MASYARAKAT TRANSMIGRAN JAWA DI DESA HITAM ULU I, KABUPATEN SAROLANGUN BANGKO, JAMBI (1981-1990)
SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN
O l e h Nissye Dian Lestari 040706007
Pembimbing Dra. Lila Pelita Hati, MSi NIP. 131 996 186
DEPARTEMEN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN DAFTAR ISI UCAPAN TERIMA KASIH KATA PENGANTAR BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4 Tinjauan Pustaka 1.5 Metode Penelitian BAB II GAMBARAN UMUM DESA HITAM ULU I 2. 1 Propinsi Jambi 2.2 Letak Geografis Hitam Ulu I BAB III PROSES PERPINDAHAN MASYARAKAT JAWA 3.1 Faktor Pendorong Transmigrasi Masyarakat Jawa ke Kabupaten Sarolangun Bangko 3.1.1 Keadaan Geografis 3.1.2 Keadaan Ekonomi 3.2 Faktor Penarik 3.2.1 Informasi Tentang Transmigrasi 3.2.2 Sosialisasi Transmigrasi 3.3 Proses Penduduk Jawa Ikut Transmigrasi 3.3.1 Transmigrasi dari Pekalongan /Jawa Tengah 3.3.2 Transmigrasi dari Bandung/ Jawa Barat 3.3.3 Transmigrasi dari Jawa Timur 3.3.4 Transmigrasi dari Intransum ABRI 3.4 Kedatangan Penduduk Pulau Jawa ke Desa Hitam Ulu, Kab.Sarko BAB IV MASYARAKAT TRANSMIGRAN JAWA 4.1 Kehidupan Baru di Daerah Transmigrasi 4.2 Masa Bercocok Tanam 4.3 Masa Perawatan 4.4 Peningkatan Kehidupan Masyarakat Transmigran Jawa BAB IV KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA DAFTAR ISTILAH LAMPIRAN DAN GAMBAR
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
“Pelajarilah ilmu. Barang siapa mempelajarinya karena Allah, itu taqwa. Menuntutnya, itu ibadah. Mengulang-ulangnya, itu tasbih. Membahasnya, itu jihad. Mengajarkannya kepada orang yang tidak tahu, itu sedekah. Memberikannya kepada ahlinya, itu mendekatkan diri kepada Allah”. (Abusy Syaikh Ibnu Hibban dan Ibnu Abdil Barr, Ilya Al-Ghozali, 1986). Dengan Ridho Allah SWT kuselesaikan skripsi ini, yang kupersembahkan sebagai tanda bukti dan terima kasihku buat orang-orang yang selalu kucintai dan kusayangi yang sangat berarti dalam hidupku :
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
UCAPAN TERIMA KASIH Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT, serta salawat dan salam atas junjungan nabi Besar Muhammad SAW yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya, serta telah memberikan kesehatan, kekuatan, ketabahan, serta ketekunan kepada penulis, sehingga selesainya penulisan skripsi ini. Deangan selesainya skripsi ini, penulis sangat mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ayahnda dan Ibunda ku yang tercinta dan tersayang yang telah membesarkan, mendidik dan menyekolahkan Ananda serta tidak henti-hentinya memberikan do’a dan dukungannya kepada Ananda selama dalam mengikuti perkuliahan. Segala bentuk nasehat dan petuah yang Ayahnda dan Ibunda berikan senantiasa akan selalu Ananda ingat. Tak mungkin Ananda dapat membalas semua pengorbanan yang Ayahnda dan Ibunda berikan, hanya Allah SWT yang dapat membalasnya. Terakhir Ananda hanya dapat memanjatkan do’a kepada Allah SWT agar Ayahnda dan Ibunda selalu mendapat lindunganNya, amin. 2. Ibu Dra. Lila Pelita Hati, Msi, sebagai pembimbing dalam penulisan skripsi ini yang telah begitu banyak memberikan dorongan, semangat, dan telah ,meluangkan waktu untuk membimbing penulis. Budi baik yang Ibu berikan akan selalu penulis ingat, tak mungkin penulis dapat membalas semua budi baik Ibu, hanya Allah SWT yang dapat membalasnya. 3. Ibu Dra. Fitriaty Harahap S.U, selaku Pimpinan Departemen Ilmu Sejarah yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis selama dalam perkuliahan. 4. Bapak Pimpinan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, penulis tak lupa mengucapkan terima kasih atas segala bantuan yang diberikan selama mengikuti perkuliahan. 5. Seluruh Dosen, Staf Pengajar, Staf Administrasi pendidikan Departemen Ilmu Sejarah yang telah banyak membantu penulis dari mulai masa perkuliahan hingga dalam penyelesaian skripsi ini. Terkhusus penulis ucapkan kepada Ibu Dra. Nurhabsyah Msi, yang telah memberikan masukan dan dorongan kepada penulis. Semog Allah SWT yang akan membalas semua kebaikan yang telah diberikan kepada penulsi, amin. 6. Bapak Drs. Suprayitno, M Hum selaku Dosen Wali yang telah banyak memberikan nasehat-nasehat kepada penulis mulai dari awal perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini. Semua nasehat yang bapak berikan akan selalu penulis ingat, tak mungkin penulis dapat membalas semua yang telah bapak berikan, hanya Allah SWT yang dapat membalasnya. 7. Kakaknda-kakanda ku, Indra Yas Budi, Nino Surya Abadi, Rhio Yul Satria dan Kambarina terima kasih atas dukungannya selama ini. Terkhusus untuk adik-adik ku Gus Elfa Resi Ana, Ade Thia Sukma Nanda, Reza Rahmansyah buatlah orang tua kita bangga akan dirimu. Special penulis ucapkan kepada Kakanda Supriadi yang selalu ada dihatiku yang dengan setia dan sabar memberikan dukungan dan semangat kepada penulis hingga selesainya penulisan skripsi ini. Engkaulah permata yang dikirim Allah SWT untuk memotivasi dan mengisi hari-hari ku. 8. Teman-teman seperjuangan ku di Himpunan Mahasiswa Ilmu Sejarah periode 2008, serta kakak-kakak di Sanggar Pramuka USU, wadah dimana penulis mendapat lebih Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
saudara dan hal-hal baru yang tak pernah dapat penulis lupakan terima kasih atas kebersamaan dan motivasi kalian semua. Terkhusus buat kak Hj. Nany Hutabat S.H dan Kak Drs.Bebas Surbakti yang telah membimbing dan melimpahkan kasih sayangnya kepada penulis selama ini. 9. Abang, Kakak senior dan alumni serta Adik-adik sejurusan terima kasih atas dukungan yang kalian berikan. Sahabat-sahabat ku stambuk 04 terkhusus kepada Oriza, Piolina, Wardika, Ain dan Denni yang juga telah banyak memberikan dukungan kepada penulis. 10. Ija’s Family, bunda Ijah dan Icha, terima kasih atas kebaikan yang telah diberikan, tak mungkin penulis dapat membalas semua kebaikan yang telah diberikan, semoga Allah SWT memberikan ganjaran yang berlipat ganda atas semua kebaikan yang telah diberikan amin. Akhirnya penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak-pihak yang telah membantu terwujudnya skripsi ini terkhusus Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kabupaten Sarolangun Bangko dan semua yang terlibat didalam kesempurnaan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan dengan ganjaran yang berlipat ganda.
Medan, Agustus 2009 Penulis,
Nissye Dian Lestari
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Penulis Ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan Kasih dan SayangNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Penulisan Skripsi ini. Adapun judul Skripsi yang Penulis tulis adalah mengenai, “ MASYARAKAT TRANSMIGRAN JAWA DI DESA HITAM ULU I, KABUPATEN SAROLANGUN BANGKO, JAMBI (1981-1990)”, yang diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Sastra di Departemen Sejarah pada Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah Studi Kepustakaan dan Studi Lapangan. Selain itu digunakan juga wawancara bebas untuk lebih mendalami keadaan Masyarakat Transmigran Jawa di desa Hitam Ulu I. Tujuan dari penulisan Skripsi ini, dengan mengambil judul, ” MASYARAKAT TRANSMIGRAN JAWA DI DESA HITAM ULU I, KABUPATEN SAROLANGUN BANGKO, JAMBI (1981-1990)”, adalah untuk mengetahui latar belakang, proses berpindahnya masyarakat Jawa dan
keberhasilan apa yang mereka dapatkan menjadi
transmigran di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko. Sadar akan keterbatasan ilmu yang penulis miliki, maka dengan kerendahan hati Penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan Skripsi ini. Akhir kata semoga Skripsi ini bermanfaat bagi Penulis khususnya dan pihak-pihak yang memerlukannya.
Medan,
Agustus 2009
Penulis
Nissye Dian Lesatari 040706007 Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
ABSTRAK Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif naratif. Bertujuan untuk menggambarkan dan menganalisis sejarah kehidupan masyarakat transmigran di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi. Sebelum tahun 1981 daerah Hitam Ulu I dahulunya merupakan kawasan hutan. Ketika menjadi salah satu program penempatan transmigrasi maka oleh pemerintah pada REPELITA III (tahun 1980 sampai dengan tahun 1985) dibukalah hutan tersebut sebagai daerah transmigrasi bagi program kebijakan pemerintah. Akibat dari program transmigrasi yang dijalankan pemerintah daerah ini diberi nama desa Hitam Ulu I. Sesuai dengan namanya, daerah ini dibelah oleh aliran sebuah sungai yang airnya berwarna hitam. Oleh pemerintah di pindahkanlah penduduk-penduduk Pulau Jawa kedaerah ini. Penduduk tersebut berasal dari Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur. Ternyata dilatarbelakangi oleh dorongan kemiskinan, keamanan, keinginan merantau untuk mengetahui daerah baru dan sebagainya. Dengan perlengkapan seadanya mereka pindah ke Desa Hitam Ulu I. Dan mereka menjalani kehidupan baru yang cukup memprihatinkan dikarenakan pada tahun pertama daerah ini masih kosong karena tanam-tanaman yang bisa dimakan belum ada, sehingga di masa pertama mereka ditempatkan kehidupan mereka mendapat bantuan dari pemerintah sampai mereka bisa bertahan dan hidup dari lahan yang mereka olah. Pemerintah melaksanakan pembinaan masyarakat di daerah pemukiman transmigrasi Desa Hitam Ulu I mulai awal penempatan hingga tahun 1990. Ditujukan guna untuk membentuk landasan yang kuat agar dalam waktu relatif singkat, yaitu 5 tahun masyarakat transmigran mampu melanjutkan pembangunan di berbagai bidang secara mandiri. Melalui tiga tahapan yaitu masa konsolidasi (perkenalan), masa pengembangan dan pemantapan. Melalui KUD (Koperasi Unit Desa) Sarana Makmur desa Hitam Ulu I sebagai sarana untuk meningkatkan kehidupan transmigran jawa dalam mensukseskan program transmigrasi REPELITA III yang berpola perkebunan. Dan akhirnya sekitar tahun 1990 kehidupan mereka mengalami kemajuan. Metode yang digunakan dalam meneliti Kehidupan Masyarakat Transmigran Jawa di Desa Hitam Ulu I (1981-1991) adalah dengan metode sejarah dan untuk mendapatkan sumber-sumber sejarah penulis menggunakan studi kepustakaan dan studi lapangan. Dari sumber yang diperoleh, maka disimpulkan dan menghasilkan penulisan deskriptif kualitatif. Tujuan penelitian tentang Masyarakat Transmigran Jawa di Desa Hitam Ulu I pada tahun 1981-1990 adalah untuk mengetahui latar belakang, proses berpindahnya masyarakat Jawa dan keberhasilan apa yang mereka dapatkan menjadi transmigran di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko. Dan program transmigrasi yang dijalankan pemerintah Kabupaten Sarolangun Bangko pada masa itu memperoleh keberhasilan meningkatkan kehidupan masyarakat jawa.
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pada permulaan abad kedua puluh kemiskinan sedang meningkat di Pulau Jawa dikarenakan kepadatan penduduk yang semakin meningkat dari masa ke masa. Hal ini sangat menarik perhatian pemerintah Hindia Belanda yang pada masa itu sebagai bangsa penjajah yang cukup lama menguasai Pulau Jawa. Mengingat pertumbuhan penduduk di Jawa sangat pesat dan sulitnya pekerjaan, mengakibatkan banyak pengangguran, diperkirakan dapat membahayakan keamanan, disamping itu perusahaan milik pengusaha Belanda di luar Jawa yang bergerak di bidang perkebunan sangat membutuhkan tenaga kerja murah. Hal ini mendorong pemerintah Hindia Belanda untuk menyelenggarakan perpindahan penduduk dari Jawa ke luar Jawa. Keinginan pemerintah Hindia Belanda untuk menyelenggarakan perpindahan penduduk tersebut atas usulan Van deventer. Van deventer membuat suatu rumusan pokok yang mana akhirnnya pada tahun 1905 dikenal dengan nama kebijakan Ethische Politiek yaitu educatie, irrigatie, dan emigaratie 1. Dengan kata lain, pemerintah Belanda melaksanakan pembangunan sekolah-sekolah bagi rakyat yang dijajah, perbaikan kondisi bahan pangan dengan membangun irigasi, serta mengadakan perpindahan penduduk dari Pulau Jawa ke pulau-pulau lainnya. Pimpinan pertama penyelenggaraan perpindahan penduduk tersebut adalah H.G. Heyting yang pada saat itu menjabat sebagai asisten residen
1
Utomo Muhajir, Ahmad Rafiq (ed). 90 Tahun Kolonialisasi 45 Tahun Transmigrasi. 1997. Jakarta : Puspa Swuara. hlm 53. Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
Sukabumi. Setelah kemerdekaan, program tersebut diteruskan oleh pemerintah Indonesia tetapi namanya diganti menjadi transmigrasi 2. Dengan adanya program transmigrasi yang dicanangkan Pemerintah Republik Indonesia pascakemerdekaan, tujuan program transmigrasi pun berubah. Tujuan awal program kolonisasi pun masih sederhana, yaitu demografis semata yang berubah menjadi program lebih kompleks, yaitu pembangunan wilayah dan bahkan terakhir menjadi salah satu program integrasi nasional. Perjalanan satu abad kolonisasi atau 58 tahun transmigrasi dengan berbagai plusminusnya, ternyata berdampak luar biasa terhadap pembangunan bangsa. Program ini telah banyak berperan dalam menumbuhkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru, pusat-pusat keunggulan (lumbung pangan, lumbung ternak, dan perkebunan), dan telah melahirkan para tokoh intelektual dan tokoh masyarakat. Transmigrasi adalah peristiwa perpindahan penduduk dari suatu wilayah yang padat penduduknya ke wilayah pulau lain yang penduduknya masih jarang atau belum ada penduduknya sama sekali. Program transmigrasi ini biasanya diatur dan didanai oleh pemerintah kepada warga yang umumnya golongan menengah ke bawah dengan program yang diikuti adalah transmigrasi umum. Sesampainya di tempat transmigrasi para transmigran akan diberikan sebidang tanah, rumah sederhana dan perangkat lain untuk penunjang hidup di lokasi tempat tinggal yang baru 3.
