Masjid Baitul Muqeet yang terletak di Ma‐ nurewa, Auckland, Selandia Baru, dibangun pada tahun 2013 bertepatan dengan perayaan 25 tahun Jemaat Ahmadiyah di Selandia Baru. Masjid ini mampu menampung 700 orang jamaah shalat. [][] (Sumber: www.ahmadiyyamosques.info)
Susunan Redaksi SINAR ISLAM Penasehat H. Abdul Basit Pemimpin Umum Mahmud Mubarik Ahmad
Pemimpin Redaksi Fazal Muhammad
Redaktur Pelaksana Sukma Fadhal Ahmad
Muhammad Robiul Hakim Distribusi Amiruddin Nouval
Penerbit
Jln. Tawakal Ujung Raya No. 7 Jakarta Barat 11440
Daftar Isi: Dari Redaksi Memfungsikan Khaataman Nabiyiin 4 Al Quran Tafsir Kabir 6 Kutipan Hadits 11 Sajian Utama Konsep Ilahiyah Kong Hu Cu as. 12 Terjemah Buku Masih Mau’ud as. Haqiqatul Wahyi Bag. 4 26 Kenang-kenangan dengan Mushlih Mau’ud Bag. 1 40 as. Sabda-sabda Masih Mau’ud Malfuzat 46 as. Terjemah Buku Masih Mau’ud Taryaaqul Quluub Bag. 5 52 Warta Nasional 58
[email protected] ISSN 2355-1135
Bagi para pembaca SINAR ISLAM yang ingin mengirimkan naskah essai, opini, tinjauan buku, ataupun surat pembaca dapat dikirim melalui surat ke alamat redaksi di
Jln. Tawakal Ujung Raya No.7 Jakarta Barat 11440 atau ke alamat Email:
[email protected] Cover depan : Pat Kwa Cover halaman 2 : Masjid Masjid Baitul Muqeet di Manurewa, Auckland, Selandia Baru (sumber: www.ahmadiyyamosque.info.com)
DARI REDAKSI
Memfungsikan Khaataman Nabiyiin Layaknya sebuah tali yang berfungsi untuk menghubungkan antara dua benda, begitu pula seorang Nabi memiliki peran untuk menghubungkan manusia dengan Sang Khaliq. Berdasarkan peran itu, Al-Quran menyebut bahwa koloni manusia yang tersebar, terkotakkotak dalam berbagai suku bangsa yang menghiasi permukaan planet Bumi ini, kepada mereka diutus Nabi sebagai pemberi petunjuk untuk menemukan jalan benar menuju Kebenaran Sejati, Tuhan Yang Maha Benar (QS. 13:8) dan tentu saja bahasa yang dipakai Nabi itu adalah bahasa lokal di tempatnya sendiri (QS. 14:5). Sejak kehidupan di bumi menjadi stabil, Allah Ta’ala Yang Maha Mengutus para Nabi telah mengutus banyak nabi. Nabi Muhammad saw. dalam sebuah riwayat menyebut jumlah nabi itu sebanyak 124.000 orang. Akan tetapi kisahnya yang diungkap dalam Al-Quran hanya sebagian kecilnya saja, dan sebagian besar yang lainnya tidak diceritakan (QS. 4:165). Ketika Allah Ta’ala berkehendak untuk mengangkat Sang ‘Insan Kamil’ Nabi Muhammad saw. sebagai Nabi yang bergelar Khaataman Nabiyiin, maka di dalamnya ada misi mulia untuk menempatkan posisi seluruh Nabi pada maqam yang tinggi. Ini terlihat dari penggunaan kata ‘khaatam’(sebagian artinya: materai, cap atau stempel), bu-
4
kan kata khaatim yang berarti ‘penutup’, yang bersanding dengan kata ‘nabiyyin’. Sebuah matrai, cap, atau stempel memiliki fungsi sebagai penguat atas dokumen yang berisi pernyataan yang menjadikan suatu objek menjadi sah atau legal, demikian pula Nabi Muhammad saw. sebagai Khaataman Nabiyiin, beliau menjadi Utusan Tuhan yang mengesahkan Kenabian para Nabi yang berperan mengenalkan manusia kepada Allah Ta’ala, yang oleh pengikutnya Nabi tersebut, pada waktu Nabi saw. hidup, ditempatkan pada posisi yang tidak tepat. Benar, dulu ada puluhan orang nabi yang pernah diutus oleh Allah Ta’ala di kawasan Jazirah Arab dan Timur Tengah. Nama mereka pun tertulis di Taurat dan Injil, tapi dalam hal status kemuliaan yang seharusnya mereka sandang, ternyata mereka tidak mendapatkan dari kaumnya sendiri. Nabi Adam as. disebut sebagai manusia pertama, tapi beliau pun mendapat celaan karena disebut sebagai pihak yang paling bertanggungjawab atas dosa yang kemudian diturunkan kepada manusia di masa depan. Naudzubillah, Nabi Nuh as. yang dinyatakan pernah memarahi Tuhan. Nabi Sulaeman a s . dikisahkan memiliki 700 orang istri dan 300 orang gundik. Bahkan yang paling mengerikan ketika Nabi Isa as. disebut sebagai anak haram seka-
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
DARI REDAKSI ligus juga anak Tuhan. Celaan yang ditujukan kepada para Nabi itu oleh Nabi Muhammad saw. dianulir, dan beliau saw. menyebut para Nabi itu sebagai manusia mulia, shaleh, terlepas dari dosa-dosa, dan yang terpenting bahwa mereka itu adalah Utusan Suci dari Allah Ta’ala. Semasa Nabi Muhammad saw. hidup, beliau saw. menjadi satusatunya Nabi yang telah mengangkat derajat para Nabi yang pernah hidup, terutama di kawasan Jazirah Arab dan Timur Tengah dan ‘mengesahkan’ mereka sebagai Nabi Allah yang harus diimani. Di sinilah gelar Khaataman Nabiyyin Rasulullah Muhammad saw. itu berfungsi nyata. Akan tetapi setelah beliau saw. wafat, apakah gelar dan fungsi Khaataman Nabiyyin itu berhenti? Bagaimanakah pula dengan para Nabi yang tidak diceritakan dalam AlQuran, yang diutus kepada kaumkaum di luar Jazirah Arab dan Timur Tengah, yang jejak keshalehan; ketakwaan; dan keimanannya kepada Tuhan Yang Maha Esa, selaras dengan para Nabi yang disebut dalam AlQuran itu? Kita sebagai Muslim yakin bahwa gelar Khaataman Nabiyiin itu tetap melekat pada Yang Mulia Nabi Muhammad saw. . Gelar itu tidak akan pernah bisa berpindah tangan ke orang lain, apalagi harus turun statusnya. Gelar itu akan melekat abadi, sepanjang jaman hingga akhir Dunia ini. Adapun fungsinya, yaitu untuk menempatkan derajat seluruh Nabi, baik yang diceritakan atau pun yang tidak diceritakan dalam Al-Quran, pada maqam-nya yang tinggi sesuai dengan maksud mereka diutus oleh
Allah Ta’ala, ini pun akan terus berlanjut. Allah Ta’ala Yang Maha Mengutus Nabi adalah sebuah Realitas Yang Abadi. Sebuah Realitas yang tidak akan pernah berubah bahkan dalam kondisi lingkungan semesta yang berubah. Jika dahulu Allah Ta’ala telah mengutus para Nabi, maka tentu saja hal itu akan terus berlanjut hingga akhir Dunia. Nabi-nabi yang akan datang sepanjang jaman yang sesuai dengan Keinginan Allah Ta’ala Yang Maha Mengutus Nabi itu, salah satu tugas utamanya adalah melanjutkan kembali fungsi Khaataman Nabiyiin Nabi Besar Muhammad saw.itu. Di Akhir Zaman ini, ketika Allah Ta’ala sudah mengutus Imam Mahdi yang tergenapi dalam diri Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as., fungsi Khaataman Nabiyiin itu sedang difungsikan lagi. Kini, Jemaat Muslim Ahmadiyah menjadi satu-satunya Jamaah Muslim yang sedang mengangkat derajat para Nabi yang pernah diutus oleh Allah Ta’ala kepada kaum yang hidup di luar Jazirah Arab dan Timur Tengah pada maqam yang tinggi. Nabi Lukman as. yang diutus kepada sebuah kaum di benua Afrika; Kong Hu Cu as. yang diutus kepada bangsa Tiongkok; Socrates as. yang diutus kepada bangsa Yunani; Krisna as. dan Budha as. yang diutus di India; dan lain-lainnya, telah diangkat derjatnya dengan mengakui mereka sebagai Utusan Allah (Rasul Allah). Indikasi utama bahwa mereka itu adalah Nabi yaitu ajaran pokok Tauhid yang mereka sampaikan. Red [][]
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
5
Al-Quran Tafsir Kabir
Al Quran Tafsir Kabir adalah salah satu karya fenomenal dari Hadhrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad ra. Khalifah Kedua Jemaat Ahmadiyah. Surah Al-Fatihah PENAMBAHAN “ISM” PADA BASMALLAH Penambahan ism pada Basmallah: Satu soal lagi timbul di sini. Yakni, inilah hendaknya yang diucapkan “Dengan memohon pertolongan kepada Allah aku baca Quran Karim”. Tetapi yang telah diucapkan adalah “dengan pertolongan nama Allah aku membaca”. Mengapa kata “nama” ditambahkan. Jawaban secara rincinya adalah: (1)-Ba, selain untuk memohon pertolongan atau perlindungan juga berguna untuk sumpah. Jika murni hanya billaahi maka bisa timbul keraguan. Yakni, barangkali sudah bersumpah. Maka untuk menghilangkan keragu-raguan itu ditambahkan lafaz ism atau kata nama. (2)-Zat Allah Ta’ala itu tersembunyi (mahfi). Maka, melalui sifatNya-lah Dia dikenal. Karena itu lafaz ism atau kata ‘nama’ ditambahkan di sini. Inilah maksud dari menyebut-nyebut Arrahmaan, Ar-rahiim. Yakni-aku memohon pertolongan kepada Allah melalaui rahmaniyat dan rahimiyat-Nya. (3)-Diperingatkan, bahwa di dalam nama-nama Allah Ta’ala-pun ada keberkatan dan kepadanya manusia hendaknya memberi perhatian. (4)-Quran Karim adalah satu khazanah tertutup. Apabila di suatu rumah yang untuk masuk ke dalamnya tanpa ada izin dilarang masuk, maka kepada penjaga atau penunggunya perlu permisi dulu, atau menunjukan surat izin dari yang punya atau menyebut namanya. Polisipun apabila mau mengeledah rumah seseorang atau mau 6
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
Al-Quran Tafsir Kabir menyita harta seseorang mereka berkata, “Atas nama pemerintah kami masuk”. Jadi, menambahkan lafaz ism di sini mengisyarahkan, bahwa orang yang setelah mengucapkan bismillaah lalu membaca Quran Karim dia seolah-olah di hadapan Quran Karim berkata kepada Malaikat yang diberi tugas bahwa Allah Ta’ala sendiri menyuruh aku membaca surah ini. Bukalah pintu yang dimaksudkan untukku. Dan demikianlah dia mengamalkan materi tersebut secara singkat, bahwa atas nama Allah Yang Rahmaan dan Rahiim aku memohon izin membuka khazanah ini. Jelaslah bahwa orang yang dengan izin Allah Ta’ala seperti itu memberi perhatian kepada Quran Karim dia akan mendapatkan bagian dari ilmu-ilmunya. Tetapi orang yang tidak peduli terhadap izin dan nama-Nya bahkan dengan sikap nakal dan murka maka baginya tidak akan dibukakan khazanahnya. Hikmah ke (5) dan ke (6)-nya mengisyarah kepada dua kabar gaib yang tertulis pada kitab Kejadian bab 18 ayat 18 dan ayat 20 yang berkenaan dengannya aku hadir dalam pembahasan masalah ini. Yakni, mengapa Basmalah berulang-ulang turun pada setiap permulaan surah. Dan inilah hikmahnya itu. Yakni, pada kabar gaib tsb tertulis, bahwa dengan menyebut nama Tuhan dia akan memperdengarkan kalam Ilahi. Maka, untuk memberi perhatian kepada kabar gaib tsb perlu menambahkan lafaz ism. *****
َاﻟۡ َﺤ ۡﻤﺪُ ِ ٰ ّ ِهلل َر ِ ّابﻟۡ ٰﻌﻠَ ِﻤ ۡﲔ
Segala (macam) pujian (hanyalah) haq Allah Tuhan seluruh* alam3. _________________________________________________________________________ 3
Hal lughot - ُ َاﻟۡ َﺤ ۡﻤﺪHamd berarti pujian. Di dalam bahasa Arab untuk arti memuji banyak lafaz dipakai, contohnya . حمد – مدح – شكر – ثناءAllah Ta’ala memilih kata حمدbukan tanpa alasan. شكرbermakna pernyataan ihsan dan menunjukkan rasa penghargaan. Dan bila lafaz ini dipakai berkenaan dengan Allah Ta’ala maka hanya untuk menunjukan rasa terima kasih atau penghargaan. Maka dengan ini jelaslah bahwa حمد adalah lafaz yang lebih sempurna ketimbang شكر. Karena حمدbukan hanya sekadar nama pernyataan ihsan bahkan juga nama setiap perasaan indah terhadap sesuatu benda yang cantik dan menunjukkan ketertarikan serta penghargaan atasnya. Maka lafaz ini lebih luas maknanya. Lafaz kedua adalah ثناءartinya pengulangan. Ta’rif juga dikatakan tsana karena orang-orang mengingat banyak kebaikannya SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
7
Al-Quran Tafsir Kabir dan dari waktu ke waktu orang terus menyebut-nyebutnya (Mufradat). _________________________________________________________ *Catatan:Terjemahan kata “sifat” pada ayat pertama dan kedua berbeda. Pada ayat pertama dizahirkan dengan “jo”(yang) dan “hai”(ada). Tetapi pada ayat yang lain, kedua lafaz tsb diletakan pada khutut (surat-surat) yang karenanya rumit diterjemahkan. Pada ayat lain dikarenakan berupa kalimat sempurna maka di sana tidak perlu menzahirkan “jo” dan “hai”. Pada ayat pertama dalam kalimat tidak ada “hai” karena itu di sana terpaksa menzahirkan apa yang sudah ditetapkan. Di waktu yang akan datangpun di mana terdapat perbedaan maka di dalam terjemahannya akan dibedakan pula. Hal ini jelas bahwa di dalam kata tsana ada isyarah kepada penyebaran dzikr-khair pada kebanyakan orang berdasarkan pengalaman pribadi. Dan ini merupakan satu keistimewaan. Akan tetapi antara manusia dengan Tuhan yang merupakan hubungan pribadi maka pada lafaz ini tidak seberapa memberikan pencerahan sebagaimana lafaz madah memberikan. Karena lafaz ini lebih menuntut kepada rasa syukur dan terima kasih secara pribadi. , مدحlafaz madah ini dipakai untuk ta’rif terhadap kebohongan dan kebenaran. Akan tetapi lafaz حمدhanya dipakai untuk ta’rif terhadap kebenaran. Ada di dalam hadits :
(6 اب ) ُم ْس َند اَ ْح َمد ِبنْ َح ْن َبل جلد َ أَ ْح ُثوا فِي ُو ُج ْو ِه ال َم َّدا ِح ْينَ ال ُّت َر “Jejalkanlah tanah ke dalam mulut si penyanjung kebohongan”. Demikian pula madah berkenaan dengan perbuatan-perbuatan, itupun bisa terjadi tanpa disengaja. Tetapi hamd dilakukan berkenaan dengan amal-amal tsb dengan niyat dan kehendak sepenuhnya (Mufradat). Maka jelaslah sudah bahwa lafaz hamd lebih afdhal ketimbang lafaz madah dan lebih pas berkenaan dengan Allah. Apa yang telah saya katakan bahwa tsana adalah ta’rif atau pujian yang sudah tersebar atau dikenal oleh orang-orang. Dan ini merupakan satu keistimewaan. Perihal itu bisa dikatakan, bahwa keistimewaan ini bukan lahir karena lafaz hamd. Maka jawabannya adalah, bahwa dari kalimat alhamdu-pun telah lahir kesempurnaan ini. Karena) ا لalif lam) memberi makna istighraq yakni ia mencakup segala-galanya. Jadi, arti makna الحمدsegala macam pujian. Dan pujian atau sanjungan setiap orang adalah milik Allah semata dan itu haq-Nya semata. Dalam makna ini maka dzikr-khair tersebar bahkan melebihi tsana. Dengan pengertian ini maka lahirlah mafhum penyebaran puji-pujian terhadap Allah Ta’ala. ب ُّ ( – َرRabbun) artinya (ئ َحاالً َف َحاالً ِالَى َح ِّدال َّت َم ِام ) ُم ْف َردَات ِ ِا ْن َشا ُء ال َش 8
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
Al-Quran Tafsir Kabir yakni, menciptakan sesuatu dari tidak ada menjadi ada dan secara bertahap atau berangsur-angsur membinanya hingga mencapai kesempurnaannya. Dan inipun mengandung makna tarbiyat murni, khususnya bila hal itu dimaksudkan kepada manusia. Misalnya, berkenaan dengan ibu bapak Allah berfirman pada surah Bani Israil : 25 َ َامك َرﺑَّﻴ ِ ٰۡﲎ َﺻ ِﻐ ۡ ًﲑاYaa Allah kasihanilah ibu bapak-ku sebagaimana dahulu mereka mentarbiyati aku ketika aku masih kecil. Robb juga bermakna Maalik (Aqrab). Seperti perkataan Hadhrat Yusuf as di dalam Quran Karim Udzkurunii inda Rabbika. Dan Rabb bermakna juga Mushlih (Aqrab). Dalam makna ini selain untuk Allah Ta’ala lafaz ini dapat digunakan juga untuk yang lain. Tetapi tanpa idhofat mutlaq lafaz Rabb sekali-kali tidak bisa digunakan untuk ghairullah. Misalnya, Rabbud-daar pemilik rumah atau Rabbal-farasi pemilik kuda untuk manusia bisa dikatakan. Akan tetapi bila murni dikatakan bahwa Robb berfirman atau berbuat demikian, maka maknanya hanyalah Allah Ta’ala (Mufradat). Para mufasirin-pun mengartikan Rabb adalah Khaliq (Bahrul Muhit). - اﻟۡ ٰﻌﻠَ ِﻤ ۡ َﲔAdalah jama dari ‘aalam / َعالَمsetiap jenis dan macam mahluk disebut juga ‘aalam / ( عالمMufradat). Dan selain ‘aalamuuna ( َعالَم ُْو َن ) atau ‘aalamiina ( ) َعالَ ِمي َْنjuga jama’nya adalah ‘alaalim () َعالَلِمatau ‘awaalim .( ) َع َوالِمdan dari antara sifat-sifat َغ ْير ُُذول ال ُعقُ ْولmahluk yang tidak memiliki akal dari ونatau يانhanya dua lafaz َعالمatau ياسم terbentuk jama. Dan mengapa ( مخلوقmahluk) dikatakan ’( َعالمaalam) karena darinya alamat atau identitas ( خالقkhaaliq=pencipta) diketahui (Aqrob). Sebagian mufasirin berkata, bahwa jama عالمونatau عالمينdari عالمbarulah akan terbentuk apabila di sana terdapat ( ذوي العقولmahluk yang berakal) misalnya manusia, malaikat dsb. Akan tetapi qaidah ini bertentangan dengan lughat, dan juga bertentangan dengan muhawarah (idiom) Quran Karim. Hawalah (rujukan) lughat sudah dijelaskan di atas. Ayat-ayat Quran Karim ini adalah saksi atas hal itu.
