perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. KAJIAN TEORI 1. ELEKTROLIT Elektrolit dalam kompartemen cairan tubuh harus mematuhi prinsip elektroneutralitas
yaitu setiap kompartemen harus memiliki
keseimbangan antar elektron bemuatan positif (kation) dan muatan negatif (anion) sama yang diukur dalam miliequivalen/liter (mEq/L). Kation tidak melebihi anion atau sebaliknya (Costanzo, 2007). Terjadinya gangguan volume pada masing-masing kompartemen cairan tubuh sering berhubungan dengan gangguan pada keseimbangan elektrolit
terutama
Na.
Mekanisme
homeostatic
tubuh
secara
neurohormonal akan mengatur keseimbangan ini sehingga gangguan tersebut akan kembali normal. Pada keadaan-keadaan tertentu gangguan tersebut harus diatasi dengan memberikan terapi yang sesuai dengan gangguan yang timbul (Mulyono, I dan Sunatrio,S, 2009). Kation utama dalam cairan ekstraselular (CES) adalah sodium (Na+), sedangkan kation utama dalam cairan intraselular (CIS) adalah potassium (K+). Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah ion klorida (Cl-) dan ion bikarbonat (HCO3-), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion fosfat (PO43-) (Guyton, AC and Hall, JE, 2008). commit to user 9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
Komposisi elektrolit di dalam tubuh dapat dilihat pada tabel 2.1. Elektrolit ini terdapat pada cairan intrasel dan ekstrasel (intravaskuler dan interstetial). Tabel 2.1. Komposisi Elektrolit Pada Kompartemen Cairan Tubuh (Butterworth, JF, et al., 2013)
Dalam pembahasan tentang elektrolit, penulis hanya membahas elektrolit yang umum dikerjakan di laboratorium antara lain: Natrium, kalium dan clorida karena elektrolit tersebut mempunyai kadar yang tinggi didalam cairan tubuh.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
a. Natrium (Na+) Natrium adalah kation terbanyak dalam cairan ekstrasel, jumlahnya bisa mencapai 60 mEq per kilogram berat badan dan sebagian kecil (sekitar 10-14 mEq/L) berada dalam cairan intrasel. Lebih dari 90% tekanan osmotik di cairan ekstrasel ditentukan oleh garam yang mengandung natrium, khususnya dalam bentuk natrium klorida (NaCl) dan natrium bikarbonat (NaHCO3) sehingga perubahan tekanan osmotik pada cairan ekstrasel menggambarkan perubahan konsentrasi natrium (Guyton, AC and Hall, JE, 2008). Beberapa proses dalam tubuh khususnya sistem syaraf, sistem cardiovascular, sistem otot membutuhkan signal elektrik untuk komunikasi. Pergerakan ion
Natrium penting untuk menghasilkan
potensial aksi. Bila Natrium terlalu banyak atau sedikit akan mengganggu fungsi dari sel dan bila kondisi ekstrim dapat berakibat fatal (Guyton, AC and Hall, JE, 2008). b.
Kalium (K+) Kalium memainkan peranan yang penting dalam fisiologi sel membran, khsususnya dalam mempertahankan potensial membran istirahat dan mnghasilkan potensial aksi pada susunan syaraf pusat dan jantung. Kalium diangkut secara aktif kedalam sel oleh Na/K adenosinetriphosphatase (ATPase) pump. (Prough, DS, et al., 2009). Sekitar 98% jumlah kalium dalam tubuh berada di dalam cairan intrasel. Konsentrasi kalium intrasel sekitar 145 mEq/L dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
konsentrasi kalium ekstrasel 4-5 mEq/L (sekitar 2%). Jumlah konsentrasi kalium pada orang dewasa berkisar 50-60 per kilogram berat badan (3000-4000 mEq). Jumlah kalium ini dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Jumlah kalium pada wanita 25% lebih kecil dibanding pada laki-laki dan jumlah kalium pada orang dewasa lebih kecil 20% dibandingkan pada anak-anak ( Kaye,AD and Riopelle, J M, 2010).
