INDONESIA BUSINESS INSIGHTS
15 TAHUN PNPM PERDESAAN (1998-2013) Pembangunan Berbasis Komunitas Terbesar di Dunia
Dok. PNPM
MEMBANGUN “LEBUH” YANG LUMPUH LEBIH DARI 100 RIBU PROYEK INFRASTRUKTUR DIGARAP DALAM KURUN 15 TAHUN PNPM PERDESAAN. REPORTASE MUHAMMAD KAHFI DARI DESA MAJANGGUT II, MENGGAMBARKAN BAGAIMANA “LEBUH” DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT, SUMATERA UTARA, AKHIRNYA BEBAS DARI ISOLASI.
Sebanyak enam edisi, mulai Juni 2013, KATADATA mengulas tentang jejak 15 tahun PNPM Mandiri Perdesaan. Artikel ditayangkan setiap pekan ketiga di majalah Tempo dan selengkapnya di situs www.katadata.co.id. Kritik dan saran ke
[email protected]
15 TAHUN PNPM PERDESAAN (1998-2013) Pembangunan Berbasis Komunitas Terbesar di Dunia
INDONESIA BUSINESS INSIGHTS
KATADATA/Muhammad Kahfi
2
Jalan aspal yang dibuat oleh PNPM
BINTUA Sinaga langsung luluh. “Pulanglah…kita bangun desa kita,” ujarnya mengulang katakata Jamsen Solin, Kepala Desa Majanggut II, via telepon sekitar lima tahun lalu yang mengajaknya pulang kampung. Ia semakin tak kuasa menolak ajakan itu ketika pertanyaan Jamsen amat mengusiknya. “Sudah berapa hektare kebun sawit yang kamu punya sekarang?” Bintua saat itu memang hanyalah buruh di kebun sawit milik sebuah perusahaan besar. Tak sepetak tanah pun ia miliki. Beban hidup di pundaknya juga kian menindih. Ia harus membanting tulang menghidupi istri dan kelima anaknya. Sejatinya, Bintua memiliki hak tanah di Desa Majanggut II, yang terletak di kecamatan Kerajaan, kabupaten Pakpak Bharat, Sumatera Utara. Sebab, ia merupakan bagian dari keluarga besar Marga Solin, setelah menikah dengan istrinya yang terlahir di “lebuh”—istilah Pakpak untuk desa—itu. Namun, pada sekitar tahun 1990-an, ia dan istrinya merantau ke desa Ujung Batu Rokan, Rokan Hulu, Riau karena kehidupan di Majanggut terasa kian sulit. Tak tersedianya akses jalan keluar-masuk desa itu, membuat hasil bumi dari ladangnya tak mudah dijual untuk mendapatkan uang guna menghidupi keluarganya. Prasarana pendidikan dan layanan kesehatan pun super-minim. Di tengah kondisi serba sulit dan terisolir inilah, warga desa berbondong-bondong eksodus meninggalkan tanah warisan leluhur Solin, tempat kelahiran mereka. Tinggal tiga PRODUKSI KATADATA/TIM INFO TEMPO
Tak tersedianya akses jalan keluar-masuk desa, membuat hasil bumi tak mudah dijual untuk mendapatkan uang guna menghidupi keluarganya.
keluarga yang tersisa. Desa itu baru mulai kembali hidup setelah Jamsen kembali ke sana pada 2006. Adalah ucapan Gubernur Sumatera Utara kala itu, Raja Inal Siregar, yang menggerakkannya:“Marsibature Hutanabe”, yang artinya “Marilah kita membangun desa kita masing-masing”. Maka, setahun kemudian, ia membangun berbagai sarana infrastruktur di sana dengan bantuan dana Program Nasional Pembedayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan. Jembatan beton didirikan. Desa-desa terdekat yang semula dipisahkan lima jurang kini tersambung. Pengaspalan ke arah desa juga terus dilakukan bertahap, sehingga jarak lima kilometer yang dahulu sangat berat dilalui, kini 3,5 kilometer sudah teraspal dan sisanya dikeraskan. Total sejak 2007, desa ini sudah mendapat kucuran dana lebih dari Rp 2,6 miliar. Berkat berbagai prasarana baru itu, akses desa terbuka. Sepeda motor bisa masuk dan mobil sudah bisa mendekati desa. Mendengar ini, Bintua tak ragu memutuskan pulang. Apalagi, ia bakal mendapat jatah tanah 2 hektare, yang dijanjikan Jamsen bagi warga yang kembali. Dari lahan 2 hektare inilah, Bintua dan warga lainnya kini bisa memanen jagung, kakao, karet, petai, dan jengkol untuk mencukupi kehidupan keluarganya. Durian Majanggut yang sedap pun sudah bisa dibawa dengan mudah ke pasar di Salak, ibu kota kabupatan Pakpak Bharat. Bintua juga berternak babi, dan saat ini dia sudah memiliki 5 ekor yang siap untuk dijual. Sebagai mata pencaharian tambahan, keluarganya ikut membantu Bintua membuat arang kayu yang siap dijual ke pasar setiap pekan. Adapun rumah yang kini ia tinggali bersama PRODUKSI KATADATA/TIM INFO TEMPO
3
15 TAHUN PNPM PERDESAAN (1998-2013) Pembangunan Berbasis Komunitas Terbesar di Dunia
INDONESIA BUSINESS INSIGHTS
Dengan dana PNPM Mandiri Perdesaan. Jembatan beton didirikan. Desadesa terdekat yang semula dipisahkan lima jurang kini tersambung.
