Mandiri dengan Lol Buatan Sendiri
131
132
LANGKAH STRATEGIS DAN KEBIJAKAN TEROBOSAN
BAB IX
Mandiri dengan Loi Buatan Sendiri
Mandiri dengan Lol Buatan Sendiri
K
133
etika krisis ekonomi menerjang Indonesia pada tahun 1997, ditandai dengan hancurnya nilai tukar rupiah terhadap US$, dari semula sekitar Rp 2.800/ US$ menjadi di atas Rp 15.000/US$, muncul wacana untuk meminta bantuan kepada Dana Moneter International (IMF). Tujuannya tak lain untuk membantu stabilitas rupiah yang setiap hari terus tergerus nilainya terhadap valuta asing. Ketika itu, mayoritas ekonom Indonesia, terutama yang menjadi pejabat pada masa Orde Baru dan kalangan akademik yang terkait dengan ekonom Orde Baru, sangat pro dengan kedatangan IMF. Bahkan banyak dari mereka yang mendewa-dewakan kehebatan IMF. Tokoh ekonom yang menjadi darling IMF adalah Widjojo Nitisastro, yang memberi nasihat kepada Presiden Soeharto agar mengundang IMF untuk menyelesaikan krisis moneter di Indonesia. Di belakang Widjojo berderet ekonom Mafia Berkeley, termasuk beberapa ekonom muda yang aktif mengajar di Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Indonesia – ketika itu statusnya masih “pengamat ekonomi”. Salah satu ekonom yang sangat kritis terhadap peranan 133
134
LANGKAH STRATEGIS DAN KEBIJAKAN TEROBOSAN
Rizal Ramli bersama Robert E. Rubin, Mentri Keuangan Amerika era Presiden Clinton. Foto, Koleksi Pribadi
IMF adalah Rizal Ramli. Maklum, dia banyak mempelajari pengalaman kegagalan program IMF di banyak negara seperti Amerika Latin, Afrika dan Philipina. Menurut Rizal Ramli: “IMF hanya sukses di negaranegara dalam tahap awal pembangunan ekonomi, seperti Indonesia pada tahun 1960-an atau negara-negara yang skala ekonominya kecil. Pada kasus negara-negara yang pembagunan ekonominya sudah pada tahap lanjut dan skala ekonominya besar, seperti Meksiko, Brazil, Argentina, keterlibatan IMF justru semakin memperburuk kondisi ekonomi negara yang bersangkutan
Mandiri dengan Lol Buatan Sendiri
135
dan semakin menjerumuskan mereka ke dalam perangkap utang (debt trap)”. Pada 7 Oktober 1997, Rizal Ramli diundang untuk menghadiri pertemuan dan diskusi terbatas dengan Managing Director IMF Michel Camdessus. Camdessus ingin mendapatkan masukan tentang rencana keterlibatan IMF dalam penanganan krisis moneter Indonesia. Setelah pertemuan di Hotel Borobudur tersebut, Michel Camdessus langsung bertemu Presiden Soeharto di istana. Keesokan harinya, 8 Oktober 1997, Rizal Ramli menulis artikel yang menolak program IMF di Indonesia, yang dimuat banyak media massa (lihat box Neokolonialisme Baru?). Namun keberatan Rizal Ramli itu diabaikan. Pemerintah, yang diwakili Menteri Keuangan Marie Muhammad dan Gubernur BI Sudradjad Djiwandono tetap menandatangani Letter of Intent (LoI) yang pertama dengan IMF. Bahkan atas saran Mafia Berkeley yang dipimpin Widjojo, pada bulan Januari 1998 Presiden Soeharto menandatangani sendiri letter of intent (LoI), disaksikan Managing Director IMF, Michel Camdessus (lihat foto halaman 81). Padahal penandatangan perjanjian dengan IMF oleh Presiden nyaris tidak pernah terjadi, karena biasanya yang tanda tangan cukup Menteri Keuangan dan/atau Gubernur Bank Sentral. Tetapi Mafia Berkeley sengaja membujuk agar Presiden Soeharto yang menandatangani agar mereka di kemudian hari bisa “cuci tangan”.
136
LANGKAH STRATEGIS DAN KEBIJAKAN TEROBOSAN
Neokolonialisme Baru? ECONIT’s Public Policy Review (stop press edition) (Tanggal 8 Oktober 1997) SARAN UNTUK MEMINTA BANTUAN IMF: ” PENJERUMUSAN ATAU KETIDAK TAHUAN” ? ...Jelas pemberi saran-saran tersebut tidak memiliki pemahaman yang memadai terhadap berbagai kasus mancanegara yang pernah meminta bantuan IMF. Mereka tidak menyadari bahwa bantuan IMF tersebut mempunyai dampak negatif yang sangat luas, dalam bentuk penurunan pertumbuhan ekonomi yang sangat drastis, penurunan daya beli masyarakat dan konsumsi, dan peningkatan kemiskinan. IMF bukanlah “Dewa Penyelamat”, tetapi “Dewa Amputasi” yang akan melakukan amputasi di ruang gawat darurat dan kemudian memaksa si penderita melakukan diet yang ketat dengan konsekuensi berjangka panjang. Padahal seharusnya pasien tersebut tidak perlu diamputasi!... ... Penggunaan pinjaman IMF untuk menyelesaikan masalah ketidakmampuan penghutang Indonesia dalam membayar hutang tersebut justru hanya akan menguntungkan pihak kreditor dari lembaga-lembaga keuangan internasional. Sementara, dalam jangka panjang rakyat Indonesialah yang harus membayar pinjaman IMF tersebut dalam bentuk kontraksi aggregate demand dalam negeri yang berlebihan...