Kalium, kalsium (Ca2+) dan natrium (Na+) berperan dalam transmisi saraf, pengaturan enzim dan kontraksi otot. Hampir sama dengan natrium, kalium juga merupakan garam yang secara cepat diserap oleh tubuh. Setiap kelebihan kalium yang terdapat di dalam tubuh akan dikeluarkan
melalui urin dan keringat (Sue, DY and
Bongard, FS, 2008). Keseimbangan kalium diatur dengan menyeimbangkan antara pemasukan,
pengeluaran/ekskresi dan distribusi antar intrasel dan
ekstrasel. Ketika kadar kalium ekstrasel meningkat maka terjadi regulasi cepat dengan perpindahan kalium ekstrasel ke dalam intrasel melalui pompa Na K ATPase. Kalium akan masuk ke dalam sel dan Natrium akan keluar dari sel. Pompa ini diatur oleh insulin dan epinefrine (Sue, DY and Bongard, FS, 2008). Kadar pH darah juga mempunyai efek distribusi pada kalium di intrasel dan ekstrasel, tetapi tidak berpengaruh terhadap pompa Na K ATPase. Gangguan asam basa secara umum berpengaruh kecil pada commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
kadar K dalam plasma tetapi pada asidosis hiperkloremia dapat meningkatkan
kadar
K
plasma
yang
berpotensi
terjadinya
hiperkalemia yang dapat mengancam jiwa. Mekanisme ini melalui pertukaran ion hidrogen dengan kalium dari intrasel tanpa stimulasi gerakan ion klorida ke intrasel. Pada asidosis metabolik seperti kadar anion yang besar di intrasel misalkan asidosis laktat, ketoasidosis sering menyebabkan perubahan kalium yang kecil, tetapi mempunyai efek yang besar terhadap jumlah bikarbonat ditubulus distal yang menghasilkan lepasnya kalium di ginjal. Regulasi kalium dan distribusi kalium terangkum dalam tabel no 2.2. (Sue, DY and Bongard, FS, 2008).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
Tabel 2.2
Pengaturan Kalium dalam Plasma dan Jumlah Total dalam Tubuh oleh Ekskresi Ginjal dan Distribusi Antar Ekstrasel dan Intrasel (Sue, DY, and Bongard, FS, 2008)
.
Regulasi kronik untuk hemostasis K dilakukan oleh ginjal. Enam puluh persen Kalium yang difiltrasi akan reabsorbsi sebelum mencapai akhir dari tubulus proksimal dan 20% ditubulus distal dan 15% oleh lainnya di ansa henle. Jumlah ekskresi kalium ditentukan pada tubulus kontortikus dan duktus coligentes. Besarnya K yang direabsorbsi dan disekresikan tergantung pada kebutuhan. Sekresi meningkat pada kondisi hiperkalemia, aldosterone, alkalemia, peningkatan Na di distal tubulus kontortikus dan duktus coligentes, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
aliran urin yang tinggi, adanya anion yang tidak bisa diabsorbi seperti carbenicilin, fosfat, dan sulfat (Prough, DS, et al., 2009). 1) Hipokalemia Jarang terjadi pada orang sehat, hipokalemia bila kadar K < 3,5 mEq/L sering diakibatkan komplikasi obat diuretik dan dapat terjadi akibat penyakit, atau pengobatan yang lain. Kalium dalam plasma tidak menunjukkan kadar total kalium di dalam tubuh. Hipokalemia dapat terjadi pada total kalim tubuh yang rendah, normal maupun tinggi. Karena kalium dalam plasma terdapat sebagian kecil, sedang yang terbesar terdapat di intra sel. Secara umum, kalium yang menurunan secara kronik sekitar 1 mEq/L di dalam plasma bertanggung jawab terhadap kekurangan total kalium tubuh sekitar 200-300 mEq/L. Penyebab terjadinya hipokalemia dapat dilhat pada tabel 2.3. (Butterworth, JF, et al., 2013) Gejala hipokalemia terutama berhubungan dengan fungsi neuromuskuler, dan kardiovaskuler. Hipokalemia menyebabkan kelemahan otot, bila hipokalemia berat dapat terjadi paralisis. Pada kondisi hipokalemia kronis, rasio antara kalium intrasel dan ekstrasel relatif stabil. Berbeda dengan kondisi akut, perubahan ini dapat menyebabkan perubahan potensial membran istirahat. Gangguan irama jantung merupakan komplikasi yang berbahaya akibat kondisi hipokalemia. Gejala hipokalemia dapat dilihat pada commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
