JURNAL SELAT Volume. 4 Nomor. 1, Oktober 2016. P-ISSN 2354-8649 : E-ISSN 2579-5767 Open Access at: http://ojs.umrah.ac.id/index.php/selat
MAKNA KETERATURAN BERLALU LINTAS (Studi Budaya Berlalu Lintas Masyarakat Tanjungpinang Dalam Perspektif Sosiologi Hukum) Endri
Dosen Ilmu Hukum Universitas Maritim Raja Ali Haji E-Mail:
[email protected]
Marisa Elsera Dosen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang E-Mail:
[email protected] Abstract Regularity and order are part of the legal function, as well as in traffic. Based on Law No. 22 Year 2009 regarding Traffic and Road Transportation explained that the purpose of the implementation of traffic safety, safe, orderly and smooth and forming society to ethical and cultural traffic. Pattern formation of the ethics and culture of traffic according to the legislation, as well as cultural patterns existing in society is sometimes different, especially in the city of Tanjungpinang. Thus, the need of understanding the community as a subject of law designated by the rules so that regulations made effective. Tangjungpinang society has not fully interpret the regularity of traffic well, it is still high traffic accident. Ethical and cultural traffic Tanjungpinang people have not woken up in accordance with the expected legislation, and reverse traffic infrastructure is not sufficient to transform the ethics and culture of the people Tanjungpinang to comply with traffic laws. Keyword: Meaning Passes Cross, Culture Traffic, Traffic Rules Implementation, Community Tanjungpinang Abstrak Keteraturan dan ketertiban merupakan bagian dari fungsi hukum, begitu juga dalam berlalu lintas. Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dijelaskan bahwa tujuan terlaksananya lalu lintas yang aman, selamat, tertib, dan lancar serta membentuk prilaku masyarakat agar beretika dan budaya berlalu lintas. Pola pembentukan etika dan budaya berlalu lintas menurut undang-undang, serta pola budaya yang sudah ada dalam masyarakat kadang berbeda, khususnya di Kota Tanjungpinang. Dengan demikian, perlu kesepahaman masyarakat sebagai subjek hukum yang dituju oleh aturan agar peraturan yang dibuat berjalan efektif. Masyarakat Tangjungpinang belum sepenuhnya memaknai keteraturan berlalu lintas dengan baik, hal tersebut masih tingginya kecelakaan lalu lintas. Etika dan budaya berlalu lintas masyarakat Tanjungpinang belum terbangun sesuai dengan yang diharapkan undang-undang, dan sebaliknya sarana dan prasarana lalu lintas belum memadai untuk merubah pola etika dan budaya masyarakat Kota Tanjungpinang agar sesuai dengan undang-undang lalu lintas. Kata kunci:
Makna Berlalu Lintas, Budaya Lalu Lintas, Implementasi Aturan Lalu Lintas, Masyarakat Tanjungpinang
34 Endri dan Marisa Elsera , Makna Keteraturan Berlalu Lintas..... A. Latar Belakang Masalah
bermasyarakat yang teratur dan tertib. Keteraturan
Manusia sebagai perorangan atau individu
dan ketertiban masyarakat dirumuskan dalam
cenderung untuk berkumpul dengan individu-
bentuk aturan perundang-undangan. Semakin kom-
individu lain dan dengan itu membentuk kelompok
pleks masyarakat, maka semakin kompleks pula
manusia yang hidup bersama. Karena kecenderu-
peraturan dan perundang-undangan yang dibutuh-
ngannya berkelompok ini manusia dinamakan
kan masyarakat. Hubungan antara masyarakat dan
mahluk sosial. Fakta ini sudah diketahui sejak
hukum dikenal juga dengan istilah “ubi societas ibi
dahulu kala dan filsuf Yunani terkenal Aristoteles
ius” yang berarti dimana ada masyarakat, disitu ada
karenanya menamakan manusia itu “zoon politikon”
hukum. Masyarakat terikat pada aturan atau norma
(mahluk sosial).1 Dengan demikian, manusia
kehidupan.
sebagai mahluk sosial dalam berinteraksi di
Perikelakukan masyarakat ditentukan oleh
masyarakat memerlukan aturan main (hukum) guna
hukum karena hukum berfungsi sebagai pembentuk
menjamin keteraturan dan ketertiban.
pola-pola perikelakuan. Akan tetapi, ada kalanya
Hukum mempunyai kehendak yang ingin
hukum tidak efektif membentuk pola perikelakukan
dicapai. Adapun tujuan pokok hukum adalah
masyarakat. Hal ini dapat terjadi ketika hukum yang
menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, men-
ada tidak lagi dihargai oleh masyarakat karena
ciptakan ketertiban dan keseimbangan. Dengan
dibuat tidak berdasarkan kebutuhan masyarakat.
tercapainya ketertiban di dalam masyarakat diharap-
Kebutuhan masyarakat akan hukum kuat dipengaru-
kan kepentingan manusia akan terlindungi. Guna
hi oleh faktor sosial dan budaya. Oleh sebab itu,
mencapai tujuannya itu, hukum bertugas membagi
penting untuk membuat hukum yang dapat meme-
hak dan kewajiban antar perorangan di dalam mas-
nuhi kebutuhan masyarakat sehingga diperlukan
yarakat. Hukum membagi wewenang dan mengatur
pemaknaan yang sama tentang aturan diatas kertas
cara memecahkan masalah hukum serta memeliha-
(perundang-undangan) dan implementasinya dalam
ra kepastian hukum.2
masyarakat.
