Membangun Moral Rimbawan di Tengah Krisis Kebijakan dan Laju Deforestasi Hutan (Pengantar Praktek Umum Kehutanan) Edy Batara Mulya Siregar Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara A. Pendahuluan Bila kita mengembangkan imajinasi mengenai keberadaan hutan di Indonesia, khususnya hutan di Sumatera Utara yang sudah banyak sekali mengalami tekanan sehingga mengakibatkan kerusakan yang signifikan. Menurut Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) luas hutan di Sumatera Utara berkisar 3 675 918 ha, namun luas tutupan hutan yang sebenarnya saat ini, tidak satupun lembaga yang dapat menyatakannya secara tepat, konkrit, dapat dipercaya, dan tentu saja harus dinyatakan dengan metode pengukuran yang jelas. Sudah kita ketahui bahwa terdapat kesenjangan antara luas kawasan tutupan hutan yang resmi dan data sebenarnya yang ada di lapangan. Hal ini terjadi karena data citra satelit tidak diikuti dengan verifikasi di lapangan secara lengkap. Luas tutupan hutan Sumatera Utara yang sebenarnya tidaklah dapat diukur atau ditetapkan berdasarkan data-data sekunder yang secara nyata kurang dapat dipercaya. Menurut data dari Inventarisasi Hutan Nasional (IHN) pada tahun 1996, kawasan hutan alam Sumatera Utara adalah 2 183 429 ha, hutan yang sudah tergradasi 386 006 ha dan hutan yang sudah gundul 365 656 ha. Bila kita menggunakan hasil pemetaan tutupan hutan yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 1999 yang menyatakan bahwa laju deforestasi rata-rata (1985-1997) mencapai 1,7 juta ha per tahun (sekarang mencapai 2 juta ha lebih), maka tentu kita harus berpikir lebih kritis terhadap besarnya kontribusi dan luas kerusakan hutan Sumatera Utara. Selanjutnya banyak pertanyaan yang dapat diajukan terhadap masalah ini, seperti apakah laju deforestasi hutan Sumatera Utara jauh lebihg tinggi dari angka tersebut ?, tipe kerusakan hutan apa saja yang terjadi ?, apa penyebabnya ?, kenapa terjadi ?, siapa yang bertanggung jawab ?, bagaimana dengan usaha rehabilitasi ?, dan lain-lain. Diperkirakan bahwa hutan dataran rendah Sumatera dan Kalimantan akan habis pada tenggang waktu kisaran tahun 2005-2010 (bila laju deforestasi tidak dapat ditekan). Adanya perubahan suhu yang nyata, banjir, dan bencana alam lainnya dapat dijadikan indikator terjadinya perubahan ekosistem hutan yang fungsi dasarnya sebagai penyangga kehidupan. Bila kita kaji maka secara garis besar penyebab kerusakan hutan disebabkan oleh : 1. Kebijakan pemerintah yang keliru terhadap pengelolaan hutan (sumberdaya hutan sebagai suatu sektor ekonomi). 2. Tidak seimbangnya antara supply dan demand industri pengolahan hutan kayu di Indoensia 3. Kebakaran hutan. Adanya HPH yang diberikan konsesi untuk mengeksploitasi hutan, ternyata tidak dapat diawasi dengan baik oleh pemerintah. Akibatnya produksi kayu yang didasarkan kepada sistem tebang pilih ternyata dilakukan secara berlebih-lebihan. Luas konsesi HPH secara keseluruhan ternyata meliputi lebih dari setengah kawasan hutan Indonesia (hebat bukan ?). Kebijakan pembangunan Hutan Tanaman Industri dan kebijakan memberikan subsidi untuk kegiatan tersebut ternyata juga menyebabkan tekanan yang kuat
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
1
