1
MANAJEMEN PENGELOLAAN OBJEK WISATA KOTA TUA JAKARTA BERBASIS MASYARAKAT
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Manajemen Publik Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh RIZKI PARHANI NIM 6661110901
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA SERANG 2016
2
3
4
5
Tuntutlah ilmu sejak dari buaian hingga liang lahat (Sabda Rasulullah SAW)
“Sukses akan datang kepada mereka yang berusaha, berdoa, bertawakal serta diiringi dengan doa kedua orang tua” (Rizki Parhani)
“Keluarga adalah penyemangat, inspirator, motivator terbesar dan harta yang paling berharga di dunia ini” (Rizki Parhani)
Tiada yang lebih indah ketika melihat kedua Orang Tua tersenyum bahagia
Skripsi ini kupersembahkan untuk Mamah, Babeh, Adikku, Kakek dan almh. Nenekku, orang-orang yang sayang kepadaku dan yang aku sayangi...
6
ABSTRAK Rizki Parhani. NIM: 6661110901. Skripsi. Manajemen Pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta Berbasis Masyarakat. Pembimbing I: Dr. Suwaib Amiruddin, M.Si., dan Pembimbing II: Gandung Ismanto, S.Sos., MM Kota Tua Jakarta merupakan Objek Wisata yang memiliki nilai sejarah yang sangat penting bagi Kota Jakarta. Terdapat bangunan-bangunan tua peninggalan penjajahan Belanda, yang pada saat ini dijadikan museum. Di sana terdapat komunitas-komunitas yang ikut terlibat dalam pengelolaan. Namun masih kurangnya koordinasi, kurang optimalnya pengawasan, pengorganisasian komunitas masih kurang baik dan kurang tegasnya aturan terhadap komunitas yang tidak sesuai dengan unsur Kota Tua Jakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keterlibatan masyarakat dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta, untuk mengetahui proses keterlibatan masyarakat dalam membuat aturan terkait dan untuk mengetahui fungsi masyarakat di dalam manajemen tersebut. Penelitian ini menggunakan teori fungsi manajemen Henry Fayol yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian dan pengawasan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Teknik analisis data yang digunakan menurut Prasetya Irawan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta berbasis masyarakat belum baik. Dalam perencanaan masyarakat belum berperan aktif dalam perumusan perencanaan, koordinasi pun belum sampai kepada masyarakat ataupun komunitas-komunitas. Masyarakat hanya dilibatkan dalam pengarahan dan pengawasan. Selain itu belum adanya dana dari Pemerintah DKI Jakarta untuk mengembangkan komunitas-komunitas yang berpotensi mengenalkan Kota Tua Jakarta kepada masyarakat luas dan menjadi ciri khas Kota Tua Jakarta. Sarannya Pemerintah DKI Jakarta lebih melibatkan secara aktif komunitas dalam perumusan perencanaan dan memasukkan komunitas kedalam kegiatan-kegiatan didalam perencanaan, diberikan pelatihan dan diberdayakan. Kata Kunci: Kota Tua Jakarta, Manajemen, Masyarakat
7
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah.. Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat, berkat, hidayah, karunia, petunjuk dan pertolongan-Nyalah peneliti dapat menyelesaikan Skripsi ini. Berkat bantuan dan campur tangan-Nyalah peneliti bisa berada dititik ini. Tak hentinya mengucap syukur Alhamdulillah, terimakasih ya Allah. Shalawat serta salam senantiasa peneliti panjatkan kepada junjungan Nabi Besar kita Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat serta para pengikutnya yang membawa kita semua dari zaman jahiliyyah ke zaman yang canggih seperti sekarang ini. Adapun penyusunan Skripsi ini diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti ujian sarjana (S-1) dengan judul “Manajemen Pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta Berbasis Masyarakat”. Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak sehingga Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Untuk itu peneliti mengucapkan banyak terima kasih setulus hati kepada: 1. Bapak Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd., Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 2. Bapak Dr. Agus Sjafari, M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 3. Ibu Rahmawati, S.Sos., M.Si., Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
i
8
4. Bapak Iman Mukhroman, S.Ikom., M.Ikom., Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 5. Bapak Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M.Si., Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 6. Ibu Listyaningsih, S.Sos., M.Si., Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 7. Bapak Riswanda, M.A., P.hd., Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 8. Bapak Dr. Suwaib Amiruddin, M.Si., Pembimbing I Skripsi yang senantiasa memberikan ilmu, kritik serta masukan kepada peneliti, dan membimbing peneliti dengan sabar dalam penyusunan Skripsi ini. Memberikan
pemikiran-pemikiran
yang
sangat
membantu
dalam
penelitian ini. Terimakasih banyak Pak sudah membimbing saya. 9. Bapak Gandung Ismanto, S.Sos., M.M., selaku Pembimbing II Skripsi yang selalu sabar dalam proses bimbingan, serta memberikan ilmu, kritik, dan saran kepada peneliti dalam penyusunan Skripsi ini beserta pemikiranpemikiran yang sangat membantu peneliti. 10. Bapak Anis Fuad, S.Sos., M.Si., Dosen Pembimbing Akademik yang selalu baik dan memberikan arahan serta dukungan dari awal masa perkuliahan hingga akhir masa perkuliahan.
ii
9
11. Kepada seluruh Dosen dan Staf Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang membekali peneliti dengan segala pengetahuan selama masa perkuliahan. 12. Para staf Tata Usaha (TU) Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa atas segala bantuan informasi selama perkuliahan. 13. Pihak Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta Bapak Encu Suhandi, SE., MM., yang telah memberikan informasi dan data terkait dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, serta nasehat-nasehat yang telah diberikan kepada peneliti dan waktu yang diluangkan untuk melakukan wawancara. 14. Pihak Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta Bapak Ario Wicaksono, SH yang telah memberikan informasi, data tentang pengelolaan dan manajemen di Kota Tua Jakarta, serta waktu untuk melakukan wawancara. 15. Bapak Dodi Riadi dan Bapak Firman, narasumber dari Local Working Group Kota Tua Jakarta. 16. Pihak pengelola museum, Bapak Sumardi, Bapak Hari Prabowo, Bapak Khasirun dan Bapak Yosep yang telah memberikan data dan informasi mengenai museum-museum di Kota Tua Jakarta 17. Bapak Rizal selaku Bendahara Komunitas Manusia Batu, Bapak Sanem Komunitas Ontel, Bapak Deden, Bapak Hendri, pengunjung lokal maupun turis mancanegara yang telah memberikan waktunya untuk wawancara dan
iii
10
kesediaannya sebagai narasumber bagi penelitian ini, dan semua narasumber yang ada dalam penelitian ini. 18. Kedua Orang Tuaku tersayang dan tercinta, Bapak Mamat dan Ibu Elah yang telah memberikan semangat, motivasi serta dukungan moril maupun materil kepada peneliti dalam melakukan penelitian ini, dan tanpa lelah untuk mendoakan peneliti dalam meraih kesuksesan. Terimakasih atas segala yang sudah diberikan, tanpa Mamah dan Babeh saya tidak akan bisa seperti sekarang. 19. Adik saya satu-satunya Achmad Aldiansyah yang selalu mendukung apa yang kakaknya lakukan. 20. Kakek saya yang selalu memberikan perhatiannya baik moril maupun materil kepada cucu pertamanya ini dari kecil hingga sekarang dan juga Almh. Nenek saya yang tidak pernah terlupakan. 21. Adhi Makayasa Saputra yang selalu memberikan semangat serta dukungan kepada peneliti selama melakukan penelitian. Senantiasa meluangkan waktu untuk bertukar pikiran mengenai Skripsi ini, memberikan masukan, kritik dan saran, serta menemani peneliti dalam melakukan penelitian ini. Terimakasih banyak atas semuanya. 22. Kepada Saudara-saudaraku Kaka Neneng, Om Aji, Kaka Mimil, Om Udi, Kaka Iyus yang telah memberikan dukungan, semangat dan memberikan bantuan materiil kepada peneliti. 23. Teman-teman seperjuanganku Dita Marsela Sufitri, Nurul Fitri Sugiharto, Fitri Maliani Nugraha, Ayu Fitri Lestari, Ita Mafrohati, Nella Hani Rosa,
v
11
Resty Nani Yustini, Metta Miftahul Jannah, Ika Dewi Safitri, Anita, Melinda Paula Tumbol, Veronica Puspaningtyas yang saling mendoakan dan memberikan semangat. 24. Teman-teman Administrasi Negara Reguler 2011 yang memberikan kesan dan kenangan selama masa perkuliahan. 25. Teman-teman kostan Mega, Ka erni dan Ka nita yang selalu menghibur dengan canda tawa dan memberikan semangat. 26. Teman-teman Kelompok Kerja Mahasiswa (KKM) 62 Desa Kubang Jaya Tahun 2014 yang memberikan kenangan selama KKM. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan Skripsi ini, karena keterbatasan penulis, maka dari itu saran dan kritik yang membangun tetap dinantikan guna perbaikan dimasa yang akan datang. Akhir kata semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Serang, Februari 2016
Rizki Parhani
12
ABSTRACT Rizki Parhani. NIM. 6661110901. Research Paper. Management of Attraction Jakarta Old City Based of Society. Public Administration Study Program, Faculty of Social and Political Sciences, Sultan Ageng Tirtayasa University. First Adviser Dr. Suwaib Amiruddin, M.Si, and Second Adviser Gandung Ismanto, S.Sos., MM. Jakarta Old City is attraction which has very important historical value in Jakarta. There are old buildings legacy of the Dutch colonialists, which is currently used as a museum. In there, there are communities are involved in the management of Jakarta Old City attractions, society and visitors are also involved but there is still a lack of coordination, lack of optimal controlling, communities organizing is still not good and lack of firm on the rules of the communities which not accordance with the elements of the Jakarta Old City. The purpose of this research are to know the involvement of the society in the management of Jakarta Old City attraction, to know the process of the society involvement to making the rules which relating, and to know the function of the society in the management of the Jakarta Old City attraction. This research uses the functions of management theory of Henry Fayol, there are planning, organizing, commanding, coordinating and controlling. The method of this research is used descriptive method with qualitative approach. The analysis technique of data is used according to Prasetya Irawan. The result of this research indicate that management of attraction Jakarta Old City based of society is not good. Society has not been fully involved, in the planning society has not role actively in the formulation of planning, coordination is not yet up to the society or communities. Society only involved in directing and controlling. Communities only given directions by stakeholders and give the directions to their members. Beside that, there are no funds from the government of DKI Jakarta to develop communities which have the potential to introduce the Jakarta Old City to the wide society and become a characteristic of the Jakarta Old City. Suggestion for the government of DKI Jakarta more actively involve the community in the formulation of planning and involve the community in the program of planning, given training and empowered. Keywords: Jakarta Old City, Management, Society
vi
13
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ABSTRAK ABSTRACK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR
i v viii ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.2 Identifikasi Masalah 1.3 Batasan Masalah 1.4 Rumusan Masalah 1.5 Tujuan Penelitian 1.6 Manfaat Penelitian 1.7 Sistematika Penulisan
1 21 21 22 22 23 24
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI DASAR 2.1 Tinjauan Pustaka 29 2.1.1 Pengertian Manajemen 29 2.1.2 Pentingnya Manajemen 32 2.1.3 Prinsip Manajemen 34 2.1.4 Fungsi dan Tujuan Manajemen 35 2.1.4.1 Fungsi Perencanaan 38 2.1.4.2 Fungsi Pengorganisasian 40 2.1.4.3 Fungsi Pengarahan 42 2.1.4.4 Fungsi Pengkoordinasian 44 2.1.4.4.1 Tipe-Tipe Koordinasi 44 2.1.4.5 Fungsi Pengawasan 46 2.1.4.5.1 Tipe-Tipe Pengawasan 47 2.1.5 Definisi Pengelolaan 48 2.1.6 Pemerintahan 49 2.1.7 Definisi Organisasi 52 2.1.7.1 Ciri-Ciri Organisasi 54 2.1.7.2 Prinsip-Prinsip Organisasi 54 2.1.7.3 Kelompok-Kelompok Kerja Formal dan Informal 55 2.1.7.4 Tipe-Tipe Organisasi 56 2.1.7.5 Komponen-Komponen Pengorganisasian 59 2.1.8 Pengertian Komunitas 60 2.1.9 Definisi Objek Wisata 61 2.2 Penelitian Terdahulu 64 2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian 66 2.4 Asumsi Dasar 70
vii
14 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian 3.2 Fokus Penelitian 3.3 Lokasi Penelitian 3.4 Fenomena yang Diamati 3.4.1 Definisi Konsep 3.4.2 Definisi Operasional 3.5 Instrumen Penelitian 3.6 Informan Penelitian 3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data 3.7.1 Teknik Pengumpulan Data 3.7.1.1 Sumber Data Primer 3.7.1.2 Sumber Data Sekunder 3.7.2 Teknik Analisis Data 3.8 Jadwal Penelitian
71 72 72 72 73 74 75 77 79 79 79 84 85 89
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian 90 4.1.1 Deskripsi Kota Jakarta 90 4.1.2 Deskripsi Objek Wisata Kota Tua Jakarta 93 4.1.3 Gambaran Umum Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta 96 4.1.3.1 Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta 96 4.1.3.2 Susunan Organisasi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta 97 4.1.4 Gambaran Umum Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta 100 4.1.4.1 Susunan Organisasi Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta 102 4.1.5 Gambaran Umum Local Working Group (LWG) 103 4.1.5.1 Visi dan Misi LWG 104 a. Visi 104 b. Misi 105 c. Fungsi 105 4.1.6 Gambaran Umum Komunitas-Komunitas di Kota Tua Jakarta 106 4.2 Deskripsi Data 107 4.2.1 Deskripsi Data Penelitian 107 4.2.2 Daftar Informan Penelitian 109 4.3 Deskripsi Hasil Penelitian 111 4.3.1 Keterlibatan Masyarakat dalam Manajemen Pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta 112 4.3.1.1 Keterlibatan Masyarakat dalam Perencanaan 112 4.3.1.2 Keterlibatan Masyarakat dalam Pengorganisasian 131 4.3.1.3 Keterlibatan Masyarakat dalam Pengarahan 137 4.3.1.4 Keterlibatan Masyarakat dalam Pengkoordinasian 143 4.3.1.5 Keterlibatan Masyarakat dalam Pengawasan 148 4.3.2 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Membuat Aturan Terkait Manajemen Pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta 152 4.3.2.1 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Perencanaan 153
viii
15
4.3.2.2 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Pengorganisasian 156 4.3.2.3 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Pengarahan 162 4.3.2.4 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Pengkoordinasian 164 4.3.2.5 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Pengawasan 166 4.3.3 Fungsi Masyarakat dalam Manajemen Pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta Berbasis Masyarakat 168 4.3.3.1 Fungsi Masyarakat dalam Perencanaan 168 4.3.3.2 Fungsi Masyarakat dalam Pengorganisasian 174 4.3.3.3 Fungsi Masyarakat dalam Pengarahan 176 4.3.3.4 Fungsi Masyarakat dalam Pengkoordinasian 179 4.3.3.5 Fungsi Masyarakat dalam Pengawasan 180 4.4 Pembahasan 183 4.4.1 Keterlibatan Masyarakat dalam Manajemen Pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta 183 4.4.1.1 Keterlibatan Masyarakat dalam Perencanaan 184 4.4.1.2 Keterlibatan Masyarakat dalam Pengorganisasian 188 4.4.1.3 Keterlibatan Masyarakat dalam Pengarahan 190 4.4.1.4 Keterlibatan Masyarakat dalam Pengkoordinasian 191 4.4.1.5 Keterlibatan Masyarakat dalam Pengawasan 192 4.4.2 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Membuat Aturan Terkait Manajemen Pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta 193 4.4.2.1 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Perencanaan 193 4.4.2.2 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Pengorganisasian 195 4.4.2.3 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Pengarahan 196 4.4.2.4 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Pengkoordinasian 197 4.4.2.5 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Pengawasan 199 4.4.3 Fungsi Masyarakat dalam Manajemen Pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta 200 4.4.3.1 Fungsi Masyarakat dalam Perencanaan 200 4.4.3.2 Fungsi Masyarakat dalam Pengorganisasian 203 4.4.3.3 Fungsi Masyarakat dalam Pengarahan 204 4.4.3.4 Fungsi Masyarakat dalam Pengkoordinasian 206 4.4.3.5 Fungsi Masyarakat dalam Pengawasan 207 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan 5.2 Saran
210 212
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
x
ix
16
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Tabel Informan
78
Tabel 3.2 Pedoman Wawancara
83
Tabel 3.3 Jadwal Penelitian
89
Tabel 4.1 Daftar Informan
110
Tabel 4.2 Jumlah Pengunjung Museum Seni Rupa dan Keramik Tahun 2014
124
Tabel 4.3 Jumlah Pengunjung Museum Sejarah Jakarta Tahun 2014
125
Tabel 4.4 Jumlah Pengunjung Museum Wayang Tahun 2014
126
x
17
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Kelompok Komunitas
15
Gambar 2.1 Organisasi formal dan informal dan ciri-ciri mereka
57
Gambar 2.2 Organisasi-organisasi primer dan organisasi-organisasi sekunder
58
Gambar 2.3 Kerangka Berpikir Penelitian
69
Gambar 3.1 Proses Analisis Data Menurut Irawan
87
Gambar 4.1 Peta Kota DKI Jakarta
92
Gambar 4.2 Struktur Organisasi Unit Pengelola Kawasan Kota Tua
103
Gambar 4.3 Kelompok Komunitas
116
ix
18
v
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Transkrip Data Lampiran 2 Koding Data Lampiran 3 Kategorisasi Data Lampiran 4 Catatan Lapangan Lampiran 5 Kisi-kisi Wawancara Lampiran 6 Membercheck (Transkrip Wawancara) Lampiran 7 Kartu Bimbingan Skripsi Lampiran 8 Surat Ijin Penelitian Lampiran 9 Daftar Komunitas di Kota Tua pada Awalnya Lampiran 10 Daftar Komunitas Setelah Berkurang Lampiran 11 Dokumentasi Penelitian Lampiran 12 Daftar Riwayat Hidup
x
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Jakarta merupakan Ibukota Negara Republik Indonesia. Dari 34 provinsi yang ada di Indonesia, Jakarta merupakan pusat pemerintahan di Indonesia dan salah satu kota besar di Indonesia dengan segala macam aktivitas masyarakat. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Jakarta Tahun 2013, Jakarta merupakan kota dengan penduduk yang padat di Indonesia, dengan kepadatan penduduk mencapai 14.469 orang perkilometer persegi, dengan luas wilayah 664,01 km2 dan jumlah penduduk 12.998.816 jiwa. Hal ini dikarenakan tingginya angka mobilitas penduduk di Jakarta. Banyak masyarakat dari luar Jakarta yang datang dan menetap di Jakarta untuk mencari pekerjaan di Jakarta, hasil sensus 2010 mencatat 5.396.419 penduduk atau 2,5% penduduk merupakan imigran antar provinsi. Pada tahun 2010 daerah yang memiliki angka mobilitas yang tinggi atau penduduknya banyak yang keluar daerah adalah Jawa Barat dengan 730.878 jiwa, sedangkan daerah yang dimobilitasi atau dijadikan tempat perpindahan adalah DKI Jakarta dengan 734.584 jiwa. Hal ini dikarenakan Kota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Indonesia dan pembangunan yang dilakukan lebih banyak di Jakarta. Namun dengan luas daerah Kota Jakarta yang tetap dari tahun ke tahun, namun jumlah
1
2
penduduknya terus bertambah, hal ini menggambarkan kepadatan penduduk terjadi di Kota Jakarta. (Sumber:
[20/02/2015]) Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara
Kesatuan
Republik
Indonesia.
Provinsi
DKI
Jakarta
dengan
kedudukannya sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki fungsi dan peran yang penting dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa sebagai wujud pemikiran dan perilaku kehidupan manusia yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sehingga perlu dilestarikan dan dikelola secara tepat melalui upaya perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan dalam rangka memajukan kebudayaan nasional untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Pengelolaan adalah upaya terpadu untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan Cagar Budaya melalui
3
kebijakan pengaturan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan untuk sebesarbesarnya kesejahteraan rakyat. Berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 127 Tahun 2007 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Penataan dan Pengembangan Kawasan Kota Tua Dinas Kebudayaan dan Permuseuman
Provinsi
Daerah
Khusus
Ibukota
Jakarta,
bahwa
untuk
mewujudkan Kota Tua sebagai kawasan sejarah, budaya dan bisnis serta sebagai tujuan wisata, perlu dilaksanakan penataan dan pengembangan melalui penanganan yang lebih optimal. Penataan dan pengembangan Kota Tua sebagai kawasan sejarah, budaya dan bisnis serta sebagai tujuan wisata merupakan salah satu lingkup tugas Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Menurut Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 127 Tahun 2007 Kawasan Kota Tua adalah kesatuan geografis beserta unsur terkait di dalamnya seluas ± 846 ha yang terletak di Kotamadya Jakarta Utara dan Kotamadya Jakarta Barat Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Gubernur Nomor 34 Tahun 2006 tentang Penguasaan Perencanaan Dalam Rangka Penataan Kawasan Kota Tua Seluas ± 846 ha yang terletak di Kotamadya Jakarta Utara dan Kotamadya Jakarta Barat. Namun menurut Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 36 Tahun 2014 tentang Rencana Induk Kawasan Kota Tua dalam ruang lingkup rencana induk kawasan Kota Tua meliputi beberapa kawasan yang dibatasi dalam daerah perencanaan seluas ± 334 ha.
4
Berdasarkan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 475 Tahun 1993 tentang Penetapan Bangunan-Bangunan Bersejarah Di Daerah Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Benda Cagar Budaya bahwa upaya pelestarian terhadap bangunan bersejarah di Daerah Khusus Ibukota Jakarta adalah untuk menjaga keaslian arsitektur bangunan, mempertahankan nilai-nilai sejarah untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya arti sejarah nasional dan sejarah perkembangan Kota Jakarta. Berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 36 Tahun 2014 tentang Rencana Induk Kawasan Kota Tua, pengelolaan Kawasan Kota Tua dilakukan secara terpadu lintas sektoral dan wilayah serta melibatkan secara aktif dunia usaha dan kelompok-kelompok masyarakat. Pengelolaan dapat dilakukan dengan membentuk Badan Otorita yang mempunyai kewenangan yang memadai. Guna lebih mengoptimalkan pengelolaan Kawasan Kota Tua dan memberikan insentif yang memadai dalam pelestariannya, dapat dikembangkan Kawasan Kota Tua sebagai Kawasan Ekonomi Kreatif (KEK). Dalam hal ini yang merupakan pengelola kawasan Kota Tua Jakarta adalah Unit Pengelola Kawasan Kota Tua. Sesuai dengan yang tercantum dalam Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Pasal 4 bahwa, unit pengelola mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan Kawasan Kota Tua. Pada pasal 9 mengenai seksi pengembangan Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta mempunyai tugas salah satunya melakukan
5
koordinasi dengan swasta dan masyarakat untuk berperan serta dalam penataan dan pengembangan Kawasan Kota Tua. Provinsi DKI Jakarta memiliki beberapa tempat wisata antara lain Taman Impian Jaya Ancol, Taman Mini Indonesia Indah, Kebun Binatang Ragunan, Monumen Nasional, Kota Tua Jakarta, dan berbagai museum lainnya. Hal ini berpengaruh terhadap tingkat pendapatan daerah di Provinsi DKI Jakarta, dengan banyaknya kunjungan masyarakat lokal, luar daerah maupun luar negeri yang datang ke Jakarta, maka pendapatan daerah Provinsi DKI Jakarta akan semakin meningkat. Di antara beberapa tempat pariwisata di DKI Jakarta, lebih banyak tempat pariwisata yang menawarkan kesenangan atau hiburan, namun hanya sedikit tempat wisata yang menawarkan pengetahuan, wawasan dan cerita sejarah di masa lampau seperti di museum-museum yang ada di Kota Tua Jakarta. Hal ini harus menjadi perhatian penting bagi Pemerintah DKI Jakarta untuk memperkenalkan dan melestarikan objek wisata seperti Kota Tua Jakarta ini. Kota Tua Jakarta merupakan suatu wilayah yang termasuk ke dalam Kota Administrasi Jakarta Barat dan Kota Administrasi Jakarta Utara yang disana terdapat
bangunan-bangunan
peninggalan
zaman
penjajahan
Belanda.
Berdasarkan wawancara peneliti kepada narasumber Bapak Ario (29 Tahun) selaku Staf Seksi Penataan Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta, Kota Tua pada zaman dahulu
merupakan pusat pemerintahan Belanda pada saat menjajah
Indonesia. Bangunan-bangunan tua tersebut pada saat itu dijadikan gedunggedung pemerintahan Hindia Belanda seperti kantor gubernur, penjara bawah tanah, pengadilan bahkan gereja, dan sampai sekarang ini bangunan-bangunan tua
6
tersebut telah beberapa kali beralih fungsi dan sampai pada saat ini telah diresmikan pemerintah untuk dijadikan museum bersejarah. Pada saat ini objek wisata Kota Tua Jakarta terdapat beberapa museum, antara lain Museum Fatahillah, Museum Seni Rupa dan Keramik, Museum Wayang, Museum Bank Mandiri, dan Museum Bank Indonesia. Daerah Khusus Ibukota Jakarta termasuk daerah yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi daerah tujuan wisata. Selain menjadi Ibukota Negara Republik Indonesia, Kota Jakarta juga dapat menjadi kota tujuan wisata bagi masyarakat lokal, masyarakat dari luar Jakarta maupun mancanegara. Kota Jakarta juga harus mampu meningkatkan kunjungan pariwisata di dalam Kota Jakarta itu sendiri, sehingga Kota Jakarta tidak hanya terkesan buruk oleh masyarakat dari luar Jakarta yaitu sebagai kota yang macet dan padat penduduk, namun dengan adanya objek pariwisata yang ditingkatkan maka akan membawa nama baik Kota Jakarta serta mambawa dampak positif lainnya bagi Kota Jakarta itu sendiri. Jakarta memiliki banyak aset-aset pariwisata yang sangat potensial untuk dikembangkan yang nantinya akan berdampak positif terhadap aktivitas ekonomi daerah. Pada zaman penjajahan Belanda, Kota Jakarta ditempatkan sebagai pusat pemerintahan Hindia Belanda. Sehingga banyak gedung-gedung tua peninggalan pemerintahan Belanda yang ada di Jakarta dan sekarang dijadikan museummuseum sebagai objek wisata atau tempat penyimpanan benda-benda bersejarah. Salah satu objek wisata di Jakarta yaitu Kota Tua. Kota Tua merupakan objek wisata yang berupa bangunan-bangunan tua serta berbagai museum peninggalan
7
masa penjajahan belanda. Di Kota Tua itu sendiri terdapat beberapa museum antara lain: Museum Fatahillah, Museum Seni Rupa dan Keramik, Museum Wayang, Museum Bank Mandiri, dan Museum Bank Indonesia. Bangunan museum-museum ini sudah ada sejak zaman pemerintahan Belanda pada masa lampau, yang sekarang bangunannya dijadikan museum untuk menyimpan bendabenda peninggalan masa penjajahan tersebut. Kawasan Kota Tua Jakarta yang memiliki luas ±846 ha terbagi dalam 5 (lima) zona wilayah, yaitu Zona 1 (satu) adalah Kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa dan sekitarnya, Zona 2 (dua) adalah Kawasan Pusat Kota Lama (Taman Fatahillah) dan sekitarnya, Zona 3 (tiga) adalah Kawasan Pecinan, Zona 4 (empat) adalah Kawasan Perkampungan Multi Etnis, dan Zona 5 (lima) adalah Kawasan Pusat Bisnis Kota Tua. Dalam penelitian ini, peneliti fokus meneliti pada Kawasan Zona 2 atau Kawasan Pusat Kota Lama (Taman Fatahillah), karena zona ini merupakan prioritas utama dalam pengembangan Kota Tua Jakarta dalam waktu dekat. Pada zona 2 (dua) adalah Kawasan Pusat Kota Lama (Taman Fatahillah) dan sekitarnya merupakan pusat pengembangan Kawasan Kota Tua Jakarta dan mempunyai visi misi yaitu memori pusat kota lama, dalam arti mengingatkan kembali akan sejarah dimasa lampau. Di zona 2 ini terdapat beberapa museum, diantaranya Museum Fatahillah, Museum Wayang dan Museum Seni Rupa dan Keramik, Cafe Batavia dan sebagainya. Fungsi kawasan ini adalah lokasi perkantoran skala besar dan kecil, wisata seni dan budaya, serta tempat pembagian kluster Pedagang Kaki Lima.
8
Zona 2 (dua) yaitu Taman Fatahillah dan sekitarnya memiliki luas 443 ha. Peruntukan luas tanah tersebut terdiri dari perumahan 256,69 ha; perkantoran 87,04 ha; taman 3,69 ha; pertanian 14,10 ha; lahan tidur 13,24 ha; dan lain lain 58,24 ha. Zona 2 (dua) Taman Fatahillah dan sekitarnya termasuk ke dalam Kecamatan Tamansari, Kelurahan Pinangsia. Masyarakat yang terdekat dengan Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta adalah masyarakat Kelurahan Pinangsia. Kelurahan Pinangsia memiliki luas 96 ha dengan jumlah penduduk 16.672 jiwa dan 3.813 KK. (Sumber: [14/02/2015]) Di zaman modern seperti sekarang ini, dengan banyaknya jumlah penduduk yang ada di Ibukota Negara Republik Indonesia dan dengan banyaknya objek-objek wisata yang lebih modern dan lebih menarik banyak bermunculan, harus diaturnya sedemikian rupa agar objek wisata Kota Tua Jakarta ini tetap menarik minat pengunjung yang datang dan menjadi tempat kunjungan yang nyaman ditengah padatnya Kota Jakarta. Pada dasarnya objek wisata Kota Tua ini sudah cukup ramai dikunjungi oleh masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari data jumlah pengunjung yang peneliti dapatkan dari 3 (tiga) museum yang ada di Kawasan Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta. Berdasarkan data pengunjung yang peneliti dapatkan dari narasumber di museum-museum di Kota Tua Jakarta antara lain: Tahun 2013 dan tahun 2014. Pada bulan Januari hingga Desember 2013 jumlah pengunjung yang datang ke Museum Seni Rupa dan Keramik yaitu Wisatawan Nusantara sebanyak 37.536 pengunjung, Wisatawan Mancanegara sebanyak 993 pengunjung, Sekolah
9
Dasar (SD) sebanyak 7.360 pengunjung, Sekolah Lanjutan Tingat Pertama (SLTP) sebanyak 4.508 pengunjung, Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) sebanyak 3.246 pengunjung. Jumlah keseluruhan totalnya sebanyak 60.810 pengunjung. Sedangkan pada bulan Januari hingga Desember 2014 jumlah pengunjung yang datang ke Museum Seni Rupa dan Keramik meningkat yaitu Wisatawan Nusantara sebanyak 65.490 pengunjung, Wisatawan Mancanegara sebanyak 1.215 pengunjung, Taman Kanak-kanak (TK) 12.537 pengunjung, Sekolah Dasar (SD) sebanyak 11.183 pengunjung, Sekolah Lanjutan Tingat Pertama (SLTP) sebanyak 13.626 pengunjung, Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) sebanyak 8.824 pengunjung, mahasiswa 10.471 pengunjung. Jumlah keseluruhan totalnya sebanyak 123.346 pengunjung. Selanjutnya pada Museum Sejarah Jakarta, Pengunjung pada tahun 2013 bulan Januari hingga Desember baik wisatawan dari dalam negeri maupun luar negeri yang datang mengunjungi museum ini, antara lain: Wisatawan Nusantara sebanyak 120.347 pengunjung, Wisatawan Mancanegara sebanyak 15.182 pengunjung, Taman Kanak-kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD) sebanyak 18.827 pengunjung, Sekolah Lanjutan Tingat Pertama (SLTP) sebanyak 9.298 Pengunjung, Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) sebanyak 3.037, Mahasiswa sebanyak 16.292 pengunjung, Riset 5.948 pengunjung, Tidak Resmi 7.394 orang. Jumlah keseluruhan pengunjung totalnya sebanyak 196.325 pengunjung. Sedangkan pengunjung 2014 meningkat, yaitu pada bulan Januari hingga Desember baik wisatawan dari dalam negeri maupun luar negeri yang datang mengunjungi museum ini, antara lain: Wisatawan Nusantara sebanyak 68.261
10
pengunjung, Wisatawan Mancanegara sebanyak 6.560 pengunjung, pelajar 122.896 pengunjung. Mahasiswa 63.391 pengunjung. Resmi 4832 pengunjung. Jumlah keseluruhan pengunjung totalnya sebanyak 265.940 pengunjung. Selanjutnya adalah Museum Wayang, Pengunjung di Museum ini pun juga cukup banyak. Pengunjung pada tahun 2013 pada bulan Januari hingga Desember baik wisatawan dari dalam negeri maupun luar negeri yang datang mengunjungi museum ini, antara lain: Wisatawan Nusantara sebanyak 133.476 pengunjung, Wisatawan Mancanegara sebanyak 52.386 pengunjung, Taman Kanak-kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD) sebanyak 20.148 pengunjung, Sekolah Lanjutan Tingat Pertama (SLTP) sebanyak 11.283 Pengunjung, Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) sebanyak 2.328 pengunjung, Mahasiswa sebanyak 23.494 pengunjung, Tidak Resmi 7.364 orang. Jumlah keseluruhan pengunjung totalnya sebanyak 250.479 pengunjung. Sedangkan pengunjung tahun 2014 pada bulan Januari hingga Desember mengalami peningkatan jumlah pengunjung baik wisatawan dari dalam negeri maupun luar negeri yang datang mengunjungi museum ini, antara lain: Wisatawan Nusantara sebanyak 254.499 pengunjung, Wisatawan Mancanegara sebanyak 47.198 pengunjung, Taman Kanak-kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD) sebanyak 37.639 pengunjung, Sekolah Lanjutan Tingat Pertama (SLTP) sebanyak 4.547 pengunjung, Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) sebanyak 1.620 pengunjung, Mahasiswa sebanyak 15.588 pengunjung, Tidak Resmi 800 orang. Jumlah keseluruhan pengunjung totalnya sebanyak 361.881 pengunjung.
11
Penjabaran
jumlah
pengunjung
dimasing-masing
museum
menggambarkan bahwa jumlah pengunjung yang datang ke Museum Seni Rupa dan Keramik, Museum Fatahillah dan Museum Wayang pada tahun 2013 dan tahun 2014 cukup banyak dan mengalami peningkatan. Hal ini menandakan jumlah pengunjung yang datang ke Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta sebanyak jumlah pengunjung yang datang ke museum atau bahkan melebihi jumlah pengunjung di museum-museum tersebut. Dalam pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta melibatkan beberapa pihak yang terkait, diantaranya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta, Satuan Polisi Pamong Praja Kecamatan Tamansari, pihak pengelola museum-museum serta melibatkan masyarakat atau komunitas-komunitas yang ada disekitar Objek Wisata Kota Tua Jakarta, khususnya yaitu masyarakat Kelurahan Pinangsia, Kecamatan Tamansari. Komunitas-komunitas yang berada di Kota Tua Jakarta berasal dari dalam masyarakat Kelurahan Pinangsia, Kecamatan Tamansari maupun berasal dari luar daerah. Hal ini dikarenakan adanya masyarakat urban yang datang ke daerah kawasan Kota Tua Jakarta, bertempat tinggal disana dan ikut menjadi komunitas di Kota Tua Jakarta. Manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta ini sangat diperlukan dan sangat diperhatikan bagaimana pelaksanaannya, karena apabila manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta tidak dilakukan dengan baik maka akan menambah masalah untuk Kota DKI Jakarta itu sendiri. Manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta ini juga melibatkan masyarakat yang ada disekitar Kawasan Objek Wisata Kota Tua
12
Jakarta. Masyarakat merupakan aspek yang sangat penting dalam pengelolaan Objek Wisata ini, karena dengan adanya masyarakat yang ikut serta dan terlibat langsung dalam pengelolaan Kota Tua Jakarta, maka pengelolaan itupun akan dilaksanakan dengan bantuan masyarakat yang ikut berpartisipasi dan menjaga kelestarian Objek Wisata Kota Tua Jakarta. Pengelolaan Kawasan Kota Tua dilakukan secara terpadu lintas sektoral dan wilayah serta melibatkan secara aktif dunia usaha dan kelompok-kelompok masyarakat. Dalam rangka mewujudkan visi dan misi penataan Kawasan Kota Tua, setiap individu masyarakat berhak untuk berpartisipasi aktif dan memberikan aspirasinya untuk kemajuan dan percepatan pengembangan Kawasan Kota Tua Jakarta. Dalam hal ini masyarakat merupakan orang perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan non pemerintah lainnya dalam penataan ruang. Peran masyarakat merupakan partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. (Sumber: Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 36 Tahun 2014) Manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta ini tidak hanya melibatkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta saja, melainkan melibatkan pihak swasta, masyarakat sekitar maupun wisatawan. Dalam hal ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yaitu Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Walikota Administrasi Jakarta Barat dan Unit Pengelola Kawasan Kota Tua. Untuk pihak swasta yang ikut dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta adalah PT. Jasindo, PT. Pembangunan Kota Tua Jakarta
13
(Konsorsium) dan juga bekerja sama dengan Pihak UNESCO ASEAN serta dibantu pula oleh United Nation World Tourism Organization (UNWTO). Dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta juga ikut melibatkan masyarakat yaitu diantaranya komunitas-komunitas yang ada di Kawasan Taman Fatahillah, Lembaga Swadaya Masyarakat, pedagang kaki lima yang ada di sekitar Kawasan Taman Fatahillah serta wisatawan yang datang ke Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta. Selain banyaknya jumlah pengunjung yang datang ke Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta, banyak juga kumpulan-kumpulan kelompok atau komunitas yang ada di sekitar kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta. Komunitas merupakan sekelompok orang yang saling peduli satu sama lain lebih dari yang seharusnya, dimana dalam sebuah komunitas terjadi relasi pribadi yang erat antar para anggota komunitas tersebut karena adanya kesamaan interest atau values. Komunitas dapat dikatakan juga sebuah kelompok sosial dari beberapa organisme yang berbagi lingkungan, umumnya memiliki ketertarikan dan habitat yang sama. Dalam komunitas manusia, individu-individu di dalamnya dapat memiliki maksud, kepercayaan, sumber daya, preferensi, kebutuhan, risiko dan sejumlah kondisi lain yang serupa. (Sumber: [20/02/2015]) Dalam hal ini masyarakat yang ikut terlibat langsung dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta adalah komunitas-komunitas yang ada di Taman Fatahillah, masyarakat yang tinggal di sekitar Kota Tua Jakarta, dan juga pedagang-pedagang yang ada disekitar Objek Wisata Kota Tua Jakarta yang juga merupakan masyarakat sekitar serta wisatawan yang datang berkunjung.
14
Komunitas-komunitas yang ada di kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta ini dinaungi oleh Local Working Group (LWG) dan dibina oleh Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta. Pada awal terbentuknya Local Working Group (LWG) berjumlah 79 komunitas, kemudian semakin lama semakin berkurang sampai sekarang jumlahnya sebanyak 32 komunitas. Hal ini dikarenakan komunitas-komunitas yang sebelumnya diseleksi lagi oleh Pihak Unit Pengelola Kawasan Kota Tua sesuai dengan unsur-unsur kebudayaan Kota Tua atau unsur sejarah. Komunitas-komunitas yang ada di Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta ini ikut memberikan kontribusi dalam meramaikan Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta. Berdasarkan data yang peneliti dapat dari Pihak Unit Pengelola Kawasan Kota Tua dari 32 komunitas yang ada saat ini terdapat beberapa kelompok bidang yaitu diantaranya:
15
Gambar 1.1 Kelompok Komunitas Bidang Pendidikan
1. Gerakan Pramuka Museum Mandiri 2. Forum Indonesia Membaca 3. Komunitas Jelajah Budaya
Bidang Seni
1. Marching Band Museum 2. Barongsai dan Tanjidor Museum Mandiri 3. Musisi Lesehan 4. Pengamen Kota Tua 5. Paguyuban Onthel Wisata Fatahillah 6. Indonesia Community Art (ICA) 7. Komunitas Lorong Rupa
Bidang Keagamaan
1. Rhuha Fatahillah
Bidang Kesejarahan
1. Komunitas Manusia Batu 2. Komunitas Tempoe Doeloe 3. Trem Kota Tua 4. Sahabat Kota Tua
(Sumber: Unit Pengelola Kawasan Kota Tua, 2015)
16
Berdasarkan wawancara peneliti kepada Bapak Rizal sebagai Bendahara Komunitas Manusia Batu, komunitas berperan penting dalam kegiatan wisata di Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta. Komunitaslah yang menghidupkan suasana di Kawasan Kota Tua Jakarta. Dengan adanya komunitas, pengunjung dapat menikmati berbagai macam seni maupun budaya yang dibawakan oleh komunitas tersebut, bahkan dapat menggunakannya. Seperti komunitas Sepeda Ontel, pengunjung dapat menggunakan sepeda ontel tersebut untuk berkeliling di Taman Fatahillah yang ada di Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta. Berdasarkan observasi dan wawancara bahwa adanya komunitaskomunitas yang ada di Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta disamping memberikan kontribusi dalam meramaikan Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta, komunitas-komunitas yang ada juga mengharuskan pemerintah ataupun pengelola Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta untuk mengatur dan mengelolanya, karena apabila komunitas-komunitas ini tidak diatur oleh pemerintah, banyak komunitas-komunitas yang masuk di Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta tanpa seizin pihak pengelola. Menurut wawancara dan observasi awal peneliti ada beberapa komunitas yang berada di Kawasan Taman Fatahillah Objek Wisata Kota Tua Jakarta yang masuk tanpa seizin pihak pengelola dan tidak sesuai dengan kriteria yang diharuskan pengelola untuk menjadi komunitas di Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta dan berkontribusi di dalamnya. Peneliti pun menarik meneliti mengenai Manajemen Pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta Berbasis Masyarakat ini karena masyarakat atau dalam hal ini adalah komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta ini berbeda dengan
17
ditempat-tempat lain yaitu adanya Komunitas Manusia Batu yang menyerupai penjajah maupun pejuang pada masa penjajahan zaman dahulu, namun tidak bergerak seperti batu, ada juga Komunitas Lorong Rupa yang merupakan suatu tempat di Sekitar Taman Fatahillah yang memamerkan hasil kreativitas para seniman, seperti lukisan dan gambar-gambar tentang penjajahan zaman dahulu. Masih banyak komunitas-komunitas lain yang ada di Kota Tua Jakarta yang kental dengan unsur sejarah dan suasana tempo dulu. Adanya komunitas-komunitas ini membuat suasana di Sekitar Kawasan Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta semakin hidup dan menyenangkan, karena komunitas-komunitas yang ada di sekitar Taman Fatahillah dapat menghibur pengunjung dan dapat dinikmati oleh pengunjung, seperti Komunitas Sepeda Onthel. Pengunjung dapat menyewa sepeda onthel yang disediakan oleh Komunitas Sepeda Onthel. Komunitas-komunitas yang ada berperan penting untuk meramaikan suasana di Kota Tua Jakarta, karena setelah museum-museum yang ada di Sekitar Taman Fatahillah tutup, pengunjung bisa menikmati komunitas-komunitas yang ada disekeliling Taman Fatahillah. Komunitaskomunitas yang ada di Taman Fatahillah juga mempengaruhi baik atau tidaknya manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta. Apabila komunitaskomunitas yang ada dibina dengan baik, maka manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua dapat dikatakan baik, dan sebaliknya. Namun dibalik adanya beberapa komunitas-komunitas di Kota Tua Jakarta ada masalah-masalah yang muncul terkait dengan komunitas-komunitas yang ada.
18
Adapun masalah yang melatarbelakangi penelitian ini yaitu: Pertama, mengenai manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta berbasis masyarakat. Dalam hal ini komunitas di Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta ikut serta dalam pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta agar Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta dapat menjadi Kawasan yang rapi dan teratur, namun menurut wawancara yang peneliti lakukan kepada salah satu anggota komunitas, ada beberapa komunitas yang masuk di Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta tanpa seizin pihak pengelola dan tidak sesuai dengan kriteria yang diharuskan pengelola untuk menjadi komunitas di Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta dan berkontribusi di dalamnya. Hal ini juga terkait dengan perencanaan yang telah direncanakan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dan Unit Pengelola Kawasan Kota Tua, perencanaan yang telah ditetapkan dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta terkait dengan keterlibatan masyarakat. Kedua, pengorganisasian komunitas-komunitas yang kurang baik, terlihat dari jumlah komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta semakin berkurang dari yang sebelumnya. Jumlah komunitas yang pada awalnya terdapat 79 komunitas, jumlahnya kemudian berkurang sampai sekarang jumlahnya sebanyak 32 komunitas. Hal ini dikarenakan pihak pengelola komunitas di Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta yaitu Local Working Group dan Unit Pengelola Kawasan Kota Tua mengharuskan adanya unsur sejarah ataupun hal-hal yang terkait dengan ciri khas Kota Tua atau hal-hal dizaman penjajahan, seperti Komunitas Manusia Batu dan Komunitas Sepeda Ontel, karena beberapa komunitas baru yang berada
19
di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta berupa Komunitas Badut dan komunitas yang menyerupai hantu. Sebagian besar anggota komunitas-komunitas yang ada di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta berasal dari masyarakat di Kelurahan Pinangsia, Kecamatan Tamansari dan masyarakat urban yang berasal dari luar Kota Jakarta dan bertempat tinggal di sekitar Kelurahan Pinangsia, Kecamatan Tamansari. Ketiga, tidak tegasnya aturan yang mengatur tentang komunitas yang berada di Kota Tua dan tidak adanya sanksi yang tegas terhadap peraturan yang berlaku serta pelanggaran yang terjadi terhadap komunitas atau pedagang yang ada di Taman Fatahillah. Hal ini terlihat dari adanya beberapa komunitas yang masuk ke dalam wilayah Taman Fatahillah tanpa seizin Pihak Unit Pengelola Kawasan Kota Tua yaitu masyarakat urban yang menjadi komunitas namun tidak sesuai dengan unsur sejarah Kota Tua Jakarta dan tidak izin terlebih dahulu kepada Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta. Manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta juga memerlukan pengarahan yang dilakukan kepada masyarakat untuk menertibkan dan mengatur keberadaan masyarakat dalam keterlibatannya dengan manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta, sehingga manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta yang dilakukan dapat berjalan dengan baik. Keempat, kurangnya koordinasi antara Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta dengan masyarakat. Hal ini berdasarkan wawancara dengan beberapa komunitas yang tidak mengetahui program atau perencanaan yang sedang dilakukan oleh UPK
20
Kota Tua dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta untuk Kota Tua. Oleh karena itu peneliti juga meneliti mengenai koordinasi yang dilakukan antara Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Unit Pengelola Kawasan Kota Tua, Local Working Group serta pihak pengelola museum dengan masyarakat ataupun komunitas-komunitas yang ada di Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta dalam mengelola Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta. Kelima, kurangnya pengawasan terhadap aktivitas yang dilakukan oleh para komunitas yang ada. Hal ini terkait dengan kenyamanan pengunjung yang datang ke Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta, yaitu apabila terjadi tindak kejahatan seperti copet atau jambret, selain itu pengamen-pengemen yang ada di Kota Tua Jakarta juga harus diawasi agar tidak memaksa pengunjung untuk memberikan uang. Tanpa adanya pengawasan terhadap komunitas-komunitas yang ada di Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta maka dapat mengganggu kenyamanan pengunjung apabila ada komunitas yang mengganggu kenyamanan pengunjung. Dalam hal ini peneliti juga membahas pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dengan Unit Pengelola Kawasan Kota Tua kepada masyarakat, khususnya terhadap komunitaskomunitas yang ada di Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta. Karena itu peneliti merasa perlu adanya pengkajian lebih lanjut terkait dengan bagaimana Manajemen Pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta Berbasis Masyarakat. Sehingga diharapkan dapat membantu menyelesaikan permasalahan yang ada didalam lingkup manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta.
21
1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang dikemukakan diatas, dapat ditemukan beberapa identifikasi masalah yaitu: 1. Beberapa komunitas yang ada di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta tidak sesuai dengan unsur-unsur Kota Tua Jakarta atau kesejarahan 2. Pengorganisasian komunitas-komunitas yang kurang baik, terlihat dari jumlah komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta semakin berkurang dari yang sebelumnya. 3. Tidak tegasnya aturan dan sanksi terhadap komunitas dan pedagang yang ada di Taman Fatahillah. 4. Kurangnya koordinasi antara Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta dengan masyarakat. 5. Kurangnya pengawasan terhadap aktivitas yang dilakukan oleh para komunitas yang ada.
1.3 Batasan Masalah Dari latar belakang dan permasalahan yang telah dijelaskan sebelumnya, diperlukan pembatasan masalah dalam penelitian ini guna lebih mempersempit masalah yang akan diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti membatasi masalah pada manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta berbasis masyarakat.
22
1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dan batasan masalah diatas, maka rumusan masalah yang menjadi kajian peneliti yaitu: 1. Bagaimana keterlibatan masyarakat dalam manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta? 2. Bagaimana proses keterlibatan masyarakat dalam membuat aturan terkait manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta? 3. Bagaimana fungsi masyarakat dalam manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta berbasis masyarakat?
1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta berbasis masyarakat ini adalah: 1. Untuk mengetahui keterlibatan masyarakat dalam manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta 2. Untuk mengetahui proses keterlibatan masyarakat dalam membuat aturan terkait manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta 3. Untuk mengetahui fungsi masyarakat dalam manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta berbasis masyarakat
23
1.6 Manfaat Penelitian Sebuah penelitian dilakukan untuk dapat digeneralisasikan dan diharapkan memberikan feedback atau manfaat yang baik bagi bidang yang berhubungan dengan penelitian ini. Maka, manfaat yang ingin diperoleh dalam penelitian ini yang berjudul manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta berbasis masyarakat ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Secara Teoritis Secara teoritis penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan keilmuan dan pengetahuan, dapat menambah pengetahuan, pengalaman dan wawasan, serta bahan dalam penerapan ilmu metode penelitian, khususnya mengenai manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta berbasis masyarakat ini, serta dapat dijadikan bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Secara Praktis Manfaat penelitian untuk kepentingan praktis yaitu untuk membantu pemberian informasi mengenai Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta yang merupakan aset bagi Kota Jakarta, serta mengenai manajemen dan pengelolaannya yang berbasis masyarakat. Selain itu penelitian ini diharapkan sebagai bahan pertimbangan para pengambil kebijakan, dalam hal ini yaitu Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dan Unit Pengelola Kawasan Kota Tua. Diharapkan juga penelitian ini dapat mengembangkan kemampuan dan penguasaan ilmu-ilmu yang pernah diperoleh peneliti selama mengikuti pendidikan selama di program studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
24
Serta karya peneliti dapat dijadikan bahan informasi dan referensi bagi pembaca dan peneliti selanjutnya.
