MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI OPEASI HITUNG CAMPURAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPEATIF TIPE JIGSAW PADA SISWA KELAS IV SDN BLANG IBOIH KABUPATEN PIDIE
Marlina Guru SDN KP.Blang Iboih Kabupaten Pidie Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam bidang studi matematika, kegiatannya dilaksanakan dalam proses pembelajaran, dengan memaksimalkan keaktifan siswa, guru hanya sebagai fasilitator dan motifator. Dalam pembelajaran koopertaif Type JIGSAW diharapkan siswa memiliki aktifitas belajar yang tinggi sehingga segala kesulitan yang di hadapi siswa dapat teratasi. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus, masing-masing siklus terdiri atas tahap Perencanaan, Tindakan, Pengamatan, Refleksi. Sedangkan pendekatan pembelajaran dalam penelitian ini menggunakan pendekatan konstruktivis melalui Lembar Kegiatan Siswa (LKS) secara berkelompok. Adapun data dalam penelitian ini diperoleh dengan nilai tes dan observasi. Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan dan berdasarkan pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model jigsaw memiliki dampak positif yaitu dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam siklus I 2 siswa (8,00%), pada siklus II ketuntasan belajar siswa 25 siswa (100%),. Maka dapat disimpulkan ada peningkatan hasil belajar siswa pada materi operasi hitung campuran dengan menggunakan pendekatan koperatif tipe jigsaw di SD Negeri Kp.Blang Iboih. Kata Kunci: JIGSAW, kooperatif tipe jigsaw, Hasil Belajar operasi hitung campuran
Pembelajaran kooperatif adalah suatu pengajaran yang melibatkan siswa bekerja dalam kelompok-kelompok untuk menetapkan tujuan bersama. Dari sini siswa akan melakukan komunikasi aktif dengan sesama temannya. Dengan komunikasi tersebut diharapkan siswa dapat menguasai materi pelajaran dengan mudah karena “siswa lebih mudah memahami penjelasan dari kawannya dibanding penjelasan dari guru karena taraf pengetahuan serta pemikiran mereka lebih sejalan dan sepadan”. (Sulaiman dalam Wahyuni 2001: 2).
Pembelajaran kooperatif mampu mengaktifkan para siswa untuk belajar bekerjasama dan tidak ada siswa yang hanya sebagai pendengar karena setiap siswa mempunyai tanggung jawab masing-masing pada materi yang akan dipelajari agar dapat tuntas. Atas dasar uraian tersebut di atas maka penulis tertarik untuk mela-kukan penelitian tentang upaya pening-katan pemahaman konsep matematika melalui pendekatan kooperatif tipe jig-saw pada materi Operasi hitung campu-ran. Untuk itu diperlukan suatu kerja-sama yang baik
255
256, J-TEQIP, Tahun V, Nomor 2, November 2014
antara guru matematika dengan siswa dalam diskusi kelas maupun siswa dengan siswa dalam diskusi kelompok. Melalui pembelajaran ini diharapkan pemahaman konsep matematika siswa yang berkaitan de-ngan kemampuan mendefinisikan konsep, kemampuan mengeksplorasi konsep serta kemampuan mengaplikasikannya dalam upaya pemecahan masalah dapat semakin baik sehingga mampu meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IV semester satu di SDN Kp.Blang Iboih. Tujuan dalam penelitian ini adalah Untuk meningkatkan mutu pem-belajaran di SDN Kp. Blang Iboih yang ditunjukkan dengan meningkatnya perolehan hasil belajar matematika yang optimal serta meningkatkan moti-vasi siswa. Belajar berarti mengubah ting-kah laku. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Sudirman (1998:23) bahwa belajar adalah mengubah tingkah laku. Belajar akan membantu terjadinya suatu perubahan pada diri individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya dika-itkan dengan perubahan ilmu pengeta-huan, melainkan juga berbentuk perca-kapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak dan penyesuaian diri. Belajar menyangkut segala aspek organisme dan tingkah laku pribadi seseorang, prestasi belajar pada hake-katnya merupakan hasil dari belajar sebagai rangkaian jiwa raga. Psikofisik untuk menuju perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang berarti me-nyangkut unsur cipta, rasa, dan karsa, ranah kognitif, efektfif dan prestasi motorik. Slamento ( 1988 ) “Hasil bela-jar siswa adalah kemampuan yang di capai siswa setelah proses belajar mengajar .” Sujana ( 1990 )“Hasil belajar siswa pada hakekatnya merupakan perubahan tingkah laku , dimana tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengeta-
