Memahami Kitab Suci dalam Gereja Katolik IF-Man, 12 Maret 2011
Sumber: RP. Yohanes Samiran, SCJ.
Ringkasan 1. Pada jaman Yesus hidup bersama para muridNya, sampai jaman para Rasul hidup, dalam gereja belum ada Kitabsuci seperti yang kita kenal sekarang. Kitabsuci yang ada adalah Taurat dan penjelasannya. 2. Maka setelah Yesus wafat dan naik ke surga, para Rasul bersama para murid ditinggalkanNya. Para murid memelihara ‘warisan (karya dan sabda Yesus)’ dalam bentuk cerita dan kesaksian iman. Dari sinilah berkembang Tradisi Suci itu. 3. Mereka juga sepakat tetap menghargai dan menjaga pola hidup yang dibentuk dan diwariskan oleh Yesus, misalnya: menerima dan mengakui (= tunduk) kepada kepemimpinan dan keputusan para Rasul, termasuk memelihara suksesio rasuli ini (bisa kita temukan dalam Kisah para Rasul bahwa posisi Yudas Iskariot harus digantikan supaya jabatannya tetap harus diisi dan diteruskan). Dari ‘tradisi’ inilah munculnya ‘kepemimpinan suksesif’ dalam GK, dan ‘magisterium’. Magisterium artinya kuasa dan kewibawaan mengajar, hak mengajar yang otentik. Maka kalau ada perbedaan isi dan inti pengajaran, harus dikembalikan kepada keputusan para Rasul. Kalau ada ‘pengajar’ keresmiannya harus diketahui dan disetujui (disahkan) para Rasul. Baca KisRas dan suratsurat Paulus yang mengisahkan Paulus pun harus pergi ke Yerusalem dan bertemu dengan para Rasul itu untuk mempertanggungjawabkan pekerjaan dan perutusannya sebagai rasul. 4. Sampai abad kedua dan ketiga, para murid (jemaat Kristen) hidup menjemaat dengan berpedoman pada Tradisi Suci (TS) yang saat itu ada. Bentuk TS waktu itu ada yang tertulis dan ada yang lisan, yang dipelihara dan diteruskan dari generasi ke generasi. 5. Dari TS tertulis (TST) inilah lahir KS, yakni dari tulisan-tulisan yang tersebar dan kemudian dikumpulkan dan diseleksi. Jadi KS adalah TST. Tetapi juga tidak semua TST masuk dalam KS. Dengan kata lain, KS adalah bagian dari TS tertulis. 6. Maka mudah kita mengerti bahwa dengan muncul atau hadirnya KS (setelah kanonisasi final) maka TST tidak dilupakan dan dilarang dipakai lagi. Justru untuk mengerti KS dengan tepat orang harus hatu TS itu sendiri, supaya KS membumi dan tidak terlepas dari akarnya. 7. Dalam perjalanan sejarah dan waktu, maka TST yang tidak masuk dalam KS, tetapi dinilai penting dan juga memuat inspirasi Roh Kudus - oleh GK akhirnya juga dikumpulkan, itulah yang sebenarnya disebut ‘Magisterium’. Contoh kumpulan pengajaran semacam itu bisa kita temukan dalam Didakhe, tulisan para Bapa Gereja, dlsb.
1
Titik Pijak 1. Sebaiknya kita membaca dan mengerti sejarah terbentuknya Kitabsuci dan apa itu Kitabsuci kita. 2. Kita harus berpikir 'bebas' artinya tidak menutup penjelasan dan penalaran baru yang mungkin bisa membuka cakrawala baru pemahaman kita, tanpa mengorbankan prinsip iman dan inti iman yang sejati dan benar. 3. Dan akhirnya, kita harus sadar tendensi atau maksud dialog atau pembicaraan suatu topik itu: murni dialog untuk menambah wawasan, atau sudah membawa suatu misi untuk membelokkan atau menarik rekan dialog kita ke arah yang kita sendiri maui. Kelemahan: ‐
‐
Orang pada umumnya tidak bisa menerima keterbukaan Geraja Katolik (GK) yang memasukkan tradisi dan magisterium, di samping Kitabsuci sebagai pegangan atau dasar pembimbing imannya, adalah karena rumusannya sendiri sering tidak pas, seperti seolah (terkesan) bahwa tradisi dan magisterium adalah ‘tambahan’ atas Kitabsuci. Lebih buruk lagi: kesan bahwa GK meragukan Kitabsuci, karena ‘Sola Scriptura’ dianggap tidak mencukupi. Ini salah.
