setiap jenjang struktur partai. Proses pemutusan informasi ini dalam gerakan sosial biasa disebut spiral of encapsulation. Secara ideologi PKS mempunyai sumber daya yang memungkinkan kadernya tetap loyal disaat terjadi permasalahan di internal gerakan, seperti yang terlihat dalam rukun bai‟at yang menjadi materi wajib di halaqoh-halaqoh. Sebenarnya Aan Rohana mengungkapkan kekecewaannya terhadap kasus tersebut: “kami kecewa dengan Luthfi Hasan Ishaaq. Kami telah membina kader di bawah dengan baik, tetapi di atasnya (Luthfi Hasan Ishaaq) berperilaku seperti itu.”157 Walaupun demikan, kekecewaan itu tidak sampai meluap dalam bentuk protes, mogok, atau berhenti dari gerakan. Rukun bai‟at menjadi faktor pendukung proses framing yang dilakukan Gerakan Tarbiyah/PKS dalam kasus Luthfi Hasan Ishaaq. Rukun bai‟at merupakan sepuluh janji setia yang wajib dipahami dan dilaksanakan setiap anggota gerakan. Tiga rukun bai‟at yang berpengaruh dalam keberhasilan framing di gerakan Tarbiyah/PKS menurut penulis yaitu, taat (patuh) dan tsiqoh (percaya),dan tadhiyyah (pengorbanan).
157
Wawancara dengan Aan Rohana.
89
Rukun bai‟at juga menjadi salah satu standar perilaku bagi semua anggota gerakan. Melalui rukun bai‟at, anggota gerakan dituntut untuk percaya dan taat kepada murabbi atau pemimpin mereka. Sehingga kepatuhan dan kepecayaan anggota gerakan kepada murabbi/pemimpin inilah yang membuat framing berjalan dengan maksimal di internal kader gerakan PKS.
B. Saran Penulis memberikan saran kepada peneliti-peneliti yang ingin melakukan penelitian tentang gerakan sosial Islam, khususnya Gerakan Tarbiyah/PKS untuk mengkaji lebih mendalam aspek framing gerakan. Framing pada gerakan sosial Islam berguna untuk memahami idelologi, budaya, dan tujuan politik sebuah gerakan. Khusus dalam skripsi ini, framing juga berfungsi untuk menjelaskan dan memprediksi pola perilaku sebuah gerakan ketika terjadi permasalahan, khususnya kasus yang berkaitan dengan pelanggaran ideologi oleh elit/pimpinan gerakan. Penulis juga memberikan saran kepada peneliti-peneliti yang melakukan penelitian
serupa
untuk
menggunakan
pendekatan
mobilisasi
atau
menggabungkan antara pendekatan mobiliasasi dengan framing. Aspek-aspek strategi kebijakan pada Gerakan Tarbiyah/PKS dalam pendekatan mobilisasi dapat melengkapi pendekatan framing yang bersifat ideasional. Tujuan penggabungan menggunakan pendekatan framing dan mobilisasi dimaksudkan agar didapat informasi yang lebih komprehensif terhadap masalah yang diteliti.
90
DAFTAR PUSTAKA
Buku Abdullah, Rahmat. 2004. Untukmu Kader Dakwah. Jakarta: Pustaka Dakwatuna. Abuza, Zachary. 2007. Political Islam and Violence in Indonesia. New York: Routledge. Al-Banna, Hasan. 2005. Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin. Solo: Era Intermedia. Ali-Jabir, Hussain bin Muhammad. 2001. Menuju Jama‟atul Muslimin: Telaah Sistem Jamaah dalam Gerakan Islam. Jakarta: Rabbani Press. Aminuddin, KH. Hilmi. 2008. Menghilangkan Trauma Persepsi. Jakarta: ARAH Press. Christiansen, Jonathan. 2011. Framing Theory, dalam “Sociology Reference Guide: Theories of Social Movements”. California: Salem Press. Hawwa, Sa‟id. 2000. Membina Angkatan Mujahid: Studi Analisis atas Konsep Dakwah Hasan Al-Banna dalam Risalah Ta‟lim. Solo: Era Intermedia. Hawwa, Sa‟id dan Sayyid Quthb. 2001. Al-Wala‟:Loyalitas Tunggal Seorang Muslim. Jakarta: Al-I‟tishom Cahaya Umat. Klandermans, Bert dan Conny Roggeband, edt. 2007. Handbook of Social Movements Across Disciplines .New York: Springer. Moghadam, Valentine M. 2009. Globalization and Social Movements : Islamism, Feminism, and the Global Justice Movement. Maryland: Rowman & Littlefield Publishers. Muhtadi, Burhanudin. 2012. Dilema PKS: Suara dan Syariah. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. Opp, Karl-Dieter. 2009. Theoris of Political Protest and Social Movements: A multidisciplinary introduction, critique, and synthesis. New York: Routledge. Prayitno, Irwan. 2003. Kepribadian Dai. Bekasi: Pustaka Tarbiyatuna. Roy, Oliver. 1994. The Failure of Political Islam. Massachusetts: Harvard University Press.
