BAB I. PENDAHULUAN
Ditjen PP & PL Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melaporkan bahwa dari kurun waktu Januari hingga September 2014, terdapat 22.869 kasus HIV dan 1.876 kasus AIDS dengan status baru di Indonesia. Faktor risiko terbesar HIV-AIDS di Indonesia pada tahun yang sama adalah melalui hubungan heteroseksual dengan proporsi kasus terbesar dialami oleh lakilaki. Transmisi melalui hubungan seksual yang dimaksud adalah perilaku berganti-ganti pasangan termasuk sebagai pelanggan prostitusi. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2014 di Lokasi Prostitusi Gunung Lawu, Kuta Selatan, Badung menunjukkan pentingnya peranan pelanggan dalam pencegahan IMS dan HIV-AIDS. Pada dasarnya pekerja seksual sudah memahami fungsi kondom dan pentingnya kesehatan seksual dan reproduksi. Tantangannya adalah penggunaan kondom tidak hanya berada dalam kontrol mereka, namun juga kekuatan eksternal lainnya seperti petugas kesehatan, germo, dan juga pelanggan. Pelanggan lokasi tersebut rata – rata adalah laki-laki dari golongan ekonomi bawah dan mengkonsumsi alkohol. Karakteristik ini seringkali dikaitan dengan prevalensi HIV-AIDS. Semple, dkk (2010) mengungkapkan profil pelanggan prostitusi yang hampir sama dengan profil pelanggan Lokasi Prostitusi Gunung Lawu. Profil ini berkorelasi dengan perilaku seksual berisiko yang erat kaitannya dengan transmisi HIV-AIDS. Merujuk pada hasil penelitian di tahun 2014 tersebut, penelitian kali ini akan menelaah tingkat responsibility pelanggan dalam pencegahan HIV-AIDS di Lokasi Prostitusi Gunung Lawu. Terlebih lagi hasil serosurvey pada kwartal keempat tahun 2014 menemukan bahwa dari 200 pekerja seksual, ditemukan 40 kasus HIV dan 13 di antaranya adalah kasus baru (wawancara dengan petugas lapangan Yayasan Kesehatan Bali (Yakeba), 30 Januari 2015). Dasar teori yang digunakan dalam pembentukan perilaku preventif HIV-AIDS sebagian besar menitikberatkan pada aspek kognitif. De Wit dan Adam (2012) mengatakan bahwa faktor emosi, personal, sosial, dan motif implisit lebih penting dari hanya sekedar proses reasoning dalam pembentukan perilaku. Berdasarkan uraian di atas, penelitian quasi eksperimen ini akan menelaah mengenai peran emosi sebagai variabel mediator pengaruh kerangka berita terkait HIV-AIDS terhadap tingkat responsibility pencegahan HIV-AIDS pada pelanggan Lokasi Prostitusi Gunung Lawu. Penelitian ini akan menerapkan teori penilaian kognitif dari emosi untuk menjelaskan hubungan antara kerangka berita, emosi, dan penilaian sosial. Pendekatan ini mengatakan bahwa individu 1
mampu mengalami suatu emosi tertentu sebagai hasil dari penilaian kognitifnya terhadap suatu peristiwa atau situasi (Ellsworth dalam Major, 2011). Dalam ilmu komunikasi, kerangka berita sangat erat kaitannya dengan framing. Framing sendiri adalah suatu proses mendefinisikan konteks atau isu yang ada di sekitar permasalahan dan peristiwa. Proses ini kemudian membantu bagaimana konteks atau isu dilihat dan dievaluasi (Hallahan, 1999). Kerangka berita dapat mempengaruhi informasi mana yang menjadi pusat perhatian dan pertimbangan individu. Teori penilaian kognitif memprediksikan bahwa kerangka berita dapat memunculkan berbagai respon emosional. Respon emosional ini kemudian dapat mempengaruhi penilaian sosial individu terhadap permasalahan atau peristiwa (Gross dalam Major, 2011). Lebih lanjut emosi yang berbeda dapat memunculkan penilaian sosial yang berbeda seperti responsibility terhadap isu tertentu. Major (2001) menemukan bahwa emosi bersalah dapat meningkatkan responsibility individu terhadap pencegahan perilaku berisiko. Kerangka berita yang menyajikan kerugian yang dialami akibat sakit tertentu berhubungan dengan pemunculan rasa bersalah. Perilaku berisiko dalam penelitian ini adalah perilaku yang mengakibatkan HIVAIDS. Rothman (dalam O’Connor, Ferguson, dan O’Connor, 2005) mengatakan pada pembentukan perilaku sehat, kerangka berita yang menyajikan keuntungan akan mampu meningkatkan intensi terhadap perilaku sehat. Kerangka berita yang menyajikan keuntungan berkorelasi dengan pemunculan emosi bahagia (Major, 2011). Perilaku sehat dalam penelitian ini adalah penggunaan kondom.