huan yang luas, mencangkup bidang kognitif , afectif, dan psikomotorik..” Dari beberapa pengertian tersebut dapat di katakana bahwa hasil belajar diperoleh setelah pembelajaran akan suatu materi pelajaran selesai di lakukan .Yang mencangkup bidang kognitif, afectif dan psikomorik. Untuk mengetahuinya diadakan evaluasi atau penilaian yang biasanya dengan menggunakan tes , baik tes tulis, maupun dalam bentuk tes lainnya. Dan dari hasil ini di berikan penilaian. Hal ini di jelaskan juga oleh Ahmadi dan Rohani ( 1995:17-18 ) : “ Hasil belajar bertujuan melihat kemajuan belajar peserta didik dalam hal penguasaan materi pelajaran yang telah dipelajari sesuai dengan tujuan yang telah di tetapkan“. Dari penjelasan di atas dapat di simpulkan , bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku atau kemampuan dalam diri siswa berupa pengetahuan sikap, ketrampilan . Dimana dalam hasil belajar ini bukan pelengkap berkas seseorang guru yang dilaporkan kepada kepala sekolah, namun ia memiliki tujuan yang signifikan dalam menentukan tujuan seseorang kedepannya. Begitu juga dalam pembuatan tes hasil belajar, banyak kriteria yang harus dipenuhi sehingga tes tersebut benar-benar menggambarkan keadaan siswa sebenarnya. Pembelajaran adalah upaya untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan peserta didik yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa (Suyitno, 2004:1). Sedangkan penggunaan media dalam pembelajaran matematika sangat menunjang, karena dengan menggunakan media pembelajaran siswa lebih mudah memahami konsep matematika yang abstrak. Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk Sekolah Menengah Pertama (Depdik-
Marlina, Meningkatkan Hasil Belajar Siswa melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw, 257
nas, 2003:8) menyatakan bahwa potensi siswa harus dapat dikembangkan secara optimal dan di dalam proses belajar matematika siswa dituntut untuk mampu; Melakukan kegiatan penelusuran pola dan hubungan; Mengembangkan kreatifitas dengan imajinasi, intuisi dan penemuannya; Melakukan kegiatan pemecahan masalah; Mengkomunikasikan pemikiran matematisnya kepada orang lain. Untuk mencapai kemampuan tersebut perlu dikembangkannya proses belajar matematika yang menyenangkan, memperhatikan keinginan siswa, membangun pengetahuan dari apa yang diketahui siswa, menciptakan suasana kelas yang mendukung kegiatan belajar, memberikan kegiatan yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, memberikan kegiatan yang menantang, memberikan kegiatan yang memberi harapan keberhasilan, menghargai setiap pencapaian siswa (Depdiknas, 2003:5). Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa guru dalam melakukan pembelajaran matematika harus bisa membuat situasi yang menyenangkan, memberikan alternatif penggunaan alat peraga atau media pembelajaran yang bisa digunakan pada berbagai tempat dan keadaan, baik di sekolah maupun di rumah. Model pembelajaran kooperatif adalah suatu strategi belajar dimana siswa belajar dalam kelompok kecil saling memiliki tingkat kemampuan berbeda. Menurut Thomson (dalam Lince, 2001:14), pembelajaran kooperatif turut menambah unsur-unsur interaksi sosial pada pembelajaran matematika. Nur (2005:2) mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif menciptakan sebuah revolusi pembelajaran di dalam kelas. Tidak ada lagi sebuah kelas yang sunyi selama pembelajaran. Siswa dapat saling membantu satu sama lain guna
