MEMBACA KEHIDUPAN MELALUI TEKS PUISI Abdul Rozak Disampaikan pada Seminar Nasional Sastra Universitas Wilalodra, 22 Desember 2014
PENGANTAR
Sebuah pengalaman menjadi penting ketika diaktulisasikan dalam kehidupan. Banyak hal menjadi penting dalam manata hidup jika diresapkan dengan olah pikir dan olah rasa sehingga menjadi bagian tidak terpisahkan dari langkah kehidupan berikutnya. Memeroleh pengalaman memerlukan kekuatan untuk menjalankannya. Tidak ada pengalaman yang datang begitu saja. Pengalaman langsung dan tidak langsung tetap harus diperjuangkan dengan sepenuh hati dan sepenuh raga dengan keseimbangan yang tetap diprioritaskan. Semua pengalaman netral. Baik dan buruknya tergantung pada penyikapannya. Pikiran positif akan merujuk pada penyikapan secara baik, apa pun pengalamannya. Sebaliknya pengalaman menjadi jelek jika disikapi dengan pikiran negatif. Apa yang disebut pengalaman adalah segala hal yang telah kita lewati baik secara lansung maupun tidak langsung. Kita mempunyai keterbatasan dalam banyak hal, tetapi memiliki keingintahuan yang tidak terbatas. Kita terbatas dalam ruang dan waktu. Dalam waktu yang bersamaan tidak akan mungkin ada dalam waktu dan tempat yang bersamaan secara wujud. Akan tetapi, pikiran dan perasaan kita bisa berada di tempat yang berbeda dengan tempat wujud kita. Kemampuan ini dapat kita manfaatkan untuk memeroleh pengalaman scera tidak langsung, misalnya pengalaman baca. Betapa banyak penulis telah menyajikan pengalaman batin dan lahirnya dalam berbagai bentuk tulisan. Tulisan ini secara sederhana menelusuri pengalaman penyair melalui puisi yang telah dipubilkasikan. Tulisan ini berisi hasil membaca teks untuk yang dipertimbangkan sebagai usaha menjalani hidup berkualitas. Beberapa puisi yang diacak, tidak melalui seleksi ketat. Penulis membaca beberapa puisi yang dapat memberikan keindahan dalam menjalani hidup. Teks puisi dijadikan sebagai cermin. Teori disajikan sebagai penguat hakikat teks puisi yang pada prinsipnya memberikan kebebasan kepada pembaca untuk menelaah dan menangkap maknanya sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman yang dipunyainya.
TEKS PUISI
Mengapa sebuah puisi lahir? Banyak penyebab dan setiap kelahirannya berlatar belakang masing-masing meski dari orang yang sama, dari penyair yang sama. Setiap orang mempunyai hak melahirkan puisi, bukan monopoli penyair. Penyair bersenandung melalui puisi, sebagai bukti berbakti pada hidup dengan menayangkan gagasan melalui bahasa puitis.
1
Pilihan-pilihan disajikan kepada pembaca melalui karya yang diungkapkan seolah tidak pernah selesai. Para penyair, para pengarang mengolah kehidupan dengan renungan dan pikiran yang matang kemudian dipersembahkannya dalam kehidupan yang luas. Mereka selalu bersentuhan dengan alam yang indah, kehidupan yang kompleks, rumit, terkadang misteri. Satu sama lain bersentuhan tetapi tidak mengenal, bersahutan tetapi dalam diam. Banyak hal terungkap dalam syair dan kita dapat memilih sejalan dengan apa yang kita butuhkan. Permasalahannya adalah sering kita abai. Kita merujuk pada pendahuluan kepentingan diri, keluarga, dan lingkungan sekitar tanpa menyadari bahwa makna hidup tidak selalu diraih dari apa yang dialami sendiri. Penyair berbagi pengalaman hidup dan kita sebagai pembaca dapat dengan membincangkannya dan membingkainya dalam hati dan pikir. Kita menjalankannya dengan perhitungan, sesuai dengan kepentingan menuju hidup yang baik. Pada akhirnya putusan berada pada tangan kita. Sebaiknya apa yang baik dijalankan dengan baik agar berdampak terhadap kebaikan kita dan sesama. Apa yang menarik dari teks puisi? Puisi itu sebuah teks yang baru berbicara jika disentuh dengan pikir dan rasa. Kebermaknaan teks terwujud pada saat terjadi transaksi antara pembaca dan teks. Menurut Rosenblatt (1988) bahwa “The ‘meaning’ does not reside ready-made in the text or in the reader, but happens during the transactional between reader and the text.”. Menurut Will and Johnston (2000:2 /readingonline.org.) pengembangan makna melalui maju mundurnya hubungan antara pembaca dan teks (transaksi) selama proses membaca. Membaca merupakan tahapan penting yang harus dilalui dalam proses pemaknaan. Oleh karena itu, transaksi antara pembaca dan teks tidak konsisten. Hal itu akan berkembang terus selama proses membaca dan setelah proses membaca. Aktivitas pembaca menentukan makna sebuah teks. Teks adalah sebuah kondisi diam, tidak berdaya, hanya membuka peluang kepada pembaca untuk masuk dan berbicara dengan hati dan pikirnya. Jadi, sebuah teks memang tidak berguna selama dianggap sebagai teks. Teks, senyatanya mengajak dialog. Kita diam, dia diam. Jadi, ketersentuhan kita membuka peluang seberapa besar makna yang terungkap. Pemaknaan tergantung pada kemampuan pembaca menangkap simbolsimbol, kata-kata yang mewakili maksud penyair. Amanat penyair mesti ada, tetapi tidak mutlak. Teks, sekali lagi selalu membuka dirinya dengan batas-batas kata yang disiapkan penyair. Pembaca mempunyai kebebasan, penyair menyiapkannya melalui kata-kata yang dirangkai agar bunyi menjadi arti. Pembaca dapat membunyikannya dengan bekal berkemampuan berbahasa. Pembaca dapat menelaah melalui kata-kata yang dihidupkan dengan bekal bahasa, pengalaman, dan pengetahuan. Teks (karya sastra) menyediakan pengalaman hidup (living through) bukan pengetahuan sederhana (Rosenblatt, 1983:38). Bila pembaca membaca
