ADA HUBUNGAN ANTARA SIKAP DAN PRAKTIK TERHADAP PENGENDALIAN KADAR GULA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELITUS DI PUSKESMAS KEDUNGWUNI II KECAMATAN KEDUNGWUNI KABUPATEN PEKALONGAN
Manuscript
Oleh Teguh Anggoro G2A 209084
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2011
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Manuscript dengan judul
Ada Hubungan Antara Sikap dan Praktik Terhadap Pengendalian Kadar Gula Darah pada Penderita Diabetes Melitus di Puskesmas Kedungwuni II Kecamatan Kedungwuni Kabupaten pekalongan
Telah diperiksa dan disetujui untuk dipublikasikan
Semarang,
April 2011
Pembimbing I
Tri Hartiti, SKM., M.Kes
Pembimbing II
Ns. Machmudah, M.Kep
2
Sikap dan praktik pengendalian kadar gula darah pada penderita diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas Kedungwuni II Kabupaten Pekalongan. Teguh Anggoro Abstrak Diabetes melitus merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dicegah dan dikendalikan melalui pengelolaan diabetes melitus adalah perencanaan makanan, latihan jasmani, obat hipoglikemik dan penyuluhan. Berhasil tidaknya pengelolaan diabetes tergantung dari penderita itu sendiri. Apabila tidak melaksanakan disiplin pengendalian dengan baik maka kadar gula darah selalu tinggi dan akan menimbulkan berbagai macam komplikasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara sikap dan praktik terhadap pengendalian kadar gula darah di wilayah Puskesmas Kedungwuni II Kabupaten Pekalongan. Jenis penelitian ini menggunakan diskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner pada 45 responden yang menderita diabetes melitus di wilayah Puskesmas Kedungwuni II Kabupaten Pekalongan. Normalitas data uji dengan menggunakan uji kolmogorof smirnov, karena semua datanya berdistribusi tidak normal maka uji korelasinya menggunakan korelasi sperman rank. Dari 45 responden tingkat sikap penderita diabetes melitus nilai rata – ratanya sebesar 40.51 sedangkan nilai rata – rata praktik sebesar 3.73 serta pengendalian kadar gula darah nilai rata – rata sebesar 170.24, sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara tingkat sikap terhadap pengendalian kadar gula darah juga ada hubungan antara praktik terhadap pengendalian kadar gula darah. Diharapkan ada penelitian lebih lanjut terutama pada perilaku petugas atau educator dalam menangani diabetes melitus dan pengendalian kadar gula darah sehingga dapat bekerjasama dengan petugas lain maupun pelayanan secara individu. Kata kunci : Sikap dan praktik terhadap pengendalian kadar gula darah.
3
Attitude and controlling practice with command hemoglobin on dengue vctim in public health Kedungwuni II the residence of Pekalongan Teguh Anggoro Abstrak Dengue was not able to be recovered but it can be prevented and controlled by management dengue that is planning meal, exercise, hypoglycaemic medicine and illumination. The success of the control depends on the victim. When raise and it can effect some complications. This research has to know the relation between level of attitude and controlling practice with command hemoglobin in public health Kedungwuni II the residence of Pekalongan. This research used correlation descriptive designed by cross sectional approach. The collecting dates by questioner for 45 respondents victims dengue in public health Kedungwuni II the residence of Pekalongan. the not normality data test by kolmogorof smirnov, because of the dates distributed normally so the correlation test by sperman rank. From 45 respondents the level Attitude of dengue victim the average value is 40.51 mean while the average practice as 3.73 command hemoglobin on dengue value is 170.24, so it can be concluded that there is a relation significant between the level of attitude with the controlling practice command hemoglobin. Do hope is a continous research, especially about the factor that influence the patients of diabetes mellitus in relation with control practice of hemoglobin. Key words : attitude and practice with controlling command hemoglobin
