MANAJEMEN PERPUSTAKAAN SEKOLAH: Sebuah panduan ringkas 1 oleh Arif Surachman, S.IP. 2 dan Heri Abi Burachman Hakim, S.IP. 3 Abstrak Sekolah pada tingkatan dasar dan menengah merupakan pondasi bagi pembentukan karakter dan keberhasilan generasi muda di masa yang akan datang. Berbagai strategi dan fasilitas untuk meraih keberhasilan dalam proses pendidikan dan pendidikan menjadi penting bagi sekolah. Perpustakaan, adalah salah satu elemen penting sebagai bagian dari strategi dan fasilitas yang terkadang luput dari perhatian para pengambil kebijakan di sekolah. Masalah prioritas kebijakan dan pengambil kebijakan, sumber daya manusia, tempat/ruang, sumber daya koleksi, dan manajemen adalah hal-hal klasik yang perlu segera mendapat perhatian dari berbagai pihak. Tak kurang organisasi dunia maupun pemerintahpun mengeluarkan kebijakan dan landasan hukum yang diharapkan mampu mengurai masalah-masalah tersebut. Manifesto tentang perpustakaan sekolah oleh UNESCO/IFLA, UU Perpustakaan, Permendiknas tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/Madrasah, dan Standar Nasional Indonesia tentang Perpustakaan sekolah adalah produk-produk yang diharapkan menjadi pedoman dan panduan bagi adanya perpustakaan dan pengelolaan perpustakaan sekolah yang lebih baik. Sehingga ke depan, perpustakaan sekolah dapat benar-benar menjadi elemen penting bagi keberhasilan proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah atau pendidikan tingkat dasar dan menengah. Tulisan ini mencoba memotret, mengurai dan menjelaskan bagaimana seharusnya perpustakaan sekolah dikelola agar fungsinya yang mendukung keberhasilan proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah dapat tercapai. Kata kunci: Manajemen Perpustakaan Sekolah, Standar Perpustakaan Sekolah, Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah, Pendidikan Dasar dan Menengah
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pendidikan Dasar dan Menengah adalah merupakan elemen penting bagi pembentukan karakter dan keberhasilan generasi muda pembangun bangsa di masa yang akan datang. Pendidikan dan pembelajaran di level ini akan sangat menentukan bagaimana ke depan seseorang mampu berperan dan mempunyai daya saing dalam pembangunan bangsa dan negara.
Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah adalah tempat dimana
tanggungjawab penting ini disandarkan. Individu dan institusi di dalamnya harus mampu membuat strategi jitu guna menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi dalam rangka pembentukan karakter dan keberhasilan dalam pencerdasan kehidupan bangsa. Salah satu elemen penting dalam strategi pendidikan dan pembelajaran di sekolah yang sering ‘dilupakan’ oleh para pemangku dan pengelola sekolah adalah perpustakaan. 1
Disampaikan dalam Seminar Sehari Perpustakaan Sekolah di Wonosobo, 13 Agustus 2011. Pustakawan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta /
[email protected] 3 Pustakawan Institut Senin Indonesia Yogyakarta: http://heri_abi.staff.ugm.ac.id 2
1
Sudah menjadi ‘rahasia’ umum bahwa masih banyak sekolah yang menganggap bahwa perpustakaan ‘bukan elemen’ prioritas bagi proses pembelajaran dan pendidikan di sekolah. Perpustakaan sering kali sulit ditemukan keberadaannya di sekolah, atau kalaupun ada ditempatkan pada ruang yang sempit seperti ruang UKS, gudang atau pojok-pojok gedung sekolah yang ‘pengap’ dan hampir tidak ‘terjamah’. Bahkan untuk mengelolanyapun hanya mengandalkan ‘sisa-sisa energi’ dari sumber daya yang ada di sekolah. Intinya, perpustakaan masih dianggap bukan bagian penting dalam proses akademik di sekolah. Kondisi-kondisi
tentu
tidak
dapat
dibiarkan
berlarut-larut,
mengingat
tanggungjawab yang besar disandarkan pada institusi pendidikan dasar dan menengah ini. Masyarakat dan berbagai organisasi mulai ‘gerah’ terhadap kondisi-kondisi yang terjadi. Sehingga mulai ada ‘tuntutan’ agar perpustakaan benar-benar ‘dimasukkan’ dalam elemen pengembangan pendidikan dan pembelajaran. Bahkan pada tahun 2000, UNESCO dan IFLA telah mengeluarkan manifesto tentang Perpustakaan Sekolah yang menyebutkan: “Governments, through their ministries responsible for education, are urged to develop strategies, policies and plans that implement the principles of this Manifesto” Manifesto itu menegaskan bahwa Pemerintah melalui menteri-menterinya yang bertanggungjawab atas pendidikan, diwajibkan mengembangkan strategi, kebijakankebijakan dan rencana-rencana yang mampu mengimplementasikan prinsip-prinsip manifesto ini. Selain itu dalam misinya, manifesto ini ingin menegaskan bahwa perpustakaan sekolah menyediakan informasi dan gagasan yang menjadi dasar untuk membentuk masyarakat saat ini yang berbasis informasi dan ilmu pengetahuan. Perpustakaan juga harus mampu membekali siswa dengan kemampuan pembelajaran sepanjang hayat dan mengembangkan imajinasinya, sehingga membekali mereka menjadi warga negara yang bertanggungjawab. Manifesto itu menurut Natajumena (2008) sesuai dengan misi UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk berkembang potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, beriman, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggungjawab. Data terakhir yang sempat penulis dapatkan, sudah ada upaya dari pemerintah melalui Kemendiknas paling tidak untuk Sekolah Dasar (SD) yang menargetkan pada tahun
2
2015 seluruh SD di Indonesia harus sudah mempunyai perpustakaan. Sampai saat ini, dari 148 ribu SD yang ada di Indonesia, ada 50 ribu SD yang sudah memiliki perpustakaan, dan Kemendiknas menargetkan setiap tahunnya akan ada tambahan 20 ribu SD yang memiliki perpustakaan (Media Indonesia, 3 juli 2010). Tentu ini sebuah kabar baik juga bagi sekolahsekolah yang saat ini belum memiliki fasilitas perpustakaan. Hal ini juga menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mewujudkan fasilitas pendidikan dan pembelajaran yang memadai bagi generasi muda di Indonesia. 1.2. Pengertian-pengertian Pengertian perpustakaan berkembang dari waktu ke waktu. Pada abad ke-19 perpustakaan didefinisikan sebagai “suatu gedung,ruangan atau sejumlah ruangan yang berisi koleksi buku yanng dipelihara dengan baik,dapat digunakan oleh masyarakat atau golongan masyarakat tertentu. Kemudian ALA (The American Library Association) menggunakan istilah perpustakaan untuk suatu pengertian yang luas yaitu termasuk pengertian “ pusat media, pusat belajar, pusat sumber pendidikan, pusat informasi, pusat dokumenstasi dan pusat rujukan “. Sedangkan menurut Keputusan Presiden RI nomor 11, disebutkan bahwa “ perpustakaan merupakan salah satu sarana pelestarian bahan pustaka sebagai hasil budaya dan mempunyai fungsi sebagai sumber informasi ilmu pengetahuan, teknologi dan kebudayaan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional. Adapun pengertian perpustakaan sekolah, menurut Sulistyo-Basuki (1994) adalah perpustakaan yang berada di sekolah dengan fungsi utama membantu tercapainya tujuan sekolah serta dikelola oleh sekolah yang bersangkutan. Sedangkan menurut Standar Nasional Indonesia untuk Perpustakaan Sekolah (SNI 7329-2009), pengertian perpustakaan sekolah adalah
perpustakaan yang berada pada
satuan pendidikan formal di lingkungan pendidikan dasar dan menengah yang merupakan bagian integral dari kegiatan sekolah yang bersangkutan, dan merupakan pusat sumber belajar untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan sekolah yang bersangkutan. Kata manajemen dapat didefinisikan sebagai sebuah proses yang dilakukan untuk mewujudkan
tujuan
organisasi
melalui
rangkain
kegiatan
berupa
perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian orang-orang serta sumber daya organisasi lainnya. Jadi berdasarkan definisi ini, maka manajemen perpustakaan sekolah dapat diartikan sebagai sebuah proses untuk mewujudkan tujuan perpustakaan sekolah melalui
3
kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian terhadap sumber daya manusia dan sumber daya perpustakaan sekolah lainnya. 1.3. Landasan Hukum Saat ini peran, fungsi, dan bagaimana seharusnya perpustakaan sekolah dikelola telah mempunyai banyak landasan hukum. Sebagai contoh adalah payung hukum yang secara global mengatur tentang perpustakaan sudah dikeluarkan oleh pemerintah melalui Undang-undang nomor 43 tahun 2007 tentang perpustakaan. Perpustakaan Sekolah juga tidak luput dari diatur dalam UU tersebut yakni pada pasal 23 ayat 1-6 dimana diantaranya disebutkan bahwa setiap sekolah/madrasah
menyelenggarakan perpustakaan yang
memenuhi standar nasional perpustakaan dengan memperhatikan standar nasional pendidikan, mengembangkan koleksi yang mendukung kurikulum pendidikan,
dan
sekolah/madrasah mengalokasikan paling sedikit 5% dari anggaran belanja operasional sekolah/madrasah. Untuk menjamin pelaksanaan UU tersebut bahkan dalam pasal 52 diatur tentang sanksi administratif yang akan dikenakan kepada lembaga penyelenggara perpustakaan (sekolah/madrasah) yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 23. Sedangkan untuk tenaga perpustakaan atau pustakawan sekolah/madrasah sudah ada landasan hukumnya yang diatur melalui Permendiknas RI nomor 25 tahun 2008 tentang standar tenaga perpustakaan sekolah/madrasah. Landasan-landasan hukum ini tentu sangat penting agar ke depan perpustakaan benar-benar menjadi elemen penting yang diperhatikan pengelola lembaga pendidikan dasar dan menengah dalam menjalankan fungsinya terkait pendidikan dan pembelajaran. 1.4. Tujuan dan Fungsi Perpustakaan Sekolah Menurut Standar Perpustakaan Sekolah (SNI 7329-2009),
perpustakaan sekolah
bertujuan menyediakan pusat sumber belajar sehingga dapat membantu pengembangan dan peningkatan minat baca, literasi informasi, bakat serta kemampuan peserta didik. Seperti dalam Surachman (2007), apabila kita lebur tujuan tersebut ke dalam fungsi-fungsi yang terdapat dalam perpustakaan, maka fungsi perpustakaan sekolah adalah sebagai: a. Pusat kegiatan belajar-mengajar yang terintegrasi dengan kurikulum di sekolah
4
b. Pusat penelitian sederhana yang memungkinkan para siswa mengembangkan kreativitas, bakat dan imajinasinya. c.