1.7 Sistematika Penulisan Dalam sistematika penulisan menjelaskan tentang isi satu per satu dari bab 1 (satu) sampai dengan bab 5 (lima) secara singkat, padat dan jelas. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Latar
belakang masalah
menggambarkan
ruang lingkup
dan
kedudukan permasalahan yang akan diteliti dalam bentuk uraian secara induktif, dari ruang lingkup yang paling spesifik hingga kemasalah yang lebih umum, yang relevan dengan judul skripsi. 1.2 Identifikasi Masalah Identifikasi masalah akan memperjelas aspek permasalahan yang muncul dan berkaitan dengan variabel yang akan diteliti. Identifikasi masalah dapat diajukan dan bentuk pertanyaan atau penyataan. 1.3 Batasan Masalah Batasan masalah akan lebih mempersempit masalah yang akan diteliti. Sehingga objek penelitian, subjek penelitian, lokus penelitian, hingga periode penelitian secara jelas termuat.
25
1.4 Rumusan Masalah Bagian ini, peneliti mengidentifikasikan masalah secara implisit dan tepat atas aspek yang akan diteliti seperti terpapar dalam latar belakang masalah dan pembatasan masalah. 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian akan mengungkapkan tentang sasaran yang ingin dicapai dengan dilaksanakannya penelitian terhadap permasalahan yang sudah dirumuskan sebelumnya. 1.6 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian akan menjelaskan manfaat teoritis dan praktis dari diadakannya penelitian ini. 1.7 Sistematika Penulisan Menjelaskan secara singkat mengenai isi dari masing-masing sub judul dalam penelitian ini.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka memuat kajian terhadap sejumlah teori yang relevan dengan permasalahan dan variabel penelitian sehingga akan memperoleh konsep penelitian yang jelas.
26
2.2 Penelitian Terdahulu Sub bab ini berisi tentang penelitian-penelitian terdahulu yang dilakukan oleh peneliti lain sebagai perbandingan. 2.3 Kerangka Berfikir Penelitian Sub bab ini menggambarkan alur pikiran peneliti sebagai kelanjutan dari landasan teori. 2.4 Asumsi Dasar Sub bab ini menggambarkan anggapan dasar peneliti sebagai kelanjutan dari kerangka berfikir.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metodologi Penelitian Sub bab ini menjelaskan metode yang digunakan dalam penelitian. 3.2 Instrumen Penelitian Sub bab ini menjelaskan tentang proses penyusunan dan jenis alat yang digunakan untuk mengumpulkan data. 3.3 Informan Penelitian Dalam sub bab ini menjelaskan informan penelitian yang mana yang akan memberikan berbagai macam informasi yang dibutuhkan. 3.4 Teknik Pengumpulan Data Menjelaskan teknik analisa beserta rasionalisasinya yang sesuai dengan sifat data yang diteliti.
27
3.5 Teknik Analisis Data Menjelaskan mengenai cara menganalisa data yang dilakukan dalam penelitian. 3.6 Uji Keabsahan Data Menjelaskan mengenai keabsahan data dalam penelitian. 3.7 Jadwal Penelitian Memberikan informasi mengenai waktu pelaksanaan penelitian.
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian Menjelaskan mengenai objek penelitian yang meliputi alokasi penelitian secara jelas, struktur organisasi dari populasi atau sampel (dalam penelitian ini menggunakan istilah informan) yang telah ditentukan serta hal lain yang berhubungan dengan objek penelitian. 4.2 Deskripsi Data Menjelaskan data penelitian dengan menggunakan teori yang sesuai dengan kondisi di lapangan. 4.3 Temuan Lapangan Menjelaskan hasil penelitian yang telah diolah dari data mentah dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif. 4.4 Pembahasan Hasil Penelitian Merupakan pembahasan lebih lanjut dan lebih rinci terhadap hasil penelitian.
28
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Menyimpulkan hasil penelitian yang diungkapkan secara jelas, singkat dan mudah dipahami. Kesimpulan juga harus sejalan dengan permasalahan serta asumsi dasar penelitian. 5.2 Saran Memiliki isi berupa tindak lanjut dari sumbangan penelitian terhadap bidang yang diteliti baik secara teoritis maupun secara praktis. Saran praktis biasanya lebih operasional sedangkan pada aspek teoritis lebih mengarah pada pengembangan konsep atau teori.
DAFTAR PUSTAKA Berisi daftar referensi yang dipergunakan dalam penyusunan skripsi.
LAMPIRAN Berisi mengenai daftar dokumen yang menunjang data penelitian.
29
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN
2.1 Tinjauan Pustaka Pada bab ini peneliti akan menggunakan beberapa teori yang mendukung masalah dalam penelitian ini, yang berfungsi untuk menjelaskan dan menjadi panduan dalam penelitian. Teori yang akan digunakan adalah beberapa teori yang mendukung masalah penelitian ini mengenai Manajemen Pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta Berbasis Masyarakat, diantaranya adalah teori manajemen, pengelolaan, organisasi, dan pemerintahan.
2.1.1 Pengertian Manajemen Manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang kearah tujuan-tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata. Manajemen adalah suatu kegiatan, pelaksanaannya adalah “managing”, sedangkan pelaksanaannya disebut manager atau pengelola. Manajemen mempunyai tujuan tertentu dan tidak dapat diraba. Ia berusaha untuk mencapai hasil-hasil tertentu, yang biasanya diungkapkan dengan istilah-istilah “objective” atau hal-hal yang nyata usahausaha kelompok itu memberi sumbangannnya kepada pencapaian-pencapaian khusus itu. Mungkin manajemen dapat digambarkan sebagai tidak nyata, karena ia tidak dapat dilihat, tetapi hanya terbukti oleh hasil-hasil yang ditimbulkannya
30
“output” atau hasil kerja yang memadai, kepuasan manusiawi dan hasil-hasil produksi serta jasa yang lebih baik. (Terry dan Rue 2009:1). Dalam Terry dan Rue (2009:5) ada beberapa pendekatan utama dalam manajemen, antara lain: 1. Proses Pendekatan Operasional Manajemen dianalisa dari sudut pandang apa yang diperbuat seorang manajer untuk memenuhi persyaratan sebagai seorang manajer. Kegiatan-kegiatan itu atau fungsi-fungsi dasar kedalam mana para manajer terlibat, membentuk suatu proses yang dinamakan proses manajemen. Pendekatan proses itu memusatkan perhatiannya pada fungsi-fungsi dasar manajemen. Proses pendekatan itu banyak digunakan, karena ia sangat menolong dalam mengembangkan pemikiran manajemen dan membantu menentukan bentuk manajemen dalam ketentuan-ketentuan yang mudah dipahami. 2. Pendekatan Perilaku Manusia Inti pendekatan ini adalah perilaku manusia. Hal itu memberi manajemen metode-metode dan konsep ilmu-ilmu sosial yang bersangkutan, khususnya psikologi dan antropologi. Penekanan diberikan kepada hubungan-hubungan antara perorangan serta dampaknya. Pada manajemen, individu dipandang sebagai makhluk sosio-psikologis. Seni manajemen diberi penekanan dan seluruh bidang hubungan manusia dipandang dalam istilah-istilah manajemen. Sebagian orang memandang manajer itu sebagai pemimpin dan memperlakukan semua kegiatankegiatan orang yang dipimpinnya sebagai keadaan-keadaan managerial. Pengaruh lingkungan dan dampak yang memberi motivasi pada perilaku manusia diberikan dalam seluruh penelitian. Karena tidak dapat dipertanyakan bahwa pengelolaan melibatkan perilaku manusia dan interaksi manusia, maka tidak diragukan bahwa tujuan-tujuan nyata dari aliran ini sudah memadai, dan sumbangan-sumbangannya memberi manfaat kepada penelitian manajemen. 3. Pendekatan Sistem Sosial Para pendukung pendekatan ini manajemen sebagai suatu sistem sosial, atau dengan perkataan lain, sebagai suatu sistem interelasi budaya. Ia berorientasi secara sosiologis, berurusan dengan berbagai kelompok sosial dan hubungan-hubungan budayanya serta berusaha menyatukan kelompok-kelompok ini ke dalam suatu sistem sosial. Suatu organisasi dianggap sebagai sebuah organisme sosial, takluk kepada segala pertentangan dan interaksi para anggotanya. Pendekatan ini memperhitungkan kelahiran, manfaat dan fungsi suatu “organisasi informal”, yang dianggap tumbuh menjadi sesuatu, terutama sekali sebagai akibat kekuatan-kekuatan sosial. Ia juga memperhitungkan pertimbanganpertimbangan etika, pengaruh masyarakat, serikat-serikat kerja dan
31
pemerintah. Hasil bersih dari pendekatan sistem sosial adalah terbatasnya kekuatan paham sosiologis ke dalam penelitian dan teori manajemen.
Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur. Pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari fungsifungsi manajemen itu tadi. Jadi, manajemen itu merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan. Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Hasibuan 2009:1). Dalam Hasibuan (2009:2) pengertian manajemen menurut para ahli antara lain: Menurut Sikula Andrew F. Sikula: “Management in general refers to planning, organizing, controlling, staffing, leading, motivating, communicating, and decision making activities performed by any organization in order to coordinate the varied resources of the enterprise so as to bring an efficient creation of some product or service”. (manajemen pada umumnya dikaitkan dengan aktivitas-aktivitas perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, penempatan, pengarahan, pemotivasian, komunikasi, dan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh setiap organisasi dengan tujuan untuk mengkoordinasikan berbagai sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan sehingga akan dihasilkan suatu produk atau jasa secara efisien).
Menurut G.R Terry: “Management is a distinct process consisting of planning, organizing, actuating and controlling performed to determine and accomplish stated objectives by the use of human being and other resources”. (manajemen adalah suatu proses yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya).
32
Selanjutnya dalam Hasibuan (2009:3) pengertian manajemen menurut Harold dan O’Donnel (2001) sebagai berikut: “Management is getting things done through people. In bringing about this coordinating of group activity, the manager, as a manager plans, organizes, staffs, direct, and control the activities other people”. (Manajemen adalah usaha mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain. Dengan demikian manajer mengadakan koordinasi atas sejumlah aktivitas orang lain yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penempatan, pengarahan, dan pengendalian). Menurut Handoko (2009:10) mendefinisikan bahwa: “Manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, dan mengendalikan pekerjaan anggota organisasi dan menggunakan semua sumber daya organisasi untuk mencapai sasaran organisasi yang ditetapkan.” Berdasarkan beberapa definisi para ahli, peneliti menyimpulkan bahwa manajemen adalah serangkaian proses, mulai
dari
tahap perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan sehingga sampai pada tahap pengendalian yang dilakukan oleh sebuah organisasi atau perusahaan untuk mengelola sumber daya yang dimiliki sehingga organisasi atau perusahaan tersebut mendapatkan target, sasaran ataupun tujuan yang telah ditetapkan didalam organisasi atau perusahaan tersebut.
2.1.2 Pentingnya Manajemen Dalam Hasibuan (2009:3), pada dasarnya kemampuan manusia itu terbatas (fisik, pengetahuan, waktu, dan perhatian) sedangkan kebutuhannya tidak terbatas. Usaha untuk memenuhi kebutuhan dan terbatasnya kemampuan dalam melakukan pekerjaan mendorong manusia membagi pekerjaan, tugas, dan tanggung jawab. Dengan adanya pembagian kerja, tugas, dan tanggung jawab ini maka
33
terbentuklah kerja sama dan keterikatan formal dalam suatu organisasi. Dalam organisasi ini, maka pekerjaan yang berat dan sulit akan dapat diselesaikan dengan baik serta tujuan yang diinginkan tercapai. Dalam Hasibuan (2009:3) pada dasarnya manajemen itu penting, sebab: 1. Pekerjaan itu berat dan sulit untuk dikerjakan sendiri, sehingga diperlukan pembagian kerja, tugas, dan tanggung jawab dalam penyelesaiannya. 2. Perusahaan akan dapat berhasil baik, jika manajemen diterapkan dengan baik. 3. Manajemen yang baik akan meningkatkan daya guna dan hasil guna semua potensi yang dimiliki. 4. Manajemen yang baik akan mengurangi pemborosanpemborosan. 5. Manajemen menetapkan tujuan dan usaha untuk mewujudkan dengan memanfaatkan men, money, methods, machine, materials, market (6M) dalam proses manajemen tersebut. 6. Manajemen perlu untuk kemajuan dan pertumbuhan. 7. Manajemen mengakibatkan pencapaian tujuan secara teratur. 8. Manajemen merupakan suatu pedoman pikiran dan tindakan. 9. Manajemen selalu dibutuhkan dalam setiap kerja sama sekelompok orang.
Manajemen selalu terdapat dan sangat penting untuk mengatur semua kegiatan dalam rumah tangga, sekolah, koperasi, yayasan-yayasan, pemerintahan dan lain sebagainya. Dengan manajemen yang baik maka pembinaan kerja sama akan serasi dan harmonis, saling menghormati dan mencintai, sehingga tujuan optimal akan tercapai. Begitu pentingnya peranan manajemen dalam kehidupan manusia mengharuskan kita mempelajari, menghayati dan menerapkannya demi hari esok yang lebih baik.
34
2.1.3 Prinsip Manajemen Menurut Handoko (2009:22) prinsip manajemen adalah dasar-dasar atau pedoman kerja yang bersifat pokok yang tidak boleh diabaikan oleh setiap manajer/pimpinan. Dalam prakteknya harus diusahakan agar prinsip-prinsip manajemen ini hendaknya tidak kaku, melainkan harus luwes, yaitu bisa saja diubah-ubah sesuai dengan kebutuhan. Prinsip-prinsip manajemen terdiri atas: 1. Pembagian kerja yang berimbang Dalam membagi-bagikan tugas dan jenisnya kepada semua kerabat kerja, seorang manajer hendaknya bersifat adil, yaitu harus bersikap sama baik dan memberikan beban kerja yang berimbang. 2. Pemberian kewenangan dan rasa tanggung jawab yang tegas dan jelas. Setiap kerabat kerja atau karyawan hendaknya diberi wewenang sepenuhnya untuk melaksanakan tugasnya dengan baik dan mempertanggung jawabkannya kepada atasan secara langsung. 3. Disiplin Disiplin adalah kesedian untuk melakukan usaha atau kegiatan nyata (bekerja sesuai dengan jenis pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya) berdasarkan rencana, peraturan dan waktu (waktu kerja) yang telah ditetapkan. 4. Kesatuan perintah Setiap karyawan atau kerabat kerja hendaknya hanya menerima satu jenis perintah dari seorang atasan langsung (mandor/kepala seksi/kepala bagian), bukan dari beberapa orang yang sama-sama merasa menjadi atasan para karyawan/kerabat kerja tersebut. 5. Kesatuan arah Kegiatan hendaknya mempunyai tujuan yang sama dan dipimpin oleh seorang atasan langsung serta didasarkan pada rencana kerja yang sama (satu tujuan, satu rencana, dan satu pimpinan). Jika prinsip ini tidak dilaksanakan maka akan timbul perpecahan diantara para kerabat kerja/karyawan. Ada yang diberi tugas yang banyak dan ada pula yang sedikit, padahal mereka memiliki kemampuan yang sama. Manajemen adalah proses pencapaian tujuan melalui kerja orang lain. Dengan demikian berarti dalam manajemen terdapat minimal 4 (empat) ciri, yaitu: a. Ada tujuan yang hendak dicapai b. Ada pemimpin (atasan) c. Ada yang dipimpin (bawahan) d. Ada kerja sama.
35
Prinsip-prinsip manajemen yang dikemukakan oleh Handoko diatas terkait dengan penelitian ini yaitu mengenai manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta berbasis masyarakat. Selanjutnya akan dilihat prinsip-prinsip manajemen yang digunakan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dalam mengelola objek wisata Kota Tua Jakarta sudah sesuai dengan teori manajemen yang ada atau belum. Dalam penelitian ini pemberian wewenang yang mengelola dan mengatur objek wisata Kota Tua adalah Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta yang diberikan wewenang oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta.
2.1.4 Fungsi dan Tujuan Manajemen Pada dasarnya setiap aktivitas atau kegiatan selalu mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Tujuan individu adalah untuk dapat memenuhi kebutuhankebutuhannya berupa materi dan nonmateri dari hasil kerjanya. Tujuan organisasi adalah mendapatkan laba (business organization) atau pelayanan/pengabdian (public organization) melalui proses manajemen itu. (Hasibuan, 2009:17). Dalam Hasibuan (2009:38) pembagian fungsi-fungsi manajemen menurut beberapa ahli manajemen, diantaranya yaitu: 1. Menurut G.R. Terry a. Planning; b. Organizing; c. Actuating; d. Controlling.
36
2. Menurut Henry Fayol a. Planning; b. Organizing; c. Commanding; d. Coordinating; e. Controlling. 3. Menurut DR. S.P. Siagian a. Planning; b. Organizing; c. Motivating; d. Controlling; e. Evaluating. 4. Menurut Luther Gullick a. Planning; b. Organizing; c. Staffing; d. Directing; e. Coordinating; f. Reporting; g. Budgeting. 5. Menurut Harold Koontz & Cyril O’Donnel a. Planning; b. Organizing; c. Staffing; d. Directing; e. Controlling. Dalam penelitian ini, fungsi-fungsi manajemen yang digunakan adalah fungsi manajemen menurut Henry Fayol dalam Hasibuan (2009:38) yaitu: Planning
(Perencanaan),
Organizing
(Pengorganisasian),
Commanding
(Pengarahan), Coordinating (Pengkoordinasian), dan Controlling (Pengawasan).
37
Fungsi - Fungsi manajemen menurut Henry Fayol dalam Hasibuan (2009: 40) adalah sebagai berikut: l) Fungsi perencanaan Pada hakekatnya perencanaan merupakan proses pengambilan keputusan yang merupakan dasar bagi kegiatan-kegiatan atau tindakantindakan ekonomis dan efektif pada waktu yang akan datang. Proses ini memerlukan pemikiran tentang apa yang perlu dikerjakan, bagaimana dan dimana suatu kegiatan perlu dilakukan serta siapa yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaannya. 2) Fungsi pengorganisasian Fungsi pengorganisasian dapat didefinisikan sebagai proses menciptakan hubungan-hubungan antara fungsi-fungsi, personalia dan faktor fisik agar kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan disatukan dan diarahkan pada pencapaian tujuan bersama. 3) Fungsi pengarahan Pengarahan merupakan fungsi manajemen yang mengatur tindakan-tindakan agar betul-betul dilaksanakan. Oleh karena tindakantindakan itu dilakukan oleh orang, maka pengarahan meliputi pemberian perintah-perintah dan motivasi pada personalia yang melaksanakan perintah-perintah tersebut. 4) Fungsi pengkoordinasian Suatu usaha yang terkoordinir ialah dimana kegiatan karyawan itu harmonis, terarah dan diintegrasikan menuju tujuan-tujuan bersama. Koordinasi dengan demikian sangat diperlukan dalam organisasi agar diperoleh kesatuan bertindak dalam rangka pencapaian tujuan organisasi. 5) Fungsi pengawasan Fungsi pengawasan pada hakekatnya mengatur apakah kegiatan sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang ditentukan dalam rencana. Sehingga pengawasan membawa kita pada fungsi perencanaan. Semakin jelas, lengkap serta terkoordinir rencana-rencana tersebut maka manajemen yang dilakukan dikatakan baik. Keberhasilan suatu kegiatan atau pekerjaan tergantung dari manajemen yang dilakukan. Pekerjaan itu akan berhasil apabila manajemennya baik dan teratur, dimana manajemen itu sendiri merupakan suatu perangkat dengan melakukan proses tertentu dalam fungsi yang terkait. Serangkaian tahapan kegiatan mulai awal melakukan kegiatan atau pekerjaan sampai akhir tercapainya tujuan kegiatan atau pekerjaan.
38
2.1.4.1 Fungsi Perencanaan Dalam Terry dan Rue (2009: 43) perencanaan adalah proses memutuskan tujuan-tujuan apa yang akan dikejar selama suatu jangka waktu yang akan datang dan apa yang dilakukan agar tujuan-tujuan itu dapat tercapai. Dalam Hasibuan (2009:91) perencanaan adalah fungsi dasar (fundamental) manajemen, karena organizing, commanding, coordinating dan controlling pun harus terlebih dahulu direncanakan. Perencanaan ini adalah dinamis. Perencaaan ini ditujukan pada masa depan yang penuh dengan ketidakpastian, karena adanya perubahan kondisi dan situasi. Hasil perencanaan baru akan diketahui pada masa depan. Agar resiko yang ditanggung itu relatif kecil, hendaknya semua kegiatan, tindakan, dan kebijakan direncanakan terlebih dahulu. Perencanaan ini adalah masalah “memilih”, artinya memilih tujuan, dan cara terbaik untuk mencapai tujuan tersebut dari beberapa alternatif yang ada. Tanpa alternatif, perencanaan pun tidak ada. Perencanaan merupakan kumpulan dari beberapa keputusan. Dalam Hasibuan (2009:95) terdapat beberapa maksud dari perencanaan antara lain: 1. Perencanaan adalah salah satu fungsi manajer yang meliputi seleksi atas alternatif-alternatif tujuan, kebijaksanaan-kebijaksanaan, prosedurprosedur, dan program-program. 2. Perencanaan pada asasnya adalah memilih dan persoalan perencanaan timbul, jika suatu alternatif cara bertindak ditemukan. 3. Perencanaan, sebagian besar merupakan usaha membuat hal-hal terjadi sebagaimana yang dikehendaki. 4. Perencanaan adalah suatu proses pemikiran, penentuan tindakan-tindakan secara sadar berdasarkan keputusan-keputusan menyangkut tujuan, fakta, dan ramalan. 5. Perencanaan adalah usaha menghindari kekosongan tugas, tumpang tindih, dan meningkatkan efektivitas potensi yang dimiliki.
39
Dalam Hasibuan (2009:95) tujuan dari perencanaan antara lain: 1. Perencanaan bertujuan untuk menentukan tujuan, kebijakan-kebijakan, prosedur, dan program serta memberikan pedoman cara-cara pelaksanaan yang efektif dalam mencapai tujuan. 2. Perencanaan bertujuan untuk menjadikan tindakan ekonomis, karena semua potensi yang dimiliki terarah dengan baik kepada tujuan. 3. Perencanaan adalah satu usaha untuk memperkecil resiko yang dihadapi pada masa yang akan datang. 4. Perencanaan menyebabkan kegiatan-kegiatan dilakukan secara teratur dan bertujuan. 5. Perencanaan memberikan gambaran yang jelas dan lengkap tentang seluruh pekerjaan. 6. Perencanaan membantu penggunaan suatu alat pengukuran hasil kerja. 7. Perencanaan menjadi suatu landasan untuk pengendalian. 8. Perencanaan merupakan usaha untuk menghindari mismanagement dalam penempatan karyawan. 9. Perencanaan membantu peningkatan daya guna dan hasil guna organisasi. Berdasarkan beberapa definisi diatas peneliti menyimpulkan perencanaan adalah rangkaian kegiatan yang disusun untuk menjalankan fungsi-fungsi manajemen yang lain. Kegiatan-kegiatan yang disusun bertujuan untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditentukan. Dalam perencanaan juga melibatkan stakeholder-stakeholder dalam organisasi, agar kegiatan tersebut juga dapat tersosialisasi kepada anggota-anggota organisasi sehingga kegiatan yang akan dilakukan dapat berjalan dengan baik. Dalam penelitian ini akan dilihat perencanaan yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dalam melakukan manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta, serta Unit Pengelola Kawasan Kota Tua sebagai pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta. Akan dilihat proses dari perencanaan tersebut, program apa saja yang dilakukan dalam perencanaan dan siapa saja yang terlibat dalam perencanaan tersebut.
40
2.1.4.2 Fungsi Pengorganisasian Dalam Terry dan Rue (2009:82) Organizing atau mengorganisir adalah proses mengelompokkan kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan-tujuan dan penugasan setiap kelompok kepada seorang manajer, yang mempunyai kekuasaan, yang perlu untuk mengawasi anggota-anggota kelompok. Pengorganisasian dilakukan untuk menghimpun dan mengatur semua sumber-sumber yang diperlukan, termasuk manusia, sehingga pekerjaan yang dikehendaki dapat dilaksanakan dengan berhasil. Sebenarnya, manusia adalah yang paling terdepan dalam pentingnya dan perhatian. Dengan cara mengorganisir, orang-orang dipersatukan dalam pelaksanaan tugas-tugas yang saling berkaitan. Tinjauan teratas dari “organizing” adalah untuk membantu orang-orang dalam bekerja bersama-sama secara efektif. Mengorganisir perlu karena kerja yang akan dilakukan adalah terlampau banyak untuk ditangani oleh seorang perorangan saja. Karena
itulah,
diperoleh
pembantu-pembantu,
dan
diciptakan
masalah
memperoleh kegiatan kelompok yang efektif. Banyak otak, tangan dan kecakapan yang mungkin dihimpun, dan semuanya ini harus dikoordinasikan tidak saja untuk menyelesaikan pekerjaan yang ditentukan, tetapi juga dengan cara yang paling efektif. Organisasi adalah sekelompok orang (dua atau lebih) yang secara formal dipersatukan dalam suatu kerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Seperti telah diuraikan sebelumnya tentang Manajemen, Pengorganisasian adalah merupakan fungsi kedua dalam Manajemen dan Pengorganisasian didefinisikan
41
sebagai proses kegiatan penyusunan struktur organisasi sesuai dengan tujuantujuan, sumber-sumber, dan lingkungannya. Pengorganisasian sebagai fungsi dari manajemen, meliputi : a. Organisasi Formal Organisasi formal adalah kumpulan dari dua orang atau lebih yang mengikatkan diri dengan suatu tujuan bersama secara sadar serta dengan hubungan kerja yang rasional. b. Organisasi Informal Organisasi informal adalah kumpulan dari dua orang atau lebih yang telibat pada suatu aktifitas serta tujuan bersama yang tidak disadari. Berdasarkan
beberapa
definisi
diatas
peneliti
menyimpulkan
pengorganisasian adalah suatu kegiatan pengaturan pada sumber daya manusia dan sumber daya fisik lain yang dimiliki organisasi untuk menjalankan rencana yang telah ditetapkan serta menggapai tujuan bersama. Pengorganisasian merupakan sebuah aktivitas penataan sumber daya manusia yang tepat dan bermanfaat bagi manajemen, sehingga menghasilkan apa yang telah diharapkan. Fungsi pengorganisasian adalah suatu kegiatan pengaturan pada sumber daya manusia dan sumberdaya fisik lain yang dimiliki organisasi untuk menjalankan rencana yang telah ditetapkan serta menggapai tujuan organisasi. Dengan kata lain pengorganisasian adalah fungsi manajemen yang berhubungan dengan pembagian tugas. Pengorganisasian mempermudah pemimpin dalam melakukan pengawasan dan menentukan orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah dibagi-bagi tersebut. Pengorganisasian dapat dilakukan dengan cara menentukan tugas apa yang harus dikerjakan, siapa yang harus mengerjakannya, bagaimana tugas-tugas tersebut dikelompokkan, siapa
42
yang bertanggung jawab atas tugas tersebut, dan keputusan apa yang harus diambil. Dalam penelitian ini akan dilihat bentuk pengorganisasian yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Unit Pengelola Kawasan Kota Tua dan pihak pengelola museum-museum sebagai pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta serta pengorganisasian didalam masyarakat atau komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta dalam melakukan manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta.
2.1.4.3 Fungsi Pengarahan Dalam Terry dan Rue (2009:181) “Directing” atau pengarahan adalah mengintegrasikan usaha-usaha anggota suatu kelompok, sehingga dengan selesainya tugas-tugas yang diserahkan kepada mereka, mereka memenuhi tujuantujuan individual dan kelompok. Semua usaha kelompok memerlukan pengarahan, kalau usaha itu ingin berhasil dalam mencapai tujuan-tujuan kelompok. Setiap anggota itu haruslah mempunyai informasi yang diperlukan untuk melakukan tugas yang diserahkan. Untuk itu, rencana-rencana yang baik haruslah diberitahukan kepada semua anggota dalam bentuk instruksi-instruksi dan perintah-perintah yang diakui secara resmi. Pengarahan yang baik bukanlah kediktatoran, seorang pegawai harus diberi informasi yang diperlukan mengenai kuantitas, kualitas, dan batas-batas pemakaian waktu pekerjaannya. Adat dan kebiasaan mempengaruhi pengarahan. Manajer atau pemimpin adalah orang yang harus memilih dan mengintegrasikan
43
pegawai untuk pekerjaan yang ditangani. Manajer atau pemimpin itu berada dalam posisi untuk banyak mempengaruhi perilaku dari anggota-anggota kelompok. Dalam Terry dan Rue (2009:186) sebuah bagian penting dari pengarahan adalah memberikan perintah-perintah dan petunjuk-petunjuk. Perintah dan petunjuk dapat dimulai, diberhentikan atau membetulkan suatu kegiatan. Semua itu digunakan oleh para manajer sebagai alat pengarah, sebuah aturan adalah dalam sifat perintah, yang mengharuskan seorang bawahan untuk bertindak dengan cara tertentu dalam suatu keadaan tertentu. Berdasarkan beberapa definisi diatas, peneliti menyimpulkan pengarahan adalah sebuah perintah atau arahan yang diberikan oleh pimpinan kepada bawahan. Arahan yang diberikan dapat mempengaruhi kegiatan yang dilakukan oleh bawahan dan tentunya akan mempengaruhi tujuan dari perencanaan yang telah ditetapkan. Dalam penelitian ini akan dilihat bentuk pengarahan yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta, pihak pengelola museum yang ada di Taman Fatahillah dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kecamatan Tamansari kepada masyarakat dalam melakukan manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta. Bentuk pengarahan yang dilakukan serta dampak dari pengarahan yang telah diberikan.
44
2.1.4.4 Fungsi Pengkoordinasian Dalam Hasibuan (2009:85) definisi-definisi koordinasi yang dikemukakan para ahli adalah sebagai berikut: a. Menurut Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan Koordinasi adalah kegiatan mengarahkan, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan unsur-unsur manajemen dan pekerjaan-pekerjaan para bawahan dalam mencapai tujuan organisasi. b. Menurut E.F.L. Brech Koordinasi adalah mengimbangi dan menggerakkan tim dengan memberikan lokasi kegiatan pekerjaan yang cocok kepada masing-masing dan menjaga agar kegiatan itu dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya diantara para anggota itu sendiri. c. Menurut G.R. Terry Koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron dan teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat, dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan. d. Menurut Dr. Awaluddin Djamin, M.P.A. Koordinasi adalah suatu usaha kerja sama antara badan, instansi, unit dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu sedemikian rupa, sehingga terdapat saling mengisi, saling membantu, dan saling melengkapi. 2.1.4.4.1 Tipe-Tipe Koordinasi Dalam Hasibuan (2009:86) tipe-tipe koordinasi ada dua, yaitu: 1. Koordinasi vertikal (vertical coordination) adalah kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan unitunit, kesatuan-kesatuan kerja yang ada dibawah wewenang dan tanggung jawabnya. Tegasnya, atasan mengkoordinasi semua aparat yang ada di bawah tanggung jawabnya secara langsung. Koordinasi vertikal ini secara relatif mudah dilakukan, karena atasan dapat memberikan sanksi kepada aparat yang sulit diatur. 2. Koordinasi horizontal (horizontal coordination) adalah mengkoordinasikan tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan dalam tingkat organisasi (aparat) yang setingkat.
45
Sifat-sifat koordinasi: 1. Koordinasi adalah dinamis bukan statis. 2. Koordinasi menekankan pandangan menyeluruh oleh seorang koordinator (manajer) dalam rangka mencapai sasaran. 3. Koordinasi hanya meninjau suatu pekerjaan secara keseluruhan. Asas koordinasi adalah asas skala, artinya koordinasi itu dilakukan menurut jenjang-jenjang kekuasaan dan tanggung jawab yang disesuaikan dengan jenjang-jenjang yang berbeda-beda satu sama lain. Tegasnya, asas hierarki ini bahwa setiap atasan (koordinator) harus mengkoordinasi bawahan langsungnya. Tujuan Koordinasi: 1. Untuk mengarahkan dan menyatukan semua tindakan serta pemikiran ke arah tercapainya sasaran perusahaan. 2. Untuk menjuruskan keterampilan spesialis ke arah sasaran perusahaan. 3. Untuk menghindari kekosongan dan tumpang tindih pekerjaan. 4. Untuk menghindari kekacauan dan penyimpangan tugas dari sasaran. 5. Untuk mengintegrasikan tindakan dan memanfaatkan 6M ke arah sasaran organisasi atau perusahaan. 6. Untuk menghindari tindakan overlapping dari sasaran perusahaan. Berdasarkan
beberapa
definisi
diatas,
peneliti
menyimpulkan
pengkoordinasian adalah keterkaitan antara satu lembaga dengan lembaga lain yang saling bersangkutan, atau antara stakeholder didalam suatu organisasi. Koordinasi ini penting dilakukan agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam melakukan kegiatan yang terkait dengan manajemen. Dalam penelitian ini akan dilihat koordinasi yang dilakukan antara Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta, pihak pengelola museum dan Satpol PP dengan masyarakat yang dalam hal ini adalah komunitas-komunitas yang ada di Kawasan Taman Fatahillah dalam melakukan manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta.
46
2.1.4.5 Fungsi Pengawasan Dalam Terry dan Rue (2009:232) pengawasan adalah bentuk pemeriksaan untuk memastikan, bahwa apa yang sudah dikerjakan dilakukan dengan baik. Pengawasan berarti mengevaluasikan pelaksanaan kerja dan jika perlu memperbaiki apa yang sedang dikerjakan untuk menjamin tercapainya hasil-hasil menurut rencana. Menurut Handoko pengawasan dapat didefinisikan sebagai proses untuk “menjamin” bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai. Ini berkenaan
dengan
cara-cara
membuat
kegiatan-kegiatan
sesuai
yang
direncanakan. Pengertian ini menunjukkan adanya hubungan yang sangat erat antara perencanaan dan pengawasan. Pengawasan membantu penilaian apakah perencanaan,
pengorganisasian,
pengarahan,
dan
pengkoordinasian
telah
dilaksanakan secara efektif. Definisi pengawasan yang dikemukakan oleh Robert J. Mockler (Handoko 2003:23) berikut ini telah memperjelas unsur-unsur esensial proses pengawasan: Pengawasan manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan, serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan-tujuan perusahaan.
47
2.1.4.5.1 Tipe-Tipe Pengawasan Ada tipe-tipe dasar pengawasan, yaitu: 1. Pengawasan pendahuluan; 2. Pengawasan “concurrent”; dan 3. Pengawasan umpan balik. Pengawasan dirancang
untuk
pendahuluan mengantisipasi
(feedforward
control).
masalah-masalah
atau
Pengawasan
ini
penyimpangan-
penyimpangan dari standar atau tujuan dan memungkinkan koreksi dibuat sebelum suatu tahap kegiatan tertentu diselesaikan. Pengawasan concurrent adalah proses dimana aspek tertentu dari suatu prosedur harus disetujui terlebih dahulu, atau syarat tertentu harus dipenuhi sebelum kegiatan-kegiatan bisa dilanjutkan, atau menjadi semacam peralatan yang lebih menjamin ketepatan pelaksanaan suatu kegiatan. Pengawasan umpan balik (feedback control) adalah untuk mengukur hasilhasil dari suatu kegiatan yang telah diselesaikan. Sebab-sebab penyimpangan dari rencana atau standar ditentukan, dan penemuan-penemuan diterapkan untuk kegiatan-kegiatan serupa dimasa yang akan datang. Pengawasan ini bersifat historis, pengukuran dilakukan setelah kegiatan terjadi. Berdasarkan beberapa definisi diatas, peneliti menyimpulkan pengawasan adalah bagian akhir dari suatu manajemen yang bisa menilai suatu manajemen dilakukan dengan baik atau tidak. Pengawasan sangat dibutuhkan dalam manajemen. Jika tidak ada pengawasan, maka kegiatan-kegiatan yang dilakukan bisa saja tidak sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat.
48
Dalam penelitian ini akan dilihat pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta, pihak pengelola museum, Satpol PP, dan Local Working Group (LWG) dalam melakukan manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta. Bentuk pengawasan yang dilakukan, sanksi yang diberlakukan serta mekanisme pengawasan itu sendiri.
2.1.5 Definisi Pengelolaan Pengelolaan diartikan sebagai suatu rangkaian pekerjaan atau usaha yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk melakukan serangkaian kerja dalam mencapai tujuan tertentu. Definisi pengelolaan oleh para ahli terdapat perbedaanperbedaan, hal ini disebabkan karena para ahli meninjau pengertian dari sudut yang berbeda-beda. Ada yang meninjau pengelolaan dari segi fungsi, benda, kelembagaan dan yang meninjau pengelolaan sebagai suatu kesatuan. Namun jika dipelajari pada prinsipnya definisi-definisi tersebut mengandung pengertian dan tujuan yang sama (Sari, 2014:41). Definisi dan pengertian pengelolaan menggunakan beberapa pemahaman yaitu proses mempertimbangkan hubungan timbal balik antara kegiatan pembangunan yang secara potensial terkena dampak kegiatan-kegiatan tersebut. Dapat juga diartikan sebagai suatu proses penyusunan dan pengambilan keputusan secara nasional tentang pemanfaatan segenap sumber daya alam yang terkandung didalamnya [14/02/2015])
secara
berkelanjutan.
(
49
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengelolaan adalah: 1) proses, cara, perbuatan mengelola, 2) proses melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakkan tenaga orang lain, 3) proses yang membantu merumuskan kebijaksanaan dan tujuan organisasi, 4) proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan. Jadi, menurut beberapa pengertian yang telah dikemukakan diatas. Peneliti menyimpulkan bahwa pengelolaan dapat diartikan sebagai suatu proses. perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian serta pengambilan keputusan tentang pemanfaatan sumber daya yang ada secara berkelanjutan.
2.1.6 Pemerintahan Pengertian pemerintah menurut para ahli dalam Syafiie (2011:63) antara lain: Menurut W.S. Sayre (1960) (Syafiie, 2011:63) “Government is best as the organized agency of the state, expressing and exercising its authority” (pemerintah dalam definisi terbaiknya adalah sebagai organisasi dari negara yang memperlihatkan dan menjalankan kekuasaannya. Menurut C.F. Strong (1960) (Syafiie, 2011:63) “Government is the broader sense is changed with the maintenance of the peace and security of state with in and with out. It must therefore, have first military power or the control of armed forces, secondly legislative power or the mean’s making lows, thirdly financial power or the ability to exctract sufficient money from the community to defray the cost of defending of state and of enforcing the low it makes on the state’s behalf” (pemerintahan dalam arti luas mempunyai kewenangan untuk memelihara kedamaian dan keamanan negara, oleh karena itu pertama harus mempunyai kekuatan militer dan kemampuan untuk mengendalikan
50
angkatan perang, yang kedua harus mempunyai kekuatan legislatif atau dalam arti pembuatan undang-undang, yang ketiga harus mempunyai kekuatan finansial atau kemampuan untuk mencukupi keuangan masyarakat dalam rangka membiayai ongkos keberadaan negara dalam penyelenggaraan peraturan, hal tersebut dalam rangka penyelenggaraan kepentingan negara)
Menurut Robert Mac Iver (1960) (Syafiie, 2011:63) “Government is the organization of men under authority ... how man can be govern” (pemerintahan adalah sebagai suatu organisasi dari orangorang yang mempunyai kekuasaan ... bagaimana manusia itu bisa diperintah)
Menurut Soemendar (1985) (Syafiie, 2011:63) Pemerintahan sebagai badan yang penting dalam rangka pemerintahannya, pemerintah musti memperhatikan pula ketenteraman dan ketertiban umum, tuntutan dan harapan serta pendapat rakyat, kebutuhan dan kepentingan masyarakat, pengaruh-pengaruh lingkungan, pengaturan-pengaturan, komunikasi peran serta seluruh lapisan masyarakat dan legitimasi. Berdasarkan
beberapa
pengertian
pemerintahan
diatas,
peneliti
menyimpulkan bahwa pemerintahan adalah suatu lembaga atau badan yang memiliki wewenang dan kekuasaan untuk menjalankan fungsi pemerintahan, guna mencapai kesejahteraan masyarakat. Pemerintah juga seharusnya melibatkan masyarakat dalam menjalani fungsi pemerintahan tersebut, sehingga pemerintahan yang dijalankan mendapat dukungan dari masyarakat, dan tujuan yang diharapkan bisa tercapai.
51
Dalam Syafiie (2011:186) banyak pakar yang memberi definisi tentang koordinasi, antara lain sebagai berikut: Menurut Henry Fayol: “To coordinate means binding together, unifying, and harmonizing all activity and effort” (mengkoordinasikan berarti mengikat bersama, menyatukan dan menyelaraskan semua kegiatan dan usaha). Menurut George R. Terry: “Coordination is the orderly synchronization of effort to private the paper amount, timing, and directing of execution resulting in harmonious and unified action to stated objective” (koordinasi adalah sinkronisasi yang teratur dari usaha-usaha untuk menciptakan pengaturan waktu yang terpimpin dalam hasil pelaksanaan yang harmonis dan bersatu untuk menghasilkan tujuan yang telah ditetapkan). Dengan demikian unsur-unsur koordinasi bagi George R. Terry adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4.
Usaha sinkronisasi yang teratur Pengaturan waktu yang terpimpin Harmonis Tujuan yang ditetapkan
Menurut James D. Mooney: “Coordination, therefore, is the orderly arrangement of group effort, to provide unity of action in the pursuit of a common purpose” (koordinasi, karenanya, adalah susunan yang teratur dari usaha kelompok, untuk menciptakan kesatuan tindakan dalam mengejar tujuan bersama). Jadi dengan begitu unsur-unsur koordinasi menurut James D. Mooney adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4.
Susunan yang teratur Usaha kelompok Kesatuan tindakan Tujuan bersama
52
Dengan demikian koordinasi merupakan peranan yang penting karena begitu banyak kita temukan tumpang tindih dalam pekerjaan, oleh sebab tidak adanya koordinasi, kendati keseluruhan itu dapat disinkronisasikan demi tujuan dan kepentingan bersama. Bentuk-bentuk koordinasi ada 3, yaitu: 1. Koordinasi Horisontal Koordinasi horisontal adalah penyelarasan kerja sama secara harmonis dan sinkron antar lembaga-lembaga yang sederajat. 2. Koordinasi Vertikal Koordinasi vertikal adalah penyelarasan kerja sama secara harmonis dan sinkron dari lembaga-lembaga yang sederajat lebih tinggi kepada lembagalembaga lain yang sederajat lebih rendah. 3. Koordinasi Fungsional Koordinasi fungsional adalah penyelarasan kerja sama secara harmonis dan sinkron antar lembaga-lembaga yang memiliki kesamaan dalam fungsi pekerjaan. Dalam pemerintahan yang ideal, pemerintah berperan sebagai pembangkit partisipasi seluruh lapisan masyarakat, mampu melihat dan mengantisipasi keadaan, dalam arti lebih baik mencegah akan terjadinya berbagai kemungkinan kendala, daripada menanggung dikemudian hari. Dalam hal ini dilakukan dengan cara berkoordinasi secara vertikal, horisontal dan fungsional.
2.1.7 Definisi Organisasi Dalam Umam (2010:22) organisasi berasal dari kata organon dalam bahasa Yunani yang berarti alat. Pengertian organisasi telah banyak disampaikan para ahli, dan pada dasarnya tidak ada perbedaan yang prinsip. Sebagai bahan perbandingan, berikut ini adalah sebagian pendapat mereka.
53
a. Chester I. Barnard, dalam bukunya “The Excecutive Functions”, mengemukakan bahwa, “Organisasi adalah sistem kerja sama antara dua orang atau lebih” (organization as a system of cooperatives of two more persons). b. James D. Mooney mengatakan, “Organizations is the form of every human associations for the attainment of common purpose” (organisasi adalah setiap bentuk kerja sama untuk mencapai tujuan bersama). c. Menurut Dimock, “Organization is the systematic bringing together of interdependent part to form a unified whole through which authority, coordination and control may be exercised to achive a given purpose” (organisasi adalah perpaduan secara sistematis bagian-bagian yang saling bergantung/berkaitan untuk membentuk suatu kesatuan yang bulat melalui kewenangan, koordinasi, dan pengawasan dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditentukan). d. Robbin, S.P., “Organization is a conciously coordinated social units, composed of two or more people, that function on a relatively continuous basis to acheive a common goal or set of goals.” Organisasi adalah suatu sistem yang terdiri dari pola aktivitas kerja sama yang dilakukan secara teratur dan berulangulang oleh sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan. Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa sekumpulan orang dapat dikatakan sebagai organisasi jika memenuhi empat unsur pokok yaitu: a. b. c. d.
organisasi itu merupakan sistem; adanya suatu pola aktivitas; adanya sekelompok orang; adanya tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Umam (2010:23) beberapa definisi lain yang dapat dijadikan perbandingan pengertian organisasi yang lazim digunakan dalam kepustakaan administrasi, manajemen, dan organisasi adalah sebagai berikut. a. Dr. Sondang P. Siagian mengemukakan bahwa organisasi adalah, “Setiap bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerja bersama serta secara formal terkait dalam rangka pencapaian suatu tujuan yang telah ditentukan, dalam ikatan yang didalamnya terdapat seorang/beberapa orang yang disebut bawahan.”
54
b. Prof. Dr. Prajudi Atmosudirdjo, menuturkan bahwa organisasi adalah, “Struktur tata pembagian kerja dan struktur tata hubungan kerja antara sekelompok pemegang posisi yang bekerja sama secara tertentu untuk bersama-sama mencapai tujuan tertentu.” Dari perspektif administrasi dan manajemen, dalam setiap organisasi selalu ada seseorang atau beberapa orang yang bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan sejumlah orang yang bekerja sama dengan segala aktivitas dan fasilitasnya. Dalam hal ini, orang yang bertanggung jawab tersebut harus mengkoordinasikan beragam kegiatan sekumpulan orang yang mempunyai kepentingan berbeda.
2.1.7.1 Ciri-ciri Organisasi Dalam Umam (2010:23) organisasi memiliki tiga unsur dasar, dan secara lebih terperinci, organisasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. adanya suatu kelompok orang yang dapat dikenal dan saling mengenal; b. adanya kegiatan yang berbeda-beda, tetapi satu sama lain saling berkaitan (interdependent part) yang merupakan kesatuan kegiatan; c. tiap-tiap orang memberikan sumbangan atau kontribusinya berupa pemikiran, tenaga, dan lain-lain; d. adanya kewenangan, koordinasi, dan pengawasan; e. adanya tujuan yang ingin dicapai.
2.1.7.2 Prinsip-Prinsip Organisasi Dalam Umam (2010:24) prinsip-prinsip organisasi banyak dikemukakan oleh para ahli. Salah satunya adalah A.M. Williams dalam bukunya “Organization of Canadian Goverment Administration”, yang menyebutkan bahwa prinsipprinsip organisasi meliputi:
55
a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l.
organisasi harus mempunyai tujuan yang jelas; prinsip skala hierarki; prinsip kesatuan perintah; prinsip pendelegasian wewenang; prinsip pertanggungjawaban; prinsip pembagian pekerjaan; prinsip rentang pengendalian; prinsip fungsional; prinsip pemisahan; prinsip keseimbangan; prinsip fleksibilitas; dan prinsip kepemimpinan.
2.1.7.3 Kelompok-Kelompok Kerja Formal dan Informal Dalam Terry dan Rue (2009:131) kelompok-kelompok kerja formal ditentukan oleh hubungan yang secara resmi diperintahkan antara pegawaipegawai. Kelompok-kelompok kerja resmi biasanya ditunjukkan dalam peta organisasi. Dua jenis kelompok-kelompok kerja formal adalah regu komando dan regu-regu tugas. Sebuah regu tugas dibentuk oleh para pegawai, yang bekerja sama agar dapat menyelesaikan suatu tugas kerja yang diberikan oleh organisasi. Kelompok-kelompok kerja informal adalah kelompok yang terbentuk dalam organisasi-organisasi sebagai hasil dari hubungan dan interaksi perorangan dan kelompok-kelompok yang berhubungan dari orang-orang, yang bekerja dalam kelompok-kelompok kerja formal dari organisasi. Kelompok-kelompok informal biasanya tidak diakui dengan resmi oleh organisasi. Kelompok-kelompok kerja informal memberikan suatu rasa aman kepada anggota-anggota perorangan, karena biasanya anggota-anggota kelompok memperlihatkan rasa setia kawan yang kuat dan mempunyai nilai-nilai bersama. Selanjutnya, keanggotaan dalam kelompok kerja informal memudahkan interaksi sosial dan masuk jadi anggota
56
serta memupuk suatu rasa bangga atau hormat dengan memungkinkan perorangan-perorangan menjadi bagian dari “kelompok dalam” atau “ingroup”. Kondisi-kondisi fisik pekerjaan dapat juga mendorong terbentuknya kelompok kerja informal. Orang-orang yang dekat satu sama lain hampir terpaksa untuk berinteraksi.
2.1.7.4 Tipe-Tipe Organisasi Herbert G. Hicks (Arenawati, 2009:6) menyajikan aneka tipe organisasi, seperti yang dikemukakan dalam kalimat berikut ini: “... organisasi-organisasi bersifat sangat variable” Sesuatu organisasi dapat menjadi fokus sentral kehidupan seseorang, atau ia mungkin hanya merupakan pelayanan untuk sementara waktu. Sebuah organisasi mungkin dapat bersifat kaku, dingin, tanpa kepribadian atau ia kadang-kadang dapat menghasilkan hubungan-hubungan luwes dan bermakna bagi para anggotanya. Oleh karenanya organisasi terbagi dalam: 1. Organisasi Formal dan Informal Pembagian tersebut tergantung pada tingkat atau derajat yang terstruktur. Sesungguhnya pembagian yang disajikan merupakan wujud ekstrim, karena dalam kenyataan tidak mungkin kita menjumpai sebuah organisasi yang formal sempurna atau yang informal sempurna.
