MANAJEMEN TRANSPORTASI PUBLIK DI DKI JAKARTA
Editor : Jiwa Sarana
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DAN LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA 2009
i
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 1
6/22/2010 6:31:07 PM
©2009 Indonesian Institute of Sciences (LIPI) Pusat Penelitian Sumber Daya Regional (PSDR)
KATALOG DALAM TERBITAN PUSAT DOKUMENTASI DAN INFORMASI ILMIAH LIPI
Analisis Manajemen Transportasi Publik di DKI Jakarta/editor Jiwa Sarana - [Jakarta] : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 2009.
i-xv + 143 hlm: 15 cm x 21 cm
338 ISBN : 978-602-8659-14-7
Penerbit:
LIPI Press, anggota Ikapi Pusat Penelitian Sumber Daya Regional (PSDR) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Widya Graha Lt.1 Jalan Jenderal Gatot Subroto No. 10, Jakarta 12710 Telp: 021-526 5152 Fax: 021-526 5151
ii
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 2
6/22/2010 6:31:12 PM
KATA PENGANTAR
Penelitian “Analisis Manajemen Transportasi Publik di DKI Jakarta ” ini merupakan salah satu kegiatan dari Progam Insentif bagi Peneliti dan Perekayasa Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dengan Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2009. Laporan ini merupakan laporan akhir dari kegiatan penelitian. Laporan ini disusun sesuai dengan kontrak No. 32/SU/SP/Insfdiskti/2009 tanggal 6 Mei 2009 . Laporan ini terdiri dari lima (5) Bab. Bab I, berisi pendahuluan yang menjelaskan latar belakang, permasalahan, tujuan, metodologi dan studi pustaka yang terkait dengan manajemen transportasi publik di DKI Jakarta. Bab II, menjelaskan kondisi trasnportasi publik di DKI Jakarta. Bab III, menguraikan mengenai manajemen transportasi publik di DKI Jakarta. Bab IV, berisi tentang analisis persepsi konsumen pengguna angkutan publik (bus) di Jabodetabek dan bab VI berisi tentang rekomendasi kebijakan transporasi publik di DKI Jakarta. Dalam melaksanakan kegiatan ini tim peneliti merasakan benar bantuan yang telah diberikan oleh berbagai pihak. Tanpa bantuan tersebut rasanya hasil penelitian akan jauh dari sempurna. Pada kesempatan ini tim peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Departemen Pendidikan Nasional yang telah memberikan kesempatan pada tahun ini untuk melakukan penelitian dan sekaligus membiayai studi ini. Juga kepada Pemerintah DKI Jakarta
i
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 3
6/22/2010 6:31:12 PM
yang telah bersedia memberikan data-data yang peneliti perlukan. Tak lupa kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini, tim peneliti mengucapkan terima kasih. Akhirnya, kami berharap kiranya laporan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Jakarta, Desember 2009
Tim Peneliti: Jiwa Sarana SE. MM Dr. Wijaya Adi Tuti Ermawati SE Nur Aisyah Kotarumalos S. Sos.
ii
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 4
6/22/2010 6:31:12 PM
ABSTRAK
Transportasi publik khususnya bus merupakan salah satu jenis pelayanan masyarakat yang sangat penting. Keberhasilan transportasi publik tergantung bagaimana pemerintah pusat/ daerah menangani manajemen transportasi publiknya baik dari sisi penawaran maupun permintaan. Dengan manajemen transportasi publik yang baik yang meliputi dari perencanaan, pengaorgansasian, pelaksanaan dan pengendalian maka kondisi transportasi publik juga akan tertata dengan baik. DKI Jakarta sebagai ibukota negara saat ini mengalami masalah dengan transportasi publiknya. Berbagai kebijakan dikeluarkan dengan harapan agar masalah trasnportasi publik dapat diminimalisir khususnya masalah kemacetan. Tapi bagaimanapun kebijakan tersebut dikeluarkan, tidak akan berhasil dengan baik selama manajemen transportasi publiknya dibenahi, disisi lain juga faktor daerah kondisi daerah penyangga (Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi) juga harus menjadi perhatian dalam merencanakan transportasi di Jakarta. Pada Penelitian ini akan mengkaji bagaimana manajemen transportasi publik DKI Jakarta saat ini, bagaimana peersepsi masyarakat mengenai transportasi publik, bagaimana rekomendasi kebijakannya. Diharapkan kajian ini dapat memberikan masukan bagi Pemerintah Indonesia dan Pemerintah DKI Jakarta pada khususnya dalam membuat kebijakan mengenai manajemen transportasi publik di DKI Jakarta.
Kata kunci : Manajemen, Transportasi Publik, Kebijakan, Penawaran, Permintaan
iii
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 5
6/22/2010 6:31:12 PM
iv
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 6
6/22/2010 6:31:12 PM
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................ i ABSTRAK ................................................................................ iii DAFTAR ISI ............................................................................. v DAFTAR TABEL ..................................................................... ix DAFTAR GRAFIK ................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR ................................................................. xv BAB 1
BAB 2
PENDAHULUAN ....................................................... Oleh : Tim Peneliti 1.1 Latar Belakang ................................................. 1.2 Perumusan Masalah.......................................... 1.3 Tujuan Kegiatan................................................. 1.4 Alur Pikir ............................................................ 1.5 Telaah Kepustakaan .......................................... 1.6 Metodologi Penelitian ........................................ 1.7 Sistematika Penulisan ....................................... Daftar Pustaka .......................................................... KONDISI TRANSPORTASI PUBLIK DI DKI JAKARTA.. Oleh : Nur Aisyah Kotarumalos ................................ 2.1 Pendahuluan ................................................... 2.2 Sejarah Perencanaan Sistem Transportasi di DKI Jakarta ................................................... 2.3 Perkembangan Transportasi Publik di DKI Jakarta ....................................................... 2.4 Semrawutnya Kebijakan Transportasi Publik di DKI Jakarta ...................................................
1 1 4 5 5 6 19 23 24 27 27 32 34 43
v
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 7
6/22/2010 6:31:12 PM
2.5 Jabodetabek : Perencanaan Transportasi Massal ke Depan .............................................. 51 2.6 Penutup............................................................. 53 Daftar Pustaka ........................................................... 55 BAB 3
BAB 4
MANAJEMEN TRANSPORTASI PUBLIK DI DKI JAKARTA ................................................................. Oleh : Jiwa Sarana 3.1 Pendahuluan .................................................... 3.2 Gambaran Umum Transportasi Publik/Bus di DKI Jakarta ................................. 3.3. Perencanaan dan Pengorganisasian Transportasi Publik di DKI Jakarta ................... 3.4. Permasalahan dan Kebijakan Manajemen Transportasi .................................. 3.5 Pengembangan Model Transportasi................. 3.6 Penutup ............................................................ Daftar Pustaka .......................................................... ANALISIS PERSEPSI KONSUMEN PENGGUNA TRANSPOTRASI PUBLIK DI DKI JAKARTA .......... Oleh : Tuti Ermawati 4.1 Pendahuluan .................................................... 4.2 Responden penelitian ...................................... 4.3 Analisis kualitas pelayanan transportasi publik: perspektif pengguna ............................. 4.4 Harapan pengguna terhadap pelayanan transportasi publik ............................................ 4.5 Penutup ............................................................ Daftar Pustaka ...........................................................
57 57 59 70 77 82 87 88
89 89 91 93 105 115 117
vi
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 8
6/22/2010 6:31:12 PM
BAB 5
REKOMENDASI KEBIJAKAN MANAJEMEM TRANSPOTRASI PUBLIK DI DKI JAKARTA ......... Oleh : Wijaya Adi 5.1 Pendahuluan .................................................... 5.2 Sistem Jaringan Transportasi .......................... 5.3 Pengembangan Bus ........................................ 5.4 Kebijakan Tarif Angkutan ................................ 5.5 Faktor Keamanan ........................................... 5.6 Faktor Kenyamanan......................................... 5.7 Penutup............................................................ Daftar Pustaka ..........................................................
119 119 120 123 126 127 130 131 135
LAMPIRAN............................................................................... 137
vii
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 9
6/22/2010 6:31:12 PM
viii
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 10
6/22/2010 6:31:12 PM
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Jumlah penumpang bus kota ..............................
2
per hari di DKI Jakarta tahun 1991 – 2000 Tabel 1.2 Jumlah Kendaraan Umum ...................................
9
di DKI Jakarta Tahun 2003 – 2007 Tabel 1.3 Abilility to Pay (ATP) dan Wilingness.................... 16 to Pay (WTP) pengguna jasa transportasi public tahun 2001 Tabel 1.4 Biaya Operasional Kendaraan (BOK).................. 17 Tabel 1.5 Karakteristik Jalan ................................................ 18 Tabel 1.6 Bus kota yang beroperasi menurut ...................... 21 perusahaan tahun 2006 Tabel 1.7 Variabel dan indikator .......................................... 22 Tabel 2.1 Beberapa perubahan di bidang transportasi ........ 36 Tabel 2.2 Panjang jalan di DKI Jakarta ................................ 36 Tabel 2.3 Jumlah bus kota yang beroperasi......................... 38 di DKI Jakarta Tabel 2.4
Perkiraan jumlah penumpang bus ........................ 39 kota yang diangkut rata-rata setiap hari di DKI Jakarta tahun 1991 - 2000
ix
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 11
6/22/2010 6:31:12 PM
Tabel 3.1 Jumlah Penduduk DKI Jakarta ............................ 58 Tahun 2003 – 2007 Tabel 3.2 Jumlah Bus Kota yang Beroperasi ....................... 61 Menurut Perusahaan Tahun 2007 Tabel 3.3 Jumlah Kendaraan Angkutan ................................ 62 Jenis IV (Kendaraan Bermotor Roda Tiga) Menurut Jenisnya Tahun 1996 – 2007 Tabel 3.4 Jumlah Kendaraan Umum Lainnya ...................... 63 Menurut Jenisnya, Tahun 2001 – 2007 Tabel 3.5 Jumlah Kendaraan Bermotor Yang ...................... 64 Terdaftar (Tidak termasuk TNI, Polri, CD) Menurut Jenis Kendaraan Tahun 2003 – 2007 Tabel 3.6 Panjang dan Luas Jalan Menurut ......................... 69 Kota Administrasi dan Jenis Jalan, 2007 Tabel 3.7 Analisa Sistem Jaringan Jalan .............................. 70 di DKI Jakarta Tabel 3.8 Analisa Identi¿kasi Permasalahan ......................... 77 dan Kebijakan yang harus diambil dalam Transportasi Tabel 3.9 Manajemen Permintaan Perjalanan ..................... 80 dan Alternatif Kebijakan Tabel 4.1 Jumlah responden berdasarkan usia .................... 93 (dalam persentase)
x
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 12
6/22/2010 6:31:12 PM
Tabel 4.2 Persentase pengeluaran transportasi ................... 96 umum terhadap total pendapatan Tabel 4.3 Lama perjalanan pengguna transportasi .............. 101 publik di Jabodetabek (dalam menit) Tabel 4.4 Harapan pengguna terhadap tarif......................... 106 transportasi publik di DKI Jakartra (dalam persentase) Tabel 4.5 Harapan pengguna terhadap keamanan .............. 108 transportasi publik di DKI Jakarta (dalam persentase) Tabel 4.6 Harapan pengguna terhadap................................ 109 kenyamanan transportasi publik di DKI Jakarta (dalam persentase) Tabel
4.7 Harapan pengguna terhadap................................ 113 ketersediaan transportasi publik di DKI Jakarta (dalam persentase)
Tabel
4.8 Harapan pengguna terhadap................................ 114 Jaringan transportasi publik di DKI Jakarta (dalam persentase)
xi
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 13
6/22/2010 6:31:13 PM
xii
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 14
6/22/2010 6:31:13 PM
DAFTAR GRAFIK
Gra¿k 1.1 PDRB DKI Jakarta Atas.................................
3
Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2002-2006 Gra¿k 2.1 Komposisi Jenis Kendaraan .......................... 40 tahun 2004 di Jabotabek Gra¿k 2.2 Ketergantungan pada Kendaraan Pribadi ..... 42 Gra¿k 4.1 Responden Berdasarkan............................... 92 Jenis Pekerjaan (dalam Prosentase) Gra¿k 4.2 Nilai Rata-rata Tarif Transportasi .................. 95 Publik Menurut Pengguna di Jabodetabek Gra¿k 4.3 Nilai Rata-rata Keamanan ............................ 97 Transportasi Publik Menurut Pengguna di Jabodetabek Gra¿k 4.4 Nilai Rata-rata Kenyaman ............................. 99 Transportasi Menurut Pengguna di Jabodetabek Gra¿k 4.5 Nilai Rata-rata Lama Perjalanan ................... 100 Transportasi Publik Menurut Pengguna di Jabodetabek xiii
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 15
6/22/2010 6:31:13 PM
Gra¿k 4.6 Nilai Rata-rata Ketersediaan ......................... 103 Transportasi Publik Menurut Pengguna di Jabodetabek Gra¿k 4.7 Nilai Rata-rata Jaringan................................. 104 Transportasi Publik Menurut Pengguna di Jabodetabek Gra¿k 4.8 Jumlah Rute Transportasi yang..................... 105 digunakan Responden Gra¿k 4.9 Harapan Pengguna Terhadap ....................... 111 waktu tempuh Transportasi Publik di Jabodetabek (dalam Prosentase)
xiv
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 16
6/22/2010 6:31:13 PM
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Hubungan Kecepatan dengan .................... 13 Pemakaian Ban dan Oli Gambar 2.1 Rasio Volume/Kapasitas Tahun 2002 ......... 29 Gambar 2.2 Skenario ‘Do Nothing’ Rasio ....................... 30 Volume/Kapasitas Tahun 2020
xv
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 17
6/22/2010 6:31:13 PM
xvi
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 18
6/22/2010 6:31:13 PM
Pendahuluan
BAB 1 PENDAHULUAN Tim Peneliti
1.1 Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan pembangunan suatu negara terutama dalam mendukung kegiatan perekonomian masyarakat karena sistem transportasi dapat meningkatkan pelayanan mobilitas penduduk dan sumberdaya lainnya sehingga diharapkan dapat menghilangkan isolasi dan memberi stimulan ke arah perkembangan di semua bidang kehidupan, baik perdagangan, industri maupun sektor lainnya antar daerah. Hurst dalam Noer (2005) mengemukakan bahwa interaksi antar wilayah tercermin pada keadaan fasilitas transportasi serta aliran orang, barang, maupun jasa. Transportasi merupakan tolok ukur dalam interaksi keruangan antar wilayah. Dalam dunia transportasi menurut Simbolon (2003) ada ungkapan “,,,,ship follow the trade and trade follow the ship…”, artinya bahwa transportasi (ship) mengikuti perkembangan perdagangan dan perdagangan mengikuti perkembangan transportasi. Dengan demikian berarti perkembangan masyarakat tergantung kepada perkembangan transportasi dan sebaliknya, maka seiring dengan 1
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 19
6/22/2010 6:31:13 PM
Tim Peneliti
bertambahnya penduduk disuatu wilayah, kebutuhan masyakat terhadap transportasi akan semakin meningkat. Demikian hal nya dengan kota-kota besar di Indonesia, khususnya Jakarta, dengan rata-rata tingkat pertumbuhan jumlah penduduk sebesar 1,7 persen per tahun selama tahun 2002-2006, penduduk Jakarta pada tahun 2006 sudah mencapai 8.961.680 jiwa1 mengakibatkan permintaan akan transportasi publik terus meningkat. Hal tersebut dapat dilihat di tabel 1 dimana pertumbuhan penumpang bus mengalami tren yang terus meningkat bahkan pada tahun 2000 tingkat pertumbuhannya mencapai 25,7 persen. Tabel 1.1 Jumlah Penumpang Bus Kota per Hari di DKI Jakarta Tahun 1991-2000 Tahun
Penumpang
Bus
1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000
1826827 1850640 2720540 2522170 2751750 2771470 2962570 3382621 3822362 4803518
16773 16962 17423 17920 18610 19878 21619 22071 22247 22089
Pertumbuhan Penumpang (%)
Pertumbuhan bus (%)
2.3 47 -7.3 9.1 0.7 6.9 14.2 13 25.7
1.1 27 2.9 3.9 6.8 8.8 2.1 0.8 -0.7
Sumber: Studi SITRAMP, JICA dalam laporan dinas perhubungan DKI ,2002.
Namun sayang, tingkat pertumbuhan penumpang yang tinggi tersebut diatas berdasarkan hasil studi JICA, tidak diimbangi oleh tingkat pertumbuhan bus (penawaran) yang sama maka 1
Jakarta dalam Angka 2007
2
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 20
6/22/2010 6:31:13 PM
Pendahuluan
tidak mengherankan jika akhirnya menimbulkan ketidaknyaman penumpang,harus berdesak-desakan, karena jumlah permintaan tidak seimbang dengan penawaran sehingga masyarakat menengah keatas lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi dibandingkan tranportasi publik dan ini menimbulkan masalah baru yaitu kemacetan. Dengan kondisi di atas maka tidak mengherankan jika sektor transportasi belum memberikan kontribusi yang cukup sigifikan terhadap pertumbuhan PDRB di Jakarta, hal tersebut dapat dilihat dalam gambar 1 dimana sektor transportasi dan komunikasi hanya memberikan kontribusi rata-rata sebesar 7,45 persen terhadap PDRB Jakarta pada tahun 2002-20062, jauh lebih kecil dibandingkan dengan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor manufaktur, sektor bangunan.
Grafik 1.1 PDRB DKI Jakarta Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2002-2006 Sumber: Jakarta dalam angka 2007 (diolah) 2
Kontribusi sektor transportasi sendiri jauh lebih kecil karena harus dibagi dengan komunikasi.
3
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 21
6/22/2010 6:31:13 PM
Tim Peneliti
Banyak faktor yang menyebabkan masih rendahnya kontribusi sektor transportasi darat terutama jalan raya di kota-kota besar di Indonesia terutama DKI Jakarta, menurut Murdiono (2006) salah satunya penyebabnya adalah masalah kemacetan lalu lintas di jalan raya. Kemacetan ini timbul karena semakin banyaknya mobil-mobil pribadi dan kurangnya rasa kedisiplinan para pengendara dalam mengendalikan kendaraannya, dampak ekonomi yang timbul akibat kemacetan ini sebenarnya amat besar, tidak saja dari keborosan bahan bakar yang terjadi, keterlambatan delivery barang-barang konsumsi, tetapi juga kerugian yang timbul akibat keterlambatan yang terjadi akibat kemacetan tersebut. Sementara menurut Yafiz (2002) penyebab timbulnya permasalahan transportasi di DKI Jakarta adalah pengaturan trayek yang belum didasarkan pada kebutuhan pasar, dan kesadaran berlalu lintas pengemudi, petugas, penumpang dan masyarakat pengguna jalan yang relatif rendah. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa permasalahan utama tranportasi publik di Jakarta adalah adanya ketidakseimbangan permintaan dan penawaran maupun mismanajamen, maka penelitian ini menjadi sangat penting dilakukan sehingga dapat memberikan bantuan kepada Pemerintah DKI Jakarta dalam mengurai benang kusut masalah transportasi publik di DKI Jakarta.
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan bahwa perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: • Bagaimana manajemen transportasi publik di DKI Jakarta saat ini? • Bagaimana persepsi masyakarat mengenai kondisi transportasi publik di DKI Jakarta? • Bagaimana rekomendasi kebijakan manajemen transportasi di DKI Jakarta sehingga tercipta kondisi transportasi publik yang nyaman ? 4
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 22
6/22/2010 6:31:13 PM
Pendahuluan
1.3 Tujuan Kegiatan Tujuan penelitian ini secara khusus adalah sebagai berikut: • Menganalisis manajemen transportasi publik di DKI Jakarta • Menganalisis persepsi masyarakat terhadap kondisi transportasi publik di DKI Jakarta. • Merekomendasikan kebijakan manajemen transportasi publik di DKI Jakarta.
1.4 Alur Pikir
5
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 23
6/22/2010 6:31:13 PM
Tim Peneliti
1.5 Telaah Kepustakaan Konsep Transportasi Publik Transportasi berasal dari kata bahasa inggris transport yang berarti angkutan dan transportation yang berarti pengangkutan. Tetapi ada yang menterjemahkan sebagai perjalanan yang sebenarnya lebih sesuai untuk terjemahan trip/travel, dan ada yang mengartikan sebagai perpindahan yang dalam bahasa inggris berarti moving. Ilmu ekonomi transportasi dalam simbolon (2003) diartikan sebagai ilmu yang mempelajari upaya pemenuhan kebutuhan manusia tentang jasa pengangkutan dalam rangka pemenuhan kebutuhan manusia dan pembangunan. Transportasi terjadi karena adanya kebutuhan manusia untuk memperoleh barang/jasa yang tidak diperoleh dari tempat dimana dia berada sehingga harus melakukan perjalanan untuk memenuhi kebutuhannya. Jadi dalam transportasi, ada 3 unsur utama, diantaranya yaitu3 : 1. Ada yang dipindahkan yaitu barang/jasa, manusia dan informasi 2. Ada yang memindahkan, yaitu sarananya, antara lain adalah kendaraan 3. Ada yang memungkinkan terjadinya perpindahan, yaitu jalan, jembatan, pelabuhan, terminal dan bandara. Dalam melakukan perjalanan, manusia dihadapkan pada berbagai jenis transportasi, yaitu angkutan darat, laut dan udara 3
Diunduh dari jiunkpe-ns-s1-2003-1497141-5909-moda-chapter2.pdf
6
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 24
6/22/2010 6:31:14 PM
Pendahuluan
dengan berbagai macam pertimbangan antara lain: maksud perjalanan, jarak tempuh, biaya dan tingkat kenyamanan. Transportasi identik dengan penyediaan jasa. Jasa menurut Philip Kotler (1994) adalah setiap tindakan atau perbuatan yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud (intangible) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Pada umumnya terdapat 4 karakteristik dari jasa termasuk jasa transportasi, yaitu: (simbolon,2003) 1. Intangibility, jasa hanya dapat dirasa dan tidak dapat diraba, tidak dapat didengar dan dicium sebelum dibeli. 2. Inseparability, jasa dijual terlebih dahulu baru diproduksi dan dapat dikonsumsi secara bersamaan. 3. Variability , jasa sangat variabel karena tidak memiliki standar, yang dapat distandarisasi adalah proses pembuatan atau cara menghasilkan jasa. 4. Perishability, jasa merupakan produk yang tidak dapat disimpan, misalnya kursi di bus yang kosong, tidak dapat disimpan untuk dapat dijual sebagai tambahan kursi pada waktu berikutnya. Dalam transportasi darat, berdasarkan sifat kepemilikannya terdiri dari transportasi pribadi dan transportasi publik yaitu angkutan umum baik orang maupun barang. Transportasi pribadi adalah kendaraan yang dimiliki oleh individu atau perorangan yang digunakan untuk kepentingan pribadi, dan transportasi pribadi ini termasuk jenis barang privat karena sifatnya exlusive dan rival. Sedangkan Transportasi publik merupakan barang publik 7
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 25
6/22/2010 6:31:14 PM
Tim Peneliti
karena sifatnya yang non exludable yaitu jasa yang bisa diakses semua orang dan non rival artinya bahwa tidak ada persaingan antar konsumen dalam mengkonsumsi jasa transportasi dimana penumpang dapat menggunakan jasa angkutan umum secara bersama-sama. Pada tahun 2003-2007 sebenarnya jumlah transportasi publik di Jakarta terus mengalami pertumbuhan, tetapi masih dibawah 10 persen. Dimana jumlah transportasi publik yang cukup mendominasi di DKI adalah jenis kajen IV yaitu bajaj, kancil, toyoko dan APB, jenis kajen IV ini biasanya masuk ke jalan-jalan perumahan dan perkampungan. Sementara bus besar dalam kota jumlahnya relatif lebih rendah dan mengalami pertumbuhan yang melambat dibandingkan jenis kendaraan yang lain padahal jenis bus ini yang diperlukan masyarakat untuk mobilitas4 dalam kota yang jaraknya relatif jauh meningat jumlah penumpang yang sangat besar di Jakarta mencapai rata-rata 17 juta per hari pada tahun 2008.