4
Keberhasilan upaya pembangunan kesehatan dapat diukur dengan menurunkan angka kesakitan, angka kematian umum dan bayi, serta meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH). Pada tahun 2000 harapan hidup meningkat menjadi 9,37 % dan diperkirakan tahun 2010 proporsi tersebut akan meningkat menjadi 12 %. Peningkatan umur harapan hidup akan menambah jumlah usia lanjut (usila) yang akan berdampak pada pergeseran pola penyakit di masyarakat dari penyakit infeksi ke penyakit degenerasi provalensi penyakit menular mengalami penurunan, sedangkan penyakit tidak menular cenderung mengalami peningkatan (Dinas Kesehatan, 2008) Diabetes melitus merupakan kelaianan yang bersifat kronik yang ditandai oleh gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak yang diikuti oleh komplikasi mikrovaskuler. Pada akhir-akhir ini diabetes melitus makin banyak menarik perhatian karena prevalensinya yang semakin meningkat. Prevalensi penyakit diabetes melitus di Indonesia menurut penelitian berkisar 1,5-2.3 % dari penduduk diatas usia 15 tahun. Pada tahun 2010, diperkirakan jumlah penderita diabetes melitus di dunia akan mencapai 306 juta jiwa. Di Indonesia dengan prevalensi diabetes melitus sebesar 4 % dan penduduk berusia 20 tahun akan mencapai 178 juta (PERKENI, 2006) Diabetes melitus merupakan penyakit kronik yang tidak dapat disembuhkan, tetapi sangat potensial untuk dapat dicegah dan dikendalikan melalui pengelolaan diabetes melitus. Pilar utama pengelolaan diabetes melitus adalah perencanaan makanan, latihan jasmani, obat hipoglikemik dan penyuluhan. Diabetes melitus juga merupakan penyakit yang berhubungan gaya hidup, oleh karena itu berhasil tidaknya pengelolaan diabetes melitus sangat tergantung dari pasien itu sendiri, dalam mengubah perilakunya, sehingga dapat mengendalikan kondisi penyakitnya dengan menjaga agar kadar glukosa darahnya dapat tetap terkendali (Wijono, 2003). Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi dan dapat timbul secara berlahan-lahan, sehingga penderita tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi 5
lebih banyak, buang air kecil atau pun berat badan yang menurun. Gejala-gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut pergi ke dokter untuk memeriksakan kadar glukosa darahnya (Pratiwi, 2007). Untuk mengetahui kualitas pengendalian diabetes melitus biasanya dilakukan pengukuran kadar gula darah, baik dirumah maupun dilaboratorium. Pemeriksaan laboratorium dalam hubungannya dengan pengendalian diabetes melitus upaya untuk memperbaiki serta menjaga kualitas hidup. Pengendalian diabetes melitus memerlukan suatu syarat yang bisa mencerminkan kualitas kontrol metabolisme gula untuk jangka waktu yang lebih lama, karena kadar gula darah dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu makanan, kegiatan olahraga yang dilakukan dan obat antidiabetika oral, sedangkan pengukuran kadar gula darah merupakan kadar sesaat (pada saat diukur saja) (Vitahealth, 2004). Hasil penelitian dari Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) menunjukkan bahwa pengendalian DM yang baik dapat mengurangi koplikasi kronik DM antara 20-30%. Penelitian tingkat kepatuhan pasien DM terhadap pengelolaan DM, didapati 80% diantaranya menyuntik insulin dengan cara yang tidak tepat,58% memakai dosis yang salah, dan 75% tidak mengikuti diet yang dianjurkan. Ketidakpatuhan ini selalu menjadi hambatan untuk tercapainya usaha pengendalian DM sehingga mengakibatkan pasien memerlukan pemeriksaan atau pengobatan yang sebenarnya tidak diperlukan. (Sains Kesehatan, 2003) Berbagai