“Memahami Retorika Laporan CSR PT Kaltim Prima Coal 2012 Melalui Analisis Framing” Ranella Pasang Arungla’bi’ Supervisor : Dr. Ari Kamayanti, SE., MM., Ak. Universitas Brawijaya Malang Jl. Veteran, Malang
Today the company is required to no longer just for a profit-oriented, but also on the social and environmental aspects. Crash various cases of negative externalities harm people and the environment and encourage people to bring condemnation demanding the company business expectations changed to also ignore the social and environmental aspects. People's interest in a company that cares about social and environmental slowly increasing. This was disclosed by the findings PPM Institute of Management Indonesia in 2006 in Maulida (2013) that in addition to the quality and brand, a major concern of consumers in selecting products to purchase, corporate social responsibility is also an important consideration for consumers on shooping. So it was inevitable that CSR activities can boost the company's positive reputation in the eyes of stakeholders. One of the media's performance disclosure of CSR activities of the company is through the presentation of CSR report. CSR report is important because through the presence, the stakeholders knowingly reporting on all efforts made by the company in realizing sustainable development, then stakehloder also may use this information in making decisions. CSR reports can also use to evaluating and improving the companies performance on social and environmental aspects. CSR report is one of the realities of products constructions. The content of CSR reports is almost entirely contained story of the company in the form of narrative. CSR report also contains positive or negative rhetoric. Rhetoric formed will produce framing. The purpose of this research is to understand the rhetoric of CSR reports of PT KPC using framing analysis and constructivism research approaches. Keywords: CSR Report, Sustainable Development, Rhetoric, Framing Analysis
1. Memahami Corporate Social Responsibility Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial berkembang menjadi kajian yang marak dibahas belakangan ini. Munculnya CSR menjadi jawaban atas kegelisahan masyarakat akan keadaan alam yang patologis akibat ulah manusia khususnya korporasi. Serad (2012:14) menyatakan bahwa laju kerusakan lingkungan tambang masih jauh lebih cepat daripada laju restorasi atau pelestariannya. Hal yang sama juga terjadi pada aktivitas corporate social responsibility dalam eco-system, biotik, dalam bentuk penghutanan kembali, penghijauan, pelestarian lingkungan, masih kalah cepat dengan usaha-usaha illegal logging, peggundulan, dan kebakaran hutan (Serad 2012:14). Kerusakan-kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas korporasi menyadarkan masyarakat bahwa perlu pengubahan pola pikir hingga perilaku sedini mungkin. Jika alam tak lagi sehat, kehidupan makhluk yang mendiaminya pun ikut terancam. Perusahaan akan selalu menghasilkan eksternalitas bagi lingkungan dan masyarakat sekitar. Perwujudan eksternalitas dapat positif ataupun negatif. Namun di sisi lain ternyata keberadaan perusahaan dalam negeri maupun luar negeri ini juga menghasilkan eksternalitas negatif bagi masyarakat sekitar. Hal ini terbukti oleh laporan Kementrian Lingkungan yang mengutarakan bahwa selama tahun 2013 telah dilakukan penanganan sebanyak 109 kasus lingkungan hidup termasuk di dalamnya kasus pembakaran lahan dan kasus impor limbah B3. Bisnis.com (5/6/2013) juga mengungkapkan kerusakan lingkungan yang terjadi di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya bahkan mencapai 40%-50% dari luas wilayah Indonesia sekitar 190 juta hektar. Bahkan Kualitas Lingkungan Hidup yang seharusnya mencapai standar mutu 80%-90% hanya dapat dicapai 50%. Menurut Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) yang dikutip oleh bisnis.com, kontributor terbesar penyumbang kerusakan hutan adalah dari sektor pertambangan dan perkebunan akibat kemudahan pemberian izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) untuk kepentingan bisnis. Banyaknya kasus kerusakan lingkungan akibat ulah korporasi mewajibkan perusahaan bertanggung jawab untuk melakukan revitalisasi. Dalam melaporkan aktivitas tanggung jawab sosialnya perusahaan menyajikan Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report) sebagai bentuk komunikasi dengan stakeholder atas upaya-upaya yang telah dilakukan perusahaan dalam pelestarian lingkungan dan kerjasama dengan masyarakat. Laporan CSR adalah praktek pengukuran, pengungkapan dan pertanggungjawaban kinerja organisasi terkait sustainability development terhadap stakeholder internal dan eksternal (GRI Sustainability Reporting Guidelines, 2006). Sayangnya, laporan CSR tidak semuanya mencerminkan realitas sesungguhnya. Padahal laporan CSR seharusnya mengungkapkan tindakan perusahaan secara nyata yang tidak ditutup-tutupi. Bahkan ironsinya menurut Khalid (2009) yang dikutip oleh Jalal (2009) CSR hanyalah gula-gula atau pemanis dan taktik perusahaan untuk menutupi berbagai kerusakan lingkungan hidup dan pelanggaran terhadap hak asasi lainnya yang dilakukan oleh perusahaan. Menurut Gardner dan Martinko (1988) dalam Chairi dan Nugroho (2009) salah satu startegi perusahaan dalam membentuk citra positifnya adalah melalui teks narasi. Narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-
jelasnya kepada pembaca peristiwa yang telah terjadi (Keraf 2007:136). Dalam lingkup perusahaan salah satu bentuk perwujudan narasi ini adalah melalui laporan keberlanjutan yang disajikan. Salah satu kelebihan dengan menggunakan narasi adalah perusahaan dapat melakukan eufemisme (penghalusan bahasa), metafora (perumpamaan atau pengandaian) dan pasivisasi. Dalam tiap bahasa yang disampaikan secara tertulis ataupun lisan selalu akan melibatkan retorika (Luks 1998). Menurut Hopper dan Prat (1995) dalam Chairi dan Nugroho (2009), retorika didefinisikan sebagai bentuk bahasa atau tulisan persuasif yang bertujuan untuk mengendalikan realita guna memengaruhi audiens. Berbeda dengan retorika yang dirumuskan Aristoteles bahwa retorika bersifat netral. Dengan arti bahwa si pemberi pesan dapat menyampaikan sesuatu yang benar atau sebaliknya. Cerita retorik pada laporan keberlanjutan menjadi salah satu aspek yang menarik untuk diteliti guna memahami retorika laporan CSR perusahaan. Membaca saja tidak cukup namun perlu adanya proses memahami teks laporan hingga akhirnya dapat menafsirkan. Berdasarkan uraian latar belakang diatas penelitian ini membahas tentang, “ Memahami Retorika Laporan CSR Perusahaan PT Kaltim Prima Coal 2012 Melalui Analisis Framing.” 2. Memahami Retorika melalui Analisis Framing 2.1.Memahami Konstruksi Realitas Ibnu Hamad (2004) dalam bukunya yang berjudul Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa mendefinisikan konstruksi secara konseptual sebagai upaya penyusunan beberapa peristiwa, keadaan, atau benda secara sistematis menjadi sesuatu yang bermakna. Sedangkan realitas merupakan keadaan, peristiwa dan benda. Oleh karena itu definisi konstruksi realitas adalah pengaturan kata-kata membentuk frase, klausa atau, kalimat yang bermakna untuk menjelaskan atau menggambarkan suatu kualitas atau keadaan aktual dan nyata (Pratiwi 2009). 2.2.Memahami Retorika Kata retorika berasal dari bahasa latin, rhetorica yang berarti ilmu bicara. Menurut Hopper dan Pratt (1995) yang dikutip oleh Chariri dan Nugroho (2009:3-4) bahwa retorika sebagai bentuk bahasa atau tulisan persuasif atau efektif yang bertujuan mengendalikan realitas guna memengaruhi audien tertentu. Namun menurut Luks (1998) dalam Rahmawati (2013) bahwa setiap orang yang berpendapat baik secara lisan atau tulisan telah mencipta retorika. Pendapat serupa juga dilontarkan oleh Burke (1969) dalam Higgins dan Walker (2012) bahwa retorika hadir di mana saja baik melalui tulisan atau berbicara. Luks (1998) dalam Rahmawati (2013) dan Burke (1969) memandang retorika sebagai alat yang netral, dapat mencipta kalimat yang positif ataupun negatif. Mangunwijaya dalam Rakhamat (2009) pada kata pengantar buku Retorika Modern, juga menyatakan bahwa retorika dianggap sebagai hal yang negatif dan hanya berupa seni propoganda saja, dengan kata-kata yang bunyinya bagus namun kebenarannya diragukan. Padahal menurut Mangunwijaya yang dikutip oleh Rakhmat (2009), arti asli retorika lebih mendalam, yakni pemekaran bakat-bakat tertinggi manusia, yaitu rasio dan cita rasa lewat bahasa selaku kemampuan untuk berkomunikasi dalam medan pikiran.