اﻟﺴ ٰﻤ ٰﻮ ِت َو ۡ َاﻻ ۡر ِض َو َﻣﺎ ﺑَﻴۡﻨَﮩُ َﻤﺎ ؕ ِا ۡن ﮐُ ۡﻨ ُ ۡﱲ ُّﻣ ۡﻮ ِﻗ ِﻨ ۡ َﲔ َّ ﻗَﺎ َل ِﻓ ۡﺮ َﻋ ۡﻮ ُن َو َﻣﺎ َر ُّب اﻟۡ ٰﻌﻠَ ِﻤ ۡ َﲔ ﻗَﺎ َل َر ُّبﻗَﺎ َل-ﻗَﺎ َل ِا َّن َر ُﺳ ۡﻮﻟَ ُ ُﲂ َّ ِاذل ۤۡی ُا ۡر ِﺳ َﻞ ِاﻟَ ۡﻴ ُ ۡﲂ ﻟَ َﻤ ۡﺠ ُﻨ ۡﻮ ٌن-ﻗَﺎ َل ِﻟ َﻤ ۡﻦ َﺣ ۡﻮﻟ َ ۤﮧٗ َا َﻻ ﺗ َ ۡﺴـ َﺘ ِﻤ ُﻌ ۡﻮ َن ﻗَﺎ َل َرﺑ ُّ ُ ۡﲂ َو َر ُّب ٰا َابٓﺋِ ُ ُﲂ ۡ َاﻻ َّو ِﻟ ۡ َﲔ ﴾Syu’ara:24-29﴿ ﴩ ِق َو اﻟۡ َﻤ ۡﻐ ِﺮ ِب َو َﻣﺎ ﺑَﻴۡﻨَﮩُ َﻤﺎ ؕ ِا ۡن ﮐُ ۡﻨ ُ ۡﱲ ﺗ َ ۡﻌ ِﻘﻠُ ۡﻮ َن ِ ۡ َر ُّب اﻟۡ َﻤ Pada ayat-ayat ini di dalam َعالمينselain manusia, langit bumi dan semua benda yang ada di antara keduanya, barat timur dan semua benda yang ada di antara keduanya dikatakan masuk kedalam pengertian . َعالمينDemikian pula ada di dalam surah Haamim asSINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
9
Al-Quran Tafsir Kabir Sajadah:10-11.
ب ُّ ض ف ِۡی َي ۡو َم ۡي ِن َو َت ۡج َع لُ ۡونَ لَ ٗۤہ اَ ۡن دَ ادًا ؕ ٰذلِ کَ َر َ قُ ۡل اَئِ َّنکُمۡ لَ َتکۡفُ ُر ۡونَ بِالَّذ ِۡی َخلَ َق ۡاالَ ۡر ۡ ۤ ؕ ک ف ِۡي َہا َو َقدَّ َر ف ِۡي َہ ۤا اَق َوا َت َہا فِ ۡی اَ ۡر َب َع ِۃ اَ َّي ٍام َ َو َج َعل َ ف ِۡي َہا َر َواسِ َی م ِۡن َف ۡوقِ َہا َو ٰب َر-ۚ َۡال ٰعلَم ِۡين َلسآئِل ِۡين َّ ِّس َو ٓا ًء ل َ Di dalam ayat inipun bumi gunung-gunung dan sebagainya dimasukan ke dalam .عالمين. Hadhrat Masih Mau’ud as pun menulis; .... ِارةٌ َعنْ ُكل ِّ َم ْو ُج ْو ٌد سِ َوى ﷲ َ العالَ ِم ْينَ عِ َب َ َّاِن َ َ َ َ َ َّ َ َ َ َ ِ اح و ر ال ا الم ع ام س ج ال ا م ل ا ع م و ا م ا م ھ ر ي غ و ر م ق ال و مس ش اال ك و ا .… م ا ك َِ َ َ ِ َ ْ ِ َ ِن ْ َ ِ َ ْ ِ َ ْس َوا ًء نَ ِنْ َ ِ ْ َ ِ ْ ِن .األَ ْج َر ِام ( طبع مصر48)اعجزالمسيح ص Yakni, yang dimaksud ‘alam adalah semua benda baik yang bernyawa maupun yang tidak bernyawa. Demikian juga matahari bulan dan sebagainya benda-benda alam falak. Pendeknya semua yang bernyawa atau yang tidak bernyawa termasuk di dalamnya. Mereka yang menyatakan bahwa itu hanya untuk ُذوى العقولmahluk yang berakal) mereka mengambil dalil dari ayat (2 َماھ َُو ِاالَّ ِذ ْك ٌرلِّ ْل َعالَ ِميْن )قلم, tetapi berdalil seperti ini tidak benar. Karena ternyata pemakaiannya untuk (غيْرذوى العقولyang tidak berakal) terdapat di dalam Quran Karim. Maka perihal ayat ini hanya inilah yang akan dikatakan bahwa لفظ عام (kata umum) dipakai juga pada makna yang khusus. Ternyata di tempat lain dalam Quran Karim dalam makna inipula lafaz ini dipakai. Berfirman, (6:العالَ ِمي َْن )البقرة َ َوأَ ِّنى َفض َّْل ُت ُك ْم َعلَىWahai kaum Yahudi kami telah melebihkan kalian di atas semua yang lain di dunia ini. Padahal maksudnya hanyalah di atas orang-orang pada zamannya itu bukan di setiap zaman. Karena yang dikatakan khairul umam adalah ummat Muslimin. Jadi, pemakaian makna husus dimana dalam makna umum lafaz ini telah digunakan tidak membatasi maknanya. Dan yang haq adalah bahwa setiap jenis mahluk tercakup di dalam ‘( عالميْنaalamiin) baik itu yang bernyawa maupun yang tidak bernyawa. Fazal M.[][]
10
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
Hadits Tentang Akhlaq Mulia ٍ أَ َنا َزعِ ي ٌم ِب َب ْي ض ا ْل َج َّن ِة لِ َمنْ َت َر َك ِ ت فِي َر َب ِسط ٍ َو ِب َب ْي،اء َوإِنْ َكانَ ُم ِح ًّقا َ ت فِي َو َ ا ْلم َِر از ًحا َ ا ْل َج َّن ِة لِ َمنْ َت َر َك ا ْل َكذ ِ ِب َوإِنْ َكانَ َم ٍ َو ِب َب ْي سنَ ُخلُ َق ُه َّ ت فِي أَ ْع َلى ا ْل َج َّن ِة لِ َمنْ َح [ حسن:]سنن أبي داود Dari Abu Umamah radiyallahu 'anhu; Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Saya menjamin sebuah rumah tepi surga bagi orang yang meninggalkan debat sekalipun ia benar, dan sebuah rumah di tengah surga bagi orang yang tidak berbohong sekalipun hanya bergurau, dan rumah di atas surga bagi orang yang mulia akhlaknya. (Sunan Abi Daud: Hasan)
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
11
Nabi Kong Hu Cu as. (550-478 SM)
KONSEP ILAHIYAH as.* KONG HU CU س ًال ُ ص َنا ُھ ْم َع َل ْي َك مِنْ َق ْبل ُ َو ُر ْ ص َ س ًال َقدْ َق ُ َو ُر َّ ص ُھ ْم َع َل ْي َك ۚ َو َك َّل َم وس ٰى َت ْكلِي ًما ْ ص ُ َل ْم َن ْق َ ﷲُ ُم “Dan Kami telah mengutus rasul‐ rasul yang Kami beritahukan kepada engkau sebelum ini, dan rasul‐rasul yang tidak Kami beritahukan kepada engkau, dan Allah telah berkata‐kata kepada Musa dengan firman‐Nya”. (An‐Nisa, Ayat 165) Hadhrat Mirza Tahir Ahmad rh.
Agama
Konghucua merupakan khazanah berbagai kebijakan bermutu tinggi. Kajian atas agama ini mengungkapkan bah wa Rasionalitas, Wahyu dan Pengetahuan telah bergandengan tangan membimbing manusia kepada kebenaran. Meski pun banyak bangsa Tiongkok menganggapnya sebagai agama sejalan dengan pola agama yang
diwahyukan lainnya, namun ada juga dari antara mereka yang memandangnya hanya sebagai suatu filsafat saja. Misalnya di Jepang, agama Konghucu tidak memiliki daerah geografi yang bisa dikatakan sebagai daerah khususnya. Para pengikut agama Tao, Shinto dan Budha sama menganggap agama Konghucu sebagai suatu filsafat yang selaras dengan filsafat mereka sendiri.
*Tulisan ini adalah salah satu bagian dalam buku Revelation, Rationality, Knowledge, and Truth karya Hadhrat Mirza Tahir Ahmad rh. dengan judul aslinya ’Agama Konghucu’. Redaksi SINAR ISLAM memuat tulisan ini dengan tujuan, memberi pemahaman yang lurus tentang Kong Hu Cu as. sebagai Nabi Allah yang diturunkan di Tiongkok, namun oleh para sarjana sekuler dianggap sebagai ahli filsafat dari Tiongkok. Selamat Mem‐ baca. Red [][] SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015 SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
13 13
Sajian | utama Karena itu mereka hidup bersama dalam bentuk yang membaur, suatu hal yang tidak terdapat pada agama lain di dunia. Jika kita berbicara tentang agama Konghucu sebagai suatu filasafat, maka khususnya kami kaitkan dengan masalah eksistensi Tuhan. Hanya sedikit dari pengikut Kong Hu Cu (550-478 SM)1 yang mempunyai gambaran jelas tentang eksistensi apa yang dimaksud sebagai wujud Tuhan. Namun mereka percaya kepada dunia ruh dan jiwa, bahkan sebagian dari mereka melakukan penyembahan arwah leluhur. Kita perlu menilai kembali pemahaman populer yang terdapat di dunia tentang agama Konghucu. Meneliti naskah-naskah awal yang menjadi dasar agama ini, tidak ada keraguan kalau agama ini juga dibentuk atas dasar keimanan kepada eksistensi Tuhan. Banyak bagian dari filsafat ini dan segala kebijakannya yang bersumber kepada wahyu samawi dan bukannya pada hasil renungan orang-orang bijak. Sejauh mana agama ini telah bias dari sumber awalnya bisa diukur dari penyembahan ruh orang mati yang umumnya terdapat di antara para penganut agama Konghucu sekarang ini. Padahal dalam sumber ajaran agama tersebut tidak ada sekelumit pun yang mengatur kepercayaan dan praktik demikian. Rupanya sebagaimana juga terdapat pada 14
agama-agama lain, agama Konghucu telah menjauh dari ajaran awalnya dengan berjalannya waktu. Banyak kemudian masuk praktik-praktik keliru dan takhayul yang merasuk ke dalam ajaran agama ini dengan akibat tersingkirnya keimanan kepada Yang Maha Agung. Suatu tragedi yang sayang sekali telah sangat sering terjadi di dunia ini. Mengenai penyembahan arwah leluhur, dapat dikemukan bahwa mereka tidak memperlakukan para arwah tersebut sebagai dewa-dewa atau orang-orang suci, namun tetap saja mereka menjadikannya sebagai tempat mengajukan doa. Di Jepang, penyembahan tersebut tidak mempunyai pengertian yang sama dengan di tempat lainnya. Hal itu hanya dianggap sebagai ekspresi penghormatan dan kesetiaan kepada ingatan pada yang sudah wafat. Tidak semuanya meminta sesuatu dari arwah orangorang yang sudah wafat itu dan tidak juga memperlakukan mereka sebagai dewa-dewa tersendiri. Suatu simetri dan koordinasi hukum alam membuktikan bahwa alam ini ada yang menciptakan dan memang diciptakan oleh Wujud Tunggal Yang Maha Agung. Tidak ada bukti setitik pun ada kerja sama atau bantuan dari pihak kedua dan ketiga dalam penciptaan alam ini. Karena itu adalah logis untuk menyimpulkan bahwa melihat dari hasrat yang ada di kalbu manusia untuk mempercayai
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
Sajian | utama yang terdapat pada bangsa yang menganut takhayul itu mirip dengan gambaran hantu yang muncul dalam kegelapan di ketiadaan cahaya. Kecendrungan dekadensi demikian telah menggeser citra Tuhan keluar dari arena kepercayaan agama. Kepercayaan kepada Tuhan memerlukan adanya reformasi perilaku dan rasa pertanggung-jawaban seseorang, sedangkan ruh, hantu dan wujud khayali lainnya tidak mengharuskan adanya ketaatan kepada norma-norma akhlak keagamaan.[][] ****** Fu Shi: Penganut agama Konghucu percaya bahwa Fu Shi atau Fu Xi sebagai manusia pertama atau leluhur umat manusia.[][]
sesuatu, dapat dikatakan bahwa hasrat itu sengaja diciptakan guna m e n j em bat an i Y an g M ah a Pencipta dengan mahluk ciptaanNya. Jika komunikasi itu tidak terbentuk maka ketiadaan wahyu Ilahi akan menimbulkan kekosongan yang dengan satu dan lain cara harus dipenuhi oleh hasrat fundamental tersebut. Dorongan ini juga yang telah menjadikan manusia menciptakan dewa-dewa dari apa yang disebut sebagai ruh, jiwa, hantu atau pun wujud khayali lainnya. Karena itu kepercayaan takhayul sebenarnya bukan suatu kebetulan saja. Imajinasi bayangan dewa-dewa
Dari kajian mendalam tentang literatur mengenai agama Konghucu, tidak sulit membuktikan bahwa agama ini pada awalnya bukan suatu filsafat buatan manusia. Ajarannya mencakup konsep tentang Tuhan Yang Maha Esa yang ajarannya bermula dan dianggap sebagai Penguasa alam semesta. Istilah ‘Langit’ (Thian) dalam agama ini adalah manifestasi dari wujud Tuhan tersebut. Agama Konghucu menganggap pengetahuan hakiki mengandung pemahaman tentang fitrat-fitrat Tuhan yang kemudian diterapkan pada perilakunya sendiri. Hal itu akan membawa manusia lebih dekat kepada kebenaran hakiki dan menjadi sumber pengetahuan bagi
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
15
Sajian | utama
kemaslahatan dirinya. Asal mula ajaran Konghucu dan Tao berawal jauh pada masa Fu Hsi (3322 SM) yaitu seorang raja dan juga seorang yang bijak. Suatu ketika ia melihat seekor kuda naga muncul dari sungai Kuning (Huang Ho) dengan membawa sebuah diagram di punggungnya1. Kejadian tentang seorang Nabi yang melihat kasyaf ini bukan satu -satunya dalam sejarah Tiongkok. Nabi Yu (sekitar 2240 SM) juga tercatat sebagai orang yang mendapat wahyu Ilahi. Dalam kasyafnya, Fu Hsi berkesempatan 16
mempelajari diagram tersebut. Diagram itu terdiri dari 8 set yang masing-maisng berupa 3 garis yang menggambarkan jantan dan betina. Kombinasi dari 3 set (trigram itu di atas dan di bawah membentuk 64 hexagram. Setiap hexagram mempunyai nama yang terkait dengan pada susunan khusus dari garis jantan dan betina. Adalah Raja Wan (sekitar 1143 SM) yang pertama kali menafsirkan makna dari hexagram tersebut. Putranya, Cheu Kung (sekitar 1120 SM) kemudian melengkapi penafsiran tersebut dan setelah itu Kong Hu
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
Sajian | utama
Meng Tze atau Mencius
Cu pada masanya menambahkan catatannya sendiri sebagai apendik. Hal inilah yang kemudian mendasari penyusunan kasyaf Fu Hsi tersebut menjadi Buku Tentang Perubahan yang dikenal sebagai kitab I Ching (atau Yi King). Pemahaman tentang prinsip teori segi delapan tersebut mempengaruhi perkembangan pengetahuan dan disiplin ilmu dalam kehidupan bangsa Tiongkok yang berkaitan dengan semua kepentingan manusia. Dikatakan kalau di Tiongkok teori ini memainkan peran utama dalam pengembangan pertanian,
perindustrian, pengobatan, perekonomian, politik dan bidang pengetahuan lainnya. Seorang cendekiawan Tiongkok bernama Chou Chih Hua mengarang buku Accupuncture and Science, yang dikemukakan bahwa teori Pat Kwa (hexagram) mempunyai hubungan yang sama dengan kedokteran Tiongkok sebagaimana hubungan matematika dengan ilmu pengetahuan Eropa. Menurut buku History of Medicine of China2, Fu Hsi seorang Nabi yang memformulasikan teori Pat Kwab melalui kasyaf, juga menjadi penemu ilmu kedokteran dan akupuntur. Namun ada juga yang
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
17
Sajian | utama berpendapat bahwa pengetahuan ini dikembangkan kemudian oleh raja pendeta Huang Ti yang mendapat ilmunya dari kitab I Ching. Kitab Art of war (Seni Perang) karangan Sun Tzu yang juga didasarkan pada I Ching, merupakan buku yang terkenal dalam dunia kemiliteran. Kelompok militer sepanjang jaman sampai sekarang masih memandang penting buku ini yang sudah diterjemahkan ke berbagai bahasa. Begitu juga beberapa penulis dan ahli logistik serta aliran pemikiran klasik mendasarkan teorinya atas prinsipprinsip yang diuraikan dalam kitab I Ching. Di Barat pun kitab ini dikenal luas dan sedikit banyak telah mempengaruhi mereka, meski ada juga yang menggunakannya sebagai sarana untuk meramal nasib. Menurut ajaran Konghucu, penelitian akademik secara formal tidak menjadi suatu hal yang esensial dalam mencari kebenaran. Wujud Tuhan sendiri adalah Kebenaran, sehingga apa pun yang diciptakan-Nya sudah juga dikaruniai fitrat tersebut yang selaras dengan fitrat Wujud-Nya. Karena itu fitrat manusia dan kebenaran hakiki merupakan hal yang sinonim dalam agama Konghucu.[][] *****
18
Meng Tze atau Mencius
Meng Tze (372-289 SM) yang di Barat dikenal sebagai Mencius, adalah seorang filosof, ahli teori dan seorang guru. Ia pun seorang y an g s a n g a t ag a m ai s d a n merupakan tokoh yang menonjol dari antara pengikut Kong Hu Cu. Ia meninggalkan kesan mendalam pada filsafat Tiongkok, sedemikian rupa sehingga sebagian orang menganggapnya sebagai seorang Nabi. Ketika menjelaskan cara mencapai kebenaran hakiki, ia menyatakan bahwa: “Sifat pengasih, ketakwaan, kepatutan, dan ilmu pengetahuan bukanlah sesuatu yang disusupkan dari luar ke dalam diri kita. Sifatsifat itu sudah ada sebagai kelengkapan diri kita. Jika ada yang berbeda maka hal itu diakibatkan oleh kurang perenungan. Karena itulah dikatakan: ’Carilah maka engkau akan menemukan. Abaikan maka engkau akan kehilangan.’”3 Yang dimaksud pengaruh luar
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
Sajian | utama oleh Meng Tze bukanlah wahyu. Bahkan ia mengemukakan kalau nilai-nilai ahlak manusia sebagai suatu hal yang esensial bagi wujud diri kita itu, bukalah suatu yang datang dari luar diri. Meng Tze mengemukakan pandangan bahwa p e n g al am an s e n s or i b uk an merupakan suatu pesan tersendiri. Pada refleksi sensori, fikiran manusia akan mampu melihat imaji eksternal dari batinnya sendiri. Karena itu ia tidak menafikan perlunya objektivitas, yang disangkal adalah potensi independennya dalam menuntun manusia kepada kebenaran. Namun ia juga mengakui kalau pengalaman objektif amat membantu dalam menuntun kita ke sumber mata air dari kebenaran hakiki. Meng Tze selanjutnya menjelaskan bahwa alam dalam pengertian keseluruhan kosmos, tidak bersifat kekal tetapi merupakan ciptaan ‘Langit’ sebagai wujud sang Pencipta yang berakal. Menjelaskan hal ini, Meng Tze menyatakan: Dikatakan dalam ‘Buku Syair’: “Langit ketika mencipta umat manusia, telah memberikan kepada mereka berbagai fitrat dan keterkaitan dengan kaidah mereka sendiri. Ini adalah hukum alam yang tidak berubah untuk dipatuhi semuanya, dan semuanya mencintai sifat terpuji ini.”4 Istilah ‘Langit’ menurut pemahaman Meng Tze adalah Wujud yang Sadar yang sama dengan isti-
“Langit ketika mencipta umat manusia, telah memberikan kepada mereka berbagai fitrat dan keterkaitan dengan kaidah mereka sendiri. Ini adalah hukum alam yang tidak berubah untuk dipatuhi semuanya, dan semuanya mencintai sifat terpuji ini.”
