Membangun Generasi Muda Berbasis Kebiasaan Dalam Problem Solving Wilson Kosasih1, L. Laricha S2, Ahmad3, M. Agung S4
ABSTRACT: This paper discusses the community service activity which is a training that emphasizes problem solving with both qualitative and quantitative approaches. The background of this activity is a thought that Indonesia will soon enter the era of the ASEAN Economic Community (AEC) by the end of 2015, thus Indonesia strives to accelerate improvement and development in terms of both infrastructure and the index of human development such as education, health, and the welfare of its citizens. Building reliable young generation in problem solving is an important aspect of this nation to be able to compete and achieve self-reliance in the era of globalization. At a minimum, the young generation can play an active role provide creative ideas in providing solutions for plenty problems or challenges that exist, they precisely are not a part of the problem itself. The purpose of this activity are: to provide motivation, insight, awareness as part of this nation so that they can contribute and participate actively in developing this country, they don’t merely be a spectator; to enchance creativity and systemic thinking ability of high school students to identify the needs of the surrounding community; to give knowledge of basic statistical techniques in order to identify existing problems; and also, to give knowledge on 7 quality management tools to identify the roots of the problem so that able to provide the proper solutions in the right time. The training was held for two consecutive semesters in two different cities, namely Jakarta and Semarang. Evaluation is done by using a questionnaire as a means of feedback so that training can be improved. From the results of the questionnaire showed that the training is a positive impact on participants and training materials need to be developed so it can be easily understood among high school students. Keywords: young generation, creativity, training, problem solving. ABSTRAK: Makalah ini membahas mengenai kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat berupa pelatihan yang menekankan pada problem solving dengan pendekatan baik kualitatif maupun kuantitatif. Latar belakang dari kegiatan ini adalah sebuah pemikiran dimana Indonesia akan segera memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada akhir tahun 2015 ini, dengan demikian maka Indonesia berupaya untuk melakukan percepatan pembenahan dan pembangunan baik dari segi infrastruktur maupun indeks pembangunan sumber daya manusianya seperti pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan warganya. Membangun generasi muda yang handal dalam melakukan pemecahan masalah merupakan salah satu aspek penting agar bangsa ini dapat berdaya saing dan mandiri di era globalisasi. Minimal, generasi muda dapat berperan aktif memberikan ide-ide kreatif dalam memberikan solusi untuk “segudang” permasalahan atau tantangan yang ada, bukan justru menjadi bagian dari masalah itu sendiri. Tujuan dari kegiatan ini yaitu: untuk memberikan motivasi, wawasan, kesadaran sebagai bagian dari bangsa ini sehingga dapat berkontribusi dan berpartisipasi secara aktif dalam membangunnya bukan sekadar menjadi penonton; meningkatkan kreativitas dan kemampuan berpikir sistemik dari siswa SMA untuk mengidentifikasi kebutuhan masyarakat sekelilingnya; memberikan pembekalan teknik statistik dasar agar dapat mengidentifikasi masalah yang ada; dan juga, memberikan pembekalan mengenai 7 quality management tools agar dapat mengidentifikasi akar permasalahan sehingga mampu memberikan solusi yang tepat. Pelatihan ini diselenggarakan selama 2 semester berturut-turut di dua kota berbeda, yakni di Jakarta dan Semarang. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan kuesioner sebagai alat umpan balik sehingga pelatihan dapat terus ditingkatkan. Dari hasil kuesioner memperlihatkan bahwa pelatihan tersebut memberikan
1
Staf Pengajar Fakultas Teknik Industri Universitas Tarumanagara (
[email protected]) Staf Pengajar Fakultas Teknik Industri Universitas Tarumanagara 3 Staf Pengajar Fakultas Teknik Industri Universitas Tarumanagara 4 Staf Pengajar Fakultas Teknik Industri Universitas Tarumanagara 2
42
dampak positif kepada peserta dan materi pelatihan perlu untuk terus dikembangkan sehingga dapat mudah dipahami oleh kalangan siswa SMA. Kata Kunci: generasi muda, pelatihan, kreativitas, problem solving.