2
Joan Hardjono (sunting). Transmigrasi : dari Kolonialisasi sampai Swakarsa. 1982. Jakarta : PT. Gramedia, hlm 3. 3 Swasono, Sri Edi dan Masri Singarimbun (ed). Transmigrasi di Indonesia 1905-1985. 1986. Jakarta : UI Press, hlm 276. Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
Menteri Transmigrasi tahun 1985, Martono dalam tulisannya yang berjudul Panca Matra Transmigrasi Terpadu menyatakan bahwa : dilaksanakannya transmigrasi ke daerah yang masih sedikit atau belum ada penduduknya dengan maksud sebagai pembentukan masyarakat baru untuk membantu pembangunan daerah, baik daerah yang ditinggalkan maupun daerah yang didatangi dalam rangka pembangunan nasional. 4 Oleh karena itu tujuan diadakan transmigrasi adalah untuk meratakan persebaran penduduk di seluruh wilayah Indonesia, untuk pertahanan dan keamanan / pertahanan keamanan lokal nasional, untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dengan memberikan kesempatan merubah nasib. Dalam hubungan ini, transmigrasi akan membantu dan merangsang peningkatan pembangunan di daerah-daerah yang relatif masih terbelakang, sehingga menjamin adanya keserasian dalam laju pertumbuhan antar daerah. Program transmigrasi, selain akan mengurangi kepadatan penduduk di daerah-daerah tertentu juga akan memperluas landasan bagi kegiatan-kegiatan pembangunan sektor-sektor lain, sehingga hasil pembangunan yang diperoleh dapat dibagi lebih merata. Dengan makin meluasnya usaha pembangunan di bidang-bidang lain seperti pertanian, industri, perhubungan, perdagangan dan lain-lain, maka transmigrasi turut memperluas kesempatan bekerja, khususnya bagi golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Di samping itu, transmigrasi juga menunjang usaha-usaha pembinaan pemukiman dan lingkungan hidup, peningkatan pertahanan dan keamanan nasional, dan pembauran bangsa. Usaha
pembangunan
di
bidang
transmigrasi
erat
hubungannya
dengan
pembangunan daerah, baik di daerah asal maupun daerah penerima. Bagi daerah asal yaitu
4
Ibid, hlm xv.
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
Jawa, Bali dan Lombok yang memiliki kepadatan penduduk cukup tinggi, transmigrasi dimaksudkan untuk mengurangi kepadatan penduduk dan memindahkan mereka dari daerah-daerah tertentu sehingga memungkinkan dilaksanakannya usaha-usaha rehabilitasi daerah. Bagi daerah penerima, yaitu Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya, transmigrasi dimaksudkan untuk membantu memenuhi sebagian kebutuhan tenaga kerja di daerah-daerah yang penduduknya relatif sedikit sehingga sumber-sumber alam yang tersedia, khususnya di sektor pertanian, dapat dimanfaatkan secara optimal. Dalam pelaksanaannya, transmigrasi melibatkan banyak instansi fungsional. Oleh karena itu, koordinasi antara instansi yang menangani transmigrasi baik di pusat, di daerah maupun di lapangan saling berkaitan. Keserasian kegiatan antara satu instansi dengan instansi lainnya merupakan kunci keberhasilan pelaksanaan transmigrasi dalam pencapaian tujuan pembangunan. Dari segi pengembangan ekonomi, transmigrasi dapat dibedakan ke dalam : transmigrasi dengan pola pertanian pangan, perkebunan, nelayan/ tambak serta industri. Di samping jenis/ tipe transmigrasi tersebut di atas, adapula bentuk transmigrasi yang lain, yaitu transmigrasi lokal, transmigrasi sisipan, transmigrasi pramuka dan transmigrasi bedol desa 5. Dari segi pengembangan ekonomi tersebut program transmigrasi di lokasi penelitian bertipe transmigrasi dengan pola perkebunan, melalui transmigrasi umum yaitu dimana semua pembiayaan dan fasilitas ditanggung oleh pemerintah. Menurut hasil wawancara,
5
Warsito, Rukmadi. Transmigrasi : Dari Daerah Asal sampai Benturan Budaya di Tempat Pemukiman. 1995. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. hlm 1.
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
sebagian dari masyarakat transmigran Desa Hitam Ulu I berasal dari bentuk transmigrasi bedol desa. Pulau Jawa merupakan wilayah yang subur dan memiliki jumlah penduduk yang besar dibanding dengan pulau-pulau lainnya di wilayah Indonesia. Dengan luas wilayah yang relatif sempit dan jumlah penduduk yang tinggi maka hal ini menyebabkan masalah kepadatan penduduk tidak bisa dihindari pada wilayah ini. Kondisi ini sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat karena mayoritas penduduknya adalah bekerja sebagai petani namun luas arel tanah pertanian yang tersedia sangat terbatas. Namun tidak semua penduduk hidup didaerah subur, adapula penduduk yang tinggal di daerah yang kering dan gersang seperti di lereng-lereng pegunungan yang mana kondisi ini menyulitkan petani-petani jawa untuk bertani ditambah lagi dengan ada juga petani yang menjadi penggarap/ pekerja dilahan orang karena mereka tidak memiliki lahan pertanian/ tanah pekarangan dan mereka hidup dibawah garis kemiskinan. Hal tersebut menyebabkan banyak penduduk jawa yang ikutserta dalam program transmigrasi ke daerah yang luas tanah pertaniannya dan jarang penduduknya. Salah satu wilayah program penempatan transmigrasi dari Pulau Jawa ke Pulau Sumatera adalah Propinsi Jambi. Wilayah ini memiliki luas lebih kurang 53.244 kilometer persegi atau
5.324.000 hektar. Di propinsi Jambi, kepadatan penduduk rendah dan
penyebaran penduduk tidak merata merupakan persoalan yang cukup menonjol. Rendahnya tingkat kepadatan penduduk tersebut menyulitkan usaha pengembangan potensi dan pembangunan ekonomi masing-masing wilayah. Sehingga kebijakan transmigrasi merupakan pilihan yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut dengan melalui
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
pembangunan pusat-pusat pemukiman dan produksi, yang tersebar di seluruh Daerah Tingkat II. Untuk menerapkan hal tersebut, maka Kabupaten Sarolangun Bangko merupakan salah satu pilihan daerah untuk program itu. Sarolangun Bangko merupakan daerah potensial untuk perkembangan pertanian dikarenakan terletak di dataran rendah dan dataran tinggi yang subur dengan hutan yang begitu luas dengan hasil hutannya yang banyak serta yang lebih pentingnya lagi adalah sedikitnya penduduk asli yang mendiami daerah tersebut. Penduduk yang dipindahkan ke daerah ini berasal dari pulau Jawa. Karena daerah tersebut merupakan daerah asal transmigrasi sesuai dengan Undang-Undang nomor 3 Tahun 1972 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Transmigrasi (lihat lampiran). Penduduk yang berpindah ke daerah Sarolangun Bangko pada umumnya berasal dari propinsi Jawa Tengah, dan sebagian Jawa Timur serta Jawa Barat 6. Di bawah ini adalah nama-nama desa/ lokasi penempatan masyarakat transmigran jawa beserta jumlahnya di kabupaten Sarolangun Bangko yaitu sebagai berikut : Jumlah Transmigran menurut Tahun Penempatan 7 No.
Lokasi/ Desa
Tahun Penempatan
Jumlah Transmigrasi Kepala Keluarga
Jiwa
1.
Pamenang IX
1982/1983
400
1.829
2.
Pamenang X
1983/1985
787
3.386
3.
Pamenang XI
1984/1985
442
1.770
6
ibid, hlm 35 Departemen Transmigrasi Kabupaten Sarko, Laporan Tahunan Tahun Anggaran 1988/1989. 1989, Jambi : Departemen Transmigrasi Republik Indonesia, hlm lampiran. 7
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
4.
Pamenang XII
1984/1985
495
2.000
5.
Kubang Ujo III
1981/1982
400
1.783
6.
Hitam Ulu I
1980/1981
500
2.134
7.
Hitam Ulu II
1980/1981
500
1.997
8.
Hitam Ulu III
1980/1981
500
2.118
9.
Hitam Ulu IV
1980/1981
457
1.477
10.
Hitam Ulu V
1980/1981
343
2.187
11.
Hitam UluVI
1981/1982
400
1.920
12.
Pemenang VII
1979/1980
450
1.753
13.
Hitam Ulu VIII
1979/1980
705
1.989
14.
Hitam Ulu IX
1979/1980
430
1.582
15.
Hitam Ulu X
1979/1980
415
1.835
16.
Hitam Ulu XI
1982/1983
240
1.104
17.
Hitam Ulu XII
1981/1983
736
2.068
18.
Hitam Ulu XV
1982/1983
674
1.321
19.
Hitam Ulu XIV
1982/1983
436
2.602
20.
D. Luncuk III
1981/1982
500
1.807
21.
D. Luncuk IV
1981/1982
500
2.085
22.
D. Luncuk V
1981/1982
500
2.057
10.402
42.804
Jumlah Total
Sumber : Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jambi.
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa masa awal pelaksanaan transmigrasi kebijakan pemerintah era orde baru, terjadi pada tahun program Rencana Pembangunan Lima Tahun III (REPELITA III) yang periodesasinya adalah tahun 1980 sampai dengan 1985 8, dengan pola perkebunan. Transmigrasi dengan pola perkebunan sangat cocok sekali di daerah Jambi, hal ini dikarenakan daerah Jambi khususnya Sarolangun Bangko merupakan daerah potensial untuk sektor pertanian karena hutannya yang begitu luas dengan jumlah penduduk yang sangat sedikit. Mengenai jumlah penduduk dapat dilihat pada tabel di bawah ini 9. Luas Wilayah, Satuan Pemerintahan dan Penduduk Daerah Tingkat I : Jambi Tahun 1980
No
Kabupaten/ KotaMadya
.
Luas Wilayah (km2)
Jumlah Kecama -tan
Jumlah Desa/ Kelurahan
Jumlah Penduduk (1980)
Kepadatan Penduduk per km2 (1980)
1.
Kodya Jambi
136
6
50
230.000
1.706
2.
Kab. Batang Hari
11.200
6
176
216.897
19
3.
Kab. Bungo Tebo
13.500
6
271
237.604
18
4.
Kab. Sarolangun Bangko Kab. Kerinci
14.200
9
410
217.653
15
4.200
6
237
241.081
57
Kab. Tanjung Jabung
10.200
4
90
302.386
30
5. 6.
8
Utomo Muhajir, Ahmad Rafiq, Op.cit. hlm 62. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Monografi Propinsi Jambi, 1982, Jakarta : Dirjen Kebudayaan Republik Indonesia, hlm 21. 9
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
Transmigrasi yang dijalankan oleh pemerintah mengakibatkan dibukanya sebagian wilayah hutan sebagai penghidupan baru bagi masyarakat Transmigran Jawa. Masyarakat jawa tersebut mulai menjalani kehidupan baru yaitu bercocok tanam. Sebagian besar penduduk transmigrasi tersebut mendapatkan lahan yang diberikan ¼ hektar luas areal pemukiman dengan ukuran rumah 6 X 8 meter/ kepala keluarga, 1 hektar ladang kosong untuk bercocok tanam, serta 2 hektar lahan kosong untuk ditanami tanaman perkebunan jangka panjang seperti kelapa sawit 10. Dengan adanya perhatian dan kebijakan dari pemerintah, maka para masyarakat transmigran jawa mengalami banyak perubahan dalam kehidupan mereka. Untuk melihat perjalanan kehidupan mereka dari apa yang melatarbelakangi masyarakat Transmigran Jawa ikut bertransmigrasi ke Kabupaten Sarolangun Bangko, bagaimana proses perpindahan masyarakat transmigran tersebut hingga bagaimana keberhasilan dan kehidupan setelah mereka menjalani kehidupan didaerah baru yaitu di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko. Maka dengan ini penulis menyajikan hasil penelitian penulis dengan judul “Masyarakat Transmigran Jawa di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko Propinsi Jambi (1981-1990)”.
2. Rumusan Masalah Periode yang diambil dalam penelitian ini 1981 sampai dengan 1990. Awal penelitian pada tahun 1981 karena terjadi peristiwa penting yaitu periode awal program penempatan transmigrasi serta mulai masuknya transmigran Jawa ke daerah Hitam Ulu I,
10
Rudini,dkk. Profil Propinsi Republik Indonesia : Jambi. 1985. Jakarta : PT. Intermasa
hlm 255. Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
sedangkan tahun 1990 adalah batasan akhir dari penelitian ini yaitu tahun terakhir kebijakan untuk perpindahan penduduk jawa yang bertransmigrasi ke daerah tersebut
(
transmigrasi umum ) serta adanya terlihat peningkatan perekonomian pada masyarakat transmigrasi dikarenakan hasil ladang/ kebun mereka. Agar penelitian ini lebih terarah, permasalahan yang dibahas pada penelitian ini adalah : 1. Apa latar belakang masyarakat Jawa bertransmigrasi ke Desa Hitam Ulu I, Sarolangun Bangko ? 2. Bagaimana proses perpindahan masyarakat transmigran Jawa ke Desa Hitam Ulu I, Sarolangun Bangko ? 3. Bagaimanakah keberhasilan masyarakat Jawa di Desa Hitam Ulu I, Sarolangun Bangko ?
2. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan dan manfaat yang penting tentunya, bukan hanya bagi peneliti tetapi juga bagi masyarakat umum. Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui latar belakang berpindahnya masyarakat Jawa ke Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko. 2. Mengetahui bagaimana proses perpindahan masyarakat transmigrasi Jawa ke Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko. 3. Mengetahui
keberhasilan masyarakat Jawa di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten
Sarolangun Bangko. Manfaat dari penelitian ini, yaitu : Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
1. Memperbanyak khasanah bacaan tentang keberhasilan program pemerintah yaitu transmigrasi. 2. Dapat memberikan informasi yang berguna tentang masyarakat transmigran jawa yang berada di Kabupaten Sarolangun Bangko Propinsi Jambi khususnya Desa Hitam Ulu I bagi masyarakat luas. 3. Sebagai sumber sejarah ( literatur/ informasi ) yaitu terjadinya mobilisasi perpindahan penduduk ( transmigrasi ) dari pulau Jawa ke daerah Prop. Jambi, Kabupaten Sarolangun Bangko.
4. Tinjauan Pustaka Buku yang berjudul 90 Tahun Kolonialisasi 45 Tahun Transmigrasi, di terbitkan pada tahun 1997 oleh Departemen Transmigrasi. Sesuai dengan judulnya buku ini membahas sejarah dan perkembangan transmigrasi di Indonesia, transformasi budaya pada pelaksanaan program transmigrasi, serta teknologi dalam program transmigrasi yang dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan transmigran, buku ini membantu belakang dan
penulis kehidupan
didalam ekonomi
memberikan masyarakat
informasi
tentang
transmigrasi
seputar
pada
latar
umumnya
masyarakat jawa yang ikut program transmigrasi tersebut ke desa Hitam Ulu I
khususnya. Monografi Proyek Transmigrasi Kabupaten Sarolangun Bangko, 1983 memaparkan tentang monografi Transmigrasi di Kabupaten Sarolangun Bangko daerah Hitam Ulu I, yang merupakan lokasi penelitian yang diteliti.
