46
Jurnal Akuntansi Aktual, Vol. 2, Nomor 1, Januari 2013, hlm. 46–56
VARIABEL ANTESEDEN BUDAYA ORGANISASI DAN PENGARUH STRATEGI BISNIS TERHADAP KINERJA ORGANISASI: PENDEKATAN KONSEP Arief Purwanto Universitas Widyagama Malang
Abstract: Objective of this article is to describe a conceptual framework that shows the relationship of variables of antecedent organizational culture, business strategic, and organizational performance. The article presented some theoretical concepts of organizational culture, business strategic, and organizational performance. Finally, some possible research objective observing the relationship of variables of leadership, organizational culture and organizational performance are highly expected to develop the objective of the study. Keywords: organizational culture, business strategic, organizational performance
Secara keseluruhan strategi menentukan bagaimana aset-aset organisasi dialokasikan untuk mengeksploitasi kesempatan di sebuah situasi perubahan lingkungan yang terus bergerak dan tidak pasti. Beberapa hasil kajian empiris menemukan hubungan antara strategi bisnis dan kinerja; nilai pribadi pemilik/manajer, strategi bisnis dan kinerja perusahaan terkait secara empiris (Kotey dan Meredith, 1997). Baum, Edwin dan Ken (2001) menemukan sikap wirausaha tidak mempunyai pengaruh langsung terhadap pertumbuhan usaha, sedangkan motivasi dan kompetensi khusus mempunyai pengaruh langsung positif terhadap pertumbuhan usaha ditemukan pula untuk sikap, motivasi dan kompetensi mempunyai pengaruh positif terhadap strategi bisnis dan strategi bisnis mempunyai pengaruh terhadap kinerja usaha. Herri dan Wafa (2003) mengemukakan karakteristik kewirausahaan, strategi bisnis, budaya organisasi dan lingkungan bisnis secara bersama-sama mempunyai pengaruh terhadap kinerja usaha. Dengan semakin ketatnya persaingan dan perubahan lingkungan organisasi, banyak organisasi melakukan penyesuaian dalam struktur maupun pengelolaannya menurut Chatab (2007), berdasarkan penelitian sebanyak 90% gagal memenuhi harapan, kegagalan tersebut terutama karena tidak memperhatikan faktor budaya. 46
Kajian empiris menemukan hubungan antara lingkungan bisnis, budaya organisasi dan kinerja; Hashim, Wafa dan Sulaiman (2001) berpendapat, ada tiga faktor yang menentukan kinerja usaha yaitu: (1) lingkungan bisnis, (2) budaya organisasi dan (3) kewirausahaan. Integrasi dari ketiga faktor tersebut mempunyai pengaruh terhadap kinerja usaha. Ditegaskan pula oleh Hickman and Silva (1986) bahwa Stategy ditambah dengan Budaya Organisasi (Culture) akan menghasilkan suatu keistimewaan (Excellence). Dalam penelitian terdahulu ditemukan bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja individu, kinerja kelompok dan kinerja organisasi. Deal dan Kennedy (1982), Dennison (1990), Kotter dan Haskett (1992) dalam Gani (2006), sedangkan temuan Gani (2006) menyatakan budaya organisasi berpengaruh tidak signifikan terhadap kinerja. Setiap organisasi mempunyai karakteristik atau jati diri yang khas, mempunyai kepribadian sendiri yang membedakan dari organisasi lainnya. Salah satu faktor yang membedakan suatu organisasi dengan organisasi lainnya ialah budaya (Siagian, 2005). Menurut Harrison dan Stokes (1992), organisasi dibentuk oleh aspek-aspek organisasi yang memberikan nilai atau kondisi khusus. Budaya bagi organisasi dapat disamakan dengan kepribadian bagi
Purwanto, Variabel Anteseden Budaya Organisasi dan Pengaruh Strategi Bisnis
seseorang yang merupakan gabungan antara kepercayaan, nilai-nilai, gaya kerja, dan hubunganhubungan khas yang akan membedakan suatu organisasi dari organisasi lainnya. Harrison dan Stokes juga membagi budaya organisasi itu menjadi 4 bagian yang merupakan orientasi budaya yaitu budaya organisasi yang berorientasi pada kekuasaan (power orientation), peran (role orientation), prestasi (achievement orientation), dan dukungan (support orientation). Organisasi memiliki budaya inti yang mendominasi anggota organisasi secara keseluruhan. Suatu organisasi bisa memilkiki budaya yang kuat dalam arti dianut secara luas, teguh, dan konsisten oleh para anggotanya. Namun demikian, budaya yang kuat harus cocok baik secara intern maupun ekstern (Mangkuprawira, 1999). Adapun kecocokan intern berarti budaya organisasi itu cocok dengan teknologi yang digunakan. Contohnya adalah teknologi rutin yang digunakan untuk situasi yang stabil akan cocok dengan budaya yang menekankan sentralisasi kewenangan dan inisiatif perorangan yang terbatas. Sebaliknya adalah teknologi nonrutin. Sedangkan kecocokan ekstern berarti bahwa budaya ditumbuhkan sesuai strategi dan lingkungan. Sebagai contoh, strategi berorientasi pasar cocok untuk lingkungan yang dinamis dan memerlukan budaya yang menekankan inisiatif perorangan, toleransi konflik, dan komunikasi. Dalam penelitian terdahulu ditemukan bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja organisasi, kinerja kelompok dan kinerja organisasi. Deal dan Kennedy (1982), Dennison (1990), Kotter dan Haskett (1992) dalam Gani (2006), sedangkan temuan Gani (2006) menyatakan budaya organisasi berpengaruh tidak signifikan terhadap kinerja organisasi. Herri dan Wafa (2003) mengemukakan, karakteristik kewirausahaan, strategi bisnis, budaya organisasi dan lingkungan bisnis secara bersamasama mempunyai pengaruh terhadap kinerja usaha, ditegaskan pula oleh Hickman and Silva (1986) bahwa Stategy ditambah dengan Budaya Organisasi (Organizational Culture) akan menghasilkan suatu keistimewaan (Excellence). Uraian dari dua konsep tentang budaya organisasi dan strategi bisnis tersebut dapat disimpulkan bahwa: • Dalam organisasi/perusahaan, strategi menentukan bagaimana aset-aset organisasi dialokasikan untuk mengeksploitasi kesempatan di sebuah situasi perubahan lingkungan yang terus bergerak dan tidak pasti.