Pendahuluan Indonesia merupakan negara yang mempunyai jumlah penduduk terbanyak ke-4 di dunia, sebanyak ±250 juta jiwa penduduk. Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.977 mil di antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Luas daratan Indonesia adalah 1.922.570 km² dan luas perairannya 3.257.483 km². Saat ini Indonesia terdiri dari 34 provinsi dengan kota-kota besar seperti: DKI Jakarta, Surabaya, Medan, Yogyakarta, Bandung, Solo, Semarang, dlsb. Setiap kota memiliki permasalahan sosialbudaya-ekonomi masing-masing, seperti: kemacetan, banjir, sampah, kepadatan penduduk, tata kota, dlsb, yang belum dapat diselesaikan dengan baik. Permasalahanpermasalahan tersebut bukan hanya menjadi tanggung jawab Pemerintah Kota/Daerah dalam mengatasinya, akan tetapi setiap warga yang baik diharapkan dapat memberikan kontribusi dan turut berpartisipasi bersama-sama dalam membangun kota ini serta dapat membantu untuk menyelesaikan permasalahan yang ada dengan berbagai solusi kreatif maupun inovatif. Bahkan mulai akhir tahun 2015 Indonesia akan menghadapi era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sehingga dituntut untuk melakukan percepatan pembenahan dan perbaikan baik dari segi infrastruktur maupun indeks pembangunan sumber daya manusianya, yakni terkait dengan pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan warganya. Membangun manusia yang handal, unggul, dan responsif terhadap perubahan adalah salah satu poin penting agar bangsa ini dapat berdaya saing dan mandiri di era globalisasi. Saat ini Indonesia sedang memasuki jaman dimana orang muda dan masyarakat ekonomi kelas menengah mempunyai persentase jumlah cukup besar, dan Indonesia disinyalir akan mendapatkan puncak dari bonus demografi pada tahun 2025. Generasi muda diharapkan dapat ikut berkontribusi dalam menyelesaikan permasalahan yang ada, bukan justru menjadi bagian dari masalah itu sendiri. Minimalnya, generasi muda dapat berperan aktif memberikan ide-ide kreatif dalam menyelesaikan “segudang” permasalahan yang ada, bahkan ada yang telah terjadi sejak puluhan tahun lamanya. Hal tersebut terjadi disebabkan oleh mentalitas dari masyarakat Indonesia yang cenderung menutup matanya dan hanya menunggu penanganan dari pemerintah daripada melakukan perubahan dimulai dari dirinya sendiri. Secara umum, sebagian besar masyarakat Indonesia lebih senang hanya menjadi “penonton” bahkan cenderung menyalahkan pemerintah ketika terlihat bahwa pemerintah belum mampu menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Sistem pendidikan dasar di Indonesia dirasakan belum mampu menjawab tantangan ke depan dengan berbagai permasalahan kehidupan berbangsa dan bernegara yang semakin kompleks ini. Pembelajaran dari tingkat dasar hingga tingkat menengah atas cukup banyak menekankan pada kompleksitas dalam berpikir logis dan hafalan sehingga membuat masyarakat Indonesia cenderung menjadi skeptis bahkan berpikiran negatif terhadap segala perubahan positif yang terjadi di sekitarnya. Bahkan tidak sedikit dari masyarakat yang berusaha mempertahankan status quo. Proses pendidikan seperti ini membuat masyarakat selalu berpikir untung/rugi terlebih dahulu dalam melakukan segala hal. Oleh karena itu, tidak jarang banyak masalah yang ada ternyata
43
merupakan dampak dari permasalahan sosial yang diabaikan karena mungkin tidak muncul di permukaan, seperti pada teori gunung es. Sejak pemilu Presiden RI tahun 2014, kata “revolusi mental” seringkali menjadi topik yang hangat dibicarakan. Membangun negara, kota, maupun daerah harus berjalan seiringan dengan kesiapan mental manusianya. Sebagai contoh, negara Jepang tidak memiliki sumber daya alam akan tetapi negara kecil tersebut dapat menjadi salah satu negara maju karena kerja keras dan kedisiplinan masyarakatnya, serta sejak kecil masyarakat dididik supaya peduli dan dapat bermanfaat kepada masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Praktik Toyota Motor Manufacturing, perusahaan otomotif kelas dunia, memperlihatkan bahwa perusahaan ini menempatkan pemecahan masalah (problem solving) sebagai lapisan teratas dalam empat tingkat piramida Model 4P Toyota Way (J.K. Liker, & Michael H, 2008). Dalam Sistem Manajemen Toyota terdapat salah satu prinsipnya yang dikenal dengan Genchi Genbutsu, yaitu pergi dan lihatlah fakta-fakta dan situasi sepenuhnya, merupakan fondasi dalam menyokong budaya Toyota dalam pemecahan masalah. Problem solving merupakan pencerminan dari keunggulan orang Toyota memfokuskan upaya-upaya untuk melakukan perbaikan secara