MarketScope KERTAS PUTIH PENGEMBANGAN APLIKASI
Hokky Situngkir & Rolan M. Dahlan | WP-2-2016 | Bandung Fe Institute, Center for in Complexity Surya University
Apa dan Mengapa “MarketScope” Dinamika pasar modal Indonesia, semenjak memasuki fasa Jakarta Automated Trading System (JATS), 22 Mei 1995, merupakan salah satu pasar modal paling dinamis di regional Asia. Berbagai indeks diberikan untuk mendapatkan gambaran umum situasi dinamika perdagangan saham-saham di Indonesia, yang baik langsung atau tidak langsung akan memiliki kaitan dengan situasi ekonomi nasional secara umum. IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) dan LQ-45 (indeks berdasarkan 45 saham ter-likuid di bursa efek) merupakan dua dari sekian banyak indeks di Bursa Efek Indonesia yang naik-turunnya diharapkan memberikan gambaran ringkas suasana investasi di pasar modal Indonesia itu. Penelitian ekonofiska[1][2] menjadi ramai diperbincangkan dan menjanjikan banyak hal karena menawarkan model-model statistical mechanics yang dibangun berbasiskan data-data empiris dari sistem ekonomi dan pasar keuangan secara umum[3], berbasis kekinian kajian statistika, serta menjadi salah satu pendekatan interdisiplin, karena memang ekonomi sendiri adalah sistem yang perlu didekati dari banyak disiplin ilmu. Dua hal inilah latar belakang yang ditawarkan melalui aplikasi hasil penelitian MarketScope. Adalah sukar untuk mendapatkan gambaran situasi investasi secara umum di pasar modal dengan hanya memperhatikan naik turun harga secara kolektif dalam bentuk agregasi satu atau dua indeks saja. Kajian ekonofisika atas pasar modal Indonesia telah memberikan banyak insight terkait aspek-aspek stilistik statistika pergerakan harga-harga saham di Indonesia. Dua di antaranya adalah kajian terkait aspek korelatif [4]dan aspek kausalitas[5] dari harga-harga di pasar modal. Dua komponen ini menjadi dua hal yang ditunjukkan secara dinamis oleh MarketScope, yaitu peluang observasi atas situasi pasar modal di Indonesia atas dinamika kolektif harga-harga saham yang ada.
Membaca “MarketScope” MarketScope melakukan kalkulasi atas data-data time series dari pergerakan harga-harga saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia. Observasi dimungkinkan melalui dua pemetaan umum, yaitu pemetaan dinamika korelatif dan pemetaan dinamika kausal dari harga-harga saham. Dari pemetaan dinamika korelatif pergerakan harga-harga, diperoleh kedekatan naik-turun harga-harga saham dalam jendela waktu 1 tahun perdagangan ke belakang. Hasilnya adalah representasi berbentuk jejaring saham-saham. Saham-saham yang digambarkan saling berhubungan menunjukkan pola korelatif fluktuasi yang kuat, dan semakin tebal garis yang menghubungkan kedua saham tersebut, maka semakin positif korelasi naik turun harga di antara keduanya. Visualisasi ini memberikan representasi kelompok-kelompok (cluster) dari saham-saham tersebut dari sisi data naik turun harganya. Saham-saham yang mengelompok cenderung berada pada pola pergerakan naik turun yang mirip satu sama lain, dan demikian pula sebaliknya. Hal ini memberikan arahan untuk portofolio investasi yang agak berbeda dengan sekadar memperhatikan aspek fundamental dari perusahaan-perusahaan. Dari penelitian yang dilakukan, ditunjukkan bahwa pengelompokan berdasarkan fluktuasi harga saham-saham cenderung tidak melulu bersesuaian dengan aspek sektoral perusahaan-perusahaan yang terdaftar di bursa. Hal ini digambarkan pada gambar 1.
HALAMAN 1
Gambar 1. Pola korelatif dari harga-harga saham di Bursa Efek Indonesia untuk waktu-waktu perdagangan 2001 (kiri atas), 2002 (kanan atas), 2003 (kiri bawah), dan 2004 (kanan bawah). Warna dari saham merepresentasikan sektor fundamental perusahaan yang bersangkutan: pertaian (merah), pertambangan (merah tua), industri dasar (hijau), aneka industri (ungu), industri barang konsumsi (hitam), properti dan konstruksi (merah muda), infrastruktur dan transportasi (sian), keuangan dan perbankan (oranye), investasi dan perdagangan (biru).