Pusat kegiatan rekreatif (hiburan) dan pusat peningkatan minat baca
d. Pusat Belajar Mandiri dan meningkatkan kemampuan literasi informasi bagi siswa Tujuan dan fungsi perpustakaan sekolah di atas menegaskan bahwa perpustakaan sekolah harus dapat menjadi bagian integral dalam proses pengembangan pendidikan dan pembelajaran yang dilakukan di sekolah. Hal ini ke depan akan memberikan jaminan terbentuknya generasi yang terampil belajar sepanjang hayat dan mampu mengembangkan daya pikir agar mereka dapat hidup sebagai warga negara yang bertanggung jawab. 1.5. Permasalahan dalam Perpustakaan Sekolah Ada satu ungkapan bahwa pengalaman adalah pelajaran terbaik yang bisa kita petik untuk perubahan ke depan yang lebih baik. Demikian halnya dengan perpustakaan sekolah, kondisi ‘kelam’ yang pernah ada diharapkan akan memberikan sebuah pelajaran bagi perubahan ke depan yang lebih baik. Berdasarkan pengamatan dan juga brainstorming yang pernah dilakukan penulis selama melakukan interaksi dengan para staf perpustakaan/pustakawan, guru dan kepala sekolah baik di DIY maupun daerah lain di Indonesia, setidaknya ada beberapa kondisi kurang baik atau permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan perpustakaan sekolah saat ini yakni: 1.5.1. Prioritas kebijakan dan pengambil kebijakan Pada beberapa kasus yang ditemui ternyata kebijakan sekolah dalam hal ini kepala sekolah seringkali belum menunjukkan adanya ‘dukungan’ terhadap keberadaan atau keberlangsungan perpustakaan sekolah/madrasah.
Kondisi ini dapat dilihat dari tidak
dimasukkannya anggaran pengembangan perpustakaan dalam anggaran pengembangan sekolah/madrasah. Disisi lain kurikulum yang disusun oleh sekolah atau dikembangkan sekolah juga belum mengintegrasikan dengan pentingnya keberadaan perpustakaan di dalamnya. Kepala sekolah dan pengambil kebijakan di sekolah masih seringkali menjadi ‘batu sandungan’ bagi pengembangan perpustakaan sekolah. Menurut Natajumena (2008) setidaknya ada 3 Figur yang menentukan dunia pendidikan kita, yaitu menteri, kepala kanwil (kepala dinas), dan kepala sekolah. Dari pernyataan ini ias dilihat bahwa kepala sekolah mempunyai peranan sangat penting dalam keberhasilan pendidikan dan pembelajaran. Dengan kata lain, kepala sekolah juga akan sangat berperan dalam 5
pengembangan perpustakaan sekolah.
Sehingga mau tidak mau apabila perpustakaan
sekolah mau berkembang, maka faktor prioritas kebijakan dan pengambil kebijakan menjadi sangat penting. 1.5.2.
SDM Permasalahan lain yang sering menjadi hambatan bagi pengembangan perpustakaan
sekolah adalah tidak adanya SDM yang mengelola perpustakaan, atau minimnya tenaga perpustakaan. Banyak perpustakaan yang ‘hanya’ dikelola sebagai ‘sambilan’ oleh beberapa staf pendidik atau tenaga kependidikan. Hal ini bukannya buruk sama sekali, akan tetapi sering kali menjadikan perpustakaan tidak dapat berkembang dan kehilangan fungsinya sehingga akhirnya tidak dapat mencapai tujuan yang diharapkan . Apalagi jika SDM yang mengelola tidak mempunyai kompetensi dalam pengelolaan perpustakaan. Hal ini akan semakin menghambat perkembangan perpustakaan sekolah. Mengingat pentingnya perpustakaan sekolah, sudah semestinya bahwa SDM ini harus menjadi perhatian apalagi jika merujuk pada permendiknas nomor 25 tahun 2008 yang mengatur masalah standar tenaga perpustakaan sekolah/madrasah. Dimana didalamnya diatur syarat-syarat minimal bagi SDM yang mengelola perpustakaan. Sehingga SDM yang mempunyai kemampuan dan keahlian sesuai standar adalah menjadi hal yang tidak dapat ditawar lagi apabila sekolah ingin mengembangkan perpustakaan sekolah dengan lebih baik. 1.5.3.
Tempat/Ruang Permasalahan klasik yang selalu ditemui ketika penulis melakukan brainstorming
adalah ketidaktersediaan ruang/tempat atau minimnya tempat/ruang yang dipergunakan untuk perpustakaan. Beberapa kasus yang ditemui memperlihatkan bahwa buku-buku yang berasal dari pemerintah maupun bantuan lembaga tertentu seringkali tidak tersentuh dan hanya dibiarkan menumpuk di sudut gudang sekolah atau ruang guru atau ruang kepala sekolah. Ketiadaan ruang perpustakaan menjadi salah satu alasannya. Kasus lain adalah ruang perpustakaan yang ‘hanya’ ditempatkan di sudut sekolah, di ruang UKS, atau di sudut2 pengap yang kadang tidak tersentuh atau terjamah oleh siswa dan pendidik. Sehingga walaupun keberadaannya terlihat tapi kebermanfaatannya menjadi seringkali ‘tidak ada’. Kedua masalah itu merupakan masalah klasik yang selalu menjadi alasan tidak berkembangnya perpustakaan sekolah. Hal ini tentunya tidak bisa dibiarkan berlarut, 6
pemerintah atau pengambil kebijakan harus mulai berpikir dan memasukkan ruang/tempat khusus untuk perpustakaan sebagai bagian dan perencanaan dan pengembangan infrastruktur pendidikan di sekolah. Artinya apa, setiap pengembangan pendidikan dan pembelajaran di sekolah harus diikuti dengan pengembangan perpustakaan. Sekolah harus mampu memberikan jaminan ketersediaan tempat atau media bagi siswa untuk mendapatkan informasi yang akan memperkaya pengetahuan dan imajinasinya, serta memberikan dukungan bagi pembelajaran sepanjang hayat. 1.5.4.
Sumber Daya Koleksi Merujuk pada Standar Perpustakaan Sekolah dimana perpustakaan bertujuan
menyediakan pusat sumber belajar, maka koleksi atau sumber daya koleksi merupakan ‘nyawa’ dari keberadaan perpustakaan sekolah. Koleksi perpustakaan merupakan bagian yang menjadi ‘elemen’ keberhasilan fungsi dan tujuan perpustakaan sekolah. Banyak kasus ditemui perpustakaan menjadi tidak ‘laku’ karena koleksinya yang sedikit, tidak lengkap dan kurang menarik. Hal ini juga menjadi permasalahan yang ditemui di banyak perpustakaan sekolah di Indonesia. Koleksi yang kurang beragam dan ‘hanya’ mengandalkan buku teks bantuan dari pemerintah merupakan hal yang lazim ditemui di perpustakaan-perpustakaan sekolah, yang bahkan tidak mengalami ‘pembaharuan’ selama bertahun-tahun. Tak jarang tampilan bukupun menjadi tidak menarik bagi siswa untuk ‘menyentuhnya’. Tentu ini menjadi masalah serius, karena salah satu ciri keberhasilan sebuah perpustakaan adalah ketersediaan dan keterpakaian koleksinya. Pada level masalah ini maka perlu adanya kebijakan dan perencanaan dalam sistem pengembangan koleksi perpustakaan. 1.5.5. Manajemen Pengalaman menunjukkan bahwa solusi terhadap keempat permasalahan di atas kurang ‘berarti’ apabila kemampuan pengelolaan oleh staf pengelola juga tidak diperhatikan. Beberapa kasus yang ditemui memperlihatkan adanya sekolah yang punya ruang perpustakaan memadai, punya koleksi yang memadai, ada SDM yang menangani, hanya sayang pengelolaannya kurang bagus. Perpustakaan ‘hanya’ dijalankan layaknya ‘penyewaan buku’ tidak terintegrasi dengan sistem pendidikan yang ada. Atau dengan kata lain perpustakaan dijalankan ‘hanya’ apa adanya tanpa adanya perencanaan dan pengawasan yang baik. Perpustakaan hanya dipahami sebagai ‘gudang buku’, bukan merupakan pusat informasi dan pembelajaran mandiri bagi siswa didik.
7
Selain itu, posisi perpustakaan dalam organisasi sekolah kadang juga tidak jelas bahkan tidak masuk dalam struktur yang ada. Padahal dalam Standar Nasional Perpustakaan Sekolah, perpustakaan harus masuk dalam struktur organisasi sekolah sehingga akan memudahkan dalam menentukan arah pengelolaan yang sesuai dengan tujuan pendidikan dan pembelajaran di sekolah.
II. PENGELOLAAN PERPUSTAKAAN
Kegiatan mengelola atau manajemen dalam perpustakaan sekolah bukan sekedar kegiatan menempatkan buku-buku di rak, akan tetapi lebih dari itu, sangat kompleks, berkelanjutan, dan selalu berubah. Jadi manajemen merupakan sebuah proses yang memfokuskan pada memperhatikan kegiatan dari hari ke hari, menghadapi permasalahan isi dan integrasi dengan tujuan-tujuan sekolah. Kegiatan manajemen adalah kegiatan yang mencerminkan adanya sebuah sistem, terkait dan terdiri dari beberapa aspek atau faktor untuk mendukungnya. Surachman (2007) dalam makalahnya, memperlihatkan bahwa ada beberapa faktor yang dapat ditemui dalam sebuah
proses pengelolaan perpustakaan
diantaranya adalah kebijakan dan prosedur ; manajemen koleksi ; pendanaan atau anggaran; manajemen fasilitas; sumber daya manusia; dan perencanaan. 2.1. Prosedur dan Kebijakan Prosedur dimaksud adalah merupakan cara atau bagaimana kegiatan dan pekerjaan harus dilakukan terkait dengan upaya implementasi dari sebuah rencana spesifik atau menjalankan sebuah kebijakan. Sedangkan kebijakan sendiri memfokuskan pada prinsipprinsip apa yang dipegang oleh organisasi dalam hal ini adalah sekolah/perpustakaan dan mengapa hal itu perlu dilakukan. Kadang kala sebuah kebijakan terhadap perpustakaan sekolah sangat dipengaruhi oleh kondisi kebijakan di lingkungannya, baik dari sekolah atau pemilik sekolah, dinas pendidikan, pemerintah atau mungkin departemen pendidikan. Nah, agar pengelolaan perpustakaan sejalan dengan kebijakan yang ada, maka pengelola perpustakaan perlu memahami kebijakan-kebijakan yang ada di sekolah, terutama terkait tujuan pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Selain itu pengelola perpustakaan juga harus mampu secara jelas memahami bagaimana prosedur dapat dilakukan secara efektif dan dapat merefleksikan kebutuhan-kebutuhan sekolah itu sendiri.
