AR 2111 APRESIASI ARSITEKTUR
MANAKALA GEDUNG BPI ITB UNJUK KEKUATAN (SOLID DAN VOID DALAM ARSITEKTUR GEDUNG BPI ITB)
DOSEN : DR. IR. BASKORO TEDJO, MSEB
LAPORAN
Oleh:
Teresa Zefanya 15213035
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR SEKOLAH ARSITEKTUR, PERENCANAAN, DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2014
PENDAHULUAN Gedung Balai Pertemuan Ilmiah Institut Teknologi Bandung atau yang lebih sering disingkat menjadi Gedung BPI ITB terletak di Jalan Surapati no. 1, Bandung. Dikutip dari website resmi lib.itb.ac.id, Setelah Techniche Hoogeschool yang dikenal juga dengan kampus ITB ditutup oleh pemerintah Jepang pada masa pendudukan, pada tahun 1946 Techniche Hoogeschool kembali dibuka oleh pemerintah Hindia Belanda sebagai Fakultas Teknik Universitas Indonesia yang berdiri sendiri di Bandung. Hal ini diikuti dengan pembukaan Fakultas baru yaitu Fakultas Ilmu Pasti dan Alam yang juga menjadi perpustakaan dengan koleksi 30.000 eksemplar buku. Fakultas baru ini menempati gedung Balai Pertemuan 21 Ilmiah (BPI) ITB yang terletak di jalan Dago dan persimpangan jalan Surapati.
Pada buku “Oud Bandoeng Dalam Kartu Pos”, disebutkan bahwa Gedung Perhimpunan Ilmu Alam ITB dibangun pada akhir tahun 1940an. Gedung ini memiliki gaya arsitektur Kubisme (Internasionalisme). Di
Indonesia gaya arsitektur ini dikenal dengan gaya Jengki yang berkembang pada tahun 1950-1960. Gedung Balai Pertemua ITB ini layak menjadi bangunan bersejarah yang dilindungi di kota Bandung karena merupakan satu-atunya bangunan melengkung yang ada di Bandung. (sumber
http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/701/jbptunikompp-gdl-
ikhsanprad-35014-9-unikom_i-i.pdf)
Dari gambar peta di atas, terlihat jelas bahwa seolah- olah ada sumbu dari tengah- tengah simpang lima (Jalan Ir.H. Juanda- Jalan Dipati Ukur- Jalan Cikapayang- Jalan Surapati) yang ditarik ke Gedung BPI ITB. Lokasi site yang diapit oleh Jalan Dipati Ukur dan Jalan Surapati serta terletak tepat di seberang Taman Cikapayang sengaja didesain oleh Urban Designer supaya di site tersebut muncul arsitektur yang dapat menjadi landmark di Kota Bandung. Untunglah, sang arsitek yang terhadap keberadaan garis khayal tersebut, sehingga ia pun merespon bentuk site yang berupa segitiga dengan membuat Gedung BPI ITB
tidak hanya
mengikuti bentuk sitenya tetapi juga memiliki orientasi yang mengarah ke poros simpang lima jalan bahkan menonjolkan keberadaan Taman Cikapayang di seberangnya. Bentuk Gedung BPI yang unik dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
2
Selain itu, terlihat bahwa Gedung BPI pun dibuat simetris dengan inner court yang dikelilingi oleh ruang sidang dan kelas- kelas kecil. Kesimetrisan ini sengaja dirancang oleh sang arsitek supaya menonjolkan adanya sumbu yang membagi dua Gedung BPI sama rata karena sumpu inilah yang menegaskan bahwa orientasi Gedung BPI mengarah ke poros simpang lima jalan.
3
SOLID DAN VOID DALAM ARSITEKTUR GEDUNG BPI ITB “Architecture is the thoughtful making of spaces.” Louis I. Kahn (Perspecta, IV, pp. 2-3, 1957) “The aim of our creations is the art of space, the essence of architecture.” H.P. Berlage (Grundlagen, pp. 46, 1908)
Ruang (space) telah menjadi pusat perhatian dalam filosofi dan ilmu pengetahuan sejak zaman dahulu. Akan tetapi, baru pada abad ke 20 ruang (space) muncul dalam teori arsitektur dan menjadi hal yang dieksplorasi oleh para arsitek. Belakangan ini, ruang (space) bahkan telah menjadi esensi dari arsitektur. Ruang (space) didefinisikan sebagai bentangan tiga dimensi tanpa batas yang memiliki posisi dan arah yang relatif serta merupakan lokasi berbagai obyek dan tempat dari berbagai kejadian (http://www.britannica.com/EBchecked/topic/557313/space).