(Meng Tze atau Mencius) lah kita berkaitan dengan Tuhan. Kata Langit bisa dipandang sebagai simbolisasi prinsip penciptaan yang asadar dan aktif dari Tuhan. Mengenai ini ia mengemukakan: “Hal ini digambarkan dari apa yang dikatakan ‘Buku Syair’: ‘Jagalah selalu keharmonisan dengan segala peraturan Tuhan, agar engkau memperoleh banyak kebahagiaan’.”5 Ajaran agama Konghucu klasik, tidak diragukan mengemukakan manusia sebagai ciptaan Tuhan dan bukannya hasil dari suatualam tanpa kesadaran. Bagi Kong Hu Cu, tujuan akhir dalam mencapai pengetahuan tentang diri sendiri adalah dengan mencapai keharmonisan dengan Tuhan, hal ini menjadi visi manusia tentang langit. Kepercayaan demikian mirip sekali dengan Al-Quran
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
19
Sajian | utama yang mengemukakan bahwa bisa mengimbangi dan akhlaknya manusia diciptakan menurut fitrat- cukup untuk bertahan, dan ia memerintah dengan berwibawa tetapi fitrat Tuhan: “Dan turutilah fitrat yang dicip- ia berusaha menggerakkan rakyattakan Allah, yang sesuai dengan n y a b e r t e n t a n g a n d e n g a n fitrat itu Dia telah membentuk kepatutan, maka tidak akan tercapai kesempurnaan yang penuh’.”7 umat manusia” (Ar-Rum, 31)6 Kong Hu Cu selanjutnya meneJuga jelas dari ajaran yang dikankan, manusia harus berusaha bawanya bahwa Kong Hu Cu secara sadar memperoleh pengeta- meyakini kalau sosok Pencipta itu huan tentang citra dari Tuhan memiliki pengaruh yang amat beyang tersembunyi (laten) berada sar atas manusia dan hanya Dia dalam dirinya, untuk kemudian saja yang patut disembah, seperti mengembangkan segala fitrat yang yang dikemukakan berikut: selaras dengan citra tersebut. Jika “Wang Sun Chia berkata manusia tidak melaksanakan upaya (kepada sang guru Kong Hu Cu): ini secara sadar maka tidak ada ja- ‘Apa yang dimaksud dengan ucaminan bahwa perkembangan pan bahwa lebih baik menghormati akhlaknya akan bisa sejalan dengan tungku perapian daripada mencitra Tuhan. yembah kepada sudut barat-daya? Menurut pandangan agama Sang guru menjawab: Bukan beKonghucu, pengetahuan sebagai gitu. Ia yang berdosa kepada Langit suatu entitas tersendiri tidak akan (Tuhan) tidak memiliki siapa pun eksis jika terpisah dari prilaku dan kepada siapa ia bisa memohon’.”8 karakter (kesalehan, harga diri, dan Menentang prinsip fitrat penkepatutan) manusia. Keduanya ciptaan Tuhan sama saja dengan saling terkait sebagaimana dinyata- menentang batin manusia sendiri, kan berikut ini: karena batin tersebut diciptakan SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015 “Sang guru (Kong Hu Cu) men- sebagai cermin yang merefleksikan gatakan: ‘Ketika pengetahuan fitrat-Nya Sendiri. Ia yang berpalmanusia cukup bisa mengimbangi ing meninggalkan Tuhan tidak tetapi akhlaknya tidak mampu memiliki siapa pun yang bisa mempertahankan, maka segala membantunya. yang telah diperolehnya akan hiKutipan-kutipan di atas menunlang kembali. Ketika pengeta- jukkan bahwa pada sumber asalnya huannya cukup bisa mengimbangi agama Konghucu bukanlah filsafat dan akhlaknya cukup untuk ber- buatan manusia. Dalam inti tahan, namun ia tidak mampu me- ajarannya terkandung keimanan merintah dengan berwibawa, maka pokok pada eksistensi Pencipta, rakyat tidak akan menghormati- yang sifat-sifat-Nya patut dihornya. Ketika pengetahuannya cukup mati dan diikuti. Ajaran tersebut 20
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
“Wang Sun Chia berkata (kepada sang guru Kong Hu Cu): ‘Apa yang dimaksud dengan ucapan bahwa lebih baik menghormati tungku perapian daripada menyembah kepada sudut barat-daya? Sang guru menjawab: Bukan begitu. Ia yang berdosa kepada Langit (Tuhan) tidak memiliki siapa pun kepada siapa ia bisa memohon’.”
yaitu sebagai orang-orang yang mewakili atau bertindak selaku utusan Tuhan. Kami melihat adanya kesamaan demikian pada salah satu pernyataan Kong Hu Cu: “Sang Guru dibuat merasa khawatir di Kwang. Ia mengatakan: ‘Apakah setelah berpulangnya Raja Wan, kebenaran jadinya hanya ada pada diriku (Kong Hu Cu)?’ Jika Langit memang menginginkan cara kebenaran ini punah maka aku sebagai manusia biasa tentunya tidak lagi mempunyai hubungan dengannya. Tetapi nyatanya Langit tidak akan membiarkan kebenaran ini punah, lalu apa yang bisa dilakukan rakyat juga menggambarkan bahwa pen- Kwang terhadap diriku?”9 getahuan semata tanpa kelengkaDalam hal ini Kong Hu Cu pan berupa pencarian Tuhan serta menyatakan keyakinannya yang melaksanakan segala perintah- penuh bahwa hakikat keluhuran Nya, dianggap tidak mempunyai kebenaran sudah dijamin melalui nilai sama sekali. takdir Tuhan yang tidak akan Begitu juga dari kutipan- berubah, di mana dirinya hanyalah kutipan berikut bertambah nyata menjadi instrumen semata. Tuhan kalau agama Konghucu mengemu- tidak akan membiarkan mereka SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015 21 kakan Tuhan (atau Langit) sebagai yang telah dipilih-Nya untuk Wujud yang memperhatikan kese- punah tanpa menyelesaikan tugas jahteraan dan perkembangan umat mereka dalam menegakkan kemanusia. Perlunya menegakkan benaran, meski mereka terlihat senilai Kebenaran ditentukan sendiri olah berdiri seorang diri menghaoleh Tuhan melalui pilihan-Nya dapi segala penentangan adidaya atas orang-orang yang tepat guna manusia di sekelilingnya. Gammengajarkan kebenaran tersebut baran seperti ini sama dengan kepada manusia. Yang dikenal se- sosok para Nabi sebagaimana bagai orang-orang bijak bangsa diberikan dalam Al-Quran dan InTiongkok bisa disamakan dengan jil. Mereka yang terpilih untuk tupara Nabi sebagaimana yang terda- gas-tugas mulia tersebut adalah pat di dalam Al-Quran atau Injil, manusia-manusia yang unggul SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
21
Sajian | utama dalam penerapan fitrat-fitrat Tuhan. “Kong Hu Cu bersabda: ‘Sungguh agung Yaoc sebagai seorang raja. Sesungguhnya hanya Langit yang agung dan hanya Yao yang mengikuti-Nya dengan benar. Betapa akbar amalannya! Manusia tidak mampu memberi istilah sepadan atasnya’.”10 Dengan kata lain, dari perilaku raja tersebut dalam mengamalkan ajaran Tuhan-nya, keagungan martabatnya menjadi demikian besar sehingga rakyatnya tidak
manusia, tetapi suatu Wujud yang aktif dan mempunyai kesadaran penuh, sinonim dengan istilah Tuhan. Sebagaimana Langit memilih orang-orang bijak berdasarkan kriteria tertentu, begitu juga Tuhan telah memilih para Nabi. Pandangan kami bahwa orang-orang bijak bangsa Tiongkok sebenarnya memiliki sifat-sifat yang sama dengan para Nabi yang disebut dalam Al-Quran dan Injil, kiranya menjadi cukup jelas melalui rujukanrujukan di atas. Kajian lebih lanjut atas naskah-
“Pandangan kami bahwa orang-orang bijak bangsa Tiongkok sebenarnya memiliki sifat-sifat yang sama dengan para Nabi yang disebut dalam Al-Quran dan Injil.” (Hadhrat Mirza Tahir Ahmad Khalifatul Masih IV rh. ) mampu menemukan kata-kata yang sepadan untuk menggambarkan dirinya: “Chang mengatakan: ‘Aku ingin bertanya bagaimana cara Yao mempersembahkan Shun kepada Langit dan Langit lalu menerimanya, serta bagaimana ia mengemukakan hal itu kepada rakyatnya sehingga rakyatnya juga mau menerimanya’.”11 Dari kutipan ini menjadi jelas bahwa yang dimaksud Langit bukanlah kosmos alam semesta, dan bukan juga alam mikro dalam batin 22
naskah literatur Tiongkok juga menggambarkan bahwa Wahyu tidak saja merupakan sarana untuk menegakkan filsafat hidup yang benar, tetapi juga memiliki nilainilai praktis dalam membimbing tindakan manusia dalam kehidupan sehari-harinya. Kami telah menyampaikan kasya dari Fu Hsi dan aplikasinya dalam berbagai aspek praktikal kebudayaan Tiongkok, suatu pengaruh yang bertahan selama ribuan tahun. Di bawah ini kami berikan beberapa contoh lain saat wahyu memainkan peran
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
Sajian | utama dalam mempengaruhi kesejahteraan suatu bangsa: “Ketika raja bersabda, katakatanya menjadi perintah bagi mereka, jika ia mendengar hal ini sang raja lalu membuat catatan dan berkata kepada mereka ‘Karena tugasku untuk mengamankan keempat penjuru kerajaan, aku ini selalu takut bahwa kesalehanku tidak sepadan dengan para pendahuluku, karena itulah aku tidak berbicara. Namun ketika aku merenungi secara adab dan tenang tentang caracara yang benar, aku bermimpi bahwa Tuhan telah memberikan kepadaku seorang pembantu yang baik yan g ak an berbicar a kepadaku’. Sang raja lalu menguraikan secara rinci penampilan orang dimaksud untuk dilukis dan menyuruh orang untuk mencarinya di seluruh kerajaan. Ditemukanlah ciri-ciri yang mirip pada diri Yu, seorang kontraktor bangunan di negeri Fuyen. Sang raja memanggil dan mengangkatnya sebagai perdana menteri yang harus selalu mendampinginya. Raja memerintahkan kepadanya: ‘Pagi dan sore berikan pandanganmu untuk membantu amalanku’.”12 Dari kutipan ini dijelaskan bahwa raja tersebut semula tidak mengetahui bagaimana atau oleh siapa kesulitannya dalam mengatur negara bisa diatasi, tetapi kemudian ia diberikan jawaban dari Tuhan melalui sebuah mimpi. Begitu juga dikatakan tentang seorang bijak yang agung yaitu
Raja Wan: “Tuhan berfirman kepada Raja Wan: ‘Janganlah menjadi seperti orang yang menolak sesuatu dan berpegang kepada yang lainnya; janganlah menjadi seperti orang yang hanya mengikuti kesukaan dan nafsunya semata’. Karena itu martabatnya naik di mata rakyatnya. Rakyat Negeri Meih memberontak. Tuhan berfirman kepada Raja Wan: ‘Aku suka akan kesalehan nalarmu yang tidak digembargemborkan dan tidak juga dilukiskan secara berlebihan atau berubah -ubah dimana tanpa uapaya secara sadar dari dirimu, engaku selalu mengikuti pola Tuhan’. Tuhan berfirman kepada Raja Wan: ‘Ambilah tindakan terhadap negeri musuh-musuh engkau, bersamasama dengan para saudara engkau, siapkan tangga-tangga menara pendaki dinding serta peralatan lontar dan serbu, untuk menyerang dinding-dinding negeri Ts’ung’.” 13 Dari sini digambarkan proses bagaimana Tuhan memilih di antara para hamba-Nya yang akan menjalankan segala perintah-Nya. Mula-mula Tuhan membimbing dan memerintahkan kepada Raja Wan, yang lalu menerapkan petunjuk-Nya menjadi praktik dan karena itu martabatnya naik dalam pandangan Tuhan. Kutipan terakhir di atas mengingatkan kepada Raja Daud dalam Injil yang selain raja juga seorang Nabi. Sebagaimana Daud as. diberikan izin untuk menggem-
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
23
Sajian | utama pur musuhnya yang berusaha memupus kebenaran, begitu juga keadaannya dengan Raja Wan. Telaah komperatif tentang sejarah agama mengungkapkan terdapatnya beberapa kesamaan dalam pengalaman Raja Wan dengan Raja Nabi Daud as. , namun kami tidak membahasnya di sini. Melalui rujukan-rujukan sebagaimana dikutip di atas, kiranya cukup jelas bahwa dalam agama dan filsafat bangsa Tiongkok, wahyu memiliki kedudukan signifikan dan menjadi cara untuk menggapai kebenaran. Banyak contoh litelatur klasik Tiongkok yang menunjukkan bahwa agama Konghucu tidak bisa dianggap sebagai filsafat kehidupan buatan manusia semata yang tidak meyakini adanya Tuhan secara eksternal. Sebaliknya Tuhan merupakan bagian intrinsik dari agama ini dan apa pun yang diterima melalui mimpi atau kasyaf, secara definitif selalu diatributkan berasal dari Tuhan. [][] Catatan: a. Biasa juga disebut Kung Fu Tze yang berarti ‘guru Kung’ atau dikenal sebagai Confucius di Barat. b. Ada juga yang menyatakan sebagai kura-kura yang membawa gambar segi delapan (Pat Wa) dipunggungnya. Garis lurus pada trigram tersebut menggambarkan jantan dan garis ter24
putus sebagai betina. c. Yang dimaksud adalah Raja Tang Ti Yao yang memerintah 2400 SM. Raja ini merupakan tokoh yang dimuliakan oleh Kong Hu Cu karena kesalehan, ketakwaan dan pengabdian kepada rakyat. Raja ini memerintah selama 70 tahun dan periodenya dianggap sebagai masa keemasan Tiongkok. Namanya tidak bisa dipisahkan dari Shun, menantu yang mengawini dua putrinya, yang kemudian menggantikan dirinya sebagai raja, dengan meng abaik an putr an y a sendiri. Referensi 1. Chou, C.H. Accupunture and Science, ed. 1, Shi Wei Typograpic Co. Ltd., Taiwan. 2. Zheng, M. Q., Lin, P.S., History of Medicine of China, Shang Wu Printing and Publishing House, Taiwan, hal. 2-3 3. Legge, J. (1985) The Four Books, The Great Leraning, The Doctrine of Mean, Confucian Analects and the Works of Mencius, 2nd ed., Culture Book Co. Taiwan, hal. 682 4. Legge, J. (1985) The Four Books, The Great Leraning,
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
Sajian | utama
5.
6.
7.
8.
9.
10.