8
Kebijakan yang dimaksud disini adalah termasuk didalamnya terkait pendanaan, pengelola, dukungan untuk guru-pustakawan dan faktor-faktor lain yang berhubungan. Jadi selain memperjuangkan sebuah kebijakan yang terkait nasib perpustakaan, maka pengelola perpustakaan harus paham apa visi dan misi sekolahnya, bagaimana sekolah melakukan perancangan anggaran, dimana posisi perpustakaan secara struktural, apa saja yang menjadi wewenang dan kewajiban perpustakaan di sekolah. Bahkan terkait kebijakan yang akan diambil secara internal di perpustakaan itu sendiri, pengelola perpustakaan harus mampu: •
melihat kembali sumber-sumber yang dimiliki dan mendefinisikannya sesuai kebutuhan dan perkembangan kebijakan sekolah
•
melihat, memperhatikan dan memperbaharui prosedur-prosedur lokal – sirkulasi, pemesanan pustaka, dll
•
membuat sebuah pernyataan visi dari perpustakaan sekolah yang sesuai dengan kebijakan yang ada
•
membuat perencanaan strategis dalam menentukan prosedur dan kebijakan dari perpustakaan itu sendiri. Artinya dapat disimpulkan bahwa pengelola perpustakaan harus mampu
memahami kebijakan dan prosedur yang ada di sekolah dan lingkungannya, selain tentu saja membuat dan melaksanakan kebijakan dan prosedur internal yang harus dijalankan di perpustakaan. Hal lain yang cukup penting adalah setiap membuat sebuah kebijakan atau prosedur harus selalu mempertimbangkan visi, kebutuhan, dan keadaan dari sekolah atau lembaga
induknya.
Karena
pada
prinsipnya
perpustakaan
sekolah
harus
dapat
mencerminkan visi dan misi sebuah lembaga pendidikan sekolah. 2.2. Manajemen Koleksi Di atas sudah disinggung bahwa salah satu permasalahan di perpustakaan sekolah adalah masalah sumber daya koleksi. Namun sebenarnya selain ketersediaan sumber daya koleksi, manajemen koleksi adalah hal yang harus menjadi perhatian bagi pengelola perpustakaan. Manajemen koleksi merupakan area kunci dari tangungjawab seorang pengelola perpustakaan. Koleksi sendiri dapat didefinisikan sebagai sebuah bahan pustaka atau sejenisnya yang dikumpulkan, dikelola, dan diolah dengan kriteria tertentu. Pengelolaan koleksi yang
9
baik akan menentukan sukses tidaknya sebuah program perpustakaan sekolah. Karena tanpa dikelola dengan baik, maka koleksi akan tetap menjadi kumpulan atau tumpukan buku yang tidak bermakna. Salah satu karakteristik dari sebuah koleksi perpustakaan sekolah adalah beragamnya jenis sumber atau bahan pustaka tergantung pada kebutuhan pengajar/staf pendidik, ukuran atau jumlah koleksi, bagaimana cara mengaksesnya dan keterbaruan. Banyak hal sebetulnya yang dapat dilakukan untuk mengelola koleksi, mulai dari pengadaan, pengolahan teknis (seperti inventarisasi, klasifikasi, pelabelan, penempatan, pemilihan), dan memang tentunya itu membutuhkan perhatian yang serius dari pengelola perpustakaan. Dalam manajemen koleksi sebetulnya jumlah bukan suatu hal yang menjadi sangat prinsip, akan tetapi lebih penting bagaimana koleksi itu dapat dimanfaatkan dengan baik atau tidak. "It
does
not
matter
how
many
books
you
may
have,
but
whether
they
are
good or not." - Lucius Annaeus Seneca (3 B.C.-65 A.D.), Epistolae Morale Jadi
prinsip-prinsip
kebermanfaatan
harus
menjadi
dasar
bagi
pengelola
perpustakaan untuk mengeluarkan kebijakan terkait dengan bagaimana mengelola koleksi yang ada. Pengelola harus mampu memetakan mana koleksi yang menjadi pendukung utama pembelajaran, mana koleksi yang bersifat hiburan, mana koleksi yang dibutuhkan siswa didik untuk mengembangkan bakat dan ketrampilan, sehingga akan memudahkan siswa didik dan staf pendidik memanfaatkannya. Manajemen koleksi termasuk didalamnya pengembangan koleksi merupakan area penting yang mestinya selalu diperhatikan oleh para pengelola perpustakaan di sekolah. Secara lebih khusus pembahasan manajemen koleksi akan dijelaskan pada bagian ketiga (III) pada makalah ini. 2.3. Pendanaan atau Anggaran Pendanaan adalah masalah yang sering menjadi ‘momok’ bagi sebagian pengelola perpustakaan dalam mengembangkan perpustakaannya. Untuk itu masalah pendanaan ini harus direncanakan sedini mungkin.
Melalui sebuah ‘assesment’ terhadap koleksi dan
tujuan pengembangan program-program, sebuah rencana pendanaan dapat dilakukan dan dikeluarkan dalam sebuah dokumen perencanaan bagi perpustakaan sekolah. Sebuah rencana pendanaan akan membantu pengelola perpustakaan dan sekolah dalam 10
meyakinkan dewan sekolah/pemilik sekolah dan pemerintah untuk menyetujui program dan rencana-rencana pengembangan perpustakaan, serta sebagai bukti akuntabilitas dalam pengelolaan perpustakaan. Seperti sudah tercantum dalam Undang-Undang Perpustakaan dan juga Standar Perpustakaan Sekolah, sekolah harus menjamin tersedianya anggaran perpustakaan setiap tahun sekurang-kurangnya 5% dari total anggaran sekolah di luar belanja pegawai dan pemeliharaan serta perawatan gedung. Jadi mau tidak mau, seharusnya rencana pendanaan perpustakaan sekolah harus menjadi bagian ‘integral’ dari pendanaan rutin sekolah. Langkah terakhir yang harus dilakukan pengelola terkait pendanaan atau anggaran adalah merancang dan mengawal penggunaan dana yang sudah diajukan. Hal ini harus dilakukan secara sistematis dan sesuai dengan prosedur yang sudah dirancang sebelumnya. Pengelola harus paham bagaimana dan kapan dana atau anggaran itu dapat dikeluarkan untuk keperluan pengembangan dan kegiatan perpustakaan sekolah. Apalah artinya apabila anggaran atau dana sudah disetujui tetapi pengelola perpustakaan sendiri tidak dapat merealisasikan apa yang sudah direncanakan dan disetujui oleh pengambil kebijakan di sekolah. Hal ini tentu akan membawa dampak pada kebijakan terhadap perpustakaan sekolah di kemudian hari. 2.4. Fasilitas Fasilitas perpustakaan menjadi sisi lain yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan perpustakaan. Seringkali yang terjadi masalah perpustakaan adalah masalah ‘ketiadaan’ atau ‘ketidakberdayaan’ fasilitas. Mulai dari ketiadaan tempat, ketiadaan koleksi, ketiadaan sarana pendukung, dan sarana prasarana lainnya. Biasanya tiap level sekolah mempunyai karakteristik masing-masing dalam perencanan fasilitas. Namun yang penting dalam pengelolaan fasilitas harus diperhatikan 3 hal yakni: Nyaman (Comfort), Terbuka (Welcome), dan User-friendly. Ketika kita merancang sebuah fasilitas untuk perpustakaan sekolah, setidaknya ada beberapa prinsip yang harus dipenuhi: • Tata letak harus dapat menunjukkan bahwa perpustakaan dapat difungsikan dengan baik. • Desain harus memperhatikan aspek estetika dan ergonomis. • Akses ke bahan pustaka ruang, dan informasi harus mudah bagi semua pengguna.
11
• Harus diperhatikan masalah arus ‘lalu-lintas’ pengguna, keselamatan dan keamanan. • Ruangan sedapat mungkin mengakomodir kebutuhan pengguna, juga tentunya untuk keperluan penyimpanan dan pengolahan. Selain itu ada baiknya dalam menentukan fasilitas perpustakaan juga diperhatikan standar yang sudah ditetapkan dalam standar nasional perpustakaan sekolah yakni: •
Perpustakaan harus menyediakan ruang yang cukup untuk koleksi, staf dan penggunaannya.
•
Perpustakaan harus menyediakan ruang dengan luas sekurang-kurangnya untuk SD/MI 56 m2, SMP/MTS 126 m2, SMA, MA, SMK, MAK 168m2.
•
Pembagian Area: 45% untuk area koleksi, 25% untuk area baca, 15% untuk area staf, 15% untuk area lain.
•
Perpustakaan harus menyediakan sekurang-kurangnya rak buku, lemari catalog, meja dan kursi baca, meja dan kursi kerja, meja sirkulasi, mesin tik/perangkat computer, dan papan pengumuman/pameran.