Retorika berkembang menjadi ilmu populer dari dulu hingga sekarang. Fase metamorfosis yang dilaluinya cukup panjang hingga berkembang menjadi kajian yang beragam prespektifnya. Rakhmat (2009) menjabarkan sejarah retorika dengan membaginya dalam tiga zaman, yaitu pada zaman romawi, abad pertengahan, dan moderen. 2.3. Paradigma Konstruktivisme Laporan CSR adalah sebuah produk konstruksi realitas maka dalam melakukan penelusuran terhadap laporan CSR perusahaan, peneliti memilih untuk menggunakan paradigma konstruktivisme sebagai pendekatan penelitian.Paradigma konsturktivisme tepat menjadi payung penelitian ini karena meyakini bahwa segala hal yang mengandung unsur bahasa tidak dapat lepas dari proses konstruksi. 2.4.Konsep Framing Menurut William A. Gamson (1989) dalam Eriyanto (2002), framing adalah cara bercerita atau gugusan ide-ide yang terorganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana. Cara bercerita itu terbentuk dalam sebuah kemasan (package). Kemasan semacam skema atau struktur pemahaman yang digunakan individu untuk mengkonstruksi makna pesan-pesan yang ia sampaikan, serta untuk menafsiran makna pesan-pesan yang ia terima (Eriyanto, 2002). Eriyanto (2002) menjelasakan bahwa ada dua esensi utama dari framing, yaitu bagaimana peristiwa dimaknai melalui pemilihan kejadian mana yang akan ditampilkan melalui teks atau tidak ditampilkan dan bagaimana fakta tersebut ditulis terkait penggunaan kata, kalimat dan gambar untuk mendukung gagasan. 2.5. Model Analisis Framing William A. Gamson dan Andre Modigliani Menurut Gamson dan Modigliani (1989) dalam Eriyanto (2002), framing adalah pendekatan untuk mengetahui cara pandang yang digunakan oleh pembuat teks dalam mengkonstruksi realitas. Frame dipandang sebagai cara menyajikan cerita atau ide yang tersusun sedemikian rupa yang kemudian dinamakan sebagai kemasan (package). Dalam Eriyanto (2002:224) kemasan didefinisikan sebagai rangkaian ideide yang menunjukkan isu apa yang dibicarakan dan peristiwa mana yang relevan. Package adalah semacam skema atau struktur pemahaman yang digunakan individu untuk mengkonstruksi makna pesan-pesan yang ia sampaikan, serta untuk menafsirkan makna pesan-pesan yang ia terima (Eriyanto, 2002). Perangkat framing untuk model Gamson dan Modigliani (1989) dalam Eriyanto (2002) adalah: Perangkat Framing Model Gamson dan Modigliani Frame Central organizing idea for making sense of relevant events, suggesting what is at issues Framing Devices Reasoning Devices (Perangkat Framing) (Perangkat Penalaran) Methapors Roots Perumpamaan atau pengandaian. Analisis kausal atau sebab akibat. Catchphrases Frase yang menarik, kontras, menonjol
Appeals to principle Premis dasar, klaim-klaim moral.
dalam suatu wacana. Ini umumnya berupa jargon atau slogan. Exemplaar Mengaitkan bingkai dengan contoh, uraian (bisa teori, perbandingan) yang memperjelas bingkai. Depiction Penggambaran atau pelukisan suatu isu yang bersifat konotatif. Depiction ini umumnya berupa kosakata, leksikon untuk melabeli sesuatu. Visual Image Gambar, grafik, citra yang mendukung bingkai secara keseluruhan. Bisa berupa foto, kartun, ataupun grafik untuk menekankan dan mendukung pesan yang ingin disampaikan
Consequences Efek atau konsekuensi yang didapat dari bingkai.
Sumber: Eriyanto (2002)
2.6.Memahami Retorika Laporan CSR dengan menggunakan Analisis Framing Laporan CSR adalah salah satu produk konstruksi. Laporan CSR tersebut menurut Chariri dan Nugroho (2009:4) merupakan retorika. Lebih lanjut dijelaskan bahwa retorika ini dilakukan oleh manajemen (perusahaan) dengan menunjukkan argumen dan data tertentu untuk meyakinkan stakeholders bahwa dalam menjalankan kegiatan bisnisnya, perusahaan juga peduli terhadap sosial dan lingkungan (Chariri dan Nugroho, 2009). Oleh karena peneliti menggunakan paradigma konstruktivisme, maka dalam data retorikal tersebut diyakini bahwa ada framing yang dibangun oleh manajemen (perusahaan) untuk meyakinkan pembaca (stakeholder) bahwa yang diungkapkan oleh perusahaan adalah benar adanya. Analisis framing telah dilakukan Elok Rahmawati (2013) dalam skripsinya yang berjudul The Rhetoric in Corporate Social Responsibility (CSR) Reporting: A Frame Analysis on Sustainability of PT Indosat Tbk. Rahmawati (2013) ingin memahami motivasi pengungkapan laporan keberlanjutan PT Indosat dengan melakukan analisis framing pada laporan keberlanjutan PT Indosat periode 2009, 2010 dan 2011. Selain itu, peneliti juga merujuk pada jurnal Chariri dan Nugroho (2009) Retorika dalam Pelaporan Corporate Social Responsibility: Analisis Semiotik atas Sustainability Reporting PT Aneka Tambang Tbk. Chariri dan Nugroho (2009) melakukan analisis semiotik pada laporan keberlanjutan PT Aneka Tambang Tbk (Antam). PT Antam dipilih oleh peneliti bersangkutan karena perusahaan mendapatkan penghargaan ISRA. Melalui penelitian yang dilakukan oleh Chariri dan Nugroho, disimpulkan bahwa Antam menyajikan informasi CSR dalam bentuk cerita retorik dengan tujuan membentuk image positif bahwa Antam melaksanakan kegiatannya dengan tetap memperhatikan isu lingkungan dan sosial.
2.7.Menemukan Kebenaran Retorika Laporan CSR PT KPC Melalui Pemberitaan Media Massa Setelah memahami retorika laporan CSR PT KPC, peneliti akan menemukan kebenaran retorika tersebut melalui penelusuran pemberitaan media massa terkait aktivitas operasi perusahaan. Hal ini dilakukan guna mendukung terciptanya laporan CSR yang kredibel. Laporan CSR yang kredibel akan bermanfaat bagi stakeholder dan perusahaan bersangkutan. Melalui laporan yang kredibel stakeholder akan mengetahui sejauh mana pelaksanaan aktivitas CSR perusahaan dan dampaknya bagi lingkungan maupun sosial sehingga hal ini dapat membantu stakeholder dalam mengambil keputusan serta turut mengevaluasi kinerja operasi perusahaan. Sedangkan bagi perusahaan akan menjadi sarana untuk melakukan evaluasi atas aktivitas CSR-nya. 2.8.Sumber data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Di mana data ini diperoleh peneliti melalui studi literatur, kajian pustaka, artikel, dan jurnal penelitian. Untuk mendapatkan laporan CSR PT Kaltim Prima Coal periode 2012, maka penulis mengunduh dari laman perusahaan. Sedangkan informasi atau data-data tentang permasalahan yang terjadi selama periode tersebut akan diperoleh dari berbagai media yang diakses melalui internet. 2.9. Pengumpulan Data Dalam mengumpulkan data-data terkait objek yang akan diteliti, maka beberapa teknik yang digunakan sebagai berikut: 1. Dokumentasi Dokumentasi adalah teknik mengumpulkan data melalui penelusuran literatur baik media cetak maupun elektronik. Kemudian akan dipilih mana yang sesuai dan yang akan digunakan. 2. Paparan Kasus Teknik yang digunakan dalam mengumpulkan informasi mengenai permasalahan objek penelitian. 2.10. Objek Penelitian Peneliti memlih Laporan CSR PT Kaltim Prima Coal periode 2012 menjadi objek penelitian. Perusahaan ini dipilih karena Laporan CSR PT Kaltim Prima Coal berhasil meraih best overall ISRA 2013. Melalui penghargaan tersebut dapat diketahui bahwa dari segi pengungkapan dan tampilan laporan CSR PT Kaltim Prima Coal periode 2012 terbaik. 3. Tinjauan Pustaka 3.1. Wujud Etika Bisnis dalam Corporate Social Responsibility Masyarakat menuntut perusahaan perlu menjalankan operasi secara sehat dan etika menjadi pedoman perusahaan dalam berlaku. Menurut Hartman dan DesJardins (2008, 162) etika akan menuntun perusahaan untuk tidak menimbulkan kerugian yang dapat dihindari. Salah satu bentuk implementasi etika bagi perusahaan adalah melalui penerapan CSR. CSR dipandang sebagai kegiatan sehat perusahaan dengan menaruh perhatian tidak hanya pada single bottom line yaitu keuntungan, namun juga
