BAB VII
MANAJEMEN JARINGAN DAN MITRA “You can talk with someone for years, everyday, and still, it won't mean as much as what you can have when you sit in front of someone, not saying a word, yet you feel that person with your heart, you feel like you have known the person for forever.... connections are made with the heart, not the tongue.” ― C. JoyBell C.
Tujuan pertanyaan
utama tentang
kedua
penelitian
bagaimana
ini
Komunitas
adalah Sapu
menjawab memelihara
jaringan dan mitra. Menurut jaringan bisnis, sebuah usaha maupun seorang pengusaha, tidak dapat menjalankan usaha sendiri tanpa ada keterkaitan dengan pihak luar berupa jaringan dan mitra yang ada, baik sebagai pemasok, distributor, reseller, pelanggan, maupun konsumen. Oleh karena itu, diperlukan usaha untuk membangun dan memelihara jaringan usaha agar usaha yang dijalankan bisa tetap berkelanjutan dan berkembang. Pengembangan jaringan dan mitra usaha akan berperan penting dalam pengembangan usaha. Hal
itu
disebabkan
karena
perusahaan
perseorangan
atau
komunitas bergantung pada sumber daya yang dikendalikan oleh pihak lain. Pihak tersebut bisa berupa individu, kelompok, maupun lembaga. Sesuai
dengan
teori
jaringan
(network
theory)
pada
internasionalisasi, bagi sebuah usaha, membutuhkan jaringan yang kuat agar bisa mengembangkan usahanya ke pasar internasional (Augusty,
2003).
Jaringan
tersebut
membantu
proses
internasionalisasi sebuah usaha, baik jaringan yang ada di Negara sendiri maupun di luar negeri. Jaringan merupakan semua pihak, baik individu, organisasi, maupun komunitas yang terlibat. Untuk menganalisis jaringan yang bersinggungan dengan proses internasionaliasi Komunitas Sapu. Bentuk
jaringan
tersebut
bisa
berupa
jaringan
antarpersonal
maupun hubungan
antarperusahaan. suatu
Sedangkan
kemitraan
merupakan
kerja sama formal antarindividu, kelompok-
kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu. Jadi, hal pertama yang dilakukan adalah mengidentifikasi jaringan dan mitra apa yang berhubungan dengan setiap proses internasionaliasi tersebut. Proses tersebut dimulai dari penyuplai bahan baku, produksi, dan pemasaran. Langkah kedua adalah dengan melihat pola hubungan di antara jaringan tadi, apakah jaringan antarperusahaan ataukah jaringan antarpersonal. Hasil kajian menunjukkan bahwa pola hubungan lebih bersifat antarpersonal, karena intensitas hubungan cenderung
kepada
personal
dibanding
dengan
lembaga
atau
organisasi.
Supplier sebagai Jaringan Pemasok Salah satu syarat utama agar usaha bisa berjalan lancar adalah adanya pasokan bahan baku yang konstran. Jika bahan baku mengalami kesendatan maupun keterlambatan, usaha pun akan bermasalah. Terlebih jika pihak yang bisa memasok bahan baku terbatas jumlahnya. Untuk itulah diperlukan jalinan hubungan yang baik antara pemasok bahan baku dengan produsen. Tidak ada perjanjian tertulis antara Komunitas Sapu dengan pengelola bengkel Tanjung Emas Semarang selaku penyuplai bahan dasar berupa ban dalam bekas. Hubungan yang ada lebih bersifat informal dengan sarana komunikasi lewat telepon seluler. Misalnya dalam kasus rencana pengiriman ban bekas, pengelola bengkel member info bahwa di bengkel Tanjung Emas, sudah ada tumpukan ban bekas siap kirim. Biasanya, pengiriman tiap satu bulan sekali. Ketiadaan
perjanjian
hitam
di
atas
putih
menandakan
hubungan yang sudah terjalin. Hubungan yang ada lebih bersifat
personal dibanding informal resmi. Hubungan yang bersifat informal lebih mengandalkan kedekatan emosi dan kepercayaan dibanding dengan hubungan formal yang menuntut hak dan kewajiban. Hampir tidak ada masalah dengan pola hubungan itu. Selama ini,
pengiriman
bahan
baku
tetap lancar
dan
tidak
pernah
mengalami keterlambatan yang mengganggu. Begitu pun dengan masalah harga dan pembayaran, selama ini pola pembayaran yang ada adalah dengan cara membeli ban langsung ke Semarang, dengan biaya angkut dari Komunitas Sapu. Penentuan harga yang ada dilakukan oleh pengelola bengkel. Bahan baku lain yang dipakai adalah kayu palet bekas, tong bekas, dan terpal bekas. Bahan baku tersebut diperoleh secara insidentil bergantung pada informasi yang tersedia. Informasi tersebut
berasal
dari
sesama
aktivis
pencinta
lingkungan.
