www.parlemen.net
Membanguan Keterpaduan Program Legislasi Nasional dan Daerah Oleh : Ketua Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia
Pendahuluan Program Legislasi Nasional sebagai landasan operasional pembangunan hukum melalui pembentukan peraturan perundang-undangan akan dapat memproyeksikan kebutuhan hukum atau undang-undang baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan menetapkan visi dan misi, arah kebijakan, serta indikator secara rational, sehingga Program Legislasi Nasional tidak sekedar himpunan daftar judul RUU, melainkan mengandung kegiatan dalam kurun waktu lima tahun atau satu tahun anggaran yang memiliki nilai strategis yang akan direalisasikan sebagai bagian dari pembangunan nasional. Menentukan ukuran dan argumentasi setiap RUU dalam penyusunan Program Legislasi Nasional dan Prioritas RUU untuk satu tahun mempunyai tingkat kesulitan karena memiliki dimensi yang luas. Kesulitan tidak saja pada proses penentuan Program Legislasi Nasional, akan tetapi juga pasca penetapan Program Legislasi yaitu bagaimana agar setiap RUU dalam Program Legislasi Nasional dapat selesaikan. Sebagai tahap awal penyusunan Program Legislasi Nasional, di masa yang akan datang perlu disusun sistem dan prosedur penyusunan Program Legislasi Nasional dan Prioritas RUU untuk satu tahun anggaran. Disamping itu perlu juga dipertimbangkan mengenai instrumen hukum setelah Program Legislasi Nasional ditetapkan oleh DPR yang mengikat antara DPR dan Pemerintah. Program legislasi dalam konteks pembangunan hukum nasional diharapkan bisa menciptakan terwujudnya negara hukum yang adil dan demokratis melalui pembangunan sistem hukum nasional dengan membentuk peraturan Perundang-undangan yang aspiratif, berintikan keadilan dan kebenaran yang mengabdi pada kepentingan rakyat dan bangsa, serta tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam rangka pelaksanaan dari Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Pasal 15 yang menyatakan bahwa “Perencanaan Penyusunan Undang-undang dilakukan dalam suatu Program Legislasi Nasional dan Perencanan Penyusunan Peraturan Daerah dilakukan dalam suatu Program Legislasi Daerah. Prioritas utama dalam program legislasi daerah adalah peningkatan pelayanan kepada masyarakat dan memperjelas payung hukum didalam pemerintahan daerah maka dalam pelaksanaannya senantiasa harus menjalin kerja sama yang baik dengan semua mitra atau institusi terkait sehingga tepat pada waktunya semua Program dapat terlaksana dengan baik, cepat dan tepat. Sesuai dengan perintah Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, maka pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di
www.parlemen.net
www.parlemen.net
kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Disamping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perintah yang terkandung dalam Pasal 18 UUD NRI Tahun 1945 merupakan perintah untuk dibentuknya undang-undang organik tentang mekanisme penyelengaraan pemerintahan di daerah, yang kemudian saat ini diberlakukan UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah dikenal tiga asas didalamnya, yaitu: asas desentralisasi, asas dekonsentrasi, dan asas tugas pembantuan.
