MANAJEMEN PERUBAHAN DAN INOVASI PADA ORGANISASI JASA: KONSEP DAN STRATEGI PENDEKATAN
Balthasar Elu* Pengertian dan Pemicu Perubahan Perubahan secara harfiah ditakrifkan sebagai sebuah gerakan untuk memantapkan agenda dan posisi perusahaan. Organisasi pelayanan jasa kini berada dalam berbagai tekanan, baik sosial, politik, ekonomi, dan teknologi untuk memberikan yang terbaik sesuai ekspektasi-ekspektasi pasar. Dengan kata lain, muara dari perubahan adalah menghasilkan kapabilitas baru, spesifikasi baru (spesialis, subspesialis), segmentasi dan subsegmentasi baru, sehingga pada akhirnya menjadi kompetitor baru di pasar (Bainbridge, 1996). Ini merupakan bagian tak terpisahkan dari perubahan (change) lingkungan bisnis yang semakin mempengaruhi proses pengambilan
keputusan
menghadapi
persaingan
di
berbagai yang
level
semakin
organisasi
jasa.
kompetitif
bentuk
Dalam dan
karakteristiknya, stakeholders industri jasa tidak mungkin memenangkan persaingan tanpa memiliki keunikan yang menggambarkan identitas dan entitas produk jasa yang ditawarkan kepada pasar. Tak pelak, organisasiorganisasi jasa masa kini yang tidak siap beradaptasi akan semakin tertinggal. Ada beberapa hal pemicu proses perubahan di organisasi jasa yang sulit untuk dihindari (Lihat Bagan 1). Kecenderungan di atas dipercepat oleh persetujuan negara-negara yang tergabung dalam berbagai organisasi bisnis dan jasa di seluruh dunia untuk memperluas wilayah atau pangsa pasar (market share) secara mengglobal.
*
Balthasar Elu, lahir di Kupang-Nusa Tenggara Timur. Menyelesaikan studi sarjana bidang Farmasi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Kini sebagai staf di SOLIDER (Society for Organizational Learning, Institutional Development, and Economic Reform), Jakarta dan aktif menulis di berbagai jurnal dan Koran.
Jurnal Universitas Paramadina Vol.4 No. 2, Maret 2006: 190-209
Balthasar Elu “Manajemen Perubahan dan Inovasi pada Organisasi Jasa”
Perubahan struktur
Deregulasi
Kapasitas berlebihan
Kompetisi global
Merger dan akuisisi
Tekanan Radikal untuk Peninjauan
Desakan blok perdagangan
Konsentrasi pada
Teknologi yang terputus Perubahan ekspektasi konsumen
Kurangnya proteksi
Bagan 1: Transformasi Industri Yang Tidak Dapat Hindari (Prahalad & Hamel, (1994).
Menurut Normann (2001) acapkali tuntutan-tuntutan untuk perubahan di atas tidak semuanya berlangsung karena keinginan kuat pihak internal organisasi semata tetapi lebih disebabkan oleh alasan-alasan berikut: (a) kekuatan untuk identifikasi dan/atau penciptaan ‘ruang’ eksplorasi; (b) terbawa
arus
politik;
(c)
pembaharuan
terhadap
perkembangan
pengetahuan; (d) pembaharuan dalam sumber-sumber pengembangan. Tushman dan O’Reilly III (1996) menyebutnya sebagai perubahan yang berlangsung secara radikal (radical change). Hal ini karena adanya kompetisi di berbagai sektor jasa, seperti perbankan dan keuangan, pelayanan kesehatan, dan lain-lain.
191
Jurnal Universitas Paramadina, Vol. 4 No. 2, Maret 2006: 190-209
Pendekatan-pendekatan Perubahan Melihat fenomena perubahan yang selalu berubah-ubah dan tak terprediksikan, maka diperlukan pendekatan-pendekatan yang sistematis, koheren,
komprehensif,
terukur,
dan
seimbang
guna
menghasilkan
perubahan dalam lingkungan internal perusahaan secara harmonis dan positif. Secara tradisional, terdapat empat pendekatan yang dapat digunakan dalam membangun perubahan manajemen organisasi jasa, yaitu (1) pendekatan visi, (2) struktur, (3) proses, di antaranya pendekatan yang berdasarkan kesadaran, pengalaman, proses layanan, dan (4) teknologi (Pasmore, 1994; Marshall, 2000). Agenda besar ini diharapkan terinpirasikan dari para manajer sebagai pengendali pengambilan keputusan untuk cakap dan tangkas (ambidextrous) membangun kepemimpinan perubahan dalam abad 21 (Lihat, Bagan 2).