terus-menerus. Karenanya, kebiasaan dalam memecahkan masalah haruslah menjadi keunggulan dalam membangun generasi muda Indonesia dan diharapkan dapat ditanamkan sejak duduk di bangku SMA. Metode Penelitian Studi ini diawali dengan merancang sebuah pelatihan yang dapat memberikan pengetahuan, wawasan dan inspirasi kepada siswa Sekolah Menengah Atas atau Kejuruan mengenai sudut pandang, mindset, teknik-teknik ataupun paradigma dalam mengidentifikasi akar penyebab sebuah masalah. Kemudian dilanjuti teknik-teknik atau tools untuk menghasilkan berbagai alternatif solusi yang mungkin. Pelatihan ini merupakan salah satu kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat yang dikembangkan oleh Tim Dosen Teknik Industri Universitas Tarumanagara untuk meningkatkan kemampuan maupun kreativitas siswa SMA dalam problem solving. Pelatihan ini dirancang dengan mempertimbangkan Kolb’s Experiential Learning Theory (dapat dilihat pada Gambar 1) yang terdiri dari 4 metode pembelajaran, yakni: 1) concrete experience (feeling); 2) reflective observation (watching); 3) abstract conceptualization (thinking); 4) active experimentation (doing). Karenanya berbagai metode pembelajaran digunakan, seperti: pengajaran, diskusi dua arah, simulasi, permainan, maupun project based learning. Secara keseluruhan, kegiatan ini dilakukan dengan langkah-langkah yang akan dijelaskan pada bagian setelah ini. Langkah pertama adalah melakukan perencanaan. Awalnya,diusulkan proposal dengan tujuan untuk mendapatkan pendanaan kegiatan pelatihan, termasuk pembentukan tim. Dan juga menjalin komunikasi dengan Mitra, dalam hal ini adalah sekolah-sekolah yang diundang ataupun sekolah sebagai tempat pelaksanaan. Langkah kedua adalah pengorganisasian. Kemudian, mengatur waktu pelaksanaan dan melakukan koordinasi antar-tim dalam menyiapkan modul pelatihan dan berbagai perlengkapan permainan. Langkah berikutnya atau langkah ketiga adalah melakukan pelaksanaan. Pelaksanaan pelatihan ini diselenggarakan 2 (dua) kali dalam setahun (tahun akademik 2014/2015) namun diadakan di dua tempat yang berbeda, yakni di Jakarta (berlokasi di
44
Kampus 1 UNTAR) pada semester ganjil dan Semarang (berlokasi di SMAN 11) pada semester genap. Terakhir melakukan pengendalian. Survei dilakukan untuk mengetahui apakah pelatihan telah dilaksanakan secara efektif dan berfungsi sebagai feedback untuk penyelenggaraan berikutnya. Pengisian kuesioner dilakukan oleh setiap peserta. Materi pelatihan yang diberikan terdiri dari 4 bagian, yaitu: 1) berpikir sistem, mengenai apa itu sistem, dan bagaimana melihat segala sesuatu secara lateral dan sistemik; 2) 7 alat manajemen kualitas yakni: diagram afinitas, diagram keterkaitan, diagram pohon, diagram matriks, analisis data matriks, process decision program chart, dan diagram panah. Semua tools tersebut digunakan untuk membangkitkan dan mengelola ide-ide atau solusi kualitatif yang kreatif, serta dibahas bilamana dan bagaimana mengaplikasi tiap alat kualitas itu; 3) statistika dasar, mengapa dan kapan dibutuhkan statistika dalam menemukan fakta-fakta serta bagaimana penerapannya dalam kasus riil; 4) sociopreneurship, mengenai apa itu sociopreneurship dan juga menginspirasi siswa dengan contoh sociopreneur di Indonesia maupun berbagai contoh produk yang dihasilkan dari bahan daur ulang. Setelah pelaksanaan pelatihan ini, hasil survei yang diperoleh kemudian akan diolah dan dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui apakah “terdapat perbedaan signifikan antara peserta laki-laki dan perempuan dalam tingkat kemudahan pemahaman materi, atau tidak” sebagai hipotesis penelitian ini. Alat survei yang dikembangkan menggunakan skala ordinal dari 1 hingga 4. Karenanya, perlu dilakukan transformasi data dari skala ordinal menjadi jenjang/ranking dari tiap-tiap nilai untuk masing-masing sampel tertentu pada tahap awal pengolahan data. Setelah itu, dilakukan pengujian terhadap hipotesis yang dirumuskan. Dikarenakan data tidak terdistribusi normal, sehingga pengujian dapat menggunakan Wilcoxon Rank Sum Test (two-tails test). Berikut ini merupakan rumusrumus yang digunakan dalam pengujian ini antara lain (David M. Levine et.al, 2005): ( ) (1) ( )⁄ , dimana (2) ( )⁄ (3) ( )⁄ (4) Dimana, W merupakan rank sum dari sampel berukuran lebih kecil, jika W merepresentasikan pengujian dari arah kiri maka W’ merupakan arah sebaliknya. Sedangkan, R1 merupakan rank sum dari sampel 1 yang berukuran n1, R2 merupakan rank sum dari sampel 2 yang berukuran n2, μ merupakan nilai mean dan σ2 merupakan variance.
