1
STAIN Palangka Raya
MANAJEMEN KONFLIK SUAMI ISTRI DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN Oleh : Siti Zainab1 ABSTRAK Hidup berpasangan sudah merupakan sunnatullah, karena Allah menciptakan makhluk-Nya berpasang-pasangan. Perkawinan juga merupakan sunnah Rasul saw. Ketika sepasang manusia dipersatukan dalam ikatan perkawinan, dua insan yang berbeda tersebut tidak mungkin selalu berpikir, bereaksi dan bertindak sama, maka dari situlah bisa berawal sebuah konflik. Walaupun konflik dapat berdampak positif dalam mempererat ikatan perkawinan, namun tidak jarang konflik justru mendatangkan masalah besar dan mengganggu ketentraman rumahtangga. Karena itu perlu diketahui dan dipahami secara baik apa saja yang dapat memunculkan konflik suami istri? Bagaimana al-quran memberikan tuntunan perkawinan sebelum, atau pun sesudahnya? Dan jika konflik terjadi bagaimana pula al-quran memberikan solusi untuk menyelesaikan konflik tersebut? (Pada penelitian ini lebih difokuskan pada penanganan konflik suami istri) Mengingat penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kepustakaan, maka teknik yang digunakan adalah content analysis. Berkenaan dengan ayat-ayat al-quran sebagai sumber utama, pendekatan yang dilakukan adalah dengan metode tafsir maudhu’i, ditambah dengan metode deduktif dan induktif. Pada penelitian ini tergambar, bahwa Allah SWT pada dasarnya menginginkan manusia hidup dalam kedamaian dan kebahagiaan, demikian juga dalam kehidupan rumahtangganya. Hal tersebut terlihat dari kebijaksanaan Allah yang memberikan aturan apa yang seharusnya dilakukan baik sebelum perkawinan atau pun dalam mengarungi biduk perkawinan (termasuk di dalamnya penanganan konflik sumi istri). Dalam penanganan konflik, pada umumnya ketika istri yang bermasalah, suami lebih ditekankan untuk memberikan pengajaran, nasehat dan peringatan kepada istrinya, baik secara lisan atau pun tindakan, seperti menjauhi dari tempat tidur atau memukul (jika terpaksa) namun dalam batas kewajaran. Jika suami yang bermasalah, istri dianjurkan untuk melakukan negosiasi dan perdamaian. Perbedaan pendekatan dalam penangan konflik kedua belah pihak karena dilandasi oleh perbedaan hak dan kewajiban suami istri. Akan tetapi aturan tersebut tidaklah mutlak, karena bisa saja dengan situasi tertentu hal yang dilakukan adalah sebaliknya. Istri boleh melakukan pengajaran dengan memberikan nasehat atau pun peringatan sebagai kapasitasnya sesama hamba Allah, atau suami melakukan negosiasi dan perdamaian dengan istrinya. Selain itu penanganan konflik juga membolehkan adanya campurtangan/ bantuan dari pihak luar, sepanjang bantuan tersebut berlandaskan niat yang tulus dan cara yang dibenarkan oleh ajaran agama. Akhirnya untuk mewujudkan keluarga sakinah mawaddah wa rahmah diperlukan sinergi, baik dari pasangan suami-istri, masyarakat maupun pemerintah. Kata kunci: Manajemen, Konflik suami istri, al-Quran A. Pendahuluan
1
Penulis adalah dosen tetap Jurusan Dakwah STAIN Palangka Raya dengan mata kuliah keahlian Ilmu Komunikasi. Ia memperoleh gelar Magister Agama (M.Ag) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2005 konsentrasi Dakwah dan Komunikasi.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
2
STAIN Palangka Raya
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikanNya di antara kamu rasa kasih dan sayang”. (Q., s. Ar-Rûm/30: 21)
Berpasang-pasangan adalah merupakan fitrah seluruh makhluk hidup. Khusus bagi umat manusia diciptakannya berpasang-pasangan dalam suatu ikatan yang sah yaitu pernikahan, merupakan suatu cara yang diberikan oleh Allah untuk mendatangkan ketentraman dan kebahagiaan. Sebagai sarananya diciptakan perasaan kasih dan sayang. Umat manusia tersusun dari keluarga (rumah tangga), karena itu Allah mensyariatkan nizhâm (peraturan) untuk mewujudkan rumah tangga bahagia dan dapat melaksanakan beraneka tugas dalam kehidupan di dunia ini. Rumah tangga merupakan kesatuan, unit sosial terkecil yang ada di masyarakat. Meskipun kecil, tetapi kedudukan dan peranannya sangat penting dan menentukan bagi kelangsungan dan kemantapan masyarakatnya.2 Akan tetapi kita tidak bisa menutup mata, bahwa ketentraman dan kebahagiaan yang diharapkan dari sebuah perkawinan, tidak selalu terwujud. Dalam perkawinan, tidak mungkin selalu berjalan mulus, akan ada saja permasalahan dan konflik. Konflik bisa menjadikan orang mawas diri, berkomunikasi, namun juga bisa membuat orang menarik diri. Karenanya diperlukan manajemen sehingga membantu pasangan suami istri untuk mencapai apa yang dicita-citakan dalam perkawinan. Terjadinya konflik juga terjadi sejak adanya keluarga pertama di muka bumi, yaitu perselisihan antara Qabil dan Habil yang berujung pada pembunuhan, dan peristiwa tersebut diabadikan dalam al-quran.3 Demikian juga konflik yang khusus terjadi antara suami istri sesudah Adam a.s seperti antara nabi Nuh dan istrinya, nabi Luth dan istrinya. Tak luput dalam rumah tangga Rasulullah saw juga terjadi konflik antara beliau dan isteri-isterinya. Dan konflik tersebut selalu ada, sampai sekarang dan masa yang akan datang.
