Materi dan Media Edukasi Sains Antariksa R. Priyatikantoa,∗ a
Pusat Sains Antariksa – LAPAN, Bandung, Indonesia 40133
Abstract Education and public outreach regarding space science become an obligatory task to carry out by Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). Every working unit of LAPAN acts as its miniature, transmits information and knowledge to the people and students. However, the availability of education facility and human resource in every working unit is not the same. To deal with this shortage, it is a matter of urgency to formulate and provide educational materials and media which are developed centrally and distributed evenly to every working unit. This article discusses the inventory of educational materials formulated from the need of the students and the anticipated role of LAPAN in increase the level of science literacy among the people. Those materials can be implemented into various media, both visual and audio visual. Keywords: space science, education, curriculum.
Abstrak Edukasi masyarakat dalam bidang sains antariksa menjadi salah satu tanggung jawab yang diemban oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). Setiap satuan kerja LAPAN berperan seperti miniatur LAPAN yang turut menjadi corong penyampai informasi dan pengetahuan kepada masyarakat dan siswa. Hanya saja, tidak seluruh satuan kerja memiliki kesiapan yang sama dari segi fasilitas dan sumber daya manusia. Untuk itu, perumusan dan penyediaan materi dan media edukasi perlu dilakukan secara terpusat untuk didistribusikan ke setiap satuan kerja. Makalah ini mendiskusikan inventaris materi edukasi berdasarkan kebutuhan siswa dan potensi peran LAPAN untuk meningkatkan taraf melek sains masyarakat. Materi tersebut dapat diimplementasikan ke dalam berbagai bentuk media edukasi, baik visual maupun audio visual. Kata kunci: sains antariksa, pendidikan, kurikulum.
1. Pendahuluan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) adalah lembaga yang mengemban amanah undang-undang untuk melaksanakan kegiatan keantarisaan, baik dari aspek sains maupun teknologi (uu). Lembaga ini memiliki 20 satuan kerja (satker) yang sebagian besar bersentuhan langsung dengan masyarakat, di antaranya berupa balai dan loka yang sering kali dianggap sebagai miniatur LAPAN di daerah. Dikatakan demikian karena setiap satuan kerja LAPAN dituntut menjadi portal ∗
[email protected]
bagi masyarakat untuk pelayanan di bidang keantariksaan. Dalam kaitannya dengan sains antariksa, LAPAN turut berperan sebagai sarana edukasi masyarakat, khususnya para siswa yang haus akan pengetahuan. Sejumlah besar siswa dari berbagai jenjang melakukan kunjungan studi ke satker atau balai LAPAN untuk menerima pengetahuan baru yang melengkapi apa yang telah diperoleh di sekolah. Media edukasi dikembangkan sebagai sarana diseminasi pengetahuan kepada siswa, diimbangi dengan pengembangan sumber daya pranata humas. Hanya saja, ketersediaan media semacam itu di setiap satker tidak sepenuhnya sama. Sebagai contoh,
Preprint submitted to Prosiding Seminar Nasional Sains Atmosfer dan Antariksa 2014
8 Desember 2014
R. Priyatikanto’s Article Series tahun 1985 dapat digunakan sebagai acuan sekunder untuk memetakan materi edukasi seputar sains antariksa. AAAS beranggapan bahwa studi ilmiah merupakan bentuk usaha intelektual dan sosial yang harus mendapat tempat istimewa dalam kurikulum pendidikan yang salah satu tujuannya adalah untuk meningkatkan science literacy. Bila seseorang memahami bagaimana kerja sains, maka ia mampu mengikuti perkembangan sains sepanjang hidupnya, baik secara aktif maupun pasif. Pemahaman tersebut dapat diperoleh dari pengalaman maupun sejarah perkembangan sains yang penuh lika-liku. Dalam naskah Benchmark for Science Literacy (AAAS, 2009), siswa dibagi menjadi empat tingkatan pendidikan: (1) Taman Kanak-kanak hingga kelas 2; (2) kelas 3 hingga 5; (3) kelas 6 hingga 8; dan (4) kelas 9 hingga 12. Karakteristik yang diharapkan dari tiap tingkatan dapat dilihat pada Tabel 2. Terdapat beberapa patokan (benchmark) yang disebutkan dalam naskah tersebut, satu di antaranya tentang pemahaman fisika (nature of physical setting) yang meliputi pemahaman tentang semesta. Bagian tersebut erat kaitannya dengan sains antariksa. Selain patokan tersebut, terdapat penekanan pada apa yang perlu dipelajari oleh siswa. Pertama adalah komponen penyusun semesta. Kedua adalah hukum fisika yang mendasari dinamika semesta. Ketiga adalah pandangan terkini tentang alam semesta yang merupakan ramuan dari beragam penemuan yang telah dilakukan manusia selama ini.