Dari gambaran tersebut juga terlihat bagaimana beberapa saham terlihat menjadi semacam anchor atau jangkar pergerakan harga-harga. Ada fasa-fasa ketika beberapa saham di sektor perbankan menjadi jangkar pergerakan harga-harga, dan ada pula fasa-fasa ketika justru saham-saham perusahan perbankan tersebut membentuk cluster pengelompokan sendiri. Portofolio investasi yang baik tentu tidak hanya memperhatikan sektor fundamental dari perusahaan, tapi juga pola naik turun harga saham dari masing-masing perusahaan tersebut. Dengan demikian kerugian investasi secara struktural dapat di-optimisasi.
HALAMAN 2
Gambar 2. Pemetaan dinamik korelasi harga-harga saham berdasarkan likuiditas perdagangan saham, semakin berwarna biru semakin likuid harga saham tersebut dan sebaliknya diwarnai semakin merah.
Dari pemetaan itu juga tergambar pola likuiditas harga dari masing-masing saham[6]. Hal ini ditunjukkan pada gambar 2. Semakin harga satu saham menjadi jangkar pergerakan harga, maka semakin ia tinggi dalam likuiditas pergerakannya. Hal-hal ini memberikan insight umum yang menjadi alternatif penempatan portofolio investasi lebih dari sekadar sektor fundamental harganya.
Gambar 3. Jumlah perubahan yang terjadi pada Peta Dinamika Korelatif harga saham-saham di Bursa Efek Indonesia setiap hari: bagian yang dilingkari adalah masa jatuhan harga-harga saham pada tahun 2008.
HALAMAN 3
Lebih jauh, pergerakan harga-harga yang dipetakan juga dapat memberikan gambaran atas sensitivitasnya pada dinamika global saham-saham yang diperdagangkan di pasar modal. Observasi yang dilakukan selama beberapa tahun belakangan menunjukkan pola-pola unik atas pemetaan korelatif harga-harga saham. Berdasarkan penelitian yang dilakukan[7], nilai koefisien korelasi saham-saham yang besar berkaitan dengan jatuhan besar harga (crash) yang melanda. Hal ini juga terlihat pada observasi yang dilakukan di pasar modal Indonesia. Sebagai contoh adalah peristiwa merosotnya harga-harga saham di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2008, yang dibarengi juga dengan jatuhan harga-harga saham di berbagai pasar modal di belahan lain di dunia. Dalam updates yang dilakukan setiap hari, akan cenderung terjadi perubahan-perubahan kecil di dalam pemetaan korelatif yang ditampilkan MarketScope. Hal ini digambarkan oleh gambar 3. Sepanjang hari hanya sedikit saja perubahan keterhubungan antara satu saham dengan saham lain. Namun sesekali, di gambar yang sama juga, terlihat ada beberapa waktu tertentu ketika perubahan tersebut melonjak. Terjadi perubahan besar dalam dinamika korelatif hargaharga saham tersebut. Menilik lebih dalam, perubahan besar-besaran tersebut terjadi pada masa-masa harga-harga di pasar modal mengalami peristiwa-peristiwa serupa crash, bahkan ketika sistem keuangan mengalami krisis.
Gambar 4. Perubahan yang terdeteksi pada masa dampak jatuhan harga-harga saham (data harian) pada Peta Dinamika Korelatif Harga-harga saham di Bursa Efek Indonesia.
Ketika gambar 3 tersebut kita zoom untuk pada masa krisis 2008, misalnya, maka perubahan peta korelatif harga-harga saham tersebut dapat dilihat pada gambar 4. Pada gambar 4, perubahan peta korelatif harga-harga saham terlihat berubah hari demi hari, yang kemudian kita coba lihat aspek fundamental yang memang terjadi di pasar modal pada hari yang bersangkutan tersebut, sebagai berikut:
1
29 September: Saham BNII disuspen karena makin tingginya ketidakpastian akuisisi oleh Maybank. Transaksi sepi oleh investor yang khawatir atas gonjang-ganjing pasar global. Sementara itu Hangseng ditutup melemah 4,3% akibat naiknya suku bunga mortgage oleh HSBC sehingga sektor properti merosot tajam. Indeks Nikkei melemah 1,2%, STI melemah 2,3%, dan Kospi melemah 1,3%.