47
•
Setiap organisasi memiliki cara, kebiasaan, dan aturan dalam mencapai tujuan dan misi organisasi, termasuk cara individu hidup berinteraksi satu sama lain (bermasyarakat), dan cara individu mengatasi permasalahan yang dihadapi dalam organisasi. Kehidupan tersebut didasarkan pada keyakinan yang dimiliki, didasarkan pada falsafah hidup yang didasarkan dari hubungan manusia dengan lingkungannya. Keyakinan tersebut dijadikan sebagai asumsi dasar (Basic Assumption) yang mendasari semua program, strategi dan rencana kegiatan, atas dasar tersebut dibangun kegiatan-kegiatan (strategi jangka panjang dan strategi jangka pendek), sehingga memunculkan nilai yang tinggi manakala kegiatan yang dilakukan tidak menyalahi dari apa yang telah diprogramkan, dan begitu pula sebaliknya. Dengan kata lain bahwa organisasi memiliki budaya sesuai dengan asumsi dasar para pemimpinnya; • Perilaku individu yang ada dalam organisasi dalam upaya melaksanakan program kerja yang telah disepakati ataupun diembannya akan memunculkan/menciptakan kinerja organisasi; • Kinerja organisasi yang tinggi yang ada pada individu dalam organisasi menunjukkan bahwa apa yang dilakukan oleh individu telah sesuai dengan yang diprogramkan oleh organisasi, hal ini juga sesuai dengan asumsi dasar organisasi. Dengan demikian, kinerja organisasi yang tinggi tentunya ada pada budaya organisasi yang baik. Uraian tersebut di atas memunculkan permasalahan yang dapat dikemukakan dalam artikel ini adalah sebagai berikut: Apakah Variabel Kepemimpinan dan Budaya Organisasi berpengaruh terhadap Kinerja organisasi? Permasalahan tersebut dapat dirinci dalam beberapa pertanyaan yang membutuhkan adanya jawaban yang terbangun dalam suatu kerangka kerja konseptual (a conceptual framework) untuk permasalahan dalam artikel ini, pertanyaan tersebut adalah: • Adakah hubungan anteseden antara Budaya Organisasi terhadap Strategi Bisnis? • Adakah pengaruh Strategi Bisnis terhadap Kinerja organisasi?
BUDAYA ORGANISASI Dalam beberapa literature, pemakaian istilah corporate culture biasa diganti dengan istilahorganization culture. Kedua istilah ini memiliki pengertian yang sama. Sehubungan dengan hal tersebut,
48
Jurnal Akuntansi Aktual, Vol. 2, Nomor 1, Januari 2013, hlm. 46–56
kedua istilah tersebut digunakan secara bersamasama, dan keduanya memiliki satu pengertian yang sama. Beberapa definisi budaya organisasi dikemukakan oleh para ahli. Moeljono (2003) menyatakan bahwa budaya korporat atau budaya manajemen atau juga dikenal dengan istilah budaya kerja merupakan nilai-nilai dominan yang disebar luaskan di dalam organisasi dan diacu sebagai filosofi kerja karyawan. Susanto (1997) memberikan definisi budaya organisasi sebagai nilai-nilai yang menjadi pedoman sumber daya manusia untuk menghadapi permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke dalam perusahaan sehingga masingmasing anggota organisasi harus memahami nilainilai yang ada dan bagaimana harus bertindak atau berperilaku. Robbins (2003) mendefinisikan budaya organisasi (organizational culture) sebagai suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi yang lain. Di samping itu, Robbins menyatakan bahwa sebuah sistem pemaknaan bersama dibentuk oleh warganya yang sekaligus menjadi pembeda dengan organisasi lain. Sistem pemaknaan bersama merupakan seperangkat karakter kunci dari nilainilai organisasi (”a system of shared meaning held by members that distinguishes the organization from other organization. This system of shared meaning is, on closer examination, a set of key characteristics that the organization values”). Budaya melakukan sejumlah fungsi untuk mengatasi permasalahan anggota organisasi untuk beradaptasi dengan lingkungan eksternal yaitu dengan memperkuat pemahaman anggota organisasi, kemampuan untuk merealisasi misi dan strategi, tujuan, cara, ukuran, dan evaluasi. Budaya organisasi itu didasarkan pada suatu konsep bertingkat tiga yaitu: tingkat asumsi dasar (basic assumption), tingkat nilai (value), dan tingkatan artifact yaitu sesuatu yang ditinggalkan. Tingkatan asumsi dasar itu merupakan hubungan manusia dengan apa yang ada di lingkungan yaitu: alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia, dan hubungan itu sendiri. Dalam hal ini, asumsi dasar bisa diartikan sebagai suatu philosophy, atau keyakinan, sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh mata tapi dijamin bahwa itu ada. Tingkatan yang berikutnya value, value berhubungan dengan perbuatan atau tingkah laku. Untuk itu, value bisa diukur (dites) dengan adanya perubahanperubahan atau konsensus sosial. Sedangkan artifact adalah sesuatau yang bisa dilihat tetapi sulit
ditirukan seperti teknologi, seni atau sesuatu yang bisa didengar (Schein, 2004). Artifact menurut Brown (1998) adalah elemen dasar organisasi yang paling mudah untuk dikenali, karena dapat dilihat, didengar, dan dapat dirasakan. Rollinson (2005) menyatakan bahwa artefak merupakan manifestasi yang paling nyata dari suatu budaya yang mencakup segala sesuatu mulai dari tata letak fisik suatu bangunan sampai cara orang berpakaian, cara berbicara satu sama lain dan juga hal-hal yang dibicarakan. Budaya organisasi juga berfungsi untuk mengatasi permasalahan integrasi internal dengan meningkatkan pemahaman dan kemampuan anggota organisasi untuk berbahasa, berkomunikasi, membuat kesepakatan atau konsensus internal, kekuasaan dan aturannya, hubungan anggota organisasi (karyawan), serta imbalan dan sanksi (Schein, 2004). Budaya diciptakan oleh pemimpin. Pemimpinpemimpin diciptakan oleh budaya. Berdasar pada perspektif teori, budaya itu muncul melalui 3 proses. Ketiga teori itu adalah: (1) Socio Dynamic Theory; (2) leadership theory; dan (3) Organizational Learning (Schein, 2004). Secara umum, setiap individu dilatarbelakangi oleh budaya yang memengaruhi perilakunya. Budaya menuntun individu untuk berperilaku dan memberi petunjuk pada mereka mengenai apa saja yang harus diikuti dan dipelajari. Kondisi tersebut juga berlaku dalam suatu organisasi. Setiap organisasi, baik disadari atau tidak, memiliki kepribadian yang biasa dikenal sebagai budaya organisasi. Budaya tersebut akan menumbuhkan persepsi bersama diantara para anggotanya mengenai apa sebenarnya organisasi itu dan bagaimana sebaiknya perilaku para anggotanya. Budaya organisasi merupakan nilainilai, falsafah, prinsip-prinsip, atau keyakinan yang dianut oleh suatu organisasi.