2
Rome and Juliet tidak akan akan memperoleh pengetahuan tentang Rome and Juliet, tetapi ia akan memperoleh pengalaman hidup, pengalaman hidup Rome and Juliet. Pengalaman itu mungkin sama mungkin tidak. Pembaca telah membaca pengalaman hidup para tokoh yang kemungkinan akan mengena dalam kehidupannya sehari-hari. Paling tidak teks itu (Rome and Juliet) telah memberikan tambahan baru terhadap pengalaman hidupnya. Teks itu sebagai perangsang. Teks itu sebagai media penjelajahan, literature is thus for him a medium of exploration (Rosenblatt, 1983:v). Penjelajahan dapat dilakukan dengan kesetiaan pembaca, memahami kata-kata sebagai representatif sekian banyak niat penyair. Pengalaman melalui teks akan menjadi baru bagi pembaca. Setiap orang mempunyai pengalaman berbeda karena berbagai alasan; orang tidak akan mampu berada pada dua tempat dalam waktu yang bersamaan. Dunia teks adalah dunia lain, dunia yang berbeda. Kemungkinan dunia yang tidak dialami pembaca (Smith, 1986: 1). Akan tetapi, pembaca tidak akan merasa terganggu oleh cerita (peristiwa) yang tidak ada dalam dunia nyata. Kebenaran yang ada dalam cerita adalah kebenaran yang hanya ada dalam cerita (Miller, 2002 : 206-207). Karya sastra merupakan dunia yang otonom yang tidak terikat pada dunia nyata dan tidak menunjuk pada dunia nyata, kecuali melalui makna unsur yang ditunjuk di dalamnya. Karya sastra memang dunia rekaan yang selfsufficient, cukup diri, otonom, mematuhi hukumnya sendiri. Hukum itu tidak perlu bahkan tidak mungkin bersamaan dengan hukum alam, atau hukum probabilitas, atau hukum tata susila, atau hukum agama (Teeuw, 1984 : 12 – 34). Teks menurut Rosenblatt (1978:13)” The Text of poem or of a novel or a drama is like a musical score.” Lebih jauh Rosenblatt (1978) mengatakan bahwa teks akan mengarahkan pembaca melalui proses perbaikan diri. “The text itself leads the reader toward this self-corrective process.” Dia mengatakan ada dua fungsi utama teks. “First, the text is a stimulus activating elements of reader’s past experience—his experience both with literature and with life. Second, the text serves as a blueprint, a guide for the selecting, rejecting, and ordering of what is being called forth; the text regulates what shall be held in the fore front of the reader’s attention.” (hlm. 11). Teks tampak sebagai peristiwa hidup pembaca. The importance of the text is not denied by recognition of its openness. The text is the author’s means of directing the attention the reader […] The reader, concentrating his attention on the world he [the author] has evoked, feels himself freed for time from his own preoccupations and limitations. Aware that the blueprint of his experience is the author’s text, the reader feels himself in communication with another mind, another world (hlm. 86). Teks diciptakan penulis berdasarkan pengalaman hidupnya, berdasarkan rekaannya. Penulis bermaksud menyampaikan
3
pengalamannya kepada pembaca. Dalam teks itu tersedia pengalaman hidup dengan harapan pembaca dapat menemukan pelajaran, dapat menemukan sesuatu yang dapat dipelajari. Teks itu berusaha menyediakan ragam kultur yang berbeda. Di samping itu, sastra sebagai karya seni dapat juga mengisi batin pembaca, for plesure (Purves, 1990) dengan cara demikian karya sastra akan diperhatikan orang (pembaca). Rosenblatt (1978) berharap agar teks berfungsi meluas. Perhaps we should consider the text as an even more general medium of communication among readers. As we exchange experiences, we point to those elements of the text that best illustrate or support our interpretations. We may help one another to attend to words, phrases, images, scenes, that we have overlooked or slighted. We may be led to our own sense of having “done justice to” the text, without denying its potentialities for other interpretations. Sometimes the give-and-take may lead to general increase in insight and even to a consensus. (hlm 146) Kenetralan teks memberikan peluang untuk ditelaah dari berbagai segi. Ratna (2004) mencatat beberapa pendekatan terhadap teks, yaitu pendekatan biografis, pendekatan sosiologis, pendekatan psikologis, pendekatan antropologis, pendekatan historis, pendekatan ekpresif, pendekatan memisis, pendekatan pragmatis, dan pendekatan objektif. 