Masyarakat Korea di Indonesia: Menyesuaikan Diri di Indonesia dengan Mengenal Perbedaan Latar Belakang Budaya* Koh Young Hun
**
1)
I. Pendahuluan Korea dan Indonesia sedang mengadakan kerja sama dalam berbagai bidang sejak terjalinnya hubungan diplomatik secara resmi pada tahun 1966. Semenjak itu kepala-kepala negara dari kedua negara ini sudah beberapa kali saling mengunjungi untuk mempererat hubungan yang sudah ada.1) Belakangan ini jumlah perdagangan di antara Korea dan Indonesia mencapai sekitar * This work was supported by Hankuk University of Foreign Studies Research Fund of 2009. ** Professor of Malay-Indonesian Literature, Hankuk University of Foreign Studies. 1) Presiden Korea yang pernah mengunjungi Indonesia adalah Chun Du-Hwan(Juli 1981), Roh Tae-Woo(November 1988), Kim Young-Sam(November 1994), Kim Dae-Jung(November 2000), dan Roh Mu-Hyun(Desember 2006). Kepala Negara Republik Indonesia yang pernah mengadakan kunjungan Negara ke Republik Korea adalah Soeharto(Oktober 1982), Abdurrahman Wahid (Feberuari 2000), Magawati Soekarnoputri(Maret 2003), dan Susilo Bambang Yudhoyono(Juli 2007).
30 東南亞硏究 19권 2호
US$ 15 milyar, dan penanaman modal Korea di Indonesia sampai sekarang berjumlah US$ 11 milyar dalam 1.000 proyek. Kenyataan ini bermakna bahwa Korea merupakan negara ke-4 terbesar dalam jumlah perdagangan dan ke-3terbesar dalam jumlah penanaman modal di Indonesia.2) Di samping itu, kerja sama dalam bidang lain juga sudah menonjol, misalnya DKI Jakarta dan Ibu Kota Seoul sudah lama menjalin hubungan kota kembar
untuk
mempererat
hubungan
dalam
lapangan
kebudayaan, ekonomi, dan lain-lain.3) Pada saat ini lebih kurang 50.000 orang Korea menetap di Indonesia dan sebagian besarnya tinggal di DKI Jakarta dan sekitarnya.
Masyarakat
Korea
di
Indonesia
sebenarnya
merupakan komunitas warga negara asing terbanyak yang terdapat di Indonesia. Kebanyakan mereka bertugas sebagai pegawai perusahaan Korea yang membuka kantor perwakilan di Indonesia. Segala perkembangan kerja sama dan gejala-gejala yang terwujud di Korea pada masa kini menggambarkan bahwa rakyat Korea semakin berminat pada Indonesiadalam berbagai bidang. Berkat masuknya ‘gelombang Korea’(Korean Wave), 2) Terdapat kurang-lebih 1,200 perusahaan Korea di Indonesia (April 2008), antara lain di bidang industri perakitan (3,5 milyar USD), di bidang energi & sumber alam (2,5 milyar USD ), dan di bidang garmen (2 milyar USD). Total ekspor perusahan Korea di Indonesia berjumlah 8,5 milyar USD. Jumlah tersebut merupakan 7 % dari jumlah ekspor Indonesia pada tahun 2007 (113,9 milyar USD) 3) Perjanjian antar kedua Negara adalah antara lain ‘Perjanjian bidang ekonomi, teknologi & perdagangan’(Agustus 1971), ‘Perjanjian Avoidance of Double Taxation antara kedua negara’ (November 1989), ‘Perjanjian kerja-sama di bidang sumber daya alam antara kedua negara’ (April 2002).
Masyarakat Korea di Indonesia Menyesuaikan Diri di Indonesia dengan Mengenal Perbedaan Latar Belakang Budaya 31
orang Indonesia lebih mengenal dan berminat tentang negara Korea. Walaupun begitu, gejala itu tidak bermaksud bahwa citra orang-orang Korea atau Negara Korea semakin membaik. Kalau dibandingkan dengan tahun 1980-an dan 1990-an, citra Korea di Indonesia malah semakin memburuk. Hasil penelitian yang dilakukan baru-baru ini menunjukkan bahwa citra Korea tercermin sebagai negara yang sudah maju, aktif dan berteknologi tinggi, tetapi juga sedikit banyak terdapat citra sebagai negara yang kacau dan tidak stabil.4) Hasil penelitian yang cenderung negatif ini, yaitu ‘citra negara yang kacau dan tidak stabil’ disebabkan karena antara lain masyarakat Korea di Indonesia bertambah banyak hampir dua kali lipat, dan mereka kurang memberi perhatian untuk mengenal latar belakang budaya Indonesia. Dari hal-hal tersebut dapat dikatakan bahwa sangat diperlukan adanya perhatian khusus untuk menyesuaikan diri di Indonesia. Usaha seperti ini sebenarnya berfaedah juga untuk meningkatkan citra orang-orang Korea dan negara Korea di
masyarakat
Indonesia
dan
akhirnya
dapat
mempererat
hubungan antara Indonesia dan Korea.
Ⅱ. Mengenal Latar Belakang Budaya Indonesia Hasil survei terhadap masyarakat Korea di mata para opinion
4) Koh Young-Hun & Choi Young. 2009. “The Image of Korea in Indonesia: Contents Analysis and Survey” in Southeast Asia Journal. Vol.19 No.1. Pp. 51-52.