Program Legislasi Daerah Pasal 1 butir 7 UU No. 32 Tahun 2004 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan asas desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah (Pusat) kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemudian Pasal 1 butir 8 UU No. 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan asas dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah (Pusat) kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. Dan selanjutnya Pasal 1 butir 9 UU No. 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan asas Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah (Pusat) kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. Dengan demikian daerah melalui penyelenggara pemerintahannya yaitu Pemerintah Daerah (Kepala Daerah) dan DPRD, memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan daerah yang berfungsi untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat di masing-masing daerah otonom. Penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam melaksanakan tugas, wewenang, kewajiban, dan tanggung jawabnya serta atas kuasa peraturan perundang-undangan yang Iebih tinggi, dapat menetapkan kebijakan daerahkebijakan daerah yang dirumuskan antara lain dalam peraturan daerah dan peraturan kepala daerah. Kebijakan daerah yang dimaksud tersebut secara yuridis normatif tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lain yang lebih tinggi dan kepentingan umum. Sehingga pada prinsipnya Peraturan Daerah (perda) merupakan instrumen hukum yang secara yuridis formal diberikan kepada pemerintah daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan di daerah berdasarkan Pasal 18 ayat (6) UUD NRI Tahun 1945. Secara yuridis normatif Peraturan Daerah dibuat oleh DPRD bersama-sama dengan Pemerintah Daerah, artinya inisiatif dapat berasal dari DPRD maupun dari Pemerintah Daerah. Khusus peraturan daerah tentang APBD rancangannya disiapkan oleh Pemerintah Daerah yang telah mencakup keuangan DPRD, untuk dibahas bersama DPRD. Peraturan daerah dan ketentuan daerah lainnya yang bersifat mengatur diundangkan dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah. Peraturan Daerah tertentu yang mengatur pajak daerah, retribusi daerah, APBD, perubahan APBD, dan tata ruang, berlakunya setelah melalui tahapan evaluasi oleh Pemerintah. Hal tersebut ditempuh dengan pertimbangan Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di
www.parlemen.net
www.parlemen.net
antara lain untuk melindungi kepentingan umum, menyelaraskan dan menyesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau peraturan Daerah lainnya, terutama peraturan daerah mengenai pajak daerah dan retribusi daerah. Berlakunya UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan terkait dengan pembentukan Peraturan di Daerah yaitu Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah, berarti telah diadakan suatu metode yang pasti, baku dan standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang di daerah dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dan hal ini berarti pula mendukung pembentukan peraturan perundang-undangan di daerah yang sinergis serta ideal. Pengertian Peraturan Daerah menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh dewan perwakilan rakyat daerah dengan persetujuan bersama kepala daerah. Mengenai peraturan daerah sebagai salah satu jenis peraturan perundang-undangan di Indonesia serta termaktub dalam hierarki Peraturan Perundang-undangan, dapat dilihat dalam Pasal 7 ayat (1) yaitu sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Peraturan Pemerintah. Peraturan Presiden. Peraturan Daerah.
Peraturan Daerah meliputi : 1. Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah provinsi bersama dengan gubernur. 2. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota bersama bupati/walikota. 3. Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama Iainnya bersama dengan kepala desa atau nama Iainnya. Kemudian terkait dengan tugas (unsur pendukung) pembentuk peraturan perundangundangan di daerah, maka akan dibentuk berbagai peraturan untuk melaksanakan UU No. 10 Tahun 2004, yaitu sebagai berikut : 1. Mengenai Tata Cara Penyusunan Dan Pengelolaan Program Legislasi Daerah (Pasal 15 UU No. 10 Tahun 2004); 2. Mengenai tata cara mempersiapkan rancangan peraturan daerah yang berasal dari Gubernur atau Bupati / Walikota yang akan diatur dengan Peraturan Presiden (delegasi dari Pasal 27 UU No. 10 Tahun 2004).
