Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan Juni 2015 Vol. 4 No.1 Hal : 97-104 ISSN 2302-6308
Available online at: http://umbidharma.org/jipp E-ISSN 2407-4632
MANAJEMEN PEMBERIAN PAKAN PADA PEMELIHARAAN LARVA SYNODONTIS (Synodontis eupterus) (Feeding Management of Breeding Featherfin Squeaker Synodontis eupterus Larvae) Dodi Hermawan1*, Mustahal1, Asep Permana2, Leliana Junitasari1 1Jurusan
Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Jl. Raya Jakarta KM 04, Pakupatan, Serang, Banten 2Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok Jl. Perikanan No 13 Pancoran Mas Depok *Koresponsdensi:
[email protected] Diterima: 3 Maret 2015 / Disetujui: 11 April 2015
ABSTRACT This study aims to determine the right type of feed during the transition to the larvae feed or age-14 days so as to increase the growth and survival of featherfin squeaker (Synodontis eupterus) larvae.The larvae had average length of 0,67 cm with average weight of 0,003 g derived from Research and Development Instituted of Ornamental fish, Depok,West Java. The larvae were fed ad satiation with Artemia sp. and Tubifex sp. The results indicated that the highest spe cific growth rate of larvae fed with Tubifex sp. three times a day reach 22,47 ± 2,93%. Highest survival rate of featherfin squeaker larvae with Artemia sp. three times a day reach 99,56 ± 0,77%. Based on the analysis of variance showed that the different feeding significantly (P<0,05) on the specific growth rate of featherfin squeaker larvae and not significant (P>0,05) on survival of featherfin squeaker larvae. Tubifex sp. has a high nutrient content, easy to digest, and a distinctive fishy smell so it was able of attracting larvae to consume and increase the growth of featherfin squeaker larvae. Keywords: Artemia sp., featherfin squeaker larvae, growth, survival rate, Tubifex sp. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis pakan yang tepat untyuk larva ikan pada saat peralihan pakan atau usia pemeliharaan hari ke-14 sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan synodontis (Synodontis eupterus). Larva ikan synodontis memiliki panjang 0,67 cm dan berat 0,003 g yang berasal dari Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok, Jawa Barat. Larva diberi makan secara ad satiation dengan Artemia sp. dan Tubifex sp. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju pertumbuhan spesifik tertinggi diperoleh pada larva yang diberi makan dengan Tubifex sp. tiga kali sehari mencapai 22,47±2,93%. Tingkat kelangsungan hidup tertinggi larva ikan synodontis diperoleh pada perlakuan dengan pemberian Artemia sp. tiga kali sehari yang mencapai 99,56±0,77%. Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian pakan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) untuk
98
HERMAWAN ET AL.
JIPP
laju pertumbuhan spesifik larva ikan synodontis tetapi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P>0,05) terhadap kelangsungan hidupnya. Tubifex sp. memiliki kandungan nutrisi yang tinggi, mudah dicerna, dan memiliki bau yang khas yang mampu menarik larva untuk mengkonsumsinya sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan larva ikan synodontis. Kata kunci: Artemia sp, kelangsungan hidup, larva ikan synodontis, Tubifex sp. PENDAHULUAN Teknik pemeliharaan ikan synodontis (Synodontis eupterus) yang dilakukan oleh petani umumnya kurang intensif, sehingga produksi ikan yang dihasilkan belum optimal (Priyadi et al. 2010). Keberhasilan budidaya ikan hias ditunjang oleh lingkungan media pemeliharaan yang ideal dan ketersediaan pakan yang kontinu. Pemberian pakan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi sehingga ikan dapat mencapai pertumbuhan d an kelangsungan hidup yang optimal. Fase larva merupakan titik kritis pada pemeliharaan ikan yang menentukan keberhasilan pemeliharaan. Kriteria pakan alami yang baik untuk larva ikan diantaranya