Mengapa Gereja Katolik tidak mencukupkan diri dengan Alkitab saja? Mengapa harus digawangi pula dengan Tradisi dan Magisterium? Inilah pentingnya membaca dan mengerti sejarah terjadi atau terbentuknya Kitabsuci dan maksud tulisan Kitabsuci. Mengapa hal itu penting? Penting sekali, karena hal itu akan menata dan meluruskan paham tentang apa itu: Kitabsuci (KS), Tradisi suci (TS), dan Magisterium (M) seperti yang dimaksudkan dan diimani oleh Gereja Katolik (GK). Dari sejarahnya, GK mengajarkan dengan jelas dan tegas, bahwa KS itu bukan suatu kitab yang jatuh dari langit dalam bentuk ‘jadi’ seperti kita kenal sekarang. Tetapi KS terbentuk melalui proses dan sejarah panjang, mulai dari sejarah orang (umat) beriman yang dicatat dalam KS dan pengalaman mereka tentang Allah, sampai pada tokoh-tokoh suci (hagiograf) yang menuliskannya kepada umat waktu itu dan tulisan itu dipelihara dan diteruskan kepada umat beriman di masa-masa sesudahnya (a). Kemudian karena ada banyak tulisan yang serupa, artinya bicara tentang ajaran iman, tetapi tidak semuanya konsisten dan perlu, maka suatu saat disepakati dan diterima adanya beberapa orang yang diakui ‘pandai dan bijaksana dan terpercaya’ dalam kelurusan dan ketulusan imannya, untuk menentukan mana-manakah tulisan yang pantas dan perlu kita pakai dan mana yang harus dan sebaiknya kita abaikan atau malahan kita tolak (b). Hasil keputusan mereka inilah yang akhirnya dipakai sebagai pedoman yang perlu dan seharusnya diterima (c). Kalau kita mengerti dan menerima sejarah terjadi KS di atas, maka kita akan mengerti bahwa antara TS - M - dan KS itu adalah hal tak terpisahkan. Maksudnya? Perhatikan uraian pendek di atas dan penandanya (a-b-c). Yang ditandai pada (a) itulah TS. Dan (b) itulah M. Dan (c) itulah KS. 2
Sejatinya Kitabsuci kita itu asalnya, atau aslinya adalah suatu tradisi - lalu otoritas jemaat beriman pada waktu itu (PL adalah otoritas keagamaan Yahudi, misalnya kelompok 72 ahli), yang dalam tradisi kristiani adalah Magisterium, menyeleksi dari banyak tradisi diambil yang diyakini sungguh diwahyukan oleh Roh Kudus Allah, maka kita sebut Tradisi Suci - untuk membedakan dengan tulisan dan tradisi lain, bahkan juga tradisi keagamaan yang diragukan bobot imannya. Hasil suatu seleksi tentu saja ada yang ditolak, disingkirkan, tidak diakui, dan ada yang diambil dan diakui bobot isinya sebagai benar dan perlu dipercaya. Hasil akhir dari seleksi itulah yang kini kita kenal dengan Kitabsuci (tulisan yang tidak diterima atau diakui inilah yang kini dalam Gereja Katolik disebut “apokrip”).
