MANAJEMENPERENCANAAN WILAYAH PESISIR TELUK PAREPARE
COASTAL ZONES PLANNING MANAGEMENT OF PAREPARE BAY
ZULKARNAEN
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2004
MANAJEMENPERENCANAAN WILAYAH PESISIR TELUK PAREPARE
Tesis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi Administrasi Pembangunan
Disusun dan diajukan oleh
ZULKARNAEN
kepada
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2004
TESIS
MANAJEMEN PERENCANAAN WILAYAH PESISIR TELUK PAREPARE
Disusun dan diajukan oleh
ZUL~:~:I:~~:~ Nomor Pokdk. ·eo~03203503 :{/~t/:~:~:~=~.=;. =:.
swadarma, SE., M.Si. Anggota
Dr. lr. Sumbangan Baja, M.Sc. Ketua
Ketua Program Studi Administrasi Pembangunan ~
Dr.
Muh~
Nur Sadik, MPM.
~
..{/·~ ~-- pirektur Program Pascasa~ana
~·~'---\
{
· niversitasLHasanuddin
~
ili~ p.....
\
----~
~~ ----------------------"-.. Prof.Dr.lr. H. M. Natsir Nessa, MS.
iv
PRAKATA Tiada kata yang paling pantas penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wata'ala, kecuali puji syukur atas rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Gagasan yang melatarbelakangi tajuk permasalahan ini, yaitu timbul dari hasil pengamatan penulis terhadap pengelolaan dan pemantaatan wilayah pesisir Teluk Parepare yang semakin kompleks, sehingga memicu kompetisi yang akhimya menimbulkan konflik pemantaatan dan tumpang tindihnya kepentingan di wilayah pesisir. Untuk mendapatkan sebuah grand scenario pengelolaan dan pemantaatan wilayah pesisir Teluk Parepare yang lebih optimal, terpadu, dan berkelanjutan, maka dibutuhkan rumusan rencana strategis yang mengakomodasi semua kepentingan stakeholders di wilayah Teluk Parepare. Berkat bantuan dari berbagai pihak, maka kendala yang dihadapi oleh penulis dapat teratasi. Pada kesempatan ini, penulis dengan tulus menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. lr. Sumbangan Baja, M.Sc., sebagai Ketua Komisi Penasehat dan Bapak A Baso Siswadarma, SE., M.Si., sebagai Anggota Komisi Penasehat, selanjutnya Bapak Muh. Abduh lbnu Hajar, SPi., M.Si., dan Bapak Sultan Suhab, SE., M.Si sebagai readers, atas segala bantuan dan bimbingan yang telah diberikan mulai dari pengembangan minat terhadap permasalahan penelitian, hingga tesis ini dapat diselesaikan tepat waktu. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada: (1) Rektor Universitas Hasanuddin, atas kesempatan belajar yang diberikan di Universitas Hasanuddin; (2) Direktur Program Pascasarjana, Asisten Direktur I dan Asisten Direktur II beserta para stat; (3) Kepala Pusbindiklatren Bappenas beserta stat, sebagai lembaga pemberi beasiswa; (4) Kepala PSKMP Universitas Hasanuddin, beserta
v
staf fungsional dan staf administrasi, atas kesempatan dan pelayanan yang diberikan kepada penulis dalam menempuh pendidikan; (5) Ketua Program studi Administrasi
Pembangunan,
atas
dukungan
selama
perkuliahan
dan
penyelesaian studi. Selanjutnya (E>) penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Ketua beserta Pengelola Konsentrasi Studi Manajemen Perencanaan atas kesempatan belajar, serta Jayanan akademik dan teknis yang diberikan selama penulis melaksanakan tugas belajar; (7) Para Komisi Tim Penilai dan segenap Dosen pada Konsentrasi Studi Manajemen Perencanaan atas segala saran dan petunjuk yang diberikan; (8) Walikota Parepare beserta segenap jajarannya, atas dukungan moril dan kesempatan kepada penulis dalam tugas belajar ini Ucapan terima kasih tak terhingga kepada Ayahanda H. Nasrun dan Jbunda Hj. Rosnani beserta keluarga di Parepare dan Baranti, yang senantiasa memberikan doa restu selama penulis menempuh pendidikan, dan terkhusus kepada istri tercinta Hariyana, ST., dan putra tersayang Muh. Faiq Zhafran Zulkamaen, yang senantiasa mendampingi penulis baik suka maupun duka dalam menempuh tugas belajar ini yang diembankan kepada penulis. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada ternan-ternan di Yayasan Konservasi Laut, atas luangan waktunya untuk berdiskusi dan bertukar pikiran. Tak
terlupa
kepada
rekan-rekan
seperjuangan
Mahasiswa
Konsentrasi
Manajemen Perencanaan, atas kerjasamanya yang tanpa pamrih membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
swr
Akhimya, penulis berharap semoga Allah
memberikan im.balan yang setimpal atas segala kebaikan yang mereka
berikan, dan semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Makassar,
Agustus 2004
Zulkamaen
vi
ABSTRAK
Ma'najemen Perencanaan Wilayah Pesisir Teluk Parepare ZULKARNAEN. (dibimbing oleh Sumbangan Baja dan A Base Siswadarma). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran setiap stakeholder dalam mengelola pesisir Teluk Parepare, serta menganalisis kebijakan dan perencanaannya, selanjutnya memformulasikan strategi manajemen perencanaan wilayah pesisir Teluk Parepare. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Pengumpulan data primer melalui pengamatan langsung serta wawancara semi struktur (semi-structured interviews) dengan stakeholders, sedangkan data sekunder diperoleh dengan mengumpulkan data pendukung, hasil penelitian, serta regulasi kebijakan antar instansi/unit kerja terkait. Data dianalisis dengan pendekatan deskriptif kualitatif dan pendekatan anal isis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin kompleksnya pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare, telah mendorong terciptanya kompetisi di antara para stakeholders. Hal ini menyebabkan adanya konflik dan tumpang tindihnya perencanaan dan pengelolaan, seperti konflik program dan kegiatan pada jalur-jalur pelayaran, pencegahan dan penanggulangan pencemaran dan proses sedimentasi, serta konflik tentang penanaman dan pemeliharaan mangrove. Strategi pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare yaitu membuat rencana strategis pengelolaan Teluk Parepare, pengembangan manajemen dan kapasitas kelembagaan, serta pengembangan akses informasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup di Teluk Parepare.
vii
ABSTRACT
ZULKARNAEN. Coastal Zones Planning Management of Parepare Bay (supervised by Sumbangan Baja and A. Baso Siswadarma). The aims of this research are to identify the stakeholders role in the exploitation of coastal area of Parepare bay, to analyze the policy and planning, and to formulate the strategy for coastal zones planning management of Parepare bay. Primary data are collected through direct observation and semi-structured interviews to the stakeholders. Secondary data are obtained from library studies, research findings, and related departments policy regulation. The data are analyzed by descriptive statistics and SWOT analysis. The findings show that the complexity of exploitation and utilization of coastal zones of Parepare bay has been increasing the competition among stakeholders which in tum creating conflict in program and activities along shipping ways, prevention of water pollution and sedimentation process, mangrove plants and cultivation, and overlapping planning and exploitation. The result of SWOT analysis recommends strategic planning for exploitation of Parepare bay, development of management and institutional capacity, and access to natural and environmental information in Parepare bay.
viii
DAFTAR lSI halaman PRAKATA
iv
ABSTRAK
vi
ABSTRACT
vii
DAFTAR lSI
viii
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
A Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
5
C. Tujuan Penelitian
7
D. Kegunaan Penelitian
7
TINJAUAN PUSTAKA
A Manajemen Perencanaan
9
B. Konsep Perencanaan Pembangunan
12
C. Konsep dan Defenisi Wilayah Pesisir
17
D. Kebijakan Pengelolaan SDA dan Penataan Ruang Wilayah Pesisir
21
E. Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu
26
F. Kerangka Konseptual
34
ix
BAB Ill
BAB IV
BAB V
METODE PENELITIAN
A Jenis dan Desain Penelitian
37
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
37
C. Metode Pengumpulan Data
37
D. Analisis Data
39
E. Konsep Operasional
41
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A Keterkaitan Sejarah antara Suppa dan Parepare
44
B. Administrasi
46
C. Ketinggian, Lereng dan lklim
49
D. Drainase
50
E. Kependudukan
51
F. Pariwisata
53
G. Sarana dan Prasarana Transporasi Laut
54
H. Kondisi Wilayah Pesisir Teluk Parepare
56
HASIL DAN PEMBAHASAN
A Kompleksitas Pengelolaan dan Pemanfaatan Wilayah Pesisir Teluk Parepare
61
1. Pemanfaatan wilayah pesisir pada jalur pelayaran
62
2. Pencegahan dan penanggulangan pencemaran
65
3. Pencegahan dan penanggulangan pendangkalan
67
4. Penanaman dan pemeliharaan hutan mangrove
71
X
B. Analisis lnteraksi Pengelola dan Pemanfaat Wilayah Pesisir Teluk Parepare 75 1. lnteraksi yang menimbulkan konflik
78
2. lnteraksi yang menguntungkan (tidak konflik)
92
C. Strategi Kebijakan dalam Manajemen Perencanaan Wilayah Pesisir Teluk Parepare
95
1.
BAS VI
Ar.~alisis
SWOT tentang strategi kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare
95
2. Alternatif strategi pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare
103
3. Strategi terpilih pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare
110
KESIMPULAN DAN SARAN
A Kesimpulan
114
B. Saran
116
DAFTAR PUSTAKA LAMP IRAN
xi
DAFTAR TABEL
halaman
nomor
1.
Contoh matriks program dan kegiatan dalam pengelolaan wilayah pesisir Teluk Parepare
39
2.
Model analisa dengan metode SWOT
41
3.
Luas kecamatan dan kelurahan di Kota Parepare
48
4.
Luas kecamatan dan kelurahan/desa Kecamatan Suppa
49
5.
Luas dan prosentase drainase menurut klasifikasi penggenangan 51 di Kota Parepare
6.
Jumlah rumah tangga dan penduduk di Kota Parepare
52
7.
Jumlah rumah tangga dan penduduk Kecamatan Suppa
53
8.
Matriks program dan kegiatan dalam pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare tentang jalur63 jalur pelayaran
9.
Matriks program dan kegiatan dalam pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare tentang pencemaran
66
10. Matriks program dan kegiatan dalam pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Pare pare tentang pendangkalan atau sedimentasi
69
11. Matriks program dan kegiatan dalam pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare tentang kegiatan konservasi atau penanaman pohon mangrove
73
12. Matriks faktor-faktor strategis internal pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare
99
13. Matriks faktor-faktor strategis eksternal pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare
102
14. Matriks alternatif strategi pengelolaan dan pemanfaatan
103
wilayah pesisir Teluk Parepare
xii
DAFTAR GAMBAR nomor
halaman
1.
Model konseptual pengelolaan kawasan pesisir terpadu
33
2.
Kerangka pikir penelitian Manajemen Perencanaan Wilayah Pesisir Teluk Parepare
36
Peta penggunaan lahan d:m lokasi penelitian di wilayah Teluk Parepare
57
lnteraksi antar pengguna sumberdaya dalam Teluk Parepare
77
3.
4.
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
nom or
1. 2. 3. 4.
5. 6.
Format panduan wawancara untuk lnstansi/Unit Swasta dan Masyarakat
halaman Ke~a
Daerah,
123
Foto-foto lokasi pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare terhadap jalur-jalur pelayaran
129
Foto-foto Jokasi pencegahan dan penanganan pencemaran perairan di Teluk Parepare
131
Foto-foto Jokasi proses sedimentasi/pendangkalan perairan di Teluk Parepare
133
Foto-foto Jokasi kegiatan konservasi atau penanaman pohon mangrove
135
Program dan kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare
137
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Pengelolaan
wilayah
Latar Belakang
pesisir
merupakan
bagian
integral
dari
pembangunan kelautan, yang saat ini mendapat prioritas yang cukup besar dan menjadi bagian dari orientasi kebijaksanaan pembangunan nasional dalam mewujudkan Indonesia sebagai negara maritim yang tangguh.
Wilayah pesisir
memiliki arti strategis dalam pembangunan ke depan karena pergeseran paradigma pembangunan dari konsep revolusi hijau menuju revolusi biru, dimana potensi sumberdaya alam daratan yang cenderung terbatas dengan tuntutan pemenuhan kebutuhan yang semakin meningkat, sehingga menyebabkan tekanan aktivitas sumberdaya alam semakin besar. Masalah lingkungan pesisir merupakan masalah nasional yang menjadi keprihatinan dan tanggung jawab semua pihak mengingat besamya potensi yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan bagi kelangsungan hidup masyarakat. Sekitar 60% dari penduduk Indonesia hidup dan bermukim di wilayah pesisir (Dahuri, 1998), hal ini dimungkinkan karena selain kondisi geografis Indonesia yang dibentuk oleh gugusan pulau-pulau besar dan kecil, juga dikarenakan wilayah pesisir merupakan wilayah yang sangat potensial baik sebagai sumber pangan, media dan jasa perhubungan, pertahanan keamanan, juga wilayah pesisir memiliki nilai estetika yang sangat tinggi bagi obyek pariwisata maupun sektor jasa lainnya.
Oleh sebab itu wilayah pesisir merupakan salah satu
2
tumpuan masyarakat Indonesia dalam pemenuhan kebutuhan hidup di masa depan. Pengelolaan wilayah pesisir adalah sesuatu hal yang sangat kompleks. Beragamnya kePentingan dan kegiatan setiap sektor terhadap wilayah pesisir telah mendorong terciptanya kompetisi di antara para pelaku pemanfaatan sumberdaya pesisir.
Kompetisi ini menyebabkan adanya konflik dan tumpang
tindihnya perencanaan dan pemanfaatan wilayah pesisir dari berbagai kegiatan yang bersifat sektoral, baik pemerintah, swasta maupun masyarakat.
Akibat
pembangunan yang bersifat sektoral tersebut, menyebabkan berbagai konflik dalam implementasinya dapat merusak segala tatanan yang ada pada wilayah pesisir. Wilayah pesisir yang pembangunannya cukup pesat dan padat, dikelola oleh berbagai kepentingan guna memanfaatkan sumberdaya pesisir.
Untuk
mencapai tujuan dan sasarannya, masing-masing pihak menyusun perencanaan sendiri sesuai tugas dan fungsi sektornya. perencanaan memicu kompetisi yang
Perbedaan tujuan, sasaran, dan
berdampak pada timbulnya konflik
pemanfaatan dan tumpang tindihnya kepentingan pengelolaan wilayah pesisir. Pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir secara terpadu memerlukan informasi tentang potensi pembangunan yang dapat dikembangkan di suatu Berdasarkan hal tersebut, maka
wilayah serta permasalahan yang ada.
pembangunan wilayah pesisir ke depan seharusnya dapat dilihat dari sudut pandang pembangunan secara berkelanjutan. Teluk Parepare sebagai salah satu wilayah yang memiliki potensi wilayah pesisir
senantiasa
diwarnai
dengan
kompleksitas
permasalahan,
dalam
3
perkembangannya haruslah diatur sedemikian rupa agar pengelolaan dan pemanfaatan
dilakukan
dapat
secara
dan
sistematis
terpadu
dengan
Teluk Parepare dengan luas
memperhatikan potensi daya dukung lahan.
perairan 2.778 Ha dan panjang pesisir 34 Km, diukur mulai dari wilayah pesisir Kota Parepare yang berbatasan dengan Kabupaten Barru, sampai dengan wilayah pesisir Ujung Lero, Kecamatan Suppa Kabupetan Pinrang.
Teluk
Parepare di kelola oleh 2 (dua) wilayah administratif yaitu Pemerintah Kota Parepare dan Pemerintah Kabupaten Pinrang (khususnya Kecamatan Suppa). Teluk
ini
suatu
merupakan
wilayahnya cukup padat,
teluk
yang
pemanfaatan
dan
pengelolaan
hal ini dilihat dari jumlah dan laju pembangunan
di wilayah pesisir Teluk Parepare dari tahun ke tahun meningkat (Pemerintah Kota Parepare, 2002 a). persfektif
Berdasarkan
otonomi
daerah,
keterlibatan
pemerintah
bersama-sama dengan stakeholder lainnya (swasta dan masyarakat) akan memiliki
peluang
dan
kewenangan
untuk
mengatur,
mengelola
dan
memanfaatkan serta mengendalikan sumberdaya yang ada, agar semua kepentingan dapat terakomodasi secara baik dan bertanggungjawab. Bentuk pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare untuk kondisi sekarang, terdiri dari: 1.
Kegiatan eksploitasi sumberdaya alam (perikanan tangkap, budidaya tambak, pertanian dan perkebunan).
2.
Kegiatan pariwisata).
dalam
bentuk
jasa-jasa
lingkungan
(kepelabuhanan
dan
4
3.
Kegiatan dunia usaha (industri pembuatan kapal rakyat, pasar, Tempat Pelelangan lkan, Pangkalan Pendaratan lkan, dan PL TO Suppa).
4.
Kegiatan konservasi (penanaman mangrove sepanjang daerah aliran sungai dan sekitar wilayah pertambakan). Berbagai bentuk pemanfaatan dan aktivitas tersebut, akan dapat
menciptakan potensi pencemaran perairan, seperti limbah domestik, industri dan potensi tumpahan minyak dari kapal-kapal yang beraktifitas di wilayah Teluk Parepare.
Dampak yang dapat muncul dengan kemungkinan terjadinya
pencemaran, yaitu berdampak dengan menurunnya daya dukung lingkungan pesisir di Teluk Parepare. Berangkat dari kompleksitas yang dimiliki wilayah pesisir Teluk Parepare, maka berbagai masalah yang teridentifikasi dalam
pengelolaan wilayah pesisir,
di antaranya: 1.
Banyaknya acuan dalam pengelolaan dan penyusunan rencana
ke~a
yang
masih bersifat sektoral. 2.
Belum optimalnya tugas dan fungsi lembaga dan instansi pemerintah dalam menangani pengelolaan wilayah pesisir.
3.
Kurangnya kepedulian dan kesadaran masyarakat dan dunia usaha dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya wilayah pesisir
secara·
berkelanjutan. 4.
Jumlah dan laju pembangunan di wilayah pesisir belum ditetapkan atas dasar pertimbangan daya dukung lingkungan.
5.
Belum ada zonasi/mintakat dalam pemanfaatan ruang wilayah pesisir Teluk Parepare.
5
Berdasarkan
identifikasi
masalah
tersebut,
maka
perencanaan
pengelolaan wilayah pesisir perlu diatur dan ditata secara terpadu agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam melakukan aktivitas pesisir
yang
sama.
Sehingga
untuk
pembangunan di wilayah
mengoptimalkan
pengembangan,
pengelolaan, dan pemanfaatan wilayah pesisir diperlukan suatu metode atau cara untuk menyamakan persepsi
tentang visi dan misi dalam mengatur dan
mengelola wilayah pesisir yang lebih komprehensif dengan mengakomodasi berbagai kepentingan baik pemerintah daerah, instansi vertikal, pihak swasta dan masyarakat setempat. Sehubungan dengan kornpleksitas dan dinamika wilayah pesisir serta permasalahannya, maka salah satu cara yang ditempuh dalam menyusun perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan wilayah pesisir adalah melaksanakan pengelolaan dan pengkajian hasil-hasil penyusunan perencanaan wilayah pesisir yang pernah dilakukan, sehingga dapat diidentifikasi berbagai kekurangan dan tumpang tindihnya perencanaan yang perlu dibenahi dalam suatu manajemen perencanaan, khususnya di wilayah pesisir Teluk Parepare.
B.
Rumusan Masalah
Pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare secara ideal mestinya terpola dalam suatu sistem yang terpadu, terlebih jika dikaitkan dengan
pemberlakuan
Undang-Undang
Nomor 22
Tahun
1999 tentang
Pemerintahan Daerah, yang akan menjadi acuan dan pedoman dalam model perencanaan, pengembangan dan pengelolaan kawasan pesisir.
lni penting
untuk mewujudkan keseriusan antara kepentingan ekonomi, pemberdayaan
masyarakat, pelestarian lingkungan hidup dan penggunaan lahan pesisir dalam suatu kelembagaan yang lebih fungsional. Meningkatnya kegiatan
berbagai
sektor pemerintah,
swasta,
dan
masyarakat, telah mendorong adanya kompetisi di antara pelaku pemanfaatan sumberdaya pesisir tersebut.
Kompetisi ini menyebabkan adanya konflik dan
tumpang tindihnya perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir dari berbagai kegiatan sektoral, pemerintah daerah, swasta dan masyarakat setempat akibat adanya perbedaan kepentingan masing-masing pihak yang merasa paling berhak atas suatu kawasan pesisir. Berdasarkan hal di atas dan permasalahan pokok yang dikemukakan pada latar belakang, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut: 1.
Pola kegiatan dan pemanfaatan wilayah Teluk Parepare belum ditetapkan atas dasar pertimbangan keterpaduan berbagai sektor dan daya dukung I
lingkungan, sehingga memungkinkan timbulnya dampak negatif oleh kegiatan pembangunan terhadap kondisi sekitarnya. 2.
Setiap
stakeholder
dalam
menyusun
perencanaan
program
hanya
berdasarkan kepentingan sektoral tanpa mempertimbangkan kepentingan stakeholder lainnya (pemerintah, swasta, maupun masyarakat).
Dari
kedua
masalah
tersebut,
maka
dikembangkan
pertanyaan ·
penelitian, sebagai berikut: I.
Bagaimana pola kegiatan dan pemanfaatan wilayah Teluk Parepare yang belum ditetapkan atas dasar pertimbangan keterpaduan berbagai sektor dan daya dukung lingkungan, serta kemungkinan-kemungkinan apa yang akan
7
menjadi dampak negatif oleh kegiatan pembangunan terhadap kondisi sekitarnya. 2.
Bagaimana formulasi strategi kebijakan atau pendekatan dalam manajemen perencanaan wilayah pesisir Teluk mensinkronkan
pedoman
berbagai
Parepare, dalam mengatur dan perencanaan,
pengelolaan
dan
pemanfaatan wilayah pesisir.
C.
Tujuan Penelitian
Penelitian manajemen perencanaan wilayah pesisir Teluk Parepare ini, bertujuan untuk: 1.
Mengetahui peran setiap stakeholder dalam mengelola wilayah pesisir Teluk Parepare, serta menganalisis kebijakan dan perencanaan pengelolaan I
wilayah pesisir dalam implementasi setiap program/kegiatan secara optimal, terpadu dan berkelanjutan. 2.
Memformulasikan strategi atau pendekatan dalam manajemen perencanaan wilayah pesisir Teluk Parepare, dengan cara mengatur dan mensinkronkan berbagai pedoman perencanaan, pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir.
D.
Kegunaan Peneltian
Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk: 1.
Menjadi bahan acuan dan pertimbangan bagi Pemerintah Kota Parepare dan Pemerintah Kabupaten Pinrang dalam perencanaan pengelolaan wilayah pesisir secara optimal, terpadu, dan berkelanjutan.
8
2.
Menyediakan informasi bagi setiap stakeholder mengenai peran dan fungsi masing-masing dalam mewujudkan pengelolaan wilayah pesisir secara berkelanjutan, sehingga dapat meminimalisir konflik pemanfaatan ruang dalam pengelolaan wilayah pesisir, baik antar instansi pemerintah, swasta, maupun dengan masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Manajemen Perencanaan
A.
Perencanaan adalah fungsi pertama dari manajemen, karena dari fungsi pertama itu merupakan titik tolak dari kegiatan-kegiatan selanjutnya, sehingga menurut Terry (1994: 64-65), manajemen terdiri atas fungsi-fungsi yaitu planning (perencanaan), organizing
(pengorganisasian), actualiting (pelaksanaan), dan
controling (pengawasan) yang memanfaatkan ilmu pengetahuan (science) dan seni (art) untuk mencapai tujuan/sasaran yang telah
ditetapkan, dalam arti
definisi manajemen mencakup urut-urutan kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Hasibuan (1994), manajemen adalah alat untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Manajemen yang baik
akan memudahkan
terwujudnya
tujuan organisasi pemerintahan, organisasi swasta dan masyarakat. Unsurunsur manajemen dapat ditingkatkan dengan manajemen itu sendiri. unsur
manajemen
tersebut
Unsur-
terdiri atas: man, money, method, machines,
materials, dan market yang disebut 6 M. Selanjutnya ditambahkan Times dan Information sebagai
sarana
manajemen
yang
berkualitas
sehingga
menjadikan 6 M + T + I. Pendekatan
perencanaan
strategis
yang
disebut
manajemen
perencanaan strategik, merupakan proses perencanaan penetapan serangkaian kebijakan, merumuskan rencana dan implementasi strategis yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan organisasi. Dengan manajemen perencanaan
10
strategis, maka akan dapat membantu suatu organisasi berfikir secara strategis mempe~elas
dan mengembangkan strategi-strategi yang efektif,
arah visi dan
misi masa depan, mampu merumuskan skala prioritas, mampu membuat keputusan
sekarang dengan
mengembangkan keputusan,
dan
landasan yang
konsekuensi koheren
mampu menangani
keadaan
masa dan
kokoh
depan,
mampu
bagi
pembuat
yang berubah dengan cepat
secara efektif (Suryono, 2003). Bryant dan White (1989) mengatakan bahwa, manajemen merupakan proses supeNisi, evaluasi, dan koordinasi terhadap aktivitas dalam suatu organisasi formal dan informal. SupeNisi, evaluasi dan koordinasi adalah upaya untuk mendokumentasikan apa yang terjadi dan mengapa hal itu
te~adi,
upaya
tersebut dapat menyingkap kekeliruan dan kesalahan pada program semula dan menuntun kita kepada altematif-altematif penyelesaian yang baru.
Kemudian
dijelaskan juga,' bahwa manajemen meliputi 2 (dua) elemen,
yaitu
(1)
Pengorganisasian tugas-tugas untuk mencapai tujuan; dan (2) Menggerakkan orang-orang untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut guna mencapai tujuan yang lebih efisien. Selanjutnya, menurut Sukartawi (1990}, manajemen adalah suatu kemampuan untuk mewujudkan
ke~asama
antara setiap orang yang
terdapat di dalam suatu kelompok manusia untuk mencapai suatu tujuan atau· suatu kegiatan yang mencakup penjurusan (pengarahan) dan pengendalian bermacam-macam usaha guna mencapai tujuan tertentu. fungsi
meliputi
pengawasan.
usaha
perencanaan,
pengorganisasian,
Manajemen sebagai pengarahan
dan
11
Kristiadi (1994: 56) mengemukakan beberapa ciri-ciri yang menonjol dalam penerapan manajemen, yaitu: 1.
Manajemen
menerapkan
azas
keterpaduan
dan
partisipasi
(share)
kepedulian (care) dan keadilan (fair), 2.
Poros komunikasi dua arah secara vertikal, horizontal, diagonal dan sektoral, karena hubungan
ke~a
semakin luas (flow of relationship) dan banyak
kelompok sasaran (target group), 3.
Manajemen berorientasi pada tujuan. merupakan
tujuan,
sehingga
Dalam sektor publik pelayanan
perlu
senantiasa
disempurnakan.
Penyempurnaan tersebut merupakan proses yang berkesinambungan, 4.
Manejemen mempergunakan piranti-piranti yang tepat guna, relevan dengan situasi dan kondisi lingkungan, sehingga mampu meningkatkan kinerja. Selanjutnya Tjokroamidjojo (1996), menyatakan bahwa pada dasarnya
manajemen
perencanaan
mempunyai
prinsip-prinsip
dikembangkan secara rasional dan universal.
dan
fungsi
yang
Namun dalam penerapan
pelaksanaannya sangat dipengaruhi oleh keberhasilan atas penyesuaian bahkan penggunaan unsyr-unsur corak dan ciri budaya setempat. Konsekuensi dari besar dan beragamnya sumberdaya alam di wilayah pesisir dan laut, mengakibatkan seringkali terjadi tumpang tindih pemanfaatan· sumberdaya pesisir dan laut antar satu sektor dengan sektor lain.
Agar
manajemen sumberdaya di kawasan pesisir dapat dilakukan secara optimal dan berkesinambungan,
maka
dalam
manajemen
mengintegrasikan semua kepentingan sektoral.
perencanaan
harus
Kegiatan suatu sektor tidak
dibenarkan mengganggu, apalagi sampai mematikan sektor lain.
Keterpaduan
12
sektor ini, meliputi keterpaduan secara horizontal atau antar sektor dan keterpaduan secara vertikal atau dalam satu sektor (Bengen, 2002). Setiap
kegiatan
perencanaan
ruang
wilayah
pesisir,
harus
memperhatikan kegiatan pemanfaatan ruang lainnya, baik yang telah terlaksana maupun yang baru akan dilaksanakan. dihindarkan
te~adinya
Hal ini perlu dilakukan agar dapat
dampak yang saling merugikan, sehingga manajemen
perencanaan pemanfaatan ruang harus lebih diaplikasikan dilapangan. Kegiatan pemanfaatan wilayah pesisir harus mampu berfungsi komplementaris kegiatan
lainnya
dan
memiliki tujuan
yang saling
menunjang,
dengan sehingga
secara bersama dapat mencapai tingkat keberhasilan yang optimal baik ekonomis maupun ekologis (Hartadi, 2001 ). Manajemen dalam pengertian yang sederhana merupakan makna setiap manusia
dalam
Penerapan
upaya
manajemen
mencapai secara
tujuan
naluriah
dan
memenuhi
seringkali
kebutuhannya.
menyebabkan adanya
kekeliruan, baik yang disengaja maupun tidak disengaja.