Sedangkan bahan lainnya, misalnya benang, kain, kancing, dan lainnya bisa diperoleh sewaktu-waktu dengan cara membeli di toko di Salatiga. Dengan
hubungan
personal
tersebut,
diyakini
bahwa
hubungan dengan jaringan supplier akan bertahan.
Jaringan Produksi Proses produksi di Komunitas Sapu melibatkan mesin dan pekerja.
Untuk
memperlancar
proses
produksi,
diperlukan
hubungan yang baik antara pengelola usaha dengan karyawan yang ada. Karyawan Komunitas Sapu berjumlah 11 orang, yang berasal dari kelurahan sekitar, satu orang beda kecamatan. Semuanya karyawan tersebut bukan orang baru, artinya karyawan yang masuk merupakan teman atau saudara hubungan yang dihasilkan
karyawan lama. Akibatnya,
karena memang tidak harus
baru
karena
bagi karyawan baru, sudah ada orang yang dikenalnya
terlebih dahulu sehingga memudahkan adaptasi di lingkungan kerja. Jam kerja yang diterapkan di Komunitas Sapu
dimulai jam
07.00 pagi sampai 17.00 sore, selama lima hari kerja dalam sepekan, mulai hari Senin sampai Jumat. Di
Komunitas
Sapu
,
pengelola
telah
menjalankan
kewajibannya, yaitu memberikan gaji sesuai UMR Kota Salatiga, di sisi lain, karyawan juga telah menjalankan kewajibannya dengan baik. Hal itu terukur pada tingkat kedisiplinan jam kerja yang diterapkan, serta output hasil kerajinan yang mencapai 1.250 buah perbulan. Jika dirinci maka, dengan memakai 14 orang, terdiri 10 karyawan dan 4 pengelola, dalam sebulan bisa menghasilkan berbagai
macam
kerajinan
sejumlah
1.250,
per
pekan
akan
menghasilkan 312,5 buah, sedangkan perhari akan menghasilkan 62.5 buah, perjam akan menghasilkan kurang lebih 6 buah. Dengan demikian, untuk hasil sejumlah itu sudah masuk kategori optimal. Secara personal, untuk memelihara hubungan yang baik dengan karyawan, suasana kerja yang diciptakan adalah suasana persaudaraan, bukan hubungan kaku antara atasan dan bawahan sehingga dalam waktu yang lama, suasana kerja tidak menjemukan. Manajemen usaha cenderung dikelola secara kekeluargaan. Tidak
ada
kontrak
kerja
ketika
seorang
karyawan
dengan
perusahaan. Aturan tertulis juga tidak ada. Ketika calon karyawan mengajukan lamaran kerja, hal itu dilakukan secara lisan, yaitu orang yang membawa cukup hanya menyampaikan kepada Sindhu atau Rudy.Bahkan, ketika seorang karyawan izin tidak masuk kerja, cukup mengirimkan pesan singkat.
Jaringan Lingkungan Masyarakat Sekitar Lokasi Komunitas Sapu
terletak jauh dari lingkungan
masyarakat yang padat. Tetangga paling dekat adalah rumah sebelah
kiri yang berjarak kurang lebih 50 meter dari Bengkel. Akibatnya, aktivitas Komunitas Sapu
tidak dianggap sebagai gangguan bagi
masyarakat sekitar, hal ini terbukti ketika dalam pengurusan IMB, tetangga dekat bersedia menandatangani izin gangguan (HO) bagi Komunitas Sapu . Dalam hal keamanan, secara penataan tempat, Komunitas Sapu
dikelilingi oleh tembok yang tinggi, dengan pintu masuk
utama rumah yang dijadikan displai hasil kerajinan. Dengan sistem tersebut, secara keamanan lingkungan relatif bisa diantisipasi. Untuk itu, Sindu tak semata memproduksi ban bekas menjadi aksesori
berharga.