Pusat Sains Antariksa memiliki konsentrasi peneliti yang relatif tinggi sehingga ketersediaan media dan bahan edukasi cukup baik. Di sisi lain, beberapa balai dan loka mengalami keterbatasan dalam hal tersebut. Kondisi ini menunjukkan adanya urgensi untuk pengembangan materi dan media edukasi secara terpusat yang dapat didistribusikan ke setiap satuan kerja yang tersebar di penjuru nusantara. Dengan demikian, setiap miniatur LAPAN memiliki kesiapan yang sama dalam melakukan edukasi kepada siswa atau masyarakat secara luas. Pemetaan perlu dilakukan untuk menentukan materi edukasi yang esensial, sesuai dengan kebutuhan siswa serta dapat menjawab tantangan untuk mempersiapkan kader muda yang lebih melek sains dan teknologi. Hasil pemetaan tersebut dapat diimplementasikan ke dalam berbagai media edukasi, baik visual maupun audio visual. 2. Dasar Penyusunan Materi Edukasi Dalam setiap kunjungan yang dilakukan rombongan siswa ke kantor LAPAN, terdapat menu utama berupa pengenalan LAPAN serta wawasan keantariksaan yang bersifat umum. Terkadang, sekolah menyampaikan permintaan khusus terkait materi yang diterimakan kepada siswa. Tematema khusus seputar Bumi dan antariksa sering kali diminta oleh sekolah mengingat pengajar memiliki keterbatasan dalam menyampaikan hal tersebut (Liliawati et al., 2005; Liliawati and Herdiwijaya, 2011). Pada dasarnya, permintaan tersebut sesuai dengan kurikulum pendidikan yang berlaku. Dengan demikian, naskah Kurikulum 2013 menjadi salah satu acuan dalam memetakan kebutuhan materi edukasi yang dapat dijawab oleh LAPAN. Topik sains antariksa disinggung dalam Kurikulum 2013 sebagai bagian dari kompetensi dasar ilmu pengetahuan alam yang harus dikuasai oleh siswa. Rincian kompetensi dasar terkait dapat dilihat pada Tabel 1, dibagi menurut jenjang pendidikan/kelas. Meningkatkan taraf melek sains dan membangun kecintaan siswa akan sains dan teknologi antariksa menjadi kejaran kedua dalam setiap proses edukasi yang dilakukan oleh LAPAN. Melalui proses ini, LAPAN secara aktif mempersiapkan generasi muda untuk menyongsong masa depan yang kental akan gebrakan dan inovasi. Karena itu, Project 2061 yang digulirkan oleh American Association for the Advancement of Science (AAAS) sejak
3. Usulan Materi Edukasi Berdasarkan acuan dan poin-poin yang telah disebutkan sebelumnya, materi edukasi sains antariksa dapat disusun secara terstruktur (lihat Gambar 1). Materi tersebut terdiri atas tiga gugus materi, yakni lingkungan antariksa, cuaca antariksa, serta astronomi dan astrofisika. Gugus astronomi dan astrofisika meliputi beberapa materi yang dapat disampaikan kepada siswa sesuai jenjang pendidikannya. Siswa Sekolah Dasar (SD) dapat menerima materi tentang fenomena astronomis (pergantian siang-malam hingga gerhana), Tata Surya, serta benda jatuh Antariksa. Penyampaian materi fenomena astronomis bertujuan untuk membangun kesadaran siswa tentang alam semesta serta menekankan bahwa setiap fenomena yang ada memiliki penjelasan ilmiah di baliknya. Materi Tata Surya 2
R. Priyatikanto’s Article Series
Tabel 1: Daftar kompetensi dasar ilmu pengetahuan alam (dan fisika), menurut Kurikulum 2013, yang menjadi bagian dalam sains antariksa.