FUNGSI BUDAYA ORGANISASI Dalam beradaptasi dengan lingkungan eksternal dan mempertahankan kelangsungan hidupnya, serta dalam melakukan intergrasi internal. Budaya melakukan sejumlah fungsi untuk mengatasi permasalahan anggota organisasi untuk beradaptasi dengan lingkungan eksternal yaitu dengan memperkuat pemahaman anggota organisasi, kemampuan untuk merealisir, terhadap misi dan strategi, tujuan, cara, ukuran, dan evaluasi. Budaya juga berfungsi untuk mengatasi permasalahan integrasi internal dengan meningkatkan pemahaman dan kemampuan anggota organisasi untuk berbahasa, berkomunikasi,
Purwanto, Variabel Anteseden Budaya Organisasi dan Pengaruh Strategi Bisnis
kesepakatan atau konsensus internal, kekuasaan dan aturannya, hubungan anggota organisasi (karyawan), serta imbalan dan sangsi (Schein, 1991:52– 66)
STRATEGI BISNIS Perubahan lingkungan bisnis yang cepat sebagai akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi serta kondisi regional dan global dengan liberalisasi pasar, menjadikan tingkat persaingan antara organisasi semakin tajam baik yang berorientasi profit maupun non profit. Setiap organisasi di dorong untuk selalu meningkatkan kinerja, dan keunggulan bersaing dalam jangka panjang/ berkelanjutan (sustained competitive advantage atau SCA) (Idrus, 1991). Berfikir dan berorientasi strategis sangat diperlukan untuk mengatasi masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh organisasi/dunia usaha guna mempertahankan posisi daya saingnya. Cahyono (1996) mengemukakan bahwa strategi sangat diperlukan manakala perusahaan menghadapi situasi seperti; (a) sumber daya yang dimiliki terbatas, (b) ada ketidakpastian mengenai kekuatan bersaing organisasi, (c) komitmen terhadap sumber daya tidak dapat diubah lagi, (d) keputusankeputusan harus dikoordinasi antar bagian sepanjang waktu, (e) ada ketidakpastian mengenai pengendalian inisiatif. Dalam situasi lingkungan bisnis yang penuh dengan dinamika ini, maka manajemen usaha harus dapat menciptakan organisasi yang dapat memberikan pelayanan yang memuaskan kepada pelanggan dan dapat pula bersaing secara efektif dalam konteks lokal, regional bahkan dalam konteks global. Dengan kata lain dunia usaha dituntut untuk mengembangan strategi yang antisipatif terhadap kecenderungankecenderungan baru guna mencapai dan mempertahankan posisi bersaingnya (Purnomo, 1998). Adanya sejumlah besar variabel yang harus dipertimbangkan dan diperhatikan dalam rangka meningkatkan daya saing maka diperlukan pendekatan manajemen strategi. Manajemen strategi dalam suatu perusahaan perlu disusun dengan maksud merespon setiap perubahan dan perkembangan dari faktor lingkungan eksternal dengan memperhatikan kemampuan internal organisasi. Ketidakmampuan atau ketidakpedulian untuk melihat perubahan lingkungan eksternal ini akan membuat shock suatu organisasi (Idrus, 1997). Dengan demikian berarti eksistensi strategi bagi dunia usaha bermanfaat untuk menjaga,
49
mempertahankan, meningkatkan kinerja serta keunggulan bersaing dari suatu organisasi (Pearce,et al., 2003). Menurut Hitt, et al. (1997), daya saing strategis (strategic competitiveness) dicapai apabila sebuah perusahaan berhasil merumuskan serta menerapkan suatu strategi penciptaan nilai. Hal ini berarti perusahaan memiliki keunggulan bersaing yang berkesinambungan (sustainable competitive advantage). Keunggulan bersaing yang berkesinambungan menghasilkan laba di atas rata-rata bagi investor. Berdasarkan pada uraian tersebut maka dapat dikatakan bahwa keberhasilan suatu organisasi, baik yang berorientasi profit maupun non profit sangat terkait dengan strategi disamping faktor lain. Hunger, et al. (2002) mengatakan bahwa manajemen strategis sangat penting bagi kinerja bisnis yang efektif dalam lingkungan yang berubah.