2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Penelitian Sebelumnya dan Hasil Yang Telah Dicapai
Pendampingan psikologis di Lokasi Prostitusi Gunung Lawu sudah dilakukan sejak tahun 2013. Pendampingan ini dilakukan oleh tim peneliti sebagai bagian dari pendampingan psikologis yang dilakukan di Yayasan Kesehatan Bali (Yakeba). Lokasi Prostitusi Gunung Lawu berdiri sejak tahun 1987. Lokasi ini berada di Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Provinsi Bali. Mucikari (wisma, istilah yang digunakan di lokasi tersebut untuk menunjuk kelompok prostitusi) yang pertama kali adalah Ibu Suriah. Lokasi ini adalah pecahan dari Lokasi prostitusi yang ada di Denpasar, yakni Lumintang. Ketika Lumintang ditutup di awal tahun 1987, pekerja seksual yang ada di sana lalu pindah ke daerah Gunung Lawu. Pada tahun 2014, terdapat 217 pekerja seksual yang tersebar di 15 wisma dan pada tahun 2015, jumlah wisma bertambah menjadi 30 wisma. Pada tahun 2014, sebuah penelitian diinisiasi untuk melihat bagaimana pekerja seksual di Lokasi Prostitusi Gunung Lawu menilai kesehatan seksual dan reproduktif mereka serta bagaimana penilaian mereka terhadap fasilitas kesehatan di sekitar lokasi tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan community-based participatory research dengan photovoice sebagai alat pengumpul datanya. Data dianalisis dengan participatory analysis dan sistem koding. Hasil menunjukkan bahwa kesehatan seksual dan reproduktif menjadi hal yang penting bagi pekerja seksual karena kesehatan tersebut adalah bagian dari pekerjaan mereka. Di sisi lain, mereka sadar bahwa kondisi sehat mereka dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti dukungan mucikari, dukungan fasilitas, dan kesediaan pelanggan menggunakan kondom. Kondisi ini diperkuat juga dengan data kasus HIV-AIDS baru yang mencapai 13 kasus di akhir tahun 2014. Berdasarkan temuan ini, penelitian selanjutnya akan memfokuskan pada peran serta pelanggan dalam pencegahan HIV-AIDS di Lokasi Prostitusi Gunung Lawu. Kajian terkait pembentukan perilaku sehat dewasa ini diharapkan mampu menglingkupi berbagai aspek, mulai dari kognitif, konatif, maupun aspek afektif atau emosi. Pembentukan perilaku yang dimaksud salah satunya adalah pencegahan HIV-AIDS. Dasar teori yang berkaitan dengan pembentukan perilaku preventif yang digunakan pada sebagian besar penelitian adalah teori atribusi, theory of planned behavior, self regulation, atau reasoned action theory. Keempat teori ini menitikberatkan pada aspek kognitif dari pembentukan perilaku.
Sebagai contoh 3
Wiggers, dkk (2003) menemukan bahwa faktor yang paling dominan dalam pembentukan perilaku menggunakan kondom adalah perceived behavior control dan subjective norm yang bermuara pada persepsi dan proses kognitif. Keterbatasan dari empat pendekatan ini adalah tidak diperhitungkannya faktor emosi dalam proses kognitif dan konatif. Seperti yang disampaikan pada bagian latar belakang, penelitian terbaru yang dilakukan oleh De Wit dan Adam (2012) mengatakan bahwa faktor emosi, personal, sosial, dan motif implisit lebih penting dari hanya sekedar proses reasoning dalam pembentukan perilaku. Untuk itu, penelitian ini akan menitikberatkan pada respon emosional yang dihasilkan dari penyajian kerangka berita sebagai upaya untuk menumbuhkan responsibility pencegahan HIV-AIDS pada pelanggan Lokasi Prostitusi Gunung Lawu. Kerangka teori yang digunakan mencakup teori mengenai personal health responsibility serta framing dan emosi dalam psikologi.