Mandiri dengan Lol Buatan Sendiri
137
... Dalam kaitan tersebut, menjadi pertanyaan: ”Saransaran untuk menerima IMF tersebut sebenarnya berpihak kepada kreditor luar negeri atau kepada kepentingan masyarakat Indonesia?” Kontraksi moneter jelas akan membantu menyelamatkan sejumlah kreditor dari kerugian akan tetapi kontraksi tersebut akan mempunyai dampak yang luas terhadap penurunan daya beli masyarakat, pergeseran pola kepemilikan assets diantara berbagai kelompok di masyarat dan akan mempercepat laju ‘penggusuran ekonomis’ golongan pengusaha menengah dan lemah... ...Jika kita kaji kondisi Indonesia saat ini (Minggu kedua Oktober 1997), Indonesia sebetulnya masih dalam awal tahap tiga. Masih banyak langkah dan cara yang dapat digunakan untuk menyelesaikan krisis ini tanpa meminta bantuan IMF... misalnya dengan meminta meminta kepada corporate borrowers yang tidak di-hedged untuk melakukan queueing... ... pemerintah sebenarnya dapat membantu dengan membentuk komite negosiasi yang terdiri dari kalangan swasta, untuk mengusahakan agar pinjaman-pinjaman tersebut dikonversikan menjadi equity (debt to equity conversion/ swap). Dengan cara debt to equity swap ini, maka masalah (i) pinjaman swasta yang berlebihan (overleverage) dapat dikurangi, (ii) struktur modal perusahaan dapat lebih kuat...
138
LANGKAH STRATEGIS DAN KEBIJAKAN TEROBOSAN
Seperti terlihat dalam Box Neokolonialisme Baru?, Rizal Ramli pun segera menuliskan gugatannya di media massa, yang kemudian dikutip secara luas oleh media cetak di Indonesia. Ketika itu, Rizal Ramli mengungkapkan bahwa mengundang IMF justru akan menjerumuskan Indonesia ke jurang krisis yang lebih dalam. Rizal tegas menyatakan: IMF bukan “Dewa Penolong” melainkan “Dewa Amputasi”. Selain gagal menyembuhkan penyakit, dokter yang diminta tolong juga melakukan berbagai amputasi yang tidak perlu dan membebankan biaya kegagalannya kepada sang pasien. IMF telah memberikan “obat” yang salah, sehingga membuat perekonomian Indonesia makin terpuruk. Dampak dan tahapan kehancuran ekonomi Indonesia akibat keterlibatan IMF mulai terjadi pada tanggal 8 Oktober 1997, yaitu ketika Indonesia masih dalam tahapan sangat awal dari krisis moneter. Sangat menyedihkan bahwa tahap-tahap berbahaya seperti yang diperingatkan oleh Rizal Ramli tersebut hampir seluruhnya betul-betul terjadi. Keterlibatan IMF justru membuat krisis ekonomi di Indonesia semakin parah dan mendalam. Akibat salah diagnosis dan salah obat, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 1998 minus 12,8 persen. “Memang tanpa keterlibatan IMF, krisis ekonomi akan tetap terjadi. Tapi, namun skalanya relatif lebih kecil (pertumbuhan ekonomi antara minus 2% sampai 0%) pada tahun 1998.,” kata Rizal Ramli. Rizal Ramli juga menilai kebijakan yang disarankan IMF kepada Indonesia malah kerap menjerumuskan Indonesia ke krisis yang lebih parah, seperti kasus likuidasi 16 bank pada
Mandiri dengan Lol Buatan Sendiri
139
Rizal Ramli bersama Stanley Fischer Deputy Managing Director IMF, dan DR. Anwar Nasution, Deputy Gubernur Bank Indonesia. Koleksi Pribadi
bulan Oktober 1997, yang memicu rush terhadap puluhan bank besar Indonesia seperti BCA, Danamon, dll, membuat kolaps sistem perbankan nasional, dan kian menenggelamkan nilai tukar rupiah. Biaya sosial ekonomis dari krisis tersebut adalah kerusuhan sosial Mei 1998 (IMF-provoked riots). Dalam banyak kasus keterlibatan IMF di Amerika Latin dan Afrika, saran-saran IMF sering memicu demonstrasi besar-besaran, kerusuhan massal yang memakan korban jiwa, dan kejatuhan pemerintahan. Di samping itu, dalam kasus Indonesia,
