MATHunesa Volume 3 No.6 Tahun 2017
Jurnal Ilmiah Matematika ISSN 2301-9115
ANALISIS KESTABILAN REAKSI OSILASI BRIGGS RAUSCHER Elok Fatwa Prameswari (S1 Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Surabaya) e-mail: elokprameswari@ mhs.unesa.ac.id Abadi (Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Surabaya) e-mail:
[email protected]
Abstrak Skripsi ini bertujuan untuk mempelajari reaksi Briggs-Rauscher (BR) yang merupakan reaksi berosilasi. Model reaksi BR oleh De Kepper dan Epstein yang digunakan telah disederhanakan dari 15 variabel konsentrasi dan 10 tahap reaksi sehingga hanya terdiri dari 10 variabel konsentrasi. Konstruksi model menggunakan hukum aksi massa yang memberikan sebuah sistem dari 10 persamaaan diferensial. Untuk menentukan kestabilan dari sistem persamaan model BR dilakukan linierisasi disekitar titik kritis dengan nilai eigennya. Hasil analisis menunjukkan bahwa sistem tidak stabil karena terdapat nilai eigen yaitu ๐7 yang bernilai positif. Solusi sistem menuju ke solusi periodik pada konsentrasi [๐ผ2 ] dan [๐ผ โ ] dengan input konsentrasi 10โ6 M dan 0.035 M. Hasil simulasi di bidang [๐ผ2 ] โ [๐ผ โ ] menunjukkan solusi periodik yang berkaitan dengan terjadinya reaksi osilasi. Kata Kunci: osilasi, reaksi Briggs Rauscher, limit cycle
Abstract Foreign This thesis aims to study the reaction of Briggs-Rauscher (BR) which is an oscillatory reaction. The reaction model of BR by De Kepper dan Epstein used has been simplified from 15 concentration variables and 10 stag of the reaction so that only consists of 10 concentration variables. Model construction uses the Law of Mass Action gives a system of 10 differential equations. To determine stability of the system model equation of BR is carried out by the linierization of the critical point with its eigenvalues. The analysis results show that the system is unstable because there is an eigen value of ๐7 which is positive . The system solution towards to a periodic solution at concentrations [๐ผ2 ] and [๐ผ โ ] with input concentrations 10โ6 M dan 0.035 M. The simulation results in the [๐ผ2 ] โ [๐ผ โ ] plane show the periodic solution related occurrence of the oscillation reaction. Keyword : oscillation, Briggs-Rauscher reaction, limit cycle
Belousov-Zhabotinsky (BZ), reaksi OksidasiPeroksidase, dan reaksi Ferosianida-Iodat-Sulfit (FIS). Reaksi BR telah ditemukan pada tahun 1973 (Briggs dan Rauscher, 1973) dan banyak ilmuwan telah melaporkan berbagai hasil eksperimen untuk perilaku dinamis nonlinear. Dalam rangka untuk menjelaskan hasil ini, Furrow dan Noyes (Noyes dan Furrow, 1982), Kim et al., (2002), Ryan et al., (2003), dan Vukojevic et al., (1996) secara independen mengusulkan mekanisme model dan membandingkan dengan eksperimen. Model reaksi BR yang digunakan mengacu pada penelitian yang berjudul โA Mechanistic Study of Oscillations and Bistability in the Briggs-Rauscher Reactionโ oleh De Kepper dan Epstein (Kepper dan Epstein, 1982) yang membahas hasil numerik dari
PENDAHULUAN Reaksi Briggs-Rauscher (BR) dikembangkan oleh Thomas S. Briggs dan Warren C. Rauscher dari Galileo High School di San Franciso (Briggs dan Rauscher, 1973). Reaksi Briggs-Rauscher (BR) adalah campuran dari dua reaksi kimia berosilasi, yaitu reaksi BrayLiebhafsky (Bray, 1921) dan reaksi BelousovZhabotinsky (Belousov, 1958). Reaksi berosilasi adalah reaksi yang berlangsung jauh dari keadaan setimbang dan merupakan salah satu fenomena menakjubkan yang terjadi pada sistem reaksi kimia, karena pada satu jenis reaksi campuran kimia mengalami reaksi dengan serangkaian perubahan warna secara berkala. Sebelum reaksi BR, reaksi yang menghasilkan osilasi yaitu reaksi
124
Volume 3 No.6 Tahun 2017 ๐ฃ
osilasi, limit cycle, dan bistabilitas. Model reaksi BR yang dimodelkan oleh De Kepper dan Epstein yang terdiri dari 15 variabel konsentrasi dan 10 tahap reaksi akan disederhanakan menjadi 10 variabel konsentrasi oleh model De Kepper dan Epstein (Kepper dan Epstein,1982). Penelitian ini membahas reaksi BR yang menjelaskan dinamika solusi pada sistem persamaan model reaksi BR, pembahasan dimulai dengan rekonstruksi model matematika menggunakan hukum aksi massa, penentuan solusi dan kestabilannya, mengetahui terjadinya osilasi pada model reaksi BR, serta simulasi numerik pada model reaksi BR menggunakan software Matlab R2009b dan Wolfram Mathematica. Simulasi model reaksi osilasi BR hanya pada konsentrasi yang berpengaruh terhadap terjadinya perubahan warna, yaitu gas iodin (๐ผ2 ) dan ion iodida (๐ผ โ ).
โ[๐] = perubahan konsentrasi molar reaktan โ[๐] = perubahan konsentrasi molar hasil reaksi ๐ฅ๐ก โ โ
B.
= reaktan
๐
= hasil reaksi
โt
= laju penambahan konsentrasi molar salah satu
Faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi
Nilai Kondisi Steady State Steady state (tunak) dapat diartikan larutan jenuh (saturated solution), yaitu larutan yang mengandung zat terlarut dengan jumlah maksimum. Pada larutan jenuh terdapat kesetimbangan antara partikel yang tidak melarut. Larutan yang mengandung zat terlarut dengan jumlah lebih sedikit dibandingkan dengan kemampuan pelarutnya disebut larutan tidak jenuh (unsaturated solution), sedangkan larutan yang mengandung zat terlarut dengan jumlah lebih banyak dari kemampuan pelarutnya disebut larutan lewat jenuh (super saturated solution). (Sumardjo, 2009) Dalam kimia, steady state adalah keadaan dimana semua variabel pada reaksi kimia bernilai kostan. Jika diketahui persamaan reaksi : ๐ด+๐ต โ๐ถ dimana zat ๐ด dengan konsentrasi [๐ด] bereaksi dengan zat ๐ต dengan konsentrasi [๐ต] menghasilkan zat ๐ถ dengan konsentrasi [๐ถ], sehingga secara matematis untuk mendapatkan nilai kondisi steady state pada zat ๐ด, ๐ต, dan ๐ถ dapat ditulis: i)
๐[๐ด] ๐๐ก
= 0 ii)
๐[๐ต] ๐๐ก
= 0 iii)
๐[๐ถ] ๐๐ก
=0
dimana : ๐[๐ด] adalah laju perubahan konsentrasi zat A (mol) ๐[๐ต] adalah laju perubahan konsentrasi zat B (mol) ๐[๐ถ] adalah laju perubahan konsentrasi zat C (mol) ๐๐ก adalah perubahan waktu (detik) D. Hukum Aksi Massa
โ[๐] โ๐ก
keterangan : ๐
โ[Q]
C.