PRODUKSI KATADATA/TIM INFO TEMPO
5
KATADATA/Muhammad Kahfi
4
keluarganya, terletak di bagian terluar Desa Majanggut II. Tempat ini dipilih dengan pertimbangan agar anak-anaknya bisa menempuh perjalanan lebih pendek ke Desa Simerpara, tempat sekolah terdekat dari Majanggut II. Itu pun anak-anak nya harus berjalan sekitar 4 kilometer menuju sekolah. PNPM Mandiri Perdesaan yang dimulai sejak 15 tahun lalu dengan nama Program Pengembangan Kecamatan (PPK), kini sudah menjangkau sekitar 63 ribu desa di 5.000 kecamatan. Dalam program pembangunan berbasis komunitas yang digagas Bank Dunia bersama pemerintah Indonesia ini, setiap kecamatan pada tahun ini mendapatkan alokasi dana Rp 600 juta hingga Rp 3,2 miliar. Sebagian besar dana itu digunakan oleh masyarakat untuk membangun infrastruktur desa. Dalam kurun 15 tahun, telah digarap lebih dari 122 ribu kilometer jalan, 16 ribu jembatan, 30 ribu sistem irigasi, 38 ribu bangunan sekolah, 20 ribu sarana air bersih, dan 12 ribu sarana kesehatan. Dengan partisipasi masyarakat desa, biaya pembangunan pun lebih irit 15-20 persen dibandingkan proyek-proyek pemerintah lainnya yang menggunakan jasa kontraktor. Berbeda dengan model pembangunan konvensional, PNPM Mandiri Perdesaan— yang sebagian besar kini didanai oleh pemerintah dan sisanya dibantu Bank Dunia— prioritas pembangunan tidak diputuskan oleh pemerintah. Wargalah yang memilih dan menentukan sendiri pembangunan apa yang ingin dilakukan di desa mereka. Tiap desa akan bersaing untuk merebut dana yang dijatahkan bagi kecamatan. Jumlahnya tergantung pada tingkat kemiskinan dan jumlah penduduk. Model inilah yang disebut dengan
Gerbang Ibukota Kabupaten Pakpak Bharat
community driven development. Karena dari awal warga sudah dilibatkan, partisipasi masyarakat menjadi sangat tinggi. “Lahan pekarangannya dipakai untuk jalur air. Pipa dan bak-bak penampungan juga dibangun. Semua itu tidak pernah ada yang dibayar,” ungkap Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menuturkan pengalamannya, saat ia menjabat Bupati Solok, Sumatera Barat, dan menjalankan program ini. Selain itu, PNPM memungkinkan pembangunan infrastruktur memakan biaya yang jauh lebih murah, yaitu 15-20 persen, dibandingkan dengan pembangunan yang menggunakan jasa kontraktor. Ini dikarenakan bantuan warga cukup besar. “Bahan baku pun diambil dari lokasi setempat dan ada bantuan masyarakat,” kata Bank Dunia. Laporan lain menyebutkan penghematan bahkan bisa mencapai 56 persen. PRODUKSI KATADATA/TIM INFO TEMPO
15 TAHUN PNPM PERDESAAN (1998-2013) Pembangunan Berbasis Komunitas Terbesar di Dunia
INDONESIA BUSINESS INSIGHTS
KATADATA/Muhammad Kahfi
Selain itu, PNPM memungkinkan pembangunan infrastruktur memakan biaya yang jauh lebih murah, yaitu 1520 persen.
Gotong Royong Warga membenahi Jalan ke Desa
Dari total dana bantuan langsung masyarakat yang disalurkan melalui PNPM Mandiri Perdesaan, sekitar tiga perempatnya diserap untuk proyek pembangunan infrastruktur. Kegiatan infrastruktur ini sangat besar manfaatnya. Sejumlah penelitian menunjukkan, desa yang paling terangkat kesejahteraannya akibat PNPM adalah wilayah yang aksesnya ke pasar terhambat. “Jalan baru menciptakan akses ke pasar,” kata Bank Dunia. Besarnya manfaat pembangunan infrastruktur PNPM juga dirasakan oleh Prayetno, petani dari Desa Makmur, Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai. Dulunya, ia mesti menyisihkan Rp 920 ribu untuk biaya pompa air yang mengaliri hampir 1 hektare sawahnya. Itu pun setahun hanya bisa menanam sekali. PRODUKSI KATADATA/TIM INFO TEMPO
7
INFRASTRUKTUR DALAM 15 TAHUN PNPM PERDESAAN
122.000 16.000 30.000 38.000 20.000 12.000
km jalan
jembatan sistem irigasi
bangunan sekolah sarana air bersih
sarana kesehatan PRODUKSI KATADATA/TIM INFO TEMPO
Dok. PNPM
6
Saluran irigasi induk sesungguhnya sudah dibangun di desa itu sejak 1985, tapi tidak langsung bisa mengairi 350 hektare sawahsawah di desa Makmur, yang 80 persen penduduknya hidup dari bertani. Sejak dibangun saluran irigasi, air mengalir ke seluruh sawah. Karena itu, Prayetno tidak perlu lagi mengeluarkan uang untuk pemeliharaan pompa air. Panen pun bisa dua kali, karena dengan air yang lebih berlimpah, hasil panen per hektare menjadi lebih banyak. “Dari hasil panen terakhir, saya bisa memperoleh penghasilan kotor Rp 29 juta,” ujarnya. Kepala Desa Makmur, Syafrik, menambahkan bahwa tiga bulan setelah irigasi selesai dibangun pada 2011, warga desa sudah bisa menikmati hasilnya. Sebelum ada saluran air, sawah di desanya hanya bisa menghasilkan 2-2,5 kuintal padi per rante (sekitar 400 m2). “Sekarang rata-rata bisa menghasilkan 3 kuintal, bahkan ada yang 3,5 kuintal,” katanya.