1. Teks sastra, salah satu bentuk teks narasi bukan objek yang berdiri sendiri dan memancarkan wajah yang sama kepada pembaca. Karya sastra bukanlah sebuah monumen yang mengungkapkan intinya yang abadi dalam sebuah monolog (Selden, 1991 : 121). Karya sastra selalu membuka peluang dialog dengan pembacanya. Teks pada umumnya membuka kemungkinan mengajak dialog kepada pembacanya. Dalam dialog itu berbagai tafsiran akan muncul dan tafsiran pembaca dipengaruhi oleh pengetahuan sebelumnya (pengetahuan, pengalaman, dan perasaan) (Rozak, 2011 : 2) 2. Miller (2002 :32-41 memaparkan beberapa teks sastra. a) Karya sastra tidak selaras dengan satu sama lainnya. Setiap karya sastra selalu berbeda satu dengan lainnya. Bahkan dengan karyanya sendiri. Karya Putu Wijaya seperti Telegram berbeda dengan Bila Malam Bertambah Malam. Kedua karya itu mempunyai ciri khas. Begitu juga dengan karya Ramadhan K.H. seperti Kemelut Hidup atau Royan Revolusi. Karya-karya itu khas. Oleh karena itu, membicarakan sastra tidak akan membosankan karena selalu dituntut menemukan sesuatu yang baru untuk bekal hidup. Pengalaman yang sangat beragam itu dapat mengayakan pilihan hidup. Pengajar yang memegang peranan penting mengolah teks sastra agar para pembelajar dapat menemukan makna hidup. b) Sastra adalah ungkapan performatif. Ungkapan performatif itu tidak menyebutkan keadaan suatu kejadian, tetapi mengungkapkan hal yang
4
disebutkan. Salah satu contoh, misalanya dalam kondisi tertentu penghulu mengatakan, “Dengan ini saya nikahkan dan kawinkan ....” c) Sastra menyimpan rahasianya sendiri. Bagaimana cara membongkar apa yang terdapat dalam teks sastra? Membaca adalah cara untuk mengungkap makna yang terkadung. Pengarang menitipkan pesannya melalui kata-kata. Kata-kata dipilih pengarang dengan memertimbangkan berbagai aspek yang berhubungan dengan niat. Keterpilihan kata-kata didorong penentuan amanah yang akan disampaikan kepada pembaca. Pengarang selalu beranggapan bahwa pembaca adalah orang yang cerdas. Oleh karena itu, pesannya dimasukkan ke dalam kata yang dipilihnya dengan saksama. Rahasia itu harus diungkap pembaca dengan cara membaca. Jadi, membaca teks sastra sesungguhnya belajar membongkar rahasia yang rapi disimpan dalam rangkaian kata. d) Sastra menggunakan bahasa kiasan. Sastra itu bukan karya biasa. Ia dilahirkan para pengarangnya melalui proses yang panjang. Bahasa teks sastra menjadi tidak biasa karena cara berpikir para pengarang luar biasa. Para pengarang mencipta peristiwa biasa menjadi tidak biasa. Dengan keindahan dan kelincahan bahasanya berbagai peristiwa mengalir. Bahasa kaisan yang tidak biasa itu menjelajah ruang-ruang kehidupan yang sengaja dicipta pengarang. Bahasa dicipta menarik agar apa yang diniatkan terwujud dengan indah dalam keseimbangan. 3. Kebermaknaan karya sastra terpenuhi setelah disentuh pembaca (Rosenblatt, 1978). Karya sastra tidak dengan sendirinya menjadi teks. Pembaca akan menentukan maknanya. Riset membuktikan bahwa lima ratus orang akan menyatakan hal yang berbeda tentang teks, seperti membicarakan bahasa, atau plot, atau karakter, atau setting, atau interpretasi, atau genre, atau tema, atau moral, dan sebagainya (Purves, 1990 : 55). Hal itu dapat terjadi karena pengalaman orang berbeda dan pengalaman ini berpengaruh terhadap respons. Orang berbeda dalam konsep sesuatu. Orang berbeda dalam menyikapi sesuatu dan minat orang berbeda (Rozak, 2011 : 14). 4. Pendekatan terhadap teks dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu efferent dan aesthetic reading (Rosenblatt, 1978 :22-47). Kata efferent berasal dari bahasa Latin yang bermakna “to carry away”. Secara sederhana Cox & Many, 1992 dikutip oleh Will & Johson (2000),”Efferent stance can be described as reading for information and facts, and is characterized as both impersonal and nonliterary. In contrast, in an aesthetic stance, responsees are notably more literary – the reader is able to “center upon her own transactions with the book and images, feelings, sensation, moods, literature, and life.”. Efferent stance(orientasi sikap efferent), pembacaan karya sastra dimaksudkan terutama untuk “mengambil sesuatu” dari bacaan tersebut. Aesthetic stance bertujuan pada penikmatan karya kesastraan sebagai hiburan dan “santapan batin”. (Rozak, 2011 : 17).
5
Banyak hal yang dapat diungkap melalui teks puisi dan teks sastra pada umumnya. Pembaca dapat membedah sesuai dengan tujuannya. Pembukaan makna yang begitu beragam hanya dapat diungkap melalui kegiatan membaca yang bersifat transaksi. Pada bagian selanjutnya akan diurai pembacaan beberapa puisi yang dikaitkan dengan kemanfaatannya dalam menjalankan kehidupan berkualitas.