terhadap hutan alam. Berjuta hektar hutan alam akhirnya berubah fungsi dan ditebang habis, sehingga menjadi lahan yang terbuka. Lahan terbuka tersebut akhirnya tidak menyeluruh ditanam kembali sesuai dengan kebijakan yang dibuat atau dikonversi menjadi peruntukan non hutan. Hutan alam dapat dikonversi ke bentuk yang lain, seperti perkebunan sawit adalah suatu kebijakan yang dibuat pemerintah dan tentu dengan pertimbangan yang kurang kuat dan mendasar. Perlu diketahu, bahwa sampai akhir tahun 1977, tak kurang 7 juta hutan alam disetujui pemerintah untuk dikonversi menjadi lahan perkebunan. Bila diimbangkan antara produksi kayu dari hasil konsesi HPH, hasil produksi hutan tanaman industri dan kegiatan konversi hutan secara keseluruhan, ternyata hasilnya tidak dapat mensuplai bahan baku kayu yang diperlukan oleh industri yang menggunakan bahan dasar kayu. Hal ini tentu mendorong terjadinya pencurian kayu, baik itu oleh perusahaan maupun oleh kelompok-kelompok tertentu. Pada lima tahun terakhir, produksi kayu di Sumatera Utara rata-rata berjumlah 1 425 000 m3 per tahun, sedangkan kebutuhan bahan kayu berjumlah 3 133 196 m3 per tahun. Berasal dari mana kekurangan suplai bahan kayu tersebut ? Kebakaran hutan yang terjadi ternyata juga memberikan kontribusi terhadap besaran laju deforestasi. Perusahaan perkebunan secara sengaja membakar hutan untuk membuka lahan perkebunan, karena lebih ekonomis dibandingkan cara-cara lain. Namun perusahaan atau kelompok-kelompok tertentu mengabaikan faktorfaktor lain akibat kebakaran yang terjadi. Adanya konflik antara masyarakat lokal dan perusahaan pemegang konsesi HPH seringkali terjadinya aksi pembakaran hutan. Pada era otonomi daerah, diraskan adanya peningkatan laju deforestasi di semua wilayah hutan Sumatera Utara. Walaupun data akurat mengenai kerusakan yang terjadi tidak tersedia, namun menurut hasil investigasi sejumlah lembaga swadaya masyarakat kita percaya bahwa laju kerusakan hutan di semua wilayah hutan Sumatera Utara semakin meningkat. Benarkah penyebab utama kerusakan hutan secara mendasar disebabkan oleh buruknya pengelolaan hutan di Indonesia ? Kalau benar, maka pengelolaan hutan yang berazas lestari dan berkeadilan tidak akan dapat dilakukan dengan menggunakan acuan paradigma lama. Pengelolaan hutan haruslah bergeser dari orientasi pengelolaan kayu dan komiditi (timber and commodity manegement) menjadi pengelolaan sumberdaya (resources based management). Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian USU selaku institutsi pencetak SDM Kehutanan (Rimbawan) dituntuk untuk menghasilkan sarjana-sarjana kehutanan yang berkualitas dan profesional. Jurusan Kehutanan USU secara proaktif harus dapat mengimplementasikan misi Tri Dharma Perguruan Tinggi sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan kehutanan, kritis terhadap permasalahan kehutanan, dan dinamika masyarakat. Praktek Umum Kehutanan (PUK) merupakan agenda akademik tahunan (bagian dari kurikulum) yang harus benar-benar dapat dilaksanakan secara efektif dan optimal. Kegiatan PUK secara mendasar bertujuan memberikan pembekalan kepada mahasiswa semester IV dalam rangka studi banding antara teori yang sudah diterima pada perkuliahan dengan realitas yang dijumpai dilapangan. B. Tujuan Praktek Umum Kehutanan Jurusan Kehutann USU bertujuan : 1. Mengenal tipe-tipe ekosistem hutan beserta komponen-komponen penyusun ekosistem hutan tersebut, baik ekosistem hutan alam maupun buatan. Komponen penyusun ekosistem hutan antara lain fl;oran, fauna, tempat tumbuh dan faktor fisik lainnya.
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
2
2. 3. 4.
Memahami perilaku, interaksi, proses-proses dan peranan masing-masing ekosistem hutan bagi kehidupan. Mengetahui ekosistem hutan berdasarkan status, kepemilikan dan pengelolanya. Memahami interaksi sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan dengan kawasan hutan.
