MALATION MALATHION
1. IDENTIFIKASI BAHAN KIMIA 1.1. Golongan Organofosfat (2,3) 1.2. Sinonim/Nama Dagang (1,2) Diethyl
(dimethoxythiophosphorylthio)succinate;
S-1,
2-bis
(Ethoxycarbonyl)ethyl O,O-dimethylphosphorodithioate; Butanedioic acid, {(dimethoxyphosphinothioyl)thio}-,
diethyl
[(dimethoxyphosphinothioyl)thio]butanedioate;
ester; Carbophos;
Diethyl
2-
Maldison;
Mercaptothion; Celthion; Cythion; Dielathion; El 4049; Emmaton; Exathios; Fyfanon; Hilthion; Karbofos; Maltox. 1.3. Nomor Identifikasi 1.3.1. Nomor CAS
: 121-75-5 (1,2,3,5,6)
1.3.2. Nomor EC
: 015-041-00-X (1)
1.3.3. Nomor RTECS
: WM8400000 (1,5)
1.3.4. Nomor UN
: 3082 (1,6)
2. PENGGUNAAN Malation merupakan insektisida dengan spektrum luas yang digunakan untuk mengontrol serangga, baik di lingkungan pertanian maupun pemukiman
(7)
, misal
untuk mengendalikan lalat buah dan nyamuk di area terbuka serta kutu pada hewan peliharaan
(9)
dan sebagai bahan pembuat shampo untuk membasmi kutu
rambut (7,9).
3. BAHAYA TERHADAP KESEHATAN 3.1. Organ Sasaran
1
Sistem saraf pusat (2,6), sistem imun, kelenjar adrenalin, hati, darah (2), mata, kulit, sistem pernapasan (10). 3.2. Rute Paparan 3.2.1. Paparan Jangka Pendek 3.2.1.1. Terhirup Malation merupakan inhibitor kolinesterase. Penyimpanan pada suhu tinggi dapat menginduksi pembentukan senyawa yang jauh lebih toksik, yaitu isomalation. Jika terhirup, keduanya dapat menyebabkan keracunan organofosfat dengan gejala sakit kepala, mual, muntah, penglihatan buram, sesak pada dada, salivasi, mulut berbusa, konvulsi, (6,10)
koma, dan kematian
. Dapat pula menimbulkan batuk,
bronkospasme, mengi, bronkorea, edema paru, depresi saluran
napas,
hipoventilasi,
asidosis
pernapasan,
pneumonitis kimia, pneumonia (komplikasi aspirasi dan sekresi berlebih) (3). Efek
kolinergik
lokal
pada
saluran
napas
meliputi
bronkokonstriksi dan peningkatan sekresi pulmonal. Efek (3)
lokal kemungkinan diikuti dengan efek kolinergik sistemik
.
3.2.1.2. Kontak dengan Kulit Malation dapat diabsorbsi dengan cepat melalui semua permukaan kulit. Kontak kulit secara langsung dapat menimbulkan iritasi
(6)
. Keluar keringat pada area kulit yang
terpapar dan fasikulasi otot setempat. Jika bahan yang terabsorbsi melalui kulit cukup banyak, maka dapat timbul efek sistemik
(3)
.
3.2.1.3. Kontak dengan Mata Malation dapat diabsorbsi dengan cepat melalui permukaan mata. Kontak langsung dengan mata dapat menimbulkan iritasi
(6)
. Miosis awal dan penglihatan dapat menjadi buram.
Jika bahan yang terkena mata dalam konsentrasi pekat, maka dapat pula menimbulkan efek kolinergik sistemik
(3)
.
3.2.1.4. Tertelan Salivasi, mual, muntah, diare, nyeri perut
(1,3)
, kram perut (1). 2
3.2.2. Paparan Jangka panjang 3.2.2.1. Terhirup Paparan jangka panjang atau berulang dapat menyebabkan perubahan tingkah laku serta menimbulkan gangguan pada hati (10). 3.2.2.2. Kontak dengan Kulit Paparan berulang atau jangka panjang dapat menyebabkan sensitisasi kulit (1), kulit kering dan pecah-pecah (10). 3.2.2.3. Kontak dengan Mata Tidak tersedia informasi. 3.2.2.4. Tertelan Tidak tersedia informasi.
