MEIV1NGKATKA'NKEPASTIAN HUKUM DAlAM ' RANGKAPELAKSANAAN KEADllAN BEROASARKAN PANCASILA* . '
,
Oleh : Satjipto Rahardjo
, Masyarakat Indonesia sedang'roengalami suatu ~ krisis sosial. Dalam keadaan yang demikian itli hUkiUD dapat berperan antara lain meiljadi saraoa untuk menghentikan, mengen- • dalikanserta mengontrolkrisis terse but. KaberikiltiiU rnencoba untUk mengurai" . . ka" .bagaima~ fungsi -terse but dapat dijalan~n.Penulis juga"berpendapat ba:hwa Pan- ' casj)a rnemiliki ' cUkup kemampuan ulltUk di, pakai sebagai dalam ,membangun suatu dalam kebidupan bermasyarakat di"; waktu sekarang dan yang abn datang. ,
,
,
Saya tidflk cahu bagaimana PT. PERSAHI sampai kepada judul tersebut di atas, tetapi permasalahan y.lng disodorkan kepada para: pe' n ulis untuk dibahas itu memang ' .' I cukup menarik, di samping derajad kesukarannyal yang tidak keci!. Kesukaran.disini muncul, oleh karena di dalamjudul tersebut tersirttpanjuga hal-hal yanz.bisli disebut bertentangan satusamalain, ~ebagai'mana akan dijumpai di ~elakang nanti. Apa y.lng di atas disebut sebagai kesukaran bisa juga dikatakan secara lain, yaitu . tentang kompleksitaskehidupan hukum. KomHleksitas ini terdapat pada sekalian tingkatperkembanganmasyarakat, sehingga mer~pakan suatu fenmnen dunia. Sekalipun demikian .,kualitasny.l bisa berbeda-beda. Seperti akan dibahas di belakang : nanti, suatu negara b~lfU seperti Indonesia yang muncul dari masyarakat. bekas jajahan, ditambah denganusaha transformasi 805ial besar-besaran yang dilakukannya,menampilkan gambanin tersendiri mengena~ keadaan kompleks tersebut. , , Salah satu per,sepsidasar yang saya pakai daq yakini, adalah bahwa hukum itu adalah suatu prpses, sestiatu yang terus bergerak,berubah tidak akan pernah berhenti, kecuali masyarakat serta negara yang menjadi wadahnya runtuh. Proses ini tidak hanya berlangsung di dalaIll tubuhhukum'sendiri,- melainkan dalam ling,kup kebidupan sosiaL yang;lebih luas. Denganperkataan lain ,selalu akan terjadi proses . pertukaran ' a,ntara hUkum dengari masyaraJaHny;:t. Tidak banyak pendapat yang , ,
~
,
,
,
,
, -_ ... ,-' -
, '
'M~ka1a1idiSl;lmprikan
Jakarfll!. 17'Sept, "88;
pada. $imposium memperirigati Hari Ulang Tahlll PERSAHI ke-29, di ,
,Desember J988,
530
secara eksplisit meny.ltakan, bahwa Indonesia sekarang sedang berada di tengahpenting untuk diketahui dan tengah suatu krisls sosial, suatu keadaan yang Jngat , disadari, khususny.l apabilakita membicarakan ~ntang hukum dilndonesia. ,
Hukum dan Krisis Sosial ' Sekalipun untuk menjalankan fungsi dan pekerjaanny.l hukum membutuhkan otonOmi•.t~tapi kita tidak bisa melihatnya sebagai otonomi y.lng penuh atau mutlak. Hukum suatu bangsa senantiasa merupakan bagian dari proses sosial yang lebih besar yang melingkupiny.l, la tercangkul belaka ke dalam matriks sosialny.l. Sebagai kelanjutan dari kerangka pemahaman:yang demikian itu, pertama-tama, pembicaraan mengenai hukum tidak bisa dila~ukan terpisah atau terisolasi dari lingkungan sosilj.l itu. Antara keduanya berlangs~ng suatu jalinan pertukaran yang sangat kuat. Orang lalu mengatakan, bahwa hukutnitu merupakan fungsi dari proses sosial yang berlangsung dalam masy.lrakatny.l. Di sini tidak hendak dikatakan, bahwa hukum itu lalu sarna sekali tergantung dllifi faktor-faktor sertaproses-proses ,yang berlangsung di luarnya, melainkan hany.l in~in ditunjukkan adanya hubungan tilllbal-ba:lik antara hukum dan masyarakatnya. Harnpir tidak mungkin membayangkanadany.l masy.lrakat tanpa hukum. ~ertukaran serta hubungan timbalbalik antara hukumdan masyarakatnya tidaklah !merupakan monopoli dari hukum saja. Lembaga apa pun dalam masyarakat selal~ mengalami ' keadaanseperti itu. Ekonomi serta ,politik juga terlibat dalam proses pertukaranyang kuat dengan lingkungan sosialny.l. Pada hemat saya, cara pemahaman seperti dikemukakan ill atas menjadi lebih relevan 'lagipada saat kita harus membicarakan dan rnemahami peri kehidupan hukum di Indonesia dewasa ini. Sekalipun kita mengatakan, bahwa kapanpun juga proses pertukaran antara hukum dan lingkungan sosialny.l selalu berlangsung, tetapi urituk waktu sekarang ini arti dan kegunaan pemahaman y.lng demikian itu sangatlah menonjol. Kita sekarang berada di tengah-tengah suatu perubahan sosial yang besar , dan tnendasar,·suatu transfo''''n'''nasi total masy.lrakat lama ke baru. .