32 東南亞硏究 19권 2호
leader Indonesia yang dilakukan belakangan ini sebagian besar menunjukkan citra positif seperti ‘tingkat pendidikan masyarakat Korea cukup tinggi’, ‘masyarakat Korea cukup berdisiplin dan rajin’, ‘sistem kesejahteraan relatif tinggi’, ‘kehidupan di Korea nyaman’, dan ‘mempedulikan kebersihan’. Tetapi ada juga sisi kurang positif seperti ‘orang Korea kurang ramah tamah’, ‘orang Korea kasar’, ‘menunjukkan sikap tidak terbuka’, dan sebagainy a.5) Selain itu, masyarakat Korea di Indonesia, walaupun jarang, terkait juga dengan kejadian yang tidak diingini. Citra orang Korea seperti yang tersebut di atas dapat dikatakan timbul karena
mereka
kurang
mengenal
latar
belakang
budaya
Indonesia. Oleh yang demikian masyarakat Korea di Indonesia dan calon pegawai sesuatu perusahaan yang akan dikirim ke Indonesia perlu berusaha untuk mengenal budaya Indonesia dengan sungguh-sungguh. Sebenarnya melaksanakan
sebagian
Area
konglomerat
Specialist
Korea
Training
sudah
System
lama dengan
mengeluarkan biaya cukup tinggi. Mereka yang dipilih sebagai calonnya langsung dikirim ke negara yang ditujukan selama satu tahun termasuk Indonesia, dan diberi tugas mempelajari bahasa asing dan budaya setempat. Latar belakang melaksanakannya
Area Specialist Training System ini tentu saja bertujuan untuk membuat
karyawan
mereka
mempelajari
mengenal budaya negara masing-masing
bahasa
dan
juga
yang akan dikirim.
Mereka yang sudah dipilih sebagai calon tersebut biasanya mempelajari bahasa Indonesia dan mengamati budaya Indonesia
5) Ibid. P. 57.
Masyarakat Korea di Indonesia Menyesuaikan Diri di Indonesia dengan Mengenal Perbedaan Latar Belakang Budaya 33
selama 10 minggu di kampus Hankuk University of Foreign Studies.6) Akan tetapi, sebagian besar perusahaan mengirim karyawannya ke Indonesiatanpa proses dan latihan seperti ini. Gejala ini membuktikan bahwa penanaman modal di luar negeri tidak cukup hanya dengan membawa modal dan teknologi saja. Selain modal dan teknologi canggih, perlu juga mengenal latar belakang budaya negara penerima modal. Dalam konteks yang sama G. Hofstede menegaskan bahwa mengenal perbedaan budaya sesuatu negara itu tidak kurang penting daripada memahami
urusan
teknikal.
Hofstede
menjelaskan
seperti
berikut. Understanding the differences in the ways these leaders and their followers think, feel, and act is a condition for bringing about worldwide solutions that work. Questions of economic, technological, medical, or biological cooperation have too often been considered as merely technical. One of the reasons why so many solutions do not work or cannot be implemented is because differences in thinking among the partners have been ignored.7)
1. Menguasai Bahasa Indonesia Mengingat peribahasa ‘bahasa menunjukkan bangsa’ yang berarti perilaku seseorang menunjukkan tinggi rendah asal orang 6) Yang menyertai program ini adalah antara lain perusahaan elektronik, bank, telekom, dan lain-lain. 7) G. Hofstede. 2005. Cultures and Organizations: Software of the Mind. P. 2.
34 東南亞硏究 19권 2호
itu atau tutur kata seseorang menunjukkan sifat orang itu, cara bertegur sapa yang santun merupakan satu tuntutan yang penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Sopan santun menjadi bagian hidup orang Indonesia, bahkan itu sudah menjadi tuntutan masyarakat Indonesia. Dalam bidang bahasa, terdapat juga cara bertegur sapa yang pemakaiannya disesuaikan dengan lapisan masyarakat pemakainya dan terhadap lapisan mana kata-kata
ditujukan.
Karena
itu,
lahirlah
kata-kata
yang
dirasakan halus, sedang, dan kasar. Sebagian besar orang asing menggunakan bahasa Inggris dalam melaksanakan tugasnya di Indonesia. Namun, itu belum cukup untuk mendapat perhatian dan rasa kehormatan dari orang-orang Indonesia.8) Orangorang asing yang menggunakan bahasa asing itu tetap dianggap asing oleh orang Indonesia. Kalau ditinjau dari segi ini, masyarakat
Korea
di
Indonesia
perlu
menguasai
bahasa
Indonesia untuk meningkatkan kemitraannya dengan masyarakat Indonesia. Hakikat ini dapat dikaitkan dengan pandangan orang Indonesia (Jawa) yang mementingkan rasa yang halus. Dari kedalaman rasa yang tercakup itu tergantung apakah manusia sanggup untuk
menempatkan
diri
dalam
kosmos,
sehingga
dapat
menemukan tempatnya yang cocok dan dapat menyesuaikan diri dengan keselarasan umum. Oleh karena itu, pencapaian rasa yang halus bagi orang Indonesiamempunyai nilai yang amat
8) Selo Soemardjan diadakan di PT. orang asing ingin Indonesia dengan
pernah menerangkan dalam satu caramah yang CSA(Pasuruan) pada tahun 1989 bahwa kalau dihormati di Indonesia, dia harus bertutur bahasa lancar.