4 Terutama ke tempat kerja karena jalur bus tersebut biasanya melintasi daerah perkantoran.
8
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 26
6/22/2010 6:31:14 PM
Pendahuluan
Tabel 1.2 Jumlah Kendaraan Umum di DKI Jakarta Pada Tahun 20032007 No
Jenis Kendaraan
2003
2004
2005
2006
2007
1
Bus Besar
4417
4475
4485
4522
4559
2
Bus sedang
9562
9567
9571
9600
9603
3
Bus Kecil
29349
29767
29923
30689
30741
4
Kajen IV
203009
219175
235359
251543
267727
5
Taxi
23434
23575
24246
24251
24251
6
Mobil Barang
14272
14373
15477
15477
15477
7
Bus wisata & sewa
3656
3814
5011
5011
5011
8
Bus Antar kota
3443
3497
3524
3524
3524
Sumber: Subdin DLLAJ Dinas Perhubungan DKI Jakarta
Manajemen Transportasi Transportasi diartikan sebagai proses mengangkut atau membawa sesuatu dari suatu tempat ke tempat lainnya. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan transportasi akan terjadi apabila dipenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut: (Nuchtaruddin, 1990 : 3) 1. Ada muatan yang diangkut 2. Tersedia alat angkut yang memadai 3. Terdapat fasilitas jalan dan jembatan yang akan dilalui Manajemen transportasi adalah sebagai usaha dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan penghasilan jasa angkutan oleh perusahaan angkutan sedemikian rupa., sehingga dengan tariff yang berlaku dapat memenuhi kepentingan umum. Pada umumnya manajemen transportasi menghadapi tiga tugas utama (Nasution, 1996 : 30): 9
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 27
6/22/2010 6:31:14 PM
Tim Peneliti
1. Menyusun rencana dan program untuk mencapai tujuan dan misi organisasi secara keseluruhan. 2. Meningkatkan produktivitas dan kinerja perusahaan 3. Dampak social dan tanggung jawab sosial dalam mengoperasikan angkutan kota. Masalah umum manajemen lalu lintas adalah bagaimana mencapai optimalisasi kapasitas angkutan. Kapasitas angkutan adalah kemampuan suatu alat angkut untuk memindahkan muatan atau barang dari suatu tempat ke tempat tertentu. Unsur-unsur kapasitas angkutan terdiri dari : • Berat muatan • Jarak yang ditempuh • Waktu yang dibutuhkan Untuk pemanfaatan maksimum dari kapasitas angkutan, manajemen lalu lintas harus mampu : • Mencapai efisiensi, operasional yang tinggi • Mencapai standar perawatan yang layak jaln dari kendaraan • Mencapai organisasi yang sehat dengan stndar tanggung jawab manajemen yang tinggi. Permintaan dan Penawaran Jasa Transportasi Kebutuhan jasa transportasi ditentukan oleh barang dan penumpang yang akan diangkut dari satu tempat ke tempat yang lain. Untuk mengetahui berapa jumlah permintaan akan jasa angkutan yang sebhenarnya (actual demand) perlu dianalisi permintaan akan 10
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 28
6/22/2010 6:31:14 PM
Pendahuluan
jasa-jasa, transportasi sebagai berikut : (Abbas Salim, 1993 : 15) 1. Pertumbuhan Penduduk 2. Pembangunan wilayah dan daerah 3. Industrialisasi 4. Transmigrasi dan pennyebaran penduduk 5. Analisis dan proyeksi akan permintan jasa transportasi Penawaran jasa transportasi untuk memenuhi kebutuhan mesyarakat akan ada kaitannya dengan permintaan akan jasa transportasi secara menyeluruh. Tiap model transportasi mempunyai karakteristik dan aspek teknis yang berlainan, hal mana akan mempengaruhi terhadap jasa angkutan yang ditawarkan pleh pengangkutan. Dari sisi penawaran jasa angkutan dapat dibedakan dari beberapa segi sebagai berikut : (Abbas, 1993:18) 1. Peralatan yang digunakan 2. Kapasitas yang tersedia 3. Kondisi teknis alat angkutan yang dipakai 4. Produksi jasa yang dapat diserahkan oleh perusahaan angkutan 5. Sistem pembiayaan dalam pengoperasian alat angkut. Sementara dari segi penyedia jasa memperhatikan benarbenar agar pengguna jasa angkutan merasa puas terhadap hal-hal yang berhubungan dengan hal-hal berikut : keamanan, ketepatan, keteraturan, kennyamanan, kecepatan, kesenangan dan kepuasan. 11
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 29
6/22/2010 6:31:14 PM
Tim Peneliti
Faktor yang Mempengaruhi Penawaran Tranportasi Publik Produsen membuat barang atau menyediakan jasa adalah untuk memperoleh keuntungan dan bukan untuk mencari kesenangan atau pun untuk sosial sehingga dasar yang dijadikan bahan pertimbangan adalah biaya produksi selain harga barang. Apabila biaya produksi naik maka penawaran barang atau jasa cendrung sedikit, tetapi jika biaya produksi turun maka jumlah barang atau jasa yang ditawarkan akan cendrung naik atau banyak. Begitu pun dalam sektor tranportasi, faktor yang mempengaruhi penawaran jasa transportsi adalah harga jasa yaitu tarif angkutan dan biaya produksi yaitu cost operasional dari kendaraan. Tarif angkutan secara nasional di Indonesia selama ini sudah diatur oleh departemen teknis dalam hal ini adalah dinas perhubungan melalui keputusan menteri. Formula perhitungan tarif pokok adalah sebagai berikut: Bok Tarif pokok = loadfactor x seat Tarif = (tariff pokok X jarak rata-rata)+10 % Dalam kenyataannya biasanya tarif yang keluar di daerah terutama Jakarta tidak hanya berdasarkan biaya operasional (cost recovery), efisiensi ekonomi (economic efficiency) tetapi juga memperhatikan faktor eksternal lain yaitu daya beli dari masyarakat karena dalam penetapan tarif selain organda ada pihak lain yang terlibat yaitu dinas perhubungan dan DPRD setempat. 12
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 30
6/22/2010 6:31:14 PM
Pendahuluan
Dan menurut Simbolon, 2003, faktor yang mempengaruhi biaya operasi kendaraan adalah jenis kendaraan, kecepatan kendaraan, kondisi lalu lintas dan kondisi jalan. Jenis kendaraan berpengaruh karena biasanya setiap jenis kendaraan memerlukan biaya operasional dan perawatan yang berbeda. Sementara kecepatan yang tinggi akan membuat pemakaian oli dan tingkat keausan ban naik sehingga biaya operasional jadi naik. (hubungan kecepatan dan pemakaian BBM dan oli lihat gambar 5 ). Pemakaian ban dan oli
Kecepatan Sumber: Simbolon, 2003
Gambar 1.1 Hubungan Kecepatan dengan Pemakaian Ban dan Oli
Kondisi lalu lintas juga mempengaruhi biaya operasional karena turun naik jalan, tikungan, jalan yang rusak akan membuat kendaraan membutuhkan bahan bakar dan oli yang banyak dan juga akan mempercepat keausan sehingga semakin rusak suatu jalan akan mengakibatkan biaya operasional naik dan sebaliknya. Sementara kondisi lalu lintas yaitu macet atau tidak juga berpengaruh karena semakin macet lalu lintas akan meningkatkan pemakaian bahan bakar per kilometer, berulang-ulang berhenti dan kemudian jalan kembali akan menggunakan bahan bakar lebih banyak dan sebaliknya. 13
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 31
6/22/2010 6:31:14 PM
Tim Peneliti
Penelitian-penelitian sebelumnya Dari beberapa studi, secara umum menyatakan bahwa supply barang atau jasa di pengaruhi oleh 2 hal yaitu harga barang/ jasa dan cost yang harus dikeluarkan oleh penghasil barang/jasa (produsen). Menurut penelitian yang dilakukan oleh John Sea (1993) terhadap supply barang menyimpulkan bahwa terjadi hubungan yang positif antara harga barang dengan kuantitas barang yang ditawarkan. Sementara price dari input (cost yang harus dikeluarkan produsen) untuk beberapa jenis barang ada yang berhubungan positif tetapi sebagian besar berhubungan negatif dengan penawaran suatu barang, ini artinya bahwa semakin semakin tinggi harga input maka akan semakin kecil penawaran dan sebaliknya. Penelitian lain yang dilakukan oleh Benishay dan Whitaker (2006) menyatakan bahwa telah terjadi hubungan yang elastis antara price (tarif dari transportasi) dengan supply transportasi dan inelastis antara wage (upah yang harus dibayar oleh pengusaha transportasi terhadap pengemudi dan ini termasuk dalam cost input yang harus dikeluarkan oleh produsen/pe-ngusaha transportasi) dengan supply transportasi, ini berarti bahwa ketika terjadi perubahan price dari transportasi akan di-ikuti oleh peningkatan supply akan tetapi ketika terjadi kenaik-an wage pengemudi (berarti ongkos input naik), perubahan dari supply kecil atau bahkan tidak terjadi kenaikan. Mekanisme penetapan price dari transportasi publik (tarif) di Indonesia dipengaruhi biaya transportasi (cost recovery), efisiensi 14
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 32
6/22/2010 6:31:14 PM
Pendahuluan
ekonomi (economic efficiency) dan faktor eksternal yaitu daya beli masyarakat, hal ini sesuai dengan studi Passenger Transport ServicePricing Policy yang dilakukan oleh Departemen perhubungan pada tahun 2001 menunjukkan bahwa rata-rata perumusan tarif mengarah pada efisiensi ekonomi (52%), cost recovery (29%), dan eksternalitas (19%) bagi pencapaian optimalisasi tarif tersebut. Daya beli masyarakat dilakukan dengan mengestimasi kemampuan daya beli (ability to pay/ATP) dan keinginan untuk membeli (willingness to pay/WTP) pengguna jasa transportasi publik. Dan berdasarkan marketing research yang dilakukan dalam studi departemen perhubungan menunjukkan ATP dan WTP masyarakat pengguna transportasi publik di DKI Jakarta sebagai terlihat pada tabel 1.3 berikut.
15
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 33
6/22/2010 6:31:14 PM
Tim Peneliti
Tabel 1.3
Ability to Pay (ATP) dan Willingness to Pay Pengguna Jasa Transportasi Publik tahun 2001
No.
Moda Transportasi
ATP, WTP, dan Tarif
1.
Bis Patas Non-AC
ATP > Tarif
Bis Patas AC
ATP = Tarif
Bis Reguler
ATP < Tarif
Angkutan Bis
WTP < Tarif (Konsumen tidak puas terhadap pelayanan operator) WTP > Tarif (Apabila kualitas pelayanan ditingkatkan)
2.
Angkutan Penumpang Angkutan Kota
ATP < Tarif WTP < Tarif (Konsumen tidak puas terhadap pelayanan operator) WTP > Tarif (Apabila kualitas pelayanan ditingkatkan)
3.
Angkutan Penumpang Kereta Rel Listrik
ATP = Tarif (KRL Ekspres) ATP < Tarif (KRL Ekonomi) WTP < Tarif (Konsumen tidak puas terhadap pelayanan operator) WTP > Tarif (Apabila kualitas pelayanan ditingkatkan)
Sumber: Nefiadi,2001
Dari tabel 1.3, terlihat bahwa ATP lebih rendah dari tarif yang berlaku (karena rendahnya daya beli masyarakat) dan WTP lebih besar dari tarif (apabila pelayanan operator angkutan ditingkatkan). Selain itu terdapat perbedaan persepsi ATP untuk pengguna angkutan bis non-AC, AC, dan reguler. Hal ini mengindikasikan persepsi segmen pasar yang berbeda atas pelayanan operator yang dapat dikaitkan dengan tingkat pendapatan konsumen 16
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 34
6/22/2010 6:31:14 PM
Pendahuluan
(misalnya golongan ekonomi atas, menengah, dan bawah) sehingga penerapan tarif menjadi lebih tepat sasaran. Karena itu, penerapan segmentasi, target, dan positioning pasar menjadi penting diperhatikan. Sementara biaya atau cost produksi dipengaruhi oleh jenis kendaraan, kecepatan kendaraan, kondisi jalan dan kondisi lalu lintas. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh dinas lalu lintas angkutan jalan bekerja sama dengan badan pertimbangan penelitian FT Universitas Brawijaya pada tahun 2005 di Jawa Timur bahwa ternyata jenis kendaraan berpengaruh terhadap besarnya cost produksi yaitu biaya operasi kendaraan (BOK), hal tersebut dapat dilihat pada tabel 4 dimana ditemukan bahwa bus besar memiliki BOK yang paling tinggi dibandingkan dengan jenis kendaraan yang lain. Tabel 1.4 Biaya Operasional Kendaraan (BOK)
Sumber: Dinas lalu lintas Jatim dan FT Universitas Brawijaya,2005
17
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 35
6/22/2010 6:31:14 PM
Tim Peneliti
Begitupun dengan kondisi jalan dan lalu lintas, karakteristik jalan yang berbeda menurut penelitian dinas lalu lintas Jatim dan Universitas Brawijaya, memiliki perkerasaan yang berbeda, dan ini secara ototmatis berpengaruh terhadap cost produksi yang dikeluarkan, semakin tinggi perkerasaan maka akan semakin cepat ban diganti dan ini akan meningkatkan biaya operasional kendaraan dan sebaliknya. Tabel 1.5 Karakteristik Jalan
Sumber: Dinas lalu lintas Jatim dan FT Universitas Brawijaya,2005
Menurut survei Study on Integrated Transportation Master Plan (SITRAMP) Fase 2 pada tahun 2002 dalam laporan dinas lalu lintas DKI Jakarta, ada peningkatan jumlah trip 30 persen, yakni menjadi sekitar 17 juta trip di Jakarta. Dengan adanya penambahan jumlah trip maka lalu lintas di Jakarta akan semakin macet dan ini membuat rata-rata kecepatan kendaraan akan semakin lambat, kelambatan ini membuat biaya operasional yang dikeluarkan oleh pengusaha transportasi akan semakin tinggi terutama untuk komponen bensin, ban dan pelumas kendaraan.
18
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 36
6/22/2010 6:31:15 PM
Pendahuluan
1.6 Metodologi Penelitian 1.6.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam kajian ini adalak pendekatan kebijakan, pendekatan ekonomi manajemen dan pendekatan sosial. Pendekatan kebijakan digunakan untuk menganalisis aspek kebijakan dari transpotasi publik di DKI Jakarta. Pendekatan ekonomi manajemen digunakan untuk menganalisis aspek manajemen dari transportasi publik di DKI Jakarta. Sedangkan pendekatan social digunakan untuk menganalisis aspek masyarakat sebagai pengguna transportasi Publik. 1.6.2 Lingkup kegiatan Lingkup Substansi Lingkup substansi dari kegiatan ini adalah dengan menitik beratkan pada sisi penawaran, permintaan maupun manajemen dari transportasi Publik DKI Jakarta. Sedangkan moda transportasi yang akan diteliti dalam kajian ini adalah moda transportasi darat khususnya jenis transportasi bus. Lingkup Lokasi Lokasi yang akan di jadikan obyek dari kegiatan ini adalah DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Daerah-daerah seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi juga menjadi lokasi penelitian karena dalam membuat perencanaan transportasi publik di DKI Jakarta tidak bisa dilepaskan dari daerah-daerah penyangga tersebut. 19
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 37
6/22/2010 6:31:15 PM
Tim Peneliti
Lingkup Pengamatan Waktu pengamatan dari kegiatan ini adalah dari 5 tahun terakhir dengan pertimbangan banyaknya permasalahan yang melingkupi transportasi publik di DKI Jakarta. 1.6.3 Unit Analisis Unit analisis dalam penelitian kali ini adalah Pemerintah sebagai pembuat kebijakan, perusahaan tranportasi publik sebagai penyedia transportasi dan masyarakat sebagai pengguna transportasi. Dari sisi perusahaan transportasi, sampai tahun 2006 ada sekitar 21 perusahaan yang beroperasi di DKI Jakarta dengan jumlah trayek sebanyak 485 trayek. Tapi dalam analisisnya akan dipilih 5 (lima) perusahaan yang mempunyai armada yang cukup banyak. Disisi pengguna, masyarakat yang dijadikan sample dalam penelitian ini adalah masyarakat pengguna jenis transportasi publik berupa bus yang ada di DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi.
20
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 38
6/22/2010 6:31:15 PM
Pendahuluan
Tabel 1.6
Bus Kota yang Beroperasi Menurut Perusahaan, Tahun 2006
No
Nama Perusahaan
I 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 II 15 16 17 18 19 III 20 21
Bus Besar Perum PPD PT. Mayasari Bakti PT. Pahala Kencana PT. Bianglala PT. Steady Safe PT. Agung Bhakti Koperasi ARH PT. Koda Jaya PT. Jasa Utama Koperasi Himpurna PT. Metro Mini BP. Trans Jakarta PT. Putra Tasima PT. Daya Sentosa Bus Sedang PT. Metro Mini Kopaja Koantas Bima Kopami Jaya PT. Jewa Dian Mitra Bus Kecil Mikrolet APK/KWK
Jumlah Bus (unit) 4,513 1,700 1,595 40 149 499 5 25 120 30 85 66 159 15 5 4,979 3,104 1,481 185 163 46 12,985 6,746 6,238
Jumlah Trayek 256 68 102 3 8 48 3 1 6 2 6 4 3 1 1 93 53 27 7 3 2 136 54 82
Sumber: Jakarta dalam angka,2007
1.6.4 Variabel dan Infikator Variabel dan indikator yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : 21
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 39
6/22/2010 6:31:15 PM
Tim Peneliti
Tabel 1.7 Variabel dan Indikator Aspek
Variabel
Indikator
Tarif
Tarif yang dikeluarkan pemerintah
Penawaran Biaya operasional Tarif
Permintaan Pelayanan
Kebijakan
Infrastruktur
Biaya oli, bahan bakar, servis rutin, biaya tenaga kerja. Tarif yang dikenakan kepada penumpang i Kenyamanan i ketersediaan armada ( baik jalur maupun jumlah armada) i Keamanan i Jam operasi armada i Ketepatan i Kecepatan
Tarif
i Penentuan Tarif
Rute
i Penentuan Rute armada
Investasi
i Subsidi cuku cadang, bunga rendah
Jalan
i Panjng Jalan i Kondisi Jalan i Rambu-rambu
1.6.5 Jenis dan Sumber Data Dalam penelitian kali ini data yang dibutuhkan adalah data primer dan data sekunder. Data sekunder diperoleh dari publikasi dinas perhubungan DKI dan perusahaan tranportasi publik di DKI Jakarta dan publikasi-publikasi lain yang relevan dengan penelitian. 22
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 40
6/22/2010 6:31:15 PM
Pendahuluan
Adapun data primer diperoleh dari perusahaan tranportasi dan penumpang transportasi publik jika data yang dibutuhkan tidak tersedia di data sekunder. Sumber Data sekunder yang akan dijadikan narasumber adalah Dinas Perhubungan masing-masing lokasi, Bappeda masing-masing lokasi penelitian, Organda, terminal bis, perusahaan bis. 1.6.6 Pengolahan dan Analisis Data Data primer khususnya untuk kuesioner bagi pengguna diolah dengan menggunakan skala linkert, sedangkan untuk wawancara mendalam dengan narasumber diolah dengan analisis disktriptif. Untuk mengetahui persepsi masyarakat tentang transportasi publik di DKI Jakarta, beberapa variabel yang akan dianalisis adalah pendapat masyarakat mengenai jumlah armada, kondisi armada, rute armada,tarif, jam operasi armada. Data sekunder diolah dengan analisis diskriptif.
1.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dari laboran ini hádala sebagai berikut: BAB I : Pendahuluan BAB II : Kondisi Transportasi Publik di DKI Yakarta BAB III : Manajemen Transportasi Publik di DKI Jakarta BAB IV : Analisis Persepsi Konsumen Pengguna Angkutan Bus di DKI Jakarta BAB V : Rekomendasi Kebijakan Manajemen Transportasi Publik di DKI Jakarta Lampiran 23
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 41
6/22/2010 6:31:15 PM
Tim Peneliti
DAFTAR PUSTAKA Asri, Du dan Hidayat, Budi, 2005, Current Transportation issues in Jakarta and Its Impact on Environment, proccedings of the Eastern Asia for Tranportations Studies, Vol 5. Benishay,Haskel and Whitaker, Gilbert R, 1996, Demand and Supply in Freight Transportation, The Journal of Industrial Economics, Vol. 14, No. 3 (Jun., 1966), pp. 243-262. BPS, 2007, Jakarta Dalam Angka 2007. Jakarta Dinas Perhubungan DKI Jakarta, 2002, Pola Transportasi Makro, Jakarta Dinas lalu lintas dan angkutan jalan propinsi jatim dan badan pertimbangan penelitian FT Universitas Brawijaya, 2005, Studi Biaya Operasional Kendaraan, diakses dari di http:// www.jatimprov.go.id/dbfile/bidlahta/20080511133433_biaya_ operasional_kendaraan_bermotor_dllaj_2005.pdf pada 8 Desember 2008 Departemen Perhubungan RI, 2001, Passenger Transport Service Pricing Policy Study, LAPI-ITB, Laporan Final Judge, George G et all, 1988, Introduction to The Theory and Practice of Econometrics, Secon Edition, John Wiley&Sonc Inc, Canada. ESDM., 2006. Statistik Energi 2006, http://www.esdm.go.id, Diakses pada 20 April 2007. Harian Pelita. Angkutan Umum Massal Prioritas Kebutuhan Kota Jakarta. Sumber: http://203.130.242.190//artikel/41896.shtml diakses pada 30 April 2008. Matti, Walter j, 1950, Blight and Mass Transportation in Metropolitan 24
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 42
6/22/2010 6:31:15 PM
Pendahuluan
Communities, Virginia Law Review, Vol. 36, No. 7 (Nov., 1950), pp. 859-872 SON* Nefiadi. Efi Novara,2001, Problem dan Formulasi Tarif Sektor Transportasi, diunduh dari http://www.kkppi.go.id/papbook/ Problema%20&%20Formulasi%20Tarif.pd Pada akses pada 8 Desember 2008 Noer, Z., 2005. Pengaruh Gabungan Faktor Opsi Mencari Keuntungan dan Pelayanan Publik dalam Induatri Jasa Angkutan Bus Kota (Satu Kajian Empirik). JMT STMT Trisakti Vol. VI No 3. Kamaludin, Rustian. 2003. Ekonomi Transportasi: Karakteristik, Teori dan Kebijakan. Ghalia Indonesia, Jakarta. Katzmann, Robert A,1991, Transportation Policy, The Milbank Quarterly, Vol. 69, Supplements 1/2: The Americans with Disabilities Act: From Policy to Practice (1991), pp. 214-237 Kotler, Philip, 1995, Manajemen Pemasaran, 8th, Prentice Hall, Edisi Terjemahan Kusumo,DS, 2008, Perencanaan dan Manajemen Transportasi, Diakses dari Beamnews”s weblog pada tanggal 30 April 2008 Murdiono, Jatmiko, 2006, Presepsi Konsumen Terhadap Pelayanan ‘Busway” Trans Jakarta, JURNAL EKUBANK, Volume 3 Edisi November 2006 Nasution, M.N. 1996. Manajemen Transportasi. Ghalia Indonesia, Jakarta. Raben, yale, 1980, Federal Urban Transportation Policy and the Highway Planning Process in Metropolitan Areas. Annals of the American Academy of Political and Social Science, Vol. 451, Changing Cities: A Challenge to Planning (Sep., 1980), pp. 21-35 25
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 43
6/22/2010 6:31:15 PM
Tim Peneliti
Rachev, S.t and Olkin, I, 1999, Mass Transportation Problem With Capacity Constrains, Journal of Applied Probability, Vol. 36, No. 2 (Jun., 1999), pp. 433-445 Samuelson, Paul A dan Nordhaus, William D. 2001. Ilmu Mikroekonomi. PT. Media Global Edukasi, Jakarta. Sea, John, 1993, Do Supply Curves Slope Up?, The Quarterly Journal of Economics, Vol. 108, No. 1 (Feb., 1993), pp. 1-32 Stiglitz, joseph E, 2000, Economic of The Public Sector, 3th ed, WW Norton Company, New York. Simbolon, Maringin Masry.2003. Ekonomi Transportasi. Ghalia Indonesia, Jakarta. Tamin,ofyar Z,1999, Evaluasi Tarif Angkuatan Umum dan Analisis Ability to pay dan Willingness to Pay di DKI Jakarta, Jurnal Transportasi : Forum Studi Transportasi antar Perguruan Tinggi, Vol. 1, no. 2, Tahun I, Desember 1999 Varian, Hal R. 1992. Microeconomic Analysis, Third Edition. W.W Norton & Company, USA. Wright, James M, 1930, The fare Problem of The Atlanta Street, The Journal of Land & Public Utility Economics, Vol. 6, No. 3 (Aug., 1930), pp. 278- 294 Published by: University of Wisconsin Pres. Zimmerman, Joseph F, Public Transportation, Proceedings of the Academy of Political Science, Vol. 31, No. 3, Governing New York State: The Rockefeller Years (May, 1974), pp. 214-224
26
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 44
6/22/2010 6:31:15 PM
Kondisi Transportasi Publik di DKI Jakarta
BAB 2 KONDISI TRANSPORTASI PUBLIK DI DKI JAKARTA Nur Aisyah Kotarumalos
2.1 Pendahuluan "Saya ini kerja di kota, tetapi pola berangkatnya seperti petani di desa. Sebelum matahari terlalu tinggi, saya harus segera meninggalkan rumah," kata Cahyo Wardana, warga Pamulang, Tangerang Selatan. Udara masih dingin dan berkabut tipis saat Cahyo mulai mengeluarkan mobil dari garasinya. Karyawan sebuah perusahaan di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, itu sudah mulai menyetir mobil saat ayam di kampung sebelah masih ada yang berkokok. Saya harus meninggalkan rumah sebelum pukul 06.00 agar dapat sampai di kantor sebelum pukul 08.00. Jika berangkat sesudah pukul 06.20, saya butuh waktu tiga jam untuk menempuh perjalanan 27 kilometer ke kantor,” (Kompas, 19 Juni 2009). Inilah potret kehidupan warga kota Jakarta dan sekitarnya yang harus bergumul dengan kemacetan setiap pagi dan sore. Beberapa tahun terakhir, kemacetan di Jakarta menjadi semakin parah dan bahkan diperkirakan pada tahun 2014 Jakarta akan mengalami kemacetan total bila tidak ada perubahan signi¿kan. Artinya pada tahun 2014, orang yang memiliki kendaraan di Jakarta dan sekitarnya tidak lagi dapat mengendarai mobilnya karena sesaat setelah keluar 27
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 45
6/22/2010 6:31:15 PM
Nur Aisyah Kotarumalos
rumah, kemacetan telah menantinya. Berdasarkan studi SITRAMP (Sistem Transportasi Massal, 2004), sistem transportasi di Jabotabek yang sudah buruk akan tambah memburuk bila tidak dilakukan investasi dalam waktu 20 tahun mendatang (lihat gambar 02, skenario do nothing). Rata-rata kecepatan perjalanan akan turun dari 34,8 kilometer per jam pada tahun 2002 menjadi 24,6 kilometer pada tahun 2020 di wilayah Jabodetabek (lihat gambar 01). Sementara itu panjang jalan arteri yang padat dari rasio volume/kapasitas (V/C) 1.0 akan naik menjadi 1.006 kilometer atau sekitar 57 persen dari total panjang jalan arteri di wilayah perkotaan. Bahkan menurut studi yang dilakukan oleh Paci¿c Consultants International and Almec Corp. 2003 (dikutip dari Matsumoto 2007, hal. 8), waktu tempuh ke empat rute utama telah mengalami peningkatan 50 persen dari tahun 1985-2000.
28
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 46
6/22/2010 6:31:15 PM
Kondisi Transportasi Publik di DKI Jakarta
Gambar 2.1 Rasio Volume/Kapasitas Tahun 2002 Sumber: Sitramp phase 2, 2004
29
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 47
6/22/2010 6:31:15 PM
Nur Aisyah Kotarumalos
Gambar 2.2 Skenario ‘Do Nothing’ Rasio Volume/Kapasitas Tahun 2020
Padahal, kendaraan yang terjebak dalam kemacetan mengeluarkan polusi tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan kendaraan yang melaju (Anon, 1997). Kemacetan juga menimbulkan
30
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 48
6/22/2010 6:31:16 PM
Kondisi Transportasi Publik di DKI Jakarta
kerugian negara yang mencapai angka 28,1 triliun yang terdiri dari kerugian bahan bakar, kehilangan waktu produksi, kerugian pemilik angkutan umum dan kerugian kesehatan (Antaranews: online. 1009-09). Kerugian bahan bakar merupakan kerugian terbesar yaitu sebesar 10,7 triliun per tahun yang diakibatkan konsumsi BBM yang terbuang percuma pada saat terjebak dalam kemacetan. Sementara masyarakat kehilangan waktu produktifnya sebesar 9,7 triliun rupiah karena harus menempuh perjalanan lebih lama untuk sampai ke tujuan. Belum lagi ongkos kesehatan akibat stress dan polusi yang diperkirakan mencapai 5,8 triliun rupiah per tahun dan terakhir adalah kerugian yang dialami oleh para pemilik angkutan umum hingga 1,9 triliun per tahun karena berkurangnya jumlah rit. Pertumbuhan jumlah kendaraan yang menggila sementara penambahan jalan sangatlah lambat mengakibatkan antrian kendaraan bermotor menghiasi jalan-jalan di ibukota. Menurut data Dinas Perhubungan DKI Jakarta tahun 2008 panjang jalan di Jakarta adalah 5.621,5 kilometer dan hanya bertambah 0,01 persen per tahun. Sementara sepeda motor setiap harinya bertambah sekitar 1.500 unit per hari dan mobil bertambah 250 unit per hari (Kompas, 19 Juni 2009). Bab ini bertujuan untuk mengidenti¿kasi kondisi dan permasalahan transportasi di daerah Jakarta dan sekitarnya dan kebijakan yang diambil dalam menyelesaikannya dengan menggunakan data PTM, SITRAMP dan wawancara mendalam dengan para pengambil kebijakan yaitu Bappeda dan Dinas Perhubungan di masing-masing kota: Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi.
31
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 49
6/22/2010 6:31:16 PM
Nur Aisyah Kotarumalos
2.2 Sejarah Perencanaan Sistem Transportasi Publik di DKI Jakarta Pembentukan kota Batavia (sekarang Jakarta) sebagai kota modern barulah dimulai pada masa pemerintah gubernur Jenderal Daendels (1808-1810). Selanjutnya pada tahun 1912 pemerintah kolonial melalui kebijakan pembelian tanah mengizinkan pemerintahan lokal untuk membeli tanah seluas 800 hektar untuk dijadikan perumahan dan pembangunan taman kota (Arif 2002, hal 373). Segera setelah perang dunia kedua dan Jepang berkuasa banyak kebijakan-kebijakan kota yang telah dicanangkan oleh pemerintah kolonial Belanda akhirnya ditinggalkan. Praktis setelah perang, Jakarta tidaklah memiliki perencanaan kota. Namun, berbekal dengan ‘keputusan perencanaan kota’ yang diwariskan oleh pemerintah Belanda yaitu perencanaan untuk sebuah kota baru ‘kebayoran’ yang berjarak sekitar 8 kilometer dari pusat kota dibentuk (Giebels, 1986 dikutip dar Arif 2002, hal. 373). Pembangunan atas rencana tersebut selesai pada tahun 1949 dan kota Kebayoran dikenal sebagai kota satelit. Beberapa bulan setelah kemerdekaan Republik Indonesia, sebuah komite dibentuk untuk menginvestigasi batas-batas ibukota negara. Komite ini menghasilkan bahwa kota Jakarta sebagai kota metropolitan membutuhkan sebuah rencana strategis yang kemudian paralel dengan konsep Jabotabek (Forbes 1990, p. 112). Pada tahun 1953 rencana konseptual tentang Jakarta lahir dengan disebut Rencana Besar Jakarta (Outline Plan of Jakarta) yang mendapatkan bantuan teknis dari Persatuan 32
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 50
6/22/2010 6:31:16 PM
Kondisi Transportasi Publik di DKI Jakarta
Bangsa-bangsa (PBB). Karakteristik yang penting dari rencana ini adalah penentuan batas-batas Jakarta yaitu dengan jalan melingkar Grogol-Cawang-Priok (sekarang dikenal dengan jalan lingkar dalam). Pada tahun 1964 pembangunan yang sesuai dengan masterplan (Rencana Induk Kota atau RIK) dimulai sesuai dengan rencana besar. Dalam masterplan tersebut diputuskan kota Jakarta akan dibangun dengan bentuk setengah lingkaran yang terkonsentrasi (Arif 2002, p. 373). Selanjutnya pada tahun 1967 masterplan Jakarta dirati¿kasi oleh parlemen. Titik berat dari masterplan tersebut adalah pada pembangunan ¿sik yang berekspansi terkonsentrasi. Rencana di berbagai sektor seperti transportasi, penyediaan air bersih, sanitasi, jalan tol dan jalur kereta api juga dipersiapkan namun sayangnya koordinasi antar departemen yang bertanggungjawab sangatlah rendah. Akibatnya semenjak akhir tahun 1970an, Jakarta tumbuh dan berkembang tanpa adanya perencanaan yang matang (Forbes 1990: 113). Arus urbanisasi yang mulai terjadi ke kota Jakarta tidaklah menjadi perhatian para pengambil kebijakan. Pada masa itu master plan Jakarta menekankan pada pembangunan ¿sik yang diarahkan ke pusat-pusat kota. Demikian juga dengan pemukiman-pemukiman penduduk diarahkan ke kota. Perkembangan kota Jakarta yang begitu pesat melahirkan suburban-suburban yang baru yang dikenal sekarang sebagai Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi). Atas kerjasama dengan direktorat Belanda untuk bantuan teknis internasional
33
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 51
6/22/2010 6:31:16 PM
Nur Aisyah Kotarumalos
(DTH), direktorat jenderal Cipta Karya (sekarang Pekerjaan Umum) membuat perencanaan untuk pengembangan kota Jakarta dengan judul rencana ‘Jabotabek’ (Arif 2002, p. 373). Istilah Jabotabek pertama kalinya ditulis dalam laporan ini. Perencanaan ini mengadopsi model dari Belanda yaitu ‘dekonsentrasi yang terkonsentrasi’. Setelah rencana Jabotabek, studi pertama kali mengenai transportasi di Jakarta berhasil dilakukan oleh Arge Intertraf.c Lenz Consult dari Jerman. Studi ini yang dikenal sebagai Jakarta Metropolitan Area Transportation Study (JMATS) mengadopsi konsep Belanda tentang Jabotabek, dengan mengusulkan 10 titik pertumbuhan untuk mengakomodasi 18 juta orang di tahun 2000. Karakteristik yang penting dari JMATS ini adalah jaringan transport masa depan untuk kendaraan pribadi dan umum. Model pertumbuhan asli Jabotabek, menghindari pembangunan yang bersifat ring namun didominasi pengusulan jalan lingkar luar yang menghubungkan titik-titik pertumbuhan radial (radial growth axes). Untuk transportasi umum, JMATS mengusulkan sistem MRT (a metropolitan rapid transit) termasuk di dalamnya subway yang moda transportasinya mengikuti pola di Jerman. Setelah JMATS, ide untuk membangun jaringan transportasi yang handal dengan memasukkan sistem MRT telah menjadi fokus perhatian studi-studi transportasi. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh JICA (dikutip dari Arif 2002, p. 374) selama periode 1971-1999 ada 25 kajian yang relevan mengenai transportasi dan MRT di Jakarta. Sayangnya studi-studi transportasi yang sekian banyak dan telah berlangsung 34
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 52
6/22/2010 6:31:16 PM
Kondisi Transportasi Publik di DKI Jakarta
dari sejak dulu, menurut Arif (2002, p. 374) nampaknya lemah dalam pelaksanaannya. Semua studi memfokuskan pada peningkatan transportasi publik namun sayangnya selama bertahun-tahun boleh dikatakan tidak ada peningkatan dalam sistem transportasi publik di Jakarta.
