Lampiran 1 UNSUR-UNSUR PEMBEDA ANTARA RUMPUN ILMU AGAMA DENGAN ILMU TEOLOGI DAN ILMU PENDIDIKAN TEOLOGI SEBAGAI BAGIAN DARI RUMPUN ILMU HUMANIORA
UNSUR
RUMPUN ILMU AGAMA
ILMU TEOLOGI DAN ILMU PENDIDIKAN TEOLOGI DALAM RUMPUN ILMU HUMANIORA
Cakupan Ilmu dan Kurikulum
Ilmu Teologi dan Ilmu Pendidikan Teologi termasuk dalam rumpun Ilmulmu Humaniora dan bukan dalam rumpun Ilmu Agama, karena: Rumpun Ilmu Agama merupakan rumpun Ilmu Pengetahuan yang mengkaji keyakinan tentang ketuhanan, menjelaskan secara deskriptif literal teks-teks suci agama, ajaran/doktrin, akhlak, aturan/tata tertib beragama dan upacara/tata ibadat agama, serta melatih dan mengajarkan agama tertentu agar penganutnya mampu menghayati agamanya. Titik tolak Ilmu Agama adalah Allah dan Sabda-Nya.
A. Dari segi metodologi: Ilmu Teologi dan Ilmu Pendidikan Teologi mengkaji dan mendalami secara kritis dan sistematis konsekuensikonsekuensi pilihan untuk beriman, yang berkaitan dengan realitas, hakikat manusia dan nilai-nilai kemanusiaan, dan makna sejarah yang menentukan kualitas hidup manusia. Titik tolak Ilmu Teologi dan Ilmu Pendidikan Teologi adalah manusia yang menggunakan akal budinya. Ilmu Teologi dan Ilmu Pendidikan Teologi mengandaikan metode filosofis, karena itu keduanya tidak dapat dipisahkan dari Ilmu Filsafat.
1
RUMPUN ILMU AGAMA
ILMU TEOLOGI DAN ILMU PENDIDIKAN TEOLOGI DALAM RUMPUN ILMU HUMANIORA
Rujukan: Penjelasan atas UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 15. Penjelasan atas UndangUndang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, pasal 10 ayat 2 huruf a.
Rujukan: Penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, pasal 10 ayat 2 huruf b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, pasal 1 ayat 5 (asal tidak hanya membatasi diri pada nilai intrinsik kemanusiaan).
UNSUR
1) Untuk menerapkan metode tersebut, Ilmu Teologi dan Ilmu Pendidikan Teologi berdialog dengan ilmu-ilmu kemanusiaan, seperti filsafat, psikologi, antropologi, sosiologi, Ilmu Sejarah, Ilmu Bahasa, Ilmu Seni, dan lain sebagainya. Dengan demikian, metode Ilmu Teologi dan Ilmu Pendidikan Teologi bersifat lintas ilmu (inter-disipliner). 2) Seperti ilmu-ilmu dalam rumpun Ilmu Humaniora, Ilmu Teologi dan Ilmu Pendidikan Teologi memakai pendekatan ilmiah—yang bersifat kritis, sistematis, analitis, interpretatif, hermeneutis, historis, filosofis dan interdisipliner—untuk memahami manusia yang beriman dan beragama.
2
RUMPUN ILMU AGAMA
ILMU TEOLOGI DAN ILMU PENDIDIKAN TEOLOGI DALAM RUMPUN ILMU HUMANIORA
UNSUR
B. Dari segi isi/materi: Ilmu Teologi dan Ilmu Pendidikan Teologi, dalam dialog dengan ilmu-ilmu humaniora (seperti filsafat, psikologi, antropologi, sosiologi, Ilmu Sejarah, Ilmu Bahasa, Ilmu Seni, dan lain sebagainya) berusaha memberi pertanggungjawaban secara ilmiah, bahwa: 1)
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk religius yang merindukan Yang Transenden dan Yang Imanen serta berusaha memahami-Nya secara rasional (fides quaerens intellectum);
2) Pilihan manusia untuk percaya kepada Yang Transenden dan Yang Imanen itu tidak bertentangan dengan kemanusiaan. Sebaliknya, manusia baru dapat sungguh mewujudkan kemanusiaannya (humanitas) kalau ia tidak mengabaikan dimensi transenden, imanen, dan religius dari hidupnya.
3
RUMPUN ILMU AGAMA
ILMU TEOLOGI DAN ILMU PENDIDIKAN TEOLOGI DALAM RUMPUN ILMU HUMANIORA
UNSUR
Penjelasan: Dari segi metodologi: Ilmu Agama memakai unsur-unsur utama dalam upaya menghasilkan profil lulusan yang dikehendakinya, yakni ajaran, akhlak, ritus, pelaksanaan dan ketrampilan lainnya yang langsung menjawab kebutuhan penganut agama. Ilmu Agama bertugas menyampaikan doktrin-doktrin agama, dan secara langsung membina iman, serta memperbaiki moral. Karena itu, dari segi metode dalam Ilmu Agama, agama didekati dari sudut pandang iman kepercayaan tanpa disertai dengan argumentasi dan pembuktian rasional. Ilmu Teologi dan Ilmu Pendidikan Teologi tidak hanya bertujuan untuk menyampaikan doktrin-doktrin atau aqidah-aqidah agama melainkan juga dan terutama mengkaji serta mendalaminya secara kritis. Ilmu Teologi dan Ilmu Pendidikan Teologi tidak dimaksudkan secara langsung untuk membina iman dan moral/akhlak, karena pendekatannya bersifat kritis-rasional dan bukan instruktif. Lebih dari pada itu, Ilmu Teologi dan Ilmu Pendidikan Teologi mengkaji dan mendalami (1) konsekuensi-konsekuensi dari pilihan untuk beriman dan beragama, (2) pandangan seseorang tentang realitas, (3) hakikat manusia dan nilai-nilai kemanusiaan, serta (4) makna sejarah yang menentukan kualitas hidup seseorang. Ilmu Teologi dan Ilmu Pendidikan Teologi memberi pertanggungjawaban secara ilmiah atas pandangannya mengenai manusia yang beriman dan beragama, dalam dialog dengan ilmu-ilmu humaniora. Ilmu Teologi dan Ilmu Pendidikan Teologi juga mengkaji dan mendalami pengandaianpengandaian antropologis-kemanusiaan (humaniora) yang memungkinkan manusia untuk percaya kepada Yang Ilahi. Dalam dialog—terutama—dengan ilmu-ilmu humaniora (seperti 4
RUMPUN ILMU AGAMA
ILMU TEOLOGI DAN ILMU PENDIDIKAN TEOLOGI DALAM RUMPUN ILMU HUMANIORA
UNSUR
filsafat, psikologi, antropologi, sosiologi, Ilmu Sejarah, Ilmu Bahasa, Ilmu Seni, dan lain sebagainya) akan ditunjukkan, bahwa dalam diri manusia terkandung hal-hal yang mendorongnya untuk mencari sesuatu yang melampaui dirinya, termasuk Yang Ilahi. Perlu ditekankan, bahwa titik tolak kajian tersebut adalah manusia itu sendiri. Karena itu, seperti Ilmu Humaniora lainnya, Ilmu Teologi dan Ilmu Pendidikan Teologi memakai pendekatan ilmiah yang bersifat analitis-kritis, interpretatif-hermeneutis, historis, filosofis, dan interdisipliner atas manusia yang beriman dan beragama. Dalam Ilmu Teologi dan Ilmu Pendidikan Teologi, agama didekati tidak hanya dari sudut pandang iman kepercayaan, melainkan sebagai sebuah fenomena kemanusiaan-sosial yang diteliti secara ilmiah dan kritis. Dari segi isi/materi: Bersama dan dalam dialog dengan ilmu-ilmu kemanusiaan/humaniora lain (seperti filsafat, psikologi, antropologi, sosiologi, Ilmu Sejarah, Ilmu Bahasa, Ilmu Seni, dan lain sebagainya), Ilmu Teologi dan Ilmu Pendidikan Teologi berusaha memberi pertanggungjawaban secara ilmiah, bahwa pada hakekatnya manusia itu adalah makhluk religius yang merindukan Yang Transenden dan Yang Imanen; bahwa memilih untuk percaya pada Yang Ilahi itu tidak bertentangan dengan kemanusiaan. Sebaliknya, manusia baru dapat sungguh-sungguh mewujudkan kemanusiaannya (humanitas) jika ia tidak mengabaikan dimensi transenden, imanen, dan religius dari hidupnya.