2 3
Kaswan, Membina Keluarga Dalam Islam, (Bandung: Pustaka, 1991), Cet. I. H. 4 Lihat surah al-Mâidah ayat 27-31.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
3
STAIN Palangka Raya
Dalam berpasangan ada segi pro dan kontra. Berpasangan bisa mengakibatkan perubahan positif maupun negatif dalam kehidupan seseorang. Di antara keuntungan berpasangan adalah perasaan tidak sendiri lagi dan pada tingkat tertinggi, berpasangan bisa menjadi suatu ikatan suci di mana bisa saling berbagi rahasia-rahasia yang paling dalam, mengakui kelemahan masing-masing, tumbuh dengan cara lain yang menakjubkan, dan menjalin bersama harapan serta impian. Dari segi negatifnya yang merupakan kebalikan dari keutamaannya, bahwa ketika seseorang tidak sendiri lagi. Hal itu berarti juga tidak bisa bertindak sendiri lagi. Seseorang bukan lagi suatu kesatuan yang terpisah dari yang lain. Konsekuensinya seseorang harus bisa menangani perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya-- dalam hal gaya, kecepatan, cara berkomunikasi, kebiasaan-kebiasaan, dan pilihan-pilihan.4 Melihat perkembangan keutuhan keluarga pada saat ini, tidak bisa dipungkiri angka perceraian jauh meningkat jika dibandingkan pada masa-masa sebelumnya. Terlebih lagi ketika media massa beberapa tahun belakangan ini mengekspos masalah kriminal lebih vulgar, sudah bukan hal yang langka, bahkan sudah menjadi pemandangan setiap harinya, di mana pasangan hidup suami ataupun istri dengan berbagai alasan, bahkan karena salah paham pun bisa menyebabkan konflik yang berujung kepada kekerasan baik fisik maupun non-fisik, yang tidak jarang sampai meminta korban nyawa. Dan akibatnya tidak saja diderita oleh korban sendiri, juga oleh keluarga dari kedua belah pihak. Kenyataan di atas agak relevan jika dilihat presentasi penyebab terjadinya perceraian pada
Mahkamah
Syar'iyah/Pengadilan
Agama
Yurisdiksi
Mahkamah
Syar'iyah
propinsi/Pengadilan Tinggi Agama seluruh Indonesia tahun 2002 menunjukkan ada tiga
4
Cherie Carter-Scott, P.hd., If Love is a Game, These are The Rules (Bila Cinta Sebuah permainan, Inilah Aturannya) terj. Gita Yuliani, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,2002), h. 22
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
4
STAIN Palangka Raya
faktor dominan penyebab perceraian, yaitu meninggalkan kewajiban 48,60%, terus menerus berselisih 38,77% dan moral 7, 71%.5 Perceraian memang terjadi dari banyak sebab, dari faktor eksternal maupun internal. Masalahnya apakah semua faktor yang bisa mempengaruhi tersebut bisa ditanggapi secara bijak. Menurut hemat penulis salah satu faktor yang sangat menentukan apakah pasangan suami-isteri tersebut menjalankan kehidupan rumah tangganya menurut aturan yang telah Allah dan Rasul-Nya tetapkan serta dalam menanggapi konflik yang terjadi di dalam bahtera rumah tangganya.
Dari kenyataan itulah pemahaman terhadap etika suami istri dan
manajemen konflik adalah perihal yang tidak bisa ditawar lagi. Bila dilihat kembali pemaparan sebelumnya, maka bisa dikatakan bahwa manajemen, konflik, etika hubungan suami istri saling berkaitan, bagaimana suami istri menanggapi konflik, dengan atau tanpa pengelolaan yang baik sangat menentukan kualitas dari perkawinan itu sendiri. Islam
melindungi
ikatan
perkawinan
dengan
berbagai
jaminan,
sekaligus
menjadikannya sebagai perbuatan yang sangat agung dan sakral. Inilah yang membuat ikatan perkawinan itu sangat berbeda dengan segala bentuk ikatan yang ada. Islam memiliki seperangkat aturan tentang hubungan suami-istri yang khas dan istimewa dibandingkan dengan aturan sosial lainnya. Keistimewaan itu terletak pada sifatnya yang komprehensif dan konstruktif, serta pengaruhnya pada kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan rohani para pemeluknya. Di samping memberikan tuntunan yang bersifat penjagaan (protective procedures) dan bimbingan (extension procedur) untuk mencegah timbulnya konflik dan menjaga keharmonisan hubungan suami-istri.6
5
Data diperoleh pada Kandepag RI bagian Pengadilan Agama. Faktor pertama lebih khusus kepada tidak terpenuhinya/tidak dilaksanakan sebagian atau seluruh dari kewajiban-kewaiban yang mesti dilaksanakan oleh pasutri, sedangkan faktor moral sifatnya lebih umum seperti, suka mabuk, narkoba, perselingkuhan dan sebagainya. 6 Suheri Sidik Ismail., Ketenteraman Suami Istri, (Surabaya: Dunia Ilmu, 1999) Cet. Ke-1, h. 105
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
5
STAIN Palangka Raya
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengemukakan bagaimana seharusnya penanganan dan pengelolaan konflik suami-istri khususnya dalam perspektif al-quran. Sedangkan secara spesifik tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Mengetahui secara pasti apakah sebenarnya konflik tersebut? b. Mencari akar permasalaan dari pemicu yang mendatangkan konflik suami istri. c. Selanjutnya memaparkan bagaimana al-quran memberikan jawaban mengelola konflik suami-isteri dilengkapi dengan pendekatan ilmu lainnya. B. Metode Penelitian Di dalam melacak dan menelaskan obyek kajian secara integral dan terarah penulis mempergunakan metode sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dipergunakan dalam pembahasan dan penyajian kajian ini pada dasarnya adalah penelitan kepustakaan ( Library Research). Maka sumber data penelitian ini sepenuhnya berdasarkan kepada riset kepustakaan, yang mengandalkan sumbersumber primer dan sekunder. 2. Tehnik yang digunakan Untuk memudahkan penulisan dalam penelitian kepustakaan ini, penulis menggunakan metode: a. Seleksi sumber (source selection), yaitu dengan menyeleksi buku-buku yang menjadi inti dalam penelitian ini. Artinya penulis tidak hanya menyeleksi ayat-ayat al-quran beserta kitab tafsir, juga buku-buku Islam berkenaan dengan manajemen konflik. b. Analisis isi (content analysis), yakni dengan membaca dan menyelidiki serta mencermati isi buku-buku yang akan diteliti, sehingga dapat memudahkan penulis dalam menuangkan statemen ataupun persepsi. Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
6
STAIN Palangka Raya