KOMPONEN MANAJEMEN STRATEGI Manajemen strategi merupakan usaha untuk mengembangkan kekuatan perusahaan dengan mengeksploitasi peluang bisnis guna mencapai tujuan perusahaan sesuai dengan misi yang telah ditentukan. Cahyono (1996) mengemukakan bahwa manajemen strategi terdiri atas beberapa komponen pokok, yaitu: (1) Analisis lingkungan bisnis untuk mendeteksi peluang dan ancaman bisnis; (2) Analisa profil perusahaan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan perusahaan; (3) Strategi bisnis yang digunakan untuk mencapai tujuan perusahaan; (4) Misi perusahaan. Menurut Muhammad (2002), komponen manajemen strategi meliputi: (1) Analisis lingkungan bisnis yang diperlukan untuk mendeteksi peluang dan ancaman bisnis, (2) Analisis profil perusahaan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan perusahaan, (3) Strategi bisnis yang diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan dengan memperlihatkan misi perusahaan. Jika komponen lingkungan bisnis dikaitkan dengan profil perusahaan memberikan indikasi pada apa yang mungkin dapat dikerjakan (what is possible). Sedangkan keterkaitan antara analisis lingkungan bisnis, profil perusahaan dan misi perusahaan menunjukkan apa yang diinginkan w ( hat is desired) oleh pemilik dan manajemen perusahaan. Strategis bisnis ini dalam praktiknya dikerjakan sesuai dengan urutan fungsi pokok manajemen, yaitu perencanaan, implementasi, dan pengawasan. Jadi secara metodologi strategi bisnis merupakan tiga
50
Jurnal Akuntansi Aktual, Vol. 2, Nomor 1, Januari 2013, hlm. 46–56
Misi Perusahaan
Lingkungan Bisnis Ekternal
Profil Perusahaan
1. 2. 3.
Strategi Bisnis Perencanaan Eksekusi Evaluasi
Gambar 17.: Komponen Pokok Manajemen Strategis Sumber: Cahyono, 1996
proses yang saling terkait dan tidak terputus, yaitu proses perumusan (formulasi), proses implementasi (eksekusi), dan proses pengawasan (pengendalian strategi). Proses pengawasan juga digunakan sebagai masukan (feedback) untuk perencanaan selanjutnya (Cahyono, 1996).
PROSES DAN MODEL MANAJEMEN STRATEGI Proses manajemen strategis meliputi empat elemen dasar: (1) pengamatan lingkungan, (2) perumusan strategi, (3) implementasi strategi dan (4) evaluasi dan pengendalian (Hunger,et al., 2002). Interaksi dari keempat elemen tersebut dapat dilihat pada Gambar 2 berikut:
Pengamatan Lingkung an
Perumusan Strategi
untuk mengetahui faktor-faktor strategis perusahaan adalah Stengths (kekuatan), Weaknessses (Kelemahan), Opportunities (kesempatan), dan Threats (ancaman), yang disingkat SWOT. (Hunger,et al., 2002). Setelah melakukan identifikasi terhadap faktor-faktor strategis, lalu manajemen mengevaluasi interaksi dan menentukan misi perusahaan yang sesuai, yang nantinya akan dijadikan dasar penentuan tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan. Perusahaan mengimplementasikan strategi dan kebijakan tersebut melalui program, anggaran dan prosedur. Pada akhirnya, evaluasi kinerja dan umpan balik untuk memastikan tepatnya pengendalian aktivitas perusahaan. Proses manajemen tersebut di atas dapat digambarkan dalam bentuk model, yang
Implementasi Strateg i
Evaluasi dan Pengendalian
Gambar 2. Elemen-Elemen Dasar dari Proses Manajemen Strategis Sumber: Hunger, et al., 2002
Pada level korporasi, proses manajemen strategis meliputi aktivitas-aktivitas mulai dari pengamatan lingkungan sampai evaluasi kinerja. Manajemen mengamati lingkungan eksternal untuk melihat kekuatan dan kelemahan. Dengan melakukan pengamatan terhadap faktor lingkungan eksternal dan lingkungan internal maka akan diketahui posisi keberadaan perusahaan dan sekaligus akan mengetahui faktor-faktor strategis yang menjadi keunggulan perusahaan. Peralatan analisis yang digunakan
merupakan pengembangan model dasar (Gambar 3) berikutnya. Jauch, et al. (1997), telah membagi proses manajemen strategi dalam empat tahap, yaitu: (1) Analisis dan diagnosis, (2) Pemilihan strategi, (3) Pelaksanaan/implementasi, (4) Evaluasi.
ALTERNATIF STRATEGI Suatu perusahaan dapat memilih berbagai alternatif strategi untuk mencapai arah yang diinginkan
Purwanto, Variabel Anteseden Budaya Organisasi dan Pengaruh Strategi Bisnis
Penga ma ta n Lingkunga n
Perumusan Strategi
Peru musan Strategi
51
Ev aluasi d an Peng endalian
Ekstern al Lingkunga n Tuga s
Misi Tujua n Strate gi
Inte rnal
K ebijaka n Program A ngg aran
Struktur Budaya Sum be r Da ya
Prose dur Kine rja
U mp an Balik
Gambar 3. Model Manajemen Strategis Sumber: Hunger, et al., 2002
di masa depan. Hal ini tentu saja tergantung kepada lingkungan masing-masing perusahaan. Berbagai alternatif strategi yang bisa digunakan perusahaan menurut Porter (1997) adalah: (1) Keunggulan biaya menyeluruh (overall low-cost leadership), (2) Diferensiasi dan (3) Fokus. Sedangkan menurut Glueck dan Lawrence (1999) bahwa, strategi generik meliputi: (1) Strategi stabilitas (stability), (2) Strategi ekspansi (ekspansion), (3) Strategi penciutan (retrenchment) dan strategi kombinasi. Berdasarkan pada strategi generik tersebut di atas, kemudian dikembangkan menjadi berbagai strategi umum yang terkenal dan sudah digunakan oleh banyak perushaaan yang dapat dikelompokkan ke dalam empat kelompok strategi, yaitu: kelompok growth strategies, stability strategies, Retrencment strategies dan combination (Pearce, et al., 2003). Strategi pertumbuhan meliputi: pertumbuhan internal, integrasi horizontal, diversifikasi horizontal, diversifikasi konglomerasi, integrasi vertikal, merger, aliansi strategies. Strategi stabilitas adalah strategi yang dipilih perusahaan untuk peningkatan efisiensi dalam rangka meningkatkan kinerja dan keuntungan ketimbang pada penambahan produk, pasar dan fungsifungsi perusahaan (Yusanto dan Widjajakusuma, 2003). Kelompok strategi penciutan meliputi: pembenahan, divestasi, likuidasi serta kelompok strategi kombinasi merupakan strategi yang dilakukan guna mengantisipasi dan merespon segala perubahan eksternal yang terjadi, seperti daur hidup produk yang tahapannya tidak seragam. Dalam hal ini, perusahaan mengikuti dua atau lebih strategi di atas secara simultan pada waktu yang sama atau waktu yang berurutan (Yusanto dan Widjajakusuma, 2003).