Mengapa Tradisi dan Magisterium muncul sebagai acuan selain Kitab Suci? Dari Penjelasan tahap I, sebenarnya antara TS - M - KS adalah satu dan saling mengandaikan. Bahkan bukan hanya mengandaikan, tetapi juga menyaratkan. Penulis KS bukan hanya satu orang. Penulis KS (hagiograf) bahkan ada yang tidak bermaksud menuliskan suatu KS, tetapi menuliskan pengalaman iman dan pengetahuan imannya kepada jemaat beriman lain. Itulah sebabnya KS berisi model-model sastra yang beragam coraknya, ada yang berbetuk "kisah", "nyanyian", "pengajaran", "surat", “kata-kata mutiara” dll. Gaya bahasanya pun berbeda-beda, karena memang para hagiograf itu menulis untuk jemaat jaman mereka hidup, dengan latar belakang kehidupan dan sejarah serta tradisi budaya jaman itu pula. Jadi para hagiograf menulis pengalaman imannya dan pengetahuan imannya dengan gaya dan bahasanya. Kelak M setelah mempelajari menemukan bahwa tulisan satu dengan yang lain mempunyai konsistensi isi, saling mendukung, dan insipirasi isi dan pesannya terkait satu sama lain. Dari sinilah M mengumpulkan, menyeleksi, dan meyakini bahwa dari antara sekian banyak tulisan ada tulisan-tulisan yang diyakini diilhami oleh Roh Kudus sendiri, karena isinya pas dan cocok satu dengan yang lain. Jaman KS terbentuk, belum ada tradisi mesin cetak dan reproduksi seperti copy yang mudah, cepat dan akurat seperti sekarang. Maka suatu tulisan yang ada pada jaman itu amat berharga, dan ditulis dengan ketekunan yang luar biasa. Apalagi suatu tulisan panjang dan rapi teratur seperti yang kita kenal sekarang sebagai KS pastilah ditulis dengan ketekunan yang luar biasa. Dari sini kita bisa mengerti bahwa Sang Penulis pasti melakukan itu bukan hanya karena dorongan dan kepentingan manusiawi saja, tetapi pasti dan diyakini ada dorongan yang supra natural sehingga bisa menuliskan dengan konsisten dan baik sampai tuntas. Apalagi hak paten waktu itu juga belum ada, dan para penulis, misalnya penginjil pun tidak pernah mencantumkan nama dirinya sebagai pengarangnya. Itulah tradisi yang ada pada waktu itu. Para ahli dan peneliti lah yang akhirnya menyimpulkan bahwa tulisan ini ditulis oleh Mateus, atau oleh Lukas, dll. Dan kesepakatan menerima bahwa tulisan itu ditulis oleh Mat atau Luk ini juga adalah ‘tradisi’ yang kita terima dan teruskan turun temurun. Sehingga saat tulisan-tulisan itu dikumpulkan dan disatukan menjadi satu buku yang kini kita sebut KS, kita setujui dan sepakati dan teruskan kepada generasi ke generasi bahwa tulisan ini ditulis oleh Mateus, itu oleh Lukas, yang itu lagi oleh Yohanes, dsb. (Catatan, khusus untuk Surat - wajar kalau penulis
3
menyebut nama dirinya, karena sejak jaman dahulu normal orang yang berkirim surat menyebutkan nama atau identitas dirinya dan juga menyebutkan tujuannya). Maka yang disebut TS sebenarnya berbeda dengan penangkapan atau pengertian biasa atau spontan kita tentang ‘tradisi’ itu. Dari situ, kita bisa melacak atau menemukan alurnya, bahwa KS itu asal mulanya adalah tradisi beriman yang hidup di antara jemaat beriman. Tadisi yang hidup, dipelihara, dan diteruskan itu bisa berupa kebiasaan, pengajaran, cerita, dll - baik yang sudah dituliskan mau pun lisan. Jumlahnya ada banyak sekali. Maka Lukas di awal Injilnya, menuliskan: "Teofilus yang mulia, Banyak orang telah berusaha menyusun suatu berita tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di antara kita, seperti yang disampaikan kepada kita oleh mereka, yang dari semula adalah saksi mata dan pelayan Firman. Karena itu, setelah aku menyelidiki segala peristiwa itu dengan seksama dari asal mulanya, aku mengambil keputusan untuk membukukannya dengan teratur bagimu, supaya engkau dapat mengetahui, bahwa segala sesuatu yang diajarkan kepadamu sungguh benar." (Luk 1:1-4) Dan Yohanes menuliskan: "Memang masih banyak tanda lain yang dibuat Yesus di depan mata muridmurid-Nya, yang tidak tercatat dalam kitab ini, tetapi semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya.” (Yoh 20:30-31) dan “Masih banyak hal-hal lain lagi yang diperbuat oleh Yesus, tetapi jikalau semuanya itu harus dituliskan satu per satu, maka agaknya dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu.” (Yoh 21:25) Kesimpulan singkat: 1. Isi KS adalah TS yang telah dituliskan. 2. Isi KS adalah pengalaman iman para murid, jemaat beriman, yang dipelihara dan diteruskan dari generasi ke generasi. 3. Yang menentukan tulisan mana yang akan diterima dan diakui sebagai KS adalah beberapa orang yang diberi otoritas dan bertindak resmi atas nama otoritas jemaat beriman (umat Yahudi untuk PL, atau gereja untuk PB). Otoritas itu tidak diserahkan kepada masing-masing pribadi setiap umat beriman, tetapi dimiliki secara sah dan resmi oleh sekelompok orang saja, yakni orang-orang yang diyakini kecakapan, kebijaksanaan, kesucian, dan imannya. 4. Agar kita memiliki iman yang satu dan sama sebagai jemaat beriman, maka kita perlu tunduk dan menerima hasil kerja dan keputusan mereka yang memiliki atau diberi otoritas itu. Jadi yang menentukan manakah tulisan yang harus kita terima sebagai KS adalah M. Isi KS adalah TS. Maka menolak otoritas M = menolak KS; dan tidak mau mengakui dan menerima TS = menolak isi KS. Atau sebaliknya, menerima KS seperti sekarang adanya = menerima otoritas M yang menentukan isi KS, dan tulisan yang diterima sebagai KS. Menerima isi KS = menerima TS yang ada di kalangan jemaat beriman waktu itu (Gereja Perdana).
