Mam
MAKALAH ISLAM Membangun Citra Positif Pemerintah Berbasis Pelayanan Publik
19, februari 2014
Makalah Islam
Membangun Citra Positif Pemerintah Berbasis Pelayanan Publik
Muanah (Satf pada Kementerian Agama Kabupaten Cirebon)
Hingga saat ini, kesadaran kolektif masyarakat cenderung apriori dan apatis terhadap kinerja lembaga pemerintah.Kesan masyarakat terhadap kinerja pemerintah itulamban, birokratis, tidak efisien, dan rumit. Belum lagi kasus-kasusyang membelit tali-temali birokrasi, mulai dari korupsi, kolusi, nepotisme, atau penyelewengan kekuasaan lainnya. Tentu, kondisi tersebut sangat berpengaruh terhadap tingkat kepercayaan masyarakat terhadap performa instansi pemerintahan secara umum dengan munculnya berbagai stereotype. Secara sosiologis, stereotype merupakan representasi sederhana,tetapi ampuh mereduksi sesuatu ke dalam suatu kategori karakteristik yang negatif (Barker, 2006). Ada banyak faktor yang memunculkan stereotype. Dalam konteks pemerintahan, stereotype itu seringkali muncul disebabkan oleh minimnya informasi yang diterima oleh masyarakat. Padahal, masyarakat sering melewatkan informasi tentang performa apik instansi pemerintah dan kontributif terhadap pembangunan masyarakat. Akibatnya, di mata masyarakat, kinerja pemerintah beserta aparaturnya masih dianggap kurang bermutu, atau bahkan tidak bermutu karena menghambur-hamburkan uang negara, tidak tepat sasaran, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, di saat kemajuan teknologi informasi yang semakin agresif ini, instansi pemerintah,
khususnya Kementerian Agama, dituntut lebih intensif agar menggunakan teknologi sebagai media image building. Sebagaimana diketahui, masyarakat kita telah siap dengan berbagai perkembangan teknologi informasi, dimana jumlah pengguna teknologi informasi mengalami peningkatan tajam melalui berbagai gadget, seperti telepon seluler cerdas, TV, tablet, komputer PC, radio, dan lainnya. Akibat kondisi tersebut, suka tidak suka, masyarakat secara tidak sadar menjadi ‘pengamat’ publik yang cerdas dan kritis. Sudah barang tentu,aparatur pemerintah harus bisa mengimbangi kebutuhan informasi publik tersebut. Hal ini penting, bukan saja karena masyarakat memiliki hak untuk mendapatkan informasi publik berdasarkan Undang-undang Nomor14 Tahun 2008 tentang KIP, tapi lebih sebagai wujud dari implementasi reformasi birokrasi untuk mewujudkan good governance (tata kelola kepemerintahan yang baik). Salah ciri penting pelaksanaan good governance adalah penyelenggaraan pemerintahan yang terbuka dengan tersedianya informasi publikyang bisa diakses dengan mudah, cepat,dan lengkap. Instansi pemerintah yang terbuka terhadap kritik dan well informed terhadap program dan kinerjanya akan mendapat tempat di mata publik. Paradigma baru pengelolaan birokrasi pasca reformasi bukan lagi bertumpu pada kekuasaan,tetapi lebih kepada pelayanan
publik. Oleh karena itu, setiap instansi pemerintahan di level paling depan dalam pelayanan publik harus membuka diri.Dalam konteks Kementerian Agama, instansi yang berhadapan langsung dengan masyarakat adalah KUA sebagai ujung tombak pelayanan publik bidang pernikahan, perwakafan, pembimbingan haji, dan pembinaan keagamaan Islam lainya. Jika dicermati, salah satu lembaga publik yang sering mendapat sorotan masyarakat di lingkungan Kementerian Agama adalah KUA. Luasnya lingkup kerja dan kompleksitas permasalahan yang dihadapi KUA memang menjadi problem laten pemerintah, seperti minimnya ketersediaan SDM yang mumpuni, sarana prasarana yang kurang memadai, tingkat kesejahteraan yang belum ideal, akses lokasi dengan jarak tugas yang tidak semuanya ideal, dan lain-lain. Namun demikian, keterbatasan kondisi itu, saat ini telah dimulai membuka kepada ruang perbaikan untuk peningkatan pelayanan publik melalui penggunaaan teknologi informasi, seperti layanan administrasi nikah berbasis IT yang dikenal dengan SIMKAH, dalam pengadministrasian perwakafan dengan SIWAK (sistem informasi wakaf), SIMAS (sistem informasi masjid), dan lainnya. Dengan upaya yang terus menerus dibangun, dalam hal ini KUA, maka stereotype yang sudah lama disematkan di pundak KUA lambat atau cepat akan berkurang atau bahkan hilang. Ini tentu menjadi tantangan
bagi seluruh aparatur Kementerian Agama, khususnya KUA, untuk bisa menjawab kesangsian publik pada institusi ini. Satu hal paling fundamental adalah bagaimana agar publik tahu dan tertarik untuk melihat berbagai kebijakan strategis Kementerian Agama yang mulai menggunakan teknologi informasi untuk meningkatkan pelayanan publik semakin baik, khususnya pelayanan administrasi nikah. Oleh karena itu, seluruh elemen Kementerian Agama, dan juga KUA sendiri harus mengoptimalkan peran humas serta pengelola informasi dan dokumentasi di setiap satuan kerjaagar publik menjadi melek terhadap perubahan yang sedang berlangsung.Ini penting untuk merubahpandangan masyarakat terhadap Kementerian ini. Dengan memanfaatkan dan mengoptimalkan semua lini informasi yang dimiliki di semua level, Kementerian Agama pasti bisa dengan mudah membagi informasi untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat. Semakin massif upaya image building dilakukan, maka akan membawa dampak langsung dan tidak langsung bagi terwujudnya Kementerian Agama yang bersih, profesional, dan berwibawa. Wallahu a’lam.
Sumber : bimasislam.kemenag.gi.id-informasi-opini