15 TAHUN PNPM PERDESAAN (1998-2013) Pembangunan Berbasis Komunitas Terbesar di Dunia
INDONESIA BUSINESS INSIGHTS
MEMBANGUN INFRASTRUKTUR Berbagai infrastruktur telah dibangun melalui PNPM Mandiri Perdesaan untuk menanggulangi kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat desa. Sekitar tiga perempat dari dana hibah yang disediakan di kecamatan digunakan untuk membangun prasarana dasar.
Lebih Irit Biaya pembangunan prasarana yang didanai oleh PNPM Perdesaan lebih murah dibanding dengan anggaran pemerintah daerah. Penghematan terkadang dapat mencapai hingga 50%, karena menggunakan tenaga kerja kurang berpengalaman dari desa atau distrik setempat.
68.821
l l
63.000 desa 5.000 kecamatan 11.000 fasilitator
l l
Rasio Pembangunan Prasarana Dasar Evaluasi di 11 provinsi.
$1,4 miliar biaya tahunan juta dana hibah $65-330 per kecamatan pertahun
PPK (1998-2007)
21.885
8.124
6.527
40.371
9.049
11.062
11.062
6.732
3.865
Jalan (km)
Jembatan
Sistim irigasi
Sarana Air bersih
Bagunan Sekolahan
Sarana Kesehatan
10.839
TAMBATAN PERAHU
20%
JEMBATAN
10% dana PNPM dialokasikan untuk membangun prasarana dasar.
PNPM (2008-2011)
6.527
1%
7%
75 %
Proyek Masif Lebih dari seratus ribu kilometer jalan dan puluhan ribu proyek infrastruktur telah dibangun melalui program masif PPK dan PNPM dalam kurun 15 tahun terakhir.
PNPM Perdesaan l
PNPM 15-25% lebih murah
3%
GEDUNG
LISTRIK
AIR BERSIH
DRAINASE/ IRIGASI
12%
42% JALAN
5% MCK
15 TAHUN PNPM PERDESAAN (1998-2013) Pembangunan Berbasis Komunitas Terbesar di Dunia
INDONESIA BUSINESS INSIGHTS
KATADATA/Muhammad Kahfi
10
Kondisi Rumah Warga Desa Majanggut II
DESA MATI WARISAN LELUHUR SEMPAT MENJADI DESA MATI, MAJANGGUT II YANG TERISOLIR KEMBALI HIDUP SETELAH BERBAGAI INFRASTRUKTUR DIBANGUN.
PRODUKSI KATADATA/TIM INFO TEMPO
MAJANGGUT II mati suri. Jules Solin bersama dua kepala keluarga lainnya yang semula bertahan, akhirnya angkat kaki dari desa terisolir di kecamatan Kerajaan, kabupaten Pakpak Bharat, Sumatera Utara, itu. Bersama kedua rekannya: Sajingan Mangaraja dan Torigon Solin, pada 1996 lalu ia memutuskan hengkang dari sana. Mereka ingin memberikan pendidikan yang layak kepada anak-anaknya. Kota Sidikalang, Kota Salak, dan Desa Simerpara dipilih menjadi tempat bermukim yang baru. Meski begitu, saban hari mereka masih kembali ke Majanggut untuk mengurus ladangnya. Sebab, di lahan itulah mereka Mereka mesti tetap menggantungkan hidup. Menurut cerita Jules, hidup di Majanggut menuruni jurang yang tanpa akses jalan, listrik, bahkan air dan mendaki bersih terasa amat berat. Praktis, kata lelaki ngarai, yang kadang dalamnya kelahiran 1958 ini, saat itu 15 jiwa—9 anakanak dan 6 orang dewasa—yang masih 20 meter, untuk menetap di sana, terisolasi dari dunia luar. membawa hasil Perjalanan dari Majanggut II ke Salak, panen. ibukota Kabupaten Pakpak Bharat, yang berjarak 18 kilometer mesti ditempuh Jules selama empat jam berangkat dan empat jam lagi pulang. Dari jarak itu, sekitar lima kilometer ke desa terdekat adalah medan berat. Tidak ada jembatan, tidak ada jalan yang gampang dilalui. Mereka mesti menuruni jurang dan mendaki ngarai, yang kadang dalamnya 20 meter, untuk membawa hasil panen. Apa yang bisa dijual adalah apa yang bisa mereka bawa di atas bahunya. Jules mesti mengupas petai hasil panen agar menjadi lebih ringan bebannya, sehingga bisa membawanya lebih banyak. Ia pun melupakan membawa durian, karena PRODUKSI KATADATA/TIM INFO TEMPO
11
15 TAHUN PNPM PERDESAAN (1998-2013) Pembangunan Berbasis Komunitas Terbesar di Dunia
INDONESIA BUSINESS INSIGHTS
KATADATA/Muhammad Kahfi
12
Hasil perkerasan jalan oleh PNPM
biarpun cukup mahal, buah ini terlalu berat untuk diangkut di bahunya. Padahal, jika sedang musimnya, buah beraroma sedap ini bisa mencapai lebih dari dua ton menggunung di Majanggut II. Karena itu, banyak durian dibiarkan berjatuhan dari pohon dan busuk. Beratnya medan yang harus dilalui, membuat pakaian mereka kerap kotor bukan kepalang. Itu sebabnya, mereka selalu membekali diri dengan pakaian bersih, yang akan digunakan sebagai baju ganti sebelum masuk ke pasar. Di pasar mereka hanya menghabiskan waktu kurang lebih 30 menit, karena mereka harus segera kembali lagi ke desa sebelum gelap. Di tengah situasi serba sulit itu, semula Jules dan kedua rekannya mencoba bertahan karena desa itu merupakan tanah walayat atau tanah marga mereka, yaitu marga PRODUKSI KATADATA/TIM INFO TEMPO
Ia teringat ungkapan dalam bahasa Pakpak “marsikapade lebuhna”, yang artinya mari benahi desa kita sendiri”.