•
Perpustakaan harus memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk keperluan pengguna
2.5. Manajemen SDM Seperti halnya sudah dibahas pada paragraph sebelumnya, bahwa masalah sumber daya manusia merupakan hal yang sering ditemui dalam pengelolaan perpustakaan. Untuk itu kiranya perlu juga diperhatikan bagaimana manajemen sumber daya manusia atau pengelola perpustakaan ini dilakukan. Pengambil kebijakan di sekolah dalam hal ini kepala sekolah atau pemilik sekolah harus memahami bahwa SDM Perpustakaan adalah SDM Profesional. Sehingga tidak lagi dapat dengan sembarang menempatkan orang atau staf di perpustakaan. Perlu ada pertimbangan-pertimbangan kompetensi di bidang perpustakaaan. SDM atau staf pengelola perpustakaan merupakan kunci utama dalam kesuksesan sebuah perpustakaan. Inovasi dan ide-ide kreatifnya akan membawa perpustakaan menjadi perpustakaan yang berdayaguna dan juga nyaman digunakan oleh siswa didik maupun staf pendidik. Selain itu kemampuan dan keahlian dalam bidang perpustakaan juga menjadi faktor yang sangat penting untuk diperhatikan. Berdasarkan standar nasional perpustakaan, setidaknya SDM di perpustakaan sekolah terdiri dari:
12
a. Kepala Perpustakaan: seseorang yang bertanggungjawab kepada kepala sekolah, memiliki kualifikasi pendidikan minimal diploma dua (D2) bidang ilmu perpustakaan dan informasi, atau diploma dua (D2) bidang lain yang sudah memperoleh sertifikat pendidikan di bidang ilmu perpustakaan dan informasi dari lembaga pendidikan yang terakreditasi. b. Tenaga Perpustakaan Sekolah: seorang yang merupakan tenaga teknis perpustakaan dengan klasifikasi minimal pendidikan sekolah menengah serta memperoleh pelatihan kepustakawanan dari lembaga pendidikan dan pelatihan yang terakreditasi. Kedua SDM tersebut yang akan bekerjasama dalam melaksanakan pengelolaan perpustakaan. Kepala perpustakaan merupakan orang yang bertanggungjawab secara penuh terhadap perpustakaan. Sudah seharusnya kepala perpustakaan ini mempunyai kemampuan untuk mengelola perpustakaan, memahami visi dan misi sekolah, dan juga memahami kurikulum yang diterapkan di perpustakaan. Sedangkan tenaga perpustakaan harus mempunyai kemampuan teknis dalam bidang perpustakaan karena akan membantu kepala perpustakaan dalam mengelola perpustakaan dalam keseharian. Selain itu
sebenarnya kita dapat memanfaatkan siswa didik untuk membantu
pelayanan di perpustakaan sekolah. Hal ini juga merupakan bagian dari proses pembelajaran bagi siswa didik untuk menyukai perpustakaan. Ini dapat dilakukan apabila sekolah mempunyai keterbatasan SDM. Siswa didik dapat diberi pelatihan singkat yang terkait bagaimana melakukan pelayanan perpustakaan. Untuk menjamin keberlangsungan perpustakaan, maka SDM perpustakaan sekolah harus; (1) mengembangkan kemampuan professionalnya; (2) memperhatikan kemampuan yang diperlukan dan prosedur yang dibutuhkan untuk dapat mengelola perpustakaan secara efektif – dari perpustakaan yang sekedar bertahan hidup menjadi perpustakaan yang benar-benar berjalan secara baik, (3) mengembangkan kebijakan dan prosedur dengan prinsip-prinsip yang mengaktualisasikan visi dari perpustakaan sekolah; (4) mampu memperlihatkan keterkaitan antara sumber-sumber informasi dan tujuan dan prioritas sekolah, serta program perpustakaan; (5) dan menunjukkan kemampuan dan peran melalui rencana manajemen.
13
2.6. Perencanaan Perencanaan akan selalu menjadi bagian penting dalam sebuah sistem manajemen, termasuk manajemen perpustakaan sekolah. Untuk itu sekolah dan pengelola perpustakaan sekolah harus mempunyai dokumen perencanaan yang akan menjadi panduan paling tidak setiap jangka waktu tertentu, misal satu tahun anggaran. Perencanaan disini menyangkut masalah perencanaan kebijakan strategis, perencanaan anggaran/pendanaan, perencanaan pengembangan fasilitas, perencanaan pengembangan koleksi, perencanaan program kerja perpustakaan sekolah, perencanaan pengembangan SDM, perencanaan kerjasama, dan juga perencanaan promosi perpustakaan. Penting bagi pengelola perpustakaan untuk selalu memulai pekerjaan dan program kerjanya melalui sebuah perencanaan. Perencanaan akan menentukan sejauh mana perpustakaan sekolah dapat berjalan dengan baik dan mendukung proses pembelajaran yang inovatif di sekolah. Kepala perpustakaan beserta tenaga perpustakaan dapat bekerja sama dengan staf pendidik dan juga staf manajerial lain di sekolah guna menyusun perencanaan yang baik bagi keberlangsungan perpustakaan. Hal ini penting agar menjamin ketepatan arah dan sasaran program perpustakaan terutama dalam mendukung keberhasilan proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Tanpa adanya perencanaan maka perpustakaan akan berjalan tanpa arah dan tidak akan mencapai apa yang menjadi tujuan yang diharapkan. III. MANAJEMEN KOLEKSI PERPUSTAKAAN 3.1. Koleksi Perpustakaan Perpustakaan didirikan dengan berbagai tujuan. Di antara tujuan tersebut adalah agar perpustakaan mampu menjelma sebagai lembaga yang mampu membina minat baca masyarakat serta memenuhi kebutuhan informasi pemustaka. Untuk dapat melakukan pembinaan minat baca masyarakat dan mampu memenuhi kebutuhan informasi pemustaka sangat tergantung dari eksistensi koleksi yang dimiliki oleh perpustakaan. Tanpa keberadaan koleksi tentu perpustakaan tidak akan mampu melakukan pembinaan serta memenuhi kebutuhan informasi masyarakat atau pemustaka. Koleksi menjadi salah satu elemen penting dalam eksistensi sebuah perpustakaan. Koleksi dapat menjadi motivator pagi pemustaka untuk datang ke perpustakaan. Kualitas
14
koleksi menjadi salah faktor penentu apakah perpustakaan akan diakses oleh banyak pemustaka atau tidak. Ketika berbicara mengenai manajemen koleksi maka topik mengenai koleksi perpustakaan merupakan topik pertama yang akan dipelajari. Pada topik ini akan dipelajari tentang defini koleksi, varian dari koleksi serta metode pengadaannya. 3.1.1.
Definisi Koleksi Koleksi perpustakaan adalah semua jenis bahan pustaka yang dikumpulkan, diolah
dan disimpan untuk disebarluaskan kepada masyarakat guna memenuhi kebutuhan informasi mereka (Yulian dan Sunjana, 2009). Bahan pustaka yang telah dihimpun atau dikumpulkan oleh perpustakaan, selanjutnya diolah dengan menggunakaan kaidah-kaidah tertentu,
disimpan
dan
selanjutkan
dilayankan
kepada
masyarakat
yang
membutuhkannnya. Apabila difinisi di atas ditarik ke dalam konteks perpustakaan sekolah, maka definisi koleksi perpustakaan sekolah adalah semua jenis bahan pustaka yang dikumpulkan, diolah dan disimpan untuk disebarluaskan sehingga dapat dimanfaatkan oleh pemustaka dalam hal ini guru, siswa dan staf administrasi sekolah. 3.1.2.
Varian Koleksi Secara garis besar varian koleksi perpustakaan dapat dibedakan menjadi dua
kelompok besar. Varian koleksi perpusakaan tersebut dapat dibedakan menjadi koleksi tercetak dan koleksi non cetak. Koleksi tercetak terdiri dari buku, terbitan berseri, peta, gambar, brosur, pamflet dan booklet. Makalah dan koleksi tugas akhir. Sedangkan koleksi non cetak terdiri dari film, Compact Disk, mikrofilm, mikrofis, Kaset dan koleksi digital. 3.1.3.
Jenis Koleksi Perpustakaan Sekolah
Khusus untuk perpustakaan sekolah, dalam “Pedoman Umum Penyelenggaraan Perpustakaan Sekolah” yang dikeluarkan oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, disebutkan bahwa koleksi perpustakaan sekolah terdiri dari : a. Buku Pelajaran Pokok: Buku pelajaran pokok merupakan buku utama yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar. Buku pelajaran pokok diterbitkan atau diadakan oleh pemerintah dan isinya disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku. b. Buku Pelajaran Penunjang: Buku pelajaran penjunjang adalah buku yang sifatnya sebagai penunjang atau pelengkap dari buku pelajaran pokok yang digunakan oleh guru dan siswa. c. Buku Bacaan: Buku bacaan adalah buku yang digunakan sebagai bahan bacaan bagi siswa, guru dan staf administrasi. Menurut jenisnya bahan bacaan dibedakan 15
menjadi buku non fiksi, fiksi ilmiah dan fiksi. Perbandingan jenis koleksi yang sesuai dengan kurikulum dan koleksi fiksi adalah 60% untuk koleksi non fiksi atau koleksi yang sesuai dengan kurikulum dan 40% untuk koleksi fiksi (IFLA dan UNESCO, 2006). d. Buku sumber, referensi atau rujukan: Buku sumber, referensi atau rujukan adalah buku yang digunakan oleh warga sekolah sebagai sumber informasi untuk menambah ilmu pengetahuan. Jenis koleksi ini seperti kamus, ensiklopedi, almanak, direktori. e. Terbitan Berkala: Terbitan berkala merupakan jenis koleksi yang terbit secara terus menenus dan memiliki kala atau periode terbit. Jenis terbitan berkala antara lain majalah, surat kabar, dan buletin. f.
Pamflet atau brosur : Pamflet atau brusur juga merupakan bagian dari koleksi perpustakaan. Brosur atau pamflet merupakan lembaran-lembaran yang berisi tentang keadaan atau kegiatan lembaga yang menerbitkannya.
g. Media pendidikan lainnya: Media pendidikan lainnya yang dapat dijadikan sebagai koleksi perpustakaan antara lain slide, film, kaset, piringan hitam dan file-file presentasi. h. Kliping: guntingan dari artikel atau berita dari surat kabar, majalah dan terbitan lainnya yang dianggkap penting untuk disimpan dan berguna pemustaka (Perpustakaan Nasional R.I., 2001). 3.2. Pengembangan Koleksi Dalam buku pendoman yang disusun oleh Perpustakaan Nasional R.I. ini disebutkan pula bahwa jumlah minimal dari koleksi sebuah perpustakaan sekolah adalah 1000 judul materi (Perpustakaan Nasional R.I., 2001). Artinya dari berbagai varian koleksi yang dimiliki oleh sebuah perpustakaan sekolah maka minimal judul yang harus dimiliki perpustakaan sekolah adalah 1000 judul. Perpustakaan sekolah perlu mengembangkan koleksinya guna mendukung kegiatan belajar mengajar serta pembinaan minat baca warga sekolah, dalam hal ini adalah guru, murid dan staf administrasi sekolah. Guna mendukung kedua kegiatan tersebut maka setidaknya sekolah menyediakan 10 judul buku untuk satu orang murid serta menambah jumlah buku minimal 10% dari jumlah koleksi setiap tahunnya (Badan Standarisasi Nasional; 2009).