3. Sumber Data Sumber data yang penulis pergunakan dalam kajian ini terbagi dalam dua kategori, yaitu : a. Sumber data primer, yaitu data yang menjelaskan tentang manajemen konflik suamiisteri. 1) Al-Quran al Karim tentang ayat-ayat al-quran berkenaan dengan manajemen, konflik dan suami istri 2) Kitab-kitab tafsir seperti tafsir al-Maraghi karya Ahmad Musthafa al Maraghi, tafsir al Munir karya Wahbah az-Zuhaili, tafsir Al-Mishbah karya Dr. Quraish Shuhab, tafsir al-Azhar karya Prof. Dr. Hamka dan kitab-kitab tafsir lainnya. 3) Buku-buku yang berkenaan dengan masalah keluarga Muslim khususnya berkenaan dengan etika hubungan suami istri serta manajemen konflik suami istri. b. Sumber data sekunder, yaitu semua data yang menjelaskan apa yang dinamakan konflik, bagaimana penanganannya. 4. Teknik Pengumpulan dan Analisa Data Mengingat jenis penelitian ini lebih fokus pada penelitian kepustakaan,maka teknik yang penulis pergunakan adalah content analysis, yaitu memilah-milah dan memisah data, dari bahan-bahan pustaka yang ada yang sesuai dengan obyek kajian yang dimaksud yaitu fokus pada apa sebenarnya yang dinamakan koflik, apa saja yang menyebabkan konflik tersebut, dan yang paling penting adalah bagaimana mengelola konflik tersebut sehingga tidak mendatangkan efek yang negatif namun justru mendatangkan efek yang positif. Mengingat objek penelitian ini lebih fokus pada ayat-ayat al-quran, maka pendekatan utamanya adalah ilmu tafsir. Dalam ilmu tafsir dikenal beberapa corak metode penafsiran terhadap ayat-ayat dalam Al-quran yaitu : Tahlili, ijmali, mandhu’i
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
7
STAIN Palangka Raya
serta metode muqaran.7 Dari keempat macam metode tafsir tersebut, yang paling mendekati dan cocok untuk kajian ini adalah metode tafsir mandhu’i yaitu suatu usaha penafsiran permasalahan dengan jalan menginvertarisasi semua ayat yang di maksud, kemudian menganalisanya melalui ilmu-ilmu bantu yang memuat teori-teori yang relevan dengan masalah yang dibahas seperti sejarah, filsafat dan sosiologi, untuk melahirkan konsep yang utuh dari al-Qur’an tentang suatu masalah.8 Dalam penelitian ini terdapat 3 ayat al-quran yang menjadi kajian utama berkaitan dengan pengelolaan konflik suami istri, yaitu: “……..Wanita-wanita yang kamu khawatirkan (nusyuznya), maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta’atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (Q., s. an-Nisâ’/4:34) 9 “Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenarbenarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu tabiatnya kikir.Dan jika kamu menggauli isterimu dengan baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q., s. an-Nisâ’/4:128) 10 “Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua hakam itu bermaksud mengadaka perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami istri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.“ (Q., s. An-Nisâ’/4:35) 123
Dalam menganalisis data dilakukan melalui perpaduan metode tafsir maudhu’i dengan content analysis, karena cara kerja keduanya metode ini mempunyai persamaan, keduanya menganalisa secara tuntas dan kritis makna sebuah teks. Dalam 7
Abd al-Hay al-Farmawi., al-Bidâyah fî al-Tafsîr al-Maudhû`i (Kairo: Maktabah al-Hadhârrah,1977) h. 46 Lihat Quraish Shihab, Wawasan al-Quran (Bandung: Mizan, 1996) Cet. III. h. 205, juga Quraish Shihab, Membumikan al-Quran Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1992) h. 114. Adapun Tafsir Maudhu’i menurut Abdul Jalal adalah metode tafsir yang menjelaskan beberapa ayat alQuran yang mengenai sesuatu judul/topic sector-sektor tertentu dengan memperhatikan urutan tertib turunnya masing-masing ayat, sesuai dengan sebab-sebab turunnya yang dijelaskan dengan berbagai macam keterangan dari segala segi dan diperbandingkan dengan keterangan berbagai ilmu pengetahuan yang benar yang membahas topic/judul yang sama sehingga mempermudah dan memperjelas masalah. Lihat Abdul Jalal H. A. Urgensi Tafsir Maudhu’i pada Masa Kini (Jakarta: Kalam Mulia, 190) h. 64-85 9 Depag RI., al-Quran….h 123 10 Depag RI., al-Quran…h. 143 8
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
8
STAIN Palangka Raya
menganalisis data tersebut dipergunakan juga metode deduktif dan metode induktif. Metode deduktif digunakan untuk menganalisis data yang bersifat umum dan kemudian diterapkan kepada persoalan-persoalan yang sifatnya lebih khusus. Sedangkan metode induktif digunakan untuk menganalisa persoalan-persoalan yang sifatnya khusus kemudian bisa dijadikan acuan terhadap persoalan-persoalan yang sifatnya umum. C. Pembahasan Pengertian Konflik Manusia merupakan makhluk sosial, hal ini bisa kita lihat bahwa tidak ada orang yang bisa hidup tanpa ada interaksi dengan makhluk lainnya. Dari sejak dahulu sampai sekarang manusia selalu berkelompok-kelompok yang akhirnya kita kenal dengan istilah sebuah masyarakat. Ketika manusia berinteraksi itulah sangat dimungkinkan terjadinya konflik. Kata konflik berasal dari akar kata bahasa latin, com, yang berarti bersama dan figere, yang berarti penyerangan. Di dalam kamus, kata konflik mengacu pada kata-kata seperti “perkelahian,” “perjuangan,” “perlawanan,” dan “penolakan yang keras” mengenai kepentingan atau gagasan.11 Para pakar berusaha mendefenisikan apa sebenarnya yang disebut dengan konflik, di antaranya adalah: “Konflik tidak lebih dari adanya beberapa pilihan yang saling bersaing atau tidak selaras”.12 “Konflik adalah hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki, atau yang merasa memiliki, sasaran –sasaran yang tidak sejalan”.13
11
Richard Nelson-Jones., Human Relationship Skill, (Cara Membina Hubungan Baik dengan Orang Lain) terj. Drs. R. Bagio Prihatono, (Jakarta: Bumi Akasara, 1996) Cet.ke-2. h. 301 12 Peg Pickering, How to Manage Conflict –Kiat Menangani Konflik, terj. Masri Maris, (Jakarta: Penerbit Erlangga. 2001) Edisi. III. h. 1.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
9
STAIN Palangka Raya