2.3 Perkembangan Transportasi Publik di DKI Jakarta Sistem transportasi di DKI Jakarta pada masa penjajahan Belanda didominasi oleh kereta api dan trem. Seiring dengan runtuhnya kolonialisme Belanda di Indonesia, kereta api dan trem tidak lagi menjadi bagian penting dari sistem transportasi publik di Jakarta. Sebagai gantinya secara perlahan-lahan jalan darat mengambil peranan penting. Tahun 1950-an oplet dan bemo muncul sebagai hasil dihilangkan jalur-jalur trem tanpa adanya penggantian transpotasi umum yang resmi. Menginjak tahun 1970an, pemerintah berusaha untuk memodernisasi transportasi publik dengan menyediakan bis-bis baru dan minibus. Pada tahun 1974, perusahaan transportasi umum, PPD mengoperasikan 600 bis. Kemudian dengan diperbolehkannya swasta ikut serta dalam bisnis transportasi jumlah armada bis meningkat hingga 2400 buah di tahun 1979. Sejak itu peranan bis dalam transportasi kota semakin meningkat. Di tahun 1990 sebanyak 50,6 persen perjalanan kendaraan didominasi oleh bis, sementara kereta dan taxi hanyalah sebesar 0,3 persen (dikutip dari Arif 2002, p. 376). Sementara itu pemerintah kian giat membangun jalan-jalan di ibukota (lihat tabel 01). Jalan tol pertama kali dibuat pada tahun 1978 yaitu tol Jagorawi yang menghubungkan kota Jakarta dengan kota 35
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 53
6/22/2010 6:31:17 PM
Nur Aisyah Kotarumalos
di bagian selatan, Bogor. Keberadaan tol Jagorawi yang ternyata memberikan keuntungan yang besar serta cepat menghasilkan membuat pemerintah tertarik untuk membangun jalan tol lainnya. Praktis kota Jakarta dikelilingi oleh tol, dimulai dengan tol arah Barat (Jakarta-Tangerang-Merak), tol arah Timur (Jakarta-BekasiCikampek) dan tol dalam kota. Pembangunan jalan yang masif membuat Jakarta tumbuh dan berkembang menjadi megapolitan yang tidak terarah. Tabel 2.1 Beberapa Perubahan di bidang transportasi Awal 1980an
Pertengahan 1980an
Awal 1990an
Pertengahan 1990an
Jaringan tol dalam kota
Tol ke arah Selatan (S) dibuka
Tol ke arah Barat (B) dibuka
Tol ke arah Timur (T) dibuka
Tol dalam kota dan jaringan jalan arteri
Tol arteri Cinere, PusatSelatan tol dibuka
Dua tol PusatSelatan dibuka
Arteri yang kearah Timur dan Barat dilebarkan
Jaringan koridor arah Selatan dibuka
Kemacetan lalu lintas
Pembuatan banyak jalan baru
Kemacetan terjadi di arteri utama
Jalan layang dibangun di sekitar daerah kemacetan
Kemacetan di pusat kota, jalan arteri dan suburban
Perluasan jalan tol (T & B)
Sumber: PTM, 2004
Selama bertahun-tahun perspektif pemerintah dalam mengurangi kemacetan adalah dengan cara membangun jalan dimulai dari jalan tol, jalan layang, underpass hingga pelebaran jalan. Bahkan saat ini disinyalir Pemprov DKI berencana akan membangun enam ruas tol lagi yaitu Kemayoran-Kampung Melayu (9,66 Km), Duri Pulo-Tomang-Kampung Melayu (11,38 Km), Rawa 36
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 54
6/22/2010 6:31:17 PM
Kondisi Transportasi Publik di DKI Jakarta
Buaya-Sunter (22,6 Km), Sunter-Pulo Gebang (10,8 Km), Pasar Minggu-Cimanggis (9,55 Km) dan Ulujami-Tanah Abang (8,26 Km) (detiknews: online, 25-11-2009). Walaupun pemerintah gencar membangun jalan, namun ternyata perbandingan antara panjang jalan dengan total area masih jauh dari ideal. Saat ini perbandingan antara panjang jalan dengan total area adalah 4 persen, padahal idealnya adalah antara 10-15 persen. Sayangnya, dari 4 persen tersebut, panjang jalan di Jakarta justru didominasi oleh jalan local sebanyak 75,6 persen, diikuti oleh jalan sekunder sebesar 20, 3 persen, jalan primer 2,4 persen dan jalan tol sebesar 1,7 persen (lihat table 2.1). Tabel 2.2 Panjang Jalan di DKI Jakarta Klasi¿kasi Jalan tol
Panjang (km) 113
Rasio
Operasional dan Perawatan
1.7 Jasa Marga dan Perusahaan swasta
Jalan primer Jalan arteri Jalan kolektor Jalan sekunder Jalan arteri Jalan kolektor
153.5 101.9 51.6 1,325.0 501.1 823.9
2.4 1.6 0.8 20.3 7.7 12.6
Jalan local
4,936.9
75.6 Pemerintah lokal
Total
6,528.4
100
Pemerintah Pusat Pemerintah Pusat Pemerintah propinsi Pemerintah propinsi
Sumber: BPS, 1998
Penambahan jalan pada dasarnya bukanlah merupakan solusi yang jitu untuk mengatasi kemacetan karena justru menambah kemacetan yang lebih parah karena pada sisi lain menambah kenyamanan bagi pemilik kendaraan bermotor. Masyarakat yang mampu akan lebih tergiur untuk membeli kendaraan bermotor daripada menggunakan transportasi umum yang kondisinya tidak 37
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 55
6/22/2010 6:31:17 PM
Nur Aisyah Kotarumalos
nyaman. Pemerintah Singapura telah meninggalkan perspektif ini sejak tahun 1970-an dengan melihat problema kemacetan dari kacamata ekonomi sehingga mengendarai mobil pribadi dianggap menciptakan biaya-biaya sosial (Goh 2002, 30). Oleh karena itu kepemilikan kendaraan dan mengendarai mobil pribadi merupakan barang mewah yang harus dibayar dengan mahal. Secara umum, transportasi publik di DKI Jakarta masih mengandalkan jaringan jalan raya yang diisi oleh bis- bis dari yang besar hingga kecil. Sebagian besar dari bis-bis besar ini dipasok oleh beberapa operator yaitu PPD (BUMN), Mayasari Bhakti, bianglala, steady safe dan operator lainnya. Sementara untuk bisbis yang berukuran sedang dipasok oleh beberapa koperasi seperti kopaja dan metro mini, dan untuk bis-bis kecil dipasok oleh mikrolet dan APK. Berdasarkan data dari Dinas Perhubungan DKI Jakarta pada tahun 2006 ada 12984 bis kecil, 4979 bis sedang dan 4513 bis besar (lihat tabel 03). Tabel 2.3 Jumlah Bis Kota yang beroperasi di DKI Jakarta No
Tipe Bus
1997
1998
1999
2000
2001
2006
1
Bus Kecil
5038
5258
5419
5243
4522
4513
2
Bus Sedang
4977
4977
4981
4981
4979
4979
3
Bus Besar
11604
11604
11847
11865
12063
12984
21619
21839
22247
22089
21564
22476
Jumlah bus
Sumber: PTM,2007 dan Dinas Perhubungan DKI Jakarta, 2009 (www.hubdat.web.id)
Dari tabel di atas nampak bahwa angkutan umum di DKI Jakarta didominasi oleh bis-bis yang berukuran besar. Sayangnya 38
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 56
6/22/2010 6:31:17 PM
Kondisi Transportasi Publik di DKI Jakarta
kendaraan yang beroperasi ternyata hanyalah berkisar 66,2 persen dari total izin yang dikeluarkan oleh Dinas Perhubungan. Hal ini menunjukkan bahwa pengeluaran izin trayek bukanlah merupakan cerminan adanya permintaan atas trayek tersebut sehingga beberapa trayek tidak beroperasi (PTM, 2007). Ditambah lagi beberapa pola trayek yang sudah ada saling tumpang tindih baik antar satu jenis bis maupun antar jenis bis. Bahkan pada beberapa ruas jalan, jumlah trayek dapat mencapai 50 trayek (PTM, 2007). Dari jumlah armada bis yang ada sekarang ini, sayangnya masih belum mampu untuk melayani penumpang yang tersebar di wilayah DKI Jakarta. Pada tabel di bawah ini jelas terlihat bahwa pertumbuhan penumpang yang tinggi tidak diiringi dengan pertumbuhan jumlah armada bis ( PTM, 2007, hal 10). Tabel 2.4 Perkiraan Jumlah Penumpang Bis Kota yang diangkut ratarata Setiap hari di DKI Jakarta tahun 1991-2000 Tahun
Penumpang
Jumlah Bus (terdaftar)
Pertumbuhan Pertumbuhan Penumpang (%) Bis (%)
1991
1.826.827
16.773
1992
1.850.640
16.962
1,3
1,1
1993
2.720.540
17.423
4,7
2,7
1994
2.522.170
17.920
-7,3
2,9
1995
2.751.750
18.610
9,1
3,9
1996
2.771.470
19.878
0,7
6,8
1997
2.962.570
21.619
6,9
8,8
1998
3.382.621
22.071
14,2
2,1
1999
3.822.362
22.247
13,0
0,8
2000
4.803.518
22.089
25,7
0,7
Sumber: PTM, Bab 2, hal 10
39
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 57
6/22/2010 6:31:17 PM
Nur Aisyah Kotarumalos
Ketidakmampuan pemerintah dalam menyediakan sistem transportasi massal di DKI Jakarta dan sekitarnya telah mengakibatkan masyarakat yang mampu berusaha untuk memecahkannya sendiri dengan cara membeli kendaraan bermotor baik itu mobil pribadi maupun motor. Selama tiga tahun terakhir, tingkat pertumbuhan motor sangat tinggi yaitu mencapai 14 persen per tahun. Di wilayah Jakarta saja, dalam kurun waktu lima tahun jumlah sepeda motor mencapai 2,5 juta. Sementara untuk kendaraan bermotor mengalami peningkatan hingga 9,5 persen dalam tiga tahun terakhir ini. Berdasarkan data tahun 2004, kendaraan motor mendominasi jalan-jalan di ibukota yaitu sebesar 61,46 persen (lihat gra¿k 2.1).
Gra¿k 2.1 Komposisi Jenis Kendaraan Tahun 2004 di Jabodetabek
Keadaan ini juga berlaku di daerah-daerah penyangga lainnya seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi seperti yang diungkapkan oleh pemerintahan kota Tangerang: 40
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 58
6/22/2010 6:31:17 PM
Kondisi Transportasi Publik di DKI Jakarta
‘Kondisi jalan di Tangerang 50 persen diisi oleh sepeda motor padahal kan sebenarnya kita sudah harus mengalihkan ke moda transportasi massal. Bagaimana bisa, karena pertumbuhan sepeda motor saja mencapai 10-15 persen per tahun. Studi terakhir menunjukkan komposisi kendaraan motor mencapai 50 persen. Bahkan ada beberapa ruas itu mencapai 90 persen. Itu di jalan Gatot Subroto (di wilayah Tangerang) mencapai 90 persen. Motor memang lebih ekonomis’ (wawancara dengan Bappeda Tangerang). Kemudahan untuk memiliki motor dengan cara membeli secara kredit atau bahkan hanya dengan jaminan fotokopi identitas diri, KTP (Kartu Tanda Penduduk) telah menyuburkan moda transportasi ini sebagai pilihan transportasi yang efektif dan e¿sien. Terutama bagi rumah tangga yang berpenghasilan tinggi, mereka sangat tergantung pada kendaraan pribadi dan ini memberikan andil sebesar 66,9 persen dari seluruh moda transportasi. Sementara bagi rumah tangga kelas menengah ke atas, penggunaan mobil pribadi juga masih mendominasi walaupun tidak setinggi pada kelompok rumah tangga kelas atas. Sedangkan untuk rumah tangga menengah ke bawah dan rendah, penggunaan angkutan bis sebanyak 46 persen dan sepeda motor sebanyak 19,9 persen (SITRAMP phase I, 2001). Meningkatnya kepemilikan kendaran bermotor mengakibatnya andil angkutan umum terhadap total perjalanan mengalami penurunan yang signi¿kan seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini. Pada tahun 2002 transportasi publik memberikan andil 58 persen dari total perjalanan dan diperkirakan pada tahun 2010 turun 41
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 59
6/22/2010 6:31:17 PM
Nur Aisyah Kotarumalos
menjadi 53 persen dan bila tidak ada perbaikan yang berarti akan turun drastis menjadi 44 persen di tahun 2020. Dengan perkiraan pada tahun 2020 jumlah penduduk di wilayah Jabodetabek akan mencapai 26 juta dan permintaan perjalanan akan meningkat 40% lebih besar. Sementara kendaraan pribadi baik itu motor maupun mobil mengalami peningkatan dari 40 persen pada tahun 2002, menjadi 44 persen pada tahun 2010 dan diperkirakan akan semakin meningkat pada tahun 2020 sebesar 53 persen.
Gra¿k 2.2 Ketergantungan pada Kendaraan Pribadi Sumber : SITRAMP Tahap 2. 2004. hal. iii
Kondisi seperti ini sudah terasa di kota-kota pinggiran Jakarta seperti Depok. Jumlah angkutan umum di kota tersebut tidak bertambah sejak dari tahun 2004. Hal ini juga dikeluhkan oleh Organda (organisasi angkutan darat) di Depok: ‘Problemnya sekarang transportasi ini sekarang mengalami kemunduran, motor dan kendaraan pribadi terlalu banyak. Untuk Depok dari tahun 2002, pertumbuhan bis melambat 42
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 60
6/22/2010 6:31:18 PM
Kondisi Transportasi Publik di DKI Jakarta
terganti dengan motor. Depok yang katanya kota macet karena angkot ternyata tidak juga. Karena jelas, kita ada penyusutan angkot’ (wawancara dengan organda Depok). Khususnya untuk angkutan-angkutan kecil, tingkat okupansinya mengalami penyusutan yang signi¿kan. Di wilayah Tangerang, angkot kalah bersaing dengan sepeda motor pribadi ataupun ojek seperti yang dikatakan oleh staff dari Bappeda: ‘sekarang ini angkot asal jalan aja. Hampir semua angkot merugi karena sepinya penumpang’ (wawancara dengan Bappeda Tangerang). Padahal, menurut Mees (2000, hal 5) di negara-negara yang memiliki transportasi publik yang handal ‘tidak akan mampu mengurangi penggunaan mobil kecuali bila diiringi dengan disinsentif langsung bagi perjalanan mobil. Vuchic (1999, hal. 63) juga menyatakan hal yang serupa bahwa keseimbangan antara moda transportasi hanya dapat diraih dengan melaksanakan kebijakan perjalanan insentif dan disinsentif bagi mobil pribadi. Lebih jauh, transportasi publik tidak dapat dilihat sebagai moda transportasi alternatif. Seperti yang dikatakan oleh Mees (2000, hal .5) ‘public transport is important in its own right’. Sebenarnya, sebagian besar anggota masyarakat perkotaan amat sangat bergantung dengan transportasi publik terutama bagi orang tua dan muda, kelompok berkebutuhan khusus dan mereka yang tidak memiliki akses terhadap mobil.
2.4 Semrawutnya Kebijakan Transportasi Publik di Jabodetabek Saat ini perkembangan kota Jakarta tidak bisa dilepaskan dari perkembangan daerah bangkitannya seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Berdasarkan data tahun 2007, penduduk DKI Jakarta mencapai 7.456.931 jiwa (Berita Jakarta online: 2143
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 61
6/22/2010 6:31:18 PM
Nur Aisyah Kotarumalos
03-2007). Bila dilihat lebih mendalam, ternyata pertumbuhan penduduk DKI Jakarta mengalami penurunan sebesar 0,2 persen setiap tahunnya (SITRAMP Tahap I) sementara pertumbuhan penduduk di wilayah bangkitannya mengalami kenaikan yang cukup tinggi yaitu 3,7 persen per tahun antara tahun 1990-2000. Tingginya jumlah populasi di wilayah Bodetabek berimplikasi terhadap mobilitas penduduk mengingat sebagian besar penduduk di wilayah Bodetabek bekerja di pusat kota Jakarta. Berdasarkan hasil studi SITRAMP 2002, perjalanan penduduk per hari menuju Jakarta dari wilayah Jabodetabek mencapai angka 34,3 juta. Tingkat perjalanan penduduk DKI sendiri sebanyak 17,1 juta dan dari wilayah Bodetabek berkisar 17,2 juta. Diperkirakan pada tahun 2010 total perjalanan penduduk akan meningkat drastis hingga mencapai angka 45,2 juta perjalanan per hari (lihat tabel di bawah).
Sumber: PTM, 2007
44
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 62
6/22/2010 6:31:18 PM
Kondisi Transportasi Publik di DKI Jakarta
Tingginya tingkat perjalanan penduduk di wilayah bangkitan menuju Jakarta sudah seharusnya dibarengi dengan perencanaan transportasi massal. Sebenarnya pada tahun 1990an ide-ide untuk membangun transportasi massal mulai menguat kembali namun sayangnya pada tahun 1997, Indonesia tertimpa krisis moneter. Proyek transportasi massal tertunda dikarenakan baik pemerintah pusat, daerah dan perusahaan yang bergerak di bidang tol tidaklah memiliki dana yang besar untuk pembangunan rel. Walaupun pada saat itu, Bank Jepang untuk kerjasama internasional (Japanese Bank for International Cooperation) menawarkan kerjasama untuk pembangunan kereta bawah tanah dengan jalur Blok M-Kota, pemerintah daerah Jakarta pada waktu itu enggan untuk melangkah mengingat pinjaman lunak tersebut harus dikembalikan paling sedikit 30 persen (Matsumoto 2007). Di sebagian besar negaranegara dunia ketiga, penggunaan moda bis adalah yang paling umum dibandingkan dengan moda transportasi lainnya (dikutip dari Arif 2002, hal 378). Walaupun sebagai moda transportasi yang paling umum dijumpai, sayangnya bis dioperasikan dengan kondisi ala kadarnya. Baru pada tahun 2001 akhirnya Sutiyoso, gubernur DKI Jakarta memutuskan untuk membuat sistem transportasi massal yaitu bus transjakarta yang memiliki jalur khusus atau lebih dikenal dengan busway. Sebagai pilot proyek ditetapkan rute Blok M-Kota yang akan dibangun dan setelah melewati berbagai kendala akhirnya pada bulan Januari 2005 koridor busway tersebut beroperasi. Sayangnya pembangunan BRT (Bus Rapid Transit) berjalan sangat lambat dan tertatih-tatih bila dibandingkan dengan Metrobús (Mexico City), Macrobús (Guadalajara) dan Megabús (Pereira) yang lebih baru mengadopsi sistem transportasi massal ini (Kompas online: 5-11-09). Koridor IX-X yang sudah seharusnya beroperasi sejak setahun yang lalu juga ternyata sampai sekarang 45
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 63
6/22/2010 6:31:18 PM
Nur Aisyah Kotarumalos
belum memiliki kendaraan bisnya. Bahkan bila dilihat dari sisi jumlah penumpang ternyata bus transjakarta hanya mampu mengangkut penumpang sebanyak 240.000 orang per hari sementara metrobús bisa mengangkut hingga 455.000 per hari, macrobús dengan hanya satu koridor dan 41 bis mampu mengangkut penumpang sebanyak 126.000 per hari (Kompas online:5-11-09). Sementara itu di koridor-koridor yang sudah berjalan aparat kepolisian, sebagai otoritas pengawal lalu lintas tidak tegas dalam menindak pelanggaran terhadap mobil-mobil pribadi yang melintas di jalur bis transjakarta. Sterilisasi memegang peranan penting di kotakota yang mengadopsi sistem bis transjakarta yaitu di kota Mexico, Guadalajara, dan Pereira (Kompas online: 5-11-09). Selain itu juga, angkutan konvensional yang memiliki jalur yang sama dengan bis transjakarta masih tetap beroperasi seperti misalnya bis P2 (Kampung Rambutan-Kota), bis reguler 937 (Kampung RambutanTanah Abang), P67 (Senen-Blok M), dan P125 (Tanjung Priok-Blok M lewat Gunung Sahari). Kebijakan menerapkan busway ini masih setengah-setengah dan bahkan di kalangan aparat terkait masih belum mendukung promosi penggunaan angkutan umum ini yang relatif lebih aman dan nyaman bila dibandingkan dengan biskota lainnya. Padahal, memprioritaskan bis merupakan manajemen lalu lintas yang bijak karena meningkatnya arus kendaraan yang membawa penumpang paling banyak per unit ruang jalan akan meningkatkan e¿siensi sistem perjalanan (Rapson 1977, hal 2). Hal yang paling penting menurut Rapson adalah kualitas kehidupan perkotaan sebagian sangat bergantung dengan mobilitas. Oleh karena itu, tempat-tempat di mana penduduknya amat sangat bergantung pada bis, peningkatan pelayanan bis adalah hal yang mutlak. Alasan ini juga diakui oleh kelompok OECD (1972, hal 2) yang mengatakan ‘it is economically worthwile to restrictprivate 46
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 64
6/22/2010 6:31:18 PM
Kondisi Transportasi Publik di DKI Jakarta
car traf¿c under congested conditions’. Mengoptimalkan sistem transport menurut laporan ini adalah haruslah dilihat dalam kerangka waktu perjalanan per orang dan bukan kendaraan. Oleh karena itu, penggunaan bis sebaiknya didukung selama jam sibuk karena ‘biaya keterlambatan bis satu bis dengan muatan rata-rata penumpang’ lebih besar dibandingkan dengan sebuah mobil pribadi (OECD 1972, hal. 39). Rapson (1977) juga memperkenalkan de¿nisi skema prioritas bis dalam manajemen lalu lintas yaitu ‘berbagai metode untuk meningkatkan pelayanan bis dengan memperlakukan bis dan moda transportasi lainnya secara berbeda’. Dia menekankan bahwa sebuah metode yang bertujuan untuk meningkatkan arus lalu lintas tidaklah dapat dianggap sebagai skema prioritas bis walaupun sepertinya memberikan keuntungan terhadap pelayanan bis juga. Studi-studi PTM dan SITRAMP pun sudah merekomendasikan untuk meningkatkan penggunaan angkutan umum dan bahkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jakarta 2010 (pasal 19, ayat 2) telah ditetapkan tujuan pengembangan sistem transportasi diarahkan pada komponen-komponen: (1) tersusunnya suatu jaringan sistem transportasi yang e¿sien & efektif; (2) meningkatnya kelancaran lalu-lintas dan angkutan; (3) terselenggaranya pelayanan angkutan yang aman, tertib, nyaman, teratur, lancar dan e¿sien; (4) terselenggaranya pelayanan angkutan barang yang sesuai dengan perkembangan sarana angkutan dan teknologi transportasi angkutan barang; (5) meningkatnya keterpaduan baik antara sistem angkutan laut, udara dan darat maupun antar moda angkutan darat; dan (6) meningkatnya disiplin masyarakat pengguna jalan & pengguna angkutan. Memang, mempromosikan penggunaan angkutan umum akan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan pada akhirnya mengurangi kemacetan. Namun tentunya, promosi penggunaan angkutan umum tidak akan 47
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 65
6/22/2010 6:31:18 PM
Nur Aisyah Kotarumalos
berhasil bila pelayanan angkutan umum dan kondisi angkutan umum masih tidak layak. Di negara-negara yang sudah maju pun dengan kondisi transportasi publik yang nyaman dan aman, tetap saja penggunaan kendaraan pribadi akan tinggi bila tidak diiringi dengan kebijakan disinsentif bagi kendaraan pribadi. Selain itu kelemahan dari busway itu sendiri adalah hanya melayani wilayah di DKI Jakarta saja. Hal ini merupakan akibat dari perencanaan transportasi massal di DKI Jakarta yang hanya berfokus pada kota Jakarta itu sendiri dan kurang melibatkan wilayah bangkitannya seperti yang dinyatakan oleh dishub Depok: ‘Perencanaan transportasi di DKI Jakarta harus mensinergikan dengan daerah penyangga seperti depok karena banyak warga di depok yang bekerja di Jakarta sehingga penanganan transportasi darat khususnya bus harus terpadu antara kota Depok dengan Jakarta sehingga diharapkan akan mengurangi penggunaan mobil pribadi dan beralih ke transportasi massal. Semuanya menyadari permasalahan transportasi di Jabodetabek: jaringan trayek yang ngga jelas, moda nya kecil2. Sesuai dengan instruksi dari Dirjen ini semua harus dirubah. Koordinasi dari Bappenas itu merupakan lanjutan dari Sitramp: Sistem transportasi massal. Tapi itu sebenarnya Jakarta, Depok hanya dilihat sebagai pinggiran saja’. Secara tidak langsung, akhirnya hanya sebagian kecil saja pengguna mobil pribadi yang beralih menggunakan bis transjakarta dan sebagian besar penumpang bis transjakarta adalah penumpang bis kota konvensional yang beralih ke bis transjakarta. Walaupun pada awalnya, akan diterapkan bis-bis pengumpan (feeder) dengan mengintegrasikan satu tarif dengan bis transjakarta, sayangnya kebijakan tersebut tidak dijalankan.