140
LANGKAH STRATEGIS DAN KEBIJAKAN TEROBOSAN
keterlibatan IMF meningkatkan puluhan juta pengangguran, kebangkrutan ekonomi nasional dan swasta, biaya rekapitalisasi bank lebih dari Rp 600 triliun, serta tambahan beban utang puluhan miliar dolar yang masih terasa hingga saat ini. IMF juga memicu kerusuhan sosial melalui saran yang diberikan. Atas saran IMF, untuk memangkas subsidi BBM dan listrik, pemerintah menaikkan harga BBM pada tanggal 4 Mei 1998. Selang sehari kemudian, ribuan mahasiwa di Makassar turun ke jalan dan terjadi bakar-bakaran untuk memprotes kenaikan harga BBM. Pada hari berikutnya, aksi tersebut meluas ke Medan, Surabaya, Solo, Yogyakarta, dan puncaknya berakhir di Jakarta 12 Mei 1998. Akibat saran IMF tersebut, ratusan orang meninggal di seluruh Indonesia, ribuan luka-luka, ratusan gedung dan ribuan kendaraan hancur dan terbakar. Inilah contoh kesekian kalinya di negara berkembang, dimana terjadi kerusuhan sosial akibat saran IMF (IMF provoked riots). Sebenarnya, beberapa hari sebelum pemerintah menaikkan harga BBM, Rizal Ramli bersama dua ekonom lainnya diundang Direktur Asia Pasifik IMF, Hubert Neiss, ke kamar hotelnya di Grand Hyatt. Neiss menanyakan sikap ketiga ekonom itu terhadap rencana pemerintah menaikkan harga BBM sekitar 30%. Rizal Ramli tercenung. Dalam kondisi politik yang kian memanas, rencana kenaikan harga BBM hanya akan semakin mengobarkan amarah rakyat. “Sebagai ekonom, saya
Mandiri dengan Lol Buatan Sendiri
141
dapat memahami semua argumen kenapa harga BBM harus dinaikkan. Tapi, dalam situasi politik yang mulai panas, timing menaikkan harga BBM itu tidak tepat. Rakyat sudah sangat tertekan. Bisa muncul kerusuhan,” kata Rizal Ramli. “Anda terlalu berlebihan menilai kondisi politik di Indonesia, Mr. Ramli,” kata Hubert Neiss. Ia memaparkan, selama di Indonesia, setiap pagi dia lari di daerah miskin, di belakang Grand Hyatt sekitar Kebon Kacang, dan sering berpapasan dengan orang Indonesia. “Mereka kelihatan happy dan penuh senyum,” kata Neiss. Rizal Ramli kesal karena petinggi IMF itu sangat menyederhanakan perasaan rakyat dengan senyum yang tersungging di mulutnya. Ia menyesalkan kenapa Hubert Neiss tidak memahami bahwa orang Indonesia selalu tersenyum, apalagi jika bertemu dengan orang asing. Padahal, perut mereka sedang keroncongan. “Mr. Neiss, saya tak mau berdebat. Tapi, tolong dicatat apa yang saya katakan,” kata Rizal Ramli. Dan seperti yang diperkirakan oleh Rizal Ramli, akibat saran IMF dan kesombongan Hubert Neiss, terjadi kerusuhan yang mencapai puncaknya pada 12 Mei 1998. Menurut Rizal Ramli, “memang ada faktor-faktor politik dalam negeri dan persaingan antara faksi tentara, tetapi saran IMF adalah pemicu utama dari kerusuhan sosial Mei 1998”. Pada tahun 2001, ketika Rizal Ramli menjadi Menko Perekonomian, dia mendapat telepon dari direktur salah satu bank asing terbesar di dunia dari Hong Kong yang menyatakan keinginannya untuk datang ke Jakarta, karena mereka ingin membeli aset-aset dan perusahaan Indonesia yang har-
142
LANGKAH STRATEGIS DAN KEBIJAKAN TEROBOSAN
Rizal Ramli bersama Anoop Singh, Direktur Asia IMF, dan John Donsworth, Perwakilan IMF Indonesia. Koleksi Pribadi