4. TOKSIKOLOGI 4.1. Toksisitas 4.1.1. Data pada Hewan LD50 oral-tikus 2100 mg/kg
(3)
; LD50 oral-tikus 1000-1350 mg/kg; LD50
oral-burung liar 400 mg/kg; LD50 kulit-kelinci 8790 mg/kg
(5)
; LD50 oral-
tikus (jantan) 1375-5500 mg/kg; LD50 oral-mencit 775-3320 mg/kg; LD50 kulit-tikus >2000 mg/kg; LD50 kulit-kelinci 4100-8800 mg/kg; LC50 (4 jam) inhalasi-tikus >5,2 mg/L udara
(6)
.
4.1.2. Data pada Manusia LDLo oral-perempuan 246 mg/kg; LDLo oral-lelaki 471 mg/kg (5). 4.2. Data Karsinogenik IARC : Malation digolongkan ke dalam Grup 3, yaitu tidak diklasifikasikan sebagai karsinogen terhadap manusia
(5,6)
.
4.3. Data Tumorigenik Tikus betina yang diberi pakan dengan dosis malation sekitar 500 mg/kg/hari selama 2 tahun tidak menunjukkan timbulnya tumor
(2)
.
4.4. Data Teratogenik -
Tikus yang diberi pakan malation dosis tinggi, 240 mg/kg/hari tidak menunjukkan efek teratogenik
-
Malation
dan
(2)
metabolitnya
. dapat
menembus
plasenta
dan
mempengaruhi aktivitas kolinesterase plasma pada fetus kelinci yang 3
induknya diberi malation secara oral dengan dosis 180 mg/kg selama 3 hari berturut-turut (7). -
Pada pengujian terhadap kelinci hamil, diperoleh hasil bahwa terjadi penurunan berat badan induk dan peningkatan insiden resorpsi fetus pada dosis malation ≥ 50 mg/kg/hari (7).
4.5. Data Mutagenik Malation terdeteksi menimbulkan mutagenisitas pada tiga macam kultur sel manusia, termasuk sel darah putih dan sel limfa. Namun belum diketahui implikasinya terhadap manusia (2).
5. PERTOLONGAN PERTAMA PADA KORBAN KERACUNAN 5.1. Terhirup Pindahkan korban ke tempat berudara segar. Jika tidak bernapas, segera berikan pernapasan bantuan kesehatan terdekat
(5)
. Segera bawa ke rumah sakit atau fasilitas
(1,5)
.
5.2. Kontak dengan Kulit Segera tanggalkan pakaian, perhiasan, dan sepatu yang terkontaminasi. Cuci kulit, kuku, dan rambut menggunakan sabun dan air yang banyak sampai dipastikan tidak ada bahan kimia yang tertinggal, sekurangnya selama 15-20 menit. Bila perlu segera bawa ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan terdekat (1). 5.3. Kontak dengan Mata Segera cuci mata dengan air yang banyak, sekurangnya selama 15-20 menit dengan sesekali membuka kelopak mata bagian atas dan bawah sampai dipastikan tidak ada lagi bahan kimia yang tertinggal. Segera bawa ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan terdekat
(1)
.
5.4. Tertelan Jangan lakukan induksi muntah
(9)
. Cuci mulut menggunakan air
(1,5)
. Jika
korban dalam keadaan sadar, berikan arang aktif yang telah dicampurkan dengan air untuk diminum. Jangan berikan apapun melalui mulut pada korban yang tidak sadarkan diri (5). Segera bawa ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan terdekat (1).