pada lingkungan dan masyarakat. Ketiga aspek ini (keuntungan, lingkungan dan manusia) menjadi pilar pembangunan berkelanjutan. 3.1.Benang Merah Good Corporate Goverment dan Corporate Social Responsibility GCG dibentuk dari agency theory dan stewardship theory. Menurut Brigham dan Houston (2006:26-31) dalam Retno dan Priantinah (2012:86) agency theory adalah pemberian kekuasaan kepada manajer oleh pemilik perusahaan untuk membuat keputusan. Hubungan keagenan terjadi ketika satu atau lebih individu, yang disebut sebagai principal menyewa individu atau organisasi lain, yang disebut sebagai agen, untuk melakukan sejumlah jasa dan mendelegasikan kewenangan untuk membuat keputusan kepada agen tersebut (Retno dan Priantinah 2012:86). Sementara itu stewardship theory menurut Tim Studi Pengkajian Penerapan Prinsip-Prinsip OECD 2004, teori ini dibangun dalam asumsi filosofis bahwa manusia hakekatnya mempunyai intergritas dan berlaku jujur pada orang lain sehingga manajemen dapat berlaku dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan berbagai pihak baik shareholder maupun publik. CSR merupakan salah satu bentuk penerapan prinsip GCG khusunya prinsip responsibilitas. Melalui prinsip ini perusahaan berkewajiban berperilaku yang positif dalam menjalankan kegiatan operasinya sehingga masyarakat dan lingkungan pun menuai imbas yang positif. Eksternalitas negatif yang timbul dari kegiatan operasi perusahaan menjadi salah satu alasan kuat perusahaan perlu melakukan internalisasi untuk meminimalkan dampak negatifnya dan mencegah terjadi ulang. 3.2. Memahami Corporate Social Responsibility Wibisono (2007:8) mendefinisikan CSR sebagai tanggung jawab perusahaan kepada para pemangku kepentingan untuk berlaku etis, meminimalkan dampak negatif dan menguatkan dampak positif yang mencakup aspek ekonomi, sosial dan lingkungan (triple bottom line) dalam rangka mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan. Selain itu Putri (2007) yang dikutip oleh Untung (2009:1) ikut menambahkan bahwa CSR adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan dan menitikberatkan pada keseimbangan terhadap aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Menurut Lako (2011:5-6) ada lima teori yang menekankan bahwa pentingnya perusahaan untuk peduli dan melaksanakan CSR secara tepat, antara lain Teori Stakeholder, Teori Legitimasi, Teori Sustanibilitas Korporasi, Teori Political Economy dan Teori Keadilan. Pelaksanaan CSR juga diiringi oleh pelaporan kegiatan. Laporan CSR adalah salah satu bentuk komunikasi dari perusahaan bagi stakeholder atas berbagai kinerja CSR perusahaan. Lebih lanjut menurut Global Reporting (GRI) dalam Reporting Guidelines 2006, Sustanibility Reporting adalah suatu pengungkapan terkonsolidasi tunggal yang memberikan suatu penyajian wajar dan seimbang mengenai kinerja selama satu periode yang ditetapkan. Melalui laporan CSR, asimetri informasi antar perusahaan dengan stakeholder dapat dijembatani. Selain itu sebagai salah satu media evaluasi atas kinerja CSR yang telah dilaksanakan perusahaan.
4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Situs Informan Kalimantan adalah salah satu pulau yang dikenal memiliki kekayaan alam yang berlimpah. Salah satu propinsinya Kalimantan Timur menjadi salah satu pusat eksplorasi kegiatan tambang khususnya batubara. Bertengger di sana perusahaan Kaltim Prima Coal atau yang akrab disebut KPC yang merupakan anak perusahaan dari PT Bumi Resources (Tbk). PT KPC menjelma menjadi salah satu perusahaan batubara terbesar di Indonesia. Berdiri pada tahun 1982 dengan surat keputusan No Y.A.5/208/25 yang diterbitkan pada tanggal 16 Maret 1982 oleh Mentri Kehakiman RI. PT KPC melakukan aktivitas pertambangannya pada dua tempat, di kecamatan Sanggata dan kecamatan Bengalon propinsi Kalimantan Timur. Luas lokasi pertambangan PT KPC secara keseluruhan adalah 90,938 hektar. Bengalon merupakan lokasi kedua yang dipilih PT KPC untuk melakukan aktivitas pertambangannya setelah dulunya wilayah Sanggata. Aktivitas pertambangan di Bengalon merupakan kerja sama PT KPC dengan PT Darma Henwa. Lokasi pertambangan di Sanggata dekat dengan fasilitas pelabuhan di Tanjung Bara. Sedangkan Lokasi tambang Bengalon dekat dengan pantai. 4.1.Pembangunan Berkelanjutan PT KPC Bencana ekologis kerap terjadi di berbagai penjuru dunia termasuk Indonesia. Bencana yang terjadi tidak lepas dari ulah manusia yang sewenang-wenang. Alhasil manusia pun dituntut untuk mampu berlaku etis dalam bertindak. Mampu bertindak secara sadar dengan mempertimbangkan berbagai aspek lainnya, seperti sosial dan lingkungan. Tidak egois, berlaku demi kepentingan dan keuntungan pribadi semata karena menyadari bahwa segala isi yang ada di bumi akan hidup secara berdampingan dan beriringan. Ketika manusia membalak hutan dengan sembarangan dan membuang limbah hingga mencemari air laut maka makhluk yang menggantungkan diri pada hutan dan laut akan terancam punah. Manusia khususnya akan sulit untuk memenuhi kebutuhan mereka. Tentu kejadian ini sangat berdekatan dengan aktivitas operasi perusahaan khususnya pertambangan. Aktivitas pertambangan membutuhkan wilayah yang luas untuk melakukan aktivitasnya dan membutuhkan tempat untuk membuang limbah. Jika proses pertambangan tidak dilakukan secara benar dan tepat maka berbagai pihak akan terkena imbas negatifnya. Munculnya konsep pembangunan berkelanjutan (sustainability development) menegaskan bahwa korporasi harus memiliki keprihatinan pada aspek sosial dan lingkungan seperti halnya pada profit. Pembangunan berkelanjutan menjadi hal yang perlu diterapkan secara sadar mengingat dampaknya untuk masa kini dan masa depan. Hal ini tidak dapat dicapai jika saat ini korporasi menggunakan sumber daya alam dengan serampangan. Inti konsep pembangunan berkelanjutan adalah kepedulian generasi sekarang pada kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan mereka. Dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan pada tahun 2012 PT Kaltim Prima Coal melaksanakan proyek yang bernamakan Proyek Membara. Melalui proyek ini PT KPC ingin menunjukkan bahwa perusahaan memiliki semangat yang tinggi dalam penguatan berbagai aspek dari kegiatan operasional perusahaan, dari
aspek operasional pertambangan, pelestarian lingkungan, keselamatan dan kesehatan termasuk sumber daya manusia serta teknik inovatif. Tujuan jangka panjang Proyek Membara adalah meningkatkan ketangkasan dan ketahanan KPC dalam menghadapi tantangan di masa sekarang dan masa depan. Dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan PT KPC memusatkan perhatiannya pada aspirasi stakeholder-nya: “Dalam falsafah keberlanjutan kami, para pemangku kepentingan merupakan pusat perhatian dari berbagai aktivitas KPC. Sebab kami percaya bahwa keberlanjutan dapat dicapai dan dinikmati oleh mereka yang memiliki komitment terhadapnya dan berusaha untuk mewujudkannya.” (Laporan Keberlanjutan Tahun 2012 hal.24). 4.2.Analisis Framing Laporan CSR PT KPC Dalam menjalankan aktivitas operasinya kegiatan pertambangan identik dengan konflik-konflik sosial akibat eksternalitas negatif yang ditimbulkan. Hal ini dikarenakan aktivitas pertambangan tidak lepas dari tiga karakternya yaitu berjangka panjang, memakan lahan sangat luas dan ada banyak masyarakat tinggal (Majalah Bisnis dan CSR, 2007:186). Menyadari hal tersebut perusahaan dituntut untuk berlaku etis, tidak hanya mengejar keuntungan saja namun juga memperhatikan berbagai aspek lainnya dalam melakukan operasi pertambangan seperti lingkungan dan pemberdayaan masyarakat sekitar. Sebagai salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan khususnya penghasil batubara, KPC menyadari akan konflikkonflik tersebut dan percaya bahwa keselarasan antara profit, people dan planet menjadi hal dasar yang harus diperhatikan dalam bertindak karena hal ini dapat mewujudkan pembangunan berkelanjutan secara umum dan khusunya bagi umur perusahaan yang akan terus bertumbuh. Dalam mewujudkan cita-cita tersebut pada tahun 2012 KPC menerapkan program berkelanjutan yang bernama Proyek Membara. Judul laporan keberlanjutan periode 2012 adalah Semangat Membara untuk Keberlanjutan. Dalam mewujudkan proyek keberlanjutannya, KPC tidak hanya menuangkannya dalam aksi namun juga didukung oleh penyampaian informasi secara tertulis. Penyampaian informasi ini dikemas dalam bentuk teks yang berwujud laporan keberlanjutan. Laporan keberlanjutan menjadi sangat penting adanya guna sebagai media komunikasi antar perusahaan dan stakeholder. Melalui laporan keberlanjutan, stakeholder dapat mengetahui upaya-upaya yang telah dilakukan oleh perusahaan dalam rangka mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Laporan keberlanjutan hampir sepenuhnya diisi oleh narasi, grafik dan gambar lainnya yang akan membentuk framing. Eriyanto (2003) mengungkapkan bahwa framing adalah isi teks yang ditonjolkan oleh si pembuat teks agar mudah diingat oleh pembaca. Tak dapat dipungkiri bahwa laporan keberlanjutan yang disajikan oleh KPC juga membentuk framing. Oleh karena itu, analisis framing menjadi alat yang dapat digunakan untuk menemukan framing yang disampaikan atau dibangun oleh KPC guna memahami retorika laporan CSR PT KPC. Melalui model framing Gamson dan Modigliani terdapat dua perangkat yang akan digunakan untuk melakukan penulusuran teks, yaitu perangkat framing dan perangkat penalaran.