The Doctrine of Mean, Confucian Analects and the Works of Mencius, 2nd ed., Culture Book Co. Taiwan, hal. 863 Legge, J. (1985) The Four Books, The Great Leraning, The Doctrine of Mean, Confucian Analects and the Works of Mencius, 2nd ed., Culture Book Co. Taiwan, hal. 544 Al-Quran dengan terjemah dan tafsir singkat (1987), Jemaat Ahmadiyah Indonesia ed.2 Legge, J. (1985) The Four Books, The Great Leraning, The Doctrine of Mean, Confucian Analects and the Works of Mencius, 2nd ed., Culture Book Co. Taiwan, hal. 354-355 Legge, J. (1985) The Four Books, The Great Leraning, The Doctrine of Mean, Confucian Analects and the Works of Mencius, 2nd ed., Culture Book Co. Taiwan, hal. 152-153 Legge, J. (1985) The Four Books, The Great Leraning, The Doctrine of Mean, Confucian Analects and the Works of Mencius, 2nd ed., Culture Book Co. Taiwan, hal. 231-232 Legge, J. (1985) The Four Books, The Great Leraning, The Doctrine of Mean, Confucian Analects and the
Works of Mencius, 2nd ed., Culture Book Co. Taiwan, hal. 632 11. Legge, J. (1985) The Four Books, The Great Leraning, The Doctrine of Mean, Confucian Analects and the Works of Mencius, 2nd ed., Culture Book Co. Taiwan, hal. 793 12. Legge, J. (1865) The Chinese Classics, vol. III, part I, The Shoo King, Trubner Co., London pp. 248-25213 13. Legge, J. (1871) The Chinese Classics, vol. III, part I, The She King, part III. Decade of King Wan Book I, vol. IV, part II, Trubner Co., London, hal. 452-454
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
25
Karya: Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad Qadiani as. Bagian 4
Penterjemah: Ridwan Buton* Kami dapat menggambarkan martabat ketiga yang merupakan martabat tertinggi dan paling sempurna dengan metode lain dan kami katakan: sesungguhnya perumpamaan wahyu yang sempurna – ia adalah jenis ketiga dari antara tiga jenis itu – yang turun untuk seseorang yang sempurna, ibarat sinar matahari dan pancarannya yang mengena cermin bersih yang diletakkan benar-benar berhadapan dengan matahari. Dimaklumi bahwa sinar matahari itu [dalam cermin] adalah sinar matahari [yang sebenarnya]. Namun, oleh karena berbeda dalam tempattempat penampakkan, sinar matahari itu merubah kualitas penampakannya; jadi ketika pancaran sinar matahari menimpa bela26
han bumi padat yang pada permukaannya tidak terdapat air yang jernih, melainkan hanya ada tanah yang hitam legam dan permukaannya pun tidak rata, maka sinar -sinar yang terpantul akan menjadi sangat lemah, apalagi jika antara matahari dan bumi dihalangi oleh mendung. Akan tetapi, ketika sinar -sinar yang tidak terhalang oleh mendung menimpa air yang jernih dan bening seperti cermin, maka kekuatannya akan sepuluh kali lipat dari sinar yang biasa, sampaisampai mata pun tak mampu membendungnya. Demikian pula ketika wahyu turun kepada jiwa yang suci dan bersih dari segala kekotoran, maka nurnya akan nampak dalam corak yang luar biasa. Dan akan terpan-
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
Haqiqatul Wahyi tul padanya (maksudnya jiwa yang suci) sifat-sifat Ilāhiyyah dalam corak yang sempurna dan wajah Allah yang Maha Tunggal akan tampil secara sempurna. Dari pembahasan ini jelas bahwa sinar matahari ketika ia terbit akan jatuh di atas setiap tempat, baik yang bersih atau pun yang kotor bahkan toilet yang berisi kotoran pun akan memperoleh bagiannya. Hanya saja faid yang sempurna dari sinar ini akan diraih oleh cermin yang bersih atau air bening yang dengan kekuatan yang dimilikinya akan memantulkan rupa matahari disebabkan kebersihannya. Dan oleh karena Allah Ta’ala bukanlah zat yang bakhil, maka setiap orang akan memperoleh bagian dari nurNya. Akan tetapi orang-orang yang terlepas dari hawa nafsu mereka dan mereka menjadi tempat sempurna untuk penzahiran wujud Allah swt. dan Allah masuk ke dalam mereka dengan corak zilliyyah, maka sesungguhnya keadaan mereka akan berbeda dari semua. Sebagaimana kalian melihat matahari, sekalipun wujudnya ada di langit tapi ketika ia berhadapan dengan air yang jernih atau cermin yang bersih, maka akan nampak seolah-olah ia berada di dalam air atau cermin. Akan tetapi pada hakikatnya matahari itu tidak berada di dalam air atau cermin, hanya saja oleh karena kedua benda itu dalam kondisi bersih dan keduanya nyata, maka ditampilkan kepada manusia bahwa matahari itu ada dalam kedua benda terse-
but. Pendek kata, sesungguhnya wahyu Ilahi tidak akan bisa diperoleh secara sempurna dan lengkap melainkan oleh orang yang menerima pensucian secara lengkap dan sempurna. Sesungguhnya menerima ilham dan ru’yā tidak menunjukkan sebuah keistimewaan atau kesempurnaan selama satu jiwa belum memperoleh – lantaran ia mencapai kesucian yang sempurna – dengan keadaan yang dapat memantulkan cahaya-cahaya secara sempurna dan selama pada jiwa tersebut belum ditampakkan wajah Sang Kekasih hakiki swt. Jadi, sebagaimana rahmat Allah yang umum telah diberikan kepada semua, kecuali apa-apa yang melenceng dan bergeser, [Dia telah menganugerahkan] kedua mata, hidung, telinga, dan indera penciuman dan seluruh kekuatan lainnya, dan Dia tidak akan mencegahnya terhadap suatu kaum, demikian pula Allah ‘Azza wa Jalla tidak akan memahrumkan suatu kaum di zaman manapun dari melakukan penanaman kekuatan ruhani di tengah-tengah mereka. Sebagaimana kalian melihat sinar matahari jatuh di setiap tempat dan tidak ada satu tempat pun yang lepas darinya, sama saja, apakah tempat itu tebal (pekat) maupun tipis, hal demikian itu dibandingkan dengan hukum alam yang bergantung pada matahari rohani, maka cahaya matahari rohani itu tidak akan diluputkan di atas tempat tebal (pekat), tidak pula yang
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
27
Haqiqatul Wahyi tipis. Benar, bahwa nur itu merindukan hati-hati yang bersih dan suci. Oleh karena itu, ketika matahari ruhani mempersembahkan cahayanya kepada segala sesuatu yang bersih, maka ia akan memperlihatkan nurnya pada benda-benda itu secara sempurna hingga mencapai derajat yang menggambarkan wajah matahari itu berada dalam benda-benda itu. Sebagaimana kalian melihat matahari ketika ia muncul di hadapan air jernih atau cermin yang bening, ia akan memperlihatkan rupanya yang sempurna hingga mencapai derajat bahwa ia berada di dalam air yang jernih atau cermin yang bening sebagaimana ia tampak di langit tanpa ada perbedaan sedikit pun. Jadi, tiada kesempurnaan yang lebih besar bagi insan dari segi ruhani selain meraih kebersihan yang akan mengantarkan pada kedudukan dimana rupa Allah Ta’ala nampak kepadanya. Oleh karena itu, Allah mengisyaratkan perkara ini di dalam AlQuran. Dia berfirman: ِ إِﻧﱢﻲ ﺟ ِ ﺎﻋ ٌﻞ ﻓِﻲ اْﻷ َْر ًض َﺧﻠِ ْﻴـ َﻔﺔ َ ْ “… Aku akan menjadikan khalifah di bumi.” [QS 2:31]. Jelas, bahwa corak [kesempurnaan] itu adalah menjadi khalifah bagi yang aslinya dan ia akan mewakili yang asli itu. Oleh karena itu, di mana pun dan bagaimana pun rupa asli dari anggota tubuh dan paras muka, maka ia (khalifah itu) akan tampil dalam 28
rupa yang benar-benar seperti itu. Sesungguhnya di dalam Taurat dan Hadits pun telah disebutkan bahwa Allah Ta’ala telah menciptakan manusia menurut rupa-Nya. Maksud dari rupa di sini adalah menyerupai diri-Nya secara ruhani. Jelas, bahwa ketika cahaya matahari mengenai cermin yang bersih, maka yang akan nampak di dalamnya bukan hanya matahari, tetapi cermin pun akan memperlihatkan sifat matahari juga dan darinya cahaya itu akan dipantulkan kepada yang lainnya. Keadaan cermin itu, dinisbatkan kepada rupa matahari rohani. Ketika hati yang bersih menerima matahari ruhani, maka cahaya-cahaya seperti cahaya matahari pun akan keluar dari hati itu dalam rupa pantulan dan ia akan menerangi benda -benda lainnya. Seakan-akan seluruh matahari memasuki hati itu dengan segenap daya dan kekuatan. Ada satu poin yang lain yang patut untuk diperhatikan. Ketahuilah, poin itu adalah bahwa manusia dari jenis ketiga yang memiliki hubungan sempurna dengan Allah Ta’ala dan mereka menerima wahyu yang sempurna lagi murni, mereka tidak akan memiliki kedudukan yang sama dalam hal m e n e r i m a f u y ū d I l āh i y y a h (pancaran-pancaran mata air karunia Ilahi) sebagaimana cakupan kekuatan-kekuatan fitrah mereka tidaklah sama. Bahkan, dari antara mereka ada yang jangkauan kekuatan fitrahnya lebih sempit, dari
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
Haqiqatul Wahyi mereka ada yang jangkauan kekuatan fitrahnya lebih luas, dan dari mereka ada yang jangkauannya jauh lebih luas, serta ada pula orang yang kemampuan jangkauannya melebihi apa yang dibayangkan dan apa yang dikhayalkan. Sebagian manusia meraih hubungan yang kuat dengan Allah Ta’ala, sebagian meraih hubungannya dengan Allah Ta’ala lebih kuat lagi dan dari antara mereka ada orang yang dunia tidak mampu memahami kekuatan hubungan mereka dengan Allah Ta’ala dan akal pun tidak akan bisa mencapai rahasianya. Sesungguhnya mereka tenggelam dalam kecintaan terhadap sang Kekasih Azali mereka, sehingga tidak tertinggal sebesar zarah pun dari wujud mereka. Setiap mereka yang mencapai martabat-martabat ini tidak akan melampaui jangkauan kekuatan fitrah mereka. Sesuai dengan ayat: ٍ َُﻛﻞﱞ ﻓِﻲ ﻓَـﻠ ﻚ ﻳﱠ ْﺴﺒَ ُﺤ ْﻮ َن ْ “Masing-masing beredar pada satu garis edar.” [QS 21:34]. Jadi, tidak ada seorang pun yang akan memperoleh nur melampaui kekuatan fitrahnya dan ia tak akan kuasa memantulkan dalam dirinya, corak ruhani yang dimiliki oleh matahari yang cemerlang lebih dari kekuatan fitrahnya. Allah Ta’ala akan memperlihatkan wajah-Nya kepada setiap orang sesuai kemampuan fitrahnya. Oleh karena itu,
satu ketika wajah ini mengecil, dan pada kali lainnya ia membesar disebabkan kekurangan atau kelebihan dalam kekuatan fitrah. Misalnya, wajah yang besar akan nampak kecil dalam cermin cekung, dan wajah itu akan nampak besar pada cermin cembung. Akan tetapi, sama saja, baik cermin cekung maupun cermin cembung akan memperlihatkan seluruh paras muka. Satu-satunya perbedaan adalah bahwa cermin yang kecil tidak bisa memperlihatkan wajahwajah yang jauh secara sempurna. Jadi, sebagaimana terjadi kekurangan atau kelebihan dalam hal cermin cekung ataupun cembung, demikian pula terjadi perubahanperubahan pada Allah Ta’ala – sekalipun wujud-Nya tetap wujud yang dulu dan tidak akan berubah – sesuai kemampuan (menerima) yang dimiliki oleh beragam manusia. Akan tampak dengan jelas perbedaan–perbedaan besar dari segi penampakkan-penampakkan sifatNya sehingga nyata seakan-akan Allah yang merupakan Tuhannya Zaid adalah Tuhannya Bakar dan bahwa Tuhannya Khalid sangat berbeda dengan Tuhannya Zaid dan Bakar. Padahal sebenarnya, Tuhan itu hanya satu adanya bukan tiga. Akan tetapi Dia menampakkan kedudukan-Nya dalam berbagai bentuk yang berbeda-beda disebabkan tajalliyāt (manifestasimanifestasi)-Nya yang bervariasi. Sesungguhnya Tuhannya Musa as., Isa as. dan Muhammad saw. adalah Tuhan yang Satu, bukan tiga.
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
29
Haqiqatul Wahyi Akan tetapi, Tuhan itu sendiri akan nampak dalam tiga rupa disebabkan tajalliyāt-Nya bervariasi. Tatkala wilayah kekuasaan Musa as. terbatas kepada Bani Israil dan Fir’aun saja, maka penampakkan kekuatan Ilahi pun akan terbatas dalam batasan ini. Seandainya pandangan Musa as. dibentangkan ke seluruh anak cucu Adam pada zaman itu dan seluruh zamanzaman mendatang, maka tentu ajaran Taurat terbatas dan memiliki kekurangan sebagaimana keadaannya saat ini. Demikian pula, wilayah kekuasaan Isa as. terbatas pada beberapa golongan Yahudi yang ada di tengah-tengah beliau pada masa itu dan ajarannya tidak ada hubungan dengan bangsa-bangsa yang akan datang. Oleh karena itu, penampakkan kekuasaan Allah dalam agamanya terbatas pada wilayah kekuasaannya, dan ilham serta wahyu Ilahi itu sudah terputus di masa yang akan datang. Tatkala ajaran Injil pun untuk memperbaiki perbuatan dan akhlak Yahudi saja, dan ajarannya tidak dibentangkan ke seluruh tempattempat yang mengalami kerusakan di seluruh dunia, maka sungguh ajaran itu tidak mampu untuk memperbaiki seluruh umat. Akan tetapi ia akan bisa memperbaiki akhlak buruk orang yahudi yang ada di sekitar beliau pada saat itu. Injil tidak memiliki hubungan dengan penduduk negeri-negeri lain atau orang yang pernah datang pada zaman selanjutnya. Sean30
dainya Injil dimaksudkan untuk mengadakan perbaikan kepada seluruh golongan dan beraneka ragam karakter mereka pasti ia tidak membawa ajaran yang kita dapati sekarang ini. Akan tetapi, sungguh sangat disayangkan bahwa ajaran Injil yang dari satu sisi memiliki kekurangan serta dari sisi yang lain kekeliruankekeliruan baru menimbulkan kerugian-kerugian yang membahayakannya; ketika insan yang lemah dijadikan tuhan, ia bercampur dengan berbagai kesalahan baru yang membuatnya berbahaya dan kritis; ketika seorang manusia dijadikan sebagai Tuhan, dan pada akhirnya pintu upaya-upaya untuk mempraktikan perbaikan telah tertutup dengan adanya permasalahan penebusan [dosa] yang diada-ada. Sekarang, umat Kristen telah diuji dengan kesukaran yang berlipat ganda; pertama: mereka tidak mungkin menerima pertolongan dari Allah melalui wahyu dan ilham sebab ilham telah terputus. Kedua, mereka tidak mampu maju k e d e p a n s e b a b k a f f ār a h (penebusan dosa) telah diletakkan untuk membatasi mujāhadāt (upaya-upaya), usaha, dan kerja keras. Akan tetapi, insan kamil yang kepadanya telah diturunkan Al-Quran, ajarannya tidak terbatas dan tidak ditemukan satu batasan pun dalam teladan dan kasih sayangnya yang menyeluruh, bahkan kapan pun dan di mana pun hatinya dihiasi suri teladan yang sempurna. Oleh karena itu, ia
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
Haqiqatul Wahyi telah memperoleh bagian yang sempurna dalam hal tajalliyāt Ilāhiyyah (manifestasi-manifestasi kebesaran Ilahi). Maka, jadilah beliau sebagai Khātam al-Anbiyā’. Akan tetapi, bukan dalam arti bahwa faid rohani dari beliau sama sekali tidak akan bisa diperoleh di masa yang akan datang, melainkan dalam arti beliau adalah Sāhib alKhātam (pemilik Khātam), sehingga tidak ada seorang pun yang akan memperoleh faid kecuali melalui khātam beliau. Pintu mukālamah dan mukhātabah Ilāhiyyah untuk umat beliau selamanya tidak akan tertutup hingga hari kiamat. Tidak ada seorang nabi pun yang menjadi Sāhib al-Khātam kecuali beliau saw.. Beliaulah satu-satunya sosok yang memungkinkan untuk [seseorang] diberi [pangkat] kenabian melalui keutamaan Khātam beliau saw., dimana untuk memperolehnya disyaratkan menjadi umat beliau saw. Keberanian dan teladan beliau tidak pernah membiarkan umat dalam kondisi kurang9. Beliau saw. tidak menghen-
daki pintu wahyu yang merupakan pangkal untuk memperoleh makrifat dibiarkan tertutup atas mereka. Ya, beliau bermaksud, demi menegaskan khatmu risālah-nya agar perolehan faid wahyu dengan cara mengikuti beliau saw. menjadi sempurna dan agar pintu wahyu ditutup terhadap orang yang bukan umat beliau saw. Dengan makna inilah Allah Ta’ala telah menjadikan beliau saw. sebagai Khātam alAnbiyā’. Jadi, telah ditetapkan hingga hari kiamat bahwa orang yang tidak membuktikan dirinya sebagai umat yang benar-benar taat, dan tidak memfanakan dirinya secara utuh dalam mengikuti beliau saw., maka sekali-kali ia tidak akan memperoleh wahyu yang sempurna hingga hari kiamat, dan ia tidak akan menjadi mulham yang sempurna. Sebab, kenabian mustaqillah (independen) telah berakhir pada wujud Nabi saw. A d a p u n k e n ab i an z i l l i y y a h (bayangan) yang bermakna memperoleh wahyu hanya melalui faid Muhammadi sajalah yang masih
9.
Mungkin ada pertanyaan alami, bahwa di tengah‐tengah umat Musa a.s. telah berlalu banyak nabi, ini membuktikan bahwa Musa a.s.‐lah yang terbaik. Jawabannya adalah, selu‐ ruh nabi‐nabi yang telah berlalu telah dipilih oleh Allah secara langsung dan Musa a.s. tidak memiliki satu andil dalam hal itu. Adapun umat ini, di dalamnya telah ada ribuan waliyy Allāh berkat mengikuti Nabi Besar Muhammad saw. Sebagaimana ada yang menjadi umat dan nabi juga. Tidak mungkin ada dalam nabi mana pun bandingan untuk faid yang banyak ini. Seandainya kita tinggalkan para nabi Bani Israil sejauhnya‐jauhnya, pasti kita akan te‐ mukan mayoritas manusia dalam umat Musa berkurang. Mengenai hal yang berhubungan dengan para nabi, sebelumnya telah kami uraikan yakni mereka tidak memperoleh sesuatu pun dari Musa a.s., sebaliknya mereka dijadikan sebagai nabi secara langsung. Adapun dalam umat ini, ribuan umat dari antara manusia telah dijadikan sebagai waliyy Allāh hanya karena menjadi pengikut beliau saja. (Pen.) SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
31
Haqiqatul Wahyi tersisa hingga hari kiamat, supaya pintu kemajuan manusia tidak ditutup dan supaya pandangan kudrat Nabi saw. menghendaki pintu-pintu mukālamah dan mukhātabah Ilāhiyyah akan tetap terbuka hingga hari Kiamat, tidak terhapus dan agar makrifat Ilahi yang merupakan sumber keselamatan tidak dihilangkan. Sekali-kali kalian tidak akan menemukan satu hadis Sahih pun yang menyatakan bahwa sesudah beliau saw. akan ada lagi nabi dan ia tidak termasuk dari umat itu, maksudnya ia tidak mengambil faid dari faid beliau saw.. Dari sini jelas sekali kekeliruan orang-orang yang tanpa dasar yang benar mengatakan mengenai kepulangan Isa as. ke dunia. Hakikat kedatangan kembali Nabi Elia (Ilyas) as. 10 sudah jelas menurut keterangan Nabi Isa as. sendiri, akan tetapi setelah itu, mereka pun tidak mengambil pelajaran. Sebenarnya, Al-Masih AlMau’ud yang akan datang itu – yang telah disebutkan oleh haditshadits dan tanda-tandanya telah
diceritakan dalam hadis-hadis itu – akan menjadi seorang nabi dan termasuk dari umat itu [juga]. Apakah mungkin bagi Ibnu Maryam as. termasuk dari kelompok umat itu? Kemudian, siapakah yang akan membuktikan bahwa beliau tidak memperoleh kenabian secara langsung, tapi beliau memperolehnya lantaran mengikuti Nabi Muhammad saw.? Inilah kebenaran. Jika mereka berpaling, maka katakanlah olehmu marilah kita panggil anak-anak kami dan anak-anak kalian, perempuanperempuan kami dan perempuanperempuan kalian, serta orangorang kami dan orang-orang kalian kemudian kita mengadakan mubahalah, lalu kita jadikan laknat Allah ditimpakan atas orang-orang yang berdusta. Jadi, adalah hal yang sangat tidak masuk akal – bagaimanapun sempurnanya usaha untuk menemukan tafsir – bahwa akan dibangkitkan seorang nabi sesudah Nabi saw. yang akan pergi bergegas menuju gereja-gereja ketika orang-orang menuju ke mes-
10.
Sesungguhnya orang Nasrani telah mereka‐reka perkara kembalinya Isa a.s. demi ke‐ pentingan mereka saja. Sebab di saat‐saat kebangkitannya yang pertama tidak terlihat satu pun tanda yang menjadi tanda (bukti) yang menunjukkan ketuhanannya, sebaliknya beliau selalu menanggung penderitaan dan kelemahan selalu nampak dari beliau. Lalu, mereka membuat akidah ini untuk menunjukkan tanda ketuhanannya di saat kedatangan yang kedua kali serta menukar apa‐apa yang sudah berlalu dan supaya tabir‐tabir yang ada pada kejadian‐kejadian kebangkitan pertamanya itu terkuak. Akan tetapi sekarang telah tiba masanya dimana orang‐orang Kristen mulai terlepas dari iktikad ini. Sesungguhnya aku san‐ gat yakin ketika akal mereka semakin maju, mereka akan meninggalkan iktikad ini dengan sangat mudah. Sebagaimana janin tidak mungkin bertahan di dalam rahim setelah pertum‐ buhannya sempurna, demikianlah, mereka yang lainnya juga akan keluar dari ari‐ari hijāb dan kejahilan. (Pen.).
32
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
Haqiqatul Wahyi jid-mesjid untuk shalat. Ketika orang-orang membaca Al-Quran, ia membuka Injil, dan ketika orang -orang menghadap kiblat (Ka’bah) di saat beribadah, ia menghadap ke Baitulmakdis (Palestina) dan ia akan meminum khamr, memakan babi, dan ia tidak akan mengembara, lantaran tidak mempedulikan apa yang dihalalkan oleh Islam dan apa yang diharamkannya. Apakah masuk akal bahwa tidak ada yang tersisa bagi Islam selain ia akan melihat kiamat kubrā dengan kedatangan seorang nabi sesudah Rasulullah saw., supaya dengan kenabian mustaqillah-nya ia menghancurkan khatm al-nubuwwah beliau saw., dan mencabut dari beliau keutamaan kedudukan beliau saw. sebagai khātam al-anbiyā’ serta ia akan memperoleh maqam kenabian secara langsung tanpa mengikuti Nabi paling mulia saw.? Perihal praktik pengamalannya bertolak belakang dengan Syariat Muhammadiyyah dan manusia dijerumuskan ke dalam fitnah dengan penentangannya yang nyata terhadap Al-Quran serta melakukan ke-
jahatan terhadap Islam? Ketahuilah dengan seyakin-yakinnya, bahwa Allah sekali-kali tidak akan melakukan ini.11 Tidak diragukan bahwa kata “nabi” telah disebutkan dalam hadits-hadits yang berkaitan dengan Al-Masih yang dijanjikan. Akan tetapi, di samping itu disebutkan juga kata-kata yang mengisyaratkan kedudukannya sebagai bagian umat itu. Seandainya katakata itu tidak disebutkan pasti sulit bagi kita untuk mengakui – meskipun berpandangan kepada kerusakan-kerusakan yang diuraikan belakangan – bahwa tidak mungkin akan datang seorang nabi mustaqill sesudah Rasulullah saw., sebab, kedatangan sosok semacam itu akan sangat bertolak belakang dengan khatm al-nubuwwah. Adapun pendapat bahwa ia akan dijadikan dari umat itu (ummatiy) kemudian sosok [nabi] baru yang merupakan janji kepada Islam ini digambarkan sebagai al-Masīh alMau‘ūd, maka sesungguhnya pandangan ini mengenai kemuliaan Islam yang sudah sangat jauh. Jadi, selama dibuktikan oleh hadis-hadis
11.