Praktek manajemen
seperti ini telah banyak menyebabkan ketidakefesienan, sehingga menyebabkan tidak tercapainya tujuan yang diharapkan atau paling tidak akan terjadi ketidaksesuaian hasil yang dicapai dengan hasil yang diharapkan.
B.
Konsep Perencanaan Pembangunan
Definisi konsep perencanaan sebenarnya sangat kompleks, masingmasing
pakar
mendefinisikan
Tjokroamidjojo (1992),
perencanaan
mendefini~ikan
menurut
pengertian
sendiri.
perencanaan sebagai suatu usaha yang
berkenaan dengan suatu sistem pemecahan masalah, sedangkan menurut Abe
13
(2002), perencanaan adalah suatu proses menyusun langkah-langkah untuk I
mencapai suatu tujuan tertentu.
Suatu perencanaan dengan demikian dapat
bermakna sebagai panduan, petunjuk atau sekedar peta mengenai apa yang sebaiknya dilakukan. Lebih lanjut Abe (2002) mengatakan bahwa perencanaan daerah
merupakan
proses
menyusun
langkah-langkah
yang
akan
diselenggarakan pemerintah daerah, dalam rangka menjawab kebutuhan masyarakat, untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Menurut Soekartawi (1990), perencanaan sebenarnya merupakan suatu proses yang berkesinambungan dari waktu ke waktu, dengan melibatkan kebijaksanaan dari pembuat keputusan berdasarkan sumberdaya yang tersedia dan disusun secara sistematis.
Lebih lanjut dikatakan bahwa perencanaan
berarti "memilih berbagai altematif yang terbaik yang
ada",
artinya
dari
sekian
banyak
dari sejumlah altematif
alternatif, maka
perlu
dipilih
yaitu
untuk
perencanaan yang didasarkan pada aspek skala prioritas. Perencanaan
diperlukan
dalam
suatu
pengelolaan,
mengalokasikan sumberdaya alam, khususnya yang berkaitan dengan wilayah pesisir.
Perencanaan disini dapat diartikan sebagai suatu proses persiapan
pembuatan keputusan untuk pelaksanaan sesuai sasaran yang dikehendaki. Untuk proses perencanaan tersebut, maka diperlukan suatu rangkaian kegiatan· berpikir yang berkesinambungan dan rasional untuk memecahkan suatu permasalahan secara sistematik dan berencana yang dapat berkembang sesuai dengan kendala dan limitasi yang ada, sehingga rangkaian kegiatan itu dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
14
Perencanaan adalah suatu proses penyiapan seperangkat keputusan untuk dilaksanakan pada waktu yang akan datang dan diarahkan pada pencapaian sasaran tertentu
(Kuna~o.
1992: 7).
Oleh karena itu, dalam
perencanaan pembangunan harus dipertimbangkan beberapa aspek, antara lain: keadaan pada saat sekarang, keberhasilan dan kegagalan dimasa lalu, potensi yang ada atau dimiliki dan kemampuan merealisasi potensi tersebut serta mengatasi kendala yang dijumpai ataupun yang mungkin dijumpai (antisipatif). Menurut Tjokroamidjojo (1992), perencanaan adalah: 1.
Merupakan proses mempersiapkan secara sistematik kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu,
2.
Merupakan suatu cara bagaimana mencapai sebaik-baiknya (maksimum output) dengan sumber-sumber yang ada supaya lebih efisien dan efektif,
3.
Suatu pengerahan sumber-sumber pembangunan yang terbatas adanya untuk mencapai tujuan keadaan sosial-ekonomi yang lebih baik. Unsur-unsur .pokok yang terkandung dalam perencanaan menu rut
Sujarto (1990: 13) yaitu: (1) Unsur keinginan dan cita-cita; (2) Unsur tujuan dan motivasi; (3) Unsur sumberdaya alam, unsur sumberdaya manusia, unsur modal dan informasi; (4) Unsur upaya "hasil guna" dan "daya guna"; dan (5) Unsur ruang dan waktu.
Sedangkan Arsjad (1999: 25) menyatakan pilar-pilar pokok
yang terkandung dalam perencanaan yaitu: (1) Sebagai fungsi manajemen dan administrasi pembangunan; (2) Sebagai rancangan untuk bertindak di masa depan dan karenanya merupakan cita-cita yang bertujua11/bersasaran dan I
berstrategi kebijakan; (3) Untuk merealisasikan cita-cita dan tujuan diperlakukan
15
minimasi penggunaan sumber-sumber dan maksimasi hasil; dan (4) Mengandung makna waktu dan ruang. Selanjutnya Sujarto (1990: 15) menjelaskan bahwa perencanaan pada dasamya berkisar pada 2 (dua) hal yaitu: 1.
Penentuan secara sadar mengenai tujuan konkrit yang hendak dicapai dalam jangka waktu tertentu atas dasar nilai yang dimiliki masyarakat yang bersangkutan.
2.
Berapa pilihan-pilihan diantara cara-cara altematif yang efisien serta rasional guna mencapai tujuan-tujuan tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka terdapat 3 (tiga) jenis pendekatan dalam
perencanaan, yaitu: 1.
Pendekatan perencanaan yang mencakup hal-hal yang menyeluruh (rational comprehensive planning approach).
2.
Pendekatan perencanaan terpilih berdasarkan pertimbangan menyeluruh (mixed scanning planning approach).
3.
Pendekatan yang terakhir yang sering disebut "Third approach" merupakan kombinasi dari 2 (dua) pendekatan yang disebut diatas. Perencanaan
pembangunan
memerlukan
pendekatan
secara
komprehensif, dimana dalam pelaksanaan perencanaan selalu memperhatikan · kebutuhan atau kepentingan berbagai sektor, sehingga goal conflict dapat dihindarkan.
Pendekatan
perencanaan
komprehensif
ini hanya dapat
dilakukan dengan menggunakan perencanaan terpadu (integrated planning) artinya dengan melakukan koordinasi dan kooperasi antar sektor atau antar departemen.
Pelaksanaan
integrated planning tersebut dilakukan dengan
16
menggunakan evaluasi potensi wilayah yang bersangkutan,
sehingga
dapat
memperoleh informasi-informasi keruangan (spatial information) yang sangat bermanfaat
untuk
kebijaksanaan-kebijaksanaan keruangan (spatial policies)
dalam rangka pengelolaan dan pengembangan wilayah (Sabari, 1991 ). Sementara itu, menurut Arsjad (1999: 27) terdapat 4 (empat) elemen dasar perencanaan, yaitu: , 1. Merencanakan berarti memilih, dimana hal ini menyiratkan bahwa hubungan antara perencana dengan proses pengambilan keputusan sangat erat, 2.
Perencanaan merupakan alat pengalokasian sumber daya,
3.
Perencanaan merupakan alat untuk mencapai tujuan dan sasaran,
4.
Perencanaan adalah untuk masa depan. Menurut Terry melalui terjemahan Winardi (1994) ada beberapa aspek
yang menyebabkan rencana-rencana tertentu tidak terlaksana sebagaimana mestinya, yaitu: 1.
Tujuan-tujuan yang tidak realistik dan yang terlampau banyak,
2.
Perencana tidak dapat mengembangkan rencana-rencana yang mutakhir dan
yang
bersifat
taktis,
sehingga
akan
mengurangi
kemungkinan
penerapan rencana tersebut dan menjadi tidak praktis, 3.
Mengabaikan penggunaan rencana-rencana dalam aktivitas sehari-hari,
4.
Menggunakan sebuah rencana yang di standarisasi untuk keperluankeperluan dan tujuan tertentu. Najib
dalam
Umar
(2003:
36)
mengemukakan
ada
beberapa
permasalahan perencanaan baik itu proses maupun hasilnya yang selama ini ada dan berkembang di era desentralisasi yaitu:
17
1.
Perumusan/penyusunan perencanaan pembangunan daerah hanya terbatas pada instansi-intansi pemerintah daerah saja,
2.
Prioritas pembangunan daerah tidak mencakup rencana strategis jangka panjang, tetapi berubah berdasarkan prioritas yang ditetapkan oleh Kepala Daerah dan DPRD,
3.
Tidak terintegrasinya perencanaan pembangunan daerah dengan pihakpihak yang terlibat dengan pembangunan daerah,
4.
Kurangnya dialog yang efektif antar para pelaku pembangunan dalam proses perencanaan serta tidak jelasnya peran, fungsi serta kontribusi pemerintah pusat, propinsi, dan kabupaten/kota dalam perencanaan wilayah.
5.
Kurang akurat dan validnya data pendukung untuk pembuatan kebijakan dan perencanaan di daerah. Berdasarkan
berbagai definisi
di atas,
maka dapat didefinisikan
manajemen perencanaan secara luas yaitu pemanfaatan sumberdaya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan atau sasaran yang dimaksudkan dalam pemecahan suatu masalah, dengan cara sistematik dan memperhatikan berbagai aspek terkait.
C.
Konsep dan Definisi Wilayah Pesisir
Hadjisaroso (1981: 23) mengemukakan bahwa wilayah adalah sebutan lingkungan permukaan bumi pada umumnya dan tentu batasannya.
Menurut
tujuan terhadap objek lingkungan permukaan bumi ini, dikenal adanya wilayah perbukitan, wilayah pegunungan, wilayah daratan rendah, wilayah sungai, wilayah
18
rawa-rawa, wilayah pesisir dan laut dan sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan wilayah dalam Undang-Undang Rl Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, yaitu suatu ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Selanjutnya pendekatan
mengenai
Bengen (2002) pengertian
mengemukakan bahwa
beberapa
wilayah: (1) Pendekatan kesamaan (the
homogeneity approach), diartikan sebagai golongan
beberapa
daerah yang
mempunyai kesamaan ciri-ciri/sifat-sifat tertentu, walaupun letaknya secara fisik tidak bersebelahan;
(2) Pendekatan pusat dan daerah belakang (the
catality and pheriphery approach), menitikberatkan
pada
tata
ruang
fisik
sebagai susunan berurutan yang unsur-unsumya paling kecil hingga paling besar dalam daerah tersebut. Dalam hal ini suatu wilayah terdiri dari beberapa pusat (kota) dan masing-masing ada
daerah
belakang
(pedesaan)
yang
secara keseluruhan sebagai suatu kesatuan yang dapat dikembangkan; (3) Pendekatan kebijaksanaan (the policy approach), yang lebih mendasarkan pada administrasi pemerintahan, dimana suatu wilayah merupakan suatu kesatuan I
administrasi ataupun politik pemerintahan. Amien (1996: 6) menyatakan bahwa konsep wilayah berdasarkan model Penataan Ruang untuk Pembangunan Wilayah (PRPW) adalah memandang wilayah sebagai suatu sistem sumberdaya, produksi dan permukiman terpadu yang memiliki keterkaitan fungsional dengan wilayah-wilayah lainnya yang berada disekitarnya.
19
Sampai sekarang belum ada definisi wilayah pesisir (coastal zone) yang baku.
Namun demikian, terdapat kesepakatan umum di dunia bahwa wilayah
pe3isir adalah "suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan".
Apabila
ditinjau dari garis pantai (coastline), maka suatu wilayah pesisir memiliki dua macam batas (boundaries) yaitu batas yang sejajar garis pantai (long-shore) dan batas yang tegak lurus terhadap garis pantai (cross-shore) (Dahuri, dkk., 2001 ). Menurut Soegiarto (1976) dalam Dahuri, dkk., (2001) bahwa definisi wilayah pesisir yang digunakan di Indonesia adalah daerah pertemuan antara darat dan laut. Ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin.
Sedangkan ke arah laut wilayah
pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang
te~adi
disebabkan
di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang oleh
kegiatan
manusia
di
darat,
penggundulan
hutan
dan
pencemaran. Menu rut Amien (2001: 8) wilayah pesisir didefinisikan sebagai bentang wilayah yang terdiri atas dataran pantai dan perairan pantai.
Dataran pantai
dianggap sebagai bagian dari kawasan pesisir, mengingat bahwa kondisi wilayah ini selain masih sangat dipengaruhi oleh dinamika yang
te~adi
di laut, juga
aktivitas di wilayah ini memiliki pengaruh yang kuat terhadap kondisi wilayah perairan pantai. Luas dataran pantai tergantung pada kelandaiannya, bisa hanya beberapa meter, tetapi dapat saja mt!ncapai belasan atau puluhan kilometer. Wilayah peralihan antara daratan dengan perairan laut di kenai dengan istilah wilayah pesisir atau pantai (coastal zone).
Wilayah pesisir didefinisikan
20
dalam dua aspek yaitu aspek teknis dan administratif.
Secara teknis, wilayah
pesisir didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara daratan dan lautan, batas antara darat mencakup koefisien yang masih dipengaruhi oleh proses-proses kelautan seperti gaya pasang surut, intrusi air taut dan percikan gelombang. Batas ke arah taut meliputi perairan taut yang masih dipengaruhi oleh proses alamiah di darat, seperti aliran sungai dan dampak kegiatan manusia di darat seperti bahan pencemar dan sedimentasi.
Sedangkan
secara administratif,
batas wilayah pesisir ke arah darat meliputi kawasan darat yang termasuk dalam desa pantai, dan batas ke arah taut meliputi daerah perairan taut dangkal, paparan benua atau 12 mil dari garis pasang surut (Dahuri, dkk., 2001). Selanjutnya
dikatakan
bahwa,
sebenamya
untuk
kepentingan
pengelolaan, batasan fisik yang ada kurang begitu penting, apalagi dipergunakan secara kaku (rigid). Akan lebih berarti, jika penetapan batas-batas suatu wilayah pesisir didasarkan atas faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan dan pengelolaan ekosistem pesisir, serta tujuan dari pengelolaan itu sendiri. Kawasan pesisir adalah wilayah tertentu yang d!tunjuk dan atau ditetapkan pemerintah berdasarkan kriteria tertentu, seperti karakteristik fisik, biologi, sosial dan ekonomi, untuk dipertahankan keberadaannya (Dahuri, dkk., 2001) dan Jebih Janjut dijelaskan bahwa apabila kita memandang pembangunan suatu wilayah, maka minimal ada 3 (tiga) komponen wilayah yang perfu diperhatikan, yaitu sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan teknologi, selanjutnya disebut tiga pilar pengembangan wilayah.
Suatu wilayah, yang
mempunyai sumberdaya alam yang cukup kaya dan sumberdaya manusia yang mampu memanfaatkan dan mengembangkan teknologi, akan cepat berkembang
21
dibandingkan wilayah lainnya yang tidak cukup mempunyai sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang unggul (Nachrowi, 2001 ).
D. Kebijakan Pengelolaan SDA dan Penataan Ruang Wilayah Pesisir Sesuai Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999, mengenai pembagian kewenangan pengelolaan wilayah taut baik ditingkat propinsi maupun kabupaten, pada Pasal 10 diuraikan secara jelas mengenai kewenangan yaitu kewenangan memelihara kelestarian, eksploitasi, eksplorasi dan tata ruang.
Sedangkan
pembagian batas adalah untuk propinsi sejauh 12 mil dan kabupaten 4 mil. Selain itu propinsi juga berwenang dalam pengaturan dan konflik lintas kabupaten, efisiensi waktu, tenaga dan dana pembangunan (Saad, 2003: 7). Kaidah dasar dalam penataan ruang kawasan pesisir tidak berbeda jauh dengan penataan ruang pada umumnya, yaitu berupaya memperoleh manfaat dari sumberdaya yang tersedia seoptimal mungkin dengan memperhatikan kelestarian lingkungan pantai serta optimalisasi distribusi aksesbilitas dari berbagai fasilitas pelayanan dan lokasi kegiatan budidaya, dilihat dari lokasi permukiman penduduk, dengan tidak melupakan aspek pertahanan.
Dengan
kata lain, kaidah-kaidah penataan ruang yang berlaku umum tetap dapat digunakan dalam penataan ruang kawasan pesisir, walaupun pada beberapa aspek, memer1ukan modifikasi agar sesuai dengan karakteristik kawasan pesisir yang memiliki kekhususan tersendiri yang berbeda dengan kawasan lainnya (Amien, 2001: 80).
22
Dengan demikian, penataan ruang wilayah pesisir tetap berbasis pada kaidah-kaidah dasar penataan ruang yang berlaku secara umum, yang acuan utamanya berupa azas penataan ruang seperti tercantum pada Pasal 2 UndangUndang Nomor 24 Tahun 1992, tentang Penataan Ruang.
Pasal-pasal itu,
tercantum bahwa penataan ruang dilakukan untuk semua kepentingan secara terpadu, berdaya guna dan berhasil guna, serasi, selaras dan berkelanjutan. Pemanfaatan sumberdaya alam terutama wilayah pesisir, seyogyanya tidak dilakukan secara sepihak, dalam arti suatu kecenderungan dan perhatian yang sedemikian besar pada pemenuhan kebutuhan hidup dalam jangka pendek dan terlalu eksploitatif, sehingga dapat "meracuni" kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia di masa depan.
Di dalam konteks ini, sikap yang
terlalu antroposentrik (menempatkan kebutuhan manusia di atas segalanya), sehingga cenderung eksklusif sudah mesti dikurangi (Baro, 2002: 98). Pembangunan wilayah pesisir secara bijak menurut Nessa dan ldrus (2001: 13) harus memperhatikan 4 (empat) faktor kunci, sebagai berikut: 1.
Peningkatan akuntabilitas dan profesionalisme pengelola sumberdaya (aparat pemerintah dan praktisi pengguna sumberdaya).
2.
lmplementasi pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu.
3.
Pelibatan masyarakat secara optimal melalui pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat.
4.
Kemampuan
yang
andal
dalam
menganalisis
pembangun~n
beserta interpretasi dampaknya.
pola-pola
kebijakan
Selanjutnya Dahuri, dkk., (2001) menyatakan bahwa pemanfaatan sumberdaya pesisir secara berkelanjutan di suatu wilayah berarti bagaimana
23
mengelola segenap kegiatan pembangunan yang berhubungan dengan wilayah pesisir agar resultannya tidak melebihi kapasitas fungsional.
Setiap ekosistem
' alamiah, termasuk wilayah pesisir memiliki fungsi pokok yaitu sebagai jasa
pendukung kehidupan, sebagai jasa kenyamanan, sebagai penyedia sumberdaya alam dan sebagai jasa penerima limbah. Di ketahui bahwa penataan ruang pada hakekatnya adalah mengatur pemanfaatan sumberdaya yang ada secara lebih sistematik, sehingga kegiatan pembangunan dapat
be~alan
ruang wilayah pesisir.
secara berkelanjutan begitu juga dengan penataan
Wilayah pesisir merupakan suatu ekosistem khas yang
kaya akan sumberdaya. alam, baik yang berada di mintakat daratan dan yang berada di mintakat perairan.
Wilayah pesisir juga merupakan wilayah yang
potensial bagi segala penggunaan, baik sebagai kawasan perikanan, hutan payau, industri hingga kawasan untuk pariwisata.
Perubahan fungsi lahan di
wilayah pesisir menyebabkan perubahan nilai ekonomis, fungsi inilah yang diharapkan diikuti oleh efek ganda (multiplier effect) (Ongkosongo, 1994). Konsep ruang mempunyai beberapa elemen atau unsur yang dapat dilihat secara terpisah,
tetapi
bila
dilihat secara
bersama akan dapat
dipergunakan dalam ruang lingkup yang lebih luas. Unsur-unsur tata ruang yang panting adalah jarak, lokasi, bentuk, dan skala atau ukuran.
Unsur-unsur ini.
secara bersama menyusun unit tata ruang yang disebut wilayah (Nasution, 1987). Pada hakekatnya wilayah pesisir sebagaimana dengan ruang daratan dan perairan pada umumnya, memiliki dua fungsi yaitu sebagai lahan yang merupakan wilayah yurisdiksi, dimana merupakan wilayah hukum dan politik yang memungkinkan orang melaksanakan kegiatan sesuai dengan sifat lahan berupa
24
daratan dan perairan dan juga sebagai wilayah penghasil sumberdaya alam, yang diperlukan secara langsung atau tidak langsung untuk hidup dan kehidupan manusia beserta aneka biota (Dahuri dalam Saad, 2003: 4). Berikutnya beberapa jenis perencanaan yang dapat ditinjau dari segi ruang/wilayah, disebut juga dengan peninjauan secara spasial.
Dari sudut ini,
maka perencanaan dilaksanakan berdasarkan suatu batas tertentu, yang berarti pula bahwa sumber-sumber diarahkan untuk melakukan optimasi daerah dalam batas itu.
Usaha hasil perencanaan diberikan dan dialokasikan untuk daerah
tersebut (Soekartawi, 1990). Selanjutnya
Dahuri,
dkk.,
(2001 ),
menyatakan
bahwa
optimasi
pemanfaatan ruang atau penggunaan lahan merupakan salah satu masalah peramalan atau dugaan terhadap perk.embangan suatu wilayah di masa mendatang.
Pendekatan optimasi merupakan suatu strategi untuk mencapai
suatu tujuan atau target tertentu yang akan memberikan hasil dengan dampak positif secara maksimal dan dampak negatif secara seminimal mungkin. Dengan demikian, pendekatan optimasi tersebut merupakan suatu strategi pengambilan keputusan, sehingga apabila analisa-analisanya dilakukan secara sistematis dengan kuantitatif, maka hasilnya akan lebih mendekati sebagaimana yang diharapkan. Lebih lanjut Dahuri, dkk., (2001) menyatakan bahwa bentuk dan hakekat pemukiman dan perk.otaan di wilayah pesisir haruslah merupakan bagian integral dan tidak bertentangan dengan proses dan fenomena ekologis pesisir secara menyeluruh.
Hal yang prinsip adalah bahwa kebutuhan yang meningkat akan
pemukiman, menurut pengaturan tata ruang permukiman di wilayah pesisir
25
secara terpadu yang berwawasan lingkungan. Tata ruang permukiman di wilayah pesisir yang kacau dan tidak berwawasan lingkungan akan menyebabkan te~adinya
degradasi mutu lingkungan yaitu erosi, sedimentasi, pencemaran
lingkungan dan banjir. Pemanfaatan sumberdaya pesisir secara optimal dan berkesinambungan hanya dapat terwujud jika pengelolaannya dilakukan secara terpadu, menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan
(sustainable development) dan
pendekatan pembangunan secara hati-hati (precaunery development) (Dahuri, 2001 ). Lebih lanjut Jayadinata (1986) menyatakan bahwa, penataan ruang harus dilakukan secara dinamis, hal ini dimaksudkan agar segala jenis konflik yang dapat timbul mampu dikendalikan, sehingga kebutuhan akan penggunaan ruang yang terus meningkat dapat
be~alan
dengan serasi dan berkelanjutan.
Lebih lanjut Nessa dan ldrus (2001) menjelaskan, bahwa konflik penggunaan ruang di kawasan pesisir dan lautan sering
te~adi
karena belum
adanya pola pemanfaatan tata ruang yang baku, yang dapat dijadikan acuan oleh segenap sektor yang berkepentingan.
Disamping itu, potensi multi-guna yang
inherent pada sumberdaya pesisir menyebabkan banyak pihak yang berupaya
untuk memanfaatkannya sehingga i1lenimbulkan konflik pemanfaatan.
Karena
lemahnya penegakan hukum, maka konflik justru menjadi berkembang sehingga· melibatkan pihak-pihak lain yang sabenarnya bisa diatasi bila ada koordinasi yang baik antara institusi yang berwenang terhadap pola pemanfaatan sumberdaya tersebut.
Secara garis besar ada 3 (tiga) faktor yang saling terkait dalam hal
konflik tata ruang ini, yakni: (1) Lemahnya koordinasi diantara stakeholders; (2) Lemahnya penegakan hukum; dan (3) Konflik kepentingan akibat potensi multi-
26
guna sumberclaya.
Penanganan masalah pemanfaatan tata ruang (spatial
arrangement) wilayah pesisir perfu melibatkan semua stakeholders sekaligus
disertai dengan konsensus atas pola pemanfaatan yang dilindungi dengan penegakan hukum yang konsisten. Upaya peningkatan kawasan pesisir Kota Parepare adalah untuk menambah hasil guna ruang wilayah perencanaan yang punya kecenderungan menurunnya daya guna dan kualitas lingkungan hidup, dengan menata kembali pemanfaatan bangunan dan lingkungannya (Pemerintah Kota Parepare, 2002 b).
E.
Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu
Pengelolaan Terpadu Wilayah Pesisir, diperfukan untuk memungkinkan suatu perencanaan atau pengembangan bersifat multisektoral di wilayah pesisir, dengan meminimalkan dampak negatif dan biaya sosial yang tinggi dalam jangka panjang (Zubair, 2001 ).
Selanjutnya dijelaskan bahwa, keberhasilan suatu
program pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu akan semakin baik jika semua pihak (stakeholder) dilibatkan. Stakeholder yang dimaksud adalah mereka yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh kebijakan, keputusan dan tindakan. Stakeholder ini terdiri dari: (1) Masyarakat (individu, masyarakat, kelompok sosial
atau kelembagaan sosial); (2) Pemerintah (lembaga-lembaga sektor publik); dan (3) Kelompok yang tertarik (Dunia Usaha/Swasta, LSM). Secara eksplisit dinyatakan bahwa pembangunan wilayah
pesisir
membutuhkan pendekatan terpadu dan interdisipliner dalam bentuk Integrated Coastal Zone Management (ICZM) atau di Indonesia kini dikenal dengan
Pengelolaan Wilayah Pesisir secara Terpadu (PWPT).
lmplementasi PWPT
27
dalam
kerangka
pembangunan
yang
berkelanjutan
adalah
perpindahan
paradigma pembangunan dari yang tadinya menggunakan pendekatan sektoral, partisipasi masyarakat rendah, kurang mempertimbangkan dinamika ekosistem dan cenderung hanya bersikap reaktif, menuju kepada suatu paradigma baru pembangunan wilayah pesisir yang berfokus pada perbaikan lingkungan, semangat kesejahteraan yang adil, dan mengutamakan partisipasi semua stakeholder secara luas (pemerintah, swasta, dan masyarakat) (Kay and Alder,
1999). Pengelolaan pengelolaan
Wilayah
pemanfaatan
(environmental services)
Pesisir
sumberdaya
secara alam
Terpadu dan
(PWPT)
jasa-jasa
adalah
lingkungan
yang terdapat di kawasan pesisir, dengan cara
melakukan penilaian menyeluruh (comprehensive assessment) tentang wilayah pesisir beserta sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang berada di dalamnya, menentukan tujuan dan sasaran pemanfaatan, dan kemudian merencanakan serta mengelola segenap kegiatan pemanfaatannya, guna mencapai pembangunan yang optimal dan berkelanjutan. Proses pengelolaan ini dilaksanakan secara berkesinambungan dan dinamis dengan mempertimbangkan segenap aspek sosial-ekonomi-budaya dan aspirasi masyarakat pengguna wilayah pesisir (stakeholders) serta konflik kepentingan dan pemanfaatan wilayah . pesisir yang mungkin
te~adi
(Sorensen dan Me. Creary, 1990, dalam Dahuri, dkk.,
2001). Untuk mengatasi kontlik perencanaan, maka filosofi perencanaan diubah dari perencanaan sektoral yang bertumpu pada ego-sektoral ke perencanaan terpadu yang melibatkan pemerintah, dunia usaha/swasta dan masyarakat yang
28
terkait Jangsung dengan wilayah pesisir (ldris dan Ginting, 2001 ). Semua instansi sektoral, pemda dan swasta yang berkepentingan harus menjustifikasi rencana kegiatan dan manfaat yang akan diperoleh, serta potensi dampak yang · ditimbulkannya, serta mengkoordinasikan kegitan tersebut dengan kegiatan sektor lain yang sudah mapan secara "sinergi". Selanjutnya, ldris dan Ginting (2001) mengatakan bahwa prinsip-prinsip bagi pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu adalah: 1.
Tanah dan air, serta daratan dan laut adalah komponen utama ekosistem pesisir yang selalu berinteraksi dan tidak dapat dipisahkan.
2.
Pengelolaan sumberdaya laut dan pesisir hendaknya berdasarkan unit geografis, yang mempertimbangkan interaksi antara sumberdaya di dalam unitnya.
3.
Ekosistem pesisir adalah dinamis, senantiasa berubah sesuai dengan proses alam dan capaian tujuan manusia.
4.
Pengelolaan sumberdaya darat dan air diwilayah pesisir harus koordinatif.
5.
Pengambilan
keputusan
dalam
pengelolaan
sumberdaya
laut harus
mengacu kepada data dan informasi yang akurat. 6.
Pengelolaan' wilayah pesisir dapat dilakukan dengan baik melalui komunikasi yang
terbuka
dan
efektif
dengan
masyarakat
pesisir,
manajer, ·
investor/developer, pihak lain yang terkait, pemerintah dan masyarakat di wilayah pesisir. 7.
Adanya keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan konservasi sumberdaya laut, sehingga dihasilkan pembangunan wilayah pesisir yang berkelanjutan.
29
Sehubungan dengan karakteristik dan dinamika ekosistem pesisir dan laut, ada lima belas prinsip dasar (kaidah) yang patut diperhatikan dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan secara Terpadu (PWPLT). Kelima belas prinsip dasar ini sebagian besar mengacu pada Clark (1992) dalam Dahuri (2001 ). Prinsip-prinsip dasar tersebut mencakup: 1.
Wilayah pesisir adalah suatu sistem sumberdaya (resowce system) yang unik, yang memerlukan pendekatan khusus dalam merencanakan dan mengelola pembangunannya.
2.
Air merupakan faktor kekuatan penyatu utama (the major integrating force) dalam ekosistem wilayah pesisir.
3.
Tata ruang daratan dan pesisir harus direncanakan serta dikelola secara terpadu.