Zat ๐ sebagai reaktan dengan konsentrasi [๐] dan zat ๐ sebagai hasil reaksi dengan konsentrasi [๐], pada awal reaksi, zat ๐ belum terbentuk. Setelah reaksi berjalan, zat ๐ mulai terbentuk. Semakin lama konsentrasi [๐] semakin bertambah, sedangkan zat ๐ semakin berkurang. Dapat disimpulkan bahwa jumlah konsentrasi reaktan [๐] semakin berkurang, maka laju reaksinya adalah berkurangnya jumlah konsentrasi [๐] per satuan waktu, sedangkan untuk jumlah konsentrasi hasil reaksi [๐] semakin bertambah, maka laju reaksinya adalah bertambahnya jumlah konsentrasi [๐] per satuan waktu. (Syukri, 1999). Maka laju reaksinya dapat dinyatakan sebagai berikut : dan ๐ฃ[๐] = +
= laju pengurangan konsentrasi molar salah satu
Reaksi terjadi karena adanya tumbukan antara partikel-partikel (atom) zat yang bereaksi. Laju reaksi akan lebih cepat jika tumbukan antar partikel zat yang bereaksi lebih banyak. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi banyaknya tumbukan dan sekaligus mempengaruhi cepat lambatnya laju reaksi, meliputi konsentrasi, temperatur, dan katalis. (Azizah, 2004).
๐ โ ๐
โ๐ก
โ๐ก
hasil reaksi dalam satuan waktu.
Laju reaksi dapat dinyatakan sebagai berkurangnya jumlah konsentrasi reaktan untuk setiap satuan waktu atau bertambahnya jumlah konsentrasi hasil reaksi untuk setiap satuan waktu. Konsentrasi menyatakan kepekatan dari suatu larutan (Tim Konsultan Kimia FPTK UPI, 2004). Laju reaksi dinyatakan dengan satuan molaritas per detik (M/detik atau mol/L.detik ), dimana molaritas adalah jumlah mol zat terlarut dari tiap liter larutan atau gas. Jika diketahui persamaan reaksi :
โ[๐]
= perubahan waktu โ[๐]
reaktan dalam satuan waktu
KAJIAN TEORI A. Pengertian Laju Reaksi
๐ฃ[๐] = โ
= laju reaksi
125
Volume 3 No.6 Tahun 2017 Hukum aksi massa adalah metode yang digunakan untuk memperoleh persamaan diferensial pada setiap senyawa kimia pada model reaksi Briggs-Rauscher. Reaksi BR adalah reaksi yang jauh dari keadaan setimbang. Misal diberikan persamaan reaksi : ๐ด+๐ต k ๐ถ sehingga hukum aksi massa dari persamaan reaksi di atas sebagai berikut : ๐[๐ด] ๐๐ก
bereaksi dengan senyawa yang lain dan akan membentuk ion iodida (๐ผ โ ) kembali. Ini akan membuat reaksi 1, 2, dan 3 berjalan kembali setelah tercapai konsentrasi ion iodida (๐ผ โ ) yang mencukupi. Dan begitu seterusnya osilasi tersebut terjadi. Laju reaksi pada setiap reaksi berbeda-beda bergantung jenis senyawa pada reaksi. Tetapan laju konstan pada setiap reaksi ditunjukkan pada tabel 2.1
= โ๐1 [๐ด][๐ต] = Laju perubahan konsentrasi zat A
Tabel 2.1 Tetapan laju konstan pada reaksi BR oleh De Kepper dan Epstein
per satuan waktu (konsentrasi berkurang) ๐[๐ต] ๐๐ก
= โ๐2 [๐ด][๐ต] = Laju perubahan konsentrasi zat B per satuan waktu (konsentrasi berkurang)
๐[๐ถ] ๐๐ก
satuan waktu (konsentrasi bertambah) dimana [๐ด] dan [๐ต] adalah konsentrasi dari masingmasing reaktan, [C] adalah konsentrasi dari produk, dan ๐1 , ๐2 , dan ๐3 adalah laju konstan pada reaksi, dengan ๐1 โ ๐2 โ ๐3 . (Basch et al., 2003) E.
Reaksi Briggs-Ruascher Reaksi Briggs Rauscher (BR) merupakan reaksi kimia yang menghasilkan osilasi. Mekanisme kerangka dari reaksi BR model De Kepper dan Epstein sebagai berikut : R1
2๐ป + + ๐ผ โ + ๐ผ๐3 โ +
๐ป + ๐ผ + ๐ป๐ผ๐2 +
๐ป๐๐ผ + ๐ป + ๐ผ
2๐ป๐ผ๐2
2๐ป๐๐ผ
R3, R3r
โ
โ
๐ผ๐2 + ๐ป2 ๐ + ๐๐2+ ๐๐๐๐ป2+ + ๐ป2 ๐2 R7 2๐ป๐2
R8
+
๐ป๐ผ๐2 + ๐๐๐๐ป 2+
R10
R9
Yang menarik dari reaksi Briggs-Rauscher adalah perubahan warna yang siklik. Perubahan warna tersebut akibat proses osilasi yang terjadi antara unsur dari gas oksigen (๐2 ) dan karbon dioksida (๐ถ๐2 ) serta gas iodin (๐ผ2 ) dan ion iodida (๐ผ โ ). Warna kuning disebabkan kenaikan konsentrasi gas iodin (๐ผ2 ) dan warna biru gelap disebabkan dari pembentukan kompleks pati-yodium, dan larutan tidak berwarna (bening) ini disebabkan oleh penurunan konsentrasi gas iodin (๐ผ2 ) dan peningkatan konsentrasi ion iodida (๐ผ โ ). (Shakhashiri, 1985 )
(2.3) (2.4) (2.5) (2.6)
๐ป๐2 + ๐๐2+ + ๐ป2 ๐ (2.7)
๐ป2 ๐2 + ๐2
๐ผ2 + ๐ถ๐ป2 (๐ถ๐๐๐ป)2 ๐ป๐๐ผ + ๐ป2 ๐2
2๐ผ๐2 + ๐ป2 ๐
๐ป๐๐ผ + ๐ผ๐3 + ๐ป R6
(2.1) (2.2)
๐ผ2 + ๐ป2 ๐
R4, R4r
๐ผ๐3 โ + ๐ป๐ผ๐2 + ๐ป + R5
๐ป๐๐ผ + ๐ป๐ผ๐2
R2
โ
Briggs-Rauscher 1.43 x 103 M-2s-1 2 x 1010 M-2s-1 3.1 x 1012 M-2s-1 2.2 s-1 7.3 x 103 M-2s-1 1.7 x 107 s-1 6 x 105 M-1s-1 4 10 M-2s-1 3.2 x 104 M-2s-1 7.5 x 105 M-1s-1 40 M-1s-1 37 M-1s-1 0.056 M-1 104 M-1 0.004 M-1 (Kepper dan Epstein, 1982)
R1 R2 R3 R3r R4 R4r R5 R6 R7 R8 R9 R10 H C9 L
= ๐3 [๐ด][๐ต] = Laju perubahan konsentrasi zat C per
(2.8) ๐ถ๐ป๐ผ(๐ถ๐๐๐ป)2 + ๐ป + + ๐ผ โ (2.9)
๐2 +๐ป + + ๐ผ โ + ๐ป2 ๐
(2.10)
F.