57
Terstruktur Kaku Terumuskan Tahan Lama
Formal
Lepas Fleksibel Tidak terumuskan Spontan
Informal
Gambar 2.1 Organisasi formal dan informal dan ciri-ciri mereka Ciri-ciri organisasi formal: a. memiliki struktur yang terumus baik; b. menunjukkan tugas-tugas terspesialisasi bagi masing-masing anggotanya; c. bersifat tahan lama dan terencana; d. menekankan keteraturan, maka relative bersifat tidak fleksibel. Ciri-ciri Organisasi informal: a. b. c. d.
terorganisasi secara lepas; bersifat fleksibel; tidak terumuskan dengan baik; bersifat spontan.
2. Organisasi Primer dan Sekunder Cara lain untuk mengklasifikasikan organisasi adalah dengan jalan membedakan organisasi primer dan sekunder. Istilah “primer” dan “sekunder” juga menyatakan dua wujud ekstrim, pada sebuah kontinum seperti diperlihatkan pada gambar berikut:
58
Lengkap Emosional
Primer
Kontraktual Keterlibatan
Sekunder
Gambar 2.2 Organisasi-organisasi primer dan organisasi-organisasi sekunder Ciri-ciri Organisasi-organisasi Primer: a. menuntut keterlibatan lengkap pribadi dan emosiaonal para anggotanya; b. hubungan bersifat pribadi, langsung dan tatap muka; c. berlandaskan pada ekspektasi timbal balik. Ciri-ciri Organisasi-organisasi Sekunder: a. hubungan bersifat intelektual, rasional dan kontraktual; b. hubungan bersifat formal dam impersonal dengan kewajibankewajiban yang dinyatakan secara eksplisit; c. anggota melibatkan dirinya secara terbatas. 3. Organisasi-organisasi yang diklasifikasikan berdasarkan Sasaran Pokok Dalam Arenawati (2009:8) setiap organisasi dibentuk dengan tujuan mencapai sasaran tertentu. Kita dapat mengklasifikasikan organisasi sesuai dengan sasaran khusus para anggotanya, yang berusaha dipenuhi olehnya, diantaranya adalah sebagai berikut: a. Organisasi-organisasi pelayanan (service organizations), yang siap membantu orang-orang tanpa menuntut pembayaran penuh dari masingmasing pihak yang menerima servis yang bersangkutan. (badan-badan amal, taman margasatwa) b. Organisasi-organisasi ekonomi (economics organizations), yaitu organisasi yang menyediakan barang dan jasa sebagai imbalan untuk pembayaran dalam bentuk tertentu. (korporasi, distributor, penyewaan apartemen) c. Organisasi-organisasi religius (religious organizations), yang memenuhi kebutuhan spiritual dari anggotanya. (masjid, majlis ta’lim, gereja, persekutuan doa)
59
d. Organisasi-organisasi perlindungan (protective organizations), yang memberikan perlindungan kepada orang-orang dari bahaya. (Kepolisian, ABRI, pemadam kebakaran) e. Organisasi-organisasi pemerintah (government organizations), yang memenuhi kebutuhan akan keteraturan dan kontinuitas. (Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah) f. Organisasi-organisasi Sosial (social organizatios), yaitu organisasi yang memenuhi kebutuhan sosial. (Yayasan Yatim Piatu, Klub olah raga)
2.1.7.5 Komponen-Komponen Pengorganisasian Dalam Terry dan Rue (2009:86) ada empat komponen-komponen nyata dari pengorganisasian, dan komponen-komponen itu dapat diingat dengan perkataan “WERE”, yang berarti “Work, Employes, Relationships, and Environment” yang artinya pekerjaan,
pegawai-pegawai, hubungan-hubungan
dan lingkungan. 1. Pekerjaan Fungsi-fungsi yang akan dijalankan berasal dari tujuan-tujuan yang dinyatakan itu. Mereka merupakan landasan bagi organisasi. Fungsi-fungsi itu dipisah-pisahkan dalam sub fungsisub fungsi dan seterusnya dalam sub-sub fungsi. 2. Pegawai-pegawai Kepada setiap orang ditugaskan suatu bagian khusus dari pekerjaan keseluruhannya. Penugasan kepada perorangan biasanya terdiri atas suatu bagian dari pekerjaan suatu unit kerja organisasi atau dalam beberapa hal. 3. Hubungan-hubungan Ini merupakan kepentingan utama dalam pengorganisasian. Hubungan seorang pegawai dengan pekerjaan, interaksi seorang pegawai dengan yang lain dan dari satuan unit pekerjaan dengan unit pekerjaan lain, merupakan isu-isu yang menentukan pengorganisasian. 4. Lingkungan Komponen nyata terakhir ini dari pengorganisasian mencakup alat-alat fisik dan iklim umum, dalam mana para pegawai akan melaksanakan pekerjaan. Lokasi, peralatan, meja-meja, formulir-formulir, penerangan, semangat umum, dan sikap-sikap adalah contoh-contoh dari faktor-faktor yang membentuk lingkungan. Lingkungan mempunyai dampak yang berarti kepada hasil-hasil yang diperoleh dari pengorganisasian.
60
Jadi, pengorganisasian adalah suatu kegiatan dasar dari manajemen dan dilakukan untuk menghimpun dan menyusun semua sumber-sumber yang diperlukan, termasuk orang-orang, sehingga pekerjaan yang dikehendaki dapat diselesaikan dengan baik sesuai dengan tujuan organisasi. Dengan cara mengorganisir, anggota-anggota di dalam organisasi dipersatukan dalam tugastugas yang saling berkaitan.
2.1.8 Pengertian Komunitas Secara umum, definisi komunitas adalah suatu perkumpulan dari beberapa orang untuk membentu satu organisasi yang memiliki kepentingan bersama. Komunitas dapat bersifat teritorial atau fungsional. Selain itu istilah komunitas dapat merujuk pada arti warga dalam sebuah kota, desa atau bahkan negara. Seperti warga perkotaan yang juga mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk dapat tinggal dan hidup di kota tersebut. Pengertian Komunitas Menurut Para Ahli: a. George Hillery Jr Komunitas adalah sekumpulan orang yang hidup di satu wilayah dan memiliki ikatan untuk melakukan interaksi satu sama lain b. Christensson dan Robinson Komunitas ialah orang-orang yang hidup di suatu daerah yang secara geografis terbatas, mereka melakukan komunikasi satu dengan yang lain dan memiliki ikatan batin antar sesama yang tinggal disitu dan dengan wilayah tempat tinggalnya tersebut c. Fairi Komunitas merupakan sebuah hasil dari berkumpulnya masyarakat dalam jumlah kecil dan terlibat dalam tempat yang sudah ditentukan
61
d. Vanina Delobelle Komunitas merupakan sarana berkumpulnya orang-orang yang memiliki kesamaan minat, komunitas dibentuk berdasarkan 4 faktor yaitu: 1. Keinginan untuk berbagi dan berkomunikasi antar anggota sesuai dengan kesamaan minat 2. Basecamp atau wilayah tempat dimana mereka biasa berkumpul 3. Berdasarkan kebiasaan dari antar anggota yang selalu hadir 4. Adanya orang yang mengambil keputusan atau menentukan segala sesuatunya (Sumber: komunitas>[4/3/2015])
Menurut beberapa ahli diatas, peneliti menyimpulkan bahwa komunitas adalah sekumpulan orang-orang yang punya tujuan sama dan ingin berbagi satu sama lain. Di Indonesia terdapat berbagai macam komunitas, misalnya: komunitas para pecinta alam, komunitas guru, komunitas pencinta sepeda, komunitas penikmat kuliner dan lain-lain. Dalam penelitian ini komunitasnya antara lain yaitu komunitas manusia batu, komunitas lorong rupa, paguyuban ontel wisata Kota Tua, komunitas jelajah budaya dan lain sebagainya. Komunitas dapat dibentuk begitu saja dengan mengumpulkan lebih dari dua orang didalamnya dan aktif menjalankan kegiatan yang dicanangkan sebagai visi terbentuknya komunitas tersebut.
2.1.9 Definisi Objek Wisata Dalam dunia kepariwisataan objek dan daya tarik wisata memiliki peranan penting yang dapat dijadikan sebagai daya tarik bagi seseorang atau calon wisatawan untuk berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata. Pengertian objek dan
62
daya tarik wisata adalah unsur-unsur lingkungan hidup yang terdiri dari sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya buatan yang dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai daya tarik untuk menjadi sarana wisata atau objek wisata, semua hal yang menarik untuk dilihat dan dirasakan oleh wisatawan yang disediakan atau bersumber pada alam saja. Sedangkan pengertian objek dan daya tarik wisata menurut UndangUndang Republik Indonesia No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan adalah sebagai berikut: objek daya tarik adalah segala sesuatu yang menjadi wisata. Pada pasal 4 bab III dijelaskan bahwa objek dan daya tarik wisata terdiri atas: 1. Objek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa Objek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang berwujud keadaan alam serta flora dan fauna. Objek dan daya tarik yang berwujud keadaan alam serta flora dan fauna adalah merupakan suatu bahan atau kawasan yang harus dikelola, wisata ini harus dilakukan secara bijaksana karena sumber daya alam maupun ekosistemnya sangat peka terhadap perubahan-perubahan untuk pengembangan jenis-jenis dan daya tarik wisata ini memerlukan keterlibatan berbagai unsur (intergrated). Unsur-unsur ini perlu digali dan dipahami, sehingga pendekatan langkah untuk pengembangan dan pemanfaatannya dapat dilakukan secara cepat. Objek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan yang berwujud keadaan alam serta flora dan fauna memiliki daya tarik yang relatif bagi wisatawan, apa yang menarik pada saat sekarang mungkin dimasa yang silam dan masa yang akan datang kurang menarik bahkan sama sekali tidak atau sebaliknya.
63
Hal ini bisa saja terjadi pada waktu kunjungan wisatawan pada kunjungan pertama objek dan daya tarik wisata tersebut sangat menarik, namun pada kunjungan berikutnya menjadi tidak menarik. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan juga menyebutkan bahwa daya tarik yang terdapat pada objek dan daya tarik wisata berwujud keadaan alam serta flora dan fauna menurut kodrat dan kejadian sumber daya alam dan ekosistemnya. Objek dan daya tarik wisata ini dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis, antara lain: a) Objek dan daya tarik wisata kawasan hutan, pertanian, perkebunan, dan peternakan. b) Objek dan daya tarik wisata laut, pantai, danau, dan sungai. c) Objek dan daya tarik wisata goa, gunung, lembah, dan sebagainya. Daya tarik suatu objek merupakan salah satu modal utama untuk pengembanganya, hal ini disebabkan bahwa daya tarik tersebut sebagai potensi utama yang menyebabkan pengunjung datang.
2. Objek dan daya tarik wisata berupa hasil karya manusia. Objek dan daya tarik hasil karya manusia adalah berupa pemanfaatan berbagai hasil kreasi yang diciptakan dari pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dijadikan menjadi sasaran wisata. Pemanfaatan aksi manusia sesuai dengan budaya memiliki keanekaragaman antara lain: a. Peninggalan sejarah dan kepurbakalan. b. Keanekaragaman budaya seperti : 1) Seni tari dan musik 2) Seni drama 3) Upacara agama dan kepercayaan 4) Acara perkawinan 5) Acara-acara yang menyangkut adat istiadat dan kebiasaan tradisional 6) Upacara pemakaman 7) Tata cara dan tata krama kehidupan tradisional
64
2.2 Penelitian Terdahulu Untuk
menghasilkan
sebuah
penelitian
yang
komprehensif
dan
berkorelasi, dalam melakukan penelitian yang berjudul “Manajemen Pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta Berbasis Masyarakat” ini, peneliti melakukan peninjauan terhadap penelitian yang telah dilakukan sebelumnya sebagai rujukan bahasan didalam penelitian ini. Diharapkan dengan rujukan tersebut dapat membentuk kerangka dasar berpikir dalam melakukan kajian. Dalam hal ini, peneliti mengambil dua penelitian sebelumnya sebagai pembanding dengan penelitian yang akan dilakukan, penelitian pertama diambil dari skripsi berjudul “Manajemen Pengelolaan Museum Situs Kepurbakalaan (Banten Lama) Sebagai Objek Wisata Budaya Banten” yang dilakukan oleh Woro Novasagita Kirana mahasiswa studi Ilmu Administrasi Negara Universitas Sultan Ageng Tirtayasa pada tahun 2013. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Manajemen Pengelolaan Museum Kepurbakalaan (Banten Lama) sebagai Objek Wisata Budaya Banten. Penelitian ini menggunakan teori Luther Gullick dalam Hasibuan 2009: Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating dan Reporting, budgeting, dan untuk menggambarkan manajemen pengelolaan museum situs kepurbakalaan di Banten Lama, menjelaskan serta menganalisis kendala-kendala atau hambatan dalam melakukan manajemen pengelolaan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, sedangkan penjelasannya yaitu dengan menggunakan eksploratif kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa Manajemen Pengelolaan Museum Situs Kepurbakalaan
65
Banten Lama sebagai objek wisata budaya Banten belum berjalan dengan maksimal, dan masih perlu pembenahan dalam berbagai aspek. Persamaan peneliti dengan penelitian terdahulu yakni menggunakan metode penelitian yang sama yaitu kualitatif. Perbedaannya yaitu penelitian ini menggunakan teori manajemen menurut Luther Gullick, sedangkan peneliti menggunakan teori manajemen menurut Henry Fayol. Lokus peneliti dengan penelitian terdahulu pun berbeda. Penelitian terdahulu yang kedua adalah penelitian berjudul “Pengelolaan Sanitasi Berbasis Masyarakat” yang dilakukan oleh Indra Gunawan mahasiswa studi Ilmu Administrasi Negara Universitas Diponegoro pada tahun 2006. Penelitian ini menggunakan teori persepsi masyarakat menurut Surwanto. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yaitu dengan wawancara dan studi dokumen yang dianalisa secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep pembangunan berbasis masyarakat dalam pengelolaan sanitasi belum terwujud. Hal ini berkaitan dengan kurangnya pengetahuan dan peran serta masyarakat terhadap sanitasi. Peran Dinas yang bersangkutan kurang baik, sehingga perencanaan berjalan kurang maksimal, dan tidak adanya koordinasi satu sama lain. Persamaan peneliti dengan penelitian terdahulu yang kedua ini yaitu menggunakan metode penelitian kualitatif dan analisanya secara deskriptif, serta judul yang terkait dengan berbasis masyarakat. Perbedaannya yaitu penelitian ini menggunakan teori persepsi masyarakat, sedangkan peneliti menggunakan teori manajemen.
66
Dengan demikian, persamaan penelitian ini dengan kedua penelitian terdahulu diatas dapat dijadikan konsep bagi peneliti dalam menyusun penelitian ini dan dalam membuat analisis. Penelitian terdahulu juga dapat dijadikan bahan bacaan bagi peneliti, agar penelitian ini dapat disusun lebih baik dari penelitian terdahulu.
2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian Kerangka berpikir merupakan intisari dari penulisan Bab 1 (Satu) sampai dengan Bab 5 (Lima). Dalam penelitian ini kerangka berpikir yang dibuat oleh peneliti adalah sebagai berikut: Objek Wisata Kota Tua Jakarta merupakan suatu tempat yang merupakan ikon Kota Jakarta yang syarat dengan unsur jaman dahulu atau jaman penjajahan. Pada jaman dahulu Kota Tua Jakarta merupakan pusat pemerintahan Hindia Belanda pada saat menjajah Indonesia, di Kota Tua Jakarta terdapat beberapa bangunan-bangunan yang dijadikan pusat pemerintahan, gereja maupun penjara bawah tanah untuk kepentingan para penjajah pada jaman dahulu. Pada saat ini bangunan-bangunan peninggalan jaman penjajahan tersebut dijadikan museummuseum untuk mengenang dan menyimpan benda-benda peninggalan pada jaman penjajahan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa sebagai wujud pemikiran dan perilaku kehidupan manusia yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,
67
sehingga perlu dilestarikan dan dikelola secara tepat melalui upaya perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan dalam rangka memajukan kebudayaan nasional untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta berbasis masyarakat melibatkan beberapa pihak yang terkait, diantaranya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta, Local Working Group (LWG), Satpol PP Kecamatan Tamansari, unit pengelola museum, pihak swasta serta melibatkan masyarakat yang ada disekitar Objek Wisata Kota Tua Jakarta. Manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta ini sangat diperlukan dan sangat diperhatikan bagaimana pelaksanaannya, karena apabila manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta tidak dilakukan dengan baik maka akan menambah masalah untuk Kota Jakarta itu sendiri. Manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta berbasis masyarakat ini juga melibatkan masyarakat yang ada disekitar Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta. Masyarakat merupakan aspek yang sangat penting dalam pengelolaan Objek Wisata ini, karena dengan adanya masyarakat yang ikut serta dan terlibat langsung dalam pengelolaan Kota Tua Jakarta, maka pengelolaan itupun akan dilaksanakan dengan bantuan masyarakat yang ikut berpartisipasi dan menjaga kelestarian Objek Wisata Kota Tua Jakarta. Namun adapun masalah-masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai
perencanaan,
pengorganisasian,
pengarahan,
koordinasi,
serta
pengawasan yang dilakukan oleh dinas dinas terkait seperti Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta,
68
Satpol PP dengan masyarakat yang ada disekitar Kawasan Kota Tua Jakarta. Dalam hal ini masyarakat yang ikut terlibat langsung dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta adalah komunitas-komunitas yang ada di Taman Fatahillah, dan juga pedagang-pedagang yang ada disekitar Objek Wisata Kota Tua Jakarta yang juga merupakan masyarakat sekitar serta pengunjung atau wisatawan. Penelitian ini berjudul “Manajemen Pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta Berbasis Masyarakat”. Berdasarkan masalah yang ada dalam penelitian ini, maka Henry Fayol dalam Hasibuan (2009:38) memberikan teori tentang fungsi manajemen yang didalamnya berisi mengenai Planning (Perencanaan), Organizing
(Pengorganisasian),
Commanding
(Pengarahan),
Coordinating
(Pengkoordinasian), dan Controlling (Pengawasan). Dari teori inilah maka akan diketahui bagaimana manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta yang Berbasis Masyarakat.
69
Gambar 2.3 Kerangka Berpikir Penelitian
Masalah: 1. Beberapa komunitas yang ada di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta tidak sesuai dengan unsur-unsur Kota Tua Jakarta atau kesejarahan. 2. Pengorganisasian komunitas-komunitas yang kurang baik, terlihat dari jumlah komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta semakin berkurang dari yang sebelumnya. 3. Tidak tegasnya aturan dan sanksi terhadap komunitas atau pedagang yang ada di Taman Fatahillah. 4. Kurangnya koordinasi antara Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta dengan masyarakat. 5. Kurangnya pengawasan terhadap aktivitas yang dilakukan oleh para komunitas yang ada. (Sumber: Peneliti, 2016)
Teori yang digunakan yaitu mengenai fungsi manajemen menurut Henry Fayol dalam Hasibuan (2009:38): 1. Fungsi Perencanaan (Planning) 2. Fungsi Pengorganisasian (Organizing) 3. Fungsi Pengarahan (Commanding) 4. Fungsi Pengkoordinasian (Coordinating) 5. Fungsi Pengawasan (Controlling)
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
UPK Kota Tua
Pihak Swasta
Masyarakat
Menggambarkan bagaimana manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta berbasis masyarakat (Sumber: Peneliti, 2016)
70
2.3 Asumsi Dasar Asumsi dasar merupakan hasil dari refleksi penelitian berdasarkan tinjauan pustaka dan landasan teori yang digunakan sebagai dasar argumentasi. Pada penelitian ini yang membahas mengenai manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta Berbasis Masyarakat dilakukan untuk menganalisis mengenai fenomena manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta berbasis masyarakat. Terdapat beberapa masalah dalam hal ini manajemen pengelolaan berbasis masyarakat di Kota Tua Jakarta dikatakan belum baik, dikarenakan kurangnya pengawasan terhadap komunitas-komunitas dan pedagang yang ada di Kota Tua Jakarta. Tidak tegasnya aturan dan sanksi terhadap komunitas atau pedagang yang ada di Taman Fatahillah, serta kurangnya pengawasan terhadap aktivitas yang dilakukan oleh para komunitas yang ada. Kurangnya koordinasi antara Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta dengan masyarakat. Pengorganisasian komunitas-komunitas yang kurang baik, terlihat dari jumlah komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta semakin berkurang dari yang sebelumnya. Dari berbagai permasalahan yang dipaparkan diatas, sehingga peneliti berasumsi bahwa dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta berbasis masyarakat belum dilakukan dengan maksimal.
71
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian Dalam penelitian Manajemen Pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta Berbasis Masyarakat, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen). (Sugiyono, 2012:8). Metode penelitian kualitatif ini sering disebut metode penelitian naturalistik, karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting); disebut juga sebagai metode etnographi, karena pada awalnya metode ini lebih banyak digunakan untuk penelitian bidang antropologi budaya; disebut sebagai metode kualitatif karena data yang terkumpul dan analisisnya bersifat kualitatif (Sugiyono, 2012:8). Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif, dimana peneliti menggambarkan dan menjelaskan situasi dan kondisi yang terjadi, setelah peneliti melakukan observasi dan wawancara yang berkaitan dengan manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta berbasis masyarakat kepada narasumber yang terkait dengan penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, studi dokumentasi dan studi pustaka. Sedangkan untuk analisis data menggunakan teknik analisis data menurut Prasetya Irawan dalam Metode
72
Penelitian Administrasi, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.
3.2 Fokus Penelitian Penelitian ini berjudul Manajemen Pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta Berbasis Masyarakat. Fokus dalam penelitian ini adalah pada Manajemen Pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta Berbasis Masyarakat, yang ruang lingkupnya atau bahasannya adalah masyarakat, yang dalam hal ini yaitu komunitas, masyarakat lokal dan pengunjung yang ada di Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta.
3.3 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta, khususnya pada Zona 2 yaitu Taman Fatahillah dan sekitarnya dengan berbagai komunitas yang berada di Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta yang dinaungi oleh Local Working Group (LWG), sesuai
dengan
judul
penelitian yaitu
Manajemen Pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta Berbasis Masyarakat.
3.4 Fenomena yang Diamati Dalam penelitian ini, fenomena yang diamati adalah komunitas dan masyarakat yang berada disekitar Objek Wisata Kota Tua Jakarta serta manajemen pengelolaan di Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta.
73
3.4.1 Definisi Konsep Untuk memecahkan permasalahan dalam penelitian ini mengenai manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta berbasis masyarakat, maka teori yang digunakan yaitu teori fungsi manajemen Henry Fayol dalam Hasibuan (2009:40) yang meliputi: l) Fungsi perencanaan Pada hakekatnya perencanaan merupakan proses pengambilan keputusan yang merupakan dasar bagi kegiatan-kegiatan atau tindakantindakan ekonomis dan efektif pada waktu yang akan datang. Proses ini memerlukan pemikiran tentang apa yang perlu dikerjakan, bagaimana dan dimana suatu kegiatan perlu dilakukan serta siapa yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaannya. 2) Fungsi pengorganisasian Fungsi Pengorganisasian dapat didefinisikan sebagai proses menciptakan hubungan-hubungan antara fungsi-fungsi, personalia dan faktor fisik agar kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan disatukan dan diarahkan pada pencapaian tujuan bersama. 3) Fungsi pengarahan Pengarahan merupakan fungsi manajemen yang mengatur tindakan-tindakan agar betul-betul dilaksanakan. Oleh karena tindakantindakan itu dilakukan oleh orang, maka pengarahan meliputi pemberian perintah-perintah dan motivasi pada personalia yang melaksanakan perintah-perintah tersebut. 4) Fungsi pengkoordinasian Suatu usaha yang terkoordinir ialah dimana kegiatan karyawan itu harmonis. terarah dan diintegrasikan menuju tujuan-tujuan bersama. Koordinasi dengan demikian sangat diperlukan dalam organisasi agar diperoleh kesatuan bertindak dalam rangka pencapaian tujuan organisasi. 5) Fungsi pengawasan Fungsi pengawasan pada hakekatnya mengatur apakah kegiatan sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang ditentukan dalam rencana. Sehingga pengawasan membawa kita pada fungsi perencanaan. Semakin jelas, lengkap serta terkoordinir rencana-rencana tersebut maka manajemen yang dilakukan dikatakan baik.
74
3.4.2 Definisi Operasional Berdasarkan definisi konsep serta teori yang digunakan oleh peneliti, maka dalam penelitian ini yaitu menggunakan teori fungsi manajemen Henry Fayol dalam Hasibuan (2009:40). Adapun indikator dari teori tersebut antara lain: 1. Planning (Perencanaan) meliputi:
a. Tujuan, yaitu sesuatu yang diinginkan harus dirumuskan dengan jelas agar dapat dipahami dengan mudah oleh orang lain. b. Program, yaitu suatu rencana yang pada dasarnya telah menggambarkan rencana yang konkret. c. Proses, yaitu dimana kegiatan-kegiatan yang ada didalam perencanaan dirumuskan. d. Pihak-pihak yang terlibat, yaitu stakeholder-stakeholder yang merumuskan perencanaan. e. Peran masyarakat, yaitu keterlibatan masyarakat dalam merumuskan perencanaan. 2. Organizing (Pengorganisasian) meliputi: a. Struktur organisasi, yaitu susunan terhadap jabatan atau pembagian tugas-tugas didalam organisasi. b. Pengaturan organisasi, yaitu pelaksanaan tugas didalam organisasi. c. Pola hubungan, yaitu komunikasi yang terjalin didalam organisasi. 3. Commanding (Pengarahan) maliputi: a. Pembinaan organisasi, yaitu pelatihan-pelatihan atau pembekalan terhadap ilmu atau keahlian didalam organisasi. b. Peraturan, yaitu aturan-aturan yang digunakan untuk pengarahan didalam organisasi. c. Dampak, yaitu akibat atau hasil yang diperoleh setelah dilakukan pengarahan. d. Bentuk, yaitu cara atau metode dalam melakukan pengarahan. 4. Coordinating (Pengkoordinasian) meliputi: a. Komunikasi, yaitu hubungan yang dijalin antar stakeholderstakeholder atau lembaga yang saling terkait. b. Hubungan timbal balik, yaitu pola hubungan komunikasi yang terus berjalan diantara stakeholder-stakeholder atau lembaga yang saling terkait. 5. Controlling (Pengawasan) meliputi: a. Sanksi, yaitu hukuman atau peringatan yang diberikan apabila melanggar peraturan yang ada.
75
b. Bentuk pengawasan, yaitu metode atau cara dalam melakukan pengawasan. c. Mekanisme pengawasan, yaitu urutan langkah dalam melakukan pengawasan. d. Pihak-pihak yang terlibat, yaitu stakeholder-stakeholder yang terlibat dalam melakukan pengawasan. e. Hasil dari pengawasan, yaitu dampak yang diperoleh setelah melakukan pengawasan.
3.5 Instrumen Penelitian Metode penelitian yang akan digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hal ini didasarkan pada kondisi dan konteks masalah yang dikaji, yaitu mengenai manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta berbasis masyarakat. Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen juga harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun kelapangan (Sugiyono, 2012:59). Selanjutnya menurut Nasution (Sugiyono, 2012: 60) menyatakan: “Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrument penelitian utama. Alasannya ialah bahwa, segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, Fokus penelitian, Prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan itu semua tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya”. Berdasarkan dua pernyataan dari para ahli tersebut, peneliti menarik pengertian bahwa instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri. Menurut Nasution (Sugiyono, 2012:61) peneliti sebagai instrumen penelitian memiliki ciriciri sebagai berikut:
76
1. Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bagi penelitian. 2. Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus. 3. Tiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada suatu instrumen berupa test atau angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi, kecuali manusia. 4. Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat difahami dengan pengetahuan semata. Untuk memahaminya kita perlu sering merasakannya, menyelaminya berdasarkan pengetahuan kita. 5. Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh. 6. Hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan menggunakan segera sebagai balikan untuk memperoleh penegasan, perubahan, perbaikan atau pelaksana. Dalam hal ini peneliti merupakan instrumen penelitian yang akan berinteraksi secara langsung dengan responden penelitian, bahkan untuk penggalian data yang menuntut partisipasi peneliti secara terbatas, keterlibatan peneliti menjadi suatu keharusan. Untuk itu teknik penelitian yang digunakan untuk menggali data adalah observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Pengertian lebih lanjut adalah: a. Wawancara Wawancara merupakan proses untuk memperoleh data atau keterangan untuk mencapai tujuan penelitian yang dilakukan dengan melalui kegiatan komunikasi verbal berupa percakapan, pada penelitian ini wawancara yang dilakukan tidak terstruktur dengan tujuan untuk menggali lebih jauh informasi yang ada dari sumber data. b. Observasi Observasi adalah pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan terhadap kegiatan yang dilakukan oleh sumber penelitian di lapangan, yang bertujuan memperoleh informasi dan gambaran secara jelas mengenai manajemen strategi pengelolaan objek wisata Museum di Kota Tua. c. Dokumentasi Peneliti melakukan pengumpulan data melalui bahan-bahan tertulis, baik berupa prosedur, peraturan-peraturan, gambar, laporan hasil pekerjaan serta berupa foto ataupun dokumen elektronik (rekaman).
77
3.6 Informan Penelitian Usman dan Akbar dalam Metodologi Penelitian Sosial (2011:84) menyatakan bahwa dalam penelitian yang bersifat kualitatif tidak dikenal adanya populasi, melainkan yang dikenal hanya sampel yang terdiri dari responden yang ditentukan secara purposive sesuai dengan tujuan penelitian, dimana yang menjadi responden hanya sumber yang dapat memberikan informasi yang relevan dengan tujuan penelitian. Penelitian ini memerlukan informan yang mempunyai pemahaman yang berkaitan langsung dengan masalah penelitian guna memperoleh data dan informasi yang lebih akurat. Untuk memperoleh data guna kepentingan penelitian ini maka diperlukan informan yang memahami dan mempunyai kaitan dengan masalah penelitian. Pada penelitian ini yaitu mengenai Manajemen Pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta Berbasis Masyarakat, pemilihan informan dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik purposif yaitu wawancara secara terstruktur kepada informan. Penentuan informannya berdasarkan peran dan fungsi informan tersebut. Dalam penelitian ini informan penelitian terbagi dua yaitu key informan dan secondary informan, dimana key informan adalah instrumen kunci dan secondary informan adalah informan tambahan yang melengkapi data penelitian. Informan dalam penelitian ini antara lain stakeholderstakeholder yang terkait, komunitas-komunitas, masyarakat serta pengunjung objek wisata Kota Tua Jakarta. Adapun uraian daftar informan dalam penelitian ini antara lain, yaitu:
78
Tabel 3.1 Tabel Informan No.
Kategori Informan
I
Instansi: a. Kepala Seksi Produk Bidang Pengkajian dan Pengembangan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta b. Seksi Penataan Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta c. Kepala Satuan Tugas Satpol PP Kecamatan Tamansari d. Ketua RW 06 Kelurahan Pinangsia e. Staf Pengelola Museum Sejarah Jakarta f. Staf Pengelola Museum Wayang g. Staf Pengelola Museum Seni Rupa dan Keramik Komunitas: a. Anggota Tim Kelompok Kerja Local Working Group (LWG) b. Guide Museum Sejarah Jakarta c. Bendahara Komunitas Manusia Batu d. Humas Paguyuban Onthel Wisata Taman Fatahillah e. Ketua Komunitas Cakra Buana f. Anggota Komunitas Badut g. Ketua Komunitas Dzikir Rhuha Fatahillah h. Ketua Komunitas Gerakan Pramuka i. Anggota Karang Taruna RW 06 Kelurahan Pinangsia
II
III
Masyarakat: a. Masyarakat Sekitar b. Pengunjung
(Sumber: Peneliti, 2016)
Kode Informan
Keterangan
I1-1
Key Informan
I1-2
Key Informan
I1-3
Key Informan
I1-4
Key Informan
I1-5
Key Informan
I1-6
Key Informan
I1-7
Key Informan
I2-1
Key Informan
I2-2 I2-3
Key Informan Key Informan
I2-4
Key Informan
I2-5 I2-6
Key Informan Key Informan
I2-7 I2-8
Key Informan Key Informan
I2-9
Key Informan
I3-1
Secondary Informan Secondary Informan
I3-2
79
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data 3.7.1 Teknik Pengumpulan Data Teknik penelitian yang digunakan untuk menggali data adalah observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Sumber data terbagi dua, yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada peneliti, sedangkan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada peneliti. Sebagai data primer dalam penelitian ini berupa kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati dari hasil wawancara dan observasi. Sedangkan data-data sekunder yang didapatkan berupa dokumen tertulis, gambar dan foto-foto. Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka penelitian tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dari beberapa teknik, yaitu: 3.7.1.1 Sumber Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya dan masih bersifat mentah karena belum diolah. Data ini diperoleh melalui: 1. Pengamatan/Observasi Observasi bisa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diteliti. Dalam penelitian ini peneliti langsung terjun ke lokasi penelitian dan melakukan pengamatan langsung terhadap objek-objek yang diteliti, kemudian dari pengamatan
80
tersebut melakukan pencatatan data-data yang diperoleh yang berkaitan dengan aktivitas penelitian. Selain itu observasi merupakan kegiatan yang meliputi pencatatan secara sistematik kejadian-kejadian perilaku, objek-objek yang dilihat dan hal-hal lain yang diperlukan dalam mendukung penelitian yang sedang dilakukan. Konsep yang dikemukakan oleh Faisal dalam Sugiyono (2012:226) yang mengklasifikasikan observasi sebagai berikut: a. Observasi berpartisipasi (participant observation) b. Observasi yang secara terang-terangan dan tersamar observation and convert observation), dan c. Observasi yang tidak terstruktur (unstructured observation)
(overt
Jadi berdasarkan pengklasifikasian observasi diatas, observasi yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini adalah observasi terang-terangan, dimana peneliti dalam melakukan pengumpulan data menyatakan terus terang kepada sumber data, bahwa peneliti sedang melakukan penelitian. Sehingga pihak-pihak yang diteliti mengetahui sejak awal sampai akhir tentang aktivitas peneliti. Selain itu peneliti juga melakukan observasi secara tersamar dimana pihak-pihak yang diteliti belum mengetahui bahwa peneliti sedang melakukan aktivitas penelitian. 2. Wawancara Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam. Teknik pengumpulan data ini mendasarkan
81
diri pada laporan tentang diri sendiri atau self-report atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi (Sugiyono, 2012:72). Wawancara
mendalam
adalah
teknik
pengolahan
data
yang
pengumpulan data didasarkan pada percakapan secara intensif dengan suatu tujuan tertentu untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya. Wawancara dilakukan dengan cara mendapatkan berbagai informasi menyangkut masalah yang diajukan dalam penelitian. Wawancara dilakukan pada informan yang dianggap menguasai masalah penelitian. Adapun wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur yang pewawancaranya menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan yang akan diajukan oleh peneliti. Wawancara dilakukan dengan cara mempersiapkan terlebih dahulu berbagai keperluan yang dibutuhkan yaitu sampel informan, kriteria informan dan pedoman wawancara yang disusun dengan rapi dan terlebih dahulu dipahami peneliti, sebelum melakukan wawancara, peneliti terlebih dahulu melakukan hal-hal sebagai berikut: a. Menerangkan kegunaan serta tujuan dari penelitian b. Menjelaskan alasan mengapa informan terpilih untuk diwawancarai c. Menentukan strategi dan teknik wawancara d. Mempersiapkan catatan untuk wawancara Hal-hal tersebut bertujuan untuk memberikan motivasi kepada informan untuk melakukan wawancara dengan menghindari keasingan serta rasa curiga informan untuk memberikan keterangan dengan jujur.
82
Selanjutnya, peneliti mencatat keterangan-keterangan yang diperoleh dengan cara pendekatan kata-kata dan merangkainya kembali dalam bentuk kalimat. 3. Pedoman Wawancara Dalam penelitian mengenai Manajemen Pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta Berbasis Masyarakat ini mengacu pada aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam perencanaan, pengawasan.
Manajemen menurut Henry Fayol
pengorganisasian,
pengarahan,
pengkoordinasian,
yaitu dan
83
Tabel 3.2 Pedoman Wawancara No. Dimensi
Indikator
Kode Informan
1
1. 2. 3. 4.
Tujuan Program Proses Pihak-pihak yang terlibat dalam perencanaan 5. Peran masyarakat dalam perencanaan
I1-1 - I1-7, I2-1 I1-1 - I1-7, I2-1- I2-2 I1-1 - I1-7, I2-1- I2-8 I1-1 - I1-7, I2-1- I2-8
1. Struktur organisasi 2. Pengaturan organisasi 3. Pola hubungan didalam organisasi
I1-1 - I1-7, I2-1- I2-8 I1-1 - I1-7, I2-1- I2-8
I1-1 - I1-7, I2-1- I2-8 I1-1 - I1-7, I2-1- I2-8, I3-1 – I3-6 I1-1 - I1-7, I2-1- I2-8, I3-1 – I3-6 I1-1 - I1-7, I2-1- I2-8
2
Perencanaan
Pengorganisasian
3
Pengarahan
1. 2. 3. 4.
4
Pengkoordinasian
1. Komunikasi antar pihak terkait 2. Hubungan timbal balik 3. Koordinasi antara UPK dengan Dinasdinas terkait 4. Hubungan Dinasdinas terkait dengan masyarakat 5. Hubungan UPK dengan masyarakat 1. Sanksi 2. Bentuk pengawasan 3. Mekanisme pengawasan 4. Pihak-pihak yang terlibat dalam pengawasan 5. Hasil dari pengawasan
5
Pengawasan
(Sumber: Peneliti, 2016)
Pembinaan organisasi Peraturan Dampak pengarahan Bentuk pengarahan
I1-1 - I1-7, I2-1- I2-8, I3-1- I3-6
I1-1 - I1-7, I2-1- I2-8
I1-1 - I1-7, I2-1- I2-8 I1-1 - I1-7, I2-1- I2-8 I1-1 - I1-7 I1-1, I2-1- I2-8, I3-1 – I3-6 I1-2, I2-1- I2-8, I3-1 – I3-6 I1-1 - I1-7, I2-1- I2-8 I1-1 - I1-7, I2-1- I2-8, I3-1 – I3-6 I1-1 - I1-7, I2-1- I2-8 I1-1 - I1-7, I2-1- I2-8, I3-1 – I3-6 I1-1 - I1-7, I2-1- I2-8, I3-1 – I3-6
84
3.7.1.2 Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder ini merupakan sumber data yang diperoleh melalui kegiatan studi literatur atau studi kepustakaan dan dokumentasi mengenai data yang diteliti. 1. Studi Literatur atau Kepustakaan Pengumpulan data ini diperoleh dari berbagai referensi yang relevan dengan penelitian yang dijalankan dan teknik ini berdasarkan text books maupun jurnal ilmiah. 2. Studi Dokumentasi Studi dokumentasi adalah pengumpulan data yang bersumber dari dokumen yang resmi dan relevan dengan permasalahan yang akan diteliti. Seperti peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen atau laporanlaporan. Selanjutnya sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini terbagi atas data primer dan data sekunder. Data primer diambil langsung dari informan penelitian. Dalam hal ini data primer diambil melalui wawancara (interview). Sedangkan data sekunder adalah data yang tidak langsung berasal dari informan penelitian. Oleh karena itu, dalam penelitian ini data sekunder diperoleh melalui data-data dan dokumen-dokumen yang relevan mengenai masalah yang diteliti. Data-data tersebut merupakan data yang diperlukan dalam menyelesaikan masalah yang dibahas dalam penelitian ini.
85
3.7.2
Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
mengikuti teknik analisis data kualitatif yaitu mengikuti konsep yang dikemukakan oleh Prasetya Irawan dalam bukunya Metodologi Penelitian Administrasi (2006:27) yang terdiri dari langkah-langkah yang sistematis dimulai dari pengumpulan data mentah, transkip data, membuat koding, kategorisasi data, penyimpulan sementara, triangulasi, dan yang terakhir yaitu penyimpulan akhir. Dalam analisis data pada penelitian kualitatif bersifat induktif (grounded) dapat
diartikan
bahwa
kesimpulannya
penelitian
adalah
dengan
cara
mengabstraksikan data-data empiris yang dikumpulkan dari lapangan dan mencari pola-pola yang terdapat didalam data-data tersebut. Oleh karena itu analisis data dalam penelitian kualitatif tidak perlu menunggu sampai seluruh proses pengumpulan data selesai dilaksanakan. Analisis itu dilaksanakan secara paralel pada saat pengumpulan data dan dianggap selesai apabila peneliti merasa telah memiliki data sampai tingkat “titik jenuh” atau reliable (data yang didapat telah seragam dan telah menemukan pola aturan yang peneliti cari). Maka tidak heran dalam penelitian kualitatif dapat berlangsung berbulan-bulan. Menganalisis data adalah untuk menyederhanakan data kedalam formula yang sederhana dan mudah dibaca serta mudah diinterpretasikan. Analisis data tidak hanya memberikan kemudahan interpretasi, tetapi mampu memberikan kejelasan makna dari setiap fenomena yang diamati. Sehingga implikasi yang lebih luas dari hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan kesimpulan akhir dari penelitian.
86
Adapun langkah dalam melakukan teknik analisis data yang digunakan menurut Irawan (2006:5) adalah sebagai berikut: 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Pengumpulan Data Mentah Pada tahap ini peneliti melakukan kegiatan mengumpulkan data dengan teknik pengumpulan data seperti wawancara terhadap informan yang telah ditetapkan (purposive) dan informan sekunder, melakukan observasi di lokasi penelitian serta studi dokumentasi guna memperkuat data yang didapat, yang peneliti catat hanya data apa adanya (verbatim). Jangan dicampurkan dengan pemikiran peneliti, komentar peneliti maupun sikap peneliti. Transkrip Data Pada tahap ini, peneliti mencoba catatan kedalam bentuk tertulis dengan kata-kata apa adanya. Pembuatan Koding Pada tahap ini, peneliti membaca ulang seluruh data yang sudah ditranskrip. Perlu ketelitian dalam membaca transkrip, pada bagian-bagian tertentu dari transkrip itu peneliti akan menemukan hal-hal penting yang perlu peneliti catat untuk proses berikutnya. Dari hal-hal penting ini dapat diambil kata kuncinya dan diberikan kode. Kategorisasi Data Pada tahap ini, peneliti mulai menyederhanakan data dengan cara mengikat kata-kata kunci dalam suatu kategorisasi. Penyimpulan Sementara Pada tahap ini, peneliti mengambil kesimpulan yang bersifat sementara dan harus berdasarkan data sehingga kesimpulan ini tidak dapat dicampur adukan dengan pemikiran dan penafsiran peneliti. Adapun jika peneliti ingin memberikan penafsiran dari pemikiran peneliti sendiri (observers comment), maka peneliti dapat menuliskannya pada bagian akhir kesimpulan sementara. Triangulasi Pada tahap ini, peneliti melakukan proses check and recheck antara satu sumber data dengan sumber data lainnya. Penyimpulan Akhir Pada tahap ini, setelah data dianggap cukup dan dianggap telah sampai pada titik jenuh atau telah memperoleh kesesuaian, maka kegiatan selanjutnya adalah peneliti membuat kesimpulan akhir dan mengakhiri penelitian.
87
Langkah-langkah teknik analisis data menurut Irawan tersebut dapat ditunjukkan pada gambar berikut: Gambar 3.1 Proses Analisis Data Menurut Irawan Pengumpulan Data Mentah
Pembuatan Koding
Transkrip Data
Penyimpulan Akhir
Triangulasi
Kategorisasi Data
Penyimpulan Sementara
(Sumber: Irawan. 2006:5)
Analisis data dimulai sejak pengumpulan data dan dilakukan lebih intensif lagi setelah kembali dari lapangan. Seluruh data yang tersedia, ditelaah dan direduksi sehingga terbentuk suatu informasi. Satuan informasi inilah yang ditafsirkan dan diolah dalam bentuk hasil penelitian sampai pada tahap kesimpulan akhir. Adapun untuk pengujian keabsahan data, maka peneliti menggunakan triangulasi yaitu: 1. Triangulasi data (sumber) Menggunakan berbagai sumber data seperti dokumen, arsip, hasil wawancara, hasil observasi, atau juga dengan mewawancarai lebih dari satu subjek yang dianggap memiliki sudut pandang yang berbeda. Dan untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang diperoleh melalui beberapa sumber.
88
2. Triangulasi metode (teknik) Penggunaan berbagai metode untuk meneliti suatu hal, seperti metode wawancara dan metode observasi. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara yang ditunjang dengan metode observasi saat wawancara dilakukan.
89
3.8 Jadwal Penelitian Jadwal penelitian berisi aktivitas yang dilakukan dan kapan akan dilakukan proses penelitian (Sugiyono. 2012:286). Jadwal penelitian ini merupakan tahapan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dalam melakukan penelitian tentang Manajemen Pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta Berbasis Masyarakat adalah sebagai berikut : Tabel 3.3 Jadwal Penelitian
No
Kegiatan Okt 2014
1 2
3
4
5
6 7
8
9
2014 Nov Des 2014 2014
Jan 2015
Pengajuan judul Perizinan dan observasi awal Penyusunan proposal Skripsi Seminar proposal Skripsi Proses pencarian data di lapangan Pengolahan data Penyusunan laporan hasil penelitian Sidang laporan Skripsi Revisi laporan Skripsi
(Sumber : Peneliti, 2016)
Feb 2015
Mar 2015
Apr 2015
Waktu 2014-2016 2015 Mei Jun 2015 2015
Juli 2015
Agust 2015
Okt 2015
Nov 2015
Des 2015
2016 Jan Feb 2016 2016
90
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian Deskripsi objek penelitian ini akan menjelaskan tentang objek penelitian yang meliputi lokasi penelitian yang diteliti dan memberikan gambaran umum tentang Kota Jakarta, objek wisata Kota Tua Jakarta, gambaran umum tentang Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Local Working Group (LWG) dan gambaran umum tentang komunitas-komunitas yang ada di sekitar kawasan Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta. Hal tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
4.1.1
Deskripsi Kota Jakarta Kota Jakarta merupakan ibu kota negara Republik Indonesia. Jakarta
terletak di bagian barat laut Pulau Jawa dengan luas ± 664 km2. Secara astronomis Kota Jakarta terletak pada 6⁰ LS – 7⁰ LS dan 106⁰ BT – 108⁰ BT dengan batas wilayah: 1. Utara : Laut Jawa 2. Timur : Provinsi Jawa Barat
3. Selatan : Provinsi Jawa Barat 4. Barat : Provinsi Banten
(Sumber: <www.jakarta.bps.go.id> [20/02/2015])
91
Kota Jakarta secara administratif wilayahnya berdasarkan Undang-Undang No. 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia terletak pada 106 derajat 49' 35" Bujur Timur dan 06 derajat 10' 37" Lintang Selatan. Jakarta memiliki luas daratan sekitar 661,52 km² dan lautan 6.977,5 km², dengan penduduk berjumlah 10.187.595 jiwa (2011). Provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi 5 wilayah Kota administrasi dan satu Kabupaten administratif, yakni: 1. Kota Administrasi Jakarta Pusat dengan luas 47,90 Km² 2. Kota Administrasi Jakarta Timur dengan luas 187,73 Km² 3. Kota Administrasi Jakarta Barat dengan luas 126,15 Km² 4. Kota Administrasi Jakarta Utara dengan luas 142,30 Km² 5. Kota Administrasi Jakarta Selatan dengan luas 145,73 Km² 6. Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dengan luas 11,71 Km² (Sumber: <www.jakarta.go.id> [14/02/2015])
92
Gambar 4.1 Peta Kota DKI Jakarta
(Sumber: www.jakarta.go.id, 2015) Di sebelah utara membentang pantai sepanjang 35 km, yang menjadi tempat bermuaranya 13 buah sungai dan 2 buah kanal. Di sebelah selatan dan timur berbatasan dengan Kota Depok, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi, sebelah barat dengan Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang, serta di sebelah utara dengan Laut Jawa. Kegiatan perekonomian Indonesia sebagian besar berpusat di Jakarta. Perputaran uang lebih banyak terjadi di Jakarta sebanyak 60% dan 40% berada di daerah lainnya. Hal ini diimbangi dengan jumlah penduduk di Jakarta yang padat, bahkan kepadatan rata-rata penduduk di Jakarta mencapai 8.726 orang per km2. Angka kenaikan penduduk rata-rata 5,8% per tahun, yaitu pertambahan karena kelahiran 2,5% dan karena urbanisasi 3,3%. Jakarta juga dikenal dengan pusat perekonomian, hampir segala macam pusat perdagangan ada di Jakarta. Peran Jakarta sebagai pusat kegiatan perekonomian tersebut mampu memberikan kontribusi 16% dalam pembentukan Produk Domestik Bruto nasional. (Sumber: <www.jakarta.bps.go.id> [20/02/2015])
93
4.1.2 Deskripsi Objek Wisata Kota Tua Jakarta Berdasarkan Guidelines Kota Tua Jakarta, Kawasan Kota Tua terletak di bagian barat hingga utara Kota Jakarta. Kota Tua Jakarta merupakan awal sejarah dari Kota Batavia. Gedung-gedung tua di Jakarta Kota adalah saksi bisu berbagai kisah sejarah dan peradaban manusia. Daerah yang dulu bagian dari pusat Kota Batavia lama itu kini menjadi kawasan pengembangan Cagar Budaya Kota Tua di DKI Jakarta. Zaman dulu, Batavia dibagi menjadi tiga bagian, yaitu Kastil, Pusat Kota yang dikelilingi tembok pertahanan, dan kota di luar tembok. Gubernur Jenderal VOC Jan Pieterszoon Coen membangun Batavia tahun 1619. Hingga pertengahan abad XX, kawasan kota tua masih berfungsi sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, pelayanan dan jasa, menjadi satu dengan perumahan dan pelabuhan lama. Kota Tua Jakarta, juga dikenal dengan sebutan Batavia Lama (Oud Batavia), adalah sebuah wilayah kecil di Jakarta, Indonesia. Wilayah khusus ini memiliki luas 1,3 kilometer persegi melintasi Jakarta Utara dan Jakarta Barat (Pinangsia, Taman Sari dan Roa Malaka). Dijuluki "Permata Asia" dan "Ratu dari Timur" pada abad ke-16 oleh pelayar Eropa. Jakarta Lama dianggap sebagai pusat perdagangan untuk benua Asia karena lokasinya yang strategis dan sumber daya melimpah. Peluang pengembangan kawasan Kota Tua ini dalam posisi bisnis yang besar juga, karena kawasan tersebut jika dilihat dalam sudut pandang makro menyimpan potensi ekonomi, seperti dekat dengan pusat belanja Mangga Dua, Ancol, Glodok, kemudian Pantai Utara.