2
8 Oktober: Pukul 11.08 WIB, perdagangan disuspend setelah indeks jatuh hingga 10,38%. Sementara itu nilai transaksi hanya mencapai Rp 988 miliar, frekuensi tercatat 27.494 kali dan volume 1,129 miliar saham. Posisi tersebut merupakan terendah sejak
HALAMAN 4
September 2006. Bursa Efek Indonesia sebelumnya pernah ditutup pada 13 September 2000 ketika ada peledakan bom ketika dulu masih bernama Bursa Efek Jakarta. Selain Bursa Efek Indonesia, bursa efek di Rusia yakni Micex memasuki hari kedua suspend setelah mengalami penurunan indeks sebesar 14,4% kemudian Bucharest Stock Exchange di Rumania juga melakukan suspend setelah merosot sebesar 9,3% atau anjlok 18% dalam tiga hari perdagangan terakhir. Seandainya dibandingkan sejak akhir tahun lalu telah terpuruk minus 65%. 3
9 Oktober: Pemerintah menyiapkan lima langkah stabilisasi pasar diantaranya memperbesar porsi saham yang dapat di buy back dari 10% menjadi 20%, meniadakan batasan pembelian saham dalam satu hari dari sebelumnya maksimal 25% dari volume perdagangan harian menjadi 100%, membolehkan buy back tanpa RUPSLB namun cukup keterbukaan informasi, menyiapkan dana infrastruktur sebesar Rp 4 triliun untuk membantu BUMN buy back saham. Sebanyak enam emiten BUMN terdiri dari ANTM, SMGR, PTBA, TLKM, JSMR, dan PGAS siap melakukan program buy back sahamnya. Sementara itu, BUMN perbankan tidak akan melakukan program buy back karena dana yang dimiliki untuk modal. Menkeu Sri Mulyani dalam jumpa pers di Gedung Depkeu menyatakan pemerintah dan otoritas bursa berencana membuka kembali perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia besok Jumat 10 Oktober.
4
10 Oktober: Bursa Efek Indonesia akhirnya membatalkan membuka perdagangan bursa dan memutuskan menutup satu hari penuh perdagangan saham dan baru akan dibuka Senin 13 Oktober. Langkah tersebut diambil karena kondisi bursa global masih kritis merosot tajam. Sementara itu nilai tukar rupiah antar bank sempat menembus diatas level Rp 10.300/USD. 12 Oktober: Bumi Resources Tbk (BUMI) di dalam jumpa pers menyatakan akan melakukan buy back sebesar 20% dari semula 3% atau sebanyak 3,88 miliar saham. Sementara Bakrie & Brothers (BNBR) meminta suspensi diperpanjang selama transaksi penjualan saham anak usahanya selesai.
5
13 Oktober: Otoritas bursa membuka kembali perdagangan saham, tanpa pre-opening dan adanya pembatasan auto rejection sebesar 10% dari sebelumnya 30%. Saham yang sempat terkena auto rejection batas atas antara lain ADHI, TINS, BBRI, BMRI, PTBA, TLKM, ISAT, BBCA) dan PGAS. Investor juga menyambut positif keluarnya Perpu UU tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang menjamin simpanan yang sebelumnya maksimal Rp 100 juta menjadi Rp 2 miliar atau naik 20 kali lipat mengikuti Eropa dan Australia.
6
15 Oktober: Menyikapi kondisi bursa yang dinamis, Bursa Efek Indonesia mengeluarkan peraturan baru auto rejection (SE-005/BEI.PSH/10-2008) yakni batas atas menjadi 20% dari sebelumnya 10% sedangkan batas bawah tetap sama 10%. Selama ini pemberlakuan auto rejection selalu simetris antara batas atas dan bawah namun karena kondisi pasar yang sedang tertekan krisis keuangan global maka berubah menjadi asimetris.
HALAMAN 5
29 September 2008
29 November 2008
Gambar 5. Perubahan dinamika korelatif harga-harga saham di Bursa Efek Indonesia pada masa guncangan ekonomi pada tahun 2008.
Perubahan besar dari aspek korelatif harga-harga saham terjadi menjelang, pada saat, dan pasca terjadinya guncangan dalam sistem keuangan. Hal ini divisualisasikan dalam tampilan gambar
HALAMAN 6
5. Gambaran dinamika korelatif harga-harga saham berubah banyak sebelum, saat, dan setelah krisis terjadi. Demikianlah berbagai informasi yang bisa kita dapatkan melalui MarketScope dalam komponen pemetaan dinamika korelatifnya. Namun MarketScope juga diperlengkapi dengan Pemetaan Kausalitas dari perubahan harga-harga saham tersebut. Dua hal yang berkorelasi belum tentu mengindikasikan adanya hubungan sebab-akibat (kausalitas). Melalui Peta Kausal perubahan harga-harga saham tersebut, pola korelatif yang digambarkan pada komponen pertama MarketScope “dipertegas” dengan pola kausalitas yang mungkin dideteksi.