I
,
,
,
'
•
,
.
'
,
, Indonesia adalah suatu masyarakat yang jsedang mengalami suatu krisis sosial. Konteks atau latar belakang keadaankrisis yang demikian itulah yang seyogyanya kita pegang pada saat kita harus memahami seluk-beluk kebidupan hukum di negara ini. llniu pengetahuan serta par4 cendekia wan bertanggung-jawab untuk menampilkan keadaan krisis terse but ke ~rmukaan kesadaran, bukan untuk membuat persoalan, melainkan agar segala sesua~uny.l dapat illfaham.i serta dijelaSkan secara lebih baik. Kegagalan untuk mampu m,eny.ltakan secaraeksplisit keadaan sosial y.lng kita hadapi, sungguh merupakan kel~laianintelektual yang tidak kecil. Indonesia memiliki sekalian persy.lratan untuk dirnasukkan ke dalam suatu masyanikat yang mengalami krisis sosial tersebut. Pertama , kontrol tradisional melemah atau gagal menjalankan fungsinya. Iqi berarti bahwa orang tidak lagi , memiliki keseganan dan kepatuhan terhadap lembaga tradisional tersebut seperti pada waktu-waktu yang lalu. Otoritas kontrol tn/.disional telah bany.l'k menyusut. Hal berikutn)a yang ingin dikemukakan adalah terjadinya kekaburan dan , ketidak-pastian dalam peranan-peranan dalam Jjnasyarakat Keadaan tersebutjuga -
•
.
I
•
•
53} ,
merupakan petunjuk yang jelas bagi terjadinya krjsis sosial itu.' Peran serta pembagiannya yang telah mencapai tingkat kemapanan menjadi cairo Apabila kedudukan peran-peran dalam masyarakat mengalami kemunduran seperti itu, maka ia sekaligus juga memberikan petunjuk tentang menurunnya tingkat kepastian serta kemapanan hubimgan-hubungan antar anggota masyarakat. Selanjutnya masih ingin dimintakan perhatian terhadap terjadinya benturan.. benturan antar berbagai kaidah peri laku dalam maSyarakat. Sebagaimana kita ketahui, sistetn nbrrnatif dalam masyarakat tidaklah merupakan. suatu bangunan yahg monolitik, melainkan terdiri dari' berbagai macam sisteII)/ kaidah peri laku, • • ~perti tradisi, moral, sosial, danhukum. Masing-masing sistem tersebut memiliki onentasi, sumber kekuatan, sistem sanksi, serta cara kerjanya sendiri. Kendati demikian, dalam keadaan yang relatif stabil, sekalipun keadaan yang dihadapi adalah seperti tersebut di atas, namun h~bungan antara sistem kaidah tersebut adalah lebih baik daripada dalam masyarakat yang menghadapi krisis sosial. ' , Benturan antara kaidah tersebut juga mempunyai hubungan yang erat dengan el<speiimentasi yang makin luas dalam pengaturan masyarakat, termasuk peri laku anggotanya, Pada z,aman kolonial kita masih bisa melihat adanya semacam kantongkaQtong yangmemisahkanantara wilayah hukum modern.(Eropa) danhukuman asli (Adat) yangjuga dikukuhkan melalui pengaturan, formal. Tetapi sejak kemerdekaan, .. . .' . . politik htikuni nasional diarahkan kepala penggunaan hokum modern yang serna kin meluas; Pendirian Negara R.l. berdasarkan hukum merupakan faktor utama bagi terjadinya perluasan yang demikian itu. Secara abstrak, yaitu pada peringkat politik hukum nasional, keadailOnyaberbeda dengan pada peringkat daerah atau lokal, yang sudah " harus berhadapan dengan persoalan-persoalan konkret. Pada saat hukum , I , nasional secara serta-merta harus berlaku secara pasional, maka kesulitan-kesulitan dalam adap,t lsi di tingkat lokalpun mulai muncul. Kesulitan-kesulltan yang demikian itu merupakan bagian pula dari krisis sosial yang kita hadapi sekarang ini. ' Kita sekarang beralih kepada pembicaraan mengenai aspek asal-usul krisis so sial .