ganya sudah sangat rontok (depressed assets). Sang penelepon juga mengatakan akan membawa Hubert Neiss yang telah menjadi pejabat dan penasehat utama bank tersebut di Asia. Rizal Ramli, yang hatinya masih sangat pedih akibat malapetaka Mei 1998 akibat saran-saran Hubert Neiss, mengatakan dengan nada cool kepada sang penelepon: “Sudah tentu saya akan menerima Anda dan tim. Tetapi saya menolak menerima Anda jika membawa serta Hubert Neiss, orang yang telah menghancurkan ekonomi Indonesia dan membuat nilai perusahaan dan asset Indonesia hancur... koq sekarang ingin ikut membeli dengan harga sangat murah”. direktur bank asing tersebut akhirnya datang tanpa Hubert Neiss. Dalam rangka memberikan pandangan yang lebih berim-
Mandiri dengan Lol Buatan Sendiri
143
bang tentang peranan lembaga multilateral seperti IMF dan Bank Dunia, Rizal Ramli membentuk Tim Indonesia Bangkit (TIB) bersama ekonomekonom dari think tank independen dan dari berbagai universitas terkemuka di Indonesia. TIB sangat efektif memberikan pandangan alternatif terhadap analisis dan solusi masalah ekonomi Indonesia, di luar garis Washington Consensus. TIB juga memiliki garis keberpihakan yang sangat kuat pada kepentingan rakyat dan kepentingan nasional, serta dengan tegas dan kritis menolak subordinasi kebijakan ekonomi Indonesia kepada kepentingan internasional. Dalam berbagai kesempatan dalam forum internasional dan nasional, Rizal Ramli sering mengemukakan pendapat kritisnya tentang kerusakan yang diakibatkan oleh peranan IMF di Indonesia dan perlunya dilakukan reformasi terhadap lembaga seperti IMF dan Bank Dunia. Pada presentasinya di seminar Working Group on Institutional Reform in Global Financial Governance, yang diorganisir oleh Carnegie Endowment for International Peace, Rizal Ramli berdebat langsung dengan Senior Advisor dan mantan Direktur Fiskal IMF Jack Boorman. Banyak kalangan akademik yang hadir untuk pertama kalinya mendengar langsung malpraktek IMF di Indonesia dan banyak yang akhirnya ikut mengambil sikap lebih kritis terhadap IMF. Hadir pada pertemuan tersebut, Prof. John Williamsons dari Institute for International Economics, Montek Ahluwalia (Direktur Independent Evaluation Office IMF), Ann Florini dari Brooking Institution, Nancy Bridsall (President of Center for Global Development), Gobind Nankani (Vice President Bank Dunia) dan
144
LANGKAH STRATEGIS DAN KEBIJAKAN TEROBOSAN
ahli-ahli dari Council on Foreign Relation. Rizal Ramli juga aktif dalam forum-forum Working Group tentang reformasi IMF yang diorganisir oleh Universitas Oxford, Inggris. Di dalam negeri, Rizal Ramli aktif dalam diskusi dan presentasi untuk membawa garis baru dalam kebijakan ekonomi Indonesia. Dalam Sidang Pleno “Exit Policy” di acara Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) ke-16, di Batu, Malang, pertengahan Juli 2003, yang dihadiri ratusan Sarjana Ekonomi dari seluruh Indonesia, Rizal Ramli mendapat banyak dukungan dan tepuk tangan ketika dengan nada cool mematahkan argumen dari panelis yang mewakili Bank Dunia dan IMF seperti Jack Boorman (Penasihat Direktur Pelaksana IMF), Andrew Steer (Kepala Perwakilan Bank Dunia di Jakarta), Stephen Grenville (Deputi Gubernur Bank Sentral Australia), Jesus Estanislao (Mantan Menteri Keuangan Philipina) dan Olam Chaipravat (Penasihat PM Thailand). Mitos-Mitos IMF Menurut Rizal Ramli, salah obat IMF di Indonesia dapat dilihat dari tiga tahap kebijakan sejak bulan Oktober 1997. Pada tahap pertama, kebijakan yang disarankan IMF untuk melakukan stabilisasi keuangan justru malah menciptakan destabilisasi finansial dan kebangkrutan. Ketidakstabilan tersebut terutama dipicu oleh kebijakan moneter super ketat (tight money policy). Tingkat bunga antarbank meroket dari 20% menjadi sekitar 300% pada kuartal ketiga 1997, terburuk sepanjang sejarah perekonomian Indonesia.