FORMULA MANAJEMEN STRATEGI Formulasi strategi diawali dengan analiisis lingkungan internal dan analisis lingkungan eksternal organisasi. Analisis lingkungan internal organisasi dimaksudkan kegiatan untuk menilai apakah organisasi dalam posisi yang kuat (Strength) atau lemah (Weaknesses), peniliaian tersebut didasarkan pada kemampuan internal (asset, modal, teknologi) yang dimiliki oleh organisasi dalam upaya untuk mencapai misi yang telah ditetapkan. Sedangkan analisis eksternal organisasi menunjukkan kegiatan organisasi untuk menilai tantangan (Treath) yang dihadapi dan peluang (Opportunity) yang dimiliki oleh organisasi dalam upaya mencapai misi organisasi berdasar atas lingkungan eksternal. Analisis lingkungan internal dan eksternal organisasi dalam manajemen strategik disebut dengan SWOT analysis. Dari hasil analisis SWOT tersebut, organisasi akan menentukan tujuan jangka panjang yang akan dicapai dengan strategi korporasi (corporate strategy), atau grand strategy, atau business strategy, serta menentukan tujuan jangka pendek atau tujuan tahunan (annual objective) yang akan dicapai dengan strategi fungsi atau strategi yang ditetapkan pada departemen (Pearce and Robbinson, 2003). Jika sebuah organisasi berada dalam lebih dari satu bisnis, maka organisasi tersebut membutuhkan sebuah corporate level strategy. Corporate level strategy menentukan peran yang harus dilakukan masing-masing bisnis di dalam organisasi.Business level strategy menjelaskan bagaimana perusahaan dapat beraing dalam bisnis. Keunggulan bersaing dalam konteks strategi generik bisnis dapat dikelompokkan dalam 3 (tiga) kategori dari perspektif strategi
52
Jurnal Akuntansi Aktual, Vol. 2, Nomor 1, Januari 2013, hlm. 46–56
Corporat Level Multibus ines s C orporation
Busi ness Unit 1
Product 1
Product 2
Busi ness Unit 2
Product 3
Business Unit 3
Business Level
Gambar 4. Gambaran tentang Tingkat Strategi (Robbin, 223)
generik (Porter, 1985). Pengertian dari strategi generik adalah suatu pendekatan strategi perusahaan dalam rangka mengungguli pesaing dalam industri sejenis. Dalam praktik, setelah perusahaan mengetahui strategi generik, maka untuk mengimplementasikannya akan ditindaklanjuti dengan langkah strategi yang lebih operasional. Berdasarkan prinsip ini, Porter (1985) menyatakan terdapat tiga strategi generik yaitu: strategi overall cost leadership (kepemimpinan biaya menyeluruh), differentiation (differensiasi) dan focus (fokus), dalam (Husain, 2003). • Strategi overall cost leadership (kepemimpinan biaya menyeluruh) Dicapai dengan konsep experience curve atau pengalaman. Perusahaan lebih memperhitungkan pesaing daripada pelanggan dengan cara memfokuskan harga jual produk yang murah, sehingga biaya produksi, promosi maupun riset dapat ditekan, bila perlu produk yang dihasilkan hanya sekedar meniru produk dari perusahaan lain. • Differentiation (differensiasi) Produk atau jasa yang dihasilkan memiliki posisi aman dalam persaingan, dengan citra, teknologi, pelayanan pelanggan, saluran distribusi, karakteristik khusus dan lain-lain. Diferensiasi dapat menciptakan hal baru dan unik bagi industrinya dan mengakibatkan loyalitas pelanggan tinggi, sehingga kurang peka terhadap perubahan
•
harga. Pengorbanan sering berupa unsur biaya, karena kemampuan pemasaran yang kuat. Walaupun differensiasi sulit mencapai pangsa pasar yang tinggi, tetapi laba berada di atas ratarata industri. Focus (fokus) Dalam strategi ini perusahaan mengkonsentrasikan pada pangsa pasar yang kecil untuk menghindar dari pesaing. Perusahaan memusatkan diri pada kelompok pembeli tertentu, hal ini dapat melayani target secara baik, lebih efisien dn lebih efektif daripada pesaing. Perusahaan dapat mencapai laba berada di atas rata-rata industri. Pada akhirnya perusahaan dapat menggunakan strategi kepemimpinan biaya menyeluruh atau differensiasi, atau kombinasi keduanya.
HUBUNGAN BUDAYA ORGANISASI DAN STRATEGI BISNIS Semua organisasi mempunyai budaya. Budaya termasuk seperangkat dari nilai-nilai, keyakinan, sikap, kebiasaan, norma, kepribadian dan kepahlawanan milik bersama yang menggambarkan sebuah perusahaan. Budaya organisasi cara unik dari suatu organisasi dalam melakukan bisnis. Dimensi manusia yang menciptakan solidaritas dan arti serta memberi inspirasi komitmen dan produktivitasi dalam sebuah organisasi ketika perubahan strategi dibuat.