Persamaan Diferensial Persamaan diferensial adalah sebuah persamaan yang meliputi turunan-turunan atau fungsi yang tidak diketahui. Contoh 1 :
Dari kesepuluh reaksi BR di atas terdapat adanya gejala osilasi (reaksi bersiklus) pada reaksi. Gejala ini dapat terlihat dari reaksi 1, 2 dan 3 yang menghabiskan ion iodida (๐ผ โ ), sehingga konsentrasi ion iodida pada sistem turun dan dicapai suatu konsentrasi yang kecil. Pada reaksi 4 dan 5 yang menghabiskan asam iodit (๐ป๐ผ๐2 ) sehingga konsentrasi asam iodit pada sistem turun dan dicapai suatu konsentrasi yang kecil juga. Pada reaksi 1, 2 dan 5 terbentuk asam hipoiodit (๐ป๐๐ผ). Dan melalui reaksi 6 - 9, kemudian asam hipoiodit (๐ป๐๐ผ)
๐2 ๐ฅ ๐๐ก 2 ๐๐ฅ
+ 3๐ฅ = 2
๐3๐ฅ ๐๐ก 3
๐ฅ
+ = ๐ฅ2
๐๐ก ๐2 ๐ฅ
๐๐ก 2 ๐2 ๐ ๐๐ฅ 2
126
๐ก
โ3 +
๐๐ฅ
๐๐ก ๐2 ๐
๐๐ฆ 2
(2.11) (2.12)
+ 2๐ฅ = 4 ๐ ๐๐ 2๐ก
(2.13)
=0
(2.14)
Volume 3 No.6 Tahun 2017 ฬ(๐) + ๐(๐) dengan nilai awal ๐ ฬ๐ + ๐๐ , dimana yaitu ๐ ฬ + ๐ dalam persekitaran ๐ ฬ. Sehingga diperoleh: ๐
Dari contoh di atas, persamaan (2.11), (2.12), dan (2.13) hanya memiliki satu variabel bebas yang disebut persamaan diferensial biasa. Persamaan (2.14) memiliki dua atau lebih variabel bebas yang disebut persamaan diferensial parsial. (Spiegel, 1971:38).
ฬ ๐
๐ ๐
๐ ฬ+๐) ๐
(๐ ๐
๐
ฬ), ๐ ฬ(๐) = ๐ ฬ๐ = ๐(๐
(2.21)
ฬ + ๐); ๐ ฬ(๐) + ๐(๐) = ๐ ฬ๐ + ๐๐ = ๐(๐
(2.22) Apabila ๐ diasumsikan signifikan sangat kecil sedemikian hingga ruas kanan dari persamaan (2.22) dapat diekspansikan ke dalam deret Taylor, maka diperoleh:
G.
Sistem Persamaan Diferensial Diberikan sistem persamaan diferensial berikut ๐ฅฬ = ๐(๐ฅ) (2.15) dengan ๐ adalah fungsi kontinu bernilai real dari ๐ฅ dan mempunyai turunan parsial kontinu. Pada persamaan (2.15) disebut persamaan diferensial autonomus karena tidak terdapat ๐ก dalam persamaan.
ฬ+๐) ๐
(๐ ๐
๐
ฬ) + = ๐(๐
๐๐ ๐๐
(๐ ฬ)๐ + ๐ก๐ข๐ ๐ก๐๐ซ ๐จ๐ซ๐๐๐ซ ๐ญ๐๐ซ๐ฆ
(2.23) Dalam bentuk persamaan vektor, dapat ditulis sebagai berikut:
Sistem persamaan (2.15) merupakan sistem persamaan diferensial autonomus nonlinier dan dapat dituliskan menjadi
๐๐๐
ฬ๐ ๐
๐
๐๐ ๐๐๐ ๐
๐๐ ฬ = ( โฎ ),๐ = ( โฎ ), = ( โฎ ๐ ๐
๐ ๐๐ ฬ๐ ๐๐๐ ๐
๐ ๐๐ ๐
๐
๐ฅฬ = ๐ด๐ฅ + ๐
๐๐๐
๐
๐
dengan ๐ด adalah matriks koefisien dan ๐ adalah vektor konstan. (Boyce dan DiPrima, 2010 : 357)
โฏ โฑ โฏ
๐๐๐ ๐๐๐
โฎ ) ๐๐๐ ๐๐๐
Jika persamaan (2.21) dikurangkan dengan persamaan (2.23) dan suku-suku derajat lebih tinggi (higher order terms) diabaikan, maka diperoleh:
H.
Nilai Eigen dan Vektor Eigen Persamaan ๐ด๐ฅ = ๐ฆ (2.16) dapat dilihat sebagai transformasi linier yang memetakan (atau transformasi) vektor ๐ฅ yang diberikan menjadi vektor baru y. Untuk menentukan vektor seperti itu, kami menetapkan ๐ฆ = ๐๐ฅ, dimana ๐ adalah vektor banding skalar, dan mencari solusi dari persamaan ๐ด๐ฅ = ๐๐ฅ (2.17) Atau (๐ด โ ๐๐ผ)๐ฅ = 0 (2.18) dengan I adalah matriks identitas. Sistem persamaan (2.18) memiliki solusi tak nol jika dan hanya jika ฮป memenuhi persamaan sebagai berikut: det(๐ด โ ๐๐ผ) = 0 (2.19) Nilai ฮป memenuhi persamaan (2.19) disebut nilai eigen matriks , dan solusi tak nol dari persamaan (2.17) atau (2.18) diperoleh dengan menggunakan nilai ฮป disebut vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen.(Boyce dan DiPrima, 2010: 379)
๐
๐ ๐
๐
=
๐๐ ๐๐
(๐ ฬ)๐
(2.24)
adalah bentuk linier dari sistem (2.20). Persamaan diferensial ini linier karena koefisien-koefisien
๐๐ ๐๐
(๐ ฬ)
adalah matriks, misalkan ๐จ(๐). Oleh karena itu, persamaan (2.24) dapat ditulis : ๐
๐ ๐
๐
= ๐จ(๐)๐
(2.25)
Persamaan (2.25) merupakan sistem yang dilinierkan di ฬ(๐ญ)). Jika ๐จ pada persamaan (2.25) sekitar solusi (๐ adalah matriks konstanta, maka diperoleh: ๐
๐ = ๐ฬ = ๐จ๐ ๐
๐ (Olsder dan Van der Woude, 1994) J.