menuntaskan bahan ajar akademiknya. Pada pembelajaran kooperatif diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya. Contohnya menjadi pendengar yang baik, memberikan penjelasan kepada teman sekelompok dengan baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Ciri-ciri model pembelajaran kooperatif adalah : 1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menyelesaikan materi belajarnya. 2) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. 3) Bilamana mungkin, anggota kelompok juga berasal dari ras, budaya, suku dan jenis kelamin yang berbeda. 4) Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu. Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi mampu memacu keberhasilan individu melalui kelompoknya. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidaktidaknya 3 tujuan pembelajaran yaitu : 1. Kemampuan akademik. 2. Penerimaan perbedaan individu. 3. Penembangan keterampilan sosial. Pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja, tetapi siswa juga harus mempelajari keterampilanketerampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif berfungsi melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok, sedangkan peranan tugas dilakukan dengan membagi tugas antar anggota kelompok selama kegiatan. Tahap-tahap pembelajaran kooperatif. Pada dasarnya pembelajaran koopera-
258, J-TEQIP, Tahun V, Nomor 2, November 2014
tif mempunyai 6 (enam) langkah utama yaitu : Fase 1. Pelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa untuk belajar Fase 2. Menyajikan informasi dalam bentuk demonstrasi atau melalui bahan bacaan. Fase 3. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar. Fase 4. Membimbing kelompok bekerja dan belajar. Fase 5. Evaluasi tentang apa yang sudah dipelajari sehingga masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Fase 6. Memberikan penghargaan baik secara kelompok maupun individu. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah satu tipe pembelajaran koope-
ratif yang terdiri dari beberapa orang anggota dalam satu kelompok yang bertanggungjawab atas penguasaan materi belajar dan mampu mengajarkan bagian tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Nur, 2005:63). Banyaknya anggota kelompok dalam pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw biasanya terdiri dari 4 – 6 orang. Setiap anggota kelompok memiliki tugas masing-masing, dan mereka wajib menjelaskan apa yang ditugaskannya itu kepada kelompok yang lain. Anggota kelompok yang mendapat tugas penguasaan materi itu disebut kelompok ahli. Sedangkan kelompok yang dibentuk pertama kali oleh guru disebut kelompok asal. Jika diilustrasikan akan terlihat seperti gambar berikut.
Kelompak Asal
1 23 4 5
1 1 1 1 1
1 2 3 4 5
1 2 3 45
2 2 2 2 2
3 3 3 3 3
1 2 3 4 5
4 4 4 4 4
1 2 3 4 5
5 5 5 5 5
2
Kelompak Ahli Kunci keberhasilan Jigsaw ada-lah saling ketergantungan, yaitu setiap siswa bergantung kepada anggota timnya untuk mendapat informasi yang dibutuhkannya agar dapat mengerjakan kuis dengan baik.
Langkah-langkah pokok pelaksana-an pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah: 1. Siswa dikelompokkan ke dalam 4-6 anggota tim
Marlina, Meningkatkan Hasil Belajar Siswa melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw, 259
2. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda 3. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan 4. Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/sub bab yang sama bertemu dalam ke-lompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka 5. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian me-ngajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh 6. Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi
Permasalahan