Hukum sebagai institusi sosial yang riil dan
Hukum dapat berjalan efektif dan dapat
fungsional dalam sistem kehidupan bermasyarakat
pula tidak efektif. Ada kalanya tujuan hukum
berperan dalam proses pemulihan ketertiban, pen-
sebagai pembentukan pola perikelakuan di masya-
yelesaian sengketa maupun dalam proses penga-
rakat dan pemulihan ketertiban dapat tercapai,
rahan dan pembentukan pola-pola perilaku yang
namun adakalanya tidak dapat dicapai sehingga
baru.3
terjadilah kejahatan dan pelanggaran. Bentuk Oleh sebab itu, masyarakat membutuhkan
pelanggaran yang banyak terjadi adalah pelang-
hukum dan masyarakat dituntut untuk sadar dan
garan lalu lintas. Statistik menunjukkan tingginya
patuh terhadap hukum guna tercipta kehidupan
angka pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh
1
2 3
Mochtar Kusumaatmadja dan B. Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum Suatu Pengenalan Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum. Bandung: Alumni, 2009, hlm. 12. Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty, 2005, hlm.77 Soetandyo Wigjosoebroto, Hukum dan Metode-Metode Kajiannya. Jakarta: BPHN, 1980, hlm. 2
JURNAL SELAT 35
Volume. 4 Nomor. 1, Oktober 2016. Halaman 33-52
pengendara sepeda motor dan moda transportasi
tahun 2014, jumlah kecelakaan di Tanjungpinang
lainnya.
mencapai angka 57 perkara, meninggal dunia 20 Jumlah kejadian laka lantas di Indonesia
kasus, luka berat 18 kasus dan luka ringan 60
pada tahun 2012 adalah sebanyak 117.949 dan
kasus. Sedangkan kerugian material sejumlah
27.441 orang di antaranya meninggal dunia.
Rp145 juta.8 Sementara itu, pada tahun 2013 angka
Sementara pada tahun 2013 ada 101.037 kejadian
kecelakaan 72 kasus, korban meninggal dunia 18
mengakibatkan 25.157 orang meninggal dunia. Data
kasus, luka berat 27 kasus serta luka ringan 93
tersebut berdasarkan jumlah kejadian laka lantas
kasus, dengan kerugian material mencapai Rp328
dari pengguna mobil dan sepeda motor secara
juta, selanjutnya dia mengemukakan bahwa.
keseluruhan.4 Setiap hari orang meninggal dunia
Berdasarkan data diatas, dapat disimpul-
karena kecelakaan mencapai 80 orang dan setiap
kan bahwa tingkat kecelakaan lalu lintas di
jam berarti kira-kira ada 3 orang nyawa melayang.5
Tanjungpinang masih sangat tinggi. Hal ini karena
Khusus di wilayah Kepulauan Riau (Kepri), Batam
masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk
menempati posisi tertinggi sebagai kota paling
mematuhi dan mentaati peraturan lalu lintas, maka
rawan lakalantas. Data Direktorat Lalu Lintas Polda
angka pelanggaran tersebut
Kepri tahun 2012 menjelaskan setiap orang
Padahal, pemerintah sudah memiliki aturan lalu
meninggal dua hari sekali karena kecelakaan berlal-
lintas dan angkutan jalan yang dituangkan dalam
ulintas. Dari 559 kasus kecelakaan yang didominasi
UU No 22 Tahun 2009 yang disingkat dengan UU
oleh roda dua sebanyak 216 korban meninggal
LLAJ. Tujuan undang-undang ini adalah terwujud-
dunia.6
nya kepastian hukum, masyarakat yang tertib,
terbilang tinggi.
Selanjutnya, kecelakaan lalu lintas juga
beretika dan berbudaya dalam berlalu lintas.
sangat tinggi di Tanjungpinang yang menempati
Namun, tujuan UU tersebut harus sampai kepada
posisi kedua di Kepulauan Riau. Urutan kedua
sasaran dalam berlalu lintas yaitu masyarakat pada
wilayah Polres Tanjungpinang dengan jumlah
umumnya.
kecelakaan sebanyak 147 kasus dan korban
Sebagai ibukota Provinsi Kepulauan Riau,
meninggal dunia sebanyak 34 orang.7 Polres
Tanjungpinang minim sarana dan prasarana berlalu
Tanjungpinang mencatat kasus kecelakaan lalu
lintas sebagaimana ketentuan dalam UU No. 22
lintas selama tahun 2014 sebanyak 20 orang tewas
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
di jalan. Angka tersebut naik dari tahun sebelumnya
Jalan. Berdasarkan observasi awal, di kota Tanjung-
sebanyak 18 orang. Berdasarkan data kecelakaan
pinang masih terbatas lampu pengatur lalu lintas,
lalu lintas dari Satlantas Polres Tanjungpinang pada
lampu penerangan jalan, garis marka jalan dan
4
5 6
7 8
Lakalantas Menjadi Pembunuh Ketiga, bisa diakses pada:http://www.merdeka.com/peristiwa/polri-setiap-jam-ada-3orang-tewas-akibat-kecelakaan-di-2013.html, diakses pada tanggal 2 April 2015, jam 00.37 WIB. Ibid. Batam Peringkat Tertinggi Lakalantas di Kepri, dapat diakses pada web: http://www.batamtoday.com/berita30282Batam-Peringkat-Tertinggi-Lakalantas-di-Kepri.html, diakses pada tangga; 2 April 2015, jam 00:42 WIB. Ibid. Polres Tanjungpinang Mampu Selsesaikan 46% perkara http://haluankepri.com/tanjungpinang/72152-polrestanjungpinang-mampu-selesaikan-46--perkara.html, diakses pada tanggal 2 April 2015, jam 00:59 WIB.