Purwanto, Variabel Anteseden Budaya Organisasi dan Pengaruh Strategi Bisnis
Cara pandang aspek strategis dari perspektif budaya, karena kesuksesan strategi tergantung pada tingkat dukungan yang diterima dari budaya perusahaan. Bila strategi perusahaan didukung oleh produk budaya seperti nilai, keyakinan, ritual, upacara, cerita dan simbol maka strategi lebih mudah diimplementasikan. Sebaliknya bila tidak didukung budaya, maka strategi tidak efektif bahkan menurunkan kinerja. Budaya organisasi dapat menjadi antagonistik untuk strategi baru. Anggota organisasi (karyawan) bekerja berdasarkan deskripsi pekerjaan yang telah ditetapkan, yang mengarah pada pencapaian tujuan organisasi dan akhirnya penciptaan misi organisasi. Misi organisasi telah ditetapkan berdasar pada asumsi dasar dalam membangun organisasi (Schein, 2004). McKinsey 7-s Framework (Pearce and Robinson, 2000) mengemukakan suatu model yang dikenal dengan model 7s dari McKinsey, model ini menggambarkan adanya hubungan antara budaya organisasi dan strategi. McKinsey menjelaskan bahwa strategi (Strategy) harus didukung oleh struktur organisasi (Structure) dan sistem (System) yang diterapkan dalam organisasi tersebut. Structur dan sistem ditentukan oleh pemimpin S( tyle). Pemimpin menentukanstaff, dan skill yang dimiliki.Structure, system, style, staff, dan skill memiliki kontribusi terhadap keberhasilan strategi. Kontribusi dari 5S tersebut menyatu dalam satu variabel yang disebut shared value atau yang dikenal dengan budaya organisasi (culture).
KINERJA ORGANISASI Kinerja organisasi menunjukkan suatu tingkat hasil kerja karena telah melakukan suatu aktivitas atau usaha. Di dalam mengukur kinerja organisasi, masing-masing bidang bisa memakai tolok ukur yang berbeda. Dengan kata lain kinerja organisasi dapat didekati dari berbagai sisi, selain perolehan berupa aspek keuangan yang menjadi indikator umum dari keberhasilan manajemen usaha, kinerja manajerial dapat juga ditinjau dari konsep-konsep produktivitas, efisiensi dan efektivitas, karena ketiga konsep tersebut menunjukkan penggunaan sumberdaya secara optimal (Gleason dan Mathur, 2000). Produktivitas, efisiensi dan efektivitas berkaitan dengan hubungan antar output per unit waktu dan faktor-faktor produksi. Ukuran efektivitas dapat ditinjau dari sudut keuangan dan operasional. Maksimalisasi laba, nilai pemegang saham dan pendapatan terhadap aset adalah ukuran dari efektifitas keuaangan. Sedangkan
53
ukuran efektifitas operasional dapat berupa pertumbuhan penjualan, pangsa pasar dan tingkat penjualan per pegawai. Idrus dan Stanton (1991) secara spesifik mengulas beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam mengukur kinerja organisasi, seperti; pendekatan klasik, behavioral, kuantitatif, sistem, seven ss, siklus kualitas maupun degan teori Z. Pengukuan kinerja organisasi dengan pendekatan klasik mengukur kinerja organisasi dengan mengacu pada fungsifungsi manajemen, seperti: perencanaan, pengorganisasian, staffing, pengawasan dan koordinasi. Pandangan ini berasumsi bahwa keberhasilan suatu usaha tercapai ketika fungsi-fungsi manajerial organisasi dapat dijalankan dengan sebaik mungkin. Rasionalitas pandangan ini adalah dengan perencanaan yang baik atas segala aktivitas oraganisasi, yang didukung dengan staf yang kompeten dan sistem yang memadai, serta dilakukan pengawasan dan koordinasi maksimal maka tujuan perusahaan akan tercapai. Sedangkan pada pendekatan keperilakuan (behavioral approach) memandang bahwa dalam mengukur organisasi harus dipahami tentang perbedaan alamiah antar individu-individu yang ada dalam organisasi, proses pembelajaran, personalitas dan komunikasi. Hal tersebut menyebabkan kinerja organisasi akan nampak pada keterkaitan individu dalam organisasi. Inti dari pandangan ini bahwa dalam mengukur kinerja organisasi, perusahaan harus paham bahwa masing-masing individu memiliki kelebihan dan keterbatasan tersendiri, sehingga keberhasilan perusahaan tercapai jika perusahaan mampu memaksimalkan kerterkaitan individu-insividu tersebut dalam organisasi (team work) dengan melakukan pengorganisasian, kepemimpinan, manajemen konflik yang baik, memotivasi dan memberikan job desain yang jelas. Pendekatan kuantitatif (Quantitative approah) mengukur kinerja organisasi dengan menggunakan metode kuantitatif. Beberapa metode kuantitatif yang sering digunakan dalam pengukuran kinerja organisasi adalah konsep probabilitas, forecasting, linier prograaming, dynamic programing, matric dan inventory model. Pengukuran kuantitatif tidak hanya mensyaratkan penggunaan satu pemodelan, namun dapat pula dilakukan degan beberapa model atau memodifikasi sesuai kebutuhan organisasi. Sedangkan pengukuran kinerja organisasi degan pendekatan sistem mengacu pada hubungan internal sistem organisasi degan lingkungan eksternal.