-terseb:lit Salah satudari asal-usul itu ingin dikualifikasi sebagai sesuatuyang memang , ~rencanakan, berbeda den,gan yang lain, yang dikualifikasikl!n ,sebagai bencana. , Fakto~)'l!.og disebut ' bencana ini sudah dimulaisejak penyerbuan Jepang ke Hindia-Belanda diii kern lIdian menciptakan suatu orde pendudukari Jepang. Krisis so sial yang kemtrlian terjadi disebabkan oleh berlangsllngnya semacam penjungkir- , , balikan keadaan, yang meliputi baik kehidupan so sial maupun mentalnya, dan sekaJipun itu terjadi secara serta-mertl (abrupt),, sehingga lebih mempertajam suasa na krisis. ' ' Perkembangan barangkali bisa dijelaskan sebagai berikut. Melalui proses yang berjalan , ratusan tahun lamanya seolah-olah terbeiltuklah stereotip keperkasaan Belanda pada lapisan besar orang Indonesia, untuk kemudian sejak keruntuhannya di tanganbangsa Jepang, stereotip itupun turut runtuh dan tinggal sebagai mitos belaka. Mulai saat itu proses dekolonisasi dimulai dan menjadi makin keras sejak kemerdekaan. Koentjaraningrat, "Rintangan-rintangan Mental dalam Pembangunan Ekonornidi Indonesia", 1969) : 1. Sikap tak sadar akan arti dan kualitas. ",
,
'
,
,
,
'
'
,
'
,
"
'
,
,
'
,
'
,
,
,
,
,
"
'
Desember J988
,
.
--
'532
Hukum dan PembtillgjUUJn
2. Sikap untuk mencapai tujuan secepatnya tanpa banyak kerelaan .untuk berusaha secaraselangkah demi selangkah. 3. Sikaptak bertanggung-ja wab 4: Sikap apatis dan lesu. Adapun yang dimaksud dengan asal-usul yang direncanakan adalah krisis yang disebabkan oleh kareIl'a bangsa Indonesia memllng dengan sengaja menghendaki terjadinya suatu perubahan atau tranformasi, y~itu dari msyarakat pra-industri ke masyarakat modern-industrial. Berbeda sebagai bagian yang tak terelakkan dari suatu rencana pembangunan· masyarakat Indonesia baru. Perubahan masyarakat, ~palagi yangbersifiit perombakartmendaAAr se¢rti kitil. laktikan sekarang ini;te...,ttilah.menjmbulkal\ berbagai kegoncangart dalam masyarakat ·yang 'menjalaninya. Masyarakat l-Qi adaIah masya.-akttt manuSia bhltan swtu bangunan niekini,s yang , ' kornPonen~komponennya dengan mudah bisa dicopot, disusunkembali, daIPSeterus· nya,.tanpa rnertimbulkan kegoncangan. Terjadinya, pertukaran yang keras antara h~um dengan lingkungan sosialnya menyebabkan, bahwa krisis tersebut pada akhirnya masukjuga ke dalam kehidupan . hukum. Apabila di muka berulang kali dikatakan, , bah\\'ll terjadi pertukaran antara hukum denganlingkungannya , maka kita juga bffia mengatakan, bah\\'lliingkungan . sosial itu merupakan basis serta sumber daya h~kum. Dalam sumber daya tersebut didapat lembaga, kekuasaan, nilai-nilai dan lain-l~in. Oleh karena-itulah perubahanke dalam hukum juga. Bahkan, perubahan di situ cepat atau lambat akan masuk . seperti dikatakan Wolfgang Friedman, "Krisis dalam masya ra kat akarr mengguncang hukuin lebih langsung di banding del1£an bidang kegiatan dillam rnasyarakat yang ,lain" (w. Ffiedman, Legal Theory, ' " , : Stevens & Sons, 1953 : 437). Apabila . .peri Iaku hokum