MEKANISME PENGENDAPAN LAHAR SUNGAI BOYONG DI GUNUNG MERAPI BERDASARKAN ANALISA GRANULOMETRI Dewi Sri Sayudi1, A.D. Wirakusumah2, Raditya Putra3 1,3
Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian, Jl. Cendana 15, Yogyakarta 2 STEM Akamigas, Jl. Gajah Mada No. 38, Cepu E-mail: dewisri.sayudi@ yahoo.com
ABSTRAK Sejak erupsi Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober 2010, dataran sisi selatan daerah ini mengandung bahan klastika gunung api, baik material piroklastik maupun lahar. Lahar mengalir melalui lembah-lembah sungai, yang salah satunya mengalir ke Sungai Boyong. Material hasil letusan Gunung Merapi diselidiki lebih lanjut menggunakan analisa granulometri. Proses penelitian dilakukan melalui beberapa tahap yang diantaranya; studi literatur, pengumpulan data dan informasi, tahapan lapangan dan yang terakhir adalah tahapan analisa data. Dari analisa granulometri didapatkan nilai sortasi, skewnes, dan kurtosis yang beragam di setiap lokasi pengambilan sampel, namun pada umumnya material endapan menunjukkan kecenderungan menghalus ke arah hilir Sungai Boyong. Sedangkan dari mekanisme pengendapannya, daerah hulu lebih didominasi oleh pengaruh arus traksi dan pada daerah hilir didominasi oleh pengaruh arus saltasi, hal ini mencirikan material yang diendapkan di Sungai Boyong merupakan material lahar. Kata kunci: lahar, granulometri, sortasi, kurtosis, skewnes
ABSTRACT Since the eruption of Mount Merapi on October 26,2010 the plains of the south side of this area have consisted of volcanic clastic material, such as pyroclastic and lahar deposits. Lahars flew through the river valleys, which one of them flew into Boyong River. The volcanic materials as the products of the 2010 eruption were investigated by using granulometry analysis. The research was conducted through several stages including: literature study, acquisition of data and information, and data analysis. According to the analysis of granulometry, values of Sorting, Skewnes, Kurtosis and diverse depositional mechanisms at each sampling site were obtained, and in general they showed a tendency to become finer sorting towards downstream in Boyong River. Yet based on the depositional mechanism, the upstream region was dominated by traction current effect and the downstream region was dominated by saltation current effect. This condition of deposited material in Boyong River was characterized as lahar material deposit. Key words: lahar, granulometry, sorting, kurtosis, skewnes.
1.
sungai-sungai yang berhulu yang ada di sekitar Gunung Merapi. Lahar-lahar tersebut memiliki sortasi atau perbedaan ukuran butir yang beragam. Adanya perbedaan sebaran ukuran butir pada endapan material vulkanik klastik hasil dar erupsi Gunung Merapi mencakup keseluruhan daerah Yogyakarta termasuk daerah kawasan Sungai Boyong merupakan hal yang sangat menarik untuk dipelajari.
PENDAHULUAN
Erupsi Gunung Merapi, Jawa Tengah (Gambar 1) yang terjadi 26 Oktober 2010 telah banyak menghasilkan endapan-endapan vulkanik yang pada hakikatnya memiliki sangat banyak manfaat terutama dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Salah satu material yang dihasilkan dari erupsi tersebut adalah lahar-lahar yang sekarang membanjiri
26
Sayudi, Mekanisme Pengendapan Lahar Sungai...
lalui pendekatan lapangan dan analisa granulometri, meliputi: Pembacaan GPS. Pengambilan contoh, deskripsi Analisa Granulometri Melakukan perhitungan analisis butir Pembuatan Kurva Kumulatif.