adalah ukuran yang sesuai dengan bukaan mulutnya, mudah diproduksi secara massal, kandungan nutrisinya tinggi, isi sel padat dan mempunyai dinding sel tipis sehingga mudah dicerna oleh ikan, tidak mengeluarkan senyawa beracun, dan gerakannya menarik bagi ikan tetapi tidak terlalu aktif sehingga mudah ditangkap (Djarijah 2006). Permasalahan pada pembenihan ikan synodontis adalah rendahnya kelangsungan hidup larva pada saat peralihan pakan. Di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok, tingkat kematian mencapai 30% terjadi pada saat larva synodontis berumur 14 sampai 20 hari ketika pemberian pakan naupli Artemia sp. beralih menjadi pakan Tubifex sp. Rendahnya kelangsungan hidup larva dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya ketersediaan pakan, kualitas air, dan padat tebar. Ketersediaan pakan merupakan salah satu pengaruh
terhadap pertumbuhan dan produksi ikan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jenis pakan yang tepat pada saat peralihan pakan atau umur larva ke-14 hari sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva synodontis (Synodontis eupterus). METODOLOGI Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok, Jawa Barat. Wadah yang digunakan adalah akuarium berukuran 40x25x20 cm dengan volume air sebanyak 15 liter/akuarium. Larva synodontis yang dipe-lihara berumur 13 hari dengan kepadatan 75 ekor/akuarium dengan ukuran panjang 0,67 cm dan bobot 0,003 g. Pakan yang digunakan berupa naupli Artemia sp. dan Tubifex sp. Sebelum digunakan Tubifex sp. dibersihkan dengan metilene blue dan diletakkan pada wadah dengan air yang diaerasi. Perlakuan yang diberikan adalah: A: Pemberian pakan dengan Artemia sp. tiga kali sehari B: Pemberian pakan dengan Artemia sp. dua kali sehari dan Tubifex sp. satu kali sehari C: Pemberian pakan dengan Artemia sp. satu kali sehari dan Tubifex sp. dua kali sehari D: Pemberian pakan dengan Tubifex sp. tiga kali sehari Pemberian pakan secara ad satiation setiap 3 kali sehari pada pukul 08.00 WIB, 14.00 WIB, dan 19.00 WIB. Kotoran pada dasar akuarium dibersihkan dengan cara disipon sambil dilakukan pergantian air sebanyak
Vol. 4, 2015 30%. Pemeliharaan larva sampai umur 20 hari. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan masingmasing terdiri dari tiga ulangan. Selama pelaksanaan penelitian, jumlah ikan dihitung setiap hari dengan melakukan pencatatan ikan yang mati serta kualitas air. Data yang dikumpulkan, kemudian digunakan untuk menghitung parameter kinerja produksi yang meliputi kelangsungan hidup, laju petumbuhan spesifik dan kualitas air. Parameter Penelitian Kelangsungan hidup dihitung berdasarkan rumus dari Effendie (1997) yaitu: SR = [ Nt / No ] x 100% Keterangan : SR : Kelangsungan hidup ikan (%) Nt : Jumlah ikan yang hidup di akhir pembesaran (ekor) No : Jumlah ikan yang hidup di awal pembesaran (ekor) Laju Pertumbuhan Spesifik atau Specific Growth Rate (SGR) merupakan laju pertambahan bobot individu dalam persen per hari. SGR dihitung dengan menggunakan rumus (Huisman 1987): SGR(%)=100 x Keterangan : We : Bobot ikan akhir (g) Ws : Bobot ikan awal (g) d : Periode pemeliharaan Pengamatan kualitas air meliputi pengamatan suhu yang diamati setiap hari, oksigen terlarut (DO), derajat keasaman (pH), nitrit dan amoniak pada awal dan akhir penelitian. Untuk mengetahui pengaruh pemberian Artemia sp. dan Tubifex sp. terhadap kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan spesifik data diplotkan dalam suatu tabel dan dilakukan analisis sidik ragam antar perlakuan pada selang kepercayaan 95%. Apabila hasil analisa sidik ragam menunjukkan perbedaan nyata kemudian dilakukan dengan uji lanjut Duncan. Untuk data
Manajemen Pemberikan Pakan
99