4.
Daerah perbatasan antara laut dan darat hendaknya dijadikan fokus utama (focal point) dalam setiap program pengelolaan wilayah pesisir.
5.
Batas suatu wilayah pesisir harus ditetapkan berdasarkan pada isu dan permasalahan yang hendak dikelola serta bersifat adaptif.
6.
Fokus utama dari pengelolaan wilayah pesisir adalah untuk mengkonservasi sumberdaya milik bersama (common property resources).
7.
Pencegahan kerusakan akibat bencana alam dan konservasi sumberdaya· alam harus dikombinasikan dalam satu program PWPL T.
8.
Semua tingkat pemerintahan harus diikutsertakan dalam perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir.
9.
Pendekatan pengelolaan yang disesuaikan dengan sifat dan dinamika alam adalah tepat dalam pembangunan wilayah pesisir.
30
10. Evaluasi manfaat ekonomi dan sosial dari ekosistem pesisir serta partisipasi masyarakat dalam program pengelolaan wilayah pesisir. 11.
Konservasi untuk pemanfaatan yang berkelanjutan adalah tujuan utama dari pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir.
12.
Pengelolaan multiguna (multiple-uses) sangat tepat digunakan untuk semua sistem sumberdaya wilayah pesisir.
13.
Pemanfaatan multiguna (multiple-uses) merupakan kunci keberhasilan dalam pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan.
14. Pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir secara tradisional harus dihargai. 15. Analisis dampak lingkungan (ANDAL) sangat penting bagi pengelolaan wilayah pesisir secara efektif. Karena wilayah pesisir khususnya perairan laut biasanya merupakan sumberdaya milik bersama (common property resources), maka ber1aku rezim open access, yaitu siapapun boleh memanfaatkan wilayah ini untuk berbagai
kepentingan.
Dengan
demikian
setiap
pengguna
ingin
memanfaatkan
sumberdaya pesisir semaksimal mungkin dan sukar dilakukan pengendalian, sehingga sering
te~adi
kehancuran ekosistem sebagai akibat dari tragedi
bersama (Dahuri, 1998). Perencanaan dan pengelolaan kawasan konservasi dan eksploitasi di· pesisir secara terpadu memiliki pengertian bahwa pengelolaan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan pesisir dilakukan melalui penilaian secara menyeluruh (comprehensive assessment), merencanakan tujuan
merencanakan
serta
mengelola
segenap kegiatan
dan sasaran,
kemudian
pemanfaatannya
mencapai pembangunan yang optimal dan berkelanjutan.
guna
Selanjutnya Bengen
31
(2001: 56) mengemukakan keterpaduan dalam perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir mencakup 4 (em pat) aspek, yaitu: (1) Keterpaduan ekologis; (2) Keterpaduan sektor; (3) Keterpaduan disiplin ilmu; dan (4) Keterpaduan stakeholder.
Pembangunan merupakan proses menuju perbaikan
tarat kehidupan
masyarakat secara menyeluruh dan bersifat dinamis, sedangkan pembangunan wilayah merupakan proses atau tahapan pengarahan kegiatan pembangunan di suatu wilayah tertentu yang melibatkan interaksi antara sumberdaya manusia dengan sumberdaya lainnya termasuk sumberdaya alam (Todaro, 1997). Selanjutnya, Salim (1993), menegaskan bahwa dalam pengelolaan sumberdaya alam diperlukan pendekatan pembangunan dengan pengembangan lingkungan yang disebut eco-development.
Pendekatan ini tidak menolak diubah dan
diolahnya sumberdaya alam untuk suatu pembangunan dan kesejahteraan manusia.
Akan tetapi, kesejahteraan manusia mengandung makna yang luas
bukan hanya untuk kesejahteraan generasi sekarang, tetapi juga untuk generasi yang akan datang. Oleh karena itu, sumberdaya perlu dikelola secara rasional dan bijaksana. Sejalan dengan hal terse but, Ohama (2001) menjelaskan 3 (tiga) unsur pembangunan yang sangat fundamental yaitu: I
1.
Sumberdaya
(resources),
dalam
hal
pemanfaatan atau
pengelolaan
sumbedaya fisik, sumberdaya manusia dan sumberdaya keuangan. 2.
Organisasi (organization), sebagai pelaksana dan pelaku pembangunan.
3.
Norma-norma (norms), dalam hal nilai yang membatasi atau mengatur anggota dalam pencapaian suatu tujuan bersama.
32
Perencanaan pembangunan daerah dapat didefinisikan sebagai suatu usaha yang sistematik dari berbagai stakeholder, baik pemerintah maupun swasta atau kelompok masyarakat Jainnya pada tingkatan yang berbeda untuk menghadapi saling ketergantungan dan keterkaitan antara aspek fisik, sosial, ekonomi dan aspek lingkungan Jainnya. Usaha demikian mencakup kegiatan: (1) Menganalisa secara kontinyu kondisi dan pelaksanaan pembangunan daerah; (2) Merumuskan tujuan dan kebijakan pembangunan daerah; (3) Menyusun konsep strategi dan tersedia;
melaksanakannya dengan
dan
(4)
memanfaatkan sumberdaya yang
Menangkap/mencermati
peluang-peluang
baru
untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan (Soekartawi, 1990). Rencana pengembangan suatu wilayah, selayaknya diawali dengan penelitian potensi, terutama potensi alam yang terkandung di dalam wilayah tersebut, untuk menjamin efektifitas dan efisiensi penggunaan sumberdaya yang tersedia, guna mengoptimalisasi nilai eksplorasi sesuai nilai investasi baik secara kuantitatif maupun kualitatif (Dahuri, dkk., 2001 ). Selanjutnya Dahuri, dkk., (2001) menyatakan bahwa perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir secara sektoral biasanya berkaitan dengan hanya satu macam pemanfaatan sumberdaya atau ruang pesisir oleh suatu instansi pemerintah
untuk memenuhi tujuan
tertentu,
seperti
perikanan
tangkap,
pelabuhan, atau industri minyak. Pengelolaan semacam ini dapat menimbulkan konflik kepenting,an antar sektor yang berkepentingan yang m13lakukan aktivitas pembangunan pada wilayah pesisir dan Jautan yang sama. Lebih lanjut dikatakan bahwa perencanaan terpadu dimaksudkan untuk mengkoordinasikan dan
33
mengarahkan berbagai aktivitas dari dua atau lebih program, untuk mencapai tujuan
yang
kepentingan
,dapat
mengharmoniskan
untuk masyarakat lokal,
dan
daerah
mengopt:malkan dan
sektoral,
antara
baik dalam
pengumpulan dan analisis data, perencanaan, implementasi dan kegiatan konstruksi (lihat Gam bar 1).
. .. , .... 0
OH
0-
•
••••
~'t-~~-~,:-~t·_:
j:-f3:r•ALJ.
•.,:,'ltn-:n~ ~r:-;:·::
.u::..KLL:..::;i;:. . j!
Gambar 1. Model konseptual pengelolaan kawasan pesisir terpadu (sumber: Dahuri eta/., 2001)
Selanjutnya perencanaan terpadu sering pula di istilahkan dengan perencanaan komprehensif.
Maksud perencanaan ini untuk menghindari
perencanaan yang saling bertabrakan satu sama lain.
Perencanaan ini bisa
34
dilakukan oleh antar instansi.
Kadang-kadang memang agak sulit untuk
merancang perencanaan komprehensif ini karena adanya perbedaan kepentingan antar sektor itu sendiri. Namun demikian, bila perbedaan kepentingan tersebut dapat dihindari, maka perencanaan komprehensif ini akan bermakna dengan baik sekali (Soekartawi, 1990). F.
Kerangka Konseptual
Akibat beragamnya kepentingan manusia terhadap wilayah pesisir, pada akhimya
berbagai konflik kepentingan seakan tak terhindarkan.
Konflik
kepentingan ini bila tidak ditangani secara baik, akan mengancam kelestarian ekosistem beserta segala tatanan yang ada pada wilayah pesisir tersebut. Untuk
mengantisipasi
dan
mengatasi dampak negatif yang akan timbul,
maka pemerintah, swasta, dan masyarakat sudah seharusnya kegiatan-kegiatan
yang
kurang
memadukan
menghindari
visi pengelolaan secara
komprehensif baik kegiatan berupa eksploitasi maupun konservasi, sehingga sangat penting untuk mengelola konsep-konsep perencanaan yang telah ada maupun yang akan direncanakan dalam dapat
suatu kerangka
pengelolaan
yang
memberikan strategi pemecahan atau solusi tentang bagaimana
menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan dan pemanfaatan kawasan pesisir secara optimal, terpadu, dan berkelanjutan. Oleh karena itu, dalam perencanaan pengelolaan wilayah pesisir Teluk Parepare, yang sekarang ini pemanfaatannya dalam hal eksploitasi sumberdaya alam, kegiatan jasa-jasa lingkungan, kegiatan dunia usaha, serta kegiatan konservasi, membuat aktivitas di sekitar Teluk Parepare semakin padat. Hal ini
35
disebabkan hak pengelolaan wilayah Teluk Parepare, bukan hanya oleh Pemerintah Kota Parepare tapi juga oleh Pemerintah Kabupaten Pinrang. Berbagai kegiatan tersebut perlu ditunjang dengan data dan informasi, tentang kompleksitas pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir dan melihat sejauh mana kesesuaiannya dengan regulasi kebijakan. Berdasarkan regulasi kebijakan dapat dilihat sejauh mana aktivitas-aktivitas eksploitasi dan konservasi yang sesuai dengan perencanaan tata ruang yang ada (spatial planning).
Untuk melihat
kompleksitas pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir tersebut, maka keterlibatan
stakeholder
(pemerintah,
swasta
dan
masyarakat)
harus
diperhatikan, apakah ada konflik pemanfaatan ruang atau ada ketidaksesuaian antara program/kegiatan dan rencana.
Selanjutnya, apabila
te~adi
konflik
pemanfatan wilayah pesisir, maka diperlukan suatu strategi pemecahan atau solusi yang lebih optimal,
lebih terpadu dan berkelanjutan dalam pelaksanaan
program/kegiatan serta akses dalam pesisir tersebut (lihat Gambar 2).
pemanfaatan
dan pengelolaan wilayah
36
.....
!:J . 4~,:~~~ .. _•• : ••..
(
:·, .~~ .. ~.: .... ~H ~IJ
--------(
---------]
Eksploitasi
( Pemerintah
f
Konservasi
)•0111-~{
Swasta
]..
~(
~----~
]
Masyarakat )
t
Spati;d I'!;: flll is::.!.
Arahan Penyusunan Program/ Kegintan dl Wilnyah P!!sisir
Gambar 2. Kerangka Pikir Penelitian Manajemen Perencanaan Wilayah Pesisir Teluk Parepare
BAB Ill
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif (qualitative research) dan penelitian ini di desain untuk menghimpun semua data dan informasi yang relevan guna mencari pendekatan secara umum.
Oesain penelitian diarahkan
untuk mendapatkan suatu rumusan yang optimal dalam pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir. B. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, mulai Mei 2004 sampai dengan Juli 2004, dengan kegiatan utama meliputi studi literatur, pengumpulan data, analisis data, dan penyusunan hasil penelitian. Lokasi penelitian yaitu Teluk Parepare yang meliputi wilayah administrasi Kota Parepare dan Kabupaten Pinrang (khususnya Kecamatan Suppa) Propinsi Sulawesi Selatan, dengan jarak 155 Km dari arah Utara Kota Makassar. C. Metode Pengumpulan Data Berdasarkan permasalahan dan tujuan penelitian, maka yang diamati pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1.
Kompleksitas
pemanfaatan
sumberdaya
di
wilayah
pesisir
permasalahan-permasalahan yang ada dan yang mungkin timbul.
serta
38
2.
lnventarisasi
data
perencanaan
pengelolaan wilayah
pesisir melalui
dokumen-dokumen yang telah ada, dan menganalisis keterkaitan antara satu dokumen perencanaan dengan dokumen lainnya. 3.
Aspek regulasi kebijakan pengelolaan wilayah pesisir Teluk Parepare tentang eksploitasi dan konservasi. Pengumpulan
data
dalam
penelitian
dengan
dilaksanakan
ini
Metode ini dipilih karena disesuaikan dengan
menggunakan metode kualitatif.
tujuan penelitian. Kegiatan utama dari penelitian ini adalah menghimpun semua data dan informasi yang relevan dengan penelitian tersebut, yang terdiri dari: 1.
Pengumpulan data. primer melalui pengamatan dan kunjungan lang sung di lapangan (observasi), serta wawancara semi struktur (semi-structured merupakan
interviews)
seperangkat
pertanyaan
terbuka,
yang
mendiskusikan poin-poin tertentu untuk mendapatkan informasi secara kualitatif,
dengan
panduan
daftar pertanyaan
sebelumnya (lihat Lampi ran 1).
yang
telah
disiapkan
Wawancara ini dilaksanakan untuk
mengetahui pola pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir serta berbagai persepsi berdasarkan dokumen perencanaan yang bersentuhan langsung dengan pengelolaan wilayah pesisir. Selanjutnya disusun matriks program dan kegiatan setiap instansi/unit
ke~a
dan stakeholders lainnya
untuk melihat keterkaitan sumberdaya yang dikelola dan yang akan dikelola (lihat Tabel1 ).
39
Tabel 1. Contoh matriks program dan kegiatan dalam pengelolaan wilayah pesisir Teluk Parepare Stakeholder
1
2
3
1
Bapedalda
...
...
... ...
...
d~t
2.
Program I Kegiatan Eksploitasi Konservasi
No
dst
------~-
1--· ........
4
5
...
Wawancara Dokumen
...
---
...
-----------
Keterangan
...
dst
...
-------
dst
-----
Data sekunder adalah berupa data yang diperoleh dari instansi/unit
-
ke~a
terkait, misalnya data penggunaan lahan, data ketinggian, kemiringan lereng dan iklim, drainase, data kependudukan, peta wilayah pesisir, toto udara/satelit Teluk Parepare, dan hasil-hasil studi yang sudah ada, serta kebijakan-kebijakan atau regulasi kebijakan antar instansi/unit ke~a terkait. D. Analisis Data
Berdasarkan permasalahan dan tujuan penelitian sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, maka dalam menganalisis data digunakan ana/isis deskriptif kualitatif, dengan unit· analisis adalah pelaku-pelaku pemanfaatan wilayah pesisir dari berbagai unsur, dan hasil-hasil perencanaan wilayah pesisir Kota Parepare dan Kabupaten Pinrang. Data primer yang didapatkan dari para responden, terdiri dari para pengambil kebijakan pada institusi atau stakeholder yang mempunyai keter.kaitan dengan obyek penilitian. Hal ini dimaksudkan untuk menggali lebih jauh persepsi dan pandangan key stakeholder temadap permasalahan di wilayah pesisir Teluk Parepare. Kriteria penentuan
responden juga
dilihat dari tingkat intensitas
pemanfaatan, skala kegiatan, serta pengaruh langsung atau tidak langsung
40
terhadap pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare. Responden yang dimaksud dalam penelitian ini adalah stakeholders dalam hal ini masyarakat, dunia usaha serta institusi pengambil kebijakan dan institusi yang berwenang dalam mengatur pengelolaan dan pemanfaatan wilayah Teluk Parepare, yang terdiri dari Dinas Pengelola SDA Kota Parepare, Dinas Perhubungan dan Kepelabuhanan Kota Parepare, Sub Dinas Pariwisata Kota Parepare, Bapedalda Kota Parepare, Bappeda Kota Parepare, PT. Pelindo Wilayah IV Parepare,
PT. (Persero) Pertamina, ADPEL Parepare, KAPET
Parepare, Dinas PU dan Praswil Kota Parepare, Dinas Tata Kota dan Wasbang Kota Parepare, PLTD Suppa, Dinas Eksplorasi Laut dan Perikanan Kabupaten Pinrang, Bappeda Kabupaten Pin rang dan stakeholder lainnya yang terkait. Berdasarkan data primer dan data sekunder yang telah terkumpul, maka dilakukan penyusunan matriks program/kegiatan setiap instansi/unit
ke~a
dan
stakeholders lainnya dalam pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk
Parepare.
Selanjutnya setelah pola-pola pengelolaan dan pemanfaatan
teridentifikasi, maka dilakukan analisis interaksi pengelola dan pemanfaat untuk melihat apakah ada konflik atau tidak. Langkah selanjutnya, dilakukan analisis SWOT untuk melihat faktor-faktor strategik dalam lingkungan internal dan yang terdapat dalam lingkungan eksternal, sebagaimana ditunjukkan dalam Salusu · (1996).
Analisis
SWOT
(kekuatan-kelemahan)
dimulai dan
dengan
faktor-faktor
identifikasi eksternal
faktor-faktor
internal
(peluang-ancaman),
selanjutnya menentukan faktor-faktor strategi internal dan eksternal, kernudian menyusun matriks
int~raksi
antara faktor internal dan eksternal (lihat Tabel 2).
41
Berdasarkan hasil interaksi tersebut, maka disusun altematif-alternatif strategi dan menentukan strategi yang dipilih dalam pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare (Rangkuti, 1999). Tabel2. Model analisa dengan metode SWOT
EKSTERNAL
OPPORTUNITIES (peluang) susunan daftar peluang
THREATS (ancaman) susunan daftar ancaman
STRENGTHS (kekuatan) susunan daftar kekuatan
Pakai kekuatan untuk memanfaatkan peluang (Strategi SO) Keunggulan Komparatif
Pakai kekuatan untuk mengatasi ancaman (Strategi ST) Mobilisasi Sumberdaya
WEAKNESSES I (kelemahan) susunan daftar kelemahan
Tanggulangi kelemahan dengan memanfaatkan peluang (Strategi WO) lnvestasi atau tidak
Perkecil kelemahan dan hindari ancaman (Strategi WT) Mengendalikan Kerugian
INTERNAL
Sumber:
Pengambilan Keputusan Stratejik untuk Organisasi Publik dan Organisasi Nonprofit (Salusu, J., 1996).
E. Konsep Operasional Konsep operasional yang dipergunakan dalam penelitian ini guna mengetahui berbagai aspek tersebut, yaitu: 1.
Manajemen perencanaan adalah pemanfaatan sumberdaya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan atau sasaran yang dimaksudkan dalam pemecahan suatu masalah, dengan cara sistematik dan memperhatikan berbagai aspek terkait.
2.
Wllayah peslslr adalah wilayah peralihan antara daratan dan lautan atau wilayah dimana daratan berbatasan dengan laut, batas di daratan meliputi
42
daerah yang tergenang air maupun yang tidak tergenang air dan masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang surut, angin laut dan intrusi air asin, selanjutnya apabila ditinjau dari garis pantai (coastline), maka suatu wilayah pesisir memiliki dua macam batas yaitu batas yang sejajar garis pantai dan batas yang tegak lurus terhadap garis pantai. 3.
Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan aspek fungsional.
4.
Pemanfaatan ruang pesisir adalah pemanfaatan sumberdaya pesisir secara berkelanjutan di suatu wilayah berarti bagaimana mengelola segenap kegiatan pembangunan yang berhubungan dengan wilayah pesisir agar resultannya tidak melebihi kapasitas fungsional.
5.
Perencanaan terpadu wilayah
pesisir adalah suatu proses untuk
menyiapkan dan melaksanakan beberapa tindakan yang melibatkan sumberdaya' alam dan sumberdaya manusia di dalam suatu wilayah pesisir, dengan
mempertimbangkan
faktor-faktor
sosial,
ekonomi,
budaya,
kelembagaan dan politik yang terlibat didalamnya, untuk mencapai dan menyeimbangkan tujuan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. 6.
Daya dukung ruang adalah batas kemampuan dan/atau ketersediaan ruang untuk menopang kehidupan yang ada, memasok sumberdaya, mendukung pertumbuhan, dan mengasimilasi penyebab kerusakan serta mengantisipasi degradasi.
43
7.
Bagan adalah alat penangkap ikan berbentuk bangunan, baik yang menetap
(bagan tancap) maupun yang tidak menetap (bagan apung), yang menggunakan jaring dan operasionalnya selalu pada malam hari dengan menggunakan alat bantu lampu. 8.
Konflik adalah kekacauan emosional yang disebabkan oleh ketidakcocokan
atau ketidakmampuan berdamai dengan realitas atau pertimbangan moral. 9.
Konflik pengelolaan adalah hubungan yang saling bertentangan akibat
adanya
perbedaan
kepentingan
dan
pendapat antar lembaga atau
stakeholders tentang batas-batas kewenangan pengelolaan suatu kawasan
tertentu. 10. Konflik pemanfaatan adalah konflik yang terjadi karena adanya tum pang tindih atau perbedaan kepentingan yang berpengaruh negatif pada dua atau lebih kegiatan sektoral pada suatu obyek yang sama untuk dimanfaatkan demi memenuhi tujuan atau sasaran yang diinginkan. 11. Konflik kewenangan adalah terjadinya perbedaan pendapat atau persepsi terhadap peraturan yang mengatur fungsi dan kewenangan dari dua atau lebih stakeholders untuk memenuhi tujuan dan sasaran yang diinginkan. 12. Stakeholders
adalah
semua
unsur
yang
memiliki
kaitan
dengan
pengelolaan dan pemanfaatan lahan pesisir, baik langsung maupun tidak· langsung di daerah studi. 13. Strategi
~dalah
tindakan atau respon secara terus menerus secara adaptif
terhadap peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal, yang dapat mempengaruhi pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare.
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Salah
satu
upaya
untuk
mendapatkan
informasi
kompleksitas
pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare, yaitu dipandang perlu untuk memberikan gambaran umum mengenai karakteristik dan potensi daerah yang mengelola atau terlibat dalam pengelolaan dan pemanfaatan Teluk Parepare. Wilayah tersebut di kelola oleh 2 (dua) daerah administratif yaitu Kota Parepare dan Kabupaten Pinrang (Kecamatan Suppa). Data dan informasi di wilayah pesisir Teluk Parepare dibutuhkan dalam proses pengambilan keputusan dengan cepat dan tepat, serta memenuhi kebutuhan pembangunan daerah yang semakin meningkat dan semakin kompleks di berbagai sektor, disamping itu untuk mendukung perencanaan dan pengendalian pemanfaatan di wilayah Teluk Parepare. A. Keterkaitan Sejarah antara Suppa dengan Parepare Buku Lontara Bugis menyebutkan bahwa Kerajaan Suppa didirikan sekitar abad XIV oleh seorang Raja Suppa yang berkedudukan di tepian pantai yang kemudian •dikenal dengan nama Kerajaan Soreang.
Di sebelah Selatan
Kerajaan Soreang tersebut, tumbuh semak belukar dan hutan mangrove yang penduduk setempat menyebutnya Paraparae.
Semak atau "para" ini tumbuh
rimbun disepanjang pantai dari Soreang ke Bacukiki hingga Mallusetasi. Keadaan topografi yang menarik dengan pemandangan wilayah pesisir yang alami ini, membuat perhatian khusus dari Raja Gowa XI, Marigau Daeng
45
Bonto Karaeng To Nipalangga (1547-1566) saat ia mendarat di Soreang dalam sebuah kunjungan dagang, dan mempererat hubungan Kerajaan Gowa dengan penguasa pesisir Soreang.
Mendapat keterangan bahwa kawasan yang
dikuasainya adalah "paraparae", terlontarlah kata "baji nipare" (bagus dibuatdijadikan) pelabuhan. Letaknya memang strategis, sebuah Teluk dengan tepian yang dalam, ombak tak seberapa besar, serta sebuah pulau di tengahnya. Sejak saat itu, berkembanglah kemudian kegiatan kepelabuhanan, dan dengan berjalannya waktu, kawasan pesisir ini semakin ramai dan padat, bahkan telah berhasil menggeser posisi pusat pemerintahan Kerajaan Soreang. lstana Arung Soreang yang bergelar Sao Raja Mattanrue berdiri dengan megah di Paraparae.
Perahu yang berlabuh di Paraparae di beri simbol tersendiri, yang
dipasang dianjungan. Bahkan Raja Soreang Arung Unga Singkeru dimakamkan dekat Sao Raja Mattanrue di sebuah tempat di Parepare lama atau pusat Kota Parepare sekarang. Bahkan perhitungan "kilometer no/" diawali disini. Pada zaman Belanda, di Kota Parepare berkedudukan seorang Asisten Residen dan seorang Kontroleur atau Gezzag Hebber sebagai pemimpin pemerintahan, dengan status wilayah pemerintahan yang dinamakan afdelling yang meliputi onderafdelling Barru, Sidrap, Enrekang, Pinrang dan Parepare. Sedangkan pada zaman Jepang struktur pemerintahan tidak mengalami perubahan, kecuali istilah jabatan yang tadinya pada pemerintahan Hindia Belanda pemimpin pemerintahan bergelar Asisten Residen, maka di zaman Jepang disesuaikan dalam Bahasa Jepang menjadi Ken Kanrikan dan Kontroleur menjadi Bunken Kanrikan. Hal ini berlangsung hingga zaman kemerdekaan, dan berdasarkan tanggal pelantikan dan pengambilan sumpah Walikotamadya
46
pertama H. A Mannaungi pada tanggal 17 Pebruari 1960, maka dengan Surat Keputusan DPR No. 3 tahun 1970, maka ditetapkan hari kelahiran Kota Parepare pada tanggal17 Pebruari 1960 (Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan, 2001).
B. Administrasi Kota Parepare merupakan salah satu kota di bagian tengah Sulawesi Selatan,
be~arak
Propinsi
155 km dari Kota Makassar lbukota Propinsi Sulawesi
Selatan ke arah Utara, dengan luas wilayah 99,33 km 2 atau 0,16% dari luas Propinsi Sulawesi Selatan. Keseluruhan wilayahnya secara geografis mempunyai dataran tinggi bergelombang dan berbukit, kecuali di pusat kota atau sekitar kawasan pelabuhan yang berdataran rendah hingga landai.
Hal tersebut,
memberikan pengaruh terhadap aktivitas perekonomian masyarakatnya yang sebagian besar terkonsentrasi pada kawasan-kawasan tertentu saja, seperti di kawasan pesisir kota (kota lama). Secara geografis Kota Parepare terletak antara 3°57'39" - 4°04'49" Lintang Selatan dan 119°36'24" - 119°43'40" Bujur Timur, dengan batas-batas administratif yaitu sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Pinrang, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Sidenreng Rappang, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Barru dan sebelah Barat berbatasan dengan Selat. Makassar dan Teluk Parepare. Kedudukan Kota Parepare sangat strategis, karena berada tepat pada posisi silang jalur transportasi poros Utara-Selatan dan Timur-Barat bagian tengah Propinsi Sulawesi Selatan. Letak strategis tersebut merupakan salah satu modal dasar Kota Parepare untuk berperan sebagai:
47
1.
Secara Wilayah, ditetapkan sebagai pusat wilayah pengembangan, pusat pelayanan dan kawasan andalan pada bagian tengah Sulawesi Selatan dengan daya dukung daerah tetangga yang sangat potensial terutama dalam hal produksi sektor pertanian (padi, palawija, perikanan, peternakan, dan perkebunan.
2.
Secara Regional, Kota Parepare akan sangat mudah berintegrasi dengan pusat wilayah pengembangan lainnya di Propinsi Sulawesi Selatan, seperti Kota Makasssar,
Kabupaten Majene,
Kabupaten
Palopo,
Kabupaten
Bulukumba dan Kabupaten Watampone. 3.
Secara Nasional, Kota Parepare merupakan titik sentral wilayah Nusantara dan memegang fungsi sebagai pintu gerbang keluar masuknya penumpang, barang dan jasa ke kota-kota di wilayah Nusantara utamanya di Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Maluku dan Irian Jaya.
4.
Secara lntemasional, Kota Parepare merupakan pintli gerbang arus penumpang dan barang ke dan dari negara-negara tetangga seperti Brunai Darussalam, Singapura dan Malaysia Timur. Berdasarkan
wilayah
administrasi,
Kota
Parepare
terdiri
dari
3
Kecamatan dan 21 Kelurahan, sementara kelurahan yang termasuk wilayah pesisir tersebar di tiga kecamatan tersebut (Kecamatan Bacukiki, Ujung, dan Soreang). Kelurahan yang berbatasan langsung dan terpengaruh langsung oleh aktivitas pesisir pantai yaitu sebagian Kelurahan Lumpue, Sumpang Minangae, Cappagalung, Labukkang, Mallusetasi, Kampung Baru, Tiro Sompe, Ujung Sabbang, Kampung Pisang, Lakessi, dan Watang Soreang (lihat Tabel 3).
48
Tabel 3. Luas kecamatan dan kelurahan di Kota Parepare
Kecamatan/Kelurahan 1
Luas (km 2)
Bacukiki
'
Lumpue
i
Wt. Bacukiki
I
Lorn poe Cappagalung Kampung Baru Lemoe Sumpang Minangae Bumi Harapan Tiro Sompe
i i
'
Ujung Labukkang Ujung Sabbang Ujung Bulu Lapadde Mallusetasi
Soreang Lakessi Ujung Baru Wt. Soreang Kampung Fisang Ujung Lare Bukit lndah Bukit Harapan -
-
----------------
-.
.
-- -
--
---
Prosentase dr luas Kota Parepare
79.70
80.23
11.43 25.52 11.43 0.70 0.46 29.75 0.31 6.16 0.38
11.51 25.69 11.51 0.70 0.46 29.95 0.31 6.20 0.38
11.30
11.38
0.36 0.36 0.38 9.98 0.22
0.36 0.36 0.38 10.05 0.22
8.33
8.33
0.15 0.48 0.65 0.12 0.18 1.19 5.56
0.15 0.48 0.65 0.12 0.18 1.20 5.56
99.33 - .