Kestabilan Titik Kritis Misalkan diberikan sistem persamaan diferensial biasa sebarang ๐ฅฬ = ๐(๐ฅ), ๐ฅ ๐ ๐
๐ dengan ๐ฅฬ
sebagai titik kesetimbangan. Kestabilan titik kesetimbangan ๐ฅฬ
dapat ditentukan dengan memperhatikan nilai-nilai eigen, yaitu ๐๐ , ๐ = 1,2, โฆ , ๐, yang diperoleh dari persamaan karakteristik. Berikut sifat-sifat stabilitas sistem linier dengan ๐๐๐ก(๐ด โ ๐๐ผ) = 0 dan ๐๐๐ก(๐ด) โ 0. Tabel 2.2 Kriteria kestabilan titik kesetimbangan berdasarkan nilai eigen
I.
Linierisasi Diberikan sistem nonlinier sebagai berikut: ๐
๐ ๐ฬ (๐) = = ๐(๐, ๐(๐)) ๐
๐ ๐ ๐๐โ , ๐ โค ๐, ๐๐โ, ๐ โฅ ๐ (2.20) ฬ(๐) adalah solusi dari persamaan (2.20) Misalkan ๐ ฬ(๐) = ๐ ฬ๐ . Misalkan ada solusi lain dengan nilai awal ๐
Nilai Eigen Real berbeda,
127
Jenis Titik Kesetimbangan Node
Kestabilan Tidak Stabil
Volume 3 No.6 Tahun 2017 bertanda sama, bernilai positif Real berbeda, bertanda sama, bernilai negatif Real berbeda, berlawanan tanda Real sama, bernilai positif
Node
Stabil Asimtotik
Saddle
Tidak Stabil
Improper Node
Tidak Stabil
Real sama, bernilai negatif
Proper Node atau Improper Node
Stabil Asimtotik
Kompleks sekawan bukan imajiner murni, bagian real bernilai positif
Spiral
Tidak Stabil
Kompleks sekawan bukan imajiner murni, bagian real bernilai negative
Spiral
Stabil Asimtotik
Imajiner murni
Center
Stabil
Pada skripsi ini, kita akan mengamati gejala osilasi pada reaksi kimia BR yang sudah dikembangkan melalui mekanisme model De Kepper dan Epstein dengan 10 tahap reaksi sebagai berikut : 1. 2๐ป + + ๐ผ โ + ๐ผ๐3 โ ๐
1 ๐ป๐๐ผ + ๐ป๐ผ๐2 , ๐
1 = 1.43 ๐ฅ 103 ๐
2 2. ๐ป + + ๐ผ โ + ๐ป๐ผ๐2 2๐ป๐๐ผ, 10 ๐
2 = 2 ๐ฅ 10 ๐
3 , ๐
3๐ 3. ๐ป๐๐ผ + ๐ป + + ๐ผ โ ๐ผ2 + ๐ป2 ๐, ๐
3 = 3.1 ๐ฅ 1012 , ๐
3๐ = 2.2 4. ๐ผ๐3 โ + ๐ป๐ผ๐2 + ๐ป + ๐
4, ๐
4๐ 2๐ผ๐2 + ๐ป2 ๐, ๐
4 = 7.3 ๐ฅ 103 , ๐
4๐ = 1.7 ๐ฅ 107 5. 2๐ป๐ผ๐2 ๐
5 ๐ป๐๐ผ + ๐ผ๐3 โ + ๐ป + , 5 ๐
5 = 6 ๐ฅ 10 6. ๐ผ๐2 + ๐ป2 ๐ + ๐๐2+ ๐
6 ๐ป๐ผ๐2 + ๐๐๐๐ป2+ , 4 ๐
6 = 1 ๐ฅ 10 ๐
7 7. ๐๐๐๐ป 2+ + ๐ป2 ๐2 ๐ป๐2 + ๐๐2+ + ๐ป2 ๐, 4 ๐
7 = 3.2 ๐ฅ 10 ๐
8 8. 2๐ป๐2 ๐ป2 ๐2 + ๐2 , ๐
8 = 7.5 ๐ฅ 105 9. ๐ผ2 + ๐ถ๐ป2 (๐ถ๐๐๐ป)2 ๐
9 ๐ถ๐ป๐ผ(๐ถ๐๐๐ป)2 + ๐ป + + โ ๐ผ , ๐
9 = 40 10. ๐ป๐๐ผ + ๐ป2 ๐2 ๐
10 ๐2 +๐ป + + ๐ผ โ + ๐ป2 ๐, ๐
10 = 37 A.
Pemodelan Matematika
Untuk mendapatkan rekonstruksi model matematika dari reaksi osilasi Briggs-Rauscher digunakan hukum aksi massa. Pada zat reaktan, laju reaksi bernilai negatif (โ) dan pada hasil reaksi, laju reaksi bernilai positif (+). Misalnya merekonstruksi model matematika dari zat ๐ด. Jika zat ๐ด sebagai reaktan pada persamaan (1) โ (10) dan diketahui persamaan reaksi berikut ๐ด+๐ต ๐ ๐ถ
(Boyce dan DiPrima, 2001:468) K.
Limit Cycle Limit cycle adalah orbit tertutup yang terisolasi. Terisolasi artinya bahwa orbit di sekelilingnya tidak tertutup. Orbit tersebut menuju atau menjauhi limit cycle. Berdasarkan arah orbit di sekelilingnya, limit cycle tersebut terbagi menjadi 3, yaitu: limit cycle stabil, limit cycle tak stabil, limit cycle metastabil. Jika semua lintasan sekelilingnyanya mendekati limit cycle, maka disebut limit cycle stabil. Jika tidak, maka limit cycle tak stabil, atau di kasus pengecualian disebut limit cycle metastabil.(Strogatz, 1994:196)
berdasarkan hukum aksi massa maka secara matematis berlaku ๐[๐ด] ๐๐ก
= โ ๐[๐ด][๐ต] atau
๐[๐ต] ๐๐ก
= โ ๐[๐ด][๐ต]
Jika zat ๐ด juga sebagai hasil reaksi pada persamaan (1) โ (10), berdasarkan hukum aksi massa maka secara matematis berlaku ๐[๐ถ] = โ ๐[๐ด][๐ต] ๐๐ก Sehingga dari 10 tahap reaksi BR dapat diperoleh model matematika dari tiap senyawa sebagai berikut :
HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Briggs Rauscher merupakan salah satu reaksi berosilasi. Reaksi osilasi adalah reaksi bersiklus atau gerak berulang (periodik) dan kembali ke keadaan awal. Dua guru dari Galileo High School di San Franciso, yaitu Thomas S. Briggs dan Warren C. Rauscher telah mengembangkan reaksi Briggs Rauscher (BR) dan telah diteliti oleh banyak ilumuwan. Salah satunya De Kepper dan Epstein yang berhasil menyingkat reaksi BR kedalam suatu mekanisme menjadi 10 tahap reaksi dan 10 variabel konsentrasi. Mekanisme tersebut dapat dimodelkan dalam bentuk Persamaan Diferensial Biasa (PDB).