Masyarakat Korea di Indonesia Menyesuaikan Diri di Indonesia dengan Mengenal Perbedaan Latar Belakang Budaya 35
tinggi. Situasi-situasi harus dirasakan, terhadap perasaan orang lain harus ditunjukkan hormat, harus dibangun suatu modal rasa yang harus diperbanyak, daripadanya orang Indonesia dapat hidup, sebagai kesanggupan yang semakin besar merasakan realitas. Menyinggung perasaan orang lain dianggap pelanggaran rasa yang serius.9) Dari rasa yang tepat dengan sendirinya mengalirlah
sikap
yang
tepat
terhadap
hidup,
terhadap
masyarakat, dan terhadap kewajiban-kewajiban sendiri. Dalam pada itu rasa yang halus dibuktikan dengan pemakaian bahasa yang sempurna, penguasaan bentuk-bentuk kata yang sesuai dengan segala keadaan, pengertian naluriah tentang apa yang cocok dan apa yang tidak cocok dalam situasi tertentu.10) Pandangan ini dapat dikaitkan dengan empat prinsip pokok yang menjiwai etiket golongan priyayi; bentuk yang sesuai untuk pangkat yang tepat, ketidaklangsungan, kepura-puraan, dan menghindari tiap perbuatan yang menunjukkan kengawuran atau tak menguasai diri. Dalam bentuk yang sesuai untuk pangkat yang tepat terdapat soal yang sangat penting mengenai pilihan bentuk linguistik, yang harus dilakukan segera, tetapi termasuk juga di dalamnya pola andap-asor.11) Ketidaklangsungan sebagai 9) C. Geertz. 1969. The Religion of Java. P. 242. 10) Franz Magnis-Suseno. Etika Jawa. P. 157. 11) Andap-asor berarti merendahkan diri sendiri dengan sopan dan merupakan kelakuan yang benar yang harus ditunjukkan kepada setiap orang yang kira-kira sederajat atau lebih tinggi. Selalu ada semacam kegelisahan ketika dua orang priyayi bertemu untuk pertama kalinya, karena masing-masing menentukan pihak lainnya agar masing-masing dapat menggunakan bentuk linguistic yang tepat dan menerapkan pola andap-asor yang tepat. (Lihat C. Geertz. 1981. Abangsan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa.
36 東南亞硏究 19권 2호
satu tema yang dilakukan priyayi dapat diibaratkan ‘membidik ke utara untuk menembak ke selatan’. Pada umumnya orang Indonesia ingin menangkap rasa, makna yang sebenarnya dari ucapan orang, demikian para informan selalu mengatakan, karena orang-orang halus seringkali tidak suka mengatakan maksudnya. Kekasaran bukanlah watak yang terpuji dan ketika orang tiba kepada
maksud
percakapan
yang
priyayi
sesungguhnya,
yang
baik,
setiap
dalam orang
suatu
model
harus
sudah
menyadari apa yang hendak dikatakan oleh seseorang. Seringkali orang tidak perlu mengutarakan maksud pembicaraan yang sebenarnya - suatu yang sangat melegakan bagi semua oran g.12) Ketidaklangsungan yang berhubungan dengan sikap halus ini dapat juga dilihat dari cara perintah atau petunjuk dari pemimpin dalam masyarakat Indonesia. Pemimpin yang masuk akal beranggapan lebih baik memberi perintah kepada orang bawahannya secara tidak langsung atau lebih suka menggunakan eufimisme.13)
Anderson
menerangkan
perilaku
itu
sebagai
‘perintah halus’. This phrase is generally understood to mean the giving of orders in polite and indirect language, sometimes even in the form of a request rather than a command; the request is nonetheless understood by both parties to be a command. - - - - - But within the context of traditional Javanese
Pp. 326-327.) 12) Ibid. P. 329. 13) Terdapat eufimisme dalam pertuturan bahasa Indonesia seperti ‘LP(Lembaga Pemasyarakatan)’ untuk ‘penjara’, ‘di-PHK(Pemutusan Hubungan Kerja)’ untuk ‘dipecat’.
Masyarakat Korea di Indonesia Menyesuaikan Diri di Indonesia dengan Mengenal Perbedaan Latar Belakang Budaya 37
thinking, the perintah halus is by no means a weak or indirect command designed to cover the uncertainty of the order-giver as to how far his authority will be obeyed. On the contrary, it is more powerful command than an express order, because it is necessarily given by a halus person, one of higher power and status and closer to the center of Power. - - - - - The man of real Power does not have to raise his voice nor give overt orders. The halusness of his command is the external expression of his authority.14)
Sikap kepura-puraan agak dekat dengan ketidaklangsungan, dan kebanyakan contoh pertuturan dalam kehidupan sehari-hari orang
Indonesia
membuktikannya
dengan
jelas.