48
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 66
6/22/2010 6:31:18 PM
Kondisi Transportasi Publik di DKI Jakarta
Fokus kebijakan transportasi publik yang hanya berfokus pada wilayah Jakarta saja secara tidak langsung merupakan akibat dari otonomi daerah. Setelah otonomi daerah, justru daerah-daerah semakin terkotak-kotak dan semakin berkonsentrasi membangun daerahnya masing-masing tanpa melihat jaringan jalan dari Jakarta dengan sekitarnya ataupun daerah sekitarnya ke wilayah Jakarta seperti yang dinyatakan oleh staf pemerintahan di kota Bogor: ‘Koordinasi dalam menyelesaikan permasalahan transportasi publik dengan pemerintah DKI Jakarta pernah dilakukan tapi tidak sering. Adanya otonomi daerah tersebut membuat daerah lebih konsentrasi untuk menata daerahnya sendiri tanpa memperhatikan bagaimana daerah lain’. Sebaliknya juga, otonomi daerah memberikan hasil yang positif bagi pembangunan daerahnya seperti di wilayah Tangerang. Pemerintah daerah Tangerang dibandingkan dengan pemerintah daerah lainnya relatif berhasil dalam membangun jalan-jalan dan jaringan jalan di wilayahnya sebagai upaya untuk mengatur arus kendaraan di daerahnya menuju Jakarta dan Jakarta menuju Tangerang (hasil wawancara mendalam dengan Bappeda Tangerang). Kemauan yang kuat untuk memperlancar mobilitas penduduk Tangerang justru tidak dibarengi dengan daerah Jakarta. Hasil temuan lapangan membuktikan bahwa pemerintah daerah Tangerang telah membangun jalan Benteng Betawi sebagai jalan alternatif untuk mengurangi kemacetan namun sesampai di Jakarta jalan tersebut menjadi buntu. Sebenarnya, kesepakatan pembangunan jalan ini terangkum dalam rapat koordinasi dengan pemerintah daerah Jakarta namun komitmen untuk melaksanakan apa yang telah menjadi kesepakatan ternyata tidak dijalani seperti yang diungkapkan oleh Bappeda di wilayah Tangerang:
49
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 67
6/22/2010 6:31:18 PM
Nur Aisyah Kotarumalos
‘Jaringan jalan sudah diintegrasikan ke Jakarta. Grid system dan ringnya sudah masuk JORR 2. JORR 1 sendiri kita berusaha dihubungkan, tidak hanya melalui jalan yang sudah ada tapi kita bangun jalan tembus melalui Jalan Benteng Betawi cuman jalan-jalan itukan keinginan kita namun begitu masuk ke DKI Jakarta itu tidak terhubung. Padahal diperencanaannya sudah terintegrasi dengan DKI ini karena masalah prioritas anggaran. Kita sudah membebaskan jalan mulai dari jalan Hasyim Asyaari. Jalan sejajar dengan tol sudah mau kita bebaskan terus. Kita sudah membuat jalan sampai di batas kota, namun memasuki wilayah Jakarta jalan itu buntu. Kita mulai bangun dari nol dari pembebasan sampai dengan kontruksi. Itu dengan catatan bahwa rencana tersebut juga ada di Jakarta Barat, namun kenyataannya sampai sekarang ditungguin tidak jadi-jadi. Alasan Jakarta adalah W1 dan W2 JORR 1 sudah jadi. Padahal di atas kertas kita sudah sepakat. Kita sendiri berpikir ngapain harus nunggu JORR 1, toh kita ingin mengurangi kemacetan. Kita tetap membangun jalan, toh kalau kita bangun jalan daerah sekitarnya akan berkembang juga’ (wawancara dengan Bappeda Tangerang). Saat ini memang sudah ada BKSP (Badan Kerjasama Pembangunan Daerah Jabodetabekjur: Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi dan Cianjur) yang bertujuan untuk meningkatkan keserasian dan keterpaduan pembangunan serta pemecahan masalah bersama di wilayah Jabotabek. Badan ini diketuai oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat dan DKI Jakarta dengan beranggotakan walikotamadaya Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan dan Jakarta, walikotamadaya tingkat II Bogor, Bupati tingkat II Bogor, walikotamadaya tingkat II Tangernag dan Bupati Tingkat II Tangerang. Sementara sekretarisnya adalah sekretaris wilayah dan 50
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 68
6/22/2010 6:31:18 PM
Kondisi Transportasi Publik di DKI Jakarta
wakil sekretarisnya adalah ketua Bappeda. Sekretariat berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Ketua Forum. Namun karena badan ini lebih hanya bersifat koordinasi sehingga masing-masing pihak merasa tidak harus mengikuti apa yang telah disepakati. Hasil wawancara mendalam dengan para pengambil kebijakan di Tangerang, Bekasi, Depok dan Bogor sepakat bahwa koordinasi dalam pembangunan memang penting namun sayangnya tidak ada yang mengeksekusi terhadap kesepakatan yang telah dibuat. Mengingat keanggotaan badan ini memiliki posisi yang sejajar sehingga menyebabkan apa yang menjadi hasil keputusan hanya bersifat rekomendasi ketimbang keputusan yang harus dilaksanakan. Para pengambil kebijakan tersebut berpendapat bahwa sudah selayaknya koordinasi untuk keterpaduan pembangunan di wilayah Jabodetabek itu harus berada di tangan pemerintah pusat sehingga hasil-hasil pemikiran yang telah dicapai dalam badan ini akan bisa diimplementasikan.
2.5 Jabodetabek: Perencanaan Transportasi Massal ke Depan Kemacetan parah yang menghiasi jalan-jalan di ibukota dan juga jalan-jalan di pusat kota daerah suburban tidak hanya di jamjam sibuk seperti pagi dan sore namun hampir sepanjang waktu telah membuat para pengambil kebijakan di daerah suburban untuk melakukan reformasi angkutan massal. Masing-masing daerah telah berpikir untuk mengurangi tingkat kemacetan menuju ke Jakarta. Untuk di daerah Bekasi, direncanakan akan dibangun busway seperti apa yang sudah ada di Jakarta pada tahun 2010 (Kompas, 24-11-09). Jalur khusus bis ini akan dibangun di sisi selatan saluran irigasi Tarum Barat (Kalimalang), mulai dari sekitar gerbang tol Bekasi Timur (jalan H. Joyomartono) Bekasi Timur sampai dengan Sumber Arta di perbatasan kota Bekasi dengan 51
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 69
6/22/2010 6:31:19 PM
Nur Aisyah Kotarumalos
Jakarta Timur. Sayangnya rencana pembangunan jalur busway koridor Bekasi-Jakarta ini belum diintegrasikan dengan koridor busway yang sudah ada di Jakarta. Padahal, bila diintegrasikan dengan koridor busway yang sudah beroperasi tentunya akan mengurangi kemacetan. Sementara itu di wilayah Depok sendiri sedang dilakukan survey untuk pengadaan bis-bis pengumpan (feeder) sehingga akan mengurangi penggunaan mobil pribadi ke wilayah Jakarta seperti yang dingkapkan oleh Dishub Depok: Ujungnya busway itukan ada di kampung rambutan, ragunan, lebak bulus dan pasar minggu. Kita kan juga disuruh bagaimana caranya orang Depok naik bus way. Dia langsung menjemput ke daerah-daerah pemukiman sehingga mereka tidak perlu ke jalan raya. Mereka jalan ke depan sedikit dan bisa langung naik feeder ini. Kita sedang survey ke pemukiman kelas menengah ke atas. Apakah mereka antusias untuk naik feeder ini. Dengan begitu Depok tidak akan terlalu macet. Kalau hasil surveynya bagus dan ada yang berminat, kita akan mencoba. Kita akan coba misalnya dari Sawangan, mereka mau ke ujungnya yang mana: Kpg Rambutan, pasar Minggu atau Lebak Bulus. Kita akan coba bagaimana mengalihkan orang-orang yang punya kendaraan beralih ke busway. Pemukiman yang kita survey: Telaga Golf, Bukit Rivaria, Bukit Cinere, Pesona Khayangan, Gema Pesona sampai Jatijajar Real Estate. Di wilayah Tangerang pun juga akan dilakukan perpanjangan jalur khusu bis (busway) yang sudah beroperasi di Jakarta yaitu dari Kalideres-Jalan Sudirman, pusat kota Tangerang. Rencana pembangunannya adalah 2010 dengan menganggarkan dana hingga 22 milyar. Sama halnya dengan di kota Bogor yang saat 52
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 70
6/22/2010 6:31:19 PM
Kondisi Transportasi Publik di DKI Jakarta
ini sudah meluncurkan Transpakuan untuk mengurangi kemacetan di pusat ibukotanya. Bila transportasi publiknya sudah bagus, rencananya pemerintah DKI Jakarta akan membatasi kendaraan bermotor baik dengan penerapan kutipan kemacetan atau dikenal dengan elektronik road pricing (ERP) ataupun dengan penerapan nomor mobil ganjil/genap (Berita Jakarta, 18 Juli 2008). Ada empat opsi yang dapat dilakukan untuk membatasi jumlah kendaraan di jalan protocol tersebut, yaitu ERP (electronic road pricing), pengaturan nomor polisi ganjil genap, three in one, dan penetapan tarif parkir dengan harga tinggi. Walaupun kebijakan tersebut masih akan perlu dikaji lebih mendalam lagi.
2.6 Penutup Saat ibukota negara-negara tetangga seperti Kualalumpur, Singapura dan Bangkok telah dilengkapi dengan fasilitas transportasi massal yang bagus dan mewah, Jakarta semakin menampakkan ketertinggalannya. Mulai dibangunnya Jakarta hingga sekarang ini, Jakarta berkembang sangat pesat dan melesat dari negeri tetangganya namun sayangnya pembangunan kota Jakarta menjadi tidak terarah. Jakarta yang kosmopolitan berakhir dengan sistem transportasi yang tidak nyaman, tidak aman dan tidak ramah lingkungan. Sudah saatnya pembangunan sistem transportasi massal tidak hanya di wilayah Jakarta saja namun juga harus melibatkan daerah bangkitannya yaitu Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Tingginya arus urbanisasi ke wilayah-wilayah tersebut dan tingginya tingkat perjalanan dari wilayah bangkitan menuju Jakarta sudah semestinya dilengkapi dengan sistem transportasi massal dan terpadu. Jakarta tidak bisa lagi hanya memikirkan sistem transportasi publiknya secara lokal karena sudah pasti sistem 53
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 71
6/22/2010 6:31:19 PM
Nur Aisyah Kotarumalos
transportasi tersebut akan gagal. Salah satu kegagalan dari studistudi transportasi (seperti PTM, SITRAMP dll) yang telah dilakukan selama ini adalah karena studi-studi tersebut berfokus di wilayah Jakarta saja dan melupakan karakteristik mobilitas penduduk di daerah sekitarnya. Sistem transportasi massal dan terpadu di Jabodetabek sudah menjadi kebutuhan yang penting dan sudah harus segera diimplementasikan. Ketersediaan transportasi massal dari wilayah Bogor, Tangerang, Depok dan Bekasi menuju Jakarta dan terjangkau bagi masyarakat akan berdampak signi¿kan terhadap penggunaan kendaraan pribadi baik itu motor maupun mobil, mengurangi kemacetan lalu lintas dan pada akhirnya mengurangi beban pengeluaran pemerintah dalam hal mensubsidi bahan bakar dan kesehatan, perbaikan jalan dan ongkos kerugian ekonomi akibat hilangnya waktu produktif.
54
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 72
6/22/2010 6:31:19 PM
Kondisi Transportasi Publik di DKI Jakarta
DAFTAR PUSTAKA Anon, 1997. No room, no room. Economist. 345(8046), pp. 21-23 Arif, Fi¿ Anggraini. 2002. Transport planning in Jakarta, Urban Policy and Research, vol 20 (4), pp. 371-389 Berita Jakarta online,18 Juli 2008, Pembatasan Kendaraan bermotor tunggu PTM, h t t p : / / w w w. b e r i t a j a k a r t a . c o m / V _ I n d / b e r i t a _ d e t a i l . asp?idwil=0&nNewsId=29457, diakses 15 Oktober 2009 Berita Jakarta online, 21 Maret 2007, Jumlah Penduduk DKI 7.871.215 Jiwa, h t t p : / / w w w. b e r i t a j a k a r t a . c o m / V _ I n d / b e r i t a _ d e t a i l . asp?idwil=0&nNewsId=23308, diakses 20 November 2009 Antaranews: online, 10 September 2009, Kemacetan Jakarta Timbulkan Kerugian Rp28 Triliun, http://www.antaranews.com/berita/1252569398/kemacetanjakarta-timbulkan-kerugian-rp28-triliun, diakses 15 Oktober 2009 Detiknews: online, 25 November 2009, Stop rencana pembangunan 6 ruas tol, http://www.detiknews.com/read/2009/11/25/164131/1248775/10/ stop-rencana-pembangunan-6-ruas-tol, diakses 1 Desember 2009 Forbes, Dean. 1990. Jakarta towards 2005. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 26 (3), hal. 111-120
55
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 73
6/22/2010 6:31:19 PM
Nur Aisyah Kotarumalos
Goh, Mark. 2002. Congestion management and electronic road pricing in Singapore, Journal of Transport Geography, 10, pp. 29-38 Kompas: online, 19 Juni 2009, Jakarta Mengarah pada Kemacetan Total Kompas: online, 5 November 2009, Jakarta Mestinya Malu http://megapolitan.kompas.com/read/xml/2009/11/05/06455939/ jakarta.mestinya.malu..., diakses 15 November 2009 Kompas, 24 November 2009, Bekasi Bangun Koridor Bekasi Jakarta Matsumoto, Naoko. 2007/03. Analysis of Policy Processes to Introduce Bus Rapid Transit Systems in Asian Cities from the Perspective of Lesson-drawing: Cases of Jakarta, Seoul, and Beijing. In Air Pollution Control in the Transportation Sector: Third Phase Research Report of the Urban Environmental Management Project, p351-376. Hayama. IGES. Mees, P. 2000. A Very Public Solution: Transport in the Dispersed City, Melbourne, Melbourne University Press OECD. 1972. Optimisation of Bus Operation in Urban Area Paris, Organization for Economic Co-operation and Development Rapson, G.H. 1977. Justi¿cation for bus priorities, in: G.H. Rapson et al. (Eds) Bus Priority Schemes Coventry, Summer Annual Meeting, University of Warwick, PTRC. Vuchic, V.R. 1999. Transportation for Livable Cities, New Brunswick, NJ, Rutgers
56
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 74
6/22/2010 6:31:19 PM
Manajemen Transportasi Publik di DKI Jakarta
BAB 3 MANAJEMEN TRANSPORTASI PUBLIK DI DKI JAKARTA Jiwa Sarana
3.1 Pendahuluan DKI Jakarta sebagai ibukota negara dan pusat perekonomian mempunyai daya tarik yang kuat bagi penduduk di seluruh Indonesia untuk mendapatkan kehdupan yang lebih baik. Masyarakat dari berbagai daerah di Indonesia mengadu nasib untuk mencoba mendapatkan penghidupan yang lebih baik di Jakarta. Kondisi tersebut menyebabkan angka urbanisasi di DKI Jakarta terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dari data BPS DKI Jakarta, jumlah penduduk DKI Jakarta dari tahun 2003 – 2007 terus mengalami peningkataan yang cukup signi¿kan. Kondisi tersebut diperparah dengan banyaknya penduduk di daerah sekitar Jakarta (Bodetabek) yang bekerja di Jakarta sehingga menyebabkan Jakarta menjadi suatu akuarium besar yang dijejali oleh manusia dengan segala aktivitasnya.
57
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 75
6/22/2010 6:31:19 PM
Jiwa Sarana
Tabel 3.1 Jumlah Penduduk DKI Jakarta Tahun 2003 - 2007 Tahun
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
2003
4,312,158
4,192,918
8,505,076
2004
4,372,337
4,353,293
8,725,630
2005
4,401,377
4,463,142
8,864,519
2006
4,483,001
4,478,679
8,961,680
2007
4,517,514
4,540,479
9,057,993
Sumber: Jakarta Dalam Angka Tahun 2008
Jumlah penduduk yang begitu besar ditambah dengan penduduk sekitar Jakarta yang bekerja di Jakarta memberikan permsalahan yang cukup pelik bagi Pemerintah DKI Jakarta dalam hal penyediaan transportasi angkutan bus. Transportasi yang baik akan sangat menunjang kelancartan aktivitas masyarakat. Kondisi di Jakarta menunjukkan bahwa perkembangan jumlah penduduk dan penduduk yang beraktivitas di Jakarta berdampak pada peningkatan pemakaian sarana transportasi baik trasnportasi umum maupun pribadi. Banyak angkutan umum maupun kendaraan pribadi setiap harinnya melintasi jalan-jalan yang ada di DKI Jakarta. Pada kenyataannya bahwa jumlah kendaraan yang begitu bear di jalan raya tidak diimbangi dengan asrana jalan yang memadai. Panjang jalan yang tidak dapat menampung kendaraan yang melintasi Jakarta. Kemacetan menjadi pemandangan sehari-hari yang harus selalu dihadapi oleh masyarakat Jakarta. Kemacetan tidak hanya terjadi pada jalan-jalan protokol saja tetapi juga terjadi di jalan-jalan kota maupun jala-jalan alternatif, bahkan jalan tol yang seharusnya merupakan jalan bebas hambatan juga tidak bisa terhindar dari kemacetan.
58
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 76
6/22/2010 6:31:19 PM
Manajemen Transportasi Publik di DKI Jakarta
Untuk dapat memecahkan kemacetan yang terjadi di Jakarta merupakan pekerjaan yang amat sulit dan membutuhkan kerja keras bagi semua jajaran yang terkait baik dari pemerintahan, pengusaha maupun penmgguna jalan raya itu sendiri. Suatu manajemen trnasportasi yang baik dan terpadu dengan infrastruktur jalan yang memadai niscaya akan mampu mengurangi kemacetan yang terjadi.
3.2 Gambaran Umum Transportasi Publik bus di DKI Jakarta Sistem angkutan umum di wilayah DKI Jakarta lebih didominasi oleh sistem bus yang berbasis jaringan jalan raya. Tingkat pelayanan dari sistem bus ini sangat tergantung pada kondisi lalu-lintas dan jumlah armada angkutan umum yang beroperasi. Pada sisi lain kondisi prasarana utama dan penunjang sistem angkutan umum seperti terminal, halte dan tempat-tempat pemberhentian masih membutuhkan perhatian ekstra untuk ditingkatkan pengembangannya. Sebagian besar armada bus yang terdiri dari jenis bus besar, bus sedang dan bus kecil dipasok oleh beberapa operator yaitu PPD (BUMN) dan Mayasari Bhakti (swasta), Bianglala, Steady Safe dan operator lain. Sedangkan pelayanan bis sedang dipasok oleh beberapa koperasi termasuk, Kopaja, Metromini dan untuk pelayanan bus kecil dipasok oleh Mikrolet dan APK.
59
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 77
6/22/2010 6:31:20 PM
Jiwa Sarana
3.2.1 Perkembangan Jumlah Armada dan Penumpang Dengan jumlah armada sekitar 4.444 unit bus besar dan 4.979 unit bus sedang, dan 9.452 unit bus kecil (mikrolet) yang tersebar pada 490 trayek (Tabel 3.2 ), dan jumlah penumpang sekitar 7 juta penumpang per hari, Jakarta adalah sebuah pasar yang sangat besar bagi jasa pelayanan bus. Jasa pelayanan bus yang disediakan oleh operator swasta dan pemerintah diatur oleh pemerintah. Tarip ditetapkan oleh Pemerintah, sedang izin trayek dikeluarkan oleh Dinas Perhubungan. Dari data berdasarkan laporan Dinas Perhubungan diketahui bahwa jumlah angkutan umum yang melayani wilayah DKI Jakarta mengalami peningkatan dari segala jenis angkutan umum baik bus besar, sedang maupun kecil. Begitu pula bus AKAP (Antar Kota Antar Provinsi) yang melayani rute Bodetabek maupun daerah lain (tabel 4.2 dan 4.4) . Sementara itu pada tahun 2007 berdasarkan data pada Dinas Perhubungan yang dapat dilihat pada Tabel 3.2, diketahui bahwa rute yang melayani angkutan di DKI Jakarta didominasi oleh bus besar, dibanding bus sedang dan bus kecil (hanya mikrolet), kendaraan yang beroperasi ternyata hanya sekitar 66,2% dari izin yang dikeluarkan, hal ini menunjukkan bahwa pengeluaran izin suatu trayek belum tentu merupakan suatu trayek dengan demand yang cukup sehingga pada akhirnya trayek tersebut tidak berjalan.
60
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 78
6/22/2010 6:31:20 PM
Manajemen Transportasi Publik di DKI Jakarta
Tabel 3.2 Jumlah Bus Kota yang Beroperasi menurut Perusahaan Tahun 2007
I. Bus Besar 1. Perum PPD 2. PT. Mayasari Bakti 3. PT. Pahala Kencana 4. PT. Bianglala 5. PT. Steady Safe 6. PT. Agung Bhakti 7. Koperasi ARH 8. PT. Koda Jaya 9. PT. Jasa Utama 10. Koperasi Himpurna 11. PT. Metro Mini 12. PT. Putra Tasima 13. PT. Daya Sentosa Utama
Jumlah Bus 4,444 1,700 1,595 39 187 509 25 2 153 60 90 66 15 3
Jumlah Trayek 260 68 108 3 9 46 3 1 6 4 6 4 1 1
II. Bus Sedang 14. PT. Metro Mini 15. Kopaja 16. Koantas Bima 17. Kopami Jaya 18. PT. Jewa Dian Mitra III. Busa Kecil 19. Mikrolet 20. APK/KWK Jumlah
4,979 3,104 1,481 185 163 46 9,452 4,662 4,790 18,875
93 53 27 7 3 3 137 54 83 490
Nama Perusahaan
Sumber: Jakarta Dalam Angka Tahun 2008
61
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 79
6/22/2010 6:31:20 PM
Jiwa Sarana
Tabel 3.3 Jumlah Kendaraan Angkutan Jenis IV (kendaraan Bermotor Umum Roda Tiga) Menurut Jenisnya , Tahun 1996 - 2007 Tahun
Bemo/APB
Bajaj
Toyoko
1996
1,096
15,112
500
1997
989
14,831
500
1998
813
14,612
500
1999
867
14,612
500
2000
867
14,612
500
2001
970
14,612
500
2002
967
14,612
500
2003
967
12,612
500
2004
1,054
14,586
500
2005
1,072
14,542
500
2006
1,072
14,353
428
2007
1,096
14,360
421
Sumber : Jakarta Dalam Angka Tahun 2008
Kendaraan yang beroperasi dijalan dalam melayani penumpan tidak hanya bus-bus asaja tetapi juga angkutan lain seperti bemo, bajaj, taksi dan sebagainya. Jumlah kendaraan bermotor umum roda tiga terus mengenalami peningkatan dari tahun 1996 – 2007 khususnya untuk bemo. Kendaraan bajaj cenderung berkurang karena adanya pelarangan rute bajaj dapa daerah-daerah tertentu sehingga banyak pengusaha bajaj yang tidak mengoperasikannya bajajnya. Beban jalan juga masih dijejali dengan jenis kendaraan lainya seperti taksi, mobiol barang, bus pariwisata maupun bus
62
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 80
6/22/2010 6:31:20 PM
Manajemen Transportasi Publik di DKI Jakarta
AKAP yang malayani Antar Kota Antara Propinsi. Dari data tahun 2001-12007 dapat dilihat bahwa jenis ytaksi trus meningkat dari tahun ke tahun. Banyak perusahaan taksi yang terus mgeeluarkan taksinya untum memenuhi kebutuhan penumpang. Mobil barang sampai dengan tahun 2006 terus menganalami peningkatan dari 13.527 mobil pada tahun 2001 menjadi 16.926 pada tahun 2006, tapi pada tahun 2007 turun menjadi 14.995. Kondisi penurunan juga terjadi pada bus pariwisata, tapi penurunan tersebut masih belum siginikan dengan kondisi jalan yang ada. Untuk bus AKAP yang melayani Antar Kota Antar Propinsi cencerung mengalaami peningkataan jumlah armada yang beroperasi. Pada tahu 2001 jumlah bus AKAP 3.361 armada, sedangkan tahun 2007 menjadi 3.585. Sutau peningkatkan armada yang semakin membebani jalan –jalan yang ada di DKI Jakarta. Tabel 3.4 Jumlah Kendaraan Umum Lainnya Menurut Jenisnya Tahun 2001 - 2007 Tahun
Taksi
Mobil Barang
Bus Pariwisata
Bus AKAP
2001
23,351
13,527
3,107
3,361
2002
23,413
14,103
3,227
3,424
2003
23,434
14,272
3,656
3,443
2004
23,575
14,373
3,814
3,497
2005
24,246
15,477
5,011
3,524
2006
24,251
16,926
4,184
3,559
2007
24,256
14,995
3,967
3,585
Sumber : Jakarta Dalam Angka Tahun 2008
63
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 81
6/22/2010 6:31:20 PM
Jiwa Sarana
Jadi secara umum, bahwa kendaraan bermoor yang beroperasi di DKI Jakarta baik itu berupa sepeda motor, mobil penumpang, mobil beban maupun bus dari tahun 2003 – 2007 terus mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2007 kendaraan yang berperasi di jalan-jalan ibukota meningkat sebesar 9,5 persen dari tahun 2006. Peningakatn tersebut paling besar terjadi pada jenis kendaraan sepeda motor yang meningkat sebesar 12,5 persen pada tahun 2007, sedangkan peningkatan terkecil terjadi pada jenis bus AKAP. Peningkatan yang terjadi pada kendaraan jenis seperda motor tersebu harus diwaspadai dengan certmat. Dari fakta dijalan, bahwa pengendaraan sepeda motor masih sering tidak mengindahkan rambu-rambu jalan sehingga terjadi kemacetan bahwa kalau musim hujan perilaku penumpang sepeda motor yang mengehentikan kendaraan di bawah-bawah jembatan layang yang hampir menghabiskan bahu jalan membuat jalanan semakin macet. Tabel 3.5 Jumlah Kendaraan Bermotor Yang Terdaftar (Tidak termasuk TNI, Polri, CD) Menurut Jenis Kendaraan Tahun 2003 - 2007 Tahun
Sepeda Motor
Mobil Penumpang
Mobil Beban
Mobil Bus
Jumlah
2003 2004 2005 2006 2007
3,316,900 3,940,700 4,647,435 5,310,068 5,974,173
1,529,824 1,645,306 1,766,801 1,835,653 1,916,469
464,748 488,517 499,581 504,727 518,991
315,652 316,502 316,396 317,050 318,332
5,627,124 6,391,025 7,230,213 7,967,498 8,727,965
Sumber: Jakarta Dalam Angka Tahun 2008
64
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 82
6/22/2010 6:31:20 PM
Manajemen Transportasi Publik di DKI Jakarta
3.2.2 Cakupan Wilayah Pelayanan Cakupan pelayanan direpresentasikan dengan wilayah dengan radius 500 m (maksimum aksesibilitas) dari jaringan trayek. Cakupan wilayah pelayanan untuk tiap jenis bus dapat dilihat dari jumlah trayek dan rute pelayanan dari bus tersebut bai untuk jenis bus AKDP maupun AKAP. Cakupan wilayah tersebut menunjukkan distribusi jumlah trayek terhadap jarak berdasarkan jenis Dilihat dari jenis armadanya, untuk rute-rute jaran panjang dari 25 km ke atas banyak dilayani oleh bus-bus besar AKAP. Bus- bus ini melayani penumpang dari daerah Bodetabek (Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi) dan daerah/propinsi lain seperti yang datang dari Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur maupun lintas pulau sumatera. Untuk bus-bus sedang dan kecil banyak melayani penumpang dalam kota Jakarta, walaupun beus besar juga melayani trayek ini ini tapi jumlahnya relatif kecil. Hal tersebut dinilai cukup masuk akal, tetapi untuk bus sedang dan bus kecil terlihat adanya overlapping jarak yang cukup besar, dimana seharusnya bus kecil melayani rute angkutan umum jarak dekat sedangkan bus sedang melayani rute dengan jarak menengah. Struktur rute bus di DKI Jakarta sangat kompleks yang kemungkinan dikarenakan berkembangnya Jabotabek sebagai daerah metropolitan sehingga terus terjadi penambahan rute, untuk memenuhi permintaan yang ada. Review secara menyeluruh rute-rute bus di Jabotabek belum pernah dilakukan sementara penambahan trayek dan rute terus terjadi yang menambah kompleksitas jaringan trayek tersebut. 65
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 83
6/22/2010 6:31:20 PM
Jiwa Sarana
Untuk melayani rute-rute bus yang mllintas di Jakarta, Pemerintah DKI Jakarta menyediakan terminal yang berada di daerah-daerah perbatasan, dengan maksud agar bus AKAP tidak melintasi jalanan di dalam ibukota. Beberapa terminal tersebut antara lain Terminal Kampung Rambutan, Pulo Gadung, Lebak Bulus, Kali Deres dimana terminal-terminal tersebut banyak melayani bus AKAP, sedangkan untuk bus-bus AKDP dilayani di terminal Blok M, Kalideres, Tanjung Priok, Kampung Rambutan, Lebak Bulus. 3.2.3 Kondisi Infrastruktur Jalan Raya Jalan merupakan infrastruktur utama dalam meningkat perkonomian suatu daerah. Dengan kondisi jalan yang baik dan dapat melayani aktivitas masyarakat sampai pelosok akan berdampak pada memperlancar aktivitas ekonomi masyarakat. DKI Jakarta sebagai ibukota masih juga dihadapkan pada masalah ketersediaaan jalan. Bukan karena tidak bisa melayani kebutuhan masyarakat tapi ketersediaan jalan yang ada tidak sebanding dengan kendaraan yang melintasi jalan-jalan di ibukota. Kondisi tersebut menyebabkan selalu terjadi kemcetan dimana-mana terutama pada jam-jam sibuk seperti pada pagi hari maupun sore/ malam hari. Kondisi tersebut semakin parah kalau terjadi hujan. Menurut peranannya klasi¿kasi jalan di kelompokkan atas 5 golongan dengan karakteristik masing-masing, yaitu:
66
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 84
6/22/2010 6:31:20 PM
Manajemen Transportasi Publik di DKI Jakarta
1. Jalan Arteri Melayani angkutan utama yang menghubungkan di antara pusat-pusat kegiatan dengan cirri-ciri: perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk sangat dibatasi secara e¿sien. 2. Jalan Kolektor Melayani angkutan penumpamng cabangdari pedalaman ke pusat kegiatan dengan cirri-ciri: perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. 3. Jalan Lokal Melayani angkutan setempat, dengan ciri-ciri : perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan. Jalan masuk tidak dibatasi. 4. Jalan Akses Melayani angkutan pedesaaan dengan ciri-ciri : perjalanan jarak sangat dekat, kecepatan sangat lamban, dan banyak jalan masuk persimpangan. 5. Jalan Setapak Melayani pejalan kaki, sepeda dan sepeda motor, serta umumnya belum beraspel. Dilihat dari karakteristik jalan yang ada, maka jalan-jalan di Jakarta merupakan jalan tol, arteri primer, kolektor, arteri sekunder, kolektor sekunder dan kota administrasi. Dari jenis karakteritik 67
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 85
6/22/2010 6:31:20 PM
Jiwa Sarana
tersebut, jalan kota administrasi mempunyai panjang jalan yang panjangnya sekitar 4,9 juta meter dari total panjang jalan yang ada di Jakarta sekitar 6,54 m. Jalan tersebut lebih banyak melayani aktivitas masyarakat setempat dengan aktiviitas jarak dekat. Jalan tersebut membentang di 5 wilayah DKI Jakarta. Untuk jalan tol dan arteri baik primer maupun sekunder yang melayani rute-rute jarak sedang dan jauh hanya sekitar 1,6 juta meter, yang terdiri dari jalan tol, nasional dan provinsi. Jika dilihat dari aktivitas masyarakat, bahwa jalan jenis tol dan arteri paling banyak digunakan oleh masyarakat, sehingga apabila dilihat dari kepadatannya jalan jenis ini paling padat kondisinya. Dengan jumlah kendaraan yang beoperasi di Jakarta yang sekitar 8,37 juta kendaraan pada tahun 2007 dan panjang jalan yang hanya sekitar6,54 juta meter maka dapat dilihat bahwa beban jalan semakin padat. Pertumbuhan kendaraan di Jakarta tisak dapat diimbangi dengan kondisi jalan yang ada. Meskipun penambahan badan jalan dilakukan baik oleh negara maupu pemerintah DKI Jakarta, tapi kondisi jalan masih belum mencukupi apalagi dengan keterbatasan lahan. Dilihat dari kondisi panjang jalan yang ada, bahwa Jakarta Pusat yang sebenarnya menjadi pusat pemerintahan dan ekonomi mempunyai panjang jalan yang pendek hanya sekitar 882 meter sedangkan Jakarta Utara yang merupakan daerah penunjang mempunyai panjang jalan yang relatif lebih panjang daripada Jakarta Pusat. Dari komposisi daerah dan panjang jalan yang ada dapat dikatakan bahwa Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan potensi terjadi kemacetan sangat besar. Jakarta Selatan walaupun mempunyai jalan yang paling panjang tapi daerah ini merupakan wilayah utama kegiatan aktivitas masyarakat baik dari perkantoran maupun pusat pembelanjaan yang menjadi daya tarik utama lalu lintas orang. 68
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 86
6/22/2010 6:31:21 PM
Manajemen Transportasi Publik di DKI Jakarta
Tabel 3.6 Panjang dan Luas Jalan Menurut Kota Administrasi dan Jenis Jalan, 2007 Kota Administrasi A. Panjang Jalan (meter) Jakarta Selatan
Jenis Jalan Tol
Negara
Provinsi
Kotamadya
Jumlah
21,884.00
50,240.00
312,087.00
1,273,686.47
1,657,897.47
Jakarta Timur
37,222.00
31,458.00
335,955.16
1,057,955.16
1,462,590.32
Jakarta Pusat
6,380.00
13,566.75
233,709.40
628,877.01
882,533.16
Jakarta Barat
12,882.00
39,075.00
254,615.50
1,026,653.79
1,333,226.29
Jakarta Utara
34,592.00
29,494.00
194,494.00
949,755.84
1,208,335.84
112,960.00
163,833.75
1,330,861.06
4,936,928.27
6,544,583.08
430,512.00
801,138.00
3,492,546.00
5,471,446.14
10,195,642.14
Jakarta Timur
997,736.00
694,468.00
3,081,343.17
4,511,562.96
9,285,110.13
Jakarta Pusat
114,840.00
330,744.50
3,685,626.60
2,601,565.87
6,732,776.97
Jakarta Barat
231,876.00
464,404.00
2,410,958.50
4,372,373.05
7,479,611.55
Jakarta Utara
697,716.00
520,720.00
1,986,478.50
4,030,155.79
7,235,070.29
2,472,680.00
2,811,474.50
14,656,952.77
20,987,103.81
40,928,211.08
Jumlah B. Luas Jalan (M persegi) Jakarta Selatan
Jumlah
Sumber: Jakarta Dalam Angka Tahun 2008
3.2.4 Sistem Jaringan Jalan di DKI Jakarta Sistem jaringan jalan yang ada di DKI Jakarta menimbulkan banyak permasalahan terhadap manajemen angkutan jalan raya. Kondisi jalan yang ada membuat sistem jaringan yang diterapkan tidak berjalan sebagaimana mestinya, begitupula dengan modamoda angkutan jualan raya yang tidak tertata dengan baik membuat sistem jaringan jalan di DKI Jakarta kesannya semrawut. Berikut ini analisis terhadap sistem jaringan jalan di DKI Jakarta. 69
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 87
6/22/2010 6:31:21 PM
Jiwa Sarana
Tabel 3.7 Analisa Sistem Jaringan Jalan di DKI Jakarta ISSUE Kinerja sistem x jaringan jalan kurang x mendukung sistem pergerakan x
DAMPAK Waktu perjalanan cukup tinggi Pembehanan cukup besar pads ruas jalan utama Buruknya kinerja jaringan pada lokasilokasi tertentu terutama pusat-pusat kegiatan
ALTERNATIF PEMECAHAN x Pengembangan x Penataan hirarki jaringan jalan x Analisa penjarakan jalan-jalan arteri yang ada x Pena aan dan kaji ulang karakteristik jaringan di sekitar pusat-pusat kegiatan
Kemacetan akibat x konÀik jaringan sebidang dengan x jaringan A.