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
Buku yang berjudul Profil Propinsi Republik Indonesia : Jambi, ditulis oleh Rudini, dkk. Menceritakan tentang Profil Propinsi Jambi, yang sangat membantu penulis untuk lebih mengetahui dan memahami tentang daerah yang akan penulis teliti. Buku yang berjudul Transmigrasi : Dari Daerah Asal Sampai Benturan Budaya di Tempat Pemukiman ditulis oleh Rukmadi Warsito, dkk
yang merupakan hasil
studi kepustakaan tentang transmigrasi, yang memaparkan tentang berbagai persoalan dalam kebijaksanaan dan pelaksanaan program transmigrasi mulai dari daerah asal,
benturan
menampilkan
sosial data-data
budaya
didaerah
tentang
pemukiman
transmigrasi
yang
baru.
Buku
ini
banyak
dapat
membantu
penulis
dalam memahami kehidupan baru masyarakat transmigrasi yang mereka jalani didaerah transmigrasi yaitu di desa Hitam Ulu I. Buku Transmigrasi di Indonesia 1905-1985, oleh Sri Edi Swasono dan Masri Singarimbun, menceritakan tentang transmigrasi secara historis yang mencakup periode
lama
maupun
baru.
Buku
ini
membantu
penulis
dalam
menyajikan
data-data, ketentuan-ketentuan pokok tentang masyarakat jawa bertransmigrasi ke desa Hitam Ulu I. Laporan Tahunan kantor wilayah departemen transmigrasi propinsi daerah tingkat I Jambi Tahun anggaran 1984/1985 serta 1988/1989. Membantu penulis dalam mengetahui bagaimana perjalanan program transmigrasi di Kabupaten Sarolangun Bangko umumnya dan didesa Hitam Ulu I khususnya.
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
5. Metode Penelitian Rangkaian penelitian dan penulisan karya ilmiah ini secara teoritis mengikuti kaidah-kaidah yang tercakup dalam metode sejarah. Penulisan sejarah merupakan suatu karya ilmiah yang memerlukan adanya metode untuk menghasilkan suatu tulisan sejarah agar lebih baik. Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau 11. Metode berupa aturan-aturan yang dirancang untuk membantu dengan efektif dalam mendapatkan kebenaran suatu sejarah. Metode sejarah bersifat ilmiah jika dengan ilmiah dimaksudkan mampu untuk menentukan fakta yang dapat dibuktikan dan dengan fakta diperoleh hasil pemeriksaan yang kritis terhadap dokumen sejarah dan bukannya suatu unsur daripada aktualitas yang lampau 12. Tahap pertama dari penelitian ini adalah tahap heuristik, yaitu : mengumpulkan literatur termasuk bahan-bahan keterangan berkenaan dengan penelitian, data atau laporan dari pemerintah daerah Tingkat II Kabupaten Sarolangun Bangko, juga sebagai referensi digunakan situs internet yang berkaitan dengan permasalahan yang penulis teliti. Dan penulis juga menggunakan teknik wawancara dengan informan-informan yang telah dipilih untuk mendapatkan keterangan lebih lengkap dan mendalam. Dengan demikian penulisan skripsi ini dilakukan melalui studi kepustakaan dan penelitian lapangan. Dari data atau sumber yang terkumpul dilakukan kritik terhadap sumber agar menjadi sumber yang dipilih. Langkah ini disebut kritik sumber, baik kritik intern maupun kritik ekstern. Kemudian langkah berikutnya adalah interpretasi, yaitu menafsirkan
11
Louis Gotschlalk, Understanding History. Mengerti Sejarah, Terjemahan Nugroho Notosusanto, 1985. Jakarta : UI Press, hlm.32. 12 Ibid. hlm 143 Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
sumber-sumber yang terkumpul agar menjadi fakta yang valid. Langkah yang terakhir adalah historiografi, yaitu penulisan secara sistematis dan kronologis. Penulis menggunakan metode di atas untuk melakukan penelitian yang menghasilkan tulisan ilmiah. Dengan hal tersebut, semoga tulisan ini dapat menjadi tulisan yang baik dan dapat diterima oleh pembaca.
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
BAB II GAMBARAN UMUM DESA HITAM ULU I
2.1 Propinsi Jambi Propinsi Jambi memiliki lebih kurang 60 % merupakan dataran rendah, dan lebih kurang 40 % merupakan dataran tinggi. Daerah dataran rendahnya terdiri dari 45 % dataran kering dan 55 % daerah rawa-rawa berada pada ketinggian lebih kurang 12,5 meter dari permukaan laut. Daerah ini memiliki kekayaan hutan tropis karena wilayahnya memiliki iklim tropis basah dengan beberapa variasi, rata-rata curah hujan berkisar antara 2500-4000 milimeter per tahun di dataran tinggi/ pegunungan dan antara 2000-3000 milimeter per tahun di dataran rendah. Tanah di Propinsi Jambi sebahagian besar terdiri dari jenis tanah podsolik yang terdapat di bagian tengah Propinsi Jambi. Di daerah bagian pantai timur terdapat orgonosol dan glay humus, sedangkan di daerah-daerah bukit/ pegunungan bagian barat terdapat tanah andosol, regosol dan latosol. Wilayah Propinsi Jambi yang memiliki dataran rendah yang luas ialah Kabupaten Sarolangun Bangko. Kabupaten ini terletak 1,220-2,220 Lintang Selatan dan 101,300103,150 Bujur Timur, dengan luas wilayah 14.200 Kilometer persegi, dimana sebelah Utaranya berbatasan dengan : Kabupaten Bungo Tebo, Timur : Kabupaten Batang Hari, Selatan : Kabupaten Musi Rawas (Sumatera Selatan), Barat : Kabupaten Kerinci. Dengan 9 kecamatan yaitu Bangko, Jangkat, Tabir, Sungai Manau, Sarolangun, Pauh, Limun,dan
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
terakhir Batang Asai 13. Daerah-daerah ini merupakan salah satu pilihan daerah untuk program itu. Dan Sarolangun Bangko merupakan daerah potensial untuk perkembangan pertanian dikarenakan terletak di dataran rendah dan dataran tinggi yang subur dengan hutan yang begitu luas dengan hasil hutannya yang banyak serta yang lebih pentingnya lagi adalah sedikitnya penduduk asli yang mendiami daerah tersebut. Selama Repelita I dan II Propinsi Jambi telah mengusahakan peningkatan produksi tanaman pangan, pembangunan di segala bidang namun usaha tersebut belum dapat mengatasi isolasi daerah secara tuntas 14. Dalam usaha tersebut pemerintah melibatkan seluruh wilayah Propinsi Jambi ke dalam kegiatan pembangunan, selama Repelita III diadakan kebijaksanaan untuk membagi daerah ini menjadi 4 wilayah. Berdasarkan perkembangan sampai pada akhir Repelita III dan seterusnya berubah menjadi menjadi 5 wilayah yaitu ; Wilayah Pembangunan I meliputi wilayah Kotamadya Jambi, Kabupaten Batanghari, Kecematan Pauh dan Kecamatan Tebo Ilir dengan Kotamadya Jambi sebagai pusat pengembangannya. Wilayah ini menghasilkan terutama barangbarang hasil industri dan kerajinan, karet, dan hasil-hasil hutan. Wilayah Pembangunan II meliputi wilayah Kabupaten Tanjung Jabung dengan pusat pengembangannya di Kuala Tungkal. Wilayah ini menghasilkan padi di daerah pasang surut, ikan, kelapa, dan hasil-hasil hutan. Wilayah Pembangunan III meliputi Kabupaten Bungo Tebo dengan pusat pengembangannya di Muara Bungo, dan Tanah Tumbuh, Rantau Pandan, Tebo Ulu, Jujuhan, Rimbo Bujang dan Tebo Tengah sebagai daerah belakangnya. Daerah ini menghasilkan karet dan hasil hutan. Wilayah Pembangunan IV meliputi Kabupaten Sarolangun Bangko dengan Bangko sebagai pusat pengembangan, dan Sungai Manau, Muara Siau, Jangkat, Bangko, Tabir, Muaro Limun, Batang Asai dan Sarolangun sebagai daerah belakangnya. Daearh ini menghasilkan karet, hasil hutan, cassiavera, cengkeh dan kopi. Wilayah Pembangunan V meliputi Kabupaten Kerinci dengan pusat pengembangan di Sungai Penuh, dan yang merupakan daerah belakangnya adalah Air Hangat,
13 14
Rudini, dkk. Op.cit, hlm 256. Ibid, hlm 259.
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
Gunung Raya, Sungai Penuh, Gunung Kerinci, Sitinjau Laut dan danau Kerinci. Daerah ini menghasilkan cassiavera, cengkeh, teh, kopi, beras, dan sayur-sayuran. 15 Untuk mendukung terlaksananya program pembangunan nasional dan daerah secara lebih merata, seperti yang digariskan dalam Trilogi Pembangunan 16, maka kebijaksanaan umum pembangunan daerah Jambi diarahkan untuk meningkatkan produksi pertanian dalam arti luas, yang mencakup peningkatan produksi pangan, tanaman perdagangan (komiditi ekspor), peternakan, perikanan, dan kehutanan, yang semuanya dikaitkan dengan peningkatan pendapatan masyarakat serta perluasan kesempatan kerja. Untuk mencapai tujuan tersebut diadakan usaha ekstensifikasi, diversifikasi, intensifikasi di bidang produksi dan rehabilitasi prasarana dan sarana pertanian, peningkatan fungsi irigasi yang telah ada, dan pembangunan irigasi baru. Oleh sebab itu demi mencapai laju pertumbuhan perekonomian daerah Jambi, maka transmigrasi merupakan salah satu program terpenting jalan keluar bagi pemerintah Propinsi Jambi untuk mewujudkan Trilogi Pembangunan tersebut.
2.2 Letak Geografis Hitam Ulu I Desa Hitam Ulu I membujur dari 1052’ Lintang Selatan hingga 204’ Lintang Selatan dan 102016’ hingga 102040’ Bujur Timur. Berada di wilayah Kecamatan Tabir Kabupaten Sarolangun Bangko Propinsi Jambi. Dengan iklim dipengaruhi 2 (dua) musim yaitu musim kemarau dari bulan April sampai dengan bulan September, sedangkan bulan Oktober 15
Ibid, hlm 262. Trilogi Pembangunan : 1)pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat. 2)pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. 3)stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
16
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
sampai bulan Maret adalah musim hujan. Dengan jenis tanah organosol, hidromarfik kelabu, lotosol coklat, alufial, serta podsolik coklat 17. Flora dan Faunanya berupa : hutantropika, semak-semak dan belukar sehingga banyak terdapat berbagai jenis kayu antaralain : meranti, balam, tembesu, sepat yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan. Desa ini dibelah oleh sebuah sungai yang airnya berwarna hitam, sehingga daerah tersebut diberi nama desa Hitam Ulu I. Karena ada 14 desa yang dialiri air sungai tersebut maka dibagilah nama-nama daerah tersebut menjadi 14 yaitu desa Hitam Ulu I, II, III dan seterusnya. Jenis tanahnya : Organosol, Hidromarfik kelabu, Lotosol coklat, Alufial, Podsolik coklat. Dengan bentuk pemukiman tanah mulai dari dataran bergelombang dan berombak dengan kemiringan sp 8% 18. Desa Hitam Ulu I dibelah oleh sebuah jalan utama yaitu jalan raya Tabir. Jarak dari desa ke kota kabupaten sekiutar 25 kilometer dengan waktu tempuh sekitar kurang dari 1 jam perjalanan menggunakan kendaraan bermotor. Sebelum daerah ini menjadi salah satu daerah program penempatan transmigrasi asal Pulau Jawa, daerah ini dahulunya adalah hutan. Ketika menjadi salah satu program penempatan transmigrasi maka oleh pemerintah dibukalah hutan tersebut dengan dua cara. Yang pertama yaitu cara manual membabat dan membakar. Dengan cara manual lebih dahulu tanaman bawah dibabat baru kemudian pohon-pohon ditebang. Seresah tanaman dan batang-batang pohon kemudian dibiarkan mengering dan pengeringan akan lebih cepat bila dahan-dahan dan ranting-ranting pohon dipotong. Sesudah kering dilakukan pembakaran dan kemudian batang-batang kayu dapat dipotong-potong untuk dijual atau 17
Departemen Transmigrasi Kabupaten Sarolangun Bangko, Monografi Proyek Transmigrasi Hitam Ulu, 1983, Bangko : Departemen Transmigrasi, hlm 1. 18 Ibid, hlm 1. Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
dimanfaatkan sebagai kayu bakar, atau dipakai untuk keperluan lain seperti bangunan. Tunggul-tunggul pohon biasanya dibiarkan dan tidak dicabut. Cara yang kedua yaitu cara mekanis memakai alat-alat besar seperti buldozer. Mulamula buldozer menumbangkan pohon-pohon dan kemudian membersihkan lahan dari semua vegetasi termasuk tunggul-tunggul pohon. Dalam proses pembersihan ini sebagian lapis atas tanah juga terangkut bersama seresah dan tunggul-tunggul tersebut. Pemanenan batang-batang kayu sukar dilakukan karena seluruh bahan vegetasi bercampur aduk sepanjang jalur pengumpulan. Seresah dan batang-batang kayu pada jalur pengumpul dibiarkan tetapi biasanya dibakar sesudah mengering. Setelah hutannya dibuka sebagai lahan pemukiman penempatan untuk para transmigran maka selanjutnya dibuatlah jalan. Jalan ini menghubungkan Satuan Pemukiman (SP) dengan pemukiman yang lain yang disebut dengan jalan poros, serta jalan yang menghubungkan dengan pusat Satuan Kawasan Pemukiman (SKP), jalan yang menghubungkan
dengan jalan negara/ jalan
propinsi yang ada. Proyek pembukaan hutan dan jalan ini disebut dengan Rencana Satuan Pemukiman Transmigrasi (RTSP) 19. Oleh karena telah dibukanya daerah baru akibat terwujudnya RTSP maka terbukalah daerah yang dinamakan Hitam Ulu I. Desa Hitam Ulu I terdiri atas lima dusun. Adapun ke lima dusun tersebut membelah desa menjadi lima. Di bagian utara merupakan wilayah Dusun I, bagian selatan timur merupakan wilayah Dusun III, bagian barat merupakan wilayah Dusun II, sedangkan bagian selatan merupakan wilayah Dusun IV dan V, dengan kantor desa terletak ditengah-tengah desa. Begitulah dusun-dusun yang terdapat 19
Direktorat jenderal penyiapan pemukiman transmigrasi. Final Report : Proyek Perencanaan jalan pemukiman transmigrasi wilayah sumater bagian selatan. 1983. Jambi : Departemen Transmigrasi, hlm 2. Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
didalam wilayah desa Hitam Ulu I. Setiap dusun dikepalai oleh seorang kepala dusun atau sering disingkat KADUS.
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
BAB III PROSES PERPINDAHAN MASYARAKAT JAWA
Indonesia adalah negara yang mempunyai kekayaan alam yang melimpah, namun ironisnya sampai sekarang Negara Indonesia dapat dikategorikan negara yang kurang maju atau dapat dikatakan terbelakang. Salah satu sebab utama adalah karena kurang seimbangnya persebaran penduduk. Hal ini sangat mengganggu pembangunan nasional. Transmigrasi sebagai suatu upaya untuk mencapai keseimbangan penyebaran penduduk,
juga
dimaksudkan
untuk
menciptakan
perluasan
kesempatan
kerja,
meningkatkan produksi dan meningkatkan pendapatan. Sehingga dengan beban tugas tersebut transmigrasi akan mampu memberikan dukungan kepada sektor-sektor demi pembangunan Indonesia. Kebijakan Transmigrasi dirumuskan dalam Panca Matra Transmigrasi Terpadu, yaitu melalui rumusan sebagai berikut : “ Transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah yang lain dalam rangka pembentukan masyarakat baru untuk membantu pembangunan daerah, baik daerah yang ditinggalkan, maupun daerah yang didatangi dalam rangka pembangunan Nasional “. 20 Dari rumusan tersebut selanjutnya dijabarkan : Transmigrasi adalah pemindahan penduduk dalam rangka pembentukan masyarakat baru. Pengaturan mengenai daerah asal dapat kita temukan pada pasal 10 Undang-undang nomor 3 tahun 1972, dimana disebutkan bahwa :
20
Swasono, Sri Edi dan Masri Singarimbun, Op.cit, hlm 188.