Orang
Jawa(Indonesia) mempunyai satu kata untuk kepura-puraan ini, yaitu ethok-ethok. Ciri khas ethok-ethok, berlawanan dengan pola-pola orang Indonesia dalam menyembunyikan hal-hal tertentu. Bukanlah hanya karena ia lebih lazim dan pada umumnya diperkenankan, tetapi juga tidak memerlukan sesuatu yang jelas karena sifatnya hanya serampangan saja.15) Dengan perkataan
lain,
orang
Indonesia
yang
sopan
menghindari
keterusterangan yang serampangan. Dalam ukuran etiket yang patut,
ethok-ethok
terutama
dinilai
sebagai
satu
cara
menyembunyikan maksud seseorang sebagai penghormatan pada lawan bicara. Kalau ditinjau dari segi ini, pertuturan bahasa Indonesia yang tepat dan sopan santun merupakan salah satu unsur yang
14) B. Anderson. 1990. Language and Power: Exploring Political Cultures in Indonesia. P. 54. 15) C. Geertz. Op. Cit. P.330.
38 東南亞硏究 19권 2호
penting untuk mengenal Indonesia dan orang-orang Indonesia dengan lebih dekat dan dengan lebih sempurna. Masyarakat Korea di Indonesia perlu tahu bahwa bahasa Indonesia menjadi salah
satu
faktor
untuk
menyatukan
bangsa
Indonesia.16)
Mengingat banyaknya masyarakat Korea di Indonesia, instansi pembelajaran bahasa Indonesia yang standar sangat terbatas. Tentu saja mereka yang lulus dari Program Studi Indonesia di Perguruan Tinggi Korea tidak menghadapi masalah pertuturan bahasa Indonesia. Dan, baru-baru ini salah satu siaran TV Korea, yaitu EBS(Korea Educational Broadcasting System) membuka kursus bahasa Indonesia melalui internet karena bahasa Indonesia dianggap sabagai salah satu bahasa asing yang penting. Kursus ini terdiri dari dua tahap. Dan masing-masing tahap terdiri dari 20 pelajaran. Kursus ini popular juga bagi kalangan
pegawai
swasta
yang
direncanakan
dikirim
ke
Indonesia karena kursus ini dapat didekati dengan mudah. Selain 16) Bahasa Indonesia (Melayu) telah diperkenalkan di daerah Ambon mulai pertengahan abad ke-15 oleh para pedagang yang datang dari Melaka ; dan, pada awal abad ke-17 dapat dikatakan bahasa ini digunakan secara meluas di daerah tersebut. Di daerah Batavia pula, mulai tahun 1620, bahasa Melayu sudah merupakan salah satu bahasa agama pembaruan (reformed religion). Dan pada awal abad ke-18 pihak VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) lebih memihak untuk menggunakan bahasa inidalam urusan-urusan perdagangan dan pentadbiran(1979:66-77). Sebenarnya, sudah dijelaskan oleh ahli-ahli bahasa bahwa jauh lebih sebelumnya, yaitu mulai abad ke-8, bahasa Melayu sudah lama berfungsi sebagai alat komunikasi dalam masyarakat yang sudah mencapai keberaksaraan dan segala ciri kebudayaan canggih yang lain. Dengan demikian bahasa Melayu dapat mengambil peranan yang penting di kepulauan Nusantara ini.
Masyarakat Korea di Indonesia Menyesuaikan Diri di Indonesia dengan Mengenal Perbedaan Latar Belakang Budaya 39
itu, kursus BIPA(Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing) di Universitas
Indonesia
dan
INCULS(Indonesian
Program
Language and Culture Learning Service) di Universitas Gadjah Mada
itu
berjasa
dan
berguna
bagi
mereka
yang
ingin
mempelajari bahasa Indonesia di Indonesia. Sebagaimana dijelaskan di atas, pertuturan bahasa Indonesia dengan tepat dan sopan bagi orang asing dapat dikatakan penting untuk kepentingan dia sendiri. Sebenarnya unsur bahasaini berkaitan dengan salah satu kaidah dasar kehidupan orang Indonesia, yang biasa disebut sebagai prinsip hormat. Prinsip ini menuntut agar manusia dalam cara bicara dan membawa diri selalu menunjukkan sikap hormat terhadap orang lain, sesuai dengan derajat dan kedudukannya. Dengan demikian, masyarakat Korea di Indonesia hendaknya mempelajari bahasa dengan tepat di samping juga perlu mengenal nilai budaya yang terserap dalam kehidupan orang-orang Indonesia.
2. Mengenal Nilai Budaya Orang Indonesia Tidak
berlebihan
jika
Indonesia
merupakan
hubungan
dengan
dikatakan
salah
satu
masyarakat
mengenal kunci
Indonesia
untuk bagi
nilai
budaya
mempererat orang
asing
termasuk orang Korea. Indonesia mempunyai khazanah budaya yang begitu kaya, aneka ragam, dan unggul. Budaya sesuatu bangsa merangkumi keseluruhan kegiatan yang berhubungan dengan adat istiadat, sistem dan cara hidup masyarakat mereka yang sebagian besarnya diwarisi dari zaman silam. Budaya itu
40 東南亞硏究 19권 2호
jelas berupa usaha manusia berakal dan beradab untuk manusia sekarang dan masa lampau. Sesuatu pembaruan dalam budaya sama sekali tidak mungkin berlaku tanpa didasarkan pada budaya yang
sedia
ada
menunjukkan
dan
bahwa
masa budaya
lampau.