Solin, yang harus dijaga turun-temurun. Jika sampai ditinggalkan, mereka khawatir bakal memikul beban berat karena harus mempertanggungjawabkannya kepada para leluhur. Tapi, akhirnya mereka tak sanggup bertahan dan memutuskan pergi meninggalkannya. Eksodus warga sebetulnya sudah terjadi sejak 1980. Warga Desa Majanggut II merasa tidak mampu lagi hidup di sana karena tidak ada akses jalan keluar-masuk desa. Para warga harus menempuh jarak 5 kilometer ke Desa Simerpara, desa terdekat yang memiliki fasilitas sekolah dan sarana kesehatan, atau 18 kilometer menuju Kota Salak. Desa ini sebenarnya pada sekitar 1986 pernah kembali cukup ramai, setelah berdatangan 150 keluarga yang ambil bagian dalam program transmigrasi lokal pemerintah. Untuk akses warga, pemerintah lantas membuat jembatan kayu dan jalan setapak. Tapi, ternyata jembatan itu berumur pendek. Begitu akses ke desa ini hilang, mulailah warga kembali meninggalkannya. Pada 1995, desa itu nyaris melompong. Sebagian warga pulang ke kampung asalnya sebelum transmigrasi. Sebagian lagi pindah ke daerah lain yang lebih ramai, seperti Sidikalang atau Tanah Karo. Dan sisanya merantau hingga ke Riau. Tinggallah keluarga Jules, Sajingan dan Torigon yang bertahan, meski setahun kemudian mereka pun memutuskan hijrah. Tapi, lagi-lagi panggilan hati menarik mereka kembali ke desa itu pada sekitar tahun 2000. Ia teringat ungkapan dalam bahasa Pakpak “marsikapade lebuhna”, yang artinya “Mari benahi desa kita sendiri”. PRODUKSI KATADATA/TIM INFO TEMPO
13
15 TAHUN PNPM PERDESAAN (1998-2013) Pembangunan Berbasis Komunitas Terbesar di Dunia
INDONESIA BUSINESS INSIGHTS
KATADATA/Muhammad Kahfi
14
Jules Solin (kanan) dan warga lain sedang bersantai di sela kegiatan kerja sehari-hari
Tiga keluarga itu pun mendapat suntikan semangat ketika salah seorang tetangganya yang lain, Jamsen Solin, ikut bergabung pada 2006. Sebagai Kepala Desa, Jamsen sejak 2007 menggerakkan pembangunan infrastruktur desa dengan bantuan dana tahunan dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan. Berbagai perbaikan dan pembangunan infrastruktur dilakukan, mulai dari pengerasan dan pengaspalan jalan, pembuatan jembatan kayu dan jembatan beton, pembangunan instalasi air bersih, hingga pengadaan listrik. Dengan terbukanya akses jalan keluar-masuk desa itu, maka penjualan hasil bumi yang dulu harus dilakukan dengan jalan kaki selama empat jam, kini sudah dapat dilakukan dengan PRODUKSI KATADATA/TIM INFO TEMPO
kendaraan roda dua yang hanya memakan waktu setengah jam. Melihat perkembangan ini, warga yang dulu pergi pun kembali mulai berdatangan. Kini jumlah penduduk yang menetap di desa itu mencapai 15 keluarga. Sementara, sebanyak 40 keluarga lainnya masih berada di desa lain, meski terus mengurus ladangnya di Majanggut. Menurut pengakuan Jules, pembangunan seperti itu sebelumnya tidak pernah mereka dapatkan dari pemerintah, baik di tingkat kabupaten, provinsi, apalagi pemerintah pusat. Padahal, saban tahun ia dan kawanPenjualan hasil kawannya rajin mengikuti rapat musyawarah bumi yang dulu rencana pembangunan (Musrenbang) yang harus dilakukan diadakan di kabupaten Pakpak Bharat. dengan jalan Tak satu pun usulan yang diberikan warga kaki selama Desa majanggut II dikabulkan. “Kami seperti empat jam, kini dianaktirikan oleh pemerintah sendiri,” sudah dapat ujarnya mengenang masa-masa sulit itu. dilakukan dengan Jules menambahkan, dirinya dan warga desa lainnya merasa lebih bersemangat untuk kendaraan roda datang jika ada undangan musyawarah, dua yang hanya memakan waktu perencanaan, atau hanya sekadar berdiskusi dengan pihak PNPM. Mereka pun sangat setengah jam. berterima kasih kepada PNPM, karena tanpa program nasional ini ada kemungkinan Desa Majanggut II sudah tidak ada lagi. PNPM, menurut Jules, seperti lampu pijar yang menerangi gelapnya hutan Majanggut II. Kini memang masih banyak warga yang belum benar-benar mau menetap di desa itu. Hal ini dikarenakan masih belum adanya sarana sekolah dan pelayanan kesehatan. “Kalau saja PNPM mempunyai program pengadaan sekolah dan pelayanan kesehatan, pastilah desa kami sudah seperti desa lain saat ini” ujar Jules. PRODUKSI KATADATA/TIM INFO TEMPO
15
15 TAHUN PNPM PERDESAAN (1998-2013) Pembangunan Berbasis Komunitas Terbesar di Dunia
INDONESIA BUSINESS INSIGHTS
Dok. KATADATA/Muhammad Kahfi
16
Jamsen Solin (kanan) bersama ayahnya di rumah pertama mereka
BERMODALKAN TENDA PLASTIK
AGAR DESANYA BISA HIDUP KEMBALI. JAMSEN RELA HIDUP BERLINDUNG DI BAWAH TENDA DARURAT DARI PLASTIK. SATU PER SATU WARGA BERHASIL DIRAYUNYA UNTUK “PULANG”.
