LAPORAN KASUS POLIKLINIK GIGI DAN MULUT
MANIFESTASI ORAL GINGIVITIS DAN CHEILITIS PADA PASIEN GIZI BURUK
Oleh: Vievien Widyaningtyas
101611101039
Pembimbing
: drg. Andi Nur Fadila
NIP
: 197302102003122003
POLIKLINIK GIGI DAN MULUT RUMAH SAKIT DAERAH KALISAT MEI, 2015
LAPORAN KASUS POLIKLINIK GIGI DAN MULUT A. Identitas Nama
: An, M. Andi
Umur
: 9 tahun
Jenis Kelamin
: laki-laki
Agama
: Islam
Suku/Bangsa
: Madura / Indonesia
Alamat
: Bulus, Ledokombo. Jember
B. Anamnesa Keluhan utama
: pasien mengeluhkan gusi gigi depan atas berdarah
Riwayat penyakit
:
6 september 2014
Pasien datang dengan keluhan gusi berdarah terus menerus karena trauma pada gigi belakang kiri dan ingin mengkonsultasikan pada dokter gigi. Keadaan umum pasien lemah, dan dalam keadaan demam.
19 Mei 2015
Kebersihan rongga mulut sangat buruk. Pasien datang kembali dengan keluhan gusi masih sering berdarah pada gigi depan atas dan ingin mengkonsultasikan keadaan tersebut. Keadaan umum baik. Kebersihan rongga mulut tidak seburuk datang pertama kali.
C. Pemeriksaan Obyektif
a. Ekstraoral
: Bibir terlihat kering dan pecah-pecah putih dan terdapat luka pada bibir bawah
b. intraoral
: gingiva gigi anterior atas dan bawah kemerahan serta interdental papila membulat, terdapat debris pada daerah margin gigi anterior atas dan bawah.
D. Pemeriksaan Penunjang: 6 september 2014, pemeriksaan laboratorium hematologi Hemoglobin
: 10,5
[L 13,4-17,7 ; P 11,4 – 15,1 / dl]
Laju Endap Darah
: 25
[L 2-15 ; P 2-20 mm/jam]
Leukosit
: 14.730
[4000-11000 Cmm]
Hematokrit
: 33%
[L 0,40-0,47 ; P 0,38-0,42]
Trombosit
: 478.000
[ 150.000-350.000]
19 Mei 2015, keadaan umum pasien baik, tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.
E. Diagnosa: Gingivitis + Ceilitis pada bibir bawah F. Penatalaksanaan di poliklinik Gigi dan Mulut -scaling dengan hati-hati -pemberian betadine -medikasi 6 September 2014
Amoxicilin 3x1 Metronidazole 3x1 Dexametason 2x1
19 Mei 2015
Mefinal 2x1 Vitamin
Pembahasan Nutrisi adalah senyawa atau unsur-unsur kimia yang terkandung dalam makanan dan diperlukan untuk metabolisme di dalam tubuh secara normal. Zat gizi ini kita dapat dari bahan makanan. Sedangkan makanan adalah bahan selain obat yang mengandung zat-zat gizi atau unsur-unsur kimia yang dapat berguna bila dimasukkan ke dalam tubuh. Nutrisi atau zat gizi memiliki peranan penting dalam memelihara kesehatan tubuh pada umumnya, dan kesehatan rongga mulut pada khususnya. Nutrisi mempengaruhi kesehatan mulut dalam banyak hal. Misalnya, berpengaruh pada perkembangan cranio-wajah, kanker mulut dan penyakit menular mulut. Nutrisi juga penting peranannya dalam setiap tahap tumbuh kembang gigi dan dalam menjaga keseimbangan lingkungan mulut yang dihubungkan dengan kesehatan gigi. Nutrisi untuk pertumbuhan optimal gigi sama dengan nutrisi yang diperlukan tubuh karena masa pertumbuhan gigi sejalan dengan masa pertumbuhan tubuh secara keseluruhan. Nutrisi penting untuk kalsifikasi optimal gigi sulung, sedangkan nutrisi pada masa balita dan anak-anak penting untuk pertumbuhan gigi tetap. Meningkatnya masalah gizi, tentunya berdampak pula pada peningkatan prevalensi penyakit gigi dan mulut yang dapat mengakibatkan bertambah buruknya masalah gizi tersebut. Mengetahui hubungan antara nutrisi yang didapat dan kesehatan gigi dan mulut menjadi penting karena seringkali terdapat karakteristik yang khas dari berbagai jaringan dalam rongga mulut yang lebih sensitif terhadap defisiensi nutrisi, sehingga apabila tubuh mengalami defisiensi nutrisi seringkali jaringan dalam rongga mulutlah yang pertama kali memperlihatkan efek defisiensi nutrisi tersebut. (Moyers 1988).