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sosial, ekonomi dan pertahanan-keamanan serta atas usul Menteri, daerah yang dipandang perlu dipindahkan penduduknya, dapat ditetapkan sebagai daerah asal dengan keputusan Presiden. 21 Yang dimaksud dengan pertimbangan-pertimbangan sosial, ekonomi dan pertahanan keamanan adalah sebagai berikut : -
Kepadatan penduduk dan lapangan kerja yang sangat sempit.
-
Luas areal tanah pertanian yang sangat terbatas.
-
Jenis kesuburan tanah yang tidak menguntungkan.
-
Adanya bencana alam dan gangguan keamanan.
Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 1973 menetapkan pulau-pulau Jawa, Madura, Bali dan Lombok sebagai Daerah Asal Transmigrasi. Ada 4 (empat) macam ukuran untuk menentukan prioritas pemindahan penduduk dari pulau-pulau tersebut di atas yaitu : 1. Daerah yang terkena bencana alam. 2. Derah kritis (tanah-tanah gundul, daerah aliran sungai dan sebagainya). 3. Daerah yang penduduknya terlalu padat. 4.Daerah yang terkena pembangunan (umpamanya untuk membangun dam, seperti Wonogiri).
22
3.1 Faktor Pendorong Transmigrasi Masyarakat Jawa ke Kabupaten Sarolangun Bangko Penduduk yang tertarik mengikuti program transmigrasi dari Jawa ke daerah Hitam Ulu I tersebut, dilatarbelakangi karena dorongan kemiskinan, 21 22
keamanan, keinginan
Ibid, hlm 190 Warsito, Rukmadi. Op.cit hlm 201.
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
merantau untuk mengetahui daerah baru dan sebagainya. Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara dengan para transmigran. Bapak Barkah, transmigran asal daerah Pekalongan berkata 23: “ ... di Jawa kehidupan kami sangat susah. kami tidak memiliki tanah pekarangan untuk diolah, hidup kami mengandalkan mencari kayu bakar dari hutan, kemudian kami jual ke penduduk. Uang yang pas-pasan tersebut kami gunakan untuk keperluan membeli beras ... ” Bapak Eman, transmigran asal daerah Jawa Barat 24 : “ ... ketika itu, penduduk yang berada khususnya di daerah sekitar Gunung Galunggung sangat ketakutan dan merasa kurang aman untuk beraktifitas menjalani kehidupan sehari-hari. Karena pada masa tersebut Gunung Galunggung meletus, banyak rumah, ladang dan daerah yang rusak terkena larvanya ... “ Bapak Poniran, transmigran asal Kabupaten Kendal 25 : “ ... di kampung dulu, saya numpang di rumah mertua saya. Saya bekerja serabutan untuk menghidupi istri saya. Waktu itu ada saya dengar ada program transmigrasi ke Sumatera. Karena ingin merantau, ingin hidup mandiri memiliki tanah dan tinggal dirumah sendiri, saya mencoba mendaftarkan diri beserta keluarga saya ... “
Faktor inilah yang menyebabkan mereka berani meninggalkan kampung halamannya dan menjalani kehidupan di daerah yang baru yang belum pernah mereka datangi. Dari arsip yang berhasil diperoleh dari Dinas Transmigrasi Kabupaten Sarolangun Bangko, menyatakan bahwa penduduk berasal dari daerah Kabupaten Pekalongan (Jawa Tengah), Kabupaten Kendal (Jawa Tengah), Kabupaten Purworejo dan Grobogan (Jawa Tengah), sekitar propinsi Jawa Timur, kota Bandung dan sekitar Propinsi Jawa Barat, Intransum Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) Diponegoro (Jawa Tengah), 23
Wawancara Bapak Barkah, tanggal 16 Maret 2009 dikediamannya jalan Singkep. Wawancara Bapak Aep, tanggal 16 Maret 2009 dikediamannya jalan Natuna. 25 Wawancara Bapak Poniran, tanggal 16 Maret 2009 dikediamannya jalan Singkep. 24
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
yang ditempatkan di Desa Hitam Ulu I Kabupaten Sarolangun Bangko, Propinsi Jambi (lihat lampiran I).
3.1.1 Keadaan Geografis Kabupaten Pekalongan merupakan salah satu dari 35 Kabupaten/ Kota di Propinsi Jawa Tengah, yang berada di daerah Pantura bagian barat sepanjang pantai utara Laut Jawa memanjang ke selatan dengan Kota Kajen sebagai Ibu Kota pusat pemerintahan. Sebelah Timur berbatasan dengan : Kabupaten Batang, Utara : Laut Jawa, Selatan : Kabupaten Banjarnegara, Barat : Kabupaten Pemalang 26. Pekalongan merupakan perpaduan antara wilayah dataran rendah dan tinggi. Wilayah bagian utara adalah dataran rendah dan bagian wilayah selatannya berupa pegunungan/ dataran tinggi. Curah hujan pada rata-rata per tahun 2.954 milimeter dengan rata- rata hari hujan 113 hari. Kondisi tanah berdasarkan luas daerah Kabupaten Pekalongan sekitar 83.613,068 hektar yang terdiri atas tanah sawah 25.472,069 hektar (30,46%), dan tanah kering 58.140,999 hektar (69,54%). 27 Begitu juga halnya dengan wilayah sekitar Pekalongan seperti Kabupaten Grobogan, Kendal dan Purworejo. Keadaan alam Kabupaten Grobogan terdapat banyak bukit kapur dibagian utara wilayah kabupaten ini yang dikenal dengan Pegunungan Kapur Utara. Bagian tengah terdiri atas dataran rendah, tanahnya banyak menerima endapan lumpur. Tanah berlumpur ini menjadi kering dan retak pada musim kemarau. Serta wilayah bagian selatan merupakan daerah bukit kapur. Maka banyak penduduk yang dikarenakan
26 27
Ensiklopedi Nasional Indonesia No.12, hlm 282. Ibid, hlm 283
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
lahan pertanian kering dan berbukit kapur, gersang, curah hujan yang kurang, mereka hidup miskin dan bahkan adapula penduduk yang tidak memiliki lahan pertanian/ tanah perkarangan untuk tinggal sehingga kehidupan mereka dibawah garis kemiskinan 28. Dan secara geografis Kabupaten Kendal terletak pada posisi 109º40’-110º 18’ Bujur Timur dan 6º 32’-7º 24’ Lintang Selatan dengan luas wilayah keseluruhan sekitar 1.002,23 km2 atau 100.223 hektar. dengan ketinggian diatas permukaan laut berkisar antara 4-641 meter. Batas wilayah Kabupaten Kendal secara administratif adalah di sebelah utara yaitu Laut Jawa, di sebelah timur
berbatasan dengan kota Semarang, disebelah selatan
berbatasan dengan Kabupaten Semarang dan disebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Batang. Dan jarak terjauh wilayah Kabupaten Kendal dari Barat ke Timur adalah sejauh 40 Km, sedangkan dari Utara ke Selatan adalah sejauh 36 Km 29.
Wilayah Kabupaten Kendal terbagi menjadi 2 (dua) daerah dataran, yaitu daerah dataran rendah (pantai) dan daerah dataran tinggi (pegunungan). Wilayah Kabupaten daerah dataran rendah terletak di bagian utara yang berdekatan dengan Laut Jawa, kondisi iklim di daerah ini cenderung lebih panas dengan suhu rata-rata 270C. Sedangkan wilayah Kabupaten Kendal bagian selatan yang merupakan daerah pegunungan dan dataran tinggi, kondisi iklim di daerah tersebut cenderung lebih sejuk dengan suhu rata-rata 250C. Sedangkan pemanfaatan lahan/tanah di Kabupaten Kendal meliputi: tanah sawah, tanah tegalan/kebun, perkebunan, dan sebagainaya.
Kota Bandung yang terletak di koordinat 107° Bujur Timur and 6° 55’ Lintang
28 29
Ensiklopedi Nasional Indonesia No. 7, hlm 235. Ensiklopedi Nasional Indonesia No. 5, hlm 180.
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
Selatan dengan luas Kota Bandung adalah 16.767 hektar. Kota Bandung terletak di ketinggian ± 768 meter di atas permukaan laut. Daerah utara Kota Bandung pada umumnya lebih tinggi daripada daerah selatan. Rata-rata ketinggian di sebelah utara adalah ± 1050 meter dari permukaan laut, sedangkan di bagian selatan adalah ± 675 meter dari permukaan laut. Bandung dikelilingi oleh pegunungan yang membuat Bandung menjadi semacam cekungan 30.
Kota Bandung dialiri dua sungai utama, yaitu Sungai Cikapundung dan Sungai Citarum beserta anak-anak sungainya yang pada umumnya mengalir ke arah selatan dan bertemu di Sungai Citarum. Dengan kondisi yang demikian, Bandung selatan sangat rentan terhadap masalah banjir. Berdasarkan informasi yang didapat dari wawancara dengan Bapak Eman, transmigran asal Jawa Barat, bahwa pada tanggal 5 Mei 1982, Gunung Galunggung meletus. Kegiatan letusan berlangsung selama 9 bulan dan berakhir sekitar tanggal 8 Januari 1983. Selama periode letusan ini, sekitar 18 orang meninggal, sebagian besar karena sebab tidak langsung (kecelakaan lalu lintas, usia tua, kedinginan dan kekurangan pangan). Perkiraan kerugian sekitar Rp 1 milyar dan 22 desa ditinggal tanpa penghuni. Letusan pada periode ini juga telah menyebabkan berubahnya peta wilayah pada radius sekitar 20 kilometer dari kawah Galunggung, yaitu mencakup Kecamatan Indihiang, Kecamatan Sukaratu dan Kecamatan Leuwisari. Perubahan peta wilayah tersebut lebih banyak disebabkan oleh terputusnya jaringan jalan dan aliran sungai serta areal
30
Ensklopedi Nasional Indonesia No.2, hlm 209.
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
perkampungan akibat melimpahnya aliran lava dingin berupa material batuan-kerikil-pasir. 31
Hal inilah yang membuat banyak penduduk Jawa Barat sekitar daerah Gunung Galunggung dipindahkan ke daerah baru untuk ditempatkan di program penempatan transmigrasi Kabupaten Sarolangun Bangko salah satunya yaitu ke daerah Hitam Ulu. Untuk Intransum ABRI Diponegoro asal Jawa Tengah lebih di dorong oleh faktor ekonomi. Untuk keadaan geografis sebagai faktor pendorong tidak terlalu mempengaruhi karena geografis asal Intransum ABRI Bataliyon Diponegoro berada di kota Semarang yaitu berada di Asrama Bataliyon Diponegoro, Jawa Tengah.
3.1.2 Keadaan Ekonomi Mata pencaharian penduduk di Kabupaten di Jawa Tengah dan Jawa Timur yaitu pada umumnya adalah bertani karena mereka bekerja di bidang pertanian. Hal ini sesuai dengan potensi alam sebagian besar merupakan lahan pertanian. Namun dibalik potensi alam yang bagus ternyata tidak semua penduduknya dapat menikmati dan memakmurkan kehidupannya. Hal ini dikarenakan ada penduduk yang tidak memiliki lahan pertanian, yaitu ladang ataupun sawah sehingga pekerjaan mereka mencari kayu bakar ke hutan untuk dijual kepada penduduk yang membutuhkannya. Bagi penduduk yang tinggal di desa-desa hasil dari bertani tersebut umumnya hanya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari tanpa ada peningkatan, sehingga banyak penduduk yang miskin dan apalagi yang tidak memiliki lahan atau perkarangan.
31
Wawancara Bapak Eman, tanggal 15 Maret 2009 dikediamannya Jalan Natuna.
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
Begitu juga halnya dengan mata pencaharian penduduk Jawa Barat yang tinggal di pedesaan sangatlah bergantung kepada keadaan daerah itu sendiri. Umumnya mereka bertani dan bekerja di perkebunan karet sebagai buruh perkebunan karet. Menurut sumber yang didapat menerangkan bahwa lapangan usaha masyarakat Jawa Barat pada umumnya bergerak dalam bidang pertanian yaitu sekitar 68 %, sedangkan yang lainnya di bawah 10 % seperti : industri, perdagangan, Bank dan lembaga kerja lainnya. Berdasarkan informasi yang didapat dari bapak Djemiran di Jalan Bintan tanggal 15 Maret 2009, yang dahulu didaerah asalnya ia seorang petani, didapati informasi bahwa tanah pertanian di desa-desa di Kabupaten Purworejo, Kendal dan daerah sekitarnya hampir seluruhnya merupakan tanah pertanian sawah tadah hujan. Tanah pertanian mencakup sebagian dari tanah pekarangan, tetapi tidak tersedia data yang pasti tentang luas pekarangan yang digunakan untuk usaha pertanian. Tanah pertanian pekarangan ditanami dengan pohon buah-buahan dan pohon yang diambil buahnya untuk dibuat bahan makanan. Pohon buah-buahan mencakup pohon mangga, pisang, dan sukun, sedangkan pohon yang diambil buahnya yaitu pohon kelapa. Air nira dari pohon kelapa ini oleh sebagian besar penduduk dimanfaatkan untuk membuat gula jawa. Usaha pertanian pekarangan ini merupakan salah satu sumber pendapatan keluarga, selain dari usaha tani palawija dan sayur-sayuran. Dari hasil bercocok tanam tersebutlah kehidupan untuk setiap hari bisa dicukupi namun tidak dapat meningkatkan kehidupan untuk lebih baik lagi 32. Untuk Transmigran asal Intransum ABRI Diponegoro, dari hasil wawancara dengan Bapak Tasiran pensiunan pegawai militer, yang kala itu beliau masih bertugas sebagai abdi negara didapat informasi bahwa sebagian besar dari para transmigran asal Intransum ABRI 32
Wawancara Bapak Djemiran tanggal 15 Maret 2009 dikediamannya Jalan Bintan.
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
merupakan mantan pejuang tahun 1948 dan ketika diberangkatkan mengikuti transmigrasi ada sebagian yang sudah pensiun dan adapula yang masih bertugas / dinas. Pada tahun 1980an kehidupan mantan pejuang dan tentara yang masih bertugas sangatlah sederhana karena gaji-gaji para ABRI pada masa itu belum terorganisir dengan baik. Sebab tidak semua mantan-mantan pejuang terdata oleh pemerintah serta sarana prasarana yang kurang sehingga informasi dan komunikasi berjalan dengan lamban. Ditambah dengan kecilnya gaji yang mereka terima mengakibatkan kehidupan mereka cukup memprihatinkan dengan istri dan beberapa anak yang mereka nafkahi. Oleh karena itu mereka ingin merubah kehidupan lebih baik dan sekaligus dapat menjaga keutuhan wilayah Indonesia. 33 Dari hal diatas, maka Para transmigran memiliki latar belakang dan faktor pendorong yang berbeda-beda dalam mengikuti proyek penempatan transmigrasi yang dilaksanakan pemerintah ke Pulau Sumatera khususnya ke desa Hitam Ulu I serta dalam prosesnya.