4.3. Perangkat Framing dan Perangkat Penalaran Menurut Gamson dan Modigliani (1989) dalam Eriyanto (2002) uraian teks hingga membentuk sebuah laporan mengandung sudut pandang yang disebut dengan kemasan (package). Sudut pandang ini adalah cara bercerita penulis tentang suatu hal yang telah disusun sedemikian rupa melalui proses konstruksi. Dalam menganalisis kemasan sebuah teks dengan menggunakan model Gamson dan Modigliani (1989) terdapat dua perangkat analisis yang digunakan, yaitu perangkat framing dan perangkat penalaran. Menurut Eriyanto (2003:226) perangkat framing berkaitan langsung dengan ide sentral atau bingkai yang ditekankan dalam teks berita, yang ditandai dengan pemakaian metafora, kata, kalimat, grafik/gambar. Sedangkan perangkat penalaran menjadi dasar pembenar framing yang telah dibangun. Melalui perangkat ini khalayak akan menerima pesan itu sehingga tampak benar, absah, dan demikian adanya (Eriyanto, 2003: 227). Perangkat penalaran dibagi atas tiga unsure, yaitu analisis kausal, premis dan efek. 4.4.Analisis Perangkat Framing Untuk meyakinkan para stakeholder bahwa KPC telah berpartisipasi dalam upaya pembangunan berkelanjutan maka KPC menggunakan beberapa unsur metafora, frase yang menarik seperti slogan dan jargon, labeling, teori atau perbandingan serta gambar dan grafik pada laporan keberlanjutannya. Pada laporan keberlanjutan tahun 2012, KPC menggunakan unsur catchphrases atau frase yang menarik dan menonjol pada judul laporan keberlanjutannya, yaitu Semangat Membara untuk Keberlanjutan. Salah satu hal yang membuat catchphrases ini mencolok adalah penggunaan metafora membara yang disandingkan dengan kata semangat. Melalui kata Semangat Membara perusahaan ingin memberitahukan sekaligus menegaskan bahwa KPC memiliki kemauan yang tinggi dan bersungguhsungguh dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang diejawantahkan dalam 8 program unggulannya. Kata semangat diartikan sebagai keinginan atau gairah dalam melakukan sesuatu, sehingga melalui catchphrases ini KPC ingin meyakinkan pembaca bahwa perusahaan memiliki motivasi untuk berpartisipasi dalam pembangunan berkelanjutan. Hal ini juga dikuatkan oleh sambutan Chief Executive Officer KPC, Endang Ruchijat, bahwa: “Kami akan selalu berusaha untuk menjadi yang terdepan dalam perjalanan kami untuk mencapai keberlanjutan. Kami percaya bahwa bisnis yang sukses dan pertumbuhan yang berkelanjutan hanya dapat dicapai jikai nilai ekonomi, sosial dan lingkungan dijalankan dengan berimbang (hal.15).” Kata terdepan pada bait pertama dan berimbang pada bait kedua menjadi menarik untuk ditelisik lebih lanjut. Kata terdepan menjelaskan bahwa perusahaan ingin menjadi nomor satu dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Dalam artian lebih unggul dibandingkan dengan perusahaan lain, hal ini senada dengan ungkapan perusahaan yang ingin menginspirasi perusahaan lain di seluruh industri untuk turut ambil bagian dan berpartisipasi dalam upaya menuju keberlanjutan (hal.20). Selain itu kata berimbang pada bait kedua, menunjukkan bahwa perusahaan meyakini sudah sepatutnya dalam mewujudkan pembangunan keberlanjutan perhatian perusahaan tidak hanya pada profit saja, namun juga pada aspek lingkungan dan sosial.
Perusahaan menyakini bahwa ketiga aspek ini seharusnya tidak memiliki porsi berat sebelah, namun harus diperhatikan dan dijalankan selaras. KPC juga menggunakan huruf kapital pada judul laporan, yaitu SEMANGAT MEMBARA UNTUK KEBERLANJUTAN yang terletak di sampul laporan keberlanjutan agar pembaca lebih mudah mengingat dan perhatiannya fokus pada tulisan tersebut. Catchpharse lainnya yaitu pada judul sub bab laporan untuk program CSR lingkungan dan masyarakat. Pada program CSR lingkungan, perusahaan memilih judul Semangat Membara Melestarikan Lingkungan dan dalam memberdayakan masyarakat perusahaan memilih judul Semangat Membara Maju Bersama Masyarakat. Pada judul Semangat Membara Melestarikan Lingkungan, perusahaan ingin menyampaikan bahwa KPC juga turut berupaya dalam mempertahankan kelangsungan hidup lingkungan. Kata lestari tepat digunakan oleh perusahaan, karena kata lestari tidak mengacu pada komitmen jangka pendek namun juga jangka panjang. Dengan menggunakan kata melestarikan terlihat komitmen perusahaan yang tidak hanya berkontribusi terhadap lingkungan untuk waktu yang pendek, namun juga dalam rentang waktu yang panjang. Hal ini didukung oleh beberapa program pelestaraian lingkungan KPC, antara lain pencegahan pencemaran, pengembalian semua area bekas tambang ke dalam kondisi yang produktif, stabil dan aman, pemeliharaan keanekaragaman hayati, serta pelaksanaan konservasi air dan efisisensi sumber energi. Sementara itu, untuk pilihan judul Semangat Membara Maju Bersama Masyarakat, perusahaan memilih kata Maju Bersama Masyarakat menampilkan framing bahwa KPC menganggap masyarakat sebagai unsur penting yang tidak boleh luput dari perhatian perusahaan. Sehingga untuk mencapai kemajuan, perusahaan tidak ingin hanya melibatkan diri sendiri, namun juga mengajak masyarakat untuk terlibat aktif melalui program pemberdayaan yang dibuat oleh perusahaan. Pelibatan masyarakat ini menunjukkan indikator kemajuan perusahaan tidak tercapai hanya dengan melalui peningkatan profit semata, namun juga saat perusahaan telah berhasil memberdayakan masyarakat setempat. Hal ini selaras dengan pernyataan KPC bahwa masyarakat yang memiliki lahan ataupun masyarakat setempat mempunyai hak untuk memperoleh nilai lebih dari apa yang telah dikerjakan oleh KPC yang akan mampu meningkatkan taraf hidup mereka. Perangkat framing depiction juga digunakan oleh KPC pada sambutan Chief Executive Officer yang menyatakan bahwa perusahaan sebagai organisasi dan warga korporasi yang baik. Penggunaan air dan energi dengan bijak menjadi salah satu pembuktian depiction tersebut, “Keterbatasan sumber air dan energi yang sama-sama penting dan banyak digunakan oleh masyarakat dan kegiatan pertambangan, mendorong kami untuk membuktikan bahwa kami telah memanfaatkan energi tersebut dengan bijaksana tanpa mengurangi ketersediannya bagi kehidupan masyarakat sekitar, baik saat ini maupun di masa yang akan datang (hal.112).” Melalui kalimat tersebut KPC ingin menyampaikan bahwa perusahaan telah melakukan tindakan yang bijak dan tepat dalam hal penggunaan air dan energi meskipun persediaan air dan energi terbatas. Perusahaan juga ingin menyampaikan bahwa persediaan air dan energi yang terbatas bukanlah sebuah masalah namun yang
