”Masalah Industri Sawit dari Segi g Kelestarian Lingkungan” Workshop Strategi Menuju Green Industry Green Radio Norman Jiwan, Sawit Watch Norman Jiwan Sawit Watch Kepala Departemen Mitigasi Resiko Sosial dan Lingkungan
Akmani Hotel, Jakarta Pusat Kamis 3 Maret 2011 Kamis, 3 Maret 2011
Outline presentasi Sekilas Sawit Watch ¾ Sekilas industri sawit Sekilas industri sawit ¾ Modus dan isu mafia hukum sektor kehutanan dan pertanahan dan pertanahan ¾ Realitas dampak sosial dan HAM ¾ Saran dan Rekomendasi ¾
Sekilas Sawit Watch Mewujudkan perubahan sosial bagi petani, buruh, dan masyarakat adat menuju keadilan buruh, dan masyarakat adat menuju keadilan ekologis. Pendekatan advokasi
Isu dan keprihatinan
Submission ke Komite CERD PBB, Agustus 2007
Kasus rencana 1.8 juta ha sawit sepanjang perbatasan Kalbar dan Kaltim
Komplain dan advokasi bersama korban kasus Bank Dunia/IFC, Juli 2007
Kasus salah kategorisasi investasi; moratorium investasi sawit global
Submission ke Pelapor Khusus PBB tentang Hak atas Pangan, Maret 2010
Ekspansi dan perluasan industri sawit mengancam ketahanan dan kedaulatan pangan
Multi-stakeholder 'critical engagement', 2004-2011
Terlibat dalam RSPO; S O sebagai anggota dan Dewan Pengurus RSPO
Industri sawit Indonesia ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾
Tertanam: 9.4 juta ha CPO: 21 juta CPO: 21 juta Aplikasi biodiesel: 10‐12 juta ha Produktifitas: 3.37 ton CPO/ha Izin lokasi (2010): 26.7 juta ha Target CPO 2020: 40 juta ton
Latar dan perkembangan industri sawit di Indonesia Tahun
Praktek pembangunan
1848
T Tanaman uji coba dalam cultur‐stelsel ji b d l lt t l l
1870
UUA kolonial mengatur tanah/lahan terlantar dan masa sewa 75 tahun
1911
Kebun pertama di Deli Serdang menggunakan UUA modus ekspansi
1945 1968 1945‐1968
Nasionalisasi perkebunan asing menjadi milik negara; UUPA No 1/1960 Nasionalisasi perkebunan asing menjadi milik negara; UUPA No. 1/1960
1968‐1985
Ekspansi pertama pemerintah investasi melalui perusahaan milik negara
1985‐1998
Pemerintah merumuskan dan menerapkan strategi menjadi produsen terbesar di dunia
1998‐2002
Jeda investasi akibat krisis finansial yang melanda Indonesia. Perusahaan perkebunan mengalami kesulitan finansial tidak hanya untuk ekspansi tetapi juga untuk memelihara kebun yang ada y g
2002‐2007
Ekspansi investasi dan pembangunan perkebunan mendapatkan energi hukum (UU No.18/2004) dan momentum baru desentralisasi kebijakan
2007‐2009
Kerangka‐kerja peraturan menjamin tuntas ekspansi (permentan dan keppres biofuel)
Hukum & peraturan memacu laju ekspansi perkebunan l j k i k b