tabel 2. 4. Pada pasien dengan diabetus melitus, hipokalemia mengganggu sekresi insulin dan sensitifitas terhadap organ akhir. Walaupun tidak ada ambang batas yang jelas kadar hipokalemia yang aman untuk anestesi. Kadar K < 3,5mEq/L pada operasi jantung berhubungan dengan insidensi aritmia pada perioperatif khususnya atrial fibrilasi/atrial flutter (Butterworth, JF, et al., 2013)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
Tabel 2.3. Penyebab Hipokalemia (Butterworth, JF,et al., 2013) Excess renal loss Mineralocorticoid excess Primary hyperaldosteronism (Conn’s syndrome) Glucocorticoid-remediable hyperaldosteronism Renin excess Renovascular hypertension Bartter’s syndrome Liddle’s syndrome Diuresis Chronic metabolic alkalosis Antibiotics Carbenicillin Gentamicin Amphotericin B Renal tubular acidosis Distal, gradient-limited Proximal Ureterosigmoidostomy Gastrointestinal losses Vomiting Diarrhea, particularly secretory diarrheas ECF → ICF shifts Acute alkalosis Hypokalemic periodic paralysis Barium ingestion Insulin therapy Vitamin B 12 therapy Thyrotoxicosis (rarely) Inadequate intake
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
Tabel 2.4. Gejala Hipokalemia (Butterworth, JF, et al., 2013) Cardiovascular Electrocardiographic changes/arrhythmias Myocardial dysfunction Neuromuscular Skeletal muscle weakness Tetany Rhabdomyolysis Ileus Renal Polyuria (nephrogenic diabetes insipidus) Increased ammonia production Increased bicarbonate reabsorption Hormonal Decreased insulin secretion Decreased aldosterone secretion Metabolic Negative nitrogen balance Encephalopathy in patients with liver disease
2) Hiperkalemia Hiperkalemia
terjadi
bila
kadar
dalam
plasma
melebihi
5,5 mEq/L. hiperkalemia jarang terjadi pada kondisi normal, dikarenakan kemampuan ginjal untuk mengekskresikan kalium dalam jumlah besar. Ginjal dapat mengekskresikan kalium sebanyak 500 mEq perhari (Butterworth, JF, et al., 2013). Hiperkalemia dapat diakibatkan oleh: pergeseran ion kalium antar kompartemen, penurunan ekskresi kalium, dan peningkatan asupan kalium. Contoh pergerakan kalium ke ekstrasel berhubungan dengan asidosis, sel yang lisis (akibat kemoterapi, hemolisis, rhabdomiolisis, trauma jaringan yang luas), penggunaan digoksis karena digoksin akan menghambat Na commit to user K ATP ase (Butterworth, JF, et al., 2013).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
Hiperkalemia yang disebabkan oleh penurunan ekskresi pada ginjal seperti pada gangguan fungsi filtrasi ginjal, penurunan aktifitas aldosteron, atau gangguan pada sekresi kalium pada distal nefron. (Butterworth, JF, et al., 2013) c.
Klorida (Cl-) Klorida merupakan anion utama dalam cairan ekstrasel. Pemeriksaan konsentrasi klorida dalam plasma berguna sebagai diagnosis banding pada gangguan keseimbangan asam-basa, dan menghitung anion gap (Klutts, JS and Scott, MG, 2006) Jumlah klorida pada orang dewasa normal sekitar 30 mEq per kilogram berat badan. Sekitar 88% klorida berada dalam cairan ekstraseluler dan 12% dalam cairan intrasel. Konsentrasi klorida pada bayi lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak dan dewasa (Rismawati, Y dan Ira, I, 2012). Konsentrasi
ion
klorida
tertinggi
terdapat
pada
cairan
serebrospinal, lambung dan pankreas. Sebagai anion utama dalam cairan ekstraseluler, ion klorida juga akan berperan dalam menjaga keseimbangan
cairan-elektrolit.