7. Guru memberi evaluasi 8. Penutup Penelitian tindakan kelas ini menggunakan rancangan penelitian tindakan yang dilaksanakan di kelas, sehingga disebut Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini terdiri dari 2 siklus masing-masing siklus meliputi : perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Hal ini sesuai pendapat Suharsimi A, Suhardjono, Supardi ( ha-laman 73) PTK dilaksanakan dalam bentuk siklus berulang yang di dalamnya terdapat empat bahasan utama kegiatan yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi yang dapat digambarkan sebagai berikut :
Perencanaan tindakan I
Pelaksanaan tindakan I
Refleksi I
Pengamatan/ pengumpulan data I
Perencanaan tindakan II
Pelaksanaan tindakan II
Refleksi II
Pengamatan/ pengumpulan data II
Siklus I
Permasalahan baru hasil refleksi
Siklus II Apabila permasalahan belum terselesaikan refleksi
Dilanjutkan ke siklus berikutnya
Gambar: Diagram Alur Penelitian Tindakan Kelas
260, J-TEQIP, Tahun V, Nomor 2, November 2014
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Kp. Blang Iboih, Kecamatan Simpang Tiga, Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh dan dilakukan selama lebih kurang dua bulan dari bulan, terdiri dari dua minggu perencanaan , tiga minggu pelaksanaan , dan tiga minggu pelaporan. Sebagai subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV SDN Kp. Blang iboih. Alasan dipilih kelas ini adalah peneliti dan juga sebagai penulis mengajar di kelas tersebut, dan dikarenakan adanya permasalahan yang menarik yang Data dalam pernelitian ini adalah beberapa perangkat pelaksanaan pembelajaran, konteks pembelajaran yang melibatkan guru dan siswa, fenomena kelas yang teramati dalam konteks pembelajaran, model-model pembelajaran dengan strategi pembelajaran yang di terapkan, dan hasil pembelajaran setelah penerapan strategi pembelajaran kooperatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Tes Hasil Belajar ; Tes hasil belajar diberikan bentuk tes uraian. Pemberian tes dilakukan sebanyak dua kali yaitu tes hasil belajar I diakhir Siklus I.Teknik ini untuk mengetahui sejauh mana pembelajaran cooperative ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dan tes hasil belajar II diakhir siklus II. Wawancara; Wawancara dilakukan sebelum penelitian dan setelah tes diberikan. Wawancara yang diberikan lebih di fokuskan pada hasil tes yang dikerjakan siswa. Pertanyaan-pertanyaan diberikan melalui wawancara diarahkan untuk mengetahui kesulitan siswa dalam memahami mata pelajaran matematika sebagai tindakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa, sehingga guru dapat mengetahui tindakan apa yang tepat untuk menaggulangi kesulitan siswa.
Observasi; Observasi yang dilakukan merupakan pengamatan terhadap keseluruhan kegiatan dan perubahan yang terjadi pada saat diberikan tindakan. Observasi dilakukan oleh beberapa guru dalam kelompok kerja guru. Observasi dilakukan melalui lembaran observasi yang disediakan. Yaitu observasi pelaksanaan pembelajaran oleh peneliti dan observasi kegiatan siswa dalam kelompok. Kegiatan analisis data meliputi ketuntasan hasil belajar siswa dan observasi. Untuk mengetahui persentasi hasil belajar siswa, dapat digunakan rumus:
Keterangan: PHB = Penilaian Hasil Belajar A = Skor yang diperoleh siswa B = Skor maksimal Dengan kreteria : 0% < PHB < 70% Belum tuntas belajar PHB 70% Telah tuntas belajar Secara individu seorang siswa dikatakan tuntas dalam belajar jika PHB siswa tersebut telah mencapai 70% Selanjutnya persentase siswa yang telah tuntas dalam belajar secara klasikal dapat dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan : PKK = Persentase Ketun-tasan Klasikal X = Jumlah siswa yang telah tuntas belajar N = Jumlah Siswa Kriteria ketuntasan belajar secara klasikal akan diperoleh jika didalam kelas tersebut terdapat 80% siswa yang telah mencapai nilai ≥ 70% Observasi dilakukan untuk mengamati seluruh kegiatan dan perubahan yang terjadi saat dilakukan tindakan. Observasi yang dianalisis hanya observasi pelaksanaan pembelajaran oleh peneliti. Untuk nilai observasi digunakan rumus