Mandiri dengan Lol Buatan Sendiri
145
Kebijakan moneter tersebut menciptakan liquidity crunch dalam perbankan Indonesia, karena banyak bank mengandalkan sebagian likuiditasnya dari pasar uang antarbank. Kesalahan itu dilanjutkan IMF dengan melikuidasi 16 bank tanpa persiapan yang matang pada bulan November 1997. Akibatnya, kepercayaan maasyarakat terhadap perbankan nasional menjadi runtuh dan segera memicu capital outflow sekitar US$ 5 miliar. Hal itu membuat nilai rupiah yang sudah melemah menjadi lebih anjlok lagi. Depresiasi rupiah yang tak terkendali tersebut semakin dimungkinkan setelah beberapa bulan sebelumnya (14 Agustus 1997) kurs rupiah diambangkan (free float). Pengambangan justru kian memicu capital outflow yang mendorong nilai tukar rupiah makin melemah. Akibatnya, dunia usaha menerima pukulan ganda dari anjloknya nilai tukar rupiah dan tingkat bunga supertinggi. Perusahaan-perusahaan mengalami kesulitan likuiditas, diikuti oleh kebangkrutan massal dan belasan juta pemutusan hubungan kerja (PHK). Tahap kedua adalah transformasi atau pengalihan utang swasta menjadi utang publik. Saran-saran IMF telah meningkatkan utang Pemerintah Republik Indonesia luar biasa besar, khususnya utang domestik, yang sebelum ditangani IMF, nyaris tidak ada. Sebelum krisis 1997, total utang Indonesia mencapai US$ 136 miliar yang terdiri dari utang pemerintah US$ 54 miliar dan US$ 82 miliar utang swasta. Namun pada tahun 2001, setelah melalui program rekapitalisasi dan berbagai penjualan junk bond, utang luar negeri Pemerintah Indonesia meningkat menjadi US$ 74 miliar,
146
LANGKAH STRATEGIS DAN KEBIJAKAN TEROBOSAN
ditambah utang domestik sebesar Rp 647 triliun (sekitar US$ 60 miliar). Sedangkan utang swasta setelah krisis berkurang menjadi US$ 67 miliar karena percepatan pembayaran maupun restrukturisasi utang. “Sebagai akibat dari krisis finansial dan salah obat IMF, utang Indonesia bertambah dua kali lipat selama empat tahun masa krisis,” kata Rizal Ramli. Pada tahap ketiga, berbagai akibat dari salah obat IMF mulai berdampak luas pada APBN. Untuk tahun 2005 saja, pos pembayaran utang dalam APBN sekitar Rp 160 triliun, baik untuk pembayaran utang luar negeri maupun utang dalam negeri. Anggaran untuk pembayaran utang tersebut setara dengan tiga kali gaji seluruh pegawai negeri dan TNI, atau lebih dari delapan kali anggaran untuk pendidikan. Dengan beban APBN yang sangat besar tersebut, pemerintah Indonesia dihadapkan pada pilihan teramat sulit. Untuk menurunkan defisit, terpaksa diambil berbagai kebijakan yang sangat membebani publik. Selain menaikkan pajak, tarif dasar listrik dan harga BBM, pemerintah juga “ditekan” untuk secepatnya menjual aset-aset BPPN dan BUMN dengan harga murah. Kasus BCA merupakan contoh menarik. Dengan harga penjualan sekitar Rp 5 triliun, APBN tetap akan menanggung beban bunga rekapitalisasi BCA Rp 7-8 triliun dari tahun ke tahun jika obligasi rekapnya tidak ditarik. Menurut Rizal Ramli, kebijakan mafia ekonom Orde Baru yang didukung oleh IMF dengan mengandalkan utang ketimbang investasi dalam pembangunan telah menjerat
Mandiri dengan Lol Buatan Sendiri
147
Rizal Ramli bersama Paul Volcker, mantan Ketua Federal Reserve Amerika Serikat.. Koleksi Pribadi
ekonomi Indonesia ke jebakan utang (debt trap) yang lebih dalam. Akibat resep-resep IMF yang salah dan dipaksakan kepada Indonesia, negara mengambil alih sebagian besar utang tambahan, termasuk mengambil alih beban yang seharusnya dipikul oleh sektor swasta akibat kebijakan BLBI yang mencapai Rp 144 triliun maupun rekapitalisasi perbankan. “Bahkan kasus BLBI tercatat sebagai skandal keuangan terbesar dalam sejarah ekonomi Indonesia,” kata Rizal Ramli. IMF sendiri dalam laporan internalnya tahun 1999, mengakui telah melakukan sejumlah kesalahan dalam menan-
148
LANGKAH STRATEGIS DAN KEBIJAKAN TEROBOSAN