Ruang
(space) juga dapat didefinisikan sebagai suatu kekosongan yang berada di antara bidang- bidang. Ruang (space) yang merupakan esensi tanpa materi yang disugestikan oleh pelukis, diisi oleh pematung, dan dibungkus oleh arsitek, menciptakan lingkungan yang terbatas untuk manusia di antara lingkungan alam yang tidak terbatas. Konsep bahwa ruang (space) terpisah dari kekosongan sangat sulit untuk dipahami. Ketika seseorang memasuki sebuah gedung, terlihat lantai, pilar, dinding, dan langit-langit yang dapat dipelajari bahkan dinikmati, sementara ruang (space) adalah ketiadaan massa
yang
solid
yaitu
void
yang
diisi
oleh
udara
(http://www.britannica.com/EBchecked/topic/32876/architecture/31847/Sp ace-and-mass). Void yang keberadaannya tidak dapat dipisahkan dari solid dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
4
1. Void geometris Void geometris merupakan ruang negatif yang terbentuk dari bentukbentuk geometri yang solid. Void geometris memiliki peran yang sangat penting dalam komposisi ruang karena memiliki batas yang tegas untuk mendefinisikan adanya ruang (space) yang terbentuk di antara bentuk- bentuk solid yang membatasinya. 2. Void organik Void organik merupakan suatu void yang terbentuk dari bentukbentuk solid yang mulus dan mengalir yang terdapat di alam sehingga voidnya pun memiliki bentuk yang bebas dan lembut. Bayangkan saja, bentuk solid sebagai tangan dan void sebagai sarung tangan yang membungkusnya. Ketika tangan bergerak ataupun berubah posisi maka sarung tangan ikut bergerak dan menyesuaikan dengan posisi tangan. Hal yang sama berlaku untuk void yang sangat dipengaruhi oleh posisi bentuk solid yang membatasinya. 3. Semi-solid dan semi-void Dalam arsitektur, solid dan void bukan sesuatu yang absolut. Semisolid dan semi-void menjadi penting secara signifikan dalam struktur yang memiliki bukaan seperti balkon, pergola, gazebo, dan spaceframe. Dalam disiplin ilmu seni dan desain yang lain pun, semi-solid dan
semi-void
akan
tetap
menjadi
elemen
ambigu
yang
keberadaannya berasal dari pola- pola yang membentuk mereka. (http://www.artinarch.com/ct14.html)
Berdasarkan definisi ruang (space), solid serta void di atas dan jika dikaitkan dengan bangunan, yang disebut sebagai solid adalah material yang membentuk bangunan tersebut sementara void adalah bukaan baik
5
pintu ataupun jendela yang tampak pada permukaan dinding eksterior dari bangunan.
Pada Gedung BPI
Pada Gedung BPI, fasade gedung merupakan bagian yang sangat penting karena fasade inilah yang merupakan respon langsung terhadap public space di depannya yaitu Taman Cikapayang dan simpang lima jalan. Sang arsitek sengaja membuat fasade yang cekung karena mengikuti bentuk kelengkungan simpang lima jalan. Kecekungan ini tidak akan terlalu terlihat jika tidak didukung oleh mural yang terbuat dari batu yang mendominasi dua pertiga fasade gedung. Tak tanggung- tanggung, sang arsitek meminta Ibu Rita Widagdo untuk mendesain mural yang dapat menekankan bahwa bidang fasade tersebut sangat penting. Desain mural menggunakan elemen garis- garis diagonal dengan tonjolan berbentuk lingkaran tepat di tengah-tengah pertemuan setiap garis yang disusun dalam pola geometris yang teratur. Pada mural ditambahkan bentuk segitiga yang berisi garis- garis diagonal rapat dan diletakkan berselang- seling membentuk suatu irama supaya
6
menghilangkan kesan monoton yang ditimbulkan oleh material batu. Mural ini semakin menguatkan kesan bahwa Gedung BPI sangat kokoh dan sangat solid karena menonjolkan material batu yang digunakannya.