pada dasarnya adalah peri Ilaku manusia juga, maka bisalah . ·dimengerti apabila perubahan peri laku manusi,a yang terjadi karena krisis sosial , tersebut, akan berpengaruh pula terhadap peri la~u hukum masyarakat. Olah karena itu, saya kira, akan berharga atau layak sekal,i jadinya apabila pendapat Prof. Koentjaraningrat sebagaimana dikutip di muka dicobauntuk diteliti kemungkinan kaiiannya dengan peri laku dalam bidang hukum yang banyak diberitakan sekarang ini, baik itu peri laku para anggota masyarakat biasa, paraadvokat, para hakim, dan lain-lain. Krisis sebagai bagian dari politik hukum, dan yang dengan demikian merupakan kegiata n ya ng d ise ngaja a ta u direncanakan, dim ulai sejak dilahirkann ya UU D 1945. Pada bagian Pembukaan UUD tersebut diletakkanlah dasar-dasar bagi suatu-p~r. . ... __ ... ombakl,\",tof,al~~ hukum yang laina' lintukdig4ritikan itu men,lpaJcan bagiil,n . _..juga . dari proses tranformasi sosial yang lebih besar ~an lebih di negeri ini. Bagian dari , Pembukaan ietsebut berbunyi sebagai berikut, "Kemudian daripada itu untuk membent,* suatu pemerintah negara 'Indonesia , yangmelindungi segenap bangsa Indpm!sia dan seluruh tumpah darah . Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,mencerdaskankehi- ' dupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan . ' kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah . kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam, suatu .Undang-undang ' ,
,
'
,
,
•
__
.
'
,
,
,
"
Meningka/kan Ke/Xlstian
533
' nasar, neg~ra Indori¢~ia, yangrer~entukdalam
suatll, susunan negara Repu- . blik Indonesia yang berdaulatanra:kyat dengan berdasa ~ kepada : Ketuhanan Yang MaluiEsa, kemanusiaan yangadil , Indonesia, dan kera~yatan ~ng dipimpin oleh hikmat ke?ijaksanaan ?alam ~ermus.yawaratan/perwakllan, serta de~gan mewullxlkan suatu keadtlan sosial bagl seluruh mkvat Indonsia." CU,Wtif:t.ebafdih ' ", ," Itiilah aw.Hdaripetombakan total'dari ta,tahl1ikum Indonesia, yang sampai saat ,tp~un, belum i5elurunnya bisa terlaksana, sehingga ia bisa disebut sebagai.suatu "tata":liuktnq yang masihdalam pr-oses pemb~ntukanu (legal system in the inaking). Konselmensi dari keadaan yang demikian itu sangatlah besa(, dan it/.l1ah faktor ', yangiurut menentukan ke~da.an serta penyelenggaraarihukum yang ~til jumlM; " deWasa' inC , Tidak semua negarayang baru merdeka menggunakan _politik hukum seper-ti , dipilih,i'Indonesia tersebut. Negara tetangga kita Singapura, misalnya, memilihuntuk ,meneruslmn saja pen~e'le~garaanhukum se{Jerti ~elah dilakukan padam~sa se~e.lum kemerdekaannya. Kitab undang-undang, bahasa, serta prifktek yang dlpakal tldak berubah.Oleh karena itu sampai dengan beberapa waktu yang lal~ Singapura tidak ~e,~~enal istilah .penibangunan hU:*~~~ sepertifang sangat dikenal eli negara k~ta. p,ohtlk ,.hukum Smgapum yang demlkian ItU m rupakan salah satu. fa,ktor. . penbng . . yang, nienyebabkan teljadinya perb,edaan dala , kehidupan hukurn antara negara , 'fersebut dengan Indonesia. Seomng pengamat as\~ -mengatakan, bahwa kehidupn 1lUkum diSingapun} ' tenang diln tertib, tetapi I~su;darah, sedang- Indonesia-yang , ;bergejola~in~p,unjukka,n dinamika masyarilkatn¥a. " ,
,
,
'
,
.,
'
.