Kompetensi Inti
Kompetensi Dasar
Sekolah Dasar Kelas VI • Mendeskripsikan Tata Surya, Matahari sebagai pusat Tata Surya, serta posisi dan karakteristik anggota Tata Surya. Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati dan menanya.
• Mendeskripsikan peristiwa rotasi Bumi, revolusi bumi, revolusi Bulan, dan peristiwa terjadinya gerhana bulan dan gerhana matahari.
Sekolah Menengah Pertama Kelas VII – IX • Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya, pembentukan bayangan, serta aplikasinya. • Memahami struktur bumi untuk menjelaskan fenomena gempa bumi dan gunung api. • Mendeskripsikan karakteristik Matahari, Bumi, Bulan, planet, benda angkasa lainnya dalam ukuran, struktur, gaya gravitasi, orbit, dan gerakannya, serta pengaruh radiasi Matahari terhadap kehidupan di Bumi. Memahami dan menerapkan pengetahuan.
• Mendeskripsikan gerakan Bumi dan Bulan terhadap matahari serta menjelaskan perubahan siang dan malam, peristiwa gerhana Matahari dan gerhana Bulan, perubahan musim serta dampaknya bagi kehidupan di Bumi. • Memahami konsep atom dan partikel penyusunnya, ion dan molekul, serta hubungannya dengan karakteristikmaterial yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. • Mendeskripsikan konsep medan listrik, medan magnet, induksi elektromagnetik, dan penggunaannya dalam produk teknologi, serta pemanfaatan medan listrik dan magnet dalam pergerakan/navigasi hewan untuk mencari makanan dan migrasi.
Sekolah Menengah Atas Kelas XI–XII • Menganalisis keteraturan gerak planet dalam Tata Surya berdasarkan hukum-hukum Newton. Memahami, menerapkan, dan menjelaskan pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif.
• Memahami radiasi elektromagnetik, dampaknya pada kehidupan, dan pemanfaatannya dalam teknologi.
3
R. Priyatikanto’s Article Series Tabel 2: Karakter ilmiah dan pemahaman tentang semesta yang diharapkan dari siswa, menurut Benchmark for Science Literacy (AAAS, 2009).
Jenjang
Karakter ilmiah
Pemahaman tentang semesta
TK – Kelas II
Mendorong rasa ingin tahu, berani bertanya, mampu berhitung dan mengukur, dapat melakukan pengamatan kuantitatif hingga mendiskusikan temuannya.
Melakukan observasi kualitatif terhadap objek Bumi dan langit.
Kelas III – V
Mengembangkan kepekaan akan perbedaan proses dan perilaku benda di sekitarnya.
Melakukan inventarisasi terhadap apa yang diamati. Mengetahui komponen penyusun semesta dari lingkup terkecil hingga terbesar.
Kelas VI – VIII
Mengetahui bagaimana harus bereaksi terhadap perbedaan.
Mempunyai gambaran mendetil terkait skala dalam semesta serta metode penelitian/pengamatan untuk mengetahuinya.
Kelas IX – XII
Mengalami proses pengembangan sains: menguji, merevisi, atau bahkan menyisihkan sebuah teori.