menjadi hal utama adalah tindakan kita dalam menyikapi keterbatasan itu. KPC menyampaikan bahwa melalui berbagai macam program efisiensi air dan energi yang diimplemetasikan, KPC berhasil membuktikan sebagai perusahaan yang mampu untuk menggunakan air dan energi secara bijak. Dengan menyatakan bahwa KPC sebagai organisasi dan warga korporasi yang baik juga menunjukkan kepada stakeholder bahwa KPC adalah perusahaan yang sehat dan tidak mempunyai konflik. Rentetan kalimat tersebut diletakkan pada paragraf pertama sambutan Chief Executive Officer sehingga saat stakeholder membaca langsung mengenali citra positif perusahaan. Depiction lain yang digunakan oleh perusahaan tertera pada hal. 18 sambutan Chief Executive Officer, di mana KPC mengatakan bahwa mereka telah berhasil mencapai upaya pembangunan berkelanjutan dengan melakukan pengurangan emisi CO2, terlaksananya proyek KPC “MEMBARA” sebagai upaya KPC untuk meningkatkan motivasi dan semangat karyawan serta meningkatkan dialog dengan masyarakat setempat. Melalui partisipasi aktif pada masyarakat, lingkungan dan aspek tata kelola perusahaan yang baik, KPC yakin dapat menjadi motor penggerak untuk industri dan perusahaan lain di sektor pertambangan. Pada sub bagian laporan CSR lingkungan, PT KPC juga memaparkan keberhasilan mereka dalam menjaga kelestarian lingkungan. Salah satu contohnya adalah KPC telah mematuhi seluruh peraturan dan perundang-undangan yang berlaku dalam pengelolaan limbah cair. Untuk lebih meyakinkan stakeholder bahwa KPC adalah perusahaan yang peduli pada lingkungan dan sosial, maka perusahaan menggunakan beberapa bantuan aksentusasi foto dan grafik pada laporan. Untuk setiap keberhasilan perusahaan dalam mengurangi eksternalitas negatifnya bagi lingkungan, KPC selain melaporkannya dalam bentuk tulisan juga menggunakan grafik dan gambar. Hal ini dimaksudkan untuk memberi penjelasan yang lebih komprehensif dan memberi kesan mencolok saat stakeholder membaca laporan keberlanjutan KPC. Perangkat framing metafora juga digunakan oleh KPC untuk menegaskan bahwa perusahaan memiliki perhatian dalam melestarikan lingkungan dan memberdayakan masyarakat. Membara adalah salah satu metafora yang digunakan oleh KPC. Secara harfiah menurut KBBI membara adalah barang sesuatu (arang) yang terbakar dan masih berapi-api. Namun penggunaan kata membara bukan dipilih dan ingin disampaikan perusahaan dalam arti harfiahnya, namun metafora ini digunakan perusahaan untuk menyampaikan kepada pembaca bahwa perusahaan berkeinginan kuat untuk berkontribusi positif bagi planet, people, dan profit. Perusahaan tepat menggunakan kata membara sebagai nama proyek program keberlanjutan perusahaan, karena pada tahun 2012 pasar batubara tengah lesu akibat krisis uni eropa. “Meskipun krisis pada industri batubara yang tengah berlangsung, KPC akan tetap berusaha untuk selalu meningkatkan standar kami menjadi lebih tinggi, agar tetap kompetitif dengan perusahaan lainnya (hal.19).” Pada tahun 2012 krisis batubara tengah terjadi, namun kalimat metafora tersebut bertujuan untuk meyakinkan stakeholder bahwa krisis tersebut tidak berdampak signifikan dalam hal peningkatan kinerja KPC. Melalui penggunaan kata membara yang disandingkan dengan kata semangat, perusahaan ingin menunjukkan bahwa
meskipun tengah terjadi krisis pada industri batubara namun KPC tidak patah asa. Perusahaan tetap berkomitmen dan berusaha untuk meningkatkan kontribusi baik bagi internal maupun pihak eksternal. Selain kata membara, metafora lain yang digunakan oleh KPC adalah kosakata jantung. Pada sambutan Chief Executive Officer perusahaan menyatakan bahwa, “Pembangunan keberlanjutan dan perilaku bisnis yang etis menjadi jantung dari perjuangan perusahaan (hal. 15).” Jantung dimaknai sebagai organ penting dalam menjalani kehidupan. Jika ditilik arti sebenaranya menurut KBBI jantung adalah bagian tubuh yang menjadi pusat peredaran darah. Namun penggunaan kata jantung pada laporan keberlanjutan KPC tidak merujuk secara harfiah. Perusahaan memilih menggunakan kata jantung karena fungsinya yang penting bagi kehiduapan, jika jantung tidak lagi berfungsi maka kehidupan akan terhenti. Melalui penggunaan kosakata jantung perusahaan ingin menyampaikan bahwa pembangunan keberlanjutan dan perilaku bisnis yang etis menjadi bekal hidup perusahaan. Pada sub bab laporan aktivitas lingkungan, KPC juga menggunakan kosakata fondasi, “Pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup merupakan salah satu fondasi bagi manajemen dan operasional KPC (hal. 56).” Arti fondasi adalah dasar bangunan yang kuat, biasanya (terdapat) di bawah permukaan tanah tempat bangunan itu didirikan. Fondasi adalah salah satu metafora yang digunakan perusahaan untuk menegaskan bahwa perusahaan menjadikan pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup sebagai tonggak dan dasar dalam melakukan kegiatan operasional. Unsur metafora lainnya yaitu penggunaan pepatah, “Bersama Kita Teguh, Bercerai Kita Runtuh”. Pepatah ini digunakan oleh KPC untuk mendukung pemahaman stakeholder bahwa kegiatan pemberdayaan masyarakat Kutai Timur pada sektor agribisnis adalah hal yang baik adanya. Apalagi program ini selaras dengan program pemerintah Kutai Timur. Melalui penyatuan kedua kegiatan ini akan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi di daerah Kutai Timur. Selain itu KPC juga menggunakan pepatah, “ Di Dalam Tubuh yang Sehat, Terdapat Jiwa yang sehat.” Pepatah ini digunakan oleh perusahaan untuk mendukung kegiatan peningkatan sanitasi dan kesehatan masyarakat yang diselenggarkan oleh KPC. Exemplaar yang digunakan oleh KPC terlihat pada kepedulian perusahaan kepada masyarakat melalui berbagai program pemberdayaan. KPC meyakini bahwa untuk menghantarkan manfaat bagi masyarakat sekitar, program-program tersebut harus dirumuskan dengan mengkokohkan dan memadukannya dalam tiga pilar pembangunan, yaitu kepentingan ekonomi, sosial dan lingkungan. Hal ini sesuai dengan teori pembangunan berkelanjutan yang dicetuskan oleh ahli-ahli. Exemplaar lainnya yang digunakan oleh KPC adalah dalam setiap laporan aktivitas lingkungan dan sosial, KPC selalu menyertakan uraian penjelasan program-program yang telah dilakukan, salah satunya adalah Program Segading Resettlement. “Program Resettlement Segading menitikberatkan pada dua hal, yaitu: percepatan pembangunan infrastruktur di lokasi pemukiman kembali dan persetujuan serta kesepakatan keterlibatan masyarakat Segading dalam program ini. Sampai dengan tahun 2012, kami berhasil merampungkan pembangunan 53 unit rumah dari total 60 unit rumah yang direncanakan. Infrastrukturinfrastruktur pemukiman yang juga berhasil dirampungkan selama tahun 2012
adalah infrastrukur jalan, pengadaan mesin generator berkapasitas 2x30 Kwh, instlasi listrik, instlasi pengelolaan air bersih, dan jaringan air bersih. (hal.119).” 