A. Gingivitis 1. Definisi Gingivitis merupakan proses peradangan didalam jaringan periodonsium yang terbatas pada gingiva, yang disebabkan oleh mikroorganisme yaang membentuk suatu koloni serta membentuk plak gigi yang melekat pada tepi gingival tanpa merusak tulang (Carranza dan Newman, 1996; Jenkins dan Allan, 1999).
Gingivitis adalah peradangan gingiva. Pada kondisi ini tidak terjadi kehilangan perlekatan. Pada pemeriksaan klinis terdapat gambaran kemerahan di margin gingiva, pembengkakan dengan tingkat yang bervariasi, perdarahan saat probing dengan tekanan ringan dan perubahan bentuk gingiva. Peradangan gingiva tidak disertai rasa sakit (Carranza dan Newman, 1996; Jenkins dan Allan, 1999).
Peradangan gingiva disebabkan oleh faktor
plak maupun non-plak.
Namun peradangan gingiva tidak selalu disebabkan oleh akumulasi plak pada permukaan gigi, dan peradangan gingiva yang tidak disebabkan oleh plak sering memperlihatkan gambaran klinis yang khas. Gingivitis mengalami perubahan warna gusi mulai dari kemerahan sampai merah kebiruan, sesuai dengan bertambahnya
proses peradangan yang terus-menerus. Keadaan ini dapat
disebabkan beberapa penyebab, seperti infeksi bakteri spesifik, infeksi virus atau jamur yang tidak berhubungan dengan peradangan gingiva yang berhubungan dengan plak dan peradangan gingiva karena faktor genetik. Umumnya setiap individu mengalami peradangan gusi dengan keparahan dan keberadaannya yang sangat bervariasi sesuai dengan umur, jenis kelamin, status sosial ekonomi, tingkat pendidikan, dan lain sebagainya (Forrester dkk, 1981; Mathewson dan Primosch, 1995). Alergi dan trauma merupakan contoh lain dari peradangan gingiva yang tidak disebabkan oleh faktor non-plak. Peradangan gingiva yang tidak disebabkan oleh faktor non-plak sangat relevan, penyebab lesi secara umum merupakan
sample penting untuk memahami variasi dari reaksi jaringan yang terdapat pada periodontium. Selain faktor plak dan non-plak peradangan gingiva juga disebabkan oleh karena gangguan sistemik dengan perdarahan spontan atau setelah teriritasi. Perdarahannya eksesif dan sulit dikontrol. Adapula karena penggunaan obat tertentu, alergi, terapi radiasi, siklus menstruasi, dan genetik. Keparahan peradangan gingiva akan terus berlanjut akibat penumpukan plak, apabila kebersihan rongga mulut tidak dipelihara. Pada gingiva yang mengalami perdarahan, persentase jaringan ikat yang terkena radang adalah lebih besar, tetapi epitelnya lebih sedikit dan lebih tipis bila dibandingkan dengan gingiva yang tidak mengalami perdarahan. Ini berarti terjadinya perdarahan pada gingiva adalah sejalan dengan perubahan histopatologis yang terjadi pada jaringan ikat periodonsium. Penderita gingivitis jarang merasakan nyeri atau sakit sehingga hal ini menjadi alasan utama gingivitis kronis kurang mendapat perhatian. Rasa sakit merupakan salah satu simptom yang membedakan antara gingivitis kronis dengan gingivitis akut (Riyanti, 2008). Beberapa penelitian menyebutkan prevalensi gingivitis pada anak-anak semakin meningkat dengan pertambahan usia yaitu 8% pada anak usia 4-6 tahun, 28% pada usia 6-15 tahun, 50% pada usia 6-12 tahun, dan 75% pada usia 5-14 tahun (Mathewson dan Primosch, 1995). Hasil penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan tahun 1984 menunjukkan persentase penderita gingivitis yang cukup tinggi, yaitu kelompok usia 8 tahun mencapai 57,79 sampai 62,79%, kelompok usia 14 tahun mencapai 62,19- 68,90% (Riyanti, 2008). Penyakit gingivitis kronis merupakan suatu penyakit gusi yang timbul secara perlahan-lahan dalam waktu yang lama. Apabila hal ini terus dibiarkan tanpa perawatan yang baik dan benar, maka dapat menimbulkan periodontitis (Hoag dan Pawlak, 1990; Manson dan Eley, 1993).