Selain
itu,
ion
klorida
juga
mempunyai fungsi fisiologis yang penting yaitu sebagai pengatur derajat keasaman lambung dan ikut berperan dalam menjaga keseimbangan asam-basa tubuh. Bersama dengan ion natrium (Na+), ion klorida juga merupakan ion dengan konsentrasi terbesar yang keluar melalui keringat ( Gisolf, CV, 1993) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
Peningkatan kadar klorida dalam serum disebut hiperkloremia. Keadaan ini dapat terjadi pada keadaan asidosis metabolik, penderita gagal ginjal, akromegali, dehidrasi, hipertensi, gangguan pada ginjal karena ekskresi klorida terjadi di ginjal. Sedangkan hipokloremia yaitu penurunan kadar klorida dalam darah yang dapat terjadi pada keadaan asidosis respiratorik, diuretik,
luka bakar , dan lain-lain
( Gisolf, CV, 1993). d. Metode Pemeriksaan Elektrolit. Pemeriksaan kadar Natrium, Kalium, dan Klorida dengan menggunakan
metode
Elektroda
Ion
Selektif
(Ion
Selektive
Electrode/ISE). Metode ini merupakan pemeriksaan yang paling sering digunakan. Metode ISE mempunyai akurasi yang baik, koefisien variasi kurang dari 1,5%, kalibrator dapat dipercaya dan mempunyai program pemantapan mutu yang baik ( Rismawati, Y. dan Ira ,F, 2012).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
2. PERBEDAAN ION KUAT (PIK)/STRONG ION DIFFERENT (SID) Menurut hukum Handersson-Hasselbalch, keseimbangan asam basa tergantung pada PCO2, dan asam bikarbonat. Hukum HanderssonHasselbalch digambarkan sebagai berikut:
Asidosis metabolik dan alkalosis metabolik disebabkan oleh gangguan pada asam bikarbonat (HCO3-), sedangkan asidosis respiratorik dan alkalosis respiratorik disebabkan oleh gangguan pCO2. Hukum Handerson digambarkan sebagai persamaan berikut ini:
Konsentrasi H+ berhubungan dengan pH. Pendekatan asam basa ini berbeda dengan pendekatan pendekatan stewart. Tahun 1981, Stewart mempublikasikan bukunya dengan judul
How to understand acid-base – A quantitative acid-base primer for biology and medicine. Stewart menjelaskan apa dan bagaimana peran Strong ion Difference (SID)/Perbedaan Ion Kuat (PIK)
dalam
mempertahankan keseimbangan asam basa. Konsep PIK menjelaskan sebagai alternatif dalam menilai gangguan keseimbangan asam basa (Rana,et al., 2006). Metode ini lebih akurat serta mampu menjelaskan secara rinci mekanisme patofisiologi yang terjadi pada gangguan keseimbangan asam basa. Studi terbaru mengenai fisiologi asam basa saat ini tertuju pada commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
metode ini karena Stewart mampu menjelaskan fenomena yang sulit dijelaskan selama ini melalui cara lama yaitu asidosis karena dilusi dan gangguan asam basa akibat perubahan pada konsentrasi albumin (George; YWH dan Mustofa, I.,2003) Berdasarkan pendekatan steward bahwa konsentrasi ion H+ dalam suatu larutan biologis dapat ditentukan dengan menetapkan terlebih dahulu 2 variabel yang saling berinteraksi. a. Variabel independen dari Stewart terdiri dari 3 variabel :
1) PaCO2 (tekanan parsial karbondioksida) 2) Perbedaan konsentrasi elektrolit kuat (kation-anion) disebut Strong ions difference (SID). 3) Total konsentrasi asam lemah yang non volatile (ATot) b. Variabel dependen dari Strewart Stewart mengatakan ada 6 ion yang bersifat dependen yaitu [H+], [OH-], [HCO3-], [CO3-2], [HA], [A-] (ion dan asam lemah). (Barash, et al, 2009; Rana,et al., 2006). Secara fisiologi yang menentukan perubahan PIK adalah ginjal, usus, dan jaringan. Total asam lemah/ATOT terutama ditentukan adalah hepar sedangkan yang menentukan PCO2 adalah paru. Asidosis terjadi bila adanya peningkatan PCO2, ATOT, dan penurunan PIK (Rastegar, A, 2009). Asidosis metabolik metabolik disebabkan karena overproduksi dari asam organik (seperti asam laktat, ketoasidosis), hilangnya kation (seperti commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
diare), atau pemberian anion luar yang berlebihan (seperti keracunan). Semua hal ini akan menurunkan PIK (Rastegar, A, 2009). Alkalosis diakibatkan oleh penurunan PCO2 dan total asam lemah (Atot), peningkatan PIK. Misalnya asidosis metabolik (seperti kondisi sering muntah-muntah) dapat menybabkan hilangnya klorida, sehingga menaikkan nilai PIK (Rastegar, A, 2009). PIK adalah perbedaan antara kation kuat dan anion kuat dalam tubuh. Kation dan anion kuat ini akan berdisosiasi sempurna di dalam larutan. Jadi PIK =(Kation kuat)- (Anion kuat)., PIK = (Na + K + Ca+ Mg) – (Cl). Dikarenakan kadar Ca, Mg kecil, maka PIK = Na + K – Cl. Nilai normal SID adalah 38 – 46mmol/L PIK yang tinggi berhubungan dengan asidosis metabolik sedangkan PIK yang rendah berhubungan dengan alkalosis metabolik. (Lobo, DN., et al., 2013). Hubungan antara SID dengan kadar ion H+ dan OH-, digambarkan seperti pada gambar 2.1. dibawah ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
(H+)
(OH-)
(-)
PIK
(+)
Gambar 2.1. Sketsa hubungan antara PIK, Kadar ion (H+) dan (OH-) (Mustafa I,George YWH, 2003).