Gambar 1. Lokasi Gunung Merapi di Jawa Tengah1) Sungai Boyong memiliki endapan material lepas yang melibatkan hasil letusan Gunung Merapi yang terbaru yaitu letusan tahun 2010. Di samping itu belum ada penulis yang membahas penelitian melalui analisa granulometri untuk produk letusan Gunung Merapi 2010 tersebut. Perbedaan dari sortasi, skewnes, kurtosis dan mekanisme dari pengendapan yang terletak di tubuh sungai bagian tengah (chanel bar) dan bagian tepi (point bar) merupakan representasi dari morfologi sungai2). Penelitian melalui analisa granulometri terhadap endapan di Kali Boyong ini dapat diterapkan pada sungai-sungai yang lainnya dan menjadi acuan dalam mempelajari mekanisme pengendapan di sungai-sungai yang berada diseputar Gunung Merapi, sehingga mekanisme pengendapan di seluruh kawasan Gunung Merapi dapat dipahami. 2.
Gambar 2. Peralatan Analisa Granulometri Pada tahap lapangan ini yang dilakukan adalah pengambilan contoh endapan material vulkanik letusan Gunung Merapi tahun 2010 sebanyak satu kilogram setiap lokasi pada 15 lokasi yang berbeda untuk keperluan analisa granulometri dan mengamati jenis litologi penyusun pada tebing Sungai Boyong. B. Analisa Granulometri Pada tahapan ini data-data yang telah dikumpulkan akan dianalisa. Proses analisa yang dilakukan adalah analisa granulometri. Pada analisa ini didapatkan hasil kurva yang akan menunjukkan tingkat keseragaman butir serta jenis sortasi dari endapan lahar di Sungai Boyong, dengan menganalisa datadata yang melalui proses: Pengeringan. Sampel splitting Pengayakan Penyusunan fraksi dan penimbangan Pencatatan dan pembuatan grafik
METODA
A. Pengumpulan data dan informasi Pada tahapan ini yang dilakukan adalah mengumpulkan data pada bulan Desember 2010 sampai dengan bulan Januari 2011 me-
27
Jurnal ESDM, Volume 6, Nomor 1, Mei 2014, hlm. 26-34
Menurut gerakan air dan udara biasanya akan menyebabkan partikel-partikel terpisah berdasarkan ukuran butirnya3). Ukuran butiran dalam sedimen atau batuan akan mencerminkan : Resistensi batuan terhadap proses pelapukan, erosi dan abrasi Proses-proses sedimentasi meliputi pengangkatan dan pengangkutan (antara lain dengan roling, saltasi, traksi, sliding dan suspensi). Kedua proses tersebut akan membentuk kenampakan tekstur dan struktur batuan berdasarkan geomorfologi. Aspek tekstur yang dapat dianalisa dengan cara metode Granulometri antara lain mean, median, modus, koefisien kepencengan, standar deviasi dan kurtosis yang diperoleh dengan rumus Fall and Ward4) : - Mean adalah harga rata-rata dari suatu kurva. Mean (Mz) dapat dihitung dengan Rumus :
Kurva yang tinggi dan sempit mencerminkan sortasinya baik, sedangkan kurva yang pendek dan lebar menunjukan sortasi yang buruk (Gambar 3). Sortasi (σø) dapat dihitung melalui rumus : …..…(3) - Standar deviasi (s) merupakan nilai statistik yang mencerminkan sejauh mana klas besar butir menyimpang dari harga rata-rata. Semakin kecil harga standar deviasi semakin baik harga sortasinya dan sebaliknya. - Skewness adalah ukuran untuk tingkat kecondongan penyebaran besar butir (Gambar 4). Skewness (Sk) dapat dihitung melalui rumus : ......…(4) Mean
...….. (1)
Modus
Median
- Median (Mdø) adalah nilai tengah dari suatu kurva yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Median
...…...(2)
Modus
Mean
- Modus merupakan puncak maksimal penyebaran kelas ukuran butir tertentu. - Sortasi (sorting) ini merupakan tingkat keseragaman ukuran butir. Sortasi (σø) dapat tercermin dari tinggi-pendek atau lebar-sempitnya suatu kurva.