-
-
.
100
-·- .
Sumber: Pemerintah Kota Parepare, 2003 b. Wilayah administratif lainnya yang berada di lokasi Teluk Parepare, yaitu · Kecamatan
Suppa
yang
merupakan
satu-satunya wilayah
kecamatan
di
Kabupaten Pinrang yang berbatasan langsung dengan Teluk Parepare. Batasbatas administratifnya yaitu sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Mattiro Bulu dan Mattiro Sompe Kabupaten Pinrang, sebelah Timur berbatasan dengan Teluk Parepare dan Kota Parepare, sebelah Selatan dan Barat berbatasan dengan Selat Makassar.
49
Secara administratif, Kecamatan Suppa terdiri dari 2 kelurahan dan 8 desa (lihat Tabel 4), sementara kelurahan/desa yang termasuk wilayah pesisir adalah Kelurahan/Desa Lero, Tasiwalie, Maritengngae, Watang Suppa, Wiring Tasi, Lotang Salo, Tellumpanua, Ujung Labuang. Tabel 4. Luas kecamatan dan kelurahan/desa Kecamatan Suppa Kelurahan/Desa Lero Tasiwalie Maritengngae Watang Suppa Watang Pulu Wiring Tasi Lotang Salo Tellumpanua Ujung Labuang Polewali
Luas (km 2 )
Prosentase dr luas Kecamatan Suppa
3,71 4,41 6,96 11,26 5,94 4,56 5,06 14,32 3,87 14,11
5.00 5.94 9.38 14.82 8.00 6.15 6.82 19.25 5.22 19.02
74,20
100
Sumber: Pemenntah Kabupaten Pinrang, 2002 C. Ketinggian, Lereng dan lklim Kondisi topografi wilayah pesisir Kota Parepare pada umumnya datar, kecuali di Kelurahan Watang Soreang yang memiliki topografi relatif berfluktuasi, dengan ketinggian berkisar antara 0 - 50 meter dpl.
Kondisi lahan dengan
topografi datar antara 0 - 5% pada kawasan pesisir terdapat di wilayah Kelurahan Sumpang Minangae, Cappagalung, Labukkang, Mallusetasi, Ujung Sabbang, dan Kampung Pisang.
Sedangkan kondisi topografi yang relatif bergelombang
dengan kemiringan diatas 5 % terdapat di Kelurahan Lumpue.
50
Curah hujan hampir merata sepanjang tahun.
Curah hujan maksimal
tahun 2001, rata-rata mencapai 149,67 hari hujan dengan rata-rata jumlah hari hujan perbulan adalah 12 hari.
Kelembaban udara di Kota Parepare belum
merata. Temperatur rata-rata di Kota Parepare sepanjang tahun 2001 berkisar antara 25,70 °C - 28,50 °C. Variasi temperatur antara musim hujan dan musim kemarau relatif kecil (Pemerintah Kota Parepare, 2002 c). Kondisi topografi rata-rata di Kecamatan Suppa berada pada ketinggian I
dibawah 0 - 263 meter di atas permukaan laut, dan teridentifikasi sebagai wilayah dengan kemiringan 0 - 15 %.
Berdasarkan data dari Dinas PU Pengairan
Kabupaten Pinrang, banyaknya curah hujan pada tahun 2002 sebesar 1.825 mm, curah hujan tertinggi
te~adi
pada bulan April (392 mm) dan Nopember (239 mm)
(Pemerintah Kabupaten Pinrang, 2002 b). Lahan dengan kemiringan lebih dari 15%, cenderung mempunyai kendala dalam memanfaatkan ruang kota, sehingga laju pembangunan dan perkembangan penduduk lebih banyak di daerah pesisir. D. Drainase Wilayah yang mengalami penggenangan, baik secara priodik maupun terus menerus hanya meliputi areal seluas 1,32% dari luas Kota Parepare· (Pemerintah Kota Parepare, 2001 ).
Areal tergenang ini terdapat pada daerah
pinggiran pantai, sekitar pinggiran sungai dan muara sungai serta pada bagianbagian kota yang tidak mempunyai saringan pembuangan (rio/) yang baik. Secara umum luas dan prosentase drainase Kota Parepare dapat dilihat pada Tabel 5 dibawah ini.
SI
Tabel 5. Luas dan prosentase drainase menurut klasifikasi penggenangan di Kota Parepare Tahun 2001 NO 1. 2. 3.
Kelas Drainase Tergenang periodik Tergenang terus menerus Tidak pemah tergenang
Luas (ha) 92.16 39.06 9,801.08
9,933.00 Jumlah Sumber: Pemenntah Proprnsr Sulawesr Selatan, 2001.
Prosentase Penggenangan 0.93 0.39 98.68 100
Untuk mengantisipasi genangan air hujan atau banjir, maka Pemerintah Kota Parepare membangun saluran drainase yang menuju ke perairan Teluk Parepare.
Saluran drainase tersebut ditempatkan mulai di daerah Sumpang
Minangae sarnpai daerah Cempae, Kelurahan Watang Soreang, yang
be~umlah
33 buah dengan ukuran Iebar bervariasi antara 1 meter sampai 4 meter (Pemerintah Kota Parepare, 2003 a).
E. Kependudukan Jumlah penduduk Kota Parepare tahun 2003, berjumlah 113.161 jiwa yang tersebar di 3 kecamatan. Jumlah penduduk Kecamatan Bacukiki sebanyak 44.400 jiwa dengan kepadatan penduduknya 557 jiwa/km 2 , Kecamatan Ujung sebanyak 28.593 jiwa dengan kepadatan penduduknya 2.530 jiwa/km2 , dan Kecamatan Soreang sebanyak 40.168 jiwa dengan kepadatan penduduknya 4.822 jiwa/km 2 (lihat Tabel 6).
52
Tabel6. Jumlah
r~mah
tangga dan penduduk Kota Parepare
Kecamatan/Kelurahan Bacukiki Lumpue Wt. Bacukiki Lorn poe Cappagalung Kampung Baru Lemoe Sumpang Minangae Bumi Harapan Tiro Sompe
Rumah Tangga
Jumlah Penduduk
9.256
44.400
1.482 303 1.502 1.417 965 418 1.053 1.003 1.113
6.759 1.406 6.961 6.608 4.880 2.088 5.216 5.136 5.346
Ujung Labukkang Ujung Sabbang Ujung Bulu Lapadde Mallusetasi
5.820
28.593
.409 750 1.240 1.978 443
6.884 3.746 5.958 9.742 2.263
Soreang Kampung Pisang Lakessi Ujung Baru Ujung Lare Wt. Soreang Bukit lndah Bukit Harapan
8.198
40.168
741 705 1.297 955 1.074 1.983 1.443
3.823 3.629 6.138 4.562 5.496 9.328 7.192
I
~
23.274 - --Sumber: Pemerintah Kota Parepare, 2003 b.
--------
113.161 -
-------
---~-
I
--
Penduduk di Kecamatan Suppa yang teridentifikasi pada tahun 2003 be~umlah
27.417 jiwa yang tersebar di 10 Kelurahan/Desa dengan kepadatan
369 jiwa/km 2 . Jumlah penduduk yang terbesar berada di Desa Lero dan jumlah penduduk yang terkecil berada di Desa Ujung Labuang. dapat dilihat pada Tabel 7.
Untuk lebih jelasnya
53
Tabel7. Jumlah rumah tangga dan penduduk Kecamatan Suppa Kelurahan/Desa
Kepadatan (jiwa/km~)
Jumlah Penduduk
8.505 611 293 289 218 221 334 199 700 276
6.379 2.717 2.045 3.255 2.612 1.984 1.688 2.850 1.659 2.228
369 Sumber: Pemenntah Kabupaten Pmrang, 2002 a.
27.417
Lero Tasiwalie Maritengngae Watang Suppa Watang Pulu Wiring Tasi Lotang Salo Tellumpanua Ujung Labuang Polewali
Baik di Kota Parepare ataupun di Kecamatan penduduknya
menunjukkan
penyebaran
penduduk
Suppa, distribusi
yang
tidak
merata.
Konsentrasi penduduk serta pemanfaatan ruang yang cukup tertinggi terjadi di daerah sepanjang wilayah pesisir pantai.
Kondisi tersebut merupakan potensi
sekaligus kendala dalam mengarahkan tata ruang kawasan pesisir menjadi lebih tertata dan berwawasan lingkungan.
F. Pariwisata Sarana wisata bahari/pantai yang ada di Kota Parepare tersebar di· wilayah pesisir Kota Parepare yang terdiri dari Permandian Alam Lumpue, Pantai Tonrangeng, Pantai Mattirotasi dan Pantai Cempae (Sumur Jodoh), namun yang menjadi prioritas pengembangan adalah Permandian Alam Lumpue dengan jarak 4 km dari pusat Kota Parepare, dan Pantai Cempae yang mempunyai keunikan
54
karena terdapat sebuah sumur yang dikenal oleh orang-orang setempat sebagai Sumur Jodoh dengan jarak 2 km dari pusat kota.
Kabupaten Pinrang khususnya Kecamatan Suppa memiliki potensi wisata bahari yang cukup potemsial karena daerah tersebut memiliki wilayah pesisir yang cukup luas. Di Kecamatan Suppa, potensi wisata yang diprioritaskan antara lain wisata pantai Ujung Lero dan terdapat juga tempat bersejarah di Pulau Kamerrang yang berada di tengah Teluk Parepare. Namun lokasi wisata tersebut belum dikelola secara maksimal, baik dilihat dari sarana dan prasarananya maupun dari sistem manajemennya.
G. Sarana dan Prasarana Transportasi Laut I
Untuk
menunjang
perhubungan
laut, di Kota Parepare terdapat 4
(empat) pelabuhan utama, sedangkan di Kecamatan Suppa terdapat 2 (dua) Pelabuhan, masing-masing sebagai berikut: 1.
Pelabuhan Nusantara: merupakan pelabuhan kedua terbesar di Sulawesi Selatan setelah Pelabuhan Makassar, disinggahi oleh kaoal sampai bobot mati 1000 - 2000 ton, dengan fasilitas pelabuhan yang sudah memadai. Pelabuhan ini berfungsi sebagai tempat bongkar muat barang, hewan dan orang yang melayani pelayaran nusatara dan samudra.
2.
Pelabuhan Rakyat Cappa Ujung: merupakan pelabuhan perahu motor/kapal kayu berfungsi sebagai tempat bongkar muat barang dan orang, melayani pelayaran-pelayaran
lokal
(antar daerah)
dan
pelayaran
utamanya wilayah Indonesia Bagian Timur dan Kalimantan.
nusantara,
55
3.
Pelabuhan Rakyat Lontangnge: merupakan pelabuhan perahu motor/kapal kayu berfungsi sebagai tempat bongkar muat barang, melayani pelayaranpelayaran lokal (antar daerah) dan pelayaran nusantara,
utamanya
Kalimantan. 4.
Pelabuhan Khusus PT. Pertamina: merupakan pelabuhan khusus yang melayani kapal tanker untuk kegiatan bongkar muat bahan bakar, fasilitas pelabuhan
merupakan
dermaga yang disandari rata-rata 70 unit
kapal/tahun. Fasilitas tambahan pelabuhan Depot
PT. Pertamina dalam
bentuk tangki raksasa sebagai tempat penampungan bahan bakar untuk melanjutkan/didistribusikan pada daerah pemasaran. 5.
Pelabuhan Rakyat Marabombang: merupakan salah satu pelabuhan yang merupakan prasarana transportasi laut yang ada di Kecamatan Suppa berupa pelabuhan dan Tempat Pelelangan lkan (TPI).
Pelabuhan
Marabombang di Kecamatan Suppa difasilitasi dengan dermaga sepanjang 75 meter, yang disandari oleh kapal-kapal barang yang mengangkut hasilhasil bumi. Pelabuhan ini juga diharapkan mengantasipasi perkembangan perindustrian di Kecamatan Suppa. 6.
Pelabuhan Khusus PLTO Suppa: dermaga pelabuhan ini hanya disandari oleh kapal-kapal tanker kecil yang membawa bahan bakar untuk menyuplai · pembangkit listrik tersebut. PL TO Suppa ini dapat mensuplai kekurangan kebutuhan listrik di Sulawesi Selatan khususnya di Parepare dan sekitamya.
56
Di sam ping keenam pelabuhan terse but yang beroperasi di Teluk Parepare, terdapat pula pelabuhan-pelabuhan nelayan yang tidak mempunyai dermaga, tetapi hanya menempati pesisir pantai Labukkang, Kampung Baru, Cappagalung, Sumpang Minangae, Lumpue, Lakessi dan Cempae sebagai tempat berlabuhnya perahu-perahu nelayan, baik perahu motor maupun perahu layar dan sampan.
H. Kondisi Wilayah Pesisir Teluk Parepare Kondisi wilayah pesisir Teluk Parepare sebagai wilayah penelitian, meliputi: kondisi bio-geofisik, kondisi sosial ekonomi masyarakat, pemanfaatan ruang dan kondisi lainnya yang berkaitan dengan wilayah pesisir Teluk Parepare (lihat Gambar 3). 1. Kondisi bio-geofisik a.
Perairan Teluk Parepare menghadap kearah Selatan, sehingga dinamika perairan sangat terpengaruh selain oleh gaya-gaya meteorologis berupa hembusan angin dari arah Barat Daya, juga oleh gaya-gaya astronomis berupa dinamika pasang surut.
b.
Panjang pesisir Teluk Parepare 34 km, dimulai dari wilayah pesisir Kota Parepare yang berbatasan dengan Kabupaten Barru, sampai dengan Wilayah Pesisir Ujung Lero Kecamatan Suppa.
.... ..,,
Luas Teluk Parepare berdasarkan Batas Daerah Lingkungan Kerja Perairan Pelabuhan Pare pare yaitu 2. 778 ha (Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 14 Tahun 1999.
57
r---------
c IE
-
>
&SiS
" Pemutcmt.n "Tarnbak
MANA]EMEN PERENCANAAN PROGRAM PAS~R]ANA UNIIIERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2006
-
"' Hutan
-
" Ten.lmOU -.rig
-------
_ _ _ __j
Gambar 3. Peta penggunaan lahan dan Jokasi penelitian di wilayah Teluk Parepare. (Sumber: Balitkanta-Maros, 2001 ).
d.
Pasang surut berada pada kisaran rata-rata sebesar 81 em.
e.
Berdasarkan peta penutupan Jahan untuk wilayah pesisir Teluk Parepare didapatkan 7 (tujuh) jenis penutupan Jahan dominan, yaitu; pemukiman, tambak, kebun campuran, sawah, mangrove, hutan dan terumbu karang.
58
f.
Terdapat lokasi estuaria yang merupakan pertemuan aliran Sungai Karajae dengan
pantai,
yang
mana
memiliki
potensi
terjadinya
sedimentasi/pendangkalan dan delta pada wilayah pesisir dan muara. g.
Tinggi gelombang rata-rata< 1 meter.
h.
Kecepatan arus berada pada kisaran 4- 14,99 cm/detik.
i.
Kedalaman air laut berada pada kisaran 0-75 meter dbl, bagian Utara yang dangkal dengan kedalaman < 20 meter pada posisi tengahnya, dan bagian Selatan dengan kedalaman > 20 meter pada posisi tengahnya.
2. Kondisi sosial ekonomi a.
Banyaknya Rumah Tangga Perikanan (RTP) di Kota Parepare, yaitu 540 RTP untuk perikanan laut dan 63 RTP untuk perikanan darat, yang tersebar di 3 (tiga) ket:amatan, sedangkan banyaknya RTP di Kecamatan Suppa yaitu 2.559 RTP untuk perikanan laut, sedangkan untuk RTP yang mengelola
usaha budidaya tambak sebanyak 743 RT (Data dan lnformasi Perikanan Kota Parepare dan Kabupaten Pinrang, 2004). b.
Luas areal budidaya tambak di Kota Parepare adalah 75,80 ha, dengan pengelolaan
secara
semi
intensif 72,50%
dan
tradisional
27,50%.
Sedangkan di Kecamatan Suppa yaitu seluas 2.203 ha. c.
Jumlah bagan tancap yang ditempatkan tersebar di Teluk Parepare sebanyak ± 200 buah.
Bagan tancap tersebut lebih banyak beroperasi
disekitar bagian dalam Teluk Parepare. d.
Perikanan laut atau perikanan tangkap di Kota Parepare dan Kabupaten Pinrang (Kecamatan Suppa), umumnya masih dilakukan oleh nelayan tradisional. Beberapa usaha penangkapan dengan jangkauan yang cukup
59
jauh untuk menangkap ikan tuna dan cakalang sudah diusahakan namun hanya
oleh
kalangan
terbatas.
Nelayan-nelayan
tradisional
yang
menggunakan alat tangkap pancing, jaring, bagan tancap, dan pukat masih mendominasi penangkapan secara tradisional. 3. Kondisi pemanfaatan ruang
Gambaran mengenai pemanfaatan ruang pesisir Teluk Parepare, meliputi jasa kepelabuhanan dan pemanfaatan lainnya yang terdiri dari kegiatan adminsitrasi kepelabuhanan (Pelabuhan Nusantara, Pelabuhan Cappa Ujung, Pelabuhan Lontangnge, Pelabuhan Khusus PT. Pertamina, Pelabuhan Rakyat Marabombang, dan Pelabuhan Khusus PL TO Suppa). Sedangkan untuk pemanfaatan ruang pesisir lainnya, untuk kondisi saat ini diuraikan sebagai berikut: a.
Usaha budidaya tambak di Kelurahan Watang Bacukiki terdapat di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Karajae, dan sekitar Kelurahan Wattang Soreang. Sebagian besar budidaya tambak berada di daerah Suppa di pesisir bagian tengah Teluk Parepare.
:>.
Kegiatan kehutanan, pertanian dan perkebunan di Kelurahan Lompoe dan Lemoe di sepanjang Sungai Karajae serta di Kecamatan Suppa.
.....
Aktifitas Tempat Pelelangan lkan (TPI), di Kelurahan Sumpang Minangae, Labukkan~.
t
Lakessi, Cempae, Ujung Lero dan Marabombang.
Kegiatan konservasi atau penanaman dan pemeliharaan pohon bakau (mangrove) disepanjang Sungai Karajae, Kelurahan Watang Soreang, dan di dekat perbatasan Kota Parepare dengan Kabupaten Pinrang.
60
e.
Aktifitas pemiagaan Pasar Lakessi, Pasar Labukkang, Pasar Sumpang Minangae dan Pasar Senggol yang berhubungan langsung dengan pesisir pantai.
f.
Obyek wisata permandian alam Lumpue, obyek wisata Pulau Kamerrang dan obyek wisata Ujung Lero.
g.
Aktifitas di jalur pelayaran yang berada di Teluk Parepare.
h.
Permukiman dan perkantoran.
i.
Aktifitas galangan kapal dan lndustri pembuatan kapal rakyat di Kelurahan Kampung Pisang dan Kelurahan Ujung Sabbang.
j.
lndustri repair motor listrik dan industri repair mesin kapal.
k.
lndustri pengeringan dan penggaraman ikan (Pemerintah Kota Parepare,
2002 c).
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kompleksitas Pengelolaan dan Pemanfaatan Wilayah Pesisir Teluk Parepare
Pola pertumbuhan penduduk yang bermukim di sekitar Teluk Parepare I
baik di sekitar pesisir Kota Parepare maupun di pesisir Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang, ditandai dengan pesatnya kegiatan pembangunan bagi berbagai peruntukan, seperti pemukiman, perikanan, kepelabuhanan, dan lainlain, sehingga
te~adi
tekanan-tekanan atau konflik baik langsung maupun tidak
langsung terhadap pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir. Salah satu tahapan penting yang diperlukan untuk mengatasi dampak negatif pengelolaan wilayah pesisir adalah identifikasi berbagai macam masalah yang mengemuka dalam berbagai kegiatan di wilayah pesisir Teluk Parepare. Masalah utama yang dikemukakan adalah ancaman terhadap kualitas lingkungan dan sumberdaya alam serta jasa-jasa pesisir.
Ancaman-ancaman ini dapat terjadi
secara sendiri-sendiri atau saling berkaitan dalam setiap bidang kegiatan dan pemanfaatan. Berdasarkan hasil pengamatan lapangan (observasi), wawancara dan berbagai hasil regulasi kebijakan dari instansi terkait, maka teridentifikasi secara umum pola-pola pemanfaatan bersama dari berbagai sektor tentang pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare.
Pola kegiatan dan
pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare dapat dikelompokkan dalam bidang pemanfaatan eksploitasi dan konservasi.
62
Pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare untuk kegiatan eksploitasi terdiri dari kegiatan perikanan tangkap, budidaya tambak, pertanian,
perkebunan,
jasa-jasa
lingkungan
(kepelabuhanan
dan
kepariwisataan), serta kegiatan dunia usaha (industri pembuatan kapal rakyat, pasar, dan TPIIPPI).
Sedangkan untuk kegiatan konservasi terdiri dari
penanaman dan pemeliharaan pohon-hutan mangrove disepanjang aliran Sungai Karajae dan pesisir Teluk (wilayah pertambakan), serta penanganan sampahsampah kasar hasil buangan dari bagian Kota Parepare. Adapun jenis-jenis pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare yang teridentifikasi melibatkan berbagai pihak (stakeholder), adalah sebagaiberikut. 1. Pemanfaatan wilayah pesisir pada jalur-jalur pelayaran Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, wawancara dan berbagai hasil regulasi
kebijakan
dari
instansi
terkait,
maka
teridentifiKasi
keterlibatan
stakeholders dalam beberapa program/kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan
wilayah pesisir Teluk Parepare, khususnya tentang pengelolaan jalur-jalur pelayaran di wilayah perairan Teluk Parepare, yang dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel8. Matriks program dan kegiatan dalam pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare tentang jalur-jalur pelayaran
No
1
1
Eksploitasi
Stakeholders Adm1mstras1 Pelabuhan (ADPEL) Parepare
1 f
I
Konservasi
-Pengaturan keselamatan pelayaran -Penanggulangan bangkai-bangkai kapallkap~l karam
I
2
3 4
5
I Subdinas j Pengaturan bagang-bagang tancap Perikanan Kota i PareQare I Dtnas Eksploras1 Pengelolaan pemanfaatan potensi Laut dan Perikanan perikanan di Teluk Parepare KabuQaten Pinrang I Masyarakat di - penangkapan ikan masih ada pesisir Cempae menggunakan bagang tancap - jalur keluar masuk perahu terganggu akibat penanaman hutan mangrove I Masyarakat di Penggunaan tembok hasil reklamasi pesisir Labukkang pantai dekat mulut pelabuhan ~ nusantara sebagai tempat pendaratan penumQang dari Ujung Lero, Suppa I Masyarakat di pel, Penangkapan ikan dengan Marabombang dan menggunakan bagang tancap dekat f>LTD Suppa . ;_pelabljh~n da,_di ar~-~.Cl.lur pel~y~~ I Bapedalda Pare pare
I
1
6
7
8
I
Perianamanhutan mangrove di wilayah pesisir dan sekitar muara S. Karajae
Wilayah Kajian
Keterangan
-Wilayah perairan Teluk Parepare -Kel. Uj. Sabbang dan Kamp. Pisang Wt. Soreang, Lakessi, Uj.Sabbang
hasil wawancara dan dokumen perencanaan
Wilayah pesisir Kecamatan Suppa
Dokumen
Kelurahan Watang Soreang
Wawancara
Kelurahan Labukkang
Wawancara
Kelurahan Watang Suppa
Wawancara
Kel. Lumpue dan Kel. --~ Wawancara d~m Watang Soreang Dokumen
~~~.:~~~~~-~~-~~--L~=~~~~~a!!~~;!~;~~~r :~~~aran_ _ l_ ·-- ·-----------__ _I ~:~~a~a~=~~i;:n
Sumber: Data primer dan data sekunder setelah di olah, 2004.
Dokumen
Dokumen -'
0\
w
64
Pengelolaan dan pemanfaatan wilayah perairan Teluk Parepare dalam hal kepelabuhanan dan pelayaran di atur dalam Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia, Nomor KM. 14 Tahun 1999, tentang Batas-batas Daerah Lingkungan
Kerja
dan
Daerah
Lingkungan
Kepentingan
Kepelabuhanan
Parepare. Peraturan tersebut mengatur tentang kegiatan-kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal sandar/tambat atau berlabuh, turun naik penumpang, bongkar muat barang dan hewan serta mengatur keselamatan pelayaran dan jalur-jalur pelayaran yang dipakai sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi. Setelah lahimya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka daerah memiliki otonomi dalam pengelolaan sumberdaya pesisimya sejak berlaku penuh pada bulan Mei tahun 1999. Pasal 3 UU No. 22 Tahun 1999, menyatakan bahwa wilayah daerah propinsi terdiri atas wilayah darat dan wilayah laut sejauh 12 mil laut yang diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan.
Sedang kewenangan
daerah Kabupaten/Kota adalah sej&uh sepertiga dari batas laut daerah propinsi atau sejauh 4 mil laut. Namun karena kondisi geografis Teluk Parepare hanya mempunyai Iebar antara 0,5 mil !aut sampai dengan 3,6 mil laut, maka aturan perundang-undangan tersebut harus disesuaikan untuk diterapkan di Teluk Parepare.
Berkaitan
dengan
pengelolaan dan
pemanfaatan
bersama
Teluk
Parepare antara Pemerintah Kota Parepare dan Pemerintah Kabupaten Pinrang, sampai sekarang belum dibuat aturan dalam bentuk perundang-undangan.
65
Namun, kedua daerah tersebut sudah sepakat akan membuat suatu kebijakan bersama dalam pengelolaan dan pemanfaatan wilayah Teluk Parepare yang difasilitasi oleh Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan, KAPET Parepare, dan PT (Persero) Pelindo Wilayah IV Cabang Parepare (Sumber: Hasil wawancara Stat Bakorwi/11 dan General Manager PT. Pelindo Wilayah IV Parepare).
2. Pencegahan dan penanggulangan pencemaran Pencemaran perairan Teluk Parepare ini umumnya bersumber dari limbah · domestik perkotaan (pemukiman, perdagangan, hotel, rumah sakit, PT. Pertamina, industri, dan restoran) baik yang langsung dibuang ke pantai berupa sampah padat, maupun yang tidak langsung dengan melalui kanal. Sebutan WC terpanjang dapat kita dengar dari sejumlah penduduk yang bermukim di sepanjang wilayah pesisir Teluk Parepare, mulai dari Muara Sungai Karajae menyusuri pantai, hingga ke Pelabuhan Cappa Ujung dan selanjutnya di pesisir Ujung Lero yang belum ditanggul atau masih alami.
Hasil pengambilan data
melalui observasi dan wawancara serta hasil regulasi kebijakan beberapa instansi/unit
kerja
tentang
program
dan
kegiatan
penanggulangan pencemaran, dapat dilihat pada Tabel 9.
pencegahan
dan
Tabel 9. Matriks program dan kegiatan dalam pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare tentang pencegahan dan penanggulangan pencemaran No 1
Stakeholders
Eksploitasi
2
ADPEL (Administrasi Pelabuhan) Pare_pare PT. Pertamina
3
Bapedalda
4
Masyarakat di pesisir ! Penggunaan sekitar Pasar Lakessi, · lahan pesisir Labukkang, Sumpang 'sebagai Minangae, kmp. pemukiman dan Pisang, Mallusetasi tempat usaha Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Operasionalisasi pelabuhan PT. Pertamina
I I i
5
Konservasi
Wilayah Kajian
Pencegahan dan penanggulangan pencemaran perairan Pencegahan pencemaran minyak pada perairan dengan menggunakan alat perangkap minyak di perairan Pemasangan ram penangkap sampah kasar pada drainase yang berhubungan langsung dengan perairan laut Rata-rata masyarakat masih menganggap lebih muda membuang sampah ke laut dari pada menunggu petugas kebersihan mengambil sampah tersebut
Wilayah Perairan Teluk Parepare Kelurahan Lakessi dan Kelurahan Watang Soreang
Dokumen dan wawancara
Sepanjang pesisir Kota Parepare
Dokumen dan wawancara
Kel. Lakessi, Labukkang, S. Minangae, Kamp. Pisang. Mallusetasi
Wawancara
Pengerukan saluran-saluran drainase yang berhubungan langsung dengan laut
Sepanjang pesisir Kota Parepare
Dokumen dan wawancara
Keterangan Wawancara
' I I
Sumber: Data primer dan data sekunder setelah di olah, 2004.
0\ 0\
67
Mungkin karena relatif lebih murah dan mudah (praktis), perairan pesisir selama ini menjadi tempat pembuangan limbah (keranjang sampah) dari berbagai macam kegiatan manusia, baik yang berasal dari dalam wilayah pesisir Teluk Parepare maupun di luarnya (lahan atas/daratan).
Akibat berbagai macam
aktivitas di perairan dan daratan, maka kondisi kualitas lingkungan hidup di sekitar Teluk Parepare telah memperoleh beban dari berbagai kegiatan tersebut. Penurunan kualitas air Teluk Parepare, umumnya disebabkan dan bersumber dari kegiatan perdagangan, hotel, restoran, pemukiman, rumah sakit dan kegiatan transportasi laut (Pemerintah Kota Parepare, 2003 a). Limbah domestik (padat dan cair) yang bersumber dari kegiatan perdagangan, perhotelan, restoran, pemukiman dan rumah sakit yang masuk ke perairan Teluk Parepqre melalui kanal/drainase, telah memberi dampak estetika pantai (kelihatan jorok) dan berbau serta gangguan kehidupan biota di perairan Teluk Parepare.