Melakukan integrasi konsep: wawasan sejarah ilmu pengetahuan, konsep fisika dan kimia, logika berpikir matematis, hingga peran teknologi.
teknologi menjadi menu yang wajib disampaikan karena banyak hal yang dapat dipelajari dari perjalan sejarah tersebut. Informasi tentang pekerjaan seorang peneliti atau ilmuwan juga penting untuk disampaikan demi membuka wawasan siswa tentang profesionalisme di bidang sains.
dan benda jatuh antariksa membangun inventaris siswa tentang komponen penyusun alam semesta, dimulai dari yang terdekat dengan Bumi. Bagi siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP), materi yang lebih kompleks dapat dicerna berdasarkan pengetahuan yang telah mereka terima di sekolah. Materi tersebut meliputi Matahari sebagai bintang induk Tata Surya, radiasi elektromagnetik, teknologi pengamatan, medan magnet Bumi, sistem telekomunikasi, dan sistem navigasi. Penekanan terhadap cara kerja alam semesta dan bagaimana teknologi memudahkan kehidupan manusia menjadi pokok bahasan. Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) telah menerima beragam ilmu dan pengetahuan serta diharapkan mampu memahami dan menerapkan pengetahuan tersebut. Integrasi beragam konsep yang terkait dengan satu isu tertentu (thematic learning) menjadi ciri khas materi edukasi untuk siswa SMA. Selain itu, jenjang pendidikan SMA sering kali dianggap sebagai gerbang menuju jenjang pendidikan tinggi yang lebih mengerucut pada bidang tertentu. Untuk itu, materi edukasi harus mampu membuka pandangan siswa tentang pentingnya sains dan teknologi dalam mendukung kemajuan bangsa serta peradaban manusia secara umum. Selain materi yang telah disebutkan dalam Gambar 1, sejarah perkembangan ilmu pengetahuan dan
4. Usulan Media Edukasi Inventaris materi edukasi yang diilustrasikan dalam Gambar 1 dapat dikembangkan lebih lanjut serta dituangkan dalam beragam media edukasi. Media tersebut dapat diproduksi secara terpusat dan didistribusikan ke setiap satuan kerja LAPAN, atau bahkan didistribusikan lebih luas lagi melalui website LAPAN. Dengan pengembangan media edukasi semacam ini, laman ’edukasi’ dalam situs LAPAN diharapkan menjadi lebih hidup dan berisi. Beberapa media edukasi yang dapat dikembangkan adalah: Poster. Informasi visual yang diterima mata diproses 60.000 kali lipat lebih cepat dibandingkan informasi teks. Dengan demikian, media edukasi visual menjadi pilihan pertama. Poster berisikan gambar dan informasi terkait sains antariksa dapat disusun sebagai media edukasi yang bersifat pasif maupun aktif (lihat Gambar 2). Dikatakan sebagai media edukasi 4
rya
Su olo
?? T Pe ekno ng am logi ata n
ta Ta Ko sm
Sejarah Kehidupan
?
???
R. Priyatikanto’s Article Series
?
na me mis o Fen rono t As
gi
?
??
Astronomi Astrofisika
?? Te Sist lek om em un ika s
i
Sistem Navigasi
??
ari
Sains Antariksa
h ata
M
Radiasi Elektromagnet
Cuaca Antariksa
Lingkungan Antariksa
Ra Pa diasi rti kel
lit
Sa An mpa tar h iks a
Benda Jatuh Antariksa
?
??
?
?
r
??
??
??
sfe
eto
gn
Interaksi Bumi-Matahari
? ??
te Sa
Ma
bit
Or
??
??? Gambar 1: Gugus materi edukasi terkait sains antariksa yang telah dipetakan berdasarkan kurikulum. Jumlah bintang menandai tingkat pendidikan yang sesuai untuk menerima materi terkait: satu bintang untuk SD, dua bintang untuk SMP, dan tiga bintang untuk SMA.
pasif ketika poster hanya ditampilkan dalam pameran. Gambar yang ditampikan dalam poster menarik perhatian pengunjung yang secara mandiri membaca informasi yang disediakan dalam poster. Media ini dapat berperan dalam edukasi aktif ketika ada seorang pemandu/pranata humas yang menjelaskan konten yang diilustrasikan dalam poster. Dalam hal ini, komunikasi menjadi lebih interaktif.