5
RUMPUN ILMU AGAMA
ILMU TEOLOGI DAN ILMU PENDIDIKAN TEOLOGI DALAM RUMPUN ILMU HUMANIORA
UNSUR
Ilmuwan yang memiliki kemampuan berpikir kritis, Profil Lulusan Agamawan yang beriman dan bertakwa serta memiliki keahlian di sistematis, analitis, interpretatif, hermeneutis, historis, bidang ilmu agama. filosofis, dan interdisipliner atas manusia yang beriman dan beragama. Rujukan: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 30 ayat 2, dan penjelasan atas pasal 15 dan pasal 37 ayat (1) dari Undang-Undang yang sama. Penjelasan: “Lulusan yang beriman dan bertakwa” bukanlah ciri khas eksklusif Ilmu Agama, namun merupakan ciri khas semua disiplin ilmu, sebagaimana diamanahkan oleh undang-undang (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab I, Pasal 1 ayat 1; Bab II, Pasal 3). Hal yang sama berlaku untuk ilmu-ilmu lain; misalnya, lulusan dari rumpun Ilmu Alam juga memiliki ciri khas “beriman dan bertakwa.” Itu berarti, Ilmu Humaniora juga menghendaki profil lulusan yang “beriman dan bertakwa.” Tetapi fokus lulusan Ilmu Teologi dan Ilmu Pendidikan Teologi adalah ilmuwan yang mengkaji dan 6
RUMPUN ILMU AGAMA
ILMU TEOLOGI DAN ILMU PENDIDIKAN TEOLOGI DALAM RUMPUN ILMU HUMANIORA
UNSUR
mendalami, memajukan, serta mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang humaniora. Pengguna Lulusan
Terutama lembaga agama dan lembaga pendidikan keagamaan.
Terutama lembaga pendidikan umum, masyarakat ilmiah, masyarakat lintas-agama, dan berbagai institusi yang membutuhkan ahli Ilmu Teologi dan Ilmu Pendidikan Teologi.
Rujukan: Rujukan: Undang-Undang Republik Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Pasal 60 ayat 2 dan 3. Pasal 7 ayat 3 huruf e, dan pasal 7 ayat 4. Penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 37 ayat 1. Penjelasan: Mengingat Ilmu Agama diselenggarakan oleh lembaga agama tertentu, maka lulusannya akan dimanfaatkan oleh lembaga agama tersebut. Sebaliknya, Ilmu Teologi dan Ilmu Pendidikan Teologi bersifat lintas-agama dan lintas-ilmu, maka lulusannya pun dapat masuk ke dalam masyarakat ilmiah yang lebih luas dan beragam dalam agama dan ilmu, demikian juga bidang 7
RUMPUN ILMU AGAMA
ILMU TEOLOGI DAN ILMU PENDIDIKAN TEOLOGI DALAM RUMPUN ILMU HUMANIORA
UNSUR
profesinya. Penyelenggara Masyarakat agama. Rujukan: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Pasal 7 ayat 3 e dan 7 ayat 4. Penjelasan atas Pasal 15 ayat 2 dari Undang-Undang yang sama.
Masyarakat yang membentuk badan penyelenggara berbadan hukum yang berprinsip nirlaba dengan bentuk yayasan, perkumpulan, dan sejenisnya. Rujukan: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Pasal 60 ayat 2 dan 3.
Penjelasan: Mengingat profil lulusan dari Ilmu Agama pertama-tama adalah agamawan yang beriman dan bertakwa serta memiliki keahlian di bidang ilmu agama, maka lembaga agamalah yang paling bertanggungjawab dalam menyelenggarakan pendidikan Ilmu Agama. Sebaliknya, Ilmu Teologi dan Ilmu Pendidikan Teologi sebagai bagian dari Ilmu Humaniora diselenggarakan oleh yayasan pendidikan, yang fokus utamanya terletak pada usaha menghasilkan lulusan-lulusan yang memiliki keahlian pada bidang ilmu pengetahuan humaniora tertentu, dalam hal ini Ilmu Telogi dan Ilmu Pendidikan Teologi. 8
RUMPUN ILMU AGAMA
ILMU TEOLOGI DAN ILMU PENDIDIKAN TEOLOGI DALAM RUMPUN ILMU HUMANIORA
Kementerian Agama
Kementerian Pendidikan dan Kebudayan
UNSUR
Wewenang Kementerian
Rujukan:
Rujukan:
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Pasal 7 ayat 3 e dan ayat 4. Penjelasan:
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Pasal 1 ayat 21 dan ayat 24; Pasal 60 ayat (2).
Berdasarkan perbedaan-perbedaan yang sudah dijelaskan di atas, dan juga memperhatikan perbedaan visi-misi di antara kedua Kementerian, maka tempat yang tepat–yang sudah berlaku sejak tahun 1996–bagi Ilmu Teologi dan Ilmu Pendidikan Teologi adalah di bawah kewenangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Ilmu Agama diselenggarakan oleh Kementerian Agama yang memiliki visi “masyarakat Indonesia yang taat beragama, rukun, cerdas, mandiri dan sejahtera lahir batin.” Sedangkan, Ilmu Teologi dan Ilmu Pendidikan Teologi lebih sesuai diselenggarakan di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang memiliki visi “Terselenggaranya layanan prima pendidikan dan kebudayaan nasional untuk membentuk insan Indonesia yang cerdas dan berkarakter kuat.”
9
Berdasarkan semua uraian di atas, kami berpendapat bahwa: 1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Bagian Kedua, Paragraf 2, Pasal 10, mengenai Rumpun Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, sangat mengerdilkan dan mempersempit ilmu-ilmu yang sudah berkembang secara internasional. Misalnya, dalam penjelasan UndangUndang tersebut, Pasal 10, Ilmu Pendidikan hanya dimasukkan sebagai bagian dari rumpun Ilmu Terapan. Padahal Ilmu Pendidikan adalah ilmu tersendiri. Demikian pula dari penyempitan dan pengerdial tersebut, Ilmu Teologi dan Ilmu Pendidikan Teologi tidak diakui sebagai ilmu tersendiri, dan tidak terbedakan dari Ilmu Agama. 2) Pada tempatnyalah, sesuai dengan deskripsi dalam Unsur-unsur Pembeda antara Rumpun Ilmu Agama dengan Ilmu Teologi dan Ilmu Pendidikan sebagai Bagian dari Rumpun Ilmu Humaniora tersebut di atas, pengembangan Ilmu Teologi dan Ilmu Pendidikan Teologi dalam kerangka Pendidikan Tinggi seharusnya tetap berada di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan bukan di bawah Kementerian Agama. 3) Berkenaan dengan pengerdilan dan penyempitan Ilmu Teologi dan Ilmu Pendidikan Teologi dalam UndangUndang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi tersebut, maka diperlukan kecermatan dalam penyusunan Peraturan Pemerintah (PP), baik PP yang berkaitan dengan Ilmu Agama yang diserahkan pengelolaannya kepada Kementrian Agama maupun PP yang menyangkut pengembangan IlmuIlmu Alam dan Ilmu-ilmu lain yang menjadi tanggung jawab Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang di dalam Undang-undang tentang Pendidikan Tinggi disebut Kementerian (lihat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Pasal 1, ayat 21 dan 24). Dengan kercermatan yang benar dan akurat dalam perumusan semua PP yang terkait, diharapkan akan mengembalikan posisi Ilmuilmu pada tempat yang semestinya.
10
4) Sebagai masyarakat ilmiah yang juga bertanggungjawab pada pengembangan ilmu, kami merasa bertanggungjawab untuk turut serta dalam perumusan setiap PP yang akan dihasilkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Agama. 5) Selain turut serta dalam perumusan PP, kami juga merasa bertanggungjawab untuk mengawal setiap PP yang akan dihasilkan agar tetap memberi tempat pada semua bidang ilmu, khususnya Ilmu Teologi dan Ilmu Pendidikan Teologi, yang sudah berkembang selama berabad-abad dalam masyarakat ilmiah internasional.
Para penyusun: PERSETIA (Perhimpunan Sekolah-sekolah Teologi di Indonesia) KoLITI (Konsorsium Lembaga Ilmu Teologi Indonesia) KIPTI (Konsorsium Ilmu Pendidikan Teologi Indonesia)
Yogyakarta, 9 Februari 2013
11