Pedoman yang mengatur mengenai Penyusunan Peraturan Daerah (yang diganti berdasarkan UU No. 10 Tahun 2004) diatur dalam:
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di
www.parlemen.net
www.parlemen.net
1. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden. 2. Keputusan Menteri Dalam Negeri Dan Otonomi Daerah Nomor 21 Tahun 2001 tentang Teknik Penyusunan dan Materi Muatan Produk-Produk Hukum Daerah. 3. Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 22 Tahun 2001 tentang Bentuk Produk-Produk Hukum Daerah. 4. Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 23 Tahun 2001 tentang Prosedur Penyusunan Produk Daerah. 5. Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 24 Tahun 2001 tentang Lembaran Daerah dan Bentuk Daerah. 6. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 169 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Program Legistasi Daerah
Pengaturan Mengenai Tata Cara Penyusunan Dan Pengelolaan Prolegda Secara yuridis normatif pembentukan Program Legislasi Daerah merupakan perintah dari Pasal 15 ayat (2) UU No. 10 tahun 2004 yang menyatakan bahwa "Perencanaan penyusunan peraturan daerah dilakukan dalam suatu Program Legislasi Daerah". Dengan demikian, maka dalam proses pembentukan peraturan daerah harus terlebih dahulu melalui penetapan Program Legislasi Daerah. Pada prinsipnya pembentukan Peraturan Daerah merupakan bagian dari pembangunan di daerah yang mencakup pembangunan sistem hukum daerah dengan tujuan mewujudkan tujuan daerah yang bersangkutan, yang dilakukan mulai dari perencanaan atau program secara rational, terpadu dan sistematis. Secara definitif Program Legislasi Daerah dirumuskan dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yaitu sebagai instrumen perencanaan program pembentukan peraturan daerah yang disusun secara berencana, terpadu, dan sistematis. Secara konsepsional Prolegda diadakan agar dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di tingkat daerah dapat dilaksanakan secara berencana, maka pembentukan peraturan perundang-undangan di daerah perlu dilakukan berdasarkan Prolegda. Kemudian dalam Prolegda tersebut ditetapkan skala prioritas raperda yang akan dibahas serta dibentuk, sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat di masing-masing daerah. Sehingga untuk maksud tersebut, maka di dalam Prolegda memuat program legislasi jangka panjang, menengah atau tahunan daerah. Katakanlah misalnya dalam masa keanggotaan DPRD 2004-2005 ditetapkan Prioritas Program Legislasi Daerah tahun 2005-2009 dan dari Prolegda 2005-2009 tersebut ditetapkan Prioritas Rancangan Peraturan Daerah tahun 2005, 2006 dan seterusnya hingga tahun 2009. Kemudian dalam penyusunan prolegda tersebut sangat perlu untuk menetapkan mengenai pokok materi yang hendak diatur serta kaitannya dengan peraturan perundangundangan lain diatasnya. Dengan demikian, penyusunan prolegda harus disusun secara terkoordinasi, terarah dan terpadu yang disusun bersama oleh DPRD serta Kepala Daerah. Disamping itu pula Prolegda dimaksudkan untuk menjaga agar produk peraturan perundangundangan daerah tetap berada dalam kesatuan sistem hukum nasional.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di
www.parlemen.net
www.parlemen.net