II.2. Penelitian Yang Diusulkan
A. Personal Health Responsibility Peran individu dalam menjaga dan mempertahankan kondisi sehatnya menjadi kajian banyak ahli dalam beberapa kurun waktu. Estelle dan Horton (2014) mendefinisikan personal health responsibility sebagai perilaku atau performance individual yang berkaitan dengan aktivitas menjaga kebersihan dan kesehatan diri. Personal health responsibility mencakup sikap individu atau state of mind terkait dengan tugas-tugas kebersihan dan kesehatan diri yang harus dilakukan (task), menjalankan tugas tersebut (obligation), menyelesaikan tugas tersebut (follow through), dan dukungan yang didapatkan oleh individu guna melanjutkan tugas-tugas tersebut (support resources). Faktor-faktor yang mempengaruhi personal health responsibility terbagi atas faktor internal dan eksternal. Faktor internal di antaranya denial, rasa takut, motivasi dan gairah, kondisi sakit seseorang, bagaimana kerugian atas perilaku berisiko dipersepsikan, persepsi akan keuntungan yang didapat dari suatu perilaku sehat, dan penghargaan individu terhadap personal health responsibility. Faktor eksternal yang berpengaruh antara lain akses terhadap layanan dan asuransi kesehatan, biaya layanan kesehatan, dan jangkauan layanan kesehatan (Estelle dan Horton, 2014)
4
Yoder (2002) menyatakan bahwa sebagian besar diskusi terkait dengan personal health responsibility berfokus pada gaya hidup dan social liability. Pertanyaannya adalah seputar aktivitas atau perilaku tertentu yang dapat dijalankan oleh individu yang menunjukkan tingkat tanggung jawabnya terhadap pencegahan kondisi sakit. Pertanyaan ini menjadi hal yang penting guna membangun suatu model pencegahan kondisi sakit yang berdampak pada perubahan kualitas hidup.
B. Framing, Emosi, dan Responsibility Framing adalah sebuah paradigma yang sering digunakan untuk memahami dan menginvestigasi hubungan proses komunikasi dengan perilaku dalam berbagai disiplin ilmu. Di antaranya psikologi, komunikasi, politik, dan ekonomi. Framing lahir dari pandangan contructivism dan symbolic interactions yang menyakini bahwa reaksi atau respon individu sangat dipengaruhi oleh pola dan kualitas interaksinya dengan lingkungan. Pandangan ini menolak pengaruh murni dari insting dan dorongan internal. Insting dan dorongan internal selalu berinteraksi dengan lingkungan dalam melahirkan perilaku. Hallahan (1999) menyatakan bahwa individu berperilaku berdasarkan persepsinya. Framing adalah aktivitas penting dalam pembentukan persepsi dan perilaku. Dalam komunikasi, framing salah satunya tampil dalam kerangka berita. Kerangka berita yang berbeda seringkali menimbulkan reaksi yang berbeda pada individu (Rothman dan Salovey dalam O’Connor dkk, 2005). Kajian terkait dengan framing sebagian besar mengaitkan dengan respon kognitif. Major (2011) membuktikan bahwa kerangka berita tertentu dapat memunculkan emosi tertentu. Emosi yang diteliti antara lain sedih, marah, takut, bersalah, dan gembira sesuai dengan enam emosi dasar dari Plutchick. Iyengar (dalam Major, 2011) membagi kerangka berita menjadi tematik-episodik dan untung-rugi. Tematikepisodik mengacu kepada konteks berita, apakah mencakup isu yang luas (kondisi sosial dan melibatkan masyarakat) atau terbatas (kasus personal). Kerangka berita untung-rugi menitikberatkan pada luaran atau outcome apakah keuntungan atau kerugian yang dialami. Kerangka berita yang menampilkan kerugian dikatakan lebih powerfull dibandingkan dengan kerangka berita yang menampilkan keuntungan. O’Connor, dkk (2005) menemukan bahwa efek dari kerangka berita untung-rugi dalam kajian kesehatan sangat tergantung pada jenis perilakunya. Jika berkaitan dengan perilaku berisiko (high risk), maka kerangka berita yang menampilkan kerugian akan lebih memberikan 5
pengaruh pada pembentukan personal health responsibility. Jika berkaitan dengan perilaku sehat (low risk), maka kerangka berita yang menampilkan keuntungan akan lebih memberikan pengaruh pada pembentukan personal health responsibility. Pada penelitian ini, kerangka berita yang menyajikan kerugian akan berkaitan dengan dampak HIV-AIDS, sedangkan kerangka berita yang menyajikan keuntungan akan dikaitkan dengan perilaku penggunaan kondom. Kedua bentuk kerangka berita ini akan dilihat pengaruhnya terhadap tingkat responsibility pencegahan HIV-AIDS pelanggan Lokasi Prostitusi Gunung Lawu. Di sisi lain Major (2011) menemukan bahwa hanya emosi bersalah yang berpengaruh pada tingkat responsibility individu. Emosi bersalah dihasilkan dari kerangka berita yang menyajikan kerugian. Emosi gembira ditemukan tidak berpengaruh pada pembentukan responsibility, emosi ini dihasilkan dari kerangka berita yang menyajikan keuntungan. Penelitian ini akan menelaah kedua jenis kerangka berita tersebut untuk membuktikan dua penemuan yang berbeda antara penelitian yang dilakukan oleh O’Connor dengan penelitian yang dilakukan oleh Major.
