MANAJEMEN KOTA BERKELANJUTAN DI INDONESIA: INDIKATOR DALAM UPAYA MENGEMBANGKAN KEBIJAKAN KOTA BERKELANJUTAN OLEH PEMERINTAH KOTA DI INDONESIA (studi kasus pada Kota Depok, Bogor, dan Bandung)
Oleh: Teguh Kurniawan
DISKUSI DWI BULANAN DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, 14 AGUSTUS 2003
EXECUTIVE SUMMARY
The achievement of sustainable city conditions will require the roles of city’s government in developing and implementing proper and appropriate policies needed. In order to attain those proper and appropriate policies, the city’s government should possess guidance within the frame of their internal management. This research tried to know the possibilities of the municipalities’ government in Indonesia in doing sustainable development in the future and proposed several indicators for the internal management of the municipalities if they want to develop and implement their policies in a more sustainable way, specifically in handling and managing the urban environmental problems. This research focused only on three areas of problems which could be considered as important problems: solid and hazardous waste, urban air pollution, and wastewater disposal. Three municipalities: Municipalities of Depok, Bogor, and Bandung have been selected as a case study in this research. There are three questions that need to be answer by this research. First question is related to the current condition of the selected municipalities’ governments in handling and managing selected urban environmental problems. Second question is to know the extent of selected municipalities’ governments in doing their plans in order to handle and manage selected urban environmental problems whether those problems are taking into consideration in their planning documents or other policy tools. Third question is related to the actions that could be propose to the municipalities’ if they want to improve their urban environmental management to become more sustainable and kind of indicators in term of their internal management that could be proposed in order to ensure that they are handling urban environmental problems in a more sustainable way in the future.
To answer the research questions, qualitative methods and conceptual frameworks about environmental governance for urban environmental problems are use in this research. By using the qualitative methods, the researcher tried to gather all details of necessary information about the status of selected municipalities in managing the selected urban environmental problems through both indirect and direct methods of data collection. Indirect method used by gathering information from secondary data sources. Direct method used by selecting some key informants and asking them questions through open-ended and semi structured interviews. The results shows that current management conditions of selected urban environmental problems in the selected municipalities are still done in an improper way. The municipalities has lack of proper and appropriate methods; financial; human resources; infrastructures and equipments; proper and appropriate policies; and participation from the communities. The selected urban environmental problems are not much prioritizing in the planning documents and NKLD documents. This research has proposed several indicators for internal management of the municipalities in order to ensure that they are handling solid and hazardous wastes, urban air pollution, and wastewater disposal problems in a more sustainable way in the future. These indicators are develop by referring to the proper methods according to the theoretical frameworks, the problems that will be face if the selected municipalities want to implement the methods and their current conditions in managing those selected urban environmental problems.
Key Words: Sustainable City Management; Urban Environmental Problems: solid and hazardous waste, urban air pollution, waste water disposal.
RINGKASAN
Pencapaian kota berkelanjutan akan membutuhkan peranan Pemerintah Kota dalam mengembangkan dan mengimplementasikan kebijakan yang tepat dan layak. Dalam upaya mencapai kebijakan yang tepat dan layak tersebut, Pemerintah Kota harus memiliki arahan dalam kerangka manajemen internal mereka. Penelitian ini berusaha untuk mengetahui kemungkinan bagi Pemerintah Kota di Indonesia dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan di masa depan dan mengusulkan beberapa indikator untuk manajemen internal Pemerintah Kota jika mereka ingin mengembangkan dan mengimplementasikan kebijakan yang lebih berkelanjutan, khususnya dalam mengelola permasalahan lingkungan kota. Fokus utama dari penelitian ini adalah permasalahan-permasalahan lingkungan kota yang dianggap paling penting yaitu permasalahan sampah domestik dan berbahaya, polusi udara perkotaan, dan pembuangan air limbah. Tiga buah kota: Depok, Bogor, dan Bandung dipilih sebagai studi kasus dalam penelitian ini. Terdapat tiga buah pertanyaan penelitian yang harus dijawab dalam penelitian ini. Pertanyaan pertama adalah pertanyaan yang berhubungan dengan kondisi saat ini dari Pemerintah Kota terpilih (Depok, Bogor, dan Bandung) dalam menangani dan mengelola permasalahan sampah domestik dan sampah berbahaya, polusi udara perkotaan, dan pembuangan air limbah. Pertanyaan kedua adalah untuk mengetahui sejauh mana Pemerintah Kota terpilih (Depok, Bogor, dan Bandung) telah melakukan perencanaannya dalam upaya menangani dan mengelola permasalahan sampah domestik dan sampah berbahaya, polusi udara perkotaan, dan pembuangan air limbah, serta apakah permasalahan-permasalahan tersebut telah dipertimbangkan dalam “Program Pembangunan Lima Tahun Daerah” (Properda), “Rencana Strategis” (Renstra), dan dokumen-dokumen perencanaan mereka
lainnya. Pertanyaan ketiga adalah pertanyaan yang berkaitan dengan tindakan yang dapat diusulkan kepada Pemerintah Kota terpilih jika mereka ingin meningkatkan manajemen lingkungan kota mereka menjadi lebih berkelanjutan serta jenis indikator apa berkaitan dengan manajemen internal mereka yang dapat diusulkan dalam upaya menjamin bahwa mereka akan mengelola permasalahan lingkungan kota secara berkelanjutan di masa depan. Untuk menjawab ketiga pertanyaan penelitian tersebut, penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kerangka kerja konseptual mengenai kepemerintahan lingkungan dalam menangani permasalahan lingkungan kota. Dengan menggunakan metode kualitatif, peneliti berusaha untuk mendapatkan sejumlah informasi penting yang dibutuhkan mengenai status dari Kota-Kota terpilih dalam mengelola permasalahan sampah domestik dan sampah berbahaya, polusi udara perkotaan, dan pembuangan air limbah melalui pengumpulan data secara langsung maupun tidak langsung. Pengumpulan data secara tidak langsung dilakukan melalui pengumpulan sumber data sekunder. Pengumpulan data secara langsung dilakukan dengan memilih sejumlah nara sumber dan menanyakan kepada mereka beberapa pertanyaan melalui wawancara yang semi struktur dan terbuka. Hasil penelitian menunjukan bahwa kondisi saat ini dari Pemerintah Kota terpilih dalam mengelola permasalahan sampah domestik dan sampah berbahaya, polusi udara perkotaan, dan pembuangan air limbah masih dilakukan secara tidak layak. Pemerintah Kota terpilih memiliki keterbatasan metode pengelolaan yang tepat dan layak; keterbatasan keuangan; keterbatasan sumberdaya manusia; keterbatasan infrastruktur dan perlengkapan; keterbatasan kebijakan yang tepat dan layak; serta keterbatasan partisipasi dari masyarakat dalam penanganan dan pengelolaan masalah-masalah tersebut. Permasalahan sampah domestik dan sampah berbahaya, polusi udara perkotaan, dan pembuangan air limbah juga tidak terlalu diprioritaskan dalam dokumen-dokumen perencanaan kota dan dokumen Neraca Kualitas Lingkungan Hidup Daerah.
Penelitian ini mengusulkan beberapa indikator berkaitan dengan manajemen internal dari Pemerintah Kota yang dapat digunakan dalam upaya untuk menjamin bahwa Pemerintah Kota akan menangani permasalahan sampah domestik dan sampah berbahaya, polusi udara perkotaan, dan pembuangan air limbah secara lebih berkelanjutan di masa depan. Indikatorindikator tersebut dikembangkan dengan mengacu kepada metode yang tepat dalam mengelola permasalahan-permasalahan lingkungan perkotaan tersebut berdasarkan kerangka teoritis yang ada, permasalahan-permasalahan yang akan dihadapi oleh Pemerintah Kota jika mereka ingin mengimplementasikan metode itu, serta kondisi saat ini dari Pemerintah Kota dalam mengelola permasalahan-permasalahan lingkungan kota tersebut.
Kata Kunci: Manajemen Kota Berkelanjutan; Permasalahan Lingkungan Kota: sampah domestik dan sampah berbahaya, polusi udara perkotaan, pembuangan air limbah.
1
PENDAHULUAN Ide mengenai kota berkelanjutan muncul sebagai tanggapan terhadap proses urbanisasi yang terjadi di dunia. Kita telah menjadi saksi terjadinya skenario dimana lebih banyak penduduk yang tinggal di wilayah perkotaan dibandingan dengan penduduk yang tinggal diwilayah perdesaan. Pada tahun 1800, hanya 50 juta penduduk yang tinggal di kota-kota diseluruh dunia. Sementara tahun 1975, terdapat 1,5 milyar penduduk, dan pada tahun 2000, terdapat lebih dari 3 milyar penduduk – jumlah ini lebih dari jumlah seluruh populasi penduduk dunia di tahun 1960 (UNEP, 2002). Konsep “kota berkelanjutan” menurut Urban 21 (2000) adalah bagaimana meningkatkan kualitas kehidupan di sebuah kota, termasuk didalamnya kualitas ekologi, budaya, politik, institusi, serta komponen sosial dan ekonomi tanpa meninggalkan beban kepada generasi yang akan datang. Suatu beban yang dihasilkan dari berkurangnya sumber daya alam dan banyaknya hutang lokal. Dalam upaya pengembangan dan penerapan kota berkelanjutan, peranan dari pemerintah kota adalah sangat fundamental. Sebagai suatu sistem yang mengatur dirinya sendiri, sebuah kota terdiri atas suatu sistem kontrol (pemerintahan kota) dan suatu obyek homeostatis (masyarakat atau penduduk). Pemerintah kota akan berperan sebagai sebuah institusi yang mempunyai legitimasi dan bertanggung jawab terhadap pengembangan dan penerapan kota berkelanjutan melalui proses pembuatan kebijakan yang dilakukannya. Dalam upaya menghasilkan kebijakan kota yang memiliki orientasi untuk mencapai kondisi yang berkelanjutan, pemerintah kota akan membutuhkan seperangkat indikator yang akan memberikan arahan dan petunjuk kepada mereka mengenai apakah kebijakan yang telah dibuatnya tetap berada dalam jalur yang benar. Indikator tersebut akan memberikan saran kepada pemerintah kota mengenai tindakan yang harus dilakukan dalam mengatasi
2
permasalahan yang dihadapi di wilayah kotanya. Indikator tersebut haruslah merupakan indikator yang terkait dengan manajemen internal dari pemerintah kota. Perlunya indikator yang secara khusus dikembangkan untuk melihat manajemen internal pemerintah kota muncul sebagai akibat dari pentingnya peran pemerintah kota dalam menentukan apakah sebuah kota telah menerapkan kebijakan yang berkelanjutan. Dengan mengacu kepada argumen-argumen di atas, sangatlah menarik untuk mengetahui kemungkinan bagi Pemerintah Kota di Indonesia untuk mengembangkan pembangunan yang berkelanjutan dan untuk mengetahui kondisi yang ada saat ini dari manajemen
internalnya
sebagai
sebuah
prasyarat
dalam
melakukan
pembangunan
berkelanjutan. Dengan mengetahui kondisi-kondisi tersebut, akan membantu Pemerintah Kota dalam melakukan pembangunan berkelanjutan dengan menggunakan cara yang tepat. Dalam upaya mendapatkan gambaran mengenai kondisi yang ada dari manajemen internal Pemerintah Kota di Indonesia, beberapa indikator akan diusulkan. Indikator ini haruslah sesuai dengan tingkat permasalahan yang dihadapi oleh kota dan kondisi lokal yang ada. Indikator ini juga harus sesuai dengan persyaratan internasional menyangkut pembangunan kota berkelanjutan. Penelitian ini mencoba untuk mengetahui kemungkinan dari Pemerintah Kota di Indonesia dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan di masa depan dan mengusulkan sejumlah indikator untuk manajemen internal dari Pemerintah Kota jika mereka ingin mengembangkan dan mengimplementasikan kebijakan-kebijakan mereka yang lebih berorientasi pada keberlanjutan, khususnya dalam hal Pemerintah Kota menangani dan mengelola
permasalahan-permasalahan
lingkungan
perkotaannya.
Penelitian
ini
memfokuskan kajiannya hanya pada tiga permasalahan lingkungan perkotaan yang dipertimbangkan sebagai masalah terpenting bagi sebuah kota, yakni sampah domestik dan sampah berbahaya, polusi udara perkotaan, dan pembuangan air limbah. Tiga Kota, yakni Kota Depok, Bogor, dan Bandung dipilih untuk dijadikan studi kasus dalam penelitian ini.
3
Terdapat tiga buah pertanyaan penelitian yang harus dijawab dalam penelitian ini. Pertanyaan pertama adalah pertanyaan yang berhubungan dengan kondisi saat ini dari Pemerintah Kota terpilih (Depok, Bogor, dan Bandung) dalam menangani dan mengelola permasalahan sampah domestik dan sampah berbahaya, polusi udara perkotaan, dan pembuangan air limbah. Pertanyaan kedua adalah untuk mengetahui sejauh mana Pemerintah Kota terpilih (Depok, Bogor, dan Bandung) telah melakukan perencanaannya dalam upaya menangani dan mengelola permasalahan sampah domestik dan sampah berbahaya, polusi udara perkotaan, dan pembuangan air limbah, serta apakah permasalahan-permasalahan tersebut telah dipertimbangkan dalam “Program Pembangunan Lima Tahun Daerah” (Properda), “Rencana Strategis” (Renstra), dan dokumen-dokumen perencanaan mereka lainnya. Pertanyaan ketiga adalah pertanyaan yang berkaitan dengan tindakan yang dapat diusulkan kepada Pemerintah Kota terpilih jika mereka ingin meningkatkan manajemen lingkungan kota mereka menjadi lebih berkelanjutan serta jenis indikator apa berkaitan dengan manajemen internal mereka yang dapat diusulkan dalam upaya menjamin bahwa mereka akan mengelola permasalahan lingkungan kota secara berkelanjutan di masa depan.
KERANGKA TEORI Kerangka teori yang disajikan disini didasarkan atas sebuah pengertian bahwa pembangunan kota berkelanjutan adalah merupakan tujuan dasar dari manajemen lingkungan kota yang terdiri atas tiga elemen: kota, lingkungan, dan manajemen (Brilhante, 2001). Elemen pertama yakni kota mengacu kepada konsep kota yang selama ini dikenal. Elemen kedua yakni lingkungan didefinisikan sebagai bentuk fisik—biotik dan abiotik—yang ada di sekitar masyarakat yang memiliki pola hubungan mutual dengan masyarakat. Istilah lingkungan dalam penelitian ini juga mempertimbangkan lingkungan ekonomi dan lingkungan sosial. Elemen ketiga yakni manajemen yang dalam konteks ini diartikan sebagai pembuatan
4
kebijakan dan seperangkat tindakan yang berdasar kepada kebijakan tersebut. Tujuan dasar dari manajemen lingkungan kota adalah pembuatan kondisi kualitas kehidupan yang kondusif bagi kesehatan manusia, kehidupan, kesejahteraan, dan kemakmuran. Kebijakan dan tindakan khusus untuk mencapai kondisi ini akan sangat tergantung kepada situasi khusus yang ada di tingkat lokal dan kebijakan yang dibuat pun harus dibuat oleh aktor lokal. Setidaknya terdapat dua kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini: permasalahan lingkungan kota, dan kepemerintahan lingkungan. Secara umum, permasalahan lingkungan kota berkaitan dengan masalah khusus yang dihadapi di dalam wilayah perkotaan yang dalam penelitian ini akan difokuskan kepada permasalahan sampah domestik dan sampah berbahaya, polusi udara perkotaan, dan pembuangan air limbah. Kepemerintahan lingkungan berkaitan dengan cara Pemerintah Kota dalam membuat kebijakan untuk mengatasi permasalahan lingkungan kota yang dihadapi diwilayahnya.
Permasalahan Lingkungan Kota sampah domestik dan sampah berbahaya Sampah domestik mengacu kepada pendapat Cointreau dalam Huysman dan Baud (1994) didefinisikan sebagai materi sampah organik dan inorganik yang dihasilkan oleh rumah tangga, komersial, aktivitas institusi dan industri yang telah kehilangan nilai dimata pemilik pertamanya. Definisi lain dari sampah domestik berasal dari Kiely (1997) yang mendifinisikan sampah domestik sebagai sampah yang berasal dari aktivitas manusia dan hewan. Dalam lingkungan domestik, sampah tersebut termasuk kertas, plastik, sampah kayu, debu, dan lain sebaginya. Juga termasuk ‘sampah cair’ termasuk cat, obat lama, tumpahan minyak, dan lain sebagainya. Secara komersial, pengepakan kertas, kontainer kayu dan plastik akan membentuk volumenya. Lumpur cair-padat dari industri dan fasilitas pengolahan air limbah juga termasuk
5
kedalam definisi ini. Sampah yang diterima oleh pemerintah untuk kemudian dibuang termasuk didalamnya sampah berbahaya juga termasuk dalam definisi ini. Tanpa adanya manajemen yang memadai, sampah domestik perkotaan akan menjadi masalah bagi pemerintah Kota karena efek langsungnya terhadap kesehatan masyarakat, lingkungan dan sumber daya alam. Karenanya, pemerintah Kota perlu untuk mengembangkan kebijakan manajemen sampah yang memadai untuk mengatasi masalah ini.
polusi udara perkotaan Udara memiliki fungsi yang sangat penting bagi manusia. Udara mensuplai manusia dengan oksigen yang sangat dibutuhkan oleh tubuh kita untuk bertahan hidup. Namun demikian, aktivitas sehari-hari manusia dapat melepaskan partikel ke udara yang beberapa diantaranya dapat menyebabkan masalah bagi manusia, tumbuhan, dan hewan. Terdapat beberapa tipe polusi dan efek dari polusi yang sudah sangat dikenal dan sering didiskusikan. Didalamnya termasuk asap, hujan asam, efek rumah kaca, dan lubang di layer ozon. Setiap permasalahan ini memiliki implikasi yang serius bagi kesehatan dan kesejahteraan manusia juga terhadap seluruh lingkungan. Salah satu tipe polusi udara adalah pelepasan partikel ke udara yang berasal dari pembakaran bahan bakar untuk energi. Hasil pembakaran bahan bakar dari kendaraan, rumah, dan industri adalah merupakan sumber utama polusi di udara. Tipe lainnya dari polusi udara adalah pelepasan gas berbahaya seperti sulfur dioksida, karbon monoksida, nitrogen oksida, dan gas kimia lainnya. Gas ini akan berperan dalam reaksi kimia selanjutnya apabila mereka berada di atmosfir dan akan menghasilkan asap dan hujan asam. Di wilayah perkotaan, dengan pertumbuhan perkotaan yang cepat, kualitas udara akan bertambah buruk kecuali apabila dilakukan pengukuran kontrol terhadap polusi yang dilakukan
oleh
Pemerintah
Kota.
Pengukuran
ini
dapat
dilakukan
dengan
6
mengimplementasikan kebijakan yang berorientasikan untuk mengurangi efek negatif dari polusi udara.
Salah satu contoh yang baik adalah melalui kebijakan transportasi kota.
Kebijakan ini sangat sesuai dengan pendapat dari Kojima dan Lovei (2001) yang menyatakan bahwa lalu lintas adalah penyumbang terbesar dari emisi partikel dan cenderung menghasilkan kenaikan 80-90 persen lead yang ada di atmosfir di kota-kota dimana bahan bakar yang mengandung lead masih digunakan.
pembuangan air limbah Air limbah didefinisikan sebagai air yang telah digunakan. Artinya air yang berasal dari kegiatan yang menggunakan air yang telah berada di dalam pipa drainase. Air limbah membawa kandungan tinggi nutrisi, bakteri, virus, dan kontaminan lainnya. Air limbah yang tidak diolah secara baik termasuk apabila digunakan kembali akan mengancam kualitas air di bawah tanah, lahan basah, estuari, watercourses, dan lingkungan pantai (Middle, 1995). Di negara-negara berkembang, diperkirakan lebih dari 90 persen air limbah dibuang langsung ke sungai, danau, dan laut tanpa diolah terlebih dahulu (World Resources Institute, 1996). Pembuangan air limbah domestik akan tetap menjadi masalah tidak hanya di negara berkembang tetapi juga dibeberapa negara yang lebih maju. Untuk mengurangi efek negatif dari pembuangan air limbah, Pemerintah Kota harus mengembangkan sistem pembuangan air limbah yang memadai yang didalamnya termasuk pembuatan fasilitas pengolahan air limbah.
Kepemerintahan Lingkungan (environmental governance): Elemen, Prinsip dan Dimensinya Kepemerintahan lingkungan dapat didefinisikan sebagai sebuah kumpulan dari nilainilai dan norma-norma yang memandu atau mengatur hubungan antara negara dan masyarakat dalam penggunaan, pengawasan, dan manajemen dari lingkungan alam. Nilai-nilai dan normanorma ini diekspresikan dalam suatu rantai kompleks yang terdiri atas peraturan, kebijakan, dan
7
institusi yang mengatur sebuah mekanisme organisasi dalam mengartikulasikan sasaran yang luas dan target perencanaan yang spesifik dari manajemen lingkungan. Kepemerintahan lingkungan menyediakan sebuah kerangka kerja konseptual dimana tingkah laku publik dan swasta diatur dalam mendukung pengaturan yang lebih berorientasi ekologis. Kerangka kerja tersebut membentuk hubungan yang timbal balik antara masyarakat (global, regional, nasional, dan lokal) dalam berhubungan dengan akses dan penggunaan barang dan jasa lingkungan serta mengikat mereka (dalam tingkatan apapun) dengan etika-etika lingkungan spesifik tertentu (Mugabe dan Tumushabe, 1999). Kepemerintahan lingkungan memiliki beberapa elemen utama yang dilaksanakan melalui penerapan sejumlah prinsip dan dimensi tertentu. Elemen utama dari kepemerintahan lingkungan menurut A Guide to World Resources 2002-2004 terdiri atas: Pertama, institusi dan hukum. Elemen ini mengatur mengenai pihak yang akan membuat dan menegakkan peraturan dalam penggunaan sumber daya alam, bentuk aturan dan sanksi yang diterapkan, serta pihak yang berwenang dalam membuat keputusan apabila terjadi perselisihan. Kedua, hak-hak partisipasi dan keterwakilan, yang mengatur bagaimana publik dapat mempengaruhi atau memperjuangkan peraturan mengenai sumber daya alam, serta pihak-pihak yang akan mewakili publik dalam pembuatan kebijakan terhadap sumber daya alam. Ketiga, tingkatan kewenangan, yang mengatur pada tingkatan atau skala apa (lokal, regional, nasional, internasional) kewenangan terhadap sumber daya alam harus berada. Keempat, akuntabilitas dan transparansi, yang mengatur bagaimana pihak-pihak yang menguasai dan mengelola sumber daya alam dapat mempertanggungjawabkan kebijakankebijakannya, serta bagaimana proses pembuatan kebijakan dapat terbuka untuk dikaji. Kelima, hak kepemilikan dan kedudukan, yang mengatur mengenai siapa yang memiliki hak yang sah untuk menguasai dan menggunakan sumber daya alam.
8
Keenam, aliran pasar dan finansial, yakni bagaimana praktek finansial, kebijakan ekonomi dan perilaku pasar mempengaruhi kewenangan atas sumber daya alam. Ketujuh, ilmu pengetahuan dan resiko, yakni bagaimana pengetahuan ekologi dan ilmu sosial digunakan dalam pembuatan kebijakan terhadap sumber daya alam untuk mengurangi resiko terhadap masyarakat dan ekosistem serta mengidentifikasikan peluang-peluang baru. Ketujuh elemen tersebut diterapkan dengan menggunakan sejumlah prinsip dasar, yakni: (1) pembuatan keputusan pada tingkatan yang tepat; (2) penyediaan akses terhadap informasi, partisipasi, dan ganti rugi; serta (3) pengintegrasian lingkungan dalam semua kebijakan (A Guide to World Resources 2002-2004). Sementara itu, dimensi yang akan mempengaruhi penerapan dari prinsip-prinsip tersebut meliputi dimensi-dimensi: (1) teknik, (2) politik, (3) institusi, dan (4) budaya (Boeninger, 1991; Harpham dan Boateng, 1997).
PEMBAHASAN HASIL Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi saat ini dari Pemerintah Kota terpilih (Depok, Bogor, dan Bandung) dalam menangani permasalahan sampah domestik dan sampah berbahaya, polusi udara perkotaan, dan pembuangan air limbah masih dilakukan secara tidak layak. Pemerintah Kota terpilih memiliki keterbatasan metode pengelolaan yang tepat dan layak (a); keterbatasan keuangan (b); keterbatasan sumberdaya manusia (c); keterbatasan infrastruktur dan perlengkapan (d); keterbatasan kebijakan yang tepat dan layak (e); serta keterbatasan partisipasi dari masyarakat dalam penanganan dan pengelolaan masalah-masalah tersebut (f). Permasalahan sampah domestik dan sampah berbahaya, polusi udara perkotaan, dan pembuangan air limbah juga tidak terlalu diprioritaskan dalam dokumen-dokumen perencanaan kota dan dokumen Neraca Kualitas Lingkungan Hidup Daerah. Dalam upaya mencapai kondisi manajemen kota yang berkelanjutan oleh Pemerintah Kota di Indonesia dalam mengelola sampah domestik dan sampah berbahaya, polusi udara
9
perkotaan, dan pembuangan air limbah; Pemerintah Kota diharuskan memiliki kebijakan dan program yang mengacu kepada metode yang tepat dalam mengelola permasalahanpermasalahan lingkungan perkotaan tersebut. Dalam mengelola sampah domestik dan sampah berbahaya, Pemerintah Kota di Indonesia diharapkan memiliki kebijakan atau program berdasarkan pada manajemen hirarkhi pengelolaan sampah, yakni pertama, Pemerintah Kota harus dapat mencegah dan mengurangi jumlah sampah yang perlu ditangani atau dikelola lebih lanjut; kedua, Pemerintah Kota harus dapat mendorong kegiatan penggunaan kembali (re-use) dan daur ulang (recycling) sampah; ketiga, Pemerintah Kota mentransformasikan sampah dengan menggunakan penanganan baik secara biologis maupun pemanasan (thermal); serta keempat,
Pemerintah Kota dalam
menangani sisa sampah yang tidak dapat diolah dengan metode lain harus dilakukan melalui landfill dengan menggunakan metode sanitary landfill, tidak sekedar open dumping ataupun control landfill semata. Dalam mengelola polusi udara perkotaan, Pemerintah Kota diharapkan memiliki kebijakan atau program yang berkaitan dengan standar emisi; pengukuran emisi; penggunaan energi bersih (cleaner energy); penggunaan teknologi terbaik yang tersedia (BAT= best available technology); manajemen lalu lintas lokal yang komprehensif; serta manajemen kualitas udara lokal yang terintegrasikan dengan strategi dan tindakan yang lebih luas (transportasi, penggunaan tanah, perencanaan, dan regenerasi ekonomi) guna mencapai pembangunan yang berkelanjutan. Dalam mengelola pembuangan air limbah, Pemerintah Kota diharapkan memiliki kebijakan atau program untuk dapat mengawasi dan mencegah polusi air dari fasilitas-fasilitas industri; kebijakan atau program untuk mengelola air limbah dalam suatu instalasi pengelolaan air limbah terpadu sebelum air limbah tersebut dibuang ke badan air; kebijakan atau program untuk mengelola lumpur tinja dalam suatu instalasi pengelolaan lumpur tinja dengan
10
menggunakan daur ulang material biologis dan metode lainnya; serta kebijakan atau program untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menjaga kelestarian sumber daya air. Dengan mengacu kepada temuan-temuan di atas, penelitian ini mengusulkan beberapa indikator berkaitan dengan manajemen internal dari Pemerintah Kota yang dapat digunakan dalam upaya untuk menjamin bahwa Pemerintah Kota akan menangani permasalahan sampah domestik dan sampah berbahaya, polusi udara perkotaan, dan pembuangan air limbah secara lebih berkelanjutan di masa depan. Implementasi dari indikator-indikator yang diusulkan oleh penelitian ini dapat dilakukan secara berbeda oleh masing-masing Kota disesuaikan dengan situasi yang dihadapi oleh masing-masing Kota tersebut. Dimungkinkan pula adanya pembagian peran antara tingkatan pemerintahan yang ada dan juga sektor swasta dalam pengimplementasian indikatorindikator tersebut. Pemerintah Pusat dalam hal ini dapat memiliki peran dalam pengelolaan sampah domestik dan sampah berbahaya, polusi udara perkotaan, dan pembuangan air limbah melalui kebijakan atau program yang membutuhkan keterlibatan dari Pemerintah Pusat. Sebagai contoh, dalam pengelolaan sampah domestik dan sampah berbahaya, Pemerintah Pusat dapat berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan atau program untuk mendorong penggunaan kembali (re-use) sampah. Keterlibatan Pemerintah Pusat diperlukan mengingat program penggunaan kembali (re-use) sampah akan melibatkan banyak pihak yang tinggal tidak hanya pada satu daerah melainkan tersebar di berbagai daerah, karenanya program tersebut harus dijadikan sebagai program yang bersifat nasional. Pemerintah Regional (Provinsi) juga dapat memiliki peran dalam pengelolaan sampah domestik dan sampah berbahaya, polusi udara perkotaan, dan pembuangan air limbah melalui kebijakan atau program yang membutuhkan keterlibatan dari Pemerintah Provinsi. Sebagai contoh, dalam pengelolaan sampah domestik dan sampah berbahaya, keterlibatan Pemerintah
11
Provinsi akan dibutuhkan dalam memfasilitasi kerjasama antar Pemerintah Kota dalam menggunakan fasilitas Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Dari hasil studi di lapangan menunjukkan bahwa Pemerintah Kota Bogor memiliki masalah menyangkut ketersediaan lahan untuk TPA-nya dan membutuhkan kerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Bogor. Karenanya keterlibatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan dibutuhkan. Sektor swasta juga dapat memiliki peran dalam pengelolaan sampah domestik dan sampah berbahaya, polusi udara perkotaan, dan pembuangan air limbah melalui pelaksanaan investasi pada beberapa fasilitas yang dibutuhkan dan juga dengan mematuhi ketentuanketentuan yang telah dikeluarkan pemerintah menyangkut ketiga masalah tersebut, seperti ketentuan untuk menyediakan sarana pengolahan air limbah di perusahaannya.
PENUTUP Dengan mengacu kepada temuan-temuan di lapangan, terdapat beberapa saran yang diusulkan dari penelitian ini dalam rangka mewujudkan manajemen yang lebih baik dalam pengelolaan permasalahan lingkungan kota oleh Pemerintah Kota di Indonesia. Saran-saran tersebut adalah: 1. Adanya kebutuhan untuk meningkatkan kesadaran dan perhatian dari Pemerintah Kota di Indonesia terhadap permasalahan lingkungan kota mereka dengan cara memberikan prioritas terhadap permasalahan-permasalahan tersebut didalam dokumen-dokumen perencanaan dan NKLD Kota yang bersangkutan. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat bagian tersendiri di dalam dokumen-dokumen tersebut mengenai rencana Pemerintah Kota dalam menangani dan mengelola permasalahan lingkungan kota. Dalam proses pembuatan kebijakan dari dokumen-dokumen tersebut, keterlibatan publik atau masyarakat harus dilakukan.
12
2. Dalam upaya mengatasi beberapa masalah yang akan dihadapi oleh Pemerintah Kota apabila mereka ingin mengimplementasikan manajemen yang lebih baik dalam pengelolaan permasalahan lingkungan kota dengan mengacu kepada indikator-indikator yang diusulkan, diperlukan adanya upaya-upaya untuk memperkuat Pemerintah Kota secara substansial berkaitan dengan: sumber daya manusianya; struktur organisasi dan kewenangannya; serta fasilitas dan sumber keuangannya. 3. Terdapat kebutuhan untuk mengembangkan penilaian keberlanjutan oleh Pemerintah Nasional dalam rangka menjamin dan memberikan informasi mengenai tingkatan keberlanjutan yang telah berhasil dicapai atau dilakukan oleh Pemerintah Kota di Indonesia dalam menangani dan mengelola permasalahan lingkungan kota mereka. 4. Terdapat juga kebutuhan bagi Pemerintah Kota untuk melibatkan masyarakat mereka dalam mengembangkan seperangkat indikator pembangunan kota berkelanjutan versi mereka sendiri. Dengan adanya partisipasi masyarakat, akan meningkatkan rasa memiliki mereka terhadap permasalahan yang dihadapi dalam upaya pencapaian yang lebih baik dari pembangunan kota yang berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA Brilhante, Ogenis., 2001., “Urban Environmental Management”., Reader for the subject Urban Environmental Management., Rotterdam: Institute for Housing and Urban Development Studies Harpham, Trudy and Kwasi A. Boateng., 1997., “Urban Governance in Relation to the Operation of Urban Services in Developing Countries”., Habitat International., Volume 21., No. 1 Huysman, Marijk and Isa Baud., 1994., “Solid Waste Recovery, Re-Use and Recycling: Formal and Informal Aspects of Production and Employment in Indian Cities” in Baud,
13
Isa and Hans Schenk (ed.)., 1994., Solid Waste Management: Models, Assessments, Appraisals and Linkages in Bangalore., New Delhi: Manohar Kiely, Gerard (ed.)., 1997., Environmental Engineering., Maidenhead: McGraw-Hill Kojima, Masami and Magda Love.i, 2001., Urban Air Quality Management: Coordinating Transport, Environment, and Energy Policies in Developing Countries., World Bank Technical Paper No. 508., Pollution Management Series., Washington: World Bank Middle, Garry., 1995., “Environmental Requirements for the Disposal of Effluent from Wastewater Disposal System”., Desalination., Volume 106 Mugabe, John, and Godber W. Tumushabe, 1999. “Environmental Governance: Conceptual and Emerging Issues” in H. W. O Okoth Ogendo and Godber W. Tumushabe., 1999., Governing the Environment: Political Change and Natural Resources Management in Eastern and Southern Africa., Nairobi: African Centre for Technology Studies Pemerintah Kota Bandung., 2001., Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 05 Tahun 2000 tentang Pola Dasar Pembangunan Kota Bandung Tahun 2000-2004., Bandung: Bagian Hukum Pemerintah Kota Bandung ______________., 2001b., Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 09 Tahun 2001 tentang Program Pembangunan Daerah (PROPEDA) Kota Bandung Tahun 2000-2004., Bandung: Bagian Hukum Pemerintah Kota Bandung ______________., 2001c. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 32 Tahun 2001 tentang Rencana Pembangunan Tahunan Daerah (REPETADA) Kota Bandung Tahun 2002., Bandung: Bagian Hukum Pemerintah Kota Bandung ______________., 2001d., Neraca Kualitas Lingkungan Hidup Daerah Tahun 2001: Buku I – Buku III., Bandung: BPLH Pemerintah Kota Bandung
14
Pemerintah Kota Bogor., 2000., Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 11 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Daerah (PROPEDA) Kota Bogor Tahun 2001-2005., Bogor: Pemerintah Kota Bogor ______________., 2001., Neraca Kualitas Lingkungan Hidup Daerah Kota Bogor Tahun 2001: Buku I – Buku III., Bogor: Pemerintah Kota Bogor Pemerintah Kota Depok., 2001., Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Depok 2000-2010., Depok: Pemerintah Kota Depok _____________., 2001b., Neraca Kualitas Lingkungan Hidup Daerah Tahun 2001 Kota Depok: Buku I – Buku II., Depok: Bagian Lingkungan Hidup Pemerintah Kota Depok Powell, Jane C., R. Kerry Turner and Ian J. Bateman (ed)., 2001., Waste Management and Planning., Cheltenham: Edward Elgar Publishing United Nations Development Programme, United Nations Environment programme, World Bank, and World Resources Institute., 2002., A Guide to World Resources 2002-2004: Decisions for the Earth: Balance, Voice, and Power., Executive Summary., [Homepage of World Resources Institute, Publications and Multimedia], [Online], Available: http://pdf.wri.org/wr2002_summary.pdf [2002, 11 November] http://magnet.undp.org/policy/glossary.htm [2002, 15 May] http://www.wri.org/wri/wr-96-97/ud_txt5.html [2002, 15 June]
15 INDIKATOR UNTUK MANAJEMEN INTERNAL PEMERINTAH KOTA DI INDONESIA DALAM MENGELOLA MASALAH-MASALAH LINGKUNGAN KOTA Wilayah Permasalahan Sampah Domestik dan Sampah Berbahaya (SDSB 1-10)
Polusi Udara Perkotaan (PUP 1-10)
Pembuangan Air Limbah (PAL 1-10)
Indikator yang Diusulkan
Keterangan
Ketersediaan kebijakan atau program untuk mencegah dan mengurangi sampah (pemisahan, composting) Ketersediaan kebijakan atau program untuk menggunakan kembali (re use) sampah Ketersediaan kebijakan atau program untuk mendaur ulang (recycling) sampah Ketersediaan sarana pengolahan sampah dengan pengolahan biologis (aerobic, anaerobic, gabungan antara keduanya) Ketersediaan sarana pengolahan sampah dengan menggunakan panas (thermal) (combustion, incinerator) Ketersediaan sarana landfill dengan metode sanitary landfill Ketersediaan kebijakan atau program untuk meningkatkan kepedulian dan partisipasi dari masyarakat Keterlibatan dari masyarakat (publik) Ketersediaan dana untuk membiayai konstruksi, operasi, dan perawatan dari infrastruktur dan peralatan yang dibutuhkan serta untuk kegiatan rutin Ketersediaan dari sumberdaya manusia yang berkualitas dalam proses pembuatan kebiajakan, operasi, dan perawatan terhadap infrastruktur dan perlengkapan Ketersediaan kebijakan atau program untuk mengatur standar emisi gas buang Ketersediaan kebijakan atau program untuk mengukur emisi gas buang Ketersediaan kebijakan atau program untuk mendorong penggunaan energi yang lebih bersih Ketersediaan kebijakan atau program untuk mendorong penggunaan teknologi terbaik yang tersedia (best available technology) Ketersediaan kebijakan atau program untuk manajemen lalu lintas lokal yang komprehensif Ketersediaan kebijakan atau program untuk manajemen kualitas udara lokal yang terintegrasi Ketersediaan kebijakan atau program untuk meningkatkan kepedulian dan partisipasi dari masyarakat Keterlibatan dari masyarakat (publik) Ketersediaan dana untuk membiayai konstruksi, operasi, dan perawatan dari infrastruktur dan peralatan yang dibutuhkan serta untuk kegiatan rutin Ketersediaan dari sumberdaya manusia yang berkualitas dalam proses pembuatan kebiajakan, operasi, dan perawatan terhadap infrastruktur dan perlengkapan Ketersediaan kebijakan atau program untuk mengawasi dan mencegah polusi udara dari fasilitas-fasilitas industri Ketersediaan instalasi pengolahan limbah yang memadai Ketersediaan instalasi pengolahan lumpur tinja yang memadai Ketersediaan kebijakan atau program untuk meningkatkan kepedulian dan partisipasi dari masyarakat Keterlibatan dari masyarakat (publik) Ketersediaan dana untuk membiayai konstruksi, operasi, dan perawatan dari infrastruktur dan peralatan yang dibutuhkan serta untuk kegiatan rutin Ketersediaan dari sumberdaya manusia yang berkualitas dalam proses pembuatan kebiajakan, operasi, dan perawatan terhadap infrastruktur dan perlengkapan
Indikator Umum Indikator Umum Indikator Umum
Indikator Umum
Indikator Umum Indikator Umum Indikator Umum
Indikator Umum
Indikator Umum Indikator Umum Indikator Umum
Indikator Umum
Lampiran 1 Tabel 1. Informasi dan Kebijakan Tercakup dalam Dokumen NKLD dari Kota Depok terkait dengan Wilayah Permasalahan Terpilih Wilayah Permasalahan
Informasi yang Tersedia
Kebijakan yang Tersedia
Sampah Domestik dan Sampah Berbahaya
Kebutuhan akan TPA Sampah yang dihasilkan dari aktivitas manusia Deskripsi masalah secara umum Kebutuhan akan peralatan untuk melakukan pengujian Memfokuskan pada sumber polusi dari industri dan kendaraan
Tidak ada kebijakan yang tegas Melibatkan masyarakat dalam mengawasi, mengamankan dan mencegah polusi dari kegiatan industri dan domestik Program Langit Biru Inventarisasi terhadap industri yang harus melengkapi AMDAL Pembentukan sebuah tim untuk mengkoordinasikan pencegahan polusi Tindakan penyempurnaan dan pengawasan sistem transportasi kota Penegakan hukum terhadap industri yang tidak melaksanakan peraturan Melibatkan masyarakat dalam mengawasi, mengamankan dan mencegah polusi dari kegiatan industri dan domestik Pengujian kualitas air di 2 sungai dan 3 danau PROKASIH Program pengawasan kerusakan lingkungan dari kegiatan industri kecil Inventarisasi terhadap industri yang harus melengkapi AMDAL Pembentukan sebuah tim untuk mengkoordinasikan pencegahan polusi Pembentukan sebuah kelompok kerja untuk mengawasi, mengamankan dan melindungi fungsi danau Memberikan arahan terhadap industri kecil di wilayah tertentu untuk membuat IPAL bersama Penyediaan penjelasan dan pelatihan kepada industri kecil mengenai pengolahan limbah Penegakan hukum terhadap industri yang tidak melaksanakan peraturan Melibatkan masyarakat dalam mengawasi, mengamankan dan mencegah polusi dari kegiatan industri dan domestik
Polusi Perkotaan
Pembuangan Limbah
Udara
Air
Kesadaran mengenai kualitas air sungai dan danau yang seharusnya bebas dari polusi oleh industri, pertanian, dan rumah Kondisi kualitas air di 2 sungai dan 3 danau Kebutuhan akan air bersih Kebutuhan akan Kebutuhan akan peralatan untuk melakukan pengujian Jumlah industri dan bagaimana mereka memproses limbah dengan pembuatan IPAL atau dengan secara langsung membuangnya ke alam
Sumber: Dokumen NKLD Kota Depok Tahun 2001
Lampiran 2 Tabel 2. Informasi dan Kebijakan Tercakup dalam Dokumen NKLD dari Kota Bogor terkait dengan Wilayah Permasalahan Terpilih Wilayah Permasalahan
Informasi yang Tersedia
Kebijakan yang Tersedia
Sampah Domestik dan Sampah Berbahaya
Jumlah sampah di tahun 2000 beserta karakteristiknya, dan kapasitas dari Pemerintah Kota dalam menangani sampah per hari Permasalahan persampahan secara umum Keterbatasan area untuk lokasi TPA dan kerjasama dengan wilayah lain untuk mengatasi masalah tersebut Program-program yang selama ini telah dilakukan untuk mengatasi masalah persampahan Manajemen persampahan saat ini Aktivitas umum dalam mengawasi dan mencegah polusi dari sampah Dampak dari proses pembakaran sampah oleh masyarakat terhadap polusi udara Informasi mengenai kondisi kualitas udara di beberapa lokasi Informasi mengenai aktivitas penanaman pohon Informasi mengenai penyebab utama polusi udara di Kota Bogor yang berasal dari transportasi dan industri Informasi mengenai programprogram yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut Informasi mengenai kondisi kualitas air dari sejumlah tempat (sungai, danau, air limbah dari industri, rumah sakit, hotel dan restauran) Informasi mengenai programprogram yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut
Control landfill yang dilakukan di TPA Galuga Pembuatan kolam limbah di TPA Galuga Aktivitas terkait lainnya dalam pengoperasian TPA Galuga Aktivitas untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap permasalahan sampah dan bagaimana menghadapinya Kerjasama dengan Kabupaten Bogor Peningkatan sistem pengawasan kepada industri yang potensial menghasilkan sampah berbahaya
Polusi Perkotaan
Pembuangan Limbah
Udara
Air
Sumber: Dokumen NKLD Kota Bogor Tahun 2001
Restrukturisasi manajemen dan pola transportasi dengan melakukan survei transportasi Kerjasama dengan Kabupaten Bogor Penanaman pohon di sejumlah tempat Pelaksanaan pengujian untuk emisi polusi udara dari sumber bergerak di 5 lokasi Monitor kebisingan udara di sejumlah industri (6 industri di tahun 1999 dan 4 industri di tahun 2000) Peningkatan sistem pengawasan terhadap industri yang potensial dalam menghasilkan air limbah melalui pengawasan terhadap ketersediaan sarana IPAL Pemberian bantuan teknis mengenai pengelolaan lingkungan kepada masyarakat industri melalui proses perijinan dengan mengeluarkan Surat Pernyataan untuk Mengelola Lingkungan Persiapan proposal untuk penggelontoran saluran air di sejumlah lokasi Pelaksanaan pengujian di sejumlah lokasi industri, rumah sakit, hotel dan restauran Penutupan sebuah industri karena air limbahnya tidak memenuhi persyaratan dan tidak ada tindakan lanjut dari manajemen untuk mengatasinya Pelaksanaan pengujian kualitas air di sejumlah sungai Pengecekan silang terhadap polusi yang diharapkan oleh industri Program PROKASIH Aktivitas untuk meningkatkan kepedulian masyarakat untuk menjaga kualitas airnya
Lampiran 3 Tabel 3. Informasi dan Kebijakan Tercakup dalam Dokumen NKLD dari Kota Bandung terkait dengan Wilayah Permasalahan Terpilih Wilayah Permasalahan
Informasi yang Tersedia
Kebijakan yang Tersedia
Sampah Domestik dan Sampah Berbahaya
Strategi dan kebijakan yang telah dilakukan dalam menghadapi permasalahan persampahan Informasi mengenai rumah sakit yang telah memiliki incinerator untuk sampah berbahaya mereka. Terdapat sejumlah 13 rumah sakit (65%) yang telah memili incinerator, sementara 7 rumah sakit lainnya masih belum memiliki sarana tersebut Informasi mengenai kondisi sampah domestik (jumlah dan kapasitas dari Pemerintah Kota dalam mengatasinya) Informasi mengenai permasalahan persampahan Informasi mengenai kondisi kualitas udara di sejumlah lokasi (10 lokasi dengan menggunakan 4 parameter) Informasi mengenai program-program yang telah dilakukan Informasi mengenai hasil pengujian yang telah dilakukan
Program untuk meminimalisir sampah domestik Program untuk memaksimalkan daur ulang dan composting sampah Program untuk meningkatkan pengelolaan sampah yang ramah lingkungan Program-program tersebut dibagi kedalam aspek: institusi, hukum, teknik dan operasional, keuangan, serta partisipasi masyarakat
Polusi Perkotaan
Pembuangan Limbah
Udara
Air
Informasi mengenai kondisi air limbah yang dihasilkan masyarakat dan permasalahannya Informasi mengenai kualitas air di 6 sungai; IPAL Bojong Soang dan RPH Ciroyom; 105 industri; 18 hotel; 2 restauran; dan 20 rumah sakit Informasi mengenai ketersediaan IPAL pada industri-industri tersebut, hotel, dan rumah sakit, dimana jumlah yang telah memiliki IPAL adalah 84 industri (80%), 15 hotel (83.33%), dan 9 rumah sakit (45%)
Sumber: Dokumen NKLD Kota Bandung Tahun 2001
Pengembangan sistem untuk mengawasi polusi udara dan air Pelaksanaan pengujian kualitas udara di 10 lokasi dengan 4 parameter yaitu polusi udara yang disebabkan oleh gas buang; polusi debu; kebisingan; dan volume kendaraan Pelaksanaan pengujian emisi kendaraan di 4 lokasi untuk 1954 unit kendaraan (1554 kendaraan berbahan bakar bensin, dan 400 kendaraan berbahan bakar diesel) Monitor terhadap kendaraan yang menggunakan LPG Uji coba penggunaan LPG pada 16 kendaraan operasional Pemda dan 35 kendaraan umum Pemasangan 5 unit stasiun pengawasan kualitas udara dan 5 unit public date displays Penghapusan kendaraan yang menghasilkan polusi berat seperti bemo dan mengganti bensin dengan gas Penanaman pohon di sejumlah tempat Pembuatan program pencegahan polusi air dengan meningkatkan kepedulian masyarakat dan untuk membuat IPAL oleh industri Peningkatan sistem pengelolaan air dasar Pengembangan sistem untuk mengawasi polusi air dan udara Program PROKASIH Inventarisasi dan pemetaan industri dan sumber polusi lainnya Pelaksanaan pengujian kualitas air di 6 sungai, 105 industri, 18 hotel, 2 restauran, dan 20 rumah sakit
Lampiran 4 Tabel 4 Kinerja Keseluruhan dari Kota Depok dalam Mengelola Permasalahan Lingkungan Kota Terpilih Kinerja Keseluruhan Kondisi Umum
Wilayah Permasalahan Terpilih Sampah Domestik dan Sampah Berbahaya Jumlah sampah 2.295 m3/hari 45-50% sampah yang bisa ditangani Infrastruktur dan peralatan yang tidak memadai
Manajemen Saat Ini
Hanya mengumpulkan dan mentransportasikan Tidak ada pengolahan di TPA, hanya open dumping Tidak adanya kebijakan yang jelas dan memadai untuk meminimalisir sampah Tidak adanya pemisahan sampah
Aktor Utama yang Terlibat
Konsumen: rumah tangga, institusi & industri kecil, perusahaan atau industri besar Pengumpul: DKP yang sebelumnya dilakukan oleh swasta, masyarakat, pemulung Pemrosesan: tidak ada pengolahan sampah saat ini Pembuangan: DKP
Masalah Utama
Sumber: Penulis (hasil dari lapangan)
Polusi Udara Perkotaan
Pembuangan Air Limbah
Penyebab utama: kendaraan bermotor dan industri Banyaknya Angkot Kendaraan yang berada dalam kondisi tidak laik jalan Kemacetan lalu lintas Pengujian emisi hanya untuk kendaraan umum Penanaman pohon, manajemen transportasi, pengujiana untuk memonitor kualitas udara, Program Langit Biru Tidak adanya metode untuk mengurangi: penggunaan bahan bakar yang berbahaya terhadap lingkungan, dan kendaraan bermotor Tidak adanya kebijakan yang jelas dan memadai untuk mengurangi polusi udara Sumber polusi: transportasi (masyarakat, institusi, perusahaan atau industri); industri (perusahaan atau industri) Pengawasan: Kota (Bagian LH, Dishubpar), swasta (industri) Manajemen dan Kebijakan: Kota (Bagian LH, Dishubpar)
Tidak adanya instalasi pengolahan air limbah Kota Sejumlah industri telah memiliki IPAL Terdapat IPLT untuk tinja
Kemampuan keuangan/pembiayaan Sumberdaya Manusi Ketersediaan infrastruktur dan peralatan Masalah kebijakan Partisipasi masyarakat
Air limbah dibuang langsung ke saluran drainase tanpa pengolahan terlebih dahulu Terdapat upaya dengan melakukan pengujian kualitas air, memaksa industri untuk memenuhi ketentuan, pengawasan industri, pelaksanaan PROKASIH Sangat sedikit kebijakan yang jelas dan memadai dengan memaksa industri untuk memenuhi ketentuan Konsumen yang memproduksi air limbah: rumah tangga, institusi & industri kecil, perusahaan atau industri besar Pengawasan: Kota (Bagian LH, DKP), swasta (industri) Pemrosesan: Kota (DKP), swasta (industri)
Lampiran 5 Tabel 5 Kinerja Keseluruhan dari Kota Bogor dalam Mengelola Permasalahan Lingkungan Kota Terpilih Kinerja Keseluruhan Kondisi Umum
Manajemen Saat Ini
Aktor Utama yang Terlibat
Wilayah Permasalahan Terpilih Sampah Domestik dan Sampah Berbahaya Jumlah sampah 2.099 m3/hari 66% sampah yang bisa ditangani Infrastruktur dan peralatan yang tidak memadai Selain mengumpulkan dan mentransportasikan, juga terdapat sebuah incinerator Pengolahan di TPA dengan control landfill Sangat sedikit kebijakan yang jelas dan memadai untuk melibatkan masyarakat dalam pengelolaan, tidak danya kebijakan yang jelas dan memadai untuk memeinimalisir sampah Tidak adanya pemisahan sampah Konsumen: rumah tangga, institusi & industri kecil, perusahaan atau industri besar Pengumpul: DPK, masyarakat, pemulung Pemrosesan: tidak ada pengolahan sampah saat ini Pembuangan: DPK
Masalah Utama
Sumber: Penulis (hasil dari lapangan)
Polusi Udara Perkotaan
Pembuangan Air Limbah
Penyebab utama: kendaraan bermotor dan industri Banyaknya Angkot Kendaraan yang berada dalam kondisi tidak laik jalan Kemacetan lalu lintas Pengujian emisi hanya untuk kendaraan umum Pengujian batas ambang, emisi, kampanye untuk menggunakan energi secara efisien, dan restrukturisasi rute pelayanan umu Tidak adanya metode untuk mengurangi penggunaan bahan baker yang berbahaya terhadap lingkungan. Terdapat upaya untuk mengurangi kendaraan umum yang beroperasi di dalam kota Tidak adanya kebijakan yang jelas dan memadai untuk mengurangi polusi udara
Terdapat sebuah IPAL untuk komunitas masyarakat tertentu Sejumlah industri telah memiliki IPAL Terdapat IPLT untuk tinja
Sumber polusi: transportasi (masyarakat, institusi, perusahaan atau industri); industri (perusahaan atau industri) Pengawasan: Kota (KLH, DLLAJ), swasta (industri) Manajemen dan Kebijakan: Kota(KLH, DLLAJ)
Konsumen yang memproduksi air limbah: rumah tangga, institusi & industri kecil, perusahaan atau industri besar Pengawasan: Kota (KLH, DKP), swasta (industri) Pemrosesan: Kota (DKP), (industri)
Kemampuan keuangan/pembiayaan Sumberdaya Manusi Ketersediaan infrastruktur dan peralatan Masalah kebijakan Partisipasi masyarakat
Air limbah dibuang langsung ke saluran drainase tanpa pengolahan terlebih dahulu Terdapat upaya dengan melakukan pengujian kualitas air, memaksa industri untuk memenuhi ketentuan, pengawasan industri, pelaksanaan PROKASIH Sangat sedikit kebijakan yang jelas dan memadai dengan memaksa industri untuk memenuhi ketentuan
Lampiran 6 Tabel 6 Kinerja Keseluruhan dari Kota Bandung dalam Mengelola Permasalahan Lingkungan Kota Terpilih Kinerja Keseluruhan Kondisi Umum
Wilayah Permasalahan Terpilih Sampah Domestik dan Sampah Berbahaya Jumlah sampah 6.470 m3/hari 69.65% sampah yang bisa ditangani Infrastruktur dan peralatan yang tidak memadai
Manajemen Saat Ini
Selain mengumpulkan dan mentransportasikan, terdapat juga program pengkomposan sampah dari pasar, dan incinerator di rumah sakit. Terdapat kemungkinan untuk menggunakan biogas Tidak adanya pengolahan di TPA, hanya open dumping Sangat sedikit kebijakan yang jelas dan memadai untuk memeinimalisir sampah dengan mengajukan proyek percontohan. Namun demikian, proyek percontohan ini tidak dapat dilaksanakan Tidak adanya pemisahan sampah
Aktor Utama yang Terlibat
Konsumen: rumah tangga, institusi & industri kecil, perusahaan atau industri besar Pengumpul: PD Kebersihan, masyarakat, pemulung Pemrosesan: swasta Pembuangan: Kota (PD Kebersihan), swasta
Masalah Utama
Sumber: Penulis (hasil dari lapangan)
Polusi Udara Perkotaan
Pembuangan Air Limbah
Penyebab utama: kendaraan bermotor dan industri Banyaknya Angkot Kendaraan yang berada dalam kondisi tidak laik jalan Kemacetan lalu lintas Pengujian emisi hanya untuk kendaraan umum
Terdapat 2 IPAL, Bojong Soang and Cisirung. Bojong Soang untuk domestik, sementara Cisirung untuk industri Sejumlah industri telah memiliki IPAL Tidak terdapat IPLT untuk tinja Air limbah dibuang langsung ke saluran drainase tanpa pengolahan terlebih dahulu Terdapat upaya dengan melakukan pengujian kualitas air, memaksa industri untuk memenuhi ketentuan, pengawasan industri, pelaksanaan PROKASIH Sangat sedikit kebijakan yang jelas dan memadai dengan memaksa industri untuk memenuhi ketentuan Terdapat juga kebijakan untuk meningkatkan kualitas air limbah yang dibuang dengan merencanakan untuk membangun IPAL lainnya di Cipalasari
Program Langit Biru, pengujian ambang batas dan emisi di beberapa lokasi, pemasangan 5 stasiun untuk memonitor kualitas udara, dan pelaksanaan program to mengganti bahan baker dari bensin ke LPG Terdapat metode untuk mengurangi penggunaan bahan baker yang berbahaya terhadap lingkungan dengan melaksanakan proyek percontohan yang pada akhirnya mengalami kegagalan. Mereka juga mengususlkan program manajemen transportasi untuk mengurangi jumlah kendaraan umum Sangat sedikit kebijakan yang jelas dan memadai untuk memeinimalisir polusi udara dengan program pengalihan bensin Sumber polusi: transportasi (masyarakat, institusi, perusahaan atau industri); industri (perusahaan atau industri) Pengawasan: Kota (BPLH, Dishub), swasta (industri) Manajemen dan Kebijakan: Kota (BPLH, Dishub) Kemampuan keuangan/pembiayaan Sumberdaya Manusi Ketersediaan infrastruktur dan peralatan Masalah kebijakan Partisipasi masyarakat
Konsumen yang memproduksi air limbah: rumah tangga, institusi & industri kecil, perusahaan atau industri besar Pengawasan: Kota (BPLH, PDAM), swasta (industri) Pemrosesan: Kota (PDAM), swasta (industri)