kualitas air akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan diinterpretasikan secara deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat kelangsungan hidup larva synodontis selama penelitian pada berbagai perlakuan antara 97,78±0,77% 99,56±0,77% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan setiap perlakuan pemberian pakan pada larva synodontis tidak memberikan pengaruh nyata (P>0,05) terhadap tingkat kelangsungan hidup larva synodontis. Pakan yang dikonsumsi oleh larva synodontis mampu digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan pertumbuhan. Rahardjo et al. (2011) menyatakan bahwa pakan yang mampu dicerna oleh ikan akan diubah menjadi energi untuk maintenance, mengganti sel-sel rusak pada jaringan tubuh ikan dan pertumbuhan. Menurut Zairin (2013) bahwa tinggi rendahnya kelangsungan hidup larva dipengaruhi oleh kualitas telur, kemampuan sperma dalam membuahi sel telur, dan peralihan pakan. Pakan naupli Artemia sp. memiliki ukuran lebar 0,2-0,4 mm (Budiardi et al. 2005; Maharani dan Yusrin 2010). Artemia sp. memiliki enzim pencernaan sebagai katalisator yang menimbulkan autocatalitic pada ikan sehingga membantu pencernaan ikan (Budiardi et al. 2005). Tubifex sp. yang dicacah memiliki ukuran lebar 0,5 mm dengan panjang 4 mm sedangkan ukuran lebar bukaan mulut larva synodontis saat berumur 14 hari yaitu 1,5 mm. Saat pemberian pakan terlihat larva synodontis dengan mudah mengkonsumsi Tubifex sp. Karena ukuran pakan sesuai dengan bukaan mulutnya. Pakan yang tepat ukuran mampu menghasilkan kelangsungan hidup yang optimal. Sesuai penelitian Subandiyah et al. (2003), bahwa pakan cacing Tubifex sp. mempunyai ukuran sesuai bukaan mulut ikan, tubuhnya mudah dihancurkan dan mudah dicerna oleh ikan. Zairin (2013)
100
HERMAWAN ET AL.
JIPP
Kelangsungan hidup (%)
menyatakan bahwa kesesuaian ukuran pakan dengan bukaan mulut larva dan kelengkapan gizi pakan akan mempengaruhi sintasan ikan. Sharma et al. (2012) menyatakan bahwa kemampuan ikan menerima pakan tergantung pada jenis pakan dan ukuran pakan. Hal ini yang mempengaruhi tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Saluran pencernaan larva synodontis dapat menerima pakan Tubifex sp. sehingga dapat dicerna dengan baik. Effendie et al. (2003) menyatakan bahwa perkembangan anatomi saluran pencernaan larva sejalan dengan perkembangan (diferensiasi) enzim pencernaan (enzim protease, lipase, dan amilase). Menurut Setiawati et al. (2013), peningkatan daya cerna akan diikuti semakin tingginya nutrien yang tersedia untuk diserap tubuh, sehingga protein tubuh dan pertumbuhan meningkat. Larva sangat baik merespon pakan, hal ini ditunjukkan dengan larva mengkonsumsi pakan pemberian yang hampir selalu habis. Hal ini diduga menyebabkan rendahnya mortalitas ikan selama penelitian. Salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya kelangsungan hidup larva synodontis adalah kualitas airnya berada dalam kisaran yang baik 100
serta kecilnya interaksi antar individu karena ruang gerak tempat hidup larva yang terlihat mendukung. Kondisi perairan yang baik dapat mendukung kelangsungan hidup karena setiap hari dilakukan penyiponan sehingga dapat mengurangi kadar amonia yang tinggi. Kelangsungan hidup yang tinggi menunjukkan bahwa larva synodontis mampu mengkonsumsi pakan yang diberikan selama penelitian. Pemeliharaan larva harus dilakukan pada kondisi kandungan oksigen tinggi, bebas dari hama dan penyakit, kandungan amoniak rendah, suhu optimum, pakan tepat ukuran dan tepat jumlah (Zairin 2013). Berdasarkan analisis sidik ragam diperoleh bahwa perlakuan memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap laju pertumbuhan spesifik. Pada Gambar 2 terlihat bahwa perlakuan D memiliki nilai laju pertumbuhan spesifik tertinggi yaitu sebesar 22,47±2,93% dan perlakuan A memiliki laju pertumbuhan spesifik terendah yakni sebesar 12,10±1,27%. Setelah uji lanjut Duncan, perlakuan A berbeda nyata dengan perlakuan B, perlakuan C dan perlakuan D. Sedangkan antara perlakuan B dan perlakuan C menghasilkan pengaruh yang tidak berbeda nyata.