ix
Silalahi, Ulber. 2010. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama. Snow, David, Sarah A. Soule, dan Hanspeter Kriesi,edt.2004. The Blackwell Companion to Social Movements. United Kingdom: Blackwell Publishing Takariawan, Cahyadi. 2003. Rekayasa Masa Depan Menuju Kemenangan Dakwah Islam. Jakarta: Pustaka Tarbiatuna. Tanjung, Bahrun Nur dan Ardinal. 2005. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Jakarta: Kencana. Tim Penyusun Panduan Akademik FISIP UIN Jakarta. 2012. Panduan Penyusunan Proposal & Penulisan Skripsi. Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN syarif Hidayatullah. Wiktorowicz, Quintan(ed.). 2012. Aktivisme Islam: Pendekatan Teori Gerakan Sosial. Jakarta: Demokrasi Project dan Yayasan Abad Demokrasi.
Skripsi, Disertasi, Makalah, dan Jurnal Miftahuddin. 2008. Pengaruh Ideologi Ikhwanul Muslimin terhadap Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Indonesia. Jakarta: Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah. Muhtadi, Burhanudin. 2011. Demokrasi Zonder Toleransi. Makalah disampaikan dalam Diskusi “Agama dan Sekularisme di Ruang Publik: Pengalaman Indonesia” di Komunitas Salihara, Rabu 26 Januari 2011 Machmudi, Yon. 2006. Islamising Indonesia : The Rise of Jemaah Tarbiyah and the Prosperous Justice Party (PKS). Canberra: ANU E Press Munandar, Arief. 2011. Antara Jamaah dan Politik: Dinamika Habitus Kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam Arena Politik Indonesia Paska Pemilu 2004. Depok: Disertasi, Universitas Indonesia. Permata, Ahmad Norma. 2008. Ideology, institutions, political actions: Prosperous Justice Party (PKS) in Indonesia. Journal ASIEN 109, S. 2236.
Dokumen Lembaga Kajian Mahnaj Tarbiyah. 2012. Mahhaj Tarbiyah 1433. Pidato Politik Perdana Anis Matta sebagai Presiden PKS menggantikan Luthfi Hasan Ishaaq di kantor DPP PKS Jl. Sisingamangaraja, Jakarta Selatan.
x
Dapat diakses di http://www.youtube.com/watch?v=DL_xGMLcStE. Diunduh pada 10 Agustus 2014
Koran Internet Antara News, Kronologi Penangkapan Tersangka Suap Impor Daging. Lihat: http://www.antaranews.com/berita/355857/kronologi-penangkapantersangka-suap-impor-daging. Diunduh pada tanggal 13 Juli 2014. Kompas.com, Disahkan KPU, Ini Perolehan Suara Pemilu Legislatif 2014, Lihat http://nasional.kompas.com/read/2014/05/09/2357075/Disahkan.KPU.Ini. Perolehan.Suara.Pemilu.Legislatif.2014 . Diunduh pada Minggu 11 Mei 2014. Kompas.com, Kronologi Tangkap Tangan Kasus yang Diduga Libatkan Luthfi. Lihat: http://nasional.kompas.com/read/2013/01/30/22182591/Kronologi.Tangka p.Tangan.Kasus.yang.Diduga.Libatkan.Luthfi, Diunduh pada 13 Juli 2014 Tempo.Co, Bos PT. Indoguna Didakwa Menyuap Luthfi Hasan. Lihat: http://www.tempo.co/read/news/2014/03/11/063561375/Bos-PTIndoguna-Didakwa-Menyuap-Luthfi-Hasan-. Diunduh pada tanggal 13 Juli 2014. Tempo.co, Kampanye Perdana, PKS Bersumpah Putihkan Jakarta. Lihat http://pemilu.tempo.co/read/news/2014/03/16/269562686/KampanyePerdana-PKS-Bersumpah-Putihkan-Jakarta--- 10/6/14. Di Unduh pada Kamis, 1 Mei 2014. Tempo.co, Luthfi Hasan Disebut Terbukti Menerima Suap. Lihat http://www.tempo.co/read/news/2013/12/09/063535925/Luthfi-Hasan-DisebutTerbukti-Terima-Suap. Diunduh pada Kamis 2 Mei 2014. Tempo.Co, Luthfi Hasan Divonis 16 Tahun Penjara. Lihat: HTTP://WWW.TEMPO.CO/READ/NEWS/2013/12/09/063535962/LUTH FI-HASAN-DIVONIS-16-TAHUN-PENJARA-. diunduh pada 13 Juli 2014. Tempo.co, PKS Tak Terima Luthfi Disebut Rusak Citra Partai. Lihat http://www.tempo.co/read/news/2013/12/10/078536112/PKS-Tak-TerimaLuthfi-Disebut-Rusak-Citra-Partai. diunduh pada Kamis 1 Mei 2014. The Jakarta Post Online, PKS Provides Lawyers to Defends Luthfi Hasan. Lihat http://www.thejakartapost.com/news/2013/02/05/pks-provides-lawyersdefend-luthfi-hasan.html. diunduh pada Kamis 1 Mei 2014.