Skewness negatif
Modus Median Mean
Sortasi baik Sortasi buruk
Skewness positif
Gambar 4. Hubungan antara Modus, Mean, Median, dan Skewness - Kurtosis adalah derajat kemancungan suatu kurva yang menunjukkan harga perbandingan antara pemilahan bagian
Gambar 3. Kurva Frekuensi yang Memperlihatkan Jenis Sortasi
28
Sayudi, Mekanisme Pengendapan Lahar Sungai...
tengah terhadap pemilahan bagian dari suatu kurva. Kurtosis dihitung dari momen ke empat terhadap Mean. Distribusi normal (mesokurtik) memiliki nilai kurtosis 3, sedangkan distribusi yang leptokurtik biasanya mempunyai kurtosis > 3, dan platikurtik < 3 (Gambar 5). Kurtosis (υ) dihitung melalui rumus : ...(5)
Frekuensi (%)
Gambar 6. Kurva Distribusi Kurva Frekuensi Kumulatif
Frekuensi Kumulatif (%) Skala Probabilitas
Kurva yang menggambarkan hubungan antara frekuensi jumlah kumulatif (%) dengan penyebaran ukuran butir (skala phi) pada klas-klas tertentu mencerminkan perbedaan kelompok nilai tertentu. (Gambar 7).
Ukuran butir (Skala phi) Ukuran butir (Skala Phi)
Gambar 5. Bentuk Kurva dengan Berbagai Kurtosis Material-material yang diangkut oleh media pengangkut akan terdistribusi menjadi berbagai macam ukuran. Distribusi ukuran butir akan mencerminkan : Variasi diameter (lithologi) butir yang terdapat pada source (sumber) dimana tidak harus berupa batuan tetapi juga endapan. Proses-proses yang berlangsung selama pengendapan terutama menyangkut arah dan kekuatan arus, perubahan-perubahan atau variasi yang terdapat pada arus itu.
Ukuran Butir (Skala phi)
Gambar 7. Kurva Kumulatif dengan Memakai Kertas Probabilitas
Kurva distribusi normal merupakan kurva hasil dari pengeplotan kurva hasil frekwensi dengan berbagai variasi dari suatu populasi yang terdiri dari beberapa klas. Kurva distribusi normal mengandung penyebaran fraksi kasar dan halus kearah kanan dan kiri seimbang. Semakin runcing kurva distribusi normal semakin sempit standar deviasinya sehingga semakin baik sortasinya (Gambar 6).
3. PEMBAHASAN Setiap endapan lahar memiliki mekanisme transportasi yang berbeda-beda tergantung dari arusnya, baik kecepatan arus maupun kuat arus yang mempengaruhi pada saat lahar diendapkan, atau dari banyaknya material yang diendapkan disuatu tempat. Mekanisme transportasi endapan dapat diketahui
29
Jurnal ESDM, Volume 6, Nomor 1, Mei 2014, hlm. 26-34
dari hasil analisa laboratorium dengan menggunakan metoda granulometri. Dari hasil analisa terhadap contoh-contoh endapan dari 15 lokasi yang berbeda telah diketahui (Gambar 8) beberapa hal yaitu persen berat dari contoh yang dianalisa dan penyebaran fraksinya. Penghitungan untuk nilai mean, median, modus, skewness, kur-
tosis dan sortasi dilakukan dengan menggunakan persamaan 1 sampai 5. Seluruh hasil analisa diplot pada Tabel 1. Selanjutnya mekanisme transportasi yang terjadi pada saat proses pengendapan lahar yang meliputi nilai pengaruh arus traksi, saltasi, dan suspensi dengan menggunakan metoda seperti gambar 7.
Sungai Boyong
Gambar 8. Peta Lokasi Contoh Batuan Beserta Histogram Hasil Pengayakan
30
Sayudi, Mekanisme Pengendapan Lahar Sungai...