Walaupun aktivitas yang semakin kompleks tersebut, secara
sinergis dengan dampak yang menunjukkan dampak negatif,
bersumber dari
kegiatan
lainnya belum
namun apabila tindakan pencegahan dan
penanggulangan tidak diantisipasi, maka akan menimbulkan masalah yang lebih serius pada tekanan lingkungan pada masa akan datang.
3. Pencegahan 'dan penanggulangan proses pendangkalan Sebagai suatu ekosistem, Sungai Karajae memiliki arti yang sangat penting bagi masyarakat Kota Parepare, sehingga sungai ini perlu dikelola dengan baik mengikuti pengelolaan lingkungan yang sinergi dengan berbagai kepentingan pemanfaatannya. Sungai Karajae ini di harapkan mampu setiap saat
68
menyediakan sejumlah sumberdaya yang diperlukan dalam berbagai sektor pembangunan, seperti penyediaan air baku, bahan tambang galian golongan C, produksi pertanian dan petemakan, dan sebagainya (Pemerintah Kota Parepare, 2000). Selain itu, pemanfaatan ruang dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Karajae untuk melaksanakan berbagai kegiatan pembangunan dapat mengancam kelestarian ekosistem dan sumberdaya lain baik yang ada di dalam, maupun di luar Sungai Karajae, seperti pencemaran Teluk Parepare, pendangkalan sekitar wilayah pesisir Teluk, pendangkalan pelabuhan dan sebagainya. Oleh karena itu, pendangkalan atau sedimentasi merupakan isu utama dalam pengelolaan wilayah pesisir Teluk Parepare, sehingga pencegahan dan penanggulangannya perlu direncanakan secara terpadu, terkoordinasi dan terarah sebagaimana mestinya.
Sesuai dengan hasil pengamatan dilapangan
dan wawancara dengan beberapa stakeholder, maka program dan kegiatan pencegahan dan penanggulangan proses pendangkalan dapat dilihat pada Tabel10.
Tabel 10. Matriks program dan kegiatan dalam pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare tentang pendangkalan atau sedimentasi
No 1
Stakeholders
Eksploitasi
Konservasi
Wilayah Kajian
Dinas Pengelola SDA Kota Parepare
- penanganan pendangkalan atau sedimentasi di DAS Karajae - pengaturan penambangan galian Golongan C di Sungai Karajae - operasionalisasi Tempat Pelelangan lkan (TPI) Sumpang Minangae
-penanganan pola usaha tani di bagian hulu dan hilir Sungai Karajae -pengurangan pola tanam par.gan yang semusim di . sekitar aliran S. Karajae
-DAS Karajae Kel. Watang Bacukiki dan Lompoe -Kel. Sumpang Minangae
2
PT. Pelindo Wil. IV Pare pare
3
PT. Pertamina
4
Masyarakat di sekitar hilir Sungai Karajae (Amir, Saiful, dan Kusman)
5 6
Pelayanan operasional kepelabuhanan (dermaga pelabuhan Nusantara) Pelayanan operasional kepelabuhanan (dermaga pelab~uh~n khusus Pertamina) - penambangan galian gol. C di Sungai Karajae dengan cara tradisional - bercocok tanam dengan tanaman semusim dekat aliran Sung_ai Karajae
Dinas Kebersihan dan Pertamanan Dinas PU dan Praswil
1
Keterangan Dokumen dan wawancara
I
Kelurahan Labukkang
Dokumen dan wawancara
Kelurahan Lakessi
Dokumen dan wawancara
-Kel. Watang Bacukiki dan Lompoe
Wawancara
I
i
I I
Pengerukan saluran drainase yang berhubungan langsung dengan taut Pembuatan sand pocket Sungai Karajae dan pembuatan tanggul reklamasi pantai
Sepanjang pesisir Kota Parepare
Dokumen dan wawancara
I I'
!
Kel. Wt. Bacukiki, Kel. Lumpue dan Kel. Wt. Soreang
Dokumen dan Wawancara
I
-
Sumber: Data primer dan data sekunder setelah di olah, 2004.
0\ \0
70
8erdasarkan hasil pengamatan lapangan dan wawancara dengan stat 8apedalda Kota Parepare, pada mulut muara Sungai Karajae sudah
te~adi
proses pendangkalan yang berlangsung cepat karena suplai sedimen dari daerah hulu.
Sehingga ketika air laut surut terendah, genangan di atas dasar mulut
sungai tampak hanya beberapa em saja, dan terkadang ketika surut terendah maksimum, di dasar mulut sungai tampak tanpa genangan air, pada saat itu perairan laut terpisah dari perairan estuaria/sungai (lihat Lampiran 4A dan 48). Perilaku sedimen yang terangkut bersama debit sungai adalah yang berukuran besar akan terendapkan di mulut sungai, sedangkan yang berukuran kecil sebagian besar akan
t~rsuspensi
hanyut bersama arus pasang ke arah Utara
setiap hari, dan lebih intensif lagi pada musim Barat dengan hembusan angin yang cukup kencang (Pemerintah Kota Parepare, 2000). Proses di atas membuktikan bahwa telah terjadi pendangkalan di sisi Selatan dan bag ian sisi depan tanggul Mallusetasi dengan jarak 5 - 100 meter dari tanggul (lihat Lampiran 48 dan 40).
Selanjutnya, juga terjadi
pendangkalan di sekitar dermaga Pelabuhan Nusantara, dan setiap mulut-mulut saluran drainase yang langsung menuju pantai dan pendangkalan di sekitar dermaga Pelabuhan Khusus PT.
Pertamina
akibat sedimentasi yang hanyut
lewat saluran drainase. Sedimentasi (pendangkalan) yang
te~adi
di sepanjang
wilayah pesisir Teluk Parepare dan sekitar muara Sungai Karajae adalah bersumber dari bahan-bahan terangkut dari Sungai Karajae dan juga dari limbah domestik melalui saluran-saluran drainase kota yang membawa sedimen. Peningkatan buangan sedimen ke dalam ekosistem perairan Teluk Parepare akan memberikan dampak negatif bagi pengguna jasa-jasa lingkungan
71
pesisir, seperti kepelabuhanan. yaitu
te~adinya
Selain itu, dampak negatif yang dapat muncul
perubahan komponen lingkungan biotik, seperti bahan-bahan
sedimen dapat menutupi tubuh biota laut (karang, lamun, dan rumput laut) sehingga akan menyebabkan kematian biota, dampak negatif lainnya yaitu sedimentasi atau pendangkalan menyebabkan peningkatan kekeruhan perairan dan
mengurangi
kedalaman
perairan.
Melihat
ancaman
dari
proses
pendangkalan yang terjadi di wilayah pesisir Teluk Parepare yang semakin besar dan meluas, maka berbagai aktivitas di perairan teluk akan terhambat, dan tidak menutup kemungkinan apabila proses pendangkalan tersebut tidak ditangani secara serius, maka aktivitas kepelabuhanan akan tertutup (Sumber: Hasil wawancara General Manager PT Pelindo Wilayah IV Parepare).
4. Penanaman dan pemeliharaan hutan mangrove Di seputar pesisir Teluk Parepare bagian Utara pada umumnya ditumbuhi oleh hutan mangrove, baik yang termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Pinrang maupun yang termasuk ke dalam wilayah Kota Parepare, sedangkan pada bagian Selatan Teluk Parepare hutan mangrove hanya di temukan di sekitar wilayah pesisir perbatasan Kabupaten Barru hingga di daerah obyek wisata Lumpue, dan sekitar bagian hilir dan muara Sungai Karajae (daerah Tonrangeng).
Namun
berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan hasil wawancara dengan beberapa stakeholders, maka kelangsungan hutan mangrove di Teluk Parepare telah terancam, hal ini disebabkan karena tidak sinkronnya antara kegiatan eksploitasi dengan kegiatan konservasi di wilayah Teluk Parepare.
Hasil
72
identifikasi program dan kegiatan penanaman dan pemeliharaan pohon
ma~grove
di wilayah Teluk Parepare dapat dilihat pada Tabel11. Sekarang ini, kondisi perairan Teluk Parepare mengalami penurunan yang sangat berarti hingga sulit dipertahankan lagi sebagai suatu daerah penangkapan ikan yang produktif. Penurunan kualitas ekosistem ini disebabkan oleh dua faktor utama yaitu penurunan luas areal hutan mangrove di Teluk Parepare, terutama di pesisir Kecamatan Soreang dan daerah perbatasan Parepare- Pinrang, dan di pesisir Kecamatan Suppa hingga ke TanamiliE, serta peningkatan jumlah pencemaran perairan akibat dari aktivitas lndustri Galangan Kapal, aktivitas di sekitar PL TO Suppa, aktivitas pelabuhan, aktivitas pasar di daerah pesisir dan aktivitas bongkar muat bahan bakar PT. Pertamina, ditambah dengan sedimentasi dari Sungai Karajae (Sumber: hasil wawancara Sekretaris Bapedalda Kota Parepare dan Kepala Dinas PSDA Kota Parepare).
Tabel 11. Matriks program dan kegiatan dalam pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare tentang kegiatan konservasi atau penanaman hutan mangrove No
Stakeholders
fksploitasi
Konservasi
-
1
Bapedalda
2
Dinas PU dan Praswil Kota Parepare
3
Masyarakat di sekitar tanggul Cempae
Wilayah Kajian
pemulihan DAS Karajae penanaman dan pemeliharaan hutan mangrove di Tonrangeng dan Cempae
- pembangunan tanggul Cempae - reklamasi sisi muara Sungai Karajae dan Pantai T onrancenc - penanaman huten i mangrove yang baru menghalangi jalur keluar masuknya perahuperahun nelayan - pohon-hutan mangrove ' yang lama dijadikan ' sebagai kayu bakar oleh ! masyarakat - mangrove yang baru ditanam. dirusak oleh nelayan karena mengganggu jalan I keluar-masuknya perahu dan tempat tambat perahu nelayan
Keterangan
Kelurahan Lumpue dan Kelurahan Warang Soreang
Dokumen dan wawancara
Kelurahan Watang Soreang
Dokumen dan Wawancara
Kelurahan Watang Soreang
Wawancara
I
i I
I
I
I
1
I
!
----
-
I
-
-----
I
Sumber: Data primer dan data sekunder setelah di olah, 2004. -.l V-l
74
Berbagai aktivitas yang mempengaruhi secara langsung dan tidak langsung habitat mangrove, te!ah menampakkan penurunan ekosistem dan pengurangan/pengikisan lahan mangrove. Secara umum hutan mangrove cukup tahan terhadap berbagai gangguan dan tekanan lingkungan. Namun demikian, mangrove tersebut sangat peka terhadap pengendapan atau sedimentasi, tinggi rata-rata permukaan air, hasH pencucian rumah tangga, tumpahan minyak, dan sirkulasi air di perairan (Dahuri, dkk., 2001). Permasalahan utama tentang pengaruh atau tekanan terhadap hutan mangrove, bersumber dari keinginan manusia mengkonversi area hutan manrove menjadi areal pengembangan perumahan, kegiatan-kegiatan komersial, serta kegiatan reklamasi.
Walaupun luas keseluruhan hutan mangrove di wilayah
pesisir Teluk Parepare sangat kecil, namun cukup mempengaruhi keseimbangan lingkungan perairan di Teluk Parepare.
Namun, apabila sikap yang terlalu
i
antroposentrik (menempatkan kebutuhan manusia di atas segalanya) dengan tidak mempertimbangkan
keseimbangan
alam,
maka
lambat laun
"meracuni" kelangsungan hidup bagi semua biota di masa depan.
akan
75
B. Analisis lnteraksi Pengelola dan Pemanfaat Wilayah Pesisir Teluk Parepare Sehubungan dengan keanekaragaman pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare, menyebabkan wilayah ini telah menjadi tempat berlangsungnya berbagai macam kegiatan pembangunan yang intensif.
Oleh
karena itu, selain wilayah pesisir memiliki potensi pembangunan yang tinggi, wilayah ini juga sangat rentan terhadap berbagai dampak negatif yang ditimbulkan oleh aktivitas-aktivitas eksploitasi dan konservasi,
baik yang
berlangsung di dalam wilayah pesisir maupun yang berada di lahan atas atau bagian daratan yang masih terkena pengaruh air laut. Pengelolaan
dan
pemanfaatan
sumberdaya
pesisir yang
kurang
memperhatikan keterpaduan setiap stakeholder, dapat menimbulkan konflik kepentingan antar sektor yang berkepentingan dalam melakukan aktivitas pembangunan
pada
wilayah
pesisir Teluk
Parepare.
Sehingga,
untuk
meminimalisir konflik yang sudah ada atau yang akan muncul di perlukan suatu perencanaan dan pengelolaan terpadu yang melibatkan semua stakeholder di wilayah pesisir Teluk Parepare.
Perencanaan terpadu dimaksudkan untuk
mengkoordinasikan dan mengarahkan berbagai aktivitas dari dua atau lebih program, dan mengharmoniskan serta mengoptimalkan antara kepentingan untuk· masyarakat lokal, daerah dan sektoral, baik dalam perencanaan, implementasi :ian kegiatan konstruksi lainnya. Pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare pada <egiatan eksploitasi maupun kegiatan konservasi ada yang telah jan
ada
pula
yang
telah
menunjukkan
konflik-konflik
be~alan
sinkron,
pengelolaan dan
76
pemanfaatan antara pemerintah, swasta dan masyarakat.
Beragamnya
kepentingan dan kegiatan setiap sektor terhadap wilayah pesisir Teluk Parepare, telah mendorong terciptanya kompetisi di antara para pelaku pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir.
Kompetisi ini menyebabkan adanya konflik dan
tumpang tindihnya perencanaan dan pemanfaatan wilayah pesisir dari berbagai kegiatan yang bersifat sektoral, baik pemerintah, swasta maupun masyarakat. Berdasarkan hasil identifikasi pola-pola pemanfaatan bersama dari berbagai sektor tentang pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare, maka dapat ditetapkan bahwa suatu program atau kegiatan (eksploitasi dan konservasi) telah terjadi konflik atau tidak, dengan cara melakukan analisis interaksi pengelola dan pemanfaat wilayah pesisir Teluk Parepare.
Analisis
interaksi pengelola dan pemanfaat wilayah pesisir Teluk Parepare dapat di lihat pada Gam bar 4.
AUI-'~L
lf'ENGATURAN BANGKAI KAPAL PENCEGAHAN PENCEMARAN PENGATURAN BAGAN TANCAP PEMBUATAN RUMPON DINAS PENG.SDA PENANGANAN SEDIMENTAS! PENGATURAN POLA TANAM PELESTARIAN MANGROVE PT. PELINDO JASA KEPELABUHANAN PENANAMAN MANGROVE PEMASANGAN RAM LIMBAH PEMULIHAN DAS BAPEDALDA PENCEGAHANPENCEMARAN PENCEGAHANPENDANGKALAN PENGATURAN BANGKAI KAPAL PENAMBANGAN GOL. C BERCOCOK TANAM PENANGKAPANIKAN(BAGAN) MASYARAKAT PESISIR PENAMBATAN DARI PENELANTARAN BANGKAI KAPAL ?EMBUANGANSAMPAH OPERASIONALISASI PELABUHAN PERTAMINA PENCEGAHANPENCEMARAN PENCEGAHANPENDANGKALAN DINAS PERIK. PINRANG PENGATURAN BAGAN TANCAP DINAS KEBERSIHAN PENGERUKAN DRAINASE PELABUHAN PENDARATANIKAN MARABOMBANG OPERASIONAUSASI PELABUHAN PLTD SUPPA OPERASIONAUSASI PELABUHAN PEMBUATAN SAND POCKET OINAS PU PRASWIL PEMBUATAN TANGGUL
./
•
1/
1e
IU
IU lU
10 10
..;
y__ ..;
IW I.A.
A
•
LA LA
•
A A I.A.
lU 10
IU :J
lQ
(.
A
./
5
:1w
~ ~ ~
~
z
~ ~ z z
(!)
III
(§ ~ ~ < w < :::1 (.)
I.A.
z :;; w w zw w w Q. Q. Q. Q. Q.
..;
Saling Menguntungkan Menguntungkan bagi Pengguna I Menguntungkan bagi Pengguna J
LA
•
L\L
IQ v' A
bL ./
•
_.._ I:J
bL ..;
w z~ < z ~ z w > w < :;; 1- a: < 0 (!) z a: (!) 0 :5 z < J: z w 0 IF) Q. ~ ~ ~ z z z ~ ~ ~ ~ :1 < :::1 (!) 1- ~ w < z< (!) < IF) ::.: z w < < zw zw -' w IF) z
:s
Q.
Q.
Q.
J:
~
:;; ::J
:;;
IC IC LA IC I. IW IC
11:1
I.A. IC lA I.A.
-'
-' z :5 < ~ ~ ~ :1w ~< ~ u 0 (!) zw w z
~
< IF) a: < Q. Q. III z 0 z< z< z< < z (!) < J: J: a: < (!) < 1:::1 ~ -~' (!) IF) w w <
z ~ !:!?.. Z
~ ~
~
-'
(!)
(!)
~
z z z ~ - < < z a: Q. ~ ~ ~ (!) ~ z z :;; :5 z< z< w z w w w
< ~ z 0~ < III u :;; 0 (.) (.) (!) < u ~ ~ z z z z a: < w w w w w w w w ...., Q. Q. Q. Q. Q. Q. Q. III
Q.
Q.
Q.
J: :::1
III
z
~ <
z
BAPEDALDA
...,: CL
Gambar 4. lnteraksi antar pengguna dan pemanfaat sumberdaya pesisir di Teluk f arepare
IU :J IC
10
MASYARAKAT PESISIR
:5 ~u ~ z
:5w :;; z ~ < Q. w < u 0 :;; Cii J:
;:$ ;:$
z ~ ~ J:
z
(!)
Q.
zw w z
~ ~
:::1
III
w
~
~ 0
:::E w
w
Q.
Q.
0
Q.
Q.
~z
......: Q:
UJ
a.
C)
z ~ z
0::
"'ii~
I
iii Q:
UJ
m
Q.
0
(!) (!)
z z
< 1<
IF)
~~ :::1
:::1
III III
w w :::E :;; Q. Q. w w 0 0 Q. CL
ZC)
~~ m::z
\!! ~Q a.::;; z 5
~
~< ~ a: a:
z
...:
1-
III w
~ ::J~ ~ < z ~ 0
z z z z w w w w w Q. Q. Q. Q. Q.
z :i
:::1
:5 :5 w w 0u -' :::1 Q. Q.
z< ~ ~ ~ ~ z (!) z J: J: ~ ~ 1z Q (§ <3 :::1 a: ~ w < w w (.) (.) ~ ~ (!) 0 ...:
0
DINAS ::J w PENGELOLA SDA CL
~
~ ~
z < z
(!)
v bL ..;
0 AD PEL
Merugikan bagi Pengguna J
0
LA
lA
LA 10 bL
A
Cii :;;
~ z z u (!) ~w ~< zw << 0Q.:;; Q. III Q. III :::1 z z z z a: :::1
I.A. I.A.
Merugikan bagi Pengguna I
1:1
•
v'
z
~ ~ a: z
:::1
bL
I• IW I.
v'
~ ~
•v •• •... •
v
lv
lv
•
Saling Merugikan
lA A I.A.
IU IU
lY:':
~ z<
I
./ ..;
IW
I.A.
lQ lQ
lv'
1v lv
..;
v'
-'
J
X
1v
Konflik
<
CL CL
CL
:::1
IF) IF)
IF)
0 ~
Q.
:::I..J
:!:
< < z a: 0 CL
-...J -...J
78
Hasil analisis interaksi pengelola dan pemanfaat wilayah pesisir Teluk Parepare, telah menunjukkan adanya konflik program dan kegiatan di bidang eksploitasi dan konservasi.
Namun, terdapat juga program dan kegiatan yang
telah menunjukkan sinkronisasi dan keterpaduan antar setiap pengguna dan pemanfaat,
sehingga
dapat
saling
menguntungkan.
Selanjutnya
juga
teridentifikasi program dan kegiatan antar setiap pengguna dan pemanfaat, yang mempunyai karakter dapat merugikan stakeholder tertentu. sebaliknya,
Demikian juga
terdapat program dan kegiatan yang dapat menguntungkan
stakeholder lain. Adapun jenis-jenis interaksi pengelola dan pemanfaat wilayah
pesisir Teluk Parepare, sebagai berikut. 1. lnteraksi yang menimbulkan konflik
lnteraksi pengelola dan pemanfaat yang paling dominan menimbulkan konflik, terdiri dari program dan kegiatan yang melibatkan banyak pengguna dan pemanfaat (stakeholder) dan mempunyai program dan kegiatan yang cukup besar dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya wilayah pesisir Teluk Parepare. Adapun interaksi program dan kegiatan dari pengguna dan pemanfaat yang menimbulkan konflik, sebagai berikut. a. Pengelolaan dan pemanfaatan jalur-jalur pelayaran. Berdasarkan
hasil interaksi pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir khusus pada jalurjalur pelayaran, maka tugas dan fungsi Administrator Pelabuhan (ADPEL) Parepare semakin kompleks, disamping bertugas dalam menyelenggarakan pengaturan pelayaran, keselamatan pelayaran, memperlancar jalur angkutan laut, juga mempunyai kewenangan menyelesaikan masalah-masalah yang dapat
79
menggangu kelancaran kegiatan operasional pelabuhan yang tidak dapat diselesaikan oleh instansi pemerintah daerah atau unit kerja yang lain. Kegiatan yang paling menonjol dan berpotensi mengganggu jalur-jalur pelayaran adalah aktivitas penangkapan ikan dengan menggunakan baganbagan tancap yang terbuat dari bambu.
Masyarakat pemilik bagan-bagan ini
menempatkan atau mengoperasikan bagannya disekitar bagian tengah Teluk Parepare, sehingga dapat mengganggu kelancaran arus pelayaran baik yang masuk maupun keluar dari perairan Teluk Parepare.
Gangguan kegiatan
operasional pelayaran utamanya terjadi pada aktivitas di Pelabuhan Rakyat Marabombang dan Pelabuhan PL TO Suppa (lokasi di Kelurahan Watang Suppa) dan
Pelabuhan
PT.
Pertamina
Parepare
(Kelurahan
Watang
Soreang).
Sedangkan aktivitas penangkapan ikan yang menggunakan bagan tancap disekitar jalur pelayaran Pelabuhan Nusantara dan Pelabuhan Rakyat Cappa Ujung dan Lontangnge sudah dapat diatasi dan ditertibkan, sehingga baganbagan tersebut hanya di operasikan di luar jalur pelayaran, untuk selanjutnya lokasi konflik dapat dilihat pada Lampiran 2A. Pengaturan tentang operasionalisasi bagan-bagan tancap tersebut dengan jumlah ± 200 buah yang tersebar di Teluk Parepare, sebenamya sudah dikoordinasikan oleh 3 (tiga) instansi terkait yaitu Sub Dinas Perikanan Kota Parepare, ADPEL Parepare, dan Dinas Eksplorasi Laut dan Perikanan Pinrang. Namun dalam hal pengawasan dan penerapannya, banyak mengalami hambatan yang diakibatkan oleh kurangnya kesadaran masyarakat dalam pemanfaatan bersama perairan Teluk Parepare, di samping itu kurang koordinasinya unit-unit kerja terkait dalam mensosialisasikan kepada masyarakat dampak-dampak
80
negatif yang dapat te~adi kepada masyarakat apabila pemasangan bagan-bagan tancap tidak teratur dan berada di jalur pelayaran (Sumber: Hasil wawancara Sub Dinas Perikanan Parepare dan Pinrang, Masyarakat Cempae dan Watang Suppa). Pihak Administrator Pelabuhan (ADPEL) Parepare juga telah mengambil langkah-langkah penertiban jalur-jalur pelayaran di Teluk Parepare, namun tidak ditanggapi
serius
oleh
masyarakat
karena
pihak
masyarakat
masih
memperhitungkan upaya ganti rugi terhadap bagan-bagan tancap yang telah mereka pasang/bangun, yang akan diruntuhkan pihak ADPEL Parepare. Adapun biaya ganti rugi tersebut sebesar Rp 2.000.000 s/d Rp 3.000.000, sesuai dengan biaya pembuatan setiap bagan. Namun karena dana ganti rugi tidak disiapkan oleh
Pemerintah
Kota
Parepare
dan
Kabupaten
Pinrang,
maka
solusi
penyelesaian sementara yang dapat dicapai oleh pihak ADPEL, Dinas Perikanan dan masyarakat pemilik bagan, yaitu memberikan pengaturan/arahan kepada masyarakat agar tidak ada lagi pembuatan dan pemasangan bagan-bagan tancap baru yang berada dijalur pelayaran, sedangkan bagan tancap yang lama dibiarkan lapuk sendiri atau hancur sendiri dan tidak dioperasionalkan lagi (Sumber: Hasil wawancara kepada ADPEL Parepare, Masyarakat Cempae dan '
Dinas Pengelola SDA). Selain bagan-bagan tancap yang dapat mengganggu aktivitas pelayaran, kapal-kapal karam/bangkai kapal juga sudah mengganggu aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Rakyat Cappa Ujung dan Lontangnge (Kelurahan Kampung Pisang).
Kapal-kapal karam/bangkai kapal milik masyarakat tersebut, tidak
dipindahkan dari lokasi dermaga, sehingga apabila ada kapal yang ingin
81
sandar/tambat terpaksa dilakukan dengan hati-hati. Pihak ADPEL Parepare dan PT. Pelindo Wilayah IV Cabang Parepare sudah berusaha mendekati para pemilik kapal, namun pemilik kapal tidak mau memindahkan dengan alasan biaya dan mitos (apabila sebuah kapal atau perahu sudah tidak dioperasikan lagi atau telah menjadi bangkai kapal, maka kapallperahu tersebut dibiarkan hancur atau /apuk sendiri untuk diserahkan di /aut).
Rencana lokasi penempatan bangkai
kapal tersebut yang disediakan oleh ADPEL,
beke~a
sama dengan Pemerintah
Kabupaten Pinrang, berada di sekitar Pulau Kamerrang (bagian dalam Teluk) untuk dipakai sebagai rumpon buatan sebagai tempat pemijahan ikan secara alami,
lokasi
konflik penempatan kapal-kapal karam dapat di lihat pada
Lampiran 28. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak General Manager PT. (Persero) Pelabuhan Wilayah IV,
Kepala Kantor ADPEL Parepare, dan
masyarakat disekitar tanggul Labukkang, diketahui bahwa penggunaan tanggul hasil reklamasi pantai dekat mulut Pelabuhan Nusantara sebagai tempat sandarnya perahu-perahu kecil untuk mendaratkan penumpang dari Ujung Lero Kecamatan Suppa, sudah mengganggu jalur kapal-kapal besar yang akan berlabuh dan yang akan berlayar. Pihak Pemerintah Kota Parepare beserta pihak AD PEL sudah melarang penggunaan tembok tanggul sebagai dermaga kecil, · hanya
masyar~kat
belum setuju karena belum disediakan lokasi khusus untuk
menaikkan dan menurunkan penumpang dari Ujung Lero, Kecamatan Suppa (lihat Lampiran 2C).
Sebelum pembangunan tanggul Labukkang, dermaga
tersebut memang berada disekitar Pelabuhan Nusantara,
namun hanya
82
penempatannya agak ke dalam menjauh dari bibir pelabuhan, sehingga belum menampakkan gangguan terhadap jalur pelayaran bagi kapal-kapal besar. b. Pencegahan dan penanggulangan pencemaran. Berdasarkan hasil interkasi program dan kegiatan di wilayah pesisir Teluk Parepare, maka konflik yang teridentifikasi adalah masalah penanganan dan pencegahan pencemaran. Berbagai aktivitas telah memberikan tekanan pada kualitas perairan Teluk Parepare, karena semakin meningkatnya pembuangan limbah-limbah padat dari "lahan atas" yang langsung ke perairan teluk.
Jenis limbah cair lainnya yang ikut
memberi tekanan pada dampak penurunan kualitas air di Teluk Parepare adalah bersumber dari buangan transportasi laut yang lalu-lalang di perairan Teluk Parepare. Limbah cair ini berupa air balas atau air bekas pencucian kapal dari dermaga pelabuhan dan galangan kapal minyak
yang
berasal
(lihat
Lampiran
3C),
tumpahan
dari kapal-kapal yang beroperasi di Teluk Parepare
ditambah dari tumpahan minyak PT. Pertamina dan PL TO Suppa, sudah diduga telah mempengaruhi degradasi ekosistem Teluk Parepare (Pemerintah Kota Parepare, 2003 a). Untuk menanggulangi pencemaran minyak, maka pihak
PT.
Pertamina selama ini menggunakan alat penangkap minyak yang terapung, ditempatkan di sekitar dermaga pelabuhan, namun kenyataannya tidak semua tumpahan-tumpahan minyak tersebut dapat diatasi, karena sebagian sudah tenggelam ke dasar perairan dan melekat di sedimen, dan hal ini dapat mengakibatkan pencemaran melalui biota laut dan akan lebih berbahaya lagi, karena menjadi konsumsi masyarakat. Walaupun hal ini dinilai masih di bawah ambang batas, tetapi secara akumulatif bila tidak dibenahi dari sekarang pada
83
akhimya juga akan melebihi standar baku mutu lingkungan yang telah ditetapkan (Sumber: wawancara dengan Sekretaris Bapedalda Kota Parepare dan Wakil Direktur PT. Pertamina Depot Parepare).