94
Kawasan Kota Tua meliputi bangunan-bangunan dengan nilai sejarah dan nilai arsitektur yang tinggi. Beberapa bangunan tersebut digunakan sebagai museum yang menjadi objek wisata sejarah yang banyak dikunjungi baik wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara. Terdapat lima gedung museum yang letaknya saling berdekatan, yaitu Museum Fatahillah (Museum Sejarah Jakarta), Museum Wayang, Museum Seni Rupa dan Keramik, serta Museum Bank Mandiri dan Museum Bank Indonesia. Benda-benda bersejarah yang ada di sana dapat menambah wawasan tentang sejarah Kota Jakarta. Suasana di dalam bangunan museum yang sudah berusia ratusan tahun itu pun membuat pengunjung yang datang seperti berada pada zaman kolonial. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membagi Kawasan Kota Tua yang seluas 846 hektare dalam sistem zonasi. Terdapat lima zona yang diterapkan dalam kawasan Kota Tua dan semua zona memiliki tema dan kekhususan masingmasing, yaitu Sunda Kelapa (zona 1), Fatahillah (zona 2), Pecinan (zona 3), Pekojan (zona 4), dan zona peremajaan termasuk Glodok (zona 5). Batas dan zonasi destinasi Kota Tua Jakarta berdasarkan SK Gubernur DKI nomor 34 tahun 2005 terbagi dalam 5 zonasi dengan total luas wilayah 846 hektar, yang terdiri dari: a. Zonasi pertama adalah Zona Sunda Kelapa. Batasannya, ke arah utara dari bentangan rel kereta api. Karakter zona itu adalah kehidupan bahari. Zona ini didominasi perkampungan etnik dan pergudangan. Visi pengembangan zona ini adalah untuk menyemarakkan aktivitas kebaharian.
95
b. Zonasi kedua, Fatahilah. Batasannya, sekitar Taman Fatahilah, Kalibesar, dan Taman Beos. Karakter zona tersebut, kota lama dengan populasi bangunan tua terbanyak. Visi pengembangannya, memori masa lalu yang memberi fungsi baru sebagai museum, industri kreatif, dan fungsi campuran. Pada zonasi tersebut dikenakan retriksi yang ketat demi pelestarian kawasan. c. Zonasi ketiga, Pecinan. Batasannya, sekitar Glodok Pancoran. Karakter zona ini menyesuaikan komunitas masyarakat yang berada di sekitar zona tersebut yaitu etnis Cina. Penyesuaian akan dilakukan baik terhadap kehidupan masyarakatnya maupun lingkungan arsitekturnya. d. Zonasi keempat, Pekojan. Batasannya, sekitar Pekojan, Jembatan Lima dan Bandengan. Karakter zonanya, budaya religius, lantaran terdapat beberapa masjid tua. Zona ini dikembangkan sebagai kampung multi etnis. e. Zonasi kelima adalah kawasan peremajaan. Batasannya, dari Pancoran ke arah Jalan Gajah Mada (gedung arsip). Kawasan ini nantinya akan menjadi pusat bisnis kawasan Kota Tua. Pada penelitian ini yaitu mengenai Manajemen Pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta berbasis Masyarakat, lokusnya berpusat pada zona 2 (dua) yaitu di Area Taman Fatahillah, karena pada zona 2 (dua) yang terdapat 3 (tiga) museum yang terdapat pada penelitian ini, yaitu Museum Wayang, Museum Sejarah Jakarta, dan Museum Seni Rupa dan Keramik. (Sumber: Guidelines Kota Tua Jakarta, 2015)
96
Zona 2 (dua) yaitu Taman Fatahillah dan sekitarnya memiliki luas 443 ha. Peruntukan luas tanah tersebut terdiri dari perumahan 256,69 ha; perkantoran 87,04 ha; taman 3,69 ha; pertanian 14,10 ha; lahan tidur 13,24 ha; dan lain lain 58,24 ha. Zona 2 (dua) Taman Fatahillah dan sekitarnya termasuk ke dalam Kecamatan Tamansari, Kelurahan Pinangsia. Masyarakat yang terdekat dengan Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta adalah masyarakat Kelurahan Pinangsia. Kelurahan Pinangsia memiliki luas 96 ha dengan jumlah penduduk 16.672 jiwa dan 3.813 KK. (Sumber: [14/02/2015])
4.1.3
Gambaran Umum Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta adalah salah satu dari dinas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Dinas ini bertugas dan bertanggung jawab terhadap segala hal terkait kebudayaan dan kepariwisataan di wilayah Jakarta dan Kepulauan Seribu. Berikut adalah kedudukan, tugas pokok dan fungsi, serta susunan organisasi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta.
4.1.3.1 Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta Berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 228 tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pariwisata dan
97
Kebudayaan. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta mempunyai fungsi antara lain: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m. n. o.
p. q. r. s. t. u.
Penyusunan rencana strategis dan rencana kerja dan anggaran dinas pariwisata dan kebudayaan; Pelaksanaan rencana strategis dan dokumen pelaksanaan anggaran dinas pariwisata dan kebudayaan; Penyusunan kebijakan, pedoman dan standar teknis pelaksanaan urusan kepariwisataan dan kebudayaan; Pembangunan, pengembangan dan pembinaan industri pariwisata dan budaya; Pembangunan, perlindungan, pelestarian dan pengembangan kebudayaan; Pengkajian kegiatan kepariwisataan dan kebudayaan; Pembinaan dan pengembangan tenaga fungsional di bidang kepariwisataan dan kebudayaan; Perlindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pengawasan lingkungan cagar budaya dan benda cagar budaya; Pengembangan hubungan kepariwisataan dan kebudayaan dalam dan luar negeri; Penyelenggaraan pelayanan kepariwisataan dan kebudayaan; Pengembangan kawasan destinasi pariwisata dan perkampungan budaya lokal; Promosi dan pemasaran kepariwisataan dan kebudayaan; Penyediaan, penatausahaan, penggunaan, pemeliharaan dan perawatan prasarana dan sarana di bidang kepariwisataan dan kebudayaan; Pengawasan dan pengendalian izin di bidang kepariwisataan dan kebudayaan; Pemungutan, penatausahaan, penyetoran, pelaporan dan pertanggungjawaban penerimaan retribusi di bidang kepariwisataan dan kebudayaan; Penegakan peraturan perundang-undangan di bidang kepariwisataan dan kebudayaan; Pemberian dukungan teknis kepada masyarakat dan Perangkat Daerah di bidang kepariwisataan dan kebudayaan; Pengelolaan kepegawaian, keuangan dan barang Dinas Pariwisata dan Kebudayaan; Pengelolaan ketatausahaan dan kerumahtanggaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan; Pengelolaan kearsipan, data dan informasi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan; dan Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.
98
4.1.3.2 Susunan Organisasi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta
Berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 228 tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, susunan organisasi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta terdiri dari:
1. Kepala Dinas 2. Sekretariat terdiri dari: a. b. c. d.
Subbagian Umum; Subbagian Kepegawaian; Subbagian Perencanaan dan Anggaran; dan Subbagian Keuangan.
3. Bidang Pengkajian dan Pengembangan terdiri dari: a. Seksi Produk; b. Seksi Analisa Pasar; dan c. Seksi Regulasi. 4. Bidang Sumber Daya Kebudayaan terdiri dari: a. Seksi Cagar Budaya, Sejarah dan Permuseuman; b. Seksi Kesenian dan Perfilman; dan c. Seksi Nilai Budaya Tradisi dan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 5. Bidang Industri Pariwisata terdiri dari: a. Seksi Hiburan dan Rekreasi; b. Seksi Akomodasi dan Restoran; dan c. Seksi Usaha Jasa Pariwisata. 6. Bidang Pengelolaan Daya Tarik Destinasi terdiri dari: a. Seksi Atraksi Seni Pertunjukan; b. Seksi Atraksi Desain dan Seni Rupa; dan
99
c. Seksi Atraksi Media Rekam. 7. Bidang Prasarana dan Sarana terdiri dari: a. Seksi Prasarana; b. Seksi Sarana; dan c. Seksi Penataan Lingkungan. 8. Bidang Pemasaran terdiri dari: a. Seksi Promosi Dalam Negeri; b. Seksi Promosi Luar Negeri; dan c. Seksi Kemitraan Pemasaran. 9. Suku Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota; 10. Suku Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten; 11. Satuan Pelaksana Kebudayaan Kecamatan; dan 12. Kelompok Jabatan Fungsional. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta memiliki visi dan misi. Visi adalah suatu maksud, tujuan, atau impian besar yang ingin dicapai oleh seseorang maupun sebuah organisasi. Ketika menjalankan setiap tugasnya sebagai penggerak perekonomian di sektor pariwisata, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jakarta memiliki visi yaitu Mewujudkan Jakarta Baru sebagai Kota Berbudaya yang Memiliki Daya Saing Pariwisata Global. Untuk mewujudkan suatu visi maka dibutuhkan beberapa misi yang harus dilakukan. Misi adalah serangkaian langkah yang perlu diambil untuk meraih tujuan tersebut. Berikut ini adalah misi yang dirancang oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta: Meningkatkan kualitas sumber daya manusia, mendorong pemberdayaan komunitas dan meningkatkan ketahanan kelembagaan kepariwisataan dan Kebudayaan; Meningkatkan kualitas dan mengembangkan
100
produk pariwisata dan kebudayaan; Mengembangkan sarana dan prasanana aktivitas kepariwisataan dan kebudayaan berbasis lingkungan; Mengembangkan promosi dan publisitas kepariwisataan dan kebudayaan secara profesional; Mewujudkan tata kelola penyelenggaraan urusan pariwisata dan kebudayaan yang akuntabel, efektif dan efisien. (Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, 2015)
4.1.4 Gambaran Umum Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta merupakan unit pelaksana teknis Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI dalam pengelolaan kawasan Kota Tua Jakarta. Kawasan Kota Tua merupakan lingkup tugas Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Kawasan Kota Tua ditujukan sebagai kawasan sejarah, budaya, bisnis dan juga sebagai kawasan tujuan pariwisata. Oleh karena itu Kawasan Kota Tua membutuhkan sebuah
organisasi
yang
dapat
mengontrol
seluruh
kawasan
dan
mengkoordinasikan kegiatan yang seluruhnya dapat dipertanggungjawabkan. Hal tersebut tercermin dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 294 Tahun 2014 yang membahas mengenai pembentukan, organisasi dan tata kerja Unit Pengelola Kawasan Kota Tua. Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta dipimpin oleh seorang Kepala Unit yang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta. Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta mempunyai tugas
101
melaksanakan pengelolaan kawasan Kota Tua Jakarta. Untuk melaksanakan tugas dalam mengelola kawasan Kota Tua Jakarta, Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta menyelenggarakan fungsi: a. Penyusunan rencana strategis dan rencana kerja dan anggaran Unit Pengelola Kawasan Kota Tua; b. Pelaksanaan rencana strategis dan dokumen pelaksanaan anggaran Unit Pengelola Kawasan Kota Tua; c. Penyusunan standar operasional dan prosedur pengelolaan Kawasan Kota Tua; d. Penyusunan dan penyajian data pengelolaan Kawasan Kota Tua; e. Pelaksanaan pelestarian meliputi perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan Kawasan Kota Tua; f. Pelaksanaan pengawasan terhadap Kawasan Kota Tua; g. Pelaksanaan penataan kawasan Kota Tua; h. Pengadaan pemeliharaan dan perawatan prasarana dan sarana kawasan Kota Tua; i. Pemantauan, pengoordinasian dan pengendalian mengenai perencanaan dan pelaksanaan kegiatan SKPD/UKPD dan masyarakat di kawasan Kota Tua; j. Pengoordinasian keamanan, kebersihan, ketertiban, keindahan dan kenyamanan Kawasan Kota Tua; k. Pengelolaan perawatan dan pemeliharaan gedung dan prasarana serta sarana Unit Pengelola Kawasan Kota Tua; l. Pelayanan dan penyelenggaraan informasi dan publikasi Kawasan Kota Tua; m. Pengelolaan ketatausahaan dan kerumahtanggaan Unit Pengelola Kawasan Kota Tua; n. Pengelolaan kepegawaian, keuangan dan barang Unit Pengelola Kawasan Kota Tua; o. Pelaksanaan publikasi kegiatan dan pengaturan acara Unit Pengelola Kawasan Kota Tua; p. Pengelolaan kearsipan Unit Pengelola Kawasan Kota Tua; q. Pelaksanaan koordinasi, sinkronisasi dan kerja sama dengan unit kerja dan lembaga yang terkait dalam rangka pengelolaan Kawasan Kota Tua; dan r. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi Unit Pengelola Kawasan Kota Tua.
102
4.1.4.1 Susunan Organisasi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta
Berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 294 tahun 2014 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta, susunan organisasinya terdiri dari:
1. Kepala Unit Pengelola; 2. Kepala Subbagian Tata Usaha: 3. Kepala Satuan Pelaksana; 4. Satuan Pelaksana Penataan dan Pengawasan; 5. Satuan Pelaksana Pelayanan Informasi; 6. Pejabat Fungsional a. Pegawai Negeri Sipil; dan b. Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja.
103
4.1.4.2 Susunan Organisasi Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta
Bagan Susunan Organisasi Unit Pengelola Kawasan Kota Tua pada Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 294 Tahun 2014:
Gambar 4.2 Struktur Organisasi Unit Pengelola Kawasan Kota Tua
Kepala Unit
Subbagian Tata Usaha
Satuan Pelaksana Pelayanan Informasi
Satuan Pelaksana Penataan dan Pengawasan
Subkelompok Jabatan Fungsional
(Sumber: Unit Pengelola Kawasan Kota Tua, 2015)
104
4.1.5 Gambaran Umum Local Working Group (LWG) Local Working Group (LWG) merupakan organisasi yang terdiri dari unsur Tim Penasehat, Tim Pengarah/Ahli, Kelompok Kerja (Pokja) dan Mitra Kerja. Kepengurusan Kelompok Kerja (Pokja) terdiri dari: Ketua, Sekretaris dan Bendahara.
4.1.5.1 Visi dan Misi LWG a) Visi Mewujudkan tata kelola destinasi pariwisata Kota Tua Jakarta yang profesional
dengan
prinsip
partisipatif,
kolaboratif,
keterpaduan
dan
berkelanjutan, sehingga memiliki daya saing internasional dan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat dan pemerintah.
b) Misi 1. Meningkatkan koordinasi dan komunikasi (silaturahmi) seluruh pemangku kepentingan di kawasan Kota Tua Jakarta dengan prinsip partisipatif, keterpaduan, kolaboratif dan berkelanjutan. 2. Membangun industri pariwisata yang berkarakter dan berbasis sumber daya lokal yang dapat menyerap tenaga kerja dan meningkatkan kualitas hidup, kemandirian dan kesejahteraan masyarakat. 3. Mendorong dan mewujudkan pertunjukan seni yang sesuai dengan budaya dan jatidiri bangsa serta menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk meningkatkan daya tarik atraksi wisata. 4. Meningkatkan kesadaran dan rasa tanggung jawab segenap lapisan masyarakat termasuk pengunjung kawasan wisata untuk mampu bertindak
105
dan mewujudkan Sapta Pesona, yaitu Keamanan, Ketertiban, Kebersihan, Kesejukan, Keindahan, Keramahan dan Kenangan. 5. Menggali dan mengembangkan ekonomi kreatif masyarakat yang bersumber dari talenta, kreativitas dan inovasi keterampilan untuk menciptakan lapangan kerja dan kesejahteraan masyarakat. 6. Menjalin kerjasama dan kemitraan (sinergi) dengan semua pihak untuk kemajuan tata kelola destinasi pariwisata Kota Tua Jakarta. c) Fungsi 1. Mengelola destinasi pariwisata secara terpadu, efektif, efisien, transparan dan bertanggung jawab. 2. Menjalin kerjasama yang lebih erat antara para pihak berkepentingan dengan pnnsip saling menghormati, kesetaraan dan saling menguntungkan. 3. Mewujudkan
keterpaduan
dalam
perencanaan
hingga
evaluasi
pengembangan pariwisata mewujudkan perkuatan dalam perencanaan dan kesepakatan para pihak yang berkepentingan (stakeholder). 4. Mendukung perluasan akses lebih luas bagi masyarakat untuk berperan aktif dalam pengembangan pariwisata. 5. Menjembatani perbedaan kepentingan para pelaku.
106
4.1.6 Gambaran Umum Komunitas-Komunitas di Kota Tua Jakarta Komunitas merupakan sekelompok orang yang saling peduli satu sama lain lebih dari yang seharusnya, dimana dalam sebuah komunitas terjadi relasi pribadi yang erat antar para anggota komunitas tersebut karena adanya kesamaan interest atau values. Komunitas dapat dikatakan juga sebuah kelompok sosial dari beberapa organisme yang berbagi lingkungan, umumnya memiliki ketertarikan dan habitat yang sama. Dalam komunitas manusia, individu-individu di dalamnya dapat memiliki maksud, kepercayaan, sumber daya, preferensi, kebutuhan, risiko dan sejumlah kondisi lain yang serupa. Dalam hal ini masyarakat yang ikut terlibat langsung dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta adalah komunitas-komunitas yang ada di Taman Fatahillah, dan juga pedagang-pedagang yang ada disekitar Objek Wisata Kota Tua Jakarta yang juga merupakan masyarakat sekitar dan wisatawan yang datang berkunjung pun ikut terlibat didalamnya. Komunitas-komunitas yang ada di kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta ini dinaungi oleh Local Working Group (LWG) dan dibina oleh Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta. Pada awal terbentuknya Local Working Group (LWG) berjumlah 79 komunitas, kemudian semakin lama semakin berkurang menjadi 32 komunitas. Hal ini dikarenakan komunitas-komunitas yang sebelumnya diseleksi lagi oleh Pihak Unit Pengelola Kawasan Kota Tua sesuai dengan unsur-unsur kebudayaan Kota Tua atau unsur sejarah. Komunitas-komunitas yang ada di Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta ini ikut memberikan kontribusi dalam meramaikan Kawasan
107
Objek Wisata Kota Tua Jakarta dan juga membantu para stakeholder dalam melakukan manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta. Komunitas berperan penting dalam kegiatan wisata di Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta. Komunitaslah yang menghidupkan suasana di Kawasan Kota Tua Jakarta. Dengan adanya komunitas, pengunjung dapat menikmati berbagai macam seni maupun budaya yang dibawakan oleh komunitas tersebut, bahkan dapat menggunakannya. Seperti komunitas Sepeda Ontel, pengunjung dapat menggunakan sepeda ontel tersebut untuk berkeliling di Taman Fatahillah yang ada di Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta. Setelah museum-museum yang ada di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta tutup, maka pengunjung tetap dapat menikmati Kota Tua dengan adanya komunitas-komunitas ini.
4.2 Deskripsi Data 4.2.1 Deskripsi Data Penelitian Deskripsi data merupakan penjelasan mengenai data yang didapat dari hasil penelitian lapangan. Data ini didapat dari hasil penelitian dengan menggunakan teknik analisa data kualitatif. Dalam penelitian ini, mengenai manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta berbasis masyarakat. Peneliti menggunakan teori manajemen menurut Henry Fayol. Teori tersebut memberikan penjelasan mengenai pentingnya manajemen, fungsi dan tujuan manajemen, serta prinsip dari manejemen itu sendiri. Dalam pemaparannya yaitu, manajemen yang dilakukan, mulai dari tahap perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, sehingga sampai pada tahap pengawasan yang
108
dilakukan oleh pihak-pihak yang terkait dalam manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta berbasis masyarakat. Dalam hal ini pihak-pihak yang terkait antara lain Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Unit Pengelola Kawasan Kota Tua, Satuan Polisi Pamong Praja Kecamatan Tamansari, Local Working Group (LWG), Unit Pengelola Museum Sejarah Jakarta, Unit Pengelola Museum Wayang, Unit Pengelola Museum Seni Rupa dan Keramik dan komunitas serta masyarakat yang ada di sekitar objek wisata Kota Tua Jakarta khususnya pada zona 2 yaitu Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, sehingga data yang peneliti dapatkan lebih banyak berupa kata-kata dan tindakan yang peneliti peroleh melalui proses wawancara dan observasi dilapangan. Kata-kata dari hasil wawancara dan hasil observasi dilapangan merupakan sumber utama dalam penelitian. Sumber data ini kemudian oleh peneliti dicatat dengan menggunakan catatan tertulis atau melalui alat perekam yang peneliti gunakan dalam penelitian. Adapun dokumentasi yang peneliti ambil saat melakukan pengamatan adalah catatan berupa catatan lapangan peneliti, seperti dokumen-dokumen yang peneliti dapatkan baik dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta, Local Working Group (LWG), Satuan Polisi Pamong Praja Kecamatan Tamansari maupun Unit Pengelola Museum Wayang, Museum Sejarah Jakarta, Museum Seni Rupa dan Keramik dan komunitas serta masyarakat yang merupakan data mentah yang harus diolah dan dianalisis kembali untuk mendapatkan data yang dibutuhkan. Selain itu bentuk data lainnya berupa foto-
109
foto di lapangan dimana foto-foto tersebut merupakan foto kegiatan-kegiatan yang menggambarkan suasana di Objek Wisata Kota Tua Jakarta khususnya di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta.
4.2.2 Daftar Informan Penelitian Pada penelitian ini, mengenai Manajemen Pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta Berbasis Masyarakat pemilihan informan dilakukan oleh peneliti dengan teknik purposive. Teknik purposive adalah teknik pemilihan informan yang mempunyai pemahaman yang berkaitan langsung dengan masalah penelitian guna memperoleh data dan informasi yang lebih akurat. Hal ini juga telah dijelaskan pada bab sebelumnya mengenai metodologi penelitian. Informan yang telah ditentukan diawal adalah semua pihak baik aparatur pelaksana pengelolaan, pihak-pihak yang terlibat maupun masyarakat. Dalam hal ini yaitu Kepala Seksi Produk Bidang Pengkajian dan Pengembangan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Seksi Penataan Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta, Ketua Satuan Tugas Polisi Pamong Praja Kecamatan Tamansari, Anggota Tim Kelompok Kerja di Local Working Group (LWG), Ketua RW 06 Kelurahan Pinangsia, Unit Pengelola masing-masing museum di Taman Fatahillah dan pihak lain yang terlibat dalam Manajemen Pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta Berbasis Masyarakat. Berikut adalah informaninforman yang ada dalam penelitian ini:
110
Tabel 4.1 Daftar Informan
No 1
2
3 4 5 6 7 8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Kode Informan
Nama
Keterangan
Jenis Kelamin Encu Kepala Seksi Produk Laki-laki I1-1 Suhandi, SE., Bidang Pengkajian dan MM Pengembangan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta I1-2 Ario Staf Seksi Penataan Unit Laki-laki Wicaksono, Pengelola Kawasan Kota SH Tua Jakarta I1-3 Ketua Satuan Tugas Satpol PP Laki-laki Purnama Kecamatan Tamansari Pangabean I1-4 Mochammad Ketua RW 06 Kelurahan Laki-laki Firmansyah Pinangsia I1-5 Khasirun Staf Pengelola Museum Laki-laki Sejarah Jakarta Sumardi Staf Pengelola Museum Laki-laki I1-6 Wayang Hari Prabowo Staf Pengelola Museum Laki-laki I1-7 Seni Rupa dan Keramik Dodi Riadi Anggota Tim Kelompok Laki-laki I2-1 Kerja Local Working Grup (LWG) Kota Tua Jakarta Yosep Guide Museum Sejarah Laki-laki I2-2 Jakarta Rizal Hidayat Bendahara Komunitas Laki-laki I2-3 Manusia Batu Sanem Humas Paguyuban Ontel Laki-laki I2-4 Deden Ketua Komunitas Cakra Laki-laki I2-5 Sinaga, S.H Buana Drg. Hendri Ketua Gerakan Pramuka Laki-laki I2-6 Museum Mandiri Sukro Anggota Komunitas Badut Laki-laki I2-7 Edi Anggota Karang Taruna Laki-laki I2-8 RW 06 Kelurahan Pinangsia Sri Ningsih Pedagang Kaki Lima Perempuan I3-1 Eli Pengunjung Laki-laki I3-2 Fahmi Pengunjung Laki-laki I3-3 Nani Pengunjung Perempuan I3-4 Lotta Turis mancanegara Perempuan I3-5 Daniel Turis Mancanegara Laki-laki I3-6 (Sumber: Peneliti, 2015)
Umur 46 Tahun
29 Tahun
41 Tahun
45 Tahun 48 Tahun 46 Tahun 54 Tahun 33 Tahun
39 Tahun 39 Tahun 57 Tahun 43 Tahun 41 Tahun 35 Tahun 27 Tahun 52 Tahun 43 Tahun 17 Tahun 20 Tahun 21 Tahun 25 Tahun
111
4.3 Deskripsi Hasil Penelitian Pembahasan dan analisis dalam penelitian ini merupakan data dan fakta yang peneliti dapatkan langsung dari lapangan serta disesuaikan dengan teori yang peneliti gunakan yaitu menggunakan teori manajemen menurut Henry Fayol dalam Hasibuan (2009:38), dimana dalam teori ini memberikan tolak ukur atas komponen-komponen penting yang harus dipertimbangkan dalam melakukan manajemen pengelolaan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta berbasis masyarakat ini dikelola oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dibantu dengan Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kecamatan Tamansari, Local Working Group (LWG), unit pengelola museum-museum, konsorsium dan komunitas-komunitas serta masyarakat yang ada disekitar Objek Wisata Kota Tua Jakarta, khususnya Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta. Penelitian mengenai manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta berbasis masyarakat ini menggunakan teori fungsi manajemen menurut Henry Fayol dalam Hasibuan (2009:38) yang meliputi planning
(perencanaan),
organizing
(pengorganisasian),
commanding
(pengarahan), coordinating (pengkoordinasian) dan controlling (pengawasan). Dalam deskripsi hasil penelitian ini akan dibahas sesuai dengan rumusan masalah penelitian yang akan disesuaikan dengan masing-masing fungsi manajemen menurut Henry Fayol.
112
4.3.1 Keterlibatan Masyarakat dalam Manajemen Pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta Keterlibatan masyarakat dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta akan dibahas kedalam masing-masing fungsi manajemen menurut
Henry
Fayol
dalam
Hasibuan
(2009:38)
yaitu
perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian dan pengawasan.
4.3.1.1 Keterlibatan Masyarakat dalam Perencanaan Perencanaan adalah salah satu bagian dari elemen dasar manajemen dan termasuk ke dalam elemen fungsi. Perencanaan merupakan tahapan paling penting dan paling utama dari suatu fungsi manajemen, terutama dalam pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta berbasis masyarakat. Perencanaan diperlukan untuk menentukan rencana-rencana maupun strategi yang akan dilakukan dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta. Perencanaan juga dimaksudkan agar pelaksanaan manajemen pengelolaan di Kota Tua Jakarta berjalan dengan baik dan teratur sesuai dengan rencana-rencana yang telah ditentukan. Seperti yang di katakan oleh Bapak Encu Suhandi (I1-1) selaku Kepala Seksi Produk Bidang Pengkajian dan Pengembangan Pariwisata Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta melalui wawancara yang dilakukan oleh peneliti yaitu:
113
“Kota Tua Jakarta akan dikembangkan menjadi salah satu tujuan wisata untuk tingkat internasional, Kota Tua pada saat ini sedang dalam penataan kawasan supaya lebih menarik agar Kota Tua layak sebagai destinasi wisata, yang akan kita kembangkan disana banyak bangunan-bangunan cagar budaya yang ingin dikelola, dan Kota Tua ini akan masuk kedalam daftar tujuan wisata tingkat dunia di UNESCO, kita terus berupaya menata baik dari infrastruktur, pengelolaan kawasan yang melibatkan semua stakeholder.” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Encu, hari Jumat, 18 September 2015 pukul 12:43 WIB di Gedung B Lantai 3 Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta) Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan Bapak Encu (I1-1), Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta ingin mengembangkan Kota Tua Jakarta menjadi tujuan wisata tingkat internasional dengan melakukan penataan kawasan agar lebih menarik dan merevitalisasi bangunan-bangunan cagar budaya. Hal ini senada dengan yang dijelaskan oleh Bapak Ario Wicaksono (I1-2) selaku Staf Seksi Penataan Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta, beliau mengatakan bahwa: “Perencanaan yang dilakukan untuk Kota Tua ini sesuai dengan Peraturan Gubernur No.36 Tahun 2014. Disitu semua tercantum semua tentang perencanaan Kota Tua, didalam Pergub tersebut terdapat konsep untuk menjadikan Kota Tua sebagai objek wisata yang lebih baik lagi dalam hal penataan dan berbasis masyarakat” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Ario, hari Senin, 2 Maret 2015 pukul 15:01 WIB di Kantor Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Lantai 2) Dalam hal ini Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dan Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta melakukan upaya-upaya agar Kota Tua Jakarta menjadi destinasi wisata yang layak dan menjadi objek wisata unggulan di DKI Jakarta dan menjadi tujuan wisata lokal maupun mancanegara.
114
Upaya-upaya yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta antara lain yaitu meningkatkan kualitas sumber daya manusia, mendorong pemberdayaan komunitas dan meningkatkan ketahanan kelembagaan kepariwisataan dan kebudayaan, meningkatkan kualitas dan mengembangkan produk pariwisata dan kebudayaan, mengembangkan sarana dan prasarana aktivitas kepariwisataan dan kebudayaan berbasis lingkungan, mengembangkan promosi dan publisitas kepariwisataan dan kebudayaan secara profesional, mewujudkan tata kelola penyelenggaraan urusan pariwisata dan kebudayaan yang akuntabel, efektif dan efisien. Hal ini tercantum dalam misi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta juga berintegrasi dengan Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta, pihak pengelola masing-masing museum, Local Working Group (LWG), Satuan Polisi Pamong Praja Kecamatan Tamansari dan juga masyarakat atau komunitas yang ada disekitar kawasan Kota Tua Jakarta khususnya Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta, selain itu Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta juga melakukan kerjasama dengan pihak swasta yaitu PT Jababeka, PT Agung Sedayu, PT Ciputra, Plaza Indonesia dan PT Pembangunan Kota Tua yang tergabung dalam suatu konsorsium. Perencanaan yang dibuat oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta tercantum dalam Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 36 Tahun 2014 tentang Rencana Induk Kawasan Kota Tua.
115
Dengan adanya Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 36 Tahun 2014 tentang rencana induk kawasan Kota Tua, segala sesuatu yang dilaksanakan terkait dengan manajemen pengelolaan Kota Tua Jakarta didasarkan pada Peraturan Gubernur tersebut, dan hal ini menunjukkan adanya upaya dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan pelestarian terhadap bangunan bersejarah dan penataan kawasan Kota Tua Jakarta yang lebih baik. Dalam Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 36 Tahun 2014 tentang rencana induk kawasan Kota Tua pada Pasal 29 menyebutkan bahwa pengelolaan kawasan Kota Tua dilakukan secara terpadu lintas sektoral dan wilayah serta melibatkan secara aktif dunia usaha dan kelompok-kelompok masyarakat. Masyarakat yang ikut terlibat dalam manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta berasal dari semua lapisan elemen, antara lain stakeholderstakeholder, komunitas-komunitas yang ada disekitar kawasan Taman Fatahillah, pengunjung yang datang, seluruh lapisan masyarakat baik pelajar, kaum muda maupun kaum orang tua serta karang taruna RW 06, RT 04 Kelurahan Pinangsia, Jakarta Barat, karena dalam hal ini Objek Wisata Kota Tua Jakarta milik bersama sehingga dalam pengelolaannya pun melibatkan semua pihak, baik dari pemerintah, swasta maupun masyarakat.
116
Komunitas-komunitas yang ada disekitar kawasan Taman Fatahillah: Gambar 4.3 Kelompok Komunitas Bidang Pendidikan
1. Gerakan Pramuka Museum Mandiri 2. Forum Indonesia Membaca 3. Komunitas Jelajah Budaya
Bidang Seni
1. Marching Band Museum 2. Barongsai dan Tanjidor 3. Paguyuban Onthel Wisata Fatahillah 4. Cakra Buana 5. Indonesia Community Art (ICA) 6. Komunitas Lorong Rupa
Bidang Keagamaan
1. Rhuha Fatahillah
Bidang Kesejarahan
1. Komunitas Manusia Batu 2. Komunitas Tempoe Doeloe 3. Trem Kota Tua 4. Sahabat Kota Tua
(Sumber: Unit Pengelola Kawasan Kota Tua, 2015)
117
Dalam manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta juga ikut melibatkan masyarakat sekitar, pengunjung dan juga komunitas-komunitas yang ada di sekitar kawasan Taman Fatahillah, seperti yang dikatakan oleh Bapak Encu Suhandi (I1-1) selaku Kepala Seksi Produk Bidang Pengkajian dan Pengembangan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, beliau mengatakan bahwa: “Banyak yang dilibatkan dalam manajemen pengelolaan Kota Tua ini, semua elemen. Kita melibatkan stakeholder, masyarakat dan juga unit-unit terkait.” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Encu, hari Jumat, 18 September 2015 pukul 12:43 WIB di Gedung B Lantai 3 Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta) Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti oleh informan yaitu Bapak Encu (I1-1) diatas, manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta melibatkan banyak pihak diantaranya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, stakeholders, instansi terkait dan juga elemen masyarakat. Hal ini juga diperjelas dengan informasi yang didapatkan dari hasil wawancara dengan Bapak Sumardi (I1-6) selaku Staf Pengelola Museum Wayang, beliau mengatakan bahwa:
118
“Kita punya mitra kerja masyarakat. Tentunya kita juga sudah mempertimbangkan, mana yang berkaitan dengan masyarakat mana yang tidak. Artinya kita merumuskan kegiatan yang berdampak langsung dengan masyarakat, yang artinya masyarakat bisa menikmati dan merasakan dampak dari kegiatan tersebut. Kemudian mitra kerja kita terhadap masyarakat stakeholder dilingkungan kita. Contoh kita mengadakan acara dihalaman Taman Fatahillah, iya berbaur dengan lingkungan kita, dengan stakeholder yang ada, baik ke masyarakat maupun yang ada dikawasan kota tua ini. Masyarakatnya itu dari tingkat RW, RT, lurah, camat, polsek, pospol dan lain-lain. Selain itu mitra kerja yang mendukung kegiatan kami seperti museum tekstil punya komunitas pembatik, komunitas pembatik dari belahan nusantara dari NTT, Bali Jogja dan lain-lain juga mitra kerja kami dan juga yang ada di Jakarta itu sendiri.” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Sumardi, hari Jumat, 28 Agustus 2015 pukul 14:06 WIB, di Museum Wayang) Selain itu hal ini juga diperkuat oleh penyataan Staf Pengelola Museum Seni Rupa dan Keramik Bapak Hari Prabowo (I1-7), beliau mengatakan bahwa: “Kalau ada acara kita kerjasama dengan komunitas. Kalau kita mau adain pameran, kita ikutsertakan komunitas, tapi kita ga boleh cari sponsor, karna kita punya dana sendiri, tiap tahun mengajukan anggaran.” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Hari, hari Jumat 28 Agustus 2015 pukul 15:07 WIB, di Museum Seni Rupa dan Keramik) Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti oleh informan yaitu Bapak Hari (I1-7) diatas berkaitan dengan wawancara yang dilakukan oleh Bapak Encu (I1-1) dan Bapak Sumardi (I1-6) sebelumnya, bahwa pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta ikut melibatkan peran aktif swasta, dunia usaha dan juga masyarakat. Setiap museum memiliki mitra kerja masing-masing, salah satunya adalah komunitas. Masing-masing museum memiliki komunitas, di Museum Wayang ada komunitas pecinta wayang, di Museum Seni Rupa dan Keramik ada komunitas pelukis, namun dalam hal ini komunitas dilibatkan ketika ada acara saja,
119
selebihnya tidak ikut dilibatkan, misalnya dalam perencanaan atau perumusan kegiatan-kegiatan museum dalam satu tahun komunitas tidak ikut dilibatkan. Selain itu museum-museum juga memiliki program-program masingmasing dalam satu tahun, salah satunya Museum Sejarah Jakarta, seperti yang dikatakan oleh Bapak Yosep (I2-2) sebagai berikut: “Kalau untuk perencanaan kita ada kegiatan-kegiatan selama satu tahun, dan kami punya beberapa kegiatan unggulan untuk menarik para pengunjung supaya mereka datang kembali ke museum ini, ataupun masyarakat atau para pelajar bisa mengetahui lebih banyak tentang sejarah Kota Jakarta ini. Diantaranya ada Batavia Art Festival itu pamerannya tentang museum-museum yang ada di Kota Jakarta. Khususnya yang dibawah naungan Pemda. Temanya menyangkut tentang sejarah Kota Jakarta. Misalnya satu sosok Fatahillah, kita pamerkan tentang fatahillah semua jadi seperti itu, misalnya pedang hukuman tentang keadilan. Ada lagi kegiatan unggulan kita namanya wisata kampung tua, wisata kampung tua ini kita menjaring seluruh lapisan baik anak-anak ataupun dewasa, atau mereka mau daftar disini langsung silahkan, atau kita undang, kita mengajak mereka keliling kampung-kampung tua yang ada di Kota Jakarta. Salah satu contoh misalnya kampung pekojan daerah jembatan lima, kampung arab, kemudian ada nama kampung pecinan karna disitu dulu khusus orang-orang cina berdomisil, kita akan masuk kesana daerah glodok, wisata kampung tua ini biasanya dari kota tua ini sampai ke pelabuhan sunda kelapa, dan bukan hanya itu, kita juga menyiapkan ada wisata jelajah malam atau jalan-jalan malam, jadi jalan-jalan malam di museum. Kita sudah menyiapkan acara seperti itu. Kegiatan-kegiatan di Museum Sejarah Jakarta juga diperuntukkan bagi masyarakat yang melibatkan semua kalangan baik dari pelajar, mahasiswa ataupun orang tua. Kegiatan-kegiatan yang dibuat oleh Museum Sejarah Jakarta yaitu untuk memperkenalkan sejarah Kota Tua Jakarta kepada masyarakat ataupun pelajar. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan inipun mengikutsertakan komunitas-komunitas untuk meramaikan acara tersebut. Misalnya komunitas-
120
komunitas disediakan stand untuk memperkenalkan komunitas mereka atau memperkenalkan sejarah Kota Tua Jakarta. Selain stakeholder-stakeholder yang mengatakan bahwa masyarakat ikut dilibatkan dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta, komunitas-komunitas yang ada di sekitar kawasan Kota Tua Jakarta juga mengatakan hal yang sama, seperti yang dikatakan Bapak Rizal Hidayat (I 2-3) selaku Bendahara Komunitas Manusia Batu, beliau mengatakan bahwa: “Terkadang kalau ada event kita suka diajak gabung, tapi tergantung eventnya, event apa dulu dan tergantung dari UPK juga. Kadang-kadang kalo ada acara ulang tahun Jakarta sama seminar Kota Tua kita juga dilibatkan dalam acaranya” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Rizal, hari Senin, 2 Maret 2015 pukul 15:14 WIB, di Taman Fatahillah, Kota Tua Jakarta) Hal ini senada dengan yang dikatakan Bapak Sanem (I2-4) selaku Humas Komunitas Sepeda Onthel, beliau mengatakan bahwa: “Komunitas sepeda ontel ini juga dilibatkan kalau ada acara-acara disini, karna sepeda ontel ini juga merupakan hiburan untuk para pengunjung muter-muter Taman Fatahillah ini, dan kita juga disini ikut menjaga keamanan Kota Tua” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Sanem, hari Sabtu, 24 Oktober 2015 pukul 15:13 WIB, di Taman Fatahillah, Kota Tua Jakarta) Komunitas manusia batu dan komunitas sepeda ontel adalah komunitas yang paling aktif diantara komunitas-komunitas yang lainnya. Komunitas manusia batu dan komunitas sepeda ontel adalah komunitas yang setiap hari ada di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta, mereka ikut meramaikan suasana di Kota Tua Jakarta. Komunitas sepeda ontel dengan menyewakan sepeda ontelnya kepada pengunjung dan komunitas manusia batu dengan berkostum seperti pahlawan
121
zaman dulu dan berpose seperti patung yang membuat pengunjung tertarik untuk berfoto bersama komunitas manusia batu tersebut. Komunitas merupakan organisasi informal yang terbentuk dari hubungan dan interaksi perorangan dan kelompok-kelompok yang saling berkaitan dan biasanya tidak diakui secara resmi oleh organisasi. Komunitas atau organisasi informal bersifat lepas, fleksibel, tidak terumuskan dan spontan. Berdasarkan wawancara dengan beberapa informan diatas terungkap bahwa komunitaskomunitas yang ada di Kota Tua Jakarta, khususnya Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta dilibatkan dalam acara-acara yang diadakan oleh Dinas, UPK maupun museum-museum yang ada di Taman Fatahillah, namun dalam perencanaannya komunitas tidak ikut dilibatkan secara aktif didalamnya. Selain komunitas-komunitas yang ada di sekitar kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta, masyarakat sekitar yang bertempat tinggal di RW 06 Kelurahan Pinangsia juga dilibatkan, masyarakat di RW 06 Kelurahan Pinangsia memiliki Karang Taruna atau perkumpulan pemuda yang ada di RW 06 Kelurahan Pinangsia, perwakilan dari Karang Taruna Bapak Edi (I2-8) mengatakan bahwa: “Kita sebagai masyarakat sekitar sini yang deket dengan objek Wisata Kota juga ikut membantu Pemerintah untuk menjaga dan melestarikan Kota Tua ini, kalau ada acara di Kota Tua juga kita dibikinin stand untuk mengenalkan kawasan ini, kita punya kerajinan tangan hasil karya sendiri dan kalau ada acara kita ikut tampil main rebana atau hadroh” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Edi, hari Minggu, 4 Oktober 2015 pukul 15:32, di Basecamp Karang Taruna RW 06, Kelurahan Pinangsia) Berdasarkan
wawancara
dengan
beberapa
informan
diatas,
peneliti
mengungkapkan bahwa manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta dilakukan dengan ikut melibatkan peran serta masyarakat didalamnya. Namun
122
peran serta masyarakat ataupun komunitas hanya pada acara atau kegiatankegiatan yang diadakan di Kota Tua Jakarta saja, komunitas atau masyarakat belum dilibatkan secara aktif dalam pembuatan perencanaan, perumusan kegiatankegiatan dalam perencanaan ataupun rapat evaluasi hasil dari dilakukannya perencanaan. Peran serta masyarakat dianggap penting dalam hal ini, dikarenakan objek wisata Kota Tua Jakarta ini merupakan peninggalan penjajahan zaman dahulu yang menjadi warisan bagi generasi sekarang dan selanjutnya, sehingga masyarakat perlu dilibatkan dalam pengelolaannya agar masyarakat juga merasa memiliki dan ingin melestarikan Kota Tua Jakarta. Dalam hal perencanaan, masyarakat sekitar atau komunitas-komunitas yang ada disekitar Taman Fatahillah belum ikut secara aktif memberikan masukan atau saran untuk merumuskan perencanaan yang dibuat untuk Objek Wisata Kota Tua Jakarta. Seperti yang dikatakan oleh Bapak Edi (I2-8) selaku anggota karang taruna RW 06 Kelurahan Pinangsia, beliau mengatakan bahwa: “Kalau rapat sih biasanya jarang diajak, paling hanya ketua RWnya saja yang diajak rapat. Kalau kita biasanya hanya diikutkan jika ada acara di Kota Tua, kita suka ikut tampil” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Edi, 4 Oktober 2015 pukul 15:32 WIB, di Basecamp Karang Taruna RW 06, Kelurahan Pinangsia) Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Bapak Rizal (I2-5), beliau mengatakan bahwa: “Kita kalau ada rapat suka diajak sama UPK, namun sekarang jarang. Kalau ada acara saja. ” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Rizal, hari Minggu, 2 Maret 2015 pukul 16:33 WIB, di Taman Fatahillah, Kota Tua Jakarta). Hal yang sama pun dikatakan oleh Bapak Sanem (I2-4) selaku humas komunitas sepeda Ontel. Beliau mengatakan bahwa:
123
“Kita pernah diajak rapat dengan Dinas atau UPK tetapi jarang, didalam rapat itu pun masukan atau omongan yang kita sampaikan kurang didengar oleh mereka. Mereka seperti kurang percaya dengan apa yang kita omongkan” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Sanem, hari Sabtu, 24 Oktober 2015 pukul 15:13 WIB, di Taman Fatahillah, Kota Tua Jakarta). Berdasarkan wawancara kepada ketiga informan di atas dapat diketahui bahwa, dalam perumusan perencanaan untuk Kota Tua Jakarta hanya dilakukan oleh unitunit terkait saja yaitu Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua Jakarta, dan Unit Pengelola masing-masing museum. Masyarakat dalam hal ini ikut dilibatkan hanya pada rapat teknis yang dilakukan bersama dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua Jakarta, dan Unit Pengelola masing-masing museum, namun dalam hal ini menurut hasil wawancara dengan informan diatas, bahwa komunitas atau masyarakat karang taruna RW 06 Kelurahan Pinangsia, Kecamatan Tamansari jarang diikutsertakan dalam rapat teknis tersebut dan masukan yang diberikan oleh komunitas yang ikut rapat pun jarang ditanggapi. Bukan hanya masyarakat sekitar ataupun komunitas-komunitas saja yang ikut dilibatkan dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta, melainkan pengunjung-pengunjung yang datang ke Objek Wisata Kota Tua Jakarta, khususnya Taman Fatahillah juga ikut dilibatkan didalamnya. Jumlah pengunjung yang datang ke Kota Tua Jakarta cukup banyak. Dilihat dari data jumlah pengunjung di 3 (tiga) museum yang ada di Taman Fatahillah, yaitu Museum Seni Rupa dan Keramik, Museum Sejarah Jakarta dan Museum Wayang. Berikut data jumlah pengunjung yang datang ke 3 (tiga) museum tersebut pada tahun 2014
124
Tabel 4.2 Jumlah Pengunjung Museum Seni Rupa dan Keramik Tahun 2014
NO
BULAN
WISNUS
WISMAN
TK
SD
SLTP
SLTA
MAHASISWA
RISET
T.RESMI
JUMLAH
1
Januari
4.600
44
510
200
500
400
1.321
-
-
7.575
2
Februari
3.400
117
1.000
600
500
759
663
-
-
7.039
3
Maret
3.360
625
1.000
1.500
2.500
663
515
-
-
10.163
4
April
2.800
81
1.000
1.058
250
250
581
-
-
6.020
5
Mei
3.100
103
750
1.250
400
457
486
-
-
6.546
6
Juni
2.676
74
500
500
1.026
600
489
-
5.865
7
Juli
1.350
77
250
250
200
243
-
2.370
8
Agustus
9
11.000
76
2.500
1.500
200
214
1.226
-
-
16.716
September
5.600
95
500
340
500
1.500
692
-
-
9.227
10
Oktober
4.570
200
185
2.500
1.500
759
-
-
9.714
11
November
9.793
2.500
1.300
1.500
1.524
1.508
-
-
18.125
12
Desember
13.241
2.000
2.500
3.500
757
1.988
-
-
23.986
12.537
11.183
13.626
8.824
10.471
-
-
123.346
Jumlah
65.490
1.215
(Sumber: Museum Seni Rupa dan Keramik, 2015)
Dari tabel Jumlah Pengunjung Museum Seni Rupa dan Keramik Tahun 2014 diatas dapat dilihat bahwa jumlah pengunjung yang datang ke Museum Seni Rupa dan Keramik pada tahun 2014 terbilang cukup banyak.
125
Tabel 4.3 Jumlah Pengunjung Museum Sejarah Jakarta Tahun 2014 JENIS PENGUNJUNG UMUM NO
BULAN
ROMBONGAN
DEWASA
JUMLAH MHS
WISNUS
1
Januari
2
Februari
3
PELAJAR
WISNUS
MHS
PELAJAR
RESMI
WISMAN
-
-
-
-
-
-
-
-
-
140
-
100
100
-
-
-
-
340
Maret
8.907
478
1.391
3.974
166
112
2.193
-
17.221
4
April
17.867
875
2.995
9.071
262
156
6.032
-
37.258
5
Mei
19.254
1.095
2.697
9.529
534
230
4.349
-
37.688
6
Juni
17.074
842
2.469
11.041
664
50
4.566
4.832
41.538
7
Juli
2.791
1.742
7.647
11.078
-
-
-
-
23.258
8
Agustus
100
-
24.506
30.765
166
-
160
-
55.697
9
September
-
1.057
14.501
19.326
336
60
2.491
-
37.771
10
Oktober
-
471
5.907
7.070
-
50
651
-
14.149
11
November
-
-
350
300
-
-
-
-
650
12
Desember
-
-
170
200
-
-
-
-
370
66.133
6.560
62.733
102.454
2.128
658
20.442
4.832
265.940
Jumlah
(Sumber: Museum Sejarah Jakarta, 2015) Dari tabel Jumlah Pengunjung Museum Sejarah Jakarta Tahun 2014 diatas dapat dilihat bahwa jumlah pengunjung yang datang pada tahun 2014 terbilang banyak yaitu dengan total 265.940 pengunjung.