Bila PIK lebih dari normal, bersifat alkalosis, dan PIK kurang dari normal bersifat asidosis. 3. RINGERFUNDIN Ringerfundin adalah cairan infus dengan komposisi 1000 ml mengandung:
Sodium chloride 6,80 g
Potassium chloride 0.30 g
Magnesium chloride hexahydrate 0.20 g
Calcium chloride dihydrate 0.37 g
Sodium acetate trihydrate 3.27 g
L-Malic acid 0.67 g
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
Kandungan elektrolit dalam Ringerfundin dengan satuan mmol/L Elektrolit
mmol/L
Sodium
145.0
Potassium
4.0
Magnesium
1.0
Calcium
2.5
Chloride
127.0
Acetate
24.0
Malate
5.0
Osmolaritas: 309 mosm/L, pH 4.6-5.4 Ringerfundin adalah larutan elektrolit, mengandung Na 145 mmol/l. Selain itu, konsentrasi kalium, magnesium dan kalsium dari Ringerfundin hampir sama dengan yang ditemukan dalam plasma, sedangkan konsentrasi klorida sedikit lebih tinggi dalam rangka untuk mencapai osmolaritas fisiologis. Oleh karena Ringerfundin dapat digunakan untuk terapi cairan akibat ketidakseimbangan elektrolit (Lobo, DN, et al., 2009). Ringerfundin berisi 24 mmol/l Asetat dan 5 mmol/l Malat. Hasil metabolismenya
melepaskan 34 mmol/l bikarbonat. Asetat dan Malat
lebih disukai daripada laktat sebagai karena metabolismnya tidak terbatas pada hati saja dan memerlukan
konsumsi oksigen yang rendah
(Lobo, DN, et al., 2009).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
4. RINGER LAKTAT (RL) Larutan Ringer Laktat disingkat sebagai "LR", "RL" atau "LRS". Ringer Laktat ini dikenal dengan Hartmann solution. Satu liter larutan Laktat Ringer mengandung:
130 mEq ion natrium = 130 mmol / L
109 mEq ion klorida = 109 mmol / L
28 mEq laktat = 28 mmol / L
4 mEq ion kalium = 4 mmol / L
3 mEq ion kalsium = 1,5 mmol / L
pH larutan : 6.5 Ringer Laktat memiliki osmolaritas 273 mOsm / L. Laktat ini dimetabolisme menjadi bikarbonat oleh hati, yang dapat menyebabkan asidosis metabolik. (Williams E.L., et al, 1999) RL memiliki konsentrasi kalium dan kalsium mirip dengan konsentrasi terionisasi yang ditemukan dalam plasma darah normal. Untuk menjaga netralitas listrik, larutan ini memiliki kadar natrium lebih rendah daripada yang ditemukan dalam larutan saline isotonik atau plasma. RL merupakan cairan kristaloid yang dapat diberikan dengan volume yang besar. RL banyak digunakan sebagai replacement therapy/terapi cairan pengganti antara lain untuk syok hipovolemik, diare, trauma, dan luka bakar (Leksana, E., 2006).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
Laktat yang terdapat di dalam larutan RL akan dimetabolisme oleh hati menjadi bikarbonat yang berguna untuk memperbaiki keadaan seperti asidosis metabolik. Kalium yang terdapat di dalam RL tidak cukup untuk pemeliharaan
sehari-hari,
apalagi
untuk
kasus
defisit
kalium