54
Jurnal Akuntansi Aktual, Vol. 2, Nomor 1, Januari 2013, hlm. 46–56
Pendekatan lain yang dapat digunakan dalam mengukur kinerja organisasi adalah ”Seven SS Approach”, sesuai degan namanya, ukuran kinerja organisasi yang digunakan mengacu pada tujuh elemen penting perusahaan, yaitu: (1) strategi yang dimiliki perusahaan, (2) struktur organisasi, (3) sistem yang tersedia, (4) gaya kepemimpinan, (5) staff yang dimiliki, (6)skill dan (7) tujuan super ordinat. Ketujuh elemen tersebut harus dikelola secara maksimal untuk mencapai kinerja organisasi yang optimal. Lebih lanjut, pengukuan kinerja organisasi juga dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan teori (theory approach) di mana pendekatan ini mengasumsikan bahwa produktifitas dapat meningkat ketika semua individu dalam organisasi memiliki pemahaman yang sama bahwa mereka harus bekerjasama untuk mencapai efektifitas yang lebih baik. Pengukuran kinerja organisasi yang seringkali digunakan dalam bebagai penelitian maupun praktik di dunia usaha adalah pendekatan keuangan (financial approach). Banyak sekali ukuran keuangan yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja organisasi, secara garis besar ukuan finansial ini dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok, yaitu untuk mengukur kemampulabaan (profitabilitas), pertumbuhan dan ukuran penilaian (valuation measure). Ukuran kinerja organisasi yang dapat digunakan adalah pendekatan kesehatan bisnis jangka panjang (longterm business health approach). Konsep ini mengacu pada kinerja perusahaan jangka panjang. Hal ini berarti bahwa keuntungan sesungguhnya dari aktivitas perusahaan jika mampu bertahan lebih lama di bidangnya, hal yang mendasari dari konsep ini adalah kontinyuitas usaha. Hal tersebut menyebabkan ukuran yang digunakan adalah kepuasan konsumen, loyalitas merek, kualitas produk, kapabilitas dan kinerja manajer dan karyawan. Secara umum, pengukuran kinerja dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok besar, yaitu ukuran kinerja keuangan dan non keuangan. Ukuan kinerja keuangan dapat ditelusuri degan pendekatan kuantitatif dan keuangan. Sedangkan ukuran kinerja non keuangan dapat ditelusuri degan pendekatan klasik, keperilakuan, sistem, seven ss dan siklus kualitas. Khusus pada pendekatan kesehatan bisnis jangka panjang mulai memadukan ukuran kinerja keuangan non keuangan. Ukuran kinerja non keuangan lebih banyak mengacu pada aspek perilaku, karena dalam konteks ini menganalogikan bahwa keberhasilan kinerja sangat tergantung pada aspek manusia. Keberhasilan
kinerja secara finansial tidak mungkin tercapai jika individu-individu yang menjalankan operasional usaha tidak optimal. Pola-pola perilaku yang teraktualisasi dalam aktivitas perusahaan sangat dipengaruhi oleh budaya yang ada di dalamnya. Cleveland (1995) mengatakan bahwa sistem penilaian kinerja harus berfokus pada pola-pola perilaku dibandingkan pada hasil-hasil atau keluaran-keluaran yang diperoleh dari pola perilaku tersebut. Berdasar pada uraian di atas, maka pengukuran kinerja organisasi dalam penelitian ini mengacu pada pendekatan yang ditinjau dari konsep-konsep produktivitas, efisiensi dan efektivitas, karena ketiga konsep tersebut menunjukkan penggunaan sumberdaya secara optimal (Gleason dan Mathur, 2000). Indikator penilaian kinerja organisasi dalam penelitian ini mengacu pada penelitian yang dibuat oleh Terziovski 1999 yang meliputi:Profitability, Sales, Assets, Customer Satisfaction, dan Market Share.
HUBUNGAN BUDAYA ORGANISASI, STRATEGI BISNIS DAN KINERJA ORGANISASI Organizational performance merupakan program dari setiap departemen (sumberdaya manusia) dan organisasi (Galpin and Murray, 1997), berarti kinerja (result) dipengaruhi oleh strategi organisasi. Senge (1990) mengidentifikasi tantangan adanya hubungan antara budaya organisasi dengan kinerja antara satu sisi pada visi masa datang dan satu sisi realitas sebagai penggerak daya kreatif. Dua proses perubahan yang sangat partisipasif mencoba memanfaatkan energi ini pada anggota tim untuk membuat suatu tingkatan sistem (global, industri, organisasi dan personal) sebagai dasar untuk mencapai tingkat produktivitas yang optimal. Kotter and Heskett (1992) dalam penelitiannya menemukan bahwa terdapat 4 (empat) faktor yang menentukan perilaku kerja manajemen suatu organisasi, yaitu (1) budaya organisasi; (2) struktur, sistem, rencana dan kebijakan formal; (3) kepemimpinan (leadership); dan (4) lingkungan yang teratur dan bersaing. Ditegaskan pula oleh Hickman and Silva (1986) bahwa strategy ditambah dengan budaya organisasi (culture) akan menghasilkan suatu keistimewaan (excellence). Keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan tidak hanya ditentukan oleh keberhasilan implementasi prinsip-prinsip manajemen, seperti; planning, organizing, actuating dan controlling
Purwanto, Variabel Anteseden Budaya Organisasi dan Pengaruh Strategi Bisnis
55
saja, melainkan ada faktor lain yang tidak tampak, DAFTAR RUJUKAN faktor tersebut adalah budaya organisasi. Keunggul- Baum, J.R., Edwin, A. Locke, E.A., dan Ken, S.G. 2001. A an organisasi adalah ditentukan oleh unggul tidaknya Multidimensional Model of Venture Growth. Acabudaya organisasi yang dimiliki. demic Management Journal. Vol 44 (2):292–303.