Hasil perhitungan berat (Table 1) yang digunakan didalam analisa granulometri dan merupakan tabel yang merekam data awal atau data mentah dari contoh yang telah dipisah dan ditimbang. Dari tabel ini dapat diamati persen berat dan persen komulatif yang diperoleh dari berat contoh yang tertinggal di atas ayakan (mesh) pada tiap-tiap besar mesh (mesh 8 sampai yang terkecil atau “PAN”). Sedangkan kurva Histogram adalah kurva yang membahas tentang beberapa nilai yang akan digunakan dalam perhitunganperhitungan didalam tabel serta kurva-kurva berikutnya. Untuk dapat mengetahui mekanisme transportasi di interpretasikan berdasarkan Kurva Mekanisme Transportasi. Kur-
va ini memperlihatkan tipe mekanisme transportasi yang terjadi pada saat material diendapkan. Kurva ini dibuat dari data nilai skala Phi yang menggambarkan besarnya butir. Makin minus/kecil skala Phi maka menggambarkan semakin besar ukuran butirnya sedangkan semakin besar skala Phi maka semakin halus ukuran butirnya. Hubungan antara hasil perhitungan persen kumulatif dengan ukuran butir skala Phi untuk setiap contoh yang menghasilkan 3 garis berat mencerminkan nilai dari pengaruh arus traksi, saltasi dan supensi. Dilihat dari garis berat, Jumlah persen traksi selalu berada paling kiri, sedangkan saltasi umumnya berada di bagian tengah dari garis berat, dan suspensi berada paling kanan atau atas.
Tabel 1. Hasil Analisa Ukuran Butir dengan Metoda Granulometri di Laboratorium terhadap Contoh Batuan dari Kali Boyong Coarse Track (CT)
Fine Track (FT)
Arah Pengam bilan sampel
7,90%
0,75 Phi
3,75 Phi
HULU
76,22% 18,17%
5,60%
1,75 Phi
3,75 Phi
Buruk
58,61% 35,43%
5,96%
0,75 Phi
3,75 Phi
Leptykurtic
Baik
13,44% 60,56%
2,60%
0,75 Phi
3,74 Phi
Fine
Leptykurtic
Baik
6,83%
87,11%
6,06%
-0,25 Phi
2,45 Phi
0,75
Coarse
Platykurtic
Buruk
26,97% 70,85%
2,18%
-0,25 Phi
3,65 Phi
1,75
0,75
Coarse
Platykurtic
Buruk
22,07% 64,98% 12,95%
-0,25 Phi
3,75 Phi
0,85
1,75
4,75
Coarse
Platykurtic
Buruk
28,56% 52,04% 19,40%
0,75 Phi
3,65 Phi
9
0,95
1,75
0,75
Coarse
Platykurtic
Buruk
42,76% 49,37%
7,87%
0,75 Phi
3,75 Phi
10
2,7
1,75
2,75
Fine
Platykurtic
Buruk
4,50%
89,50%
6%
0,35 Phi
3,85 Phi
11
0,75
1,75
0,75
Coarse
Platykurtic
Buruk
8,40%
80,6%
5%
1,75 Phi
4,05 Phi
12
3,65
1,75
3,75
Fine
Leptykurtic
Baik
1,20%
87,80%
11%
1,85 Phi
3,75 Phi
13
3
1,75
2,75
Fine
Platykurtic
Buruk
18%
73,50%
8,50%
1,55 Phi
3,95 Phi
14
1,95
1,75
1,75
Fine
Leptykurtic
Baik
29%
63,00%
8%
2,25 Phi
3,55 Phi
15
3,8
1,75
3,75
Fine
Leptykurtic
Baik
2,30%
69,70%
28%
1,85 Phi
3,55 Phi
No. Mean Median Lokasi
Modus
Skewness
Kurtosis
Sortasi
1
0,7
1,75
0,75
Coarse
Platykurtic
Buruk
58,87% 33,23%
2
0,755
1,75
0,75
Coarse
Platykurtic
Buruk
3
0,75
1,75
0,75
Coarse
Platykurtic
4
3,76
1,75
3,75
Fine
5
1,75
1,75
1,75
6
0,85
1,75
7
0,95
8
Traksi
Saltasi Suspensi
HILIR
31
Jurnal ESDM, Volume 6, Nomor 1, Mei 2014, hlm. 26-34
Untuk mendapatkan nilai coarse track (CT) diambil dari perpotongan pertama antara garis berat traksi dengan garis berat saltasi, sedangkan untuk mendapatkan nilai fine track (FT) yaitu dari perpotongan garis berat mendapatkan nilai CT dan FT tersebut. (Gambar 9) memperlihatkan contoh penentuan mekanisme transportasi untuk salah satu di antara 15 contoh lokasi di Sungai Boyong. Hasil penentuan mekanisme transportasi dari ke 15 lokasi tersebut diperlihatkan pada Tabel 1. Titik perpotongan CT dan FT ditarik garis ke bawah dan dibaca pada nilai skala Phinya. Pada lokasi pengamatan 1-3 tampak
