Manajemen Kelas (Bagian-2 : Cara Opening yang Powerful Ala Jill Bermer) Oleh Supriyanto Widayaiswara Madya Pusdiklat PPSDM Abstract Nicholas Boothman mengatakan bahwa first impression dalam face-to-face communication itu sangat penting. Sebagai pembicara, opening sebuah kegiatan akan menentukan proses penyampaian materi selanjutnya. Dalam tulisan ini diberikan lima teknik melakukan opening di kelas yang powerful menurut Jill Bermer. Cara-cara yang dilakukan oleh pembicara-pembicara terkenal patut kita ketahui dan dalam situasi yang tepat dapat dipraktikkan agar kegiatan pembelajaran menjadi lebih efektif.
Alkisah seorang bernama Da Shima yang merupakan pejabat di Negeri Chu. Ia mengagumi seorang tua yang berumur 80 tahun pembuat pedang terkenal. Pedang yang dihasilkan orang ini tajam tak tertandingi dengan sinar pedang yang menyilaukan. Da Shima tertarik padanya dan bertanya: “ Anda sudah begitu lanjut usia, kualitas pedang buatan Anda masih sangat bagus. Apakah Anda memiliki teknik rahasia?”. Pembuat pedang tua itu merasa sungkan dengan pertanyaan yang terkesan memujinya itu. Ia mengatakan: “Seumur hidup, saya hanya membuat pedang. Sejak usia 20 tahun saya menyukai membuat pedang. Selain pedang, saya tidak pernah mempedulikan yang lain. Jika bukan pedang, pasti tidak akan saya perhatikan dengan seksama. Tanpa saya sadari, saya telah melewati 60 tahun yang sangat menyenangkan.” Da Shima tidak mendapat penjelasan tentang teknik rahasia dalam membuat pedang. Orang tua itu justru menunjukkan kepadanya cara untuk sukses. Ketertarikan dan kecintaan pada pembuatan pedang tercermin dari kata-kata pembuat pedang tua itu. Ia fokus dan penuh semangat, itulah yang membuatnya memiliki teknik tinggi dalam membuat pedang. Tanpa kedua hal tersebut, mana mungkin ia bisa menghasilkan pedang yang indah dan tajam itu.
Sumber: 200 Kisah Terindah Sepanjang Masa dari China
Cerita di atas merupakan lead dalam tulisan ini. Kebijakan yang terkandung sebenarnya adalah teknik tidak dapat mengalahkan orang yang mempunyai kemauan dan komitmen. Kesuksesan adalah milik orang yang tekun, bermental baja, ditopang teknik yang memadai serta hasrat untuk maju. Sebagaimana tulisan, presentasi atau pemaparan kita perlu lead yang menarik. Awal yang baik akan menentukan keberhasilan selanjutnya.
Foto : Kegiatan Capacity Building di KPPBC Tipe Madya C Samarinda, 2013.
Dalam tulisan berjudul Manajemen Kelas Bagian 1 telah kita pahami bersama pentingnya menyenangkan audience (hadirin). Hadirin yang senang akan membuat iklim sangat bersahabat sehingga kita dapat dengan mudah menyampaikan ide, gagasan atau topik utama. Pada kesempatan ini kita akan membahas mengenai cara opening sebuah pelatihan atau seminar yang powerful. Istilah powerful ini dipakai oleh beberapa pakar, diantara Ongky Hojanto, sebagai ungkapan untuk kemasan yang lebih baik dari pada biasanya. Sebagaimana disampaikan oleh Nicholas Boothman dalam bukunya yang berjudul How to make people like you in 90 seconds, kesan pertama (first
impression) merupakan modal yang sangat besar dalam berkomunikasi selanjutnya. Perlu disadari oleh semua pembicara bahwa orang yang datang di acara yang menempatkan kita sebagai pembicara utama, belum tentu datang dengan suka rela.