Manajemen
Teknologi
SDM
informasi
Distribusi
Pembelian dan proses suplai
Kontrol keuangan
Proses produksi inti
Penjualan & layanan Pemasaran
192
Penelitian/
Hubungan
inovasi
pemerintah
Balthasar Elu “Manajemen Perubahan dan Inovasi pada Organisasi Jasa”
Bagan 2. Rantai Nilai Generik (Mark C. Scott, 2000:39).
Dengan kata lain, pemimpin bukan sekedar manajer, tetapi adalah pemimpin riil (the real leaders) (Pasmore, 1994; Tushman dan O’Reilly III, 1996; Scott, 2000). Teori ini menyarankan para agen pembaharu untuk memperhatikan aspek-aspek psikologis dalam (a) merumuskan strategi beserta logika-logika argumentasi untuk perubahan, (b) menggunakan bentuk-bentuk argumentasi yang menjadi pengungkit bagi perubahan dalam rangka menghindari keterasingan, dan (c) membangun partisipasi aktif melalui
komunikasi-dialogis
terbuka
untuk
menghasilkan
strategi
menguntungkan bersama (Normann, 2001; Quinn, 2000). Para agen pelopor perubahan secara psikologis meyakinkan berbagai pihak
berkepentingan
tentang
pentingnya
perubahan
dengan
(a)
mengemukakan target mengapa perubahan harus berlangsung dengan membaca potensi organisasi yang aktual. Aspirasi suara organisasi yang paling dalam perlu didengarkan dan diakomodasi melalui dialog, kemudian membuat rangkuman implikasi dan pola-pola intervensi untuk bertindak; dan (b) menggambarkan secara gamblang dengan metafora-metafora mengenai kekuatan dari target perubahan, bahwa perubahan akan mewujudkan visi organisasi menjadi sesuatu yang luar biasa. Kotter (2002) mengembangkan kedua hal di atas menjadi 8 (delapan) langkah tindakan yang mempengaruhi perilaku kolektif organisasi untuk menghasilkan perubahan secara signifikan (Lihat, Tabel 1). Kesalahan Implementasi Perubahan Meskipun demikian, implementasi gagasan perubahan tidak selalu bebas dari kesalahan-kesalahan. Bahkan, bagi organisasi tertentu perubahan merupakan sesuatu yang kedengarannya asing sehingga substansinya sulit ditangkap. Apalagi bagi para manajer yang pro status quo. Menurut Marshall (2000), terdapat 10 kategori kesalahan dari suatu perusahaan ketika mengimplementasikan perubahan, yaitu:
193
Jurnal Universitas Paramadina, Vol. 4 No. 2, Maret 2006: 190-209
1. Kesalahan pengendalian (control). Ada pemimpin yang sering berbicara tentang perubahan, tetapi mereka sendiri masih ragu terhadap substansi perubahan yang lebih signifikan terhadap agregat organisasi. Persepsi mereka, perubahan sebagai proses krusial yang akan mempengaruhi dan/atau memperburuk pengendalian dan kinerja, mempengaruhi proses pengambilan keputusan, perubahan membutuhkan waktu yang sangat lama dan biaya yang sangat mahal pula.
Tabel 1: Langkah-langkah Perubahan (Kotter & Cohen, 2002:7) Step
Action
New Behavior
1
Increase urgency
People start telling each other, “Let’s go, we need to change things!”
2
Build the guiding team
A group powerful enough to guide a big change is formed and they start to work together well.
3
Get the vision right
The guiding team develops the right vision and strategy for the change effort.
4
Communicate for buy-in
People begin to buy into the change, and this shows in their behavior.
5
Empower action
More people feel able to act, and do act, on the vision.
6
Create short-term wins
Momentum builds as people try to fulfill the vision, while fewer and fewer resist change.
7
Don’t let up
People make wave after wave of changes until the vision is fulfilled.
8
Make change stick
New and winning behavior continues despite the pull of tradition, turnover of change leaders, etc.
2. Perubahan tidak menjangkau semua level organisasi. Perubahan terdiri dari 3 fase, yaitu awal, medium, dan akhir. Proses seringkali menjadi persoalan bagi pihak manajemen ketika mengimplementasikan gagasan perubahan ke berbagai lini organisasi. Misalnya, kurang diperhatikannya daya tangkap, perilaku, sikap, keyakinan, dan budaya perusahaan
194
Balthasar Elu “Manajemen Perubahan dan Inovasi pada Organisasi Jasa”
sehingga upaya sosialisasi yang berbulan-bulan tidak diserap secara signifikan oleh para karyawan di berbagai lini. 3. Restrukturisasi yang ragu-ragu. Tendensi menempuh jalan keluar yang terburu-buru
untuk
menghasilkan
perubahan
yang
signifikan
menyebabkan usaha mereorganisasi, desentralisasi, merubah perilaku, dan memasukan sistem baru ke dalam organisasi tidak signifikan. 4. Meraba-raba
(sana-sini).