Penundaan yang terjadi semakin lama. Kesembrawutan terjadi saat pinru lintasan K.A ditutup.
x
Menghindari konÀik dengan membangun persimpangan yang tak sebidang
Penggunaan badan jalan oleh pejalan kaki serta aktivitas menyeberang jalan yang mengganggu akibat kurangnya/ peralihan fungsi trotoar dan jembatan penyeberangan (termasuk tingkat keamanan di jembatan penyeberangan).
x
Peningkatan disiplin penggunan dan penyedia jasa. Peningkatan disiplin aparat pemerintah sebagai pengawas dan pembuat kebijakan. Pengembalian fungsi trotoar. blempermudah akses ke jembatan penyeberangan dan perhaiki tingkat keamanannya Pembangunan pedestrian
Penyalahgunaan fungsi fasilitas jalan
x
x
x x
x
Sumber: PTM (Pola Transportasi Makro) DKI Jakarta
3.3 Perencanaan dan Pengorganisasian Manajemen Transportasi Publik di DKI Jakarta Rencana pengembangan jaringan jalan dan peningkatan fungsi jalan yang ditetapkan dalam RTRW 2010 diharapkan akan dapat mengakomodasi permintaan transportasi mendatang. 70
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 88
6/22/2010 6:31:21 PM
Manajemen Transportasi Publik di DKI Jakarta
Beberapa lokasi yang ditetapkan untuk dikembangkan adalah ruas Lingkar Luar yang berupa jalan tol dan arteri. Ruas ini diharapkan akan dapat menjadi jalur alternatif baik untuk pergerakan menerus antar kota (misalnya: Tangerang-Bekasi, Bekasi-Bandara) maupun pergerakan dalam kota jarak sedang. Lokasi lain yang dikembangkan adalah wilayah barat Jakarta, yakni ruas jalan alternatif sejajar Daan Mogot. Pengembangan koridor ini selain bertujuan untuk membantu mengurangi beban lalu lintas jalan Daan Mogot juga untuk turut mendukung pengembangan kawasan prioritas Rawa Buaya yang berada di sekitar lokasi koridor. Untuk lebih jelasnya Gambar 4.4 berikut memberikan lokasi pengembangan jaringan dan fungsi jalan dalam RTRW 2010. Untuk mendukung sistem angkutan umum dalam sistem transportasi kota, RTRW 2010 menyinggung pengoperasian sistem angkutan umum massal. Koridor prioritas yang diajukan adalah koridor Fatmawati- Kota yang merupakan jaringan bawah tanah dan menyusuri ruas-ruas padat lalu lintas. Koridor ini menyusuri ruas Jalan Fatmawati, Jend. Sudirman, M.H. Thamrin, Medan Merdeka Barat, Gajah Mada dan berakhir di Stasiun Kota. Berdasarkan RTRW 2010, sistem angkutan umum massal ini diharapkan telah beroperasi tahun 2010. Usulan pemindahan terminal juga turut menjadi bagian dari RTRW 2010. Beberapa alasan utama pemindahan tersebut adalah kebutuhan ruang yang cukup tinggi untuk mengantisipasi kebutuhan permintaan angkutan terutama angkutan antar kota, selain alasan tersebut hal utama yang perlu mendapat perhatian 71
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 89
6/22/2010 6:31:21 PM
Jiwa Sarana
adalah memburuknya kinerja lalu lintas di sekitar terminal yang berimplikasi pada banyak hal terutama masalah sosial kemasyarakatan. Terminal utama yang direncanakan untuk dipindahkan ke perbatasan kota adalah terminal Pulogadung ke Pulogebang. Terminal yang dioperasikan untuk melayani angkutan antar kota dan dalam kota dari wilayah timur, selatan dan barat adalah terminal Pulogebang, Kampung Rambutan dan Kalideres. 3.3.1 Sistem Jaringan Jalan Pendukung Untuk menciptakan sistem transportasi yang mampu mengakomodasikan seluruh permintaan pergerakan, diperlukan sistem jaringan yang tertata dengan baik dan juga didukung oleh sistem sarana dan prasarana yang terintegrasi. Setiap peruntukan lahan yang memiliki fungsi krusial dalam melayani kepentingan pergerakan perlu diprioritaskan untuk mendapatkan sistem jaringan pendukung. Skenario pengembangan yang memuat tiga hal pokok yang sudah dijabarkan diatas yakni: RTRW 2010, Rencana Pemda dan Rekomendasi hasil studi terkait, telah turut mempertimbangkan sistem jaringan pendukung tersebut. Sub bab berikut akan memberikan jabaran lengkap terhadap sistem jaringan utama pendukung Bandara Soekarna-Hatta, Pelabuhan Laut Tg. Priok, Terminal-Terminal Utama Antar Kota, Terminal Angkutan Barang dan Stasiun-Stasiun Utama yang merupakan bagian dari skenario pengembangan diatas. 3.3.2 Jaringan Utama pendukung Bandara Soekarno Hatta Sebagai salah satu komponen jaringan transportasi, bandara harus memiliki akses dan jaringan terpadu dengan 72
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 90
6/22/2010 6:31:21 PM
Manajemen Transportasi Publik di DKI Jakarta
jaringan transportasi yang ada termasuk diantaranya jaringan jalan. Pergerakan dan perpindahan orang maupun barang menuju lokasi tujuan akhir harus baik dan mudah. Bandara SoekarnoHatta memiliki beberapa jalan akses utama yaitu Prof. Sedyatmo (tol dan Arteri), Lingkar luar Barat dan Pantura (rencana). Jl. Prof. Sedyatmo dan Lingkar Luar membentuk suatu lingkar jaringan yang berkesinambungan dengan demikian mempermudah akses ke/dari bandara baik untuk luar Jakarta ( BOTABEK) maupun untuk daerah Jakarta sendiri 3.3.3 Jaringan Utama Pendukung Pelabuhan Laut Tg. Priok Kontribusi transportasi laut terhadap transportasi Indonesia cukup besar. Volume perpindahan barang antar wilayah dan luar Indonesia juga besar mengingat wilayah Indonesia merupakan Negara kepulauan. Pelabuhan laut Tg. Priok didukung oleh sistem jaringan jalan dan rel ( Gambar 4.6). Sistem jaringan jalan yang mendukung yaitu : 1. Jl. Martadinata yang menghubungkan kawasan Barat hingga masuk wilayah tanggerang. 2. Jl. Yos Sudarso yang menghubungkan kawasan pusat kota dan wilayah selatan Jakarta serta membentuk jaringan jalan dengan Tol Jagorawi untuk menghubungkan hingga wilayah Bogor dan sekitarnya. 3. Jl. Cakung-Cilincing yang menghubungkan kawasan timur Jakarta serta membentuk jaringan yang menghubungkan kawasan Bekasi dan sekitarnya.
73
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 91
6/22/2010 6:31:21 PM
Jiwa Sarana
4. Sistem jaringan rel pendukung yaitu: • Jaringan rel Bogor yang menghubungkan kawasan Jakarta utara hingga daerah selatan dan Bogor. • Jaringan rel Tangerang dan Serpong yang menghubungkan kawasan barat Jakarta hingga Tangerang. • Rencana jaringan rel Citayam yang menghubungkan wilayah Timur Jakarta, Bekasi hingga selatan Jakarta. 3.3.4 Jaringan Utama Pendukung Terminal- Terminal Utama Antar Kota Tiga terminal utama Jakarta yaitu terminal antar kota Rawa Buaya (rencana), Pulogebang (rencana) dan Kampung Rambutan berfungsi sebagai pintu masuk ke/dari wilayah sekitar Jakarta. Terminal Rawa Buaya merupakan pintu masuk ke/dari arah barat Jakarta yang membuat rantai sistem jaringan penghubung antar wilayah (propinsi Banten) dan antar pulau (Sumatera). Akses pendukung utama terminal ini yaitu : • Tol/Arteri Lingkar Luar, menghubungkan ke wilayah kota Jakarta; dan • Jalan Daan Mogot, sebagai akses dari arah barat dan penghubung ke jaringan pusat kota (arteri dan primer). Terminal Pulogebang merupakan pintu timur dari/ke Jakarta yang melayani transit dari wilayah Bekasi dan daerah di pulau Jawa terutama jalur kota-kota utara Jawa. Terminal Pulogebang didukung oleh jaringan jalan diantaranya I Gusti Ngurah Rai, Bekasi Raya, Tol Lingkar Luar, Cakung-Cilincing, Kol. Soegiono, dan Jl. Jend. 74
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 92
6/22/2010 6:31:21 PM
Manajemen Transportasi Publik di DKI Jakarta
R.S. Soekanto. Jaringan ini akan menghubungkan terminal dengan wilayah lain di Jakarta serta didukung pula oleh jaringan kereta api Jakarta-Bekasi ( stasiun Cakung ). Gambar 4.7 menggambarkan jaringan utama terminal utama Terminal antar kota Kampung Rambutan merupakan pintu di bagian selatan Jakarta. Merupakan terminal penghubung wilayah Jakarta dengan kota Bogor dan wilayah di pulau Jawa khususnya kota-kota di selatan Jawa. Jaringan jalan pendukungnya yaitu tol Jagorawi dan rangkaian jaringan tol dalam kota. 3.3.5 Jaringan Utama Pendukung Terminal Angkutan Barang Secara umum terminal angkutan barang harus berada di dekat suatu sistem jaringan jalan tol hal ini dilakukan agar kendaraan truk kontainer dan truk angkutan barang lainnya tidak mengganggu lalulintas kota. Dari gambar terlihat semua terminal angkutan barang Jakarta berada dekat dengan jaringan tol Lingkar dalam dan Lingkar Luar. Selain itu terminal angkutan barang ini juga didukung oleh beberapa jalan arteri yang menuju keluar kota atau jalan penghubung antara jaringan tol Lingkar dalam dan Lingkar Luar yaitu: • Daan Mogot. • Let. Jend. MT Haryono yang menghubungkan ke jalan Tol Cikampek. • Perintis Kemerdekaan dan Bekasi Raya.
75
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 93
6/22/2010 6:31:21 PM
Jiwa Sarana
3.3.6 Jaringan Utama Pendukung Stasiun Utama Stasiun Kereta api utama di Jakarta mendukung pergerakan antar kota dan dalam kota. Jaringan rel kereta api pendukung pergerakan dalam kota saat ini adalah Kereta api Jakarta-Bogor yang melewati stasiun-stasiun dalam kota Jakarta. Untuk masa mendatang telah direncanakan pengembangan rel kereta api dalam kota yang menghubungkan stasiun Cilandak dan stasiun Kota. Untuk pergerakan antar kota terutama dilayani oleh stasiun Gambir dan Jatinegara. Peningkatan permintaan yang cukup tinggi setiap tahunnya menuntut peningkatan pelayanan yang lebih memadai. Dukungan jaringan jalan untuk akses dari dan menuju terminal merupakan satu hal utama untuk meningkatkan pelayanan. Jaringan jalan utama pendukung stasiun-stasiun utama di Jakarta adalah sebagai berikut: • JORR wilayah utara • JORR wilayah selatan • Inner ring road timur • Koridor barat-timur Daan Mogot-Hasyim Ashari-Juanda • Koridor barat-timur Perintis Kemerdekaan-Suprapto-Prapatan
76
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 94
6/22/2010 6:31:21 PM
Manajemen Transportasi Publik di DKI Jakarta
3.4 Permasalahan dan Kebijakan Manajemen Transportasi 3.4.1 Infrastruktur dan Aspek Sosial Ekonomi Permasalahan dan kebijakan mengenai infrastruktur jalan meliputi ketersediaan jalan yang menyangkut panjang jalan. Pada saat ini panjang jalan yang ada tidak mampu menampung kenadaraan yang melintasi jalan-jalan di Jakarta. Kondisi tersebut membuat beban jalan semakin berat. Dampak dari keterbatasan jalan adalah kemacetan yang terjadi dimana-mana dan kualitas jalan menjadi semakin menurun. Tabel 3.8 Analisa Identi¿kasi Permasalahan dan Kebijakan yang harus diambil dalam Transportasi ISSUE
DAMPAK
Karakteristik Perjalanan dan demand: x Meningkatnya panjang perjalanan x Kesenjangan pendapatan x Pola perjalanan
x Bertambahnya beban pada jaringan transport (org-km) x Terbatasnya ketersediaan moda transportasi berkaitan dengan tingkat pendapatan x Terkonsentrasinva demand perjalanan selama jam-jam puncak x Terkonsentrasinva perjalanan di CBD
KEBIJAKAN YANG HARUS DIAMBIL x Mengkaji pembangunan subcenter di Botabek x Menyediakan berbagai moda untuk memenuhi berbagai golongan demand x Meratakan demand puncak x Menerapkan sistem pembagian waktu kerja (shift kerja)Sistem kerja yang Àeksibel x Mengkaji pembangunan urban centerdi Botabek x Mengendalikan demand lalu lintas yang berlebihan di area kemacetan dengan menerapkan skenario pengendahan demand lalu lintas
77
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 95
6/22/2010 6:31:22 PM
Jiwa Sarana
Lingkungan x Konsentrasi penduduk dan kegiatan ekonomi x Peningkatan demand lalu lintas dan industri yang cukup drastis x Rendahnya kecepatan angin dijabotabek x Adanya bangunan bertingkat x Emisi gas buang kendaraan x Kurangnya pemeliharaan dan kalibrasi peralatan ukur x Kurangnya anggaran penyusutan jumlah staf teknis Faktor Sosial x Pembangunan jalan tol dan jaringan rel x Kurangnya transparansi pada proses pembebasan lahan. x Kurang jelasnya kepemihkan lahan x Harga pembebasan tanah yang lebih rendah daripada harga pasar x Kurangnya usaha diseminasi, publikasi dan penegakan hukum kepada publik x Ketidakpercayaan masyarakat x Kurangnya kepatuhan terhadap hukum dan aturan lalu lintas
x Penurunan kualitas ambang udara x Kurang efektifnya sistem pengawasan kendaraan x Kurang populernya hahan bakar tanpa umbal x Kurangnya stasiunstasiun yang memonitor kualitas dan ambang batas udara
x Menurunkan kadar gas buang dari kendaraan x Meningkatkan standar lingkungan secara gradual dan menginformasikan perubahan standar tersebut kepada publik x Meningkatkan sistem pengawasan kendaraan dan diterapkan pula pada kendaraan pribadi x Melarang penggunaan hahan bakar dengan timbal x Menginformasikan keuntungan penggunaan badar, bakar tanpa timbal kepada masvarakat x Meningkatkan dan menamhah jumlah stasiun pengawas x Menambah pengukuran kualitas udara dengan pemeliharaan yang layak
x Masyarakat terpecah x Pembebasan lahan x Kurang mendukungnya kondisi lingkungan masyarakat dalam penegakan hukum dan aturan x Ketidakpercayaan kepada politik menyebabkan terjadinya kecenderungan untuk menolak kebijakan yang diusulkan x Pengemudi yang tidak disiplin
x Pembangunan Ày over dan underpass x Menerapkan harga pasar yang sesuai dengan pembebasan lahan. x Kejelasan mengenai kepemilikan lahan x Publikasi dan informasi mengenai hukum dan aturan yang berlaku kepada publik. x Peningkatan proses penegakan hukum x Melibatkan tokoh-tokoh masyarakat dalam perencanaan dan penentuan kebijakan transportasi perkotaan. x Penerapan program pendidikan mengenai keselamatan lalu lintas kepada pengemudi dan x Pendidikan lalu lintas dan tran-sportasi untuk anak-anak sekolah
78
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 96
6/22/2010 6:31:22 PM
Manajemen Transportasi Publik di DKI Jakarta
Perubahan Kondisi Sosial dan Ekonomi yang diharapkan x Meningkatnya sub urbanisasi x Terkonsentrasinya kesempatan kerja x Terkonsentrasinya kegiatan di Jakarta x Peningkatan pendapatan rumah tangga x Perubahan institusional dengan adanya pembentukan Propinsi Banten. x Pembangunan infrastruktur dengan skala besar
x Jaringan jalan tidak sesuai dengan demand x Terkonsentrasinya demand lalu lintas di CBD dan kawasan pusat x Besarnya jumlah perjalanan commuter dari Botabek ke Jakarta x Peningkatan penggunaan kendaraan pribadi x Kesulitan koordinasi di antara tiga propinsi x Pemeeaaan masyarakat x Kemacetan lalu lintas di wilayah sekitar
x Pengembangan lahan terintegrasi dengan jaringan jalan x Menyusun hirarki jaringan jalan x Percepatan perkembangan pusat urban di Botabek x Mengembangkan sistem MRT untuk mengakomodasi peningkatan demand commuter x Memindahkan pengguna kendaraan prihadi untuk menggunakan angkutan umum dengan cara memberikan tingkat peljyanan yang lehih baik dan menerapkan kebijakan pengendalian lalu lintas x Pembentukan badan baru yang bertugas mengurusi manajemen dan perencanaan transportasi perkotaan x Pembangunan prasarana lalu lintas yang sesuai
Sumber: Pola Transportasi Makro DKI Yakarta, 2002
3.4.2 Permasalahan dan Kebijakan dalam hal Manajemen Perjalanan Perencanaan tata ruang yang terpadu dengan perencanaan sistem transportasi akan menciptakan sistem pergerakan yang baik dengan jumlah rata-rata waktu perjalanan seminimum mungkin. Kondisi yang terjadi saat ini di Jakarta cukup memprihatinkan dengan tingkat waktu dan panjang perjalanan tinggi. Besarnya tingkat kemacetan pada kawasan-kawasan tertentu seperti pusat pembelanjaan dan perkantoran pada jam-jam tertentu menunjukkan kurangnya tindakan khusus pada sistem permintaan untuk mengantisipasi tingginya tingkat pergerakan. Pengaturan jadwal kegiatan khusus dan kegiatan rutin untuk mendapatkan distribusi merata harian merupakan salah satu bentuk manifestasi dari manajemen permintaan yang perlu untuk dipertimbangkan. 79
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 97
6/22/2010 6:31:22 PM
Jiwa Sarana
Kebutuhan akan transportasi untuk memenuhi kebutuhan hidup serta fenomena ketidaknyamanan pelayanan angkutan umum mendorong masyarakat untuk memiliki alat transportasi secara pribadi. Keinginan untuk memiliki kendaraan pribadi tersebut cukup didukung oleh kebijakan pemerintah dalam hal kemudahan memiliki kendaraan serta kebijakan pajak kendaraan yang tidak terlalu tinggi. Kurangnya persyaratan kepemilikan kendaraan bermotor akan dapat memperburuk kondisi lalu-lintas yang di antaranya akan berimplikasi pada meningkatnya kompetisi lalu lintas kendaraan pribadi dengan kendaraan umum pada koridor-koridor tertentu. Untuk lebih jelasnya tabel di bawah ini merangkum issueissue yang diangkat dalam manajemen pengembangan kapasitas dan manajemen permintaan perjalanan beserta dampak dan beberapa alternatif pemecahannya. Cross checking terhadap rekomendasi studi terkait dengan issue-issue eksisting dilakukan untuk mengembangkan skenario-skenario pengembangan. Tabel 3.9 Manajemen Permintaan Perjalanan dan Alternatif Kebijakan ISSUE Perencanaan Tata Ruang x Kompensi yang tinggi amara lalu lintas angkutan umum dan kendaraan pribadi di koridor- koridor utama x Besarnya pembebanan lalu lintas pada kawas-ankawasan tertentu.
DAMPAK
ALTERNATIF PEMECAHAN
x Ketidaknyamanan
x Perlu dibuat perencanaan menyelu-
yang dialami haik oleh pengguna kendaraan pribadi maupun pengguna angkutan umum x Menurunnya kinerja lalu lintas.
ruh terhadap tara ruang wilayah dan sistem transportasi x Perlu dipertimbangkan keberadaan bus/are pada koridor-koridor utama x Penekanan pemba-ngunan ke daerah sub-sentral. x Pembatasan lalu lintas pada lokasi-lokasi padat x Memprioritaskan penggunaan angkutan umum bus atau yang hersifat masal.