MEMBACA KEHIDUPAN
Sebuah teks tersaji, terbuka pada saat pengarang/penyair telah melepasnya, mempublikasikannya (Mohamad, 2011:31). Puisi yang ada di tangan kita adalah milik kita. Kita bebas menerjemahkan yang berada di dalamnya dengan tidak mengabaikan media yang digunakan penyair. Penyair selalu mengandalkan bahasa untuk mengungkap yang dianggapnya penting tentang dunia (Mohamad, 2011:13). Bahasa alat ampuh penyair. Pembaca, dengan demikian harus menguasai bahasa penyair agar terhindar dari kesalahan elementer. Tafsiran muncul setelah memahami makna denotatif yang digunakan para penyair. Tanpa dasar itu akan sulit memahami makna dalamnya, sajak itu selalu berisyarat (Mohamad,2011:42). Menangkap isyarat itu adalah kegiatan pembaca pada saat bertransaksi dengan teks puisi. Apa yang terdapat pada deretan baris puisi menjadi bagian tidak terpisahkan dari segala hal yang ingin diungkapkan penyair. Keinginan ini yang sebetulnya tidak harus dalam kebersamaan. Puisi memberikan peluang kepada para pembacanya untuk menemukan makna lain. Penyair tidak akan memantau bagaimana puisinya ditelaah oleh para pembaca, para kritikus, atau para akademisi lainnya. Mereka, seperti telah disebutkan di atas telah merelakan karyanya untuk diapresiasi. Perjalanan setiap saat yang kita laksanakan sebenarnya menjalankan perintah Allah selama mendapat kesempatan hidup di dunia fana ini. waktu kata, Sapardi Djoko Damono itu fana. Yang Fana adalah Waktu Yang fana adalah waktu. Kita abadi: memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa. "Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?" tanyamu. Kita abadi. Kita harus tetap berjalan setelah waktu demi waktu berlalu, tetapi kita selalu ditemani waktu dalam menjalani kehidupan. Waktu berganti menamani kita dalam merangkai peristiwa tilas kehidupan yang hendak kita jalankan. Kita berkehendak menentukan sendiri, dengan segala ingin. Akan tetapi, tidak mungkin semua terpenuhi. Hidup ini selalu membutuhkan bantuan pada saat diperlukan atau tidak, karena kita akan selalu membutuhkan, senang atau tidak senang kita berada di
6
ruang hidup yang sama dengan banyak tindak. Oleh karena itu, mengapa kita selalu banyak tanya, tidak diiringi tindak sebagi jawaban. Hidup harus berimbang.
KALAU KAU SIBUK KAPAN KAU SEMPAT Mustofa Bisri Kalau kau sibuk berteori saja Kapan kau sempat menikmati mempraktekkan teori? Kalau kau sibuk menikmati praktek teori saja Kapan kau memanfaatkannya? Kalau kau sibuk mencari penghidupan saja Kapan kau sempat menikmati hidup? Kalau kau sibuk menikmati hidup saja Kapan kau hidup? Kalau kau sibuk dengan kursimu saja Kapan kau sempat memikirkan pantatmu? Kalau kau sibuk memikirkan pantatmu saja Kapan kau menyadari joroknya? Kalau kau sibuk membodohi orang saja Kapan kau sempat memanfaatkan kepandaianmu? Kalau kau sibuk memanfaatkan kepandaianmu saja Kapan orang lain memanfaatkannya? Kalau kau sibuk pamer kepintaran saja Kapan kau sempat membuktikan kepintaranmu? Kalau kau sibuk membuktikan kepintaranmu saja Kapan kau pintar? Kalau kau sibuk mencela orang lain saja Kapan kau sempat membuktikan cela-celanya? Kalau kau sibuk membuktikan cela orang saja Kapan kau menyadari celamu sendiri? Kalau kau sibuk bertikai saja Kapan kau sempat merenungi sebab pertikaian? Kalau kau sibuk merenungi sebab pertikaian saja Kapan kau akan menyadari sia-sianya? Kalau kau sibuk bermain cinta saja Kapan kau sempat merenungi arti cinta? Kalau kau sibuk merenungi arti cinta saja Kapan kau bercinta? Kalau kau sibuk berkhutbah saja Kapan kau sempat menyadari kebijakan khutbah?
7
Kalau kau sibuk dengan kebijakan khutbah saja Kapan kau akan mengamalkannya? Kalau kau sibuk berdzikir saja Kapan kau sempat menyadari keagungan yang kau dzikiri? Kalau kau sibuk dengan keagungan yang kau dzikiri saja Kapan kau kan mengenalnya? Kalau kau sibuk berbicara saja Kapan kau sempat memikirkan bicaramu? Kalau kau sibuk memikirkan bicaramu saja Kapan kau mengerti arti bicara? Kalau kau sibuk mendendangkan puisi saja Kapan kau sempat berpuisi? Kalau kau sibuk berpuisi saja Kapan kau memuisi? (Kalau kau sibuk dengan kulit saja Kapan kau sempat menyentuh isinya? Kalau kau sibuk menyentuh isinya saja Kapan kau sampai intinya? Kalau kau sibuk dengan intinya saja Kapan kau memakrifati nya-nya? Kalau kau sibuk memakrifati nya-nya saja Kapan kau bersatu denganNya?) “Kalau kau sibuk bertanya saja Kapan kau mendengar jawaban!” 1987
Kesibukan harus membawa arti pada kualitas hidup kita. Keseimbangan memerlukan pemahaman yang sungguh tinggi. Segala tindakan terpikirkan pada saat mencoba memahamkan diri sendiri dan lingkungan yang akan dipengaruhinya. Hidup kita harus membawa manfaat bagi sekitar lingkungan yang juga sebenarnya memberikan banyak bantuan bagi hidup kita. Hidup, sekali lagi harus berpasangan. “Kalau kau sibuk bertanya saja/Kapan kau mendengar jawaban!”.
Bertanya itu tanda keingintahuan akan sesuatu dan “ketahuannya” ada pada jawaban. Apa yang terjadi dengan orang yang sibuk bertanya, tetapi tidak mengabaikan jawaban? Ia tidak akan menemukan jalan yang benar. Dalam pikirannya hanya ada satu keinginan lurus (tidak memedulikan apa kata orang). Penyair memberikan gambaran jelas bagaimana orang menderita jika dalam hidupnya hanya terus bertanya. Hidupnya akan selalu menyibukkan orang lain, yang
ditanya. Dia hanya bertanya dan tidak memerlukan jawaban. Baris-baris yang dirangkai penyair sederhana. Ia memberikan misal pada kehidupan kita. Kita renungkan beberapa larik puisi tersebut. Kalau kau sibuk dengan kursimu saja
8
Kapan kau sempat memikirkan pantatmu? Kalau kau sibuk memikirkan pantatmu saja Kapan kau menyadari joroknya?