Dalam UU No. 10 Tahun 2004, pengaturan mengenai Prolegda tidak diatur secara normatif dalam UU No. 10 Tahun 2004 sebagaimana halnya mengenai Prolegnas. Dalam Pasal 16 ayat (4) UU No. 10 Tahun 2004 ditentukan bahwa ”Ketentuan Iebih lanjut mengenai tata cara penyusunan dan pengelolaan Program Legislasi Nasional diatur dengan Peraturan Presiden". (Perpres yang mengatur mengenai tata cara penyusunan dan pengelolaan Program Legislasi Nasional tersebut kemudian diatur dengan Perpres No. 61 Tahun 2005). Sedangkan pengaturan mengenai Prolegda sendiri tidak diperintahkan secara tegas seperti halnya Prolegnas tersebut. Kemudian yang menjadi pertanyaan adalah pengaturan mengenai tata cara penyusunan dan pengelolaan Program Legislasi Daerah kemudian harus mengacu kepada apa? Karena dalam UU No. 10 Tahun 2004 tidak memberikan delegasi untuk dibentuk suatu pengaturan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan dan pengelolaan Program Legislasi Daerah sebagaimana Perpres yang mengatur mengenai tata cara penyusunan dan pengelolaan Program Legislasi Nasional berdasarkan delegasi dari Pasal 16 ayat (4) UU No. 10 Tahun 2004. Ataukah tata cara penyusunan dan pengelolaan Program Legislasi Daerah secara mutatis mutandis sama dengan tata cara penyusunan dan pengelolaan Prolegnas? Atau dapat juga dibentuk suatu peraturan (peraturan presiden) yang mengatur mengenai tata cara penyusunan dan pengelolaan Program Legislasi Daerah, meskipun tidak diperintahkan tegas dalam UU No. 10 Tahun 2004? apabila tidak terdapat suatu acuan atau pedoman (melalui suatu instrumen peraturan perundang-undangan) yang mengatur secara jelas mengenai tata cara penyusunan dan pengelolaan Program Legislasi Daerah sebagaimana Perpres No. 61 Tahun 2005 yang mengatur mengenai tata cara penyusunan dan pengelolaan Program Legislasi Nasional, maka dalam pembentukan Peraturan Daerah melalui Prolegda, justru dapat menimbulkan kekacauan dalam mengatur atau mensistematiskan mengenai tata cara dan penyusunan Prolegda di tingkat daerah. Kekosongan Peraturan Mengenai Tata Cara Mempersiapkan Raperda Yang Berasal Dari Kepala Daerah Dalam Pasal 26 UU No. 10 Tahun 2004 dikatakan bahwa "Rancangan peraturan daerah dapat berasal dari dewan perwakilan rakyat daerah atau gubernur, atau bupati/walikota, masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, atau kota". Kemudian pada Pasal 27 UU No. 10 Tahun 2004 dikatakan bahwa "Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan rancangan peraturan daerah yang berasal dari gubernur atau bupati/walikota diatur dengan Peraturan Presiden". Dari pengaturan tersebut diatas, dapat dipahami bahwa selain DPRD, rancangan peraturan daerah dapat diajukan oleh kepala daerah, yang ketentuan Iebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan rancangan peraturan daerah yang berasal dari kepala daerah diatur dengan Peraturan Presiden. UU No. 10 Tahun 2004 berlaku sejak tanggal 1 November Tahun 2004, dan hingga sampai saat ini ternyata Peraturan Presiden yang dimaksud belum juga dibentuk. Lalu yang menjadi pertanyaan adalah, apa yang menjadi acuan atau pedoman bagi kepala daerah saat ini, terkait mengenai tata cara mempersiapkan rancangan peraturan daerah? Apakah selama ini kepala daerah-kepala daerah masih menggunakan pedoman atau peraturan lama dalam mempersiapkan rancangan peraturan daerah yang akan diajukan kepada DPRD akibat kekosongan peraturan sesuai dengan perintah UU No. 10 Tahun 2004? Bila memang demikian yang terjadi di daerah, maka hal ini sungguh sangat memprihatinkan ditengah-tengah usaha bangsa ini yang sedang membangun suatu kesatuan sistem hukum nasional. Sebab hal inilah yang kemudian menjadi problem dalam Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di
www.parlemen.net
www.parlemen.net
pembentukan peraturan perundang-undangan di tingkat daerah selama ini, karena diakibatkan oleh lambannya pemerintah pusat untuk merespon atau membentuk peraturan berdasarkan delegasi dari UU No. 10 Tahun 2004, sehingga mengakibatkan terganggunya atau terhambatnya proses pembentukan peraturan perundang undangan yang baik di daerah.