Ada beberapa alasan mengapa mereka menghadiri acara tersebut. Pertama, tentu mereka memenuhi undangan dan merasa perlu menghadiri undangan tersebut. Kelompok pertama ini akan menaruh perhatian pada topik apapun yang kita akan sampaikan. Tidak dapat dielakkan ketika mereka yang dengan sukarela ini mau menghadiri acara kita, mereka akan kecewa dengan cara kita membuka. Harapan mereka menjadi sirna ketika mereka mendengarkan kita pada detik-detik pertama. Kedua, orang yang dengan setengah terpaksa menghadiri undangan pada acara yang kita isi. Mengapa mereka setengah terpaksa? Kemungkinan mereka diwajibkan untuk datang oleh atasan atau oleh institusinya namun masih memiliki harapan untuk mendapatkan sesuatu. Tidak ada pilihan lain bagi mereka untuk mengikuti acara tersebut hingga selesai. Bagi mereka ini, keterpaksaan tersebut akan terkalahkan oleh manfaat dan kesenangan selama mengikuti acara kita jika kita tepat menyentuh mereka. Ketiga adalah mereka yang datang dengan benar-benar terpaksa dan merasa tersiksa sepanjang jalannya kegiatan. Kelompok ketiga ini kemungkinan akan mengganggu proses pembelajaran kita atau akan apatis. Masih ada harapan bagi pembicara untuk mengubah kelompok ketiga ini menjadi hadirin yang mendapatkan manfaat atas kehadirannya. Apabila kita sebagai pembicara utama mampu menyadari ketiga kategori hadirin tersebut, maka tentu kita akan mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Pertama kali adalah meluruskan mind set kita. Jawab pertanyaan ini sebelum menyiapkan materi : seberapa penting arti acara tersebut bagi diri kita atau organisasi kita? Kalau jawabannya biasabiasa saja, maka perlu kita selidiki dahulu mengapa kita yang menjadi pembicara utama. Sama halnya dengan peserta, kondisi kita bisa dibagi dalam tiga kategori : sukarela, setengah terpaksa atau sangat terpaksa. Ketiga kondisi tersebut akan melahirkan upaya yang berbeda. Apabila kita memiliki mind set bahwa acara tersebut adalah ‘hidup-mati’ bagi kita atau organisasi yang menaungi kita, maka kita akan tampil all out dan sesempurna mungkin. Jika setengah terpaksa maka kitapun akan berupaya setengahsetengah, berhasil kita bersyukur dan kurang berhasil juga tidak menjadi masalah.
Kondisi ketiga jika kita sangat terpaksa, maka pembicara seperti inilah yang berdoa agar waktu acara segera berlalu atau acara segera selesai.
Itulah pentingnya acara bagi kita. Dalam kondisi sebenarnya, kita dapat mengondisikan ketiga kategori tersebut menjadi sangat penting baik bagi kita maupun organisasi kita. Mind set kita ubah menjadi sangat positif bagi semua pihak. Sebagai contoh adalah kita ditunjuk menjadi petugas penyuluh pajak. Kita akan mengondisikan bahwa apabila hadirin menjadi orang-orang yang sadar akan pentingnya membayar pajak, maka kita akan sangat berbahagia. Memang kita bisa menganggap kegiatan tersebut hanyalah menjalankan penugasan, apapun hasilnya tidak berpengaruh ke pribadi kita. Kita juga dapat menganggap bahwa itu merupakan tantangan bagi kita untuk membuktikan kepada organisasi dan pemberi tugas bahwa kita serius melakukan tugas. Untuk dapat menciptakan iklim positif, kita harus memulai dengan membuat diri berpikiran positif. Semakin banyak orang tahu pajak akan semakin banyak orang taat pajak. Semakin banyak orang taat pajak maka akan semakin besar peran kita bagi negara. Bukankah negara yang memberi gaji kita setiap bulannya? Semakin besar peran kita pada negara, maka kita akan semakin banyak mendapatkan pahala, bukankah kerja adalah bagian dari ibadah?
Foto : Kegiatan Leadership Development Program di Kanwil DJP Kalimantan Timur, 8 Mei 2014.
Setelah kita membuat diri berpikir positif, maka kita akan menjadi sukarela dalam melakukan tugas sebagai pembicara utama. Bagi yang merasa ilmunya belum cukup tentu akan berusaha sebaik mungkin menyiapkan materi dan merancang skenario penyampaian materi semaksimal mungkin. Passion merupakan kunci untuk melakukan sesuatu. Contoh sederhana adalah ketika orang bersedia mengajar hanya untuk sekedar mengajar (tidak etis jika disebut mengejar honor), maka tentu berlalunya waktu akan menolongnya untuk memenuhi penugasan, tidak peduli pada hasil pengajarannya. Bedakan dengan orang yang memang senang mengajar, menikmati interaksi di dalam kelas sebagai sarana transfer of knowledge, maka ia juga akan memperhatikan kualitas pembelajaran. Oleh karena itu kualitas pembelajaran atau penyampaian gagasan tersebut menjadi sangat penting bagi setiap public speaker.
Pembelajaran yang berkualitas salah satunya diukur dari bagaimana pengondisian kelas yang dalam konteks ini penulis sebut sebagai opening. Berbagai pendapat ahli yang penulis baca menempatkan opening ini sebagai sebuah momen yang sangat penting. Oleh karenanya terdapat beberapa cara yang disarankan oleh beberapa pakar yang akan diuraikan di bawah ini. Pada tulisan pertama ini akan diangkat pendapat dari Jill Bermer yang disebut dengan lima teknik pembuka, dalam hal ini pidato. Menurut Jill Bermer sebagaimana dapat dibaca melalui www.romeltea.com, ada lima teknik yang perlu dilakukan agar hadirin menjadi tertarik dengan kita dan materi yang kita sampaikan yaitu: 1. Quotation (kutipan) 2. Rhetorical question (pertanyaan retorikal) 3. Declarative statement (pernyataan deklaratif) 4. Scenario (skenario) 5. Anecdote (anekdot)
Teknik pertama menurut Jill Bermer adalah kita dapat mengutip pendapat ahli, orang terkenal, tokoh atau kutipan yang telah lazim diketahui oleh masyarakat. Misalnya kita akan berbicara mengenai pentingnya anak muda bagi bangsa dan negara, kita dapat mengutip pernyataan Bung Karno : “Berikan kepadaku 1.000 orang tua maka akan aku cabut Semeru dari akarnya. Berikan aku 1 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.” Dari kutipan tersebut hadirin akan dibawa ke dalam sebuah pemikiran tentang betapa
pentingnya seorang pemuda bagi bangsa. Contoh lain adalah ketika kita ingin menyampaikan materi tentang pentingnya perubahan budaya organisasi, kita dapat menggunakan kutipan Lao Tzu : “Great acts are made up of small deeds.” Program Budaya Kementerian Keuangan menuntut perubahan dari hal-hal kecil pada setiap pegawai Kementerian Keuangan. Kutipan di atas dapat menjadi salah satu alternatif untuk menarik perhatian dan konsenterasi hadirin pada topik yang akan kita sajikan.
Teknik kedua adalah menggunakan pertanyaan retoris. Pertanyaan yang sebenarnya tidak memerlukan jawaban tersebut disampaikan untuk menarik perhatian sekaligus mengarahkan perhatian hadirin pada topik yang akan kita sampaikan. Sebagai contoh ketika kita akan menyampaikan isu tentang gender, kita melemparkan pertanyaan berikut: “Apakah semua perempuan tidak mampu memimpin? Apakah mereka terlahir untuk menjadi follower?”. Hadirin kita tidak perlu menjawab pertanyaan tersebut. Mereka akan menjadi tertarik untuk menyimak apa yang kita akan sampaikan. Dalam harapan mereka, kita akan menyampaikan fakta tentang pemimpin perempuan atau peluang perempuan untuk menjadi pemimpin sukses. Sebuah keuntungan bagi pembicara ketika hadirin sudah memiliki harapan seperti itu. Strategi pembelajaran selanjutnya menjadi lebih ringan untuk mengajak hadirin menikmati presentasi yang kita lakukan. Teknik yang ketiga adalah pernyataan deklaratif (declarative statement). Kita dapat menyampaikan pernyataan deklaratif untuk membuat hadirin kita mengatakan bahwa materi kita
menarik
dan
bukan main-main. Contohnya, dalam
opening
kita
menyampaikan tentang glass ceiling merupakan invisible barrier bagi terciptanya good governance. Kalimat yang kita ucapkan misalnya seperti ini “Laporan Global Gender Gap 2006 untuk Indonesia, perempuan yang bekerja mencapai 51%. Proporsi perempuan sebagai manajer, manajer senior, dan anggota legislatif hanya sebesar 17%. Ketimpangan ini mengindikasikan adanya glass ceiling yang kuat dalam menghambat perempuan berkarir dan memimpin organisasi.” Fakta tersebut akan membukakan pintu masuk agar peserta turut serta di dalam pemaparan setelah itu.