2. Faktor Predisposisi Gingivitis
Faktor Lokal Peradangan gingiva oleh karena faktor lokal adalah termasuk jenis
anatomi dan perkembangan gigi, karies, faktor iatrogenik, gigi malposisi, bernapas melalui mulut, overhanging, gigitiruan sebagian, kurangnya attached gingiva, dan resesi. Gigi berjejal merupakan keadaan dimana letak gigi berdesak-desakan dalam rongga mulut karna rahang yang kecil sehingga tidak cukup menampung gigi, atau sebaliknya ukuran gigi yang terlalu besar sehingga posisi gigi menjadi berdesakan atau berjejal. Kondisi dimana gigi berdesakan merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya gingivitis pada anak-anak. Sisa makanan yang tersangkut pada gigi yang berjejal mengakibatkan sulitnya saliva membersihkan sisa makan tersebut. Apabila penyikatan gigi tidak dilakukan dengan baik dan benar maka sisa makanan tersebut mengakibatkan terjadinya penmpikan plak yang berlebihan yang bila dibiarkan terlalu lama akan menyebabkan terjadinya gingivitis. Terabaikannya kebersihan gigi dan mulut menyebabkan terjadinya akumulasi plak. Plak adalah lapisan tipis yang melekat erat dipermukaan gigi serta mengandung kumpulan bakteri. Plak ini tidak berwarna, oleh karena itu tidak dapat terlihat dengan jelas. Selain itu gingivitis sangat dipengaruhi oleh banyak hal, seperti pengetahuan seseorang untuk melakukan upaya menjaga kebersihan mulutnya, social ekonomi untuk mendukung alat yang digunakan dalam upaya menjaga kebersihan mulut dan juga kebiasaan buruk yang dimiliki seseorang. Peradangan yang tergolong kronis ataupun rekuren dipicu oleh trauma mekanis seperti dari penyikatan gigi, menusuk gigi dan menggigit makanan keras, seperti apel. Keparahan perdarahan bergantung pada intensitas peradangan. Dinding pembuluh darah berkontraksi, aliran darah berkurang, trombosit darah melekat pada tepi jaringan, dan fibrous terbentuk mengalami kontraksi dan menyebabkan tepi gingiva mengalami peradangan. Perdarahan pada gingiva disebabkan oleh peradangan dan dapat terjadi secara spontan pada gingiva. Laserasi gingiva oleh karena bulu sikat gigi selama penyikatan gigi secara agresif dapat menyebabkan perdarahan gingiva bahkan pada kondisi tanpa adanya penyakit gingiva. Sensasi
terbakar pada gingiva dari makanan panas atau kimia juga dapat meningkatkan perdarahan pada gingival (Anitasari, 2005). Perubahan Sistemik. Pada beberapa gangguan sistemik, perdarahan gingiva terjadi secara spontan setelah iritasi. Kondisi tersebut akibat perdarahan abnormal pada kulit, organ internal, dan jaringan lain, termasuk mukosa rongga mulut. Pengaruh terapi, kontrasepsi oral, kehamilan, dan siklus menstruasi juga dilaporkan sebagai faktor yang mempengaruhi perdarahan pada gingiva. Beberapa medikasi juga telah ditemukan memiliki pengaruh negatif pada gingiva. Sebagai contoh, antikonvulsan, antihipertensi berupa calcium channel blocker, dan obat imunosupresan diketahui menyebabkan pembesaran gingiva yang dapat menyebabkan perdarahan gingiva sekunder. Faktor Hormon Perubahan hormon seksual berlangsung semasa pubertas dan kehamilan, keadaan ini dapat menimbulkan perubahan jaringan gingiva yang merubah respons terhadap produk-produk plak. Pada masa pubertas insidensi peradangan gingiva mencapai puncaknya dan perubahan ini tetap terjadi walaupun kontrol plak tetap tidak berubah. Plak dapat menyebabkan peradangan yang hebat pada masa pubertas yang diikuti dengan pembengkakan gingiva dan perdarahan. Bila masa pubertas sudah lewat, peradangan cenderung reda dengan sendirinya tetapi tidak dapat hilang kecuali bila dilakukan pengkontrolan plak yang adekut. Faktor Nutrisi Kekurangan gizi memiliki dampak yang besar, salah satunya gangguan kesehatan. WHO memperkirakan bahwa anak- anak yang kekurangan gizi sejumlah 181,9 juta (32%) di Negara yang sedang berkembang. Di Asia Selatan bagian tengah dan Afrika Timur, kira- kira setengah dari anak- anak mempunyai kemunduran pertumbuhan, dibandingkan dengan umurnya. Penyebab utama lamanya penurunan prevalensi ialah karena rendahnya kesadaran masyarakat terhadap upaya perbaikan gizi. Masalah gizi terjadi di setiap siklus kehidupan, dimulai sejak dalam kandungan (janin), bayi, anak, dewasa dan usia lanjut. Periode dua tahun pertama kehidupan merupakan masa kritis, karena pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Gangguan gizi