36 Endri dan Marisa Elsera , Makna Keteraturan Berlalu Lintas..... sebagainya yang belum tersedia. Sehingga dengan
Taylor metode kualitatif diartikan sebagai prosedur
demikian salah satu tujuan dibuatnya undang-
penelitian yang menghasilkan data deskriptive
undang LLAJ yaitu terwujudnya etika dan budaya
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
berlalu lintas belum sepenuhnya tercapai. Tujuan
dan perilaku yang dapat diamati.10
undang-undang tersebut merupakan alat untuk
Alasan memakai metode penelitian kuali-
membentuk pola perikelakuan mayarakat dalam
tatif juga melalui pertimbangan teoritis dimana
berlalu lintas.
peneliti mempunyai pemahaman khusus tentang
Sebagai alat pembentukan pola perikela-
realitas sosial dan perilaku manusia adalah
kukan dalam masyarakat dan berperan dalam
pertama, perilaku manusia dikarenakan pikirannya
pemulihan ketertiban, maka hukum harus dipahami
terhadap sesuatu atau mengacu pada norma dan
dalam realitas sosial bukan lewat pasal-pasal yang
nilai tertentu sebagai dasar bertindak. Kedua,
terdapat dalam perundang-undangan. Jadi apabila
kepedulian peneliti adalah untuk mengetahui realitas
ingin memahami hukum dalam realitasnya, keluar-
sosial. Ketiga, peneliti berpendapat bahwa realitas
lah dari batas peraturan hukum dan mengamati
sosial tidak bisa dikuantifikasikan disebabkan oleh
praktek hukum yang dijalankan dalam masyarakat 9
realitas adalah subyektif/ intersubyektif dan dikon-
yang menjadi budaya dalam sehari-hari.
struksi oleh manusia. Keempat, realitas sosial tidak bisa disamakan dengan benda karena ada pema-
B. Permasalahan
haman bahwa realitas sosial merupakan realitas
Berdasarkan latar belakang di atas dapat
subyektif atau intersubyektif bukan realitas yang
dikemukakan permasalahan dalam penelitian ini
obyektif yang berada di luar diri manusia yang ber-
adalah sebagai berikut:
kembang dengan hukum-hukumnya sendiri.11
1. Bagaimana Implementasi pengaturan lalu
Adapun penelitian ini dilakukan di wilayah
lintas berdasarkan UU No. 22 Tahun 2009
hukum Kota Tanjungpinang yaitu pengumpulan data
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan?
dari Satlantas Polres Tanjungpinang dan wawan-
2. Bagaimana makna keteraturan berlalu
cara dari pengendara jalan. Data yang diperoleh
lintas dihubungkan dengan budaya masya-
dari lokasi penelitian baik data primer maupun data
rakat Kota Tanjungpinang?
sekunder selanjutnya dianalisis secara kualitatif sehingga diperoleh penjelasan dan uraian yang
C. Metode Penelitian
bersifat deskriptif.
Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dimana yang diteliti adalah gambaran kehidupan dan tindakan manusia dalam interaksi sosialnya. Menurut Bogdan dan 9 10 11
D. Hasil penelitian dan Pembahasan 1. Implementasi Pengaturan Lalu Lintas Berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 2009
Yesmil Anwar dan Adang, Pengantar Sosiologi Hukum. Jakarta: Gramedia, 2010, hlm. 194. Moleong, Lexy. J, Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001, hlm. 3. Afrizal, Pengantar Metode Pneleitian Kualitatif: Dari Pengertian Sampai Penulisan Laporan. Padang: Andalas University Press, 2005, hlm. 18
JURNAL SELAT 37
Volume. 4 Nomor. 1, Oktober 2016. Halaman 33-52
Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan.
lintas, semakin tertib masyarakat berlalu lintas maka
Implementasi pengaturan lalu lintas disini
semakin lancar dan tertib arus lalu lintas di jalan.
lebih tepatnya adalah pelaksanaan penegakan
Dengan demikian akan memberikan ketertiban se-
hukum dibidang lalu lintas yaitu bagaimana norma-
kaligus pembangunan dalam masyarakat khususnya
norma yang terkandung di dalam Undang-undang
di wilayah Tanjungpinang. Hal tersebut juga berkai-
Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
tan dengan penegakan hukum oleh aparat hukum
Angkutan Jalan. Sebagaimana diketahui bahwa
guna memberikan perlindungan pada masyarakat.
kadang peraturan perundang-undangan tersebut
Dalam menjalankan fungsi sebagai aparat
tidak sejalan sebagaimana mestinya setelah diprak-
penegakan hukum, polisi wajib memahami azas-
tekan dilapangan sehingga menjadi problem tersen-
azas hukum yang digunakan sebagai bahan pertim-
diri. Hukum yang diharapkan dengan hukum yang
bangan dalam pelaksanaan tugas, yaitu sebagai
senyatanya terkadang tidak selaras yang bisa
berikut:13
menimbulkan kendala-kendala dalam penegakan
1. Asas legalitas, dalam melaksanakan tugas-
hukum itu sendiri. Hukum yang baik merupakan
nya sebagai penegak hukum wajib tunduk
hukum yang digali, tumbuh, serta berkembang
pada hukum;
dalam masyarakat itu sendiri. Dengan demikian,
2. Asas kewajiban, merupakan kewajiban polisi
hukum tidak bisa dipaksakan tanpa di dalamnya
dalam menangani permasalahan masyara-
terkandung nilai-nilai kemasyarakatan dan kekuasa-
kat yang bersifat diskresi, karena belum
an yang akan menjalankan hukum tersebut serta
diatur dalam hukum
juga akan lebih mudah dan lebih baik.
3. Asas partisipasi, dalam rangka menga-
Terhadap penerapannya, hukum memerlu-
mankan lingkungan masyarakat polisi meng-
kan suatu kekuasaan untuk mendukungnya. Ciri
koordinasikan pengamanan Swakarsa untuk
utama inilah yang membedakan antara hukum di
mewujudkan ketaatan hukum di kalangan
satu pihak dengan norma-norma sosial lainnya dan
masyarakat.
norma agama. Kekuasaan itu diperlukan oleh kare-
4. Asas preventif, selalu mengedepankan tinda-
na hukum bersifta memaksa. Tanpa adanya ke-
kan pencegahan daripada penindakan (re-
kuasaan, pelaksanaan hukum dimasyarakat akan
presif) kepada masyarakat.
mengalami hambatan-hambatan. Semakin tertib dan
5. Asas subsidiaritas, melakukan tugas instansi
teratur suatu masyarakat, semakin berkurang diper-
lain agar tidak menimbulkan permasalahan
lukan dukungan kekuasaan. Masyarakat tipe terak-
yang lebih besar sebelum ditangani oleh
hir ini dikatakan sebagai memiliki kesadaran hukum
instansi yang membidangi.
yang tinggi di lingkungan anggota-anggotanya.12 Hal
Aparat kepolisian dalam Lalu Lintas dan
tersebut juga tergambar dalam berkendaraan lalu
Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam
12
13
Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007, hlm. 75 Bisri Ilham, Sistem Hukum Indonesia. Jakarta: Grafindo Persada, 1998, hlm. 32.