Penyelidikan
sesuatu
bangsa
sejarah
mengalami
pinjam-meminjam dan pengaruh-mempengaruhi dengan budaya -budaya lain. Dengan adanya unsur-unsur demikian, budaya mendapat
rangsangan
baru
dalam
kesuburan
dan
kesinambungannya.17) Kalau ditinjau dalam konteks ini, budaya Indonesia dapat berjaya setelah mendapat pengaruh dari luar.18) Istilah
‘budaya’
penerapannya,
merupakan
sehingga
satu
mewujudlah
konsep berbagai
yang
luas
tanggapan
terhadapnya. ‘Budaya’dapat dikatakan mengandungi unsur-unsur kebatinan atau kerohanian, yaitu unsur-unsur dalam yang dapat menggerakkan pencapaian taraf dannilai yang tinggi dalam diri manusia dan segala sesuatu yang menjadikan manusia lebih sempurna. Oleh yang demikian, budaya erat berkaitan dengan peradaban. Dalam bahasa Inggris juga ada dua istilah yang tidak begitu berbeda artinya, yaitu ‘culture’ dan ‘civilization’, yang pada umumnya dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai ‘budaya’ untuk ‘culture’, dan ‘peradaban’ untuk ‘civilization’. Budaya dalam konteks pengertian sempit bermaksud pada 17) Koh Young Hun. 1996. Pemikiran Pramoedya ananta Toer dalam Novel-Novel Mutakhirnya. P. 103. 18) Budaya Jawa Kuno umpamanya baru dapat berjaya setelah mendapat pengaruh dari budaya India. Budaya Yunani yang termasuk dalam sejarah Eropa memuncak sesudah disuburkan budaya Parsi dan Mesir. Budaya kerajaan Roma juga baru memuncak setelah bercampur dengan budaya Yunani.
Masyarakat Korea di Indonesia Menyesuaikan Diri di Indonesia dengan Mengenal Perbedaan Latar Belakang Budaya 41
segala aspek hidup yang dianggap sebagai bertaraf tinggi, yaitu seperti aspek-aspek kesenian dan adat istiadat yang istimewa. Dalam pengertian yang luas juga, budaya dimaksudkan sebagai segala kegiatan dan perlakuan manusia yang dilakukan sebagai usaha dalam mencari penyesuaian dan kesempurnaan hidup di dunia.19)
Agus
Salim
menerangkan
bahwa
budaya
adalah
persatuan antara; budi’ dan ‘daya’, menjadi makna yang sejiwa. Maka, arti budaya adalah himpunan segala usaha dan daya upaya yang dikerjakan dengan menggunakan hasil pendapat budi, untuk memperbaiki sesuatu dengan tujuan mencapai kesempurnaan.20) Terdapat masyarakat asing yang memperagakan keunggulan bangsa mereka dengan menunjukkan angka yang muncul dalam bidang ekonomi. Perlu diingkat bahwa keunggulan sesuatu bangsa atau negara tidak hanya diukur dengan angkaseperti itu. Tidak dapat dinafikan bahwa bangsa Indonesia mempunyai khazanah budaya yang istimewa dan negara Indonesia memiliki daya potensi perkembangan yang tinggi. Suasana harmonis dan sikap kerja sama antara orang Indonesia dengan masyarakat asing di Indonesia amat dituntut bagi masyarakat asing yang sedang melaksanakan tugas masing-masing di Indonesia supaya mencapai matlamat mereka. Pramoedya membanggakan khazanah budaya Jawa yang begitu kaya dan unggul. Dia berpendapat bahwa kalau ditinjau dari segi
19) Ismail Hussein. 1966. “Erti Kata Kebudayaan” dalam Shahrim Abdullah (ed.) Warna Sari Kebudayaan. Pp. 15-17. 20) Dikutip kembali dari “Sedikit Tentang Soal-Soal Kebudayaan Indonesia” (Joko Suryono) in Sharim Abdullah(ed.). 1980. Warna Sari kebudayaan. P. 72.
42 東南亞硏究 19권 2호
peninggalan
tulisan,
bangsa
Jawa
lebih
unggul
daripada
bangsa-bangsa Eropa menjelang abad ke delapan. Ini dinjaubkan karena bangsa Jawa sudah dapat menulis pada waktu njau ian besar bangsa Eropa masih dalam keadaan buta huruf. Pada abad itu, bangsa Belanda baru berkenalan dengan agama Nasrani, belum lagi dapat membac bempa man mereka membunuht ulisabar injil golongan pertama, yaitu Bonifacius. Pramoedya membanggakan juga hakikat bahwa p mangga ipu Tantular dan Prapanca berlan demenulis Sutasoma dan Negarakartagama masing-masing pada abad ke empat belas, zaman Hayam Wuruk.21) Salah satu kaidah yang dianggap penting oleh orang Indonesia tidak lain adalah prinsip kerukunan. Prinsip ini dapat diterangkan bahwa
dalam
setiap
situasi,
manusia
hendaknya
bersikap
sememikian rupa hingga tidak sampai menimbulkan konflik. Kerukunan ini merupakan kaidah penata mesyarakat yang menyeluruh. Segala apa yang dapat mengganggu keadaan rukun dan suasana keselarasan dalam masyarakat harus dicegah. Prinsip ini menjamin masyarakat yang harmonis, tenang dan tenteram, tanpa perselisihan dan pertentangan, yaitu masyarakat yang bersatu-padu dan saling membantu. Berhubungan dengan prinsip ini, orang Indonesia mementingkan nilai-nilai budaya yang pernah dijadikan pegangan golongan priyayi. Geertz menjelaskan bahwa priyayi adalah golongan elit yang berkedudukan tinggi dan menguasai bidang intelektual, seperti 21) Koh Young Hun. 2006. “Budaya Jawa yang Tersirat dalam Beberapa Novel Pramoedya Ananta Toer” in Southeast Asia Journal. Vol.15 No.1. Pp. 208-209.