45
Perencanaan: Membentuk Tim. Identifikasi kebutuhan masyarakat atau mitra. Menjalin komunikasi dengan mitra (SMA/SMK).
-
-
Pengendalian: Evaluasi dan feedback dari peserta dengan mengisi kuesioner pelatihan.
-
Gambar 1:
-
Pengorganisasian: Menentukan waktu pelaksanaan. Mengembangkan metode pelatihan. Melakukan koordinasi Tim untuk menyiapkan modul pelatihan.
Pelaksanaan: Pelatihan ini dilaksanakan sebanyak 2 kali yaitu di Jakarta pada Semester Ganjil 2014/2015 dan di Semarang pada Semester Genap 2014/2015.
Skema Kegiatan PKM (Sumber: Peneliti)
Hasil Dan Pembahasan Telah disebutkan sebelumnya bahwa pelaksanaan pelatihan dilaksanakan di dua lokasi yang berbeda dalam kurun waktu setahun, yakni di DKI Jakarta dan di Semarang. Kegiatan pertama diselenggarakan di Jakarta diikuti oleh 91 peserta dari 25 SMA/SMK baik sekolah swasta maupun sekolah negeri, yang tersebar di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Demikian pula, kegiatan serupa diselenggarakan di Semarang diikuti oleh 45 peserta terpilih dari SMAN 11. Gambar 2 menunjukkan proses pembelajaran yang dilakukan dengan metode lecturing maupun diskusi 2 arah sehingga peserta memperoleh pengetahuan-pengetahuan baru mengenai materi yang disampaikan, begitu pula dapat meningkatkan rasa keingintahuan dari para peserta. Materi disusun sedemikian dengan berbagai contoh persoalan yang relevan dengan kondisi kekinian yang terjadi pada kota-kota besar di Indonesia. Dalam pelatihan ini, peserta diajak untuk berpikir sistemik sehingga dapat melihat setiap persoalan dari berbagai sudut pandang (helicopter view) maupun mampu mengamati dan menganalisis keterkaitan satu masalah dengan masalah lainnya. Berpikir sistem adalah adanya kesadaran untuk mengapresiasi dan memikirkan suatu kejadian sebagai sebuah sistem (systemic approach). Secara menyeluruh terdapat lima langkah untuk membangun pemikiran (model) yang bersifat sistemik, yaitu (Muhammadi, et.al., 2001: hal. 11): 1) identifikasi proses menghasilkan kejadian nyata; 2) identifikasi kejadian yang diinginkan; 3) identifikasi kesenjangan antara kenyataan dengan keinginan; 4) identifikasi dinamika menutup kesenjangan, dan; 5) analisis kebijakan. Metode pembelajaran di SMA selama ini dirasakan hanya menekankan pada pengembangan untuk berpikir kritis dan berpikir ilmiah, sehingga tidak menumbuhkembangkan kreativitas siswa dalam melakukan pemecahan masalah. 46
Gambar 2:
Penyampaian Materi oleh Salah Seorang Pembicara dengan Metode Lecturing maupun Diskusi 2 Arah (Sumber: Dokumentasi Peneliti)
Gambar 3:
Permainan Creativity & Continuous Improvement “The Ball Game” (Sumber: Dokumentasi Peneliti)
47
Gambar 4:
Permainan Team Building and Creativity “Spaghetti & Lilin” (Sumber: Dokumentasi Peneliti)
Agar peserta dapat menyerap maupun memahami keseluruhan materi dengan baik, maka pembelajaran juga dilakukan dengan pendekatan aspek psikomotorik. Oleh karena itu, pada pelatihan ini dirancang beberapa permainan penunjang yang relevan dengan materi yang diberikan. Selama pelatihan berlangsung terdapat 3 permainan, yakni: permainan melempar bola, permainan spageti, dan terakhir permainan membuat produk dari bahan daur ulang. Permainan melempar bola bertujuan untuk membangun kerja sama tim dan terus mencari cara yang inovatif untuk dapat mencapai suatu tujuan bersama (seperti terlihat pada Gambar 3). Permainan itu merepresentasikan bahwa dalam melakukan perubahan dan perbaikan itu sebaiknya dilakukan secara terusmenerus dan berkesinambungan. Dalam konteks ini, pentingnya pengelolaan sumber daya waktu sehingga suatu proses yang dilaksanakan dapat berjalan secara efektifefisien serta produktif. Begitu pula pada permainan spageti bertujuan untuk membangun kerja sama tim dan terus mengupayakan ide-ide kreatif dalam pemecahan masalah (seperti terlihat pada Gambar 4). Sedangkan pada permainan pembuatan produk, para peserta juga diajak untuk bermain dalam tim tentang bagaimana membangkitkan ide kreatif dan solutif untuk mendaur ulang kertas koran dan botol air minum kemasan menjadi suatu produk yang mempunyai nilai tambah, sehingga dapat membantu mencarikan solusi Pemerintah Kota, dalam mengatasi persoalan sampah yang telah dihadapi selama bertahun-tahun (seperti yang terlihat pada Gambar 5).
48
Gambar 5:
Permainan Pengembangan Kreativitas untuk Mendaur Ulang Bahan Bekas Menjadi Produk yang Bernilai Tambah (Sumber: Dokumentasi Peneliti)
Evaluasi kegiatan dilakukan dengan cara membagikan/mendistribusikan kuesioner kepada peserta untuk mengetahui apakah sasaran tercapai atau tidak. Hal ini bertujuan untuk memperoleh masukan mengenai kegiatan ini sehingga dapat menjadi umpan balik (feedback) kepada Program Studi Teknik Industri, khususnya Tim Dosen Pelaksana, dan LPKMV Universitas Tarumanagara guna peningkatan program pelatihan serupa berikutnya. Jumlah responden yang mengisi kuesioner sebanyak 82 orang untuk pelaksanaan di Jakarta dan 45 orang untuk pelaksanaan di Semarang, dengan persentase laki-laki dan perempuan terlihat pada Gambar 6. Gambar 7 menunjukkan hasil umpan balik dari kuesioner yang disebarkan, baik saat diselenggarakan di Jakarta maupun di Semarang. Terdapat 5 pernyataan yang dipertanyakan dengan skala penilaian 1 – 4, dimana 1 = sangat tidak setuju, 2 = tidak setuju, 3 = setuju, 4 = sangat setuju. Adapun kelima atribut yang dipertanyakan dalam alat survei dapat dilihat pada Tabel 1.