99,56 0,77
99,5
99,11 0,77
99,11 1,54
99 98,5
97,78 0,77
98 97,5 97 96,5 A
B
Perlakuan
C
D
Gambar 1 Tingkat kelangsungan hidup larva synodontis selama pemeliharaan
Laju pertumbuhan spesifik (%)
Vol. 4, 2015
Manajemen Pemberikan Pakan
25
22,47 2,93c
20 15
101
17,65 0,79b 15,13 0,97b
12,1 1,27a
10 5 0
A
B
C
D
Perlakuan
Gambar 2 Laju pertumbuhan spesifik larva synodontis selama pemeliharaan Keterangan: Huruf superskrip berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata antara perlakuan
Laju pertumbuhan spesifik terbaik diperoleh pada perlakuan D dengan pemberian pakan Tubifex sp. sebanyak tiga kali sehari. Hal ini diduga karena Tubifex sp. memiliki kandungan nutrisi yang baik untuk mempercepat pertumbuhan berat larva synodontis. Sesuai Effendi (2004) y a n g menyatakan bahwa makanan dengan kandungan nutrisi yang baik akan mendukung pertumbuhan dari ikan. Kualitas nutrisi pakan merupakan salah satu parameter utama dalam menentukan tingkat pertumbuhan yang tinggi pada ikan (Mohseni et al. 2012). Pemberian Tubifex sp. menghasilkan pertumbuhan optimal karena dapat dimanfaatkan secara efisien oleh larva synodontis. Selain itu, Tubifex sp. yang dicacah, ukurannya sesuai dengan bukaan mulut larva synodontis serta menimbulkan bau, dan warna yang dapat merangsang larva synodontis. Hal ini didukung penelitian Rahardjo et al. (2011) yang menyatakan bahwa ikan jenis catfish yang hidupnya nokturnal cenderung mengandalkan bau dan rasa untuk mencari makanan. Mustafizur et al. (2012) menyatakan pemberian pakan Tubifex sp. secara ad satiation memberikan kinerja petumbuhan yang baik pada larva catfish. Laju pertumbuhan yang cepat setelah larva diberikan pakan Tubifex sp. juga
disebabkan karena Tubifex sp. yang dicacah mampu tenggelam di dasar perairan sehingga memudahkan larva synodontis menangkapnya. Tubifex sp. memiliki keunggulan yaitu memiliki bau amis yang khas dan warna yang merah sehingga merangsang larva untuk memakannya. Sifat hidup dan kebiasaan larva synodontis yang berada di dasar perairan dan pemakan makanan di dasar perairan (bottom feeder) cenderung menyukai pakan Tubifex sp. yang telah dicacah ini. Menurut Effendie (1997) kemudahan mendapatkan makanan juga menentukan kehidupan ikan itu untuk selanjutnya. Artemia sp. yang bergerak cenderung menyulitkan ikan synodontis untuk makan dan mengubah perilaku hidupnya. Yurisman dan Heltonika (2010) menyatakan bahwa pakan Artemia sp. cenderung aktif bergerak ke atas wadah pemeliharaan. Dalam penelitian ini diduga larva synodontis yang hidupnya demersal membutuhkan energi yang banyak untuk mendapatkan pakan Artemia sp. yang bergerak, sehingga energi yang diperoleh dari pakan tersebut sebagian besar dihabiskan untuk mengejar Artemia sp. Selain itu pada perlakuan A pemberian pakan berupa Artemia sp. yang diberikan diduga tidak sesuai dengan perkembangan organ tubuh larva dan
102
HERMAWAN ET AL.