Masyarakat Korea di Indonesia Menyesuaikan Diri di Indonesia dengan Mengenal Perbedaan Latar Belakang Budaya 43
agama, filsafat, seni, ilmu, dan kepengarangan, yang berbeda dengan golongan petani yang terletak di bawah kelompok elit dan menguasai sumber bahan-bahan pokok masyarakat, yakni persediaan
pangan.22)
Koentjaraningrat
menerangkan
bahwa
sebelum Perang Dunia Kedua pegawai negeri disebut dengan istilah priyayi.23) Suseno menganggap priyayi sebagai kaum pegawai dan orang-orang intelektual. Menurutnya kaum priyayi tidak terlibat dalam kerja kasar; mereka terhitung sebagai kaum pegawai dari berbagai tingkat dan cabang, mulai guru sekolah dasar, pegawai kantor pos dan kereta api di kota-kota kecil sampai pegawai menengah dan tinggi di kota-kota besar.24) Tidak dapat dinafikan bahwa budaya priyayi ini meresap ke budaya orang Indonesia pada umumnya. Dengan perkataan lain, apa yang dianggap penting oleh golongan priyayi itu menjadi nilai pegangan orang Indonesia secara meluas. Dalam konteks ini dapat dikatakan bahwa orang Indonesia lebih mengutamakan kepentingan masyarakat dan negara daripada kepentingan diri sendiri.
Dengan
menaati
nilai
budaya
ini
dapat
dicegah
perpecahan masyarakat yang harmonis. Orang Jawa menyebut kepentingan sendiri sebagai ‘pamrih’yang menurut penjelasan Soetrisno berasal dari tiga jenis nafsu, yaitu i) selalu ingin menjadikan dirinya orang yang pertama, ii) menganggap dirinya selalu betul, iii) hanya memperhatikan kepentingan sendiri.25) 22) Geertz. 1981. Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa. P. 305. 23) Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Jawa. P. 234. 24) Suseno. 1988. Etika Jawa. P. 12. 25) Soetrisno. 1977. Filsafat Hidup Pancasila sebagaimana Tercermin dalam Filsafat Orang Jawa. Yogyakarta: Pandawa. P. 26.
44 東南亞硏究 19권 2호
Anderson juga berpendapat bahwa satu-satunya ancaman yang senantiasa
ada
bagi kekebalan penguasa
sebenarnya
bukanlah musuh penguasa itu, melainkan pamrih, yang mungkin diartikan
secara
ditutup-tutupi’.
baik Istilah
sebagai kompleks
‘keinginan ini
berarti
pribadi
yang
mengerjakan
sesuatu, bukan karena pekerjaan tersebut harus dilaksanakan, tetapi untuk memenuhi kepentingan dan hasrat pribadinya.26) Tidak sedikit karya sastra juga mengungkapkan nilai budaya yang seperti ini. Terdapat citra priyayi yang buruk dalam novel-novel Pramoedya, karena dia menganggap bahwa ada golongan priyayi yang tidak mematuhi nilai budaya mereka sendiri, misalnya sepi ing pamrih. Pramoedya menunjukkan sikap konflik antara dunia priyayi yang feodal dengan tokoh-tokoh utama dalam karya-karya novelnya. Bentrokan budaya ini berasal dari perselisihan persepsi tentang nilai kehidupan antara tokoh-tokoh
utama
dengan
golongan
priyayi
yang
tidak
berpegang teguh kepada warisan budaya bangsa, yang dianggap Pramoedya sebagai salah satu hambatan utama bagi kemajuan bangsa. Seperti tersebut di atas unsur kehalusan dapat dikatakan penting dalam kehidupan orang Indonesia. Keterkaitan antara kehalusan dan kuasa telah tampak; kuasa adalah penghubung esensial antara manusia secara alami dan sang satria halus dalam mitologi wayang dan etika priyayi. Dalam legenda dan sejarah kerakyatan Jawa, satria kecil dan halus hampir selalu mengalahkan raseksa, buta, dan orang kasar dari seberang.
26) Anderson. Op. Cit. P. 51.