Ini
terjadi
karena
didasarkan
sindrom
skeptisisme dan sinisme terhadap perubahan. 5. Tidak merasa memiliki. Salah satu alasan sinis adalah perubahan akan membawa kesalahan yang fatal, sesuatu yang secara autentik sulit diikuti banyak orang. 6. Tidak mengelola harapan dengan baik. Padahal perubahan merupakan sebuah harapan untuk merealisasikan cita-cita yang belum tercapai. 7. Ketidaksabaran. Para manajer tergiur dengan pengontrolan, perubahan yang berlangsung demikian cepatnya, dan solusi-solusi fundamental yang melebihi perilaku dan budaya organisasi sehingga perubahan tidak menghasilkan apa yang diinginkan. 8. Perubahan selalu dianggap sebagai “sesuatu” (something). Karena tidak sabar dengan dinamika perubahan pasar, teknologi baru, tantangan kompetitor, pengurangan budget, perubahan kepemimpinan, dan lain-lain. 9. Gagal merubah pikiran negatif. Salah satu fenomena penting penyebab kegagalan perubahan adalah adanya tendensi tentang asumsi-asumsi yang lebih buruk, tidak ada pikiran yang positif yang lebih kuat dalam bekerja, selalu berhadapan dengan tekanan batin yang negatif. 10. Tidak
mengetahui
bagaimana
harus
berubah.
Sebagai
contoh,
perusahaan tidak memiliki pembelajaran memadai dan berkelanjutan mengenai bagaimana harus menerapkan sistem yang tepat untuk menjamin perubahan, atau tidak memahami bagaimana mengubah kultur organisasi.
Fenomena ini tidak sinergis dengan apa yang pernah
dikemukakan oleh Peter Senge (1990) tentang bagaimana suatu
195
Jurnal Universitas Paramadina, Vol. 4 No. 2, Maret 2006: 190-209
organisasi menempatkan dirinya sebagai organisasi pembelajar (learning organization).
Strategi Menghasilkan Perubahan Pendekatan
mengembangkan
korporasi
untuk
menghasilkan
perubahan perlu bertransformasi dari pola pendekatan transaksi (transaction approach) menjadi pendekatan relationship. Pendekatan relasional ini tidak menempatkan keberadaan pihak tertentu sebagai superior atau inferior tetapi kesemuanya merupakan relasi antar subyek yang saling membutuhkan (simbiosis mutualisme). Marshall (2000) memberikan tujuh pedoman sebagai strategi untuk membangun perubahan yang menghasilkan persaingan kompetitif dan berkelanjutan sekaligus untuk mengembangkan metodemetode pendekatan lainnya yang baru, yaitu: (1) organisasi tidak menyebabkan perubahan - tetapi orang yang melakukan perubahan. Ini didasari oleh kesadaran untuk menciptakan rantai nilai bagi organisasi, bagaimana mereka harus bekerja dan bersinergi dengan struktur, proses, budaya, dan sistem organisasi; (2) perubahan seyogyanya melalui proses evolusioner,
bukan
revolusioner,
meskipun
perubahan
pasar
selalu
menggugah orang untuk berubah; (3) orang-orang harus peka terhadap perubahan; (4) perubahan berlangsung melalui pemasukan suatu sistem baru. Organisasi ibaratnya suatu organisme hidup, perubahan yang terjadi pada salah satu bagian ikut mempengaruhi perkembangan bagian-bagian tubuh lainnya. Demikian pula, organisasi, perubahan yang berkelanjutan harus holistik, sistematik, terukur, dan seimbang; (5) perubahan merupakan budaya organisasi yang berkelanjutan. Perubahan berkelanjutan dipengaruhi oleh perubahan mendasar dari prinsip-prinsip, nilai-nilai kebersamaan (shared vales), perilaku/tindakan baru yang mendasari kepercayaan satusama lain (trust), respek, dan integritas. Termasuk di dalamnya adalah karakter, kemauan, dan disiplin dari kepemimpinan tim dan kelompok yang
196
Balthasar Elu “Manajemen Perubahan dan Inovasi pada Organisasi Jasa”
membuat perubahan menjadi lebih cepat; (6) perubahan yang berkelanjutan berasal dari luar. Perubahan kadang-kadang berasal dari luar personal, tim, dan kelompok penggagas. Perubahan yang datang dari luar termanifestasi melalui perilaku yang memperlihatkan perubahan secara bertanggung jawab, tindakan-tindakan yang mengimplementasikan perubahan, sikap yang positif, dan kemauan keras untuk tumbuh; (7) perubahan termasuk perjalanan panjang (journey) yang membutuhkan karakter, kemauan, dan disiplin. Pasmore (1994) menekankan bahwa perubahan tidak selamanya mengancam