C. Pertanyaan Penelitian Adapun pertanyaan dari penelitian ini adalah: 1. Apakah kerangka berita yang menyajikan kerugian HIV-AIDS mampu memunculkan emosi bersalah pada pelanggan Lokasi Prostitusi Gunung Lawu Kuta Selatan? 2. Apakah kerangka berita yang menyajikan keuntungan dari pemakaian kondom mampu memunculkan emosi bahagia pada pelanggan Lokasi Prostitusi Gunung Lawu Kuta Selatan? 3. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan dalam tingkat responsibility antara pelanggan yang membaca berita kerugian HIV-AIDS dengan yang membaca berita keuntungan penggunaan kondom?
II.3. Kontribusi Hasil Penelitian
Luaran dari penelitian nantinya akan berupa media penyuluhan terkait dengan pencegahan HIV-AIDS bagi pelanggan. Apakah nantinya penyuluhan akan lebih efektif dengan menggunakan kerangka informasi yang bersifat kerugian atau keuntungan. Penyuluhan terhadap kelompok pelanggan sudah mulai mendapatkan perhatian semenjak kasus HIV-AIDS meningkat 6
di kalangan ibu rumah tangga dan anak-anak. Kelompok ibu rumah tangga yang tidak memiliki perilaku berisiko diduga mendapatkan virus tersebut dari suami yang memiliki perilaku berisiko. Perilaku berisiko itu antara lain adalah konsumsi narkoba dengan penggunaan jarum suntik, aktivitas seksual berisiko baik heteroseksual, homoseksual, maupun biseksual. Dalam penelitian ini, fokusnya adalah pada perilaku heteroseksual, dimana laki-laki menjadi pelanggan prostitusi. Pencegahan HIV-AIDS dalam lingkup prostitusi hakekatnya menjadi tanggung jawab semua pihak, tidak hanya pekerja seksual saja, namun juga menjadi tanggung jawab pelanggan. Sebelum melakukan penelitian ini, tim melakukan penelitian yang berbentuk survei untuk melihat gambaran perilaku seksual berisiko pada pelanggan, self efficacy penggunaan kondom, dan sikap terhadap kondom. Survei ini dilakukan untuk mendapatkan data baseline subjek penelitian. Dengan survei ini akan didapatkan juga gambaran awal terkait dengan faktor-faktor risiko yang dimiliki oleh subjek penelitian dan juga gambaran sosial demografik pelanggan Lokasi Prostitusi Gunung Lawu. Data awal diperlukan dalam penelitian eksperimen untuk melihat apakah responsibility memang dipengaruhi oleh treatmen yang diberikan atau karena faktor lainnya.
7
BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT
III.1. Tujuan Penelitian Berdasarkan paparan di atas, tujuan penelitian ini adalah: A. Melihat peran emosi bersalah sebagai variabel mediator pengaruh kerangka berita yang menyajikan kerugian HIV-AIDS terhadap responsibility pelanggan Lokasi Prostitusi Gunung Lawu Kuta Selatan. B. Melihat peran emosi bahagia sebagai variabel mediator pengaruh kerangka berita yang menyajikan keuntungan penggunaan kondom terhadap responsibility pelanggan Lokasi Prostitusi Gunung Lawu Kuta Selatan. C. Mengidentifikasi apakah terdapat perbedaan yang signifikan dalam tingkat responsibility antara pelanggan yang membaca berita kerugian HIV-AIDS dengan yang membaca berita keuntungan penggunaan kondom.