38 Endri dan Marisa Elsera , Makna Keteraturan Berlalu Lintas..... mendukung pembangunan dan integrasi nasional
Lintas, serta pendidikan berlalu lintas oleh
sebagai bagian dari upaya memajukan kesejah-
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
teraan umum sebagaimana diamanatkan oleh
Berdasarkan sebagaimana dikemukakan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
diatas bahwa pembagian tugas yang cukup jelas
Tahun 1945. Sebagai bagian dari sistem transport-
dalam bidang lalu lintas dan yang terkait dengan
tasi nasional, Lalu Lintas dan Angkutan Jalan harus
aktifitas berlalu lintas. Sebagaimana dijelaskan
dikembangkan potensi dan perannya untuk mewu-
dalam UU No. 22 Tahun 2009, bahwa Lalu Lintas
judkan keamanan, kesejahteraan, ketertiban berlalu
dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan
lintas dan Angkutan Jalan dalam rangka mendukung
tujuan: a. terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan
pembangunan ekonomi dan pengembangan ilmu
Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar,
pengetahuan dan teknologi, otonomi daerah, serta
dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk
akuntabilitas penyelenggaraan negara. Dalam UU
mendorong perekonomian nasional, memajukan
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pembinaan dilak-
kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan
sanakan secara bersama-sama oleh semua instansi
kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi
terkait (stakeholders) sebagai berikut:14
martabat bangsa; b. terwujudnya etika berlalu lintas
1. Urusan pemerintahan di bidang prasarana Jalan, oleh kementerian yang bertanggung
hukum dan kepastian hukum
jawab di bidang Jalan;
Gambaran yang dituangkan dalam penyelenggara-
bagi masyarakat.
2. Urusan pemerintahan di bidang sarana dan
an berlalu lintas ini jelas terlihat bahwa bukan hanya
Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,
untuk mengatur tertib berlalu lintas dalam artian
oleh kementerian yang bertanggung jawab
teratur, namun lebih dari itu adalah terciptanya ber-
di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas
lalu lintas yang aman dan selamat. Aman dan sela-
dan Angkutan Jalan;
mat disini merupakan harapan utama dalam berlalu
3. Urusan pemerintahan di bidang penge-
lintas, baik aman dan selamat dari gangguan tinda-
mbangan industri Lalu Lintas dan Angkutan
kan kejahatan maupun aman dari fasilitas jalan yang
Jalan, oleh kementerian yang bertanggung
memadai untuk dilalui pengendara lalu lintas terma-
jawab di bidang industri;
suk di dalamnya fasiltas pendukung lalu lintas beru-
4. Urusan pemerintahan di bidang pengembangan teknologi Lalu Lintas dan Angkutan
14
dan budaya bangsa; dan c. terwujudnya penegakan
Jalan,
oleh
kementerian
pa rambu-rambu lalu lintas. Tujuan lain dalam berlalu lintas sebagai-
yang
mana diamanatkan dalam UU lalu lintas disamping
bertanggung jawab di bidang teknologi; dan
berlalu lintas yang aman, selamat, tertib dan lancar,
5. Urusan pemerintahan di bidang registrasi
tapi juga untuk mendorong pertubuhan per-
dan identifikasi Kendaraan Bermotor dan
ekonomian. Tersedianya jalan yang bagus yang
Pengemudi, Penegakan Hukum, Operasi-
disertai dengan rasa aman dan lancar sehingga
onal Manajemen dan Rekayasa Lalu
memudahkan arus barang baik untuk kepentingan
Penjelasan Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
JURNAL SELAT 39
Volume. 4 Nomor. 1, Oktober 2016. Halaman 33-52
Masyarakat seperti kebutuhan bahan pokok lintas
aman. Hal ini juga ditegaskan dalam UU LLAJ,
daerah maupun untuk kepentingan bisnis, misalnya
dalam Pasal 4 Undang-Undang ini berlaku untuk
material bahan baku untuk sebuah perusahan.
membina dan menyelenggarakan Lalu Lintas dan
Dengan demikian menumbuhkan minat para inves-
Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, dan
tor baik swasta maupun BUMN yang muaranya
lancar melalui: a. kegiatan gerak pindah Kendaraan,
dapat memberikan peluang kerja bagi masyarakat,
orang, dan/atau barang di Jalan; b. kegiatan yang
umumnya dapat mensejahterahkan dan peningka-
menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas
tan perekonomian bangsa.
pendukung Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan c.
Tujuan berlalu lintas yang paling utama
kegiatan yang berkaitan dengan registrasi dan iden-
adalah menumbuhkan sikap dan prilaku untuk me-
tifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi,
numbuhkan etika dan budaya lalu lintas yang baik.
pendidikan berlalu lintas, Manajemen dan Rekayasa
Dalam masyarakat Indonesia beragam budaya dan
Lalu Lintas, serta penegakan hukum Lalu Lintas dan
kebaisaan menjadi hal yang menarik untuk digali.
Angkutan Jalan.