3.2 Faktor Penarik 3.2.1 Informasi Tentang Transmigrasi Untuk memenuhi syarat sebagai transmigran telah diatur pada pasal 25 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 42 Tahun 1973 Tentang Penyelenggaraan Transmigrasi yang menyebutkan bahwa untuk menjadi transmigran wajib memenuhi syarat-syarat : warga negara Republik Indonesia, berkelakuan baik, berbadan sehat, sukarela, mempunyai
33
Wawancara Bapak Tasiran tanggal 17 Maret 2009 dikediamannya Jalan Singkep.
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
kemampuan dan keterampilan kerja, tunduk dan patuh pada peraturan-peraturan tentang penyelenggaraan transmigrasi 34. Maka pemerintah membuat strategi penerangan yaitu memberikan pengertian umum kepada masyarakat akan arti pentingnya transmigrasi dalam pembangunan bangsa, sehingga dengan demikian diharapkan masyarakat dapat menyakini bahwa transmigrasi merupakan salah satu alternatif jawaban memerangi kesulitan hidup terutama di daerah yang terkena / terancam bencana alam, daerah kritis dan tandus, daerah yang padat penduduknya serta di daerah yang terkena pembangunan proyek-proyek 35. Dan kegiatan penerangan transmigrasi ini memerlukan kerjasama antara pihak transmigrasi dengan instansi-instansi lainnya, misalnya Dinas Penerangan Daerah, para Pamong Desa maupun tokoh-tokoh masyarakat. Dengan demikian kebijaksanaan program transmigrasi lebih dikenal dalam masyarakat. Agar penerangan dapat menjangkau masyarakat luas maka penerangan transmigrasi dilaksanakan dengan sistem langsung maupun tidak langsung. Yang dimaksud secara lansung yaitu penerangan dilakukan oleh petugas-petugas penerangan transmigrasi dalam masyarakat. Misalnya melalui rapat-rapat desa, sarasehan dan kelompok-kelompok yang ada dalam masyarakat, sedangkan yang dimaksud secara tidak langsung yaitu penerangan yang dilaksanakan melalui saran media massa maupun tokoh-tokoh masyarakat. Misalnya melalui anjangsana tokoh-tokoh masyarakat, berita-berita pembangunan lewat Televisi Republik Indonesia (TVRI), surat kabar, pertunjukan rakyat, pameran pembangunan, dan sebagainya. 34 35
Warsito, Rukmadi. Op.cit. hlm 170. Ibid. hlm 189.
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
Setelah adanya penerangan maka penduduk dapat lebih mengerti tentang transmigrasi, sehingga bagi penduduk yang ingin ikut harus mengisi formulir pendaftaran (lihat lampiran II) dan menyelesaikan administrasi calon transmigran penempatan transmigrasi ke pulau Sumatera. Dengan kriteria calon transmigran sebagai berikut : umur kepala keluarga 20-40 tahun, status harus kawin, istri tidak mengandung lebih dari 3 bulan, tidak membawa anak (bayi berumur kurang dari 6 bulan), tidak membawa anggota keluarga yang berumur lebih dari 60 tahun. Kemudian diadakan tahap penyeleksian dimaksudkan untuk memperoleh tenagatenaga yang produktif yang benar-benar mampu untuk tumbuh dan berkembang dalam waktu yang relatif singkat di daerah baru. Maka ditentukanlah penilaian yang menyangkut mental, fisik maupun administrasi. Dengan calon transmigran yang
terpilih yaitu :
penduduk yang berumur potensial tidak lebih dari sekitar 40 tahun, memiliki motivasi tinggi, penduduk yang relatif paling memerlukan seperti petani
yang tidak memiliki
tanah, buruh tani, petani kecil, dan sebagainya serta nilai tambahannya penduduk yang memiliki keterampilan khusus seperti guru, tukang kayu, pandai besi, dan sebagainya untuk mengantisipasi kekurangan tenaga terampil dalam menjalani kehidupan didaerah baru nantinya. 36
3.2.2 Sosialisasi Transmigrasi Menurut informasi dari transmigran asal Pekalongan (Jawa Tengah) Bapak Gasbi yang beralamat di jalan Natuna, bahwa mereka diberi tontonan gratis yaitu layar tancep tentang transmigrasi dari pemerintah setempat. Di film tersebut diperlihatkan daerah hutan 36
Ibid. hlm 198.
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
yang dibuka untuk perkampungan baru, penduduknya diberi makan dan kebutuhan hidup selama 1 tahun ditanggung oleh pemerintah, daerah tersebut ditanami berbagai macam jenis tanaman, tanahnya luas, dan bila kita tetap bertahan didaerah tersebut maka kehidupan kita akan berubah menjadi baik. Sehingga apa yang dikhawatirkan dari informasi yang simpang siur yaitu bahwa ketika transmigran tinggal disana nantinya akan dimakan oleh harimau, buaya dan binatang hutan, daerahnya sepi dan akan hidup susah dan sengsara ternyata tidak seperti itu. 37 Setelah mereka melihat tontonan layar tancep yang berisi tentang transmigrasi, disosialisasikan apa itu program transmigrasi dan penjelasan manfaatnya terhadap penduduk, maka mereka akhirnya mengerti dan paham tentang transmigrasi dan sebagian ada yang ingin ikut bertransmigrasi ke Sumatera.
3.3 Proses Penduduk Jawa Ikut Transmigrasi Setelah Para calon transmigran mendaftarkan diri dan yang dinyatakan lulus dalam seleksi, maka sebelum diberangkatkan ke lokasi pemukiman transmigrasi terlebih dahulu mereka harus menunggu pemberitahuan dan jadwal keberangkatan mereka dari pihak transmigrasi. Mengenai pemberangkatan para transmigran dari daerah asal menuju ke lokasi pemukiman transmigrasi maka pemerintah merangkul Departemen Perhubungan yang bertugas menyediakan sarana angkutan yaitu laut, darat dan udara serta pengamannanya untuk pemindahan dan penempatan transmigrasi demi berjalan dengan lancarnya proses perpindahan transmigran.
37
Wawancara Bapak Gasbi tanggal 16 Maret 2009 dikediamannya Jalan Natuna.
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
3.3.1 Transmigrasi dari Kabupaten Pekalongan, Kendal, Purworejo, Grobogan
(
Jawa Tengah ) Calon transmigran yang tertarik mendaftar ke Kepala Desa dan mengisi formulir pendaftaran calon transmigrasi ke Sumatera. Beberapa waktu kemudian keluarlah pengumuman bahwa mereka menjadi transmigran asal Jawa yang akan diberangkatkan ke Sumatera. Setelah itu beberapa hari sebelum berangkat mereka mendapatkan penyuluhan seperlunya sehingga mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Meskipun sebagian besar melek huruf tetapi setidak-tidaknya kondisi ini membantu terselenggaranya hidup bersama suku-suku lainnya secara harmonis. Mereka yang ikut bertransmigrasi ke Sumatera diberangkatkan ke Solo dengan menggunakan bus. Setelah itu diberangkatkan dengan Garuda Indonesia langsung ke Kota Jambi yaitu tujuan Bandara Sultan Thaha Syaifuddin. Perjalanan dilanjutkan dengan angkutan darat yaitu bus dan truk pengangkut barang. Akhirnya sampai ke Kabupaten Sarolangun Bangko. Kemudian setelah itu dibawa berpencar sesuai daerah tujuan penempatan transmigrasi dengan menggunakan mobil kecil. Tepat pada tanggal 13 Mei 1983 sebanyak 60 Kepala Keluarga berjumlah 246 jiwa transmigran asal Purworejo dan Grobogan sampai di Hitam Ulu I (lihat lampiran I). Begitu halnya dengan transmigran asal Kabupaten Pekalongan diberangkatkan dari Solo dengan pesawat ke Jambi. Pada tanggal 16 Mei 1983 transmigran asal Pekalongan (Jawa tengah) tahap I tiba di Hitam Ulu I dengan jumlah 19 Kepala Keluarga dengan jumlah 97 jiwa, dan menurut hasil wawancara yang diperoleh bahwa transmigran asal Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
Pekalongan tahap II diberangkatkan bersama dengan Intransum ABRI Dipenogoro asal propinsi Jawa Tengah setelah 3 hari kemudian (lihat lampiran I). Untuk transmigran asal Kendal diberangkatkan dari Solo ke Jambi dengan menggunakan pesawat. Sebelumnya mereka mendaftar di Kantor Desa, sekitar 4 bulan kemudian keluarlah pengumuman bahwa dinyatakan diperbolehkan ikut transmigrasi penempatan Propinsi Jambi, Kabupaten Sarolangun Bangko. Maka mereka akhirnya diberangkatkan dengan menggunakan bus ke Solo dengan membawa perlengkapan seadanya, tidak boleh membawa minyak tanah, rokok, korek api dan sebagainya hal ini untuk menghindari terjadinya kebakaran selama diperjalanan di pesawat dan bus. Hingga tepat pada tanggal 21 Mei 1983 tiba di Hitam Ulu I sebanyak 50 Kepala Keluarga dengan jumlah jiwa 238 orang (lihat lampiran I).
3.3.2 Transmigrasi dari Bandung dan sekitar propinsi Jawa Barat Proses penduduk Jawa Barat ikut transmigrasi yaitu dikarenakan kondisi alam pada tahun 1983 ketika peristiwa meletusnya Gunung Galunggung. Pemerintah pada saat itu berinisiatif dan sekaligus untuk mensukseskan program transmigrasi maka mereka memindahkan penduduk didaerah sekitar Gunung Galunggung ke daerah yang aman dan salah satunya yaitu penduduk dikirim ke daerah Sumatera diantaranya ke desa Hitam Ulu I. Dengan mengumpulkan dan membawa penduduk terlebih dahulu ke
Bandara Adi
Sumarmo, setelah itu diterbangkan ke Jambi dengan jarak tempuh sekitar 2 jam perjalanan dengan pesawat 38.
38
Wawancara Bapak Eman tanggal 15 Maret 2009 dikediamannya Jalan Natuna.
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
Kemudian setelah sampai di Bandara Sultan Thaha Syaifuddin Propinsi Jambi mereka diberangkatkan melalui darat menggunakan bus ke Kabupaten Sarolangun Bangko dengan jarak sekitar 252 kilometer dari kota Jambi. Sedangkan barang-barang bawaan di angkut menggunakan truk pengangkut barang yang telah disediakan oleh pemerintah. Setelah sampai di ibukota bangko, perjalanan diteruskan ke Hitam Ulu I dengan menggunakan bus yang cukup kecil dari pada bus sebelumnya, barang-barang yang dibawa diangkut menggunakan bus tersebut. Dengan jarak tempuh sekitar 25 kilometer dari Bangko. Pada tanggal 11 Mei 1983 transmigran asal Propinsi Jawa Barat tiba ditempat sejumlah 70 Kepala Keluarga dengan jumlah jiwa 307 orang (lihat lampiran I). Transmigran asal Bandung diberangkatkan dari Bandara Adi Sumarmo. Dengan menghabiskan waktu sekitar 2 jam untuk sampai di kota jambi. Setelah itu dilanjutkan dengan bus, dan tepat tanggal 16 Mei 1983 tiba di daerah Hitam Ulu I. Sebanyak 19 Kepala Keluarga dengan jumlah jiwa 97 orang (lihat lampiran I).
3.3.3 Transmigrasi dari propinsi Jawa Timur Transmigran asal daerah Jawa Timur mendaftar kepada Kepala Desa setempat dan instansi terkait. Kurang lebih sekitar 4 bulan setelah itu diumumkan oleh kepala lurah kepada penduduk yang mendaftar bahwa telah dinyatakan sebagai transmigran penempatan di daerah Propinsi Jambi. Dan diberi pengarahan tentang persiapan keberangkatan dan penempatan transmigran di sana nantinya. Beberapa hari setelah itu, mereka diberangkatkan dengan membawa perlengkapan seadanya menggunakan pesawat dari Jawa Timur ke Jambi. Kemudian setelah sampai di Bandara Sultan Thaha Syaifuddin Propinsi Jambi mereka diberangkatkan melalui darat Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
menggunakan bus ke Kabupaten Sarolangun Bangko dengan jarak sekitar 252 kilometer dari kota Jambi. Sedangkan barang-barang bawaan di angkut menggunakan truk pengangkut barang yang telah disediakan oleh pemerintah setempat. Akhirnya pada tanggal 13 Mei 1983 mereka tiba di daerah Hitam Ulu I sebanyak 108 Kepala Keluarga dengan jumlah jiwa 437 orang (lihat lampiran I).
3.3.4 Transmigrasi dari Intransum ABRI Menurut informasi dari Bapak Durahman bahwa tanggal 19 Mei 1983 sebanyak 53 Kepala Keluarga dengan jumlah jiwa 216 orang ditempatkan transmigran dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dari Kodam Diponegoro (Jawa Tengah). Proses keikutsertaan dikarenakan beberapa hal yaitu ada yang masih dinas yaitu ditugaskan mengabdi demi menjaga keamanan dan membantu mengontrol jalannya program transmigrasi pada daerah penempatan transmigarsi dan ada juga dari purna (pensiun) yang berkeinginan ikut 39. Mereka mendaftarkan diri ke Komandan, Kodam (Komando Daerah Militer) dan instansi terkait lainnya. Setelah itu tidak begitu lama keluarlah surat penugasan dan surat keputusan penempatan transmigrasi ke Sumatera, Propinsi Jambi. Khusus Hitam Ulu I saja yang ada ditempatkan Transmigran dari ABRI dari seluruh daerah di Kecamatan Tabir. Hal ini dikarenakan Hitam Ulu I merupakan wilayah Perbatasan dengan daerah Limbur yang ditempati oleh masyarakat asli (orang dusun). Proses transmigran asal Intransum ABRI Diponegoro diberangkatkan ke solo dengan menggunakan mobil. Setelah di Solo diterbangkan dengan pesawat ke Jambi 39
Wawancara Bapak Durahman tanggal 18 Maret 2009 dikediamannya Jalan Belitung.
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
bersama dengan Transmigran asal Pekalongan tahap II yaitu sebanyak 31 Kepala Keluarga yaitu 133 jiwa. Ada juga transmigran asal daerah pulau Jawa yang sudah cukup lama tinggal di Kabupaten Sarolangun Bangko. Informasi ini didapat dari Bapak Asmardi, seorang transmigran asal Kabupaten Bangko, sekarang bertempat tinggal di jalan Belitung, Desa Hitam Ulu I, menyatakan bahwa bagi penduduk yang tinggal di Kabupaten Sarolangun Bangko, mereka mendaftar di Kantor Kepala Desa dan Dinas Transmigrasi dan Ketenagakerjaan Kabupaten. Hal ini disebabkan adanya program transmigrasi di daerah Sarolangun Bangko transmigrasi penempatan Kecamatan Tabir 40. Sekitar 4 bulan setelah mendaftar dan mengisi Kartu Seleksi Transmigran (KST) keluarlah pengumuman bagi yang mendaftar ditempatkan dimana. Setelah tahu diberilah pengarahan dan jadwal penempatannya. Untuk transmigrasi penempatan Hitam Ulu I ditempatkan pada tanggal 23 Mei 1983. Sehingga pada tanggal 23 Mei 1983 mereka diberangkatkan dari Kota Bangko ke Hitam Ulu I yang berjarak sekitar 25 Kilometer. Transmigran asal Kabupaten Sarolangun Bangko untuk penempatan Desa Hitam Ulu I sebanyak 49 Kepala Keluarga dengan jumlah jiwa sebanyak 260 orang (lihat lampiran I).