penelitian menunjukan bahwa kepatuhan pasien kepada regimen yang diberikan oleh dokter pada pengobatan penyakit yang bersifat kronik, umumnya rendah. Penelitian terhadap penderite diabetes, mendapatkan 80 % diantaranya menyuntik insulin tidak tepat, 58 % memakai dosis yang salah, dan 75 % tidak mengikuti diet yang dianjurkan. Ketidakpatuhan ini merupakan salah satu hambatan untuk tercapainya tujuan pengobatan (Endang Basuki, 2009) Pengawasan dan pengendalian diabetes melitus yang baik akan menghasilkan kondisi metabolisme yang terpantau, yang akan memperpanjang hidup dan memperbaiki kualitasnya dan juga dapat mencegah dan meminimalkan terjadinya komplikasi. Hasil penelitian Pekajangan Diabetic Study (PDS). Menunjukkan 6
bahwa terjadinya diabetes melitus Di Desa Pekajangan Kecamatan Kedungwuni sebesar 61,1 % karena membawa faktor genetik, (perkawinan antar keluarga dekat) dan pola makan tradisional yang kental dengan kehidupan sosial budaya dan gaya hidup yang kebarat-baratan, untuk itu langkah yang dilakukan untuk pencegahan dengan
pengendalian pola hidup dan menghindari makanan
tradisional dengan indek glikemik tinggi dan lemak jenuh (Djokomoeljanto, Suhartono, Setiawan & Darmono 2003). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan tahun 2010 penderita diabetes melitus di Puskesmas Kedungwuni 2 pada bulan Januari sampai Juni sebanyak 45 orang. Pada usia di atas 50 tahun ada 13 responden mempunyai sikap negatif dalam pengelolaan Diabetes Melitus. Green (1991) dikutip dalam Notoatmodjo (2003) menganalisa perilaku manusia dari tingkat kesehatan dikatakn bahwa kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor perilaku (behavior course) dan faktor non perilaku (non behavior course). Perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu (1) Faktor dasar atau predisposisi (predisposing faktor), Faktor ini mencakup pengetahuan, sikap, kebiasaan, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai sosial dan unsure-unsur lain yang terdapat dalam diri individu, masyarakat dan faktor-faktor demografi (umur, jenis kelamin; (2) Faktor pemungkin (Enabling faktor), yaitu faktor yang memungkinkan perilaku, faktor ini meliputi ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan, ketercapaian sarana dan ketrampilan saran dan ketersediaan waktu; (3) Faktor penguat (Reinforcing faktor). yaitu faktor yang memperkuat atau mendorong terjadinya suatu perilaku. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk mewujudkan sikap untuk menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas. Sikap penderita diabetes melitus yang positif terhadap praktek pengendalian kadar gula darah diperlukan faktor pendukung (Notoatmodjo, 2003). Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2003).
7
Mengubah sikap penderita diabetes melitus bukan pekerjaan yang mudah, bahkan lebih sulit daripada meningkatkan pengetahuan. Sikap yang tidak mendukung perilaku yang diharapkan, tentunya akan menghambat dilaksanakannya perilaku tersebut. Semakin positip sikap responden terhadap pengelolaan diabetes melitus semakin terkendali kadar gula darahnya dan responden yang mempunyai sikap negatif terhadap pengelolaan diabetes melitus mempunyai resiko kadar gula darahnya tidak terkendali 2,58 kali dibanding dengan responden yang mempunyai pengetahuan yang tinggi (Soegondo, 2009).
METODOLOGI Desain penelitian ini adalah deskriptif korelatif dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian ini adalah penderita diabetes melitus yang ada di wilayah Puskesmas Kedungwuni II yang melakukan pemeriksaan kadar gula darah. Pada bulan November 2010 sampai Desember 2010 jumlah penderita diabetes melitus 45 orang. Pengambilan sampel menggunakan total sampling. Alat pengumpul data menggunakan kuesioner. Analisis data menggunakan uji korelasi sperman rank.