si dan pengetahuan kepada siswa. Slide presentasi perlu dipersiapkan dengan baik supaya dapat menjawab kebutuhan siswa akan pengetahuan sekaligus membangun rasa cinta akan sains. Satu bahan presentasi dapat mencakup satu materi tertentu atau memuat materi integratif. Video. Media audio visual seperti video memang amat efektif dalam menyampaikan materi sains antariksa. Namun, proses pembuatan video bukan perkara mudah. Sejumlah vi-
Slide presentasi. Presentasi saat kunjungan sering kali dilakukan untuk menyampaikan informa5
R. Priyatikanto’s Article Series disampaikan sesuai dengan jenjang pendidikan sehingga siswa dapat mencerna informasi berdasarkan pengetahuan yang telah diperoleh di sekolah. Proses edukasi masyarakat bukan hanya tanggung jawab pranata humas yang ada di setiap satuan kerja LAPAN, melainkan juga tanggung jawab peneliti sebagai sumber informasi dan pengetahuan keantariksaan. Penyusunan materi dan produksi media edukasi secara terpusat dimaksudkan untuk memastikan kualitas pengetahuan yang disampaikan serta memastikan setiap satuan kerja memiliki fasilitas yang memadai dalam proses edukasi masyarakat. Apa yang didiskusikan dalam makalah ini merupakan ide dan usulan demi kemudahan LAPAN dalam melaksanakan tugasnya serta demi peningkatan taraf melek sains masyarakat. Semoga ide yang disampaikan menjadi sebuah realitas dalam waktu dekat, serta dapat diperluas pada sub-bidang keantariksaan yang lain.
Gambar 2: Contoh poster tentang cuaca antariksa yang dirangkum dalam album astronomi picture of the day (APOD). Album ini telah dipamerkan dalam Festival Sains Antariksa 2014 dan berhasil menarik perhatian pengunjung.
deo tematik yang banyak beredar di internet memang dapat disadur untuk dijadikan media edukasi, tentu dengan mempertimbangkan transfer hak cipta. Proses editing dan subtitling perlu dilakukan supaya video, yang sebagian berbahasa Inggris, dapat dipahami oleh pemirsa Indonesia.
Daftar Pustaka Undang-undang no. 21 tahun 2013 tentang keantariksaan. AAAS. Benchmark for science literacy, 2009. W. Liliawati and D. Herdiwijaya. Analisis kebutuhan astronomi terintegrasi berbasis kecerdasan majemuk (tkm) untuk membekalkan literasi astronomi. In Prosidings Seminar Himpunan Astronomi Indonesia, pages 23–26, 2011. W. Liliawati, D. Dawanas, A. Wardana, and L. Aviyanti. Curriculum of astronomy in indonesia secondary education: Evaluation and proposal. In Proceedings of The 9th AsianPacific Regional IAU Meeting 2005, pages 324–325, 2005. D. R. Martiningrum, A. Purwono, F. Nuraeni, and J. Muhamad. Fenomena Cuaca Antariksa. Andira, 2012.
Buku. Media cetak dapat dinilai sebagai media paling komprehensif karena dapat menampung lebih banyak informasi. Buku ini dapat dijadikan panduan bagi pranata humas di setiap satuan kerja LAPAN untuk menyampaikan informasi dan pengetahuan sains antariksa kepada masyarakat. Masyarakat juga dapat mengakses buku tersebut untuk mendapatkan pengetahuan sains antariksa. Pada tahun 2012, LAPAN pernah merilis buku berjudul Fenomena Cuaca Antariksa (Martiningrum et al., 2012), tapi cakupan materi buku tersebut belum lengkap sepenuhnya.
Tanya–Jawab Clara Y. Yatini, LAPAN : Ada ide apa saja untuk memasukkan materi sains ke siswa?
5. Kesimpulan
Penulis : Kala memasukkan konten ke kurukulum sekolah, saya tidak tahu dan rasanya sulit. Di sini saya sudah menginventarisasi materi-materi dalam Kurikulum 2013 yang menyangkut sains antariksa. Materi tersebut dapat dikembangkan menjadi beragam media edukasi, salah satunya lembar kerja siswa yang dapat diunduh melalui situs LAPAN.