4
Catatan untuk dokter: Malation merupakan senyawa inhibitor kolinesterase yang dapat mempengaruhi sistem saraf pusat dan saraf tepi serta menyebabkan depresi pernapasan dan jantung (6). Gejala inhibisi/ penghambatan kolinesterase meliputi salivasi, hipermotilitas gastrointestinal, kram perut, mual, diare, berkeringat, miosis, mata berair, penglihatan buram, sakit kepala, pusing, ataksia, bradikardia, dispnea, sianosis, kedutan dan tremor. Pada kasus yang berat dapat terjadi tetanus, gangguan mental,
inkontinensi
(tidak
mampu
mengendalikan
fungsi
kelemahan, kolaps, paralisis, kejang konvulsif, bahkan kematian
ekskretorik),
(8)
.
6. PENATALAKSANAAN PADA KORBAN KERACUNAN 6.1. Resusitasi dan Stabilisasi a. Penatalaksanaan jalan napas, yaitu membebaskan jalan napas untuk menjamin pertukaran udara. b. Penatalaksanaan fungsi pernapasan untuk memperbaiki fungsi ventilasi dengan cara memberikan pernapasan buatan untuk menjamin cukupnya kebutuhan oksigen dan pengeluaran karbon dioksida. Perlu diperhatikan bahwa dapat terjadi kelemahan otot pernapasan secara tiba-tiba, yang biasanya didahului dengan melemahnya otot fleksi pada leher. c. Penatalaksanaan sirkulasi, bertujuan mengembalikan fungsi sirkulasi darah. d. Observasi pasien yang asimptomatik sekurang-kurangnya selama 8-12 jam untuk memantau kemungkinan timbulnya gejala yang tertunda, terutama pada pasien yang terpapar bahan yang sangat larut lemak melalui kontak kulit atau tertelan (4). 6.2. Dekontaminasi 6.2.1.
Dekontaminasi Pulmonal (3) Pindahkan korban dari tempat paparan ke tempat yang berudara segar. Jika timbul gejala pernapasan, seperti napas pendek-pendek, maka berikan oksigen dan pernapasan buatan jika diperlukan.
6.2.2.
Dekontaminasi Mata (3) Lepaskan lensa kontak (jika ada). Segera irigasi dengan air atau larutan
garam
normal
sekurangnya
15
menit.
Jika
mata 5
terkontaminasi partikel padat, buka kelopak mata dan keluarkan partikel padat tersebut segera lalu lanjutkan irigasi. Jika setelah dilakukan irigasi masih tampak terlihat adanya nyeri okuler (yang tidak ringan), eritema (yang tidak ringan), penurunan ketajaman penglihatan, atau ocular discharge/crusting,
maka
disarankan agar pasien dirujuk ke dokter mata untuk pemeriksaan lebih lanjut. 6.2.3.
Dekontaminasi Kulit (termasuk rambut dan kuku)
(3)
-
Bawa segera pasien ke pancuran terdekat.
-
Cuci segera bagian kulit yang terkena dengan air mengalir yang dingin atau hangat serta sabun minimal 10 menit.
-
Jika tidak ada air, sekalah kulit dan rambut pasien dengan kain atau kertas secara lembut. Jangan digosok.
-
Lepaskan pakaian, arloji, dan sepatu yang terkontaminasi atau muntahannya dan buanglah dalam wadah/plastik tertutup.
-
Penolong perlu dilindungi dari percikan, misalnya dengan menggunakan sarung tangan, masker hidung, dan apron. Hatihati untuk tidak menghirupnya.
6.2.4.
Keringkan dengan handuk yang kering dan lembut..
Dekontaminasi Gastrointestinal a.