126
Tabel 4.4 Jumlah Pengunjung Museum Wayang Tahun 2014
NO
BULAN
1
Januari
2
Februari
3
Maret
4
April
5
Mei
6
Juni
7
Juli
8
Agustus
9
September
10
Oktober
11
November
12
Desember Jumlah
WISNUS
WISMAN
17.336
3.533
13.398
3.865
17.442
3.605
13.893
3.667
46.862
3.445
19.784
4.546
2,941
1253
26.248
5.403
14.055
5.398
12.289
4.529
23.016
3.894
47.235
4.060
254.499
47.198
TK/SD
SLTP
SLTA
MAHASISWA
1.088
108
80
1.124
5.994
828
344
1.486
7.105
753
303
1.122
2.900
184
115
1.922
2.487
125
63
681
210
-
-
796
230
64
-
342
153
65
-
1.209
1.425
165
-
1.398
4.477
1.067
309
1.115
5.722
796
235
1.980
5.848
392
161
2.413
4.547
1.610
15.588
37.639
RISET 0
T.RESMI
63 55 42 39 25 42 45 57 64 81 125 162 800
(Sumber: Museum Wayang, 2015)
Dari tabel Jumlah Pengunjung Museum Wayang Tahun 2014 diatas dapat dilihat bahwa jumlah pengunjung yang datang ke Museum Wayang pada tahun 2014 terbilang banyak yaitu 361.881 pengunjung.
JUMLAH 23.332 25.970 30.372 22.720 53.688 25.378 4.875 33.135 22.505 23.867 35.768 60.271 361.881
127
Dapat dilihat dari jumlah pengunjung di 3 (tiga) museum yang ada di Kawasan Taman Fatahillah yang cukup banyak menandakan bahwa masyarakat yang datang ke Objek Wisata Kota Tua Jakarta khususnya Taman Fatahillah terbilang banyak, bahkan bisa melebihi dari jumlah pengunjung museum yang datang, karena dari hasil wawancara yang peneliti lakukan, ada juga pengunjung yang datang ke Objek Wisata Kota Tua Jakarta tetapi tidak masuk dan berkunjung ke museum-museum yang ada di kawasan Taman Fatahillah, hanya di Taman Fatahillahnya saja. Berikut hasil wawancara dengan pengunjung yaitu Bapak Eli (I3-2), beliau mengatakan bahwa: “Saya senang berkunjung di Kota Tua ini, selain untuk pengetahuan anak juga bisa untuk berekreasi sambil duduk-duduk disini” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Eli, hari Minggu, 4 Oktober 2015 pukul 16:55, di Taman Fatahillah, Kota Tua Jakarta) Hal ini senada dengan yang dikatakan pengunjung lain yaitu Fahmi (I 3-3), beliau mengatakan bahwa: “Saya datang kesini sama orang tua, senang sih disini tapi sekarang pengunjungnya semakin banyak, jadi sepertinya semakin sempit” (Sumber: Wawancara dengan Fahmi, hari Minggu, 4 Oktober 2015 pukul 16:48, di Taman Fatahillah, Kota Tua Jakarta) Kedua informan diatas adalah informan yang berasal dari luar Kota Jakarta, mereka sengaja berkunjung ke Kota Tua Jakarta untuk berwisata mengisi akhir pekan. Ada juga pengunjung yang berasal dari mancanegara yaitu dari Negara Finlandia dan Negara Swiss, mereka datang ke Kota Tua Jakarta untuk berkunjung dan ada juga yang datang ke Kota Tua Jakarta karena sedang berkunjung ke Jakarta. Berdasarkan wawancara dengan informan diatas terungkap
128
bahwa pengunjung Kota Tua Jakarta khususnya Taman Fatahillah semakin banyak, terlebih lagi pada hari sabtu dan minggu. Namun yang dikeluhkan oleh pengunjung adalah minimnya toilet umum dan banyaknya sampah yang berserakan. Selain itu dari peningkatan jumlah pengunjung setiap tahunnya, ada juga upaya-upaya yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta. Dari hasil wawancara dengan Bapak Encu (I1-1) selaku Kepala Seksi Produk Bidang Pengkajian dan Pengembangan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, beliau mengatakan bahwa: “Dalam hal promosi pihak kita memasukan kawasan kota tua dalam pembuatan booklet atau CD promosi tentang pariwisata di DKI Jakarta. Pengenalan kawasan kota tua Jakarta dilakukan melalui penentuan kota tua sebagai bagian dari Kawasan Strategi Pariwisata Nasional, Daerah Pengembangan Daya Tarik Pariwisata, Pengembangan Destination Management Organization. Dengan masuk ke dalam program tersebut, Kota Tua menjadi perhatian banyak pihak. Peran Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan jumlah pengunjung kota tua adalah melaksanakan event seni budaya di Kota Tua. Merehabilitasi museum dan bangunan milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan kawasan publik, sehingga menarik untuk dikunjungi.” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Encu, hari Jumat, 18 September 2015 pukul 12:43 WIB, di Gedung B Dinas Lantai 3 Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta Lantai 3) Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Bapak Ario (I1-2) selaku Staff Seksi Penataan Unit Pengelola Kawasan (UPK) Kota Tua, beliau mengatakan bahwa:
129
“Dalam rangka meningkatkan pengunjung museum dilakukan melalui rehabilitasi dan pemeliharaan bangunan, sehingga lebih menarik. peran media elektronik, cetak dan lain sebagainya ikut berperan dalam sosialisasi objek wisata Kota Tua. Yang ada di bidang Sarana Prasarana, yang khusus memperbaiki fisik kota tua. Kalau promosi kota tua dilakukan melalui website, brosur dan leaflet.” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Ario, hari Jumat, 2 Maret 2015 pukul 15:04 WIB, di Kantor Unit Pengelola Kawasan Kota Tua) Berdasarkan wawancara dengan kedua informan diatas dapat diketahui bahwa Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dan UPK Kota Tua Jakarta melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan pengunjung yang datang ke Kota Tua Jakarta dengan mempromosikan Kota Tua Jakarta melalui media elektronik maupun media cetak. Namun dalam hal ini seharusnya pemerintah juga menyiapkan fasilitas sarana dan prasarana yang memadai dengan seiring bertambahnya pengunjung Kota Tua Jakarta, khususnya Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta seperti toilet umum, tempat sampah, pusat informasi, masjid dan lain sebagainya. Sehingga pengunjung yang datang merasa nyaman dan menjadikan Kota Tua Jakarta kedalam destinasi wisata yang menarik untuk dikunjungi. Peneliti juga melakukan wawancara kepada pengunjung Objek Wisata Kota Tua mengenai tanggapannya tentang Objek Wisata Kota Tua Jakarta pada saat ini, dalam hal ini peneliti melakukan wawancara dengan Bapak Eli (I 3-2) pengunjung Kota Tua yang berwisata di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta, beliau mengatakan bahwa:
130
“Kota Tua sekarang lebih rapih ya pkl nya sudah tidak lagi berada di tengah-tengah lapangan, namun sampahnya disini berserakan, sepertinya pengunjung-pengunjung buang sampahnya sembarangan dan minim tempat sampah juga disini” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Eli, hari Minggu, 4 Oktober 2015 pukul 16:55 WIB, di Taman Fatahillah, Kota Tua Jakarta) Hal ini pun senada dengan yang dikatakan pengunjung lain yaitu Nani (I 3-4), beliau mengatakan bahwa: “Sekarang Kota Tua pengunjungnya semakin banyak. Apalagi kalau malam tambah ramai. Pengunjungnya banyak sampah pun juga semakin banyak, jadi kesannya kumuh kalau malam” (Sumber: Wawancara dengan Nani, hari Minggu, 4 Oktober 2015 pukul 17:23 WIB, di Taman Fatahillah, Kota Tua Jakarta) Berdasarkan wawancara dengan beberapa pengunjung di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta terungkap bahwa pengunjung yang datang ke Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta semakin banyak. Pedagang Kaki Lima yang ada di Kota Tua Jakarta sekarang sudah lebih rapi, tidak lagi berada di area Taman Fatahillah dan disediakan tempat-tempat bercanopi untuk para Pedagang Kaki Lima berdagang. Terkait dengan sampah, memang sampah di Taman Fatahillah jika pengunjung ramai, sampah pun juga banyak yang berserakan, dikarenakan sedikitnya tempat sampah yang dapat dijangkau oleh pengunjung dan rendahnya kesadaran pengunjung untuk menjaga kebersihan di area Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta. Selain itu Dinas Kebersihan DKI Jakarta untuk wilayah Taman Fatahillah hanya pada saat pagi hari saja melakukan pengangkutan sampah, sehingga sampah menumpuk di beberapa sudut Taman Fatahillah. Beberapa waktu lalu terpampang baliho mengenai peraturan daerah yang mengatur jika ada yang membuang sampah disembarang tempat akan dikenakan denda Rp. 500.000. Namun dalam hal pelaksanaannya sepertinya tidak berjalan
131
dengan baik dan tidak ditindak dengan tegas, karena sampah tetap saja berserakan di Kawasan Taman Fatahillah. Dengan banyaknya pengunjung yang datang ke Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta, keterlibatan pengunjung didalam perencanaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta hanya untuk meramaikan acara yang diadakan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua Jakarta ataupun museummuseum yang ada di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta. Masyarakat hanya menikmati wisata Kota Tua Jakarta dan kalaupun ada kritik dan saran yang ingin pengunjung sampaikan, pengunjung bisa menulis kritik dan saran lalu memasukkannya kedalam kotak saran yang ada di Perpustakaan Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta.
4.3.1.2 Keterlibatan Masyarakat dalam Pengorganisasian Pengorganisasian merupakan bagian dari manajemen yang dilakukan setelah perencanaan. Hal ini sesuai dengan teori manajemen yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini yaitu teori manajemen menurut Henry Fayol (Hasibuan, 2009:40). Dalam pengorganisasian, pemimpin dalam suatu organisasi mengelompokkan pekerjaan kepada pegawai atau anggota sesuai dengan kemampuannya. Keterlibatan masyarakat dalam pengorganisasian di Kota Tua Jakarta yaitu khususnya pada komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta, komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta tidak ikut dilibatkan dalam pengorganisasian di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta maupun di museum-museum yang ada di
132
Kota Tua Jakarta. Artinya komunitas-komunitas yang ada maupun masyarakat tidak termasuk kedalam struktur organisasi di unit-unit terkait tersebut. Melainkan komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta memiliki struktur organisasi masing-masing di dalam komunitasnya. Hal ini dikarenakan komunitas merupakan organisasi informal yang tidak termasuk kedalam organisasi formal. Komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta dinaungi oleh Local Working Group (LWG) di Kota Tua Jakarta. Local Working Group (LWG) bertugas sebagai fasilitator dan mediator bagi komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta. LWG menaungi komunitas-komunitas tersebut dan LWG menerima masukan serta saran dari komunitas maupun masyarakat. Berikut wawancara dengan Bapak Dodi (I2-1) selaku Anggota Tim Kelompok Kerja di LWG, beliau mengatakan bahwa: “Di dalam komunitas memiliki struktur organisasi masing-masing, yaitu ada ketua, sekretaris, bendahara dan angota-anggotanya, mereka mengurus anggotanya masing-masing, dan kalau mau ada pergantian ketua biasanya rapat dan kita diajak rapat” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Dodi, hari Minggu, 6 September 2015 pukul 14:51 WIB, di Taman Fatahillah, Kota Tua Jakarta) Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Bapak Sanem (I2-4) selaku humas Komunitas Sepeda Ontel, beliau mengatakan bahwa: “Kita di dalam komunitas ontel ini ada ketua, sekretaris, bendahara dan beberapa anggota, totalnya semua 38 orang, kita dalam keseharian itu membagi pendapatan dari hasil sewa ontel itu sama rata, dan kita ada uang kas seminggu 10rb, uang itu digunakan kalau ada kebutuhan-kebutuhan komunitas ontel ini. (Sumber: Wawancara dengan Bapak Sanem, hari Minggu, 24 Oktober 2015 pukul 15:13 WIB, di Taman Fatahillah, Kota Tua Jakarta) Hal ini juga senada dengan yang dikatakan oleh Bapak Deden (I 2-5) selaku Ketua Komunitas Cakra Buana, beliau mengatakan bahwa:
133
“Disini kita memiliki struktur organisasi sendiri, saya sendiri ketuanya, lalu ada sekretaris, bendahara dan anggota-anggota lain yang berasal dari masyarakat sekitar sini dan juga ada masyarakat daerah lain yang ikut bergabung” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Deden, hari Minggu, 24 Oktober 2015 pukul 13:51 WIB, di Kediaman Bapak Deden Sinaga, S.H) Bapak Rizal (I2-3) selaku Bendahara Komunitas Manusia Batu juga mengatakan hal yang demikian: “Kita memiliki ketua yaitu Bapak Idris, bendaharanya saya sendiri, dan beberapa anggota, anggota kita itu kadang suka berganti orang, dikarenakan orang yang sebelumnya itu memiliki kesibukan lain atau ada hal lain” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Rizal, hari Minggu, 2 Maret 2015 pukul 16:33 WIB, di Taman Fatahillah, Kota Tua Jakarta) Berdasarkan wawancara dengan beberapa informan diatas, peneliti menyimpulkan bahwa masing-masing komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta memiliki struktur organisasi sendiri dan mengatur organisasinya masing-masing. Contohnya saja seperti Komunitas Manusia Batu, Komunitas Sepeda Ontel dan Komunitas Cakra Buana, mereka memiliki struktur organisasi masing-masing dan masing-masing komunitas memiliki ketua, sekretaris dan bendahara. Komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta pada awalnya berjumlah 79 komunitas, kemudian berkurang menjadi 48 komunitas dan sampai saat ini ada 32 komunitas di Kota Tua Jakarta. Namun itu pun tidak semuanya aktif, dikarenakan anggota-anggota dari komunitas-komunitas tersebut memiliki kegiatan atau pekerjaan masing-masing sehingga jumlah komunitas semakin lama semakin berkurang. Hal lain yang menyebabkan komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta semakin lama semakin berkurang yaitu adanya penyeleksian komunitas
134
yang dilakukan oleh Unit Pengelola Kawasan (UPK) Kota Tua Jakarta. UPK Kota Tua Jakarta mensyaratkan komunitas yang ingin menjadi bagian dari Kota Tua Jakarta adalah komunitas yang mempunyai unsur kesejarahan tentang Kota Tua Jakarta atau unsur zaman penjajahan Belanda. Contohnya seperti Komunitas Manusia Batu dan Komunitas Sepeda Ontel. Hal ini bertujuan agar nilai-nilai kesejarahan tentang Kota Tua Jakarta dan unsur-unsur penjajahan zaman Belanda tetap ada dan tetap dilestarikan, karena itu merupakan ciri khas atau karakteristik dari Kota Tua Jakarta, khususnya Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta. Namun pada kenyataan yang ada dilapangan ada beberapa komunitas di Kota Tua Jakarta khususnya Taman Fatahillah yang tidak sesuai dengan unsur-unsur kesejarahan di Kota Tua Jakarta atau unsur-unsur zaman penjajahan Belanda. Seperti Komunitas Badut yang ada di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta. Adanya komunitas yang tidak sesuai dengan unsur kesejarahan Kota Tua Jakarta dikarenakan tidak tegasnya UPK Kota Tua dalam mengatur komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta. Sehingga mereka masih tetap ada di Kawasan Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta. Seperti yang di katakan oleh Bapak Sukro (I2-7) selaku Anggota Komunitas Badut, beliau mengatakan bahwa: “Daripada nganggur mendingan begini. Kalau untuk sekarang sih karena belum ada pekerjaan yang lain jadi jalanin aja.” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Sukro, hari Sabtu, 11 Juli 2015 pukul 13:04 WIB, di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta) Adapun yang dikatakan oleh Bapak Dodi (I2-1) selaku Anggota Tim Kelompok Kerja di LWG mengenai Komunitas Badut yang tidak sesuai dengan unsur kesejarahan Kota Tua Jakarta, beliau mangatakan bahwa:
135
“Kita dari LWG sudah sering kali bilang ke UPK, kepihak lainnya seperti konsorsium. Mereka belum bisa menyingkirkan atau memindahkan badut-badut ini. Sebetulnya awalnya itu dari monas, semakin lama semakin banyak. Tetapi belum ada tindakan tegas dari pemerintah atau pengelola, karena kita pernah mencoba ngomong kemereka, kalau mau disini jangan pakai kostum doraemon, marsha, upin-ipin, tapi pakailah karakter yang sesuai sama objek wisata ini, misalnya jadi patung gubernur jenderal belanda, atau mewakili tionghoa yang dulu jadi penjajah disini, pokoknya yang menunjang kawasan ini. tapi karna mereka sudah terlanjur mesen kostum itu dengan uang jutaan dibandung mungkin mereka sayang atau apa. Tapi sampai hari ini pun belum ada penindakan tegas dari UPK atau pemerintah. Sebenarnya mereka ga boleh ada disini”. (Sumber: Wawancara dengan Bapak Dodi, hari Minggu, 6 September 2015 pukul 14:51 WIB, di Gedung Arsip Mandiri) Berdasarkan wawancara dengan Bapak Sukro (I2-7) selaku Anggota Komunitas Badut bahwa komunitas badut yang ada di Kota Tua Jakarta memang tidak ada pekerjaan lain selain menjadi badut di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta, dan Komunitas Badut pun tidak izin terlebih dahulu kepada UPK Kota Tua. Komunitas badut yang ada di Taman Fatahillah ini sudah agak lama berada di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Dodi (I2-1) selaku Anggota Tim Kelompok Kerja di LWG menyatakan bahwa LWG sudah memberikan informasi kepada UPK Kota Tua terkait dengan adanya komunitas badut yang tidak sesuai dengan unsur kesejarahan Kota Tua Jakarta. Namun belum ada tindakan tegas dari UPK Kota Tua, karena seharusnya komunitas badut itu tidak diperbolehkan ada di sekitar Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta. Dalam hal pengorganisasian komunitas-komunitas yang ada di sekitar kawasan Kota Tua ini tidak termasuk ke dalam struktur organisasi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Unit Pengelola Kawasan
136
(UPK) Kota Tua, maupun struktur organisasi di museum-museum yang ada di Kota Tua Jakarta. Seperti yang dikatakan oleh Bapak Ario (I1-2) selaku Staf Seksi Penataan UPK Kota Tua, beliau mengatakan bahwa: “Di dalam struktur organisasi UPK tidak ada komunitas-komunitas, namun kita memiliki sub kelompok jabatan fungsional yang melakukan penataan kawasan Kota Tua Jakarta. Didalam Pergub No 7 Tahun 2007 itu tidak ada. Dalam Pergub rencana induk pun tidak ada. Komunitas itu diluar program pemerintah tetapi secara tidak langsung komunitas ikut dalam pengembangan objek wisata Kota Tua Jakarta.” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Ario, hari Rabu, 18 September 2015 pukul 15:31, di Kantor UPK Kota Tua Jakarta) Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Bapak Encu (I1-1) selaku Kepala Seksi Produk Bidang Pengkajian dan Pengembangan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, beliau mengatakan bahwa: “Dinas memiliki struktur organisasi yang diisi dengan pegawai yang sudah ditetapkan sesuai dengan struktur yang ada” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Encu, hari Jumat, 18 September 2015 pukul 12:43, di Gedung B Lantai 3, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta) Berdasarkan wawancara dengan informan (I1-2) dan (I1-1), peneliti menyimpulkan bahwa Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua Jakarta maupun Unit Pengelola museum memiliki struktur organisasi yang formal. Hal itu pun tercantum di dalam peraturan gubernur yang mengatur tentang struktur organisasi tersebut, dan tidak terdapat komunitas atau masyarakat dPi dalam struktur organisasi tersebut. Dalam hal ini komunitas merupakan organisasi informal yang tidak termasuk kedalam organisasi formal. Namun komunitaskomunitas yang ada di Kota Tua Jakarta ini secara tidak langsung ikut dalam pengembangan kawasan Kota Tua Jakarta.
137
4.3.1.3 Keterlibatan Masyarakat dalam Pengarahan Pengarahan merupakan kegiatan memberikan perintah atau arahan kepada anggota organisasi masing-masing. Keterlibatan masyarakat dalam pengarahan di Kota Tua Jakarta yaitu masyarakat dan komunitas dalam hal ini adalah yang diberikan pengarahan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua maupun Satpol PP. Dalam hal ini yang memiliki kewenangan untuk memberikan pengarahan yaitu Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta memberikan arahan kepada UPK Kota Tua, Unit Pengelola Kawasan Kota Tua memberikan arahan kepada komunitas-komunitas ataupun LWG dan Satpol PP memberikan pengarahan kepada pedagang kaki lima di area Taman Fatahillah. Seperti yang dikatakan oleh Bapak Purnama (I1-3) selaku Kepala Satuan Tugas Satpol PP Kecamatan Tamansari, beliau mengatakan bahwa: “Kita disini tugasnya mengarahkan pedagang kaki lima di Kota Tua agar rapi dan tertib, karna di Kota Tua itu pedagang kaki lima sudah tidak boleh masuk ke area Taman Fatahillah, jadi kita tertibkan, khususnya untuk pkl yang liar” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Purnama, hari Jumat, 28 Agustus 2015 pukul 09:28, di Kantor Kecamatan Tamansari) Berdasarkan wawancara dengan Bapak Purnama (I1-3), diketahui bahwa Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) memberikan pengarahan kepada pedagang kaki lima yang ada di Kota Tua Jakarta, khususnya kepada pedagang kaki lima yang liar atau tidak terdaftar di dalam koperasi dan berjualan di dalam area Taman Fatahillah. Berdasarkan data dari Koperasi Pena Waskata yang ada di Kota Tua Jakarta pada saat ini jumlah pedagang kaki lima yang resmi ada 48 dan tidak boleh ditambah lagi. Namun setelah peneliti observasi di lapangan masih banyak
138
pedagang kaki lima yang ilegal masih berjualan di Area Kota Tua Jakarta. Hal ini yang menyebabkan Kota Tua Jakarta menjadi semakin sempit seiring dengan meningkatnya jumlah pengunjung dan pedagang kaki lima yang semakin banyak. Sedangkan untuk komunitas-komunitas yang ada di sekitar Kota Tua Jakarta memberikan pengarahan kepada anggotanya masing-masing. Seperti yang dikatakan oleh Bapak Sanem (I2-4) selaku Humas Komunitas Sepeda Ontel, beliau mengatakan bahwa: “Kita mengarahkan anggota kita masing-masing, kalau ada yang mau izin pulang kampung misalnya itu harus izin untuk beberapa hari, kalau ada yang sakit kita jenguk dengan menggunakan uang kas yang ada. Pengarahan kita dapatkan dari LWG, UPK juga mengarahkan kita sebagai komunitas harus bagaimana” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Sanem, hari Sabtu, 24 Oktober 2015 pukul 15:13 WIB, di Perpustakaan Taman Fatahillah, Kota Tua Jakarta) Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Bapak Rizal (I2-3) selaku Bendahara Komunitas Manusia Batu, beliau mengatakan bahwa: “Kita mendapat arahan dari UPK, kalau ada anggota yang ga patuh dengan aturan, itu dikeluarkan dan ga boleh jadi komunitas kita lagi, dan kalau disini ada komunitas yang tidak sesuai dengan unsur kota tua itu ga diperbolehkan” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Rizal, hari Senin, 2 Maret 2015 pukul 16:06 WIB, di Taman Fatahillah, Kota Tua Jakarta) Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan I2-4 dan I2-3 diatas dapat diketahui bahwa komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta memberikan arahan kepada anggotanya masing-masing dan Unit Pengelola Kawasan (UPK) Kota Tua juga memberikan pengarahan kepada komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta yaitu harus mengikuti aturan-aturan yang ada dan sesuai dengan karakteristik sejarah Kota Tua Jakarta atau unsur-unsur penjajahan Belanda pada
139
zaman dahulu, hal ini juga dikatakan oleh Bapak Ario (I1-2) selaku Staf Seksi Penataan UPK Kota Tua, beliau mengatakan bahwa: “Kita sebagai stakeholder yang berada dibawah Dinas secara langsung mengarahkan hal-hal yang berkaitan dengan Kota Tua, termasuk komunitas. Kita mengarahkan komunitas yang ada disini harus sesuai dengan unsur sejarah Kota Tua, misalnya manusia patung yang seperti orang belanda, penjajah jepang dan lain sebagainya yang berkaitan dengan unsur sejarah Kota Tua” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Ario, hari Jumat, 18 September 2015 pukul 15:31 WIB, di Kantor UPK Kota Tua Jakarta) Selain itu Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta juga memberikan pengarahan kepada UPK Kota Tua untuk memberikan arahan kepada komunitas dan masyarakat sekitar, seperti yang dikatakan oleh Bapak Encu (I 1-1) selaku Kepala Seksi Produk Bidang Pengkajian dan Pengembangan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, beliau mengatakan bahwa: “Dinas melakukan pengarahan kepada UPK dan Satpol PP untuk mengarahkan masyarakat dan pkl yang di Kota Tua, tetapi kita juga setiap sabtu malam dan minggu malam mengadakan piket secara rutin di Kota Tua untuk melihat pelaksanaan di lapangan seperti apa” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Encu, hari Jumat, 18 September 2015 pukul 12:43 WIB, di Gedung B Lantai 3, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta) Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan informan I1-2 dan I1-1 diatas dapat diketahui bahwa UPK Kota Tua yang merupakan stakeholder yang langsung berada dibawah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta memberikan arahan kepada komunitas dan masyarakat yang ada di Kota Tua Jakarta khususnya Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta. UPK Kota Tua mengarahkan bahwa komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta harus sesuai dengan unsur-unsur sejarah Kota Tua Jakarta.
140
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi
DKI Jakarta juga
memberikan pengarahan kepada UPK Kota Tua dan Satpol PP Kecamatan Tamansari untuk mengarahkan komunitas, masyarakat dan pedagang kaki lima yang ada di sekitar Kota Tua Jakarta. Dalam hal ini Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta merupakan stakeholder yang mempunyai wewenang utama terhadap manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta. Selain itu Local Working Group (LWG) pun memberikan arahan kepada komunitas-komunitas yang ada di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta, seperti yang katakan oleh Bapak Dodi (I2-1) selaku Anggota Tim Kelompok Kerja di LWG, beliau mengatakan bahwa: “Kita memberikan masukan dan arahan kepada komunitaskomunitas yang ada, supaya mereka bisa berkreativitas disini. Kita juga pernah mengadakan kursus bahasa inggris gratis bagi komunitas disini agar mereka bisa berinteraksi dengan turis asing” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Dodi, hari Minggu, 6 September 2015 pukul 14:51 WIB, di Gedung Arsip Mandiri, Kota Tua Jakarta) Hal ini pun senada dengan yang dikatakan oleh Bapak Sanem (I2-4) selaku Humas Komunitas Sepeda Ontel, beliau mengatakan bahwa: “Kita diberikan arahan oleh LWG, LWG juga pernah memberikan kursus bahasa inggris gratis. LWG memberikan masukan-masukan untuk kita sebagai komunitas agar lebih bagus dan menarik” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Sanem, hari Sabtu, 24 Oktober 2015 pukul 15:13 WIB, di Perpustakaan Taman Fatahillah, Kota Tua Jakarta) Berdasarkan wawancara peneliti dengan informan I2-1 dan I2-4 diatas, dapat diketahui bahwa komunitas-komunitas seperti Komunitas Sepeda Ontel dan Komunitas Manusia Batu diberikan arahan oleh LWG agar menjadi komunitas
141
yang bagus dan menarik. Mereka diberikan pelatihan bahasa inggris agar bisa berinteraksi dengan turis-turis asing. Untuk pengarahan yang diberikan kepada masyarakat atau pengunjung yang datang ke Kawasan Kota Tua Jakarta adalah pengarahan yang diberikan oleh para stakeholder yang berjaga di Area Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta. Stakeholder yang berjaga di sekitar Taman Fatahillah antara lain Satpol PP Kecamatan Tamansari yang dibantu oleh LWG, Ketua RW 06 Kelurahan Pinangsia dan Karang Taruna RW 06, RT 04 Kelurahan Pinangsia yang berada di pusat informasi Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta. Berdasarkan wawancara dengan pengunjung yaitu Bapak Eli (I3-2), beliau mengatakan bahwa: “Kita kadang diberikan arahan untuk tidak buat sampah sembarangan, biasanya pusat informasi itu memberitahukan lewat speaker supaya pengunjung tetap jaga kebersihan” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Eli, hari Minggu, 4 Oktober 2015 pukul 16:55, di Taman Fatahillah, Kota Tua Jakarta) Hal ini pun senada dengan yang dikatakan pengunjung lain yaitu Nani (I 3-4), beliau mengatakan bahwa: “Iya kadang ada pengumuman agar pengunjung tidak membuang sampah sembarangan, disuruh buang sampah pada tempatnya, karena kalau semakin sore dan malam sampah semakin banyak” (Sumber: Wawancara dengan Nani, hari Minggu, 4 Oktober 2015 pukul 17:23, di Taman Fatahillah, Kota Tua Jakarta) Berdasarkan wawancara dengan I3-2 dan I3-4 diatas dapat diketahui bahwa pengunjung diberikan arahan oleh para stakeholder yang berjaga di pusat informasi Area Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta untuk tidak membuang sampah sembarangan dan membuang sampah pada tempatnya. Pengunjung juga
142
diarahkan agar menjaga keamanan diri sendiri dari para pencopet yang mungkin ada di Kawasan Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta. Ketua RW setempat yaitu RW 06 Kelurahan Pinangsia juga memberikan arahan kepada karang taruna. Seperti yang dikatakan oleh Bapak Firman (I1-4) selaku Ketua RW 06 Kelurahan Pinangsia, beliau mengatakan bahwa: “Kita melibatkan karang taruna juga untuk mengisi pusat informasi, kadang saya sendiri yang berjaga bersama dengan anggota-anggota satpol pp” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Firman, hari Jumat, 21 Agustus 2015 pukul 17:14 WIB, di Taman Fatahillah, Kota Tua Jakarta) Hal ini pun senada dengan yang dikatakan oleh Bapak Edi (I2-8) selaku Anggota Karang Taruna RW 06, RT 04 Kelurahan Pinangsia, beliau mengatakan bahwa: “Kita suka diajak untuk menjaga pusat informasi di Kota Tua. Disana kita memantau pengunjung dan mengawasi keamanan pengunjung dan menyuruh pengunjung agar tidak buang sampah sembarangan” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Edi, hari Minggu, 4 Oktober 2015 pukul 15:32 WIB, di Basecamp Karang Taruna RW 06, RT 04, Kelurahan Pinangsia) Berdasarkan wawancara diatas dapat diketahui bahwa masyarakat sekitar yang tinggal disekitar Objek Wisata Kota Tua Jakarta juga ikut dilibatkan dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta, contohnya yaitu Karang Taruna RW 06, RT 04 Kelurahan Pinangsia. Mereka dilibatkan untuk ikut serta mengisi pusat informasi yang ada di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta. Selain itu pedagang kaki lima yang ada di Taman Faahillah Kota Tua Jakarta juga mendapatkan pengarahan dari Satpol PP Kecamatan Tamansari. Seperti yang dikatakan oleh Ibu Sri (I3-1) pedagang kaki lima yang terdaftar di Koperasi Pena Waskata, beliau mengatakan bahwa:
143
“Kita biasanya itu ditertibkan sama satpol pp, apalagi untuk pkl yang liar, kalau tertangkap oleh satpol pp barang dagangannya diangkut, kalo kami yang ditempatkan disini semua pkl yang resmi yang sudah terdaftar dikoperasi” (Sumber: Wawancara dengan Ibu Sri, hari Jumat, 21 Agustus 2015 pukul 18:04 WIB, di Taman Fatahillah, Kota Tua Jakarta) Berdasarkan wawancara dengan Ibu Sri (I3-1), salah satu pedagang kaki lima yang legal dan terdaftar di Koperasi Pena Waskata yaitu Satpol PP Kecamatan Tamansari memberikan pengarahan kepada pedagang kaki lima yang berada di Taman Fatahillah. Satpol PP Kecamatan Tamansari juga terkadang melakukan operasi besar-besaran untuk menjaring para pedagang kaki lima yang liar yang berdagang di Kawasan Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta. Hal ini dilakukan agar Kawasan Kota Tua Jakarta terlihat lebih rapi dan tertata, sehingga tidak terkesan kumuh dengan banyaknya pedagang kaki lima yang berdagang di Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta bersama UPK Kota Tua Jakarta dan Satpol PP Kecataman Tamansari dalam hal ini bersinergi untuk melakukan pengarahan dalam rangka mengelola Objek Wisata Kota Tua Jakarta.
4.3.1.4 Keterlibatan Masyarakat dalam Pengkoordinasian Pengkoordinasian merupakan suatu hubungan yang saling berkaitan antara unit satu dengan unit yang lainnya. Keterlibatan masyarakat dalam pengkoordinasian pada manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta dalam hal ini masyarakat tidak ikut terkait dalam pengkoordinasian. Koordinasi dilakukan antar instansi-instansi yang terkait dengan manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta diantaranya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
144
Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua, Satpol PP maupun Unit Pengelola Museum. Koordinasi yang dilakukan tidak sampai ke masyarakat. Masyarakat hanya sebagai objek dalam manajemen pengelolaan Kota Tua Jakarta. Seperti yang dikatakan oleh Bapak Encu (I1-1) selaku Kepala Seksi Produk Bidang Pengkajian dan Pengembangan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, beliau mengatakan bahwa: “Keterlibatan itu sendiri diantaranya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Satpol PP, pihak kecamatan, pihak kelurahan dan pihak keamanan setempat” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Encu, hari Jumat, 18 September 2015 pukul 12:43 WIB, di Gedung B Lantai 3 Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta) Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Bapak Ario (I1-2) selaku Staf Seksi Penataan UPK Kota Tua Jakarta, beliau mengatakan bahwa: “UPK berkoordinasi langsung dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta. Kita sebagai pelaksana teknis di lapangan dalam mengatur Kota Tua Jakarta” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Ario, hari Jumat, 18 September 2015 pukul 15:31 WIB, di UPK Kota Tua Jakarta) Hal demikian pun juga diungkapkan oleh Bapak Purnama (I1-3) selaku Ketua Satuan Tugas Satpol PP Kecamatan Tamansari, beliau mengatakan bahwa: “Kita disini satu tim. Dari Koperasi, Dinas Pariwisata, UPK Konsorsium dan UMKM. Kami yang mengawasi. Tiap seminggu sekali kita rapat. Setiap seminggu sekali kita lihat komunitas yang ada di Kota Tua bagaimana, PKL nya juga kita lihat, keamanannya juga kita perhatikan, setelah itu kita evaluasi” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Purnama, hari Jumat, 28 Agustus 2015 pukul 09:28 WIB, di Kantor Kecamatan Tamansari) Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan informan I1-1, I1-2 dan I1-3 terungkap bahwa koodinasi yang dilakukan dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta hanya dilakukan oleh instansi-instansi terkait yaitu Dinas
145
Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua Jakarta, Satpol PP Kecamatan Tamansari, pihak pengelola museum, pihak kecamatan, pihak kelurahan maupun pihak keamanan setempat. Dalam hal ini koordinasi tidak sampai kepada masyarakat. Komunitas-komunitas, masyarakat sekitar maupun pengunjung hanya diberikan arahan oleh para stakeholder tersebut. Namun komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta yang dinaungi oleh LWG bisa menyampaikan masukan dan sarannya ke LWG, masyarakat atau pengunjung pun bisa menyampaikan keluh kesahnya ke LWG, dan nanti LWG yang menyampaikan ke UPK atau ke Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta melalui rapat teknis yang dilakukan oleh para stakeholder, seperti yang dikatakan oleh Bapak Dodi (I2-1) selaku Anggota Tim Kelompok Kerja di LWG, beliau mengatakan bahwa: “Iya itu tugas kita. LWG juga melakukan research atau penelitian tentang kepuasan pengunjung, apa yang diinginkan oleh pengunjung. Contohnya banyak keluhan dari pengunjung kalau setiap hari sabtu ataupun minggu itu wisata Kota Tua ini ramai setelah jam 3 sore, kita pun mendapat banyak keluhan ataupun pertanyaan dari pengunjung yang datang. Misalnya mereka datangnya sore, lalu ingin masuk ke museum dan museum itu kan tutupnya jam 3 sore dan bukanya jam 9 pagi, otomatis pengunjung jadi tidak dapat masuk kemuseum kalau datangnya sore. Ini kita sampaikan ke Dinas Pariwisata, dan akhirnya sekarang museum setiap weekend buka sampai jam 8 malam. Tugas kita seperti itu. Menata kelola pariwisata di Kota Tua ini dengan 3 dimensi stakeholder yaitu pemerintah, masyarakat dan swasta.” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Dodi, hari Minggu, 6 September 2015 pukul 12:43 WIB, di Gedung Arsip Mandiri Kota Tua Jakarta) Hal ini pun senada dengan yang dikatakan oleh Bapak Sanem (I2-4) selaku Humas Komunitas Sepeda Ontel, beliau mengatakan bahwa:
146
“Kita suka ikut dilibatkan dalam rapat yang diadakan oleh Dinas, UPK ataupun Walikota Jakarta Barat, kita sebagai perwakilan dari masyarakat sekitar dan juga sebagai komunitas” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Sanem, hari Sabtu, 24 Oktober 2015 pukul 15:13 WIB, di Perpustakaan Taman Fatahillah, Kota Tua Jakarta) Berdasarkan wawancara dengan I2-1 dan I2-4 dapat diketahui bahwa komunitas yang ada di Taman Fatahillah seperti Komunitas Sepeda Ontel dilibatkan dalam rapat teknis yang dilakukan oleh para stakeholder seperti Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua, Walikota Jakarta Barat. Komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta dinaungi dan diarahkan oleh Local Working Group (LWG), komunitas merupakan mitra kerja yang dirangkul oleh LWG. LWG ini juga merupakan organisasi yang di dalamnya terdapat orang atau perpanjangan tangan dari Kementerian Ekonomi Kreatif dan Pariwisata, seperti yang dikatakan oleh Bapak Dodi (I2-1) selaku Anggota Tim Kelompok Kerja di LWG, beliau mengatakan bahwa: “Kita berkoordinasi langsung dengan Kementerian Pariwisata, kita juga berhubungan baik dengan UPK, Dinas dan pihak pengelola museum, kalau ada apa-apa rapatnya dengan LWG dan kita mengajak serta perwakilan dari komunitas” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Dodi, hari Minggu, 6 September 2015 pukul 14:51 WIB, di Taman Fatahillah, Kota Tua Jakarta) Hal ini pun senada dengan yang dikatakan oleh Bapak Encu (I1-1) selaku Kepala Seksi Produk Bidang Pengkajian dan Pengembangan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, beliau mengatakan bahwa: “Dinas berkoordinasi dengan UPK, dan Unit Pengelola masingmasing museum, dengan komunitas kita juga koordinasi melalui rapat teknis, perwakilan masyarakat juga diikutsertakan” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Encu, hari Jumat, 18 September 2015 pukul 12:43 WIB, di Gedung B Lantai 3, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta)
147
Bapak Ario (I1-2) selaku Staf Seksi Penataan UPK Kota Tua juga mengatakan hal yang sama, yaitu: “Kita koordinasi dengan dinas, konsorsium, LWG dan juga komunitas-komunitas yang ada disini” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Ario, hari Jumat, 18 September 2015 pukul 15:31 WIB, di Kantor UPK Kota Tua Jakarta) Bapak Sumardi (I1-6) selaku Staf Pengelola Museum Wayang juga mengatakan hal yang sama dalam wawancara dengan peneliti, beliau mengatakan bahwa: “Kita berkoordinasi dengan dinas dan juga unit pengelola museummuseum lain. Kalau ada acara kita ikut juga melibatkan komunitas yang ada disekitar sini” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Sumardi, hari Jumat, 28 Agustus 2015 pukul 14:06 WIB, di Museum Wayang) Berdasarkan wawancara peneliti dengan beberapa informan diatas I2-1, I1-1, I1-2, dan I1-6 dapat diketahui bahwa komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta diikutkan perwakilannya didalam rapat teknik atau rapat koordinasi yang diadakan oleh para stakeholder atau instansi-instansi yang terkait dengan manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta. Di dalam rapat tersebut komunitas-komunitas bisa memberikan masukannya kepada para stakeholder yang mengikuti rapat. Selain itu komunitas-komunitas yang ada di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta juga ikut dilibatkan dalam acara-acara yang diadakan oleh museum-museum yang ada di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta. Dalam hal ini koordinasi terbagi tiga yaitu koordinasi vertikal, koordinasi horizontal dan koordinasi fungsional. Koordinasi yang dilakukan oleh instansi yang terkait dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta adalah koordinasi fungsional. Koordinasi yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
148
Provinsi DKI Jakarta dengan UPK Kota Tua Jakarta adalah koordinasi vertikal, dan koordinasi yang dilakukan oleh antar komunitas adalah koordinasi horizontal. Namun dalam hal ini pengunjung yang datang ke Objek Wisata Kota Tua Jakarta khususnya Taman Fatahillah tidak ikut dilibatkan dalam hal koordinasi, seperti yang dikatakan oleh salah satu pengunjung yaitu Bapak Eli (I 3-2), beliau mengatakan bahwa: “kita tidak ikut dilibatkan dalam koordinasi, karna kita disini kan hanya berkunjung saja, dan tidak setiap hari datangnya. (Sumber: Wawancara dengan Bapak Eli, hari Minggu, 4 Oktober 2015 pukul 16:55 WIB, di Taman Fatahillah, Kota Tua Jakarta) Dalam hal ini pengunjung tidak ikut dilibatkan dalam koordinasi dikarenakan pengunjung yang datang adalah silih berganti dan tidak selalu datang ke Kota Tua Jakarta, hanya sesekali saja. Pengunjung yang datang ke Kota Tua Jakarta, khususnya Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta hanya menikmati Objek Wisata di Taman Fatahillah saja seperti ke museum-museum yang ada di sekitar Taman Fatahillah. Untuk itu koordinasi terkait dengan manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta tidak sampai kepada pengunjung yang datang ke Objek Wisata Kota Tua Jakarta. Pengunjung hanya diberikan arahan saja oleh para stakeholder seperti untuk tidak membuang sampah sembarangan.
4.3.1.5 Keterlibatan Masyarakat dalam Pengawasan Keterlibatan Masyarakat dalam pengawasan di Kota Tua Jakarta yaitu masyarakat atau pengunjung yang datang ke Kota Tua Jakarta ikut menjaga dan mengawasi diri mereka sendiri dari kejahatan seperti copet ataupun jambret. Sedangkan komunitas-komunitas yang ada seperti Komunitas Sepeda Ontel dan
149
Komunitas Manusia Batu yang selalu ada di area Taman Fatahillah ikut menjaga keamanan di Fatahillah agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Selain itu Satpol PP juga sesekali berjaga di Area Taman Fatahillah untuk mengawasi pedagang kaki lima agar tidak masuk ke area Taman Fatahillah. Ada juga Pos keamanan dari RW setempat yaitu RW 06 yang berjaga disekitar Taman Fatahillah, RW 06 melibatkan karang taruna atau masyarakat sekitar yang ada disekitar Objek Wisata Kota Tua Jakarta untuk berjaga di pos keamanan atau di pusat informasi, dibantu oleh LWG yang juga menyediakan pusat informasi dan Perpustakaan Taman Fatahillah untuk pengunjung yang datang jika ada hal yang kurang jelas atau ingin menyampaikan keluhan dan masukan. Seperti yang dikatakan oleh Bapak Dodi (I2-1) selaku Anggota Tim Kelompok Kerja di LWG, beliau mengatakan bahwa: “Kita bersama dengan komunitas ontel membuka Perpustakaan Fatahillah pada hari sabtu dan minggu, dan juga memberikan informasi bagi pengunjung atau turis asing yang datang. Setiap harinya kita juga ada disini untuk mengamati walaupun perpusnya hanya buka sabtu dan minggu” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Dodi, hari Minggu, 6 September 2015 pukul 14:51 WIB, di Gedung Arsip Mandiri, Kota Tua Jakarta) Hal senada juga dikatakan oleh Bapak Edi (I2-8) selaku Anggota Karang Taruna RW 06, RT 04 Kelurahan Pinangsia, beliau mengatakan bahwa: “Kita ikut mengawasi di Kota Tua ini setiap hari sabtu atau hari minggu” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Edi, hari Minggu, 4 Oktober 2015 pukul 15:32 WIB, di Basecamp Karang Taruna RW 06, RT 04 Kelurahan Pinangsia) Bapak Sanem (I2-4) selaku Humas Komunitas Sepeda Ontel juga mengatakan hal yang sama, beliau mengatakan bahwa:
150
“Kita setiap hari ada disini, dan kalau hari sabtu dan minggu juga membuka perpustakaan Fatahillah, setiap harinya kita ikut menjaga keamanan disekitar sini, kadang juga diadakan kerja bakti untuk membersihkan sampah” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Sanem, hari Minggu, 4 Oktober 2015 pukul 15:13 WIB, di Perpustakaan Taman Fatahillah, Kota Tua Jakarta) Berdasarkan wawancara dengan I2-1, I2-8 dan I2-4 diatas dapat diketahui bahwa komunitas-komunitas yang setiap hari ada di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta yaitu Komunitas Sepeda Ontel dan Komunitas Manusia Batu beserta Karang Taruna RW 06, RT 04 Kecamatan Pinangsia ikut menjaga keamanan dan kebersihan disekitar Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta. Komunitas Sepeda Ontel dan Komunitas Manusia Batu memang komunitas yang paling aktif diantara komunitas yang lainnya. Setiap hari sabtu dan minggu pagi komunitaskomunitas beserta stakeholder-stakeholder yang ada mengadakan kerja bakti membersihkan Taman Fatahillah. Selain menjaga keamanan dan kebersihan komunitas dan karang taruna bersama dengan LWG juga membuka Perpustakaan Fatahillah setiap hari sabtu dan minggu, dan juga ada pusat informasi yang bisa memberikan informasi untuk pengunjung lokal maupun mancanegara, Selain itu Satpol PP juga ikut menjaga keamanan dan menjaga ketertiban pedagang kaki lima di sekitar Taman Fatahillah, seperti yang dikatakan oleh Bapak Purnama (I1-3) selaku Ketua Satuan Tugas Satpol PP Kecamatan Tamansari, beliau mengatakan bahwa: “Setiap hari kita melakukan penjagaan disini, kadang kalau hari biasa pada siang atau sore hari, kalau hari sabtu minggu biasanya dari siang hingga malam karna disini juga ramai dan kita mengawasi pkl agar tidak masuk ke Taman Fatahillah sehingga tertib” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Purnama, hari Jumat, 28 Agustus 2015 pukul 09:28 WIB, di Kantor Kecamatan Tamansari)
151
Hal senada juga dikatakan oleh Bapak Firman (I1-4) selaku Ketua RW 06 Kelurahan Pinangsia, beliau mengatakan bahwa: “Saya ada di Kota Tua biasanya hari sabtu atau minggu untuk berjaga disana dengan anggota satpol pp dan karang taruna, kita mendirikan pusat informasi disana” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Firman, hari Jumat, 21 Agustus 2015 pukul 17:14 WIB, di Taman Fatahillah, Kota Tua Jakarta) Bapak Rizal (I2-3) Bendahara Komunitas Manusia Batu juga mengatakan hal yang sama, beliau mengatakan bahwa: “Kita setiap hari ada disini dan ikut juga menjaga keamanan dan kebersihan, setiap minggu pagi itu ada gotong royong membersihkan area Taman Fatahillah ini” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Rizal, hari Senin, 2 Maret 2015 pukul 16:06 WIB, di Taman Fatahillah, Kota Tua Jakarta) Kepala Seksi Produk Bidang Pengkajian dan Pengembangan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta Bapak Encu (I1-1) juga ikut melakukan pengawasan langsung kepada Objek Wisata Kota Tua Jakarta, beliau mengatakan bahwa: “Kita ikut mengawasi juga. Setiap malam minggu dan malam senin itu kita secara berkelanjutan diadakan piket, kita memonitoring langsung, waktunya dari jam 12 siang sampai jam 11 malam” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Encu, hari Jumat, 18 September 2015 pukul 12:43 WIB, di Gedung B Lantai 3 Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta) Berdasarkan wawancara diatas dapat diketahui bahwa bukan hanya komunitas, karang taruna dan LWG saja yang melakukan pengawasan terhadap kawasan Taman Fatahillah, Satpol PP, RW setempat dan Pihak dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta pun juga ikut melakukan pengawasan secara langsung. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta ada jadwal piket yang dilakukan untuk mengawasi langsung Kota Tua Jakarta, Pihak Satpol
152
PP Kecamatan Tamansari juga kadang berjaga di kawasan Taman Fatahillah untuk mengawasi pedagang agar tidak bertambah banyak. Dalam hal pengawasan banyak pihak yang ikut terlibat di dalamnya, karena Objek Wisata Kota Tua Jakarta merupakan warisan budaya dan sejarah zaman dahulu yang harus dilestarikan dan dijaga baik keamanannya maupun kebersihannya. Jika tidak dijaga keamanan maupun kebersihannya bisa saja Objek Wisata Kota Tua Jakarta beralih fungsi bukan lagi menjadi tempat yang syarat akan nilai kesejarahan tetapi menjadi tempat pemukiman penduduk atau tempat-tempat yang lainnya. Tidak hanya itu, dalam hal pengawasan para stakeholder yang ada di Kota Tua Jakarta juga ikut melibatkan pihak keamanan setempat, baik Polisi, Polri maupun Brimob untuk menjaga Kawasan Objek wisata Kota Tua Jakarta. Jika terjadi kejahatan atau tidak kriminal di Objek Wisata Kota Tua Jakarta para stakeholder langsung melibatkan pihak keamanan setempat untuk proses yang lebih lanjut.
4.3.2 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Membuat Aturan Terkait Manajemen Pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta Proses keterlibatan masyarakat dalam membuat aturan terkait dengan manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta tidak sepenuhnya ikut dilibatkan didalamnya. Dalam hal pembuatan peraturan hak dan wewenangnya adalah stakeholder yang terkait yaitu Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua Jakarta, maupun Pihak Pengelola Museum. Dalam Sub Bab ini akan dibahas lebih rinci mengenai proses keterlibatan masyarakat
153
dalam membuat aturan terkait dengan manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta yang disesuaikan dengan teori yang peneliti gunakan yaitu Teori Manajemen Menurut Henry Fayol (Hasibuan, 2009:40) diantaranya perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian dan pengawasan.