Marlina, Meningkatkan Hasil Belajar Siswa melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw, 261
Dengan criteria penilaian : 85 – 100 Sangat baik 75 – 84 Baik 65 – 74 Cukup ≤ 65 Kurang Penelitian ini terdiri dari 2 siklus, setiap siklus terdiri dari 2 pertemuan . Setiap siklus melalui tahapan sebagai berikut : Permasalahan; Berdasarkan tes awal, permasalahan yang di hadapi adalah siswa kurang memahami pengerjaan hitung materi bangun ruang sisi lengkung. Alternatif Pemecahan I ( Rencana Tindakan ); Dari permasalahan yang di alami dalam mengajar, dan kesulitan – kesulitan dalam penyelesaian soal – soal materi bangun ruang sisi lengkung, Maka peneliti membuat alternatif pemecahan terhadap tersebut dengan proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dimana peneliti bertindak sebagai guru.Adapun langkah – langkah dalam pemecahan tindakan ini adalah : Mempersiapkan nama-nama kelompok kooperatif berdasarkan tes awal Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran ( RPP-1 ) yang berisikan upaya-upaya guru dalam rangka pelaksanaan tindakan Mempersiapkan instrument untuk kuis 1 ( tes hasil belajar ) Pelaksanaan Tindakan; Pada siklus ini peneliti membagi pertemuan belajar menjadi 2 kali pertemuan. Pemberian tindakan ini dilakukan dengan kegiatan pembelajaran menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan menggunakan LKS sebagai alat Bantu pengajaran, dimana peneliti bertindak sebagai guru. Kegiatan pembelajaran yang di lakukan merupakan pengembangan dari rencana pelaksa-
naan pembelajaran ( RPP ) yang telah dibuat pada tahap perencanaan. Observasi; Observasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan guru untuk mendapatkan informasi tentang keterlaksanaan pembelajaran dengan cara mengamati proses pembelajaran selama kegiatan berlangsung. Observasi dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan yang dilakukan pada proses pembelajaran untuk melihat ada tidaknya peningkatan pembelajaran setelah penerapan model pembelajaran tipe Jigsaw dengan menggunakan LKS. Pengamatan dilakukan setiap pertemuan selama pembelajran berlangsung oleh peneliti dan di bantu oleh anggota kolaborasi ( observer ) dengan menggunakan lembar observasi. Refleksi; Pada siklus I ini refleksi dilaksanakan dengan mengadakan evaluasi pelaksanaan pembelajaran, merumuskan dan mengidentifikasi masalah pada pelaksanaan dan respon siswa pada tindakan yang dilaksanakan serta memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai hasil evaluasi untuk siklus berikutnya. Hasil refleksi bertujuan untuk mengetahui apakah masih terdapat kesulitan yang dialami siswa yang data digunakan sebagai dasar untuk tahap perencanaan siklus ke II. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Siklus I Perencanaan tindakan dalam siklus I dapat diuraikan sebagai berikut: a. Pemilihan materi dan penyusunan rencana pelasaksanaan pembelajaran materi operasi hitung campuran dengan model jigsaw kemudian disusun ke dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). b. Masing-masing RPP diberikan alokasi waktu sebanyak 2 x 40 menit, artinya setiap RPP disampaikan dalam 2 kali
262, J-TEQIP, Tahun V, Nomor 2, November 2014
tatap muka. Dengan demikian, siklus I terjadi 2 kali tatap muka. Pelaksanaan tindakan Pelaksanaan pada siklus I dapat dideskripsikan sebagai berikut: Pertemuan I pada siklus I dengan materi operasi hitung campuran akan diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran jigsaw. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut : 1. Guru secara klasikal menjelaskan strategi pembelajaran yang harus dilaksanakan siswa. 2. Guru memberitahukan materi yang harus dikerjakan oleh siswa yang tertera pada buku cetak. 3. Guru membagi siswa terdiri dari delapan kelompak dengan masing masing kelompok terdiri dari 5 siswa 4. Siswa diminta berdiskusi dan membuat sebuah rangkuman. 