d[Iโ ] dt
= โR1 [H + ]2 [I โ ][IO3 โ ] โ R 2 [H + ][I โ ][HIO2 ] โ R 3 [HOI][H + ][I โ ] + R 3r [I2 ] +
R9โ[I2 ] [CH2 (COOH)2 ] (1+C9โ[I2 ])
R10 [HOI][H2 O2 ] d[I2 ] dt
+
+
(4.1) โ
= R 3 [HOI][H ][I ] + R 3r [I2 ] โ
R9โ[I2 ] [CH2 (COOH)2 ] (1+C9โ[I2 ])
(4.2)
128
Volume 3 No.6 Tahun 2017 d[IO3 โ ] dt
= โ R1 [H + ]2 [I โ ][IO3 โ ] โ R 4 [IO3 โ ][H + ][HIO2 ] +R 4r [IO2 ]2 + R 5 [HIO2 ]2
d[HIO2 ] dt
(4.3)
= R1 [H + ]2 [I โ ][IO3 โ ] โ R 2 [H + ][I โ ][HIO2 ] โ R 4 [IO3 โ ][H + ][HIO2 ] + R 4r [IO2 ]2 โ 2R 5 [HIO2 ]2 + R 6 [IO2 ]([Mn2+ + [MnOH 2+ ] โ [MnOH 2+ ]] (4.4)
d[HOI] dt
+ 2
โ
โ
+
= R1 [H ] [I ][IO3 ] + 2R 2 [H ][I ][HIO2 ] โ
๏ง
R 3 [HOI][H + ][I โ ] + R 3r [I2 ] + R 5 [HIO2 ]2 โ R10 [HOI][H2 O2 ] d[IO2 ]
=
dt
โ
2R 4 [IO3 ][H + ][HIO2 ] 2+
R 6 [IO2 ]([Mn d[MnOH2+ ] dt
+
โ R 4r [IO2 ] โ
[MnOH 2+ ]
โ
๏ง
[MnOH 2+ ]]
(4.6)
= R 6 [IO2 ]([Mn2+ + [MnOH 2+ ] โ
= R 7 [MnOH 2+ ][H2 O2 ] โ 2R 8 [HO2 ]2 dt d[CH2 (COOH)2 ] R9โ[I2 ] [CH2 (COOH)2 ] =โ
(4.9)
= โR 7 [MnOH 2+ ][H2 O2 ] + R 8 [HO2 ]2 โ
R10 R10 [HOI][H2 O2 ]
(4.10)
Untuk mempermudah dalam penulisan dan perhitungan, dimisalkan setiap senyawa pada persamaan (4.1) โ (4.10) yang ditunjukkan pada tabel 4.1 Tabel 4.1. Identifikasi simbol dari senyawa- senyawa pada reaksi BR model De Kepper dan Epstein
A B C D E F G H I J K L
Briggs-Rauscher ๐ผโ ๐ผ2 ๐ผ๐3 โ ๐ป๐ผ๐2 ๐ป๐๐ผ ๐ผ๐2 ๐๐๐๐ป2+ ๐ป+ ๐ป๐2 ๐ถ๐ป2 (๐ถ๐๐๐ป)2 ๐ป2 ๐2 [Mn2+ ] + [MnOH 2+ ]
C.
d[A] dt
= โR1 H 2 AC โ R 2 HAD โ R 3 EHA + R9โB J
R 3r B + (1+C9โB) + R10 EK ๏ง ๏ง
d[B] dt d[C] dt
R9โB J
= R 3 EHA โ R 3r B โ (1+C9โB)
dt dI
= R 6 F(L โ G) โ R 7 GK
= R 7 GK โ 2R 8 I
dt d[J]
dt d[K] dt
2
R9โB J
(4.15) (4.16) (4.17) (4.18)
= โ (1+C9โB)
(4.19)
= โR 7 GK + R 8 I 2 โ R10 EK
(4.20)
Analisis Kestabilan Titik Setimbang Pada subbab ini, akan diselidiki dinamika dari solusi sistem persamaan model Briggs Rauscher. Dinamika ini meliputi kestabilan titik setimbang. Kestabilan titik setimbang dari sistem persamaan model Briggs-Rauscher dilakukan dengan menentukan nilai eigen matriks Jacobian dari persamaan linierisasinya. (๐ด, ๐ต, ๐ถ, ๐ท, ๐ธ, ๐น, ๐บ, ๐ผ, ๐ฝ, dan ๐พ) = โ, Jika dengan mengambil ๐๐ (๐ด, ๐ต, ๐ถ, ๐ท, ๐ธ, ๐น, ๐บ, ๐ผ, ๐ฝ, ๐พ) = 0. Formula matriks Jacobi dari model sistem persamaan (4.11)
Sehingga rekonstruksi model matematika dari reaksi osilasi Briggs-Rauscher pada persamaan (4.1) โ (4.10) dapat ditulis sebagai berikut : ๏ง
dt dG
(4.14)
Menentukan Titik Kritis terhadap Suatu Konsentrasi Untuk mendapatkan titik setimbang pada zat ๐ด, ๐ต, ๐ถ, ๐ท, ๐ธ, ๐น, ๐บ, ๐ผ, ๐ฝ dan ๐พ dengan mengambil ๐๐ (๐ด, ๐ต, ๐ถ, ๐ท, ๐ธ, ๐น, ๐บ, ๐ผ, ๐ฝ, ๐พ) = 0 dan mensubstitusi nilai tetapan laju konstan sesuai tabel 2.1, diperoleh 11 titik setimbang. Pada penelitiam ini dipilih titik setimbang kesebelas yaitu ๐11 ๐11 = (๐ดโ ; 7.890909091 โ 1010 ๐ดโ ๐ธ โ ; 0 ; 0 ; ๐ธ โ ; 0; ๐บ โ ; 0; 0; 0) dimana ๐ดโ , ๐ต โ , ๐ถ โ , ๐ท โ , ๐ธ โ , ๐น โ , ๐บ โ , ๐ผ โ , ๐ฝโ , ๐พ โ adalah komponen dari titik setimbang yang menunjukkan bahwa titik setimbang memiliki banyak solusi, sehingga input dari ๐ดโ , ๐ต โ , ๐ถ โ , ๐ท โ , ๐ธ โ , ๐น โ , ๐บ โ , ๐ผ โ , ๐ฝโ , ๐พ โ adalah sebarang nilai ๐ฅ, dengan ๐ฅ โ โ+ . Titik setimbang ๐11 merupakan titik setimbang yang mungkin terjadi di alam karena setiap komponennya tidak ada yang bernilai negatif. Pada pembahasan sebelumnya dijelaskan bahwa konsentrasi yang mempengaruhi perubahan warna siklik pada reaksi BR adalah gas iodin (๐ผ2 ) dan ion iodida (๐ผ โ ). Pada titik setimbang, kedudukan konsentrasi ion iodida [๐ผ โ ] diwakili oleh ๐ดโ dan konsentrasi gas iodin [๐ผ2 ] diwakili oleh komponen ๐ต โ . Titik setimbang yang mengandung komponen ๐ดโ dan ๐ตโ serta bernilai positif adalah adalah titik setimbang ๐11 .