gani krisis keuangan Asia 1997- 1998, sehingga sejumlah negara, termasuk Indonesia, harus menjalani program yang ketat. Sayangnya, kendati si pasien sudah terlanjur koma, sang dokter masih pura-pura tidak tahu, bahkan mengelak dari tanggung jawab profesionalnya. “Padahal dalam dunia kedokteran, pasien yang salah obat berhak meminta kompensasi finansial kepada dokter yang melakukan malpraktek,” kata Rizal Ramli. Meski begitu, sejumlah ekonom dan pendukung Mafia Berkeley terus menerus menghembuskan mitos untuk tetap mempertahankan ketergantungan Indonesia kepada IMF. Akibat terjerat krisis berkepanjangan, mau tidak mau perekonomian Indonesia tergantung pada IMF. Mitos pertama adalah bahwa IMF akan menarik dan meningkatkan kepercayaan investor terhadap Indonesia. Kenyataannya, setelah belasan kali Letter of Intent (LoI) dan sepuluh tahun di bawah pengawasan IMF, termasuk post program monitoring, tingkat kepercayaan investor terhadap Indonesia belum juga pulih. “Hambatan utama investasi bukan terletak pada ada atau tidaknya IMF, tetapi lebih pada ketidakstabilan politik, tiadanya penegakan hukum, prosedur pajak, dan jejaring birokrasi yang ruwet,” kata Rizal Ramli. Nah, jika hal-hal tersebut dipenuhi dan dibenahi, kepercayaan investor pasti akan meningkat tanpa perlu melibatkan IMF. Mitos kedua adalah bahwa utang kepada IMF akan segera diikuti oleh mengalir masuknya modal swasta ke Indonesia. Namun selama ini yang terjadi justru sebaliknya. Sejak sep-
Mandiri dengan Lol Buatan Sendiri
149
uluh tahun terakhir, telah terjadi decoupling antara aliran modal multilateral dengan aliran modal swasta ke Indonesia. Semakin banyak utang kepada IMF, semakin sedikit modal yang masuk. Mitos ketiga adalah bahwa IMF akan mampu menstabilkan nilai tukar rupiah. “mitos tersebut benar-benar telah menjadi bahan lelucon karena rupiah tetap gonjang-ganjing, terutama karena perubahan faktor eksternal dan dinamika politik dalam negeri,” kata Rizal Ramli. Yang terjadi justru sebaliknya, sejak Oktober 1997, setiap kali tim IMF datang ke Jakarta, nilai rupiah terus menerus merosot. Dalam kesempatan seperti itu, Bank Indonesia terpaksa melakukan intervensi puluhan juta dolar AS untuk memperkuat rupiah. Atau terpaksa mengerek naik tingkat bunga. Berbagai mitos tersebut terus didengungkan, sehingga masyarakat Indonesia terkecoh bahwa tanpa IMF Indonesia akan bangkrut dan hancur berantakan. Status Majikan-Pembantu Perlahan namun pasti, IMF dan bangsa kita sendiri membangun status majikan-pembantu. IMF adalah majikan yang harus dipatuhi segala perintah dan keinginannya. Sementara Indonesia adalah pembantu yang harus melaksanakan semua tugas dengan baik dan benar. Bukan itu saja, Indonesia dilarang keras membuat sang majikan tidak enak hati, tersinggung, apalagi marah. Nah, status majikan-pembantu itu mewujud dalam butirbutir program yang digariskan IMF untuk Indonesia. Butir-
150
LANGKAH STRATEGIS DAN KEBIJAKAN TEROBOSAN
butir itu dituangkan dalam apa yang disebut letter of intent (LoI). Uniknya, sebagai “surat perintah” penandatangan LoI adalah pihak yang diperintah. Ya, LoI demi LoI yang sarat dengan ratusan program itu hanya ditandatangani pemerintah Indonesia. Penandatanganan LoI itu kemudian dilakukan oleh Menko Perekonomian dan Gubernur BI. LoI penuh berisi perintah yang cenderung mendikte. Indonesia tidak punya pilihan lain, kecuali melaksanakan semua hal yang tercantum dalam LoI dengan baik dan benar. Sekali sang tuan tidak berkenan, maka pencairan pinjaman yang dijanjikan akan ditunda. Jika ini terjadi, menurut mitos yang disebarkan Mafia Berkeley, akibatnya akan sangat mengerikan. Dunia internasional akan menangkap sikap IMF itu sebagai sinyal negatif. Kena Batunya Dana Moneter Internasional (IMF) kena batunya ketika Rizal Ramli ditunjuk menjadi Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian. Sebagai orang yang kritis dan paham dengan sepak terjang IMF di Indonesia, Rizal Ramli enggan mengikuti jejak menteri-menteri ekonomi sebelumnya. Rizal Ramli merasa terpanggil untuk “meluruskan” praktik pembuatan LoI yang dinilainya merendahkan martabat bangsa dan negara Indonesia. “Di mana letak harkat dan derajat bangsa Indonesia yang berdaulat kalau pembuatan LoI saja drafnya didikte oleh IMF,” ujarnya. Ketika rombongan IMF yang dipimpin Direkur Asia Pasifik Anoop Singh datang ke Kantor Menko Perekono-