yang terjadi pada periode ini bersifat permanen, tidak dapat dipulihkan walapun kebutuhan gizi pada masa selanjutnya terpenuhi (Suaibah, 2006). Anak usia sekolah adalah investasi bangsa karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Kualitas sumber daya manusia bangsa di masa depan ditentukan oleh anak- anak saat ini. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dilakukan sejak dini, sistematis dan berkesinambungan. Tumbuh kembangnya anak usia sekolah yang optimal tergantung pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar. Dalam masa tumbuh kembang tersebut pemberian nutrisi atau asupan makanan pada anak tidak selalu dapat dilaksanakan dengan sempurna. Sering timbul masalah terutama dalam pemberian makanan yang tidak benar dan menyimpang. Penyimpangan ini mengakibatkan gangguan pada banyak organ dan sistem tubuh anak. Kekurangan gizi merupakan penyebab terjadinya manifestasi rongga mulut pada anak. Kekurangan vitamin B-2 (riboflavin), vitamin
B-3
(niacin),
Vitamin
B-6
(pyridoxine),
atau
vitamin
B-12
(cyanocobalamin) dan kekurangan zat besi dapat menyebabkan seorang anak mengalami cheilitis (Suaibah, 2006). Peradangan gingiva karena malnutrisi ditandai dengan gingiva tampak bengkak, berwarna merah terang karena defisiensi vitamin C. Kekurangan vitamin C mempengaruhi fungsi imun sehingga menurunkan kemampuan inang melindungi diri dari produk-produk seluler tubuh berupa radikal oksigen. 3. Patogenesa Patogenesis penyakit periodontal dibagi menjadi 4 tahap:
Lesi Awal
Bakteri adalah penyebab utama dari penyakit periodontal, namun pada tahap ini hanya menyerang jaringan dalam batas normal dan hanya berpenetrasi superfisial. Bakteri plak memproduksi beberapa faktor yang dapat meyerang jaringan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan cara merangsang reaksi imun dan inflamasi. Plak yang terakumulasi secara terus menerus khususnya diregio interdental yang terlindung mengakibat inflamasi yang
cenderung dimulai pada daerah papila interdental dan meneyebar dari daerah ini ke sekitar leher gigi. Perubahan terlihat pertama kali di sekitar pembuluh darah gingiva yang kecil, disebelah apikal dari epitelium jungtion. Pembuluh ini mulai bocor dan kolagen perivaskular mulai menghilang, digantikan dengan beberapa sel inflamasi, sel plasma dan limfosit-terutama limfosit T-cairan jaringan dan protein serum. Disini terlihat peningkatan migrasi leukosit melalui epitelium fungsional dan eksudat dari cairan jaringan leher gingiva. Selain meningkatnya aliran eksudat cairan dan PMN, tidak terlihat adanya tandatanda klinis dari perubahan jaringan pada tahap penyakit ini.
Gingivitis Dini
Bila deposit plak masih tetap ada, perubahan inflamasi tahap awal akan berlanjut disertai dengan meningkatnya aliran cairan gingiva dan migrasi PMN. Perubahan yang terjadi baik pada epithekium jungtion maupun pada epithelium krevikular merupakan tanda dari pemisahan sel dan beberapa proleferasi dari sel basal. Fibroblas mulai berdegenerasi dan bundel kolagen dari kelompok serabut dentogingiva pecah sehingga seal dari cuff marginal gingiva menjadi lemah. Pada keadaan ini terlihat peningkatan jumlah sel-sel inflmasi, 75 % diantaranya terdiri dari limfosit. Juga terlihat beberapa sel plasa dan magrofag. Pada tahap ini tanda-tanda klinis dari inflamasi makin jelas terlihat. Papila interdental menjadi lebih merah dan bangkak serta mudah berdarah pada saat penyondean.