xi
Website Internet DPP PKS. Sejarah Partai Keadilan Sejahtera, lihat: http://www.pks.or.id/content/sejarah-ringkas. Diakses pada tanggal 16 Juli 2014. Ihsan Ali-Fauzi, Warna- Warni “Islamisme”, lihat: http://www.paramadinapusad.or.id/publikasi/warna-warni-islamisme.html. Diakses pada 1 Oktober 2014, Wikipedia, Partai Keadilan Sejahtera. http://id.wikipedia.org/wiki/Partai_Keadilan_Sejahtera. Diakses Jumat, 23 Agustus 2014
Lihat pada
Wikipedia, Partai Demokrat lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Partai_Demokrat. Diakses pada Jumat, 23 Agustus 2014
Wawancara Aan Rohana (Kader Jenjang Purna/Mas‟ulin dan Anggota Majelis Syuro PKS). Bogor, 7 Agustus 2014. Ust. Hasib Hasan, Lc. (Kader Jenjang Purna/Mas‟ulin, Pendiri Partai Keadilan (PK) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mantan Anggota Majelis Syuro DPP PKS, Mantan Bidang Kaderisasi DPP PKS, dan Mantan Bidang Dewan Syariah DPP PKS). Bogor, 7 Agustus 2014. Rahmat Aziz, S.Pdi (Kader Jenjang Dewasa/Muntazhim dan Ketua Bidang Kaderisasi DPD PKS Jakarta Barat). Jakarta, 23 Juli 2014. Suhada (Kader Jenjang Madya/Muntasib dan Ketua DPRa PKS Kelurahan Duri Kosambi, Jakarta). Jakarta, 25 Juli 2014 Sugianto (Kader Jenjang Madya/Muntasib dan Bidang Kepanduan DPC PKS Kecamatan Cengkareng, Jakarta). Jakarta, 5 Juli 2014. Supriadi (Kader Jenjang Madya/Muntasib dan tidak masuk dalam struktur PKS, karena statusnya sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil)). Jakarta, 7 Juli 2014. Sutrisna, S.Pd (Kader Jenjang Muda/Muayyid dan Anggota DPRa PKS Kelurahan Duri Kosambi, Jakarta). Bekasi, 21 Agustus 2014 Obi Alim (Kader Jenjang Muda/Muayyid. Membina Rohani Islam (Rohis) di Sebuah Sekolah Menengah Atas di Jakarta). Jakarta, 21 Agustus 2014.
xii
Lampiran Pidato Anis Matta yang dijadikan poster di media sosial.
Lampiran 2 Foto bersama informan, Rahmat Aziz, kader PKS jenjang Dewasa dan Ketua Bidang Kaderisasi DPD PKS Jakarta Barat.
Foto Bersama Informan, Suhada, kader PKS jenjang Madya dan Ketua DPRa PKS Kelurahan Duri Kosambi, Jakar
Foto Bersama Informan, Sugianto, kader PKS jenjang Madya dan Bidang Kepanduan DPC PKS Cengkareng, Jakarta.
Foto Bersama Informan, Sutrisna, kader PKS jenjang Muda dan Anggota DPRa PKS Kelurahan Duri Kosambi, Jakarta.
Foto Bersama Informan, Obi Alim, kader PKS jenjang Muda dan pengurus dakwah sekolah, DPD PKS Jakarta Barat.