Masyarakat Korea di Indonesia Menyesuaikan Diri di Indonesia dengan Mengenal Perbedaan Latar Belakang Budaya 45
Adegan perang yang jamak dalam pentas wayang menjadikan kontras antara keduanya tampak nyatadalam gerakan lambat, lembut, gemulai dan anggun dari sang satria, yang nyaris tetap bergeming dari tempatnya, dan lompatan akrobatik, jumpalitan, ringkikan, cemoohan, tubrukan, ser d gerak berkelit yang cepat dari sang raksasa lawannya. Kekebalan yang halus inilah yang menjadi pertanda kebanggaan bagi satria baik sebagai prajurit maupun sebagai negarawan.27) Nilai budaya orang Indonesia seperti ini mirip juga dengan nilai budaya yang dihargai dan ditaati oleh masyarakat Korea sejak zaman dahulu, yang disebut sebagai budaya golongan Yangban. Apa yang dijunjung tinggi oleh golongan Yangban ini sebenarnya dihargai juga oleh golongan priyayi Jawa. Misalnya golongan Yangban juga mementingkan birokrasi. Tambahan pula, menjadi anggota elit birokrasi, menjadi pegawai pemerintah, adalah cita-cita yang tipikal terdapat pada golongan Yangban. Gejala ini terdapat dalam golongan priyayi Jawa yang dilanjuti dari nilai lama, ‘ngawula ing praja lan raja’(menghambakan diri kepada negara dan raja). Golongan Yangban menghargai sikap yang halus dalam kehidupan sehari-hari. Bagi golongan Yangban ini, mengusahakan keuntungan pribadi tanpa memperhatikan persetujuan masyarakat, berusaha untuk maju sendiri tanpa mengikutsertakan kelompok, dianggap kurang baik. Mereka lebih menggarisbawahi
kepentingan
masyarakat
dan
patriotisme
daripada kepentingan diri sendiri, yang sama dengan nilai budaya
sepi ing pamrih dan rame ing gawe orang Jawa. Kalau ditinjau
27) Anderson. Op. Cit. Pp. 50-51.
46 東南亞硏究 19권 2호
dari segi ini masyarakat Korea di Indonesia berkemungkinan yang lebih mudah dapat menyesuaikan diri dalam kehidupan dan penghidupan di Indonesia. Didapati masayakat Korea di Indonesia mengalami kesulitan karena tidak begitu mengenal dan memahami latar belakang agama Islam yang dianut sebagian besar penduduk Indonesia. Sebagaimana diketahui sudah lama agama Islam menjadi anutan kepercayaan di Indonesia. Namun, dapat dikatakan agama Islam sedikit banyak asing bagi masyarakat Korea di Indonesia yang sebagian
besarnya
menganut
agama
Kristen
dan
Budha.
Walaupun begitu, masyarakat Korea hendaknya berusaha untuk mengenal latar belakang agama Islam dan memahami kehidupan Muslimin dan Muslimat. Ini disebabkan karena perusahaan Korea yang menanam modal di Indonesia mengangkat warga Indonesia yang sebagian besar orang Islam sebagai karyawannya.
Ⅲ. Kesimpulan Sebenarnya
tidak
banyak
berita
di
Indonesia
yang
membicarakan Korea dan masyarakat Korea dalam media massa Indonesia
sekarang.
Meskipun
demikian,
berdasarkan
hasil
pembahasan dalam penelitian yang dilakukan belakangan ini terdapat kesan yang umumnya baik terhadap Korea. Penelitian tersebut memperlihatkan juga bahwa citra Korea di Indonesia terbentuk melalui media lain selain media massa dan citra Korea banyak
dipengaruhi
oleh
unsur
budaya
khususnya
budaya
pop(Pop Culture). Secara garis besar dapat dikatakan bahwa
Masyarakat Korea di Indonesia Menyesuaikan Diri di Indonesia dengan Mengenal Perbedaan Latar Belakang Budaya 47
Korea dianggap sebagai negara yang sudah maju di Indonesia. Akan tetapi, juga terdapat pendapat bahwa negara Korea tidak terlepas dari ketidak-stabilan politik serta pada umumnya orang Korea dikenal tidak ramah. Oleh karena itu, diperlukan usaha untuk meningkatkan citra Korea, yaitu dari sifat yang tidak positif ke sifat positif. Meskipun demikian, apa yang tidak boleh dikesampingkan di sini adalah kenyataan bahwa kedua negara masih saling tidak mengenal baik budaya masing-masing. Oleh karena itu, diperlukan usaha, baik dari pemerintah kedua negara maupun dari perusahaan swasta, untuk meningkatkan hubungan kedua negara. Bagi masyarakat Korea di Indonesia hendaknya dapat
memahami
latar
belakang
budaya
Indonesia
dengan
sempurna supayadapat mempererat hubungan dengan masyarakat Indonesia. Bagi penanam modal di Indonesia, faktor ini tidak kurang penting daripada modal atau teknologi canggih untuk mensukseskan usahanya di Indonesia.
48 東南亞硏究 19권 2호
<Sumber Rujukan> Anderson,
Benedict
R.
O’G..
1990.
Language and Power:
Exploring Political Culture in Indonesia. Ithaca: Cornell University Press. Geertz,
Clifford.
Abangan,
1989.
Santri,
Priyayi
dalam
Masyarakat Jawa. Jakarta: Pustaka Jaya. Hofstede, G. 2005. Cultures and Organizations: Software of the
Mind. New York: McGrow- Hill Ismail Hussein. 1966. “Erti Kata Kebudayaan” dalam Shahrim Abdullah(ed.)
Warna
Sari
Kebudayaan.