HASIL Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden (53,4%) berusia 41-50 tahun dan sebagian kecil responden (4,4%) berusia 20-30 tahun. Sebagian besar responden (55,6%) berpendidikan dasar dan sebagian kecil responden (4,4%) berpendidikan tinggi. Sebagian besar responden (57,8%) bekerja sebagai wiraswasta/ pedagang dan sebagian kecil responden (2,2%) bekerja sebagai PNS. Hasil penelitian terhadap sikap pengendalian kadar gula darah menunjukkan bahwa sebagian besar (53,3%) bersikap positif dan sebagian kecil (46,7%) bersikap negatif (tabel 1). Hasil penelitian terhadap praktik pengendalian kadar gula darah diketahui sebagian besar responden (77,8%) mempunyai praktik positif dan sebagian kecil responden (22,2%) praktik negatif (tabel 2). Hasil penelitian terhadap kadar gula darah diketahui bahwa sebagian besar responden (68,9%) mempunyai kadar gula 8
darah kurang baik dan sebagian kecil responden (31,1%) mempunyai kadar gula darah baik. Hasil korelasi spearman rank diketahui value sebesar 0,014 < 0,05, berati ada hubungan antara sikap pengendalian kadar gula darah dengan kadar gula darah penderita diabetes mellitus. Hasil korelasi spearman rank diperoleh nilai r s sebesar -0,363. Hal ini berarti antara hubungan sikap pengendalian kadar gula darah dengan kadar gula darah terdapat hubungan yang sedang, dengan arah hubungan negatif atau berbanding terbalik yang berarti semakin baik sikap pengendalian kadar gula darah maka semakin rendah kadar gula darah (semakin baik kadar gula darah). Hasil korelasi spearman rank diketahui value sebesar 0,040 < 0,05, berati ada hubungan antara praktik pengendalian kadar gula darah dengan kadar gula darah penderita diabetes mellitus. Hasil korelasi spearman rank diperoleh nilai r s sebesar -0,307. Hal ini berarti antara hubungan praktik pengendalian kadar gula darah dengan kadar gula darah terdapat hubungan yang sedang, dengan arah hubungan negatif atau berbanding terbalik yang berarti semakin baik praktik pengendalian kadar gula darah maka semakin rendah kadar gula darah (semakin baik kadar gula darah). Tabel 1 Distribusi Frekuensi Sikap Pengendalian Kadar Gula Darah pada Penderita Diabetes Melitus di Puskesmas Kedungwuni II Kabupaten Pekalongan, Tahun 2011 Sikap Pengendalian Kadar Gula Darah Positif Negatif Total
Frekuensi
Persentase (%)
21 24 45
46,7 53,3 100 %
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Praktik Pengendalian Kadar Gula Darah pada Penderita Diabetes Melitus di Puskesmas Kedungwuni II Kabupaten Pekalongan Praktik Pengendalian Kadar Gula Darah Positif Negatif Total
9
Frekuensi
Persentase (%)
10 35 45
22,2 77,8 100 %
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Kadar Gula Darah pada Penderita Diabetes Melitus di Puskesmas Kedungwuni II Kabupaten Pekalongan Kadar Gula Darah
Frekuensi 14 0 31 45
Baik Sedang Kurang Total
Persentase (%) 31,1 0 68,9 100 %
PEMBAHASAN Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2003). Sikap positif responden ditunjukkan dengan respon yang baik terhadap pengendalian kadar gula darah seperti melakukan diet, olah raga dan meminum obat secara teratur. Sikap positif responden kemungkinan disebabkan informasi tentang pengendalian kadar gula darah yang baik dan membentuk sehingga membentuk sikap yang positif. Sikap positif responden dalam pengendalian kadar gula darah memudahkan responden untuk mengendalikan kadar gula darah. Hasil penelitian ini sesuai dengan (Soegondo, 2009) yang menyatakan bahwa sikap yang tidak mendukung perilaku yang diharapkan, tentunya akan menghambat dilaksanakannya perilaku tersebut. Semakin positif sikap responden terhadap pengelolaan diabetes melitus semakin terkendali kadar gula darahnya dan responden yang mempunyai sikap negatif terhadap pengelolaan diabetes melitus mempunyai resiko kadar gula darahnya tidak terkendali 2,58 kali dibanding dengan responden yang mempunyai yang tinggi. Setelah seseorang mengetahui stimulus atau obyek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktikkan apa yang diketahui atau disikapinya. Praktik mempunyai beberapa tingkatan (Notoatmodjo, 2003). Praktik kadar gula darah yang positif tentu dapat mengendalikan kadar gula darah, sehingga dapat meminimalisir komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit diabetes mellitus.