(4.8)
(1+C9โ[I2 ])
dt
B.
(4.7)
d[HO2 ]
dt d[H2 O2 ]
๏ง
(4.5)
2
[MnOH 2+ ]] โ R 7 [MnOH 2+ ][H2 O2 ]
dt
๏ง
โ
d[D]
= R1 H 2 AC โ R 2 HAD โ R 4 CDH + R 4r F 2 โ 2R 5 D2 + R 6 F(L โ G) d[E] ๏ง = R1 H 2 AC + 2R 2 HAD โ R 3 EHA + dt R 3r B + R 5 D2 โ R10 EK d[F] ๏ง = 2R 4 CDH โ 2R 4r F 2 โ R 6 F(L โ G) ๏ง
(4.11) (4.12)
= โR1 H 2 AC โ R 4 CDH + R 4r F 2 + R 5 D2 (4.13)
129
Volume 3 No.6 Tahun 2017 dimana ๐ adalah jenis konsentrasi, ๐0 adalah input
sampai dengan (4.20) pada titik setimbang (๐ด, ๐ต, ๐ถ, ๐ท, ๐ธ, ๐น, ๐บ, ๐ผ, ๐ฝ, dan ๐พ) sebagai berikut: ๐1 (โ) ๐1 (โ) ๐1 (โ) ๐1 (โ) โฏ ๐[๐ด] ๐[๐ต] ๐[๐ถ] ๐[๐พ] ๐2 (โ) ๐2 (โ) ๐2 (โ) ๐2 (โ) โฏ ๐[๐ด] ๐[๐ต] ๐[๐ถ] ๐[๐พ] ๐ฝ = ๐3 (โ) ๐3 (โ) ๐3 (โ) ๐3 (โ) โฏ ๐[๐ด] ๐[๐ต] ๐[๐ถ] ๐[๐พ] โฎ โฎ โฎ โฏ โฎ ๐10 (โ) ๐10 (โ) ๐10 (โ) ๐10 (โ) โฏ ๐[๐ต] ๐[๐ถ] ๐[๐พ] ] [ ๐[๐ด] Dari persamaan (4.21) sampai dengan (4.30) diperoleh matriks Jacobi pada titik setimbang โ 10 โ โ ๐11 = (๐ด = 1 ; 7.890909091 โ 10 ๐ด ๐ธ ; 0 ; 0 ; ๐ธ โ = 2; 0; ๐บ โ = 0.5; 0; 0; 0)
konsentrasi dengan konsentrasi ๐ terpenuhi jika semua bahan kimia digabungkan pada arus input tunggal , ๐น adalah laju reaksi kimia, dan ๐0 adalah timbal balik waktu awal. (Vidal dan Pacault, 1981) Sehingga model persamaan matematika dari reaksi BR pada CSTR adalah : ๐[๐ด] ๐๐ก
๐
9โ๐ต ๐ฝ (1+๐ถ9โ๐ต) ๐[๐ต] ๐๐ก ๐[๐ถ] ๐๐ก
J 0 โ3.472 1011 0 2.2 โ4,48448 โ4.48448 0 โ1.12 โ 109 0 โ1.736 โ 1011 = 0 0 0 0 0 0 0 0.004 [ 0 74
3.472 1011 โ2.2 0 0 1.736 โ 1011 0 0 0 โ0.004 0
0 0 4.48448 โ1.12 โ 108 0 โ4960 0 0 0 0
โ3.472 1011 2,2 4.48448 1,12 โ 109 2.24 โ 109 โ1.736 โ 1011 0 0 0 โ74
= โ๐
1 ๐ป2 ๐ด๐ถ โ ๐
2 ๐ป๐ด๐ท โ ๐
3 ๐ธ๐ป๐ด + ๐
3๐ ๐ต +
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4960 โ4960 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 โ0.004 0 0 โ160000 16000 0 โ16074]
+ ๐
10 ๐ธ๐พ + ๐0 (๐ด0 โ ๐ด)
(4.21)
๐
9โ๐ต ๐ฝ
= ๐
3 ๐ธ๐ป๐ด โ ๐
3๐ ๐ต โ (1+๐ถ9โ๐ต) +๐0 (๐ต0 โ ๐ต) (4.22) = โ๐
1 ๐ป 2 ๐ด๐ถ โ ๐
4 ๐ถ๐ท๐ป + ๐
4๐ ๐น 2 + ๐
5 ๐ท2 + ๐0 (๐ถ0 โ ๐ถ)
๐[๐ท] ๐๐ก
(4.23)
2
2
= ๐
1 ๐ป ๐ด๐ถ โ ๐
2 ๐ป๐ด๐ท โ ๐
4 ๐ถ๐ท๐ป + ๐
4๐ ๐น โ 2๐
5 ๐ท2 + ๐
6 ๐น(๐ฟ โ ๐บ) + ๐0 (๐ท0 โ ๐ท)
๐[๐ธ] ๐๐ก
= ๐
1 ๐ป ๐ด๐ถ + 2๐
2 ๐ป๐ด๐ท โ ๐
3 ๐ธ๐ป๐ด + ๐
3๐ ๐ต + ๐
5 ๐ท2 โ ๐
10 ๐ธ๐พ + ๐0 (๐ธ0 โ ๐ธ)
๐[๐น]
Nilai eigen ditentukan oleh persamaan |๐ฝ โ ๐๐ผ| = 0,
๐๐ก
(4.26) ๐[๐บ]
eigen. Dari matriks di atas diperoleh nilai eigen yaitu ฮป1 = โ5.208 x 10 ; ฮป2 = โ4.44089x 10
โ16
(4.25)
= 2๐
4 ๐ถ๐ท๐ป โ 2๐
4๐ ๐น 2 โ ๐
6 ๐น(๐ฟ โ ๐บ) + ๐0 (๐น0 โ ๐น)
dimana ๐ผ adalah matriks identitas dan ๐ adalah nilai 11
(4.24)
2
๐๐ก ๐[๐ผ]
; ฮป3 = 0;
๐๐ก ๐[๐ฝ]
ฮป4 = โ1.12 x 109 ; ฮป5 = โ4.48448, ฮป6 = 0, ฮป7 = 4960
๐๐ก ๐[๐พ]
, ฮป8 = 0, ฮป9 = โ0.004, ฮป10 = โ16074.
๐๐ก
Nilai eigen yang diperoleh menghasilkan sistem yang tidak stabil karena terdapat ๐7 yang bernilai positif.