sortasinya buruk dengan nilai traksi lebih dominan dari pada saltasi dan suspensi. Persentase traksi berkisar antara 58,61% sampai 76,22% dan ini berarti mekanisme transportasinya didominasi oleh mekanisme bed load yang terdapat pada kawasan hulu sungai (Tabel 1). Dari contoh batuan di lokasi 4 sampai dengan 15 memperlihatkan sortasi makin ke arah lokasi 15 membaik yang berarti makin ke hilir sortasinya akan membaik dengan mekanisme transportasinya didominasi oleh pengaruh arus saltasi yang nilainya 49,37 sampai 87,80%.
Gambar 9. Kurva Hubungan Persentase Berat dengan Ukuran Butir untuk Contoh di Lokasi 3 dalam Menentukan Pengaruh Arus saat Batuan diendapkan di Lokasi tersebut
32
Sayudi, Mekanisme Pengendapan Lahar Sungai...
Sortasi buruk dengan nilai traksi juga tetap mendominasi di antara nilai saltasi dan suspensi yang berarti material pada singkapan ini masih bersentuhan dengan dasar sungai karena dari kurva tersebut terlihat nilai saltasi yang paling besar yaitu 89,50 % seperti pada lokasi 10. Sedangkan untuk suspensinya tidak memperlihatkan prosentase terbesar. Untuk lokasi pengamatan 14 dan 15 memiliki sortasi yang baik ke arah hilir yang menandakan arus yang membawa endapan relatif tenang pada daerah hilir. Dari hasil analisa granulometri dari lokasi 1 hingga lokasi 15 yang dapat dilihat pada (Gambar 10) didapatkan kurva yang menunjukkan harga dari suatu mean yang nilainya bertambah semakin ke arah hilir, dengan median 1,75 dan modus bertambah pula ke hilir. Tingkat kecondongan penyebaran besar butir yang didapat menunjukkan coarse (-) cenderung mendominasi untuk daerah hulu dan fine (+) untuk daerah hilir, yang menandakan semakin ke arah hilir besar butirnya semakin halus. Sedangkan untuk nilai kurtosis yang didapat dari hulu ke hilir nilainya acak, baik platykurtic maupun leptykurtic dapat terjadi di hulu maupun di hilir, hal ini menandakan bahwa kurtosis pada endapan lahar dicirikan dengan nilai tidak merata di semua lokasi. Dari hasil-hasil penelitian nilai sortasi diketahui bahwa nilai sortasi di daerah penelitian mengalami perubahan dari sortasi bu-
ruk (poorly sorted) pada daerah hulu menjadi sortasi baik (well sorted) pada daerah hilir. Pada daerah hulu butiran belum mengalami pemilahan secara baik dengan tingkat energi pengendapan yang tinggi dan berlangsung secara cepat. Namun seiring dengan pengendapan ke arah hilir tingkat energi pengendapannya berangsur-angsur menurun sehingga menghasilkan sortasi yang baik5). Dari kurva skala probabilitas Coarse track dan kurva Fine Track didapatkan kecenderungan nilai Phi yang semakin membesar, ini menunjukkan bahwa semakin ke arah hilir butiran semakin menghalus. Dari hasil pembacaan kurva probabilitas diketahui pada lokasi 1-3 yang diambil di Sungai Boyong memperlihatkan traksi lebih dominan, karena pada lokasi ini mengandung material yang relatif kasar. Pergerakan dari material ini dimulai pada saat kekuatan gaya aliran melebihi kekuatan inertia butiran pasir tersebut pada saat diam. Gerakan-gerakan sedimen tersebut bisa gerak menggelinding, menggeser, atau bahkan bisa mendorong sedimen yang satu dan lainnya. Sedangkan pada lokasi 4-15 mekanisme saltasi justru yang lebih mendominasi ini dapat disebabkan aliran fluida yang ada mampu menghisap dan mengangkut fraksi halus sampai akhirnya karena gaya gravitasi yang ada akan mampu mengembalikan fraksi halus tersebut ke bagian dasar (Fisher dan Schminke, 1984)6).