10
Praktik pengendalian kadar gula darah yang baik kemungkinan disebabkan tingkatan praktik responden telah mencapai pada tingkatan mekanisme. Hal ini sesuai dengan Notoatmodjo (2003) yang menyatakan tingkatan praktik mekanisme adalah apaila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara ototomatis atau sesuaru itu sudah merupakan kebiasaan. Kadar gula darah (blood sugar levels),
menjaga kadar gula darah dengan
mengubah gaya hidup merupakan salah satu faktor penting dalam mengontrol diabetes. Hal ini karena tubuh kekurangan insulin yang berperan mengatur gula darah (baik karena tubuh tidak bisa memproduksi atau memproduksi dalam jumlah kurang). Insulin bekerja mengolah gula dan glukosa dari makanan yang dikonsumsi dan mengubahnya menjadi energi yang bisa digunakan tubuh. Jika tidak diproses, glukosa akan akan tetap berada di dalam darah, sehingga meningkatkan kadar gula darah. Kondisi ini sangat berbahaya karena sebagian organ kelaparan kekurangan gula dan sebagian organ lain rusak karena terlalu banyak gula. Kadar gula yang tidak terkontrol seperti ini bisa merusak mata, syaraf, ginjal dan pembuluh darah. Batas gula darah yang normal dibedakan atas dua kondisi, puasa atau sesudah makan. Untuk kondisi puasa (tidak mendapat asupan kalori 8-10 jam sebelumnya), batasnya adalah 100 mg/dL. Sedangkan untuk kondisi sesudah makan atau sewaktu makan, batasnya adalah 140 mg/dL. Lewat dari salah satu ketentuan tersebut, seharusnya masuk pada prediabetes (Soegondo, 2009). Hasil penelitian hubungan antara sikap pengendalian kadar gula darah dengan kadar gula darah penderita diabetes mellitus. Diperoleh value sebesar 0,014 < 0,05, berati ada hubungan antara sikap pengendalian kadar gula darah dengan kadar gula darah penderita diabetes mellitus. Hasil korelasi spearman rank diperoleh nilai r s sebesar -0,363. Hal ini berarti antara hubungan sikap pengendalian kadar gula darah dengan kadar gula darah terdapat hubungan yang sedang, dengan arah hubungan negatif yang berarti semakin baik sikap pengendalian kadar gula darah maka semakin kecil kadar gula darah (semakin baik kadar gula darah).