3.4 Kedatangan Penduduk Pulau Jawa ke Desa Hitam Ulu, Kab.Sarko Setelah tiba di Hitam Ulu I, mereka di kumpulkan di Kantor Unit Pemukiman Transmigrasi (KUPT), kemudian di absen dan di acaklah nomor rumah dan satu persatu dipersilahkan untuk mengambil nomor tersebut. Nomor yang diambil menentukan letak 40
Wawancara Bapak Asmardi tanggal 15 Maret 2009 dikediamannya Jalan Belitung.
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
lokasi perumahan mereka dan Lahan Usaha (LU) I. Maka setelah mendapat nomor tersebut mereka lalu mencocokkan dengan peta yang ada pada petugas KUPT yaitu nomor tersebut dengan alamat lokasi rumah yang mereka akan tempati. Setelah tahu dimana lokasinya maka mereka dipersilahkan menuju letak posisi rumah tersebut, namun barang dan perlengkapan yang mereka bawa dari kampung halaman harus ditinggalkan terlebih dahulu di KUPT beserta dengan anak istrinya, hal ini dikarenakan untuk memudahkan para petugas di KUPT mendata dan lebih mengefisiensikan tenaga dan kondisi kesehatan para transmigran. 41 Setelah itu para kepala keluarga berjalan menelusuri jalan yang baru saja di buka oleh buldozer untuk daerah penempatan transmigrasi. Mereka mencari dimana mereka mendapatkan jatah lokasi perkarangan dan rumah mereka. Apabila mereka berjalan dan sampai di tempat tujuan maka disesuaikanlah nomor dan alamat yang diberikan oleh petugas KUPT dengan nomor rumah dan jalan yang tertera di perkaranagan tersebut, apabila cocok maka itulah lokasi jatah mereka untuk menetap dan tinggal di daerah baru tersebut. Setelah itu barulah mereka mencari LU I mereka, setelah berjumpa maka mereka kembali lagi melaporkan kepada petugas KUPT bahwa sudah menemukan lokasi perkarangan beserta rumah dan LU I mereka, maka barulah diperbolehkan mereka untuk membawa keluarga dan barang perlengkapan mereka kerumah mereka tersebut 42. Sedangkan LU II tidak langsung diberikan jatahnya karena LU II dipersiapkan oleh pemerintah sebagai lahan usaha perkebunan kelapa sawit bagi para transmigran.
41
Wawancara Bapak Samino tanggal 17 Maret 2009 dikediamannya Jalan Bintan. Wawancara pada Senin, 16 Maret 2009 dengan bapak Yunus, transmigran asal Pekalongan. 42
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
Berdasarkan arsip yang didapat menunjukan bahwa realisasi penempatan transmigran di Hitam Ulu sebanyak 500 Kepala Keluarga dengan luas lahan jatah adalah sebesar 1.750 Hektar dengan perincian lahan untuk Pekarangan seluas 125 hektar, Lahan Usaha (LU) I seluas 500 hektar, serta Lahan Usaha (LU) II seluas 1.125 hektar (lihat lampiran III).
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
BAB IV MASYARAKAT TRANSMIGRAN JAWA
Sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri Transmigrasi Republik Indonesia dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor SKB. 62/ MEN/ 1989 dan Nomor 284 Tahun 1989 menyatakan bahwa pada setiap UPT dilengkapi prasarana lingkungan dan fasilitas sosial, yaitu : Jalan Penghubung, Jalan Poros, Jalan Desa dan Jembatan serta Dermaga khusus dilokasi Daerah Pasang Surut, Kantor Kepala Desa dan Balai Desa berikut peralatan dan perlengkapannya, Balai Pengobatan/ Puskesmas Pembantu, Gedung Sekolah Dasar, Rumah Ibadah, Gudang, KUPT dan Rumah Petugas, Rumah Pos, Tanah Kas Desa, Tanah Kuburan, Lapangan Olahraga, Tanah Penggembalan dan Pasar, Bangunan Koperasi Unit Desa (KUD) dan Lantai Jemur / teras (lihat lampiran IV). Maka di desa Hitam Ulu I sarana dan prasarana diatas pada saat itu sudah mulai sebagian sarana tersebut tersedia yaitu Tanah Hak Pakai desa seluas 25 hektar, Tanah Umum Desa seluas 97,3 hektar, 1 buah Balai Desa/ Kantor Kepala Desa, 1 buah Balai Pengobatan, 2 buah Rumah Ibadah, dan 1 buah Kantor Koperasi Unit Desa, Jalan Poros sepanjang 5,882 Kilometer, dan Jalan desa sepanjang 20,950 kilometer dengan jembatan sebanyak 4 buah yang dikelola oleh pemerintah daerah. Dan pasar yang terletak di tengahtengah desa Hitam Ulu I serta Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama 43. Setiap tindakan di seluruh kegiatan di bidang transmigrasi dilaksanakan dengan tetap mempertimbangkan agar sumber daya alam dan lingkungan hidup dapat termanfaatkan secara berkelanjutan. 43
Wawancara Bapak Samino tanggal 17 Maret 2009 dikediamannya Jalan Bintan.
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
Desa transmigrasi yang diselenggarakan oleh pemerintah pada umumnya merupakan desa yang teratur letak susunannya seperti desa Hitam Ulu I. Tidak sukar bagi kita untuk mengetahui batas desa, letak dan luas perkampungan pekarangan yang relatif sama, keadaan jalan dengan jalur-jalur yang teratur, saluran pengairan yang sudah ada atau direncanakan, letak tanah persawahan dan perladangan tertentu, tersediannya tanah jabatan untuk pamong desa dan tanah-tanah desa lainnya seperti untuk bangunan keagaamaan, pekarangan sekolah, tanah lapangan, pekuburan, pasar dan lain-lain. Keadaan seperti ini sangat menguntungkan bagi daerah Hitam Ulu I, karena sangat baik dan dalam perkembangan selanjutnya.
4.1 Kehidupan Baru di Daerah Transmigrasi
Setibanya transmigran di pemukiman baru, setiap keluarga langsung diantar ke rumah masing-masing dengan ukuran satu unit rumah papan berukuran 5 X 7 meter yang terdiri dari satu ruang kamar tidur dilengkapi tempat tidur dari papan beralaskan tikar serta satu ruang digunakan untuk dapur, yang terletak diatas tanah pekarangan seluas 2.500 meter persegi (seperempat hektar) yaitu sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Dalam ketentuan tersebut bagi setiap keluarga diberikan surat keterangan mengenai penunjukan penggunaan atau pemilikan rumah dan lahan. Surat keterangan ini penting untuk menghindarkan terjadinya pengalihan atau penukaran pemilikan. Bersamaan dengan itu diserahkan pula peralatan dan perlengkapan bagi masing-masing transmigran.
Guna kelancaran penyelenggaraan pemerintah desa dan sesuai dengan keputusan tersebut diatas maka pemerintahan desa pada setiap UPT/ desa transmigrasi, baik Bupati/ Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan harus segera mengangkat dan menyelenggarkan pemilihan kepala desa selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah penempatan transmigrasi, sesuai dengan pertimbangan dan saran dari KUPT/ Desa Transmigrasi. Maka oleh karena itu diselenggarakanlah pemilihan Pejabat Kepala Desa setelah kurang dari satu bulan setelah penempatan transmigran yaitu sekitar bulan Juni 1983, dan hasil pemilihan tersebut yang menjabat sebagai kepala desa ialah Bapak Samino (Transmigran asal ABRI Diponegoro Propinsi Jawa Tengah) bertempat tinggal di Jalan Bintan. Hal ini dilakukan dikarenakan pemerintah melaksanakan pembinaan masyarakat di daerah pemukiman transmigrasi 44. Guna ditujukan untuk membentuk landasan yang kuat agar dalam waktu yang relatif singkat, yaitu 5 tahun masyarakat transmigran
mampu
melanjutkan pembangunan di berbagai bidang secara mandiri. Pencapaian kondisi tersebut dilakukan melalui tiga tahapan, yakni tahapan konsolidasi, pengembangan dan pemantapan. 45 Lokasi Hitam Ulu I berada di daerah yang relatif masih terisolasi, serta ketersediaan prasarana dan sarana transportasi terbatas. Sebagai daerah baru, prasarana dan sarana ekonomi seperti pasar, kelembagaan keuangan, koperasi dan penyuluhan masih dalam merintis dan belum berkembang. Terbatasnya prasarana dan sarana transportasi menghambat akses informasi, sarana produksi pertanian yang dibutuhkan oleh transmigran sulit didapatkan dan jauh dari perkembangan dunia luar. Maka pada ketika itu, saat 44
Departemen Transmigrasi, Rencana Pembangunan Lima Tahun ke empat 1984/19851988/1989, 1984. Jakarta : Departemen Transmigrasi, hlm 41. 45 ibid, hlm 44. Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
sementara baik perkarangan maupun LU I belum dapat menghasilkan, bagi setiap Kepala Keluarga memperoleh jaminan hidup, untuk setiap bulannya berupa beras 50 kg, ikan asin 5 kg, minyak goreng 3 kg, gula pasir 3 kg, minyak tanah 8 liter, garam 2 kg, serta sabun cuci batangan, beras, tepung terigu, minyak tanah, Ikan sarden dan susu bubuk selama 12 bulan, kelambu, serta peralatan dapur berupa satu buah wajan aluminium untuk penggorengan, satu buah periuk tempat masak nasi maupun sayur, dan satu buah teko aluminium untuk merebus air dalam mempertahankan kehidupan baru semenjak menjalani kehidupan baru di Unit Penempatan Transmigrasi Hitam Ulu I hingga pertengahan tahun 1984. 46
4.2 Masa Bercocok Tanam Untuk meningkatkan hasil tani para transmigran, pemerintah memberi kepada setiap kepala keluarga yang telah menerima lahan yang sudah dibuka seluas 1 (satu) hektar untuk lahan usaha dan 0,25 hektar lahan pekarangan yang siap tanam diberikan bibit padi 30 kilogram, bibit tanaman pekarangan 20 batang, pestisida dan racun tikus/ babi 3 kilogram, pupuk urea dan TSP 300 kilogram serta pengapuran atau fosfat alam. Pengapuran diberikan secara selektif pada lokasi-lokasi yang tingkat keasaman tanahnya cukup tinggi. Di samping itu setiap 10 kepala keluarga dilengkapi dengan 1 alat penyemprot hama. Dan untuk setiap 4000 kepala keluarga dibangun sebuah balai penyuluh pertanian yang pada waktu masa itu didirikan di desa Hitam Ulu III kurang lebih sekitar 5 kilometer dari Hitam
46
Wawancara Rainah (istri alm bapak Sunadi bin Tarmudi) tanggal 14 Maret 2009 dikediamannya Jalan Natuna.
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
Ulu I ke arah kota, dan untuk setiap 2000 kepala keluarga dilengkapi dengan sebuah kebun bibit, dengan tujuan agar penyuluhan pertanian dapat dilakukan secara intensif dan kebutuhan bibit dapat tercukupi. 47 Sebagian kecil daerah milik transmigran di Hitam Ulu I memiliki lahan pertanian yang kurang subur seperti rawa-rawa, serta ketersediaan tenaga kerja dan peralatan pertanian yang terbatas. Hal itu mengakibatkan para transmigran tidak dapat mengolah seluruh lahan yang dikuasainya secara optimal. Rendahnya kemampuan dalam memanfaatkan teknologi usaha tani dan rendahnya tingkat pengetahuan para transmigran juga menyebabkan rendahnya produktivitas usaha tani sehingga kemampuan para transmigran memperoleh pendapatan yang layak juga terbatas. Berdasarkan informasi dari para transmigran, menyatakan bahwa mereka harus berjuang dan bekerja keras karena sebagai transmigran umum, mereka menerima lahan kosong yang masih banyak tunggul-tunggul kayu dan batang kayu yang malang-melintang dengan ukuran garis tengah antara 10 sampai 200 centi meter. Untuk dapat ditanami tanaman pangan, kayu tersebut harus terlebih dahulu di bakar. Pada waktu itu faktor yang menyulitkan lagi bahwa tidak ada tenaga upahan yang bisa dibayar pakai uang untuk membantu pekerjaan berat tersebut, kecuali mereka sendiri harus saling membantu satu sama lainnya. 48
Seuai dengan kondisi pada saat itu, masa awal mereka menempati daerah baru dan mulai adanya pembinaan transmigrasi maka para transmigran mulai tanam-menanam untuk
47
Wawancara Bapak Samino tanggal 17 Maret 2009 dikediamannya Jalan Bintan yang ketika itu menjabat sebagai kepala desa. 48 Wawancara Bapak Aji tanggal 14 Maret 2009 dikediamannya Jalan Natuna. Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
kebutuhan pokok sehari-hari seperti padi, cabe, singkong, ubi rambat, terong, bawang putih, bawang merah, dan berbagai jenis palawija lainnya yang mana pada masa itu sistem petanian sangat tergantung kemana kemurahan alam. Artinya produksi pertanian akan berhasil apabila tanaman mereka tidak diterpa banjir atau datangnya musim kemarau maupun disebabkan hama yang berasal dari binatang hutan. Sistem pertanian semata-mata bersumber dari satu jenis tanaman seperti contohnya pada saat itu padi, maka apabila panen gagal akan berakibat fatal bagi penduduk. Apalagi alam desa Hitam Ulu I yang dialiri sungai hampir mengelilingi desa menyebabkan desa Hitam Ulu I berpotensi rawan banjir. Dan penduduk jawa yang hidup bertani tersebut seringkali LU I mereka terserang banjir jika hujan lebat berhari-hari datang maupun hama sehingga hasil pertanian mereka tidak memperoleh hasil yang memuaskan. Akibatnya tidak jarang transmigran tak bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka, sehingga mereka terpaksa mencari pekerjaan lain, bahkan adakalanya pergi ke desa lain untuk mengadu nasib seperti membabat atau mencari kelapa didaerah lain untuk dijual kepada penduduk. Dan hal tersebut ditempuh dengan berjalan kaki dikarenakan pada masa itu transmigran belum memiliki alat transportasi seperti kereta maupun sepeda motor. 49
Untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan maka pemerintah memberikan berbagai bantuan dan bimbingan secara khusus. Selama masa tahap konsolidasi berkisar antara 1 sampai 1,5 tahun setelah penempatan transmigrasi yaitu dimulai awal tahun penempatan transmigran dan berakhir hingga tahun 1984 yang merupakan masa bercocok tanam hingga mulai memasuki masa perawatan tanaman berumur sedang seperti kopi, dan 49
Wawancara Bapak Aep tanggal 14 Maret 2009 dikediamannya Jalan Natuna.