Mandiri dengan Lol Buatan Sendiri
151
mian mengutarakan maksudnya untuk membuatkan draf LoI terbaru, Rizal Ramli tegas menolaknya. “Kita diskusikan saja apa poin-poin kuncinya, lalu kemudian kami yang akan membuat drafnya,” kata Rizal Ramli. Sesaat Anoop Singh kaget mendengar ucapan itu. Bukankah selama ini LoI selalu dibuatkan oleh IMF, dan pemerintah Indonesia –- yang diwakili oleh Menko Perekonomian – tinggal meneken. Tapi karena Anoop Singh tahu reputasi Rizal Ramli sebagai ekonom nomor satu yang sangat kritis terhadap IMF di Indonesia, ia cuma manggutmanggut saja. “Mister Anoop Singh kami persilakan kembali saja ke Hotel Grand Hyatt. Nanti kalau draf LoI sudah selesai kami buat, akan kami antarkan ke kamar Anda,” kata Rizal Ramli. Ia memaparkan alasan yang melandasainya: LoI itu kelak akan dilaksanakan oleh Indonesia. Jadi, pemerintah dan rakyat Indonesialah yang paling mengetahui kebutuhan negeri ini. Selain itu, dan ini yang lebih penting lagi, kinilah saatnya duduk sejajar dengan pihak asing, setelah sekian lama selalu menjadi subordinat kepentingan asing lewat IMF. Anoop Singh mulai keder. “Silakan draf LoI dibuat, tapi kita bantu rumuskan konsepnya. Biasanya juga seperti itu,” ujarnya. Rizal Ramli tersenyum, meski dalam hatinya terasa agak kesal karena ia disamakan dengan Menko pendahulunya yang selalu mengekor pada kehendak IMF. “Begini saja, poin-poin apa yang harus masuk dalam LoI nanti didiskusi-
152
LANGKAH STRATEGIS DAN KEBIJAKAN TEROBOSAN
Rizal Ramli bersama Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Anwar Nasution, menandatangani LoI. Koleksi Pribadi
kan antara staf IMF dengan staf saya dan para dirjen,” kata Rizal Ramli. Anoop Singh mengalah. Ia kembali ke hotelnya dengan meninggalkan stafnya untuk berdiskusi. Ia tidak tahu bagaimana hasilnya nanti. Padahal, biasanya, agenda pertemuan dengan pemerintah Indonesia selalu bisa “disetir” oleh IMF. Caranya, mengadakan pertemuan terpisah dengan para menteri bidang ekonomi sehingga dapat diadu-domba. Dengan begitu, ia bisa mendiktekan keinginan IMF. Sebab, jika ada satu menteri yang tidak berkenan pada usulan IMF, dengan gampang ia akan mengemukakan alasan: “Menteri-menteri lain sudah menyetujuinya, tinggal Anda yang belum.”
Mandiri dengan Lol Buatan Sendiri
153
Rizal Ramli tentu saja tidak mau termakan oleh strategi memecah belah Tim Ekonomi oleh IMF. Karena itu, sebelum bertemu dengan IMF, kepada para menteri bidang ekonomi Rizal Ramli menekankan: “Kita berunding dengan IMF sebagai satu tim yang solid. Jangan mau kalau IMF minta bertemu secara terpisah.” Maka perundingan pun segera dimulai antara tim IMF dengan tim ekonomi Indonesia. Yang duduk di meja perundingan bukan hanya dengan para menteri, melainkan juga dengan para dirjen dan pejabat eselon satu. “Mereka menguasai teknis. Mereka juga doktor lulusan luar negeri. Kita beri kepercayaan kepada mereka,” kata Rizal Ramli. Para dirjen dan pejabat eselon satu itu tetu saja sangat senang mendapat kepercayaan seperti itu. Semangat mereka menyala-nyala. Pertemuan berlangsung dua hari dua malam. Hasilnya praktis menemui jalan buntu. “Argumen yang dikemukakan oleh tim IMF dibantah terus oleh para dirjen kita,” kata Rizal Ramli sambil tersenyum. Anoop Singh terus memantau dari kamar hotelnya. Sehari empat hingga lima kali dia menelepon Menko Perekonomian Rizal Ramli untuk menanyakan perkembangan pembuatan draf LoI. “Anda tenang saja. Silakan santai mendengarkan musik sambil minum wine. Draf LoI akan selesai tepat pada waktunya. Saya jamin itu,” kata Rizal Ramli. “Tapi, tim Anda terus memreteli usulan dan program yang sudah disusun oleh IMF,” kata Anoop Singh dengan suara khawatir. Betapa tidak? LoI harus ditandatangani hari Senin, sementara sampai hari Sabtu perundingan masih sangat alot.