ANGIN kencang dan hujan deras tak bisa dilawan tenda plastik darurat yang dijadikan Jamsen Solin sebagai rumah. Tenda itu hancur. Pakaiannya basah kuyup. Bersama ayah dan sepupunya, ia dibekap dinginnya kaki Bukit Barisan. Jamsen nekat kembali memulai hidup di desa asalnya itu, Majanggut II. Terletak di kecamatan Kerajaan, kabupaten Pakpak Bharat, Sumatera Utara, kawasan ini sesungguhnya sudah menjadi kampung mati. Penduduk desa yang saat Jamsen masih anakPRODUKSI KATADATA/TIM INFO TEMPO
anak pada pertengahan 1980-an mencapai sekitar 150 keluarga, sudah hampir habis. Saat Jamsen pulang kembali ke desanya pada 2006, penduduk desa itu tinggal tersisa tiga keluarga yang nekat menetap di desa terisolir dan hampir mati itu. Jamsen datang karena ingat ucapan bekas gubernur Sumatera Utara, Raja Inal Siregar, yang menyerukan “Marsibature Hutanabe”, yang artinya “Marilah kita membangun desa kita masing-masing”. Ia pun merasa masih punya harapan, karena meski sudah kosong, desa itu belum dihapus dari Catatan Negara. Jamsen menduga pemerintah kabupaten tetap mempertahankan status desa itu karena Tidak ada tidak tahu apakah desa itu masih dihuni atau (pejabat) tidak. “Karena tidak ada (pejabat) yang pernah berkunjung ke sana akibat susahnya jalan yang yang pernah harus ditempuh menuju desa,” katanya. berkunjung ke Bermodalkan tenda pelastik sebagai rumah sana akibat darurat itulah, Jamsen mencoba bertahan. susahnya jalan Tenda itu sempat dihalau angin kencang yang harus dan hujan deras. Setiap dua atau tiga hari ditempuh menuju sekali, ia pun harus berjalan kaki empat jam, desa. menggendong hasil kebun dari Majanggut menuju pasar terdekat yang berjarak 18 kilometer. Ini perjalanan sangat berat, karena mesti melewati hutan, semak, ngarai yang kadang dalamnya sampai 20 meter.“Ini saat cuaca baik,” katanya. Jika hujan, perjalanan lebih berat dan lama. Lumpur, semak, dan arus sungai yang deras akan sangat menghambat perjalanan mereka. Berbekal hasil penjualan itulah Jamsen kemudian membeli bahan-bahan untuk membuat rumah, seperti paku, seng, atau lem. Berkat jerih-payahnya itu, secara perlahan ia bersama ayahnya, yakni Lemenker Solin, dan seorang sepupunya akhirnya berhasil PRODUKSI KATADATA/TIM INFO TEMPO
17
15 TAHUN PNPM PERDESAAN (1998-2013) Pembangunan Berbasis Komunitas Terbesar di Dunia
INDONESIA BUSINESS INSIGHTS
Dok. KATADATA/Muhammad Kahfi
18
Kepala Desa Majanggut II, Jamsen Solin
membangun rumah kayu yang cukup kokoh. Selain bekerja mengolah tanah, Jamsen juga rajin menghubungi bekas warga Majanggut yang pindah ke daerah-daerah lain, agar kembali ke desanya dan bersedia membangun kampung halaman yang sudah mati itu. Usahanya ternyata membuahkan hasil. Warga mulai ada yang kembali. Mereka pun kemudian memilih Jamsen sebagai kepala desa, karena ia dinilai memiliki semangat mulia untuk membangun desa. Merasa mendapat kepercayaan itu, Jamsen pun terus “mempromosikan” desanya. Beruntung, hanya berselang setahun kemudian, ia mendengar kabar bahwa Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan sudah masuk ke kecamatannya, meski awalnya ia tidak terlalu paham dan pesimistis dengan program ini. Sebab, seperti dituturkannya, “Bantuan dari pemerintah saja tidak pernah kami dapatkan. Karena, warga yang tinggal di desa ini sangat sedikit. ”Tapi, berkat bantuan para fasilitator, berturut-turut desa yang ia pimpin akhirnya berhasil mendapat bantuan dana proyek infrastruktur. PRODUKSI KATADATA/TIM INFO TEMPO
Dengan dana itu, serangkaian jembatan dibangun, jalan diaspal. Mereka bahkan berhasil mendapatkan bantuan program air bersih, sehingga tidak perlu lagi berjalan sekitar 1 kilometer ke sumber air bersih. Jembatan dan jalan ini membuat Jamsen bisa menumpang sepeda motor selama setengah jam ke ibu kota kabupaten di Salak, sehingga tak perlu lagi menghabiskan empat jam perjalanan yang amat berat. Banyak warga desa pun akhirnya banyak yang tertarik untuk kembali ke sana, karena Jamsen membuat kebijakan membagi tanah dua hektare bagi setiap warga yang pulang kampung. Hasilnya, satu-persatu masyarakat mulai Mereka berhasil pulang kampung. Beberapa ajakan dari Jamsen mendapatkan kepada sanak saudaranya untuk menempati bantuan program desa itu pun bersambut baik, sehingga warga desa mulai bertambah sedikit demi sedikit. air bersih, Saat