KERANGKA KERJA KONSEPTUAL (CONCEPTUAL FRAMEWORK) Dari telaah teori dan studi empiris dapat dikemukakan suatu hubungan antara variabel Budaya Organisasi, Strategi Bisnis dan Kinerja Organisasi dalam suatu diagram conceptual framework berikut: Budaya Organisasi
Strategi Bisnis
Brown, A. 1998. Organizational Culture. Singapore: Prentice Hall. Cash, W.H. and F.E. Fischer. 1987. Human Resource Planning. Dalam Famularo, J.J., Hand Book of Human Resources Administration (hlm 10.3–10.20). Singapore: Fong and Sons Printers Pte Ltd. Cahyono, B.T. 1996. Modul Manajemen Strategi. Jakarta: IPWI,
Kinerja Organisasi
Gambar 5. Conceptual Framework yang menunjukkan hubungan variabel Budaya Organisasi, Strategi Bisnis dan Kinerja Organisasi Chatab, N. 2007. Profil Budaya Organisasi Mendiagnosis Budaya dan Merangsang Perubahannya , Bandung: PT Alfabeta Bandung. Cleveland, J.N.1995. The Blackwell Encyclopedic dictionary of Human Resources Management. Blackwell Publ.Ltd.Oxford. UK. Galpin, T.J., and Murray, P. 1997. Connect Human Resource Strategy to the Business Plan. Human Resources Magazine, March: 70–82. Gani, A. 2006. Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Budaya Organisasi dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja karyawan Industri Kayu Olahan di Kota Makasar. Malang. Universitas Brawijaya. KESIMPULAN DAN SARAN Gleason, K., and Mathur, I. 2000. The Interrelationship Kesimpulan between Culture, Capital Structure and Performance: Evidence form European Retailer. JourSesuai dengan permasalahan yang dikemukanal of Business Research 51:157–166. kan dalam penulisan artikel ini yang memerlukan Glueck, W.F., and Jauch, L. 1999. Manajemen Strategis jawaban konseptual maka dapat disimpulkan bahwa dan Kebijakan Perusahaan, Terjemahan. Jakarta: variabel Budaya Organisasi sebagai anteseden StraPenerbit Erlangga. tegi Bisnis berpengaruh terhadap Kinerja organisasi. Harrison, R., dan Stokes, H. 1992. Diagnosing OrganiBerdasar pada telaah teori dan studi empiris maka zational Culture. California: Pfeiffer & Co. kesimpulan artikel ini dapat dikemukakan lebih detil Hashim, M.K., Wafa, S.A., dan Sulaiman, M. 2001. Test(lebih rinci) bahwa (1) Budaya Organisasi sebagai ing Environment as The Moderator Between Business Strategy-Performance Relationship: A anteseden Stragegi Bisnis; (2) Strategi Bisnis berpeStudy of Malaysian SME’S, Malaysia. ngaruh terhadap Kinerja Organisasi. Herri, and Wafa, S.A. 2003. The Influence of Internal and External Factors to the Performancer of InSaran donesian Small and Medium Enterprises. Disarankan bahwa suatu tujuan penelitian untuk Hickman, C.R., and M.A. Silva. 1986. Creating Excellence: Managing Corporate Culture, Strategy menguji conceptual framework pada organisasi and Change in the New Age. Canada: New Ameribisnis manufaktur dan jasa sangat dianjurkan untuk can Library. meningkatkan sumbangan ilmu khususnya pada Hickman, C.R., and Silva, M.A. 1986. Creating Manajemen Strategi. Excellennce: Managing Corporate Culture,
Budaya Organisasi sebagai variabel anteseden Strategi Bisnis, McKinsey 7-s Framework (Pearce and Robinson, 2000) mengemukakan suatu model yang dikenal dengan model 7s dari McKinsey, model ini menggambarkan adanya hubungan antara budaya organisasi dan strategi bisnis. Organizational performance merupakan program dari setiap departemen (sumberdaya manusia) dan organisasi (Galpin and Murray, 1997), berarti kinerja (result) dipengaruhi oleh strategi organisasi.
56
Jurnal Akuntansi Aktual, Vol. 2, Nomor 1, Januari 2013, hlm. 46–56
Strategy and Change in the New Age. Canada: New American Library. Hickman, C.R., and Silva, M.A. 1986. Creating Excellennce: Managing Corporate Culture, Strategy and Change in the New Age. Canada: New American Library. Hitt, M.A., Ireland, R.D., Horkison, R.E. 1997. Manajemen Strategis: Menyongsong Era Persaingan dan Globalisasi. Terjemahan. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hunger, J.D., dan Wheelen, T.L. 2002. Strategic Management and Business Policy. Eight Edition. New Jersey: Pearson Education. Husain, U. 2003. Strategic Management in Action . Jakarta: PT Gramedia. Idrus, M.S. 1997. Strategi: Sebagai Upaya untuk Meningkatkan Kinerja Organisasi dan Keunggulan Bersaing. Orasi Ilmiah: Pada Rapat Terbuka Senat Universitas Brawijaya Tanggal 8 Januari. Malang. Idrus, M.S., Stanton, J.J. 1991. A Strategic Planning Approach to the Evaluation of Performance, A theoritical Frame Work. Asia Pasific International Managemenet Forum. Vol 17:21–35. Jauch, L.R., and Glueck, W.F. 1999. Business Policy and Strategic Management. Singapore: Mc Graw-Hill Books Company. Kotey, B., and Maredith, G.G. 1997. Relationship among Owner/Manager Personal Values, Business Strategies, and Enterprise Performance, Journal of Small Buisiness Management. Apr. 35 (2):37–56. Kotter, J.P., & Heskett, J.L. 1992. Corporate Culture and Performance. New York: The Free Press. Mangkuprawira, S. 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik. Jakarta: Ghalia Indonesia. Mangkuprawira, S. 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik. Jakarta: Ghalia Indonesia. Moeljono D. 2003. Budaya Korporat dan Keunggulan Korporasi. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Muhammad, S. 2002. Manajemen Strategik: Koonsep dan Kasus. Edisi Ketiga. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Pearce II, J.A., and R.B. Robinson. 2000. Strategic Management: Formulation, Implementation, and Control, Seventh Edition. Malaysia: McGraw-Hill International Editions. Pearce, J.A., and Robinson, Jr. R.B. 2003. Strategic Management: Formulation Implementation and Control. 8th Edition. Malaysia: Mc. Graw Hill International Edition. Porter, M.E. 1985. Competitive Advantage, Greating and Suataining Superior Performance. New York: Free Press. Porter, M.E. 1997. Strategi Bersaing, Teknik Menganalisis Industri dan Pesaing. Terjemahan. Jakarta: Erlangga. Purnomo S.H., Zulkieflimansyah. 1998. Manajemen Strategi: Sebuah Konsep Pengantar. Jakarta: Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Robbins, S.P. 2003. Organizational Behavior. Tenth Edition.Singapore: Prentice Hall. Rollinson, D. 2005. Organisational Behaviour and Analysis: An Integrated Approach. Third Edition. Prentice Hall Financial Times. Schein, E.H. 2004, Organizational Culture. New Jersey: American Physiocological Association. Susanto, A.B. 1997. Budaya Perusahaan: Seri Manajemen dan Persaingan Bisnis. Cetakan Pertama. Jakarta: Elex Media Komputindo. Terziovski, M., and Samson, D. 1999. The relation between total quality management practicesand operational performance. Journal of Operations Management. 17.4:393–409. Yusanto, M.I., dan Widjajakusuma, M.K. 2003. Manajemen Strategi: Perspektif Syariah. Jakarta: Gema Insani Press.