16
3.2.1. Metode Pengadaan Koleksi Berbagai koleksi perpustakaan tersebut diperoleh dengan berbagai cara atau metode. Metode yang lazim digunakan dalam kegiatan pengadaan bahan pustaka atau koleksi perpustakaan antara lain: a. Pembelian: Metode pembelian merupakan metode pengadaan koleksi yang dilakukan dengan cara membeli koleksi perpustakaan dengan menggunakan anggaran yang dimiliki sekolah. Untuk itu pihak sekolah perlu mengalokasikan dana khusus untuk pembelian koleksi perpustakaan. b. Hadiah: Metode pengadaan koleksi lainya adalah hadiah. Hadiah atau hibah dari pemerintah, pihak swasta darn warga sekolah dapat juga merupakan metode pengadaan bahan pustaka. c. Bertukar koleksi: Untuk memperbanyak kuantitas koleksinya perpustakaan dapat bertukar koleksi dengan perpustakaan atau lembaga-lembaga lainnya. Perpustakaan dapat menawarkan kerjasama dengan perpustakaan atau lembaga sejenis untuk saling bertukar koleksi. Dalam kegiatan bertukar koleksi ini, perpustakaan perlu mempertimbangkan bahwa koleksi yang dipertukarkan adalah koleksi yang jumlah berlebih serta dibutuhkan oleh pemustaka. d. Produksi sendiri: Metode pengadaan koleksi yang terakhir adalah dengan memproduksi sendiri koleksi perpustakaan. Contoh kongkrit dari metode pengadaan ini antara lain adalah kliping atau karya tulis yang dihasilkan oleh pustakawan, siswa dan guru yang kemudian dihimpun menjadi koleksi perpustakaan. 3.3. Pengolahan Koleksi Koleksi perpustakaan terdiri dari banyak varian. Varian tersebut antara lain buku, majalah, video, compact disk, kaset, laporan penelian dan lain-lain. Namun atas dasar pertimbangan koleksi yang mendominasi perpustakaan serta durasi waktu pelatihan yang terbatas maka pada kesempatan kali ini hanya akan dijelaskan tentang prosedur kegiatan pengolahan koleksi buku. 3.3.1. Pemberian stempel inventaris dan stempel perpustakaan Langkah pertama pengelolaan buku dalam sebuah perpustakaan adalah dengan memberikan identitas kepemiliki buku tersebut. Pemberian identitas ini dilakuakan dengan cara memberikan stampel perpustakaan pada setiap buku perpustakaan. stampel yang dibubuhkan dalam buku tersebut berfungi sebagai identitas kepimilikan sehingga apabila buku tersebut hilang dan ditemukan seseorang dengan mudah orang tersebut dapat 17
mengembalikan itu keperpustakaan.
Stempel
bukti kepemilikan ini diletakkan pada
bagian-bagian tertentu dari buku seperti halaman judul, halaman akhir buku atau setiap awal bab.
Gambar 1. Desain stempel perpustakaan Selain memberikan stempel perpustakaan pada halaman tertentu yang ada di dalam sebuah buku, pengelola perpustakaan juga perlu memberikan stempel inventarisasi pada halaman judul koleksi. Pada stempel ini, pengelola perpustakaan membubuhkan nomor inventaris pada kolom inventari, nomor panggil koleksi pada kolom klas, tanggal terima pada kolom terima dan membubuhkan tanda tangan staf perpustakaan yang melakukan kegiatan inventarisasi pada kolom tanda tangan (ttd).
Gambar 2. Stempel inventaris
Gambar 3. Posisi stampel inventaris 3.3.2. Klasifikasi Klasifikasi adalah kegiatan untuk mengelompokkan koleksi-koleksi yang dimiliki perpustakaan berdasarkan ciri-ciri tertentu. Dengan pengelompokkan ini maka koleksi sejenis akan terkelompok menjadi satu (berdekatan) sehingga akan mempermudah dalam 18
proses temu kembali koleksi di perpustakaan. Ciri-ciri yang digunakan sebagai pedoman untuk melakukan pengelompokan koleksi adalah ciri fisik koleksi dan subjek dari bidang ilmu koleksi tersebut. Dari definisi di atas setidaknya ada beberapa manfaat yang diperoleh dari kegiatan klasifikasi. Manfaat tersebut antara lain koleksi sejenis akan saling berdekatan sehingga mempermudah proses temu kembali koleksi, memudahkan identifikasi koleksi di rak koleksi perpustakaan sehingga pengguna dapat dengan mudah menemukan koleksi yang dibutuhkan dan manfaat yang terakhir adalah dengan klasifikasi memungkina pengguna perpustaakan mengetahui dengan cepat isi atau subjek ilmu yang terkandung dalam sebuah koleksi.
Gambar 4. Ilustrasi Kegiatan Klasifikasi Menurut Qolyubi dkk (2003) sistem pengelompokan atau klasifikasi perpustakaan dapat dibedakan menjadi: a. Klasifikasi artifisial : sistem pengelompokkan atau klasifikasi koleksi berdasarkan ciri fisik koleksi, seperti ukuran, warna ataupun data fisik lainnya. b. Klasifikasi
Fundamental:
sistem
pengelompokkan
atau
klasifikasi
koleksi
berdasarkan subjek yang terkandung dalam sebuah koleksi. Kedua sistem klasifikasi tersebut diaplikasikan dalam kegiatan pengelolaan perpustakaan. Pengelola perpustakaan akan mengelompokkan koleksi berdasarkan ciri fisik koleksi, artinya pengelola perpustakaan mengaplikasikan klasifikasi artifisial. Selanjutnya, setelah dikelompokkan berdasarkan ciri fisik koleksi, kemudian koleksi dikelompokkan lagi berdasarkan subjek dari koleksi.
Dengan demikian Koleksi yang memiliki subjek sama
akan saling berdekatan, artinya pengelola perpustakaan telah menggunakan klasfikasi fundamental dalam kegiatan klasifikasi. Dalam kegiatan klasifikasi fundamental, seseorang akan mengelompokkan koleksi berdasarkan subjek bahan pustaka. Dalam kegiatan klasifikasi ini ada dua tahapan yang 19
dilakukan yaitu analisis subjek serta penentuan notasi atau nomor klas subjek. Berikut ini penjelasan dari masing-masing tahapan. a. Analisis Subjek Kegiatan atau proses penentuan subjek atau isi yang terkandung dalam sebuah koleksi. Dalam kegiatan analisis subjek ada dua hal penting yang harus diperhatikan, yaitu jenis konsep dan jenis subjek. Jenis konsep dibedakan menjadi 3 jenis yaitu :
Fenomena: merupakan masalah yang menjadi bahasan utama di dalam bahan Pustaka. Fenomena dibedakan menjadi objek konkret dan objek abstrak. Objek kontrik contohnya adalah Perpustakaan, Komputer. Sedangkan objek abstrak contohnya antara lain budaya dan agama.
Disiplin Ilmu: merupakan disiplin ilmu utama atau cabang dari disiplin ilmu utama yang dibahas dalam sebuah bahan pustaka. Disiplin ilmu diutama disebut juga dengan istilah disiplin ilmu fundamental dan cabang disiplin ilmu disebut subdisiplin. Misalnya ilmu sosial maka cabang disiplin ilmu tersebut antara lain sosiologi, ilmu politik ilmu hukum, administrasi dan lain sebagainya.
Bentuk Penyajian : Merupakan organisasi penyajian subjek dalam bahan pustaka menurut bentuk fisik, sistematika penyajian dan bentuk intelektual. Seperti Majalah, Kamus, Ensiklopedi, Direktori, Statistik.
Untuk jenis subjek dibedakan ke dalam empat jenis. Keempat jenis subjek tersebut adalah:
Subjek Dasar: Adalah jenis subjek bahan pustaka yang terdiri dari satu disiplin ilmu. Misalnya politik, pendidikan, ekonomi dan lain-lain.
Subjek Sederhana: Adalah subyek bahan pustaka terdiri dari satu faset pembagian dari satu disiplin ilmu, Misalnya pendidikan dasar
Subjek majemuk: Adalah jenis subyek bahan pustaka terdiri dari lebih satu faset pembagian dari disiplin ilmu. Misalnya Pendidikan Dasar di Indonesia
Subjek Kompleks: Adalah jenis subjek suatu bahan pustaka yang terdiri dua subjek atau lebih yang saling berinteraksi dari satu disiplin ilmu atau lebih, contoh pengaruh narkoba terhadap kenakalan remaja.
Hasil analisis subjek adalah deskripsi tentang subjek sebuah koleksi. Untuk melakukan proses analisis subjek sehingga menghasilkan deskripsi subjek sebuah koleksi, dilakukan dengan cara:
20
• Membaca judul dari bahan pustaka, jika dirasa bahwa judul telah merefleksikan subjek sebuah buku •
Membaca halaman sebalik halaman judul (halaman verso). Di dalam halaman judul terdapat katalog dalam terbitan yang dapat menampilkan subjek dari sebuah bahan pustaka
•
Membaca daftar isi jika dengan membaca judul dan halaman kolofon belum diketaui subjek dari sebuah koleksi.
•
Membaca kata pengantar dari sebuah koleksi
•
Membaca ringkasan buku yang biasanya terdapat pada halaman belakang buku.
•
Membaca buku secara keseluruhan jika dengan melakukan berbagai instruksi di atas belum ditemukan subjek dari koleksi tersebut.
•
Menggunakan sumber-sumber lain seperti bibliografi, kamus.
•
Bertanya kepada subjek spesialis jika semua langkah telah dilakukan belum mampu menentukan subjek dari sebuah koleksi.