Gingivitis tahap lanjut
Dalam waktu 2-3 minggu, akan terbentuk gingivitis yang lebih parah lagi. Perubahan mikroskopik terlihat terus berlanjut, pada tahap ini sel-sel plasa terlighat mendominasi. Limfosit masih tetap ada dan jumlah makrofag meningkat. Pada tahap ini sel mast juga ditemukan. Imunoglobulin, terutama IgG ditemukan di daerah epithelium dan jaringan Ikat. Gingiva sekarang berwarna merah, bengkak dan mudah berdarah. Dengan bertambah parahnya
kerusakan kolagen dan pembengkakan inflmasi, tepi gingiva dapat dengan mudah dilepas dari permukaan gigi, memperbesar kemungkinan ternetuknya poket gingiva atau poket Palsu (‘false pocket’). Bila oedem inflamasi dan pembengkakan gingiva cukup besar, maka poket gingiva biasanya juga cukup dalam. Pada tahap ini sudah terjadi degenerasi sel-sel epitelium jungtion dan beberapa berproliferasi dari lapisan basal ke jaringan ikat di bawahnya, namun pada tahapan ini belum terlihat adanya mugrasi sel-sel epithelial dalam jumlah besar ke permukaan akar. Bila inflamasi sudah menyebar disepanjang serabut transeptal, maka akan terlihat adanya resorbsi puncak tulang alveolar. Resorbsi ini bersifat reversibel terutama dalam hubungannya dengan pemulihan inflamasi. Salah satu tanda penting dri penyakit ini adalah tidak ditemukannya bakteri pada epithelium maupun pada jaringan ikat. Karena jaringan fibrosa rusak pada daerah inflamsi aktif, pada beberapa daerah agak jauh terlihat adanya proliferasi jaringan fibrosa dan pembentukan pembuluih darah baru. Aktivitas pemulihan yang produktif ibni merupakan karekteristrik yang sangat penting dari lesi kronis dan pada keadaan iritasi serta inflamasi jangka panjang, elemen jaringan fibrosa akan menjadi komponen utama dari perubahan jaringan. Jadi, kerusakan dan perbaikan berlangsung bergantian dan proporsi dari tiap-tiap proses ini akan mempengaruhi warna dan bentuk gingiva. Bila inflamsi dominan, jaringan akan berwarna merah, lunak dan mudah berdarah;bila produksi jaringan fibrosa yang dominan, gingiva akan menjadi keras dan berwarna merah muda walaupun bengkak perdarahan kurng , bahkan tidak ada.
Periodontitis:
Bila iritasi plak dan inflamsi terus berlanjut, integritas dari epithelium jungtion akan semakin rusak. Sel-sel epithelial akan berdegenarasi dan terpisah, perlekatannya pada permukaan gigi akan terlepas sama sekali. Pada saat bersamaan, epithelium jungtion akan berproliferasi ke jaringan ikat dan ke bawah pada permukaan akar bila serabut dentogingiva dan serabut puncak
tulang alveolar rusak. Migrasi ke apikal dari epithelium jungtion akan terus berlangsung dan epithelium ini akan terlepas dari permukaan gigi, membentuk poket periodontal atau poket asli. Keadaan ini tampaknya merupakan perubahan Irreversibel. Bila poket periodontal sudah terbentuk plak berkontak dengan sementum. Jaringan ikat akan menjadi oedem; pembuluh darah terdilatasi dan trombosis dinding pembuluh pecah disertai dengan timbulnya perdarahan ke jaringan sekitarnya. Disini terlihat infiltrat inflamasi yang besar dari sel-sel plasam, limfosit dan magrofag. IgG merupakan imunoglobulin yang dominan tetapi beberapa IgM dan IgA juga dapat di temukan disini. Epitelium dinding poket mungkin tetap utuh atau terulserasi. Disini tidak terlihat adanya perbedaan karena produk-produk plak berdifusi melalui epitelium. Aliran cairan jaringan dan imigrasi dari PMN akan berlanjut dan agaknya aliran cairan jaringan ini ikut membantu meningkatkan deposisi kalkulus subgingiva. Penyebaran inflamasi ke puncak tulang alveolar. Ditandai dengan adanya infiltrasi sel-sel ke ruang-ruang trabekula, daerahdaerah resorbsi tulang dan bertambah besarnya ruang trabekula. Ada kecenderungan resorbsi tulang di imbangi oleh deposisi yang semakin menjauhi daerah inflamasi. Sehingga tulang akan diremodelling, namun tetap mengalami kerusakan. Resorbsi tulang dimulai dari daerah interproksimal menjadi lebar misalnya atara gigi-gigi molar, suatu krater interdental akan terbentuk dan kemudian bila proses resorbsi makin berlanjut, resorbsi akan meluas ke lateral, sehingga semua daerah puncak tulang alveolar akan teresorbsi.
4. Tatalaksana Perawatan utama yang dilakukan terhadap gingivitis kronis pada anak yaitu menghilangkan faktor etiololgi serta faktor lokal, pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut dengan sebaik mungkin serta melakukan tindakan profilaksis. Perawatan harus segera dilakukan karena bila tidak maka akan berlanjut menjadi periodontitis.