JIPP
kebutuhan nutrisi larva, sehingga mengakibatkan lambatnya pertumbuhan larva synodontis. Menurut Yurisman dan Heltonika (2010) bahwa pertumbuhan larva cenderung lambat dengan hanya pemberian pakan Artemia sp. saja tanpa kombinasi pakan. Hal ini disebabkan pemberian pakan Artemia sp. selama pemeliharaan larva dalam jangka panjang tidak mampu mencukupi nutrisi larva untuk tumbuh sesuai dengan perkembangan organ tubuh. Kualitas air selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Suhu merupakan faktor yang mempengaruhi laju metabolisme dan kelarutan gas dalam air (Rahardjo et al. 2011). Suhu air optimum ikan synodontis antara 22-28°C (LRBIHAT 2008). Wadah pemeliharaan larva ditempatkan dalam ruangan terpal sehingga suhu dapat dikontrol. Nilai pH dalam penelitian ini berkisar antara 7,74-8,0. Nilai pH yang optimal yakni berkisar 6,5-8,0 (LRBIHAT 2008). Kisaran tersebut masih dalam kisaran optimal bagi kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva synodontis, karena didukung dengan pergantian air. Kandungan oksigen terlarut selama penelitian baik untuk menunjang perTabel 1 Nilai kualitas eupterus) Parameter
tumbuhan dan kelangsungan hidup larva synodontis, sesuai dengan penelitian LRBIHAT (2008) dan Rahardjo et al. (2011) yakni lebih dari 5 mg/L. Nilai amonia dipengaruhi oleh jumlah kandungan bahan organik dalam media pemeliharaan cukup tinggi. Pergantian air yang dilakukan setiap hari dapat menurunkan nilai kandungan bahan organik dalam media pemeliharaan sehingga nilai amonia masih dalam kisaran layak. Amonia merupakan senyawa beracun berasal dari buangan hasil metabolisme. Nilai amonia yang dapat ditolerir adalah 0,005-0,06 mg/L (Priyadi et al. 2010), dengan kisaran optimum kurang dari 0,05 ppm (Lesmana 2003). Daya toksik amonia meningkat sejalan dengan meningkatnya pH dan suhu (Boyd 1990). Nilai nitrit (NO2) untuk pemeliharaan larva synodontis yang layak berkisar 0,007-0,08 mg/L (LRBIHAT 2008). Dari nitrit terjadi dari proses oksidasi amonia dan juga merupakan gas beracun untuk ikan. Nitrit adalah hasil perombakan protein yang merupakan bawaan dari amonia pada air kotor. Kandungan nitrit yang masih dapat menunjang sintasan ikan dan organisme perairan lainnya adalah kurang dari 0,1 ppm (Lesmana dan Dermawan 2006).