Arsitektur Proses “MarketScope” MarketScope merangkum pola komputasional yang didapatkan melalui berbagai modul-modul penelitian ekonofisika. Proses yang dilakukan hingga akhirnya memuculkan visualisasi sebagaimana yang terlihat dalam client application MarketScope ditunjukkan pada gambar 6. Data harga-harga yang masuk ke dalam server diolah sedemikian sehingga server melakukan pengecekan atas berbagai rutin-rutin histori harga-harga saham dan jenis-jenis saham tertentu yang akan diolah pada modul komputasi selanjutnya, mulai dari time window hingga return dari time series data, serta berbagai uji statistik yang diperlukan. Data yang terfilter kemudian masuk ke dalam proses detrending untuk membuang informasi-informasi yang secara statistik dianggap tidak informatif. Data olahan inilah yang kemudian masuk ke dalam modul komputasi yang memproses aspek korelatif dan aspek kausal dari dinamika harga-harga. Ringkas ikhtisar metodologi, pemetaan korelatif diperoleh melalui transformasi aspek korelasi silang ( ( m1 , m2 ) ) atas dua . saham m1 dan m2,
( m1 , m2 )
m1m2 m1 m2 m12 m2
2
m2 2 m1
2
Matriks korelatif yang dihasilkan dipetakan ke dalam matriks jarak keterhubungan antar saham dalam ruang khusus euklidean, yaitu sebagai jarak dalam ruang ultrametrik,
ultrametric (m1 , m2 ) 2 1 ( m1 , m2 ) Matriks ruang ultrametrik ini kemudian dilanjutkan dengan proses transformasi matriks jarak menjadi matriks jarak pohon dengan panjang bentangan minimum yang kemudian masuk ke dalam modul komputasi selanjutnya.
HALAMAN 7
Pemetaan Jejaring Korelatif dan Kaualitas
Basis Data
Data
Seleksi Data
Proses detrending data
nama saham peta korelatif
uji kausasi intersaham
matriks kausasi
peta kausal
sampel korelasi
nama saham
sampel kausasi
Data Visualisasi
matriks jarak
Gambar 6. Diagram alir proses-proses modular komputasi dari MarketScope
Secara paralel, data harga-harga saham juga diolah untuk mencari pola kausasi yang berhasil dideteksi dalam histori harga-harga saham tersebut. Secara ringkas, hal ini dilakukan dengan mendeteksi sejauh mana data saham 𝒴(𝑡) selalu disusul oleh saham 𝒳(𝑡), relatif terhadap pola naik turun harga saham 𝒵(𝑡). Besaran tersebut menjadi masukan untuk besaran entropi (ukuran ketakberturan) dari saham 𝒳(𝑡) yang dilihat memiliki sifat diskrit multivariat atas nilai-nilai yang mungkin 𝑥 ∈ {𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛 }, 𝐻(𝒳(𝑡)) = − ∑𝑛𝑖=1 𝑝(𝑥) ln 𝑝(𝑥𝑖 ) di mana, 𝑝 adalah fungsi kepadatan probabilistik dari 𝒳.
HALAMAN 8
Pola kausal dideteksi dengan melihat sejauh mana perubahan harga 𝒴(𝑡) dikatakan menyebabkan perubahan harga 𝒳(𝑡), atau sejauh mana informasi dari harga saham 𝒴(𝑡) “membantu” memprediksi harga saham 𝒳(𝑡). Matriks kausalitas diperoleh dengan mengkalkulasi definisi matematika, 1
𝜎(∈1 )
2
𝜎(∈2 )
𝒯𝑌(𝑡)→𝑋(𝑡)|𝑍(𝑡) = ln
di mana ∈1 dan ∈2 masing-masing merupakan residu pola regresi dari relasi-relasi antara 𝒴(𝑡), 𝒳(𝑡), dan saham 𝒵(𝑡). Matrik-matriks ini kemudian disimpan ke dalam basis data internet yang kemudian diakses melalui client service dari MarketScope yang dibentuk dalam pemrograman multi-platform Cordova Crosswalk.