154
LANGKAH STRATEGIS DAN KEBIJAKAN TEROBOSAN
Titipan Asing Rizal Ramli tersenyum. Ia memang meminta para dirjen menolak materi LoI jika usulan yang dibawa oleh IMF itu berupa titipan dari pihak lain di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa. Keberadaan hypermarket, misalnya, IMF minta tidak dibatasi lokasinya di Indonesia. Boleh berdiri di mana saja. Usulan seperti itu tentu saja ditentang karena tidak masuk akal. Di Amerika Serikat dan Eropa, hypermarket biasanya hanya beroperasi di pinggiran kota. Masak di Indonesia boleh berdiri di mana saja tanpa batasan sama sekali. Usulan yang berbau titipan itu akhirnya didrop, tetapi sayangnya disetujui kembali oleh pemerintahan berikutnya. Ada juga permintaan IMF untuk mengaudit TNI. Pada prinsipnya Rizal Ramli setuju TNI harus diaudit. “Saya senang jika TNI diaudit. Dengan demikian ada transparansi dan akuntabilitas lembaga ini terhadap publik,” ujarnya. Namun dia tidak setuju bila audit itu dilakukan IMF atau lembaga asing yang ditunjuk. Sebagai institusi yang bertanggung jawab terhadap pertahanan negara, pemerintah Indonesia berhak melindungi rahasia, harkat dan martabat TNI. Keruan saja Rizal Ramli curiga ada kepentingan asing di sini. Setelah didesak, tim IMF yang datang ke indonesia mengaku bahwa permintaan audit TNI itu merupakan titipan Pentagon, markas Departemen Pertahanan Amerika Serikat. Maka, dari sekitar 120-an prakondisi yang diajukan IMF untuk masuk ke dalam LoI, akhirnya tinggal sekitar 60 – 80 butir saja yang tersisa. Yang lainnya, masuk ke keranjang
Mandiri dengan Lol Buatan Sendiri
155
sampah! Telepon Rizal Ramli kembali berdering. Yang mengontaknya siapa lagi kalau bukan Anoop Singh. Ia benar-benar berada di puncak kegelisahan. Maklum, waktu semakin mepet, sementara dari markas IMF di Washington dia diminta melaporkan perkembangan LoI. Seperti biasa Rizal Ramli berusaha menenangkannya. Ia menyatakan bahwa draf LoI akan selesai tepat pada waktunya, on time. “Atau apakah saya perlu menelepon Mr. Stanley Fisher?” tanya Rizal, menyebut nama Deputi Managing Director IMF, atasan Anoop Singh. “Jangan, tidak usah. Saya percaya sama Anda,” kata Singh buruburu. Rizal Ramli tertawa geli. Tentu saja Anoop Singh akan ketakutan jika dia menelepon Fisher karena pekerjaannya akan dinilai lamban dan tidak beres. Setelah perdebatan yang panjang dan melelahkan, draf LoI selesai disusun oleh tim Indonesia, Minggu malam. Draf itu sebenarnya bisa langsung dikirim ke kamar hotel Anoop Singh malam itu juga. Tapi Rizal Ramli sengaja menahannya. Ia ingin mengulur waktu supaya tim IMF tidak punya banyak kesempatan untuk memelajarinya secara detail. Dengan strategi seperti itu, diharapkan IMF tidak rewel ketika acara penandatangan LoI keesokan harinya. Senin pagi, sekitar pukul enam, draf LoI itu diantarkan oleh staf Kantor Menko Perekonomian dengan menggunakan sepeda motor ke kamar Anoop Singh. “Katanya dia menerima draf itu masih memakai piyama,” kata Rizal Ramli sambi tergelak. Ia bisa membayangkan, tim IMF tidak punya banyak waktu untuk mempelajarinya. Diskusi tidak bisa di-
156
LANGKAH STRATEGIS DAN KEBIJAKAN TEROBOSAN
Rizal Ramli bersama Anwar Nasution dan John Donsworth, IMF. . Koleksi Pribadi
lakukan secara panjang lebar karena pukul 12.00 WIB LoI itu mesti diteken oleh kedua belah pihak. Apalagi mereka juga dikejar waktu untuk segera kembali ke Washington. Begitulah, draf LoI baru pertama kali dibuat oleh bangsa sendiri. Bukan oleh IMF sebagaimana kebiasaan sebelumnya. Walhasil, jika dalam pembuatan LoI biasanya IMF yang memegang kendali dan mendikte pemerintah Indonesia. Saat itu kondisinya terbalik: Tim Ekonomi Indonesia berhasil mendikte IMF, termasuk menggolkan 10 Program Percepatan Pemulihan Ekonomi sebagai bagian dari LoI. Dan yang lebih penting lagi ini: harkat dan martabat Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat tidak lagi diinjak-injak pihak asing. Belakangan ini, banyak pihak yang berpendapat, bahwa IMF selama ini kerap melakukan salah diagnosis dan kare-
Mandiri dengan Lol Buatan Sendiri
157
nanya perlu direformasi. Kongres Amerika Serikat, misalnya, membentuk Komisi Khusus yang dipimpin oleh Profesor Alan Metzler dari Universitas Carnigie Melon. Pandangan bahwa IMF perlu direformasi juga dikemukan oleh Prof. Ngaire Woods dari Universitas Oxford. Selain mengevaluasi kinerja IMF, komisi ini juga melontarkan kritik yang sangat tajam dan merekomendasikan agar IMF direformasi. Ini tidaklah mengherankan, karena selain memberi saran dalam bidang moneter yang berorientasi pada kebijakan fiskal ketat, IMF juga selalu menganjurkan kepada negaranegara pengutang untuk melakukan privatisasi “kurang senonoh”, liberalisasi perdagangan, sektor finansial, dan deregulasi berbagai kebijakan. Untuk mendorong rekomendasi-rekomendasi tersebut, IMF senantiasa didukung oleh Bank Dunia dan World Trade Organisation (WTO) dengan berbagai proyek, persyaratan, dan peraturan.