kedudukan
atau
bertujuan
untuk
memantapkan
posisi
seseorang. Oleh karena itu, perubahan pertama-tama membutuhkan kesadaran dalam perubahan cara berpikir, cara kerja, fleksibilitas, komitmen, dan konsistensi dari semua elemen organisasi, dan terutama para manajer untuk mengantisipasi perubahan-perubahan lingkungan eksternal yang tak terprediksikan (Lihat, Bagan 3). Model kolaboratif antara karakter, kemauan, dan disiplin telah dikembangkan oleh para tokoh organisasi dan manajemen. Pemikiran-pemikiran mutakhir tentang tipologi organisasi dan manajemen untuk membangun kelangsungan hidup dan keunggulan organisasi dan manajemen (jasa) sesuai tuntutan jaman yang telah berlangsung lebih dari seperempat abad (Lihat, Tabel 2 dan 3).
KARAKTER: Nilai-nilai orang Nilai-nilai layanan Perubahan nilai-nilai BUDAYA—PERTAMA STRUKTUR—TERAKHIR
KEMAUAN: Komitmen Kesadaran dalam memilih Kewibawaan Kompetensi
DISIPLIN: Proses pelaksanaan Kesabaran Toleransi Ketekunan Intervensi Akuntabilitas 197
Jurnal Universitas Paramadina, Vol. 4 No. 2, Maret 2006: 190-209
Bagan 3: Metode Kolaboratif untuk Perubahan (Marshall, 2000:106)
Penjelasan mengenai model perubahan secara luas dipengaruhi oleh pemikiran kontemporer mengenai bagaimana organisasi harus berubah. Sastry (1997) melakukan pengkajian tentang permasalahan dan paradoks penjelasan perubahan organisasi. Ia membangun konstruksinya berdasarkan pemikiran dari beberapa tokoh pemikir perubahan organisasi di penghujung abad ke-20. Seperti Tushman, Romanelli, dan kolega-koleganya yang mengembangkan program penelitian produktif untuk membangun isu manajemen
teknologi
dan
kepemimpinan
eksekutif
(Baca
misalnya,
Pasmore, 1994; Tushman, Virany, dan Romanelly, 1985; Anderson dan Tushman, 1990; Keck dan Tushman, 1993; Romanelli dan Tushman, 1994).
Tabel 2: Tipologi Organisasi Baru (Clarke & Clegg, 1998:23) Tokoh
Tipologi Organisasi
A. Wildavsky (1972)
The self-Evaluating Organization
M. Landau (1973)
The Self-Correcting Organization
Karl E. Weick (1976)
The Self –Designing Organization
B. Staw (1977)
The Experimenting Organization
Peter Drucker (1988)
The Networked Organization
Charles Handy (1989)
The Shamrock Organization
Peter Senge (1990)
The Learning Organization
Peter Keen (1991)
The Relational Organization
D. Quinn Mills (1991)
The Cluster Organization
James Brian Quinn (1992)
The Intelligent Enterprise
W. Hammer and M. Malone (1992)
The Virtual Corporation
M. Hmmer and J. Champy (1994)
The Re-engineered Corporation
Russell L. Ackoff (1994)
The Democratic Organization
Tom Peters (1994)
The Crazy Organization
198
Balthasar Elu “Manajemen Perubahan dan Inovasi pada Organisasi Jasa”
Richard D. Hames (1994) Ikujiro Nonaka and Hirotaka Takeuchi (1995) Arie de Geus (1997)
The Appreciative Organization
The Living Company
D. Matheson and J. Matheson (1998)
The Smart Organization
The Knowledge Creating Company
Konon, sejak bumi ini diciptakan sempat terjadi kehidupan bersamasama antara kecoak dan dinosaurus. Namun, yang masih bertahan hidup hingga kini hanya kecoak. Sedangkan dinosaurus yang dikagumi sebagai binatang yang begitu besar dan perkasa ternyata mati dan punah diterjang evolusi alam. Hal yang sama juga terjadi pada strategi organisasi jasa masa kini untuk mendesain perubahan-perubahan yang berkualitas agar mampu melipatgandakan kepuasan non ekonomis dan keuntungan ekonomis (profitability) secara fair di sisi lainnya. Bahwa organisasi-organisasi jasa laiknya suatu organisme hidup, dimana kelangsungan hidupnya tergantung pada kepekaannya untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan yang relatif terbuka dan dinamis.