4
Status final Kitab Suci dan Otoritas Gereja Katolik Bukankah setelah KS definitif, final, tidak perlu lagi ada TS lain dan M lain yang baru? Menurut GK, cara berfikir ini tidak tepat, karena dengan itu artinya tidak mengerti dengan baik apa itu TS dan apa itu M. Tradisi tidak pernah akan berhenti walau telah dituliskan dan telah ada pedomannya. Untuk itu tetap dibutuhkan otoritas yang sah dan benar, untuk menjaga agar TS yang berkembang masih tetap setia kepada TS awal. Ada situasi dimana TS dan M ditolak, tetapi ingin membangun tradisi baru dan otoritas baru yang didesakkan untuk diakui, diterima dan diteruskan oleh jemaat beriman lain, bahkan untuk diterima dan diakui, serta diteruskan oleh semua manusia. Maksudnya adalah: mengajarkan untuk menolak TS dan M – sembari mengharapkan ajaran itu diterima dan diteruskan dari generasi ke generasi. Ini sama dengan membentuk ‘tradisi baru’ (TB) dan ‘otoritas baru’ (OB) yang justru lahir dari pribadi(-pribadi) yang tidak pernah hidup dan mengalami Kristus. Jika logika ini diteruskan: kita menolak kebiasaan yang tetap menjaga dan meneruskan TS (yang diterima dari tradisi bersama Yesus) dan menolak M, lalu menerima TB dan OB. Logika ini tidak diterima GK. Di sinilah posisi GK terhadap pandangan ‘Sola Scriptura’. GK tidak menolak bahwa ada keselamatan dalam gereja Kristen lainnya (bahkan di luar gereja) – GK senantiasa mendoakan persekutuan sejati semua umat beriman baik di dalam maupun di luar GK, namun GK berteguh dalam pandangan perlunya M dan TS di samping KS – dan menolak TB dan OB. Ciri atau identitas GK ditentukan oleh tradisi yang dipeliharanya: memelihara TS yang hidup dan dianjurkan, diajarkan, dibuat oleh Yesus bersama para muridNya, yang dijaga oleh para Rasul dan pengganti-penggantinya. Dengan demikian memang TS adalah milik khas Gereja Katolik Pada jaman Gereja Perdana, sampai abad ke IV telah beredar ratusan tulisan yang berkisah atau berisi tentang sekitar Yesus, kehidupanNya, ajaranNya, mukjizatNya dan para muridNya. Maka setelah mempelajari dengan teliti tulisan-tulisan itu, otoritas Gereja Katolik (M) menetapkan sejumlah tulisan yang diyakini diilhami oleh Roh Kudus menjadi Kitabsuci. Inilah yang disebut proses KANONISASI. Kanonisasi ini mencakup baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Gereja Katolik menerima dua Kanon Perjanjian Lama (Proto Kanonika dan Deutero Kanonika), sementara Perjanjian Baru seperti yang ada sekarang. Di luar tulisan-tulisan yang diakui dalam Kanon Kitabsuci, ada banyak tulisan – dan inilah yang saat ini seringkali kita dengar atau kita baca sebagai “(Kitab) Apokrip” yakni tulisan-tulisan yang tidak diakui sebagai Kitabsuci, kendati barangkali isinya amat baik, dan berkisah banyak tentang Yesus, keluargaNya, atau autobiografiNya dll. Jadi tidak semua tulisan tentang Yesus bisa dikategorikan dan dimasukkan sebagai Kitabsuci. Tetapi juga perlu dimengerti bahwa tidak berarti bahwa tulisan apokrip pasti ditolak total, sekali lagi apokrip berarti tidak diakui sebagai Kitabsuci. Namun bisa saja beberapa bagian diterima atau dipakai dan diteruskan juga dalam TS Gereja Katolik. Misalnya menyangkut nama orangtua Bunda Maria itu siapa, atau tentang nama orang yang menombak lambung Yesus, atau penjahat yang disalibkan bersama Yesus, tentang kapan dan di mana Bunda Maria wafat, bagaimana Bunda Maria di akhir hidupnya di dunia, dll. Anda mungkin pernah mendengar Injil Santo Thomas, Injil Petrus, Injil Yudas, dll. (NB Injil Barnabas tidak termasuk apokrip karena tulisan ini adalah tulisan baru yang muncul di abad pertengahan, jauh sesudah proses kanonisasi Kitabsuci sudah selesai). Tulisan-tulisan itulah yang 5