Edukasi masyarakat tentang sains menjadi salah satu tugas yang diemban LAPAN sebagai lembaga penelitian yang dibiayai oleh negara. Dalam proses edukasi tersebut, rancangan materi dan media edukasi menjadi amat penting untuk memastikan efektivitas penyampaian materi kepada khalayak, khususnya siswa sekolah yang sering kali berkunjung ke kantor LAPAN. Makalah ini telah menginventarisasi materimateri yang dinilai penting untuk disampaikan kepada siswa. Materi tersebut dikelompokkan ke dalam tiga gugus utama, yakni cuaca antariksa, lingkungan antariksa, dan astrofisika. Materi tersebut
Clara Y. Yatini : Kalau begitu, perlu ada petunjuk untuk guru juga. Desember yang akan datang, akan ada pertemuan APRSAF di Jepang dan Biro KSH akan melaporkan kegiatan edukasi sains dalam forum tersebut. Tolong kirimkan foto poster dan penggunaannya ya, supaya dapat turut dilaporkan.
6
R. Priyatikanto’s Article Series Aries Kurniawan, LAPAN : Media edukasi yang dapat dikembangkan apa saja?
Sefria Anggarini, LAPAN : Pembagian materinya bagaimana ya? Kalau bidang Ionosfer dan Telekomunikasi masuk di bagian mana?
Penulis : Sementara ini, yang terpikirkan adalah poster sebagai etalase sains antariksa, slide presentasi (terstandardisasi), serta buku panduan. Bila memungkinkan, media audio visual juga dapat ditambahkan.
Penulis : Pembagian lingkungan antariksa dan cuaca antariksa memang agak kurang jelas. Di sini, saya masukkan sistem komunikasi dan navigasi ke dalam bagian lingkungan antariksa. Kedua topik tersebut amat berhubungan dengan kondisi antariksa dan teknologi satelit.
Aries Kurniawan : Saran saya, pikirkan juga tentang pembuatan alat beraga seperti yang ada di beberapa museum atau pusat peraga IPTEK. Dengan alat semacam itu, siswa mempunyai gambaran yang lebih jelas tentang apa yang ingin disampaikan. Sri Kaloka P., LAPAN : Idenya bagus. Apa saja yang sudah dilakukan? Penulis : Saya telah membuat poster untuk dipamerkan dalam Festival Sains Antariksa 2014. Dari pengalaman tersebut, muncul ide untuk memetakan materi sains antariksa yang sebaiknya disampaikan kepada masyarakat, terutama pelajar. Siti Mariam, LAPAN : APOD itu apa? Penulis : Astronomy Picture of the Day, sebuah situs internet yang dikelola NASA. Secara rutin menampilkan foto terbaik hari ini yang terkait dengan fenomena antariksa. Isinya adalah foto dan deskripsi yang relevan. Untuk Festival Sains Antariksa 2014, saya telah memyusun album poster ukuran A3 yang berisikan gambar-gambar APOD yang terkait fenomena cuaca antariksa serta membuat desrkipsi singkat dalam bahasa Indonesia. Halimurrahman, LAPAN : Media apa saja yang digunakan? Cetak? Elektronik? Penulis : Untuk media cetak, saya mengusulkan poster dan buku panduan edukasi, sedangkan untuk media elektronik, dapat berupa slide presentasi, lembar kerja siswa (PDF), atau media audio visual. Buldan Muslim, LAPAN : Sangat baik untuk disampaikan di hadapan guru-guru. Penulis : Terima kasih atas sarannya pak... Edukasi sebenarnya merupakan salah satu spektrum kegiatan yang perlu dilakukan oleh sebuah lembaga penelitian. Jiyo, LAPAN : Memang tidak murni penelitian karena tidak menggunakan, dsb. Tapi idenya sangat menarik, terutama bagi para pengambil keputusan. Saya sarankan untuk dipublikasikan di Media Dirgantara atau Berita Dirgantara. Penulis : Terima kasih atas saran Bapak. Saya memanfaatkan SNSAA sebagai ajang untuk menyampaikan ide, barangkali ada yang tertarik dengan ide tersebut. Setelah pengembangan, akan saya tulis di Media Dirgantara.
7