Di samping itu, penduduk sekitar dapat merasakan bau yang tidak mengenakkan dari aktivitas penjemuran ikan di pantai sekitar muara Sungai Karajae, hingga sebagian tanggul Mallusetasi dan di sekitar pedangan ikan di Pasar Senggol, Cappa Ujung. Lebih parah lagi jenis limbah cair dan padat yang teralirkan melalui kanal dari kota menuju pantai sangat besar. Berdasarkan hasil survey Bapedalda Kota Parepare pada bulan Pebruari 2004, saluran drainase yang menuju langsung ke perairan Teluk Parepare sebanyak 33 buah, mulai dari daerah pesisir Kelurahan Sumpang Minangae hingga daerah Cempae, Kelurahan watang Soreang, saluran-saluran ini mempunyai ukuran Iebar yang bervariasi antara 1,10 - 4,20 meter. Beberapa saluran drainase yang dialiri oleh pembuangan limbah medis/rumah sakit (Rumah Sakit TNI Sumantri) sangat memprihatinkan, karena rumah sakit tersebut belum dilengkapi dengan sertifikat kelayakan AMDAL, sedangkan limbahnya dibuang ke saluran drainase yang langsung mengarah ke pantai, dimana lokasi tersebut merupakan tempat permandian bagi anak-anak pada pagi hari dan sebagian orang menjadikan sebagai tempat memancing ikan (Sumber: wawancara dengan Sekretaris dan Stat Bapedalda Kota Parepare).
Pencemaran perairan Teluk Parepare ini apabila tidak ditanggulangi dan dicegah, pada akhimya akan mengganggu bahkan mematikan kehidupan biota perairan dan selanjutnya dapat berakibat pada pembusukan atau gangguan kenyamanan sekitar pantai.
Pencegahan dan penanggulangan pencemaran di
84
perairan Teluk Parepare merupakan salah satu tugas utama bagi Bapedalda Kota Parepare, melalui Program Tata Praja Lingkungan Hidup dan Program Warga Madani dalam program yang berkelanjutan yang dimulai awal 2002.
langkah
awal yang telah dilaksanakan adalah memprogramkan pembuatan ram-ram penangkap/pengaman sampah yang ditempatkan di mulut-mulut saluran drainase yang langsung menuju pantai.
Pembuatan ram-ram tersebut baru dipasang
sebanyak 10 buah dari 33 buah saluran yang harus dipasangi. Namun karena keterbatasan dana, maka program ini akan tetap dilanjutkan hingga semua saluran dapat terpasangi ram pengaman sampah, selanjutnya untuk melihat lokasi pemasangan ram dapat dilihat pada Lampi ran 3A. Upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran perairan Teluk Parepare tersebut, belum optimal karena pemasangan ram sampah yang terbuat dari besi stainless tersebut hanya mampu menangkap sampah-sampah kasar hasil buangan dari masyarakat, sedangkan sampah-sampah yang berukuran kecil tetap
lolos dari perangkap sampah tersebut,
pencemaran perairan tidak terlalu optimal.
sehingga
penanggulangan
Selanjutnya untuk penanganan
sedimentasi di mulut-mulut saluran drainase tersebut belum bisa dilakukan karena belum dilengkapi dengan perangkap sedimen (sediment trap) Walaupun sejumlah stakeholders (khususnya pemerintah Kota Parepare. dan beberapa LSM) telah merenca.1akan dan melaksanakan sejumlah program maupun rencana aksi terhadap pencegahan dan penanggulangan pencemaran di perairan Teluk Parepare, tetapi al\si-aksi dilapangan masih belum optimal karena belum dilaksanakan dengan penuh kesadaran dan belum secara terpadu. Pemerintah harus mengupayakan pelibatan dari berbagai stakeholder, bahkan
85
tidak menutup kemungkinan melibatkan Pemerintah Kabuparen Pinrang, dan ini hanya dapat dilakukan jika seluruh pihak yang berkepentingan membahas secara sinergis atau interkoneksitas. Program-program yang ditetapkan oleh pemerintah haruslah program yang Jebih menyentuh dan terfokus pada penyebab utama pencemaran dan yang dapat melibatkan semua pihak seperti penanganan sampah-sampah domestik yang Jangsung dibuang ke Teluk Parepare. Penanganan limbah domestik yang kini telah menurunkan estetika dan kenyamanan wilayah pesisir Teluk Parepare, harus segera diantsipasi dengan diciptakan mekanisme pengangkutan sampah dari rumah tangga ke Tempat Pembuangan Sampah (TPS) dan dari TPS ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), hal ini dimaksudkan untuk mencegah sedini mungkin pembuangan limbah padat secara langsung ke kanal/saluran drainase seperti yang terjadi saat ini. Selanjutnya Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Parepare mengatur secara berkala
pengerukan sampah di lokasi-lokasi
penempatan ram pengaman sampah, agar tidak
te~adi
pendangkalan dan
menimbulkan banjir pada musim hujan. Semua program dan kegiatan tersebut dapat dilakukan oengan baik melalui komunikasi yang terbuka dan efektif antara pemerintah, swasta, masyarakat, serta pihak Jain yang terkait. c. Pencegahan dan penanggulangan pendangkalan.
Berdasarkan
hasil interkasi program dan kegiatan di wilayah pesisir Teluk Parepare, maka konflik yang teridentifikasi adalah masalah pencegahan dan penanggulangan pendangkalan. Proses pendangkalan yang terjadi di perairan Teluk Parepare, sebagian besar bersumber dari aktivitas pertanian dan perkebunan, serta pembukaan
hutan
yang
tidak
mengindahkan
kaidah
konservasi,
serta
86
pertambangan yang tidak ramah lingkungan, sehingga proses pendangkalan tersebut sudah memberikan dampak negatif dari berbagai aktivitas di sekitar wilayah pesisir Teluk Parepare. Pendangkalan atau sedimentasi yang terjadi di dekat bibir dermaga sebelah Selatan dan sekitar kolam Pelabuhan Nusantara serta di dermaga PT. Pertamina, diakibatkan oleh besarnya sedimentasi yang
te~adi
di Sungai Karajae
dan sedimentasi yang berasal dari mulut saluran-saluran pembuangan/kanal yang mengangkut bahan-bahan material dan limbah padat (domestik) dari perkotaan. Pendangkalan di dekat kolam Pelabuhan Nusantara telah mencapai ± 1 meter, hal ini telah menyebabkan permasalahan bagi PT. (Persero) Pelindo Wilayah IV Parepare dalam pengaturan kapal-kapal yang akan sandar/tambat di derrnaga tersebut. Lokasi pendangkalan dapat dilihat pada Lampiran 4C. Proses penyelesaian masalah pendangkalan di bibir dermaga Pelabuhan Nusantara telah di koordinasikan antar instansi terkait dengan melibatkan tokohtokoh masyarakat di sekitar pelabuhan. Solusi sementara yang dicapai adalah saluran drainase/kanal yang berada di samping dermaga tersebut, harus dibelokkan ke arah Selatan dermaga sejauh ± 1SO meter, selanjutnya dibuatkan perangkap sedimen (sediment trap) untuk mengurangi sedimentasi tersebut, kemudian dilengkapi dengan ram penangkap sampah agar kebersihan sekitar kolam pelabuhan berkurang
(Sumber: hasil wawancara General Manager PT
(P&rsero) Pelabuhan Indonesia Wilayah IV Parepare).
Selanjutnya permasalahan di dekat kolam Pelabuhan Khusus Pertamina, juga telah
te~adi
PT.
pendangkalan yang diakibatkan oleh sedimentasi
dari saluran-saluran drainase di sebelah Utara kota (sekitar Pasar Sentral
87
Laksessi dan pemukiman penduduk yang padat. Akibat pendangkalan tersebut, maka pihak PT. Pertamina mengalami pembengkakan anggaran operasional untuk setiap 3 tahun anggaran, untuk biaya pengerukan sedimen dengan biaya yang cukup besar (sekitar Rp 200 juta).
Permasalahan tersebut telah
dikoordinasikan dengan instansi terkait dan warga sekitar Pasar Sentral Lakessi untuk lebih bekerja sama dalam penanganan sampah dan pendangkalan tersebut, dengan cara berkala melakukan kerja bakti bersama membersihkan pantai dan membuat ram sampah di mulut saluran dekat PT. Pertamina tersebut (Sumber: hasil wawancara
denga~
Wakil Direktur PT. Pertamina Depot Pare pare
dan warga sekitar Pasar Lakessi).
Penanganan sedimentasi atau pendangkalan yang telah
te~adi
di
wilayah pesisir Teluk Parepare belum optimal dan tidak berkelanjutan, apabila penanganan terhadap kegiatan-kegiatan eksploitasi di daerah hulu dan hilir Sungai Karajae sebagai penyebab utama pendangkalan tidak di kurangi atau dihentikan.
Kegiatan eksploitasi yang dilakukan yaitu kegiatan pertanian dan
penambangan galian golongan C, dan ini dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap kegiatan penanggulangan proses pendangkalan di Teluk Parepare. Pola usaha tani yang dilakukan oleh para petani di bagian hulu dan hilir· Sungai Karajae belum banyak menyadari perfunya usaha konservasi untuk mencegah hilangnya tanah karena erosi. Mereka belum banyak melaksanakan pembuatan teras, dan teras yang ada secara teknis belum banyak yang memenuhi syarat untuk menampung dan mengalirkan air hujan. Di samping itu pola tanam yang masih mengutamakan tanaman pangan semusim, sehingga
88
erosi yang
te~adi
masih cukup besar.
Tanaman yang umum dijumpai adalah
padi, jagung, ubi kayu, tomat dan kacang-kacangan. Untuk mengurangi erosi yang terjadi, maka jenis tanaman yang dikombinasikan dalam usaha tani tidak hanya terbatas pada tanaman pangan semusim, akan tetapi juga harus mengikutsertakan tanaman tahunan yang mempunyai akar yang kuat, penanaman rumput pakan hewan ternak di bibir dan tebing teras akan lebih memperkuat usaha konservasi tanah dan usaha tani. Selanjutnya, berdasarkan peninjauan lapangan dan hasil wawancara dengan beberapa masyarakat di sekitar bantaran Sungai Karajae, pada umumnya masyarakat atau penambang melakukan penambangan tidak mempunyai rencana dan perencanaan sebelum penambangan di mulai.
Namun
penambangan yang dilakukan secara manual dan tradisional oleh masyarakat setempat belum menimbulkan dampak lingkungan yang besar dalam jangka waktu pendek, karena pada umumnya penduduk hanya mengambil bongkahan batuan dari sungai, kemudian mereka melakukan pemecahan batu untuk dijadikan campuran beton atau jalan. Sedangkan penambangan secara mekanis dengan
menggunakan alat-alat berat, apabila dilakukan dengan tidak sesuai
rencana yang baik dan benar, akan menimbulkan dampak yang buruk bagi lingkungan dan membuat ancaman erosi semakin besar. mangantisipasi agar kegiatan tersebut tidak meluas,
Untuk maka Dinas Pengelola
Sumberdaya Alam Kota Parepare bekerja sama dengan Bappeda Kota Parepare dan Bapedalda Kota Parepare telah merekomendasikan pengurangan tanaman semusim di sekitar bantaran Sungai Karajae dan melarang penebangan pohonpohonan di areal hutan dekat bantc.ran Sungai Karajae, sedangkan pengaturan
89
penambangan galian golongan C, dilakukan pemantauan kegiatan pertambangan di lapangan secara periodik, memperketat penerbitan izin penambangan, selanjutnya mengeluarkan Surat Edaran tentang lokasi dan waktu penambangan galian golongan C, seperti dilarang melakukan penambangan pada musim hujan dan waktu penambangan hanya selama delapan bulan dan empat bulan lainnya untuk pemulihan kawasan eksploitasi. Berbagai aturan-aturan pemanfaatan sedimen di DAS Karajae sebagai bahan galian golongan C, harus disesuaikan dengan waktu, tempat dan volume. Hal ini dimaksudkan untuk menyeimbangkan antara suplai secara alami dari bagian hulu sungai, dengan jumlah dan laju penambangannya (Sumber: hasil wawancara Kepala Dinas SDA Kota Parepare, Bapedalda dan warga sekitar bantaran Sungai Karajae). d.
Penanaman dan pemeliharaan hutan mangrove.
Kegiatan
pemeliharaan atau penanaman baru hutan mangrove yang selama ini dilakukan oleh berbagai pihak (pemerintah dan masyarakat/LSM), mulai menampakkan gejala-gejala kegagalan akibat ketidaksinkronan Pemerintah Kota Parepare dalam melaksanakan pembangunan di wilayah pesisir. Pada tahun 2002, melalui dana APBD Kota Parepare, Bapedalda memprogramkan kegiatan penanaman hutan mangrove sebanyak 3000 pohon disekitar Tonrangeng, Kelurahan Lumpue dan sebanyak 200 pohon di Cempae, Kelurahan Watang Soreang. Namun yang mampu hidup/tumbuh sampai sekarang hanya sekitar 30% di daerah Tonrangeng sedangkan di daerah Cempae, semuanya mati/tidak tumbuh. Kegagalan
penanaman
hutan
mangrove
di
daerah
Tonrangeng,
disebabkan oleh kesalahan penanaman yang dilaksanakan pada musim angin
90
Barat, sehingga pohon-pohon yang sudah ditanam tidak mampu bertahan oleh hantaman ombak yang besar. Penyebab yang lainnya adalah lokasi penanaman tepat berada di areal penangkapan ikan dengan menggunakan bagan tancap sehingga mengganggu lalu lalang perahu nelayan. Begitupun di daerah Cempae, kegagalan 100% penanaman hutan mangrove disebabkan oleh kurangnya sosialisasi
Pemerintah
Kota
Parepare,
khususnya
Bapedalda dan Dinas
Pengelola SDA tentang rencana penanaman pohon bakau di daerah Cempae, serta kurangnya pemahaman pentingnya pemeliharaan hutan mangrove disekitar pesisir pantai. Karena kurangnya sosialisasi tersebut kepada masyarakat pesisir Cempae yang rata-rata mata pencahariannya adalah nelayan, menyebabkan pohon-pohon yang sudah ditanam dicabut kembali dan dimusnahkan oleh para nelayan karena telah mengganggu dan menghalangi jalur keluar masuknya atau tempat sandar/tambat perahu nelayan (Sumber: hasil wawancara masyarakat sekitar Tonrangeng dan Cempae).
Salah satu kegiatan yang memperparah kondisi hutan mangrove di daerah Tonrangeng dan daerah Cempae, yaitu ketidakpaduan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di wileyah pesisir antar setiap instansi terkait. Seperti halnya,
pihak Bapedalda yang
sudah
memprogramkan penanaman dan
pemeliharaan hutan mangrove di sekitar Teluk Parepare, terancam tidak akan berhasil karena Dinas
Peke~aan
Umum dan Prasarana Wilayah telah membuat
tanggul pengaman pantai di sepanjang daerah Cempae yang berada tepat didepan hutan mangrove, sehingga hutan mangrove tidak berhubungan langsung lagi dengan laut dan menyebabkan hutan mangrove sudah banyak yang mati. Sedangkan hutan mangrove yang berada di sekitar Tonrangeng terancam punah,
91
karena
Dinas
Peke~aan
Umum
dan
Prasarana
Wilayah
juga
telah
memprogramkan kegiatan pembangunan tanggul pengaman pantai disekitar Tonrangeng tepat didepan habitat hutan mangrove tersebut.
Kegiatan
pembangunan tanggul pengaman pantai di daerah Cempae dan Tonrangeng oleh Dinas PU dan Praswil Kota Parepare, dimaksudkan untuk menanggulangi perluasan erosi dan sedimentasi (lihat Lampiran 5). Temuan di atas menunjukkan adanya tantangan berat bagi Pemerintah Kota Parepare untuk melaksanakan pembangunan yang berwawasan lingkungan, dan oleh karena hutan mangrove merupakan ekosistem kunci yang berfungsi sebagai daerah pemijahan (spawning ground) dan daerah asuhan (noursery ground) bagi sebagian besar biota laut, maka mudah dipahami bahwa penurunan
luas areal hutan mangrove akan berdampak pada penurunan produktivitas perikanan di Teluk Parepare. Berdasarkan hasil interaksi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya wilayah
pesisir
Teluk
Parepare
yang
telah
menunjukkan
konflik
atau
ketidakterpaduan program dan kegiatan, maka diperlukan suatu kebijakan yang strategis dan antisipatif dalam menjawab berbagai permasalahan yang ada di Teluk Parepare, seperti pengaturan jalur-jalur pelayaran, antisipasi pencemaran dan pendangkalan, dan lain-lain.
Kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan
wilayah pesisir Teluk Parepare, perlu ditindaklanjuti dengan penetapan kebijakan dan strategis pembangunan dalam bentuk rencana strategis (RENSTRA), selanjutnya untuk menegaskan rencana strategis tersebut, juga diperlukan suatu pijakan
hukum
(PERDA)
untuk menjadi
pengarah dan pengatur dalam
pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya di Teluk Parepare.
92
2. lnteraksi yang menguntungkan (tidak konflik)
Tantangan mendasar bagi perencana dan pengelola wilayah pesisir Teluk Parepare adalah bagaimana memfasilitasi pembanguan dari berbagai sektor, dan pada saat yang sama, dapat meminimalkan dampak negatif dari segenap program dan kegiatan pembangunan yang sesuai daya dukung lahan dan lingkungan, sehingga pembangunan dapat berjalan lanca:- dan berlangsung secara terpadu, optimal dan berkelanjutan. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya di wilayah pesisir Teluk Parepare membutuhkan keikutsertaan seluruh stakeholder. Pemerintah Daerah (Parepare dan Pinrang) yang merupakan penanggung jawab wilayah administrasi sangat besar fungsi dan perannya, karena pemerintah daerah mengelola tempat dimana pembangunan dilaksanakan, sumberdaya ditemukan, dan keuntungan atau bahkan dampak negatif yang ditemukan. Pemerintah Propinsi (Bakorwil II) merupakan penanggung jawab dalam mengatur pihak-pihak yang bertanggung jawab di wilayah Teluk Parepare dan merupakan penengah dalam upaya pelaksanaan pembangunan lintas wilayah, dan mempertemukan upaya-upaya pemerintah
daerah
dan
pusat
dalam
melaksanakan
pengelolaan
dan
pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare secara terpadu, optimal, dan berkelanjutan, sedangkan Pemerintah Pusat (PT. Pelindo Wilayah IV, ADPEL dan PT.
Pertamina)
yang
terlibat langsung
dalam
pertanggungjawaban
dan
kekuasaan untuk masalah kelautan seperti navigasi, pencemaran besar, dan lainlain. Peran swasta dan masyarakat juga tidak kalah pentingnya, karena merupakan pengguna dan pemanfaat langsung wilayah pesisir Teluk Parepare,
93
koordinasi yang baik dan terbuka merupakan salah satu alternatif dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya di teluk tersebut, sehingga peluang munculnya konflik pemanfaatan dan konflik kewenangan akan cepat di antisipasi dan di hindari. Berdasarkan
hasil
analisis
interaksi
pengelola
dan
pemanfaat,
teridentifikasi program dan kegiatan yang sudah menunjukkan unsur pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir secara terpadu.
Program dan kegiatan tersebut
terdiri dari: a. Penggunaan jalur-jalur pelayaran. Pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk · Parepare dalam hal penggunaan jalur-jalur aktivitas pelayaran,
telah
menunjukkan
sinkronisasi
program
dan
kegiatan
antar
stakeholder. Pihak Administrasi Pelabuhan (ADPEL) Parepare yang merupakan
penanggung jawab pelayanan pelayaran, keselamatan pelayaran, dan kelancaran jalur-jalur angkutan laut, telah mendapat dukungan dari instansi/unit kerja Pemerintah Kota Parepare dan Pemerintah Kabupaten Pinrang. lnstansi/unit kerja yang memperlihatkan keterpaduan dan sinkronisasi program dan kegiatan seperti Dinas Pengelola SDA, Bapedalda, Dinas PU dan Praswil dan Dinas Eksplorasi Laut dan Perikanan Pin rang.
Program
dan
kegiatan
terse but seperti. (1)
Pengaturan bagan-bagan tancap; (2) Penganturan bangkai-bangkai kapal; dan (3) Pencegahan pendangkalan/sedimentasi dengan cara pembangunan sand pocket.
b. Penanggulangan pencemaran.
Pengelolaan dan pemanfaatan
wilayah pesisir Teluk Parepare dalam hal penanggulangan pencemaran, telah menunjukkan sinkronisasi program dan kegiatan antar stakeholder. lnstansi/unit
94
kerja yang telah menunjukkan sinkronisasi yaitu Bapedalda, PT. Pertamina, dan Dinas Kebersihan dan Pertamanan.
Program dan kegiatannya terdiri dari: (1)
Pencegahan pencemaran di perairan; (2) Pemasangan ram-ram penangkap sampah kasar; dan (3) Pengerukan sampah-sampah kasar di sepanjang wilayah pesisir. c. Penanggulangan sedimentasi atau pendangkalan.
Berbagai
aktivitas yang telah menunjukkan sinkronisasi program dan kegiatan dari berbagai instansi/unit kerja terkait, seperti Dinas Pengelola SDA, Dinas PU dan Praswil, PT. Pertamina, dan Bapedalda, terdiri dari: (1) Pembuatan tanggul dan sand pocket, (2) Pengaturan pola tanam di DAS Karajae; (3) Pemulihan DAS Karajae;
dan (4) Pengerukan sedimen di areal Pelabuhan PT. Pertamina. Berbagai program dan kegiatan yang telah menunjukkan aktivitas pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare secara terpadu, tidak terlepas dukungan langsung maupun tidak langsung dari pihak dunia usaha/swasta dan masyarakat di sekitar wilayah Teluk Parepare.
95
C. Strategi Kebijakan dalam Manajemen Perencanaan Wilayah Pesisir Teluk Parepare 1.
Analisis SWOT tentang strategi kebijakan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare
pengelolaan
dan
Analisis SWOT adalah suatu alat analisis yang digunakan untuk implementasi suatu kebijakan. Oengan SWOT maka alternatif-alternatif strategik dalam suatu keputusan atau kebijakan dapat disusun dengan cara menganalisis interaksi faktor internal maupun faktor eksternal dalam suatu kebijakan. Di dalam SWOT ada empat matriks SWOT yaitu kekuatan, kelemahan, ancaman dan
peluang. Kekuatan dan kelemahan termasuk faktor internal sedangkan peluang dan ancaman adalah faktor eksternal (Salusu, 1996). Peluang yang dimaksud di sini dalam perumusan suatu kebijakan, seorang pembuat kebijakan harus melihat kekuatan yang dimiliki untuk dijadikan peluang, kekuatan tersebut bersumber dari faktor internal (dalam suatu organisasi) dan kalau dapat diprediksikan kekuatan tersebut menyangkut potensipotensi yang dimiliki.
Kekuatan-kekuatan yang dimiliki dapat memperlemah
ancaman atau tantangan dari luar dengan jalan memobilisasi kekuatan organisasi.
Tetapi sebaliknya apabila peluang yang ada meyakinkan untuk
didapat, namun kemampuan organisasi tidak mampu mengelola, maka lebih baik peluang tersebut diberikan kepada organisasi lain/unit lain yang lebih mampu untuk mencegah kerugian yang akhi:nya menjadikan ancaman. Apabila asumsi di atas dikaitkan dengan suatu kebijakan, utamanya pengaturan tentang pengelolaa:1 dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare,
diharapkan
para
penentu
kebijakan
selalu
berorientasi
pada
96
kemampuan lingkungan atau manggabungkan antara kebutuhan pemerintah, dunia usaha/swasta dan masyarakat dengan melihat potensi yang ada dilingkungan di mana aturan tersebut akan diterapkan. Asumsi tersebut menjaga agar jangan sampai suatu kebijakan bukan mendatangkan atau meningkatkan kesejahteraan bersama tetapi sebaliknya mendatangkan masalah baru. Adapun konteks faktor internal (kekuatan, kelemahan) dan faktor ekstemal (peluang, ancaman) yang teridentifikasi dari berbagai kegiatan dan kebijakan sebagai berikut. a. Kekuatan (Strengths).
Kegunaan
memprediksi
kekuatan-
kekuatan yang dimiliki .adalah suatu tindakan yang benar, karena kekuatan merupakan potensi internal yang dapat mendatangkan peluang yang ada. Berdasarkan
data
dan
informasi
yang
telah
didapatkan,
maka
dapat
diketengahkan bahwa kekuatan yang dimiliki oleh Kota Parepare dan Kabupaten Pinrang utamanya menyangkut wilayah Teluk Parepare adalah: 1.
Letak geografis Teluk Parepare sangat strategis.
2.
Potensi pengelolaan Sumberdaya Alam (SDA) dan jasa-jasa yang cukup besar.
3.
Di Teluk Parepare terdapat pelabuhan alam yang sangat strategis.
4.
Potensi pengembangan Sumberdaya Manusia (SDM) di Kota Parepare dan· Kabupaten Pinrang yang cukup besar.
5.
Nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, seperti jiwa dan semangat kebaharian, dan kearifan lingkungan.
6.
Adanya organisasi Pemerintahan Daerah, lnstansi Vertikal dan BUMN.
97
7.
Ketersediaan
lembaga
penelitian/pengkajian,
Perguruan
Tinggi,
dan
lembaga masyarakat yang mendukung sumber informasi dan teknologi. b. Kelemahan (Weaknesses).
Memprediksi suatu kelemahan adalah
sama pentingnya dengan melihat kekuatan yang dimiliki. Kelemahan-kelemahan yang ada adalah faktor internal yang dapat menguntungkan atau malah merugikan.
Kelemahan-kelemahan yang dimiliki dalam pengelolaan dan
pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare, adalah sebagai berikut: 1.
Belum adanya batas-batas pengelolalaan dan pemanfaatan dan zonasi wilayah Teluk Parepare.
2.
Belum adanya perencanaan terpadu tentang pemanfaatan wilayah Teluk Parepare.
3.
Kurangnya Sumberdaya Manusia (SDM) perencana yang dapat mendeteksi secara dini kemungkinan yang akan terjadi.
4.
Belum berkembangnya upaya-upaya pengendalian dampak lingkungan secara terpadu terhadap limbah domestik, pasar, industri, rumah sakit dan lain-lain.
5.
Kurangnya ketersediaan data dan informasi potensi SDA secara akurat dan terbaharukan.
6.
Kurangnya
koordinasi
antar
stakeholder
dalam
pengelolaan
dan
pemanfaatan wilayah Teluk Parepare. 7.
Kurang sesuainya pelaksanaan kegiatan pembangunan di wilayah pesisir Teluk Parepare dengan rencana tata ruang kota. Berdasarkan hasil identifikasi faktor-faktor internal (kekuatan dan
kelemahan),
maka
selanjutnya
ditentukan
faktor-faktor
strategi
internal
98
pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare.
Namun, perlu
dijelaskan di sini tentang metode pembobotan yang dilakukan pada Tabel 12. Tujuan pengerjaan pembobotan Internal Strategic Factors Analysis Summary (IFAS) adalah untuk menentukan posisi strategis dalam setiap kebijakan atau
program yang akan diterapkan. Kriteria pengukuran untuk semua indikator dalam analisis SWOT Manajemen Perencanaan Wilayah Pesisir Teluk Parepare di dasarkan pada angka/bobot yang diperoleh, dengan asumsi bahwa semakin besar nilai bobot di kali rating (B x R), maka semakin besar pula kecenderungan untuk pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pesisir secara optimal, terpadu, dan berkelanjutan. Semua faktor diberi bobot yang nilai komulatifnya di mulai dari 1,00 (sangat penting) sampai dengan 0,00 (tidak penting).
Faktor-faktor tersebut
memberi dampak terhadap perencanaan dan pelaksanaan pembangunan strategis. Untuk setiap faktor diberi skala mulai dari 4 (empat) sampai dengan 1 (satu), hal ini berdasarkan pengaruh setiap faktor terhadap kondisi pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare.
Untuk nilai rating kekuatan
yang besar terhadap faktor startegi internal diberi nilai positif empat (+4), tetapi jika kekuatan kecil, maka diberi nilai rating positif satu (+1 ).
Sedangkan
pemberian rating untuk kelemahan adalah sebaliknya, jika kelemahan sangat besar terhadap pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare, maka diberi rating positif satu (+1 ), tetapi jika kelemahan sedikit dalam menorong kebijakan strategis, maka diberi rating positif empat (+4) (Rangkuti, 1999). Apabila nilai rata-rata kekuatan lebih besar dibanding dengan nilai ratarata kelemahan, maka faktor-faktor kekuatan dapat mengeliminir/mengatasi
99
kelemahan yang ada.
Untuk selanjutnya lihat Tabel 12.
Setelah faktor-faktor
strategi tersebut di identifikasi, maka diperlukan adanya analisis interaksi faktor internal dan faktor eksternal dengan tetap memperhatikan aspek-aspek lain secara komprehensif. Tabel12.
Matriks faktor-faktor strategis internal (IFAS) pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare
Faktor-faktor Strategllnternal A. KEKUATAN 1. 2. 3. 4. 5.
6. 7.