Tabel 3: Evolusi Manajemen (Clarke & Clegg, 1998:27)
Old Paradigms
New Global Paradigm
Northern
Western
Eastern
Individual manager
Effective management (Drucker)
Entrepreneurial management (Peters)
Total quality management (Toyota)
Self-mastery
Social group
Effective teamwork (Likert)
Shared values (Deal/Kennedy)
Quality circles (Sony)
Social sinergy
Organization as a whole
Hierarchical Organization (Chandler)
Networked organization (Handy)
Lean organization (Honda)
Organization learning
199
Jurnal Universitas Paramadina, Vol. 4 No. 2, Maret 2006: 190-209
Economy and society
Corporate responsibility (Steiner)
Free enterprise (Gilder)
Human capitalism (Ozaka)
Sustainable development
Penekanan pendekatan perubahan organisasi juga penting dilakukan terhadap perilaku organisasi itu sendiri. Organisasi tidak diperbaiki dalam kotak hitam tetapi bagaimana memfungsikan orang-orang yang ada dengan pendekatan kultural, norma-norma, dan praksis-praksis yang berpengaruh terhadap fenomena perubahan organisasi. Pengambilan keputusan secara agregat dilakukan sesuai aturan heuristik, kebijakan, prosedur, dan normanorma yang ada. Tushman dan Romanelli menyarankan agar tindak lanjut pendekatan pengambilan keputusan dilakukan melalui reorientasi dari topdown menjadi bottom-up (Sastry, 1997). Sumbangan gagasan mengenai tipologi organisasi dan evolusi manajemen dari para tokoh berpengaruh di atas membawa pencerahan (insight) bagi dinamika dan aktivitas internal, yaitu dari pola tradisional yang hirarkis tertutup menuju jaringan organisasi fleksibel-dinamis terbuka (Lihat, Tabel 4). Tabel 4: Trasformasi Organisasi dari Hirarki Tertutup Menjadi Jejaring Organisasi Terbuka (Clarke & Clegg. 1998:34)
Closed Hierarchy Structure
Hierarchical
Networked
Scope
Internal/closed
External/open
Resource focus
Capital
Human, information
State
Static, stable
Dynamic, changing
Personnel/focus
200
Open Networked Organization
Managers
Professionals
Key drivers
Reward and punishment
Commitment
Direction
Management commands
Self-management
Basis of action
Control
Empowerment to act
Balthasar Elu “Manajemen Perubahan dan Inovasi pada Organisasi Jasa”
Individual motivation
Satisfy superiors
Achieve team goals
Learning
Specific skills
Broader competencies
Bases for compensation
Position in hierarchy
Relationships
Competitive (my turf)
Employee attitude
Detachment (it’s a job)
Dominant requirements
Sound management
Accomplishment, competency level Co-operative (our challenge) Identification (it’s my company) Leadership
Dalam perspektif demikian, dinamika internal manajemen dan kepemimpinan organisasi jasa masa kini akan semakin bertumpu pada kualitas dan kedaulatan pengetahuan, pikiran, inteligensi, kebijaksanaan (wisdom), dan kesadaran kolektif organisasi sehingga pada gilirannya ikut mempengaruhi metafora-metafora organisasi itu sendiri untuk mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan. Dalam konteks ini, hanya organisasi sejati yang mampu berubah terus-menerus dan berkontribusi bagi khalayak luas yang pada gilirannya berkompetisi secara berkelanjutan atau dapat dipahami sebagai the living company. Sebaliknya, pendekatan lama yang hanya menempatkan organisasi semata-mata sebagai mesin uang bagi pemilik hanya akan mempertaruhkan masa depan organisasinya itu sendiri (De Geus, 1997; Clarke & Clegg, 1998). Manajemen Inovasi Kim (1997) mentakrifkan inovasi sebagai “a pioneering activity, rooted primarily in a firm’s internal competencies, to develop and introduce a new product to the market”. Definisi tersebut menunjukkan bahwa untuk menghasilkan produk-produk baru ke pasar dibutuhkan pelopor dan kompetensi di dalam perusahaan untuk menggerakan roda inovasi. Perkembangan inovasi dalam pelayanan jasa telah melewati berbagai paradigma. Dasawarsa 1950-an dan 1960-an memfokuskan pada efisiensi, 1970-an dan 1980-an berfokus pada kualitas, dasawarsa 1980-an dan 1990-
201