ini, target Jamsen adalah mengusahakan sehingga tidak perlu lagi berjalan sekolah dan sarana kesehatan di desanya. Ia sudah memintanya kepada pemerintah 1 kilometer ke sumber air bersih. kabupaten, tapi masih belum diluluskan. “Ini disebabkan oleh sedikitnya jumlah calon murid yang akan bersekolah.” Padahal, katanya yakin, “Jumlah calon murid akan bertambah jika sudah tersedia sekolah di sana.” Terlepas dari masih adanya berbagai kekurangan itu, kini desa Majanggut II sudah mulai hidup. Sebanyak 15 keluarga sudah tinggal di desa itu, dan 40 keluarga lainnya datang teratur untuk mengurus ladang mereka. Jamsen puas, para warga kini bisa memanen kekayaan alam yang melimpah di desa Majanggut II dan tidak perlu perjuangan hebat untuk bisa menjualnya ke pasar. Dan yang terpenting, mereka bisa menjaga tanah milik leluhurnya, yang pernah terancam hilang dari catatan pemerintah. PRODUKSI KATADATA/TIM INFO TEMPO
19
15 TAHUN PNPM PERDESAAN (1998-2013) Pembangunan Berbasis Komunitas Terbesar di Dunia
INDONESIA BUSINESS INSIGHTS
Dok. PNPM
20
MAKMUR BERKAT AIR BERSIH PEMBANGUNAN FASILITAS AIR BERSIH MEMBUKA JALAN KEMAKMURAN BAGI DESA-DESA MISKIN. WARGA TAK PERLU LAGI BERJALAN BEBERAPA KILOMETER SEKADAR UNTUK MENDAPATKAN AIR.
PRODUKSI KATADATA/TIM INFO TEMPO
Di dusun Nampes, Baturetno, warga miskin boleh berlega hati karena mendapat akses air bersih secara gratis.
WARGA dusun Nampes, Baturetno, Wonogiri, awalnya mendapat fasilitas air bersih dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Tapi keberhasilan program ini rupanya membuahkan bonus: mereka bisa mendapat jalan beraspal di sejumlah ruas dusun tanpa keluar dana tambahan. Lebih satu dekade silam dusun Nampes mendapatkan bantuan fasilitas air bersih dari Program Pengembangan Kecamatan (nama lama PNPM). Sebanyak 333 dari 445 keluarga di desa itu membayar iuran Rp 1015 ribu per bulan sebagai ganti air bersih yang masuk rumah mereka. Bagi warga tidak mampu, disediakan tugu keran air umum yang gratis. Setelah beberapa tahun, bendahara tim pemelihara air bersih ini tiba-tiba saja sudah menyimpan Rp 70 juta. Kas itu membuat dusun tidak perlu berpikir ulang saat mendapat bantuan aspal—tapi tanpa biaya pengaspalan atau material lain seperti pasir—bagi beberapa ruas jalan di dusun itu. Dengan dana dari kas air bersih, pengerjaan pengaspalan berjalan mulus. Buletin Warta Desa yang diterbikan Satuan Kerja PNPM Perdesaan membanggakan proyek di dusun ini. Mereka menyatakan,“Tampaknya air bersih bantuan PNPM Mandiri Perdesaan telah memberikan kemakmuran kepada masyarakat Desa Baturetno, terutama dusun Nampes.” Pengalaman serupa dialami oleh warga di desa Simanungkalit, Kecamatan Sipoholon, Sumatera Utara. Mereka mendapat bantuan sarana air bersih. Sebelumnya mereka mesti berjalan beberapa kilometer sekadar mendapatkan air. “Sekarang hal itu bukan masalah lagi,” kata salah satu warga. Seperti lazimnya wilayah PNPM Mandiri, dusun Nampes mendapatkan air bersih karena usulan PRODUKSI KATADATA/TIM INFO TEMPO
21
15 TAHUN PNPM PERDESAAN (1998-2013) Pembangunan Berbasis Komunitas Terbesar di Dunia
INDONESIA BUSINESS INSIGHTS
Dok. PNPM
22
mereka sendiri. Mereka juga tidak diizinkan menggunakan kontraktor untuk membangun, tapi mesti mengerjakan sendiri proyeknya. Hal-hal ini membuat proyek infrastruktur PNPM di seluruh Indonesia, tidak hanya di Nampes, lebih hemat biaya dibanding proyek yang menggunakan jasa kontraktor. “(Proyek PNPM) rata-rata 15-20 persen lebih murah dibanding menggunakan jasa kontraktor,” tertulis dalam laporan PNPM. Selain itu, kualitasnya tidak diragukan karena yang mengerjakan adalah warga yang menikmatinya. “Sebanyak 85 persen sarana fisik yang dibangun berkualitas baik dan sangat baik,” bunyi laporan itu. Di dusun Nampes, Baturetno, warga miskin boleh berlega hati karena mendapat akses air bersih secara gratis. Dan bukan hanya itu, kelompok warga yang kurang beruntung ini pun mendapat “berkah” lain dari proyek PNPM yang dijalankan di sana. Sebab, proyek yang didanai PRODUKSI KATADATA/TIM INFO TEMPO