4.3.2.1 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Perencanaan Dalam perencanaan, masyarakat tidak ikut dalam merumuskan kegiatankegiatan yang akan menjadi perencanaan di Kota Tua Jakarta. Seperti yang dikatakan oleh (I1-1) Bapak Encu selaku Kepala Seksi Produk Bidang Pengkajian dan Pengembangan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, beliau mengatakan bahwa: “Masyarakat sifatnya masukan bagaimana Kota Tua ini lebih baik, kalau pengambilan kebijakan itu dari Pemerintah, dalam pelaksanaan pengelolaan kita bekerja sama dengan masyarakat” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Encu, hari Jumat, 18 September 2015 pukul 12:43 WIB, di Gedung B Lantai 3 Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta) Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Bapak Purnama (I1-3) selaku Ketua Satuan Tugas Satpol PP Kecamatan Tamansari, beliau mengatakan bahwa: “Kalau dalam membuat aturan kita hanya melibatkan stakeholderstakeholder seperti dinas, UPK, Satpol PP saja, masyarakat tidak ikut dilibatkan, masyarakat hanya menikmati hasilnya saja” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Purnama, hari Jumat 28 Agustus 2015 pukul 09:28 WIB, di Kantor Kecamatan Tamansari) Hal yang sama pun dikatakan oleh Bapak Sumardi (I1-6) selaku Staf Pengelola Museum Wayang, beliau mengatakan bahwa:
154
“Masyarakat tidak ikut dilibatkan dalam membuat aturan, itu adalah kewenangan dari stakeholder-stakeholder kita. Misalkan untuk pembuatan keputusan menjadi peraturan gubernur itu adalah kewenangan stakeholder atau SKPD dibawah dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta itu sendiri. Jadi ketika ada perampingan organisasi seperti 3 museum dijadikan satu organisasi, ini yang diajak rapat adalah kita-kita, stakeholder yang ada di museum wayang, seni rupa dan tekstil untuk merumuskan peraturan tersebut. Kalau untuk peraturan-peraturan yang diberlakukan dimuseum sendiri seperti SOP itu juga kita sendiri yang merumuskan, karena kita yang mempunyai kewenangan membuat aturan tersebut. jadi masyarakat hanya sekedar bisa menikmati jadinya saja. Untuk proses mentahnya masyarakat tidak dilibatkan. Artinya bukan berarti apa-apa, takutnya kalau masyarakat dilibatkan nanti malah ga jadi-jadi rumusannya, karena yang memimpin organisasi adalah SKPD bukan masyarakat. Tetapi aspirasi dari masyarakat juga sudah kita masukan kedalam rumusan tersebut” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Sumardi, hari Jumat 28 Agustus 2015 pukul 14:06 WIB, di Museum Wayang) Dari penjelasan I1-1, I1-3 dan I1-6 yang didapat berdasarkan wawancara, keterlibatan masyarakat dalam membuat aturan yang berlaku untuk objek wisata Kota Tua Jakarta, maupun perencanaan yang dibuat oleh dinas ataupun unit terkait lainnya tidak ikut melibatkan masyarakat secara aktif, tetapi masyarakat hanya dapat menyampaikan aspirasinya ke forum-forum atau komunitas-komunitas yang ada di sekitar kawasan Kota Tua Jakarta, namun hal itu pun sepertinya tidak banyak diketahui oleh masyarakat bahwa masyarakat bisa menyampaikan aspirasinya ke forum atau komunitas yang ada. Hal ini pun sepertinya tidak efektif dan efisien, karena keterlibatan masyarakat dalam membuat aturan pun dirasakan masih kurang. Menurut wawancara dengan beberapa informan, dalam hal membuat aturan atau kebijakan yang berwenang untuk membuat dan merumuskan adalah stakeholder-stakeholder yang berkepentingan.
155
Selain
melibatkan
stakeholder-stakeholder
dan
masyarakat,
dalam
pembuatan perencanaan juga melibatkan DPRD DKI Jakarta dalam hal penetapan anggaran. Hal ini pun dikatakan oleh Bapak Ario (I1-2) selaku Staf Seksi Penataan Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta, beliau mengatakan bahwa: “Perencanaan yang dibuat oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta ini dibuat oleh Dinas yang disetujui dan disahkan oleh DPRD” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Ario, hari Jumat 18 September 2015 Pukul 15:31 WIB, di Kantor Unit Pengelola Kawasan Kota Tua) Hal ini pun senada dengan yang dikatakan oleh Bapak Encu (I1-1) selaku Kepala Seksi Produk Bidang Pengkajian dan Pengembangan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, beliau mengatakan bahwa: “SOPnya pengajuan anggaran dimasing-masing UKPD Kota Tua, Museum Wayang, semua yang ada di Kota Tua, itu mengajukan sesuai dengan kebutuhan, nanti itu dilakukan di Dinas, nah nanti di Dinas dibahas dulu misalnya Kota Tua itu mau ngapain, ada namanya Rapat Teknis, diikuti oleh semuanya, museum, UP Kota Tua dan lain-lain. Tujuan dilakukannya Rapat Teknis adalah untuk mengsinkronisasi program, dianalisa dulu cocok atau tidak, setelah mendapatkan masukan, saran. Setelah melakukan pembahasan internal. Setelah adanya Rapat Teknis sudah selesai dan menghasilkan jumlah anggaran, lalu kita ajukan ke DPRD, karena hak budgeting itu di DPRD, nanti DPRD melakukan kajian, ditanyakan sasarannya apa, outcomenya apa kurang lebih seperti itu yang ditanyakan oleh dewan” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Encu, hari Jumat, 18 September 2015 pukul 12:43 WIB, di Gedung B Lantai 3 Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta) Hal demikian pun dikatakan juga oleh Bapak Sumardi (I1-6) selaku Staf Pengelola Museum Wayang, beliau mengatakan bahwa:
156
“Semuanya bareng perencanaannya serempak. Di unit lain pun sama begitu, nanti setelah di Dinas dinaikkan lagi ke tingkat DPRD, setelah DPRD nanti dinaikkan lagi ke tingkat kementerian dalam negeri. Setelah kemendagri nanti turun lagi misalnya sudah di acc oleh kemendagri nanti keluar pagu anggaran. Pagu anggaran itu adalah anggaran yang disetujui untuk pelaksanaan pekerjaan. Misalkan pagu anggaran untuk suatu dinas, nanti anggaran itu dibagi ke suku dinasnya lalu ke UP nya dan lain-lain. Nah di Unit Pengelola dilihat eventnya dan kepentingannya, event yang besar anggarannya besar, event yang kecil tentu anggarannya kecil juga, dan seterusnya. Itu disesuaikan dengan tingkat kepentingan kalau diperencanaan itu. Nah setelah turun pagu anggaran langsung teknis dimasing-masing SKPD, seperti di museum seni, baru action untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Nanti setelah itu pengajuan net untuk pengajuan dokumen penganggaran. (Sumber: Wawancara dengan Bapak Sumardi, hari Jumat 28 Agustus 2015 pukul 15:04 WIB, di Museum Wayang) Berdasarkan wawancara dengan beberapa informan I1-2, I1-1, dan I1-6 menjelaskan bahwa perencanaan yang dibuat oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dibuat oleh dinas ini sendiri kemudian disetujui dan disahkan oleh DPRD dilihat berdasarkan tingkat prioritas dari kegiatan didalam perencanaan, apabila kegiatan yang dilakukan merupakan kegiatan yang penting dan bermanfaat maka kegiatan itu pun disetujui dan apabila kegiatan yang akan dilakukan merupakan kegiatan yang kurang penting, maka dananya pun tidak akan dicairkan.
4.3.2.2 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Pengorganisasian Proses keterlibatan masyarakat dalam pengorganisasian terkait dalam membuat aturan tentang manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta yaitu masyarakat berada diluar organisasi formal. Organisasi formal yang dimaksud adalah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam hal ini yaitu Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua Jakarta, Satpol PP Kecamatan
157
Tamansari dan pihak pengelola museum yang ada di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta. Masyarakat diwakili oleh komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta, seperti yang dikatakan oleh Bapak Encu (I1-1) selaku Kepala Seksi Produk Bidang Pengkajian dan Pengembangan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, beliau mengatakan bahwa: “Ada forum-forum yang ada dimasyarakat seperti komunitas, itu yang lebih tahu pelaksana teknis dilapangan Kota Tuanya. Kita juga meminta masukan dari masyarakat” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Encu, hari Jumat, 18 September 2015 pukul 12:43 WIB, di Gedung B Lantai 3 Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta) Selain itu Local Working Group (LWG) yang merupakan organisasi yang menaungi komunitas-komunitas atau masyarakat yang memiliki kreativitas di sekitar kawasan Kota Tua Jakarta dan juga sebagai mediator antara pemerintah dengan masyarakat atau komunitas-komunitas yang ada di sekitar kawasan Kota Tua Jakarta, peneliti mewawancarai Bapak Dodi (I 2-1) selaku Anggota Tim Kelompok Kerja di LWG, beliau mengatakan bahwa: “Kita disini sebagai fasilitator, penengah atau mediator antara pemerintah dengan masyarakat yang membantu pemerintah untuk berkoordinasi dengan masyarakat atau komunitas, dan juga membantu masyarakat atau komunitas untuk menyampaikan keluhan atau aspirasinya” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Dodi, hari Minggu, 6 September 2015 pukul 14:51 WIB, di Gedung Arsip Mandiri Kota Tua Jakarta) Berdasarkan wawancara dengan narasumber I1-1 dan I2-1 diatas dapat diketahui bahwa masyarakat atau komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta termasuk kedalam pelaksana teknis dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta walaupun tidak secara langsung terlibat tetapi mereka yang lebih mengetahui kondisi atau fakta dilapangan mengenai
manajemen
158
pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta, karena komunitas-komunitas seperti Komunitas Sepeda Ontel dan Komunitas Manusia Batu adalah yang setiap hari berada di Kawasan Kota Tua Jakarta, khususnya Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta. Komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta dinaungi oleh Local Working Group (LWG), dimana LWG bertugas sebagai fasilitator, mediator atau penengah antara pemerintah dengan masyarakat dan pihak swasta. LWG membantu pemerintah dalam berkoordinasi dengan masyarakat atau komunitas dalam menyampaikan keluhan atau aspirasi tentang manajemen pengelolaan Kota Tua Jakarta. seperti yang dikatakan oleh Bapak Rizal (I 2-3) selaku Bendahara Komunitas Manusia Batu, beliau mengatakan bahwa: “Kita juga suka diajak rapat sama UPK, waktu itu saya pernah ikut rapat mengenai komunitas, dan disini komunitas kita didukung oleh UPK karna kita mencerminkan Sejarah Kota Tua sebagai manusia batu” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Rizal, hari Senin, 2 Maret 2015 pukul 16:06 WIB, di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta) Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Bapak Deden (I 2-5) selaku Ketua Komunitas Cakra Buana, beliau mengatakan bahwa: “Kadang-kadang saya diundang untuk diajak rapat oleh LWG membahas tentang misalnya kegiatan yang mau diadakan dan kalau ada acara juga kita diundang untuk mengisi acara” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Deden, hari Sabtu, 24 Oktober 2015 pukul 13:51 WIB, di Kediaman Bapak Deden) Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan beberapa informan diatas, walaupun komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta tidak termasuk kedalam organisasi formal atau struktur organisasi yang ada di Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta yang berwenang untuk Kota Tua tetapi dalam
159
hal manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta masyarakat juga ikut dilibatkan walaupun belum dilibatkan secara aktif didalamnya, misalnya seperti kalau ada acara terkait Kota Tua, komunitas-komunitas juga ikut dilibatkan. Selain itu komunitas-komunitas yang dinaungi oleh LWG ini juga diberikan pelatihan-pelatihan. Seperti pelatihan bahasa inggris, workshop tentang Kota Tua Jakarta dan mereka diajari tentang cara membuat produk terkait dengan komunitasnya. Contohnya seperti Komunitas Sepeda Ontel yang diberikan ide dan diajari untuk membuat paket wisata dengan sepeda ontel untuk pengunjung lokal maupun pengunjung mancanegara. Mereka diajari tentang cara membuat brosur untuk memasarkan atau mempromosikan paket wisatanya dan mereka juga diberikan informasi tentang asuransi Jasa Raharja untuk pengguna sepeda Ontelnya, sehingga penyewa sepeda Ontel dapat dilindungi oleh asuransi Jasa Raharja. Seperti yang dikatakan oleh Bapak Sanem (I2-4) selaku Humas Komunitas Sepeda Ontel, beliau mengatakan bahwa: “Kita sekarang sudah memiliki pake wisata tour kota tua ke beberapa tempat tujuan, seperti ke pelabuhan sunda kelapa, ke kampung cina, ke toko merah, ke jembatan kota intan dan lain sebagainya” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Sanem, hari Sabtu, 24 Oktober 2015 pukul 15:13 WIB, di Perpustakaan Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta) Hal ini senada dengan yang dikatakan Bapak Dodi (I2-1) selaku Anggota Tim Kelompok Kerja di LWG, beliau mengatakan bahwa:
160
“Kita juga melatih mereka bahasa inggris disini bekerja sama dengan UNJ, ada modulnya, ada rekaman mp3 bahasa asing. Pelatihan memandu pariwisata seperti apa itu ada dari HPI (Himpunan Pariwisata Indonesia) dan minggu depan mereka sudah sertifikasi. Sebagai profesi pemandu mereka harus ada lisensi maka dibutuhkan sertifikasi. Bukan hanya ontel saja, beberapa masyarakat yang ada disini kita sudah kita fasilitasin juga untuk ikut pelatihan bahasa inggris ini, mungkin mereka nganggur, mereka bisa menjadi pemandu wisata disini.” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Dodi, hari Minggu, 6 September 2015 pukul 14:51 WIB, di Gedung Arsip Mandiri, Kota Tua Jakarta) Berdasarkan wawancara diatas dapat diketahui bahwa LWG memberikan pelatihan-pelatihan bagi para komunitas dan masyarakat sekitar Objek Wisata Kota Tua Jakarta secara gratis agar mereka dapat memiliki keahlian yang bisa digunakan untuk menjadi tour guide atau pemandu wisata di Kota Tua Jakarta, sehingga yang menjadi pemandu wisata di Objek Wisata Kota Tua Jakarta bukanlah orang lain atau orang dari luar daerah, melainkan dari masyarakat sekitar Objek Wisata Kota Tua Jakarta. Komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta memang termasuk kedalam bagian Kota Tua Jakarta, namun dalam hal struktur organisasi resmi yang ada di instansi-instansi terkait komunitas tidak tercantum didalamnya. Dalam hal pengembangan diri komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta tidak mendapatkan dana dari pemerintah DKI Jakarta, mereka membentuk dan mengembangkan komunitasnya dengan kemampuan dan keuangannya sendiri. Komunitas dengan para anggotanya mengatur sedemikian rupa keuangan didalam komunitasnya untuk keberlangsungan komunitas itu sendiri. Seperti yang dikatakan oleh Bapak Sanem (I2-4) selaku Humas Komunitas Sepeda Ontel, beliau mengatakan bahwa:
161
“Kita setiap minggu itu ada uang kas yang dikumpulkan oleh masing-masing anggota, uang kas itu digunakan untuk misalnya biaya cetak brosur, untuk kepentingan bersama jika sewaktu-waktu dibutuhkan” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Sanem, hari Sabtu, 24 Oktober 2015 pukul 15:13 WIB, di Perpustakaan Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta) Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Bapak Rizal (I 2-3) selaku Bendahara Komunitas Manusia Batu, beliau mengatakan bahwa: “Kita untuk kostum itu dari masing-masing, semua yang kita pakai ini dari diri kita sendiri, tidak ada bantuan atau pemberian dari UPK atau Dinas, murni dari kita sendiri” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Rizal, hari Senin, 2 Maret 2015 pukul 16:06 WIB, di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta) Bapak Dodi (I2-1) selaku Anggota Tim Kelompok Kerja di LWG juga mengatakan hal yang demikian, beliau mengatakan bahwa: “Kalau untuk DMO Kota Tua itu ada anggaran dari Kementerian Pariwisata, tapi anggaran ini hanya digunakan untuk fasilitas rapat, mempertemukan semua stakeholder. Tapi tidak mengakomodir untuk pembelian alat-alat, pembangunan infrastruktur, tidak untuk itu” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Dodi, hari Minggu, 6 September 2015 pukul 14:51 WIB, di Gedung Arsip Mandiri, Kota Tua Jakarta) Berdasarkan wawancara dengan informan I2-4, I2-3 dan I2-1 dapat diketahui bahwa komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta tidak mendapatkan dana untuk pengembangan komunitasnya dari Pemerintah DKI Jakarta, mereka menggunakan uangnya sendiri untuk kebutuhan komunitasnya. Dalam hal ini peneliti beranggapan bahwa jika ada dana yang diberikan oleh Pemerintah DKI Jakarta khususnya yang terkait dengan Kota Tua Jakarta kepada komunitas, itu akan sangat berguna untuk mengembangkan komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta, hal ini juga untuk kepentingan Kota Tua Jakarta, karena komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta ini bisa dijadikan
162
karakteristik bagi Kota Tua Jakarta dan dapat memperkenalkan atau mempromosikan Kota Tua Jakarta kepada masyarakat luas. Komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta jumlahnya juga semakin lama semakin berkurang. Hanya tinggal sisa beberapa komunitas saja yang masih aktif seperti Komunitas Sepeda Ontel, Komunitas Manusia Batu, Komunitas Cakra Buana dan Gerakan Pramuka Museum Mandiri. Sedangkan komunitas yang lain aktivitasnya sudah mulai tidak kelihatan lagi, artinya tidak aktif dalam berkegiatan. Dalam hal ini komunitas juga merupakan forum yang tersedia untuk masyarakat dalam menyampaikan aspirasi, namun pada kenyataannya komunitas-komunitas yang ada di sekitar Kota Tua Jakarta sudah banyak yang tidak aktif, artinya berkurang dari tahun ke tahun, sehingga aspirasi yang masuk untuk memberi masukan kepada pemerintah dalam membuat aturan tentang Kota Tua Jakarta hanya sedikit yang berasal dari masyarakat.
4.3.2.3 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Pengarahan Dalam hal proses keterlibatan masyarakat dalam pengarahan, masyarakat tidak ikut dilibatkan dalam proses pengarahan yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua Jakarta, Satpol PP, maupun Unit pengelola museum. Pengarahan yang dilakukan oleh komunitas hanya kepada anggotanya masing-masing. Seperti yang dikatakan oleh Bapak Deden (I2-5) selaku Ketua Komunitas Cakra Buana, beliau mengatakan bahwa:
163
“Kalau untuk mengarahkan Dinas maupun UPK tidak memberikan pengarahan kepada komunitas, kita yang mengarahkan anggota kita masing-masing” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Deden, hari Sabtu 24 Oktober 2015, pukul 13:51 WIB di Kediaman Bapak Deden Sinaga, SH) Namun Bapak Rizal (I2-3) selaku Bendahara Komunitas Manusia Batu mengatakan bahwa: “UPK memberikan arahan kepada kita, kalau ada komunitas baru yang masuk dan tidak patuhi aturan disini akan ditindak tegas oleh UPK” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Rizal, hari Senin 2 Maret 2015, pukul 16:06 WIB di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta) Local Working Group (LWG) juga memberikan arahan kepada komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta seperti yang dikatakan oleh Bapak Dodi (I 2-1) selaku Anggota Tim Kelompok Kerja di LWG, beliau mengatakan bahwa: “LWG memberikan arahan kepada komunitas untuk membuat suatu hal yang kreatif yang memiliki daya jual untuk dipamerkan atau dijual sebagai souvenir atau cinderamata para pengunjung yang datang kesini” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Dodi, hari Minggu 6 September 2015, pukul 14:51 WIB di Gedung Arsip Mandiri Kota Tua Jakarta) Berdasarkan wawancara dengan informan I2-5, I2-3, dan I2-1 dapat diketahui bahwa dalam hal proses pengarahan, masyarakat atau komunitaslah yang diberikan arahan oleh para stakeholder yang mengatur tentang Kota Tua Jakarta. UPK Kota Tua Jakarta memberikan arahan kepada komunitas yang berada di Kota Tua Jakarta, namun komunitas di jarang ada di Taman Fatahillah seperti Komunitas Cakra Buana tidak diberikan arahan oleh UPK Kota Tua Jakarta. Hal ini disebabkan karena komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta adalah komunitas yang tahu betul tentang kondisi lapangan di Kota Tua Jakarta terkait dengan manajemen pengelolaannya.
164
Selain itu LWG juga memberikan arahan kepada komunitas terkait dengan kreativitas komunitas. LWG menginginkan komunitas yang berada di Kota Tua Jakarta itu kreatif, seperti contohnya bisa membuat cinderamata khas Kota Tua Jakarta yang bisa dijual kepada masyarakat dan mempunyai nilai ekonomis. Namun masyarakat sekitar Kota Tua Jakarta belum ada kreativitas kearah sana, masyarakat sekitar Kota Tua Jakarta kebanyakan hanya menjadi pedagang atau tukang parkir di area Kota Tua Jakarta. Komunitas-komunitas di Kota Tua Jakarta diberikan arahan oleh para stakeholder, namun mereka juga memberikan pengarahan kepada anggota komunitas mereka sendiri. Didalam komunitas ada struktur anggota masingmasing dan mereka mengatur komunitas mereka sendiri agar tetap ada dan bertahan.
4.3.2.4 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Pengkoordinasian Koordinasi
adalah
kegiatan
mengarahkan,
mengintegrasikan,
dan
mengatur unsur-unsur dan pekerjaan-pekerjaan para bawahan dalam mencapai tujuan organisasi. Diperlukan waktu dan pengarahan pelaksanaan hingga menghasilkan tindakan-tindakan harmonis dan terpadu menuju sasaran yang telah ditentukan. Tujuan koordinasi adalah untuk mencegah kesalahpahaman perintah atas tugas yang diberikan serta untuk mengarahkan, sehingga setiap kegiatan yang dikoordinasikan itu dapat mencapai tujuannya masing-masing. Koordinasi sangat diperlukan dalam hal manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta, karena dalam pelaksanaannya pengelolaan Objek Wisata Kota Tua tidak
165
dilakukan oleh satu pihak, melainkan dilakukan oleh beberapa pihak terkait, yaitu Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Unit Pengelola Kawasan Kota Tua, Pihak Pengelola masing-masing museum, dan Satuan Polisi Pamong Praja. Pihak-pihak yang terkait dan berwenang tersebut melakukan pengelolaan Objek Wisata Kota Jakarta harus berkoordinasi satu sama lain. Hal ini diperjelas dengan hasil wawancara Oleh Bapak Ario (I1-2) selaku Staf Seksi Penataan Unit Pengelola Kawasan Kota Tua, beliau mengatakan bahwa: “Kalau untuk pengelolaan Kota Tua ini, kita ada keterkaitan dengan Dinas dalam hal kebijakan, lalu dengan satpol pp untuk mengatur pengamen dan pedagang kaki lima disini” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Ario, hari Jumat, 18 September 2015 pukul 15:31 WIB, di Kantor Unit Pengelola Kawasan Kota Tua) Hal ini senada seperti yang dikatakan juga oleh Bapak Encu (I1-1), selaku Kepala Seksi Produk Bidang Pengkajian dan Pengembangan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta beliau mengatakan bahwa: “Pengamen yang ilegal berada dalam koordinasi Dinas Trantib/Satpol PP. Yang berada dalam pembinaan Pemda adalah yang sudah ada izin atau kerjasama dengan UPK Kota Tua. Masalah pedagang kaki lima berada dalam koordinasi Dinas Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Perdagangan. Dalam kenyataannya, banyak pedagang kaki lima yang mengakibatkan kerusakan hasil pemugaran.” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Encu, hari Jumat 18 September 2015 pukul 12:43 WIB, di Gedung B Lantai 3 Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta) Bapak Purnama (I1-3) selaku Ketua Satuan Tugas Satpol PP Kecamatan Tamansari juga mengatakan bahwa:
166
“kita petugas satpol pp disini tugasnya untuk menjaga, mengatur dan mengawasi PKL dan pengamen yang ada disini” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Purnama, hari Jumat 28 Agustus 2015, pukul 09:28 WIB di Kantor Kecamatan Tamansari) Berdasarkan wawancara diatas mendeskripsikan bahwa koordinasi sangat penting dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta. Dengan adanya koordinasi antara Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Unit Pengelola Kawasan Kota Tua, Pihak Pengelola Museum dan Satpol PP, manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua akan lebih mudah untuk dilakukan, dan dengan adanya koordinasi maka diharapkan pengelolaan Objek Wisata Kota Tua ini akan mencapai hasil yang maksimal. Namun dalam koordinasi tersebut masyarakat atau komunitas belum ikut terlibat aktif didalamnya. Hanya sesekali diajak rapat koordinasi oleh para stakeholder di Kota Tua Jakarta. Pengunjung pun tidak dilibatkan dalam koordinasi, karena pengunjung datang hanya sesekali ke Kota Tua Jakarta. Sehingga koordinasi yang dilakukan lebih mengarah kepada instansi-instansi yang terkait dengan Kota Tua Jakarta dan manajemen pengelolaannya.
4.3.2.5 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Pengawasan Dalam proses keterlibatan masyarakat dalam pengawasan, masyarakat ikut dilibatkan dalam menjaga keamanan dan kebersihan di Kota Tua Jakarta. Masyarakat sekitar, komunitas dan pengunjung yang datang ke Kota Tua Jakarta ikut dilibatkan dalam menjaga keamanan dan kebersihan di Kota Tua Jakarta. Hal
167
ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Bapak Eli (I3-2) salah satu pengunjung di Taman Fatahillah, beliau mengatakan bahwa: “Kita disini menjaga kebersihan tidak boleh buang sampah sembarangan dan menjaga keamanan disekitar sini” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Eli, hari Minggu 4 Oktober 2015, pukul 16:55 WIB di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta) Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Bapak Sanem (I2-4) selaku Humas Komunitas Sepeda Ontel, beliau mengatakan bahwa: “Kita setiap hari sabtu dan minggu pagi melakukan kerja bakti membersihkan sampah yang ada di Taman Fatahillah ini, bersama para anggota komunitas batu juga, ada dari LWG dan pihak museum” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Sanem, hari Minggu 4 Oktober 2015, pukul 16:55 WIB di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta) Hal yang sama juga dikatakan oleh Bapak Dodi (I2-1) selaku Anggota Tim Kelompok Kerja di LWG, beliau mengatakan bahwa: “Kita setiap hari memantau Kota Tua, setiap hari saya menyempatkan waktu untuk datang ke kota tua dan melihat keadaan taman fatahillah bersama komunitas sepeda ontel” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Dodi, hari Minggu 6 September 2015, pukul 14:51 WIB di Gedung Arsip Mandiri, Kota Tua Jakarta) Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan I3-2, I2-4 dan I2-1 dapat diketahui bahwa proses keterlibatan masyarakat dalam pengawasan yaitu menjaga keamanan diri sendiri dan menjaga kebersihan di sekitar Taman Fatahillah. Bukan hanya masyarakat atau pengunjung saja yang menjaga kebersihan di area Taman Fatahillah, melainkan komunitas-komunitas bersama dengan LWG dan pihak pengelola museum juga ikut menjaga kebersihan di sekitar Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta, memberikan peraturan kepada pengunjung yang membuang sampah sembarangan agar tidak membuang sampah sembarangan. Dalam hal pengawasan
168
diperlukan sinergi semua stakeholder dengan masyarakat agar Objek Wisata Kota Tua Jakarta tetap terjaga keamanan dan kebersihannya.
4.3.3 Fungsi Masyarakat dalam Manajemen Pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta Berbasis Masyarakat Dalam pelaksanaan manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam hal ini Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Unit Pengelola Kawasan (UPK) Kota Tua Jakarta, Unit Pengelola museum-museum yang ada di Kota Tua Jakarta khususnya di Taman Fatahillah, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kecamatan Tamansari bersinergi atau bekerja sama satu sama lain. Dalam pelaksanaannya, manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta juga ikut melibatkan masyarakat baik itu komunitas, penduduk sekitar maupun pengunjung yang datang, karena Objek Wisata Kota Tua Jakarta sangat melekat dengan masyarakat sekitar. Dalam sub bab ini akan dibahas mengenai fungsi masyarakat dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta berbasis masyarakat dengan menggunakan teori manajemen menurut Henry Fayol (Hasibuan,
2009:40)
yaitu
perencanaan,
pengorganisasian,
pengarahan,
pengkoordinasian dan pengawasan.
4.3.3.1 Fungsi Masyarakat dalam Perencanaan Masyarakat yang dilibatkan dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta antara lain masyarakat sekitar Kelurahan Pinangsia, komunitas-
169
komunitas yang ada disekitar Kota Tua Jakarta, pengunjung baik itu pelajar, mahasiswa, orang tua, yang artinya mencakup semua elemen masyarakat. Fungsi masyarakat dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta adalah sebagai pemberi aspirasi berupa kritik dan saran, seperti yang dikatakan oleh Bapak Encu (I1-1) selaku Kepala Seksi Produk Bidang Pengkajian dan Pengembangan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, beliau mengatakan bahwa: “Masyarakat sifatnya masukan bagaimana Kota Tua ini lebih baik, kalau pengambilan kebijakan itu dari Pemerintah, dalam pelaksanaan pengelolaan kita bekerja sama dengan masyarakat.” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Encu, hari Jumat, 18 September 2015 pukul 12:43 WIB, di Gedung B Lantai 3 Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta) Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Bapak Sumardi (I1-6) selaku Staf Pengelola Museum Wayang, beliau mengatakan bahwa: “Kewenangan dari stakeholder-stakeholder kita. Misalkan untuk pembuatan keputusan menjadi peraturan gubernur itu adalah kewenangan stakeholder atau SKPD dibawah dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta itu sendiri. Jadi ketika ada perampingan organisasi seperti 3 museum dijadikan satu organisasi, ini yang diajak rapat adalah kita-kita, stakeholder yang ada di museum wayang, seni rupa dan tekstil untuk merumuskan peraturan tersebut. Kalau untuk peraturan-peraturan yang diberlakukan dimuseum sendiri seperti SOP itu juga kita sendiri yang merumuskan, karena kita yang mempunyai kewenangan membuat aturan tersebut. jadi masyarakat hanya sekedar bisa menikmati jadinya saja. Untuk proses mentahnya masyarakat tidak dilibatkan. Artinya bukan berarti apa-apa, takutnya kalau masyarakat dilibatkan nanti malah ga jadi-jadi rumusannya, karena yang memimpin organisasi adalah SKPD bukan masyarakat. Tetapi aspirasi dari masyarakat juga sudah kita masukan kedalam rumusan tersebut” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Sumardi, hari Jumat 28 Agustus 2015 pukul 14:06 WIB, di Museum Wayang)
170
Hal ini yang sama juga dikatakan oleh Bapak Hari (I1-7) selaku Staf Pengelola Museum Seni Rupa dan Keramik, beliau mengatakan bahwa: “Kalau kita adain acara kegiatan seperti kemarin itu, kita ngadain festival seni rupa, kita ajak komunitas 200 orang melukis bersama. festival lukisan kaca kita ada workshop untuk anak-anak, sekolah dasar, SMP, setiap ada pameran kita ada pendukung seperti workshop melukis, workshop bikin keramik, menampilkan macammacam kesenian, misalnya ada komunitas ontel itu juga termasuk” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Hari, hari Jumat 28 Agustus 2015 pukul 15:07 WIB, di Museum Seni Rupa dan Keramik) Berdasarkan wawancara dengan I1-1, I1-6 dan I1-7 dalam hal fungsi masyarakat dalam manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dan Pihak Pengelola Museum menempatkan fungsi masyarakat dalam manajemen dan pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta sebagai pihak yang penting dalam acara atau kegiatan yang diadakan oleh museum, seperti yang dikatakan oleh Bapak Hari (I2-4) bahwa ketika Museum
Seni
Rupa dan Keramik mengadakan acara, mereka
membutuhkan masyarakat yang hadir dari seluruh elemen masyarakat, baik pelajar maupun umum, hal ini juga dapat mempengaruhi keberhasilan atau tujuan diadakannya kegiatan tersebut. Museum Sejarah Jakarta juga mempunyai program-program atau kegiatan dalam satu tahun yang juga melibatkan masyarakat atau pengunjung yang hadir, seperti yang dikatakan oleh Bapak Yosep (I2-2) selaku Guide Museum Sejarah Jakarta, beliau mengatakan bahwa:
171
“Museum Sejarah Jakarta memiliki kegiatan unggulan namanya wisata kampung tua, wisata kampung tua ini kita menjaring seluruh lapisan baik anak-anak ataupun dewasa, atau mereka mau daftar disini langsung silahkan, atau kita undang, kita mengajak mereka keliling kampung-kampung tua yang ada di Kota Jakarta. Salah satu contoh misalnya kampung pekojan daerah jembatan lima, kampung arab, kemudian ada nama kampung pecinan karna disitu dulu khusus orang-orang cina berdomisil, kita akan masuk kesana daerah glodok, wisata kampung tua ini biasanya dari kota tua ini sampai ke pelabuhan sunda kelapa, dan bukan hanya itu, kita juga menyiapkan ada wisata jelajah malam atau jalan-jalan malam, jadi jalan-jalan malam di museum. Kalau siang seperti ini, kalau malam kesannya seperti apa, itu ada. Kita sudah menyiapkan acara seperti itu” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Yosep, hari Sabtu 27 Juni 2015 pukul 14:47 WIB, di Museum Sejarah Jakarta) Berdasarkan wawancara dengan beberapa informan dapat diketahui bahwa setiap museum yang ada di Kota Tua Jakarta memiliki program atau kegiatan masingmasing dalam satu tahunnya, yang didalamnya membutuhkan peran serta masyarakat atau komunitas yang ada di sekitar Kota Tua Jakarta dan pengunjung yang datang ke Objek Wisata Kota Tua Jakarta juga ikut berkontribusi dalam hal manajemen dan pengelolaan Objek Wisata Kota Tua ini, seperti yang dikatakan oleh Bapak Eli (I3-2), beliau mengatakan bahwa: “Kita disini berkunjung harus menjaga kebersihan, buang sampah pada tempatnya, menjaga keamanan diri sendiri” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Eli, hari Minggu, 4 Oktober 2015 pukul 16:55 WIB, di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta) Hal ini pun juga dikatakan oleh Fahmi (I3-3) yang berkunjung ke Taman Fatahillah juga, beliau, mengatakan bahwa: “Senang berkunjung kesini, sebagai pelajar juga ingin tahu tentang sejarah Kota Jakarta, ya disini menikmati suasana Kota Tua saja, ikut menjaga kebersihan juga” (Sumber: Wawancara dengan Fahmi, hari Minggu, 4 Oktober 2015 pukul 16:48 WIB, di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta)
172
Berdasarkan wawancara dengan beberapa pengunjung yang datang ke Kota Tua Jakarta sebagian pengunjung berkontribusi pada acara yang diadakan oleh museum-museum dan juga berkontribusi dalam menjaga kebersihan dan keamanan diri mereka sendiri, namun pada kenyataannya sampah masih banyak yang berserakan di kawasan Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta. Tidak semua pengunjung yang datang ke Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta sadar akan menjaga kebersihan di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta, masih banyak pengunjung yang membuang sampah sembarangan. Dalam hal perencanaan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, khususnya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta menempatkan masyarakat sebagai pemberi kritik dan saran dalam pelaksanaan manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta. Masyarakat dapat memberikan aspirasi atau masukan kedalam rumusan perencanaan. Hal ini dijelaskan oleh Bapak Encu (I1-1) selaku Kepala Seksi Produk Bidang Pengkajian dan Pengembangan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, beliau mengatakan bahwa: “Kita sebelum merumuskan perencanaan mengadakan rapat teknis terlebih dahulu, dan didalam rapat teknis itu kita melibatkan semuanya, para stakeholder, kepala museum, dan juga komunitas-komunitas di Kota Tua, baru setelah itu kita tahu apa saja yang nantinya akan dirumuskan untuk perencanaan” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Encu, hari Jumat, 28 Agustus 2015 pukul 12:35 WIB, di Gedung B Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta Lantai 3) Berdasarkan wawancara dengan Bapak Encu (I1-1) dapat diketahui bahwa sebelum merumuskan kegiatan-kegiatan didalam perencanaan, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta mengadakan rapat teknis bersama dengan para stakeholder dan juga perwakilan dari komunitas. Perencanaan yang
173
dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta tercantum dalam Peraturan Gubernur Nomor 36 Tahun 2014 tentang Rencana Induk Kawasan Kota Tua. Hal ini pun disampaikan oleh Seksi Penataan Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta Bapak Ario (I1-2), beliau mengatakan bahwa: “Perencanaan yang dilakukan untuk Kota Tua ini sesuai dengan Peraturan Gubernur terbaru Nomor 36 Tahun 2014. Disitu semua tercantum semua tentang perencanaan Kota Tua” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Ario, hari Jumat 18 September 2015 pukul 15:31 WIB, di Kantor UPK Kota Tua Jakarta) Berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 36 Tahun 2014 tentang Rencana Induk Kawasan Kota Tua, dalam melakukan manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta juga ikut melibatkan peran serta masyarakat. Masyarakat dalam hal ini adalah masyarakat sekitar, komunitas dan pengunjung yang datang ke Kota Tua Jakarta. Komunitas-komunitas seperti Komunitas Sepeda Ontel dan Komunitas Manusia Batu yang setiap hari ada di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta ikut terlibat secara langsung dalam manajemen pengelolan Objek Wisata Kota Tua Jakarta. Komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta sebagai penambah daya tarik bagi Kota Tua Jakarta dan penghidup suasana di Kota Tua Jakarta. Komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta apabila dilatih dan dibina dengan baik akan meningkatkan kualitas Objek Wisata Kota Tua Jakarta dan dapat meningkatkan jumlah pengunjung karena adanya komunitas yang menjadi daya tarik baru bagi wisatawan yang akan datang. Terlebih lagi apabila Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga memperhatikan serta mendanai komunitaskomunitas yang ada di Kota Tua khususnya komunitas yang sesuai dengan unsur
174
kesejarahan Kota Tua Jakarta maka Objek Wisata Kota Tua Jakarta ini akan semakin menjadi Objek Wisata yang unggulan, bukan hanya bagi Kota Jakarta tetapi juga bagi Indonesia ataupun Dunia Internasional. Kawasan Kota Tua sebagai Objek Wisata di Jakarta tentu juga diperlukan adanya sosialisasi, pengenalan ataupun promosi yang dilakukan yang bertujuan untuk meningkatkan jumlah pengunjung yang datang ke Kota Tua. Walaupun dapat dikatakan pengunjung museum di Kota Tua ramai, namun tetap diperlukan kegiatan pengenalan ke masyarakat khususnya para pelajar agar tidak melupakan sejarah dan mengetahui asal usulnya Bangsa Indonesia pada zaman dahulu.
4.3.3.2 Fungsi Masyarakat dalam Pengorganisasian Pengorganisasian dilakukan untuk menghimpun dan mengatur semua sumber-sumber yang diperlukan, termasuk manusia, sehingga pekerjaan yang dikehendaki dapat dilaksanakan dengan berhasil. Sebenarnya, manusia adalah yang paling terdepan
dalam
pentingnya
dan
perhatian.
Dengan
cara
mengorganisir, orang-orang dipersatukan dalam pelaksanaan tugas-tugas yang saling berkaitan. Dalam penelitian tentang Manajemen Pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta berbasis Masyarakat, pengorganisasian yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta yaitu dengan mengorganisasikan Unit Pengelola Kawasan (UPK) Kota Tua sebagai pengelola Objek Wisata Kota Tua Jakarta. Berdasarkan wawancara peneliti kepada Bapak Ario (I1-2) selaku Staf Seksi Penataan UPK Kota Tua yaitu sebagai berikut:
175
“Pengorganisasian di Kota Tua ini diawali dari yang paling tinggi yaitu dinas pariwisata dan kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, lalu dibawahnya ada UPK Kota Tua. Jadi kita disini langsung berada dibawah Dinas Pariwisata yang bertugas langsung mengelola Objek wisata ini” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Ario, hari Jumat 18 September 2015 pukul 15:31 WIB, di Kantor UPK Kota Tua Jakarta) Pengorganisasian yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta yaitu Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta sebagai pengelola kawasan Kota Tua Jakarta sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pengelola Kawasan Kota Tua. Selanjutnya Bapak Ario Wicaksono juga menjelaskan: “Kalau untuk komunitas dinaungi oleh LWG Kota Tua, LWG dan DMO yang menghimpun komunitas-komunitas yang ada disini” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Ario, hari Jumat 18 September 2015 pukul 15:31 WIB, di Kantor UPK Kota Tua Jakarta) Komunitas-komunitas yang ada di Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta dinaungi oleh Local Working Group (LWG) Kota Tua Jakarta. Jadi pengorganisasian di Kota Tua Jakarta yaitu Unit Pengelola Kawasan Kota Tua yang memiliki wewenang untuk mengelola Kawasan Objek Wisata Kota Tua ini secara khusus, sedangkan untuk museum-museum yang ada di Taman Fatahillah yaitu Museum Sejarah Jakarta, Museum Wayang dan Museum Seni Rupa dan Keramik masing-masing memiliki Kepala Unit Pengelola yang bertugas untuk mengelola museum. Untuk komunitas-komunitas yang ada di sekitar Objek Wisata Kota Tua Jakarta dinaungi oleh Local Working Group (LWG) dan di dalam masing-masing komunitas juga terdapat susunan organisasi tersendiri.
176
Komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta juga merupakan mitra kerja dari LWG, museum-museum yang ada di Kota Tua Jakarta maupun UPK Kota Tua Jakarta. Komunitas-komunitas seperti Komunitas Sepeda Ontel, Komunitas Manusia Batu dan Komunitas Cakra Buana juga sering diikut dalam acara-acara yang diadakan oleh LWG, pihak pengelola museum maupun yang diadakan oleh UPK Kota Tua Jakarta. Seperti Komunitas Cakra Buana yang ikut dalam mengisi acara dengan pertunjukan pencak silat.
4.3.3.3 Fungsi Masyarakat dalam Pengarahan Pengarahan merupakan fungsi manajemen yang mengatur tindakantindakan yang akan dilaksanakan. Pengarahan meliputi pemberian perintahperintah dan motivasi pada anggota organisasi yang melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan fungsinya. Dalam penelitian ini akan dilihat bentuk pengarahan yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dan Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta kepada masyarakat dalam melakukan manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta. Bentuk pengarahan yang dilakukan serta dampak pengarahan yang telah diberikan. Berdasarkan wawancara peneliti kepada informan I1-2 Bapak Ario selaku Staf Seksi Penataan UPK Kota Tua yaitu sebagai berikut: “Pengarahan yang dilakukan oleh kita dengan cara mengadakan rapat dengan komunitas-komunitas, lalu mereka diberikan arahan dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan tata aturan sebagai komunitas di Kota Tua ini” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Ario, hari Jumat 18 September 2015 pukul 15:31 WIB, di Kantor UPK Kota Tua Jakarta)
177
Pengarahan yang dilakukan oleh UPK Kota Tua Jakarta kepada komunitaskomunitas yang ada di Objek Wisata Kota Tua Jakarta dilakukan dengan cara mengadakan rapat yang ikut melibatkan komunitas dan masyarakat yang ada di sekitar Objek Wisata Kota Tua Jakarta. Selanjutnya Bapak Ario (I1-2) selaku Staf Seksi Penataan UPK Kota Tua Jakarta menambahkan: “Komunitas itu kita beri arahan agar tidak melakukan hal-hal yang negatif, misalnya komunitas reggae kota tua, itu kita larang untuk minum-minuman keras disini, dan komunitas-komunitas juga kita fungsikan untuk menjaga keamanan dan kebersihan di area kota tua. Contohnya itu setiap hari minggu pagi para komunitas kerja bakti untuk membersihkan areal kota tua, lalu apabila sewaktuwaktu terjadi suatu yang mengancam kenyamanan pengunjung seperti ada copet atau maling, itu komunitas ikut menjaga keamanan pengunjung. Hal itu semata-mata itu membuat pengunjung nyaman untuk berwisata di Kota Tua ini” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Ario, hari Jumat 18 September 2015 pukul 15:31 WIB, di Kantor UPK Kota Tua Jakarta) Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta memberikan arahan kepada komunitaskomunitas yang ada di Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta agar tidak melakukan hal-hal negatif yang mengganggu kenyamanan pengunjung yang datang ke Kota Tua Jakarta. UPK Kota Tua mengarahkan agar komunitas menjaga kenyamanan pengunjung dan tidak mengganggu ketertiban di Kota Tua Jakarta. Selanjutnya pengarahan yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, pengarahan yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta biasanya berbentuk kebijakan atau Undang-Undang yang mengatur tentang Objek Wisata Kota Tua, baik dari perencanaan sampai dengan pengawasan. Sedangkan Unit Pengelola Kawasan
178
Kota Tua Jakarta memberikan pengarahan kepada komunitas-komunitas yang ada di kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta. Selain itu ada juga pengarahan yang dilakukan oleh Satpol PP dalam mengatur pedagang kaki lima yang ada sekitar Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta, seperti yang dikatakan oleh Bapak Purnama (I1-3) selaku Ketua Satuan Tugas Satpol PP Kecamatan Tamansari, beliau mengatakan bahwa: “Kita ini ada 3 metode. Yang pertama namanya proentiv, artinya ada sosialisasi untuk tidak boleh berdagang disini. Yang kedua preventif, yaitu menghalau mereka agar tidak boleh berdagang sesuai dengan Perda, tetapi kalau sudah satu sampai dua atau tiga kali kami halau masih tetap berjualan, kita melaksanakan operasi atau penertiban, itu metode yang ketiga. Dagangannya akan kita angkut dan disimpan digudang Pemda DKI, dan ada sidang tipiringnya.” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Purnama, hari Jumat 28 Agustus 2015 pukul 09:28 WIB, di Kantor Kecamatan Tamansari) Dalam hal ini pedagang kaki lima yang berada di sekitar Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta juga mendapatkan pengarahan dari Satpol PP Kecamatan Tamansari, karena banyak pedagang kaki lima yang ilegal yang masih berdagang di kawasan Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta. Fungsi masyarakat dalam pengarahan adalah yang diberikan arahan oleh para stakeholder yang memiliki wewenang dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta. Pengarahan ini dilakukan agar Objek Wisata Kota Tua Jakarta tidak semrawut dan tertata dengan rapi, sehingga pengunjung yang datang akan memiliki kesan yang baik terhadap Objek Wisata Kota Tua Jakarta.
179
4.3.3.4 Fungsi Masyarakat dalam Pengkoordinasian Koordinasi merupakan hubungan atau relasi yang terjalin antara instansi yang saling berkaitan atau pegawai yang memiliki pekerjaan yang saling berkaitan. Dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta masyarakat tidak dilibatkan dalam koordinasi. Dalam hal ini masyarakat hanya diikutkan dalam rapat teknis yang dilakukan oleh para stakeholder yang mempunyai wewenang dalam mengelola objek wisata Kota Tua Jakarta. Seperti yang dikatakan oleh Bapak Encu (I1-1) selaku Kepala Seksi Produk Bidang Pengkajian dan Pengembangan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, beliau mengatakan bahwa: “Kita melibatkan masyarakat ataupun komunitas dalam rapat teknis atau rapat koordinasi yang dilakukan bersama dengan UPK dan unit pengelola museum. Disana kita ajak juga komunitas yang ada di Kota Tua” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Encu, hari Jumat 18 September 2015 pukul 12:43 WIB, di Gedung B Lantai 3 Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta) Hal ini senada dengan yang di katakan oleh Bapak Rizal (I2-3) selaku Bendahara Komunitas Manusia Batu, beliau mengatakan bahwa: “Kalau tentang koordinasi kita suka diajak rapat dengan UPK, Dinas dan LWG” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Encu, hari 21 April 2015, di Gedung B Lantai 3 Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta) Dalam hal koordinasi masyarakat atau komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta dilibatkan dalam rapat teknis atau rapat koordinasi yang diadakan oleh para stakeholder di Kota Tua Jakarta. Masyarakat juga bisa menyampaikan keluhan ke LWG ataupun pusat informasi yang ada di kawasan Taman Fatahillah, dan Local Working Group (LWG) juga memberikan arahan, masukan dan ruang
180
kepada masyarakat sekitar dan komunitas untuk berkreasi dan berkreativitas. Seperti yang dikatakan oleh Bapak Dodi (I2-1) selaku Anggota Tim Kelompok Kerja di LWG, beliau mengatakan bahwa: “LWG membantu masyarakat untuk tampil dan berkontribusi diKota Tua ini, karna mereka yang punya wilayah disini dan diarahkan untuk berpartisipasi aktif untuk melestarikan Kota Tua ini” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Dodi, hari minggu 6 September 2015, di Gedung Arsip Mandiri Kota Tua Jakarta) Dalam hal ini Local Working Group (LWG) memberikan arahan kepada masyarakat sekitar dan komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta untuk berpartisipasi aktif dalam menjaga dan melestarikan Kota Tua Jakarta. Fungsi masyarakat dalam pengkoordinasian tidak dilibatkan secara aktif, namun komunitas-komunitas di Kota Tua Jakarta perwakilannya ikut dilibatkan melalui rapat teknis atau rapat koordinasi yang diadakan oleh para stakeholder Kota Tua Jakarta. Sehingga para komunitas bisa memberikan masukan dan sarannya kepada para stakeholder. Pengunjung yang datang juga bisa memberikan kritik dan sarannya melalui pusat informasi atau menuliskan kritik dan sarannya pada kotak saran yang tersedia di Perpustakaan Taman Fatahillah.
4.3.3.5 Fungsi Masyarakat dalam Pengawasan Pengawasan merupakan fungsi terakhir dalam teori manajemen menurut Henry Fayol (Hasibuan, 2009:40), yang memiliki arti suatu proses mengawasi dan mengevaluasi
suatu
kegiatan
didalam
perencanaan.