80
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 98
6/22/2010 6:31:22 PM
Manajemen Transportasi Publik di DKI Jakarta
Pengaturan Biaya Perialanan x Biaya pemeliharaan dan operasi x kendaraan tidak cukup tinggi x Belum dite-rapkan biaya x kemacetan bagi pengguna x kendaraan pribadi x Kemudahan dalam pembelian x kendaraan Pegaruran Kegiatan x Kegiatan-kegiatan khusus yang dilaksanakan pada waktu bersamaan dengan lokasi yang berdekatan x Kegiatan kantor/ sekolah /kegiatan rutin lainnya yang dilaksanakan pada waktu yang hampir bersamaan Pengendalian dan Manajemen Lalu Lintas x Kurangnya dana dan tenaga perbaikan x Jaringan jalan yang kurang baik x Kebijakan 3 in 1
x Meningkatnya tingkat
x Perlu dikaji ulang kebijakan
kemacetan x Wilayah padat lalu lintas semakin meluas x Laju peningkatan jumlah kepemilikan kendaraan cukup tinggi
terhadap pajak kendaraan bermotor, pajak bahanbakar minyak bagi pengguna kendaraan pribadi x Perlu dipertimbangkan pembebanan biaya kemacetan hagi pengguna kendaraan x pribadi x Perlu dipertimbangkan kebijakan terhadap kepemilikan kendaraan bermotor
x Tingginya tingkat
x Perlu ada koordinasi khusus
kemacetan saat dilaksanakan kegiatankegiatan khusus (pameran, acara olah raga) x Tingginya tingkat kemacetan pada jam sihuk pagi ± 6.0010.00 dan sibuk sore ± 16.00-18.00
terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan serra pertimbangan terhadap dampak lalu lintas x Perlu untuk mengkaji ulang jadwal kegiatan rutin yang diharapkan dapat memberikan distribusi merata pada lalu lintas
x Penurunan sinyal
x Pemasangan sinyal lalu-lintas x Perlu dibuatmya perencanaan
lalu-lintas diJabotahek x SSA dengan dengan konfigurasi jaringan udak teratur x Kemacetan pada jalan ysteml x Permasalahan joki x Tidak fleksibel pada perubahan kebijakan x Tidak ada pendapatan tambahan dana
pembangunan jaringan jalan yang terstruktur x Penerapan kawasan terbatas pada area yang lebih luas x Penegakan yste yang lebih jelas x Mengkaji penerapan mad pricing x Kebijakan read pricing
Sumber : PTM (Pola Transportasi Makro) DKI Jakarta
81
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 99
6/22/2010 6:31:22 PM
Jiwa Sarana
3.5 Pengembangan Model Transportasi Model jaringan jalan dibuat untuk merepresentasikan pola kegiatan pada sistem tata guna lahan dan jaringan jalan di wilayah studi. Satu wilayah tertentu dengan batas tertentu dan karakteristik tertentu dibentuk menjadi satu zona yang diwakili oleh satu pusat zona. Jaringan jalan dan persimpangan diwakili oleh link dan node. Pusat zona dan link dihubungkan dengan centroid connector yang merupakan garis khayal. 3.5.1 Model Jaringan Eksisting Sistem zona yang dibangun Konsultan mencakup seluruh jaringan wilayah Jabodetabek. Basis dari sistem zona adalah wilayah kelurahan yang dikelompokan menjadi 252 zona. Pembagian sistem zona dari model ini digunakan mengingat ketersediaan data terutama perjalanan orang (OD) yang mengacu pada sistem zona, demikian juga parameter hasil model, analisis dan proyeksi (parameter sosial-ekonomi seperti penduduik, kepadatan dan lain-lain). 3.5.2 Model Jaringan Jalan Sistem jaringan jalan merupakan basis dari pengembangan model jaringan (network model) dimana setiap atribut dari ruas-ruas jalan dalam jaringan tersebut dimasukan ke dalam model. Sistem jaringan jalan DKI Jakarta akan berupa jaringan jalan arteri primer, sekunder, dan kolektor. Sistem jaringan jalan tersebut disusun sedemikian rupa yang direpresentasikan sebagai node dan link. 82
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 100
6/22/2010 6:31:22 PM
Manajemen Transportasi Publik di DKI Jakarta
Node dapat berupa sebagai persimpangan/pertemuan jalan atau titik dimana terjadi perubahan karakteristik ruas jalan sedangkan link merupakan suatu ruas jalan. Setiap node dan link mempunyai karakteristik yang unik dan berisi informasi berikut : • Node berisi informasi mengenai koordinat, pengaturan arah arus lalu lintas serta informasi lain yang berkaitan dengan kondisi lalu lintas pada persimpangan. • Link berisi informasi mengenai panjang jalan, jumlah lajur lalu lintas, jenis kendaraan (moda) yang beroperasi, fungsi-fungsi arus lalu lintas (fungsi volume-kecepatan, volume perlambatan, dan lain-lain) • Keseluruhan proses pengembangan model jaringan dilakukan dengan bantuan perangkat lunak transportasi TRANPLAN. Khusus dalam konsep pemodelan jaringan jalan yang direpresentasikan tidak mencakup seluruh jenis jalan berdasarkan klasi¿kasi fungsionalnnya, akan tetapi dipilih berdasarkan kemungkinan pengembangannya ke arah klasi¿kasi yang lebih tinggi di masa ystem. Selain jaringan jalan pada model juga menerapkan kondisi pergerakan simpang yang secara keseluruhan mencakup simpang-simpang yang penting terutama simpang pada jaringan arteri primer, kolektor primer, dan arteri sekunder. Selain ystem jaringan jalan eksisting, dalam pengembangan model jaringan untuk masa mendatang dibutuhkan rencana-rencana serta program pengembangan jaringan jalan. Rencana dan program pengembangan jalan diperoleh dari studi-studi yang telah dilakukan. 83
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 101
6/22/2010 6:31:22 PM
Jiwa Sarana
Kapasitas ruas dan kecepatan arus bebas (free Àow speed) dihitung berdasarkan “Manual Kapasitas Jalan Indonesia” melalui persamaan-persamaan yang melibatkan lebar lajur, penggunaan bahu jalan, lebar bahu jalan, dan jumlah kendaraan tak bermotor yang menggunakan ruas jalan. Selanjutnya keseluruhan informasi mengenai node dan link tersebut dituangkan dalam suatu database dengan format tertentu untuk digunakan sebagai data masukan perangkat lunak model. Keseluruhan proses pengembangan model jaringan dilakukan dengan bantuan perangkat lunak TRANPLAN. Model jaringan jalan terdiri dari jaringan jalan tol, jalan arteri dan jalan kolektor. Model jaringan tahun dasar dikembangkan dari peta dasar jaringan jalan yang kemudian diklasi¿kasikan berdasarkan fungsi (arteri, kolektor, dan lokal) selanjutnya dilakukan kodi¿kasi (coding) peta dasar ini menjadi model jaringan jalan yang terdiri dari centroid, node, dan link. Setiap node dan link pada model jaringan mempunyai atribut yang merepresentasikan karakteristik jalan dan simpang 3.5.3 Model Permintaan Perjalanan Secara umum, model permintaan dibentuk untuk melakukan perkiraan permintaan yaitu dengan menggunakan perkiraan terhadap parameter model. Populasi penduduk merupakan parameter utama dalam memperkirakan bangkitan perjalanan. Model bangkitan perjalan yang digunakan dalam kajian ini lebih didasarkan pada penggunaan tingkat perjalanan yang diharapkan dapat dari hasil-hasil home interview survey (HIS). Hal ini merupakan upaya 84
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 102
6/22/2010 6:31:22 PM
Manajemen Transportasi Publik di DKI Jakarta
untuk mendapatkan gambaran karakteristik perjalanan yang lebih rinci dan mempermudah dalam melakukan kontrol terhadap proses modal split. Bangkitan dan tarikan perjalanan mewakili jumlah orang yang melakukan perjalanan dari dan menuju wilayah tertentu. Karakteristik pelaku perjalanan dianalisis berdasarkan variabelvariabel utama pembentuk perjalanan, yaitu tingkat kepemilikan kendaraan, tingkat kebutuhan, tingkat sosial ekonomi, serta tingkat kemudahannya melakukan perjalanan. Untuk kebutuhan analisis, perjalanan orang/jam sibuk dikonversikan dalam smp/jam. Karakteristik tingkat perjalanan memiliki korelasi dengan tata guna lahan. Peruntukan lahan pemukiman memiliki tingkat perjalanan lebih rendah dibandingkan lahan pertokoan ataupun perkantoran. Gambar-gambar berikut menunjukkan jumlah bangkitan dan tarikan perjalanan eksisting. 3.5.4 Model Distribusi Perjalanan Model yang digunakan untuk distribusi perjalanan adalah “Gravity Model”. Pada penerapannya, proses validasi terhadap model menggunakan distribusi frekuensi perjalanan terhadap jarak/waktu perjalanan yang diperoleh dari hasil HIS perjalanan penduduk DKI Jakarta. Distribusi perjalanan menunjukkan pola penyebaran perjalanan. Total perjalanan pada jam sibuk yang membebani jaringan jalan wilayah DKI Jakarta diasumsikan sekitar ±7000 smp/jam pada tahun 2005. Pelaku perjalanan yang menuju DKI Jakarta pada jam sibuk memiliki jumlah yang cukup 85
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 103
6/22/2010 6:31:23 PM
Jiwa Sarana
besar. Kondisi ini menunjukkan bahwa keberadaan kota Jakarta sebagai pusat perekonomian dan bisnis sangat berpengaruh pada penduduk sekitarnya. 3.5.5 Pemilihan Moda Model dari modal split yang digunakan adalah model yang relatif sederhana. Untuk menentukan pangsa penggunaan moda angkutan umum dan angkutan pribadi secara umum dengan melihat kecenderungan yang ada dikaitkan dengan kondisi kepemilikan kendaraan yang relatif terpengaruh oleh perumbuhan ekonomi daerah. Setelah diperoleh perkiraan pangsa penggunaan angkutan kemudian diperkirakan tingkat okupansi kendaraan baik untuk kendaraan jenis sedan (mobil penumpang) dan sepeda motor. 3.5.6 Model Trip (Traf¿c) Assignment Model trip assignment yang digunakan adalah “equilibrium trip assignment” dengan menerapkan metode “capacity restraint” pada jaringan jalan. “Capacity restraint” tersebut diturunkan dari kurva hubungan volume – kecepatan untuk kemudian menghasilkan “volume-delay function”yang menunjukkan penambahan volume lalu lintas pada jaringan akan memperlama/menambah waktu perjalanan.
86
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 104
6/22/2010 6:31:23 PM
Manajemen Transportasi Publik di DKI Jakarta
3.6 Penutup Dalam mengorganisasikan transportasi publik di DKI Jakarta khsusnya bus membutuhkan suatu manajemen transportasi yang baik dimana masing-masing unsur saling mempengaruhi untuk meningkatkan kinerjanya. Berbagai permasalahan yang terjadi baik dalam penyediaan sarana angkutan bus, pengorganisasiannya, pengawasan dan pengendalian menjadi pelajaran yang berharga untuk selalu meningkatkan pelayanan pada masyarakat khususnya pengguna angkutan publik di DKI Jakarta. Masing-masing pihak yang berkait dengan penyediaan angkutan bus seperti pemerintah DKI Jakarta, Perusahaan bus harus mempunyai visi yang sama yaitu membuat pengguna angkutan bus puas terhadap layanan yang diberikan, dalam hal ini berkaitan dengan keamanan, kenyamanan, ketepatan, kecepatan. Faktor-faktor ini yang harusnya menjadi pertimbangan utama dalam penyediaan angkutan bus.
87
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 105
6/22/2010 6:31:23 PM
Jiwa Sarana
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik, 2008, DKI Jakarta dalam Angka Tahun 2008, BPS, Jakarta Dinas Perhubungan DKI Jakarta, 2002, Pola Transportasi Makro, Jakarta Dinas Perhubungan Jakarta, diambil dari www.dishub.jakarta. go.id Kusumo,DS, 2008, Perencanaan dan Manajemen Transportasi, Diakses dari Beamnews”s weblog pada tanggal 30 April 2008 Nasution, M.N. 1996. Manajemen Transportasi. Ghalia Indonesia, Jakarta. Nasution M.N.. 2004, Manajemen Transportasi, Edisi Kedua, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta. Salim Abbas, Drs. 1995, Manajemen Transportasi, Edisi Kedua, Penerbit PT. RajaGra¿ndo Persada, Jakarta.
88
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 106
6/22/2010 6:31:23 PM
Analisis Persepsi Konsumen Pengguna Transportasi Publik di DKI Jakarta
BAB 4 ANALISIS PERSEPSI KONSUMEN PENGGUNA TRANSPORTASI PUBLIK DI DKI JAKARTA Tuti Ermawati
4.1 Pendahuluan DKI Jakarta merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia yang menjadi pusat pemerintahan sekaligus pusat bisnis dan perdagangan bertaraf internasional yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi dibandingkan kota-kota besar lainnya, menurut Fauzi Bowo1, pertumbuhan ekonominya sekitar 6,04 persen selama tahun 2001-2007. Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi maka tidaklah mengherankan jika DKI Jakarta menjadi salah satu kota tujuan urbanisasi karena adanya harapan ekonomi dan kesempatan kerja di wilayah tersebut sehingga tingkat kepadatan penduduknya cukup tinggi yaitu mencapai 73.047,25 / km2 pada maret 2009 (data Kependudukan DKI Jakarta). Sejalan dengan perkembangan ekonomi dan peningkatan jumlah penduduk Jakarta maka permintaan terhadap layanan tranportasi terutama transportasi publik meningkat seiring dengan meningkatnya mobilitas penduduk. Hal tersebut diatas dapat dilihat dari jumlah perjalanan penumpang yang terus meningkat setiap tahun serta masih tingginya penggunaan tranportasi publik, menurut data dinas perhubungan 1
http://beritasore.com/2008/11/19/pertumbuhan-ekonomi-dki-jakarta-tertinggi-di-indonesia
89
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 107
6/22/2010 6:31:23 PM
Tuti Ermawati
DKI Jakarta pada tahun 2000, diperkirakan jumlah perjalanan penumpang per hari mencapai 8,4 juta orang dimana sebanyak 49,7 persen menggunakan angkutan bus, 26 persen menggunakan kendaraan pribadi, 19,3 persen menggunakan sepeda motor, dan 4 persen menggunakan jenis kendaraan lainnya, serta hanya 1 persen saja yang memanfaatkan Kereta Api. Jumlah perjalanan tersebut meningkat menjadi 20 juta perjalanan per hari pada tahun 2008 (tempo interaktif,2009). Dari jumlah perjalanan yang tinggi tersebut diatas, menurut Dahrma, pada tahun 1996 sekitar 81 persen merupakan perjalanan internal yaitu di dalam wilayah DKI Jakarta sendiri dan sisanya sekitar 19 persen merupakan perjalanan internal-eksternal dari dan ke wilayah Bogor-Tangerang-Bekasi –Depok (Bodetabek). Wilayah Bodetabek tidak bisa dilepaskan dari perjalanan di DKI Jakarta karena sebagian besar penduduk Bodetabek merupakan komuter yang tempat bekerjanya di wilayah Jakarta. Berdasarkan data dari dinas perhubungan diatas ternyata penggunaan angkutan umum terutama bus masih lebih dominan dibandingkan armada lainnya, maka dalam penulisan kali ini mencoba untuk menganalisis presepsi pengguna terhadap pelayanan tranportasi publik di DKI Jakarta khususnya angkutan umum dilihat dari sisi tarif, keamanan, kenyamanan, lama waktu perjalanan dan jaringan transportasi. Serta akan menganalisis harapan dari pengguna tersebut sehingga diharapkan kedepannya terjadi perbaikan sistem transportasi di DKI Jakarta, karena dengan jumlah penduduk yang makin besar, DKI Jakarta membutuhkan 90
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 108
6/22/2010 6:31:23 PM
Analisis Persepsi Konsumen Pengguna Transportasi Publik di DKI Jakarta
pola manajemen transportasi terpadu dimana salah satu bentuk manajemennya ialah melalui perbaikan transportasi publik
4.2 Responden Penelitian Dalam penelitian kali ini melibatkan 150 responden yang merupakan pengguna transportasi publik khususnya angkutan umum darat DKI Jakarta yang berdomisili di wilayah Jabodetabek, terdiri dari 50 pengguna angkutan umum di Jakarta dan wilayah Bodetabek masing-masing 25 responden. Jumlah responden di daerah DKI Jakarta lebih besar dibandingkan dengan daerah lainnya karena fokus dari studi ini adalah pelayanan transportasi publik di DKI Jakarta, sementara pengguna angkutan umum di wilayah Bodetabek yang diambil sebagai responden dalam penelitian kali ini adalah komuter yang tempat bekerjanya di wilayah Jakarta, dan mereka dijadikan responden karena keberadaan mereka yang tidak bisa dilepaskan sebagai pengguna transportasi publik di DKI Jakarta. Sebagian besar pengguna angkutan umum yang dijadikan sebagai responden adalah mereka yang bekerja di swasta yaitu sekitar 60 persen, yang berdomisili di wilayah Jakarta sebesar 16,67 persen, Bogor sebanyak 13,33 pesen, Tangerang 12 persen dan Bekasi 9,33 persen. Sementara responden yang bekerja sebagai PNS sebesar 36 persen terdiri dari 14 persen yang berdomisili di wilayah Jakarta sebesar 14 persen, Bogor sebanyak 3,33 pesen, Tangerang 4,67 persen dan Bekasi 6 persen, sedangkan sisanya adalah BUMN dan lainnya. (lihat Gra¿k 4.1.) 91
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 109
6/22/2010 6:31:23 PM
Tuti Ermawati
Gra¿k 4.1 Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan (dalam Prosentase) Sumber: Data Primer,2009 (diolah)
Jika dilihat dari faktor usia, ternyata pengguna transportasi umum khususnya angkutan sebagian besar yaitu 75,33 persen adalah yang berusia dibawah 41 tahun, yang rata-rata masih kuat secara ¿sik, dan hanya sedikit yaitu 5,33 persen yang berusia diatas 51 tahun yang menggunakan angkutan umum. Ini bisa dimaklumi mengingat kondisi tranportasi publik di DKI Jakarta yang selalu penuh sehingga untuk menggunakannya memerlukan stamina ¿sik yang kuat sehingga bisa jadi mereka yang berusia diatas 51 tahun yang memiliki penghasilan tinggi lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi atau taksi yang tingkat kenyamanannya lebih tinggi dibandingkan angkutan umum khususnya bus.
92
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 110
6/22/2010 6:31:23 PM
Analisis Persepsi Konsumen Pengguna Transportasi Publik di DKI Jakarta
Tabel 4.1 Jumlah Responden Berdasarkan Usia (dalam Prosentase) Wilayah
<=30 Jakarta 17.33 Bogor 6.00 Depok 10.67 Tangerang 3.33 Bekasi 7.33 Jumlah 44.67
Usia 31-40 41-50 51-60 10.67 4.00 0.67 7.33 3.33 0.00 4.00 0.00 2.00 4.67 6.67 2.00 4.00 4.00 0.67 30.67 18.00 5.33
>60 0.00 0.00 0.00 0.00 0.67 0.67
Tidak menjawab
Jumlah
0.67 0.00 0.00 0.00 0.00 0.67
33.33 16.67 16.67 16.67 16.67 100.00
Sumber: Data Primer,2009 (diolah)
4.3 Analisis Kualitas Pelayanan Transportasi Publik: Prespektif Pengguna 4.3.1 Tarif Transportasi Tarif di DKI Jakarta mengalami Àuktuasi seiring dengan pergerakan harga BBM, pada Januari 2008 ketika pemerintah menaikkan harga BBM rata-rata sebesar 30 persen, tarif angkutan umum mengalami kenaikkan sebesar 15-20 persen atau naik naik Rp 500 untuk angkutan kecil, dan Rp 300-500 untuk ukuran bus sedang dan besar. Kenaikkan tarif tersebut menurut ketua Organda DKI Jakarta Herry Rotti pada waktu itu2, bukan hanya berdasarkan kenaikan harga BBM, tetapi juga karena adanya kenaikan suku cadang, oli, dan pelumas angkutan seiring dengan kenaikan harga BBM. Tarif tersebut kemudian mengalami penurunan ketika pada 15 Januari 20093, pemerintah menurunkan harga BBM, Dewan 2 3
http://www.tempointeraktif.com/hg/jakarta/2008/06/03/brk,20080603-124231,id.html pemerintah memutuskan untuk menurunkan harga BBM sebesar Rp.500 dari harga Rp.5.000 untuk jenis Premium menjadi Rp. 4.500/liter, dan ini merupakan penurunan ke tiga sejak awal Desember 2008.
93
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 111
6/22/2010 6:31:23 PM
Tuti Ermawati
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta menyepakati tarif angkutan turun Rp 500 sesuai dengan usulan Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) merinci tarif untuk patas, bus reguler, dan bus sedang turun menjadi Rp 2.000. Sedangkan, bus kecil seperti mikrolet turun menjadi Rp 2.500. Penurunan tersebut menimbulkan kekecewaan para sopir dan pengusaha angkutan, karena mereka menilai bahwa penurunan harga bahan bakar minyak hanya berdampak pada pendapatan sopir, tetapi tidak pada pengusaha. Pengusaha tidak dapat menurunkan target setoran karena biaya operasional dan suku cadang tidak serta-merta ikut turun. Tetapi akhirnya penurunan tarif tersebut dengan berat hati diterima oleh para pelaku usaha transportasi, tetapi dengan catatan bahwa DPRD juga harus mendorong terwujudnya e¿siensi antara lain adalah dengan mengurangi retribusi-retribusi yang tidak perlu, mengatasi pungutan liar, dan menekan biaya administrasi lainnya4. Namun, langkah itu tidak dapat dilakukan dalam satu waktu karena terkait dengan aturan perundangan yang ada. Dengan tarif yang ada sekarang, pengguna angkutan umum di Jabodetabek secara umum menilai bahwa tarif yang ada sekarang sedang (antara murah dan tidak murah), hal tersebut terlihat dari nilai rata-rata jawaban responden sebesar 2.52 dari skala 4 (1 sangat murah hingga 4 sangat tidak murah). Dari 5 wilayah Jabodetabek, pengguna angkutan umum di Jakartalah yang sebagaian besar berpendapat bahwa tarif angkutan yang ada sudah mendekati 4
http://www.kompas.com/read/xml/2009/01/22/21571677/tarif.angkutan.turun.rp.500. di.jakarta
94
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 112
6/22/2010 6:31:24 PM
Analisis Persepsi Konsumen Pengguna Transportasi Publik di DKI Jakarta
murah dengan nilai indeks rata-rata 2,16, sementara pengguna Bekasi berpendapat bahwa tarif yang ada tidak murah dengan nilai rata-rata 2,84 (mendekati 3). (lihat gambar 4.2).
Gra¿k 4.2 Nilai Rata-rata Tarif Transportasi Publik Menurut Pengguna di Jabodetabek Sumber: Data Primer,2009 (diolah)
Pendapat pengguna angkutan umum Jakarta yang menyatakan bahwa tarif yang ada murah sangat wajar karena ternyata sebagian besar dari mereka yaitu 16 persen mengeluarkan uang untuk transportasinya sangat kecil yaitu kurang dari 10 persen sehingga mereka tidak masalah dengan tarif yang ada, sedangkan untuk pengguna di Bekasi dari mereka yaitu 8,16 persen mengeluarkan uang untuk biaya transportasinya sebesar 21-30 persen dari pendapatnnya bahkan 4 persen pengguna yang lain harus mengeluarkan 31-40 persen pendapatannya untuk biaya transportasi sehingga sangat wajar sekali ketika mengannggap bahwa tarif angkutan yang ada tidak murah atau mahal. 95
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 113
6/22/2010 6:31:24 PM
Tuti Ermawati
Sementara untuk pengguna angkutan di wilayah Bogor, Depok dan Tangerang mereka berpendapat bahwa tarif yang ada sedang (antara murah dan tidak murah) dengan nilai rata-rata 2,5 karena sebagian besar dari pengguna transportasi di Bogor, Depok dan Tangerang mengeluarkan pendapatan rata-rata sebesar 11-20 persen untuk transportasi. Pengeluaran tersebut masih dianggap wajar oleh pengguna di 3 wilayah tersebut sehingga mereka masih tolelir terhadap tarif yang ada karena tidak terlalu menyita pendapatan mereka. (lihat Tabel 4.2) Tabel 4.2 Prosentase Pengeluaran Transportasi Umum Terhadap Total Pendapatan (dalam persen) Wilayah Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi Total
Prosentase pengeluaran transportasi <=10
11-20
21-30 31-40
>40
Tidak menjawab
16.00 4.00 6.00 2.67 2.67 31.33
7.33 7.33 6.00 6.67 0.67 28.00
4.67 3.33 1.33 4.67 8.67 22.67
1.33 1.33 0.00 0.00 0.67 3.33
2.67 0.00 2.00 0.67 0.00 5.33
1.33 0.67 1.33 2.00 4.00 9.33
Total 33.33 16.67 16.67 16.67 16.67 100.00
Sumber: Data Primer,2009 9 (diolah)
4.3.2 Keamanan Transportasi Publik Keamanan transportasi dari sudut pandang pengguna dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi keamanan kendaraan dan juga keamanan penumpang dari gangguan preman, pencopet. Menurut para pengguna transportasi umum Jabodetabek yang dijadikan responden, keamanan transportasi umum di DKI Jakarta masih kurang aman dengan nilai rata-rata 2.48 dari skala 4 (1 sangat aman dan 4 sangat tidak aman). Dari lima wilayah yang 96
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 114
6/22/2010 6:31:24 PM
Analisis Persepsi Konsumen Pengguna Transportasi Publik di DKI Jakarta
ada, pengguna tranportasi umum di Bogor yang berpendapat bahwa transportasi umum dari dan ke Jakarta tidak aman dengan nilai rata-rata 2,6 mendekati 3 yaitu tidak aman, sementara yang berpendapat mendekati aman adalah pengguna tranportasi umum yang berasal dari Depok. Kondisi ini bisa saja terjadi karena wilayah Bogor merupakan wilayah yang jaraknya paling jauh dari jakarta sehingga peluang orang untuk melakukan tindakan kejahatan yang menganggu penumpang lebih besar dibandingkan dengan wilayah Depok yang jaraknya ke atau dari Jakarta relatif lebih dekat dibandingkan dengan wilayah Bogor.
Gra¿k 4.3 Nilai Rata-rata Keamanan Transportasi Publik Menurut Pengguna di Jabodetabek Sumber: Data Primer,2009 (diolah)
Selain masalah ketidaklayakan kendaraan yang beroperasi dan juga adanya pencopetan, menurut para pengguna yang menjadi pengganggu keamanan adalah pengamen dan juga pedagang asongan, hal ini dikeluhkan oleh para pengguna tranportasi di 97
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 115
6/22/2010 6:31:24 PM
Tuti Ermawati
Tangerang, mereka berpendapat bahwa dengan keberadaan para pedagang asongan dan juga pengamen, keamanan menjadi terganggu sehingga sepanjang perjalanan harus tetap waspada. Dari sisi kelayakan kendaraan, sebenarnya pemerintah daerah terutama dishub DKI Jakarta kadang melakukan penertiban angkutan yang tidak layak jalan, seperti yang dilakukan pada 14 Oktober 20095 di Jakarta Barat. Dalam operasi tersebut terjaring 176 armada yang bermasalah, 23 diantaranya dikandangkan di terminal rawa Buaya karena dari segi ¿sik tidak memenuhi kelayakan keamanan kendaraan, diantaranya knalpot ngepul, kaca besar tidak ada, dan tidak ada spion. Sementara 153 angkutan ditilang karena melanggar rambu lalulintas dan memotong trayek. Meskipun penertiban kadang dilakukan, kendaraan yang tidak layak jalan yang masih beroperasi masih sering dijumpai di jalan-jalan DKI Jakarta sehingga penertiban-penertiban perlu sering dilakukan dengan disertai dengan tindakan yang tegas, karena hal ini menyangkut keselamatan penumpang. 4.3.3 Kenyamanan Transportasi Publik Dilihat dari tingkat kenyamanan, pengguna transportasi umum yang menjadi responden berpendapat bahwa bahwa transportasi yang selama ini mereka gunakan cendrung tidak aman dengan nilai rata-rata kenyamanan Jabodetabek 2.56 dari skala 4 (1 sangat nyaman dan 4 sangat tidak nyaman).(lihat Gra¿k 4.4)
5
http://www.poskota.co.id/berita-terkini/2009/10/14/23-angkutan-umum-dikandangkan
98
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 116
6/22/2010 6:31:24 PM
Analisis Persepsi Konsumen Pengguna Transportasi Publik di DKI Jakarta
Gra¿k 4.4 Nilai Rata-rata Kenyaman Transportasi Menurut Pengguna di Jabodetabek Sumber: Data Primer,2009 (diolah)
Nilai rata-rata tertinggi dari 5 wilayah yang ada adalah Jakarta yaitu 2,74, ini menunjukkan bahwa pengguna transportasi umum di DKI merasa lebih tidak nyaman dibandingkan daerah lainnya sedangkan yang mendekati nyaman dirasakan oleh nilai rata-rata terendah adalah 2,2 pengguna di Bogor. Ketidaknyamanan yang dialami oleh pengguna tranportasi di DKI Jakarta karena pada umumnya mereka melakukan perjalanan yang lebih pendek dibandingan dengan daerah lainnya, dimana untuk perjalanan pendek tersebut transportasi yang tersedia adalah bus-bus sedang (metromini) ataupun angkutan kota yang biasanya tidak ber AC atau pun lebih sering menaikan dan menurunkan penumpang di jalan sehingga dirasa tidak 99
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 117
6/22/2010 6:31:24 PM
Tuti Ermawati
nyaman oleh para pengguna. Sementara untuk daerah lain terutama wilayah Bogor, para pengguna yang dari atau ke Jakarta biasanya dapat memilih menggunakan bus yang ber AC, lewat tol dan tidak sering berhenti menaikkan dan menurunkan penumpang sehingga pengguna transportasi merasa lebih nyaman untuk menggunakan transportasi umum. 4.3.4 Waktu Perjalanan Transportasi Publik Sebagian besar responden di Jabodetabek yang menjadi pengguna transportasi publik menyatakan bahwa waktu yang dibutuhkan ketika menggunakan tranportasi umum lama dengan nilai rata-rata sebesar 2,06 dari skala 4 (1 sangat lama dan 4 sangat tidak lama). (lihat Gra¿k 4.5). Bahkan untuk pengguna di wilayah Depok memiliki nilai rata-rata 1,88 yang berarti bahwa untuk sampai tempat tujuan dirasakan lebih lama oleh pengguna dibandingkan daerah lainnya dimana rata-rata untuk sampai ke tujuannya di daerah Jakarta rata-rata membutuhkan sekitar 2 sampai 2,5 jam.