via program pemberdayaan ini harus dikerjakan oleh warga setempat. PNPM mencatat lebih dari 70 persen tenaga kerja proyek masif ini di seluruh Indonesia, berasal dari warga paling miskin. Untuk kerja itu, mereka dibayar sesuai dengan standar setempat. Laporan Bank Dunia menunjukkan, sejak 1998, saat masih bernama Program Pengembangan Kecamatan, hingga 2009, PNPM melibatkan 9,9 juta pekerja dari masyarakat sendiri. Dalam musyawarah perencanaan PNPM, warga tidak mampu juga berusaha dilibatkan lebih aktif. Hal ini sesuai dengan esensi PNPM yang bersifat bottom-up. Dengan kata lain, keterlibatan warga sejak dari PNPM mencatat usulan, perencanaan, pelaksanaan, hingga lebih dari pemeliharaan amatlah diharapkan. Sekitar 74 persen dari peserta yang hadir 70 persen dalam musyawarah perencanaan PNPM tenaga kerja biasanya adalah kelompok paling miskin. proyek masif Meski sejumlah studi juga menunjukkan bahwa ini di seluruh Indonesia, berasal kehadiran mereka belum berjalan paralel dengan peran aktif mereka dalam penyusunan dari warga paling usulan dan rencana pembangunan. Para elit miskin. desalah yang masih dominan berperan. Terlepas dari berbagai kekurangan yang masih ada di sana-sini, sejumlah laporan riset dan studi menunjukkan bahwa peningkatan kesejahteraan warga relatif lebih tinggi di daerah yang mengikuti program PNPM ketimbang yang tidak. Dalam laporan hasil survei yang dilansir tahun lalu, Bank Dunia menyatakan, “Konsumsi per kapita riil rumah tangga miskin di wilayah PNPM meningkat 9,1 persen.” Pada kelompok rumah tangga termiskin, angka konsumsi bahkan naik lebih tinggi hingga 11,8 persen. Sedangkan untuk kecamatan termiskin, peningkatan konsumsi mencapai 12,7 persen. PRODUKSI KATADATA/TIM INFO TEMPO
23
15 TAHUN PNPM PERDESAAN (1998-2013) Pembangunan Berbasis Komunitas Terbesar di Dunia
INDONESIA BUSINESS INSIGHTS
Dok. PNPM
24
BUKAN PRIORITAS KAUM MISKIN
IMPLEMENTASI PNPM YANG SEBAGIAN BESAR MEMILIH PROYEK INFRASTRUKTUR SERINGKALI BUKAN PRIORITAS KELOMPOK MASYARAKAT TERMISKIN. ELITE DESA MASIH MENDOMINASI SUARA.
SATU ruas jalan dibangun di sebuah desa di Lumajang, Jawa Timur, dengan dana Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Sebagaimana proyek-proyek PNPM lainnya, program ini tentu saja diusulkan oleh masyarakat sendiri. Tapi ternyata, tak semua warga merasa bahwa jalan itu meningkatkan kesejahteraan mereka. Meski diakuinya bahwa pembangunan itu membuat jalan tidak lagi becek, infrastruktur ini dinilai tidak memberikan manfaat ekonomi secara langsung kepada seluruh warga. “Jalan PRODUKSI KATADATA/TIM INFO TEMPO
Dalam pelaksanaan PNPM, aspirasi warga termiskin kerap tak terwakili, khususnya dalam menentukan usulan proyek yang akan diambil.
itu cuma buat yang bisa jualan,” kata seorang warga dari kelompok miskin. Ungkapan warga miskin ini memperlihatkan sisi kekurangan proyek pembangunan infrastruktur, meski secara umum program ini berdampak sangat positif. Keberadaan jalan membuat akses ke pasar semakin gampang. Saluran irigasi membuat sawah bisa dipanen dua atau tiga kali setahun. Fasilitas air bersih membuat warga pun tidak perlu lagi repot berjalan 1-2 kilometer untuk mencari sumber air. Dengan berbagai prasarana itu, kesejahteraan masyarakat desa secara umum bisa ditingkatkan. Salah satu indikatornya, yaitu konsumsi per kapita keluarga di wilayan PNPM Mandiri Perdesaan meningkat hingga 9,1 persen. Dalam rentang 2007-2012, konsumsi keluarga per kapita di kecamatan termiskin PNPM Mandiri Perdesaan bahkan meningkat 12,7 persen. Hanya saja, sejumlah kajian juga menyimpulkan bahwa sesungguhnya program PNPM yang lebih banyak terfokus pada pengembangan infrastruktur, belum memberikan manfaat langsung kepada kelompok masyarakat termiskin. Lembaga penelitian SMERU memberikan sejumlah catatan tentang hal ini. Salah satunya, dalam pelaksanaan PNPM di lapangan, aspirasi warga termiskin kerap tak terwakili, khususnya dalam menentukan usulan proyek yang akan diambil. Warga dusun atau desa yang aktif datang ke rapat, sebagian besar berasal dari kelompok menengah ke atas atau pun kelompok elite desa. Kelompok ini senang dengan pembangunan fisik dan kegiatan infrastruktur. “Kalau orang menengah ke atas kan (pembangunan) fisik yang dilihat,” kata seorang Kepala Desa di Lumajang, Jawa Timur. Padahal, untuk warga PRODUKSI KATADATA/TIM INFO TEMPO
25
15 TAHUN PNPM PERDESAAN (1998-2013) Pembangunan Berbasis Komunitas Terbesar di Dunia
INDONESIA BUSINESS INSIGHTS
Dok. PNPM
Dok. PNPM
26
Partisipasi warga dalam pemilihan program pembangunan kerap bersifat instrumental, sekadar untuk memenuhi persyaratan formal.