b. Menentukan Notasi atau Nomor Klas Notasi atau nomor klas dapat diartikan sebagai simbol atau kode yang mewakili sebuah subjek bahan pustaka dalam bagan klasifikasi. Notasi dapat berupa huruf, angka bahkan warna. Namun diantara ketiga jenis notasi tersebut, angka merupakan jenis notasi yang banyak digunakan oleh perpustakaan. Motivasi perpustakaan memanfaatkan angka sebagai notasi salah satunya karena notasi angka memiliki bagan yang berlaku secara internasional seperti Dewey Decimal Classification, Universal Decimal Classification dan Library of Conggress. Berikut ini adalah penjelasan tentang ketiga jenis notasi yang dapat digunakan oleh perpustakaan: • Warna: Apabila perpustakaan akan menggunakan warna sebagai identitas klasifikasi maka subjek dari koleksi diwakili oleh satu jenis warna untuk setiap subjeknya. Misalnya warna putih untuk subjek karya umum, merah untuk ilmu sosial, biru untuk subjek ilmu terapan dan seterusnya. Akan tetapi notasi warna ini memiliki beberapa kelemahan yaitu terbatasnya jumlah warna padahal subjek ilmu terus bertambah, selain itu klasifikasi warna tidak optimal keberadaannya jika digunakan untuk yang memiliki masalah dengan buta warna. • Huruf: Pada prinsipnya penggunaan abjad sebagai notasi hampir sama dengan penggunaan warna dalam sistem klasifikasi, dimana setiap abjad mewakili subjek tertentu. Misalnya huruf A mewakili subjek pengetahuan umum, B mewakili 21
subjek filsafat, C mewakili subjek agama dan seterusnya. Dalam penggunaan sistem abjad dapat juga digunakan inisial atau singkatan dari sebuah subjek. Misalnya peu untuk subjek pengetahuan umum, Fil untuk subjek filsafat, slg untuk subjek sosiologi, pol untuk subjek politik dan masih banyak lagi. • Angka atau nomor klasifikasi: Jenis notasi yang terakhir adalah notasi dengan menggunakan angka. Notasi angka diperoleh dari sistem klasifikas yang ada. Saat ini ada berberapa sistem klasifikasi yang familiar digunakan di Indonesia. Sistem tersebut antara lain Dewey Decimal Classification (DDC), Universal Decimal Classification (UDC), Library of Conggress (LC) dan Colon Classification. makalah
ini
hanya
akan
dijelaskan
satusistem
klasifikasi
yaitu
Dalam DDC,
pertimbangan penulis memilihsistem klasifikasi ini karenasistem klasifikasi ini adalahsistem klasifikasi yang paling banyak digunakan. Dewey Decimal Classification atau DDC merupakan salah satu sistem klasifikasi yang familiar digunakan oleh banyak perpustakaan di Tanah Air. Sistem ini menyangkut seluruh subjek ilmu pengetahuan yang disusun secara sistematis dan teratur. Pembagian ilmu (subjek ilmu pengetahuan) dimulai dari subjek yang bersifat umum menuju subjek bersifat khusus. Pembagian subjek dalam sistem ini dimulai dari subjek besar atau umum yang disebut dengan kelas utama, kemudian diperinci menjadi divisi, selanjutnya divisi diperinci menjadi sub divisi dan lebih rinci lagi menjadi tabel lengkap. Contohnya adalah sebagai berikut Sepuluh kelas utama dalam DDC terdiri dari: - 000 untuk karya umum - 100 untuk filsafat dan psikologi - 200 untuk agama - 300 untuk Ilmu Sosial - 400 untuk bahasa - 500 untuk sains - 600 untuk teknologi - 700 untuk kesenian dan rekreasi - 800 untuk Sastra - 900 untuk sejarah dan geografi Divisi atau ringkasan ke II • 300 untuk ilmu Sosial • 310 untuk statistik • 320 untuk ilmu politik • 330 untuk ekonomi • 340 untuk hukum • 350 untuk administrasi publik, ilmu kemilitiran 22
• • • •
360 untuk masalah dan jasa sosial 370 untuk pendidikan 380 untuk perdagangan, komunikasi dan perhubungan 390 untuk adat istiadat, etiket dan folklor
Subdivisi atau ringkasan ke III • 370 untuk Pendidikan • 371 untuk Pendidikan secara umum • 372 untuk Pendidikan dasar • 373 untuk Pendidikan menengah • 374 untuk Pendidikan dewasa • 375 untuk Kurikulum • 376 untuk Pendidikan wanita • 377 untuk Sekolah dan agama • 378 untuk Pendidikan tinggi • 379 untuk Pendidikan dan negara DDC terdiri dari beberapa unsur-unsur pokok. Unsur-unsur tersebut antara lain sistematika, notasi, indeks relatif dan tabel pembantu. Berikut ini penjelasan dari masing-masing unsur tersebut
Sistematika: Berupa bagan yang berisi pembagian ilmu didasarkan pada prinsip-prinsip tertentu.
•
Notasi: adalah angka yang mewakili subjek-subjek tertentu. Angka dalam notasi DDC mewakili sebuah subjek. Angka atau notasi juga disebut dengan nomor
Indeks relatif: Adalah sejumlah tajuk subjek yang disertai rincian aspekaspeknya dan disusun secara alfabetis lengkap dengan nomor klasifikasi
•
Tabel Pembantu: Merupakan notasi khusus yang digunakan untuk menyatakan aspek tertentu. Tabel pembantu yang ada dalam DDC terdiri dari: Tabel 1: Subdivisi standar, Tabel 2: Wilayah, Tabel 3: Subdivisi sastra, Tabel 4: Subdivisi bahasa, Tabel 5: Ras, etnik, kebangsaan, Tabel 6: Bangsa dan etnis, Tabel 7: Bahasa
Setelah mengetahui unsur-unsur DDC lalu bagaimana memanfaatkan atau cara menggunakan sistem klasifikasi ini sehingga mampu menentukan nomor klasifikasi yang benar. Langkah-langkah menggunakan DDC adalah sebagai berikut: • Lakukan Anasis subjek. Langkah pertama yang dilakukan untuk dapat menggunakan DDC adalah dengan menuntukan subjek koleksi dengan melakukan analisis subjek. Analisis subjek dilakukan dengan membaca
23
judul, halaman judul, kata pengantar, daftar isi, isi buku dan kesimpulan. Perhatikan hasil analisis subjek, apakah subjek tersebut termasuk dalam kategori subjek dasar, subjek sederhana, subjek majemuk dan subjek kompleks . • Gunakan Indeks relatif untuk mencari nomor klasifikasi dengan cepat. Setelah menemukan subjek koleksi, selanjutnya cari nomor klasifikasi subjek dengan bantuan indeks relatif. Indeks relatif akan membantu menemukan nomor klasifikasi secara cepat karena indeks relatif menyusun subjek (tajuk subjek) urut alfabetis. • Periksa bagan klasifikasi. Setelah menemukan nomor klasifikasi subjek pada indeks relatif selanjutnya periksa nomor tersebut pada bagan klasifikasi untuk memastikan bahwa nomor klasifikasi yang diperoleh tepat. Perhatikan juga instruksi yang ditampilkan pada bagan. Apabila tidak ada instruksi maka silahkan gunakan nomor tersebut untuk subjek yang telah anda tentukan dalam proses analisis subjek c. Menentukan nomer panggil atau call number Setelah melakukan klasifikasi deskriptif (analisis subjek dan menentukan notasi) sehingga diperoleh notasi yang mewakili subjek ilmu sebuah koleksi, selanjutnya hasil notasi tersebut (baik warna, huruf ataupun angka) diletakkan dibagian paling atas dari nomor panggil atau call number. Nomor panggil minimal terdiri dari 3 bagian, yaitu notasi, tiga huruf pertama nama pengarang (entri utama) dan satu hurup pertama judul. Nomor panggil diletakkan dipunggung koleksi atau buku dan menjadi alat identifikasi koleksi di jajaran rak koleksi. Selain itu nomor panggil juga diletakkan dalam kartu katalog yang berfungsi sebagai wakil dokumen yang memungkinkan penguna perpustakaan menemukan koleksi yang dibutuhkan secara cepat dan tepat.
Gambar 5. Contoh nomor panggil buku dengan menggunakan nomor klasifikasi
Gambar 6. Contoh nomor panggil buku yang dibuat dengan inisial subjek 24
Gambar 7. Contoh nomor panggil buku dengan warna sebagai wakil subjek 3.3.3. Pemberian nomor inventaris Nomor inventasi merupakan nomor unik dari sebuah buku, dimana setiap nomor inventaris yang ada dalam suatu buku akan berbeda dengan nomor inventaris yang ada dalam di dalam buku lainny. Nomor inventaris ini akan sangat membantu untuk mengetahui jumlah dari koleksi buku yang dimiliki suatu perpustakaan. Dengan melihat nomor inventaris terakhir dari koleksi buku perpustakaan maka dengan mudah dapat diketahui jumlah koleksi perpustakaan bersangkutan. Pemberian nomor inventaris pada buku dilakukan setelah sebelumnya buku tersebut dicatat dalam buku inventaris. Informasi yang dicatatat dalam dalam buku inventaris meliputi nomor urut, nomor inventaris, judul, nama pengarang atau editor, informasi penerbit (meliputi kota, nama penerbit dan tahun terbit), asal, nomor panggil buku, bahasa atau keterangan lain yang perlu ditambahkan. No.
No. Inventaris
Judul
Pengarang
Penerbit
Asal
1
00.001/HB/06/H
Hikayat si Kancil
Yuwanda Daya Putra
Yogyakarta; Olah Pustaka, 2010
Pembelian
No. Klasifikasi 810 Put h
Bahasa Ind Asing x
Tabel 1. Contoh buku inventaris
Gambar 8. Halaman buku yang telah dibubuhi nomor inventaris
25
3.3.4. Katalogisasi Katalogisasi (cataloging) adalah proses pengolahan data-data bibliografi yang terdapat dalam suatu bahan pustaka menjadi katalog (Qolybudi dkk, 2003). Artinya, katalog merupakan produk dari katalogisasi. Katalog sendiri memiliki pengertian sebagai daftar yang dipersiapkan sedemikian rupa untuk tujuan tertentu seperti katalog pameran, katalog penerbit, katalog perdagangan (Lasa Hs, 1997). Jika katalog tersebut ditarik dalam dunia perpustakaan maka katalog tersebut dikenal dengan nama katalog perpustakaan. Katalog perpustakaan adalah daftar koleksi perpustakaan yang disusun menurut susuna tertentu atau sistematis (Lasa Hs, 1997). Katalog perpustakaan akan memudahkan pemustaka dalam mencari koleksi yang dibutuhkan. Katalogisasi memiliki tujuan. Tujuan dari kegiatan katalogisasi sehingga mampu menghasilkan katalog perpustakaan antara lain: a. Memberikan peluang bagi pengelola maupun pemustaka menemukan koleksi yang dibutuhkan berdasarkan nama pengarang, judulnya dan subjek koleksi. b. Menunjukkan buku yang dimiliki perpustakaan
dari pengarang tertentu,
berdasarkan subjek tertentu atau dalam jenis literature tertentu. c. Membantu dalam pemilihan buku berdasarkan edisinya atau berdasarkan karakternya. Katalog perpustakaan disajikan dalam beberap format. Format tersebut antara lain format kartu, CD, format Online (OPAC) atau yang dikenal dengan sebutan katalog komputer dan daftar tambahan koleksi. Untuk perpustakaan sederhana format katalog perpustakaan yang sesuai adalah format kartu katalog dan tambah koleksi. Katalog perpustakaan sendiri dapat disajikan dalam berbagai format. Format katalog perpustakaan antara lain: a. Bentuk cetakan, buku. Bentuk katalog perpustakaan yang merupakan himpunan dari lembaran-lembaran yang berisi daftar koleksi yang dimiliki perpustakaan ke dalam satu jilid. Keuntungan dari format katalog perpustakaan ini adalah biaya produksinya murah, mudah pengirimannya dan mudah dibawa kemana-mana. Sedangkan kelemahan adalah jika terjadi penambahan koleksi akan sulit untuk dimasukkan ke dalam daftar yang telah dibuat. b. Katalog berkas. Katalog ini dibuat dari kertas manila putih dengan ukuran 10 x 20 cm dan kemudian dijilid. Satu jilid bendel berisi sekitar 50 buat kartu. Namun saat ini katalog jenis ini dinilai kurang praktis. 26
c. Bentuk kartu. Bentuk katalog dalam format kartu. Format kartu merupakan format katalog yang paling banyak digunakan saat ini. Kelebihan dari format katalog ini antara lain tahan lama, lebih praktis jika terjadi penambahan koleksi dan mudah penggunaannya. Sedangkan kelemahannya antara lain memerlukan lembari katalog yang harus didesain khusus, memerlukan tempat tersendiri dan sulit untuk dibawa kemana-mana. d. Komputer. Selain kartu katalog, format ini merupakan format yang saat ini banyak digunakan oleh perpustakaan. Apalagi dengan tumbuhnya gerakan open source yang perpustakaan memperoleh perangkat lunak yang dapat digunakan secara gratis. Berbagai perangkat lunak yang dapat digunakan sebagai katalog antara lain CDS/ISIS, WINISIS, OpenBiblio, Atheneum, Otomigen-X dan Slims. Proses katalogisasi atau proses pembuatan katalog perpustakaan terdiri dari dua kegiatan. Kedua kegiatan tersebut antara lain katalogisasi deskriptif dan katalogisasi subjek. Penjelasan dari kedua kegiatan tersebut adalah sebagai berikut a. Katalogisasi Deskriptif. Kalogisasi deskriptif merupakan kegiatan merekam data bibliograf sebuah koleksi. Tujuan dari kegiatan ini adalah menentukan entri utama dan entri tambahan serta deskripsi bibliografi dari sebuah koleksi. Setelah berhasil menentukan entri utama, entri tambahan dan deskripsi bibliografi maka langkah selanjutnya dalam katalogisasi deskripsif adalah adalah mencantumkannya dalam entri katalog. Pedoman yang digunakan untuk melakukan katalogisasi deskriptif adalah AACR2 (Anglo American Cataloging Rules Second Edition) dan ISBD (International Standard Book Description) • Penentuan entri utama dan entri tambahan Dalam penentuan tajuk entri utama dan entri tambahan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: o
Pengarang tunggal maka tajuk entri utama adalah pengarang buku atau koleksi tersebut. Contoh: Teknologi Informasi Perpustakaan / Wahyu Supriyanto. Entri utamanya pada Wahyu Supriyanto dan entri tambahannya pada judul dan subjek
o
Pengarang ganda, dua dan tiga orang maka entri utama adalah pengarang utama sedangkan pengarang kedua dan ketiga dijadikan sebagai tajuk entri tambahan.