Perkataan bahwa kembalinya Isa a.s. ke dunia merupakan akidah yang didukung oleh ijmak adalah rekaan semata. Sesungguhnya Ijmak para Sahabat radiya Allāhu ‘anhum ْ َ َو َما م َُح َّم ٌد إِالَّ َرس ُْو ٌل َق ْد َخل (Dan Muhammad tidak lain, ajma‘īn ada pada ayat : – ت مِنْ َق ْبلِ ِه الرُّ ُس ُل melainkan seorang rasul. Sungguh telah berlalu rasul‐rasul sebelumnya ‐ QS 03:145). Ke‐ mudian sesudah mereka terbentuklah bermacam‐macam firkah‐firkah. Mu’tazilah selalu mengatakan bahwa Isa a.s. telah wafat. Demikian pula beberapa tokoh‐tokoh besar tasauf mengakui kewafatannya. Akan tetapi, seandainya salah seorang dari antara umat itu men‐ yangka – sebelum kebangkitan Al‐Masih yang dijanjikan – dengan kembalinya Isa a.s. ke dunia, maka ia tidak berdosa, sebaliknya itu hanyalah kesalahan ijtihad saja, sebab, telah terjadi kesalahan juga pada nabi‐nabi Bani Israil dalam memahami beberapa nubuatan. Pen. SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
33
Haqiqatul Wahyi bahwa akan ada Yahudi di dalam umat ini, maka sungguh sangat disayangkan bahwa yahudi akan ada dari antara umat ini sedangkan al-Masih-nya datang dari luar umat Islam. Apakah sulit untuk orang yang takut kepada Allah memahami – sebagaimana hati dan akalnya tenteram – bahwa akan ada dalam umat ini orang-orang yang dinamakan Yahudi dan begitu juga akan ada dalam umat ini satu sosok yang dinamakan Isa dan al-Masīh al-Mau‘ūd ? Untuk keperluan apa sehingga Isa as. akan diturunkan dari langit dan dicabut darinya jenis kenabian mustaqillahnya serta ia dijadikan dari umat itu? Seandainya kalian mengatakan bahwa hal itu akan termasuk dalam pasal hukuman karena umatnya telah menjadikannya sebagai Tuhan, maka jawaban ini sungguh sangat tidak masuk akal, sebab itu bukan kesalahan Isa as.. Aku tidak mengatakan perkataan ini dari pintu sangkaan dan prediksi, tapi aku mengatakannya berdasarkan wahyu dari Allah. Aku berkata dengan bersumpah, demi Allah, sungguh Dia telah memberitahukan kepadaku mengenai hal itu. Waktu menjadi saksi untukku sebagaimana ayat-ayat Allah senantiasa memberi kesaksian untukku. Berdasarkan hal itu, selama kematian Isa as. telah dijelaskan oleh AlQuran secara tegas, maka otomatis pemikiran tentang kembalinya adalah batal; sebab bagaimana bisa orang yang tidak naik ke 34
langit dengan jasad kasarnya akan kembali ke bumi? Apabila kalian bertanya mengenai ayat-ayat yang menyatakan kematian Isa as. secara qat‘iy (tegas), maka sebagai contoh yang tidak terbantahkan saya akan mengarahkan pandangan kalian pada ayat : ِ َ ْﺖ أَﻧ ﺐ َﻋﻠَْﻴ ِﻬ ْﻢ َ ﻓَـﻠَ ﱠﻤﺎ ﺗَـ َﻮﻓﱠـ ْﻴﺘَﻨِ ْﻲ ُﻛ ْﻨ َ ﺖ اﻟ ﱠﺮﻗ ْﻴ “…, tapi ketika Engkau wafatkan aku, Engkaulah yang menjadi Pengawas atas mereka.” [QS 05:118]. Pendapat arti “al-tawaffiy” di sini adalah naik ke langit dengan jasad kasar adalah pendapat yang salah dan secara otomatis batil. Sebab, telah nyata dari Al-Quran bahwa pertanyaan ini diarahkan langsung kepada Isa as. pada hari Kiamat. Ini mengharuskan ia melukiskan di hadapan Allah Ta’ala keadaan sebelum ia mati dan keadaan ketika ia diangkat dengan jasadnya. Kemudian sesudah itu, ia sama sekali tidak akan pernah mati untuk selama-lamanya, sebab, tidak ada kematian sesudah Kiamat. Pemikiran ini secara otomatis adalah batil. Atas dasar itulah sehingga jawaban positif beliau as. pada hari Kiamat bahwa “aku sedikit pun tidak tahu perihal kaumku sejak aku diangkat ke langit dengan jasad kasarku” adalah sebuah kedustaan besar sesuai dengan iktikad yang sering dibicarakan oleh orangorang mengenai kembalinya ke dunia sebelum hari Kiamat. Sebab, bagaimana mungkin orang yang
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
Haqiqatul Wahyi datang ke dunia dan ia melihat umatnya berakidah syirik – bahkan ia pun memerangi mereka, menghancurkan salib mereka dan membunuh babi-babi mereka – akan berkata pada hari Kiamat bahwa dirinya tidak mengetahui perihal umatnya sedikit pun? Klaim bahwa kata “al-tawaffiy” ketika disebutkan di dalam AlQuran mengenai Isa as. artinya naik ke langit dengan jasad kasarnya, tetapi ketika dipergunakan kepada orang lain arti ini tidak berlaku adalah pendakwaan yang jelas-jelas aneh. Yakni, kata “al-tawaffiy” ketika digunakan pada hak salah seorang di dunia ini, maka artinya adalah mengambil ruh dan tidak mengambil jasad. Sedangkan ketika di pergunakan pada hak Isa as. secara khusus, maka artinya adalah naik ke langit dengan jasad. Ini sungguh merupakan kesimpulan yang aneh. Sampai-sampai Junjungan kami dan penghulu kami, Muhammad saw. tidak diberi satu bagian pun darinya. Bahkan, ini adalah kekhususan untuk Isa as. yang tidak diberikan kepada satu makhluk pun di alam ini. Dukungan pada ijmak (kesepakatan) tentang kembalinya Isa as. ke dunia hanyalah rekaan aneh yang melewati pemahaman. Apabila yang dimaksud
dengan ijmak adalah ijmak Sahabat, maka ini adalah tuduhan terhadap mereka. Sebab, iktikad baru ini serta mengatakan bahwa Isa as. akan kembali ke dunia sama sekali tidak terlintas dalam pemikiran mereka. Seandainya ini adalah iktikad mereka, pasti mereka semua tidak akan menangis ketika dibacakan ayat: ﺖ ِﻣ ْﻦ ﻗَـ ْﺒﻠِ ِﻪ اﻟ ﱡﺮ ُﺳ ِﻞ ْ ََوَﻣﺎ ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ٌﺪ إِﻻﱠ َر ُﺳ ْﻮ ٌل ﻗَ ْﺪ َﺧﻠ Dan Muhammad tidak lain melainkan seorang rasul. Sungguh telah berlalu rasul-rasul sebelumnya.12 Yakni, Rasulullah saw. hanyalah seorang manusia yang menjadi rasul saja. Ia bukan Tuhan. Nabinabi semuanya telah berlalu dari dunia ini. Jadi, jika Isa as. tidak berlalu dari dunia pada saat Rasulullah saw. wafat dan malak al-maut tidak menyentuhnya hingga saat itu, maka bagaimana bisa para Sahabat menarik kembali akidah ‘kembalinya Rasulullah saw. ke dunia untuk kedua kalinya’ sesudah mendengarkan ayat ini. Semuanya mengerti dengan baik bahwa Abu Bakar ra. membacakan ayat ini kepada seluruh Sahabat di Masjid Nabawi pada hari kewafatan beliau saw. , hari Senin, sebelum beliau dimakamkan. Sementara jasad suci beliau saw. masih ada di rumah
12.
Orang yang mengeluarkan Isa a.s. dari wilayah ayat : “Qad khalat min qablihi al‐rusul “ harus mengakui bahwa Isa a.s. itu bukan manusia, dan menjadikan ayat ini sebagai dalil yang dilakukan oleh Hadhrat Abu Bakar r.a. dalam hal ini tidaklah tepat, sebab Isa a.s. ma‐ sih hidup di langit dengan jasad kasarnya sementara Nabi saw. telah wafat. Lalu, bagai‐ mana mungkin para Sahabat menjadi tenang dengan ayat ini? (Penulis) SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
35
Haqiqatul Wahyi Aisyah ra. . Sehingga akibat sedihnya perpisahan yang luar biasa itu, maka terlintas was-was di dalam hati beberapa Sahabat bahwa Nabi saw. tidak benar-benar wafat, tapi beliau hanya menghilang saja, dan akan kembali ke dunia. Maka Hadhrat Abu Bakar ra. melihat fitnah yang berbahaya ini, ia mengumpulkan Sahabat yang kebetulan berada di Madinah, lalu Abu Bakar ra. naik ke mimbar dan berkata yang intinya begini : ‘Saya mendengar bahwa beberapa Sahabat kita berpikiran begini begitu, yang sebenarnya Nabi saw. telah wafat. Ini bukanlah peristiwa yang tiba-tiba kita dapati, justru tidak ada seorang nabi pun yang mendahului beliau saw. melainkan ia telah wafat. Kemudian, Abu Bakar ra. membaca ayat: ﺖ ِﻣ ْﻦ ﻗَـ ْﺒﻠِ ِﻪ اﻟ ﱡﺮ ُﺳ ِﻞ ْ ََوَﻣﺎ ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ٌﺪ إِﻻﱠ َر ُﺳ ْﻮ ٌل ﻗَ ْﺪ َﺧﻠ Dan Muhammad tidak lain melainkan seorang rasul. Sungguh telah berlalu rasul-rasul sebelumnya. Yakni, sungguh, Nabi saw. hanyalah seorang manusia dan seorang rasul, dan ia bukan Tuhan. Oleh karena itu, sebagaimana nabi-nabi terdahulu semuanya telah wafat, demikian pula beliau telah wafat. Maka menangislah semua Sahabat karena mendengar ayat ini. Dan mereka mengucapkan: Innā li Allāhi wa innā ilaihi rāji‘ūn. Ayat itu telah memengaruhi hati mereka itu seakan-akan ayat baru turun pada pada hari itu. Kemudian, dalam mengungkapkan kesedihan lantaran kewafatan Nabi saw., Hassān 36
bin Tsābit melantunkan sebuah qasīdah yang berbunyi: ِ َاد ﻟِﻨ ﻓَ ـ ـ ـ َـﻌـ ـ ـ ِـﻤـ ـ ـ َـﻲ ﺎﻇ ِﺮ ْي ﺖ اﻟ ﱠ َ ُﻛ ْﻨ َ ﺴ َﻮ ِ ﻚ اﻟﻨﱠﺎﻇ ُﺮ َ َﻋﻠَْﻴ ـﻚ ﺖ ْ ﺎء ﺑَـ ْﻌ َﺪ َك ﻓَـﻠْﻴَ ُﻤ َ ﻓَ ـ ـ َـﻌ ـ ـﻠَـ ـ ْـﻴـ ـ َ َﻣ ْﻦ َﺷ ِ ﺖ أُﺣ ﺎذ ُر َ ُ ُﻛ ْﻨ Engkau adalah biji mataku, tapi mataku telah menjadi buta lantaran engkau, Siapa yang ingin mati sesudah engkau, maka biarkanlah ia mati, sebab, hanya kematian engkaulah yang aku khawatirkan. Jadi, dalam bait ini (yang kedua) Hassān bin Tsābit ra. mengisyaratkan tentang kewafatan semua nabi. Ia berkata : aku tidak merasa gelisah dengan kematian Musa as. atau Isa as.. Tapi yang membuat kami gelisah adalah kematian Nabi tercinta yang hari ini telah meninggalkan kami dan telah hilang dari pandangan mata kami. Di sini jelas, bahwa beberapa Sahabat juga pernah beriktikad salah bahwa Isa as. akan kembali ke dunia. Akan tetapi, Abu Bakar ra. telah melenyapkan kekeliruan ini dengan mengemukakan ayat: ﺖ ِﻣ ْﻦ ﻗَـ ْﺒﻠِ ِﻪ ْ َﻗَ ْﺪ َﺧﻠ – اﻟ ﱡﺮ ُﺳﻞtelah berlalu rasul-rasul sebelumnya. Jadi, inilah ijmak pertama dalam Islam yang menegaskan bahwa semua nabi telah wafat. Alhasil, dari qasīdah kesedihan tersebut telah jelas bahwa karena kurang bertadabur, beberapa Sahabat yang pengetahuannya kurang – seperti Abu Hurairah ra. – mereka telah menyangka – dengan berpa-
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
Haqiqatul Wahyi tokan pada nubuatan tentang kedatangan Isa as. yang dijanjikan – bahwa Isa as. sendirilah yang akan kembali. Sebagaimana Abu Hurairah ra. telah terjerumus dalam kekeliruan ini sejak awal. Dan ia pernah melakukan banyak kekeliruan dalam banyak perkara disebabkan keluguan dan kurangnya pengetahuannya. Ia pun telah melakukan kekeliruan dalam nubuatan tentang masuknya Sahabat ke dalam neraka. Ia pernah berkesimpulan dari ayat: ِ وإِ ْن ﱢﻣﻦ أ َْﻫ ِﻞ اﻟ ِ َْﻜﺘ ﺎب إِﻻﱠ ﻟَﻴُـ ْﺆِﻣﻨَ ﱠﻦ ﺑِ ِﻪ ﻗَـ ْﺒ َﻞ َﻣ ْﻮﺗِِﻪ ْ َ “Tidak ada seorang pun dari ahli Kitab, kecuali akan beriman kepadanya sebelum kematiannya….” [QS 4:160]. Dengan arti yang keliru yang membuat orang yang mendengar menjadi tertawa, sebab ia ingin membuktikan dari ayat ini bahwa semua orang akan beriman kepada Isa as. sebelum beliau wafat. Mengingat ia datang dengan qirā’ah yang lain untuk ayat yang sama, “’ – “ ﻗَـْﺒ َﻞ َﻣ ْﻮِِ ْﻢsebelum kematian mereka’ sebagai ganti dari “ – “ﻗَـْﺒ َﻞ َﻣ ْﻮﺗِِﻪ ’sebelum kematiannya’. Itikad bahwa akan datang satu zaman dimana seluruh manusia akan beriman kepada Isa as. jelas-jelas bertentangan dengan AlQuran. Sebab, Allah Ta’ala berfirman di dalam AlQuran: َﻲ َو ُﻣﻄَ ﱢﻬ ُﺮ َك ِﻣ َـﻦ اﻟﱠ ِـﺬﻳْ َـﻦ َ ﻚ َوَر ِاﻓ ُﻌ َ ﻳﺎَ ِﻋ ْﻴ َﺴﻰ إِﻧﱢ ْﻲ ُﻣﺘَـ َﻮﻓﱢـ ْﻴ ﻚ إِﻟ ﱠ ِ َﻛ َﻔﺮوا وﺟ ﺎﻋ ُﻞ اﻟﱠ ِﺬﻳْ َﻦ اﺗﱠـﺒَـ ُﻌ ْﻮ َك ﻓَـ ْﻮ َق اﻟﱠ ِﺬﻳْ َـﻦ َﻛـ َﻔ ُـﺮْوا إِﻟ َـﻰ ﻳَـ ْـﻮِم َ َ ُْ
اﻟ ِْﻘﻴَ َﺎﻣ ِﺔ “Wahai Isa, sesungguhnya Aku akan mewafatkan engkau, dan akan mengangkat engkau kepada-Ku dan akan membersihkan engkau dari orang -orang kafir dan akan menjadikan orang-orang yang mengikuti engkau unggul atas orang-orang kafir hingga hari kiamat.“ [QS 3:56]. Jelas, bahwa apabila semua manusia telah beriman kepada Isa as. sebelum hari Kiamat, maka siapakah yang tersisa untuk menjadi penentangnya hingga hari Kiamat? Kemudian Allah Ta’ala berfirman di tempat yang lain: ِ ﻟﻰ ﻳَـ ْﻮِم اﻟ ِْﻘﻴَ َﺎﻣ ِﺔ َ َو أَﻟْ َﻘ ْﻴـﻨَﺎ ﺑَـ ْﻴـﻨَـ ُﻬ ُﻢ اﻟ َْﻌ َﺪ َاوَة َو اﻟْﺒَـ ْﻐﻀﺎَ َء إ “Dan telah Kami lemparkan permusuhan dan kebencian di tengahtengah mereka hingga hari Kiamat.” [QS 5:65]. Jelas juga, bahwa seandainya seluruh Yahudi telah beriman kepada Isa as. sebelum hari Kiamat, maka apakah ada seorang penentang yang akan tersisa hingga hari Kiamat? Berdasarkan hal itu, maka pemikiran bahwa semua orang Yahudi akan beriman kepada Isa as. adalah lemah. Dan di sisi lain hal itu juga bertentangan dengan akal sehat. Hal itu disebabkan iktikad tersebut bertentangan dengan fakta. Sebab, telah berlalu zaman Isa as. sekitar dua ribu tahun dan tidak ada seorang pun pun yang tidak tahu bahwa telah berlalu
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
37
Haqiqatul Wahyi dalam kurun waktu ini jutaan orang Yahudi yang mengingkarinya, mencacinya dan mengafirkannya. Lalu, kalau demikian, bagaimana bisa pendapat bahwa setiap orang Yahudi akan beriman kepada beliau sahih? Cobalah kalian terka, berapa banyak dari antara mereka yang telah mati dalam jangka waktu dua ribu tahun dalam keadaan tanpa iman, apakah kita bisa memberi [sebutan] “radiya Allāhu ‘anhum” kepada mereka? Pendek kata, sesungguhnya Ijmak Sahabat mendukung kewafatan Isa as., bahkan mendukung kewafatan semua nabi. Inilah ijmak pertama yang terjadi setelah wafatnya Nabi saw.. Dengan dasar ijmak inilah seluruh Sahabat beriktikad dengan kewafatan Isa a.s. Dan dengan dasar ini pula Hassān bin Tsābit r.a. melantunkan qasīdah kesedihan yang berbunyi : ِ َاد ﻟِﻨ ﺎﻇ ِﺮ ْي ﺖ اﻟ ﱠ َ ُﻛ ْﻨ َ ﺴ َﻮ ِ ﻚ اﻟﻨﱠﺎﻇ ُﺮ َ َﻋﻠَْﻴ ﺖ ـﻚ ْ ﺎء ﺑَـ ْﻌ َﺪ َك ﻓَـﻠْﻴَ ُﻤ َ ﻓَ ـ ـ َـﻌ ـ ـﻠَـ ـ ْـﻴـ ـ َ َﻣ ْﻦ َﺷ ِ ﺖ أُﺣ ﺎذ ُر َ ُ ُﻛ ْﻨ Engkau adalah biji mataku, tapi mataku telah menjadi buta lantaran engkau, Siapa yang ingin mati sesudah engkau, maka biarkanlah ia mati, sebab, hanya kematian engkaulah yang aku khawatirkan.