Apa yang tegambar dalam pikiran dan perasaan pembaca pada saat membaca larik ini. Larik ini berbicara masalah kesatuan yang saling membutuhkan. Kata kursi, pantat, dan kotoran menyelaraskan hubungan yang biasa dalam kehidupan kita. Orang yang sibuk memilih kedudukan, tidak akan sempat memeroleh kedudukan itu. Ia tidak akan sempat duduk untuk berpikir, mengeluarkan kebijakan. Dia tidak sempat menelaah baik dan buruknya kebijakan. Memang tugas pantat itu mengeluarkan kotoran, tetapi perlu. Bagaimana nasib orang yang pantatnya tertutup, ia akan sakit. Bagaimana nasib pemimpin yang tidak pernah mengeluarkan pikirannya, padahal rakyat sedang menunggunya. Banyak yang akan sakit dan dia akan dikecam karena tidak berbuat. Hidup memang harus menjalankan kesimbangan agar tidak ada yang merasa terganggu. Setiap hal berpasangan dan jika tidak dilakukan salah satu, akan pincang, tidak bermanfaat. Apa yang dipunyai seharusnya dijalankan agar menjadi manfaat bagi sesama. Coba perhatikan larik di bawah ini. Kalau kau sibuk membodohi orang saja Kapan kau sempat memanfaatkan kepandaianmu? Kalau kau sibuk memanfaatkan kepandaianmu saja Kapan orang lain memanfaatkannya? Kalau kau sibuk pamer kepintaran saja Kapan kau sempat membuktikan kepintaranmu? Kalau kau sibuk membuktikan kepintaranmu saja Kapan kau pintar?
Kepandaian itu untuk memandaikan orang lain dan kepandaian hanya ada dalam pandangan orang lain yang dipandaikannya. Pamer tidak sejalan dengan memberikan manfaat. Pamer hanya untuk diri sendiri yang merasa hebat atas penilainya diri sendiri. Penyair mengingatkan kita, para pembaca umumnya untuk mengaca pada diri selalu agar kehidupan menjadi baiknya karena menyeimbangkan segala perilaku hidup. Pilahan kata kalau dan kapan merujuk pada niat penyair mengingatkan bahwa kalau itu tidak pernah terjadi, hanya niat yang selalu tidak tercapai karena tidak berniat menyatakannya atau kerena terlalu banyak timbangan yang tidak perlu sehingga berlalu seiring dengan berjalannya waktu. Pikiran seperti itu disejalankan dengan kata kapan yang merujuk pada peraguan akan terjadinya sesuatu. Jadi, segalanya tidak akan terjadi karena sibuk bertanya dan bertanya,” “Kalau kau sibuk bertanya saja/Kapan kau mendengar jawaban!”. Akhir larik ini menutup maksud larik-larik sebelumnya yang menggambarkan segalanya menjadi sia-sia. Bertanya perlu. Menemukan jawab harus. Akan tetapi, lebih penting menyeimbangkan apa yang dicari dengan hasil cariannya. Bertanya dan mencari jawaban mesti diniatkan untuk menjalankan kehidupan yang lebih baik. Kehidupan itu diatur meskipun kita dapat
9
menyusunnya sejalan dengan keinginan kita karena Allah Yang Mahaasih memberikan kesempatan kepada kita. Komunikasi dengan Allah harus dijalankan setiap saat dan media itu telah disediakan. Penyair mencurahkannya dalam bentuk dendang yang merdu. Ingat menjadi penting karena dengan itu komunikasi terjaga.
INGAT AKU DALAM DOAMU Ajip Rosidi Ingat aku dalam do'amu: di depan makam Ibrahim akan dikabulkan Yang Maha Rahim Hidupku di dunia ini, di alam akhir nanti lindungi dengan rahmat, limpahi dengan kurnia Gusti Ingat aku dalam do'amu: di depan makam Ibrahim di dalam solatmu, dalam sadarmu, dalam mimpimu Setiap tarikan nafasku, pun waktu menghembuskannya jadilah berkah, semata limpahan rido Illahi Ya Robbi! Biarkan kasih-Mu mengalir abadi Ingat aku dalam do'a-Mu Ingat aku dalam firman-Mu Ingat aku dalam diam-Mu Ingat aku Ingat Amin
Petunjuk hidup diperlukan agar tidak tersesat di dunia belantara ini. Kita banyak tidak tahu dan hanya tahu setelah diberi tahu. Apa yang dapat kita lakukan tanpa ingat. Lupa tidak akan membantu apa pun. Ingat pada seseorang akan berpenagruh terhadap perilaku. Kita tidak akan pernah bertindak korupsi jika ingat terhadap Allah, terhadap penderitaan rakyat, kerugian teman, dan segala hal yang akan dideritanya. Orang akan mempertimbangkan matang-matang jika ingat kerugian yang akan dideritanya dengan mengisap ganja. Harga diri yang seharusnya dijaga dengan kesungguhan sirna seketika karena nikmat sesaat. Orang yang ingat akan segala hal yang diperjuangkannya dalam hidup, tidak akan menghilangkan seketika dengan perbuatan yang kotor dan memalukan. Pemeliharaan hidup akan dilakukannya sepanjang hayat dengan tidak mencederai perilakunya.