4.5. Analisis Perangkat Penalaran Untuk membenarakan framing yang telah dibangun oleh KPC maka pada laporan keberlanjutannya KPC juga menggunakan beberapa unsur perangkat penalaran. Unsur roots atau analisis kausal digunakan oleh KPC untuk membenarkan aktivitas CSR yang telah perusahaan lakukan. Hal ini ditemukan pada sambutan Endang Ruchijat selaku Chief Executive Officer KPC, yaitu: “Kami percaya bahwa bisnis yang sukses dan pertumbuhan yang berkelanjutan hanya dapat dicapai jika nilai ekonomi, sosial dan lingkungan dijalankan dengan berimbang. Oleh karena itu, kami memanfaatkan beragam sumber daya dan fokus pada standar tertinggi kesehatan dan keselamatan kerja, kelestarian lingkungan, hak asasi manusia, praktik ketenagakerjaan dan keterlibatan masyarakat.Semua ini kami terapkan di setiap bagian dari kegiatan operasi (hal.15).” Dewasa ini perusahaan akan mendapatkan perhatian dan tempat di hati masyarakat jika perusahaan menaruh kontribusi positif bagi lingkungan dan sosial. Berkembangnya kesadaran masyarakat akan perlunya perusahaan memperhatikan lingkungan dan sosial, mendorong perusahaan untuk tidak lagi memikirkan profit atau keuntungan semata. Perkembangan kesadaran ini juga dipicu oleh berbagai konferensi tingkat lokal maupun dunia. Hingga muncullah sebuah konsep pembangunan berkelanjutan, yang menjadikan profit, people dan planet sebagai ketiga pilarnya. Pada konsep pembangunan berkelanjutan, kebutuhan generasi mendatang juga perlu diperhatikan. Jangan sampai aktivitas yang telah dilakukan hari ini akan mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk mencukupi kebutuhannya. Jika perusahaan nakal dan tidak mematuhi hal tersebut maka umur perusahaan tidak akan bertahan lama karena citra negatifnya yang berkembang dalam masyarakat. Perusahaan menyadari berbagai hal tersebut sehingga timbul kesadaran bagi perusahaan untuk mengimplemetasikan berbagai aktivitas CSR yang bermanfaat bagi seluruh stakholeder. Roots atau analisis kausal lainnya, KPC mengungkapkan bahwa para pemangku kepentingan atau stakeholder adalah fokusan atau pusat perhatian KPC dalam melakukan berbagai aktivitasnya. KPC percaya bahwa stakeholder ingin mendapatkan manfaat dan hubungan yang kuat dengan perusahaan. Oleh karena itu KPC senantiasa menjalin hubungan dengan para pemangku kepentingan melalui komunikasi dua arah serta melalui berbagai macam jalur di berbagai tingkatan, bahkan dalam kegiatan sehari-hari. Stakeholder KPC adalah pelanggan, mitra usaha, masyarakat lokal, aparat dan pemerintah daerah, pemegang saham dan pegawai. Beberapa upaya telah ditempuh oleh KPC sebagai perwujudan kepeduliannya pada stakeholder. Kepedulian kepada pelanggan diwujudkan melalui produk yang berkualitas serta pelayanan yang unggul. Kepedulian kepada karyawan melalui program-program pelatihan dan pengembangan, evaluasi kinerja, forum-forum sosialisasi dan KPC senantiasa mengakomodir aspirasi karyawan melalui konsultasi dengan serikat kerja. Kepedulian terhadap mitra usaha diwujudkan KPC dengan terus
membina dan menjaga kerjasama dengan para kontraktor dan skema kemitraan. Hubungan baik dengan pemegang saham dilakukan oleh KPC melalui Rapat Umum Pemegang Saham, di mana laporan dan kinerja perusahaan dapat dilihat dan dinilai oleh para pemegang saham. Wujud kepedulian KPC kepada komunitas lokal melalui pelaksaaanan aktivitas CSR di bidang sosial, lingkungan dan ekonomi. Unsur appeals to princples atau klaim-klaim moral yang digunakan oleh KPC adalah konsep 3P. Konsep 3P yang melandasi KPC dalam melakukan aktivitas CSRnya. Juga berdasarkan standar United Nation Global Compact (UNGC) yang mengandung 10 prinsip dari 4 aspek (HAM, Pekerja, Lingkungan dan Anti Korupsi) dan Corporate Social Responsibility ISO 26000 (organizational governance, human rights, labor practice, environment, fair operating practices, consumer issues, dan community development & involment). Selain itu, untuk menambah kepercayaan stakeholder bahwa KPC telah berkontribusi positif bagi lingkungan dan social, pada laporan keberlanjutan KPC di halaman 6 ditampilkan berbagai penghargaan yang diraih oleh perusahaan untuk berbagai bidang. Pada bidang lingkungan KPC menerima 6 penghargaan diantaranya Proper Hijau, Proper Emas diraih dua kali, perusahaan tambang terbaik untuk penerapan “good mining practice” dalam ajang 3rd TAMBANG award, manajer teknik pertambangan terbaik dalam ajang 3rd TAMBANG award dan aditama untuk pengelolaan lingkungan. Di bidang keselamatan, kesehatan dan keamanan kerja, KPC meraih 4 penghargaan, yaitu Sistem Manajemen Pengamanan-emas, Peringkat ke-2 penyelamatan air, Peringkat ke-3 penyelamatan pada ketinggian dan program penanggulangan HIV &AIDS di lingkungan perusahaan. Sementara di bidang sosial, KPC mendapatkan 10 penghargaan, yaitu 2 predikat platinum, 3 predikat emas, dan 1 predikat perak dalam ajang Gelar Karya Pembangunan Masyarakat (GKPM), gelar inovatif terbaik dalam Kutai Timur Expo 2012, meraih kinerja RKAB dengan kriteria baik dan aspek community development dengan kriteria baik, serta pemecahan rekor menyumpit dengan peserta terbanyak. Perusahaan juga mencantumkan pernyataan verifikasi pihak ketiga dari PT Mazars dan National Center for Sustainability Reporting untuk pernyataan pengecekan tingkat aplikasi GRI. Gambar Hasil analisis framing Laporan Keberlanjutan PT KPC 2012: Frame: PT KPC peduli pada lingkungan dan sosial Framing Devices Reasoning Devices (Perangkat Framing) (Perangkat Penalaran) Methapors: Roots 1. Penggunaan kosakata Membara, Jantung 1. KPC meyakini tiga pilar Fondasi pembangunan berkelanjutan perlu 2. Penggunaan dua pepatah, “Bersama Kita dijalankan secara berimbang. Teguh, Bercerai Kita Runtuh,” dan “Di 2. Stakeholder adalah pusat perhatian Dalam Tubuh yang Sehat Terdapat Jiwa KPC dalam menjalankan yang Sehat”. aktivitasnya.
Catchphrases 1. Penggunaan judul Semangat Membara untuk Keberlanjutan, Semangat Membara Melestarikan Lingkungan dan Semangat Membara Maju Bersama Masyarakat.
Exemplaar Selain menjelaskan kegiatan pemberdayaaan masyarakat dan pelestarian lingkungan, perusahaan juga menyertakan uraian atau contoh pelaksanaan. Depiction 1. KPC melabeli diri sebagai organisasi dan warga korporasi yang baik. 2. KPC juga menyatakan sebagai perusahaan yang berhasil mengurangi emisi CO2 serta menjalankan proyek Membara. 3. KPC telah mematuhi peraturan perundang-undangan untuk mengelola limbah cair. Visual Image KPC menyajikan grafik dan gambar capaian kegiatan pelestarian lingkungan. Serta foto tentang upaya yang dilakukan oleh KPC untuk menjaga kelangsungan lingkungan.
Appeals to principle 1. Konsep Pembangunan Berkelanjutan (3P), standar United Nation Global Compact, Corporate Social Responsibility ISO 26000. 2. Ditampilkan berbagai penghargaan yang telah diraih oleh KPC dalam hal pelestarian lingkungan dan pemberdayaan masyarakat Consequences KPC telah berkontribusi positif bagi lingkungan dan masyarakat.
4.7. Kesimpulan Setelah melakukan rangkaian analisis dengan menggunakan model analisis framing Gamson dan Modigliani (perangkat framing dan perangkat penalaran) peneliti menyimpulkan bahwa KPC menggunakan semua unsur dalam perangkat framing (catchphrases, depcition, metafora, visual image, exemplaar) dan perangkat penalaran (roots, apeals to principle serta consequences). Cerita retorik yang dibentuk oleh KPC dengan menggunakan perangkat framing dan perangkat penalaran membantu perusahaan untuk membentuk citra positif di mata stakeholder bahwa perusahaan juga turut terlibat aktif dalam upaya pembangunan berkelanjutan (peduli pada lingkungan dan sosial). Selain penggunaan kedua perangkat tersebut KPC juga membentuk framing bahwa KPC adalah perusahaan yang memiliki kinerja baik. Di mana pada awal laporan KPC menyajikan berbagai penghargaan dan pencapaian pada aspek lingkungan, keselamatan, kesehatan dan keamanan kerja dan aspek sosial. Pada bagian isi KPC menjelaskan secara terperinci kegiatan-kegiatan yang telah diimplementasikan beserta capaiannya. Pada bagian akhir laporan CSR, KPC menyajikan nilai ekonomi yang dihasilkan beserta pernyataan verifikasi pihak ketiga terhadap performa perusahaan yang dinilai baik.