miskin, yang lebih dibutuhkan sesungguhnya adalah bantuan modal. Salah satu kesimpulan SMERU juga menyebutkan, partisipasi warga dalam pembuatan keputusan soal program pembangunan yang dipilih kerap bersifat instrumental, sekadar untuk memenuhi persyaratan formal. “Warga desa pada umumnya, khususnya kelompok miskin, masih pasif,” bunyi laporan riset tentang studi kualitatif Dampak PNPM Perdesaan di Jawa Timur, Sumatera Barat dan Sulawesi Tenggara yang dilansir pada 2012. Akibat kecenderungan ini kegiatan infrastruktur menjadi favorit. Di seluruh Indonesia, mayoritas anggaran PNPM yang disalurkan untuk pembangunan infrastruktur, jauh di atas alokasi dana untuk program kesehatan dan pendidikan, atau pun PRODUKSI KATADATA/TIM INFO TEMPO
pembiayaan mikro. Adapun program infrastruktur yang favorit dipilih oleh masyarakat, antara lain jalan, jembatan, dan irigasi. Padahal kebutuhan utama warga miskin bukan itu.“Warga miskin mengidentifikasi kebutuhan utamanya adalah tambahan modal, latihan keterampilan, pekerjaan, pendidikan, dan kesehatan,” kata Bank Dunia. SMERU juga menyebut hal-hal tersebut sebagai penyebab kemiskinan. “Minimnya kepemilikan aset dan ketiadaan sumber mata pencaharian yang tetap merupakan penyebab utama seseorang terpuruk dalam kemiskinan,” ujar SMERU. “Dan ini tampaknya belum berubah signifikan selama periode implementasi PNPM di perdesaan.” Catatan lainnya, masih banyak implementasi Menurut SMERU, PNPM di lapangan belum dipandang sebagai perencanaan proyek program penurunan kemiskinan. Dengan kata kerap dibuat tanpa lain, PNPM dipandang tidak berperan langsung mempertimbangkan dalam upaya penurunan angka kemiskinan, manfaat untuk kaum melainkan sebatas program pembangunan desa. Akibatnya, persoalan kemiskinan tidak miskin. diposisisikan sebagai prioritas utama. “Sebuah kenyataan bahwa perencanaan proyek kerap dibuat tanpa mempertimbangkan manfaat untuk kaum miskin,” ujar SMERU. “Mereka pun tidak secara spesifik melibatkan warga miskin dalam daftar kebutuhan tenaga kerja untuk proyek-proyek konstruksi PNPM.” Dengan sejumlah catatan itu, maka berbagai jenis pembangunan infrastruktur fisik PNPM Perdesaan tidak mampu menjawab secara langsung akar masalah kemiskinan. Dalam program PNPM, satu desa sesungguhnya bisa saja memilih program-program yang lebih khusus menyasar pada warga tidak mampu. Tapi, program ini selalu kalah dengan program infrastruktur, karena masih rendahnya PRODUKSI KATADATA/TIM INFO TEMPO
27
INDONESIA BUSINESS INSIGHTS
Dok. PNPM
28
partisipasi warga miskin dalam pengambilan keputusan. Meski begitu, tidak tertutup kemungkinan bahwa melalui pembangunan infrastruktur, warga termiskin pun bisa terangkat kesejahteraannya. Ini dimungkinkan jika kondisi infrastruktur di desa itu sangat buruk. Beberapa penelitian, seperti dilakukan Anthony Torrens atau Geoffrey Dent, menunjukkan kesimpulan ini. Di desa miskin, dengan infrastruktur yang buruk, proyek seperti irigasi, jalan, atau bantuan pertanian menjadi kebutuhan bersama, baik warga miskin maupun non-miskin. “Di wilayah dengan infrastruktur buruk, hasil nyata tampak pada peningkatan konsumsi yang menguntungkan warga miskin,” kata Bank Dunia. Tapi, jika infrastruktur dasar sudah ada—biasanya desanya tidak terlalu miskin—kebutuhan yang diidentifikasi warga miskin, tidak sama dengan proyek yang diinginkan masyarakat luas. Kadang warga kurang mampu, nyaris tidak merasa bahwa PNPM adalah program pemberantasan kemiskinan. Mereka baru merasa dampak langsung PNPM saat dipekerjakan dalam pembangunan jalan atau irigasi. Meski begitu, warga miskin yang mendapat pekerjaan dari PNPM pun, menurut hasil penelitian SMERU, upahnya sering kali lebih rendah dari semestinya. “Upah mereka sering kali dipotong dari standar yang ditetapkan, dengan alasan swadaya.”
PRODUKSI KATADATA/TIM INFO TEMPO
INDONESIA BUSINESS INSIGHTS