10
Salah satu pemeliharaan hidup yang pokok adalah kontak dengan Allah Yang Maha Pengatur. Keteringatan akan hidup yang harus dilakukan dengan kecerahan batin dan lahir hanya dapat dilakukan dengan meminta petunjuk. Ajip Rosidi mengungkapkannya dalam doa yang merepresentasikan keingatannya kepada Allah. Hidup mesti dilingkungi dengan doa yang akan selalu mengingatkan perilaku yang harus dijalankan. Hidup harus selalu berarti. Bahkan tarikan nafas yang dianggap sepele, padahal pokok, Ingat aku dalam do'amu: di depan makam Ibrahim/di dalam solatmu, dalam sadarmu, dalam mimpimu/ Setiap tarikan nafasku, pun waktu menghembuskannya/ jadilah berkah, semata limpahan rido Illahi. Hidup tidak boleh sia-sia dan itu dilalukan dengan mengingat kepada Yang tidak pernah tidur, Yang tidak pernah lupa. Doa seharusnya, dipanjatkan setiap saat, Ingat aku dalam do'amu: di depan makam Ibrahim/akan dikabulkan Yang Maha Rahim/Hidupku di dunia ini, di alam akhir nanti lindungi dengan rahmat, limpahi dengan kurnia Gusti. Kondisi ini menjadi penting sehingga apa pun yang dilakukannya sebagai ibadah dan ibadah tidak akan pernah berhenti sepanjang hidup diberikan kepada kita,.
Ya Robbi! Biarkan kasih-Mu mengalir abadi Ingat aku dalam do'a-Mu Ingat aku dalam firman-Mu Ingat aku dalam diam-Mu Ingat aku Ingat Amin
Betapa pentingnya menjalankan kehidupan yang diseiringkan dengan perilaku baik sesuai dengan aturan Allah. Kita akan mengingat hidup singkat ini seperti panjangnya sajadah dalam pengertian kisah hidup. Sajadah itu tidak panjang, sebatas sujud kita. Akan tetapi, apa yang tersaji dalam bentangkan sajadah itu menjadi panjang di mata penyair, Taufik Ismail. Ada sajadah panjang terbentang Dari kaki buaian Sampai ke tepi kuburan hamba Kuburan hamba bila mati
Kisah sejak lahir sampai dengan meninggal, sampai mati. Dari tersembunyi kembali pada kesembunyian. Buain melambangkan kasih sayang ibu yang tidak akan pernah putus. Ketulusan yang digambarkan tanpa keluhan; mendidik, membimbing, mengarahkan ke jalan yang benar, siap sedia pada saat dibutuhkan. Apa yang terlihat pada sajadah itu adalah perjalanan yang sangat panjang. Sejak dibimbing jalan, berceloteh, berdiri hingga berdiri sendiri, salat dengan keteguhan dan keyakinan. Sajadah mengingatkan kita keberawalan dan keberakhiran hidup. Buaian adalah tempat pertama dengan kekasihsayangan, penuh kecintaan dan akhir tempat tergandung pada perilaku hidup selepas dari buaian. Di atas sajadah itulah setiap orang, setiap kita dapat menelaah perjalan hidup kita selama ini.
11
bagaimana cara kita akan mengakhiri hidup akan jelas pada saat kita menghadap kepada Allah. Apa yang kita minta, apa yang telah kita abdikan kepada-Nya akan menentukan akhir hidup kita; Kuburan hamba bila mati. Di atas sajadah itu ternyata hanya sebentar, tidak berapa lama kita berada di tempat lain. Diselingi sekedar interupsi Mencari rezeki, mencari ilmu Mengukur jalanan seharian Begitu terdengar suara azan Kembali tersungkur hamba Begini senyatanya menjalankan kehidupan. Sekedar interupsi keluar dari sajadah. Ingatan kita selalu ada dalam wilayah sajadah, Mencari rezeki, mencari ilmu Mengukur jalanan seharian untuk membekali kebutuhan tubuh dalam rangka meningkatkan ibadah kita kepada-Nya karena yang sesungguhnya Begitu terdengar suara azan/ Kembali tersungkur hamba. Apa yang dijalani dalam menata kehidupan sekedar mendengat panggilan Allah melalui azan yang dikumandangkan lima kali sehari. Tujuan hidup hanyalah berada dalam lingkaran kesujudan terhadap Allah. Dalam hidup mencari rezeki mengedapankan apa yang dicintai Allah. Dalam bermuamalat selalu mendahulukan apa yang dicintai Allah. Makna salat yang sesungguhnya adalah berpasarah kepada Allah dalam segala keseluruhan hidup. Ada sajadah panjang terbentang Hamba tunduk dan rukuk Hamba sujud dan tak lepas kening hamba Mengingat Dikau Sepenuhnya Keteringatan dalam keikhlasan adalah ujung hidup yang penuh kenikmatan tiada tara. Apa yang dicari orang sibuk mencari rezeki setelah itu tidak dapat menikmati karena kelelahan, sakit. Kenikmatan seharusnya berlangsung dalam proses pencarian. Proses pecarian berjalan setiap saat dan tidak akan pernah berhenti. Sampai tujuan adalah bagian dari proses untuk melanjutkan hidup yang lebih baik. Usaha mengingat Allah adalah aktivitas yang membutuhkan energi berlebihan, lebih dari mengingat apa pun. Ingat kepada-Nya segalanya menjadi indah dan nikmat meski dalam keadaan sakit. Pada akhirnya memang manusia akan kembali kepada-Nya biar susah sungguh dan melalui proses yang berliku. Kita baca gambaran hidup Chairil Anwar.