Letak geografis Teluk Parepare yang strategis. Potensi pengelolaan SDA dan jasa-jasa Terdapat pelabuhan alam yang strategis. Potensi pengembangan SDM di Kota Parepare dan Kabupaten Pinrang Nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. Organisasi Pemda, lnstansi Vertikal dan BUMN. lembaga penelitian, PT. dan lembaga masyarakat. Jumlah A
Bobot
Rating
Skor
0,15
4
0,6
0,15
4
0,6
0,10 0,05
4 4
0,4 0,2
0,05
3
0,15
0,03
3
0,09
0,03
3
0,09
0.56
2.13
B. KELEMAHAN 1. Belum ada batas-batas pengelolalaan dan pemanfaatan dan zonasi. 2. Belum ada perencanaan terpadu. 3. Kurangnya SDM perencana. 4. Belum berkembangnya upaya pengendalian dampak lingkungan. 5. Kurang ketersediaan data dan informasi potensi SDA secara akurat dan terbaharukan. 6. Kurang koordinasi antar stakeholder. 7. Kurang sesuainya pelaksanaan pembangunan di Teluk Parepare. Jumlah B
0,15
1
0,15
0,10 0,05 0,05
1 2 3
0,10 0,10 0,15
0,03
3
0,09
0,03 0,03
3 4
0,09 0,12
0.44
0.8
1 JUMLAH A+B .. 2,93 Keterangan: Nilai bobot memiliki total = 1, sementara rattng terdm dan ntlat 1 hingga 4. c. Peluang (Opportunities). Apabila perumus dan pengambil kebijakan mampu menjadikan kekuatan yang dimiliki untuk menangkap peluang, maka ancaman pun dapat dihadapi. Peluang dalam konteks ini adalah suatu moment
100
yang
dapat dimanfaatkan
yang
bersumber dari
luar untuk
menunjang
implementasi suatu kebijakan. Peluang-peluang tersebut adalah: 1.
Adanya
komitmen
pemerintah
pusat,
propinsi
dan
daerah
untuk
memberdayakan dan mengembangkan potensi-potensi wilayah pesisir Teluk Parepare. 2.
Adanya UU Nomor 22 Tahun 1999, yang memberi kewenangan daerah dalam mengelola dan memanfaatkan wilayah pesisir dan laut.
3.
Adanya inisiasi Pemerintah Kota Parepare dengan Pemerintah Kabupaten Pinrang dalam pengelolaan dan pemanfaatan bersama wilayah Teluk Parepare.
4.
Semakin meningkatnya upaya-upaya pemerintah dalam rangka memperbaiki kualitas SDM dalam bidang perencanaan.
5.
Adanya dukungan dana dari pemerintah pusat dan daerah melalui dana APBN dan APBD.
6.
Semakin optimalnya peran KAPET dan pemanfaatan Stasiun Bumi LAPAN dalam koordinasi pengelolaan SDA dan kegiatan penelitian serta akses informasi tentang keruangan.
7.
Keberadaan organisasi swasta dan organisasi keswadayaan masyarakat yang dapat menjadi mitra dalam pengembangan wilayah Teluk Parepare· secara terpadu dan berkelanjutan. d. Ancaman (Threats). Setelah memprediksi faktor-faktor kekuatan dan
peluang dalam pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare, maka kebijakan yang ada dapat mengendalikan kerugian/kerusakan, sehingga hal tersebut tidak separah dengan yang diperkirakan.
101
Adapun faktor-faktor ancaman yang teridentifikasi, yaitu: 1.
Adanya konflik kewenangan pemanfaatan antar stakeholder terhadap sumberdaya wilayah pesisir Teluk Parepare.
2.
Adanya kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan SDA dan LH yang tidak berwawasan lingkungan.
3.
Pergeseran paradigma pada setiap pergantian pelaksana pemerintahan daerah/kepala daerah dan badan legislatif terhadap kebijakan pembangunan daerah.
4.
Jumlah penduduk dan kompleksitas pemanfaatan yang semakin meningkat akan memberi tekanan terhadap ruang di wilayah pesisir Teluk Parepare.
5.
Meningkatnya tingkat pencemaran yang berdampak pada menurunnya daya dukung lingkungan.
6.
Meningkatnya proses pendangkalan/sedimentasi pantai Berdasarkan hasil identifikasi faktor-faktor ekstemal (peluang dan
ancaman),
maka
selanjutnya
ditentukan
faktor-faktor strategi eksternal
pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare.
Penentuan
nilai/bobot dan nilai rating faktor-faktor strategi eksternal, sama dengan penentuan bobot dan rating faktor-faktor strategi internal yang telah dilakukan, untuk selanjutnya faktor-faktor strategi eksternal dapat dilihat pada Tabel 13.
102
Tabel13.
Matriks faktor-faktor strategis ekstemal (EFAS) pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare
Faktor-faktor Strategi Ekstemal A. PELUANG
Bobot
Rating
Skor
0,15
4
0,6
0,15
4
0,6
0,09 0,05
3 3
0,27 0,15
0,05
3
0,15
0,03
3
0,09
0,03
3
0,09
1. Komitmen pem. pusat, propinsi dan daerah untuk memberdayakan potensi pesisir. 2. inisiasi Pemkot Parepare dengan Pemkab Pinrang dalam pengelolaan Teluk Parepare. 3. Adanya UU Nomor 22 Tahun 1999, 4. Meningkatnya upaya pemerintah memperbaiki kualitas SOM. 5. Dukungan dana dari pem. pusat dan daerah. 6. Optimalnya KAPET dan pemanfaatan LAPAN. 7. Organisasi swasta dan organisasi keswadayaan masyarakat dapat menjadi mitra JumlahA
0.55
1. Konflik kewenangan pemanfaatan antar stakeholder. 2. Adanya kegiatan pengelolaan dan pemanfaatanSDA dan LH yang tidak berwawasan lingkungan 3. Pergeseran paradigms pada setiap pergantian pelaksana pemerintahan daerah dan badan legislatif 4. Jumlah penduduk dan kompleksitas pemanfaatan yang semakin meningkat. 5. Meningkatnya tingkat pencemaran. 6. Meningkatnya proses pendangkalan/ sedimentasi ·- ·---
0,15
1
0,15
0,10
1
0,10
0,03
4
0,12
0,10
1
0,10
0,02 0,05
3 3
0,06 0,15
1.95
B. ANCAMAN
-
0.45
Jumlah B
JUMLAH A+ B .. . Keterangan: N1la1 bobot mem1hk1 total hingga 4.
=
----
----
0.68
1 .. 2,63 1, sementara rat1ng terdm dan nrla1 1
Hasil identifikasi dan penentuan faktor-faktor strategis kondisi lingkungan internal dan ekstemal tersebut, menjadi bahan dasar analisis interaksi antara faktor internal dan faktor ekstemal (lihat Tabel 14), selanjutnya dilakukan pengembangan berbagai faktor strategi dan membuat altematif-altematif strategi.
103
2.
Altematlf strategl pengelolaan dan pemanfaatan wilayah peslsir Teluk Pare pare
Tabel14.
Matriks alternatif strategi pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare
Internal Strategic Factors Analysis Summary (IFAS)
Strengths (2,13) 1. Letak geografis Teluk Parepare yang strategis. 2. Potensl pengelolaan SDA dan jasa-jasa 3. Terdapat pelabuhan alam yang strategis. 4. Potensi pengembangan SDM di Kola Parepare dan Kabupaten Pinrang 5. Nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. 6. Organisasi Pemda, lnstansi Vertikal dan BUMN. 7. lembaga penelitian, PT. dan lembaga masyarakat.
Weaknesses (0,8) 1. Belum ada batas-batas pengelolalaan dan pemanfaatan dan zonasi. 2. Belum ada perencanaan terpadu. 3. Kurangnya SDM perencana. 4. Belum berkembangnya upaya pengendalian dampak lingkungan. 5. Kurang ketersediaan data dan informasi potensi SDA secara akurat dan terbaharukan. 6. Kurang koordinasi antar stakeholder. 7. Kurang sesuainya pelaksanaan pembangunan di Teluk Parepare.
Strategi SO (4,08) • Buat database dan renstra pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir Teluk Parepare • Menetapkan kebijakan pengelolaan SDA dan jasajasa secara terpadu • Mengembangkan pola dan sistem informasi pengelolaan dan pemanfaatan potensi SDA wilayah pesisir secara terpadu dan berkelanjutan • Bangun sarana dan prasarana dengan mengedepankan kepentingan masyarakat daripada sektoral • Buat regulasi kebijakan yang melibatkan semua instansi/ unit kerja terkait • Buat jaringan kerjasama dengan investor/swasta untuk memperkuat dukungan potensi SDM di daerah.
Srategi WO (2, 75) • Optimalkan pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir berdasarkan keruangan dan zonasi yang ditetapkan • Motivasi pemerintah untuk membangun potensi SDM untuk mengelola SDA secara terpadu dan berkelanjutan • Motivasi pemerintah untuk menjalankan kebijakan menyangkut pengelolaan wilayah peslsir secara terpadu dan terkoordinasi • Mengembangkan budaya kerjasama setiap stakeholder dalam pembangunan di Teluk Parepare yang disesuaikan dengan dokumen perencanaan yang telah ada
Eksternal Strategic Factors Analysis Summary (EFAS)
Opportunities (1,95) 1. komitmen pem. pusat, propinsi dan daerah untuk memberdayakan potensi pesisir. 2. Adanya UU Nomor 22 Tahun 1999, 3. inisiasl Pemkot Parepare dengan Pemkab Pinrang dalam pengelolaan Teluk Parepare. 4. Menlngkatnya upaya pemerintah memperbaiki kualitas SDM. 5. Dukungan dana dari pem. pusat dan daerah. 6. Optimalnya KAPET dan pemanfaatan LAPAN. 7. Organisasi swasta dan organisasi keswadayaan masyarakat dapat menjadi mitra
104
Lanjutan Tabel14. Treaths (0,68) 1. Konflik kewenangan pemanfaatan antar stakeholder. 2. Adanya kegiatan pengelolaan dan pemanfaatanSDA dan LH yang tidak berwawasan lingkungan 3. Pergeseran paradigms pada setiap pergantian pelaksana pemerintahan daerah dan badan legislatif 4. Jumlah penduduk dan kompleksitas pemanfaatan yang semakin meningkat. 5. Meningkatnya tingkat pencemaran. 6. Meningkatnya proses pendangkalanl sedimentasi
StrategiST (2,81) • Tingkatkan sistem koordinasi terhadap pola-pola pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir secara terpadu dan berkelanjutan • Optimalkan pemanfaatan LH yang SDA dan berwawasan lingkungan • Tingkatkan kesadaran setiap stakeholder dalam pengelolaan wilayah berdasarkan nilainilai sosial di masyarakat • Tingkatkan kesadaran masyarakat untuk antisipasi pengelolaan limbah domestikl pendangkalc:n. • Optimalkan kerjasama antar pihak terkait kerjasama dengan investor/ pihak swasta
Strategi WT (1,48) • Tingkatkan kerjasama antar berbagai pihak untuk menghindari konflik • Tingkatkan etos kerja dan keterampilan aparat pemerintah dan masyarakat • Tingkatkan peran serta setiap stakeholder dalam merumuskan strategi pemanfaatan sumberdaya yang wilayah pesisir berwawasan lingkungan
Hasil analisis interaksi faktor lingkungan internal dan eksternal dengan metode SWOT (label 14) dapat ditetapkan beberapa alternatif strategi kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare dengan konsep pemikiran sebagai berikut. a. Strategi Strengths-Opportunities (SO).
Diketahui bahwa faktor
kekuatan terbesar dalam pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare, bersumber dari: (1) Letak geografis Teluk Parepare yang sangat strategis; (2) Terdapat potensi pengelolaan sumberdaya alam dan pengelolaan jasa-jasa yang cukup besar; dan (3). Terdapat pelabuhan alam yang strategis. Faktor-faktor kekuatan tersebut merupakan potensi yang dapat mendatangkan peluang besar.
Faktor-faktor peluang yang mendukung faktor kekuatan yaitu
adanya komitmen dari pemerintah pusat, pemerintah propinsi dan pemerintah daerah untuk memberdayakan potensi di wilayah pesisir Teluk Parepare. Adanya
105
komitmen untuk mengembangkan wilayah pesisir Teluk Parepare tersebut, membuat Pemerintah Kota Parepare dengan Pemerintah Kabupaten Pinrang berinisiasi untuk melakukan kerjasama dalam pengelolaan dan pemanfaatan wilayah perairan Teluk Parepare. Hasil analisis interaksi antara kekuatan dan peluang, mendapatkan nilai strategi 4,08 yang merupakan nilai terbesar dari nilai interaksi lainnya, sehingga strategi kekuatan (strength) - peluang (opportunities) merupakan strategi terpilih dalam pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare. Keterkaitan antara faktor-faktor kekuatan yang terdapat di wilayah pesisir Teluk Parepare dengan peluang-peluang yang ada akan mengoptimalkan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan pengelolaan jasa-jasa pelayanan (kepelabuhanan, kepariwisataan, perdagangan, dan industri). Melalui pembuatan data base dan rencana strategis pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir Teluk Parepare, maka dapat diketahui meningkatnya daya dukung sumberdaya alam (air, tanah, dan hutan) dan semakin
kompleksnya
aktivitas-aktivitas
ekonomi
dan
pemanfaatan jasa
lingkungan di wilayah pesisir Teluk Parepare. Tersedianya data dan informasi yang akurat tentang informasi potensi, penggunaan dan pemanfaatan wilayah pesisir tersebut, maka stakeholder wilayah pesisir dapat dengan mudah · mengakses data dan informasi tersebut secara mudah. Penetapan strategi kebijakan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup serta pengelolaan jasa-jasa di wilayah pesisir Teluk Parepare, akan dijadikan sebagai acuan dan pedoman bagi Pemerintah Kota Parepare dan Pemerintah Kabupaten Pinrang atau semua instansi/unit
ke~a
vertikal, BUMN
106
yang berkepentingan langsung atau tidak langsung, pihak dunia usaha/swasta, dan masyarakat untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan Kebijakan-kebijakan
melalui serangkaian kebijakan dan program prioritas.
tersebut hendaknya tetap memperhatikan prinsip-prinsip keterpaduan, integritas, efisiensi dan efektivitas serta keterbukaan dan akuntabilitas pengelolaan, dengan tetap memperhatikan aspek-aspek pembiayaan, dinamika lingkungan dan kebutuhan dan partisipasi masyarakat. Mengembangkan
pola
sistem
dan
pengelolaan
informasi
dan
pemanfaatan potensi sumberdaya alam wilayah pesisir secara terpadu dan berkelanjutan,
dimaksudkan
kualitas
meningkatkan
untuk
daya
dukung
lingkungan secara ekonomi dengan tetap mengutamakan pada aspek-aspek pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan, terpadu dan partisipatif. b. Strategi Strengths-Treaths (ST).
Sebagaimana diketahui bahwa
berdasarkan faktor kekuatan terbesar dalam pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare, yang terdiri dari letak geografis Teluk Parepare yang sangat strategis, terdapat pelabuhan alam yang strategis, dan terdapat potensi pengelolaan sumberdaya alam dan pengelolaan jasa-jasa yang cukup besar,
maka
diharapkan
adanya
kemampuan
untuk
memobilisasi
atau
mendayagunakan kekuatan yang dimiliki untuk sedapat mungkin memperkecil ancaman dari luar, atau bahkan merubahnya menjadi suatu peluang. Faktor-faktor
ancaman
yang
teridentifikasi
yaitu
adanya
konflik
kewenangan pemanfaatan antar stakeholder, dan adanya kegiatan pengelolaan dan
pemanfaatan
sumberdaya
alam
dan
lingkungan
hidup
yang
tidak
berwawasan lingkungan, serta jumlah penduduk dan kompleksitas pemanfaatan
107
yang semakin meningkat.
Berbagai ancaman tersebut akan bisa dikurangi
dengan melaksanakan interaksi dengan faktor-faktor kekuatan yang ada. Meningkatkan
sistem
koordinasi
terhadap
pola
pengelolaan
dan
pemanfaatan wilayah pesisir secara sistematis, terpadu dan berkelanjutan, serta optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang berwawasan lingkungan merupakan salah satu cara untuk penanganan masalahmasalah pengelolaan dan pemanfaatan di wilayah pesisir. Sebagaimana Nessa dan ldrus (2001) menjelaskan, bahwa konflik penggunaan ruang di kawasan pesisir dan lautan sering
te~adi
karena belum adanya pola pemanfaatan tata
ruang yang baku, yang dapat dijadikan acuan oleh segenap sektor yang berkepentingan. sumberdaya
Disamping itu, potensi multi-guna yang inherent pada
pesisir
memanfaatkannya
menyebabkan
sehingga
banyak
menimbulkan
pihak konflik
yang
berupaya
pemanfaatan.
untuk Karena
Jemahnya penegakan hukum, maka konflik justru menjadi berkembang sehingga melibatkan pihak-pihak Jain yang sebenarnya bisa diatasi bila ada koordinasi yang baik antara institusi yang berwenang terhadap pola pemanfaatan sumberdaya tersebut.
Secara garis besar ada 3 (tiga) faktor yang saling terkait dalam hal
konflik tata ruang ini, yakni : (1) lemahnya koordinasi diantara stakeholders, (2) lemahnya penegakan hukum, dan (3) konflik kepentingan akibat potensi multi-· guna sumberdaya Lebih
Janjut
Dahuri
(2001)
menjelaskan,
bahwa
pemanfaatan
sumberdaya pesisir secara optimal berkesinambungan hanya dapat terwujud jika pengelolaannya
dilakukan
secara
terpadu,
menerapkan
prinsip-prinsip
108
pembangunan
berkelanjutan
(sustainable
development)
dan
pendekatan
pembangunan secara hati-hati (precaunery development). Meningkatkan tingkat kesadaran setiap stakeholder dalam pengelolaan wilayah pesisir, harus dimulai dengan pendekatan-pendekatan tentang filosofi perencanaan dari perencanaan sektoral yang bertumpu pada ego-sektoral ke perencanaan terpadu yang melibatkan pemerintah, dunia usaha/swasta dan masyarakat.
Semua
instansi
sektoral,
pemerintah
dan
swasta
yang
berkepentingan harus menjastifikasi rencana kegiatan dan manfaat yang akan diperoleh, serta potensi dampak yang ditimbulkannya, serta selalu "terbuka" ke masyarakat berdasarkan nilai-nilai sosial di masyarakat.
c. Strategi Weaknesses-Opportunities (WO).
Faktor kelemahan
terbesar dalam pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare, yaitu: (1) Belum adanya batas-batas pengelolaan dan pemanfaatan serta zonasi/mintakat; (2) Belum adanya perencanaan terpadu; dan (3) Masih kurangnya sumberdaya manusia perencana.
Namun, adanya komitmen yang
kuat mulai dari pemerintah pusat, propinsi dan daerah dalam pemanfaatan wilayah pesisir, serta adanya kemauan yang besar pemerintah daerah dalam pengelolaannya dan upaya peningkatan dan perbaikan kualitas sumberdaya manusia akan meminimalisasi kelemahan yang ada. Pemanfaatan
peluang
untuk
meminimalkan
kelemahan
dalam
pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya di wilayah pesisir Teluk Parepare, dapat dilakukan dengan cara mengoptimalkan pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesislr berdasarkan azas keruangan dan zonasi yang telah dltetapkan berdasarkan rencana tata ruang yang telah ada. Selanjutnya, upaya yang dapat
109
dilakukan yaitu menggerakkan dan meningkatkan motivasi pemerintah untuk membangun dan mempersiapkan potensi-potensi sumberdaya manusia untuk mengelola sumberdaya alam dan lingkungan hidup secara terpadu, berk.elanjutan dan berwawasan lingkungan. Faktor kualitas sumberdaya manusia dalam pengelolaan wilayah pesisir secara bijak harus memperhatikan faktor-faktor kunci sebagai berikut. 1.
Peningkatan akuntabilitas dan
profesionalisme pengelola sumberdaya
(aparat pemerintah dan praktisi pengguna sumberdaya). 2.
lmplementasi pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu.
3.
Pelibatan masyarakat secara optimal melalui pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat, dan
4.
Kemampuan
yang
andal
dalam
menganalisis
pola-pola
kebijakan
pembangunan beserta interpretasi dampaknya. (Nessa dan ldrus, 2001: 13).
d. Strategi Weaknesses-Treaths (WT). paling besar yang
te~adi
Diketahui bahwa kelemahan
dalam pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir
Teluk Parepare, bersumber dari belum adanya batas-batas pengelolaan dan pemanfaatan serta zonasi/mintakat, belum adanya perencanaan terpadu, dan masih kurangnya Sumberdaya Manusia (SDM) perencana.
Apabila faktor
kelemahan ditambah dengan faktor-faktor ancaman, seperti konflik kewenangan pemanfaatan, pengelolaan yang tidak berwawasan lingkungan, dan jumlah penduduk dan kompleksitas pemanfaatan sumberdaya yang semakin meningkat, maka hal ini bisa memicu dan menambah kerugian dan kerusakan sumberdaya
110
dan lingkungan hidup di wilayah pesisir Teluk Parepare, dan aksesbilitas perekonomian akan terganggu dan terhambat perkembangannya. Kerusakan dan kerugian yang mengancam akan tidak separah dengan yang diperkirakan, apabila ada kemampuan untuk mengendalikan kerugian atau kerusakan yang ada atau mungkin muncul dengan melaksanakan upaya-upaya peningkatan · ke~asama
antar berbagai
pihak
untuk menghindari
konflik
kepentingan, selanjutnya berupaya meningkatkan etos kerja dan keterampilan aparat pemerintah dengan dukungan dari pihak swasta dan masyarakat dengan tetap berusaha meningkatkan pelibatan atau peran serta setiap stakeholder dalam merumuskan strategi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir yang terpadu, optimal dan berwawasan lingkungan. Oleh karena wilayah Teluk Parepare di kelola oleh 2 (dua) wilayah administrasi (Kota Parepare dengan Kabupaten Pinrang), maka untuk menentukan batas-batas wHayah di perairan dan
pembentukan
zonasi/mintakat pengelolaan
dan
pemanfaatan,
peran
Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan sangat dibutuhkan dalam hal memfasilitasi interaksi wilayah antar Kota Parepare dengan Kabupaten Pinrang.
3. Strategi terpilih pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Pare pare Berdasarkan hasil analisis interaksi lingkungan strategis internal dan lingkungan strategis ekstemal, maka diperoleh beberapa rumusan startegi yang terpilih.
Penentuan strategi yang dipilih di dasarkan pada nilai hasil interaksi
altematif-altematif strategi Strengths-Opportunities (SO), Strengths-Threats (ST), Weaknesses-Opportunities (WO), dan Weaknesses- Threats (WT).
II I
Strategi terpilih adalah strategi interaksi Strengths-Opportunities (SO), berdasarkan strategi terpilih tersebut, maka yang perlu dilakukan dalam pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare, yaitu:
a.
Membuat rencana strategis pengelolaan dan pemanfaatan wilayah peslsir Teluk Parepare Teluk
Parepare merupakan
wilayah
pengembangan
yang
cukup
potensial, dalam perkembangannya harus memenuhi komitmen pada konsep RTRW Kota Parepare dan RTRW Kabupaten Pinrang. Oleh karena itu, wilayah pesisir Teluk Parepare perlu diatur sedemikian rupa, agar pengelolaan dan pemanfaatannya dapat dilakukan secara optimal, terpadu dan berkelanjutan dengan tetap memperhatikan daya dukung lahan serta dapat menunjang pencapaian visi dan misi Kota Parepare dan Kabupaten Pinrang. Pembuatan/penyusunan
Rencana
Strategis
Pengelolaan
dan
Pemanfaatan Wilayah Pesisir Teluk Parepare, diharapkan menjadi acuan atau pedoman rencana pengelolaan dan pemanfaatan ruang yang disesuaikan dengan kondisi, karakteristik dan aspirasi dari berbagai pihak terkait (stakeholders), serta nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku dan berkembang di masyarakat pesisir. Jadi pada prinsipnya, rencana strategis pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare bukan untuk menentukan dan mengharuskan kegiatan apa yang akan dilakukan, tetapi berfungsi mengarahkan para stakeholders untuk mencapai tujuan melalui serangkaian kegiatan yang akan ditetapkan lebih lanjut.
112
b.
Pengembangan manajemen dan kapasitas kelembagaan dalam pengelolaan dan pemanfaatan SDA dan LH secara berkelanjutan di Teluk Parepare Strategi
pengembangan
manajemen
dan
kapasitas
kelembagaan
dimaksudkan untuk mewujudkan efesiensi, efektivitas dan keterpaduan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan
hidup,
serta optimalisasi
pemanfaatan sumberdaya alam di Teluk Parepare. Strategi ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan
kine~a
aparat dan organisasi, mengembangkan etika dan
moral, standar mutu pelayanan, profesionalisme untuk mendukung pemerintahan dan pembangunan secara terbuka, jujur dan bertanggung jawab. Strategi ini dapat diimplementasikan melalui peningkatan koordinasi, yang memungkinkan adanya sinergi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup di Teluk Parepare dari berbagai stakeholder yang terlibat baik di Kota Parepare maupun di Kabupaten Pinrang (Kecamatan Suppa). Sejalan dengan hal tersebut, maka akan terwujud
ke~asama
kemitraan antara
pemerintah, cunia usaha/swasta, dan masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup secara berkelanjutan di sekitar Teluk Parepare. Pengembangan pengendalian dampak Hngkungan di sekitar Teluk Parepare,
diharapkan
mampu
meningkatkan
kualitas
dan
daya dukung
lingkungan terhadap aktivitas ekonomi dan pemanfaatan jasa lingkungan melalui upaya pencegahan dan pengendalian kerusakan dan pencemaran lingkungan secara terpadu, berl<elanjutan, partisipatif dan melaksanakan penerapan sanksi hukum secara obyektif dan bertanggungjawab.
113
c.
Pengembangan dan peningkatan akses informasi (database) SDA dan LH di wllayah Teluk Parepare. Strategi pendukung dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya
alam dan lingkungan hidup di wilayah Teluk Parepare, yaitu tersedianya data dan informasi yang akurat (up to date), yang berkaitan dengan potensi sumberdaya alam dan lingkungan hidup di wilayah Teluk Parepare, termasuk penggunaan dan pemanfaatannya sehingga masyarakat dan pihak dunia usaha dapat mengakses data dan informasi tersebut dengan mudah. Pengembangan sistem data dan informasi yang akurat, dapat mendidik dan
mendorong
para
perencana
serta
pengambil
keputusan
untuk
mengembangkan atau memanfaatkan data base dan jaringan informasi tersebut, dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare.
Pengembangan sistem tersebut
dapat mempermudah dalam penelitian, pengkajian, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), serta dapat melibatkan berbagai pihak terkait untuk mengakses pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka beberapa hal penting yang menjadi kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1.
Pola pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare dari segi kebijakan dan perencanaan belum dilaksanakan secara optimal, terpadu, dan
berkelanjutan,
sehingga
pada
tingkat
implementasinya,
konflik
penggunaan/pemanfaatan ruang dan sumberdaya alam di Teluk Parepare sering
te~adi.
te~adinya
Di samping potensi multi-gunanya yang memberikan peluang
konflik pemanfaatan, juga karena kurangnya koordinasi yang baik
antara institusi yang berwenang dengan stakeholders lainnya.
Konflik
pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare yang sementara
te~adi,
akan menimbulkan dampak yang cukup besar, yaitu
dalam hal pemanfaatan jalur-jalur pelayaran di areal wilayah Teluk, pencegahan
dan
penanggulangan
penanggulangan
pencemaran,
pendangkalan/sedimentasi,
pemeliharaan hutan mangrove.
serta
pencegahan
dan
penanaman
dan
Oleh karena itu, untuk mengatasi konflik
perencanaan dan implementasi, maka dilakukan perencanaan terpadu yang melibatkan berbagai stakeholders baik di Kota Parepare maupun di Kabupaten Pinrang . 2.
Berdasarkan hasil rumusan alternatif strategi melalui analisis lingkungan internal dan ekstemal dengan pendekatan Analisis SWOT, maka didapatkan
115
bahwa strategi yang paling sesuai dalam rangka pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare, dapat dibagi atas: (1) Penyusunan rencana strategis pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk
Parepare;
(2)
Pengembangan
manajemen
dan
kapasitas
kelembagaan dalam pengelolaan dan pemanfaatan SDA dan LH secara berkelanjutan di Teluk Parepare; dan (3) Pengembangan dan peningkatan akses informasi (database) SDA dan LH di wilayah Teluk Parepare. Dengan demikian harus ada justifikasi rencana dan kegiatan bagi semua instansi sektoral, pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat, dengan tetap mengkoordinasikan kegiatan yang baru dengan kegiatan sektor lain yang sudah mapan secara terpadu dan berkelanjutan. 3.
Setting kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare yang ada selama ini dalam menanggulangi berbagai konflik kepentingan
belum
efektif
dan
terkoordinasi.
Pengelolaan
dan
pemanfaatannya tidak didasarkan atas perencanaan terpadu dari berbagai stakeholder,
dan
belum
ada
upaya
maksimal
dalam
mewujudkan
kesepahaman dan kesepakatan bersama tentang visi dan misi pengelolaan dan pemanfaatan wilayah Teluk Parepare antara Pemerintah Kota Parepare dengan Pemerintah Kabupaten Pinrang.
116
B. Saran Berdasarkan kesimpulan analisis data dan pembahasan penelitian Manajemen Perencanaan Wilayah Pesisir Teluk Parepare, maka dirumuskan beberapa poin rekomendasi yang pada penulisan ini di maksudkan sebagai saran, yakni: 1.
Bagi pengambil kebijakan (Pemerintah Kota Parepare dan Pemerintah
Kabupetan Pinrang): (1) Dibutuhkan suatu kebijakan khusus (RENSTRA) dan spesifik (PERDA) sebagai pedoman dan pijakan hukum dalam pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare, khususnya pengelolaan dan pemanfaatan yang menunjukkan adanya konflik; (2) Diperlukan suatu manajemen perencanaan yang lebih komprehensif dan zonasi/mintakat dalam pemanfaatan ruang di wilayah Teluk Parepare; dan (3) Membangun komitmen bersama yang lebih serius dalam penentuan batas-batas pemanfaatan wilayah perairan Teluk Parepare. 2.