Kota
Bahru:
Pustaka Aman Press. Pp.15-20. Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka. Koentjaraningrat. 1994. Kebudayaan Mentalitas dan Pembengunan. Jakarta: Gramedia. Koh Young-Hun & Choi Young. 2009. “The Image of Korea in Indonesia: Contents Analysis and Survey” in Southeast
Asia Journal. Vol.19 No.1. Hankuk University of Foreign Studies. Koh Young Hun. 1996. Pemikiran Pramoedya Ananta Toer dalam
Novel-Novel Mutakhirnya. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Mochtar
Lubis.
1992.
Budaya,
Masyarakat,
dan
Manusia
Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Mulder. 1984. Kebatinan dan Hidup Sehari-hari Orang Jawa. Jakarta: Gramedia. Pramoedya Ananta Toer. 1982. “Sikap dan Peranan Kaum Intelektual di Dunia Ketiga, Khususnya di Indonesia” dalam
Masyarakat Korea di Indonesia Menyesuaikan Diri di Indonesia dengan Mengenal Perbedaan Latar Belakang Budaya 49
Nadi Indan. Kuala Lumpur. Supratikno Raharjo. 2002. Peradaban Jawa. Jakarta: Komunitas Bambu. Suseno, Franz Magnis. 1988. Etika Jawa. Jakarta: Gramedia. Sutherland, Heather. 1979. The Making of a Bureaucratic Elite: the
Colonial Transformation of Javanese Priyayi. Singapore: Heinamann. Umar
Kayam.
1989.
“Transformasi
Budaya
Kita”
Pidato
pengukuhan jabatan guru besar di UGM. Wolters, O. W. 1989. Perdagangan Awal Indonesia: Satu Kajian Asal
Usul Kerajaan Srivijaya. Terjemahan Koesalah Soebagyo Toer. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
50 東南亞硏究 19권 2호
<국문초록>
인도네시아의 한국 교민사회: 문화 이해를 통한 현지 적응 방안 고 영 훈 (한국외국어대학교)
한국과 인도네시아는 1966년 외교관계 수립 이후 긴밀한 협력관 계를 유지해 오고 있다. 이러한 반계를 더욱 발전시키기 위하여 여 러 가지 노력이 필요하나 그 중에서도 인도네시아의 문화를 제대로 이해하는 것이 중요한 요소이다. 호프슈테드 같은 학자들이 주장한 바와 같이 투자가에게 있어서 서로 다른 문화의 차이를 이해하는 것은 다른 어느 요소보다 중요하다. 그 동안 한국은 인도네시아인 들에게 비교적 좋은 이미지로 다가갔으나 최근 인도네시아 언론주 도층을 상대로 실시한 조사에 의하면 부정적인 이미지도 없지 않은 실정이다. 이의 타개를 위하여 현지어 구사 능력 배양 및 현지 문화 의 심층적 이해가 필요하다. 의식차원에서 인도네시아인들이 삶의 규범으로서 중요시하는 가 치 중의 하나는 융화주의이다. 이것은 어떠한 상황에서도 원만한 자세를 취함으로써 사회내의 갈등을 배격하고 조화로운 상황을 견 지하는 것을 말한다. 이를 ‘조화로운 상태’, ‘안정된 사태’, ‘갈등 과 반목이 없는 상태’, 또는 ‘공동의 목적을 이루기 위한 하나됨’이다. 이러한 상황은 조화롭고 안정된 분위기 하에서 공동으로 무엇인가 를 행하고 상부상조하는 자세를 가질 때 비로소 얻을 수 있다. 인도 네시아인들은 가정 혹은 그 보다 큰 규모의 공동체에서 이러한 융
Masyarakat Korea di Indonesia Menyesuaikan Diri di Indonesia dengan Mengenal Perbedaan Latar Belakang Budaya 51
화의 상태를 유지해야 한다고 믿고 있다. 그러나 이러한 융화주의 에서 요구되는 것은 새롭게 융화로운 상황을 창조하는 능동적인 것 이기보다는 기존의 상황을 깨지 않아야 한다는 수동적인 자세를 보 이는 것이다. 즉, 사회의 안정과 조화는 그 것이 방해받지 않을 때 자연적으로 이루어진다는 것이다. 따라서 인도네시아인들은 사회의 조화를 깰 여지가 있는 일체의 행위를 하지 말아야 한다고 믿는다. 이와 같은 맥락에서 인도네시아인들은 개인의 이익보다는 사회 국가 등 공 동체의 이익을 더 중요시하는 것이다. 그들이 사회를 지 탱하는 가치로써 ‘자신의 이익을 구하지 않기’(sepi ing pamrih)를 중요시하는 것은 이것을 지키지 않을 경우 융화가 깨져 사회 혼란 을 야기시킬 수 있는 여지가 있고, 동시에 자신을 내적으로 약하게 만드는 속성이 있다고 믿기 때문이다. ‘빰리’(pamrih, 자신의 이익) 란 사회의 질서에 대한 고려를 무시하고 자신을 무리하게 정당화시 키려는 속성이 있다. 주제어: 인도네시아 문화, 융화주의, 안정, 조화, 빰리(pamrih),
▸ 논문접수일 2009. 07. 27 ▸ 논문심사일 2009. 08. 21 ▸ 게재확정일 2009. 09. 21