III.2. Manfaat Penelitian Kajian terkait HIV-AIDS sudah berlangsung sejak berpuluh-puluh tahun sejak kasusnya pertama kali ditemukan, yakni pada tahun 1959. Empat dekade lamanya, HIV-AIDS telah menjadi penyebab kematian sejumlah laki-laki, perempuan, anak-anak dari segala usia, latar belakang budaya, dan orientasi seksual (Rosentahl, 2013). Jika dibandingkan dengan jumlah kasus di tahun 2013 dimana terdapat 29.037 kasus HIV dan 6.266 kasus AIDS, jumlah kasus di tahun 2014 sudah mengalami penurunan. Secara umum, penurunan kasus HIV-AIDS di Indonesia menunjukkan keberhasilan dari usaha preventif dan kuratif semua pihak yang bergelut di bidang ini, baik dari pemerintah, lembaga yang ada di masyarakat, dan pihak swasta. Bisa dikatakan bahwa HIV-AIDS adalah global pandemic, dan sejarahnya yang panjang menunjukkan berbagai kemajuan yang terdokumentasi di hampir seluruh belahan dunia. Akses terhadap treatmen meningkat dan terbukti memberikan manfaat bagi kesehatan dan tingkat harapan hidup bagi orang dengan HIV-AIDS (ODHA). Penyuluhan mengenai HIV-AIDS dewasa ini tidak hanya terbatas pada instansi layanan kesehatan, namun juga melibatkan instansi pendidikan, lembaga pedesaan, dan perkantoran. Usaha preventif yang dilakukan di sejumlah negara di belahan dunia antara lain berbentuk penyuluhan terkait bahaya HIV-AIDS baik melalui pendidikan, kampanye, iklan, media masa, 8
public figure dan screening darah sebelum transfusi. Sebagian besar konten dari penyuluhan berupa anjuran untuk setia pada satu pasangan, menunda pengalaman seksual pertama kali, penggunaan kondom saat berhubungan seksual, abstinence, dan pernikahan monogami (Bancroft, 2009). Di Indonesia, usaha preventif yang dilakukan beragam mulai penyuluhan kepada remaja mengenai bahaya hubungan seksual berisiko hingga penutupan beberapa lokalisasi prostitusi di sejumlah wilayah. Penutupan lokalisasi tak jarang menuai pro dan kontra di masyarakat. Beberapa kelompok masyarakat menilai bahwa penutupan lokalisasi adalah bentuk penyelesaian masalah moralitas dan juga transmisi infeksi menular seksual. Di sisi lain, tidak sedikit kalangan yang menilai bahwa penutupan lokalisasi tidak menyelesaikan masalah, justru hanya memindahkan masalah ke tempat lain. Sejarah prostitusi mengungkapkan bagaimana komoditas ini tidak pernah lekang oleh jaman, salah satunya adalah karena permintaan pelanggan yang tidak pernah surut. Data kasus HIV-AIDS terbanyak disebabkan oleh hubungan heteroseksual dan pada kelompok gender laki-laki. Pelanggan prostitusi salah satunya adalah kelompok risiko HIVAIDS. Pelanggan tidak hanya membahayakan kesehatannya sendiri, namun juga penentu bagi kondisi sehat pekerja seksual, bahkan penentu kondisi sehat bagi pasangannya di rumah dan anak-anak yang lahir dari hubungan seksual mereka. Di Bali penyuluhan diupayakan untuk menjangkau kelompok pelanggan prostitusi, seperti penyuluhan mengenai bahaya HIV-AIDS dan penggunaan kondom. Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu membangun media penyuluhan yang efektif dalam bentuk penyajian kerangka berita terkait HIV-AIDS yang mampu meningkatkan responsibility pencegahan HIVAIDS pada pelanggan Prostitusi Gunung Lawu, apakah melalui sudut pandang perilaku berisiko, yakni HIV-AIDS, atau dari sudut pandang perilaku sehat yakni penggunaan kondom.
9
BAB IV. METODE PENELITIAN
III.1. Road Map Penelitian
Sejak kemunculannya pertama kali di Bali pada tahun 1986, HIV-AIDS menjadi kajian di berbagai riset dalam ilmu kesehatan dan sosial. Kajian yang dilakukan mencakup riset medis, riset layanan, proses pengobatan, dan kajian kelompok berisiko yang berupa penelitian komunitas. Kajian ini dilakukan oleh praktisi dan akademisi lintas bidang, mulai dari kedokteran, keperawatan, ilmu kesehatan masyarakat, ilmu sosial, dan juga psikologi. Di Bali sendiri kajian HIV-AIDS dari sudut pandang ilmu psikologi masih terbatas, padahal banyak aspek psikologis yang bisa dikaji terkait dengan isu ini, apakah yang menyangkut layanan, proses pengobatan, maupun kelompok risiko. Penelitian dari sudut pandang psikologi ini memfokuskan pada kajian kelompok berisiko. Gambar 1. Road Map Penelitian memperlihatkan perjalanan penelitian sejak tahun 2014 terkait dengan kelompok risiko dengan transmisi hubungan seksual.
Penelitian Pada Pekerja Seksual
Penelitian Pada Pelanggan Prostitusi
Penelitian Pada Lelaki Seks Lelaki
Penelitian Pada Ibu Rumah Tangga dan Anak
Gambar 1. Road Map Penelitian Pada Kelompok Berisiko Dengan Transmisi Hubungan Seksual
Penelitian di tahun 2014 diawali dengan penelitian yang dilakukan pada pekerja seksual, lalu di tahun 2015 dilanjutkan pada pelanggan prostitusi. Penelitian ketiga akan memfokuskan pada kelompok risiko lelaki seks lelaki baik dengan status homoseksual maupun biseksual. Pada tahapan keempat, penelitian akan memfokuskan pada kelompok ibu rumah tangga dan anak10
anak, walaupun tidak aktif secara seksual, namun transmisi dapat melalui suami yang berisiko. Tabel 1. Output Penelitian Berdasarkan Tahun memperlihatkan secara detail perihal pendekatan yang digunakan dan juga output yang ditargetkan. Tabel 1. Output Penelitian Berdasarkan Tahun Tahun Kelompok Risiko
Bentuk
Output
2014 Pekerja Seksual
2015 Pelanggan Prostitusi
Penelitian: Bagaimana Pekerja Seksual Menilai Kesehatan Reproduksi dan Dukungan Fasilitas Kesehatan Di Lingkungannya. Community-Based Participatory Research dengan Photovoice Pada Pekerja Seksual di Lokasi Prostitusi Gunung Lawu.