KeJllstian Hukum di Tengah-tengah suatu Krisis Sosial Kepastianhukumbisa berupa suatu keadaan yang memenuhi tuntutan serta kebutuha n ya ng sa ngat praktis, yaitu adanya kaidah tertentu. Dalam bahasa pengertian yang umum sekarang ini, adanya kaidah tersebut sarna artinya dengan adanya peraturan hukum. Jadi dalam konteks tuntutan yang sangat pmktis tersebut, yang dikehendaki adalah adanya pemtumn hukum. Dengan adanya peraturan hukum tersebut rnaka tuntutan bagi adanya keplstian hukum It up un terpenuhilah sudah: ' Sebagai keadaan sederhana demikian itu ia tidak banyak berpikir atau lebih tepat tidak berpikir lebih lanjut tentang apa yang menjadi isi sesuatu peraturan itu. Sekali lagi, yang menjadi pertimbangan adalah pemenuhan suatu kebutuhan praktis saja, ' yaitu akan adanya peraturan yang sela'njutnya dijadikan pegangan. Pikiran tentang oilai intrinsik dalam peraturan tersebut untuk sementara bisa mundur terlebih ' dahul u, Keadaan yang demikian itu menunjukkan, bahwa pada peringkat yang lebih dasar orang memerlukan adanya kepastian dalam hubungaimya dengan orang lain, dan dari situ, juga dengan bamng~barang dan lain ~cam sumber daya, Dalam peringkat yang demikian ini (keplstian) hukum memang lalu bisa dimasukkan ke dalam kebutuhan dasar manusia. Agak berheda dari kep1stian hukum sebagaimana diutarakan di muka, maka ia iuga bisa diartikan secara lebih etis, sehingga jadilah kepastian hukum itu sesuatu ,
,
,Desember 1988
Hukum dan l'emblIngimaiz
534
yang Juga mengandung nilai. has, bahwa peraturan harus ada sebelum suatu perbuatan dilakukan, bahwa peraturan tidak boleh sering diubah-ubah, merupakan contoh-eontoh makna lain dari kep1stian hukum. Salah satu aspek kompleksitas dalam kehidupan hukum ada,lah terpisahkannya masalah keplistian hukum dengan nilai-nilai intrinsik yang menjadi muatanl!Ya. Sepetti di atas dikemukilkan, ada kebutuhan terseildiri untuk mengejar kepastian hukum sebagaiSj.lRtu keadaan, yaitu berupa adanya atau kehadiran suatu peratuflin huklim. Pada waktu kita menuntut adanya peraturantentang ahli-teknologi, maka sebetulnya 'yang dikehendaki adalah (orillat (bunal dari pengaturan tentang masalah ters'ebut. 'Baru kemudian orang membicarakan tentang ketepatan atau keadilan pengaturannya. [nilah yang menyebabkan timbulriya kompleksitas dalam hukum.. oleh karena tidak tertutup kemungkinan orang akan meminggirkan hukum yang dianggap tidak memuat asas keadilan yang benar. Dengan demikian, sekalipun pada mulanya ia dieari sebagai kebutuhan dasar, namun pada akhirnya dieamp1kkanjuga. Ternyata di dalam huk urn sendiri diketemukan kebutuhan-kebutuhan yang bisa bertentangan "Satu sarna lain, sehingga terjadi tolak-menolak. Detnikianlah telahdikemukakan tentang terdapatnya peringkat-peringkat dalam hukum yang menimbulkan kompleksitas tersebut. Ternyata tubuh hukum tidaklah merupakan bangunan yang padu, seperti mungkin diperkirakan orang. Pada berbagai peringkat muneul kebutuhanatau tuntutan yang berbeda-beda, dimulai dari yang bersifat formal kemudian meningkat keinda tuntutan mengenai isinya . Pacta waktu dibiearakan tentang masalah krisis sosial di muka, telah ditunjukkan beta pa perubahan-perubahan terjadi pada proses serM ' struktnr atau lembaga yang sebelumnya sedikit banyak telah mempunyai kedudultan yang mapan. Apabila kita meneoba untuk . memindahkan atau mengaitkannya dengan masalah kepastian hukum, makakita bisa menemp1tkannya dalam kompleks peringkat pertama, yaitu kep1stian hukum dalim keadaan formal. Dalam hubungan dengan keadaan yang demikian itu rnaka muneul kep1stian hukum dalam fungsinyasebagai sarana uhtuk mere dam krisis sosial tersebut. Dengan menampilkan fungsi yang demikian itu maka di tengah-lengah berbagai perubahan dan pergeseran yang berlangsung dengan kuat itu kita mengharapkan, bahwa hukum sedikit banyak bisa menjadi sarana unluk menghentika n, mengendalikan, serta mengontrol krisis tersebut. Sekarang akan dieoba untuk menguraikan lebih Ianjut bagaimana fungsi tersebut di atas dijalankan. Sebagai langkah pertama ingin diajukan suatu kerangka