Q1 Q2 Q3 Q4 Q5
Tabel 1: Atribut Pernyataan dalam Kuesioner Pelatihan ini dimulai dan diakhiri tepat waktu Dalam pelatihan ini, materi mudah dipahami Selama pelatihan ini, Pembicara memberikan kesempatan untuk berdiskusi Untuk memahami materi, Pembicara memberikan contoh-contoh yang relevan Saya dapat belajar banyak dari pelatihan ini
Dari data nilai rataan hitung menunjukkan hampir semua atribut (4 dari 5 atribut) berhasil ditingkatkan untuk pelaksanaan kedua yang diselenggarakan di Semarang, lihat pada Gambar 8. Selain hasil kuesioner, selama pelatihan berlangsung terlihat antusias siswa Semarang lebih tinggi dibandingkan siswa SMA di Jakarta dan sekitarnya. Gambar 8 memperlihatkan bahwa sebagian besar peserta, baik peserta lakilaki maupun perempuan, telah menyatakan “setuju” dapat belajar banyak dari pelatihan ini. Namun atribut 2, mengenai materi mudah dipahami atau tidak, perlu terus ditingkatkan dikarenakan masih cukup banyak yang menyatakan “sangat tidak setuju” maupun “tidak setuju”. Dari pengolahan hasil kuesioner mengindikasikan tidak terdapat
49
perbedaan signifikan antara peserta laki-laki dan perempuan dalam tingkat kemudahan pemahaman materi (terlihat dari nilai rataan hitung pada Gambar 8). Dan juga diperkuat oleh hasil pengujian hipotesis tersebut menggunakan Metode Wilcoxon Rank Sum Test seperti ditunjukkan pada Tabel 2 (menerima H0 dikarenakan p-value keduanya lebih besar dari 0,05). Laki-laki
Perempuan
46% 54%
Gambar 6:
Jumlah Responden Kuesioner (Sumber: Dokumentasi Peneliti) 3.64
4.00 3.01 3.00
2.88 3.02
3.10 3.16
Q1
Q2
Q3
3.00
3.15
3.26
3.56
2.00 1.00 0.00 Jakarta
Gambar 7:
Semarang
3.36 3.36
2.97 2.90
Q2 laki-laki
50
Q5
Hasil Umpan Balik Kuesioner Pelatihan (Sumber: Dokumentasi Peneliti) 3.40 3.30 3.20 3.10 3.00 2.90 2.80 2.70 2.60
Gambar 8:
Q4
Q5 Perempuan
Hasil Perbandingan Atribut Q2 dan Q5 antara Laki-laki dan Perempuan (Sumber: Dokumentasi Peneliti)
Tabel 2:
Hasil Uji Hipotesis dengan Metode Wilcoxon Rank Sum Test Count Rank sum Alpha Tails W W' Mean Variance Std dev p-value Sig
Gambar 9:
Laki-laki Perempuan 58 69 3849 4279 0.05 0.05 2 2 3849 3575 3712 4416 42688 42688 206.6107 206.610745 0.253639 0.74636119 No No
Foto Bersama Tim Dosen dengan Pimpinan Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Industri, Dan Seluruh Peserta Pelatihan Ketika Pelaksanaan Di Jakarta (Sumber: Dokumentasi Peneliti)
51
Gambar 10: Foto Bersama Tim Dosen dengan Pimpinan SMAN 11, Dan Seluruh Peserta Pelatihan Di Semarang (Sumber: Dokumentasi Peneliti) Simpulan Dan Implikasi Kegiatan PKM ini telah dilaksanakan oleh Tim Dosen Program Studi Teknik Industri selama 1 tahun atau 2 semester berturut-turut, tepatnya pada Semester Ganjil Tahun Akademik 2014/2015 maupun Semester Genap 2014/2015. Diharapkan ke depan para peserta dapat menerapkan pengetahuan, wawasan, maupun skill yang diperoleh selama pelatihan dalam berbagai pemecahan masalah yang dihadapi. Dan juga, dapat membagikan pengalaman kepada lainnya yang belum berkesempatan dalam mengikuti pelatihan ini. Salah satu tolok ukur keberhasilan dari kegiatan ini adalah jumlah peserta sesuai dengan yang direncanakan dan hasil feedback kuesioner memperoleh respons yang positif dari para peserta. Sebagian peserta menanggapi bahwa keseluruhan pelaksanaan kegiatan telah berjalan baik dan bermanfaat serta mengharapkan kegiatan serupa dapat kembali diselenggarakan di masa mendatang, begitu pula peserta mengharapkan kegiatan ini juga dapat diadakan di sekolah-sekolah lainnya (bahkan berbagai pelosok di nusantara) agar pembelajaran “kemasyarakatan” menjadi lebih menarik. Sedangkan, materi pelatihan perlu diperbaiki dan dikembangkan sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami oleh peserta dari kalangan siswa SMA. Daftar Pustaka Levine, David M., et.al. (2005). Statistics for managers using microsoft(R) excel (4th Ed.). USA: Prentice Hall. Liker, Jeffrey K., & Michael H. (2008). Toyota culture: jantung dan jiwa toyota way (Ed. Terjemahan). Jakarta: Erlangga. Muhammadi, et.al. (2001). Analisis sistem dinamis: lingkungan hidup, sosial, ekonomi, manajemen. Jakarta: UMJ Press. Tague, Nancy R. (2005). Quality toolbox (2nd Ed.). USA: ASQ Quality Press.
52