C. Manfaat Kegiatan PUK diharapkan memberikan manfaat kepada : 1. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian USU : a. Mahasiswa secara langsung mengenal tipe ekosistem hutan b. Mahasiswa dapat menghayati persoalan-persoalan yang dirasakan oleh masyarakat di sekitar hutan c. Meningkatnya semangat belajar dan rasa ingin tahu mahasiswa pada bidang kehutanan d. Memupuk kerjasama dan persaudaraan antar para mahasiswa e. Terkumpulnya data dan informasi tentang tipe-tipe vegetasi dan jenisjenis ekosistem pada kawasan hutan di tempat PUK dilaksanakan. 2. Masyarakat di Lokasi PUK : a. Masyaraakaat mendapat pengetahuan dan wawasan baru tentang kehutanan dan lingkungan hidup b. Masyarakat terbantu untuk mengidentifikasi persoalan dan potensi yang ada di desanya c. Masyarakat mendapat tambahan penghasilan d. Meningkatkan proses dinamika masyarakat pedesaan. 3. Pemerintah : a. Terjadinya percepatan program pembangunan kehutanan b. Terdistribusinya informasi dan hasil-hasil pembangunan kehutanan yang bermanfaat bagi masyarakat c. Terkumpulnya data dan informasi tentang persoalan kehutanan yang terjadi di masyarakat d. Terpantaunya program pembangunan kehutanan. D. Tema Kegiatan PUK Tema yang diangkat pada pelaksanaan PUK tahun 2004 angakatan IV adalah Membangun Moral Rimbawan di Tengah Krisis Kebijakan dan Laju Deforestasi Hutan. Melalui kegiatan PUK 2004 angkatan IV diharapkan adanya kontribusi nyata dari seluruh civitas akademika Jurusan Kehutanan USU untuk ikut berperan aktif dalam upaya membentuk SDM kehutanan yang handal sehingga dapat mengelola hutan dengan lebih cermat, arif dan bijaksana. E. Kode Etik Peserta PUK Peserta PUK tahun 2004 angkatan IV adalah para mahasiswa Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian USU semester IV yang memenuhi persyaratan PUK. Peserta teridir dari mahasiswa Program Studi Budidaya Hutan, Manajemen Hutan, dan Teknologi Hasil Hutan yang dibagi ke dalam kelompok-kelompok dan dilaksanakan pada saat alih semester IV ke semester V. Agar pelaksanaan PUK berjalan baik dan tertib, maka kode etik pelaksanaan PUK dibuat dan semua peserta harus menandatangani kode etik PUK dalam bentuk kontrak pelaksanaan kegiatan PUK. Peserta yang melanggar kode etik yang terdapat pada kontrak PUK akan dikenakan sanksi akademik.
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
3
F. Bentuk, Metode, dan Jenis Kegiatan Praktek Umum Kehutanan Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian USU tahun 2004 angkatan IV dilaksanakan secara berkelompok atau regu yang ditentukan secara acak dan merupakan gabungan mahasiswa dari Program Studi Budidaya Hutan, Manajemen Hutan dan Teknologi Hasil Hutan dengan tetap mempertimbangkan komposisi antara mahasiswa pria dan wanita. Metode pelaksanaan kegiatan PUK adalah menggunakan prinsip-prinsip pembelajaran bagi orang dewasa (andragogi). Mahasiswa peserta PUK di lapangan (dibantu oleh tenaga lapangan atau masyarakat yang sudah berpengalaman) belajar secara mandiri melihat fenomena alam (hutan) yang dijumpainya, mendata, mendokumentasikan, mengidentifikasi persoalan yang terjadi, dan mensintesisnya menjadi suatu yang bermakna sehingga dapat memberikan alternatif pemecahan persoalan. Hasil proses pembelajaran selama kegiatan PUK, selanjutnya dituangkan ke dalam suatu bentuk laporan tertulis. Agar proses pembelaran selama PUK lebih terarah, maka sebelum berangkat, mahasiswa peserta PUK mendapat pembekalan tentang materi dan teknik-teknik yang dapat dipraktekkan selama kegiatan