yang bernilai teori untuk meneoba memahami permasalahannya seeara lebih seksama. Bagi sua tu bangsa yang tnasih harus bangkit dari keadaan krisis sosial, apa lagi yang cuk up beral seperti diuraikan pada bab terdahulu, maka tantangan yang dihadapinya akan bersifat. elemen1er, yaitu menggalang suatu keadaan yang tertib, dengan perkataan lain meneiptakan suatu orde. Pada 'tahap seperti ini kita sebetulnya belum . . bisa benar-benar berbieara tentang kualitas, tetapi rnasih lebib kepada format fOlllla\. Berbieara tenta ng formal formal ini, kita barangkali bisa membandingkannya dengan istilah huk urn birokratik yang digunakan oleh Unger (Roberto Mangabeira Unger, Law in Modem Societr, New York: The Free Press, 1976). Unger, yang •
•
•
Meningkatkan Kepastian
menggelindingkan istilah terse but merinci karakteristiknya antara lain sebagai hukum yang bersifat me nertibkan (regulatory) dan menampilkan peranan pemerintah dengan k ua t. Lebih lanjut lagi Unger mengatakan, bahwa hukum birokratik.itu, terdiri dari kaidah-kaidah ya ng dirum uskan denganjelas serta dikua tkan dan dijalankan oleh suatu organisasi .pemerintahan yang jelas pula. Unger membicarakan hukum birokratik lersebut dalam kerangka menjelaskan proses kelahiran hukum mooem di Ero~. Hukum birokratik tersebut menandai kelahiran swtu tipe tatanan yang lain sarna sekali dengan yang sebelumnya, yang nilai positif atau publiknya ;;angat rendah. Bagaiinanapun rinciannya, pengertian hukum birokratik Unger dekat dengan apa yang ingin saya sebut sebagai penyelenggaran kehidupan hukum dalam ' format formalnya itu. Di sini kita lihat usaha untuk menegaskan dan menjalankan hukum dalam bentuknya yang elementer tersebut, sepeiti : (1) Membangun kelembagaan . hukum, seperti menyusun lembaga pengadilan; (2) Menegaskandisiplin elementer dalam perundang-undangan, seperti kembali kepada UUD 1945, (3) Membangun ke~tuha'n keplda perundang-undangan, seperti penyuluhan-penyuluhan, , Dalam sekalian i-lchwal penyelenggara kehidupan hukum tersebut memang kita lihat peranan negara da'n pemerintah yang jauh lebih besar daripada masyarakat. Dalam kualitas pembicaraan yang agak lain, Nonet dan Selznick menulis tentang ttukum represif untuk menyebut tipe hukum birokratik Unger, yang persamaannya ~rletak ~da peranan pemerintah yang besar (Philippe Nonet dan Philip Selznick, Law and Society in Transition: Toward Responsive Law, New York: Harper Coloph.on, 1978)1. Tidak berbeda dengan Unger, Nonet dan Selznickjuga menyebut perkembangan hukum suatu hukum represifitu se,bagai suatu . . tahap tertentu dalam . bangsa yang akan diiktiti oleh perkembangan selanjutnya. Melalui penyelenggaraan hukum dengan format formal tersebut, suatu bangsa berusaha untuk membanguh hukumnya dari' permulaan. Pada hemat saya, penyesecarademikian itujuga berlakti urituk menggambarkan keadaall lenggaraan b,ukum . hukum di Indonesia yang berada di tengah-tengah suatu krisis sosial ini. Terlebih lagi, krisistersebut berhubungan dengan suatu proses transfornlasi dari masyarakat jajahan ke rnasya ra kat, bangsa dan negara ya ng merdeka. Keadaan ya ng demikian itu masih Iagiditambah dengan kenyataan, bahwa Indonesia bertekad untuk melakukan perombakan yang benar-benar menyeluruh atau total. Tentu saja, sekalian proses yang terjadi tidaklah'sebersih seperti digambarkan oleh teorisasi tersebut. Penyelenggaraan hukum dengan format formal tersebut adalah tipe yang dominan, tetapi bukan berarti satu-satunya yang dijalankan. Seperti dikatakan di muka, kehidupan hukum itu kompleks dan keadaan yang demikian itu juga ,tercermin pada usa ha untuk membangun dari permulaan ini. Di sini kebutuhan muncul, keooatiorang masih disibukuntuk memberi isi ktialitatifjuga sudah mulai . kan dengan membangun suatu format formal tersebut. Di Indonesia hal itu diwakili 01eh kegiatan bantuan hukum yang ditangani oleh Lembaga Bantuan Hukum yang terkena I itu. . Lemhaga Bantuan Hukum di Indonesia bergerak pada dataran yang lain daripada yang dilakukan ora ng dengan menyelenggara kan kehidupan,hukum yang berformat ,
.