5. Memberikan evaluasi 6. Memberikan tindak lanjut dari hasil pembelajaran pada siklus I Proses pembelajaran pada siklus I guru tidak lagi mentransfer materi pada siswa, tetapi siswa ditugaskan bekerja sama dengan kelompoknya untuk mencari dan mengerjakan tugas yang diberikan guru mengenai materi operasi hitung campuran dengan pengawasan guru. Pada siklus I siswa masih terlihat belum terlalu aktif dalam belajar, Hal ini dikarenakan masih agak canggung dengan langkahlangkah dalam pembelajaran jigsaw ini. Hasil pengamatan (Observasi) Observasi dilakukan oleh observer yaitu guru kelas (teman sejawat) pada SD Negeri Kp. Blang Iboih. Observasi dilakukan untuk mengetahui keaktifan siswa, kerja sama, kecepatan, dan ketepatan siswa dalam memahami materi bangun ruang sisi lengkung. Hasil observasi digunakan
sebagai bahan refleksi dan untuk merencanakan rencana tindakan pada siklus II. . Hasil pengamatan pada siklus I tatap I diperoleh nilai tertinggi 75 dan terendah yaitu 45 dengan hasil rata-rata siswa yaitu 57,4 dan pada siklus I tatap II nilai siswa meningkat dengan nilai tertinggi 80 dan terendah 50 dengan ratarata siswa 65,2. Dengan presentasi : siswa yang mencapai nilai A (tinggi sekali) 0 siswa (0%), yang mendapat nilai B (tinggi) adalah 1 siswa (4%), sedangkan yang mendapat nilai C (cukup) adalah 13 siswa (52%), dan yang mendapat nilai D (rendah) adalah 11 siswa (44%). Refleksi Berdasarkan hasil test kemampuan siswa siklus I dapat dilihat adanya siswa yang masih dibawah kreteria ketuntasan minimal sebanyak 28 siswa (92,%). Jumlah siswa yang telah mencapai kriteria ketuntasan minimal sebanyak 2 siswa (8 %) . Maka dapat dikatakan nilai rata-rata belum cukup dan belum optimal. Hasil ini dapat dilihat dari observasi bahwa dalam kegiatan pembelajaran masih terdapat siswa yang kurang aktif dalam melakukan kegiatan pembelajaran, dan siswa juga kurang memahami materi yang di sampai guru. Oleh karena itu perlu upaya perbaikan pada siklus II. Deskripsi Hasil Siklus II Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I maka pelaksanaan tindakan pada siklus II dapat didefenisikan sebagai berikut : Perencanaan Tindakan Perencanaan tindakan pada siklus II dapat didefenisikan sebagai berikut: a) Pemilihan materi dan penyusunan RPP dalam siklus II. Pada hakekatnya merupakan perbaikan atas kondisi siklus I. Materi pembelajaran pada siklus II masih operasi hitung campuran .
Marlina, Meningkatkan Hasil Belajar Siswa melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw, 263
b) Pada siklus II kegiatan siswa dibedakan pemilihan kelompok secara heterogen, siswa diminta untuk bekerja sama mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Pelaksanaan Tindakan Siklus II Pelaksanaan tindakan pada siklus II dapat dideskripsikan sebagai berikut: Kegiatan siklus kedua dengan RPP tentang penjelasan materi segi tiga dan segi empat . Adapun langkah-langkah sebagai berikut: Peneliti menjelaskan terlebih dahulu sub judul materi yang nantinya akan dikerjakan di oleh tiap kelompok. a) Siswa diminta membuat lima kelompok namun pembagian kelompok dipilih secara heterogen. b) Tiap kelompok terdiri dari 5 orang siswa yang diberikan kode-kode berupa angka ataupun huruf. c) Guru memberikan tugas yang berbeda-beda pada tiap kelompok mengenai materi operasi hitung campuran. d) Setelah kelompok selesai bekerja masing-masing siswa yang mempunyai kode yang sama akan dibentuk menjadi kelompok baru. e) Siswa diminta untuk saling berbagi informasi atau data hasil kerja kelompok awal f) Peneliti memberi umpan balik hasil pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dengan mengadakan evaluasi berupa tes. g) Guru menilai hasil evaluasi. h) Guru memberikan tindak lanjut. Proses pembelajaran pada siklus II guru menugaskan siswa untuk bekerjasama dan aktif dalam melakukan diskusi. Dalam hal ini terlihat secara langsung situasi belajar yang aktif, kreatif, antusias siswa dalam belajar dan memperhatikan serta menyampaikan hasil kerjanya sangat baik.