Survei: Variabel yang Berkaitan dengan Perilaku Seksual Berisiko Pada Pelanggan Lokasi Prostitusi Gunung Lawu. Penelitian: Peran Emosi Sebagai Variabel Mediator Pengaruh Model Kerangka Berita Terhadap Peningkatan Responsibility Pencegahan HIVAIDS Pada Pelanggan Lokasi Prostitusi Gunung Lawu Kuta Selatan. Profil Output Survei Profil pelanggan psikoseksual Lokasi Prostitusi LSL. Gunung Lawu yang mencakup self efficacy penggunaan kondom, sikap terhadap kondom, dan ekspresi seksual. Output Penelitian Bentuk kerangka berita dan penyuluhan yang efektif dalam meningkatkan responsibility pencegahan HIVAIDS pada pelanggan.
1. Gambaran penilaian pekerja seksual terhadap pentingnya kesehatan reproduksi dan kualitas layanan di lokasi tersebut. 2. Photo exhibition dan leaflet/brosur yang disebarkan kepada kelompok berisiko dan instansi yang terkait kebijakan layanan kesehatan. 3. Akhir tahun 2014, atas inisiatif mucikari dan wisma yang ada di sana, sebuah klinik kesehatan sedang disiapkan di dalam lokasi tersebut.
2016 Lelaki Seks Lelaki (LSL) Penelitian: Lelaki Seks Lelaki: Sebuah Kajian Mengenai Komitmen dan Seksual.
2017 Ibu Rumah Tangga dan Anak Penelitian: HIVAIDS: Kajian Community-Based Participatory Research Terkait Faktor Risiko Dalam Rumah Tangga.
Faktor-faktor risiko HIV-AIDS dalam keluarga.
11
Pada tahun 2015, penelitian dilakukan pada kelompok pelanggan. Kelompok pelanggan dipilih berdasarkan hasil dari penelitian di tahun 2014. Berikut metodologi yang digunakan dalam penelitian ini:
III.2. Metodologi A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama 1 tahun dengan melibatkan 200 pelanggan Lokasi Prostitusi Gunung Lawu. Jumlah ini dipilih karena belum diketahui pasti jumlah pelanggan di lokasi tersebut.
B. Subjek Penelitian Subjek adalah pelanggan, berjenis kelamin laki-laki, minimal menjadi pelanggan selama 2 kali kedatangan, bisa membaca dan menulis, mengerti Bahasa Indonesia, dan bersedia ikut serta di dalam penelitian. Kesediaan untuk ikut serta dalam penelitian menjadi poin utama sebab subjek akan menjalani dua tahap penelitian, yakni survei awal dan tahapan kuasi eksperimen. Tahapan survei sekaligus menjadi tahapan rekrutmen kuasi eksperimen Pada proses ini, tim peneliti akan dibantu oleh petugas lapangan dan relawan dari Yakeba yang sudah paham kondisi lapangan dan jalinan rapor yang baik dengan seluruh elemen di Lokasi Prostitusi Gunung Lawu.
C. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen. Kuasi eksperimen menyerupai penelitian true eksperimen, namun berbeda dalam beberapa poin penting. Pada beberapa kondisi, kuasi eksperimen tidak menyertakan manipulasi pada variabel tertentu untuk melihat efeknya pada variabel lainnya. Contohnya adalah ketika seorang peneliti ingin melihat perbedaaan reaksi emosional saat melihat gambar bencana antar kelompok korban tsunami dengan kelompok yang tidak pernah mengalami tsunami. Pengalaman tsunami adalah variabel yang ingin dilihat efeknya pada variabel tergantung, yakni reaksi emosional, namun tidak seperti halnya pada true eksperimen, variabel ini tidak dimanipulasi dan lebih bersifat terberi (Myers dan Hansen, 2012) Pada kondisi yang lain, subjek penelitian diberikan manipulasi atau perlakuan yang berbeda, namun peneliti tidak dapat melakukan kontrol terhadap pembagian kelompok subjek secara random. Poin penting dalam eksperimen adalah pemberian kontrol. Dalam kuasi 12
eksperimen, random assignment tidak dimungkinkan sehingga peneliti tidak dapat memastikan apakah perubahan pada variabel tergantung disebabkan oleh perlakuan atau manipulasi (Myers dan Hansen, 2012). Hal ini menyerupai kondisi pelanggan di Gunung Lawu dimana peneliti tidak dapat memastikan random assignment oleh karena situasi pengambilan data, cara pengambilan data yang bersifat natural, dan juga karakteristik pelanggan yang beragam. Kekurangan ini dapat diminimalkan dengan cara pengukuran baseline sebelum pemberian perlakuan (Myers dan Hansen, 2012). Dalam penelitian ini, pengukuran baseline dilakukan melalui survei terkait self efficacy penggunaan kondom, sikap terhadap kondom, dan perilaku seksual berisiko.
D. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain nonequivalent groups. Penelitian akan diawali dengan survei karakteristik pelanggan dengan menggunakan skala self efficacy penggunaan kondom, sikap terhadap kondom, dan juga perilaku seksual berisiko. Survei ini juga dilakukan untuk menjaring pelanggan yang bersedia untuk terlibat di dalam penelitian. Tahapan kedua adalah tahapan eksperimen dimana dua perlakuan yang berbeda diberikan kepada kelompok subjek yang berbeda. Dua perlakuan ini akan dilihat efeknya terhadap tingkat responsibility pencegahan HIV-AIDS.
SURVEI - Self efficacy penggunaan kondom - Sikap terhadap kondom - Perilaku seksual berisiko (Diberikan kepada semua subyek)
KELOMPOK SUBJEK 1
Kerangka berita kerugian HIV-AIDS
Pengukuran emosi yang dialami
Pengukuran tingkat responsibility pencegahan HIV-ADIS
KELOMPOK SUBJEK 2
Kerangka berita keuntungan penggunaan kondom
Pengukuran emosi yang dialami
Pengukuran tingkat responsibility pencegahan HIV-AIDS
Gambar 2. Desain Penelitian 13
E. Alat Pengumpulan Data Alat pengumpulan data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yakni alat pengumpulan data survei dan alat pengumpulan data pada saat tahapan eksperimen. 1. Survei a. Skala self efficacy penggunaan kondom yang diadaptasi dari skala kognitif sosial dari Semple, dkk (2010). Skala ini terdiri dari 5 aitem yang menggali persepsi individu terhadap kemampuannya dalam menggunakan kondom dan 3 aitem yang mengukur negosiasi penggunaan kondom dengan pasangan. b. Skala sikap terhadap kondom yang diadaptasi dari Semple, dkk (2010) terdiri dari 7 aitem. c. Skala perilaku seksual berisiko yang dibangun sendiri oleh peneliti dengan menggunakan teori aktivitas seksual vaginal, anal, dan oral. 2. Eksperimen a. Sebuah artikel dengan kerangka berita yang menyajikan kerugian HIV-AIDS dan artikel lainnya dengan kerangka berita yang menyajikan keuntungan penggunaan kondom. Artikel ini dibentuk melalui proses wawancara dengan ODHA, peneliti lainnya di bidang HIV-AIDS, elisitasi pandangan masyarakat umum, dan juga studi literatur. b. Skala emosi dasar yang dimodifikasi dari skala emosi dasar yang dikembangkan oleh Plutchik (dalam Major, 2011). Dalam penelitian ini yang digunakan hanya emosi bersalah dan bahagia. c. Skala personal health responsibility yang dikembangkan sendiri oleh peneliti dengan menggunakan dimensi personal health responsibility dari Estelle dan Horton (2014) Proses pengumpulan data akan dilakukan di Lokasi Prostitusi Gunung Lawu dan juga pada beberapa lokasi proyek di sekitar lokasi prostitusi tersebut, dimana sebagian besar pekerjanya adalah pelanggan prostitusi. Proses pengumpulan data merupakan proses yang penuh dengan tantangan mengingat isu yang diteliti cukup sensitif bagi sebagian individu. Guna mengurangi bias, sebelum proses pengumpulan data, akan dilakukan uji coba kepada subjek penelitian untuk setiap skala dan eksperimen, baik terkait konten, bahasa, waktu pengerjaan (apakah sebelum transaksi seksual, setelah, atau di lingkungan luar lokasi prostitusi atas seijin subjek), cara mengadministrasikan, dan durasi mengerjakan. 14
F. Metode Analisis Data Berdasarkan desain penelitian, penelitian ini akan mengukur satu variabel tergantung, yakni tingkat responsibility pencegahan HIV-AIDS. Tingkat responsibility ini juga akan dilihat perbedaannya antara kelompok subjek yang diberikan kerangka berita kerugian HIV-AIDS dengan kelompok subjek yang diberikan kerangka berita keuntungan penggunaan kondom. Uji tersebut dilakukan dengan teknik komputasi uji beda mean antar dua kelompok subjek. Analisis data deskriptif juga dilakukan untuk mengolah data demografi, skala self efficacy, sikap terhadap kondom, dan perilaku seksual berisiko.