ﻓَ ـ ـ ـ َـﻌـ ـ ـ ِـﻤـ ـ ـ َـﻲ
Jelaslah bahwa para Sahabat itu adalah para pecinta sejati Nabi saw. 38
Mereka tidak sanggup menanggung satu dari sekian banyak hal yaitu Nabi saw. mengalami kematian sedangkan Isa as. yang sosoknya dijadikan sebagai pondasi syirik dibiarkan dalam kondisi hidup. Maka, seandainya ketika Nabi saw. wafat mereka mengetahui bahwa Isa as. masih ada di langit dengan jasad kasarnya sedangkan Nabi mereka Muhammad saw. telah wafat, pasti mereka yang lain mati karena kesedihan dan duka cita yang luar biasa. Sebab, mereka tak kan kuasa memasukkan Nabi mereka yang sangat dicintai ke dalam kubur sedang nabi yang lain dibiarkan hidup. ِ ِِ ٍ َﺟ َﻤ ِﻌ ْﻴ َﻦ ْ ﺻ ﱢﻞ َﻋﻠَﻰ ُﻣ َﺤ ﱠﻤﺪ ﱠو آﻟﻪ َوأ ْ َﺻ َﺤﺎﺑِﻪ أ َ اﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ “Ya Allah, curahkanlah selawat atas Muhammad saw. dan atas keluarga beliau serta seluruh Sahabat beliau.” Alangkah bodoh dan tololnya orang-orang yang berkesimpulan dari firman Allah Ta’ala :ﺑﻞ رﻓﻌﻪ اﷲ
—إﻟﻴﻪtapi Allah mengangkatnya kepada-Nya, bahwa Isa as. ada di langit kedua dengan jasad kasarnya di samping Yahya as.! Apakah Allah duduk di langit yang kedua saja? Apakah ada kalimat “al-raf‘u ila Allāh” di salah satu tempat dalam AlQuran dengan makna mengangkat ke langit dengan jasad? Apakah ada dalam AlQuran keterangan tentang kenaikan jasad ke langit? Kemudian, ada ayat yang lain dalam AlQuran yang senada dengan ayat yang sedang
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
Haqiqatul Wahyi kami bahas, yaitu: ِِ ِ ـﻚ ر ِ ِ ًاﺿـﻴَـﺔ َ ﺲ اﻟ ُْﻤﻄ َْﻤﺌﻨﱠﺔُ * ْارﺟـﻌ ْـﻲ إِﻟَـﻰ َرﺑﱢ ُ ﻳَﺎأَﻳﱠـﺘُـ َﻬﺎ اﻟﻨﱠـ ْﻔ
ِ ﱠﻣﺮ * ًﺿﻴﱠﺔ ْ “Wahai jiwa yang tenteram, kembalilah kepada Tuhanmu sebagai wujud yang senang dan disenangi.” [QS al-Fajr :28-29]. Maka apakah ayat ini maknanya, ‘Hai jiwa yang tenteram, naiklah ke langit dengan jasad kasar’? Allah Ta’ala berfirman dalam AlQuran tentang Bal‘ām Bā‘ūr: - َُوﻟ َْﻮ ِﺷ ْﺌـﻨَﺎ ﻟ ََﺮﻓَـ ْﻌﻨَﺎﻩ Seandainya Kami mau, pasti kami telah mengangkatnya. [QS AlA‘rāf:177]. Apakah ini artinya Allah ingin mengangkatnya dengan jasad kasarnya ke langit, tapi memilih untuk membuatnya tinggal bumi? Sungguh sangat disayangkan sekali tahrīf atau distorsi terhadap AlQuran! Mereka berkata: terdapat di dalam AlQuran ayat :وﻣﺎ ﻗﺘﻠﻮﻩ وﻣﺎ ﺻﻠﺒﻮﻩ -- Dan mereka tidak membunuhnya dan mereka tidak menyalibnya. Dari ayat ini terbukti bahwa Isa as. dinaikkan ke langit dengan jasad kasarnya. Akan tetapi, setiap orang yang berakal bisa memahami bahwa tidak terbunuhnya seseorang atau tidak tersalibnya seseo-
rang sama sekali tidak mengharuskan ia diangkat ke langit dengan jasad kasarnya. Telah disebutkan dalam kelanjutan ayat itu kalimat ِ وakan yang sangat jelas : –ﻟﻜ ْﻦ ُﺷﺒﱢﻪَ َﳍُ ْﻢ َ tetapi ia diserupakan kepada mereka. Yakni, orang Yahudi tidak berhasil membunuh Isa as., bahkan mereka terjerumus ke dalam syubhat (keraguan) dan mereka menyangka bahwa mereka telah membunuhnya. Apakah dipandang perlu upaya menjerumuskan ke dalam syubhat ‘supaya orang mukmin lain disalib dan dijadikan sebagai orang yang dilaknat’ yang dilakukan oleh mereka?13 atau [syubhat] ‘salah seorang Yahudi diserupakan dengan wajah Isa as. dan ia disalib’? Bersambung [][] *Ridwan Buton Dosen JAMAI Kampus Mubarak, Bogor.
13
Aneh, di dalam satu perkara, para imam takwil mimpi dalam Islam ketika mereka menak‐ wilkan tentang mimpi melihat Nabi Isa a.s., mereka berkata bahwa orang yang melihat Isa a.s. di dalam mimpi, maka ia akan melakukan perjalanan ke negeri yang lain dalam keadaan selamat dari bala dan ia akan berpindah dari satu negeri ke negeri yang lain. Mereka tidak mengatakan bahwa ia akan naik ke langit. Lihat Kitab “Ta‘tīr al‐Anām” dan kitab‐kitab Imam yang lain. Jadi, ini cara lain untuk membuka kebenaran terhadap orang‐ orang yang berakal. Pen. SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
39
Kenangan dengan Mushlih Mau’ud as.
Kenang‐kenangan dengan Hadhrat Mushlih Mau’ud ra. Tulisan karya: Hadhrat Mirza Mubarak Ahmad rh.* Penterjemah: Muharim Awwaluddin*
Bagian 1
Saya mengawali dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. Dengan Karunia dan Rahmat Tuhan. Sebelum saya mulai menulis apa yang saya lihat dengan mata saya sendiri atau dengar dengan telinga saya sendiri dari Hadhrat Mushlih Mau’udra., saya yakin bahwa itu perlu untuk menyebutkan latar belakang sejarah nubuwatan, kelahiran, masa muda beliau dan apa yang Hadhrat Maulana Nuruddin, Khalifatul Masih Ira. sabdakan mengenai beliau.
*Hadhrat Mirza Mubarak Ahmad rh. adalah salah satu putra Hadhrat Mushlih Mau’ud, Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad ra.. Pengalaman masa hidupnya bersama Hadhrat Mush‐ lih Mau’ud ra. beliau tuangkan dalam tulisan bersambung yang pernah dimuat di majalah bu‐ lanan yang terbit di Kanada yang bernama Ahmadiyya Gazette Canada, pada tahun 1992 dan 1993 dengan judul “Yadong ke Drice”. Karena banyak informasi menarik seputar perjalan hidup Hadhrat Mushlih Mau’ud, terutama berkenaan dengan penggenapan wahyu, kasyaf dan ilham yang diterima oleh Hadhrat Masih Mua’ud as., dari tulisan itu, maka Redaksi SINAR ISLAM menerbitkan kembali karya tulis tersebut yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Mln. Muharim Awwaluddin dengan judul “Kenang‐kenangan dengan Hadhrat Mushlih Mau’ud ra. “ secara berkala sampai selesai. Semoga tulisan ini dapat memberi manfaat bagi kemajuan rohani kita semua. Amin. Selamat Membaca. Red [][]
40
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
Kenangan dengan Mushlih Mau’ud as.
Hadhrat Masih Mau’udas. pergi ke Hoshiarpur tanggal 22 Januari 1886 dan tinggal di lantai atas dari rumah Syaikh Mehr Ali, seorang yang mulia dari Hoshiarpur. Beliau menghabiskan masa empat puluh hari dalam berdoa dan mujahadah. Setelah ini, nubuwatan MUSHLIH MAU’UD diberikan kepada beliau oleh Tuhan yang berawal dengan kata-kata berikut: “Aku anugrahkan kepada engkau satu tanda kasih sayang-Ku atas permohonan-permohonan engkau dan telah memuliakan doa-doa engkau dengan pengabulan melalui kasih sayangKu”. Nubuwatan ini diumumkan tanggal 20 Februari 1886 melalui sebuah selebaran. Hadhrat Mushlih Mau’ud ra. dilahirkan tanggal 12 Januari 1889 (9
Jumadi Tsani 1326 H). Hadhrat Masih Mau’udas. wafat pada hari Selasa, 26 Mei 1908 pukul 10 pagi di kediaman Hadhrat Dr. Sayyid Muhammad Hussain di kota Lahore. Shalat jenazah pertama bagi beliau diimami oleh Hadhrat Maulana Nuruddinra. pada hari yang sama pukul 2.30 petang dan jasad beliau dibawa dari Lahore ke Batala dengan kereta api yang tiba di sana pukul 10 malam. Dari Batala, saudara-saudara [Ahmadi] membawa jasad suci itu ke Qadian dengan mengusungnya di pundak mereka – sejauh sebelas mil dan tiba di sana pagi hari pukul 8. Pada hari yang sama yakni 27 Mei 1908, para Ahmadi yang hadir di Qadian memilih Hadhrat Hakim Maulana Nuruddinra. sebagai
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
41
Kenangan dengan Mushlih Mau’ud as. penerus pertama beliau dan Khalifatul Masih. Setiap orang yang hadir mengikrarkan bai’at di tangan beliau. Hadhrat Khalifatul Masih Ira. mengimami shalat jenazah bagi beliau sesudah shalat Ashar dan saudara-saudara [Ahmadi] mempunyai kesempatan terakhir untuk melihat majikan mereka dan jasad suci itu dibaringkan di tempat peristirahatan terakhir pada pukul enam petang di tanah beberkat Bahisyti Maqbarah, Qadian. Sesudah enam tahun, Hadhrat Khalifatul Masih Ira., wafat pada pukul 2 siang tanggal 13 Maret 1914. Hadhrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad ra. terpilih sebagai Khalifah kedua pada hari Sabtu 14 Maret 1914. Beliau mengimami shalat jenazah bagi Hadhrat Khalifatul Masih Ira., disertai dua ribu orang Ahmadi dan dimakamkan di Bahisyti Maqbarah, di samping majikan beliau, Hadhrat Masih Mau’ud as.. Saya memberikan beberapa kutipan dari Hadhrat Khalifatul Masih I, mengenai kecerdasan dan ketakwaan dari Hadhrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad dan keyakinan beliau terhadapnya. Sebagai berikut: Selama sakit beliau, Hadhrat Khalifatul Masih Ira., menunjuk Hadhrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmadra. sebagai Imam dalam shalat-shalat. Maulwi Muhammad Ali menyampaikan kepada Hudhur (melalui Hadhrat Hafiz Rosyan Alira.), “Ada banyak ulama besar 42
dalam Jemaat. Adalah tidak adil menunjuk Mian Sahib sebagai Imam dalam kehadiran mereka.” Hudhur menjawab, “Bagi Allah, yang terbaik di antara kalian adalah dia yang paling baik dalam takwa. Aku tidak melihat seorang lain yang muttaqi seperti Mahmud”. Beliau selanjutnya bersabda, “Mungkinkah aku menyuruh Maulwi Muhammad Ali untuk mengimami shalat-shalat?” (Al-Fazal 19 Januari 1940) Atas restu Hadhrat Khalifatul Masih Ira., Hadhrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmadra. shalat Jum’at pertama dengan kehadiran beliau (Hudhur I) tanggal 29 Juli 1910. (Beliau berusia 21 tahun pada masa itu). Dalam khutbahnya beliau menerangkan ayat ‘Innalaha ya’muru bil ‘adli wal ihsan (QS AnNahl : 91). Hadhrat Khalifatul Masih Ira. begitu gembira mendengarkan penjelasan yang bagus dan indah ini yang dengan kecintaan beliau bersabda: “Mian Sahib telah menyampaikan khutbah yang bagus dan amat bagus. Jika kalian renungkan, itu akan menjadi yang terbaik. Aku menilai khutbah ini amat tinggi dan secara positif mengatakan bahwa khutbah ini mempunyai unsur-unsur luar biasa di dalamnya.” (Al-Hakam, 28 Oktober 1911) Pada peristiwa lain, seorang saudara ingin mengetahui penjelasan (tafsir) dari satu ayat Al-Quran Suci. Hadhrat Khalifatul Masih I bersabda, “Pergilah ke Mian Mahmud. Dia akan menjelaskannya kepada
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
Kenangan dengan Mushlih Mau’ud as.
engkau.” Hadhrat Khalifatul Masih Ira., bersabda mengenai Hadhrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad dalam satu ceramah yang disampaikan di Ahmadiyya Building, Lahore bulan Juni 1912: “Mian Mahmud kini telah dewasa. Pergi dan bertanyalah kepadanya, dia taat sepenuhnya kepadaku. Seorang pengkritik mungkin berkata bahwa dia tidak dengan sungguh-sungguh setia. Tapi tidak. Aku sepenuhnya mengetahui bahwa dia dengan tak ada keraguan berserah diri dan begitu taat hingga tak seorang pun di antara kalian adalah seperti dia”. (Badar, Qadian 28 Juni 1912) Pada kewafatan Hadhrat Masih Mau’udas., para penentang Jemaat mulai melakukan beberapa penentangan. Hadhrat Mirza Bashirud-
din Mahmud Ahmadra. menjawab mereka dalam bentuk buku “SIAPA YANG DAPAT MENGHENTIKAN CAHAYA KEBENARAN?” Sesudah membacanya Hadhrat Khalifatul Masih I bersabda kepada Maulwi Muhammad Ali: “Maulwi Sahib! Sesudah kewafatan Hadhrat Masih Mau’udas. kalian berdua dan aku telah menjawab kritik-kritik yang beredar. Tapi Mian telah mengungguli kita berdua.” Di sini saya ingin memberikan beberapa pengenalan mengenai Maulwi Muhammad Ali sebab generasi muda kita dan para Mubayyin baru tidak banyak mengetahui tentang beliau. Beliau adalah salah seorang sahabat Hadhrat Masih Mau’udas.. Sesudah pemilihan Khalifah kedua, beliau tidak mengikrarkan bai’at
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
43
Kenangan dengan Mushlih Mau’ud as. kepada Khilafat dan meninggalkan Qadian menuju Lahore dan membentuk Jamaatnya sendiri yang terpisah. Dia menolak untuk menerima Hadhrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad (putra tertua dari Hadhrat Masih Mau’udas.) sebagai Khalifah yang dipilih oleh kebanyakan Jemaat. Lebih dari dan di atas ini, dia mengingkari derajat tinggi dari Hadhrat Masih Mau’ud dan mulai menyebut beliau sebagai MUJADDID atau MUJADDID AZAM. Pendapat Sayyidina Hadhrat Khalifatul Masih Ira., yang dikutip sebelumnya, dengan jelas menunjukkan bahwa gesekan ini telah mulai berjalan terhadap Khilafat Ahmadiyah dan Hadhrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad tepat dalam masa hidup beliau (Hudhur I). Hadhrat Khalifatul Masih I benar-benar mengetahui bahwa tak seorang pun dari antara mereka akan terpilih sebagai Khalifah. Mereka telah mulai desas-desus kampanye berkasak-kusuk dalam Jemaat dengan selebaran-selebaran gelap dan pemanfaatan saranasarana lainnya. Mereka berusaha untuk menekan Hadhrat Khalifatul Masih Ira., bahwa Hadhrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad tidak taat kepada beliau yang secara mutlak beliau tolak dalam pidato beliau di Ahmadiyya Building, Lahore (Silakan lihat kutipan di atas). Kini, ini adalah jelas dari katakata Hadhrat Khalifatul Masih I bahwa Tuhan telah mengabarkan kepada beliau bahwa Hadhrat 44
Mirza Bashiruddin adalah putra yang dijanjikan dari Hadhrat Masih Mau’udas.. Untuk menjaga Jemaat dari fitnah ini, Hadhrat Mirza Bashiruddin telah mulai mengadakan upayaupaya dari pihak yang berlawanan. Beliau dengan sangat merasa bahwa untuk maksud ini, sebuah surat kabar mutlak perlu. Tanpa ini, para anggota Jemaat yang tersebar di seluruh negeri tidak akan dapat menyadari keadaan yang sebenarnya. Beliau berpendapat bahwa tanpa ini, kita tidak dapat mempunyai hubungan kuat antara Pusat dan JemaatJemaat di luarnya. Merasakan perlunya percetakan, beliau mengawali penerbitan surat kabar ‘Al-Fazal’ pada bulan Juni 1913. Pada permulaannya, apa yang ada, saya kutip di bawah ini pernyataan beliau sendiri: “Dengan yakin kepada Tuhan, dan menaati perintah-perintah Hadhrat Khalifatul Masih I, saya mengumumkan peresmian surat kabar ini. Surat kabar ‘Badar’ dekat dengan kita karena kedudukannya sendiri. Surat kabar ‘Al-Hakam’ adalah laksana lampu yang menyinarkan dan diterbitkan secara berkala. Bila saja, ia terbit, ia berat (berbobot) di kalbu-kalbu (hati) orang-orang karena ke-jalal-an nya (kegagahannya). Review of Religions adalah di luar batas kita dan kita tidak dapat memimpikan untuk menjangkau (memahami)nya. (Maulwi Muhammad Ali waktu itu adalah editornya). Saya adalah tanpa sarana dan tanpa uang. Saya mempunyai hidup
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
Kenangan dengan Mushlih Mau’ud as. saya dua potong perhiasannya untuk dijual dan memulai [penerbitan] surat kabar ini. Kerja sama yang penuh kecintaan ini bukan hanya memberikan saya tangan -tangan yang dengannya saya dapat mengkhidmati Jemaat tapi juga mengubah satu lembaran baru dalam kehidupan saya. Hal itu membuktikan tanda keselamatan bagi seluruh Jemaat. Saya sering Cover majalah Al‐Fazal yang terbit di Rabwah, Pakistan.[][] kali takjub apa yang dapat saya lakukan jika Tuhan tidak menolong saya sendiri yang adalah pada peng- saya dengan cara ini. Apa pintu khidmatan Jemaat. Bagaimana saya pengkhidmatan lain yang terbuka dapat menawarkan apa yang saya bagi saya dan macam mana ini datidak punya? Jemaat memerlukan pat terus menghentikan perpecahan surat kabar yang dapat menggerak- yang sedang berlangsung”. Wanita yang mempersembahkan kan kalbu-kalbu para Ahmadi dan mencampakkan kemalasan mereka. perhiasannya untuk mengawali Itu adalah untuk mendorong kecin- penerbitan surat kabar ‘Al-Fazal’ taan mereka dan membangkitkan adalah Ummi Nasirrh., ibundaku semangat mereka. Surat kabar ini yang tercinta, yang dipilih oleh sedang berada pada derajat keting- Hadhrat Masih Mau’udas. sebagai gian dekat cakrawala. Bagi saya istri bagi putra tertua beliau. (Saya mengharapkannya adalah seperti mohon doa bagi keberkatan untuk mengharapkan cakrawala. Tidak almarhum ibu saya). Bersambung [] pula hal ini atau hal itu yang me- [] mungkinkan. Akhirnya tekad hati saya menghasilkan buah dan saya *Muharim Awwaluddin, berharap beberapa pemikiran akan Mubaligh Ahmadiyah bertugas di timbul. Tuhan telah menanamkan Surabaya, Jawa Timur. dalam hati istri saya seperti pada Hadhrat Khadijahra.. Dia mengetaSumber: Ahmadiyya Gazette Canada, hui bahwa untuk membelanjakan November 1993, hal. 17‐19. uang bagi [penerbitan] surat kabar, adalah seperti melemparkan uang ke sungai yang mengalir, khususnya yang pemimpinnya adalah Mahmud, yang dalam hari-hari ini adalah paling dipojokkan dari semuanya. Dia memberikan kepada SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
45
TRAGEDI LANGIT DAN BUMI “Tragedi-tragedi pun merupakan suatu Tanda. Tragedi samawi (langit) telah mengambil bentuk dalam rupa bencana kelaparan, wabah pes, dan kolera. Wabah penyakit pes suatu azab yang sangat berbahaya, sehingga ia telah mengguncangkan pemerintah [Inggris]. Dan kalau sampai wabah tersebut merajalela, maka seluruh penduduk negeri ini akan punah. Tragedi-tragedi dari bumi adalah dalam bentuk peperangan dan gempa, yang telah menghancurkan negeri ini. Bagi seorang utusan (rasul) Allah adalah penting untuk memperlihatkan Tanda Samawi (langit) sebagai bukti akan dirinya. Ada satu Tanda yaitu tenMalfuzat adalah kompilasi dari sabda‐sabda Imam Mahdi dan Al Masih Yang Dijanjikan, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad a.s. dari tahun 1891 sampai 1908. Sabda‐sabda itu dikumpulkan oleh tiga orang Ahmadi, yaitu Maulana Abdul Karim, Mufti Muhammad Shadiq dan Syekh Yaqub Ali Irfani. Mereka mengumpulkan sabda‐sabda itu, baik bersumber dari diri mereka sendiri atau pun dari para Ahmadi lainnya yang pernah bergaul dengan Hadhrat Imam Mahdi a.s. Pada tahun 1940 hingga 1947, Maulana Jalaluddin Syam melakukan penjilidan terhadap sabda‐sabda tersebut. Hasilnya terkumpullah sebanyak 10 jilid buku. Di masa kekhalifahan Khalifah ke IV, Hadhrat Mirza Tahir Ahmad r.h. Malfuzat dijilid ulang dan dirampingkan menjadi 5 jilid. Kutipan‐kutipan Malfuzat yang diterbitkan SINAR ISLAM adalah Malfuzat yang telah dijilid menjadi 5 jilid. 46
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
Malfuzat tang Lekh Ram. Apakah Tanda itu masih tidak cukup? Sebagai suatu pertempuran, sebuah syarat dipegang hingga beberapa tahun. Lima tahun lamanya pertempuran itu terus berlangsung. Kedua belah pihak masingmasing menyebarkan selebaran. Masalah itu pun menjadi masyhur dimana-mana. Begitu masyhurnya sehingga tidak mungkin ada bandingannya. Lalu demikianlah yang terjadi sebagaimana yang telah dikatakan sebelumnya. Apakah ada tara bandingannya peristiwa yang seperti itu? Berkenaan dengan “Dharm Mahutsu” pun, beberapa hari sebelumnya telah diumumkan, bahwa Allah Ta’ala telah memberitahukan kepada kami, bahwsanya artikel kamilah yang akan unggul dari sekian artikel lainnya. Orang-orang yang menyaksikan pertempuran besar tersebut mereka dapat merenungkan sendiri, bahwa mengeluarkan suatu pengumuman seperti itu sebelum tiba waktunya bukanlah suatu tebakan atau khayalan, kemudian demikianlah yang terjadi sebagaimana yang telah dikatakan. Wa ākhiru da’wanā ‘anilhamdulillāhi rabbil ‘ālamīn. MI [] [] (Malfuzat, jld I, hlm. 51 / Pidato Pertama Hadhrat Masih Mau’ud a.s. pada Jalsah Salanah, 25 Desember 1897).
DUA MACAM KEBUTAAN “Buta ada dua macam, satu adalah buta jasmani, dan yang satu lagi berhubungan dengan hati. Sebagaimana buta jasmani tidak ada pengaruhnya terhadap keimanan, tetapi kebutaan pada hati mempengaruhi keimanan. Itulah sebabnya sangat penting seseorang harus terus menerus berdoa kepada Tuhan dengan penuh kerendahan, sehingga Dia menganugerahkan kepadanya kesadaran ruhani dan petunjuk yang benar, dan menolongnya dari keragu-raguan (was-was) yang ditimbulkan setan. Banyak keragu-raguan (waswas) yang ditimbulkan setan dalam hati. Yang paling berbahaya dan yang menjadi sumber kehancuran di dunia ini juga di akhirat adalah berhubungan dengan akhirat, karena sebagian besar amal baik dan kejujuran berhubungan -- bersama faktor−-faktor yang lain -- dengan keimanan kepada akhirat. Ketika seseorang menganggap Akhirat tidak lebih dari dongeng, maka tidak diragukan lagi bahwa dia tidak akan diterima dan dia akan kehilangan keduanya.” MI [][] (Malfuzāt, jld. I, hlm. 51).
SINAR ISLAMa | Volume 2, Edisi 1, Sulh 1394 / Januari 2015
47
Malfuzat SEBUAH KASYAF ”Tujuanku menerangkannya saat ini adalah, dikarenakan hidup manusia tidak dapat diperhitungkan. oleh sebab itu sekian banyak orang yang berkumpul di tempatku saat ini, aku kira mungkin tahun depan [sebagian] tidak dapat berkumpul lagi. Dan pada hari-hari belakangan ini aku menyaksikan sebuah kasyaf yang menggambarkan bahwa sebagian orang [di antara hadirin] tidak akan ada lagi di dunia ini tahun depan. Namun aku tidak dapat mengatakan sispasiapa saja yang dimaksudkan oleh kasyaf tersebut. Dan aku mengetahui bahwa hal itu adalah supaya setiap orang dengan sendirinya bersiap-siap untuk perjalanan akhirat. Sebagaimana yang baru saja aku kemukakan, kepadaku sudah diberitahukan nama-namanya, namun atas pemberitahuan Allah Ta’ala, aku benar-benar mengetahui bahwa takdir itu memiliki suatu waktu. Dan pasti pada suatu waktu harus meninggalkan dunia fana (tidak kekal) ini. Oleh karena itu sangat penting untuk mengemukakan hal ini, supaya setiap orang dan segenap kawan yang hadir pada saat ini, jangan menganggap kata-kataku seperti kisah-kisah yang keluar dari mulut pendongeng, melainan adalah [erkataan dari] seorang wā’idz min jānibillāh (pemberi peringatan yang berasal dari Allah) dan ma’mur minallāh (orang yang diutus dari Allah), 48
yang berkata-kata dengan sikap yang sangat peduli terhadap kebaikan dan kemaslahatan hakiki serta dengan penuh solidaritas tinggi”. MI[][] (Malfuzat, jld. I, hlm. 51-52).
ALLAH TA’ALA ”Jadi, aku memberitahukan kepada teman-temanku, ingatlah baik-baik dan dengarlah dari kedalaman kalbu, serta berilah tempat di dalam hati, bahwa Allah Ta’ala -- sebagaimana telah membuktikan tentang wujud TauhidNya dengan dalil-dalil yang kuat dan mullah (?) – merupakan Wujud Yang Maha Tinggi dan merupakan Nur (Cahaya). Orang-orang yang walau pun menyaksikan kekuasaan-kekuasaan dan keajaiban-keajaiban Wujud Yang Mahakuat ini pun ternyata masih tetap menzahirkan keraguan dan kebimbangannya mengenai Wujud-Nya, ketahuilah bahwa sebenarnya mereka itu adalah orangorang yang sangat malang. Allah Ta’ala Sendiri telah berfirman mengenai bukti-buktinya yang Mahakuat dan mengenai Wujud-Nya yang Mahakuat dan mengenai Wujudnya yang Maha kuasa: َ ﷲ ِ الس َم َاوا ت ِ َّ سل ُ ُھ ْم أَفِي َّ ش ٌّك َفاطِ ِر ُ َقالَتْ ُر ض ِ َو ْاألَ ْر
Berkata
Rasul-rasul
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
mereka,
Malfuzat "Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, Pencipta seluruh langit dan bumi?”. (QS. Ibrahim : 11) Lihat, ini adalah satu hal yang sangat jelas dan sederhana, yakni dengan menyaksikan suatu ciptaan maka mau tidak mau harus diakui keberadaan Penciptanya. Dengan melihat sebuah sepatu bagus atau sebuah kotak, maka beriringan dengan itu terpaksa diakui perlunya keberadaan si pembuatnya. Oleh karena itu sangat mengherankan, bagaimana mungkin bisa ada dalih untuk mengingkari Wujud Allah Ta’ala? Bagaimana mungkin dapat timbul pengingkaran terhadap Wujud Pencipta seperti itu? Yakni [Pencipta] Yang dengan ribuan keajaiban-Nya bumi serta langit ini dipenuhi? Oleh karena itu pahamilah dengan seyakin-yakinnya, bahwa walau setelah menyaksikan keajaiban-keajaiban dan ciptaan-ciptaan qudrat ini -- yang sedikit pun tidak mengandung campur-tangan kekuatan manusia dan kekuatan akal pikiran manusia --– jika ada orang bodoh yang meragukan Dzat dan Wujud Allah, maka berarti manusia dan ciptaan-ciptaan-Nya – adalah suatu kebutaan yang sangat besar.” MI [][]
“Kebutaan itu terdiri dari dua macam. Pertama buta mata, kedua buta hati. Kebutaan pada mata sedikit pun tidak memberikan pengaruh pada keimanan, namun kebutaan pada hati menimbulkan pengaruh pada iman. Oleh karena itu hal ini penting, dan sangat penting agar setiap orang senantiasa memanjatkan doa kepada Allah Ta’ala dengan penuh kerendahan hati dan penghambaan, supaya Dia menganugerahkan kepadanya makrifat sejati dan bashirat serta penglihatan hakiki. Banyak sekali kebimbangan yang ditimbulkan oleh setan. Kebimbangan dan keraguan paling berbahaya yang timbul di dalam kalbu manusia, lalu membuatnya merugi di dunia dan di akhirat adalah kebimbangan mengenai akhirat. Sebab, sarana yang sangat besar bagi segenap kebaikan dan kebenaran, dibandingkan dengan saranasarana lainnya adalah iman terhadap akhirat. Dan ketika manusia menganggap akhirat serta hal-hal yang berkaitan dengan itu sebagai kisah dan dongeng belaka, maka pahamilah bahwa manusia itu telah ditolak dan dia telah gagal di kedua alam ini.” MI [][] (Malfuzat, jld,I, hlm. I, hlm. 53).
(Malfuzat, jld. I, hlm. 52-53).
DUA MACAM KEBUTAAN, BUTA MATA DAN BUTA HATI
KEGUNAAN BERIMAN KEPADA AKHIRAT
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
49
Malfuzat “Sebabnya adalah, rasa takut akan akhirat pun membuat manusia jadi takut dan kecut, sehingga mau tidak mau menariknya ke arah mata air sejati makrifat. Dan makrifat hakiki tidak dapat diraih tanpa rasa takut yang sungguhsungguh, dan tanpa rasa takut akan Tuhan. Oleh karena itu ingatlah, timbulnya kebimbangan akan akhirat, berarti meletakkan kehinaan (?) dalam bahaya, dan khatimun bil-khair (hasil akhir yang baik) akan menjadi berantakan. Sekian banyak orang salih dan mutaki (bertakwa) yang berlalu di dunia ini – yang bangun di malam hari dan bersujud hingga subuh – apakah kalian dapat beranggapan bahwa mereka banyak memiliki kekuatan-kekuatan jasmani? Dan bahwa mereka merupakan orang−orang yang sangat perkasa dan memiliki tubuh besar yang sangat kuat? Tidak. Ingat dan ingatlah baikbaik, bahwa pekerjaan yang dapat dilakukan dengan menggunakan kekuatan serta dapat dilakukan dengan mengandalkan kekuatan dan keperkasaan jasmani. Banyak orang yang kalian lihat, yang makan tiga sampai empat kali sehari, dan mereka menyantap makanan yang sangat enak, menumenu yang menimbulkan tenaga serta (makanan nasi minyak bercampur daging – pent.) dan sebagainya. Namun apa hasilnya? Sampai pagi mereka terus menerus 50
mendengkur, dan mereka senantiasa dikuasai kantuk. Mereka benar-benar tenggelam dalam tidur dan kemalasan, sampai-sampai salat Isya pun merupakan hal yang sangat sulit bagi mereka. Lalu, bagaimana mungkin mereka akan rutin mendirikan shalat Tahajjud?” MI[][] (Malfuzat, jld. I, hlm. 53-54). PENTINGNYA KESIAP‐SIAGAAN MENGHADAPI PEPERANGAN
“Lihatlah para sahabat Rasulullah saw., apakah karena mereka pecinta kehidupan mewah yang menyebabkan mereka menang melawan musuh-musuh? Bukan, bukanlah demikian. Bahkan dalam riwayat−riwayat terdahulu diriwayatkan bahwa orang-orang ini beribadah kepada Tuhan di malam hari dan berpuasa di siang hari. Mereka menghabiskan malam-malam mereka dengan mengingat Tuhan. Ayat Al-Quran berikut ini menggambarkan kehidupan mereka dengan lengkap: Yakni, “Kalian mensiagakan kuda kalian di perbatasan agar selalu terikat dan siaga, sehingga musuh-musuh kalian takut melihat persiapan kalian seperti itu”, dan . hai orang-orang yang beriman, sabarlah dan tingkatkanlah kesabaran dan siagalah.” Kata ribāt digunakan untuk kuda -kuda yang diikat dalam keadaan siap [untuk berperang]. Tuhan
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
Malfuzat Yang Maha Perkasa − memerintahkan orang-orang yang beriman agar selalu siap siaga untuk mempertahankan diri mereka dari serangan musuh, dan kata ribāt ini Dia gunakan untuk menunjukkan kepada mereka bahwa mereka harus berada dalam siaga yang sempurna. Ada dua tugas yang dibebankan kepada mereka: menghadapi musuh dan berusaha meningkatkan ruhani. Buku kamus menyebutkan bahwa ribāt berarti diri manusia dan juga hati manusia. Di sini perlu dicatat bahwa hanya kuda-kuda semacam itu yang terbukti bermanfaat karena terlatih dan terpelihara baik. Dewasa ini [kuda-kuda] dilatih seperti anak-anak, dirawat dengan penuh perhatian, sebab jika kudakuda tidak terlatih maka pada gilirannya kuda-kuda akan terbukti tidak bermanfaat, bahkan mereka akan merugikan dan membahayakan. Hal itu juga menunjukkan, bahwa manusia (ribāt) juga harus terdidik baik, dan mereka harus mampu mengikuti perintah Tuhan, karena jika mereka tidak seperti ini, mereka terbukti tidak berguna di medan pertempuran, dimana manusia harus melawan setan yang merupakan musuh yang paling mematikan. Pertempuran ini berlangsung sepanjang umur. Sebagaimana di dalam pertempuran dan medan peperangan -selain potensi (kekuatan) tubuh -juga diperlukan kemampuan yang terlatih. Maka seperti itu jugalah
jiwa-jiwa manusia membutuhkan pelatihan dan pendidikan yang tepat untuk pertempuran dan peperangan batiniah tersebut. Dan jika tidak demikian maka setan akan mengalahkannya, dan manusia akan sangat dihinakan. Misalnya, jika seseorang memiliki meriam, senjata, pistol dan sebagainya, tapi tidak tahu cara menggunakannya, maka dia tidak akan pernah dapat menunaikan kewajibannya dalam melawan musuh. Demikian juga sebaliknya, jika seseorang memiliki panah, meriam, dan persenjataan perang sekalipun, dan dia juga tahu cara menggunakannya, tetapi dia tidak memiliki kekuatan pada tangannya maka orang itu pun tidak akan berhasil. Dari itu diketahui bahwa sekedar mempelajari cara penggunaan pun tidak akan berhasil dan bermanfaat selama belum melakukan olah fisik dan latihan, sehingga menimbulkan kekuatan pada lengan. Sekarang, jika seseorang mengetahui cara memainkan pedang, tetapi dia tidak terlatih, maka begitu dia masuk ke medan pertempuran dia akan menebaskan pedangnya tiga empat kali, dan akan mengayunkan tangann ya dua tiga kali, lalu lengannya menjeladi lemas dan dia benar-benar akan keletihan, dan akhirnya dengan sendirinya kan menjadi mangsa bagi musuh. Oleh karena itu pahamilah, dan pahami baik-baik bahwa sekedar memiliki pengetahuan, kemahiran dan pendidikan dangkal saja tidak berguna sedikit pun selama belum
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
51
Malfuzat ada amal perjuangan dan kerja keras. Lihatlah seorang panglima juga -dengan pemikiran demikian -- tidak membiarkan bala tentaranya berdiam diri tanpa kegiatan. Bahkan pada masa-masa aman pun dia membuat latihan peperangan dan tidak membiarkan bala tentaranya duduk tanpa pekerjaan. Dan sudah menjadi kebiasaan bahwa latihan tembak menembak serta baris berbaris dan sebagainya dilakukan setiap hari. Sebagaimana baru saja aku jelaskan, bahwa untuk berhasil di medan pertempuran, di satu sisi dibutuhkan pendidikan dan pengetahuan caracara menggunakan persenjataan dan sebagainya, dan di sisi lain dibutuhkan latihan serta penggunaan yang tepat. Dan lebih lanjut dibutuhkan kuda-kuda perang yang terdidik dan terlatih, yakni kudakuda yang tidak takut mendengar suara letusan meriam dan senapan serta yang tidak akan mundur melihat debu yang berkecamuk, justru kuda-kuda itu akan maju ke depan. Seperti itu jugalah jiwa-jiwa manusia tidak akan dapat berhasil di medan pertempuran melawan musuh-musuh Allah tanpa latihan yang sempurna, tanpa kerja-keras, dan tanpa pendidikan yang hakiki” MI [][]
TUJUAN PEPERANGAN SECARA FISIK DALAM ISLAM Sekarang, lihatlah kata ribāth ini yang digunakan terhadap kuda-kuda yang ditambatkan (disiagakan) di perbatasan-perbatasan musuh untuk perlindungan, kata itu juga ditujukan kepada nafs (jiwa-jiwa) yang telah terlatih untuk siaga menghadapi peperangan yang setiap sat berlangsung dengan setan di dalam diri. Memang betul bahwa kepada Islam telah diberikan dua macam kekuatan untuk berperang. Pertama, kekuatan yang digunakan sebagai pertahanan dan pembalasan, yaitu ketika orang-orang musyrik Arab mengacau dan menyalahi, maka seribu orang [mukmin] telah memperlihatkan keberanian mereka melawan seratus ribu orang kafir. Dan dalam setiap ujian, mereka telah memperlihatkan ruh kekuatan serta keberanian yang suci itu. Zaman itu telah berlalu, dan falsafah mengenai kekuatan tempur dan kemahiran berperang secara zahir yang terkandung di dalam kata ribāth itu pun telah tampil.” MI [][] (Malfuzat, jld. I, hlm. 57-58).
(Malfuzat, jld. I, hlm. 54-56).