5. “Kebenaran” Framing Laporan CSR PT KPC Melalui penelusuran di berbagai media massa secara online, peneliti menemukan berbagai kasus yang dibeberkan oleh media terkait konflik antar KPC dengan masyarakat sekitar. 5.1. Overview Kasus Antara News (18 Maret 2013) Suparjan selaku Kepala Bidang Produksi Perusda PDAM Kutai Timur menyampaikan bahwa dugaan pencemaran Sungai Sangatta disebabkan oleh buangan limbah bercampur lumut dari aktivitas tambang PT KPC. Tingkat kekeruhan di atas 200 NTU yang idealnya di bawah 200 NTU sehingga aktivitas PDAM harus dihentikan sebab jika dipaksakan akan menelan biaya produksi yang tinggi. Dugaan ini diperkuat oleh pemberitaan Tribunnews (18 Maret 2013) yang menemukan bukti bahwa sumber kekeruhan Sungai Sangatta berasal dari Sungai Bendili yang kawasan hulu sungai tersebut adalah areal KPC. Suparjan mengungkapkan bahwa 13 Septembar 2012 kondisi air di Sungai Sangatta sudah sangat keruh. Warta Kutim (19 Maret 2014) Kasus pencemaran lingkungan yang merusak lahan warga di sekitar Pedaya, Desa Spaso Timur, Kecamatan Bengalon terbukti adalah perbuatan PT KPC. Kasus ini telah berlangsung dua tahun lamanya. Mursan selaku mantan Camat Bengalon mengungkapkan bahwa BLH sangat lambat menangani kasus pencemaran lingkungan yang telah merusak lahan warga di wilayah Pedaya, Desa Spaso Timur, Kecamatan Bengalon. Lebih lanjut ia menyebutkan bahwa pencemaran lingkungan di kecamatan Bengalon sudah hampir 2 tahun lamanya. Tambang News (28 Mei 2012) Tambangnews.com mengungkapkan bahwa PT KPC melakukan perampokan energi. Dari 135 desa yang ada di kabupaten Kutai Timur hanya 37 desa yang mendapatkan layanan listrik. Padahal PT KPC menghabiskan 18,9 MW setara 42 persen kebutuhan listrik warga kutai timur. 5.2. “Kebenaran” Retorika yang dibangun oleh KPC Media menjadi salah satu corong utama dalam penyedia informasi bagi masyarakat. Berbagai macam kejadian di berbagai daerah tidak dapat diketahui oleh masyarakat tanpa bantuan dari media karena terkendala oleh jarak. Adanya penyajian informasi dari media membuat masyarakat dari yang tidak tahu akan menjadi tahu terhadap peristiwa. Berbagai informasi dari media massa terkait pelanggaran aktivitas operasi oleh KPC mengindikasikan ketidakselarasan frame yang dibangun pada laporan keberlanjutan KPC dengan kenyataannya. Perampokan energi oleh PT KPC yang dibeberkan oleh tambangnews.com tidak sesuai dengan ungkapan KPC: “Keterbatasan sumber air dan energi yang sama-sama penting dan banyak digunakan oleh masyarakat dan kegiatan pertambangan, mendorong kami untuk membuktikan bahwa kami telah memanfaatkan energi tersebut dengan bijaksana tanpa mengurangi ketersediannya bagi kehidupan masyarakat sekitar, baik saat ini maupun di masa yang akan datang (hal.112).” Seperti yang disampaikan oleh tambangnews.com dari 135 desa yang ada di kabupaten Kutai Timur hanya 37 desa yang mendapatkan layanan listrik. Padahal
PT KPC menghabiskan 18,9 MW setara 42 persen kebutuhan listrik warga Kutai Timur. Hal ini juga tidak sesuai dengan tujuan utama KPC: “Kami akan selalu berusaha untuk menjadi yang terdepan dalam perjalanan kami untuk mencapai keberlanjutan. Kami percaya bahwa bisnis yang sukses dan pertumbuhan yang berkelanjutan hanya dapat dicapai jikai nilai ekonomi, sosial dan lingkungan dijalankan dengan berimbang (hal.15).” Kasus pencemaran Sungai Sangatta juga tidak selaras dengan cita-cita KPC yang ingin melestarikan lingkungan. Sesuai dengan analisis framing pada bab 4, kata lestari merujuk pada jangka panjang tidak hanya sampai pada jangka pendek saja. Adanya pencemaran lingkungan ini berimbas pada kesehatan lingkungan sungai Sanggata. Terlebih dengan pencemaran sungai, masyarakat tidak lagi dapat mengonsumsi air di sungai tersebut. Hal ini juga bertentangan dengan sambutan Chief Executive Officer KPC yang menyatakan pembangunan keberlanjutan dan perilaku bisnis yang etis menjadi jantung dari perjuangan perusahaan. Selain itu perusahaan juga melabeli diri sebagai organisasi dan warga korporasi yang baik. Melalui pelabelan tersebut perusahaan ingin menunjukkan kepada stakeholder bahwa KPC adalah perusahaan sehat yang tidak mempunyai konflik. Tak hanya sungai Sanggata yang tercemar namun lahan warga di kecamatan Bengalon juga rusak. Kecamatan Bengalon merupakan salah satu wilayah operasi pertambangan KPC. Dari hasil penyidikan ditemukan ada pelanggaran pengelolaan limbah oleh KPC yang membuat lahan warga Pedaya rusak. 5.3. Kesimpulan Berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh KPC mengindikasikan tidak sesuainya frame yang dibangun oleh KPC pada laporan keberlanjutannya periode 2012 dengan realisasinya. Padahal laporan keberlanjutan haruslah menjadi ajang pengungkapan secara jujur oleh perusahaan terhadap stakeholder atas kinerja ekonomi, lingkungan dan sosialnya tanpa harus memarginalkan kejadian lainnya. Hal ini dikarenakan stakeholder mempunyai hak dan wewenang untuk mengetahui secara penuh informasi menyangkut kesehatan perusahaan. Dengan demikian stakeholder mampu mengambil keputusan dengan baik dan tepat. Selain itu, melalui pengungkapan jujur maka perusahaan akan dinilai baik oleh masyarakat. 6. Penutup 6.1. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti menarik beberapa kesimpulan antara lain: 1. CSR adalah salah satu bentuk penerapan etika bisnis perusahaan. 2. Menerapkan CSR dengan baik maka perusahaan akan dipandang positif oleh stakeholder dan akan berpengaruh pada keberlanjutan umur perusahaan. 3. Seharusnya CSR tidak lagi dipandang sebelah mata, namun memperoleh tempat yang penting dalam aktivitas manusia khususnya perusahaan. Sebab orientasi pada CSR akan mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan.
4. Pembangunan berkelanjutan merujuk pada keberhasilan generasi sekarang untuk tidak mengurangi kemampuan generasi selanjutnya dalam mencukupi kebutuhannya kelak. 5. Hasil analisis GRI versi 3.1 terhadap pengungkapan laporan keberlanjutan KPC adalah perusahaan telah mewujudkan prinsip transparansi terkait kinerja perusahaan dalam aspek ekonomi, lingkungan dan sosial. 6. Berdasarkan analisis framing laporan CSR PT KPC, perusahaan mengedepankan frame bahwa KPC adalah perusahaan yang peduli pada sosial dan lingkungan. KPC membentuk citra positifnya dengan menggunakan cerita retorik yang mengandung unsur perangkat framing dan perangkat penalaran. 7. Berdasarkan paparan kasus dari media massa terdapat hasil kontradiktif antara analisis laporan keberlanjutan KPC yang menggunakan analisis framing dengan kasus yang dipaparkan oleh media massa. Hal ini mengindikasikan tidak sesuainya frame yang dibangun oleh KPC pada laporan keberlanjutannya periode 2012 dengan realisasinya. 8. Laporan keberlanjutan yang baik adalah laporan yang menyajikan fakta secara kesluruhan 6.2 Keterbatasan Penelitian Penelitian yang telah dilakukan tentu tidak terlepas dari berbagai macam kekurangan. Beberapa kekurangan tersebut disebabkan oleh keterbatasan yang peneliti alami selama mengerjakan laporan ini utamanya dalam pengambilan data. Data yang disajikan oleh media massa tentu perlu dicocokan dengan keadaan di lapangan guna mendapatkan keakuratan informasi. Selain itu evaluasi atas aktivitas CSR yang telah dilakukan KPC perlu dilakukan survei lapangan dan wawancara mendalam terhadap pihak bersangkutan sehingga data yang diperoleh lebih lengkap dan akurat. Penulis menyadari bahwa pengambilan data dari berbagai sumber akan menambah kredibelnya informasi dan kesimpulan pada penelitian ini. Dalam melakukan penelitian dengan menggunakan metode kualitatif tentu subjektivitas peneliti tidak terhindarkan. Hal ini turut diperkuat oleh pandangan kaum konstruktivis bahwa subjektivitas tidak dapat dihilangkan dari penelitian yang dilakukan. Maka akan selalu ada konstruksi makna baik yang disadari maupun tidak. Oleh karena itu hasil tafsir dari peneliti yang menggunakan analisis framing dapat berbeda dengan tafsir peneliti lainnya. Pada tahap pengkodingan isi laporan CSR ke dalam perangkat framing terdapat beberapa data yang bisa dikoding pada dua atau lebih unsur perangkat framing yang berbeda. 6.3. Saran 1. Kepada PT KPC Pengungkapan laporan keberlanjutan dari standar pelaporan versi GRI telah diaplikasikan dengan baik oleh perusahaan. Namun, ternyata ada beberapa kejadian yang tidak diungkapkan oleh perusahaan dalam laporan keberlanjutannya yaitu kasus-kasus yang diungkapkan oleh media massa. Sebagai contoh pelaporan keberlanjutan yang baik hendaknya perusahaan mengungkapkan segala kejadian yang berhubungan dengan aspek ekonomi, lingkungan dan sosial.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya Guna menambah keakuratan data hendaknya peneliti selanjutnya melakukan wawancara mendalam dan survei langsung di lokasi bersangkutan. Wawancara dapat dilakukan dengan pihak perusahaan, NGO seperti aktivis lingkungan di Kutai Timur dan LSM, serta masyarakat sekitar. Daftar Pustaka Ahmar, Nurmala dan Kamayanti, Ari. 2011. Unmasking the Corporate Social Responsibility Reporting. Asian CSR and Sustainability Review. Volume 1; (1), 65. Sagaria, Adi. 2013. DPRD: KPC Tanggung jawab atas Pencemaran Sungai Sangatta. Antara News. http://www.antaranews.com/berita/363941/dprd-kpc-tanggungjawab-atas-pencemaran-sungai-sangatta, diakses 22 Mei 2014. Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia. 2013. Laporan Realisasi Penanaman Modal. Jakarta Berger, Peter, L., dan Luckmann, T. 1966. The Social Construction of Reality. England: Penguin Books Bertens, Kees. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta: Kanisius. Bisnis.com.2013. Menuju Indonesia Hijau (Lagi). http://inforial.bisnis.com/read/20130605/362/142988/menuju-indonesia-hijaulagi), diakses 19 Mei 2013. Chariri, A., dan Nugroho, F., A. 2009. Retorika dalam Pelaporan Corporate Social Responsibility: Analisis Semiotik atas Sustainability Reporting PT Aneka Tambang TBK. Simposiun Nasional Akuntansi XII Palembang 4-6 November 2009. Creswel, J., W. 2003. Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. California: SAGE. Creswel, J., W. 1994. Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. California: SAGE. Emzir. 2010. Meteodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers. Eriyanto. 2002. Analisis Framing: konstruksi, ideologi dan politik Media. Yogyakarta: LKiS. Ernawati, Lies. 2012. Eksplorasi Pemaknaan Murabahah oleh Nasabah melalui Hermeneutik Itensionalis. Tesis. Malang: Program Pascasarjana Universitas Brawijaya.