\.
'
'
'
,
,
])$ember 1_
Hukum dan Pembangunan .
.
formal itu. Bantuan hukum, misalnya memikirkan tentang rnasalah nilai, oak dan ~Dag;linya yang bisa dimasukkan ke dalam kategori kualitas atau isi dari hukum. Kebadiran penyelenggaraan hukum secara elementer berdampingan dengan penyeieflggaraan oukum ~bagai peljuangan telah memberikan suatu dimensi yang lebih hidup dalam hukum di negeri ini. Kita telah menyaksikan "Kasus Ali Sadikin", "Kasus Menteri Pekerjaan Umum Purnomo Sidi" dan lain-lain, yang ~dikit banyak mencenninkan benturanantara penyelenggaraan hukum yang bersifat elementer dan perjuangan. Teta pi itu semua inerupakan bagian yang tam(nknya harus dilalui oleh pro~s serta perkembangan hukum di Indonesia. Seperti telah diutarakan di muka, dalam memahami ikhwal kehidupan hukum di . Indonesia ini, hukum dilihat sebagai suatu proses, yaitu yang ~ nantiasa berubah, bergerak ~rta berkembang dan satu keadaan kepada yang lain. Oleh karena itu, sekalipun negara kita berdasarkan hukum, namun pengisian serta pemberian bentuknya j~a dinamis bergerak dari rnasa yang satu ke rnasa yang lain, dalam Slll\tu konteks pertukaran dengan lingkungan sosialnya yang lebih besar. Berdasarkan Pancasila . Keadilan niocaya merupakan pokok pembicaraan yang tidak akan kering dan .'/lkan terus berlansung se(nUjang sejarah 'umat manusia. Apabila kita mengira, bahwa dengan ~lesainya Thomas Aquinas, i\ristoteles, Ulpianus, membicarakan . dan ngutarakan faham rnereka mengenai keadilan, masalahnya sudah selesai ;dikaji, maka itu ternyata samasekali tidak benar. Roscoe . Pound masih muncul, !:peghuj uga Hans Kel~n. Dan lagi-lagi kalau itu kita anggap nabi-nabi terakhir yang ,membicarakan keadilan, maka penda(nt kita akan keliru pula, sebab pada tahun ,7~an rnasih muncul John Rawls dengan bukunya yang sangat terkenal "A Theory .' . bf Justice" (Cambridge, Mass : Hary,lrd University Press, 1971). Dapat dipastikan pula bahwa buku Rawls ter~but b.ukan yang terakhir,setidak-tidaknya karena pada , . , ,. , bali ini kiia masih sibuk mendiskusikan tentang keadilan beidasarkan Pancasila. . Situasi permasalahan ~bagaimana dikemukaki1l1 di atas setidak-tidaknya menuniukkan, bahwa keadilan adalah rnasalah yang dina mis, dan oleh karena itu akan .selalu tampil dalam konteks yang lain. Mungkin orang akan mengatakan, bahwa ide . da s3 rnya adalah Slma,seperti keSamaan, tetapi yang tidak kurang pentingnya adalah bagairnana ide dasar itu muncul dalamkonteks.so'sial dan zaman yang berbeda·beda. Keadilan (nda Im,sa pra-pertanian akan berbeda dengan pada rnasa budi daya • pertanian Sl wah~ begitu seterusnya dengan rnasa-masa yang lain seperti disebut oleh itu. Kita sekarang berada di tengah-tengah suatu transformasi sosial menuju rnasyara, ,kat modern-industrial dan konteks serta format masyarakat yang demikian itu ; niocaya memberikancapnya ~ndiri terhadap bentuk-bentuk keadila n dalam masyarakat. Tantangan yang dihadapkan ke(nda kita adalah: mampukah Pancasila menjawab tlntangan zaman, seperti rnasyarakat modern-industrial tersebut ? Pada hemat saya, Pancasila memiliki cukup kemampuan untuk dipakai sebagai . dasa r dalam membangun siiatu keadilandalam kehidupan bermasyarakat di waktu: waktu sekarang dan yang akan datang. Gag;lsan, bahwa Pancasila merupakan . ,
,
r
,
,
;J 31