Contoh:
OpenBiblio/Arif
Membangun
Surachman,
Otomasi
Purwoko,
Heri
Perpustakaan Abi
Dengan
Burachman.
Entri
27
utamanya adalah Arif Surachman dan pengarang lainnya dijadikan sebagai entri tambahan o
Pengarang lebih dari tiga orang atau lebih maka tajuk entri utamanya adalah judul. Contoh. Membangun Perpustakaan Digital/ Arif Surachman, Wahyu Supriyanto, Purwoko dan Heri Abi Burachman Hakim. Entri utama adalah Judul dan entri tambahannya adalah nama pengarang
o
Karya editor atau penyunting maka entri utamanya pada judul. Jika pengarangnya disebut maka berlaku ketentuan entri utama untuk pengarang. Misalnya Perangkat Lunak Open Source dalam Dunia Perpustakaan / Editor : Purwoko. Entri utama pada judul dan entri tambahan pada Purwoko (editor)
o
Karya Anonim (tanpa pengarang) maka entri utamanya pada judul
o
Karya kumpulan, entri utamanya pada judul
o
Badan Korporansi maka entri utamanya adalah badan korporasi
• Deskripsi Bibliografi Deskripsi bibliografi disusun ke dalam delapan daerah. Setiap daerah terkadang terdiri dari beberapa unsur. Berbagai daerah dan unsur-unsur dipisahkan dengan menggunakan tanda baca. Kedelapan daerah diskripsi bibliografi tersebut lengkap dengan tanda bacanya antara lain: No.
Daerah
1
Daerah judul dan pernyataan tanggung jawab (kepengarangan):
Tanda Baca [] = : / ,
; 2
Daerah edisi
.-
3 4
Daerah data khusus Daerah impresum
5
Daerah deskripsi fisik
..; : , .:
6
Daerah keterangan seri
; .=
Unsur Judul sebenarnya GMD (General Material Designation) Judul paralel pernyataan judul lain Pernyataan tanggung jawab Pengarang pertama Pengaran kedua dan pengarang ke tiga (jika pengarang lebih dari satu tetapi tidak lebih dari dua) pengarang lain (seperti penerjemah, ilustrator, narator) Keterangan Edisi (seperti keterangan cetakan, edisi cetakan) Tidak digunakan untuk deskripsi buku Tempat terbit (tempat terbit pertama) Tempat berikutnya Nama Penerbit Tahun Terbit Jumlah halaman (misalnya xii, 250 hlm.) Data fisik lain (seperti ilustrasi dan index) Ukuran fisik koleksi Judul seri sebenarnya (ditulis dengan kurung) Judul Pararel
28
: .-
7
Daerah catatan
8
Daerah penomoran, harga dsb
.= : ()
Keterangan judul seri tambahan Segala sesuatu yang dianggap penting yang belum dimasukkan pada daerah sebelumnya Nomor standar Judul kunci Syarat-syarat dan harga Keterangan tambahan
Tabel 2. Tabel Data Deskripsi Bibliografi Berbagai data bibliografi di atas akan dimasukkan ke delapan daerah diambil dari bahan pustaka yang ada di tangan staf perpustakaan. Data bibliografi tersebut dapat diperoleh dengan membaca: • • • • •
Kulit buku Halaman judul singkat Halaman judul Halaman sebalik halaman judul atau halaman verso Bagian lainnya dari buku seperti kata pengantar, daftar isi, isi buku, indeks dan bibliografi.
b. Katalogisasi subjek. Kegiatan merekam subjek dari sebuah bahan pustaka dengan cara melakukan analisis subjek kemudian menentukan nomor klasifikasinya berdasarkan peraturan yang berlaku. Jika diilustrasikan melalui gambar maka hasil akhir dari kegiatan katalogisasi deskriptif dan katalogisasi subjek seperti gambar di bawah ini.
Gambar 9. Kartu katalog
3.3.5. Pembuatan Kartu Katalog Setelah melakukan katalogisasi deskriptif dan katalogisasi subjek, selanjutnya langkah yang perlu dilakukan perlu adalah membuat kartu katalog dan menyusun kartu
29
katalog yang telah dibuat. Berikut ini langkah-langkah yang dilalui dalam kegiatan pembuatan kartu katalog dan penyusun kartu katalog: a. Siapkan kartu katalog dengan kertas berukuran 12,5 cm. x 7,5 cm. Di tengah bagian bawah kartu dibuat lubang untuk memasukkan tusuk pengaman. b. Membuat temporary slip (T. Slip) atau worksheet. T. Slip merupakan kertas yang berisi konsep untuk pembuatan kartu katalog, sedangkan worksheet merupakan T.Slip yang digunakan sebagai konsep katalog komputer (Lasa-Hs, 1998). T.Slip atau worksheet akan memudahkan dalam proses pengetikan kartu katalog atau ketika memasukkan data bibliografi buku ke dalam perangkat lunak yang digunakan perpustakaan. c. Menyalin data yang ada pada T. Slip atau worksheet ke dalam kartu katalog. Berikut ini contoh format kartu katalog yang •
Katalog Pengarang
• Katalog Judul
• Katalog Subjek
30
d. selanjutnya untuk memudahkan penelusuran kartu katalog, maka katalog-katalog tersebut dikelompokkan kedalam satu jenis dan disusun alfabetis dari yang ter kecil ke yang terbesar. Selanjutnya kartu katalog yang telah tersusun dimasukkan ke dalam lemari katalog
Gambar 11. COntoh pengurutan kartu katalog 3.3.6. Pemasangan kelengkapan buku Sebelum buku disajikan dirak agar dapat diakses oleh pengguna perpustakaan maka sebuah buku perlu diberi kelengkapan buku. Kelengkapan buku antara lain kartu buku, slip tanggal kembali (data due slip), label buku(call number), kantong buku dan sampul buku. Berikut ini langkah-langkah yang digunakan untuk membuat dan memasang kelengkapan buku: a. Label buku. Label buku adalah label yang berisi nomor panggil buku atau call number. Label buku dibuat dengan kertas berukuran 3x4 cm. Pada label tersebut dicantumkan nomor panggil buku atau call number yang sebelumnya telah dibuat. Lalu label buku ditempelkan pada punggung buku kira-kira 3 cm dari ujung bawah buku.
31
Gambar 12. Contoh Label buku dan pemasangannya
b. Lembar tanggal kembali (date due slip), berisi catatan nomor anggota dan tanggal wajib pengembalian. Lembar tanggal kembali ini ditempelkan pada akhir halaman atau sampul akhir dari buku. Gunanya untuk mengingatkan peminjam peminjam tanggal pengembalian koleksi yang dipinjam.
Gambar 13. Catatan Tanggal Kembali c. Kartu buku. Alat yang digunakan untuk mengontrol peredaran buku. Melalui kartu buku ini dapat diketahui apakah buku tersebut sedang dipinjam atau tidak, siapa peminjamnya dan kapan tanggal kembali buku tersebut.
32
Gambar 14. Kartu buku d. Kantong buku. Kantong yang difungsikan sebagai tempat untuk meletakkan kartu buku. Kantong buku terbuat dari kertas karton atau kertas lainnya. Di dalam kantong buku ini dibubuhi nomor panggil buku dan nomor inventaris buku. Kantong buku diletakkan di dalam sampul belakang.
Gambar 15. Kantong buku
e. Penyampulan. Langkah terakhir dalam kegiatan pemasangan kelengkapan buku adalah memasang sampul pada buku. Setiap buku perlu diberi sampul plastik agar buku tidak mudah rusak. Memasang sampul buku secara tidak langsung telah melakukan kegiatan perawatan bahan pustaka yang dapat memperpanjang usia buku.
33
3.3.7. Shelving (pengerakan) Shelving atau pengerakkan memegang peranan penting dalam menentukan kecepatan serta ketepatan dalam proses temu kembali koleksi atau buku. Sebaik apapun kegiatan pengolahan atau sistem automasi yang digunakan tidak optimal apabila bukubuku tersebut tidak disusun secara sistematis di rak buku. Pengguna perpustakaan dan pengelola sendiri harus konsisten untuk mengembalikan bukunya. Usaha ini dilakukan agar buku dapat dengan mudah ditemukan jika diperlukan.
Langkah-langkah dalam
pengerakan: a. Pengelompokan
buku berdasarkan jenisnya. Buku-buku koleksi dikelompok-
kelompokkan berdasarkan jenis buku, misalnya buku referensi dikelompokkan dalam kelompok buku referensi, buku teks dikelompokkan dalam kelompok buku teks.
Gambar 16. Pengelompokan Buku (disusun menurut jenis koleksi) b. Penyusunan buku di rak. Setelah buku dikelompokkan berdasarkan jenis buku kemudian buku disusun di rak berdasarkan nomor klas dari nomor klasifikasi terkecil sampai nomor klasifikasi terbesar. Penyusunan buku dirak selain memperhatikan nomor klasifikasi, penyusunan buku juga perlu memperhatikan urutan abjad tajuk entri utama dan judul buku yang ada.