1. Perawatan gingivitis marginalis kronis. Oleh karena gingivitis jenis ini banyak disebabkan oleh iritasi lokal yaitu plak, kalkulus, materia alba, karies, bakteri oral, dan gabungan deposit terkalsifikasi dan non kalsifikasi, maka dapat dilakukan dengan cara menghilangkan faktorfaktor lokal dan instruksi kepada pasien untuk menjaga kebersihan mulut, dan nasehat diet. Menurut Fedi et al (2000) ada beberapa prinsip fundamental yang dapat diterapkan pada setiap pasien yaitu antara lain: berikan instruksi secara sederhana dan mudah dipahami, jangan memberi instruksi/materi terlampau banyak dalam satu waktu, selalu berikan semangat kepada pasien, lakukan pengawasan yang berkesinambungan, dan bersikap fleksibel. Menurut Carranza dan Newman (2002) alat-alat dan bahan-bahan yang dapat digunakan untuk melakukan prosedur pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut yang efektif antara lain: sikat gigi, benang gigi, tusuk gigi, sikat gigi interdental, semprotan air, dentifrice . Adapun cara-caranya dapat dilalakukan dengan kontrol plak, menyikat gigi, dental flossing, berkumur-kumur, dan kontrol kimia. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan hanya melakukan plak kontrol tanpa disertai dengan perawatan periodik lanjutan dapat mencegah terjadinya gingivitis dalam jangka waktu yang lama. Penghilngan kalkulus supragingival pada gingivitis dapat menggunakan scaler manual maupun ultrasonik. Keberhasilan perawatan ditentukan melalui evaluasi jaringan periodontal selama perawatan dan selama fase pemeliharaan (maintenance phase). Penggunaan antibakteri topikal untuk mengurangi bakteri plak pada beberapa pasien menunjukkan hasil yang baik dalam mencegah dan merawat gingivitis kronis meskipun pada beberapa kasus efek yang dihasilkan sangatlah minimal. Menurut American Dental Association (ADA) bahan-bahan yang digunakan untuk perawatan gingivitis hendaklah mempu mengurangi plak dan efektif mengurangi inflamasi gusi kurang lebih 6 bulan, selain itu harus aman dan tidak memiliki efek samping. Adapun bahan-bahan dasar yang direkomendasikan adalah thymol, menthol, eucalyptol, dan metil salisilat. Bahan aktif lainnya yang dapat digunakan adalah klorheksidin diglukonat dan triklosan.
Apabila faktor lokal sudah dihilangkan namun gingivitis masih tetap ada, maka perlu dilakukan pemeriksaan sistemik seperti pemeriksaan diabetes, kehamilan, dan lain-lain. Meskipun demikian tindakan plak kontrol tetap harus dilakukan agar gingivitis tidak semakin parah (Paul, 2001). 2. Perawatan eruption gingivitis. Akan hilang apabila posisi oklusi telah normal. Apabila ringan tidak membutuhkan perawatan hanya dengan meningkatkan kebersihan mulut. Bila menjadi lebih berat menimbulkan sakit dan dapat berkembang menjadi perikoronitis atau abses perikoronal. Perikoronitis yang disertai dengan pembengkakan nodus limfatikus sebaiknya dilakukan perawatan dengan terapi antibiotik (McDonald dan Avery, 2004; Pinkham, 2005). 3. Perawatan gingivitis pada gigi karies dan loose teeth (eksfoliasi parsial). Oleh karena bersifat reversibel maka perawatan terhadap gingivitis pada gigi karies yaitu dengan cara merestorasi kavitas gigi tersebut sedangkan pada eksfoliasi parsial sebaiknya dengan cara menghilangkan bagian yang tajam atau bila diperlukan dapat dilakuka pencabutan gigi. 4. Perawatan gingivitis pada maloklusi dan malposisi gigi. Pada perawatan gingivitis akibat maloklusi perawatan ortodonti adalah tindakan pertama yang harus dilakukan. Pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut terutama penyikatan gigi yang benar merupakan langkah selanjutnya yang harus dilakukan. Adapun teknik penyikatan yang baik adalah harus sederhana, tepat, efisien, dan dapat membersihkan semua permukaan gigi dan gusi, terutama saku gusi dan interdental, teknik menyikat gigi harus sistematik agar tidak ada gigi yang terlewati, gerakan sikat gigi tidak boleh menyebabkan kerusakan jaringan gusi atau abrasi pada gigi, menyikat gigi sebaiknya dilakukan minimal dua kali sehari yaitu pada pagi hari sesudah makan dan malam hari sebelum tidur dengan menggunakan sikat gigi khusus bagi pasien yang sedang dirawat ortodonti (Manson dan Eley, 1995).