Teknik keempat menurut Jill Bermer adalah kita membuat suatu skenario untuk membuat gambar (visualisasi) dalam pikiran hadirin. Banyak pembicara menggunakan teknik ini untuk membantunya menggiring perhatian hadirin. Contoh kalimatnya adalah: ”Bayangkan Anda sedang berada di puncak gunung yang sangat dingin. Anda
menikmati pemandangan di bawah sana dengan leluasa. Lihatlah keagungan ciptaan Tuhan. Minuman hangat akan sangat membantu Anda membuat suasana lebih menyenangkan bagi Anda.”
Hal ini dapat dipergunakan ketika kita akan membawa
hadirin ke dalam tiga kelompok sifat manusia, quitter, camper, dan climber. Kita menyampaikan sebuah skenario yang menggambarkan nikmatnya ketika berada di puncak gunung setelah melakukan perjalanan yang melelahkan. Bagi seorang climber, zone nyaman bagi camper hanya merupakan base camp saja, bukan tujuan akhir.
Teknik terakhir menurut Jill Bermer adalah penggunaan anekdot. Dalam teknik ini juga termasuk cerita lucu atau humor. Penggunaannya menyesuaikan dengan kondisi hadirin. Pemilihan anekdot atau cerita harus tepat sehingga tidak berdampak negatif bagi kita yang tidak diharapkan. Anekdot atau cerita lucu sangat ampuh untuk memecahkan kebekuan di awal presentasi. Perlu diperhatikan bahwa anekdot, cerita lucu atau humor tidak bersifat SARA. Disarankan agar cerita tersebut yang mengandung pemikiran atau sindiran. Sebagai contoh adalah anekdot tentang ketenangan merupakan kunci pelayanan prima dengan menceritakan seorang sopir taksi berikut: Bu Winda : “Bang ke Kebon Jeruk ya.” Sopir taksi : “ Baik bu.” Setelah sekitar 40 menit gang rumah Bu Winda sudah kelihatan kira-kira tinggal 15 meter. Bu Winda menepuk pundak sopir taksi dan bilang : “Gang depan itu belok kanan ya Bang.” Tak disangka sopir taksi sangat kaget dan tidak bisa mengendalikan mobilnya dan menabrak warung nasi di pinggir jalan. “Maaf ya bu, saya kaget. Ibu sih pakai nepuk pundak saya. Kan saya jadi kaget,” kata sopir taksi. Bu Winda mengatakan: “ Mas-mas hanya ditepuk pundak kok kaget.” Kata sopir taksi: “ Maaf bu, saya baru kali ini nyopir taksi. Sebelumnya 20 tahun nyopirin Mobil Jenazah.”
Kita telah memahami lima teknik membuka presentasi yang powerful. Pilihan tersebut merupakan opsi atau bahkan dapat dikombinasikan penggunaannya menyesuaikan dengan kebutuhan kita. Penting bagi kita untuk memastikan siapa hadirin, latar belakangnya bagaimana dan apa harapan dari mereka sehingga kita dapat memilih cara membuka yang tepat. Selamat mencoba.
Referensi : 1. Din Man, 200 Kisah Terindah Sepanjang Masa dari China, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Cetakan ketiga Juli 2011. 2. Kumpulan Kata-kata Mutiara Bung Karno Presiden RI (1945-1966), http://penasoekarno.wordpress.com 3. Nicholas Boothman, How to Make People Like You in 90 seconds, Workman Publishing Company, Reprint edition (July 2, 2008) 4. Romeltea, Lima Cara Membuka Pidato (Public Speaking), www. romeltea.com