Judul Halaman Tanggal Data
Lanskap Peta Korelatif dan Kausal
Tombol untuk menyegarkan data Tombol-tombol Menu
Ke Lanskap Peta Kausal Memilih observasi berdasarkan tanggal
Bantuan dan selintas deksripsi tampilan
Tentang aplikasi
HALAMAN 9
Gambar 7. Antarmuka dari client-service MarketScope.
Antarmuka client-service “MarketScope” Tampilan dari antarmuka client-service dari MarketScope ditunjukkan dalam gambar 7. Desain tampilan adalah seminimalis mungkin dengan sebagian besar layar client adalah berupa kanvas pemetaan pola korelatif dan pola kausal dari MarketScope. MarketScope client-service disediakan untuk pengguna gawai elektronis berlayar sentuh, seperti produk-produk Apple Inc. berbasis sistem operasi iOS, dan berbagai gawai elektronis bersistem operasi Android. Gestur interaksi sentuh dengan MarketScope ditunjukkan pada gambar 8.
Gestur sentuh untuk menggeser-geser layar demi melihat pola keterkaitan pergerakan harga di pasar modal
Gestur dua jari untuk zoom in dan zoom out dari jejaring dinamika hargaharga saham.
Gunakan gestur sentuh pada satu titik nama saham untuk melihat keterkaitannya dengan harga-harga saham lainnya.
Gambar 8. Gestur layar sentuh yang di-support dalam MarketScope client-service.
Pengembangan Lanjut Berbagai pengembangan lanjut dari perangkat lunak ini tentunya akan mengikuti perkembangan beberapa hal, meliputi: o o
penggunaan dari sistem MarketScope secara keseluruhan, baik di level server maupun di level client. penelitian lanjut dalam tajuk ekonofisika di lingkungan Bandung Fe Institute, the Center for Complexity in Surya University, dan atau kolaborasi-kolaborasi penelitian dan development yang dilakukan selanjutnya.
Penutup Dari uraian pada bagian sebelumnya, kita dapat menulis ikhtisar point-point dari kegunaan potensial dari pemetaan observasi yang dapat diperoleh melalui MarketScope, yaitu:
HALAMAN 10
Mengetahui pola gerak harga-harga saham satu sama lain. Suatu harga saham yang terhubung dekat tentu cenderung memiliki kemiripan pola naik/turun. Memperoleh informasi perilaku harga-harga saham murni dari aspek dan informasi fundamental, saham mana yang cenderung: o pola umum saham-saham yang tergolong menjadi “jangkar” pergerakan harga dan yang menjadi “pengikut” secara korelatif pergerakan harganya. o lebih tinggi (secara relatif) pola likuiditasnya. Mendapatkan insight pola dinamis dari situasi sistem keuangan dari perilaku dinamika naik turunnya harga secara historis, yang dapat memperkuat berbagai informasi fundamental atas sistem keuangan secara umum, termasuk ikhwal di luar sistem keuangan itu sendiri, seperti sosial, politik, dan ekonomi secara umum. Mendapatkan gambaran umum pola kausalitas yang paling mungkin pergerakan hargaharga secara historis.
Kerja Yang Disebutkan [1]
Mantegna, R. M. & Stanley, H. E. (2000). An Introduction to Econophysics. Cambridge UP.
[2]
Surya, Y., Situngkir, H., Hariadi, Y. dan Suroso, R. (2004). Aplikasi Fisika dalam Analisis Keuangan: Mekanika Statistika Interaksi Agen. Sumber Daya MIPA.
[3]
Roehner, B. M. (2002). Patterns of Speculation: A Study in Observational Econophysics. Cambridge UP.
[4]
Situngkir, H. & Surya, Y. (2005). "On Stock Market Dynamics through Ultrametricity of Minimum Spanning Tree". BFI Working Paper Series WPH2005. Bandung Fe Institute.
[5]
Situngkir, H. (2015). "On Capturing the Spreading Dynamics over Trading Prices in the Market". BFI Working Paper Series WP-4-2015. Bandung Fe Institute.
[6]
Situngkir, H., Hariadi, Y., & Surya, Y. (2005). Antara Saham Likuid dan Tak Likuid di Bursa Efek Jakarta: Perspektif Mekanika Statistika. BFI Working Paper Series WPD2005.
[7]
Onnela, J-P., Chakraborti, A., Kaski, K., Kert´esz, J., and Kanto, A. (2003). ”Dynamics of Market Correlations: Taxonomy and Portfolio Analysis”. Physical Review E 68:056110.
HALAMAN 11