Hasil Pengamatan (Observasi) Pelaksanaan observasi pada kegiatan siklus II sama dengan kegiatan pada siklus I. Dalam hal ini observasi dilakukan oleh teman sejawat yaitu guru sebagai observer. Observasi dilakukan untuk mengetahui keaktifan siswa, kerjasama, kecepatan dan ketepatan siswa dalam memahami materi. Hasil pengamatan pada siklus II tatap I diperoleh mengalami peningkatan dari pada siklus I tatap II yaitu nilai tertinggi 95 dan terendah yaitu 65 dengan hasil rata-rata siswa yaitu 76,4 dan pada siklus II tatap II nilai siswa meningkat dengan nilai tertinggi 100 dan terendah 75 dengan rata-rata siswa 87,4. Dengan persentasi : siswa yang mencapai nilai A (tinggi sekali) 3 siswa (12%), yang mendapat nilai B (tinggi) adalah 15 siswa (60%), sedangkan yang mendapat nilai C (cukup) adalah 7 siswa (28 %), dan yang mendapat nilai D (rendah) adalah 0 siswa (0%). Refleksi Berdasarkan hasil test kemampuan siswa siklus II dapat dilihat tidak ada siswa yang mendapat nilai dibawah kreteria ketuntasan minimal (KKM) 70. Dengan kata lain jumlah siswa yang telah mencapai kriteria ketuntasan minimal sebanyak 25 siswa (100 %) . Berdasarkan hasil siklus I, dan siklus II dapat dilihat bahwa pembelajaran dengan menggunakan model jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa terhadap materi operasi hitung campuran. Berdasarkan hasil penelitian pada siklus I diperoleh nilai siswa yang berhasil tuntas pada siklus I sesuai dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM 70) sebesar 2 siswa (8%), maka dapat dikatakan masih dominan siswa belum menguasai materi karena masih ada sebanyak 23 siswa atau 92 % yang belum tuntas atau nilai hasil belajar materi operasi hitung campuran
264, J-TEQIP, Tahun V, Nomor 2, November 2014
masih di bawah KKM 70. Maka peneliti masih harus menyusun strategi kembali pada siklus II dengan cara yang berbeda di siklus I. Selanjutnya pada siklus II diperoleh hasil yang memuaskan karena materi operasi hitung campuran yang dipelajari siswa berhasil dikuasai dan seluruh siswa mendapatkan nilai diatas KKM 70, dengan kata lain penggunaan model jigsaw pada materi operasi hitung campuran dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan ada peningkatan hasil belajar siswa pada materi operasi hitung campuran dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses dengan jigsaw di
SD Negeri Kp. Blang Iboih Peningkatan hasil belajar terjadi karena guru menggunakan model pembelajaran jigsaw dalam menyajikan materi operasi hitung campuran dan menyesuaikan langkah-langkah kerja dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran. Selain itu siswa terlihat sangat aktif saat bekerjasama dan pada kelompok baru siswa mau membagikan hasil kerja kelompok pada saat kelompok awal. Hal tersebut terbukti dengan diperolehnya nilai rata-rata pada siklus I yaitu sebesar 61,3 naik pada siklus II menjadi 81,9 maka diperoleh selisih nilai rata-rata sebesar 20,6
DAFTAR PUSTAKA Arikunto. (1999). Dasar Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Conny, Semiawan, (1987). Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: Gramedia. Darwis, A, Soelaiman. (1972). Pengantar Kepada Teori dan Praktek Pengajaran. Semarang: Keguruan Ilmu Pendidikan. Djamarah, S.B. (2000). Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta, Jakarta Mudjiono. (2002). Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Gramedia Nasution, S. (1982). Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara.
Roestiyah, N.K (1985). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara,. ------------------. (1986). MasalahMasalah Ilmu Keguruan. Jakarta: Bina Aksara. Suparmo, A. Sthaenoh. (2001). Membangun Kompetensi Belajar. Jakarta: Depdikbud Sutrisno, Hadi. (1981). Metodologi Research. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Stanley. (2006). Metode Belajar dan Kesulitan-Kesulitan Belajar. Bandung :Tarsito Sutrisno, H. (1988). Metodelogi Penelitian. Jakarta: Gramedia Sukmadinata, N. (2004). Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya.