AttanwirJurnal Kajian Keislaman dan Pendidikan Volume 01, Nomor 02, September
2012
Hlm. 9–21
MANAJEMEN LABA (EARNINGS MANAGEMENT) DALAM TINJAUAN ETIKA ISLAM Mustam Dosen Attanwir Bojonegoro
Abstrak :Earnings management is a choice by manager as accounting
policy to achieve some specific objectives (Scott, 1997:369). The objectives in order to maximize manager utility and to increase company performance. These objectives are coming from its motivation includes: getting a high bonus, funding in debt contract, public trust in capital market, low tax payment, good achievement for CEO (Chief Executive Officer), and positive reaction from the investor in IPO (Initial Public Offering). Because the objectives of earnings management is maximizing utility, so the activity of earnings management can be categorized into utilitarianism ethics. This research is aimed to comprehend Islamic ethics perspective concerning earnings management, in order to know is earnings management good or bad activities, or is it allowed or forbidden action, according to Islamic ethics values. This ethical perspectives is most important because the business ethics can be used as a way to harmonize the strategic interest of business or company with moral claimed (Muhammad, 2004:60). The research method is qualitative one by literature study approach. Islamic ethics consideration to earnings management in this research is divided into three step discussion, there are Islamic ethics consideration to the spirit that is constituted earnings management, Islamic ethics consideration to the process of earnings management, and Islamic ethics consideration to the impact and implication of earnings management application. The analysis is based on Islamic ethics principles in Islamic business concept and Islamic accounting concept that are come from the Islamic law resources. Kata Kunci :
Earnings management, Positive accounting theory, Utilitarianism, Islamic ethics.
10
Abd. Muntholip
Pendahuluan Manajemen laba (earnings management)adalah campur tangan manajemen dalam proses pelaporan keuangan eksternal (Setiawati dan Na’im, 2000) yang digunakan untuk mempengaruhi angka laba secara sistematis dan disengaja dengan cara memilih kebijakan akuntansi dan prosedur akuntansi tertentu yang bertujuan untuk memaksimumkan utilitasmanajer dan atau nilai pasar dari perusahaan (Scott, 1997:369). Manajemen laba, akhir-akhir ini menjadi fenomena umum yang terjadi di sejumlah perusahaan. Praktik ini dapat terjadi secara legal maupun illegal. Praktik legal dalam manajemen laba berarti usaha untuk mempengaruhi angka laba tidak bertentangan dengan aturan pelaporan keuangan dalam Prinsip-Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU), khususnya dalam Standar Akuntansi, sedangkan praktik illegal dalam manajemen laba (disebut juga dengan financial fraud) dilakukan dengan cara-cara yang tidak diperbolehkan oleh Pedoman Akuntansi Berterima Umum (PABU). Munculnya aktivitas manajemen laba ini menurut Widarto (2004:34) disebabkan oleh tekanan pasar kepada perusahaan untuk dapat memenuhi target laba sesuai dengan yang diperkirakan oleh pasar. Tekanan pasar ini kerap terasa dampaknya pada perolehan pendapatan (income) bagi manajemen, sehingga manajer melakukan manajemen laba untuk mempengaruhi angka laba. Penurunan kualitas laporan keuangan merupakan dampak utama yang diakibatkan dari adanya manajemen laba. Dampak lainnya adalah dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan, memberikan bias dalam laporan keuangan dan dapat mengganggu pemakai laporan keuangan yang mempercayai angka laba dalam laporan keuangan sebagai laba tanpa rekayasa (Setiawati dan Na’im, 2000). Penelitian ini ditujukan untuk memahami manajemen laba (earnings management) ditinjau dari sudut pandang etika Islam, yaitu apakah manajemen laba merupakan sebuah tindakan yang baik atau buruk, wajar atau tidak wajar, dan diperbolehkan atau dilarang menurut nilai etika Islam. Etika Islam adalah sebuah pemikiran atau refleksi tentang moralitas yang membatasi kerangka acuannya kepada konsepsi sebuah organisasi yang didasarkan atas ajaran Islam (Asy’arie, 2002:89). Perspektif etika ini sangat penting karena etika bisnis dapat digunakan sebagai cara untuk menyelaraskan kepentingan strategis suatu bisnis atau perusahaan dengan tuntutan moralitas (Muhammad, 2004:60). Rumusan Masalah Rumusan masalah yang berusaha dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana manajemen laba (earnings management) menurut tinjauan etika Islam? Tinjauan etika Islam tersebut akan digunakan sebagai dasar dalam menyimpulkan apakah manajemen laba (earnings management) merupakan tindakan yang etis dalam perspektif etika Islam. Landasan Teoritis Manajemen Laba (Earnings Management)
Attanwir, Vol. 1, No. 2,September2012 ISSN: 2252-5238
Perilaku Konsumen dalam Perspektif Islam
11
Manajemen laba (earnings management)adalah campur tangan manajemen dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri (Setiawati dan Na’im, 2000). Scott (1997:369) juga menyatakan manajemen laba adalah cara yang digunakan oleh manajer untuk mempengaruhi angka laba secara sistematis dan sengaja dengan cara memilih kebijakan akuntansi dan prosedur akuntansi tertentu yang bertujuan untuk memaksimumkan utilitasmanajer dan atau nilai pasar dari perusahaan. Healy dan Wahlen (1999) mengungkapkan: Earnings management occurs when managers use judgement in financial reporting and in structuring transactions to alter financial reports to either mislead some stakeholders about underlying economic performance of the company or to influence contractual outcomes that depend on reported accounting numbers. Sesuai definisi dari Healy dan Wahlen di atas, manajemen laba mengandung tiga aspek penting (Prihandini, 2006), yaitu: 1. Terdapat banyak alasan atau justifikasi yang dapat diajukan oleh manajer untuk mempengaruhi laporan keuangan perusahaan. 2. Manajemen laba digunakan untuk menggambarkan kondisi keuangan yang tidak sebenarnya kepada pemegang saham (to mislead stokeholders) atau setidaknya beberapa tingkatan pemegang saham tentang kinerja ekonomi perusahaan sebenarnya. 3. Justifikasi yang dilakukan oleh manajer untuk menggunakan manajemen laba tidak saja berimplikasi pada manfaat tetapi juga pada biaya. Artinya manajemen laba memiliki dua implikasi langsung, yaitu manfaat dan biaya (benefit and cost). Biaya (cost) yang memungkinkan terkait dengan manajemen laba adalah adanya potensi kesalahan alokasi atas sumber-sumber yang muncul dari manajemen laba itu, sementara manfaat (benefit) yang mungkin diperoleh adalah potensi peningkatan dalam kemampuan manajemen dalam menyiratkan informasi penting kepada pihak luar yang akhirnya dapat meningkatkan keputusan alokasi sumbersumber yang ada. Salah satu teori yang mendasari manajemen laba adalah teori akuntansi positif.Teori akuntansi positif adalah sebuah teori yang bertujuan untuk menguraikan dan menjelaskan apa dan bagaimana informasi keuangan disajikan serta dikomunikasikan kepada para pemakai informasi akuntansi, baik berupa penjelasan (explanation) praktik akuntansi (di masa sekarang) dan prediksi (prediction) praktik akuntansi (di masa mendatang) (Evans, 2003). Dalam hal ini, teori akuntansi positif berusaha untuk mengungkap fenomena praktik akuntansi di lapangan, seperti apa adanya dan tidak memberikan rekomendasi atau batasan yang seharusnya terjadi sesuai dengan aturan normatif yang berlaku. Dalam praktiknya manajemen laba tidak terlepas dari motivasinya dalam mencapai tujuan-tujuan tertentu yang diharapkan oleh para manajer terhadap pelaporan keuangannya. Motivasi-motivasi tersebut menurut Healy dan Wahlen (dalam Scott, 1997:377) ada 6, yaitu: 1. Motivasi skema bonus, yaitu sebuah usaha yang dilakukan oleh pihak manajemen dalam rangka memaksimalkan utilitas mereka dalam bentuk perolehan bonus dari Attanwir, Vol. 1, No. 1,April 2012 ISSN: 2252-5238
12
Abd. Muntholip
pihak pemegang saham (shareholders). Bonus ini dapat diperoleh manajer jika ia bisa mendapatkan laba perusahaan pada angka tertentu yang telah ditetapkan oleh pemegang saham. 2. Motivasi kontrak utang jangka panjang (debt covenant), yang dikaitkan dengan adanya kontrak jangka panjang dengan pihak pemberi pinjaman atau kreditor. Biasanya, dalam kontrak ini pemberi pinjaman atau kreditor mensyaratkan sejumlah ketentuan yang harus dipenuhi perusahaan dalam jangka waktu tertentu. Dalam hal ini, perusahaan akan berusaha untuk menggapai ketentuan tersebut dengan cara, salah satunya adalah mempengaruhi angka laba perusahaan agar berada pada level tertentu sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh pihak pemberi pinjaman atau kreditor tersebut. 3. Motivasi Politik (Political Motivation), yang berhubungan dengan adanya ketentuan regulasi yang dibuat oleh pemerintah terhadap aspek legal perusahaan. Motivasi politik umumnya dikaitkan dengan pembebanan biaya-biaya oleh perusahaan yang menyangkut kebijakan pemerintah, misalnya biaya pajak, porsi modal, laba, dan sebagainya. 4. Motivasi Perpajakan (Taxation motivation), yang sangat erat dengan motivasi politik (political motivation). Motivasi ini ditujukan untuk memaksimalkan utilitas manajemen dan pemegang saham dengan cara mengurangi laba yang dilaporkan ke pemerintah sehingga dapat meminimalkan besaran biaya pajak yang harus dibayarkan kepada pemerintah. 5. Motivasi Pergantian (Chief Executive Officer (CEO), yang terjadi ketika masa jabatan CEO dalam suatu perusahaan akan berakhir. Dalam hal ini, CEO yang akan berakhir masa penugasannya atau pensiun akan melakukan strategi memaksimalkan prestasinya di akhir penugasan. 6. Motivasi Penawaran Saham Perdana (Inital Public Offering), yaitu di saat pelaksanaan IPO, perusahaan cenderung untuk meninggikan angka laba perusahaan dalam rangka menggaet investor untuk membeli saham yang perusahaan tawarkan. Dalam melakukan perekayasaan atas laporan keuangan, terdapat beberapa teknik yang mungkin dilakukan. Teknik-teknik ini dilakukan untuk mempengaruhi laporan keuangan, sehingga dapat menghasilkan angka laba sesuai dengan yang diinginkan. Terdapat beberapa teknik manajemen laba, diantaranya adalah: 1. Pengubahan kebijakan metode dan estimasi akuntansi dalam manajemen laba (Setiawati dan Na’im, 2000), yaitu upaya manajer untuk mengubah metode dan estimasi akuntansi sebagai dasar pencatatan suatu transaksi pada periode tertentu. Dengan mengubah metode dan estimasi akuntansi pada periode tertentu, manajer mengharapkan angka laba pada periode tertentu tersebut akan mencerminkan angka laba sesuai yang diharapkan oleh manajer. Beberapa metode akuntansi yang bisa dimanfaatkan oleh manajer adalah metode depresiasi aktiva tetap, metode penilaian persediaan, dan sebagainya, sedangkan beberapa estimasi akuntansi yang dapat dimanfaatkan adalah estimasi tingkat piutang tidak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap, amortisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi, dan lain-lain. 2. Manajemen akrual dalam manajemen laba (Ayres, 1994). Manajemen akrual biasanya dikaitkan dengan segala aktivitas yang dapat mempengaruhi aliran kas dan Attanwir, Vol. 1, No. 2,September2012 ISSN: 2252-5238
Perilaku Konsumen dalam Perspektif Islam
13
juga keuntungan yang secara pribadi merupakan wewenang dari para manajer (managers discretion). Misalnya mempercepat atau menunda pengakuan pendapatan (revenue), menganggap sebagai suatu beban biaya atau menganggap sebagai suatu tambahan investasi atas suatu biaya (amortize or capitalize of an investment), misalnya biaya perawatan aktiva tidak lancar, kerugian atau keuntungan atas penjualan aktiva, dan perkiraan-perkiraan akuntansi lainnya seperti beban piutang ragu-ragu, dan perubahan perubahan metode akuntansi. 3. Rekayasa unsur-unsur laporan keuangan sebagai alat dalam manajemen laba (Foster, dalam Saidi, 2000). Rekayasa unsur-unsur laporan keuangan yaitu melakukan usaha dengan cara melakukan manipulasi data laporan keuangan yang meliputi: a. Unsur penjualan, seperti penjualan yang sebenarnya untuk periode yang akan datang, fakturnya dibuat para periode ini dan dilaporkan sebagai penjualan periode ini, pembuatan pesanan atau penjualan fiktif, downgrading (penurunan) produk, misalnya dengan cara mengklasifikasikan produk yang belum rusak ke dalam kelompok produk rusak dan selanjutnya b. Unsur biaya, seperti memecah-mecah faktur (misalnya faktur untuk suatu pembelian atau pesanan dipecah menjadi beberapa pembelian atau pesanan dan selanjutnya dibuatkan beberapa faktur dengan tanggal yang berbeda kemudian melaporkannya ke dalam beberapa periode akuntansi yang berbeda), dan mencatat prepayment (biaya dibayar di muka) sebagai biaya (misalnya melaporkan biaya iklan dibayar di muka untuk tahun depan sebagai biaya iklan tahun ini). Etika Islam dalam Bisnis dan Akuntansi Etika Islam adalah sebuah pemikiran atau refleksi tentang moralitas yang membatasi kerangka acuannya kepada konsepsi sebuah organisasi yang didasarkan atas ajaran Islam (Asy’arie, 2002:89). Etika Islam dalam bisnis merupakan penerapan sistem etika Islam yang khusus mencakup aktivitas bisnis manusia. Perspektif etika Islam terhadap aktivitas bisnis sangat penting sebagai cara untuk menyelaraskan kepentingan strategis suatu bisnis atau perusahaan dengan tuntutan moralitas. Penyelarasan tersebut merupakan upaya untuk merekonstruksi pemahaman tentang bisnis dan sekaligus mengimplementasikan bisnis sebagai organisasi atau perusahaan yang bersifat etis. Etika bisnis Islam memberikan perubahan kesadaran masyarakat tentang bisnis dengan memberikan suatu pemahaman atau cara pandang baru, bahwa bisnis tidak terpisah dari etika (Muhammad, 2004:60). Sistem etika Islam dibentuk oleh 5 (lima) aksioma filsafat, seperti yang telah dikemukakan oleh Beekun (2004), yaitu: 1. Keesaan, yaitu integrasi antar semua bidang kehidupan; agama, ekonomi, dan sosial-politik-budaya, demikian juga kesatuan antara kegiatan bisnis dengan moralitas dan pencarian ridha Allah. 2. Keseimbangan, yaitu kemampuan manusia dalam menciptakan keseimbangan/moderasi dalam aktivitas hidup, misalnya suatu sikap untuk tidak kikir juga tidak boros terhadap orang lain.
Attanwir, Vol. 1, No. 1,April 2012 ISSN: 2252-5238
14
Abd. Muntholip
3.
Kehendak bebas, yaitu manusia di dunia ini diberikan kebebasan berkehendak oleh Allah dalam setiap tindakannya untuk mencapai tujuan hidupnya, yaitu untuk menebarkan rahmat bagi seluruh alam. 4. Tanggungjawab, yaitu manusia dalam menjalankan setiap tindakan di dunia ini akan mendapatkan konsekuensi untuk mempertanggungjawabankan setiap tindakan yang telah dilakukan tersebut. 5. Kebajikan, yaitu kesediaan manusia untuk selalu berbuat kebajikan bagi dirinya sendiri dan orang lain. Lebih khusus mengenai etika Islam dalam akuntansi, terdapat 9 (sembilan) ketentuan-ketentuan etika atas fungsi akuntansi dalam Islam (Muhammad, 2002:62), yaitu: 1. Dilaporkan secara benar. 2. Cepat pelaporannya, yaitu melaporkan setiap data transaksi sesuai dengan periode terjadinya. 3. Dibuat oleh ahlinya (akuntan). 4. Terang, jelas, tegas dan informatif. 5. Memuat informasi yang menyeluruh. 6. Informasi ditujukan kepada semua pihak yang terlibat secara horizontal maupun vertikal. 7. Terperinci dan teliti. 8. Tidak terjadi manipulasi. 9. Dilakukan secara kontinyu (tidak lalai). Metodologi Penelitian Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan kritis. Penelitian kualitatif adalah prosedur yang menghasilkan data-data deskriptif, yang meliputi kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang memahami obyek penelitian yang sedang dilakukan yang dapat didukung dengan studi literatur berdasarkan pendalaman kajian pustaka, baik berupa data penelitian maupun angka yang dapat dipahami dengan baik (Moleong, 2002:3). Jenis data yang digunakan adalah data-data sekunder, berupa literatur-literatur yang terkait dengan topik penelitian, yaitu buku, jurnal ilmiah, makalah, dan artikel yang membahas mengenai topik manajemen laba dan etika Islam.
Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini akan dilakukan ke dalam dua tahap, yaitu: 1) tahap deskriprif, dan 2) tahap analisis. Dalam tahap deskriptif, penelitian ini ditujukan untuk mengeksplorasi konsep manajemen laba beserta praktik pelaksanaannya yang didasarkan pada teori akuntansi positif. Hal ini akan mencakup penjelasan mengenai teori akuntansi positif yang memberikan kebebasan bagi pelaku bisnis (manajer perusahaan) untuk melakukan praktik manajemen laba atas laporan keuangannya, beserta motivasi, pola dan teknik yang digunakan dalam melakukan manajemen laba. Attanwir, Vol. 1, No. 2,September2012 ISSN: 2252-5238
Perilaku Konsumen dalam Perspektif Islam
15
Dalam tahap analisis, penelitian ini difokuskan untuk menganalisis manajemen laba baik secara konsep maupun praktik menggunakan dasar analisis etika bisnis dan akuntansi Islam. Etika bisnis Islam yang dijadikan rujukan adalah konsep etika bisnis Islam menurut Rafik Issa Beekun dalam bukunya Etika Bisnis Islami (2004), sedangkan etika akuntansi Islam yang dijadikan rujukan adalah konsep etika akuntansi Islam menurut Muhammad dalam bukunya Pengantar Akuntansi Syariah (2002). Konsep etika bisnis dan akuntansi Islam di atas digunakan untuk menganalisis manajemen laba dalam aspek spirit pelaksanaan, praktik pelaksanaan, dan dampak serta implikasi atas pelaksanaan manajemen laba(earnings management) Pembahasan Teori Akuntansi Positif Sebagai Teori yang Mendasari Manajemen Laba (Earnings Management) Teori akuntansi positif adalah sebuah teori yang bertujuan untuk menguraikan dan menjelaskan apa dan bagaimana informasi keuangan disajikan serta dikomunikasikan kepada para pemakai informasi akuntansi, baik berupa penjelasan (explanation) praktik akuntansi (di masa sekarang) dan prediksi (prediction) praktik akuntansi (di masa mendatang) (Evans, 2003). Dalam hal ini, teori akuntansi positif berusaha untuk mengungkap fenomena praktik akuntansi di lapangan, seperti apa adanya dan tidak memberikan rekomendasi atau batasan yang seharusnya terjadi sesuai dengan aturan normatif yang berlaku. Dalam kaitannya dengan manajemen laba (earnings management), teori akuntansi positif berusaha untuk melihat fenomena manajemen laba ini ke dalam perspektif yang bebas nilai (value free). Dalam melihat fenomena ini, teori akuntansi positif memberi kesimpulan bahwa praktik manajemen laba sering dilakukan oleh entitas bisnis dikarenakan oleh tiga hipotesis (The Tree Hypotheses of Positive Accounting Theory). Tiga hipotesis ini dijelaskan oleh Watt dan Zimmerman (dalam Scott, 1997:222), yaitu: Pertama, Hipotesis Rencana Bonus (The Bonus Plan Hypothesis). Hipotesis ini menyatakan bahwa manajer pada perusahaan yang menggunakan kebijakan rencana bonus cenderung untuk memilih prosedur akuntansi yang menggeser laba yang dilaporkan pada periode selanjutnya ke periode sekarang. Kedua, Hipotesis Kontrak Utang (The Debt Covenant Hypothesis). Hipotesis ini menyatakan bahwa manajer pada perusahaan yang mempunyai debt to equity ratio besar kemungkinannya cenderung menggunakan metode akuntansi yang akan meningkatkan pendapatan maupun laba. Ketiga, Hipotesis Biaya Politik (The Political Cost Hypothesis). Hipotesis ini menyatakan bahwa pada perusahaan yang besar, yang kegiatan operasinya menyentuh sebagian besar masyarakat akan cenderung untuk mengurangi laba yang dilaporkan. Manajemen Laba (Earnings Management) dan Utilitarianisme Salah satu tujuan dari aktivitas manajemen laba (earnings management) oleh pihak manajemen atas laporan keuangannya adalah untuk memaksimalkan utilitas (Scott, 1997:368). Disadari atau tidak, praktik manajemen laba memang ditujukan untuk memaksimalkan utilitas, baik bagi pihak manajemen sendiri secara khusus maupun bagi pihak pemilik modal (stockholders) atau pemegang saham (shareholders).
Attanwir, Vol. 1, No. 1,April 2012 ISSN: 2252-5238
16
Abd. Muntholip
Dalam perkembangannya, manajemen laba dianggap baik ketika dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi perusahaan, yaitu pihak manajemen perusahaan dan pemilik modal atau pihak lainnya yang diharapkan, dan sebaliknya praktik manajemen laba dianggap tidak baik ketika tidak memberikan manfaat kepada pihak-pihak tersebut. Misalnya, dalam praktik manajemen laba atas dasar motivasi rencana bonus (bonus scheme). Hal ini dianggap sebagai hal yang baik, karena pada akhirnya akan melindungi kepentingan manajemen dengan diperolehnya bonus yang tinggi dari pemilik saham (shareholders). Dengan konsepsi bahwa manajemen laba dianggap baik karena memberikan utilitas tertentu kepada pihak tertentu (manajemen dan stockholders), maka aktivitas manajemen laba termasuk ke dalam utilitarianisme. Manajemen laba yang selaras dengan utilitarianisme ini menganggap bahwa aktivitas manajemen laba dapat bernilai baik jika dapat memberikan manfaat (utilitas) kepada pihak-pihak tertentu, dan sebaliknya aktivitas ini dapat bernilai tidak baik jika tidak memberikan manfaat kepada pihak-pihak tersebut. Dalam hal ini, beberapa manfaat yang menjadi tujuan bagi pelaksanaan manajemen laba adalah sesuai dengan motivasi-motivasi pelaksanaannya, yaitu: 1) bonus yang tinggi berdasarkan motivasi rencana bonus, 2) dana kontrak hutang berdasarkan motivasi kontrak hutang, 3) kepercayaan publik berdasarkan motivasi pasar modal, 4) biaya pajak yang rendah berdasarkan motivasi perpajakan, 5) prestasi yang baik berdasarkan motivasi pergantian CEO, dan 6) reaksi positif dari investor berdasarkan motivasi IPO (Initial Public Offering). Konsep utilitarianisme, dalam logika sederhana memang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam praktik bisnis maupun aktivitas ekonomi secara umum untuk mencapai kesejahteraan tiap-tiap individu, dan bahkan utilitarianisme ini telah banyak diaplikasikan dalam berbagai bentuk aktivitas ekonomi di dunia. Saat ini, hampir semua aktivitas ekonomi di dunia ini dijalankan berdasarkan asas manfaat dan keuntungan. Jika aktivitas tersebut dapat menghasilkan manfaat dan keuntungan yang besar, maka aktivitas tersebut akan dijalankan, tetapi jika aktivitas tersebut tidak menghasilkan manfaat dan keuntungan, maka aktivitas tersebut tidak dijalankan. Utilitarianisme dengan berbagai kelebihan dan manfaat yang melekat pada konsepsinya tersebut, ternyata memiliki beberapa pertanyaan pengkritisan di balik paradigmanya yang baku. Kritik-kritik terhadap utilitarianisme tersebut dikemukakan oleh Bertens (2000:149) yang mempertanyakan mengenai tujuan maksimalisasi keuntungan dalam utilitarianisme. Kritik yang lain dikemukakan oleh Beekun (2004:18) yang mempertanyakan mengenai siapa yang menentukan sesuatu itu baik atau buruk, bagaimana dengan kaum minoritas, bagaimana mengukur manfaat yang bernilai nonmateri, bagaimana posisi hak dan kewajiban tiap-tiap individu. Tinjauan Etika Islam Terhadap Spirit dan Praktik dalam Pelaksanaan Manajemen Laba (Earnings Management) Spirit manajemen laba dalam pandangan teori akuntansi positif telah melandaskan konsepsinya pada utilitarianisme. Dengan spirit utilitarianisme, manajemen laba hanya memfokuskan tujuan bisnisnya kepada utilitas yang bersifat materi dan mengacuhkan utilitas yang bersifat nonmateri (Triyuwono, 2002), begitu juga orientasi laba tersebut Attanwir, Vol. 1, No. 2,September2012 ISSN: 2252-5238
Perilaku Konsumen dalam Perspektif Islam
17
hanya ditujukan kepada pihak manajemen dan pemilik modal (stockholders) saja, sedangkan pihak stakeholders lainnya diacuhkan, atau bahkan dirugikan. Spirit utilitarianisme ini sejalan dengan kapitalisme yang mengarahkan konsep income (laba) hanya untuk stockholders (Triyuwono, 2000, xix). Spirit utilitarianisme ini bertentangan dengan nilai-nilai yang terdapat dalam etika Islam. Etika Islam memandang bahwa setiap aktivitas bisnis, harus menyandarkan spiritnya kepada etika Islam. Konsepsi laba dalam bisnis Islam terbagi menjadi 2 (dua), yaitu laba materi dan laba nonmateri (Yusanto dan Widjajakusuma, 2003:6). Orientasi laba dalam bisnis Islam juga tidak hanya ditujukan kepada stockholders, tetapi juga kepada stakeholders (Triyuwono, 2001). Oleh karena itu, manajemen laba dalam Islam harus memenuhi dua kriteria utama, yaitu: 1. Manajemen laba harus mengorientasikan tujuannya kepada utilitas yang bersifat materi sekaligus juga utilitas nonmateri. Dalam hal ini, manajemen laba tidak hanya ditujukan untuk mencari profit (materi) setinggi-tingginya, tetapi juga benefit (keuntungan atau manfaat) nonmateri, seperti kepercayaan investor, kepuasan pelanggan, keramahan lingkungan, keberkahan, citra perusahaan yang positif, dan sebagainya. 2. Manajemen laba harus mengorientasikan utilitas tersebut kepada pihak stakeholders. Pihak-pihak stakeholders ini meliputi pihak yang terkait langsung dengan bisnis perusahaan (direct participants), yaitu: pemegang saham, manajemen, karyawan, kreditur, pemasok, dan pemerintah, serta pihak yang tidak terkait langsung dengan bisnis perusahaan (indirect participants), yaitu masyarakat pada umumnya dan lingkungan sekitar (Triyuwono, 2001). Selain harus melandaskan kepada spirit Islam, proses/teknik dalam manajemen laba juga tidak boleh bertentangan dengan etika Islam. Jika dalam pandangan teori akuntansi positif, manajemen laba dapat dilakukan sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip akuntansi berterima umum (PABU), terutama standar akuntansi, tetapi dalam pandangan etika Islam masih perlu dilakukan analisis lebih lanjut. Dalam hal ini terdapat tiga perlakuan berbeda dalam meninjau praktik manajemen laba, yaitu: 1. Pengubahan kebijakan metode dan estimasi akuntansi dalam manajemen laba. Pengubahan kebijakan akuntansi dalam praktik pelaporan keuangan sebagaimana yang dijelaskan oleh Setiawati dan Na’im (2000) menurut etika Islam merupakan hak subyektif bagi pihak manajemen, tetapi hal tersebut tidak boleh dilakukan secara bebas. Pengubahan kebijakan akuntansi harus dilakukan secara konsisten (istiqomah) dari satu periode ke periode berikutnya, atau kalaupun dilakukan pengubahan terhadap kebijakan akuntansi, maka harus didasarkan atas pertimbangan (judgement) yang matang. Menurut Zaid (2004:92), jika suatu perusahaan melakukan pengubahan kebijakan akuntansi, maka harus diungkapkan penjelasan-penjelasan tentang latarbelakang dan dampak yang akan ditimbulkannya. Pengubahan-pengubahan semacam ini hanya dapat diterima apabila mengakibatkan perbaikan pada kualitas informasi keuangan tersebut, yang selanjutnya akan menambah tingkat kemanfaatan dari informasi keuangan tersebut. 2.
Manajemen akrual dalam manajemen laba.
Attanwir, Vol. 1, No. 1,April 2012 ISSN: 2252-5238
18
Abd. Muntholip
Manajemen akrual sebagaimana yang dijelaskan oleh Ayres (1994) mengenai proses perekayasaan periode pendapatan dan biaya, menurut etika Islam tidak etis dan tidak boleh dilakukan oleh manajer dalam proses pelaporan keuangan. Hal ini dikarenakan bertentangan dengan prinsip pelaporan yang cepat. Prinsip pelaporan yang cepat yaitu sebuah konsep pelaporan yang mengharuskan seorang akuntan untuk melaporkan setiap data transaksi sesuai dengan periode terjadinya, dan tidak ditundatunda ke periode berikutnya (Muhammad, 2002:62). Hal ini berarti bahwa manajemen laba yang melakukan perekayasaan periode akuntansi, tidak sesuai atau bertentangan dengan prinsip ini. Rekayasa periode pendapatan dan biaya dalam manajemen laba, umumnya dilakukan dengan cara mencatat transaksi pendapatan atau biaya periode saat ini, dicatat pada periode berikutnya, atau transaksi periode berikutnya dicatat pada periode saat ini. Hal inilah yang tidak sesuai dengan prinsip pelaporan yang cepat yang mengharuskan pencatatan setiap transaksi keuangan sesuai dengan periodenya masing-masing, tidak dipercepat, dan tidak diperlambat. 3.
Rekayasa unsur-unsur laporan keuangan dalam manajemen laba Rekayasa unsur-unsur laporan keuangan sebagaimana yang diungkapkan oleh Foster (dalam Saidi, 2000), dalam pandangan etika Islam merupakan tindakan yang tidak etis dan tidak boleh dilakukan oleh manajer dalam pelaporan keuangan. Rekayasa unsur-unsur laporan keuangan berarti sudah termasuk ke dalam upaya manipulasi datadata akuntansi, dan manipulasi data akuntansi bertentangan dengan prinsip etika Islam (Muhammad 2002:62). Manipulasi data akuntansi akan menyesatkan pembaca laporan keuangan, dan akhirnya akan menghasilkan laporan keuangan yang tidak mencerminkan keadaan sesungguhnya (Zaid, 2004:90). Dengan menyajikan laporan keuangan yang tidak sesuai dengan keadaan sesungguhnya, manajer berarti telah melakukan usaha pembohongan publik terhadap kinerja keuangan suatu perusahaan. Dampak yang akan dihasilkan dari manipulasi data keuangan ini adalah menurunnya kualitas laporan keuangan. Laporan keuangan yang disajikan akan menjadi kurang andal (reliable), sehingga menjadi kurang dapat diperbandingkan (comparable) dengan laporan keuangan perusahaan pada periode lainnya (keterbandingan vertikal), dan dengan laporan keuangan pada perusahaan lainnya yang sejenis (keterbandingan horizontal). Aktivitas manajemen laba sebagai alat rekayasa laporan keuangan, di satu sisi telah memberikan dampak positif berupa utilitas (manfaat) tertentu bagi manajemen dan stockholders, tetapi di sisi lain juga memberikan dampak negatif terutama bagi kualitas laporan keuangan tersebut. Manajemen laba akan mengurangi kualitas laporan keuangan (Widarto, 2004:34), yaitu kualitas andal (realibility) dan kualitas dapat dibandingkan (comparability). Menurut Zaid (2004:89), informasi keuangan akan andal selama menggambarkan realita keuangan atau kondisi keuangan secara jujur dan amanah serta tidak menyesatkan bagi pembaca laporan keuangan. Sebaliknya dengan perekayasaan laba melalui manajemen laba terhadap laporan keuangan akan menjadikan penyajiannya tidak jujur dan dapat menyesatkan pembaca laporan keuangan.
Attanwir, Vol. 1, No. 2,September2012 ISSN: 2252-5238
Perilaku Konsumen dalam Perspektif Islam
19
Dalam tinjauan etika Islam, untuk menjaga kualitas andal dan dapat dibandingkan atas laporan keuangan, proses penyusunan laporan keuangan harus didasarkan pada prinsip amanah (dapat dipercaya kebenarannya). Menurut Zaid (2004:90), prinsip amanah yang dijadikan sebagai asas dalam merealisasikan syarat andal dan dapat dibandingkan dalam penyusunan informasi keuangan menuntut adanya kelengkapan, kejujuran dan kebersihan informasi keuangan. Hal ini agar para pemakai informasi keuangan dapat mendasarkan keputusan-keputusan mereka pada informasi yang benar, hakiki dan sempurna. Jika tidak demikian, maka informasi tersebut dapat menipu para pemakai laporan keuangan karena tidak memberikan gambaran terhadap realita yang ada secara jujur. Penutup Kesimpulan Manajemen laba dalam tinjauan etika Islam harus dilakukan berdasarkan spirit Islam dengan dilakukan melalui proses Islami dan memberikan dampak dan implikasi yang bermanfaat bagi semua pihak. Spirit Islami dalam manajemen laba dilakukan dengan cara mengorientasikan tujuan manajemen laba kepada utilitas yang tidak hanya bersifat materi tetapi juga utilitas nonmateri, sehingga upaya maksimalisasi keuntungan sebagai satu-satunya tujuan manajemen laba akan bertentangan dengan etika Islam. Manajemen laba juga harus mengorientasikan utilitas tersebut kepada seluruh pihak stakeholders, tidak hanya kepada manajer dan stockholders (Triyuwono, 2001). Penciptaan orientasi kepada stakeholders pada akhirnya akan mengubah orientasi praktik manajemen laba dari egoisme perusahaan untuk menguntungkan diri sendiri secara internal (self-interest), menuju upaya pemberian manfaat kepada seluruh pihak (stakeholders-interest). Keterbatasan Penelitian ini, dengan berbagai kelebihan dan keunikan dalam analisis dan penyajiannya, juga terdapat beberapa kelemahan dan keterbatasan mendasar. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan dan pemahaman penulis dari segi intelektualitas, kurangnya sumber-sumber literatur dan waktu penelitian yang mengakibatkan hasil penelitian ini belum bisa dikatakan sebagai hasil akhir. Agar penelitian ini bisa menjadi lebih sempurna, maka perlu pengkajian multidimensi dan penelaahan-penelaahan lebih lanjut yang didasarkan pada sumber etika Islam secara komprehensif dan lebih mendalam. Daftar Pustaka Asy’arie, Musa, 2002. Filsafat Islam Sunnah Nabi Dalam Berpikir. Penerbit LESFI, Jogjakarta. Ayres, F.F, 1994. Perception of Earning Quality: What Managers Need to Know.Management Accounting. Beekun, Rafik Issa, 2004. Etika Bisnis Islami. Edisi Terjemahan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta Attanwir, Vol. 1, No. 1,April 2012 ISSN: 2252-5238
20
Abd. Muntholip
Belkaoui dan Ahmed Riahi, 2000.Teori Akuntansi. Edisi Terjemahan. Penerbit Salemba Empat, Jakarta Bartens, K. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Penerbit Kanisius. Yogyakarta Budianto, Arief dan Murtanto, 1999. Teori Akuntansi: dari Pendekatan Normatif ke Positif. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Vol. 1 No. 3. Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Evans, Thomas G, 2003. Accounting Theory, Contemporary Accounting Issuesi Thomson South-Western, Ohio. Fauroni, R. Lukman, 2006. Etika Bisnis dalam Al-Qur’an. Pustaka Pesantren, Yogyakarta Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), 2002.Standar Akuntansi Keuangan. Penerbit Salemba Empat, Jakarta Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo, 1999. Metode Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen. BPFE, Yogyakarta. Moleong, Lexy. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. PenerbitRosdakarya, Bandung. Muhajir, Noeng, 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Rake Sarasin, Yogyakarta. Muhammad, 2002. Pengantar Akuntansi Syariah. Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Muhammad, 2004. Etika Bisnis Islami. UPP AMP YKPN, Jogjakarta Prihandini, Wiwik, 2006. Manipulasi Data Akuntansi dalam Earnings Management (Implementasi dari Creatif Accounting). www.stieperbanas.com. Diakses tanggal 7 Februari 2006. Rahman, Aulia Fuad, 2005. Akuntansi Akrual: Suatu Kesempatan Berperilaku Oportunistis. Jurnal Lintasan Ekonomi Vol. XXII No. 2, Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya. Saidi, Julita, 2000. Earnings Management dan Standar Akuntansi Keuangan.Jurnal Media Akuntansi. No. 12 Thn. VII Scott, William R. 1997. Financial Accounting Theory. Prentice-Hall International, Inc. Setiawati, Lilis dan Ainun Na’im, 2000. Manajemen Laba. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol. 15, No. 4 Suwardjono, 2005. Teori Akuntansi, Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Edisi Ketiga. BPFE, Yogyakarta Triyuwono, Iwan, 2000. Organisasi dan Akuntansi Syariah. LkiS.Yogyakarta. Triyuwono, Iwan, 2001. Metafora Zakat dan Syariah Enterprise Theory Sebagai Konsep Dasar Dalam Membentuk Akuntansi Syariah. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, Vol 5 No. 2.
Attanwir, Vol. 1, No. 2,September2012 ISSN: 2252-5238
Perilaku Konsumen dalam Perspektif Islam
21
Triyuwono, Iwan, 2002. Kritik Atas Konsep Teori yang Digunakan dalam Standar Akuntansi Perbankan Syariah. Seminar Forum Silaturrohim Studi Ekonomi Islam, Universitas Brawijaya. Triyuwono, Iwan dan Moh As’udi, 2001. Akuntansi Syariah: Memformulasikan Konsep Laba dalam Konteks Metafora Zakat. Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Widarto, 2004. Analisa Kritis Terhadap Praktek Akuntansi Kreatif Dalam Konteks Budaya Organisasi PT. BUMI dan Pandangan Islam (Khususnya Ajaran Amanah) Dalam Menyikapi Praktek Tersebut). Tesis. Program Studi Sain Akuntansi Program Pascasarjana Universitas Brawijaya. Yusanto, M. Ismail, dan M. Karebet Widjajakusuma, 2003. Menggagas Bisnis Islami. Gema Insani Presss, Jakarta Zaid, Omar Abdullah, 2004. Akuntansi Syariah: Kerangka Dasar, Sejarah, dan Teori Akuntansi Keuangan dalam Masyarakat Islam. LPFE Universitas Trisakti.
Attanwir, Vol. 1, No. 1,April 2012 ISSN: 2252-5238