Undang‐Undang No.18/2004 tentang g g / g Perkebunan diturunkan dan diterjemahkan j menjadi: → Peraturan Menteri Pertanian No.26/2007 tentang Pedoman Izin Usaha Perkebunan merubah g ketentuan luas izin lokasi menjadi 100,000 ha per perusahaan per propinsi (20,000) → Peraturan Menteri Pertanian No.14/2009 tentang Pedoman Pemanfaatan Lahan Gambut (3 meter) untuk Kelapa Sawit t ) t kK l S it
Rencana perluasan
Modus Mafia Hukum sektor Kehutanan 1. Penyalahgunaan Kewenangan dalam penerbitan Izin (Pasca terbitnya PP 34 tahun 2002) Misal: diterbitkan oleh Gubernur dan Bupati padahal yang berwenang adalah Menteri Kehutanan Bupati, 2. Pemberian izin tidak sesuai peruntukan. (a) sawit hanya boleh di Areal Penggunaan Lain (APL), kalau di hutan harus beralih status dulu menjadi kawasan non-hutan; non hutan; (b) HTI tidak boleh dibuka di hutan produksi yang masih produktif 3. Regulasi dan Kebijakan digunakan untuk menghancurkan hutan dan menutupi p kejahatan j kehutanan,, misal:→ P.05/MenhutII/2004;→ Permentan 26 Tahun 2007;→ Permenhut P.62 Tahun 2007; → Permenhut P.14 Tahun 2008;→ Permentan 14 Tahun 2009 4. Suap dan Gratifikasi terhadap pejabat pusat/daerah atas izin yang diterbitkan; 5. Perusahaan memfasilitasi institusi penegak hukum, misal: Mobil operasional i l di Ri Riau; 6. Pejabat diberikan “saham gratis” di perusahaan Sawit;
Modus Mafia Hukum sektor Kehutanan 7. Memanipulasi data AMDAL agar seolah memenuhi persyaratan pembukaan sawit dan HTI; 8 Penerbitan SK oleh Bupati (operasional tanpa AMDAL); 8. 9. Melakukan pembalakan liar dibungkus alih fungsi hutan untuk sawit, padahal sawit nya tidak pernah ditanam. 10. Memecah perusahaan untuk mendapatkan izin lokasi melebihi batas maksimum. 11. Menyiasati kubikasi kayu di setiap RKT (berapapun jumlah kayu yang dihitung hanya 5 meter kubik per-hektar, dan sisanya dikorup) 12. Pencucian kayu-kayu illegal dengan memanfaatkan perusahaan legal dengan tujuan untuk mendapatkan dokumen resmi. i 13. Memanfaatkan masyarakat untuk membuka kawasan hutan untuk membuka kebun sawit 14 Legalisasi kayu illegal dalam proses pelelangan 14. 15. Praktek cuci mangkok (menebang diluar blok tebangan)
Kondisi Tata Ruang di Kalimantan No
Propinsi
1
Kalteng
2
Perubahan Peruntuk an / Status
Perubahan Fungsi
Indikasi Pembukaan Lahan Perkebunan dlm KWS Hutan tanpa ijin
2 985 609 2.985.609
3 607 363 3.607.363
Ijin Perkebunan Tanpa Pelepasan Kawasan Hutan seluas 2.844.331 ha (sebagian HGU), serta 600.209 ha Tumpang Tindih dengan HPH/HTI.
Kalsel
188 513 188.513
329 334 329.334
Perkebunan tanpa ijin di dlm kws hutan ± 175.720 ha (KSA/KPA 12.685 Ha, HL 328 Ha, HPT 1.232 Ha, HP 116.359 Ha, HPK 40.116 Ha)
3
Kalbar
1 269 467 1.269.467
1 728 869 1.728.869
Temuan (No.01/TIM.MH (No 01/TIM MH-BPK/03/2008 BPK/03/2008, tgl 18 Maret 2008 S/D Desember 2007 ada 57 ijin perkebunan dlm kwsn hutan, 27 diantaranya tidak terpantau di dishut setempat.
4
Kaltim
1.424.065
3.751.971
Hasil analisa sementara berdasarkan data yg di sampaikan oleh daerah, sebagian besar usulan perubahan peruntukan kwsn hutan diarahkan untuk kegiatan perkebunan
5.867.654
9.417.537
6/9/2010
Sumber : Badan Plannologi Dephut, 2008
10
Konflik (660)
Kekerasan biaya produksi? • Pelanggaran HAM; kekerasan dan penembakan • TAMBUSAI Timur, Riau (2004) • Belimbing, Kalbar (2005) • Runtu, Kalteng (2005) • Su Suku u Anak a Dalam, a a , Jambi Ja b ((2005) 005) • Insiden penembakan Kuansing Riau - (Juni 2010) • 120 ditangkap/ditahan dalam 90-hari (September-November 2010) • IInsiden id penembakan b k petani t i di Jambi J bi 15 Januari 2011
Klien IFC/Bank Dunia ¾
Membuka b k ddan menyiapkan i k lahan l h dengan d cara membakar; b k
¾
Pembukaan hutan sebelum ijin didapat;
¾
¾ ¾
Pembukaan hutan dan penanaman sawit sebelum AMDAL diselesaikan dan/atau disetujui; Membuka perkebunan tanpa ijin (HGU); Pembukaan daerah tepian, bantaran dan penyangga sungai secara illegal;
¾
Penanaman secara illegal g di lahan ggambut dalam;;
¾
Pembukaan hutan dan penanaman kelapa sawit di luar derah konsesi;
¾
Tidak membayar pajak;
¾
¾
Tidak memberikan ganti rugi kepada pemilik lahan atau pemegang hak adat; dan Tidak menyerahkan kembali lahan kebun untuk petani kecil sebagaimana dijanjikan.
Contoh kasus Kelompok Rentan: Perempuan dan anak‐anak
1. Diperkirakan antara 40,000 dan 50,000 anak‐anak pekerja migran tanpa status warga negara di perkebunan kelapa sawit di Sarawak dan Sabah Sarawak dan Sabah. 2. Istri dan anak‐anak pekerja perkebunan membantu para suami dan ayah mereka untuk mencapai target kewajiban produksi akibat sanksi tetapi kerja mereka tidak pernah diperhitungkan dan akibat sanksi, tetapi kerja mereka tidak pernah diperhitungkan dan tidak mendapatkan manfaat kerja atau jaminan keselamatan. 3. Kasus‐kasus perdagangan manusia dimana perempuan dilacurkan dan eksploitasi seksual terkait dalam perkebunan dilacurkan dan eksploitasi seksual terkait dalam perkebunan kelapa sawit. 4. Kemiskinan dan kriminalisasi terkait dengan sektor kelapa sawit dalam kasus ketika individu yang kehilangan tanah dan sumber dalam kasus ketika individu yang kehilangan tanah dan sumber penghidupan mereka dikiriminalkan karena memungut berondolan sawit dari perkebunan.
Salah Arah Terjemahan Posisi dan Tanggung Jawab Indonesia dalam Perjanjian Internasional Perjanjian Internasional ICCPR
IESCR
ICERD
CEDAW
UNFCCC
Konvensi PBB: Hak Sipil dan Politik
Konvensi PBB: Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
Konvensi PBB: Penghapusan Diskriminasi Rasial
Konvensi PBB: Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan
Kovensi PBB: Kerangka Kerja mengenai Perubahan Iklim
23 Maret 1976; 23 Feb 2006; 23 Mei 2005
03 Jan 1976; 23 Feb 2006; 23 Mei 2005
4 Jan 1969; 25 Juni 1999; 25 Juli 1999
03 Sept 1981; 05/06/92 ; 13 Sept 1984; 13 Des 23/08/94 (R) 1984 21/11/94
UU No 12/2005 UU No.12/2005
UU No 11/2005 UU No.11/2005
UU No.29/1999 UU No 29/1999 UU No.40/2008
UU No 7/1984 UU No. 7/1984
Optional protokol tidak diratifikasi
Menolak pemberlakuan ‘RtSD’
Keberatan atas pasal Keberatan terhadap 22 pasal 29
Anulir ‘RtSD’
Anulir ‘RtSD’
United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples
UU No.6/1994 UU No 6/1994 Ratifikasi UNFCC UU No. 17/2004 Ratifikasi Kyoto Protokol Permenhut REDD
Catatan buat 'Green Industry' 1. Terdapat 26.7 juta ha rencana ekspansi dengan pertumbuhan tanam 1 Terdapat 26 7 juta ha rencana ekspansi dengan pertumbuhan tanam 600,000 ha (2004‐2009) 2. Hingga November 2010 terdapat 660 konflik; lebih dari 120 ditangkap/dipenjara 90‐hari terakhir ditangkap/dipenjara 90‐hari terakhir 3. Hukum Indonesia dan pelaksanaannya harus dilaksanakan sesuai dengan tanggung jawab internasional berdasarkan ICCPR, ICESCR, ICERD 4. Produksi minyak sawit saat ini berdampak terhadap ketahanan/kedaulatan pangan dan HAM (sipil dan politik, ekonomi, sosial, budaya, lingkungan dan sumber penghidupan) 5. Sangat dibutuhkan upaya perlakuan khusus dan pemulihan bagi masyarakat korban, penyelesaian konflik, dan reformasi hukum; 6. Green Industry harus industri sawit Indonesia dengan memperhatikan y g p lingkungan hidup dan akuntabilitas atas persoalan sosial dan HAM
Rekomendasi • Mendorong dan mendukung pemerintah Indonesia mendorong green industry dengan memprioritaskan: Penyusunan undang-undang undang undang tentang hak masyarakat adat sesuai dengan tanggung jawab konstitusi Indonesia dalam hukum internasional undang undang No No. 18 tahun 2004 Tinjau ulang dan revisi undang-undang tentang Perkebunan yang mendorong pengambil-alihan lahan dari masyarakat tanpa menghargai hak-hak masyarakat, y , kriminalisasi terhadap p petani, p , buruh dan masyarakat adat Pembentukan mekanisme resmi untuk menyelesaikan yang g ada dan lebih berpihak p p pada masyarakat y adat konflik y dan masyarakat lokal kedaulatan dan ketahanan pangan di tingkat komunitas
Referensi 1. Human Rights g and Environmental Issues in the Palm Oil Industry. y A written input p for European Parliament meeting with Indonesian Civil Society Organisations. Norman Jiwan, Sawit Watch, Four Seasons Hotel, 23 February 2011 2. Masukan terhadap diskusi kelompok terfokus mengenai tema perizinan terkait rancangan lembaga REDD+ Nasional UKP4, Norman Jiwan, Sawit Watch, Kantor Watimpres, 22 Februari 2011 3. Tanggapan atas Naskah Kebijakan BAPPENAS ”STRATEGI DAN KEBIJAKAN DALAM MENINGKATKAN NILAI TAMBAH DAN DAYA SAING KELAPA SAWIT INDONESIA SECARA BERKELANJUTAN DAN BERKEADILAN”, Norman Jiwan, Sawit Watch, BAPPENAS Jakarta BAPPENAS, Jakarta, 6 Desember 2010 4. Biofuels in Southeast Asia: Challenge to Social Sustainability – Chance for Green Jobs?A Closer Look ‐ Biofuels and Social Sustainability in SEA, Norman Jiwan, Sawit Watch untuk FES-Jerman, 7 Oktober 2010 5. Dampak Lingkungan Pengembangan Kebun Sawit di Indonesia (Presentasi Jefri Gideon Saragih Kepala Departemen Kampanye untuk KLHS Perkebunan Kelapa Sawit) 6. Kompleksitas Sektor Minyak Sawit. Presentasi Abetnego Tarigan, Seminar Publik ‘Menyoal Kebijakan Industri dan Startegy Eksport sawit Indonesia. Institute for Global Justice 7. ”How palm oil production affects food production and human rights”, links to the politics of biofuel and EU”, Norman Jiwan, Seminar on Food Sovereignty. Stockholm, Oktober 2010 8. Koalisi Mafia Hukum Sektor Kehutanan (ICW, Sawit Watch, WALHI, JIKALAHARI, SOB, Lembaga Gemawan, Kontak Rakyat Borneo)