15
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Melalui perhitungan Mann-Whitney Test didapatkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal tingkat responsibility pencegahan HIV-AIDS antara kelompok yang diberikan berita yang memunculkan emosi gembira dengan emosi bersalah.
Tabel 2. Data Deskriptif Kelompok Subyek Penelitian Kelompok Subyek
N
Mean
Standard Deviasi
Standard Error Mean
Emosi Gembira
11
10.8182
2.63887
0.7956
Emosi Bersalah
11
9.4545
1.36847
0.4126
Jika dicermati melalui Tabel 2. Deskriptif Kelompok Subyek Penelitian, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata tingkat responsibility pencegahan HIV-AIDS pada kelompok subyek emosi gembira lebih tinggi daripada tingkat responsibility pencegahan HIV-AIDS pada kelompok subyek dengan emosi bersalah. Untuk melihat apakah perbedaan nilai rata-rata ini signifikan, maka perlu dilakukan uji Mann-Whitney Test.
Tabel 3. Mann Whitney – Test
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp.Sig.(2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
Emosi 33.000 99.000 -1.823 .068 .076a
Nilai signifikansi dalam penelitian ini adalah 0.68, dimana lebih besar dari 0.05 sehingga Ha ditolak. Keputusan yang diambil adalah tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal tingkat responsibility pencegahan HIV-AIDS pada kelompok subyek dengan kerangka berita emosi gembira dengan emosi bersalah.
16
BAB VI. KESIMPULAN
Berdasarkan pada bagian hasil, dapat disimpulkan bahwa bentuk penyuluhan terkait pencegahan HIV-AIDS dapat menggunakan pendekatan yang memunculkan emosi positif maupun negatif pada kelompok sasaran. Hasil ini belum dapat digeneralisasi karena jumlah subyek yang kecil. Penelitian masih terus berlanjut untuk mendapatkan jumlah subyek yang memadai untuk melakukan generalisasi hasil.
17
DAFTAR PUSTAKA Brancroft, J. (2009). Human Sexuality and Its Problems. 3rd ed. UK: Churchill Livingstone Elsevier. deWit, J., Adam, P. (2012). HIV/AIDS: The Role of Behavior and The Social Environment in A Global Pandemic, in Ramachandran, Encyclopedia of Human Behavior. 2nd ed. Sandiego: Academic Press. Ditjen PP dan PL Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia. Dilaporkan s/d September 2014. Jakarta. Estelle, S., Horton, B. (2014). What is Personal Health Responsibility. The ABNF Journal. 23. 5 – 9. Lestari, M.D., Sulistiowati, N. M. D. (2014). Bagaimana Pekerja Seksual Menilai Kesehatan Reproduksi dan Dukungan Fasilitas Kesehatan di Lingkungannya: Community-based Participatory Research dengan Photovoice Pada Pekerja Seksual di Bali. Tidak Dipublikasikan. Hallahan, K. (1999). Seven Models of Framing: Implication for Public Relation. Journal of Public Relations. 11(3). 205 – 242. Major, L.H. (2011). The Mediating Role of Emotions in The Relationship Between Frames and Attribution of Responsibility for Health Problems. Journalism and Mass Communication Quarterly. 88(3), 502 – 522. Myers, A., Hansen, C. (2012). Experimental Psychology. 7th ed. Canada: Wadsworth Cengage Learning. O’Connor, D.B., Ferguson, E., O’Connor, R.C. (2005). Intentiton to Use Hormonal Male Contraception: The Role of Message Framing, Attitudes, and Stress Appraisals. British Journal of Psychology. 96. 351. Rosenthal, M.S. (2013). From Cells to Society: Human Sexuality. Canada: Wadsworth Cengage Learning. Semple, S.J., Strathdee, S.A., Cruz, M.G., Roberton, A., Goldenberg, S., & Patterson, T.L. (2010). Psychosexual and Social- Cognitive Correlates of Sexual Risk Behavior Among Male Clients of Female Sex Workers in Tijuana, Mexico. Journal of AIDS Care. 22(12), 1473 – 1480. Wiggers, L.C.W., deWit, J.B.F., Gras, M.J., Countinho, R.A., Van den Hoek, A. (2003). Risk Behavior and Social- Cognitive Determinants of Condom Use Among Ethnic Minority Communities in Amsterdam. AIDS Education and Prevention. 15. 430 – 447. 18
Yoder, S.D. (2002). Individual Responsibility for Health: Decision, Not Discovery. The Hustings Center Report. 32. 2.
19