Membangun Keterpaduan Program Legislasi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) merupakan proses penting dalam perencanaan penyusunan undang-undang. Sebab sebagai perangkat pengaturan legalformal dalam bernegara, undang-undang seharusnya dapat merespon kebutuhan masyarakat yang mendesak. Terlebih lagi dalam konteks perbaikan kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara yang tengah dilakukan oleh Indonesia. Undang-undang seharusnya dapat secara jeli membidik persoalan-persoalan penting dalam masyarakat. Dalam konteks ini, prioritas penyusunan undang-undang menjadi hal yang strategis. Dari penyusunan prioritas yang jelas, masalah kedua dalam hal penyusunan undang-undang menjadi bisa diupayakan untuk diatasi, yaitu substansi yang memadai. Tidak adanya prioritas yang jelas sejak awal akan membuat undang-undang yang penting justru hanya mendapatkan porsi waktu yang sedikit sehingga kualitas substansinya menurun untuk tetap dapat mengakomodasi aspirasi daerah. Berdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 Pasal 16 ayat (1) dinyatakan bahwa penyusunan Prolegnas dikoordinasikan oleh DPR melalui alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi, dalam hal ini Badan Legislasi DPR. Kelemahan mendasar dalam UU No. 10 Tahun 2004 ini adalah tidak dimasukkannya DPD dalam proses perencanaan. Pasal 22D ayat (1) UUD menyatakan, "Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi Iainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah." Hal yang sama kemudian ditegaskan pula dalam UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD, DPD Pasal 42 ayat (1). Dengan demikian, jelas bahwa DPD berwenang pula mengajukan RUU. Sementara itu, dalam UU 10 Tahun 2004, DPD tidak dilibatkan dalam tahap perencanaan. Dalam Pasal 17 ayat (1) UU 10 Tahun 2004 dinyatakan bahwa RUU, baik yang berasal dari DPR, presiden, maupun DPD disusun berdasarkan Prolegnas. Pasal ini merupakan ketentuan mengenai tahap pembentukan undang-undang. Sedangkan dalam tahap perencanaan yang diatur dalam Pasal 15 dan 16, keterlibatan DPD tidak diatur. Yang lebih mengkhawatirkan, Pasal 17 ayat (3) selanjutnya menyatakan bahwa dalam keadaan tertentu, DPR atau presiden dapat mengajukan RUU di luar Prolegnas. Namun peluang penambahan pengusulan RUU ini tidak diberikan kepada DPD.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di
www.parlemen.net
www.parlemen.net
Oleh karena itu, inisiatif dari Badan Legislasi DPR untuk mengundang DPD merupakan hal yang baik dan patut dihargai. Namun DPD juga sangat mendorong agar UU No. 10 Tahun 2004 ini segera diubah agar memasukkan DPD dalam proses perencanaan serta membuka kemungkinan penambahan RUU dalam masa persiapan pembentukan undang-undang, agar sesuai dengan ketentuan dalam UUD. Kesimpulan
Program Legislasi Daerah sebagai landasan operasional pembangunan hukum di daerah melalui pembentukan peraturan perundang-undangan, seharusnya akan dapat memproyeksikan kebutuhan hukum atau peraturan daerah, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan menetapkan visi dan misi, arah kebijakan, serta indikator secara rational. Sehingga Program Legislasi Daerah mengandung kegiatan dalam kurun waktu lima tahun atau satu tahun anggaran yang memiliki nilai strategis yang akan direalisasikan sebagai bagian dari pembangunan daerah secara keseluruhan. Sebagai tahap awal dari masalah adanya kekosongan peraturan mengenai tata cara penyusunan dan pengelolaan prolegda serta tata cara mempersiapkan raperda yang berasal dari kepala daerah, maka secepatnya segera dibentuk Peraturan Presiden yang mengaturnya. Karena dengan dibentuknya Peraturan Presiden yang mengatur mengenai tata cara penyusunan dan pengelolaan prolegda serta tata cara mempersiapkan raperda yang berasal dari kepala daerah, seyogyanya pembangunan hukum di daerah terkait dengan pelaksanaan Program Legislasi Daerah dapat disusun secara terkoordinasi, terarah, dan terpadu yang disusun bersama oleh DPRD dan Pemerintah Daerah (Kepala Daerah) serta mengikat kepada semua kepala daerah di masing-masing daerah otonom dalam hal tata cara mempersiapkan raperda dilingkungannya. Berupaya menserasikan produk hukum daerah dengan produk hukum nasional melalui proses yang benar dengan memperhatikan tertib peraturan perundang-undangan serta asas umum peraturan perundang-undangan, yang baik, sejak pembahasan Pra Raperda bersama Panitia Legislasi DPRD untuk menentukan agenda pembahasan selanjutnya, sehingga dapat dihasilkan Peraturan Daerah yang berkualitas. Dalam rangka tertib administrasi dan peningkatan kualitas penyusunan peraturan perundang-undangan di daerah perlu disusun Program Legislasi Daerah secara terarah, terkoordinasi dan terpadu setiap tahun.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di
www.parlemen.net