Khususnya di masyarakat Tanjungpinang yang me-
Pasal 6 UU LLAJ dijelaskan bahwa Pembi-
rupakan sebuah kepualan tentu berbeda budaya
naan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang dilaku-
lalu lintasnya dengan daerah lain. Dulu masyarakat-
kan oleh instansi pembina sebagaimana dimaksud
nya cendrung tidak memperhatikan kelengkapan
dalam Pasal 5 ayat (3) meliputi: a. penetapan
kendaraan sesuai aturan yang ada, misalnya tidak
sasaran dan arah kebijakan pengembangan sistem
helm, spion dan sebagainya yang waktu itu ken-
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan nasional; b. pene-
daraan masih terbatas. Namun dengan perkem-
tapan norma, standar, pedoman, kriteria, dan prose-
banganya yang begitu pesat apalagi Tanjungpinang
dur penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan
merupakan ibu kota dari Provinsi Kepualan Riau
Jalan yang berlaku secara nasional; c. penetapan
harus menjadi contoh bagi wilayah kabupaten/kota
kompetensi pejabat yang melaksanakan fungsi di
lainya dalam tertib berlalu lintas. Dengan kesadaran
bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan secara nasi-
bersama dan aturan yang tegas menuntun untuk
onal; d. pemberian bimbingan, pelatihan, sertifikasi,
menciptakan berlalu lintas yang aman dan selamat
pemberian izin, dan bantuan teknis kepada pemerin-
sebagaimana tujuan dari UU lalu lintas dan angku-
tah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota; dan e.
tan jalan.
pengawasan terhadap pelaksanaan norma, standar,
Etika dan kesadaran berlau lintas merupakan sesuatu yang melekat pada diri pribadi dan
pedoman, kriteria, dan prosedur yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
bagaimana cara padang seseorang melihat lalau
Dalam melaksanakan pembinaan sebagai-
lintas. Setiap orang berbeda-bebeda etika dan
mana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dapat
kesadaran melihat lalu lintas dan angkutan jalan.
menyerahkan sebagian urusannya kepada pemerin-
Prilaku dan kepribadian berlalu lintas harus ditum-
tah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten/kota.
buhkan dan dibina agar terciptanya lalu lintas yang
Urusan pemerintah provinsi dalam melakukan
40 Endri dan Marisa Elsera , Makna Keteraturan Berlalu Lintas..... pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan meliputi:
Di tahun 2014 saja di wilayah Kota
a. penetapan sasaran dan arah kebijakan sistem
Tanjungpinang terdapat data yang menunjukkan se-
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi dan
dikitnya terdapat 58 (lima puluh delapan) kasus
kabupaten/kota yang jaringannya melampaui batas
kejadian kecelakaan lalu lintas dengan macam-
wilayah kabupaten/kota; b. pemberian bimbingan,
macam model kecelakaan. Data pada tahun 2014
pelatihan, sertifikasi, dan izin kepada perusahaan
menunjukkan ada 16 (enam belas) kasus peristiwa
angkutan umum di provinsi; dan c. pengawasan ter-
kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban
hadap pelaksanaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
meninggal dunia. Data yang menunjukkan adanya
provinsi.
korban jiwa ini jika dibandingkan dengan tahun 2013 Urusan pemerintah kabupaten/kota dalam
lalu, adalah memiliki angka dan bilangan yang
melakukan pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan
sama, tidak bertambah dan tidak pula berkurang.
Jalan
meliputi: a. penetapan sasaran dan arah
Sementara kerugian material yang diderita oleh
kebijakan sistem Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
korban-korbannya pada tahun 2014 adalah senilai
kabupaten/kota yang jaringannya berada di wilayah
Rp.127.350.050.
kabupaten/kota; b. emberian bimbingan, pelatihan,
dibandingkan dengan angka pada tahun 2013 yang
sertifikasi, dan izin kepada perusahaan angkutan
mencapai angka Rp.251.400.000, penurunan angka
umum di kabupaten/kota; dan c. pengawasan terha-
kerugian material pada tahun 2014 adalah sebesar
dap pelaksanaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
49% dari kejadian pada tahun 2013 lalu yakni
kabupaten/kota.
sebesar 66%.
Ada
sedikit
penurunan
jika
Kesadaran akan keselamatan berlalu lintas
Upaya penertiban selalu dilancarkan oleh
sejatinya telah diupayakan pemerintah, pemerintah
satuan kepolisian bidang lalu lintas yang telah
daerah dan kepolisian yang merupakan representasi
diberikan mandat oleh UU No. 22 Tahun 2009
dari pemerintah untuk melakukan tugas pengama-
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai-
nan, ketertiban, penindakan, pencegahan, dan
mana yang disebutkan dalam pasal 1 angka 40
penyidikan dalam bidang lalu lintas dan angkutan
bahwa
jalan kepada masyarakat supaya budaya tertib
Indonesia adalah pemimpin Kepolisian Negara
dalam berlalu lintas itu terwujud. Itulah cita hukum
Republik Indonesia dan penanggung jawab penyele-
(ius constituendum) lalu lintas yang ingin diwujudkan
nggaraan fungsi kepolisian yang meliputi bidang
oleh pemerintah saat ini mengingat jalan raya
keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan
merupakan suatu hal yang paling banyak menjadi
hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
objek sasaran pemberitaan di media yang dikarena-
kepada masyarakat. Kemudian pasal 3 ayat (5)
kan jalan raya sering menimbulkan korban jiwa, baik
huruf e) yang menyatakan bahwa urusan pemerinta-
itu korban meninggal dunia maupun luka berat dan
han di bidang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan
luka ringan yang mengakibatkan kerugian material
Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum,
puluhan juta hingga ratusan juta rupiah.
Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas,
Kepala
Kepolisian
Negara
Republik
JURNAL SELAT 41
Volume. 4 Nomor. 1, Oktober 2016. Halaman 33-52
serta pendidikan berlalu lintas, oleh Kepolisian
faktor (interchange). Dalam konteks yang demikian
Negara Republik Indonesia.
itu, titik tolak pemahaman terhadap hukum tidak
Belakangan ini banyak informasi di media
sekedar sebagai suatu “rumusan hitam putih” (blue
yang isinya tentang kritik keras terhadap penegakan
print) yang ditetapkan dalam berbagai bentuk
hukum lalu lintas. Pelanggaran lalu lintas dalam
peraturan perundang-undangan. Hukum hendaknya
aturan hukum adalah termasuk perkara tindak
dilihat sebagai suatu gejala yang dapat diamati di
pidana ringan (tipiring) yang mana sanksi yang
dalam masyarakat antara lain melalui tingkah laku
dikenakan itu dapat berupa denda tilangan yang
manusia.15
dibayarkan di pengadilan, atau dapat juga kurungan
Itu artinya, titik perhatian harus ditujukan
penjara paling lama 3 (tiga) bulan. Rata-rata fakta
kepada hubungan antara hukum dengan faktor-
yang terlihat di lapangan adalah banyaknya proses
faktor non hukum lainnya, terutama faktor nilai dan
penegakan hukum lalu lintas ini dilakukan dengan
sikap serta pandangan masyarakat, yang selanjut-
melakukan tindakan tilang di tempat kejadian
nya disebut dengan kultur hukum. Faktor-faktor non
perkara dan si pelanggar langsung membayar
hukum, termasuk faktor hukum itulah yang membuat
denda tilangan itu kepada kepolisian sebagai
adanya perbedaan penegakan hukum antara
pengganti proses pengadilan dengan tujuan untuk
masyarakat yang satu dengan masyarakat yang
memudahkan masyarakat dalam kasus pelanggaran
lainnya.16
lalu lintas. Rentetan keabsahan suatu proses
Saat ini hukum bukan hanya dipakai untuk
penilangan yang dikatakan sah dan legal itu dapat
mempertandingkan
pola-pola
hubungan
serta
dilihat pada peraturan pelaksana dari UU No. 22
kaidah-kaidah yang telah ada. Hukum yang diterima
Tahun 2009 sendiri yaitu PP No. 80 Tahun 2012
sebagai konsep yang modern memiliki fungsi untuk
Tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan
melakukan suatu perubahan sosial. Bahkan, lebih
Bermotor di Jalan.
dari itu hukum dipergunakan untuk menyalurkan
Pada hakikatnya hukum mengandung ide
hasil-hasil keputusan politik. Hukum bukan lagi
atau konsep-konsep yang abstrak. Sekalipun
mengukuhkan pola-pola kebiasaan dan tingkah laku
abstrak, tapi ia dibuat untuk diimplementasikan
yang telah ada, tetapi juga berorientsi kepada
dalam kehidupan sosial sehari-hari. Oleh sebab itu,
tujuan-tujuan yang diinginkan, yaitu menciptakan
perlu adanya suatu kegiatan untuk mewujudkan ide-
pola-pola perilaku yang baru. Di dalam menjalankan
ide tersebut ke dalam masyarakat. Rangkaian kegi-
fungsinya, hukum senantiasa berhadapan dengan
atan dalam rangka mewujudkan ide-ide tersebut
nilai-nilai maupun pola-pola perilaku yang telah
menjadi kenyataan merupakan suatu proses pene-
mapan dalam masyarakat. Hukum senantiasa diba-
gakan hukum. Oleh karena itu, penegakan hukum
tasi oleh situasi atau lingkungan dimana ia berada,
hendaknya tidak dilihat sebagai suatu yang berdiri
sehingga tidak heran kalau terjadi ketidakcocokan
sendiri, malainkan selalu berada di antara berbagai
antara apa yang seharusnya (das Sollen) dengan
15 16
Esmi Warassih, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis. Semarang: BP UNDIP, 2011, hlm. 68 Ibid, hlm. 69
42 Endri dan Marisa Elsera , Makna Keteraturan Berlalu Lintas..... apa yang senyatanya (das Sein). Dengan perkataan
Polisi Lalu Lintas. Kewibawaan dan kemampuan
lain, muncul diskrepansi antara law in the books dan
membangun hubungan sosial yang baik dari Polisi
law in action17 dengan kata lain, kadang hukum
Lalu Lintas dapat mempengaruhi perilaku ketaatan
yang diharapkan tidak sesuai dengan fakta dan
seoarang pengguna lalu lintas.18
budaya masyarakat setempat.
Hukum diharapkan mampu mengahdirkan keadilan kepada masyarakat (bringing justice to the
2. Makna
Keteraturan
Berlalu
Lintas
poeple). Jenis keadilan yang dihadirkan oleh hukum
Dihubungkan Dengan Budaya Masyarakat
sangat dipengaruhi penggunaan pendekatan dalam
Kota Tanjungpinang
menangani permasalahan hukum yang dihadapi.
Di dalam berlalu lintas, seorang pengemudi
Perbedaan pendekatan tersebut dapat dirinci
dan Polisi Lalu Lintas tentunya melakukan suatu
menjadi 4 pendekatan yaitu (1) pendakatan filosofis
interaksi sosial di antara keduanya. Seorang
dengan natural law-nya, (2) pendekatan positivism
pengemudi ketika berlalu lintas dituntut untuk patuh
dengan state law-nya, (3) pendekatan socio-legal
terhadap tata tertib lalu lintas dan Polisi Lalu Lintas
dengan the living law-nya dan (4) pendekatan legal
hadir sebagai pihak yang bertugas menjaga dan
pluralism melalui penggabungan pendekatakan
menegakan ketertiban berlalu lintas di jalan raya.
positivism, socio-legal dan natural law dengan
Dalam hubungan interaksi diantara keduanya
moral, ethic dan religion-nya. Pendekatan filosofis
tersebut, tentu dengan sendirinya menimbulkan
seringkali bermuara pada pemuliaan nilai kebenaran
kesan atau persepsi tersendiri bagi masing-masing
dan keadilan filsafati yang berhenti pada tataran
pihak.
pemikiran.19 Pihak
yang berwibawa dan
Teori hukum progresif berangkat dari dua
memiliki kedekatan emosional yang baik dapat
asumsi dasar. Pertama, hukum adalah untuk
meningkatkan perilaku ketaatan seseorang. Hal ini
manusia, bukan sebaliknya. Bertolak dari asumsi
dapat terjadi juga pada aktivitas berlalu lintas.