“ Konflik adalah dua atau lebih reaksi yang bertentangan terhadap suatu peristiwa, atau perbedaan antara dua individu, adanya saling permusuhan antara kelompok, atau adanya suatu masalah yang harus diselesaikan”. 14 Dari ketiga defenisi di atas bisa disimpulkan bahwa yang dinamakan konflik adalah adanya suatu kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang membawa kepada ketidakharmonisan baik dari individu atau pun kelompok. Dalam bahasa Arab, kata konflik bisa disebut dengan: 1. ﺧﻼ ف:( ﻧﺰاعpertentangan; perselisihan) 2. ﻣﻌﺮﻛﺔ: ﺻﺮاع: ( ﻗﺘﺎلmembunuh, berkelahi, perang) 3. ﺗﻌﺎرض:( ﺗﻀﺎربmemukul; berhadapan/berseberangan dalam opini) 4. (( ﺗﻼ طﻢ ) اﻷﻣﻮاجsaling memaki dan sejenisnya) 5. ﯾﺘﻌﺎرض: ﯾﺘﻀﺎرب15 (saling memukul; saling berhadapan secara fisik) Dari berbagai kata di atas, penulis lebih condong kepada kata ﻧﺰاعdalam mengartikan konflik. ﻧﺰاعdari asal kata ﻧﺰعdalam al-quran terulang sebanyak 20 kali di lihat dari berbagai bentuk. 16 Dari ayat-ayat tersebut, kata naza’a dapat bermakna: a. berselisih, seperti pada (Q., s. Ali Imrân/3:152) b. berbantah, seperti (Q., s. al-Anfâl/8: 46) c. menarik, seperti (Q., s. Asy-Syu`arâ’/26: 33) d. mencabut, seperti (Q., s. Huud (11): 9), e. berlainan pendapat, seperti (Q., s. an-Nisâ’/4: 59) f. melenyapkan, seperti (Q., s. al-Hijr/15: 47) g. menggelimpangkan, seperti (Q., s. al-Qamar/54: 20) 13
Simon Fisher et. all ., Mengelola Konflik Ketrampilan dan Strategi Untuk Bertindak (selanjutnya disebut Mengelola Konflik) , (The British Council, 2000) h. 4 14 Roxane S. lulofs. Dudley D. Cahn., Conflict From Theory to Action, (USA: Allyn & Bacon, 2000) h. 3 15 Munîr al Ba`labakiy., Kamus al-Maurîd, (Beirut: Dâr al ‘Ilm lil Malâyîn, 1994) h. 205 16 Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqiy., al-Mu`jam al Mufahras li alfâdz al-Qur’ân al-Karîm (selanjutnya disebut al-Mu`jam), (Indonesia: Maktabah Dahlan, tt) h. 866
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
10
STAIN Palangka Raya
Dari berbagai pengertian di atas maka kata naza’a saja sudah bisa mewakili dalam mendefinisikan konflik, yaitu “suatu keadaan di mana terdapat pertentangan baik secara fisik maupun non-fisik, oleh kelompok ataupun perorangan ”. Sebab-Sebab Terjadinya Konflik Untuk bisa menangani konflik secara baik dan benar, tentunya diperlukan pengenalan yang baik akar dari timbulnya konflik tersebut. Banyak hal yang dapat mendatangkan terjadinya konflik, baik dari faktor internal maupun eksternal. Ada enam aspek yang saling kait mengait serta saling mempengaruhi dalam kehidupan seseorang di mana agama sebagai sentral dari semua aspek tersebut, seperti pada gambar di bawah ini:
Lingkungan
Pikiran
Reaksi Fisik
Agama
Suasana hati
Perilaku
Garis-garis penghubung menunjukkan bahwa setiap aspek yang berbeda dari kehidupan seseorang mempegaruhi aspek lainnya. Misalnya, perubahan perilaku seseorang berpengaruh bagaimana cara berfikir dan merasa (baik secara fisik maupun emosional). Perubahan perilaku juga bisa mengubah lingkungan. Demikian halnya juga dengan perubahan pemikiran akan mengubah perilaku, suasana hati, reaksi fisik, dan juga bisa meyebabkan terjadinya perubahan di dalam lingkungan sosial di dalam lingkungan sosial seseorang tersebut. Sedangkan agama sebagai sentral dari semua aspek tersebut. Seberapa Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
11
STAIN Palangka Raya
besar/kuat agama seseorang, akan berbengaruh pada perubahan pikiran, suasana hati, perilaku, reaksi fisik serta lingkungannya. Karenanya, bisa dikatakan bahwa agama adalah faktor sentral dan dominan yang bisa mempengaruhi hidup dan kehidupan seseorang. Konflik yang terjadi dalam rumah tangga bisa terjadi dari berbagai sebab. Terkadang sebab tersebut hanya satu, namun tidak jarang terdiri lebih dari satu sebab. Bahkan penyebab pertama bisa mendatangkan penyebab berikutnya. Pada tulisan ini, penulis membagi penyebab yang diambil dari objek atau pelakunya (yaitu: dari pihak istri, dari pihak suami, dari pihak keluarga istri, dari pihak keluarga suami, dan penyebab dari luar), dan komponennya dibuat berdasarkan komponen pada gambar di atas. Pengertian Manajemen konflik Manajemen konflik terdiri dari dua kata yaitu manajemen dan konflik. Pengertian konflik telah dibahas sebelumnya. Sekarang pembahasan bagaimana pengertian manajemen. Setiap orang ataupun masyarakat tentulah memiliki suatu keinginan atau tujuan yang ingin dicapai dalam hidupnya, baik keinginan itu sifatnya pribadi atau pun bersangkutan dengan orang lain. Dari kenyataan itulah diperlukan suatu usaha bagaimana cara mewujudkan keinginan/cita-cita tersebut. Bagaimana cara yang yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan/hasil yang diinginkan itulah yang akhirnya dikenal dengan istilah manajemen. Pengertian manajemen sangatlah banyak, di antaranya: “Manajemen adalah suatu aktivitas menetapkan apa yang harus dilakukan dan menyelesaikan/mewujudkan tujuan tersebut dengan cara yang terbaik melalui (bantuan) orang lain.”17
Menurut Kathryn M. Bartol dan David C. Marten: 17
Drs. Djati Julitriarsa., Drs. John Suprihanto, M.I.M., Manajemen Umum Sebuah Pengantar, (Yogyakarta:BPFE, 1998) Cet.ke-3. h. 2
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
12
STAIN Palangka Raya
“Manajemen adalah proses untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan melakukan kegiatan-kegiatan dari empat fungsi utama yaitu merencanakan (planning), mengorganisasi (organizing), memimpin (leading) dan mengendalikan (controlling).” 18
Akan tetapi dalam proses pencapaian tujuan, tentu tidak bisa lepas dari adanya kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan kenyataan yang ada. Hal itulah yang bisa mendatangkan suatu konflik, baik bagi suatu organisasi atau pun individu. Miller dan Teinberg memberikan konsep manajemen konflik adalah bentuk komunikasi yang mencoba untuk menggantikan disfungsional dan tidak sesuai dengan persetujuan atau persesuaian yang produktif. Orang yang melakukan tindakan ini disebut manajer-konflik.19 Manajemen dalam istilah Arab bisa disebut dengan: 1. ﺗﺪﺑﯿﺮ: ( ادارةpengaturan, administrasi, manajemen) 2. ( ﻟﺒﺎﻗﺔkepantasan, kelayakan, kemahiran, kecakapan) 3. ( ﺑﺮاﻋﺔ ادارﯾﺔkepiawaian/kemahiran dalam mengatur) 4.(ھﯿﺌﺔ اﻻدارة )ﻓﻰ ﻣﺆﺳﺴﺔ
20
(bentuk pengaturan dalam yayasan, organisasi, perusahaan, lembaga)
Dari berbagai kata di atas yang bisa digunakan untuk istilah manajemen, penulis lebih memilih kata ﺗﺪﺑﯿﺮ. Dalam al-Quran kata ﺗﺪﺑﯿﺮyang diambil dari kata دﺑّﺮterulang 44 kali di lihat dari berbagai bentuk21, sedangkan hanya untuk kata yang artinya mengatur “ ” ﯾﺪﺑّﺮhanya terulang sebanyak 4 kali, yaitu terdapat pada Q., s. Yûnus/10:3, Q., s. Yûnus/10: 31, Q., s. ar-Ra`d/13: 2, Q., s. as-Sajadah/32: 5.
