BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Tuberkulosis paru (TB paru) merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberkulosis. Kuman Tuberkulosis dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara pernafasan ke dalam paru-paru, kemudian menyebar dari paru ke bagian tubuh lain melalui peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas (bronchus), atau langsung ke organ tubuh lainnya. 1 Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2007 Indonesia negara terbesar ketiga di dunia dengan jumlah penderita TB sekitar 528 kasus. Sampai tahun 2009, WHO mencatat jumlah penderita TB menurun sekitar 429 kasus.3 Data Global Report WHO 2010, seluruh total kasus TB Indonesia tahun 2009 sebanyak 294.731 kasus, dimana penderita TB baru BTA positif 169.213 kasus, penderita TB BTA negatif 108.616 kasus, penderita TB Extra Paru 11.215 kasus, penderita TB kambuh 3.709 kasus, dan penderita pengobatan ulang di luar kasus kambuh 1.978 kasus.4 Jumlah kasus TB meningkat dan banyak munculnya pandemi HIV atau AIDS dalam permasalahan TB. Koinfeksi dengan HIV akan meningkatkan risiko kejadian TB secara signifikan. Penderita TB di Jawa Tengah pada tahun 2011, berkisar 55% dengan angka kesembuhan penderita sebesar 85%.6 Angka penemuan ini masih di bawah target nasional (70%). Di Kota Semarang penemuan kasus TB juga meningkat dari tahun 2010 sebanyak 146 kasus menjadi 186 kasus di tahun 2011. 6 Salah satu faktor yang berperan dalam penyebaran kuman TB yaitu lingkungan rumah tinggal. Kuman tuberkulosis dapat hidup selama 1-2 jam hingga berhari-hari dan dapat berminggu-minggu. Salah satu faktor risiko yang menyebabkan tuberkulosis yaitu kepadatan hunian yang melebihi kapasitas rumah dengan luas kamar tidur minimal 8 m2 dan dipakai lebih dari 2 orang tidur, kelembaban udara di dalam rumah
melebihi 40-70%, pencahayaan rumah secara alami atau buatan tidak dapat menerangi seluruh ruangan dan menyebabkan bakteri muncul dengan intensitas penerangan kurang dari 60 lux, tidak adanya ventilasi rumah untuk pergantian sirkulasi udara di dalam rumah dengan minimal 10% luas lantai, lantai rumah yang masih tidak kedap air atau masih berupa tanah dan lembab, dinding rumah masih menggunakan papan dan bambu yang tidak kedap air dan kebiasaan membuka jendela yang jarang dilakukan oleh warga pada pagi dan siang hari.13 Penelitian yang dilakukan pada penderita TB Paru di wilayah Puskesmas Karangmojo II tahun 2006 diketahui bahwa 13 rumah (93%) kondisinya tidak sehat. Ada hubungan antara langit-langit, lantai, jendela kamar tidur, jendela ruang keluarga, ventilasi, lubang asap dapur, pencahayaan dan kepadatan hunian dengan kejadian penyakit TB Paru .5 Penelitian yang dilakukan oleh Fauzi, disimpulkan ada hubungan antara kepadatan hunian, ventilasi dan pencahayaan dengan kejadian TB. Data Dinas Kesehatan Kota Semarang tahun 2011 penemuan kasus TB BTA+ di Kota Semarang sebanyak 1.213 kasus. Puskesmas Kedungmundu merupakan Puskesmas dengan kasus TB paru tertinggi di Kota Semarang yaitu sebanyak 78 kasus. Puskesmas Kedungmundu berada di Kecamatan Tembalang, yang mempunyai 7 wilayah kerja dengan penderita TB BTA positif pada bulan Januari sampai Juni tahun 2012 sebanyak 30 kasus. Hasil observasi 20 rumah di tiga kelurahan di wilayah kerja Puskesmas Kedungmundu tentang kondisi rumah tinggal masih banyak rumah yang berdekat-dekatan antara satu rumah dengan rumah yang satunya, dinding rumah sudah banyak yang permanen atau bertembok yang tidak mudah terbakar dan kedap air, tetapi masih ada juga dinding rumah yang semi permanen atau dinding rumah baru sebagian permanen (tembok yang tidak mudah terbakar) dan papan, jarang membuka jendela pada siang hari, dan keadaan lantai rumah sudah banyak yang kedap air
atau sudah berbahan keramik, tegel, atau semen, tetapi masih ada juga lantai rumah yang tidak kedap air atau masih tanah. Berdasarkan latar belakang di atas perlu diteliti hubungan faktor lingkungan rumah tinggal seperti kepadatan hunian kamar tidur, kelembaban rumah ruang keluarga, pencahayaan ruang keluarga, ventilasi rumah, lantai rumah, dinding rumah dan keadaan daun jendela rumah dengan kejadian tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Kedungmundu.