air selama pemeliharaan larva synodontis (Synodontis
satuan
Perlakuan
pH DO
mg/L
A 7,74-8,0 7,92-7,92
NH3 NO2
mg/L mg/L
0,001-0,016 0,022-0,026
0,001-0,014 0,020-0,021
0,001-0,009 0,041-0,042
0,001-0,014 0,006-0,036
°C
26,8-27,0
26,6-27,0
27,5-28,1
27,6-28,2
Suhu
B 7,84-8,0 7,8-7,45
C 7,77-8,0 7,20-7,61
D 7,80-8,0 7,21-7,56
Vol. 4, 2015 KESIMPULAN Perlakuan pemberian pakan yang berbeda pada larva synodontis (Synodontis eupterus) berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap laju pertumbuhan spesifik. Pemberian pakan Tubifex sp. tiga kali sehari mampu memberikan hasil yang terbaik terhadap laju pertumbuhan spesifik (22,47 ± 2,93%) dalam pemeliharaan larva synodontis. DAFTAR PUSTAKA Budiardi T, Nursyams T dan Sudrajat A. 2005. Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Larva Ikan Betta (Betta splendens Regan) yang Diberi Berbagai Jenis Pakan Alami. Jurnal Akuakultur Indonesia. (1): 13-16. Boyd CE. 1990. Water Quality in Ponds for Aqauaculture. Alabama: Birmingham Publishing Co. Auburn University. Djarijah AS. 2006. Pakan Ikan Alami. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 88 hlm. Effendie I. 1997. Biologi Perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama. 163 hlm. Effendie I, Widanarni, dan Augustine D. 2003. Perkembangan Enzim Pencernaan Larva Ikan Patin, Pangasius hypothalmus sp. IPB. Bogor. Jurnal Akuakultur Indonesia (1): 13-20. Effendi I. 2004. Pengantar Akuakultur. Jakarta: Penebar Swadaya. 188 hlm. Huisman EA. 1987. Principles of Fish Production. Department of Fish Culture and Fisheries, Waganingen. Netherland: Waganingen Agriculture University. 170 p. Lesmana DS. 2003. Mencegah dan Menanggulangi Penyakit Ikan Hias. Jakarta: Penebar Swadaya. 80 hlm.
Manajemen Pemberikan Pakan
103
Lesmana DS dan Dermawan I. 2006. Budidaya Ikan Hias Air Tawar Populer. Jakarta: Penebar Swadaya. 160 hlm. [LRBIHAT] Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar. 2008. Pembenihan Ikan Synodontis (Synodontis nigriventris). Depok: Pusat Riset Perikanan Air Tawar. 5 hlm. Maharani ET dan Yusrin. 2010. Kadar Protein Kista Artemia Curah yang Dijual Petambak Kota Rembang dengan Variasi Suhu Penyimpanan. Prosiding Seminar Nasional UNIMUS. Universitas Muhammadiyah Semarang. 30-32 hlm. Mohseni M, Pourkazemi M, Hassani S, Okorie O, Min T. and Bai S. 2012. Effects of Different Three Live Foods on Growth Performance and Survival Rates in Beluga (Huso huso) Larvae. Iranian Journal of Fisheries Sciences (1):118-131. Mustafizur R, Assaduzzaman, A Nazmul, Hossain, R Mostafizur, and Chisty AH. 2012. Optimizing the Stocking Density is Crucial for Growth and Survival of Catfish, Clarias batrachus larvae. International Journal of Biosciences (IJB) (2): 103-109. Priyadi A, Kusrini E dan Megawati T. 2010. Perlakuan Berbagai Jenis Pakan Alami untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Sintasan Larva Ikan Upside-down Catfish (Synodontis nigriventaris). Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur Balai Riset Budidaya Ikan Hias Depok.749-754 hlm. Rahardjo MF, Sjafei DS, Affandi R, Hutabarat J dan Sulistiono. 2011. Ikhtiology. Bandung: Lubuk Agung. Hal 111-113.
104
HERMAWAN ET AL.
Sharma D, Das J and Dutta A. 2012. Effect of Cetain Feeds on Growth and Survival of Ompok pabo (Hamilton-Buchanan Hatchlings in Captive Condition). Journal International of Scientific and Research Publications (2):1-5.
JIPP Setiawati JE, Tarsim, Adiputra YT dan Hudaidah S. 2013. Pengaruh Penambahan Probiotik pada Pakan dengan Dosis Berbeda Terhadap Pertumbuhan, Kelulushidupan, Efisiensi Pakan dan Retensi Protein Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus). Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan (1):151-162.