Jurnal Universitas Paramadina, Vol. 4 No. 2, Maret 2006: 190-209
an adalah fleksibilitas, dan kini industri jasa berada dalam abad inovasi (Janszen, 2000). Inovasi dapat berlangsung dalam beberapa bentuk, yaitu variasi, seleksi, dan retensi. Variasi diadaptasi dari metafora lingkungan eksternal organisasi, ibarat sebuah spesies yang berusaha untuk bertahan hidup dan terus melakukan melakukan reproduksi untuk memperbanyak keturunan secara berkelanjutan dan berkualitas dari spesies itu sendiri. Sementara seleksi dilakukan manakala beban yang diadaptasi kurang produktif dan berbeda dari waktu ke waktu. Sebaliknya, retensi terjadi apabila iklim organisasi tidak mendukung adanya percepatan perubahan untuk melakukan inovasi, dan lain-lain (Tushman & O’Reilly III, 1996). Paparan-paparan di atas secara eksplisit menggambarkan bahwa inovasi mensyaratkan adanya ketersediaan kompetensi intelektual yang memadai, kecerdikan, kebijakan, dan strategi fokus pada pasar yang berkelanjutan. Strategi fokus terdiri dari tiga elemen dasar, yaitu (a) bentuknya, mengetahui strategi target konsumen; (b) ringkas, menguasai strategi keahlian; dan (c) komunikasi tepat tujuan, strategis, dan informasi konsumen kepada karyawan (Bean & Radford, 2002). Sebab, abad inovasi menantang dunia industri jasa untuk menerapkan paradigma manajamen, proses, dan teknologi terbaru guna menghasilkan produk-produk inovatif yang baru (lini produk) dan/atau layanan-layanan baru. Dengan kata lain, semangat inovasi adalah untuk memperkuat kapabilitas organisasi sehingga pada akhirnya mampu merebut pangsa pasar, memuaskan konsumen, dan mengikat loyalitas konsumen melalui layanan yang berkinerja tinggi. Pengkajian pelayanan untuk menghasilkan karakteristik dilakukan terhadap (a) produk layanan (jasa) yang diberikan kepada konsumen, (b) proses pelayanan, dan (c) manajemen atau organisasi (Bean & Radford, 2002). Ketiga hal pokok sasaran inovasi di atas dapat dibangun melalui empat (4) tingkat, yaitu (1) tingkat operasi tim, (2) tingkat penetapan sumber daya bersama, (3) tingkat manajerial strategik, dan (4) tingkat penciptaan lingkungan untuk inovasi (Lihat, Tabel 5).
202
Balthasar Elu “Manajemen Perubahan dan Inovasi pada Organisasi Jasa”
Pendekatan Inovasi Perubahan dan inovasi merupakan dua dimensi berbeda tetapi tak dapat dipisahkan
satu
menghasilkan
sama
suatu
lain.
inovasi
Mustahil baru.
perubahan
Peter
F.
dilakukan
Drucker
(1998;
tanpa 2003)
mengemukakan beberapa alasan inovasi perlu dilakukan, yaitu (a) kejadian yang tak diharapkan, (b) ketidakpastian, (c) kebutuhan proses, (d) perubahan pasar dan industri, (e) perubahan demografi, (f) perubahan persepsi, dan (g) pengetahuan baru. Tabel 5: Tingkatan Inovasi (Bean & Radford, 2002:42). System IV
System III
System II
System I
Creating the environment for innovation Values Policies Organizational character Long-term goals Long-term strategies The strategic and managerial Command decisions Resource allocation decisions Negotiation and compliance functions Operational goals Operational systems Provision of shared resource Legal Human resources Information services Library Accounting Order processing Market research Communications Advertising—promotion Possibly: Sales Technical research Operational team level Product development teams Process development teams Manufacturing teams
Janszen (2000) merangkum ketujuh alasan di atas menjadi empat aspek yang dikenal dengan TAMO (Bagan 4), yaitu (a) aspek teknologi baru
203
Jurnal Universitas Paramadina, Vol. 4 No. 2, Maret 2006: 190-209