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
sebagainya. Kepada setiap keluarga transmigran diberikan bantuan jaminan hidup dan bantuan sarana produksi pertanian. Bersamaan dengan itu kepada petani dan masyarakat di sekitarnya diberikan bimbingan dan penyuluhan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui berbagai media dan cara. Bantuan, bimbingan dan penyuluhan ini terutama ditekankan kepada aspek pertanian, kesehatan dan keluarga berencana, pendidikan dan lingkungan hidup. Jaminan hidup terdiri dari beras dan bahan pokok lainnya, seperti gula, garam, minyak goreng, minyak tanah dan sabun cuci. Pembinaan kesehatan pada tahap ini dititikberatkan pada usaha pemberantasan dan pencegahan penyakit menular karena pada tahun-tahun pertama peluang meluasnya penyakit menular sangat besar. bidang keluarga berencana tekanan pembinaan adalah agar transmigran
Dalam
yang sudah
menjadi akseptor keluarga berencana sejak dari daerah asal tetap melanjutkannya di daerah transmigrasi. Pembinaan di bidang pendidikan diprioritaskan penyediaan sarana pendidikan, khususnya untuk sekolah-sekolah dasar dan menengah, agar anak-anak transmigrasi yang sudah bersekolah tetap dapat melanjutkan pendidikannya. Dalam rangka pembinaan koperasi dan mengingat
kepentingan transmigrasi, maka pada tahap ini
sebagian kegiatan pengadaan jaminan hidup dan sarana produksi pertanian akan diserahkan kepada koperasi. Hal ini dimaksudkan untuk merangsang pembentukan dan pengembangan koperasi di kalangan transmigrasi. Sehingga pada tahun 1984 didirikan KUD (Koperasi Unit Desa) Sarana Makmur dengan nomor badan hukumnya 608/ BH/ XV/ 1984 (lihat Lampiran V). Yang ketika itu didirikan untuk penyediaan sarana produksi pertanian dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
4.3 Masa Perawatan
Setelah didirikannya koperasi maka pemerintah melakukan tahap pengembangan. Ditujukan terutama untuk mengintensifkan pengusahaan lahan yang sudah digarap serta merintis perluasan usaha di bidang lainnya seperti pengolahan dan pemasaran hasil pertanian. Pada tahap ini koperasi didorong dan diberikan peranan yang lebih besar dalam kegiatan pelaksanaan pembangunan ekonomi di daerah transmigrasi. Dalam hubungan ini maka, di samping melanjutkan bantuan sarana produksi dan peralatan kepada setiap petani, diberikan pula bantuan lainnya yang dikaitkan dengan pengembangan usaha bersama menuju koperasi. Pada tahap pengembangan dimulai pengkaitan usaha koperasi dengan usaha-usaha penanaman modal, baik oleh badan usaha swasta maupun oleh badan usaha negara. Untuk itu diatur mekanisme yang mampu mengakomodasi usaha bersama tersebut termasuk sistem perkreditan. Dalam hubungan ini pendekatan dan
kerjasama dengan pihak
swasta dan badan usaha negara dipergunakan. Di bidang sosial budaya, pembinaan pendidikan, kesehatan dan keluarga berencana oleh pemerintah diintensifkan dan diperluas. Untuk pendidikan sekolah dasar dan menengah dilengkapi peralatan serta dipenuhi kebutuhan tenaga pengajar. Pada tahap ini diusahakan pula sarana dan fasilitas pendidikan tingkat lanjutan, terutama jenis-jenis pendidikan kejuruan. Penyediaan berbagai sekolah kejuruan lanjutan di daerah transmigrasi amatlah penting. Di samping untuk menghindarkan arus perpindahan penduduk usia muda ke luar daerah transmigrasi, penyediaan sekolah ini juga dimaksudkan untuk memberikan
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
bekal pengetahuan dan keterampilan yang memadai demi masa depan generasi muda transmigrasi, khususnya dalam rangka pembangunan daerah transmigrasi itu sendiri. Untuk
bidang
kesehatan dan keluarga
berencana,
penyediaan peralatan,
perlengkapan dan obat-obatan serta kebutuhan tenaga medis akan diusahakan untuk dapat dipenuhi. Pada tahap ini diharapkan pasangan usia subur sudah menjadi peserta keluarga berencana. Dalam bidang pemerintahan dan hubungan sosial dibentuk perangkat desa yang lebih komplek sesuai dengan undang-undang dan dibina hubungan baik antara berbagai kelompok etnis di dalam daerah pemukiman transmigrasi serta antara masyarakat transmigrasi dengan penduduk di sekitarnya melalui acara seperti
temu karya, saling
berkunjung dan kegiatan bersama. Melalui pemantapan hubungan yang demikian maka dapat diperkokoh persatuan, kesatuan bangsa dan integrasi masyarakat. Pada tahap pemantapan bantuan pemerintah yang berbentuk sarana produksi
dan
peralatan akan diberikan secara selektif. Prioritas hanya diberikan untuk mengganti yang sudah rusak dan tidak berfungsi lagi. Bantuan lain yang diberikan berupa pemeliharaan prasarana, sarana dan fasilitas umum agar tetap dapat berfungsi. Pada tahap ini dikembangkan usaha kerja sama produktif antara koperasi dan badan usaha swasta yang sudah dirintis pada tahap sebelumnya. Kerjasama produktif ini tidak terbatas pada bidang produksi pertanian saja tetapi akan mencakup pula kegiatan pengolahan hasil dan industri pertanian serta pemasaran dan perdagangannya. Kerja sama di bidang ekonomi ini dimaksudkan untuk memperlancar usaha meningkatkan pendapatan petani yang bersangkutan agar sasaran yang telah ditetapkan dapat secepatnya tercapai dan kemudian dilampaui. Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
Dalam tahap pemantapan ini Sasarannya adalah
untuk membentuk landasan
ekonomi, sosial, budaya dan politis yang kokoh agar masyarakat baru mampu meneruskan usaha dan kegiatan pembangunan di daerahnya. Pada tahap ini usaha pemerintah mengarah kepada peningkatan pendapatan transmigran dalam usaha memperbaiki taraf hidup masyarakat. Dalam hubungan ini usaha pengembangan LU II melalui penanaman modal baik modal transmigran maupun swasta lainnya. Ada berbagai macam program yang ada yaitu program bagi generasi muda transmigrasi yaitu ditujukan untuk lebih meningkatkan keterampilan dan kepemimpinan generasi muda transmigrasi, para pemuda diberikan suatu latihan agar mampu menguasai cara-cara teknik bertani seperti mengolah tanah, mengolah hasil-hasil pertanian serta memasarkan hasil-hasil pertanian dengan baik. Kepada generasi muda transmigrasi diberikan latihan ketrampilan dalam kewiraswastaan dan koperasi. Serta ada program peranan wanita transmigrasi untuk lebih meningkatkan peranan wanita transmigrasi dalam usaha berproduksi secara efisien dalam sektor pertanian tetapi juga dalam rangka peranan ibu rumah tangga membina keluarga sejahtera dengan memberikan latihan-latihan keterampilan baik yang menyangkut bidang usaha pertanian, kesehatan, kesejahteraan keluarga maupun latihan-latihan lainnya. Kegiatan dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan peranan masyarakat terus diperhatikan. Pendidikan, kesehatan dan keluarga berencana ditingkatkan. Di bidang pendidikan, perlengkapan dan tenaga pengajar dipenuhi. Salah satu aspek pembinaan yang menonjol di Unit Penempatan Transmigrasi Hitam Ulu I adalah pendidikan dan latihan bagi petani transmigrasi. Pendidikan dan latihan ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada petani mengadakan penilaian Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
secara menyeluruh mengenai praktek-praktek pelaksanaan usaha tani yang sudah mereka lakukan. Di samping itu, pendidikan dan latihan merupakan wahana untuk memperoleh tambahan pengetahuan dan keterampilan baru yang sangat diperlukan oleh petani transmigrasi Hitam Ulu I dalam mengelola usaha taninya sehingga dapat memberikan hasil yang optimal. Dan untuk tahun pertama yaitu tahun ajaran 1983/1984 jumlah tenaga pendidik (guru) sebanyak 10 orang dan masih honor50. Dengan jumlah murid sebanyak 374 orang dari yang tua sampai yang muda. Namun ada murid yang tidak mengikuti pelajaran sekolah, sebagian besar muridmurid yang berasal dari para orang tua/ kepala keluarga karena faktor usia mereka yang sudah berumur. Besarnya Kepala Keluarga yang tidak pergi ke bangku sekolah sangat tidak menunjang proses integrasi kultural. Misalnya ada informasi tentang hal-hal yang bersangkut paut dengan daerah lain mereka mengalami kesukaran dalam menerimanya. Transmigran yang tidak mau ikut bersekolah, lebih identik hidup dengan pola pikir yang sempit dan tradisional sehingga perasaan terbuka untuk menerima perkembangan dan perubahan agak sulit. Rendahnya tingkat pendidikan para transmigran dalam kemampuan membaca, menulis serta berkomunikasi mengakibatkan sering terjadi perkelahian atau ketidak cocokan akibat salah paham dalam berkomunikasi satu sama lain baik di lingkungan dirumah maupun di lahan pertanian dan juga mengakibatkan ketidak ketidakbetahan para transmigran di lokasi Transmigrasi yang terisolasi tersebut. Namun karena perhatian pemerintah hal tersebut dapat ditanggulangi.
50
Departemen Transmigrasi Kab. Sarolangun Bangko. 1983. Op.cit. hlm. 5-6
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
Ketika para Transmigran jawa hendak membuka LU II mereka, LU II mereka yang terletak agak jauh dari pemukiman dan berada dekat dengan wilayah perbatasan desa, maka Lahan-lahan ini karena jauh dan jarang di lihat, ada sebagian yang bermasalah dengan penduduk setempat yang tinggal didesa sebelah. Penduduk setempat ada yang mengerjakan lahan mereka untuk bercocok tanam, sehingga hal ini mengganggu kenyamanan para transmigan. Dan untuk menjaga ketertiban dan kenyamanan, Bapak Slamet Asyura, BA yang ketika itu sebagai Camat meminta petugas keamanan masyarakat / polisi setempat untuk menyelesaikan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan antara warga penduduk setempat dengan para transmigran. 51 LU II diarahkan untuk menjadi sumber penghasilan bagi keluarga petani transmigan guna mencukupi kebutuhan untuk peningkatan taraf hidup. Lahan ini penggunaan atau pengusahaannya diarahkan bagi pengembangan komoditi pertanian yang mempunyai nilai ekonomi relatif tinggi dan mudah dijual di pasaran lokal atau pasaran nasional dan pasaran luar negeri. Pada tanggal 16 Juni 1988 dilaksana monitoring oleh Petugas Direktorat Agraria Propinsi Jambi, dan ternyata terdapat 17 Kepala Keluarga yang belum diterbitkan sertifikat tanah mereka dan hal ini segera diselesaikan oleh Direktorat Agraria. Hal ini segera ditindak lanjuti sesuai dengan surat dari kantor Departemen Transmigrasi Kabupaten Sarolangun Bangko kepada seluruh Kepala UPT sekabupaten untuk memberikan daftar tanda serah terima sertifikat para transmigran (lihat lampiran VI).
51
Wawancara Bapak Slamet Asyura, BA tanggal 25 Maret 2009 dikediamannya Rantau
Panjang.
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
Secara berangsur lahan LU I mulai dialihkan ke perkebunan dengan menanam karet unggul berokulasi dibawah bimbingan petugas/ penyuluh perkebunan. Sampai umur karet 4 tahun, mereka masih bisa menanam tanaman pangan yang pemasaran hasilnyapun sudah menjadi mudah, karena sudah didirikan pasar dikawasan pemukiman yang letaknya ditengah-tengah desa, yaitu KUD Sarana Makmur yang berfungsi menampung dan menjual hasil pertanian anggota. Menurut informasi yang didapat dari bapak Aji, transmigran asal Jawa Barat, menyatakan bahwa : “...Awal tahun 1990 karet kami di LU I sudah mulai bisa dipanen, dan kamipun mulai belajar bagaimana cara menyadap pohon karet yang benar, kami membentuk Kelompok Usaha Bersama (KUB) yang terdiri dari gabungan beberapa kelompok tani, untuk mencari pasar yang baik. Dan kami menunggu LU II kami yang berisi kelapa sawit dapat menghasilkan ...” 52
Dan beberapa tahun setelah KUD didirikan, para anggota KUD menandatangani kontrak kerjasama antara Perusahaan Kebun Sawit dan Bank penyandang dana untuk membangun kebun Kelapa Sawit dilahan LU II para transmigran.
4.4 Peningkatan Kehidupan Masyarakat Transmigran Jawa Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat transmigran Hitam Ulu I seperti kehidupan sehari-hari di Jawa yaitu selalu menjaga suatu hubungan yang baik dengan tetangga-tetangga mereka, keluarga satu jalan, satu desa dan keluarga desa-desa lainnya. Untuk tingkat pendidikan pada tahun 1990an masih lumayan rendah, sebenarnya bukan karena masyarakat transmigran belum tahu arti pentingnya pendidikan namun karena sarana dan prasarana yang kurang di daerah mereka maka sebagian besar anak-anak mereka 52
Wawancara Bapak Aji tanggal 14 Maret 2009 dikediamannya Jalan Natuna.
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
hanya menamatkan pendidikan di sekolah yang tersedia di daerah tersebut tanpa dilanjutkan lagi ke jenjang yang lebih tinggi di kota besar karena jauhnya jarak sekolah yang lebih tinggi lagi, hanya sebagian kecil kepala keluarga yang menyekolahkan anak mereka ke kota besar. Sebagian kecil tersebut mereka paham bahwa dengan pendidikan dapat mengarahkan perkembangan manusia ke masa depannya, dapat merangsang kreatifitas seseorang agar sanggup maju menghadapi tantangan-tantangan alam, teknologi serta kehidupan yang semakin komplek dan sulit. Selain itu manusia dapat mencapai nilainilai manusia yang utuh, yang menjadi tujuan pendidikan nasional di Indonesia. Dimana dikatakan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara bahwa pendidikan nasional berdasarkan Pancasila, bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan, terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasaan dan keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat menumbuhkan manusiamanusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa. Namun sebagian lainnya mengorbankan anak-anaknya tidak bersekolah dengan alasan yang penting tidak buta huruf saja, terserah pada anaknya dan anaknya tidak mau sekolah, kurangnya biaya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi dan banyak para orang tua yang berpendapat “masiyo sekolah urung mesti dadi priyayi” (walaupun sekolah belum tentu menjadi pegawai),”anake wong cilik tetep jadi cilik” (anaknya orang kecil tetap jadi orang kecil). Maka anak-anak mereka jarang melanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
untuk melakukan suatu pekerjaan memperoleh uang dengan bekerja di lahan sendiri atau ladang orang 53. Peningkatan kehidupan ekonomi yang cukup baik pada transmigran Jawa di desa Hitam Ulu I menimbulkan dampak pada keberhasilan program transmigrasi yang di jalankan pemerintah. Kehidupan ekonomi sebelum mereka ikut transmigrasi jauh dari kehidupan yang layak dan masa depan yang kurang jelas bagi anak-anak mereka setelah ikut bertransmigrasi ke Desa Hitam Ulu I mengalami peningkatan untuk kesejahteraan hidup mereka dan masa depan yang cerah bagi ana-anak dan cucu-cucu mereka, karena mereka telah mempunyai penghasilan tiap bulan dari hasil jerih payah mereka selama mengelola lahan kosong yang diberikan pemerintah dan kini telah menjadi kebun yang dapat meningkatkan kehidupan mereka baik dalam segi pendidikan anak-anak mereka, belanja keperluan rumah tangga maupun untuk menabung dapat terlaksana dengan baik. Jatah Lahan yang diberikan pemerintah baik LU I maupun LU II mereka sudah menghasilkan sedikit demi sedikit. Sebab tanaman yang berupa tanaman perkebunan yang setiap bulan dapat mereka panen untuk memenuhi kebutuhan kehidupan mereka setiap bulannya dan jenis tanaman perkebunan berumur jangka panjang. Sehingga pada tahun 1990 kehidupan transmigran jawa di Desa Hitam Ulu I sudah sangat tampak jelas peningkatan kehidupan yang mereka alami akibat dari kegigihan dan kemauan mereka dalam mengikuti program transmigrasi. Dan hal tersebut tidak terlepas daripada peran dan kerjasama antara pemerintah dengan masyarakat transmigran Jawa yang berada di desa Hitam Ulu I tentunya.