Pengawasan
dalam
manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta penting dilakukan, karena tanpa adanya pengawasan maka kegiatan perencanaan yang telah di
181
rencanakan sebelumnya tidak akan berjalan dengan baik. Untuk menjalankan proses pengawasan tersebut dibutuhkan alat bantu manajerial yaitu personilpersonil atau pegawai yang berada dilapangan, dikarenakan jika terjadi kesalahan dalam suatu proses dapat langsung diperbaiki. Pengawasan di Objek Wisata Kota Tua Jakarta dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua Jakarta, pihak pengelola museum, Satpol PP, LWG, pihak keamanan setempat, komunitas atau masyarakat sekitar serta pengunjung. Semuanya bersinergi dalam melakukan pengawasan di Kota Tua Jakarta, khususnya Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta. Berikut wawancara peneliti dengan Bapak Encu (I1-1) selaku Kepala Seksi Produk Bidang Pengkajian dan Pengembangan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, beliau mengatakan: “Untuk pengawasan keberadaan bangunan cagar budaya dilakukan oleh pegawai lapangan dan juga saptol pp yang berjaga disini. Pemantauan kota tua dilakukan melalui UPK Kota Tua yang merupakan UKPD sendiri.” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Encu, hari Jumat 18 September pukul 12:43 WIB, di Gedung B Lantai 3 Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta) Pengawasan yang dilakukan dalam melakukan manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta juga dilakukan oleh petugas Satuan Polisi Pamong Praja yang berjaga di sekitar Kawasan Kota Tua untuk mengawasi pedagang kaki lima di Kota Tua Jakarta. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta juga ikut mengawasi setiap sabtu dan minggu ada pegawai yang piket untuk mengawasi langsung Objek Wisata Kota Tua Jakarta. UPK Kota Tua juga ikut mengawasi langsung, karena UPK Kota Tua merupakan unit pelaksana teknis
182
lapangan yang bertanggung jawab langsung kepada Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta. Selanjutnya untuk pengawasan proses pelaksanaan dari perencanaan yang telah direncanakan menurut Bapak Ario (I 1-2) selaku Staf Seksi Penataan Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta adalah sebagai Berikut: “Proses perencanaan dilakukan monitor oleh Bappeda Provinsi DKI Jakarta, Bappeko Jakarta Barat, Bappeko Jakarta Utara.” (Sumber: Wawancara dengan Bapak Ario, hari Jumat 18 September 2015 pukul 15:31 WIB, di Kantor Unit Pengelola Kawasan Kota Tua) Dalam hal perencanaan yang telah direncanakan, proses pelaksanaannya dilakukan peninjauan oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi DKI Jakarta, Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Jakarta Barat, dan Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Jakarta Utara. Pengawasan dalam hal ini juga dilakukan oleh berbagai pihak pada masing-masing konteks. Hal ini dilihat pada Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko), Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan Satuan Polisi Pamong Praja yang berbeda dalam mengawasi berbagai hal di Kawasan Objek Wisata Kota Tua Jakarta. Dalam hal fungsi masyarakat dalam pengawasan yaitu masyarakat atau komunitas-komunitas yang ada di sekitar Objek Wisata Kota Tua Jakarta juga ikut mengawasai Objek Wisata Kota Tua Jakarta khususnya Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta. Komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta ikut menjaga keamanan dan kebersihan di Kota Tua Jakarta. Setiap hari sabtu dan minggu pagi ada kerja bakti yang dilakukan oleh Komunitas Sepeda Ontel, Komunitas
183
Manusia Batu, komunitas-komunitas lainnya bersama dengan Dinas Kebersihan Kecamatan
Tamansari,
LWG
maupun
stakeholder
yang
lainnya
ikut
membersihankan Taman Fatahillah dan daerah sekitar Kota Tua lainnya. Pengunjung yang datang ke Taman Fatahillah juga ikut terlibat dalam menjaga keamanan dan kebersihan. Pengunjung menjaga keamanan diri mereka sendiri dan ikut menjaga kebersihan untuk tidak membuang sampah sembarangan.
4.4 Pembahasan Pembahasan merupakan isi dari analisis data dan fakta yang peneliti dapatkan di lapangan dan disesuaikan dengan teori yang peneliti gunakan dalam penelitian ini. Dalam penelitian berjudul Manajemen Pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta Berbasis Masyarakat, peneliti menggunakan teori fungsi manajemen menurut Henry Fayol (Hasibuan, 2009:40) yaitu Planning (Perencanaan), Organizing (Pengorganisasian), Commanding (Pengarahan), Coordinating (Pengkoordinasian) dan Controlling (Pengawasan). Pembahasan dalam penelitian ini dijelaskan berdasarkan rumusan masalah penelitian yang disesuaikan dengan teori manajemen yang peneliti gunakan.
4.4.1 Keterlibatan Masyarakat dalam Manajemen Pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta Pembahasan terkait dengan keterlibatan masyarakat dalam manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta ini akan disesuaikan kondisi yang peneliti temukan di lapangan dengan teori manajemen menurut Henry Fayol
184
(Hasibuan, 2009:40) yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian dan pengawasan.
4.4.1.1 Keterlibatan Masyarakat dalam Perencanaan Perencanaan merupakan rangkaian kegiatan yang disusun untuk menjalankan fungsi-fungsi manajemen yang lain. Kegiatan-kegiatan yang disusun bertujuan untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditentukan. Dalam penyusunan perencanaan melibatkan stakeholder-stakeholder dari instansiinstansi yang terkait dengan manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta, seperti Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua Jakarta dan pihak pengelola museum. Dalam hal perencanaan ini terdapat tujuan yang akan dicapai dari perencanaan dan program-program atau kegiatan yang akan dilakukan. Perencanaan tentang Kota Tua Jakarta tercantum dalam Peraturan Gubernur Nomor 36 Tahun 2014 tentang Rencana Induk Kawasan Kota Tua. Di dalam Peraturan Gubernur tersebut pada pasal 29 menyebutkan bahwa pengelolaan Kawasan Kota Tua melibatkan secara aktif dunia usaha dan kelompok-kelompok masyarakat. Tujuan yang diinginkan dicapai dalam perencanaan adalah menjadikan Kota Tua Jakarta menjadi salah satu tujuan wisata untuk tingkat internasional. Upaya-upaya yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta didalam perencanaan Kota Tua Jakarta adalah meningkatkan sumber saya manusia, mendorong pemberdayaan komunitas dan meningkatkan
185
ketahanan kelembagaan kepariwisataan dan kebudayaan, meningkatkan kualitas dan mengembangkan sarana dan prasarana yang berbasis lingkungan, dan mewujudkan tata kelola yang akuntabel, efektif dan efisien. Terkait dengan perencanaan, instansi-instansi yang terlibat seperti Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua Jakarta maupun pihak pengelola museum-museum yang ada di Kota Tua Jakarta memiliki program atau kegiatan masing-masing dalam satu tahunnya. Seperti misalnya Museum Sejarah Jakarta yang setiap tahunnya memiliki acara atau kegiatan tentang museum diantaranya Wisata Kampung Tua, Jelajah Malam, Batavia Art, dan lain sebagainya. Museum Wayang ada kegiatan pameran wayang atau workshop mengenai wayang. Museum Seni Rupa dan Keramik ada kegiatan pameran batik dan latihan membatik. Acara-acara yang diadakan oleh museummuseum tersebut melibatkan komunitas-komunitas yang ada disekitar Taman Fatahillah dan juga pengunjung yang datang. Hal ini sesuai dengan teori partisipasi masyarakat yang termasuk kedalam penelitian ini karena ada partisipasi masyarakat terkait dengan manejemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua. Dalam
Sjafari
dan Sumaryo (2007:150) partisipasi
masyarakat
merupakan keterlibatan langsung dari masyarakat tanpa adanya dorongan yang kuat dari pihak luar. Pemerintah dalam melaksanakan suatu perencanaan membutuhkan peran serta masyarakat agar kegiatan perencanaan yang dilakukan dapat berjalan dengan baik.
Partisipasi dimaknai sebagai pemberdayaan
masyarakat sesuai dengan kemampuan mereka.
186
Dalam penelitian ini masyarakat yang terlibat dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta antara lain komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta, masyarakat sekitar Kota Tua Jakarta yaitu masyarakat Kelurahan Pinangsia, Kecamatan Tamansari Jakarta Barat, pedagang kaki lima dan pengunjung yang datang ke Objek Wisata Kota Tua Jakarta. Keterlibatan masyarakat dalam hal perencanaan yaitu sebagai objek atau sasaran di dalam perencanaan. Seperti halnya museum yang membuat perencanaan dalam satu tahun dan begitupun dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, dalam program kerja yang dibuat masyarakat ditempatkan sebagai objek atau sasaran dari kegiatan tersebut, bukan merupakan subjek yang ikut dalam merumuskan perencanaan dan melaksanakan perencanaan tersebut. Namun sebelum merumuskan perencanaan, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua Jakarta, pihak pengelola museum bersama dengan stakeholder yang lainnya mengadakan rapat teknis atau rapat koordinasi terlebih dahulu. Rapat teknis atau rapat koordinasi ini melibatkan perwakilan komunitas atau masyarakat sekitar didalamnya. Sehingga masyarakat sekitar atau komunitas bisa menyampaikan masukan dan sarannya kepada para stakeholder. Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan anggotaanggota komunitas yang ikut dalam rapat teknis tersebut, masukan yang diberikan oleh para anggota komunitas terkadang kurang didengar atau dianggap angin lalu oleh para stakeholder, dikarenakan anggota komunitas yang memberi masukan tidak disertai oleh bukti apabila ada pengunjung yang mengeluh dengan ketidaknyamanannya saat berwisata di Kota Tua Jakarta.
187
Oleh karena itu, disediakan kotak saran yang bisa pengunjung isi dengan berbagai kritik dan saran mengenai Objek Wisata Kota Tua Jakarta. Kotak saran tersebut ada di Perpustakaan Taman Fatahillah. Namun berdasarkan wawancara, tidak banyak pengunjung yang mengisi kotak saran tersebut. Menurut pandangan peneliti, tidak banyaknya pengunjung yang mengisi kotak saran tersebut adalah kurangnya sosialisasi dari para komunitas atau stakeholder yang berjaga di Perpustakaan Taman Fatahillah tentang adanya kotak saran yang bisa diisi oleh pengunjung, karena setelah peneliti observasi dilapangan kotak saran tersebut hanya ada satu, bentuknya kecil dan penempatan dari kotak saran itu berada dibagian belakang Perpustakaan Taman Fatahillah, sehingga jarang ada pengunjung yang mengetahui adanya kotak saran tersebut. Dalam hal ini seharusnya keterlibatan masyarakat dalam perencanaan jangan dianggap tidak penting oleh para stakeholder dalam merumuskan perencanaan. Dengan adanya partisipasi dari masyarakat dalam mengembangkan Kota Tua Jakarta dapat membuat Kota Tua Jakarta semakin dikenal oleh masyarakat, bukan hanya dalam negeri tetapi juga masyarakat luar negeri. Selain itu dalam melakukan manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta dengan adanya keterlibatan dan partisipasi masyarakat didalamnya akan lebih terpantau dan terbantu dalam pelaksanaannya, sehingga tujuan yang diharapkan pun akan tercapai.
188
4.4.1.2 Keterlibatan Masyarakat dalam Pengorganisasian Pengorganisasian adalah suatu kegiatan pengaturan sumber daya manusia untuk menjalankan rencana yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam pengorganisasian, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua Jakarta, maupun pihak pengelola museum memiliki struktur organisasi masing-masing. Struktur organisasi yang ada dilembaga formal didalamnya tidak termasuk komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta. Komunitas-komunitas merupakan organisasi informal yang tidak masuk kedalam organisasi formal. Komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta dinaungi oleh Local Working Group (LWG). Local Working Group (LWG) bertugas sebagai fasilitator, mediator bagi komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta kepada pemerintah. Komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta pada awalnya berjumlah 79 komunitas dari berbagai bidang seperti bidang sejarah, kesenian, keagamaan, maupun pendidikan. Semakin lama jumlah komunitas berkurang menjadi 32 komunitas. Namun setelah peneliti melakukan observasi ke lapangan 32 komunitas yang ada tidak semuanya aktif, dikarenakan para anggota komunitas-komunitas itu mempunyai kesibukan dan pekerjaan masingmasing. Hal lain yang menyebabkan jumlah komunitas berkurang yaitu adanya penyeleksian yang dilakukan oleh UPK Kota Tua Jakarta yang mensyaratkan komunitas yang ingin menjadi bagian dari Kota Tua harus sesuai dengan unsur kesejarahan di Kota Tua Jakarta. Komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua
189
Jakarta memiliki struktur organisasi masing-masing, yang di dalamnya terdapat ketua, sekretaris, bendahara dan anggota-anggotanya. Komunitas-komunitas tersebut mengatur dan mengorganisir organisasinya masing-masing. Dalam hal ini komunitas termasuk organisasi informal. Ciri organisasi informal dalam Arenawati (2009:6) yaitu lepas, fleksibel, tidak terumuskan dan spontan. Organisasi informal biasanya terbentuk karena mempunyai nilai-nilai bersama dan rasa setia kawan yang kuat. Dalam hal pengorganisasian sebaiknya UPK Kota Tua Jakarta lebih memperhatikan komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta, karena komunitas di Taman Fatahillah seperti Komunitas Sepeda Ontel, Komunitas Manusia Batu dan Komunitas Cakra Buana merupakan salah satu aset bagi wisata Kota Tua Jakarta. Komunitas sebagai penghidup suasana di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta. Komunitas seharusnya dirangkul juga oleh UPK Kota Tua dan diberikan pelatihan-pelatihan yang bisa menunjang wisata di Kota Tua Jakarta. UPK juga seharusnya menindak tegas komunitas-komunitas yang tidak sesuai dengan unsur kesejarahan Kota Tua seperti komunitas badut, komunitas manusia hantu yang masih berada di sekitar area Taman Fatahillah, hal ini bertujuan agar nilai-nilai kesejarahan di Kota Tua Jakarta tidak hilang karena adanya komunitas yang tidak sesuai dengan unsur kesejarahan Kota Tua Jakarta.
190
4.4.1.3 Keterlibatan Masyarakat dalam Pengarahan Pengarahan merupakan pemberian perintah ataupun arahan kepada anggota organisasi atau orang yang akan melaksanakan kegiatan perencanaan. Keterlibatan masyarakat dalam pengarahan dalam hal ini masyarakat maupun komunitas-komunitas diberikan arahan oleh UPK Kota Tua dan Local Working Group (LWG). Satpol PP Kecamatan Tamansari memberikan pengarahan kepada pedagang kaki lima yang ada disekitar Kota Tua Jakarta. Pengarahan UPK Kota Tua Jakarta kepada komunitas berbentuk arahan agar menjaga ketertiban, keamanan dan kebersihan di Kota Tua Jakarta, serta diarahkan agar komunitas yang tidak sesuai dengan unsur kesejarahan Kota Tua Jakarta tidak berada di area Taman Fatahillah. Pengarahan yang dilakukan oleh Sapol PP kepada pedagang kaki lima di Kota Tua Jakarta berbentuk penjagaan disekitar Kota Tua Jakarta, pedagang kaki lima yang legal atau resmi sudah terdaftar di Koperasi Pena Waskata yang ada di Kota Tua Jakarta sebanyak 48 pedagang dan anggotanya tidak boleh bertambah. Dalam hal ini juga Satpol PP memberikan arahan ketika ada operasi penangkapan pedagang kaki lima yang liar, pedagang kaki lima tersebut diarahkan agar tidak berjualan di area Taman Fatahillah lagi, melainkan ada tempat relokasi yaitu di Jalan Cengkeh. Terkait dengan komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta, diberikan arahan oleh UPK Kota Tua agar yang termasuk ke dalam komunitas Kota Tua Jakarta adalah yang memiliki karakteristik kesejarahan Kota Tua Jakarta seperti komunitas ontel dan manusia batu. Apabila komunitas yang masuk tanpa
191
izin dan tidak sesuai dengan karateristik Kota Tua Jakarta akan ditertibkan oleh UPK Kota Tua. Namun pada fakta dilapangan masih ada beberapa komunitas yang tidak sesuai dengan unsur kesejarahan di Kota Tua Jakarta seperti komunitas badut dan komunitas manusia hantu yang belum ditindak secara tegas oleh UPK Kota Tua Jakarta. Selain komunitas-komunitas dan pedagang kaki lima yang diberikan pengarahan, pengunjung yang datang juga diberikan pengarahan agar tidak membuang sampah sembarangan dan menjaga ketertiban di Kota Tua Jakarta
4.4.1.4 Keterlibatan Masyarakat dalam Pengkoordinasian Pengkoordinasian
sangat
penting
dilakukan
dalam
manajemen
pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta, hal ini bertujuan agar tidak terjadi kesalahpahaman atau salah komando dalam melakukan suatu perintah. Dalam hal pengkoordinasian, koordinasi yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta tidak sampai kemasyarakat. Koordinasi dilakukan oleh oleh instansi-instansi terkait yaitu Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua, Satpol PP dan LWG. Namun komunitas dirangkul oleh LWG dan diberikan arahan serta masukan untuk berkreasi di Kota Tua. Komunitas-komunitas juga bisa menyampaikan masukan dan sarannya melalui LWG dan nanti LWG yang menyampaikan ke UPK Kota Tua atau Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta. Pengunjung pun tidak dilibatkan dalam hal koordinasi.
192
Namun dalam hal koordinasi komunitas terkadang diikut dalam rapat teknis atau rapat koordinasi yang diadakan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua, pihak pengelola museum dan LWG. Selain itu komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta merupakan mitra kerja museum-museum dan LWG, sehingga jika ada acara-acara yang diadakan oleh museum-museum, komunitas juga ikut dilibatkan
4.4.1.5 Keterlibatan Masyarakat dalam Pengawasan Masyarakat
ikut
menjaga
kelestarian
Kota
Tua
dan
menjaga
keamanannya sendiri ketika berkunjung ke Kota Tua Jakarta. Masyarakat sekitar Kota Tua Jakarta yaitu masyarakat RW 06 juga ikut menjaga keamanan dan kebersihan di Taman Fatahillah yaitu dengan mendirikan tenda pusat informasi di area Taman Fatahillah, sehingga masyarakat atau pengunjung yang baru pertama kali datang ke Kota Tua Jakarta dan tidak memiliki informasi banyak tentang Kota Tua bisa mendatangi pusat informasi tersebut. Pusat informasi tersebut diisi dengan karang taruna RW 06 Kelurahan Pinangsia. Selain itu Satpol PP, LWG dan komunitas ontel juga ikut menjaga keamanan dan kebersihan di Kota Tua Jakarta, karena setiap harinya komunitas ontel, komunitas manusia batu selalu ada di Taman Fatahillah. Selain itu keterlibatan pengunjung dalam pengawasan adalah menjaga keamanan diri mereka sendiri, menjaga ketertiban umum dan menjaga kebersihan di Kota Tua Jakarta. Bukan hanya masyarakat sekitar, komunitas dan pengunjung yang datang yang ikut terlibat dalam pengawasan, berdasarkan wawancara yang
193
peneliti lakukan pihak dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta juga ikut melakukan pengawasan secara langsung. Ada jadwal piket setiap hari sabtu dan minggu yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dalam memonitor Kota Tua Jakarta. Dalam pengawasan, memang banyak pihak yang terlibat didalamnya, karena Kota Tua Jakarta ini merupakan hal yang dekat dengan masyarakat dengan posisinya yang ada ditengah-tengah Kota Jakarta yang padat penduduk. Pengawasan penting dilakukan agar tidak terjadi kekacauan di Kota Tua Jakarta, agar Kota Tua Jakarta juga tetap rapi, tertata dan terjaga keindahannya.
4.4.2 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Membuat Aturan Terkait Manajemen Pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta Pembahasan terkait dengan rumusan masalah yang kedua yaitu proses keterlibatan masyarakat dalam membuat aturan terkait manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta akan disesuaikan dengan teori manajemen menurut Henry Fayol (Hasibuan, 2009:40) berdasarkan fakta yang peneliti temukan dilapangan.
4.4.2.1 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Perencanaan Proses keterlibatan masyarakat dalam membuat aturan terkait manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta dalam hal ini masyarakat tidak sepenuhnya ikut dilibatkan didalamnya. Dalam perencanaan, masyarakat tidak ikut dalam merumuskan kegiatan-kegiatan yang akan menjadi perencanaan di
194
Kota Tua Jakarta, hanya diikutkan dalam rapat namun itu dilakukan tidak rutin, artinya masyarakat tidak rutin diajak dalam rapat koordinasi yang dilakukan oleh para stakeholder. Proses keterlibatan masyarakat dalam perencanaan terkait manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta berbasis masyarakat merupakan peranan penting dalam suatu objek wisata, khususnya Kota Tua Jakarta. Didalam perencanaan yang tercantum dalam Peraturan Gubernur Nomor 36 Tahun 2014, masyarakat difungsikan sebagai unsur yang diperlukan dalam melakukan manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta. Namun dalam pembuatan perumusan perencanaan masyarakat tidak sepenuhnya
dilibatkan dalam
pembuatan dan perumusan perencanaan. Masyarakat yang di dalamnya terdapat komunitas, masyarakat sekitar dan pengunjung hanya dilibatkan dalam memberikan masukan, kritik dan saran untuk Kota Tua Jakarta. Pengunjung bisa menulis di kotak kritik dan saran yang berada di perpustakaan Taman Fatahillah. Selain itu komunitas juga terkadang diikutkan rapat koordiasi dengan LWG, UPK Kota Tua Jakarta dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, namun dalam rapat tersebut suara atau masukan dari komunitas sering dianggap remeh oleh para stakeholder, hal ini berdasarkan wawancara dengan beberapa informan yang peneliti lakukan. Seharusnya didalam rapat teknis yang diadakan oleh para stakeholder masukan dari komunitas merupakan hal yang penting, dikarenakan komunitas yang setiap harinya berada di Kota Tua dan mengetahui secara langsung kondisi di Kawasan Kota Tua Jakarta. Keterlibatan komunitas juga bisa membantu kerja
195
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dalam pelaksanaan manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta.
4.4.2.2 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Pengorganisasian Proses keterlibatan masyarakat dalam pengorganisasian terkait dalam membuat aturan tentang manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta yaitu masyarakat atau komunitas berada diluar organisasi formal. Organisasi formal yang dimaksud adalah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam hal ini yaitu Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua Jakarta, Satpol PP Kecamatan Tamansari dan pihak pengelola museum yang ada di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta. Komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta memiliki struktur organisasi masing-masing. Komunitas yang ada disekitar objek wisata di Kota Tua Jakarta merupakan mitra kerja Local Working Group (LWG) dan museum-museum yang ada di Taman Fatahillah. LWG yang menaungi komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta. Namun di dalam struktur organisasi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua maupun museum-museum yang ada di Taman Fatahillah tidak ada masyarakat ataupun komunitas di dalamnya. Komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta mengatur organisasinya dengan kemampuan dan keuangannya sendiri, tidak ada dana yang diberikan dari pemerintah kepada komunitas, sehingga untuk keperluan didalam organisasinya seperti Komunitas Sepeda Ontel dan Komunitas Manusia Batu mereka mengumpulkan uang dari para anggotanya masing-masing. Komunitas-
196
komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta memang termasuk kedalam bagian Kota Tua Jakarta, namun dalam pengorganisasiannya tidak termasuk kedalam struktur yang resmi. Dalam hal pengembangan komunitas, apabila komunitas diperhatikan dan didanai oleh pemerintah untuk meningkatkan kualitas wisata Kota Tua Jakarta maka akan sangat berpotensi bagi Kota Tua Jakarta, karena komunitas juga merupakan karakteristik dari Kota Tua Jakarta.
4.4.2.3 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Pengarahan Pengarahan yaitu suatu bentuk kegiatan mengintegrasikan usaha-usaha anggota suatu kelompok sedemikian, sehingga dengan selesainya tugas-tugas yang diserahkan kepada mereka, mereka memenuhi tujuan-tujuan individual dan kelompok. Semua usaha kelompok memerlukan pengarahan, kalau usaha itu ingin berhasil dalam mencapai tujuan-tujuan kelompok. Setiap anggota itu haruslah mempunyai informasi yang diperlukan untuk melakukan tugas yang diserahkan. Untuk itu, rencana-rencana yang baik haruslah diberitahukan kepada semua anggota dalam bentuk instruksi-instruksi dan perintah-perintah, yang diakui secara resmi. Dalam hal pengarahan, masyarakat sekitar, komunitas dan pengunjunglah yang diberikan arahan oleh para stakeholder yang berperan dalam mengelola objek wisata Kota Tua Jakarta seperti Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua, Satpol PP dan pihak pengelola masing-masing museum. Pengarahan dilakukan untuk mengatur Kota Tua Jakarta agar lebih tertata dan lebih rapi dalam hal penataan. Namun untuk komunitas yang jarang
197
berada di area Taman Fatahillah seperti Komunitas Cakra Buana, Gerakan Pramuka Museum Mandiri itu tidak diberikan pengarahan. Komunitas juga memberikan arahan kepada anggotanya masing-masing. Selain itu LWG memberikan arahan kepada komunitas agar bisa berkreativitas dan membuat sesuatu yang memiliki nilai jual. Seperti Komunitas Sepeda Ontel membuat paket wisata tour untuk wisatawan Kota Tua Jakarta, selain itu LWG mengarahkan komunitas dan masyarakat sekitar agar membuat cinderamata khas Kota Tua Jakarta agar bisa dijual, namun sampai saat ini belum ada yang membuat cinderamata tersebut. Pengarahan yang dilakukan oleh LWG adalah semata-mata untuk memberdayakan masyarakat sekitar dan komunitas untuk membuat sesuatu yang kreatif dan bisa dijual, karena berdasarkan wawancara dengan pihak LWG, kebanyakan masyarakat yang tinggal disekitar Kota Tua Jakarta hanya menjadi tukang parkir atau pengamen di Kota Tua. LWG mengharapkan
masyarakat
sekitar
juga
ikut
tampil
dan
menunjukan
kemampuannya untuk kepentingan tempat wisata ini. Oleh karena itu dibutuhkan perhatian lebih dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, khususnya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta untuk memberikan pelatihan-pelatihan bagi masyarakat sekitar Kota Tua Jakarta
4.4.2.4 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Pengkoordinasian Dalam koordinasi membuat aturan, komunitas diikutkan rapat koordinasi yang diadakan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Unit Pengelola
Kawasan
Kota
Tua,
dengan
stakeholder-stakeholder
yang
198
berkepentingan dan bersama dengan masyarakat. Namun berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan kepada beberapa informan, dalam rapat koordinasi masukan yang diberikan oleh perwakilan dari komunitas yang ikut sering tidak didengar oleh stakeholder yang ada, komunitas merasa dikecilkan kedudukannya, karena stakeholder berpikir bahwa komunitas adalah suatu organisasi yang kecil yang tidak tahu apa-apa dan komunitas dianggap tidak memiliki bukti nyata. Namun pada kenyataannya komunitaslah yang tahu kondisi dilapangan Kota Tua pada setiap harinya, sehingga komunitas tahu lebih dalam tentang kondisi dan keadaan Kota Tua yang diamati setiap hari. Adapun kotak saran yang ada di pusat informasi Kota Tua yang diperuntukkan bagi pengunjung yang ingin menuliskan, kritik, saran maupun keluhan tentang Kota Tua. Namun sampai saat ini jarang sekali masyarakat yang menulis di kotak saran tersebut. Komunitas Sepeda Ontel menggangap masyarakat malas untuk menulis kritik dan saran tersebut. Namun menurut peneliti berdasarkan observasi dilapangan keberadaan kotak saran yang ada di pusat informasi di Kota Tua itu tidak banyak diketahui oleh masyarakat ataupun pengunjung, dikarenakan keberadaan kotak saran yang tidak terlihat oleh pengunjung, yaitu didalam tenda pusat informasi dan kotak sarannya berukuran kecil sehingga jarang masyarakat yang tahu tentang kotak saran tersebut. Dalam rapat koordinasi, komunitas-komunitas seperti Ontel, Manusia Batu dan Cakra Buana tidak selalu diundang dalam rapat koordinasi, tergantung keperluan rapat itu saja, dan dalam perencanaan pun komunitas-komunitas yang ada dan masyarakat tidak memberikan masukan untuk perumusan kegiatan
199
didalam perencanaan, bahkan ada beberapa kegiatan-kegiatan yang ada didalam perencanaan tidak mengikutsertakan masyarakat, komunitas maupun pengunjung. Artinya didalam perencanaan tersebut tidak ada kegiatan yang dilaksanakan atau dibuatkan untuk komunitas. Komunitas hanya diikutkan bila diperlukan saja. Koordinasi dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta memang hanya dilakukan oleh instansi-instansi yang terkait saja, namun tidak ada salahnya jika masyarakat sekitar dan komunitas-komunitas di sekitar Kota Tua Jakarta juga ikut dirangkul dan juga dianggap sebagai mitra kerja oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dan UPK Kota Tua Jakarta, karena manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta juga membutuhkan peran serta masyarakat.
4.4.2.5 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Pengawasan Dalam hal pengawasan diperlukan sinergi terhadap semua pihak dan stakeholder dengan masyarakat agar Objek Wisata Kota Tua Jakarta tetap terjaga keamanan dan kebersihannya. Pihak yang terlibat dalam pengawasan yaitu Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua Jakarta, Satpol PP Kecamatan Tamansari, RW setempat, Polisi setempat, masyarakat sekitar, komunitaskomunitas dan pengunjung yang datang ke Objek Wisata Kota Tua Jakarta. Proses keterlibatan masyarakat dalam pengawasan yaitu dengan menjaga keamanan dan kebersihan di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta untuk tidak membuang sampah sembarangan. Bukan hanya masyarakat atau pengunjung saja yang menjaga kebersihan di area Taman Fatahillah, melainkan komunitas-komunitas bersama
200
dengan LWG dan pihak pengelola museum juga ikut menjaga kebersihan di sekitar Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta dengan mengadakan kerja bakti membersihkan Taman Fatahillah pada sabtu dan minggu pagi.
4.4.3 Fungsi Masyarakat dalam Manajemen Pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta Pembahasan mengenai fungsi masyarakat dalam manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta dalam hal ini juga menggunakan teori manajemen menurut Henry Fayol (Hasibuan, 2009:40) yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian dan pengawasan yang akan dibahas sesuai dengan penemuan peneliti di lapangan.
4.4.3.1 Fungsi Masyarakat dalam Perencanaan Perencanaan yang dilakukan dalam manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta sudah dilakukan dengan baik. Dapat dilihat dari adanya Peraturan Gubernur Nomor 36 Tahun 2014 tentang Rencana Induk Kawasan Kota Tua. Namun dalam pelaksanaannya perencanaan yang dibuat tidak semuanya dilakukan dengan baik, seperti yang telah dijelaskan oleh beberapa informan bahwa koordinasi yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta tidak sampai kemasyarakat, artinya koordinasi yang dilakukan hanya dilakukan oleh struktur organisasi internal saja yang tidak melibatkan masyarakat didalamnya, termasuk dalam membuat aturan atau kebijakan, masyarakat tidak ikut dilibatkan.
201
Keterlibatan masyarakat dalam membuat aturan yang berlaku untuk objek wisata Kota Tua Jakarta, maupun perencanaan yang dibuat oleh dinas tidak ikut melibatkan masyarakat secara aktif, tetapi masyarakat hanya dapat menyampaikan aspirasinya ke forum-forum atau komunitas-komunitas yang ada di sekitar kawasan Kota Tua Jakarta, namun hal itu pun sepertinya tidak banyak diketahui oleh masyarakat bahwa masyarakat bisa menyampaikan aspirasinya ke forum atau komunitas yang ada. Hal ini pun sepertinya tidak efektif dan efisien, karena keterlibatan masyarakat dalam membuat aturan arau dalam memberikan kritik dan saran pun dirasakan masih kurang. Komunitas-komunitas seperti Komunitas Sepeda Ontel dan Komunitas Manusia Batu terkadang diikutkan dalam rapat koordinasi atau rapat teknis yang diadakan oleh para stakeholder. Dalam hal ini masyarakat atau komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta ikut meramaikan dan menghidupkan suasana di objek wisata Kota Tua Jakarta. Komunitas-komunitas yang ada disekitar kawasan Taman Fatahillah dilibatkan dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta sebagai ikon atau ciri khas Kota Tua Jakarta. Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta mengharuskan komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta memiliki unsur-unsur sejarah Kota Tua Jakarta, seperti contohnya Komunitas Manusia Batu. Selain itu masyarakat sekitar juga ikut dilibatkan dalam menjaga keamanan dan kelestarian Kota Tua Jakarta, seperti mengisi pusat informasi di Kota Tua dan memantau kondisi di sekitar area Taman Fatahillah. Museum-museum yang ada di Kota Tua Jakarta juga memfungsikan para pengunjung yang datang ke museum-museum untuk ikut serta dalam kegiatan
202
yang diadakan oleh museum. Contohnya di museum seni rupa dan keramik setiap tahunnya mengadakan pameran batik yang didalamnya ikut memberdayakan pengunjung untuk ikut serta dalam membuat batik, dan mengenalkan kepada para pelajar batik-batik yang ada di Indonesia. Selain itu para pengunjung yang mengunjungi Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta, juga berkontribusi dalam menjaga kebersihan dan keamanan. Tidak membuang sampah sembarangan dan menjaga keamanan diri sendiri. Namun pada kenyataannya sampah di Taman Fatahillah banyak yang berserakan, terlebih lagi ketika ada acara atau event di Taman Fatahillah. Hal ini dikarenakan kurangnya tempat sampah di area Taman Fatahillah yang dapat dijangkau pengunjung, serta kurangnya kesadaran masyarakat
dalam
menjaga
kebersihan
dan
tidak
membuang
sampah
sembarangan. Terkait dengan banyaknya sampah di area Taman Fatahillah, sudah ada aturan tegas berupa Perda yang melarang membuang sampah sembarangan, apabila melanggar dikenakan denda Rp.500.000, namun dalam pelaksanaan dan pengawasan yang dilakukan oleh pihak terkait dirasakan masih kurang dan tidak tegas. Berdasarkan wawancara dengan beberapa informan, dalam hal membuat aturan atau kebijakan yang berwenang untuk membuat dan merumuskan adalah stakeholder-stakeholder yang berkepentingan. Masyarakat sifatnya hanya masukan atau aspirasi saja, masyarakat menyampaikan masukannya melalui forum-forum yang ada atau komunitas yang ada. Dalam hal ini forum yang tersedia untuk masyarakat dalam menyampaikan aspirasinya adalah komunitas-komunitas yang dinaungi oleh Local Working Group (LWG), namun pada kenyataannya komunitas-komunitas yang
203
ada di sekitar Kota Tua Jakarta sudah banyak yang tidak aktif, artinya berkurang dari tahun ke tahun, sehingga aspirasi yang masuk untuk memberi masukan kepada pemerintah dalam membuat aturan tentang Kota Tua Jakarta hanya sedikit yang berasal dari masyarakat. Dalam hal perencanaan pemerintah juga melibatkan pihak swasta yang tergabung dalam konsorsium. Membantu pemerintah DKI Jakarta untuk melakukan revitalisasi Kota Tua Jakarta. Diantaranya yaitu PT. Pembangunan Kota Tua, PT. Agung Sedayu, PT. Jasindo, PT Ciputra, PT Jababeka. Sehingga dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta melibatkan Pemerintah, swasta dan masyarakat.
4.4.3.2 Fungsi Masyarakat dalam Pengorganisasian Pengorganisasian merupakan pengaturan atau pengelompokkan para anggota organisasi kedalam masing-masing tugas dan fungsinya. Komunitaskomunitas di Kota Tua Jakarta memiliki struktur organisasi masing-masing yang ada di dalamnya, dan komunitas-komunitas itu mengatur anggotanya masingmasing. Pada awalnya komunitas-komunitas yang di Kota Tua Jakarta banyak yaitu ada 79 komunitas, namun seiring berjalannya waktu komunitas itu semakin berkurang dan sekarang berdasarkan observasi peneliti jumlahnya ada 32 komunitas itupun tidak semuanya aktif. Hal itu dikarenakan anggota-anggota komunitas memiliki kesibukan atau pekerjaan masing-masing, sehingga komunitas-komunitas banyak yang tidak aktif dalam berkegiatan. Unit Pengelola Kawasan Kota Tua pun membuat karakteristik untuk komunitas yaitu harus sesuai dengan unsur kesejarahan Kota Tua Jakarta. Banyak
204
komunitas yang baru pun muncul seperti komunitas badut dan komunitas manusia hantu, namun itu tidak sesuai dengan kerakteristik unsur kesejarahan Kota Tua Jakarta dan tidak diperbolehkan untuk ada di kawasan Kota Tua Jakarta. Dalam pengorganisasian komunitas tidak termasuk ke dalam struktur di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua Jakarta ataupun di museum-museum di Taman Fatahillah. Hal ini dikarenakan komunitas adalah organisasi informal yang terbentuk karena adanya kesamaan hobi atau kesamaan nilai dan kepentingan serta memiliki rasa setia kawan yang kuat. Pengertian komunitas itu sendiri adalah sarana berkumpulnya orang-orang yang memiliki kesamaan minat. Dari jenisnya yang tidak formal atau tidak resmi sehingga komunitas ini tidak masuk ke dalam struktur atau organisasi resmi, hanya saja memiliki struktur sendiri di dalam komunitasnya.
4.4.3.3 Fungsi Masyarakat dalam Pengarahan Fungsi masyarakat dalam pengarahan pada manajemen Objek Wisata Kota Tua Jakarta dalam hal ini masyarakat sekitar Objek Wisata Kota Tua Jakarta, pengunjung dan komunitas yang diberikan arahan oleh pemerintah dan pihakpihak pengelola kawasan. Komunitas hanya memberikan pengarahan kepada sesama anggota di dalam organisasinya, dan komunitas juga mendapatkan pengarahan dari Local Working Group (LWG) yang menaungi komunitaskomunitas yang ada di Kota Tua Jakarta. Unit Pengelola Kawasan (UPK) Kota Tua Jakarta juga ikut mengarahkan komunitas. Komunitas yang mana saja yang
205
boleh berada di Kota Tua Jakarta sesuai dengan unsur kesejarahan Kota Tua Jakarta. Komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta juga diberikan pelatihan oleh Local Working Group (LWG) yaitu berupa pelatihan bahasa inggris agar para komunitas bisa berkomunikasi dengan turis mancanegara, karena di Kota Tua Jakarta bukan hanya pengunjung lokal yang datang, tetapi juga pengunjung dari mancanegara. Masyarakat atau pengunjung juga diberikan arahan agar tidak membuang sampah disembarang tempat, harus menjaga kebersihan dan keamanan dilingkungan objek wisata Kota Tua Jakarta. Selain itu pengunjung yang datang ke museum-museum yang ada disekitar Taman Fatahillah juga diberikan arahan untuk mengikuti acara yang ada di museum apabila museum tersebut mengadakan suatu acara atau program kerja. Selain itu Satpol PP juga ikut memberikan arahan kepada pedagang kaki lima yang ilegal yang masih berdagang di area Taman Fatahillah untuk tidak berdagang diarea Taman Fatahillah lagi, karena mengganggu keindahan dan kenyamanan pengunjung, karena dengan adanya pedagang kaki lima yang ilegal Taman Fatahillah akan semakin sempit. Dampak dari pengarahan yang dilakukan oleh para stakeholder bertujuan agar Kota Tua Jakarta ini menjadi kawasan yang tidak semrawut dan tertata dengan rapi, dengan begitu pengunjung pun akan merasa nyaman bila berwisata di Kota Tua Jakarta khususnya Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta.
206
4.4.3.4 Fungsi Masyarakat dalam Pengkoordinasian Pengkoordinasian merupakan suatu usaha kerja sama antara badan, instansi, unit dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu sedemikian rupa, sehingga terdapat saling mengisi, saling membantu, dan saling melengkapi. Dalam hal ini koordinasi seharusnya dilakukan antara Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta, Unit Pengelola museum-museum, Satpol PP, komunitas serta masyarakat. Dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta, masyarakat dalam hal ini tidak dilibatkan dalam pengkoordinasian, namun Local Working Group (LWG) memberikan ruang untuk komunitas dan masyarakat dalam memberikan kritik dan saran untuk pengelolaan Kota Tua yang lebih baik. Masyarakat dan pengunjung pun bisa menyampaikan masukannya ke pusat informasi atau ke Local Working Group (LWG). Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta bersama dengan para stakeholder mengadakan rapat koordinasi atau rapat teknis yang dilakukan dalam kegiatan manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua ini dengan melibatkan perwakilan dari masyarakat atau komunitas. Sehingga komunitas bisa memberikan masukan dan sarannya kepada para stakeholder, walaupun didalam rapat koordinasi itu hanya sesekali saja komunitas diikutsertakan. Itupun tidak semua komunitas yang diajak dalam rapat koordinasi, hanya komunitas yang aktif di Taman Fatahillah saja seperti Komunitas Sepeda Ontel dan Komunitas Manusia Batu.
207
4.4.3.5 Fungsi Masyarakat dalam Pengawasan Pengawasan merupakan tahapan akhir dari kelima fungsi manajemen yang digunakan oleh Henry Fayol (Hasibuan, 2009:40). Pengawasan merupakan bentuk pemeriksaan kegiatan yang direncanakan sudah dilakukan dengan baik atau belum. Pengawasan juga merupakan proses untuk menilai pencapaian tujuantujuan yang telah ditetapkan dalam perencanaan tercapai atau tidak. Ini menunjukkan adanya hubungan yang sangat erat antara pengawasan.
Pengawasan
membantu
penilaian
perencanaan dan
terhadap
perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengkoordinasian telah dilaksanakan secara efektif dan efisien atau tidak. Fungsi masyarakat dalam pengawasan yaitu masyarakat atau komunitaskomunitas yang ada di sekitar objek wisata Kota Tua Jakarta ikut menjaga keamanan dan kebersihan di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta. Komunitaskomunitas yang ada di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta ikut menjaga keamanan di Taman Fatahillah, apabila terjadi tindak kejahatan komunitas maupun stakeholder akan langsung berkoordinasi dengan polisi setempat. Pengawasan dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Unit Pengelola Kawasan Kota Tua dan bekerja sama dengan Satuan Polisi Pamong Praja yang bertugas mengawasi pedagang kaki lima yang berada di sekitar Kawasan Taman Fatahillah, serta bekerja sama dengan Rukun Warga (RW) setempat yaitu RW 06. Berdasarkan observasi dan wawancara yang peneliti lakukan, pengawasan di Kawasan Taman Fatahillah dilakukan secara langsung oleh Satuan Polisi
208
Pamong Praja yang bertugas mengawasi pedagang kaki lima yang dalam peraturannya dilarang masuk ke Kawasan Taman Fatahillah, namun dalam pelaksanaannya, Satuan Polisi Pamong Praja tidak mengawasi setiap saat, tetapi hanya mengawasi sesekali saja sehingga pedagang kaki lima yang berjualan di sekitar Taman Fatahillah masuk ke Kawasan Taman Fatahillah. Dalam hal ini kurangnya penegasan sanksi yang diberikan kepada pelanggar aturan-aturan di Kawasan Kota Tua Jakarta, sehingga pedagang kaki lima ataupun pihak lain yang melakukan pelanggaran tidak jera untuk melakukan pelanggaran lagi. Fungsi masyarakat dalam pengawasan di Kota Tua Jakarta adalah ikut menjaga kelestarian dan kebersihan di Kawasan Kota Tua Jakarta, khususnya Taman Fatahillah. Namun pada kenyataannya kesadaran masyarakat masih kurang dalam membuang sampah pada tempatnya. Sampah yang ada di Kota Tua Jakarta sering kali menumpuk khususnya ketika ada event, dimana pengunjung yang datang lebih ramai. Hal ini karena sampah hanya diangkut pada pagi hari. Oleh karena itu Dinas Kebersihan DKI Jakarta harusnya lebih mengatur waktu dalam pengangkutan sampah di Kota Tua Jakarta agar tetap bersih dan sampah tidak tertumpuk terlalu banyak, dan Dinas Kebersihan DKI Jakarta juga seharusnya menyediakan lebih banyak lagi tempat sampah di sudut-sudut Taman Fatahillah yang terjangkau oleh pengunjung, sehingga sampah yang ada tidak berserakan. Komunitas-komunitas yang ada di Taman Fatahillah Jakarta juga ikut menjaga kawasan Taman Fatahillah Jakarta, baik itu keamanan dan juga kebersihan agar Kota Tua Jakarta menjadi tujuan wisata yang layak untuk dikunjungi. Selain itu masyarakat dan karang taruna RW 06 Kelurahan Pinangsia
209
juga ikut menjaga keamanan di kawasan Taman Fatahillah, mereka membuat pos keamanan dan pusat informasi untuk pengunjung yang datang ke Taman Fatahillah. Untuk pengawasan pelaksanaan kegiatan
perencanaan Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta bekerja sama dengan Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi DKI Jakarta, Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Jakarta Barat, dan Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Jakarta Utara. Hal ini dilakukan agar kegiatan-kegiatan yang direncanakan dapat dilakukan dengan baik, sehingga tujuan yang diharapkan bisa tercapai.
210
MATRIKS HASIL PENELITIAN Fungsi Manajemen Perencanaan:
Pengorganisasian
Indikator Hasil dan Temuan Penelitian 1. Tujuan 1. Tujuan dari adanya perencanaan tentang 2. Program manajemen pengelolaan objek wisata 3. Proses Kota Tua Jakarta adalah ikut melibatkan 4. Pihak-pihak yang masyarakat dalam maanajemen terlibat dalam pengelolaan objek wisata Kota Tua perencanaan Jakarta 5. Peran masyarakat 2. Program yang ada dalam rangka dalam perencanaan manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta terbagi kedalam tiga museum yang ada di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta, masing-masing museum memiliki program masingmasing, program yang dibuat oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, maupun yang dibuat oleh UPK Kota Tua Jakarta 3. Proses dalam perencanaannya yaitu para stakeholder mengadakan rapat teknis dengan ikut melibatkan masyarakat, namun dalam hal ini aspirasi atau masukan yang diberikan oleh komunitas masih sering diabaikan. 4. Pihak-pihak yang terlibat dalam perencanaan adalah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua Jakarta, Museum Wayang, Museum Seni Rupa dan Keramik, Museum Sejarah Jakarta dan juga komunitas serta masyarakat sekitar. 5. Peran masyarakat yaitu memberi kritik dan saran terhadap hasil dari manajemen pengelolaan Kota Tua Jakarta yang sudah dilakukan. 1. Struktur organisasi 1. Masing-masing lembaga memiliki 2. Pengaturan struktur organisasi tersendiri. Dinas Organisasi Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi 3. Pola hubungan di DKI Jakarta memiliki struktur
211
dalam organisasi
Pengarahan
1. Pembinaan organisasi 2. Peraturan dalam organisasi 3. Dampak pengarahan 4. Bentuk pengarahan
organisasinya sendiri, dan Disparbud DKI Jakarta memiliki Unit Pelaksana Teknis dilapangan yaitu UPK Kota Tua Jakarta. Museum-museum yang ada pun memiliki struktur organisasi sendiri. Namun didalamnya tidak terdapat komunitas atau masyarakat sekitar. Komunitas-komunitas juga memiliki anggota dan struktur masing-masing. 2. Pengaturan organisasi dilakukan oleh pemimpin atau ketua masing-masing. Setiap komunitas memiliki ketua yang mengatur anggota-anggotanya. 3. Pola hubungan didalam organisasi dalam hal ini adalah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua Jakarta, museum-museum yang ada di Taman Fatahillah, komunitas-komunitas, masyarakat sekitar serta pengunjung yang datang adalah Disparbud DKI Jakarta saling berkaitan dengan UPK dan pihak pengelola museum, namun jarang berkaitan dengan komunitas, masyarakat lokal bahkan pengunjung. Komunitas sesekali diikutkan dalam rapat teknis, namun kritik dan sarannya jarang ditanggapi, begitupun dengan pengunjung, pengunjung hanya sebagai penikmat objek wisata Kota Tua Jakarta, tidak ikut dalam perencanaan, pengorganisasian maupun koordinasi. 1. Pembinaan organisasi yaitu komunitaskomunitas diberikan pelatihan bahasa inggris secara gratis agar bisa berinteraksi dengan turis mancanegara dan bisa menjadi tour guide di Kota Tua Jakarta. Local Working Group (LWG) memberikan ide-ide untuk komunitas agar bisa berkreativitas di Kota Tua
212
2.
3.
4.
Pengkoordinasian
1. Komunikasi antar pihak terkait
1.
Jakarta. komunitas seperti Komunitas Barongsai, Gerakan Pramuka Museum Mandiri, Marching Band, komunitas Cakra Buana adalah komunitas yang melakukan latihan didalam komunitasnya masing-masing setiap minggunya sesuai dengan jadwal para anggotanya. Peraturan dalam organisasi dibuat oleh komunitas maupun lembaga masingmasing. Masing-masing instansi seperti Disparbud DKI Jakarta, UPK Kota Tua maupun museum-museum memiliki peraturan didalam organisasinya masingmasing sesuai dengan Pergub. Komunitas juga mengatur anggotanya masing-masing. Disparbud DKI Jakarta hanya mengeluarkan kebijakan, UndangUndang maupun Pergub untuk mengatur para stakeholder yang berkepentingan. Dampak dari pengarahan yaitu komunitas, pengunjung maupun pedagang kaki lima yang ada disekitar Taman Fatahillah mengikuti peraturan yang ada. Sehingga Kota Tua Jakarta lebih rapi dan tertata. Bentuk pengarahan yang dilakukan yaitu dengan cara memberikan arahan atau aturan terkait dengan keindahan dan kelestarian Kota Tua Jakarta. UPK Kota Tua memberikan arahan langsung kepada komunitas-komunitas. Satpol PP juga memberikan arahan langsung kepada pedagang kaki lima, dan para stakeholder yang berjaga di Taman Fatahillah memberikan arahan langsung kepada pengunjung Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta Komunikasi antar pihak terkait dalam manajemen pengelolaan objek wisata
213
2. Hubungan timbal balik 3. Koordinasi antara UPK dengan dinas-dinas terkait 4. Hubungan dinasdinas terkait dengan masyarakat 5. Hubungan UPK dengan masyarakat
2.
3.
4.
5.
Pengawasan
1. Sanksi 2. Bentuk pengawasan 3. Mekanisme pengawasan 4. Pihak-pihak yang terlibat dalam pengawasan 5. Hasil dari pengawasan
1.
2.