(new technologies—T), (b) aspek bentuk aplikasi baru dalam produk/jasa (new applications in the form of new products and services—A), (c) aspek pengembangan pasar baru (the development new markets—M), dan/atau (d) aspek pengenalan bentuk-bentuk organisasi baru (the introduction of new organizational forms—O). Singkatnya, empat aspek dari inovasi adalah technology (teknologi), application (penerapan), market (pasar), dan organization (organisasi). Pendekatan tersebut dalam praksisnya akan berbenturan dengan pemasok-pemasok yang didominasi industri, industri-industri yang memiliki skala intensif, sektor-sektor informasi yang intensif, industri-industri yang berbasis ilmu pengetahuan, dan pemasok-pemasok yang spesialis (Pavitt, 1990 dalam Janszen, 2000). Kesulitan menetapkan strategi perencanaan inovasi lebih disebabkan oleh turbulensi lingkungan dan pasar yang sulit terprediksi. Bagan 4: Penguatan Putaran dalam Pertumbuhan dan Kemakmuran Perusahaan (Janszen, 2000:7)
Meningkatkan nilai pelanggan
Meningkatkan cash flow
Meningkatkan kualitas produk/jasa/ratio harga dan/atau pengenalan dari TAMO Meningkatkan karyawan/nilai relasi
Meningkatkan nilai Shareholder
204
Meningkatkan investasi, hasil dari penkerjaan yang lebih menantang
Balthasar Elu “Manajemen Perubahan dan Inovasi pada Organisasi Jasa”
Untuk
menghindari
tantangan-tantangan
tersebut,
diperlukan
pendekatan manajamen strategik terhadap variasi masukan (input) dan luaran (output) dari proses layanan (Lihat, Bagan 5). Oleh karena itu, diperlukan ketajaman daya analisis atas kelemahan-kelemahan yang dimiliki perusahaan. Kerjasama yang baik dari elemen-elemen organisasi, seperti pemasar (sales representative, pramuniaga), teknisi, desainer, plant manager, para personel staf, dan lain-lain merupakan kunci keberhasilan organisasi dalam membuat inovasi-inovasi baru (Janszen, 2000).
Bagan 5: Manajemen Strategik Inovasi dalam Hubungannya dengan Variasi Masukan dan Luaran dari Proses Pelayanan (Janszen, 2000:182)
Manajemen strategik
Perangkat, Prosedur, Pengetahuan Batasan Fisik Material, teknis, dan keahlian energi, informasi
Material, energi, informasi
Biaya, Waktu
Proses pengembangan baru & Pengembangan pelayanan baru
Nilai, Risiko
Kekuasaan Sasaran
Organisasi, Perangkat Manajemen & sistem Pengetahuan dan kehalian
Nilai dan norma, legislasi
Hubungan tersebut bukan sekedar saling berbagi data dan informasi tetapi dapat mempercepat distribusi pengetahuan (knowledge) bagi semua lini pelayanan melalui (a) penciptaan pengetahuan baru (knowledge creation), yaitu saling membagi pengetahuan atau memasukan pengetahuan baru ke dalam sistem pelayanan dalam rangka pengembangan, penemuan, dan
capture;
(b)
transfer
pengetahuan
(knowledge
transfer),
yaitu
205
Jurnal Universitas Paramadina, Vol. 4 No. 2, Maret 2006: 190-209
mengalirnya pengetahuan dari satu bagian ke bagian lain melalui komunikasi, translasi, konversi, penyaringan, dan rendering; (c) pemanfaatan pengetahuan (knowledge utilization), yakni menyangkut semua tindakan dan kejadian yang dikaitkan dengan penerapan pengetahuan dalam proses pelayanan di berbagai lini, khususnya di lini depan. Ketiga hal tersebut akan berproses secara efektif apabila menghindari terjadinya retensi pengetahuan (knowledge retention). Retensi terjadi apabila pengenalan atau sosialisasi pengetahuan baru hanya berlangsung sekali atau ketidakpatuhan sistem terhadap
pengembangan
kompetensi
organisasi
secara
menyeluruh
(Newman & Conrad, 1999). Meskipun begitu, usaha untuk menghasilkan inovasi pada industriindustri jasa bukan sekedar membalik telapak tangan. Para agen inovator akan menghadapi berbagai tekanan dari berbagai pihak, terutama yang lamban berkembang. Tekanan-tekanan terhadap inovasi organisasi dapat dikelompokkan menjadi tiga kluster (Bean & Radford, 2002), yaitu (1) manajemen pengetahuan, di antaranya penempatan pengetahuan di berbagai lini, perkembangan pengetahuan di berbagai lini, dan membuat transisi; (2) manajemen sumber daya material, meliputi sumber daya perusahaan yang berasal dari luar, pengelolaan distribusi, dan pengelolaan infrastruktur teknologi informasi (TI); dan (3) pemeliharaan pengendalian, di antaranya pengendalian inovasi, pengendalian perusahaan, pengendalian proyek inovasi, dan pengendalian merk (brand).