Tapi,
ia
dan
teman-temannya,
juga
rajin
mengampanyekan kepada warga lokal— terutama pelajar dan mahasiswa— untuk lebih peduli pada lingkungan, dengan membeli produk-produk daur ulang, seperti buatan komunitasnya. Mereka tak hanya berkutat pada up-cycle yang menjadi bagian ekonomi kreatif. Tapi juga mengampanyekan isu-isu lingkungan, mendaur ulang sampah menjadi sesuatu yang menarik dan bernilai ekonomi. Cara yang dilakukan adalah dengan menjadi pembicara pada sekolah-sekolah di Kota Salatiga, yaitu SMA 2, SMA 2, SMK 2, SMP 09. Karena itu, selain sibuk dengan up-cycle-nya, Sindu juga sibuk menjadi pembicara pemanfaatan limbah menjadi barang berguna. Sasarannya, sekolah-sekolah dan kampus. Ia bahkan pernah diundang ke Papua. Kini, workshop Sindu di lereng Merbabu, kerap menjadi jujukan pelajar dan mahasiswa yang ingin melihat proses up-cycle ban bekas menjadi tas dan aksesori bernilai ekonomi. Kebanyakan dari kampus mengajak kami berpameran di kampus. Bulan Juni 2015, ada rombongan tamu dari Korea yang berwisata ke Jawa Tengah, dengan tujuan Temanggung dan Salatiga. Ketika di Salatiga, mereka diajari proses mengolah dari ban bekas menjadi dompet dan tas, bertempat di Wisma Karang Alit. Saat itu, Sindhu dan Rudi bersama karyawannya mengadakan demo tentang
proses pembuatan kerajinan dari ban bekas, yang kemudian dilanjutkan dengan percobaan olah wisatawan. Dari
temuan
tersebut
dapat
ditarik
kesimpulan
bahwa
hubungan yang terjadi dalam organisasi tersebut adalah hubungan personal yang lebih berlandaskan kekeluargaan dan kepercayaan.
Jaringan Dengan Reseller Luar Negeri Reseller merupakan ujung tombak sebuah usaha. Hubungan antara produsen dan mitra di luar negeri tersebut merupakan hubungan
yang
saling
menguntungkan.
Di
sisi
produsen,
keuntungan yang didapat adalah harga terjual ke konsumen, sedangkan dari sisi reseller , mereka mendapatkan untung dengan menjual barang ke konsumen, yaitu selisih antara harga jual ke konsumen dengan harga yang ditawarkan oleh produsen. Para pembeli adalah reseller yang ada di luar negeri, yang meminta barang dalam jumlah yang besar, rata-rata 5000 buah. Para reseller tersebut dikenal ketika ada acara pameran internasional. Kontak selanjutnya adalah melalui media internet dan telepon. Pemasar
internasional
mesti
membentuk
suatu
sistem
komunikasi yang efektif di dalamnya informasi umpan balik mengalir dari anggota-anggota saluran. Hal ini menempatkan para pemasar dalam posisi mengevaluasi secara rasional efektivitas saluran pemasaran. Pemasar internasional perlu mengetahui seberapa baik sistem saluran beroperasi. Seiring dengan itu, organisasi pemasaran dapat
mengharapkan
umpan
balik
yang
serupa.
jadi,
yang
dibutuhkan adalah komunikasi dua arah. Selama ini, pasar yang menjadi tujuan kerajinan Komunitas Sapu adalah negara maju. Komunitas Sapu menyadari, bahwa pola kerja yang dipakai di negara maju adalah kepercayaan dan adanya hitam di atas putih. Untuk menjaga kepercayaan, Komunitas Sapu selalu membuat produk yang berkualitas tinggi, dan mengirim
barang tepat waktu. Selain itu. Komunitas Sapu melakukan kontrak penjualan dengan reseller di luar negeri. Kontrak tersebut berisi hak dan kewajiban tiap-tiap pihak. Dengan adanya kontrak tersebut, kepastian posisi masing-masing pihak akan lebih jelas. Jadi, untuk mempertahankan jaringan antara Komunitas Sapu dengan para reseller
di luar negeri, hubungan yang dibina harus
lebih bersifat resmi, di mana setiap kontak kesepakatan harus ada bukti tertulisnya, yang biasanya melalui surat elektronik.
Jaringan dengan Sesama Aktivis Lingkungan Salah satu kelebihan Komunitas Sapu yang merupakan anak cabang dari Komunitas TUK adalah memiliki jaringan sesama aktivis lingkungan, baik di tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Jaringan tersebut antara lain GEF SGP Indonesia, Australian Volunteers International (AVI), Taring Padi Jogjakarta, Anak Seribu Pulau di Blora, Sawung Jabo & Community bertempat di Sydney – Yogyakarta, Taring Babi di Jakarta, SEBUMI di Jogjakarta
dan
Jakarta, Hysteria di Semarang, Komunitas Gudang di Surabaya, Gang Inc. di Sydney-Australia, Alpha House di Sydney-Australia, Engage Media di Melbourne-Australia, PUSDAKOTA di Surabaya, Rolling Stone Magazine (Reno), Trax Magazine, Provoke, MRA Grap, Ruang Rupa Instalasi, Gardu House, Tembok Bomber, ISAD, Stage ID (Fotografi), DTS (Salatiga Skater Comunity), SARU (Salatiga Reggae United), Kampung Seni Lerep (Ungaran), Karang Taruna Desa Tajuk di Kabupaten Semarang, Karang Taruna Desa Tegalwaton Kab Semarang, Cosmo's Cafe & Library Salatiga, KAWAN, Relawan Mahasiswa UKSW, Capoera Salatiga, Mitra Gahana, dan Mitapasa Salatiga. Untuk itu, dapat dikatakan bahwa kesuksesan Komunitas Sapu untuk melakukan internasionalisasi tidak bisa dilepaskan dari keikutsertaan dalam komunitas pencinta lingkungan, baik di tingkat
lokal, nasional, maupun internasional. Komunitas tadi memiliki informasi dan sumber daya yang bisa mengatasi permasalahan dan membantu kelangsungan usaha pada Komunitas Sapu. Misalnya dimulai dari bahan baku atau bahan mentah. Ketersediaan ban truk bekas bagian dalam yang menjadi bahan baku utama kerajinan yang banyak dan relatif stabil tidak bisa diperoleh di sembarang tempat. Kalaupun ada di tempat tambal ban misalnya, suplai yang ada tidak memadai sehingga berpotensi terjadinya defisiensi pada faktor belanja transportasi dan waktu. Adanya
jaringan
pencinta
lingkungan
di
Surabaya,
memberikan informasi tentang ketersediaan bahan baku yang banyak dan konstan, yaitu di pelabuhan Tanjung Priok, Surabaya. Namun, karena ada informasi baru tentang bahan baku dan tak dimungkiri pula dengan alasan pertimbangan biaya, Komunitas Sapu tidak melanjutkan pengambilan bahan baku dari Tanjung Priok Surabaya. Jaringan
pencinta
lingkungan
pulalah
yang
akhirnya
memberikan informasi adanya suplai ban bekas di Tanjung Emas Semarang, dan sejak itu Komunitas Sapu menjadi ‘pelanggan tetap’ ban bekas dari bengkel trailer di Tanjung Emas. Lantas, bagaimana hubungan sesama komunitas pencinta lingkungan Komunitas
tersebut
tercipta?
Sapu, Komunitas
Sebelum
Tanam
‘menjelma’
Untuk
menjadi
Kehidupan
(TUK)
merupakan cikal bakalnya. Ketika masih bernama TUK tersebut, mereka sering mengikuti even-even yang menyuarakan tentang isu lingkungan di berbagai tempat di tanah air. Seiring dengan intensitas pertemuan
yang
relatif
sering,
tercipta
hubungan
personal.
Hubungan personal tersebut melebihi hubungan yang dilandasi profesionalisme. Pun dengan reseller
luar negeri, Komunitas Sapu menjalin
jaringan dengan para LSM pencinta lingkungan di Eropa. Misalnya dengan PAGURO di Jerman, Sapustore di Belanda, dan lainnya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa adanya jaringan internasional pencinta lingkungan dengan visi yang sama menjadi faktor
dominan
bagi
Komunitas
Sapu
untuk
melakukan
internasionalisasi.
Hubungan dengan Pemerintah sebagai Mitra Selain jaringan, Komunitas Sapu juga mempunyai mitra yang mendukung
keberlangsungan
usaha.