Kota Tua Jakarta yaitu antara Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua Jakarta, Unit pengelola museum dan Local Working Group (LWG). Komunitaskomunitas yang ada dinaungi oleh LWG. Hubungan timbal antara UPK Kota Tua Jakarta, pihak pengelola museum dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta adalah dengan adanya laporan hasil kegiatan tiap bulan yang telah dilakukan masing-masing instansi. Koordinasi yang terjalin antara Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dengan UPK Kota Tua Jakarta terjalin dengan baik. Keduanya saling berkoordinasi satu sama lain. Hubungan dinas-dinas terkait seperti Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dengan masyarakat atau komunitas yaitu dengan mengadakan rapat koordinasi atau rapat teknis. Hubungan UPK Kota Tua Jakarta dengan masyarakat yaitu UPK Kota Tua Jakarta juga ikut mengawasi komunitas dan memberikan arahan kepada komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta Sanksi yang diberikan kepada komunitas yang tidak sesuai dengan karakteristik Kota Tua Jakarta namun tetap ada, akan dipindahkan, namun pada kenyataan sampai saat ini belum dipindahkan. Pedagang kaki lima yang ilegal dan berdagang di area Taman Fatahillah akan dikenakan sanksi apabila ada operasi Satpol PP. Bentuk pengawasan yang dilakukan
214
yaitu adanya pos-pos yang berjaga disekitar Taman Fatahiilah, dan itu diisi oleh Satpol PP, LWG, perwakilan UPK Kota Tua, Perwakilan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta. 3. Mekanisme pengawasan yang dilakukan yaitu Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta ikut mengawasi bersama UPK Kota Tua, LWG juga ikut mengawasi dan Satpol PP mengawasi pedagang kaki lima di Objek Wisata Kota Tua Jakarta. 4. Pihak-pihak yang terlibat dalam pengawasan antara lain Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua Jakarta, Unit pengelola museum-museum, Satpol PP, pihak keamanan setempat, RW setempat, masyarakat sekitar, komunitaskomunitas dan pengunjung yang datang ke Kota Tua Jakarta. 5. Hasil dari pengawasan yang dilakukan adalah lebih tertibnya komunitas dan pedagang kaki lima yang ada di sekitar Objek Wisata Kota Tua Jakarta.
215
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta yang berbasis masyarakat dan berdasarkan hasil yang telah ditemukan, peneliti menyimpulkan: 1. Keterlibatan masyarakat dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta yaitu masyarakat hanya dilibatkan dalam pengarahan dan pengawasan. Sedangkan di dalam perencanaan, pengorganisasian dan pengkoordinasian masyarakat atau komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta tidak ikut dilibatkan secara aktif. Hal ini dikarenakan komunitas dan masyarakat sekitar merupakan unsur informal yang tidak masuk ke dalam organisasi formal. 2. Proses keterlibatan masyarakat dalam membuat aturan terkait manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta tidak sepenuhnya ikut dilibatkan didalamnya. Dalam pembuataan peraturan atau kebijakan terkait dengan manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta adalah wewenang dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait. Masyarakat dalam pembuatan peraturan hanya menikmati hasilnya saja, artinya masyarakat tidak ikut dalam pembuatan peraturan atau kebijakan. 3. Masyarakat yang terlibat dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta yaitu komunitas-komunitas yang ada di Taman
216
Fatahillah Kota Tua Jakarta, masyarakat sekitar dan pengunjung yang datang. Fungsi masyarakat dalam manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta antara lain fungsi komunitas adalah meramaikan atau menghidupkan suasana di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta dan sebagai ikon atau ciri khas bagi Kota Tua Jakarta. Komunitas yang ada juga sebagai pemberi aspirasi berupa kritik dan saran dalam hal pembuatan kebijakan atau perumusan perencanaan. Fungsi masyarakat sekitar adalah untuk menjaga keamanan, kebersihan dan kelestarian Kota Tua Jakarta. Selain itu bentuk kepedulian masyarakat sekitar juga dibutuhkan dalam menjaga kelestarian dan menjaga nilai sejarah di Kota Tua Jakarta.
5.2 Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran yang peneliti ajukan berupa rekomendasi yaitu: 1. Keterlibatan masyarakat dalam manajemen pengelolaan Objek Wisata Kota Tua Jakarta terlibat dalam pengarahan dan pengawasan. Belum terlibat di dalam perencanaan, pengkoordinasian dan pengorganisasian. Sehingga diharapkan kepada pemerintah maupun pihak terkait di dalam perencanaan komunitas libatkan secara aktif. Diharapkan unit-unit yang terkait tersebut juga melibatkan masyarakat sebagai pemberi masukan yang aktif dalam pembuatan perencanaan. Di dalam pengorganisasian sebagian komunitas sudah tidak aktif lagi, sehingga diharapkan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua maupun
217
pihak terkait lainnya dapat memberikan perhatian lebih terhadap komunitas yang ada disekitar objek wisata Kota Tua Jakarta serta memberikan ruang dan fasilitas untuk para komunitas yang ada. 2. Proses keterlibatan masyarakat dalam membuat aturan tidak sepenuhnya ikut dilibatkan didalamnya, dikarenakan masyarakat dilibatkan hanya untuk meramaikan Objek Wisata Kota Tua Jakarta, sedangkan untuk membuat aturan masyarakat hanya sebagai pemberi aspirasi atau masukan saja, namun hal ini pun tidak efektif dan efisien, karena banyak masyarakat yang pasif dan tidak memberikan masukan apa-apa. Oleh karena itu diharapkan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dan Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta melakukan koordinasi dan keterbukaan informasi kepada komunitas dan masyarakat agar komunitas dan masyarakat bisa mengetahui tentang adanya pembuatan peraturan dan kebijakan baru, dan diharapkan aspirasi dari komunitas atau masyarakat juga dapat dijadikan pertimbangan dalam pembuatan peraturan atau kebijakan. 3. Fungsi masyarakat dalam manajemen dan pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta berfungsi adalah untuk meramaikan atau menghidupkan suasana di Kota Tua Jakarta. Namun komunitas yang ada kurang diberikan pelatihan, belum didanai dan diberdayakan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta maupun Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta. Oleh karena itu, diharapkan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dan Unit Pengelola Kawasan Kota Tua
218
Jakarta bersinergi dengan Local Working Group (LWG) memberikan pelatihan dan pembinaan kepada komunitas-komunitas yang ada, sehingga komunitas lebih kreatif dalam menampilkan suatu hiburan atau membuat sesuatu yang memiliki nilai jual seperti cinderamata dan juga agar komunitas tetap bertahan jumlahnya.
219
DAFTAR PUSTAKA
BUKU Arenawati, 2009. Teori Organisasi Publik. Serang: Tirta Kusuma Arikunto, Suharsimi. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta Bungin, Burhan. 2009. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana Handoko, T Hani, 2009, Manajemen, Yogyakarta: BPFE Hasibuan, S.P Malayu, 2009. Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah. Jakarta: Bumi Aksara Irawan, Prasetya. 2006. Metodologi Penelitian Administrasi. Jakarta: Universitas Terbuka Miles, Matthe B., dan Huberman, A. Michael. 2007. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Universitas Indonesia Press Moleong, Lexy. 2006. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Siagian, P & Sondang. 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara Sjafari, Agus dan Sumaryo. 2007. Pembangunan Masyarakat Teori dan Implementasi di Era Otonomi Daerah. Bogor: CDI Press Sugiyono.2007. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta ________. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung: CV Alfabeta. Suharto, Edi. 2010. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung: PT. Refika Aditama Syafiie, Inu Kencana. 2011. Etika Pemerintahan. Jakarta: PT. Rineka Cipta Tangkilisan, S.Nogi, Hessel. 2005. Manajemen Publik. Jakarta : Grasindo Terry. G.R, dan Rue. Leslie. W., 2009. Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara Tjokromidjojo, Bintoro.2006. Perencanaan Pembangunan. Jakarta: CV Haji Masagung _____.2003. Pengantar Administrasi Pembangunan. Jakarta: LP3ES Umam, Khaerul. 2010. Perilaku Organisasi. Bandung: Pustaka Setia
220
Usman, Husaini dan Akbar, Purnomo Setiady. 2011. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara
SUMBER DOKUMEN: Undang-Undang Republik Indonesia No 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan Undang-Undang Republik Indonesia No 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 475 tahun 1993 tentang Penetapan Bangunan-Bangunan Bersejarah di Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Benda Cagar Budaya Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 127 Tahun 2007 Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 36 Tahun 2014 tentang Rencana Induk Kawasan Kota Tua
SUMBER LAIN: Woro Novasagita Kirana dengan judul Skripsi Manajemen Pengelolaan Museum Situs Kepurbakalaan (Banten Lama) Sebagai Objek Wisata Budaya Banten Tahun 2013 Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (dilihat pada hari Selasa, 16 Desember 2014) Dwi Mayang Sari dengan Judul Skripsi Manajemen Pengelolaan Situs Batu Goong dan Komplek Makam Syekh Mansyur oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten Tahun 2014 Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (dilihat pada 4 Maret 2015) Indra Gunawan dengan judul Skripsi Pengelolaan Sanitasi Berbasis Masyarakat Tahun 2006 Universitas Diponegoro (diakses pada hari Kamis, 9 April 2015) http://www.jakarta.go.id (diakses pada hari Sabtu 14 Februari 2015) http://www.jakarta.bps.go.id (diakses pada hari Jumat 20 Februari 2015) http://www.kotatuajakarta.org (diakses pada hari Sabtu 14 Februari 2015) http://www.museumwayang.com (diakses pada hari Jumat 20 Februari 2015) http://www.jakarta-tourism.go.id (diakses pada hari Sabtu 14 Februari 2015) http://www.wikipedia.org/pengelolaan (diakses pada hari Sabtu 14 Februari 2015) http:// www.duniapelajar.com/pengertian-komunitas (diakses pada hari Rabu 4 Maret 2015)
221
TRANSKRIP DATA
Perencanaan Q I I1-1
I1-2
I1-3
I1-2
Q I I2-1
1. Apakah tujuan yang diinginkan dalam manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta? Kota Tua Jakarta akan dikembangkan menjadi salah satu tujuan wisata untuk tingkat internasional, Kota Tua pada saat ini sedang dalam penataan kawasan supaya lebih menarik agar Kota Tua layak sebagai destinasi wisata, yang akan kita kembangkan disana banyak bangunan-bangunan cagar budaya yang ingin dikelola, dan Kota Tua ini akan masuk kedalam daftar tujuan wisata tingkat dunia di UNESCO, kita terus berupaya menata baik dari infrastruktur, pengelolaan kawasan yang melibatkan semua stakeholder. Pemerintah dalam hal ini Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK Kota Tua Jakarta, Walikota Jakarta Barat, Satpol PP itu berintegrasi dalam melakukan pengelolaan Kota Tua, kita sebagai pihak yang bertanggung jawab juga ikut memasarkan, mengolah bagaimana SOPnya, dan kedepan kita akan buat satu kajian SOP bagaimana pengelolaan museum yang baik, dari tata pamernya, guidancenya dan lain-lain. Tujuan yang kami harapkan Kota Tua bisa menjadi destinasi wisata tingkat internasional, yang bisa dikunjungi oleh wisatawan-wisatawan asing, lebih tertata, lebih nyaman, lebih baik agar bisa meningkatkan kunjungan wisatawan asing. Tujuan yang akan dicapai adalah museum sebagai sarana edukasi kultural juga sebagai sarana wisata untuk memajukan museum ini sendiri dan mengajukan tentang sejarah kepada masyarakat. Perencanaannya kita akan melaksanakan penertiban pedagang kaki lima yang tidak resmi. Supaya Kota Tua terlihat lebih rapi, bersih sehingga masyarakat yang berkunjung merasa nyaman Perencanaan yang dilakukan untuk Kota Tua ini sesuai dengan Peraturan Gubernur No.36 Tahun 2014. Disitu semua tercantum semua tentang perencanaan Kota Tua, didalam Pergub tersebut terdapat konsep untuk menjadikan Kota Tua sebagai objek wisata yang lebih baik lagi dalam hal penataan dan berbasis masyarakat 2. Apa saja program yang dilakukan dalam rangka manajemen
Kode 1
2
3
4
Kode
pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta? Work plan ada, programnya itu ada dua, program dari DMO itu sendiri, dan program inisiatif LWG. Itu bersinergi jalan bersama. Misalnya pada bulan ini kita mengejar pembentukan forum tata kelola pariwisata, trus ada lagi nanti diakhir
5
222
I1-1
I1-3
I1-6
I1-7
Q I I1-2 I1-1
September mereka akan menghadiri konferensi nasional DMO di Borobudur, masing-masing komunitas diwakilkan 2 orang. Untuk program-program yang dilakukan untuk menata Kota Tua adanya di UPK Kota Tua, jadi langsung kesana. Disana ada UP Kota Tua, ada UP Kesejarahan dan UP Museum Seni, masing-masing yang ada disana yang melaksanakan programnya, baik dari eventnya, pembenahan infrastrukturnya, tata ruangnya, itu semua langsung kepada UP masing-masing. Banyak, seperti pembongkaran PKL di Kali Ciliwung lalu dijalan Cengkeh. Kita seringnya melakukan penertiban-penertiban, karena kita disini penegak Perda. Ada yang piket tiap malam, karena takut terjadi kebakaran. Kita tetap monitoring 24 jam. Jadi program kerja ini sama dengan program kerja museum-museum yang lain dan juga instansi yang lain artinya yang ada di dinas, karena di Unit Pengelola Museum Seni ini dibawah naungan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta. kita mengadakan workshop tekstil atau workshop membatik ke sekolah-sekolah, itu kan yang merasakan dampaknya anak pelajar, pelajar itu kan termasuk masyarakat juga kan. Trus kita mengadakan pameran batik, pameran batik kita juga mengundang anime berbagai lapisan masyarakat, pelajar, mahasiswa, masyarakat umum untuk datang menikmati pameran tersebut. Wujudnya kita memberikan edukasi, informasi kepada masyarakat umum, bahwa ini loh kita punya koleksi batik seperti ini dan berbagai daerah di nusantara, tenun, terus kemudian songket dan lain-lain. Kemudian wayang, kita ada kegiatan pekan museum wayang. Pekan museum wayang itu diantaranya ada workshop, ada pagelaran. Kita memberikan edukasi dan informasi kepada masyarakat ini loh cara membuat wayang golek, wayang kulit, bahan dan prosesnya seperti ini. Kemudian pagelaran, pagelaran itu untuk memberikan hiburan kepada masyarakat supaya masyarakat terhibur ditengah hiruk pikuk kondisi Jakarta yang seperti sekarang kami ingin memberikan kesegaran kepada masyarakat. Museum ini kan museum punya pemda DKI Jakarta, jadi kita sekarang UP Museum Seni, yang isinya Museum Seni Rupa dan Keramik, Museum Wayang dan Museum Tekstil. Kalau kegiatan itu masing-masing museum ada, jadi misalnya pameran lukisan kaca, pameran lukisan keramik, pekan Museum Seni Rupa dan Keramik, ada penyuluhan sekolah-sekolah, workshop-workshop. 3. Bagaimana proses perencanaan dalam manajemen pengelolaan objek
6
7
8
9
Kode
wisata Kota Tua Jakarta? Perencanaan yang dibuat oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta ini dibuat oleh Dinas yang disetujui dan disahkan oleh DPRD Kita sebelum merumuskan perencanaan mengadakan rapat teknis terlebih dahulu, dan
10 11
223
Q I I1-1 I1-6
Q I
didalam rapat teknis itu kita melibatkan semuanya, para stakeholder, kepala museum, dan juga komunitas-komunitas di Kota Tua, baru setelah itu kita tahu apa saja yang nantinya akan dirumuskan untuk perencanaan 4. Siapa saja yang terlibat dalam perencanaan terkait manajemen
Kode
pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta? Banyak yang dilibatkan dalam perencanaan, semua elemen. Kita melibatkan stakeholder, masyarakat dan unit-unit terkait. Semuanya bareng perencanaannya serempak. Di unit lain pun sama begitu, nanti setelah di Dinas dinaikkan lagi ke tingkat DPRD, setelah DPRD nanti dinaikkan lagi ke tingkat kementerian dalam negeri. Setelah kemendagri nanti turun lagi misalnya sudah di acc oleh kemendagri nanti keluar pagu anggaran. Pagu anggaran itu adalah anggaran yang disetujui untuk pelaksanaan pekerjaan. Misalkan pagu anggaran untuk suatu dinas, nanti anggaran itu dibagi ke suku dinasnya lalu ke UP nya dan lain-lain. Nah di Unit Pengelola dilihat eventnya dan kepentingannya, event yang besar anggarannya besar, event yang kecil tentu anggarannya kecil juga, dan seterusnya. Itu disesuaikan dengan tingkat kepentingan kalau diperencanaan itu. Nah setelah turun pagu anggaran langsung teknis dimasing-masing SKPD, seperti di museum seni, baru action untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Nanti setelah itu pengajuan net untuk pengajuan dokumen penganggaran. 5. Apa saja peran masyarakat dalam manajemen pengelolaan objek wisata
12 13
Kode
Kota Tua Jakarta?
I1-1
14 Masyarakat sifatnya masukan bagaimana Kota Tua ini lebih baik, kalau pengambilan kebijakan itu dari Pemerintah, dalam pelaksanaan pengelolaan kita bekerja sama dengan masyarakat I2-3 15 Kita setiap hari ada disini dan ikut juga menjaga keamanan dan kebersihan, setiap minggu pagi itu ada gotong royong membersihkan area Taman Fatahillah ini I2-4 16 Kita setiap hari ada disini, dan kalau hari sabtu dan minggu juga membuka perpustakaan Fatahillah, setiap harinya kita ikut menjaga keamanan disekitar sini, kadang juga diadakan kerja bakti untuk membersihkan sampah I2-8 17 Kita ikut mengawasi di Kota Tua ini setiap hari sabtu atau hari minggu Q 6. Apakah masyarakat antusias ikut serta dalam manajemen pengelolaan Kode I I3-3 I3-2
objek wisata Kota Tua Jakarta? Senang berkunjung kesini, sebagai pelajar juga ingin tahu tentang sejarah Kota Jakarta, ya disini menikmati suasana Kota Tua saja, ikut menjaga kebersihan juga Datang kesini untuk mengajak anak jalan-jalan, senang sih berkunjung kesini
18 19
224
Pengorganisasian Q
Kode
melibatkan anggota masyarakat?
I I1-2
I1-2
I2-1
I2-1
I2-3 Q I I2-2
1. Bagaimana struktur organisasi di UPK Kota Tua Jakarta, apakah
Pengorganisasian di Kota Tua ini diawali dari yang paling tinggi yaitu dinas pariwisata dan kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, lalu dibawahnya ada UPK Kota Tua. Jadi kita disini langsung berada dibawah Dinas Pariwisata yang bertugas langsung mengelola Objek wisata ini Tidak, karena didalam Pergub No 7 Tahun 2007 tidak ada. Dalam Pergub rencana induk pun tidak ada. Komunitas itu diluar program pemerintah tapi secara tidak langsung komunitas ikut dalam pengembangan objek wisata Kota Tua Jakarta. Kalau Ontel sudah terorganisir dengan baik. Manusia batu juga sudah bagus juga, mereka ga banyak anggotanya cuma 8 atau 10 orang. Ontel dibatasi hanya 38 anggota paguyubannya. Kalau komunitas-komunitas yang lain kan mereka datang dan pergi, beberapa komunitas yang lain pun ada dibawah instansi yang berbeda. Misalnya kaya tanjidor di bawah Museum Mandiri, silat, tanjidor, hadroh, marawis, mereka tampil kalau ada event-event tertentu disini. Karena mereka tuan rumah, mereka jangan hanya nonton tapi juga ikut berkontribusi. Ada ketua, ada ketua harian, ada sekretaris, bendahara, kelompok kerja masingmasing. Ada komunikasi dan informasi, ada kelompok kerja kreatif dan sebagainya. Ada dari ketuanya Pak Idris, bendaharanya saya sendiri, kita pegang uang kas, kalo ada temen kita yang sakit, ada yang kena musibah kita pake uang kas itu 2. Bagaimana peraturan dalam melibatkan masyarakat dalam manajemen
20
21
22
23
24 Kode
pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta? Perencanaan yang dilakukan untuk Kota Tua ini sesuai dengan Peraturan Gubernur No.36 Tahun 2014. Disitu semua tercantum semua tentang perencanaan Kota Tua, didalam Pergub tersebut terdapat konsep untuk menjadikan Kota Tua sebagai objek wisata yang lebih baik lagi dalam hal penataan dan berbasis masyarakat
25
Pengarahan Q 1. Bagaimana pembinaan masyarakat dalam melibatkan masyarakat dalam Kode I I1-6
manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta? Komunitas itu adalah mitra kerja kita, kemudian kegiatan kita melakukan pelatihan dan pembinaan. Pelatihan itu memberikan workshop, pembinaan itu
26
225
I2-1
I2-3 Q I I1-1
mengajari cara menyulam yang benar, kemudian untuk museum seni rupa dan keramik juga sama. Komunitasnya sendiri-sendiri. Kalau tekstil komunitasnya komunitas batik, wayang begitu juga komunitas pewayangan. 27 LWG memberikan arahan kepada komunitas untuk membuat suatu hal yang kreatif yang memiliki daya jual untuk dipamerkan atau dijual sebagai souvenir atau cinderamata para pengunjung yang datang kesini 28 UPK memberikan arahan kepada kita, kalau ada komunitas baru yang masuk dan tidak patuhi aturan disini akan ditindak tegas oleh UPK 2. Apa saja bentuk pengarahan kepada masyarakat dalam manajemen Kode pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta?
29 Kota Tua itu adalah milik semua, bukan hanya milik Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, tapi kita didalamnya ada keterlibatan. Contoh misalnya malam minggu dan malam senin itu kita secara berkelanjutan diadakan piket, kita memonitoring langsung, waktunya dari jam 12 siang sampai jam 11 malam. Keterlibatan itu sendiri diantaranya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Satpol PP, pihak kecamatan, pihak kelurahan dan pihak keamanan setempat. Jadi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta ada 5 wilayah dan 1 kabupaten, itu semuanya dilibatkan. 30 I1-4 Pengarahannya suruh membantu kita dan program pemerintah. Intinya harus membantu. Kebetulan kita kompak dari karang taruna nurut. Seperti misalnya kalau ada tawuran, Karang Taruna gerak. Q 3. Bagaimana dampak pengarahan tersebut? Kode I I1-2 I1-3
Dampak dari pengarahan diharapkan Kota Tua akan semakin tertata dan rapi, jadi pengunjung yang datang juga nyaman. Dampaknya agar pedagang kaki lima tidak berjualan di Taman Fatahillah, karena sudah ada ditempat khusus di Jalan Cengkeh
31 32
Pengkoordinasian Q I I1-1
I1-6
1. Bagaimana komunikasi atau koordinasi diantara stakeholder dan Kode masyarakat? Kita ada rapat koordinasi. Contoh kemarin ada penertiban sterilisasi itu dibawah perintah Walikota Jakarta Barat. Iya, kita langsung tanggung jawabnya kepada Gubernur. Kita selain rapat koordinasi juga melakukan monitoring terhadap kawasan juga. Itu setiap hari, setiap minggu kita lakukan. UPK Kota Tua sama levelnya dengan Unit Pengelola Museum Seni, artinya sama-sama dibawah naungan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI
33
34
226
I1-6
I1-1
I1-2
I1-1
I2-3
Jakarta, namun saling keterkaitan. UPK Kota Tua adalah yang mengurus tentang sirkulasi penggunaan lahan di kawasan Kota Tua, kemudian UP Museum Kesejarahan itu yang punya lahan Taman Fatahillah ini, peruntukkan, perizinannya dan lain-lain dari museum sejarah. Trus kemudian konsorsium ini baru lagi, Konsorsium Kota Tua, ini mitra baru, dia juga ikut membantu, ikut ambil bagian dalam rangka pengembangan kawasan Kota Tua, baik dari keamanan, kebersihan dan lain-lain, mereka juga andil didalamnya. Trus kemudian seperti mitra-mitra kerja yang lain juga sama, kita saling berkaitan dan saling membantu, saling mengisi dalam event-event tertentu. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta adalah pusatnya, kita tetap bertanggung jawab kepada kepala dinas. Setiap event-event tertentu kita bertanggung jawab kepada kepala dinas dan juga gubernur, karena setiap selesai event pasti kita memberi laporan kepada pimpinan. Kita melibatkan masyarakat ataupun komunitas dalam rapat teknis atau rapat koordinasi yang dilakukan bersama dengan UPK dan unit pengelola museum. Disana kita ajak juga komunitas yang ada di Kota Tua Kalau untuk pengelolaan Kota Tua ini, kita ada keterkaitan dengan Dinas dalam hal kebijakan, lalu dengan satpol pp untuk mengatur pengamen dan pedagang kaki lima disini Pengamen yang ilegal berada dalam koordinasi Dinas Trantib/Satpol PP. Yang berada dalam pembinaan Pemda adalah yang sudah ada izin atau kerjasama dengan UPK Kota Tua. Masalah pedagang kaki lima berada dalam koordinasi Dinas Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Perdagangan. Dalam kenyataannya, banyak pedagang kaki lima yang mengakibatkan kerusakan hasil pemugaran. kita saling ngebantu-ngebantu aja sama dia, kalau UPK minta tolong sama komunitas kita ya kita bantu, begitu juga sebaliknya, sama-sama ngebantu
35
36
37
38
39
Pengawasan Q I I1-3 I2-3
1. Apa saja sanksi yang diberlakukan apabila ada pihak yang melanggar Kode aturan dalam manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta? Ada, misalnya di koperasi ada tata tertib buka jam 6 sore tutup jam 12 malam, kalau tidak mengikuti peraturan bisa kita pecat. Contohnya kaya dia ga mau menjaga kebersihan. Kalau disini kan ada bersihbersih kan setiap sabtu minggu itu bagian komunitas saya sama komunitas onthel, jadi dia ga mau. Masa bodo aja. Ga mau bergabung, dan akhirnya ada yang ngadu ke UPK, si A begini-begini pak. Jadi UPK denger sekali, dua kali, tiga kali udah trus dikeluarin satu orang, kedua, ketiga keempat udah dikeluarin. Jadi kita mah harus ngikut apa peraturan dari UPK aja sih. Kalo UPK ngomong
40 41
227
Q I I1-1
I1-3
I1-6
I2-1
Q I I1-3
I1-6
B ya kita ikutin aja B. Kita nyari aman aja disini, soalnya kan dia penguasa sini 2. Apa saja bentuk pengawasan yang dilakukan dalam melakukan
Kode
manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta? 42 Pengawasan yang kita lakukan itu langsung, kita terlibat langsung didalamnya, melihat secara langsung bagaimana kondisi Kota Tua dari kunjungannya, eventnya seperti apa, supaya nanti kita bisa mengambil langkah-langkah penertiban yang dilakukan di Kota Tua. Untuk event, itu bolehnya event yang berkarakter, tidak semua event dilakukan di Kota Tua, karena harus disesuaikan dengan kondisi dan karakter Kota Tua itu sendiri, tidak sembarang event yang diadakan. 43 Komunitas-komunitas itu Dinas Pariwisata yang melakukan penataan, mungkin secara umum sudah dirapatkan oleh Dinas Pariwisata dengan perwakilanperwakilan setiap komunitas, jadi mereka diarahkan, itu sih yang saya dengar. Misalnya untuk komunitas badut diarahkan untuk memakai kostum pahlawan, jangan pakai kostum badut. Dan Dinas Pariwisata menempatkan komunitas pada masing-masing tempatnya. 44 Jadi setiap kita mengadakan event kita selalu lapor, pasti dari Dinas ada yang didelegasikan untuk memantau, selain memantau juga untuk menghadiri acaranya. Dulu ada bidang pengawasan dan pengendalian, tapi sekarang bidang tersebut ditiadakan namun tugas pokok dan fungsinya di bidang daya tarik destinasi, jadi disitu ada fungsinya untuk memantau atau memonitor setiap eventevent yang dilakukan dibawah jajaran Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta. Contoh di museum seni mengadakan event wayang, nanti dari bidang daya tarik destinasi itu pasti ada yang ditugaskan untuk memonitor. 45 Kita setiap hari memantau Kota Tua, setiap hari saya menyempatkan waktu untuk datang ke kota tua dan melihat keadaan taman fatahillah bersama komunitas sepeda ontel 3. Bagaimana mekanisme pengawasan tersebut? Kode
Kita ini ada 3 metode. Yang pertama namanya proentiv, artinya ada sosialisasi untuk tidak boleh berdagang disini. Yang kedua preventif, yaitu menghalau mereka agar tidak boleh berdagang sesuai dengan Perda, tetapi kalau sudah satu sampai dua atau tiga kali kami halau masih tetap berjualan, kita melaksanakan operasi atau penertiban, itu metode yang ketiga. Dagangannya akan kita angkut dan disimpan digudang Pemda DKI, dan ada sidang tipiringnya. Ada kegiatan untuk piket. Piket untuk pengawasan ke daerah kawasan Kota Tua, itu bergilir jadi gabungan dari tingkat dinas, suku dinas, dan juga wilayah seperti pusat pelatihan seni budaya dan juga stakeholder yang ada di kawasan Kota Tua ini, itu selalu bergiliran setiap hari sabtu dan minggu, sore mulai dari jam 4
46
47
228
Q I I1-3
I2-3 I1-3
sampai jam 8 malam, karena untuk memantau situasi, kondisi dikawasan Kota Tua yang belakangan ini kita sterilkan dari pedagang asongan atau pedagang kaki lima yang membuat suasana kumuh di kawasan Kota Tua ini. Kan perencanaannya Kota Tua itu kan mau dijadikan kawasan destinasi tingkat internasional. Makanya sebelum kawasan Kota Tua ini steril dan bersih, ini mungkin belum bisa, makanya kita mencoba. Termasuk dihalaman museum wayang saja, itu kalau dulu udah jam 2 jam 3 udah penuh pedagang, udah pada berebut lahan, akhirnya kita sterilkan apapun yang terjadi. Hal ini juga tidak serta merta seperti membalikkan telapak tangan begitu saja, namun tetap melalui proses, perlu pendekatan persuasif kepada animo masyarakat supaya mereka juga bisa memahami arti pentingnya kebersihan dan keindahan kawasan. 4. Siapa saja pihak-pihak yang terlibat dalam pengawasan? Kita Disini satu tim. Dari Koperasi dari Pariwisata, Konsorsium dan UMKM. Dan kami yang mengawasi. Tiap seminggu sekali kita rapat. Setiap seminggu sekali kita lihat komunitas yang ada di Kota Tua bagaimana, PKL nya juga kita lihat, keamanannya juga kita perhatikan, setelah itu kita evaluasi. Kita bekerja sama dengan Koperasi, Konsorsium, dan Satpol PP sendiri. Kita disana bersama sama melakukan pengamanan untuk pedagang, supaya yang tidak resmi tidak masuk ke Kota Tua. Kalau komunitas ini diawasi oleh UPK, kalo satpol pp ngurusin pedagang aja. kita petugas satpol pp disini tugasnya untuk menjaga, mengatur dan mengawasi PKL dan pengamen yang ada disini
Kode 48
49 50
229
KODING DATA Kode 1
Kata Kunci Perencanaan Kota Tua Jakarta menurut Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta
2
Tujuan Kota Tua yang akan dicapai menurut Unit Pengelola Kawasan Kota Tua
3
Perencanaan Satpol PP
4
Perencanaan Kota Tua sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 36 Tahun 2014
5
Perencanaan oleh Destination Management Organization dan Local Working Group (LWG)
6
UPK Kota Tua memiliki program tentang Kota Tua sendiri, begitupun dengan masing-masing museum
7
Program yang dilakukan oleh Satpol PP
8
Program kerja Museum Wayang
9
Program-program Museum Seni Rupa dan Keramik
10
Perencanaan disetujui dan disahkan oleh DPRD DKI Jakarta
11
Proses merumuskan perencanaan
12
Pihak yang dilibatkan dalam perencanaan
13
Urutan dalam membuat perencanaan
14
Peran masyarakat
15
Peran Komunitas Manusia Batu
16
Peran Komunitas Sepeda Ontel
17
Peran Karang Taruna
18
Antusiasme masyarakat
19
Pendapat masyarakat
20
Pengorganisasian di Kota Tua Jakarta
21
Struktur organisasi di UPK Kota Tua tidak melibatkan masyarakat
22
Komunitas-komunitas yang terorganisir dengan baik
23
Susunan organisasi didalam komunitas-komunitas yang ada di Kota Tua Jakarta
24
Struktur organisasi Komunitas Manusia Batu
25
Perencanaan sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 36 Tahun 2014
26
Komunitas adalah mitra kerja stakeholders Kota Tua Jakarta
230
27
Local Working Group (LWG) memberikan arahan kepada komunitas
28
Unit Pengelola Kawasan (UPK) Kota Tua Jakarta memberikan pengarahan ke komunitas
29
Kota Tua Jakarta adalah milik semua
30
Pengarahan oleh Ketua RW 06 Kelurahan Pinangsia kepada karang taruna
31
Dampak pengarahan
32
Dampak pengarahan oleh Sapol PP
33
Koordinasi antar instansi
34
Koordinasi yang dilakukan pihak museum
35
Bentuk koordinasi pihak pengelola Museum Wayang dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta
36
Koordinasi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dengan masyarakat atau komunitas
37
Koordinasi yang dilakukan oleh UPK Kota Tua Jakarta
38
Koordinasi antara Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dengan dinas lain
39
Koordinasi komunitas dengan UPK Kota Tua Jakarta
40
Peraturan koperasi
41
Peraturan komunitas
42
Pengawasan yang dilakukan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta
43
Pengawasan yang dilakukan Satpol PP
44
Bentuk pengawasan yang dilakukan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta
45
Bentuk pengawasan yang dilakukan Local Working Group (LWG)
46
Metode pangawasan yang dilakukan Satpol PP terhadap pedagang kaki lima
47
Mekanisme pengawasan yang dilakukan dinas dan museum terhadap Kota Tua Jakarta
48
Pihak yang terlibat dalam pengawasan
49
Pengawasan yang dilakukan UPK Kota Tua Jakarta dan Satpol PP
50
Pengawasan yang dilakukan Satpol PP
231
KATEGORISASI DATA No Kategori 1. Perencanaan
a. b. c. d. e. f. g. h. i.
2.
Pengorganisasian
a. b.
c. d. e.
3.
Pengarahan
a.
b. c. d. e.
Rincian Isi Kategori Kota Tua Jakarta dikembangkan sebagai tujuan wisata tingkat internasional Adanya rapat koordinasi Keterlibatan masyarakat didalamnya Sesuai dengan Pergub DKI Jakarta Nomor 36 Tahun 2014 Masing-masing museum memiliki program kegiatan masing-masing Melibatkan pemerintah, swasta dan masyarakat Melibatkan komunitas-komunitas di Kota Tua Jakarta Masyarakat sebagai pemberi masukan, kritik dan saran Komunitas sebagai mitra kerja Local Working Group (LWG) Komunitas memiliki struktur organisasi masing-masing Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, UPK dan museum mempunyai struktur organisasi masing-masing Komunitas tidak termasuk dalam struktur Dinas, UPK Kota Tua maupun museum Komunitas di Kota Tua Jakarta jumlahnya semakin berkurang Komunitas belum didanai dan diberdayakan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta memberikan arahan kepada UPK Kota Tua Jakarta UPK Kota Tua Jakarta memberikan pengarahan kepada komunitas Komunitas diarahkan oleh Local Working Group (LWG) Komunitas memberikan pengarahan kepada anggotanya masing-masing Pengunjung diarahkan oleh stakeholder yang
232
4.
Pengkoordinasian
f. a.
b.
c.
d.
e. f. g. 5.
Pengawasan
a. b. c.
d. e. f. 6
Latar Belakang
a. b. c. d. e. f.
berjaga di Taman Fatahillah Satpol PP mengarahkan pedagang kaki lima Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta melakukan koordinasi dengan UPK Kota Tua Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta melakukan koordinasi dengan dinas lain yang terkait Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta melakukan koordinasi dengan pihak pengelola museum Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta melakukan koordinasi dengan Satpol PP Stakeholder di Kota Tua Jakarta berkoordinasi dengan pihak keamanan setempat Koordinasi tidak sampai kemasyarakat Komunitas dirangkul atau dinaungi oleh Local Working Group (LWG) Komunitas diawasi oleh UPK Kota Tua Jakarta Pedagang kaki lima diawasi oleh Satpol PP Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta mengadakan piket langsung di Kota Tua Jakarta Local Working Group (LWG) juga mengawasi Kota Tua Jakarta Komunitas menjaga keamanan dan kebersihan di Taman Fatahillah Pengunjung juga menjaga ketertiban umum dan kebersihan di Kota Tua Jakarta Komunitas tidak ikut dilibatkan dalam koordinasi Jumlah komunitas semakin berkurang Ada beberapa komunitas yang tidak sesuai dengan unsur kesejarahan Kota Tua Jakarta yang kental dengan nilai kesejarahan masa penjajahan Belanda Kota Tua Jakarta yang berada ditengah padatnya penduduk Kurang tegasnya aturan kepada komunitas
233
7
Pedagang kaki lima
a. b. c. d. e. f.
yang tidak sesuai dengan unsur Kota Tua Jakarta Banyak pedagang kaki lima yang ilegal Pedagang yang resmi terdaftar di Koperasi Pena Waskata Ada iuran setiap harinya atau setiap bulan ke koperasi Tidak boleh ada pedagang kaki lima tambahan Terkadang ada operasi razia yang dilakukan Satpol PP Pedagang kaki lima diarahkan oleh Satpol PP
234
CATATAN LAPANGAN Tanggal
Waktu
Tempat
Hasil
Informan
18 September
12:43 WIB
Gedung B Lantai 3
Wawancara
Bapak Encu Suhandi,
2015
Dinas Pariwisata dan
SE., MM (Kepala
Kebudayaan Provinsi
Seksi Produk Dinas
DKI Jakarta
Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta)
18 September
15:31 WIB
2015
Kantor UPK Kota Tua,
Observasi awal dan
Bapak Ario
Gedung C Lantai 2
Wawancara
Wicaksono, S.H (Staf
Dinas Pariwisata dan
Seksi Penataan UPK
Kebudayaan Provinsi
Kota Tua Jakarta)
DKI Jakarta 28 Agustus
09:28 WIB
2015
Kantor Kecamatan
Wawancara
Tamansari
Bapak Purnama Pangabean (Ketua Satuan Tugas Satpol PP Kecamatan Tamansari)
21 Agustus
17:14 WIB
Taman Fatahillah
Wawancara
2015
Bapak Mochammad Firmansyah (Ketua RW 06 Kelurahan Pinangsia)
7 Agustus
15:14 WIB
2015
Museum Sejarah
Wawancara
Jakarta
Bapak Khasirun (Staf Pengelola Museum Sejarah Jakarta)
28 Agustus
14:06 WIB
Museum Wayang
Wawancara
2015
Bapak Sumardi (Staf Pengelola Museum Wayang)
28 Agustus 2015
15:07 WIB
Museum Seni Rupa dan Keramik
Wawancara
Bapak Hari Prabowo (Staf Pengelola
235
Museum Seni Rupa dan Keramik) 6 September
14:51 WIB
Gedung Arsip Mandiri
Wawancara
2015
Bapak Dodi Riadi (Anggota Tim Kelompok Kerja di LWG)
27 Juni 2015
14:47 WIB
Museum Sejarah
Observasi awal dan
Bapak Yosep (Guide
Jakarta
Wawancara
Museum Sejarah Jakarta)
2 Maret 2015
16:06 WIB
Taman Fatahillah
Observasi dan
Bapak Rizal Hidayat
Wawancara
(Bendahara Komunitas Manusia Batu)
24 Oktober
15:13 WIB
Taman Fatahillah
Wawancara
2015
Bapak Sanem (Humas Paguyuban Ontel Kota Tua)
24 Oktober
13:51 WIB
2015
Kediaman Bapak
Wawancara
Deden Sinaga S.H
Bapak Deden Sinaga, S.H (Ketua Komunitas Cakra Buana)
5 Desember
15:14 WIB
2015
Perpustakaan Taman
Wawancara
Fatahillah
Bapak Drg. Hendri (Ketua Gerakan Pramuka Museum Mandiri)
11 Juli 2015
13:04 WIB
Taman Fatahillah
Wawancara
Bapak Sukro (Anggota Komunitas Badut)
4 Oktober
15:32 WIB
205 21 Agustus
Basecamp Karang
Wawancara
Taruna RW 06, RT 04 18:04 WIB
Lorong Pedagang Kaki
Bapak Edi (Anggota Karang Taruna)
Wawancara
Ibu Sri (Pedagang
236
2015 4 Oktober
Lima Taman Fatahillah 16:55 WIB
Taman Fatahillah
Kali Lima) Wawancara
2015 4 Oktober
Lokal) 16:48 WIB
Taman Fatahillah
Wawancara
2015 4 Oktober
17:23 WIB
Taman Fatahillah
Wawancara
2015
Nani (Wisatawan Lokal)
16:01 WIB
Taman Fatahillah
Wawancara
2015 4 Oktober
Fahmi (Wisatawan Lokal)
2015 4 Oktober
Bapak Eli (Wisatawan
Lotta (Wisatawan Mancanegara)
17:30 WIB
Taman Fatahillah
Wawancara
Daniel (Wisatawan Mancanegara)
237
KISI-KISI WAWANCARA UNTUK DINAS DAN UPK KOTA TUA A. PERENCANAAN 7. Apakah tujuan yang diinginkan dalam manajemen pengelolaan objek wisata kota tua jakarta? 8. Apa saja program yang dilakukan dalam rangka manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta? 9. Bagaimana proses dalam manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta? 10. Siapa saja yang terlibat dalam manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta? 11. Apa saja peran masyarakat dalam manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta? 12. Apakah masyarakat antusias ikut serta dalam manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta?
B. PENGORGANISASIAN 1. Bagaimana struktur organisasi di UPK, apakah melibatkan anggota masyarakat? 2. Bagaimana peraturan dalam melibatkan masyarakat dalam manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta? 3. Bagaimana pola hubungan antara UPK, Dinas dan masyarakat?
C. PENGARAHAN 1. Bagaimana pembinaan masyarakat atau komunitas dalam melibatkan masyarakat dalam manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta? 2. Apa saja bentuk pengarahan kepada masyarakat atau komunitas dalam manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta? 3. Bagaimana dampak pengarahan tersebut?
238
D. PENGKOORDINASIAN 2. Bagaimana komunikasi atau koordinasi antara Dinas dengan UPK? 3. Bagaimana komunikasi atau koordinasi antara Dinas dengan Pihak Swasta? 4. Bagaimana komunikasi atau koordinasi antara Dinas dengan masyarakat? 5. Bagaimana komunikasi atau koordinasi antara UPK dengan pihak swasta? 6. Bagaimana
komunikasi
atau
koordinasi
antara
UPK
dengan
masyarakat? E. PENGAWASAN 5. Apa saja sanksi yang diberlakukan apabila ada pihak yang melanggar aturan dalam manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta? 6. Apa saja bentuk pengawasan yang dilakukan dalam melakukan manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta? 7. Bagaimana mekanisme pengawasan tersebut? 8. Siapa saja pihak-pihak yang terlibat dalam pengawasan?
239
KISI-KISI WAWANCARA UNTUK MASYARAKAT ATAU KOMUNITAS A. PERENCANAAN 1. Apakah masyarakat ikut dilibatkan dalam manajemen pengelolaan objek wisata kota tua jakarta? 2. Apa saja program yang diikuti oleh masyarakat dalam rangka manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta? 3. Bagaimana proses perencanaan dalam manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta? 4. Siapa saja yang terlibat dalam manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta? 5. Apa saja peran masyarakat dalam manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta? 6. Apakah masyarakat antusias ikut serta dalam manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta?
B. PENGORGANISASIAN 1. Bagaimana struktur organisasi di Local Working Group? 2. Bagaimana peraturan dalam melibatkan masyarakat dalam manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta? 3. Bagaimana pola hubungan antara UPK, Dinas dan masyarakat?
C. PENGARAHAN 1. Bagaimana pembinaan masyarakat atau komunitas dalam melibatkan masyarakat dalam manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta? 2. Peraturan apa saja yang mengatur keikutsertaan masyarakat dalam manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta? 3. Apa saja bentuk pengarahan kepada masyarakat dalam manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta? 4. Bagaimana dampak pengarahan tersebut?
240
D. PENGKOORDINASIAN 1. Bagaimana komunikasi atau koordinasi antara Dinas dengan UPK? 2. Bagaimana komunikasi atau koordinasi antara Dinas dengan Pihak Swasta? 3. Bagaimana komunikasi atau koordinasi antara Dinas dengan masyarakat? 4. Bagaimana komunikasi atau koordinasi antara UPK dengan pihak swasta? 5. Bagaimana
komunikasi
atau
koordinasi
antara
UPK
dengan
masyarakat?
E. PENGAWASAN 1. Apa saja sanksi yang diberlakukan apabila ada pihak yang melanggar aturan dalam manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta? 2. Apa saja bentuk pengawasan yang dilakukan dalam melakukan manajemen pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta? 3. Bagaimana mekanisme pengawasan tersebut? 4. Siapa saja pihak-pihak yang terlibat dalam pengawasan?
241
KISI-KISI WAWANCARA UNTUK WISATAWAN 1. Bagaimana kenyamanan berwisata di Objek Wisata Kota Tua Jakarta? 2. Apakah anda tertarik untuk datang kembali ke objek wisata ini? 3. Apakah masyarakat sekitar ramah kepada anda? 4. Bagaimana tanggapan anda mengenai komunitas-komunitas di objek wisata ini? 5. Bagaimana menurut anda partisipasi masyarakat dalam pengelolaan objek wisata Kota Tua Jakarta? 6. Bagaimana tanggapan anda dengan upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait dengan pengelolaan objek wisata ini? 7. Apa yang seharusnya pemerintah lakukan agar manajemen pengelolaan di objek wisata ini semakin baik? 8. Apakah ada keluhan mengenai fasilitas, sarana atau prasarana di Objek wisata ini? 9. Bagaimana tanggapan anda mengenai penataan disekitar objek wisata Kota Tua pada saat ini? 10. Apakah kontribusi anda sebagai pengunjung dalam pengelolaan objek wisata ini dengan harapan yang lebih baik?
242
243
244
245
246
247
248
249
250
251
252
253
254
255
256
257
258
259
260
261
262
263
Dokumentasi Penelitian
Komunitas Sepeda Ontel pada Sore Hari (Foto diambil pada tanggal 9 Maret 2015 pukul 15.45 WIB)
Komunitas Manusia Batu (Foto diambil pada tanggal 26 Februari 2015 Pukul 17:17 WIB)
Pertunjukkan Komunitas Cakra Buana (Foto diambil pada tanggal 20 Februari 2015 Pukul 11:13 WIB)
Kegiatan bersih-bersih di Taman Fatahillah (Foto diambil pada tanggal 10 Mei 2015 Pukul 11:14 WIB)
Kegiatan bersih-bersih di Taman Fatahillah (Foto diambil pada tanggal 20 Februari 2015 Pukul 08:14 WIB)
Kegiatan bersih-bersih di Taman Fatahillah (Foto diambil pada tanggal 6 Mei 2015 Pukul 08:05 WIB)
264
Perpustakaan Taman Fatahillah (Foto diambil pada tanggal 28 Agustus 2015 Pukul 13:18 WIB)
Foto wawancara dengan Bapak Ario (Foto diambil pada tanggal 2 Maret 2015 Pukul 15:05 WIB)
Foto wawancara dengan Daniel (Foto diambil pada tanggal 4 Oktober 2015 Pukul 17:30 WIB)
Foto Wawancara dengan Bapak Rizal (Foto diambil pada tanggal 2 Maret 2015 Pukul 14:15 WIB)
Foto wawancara dengan Bapak Sukro (Foto diambil pada tanggal 11 Juli 2015 Pukul 13:04 WIB)
Foto wawancara dengan Lotta dan Aina (Foto diambil pada tanggal 4 Oktober 2015 Pukul 16:01 WIB)
265
Foto wawancara dengan Fahmi (Foto diambil pada tanggal 4 Oktober 2015 Pukul 16:48 WIB)
Foto wawancara dengan Bapak Eli (Foto diambil pada tanggal 4 Oktober 2015 Pukul 16:55 WIB)
Foto wawancara dengan Bapak Sanem (Foto diambil pada tanggal 24 Oktober 2015 Pukul 15:13 WIB)
Foto wawancara dengan Bapak Deden (Foto diambil pada tanggal 24 Oktober 2015 Pukul 13:51 WIB)
Foto wawancara dengan Bapak Dodi (Foto diambil pada tanggal 6 September 2015 Pukul 14:51 WIB)
Foto wawancara dengan Bapak Firman (Foto diambil pada tanggal 21 Agustus 2015 Pukul 17:14 WIB)
266
Foto wawancara dengan Bapak Khasirun (Foto diambil pada tanggal 7 Agustus 2015 Pukul 15:14 WIB)
Foto wawancara dengan Ibu Sri (Foto diambil pada tanggal 21 Agustus 2015 Pukul 18:04 WIB)
Foto wawancara dengan Bapak Purnama (Foto diambil pada tanggal 28 Agustus 2015 Pukul 09:28 WIB)
Foto wawancara dengan Bapak Sumardi (Foto diambil pada tanggal 28 Agustus 2015 Pukul 14:06 WIB)
267
RIWAYAT HIDUP
Identitas Pribadi: 1. Nama 2. NIM 3. Tempat, tanggal lahir 4. Jenis Kelamin 5. Agama 6. Pekerjaan 7. Status Perkawinan 8. Alamat 9. No. Telepon 10. Email Identitas Orang Tua: 1. Nama Ayah 2. Nama Ibu 3. Pekerjaan Ayah 4. Pekerjaan Ibu
: Rizki Parhani : 6661110901 : Jakarta, 20 Maret 1994 : Perempuan : Islam : Mahasiswa : Belum Kawin : Jalan Bambu Larangan RT 02 RW 05 No. 7 Cengkareng, Jakarta Barat : 085710649444 : [email protected]
: Mamat : Elah : Wiraswasta : Ibu Rumah Tangga
Riwayat Pendidikan: 1. TK Prakasa Annisa angkatan 1999 2. SDN 10 Pagi Cengkareng Barat angkatan 2005 3. SMPN 125 Jakarta angkatan 2008 4. SMAN 33 Jakarta angkatan 2011 5. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa 2011-sekarang Prestasi yang pernah dicapai: 1. Juara 2 Lomba Cerdas Cermat bidang IPS/Pkn Tingkat SD Tahun 2002 2. Juara 3 Olimpiade Bahasa Inggris Tingkat SMP Tahun 2007 3. Paskibra SMPN 125 Jakarta 4. Karya Ilmiah Remaja SMAN 33 Jakarta