DOA
kepada pemeluk teguh Chairil Anwar
12
Tuhanku Dalam termangu Aku masih menyebut namam Biar susah sungguh mengingat Kau penuh seluruh cayaMu panas suci tinggal kerdip lilin di kelam sunyi Tuhanku aku hilang bentuk remuk Tuhanku aku mengembara di negeri asing Tuhanku di pintuMu aku mengetuk aku tidak bisa berpaling 13 November 1943
Kepasrahan pada akhirnya harus diterima dengan segalanya. Kita tidak akan bisa berlari dan berpaling dari kekuatan-Nya, dari kasih sayang-Nya. Kita kembali ke rumah-Nya, Tuhanku/di pintuMu aku mengetuk/aku tidak bisa berpaling. Siapa yang akan mampu berpaling dan pergi daripada-Nya. Orang yang telah bepergian jauh ke mana pun akan kembali ke rumah, rumah itu, tempatnya kerinduan, keriangan, kekangenan yang tidak akan mampu menjauhkan kita. Di sana ada keluarga yang sama-sama merindu. Di sana ada kehangatan kasih sayang. Siapa yang tidak mau kembali ke rumah. Di luar rumah adalah asing, tidak dikenal dan tidak mengenal dirinya, seolah mengembara tetapi perlu dilakukan karena harus mengisi kehidupan yang berbeda agar bergairah, Tuhanku/aku mengembara di negeri asing. kita memamg selalu penasaran terhadap sesuatu. Sifat ini mengarah pada bagaimana sebuah perjalanan dilakukan dengan segala keinginan dan kesungguhan. Begitu banyak di antara kita mengembara, mencari melalui jalan berliku yang tak henti. Setelah lelah kembali kepada Allah Yang Mahaasih, Mahasayang. Di antara kita begitu banyak yang sejak awal selalu merasakan dan memahami dekat dengan Allah menemukan kedamaian dan kebutuhan hidup yang sesungguhnya. Doa Amir Hamzah Dengan apakah kubandingkan pertemuan kita, kekasihku? Dengan senja samar sepoi, pada masa purnama meningkat naik, setelah menghalaukan panas payah terik. Angin malam mengembus lemah, menyejuk badan, melambung rasa menayang pikir, membawa angan ke bawah kursimu. Hatiku terang menerima katamu, bagai bintang memasang lilinnya.
13
Kalbuku terbuka menunggu kasihmu, bagai sedap malam menyiarkan kelopak. Aduh, kekasihku, isi hatiku dengan katamu, penuhi dadaku dengan cahayamu, biar bersinar mataku sendu, biar berbinar gelakku rayu!
Pertemuan indah diulang dan diulang karena pada kondisi itu
menemukan keindahan dan kenikmatan tiada tara, sulit membandingkannya, Dengan senja samar sepoi, pada masa purnama meningkat naik, setelah menghalaukan panas payah terik. Apa yang terasa dalam dada, dalam dekapan nafas, dalam pikir membaca kondisi ini. apa yang kita rasakan saat senja setelah panas perlahan menepi. Hanya angin perlahan menyapu tubuh. Indah dan indah sekali pertemuan itu, pertemuan yang berulang, atau dibandingkan dengan, Angin malam mengembus lemah, menyejuk badan, melambung rasa menayangpikir, membawa angan ke bawah kursimu.
Keindahan yang dirasa oleh orang yang begitu dekat dan selalu ingin mendekat pada Yang Mahasegala. Pertemuan apalagi yang ingin dicari. Situasi bahagia apa lagi yang ingin dicari? Hatiku terang menerima katamu, bagai bintang memasang lilinnya. Kalbuku terbuka menunggu kasihmu, bagai sedap malam menyiarkan kelopak.
Hati kita selalu berkeinginan seperti itu, meski dalam kondisi apa pun. Ikhlas, pasrah dan bertenaga. apa pun kondisi badan kita, hati selalu berada dalam dekapan-Nya. Kita berusaha mendekat dan mendekat. Bahkan dalam keadaan sakit, lemas. Cinta Rendra terhadap Tuhan tidak pernah punah, tidak pernah berkurang. Bahkan kecintaan itu bertambah melekat, bertambah mesra. Tuhan, aku cinta padamu Aku lemas Tapi berdaya Aku tidak sambat rasa sakit atau gatal Aku pengin makan tajin Aku tidak pernah sesak nafas Tapi tubuhku tidak memuaskan untuk punya posisi yang ideal dan wajar Aku pengin membersihkan tubuhku dari racun kimiawi Aku ingin kembali pada jalan alam
14
Aku ingin meningkatkan pengabdian kepada Allah Tuhan, aku cinta padamu Dalam ketidakberdayaan, orang yang mengingat Allah akan selalu berada di lingkarannya, dia terus menyalakan cintanya agar tidak menjauh dari dirinya. Kebersihan dirinya pada detik-detik terakhir diharapkan agar menghadap Tuhan tidak ada lagi membawa kekotoran yang akan menjadi rintangan kecintaannya kepada Allah, Aku pengin membersihkan tubuhku dari racun kimiawi. Apa yang telah dimasukkan ke dalam dirinya sebagai obat dianggap racun. Dia ingin kembali dalam kebersihan diri secara alami agar tidak ada beban bertemu dengan Allah dan sebagai wujud pengabdian kepada-Nya, Aku ingin meningkatkan pengabdian kepada Allah dan dia berbisik Tuhan, aku cinta padamu. Ungkapan ini tertinggi dan harus dipelihara serta ditingkatkan setiap saat selama Allah memberikan kesempatan hidup. Cinta selalu menjadi bagian sangat penting dalam kehidupan dan menjalankan hidup dengan ikhlas dan baik. Tidak ada yang terkuat, kecuali cinta. Kita perhatikan bagaimana dialog orang tua dan anak dalam puisi Khalil Gibran.