Gambar Mural pada Fasade Gedung BPI
7
Dari gambar di atas terlihat jelas bahwa ada hierarki pada bangunan yaitu alas yang terbuat dari batu kali, kaki bangunan berupa kolom- kolom putih yang berirama dan diisi oleh material ringan berupa kaca, lalu badan dan kepala bangunan yang menjadi satu dan terlihat sangat solid karena seakan- akan terbuat seluruhnya dari batu. Padahal grid kotak- kotak pada badan dan kepala Gedung BPI sebenarnya hanyalah bingkai untuk melindungi jendela yang berupa kaca mati di sebelah dalamnya dari air hujan pada saat turun hujan. Jendela sengaja dibuat jauh masuk ke dalam supaya tidak mengganggu kesan solid dan kokoh dari Gedung BPI juga supaya bingkai tersebut dapat difungsikan sebagai sunshading untuk mencegah panas matahari terlalu banyak masuk ke dalam gedung. Jika ditelusuri, alas gedung sengaja dibuat dari batu kali bukan hanya untuk menguatkan kesan kokoh dan solid dari Gedung BPI yang masif. Sang arsitek sengaja menggunakan batu kali yang berwarna gelap agar bangunan tidak tampak kotor dan kumuh karena noda- noda akibat 8
terkena pantulan air hujan dari tanah di depan bangunan. Selain itu, alas juga dibuat berteras- teras supaya ada tempat untuk meletakkan pot- pot tanaman ataupun bak bunga di sekeliling bangunan.
Dari gambar di atas, terlihat bahwa bagian belakang bangunan utama Gedung BPI yang berbuat dari batu berwarna hitam dibagi menjadi kotak- kotak lebih kecil oleh nut berwarna putih. Di dalam kotak- kotak tersebut yang terletak di tengah, paling jauh dari tepi bangunan, masingmasing terdapat sebuah jendela kecil berkaca hitam dengan bingkai berwarna putih sehingga terbentuklah irama gelap-terang-gelap-terang. Nut yang membagi dinding beton menjadi kotak- kotak kecil digunakan dengan pertimbangan bahwa pola kotak- kotak tersebut dapat menghilangkan kesan monoton dari bangunan juga dapat membuat Gedung BPI tampak lebih kokoh karena jika sampai timbul retak, retak tersebut akan berhenti sampai di nut dan tidak menjalar ke mana- mana. Selain berfungsi juga untuk membuat plesteran gedung menjadi lebih rapi,
9
keberadaan nut berwarna putih yang kontras dengan dinding beton yang berwarna hitam menjadi detail pertemuan sudut- sudut beton penyusun dinding. Detail tersebut semakin menguatkan kesimetrisan bangunan dengan menunjukkan titik ujung dari dinding bangunan.
Dari bangunan di belakang bangunan utama Gedung BPI terlihat bahwa Gedung BPI tidak dibuat dengan sungguh- sungguh mengikuti konsep beton brut karena sebenarnya gedung memiliki void besar- besar yang terbuat dari kaca sehingga menimbulkan kesan ringan yang mengimbangi solid dari kolom dan dinding beton yang menimbulkan kesan massif pada Gedung BPI, seperti terlihat pada gambar di bawah ini.
10
Terlihat dari garis- garis pembagi pada gambar di atas bahwa Gedung BPI menggunakan proporsi golden section dengan perbandingan tinggi : lebar = 3 : 5. Jika dilihat secara keseluruhan, bangunan utama Gedung BPI tampak sangat massif karena proporsi void hanya sepertiga dari fasade gedung yang solid. Terlihat jelas pada gambar di atas, tinggi alas sepertiga tinggi kaki dan tinggi kaki sepertiga tinggi badan. Proporsi tersebut menegaskan hierarki dari Gedung BPI bahwa yang paling penting dan harus ditonjolkan adalah mural melengkung yang sangat solid pada fasade Gedung BPI. Mural bahkan sengaja diberi bingkai putih sama seperti sebuah lukisan yang diberi bingkai. Tentu saja pintu masuk ke bangunan Gedung BPI yang difungsikan sebagai ruang rapat juga tidak kalah penting keberadaannya. Oleh karena itu pintu masuk dan pintu balkon diletakkan tepat di tengah- tengah bangunan dan diberi bingkai putih juga yang disatukan dari pintu bawah sampai ke pintu balkon untuk menimbulkan kesan skala gigantisme yang biasa digunakan untuk bangunan- bangunan monumental tanpa harus benar- benar menggunakan skala gigantisme.
11
Seperti terlihat pada gambar di bawah ini, sebenarnya baik pintu masuk maupun pintu balkon dibuat dengan skala manusia. Namun, bingkai putih dan teralis kotak- kotak arah diagonal yang menyatukan kedua pintu tersebut memberi kesan seolah- olah kedua pintu tersebut merupakan satu kesatuan yang ukurannya sangat besar.
Hal yang cukup menarik adalah penggunaan railing melengkung di depan balkon. Railing tersebut memang sengaja dibuat melengkung untuk
12
mengimbangi fasade gedung yang melengkung, seperti terlihat pada gambar di bawah ini.
Bahkan bagian dalam gedung pun dibuat ornamen garis- garis mengikuti bagian eksteriornya, seperti terlihat pada gambar di bawah ini.
13