= ๐
6 ๐น(๐ฟ โ ๐บ) โ ๐
7 ๐บ๐พ + ๐0 (๐บ0 โ ๐บ) 2
= ๐
7 ๐บ๐พ โ 2๐
8 ๐ผ + ๐0 (๐ผ0 โ ๐ผ ๐
9โ๐ต ๐ฝ
(4.27) (4.28)
= โ (1+๐ถ9โ๐ต) + ๐0 (๐ฝ0 โ ๐ฝ)
(4.29)
= โ๐
7 ๐บ๐พ + ๐
8 ๐ผ 2 โ ๐
10 ๐ธ๐พ + ๐0 (๐พ0 โ ๐พ)
(4.30)
Nilai input konsentrasi untuk setiap reaksi model De Kepper dan Epstein ditunjukkan pada tabel 4.2
D.
Tabel 4.2 Input konsentrasi model De Kepper dan
Simulasi Numerik Contoh
eksperimental
baru
dan
Epstein
pemodelan
Briggs Rauscher
matematika dibahas dalam konteks bistabilitas pada CSTR (Continuous Strirred Tank Reactor). CSTR adalah
๐ด0
adalah salah satu alat penting dalam suatu industri kimia.
๐ต0
10-6 mol
CSTR ini selain merupakan tempat berlangsungnya
๐ถ0
0.035 mol
reaksi, juga dapat digunakan untuk menentukan besarnya
๐ท0
0
๐ธ0
0
๐น0
0
๐บ0
0
๐ผ0
0
konversi reaksi yang terjadi. Diuraikan dalam sebuah persamaan diferensial yang berkaitan dengan jenis konsentrasi dan laju reaksi, dinyatakan sebagai berikut : ๐๐ = ๐น(๐) + ๐0 (๐0 โ ๐) ๐๐ก
130
0
Volume 3 No.6 Tahun 2017 ๐ฝ0
0.0015 mol
๐พ0
0.33 mol
k0
1/156
Gambar 4.1 Di atas adalah plot konsentrasi versus waktu dari [๐ผ2 ] (kiri) dan [๐ผ โ ] (kanan) Selain itu, pada sistem terdapat limit cycle yang ditunjukkan gambar 4.2, dimana sumbu ๐ฅ yaitu konsentrasi [๐ผ2 ] = ๐2 dan sumbu ๐ฆ konsentrasi [๐ผ โ ] = ๐3 pada waktu ๐ก = 2000 detik. Dapat ditunjukkan terjadinya limit cycle sampai siklus menjadi pecah (tidak tertutup ) dengan memberi nilai input konsentrasi yang berbeda dengan perbedaan yang cukup kecil, berturutturut nilai input konsentrasi gas iodin [๐ผ2 ] adalah [๐ผ2 ] = 1.76 ๐ฅ 10โ6 ๐ dan[๐ผ2 ] = 1.77 ๐ฅ 10โ6 ๐ dan masing - masing diilustrasikan melalui grafik pada gambar berikut
Tabel 4.3 Kondisi awal pada model BR De Kepper dan Epstein Briggs Rauscher [๐จ]๐
๐๐โ๐ mol
[๐ฉ]๐
๐ ๐ ๐๐โ๐ mol
[๐ช]๐
๐๐โ๐ mol
[๐ซ]๐
๐๐โ๐๐ mol
[๐ฌ]๐
๐๐โ๐๐ mol
[๐ญ]๐
๐๐โ๐๐ mol
[๐ฎ]๐
๐๐โ๐๐ mol
[๐ฐ]๐
๐
[๐ฑ]๐
๐๐โ๐ mol
[๐ฒ]๐
0 (De Kepper dan Irving, 1982)
Reaksi BR menghasilkan penampilan visual yang menakjubkan dengan cairan yang tadinya tidak berwarna berubah warna menjadi warna kekuningan, tiba-tiba berubah menjadi biru tua. Kemudian berubah lagi menjadi tidak berwarna. Proses ini berulang hingga kira-kira 10 kali, kemudian berakhir menjadi biru tua dengan bau iodine yang kuat. Perubahan warna tersebut dapat dijelaskan dengan solusi periodik yang berkaitan dengan terjadinya reaksi osilasi. Solusi periodik menuju konsentrasi gas iodin (๐ผ2 ) dan ion iodida (๐ผ โ ) dengan nilai kondisi Awal [๐ผ2 ]0 = 6 ๐ฅ 10โ7 M; [๐ผ โ ]0 = 10โ8 M yang ditunjukkan oleh gambar 4.1
๐ฅ3 = [๐ผ2 ] dan ๐ฅ2 = [๐ผ โ ]
๐ฅ3 = [๐ผ2 ] dan ๐ฅ2 = [๐ผ โ ]
Gambar 4.2. Di bidang [๐ผ2 ] โ [๐ผ โ ] untuk keadaan osilasi yang dihitung sesuai input konsentrasi awal sistem. Interval waktu antara titik adalah 10 detik. Pada gambar 4.2 dapat disimpulkan bahwa sistem sensitif pada nilai input konsentrasi yang diberikan. limit cycle dapat terbentuk jika konsentrasi nilai input konsentrasi (๐ผ2 ) terletak antara 1.76 x 10โ6 M โ 1.77x 10โ6 M. Selain itu pada gambar 4.2 dapat dijelaskan periode osilasi tunggal, konsentrasi yodium (๐ผ2 ) mencapai maksimum saat iodida (๐ผ โ ) meningkat beberapa kali lipat. Kemudian yodium (๐ผ2 ) menurun perlahan dengan iodida (๐ผ โ ), diikuti oleh peningkatan cepat yodium (๐ผ2 ) karena konsentrasi iodida (๐ผ โ ) tibatiba turun beberapa kali lipat. Iodida (๐ผ โ ) kemudian meningkat sedikit sebelum mengalami peningkatan tajam karena yodium (๐ผ2 ) kembali mencapai konsentrasi maksimumnya. PENUTUP A. Simpulan 1. Briggs Rauscher (BR) merupakan reaksi adalah campuran dari dua reaksi kimia berosilasi, yaitu
131
Volume 3 No.6 Tahun 2017 reaksi Bray-Liebhafsky dan reaksi BelousovZhabotinsky. De Kepper dan Epstein menyingkat reaksi BR menjadi 10 tahap reaksi kimia dan 10 variabel konsentrasi serta diperoleh 10 model matematika dari setiap senyawa pada reaksi BR sebagai berikut : ๏ง
d[A] dt
yang sesuai dengan eksperimen secara kualitatif dan kuantitatif. DAFTAR PUSTAKA Anshory, Irfan. 2000. Kimia SMU untuk kelas 2. Jakarta: Erlangga. Azizah, Utiya. 2004. Laju Reaksi. Sukarmin (Ed.). Jakarta : DIKTI Basch, Ryan, Sean Catorani, and Matt Seiders. 2003. An Investigation of The Briggs-Rauscher Reaction. Milestone 5 Belousov, B.P. 1958. Collection of Abstracts on Radiation Medicine, Medzig, Moscow. Radiation Medicine 145. Bray, William C. 1921. โA Periodic Reaction in Homogeneous Solution and its Relation to Catalysisโ. Journal of the American Chemical Society. Vol. 43 (6): pp 1262โ1267 Boyce, W. E. and DiPrima, R. C. 2010. Elementary Differensial Equation and Boundary Value Problems. 9th Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc. Boyce, W. E. and DiPrima, R. C. 2010. Elementary Differensial Equation and Boundary Value Problems. 7th Edition. New York: John Wiley&Sons, Inc. Briggs, Thomas S. and Rauscher, Warren C. 1973. โAn Oscillating Iodine Clockโ. Journal Chemical Education. Vol. 50, hal. 496. Cervellati, R., Hรถner, K., Furrow, S.D., Neddens, C. and Costa, S. 2001. โThe Briggs-Rauscher reaction as a test to measure the activity of antioxidantsโ. Helv. chim. Acta. Vol 84: pp 3533-3547. Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar: Konsep-konsep Inti. Ed. ke-3. Jakarta: Penerbit Erlangga Fessenden, R.J. 1986. Kimia Organik. Terjemahan Aloysis Hadyana Pudjaatmaka. Jakarta : Penerbit Erlangga. Kepper, Patrick De and Epstein, Irving R.. 1982. โA Mechanistic Study of Oscillations and Bistability in the Briggs-Rauscher Reactionโ. Journal America Chemical Society. Vol. 104 (1): pp 49-55. Kim, Kyoung-Ran, Kook Joe Shin, and Dong J. Lee. 2002. โComplex oscillations in a simple model for the Briggs-Rauscher reactionโ. Journal of Chemical Physics. Vol. 117 (6): pp 2710-2717. Knight, Judson. 2002. Science of Everyday Things. Vol I: Real Life Chemistry. Detroit: Gale GroupThomson Learning. Kuznetsov, Yuri A. 1998. Elements of Applied Bifurcation Theory.Second Edition. New York : Springer โVerlag.