Arang aktif dosis tunggal (3) Hingga
saat
ini,
pemberian
arang
aktif
masih
belum
menunjukkan manfaat yang nyata pada kebanyakan kasus keracunan organofosfat (kasus yang menimbulkan kematian dan sindrom intermediate). Hal ini juga tidak terkecuali pada kelompok pasien yang menunjukkan gejala 2 jam setelah menelan bahan, tetapi kemungkinan manfaatnya rendah. Arang aktif dosis tunggal dapat dipertimbangkan untuk diberikan jika kondisinya memungkinkan dan risikonya rendah, khususnya jika jalan napas terlindungi dan tidak terjadi kelumpuhan ileus. Pemberian arang aktif dosis tunggal: Dewasa 1-2 gram/kg oral Anak 50-100 gram oral b.
Kumbah lambung (4) 6
Kumbah lanmbung dapat dilakukan segera setelah korban menelan bahan dalam jumlah besar. Namun karena ada kemungkinan timbulnya kejang atau perubahan status mental, maka kumbah lambung dilakukan hanya setelah intubasi. 6.3. Antidotum Pengobatan spesifik yang dapat diberikan adalah agen antimuskarinik, yaitu atropin dan reaktivator enzim, yaitu pralidoksim (4). a. Berikan atropin dengan dosis awal 0,5-2 mg IV, kemudian dosis digandakan setiap 5 menit hingga timbul tanda atropinisasi (penurunan sekresi dan mengi; peningkatan denyut jantung). Indikasi klinis yang paling penting untuk melanjutkan pemberian atropin adalah adanya mengi yang persisten atau bronkorea. Takikardia bukan merupakan kontraindikasi pemberian atropin lebih lanjut. Catatan: Atropin dapat membalikkan efek muskarinik, tetapi tidak dengan efek nikotinik
(4)
.
b. Pralidoksim harus diberikan segera untuk mengobati gejala kelemahan otot dan fasikulasi. Dosis awal adalah 1-2 gram bolus (20-40 mg/kg untuk anak) IV selama 5-10 menit, dilanjutkan dengan infus kontinyu. Pemberian pralidoksim akan efektif jika dilakukan lebih awal, sebelum terjadinya fosforilasi enzim yang irrevesible, tetapi akan tetap efektif bila diberikan kemudian, terutama setelah terpapar senyawa yang sangat larut lemak. Masih belum jelas hingga berapa lama terapi oksim harus diberikan, tetapi sangat rasional jika pemberian dilanjutkan hingga 24 jam setelah pasien asimptomatik
(4)
.
7. SIFAT FISIKA KIMIA 7.1. Nama Bahan Malation 7.2. Deskripsi (1,2,3,5,6,9) Pada suhu kamar, malation berupa cairan berwarna kuning hingga coklat dengan bau khas seperti bawang putih; Pada suhu di bawah 37oF, malation berbentuk padat; Rumus molekul C10H19O6PS2; Berat molekul 330,36; Titik didih 156-157 oC; Titik lebur 2,85oC; Berat jenis 1,23; Tekanan uap 5,3 mPa (30oC); Sedikit larut dalam air, dengan kelarutan dalam air 145 mg/L (25oC); 7
Larut dalam alkohol dan pelarut aromatik; Memiliki kelarutan yang terbatas dalam minyak petroleum. 7.3. Tingkat Bahaya, Frasa Risiko dan Frasa Keamanan 7.3.1. Peringkat NFPA (Skala 0-4) (8) Kesehatan 2 = Tingkat keparahan sedang Kebakaran 2 = Mudah terbakar Reaktivitas 0 = Tidak reaktif 7.3.2. Klasifikasi EC (Frasa Risiko dan Frasa Keamanan) (5,6) Xn
= Berbahaya
R 22
= Berbahaya jika tertelan
R 43
= Dapat menyebabkan alergi jika kontak dengan kulit
R 50/53
= Sangat beracun bagi organisme perairan, dapat menyebabkan
efek
yang
merugikan
jangka
panjang di lingkungan perairan. S 24
= Hindari kontak dengan kulit
S 37
= Kenakan sarung tangan yang cocok
S 46
= Jika
tertelan,
segera
hubungi
dokter
dan
perlihatkan wadah ini atau label S 60
= Bahan ini dan wadahnya harus dibuang sebagai limbah berbahaya.