18
Prof. Dr. A. M. Kadarman, SJ., et.al., Pengantar Ilmu Manajemen (Jakarta: Prenhallindo, 2001) h. 9 Dr.M. Budyatna,MA, Dra. Nina Mutmainah., Komunikasi Antarpribadi, (Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, 2002) h. 8.8 20 Munîr al Ba`labakiy., Kamus al-Maurîd, h. 555 21 Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqiy., al-Mu`jam….., h. 320 19
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
13
STAIN Palangka Raya
Dari keempat ayat tersebut bisa diambil kandungan ayat berkenaan dengan manajemen, yaitu: a. Allah mengatur segala urusan baik yang ada di bumi dan di langit. Artinya urusan apapun yang dilakukan perlu pengaturan yang holistik (menyeluruh dan seksama) b. Pemberitaan bahwa Allah mengatur segala urusan baik yang ada di langit maupun di bumi yang ditujukan agar manusia dapat mengambil pelajaran, bertakwa kepada Allah dan meyakini bahwa nanti akan bertemu kepada-Nya. Artinya dalam mengatur/mengurus
segala
urusan,
tidak
hanya
mengandalkan
akal
dan
mementingkan diri sendiri. Apapun yang di kerjakan dengan penuh perhitungan semuanya diharapkan agar apapun hasilnya perlu diintrospeksi dan dijadikan pelajaran. Semua pekerjaan apapun dikelola dengan baik ditujukan bisa mendekatkan diri pada Allah sehingga menjadikan manusia yang bertakwa. Salah satu cara yang ampuh agar tidak terjebak pada pekerjaan yang merugikan orang lain dan mengatur urusan dengan sebaik kemampuan yaitu dengan mengingat bahwa paada akhirnya semua manusia akan kembali kepada-Nya, artinya baik buruk pekerjaan pasti akan dipertanggungjawabkan. Penanganan Konflik Konflik tidak dapat hanya dilihat sebagai hal yang negatif, tidak wajar atau merusak. Gejala konflik adalah hal yang alamiah dan wajar. Hal lebih lanjut, konflik sudah seharusnya dapat dikendalikan dan digunakan sebagai suatu yang memperkaya hubungan antara dua manusia atau lebih.22 Seperti telah dikemukakan di atas, konflik bisa berakibat positif atau negatif dan juga membawa kepada dampak positif dan negatif pula. Karena itulah berikut dipaparkan
22
Robby I. Chandra., Konflik Dalam Hidup Sehari-hari (selanjutnya disebut Konflik), (Yogyakarta: kanisius, 1992) Cet.ke-1. h. 18
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
14
STAIN Palangka Raya
bagaimana penanganan konflik yang bisa menjadikan hubungan suami istri kembali harmonis. A. Penyelesaian konflik dari Pihak Suami (Istri yang Bermasalah) Dalam al-Quran didapati bagaimana meyelesaikan ketika ada masalah yang datangnya dari pihak istri, Firman Allah yang artinya: “……..Wanita-wanita yang kamu khawatirkan (nusyuznya), maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta’atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (Q., s. an-Nisâ’/4:34) 23 Dari pegertian khafa (khawatir) pada ayat di atas , tidak dikatakan nusyuz telah terjadi secara jelas. Bisa baru pertanda awal atau gejala dari nusyuz, karenanya dapat dikatakan bahwa apa yang akan dilakukan/ langkah-langkah yang ditentukan alQuran, selain sebagai cara menyelesaian konflik, namun juga sebagai tindakan preventif (pencegahan) agar tidak terjadi konflik suami istri. Kata nusyuz pada ayat ini, maknanya adalah: istri merasa lebih tinggi dari suaminya, dan kesombongan tersebut sampai pada urusan ranjang dengan melakukan maksiat, tidak melakukan apa yang seharusnya dikerjakan/membangkang/ tidak taat kepada suami. Marah-marah dan berpaling dari suaminya. Untuk menyikapi sikap/perilaku istri tersebut, maka dilakukanlah: 1. Memberikan Nasehat, Pengajaran dan peringatan. Dikatakan bahwa ّﻓﻌﻈﻮھﻦ, maksudnya adalah ingatkanlah mereka (istri) kepada Allah, beri rasa rakut kepada ancaman Allah, (yaitu) perihal berbuat dosa dari melakukan apa yang diharamkan oleh Allah atasnya seperti berbuat maksiatnya istri dan kewajiban
23
Depag RI., al-Quran….h 123
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
15
STAIN Palangka Raya
ketaatannya terhadap suami.
24
Kata وﻋﻆdalam kamus Bahasa Arab Kontemporer
sinonim dengan kata ﻧﺼﺢ, yang artinya menasehati.25 Dalam al-quran sendiri kata وﻋﻆ dari segala akar katanya disebutkan sebanyak 25 kali, sedangkan ﻧﺼﺢsebanyak 14 kali, dan itupun 7 ayatnya berupa pelaku (orang yang memberi nasehat) berbeda dengan wa’azda, hanya 1 ayat yang menyatakan pelaku (pemberi peringatan). 26 Kedua puluh lima ayat yang terdapat kata wa’adza dengan berbagai akar katanya, jika dirinci maka menghasilkan pemahaman sebagai berikut : a. Lima belas (15) ayat yang artinya pengajaran, yaitu: Q., s. al-Baqarah/2: 231, Q., s. anNisâ’/4:58, Q., s. an-Nahl/16: 90, Q., s. Luqman/31:13, Q., s. an-Nisâ’/4:63, Q., s. al-Mujâdalah/58:3, Q., s. ath-Thalâq/65:3, Q., s. an-Nisâ’/4:66,Q., s. Ali `Imrân/3:138,Q., s. al-Mâidah/5:46,Q., s. al-A’râf/7:145, Q., s. Yûnus/10:57,Q., s. Hûd/11:120,Q., s. an-Nahl/16: 125,Q., s. an-Nûr/24:34. Dari ayat-ayat di atas, terlihat bahwa وﻋﻆlebih banyak digunakan sebagai pengajaran, dibanding dengan nasehat, peringatan . Oleh karena itu penulis melihat bahwa pengajaran adalah hal yang sangat penting. Tidak saja sebagai cara dalam menyelesaikan masalah, namun sekaligus sebagai tindakan preventif. Tindakan preventif jauh lebih bagus daripada penyelesaian setelah terjadi nusyuz. Memberikan pengajaran, sifatnya lebih luas daripada memberi nasehat atau memberi peringatan. Dalam dunia pendidikan, ditemui sangat banyak
cara dan cabang ilmu yang berusaha
memformulasikan bagaimana agar pembelajaran mencapai hasil seperti yang diharapkan. Dalam dunia pendidikan juga dikenal salah satu cara pembelajaran, yaitu dengan
24
Abi Ja`far muhamad Jarîr al-Thabary., Tafsîr al-Thabary al-Musamma Jâmi¤ al-Bayân fi Ta’wîl al Qur’ân (selanjutnya disebut Tafsîr al-Thabary), (Beirut: Dâr al-Kutub al-`Ilmiyah, 1995) jilid 4, Cet.ke-3, h. 34 25 Atabik Ali, Ahmad Zuhdi Muhdar., Kamus Arab Kontemporer “al-‘Ashry”, (Krapyak: Multi Karya Grafika) tt. h. 2027 26 Lihat muhammad Fuad ‘Abd al-Baqiy., al-Mu`jam….., h. 923 pada kalimat wa’adza dan 873 pada kalimat nashaha.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
16
STAIN Palangka Raya
memberikan hadiah dan hukuman. Menjauhi istri (tidak melakukan jima’) adalah sebagai salah satu hukuman yang berupa psikis, agar pelaku kesalahan sadar dan kembali kepada perilaku yang dikehendaki oleh suami, terlebih perilaku yang sesuai ajaran syari’at Islam. Bila dilihat kembali ayat al-quran di atas, maka ada beberapa materi pengajaran yang disampaikan, dan ini juga berlaku bagi istri, jika suami memberikan pengajaran kepada istriya. Materi pengajaran tersebut yaitu: berkenaan dengan Kitab serta perintah untuk berpegang kepadanya (al-quran); hikmah; menyampaikan amanah serta menetapkan/berlaku adil; memberi kaum kerabat; amar ma’ruf nahi munkar; tidak mempersekutukan Allah; serta kisah-kisah yang dapat memperteguh keimanan. Dalam ayat juga dibarengi dengan perintah untuk bertakwa kepada Allah dan memberikan pengajaran dengan perkataan yang berbekas pada jiwa. Kemudian Allah juga memperingatkan bahwa Dia Maha Mengetahui, Maha Melihat dan Maha Mendengar. Aturan tersebut lebih ditekankan kepada orang yang memberi pengajaran. Artinya Allah tidak saja memberikan materi dalam memberikan pengajaran, namun juga aturan main atau rambu-rambu yang harus diingat oleh pelaku pengajaran, agar tidak berlaku sombong atau lainnya karena merasa sebagai orang yang labih baik atau lebih pintar, karena sebagai objek bukan subjek. Bila dilihat bagaimana Allah memberikan materi dan metode pengajaran, dan jika hal tersebut benar-benar dilakukan, mungkin nusyuz tidak perlu ada. Artinya, jika terjadi nusyuz atau pembangkangan dari istri yang mengakibatkan terjadinya konflik, para suami seharusnya juga introspeksi. Bisa jadi adanya nusyuz sebagai hasil dari suami yang tidak memberikan pendidikan dan pengajaran kepada istrinya secara baik dan benar. Dalam hal ini perilaku istri adalah akibat, dan sebabnya adalah suami. Oleh karena itu dalam
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
17
STAIN Palangka Raya
mensikapi terjadinya nusyuz diperlukan introspeksi kedua belah pihak, sehingga diperlukan keterbukaan, kejujuran, dan kerja sama (terutama sebagai tindakan prefentif). b. Lima (5) tempat yang artinya nasehat, yaitu dua kali pengulangan pada Q., s. AsySyu`arâ’/26:136, Q., s. al-A’râf/7:164,Q., s. al-Baqarah/2:232,Q., s. an-Nisâ’/4:34. Ada hal yang menarik berkaitan dengan nasehat (baik dilihat dari ayat di atas atau ayat yang berarti juga nasehat yang diambil dari akar kata nashaha), yaitu adanya indikasi reaksi yang negatif dari pihak yang dinasehati. Menurut penulis, bisa jadi hal tersebut memang suatu peringatan secara halus dari Allah bagi orang yang memberikan nasehat, bahwa reaksi yang paling memungkinkan dari orang yang diberi nasehat adalah suatu sifat yang negatif, apakah itu sikap acuh tak acuh, membangkang atau bahkan memusuhi. Sehingga hal tersebut sudah dipikirkan dan dicari cara yang baik sebelum seseorang memberikan nasehat. Selain itu bila dilihat pada ayat yang berarti nasehat yang diambil dari akar kata nashaha, ditemui separoh dari ayat yang ada disebutkan sebagai pelaku/orang yang memberi nasehat. Apakah hal ini juga mengindikasikan bahwa secara umum manusia lebih suka menjadi penasehat daripada orang yang dinasehati? c. Lima (5) pengulangan yang artinya peringatan, yaitu pada :Q., s. Hûd/11:45,Dua kali pengulanngan pada Q., ss. Saba’/34:46,Q., s. an-Nûr/24:17,Q., s. al-Baqarah/2: 66.
2. Mejauhi dari Tempat Tidur Dalam menafsirkan ayat wahjuruhunna fi al madhâji’i (Menjauhi dari tempat tidur) terdapat beberapa pendapat, di antaranya adalah:
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
18
STAIN Palangka Raya
Menjauhi dari tempat tidur dikatakan sebagai kinayah (kiasan) dari meninggalkan jima’, atau tidak bersama istri dalam satu ranjang, namun tidak halal tidak bertegur sapa melebihi
dari
tiga
hari.
Langkah
ini
adalah
upaya
untuk
membuat
kegundahan/kekhawatiran bagi istri sehingga menjadikannya sadar terhadap masalahnya dan berfikir atas apa yang telah diperbuat (kepada suaminya). 27 Pendapat yang lain menyatakan bahwa makna ayat tersebut: hendaklah suami menasehati istri atas perilaku (nusyuznya) kapada suaminya, namun jika (istri) enggan kembali kepada kebenaran dan melakukan kewajibannya kepada suami, maka hendaklah menjauihi (istri) dengan meninggalkan jima’ di tempat tidur. Yang lainnya lagi menyatakan tetap dalam satu tempat tidur, hanya saja tidak melakukan jima’, dan tidak meninggalkan percakapan (bertegur sapa).28 Dari tafsiran di atas, pendapat yang semuanya sama adalah meninggalkan dalam arti tidak melakukan jima’, sedangkan perihal yang lainnya, bisa disertai dengan meninggalkan di tempat tidur dan
tidak ditegur sapa. Apapun cara yang ditempuh,
semuanya tetap pada tujuan agar istri kembali sadar terhadap perilaku yang baik, bukan sebagai ajang pembalasan. Penulis setuju bahwa nasehat, pengajaran tetap harus dilakukan di samping melakukan pemboikotan terhadap urusan “ranjang”. Artinya menjauhi istri adalah sebagai salah satu cara dalam mendidik istri. Kata ھﺠﺮdalam al-quran dari berbagai bentuk diulang sebanyak 31 kali29. Dari ayat-ayat tersebut ھﺠﺮdapat bermakna : “pisahkan” seperti pada Q., s. an-Nisâ’/4:34 di atas,
“ Tinggalkan” (lihat Q., s.
al Mudatssir/74: 5), “berpindah” (lihat Q., s. al-
`Ankabût/29:26), “menjauhi/jauhi” (Q., s. al-Muzammil/73:10) dan “sesuatu yang tidak diacuhkan” (Q., s. al-Furqân/25:30). 27
Dr. Wahbah al-Zuhaili., al-Tafsîr al-Munîr…h. 56 Abi Ja’far muhamad Jariir al-Thabary., Tafsîr al-Thabary….h. 66 29 Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqiy., al-Mu`jam….., h. 900 28
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
19
STAIN Palangka Raya
Sedangkan hal yang berhubungan dengan tempat tidur (kata madhâji’) hanya terdapat pada tiga tempat (diulang sebanyak tiga kali), yaitu pada Q., s. An-Nisâ’ seperti di atas (berkenaan dengan kasus suami yang meninggalkan istri di tempat tidur dalam rangka menyadarkan istri dari perbuatan yang tidak semestinya), pada Q., s. Ali Imrân (3): 154 dan Q., s. as-Sajadah/32: 16) 30 3). Memukul (dengan tidak menyakiti) Para mufassir ataupun ulama sepakat bahwa pemukulan pada ayat An-Nisâ’;34 adalah pemukulan yang tidak sampai melukai atau menyakitkan. Praktiknya, cukup pukulan ringan dengan tangan ke bahu/pundak sebanyak tiga kali, atau dengan siwak, dengan suatu alat yang ringan lainnya. Karena tujuan dari pemukulan tersebut adalah hanya untuk melakukan suatu perbaikan, sebagai sarana pencegahan (dari melakukan sesuatu yang lebih parah lagi) dan sebagai pelajaran, bukan untuk menyakiti atau menyiksa istri. Dan walaupun pemukulan tersebut dibolehkan, namun para ulama sepakat bahwa meninggalkan atau menjauhi pemukulan tersebut adalah lebih baik.31 Kata ﺿﺮبdalam al-quran terulang sebanyak 58 kali.32 Selain berarti memukul dharaba juga bisa berarti “memenggal” (Q., s. al-Anfâl/8: 12) dan “memancung” (Q., s. Muhammad/47: 4). Apabila di lihat dalam al-quran kata ﺿﺮبyang artinya memukul, maka hanya terdapat 9 kali (dalam kasus Nabi Musa as 5 kali, malaikat 2 kali, Nabi Ayyub as dan
30
Ibid, h. 662 Dr. Wahbah al-Zuhaili., al-Tafsîr al-Munîr…h. 56 32 Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqiy., al-Mu`jam….., h. 531 31
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
20
STAIN Palangka Raya
Nabi Ibrahim masing-masing 1 kali). Sedangkan ayat yang relevan dengan “memukul istri” yaitu pada Q., s. Shâd/38: 44) 33 Ayat di atas berkenaan dengan cerita nabi Ayyub dalam keadaan sakit dan istrinya pernah berbuat salah sehingga bersumpah ingin memukulnya, ketika sembuh Nabi Ayyub merasa enggan karena kasian, maka ditegur oleh Allah dan diperintahkan tetap memukulnya, namun hanya dengan rumput. Walaupun pada ayat tersebut ada perbedaan pendapat apakah hal tersebut khusus untuk Nabi Ayyub as atau untuk umum, namun yang diambil pelajaran adalah bahwa suami memukul istri diperbolehkan asal menurut kadar yang telah ditentukan (tidak sewenang-wenang) b. Penyelesaian Konflik dari Pihak Istri (suami yang bermasalah) Sedangkan jika yang bermasalah adalah suami, maka istri boleh melakukan perdamaian, sebagaimana dalam firman-Nya: “Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu tabiatnya kikir.Dan jika kamu menggauli isterimu dengan baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q., s. an-Nisâ’/4:128) 34 Pengertian ﺧﺎﻓﺖadalah; (perempuan tersebut) mengetahui; yang lain mengatakan menduga. Sedangkan maksud sebenarnya adalah suatu kekhawatiran yang mana jelas akan terjadi apa yang ditakutkan, seperti kata suami kepada istrinya: “Sesungguhnya Engkau di mataku kelihatan jelek, sudah tua, dan aku ingin menikah dengan perempuan
33 34
Depag RI, Al-Quran…, h. 738 Depag RI., al-Quran…h. 143
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
21
STAIN Palangka Raya
muda yang masih cantik.
35
Jadi kekhawatiran istri berdasarkan fakta yang jelas, bukan
sekedar prasangka, curiga atau cemburu yang berlebihan.
Jika terjadi hal demikian,
maka hendaknya istri mengadakan musyawarah dengan suaminya, mengadakan pendekatan, perdamaian di samping berusaha untuk mengembalikan cinta kasih dan sayang dari suaminya yang sudah mulai pudar. Usaha perdamaian yang dilakukan istri, bukan berarti suatu keharusan dari istri utuk merelakan sebagian haknya yang tidak dipenuhi suaminya (karena lafadh la junah yaitu tidak mengapa, yang berarti suatu kebolehan namun bukan paksaan), tetapi untuk memperlihatkan kepada suaminya akan keikhlasan hatinya, sehingga diharapkan suami ingat kembali kepada tugas dan kewajibannya.36 Jika dilihat dari ayat yang menyatakan maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, menekankan sifat perdamaian, yaitu perdamaian yang sebenarnya (sungguh-sungguh, tidak sekedar basa-basi), yang dilakukan secara
tulus
sehingga
hubungan
kembali
harmonis
yang
dibutuhkan
dalam
melanggengkan sebuah perkawinan. Redaksi tersebut juga mengisyaratkan bahwa perdamaian hanya dilakukan oleh kedua belah pihak (suami istri, tanpa melibatkan atau diketahui pihak lain).37 Dan dikatakan bahwa perdamaian adalah lebih baik, maksudnya lebih baik keadaanya dari pada perceraian, lebih baik dari nusyuz dan i’radh, dan keluarga yang kacau balau.
38
35
Imam Muhamad al-Rozi Fakhruddîn Ibn al-‘Allâmah Dhiya’ al-Dîn Umar al-Musytahir bikhâtib alRayy., Tafsîr al-Fakhrurrozi- al-Musytahir bi al-Tafsîr al-Kabîr wa Mafâtih al-Ghaib (selanjutnya disebut Tafsîr al-Fakhrurrozi) , ( Beirut: Dâr al Fikr, 1990) jilid 6, h. 66 36 UII (tim)., al-Qur’ân dan Tafsirnya, jilid II, (Yogyakarta: UII, 1995) h. 308 37 M. Quraish Shihab., Tafsir al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran (selanjutnya disebut Tafsir al-Mishbah), (Jakarta: Lentera hati, 2000) vol.2,cet. Ke-1. h. 580 38 al-Zamakhsyari, Tafsîr al Kasyâf…, h. 559
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
22
STAIN Palangka Raya
Mengapa ketika seorang istri bermasalah, suami diperintahkan untuk menasehati, meninggalkan/menjauhi dari tempat tidur dan bahkan boleh memukulnya? Sedangkan ketika suami bermasalah, istri hanya ditekankan untuk mengadakan perdamaian? Permasalahan ini akan terkait dengan etika hubungan suami istri. Di mana sudah menjadikewajiban suami untuk memberi pendidikan dan pengajaran kepada istri sebelum ataupun sesudah terjadinya konflik, hal tersebut bisa dilakukan dengan lisan seperti menasehati, dan juga bisa secara perbuatan contohnya meninggalkan istri dari tempat tidur dan memukulnya. Sedangkan istri tidak mempunyai kewajiban untuk memberi pendidikan kepada suaminya, namun dalam pergaulannya bisa saja istri menasehati suami secara lisan, dengan cara yang baik. Namun penyelesaian masalah secara fisik, tidaklah dianjurkan mengingat konsekuensi dan fisik wanita yang tidak sepadan dengan pria. Sehingga jika hal tersebut dilakukan justru bisa membahayakan diri istri sendiri. Selain itu, perempuan diketahui lebih pandai berkomunikasi secara lisan dibandingkan dengan pria, sehingga pendekatan yang utama dalam menyelesaikan masalah dengan suaminya dengan mengadakan perdamaian yang sangat mengandalkan komunikasi lisan yang memang merupakan keahlian dari seorang wanita adalah hal yang sangat masuk akal dan relevan . c. Penyelesaian Konflik dari Pihak Suami maupun Istri (masalah dari suami, istri atau kedua-duanya) Jika pada pembahasan sebelumnya lebih spesifik pada penyelesaian konflik untuk istri ataupun suami, maka pada bagian ini, konflik sudah meluas/lebih umum, bisa dari istri, suami atau kedua-duanya. Dalam hal ini Allah swt berfirman yang artinya: “Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua hakam itu bermaksud mengadaka perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami istri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.“ (Q., s. An-Nisâ’/4:35) 123 Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
23
STAIN Palangka Raya
Kalimat ﺧﻔﺘﻢpada ayat di atas ditujukan bagi kaum muslimin/ untuk umum. Maknanya mengetahui (bukan sekedar kehawatiran atau praduga). Karenanya dalam menafsirkan ﺷﻘﺎقada dua pendapat yaitu; pertama, bahwa kedua belah pihak melakukan hal yang meyulut perselisihan kepada pihak lain. Kedua, kedua belah pihak memang telah terjadi perselisihan dengan adanya permusuhan dan pertikaian.39 Untuk menyelesaikan perselisihan keduanya, maka perlu diutus “hakam” dari kedua belah pihak. Menurut Prof. Hamka, yang pokok artinya sama dengan Hakim. Hakam ialah penyelidik duduk perkara yang sebenarnya, sehingga mereka dapat megambil kesimpulan.40 Pendapat senada mengatakan bahwa nas dari Allah swt tersebut menunjukkan “dua orang qadhi” bukan sekedar dua orang perwakilan.41 Sedangkan hakam pada kasus ini, dianjurkan adalah “hakam yang adil” utusan dari keluarga pihak suami maupun istri. Alasannya kerabat dari keduanya lebih mengetahui keadaan pasutri tersebut karena kedekatan mereka, dan sangat menginginkan terciptanya perbaikan atau perdamaian dari kedua belah pihak.42 Selain itu untuk menjaga rahasia-rahasia kehidupan suami istri dan mencegah tersiarnya (rahasia tersebut), secara psikologis pasutri juga merasa lebih aman.43 Untuk kalimat Jika kedua hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami istri itu, terdapat dua masalah, yaitu: Pertama kalimat in yurîdâ terdapat beberapa pendapat: 1. Kedua hakam menginginkan adanya perbaikan dan perdamaian, maka Allah memberikan taufik pada keduanya sehingga tercapai kesepakatan apa yang terbaik; 2. Kedua hakam menginginkan perdamaian, Allah memberi taufik kepada pasangan suami istri ; 3. Jika kedua pasangan suami istri 39
Imam Muhamad al-Rozi., Tafsîr al-Fakhrurrozi……., h. 95 Prof.Dr. Hamka., Tafsir al-Azhar, (Jakarta: PT Pustaka Panjimas, 1983) juz 5, h. 54 41 Dr. Wahbah al-Zuhaili., al-Tafsîr al-Munîr……., h. 59 42 Imam Muhamad al-Rozi., Tafsîr al-Fakhrurrozi…, h. 96 43 Dr. Wahbah al-Zuhaili., al-Tafsîr al-Munîr…, h. 59 40
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
24
STAIN Palangka Raya
menginginkan perbaikan, Allah memberi taufik atas keduanya; dan 4. Jika pasangan suami istri menginginkan perbaikan/perdamaian, Allah memberi taufik kepada dua hakam sehingga mereka melakukan perdamaian atau perbaikan. Kedua, ayat tersebut menunjukkan bahwa tidak sempurna sesuatu niat dan tujuan, kecuali dengan taufik atau petunjuk dari Allah swt.44 Pada akhir ayat dinyatakan bahwa Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal, maksudnya suatu ancaman/peringatan baik bagi pasangan suami istri maupun kedua hakam, jika melakukan hal yang bertentangan dengan jalan yang haq.45
KESIMPULAN
Al-quran sebagai pedoman utama umat Islam mengatur segala aspek kehidupan manusia. Tidak saja bagaimana berhubungan dengan Allah dan sesamanya, bahkan dengan alam dan lingkungannya. Ajaran al-quran sebenarnya memberikan jalan yang terbaik dan terindah bagi makhluk-Nya dan memberikan keseimbangan hidup. Jika ajaran-Nya dilaksanakan, maka sebenarnya perbuatan tersebut adalah sebagai tindakan preventif agar terhindar dari segala bencana dan malapetaka. Salah satu malapetaka dalam kehidupan manusia adalah terjadi prahara dalam rumahtangga yang menghilangkan kedamaian dan kebahagiaan, berganti dengan kekecewaan , kegelisahan dan penderitaan. Prahara ataupun konflik yang berkepanjangan bahkan dapat berujung pada perceraian. Tindak pencegahan agar tidak terjadi konflik yang dapat merusak ketentraman keluarga bahkan menghancurkanya, diawali bahkan sebelum perkawinan tersebut dimulai dengan mengetahui tujuan perkawinan, serta pemilihan pendamping sesuai dengan ketentuan
44 45
Imam Muhamad al-Rozi., Tafsîr al-Fakhrurroz…, h. 97 Ibid
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006
25
STAIN Palangka Raya
agama juga persiapan lahir dan batin. Ketika perkawinan sudah terlaksana, maka cara agar terhindar konflik yang serius adalah dengan menjalankan etika hubungan suami istri berdasarkan al-quran dan hadits. Sebagai manusia, walaupun berusaha melaksanakan aturan-Nya, suatu waktu akan khilaf dan melakukan penyimpangan yang dapat menyebabkan timbulnya konflik. Cara penanggulangannya terlihat pada Q. s., An-Nisa/4:34, 128 dan 35. Walaupun pada ayat tersebut secara eksplisit diperuntukan kepada suami, istri dan keduanya, namun penggunaannya tidaklah mutlak. Artinya penanganan konflik dapat berlaku sebaliknya sesuai dengan situasi dan kondisi.Untuk mewujudkan keluarga yang sakinah, juga diperlukan sinergi baik dari suami-istri itu sendiri, masyarakat maupun pemerintah. Karena keluarga unit terkecil dari masyarakat dan negara.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 1, Nomor 1, Juni 2006