Gra¿k 4.5 Nilai Rata-rata Lama Perjalanan Transportasi Publik Menurut Pengguna di Jabodetabek Sumber: Data Primer,2009 (diolah)
100
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 118
6/22/2010 6:31:24 PM
Analisis Persepsi Konsumen Pengguna Transportasi Publik di DKI Jakarta
Lamanya waktu yang dibutuhkan dalam menggunakan transportasi umum di sebabkan karena kemacetan yang luar biasa di daerah jabodetabek terutama di jam-jam sibuk yaitu pagi dan sore hari. Dimana menurut Dinas Perhubungan DKI Jakarta dewasa ini setidaknya tercatat ada 77 lokasi kemacetan pada ruasruas persimpangan jalan utama. Kondisi ini menyebakan kecepatan rata-rata bus pada jam puncak hanya mencapai, 10 hingga 25 km/ jam untuk pagi hari dan untuk sore hari hanya mencapai 7 sampai dengan 24 km/jam, maka tidaklah mengherankan jika untuk sampai ketempat tujuan membutuhkan waktu yang lama bahkan sangat lama. Tabel 4.3 Lama Perjalanan Pengguna Transportasi Publik di Jabodetabek (dalam menit) Wilayah Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi
<=60 18.67 4.67 1.33 2.67 5.33
61-90 10.67 6.00 4.67 8.67 3.33
waktu (menit) 91-120 121-150 0.67 2.00 5.33 0.67 4.00 4.67 2.00 2.67 5.33 1.33
>150 0.67 0.00 0.00 0.67 1.33
Tidak menjawab 0.67 0.00 2.00 0.00 0.00
Sumber: Data Primer,2009 (diolah)
Sementara menurut studi yang dilakukan oleh JICA, kemacetan yang terjadi di DKI Jakarta membuat waktu tempuh perjalanan semakin hari semakin lama, misalnya Jalur Kalideres ke Gajahmada, pada tahun 1985 waktu tempuh rata-rata yang diperlukan untuk jarak 14,6 Km ini adalah 29,5 menit, namun pada tahun 2000 sudah bertambah lama menjadi 51,7 menit. Ini berarti terjadi perpanjangan waktu tempuh sampai 75 persen. Sementara 101
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 119
6/22/2010 6:31:24 PM
Tuti Ermawati
dari Jakarta ke Tangerang dan sebaliknya, setiap harinya pada tahun 2002 rata-rata jumlah pejalanan harian adalah 847.750 perjalanan. sesuai dengan tren perkembangan penduduk, diperkirakan bisa mencapai 1.078.663 pada tahun 2010 dan menjadi 1.465.912 pada tahun 2020. Kondisi perjalan yang lebih mengkhawatirkan, menurut studi JICA, terjadi pada jalur dari Depok dan Bogor ke Jakarta, perkembangan yang pesat di wilayah ini akan membuat jumlah perjalan harian meningkat secara drastis. Pada tahun 2002, tercatat rata-rata 620.702 jumlah perjalanan, diperkirakan akan mencapai rata-rata 791.295 tahun 2010 dan mencapai 1.148.528 pada tahun 2020. Permutasi penggunaan kendaraan ke arah Jakarta, dari Tangerang, Depok dan Bogor, serta dari Bekasi, setiap harinya akan menyesaki jalur-jalur di Kota Jakarta. survai yang dilakukan JICA menunjukkan, pada tahun 2002 jumlah perjalanan harian rata-rata adalah 5.302.194. Pada tahun 2010 diperkirakan menjadi 7.384.939, dan pada pada tahun 2020 menjadi 9.445.808.Menurut para pejabat DKI Jakarta dalam berbagai kesempatan selalu menyebut dengan mengacu pada hasil survai oleh JICA, bahwa jika tidak dilakukan langkah-langkah strategis, paling lambat pada tahun 2014, kemacetan total akan terjadi di Jakarta. 4.3.5 Ketersediaan Transportasi Publik Dari sisi ketersediaan transportasi umum di DKI Jakarta sebenarnya tidak masalah, hal tersebut dapat dilihat dari pendapat 102
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 120
6/22/2010 6:31:25 PM
Analisis Persepsi Konsumen Pengguna Transportasi Publik di DKI Jakarta
para penggunan tranportasi umum Jabodetabek yang menjadi responden, mereka menilai bahwa transportasi umum di DKI Jakarta sudah cukup banyak dengan nilai rata-rata 2.29 dari skala 4 (1 sangat banyak dan 4 sangat tidak banyak). Angkutan umum Jakarta dari dan ke Tangerang jumlah nya menurut pengguna lebih banyak dibandingkan kelima wilayah lainnya, hal tersebut dapat dilihat dari nilai rata-rata Tangerang sebesar 2,08 mendekati 2 (banyak). Berbeda sekali dengan daerah Bogor dimana nilai rata-rata ketersediaan transportasi umumnya sebesar 2,76 yang menunjukkan bahwa angkutan umum Bogor dari dan ke Jakarta tidak terlalu banyak. Sementara jumlah angkutan umum di intern Jakarta sendiri menurut para responden pengguna DKI Jakarta jumlahnya cukup banyak dengan nilai rata-rata 2,18. Adapun jumlah bus menurut data dari dinas perhubungan DKI Jakarta pada tahun 2007 sebesar 18.835 buah yang terdiri dari 9.412 bus kecil, 4.979 bus sedang, dan 4.444 bus besar.
Gra¿k 4.6 Nilai Rata-rata Ketersediaan Transportasi Publik Menurut Pengguna di Jabodetabek Sumber: Data Primer,2009 (diolah)
103
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 121
6/22/2010 6:31:25 PM
Tuti Ermawati
4.3.6 Jaringan Transportasi Publik Jaringan transportasi dari dan ke DKI Jakarta menurut para pengguna transportasi umum dinilai sudah cukup bagus dalam arti mereka tidak terlalu mengalami kesulitan dalam hal memperoleh kendaraan umum dalam mobilitas sehari-harinya, hal tersebut dapat dilihat dari nilai rata-rata yang didapat yaitu 2.85 dari skala 4 (1 sangat sulit dan 4 sangat tidak sulit). Jakarta dan Tangerang merupakan dua wilayah yang memiliki jaringan transportasi umum dari dan ke Jakarta yang paling bagus diantara wilayah yang lainnya, hal tersebut dapat dilihat dari nilai rata-rata sebesar 3,04 (mendekati tidak sulit) dalam memperoleh angkutan umum.
Gra¿k 4.7 Nilai Rata-rata Jaringan Transportasi Publik Menurut Pengguna di Jabodetabek Sumber: Data Primer,2009 (diolah)
Ketidaksulitan dalam memperoleh angkutan umum terutama di Jakarta, tergambar juga dari jumlah bus atau rute yang harus pengguna, dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa untuk Jakarta 104
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 122
6/22/2010 6:31:25 PM
Analisis Persepsi Konsumen Pengguna Transportasi Publik di DKI Jakarta
sbagian besar responden untuk sampai tempat tujuan hanya sekali menggunakan angkutan umum, sementara untuk wilayah Tangerang mereka harus naik 2 kali angkutan umum. Berbeda dengan responden wilayah Depok, sebagian besar dari mereka untuk sampai ke tempat tujuan harus berganti angkutan sebanyak tiga kali.
Gra¿k 4.8 Jumlah Rute Transportasi yang digunakan Responden (dalam prosentase) Sumber: Data Primer,2009 (diolah)
4.4 Harapan Pengguna Terhadap Pelayananan Transportasi Publik 4.4.1 Tarif Berdasarkan hasil survey dilapangan mengenai harapan pengguna transportasi terhadap tarif angkutan umum yang ada, sebagian besar dari mereka (46 persen responden) menginginkan tarif yang ada bisa lebih murah (lihat tabel 4.4), hal tersebut terutama dikemukakan oleh responden yang berasal dari Bekasi 105
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 123
6/22/2010 6:31:25 PM
Tuti Ermawati
(33 persen) yang sebagian besar harus mengeluarkan ongkos untuk transportasi yang begitu besar yaitu sekitar 21-30 persen dari total pendapatannya sehingga penurunan tarif angkutan wajar mereka inginkan. Sementara yang lain (18 persen responden) memandang bahwa tarif yang ada sudah sesuai sehingga mereka menginginkan tidak terjadi perubahan tarif atau tetap, harapan tersebut sebagian besar dikemukakan oleh responden yang berasal dari DKI Jakarta (12,67 persen) (lihat tabel 4) dimana rata-rata pengeluaran untuk transportasinya tidak terlalu besar yaitu kurang yaitu kurang dari 10 persen (lihat tabel 4.4) karena jarak tempuh dari dan ke tempat kerja mereka memang tidak sejauh responden lainnya di Bodetabek. Tabel 4.4 Harapan Pengguna Terhadap Tarif Transportasi Publik di Jabodetabek (dalam Prosentase) Disesuaikan dgn Lebih Wilayah kondisi murah ekonomi
Murah
Sesuaikan dgn jarak & kenyamanan
Tetap
DisesuaiTarif Tidak kan dgn jangan menharga naik jawab BBm
Jakarta
0.00
9.33
4.67
0.00
12.67
0.00
2.67
4.00
Bogor
0.67
7.33
0.00
0.67
0.67
0.67
2.00
4.67
Depok
0.00
8.00
1.33
0.00
4.00
0.00
0.67
2.67
Tangerang
0.00
8.00
2.67
0.00
6.00
0.00
0.00
0.00
Bekasi
0.00
13.33
0.00
0.00
0.67
0.00
2.67
0.00
Jumlah
0.67
46
8.67
0.67
24
0.67
8
11.33
Sumber: Data Primer,2009 (diolah)
Hal yang menarik dikemukakan oleh sebagian kecil dari responden (8 persen), mereka memiliki harapan bahwa tarif
106
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 124
6/22/2010 6:31:25 PM
Analisis Persepsi Konsumen Pengguna Transportasi Publik di DKI Jakarta
yang ada Àeksibel saja, artinya bahwa tarif bisa naik atau turun disesuaikan dengan harga BBM, mereka menyadari bahwa ketika BBM naik (meskipun tidak terlalu besar kanaikkannya) akan menyebabkan suku cadang juga naik sehingga suka atau tidak suka tarif angkutan juga akan naik dengan proprorsi yang kadang lebih besar dari kenaikkan harga BBM itu sendiri, begitupun ketika BBM turun mereka berharap tarif juga bisa turun meskipun sulit karena para sopir sering mengatakan bahwa BBM turun tidak diikuti dengan penurunan harga suku cadang. 4.4.2 Keamanan Harapan terhadap kemananan angkutan umum, sebagian besar responden (59.35 persen) berharap adanya perbaikan dalam hal keamanan, dimana 32 persen berharap secara umum keamanan dapat ditingkatkan karena selama ini mereka merasa masih kurang aman, secara lebih spesi¿k 22,57 persen responden lainnya menginginkan adanya penertiban terhadap pengamen dan juga peningkatan pengamanan dari para pencopet penodong maupun dari pemalakan dimana keberadaan mereka dirasakan cukup meresahkan, terutama di wilayah Tangerang, dan sebagian kecil lainnya menginginklan kendaraan umum tidak ugal-ugalan dan lainnya (lihat Tabel 4.5).
107
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 125
6/22/2010 6:31:25 PM
Tuti Ermawati
Tabel 4.5 Harapan Pengguna Terhadap KeamananTransportasi Publik di Jabodetabek (dalam Prosentase) Pencopet, penoPeningGanti dong, Angkot Memkatan kendaTidak Tidak DipertaDiting- pemaada perhatiWilayah petugas raan ugalMenhankan katkan lakan & kenekkan onkeamadgn yg ugal-an jawab penga- nya derdil nan baru men diamankan Jakarta
9.33
1.33
13.33
5.33
0.67
0.00
0.67
0.00
2.67
Bogor
1.33
0.67
1.33
2.00
0.00
0.00
0.00
0.67
10.67
Depok
2.00
0.00
6.67
2.00
0.00
0.00
0.00
0.00
6.00
Tangerang
4.00
0.00
4.00
8.67
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
Bekasi
4.67
0.00
6.67
4.67
0.00
0.67
0.00
0.00
0.00
Jumlah
21.33
2.00
32.00
22.67
0.67
0.67
0.67
0.67
19.33
Sumber: Data Primer,2009 (diolah)
Meskipun sebagian besar pengguna merasa kurang aman sehingga perlu peningkatan keamanan baik keamanan dari sisi kendaraannya maupun dari gangguan lainnya, namun sebagian responden lainnya (21,33 persen) sudah merasa bahwa kondisi angkuatn umum yang mereka tumpangi cukup aman sehingga harapannya dapat dipertahankan. 4.4.3 Kenyamanan Dari sisi kenyamanan, penggunan transportasi umum berharap agar kenyamanan diperbaiki dimana 34,67 persen responden berharap ada peningkatan kenyamanan, dan 5,33 persen responden yang lain secara lebih spesi¿k menyatakan 108
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 126
6/22/2010 6:31:25 PM
Analisis Persepsi Konsumen Pengguna Transportasi Publik di DKI Jakarta
bahwa kendaraan yang ada sekarang kurang layak sehingga mengganggu kenyamanan maka mereka mengharapkan adanya pergantian kendaraan dengan yang baru, hal ini diungkapkan terutama oleh responden di Bekasi dan Jakarta. Meskipun sebagian besar responden merasa bahwa transportasi umum yang mereka gunakan kurang nyaman, ada 25,33 persen responden yang merasa bahwa transportasi yang ada tidak terlalu mengganggu kenyamanan sehingga mereka mengharapkan tingkat kenyamanan transportasi umum dipertahankan. Tabel 4.6 Harapan Pengguna Terhadap Kenyamanan Transportasi Publik di Jabodetabek (dalam Prosentase)
Wilayah
Ada AC
Jakarta
1.33
PengaGanti men, Tidak Tidak Jalan kenpenge- ngebut DiperTidak lebih Ditingberdiper- daraan mis, pe- & ugal- tahMenbersih katkan desajawab baiki dgn yg malakan ugal- ankan kan baru ditertib- an kan
0.00
0.00
1.33
10.67
1.33
3.33
11.33
1.33
2.67
Bogor
0.00
0.67
0.00
0.00
2.00
0.00
0.67
0.67
0.67
12.00
Depok
1.33
0.00
0.00
0.67
6.00
0.00
0.00
2.00
0.00
6.67
Tangerang
0.00
0.00
0.00
0.67
8.67
0.00
0.00
7.33
0.00
0.00
Bekasi
0.00
0.00
0.67
2.67
7.33
0.67
0.67
4.67
0.00
0.00
Jumlah
2.67
0.67
0.67
5.33
34.67
2.00
4.67
25.33
2.00
21.33
Sumber: Data Primer,2009 (diolah)
109
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 127
6/22/2010 6:31:25 PM
Tuti Ermawati
4.4.4 Waktu Tempuh Waktu tempuh merupakan masalah yang cukup krusial dalam masalah trasnportasi di Jabodetabek terutama di DKI Jakarta. Sampai pertengahan 2009, kemacetan di Jakarta terasa semakin parah dan waktu tempuh butuh 10-30 menit untuk jarak tempuh 5 kilometer dimana kemacetan terjadi sejak dari pinggiran kota sampai ke tengah kota, waktu kemacetan yang semula hanya terjadi pada jam puncak pagi dan sore hari, kini sudah bertambah pada siang dan malam hari6. Dengan kondisi kemacetan yang semakin parah, sebagian besar (45,44 persen) pengguna angkutan umum yang menjadi responden berharap agar angkutan umum yang ada bisa lebih cepat, hal tersebut terutama diungkapkan oleh sebagian besar responden dari Jakarta dan Bekasi, mereka merasa bahwa jarak dan waktu tempuh tidak sebanding. Sementara responden yang lain (18 persen) berharap agar kemacetan dapat dikurangi, hal ini terutama diungkapkan oleh responden yang berasal dari Depok dan Tangerang, mereka beranggapan bahwa waktu tempuh yang lama terjadi akibat kemacetan yang luar biasa.
6
http://forum.vibizportal.com/showthread.php?t=2029
110
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 128
6/22/2010 6:31:26 PM
Analisis Persepsi Konsumen Pengguna Transportasi Publik di DKI Jakarta
Gra¿k 4.9 Harapan Pengguna Terhadap waktu tempuh Transportasi Publik di Jabodetabek (dalam Prosentase) Sumber: Data Primer,2009 (diolah)
Kemacetan yang terjadi di Jabodetabek terutama DKI Jakarta sebenarnya merupakan masalah klasik yaitu tidak seimbangnya pertambahan jalan dan jumlah kendaraan umum. Data Dinas Perhubungan DKI Jakarta 2008 menunjukkan, pertambahan jumlah sepeda motor sekitar 1.500 unit per hari dan jumlah mobil bertambah 250 unit per hari dimana pertambahan kendaraan bermotor tersebut didominasi oleh kendaraan yang sifatnya pribadi dibandingkan dengan angkutan umum. Sementara panjang jalan di DKI Jakarta mencapai 5.621,5 kilometer dan hanya bertambah 0,01 persen per tahun.
111
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 129
6/22/2010 6:31:26 PM
Tuti Ermawati
Dengan kondisi seperti diatas maka tidak mengherankan jika Jakarta semakin hari semakin macet sehingga wajar jika para pengguna transportasi terutama angkutan umum sangat berharap bahwa waktu tempuh perjalanan bisa semakin cepat. 4.4.5 Ketersediaan Harapan sebagian besar dari responden yaitu 38,67 pesen adalah agar ketersediaan transportasi yang ada sekarang dapat dipertahakan karena mereka beranggapan bahwa ketersediaan angkutan umum dari dan ke Jakarta sekarang sudah cukup banyak, artinya tidak ada masalah. Namun, untuk daerah-daerah yang agak masuk di Jabodetabek transportasi dari dan ke Jakarta memang masih agak kurang sehingga ketersediaan anngkutan umum didaerah tersebut perlu untuk ditingkatkan, hal ini diungkapkan oleh 34,67 persen responden. Secara lebih spesi¿k, sebagian kecil dari responden berharap agar ketersediaan transportasi yang ada disesuaikan dengan jumlah konsuimen (6 persen), responden ini memandang untuk daerah-daerah tertentu di Jabodetabek, ada angkutan umum terutama angkutan kota (angkot) sangat banyak dan tidak sesuai dengan jumlah penumpang yang ada sehingga banyak yang kosong, tetapi ada daerah tertentu yang jumlah penumpang dari dan ke Jakartanya banyak namum jumnlah angkutan umum yang ada sedikit sehingga penumpang harus berdesak-desakan. Sementara sebagian kecil responden yang lain berharap agar transportasi mudah didapat dan terjangkau (1,33 persen), 112
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 130
6/22/2010 6:31:26 PM
Analisis Persepsi Konsumen Pengguna Transportasi Publik di DKI Jakarta
ketersediaan transportasi umum disertai dengan peningkatan fasilitas dari angkutan umum itu sendiri (0,67 persen), dan 1,33 persen yang lain berharap agar banyak alternatif dalam memilih angkutan umum untuk sampai tempat tujuan sehingga tidak terpaku pada satu jenis angkutan umum saja. (untuk lebih jelas lihat Tabel 4.7) Tabel 4.7 Harapan Pengguna Terhadap ketersediaan Transportasi Publik di Jabodetabek (dalam Prosentase) DisesuaiMudah Banyak Ditingkat- kan dgn Disertai Tidak dan teralternatif kan jmlh kon- fasilitas Menjawab jangkau angkutan sumen
Wilayah
Dipertahankan
Jakarta
14.00
1.33
6.67
4.00
0.67
1.33
5.33
Bogor
0.67
0.00
10.67
0.67
0.00
0.00
4.67
Depok
4.00
0.00
6.00
0.00
0.00
0.00
6.67
Tangerang
13.33
0.00
2.00
1.33
0.00
0.00
0.00
Bekasi
6.67
0.00
9.33
0.00
0.00
0.00
0.67
Jumlah
38.67
1.33
34.67
6.00
0.67
1.33
17.33
Sumber: Data Primer,2009 (diolah)
4.4.6 Jaringan Sebagian besar responden (31,33 persen) berharap agar jaringan transportasi umum dari dan ke Jakarta yang ada sekarang dapat dipertahankan karena mereka menilai bahwa jaringan transportasi sudah cukup bagus dimana mereka tidak terlalu mengalami kesulitan ketika ingin berpergiaan dari dan ke Jakarta. Meskipun sebagian besar menganggap bahwa jaringan transportasi yang ada sudah cukup memadai, tetapi responden yang lain masih menilai belum terlalu memadai sehingga 18 persen responden berharap agar jaringan transportasi yang ada di tingkatkan. 113
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 131
6/22/2010 6:31:26 PM
Tuti Ermawati
Tabel 4.8 Harapan Pengguna Terhadap JaringanTransportasi Publik di Jabodetabek (dalam Prosentase) CibiKalau nongArbisa Uki mada Wilayah ada jangan terlalu busdi- banyak way hapus Jakarta 0.67 0.00 0.00 Bogor 0.00 3.33 0.00 Depok 0.00 0.00 0.67 Tangerang 0.00 0.00 0.00 Bekasi 0.00 0.00 0.00 Jumlah 0.67 3.33 0.67
Ada Tidak trayek DiperMudah Tidak DiperDitingsulit yg tahandidamendiperbaiki katkan lang- kan pat jawab oleh sung 1.33 0.00 0.00 0.67 1.33 3.33
3.33 0.67 2.67 0.67 0.00 7.33
8.67 2.00 1.33 13.33 6.00 31.33
0.67 0.00 1.33 0.00 0.00 2.00
3.33 1.33 4.00 0.00 0.00 8.67
6.00 1.33 0.67 2.00 8.00 18.00
9.33 8.00 6.00 0.00 1.33 24.67
Sumber: Data Primer,2009 (diolah)
Peraturan yang mengharuskan bus-bus dari Bogor yang lewat tol berhenti di kampung Rambutan dan tidak boleh turun di UKI, ternyata menimbulkan reaksi dari pengguna transportasi umum dari Bogor yang biasanya turun di UKI, mereka menilai dengan adanya aturan tersebut, untuk sampai tempat tujuan mereka harus menambah naik sekali lagi angkutan umum, dan itu merepotkan, karena waktu tempuh dan biaya menjadi bertambah, hal ini dikemukakan oleh 3,33 persen responden dari Bogor yang berharap agar rute Bogor terutama Cibinong-UKI tidak dihapus. Sementara 7,33 persen responden berharap agar ada trayek yang langsung karena untuk sampai tempat tujuan meskipun jaraknya tidak terlalu jauh mereka harus naik angkutan umum lebih dari satu kali. Hal ini terutama dikemukakan oleh responden dari DKI Jakarta. Dan 8,67 persen responden yang lain berharap agar kedepannya jaringan transportasi umum bisa lebih luas lagi 114
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 132
6/22/2010 6:31:26 PM
Analisis Persepsi Konsumen Pengguna Transportasi Publik di DKI Jakarta
sehingga mereka lebih mudah lagi untuk mendapatkan angkutan umum. (lihat Tabel 4.8)
4.5 Penutup Berdasarkan hasil temuan dilapangan ternyata rata-rata responden berpendapat bahwa tarif angkutan umum yang ada sedang dengan nilai rata-rata 2,52 dari skala 4 (1 sangat murah dan 4 sangat tidak murah) meskipun sudah mengalami penurunan pada awal 2009 seiring dengan penurunan harga BBM. Untuk faktor keamanan, para pengguna menilai bahwa keamanan masih kurang dengan nilai rata-rata 2,48 dari skala 4 (1 sangat aman dan 4 sangat tidak aman). Dari sisi kenyamanan memiliki nilai rata-rata 2,56 dari sakala 4 (1 sangat nyaman dan 4 sangat tidak nyaman), ini menunjukkan bahwa kenyamanan angkutan umum masih kurang bahkan mendekati tidak nyaman. Dari sisi ketersediaan pengguna transportasi menilai banyak angkutan umum di DKI Jakarta sudah cukup banyak nilai rata-ratanya 2,29 dari skala 4 (1 sangat banyak dan 4 sangat tidak banyak), meskipun angkutan umum yang tersedia cukup banyak di Jabodetabek tetapi dari sisi waktu perjalanan, pengguna menilai waktu yang dibutuhkan untuk sampai tempat tujuan masih lama karena kemacetan yang sering terjadi di Jabodetabek. Sementara dari sisi jaringan transportasi sebagian besar pengguna transportasi umum Jabodetabek menilai bahwa tidak sulit untuk mendapatkan angkutan umum di DKI Jakarta. Dilihat dari 6 faktor yang mempengaruhi pelayanan jasa transportasi, dapat dikatakan bahwa pelayanan jasa transportasi
115
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 133
6/22/2010 6:31:26 PM
Tuti Ermawati
publik di DKI Jakarta dari presepsi pengguna, belum memuaskan dengan rata-rata 2,46 dari skala 4. Dengan kondisi transportasi umum menurut pengguna seperti diatas, maka ada beberapa hal yang perlu dikaji ulang dalam manajemen transportasi umum Jabodetabek khususnya DKI Jakarta, secara mikro diantaranya adalah: adanya aturan tegas dari dinas perhubungan Jakarta agar para pengusaha angkutan umum meremajakan armada mereka karena armada yang baik akan meningkatkan kenyamanan penumpang, serta perlu sering dilakukan penertiban oleh petugas terutama terhadap pencopet maupun penjambret sehingga keamanan penumpang dapat terjamin. Selain itu, kedisiplinan awak angkutan umum juga harus ditingkatkan, salah satunya adalah dengan menentukan lokasi perhentian yang diizinkan dan larangan menurunkan paksa penumpang di jalan, hal ini untuk menghindari kemacetan sekaligus untuk meningkatkan kenyamanan penumpang.
116
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 134
6/22/2010 6:31:26 PM
Analisis Persepsi Konsumen Pengguna Transportasi Publik di DKI Jakarta
DAFTAR PUSTAKA Badan Perencanaan Kota Jakarta Pusat, 6 September 2007, Kompleksitas Transportasi Jakarta Pusat, diambil dari http:// www.bapekojakartapusat.go.id/node/24 Bagian Perencanaan Ditjen Hubdat, Desember 2008, Pengembangan Data Perhubungan Darat DKI Jakarta,diambil dari www.hubdat.web.id Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kepadatan Penduduk Per Wilayah Kotamadya, Maret 2009, diambil dari http://www.kependudukancapil.go.id/index.php/statistik/ kepadatan-penduduk Dinas Perhubungan Jakarta, diambil dari www. dishub.jakarta. go.id Harian Berita Sore, 19 November 2008, Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta Tertinggi di Indonesia, diambil dari http://beritasore. com/2008/11/19/pertumbuhan-ekonomi-dki-jakarta-tertinggidi-indonesia/ Jkolang, 19 Juni 2009, Jakarta Mengarah Pada Kemacetan Total, diambil dari http://forum.vibizportal.com/showthread. php?t=2029 Kompas, , 22 Januari 2009 ,Tarif Angkutan Turun Rp 500 di Jakarta, diambil dari http://www.kompas.com/read/ xml/2009/01/22/21571677/tarif.angkutan.turun.rp.500. di.jakarta
117
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 135
6/22/2010 6:31:26 PM
Tuti Ermawati
Poskota, 14 Oktober 2009, 23Angkutan Umum Dikandangkan, diambil dari http://www.poskota.co.id/berita-terkini/2009/10/14/23angkutan-umum-dikandangkan Tempointeraktif , Selasa, 03 Juni 2008, Tarif Angkutan Jakarta Naik 20 Persen, diambil dari http://www.tempointeraktif.com/hg/ jakarta/2008/06/03/brk,20080603-124231,id.html Tempointeraktif , Kamis, 22 Januari 2009, Dewan Sepakat Tarif Angkutan Jakarta Turun Rp 500 , diambil dari http:// www.tempointeraktif.com/hg/layanan_publik/2009/01/22/ brk,20090122-156458,id.html http://www.infoanda.com/linksfollow.php?lh=AQYAVlAFB1YA
118
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 136
6/22/2010 6:31:26 PM
Rekomendasi Kebijakan Manajemen Transportasi Publik di DKI Jakarta
BAB 5 REKOMENDASI KEBIJAKAN MANAJEMEN TRANSPORTASI PUBLIK DI DKI JAKARTA Wijaya Adi
5.1 Pendahuluan Hasil perhitungan yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya menunjukkan bahwa pelayanan angkutan umum, dalam hal ini bis, di DKI Jakarta masih jauh dari memuaskan. Temuan ini menuntut perbaikan pelayanan angkutan bis, tidak hanya bis reguler tetapi termasuk transjakarta (busway). Dengan kondisi pelayanan seperti ini sulit diharapkan terjadinya pergeseran signi¿kan dari mobil pribadi ke angkutan umum. Dengan perkataan lain, tanpa upaya perbaikan maka transportasi di DKI Jakarta akan tetap semrawut. Pada titik yang paling parah, kondisi ini menyebabkan kegiatan yang ada di DKI Jakarta maupun sekitarnya akan terganggu. Melalui Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 103 tahun 2007 telah diterbitkan Pola Transportasi Makro DKI Jakarta. Berbagai langkah dan tahapannya telah dikemukakan secara jelas. Namun demikian, upaya ini akan berhasil kalau didukung oleh semua pihak
119
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 137
6/22/2010 6:31:27 PM
Wijaya Adi
yang berkepentingan dengan transportasi. Tanpa dukungan dari semua pihak maka pelaksanaan peraturan ini akan tidak efektif. Dalam kaitan ini, sosialisasi dari peraturan ini kepada masyarakat mendesak untuk dilaksanakan.