5. Perawatan gingivitis pada mucogingival problems. Pada pasien dengan gingival enlargement akibat pemberian obat-obatan tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan modifikasi topografi jaringan melalui bedah rekonturing. Tindakan pasca pembedahan dengan melakukan reseksi jaringan sangatlah diperlukan. Keuntungan dilakukannya pembedahan adalah mencegah terjadinya proliferasi jaringan selama fase pasca pembedahan (Paul, 2001). 6. Perawatan gingivitis karena resesi gusi lokalisata. Langkah awal pada perawatan ini adalah untuk mengidentifikasi faktor etiologi dan predisposisi. Banyak kasus resesi yang dapat dicegah dengan memberikan instruksi dan motivasi pada pasien dengan teknik menyikat gigi yang baik, sehingga menghasilkan kontrol plak yang baik (Koch dkk, 1991; Newman dkk, 2002). Peneliti lain menunjukkan bahwa perawatan gingivits secara lokal dapat dikombinasikan dengan pemberian beberapa suplemen baik yang bersifat mineral maupun herbal seperti tercantum pada tabel berikut ini (Tabel 1). Tabel 1. Suplemen Nutrisi Asam Folat (hanya dikumur-kumur)* Vitamin C (diberikan bila kekurangan)* Coenzim Q 10** Vitamin C plus flavonoids**
Herbal Bloodroot + zinc (pasta gigi)** Obat kumur yang berisi sage oli, peppermint oil, menthol, chamomile tincture, expressed juice from echinacea, myrrh tincture, clove oi, and caraway oil** Chamomile*** Echinacea***
Calcium*** Flavonoids*** Asam Folat (dalam bentuk pil)*** Sumber : Healthnotes, 2004 Keterangan : *Sudah dibuktikan melalui penelitian-penelitian dan terbukti memberikan keuntungan bagikesehatan. **Terbukti pada penelitian pendahuluan masih perlu dilakukan penelitian lanjutan. ***Pada kelompok herbal data didukung berdasarkan pengobatan tradisional belum disertaiatau masih minimal dalam penelitian ilmiah.
B. Cheilitis 1. Definisi dan Etiologi Cheilitis merupakan lesi yang ditandai dengan keretakan atau fisur pada bibir. Cheilitis adalah suatu peradangan pada bibir, biasanya menyebabkan pengelupasan, bibir pecah-pecah, dan bengkak. Ada berbagai alasan mengapa cheilitis terjadi. Hal ini dapat disebabkan oleh infeksi jamur atau infeksi bakteri atau virus, dan malnutrisi atau kekurangan gizi. cheilitis bisa terjadi pada anak dikarenakan kekurangan gizi. Kekurangan gizi memiliki dampak yang besar, salah satunya gangguan kesehatan. Banyak kondisi dan faktor yang dapat menyebabkan cheilitis, kronis ataupun sementara, termasuk paparan matahari berlebih, kekurangan gizi, alergi, obat-obatan, dehidrasi, makanan, dan penyakit sistemik tertentu. Cheilitis sementara biasanya tidak membutuhkan intervensi medis. Pengobatan untuk cheilitis kronis bergantung pada penyebab yang mendasari (Khairina, 2012). Gejala Bibir pecah-pecah (cheilitis) adalah bibir yang terlihat kering, bersisik, dan mungkin memiliki satu atau lebih retakan (fissure). Seringnya, bibir menjadi lebih sensitif, dan kemungkinan ada atau tidak ada kemerahan (erythema) dan pembengkakan (edema). Retinoid (isotretinoin dan acitretin) merupakan penyebab induksi obat yang paling sering untuk bibir pecah-pecah (Khairina, 2012).
Terapi Pemberian terapi cheilitis didasarkan pada etiologi yang mendasarinya. Jika disebabkan malnutrisi atau defisiensi vitamin tertentu maka terapinya dapat diberikan vitamin. Cheilitis kemungkinan juga disebabkan oleh deficiency vitamin B-2 (riboflavin), vitamin B-3 (niacin), vitamin B-6 (pyridoxine), or vitamin B-12 (cyanocobalamin), deficienci besi (Suaibah, 2006).
