Mam
MAKALAH ISLAM Wali Songo, Antara Legenda dan Fakta Sejarah
13, februari 2014
Makalah Islam
Wali Songo, antara Legenda dan Fakta Sejarah
Jaja Zarkasyi, MA (Rumah Moderasi Islam (RUMI)
Mungkin generasi muda saat ini hanya mengenal Wali Songo sebatas tempat ziarah yang identik dengan dunia mistik. Wali Songo hanya tergambar sebagai mitos yang jauh dari fakta sejarah. Pendek kata, ketika mendengar nama wali songo, yang teringat hanyalah tempat berdoa, memiliki kesaktian, karomah hingga halhal mistis lainnya. Padahal, wali songo telah mewariskan beragam karya dan perjuangan yang terekam jelas melalui jejak-jejak yang saat ini masih dapat kita jumpai. Maka, tanpa disadari, sosok wali songo terpinggirkan dari ranah sejarah, dan tragisnya berubah menjadi legenda hidup seperti halnya cerita rakyat seperti Ratu Laut Kidul, Roro Jonggrang dan lainnya. Lebih parah lagi, sangat sedikit karya akademik yang mengungkap fakta sejarah para wali sembilan yang jelas-jelas perannya dalam pembentukan karakter muslim Nusantara yang moderat. Pokok-pokok pemikiran para wali yang mengajarkan berbagai keagungan sifat dan karakter, tentang keberagamaan dalam keragaman, tenggelam oleh kajian-kajian mistis yang tak bersinggungan langsung dengan perjalanan dakwah di Nusantara. Inilah yang setidaknya mendorong Agus Sunyoto menerbitkan karya monumentalnya, Atlas Wali Songo, sebuah karya yang kembali menghidupkan para wali sebagai fakta sejarah, bukan lagi legenda hidup atau cerita rakyat. Melalui karyanya ini, Mas Agus hendak
menegaskan bahwa wali songo telah melahirkan berbagai warisan khazanah kebudayaan Islam Nusantara diantaranya kajian Islam seperti tasawuf, filsafat, ilmu falak; karya seni seperti seni musik dan seni rupa, seni pertunjukan,seni suara, desain, arsitektur dan khazanah keilmuan lainnya. Atlas Wali Songo memotret jejak para wali dalam berdakwah melalui sajian kesejarahan. Di sini disajikan fakta dan data serta potret yang menegaskan jejak langkah wali songo dalam membangun masyarakat Nusantara melalui nilai-nilai moderasi Islam dengan tetap menghargai nilai-nilai lokal sebagai bagian kesejarahan Nusantara. Karya ini seharusnya mendorong kita untuk mengkaji lebih luas model dakwah para wali sembilan dalam membangun dasar-dasar moderasi Islam sebagai model yang tepat bagi Indonesia yang memiliki keragaman bahasa, budaya hingga agama. Moderasi Islam dapat kita lihat dari berbagai warisan tradisi yang begitu indah menampakkan harmoni. Islam tidak digambarkan sebagai Arab, melainkan tetap berwarna Nusantara dengan tanpa menegasikan nilai-nilai Islam secara prinsip sebagaimana diajarkan Nabi Muhammad SAW. Menarik untuk kita telaah, bagaimana nilai-nilai moderasi Islam yang tergambar dalam sikap dan pemikiran para wali sembilan, tepinggirkan oleh mitos dan karomah yang sangat ditonjolkan dalam diskursus
wali songo. Sebagai negara dengan populasi muslim terbesar dan didukung oleh Sumber Daya Alam yang luas, imperialisme dan kolonialisme memandang bahwa generasi muda harus diputus memorinya dari heroisme para ulama dalam membangun dan memperjuangkan keberagamaan. Terputusnya arus informasi sejarah dengan sendirinya akan mempermudah langkah-langkah perluasan kolonialisme. Maka, tokoh-tokoh besar, termasuk para ulama dan wali songo, dipinggirkan dari fakta sejarah, menjadi sebatas cerita rakyat yang hanya menyuguhkan mitos dan karomah. Adapun spirit, karya dan pemikiran besarnya dikubur dalam bingkai mitologi yang sangat sitematis. Pada saat yang bersamaan, berbagai arus pemikiran transnasional yang jauh dari akar dan budaya Nusantara, begitu deras disajikan dalam meja-meja diskusi, karya-karya buku hingga pengajian-pengajian. Di sinilah pola dan karakter pemikiran yang tumbuh dalam berbagai diskursus keislaman yang menegasikan nilainilai moderasi Islam, lebih menonjolkan radikalisme Islam hingga romantisme mistis. Pada akhirnya, di saat modernitas menghadirkan beragam warna budaya dan tantangan, umat Islam hanya berkutat pada perdebatan teologis dan menumbuhkembangkan fanatisme golongan. Spirit wali songo sebagai bagian tak terpisahkan perjalanan moderasi Islam di Nusantara, termasuk Asia Tenggara, lebih dari layak untuk kita kaji dan
kembangkan sebagai model dakwah di tengah arus modernitas yang tak pernah berhenti melahirkan berbagai peran di satu sisi, dan fakta Indonesia sebagai negara multi keyakinan di sisi yang lain. Tentu ini bukan berarti kita kembali menampilkan model dan cara berpakaian atau relasi sosial pada masa itu, melainkan menghidupkan kembali nilai-nilai moderasi dalam warna dan konsep kekinian. Bagi saya pribadi, spirit para wali sembilan melalui berbagai peninggalan pemikiran, karya, moralitas dan lainnya, jauh lebih besar perannya dalam islamisasi di Nusantara ketimbang kisah-kisah mistis dan karomah yang masih diyakini hingga saat ini. Dalam kata lain, nama-nama besar wali songo tidak karena ilmu kebal atau karomahnya, melainkan spirit dakwah dan pengabdian yang begitu besar dalam membangun moderasi Islam dan memberikan pengarus luas bagi kelangsungan sistem kebangsaan di tengah keragaman multi aspek. Wallahu a’lam bishawab.
Sumber : bimasislam.kemenag.gi.id-informasi-opini