11
Hasil penelitian ini sesuai teori Notoatmodjo (2003) yang menyatakan bahwa setelah seseorang mengetahui stimulus atau obyek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktikkan apa yang diketahui atau disikapinya (Notoatmodjo, 2003). Sikap responden yang positif dalam pengendalian kadar gula darah akan membentuk praktik yang positif pula sehingga dapat mengendalikan kadar gula darah. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Sudargo dkk (2003) yang menyatakan terdapat hubungan antara sikap pengendalian kadar gula darah dengan kadar gula darah penderita diabetes melitus. Hasil penelitian hubungan antara praktik pengendalian kadar gula darah dengan kadar gula darah penderita diabetes mellitus. Hasil korelasi spearman rank diketahui value sebesar 0,040 < 0,05, berati ada hubungan antara praktik pengendalian kadar gula darah dengan kadar gula darah penderita diabetes mellitus. Hasil korelasi spearman rank diperoleh nilai r s sebesar -0,307. Hal ini berarti antara hubungan praktik pengendalian kadar gula darah dengan kadar gula darah terdapat hubungan yang sedang, dengan arah hubungan negatif yang berarti semakin baik praktik pengendalian kadar gula darah maka semakin kecil kadar gula darah (semakin baik kadar gula darah). Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Green (1991) dalam Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa perilaku manusia dari tingkat kesehatan dikatakan bahwa kesehatan seseorang atau masyarakat salah satunya dipengaruhi oleh faktor predisposisi yang terdiri dari pengetahuan, sikap, kebiasaan, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai sosial dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam diri individu, masyarakat dan faktor-faktor demografi. Praktik pengendalian kadar gula darah termasuk dalam faktor predisposisi terbentuknya perilaku kesehatan, sehingga responden dapat meningkatkan derajat kesehatan yang lebih baik. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Krisnu Ardi Suharjanto (2004) yang menyatakan ada hubungan antara praktik pengendalian gula darah dengan kondisi gula darah penderita diabetes mellitus.
12
PENUTUP Hasil penelitian diketahui sikap pengendalian kadar gula darah sebagian besar (53,3%) adalah positif. Praktik pengendalian kadar gula darah diketahui sebagian besar (77,8%) adalah positif. Ada hubungan antara sikap pengendalian kadar gula darah dengan kadar gula darah penderita diabetes mellitus dengan ρ value sebesar 0,014 dan korelasi sperman rank sebesar -0,363, yang berarti antara sikap pengendalian kadar gula darah dengan kadar gula darah penderita diabetes mellitus adalah sedang. Semakin baik sikap pengendalian kadar gula darah maka semakin rendah kadar gula darah. Ada hubungan antara praktik pengendalian kadar gula darah dengan kadar gula darah penderita diabetes mellitus dengan ρ value sebesar 0,040 dan korelasi sperman rank sebesar -0,307, yang berarti antara praktik pengendalian kadar gula darah dengan kadar gula darah penderita diabetes mellitus adalah sedang. Semakin baik praktik pengendalian kadar gula darah maka semakin rendah kadar gula darah. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka untuk membantu pengendalian kadar gula darah penderita diabetes mellitus disarankan kepada perawat secara terusmenerus memberikan informasi tentang pentingnya pengendalian kadar gula darah pada penderita diabetes melitus, sehingga diharapkan terbentuk sikap positif dan praktik yang positif dalam pengendalian kadar gula darah. Sedangkan bagi penderita diabetes melitus sebaiknya mencari informasi sebaik-baiknya tentang pengedalian kadar gula darah dan melakukan praktik pengendalian kadar gula darah sesuai dengan petunjuk kesehatan. Masyarakat sebaiknya mencari informasi dan pengetahuan khususnya penderita diabetes melitus di Puskesmas Kedungwuni II Kabupaten Pekalongan dan masyarakat di wilayah lain pada umumnya. Tentang pentingnya pengendalian kadar gula darah pada penderita diabetes melitus
13
1
Teguh Anggoro : Mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan Fikkes Universitas Muhammadiyah Semarang. 2
Tri Hartiti, SKM., M.Kes : Dosen Fikkes Universitas Muhammadiyah Semarang. 3
Ns. Machmudah, M.Kep : Dosen Fikkes Universitas Muhammadiyah Semarang.
KEPUSTAKAAN Vita Health. (2004) Diabetes. Jakarta : PT. Grameia Pustaka Utama.
Djokomoeljanto, Suhartono, AT.ALL/ dkk. (2003) Prevalensi Sindroma Metabolik pada Pekajangan Diabetes Study. Jurnal Pertemuan Limiah Tahunan IV endokrin. Hal 144 – 151. Yogyakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Bandung : Rineka Cipta.
14