American Academy of Dermatology menjelaskan bahwa kurangnya kelenjar minyak pada bibir menjadikan kulit rentan terkena episode sementara dari kekeringan dan peradangan. Lip balm melindungi bibir dari efek kekeringan akibat angin, udara kering, makanan bergaram, pernapasan mulut, dan kebiasaan menjilat bibir. Lip balm dengan sunscreen memberikan manfaat tambahan dalam melindungi bibir dari paparan matahari berlebih, meskipun tidak akan menyelesaikan bentuk kronis dari cheilitis. Paparan matahari kronis, seperti pada mereka yang sering bekerja di luar ruangan, dapat menyebabkan perubahan peradangan di bibir bawah yang dikenal sebagai actinik cheilitis atau solar cheilitis. Tanda-tanda dan gejala dari actinic cheilitis dapat meliputi penipisan kulit bibir, pembengkakan, kemerahan, kelembutan, borok pada bibir, terkelupas, hilangnya garis pada pinggir bibir dan sekitar mulut, bercak-bercak putih dan area kulit pucat atau menguning. Actinic cheilitis merupakan kondisi pra-kanker, yang mana dapat menyebabkan karsinoma sel skuamosa jika dibiarkan begitu saja. Dokter biasanya menggunakan terapi laser untuk menghancurkan luka kulit pra-kanker akibat actinic cheilitis. Skin Cancer Foundation mencatat bahwa mereka yang mengambil blood thinner mendapatkan manfaat dari tidak adanya pendarahan terkait pengobatan laser dibandingkan dengan intervensi bedah. Melindungi bibir dari paparan matahari dengan lip balm yang mengandung sunscreen atau topi untuk menaungi wajah akan membantu mencegah timbulnya kembali actinic cheilitis. Obat topikal 5-fluorouracil merupakan obat kemoterapi yang diterapkan pada bibir sebagai pengobatan untuk actinic cheilitis. Dalam surat tahun 2008 kepada editor yang dipublikasikan dalam American Family Physician, Dr. George Larios dan koleganya melaporkan bahwa topikal 5-fluorouracil tetap menjadi pilihan pengobatan yang lebih disukai untuk pasien dengan beberapa luka tipis terkait actinic cheilitis. Bentuk pengobatan ini mencegah penodaan potensial yang dapat diakibatkan oleh jenis terapi yang lebih agresif (Khairina, 2012) .
Daftar Pustaka Andlaw, R. J., Rock, W. P. 1992. Perawatan Gigi Anak (A manual of Paedodontics). Alih bahasa; drg. Agus D. Editor : drg. Lilian Yuwono. 2 nd ed. Jakarta : Widya Medika.
Anitasari S. Hubungan frekuensi menyikatan gigi terhadap tingkat kebersihan gigi dan mulut siswa-siswi sekolah dasar negeri di Kecamatan Palara Kotamadya Samarindah Propinsi Kalimantan Timur. Dentika Dental Journal ;2005:10: 22-7. Carranza, F. A., Newman, M. G. 2002. Clinical Periodontology. 10 th ed. Tokyo: W. B. Saunders Company.
Forrester, D. J., dkk. 1981. Pediatric Dental Medicine. Philadelphia: Lea & Febiger. Hoag, P.M., Pawlak, E. A. 1990. Essentials of Periodontics. Toronto: The C. V. Mosby Company. Jenkins, E., dkk. 1999. Periodontics: A Synopsis. New Delhi: Wright.
Khairina, Natasha Ghassani. 2012. Hubungan Status Gizi Berdasarkan Indeks Antropometri dengan Terjadinya Angular Cheilitis pada Anak Usia 6-12 Tahun di Lima Pondok Pesantren Di Kabupaten Jember. Universitas Jember; Jember Manson, J. D., Eley, B. M.; 1993. Buku Ajar Periodonti (Outline of Periodontics). Alih bahasa: drg. Anastasia S. Editor: drg. Susianti K. 2 nd ed. Jakarta: Hipokrates. Mathewson, R. J., Primosch, R. E. 1995. Fundamentals of Pediatric Dentistry. 3 rd ed. USA: Quintessence Publishing Company Inc. McDonald, R. E., Avery, D. R. 2004. Dentistry for The Child and Adolescent. 9 th ed. Toronto: The C. V. Mosby Company.
Newman, MG dkk. 2006. Carranza’s Clinical Periodontology. Tenth edition. St Louis : Saunders Elsevier Paul, S. R. 2001. Treatment of Plaque Induced Gingivitis, Chronic Periodontitis, and Other Clinical Conditions. Dalam The Pathogenesis of Periodontal Diseases and Diagnosis of Periodontal Diseases . J Periodontol 72: 1790-1800. Pinkham, J. R. 2005. Pediatric Dentistry Infancy Infancy Through Adolescence. 4 th ed. Tokyo: W. B. Saunders Company.
Suaibah L. Hubungan status gizi dengan terjadinya keilitis angularis pada anak usia 6-12 tahun di enam panti asuhan di kota madya Medan. Dentika dent J, Vol 11, No. 2, 2006: 117-121