Gambar 17. shelving buku di rak 34
IV. PELAYANAN & PROMOSI PERPUSTAKAAN Faktor penting lain disamping keenam factor yang disebutkan di atas terkait dengan pengelolaan perpustakaan sekolah adalah masalah pelayanan dan promosi perpustakaan. Dua faktor ini jelas tidak dapat dikesampingkan oleh pengelola perpustakaan. Pelayanan jelas merupakan ujung tombak bagi perpustakaan untuk menjalankan fungsinya di sekolah, sedang promosi merupakan alat yang perlu digunakan untuk mendukung pelayanan yang dilakukan perpustakaan. Kedua faktor ini tidak dapat dilepaskan dalam pengelolaan perpustakaan sekolah. 4.1. Pelayanan Perpustakaan Menurut
standar nasional perpustakaan sekolah, layanan perpustakaan adalah
kegiatan pendayagunaan materi perpustakaan kepada pengguna, yaitu sirkulasi, referensi, penelusuran, pendidikan pengguna, pinjam antarperpustakaan. Sirkulasi atau layanan sirkulasi merupakan kegiatan meminjamkan koleksi perpustakaan kepada pengguna dalam hal ini siswa didik dan staf pendidik sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Untuk melancarkan kegiatan sirkulasi ini maka pengelola perpustakaan perlu menetapkan kebijakan layanan sirkulasi, aturan-aturan peminjaman, syarat keanggotaan, dan prosedur-prosedur yang harus dilakukan. Referensi atau layanan referensi merupakan kegiatan perpustakaan dalam menjawab pertanyaan, menelusur dan menyediakan materi perpustakaan dan informasi sesuai dengan permintaan pengguna dengan mendayagunakan koleksi referensi. Pada kegiatan ini maka pengelola selain mempunyai kemampuan memahami sumber-sumber referensi juga harus mempunyai pengetahuan tentang literasi informasi. Yakni pengetahuan bagaimana mencari, menemukan, mendayagunakan dan mengevaluasi informasi yang ada. Pendidikan pengguna atau pendidikan pemakai merupakan kegiatan perpustakaan yang bertujuan menjadikan pengguna mampu mendayagunakan koleksi perpustakaan secara mandiri sesuai dengan kebutuhannya. Artinya, pengguna atau pemakai dididik atau diajari bagaimana menemukan dan mendayagunakan koleksi perpustakaan sehingga mampu secara mandiri mencari dan memanfaatkan informasi dan pengetahuan yang terdapat di koleksi. Pelatihan literasi informasi adalah salah satu hal yang juga harus diajarkan kepada para pengguna atau pemakai di perpustakaan sekolah. Kegiatan pinjam antarperpustakaan dapat dilakukan oleh perpustakaan guna meningkatkan pelayanan di perpustakaan sekolah. Kegiatan ini merupakan kegiatan 35
peminjaman koleksi di perpustakaan lain melalui kerjasama perpustakaan yang sudah disepakati bersama. Ini dapat dilakukan apabila perpustakaan satu dengan perpustakaan lain mempunyai kerjasama dan kesepakatan pinjam antarperpustakaan. 4.2. Promosi Perpustakaan Menurut Surachman (2006), promosi Perpustakaan adalah sebuah kegiatan yang merupakan usaha untuk memajukan dan meningkatkan citra popularitas dari layanan perpustakaan, termasuk di dalamnya koleksi-koleksinya, sehingga mempengaruhi sikap dan perilaku individu, kelompok atau organisasi masyarakat untuk memanfaatkan perpustakaan. Promosi merupakan hal penting yang harus dilakukan oleh perpustakaan, sehingga dalam penyusunannya perlu melibatkan manajemen sekolah dan staf pendidik. Dokumen yang merinci berbagai sasaran dan strategi harus ada secara tertulis. Hal ini agar perpustakaan sekolah dapat melakukan kegiatan promosi sesuai dan selaras dengan apa yang menjadi visi dan misi sekolah. Dalam pedoman perpustakaan sekolah yang dikeluarkan UNESCO/IFLA yang diterjemahkan oleh Perpusnas RI (2006), kegiatan atau kebijakan promosi dapat tercermin dengan: • Memulai dan menhoperasikan situs web mempromosikan jasa perpustakaan sekolah
perpustakaan
sekolah
guna
• Menyelenggarakan berbagai pameran • Membuat terbitan berisi informasi mengenai jam buka, jasa dan koleksi perpustakaan • Menyediakan daftar sumber informasi dan pamphlet yang berkaitan dengan kurikulum • Memberikan informasi perpustakaan pada pertemuan murid baru dan orang tua mereka • Membentuk kelompok sahabat perpustakaan bagi para orang tua murid dan lainnya Kegiatan pelayanan dan promosi perpustakaan juga harus dievaluasi secara rutin setiap tahun dan dokumen-dokumen kebijakan apabila diperlukan dilakukan revisi sesuai dengan kondisi dan keadaan terkini.
Kegiatan promosi dan pelayanan perpustakaan
menjadi ujung tombak bagi keberhasilan visi dan misi pengelolaan perpustakaan sekolah. Karena melalui kedua kegiatan itulah segala perencanaan, kebijakan, prosedur dan persiapan manajemen yang sudah ditetapkan akan ‘diuji’ keberhasilannya dalam menyokong proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah.
36
V. PENUTUP Penjelasan dan uraian panjang diatas menunjukkan bahwa dalam manajemen perpustakaan sekolah sebetulnya ada banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilannya. Bahkan berbagai aturan dan landasan hokum juga telah dikeluarkan oleh berbagai pihak yang berkompeten untuk menjamin keberlangsungan perpustakaan sekolah dalam mendukung proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Satu poin penting yang perlu diperhatikan adalah pengelola perpustakaan harus dapat mensinergikan program-program perpustakaan dengan visi-misi sekolah serta kebutuhan kurikulum yang diterapkan. Proses pengelolaan perpustakaan sekolah adalah sebuah proses kreatif dan inovatif yang mestinya menjadi bagian penting dalam kegiatan belajar-mengajar di sekolah, bukan elemen yang terpisah.
DAFTAR PUSTAKA Badan Standardisasi Nasional Indonesia (BSNI). 2009. Standar Nasional Indonesia: Perpustakaan Sekolah (SNI 7329:2009). Jakarta: BSNI. Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Buku Pedoman Perpustakaan Perguruan Tinggi, Edisi Ketiga. Jakarta, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional RI. IFLA dan UNESCO. 2006. Panduan Perpustakaan Sekolah. Jakarta, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Indonesia. 2003. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta Indonesia. 2007. Undang-Undang RI Nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan. Jakarta Indonesia. 2008. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI (Permendiknas RI) Nomor 25 tahun 2008 tentang standar tenaga perpustakaan sekolah/madrasah. Jakarta: Depdiknas RI Lasa Hs. 1997. Pedoman Katogisasi Perpustakaan Muhammadiyan : Monograf dan Terbitan Berkala. Yogyakarta, Majelis Pustaka Pimpinan Pusat Muhammadiyah. ______. 1998. Kamus Istilah Perpustakaan. Yogyakarta, Gadjah Mada University Press. Media Indonesia. 03 Juli 2010. Seluruh SD Miliki Perpustakaan pada 2015. Diakses melalui website Media Indonesia http://www.mediaindonesia.com/read/2010/07/07/153222/88/14/Seluruh-SDMiliki-Perpustakaan-pada-2015 pada tanggal 8 Desember 2010. Natajumena, Rachmat. 2008. Perpustakaan Sekolah Lahan Tidur Pustakawan. Dalam Kumpulan Naskah Orasi Ilmiah Pengukuhan Pustakawan Utama 1995-2007, Blasius Sudarsono dan Titiek Kismiyati (editor), Jakarta: Perpustakaan Nasional RI. Perpustakaan Nasional RI. 2006. Pedoman Perpustakaan Sekolah IFLA/UNESCO. Terjemahan dari School Library Guideliness IFLA/UNESCO. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI. ___________________. 2006. Pedoman Penyelenggaraan Perpustakaan Umum. Jakarta, Perpustakaan Nasional RI. 37
_____________________. 2001. Pedoman Umum Penyelenggaraan Perpustakaan Sekolah. Jakarta Perpustakaan Nasional RI. Qolyubi, Sihabuddin dkk. 2003. Dasar-dasar Ilmu Perpustakaan dan Informasi.Yogyakarta, Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. SULISTYO-Basuki. 1994. Rosdakarya.
Periodisasi
Perpustakaan
Indonesia.
Bandung:
PT.
Remaja
Surachman, Arif. 2007. Manajemen Perpustakaan Sekolah. Makalah disampaikan dalam Workshop untuk Kepala Sekolah, Guru dan Komite Sekolah di Ambarawa, Jawa Tengah. Diakses melalui http://arifs.staff.ugm.ac.id/mypaper/manpersek.pdf Surachman, Arif. 2006. Modul Pengelolaan Perpustakaan Sekolah/Madrasah. Modul dalam pelatihan Pengelolaan Perpustakaan Sekolah/Dayah di Bireun, Nangroe Aceh Darussalam, kerjasama INSEP Jakarta, MPRK UGM dan The Asia Foundation. Yulia, Yuyu dan Sujana, Janti Gristinawati.2009. Pengembangan Koleksi. Jakarta; Penerbit Universitas Terbuka. INFORMASI PENULIS: Arif Surachman, S.IP. Lahir di Purwokerto, 8 Maret 1975. Menempuh studi Ilmu Perpustakaan di D3 Ilmu Perpustakaan UGM (1997), S1 Ilmu Perpustakaan & Informasi UIN Sunan Kalijaga (2007), S2 Magister Manajemen UGM (2011-sekarang). Saat ini merupakan Kepala Perpustakaan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada. Aktif sebagai narasumber, fasilitator dan tutor pelatihan, seminar dan workshop Perpustakaan dan Teknologi Informasi yang diselenggarakan di wilayah DIY, Jateng dan Aceh. Pernah meraih pustakawan terbaik II Nasional tahun 2009 versi Perpustakaan Nasional RI. Heri Abi Burachman Hakim, S.IP. Lahir di Yogyakarta, 26 September, 1982. Menempuh studi Ilmu Perpustakaan di D3 Ilmu Perpustakaan UGM (2003), S1 Ilmu Perpustakaan & Informasi UIN Sunan Kalijaga (2007). Saat ini merupakan Pustakawan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Aktif sebagai narasumber, fasilitator, dan tutor pelatihan, seminar dan workshop di wilayah DIY dan Jateng. Pernah menjadi pustakawan terbaik II Universitas Gadjah Mada tahun 2010 dan Tenaga Administrasi Bidang TI Terbaik Universitas Gadjah Mada tahun 2009. Aktif menulis diberbagai media kepustakawanan dan surat kabar.
38