52
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
Taryaaqul Quluub (Obat untuk Penyakit Hati) Karya: Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as. Penterjemah: Mahmud Ahmad Wardi*
Ya, dua dari 12 firqah Yahudi yang masih tersisa saat ini pun tidak mengakui Nabi saw. sebagai permisalan Musa a s . , itu d iseb abkan oleh kurangnya pemahaman dan adanya ta’assub. Tetapi mereka tidak mengingkari nubuatan yang sesungguhnya, malahan mereka menolak mentah-mentah adanya
Bagian 5
nubuatan yang mengabarkan kedatangan suatu Tuhan. Selain itu, 10 firqah Yahudi lainnya telah masuk ke dalam Islam dan seperti yang telah kami jelaskan sebelumnya bahwa ajaran Al-Masih sama sekali tidak sempurna dan mustahil bisa menyokong seluruh ranting dari sisisisi kemanusiaan, yakni kekuatan. Bisakah kesempurnaan manusia dicapai dengan membiasakan diri bersikap memaafkan dan mengampuni pada setiap kondisi? Dan ketika ditampar satu pipi, lantas memberikan pipi yang lainnya? Sesuaikah apabila dalam setiap tempat dan permasalahan selalu bersikap demikian? Apakah Tuhan menghendaki supaya seluruh kemampuan yang telah Dia ciptakan, yang digunakan dalam kondisi yang sesuai, seperti kemarahan, nafsu dll., lantas kesemuanya dilenyapkan dan hanya kelembutan yang dibiarkan tersisa? Jika memang ini yang dikehendaki Tuhan, maka akan timbul satu keberatan yang besar bahwa di satu sisi Dia telah menciptakan
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
53
Taryaaqul Quluub kemampuan yang beragam dan bermacam-macam dalam diri manusia, di sisi lain Dia menzahirkan kehendak-Nya melalui perantaraan firman-Nya bahwa seluruh kemampuan itu harus dilenyapkan kecuali kelemah-lembutan dan sifat pemaaf. Walhasil, akan tercipta satu pertanyaan besar bahwa, Naudzubillaah, apakah Ajaran Allah Ta’ala keliru atau Dia telah keliru dalam perbuatan-Nya atau proses penciptaannya tidak dilakukan dengan ketelitian dan tidak memperhatikan hasil akhir, dan sebagai hasil akhirnya sebuah akidah tidak bisa dinyatakan shahih disebabkan kedua corak yang saling bertentangan itu. Ajaran tersebut tidak berlandaskan pada prinsip-prinsip yang benar atau Tuhan nya telah melakukan kesalahan dalam perbuatan Nya sendiri. Jika kita bandingkan dengan ajaran Al-Quran Syarif, maka dengan melihat kesempurnaan dan kejuwitaan ajarannya akan timbul dalam hati suatu kelembutan dan kegembiraan yang besar. Perhatikanlah, betapa indahnya ajaran yang dijelaskan dalam ayat ini: 1
Yakni, dari sisi hukum dan keadilan, balasan bagi setiap keburukan adalah keburukan yang setimpal. Tapi jika seseorang memaafkan orang yang berbuat jahat dengan syarat, pemberian maaf itu
bisa menciptakan ishlah (perbaikan) dalam dirinya berupa tidak membuatnya semakin bertambah berani, maka orang yang bersikap demikian akan mendapatkan ganjaran yang besar dari Allah Ta’ala. Sekarang dari antara lembaranlembaran kitab Injil yang mana kita bisa menemukan ajaran yang sempurna seperti ini dan juga kepada siapa kita bisa menanyakannya? Siapa yang bisa mengatakan kepada kami bahwa kelembutan, pemberian maaf dan menghindari perlawanan dalam setiap kondisi, tanpa memperhatikan tempat dan kesempatan, adalah pantas untuk dipuji? Kalau begitu, seorang yang tidak punya malu jika istrinya diperkosa, lantas dia memaafkan dan membiarkan perlakuan bejat itu terjadi, apakah sikap seperti itu akan dianggap layak untuk mendapatkan pujian? Atau seorang yang beragama Mat, yang menurut akidah mereka tidak dibenarkan membunuh suatu mahluk hidup, lantas apakah sikapnya itu akan dianggap mulia jika dia tidak membunuh kutu, hama, ular dan kalajengking? Dari itu diketahui bahwa ajaran yang tidak menentu arahnya dan tidak berjalan pada garis lurus seperti itu j uga tid ak memperhatikan tempat dan kesempatan adalah sangat berbahaya dan akan menjadi racun pembunuh bagi kesempurnaan manusia. Ya, mungkin saja Hadhrat AlMasih menggunakan ajaran tersebut dengan bijaksana sebagai hukum yang dikhususkan untuk suatu zaman dan bangsa. Tapi ajaran yang benar dan
1.
Dari pernyataan para peneliti kawakan barat, kami telah membuktikan dalam kitab “Al Masih di Hindustan” bahwa 10 firqah Yahudi yang hilang itu adalah orang Afghanistan dan Kashmir yang telah masuk kedalam Islam dan sesuai dengan janji Taurat telah banyak diantara mereka yang menjadi raja‐raja yang besar dalam Islam‐Minhu.
54
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
Taryaaqul Quluub sempurna adalah ajaran yang telah dijelaskan pada ayat Quran diatas. Begitu juga ajaran injil yang mengatakan “Janganlah melihat seorang wanita dengan pandangan buruk!” yang darinya tersirat bahwa, “Tentu lihatlah selalu wanita dengan pandangan yang suci!” Ini adalah ajaran yang memberikan kesempatan kepada manusia yang memiliki niat yang tidak baik untuk memandang dengan pandangan buruk. Juga akan menjadi cobaan bagi orang yang baik, karena dengan fatwa itu akan mendekatkan orang yang bertakwa kepada sumber mata air keburukan. Akibatnya mungkin saja setelah melihat keindahan, seorang yang polos akan dimabuk cinta dan tergilagila lalu mulai timbul pikiran kotor di dalam hatinya. Jadi permisalan ajaran tersebut adalah seperti halnya sebuah bangunan yang dibangun di atas aliran sungai yang mengalir dengan deras disertai banjir, maka jika tidak roboh di siang hari bangunan tersebut pasti akan roboh di malam hari. Begitu juga dengan akal pikiran, rasa malu dan “nur kemanusiaan” yang diserupakan dengan siang hari. Jika ada seorang Kristen yang tidak terpengaruh oleh ajaran tersebut sehingga tidak terjerumus dalam keburukan, tapi kondisi masa mudanya di saat nafsu syahwat bergejolak, khususnya dalam keadaan mabuk akibat minumminuman keras lalu datanglah malam dengan desakan kegelapan nafsu syahwat, maka dalam kondisi demikian dia pasti tidak akan selamat dari akibat buruk yang ditimbulkan oleh pandangan bebas tadi. Jika ajaran ini dibandingkan dengan ajaran AlQuran Karim yang begitu luhur
sehingga hatipun berkata: “Ya, ini ad al a h k a l am A l l a h T a’ al a . ” Sebagaimana di dalam Quran Syarif terdapat ayat berikut: Artinya, Katakanlah kepada orangorang Mumin, tundukkanlah pandangan dari pandangan yang bukan muhrim dan nafsu syahwat sedemikian rupa, sehingga wajah tidak bisa tampak jelas dan tidak juga pandangan yang liar dan tanpa batas bisa tertuju pada wajah. Biasakanlah untuk sekali-kali tidak memandang dengan membuka mata lebar-lebar, tidak juga dengan pandangan syahwat ataupun yang tanpa syahwat, karena dengan melakukan hal demikian pada akhirnya akan menyebabkan manusia tersandung juga. Dikarenakan p and an g an b e b as y a ng t id ak terkekang, kondisi yang sangat suci pun tidak akan bisa terjaga dan pada akhirnya akan timbul batu ujian dan hati tidak bisa menjadi suci sebelum mata menjadi suci dan maqam azka yang harus ditempuh oleh para pencari kebenaran pun tidak akan bisa diraih. Ajaran lainnya yang terkandung dalam ayat ini yaitu jagalah setiap lubang yang terdapat dalam tubuh kita, yang menjadi tempat masuknya keburukan. Yang dimaksud kata “lubang” ayat di atas adalah lubang kemaluan, telinga, hidung, dan mulut. Sekarang perhatikanlah, betapa agung dan luhurnya semua ajaran ini. Ajaran ini tidak menekankan pada satu sisi dengan penambahan atau pengurangan yang bertentangan dengan logika dan cara yang ditempuh ajaran ini sungguh adil dan bijaksana sehinggasi pembaca dengan seketika akan mengetahui bahwa dari perintah ini, janganlah membiasakan
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
55
Taryaaqul Quluub memandang dengan pandangan terbuka (liar), maksudnya adalah supaya jangan sampai orang-orang terjerumus dalam fitnah dan jangan sampai salah satu dari kedua belah pihak yakni pria dan wanita ada yang tersandung. Akan tetapi, di dalam Injil tidak ada penekanan seperti ini dan Injil memberikan kebebasan yang hanya dikembalikan pada niat manusia yang tersembunyi. Kekurangan dan cacat dari ajaran ini bukanlah suatu hal yang memerlukan sedikit penjelasan. Setelah kembali pada tujuan sebenarnya kemudian kita laksanakan hak untuk menyampaikan syi’ar kepada segenap umat muslim, khususnya para ulama dan para fuqara dengan mengingatkan mereka bahwa sesuai dengan hadits Nabi saw. , Mujaddid yang akan datang pada permulaan abad ke 14 itu adalah penulis sendiri. Orang yang bersikap adil dan bijak akan bisa memahami bahwa setiap Mujaddid diutus untuk menghilangkan keburukan yang paling berbahaya yang menyebabkan kehancuran di muka bumi dan sesuai dengan misinya itulah sehingga nama mujaddid tersebut tertulis di langit. Dan ketika hal ini benar-benar terjadi, tampak jelas bahwa pada zaman kegelapan ini dimana orang-orang menjadi binasa disebabkan oleh ajaran Kristen yang penuh dengan racun yang mengepung dari berbagai
penjuru maka tugas Mujaddid yang berat itu seharusnya adalah menyelamatkan umat Islam dari racun tersebut dan memenangkan Islam di atas fitnah agama salib. Jika tugas Mujaddid di abad ini seperti itu, maka sudah pasti namanya tertulis di langit sebagai “pematah salib”2 dan bisa juga dikatakan bahwa ketika misi Mujaddid ke 14 ini tergenapi yakni mengalahkan agama salib maka akan diputuskan bahwa mujaddid abad ke 14 seharusnya adalah Masih Mau’ud. Mujaddid pada abad ke 14 berhak untuk disebut sebagai Masih Mau’ud, karena dia adalah mujaddid di zaman ini dan tugas khusus Mujaddid di zaman ini adalah untuk mematahkan kekuatan akidah Salib. Pada zamanku, Tuhan telah menciptakan sarana dari langit untuk mematahkan kekuatan akidah salib ini, sehingga setelah menyaksikan sarana-sarana itu setiap orang bijak bisa memahami bahwa apa yang telah dijelaskan di dalam hadits-hadits berkenaan dengan lenyapnya agama Kristen dari dunia ini. Bagaimanapun tidak akan mungkin selain dari corak ini, karena untuk meruntuhkan agama salib ada tiga corak yang bisa muncul di dalam pikiran yaitu: Pertama, bukan masanya lagi mengislamkan umat Kristen dengan menggunakan pedang, peperangan, dan paksaan sebagaimana akidah umat Muslim pada umumnya bahwa itulah
2.
Dalam kitab Shahih Bukhari terdapat sebuah hadits yang di dalamnya Masih Mau’ud diberikan nama ‘Pematah Salib’ dan sebenarnya inilah tanda‐tanda yang ditetapkan oleh Nabi kita saw. untuk Masih Mau’ud yang sejati yakni salib harus dipatahkan oleh tangannya, ini mengisyarahkan bahwa Masih Mau’ud akan datang pada saat timbulnya sebab alasan dari setiap penjuru yang disebabkan oleh pengaruh‐pengaruhnya yang dahsyat sehingga menyebabkan terus lunturnya agama salib dari hati orang‐orang yang berakal. Untuk itu inilah zamannya, tapi sangat disesalkan karena para Maulwi yang menentang kita mengartikan pematahan salib tersebut dengan jihad.
56
SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
Taryaaqul Quluub misi Masih Mau’ud dan Mahdi Ma’hud menurut versi mereka setelah datang di dunia ini. Keahliannya hanya ingin mengislamkan orangorang dengan membunuh dan memaksa sehingga kerusakan yang akan terjadi pada saat prosesnya berlangsung nanti jauh lebih parah. Untuk membuktikan seseorang sebagai pendusta cukup dengan dalil bahwa dia ingin memasukkan orang-
orang ke dalam agamanya dengan paksaan. Cara penyebaran agama seperti ini sama sekali tidak benar. Orang-orang yang mengharapkan dan menanti-nanti cara-cara seperti itu hanyalah orang-orang yang terdapat k e b u a s a n d i d al a m d i r i n y a . 3 Bersambung [][] *Mahmud Ahmad Wardi, Dosen JAMAI dan Anggota Dewan Naskah JAI
3.
Seluruh muslim sejati yang telah berlalu dari dunia ini, mereka tidak pernah berakidah bahwa menyebarkan Islam seharusnya dengan menggunakan pedang, melainkan Islam selalu tersebar di dunia ini karena kejuwitaan zatnya sendiri. Walhasil, orang yang menye‐ but dirinya sebagai muslim tapi hanya memahami bahwa islam seharusnya disebarkan dengan menggunakan pedang, sesungguhnya mereka tidak mengenal keindahan zat Islam itu sendiridan sikapnya sama dengan sikap yang buas. Minhu. edited
Gedung Jamiah Ahmadiyah Qadian, India. SINAR ISLAM | Volume 2, Edisi 2, Tabligh 1394 / Pebruari 2015
57
Masyarakat Perlu Menghargai Penafsiran Ahmadiyah YOGYA: Jemaah Ahmadiyah menafsirkan tentang keberadaan nabi setelah Nabi Muhammad saw.. Penafsiran tersebut bertentangan dengan penafsiran dari kaum Muslim Sibi yang merupakan mayoritas Muslim di Indonesia. Hal inilah yang menyebabkan jemaah Ahamadiyah dicap sesat. Dan hal tersebut dipertegas dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri yang mempertegas hal tersebut. Peneliti Ahmadiyah yang sekaligus Pimpinan Perusahaan Harian Tribun Jabar, Pitoyo mengatakan perbedaan tafsir terhadap sebuah ajaran tidak sehausnya dihadapi dengan aksi kekerasan. Bahkan Alquraan memberikan keleluasan orang untuk berfikir. “Perbedaan tafsir hendaknya diselesaikan dalam ranah ilmiah dan kajian, sehingga tidak perlu mempertemukan perbedaan tafsir tersebut ke konflik horizontal. Dan sebaiknya pemerintah tidak perlu mencampuri terlalu jauh penafsiran sesorang terhadap keyakinan,” ungkap Pitoyo saat menjadi salah satu pembicara dalam focus group discussion dengan tema “Jemaah Ahmadiyah Dalam Perspektif Aqidah, Syariah, dan Kebangsaan”. Acara ini diselenggarakan oleh Pusat Kajian Islam Asia Tenggara / Institute Of Southeast Asian Islam (ISAIs) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Kamis (27/11/2014). Berbicara dalam konteks penelitian, Pitoyo mengatakan bahwa Jemaah Ahmadiyah mempercayai bahwa Allah SWT. tidak berhenti menurunkan wahyu
pada Nabi Muhammad saw. dan mereka meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah salah satu orang yang menerima wahyu setelah masa Nabi Muhammad saw.. Berdasarkan penafsiran tersebut, maka Jemaah Ahmadiyah mempercayai bahwa Mirza Gulam Ahmad adalah perwujudan nabi baru yang menerima wahyu tetapi tidak membawa syariat baru. “Hal tersebut sama dengan keberadaan Nabi Isa, dimana Nabi Isa tidak menerima wahyu yang mengajarkan syariat dalam bentuk kitab suci, tetapi Injil adalah penyempurnaan Taurat,” ungkap Pitoyo. Ditambahkan Pitoyo, keyakinan Jemaah Ahmadiyah yang meyakini bahwa Mirza Gulam Ahmad adalah seorang nabi tak lepas dari perbedaan konstruksi makna wafatnya Isa Almasih dan turunya kembali Isa Almasih dan Imam Mahdi. Menurutnya, Isa Almasih dan Imam Mahdi telah turun di dunia dalam wujud Mirza Ghulam Ahmad. Dan hal tersebut berbeda dengan konstruksi makna dari golongan Suni dan Syiah. Dua golongan tersebut meyakini bahwa Isa belum meninggal dan akan turun di akhir zaman bersama dengan Imam Mahdi. (tribunjogja.com)
GA 00,‐ R HA 50.0 Rp1
Dapatkan Segera!!!
AL-QURAN TERJEMAH DAN TAFSIR SINGKAT EDISI V Tahun 2014 Al-Quran ini dapat dibeli di Jemaat-jemaat Lokal. Sistem Pembayaran dengan menyetorkan uang ke Maal PB JAI (via Kwitansi M1)
JEMAAT AHMADIYAH Jemaat Ahmadiyah adalah gerakan dalam Islam yang didirikan oleh Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as. pada tahun 1889 (1306 H). Jemaat Ahmadiyah bukanlah agama baru. Jemaat Ahmadiyah adalah jamaah Muslim. Syahadat Ahmadiyah adalah: ْ َش َھ ُد أَن الَ إِلَهَ إِالﱠ ﷲُ َوأ ْ َأ ُ ش َھ ُد أَنﱠ ُم َح ﱠمدًا َر ِسو ُل ﷲ Pendiri Jemaat Ahmadiyah, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as. lahir pada tahun 1835 di Qadian, India dan wafat pada tahun 1908. Berdasarkan wahyu dan perintah dari Allah Ta’ala, beliau as. adalah Al-Masih Yang Dijanjikan dan Imam Mahdi, yang telah dikabarkan oleh Nabi Besar Muhammad saw. akan datang di Akhir Zaman. Beliau as. berpangkat Nabi dan Rasul tetapi tidak membawa syariat baru. Tugas beliau as. adalah untuk menghidupkan agama dan menegakan Syariat Islam. Setelah Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as. wafat, kepemimpinan dalam Jemaat Ahmadiyah dilanjutkan dengan berdirinya khilafat, sesuai dengan Sunnah Islam. Khalifah pertama dalam Jemaat Muslim Ahmadiyah adalah Hadhrat Hafiz Al-Hajj Hakim Nuruddin ra. (1908-1914). Kedua Hadhrat Al-Hajj Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad (1914-1965). Mengenai Hadhrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad ra. ini Hadhrat Imam Mahdi as. sering menerima wahyu yang mengabarkan bahwa beliau akan memegang peranan penting dalam perkembangan Islam. Dan terbukti, Hadhrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad ra. memegang jabatan Khalifah Muslim Ahmadiyah selama 51 tahun. Dalam masa jabatan kekhalifahan beliau inilah Jemaat Muslim Ahmadiyah menyebar ke seluruh pelosok dunia. Khalifah ketiga adalah Hadhrat Hafiz Mirza Nasir Ahmad ra. (1965-1982). Khalifah keempat adalah Hadhrat Mirza Tahir Ahmad rh. (1982-2003) dan Khalifah kelima adalah Hadhrat Mirza Masroor Ahmad atba. (2003– sampai sekarang). Jemaat Ahmadiyah Indonesia adalah bagian dari Jemaat Muslim Ahmadiyah Internasional yang berpusat di Qadian, India, lalu pada tahun 1947 pindah ke Rabwah, Pakistan, dan sejak tahun 1984 hingga kini berpusat sementara di London, Inggris. Jemaat Ahmadiyah Indonesia didirikan pada tahun 1925 dan telah diakui sebagai badan hukum dengan ketetapan Menteri Kehakiman Republik Indonesia tanggal 13 Maret 1953 No. J.A. 5/23/13. Kebenaran pendakwaan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as. sebagai Imam Mahdi dan Al-Masih Yang Dijanjikan dapat diuji dengan ajaran Al-Quran dan Hadits-hadits Nabi Besar Muhammad saw. Jika penyelidikan demikian tidak memberikan kepuasan batin, maka dapat diminta petunjuk langsung dari Allah Ta’ala dengan jalan shalat Istikharah yang dilakukan dengan hati yang khusu dan Ikhlas. [][]