dasar ini, kehadiran hukum bukan untuk dirinya
Dalam berlalu lintas, seorang pengguna lalu lintas
sendiri, melainkan untuk sesuatu yang lebih luas
dituntut untuk taat terhadap hukum tentang Lalu
dan besar. Oleh karena itu, ketika terjadi perma-
Lintas Dan Angkutan Jalan. Untuk menegakan
salahan hukum, maka hukumlah yang harus ditinjau
hukum tersebut ada pihak otoritas yang menga-
dan diperbaiki, bukan manusiannya yang dipaksa-
turnya. Pihak otoritas tersebut salah satunya adalah
paksa untuk
17 18
19
otoritas
dimasukkan ke dalam skema
Ibid, hlm. 72 Yodokus Lusius Peu Lelangayaq, Hubungan Antara Persepsi Terhadap Polisi Lalu Lintas Dengan Pelanggaran Lalu Lintas Yang Dilakukan Remaja di Kota Malang, Artikel Universitas Malang Fakultas Pendididkan Psikologi, Program Studi Psikologi, April 2013,hlm. 10 juga bisa dilihat Pada https://Www.Google.Co.Id/Url?Sa=T&Rct=J&Q=&Esrc=S&Source=Web&Cd=8&Cad=Rja&Uact=8&Ved=0ahuke wi_-Urpxqvlahxtb44khbhkbheqfghgmac&Url=Http%3A%2F%2Fjurnal Online.Um.Ac.Id%2Fdata%2Fartikel%2fartikeld77306a114d843632897af8f7d3b348f.Pdf&Usg=Afqjcnfdldwg5qkt zj1d1olzsm7oxufmkw&Bvm=Bv.116274245,D.C2e, Diakses pada 6 Maret 2016 WIB. Suteki, Kebijakan Tidak Menegakkan Hukum (Non Enforcement of Law), Pidato Pengukuhan Disampaikan pada Upacara Penerimaan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 4 Agustus 2010, hlm. 19
JURNAL SELAT 43
Volume. 4 Nomor. 1, Oktober 2016. Halaman 33-52
hukum. Kedua, hukum bukan merupakan institusi
yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Kebuda-
yang mutlak serta final, karena hukum selalu berada
yaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi
dalam proses untuk terus menjadi (law as a
tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau
process, law in the making).20
gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia,
Menurut Satjipto Raharjo, ada tiga cara untuk melakukan rule breaking, yaitu:21
itu bersifat abstrak. Perwujudan kebudayaan adalah
1. Mempergunakan kecerdasan spritual untuk bangun
dari
sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan
keterpurukaan
benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai
hukum
makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan
memberikan pesan penting bagi kita untuk
benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-
berani mencari jalan baru (rule breaking) dan
pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi
tidak membiarkan diri terkekang cara lama,
sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya
menjalankan
ditujukan untuk membantu manusia dalam mela-
hukum
yang
lama
dan
tradisional yang jelas-jelas lebih banyak melukai rasa keadilan;
ngsungkan kehidupan bermasyarakat.22 UU Nomor 22 Tahun 2009 telah mengatur
2. Pencarian makna lebih dalam hendaknya
bagaimana masyarakat mesti berperilaku. Pada
menjadi ukuran baru dalam menjalankan
akhirnya ada dua tipe perilaku dalam masyarakat,
hukum dan bernegara hukum. Masing-
yakni masyarakat yang konformiti (melakukan
masing pihak yang terlibat dalam proses
persesuaian) dan masyarakat deviant (melakukan
penegakan hukum didorong untuk selalu
penyimpangan). Pengendara motor sebagai bagian
bertanya kepada hati nurani tentang makna
dari elemen masyarakat berperilaku mengikuti
hukum yang lebih dalam;
aturan dan norma hukum yang ditetapkan dalam
3. Hukum hendaknya dijalankan tidak menurut
masyarakat biasa disebut dengan subyek hukum
prisnip logika saja, tetapi dengan perasaan,
yang patuh terhadap hukum atau bisa juga disebut
kepedulian dan keterlibatan (compassion)
telah sadar hukum.
kepada kelompok yang lemah. Pencarian
motor yang tidak mematuhi aturan dan norma
keadilan tidak mungkin hanya bisa dilihat dari
hukum yang telah ditetapkan disebut sebagai
aspek normatif saja, melainkan juga aspek
subyek hukum yang membangkang terhadap hukum
sosiologis, apalagi sudah menyangkut aspek
atau telah terjadi ketidakpatuhan hukum/pelang-
sosial (social justice) serta kosntitusionalitas
garan terhadap hukum.
suatu UU.
Sementara itu, pengendara
Pembangkangan terhadap hukum yang
Kebudayaan sangat erat hubungannya
berupa perilaku tidak tertib/tidak teratur/pelanggaran
dengan masyarakat. Segala sesuatu yang ada
lalu lintas memiliki banyak penyebab, yakni ketidak
dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan
pahaman terhadap aturan hukum yang telah
20 21 22
Ibid, hlm. 32-33 Ibid, hlm. 35 Adliah Arif, Analisis Terhadap Penggunaan Ponsel Saat Berkendaraan Menurut Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Studi Kasus di Sat Lantas Porestabes Makasar), Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makasar 2013, hlm. 5
44 Endri dan Marisa Elsera , Makna Keteraturan Berlalu Lintas..... ditetapkan, pemaknaan yang berbeda terhadap
(conformity) memiliki alasan untuk melakukan per-
ketertiban berlalu lintas, penghargaan terhadap
sesuaian terhadap UU No 22 Tahun 2009 tersebut,
hukum yang rendah serta rambu lalu lintas dan
begitupun dengan masyarakat yang tidak patuh
kelengkapan berlalu lintas yang masih kurang
terhadap hukum atau yang disebut dengan perilaku
menjadi penyebab pelanggaran berlalu lintas.
menyimpang (deviant) juga memiliki makna dibalik
Ketertiban berlalu lintas bagi masyarakat
perbuatan melanggar hukum yang dilakukannya.
Tanjungpinang dapat dimaknai dengan beragam.