= โR1 H 2 AC โ R 2 HAD โ R 3 EHA + R9โB J
R 3r B + (1+C9โB) + R10 EK ๏ง
d[B] dt d[C]
R9โB J
= R 3 EHA โ R 3r B โ (1+C9โB)
= โR1 H 2 AC โ R 4 CDH + R 4r F 2 + R 5 D2 d[D] ๏ง = R1 H 2 AC โ R 2 HAD โ R 4 CDH + dt R 4r F 2 โ 2R 5 D2 + R 6 F(L โ G) d[E] ๏ง = R1 H 2 AC + 2R 2 HAD โ R 3 EHA + dt R 3r B + R 5 D2 โ R10 EK d[F] ๏ง = 2R 4 CDH โ 2R 4r F 2 โ R 6 F(L โ G) ๏ง
๏ง ๏ง ๏ง ๏ง
dt
dt d[G] dt d[I] dt d[J]
dt d[K] dt
= R 6 F(L โ G) โ R 7 GK = R 7 GK โ 2R 8 I 2 R9โB J
= โ (1+C9โB) = โR 7 GK + R 8 I 2 โ R10 EK
2. Diperoleh nilai eigen dari sistem di atas yaitu ฮป1 = โ5.208 x 1011 ; ฮป2 = โ4.44089 x 10โ16 , ฮป3 = 0; ฮป4 = โ1.12 x 109 , ฮป5 = โ4.48448, ฮป6 = 0, ฮป7 = 4960, ฮป8 = 0, ฮป9 = โ0.004, ฮป10 = โ16074. Nilai eigen dari matriks di atas menghasilkan sistem yang tidak stabil karena terdapat ฮป7 yang bernilai positif. 3. Solusi sistem menuju ke solusi periodik pada konsentrasi [๐ผ2 ] dan [๐ผ โ ] dengan input konsentrasi 10โ6 M dan 0.035 M. Hasil simulasi di bidang [๐ผ2 ] โ [๐ผ โ ] menunjukkan solusi periodik yang berkaitan dengan terjadinya reaksi osilasi dan limit cycle dapat terbentuk jika konsentrasi nilai input konsentrasi (๐ผ2 ) terletak antara 1.76 x 10โ6 M โ 1.77x 10โ6 M. B.
Saran Rekontruksi reaksi Briggs Rauscher model De Kepper dan Epstein untuk menganalisis kesetimbangan pada reaksi bergantung pada tingkat konsentrasi yang terpenuhi. Penelitian saat ini bersifat matematis, tidak keseleruhan dari jurnal referensi dibahas karena terlalu rumit perhitungan mengingat banyaknya persamaan diferensial yang dihasilkan. Untuk itu penulis ingin menyarankan hendaknya dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kestabilan dan hal yang menyangkut bistabilitas pada sistem BR serta menghasilkan hasil
132
Volume 3 No.6 Tahun 2017 Olsder, G.J. dan Van der Woude, J.W. 1994. Mathematical Systems Theory. Netherlands: Delftse Uitgevers Maatschappij b.v. Purba, Michael. 2007. Kimia untuk SMA Kelas XI. Jakarta: Erlangga. Noyes, Richard. M. and Furrow, S. D.. 1982. โThe oscillatory BriggsโRauscher reaction : A skeleton mechanism for oscillationโ. Journal American Chemical Society. Vol. 104 (1): pp 45-48. Robinson, R. Clark. 2004. An Introduction to Dynamical System Continous and Discrete. North Western University. Shakhashiri, B.Z. 1985. Chemical Demonstrations : A Handbook for Teachers of Chemistry. United State : The University of Wisconsin Press .Vol. 2: pp 248256. Sumardjo, Darmin. 2009. Pengantar Kimia : Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta : EGC. Spiegel, Murray R. 1971. Schaumโs Outline of Theory and Problem of Advanced Mathematics for Engineers and Scientists. The McGraw-Hill. Strogatz, SH. 1994. Nonlinear Dynamics and Chaos with Application to Physics, Biology, Chemistry, and Engineering. New York: Perseus Books. Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung: ITB. Tim Konsultan Kimia FPTK UPI. 2004. Kinetika Kimia. Jakarta: DEPDIKNAS. Turanyi, Tamas. 1991. โRate Sensitivy Analysis of A Model of The Briggs-Rauscher Reactionโ. Journal of Chemical Physics. Vol. 45 (2): pp 235โ241. Vidal, C dan A. Pacault. 1981. Nonlinear Phenomena in Chemical Dynamics. Springer : New York Vukojevic, V, P. Grace Sorensen, and F. Hyane. 1996. โPredictive Value of a Model of the Briggs-Rauscher Reaction Fitted to Quenching Experimentsโ. Journal of Chemical Physics. Vol. 100 (43): pp 17175-17185. Wikipedia. Steady state , (online), (https://en.wikipedia.org/wi ki/Steady_state, diakses 4 September 2017) Wikipedia. Wolfram_Mathematica , (online), (https://en.wikipe dia.org/wiki/Wolfram_Mathematica, diakses 3 September 2017) Wibowo, Heri. 2005. Konsep Dasar Kimia. Yogyakarta : Jurusuan Pendidikan Teknik Otomotif UNJ
133