Tanya Sang Anak
Kahlil Gibran Konon pada suatu desa terpencil Terdapat sebuah keluarga Terdiri dari sang ayah dan ibu Serta seorang anak gadis muda dan naif! Pada suatu hari sang anak bertanya pada sang ibu! Ibu! Mengapa aku dilahirkan wanita? Sang ibu menjawab,”Kerana ibu lebih kuat dari ayah!” Sang anak terdiam dan berkata,”Kenapa jadi begitu?” Sang anak pun bertanya kepada sang ayah! Ayah! Kenapa ibu lebih kuat dari ayah? Ayah pun menjawab,”Kerana ibumu seorang wanita!!! Sang anak kembali terdiam. Dan sang anak pun kembali bertanya! Ayah! Apakah aku lebih kuat dari ayah?
15
Dan sang ayah pun kembali menjawab,” Iya, kau adalah yang terkuat!” Sang anak kembali terdiam dan sesekali mengerut dahinya. Dan dia pun kembali melontarkan pertanyaan yang lain. Ayah! Apakah aku lebih kuat dari ibu? Ayah kembali menjawab,”Iya kaulah yang terhebat dan terkuat!” “Kenapa ayah, kenapa aku yang terkuat?” Sang anak pun kembali melontarkan pertanyaan. Sang ayah pun menjawab dengan perlahan dan penuh kelembutan. “Kerana engkau adalah buah dari cintanya! Cinta yang dapat membuat semua manusia tertunduk dan terdiam. Cinta yang dapat membuat semua manusia buta, tuli serta bisu! Dan kau adalah segalanya buat kami. Kebahagiaanmu adalah kebahagiaan kami. Tawamu adalah tawa kami. Tangismu adalah air mata kami. Dan cintamu adalah cinta kami. Dan sang anak pun kembali bertanya! Apa itu Cinta, Ayah? Apa itu cinta, Ibu? Sang ayah dan ibu pun tersenyum! Dan mereka pun menjawab,”Kau, kau adalah cinta kami sayang..” Cinta adalah cinta yang selalu membawa kekuatan semua insan dalam menjalankan hidup ini“Kenapa ayah, kenapa aku yang terkuat?” Sang
anak pun kembali melontarkan pertanyaan. Apa yang harus dijawab ayah. Tidak ada jawaban yang memuaskan bagi anak. Anak dalam masa penasaran, tidak takut bersalah, tidak merasa berdosa karena dia belum berkenalan dengan dosa. Jawaban apa pun akan dikejar dan ayah menjawab, “Kerana engkau adalah buah dari cintanya!. Cinta terkadang tidak perlu alasan yang panjang lebar, logik, rasional, tetapi cinta bisa menudukkan segalanya, Cinta yang dapat membuat semua manusia tertunduk dan terdiam. /Cinta yang dapat membuat semua manusia buta, tuli serta bisu!. Apakah sang sanak berhenti bertanya. Selama
16
menurutnya harus ditanyakan, dia tidak akan berhenti, akan terus dan terus, Dan sang anak pun kembali bertanya!/Apa itu Cinta, Ayah?/ Apa itu cinta, Ibu? Apa yang harus dijawab agar anak berhenti bertanya. Orang tua sangat mungkin dapat menjawabnya dengan sejumlah alasan, tetapi dia takut anak bertanya dan bertanya. Inilah jawaban yang tepat, penuh kasih sayang dan inspiratif. Sangat mungkin pada suatu saat anak akan ingat jawaban orang tuanya dan itu yang akan membawa kebahagian menjalani hidupnya, Dan mereka pun menjawab,”Kau, kau adalah cinta kami sayang..”. Apalagi yang lebih indah dari jawaban itu. Inilah jawaban yang tepat dalam segala hal, dalam segala cuaca karena cinta selalu dibutuhkan dalam segala cuaca dan menenangkan yang berkecamuk dalam hidup. PADA AKHIRNYA
Pada akhirnya saya harus menutup penelusuran teks puisi. Jika diteruskan tidak akan pernah selesai. Sepanjang mata tidak lelah akan banyak gambaran hidup yang ditemkan dalam teks puisi. Teks puisi akan memberikan banyak ajaran hidup. Suluk Karya Matori A. Elwa memetik pelajaran dari daun-daun hidup tumbuh berguguran bersama waktu, matahari dan rindu dari lautan tinta aku menulis berkah manfaat dan madarat saling bercumbu menempa parang cinta menggosok batu permata jika bencana telah usai pertempuran sebenarnya baru mulai agar tetap tegar dan waspada bersama pertapa aku memilih fajar 1990
17
Hidup memang tidak akan pernah selesai, selalu koma. Kita terus mengarah pada titik nol, titik temu dengan Allah Yang Mahasegala dan pada saat itulah kehidupan menjadi abadi. Cirebon, 3 Desember 2014 Miller, J. (2002). On Literature, Aspek Kajian Sastra.Yogyakarta: Jalasutra. Mohamad, G. (2011). Di Sekitar Sajak. Jakarta: Tempo PT. Grafiti Pers. Mohamad, G. (2011). Puisi dan Antipuisi. Jakarta: Tempo PT. Grafiti Pers. Purves, A. (1990). Testing Literature; The Current State of Affairs. http:/ed.gov/database/ERIC_Digest/ed321261.html 23 April 200013. Rosenblat, L. (1978). The Reader, The Text, The Poem. Carbordare: SIUP. Rosenblatt, L. (1976). Literature as Exploration. New York: The Modern Language Assocition America. Rozak, A. (2011). Konstruksi Respons Pembaca terhadap Teks Naratif. Cirebon: Unswagati Press. Selden, R. (1991). Panduan Pembaca Teori Sastra Masa Kini.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Smith, P. (2001). Collaborative Teaching. http://www.ade.org/ade/bulletin/n128/128060.htm 4/4/2005. Teeuw, A. (1984). Sastra dan Ilmu Sastra Pengantar Teori Sastra.Jakarta: Pustaka Jaya.
18