Farhan, Djuni. 2009. Etika dan Akuntabilitas Profesi Akuntan Publik. Malang: INTRANS. Fuad, A., dan Nugroho, K., S. 2014. Panduan Praktis Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu. Global Reporting Initiative (GRI). 2006. Sustainability Reporting Guidelines Version 3.0. Guba, G., E., dan Lincoln, S. 1985. Naturalistic Inquiry. London: Sage Publications Bavery Hamad, Ibnu. 2004a. Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa. Jakarta: Granit Hamad, Ibnu. 2004b. Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa: Studi Pesan Politik dalam Media Cetak Pada Masa Pemilu 1999. Jurnal Sosial Humaniora. Volume 8; (1), 22. Hardiman, Francisco Budi. 2007. Melampaui Positivisme dan Modernitas. Yogyakarta: Kanisius. Hartman, L., dan DesJardins. 2008. Etika Bisnis: Pengambilan Keputusan untuk Integritas Pribadi dan Tanggung Jawab Sosial. Terjemahan: Danti Pujiati. Jakarta: Erlangga. Herrick, A., J. 2005. The History and Theory of Rhetoric: An Introduction 3rd ed. Boston. Higgins, C., dan Walker, R. 2012. Ethos, logos, pathos: Strategies of persuasion in social/environmental reports. Elsevier Journal: Accounting Forum. 36, 194208. http://www.menlh.go.id/ http://www.kpc.co.id/ ISO.2010. ISO 26000 Guidance on Social Responsibility. Jalal. 2009. Kesalapahaman tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. http://csrlingkunganindonesia.wordpress.com/artikel-csr-lingkungan/jalal/, diakses 23Mei 2014. Jalal dan Manap, N. 2013. Perlukah CSR Diatur dalam Sebuah Undang-Undang. http://www.csrindonesia.com/publikasi/pub/artikel/item/74-perlukah-csr-diaturdalam-sebuah-undang-undang, diakses 23 Mei 2014. Keraf, Gorys. 2007. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
KNKG. 2006. Pedoman Umum Good Corporate Governance di Indonesia. Komite Nasional Kebijakan Governance. Jakarta: Penulis. Laili, Ravi Manzilavi. 2011. Analisis Etika Bisnis Pelaporan CSR Perusahaan Tambang, Studi Kasus Pada PT Kaltim Prima Coal. Skripsi. Malang: Program Sarjana Universitas Brawijaya. Lako, Andreas. 2011. Dekonstruksi CSR dan Reformasi Paradigma Bisnis dan Akuntansi. Jakarta: Erlangga. Luks, Fred. 1998. Methods : The Rhetorics of Ecological Economics. Elsevier Journal: Ecological Economics. Volume 26, issue 2, 139-149. Majalah Bisnis dan CSR. 2007. KPC: Bukan “Habis Manis Sepah Dibuang”. Laporan Majalah Bisnis dan CSR edisi Oktober halaman 184. Maulida, Ken Auva. 2013. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sustainability Performance.Skripsi. Malang: Program Sarjana Universitas Brawijaya. Moleong, Lexy. 2000. Meteodology Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya. Morgan, Gareth. 1998. Accounting as Reality Construction: Towards a New Epistemology for Accounting Practice. Journal Accounting Organizations and society. Volume 13, (5), 477. Pemerintah Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang No. 25, 2007 Tentang Penanaman Modal. Pemerintah Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang No. 40, 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Pratiwi, Luvita Eska. 2009. Konstruksi Realitas Salam Berita Politik di Media Cetak Lokal. Skripsi. Surakarta: Program Sarjana Universitas Sebelas Maret. Rahmawati, Elok. 2013. The Rhetoric In Corporate Social Responsibility (CSR) Reporting: A Frame Analysis on Sustainability of PT Indosat Tbk. Skripsi. Malang: Program Sarjana Universitas Brawijaya. Rajiyem. 2005. Sejarah dan Perkembangan Retorika. Jurnal Humaniora. Volume 17, (2), 142-153. Rakhmat, Jalaluddin. 2006. Retorika Modern Pendekatan Praktis. Bandung: Remaja Rosda Karya Retno, R., D., dan Priantinah, D. 2012. Pengaruh Good Corporate Governance dan Pengungkapan Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan. Jurnal Nominal. Volume 1, (1), 86-87.
Rindjin, Ketut. 2004. Etika Bisnis dan Implementasinya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Rodhiyah. 2011. Etika Bisnis dan Keadilan Konsumen. Majalah Pengembangan Ilmu Sosial. Volume 39, (2), 69. Saidi, Z., dan Hamid, A. 2004. Menjadi Bangsa Pemurah: Wacana dan Praktek Kedermawanan Sosial di Indonesia. Jakarta: Piramedia. Serad, S., M. 2012. CSR Indonesia Sinergi Pemerintah, Perusahaan, dan Publik. Yogyakarta: Fisipol UGM. Strauss, A., dan Corbin, J. 2003 Dasar-dasar Penelitian Kualitatif –Tatalangkah dan Teknik-teknik Teoritisasi Data. Diterjemahkan: Muttaqien dan Shodiq. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Supeli, K., L. 2000. 1000 Tahun Nusantara Kompas. Jakarta: Harian Kompas. Tambang News. 2012. JATAM: Bakrie - KPC Merampok Warga Kaltim. http://www.tambangnews.com/berita/utama/2344-jatam-bakrie-kpc-merampokwarga-kaltim.html, diakses 22 Mei 2014. Tim Studi Penerapan Prinsip-Prinsip OECD 2004. Studi Penerapan Prinsip-Prinsip OECD 2004 Dalam Peraturan Bapepam Mengenai Corporate Governance. Jakarta: Penulis Tribun News. 2013. Limbah Tambang Diduga Cemari Sungai Sanggata. http://kaltim.tribunnews.com/2013/03/18/limbah-tambang-diduga-cemarisungai-sangatta, diakses 22 Mei 2014. Untung, H., B. 2009. Corporate Social Responsibility. Jakarta: Sinar Grafika. Walhi. 2013. Banjir Morowali akibat Lingkungan Rusak. http://www.walhi.or.id/banjir-morowali-akibat-lingkungan-rusak.html, diakses 19 Mei 2014. Walhi. 2013. Tambang Bunuh Bagan Teri di Teluk Buli. http://www.walhi.or.id/tambang-membunuh-bagan-ikan-teri-di-teluk-buli.html, diakses 19 Mei 2014. Warta Ekonomi.2006. Konsep Bisnis Paling Bersinar 2006: Level Adopsinya Kian Tinggi. Warta Ekonomi, Desember 2006, halaman 36-37. Wibisono, Yusuf. 2007. Membedah Konsep dan Aplikasi Publishing.
CSR. Gresik: Fascho
Wibowo, Arif. 2009. Deep Ecology. http://staff.blog.ui.ac.id/arif51/2009/08/12/, diakses 2 Juni 2014.