5.2 Sistem Jaringan Transportasi Apakah sebenarnya yang menjadi tujuan dari sIstem transportasi DKI Jakarta? Tidak lain adalah adalah suatu sistem jaringan transportasi yang e¿sien dan efektif. Sistem yang e¿sien berkaitan dengan kualitas transportasi, yakni murah, nyaman dan aman. Sedang efektif berkaitan dengan jangkauan dari transportasi. Maksudnya pelayanan transportasi dapat menjangkau pergerakan barang dan manusia dari asal (origin) sampai tujuan (destination). Untuk dapat mewujudkan sistem transportasi yang e¿sien dan efektif, beberapa indikator yang dapat digunakan adalah: • Waktu tempuh menjadi lebih cepat. • Jumlah kecelakaan lalu lintas menurun. • Kepuasan penumpang atas layanan transportasi meningkat. • Daya jangkau transportasi meningkat. Beberapa indikator di atas dapat tercapai manakala beberapa syarat berikut dipenuhi: • Keterpaduan antar moda transportasi semakin baik • Disiplin berlalu lintas meningkat. • Manajemen transportasi semakin baik. 120
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 138
6/22/2010 6:31:27 PM
Rekomendasi Kebijakan Manajemen Transportasi Publik di DKI Jakarta
• Terjadi pergeseran dari mobil pribadi ke angkutan umum. • Perkembangan transportasi sesuai dengan RTRW. • Kebijakan tarif angkutan umum yang terjangkau pengguna. Sebenarnya beberapa syarat-syarat seperti di atas telah tertuang dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 103 tahun 2007. Dalam peraturan tersebut, secara jelas tertulis bahwa arahan pengembangan sistem transportasi di DKI Jakarta adalah sebagai berikut: • Mengoptimalkan penggunaan angkutan umum sebagai tulang punggung sistem dan menerapkan kebijakan manajemen permintaan serta penyediaan jaringan jalan sebagai pendukungnya. • Meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas di daerah dan sekitarnya serta menata ulang moda transportasi secara terpadu. • Memasyaratkan system angkutan umum massal. • Meningkatkan jaringan jalan. • Menggalakkan penggunaan angkutan umum. • Mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Namun demikian, seperti dikatakan oleh Sukarto, permasalahan transportasi di DKI Jakarta belum memuaskan dikarenakan oleh beberapa hal sebagai berikut (Sukarto, 2006): • Sarana dan prasarana yang terbatas. 121
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 139
6/22/2010 6:31:27 PM
Wijaya Adi
• Manajemen lalu lintas belum berfungsi secara optimal. • Pelayanan angkutan umum belum memadai. • Disiplin pemakai jalan masih rendah. Kiranya menjadi jelas, untuk meningkatkan e¿siensi dan efektivitas transportasi di DKI Jakarta, upaya perbaikan harus dilakukan dari dua sisi, yakni sisi penyedia jasa angkutan termasuk pemerintah dan sisi pengguna. Pada dasarnya sistem transportasi dapat dibagi kedalam tiga sub sistem, yakni: sub sistem sarana dan prasarana, sub sistem kegiatan dan sub sistem pergerakan. Sub sistem sarana dan prasarana menjelaskan jaringan dari pola transportasi. Termasuk kedalam sub sistem ini adalah jaringan jalan, pengaturan lalu lintas, terminal, stasiun, dan lain-lain. Sedang sub sistem kegiatan menjelaskan pola asal dan tujuan, apakah kegiatan harian, kegiatan insidental, dan lain-lain. Termasuk kedalam sub sistem ini adalah titik-titik kegiatan, misalnya pemukiman, perkantoran, bisnis, dan lain-lain. Dan sub sistem pergerakan menjelaskan skala dari transportasi, apakah nasional, regional atau lokal. Termasuk kedalam sub sistem ini adalah transportasi kota dan desa, angkutan perintis, dan lain-lain. Dalam konsep compact city, pengembangan transportasi pada umumnya harus dikaitkan dengan pengembangan kota. Seperti diketahui, pengembangan kota didasarkan pada RTRW yang dalam periode tertentu perlu ditinjau ulang. Agar supaya transportasi dapat mendukung kegiatan yang ada di kota tersebut maka system transportasi harus selalu mengacu pada 122
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 140
6/22/2010 6:31:27 PM
Rekomendasi Kebijakan Manajemen Transportasi Publik di DKI Jakarta
perkembangan kota yang terjadi. Dalam kaitannya dengan DKI Jakarta, mengingat sebagian masyarakat bermukim di luar kota maka sistem transportasi yang dikembangkan harus memperhitungkan pola pemukiman yang berkembang di sekitar DKI Jakarta. Dengan perkataan lain, pemerintah daerah DKI Jakarta harus bekerjasama dengan pemerintah daerah di sekitarnya dalam menyusun sistem transportasi yang e¿sien dan efektif.
5.3 Pengembangan Bus Seiring dengan berkembangnya Batavia, angkutan trem menjadi salah satu andalan transportasi umum di Batavia (DKI Jakarta). Angkutan trem pertama kali dijalankan pada tahun 1920, dengan mengambil rute Jakarta – Bogor. Dalam perkembangannya, pada dekade 60-an, Bung Karno meminta agar trem tidak dioperasionalkan kembali. Alasannya adalah, trem tidak sesuai dengan kondisi transportasi umum Jakarta. Untuk mengganti trem kemudian diperkenalkan bis. Pada saat itu bis yang didatangkan sebagian besar dari Eropa Timur. Kiranya mudah dimengerti alasan atas hal ini yakni, hubungan diplomatik antara Indonesia dengan negara Barat sedang dalam kondisi yang tidak baik. Ketika pemerintahan beralih ke Orde Baru, mulai didatangkan bis dari negara Barat sebagai pengganti bis dari Eropa Timur. Pada saat itu transportasi bis merupakan salah satu andalan angkutan umum. Pada dekade 70-an, diperkenalkan bis Patas (Cepat Terbatas). Kelebihan bis ini adalah waktu tempuh lebih cepat tetapi dengan ongkos lebih mahal daripada bis reguler. Ketika lalu lintas 123
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 141
6/22/2010 6:31:27 PM
Wijaya Adi
semakin padat dan kemacetan terjadi dimana-dimana, efektivitas bis Patas mulai menurun. Ini terjadi karena antara bis Patas dan reguler disatukan kedalam jalan yang sama. Ketika jalan tol dalam kota dioperasionalkan, bis Patas mulai meningkat efektivitasnya. Bis Patas menggunakan jalan tol sementara bis reguler menggunakan jalan biasa. Adalah hal yang wajar kalau waktu tempuh bis Patas lebih singkat, walau dengan ongkos lebih mahal. Namun demikian, meningkatnya mobil pribadi secara tajam pada dekade 70-an tak pelak mengakibatkan tidak ada jaminan bahwa jalan tol bebas dari kemacetan. Sebagai akibatnya, efektivitas pelayanan bis Patas perlu dipertanyakan. Pergeseran mobil pribadi ke kendaraan umum tampaknya tidak berjalan seperti yang diharapkan. Pada tahun 2004 diperkenalkan pola busway, dengan mengadopsi pola yang ada di Bogota. Pola busway membutuhkan adanya jalur khusus untuk bis umum (transjakarta). Di Bogota, bis yang digunakan adalah bis gandeng (articulated bus) dengan daya muat besar. Keuntungan dari pola ini adalah waktu tempuh menjadi lebih singkat walau harus melewati jalur padat. Di Bogota, pemisah antara jalur busway dengan jalur umum tidak secara tegas dilakukan. Dengan demikian manakala bis khusus mogok maka bis di belakangnya dapat segera pindah ke jalur umum. Ini berbeda dengan di DKI Jakarta dimana sebagian busay dipisah secara tegas dengan jalur umum (separator). Karena tidak disertai dengan pelebaran jalan maka jalan biasa menjadi lebih sempit dan ini menyebabkan kepadatan lalu lintas meningkat. Ini perlu 124
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 142
6/22/2010 6:31:27 PM
Rekomendasi Kebijakan Manajemen Transportasi Publik di DKI Jakarta
diperhatikan sebab ternyata pola busway hanya menyebabkan pergeseran mobil pribadi ke angkutan umum sebesar 14%. Dalam kaitannya dengan pelayanan bis di DKI Jakarta, beberapa pola yang perlu mendapat perhatian adalah sebagai berikut. Pertama, pola pusat – pinggiran. Mengingat banyaknya penduduk yang tinggal di sekitar DKI Jakarta dan mencari nafkah di DKI Jakarta, dan sebaliknya, maka pengembangan transportasi harus memperhatikan pola pergerakan penumpang dari pinggiran DKI Jakarta dan sebaliknya. Layanan kereta api dan bis harus ditingkatkan sesuai dengan pertambahan penduduk. Pengembangan lokasi pemukiman harus dikaitkan dengan perencanaan jaringan transportasi umum yang telah ditentukan. Untuk mengurangi kepadatan kendaraan, setiap lokasi pemukiman dipandang perlu melengkapi dengan jasa transportasi umum (bis). Kedua, pola terpadu. Untuk lokasi tertentu pelayanan salah satu moda angkutan harus dipadukan dengan moda angkutan yang lain. Konsekuensi pola demikian adalah ongkos transport menjadi lebih mahal. Namun demikian, dari sisi kepadatan lalu lintas pola demikian akan dapat mengurangi kepadatan yang terjadi. Ketiga, pembatasan mobil pribadi. Jumlah mobil pribadi dapat ditekan dengan mengenakan pajak progresif untuk kendaraan tua. Dengan semakin mahalnya pajak mobil tua maka pemilik mobil diharapkan akan enggan memiliki mobil tua. Sementara pembatasan mobil pada jalur padat dapat dilakukan dengan perlakuan khusus, seperti three in one. Keempat, pembuatan jalan layang (Ày over). Banyak jalan di DKI Jakarta kurang lancar karena harus melewati 125
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 143
6/22/2010 6:31:27 PM
Wijaya Adi
lampu merah. Kalau peran lampu merah ini dapat ditekan maka kelancaran lalu lintas akan meningkat. Salah satu langkah yang dapat ditempuh untuk mengurangi kepadatan lalu lintas adalah dengan membangun jalan layang. Dengan adanya jalan layang maka peran lampu merah menjadi minimal dan ini sangat membantu bagi kelancaran lalu lintas. Kelima, peremajaan kendaraan umum. Dewasa ini tidak sedikit kendaraan umum dengan kondisi memprihatinkan. Salah satu sebabnya adalah kurang tegasnya peraturan dalam pemberian ijin jalan. Kondisi tidak laik jalan ini akan membahayakan tidak hanya bagi penumpang tetapi bagi lalu lintas pada umumnya.
5.4 Kebijakan Tarif Angkutan Hampir semua kota besar di dunia memberikan subsidi bagi angkutan umum. Subsidi ini dapat bersifat langsung dan tidak langsung. Pemberian subsidi ini merupakan suatu bentuk kesadaran pemerintah daerah akan pentingnya pelayanan transportasi kota bagi warganya. Perlu kiranya dimengerti bahwa semakin lancar pergerakan barang dan manusia maka kegiatan akan semakin lancar. Kalau kondisi ini terwujud maka DKI Jakarta akan menjadi tempat yang nyaman sebagai tempat hunian dan sekaligus sebagai tempat mencari nafkah. Pengusaha transport akan menjalankan usahanya kalau mereka yakin akan mendapat keuntungan dari usaha tersebut (expected pro¿t). Kalau kalkulasi bisnisnya mengatakan bahwa mereka tidak akan mendapatkan keuntungan jelas tidak ada 126
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 144
6/22/2010 6:31:27 PM
Rekomendasi Kebijakan Manajemen Transportasi Publik di DKI Jakarta
pengusaha yang mau menjalankan usaha tersebut. Secara sederhana keuntungan didapat kalau penerimaan lebih besar daripada biaya. Mengingat bis adalah barang publik maka penerapan tarif yang berbeda sulit dilakukan. Karena itu, penerimaan yang didapat sangat tergantung pada jumlah penumpang. Semakin banyak penumpang yang membayar maka penerimaan akan semakin besar. Dalam operasional bis dikenal jam sibuk dan jam sepi. Jam sibuk terjadi pada saat orang menuju kantor dan atau sekolah (pagi hari) serta pada saat orang pulang kantor (sore). Pada umumnya sistem penerimaan bis adalah sistem setor harian. Sebagai akibat atas sistem ini, sopir bis akan memaksimalkan penerimaannya pada jam-jam sibuk, dengan risiko menjalankan bis secara ugal-ugalan. Pemilik bis tidak mau tahu berapa penghasilan yang diterima awak bis, yang menjadi pedomannya adalah setiap hari harus menyetor sesuai dengan kesepakatan. Selama sistem setor harian masih digunakan selama itu pula awak bis akan menjalankan kendaraannya dengan serampangan. Dengan mempertimbangkan bahaya yang mungkin terjadi, kiranya perlu dipikirkan bersama oleh pemilik bis, awak bis dan pemerintah daerah, bagaimana cara yang lebih bijaksana sehingga keselamatan dan kenyamanan dapat terjamin.
5.5 Faktor Keamanan Faktor keamanan dalam kaitannya dengan bis kota terbagi kedalam dua bagian, internal dan eksternal. Faktor internal adalah keamanan dari asal (origin) sampai tujuan (destination), termasuk 127
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 145
6/22/2010 6:31:28 PM
Wijaya Adi
keamanan di dalam bis. Tidak sedikit terminal di DKI Jakarta yang keamanannya berada pada posisi rawan. Selain itu penodongan dan pemalakan di halte-halte bis bukan hal yang aneh. Rebutan tempat duduk, copet, merokok, membuang barang dan lain-lain adalah beberapa faktor yang mempengaruhi keamanan dalam bis. Sementara keamanan eksternal adalah pergerakan dari asal sampai tujuan dalam keadaan selamat. Melanggar peraturan lalu lintas, kecelakaan, tabrakan, dan lain-lain adalah faktor yang mempengaruhi faktor eksternal. Kalau keamanan tidak terjamin, pergeseran mobil pribadi ke angkutan umum tampaknya sulit terwujud. Jujur harus diakui bahwa dewasa ini keamanan transportasi bis masih jauh dari memuaskan. Sopir mabuk, ngebut mengejar setoran, dan lain-lain adalah beberapa tindakan yang tidak terpuji. Namun demikian, dalam kaitannya dengan faktor keamanan, tidak seharusnya kesalahan ditimpakan kepada penyedia pelayanan transportasi. Rendahnya disiplin berlalu lintas adalah hal yang perlu mendapat perhatian. Kiranya menjadi jelas, upaya meningkatkan keamanan berlalu lintas harus dilakukan oleh semua pihak yang terlibat. Beberapa langkah yang dipandang perlu dilakukan untuk meningkatkan keamanan transportasi umum adalah sebagai berikut: • Kesadaran pengemudi dan awak bis akan pentingnya keamanan menjalankan kendaraannya. • Disiplin penumpang di dalam bis.
128
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 146
6/22/2010 6:31:28 PM
Rekomendasi Kebijakan Manajemen Transportasi Publik di DKI Jakarta
• Aparat keamanan yang sigap dalam mengatasi keributan di dalam bis. • Disiplin pengguna lalu lintas pada umumnya. • Kondisi bis yang layak jalan. • Tanda lalu lintas yang jelas dan lengkap. • Pemberian ijin yang tegas pada angkutan umum. • Terminal dan halte bis yang aman. Dari uraian di atas menjadi jelas, keamanan tidak hanya menjadi tanggung jawab aparat keamanan tetapi harus didukung oleh awak bis dan bahkan penumpang angkutan bis. Setiap terjadi gangguan keamanan harus sesegera mungkin dilaporkan ke aparat keamanan. Menjaga agar terminal, halte bis bebas dari gangguan penjahat harus selalu dilakukan oleh aparat keamanan. Konsekuensi dari langkah ini adalah, aparat keamanan harus siap setiap saat untuk menjaga keamanan. Demikian juga dengan awak bis. Kondisi ¿sik yang memadai harus selalu terjaga sehingga dapat menjalankan kendaraan dengan baik. Pemberitahuan akan adanya penjahat di dalam bis kiranya perlu disampaikan kepada penumpang sehingga penumpang dapat menjaga diri dengan baik. Untuk penumpang, penggunaan perhiasan yang berlebihan misalnya, dipandang tidak perlu dilakukan sebab hanya akan merangsang penjahat melakukan aksinya.
129
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 147
6/22/2010 6:31:28 PM
Wijaya Adi
5.6 Faktor Kenyamanan Faktor kenyamanan adalah kondisi yang dialami oleh penumpang, dari asal (origin) sampai tujuan (destination). Kiranya jelas, kenyamanan ini tidak hanya ketika penumpang berada dalam bis tetapi lebih dari itu, yakni dari asal sampai tujuan. Termasuk kedalam pergerakan penumpang ini adalah terminal dan halte bis. Seperti yang terjadi sekarang ini, kenyamanan di terminal maupun halte bis belum memuaskan. Pada saat hujan, terminal becek dan kotor. Pada jam sibuk, penumpang berebut ketika bis datang. Kondisi demikian jelas menyebabkan kenyamanan rendah. Ini belum ditambah dengan kondisi halte yang sebagian memprihatinkan. Pada saat hujan, halte bukanlah tempat yang cocok untuk berteduh sambil menunggu bis. Kiranya jelas, kenyamanan penumpang saat menunggu bis belum sesuai dengan keinginan konsumen. Kiranya pemerintah daerah tidak hanya terfokus pada pelayanan bis saja tetapi juga perlu dipikirkan untuk meningkatkan kondisi terminal dan halte demi kenyamanan penumpang. Kondisi bis yang sudah tua dan kurang terawat kiranya perlu juga dipikirkan. Mogok di tengah perjalanan bukanlah hal yang tidak pernah terjadi. Ini dapat terjadi karena kondisi bis yang tidak prima. Dapat dibayangkan kalau bis mogok di tengah jalan tol dalam keadaan panas terik atau hujan. Penumpang tidak dapat keluar dari jalan tol karena jalan keluar jauh dari lokasi mogok. Dalam hal ini penumpang harus menunggu bantuan bis lain. Untuk yang tidak punya mobil pribadi, kenyataan tersebut harus diterima dengan lapang dada. Tetapi untuk yang punya mobil pribadi, pengalaman tersebut akan 130
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 148
6/22/2010 6:31:28 PM
Rekomendasi Kebijakan Manajemen Transportasi Publik di DKI Jakarta
menyebabkan konsumen urung menggunakan bis pada kesempatan lain. Singkatnya, adanya pergeseran dari mobil pribadi ke bis akan sulit terwujud manakala kenyamanan belum memuaskan. Pada sisi lain, penumpang kiranya menyadari bahwa pelayanan bis sangat terbatas pada jam sibuk. Di kota-kota besar sekali pun penumpang bis dan kereta api akan berdesakan pada jam-jam sibuk. Karena itu, penumpang perlu menyadari bahwa tuntutan kenyamanan bis pada jam sibuk sulit terwujud. Untuk penumpang yang bertujuan tidak untuk bekerja dapat menunda perjalanannya setelah jam sibuk lewat. Dengan demikian kepadatan penumpang dalam bis dapat dikurangi. Selain itu, membawa barang terlalu banyak pada jam sibuk selain menyulitkan diri sendiri akan juga merugikan penumpang lain. Dalam hal ini penumpang perlu menyadari untuk membawa barang seperlunya.
5.7 Penutup Bahwa transportasi di Jakarta semrawut, tampaknya hal ini tidak dapat dipungkiri. Bertambahnya penduduk, termasuk penduduk yang tinggal di sekitar DKI Jakarta, merupakan salah satu penyebab atas sulitnya mengatasi masalah transportasi di DKI Jakarta dan sekitarnya. Hasil studi JICA menunjukkan bahwa waktu tempuh dari sati titik ke titik lain di DKI Jakarta semakin panjang. Pada tahun 1985, waktu tempuh dari Kalideres ke Gajahmada adalah 29,5 menit (14,6 km). Pada tahun 2000, waktu tempuh telah menjadi 51,7 menit, atau meningkat hampir 90%. Jalur CiledugMayestik misalnya, pada tahun 1985 waktu tempuhnya adalah 15,9 131
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 149
6/22/2010 6:31:28 PM
Wijaya Adi
menit (3,9 km). Pada tahun 2000 waktu tempuh telah meningkat menjadi 25,0 menit, atau meningkat hampir 60%. Ini sebagai akibat dari kemacetan yang semakin parah dari tahun ke tahun. Secara sederhana hal ini terjadi karena pertambahan jumlah kendaraan tidak sebanding dengan pertambahan luas jalan. Apakah jumlah penumpang dan kendaraan akan meningkat untuk tahun-tahun mendatang? Ya. Menurut hasil studi JICA, pada tahun 2002 jumlah perjalanan ulang-alik dari Jakarta ke Tangerang adalah sekitar 850 ribu perjalanan per hari. Pada tahun 2010, jumlah perjalanan diperkirakan akan meningkat menjadi 1,1 juta perjalanan per hari, atau naik sebesar 250 ribu selama 8 tahun. Sedang jalur Bogor, Depok ke Jakarta pada tahun 2002 adalah 620 ribu perjalanan per hari. Pada tahun 2010 diperkirakan perjalanan per hari meningkat menjadi 800 ribu (Susilo, 2009). Hasil perhitungan ini mengarah pada satu kesimpulan, bahwa kemacetan di DKI Jakarta akan semakin parah kalau tidak ditangani dengan tepat mulai dari sekarang. Namun demikian, perkiraan tersebut hendaknya tidak membuat para pengambil kebijakan kecil hati atau putus asa. Berdasarkan pada Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 103 tahun 2007, arah pengembangan transportasi di DKI Jakarta adalah Pola Transportasi Makro (PTM). Pola pengangkutan massal menjadi prioritas dalam mendukung pola tersebut. Secara terpadu, berbagai moda transportasi akan dikembangkan dengan mengacu pada RUTR. Termasuk kedalam pengembangan ini adalah jalur yang akan digunakan (jalan, rel). Selanjutnya, dengan memperhatikan semakin meningkatnya jumlah penduduk di sekitar DKI Jakarta dan 132
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 150
6/22/2010 6:31:28 PM
Rekomendasi Kebijakan Manajemen Transportasi Publik di DKI Jakarta
semakin meningkatnya kegiatan maka perencanaan transportasi yang akan dikembangkan harus memperhitungkan pola transportasi yang ada di sekitar DKI Jakarta. Pelaksanaan perencanaan tidak akan memberikan manfaat banyak kalau pengembangan transportasi DKI Jakarta dibuat terpisah dengan pola transportasi daerah sekitarnya.
133
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 151
6/22/2010 6:31:28 PM
Wijaya Adi
134
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 152
6/22/2010 6:31:28 PM
Rekomendasi Kebijakan Manajemen Transportasi Publik di DKI Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik, 2008, DKI Jakarta dalam Angka Tahun 2008, BPS, Jakarta Dinas Perhubungan DKI Jakarta, 2007, Pola Transportasi Makro, Jakarta Dinas Perhubungan Jakarta, diambil dari www. dishub.jakarta. go.id
135
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 153
6/22/2010 6:31:28 PM
Wijaya Adi
136
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 154
6/22/2010 6:31:28 PM
LAMPIRAN
LAMPIRAN
KUESIONER PENELITIAN Analisis Transportasi Publik di DKI Jakarta
P2E - LIPI
Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Gedung Widya Graha LIPI, Lt. 4 Jalan Gatot Subroto 10, Jakarta Selatan Telp. (021) 5207120, Fax. (021) 5262139 Contact Person: Jiwa sarana/Tuti ermawati Email:
Sebelumnya kami mengucapkan terima kasih banyak atas kesediaan Bapak/Ibu untuk meluangkan waktu sejenak untuk mengisi kuesioner ini. Berikut kami sampaikan beberapa catatan penting: 1. Pengisian kuesioner dapat dilakukan dengan tulisan tangan ataupun diketik. 2. Jangka waktu mulai dari pengisian hingga pengembalian kuesioner kepada kami dilakukan dalam jangka waktu maksimal dua minggu. 137
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 155
6/22/2010 6:31:28 PM
LAMPIRAN
3. Setiap pertanyaan diisi secara benar dan tepat. 4. Pertanyaan terbuka yaitu bertanyaan yang memerlukan jawaban tertulis dijawab secara ringkas dan jika ruang pengisian yang ada tidak memadai, Bapak/Ibu dapat mengisinya pada lembar kertas lainnya dan diberikan keterangan jawaban pertanyaan penelitian untuk nomor pertanyaan yang dimaksud. 5. Informasi yang disampikan bersifat rahasia dan hanya kami pergunakan untuk keperluan penelitian.
I. Identitas Responden Nama
:
Alamat
:
3. Jenis Kealamin
:
4. Usia
:
5. Pekerjaan
:
6. Pendidikan terakhir :
1. laki-laki
2. Perempuan
1. SD
2. SLTP
3. SLTA
4. Diploma/ sarjana/………
138
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 156
6/22/2010 6:31:29 PM
LAMPIRAN
II. Penggunaan Jasa Transportasi
No
Rute dan Jenis Angkuan
Jarak/ rute (km)
Frekuensi/ hari (kali)
Biaya (Rp)
Waktu (menit)
pengeluaran transp. dari total pendapatan (%)
1 2 3 4
III. Penilaian Konsumen Terhadap Jasa Transportasi 1. Bagaimana tarif transportasi umum yang Bapak/Ibu gunakan ? 1. Sangat murah
2. Murah
3. Tidak Murah
4.Sangat Tidak Murah
2. Bagaimana kondisi keamanan transportasi umum yang Bapak/ Ibu gunakan ? 1. Sangat Aman
2. Aman
3. Tidak Aman
4.Sangat Tidak Aman
139
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 157
6/22/2010 6:31:29 PM
LAMPIRAN
3. Bagaimana kondisi kenyamanan transportasi umum yang Bapak/Ibu gunakan ? 1. Sangat Nyaman
2. Nyaman
3. Tidak Nyaman
4.Sangat Tidak Nyaman
4. Berapa lama waktu yang dibutuhkan Bapak/Ibu untuk sampai ke tempat tujuan apabila menggunakan transportasi umum? 1. Sangat lama
2. Lama
3. Tidak lama
4. Sangat tidak lama
5. Bagaimana ketersediaan transportasi umum yang Bapak/Ibu gunakan? 1. Sangat banyak
2. Banyak
3. Tidak Banyak
4. Sangat tidak banyak
6. Bagaimana kondisi jaringan transportasi umum di tempat Bapak /Ibu? 1. Sangat sulit
2. Sulit
3. Tidak sulit
4. Sangat tidak sulit
140
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 158
6/22/2010 6:31:29 PM
LAMPIRAN
IV. Harapan Konsumen Terhadap jasa Transportasi No
Jasa Transportasi Umum
1
Tarif
2
Kondisi keamanan
3
Kondisi Kenyamanan
4
Waktu yang dibutuhkan
5
Ketersediaan Transportasi
6
Jaringan transportasi
Harapan Konsumen
#Terima Kasih #
141
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 159
6/22/2010 6:31:29 PM
LAMPIRAN
Panduan Wawancara dengan Instansi/Dinas 1. Bagaimana kondisi transportasi umum khususnya bus di kabupaten/kota Bapak/Ibu? 2. Apa permasalahan yang sering muncul berkaitan dengan manajemem transportasi umum khususnya bus di kota Bapak/ Ibu? Mengapa? 3. Apakah sering ada keluhan yang datang baik dari pengusaha ataupun dari pengguna jasa transportasi berkaitan dengan manajemen transportasi umum? Apa saja? 4. Apa yang telah dilakukan oleh instansi Bapak/Ibu berkaitan dengan permasalahan yang sering dikeluhkan oleh pengguna atau pengusaha? 5. Apakah kebijakan yang diambil pemerintah daerah (Bodetabek) dalam mendukung transportasi di DKI Jakarta? 6. Sampai saat ini, apakah ada koordinasi yang intens antara pemerintah kota/kabupaten di sekitar Jakarta (Bodetabek) dalam menyelesaikan masalah tranasportasi di DKI Jakarta? 7. Apakah perencanaan transportasi di DKI Jakarta harus mengikutsertakan daerah-daerah lain disekitarnya seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi? 8. Apa rencana Bapak/Ibu ke depan dalam mengembangkan sistem transportasi umum di kabupaten/kota sebagai Megalopolitan?
142
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 160
6/22/2010 6:31:29 PM
LAMPIRAN
Panduan Wawancara dengan Pengusaha. 1. Bagaimana kondisi angkutan darat (bus) di DKI Jakarta saat ini? 2. Bagaimana Penentuan tarif ? 3. Sejauhmana dukungan pemerintah dalam industri angkuta jalan raya kususnya bus ini? Mengingat bus adalah perusahaan pelayanan jasa yang melayani masyarakat umum. 4. Sejauhmana aspek pelayanan menjadi perhatian penting dalam industri ini? 5. Sejauh ini bagaimana persaingan di angkutan jalan raya khususnya bus ini? 6. Kebijakan pemerintah apa saja yang dirasa menghambat/ kontraproduktif terhadap aspek pelayanan? 7. Apakah dalam perencanaan transportasi di DKI Jakarta harus mengikutsertakan daerah penyangga lainnya seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi? 8. Bagaimana harapan Bapak/Ibu agar tercipta sistem transportasi yang terpadu di DKI Jakarta?
143
LAP - JIWA SARANA GABUNG.indd 161
6/22/2010 6:31:29 PM