B. Rumusan masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut : Adakah hubungan faktor lingkungan rumah tinggal dengan kejadian tuberkulosis?
C. TUJUAN 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan faktor lingkungan rumah tinggal dengan kejadian tuberkulosis. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan kepadatan hunian kamar tidur b. Mendeskripsikan kelembaban ruang keluarga c. Mendeskripsikan pencahayaan ruang keluarga d. Mendeskripsikan ventilasi rumah e. Mendeskripsikan jenis lantai rumah f. Mendeskripsikan dinding rumah g. Mendeskripsikan keadaan daun jendela h. Mendeskripsikan kejadian TB Paru i.
Menganalisis hubungan antara kepadatan hunian kamar tidur dengan kejadian tuberkulosis paru.
j.
Menganalisis hubungan antara kelembaban ruang keluarga dengan kejadian tuberkulosis paru.
k. Menganalisis hubungan antara pencahayaan ruang keluarga dengan kejadian tuberkulosis paru. l.
Menganalisis hubungan antara ventilasi rumah dengan kejadian tuberkulosis paru.
m. Menganalisis hubungan antara lantai rumah dengan kejadian tuberkulosis paru. n. Menganalisis hubungan antara dinding rumah dengan kejadian tuberkulosis paru. o. Menganalisis hubungan antara keadaan daun jendela dengan kejadian tuberkulosis paru. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat praktis a. Memberikan kebijakan pada instansi pemerintah atau Puskesmas untuk mendapat data tentang kejadian tuberkulosis berdasarkan kondisi rumah sehingga bisa dilakukan tindak lanjut. b. Menambah
pengetahuan
masyarakat
agar
bisa
melakukan
pencegahan tuberkulosis. 2. Manfaat teoritis Menambah kepustakaan dan agar bisa diteliti lebih lanjut.
E. Keaslian Penelitian (originalitas) Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah pada variabel bebas yaitu kepadatan hunian, kelembaban rumah, pencahayaan dalam rumah, ventilasi rumah, lantai rumah, dinding rumah, jendela, dan lokasi penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kedungmundu, serta kontrol pada pasien suspek yang hasil pemeriksaan dahaknya BTA negatif sedang yang sebelumnya adalah tetangga penderita yang tidak terkena TB Paru
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian No 1.
Peneliti (th) Hanizah Adnani, Asih Mahastuti (2007)
Judul Hubungan Kondisi Rumah Dengan Penyakit TBC Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Karangmojo II Tahun 2003-2006
Desain studi Case Control
Variabel Penelitian Variabel bebas : Langit-langit, lantai, jendela kamar tidur, jendela ruang keluarga, ventilasi, lubang asap dapur, pencahayaan dan kepadatan hunian
Hasil Ada hubungan kondisi rumah, langit-langit, lantai, jendela kamar tidur, jendela ruang keluarga, ventilasi, lubang asap dapur, pencahayaan dan kepadatan hunian dengan penyakit TBC Paru
Variabel terikat : Kejadian TBC Paru 2.
3.
Fauzi Aditya Putra (2012)
Tri Aryani (2007)
Hubungan Karakteristik Individu Dan Lingkungan Dengan Kejadian TBC Paru Pada Pasien Yang Berkunjung di Puskesmas Bandarharjo Semarang
Cross Sectional
Hubungan Antara Pendidikan, Pengtahuan Penderita Klinis TBC Paru BTA () Tentang Pencegahan Penyakit TBC Paru Dengan Kondisi Rumah Di Wilayah Kerja Puskesmas Gubug I Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan
Cross Sectional
Variabel bebas : karakteristik individu, sosial ekonomi dan karakteristik lingkungan Variabel terikat : kejadian TBC Paru Variabel bebas : Pendidikan, pengetahuan tentang penyakit TBC paru Variabel terikat : Kondisi rumah (pencahyaan, lantai, ventilasi)
Ada hubungan antara umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, kebiasaan merokok, status ekonomi, kepadatan hunian, ventilasi, dan pencahayaan dengan kejadian TBC Paru
Tidak ada hubungan antara pendidikan dengan pencahayaan, ada hubungan antara pengetahuan dengan pencahayaan, tidak ada hubungan antara pendidikan dan pengetahuan dengan ventilasi, tidak ada hubungan ungan antara pendidikan dengan lantai, ada hubungan antara pengetahuan dengan lantai.