53
Soekartawi. 1980. Penggunaan Tanah dan Pendidikan anak-anak. LP3ES : Jakarta. hlm
23. Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
Untuk keadaan sosial budaya transmigran daerah Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur umumnya masih mempolakan hubungan berdasarkan ikatan ketetanggaan, kekerabatan, dan keagamaan. Pola hubungan sosial yang seperti ini menandakan penduduk desa menganut pola masyarakat komunal, yaitu kesatuan masyarakat yang relatif kecil dan homogen ditandai oleh pembagian kerja yang minimal dan masih terikat kuat kepada tradisi. Dua golongan sosial utama yang dikenal pada masyarakat komunal adalah tokoh terkemuka dan penduduk biasa. Tokoh terkemuka di desa mencakup pemuka agama, pejabat desa, tokoh terpelajar, dan orang kaya. Kerja sama dalam hubungan komunal diwujudkan dalam sistem sambatan, sumbangan, dan pirukunan. Sambatan adalah tolongmenolong dalam bentuk pengerahan tenaga manusia untuk membantu menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, seperti pembangunan rumah, pesta perkawinan, penguburan jenazah, dan kenduri atau slametan. Sumbangan adalah tolong-menolong dalam bentuk pemberian barang atau uang untuk biaya penyelesaian pekerjaan rumah tangga, seperti penyelenggaraan pesta perkawinan dan upacara kematian. Pirukunan adalah perkumpulan yang bertujuan untuk saling membantu dalam penyediaan pemenuhan konsumsi rumah tangga, seperti pesta perkawinan dan pembangunan rumah dengan menerapkan prinsip pertukaran yang sepadan 54. Berbagai upacara keagamaan juga diselenggarakan didasarkan atas tradisi Islam setempat, seperti tahlilan, kenduren, ruwahan, dan pengajian. Tahlilan adalah upacara agama yang berintikan pembacaan tahlil (bacaan suci yang bertema pengakuan terhadap Keesaan Tuhan) dalam rangka mendoakan arwah leluhur. Kenduren adalah upacara agama
54
Hasil wawancara pada hari Minggu, 15 Maret 2009 dengan beberapa informan yang berasal dari transmigran Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
yang berintikan pembacaan doa keselamatan dan pembagian makanan berupa nasi dan laukpauk. Makanan yang dihidangkan dalam kenduren umumnya sama dengan makanan yang dihidangkan setiap hari dalam kehidupan rumah tangga dan tidak ada makanan yang khas. Ruwahan merupakan kegiatan seperti kenduren yang diadakan setiap tahun pada bulan ruwah menurut tahun Jawa Islam dengan maksud mendoakan keselamatan leluhur dalam menjalani hidup di alam akhirat. Kegiatan keagamaan berupa tahlilan umumnya diselenggarakan oleh rumah tangga atau suatu kelompok tahlilan yang berada pada satu dusun yang sama. Tahlilan ini diselenggarakan dalam rangka mendoakan keselamatan arwah leluhur anggota keluarga yang baru saja meninggal dunia. Orang yang punya hajat dalam penyelenggaraan tahlilan ini umumnya mengundang tetangga terdekat dan kaum kerabat. Tahlilan yang diselenggarakan oleh suatu kelompok tahlilan diadakan sebulan sekali secara bergiliran di rumah anggota kelompok dan hanya dihadiri oleh anggota kelompok yang bersangkutan. Menurut informan, acara pengajian diselenggarkan setiap 40 hari sekali (selapanan) dan setiap setahun yang diadakan di masing-masing dusun. Pengajian ini umumnya dihadiri oleh penduduk dari satu dusun baik yang abangan maupun putihan. Penduduk mengenal keluarga inti dan keluarga luas. Keluarga inti terdiri dari suami, istri, dan anak, sedangkan keluarga luas merupakan anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah selain suami, istri dan anak. Beberapa keluarga inti dan keluarga luas ini masih ada hubungan kekerabatan. Kelompok kekerabatan ini saling membantu jika ada acara kekeluargaan seperti tingkeban, perkawinan, sunatan, kelahiran bayi, upacara kematian, pemakaman, dan selamatan. Upacara tingkeban merupakan upacara selamatan waktu seorang calon ibu mengandung anak pertama dalam masa kehamilan berumur 7 bulan. Perayaan masih Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
diadakan setelah bayi tersebut lahir, yang disebut dengan endongan, yaitu perayaan yang dilakukan semenjak bayi itu lahir sampai hari ke-40 (selapanan). Tetangga saat endongan berkumpul pada malam hari di tempat orang yang punya hajat sekadar berbincang-bincang dengan maksud untuk menemani tuan rumah dan agar suasana rumah menjadi lebih ramai. Upacara pernikahan umumnya diselenggarakan selama dua hari. Persiapan acara pernikahan ini melibatkan bantuan tetangga maupun kerabat. Tetangga maupun kerabat sebelum acara pernikahan akan berdatangan ke rumah orang yang punya gawe untuk memberikan doa restu dan memberikan sumbangan atau bantuan sekadarnya berupa beras, gula, bahan makanan, maupun makanan yang sudah jadi. Penduduk banyak yang mempunyai jodoh berasal dari satu desa dan kadang-kadang masih ada hubungan kerabat.
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
BAB V KESIMPULAN
Sebelum tahun 1981 daerah Hitam Ulu I dahulunya merupakan kawasan hutan. Ketika menjadi salah satu program penempatan transmigrasi maka oleh pemerintah pada REPELITA III (tahun 1980 sampai dengan tahun 1985) dibukalah hutan tersebut sebagai daerah transmigrasi bagi program kebijakan pemerintah. Pembukaan hutan ini dilakukan dengan dua cara. Yang pertama yaitu cara manual membabat dan membakar. Dan cara yang kedua ialah secara mekanis memakai alat-alat besar seperti buldozer. Dan dibuatlah jalan penghubung yang dapat menghubungkan Satuan Pemukiman (SP) dengan pemukiman yang lain yang disebut dengan jalan poros, serta jalan yang menghubungkan dengan pusat Satuan Kawasan Pemukiman (SKP), jalan yang menghubungkan dengan jalan negara/ jalan propinsi yang ada. Setelah dibukanya daerah baru akibat dari program transmigrasi yang dijalankan pemerintah diwilayah ini maka daerah tersebut diberi nama desa Hitam Ulu I. Sesuai dengan namanya, daerah ini dibelah oleh aliran sebuah sungai yang airnya berwarna hitam. Kemudian oleh pemerintah di pindahkanlah penduduk-penduduk Pulau Jawa kedaerah ini. Penduduk tersebut berasal dari Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur. Dilatarbelakangi karena dorongan kemiskinan, keamanan, keinginan merantau untuk mengetahui daerah
baru
dan sebagainya.
Dimana pada
masa
itu
pemerintah
mensosialisasikan adanya program transmigrasi ke Propinsi Jambi. Sehingga bagi penduduk Pulau Jawa yang ketika itu merupakan wilayah yang cukup padat penduduknya berbondong-bondong mengikuti program penempatan transmigrasi ke Sumatera khususnya Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
ke wilayah propinsi Jambi yang terkenal dengan wilayah yang cukup luas dengan jumlah penduduk yang sedikit. Dengan perlengkapan seadanya mereka pindah ke Desa Hitam Ulu I. Di daerah ini mereka menjalani kehidupan baru yang cukup memprihatinkan dikarenakan pada tahun pertama daerah ini masih kosong karena tanam-tanaman yang bisa dimakan belum ada, sehingga di masa pertama mereka ditempatkan kehidupan mereka mendapat bantuan dari pemerintah sampai mereka bisa bertahan dan hidup dari lahan yang mereka olah. Dan pemerintah melaksanakan pembinaan masyarakat di daerah pemukiman transmigrasi didaerah tersebut. Ditujukan guna untuk membentuk landasan yang kuat agar dalam waktu relatif singkat, yaitu 5 tahun masyarakat transmigran mampu melanjutkan pembangunan di berbagai bidang secara mandiri. Melalui tiga tahapan yaitu masa konsolidasi (perkenalan), masa pengembangan dan pemantapan. Tahapan pembinaan dari pemerintah ini dimulai dari ketika awal kehidupan baru di Desa Hitam Ulu I yaitu
tahun 1983 hingga berakhir pada tahun 1990 yaitu masa
perawatan. Dimasa pembinaan ini masyarakat transmigran jawa harus berjuang untuk menjalani kehidupan baru mereka yang cukup sulit karena desa Hitam Ulu I ketika itu masih terisolir oleh pembangunan walaupun sebenarnya desa ini tidaklah jauh dari kota kabupatena. Perjuangan masyarakat transmigran jawa untuk meningkatkan kehidupan dan merubah nasib mereka tidaklah mudah. Karena sarana transportasi pada masa itu belum ada dan lahan yang mereka dapatkan belumlah maksimal hasilnya. Pemerintah dan masyatakat transmigran jawa saling kerjasama dan bahu-membahu untuk meningkatkan kehidupan transmigran jawa di Desa Hitam Ulu I. Lahan perkarangan Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
seluas ¼ hektar ditanami sayur-sayuran dan tanaman yang dapat menutupi kehidupan makan sehari-hari mereka. LU I seluas 1 hektar ditanami tanaman yang dapat meningkatkan pendapatan keluarga serta LU II mereka di jadikan lahan untuk ditanami tanaman perkebunan yaitu kelapa sawit jenis tanaman berumur panjang. Dan penanaman tanaman ini dikelola oleh KUD Sarana Makmur desa Hitam Ulu I yang bekerjasama dengan pemerintah dan masyarakat untuk mensukseskan program REPELITA III yaitu transmigrasi pola perkebunan. Sehingga sekitar tahun 1990 LU II mereka sudah mulai merasakan hasilnya. Dan kerjasama ini dimaksudkan untuk meningkatkan kehidupan transmigran jawa setiap bulannya agar anak cucu mereka nantinya tidaklah susah seperti kehidupan mereka sebelum mengikuti program transmigrasi . Peningkatan kehidupan ekonomi yang cukup baik pada transmigran Jawa di desa Hitam Ulu I menimbulkan dampak pada keberhasilan program transmigrasi yang di jalankan pemerintah. Kehidupan ekonomi sebelum mereka ikut transmigrasi jauh dari kehidupan yang layak dan masa depan yang kurang jelas bagi anak-anak mereka. Namun setelah ikut bertransmigrasi ke Desa Hitam Ulu I mengalami peningkatan karena mereka telah mempunyai penghasilan tiap bulan dari hasil jerih payah mereka selama mengelola lahan kosong yang diberikan pemerintah dan kini telah menjadi kebun yang dapat meningkatkan kehidupan mereka baik dalam segi pendidikan anak-anak mereka, belanja keperluan rumah tangga maupun untuk menabung dapat terlaksana dengan baik. Dan hal tersebut tidak terlepas daripada peran dan kerjasama antara pemrintah dengan masyarakat transmigran Jawa yang berada di desa Hitam Ulu I tentunya.
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
Daftar Pustaka Departemen Transmigrasi Kabupaten Sarko, Laporan Tahunan Tahun Anggaran 1988/1989, Jambi : Departemen Transmigrasi R.I, 1989. Direktorat Jenderal Penyiapan Pemukiman Transmigrasi. Final Report : Proyek Perencanaan Jalan Pemukiman Transmigrasi Wilayah Sumater Bagian Selatan. Jambi : Departemen Transmigrasi, 1983. Departemen Transmigrasi Kab. Sarolangun Bangko, Monografi Proyek Transmigrasi Hitam Ulu I, Bangko : Dinas Transmigrasi Sarolangun Bangko, 1983. Departemen Transmigrasi R.I, Rencana Pembangunan Lima Tahun ke empat 1984/19851988/1989. Jakarta : Departemen Transmigrasi. 1984. Depdikbud RI, Monografi Propinsi Jambi. Jakarta : Dirjen Kebudayaan RI. 1982. Gotschlalk, Louis, Mengerti Sejarah, terjemahan Nugroho Notosusanto, Jakarta : UI Press, 1985. Hardjono, Joan (Penyunting), Transmigrasi : dari Kolonialisasi sampai Swakarsa, Jakarta : PT. Gramedia, 1982. Muhajir, Utomo dan Rafiq, Ahmad (editor), 90 Tahun Kolonialisasi 45 Tahun Transmigrasi, Jakarta : Puspa Swuara, 1997. Rukmadi, Warsito, Transmigrasi : Dari Daerah Asal sampai Benturan Budaya di Tempat Pemukiman, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1995. Rudini, dkk, Profil Propinsi Republik Indonesia : Jambi, Jakarta : PT. Intermasa, 1985. Singarimbun Masri, Swasono, dan Edi Sri (editor), Transmigrasi di Indonesia 1905-1985, Jakarta : UI, 1986. Soekartawi, Penggunaan Tanah dan Pendidikan anak-anak, Jakarta : LP3ES. 1980.
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
DAFTAR INFORMAN
1.
2.
3.
4.
5.
Nama
: Eman
Umur
: 71 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Pendidikan
: SD
Tempat Tinggal
: Jalan Natuna
Nama
: Djemiran
Umur
: 69 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Pendidikan
: SD
Tempat Tinggal
: Jalan Bintan
Nama
: Tasiran
Umur
: 76 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Pendidikan
: SD
Tempat Tinggal
: Jalan Singkep
Nama
: Gasbi
Umur
: 65 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Pendidikan
: SD
Tempat Tinggal
: Jalan Natuna
Nama
: Durahman
Umur
: 80 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
6.
7.
8.
9.
10.
Pendidikan
: SD
Tempat Tinggal
: Jalan Belitung
Nama
: Asmardi
Umur
: 61 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Pendidikan
: SD
Tempat Tinggal
: Jalan Belitung 15 maret
Nama
: Samino
Umur
: 75 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Pendidikan
: SMP
Tempat Tinggal
: Jalan Bintan 17 maret
Nama
: Yunus
Umur
: 72 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Pendidikan
: SD
Tempat Tinggal
: Jalan Natuna
Nama
: Rainah (istri alm bapak Sunadi bin Tarmudi)
Umur
: 62 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Pendidikan
: SD
Tempat Tinggal
: Jalan Belitung
Nama
: Aji
Umur
: 54 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.
11.
12.
Pendidikan
: SD
Tempat Tinggal
: Jalan Natuna
Nama
: Aep
Umur
: 74 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Pendidikan
: SD
Tempat Tinggal
: Jalan Natuna
Nama
: Slamet Asyura, BA
Umur
: 73 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Pendidikan
: SMP
Tempat Tinggal
: Rantau Panjang
Nissye Dian Lestari : Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (19811990), 2009.