PUK. Substansi pembekalan yang diberikan kepada mahasiswa peserta PUK bersifat menyeluruh dan terpadu. Materi pembekalan yang diberikan berkaitan dengan bidang kehutanan, juga ditambah materi penunjang berupa teknik berkomunikasi, etika dan jungle survival. Secara garis besar ada dua jenis kegiatan selama PUK, yaitu : 1. Kegiatan Utama (Pendidikan) Kegiatan utama adalah kegiatan pendidikan dengan komposisi 80% dari seluruh kegiatan selama PUK dan kegiatan ini sesuai dengan amanat yang ada pada kurikulum pendidikan jurusan Kehutanan USU. Konsentrasi kegiatan utama adalah pengenalan terhadap tipe-tipe vegetasi dan jenis-jenis ekosistem pada lokasi pelaksanaan kegiatan PUK. 2. Kegiatan Penunjang (Pengabdian pada Masyarakat) Kegiatan penunjang dilaksanakan pada saat kegiatan utama dilaksanakan dan memiliki porsi 20% dari keseluruhan kegiatan PUK. Secara teknis, pelaksanaan kegitan penunjang harus tetap mempertimbangkan situasi dan kondisi lokasi PUK. Melalui kegiatan penunjang, diharapkan masyarakat dapat merasakan manfaat langsung dari kegiatan PUK. Beberapa contoh kegiatan yang dapat dijadikan kegiatan penunjang antara lain : a. Penyuluhan kepada warga masyarakat tentang pentingnya hutan b. Melatih masyarakat tentang cara menanam dan memelihara pohon dengan benar c. Mengenalkan kepada warga masyarakat tentang jenis-jenis ketrampilan praktis yang memanfaatkan sumberdaya hutan d. Kegiatan penanaman pohon, penghijauan atau rehabilitasi lahan. Setelah seluruh kegiatan PUK dilaksanakan oleh para peserta, mahasiswa peserta PUK selanjutnya diuji pemahamannya terhadap seluruh materi kegiatan PUK yang telah dilaksanakannya melalui tahapan ujian dengan dosen penguji. Melalui kegiatan PUK diharapkan mahasiswa peserta PUK yang mewrupakan calon rimbawan muda lebih memahami kondisi hutan dan eksosistemnya lebih jelas, sehingga memberikan wawasan yang lebih luas kepada mahasiswa mengenai bidang kehutanan secara umum. Kegiatan ini tentu saja dapat memberikan kontribusi yang berarti terhadap pencetakan SDM yang handal dan profesional di bidang kehutanan, sehingga dapat “Membangun Moral Rimbawan di Tengah Krisis Kebijakan dan Laju Deforestasi Hutan”. Selamat melaksanakan kegiatan PUK dan semoga sukses. Amin !!!
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
4
Daftar Pustaka Direktotar Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. 2003. Kebakaran Hutan Menurut Fungsi Hutan, Lima Tahun Terakhir. Direktotar Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Jakarta. Dove, M.R., 1988. Sistem Perladangan di Indonesia. Suatu studi-kasus dari Kalimantan Barat. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 510 hal. Soeriaatmadja, R.E. 1997. Dampak Kebakaran Hutan Serta Daya Tanggap Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Sumberdaya Alam Terhadapnya. Prosiding Simposium: “Dampak Kebakaran Hutan Terhadap Sumberdaya Alam dan Lingkungan”. Tanggal 16 Desember 1997 di Yogyakarta. hal: 3639. Schweithelm, J. dan D. Glover, 1999. Penyebab dan Dampak Kebakaran. dalam Mahalnya Harga Sebuah Bencana: Kerugian Lingkungan Akibat Kebakaran dan Asap di Indonesia. Editor: D. Glover & T. Jessup Saharjo dan Husaeni, 1998. East Kalimantan Burns. Wildfire 7(7):19-21. Tacconi, T., 2003. Kebakaran Hutan di Indonesia, Penyebab, biaya dan implikasi kebijakan. Center for International Forestry Research (CIFOR), Bogor, Indonesia. 22 hal. http://www.cifor.cgiar.org/Publiction/occasional paper no 38 (i)/html
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
5