Membongkar Pemberitaan Media Korporasi Pembela Korporasi
Tak berselang lama pasca demonstrasi Aliansi Solidaritas Jogja untuk Rembang digelar (18/04) media korporasi www.metrotvnews.com menerbitkan berita berjudul “Ganjar Pranowo Didemo saat Hendak Isi Seminar di UGM” yang ditulis oleh Ahmad Mustaqim. Seperti pada umumnya di tanah air baik judul dan isi berita itu dibuat menarik. Bagi masyarakat awam yang tak tahu menahu isu ini akan mudah jatuh pada kesimpulan seperti ini: Ganjar Pranowo (GP) diintimidasi kelompok tertentu, ia didzolimi dengan cara yang keji. Atau malah menganggapnya sebagai pemimpin merakyat karena seringnya ia melempar senyum, bahkan terhadap mereka yang ‘memusuhinya’. Framing berita ini memang sengaja dibentuk untuk dua hal [1] Menyelamatkan citra Ganjar Pranowo di muka publik dan [2] Mendukung pendirian pabrik Semen PT. Semen Indonesia di Rembang. Berita ini bekerja dengan merekonstruksi cerita yang terjadi di lapangan dengan alur cerita versi mereka sendiri
sehingga pada akhirnya cerita mereka tampak yang paling sahih. Berita-berita dengan data yang tervalidasi justru ditendang jauh-jauh dari putaran isu tersebut. Di sini berlaku istilah siapa kuat membangun cerita ia akan menang. Ada banyak hal yang mengganjal dalam berita tersebut. Salah satunya, misalnya secara kronologis, dalam berita itu GP dan massa pendemo bertemu sebelum acara seminar berlangsung. Saya mengutip kalimat lengkapnya “Sayang, Ganjar tak sempat memberikan tanggapan panjang soal tuntutan massa. Gubernur Jawa Tengah itu harus segera masuk ke lokasi seminar”. Mengacu pada poster publikasi yang dibuat Ikatan Keluarga Pelajar Mahasiswa (IKPM) selaku panitia diketahui bahwa acara dimulai pada jam 08.00. Sementara pertemuan GP dengan massa terjadi pada pukul 11.00. Ketika massa aksi mempertanyakan keberadaan GP ke panitia seminar mereka menjawab bahwa GP sudah ada di dalam ruangan seminar dari jam 09.00. Panitia seminar bahkan mengupayakan agar GP menemui massa setelah seminar selesai. Massa melakukan demonstrasi sepanjang seminar berlangsung.
Dalam berita itu seolah-olah GP lah yang ingin menemui massa. Ia mendengarkan tuntutan sembari melemparkan senyum simbol keramahan. Laporan kami di lapangan justru menemukan fakta sebaliknya; justru massa yang memaksa GP untuk bertemu. Bahkan GP sebenarnya tak mau menemui massa karena menurut kesepakatan dengan panitia, GP akan dipertemukan dengan massa di pintu masuk (seperti yang ditulis berita itu) Wisma KAGAMA UGM. Sementara GP berusaha menghindari demonstrasi dengan keluar melalui pintu belakang. Massa yang mengetahui hal itu langsung berlari ke gerbang belakang dan mencegah GP untuk pergi. GP
terpaksa menemui mereka dengan tersenyum yang menunjukkan seolah-olah dirinya tak berdosa atas kasus yang terjadi di Rembang. Pemberitaan Metronews gagal menunjukkan apapun kecuali –sekali lagi—Menaikkan citra GP. Mereka tidak menjadi independen dan memilih tempat khusus untuk menopang kepentingan pabrik semen. Dalam dunia jurnalisme berita ini telah menciderai tata etika jurnalisme yang menghargai fakta di atas segalanya, tak menambah atau mengarang apapun, dan bersikap independen (Harsono, 2010, hal 22-25). Kesalahan mungkin bisa dimaklumi tetapi kesalahan itu bisa dihindari selama data tervalidasi dan kepentingan bisa dikesampingkan. Kesalahan yang disengaja tak bisa lagi disebut kesalahan, melainkan pembohongan publik! Ini hanya salah satu bukti yang menunjukkan posisi sesungguhnya media korporasi. Banyak tulisan lain tentang pabrik semen yang ditulis untuk menjinakkan gerakkan rakyat. Penulis tidak bisa menjelaskan secara lebih detail di tulisan singkat ini. Pertanyaanya, apa motif Metronews menulis berita ini yang dengan jelas menunjukkan keberpihakan pada penguasa Jawa Tengah secara khusus dan PT. SI secara umum? Pertanyaan itu bisa jawab dengan melacak relasi antara PDIP dengan Surya Paloh selaku Bos perusahaan Media Group. Media Group menjadi media besar pertama yang menunjukkan loyalitas pada Partai berlogo Banteng. Pada pemilihan presiden 2014 lalu ia menjadi corong kampanye pasangan Jokowi-JK. Surya Paloh sendiri mendirikan partai bernama Nasional Demokrat (NasDem). Bukti ini cukup untuk menjelaskan status berita-berita Metronews yang terus dinaikkan untuk mengamankan kepentingan politik praktis partai dan koalisinya. Dengan demikian, berita-berita dari media yang mereka tunggangi tidaklah netral. Sewajarnya jurnalisme memang tak bisa netral. Jika media korporasi mendukung korporasi, jika media korporasi menjadi corong pemerintah. Maka kita sebagai media kooperasi telah
menunjukkan posisi keberpihakan yang jelas pada rakyat Indonesia: Kita menolak pendirian pabrik semen di Rembang!