Penutup Perubahan dan inovasi
dalam organisasi pelayanan jasa kini tak
terelakan lagi. Artinya, kemampuan perusahaan menguasai pangsa pasar secara global hanya bisa diraih melalui perubahan dan inovasi yang terusmenerus secara holistik, sistematis, seimbang, dan terukur. Keinginan tersebut hanya akan terjadi apabila kompetensi SDM perusahaan memiliki keunggulan (personal mastery), model mental (mental models), berpikir sistemik (systems thinking), pembelajaran tim (team learning), visi bersama
206
Balthasar Elu “Manajemen Perubahan dan Inovasi pada Organisasi Jasa”
(shared vision) sebagai software dan didukung oleh arsitektur organisasi, seperti struktur (structure), budaya (culture) (Senge, 1990), kekuasan (manpower), dan politik (politic) beserta mekanisme koordinasi dan kontrol sebagai
hardware
berkelanjutan
untuk
mengenai
mendukung
bagaimana
proses
pembelajaran
harus
berubah
dan
inovasi
dan
yang
bagaimana
mendesain organisasi jasa modern. Dengan membutuhkan
kata
lain,
kapabilitas,
perubahan
kedaulatan
organisasi
pengetahuan,
jasa
komitmen
kepemimpinan, dan kesadaran kolektif organisasi. Muara dari perubahan dan inovasi akan berkulminasi pada pelayanan yang bekualitas tinggi dan memberikan nilai tambah berkelanjutan bagi.
207
Jurnal Universitas Paramadina, Vol. 4 No. 2, Maret 2006: 190-209
Daftar Pustaka Bean, R., & Radford, R. 2002. The Business of Innovation: Managing the Corporate Imagination for Maximum Results, New York: AMACOM Bainbridge, C. 1996. Designing for Change: A Practical Guide to Business Transformation, John Wiley & Sons Ltd. Clarke, Thomas & Clegg Stewart, 1998. Changing Paradigms. The Transformation of Management Knowledge for the 21st Century, Harper Collins Publishers. De Geus, A., 1997. The Living Company., Masachusetts: Harvard Business School Press Drucker, Peter F. 1998. The Discipline of Innovation, Harvard Business Review. _____________. 2003. The Discipline of Innovation, dalam Harvard Business Review on The Innovative Enterprise, Harvard Business School Press. Hacth, Mary Jo, 1997. Organization Theory; New York: Oxford University Press Inc. Janszen, F. 2000. The Age of Innovation, London: Pearson Education Limited. Kim, L., (1997). Imitation to Innovation, , Boston: Harvard Business School Press Kotter, John P & Cohen, Dan S., 2002. The Heart of Change: Real-Life Stories of How People Change Their Organization, Harvard Business Review School. Mark C. Scott, 2000. Reinspiring the Corporation: The Seven Seminal Paths to Corporate Greatness, John Wiley & Sons. Marshall, Edward M. 2000. Building Trust at The Speed of Change: The Power of the Relationship—Based Corporation, New York.: AMACOM Newman, B. (Bo), & Conrad, K.W., 1999. A Framework for Characterizing Knowledge
208
Balthasar Elu “Manajemen Perubahan dan Inovasi pada Organisasi Jasa”
Management: Methods, Practices, and Technologies, Knowledge Management Forum, Toronto, Kanada. Normann, R., 2001. Reframing Business: When the Map Change the Landscape, John Wiley & Sons Ltd., England. Pasmore, William, A., 1994. Creating Strategic Change: Designing the Fexible, HighPerforming Organization, John Wiley & Son, Inc. Prahalad, C.K & Hamel, Gary 1994. Strategy as A Field of Study: Why Search for a New Paradigm?, dalam Strategic Management Journal, Vol. 15, John Wiley & Sons. Ltd. Quinn, Robert E. 2000. Change the World: How Ordinary People Can Accomplish Extraordinary Results,., California: Jossey-Bass Inc Sastry, M. Anjali, 1997. Problems and Paradoxes in a Model of Punctuated Organizational Change, Cornell University. Senge, P., 1990. The Fifth Discipline: The Art and Practice of The Learning Organization, London. Scott, Mark, C. 2000. Reinspiring the Corporation: The Seven Seminal Paths to Corporate Greatness, John Wiley & Sons. Tushman, Michael, L. & O’Reilly III, Charles, A. 1996. Ambidextrous Organization: Managing Evolutionary and Revolutionary Change, Vol. 38, No. 4, California Management Review.
209