Mitra
tersebut
adalah
pemerintah dan media massa. Selama berkecimpung di sektor pelestarian alam bersama TUK, Komunitas Sapu menjalin mitra dengan
pemerintah,
antara
lain
Pemerintah
Kota
Salatiga,
Pemerintah Kabupaten Semarang, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Badan Lingkungan Hidup Jawa Tengah, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Tengah, dan Kementerian UMKM dan Usaha Kecil Menengah. Di satu sisi, dalam melangsungkan aktivitasnya, Komunitas Sapu
seakan
independen
dari
pemerintahan,
karena
sifat
pemasaran internasionalnya lebih ke business to business. Mulai dari bahan baku sampai ekspor, peran pemerintah dapat dikatakan minim. Misalnya, dalam pameran yang diselenggarakan oleh Pemkot Salatiga melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah pada acara Pameran Pembangunan, hampir tidak ada barang yang terjual sama sekali. Namun
secara
tidak
langsung,
pemerintah
menduduki
peranan yang cukup vital dalam kelangsungan Komunitas Sapu karena
Pemerintah
menyediakan
modal
dan
peralatan
yang
dibutuhkan. Dalam kaitannya dengan jaringan pemerintah, Komunitas Sapu
melakukan hubungan personal dengan pegawai instansi
pemerintah, antara lain Dinas UMKM Provinsi Jawa Tengah, Kementerian Perdagangan dan UMKM. Salah satu bentuk yang
hubungan tersebut adalah Komunitas Sapu selalu membantu pemerintah Kota untuk mengadakan pameran pembangunan. Dengan adanya hubungan personal tersebut, informasi yang didapat semakin cepat dan lengkap, misalnya kegiatan yang mendukung UMKM, baik dalam produksi maupun permodalan.
Mitra dengan Media Massa Kegiatan di Komunitas Sapu merupakan kegiatan yang unik dan memancing orang untuk mencari tahu lebih lanjut. Karena bagaimanapun juga, tidak banyak usaha yang bisa mengubah barang bekas menjadi barang yang berkualitas tinggi dan bisa merambah negara-negara maju di Eropa dan Asia . Karena hal itulah maka tidak sedikit media yang meliput kegiatan dan produk Komunitas Sapu.
Awal mula peliputan
Komunitas Sapu oleh media massa adalah ada seorang kontributor dari SCTV yang tiba-tiba datang ke Komunitas Sapu
berbekal
informasi dari salah seorang teman yang ada di Jakarta, bahwa ada sebuah bengkel yang cukup unik yang ada di Kota Salatiga. Bengkel tersebut bisa mengolah dari ban bekas menjadi barang yang cukup unik. Berbekal dari informasi tersebut, sang kontributor tadi datang ke
Salatiga,
melakukan
survei
dan
wawancara,
kemudian
menayangkan di Liputan 6 SCTV. Mulai saat itulah Komunitas Sapu lebih banyak dikenal dan diliput media massa. Media massa merupakan mitra penting bagi Komunitas Sapu. Banyak orang mengenal Komunitas Sapu melalui media massa, baik cetak maupun elektronik, baik melalui Koran, TV, maupun berita daring (online). Jika mengetik kata “Komunitas Sapu” di mesin pencarian daring, akan banyak ditemukan artikel, liputan, ulasan, video maupun foto yang berkaitan dengan keberadaan Komunitas Sapu. Mulai dari aktivitas pencinta lingkungan, maupun proses produksi.
Maka tak mengherankan jika media massa dianggap sebagai sarana promosi gratis yang kadang dimanfaatkan oleh perusahaan. Selama ini, banyak media massa baik lokal, nasional, maupun internasional meliput kegiatan upcycle di Komunitas Sapu . Melalui pemberitaan media massa, produk yang dihasilkan semakin dikenal masyarakat luas dan bernilai positif karena pemberitaan di media massa cenderung memunculkan berita baik dan layak diberitakan. Mengingat
pentingnya media
massa dalam mengenalkan
produk kepada masyarakat, Komunitas Sapu
selalu menerima
dengan baik kehadiran wartawan yang datang, dengan menunjukkan data-data yang diperlukan. Jika dianggap layak diberitakan, maka satu persatu wartawan lain datang untuk meliput.