MeningkadCfln Kepastia."'· o
ideologi terbuka sungguh baik, oleh karena dengan demikian kita akan selalu dituntut untuk menjadikannya sebagai prinsip penuntun .yang akan memberikan pedoman dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat, dalam dimia yang berubah dengan celllt ini. Pancasila yang memberika n te ka na n kuat terhadap kemanusiaan dan ketuhanan, pada hemat saya merupakan dasar-dasar yang memang sangat dibutuhkan dalam kehidupan dunia yang telah menjadi seperti sekarang ini. Teriakan-teriakan, seperti "industri dan teknol~i yang manusiawi:', memanusiakan pembangunan" (humanizing de\elopment), saya kira akan dalllt dijawab dengan baik olehnya, tentu saja alllbila kita memang mampu melakukannya secata arif. Seperti telah sering saya kemukakan pada berbagai kesempatan, maka kita mesti mulai dengan langkah-Iangkah untuk membuat nilai-nilai Pancasila yang abstrakitu menjadi lebih konkret dengan isi yang kontekstual. Kontekstualitas inilah yang ~iharapkan akan mampu untuk menjadikan Pancasila itu benar-benar sebagai prin.. . ,ip penuntun dalam kehidupan bangsa Indonesia di tengah-tengah karakteristik kehidupan dunia sekarang dan akan datang itu. Salah satu langkah yangbisa ditempuh adalah untuk merekayasa suatu tatanan kehidupan dengan mengambil nilai-nilai Pancasila sebagai dasarnya. Dalam bidang hukum kita:nengenal apa yang disebut sebagai postulat hukum yang apabila kitla mampu merekayasanya' akan menghasilkan suatu' Pancasila yang lebih konkret .. . garis-garis kemasyarakatannya. 'Postulat hukum yang berhubungan dengan nilai kemanusiaan, misalnya, .bisa direkayasa sebagai berikut , "Dalam rnasyarakat Pancasila, tidak boleh ada seorang yang diperlakukan di bawah marta bat kemanusian. . . , nYa". Pada hemat sayakemampuan untuk melakukan rekayasa sosial yangdemikian itu memungkinkan kita untuk mengalirkan asas-asas dalam hukum secara lebih baik, darilllda alllbila kita harus mengalirkannya dari susunan PancaSila yang masih abstra k tersebut. Para ahli hukum mendalllt tantangan yang kuat untuk ikut membentuk dan membangun rnasyarakat Indonesia Baru melalui perekayasaan' sosial dan hukum >ebagairnana disinggung di atas. Pekerjaan tersebut bisa dilayani oleh mereka dalam kedudukan serta jaba~ri rnasing-masing, tentu saja dengan kadar yang tidak sarna . . Seorang anggota badan pembuat undang-undang dan seorang hakim akan memiliki kesempatan yang lebih besar dibanding mereka yang melakukan pekerjaan yang lain. Tidak kurang pentingnya pula pekerjaan dalam bidang ilmu dan penelitian untuk melakukan perekayasaan tersebut, sekalipun hasilnya tidak samla ,kekuatannya dengan mereka yang beIgerak dalam bidang praktek hukum. Kita telah berbicara mengenai krisis so sial yang kita alami, pembangunan hukum, ,erta Pancasila atau nilai-nilai yang mel~adi dasar bagi masyarakat Indonesia Baru terse but. Makalah ini banya . . ingin memberikan ;g ambaran yang. mudah-mudahan benar, mengenai hukum, masyarakat dan~proses-proses yang sedang berlangsung di negeri ini. Dengan pemberian gambaran tersebut diharapkan, bahwa di dalam menentukan langkah-Iangkah, kita benar-benar berangkat dari pemahaman serta penglihatan yang betul mengenai proses-proses yang tengah berlangsung sekarang , o
0
o
o
o
o
0
0
•
•
0
o
•
o
0
0
0
•
o
o
.
•
'
•
1m.
. 1Jts?mber . .1
0