Bagi kalangan ilmuwan/akademisi:
(1) Diperlukan kajian yang
lebih
mendalam dan komprehensif tentang kondisi ekologi serta dimensi ekonomi, sosial, dan budaya di wilayah Teluk Parepare; (2) Diperlukan basis data dan sistem informasi geografis untuk pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup di wilayah pesisir Teluk Parepare; (3) Diharapkan adanya kajian
khusus
penanggulangan
tentang
berbagai
sedimentasi
yang
konflik semakin
yang
ada,
besar dan
khususnya pencegahan
pencemaran di perairan Teluk Parepare; dan (4) Selain diharapkan
117
penelitian lebih lanjut, juga penggunaan model analisis yang lebih beragam akan memperkaya informasi dalam pengambilan keputusan. 3.
Diharapkan setiap stakeholder (pemerintah, dunia usaha/swasta, dan masyarakat) dalam perencanaan dan pengelolaan sumberdaya alam di wilayah Teluk Parepare, memiliki kesempatan yang sama untuk turut serta mengatur, mengelola, memanfaatkan serta mengendalikan sumberdaya yang ada, agar semua kepentingan dapat terakomodasi secara baik dan bertanggungjawab.
118
DAFTAR PUSTAKA
Abe, A, 2002. Perencanaan Daerah Partisipatif Pondok Edukasi. Solo. Amien, M. A, 1996. Penataan Ruang untuk Pembangunan Wilayah (PRPW). Pendekatan dalam Penyusunan Rencana Pembangunan Daerah yang Berdimensi Ruang). PSDAL- LP Universitas Hasanuddin. Makassar. - - - - - 2001. Penataan Ruang Kawasan Pesisir. Bandung.
Pustaka Ramadhan.
Arsjad, L., 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. BPFE. Yogyakarta. Baro, R., 2002. Penataan Ruang di Sulawesi Selatan. Studi Hukum Empirik Penegakan Prinsip Pertimbangan Lingkungan di Kawasan Mamminasata. Disertasi tidak diterbitkan. Makassar. Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin. Bryant, C., dan L.G. White, 1989. Manajemen Pembangunan untuk Negara Berl<embang. LP3ES. Jakarta. Bengen, D., G., 2001. Ekosistem dan Sumberdaya A/am Pesisir dan Laut. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Kelautan IPS. Bogor. - - - - - 2002. Pengelolaan Wilayah Pesisir secara Terpadu Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat. Makalah disajikan dalam Pelatihan Pengelolaan wilayah pesisir secara Terpadu (Area Sulawesi- MalukuPapua). Proyek Pesisir dan UNHAS. Saranglompo, Makassar. 4 - 9 Maret 2002. Clark, J. R., 1992. Integrated Management of Coastal Zones. Technical Paper. No. 327. Rome, Italy.
FAO Fisheries
Dahuri, R., 1998. Kebutuhan Riset untuk Mendukung lmplementasi Pengelolaan Sumberdaya Pesisirdan Lautan secara Terpadu. PKSPL. IPS. Bogor. Ginting, dan M.J. Sitepu, 2001. Pengelolaan Dahuri, R., J. Rais, S.P. Sumberdaya Wilayah Pesisir secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta. (Edisi Revisi). Hadjisaroso, P., 1981. Konsepsi Dasar Pengembagan Wilayah di lndoensia. Di~en Sinamarga. Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta.
119
Hartadi, J., 2001. Model Rencana Tata Ruang Wi/ayah Pesisir Berkelanjutan Berbasis Masyarakat. Makalah Falsafah Sains. Program Pascasarjana lnstitut Pertanian Bogor (http://WMV.hayatiipb.com/users/rudyet/indiv.2001/joko-hartadi.htm). Hasibuan, M.S.P., 1994. Manajemen Sumberdaya Manusia. Keberhasilan. CV. Haji Masagung. Jakarta.
Dasar dan Kunci
ldris, 1., dan Ginting, S.P., 1996. Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Laut Terpadu dalam Pembangunan Daerah. Konvensi Nasional Pembangunan Benua Maritim Indonesia. Kumpulan Makalah. Jakarta. Jayadinata, T.J., 1986. Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Perdesaan, Perkotaan dan Wilayah. lnstitut Teknologi Bandung. Bandung. Kay, R. and J. Alder, 1999. Coastal Planning and Management. E & FN SPON, An imprint of Routledge. London and New York. Keputusan Menteri Perhubungan ·No. KM. 14 Tahun 1999 tentang Batas-batas Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan Parepare. 1999. Jakarta : Departemen Perhubungan Repubfiklndonesia. Kristiadi,
J.B., 1994. Administrasi/Manajemen Pembangunan Tulisan). Jakarta.
(Kumpulan
Kunarjo, 1992. Perencanaan dan Pembiayaan Pembangunan. Ul - Press. Jakarta. Nachrowi, N.P., 2001. Ana/isis Sumberdaya Manusia, Otonomi Daerah dan Pengembangan Wilayah, Tiga Pilar Pengembangan Wilayah. Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah BPPT. CV. Cahaya lbu. Jakarta. Nasution, L.l., dan Hanafiah, T., 1987. Pola Tata Ruang Lingkungan Hidup. Kursus-kursus Dasar AMDAL. Departemen Transmigrasi dan PPLH-IPB. Bogor. Nessa,
N., dan ldrus, R.M., 2001. lmplikasi Pembangunan terhadap Keberlanjutan Pemanfaatan Sumberdaya Lingkungan di Wilayah Pesisir. Makalah disajikan dalam Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir. Bapedalda Propinsi Sulawesi Selatar. dan PPLH-UNHAS. Makassar. 29 Mei- 1 Juni 2001.
Ongkosongo, O.S.R., 1984. Beberapa Pandangan dalam Penatapan Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Pesisir Secara Optimum dan Berkelanjutan. Makalah disampaikan dalam Simposium Nasional Pesisir dan kelautan. Jakarta.
120
Pemerintah Kabupaten Pinrang. 2002 a. Kecamatan Suppa dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Pinrang dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Pinrang. 2002 b. Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pinrang. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Pinrang. Pemerintah Kota Parepare. 2000. Studi Pengelolaan Lingkungan Terpadu PPLH Universitas Daerah A/iran Sungai Karajae Kota Parepare. Hasanuddin dengan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Kota Parepare. - - - - - - - - - - 2001. Up Dating Data Pokok Pembangunan Kota Parepare. Yayasan Bina Mitra Makassar dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Parepare. 2002 a. Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Pesisir Kota Parepare. LPPM Univesitas Hasanuddin dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Parepare.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota 2002 b. Parepare (2002 - 2011 ). LPPM Univesitas Hasanuddin dengan Bad an Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Parepare. ---~~~~---:~- 2002 c.
Rencana Strategis Pengembangan Kawasan Pesisir Kota Parepare (2002 - 2006). Bina Mitra Consultant dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Parepare.
- - - - - - - - - 2003 a. Status Lingkungan Hidup Daerah (SLDH) Kota Parepare. PPLH Universitas Hasanuddin dengan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Kota Parepare. - - - - - - - - - - 2003 b. Kota Parepare dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kota Parepare dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Parepare. Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan. 2001 . Profil Kota Parepare (2001 ) .. Kiyoka Engineering Consultant dengan Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. Rangkuti, F., 1999. Ana/isis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Reorientasi PT. Konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Riyadi dan Deddy S. B., 2003. Perencanaan Pembangunan Daerah. Strategi Mengenali Potensi dalam Mewujudkan Otonomi Daerah. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
121
Saad, S., 2003. Sejarah Hukum Sumberdaya Pesisir dan Laut. Makalah pada Desiminasi dan Lokakarya Praktek-praktek Terbaik Kegiatan Pembangunan Sub-Sektor Perikanan Se-Sulawesi Selatan. Makassar. Sabari, H., 1991. Konsepsi Planologi Pendekatan Sistem dan Survei Terpadu. PT. Herdana Ekacipta Tunggal. Yogyakarta. Salim, E., 1993. Selatan.
Pembangunan Berwawasan Lingkungan.
LP3ES.
Jakarta
Salusu, J., 1996. Pengambilan Keputusan Stratejik untuk Organisasi Publik dan Organisasi Nonprofit. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. Soegiarto, A, 1970. Pedoman Umum Pengelolaan Wilayah Pesisir. · Oceanologi Nasional. Jakarta.
Lembaga
Soekartawi, 1990. Prinsip Dasar Perencanaan Pembangunan. Pokok Bahasan Perencanaan Pembangunan Daerah. Rajawali. Jakarta. Sujarto D., 1990. Proses Perencanaan. Departemen Planologi FTSP. Teknologi Bandung. Bandung.
lnstitut
Sorensen, J.C., and Me. Creary. 1990. Institutional Arrangements for Managing Coastal Resources. University of California of Barkeley. Suryono, A, 2003. Dimensi-dimensi Perencanaan Strategis Pelayanan Publik. Majalah Catur Wulanan Simpul Perencanaan. Volume 1 Nomor 1. Agustus 2003. Pusbindiklatren Bappenas. Jakarta. Terry, G. R., Azas-azas Manajemen. Terjemahan oleh Winardi, 1994. Alumni Bandung. Tjokroamidjojo, 8., 1992. Agung. Jakarta.
Perencanaan Pembangunan.
PT.
PT.
Toke Gunung
Todaro, M.P., 1997. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga Edisi II. Erlangga. Jakarta. Umar, A, 2003. Partisipasi Masyarakat di Tingkat Kelurahan dalam Proses Perencanaan Pembangunan di Kota Parepare. Tesis tidak diterbitkan. Makassar. Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin.
122
Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. 1993. Jakarta. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. - - - - - - - - - - - - - No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. 1999. Jakarta. Sinar Grafika. Zubair, H., 2001. Model Pengelolaan Terpadu Wilayah Pesisir. Makalah disajikan dalam Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir. Bapedalda Propinsi Sulawesi Selatan dan PPLH-U NHAS. Makassar. 29 Mei - 1 Juni 2001.
123
Lampiran 1. Format panduan wawancara untuk lnstansi/Unit Swasta dan Masyarakat.
Ke~a
Daerah,
PENGANTAR Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, telah memberi ruang gerak dan kewenangan penuh setiap daerah untuk mengelola potensi sumberdaya alam di wilayahnya.
Untuk mendapatkan sebuah grand
scenario pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir yang optimal, terpadu dan
berkelanjutan, maka dibutuhkan suatu rumusan perencanaan strategis yang sistematis,
mengakomodasi
(langsung/tidak
langsung)
semua
dengan
kepentingan
sumberdaya
stakeholder
terkait
pesisir (Teluk Parepare).
Sehingga dalam implementasinya, semua komponen memiliki rasa kesatuan, kekeluargaan dan kebersamaan (sense of integrity), rasa memiliki (sense of belonging), dan rasa tanggung jawab (sense of responsibility) terhadap
pelaksanaan program/kegiatan. Saat ini tengah mengemuka ide tentang perlunya pengelolaan bersama, yang didalamnya tercakup semua stakeholder bersama fungsi dan tanggung jawab masing-masing. Oleh karena itu, sehubungan dengan penelitian saya yang be~udul
"Manajemen Perencanaan Wi/ayah Pesisir Teluk Parepare", maka
diperlukan suatu metode atau cara untuk menyamakan persepsi tentang visi dan misi dalam mengatur dan mengelola wilayah pesisir yang lebih komprehensif dengan mengakomodasi berbagai kepentingan baik pemerintah daerah, instansi vertikal, pihak swasta dan masyarakat setempat. Salah satu metode yang saya lakukan adalah dengan mengadakan wawancara semi struktur dengan beberapa stakeholder dengan panduan wawancara terlampir.
Sehubungan dengan hal
tersebut, maka kami mohon kiranya Bapakllbu/Saudara(i) berkenan menjawab pertanyaan kami dengan sebenar-benarnya. Atas kesediaan dan kerjasamanya, kami ucapkan terima kasih.
124
Daftar Pertanyaan Penelitian Manajemen Perencanaan Waktu Wawancara : Tempat :
Mei 2004, pukul
A. ldentitas lnforman Nama Ala mat Daerah asal/suku B. Karakteristik lnforman Umur Peke~aan
Pendidikan Lama menetap
Sumberdaya Pesisir 1. Apa sumberdaya yang menu rut bapak berpotensi untuk dikembangkan di wilayah Pesisir Teluk Parepare? D Terumbu Karang D Hutan Mangrove D Padang Lamun D Sumberdaya Perikanan Tangkap D Sumberdaya Perikanan Budidaya (Pantai) D Jasa Lingkungan (wisata/transportasi/tambang mineral) D lndustri Maritim D lain-lain .......................... . 2. Bagaimana kondisi potensi sumberdaya pesisir di Teluk Parepare tersebut · (pertanyaan no. 1)? D Berpotensi dan dapat meningkatkan Income Perkapita dan PDRB daerah D Berpotensi tapi kurang kontribusi dalam peningkatan Income Perkapita dan PDRB daerah D Tidak be;potensi karena ada konflik pemanfaatan sumberdaya D Tidak berpotensi karena kurang sumberdaya
125
3. lsu dan permasalahan yang mengemuka saat ini di wilayah saudara? D Pencemaran D Kerusakan fisik lingkungan/ekosistem D Penangkapan berlebihan/merusak lingkungan D Kemiskinan wilayah pesisir D Kurangnya mata pencaharian altematif D Konfliklperebutan daerah penangkapan D Konflik pemanfaatan lahan D Kurangnya dukungan kebijakan dari Pemerintah Daerah Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Responden : lnstansi/Unit Kerja Daerah (Kota Parepare dan Kab. Pinrang)
1. Apa visi dan misi instansi/unit kerja Bapak (berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir) ? 2.
Apakah lnstansi/Unit Ke~a Bapak mempunyai dokumen perencanaan yang membahas tentang pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir ?
3.
Apakah dalam penyusunan dokumen perencanaan tersebut telah mempertimbangkan dan melibatkan berbagai unsur terkait (stakeholder) ?
4.
Apakah dalam penyusunan dokumen perencanaan yang membahas tentang pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir, telah sesuai atau mengacu pada dokumen perencanaan pembangunan daerah (Poldas, Propeda, Renstra, RTRW) ?
5.
Potensi apa yang mendukung dan menjadi prioritas dalam pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare ?
6.
Bagaimana potensi sumberdaya manusia di instansi Bapak dalam upaya mendukung pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir?
7.
Bagaimana kondisi dan peran pengelolaan wilayah pesisir
8.
Apakah ada kontrbusi dari instansi Bapak ke Pemerintah Daerah, kalau ada, dalam bentuk apa dan seberapa besar nilai kontribusi tersebut?
9.
Apakah lnstansilunit kerja Bapak selalu mengkoordinasikan segala bentuk perencanaan, pemanfaatan dan pengelolaan program atau kegiatan ke Pemerintah Daerah setempat ?
kelembagaan
instansi
Bapak
10. Bagaimana kondisi pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya yang selama ini, baik dalam kegiatan eksploitasi maupun konservasi?
dalam
te~adi
126
11. Programlkegiatan apa yang pernah, sedang dan akan dilakukan di wilayah pesisir tersebut ? (Eksploitasi dan Konservasi) 12. Apa ada permasalahan dalam pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare, 13. Kalau ada permasalahan, pada program/kegiatan apa yang menjadi masalah dan upaya-upaya apa yang telah dilakukan dalam penyelesaian masalah 14. Bagaimana sebaiknya pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir Teluk Parepare ? 15. Apakah ada kebijakan-kebijakan strategis yang telah diterapkan untuk mencapai tujuan dan sasaran pengelolaan wilayah pesisir 16. Apakah dalam menyusun perencanaan program telah mempertimbangkan kepentingan stakeholder lainnya dan tidak hanya mementingkan sektoral saja? 17. Dimana terdapat lokasi pariwisata di daerah Bapak, dan apa jenis kegiatan yang ada di dalamnya, serta berapa luasnya ? 18. Selain lokasi tersebut, apakah ada lokasi yang potensial untuk dikelola/ dikembanykan? Jika ada dimana lokasinya dan berapa luasnya? 19. Untuk pengembangan daerah wisata tersebut, sarana dan prasarana apa saja yang dibutuhkan ? 20. Selama ini, apakah ada permasalahan yang dihadapi dalam bidang pariwisata dan apa upaya yang telah dilakukan untuk menyelesaikan masalah tersebut? 21. Apa harapan anda terhadap pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir Teluk Parepare ? Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir 1.
Kebijakan dan produk hukum (undang-undang, perda, dll) yang mendukung perencanaan pengelolaan instansi saudara?
2.
Apakah kebijakan tersebut cukup efektif diadopsi ke dalam program pengelolaan? (kalau tidak kenapa ?)
3.
Bagaimana saudara menyikapi tumpang tindihnya kebijakan lintas sektor?
4.
Apakah setiap implementasi dari kebijakan tersebut selalu memperhatikan kepentingan dari stakeholder lainnya?
127
5.
Apakah kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan yang diterapkan di instansi Bapak sudah sejalan atau sesuai dengan kebijakan-kebijakan dari wilayah/propinsi dan pusat/nasional?
6.
Menurut Bapak apakah kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan yang diterapkan di Kota Parepare I Kab. Pinrang sudah sejalan atau sesuai dengan kebijakan-kebijakan dari propinsi dan nasional?
Partlslpasi Masyarakat Responden : Pihak Swasta dan Masyarakat (Kota Parepare dan Kab. Pinrang)
1. 2.
Sudah berapa lama Bapak hidup menetap di wilayah pesisir Apakah peke~aan Bapak semata-mata menggantungkan hidup di wilayah laut dan pesisir
3.
Jenis program yang ·sudah dilaksanakan D Bantuan dan tunjangan modal D Usaha-usaha pendidikan dan pelatihan D Bantuan sarana dan prasarana perikanan D Pemantapan organisasi D Peningkatan/perbaikan lingkungan hidup
4.
Apakah selama ini, pemah ada masalah atau terjadi konflik dengan pihak lain dalam pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir
5.
Kalau pemah, dalam hal apa permasalahan tersebut dan bagaimana cara mengatasi konflik tersebut
6.
Apa Bapak pemah mendengar, melihat, membaca dokumen-dokumen perencanaan pengelolaan wilayah pesisir
7.
Seingat Bapak, apa ada aparat Pemerintah daerah yang pemah mensosialisasikan rencana-rencana pengelolaan dan pemanfaatan di wilayah pesisir tersebut
8.
Menurut Bapak, Apa sebaiknya perencanaan pengelolaan
9.
Bagaimana sebaiknya perencanaan?
bentuk
masyarakat partisipasi
perlu
dilibatkan
masyarakat
dalam dalam
10. Apakah sudah ada program dari pemerintah dalam upaya melibatkan masyarakat pesisir dalam pembangunan?
128
11. Apa harapan Bapak terhadap pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir Teluk Parepare?
Catatan:
Model Wawancata : wawancara semi struktur (semi-structured interviews) merupakan seperangkat pertanyaan terbuka, yang mendiskusikan poin-poin tertentu untuk mendapatkan informasi secara kualitatif.
129
Lampiran 2. Foto-foto lokasi pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir T eluk Parepare terhadap jalur-jalur pelayaran.
(A) (B) (C)
Foto penempatan bagan-bagan yang berada pada jalarjalur pelayaran di wilayah perairan Teluk Parepare; Foto penambatan bangkai-bangkai kapal yang berada di dekat demaga perlabuhan Cappa Ujung dan Lontangnge; Foto aktivitas bongkar muat barang dan orang di tanggul reklamasi pantai yang baru dibangun dan berada di dekat Pelabuhan Nusantara
130
Sumber : Citra Satelit lkonos, tanggal 17 Juli 2003, LAPAN Parepare
Foto Citra Satelit lkonos tentang konflik pemanfaatan jalur-jalur pelayaran di wilayah Teluk Parepare, (1) penempatan bagan-bagan yang berada dijalur pelayaran, (2) penempatan bangkai-bangkai kapal di sekitar dermaga Cappa Ujung dan Lontangnge (3) toto penggunaan tanggul hasil reklamasi sebagai aktivitas bongkar muat barang dan manusia dari dan ke Ujung Lero (Kabupaten Pinrang)
131
Lampiran 3. Foto-foto lokasi pencegahan dan penanganan pencemaran perairan di Teluk Parepare.
(A) (B)
(C) (D)
Penempatan ram penangkap sampah kasar di salah satu mulut saluran drainase yang mengarah ke laut; Aktivitas disekitar Pelabuhan PT. Pertamina dan aktivitas masyarakat sekitamya, yang merupakan potensi besar yang dapat mencemari perairan Teluk Parepare; lndustri Galangan Kapal yang juga berpotensi mencemari perairan Teluk dengan logam berat; Perumahan di pesisir Teluk Parepare yang merupakan penyumbang besar terhadap sampah-sampah domestik yang langsung di buang kelaut
132
Sumber: Citra Satelit lkonos, tanggal17 Juli 2003, LAPAN Parepare
Salah satu sudut Kota Parepare yang sangat padat dengan aktivitas yang cukup besar yang dapat berpotensi mencemari perairan Teluk Parepare, (A) Aktivitas industri galangan kapal dan aktivitas perkotaan yang padat, (B) Aktivitas pencucian kapal di pelabuhan Cappa Ujung dan Lontangnge, (C) Aktivitas pasar sentral Lakessi dan perumahan penduduk yang padat, (D) Aktivitas pelabuhan PT. Pertamina.
133
Lampiran 4. Foto-foto lokasi proses sedimentasi/pendangkalan perairan di Teluk Parepare.
18. 5. 2004
(A) dan (B) Pendangkalan di muara Sungai Karajae yang hampir memisahkan perairan laut dengan sungai (C) Pendangkalan di kolam Pelabuhan Nusantara (D) Proses sedimentasi yang terjadi di sepanjang pesisir pantai Kota Parepare pada saat pasang.
134
Sumber : Citra Satelit lkonos, tanggal 17 Juli 2003, LAPAN Parepare
A
B.
Sedimentasi yang cukup besar terjadi di mulut muara Sungai Karajae sehingga hampir memisahkan air sungai dengan air lautdan Sedimentasi sudah ke arah bagian dalam Teluk Parepare di sepanjang pesisir Kota Parepare
135
Lampiran 5. Foto-foto lokasi kegiatan konservasi atau penanaman hutan mangrove.
(A) dan (B) Hutan mangrove yang sudah lebat kini terancam punah karena adanya pembangunan tanggul di bagian depannya (daerah Cempae) (C) Kondisi hutan mangrove yang masih baik di dekat muara Sungai Karajae. (D) Lokasi kegiatan pembuatan tanggul di daerah Tonrangeng, disekitarnya masih banyak pohon-hutan mangrove.
136
Sumber: Citra Satelit lkonos, tanggal17 Juli 2003, LAPAN Parepare
(A)
Lokasi pembangunan tanggul tepat berada di depan hutan mangrove yang sudah ditanami dan dipelihara (B) Lokasi pembangunan tanggul di daerah pemeliharaan hutan mangrove (C) Lokasi penanaman hutan mangrove yang berada di jalur keluar masuknya perahu-perahu nelayan
Lampiran 6. Program dan kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir Teluk Parepare
PROGRAM/KEGIATAN
NO
STAKEHOLDERS
1 1
2 AD PEL
- pengaturan keselamatan pelayaran - pengawasan fasilitas pelabuhan - pengaturan lahan parkir kendaraan
2
Subdin Pariwisata
- pengembangan wisata Lumpue (permandian alam) - pembenahan sumur jodoh (pantai Cempae) - pembinaan dan penyuluhan kepariwisataan - pengembangan tempat santai dan bermain di Pantai Mattiro Tasi dan sekitar Pasar Senggol
3
Bapedalda
EKSPLOITASI
KONSERVASI
3
4
KET. W/0
5
- pencegahan/penanggulangan pencemaran perairan dan pendangkalan - penanggulangan bangkai kapal pengembangan wisata bahari berwawasan lingkungan
WID
- pengembangan Teluk Parepare sebagai kawasan wisata laut terpadu berwawasan lingkungan - penanaman pohon bakau di Tonrangeng dan Cempae - pemasangan ram penengkap sampah kasar pada drainase yang berhubungan langsung dengan laut - pemulihan DAS KarajaE - studi kelayakan pembuatan tanggul di Sungai KarajaE
W/0
WID
'.N -......)
NO
PROGRAM/KEGIATAN
STAKEHOLDERS EKSPLOITASI
I
4
Subdin Perikanan dan Kelautan Dinas Pengelola SDA
I
I
5
PT. Pelindo Wil. IV Parepare
- pengaturan bagan-bagan tancap - pembuatan rompong buatan dari kapal-kapal karam/mati - penanganan pendangkalan/sedimentasi di DAS Karajae - pengaturan pengambilan tambang galian golongan C di Sungai Karajae - pendampingan pengembangan ekonomi masyarakat pesisir - Pembangunan Pangkalan lkan (PPI) di Cempae
KONSERVASI - mencegah dan mengatasi pendangkalan Teluk Parepare - penanggulangan bangkai-bangkai kapal - penerapan AMDAL - penanganan pola usaha tani di bagian hulu dan hilir aliran Sungai Karajae - pengurangan pola tanaman pangan/semusim di aliran Sungai Karajae - pelestarian hutan mangrove - penanggulangan pengeboman dan pemakaian pukat
KET. WID
WID
I I
- Pelayanan operasional kepelabuhanan : bongkar muat penumpang, barang dan hewan, kunjungan kapal dan pengangkutan - Optimalisasi pelaksanaan DLKR dan DLKP Pelabuhan Parepare - Persiapan pelabuhan peti kemas
WID
vJ
00
-
NO
6
PROGRAM/KEGIATAN
STAKEHOLDERS Bappeda Kota Parepare
-
7
Bappeda Pinrang
8
KAPET Parepare
EKSPLOITASI program pengembangan ekonomi wilayah pesisir program pengembangan transportasi laut program peningkatan kualitas pemukiman di wilayah pesisir program pengelolaan wilayah Teluk Parepare secara terpadu
- program peng. kepariwisataan di Tanjung Lero da., Pulau Kamerrang - program pengembangan pelabuhan rakyat Marabombang Suppa - program pengembangan industri kecil di Kec. Suppa - Pemanfaatan Teluk Parepare secara terpadu dan berkelanjutan - pembangunan jalan akses Kawasan lndustri Lapadde - Pelabuhan Parepare - pengembangan pelabuhan dan pembangunan pelabuhan kontainer - pembinaan nelayan tangkap - pengembangan industri perikanan dan kelautan - pengelolaan bersama kawasan Teluk Parepare antara Parepare dengan Pinrang
KONSERVASI - program pengembangan dan peningkatan akses informasi SDA dan LH wilayah pesisir - program penataan dan penegakan hukum dalam pengelolaan SDA LH - program peningkatan kualitas SDA wilayah pesisir - program pencegahan dan pengendalian kerusakan dan pencemaran program peningkatan kualitas SDA wilayah pesisir
KET. WID WID
WID
WID
......
·~J
'-D -·
--
----
NO
:g I i
i
STAKEHOLDERS Masyarakat pesisir Cempae (Bpk. M. Bakri)
'
10
Masyarakat pesisir Lumpue (Bpk Siradjuddin)
11
Masyarakat pesisir Labukkang (Bpk Tad judd in)
12
13
Masyarakat pesisir sekitar Pelabuhan Marabombang dan Oermaga PLTO Suppa (Bpk. A. Arifin) PT. Pelabuhan Marabombang Kec. Suppa
PROGRAM/KEGIATAN EKSPLOITASI - aktivltas penangkapan ikan dengan menggunakan bagan tancap - penambatan perahu di sekitar tanggul - peningkatan dan pengembangan obyek wiasata sumur jodoh - budidaya tambak - pengelolaan obyek wisata Lumpue secara individu (kepunyaan pribadi) - pengaturan sesama masyarakat dalam penambatan perahu nelayan - penggunaan tembok hasil reklamasi pantai dekat mulut pelabuhan nusantara sebagai tempat pendaratan penumpang dari Ujung Lero, Suppa - industri kecil masyarakat (pengeringan dan penggaraman) penangkapan ikan dengan menggunakan bangang tancap dekat pelabuhan Marabombang dan dermaga PLTO Suppa dan sekitar alur pelayarannya
KET.
KONSERVASI Pemeliharaan pohon-pohon bakau disekitar tanggul
Kesadaran masyarakat dalam konservasi alam (penanaman pohon bakau)
WID
w
w w
i
Kesadaran masyarakat dalam konservasi alam (pemeliharaan pohon bakau)
w
w
Pelayanan bongkar muat hasil-hasil bumi dan kayu serta aktivitas TPI
~;..
c ---
NO
114
15 I
'
STAKEHOLDERS PT. Pertamina Wilayah VII · Cabang Parepare Dinas Tata Kota dan Wasbang Kota Parepare
I
' . 16
Dinas PU dan Praswil
17
Perusahaan Galangan Kapal di Kelurahan Ujung Sabbang
PROGRAM/KEGIATAN EKSPLOITASI Melayani kapal-kapal tanker yang memuat bahan-bahan bakar min yak dengan fasilitas derrnaga yang · menjorok ke Teluk - penataan kawasan pesisir jalan Sultan Hasanuddin dan sekitarnya (pasar senggol) - penataan kawasan Jl. Mattirotasi - Reklamasi sisi muara Sungai Karajae dan Pantai Tonrangeng ·· Perbaikan drainase dalam kota tersebar - Perbaikan talud jembatan Sumpang Minangae - Penambahan bangunan pemecah ombak tanggul Cempae - Pembuatan sand pocket S. Karajae - Pembuatan kapal besi dan kayu - Perbaikan/docking kapal - Repair mesin kapal dan motor listrik
KONSERVASI
KET. W/0
w
WID
WID
w
~