(Leksana,E., 2006). B. PENELITIAN YANG RELEVAN Menurut Rudi, MM (2006) Pemberian infus RL dan infus NaCl 0,9%, yang mulai diberikan sebelum, selama, dan setelah operasi SC, kemudian dilakukan penilaian terhadap SID (strong ion difference) menunjukkan hasil bahwa : Pemberian infus RL lebih baik dibandingkan NaCl 0,9%. NaCl 0,9% dapat menimbulkan asidosis ataupun alkalosis lebih besar pada pasien dibandingkan dengan RL. (Rudi, MM, 2006). Menurut Hartanto, RV (2012) bahwa ada perbedaan perubahan konsentrasi natrium dalam plasma yang tidak bermakna antara pemberian preload 20cc/kgBB ringer laktat dibandingkan dengan pemberian preload 20cc/kgBB ringer asetat malat pada pasien yang dilakukan Sectio secaria (Hartanto, RV, 2012)
Menurut Leksana, E., dkk (2013) bahwa terdapat penurunan base axcess (BE) dan penurunan SID secara bermakna pada kelompok yang diberikan 15 cc/KgBB HES 6% (200) dalam NaCl 0,9% dibanding kelompok 15 cc/KgBB HES 6% (200) dalam larutan berimbang (Leksana, E, 2013).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
C. KERANGKA PIKIR
OPERASI
RINGERFUNDIN
RINGER LAKTAT
PERDARAHAN & KEHILANGANCAIRAN EKSKLUSI HEMATOKRIT
GANGGUAN FUNGSI HATI GANGGUAN FUNGSI GINJAL PENYAKIT KARDIOVASKULER CRITICAL ILL (SEPSIS, SYOK) GANGGUAN PENCERNAAN PENYAKIT PERNAPASAN DIABETES MELLITUS PERDARAHAN < 10% ATAU > 20 % EBV OPERASI> 3 JAM ASA >2
ELEKTROLIT
PIK
pH
HEMODINAMIK
OXYGEN DELIVERY
Gambar 2.2. Kerangka Pikir commit to user
ANEMIA
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
D. KERANGKA KONSEP
RINGERFUNDIN
ELEKTROLIT (Na, K, Cl) PIK RINGER LAKTAT
Gambar 2.3. Kerangka Konsep
Keterangan Gambar 2.1. Kerangka Pikir Operasi dapat menyebabkan perdarahan dan kehilangan cairan, bila perdarahan dan kehilangan cairan yang banyak akan menyebabkan perubahan elektrolit dan PIK serta penurunan hematokrit Perubahan elektrolit akan mempengaruhi PIK, perubahan ini akan menyebabkan perubahan asam basa atau pH tubuh. Perubahan ini dapat menyebabkan perubahan hemodinamik. Hemodinamik yang terganggu menyebabkan gangguan dalam delivery/pengiriman oksigen. Hematokrit yang turun akan menyebabkan anemia. Kondisi anemia ini akan berpengaruh terhadap delivery oksigen. Untuk mempertahankan hemodinamik, setiap perdarahan atau kehilangan cairan perlu diberikan terapi cairan. Terapi cairan yang diberikan adalah cairan kristaloid. Standar untuk kristaloid adalah Ringer Laktat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
Kristaloid yang lain adalah Ringerfundin yang terdapat muatan elektrolit dan asetat dan malat. Faktor-faktor lain yang menyebabkan gangguan elektrolit antara lain gangguan pada fungsi hati, ginjal, kardiovaskuler, diabetes melitus, kondisi penyakit berat/critical ill seperti syok, sepsis. Kondisi tersebut diatas dapat menyebabkan
gangguan
hemodinamik
yang
akhirnya
menyebabkan
gangguan delivery oksigen. E. HIPOTESIS Ada perbedaan pengaruh antara Ringerfundin dan Ringer Laktat terhadap perubahan elektrolit ( Natrium, Kalium, Klorida) dan Perbedaan Ion Kuat (PIK) pada operasi dengan perdarahan dimana Ringerfundin lebih baik dibanding dengan Ringer Laktat.
commit to user