dikategorikan aprokrip atau non-kanonik. (Untuk pengetahuan lebih lanjut baca buku Romo Dr T.A. Deshi Ramadhani SJ atau tulisan beliau di Majalah Hidup [Sept 2006]: “Mengenal Tulisan tulisan Non Kanonik”... atau buku-buku yang diterbitkan penulis Katolik tentang “The lost books ....” dll) Sementara itu, Gereja Katolik itu tetap hidup dan berkembang dengan segala warisan ajaran iman dan budaya kristianinya, baik yang tertulis maupun yang diteruskan secara lisan, baik yang telah dituangkan dalam Kitabsuci maupun yang tidak. Contoh apa yang tidak dituliskan dalam Kitabsuci yang kita miliki tetapi diteruskan dan diterima (berarti menjadi TS) adalah ‐ akhir masa hidup para rasul dan juga Bunda Yesus, Santa Maria; ‐ tradisi atau cara jemaat berkumpul dan beribadat (berdoa dan memecahkan roti); ‐ tradisi apostolis (= meneruskan warisan para rasul, baik jabatan maupun tradisinya); ‐ tentang doa yang dipakai jemaat selain doa Bapa kami yang diajarkan Yesus, ‐ tentang “sakramen”, ‐ Syahadat yang berisi pokok-pokok iman (credo), dll. Dalam perjalanan sejarah itu Gereja Katolik tetap percaya bahwa Allah tetap terus berkarya menyelamatkan manusia, dan Roh Kudus tetap berkarya dalam diri banyak orang beriman. Maka inspirasi Roh Kudus itu tetap diberi ruang dalam kehidupan gereja, kendati kanonisasi Kitabsuci telah final. GK percaya bahwa Bunda Gereja yang Kudus tetap menjaga kesetiaannya untuk menjaga dan menggembalakan umatnya, agar bisa memilah dan memilih ajaran dan pegangan iman yang untuk pedoman hidupnya. Panduan Bunda Gereja inilah yang kini kita kenal sebagai Magisterium (M). M ini tetap amat diperlukan selama kita manusia yakin bahwa Roh Kudus dan Allah berkarya dalam dunia dan terutama dalam diri orang beriman sepanjang jaman. Jadi yang menetapkan bahwa Kanon Kitabsuci sudah final, adalah M. Maka walau pun ada perwahyuan baru, tetap tidak perlu ditambahkan dalam Kitabsuci, tetapi dikumpulkan dalam tulisan-tulisan untuk pengajaran (= doktrin, dogma, magisterium) M GK. Khasanah kekayaan rohani ini dipelihara dengan baik dan setia sampai saat ini dalam GK. Akhirnya sekali lagi kini kita menyadari bahwa Kitabsuci, Tradisi Suci, dan Magisterium adalah tiga saka guru (tiyang utama penyangga) penjaga ajaran iman kristiani yang benar. Ketiganya saling memuat, saling mensyaratkan, saling menjaga, memurnikan, dan saling memperkaya. ‐ Untuk mengerti TS dengan baik harus kembali membaca dan mengertinya dalam terang Injili. ‐ Untuk mengerti Kitabsuci dengan baik perlu mengerti tradisi yang hidup jaman kitab itu ditulis. ‐ Untuk mengerti manakan tadisi yang benar termasuk TS dan bukan dan bagaimanakah penafsiran Kitabsuci yang benar kita memerlukan Magisterium. Magisterium tidak menggeser atau merampas kebenaran dan kepenuhan wahyu ilahi dalam KS. KS setelah final kanonnya tidak menutup TS yang tetap hidup dan berkembang. Dan TS tidak berlawanan dengan M, karena adanya M pun adalah warisan dari TS itu sendiri. Semoga tulisan ini berguna dan membantu kita untuk meletakkan dengan baik dan benar TS, M, dan KS – dalam pergulatan hidup dan iman bagi kita masing-masing. (YS, SCJ) 6