S 61
= Hindari pembuangan ke lingkungan. Rujuk pada lembar data keamanan/ instruksi khusus.
7.3.3. Klasifikasi GHS (5) Tanda
= Peringatan
H302
= Berbahaya bila tertelan
H317
= Dapat menyebabkan reaksi alergi kulit
H410
= Sangat beracun bagi kehidupan perairan dengan efek jangka panjang
P273
= Hindarkan pelepasan ke lingkungan
P280
= Kenakan sarung tangan pelindung
P501
= Buanglah isi/kontainer ke tempat pembuangan yang sesuai 8
8. STABILISASI DAN REAKTIVITAS 8.1.
Reaktivitas (10)
Stabil dalam kondisi normal netral 8.2.
. Relatif stabil dalam media berair yang
(6)
.
Kondisi yang Harus Dihindari Panas yang ekstrim dan percikan, kontak dengan besi, alkali kuat, serta penyimpanan pada suhu di atas 120oF (6).
8.3.
Bahan Tak Tercampurkan Bahan pengoksidasi kuat
(5,8)
, alkali kuat, amina
(8,10)
. Bahan aktif ini dapat
mengkorosi besi, baja, lembaran timah, timbal, dan tembaga (8). 8.4.
Dekomposisi Dapat terdekomposisi jika dipanaskan atau dibakar, menghasilkan uap toksik oksida fosfor (fosfor pentoksida) dan oksida sulfur (sulfur dioksida) (1,8)
, dimetil sulfida, oksida karbon
toksik 8.5.
(8)
, serta isomalation yang bersifat lebih
(1)
. Dapat terdekomposisi oleh asam dan alkali (6).
Polimerisasi Tidak terjadi polimerisasi pada suhu dan tekanan normal
(6)
.
9. BATAS PAPARAN DAN ALAT PELINDUNG DIRI 9.1.
Ventilasi Gunakan ventilasi atau sediakan sistem ventilasi penghisap udara setempat atau perlindungan pernapasan (1).
9.2.
Perlindungan Mata Gunakan pelindung mata atau wajah yang tahan percikan (5,6,8).
9.3.
Pakaian Gunakan pakaian pelindung yang tahan bahan kimia yang jenisnya disesuaikan dengan konsentrasi serta jumlah bahan kimia berbahaya di tempat kerja (5).
9.4.
Sarung Tangan Gunakan sarung tangan yang tahan bahan kimia (1,8).
9.5.
Respirator Gunakan pelindung pernapasan/ respirator pestisida sesuai ketentuan NIOSH (6,8).
9
10. DAFTAR PUSTAKA 1. http://www.inchem.org/documents/icsc/icsc/eics0172.htm (Diunduh Agustus 2013) 2. http://extoxnet.orst.edu/pips/malathio.htm (Diunduh Agustus 2013) 3. http://www.toxinz.com/Spec/2244564# (Diunduh Agustus 2013) 4. Tanen, D.A. Organophosphorous and Carbamate Insecticides in Poisoning & Drug Overdose Fifth Ed. Olson, K.R., et al. (Eds.). McGraw-Hill Companies, Inc./Lange Medical Books. New York. 2007. 5. http://www.guidechem.com/msds/121-75-5.html (Diunduh Agustus 2013) 6. http://www.agrochem.com.eg/product/msds/insecticide_technical/malathion% 20Tech.pdf (Diunduh Agustus 2013) 7. http://npic.orst.edu/factsheets/malatech.html (Diunduh Agustus 2013) 8. http://www.mgshort.com/images/malathion_85e_expires_03-05-2013.pdf (Diunduh Agustus 2013) 9. http://www.atsdr.cdc.gov/MMG/MMG.asp?id=517&tid=92 (Diunduh Agustus 2013) 10. http://www.ipco.ca/PDF/august-2012/031%20IPCO%20Malathion%20500E%20Jan%2001,%202012.pdf (Diunduh Agustus 2013)
10