Gambar 10. Hubungan antara Sortasi, Skewness, dan Kurtosis dengan Pengaruh Arus terhadap Material yang diendapakan di Masing-Masing Lokasi di Sepanjang Sungai Boyong ditinjau Berdasarkan Data Granulometri
33
Jurnal ESDM, Volume 6, Nomor 1, Mei 2014, hlm. 26-34
Mekanisme transportasi material seperti tersebut diatas maka menggambarkan gerakan yang khas dialami oleh material yang mengalami proses aliran lahar. Pada kenyataannya endapan yang ada di Sungai Boyong sekarang adalah merupakan endapan lahar meskipun sebagian terutama di bagian hulunya awalnya terendapkan endapan awan panas sebagai hasil letusan Merapi tahun 2010, akan tetapi secara berangsur endapan awan panas tersebut sering mengalami proses pembentukan aliran lahar seiring dengan terjadinya hujan yang terjadi berkali-kali. 4.
SIMPULAN
1.
Material pada daerah penelitian tertransportasi dengan mekanisme traksi (pada lokasi 1-3, dengan persentasi 58,61%76,22%) pada daerah hulu dan dominan saltasi pada daerah hilir (lokasi 4-15, dengan persentasi 49,37%-87,80%) Semakin ke arah hilir butiran material semakin halus, dan memiliki nilai sortasi yang baik. Adanya perbedaan ukuran butir di setiap lokasi disebabkan oleh kuat arus dan energi pengendapan yang berbeda-beda. Perbedaan skewnes yang beragam di setiap titik diakibatkan oleh arus lahar.
2.
3.
4.
5.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Wirakusumah, A.D., Djadjulie, A., dan Sayudi, D.S. Mitigasi Bencana Aliran Lahar Dengan Cara Normalisasi Sungai di Gunung Merapi, Jawa Tengah. Jurnal ESDM. 2013; 5(2):80-9. Costa, J.E. Physical geomorphology of debris flow. In Costa, J.E. & Fleischer, P.J, editors. Developments and Applications of Geomorphology. Berlin: Springer-Verlag; 1984. p.268-317. Tucker, M. E. Sedimentary Rocks in The Field. UK: Departement of Geological Sciences University of Durham; 2003. Folk, R. L., Ward, W. C. Brazos River Bar. A Study in the significance of
2.
3.
4.
5.
6.
Grainsize Parameters. J. Sediment, Petrol. 1957; 27(1):3-26. Boggs, S.Jr. Principles of Sedimentary and Stratigraphy. Merrill Publishing Company; 1987. Fisher, R., Scihminke, U. Pyroclastic Rocks. New York: Springer Verlag; 1984.
Daftar Simbol : Mz Mdϕ σø Sk υ n s Φ16
= = = = = = = = =
Mean Median Sortasi Skewness Kurtosis jumlah data simpangan baku (standar deviasi) nilai rata-rata. Nilai kurva (ukuran butir) yang teranalisa sebanyak 16%.
UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada Laboratorium Sedimentologi UPN “Veteran” Yogyakarta, atas bantuannya untuk penyediaan fasilitas analisa sampel dengan metoda granulometri.
34