Berikut ini makna keteraturan berlalu lintas bagi
Jika dilihat dari kacamata masyarakat yang
pengendara di Tanjungpinang.
konformiti (melakukan persesuaian), maka ketertiban berlalu lintas dianggap sebagai satu hal yang
2.1. Tertib Berlalu Lintas sebagai Sebuah Realitas
patut dilakukan. sebab, sudah sewajarnya hukum
Setiap tindakan yang dilakukan oleh
mempengaruhi masyarakat. Mempengaruhi yang
manusia merupakan hasil belajar. Baik itu
dimaksud disini adalah mempengaruhi perilaku
tindakan persesuaian maupun tindakan
masyarakat. Produk hukum diciptakan untuk
menyimpang dilakukan sebagai bentuk
dipatuhi karena diharapkan dapat mengatur pola
hasil belajar. Individu mempelajari nilai dan
perikelakuan masyarakat.
norma yang berlaku di masyarakat. Nilai
Dalam kajian Sosiologi, diciptakannya
dan norma itu kemudian disebut dengan
sebuah produk hukum menuntut masyarakat untuk
realitas objektif yang diakui oleh mas-
mematuhinya. Sebab, produk hukum adalah sebuah
yarakat.
realitas obyektif. Hukum dasar yang mengendalikan
2.1.1. Konformiti sebagai Bentuk Kepatuhan
dunia sosial obyektif adalah keteraturan. Keterat-
Hukum dan Realitas Obyektif.
uran itu merupakan prasyarat primer dalam
Hukum diciptakan oleh masyarakat
kehidupan sosial dan masyarakat dalam esensinya
guna mengatur hubungan dalam ber-
sendiri merupakan tertib yang semestinya ada atas
masyarakat. Hukum sebagai kaidah
serangkaian
dan asas yang telah mengon-trol
pengalaman-pengalaman
manusia
yang berubah-ubah.
semua pergaulan hidup yang terdapat
UU Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu
dalam masyarakat. Hukum adalah
Lintas dan Angkatan Jalan merupakan salah satu
realitas sosial yang bersifat obyektif
produk hukum yang mengatur berlalu lintas. Jika
yang mesti dikonstruksi oleh individu
pada hakikatnya hukum dibuat untuk dipatuhi, maka
sehingga membentuk realitas subyektif
setiap perbuatan patuh terhadap hukum dan
yang simetris dengan realitas obyektif.
pelanggaran terhadap hukum yang dilakukan oleh
Perilaku taat atau patuh hukum sebagai
masyarakat Tanjungpinang memiliki alasan-alasan
bentuk persesuaian (conformity) meru-
tersendiri. Jika menggunakan istilah Sosiologi, maka
pakan hasil konstruksi sosial dari
masyarakat
realitas obyektif. Setiap perilaku konfor-
yang
patuh
terhadap
hukum
JURNAL SELAT 45
Volume. 4 Nomor. 1, Oktober 2016. Halaman 33-52
miti merupakan perilaku yang dianggap
para informan seringkali melakukan
sesuai dengan realitas obyektif. Ada
pelanggaran lalu lintas.
alasan mengapa orang melakukan
Berdasarkan wawancara yang dila-
konformiti dengan aturan hukum, nilai
kukan tim, dapat disimpulkan bahwa 3
atau norma yang berlaku di mas-
orang informan tidak pernah menda-
yarakat. Penghargaan terhadap hukum,
patkan pembelajaran khusus mengenai
mengelakkan sanksi (punish-ment) dan
tata aturan berlalu lintas, baik di rumah,
ingin mendapatkan ganjaran (reward)
di sekolah maupun aparat berwajib.
menjadi alasan informan.
Alhasil, mereka mendapatkan pengeta-
2.1.2. Pelanggaran Sebagai Suatu Realitas
huan mengenai tata cara berlalu lintas
Subyektif
dengan pengalaman pribadi.
Dalam melakukan sebuah perbuatan,
Surat-surat berkendara yang menjadi
individu memahaminya sebagai sebuah
kelengkapan yang wajib dibawa oleh
realitas yang bisa saja diterima tanpa
pengendara bermotor seperti STNK
dipertanyakan dan ada pula realitas
nyatanya tidak dimiliki oleh 1 orang
ilmiah yang masih dipertanyakan kebe-
informan sementara 2 informan lainnya
narannya. Realitas inilah yang me-
memiliki STNK namun jarang dibawa.
nentukan individu melakukan conformity
STNK hanya dibawa jika mereka akan
ataupun penyimpangan terhadap tertib
berkendara ke arah pelabuhan Sri
berlalu lintas.
Bintan Pura. Sementara untuk SIM, 3
Berdasarkan penelitian tim, diketahui
informan sudah memilikinya namun
bahwa informan yang pernah mela-
didapatkan dengan jalur tidak sah atau
kukan pelanggaran lalu lintas memaha-
yang dikenal dengan istilah “SIM
mi aturan berlalu lintas sebagai realitas
tembak”. Akibatnya, proses yang wajib
berganda, yakni realitas common sense
dilalui oleh mereka yang pertama kali
dan realitas ilmiah. Sebanyak 3 orang
mengurus SIM tidak dilaksanakan. Hal
informan
melakukan
ini diungkapkan oleh Informan Ari, 20
pelanggaran lalu lintas mengaku mema-
tahun yang diwawancarai pada tanggal
hami tata cara berlalu lintas secara
27 Mei 2016 mengungkapkan sebagai
otodidak dengan memperhatikan peng-
berikut:
yang
pernah
endara lainnya berkendara. Mereka tidak mengetahui ada UU No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkatan Jalan. Akibatnya, dalam berkendara
“Ada SIM, saya bawa setiap hari. Tapi didapatkannya dengan tembak (tidak sah). Itu udah 3 tahun yang lalu sih. Bayarnya lebih pakai calo orang dalam juga. Jadi nggak ada tes mengemudi. Datang bawa formulir,
46 Endri dan Marisa Elsera , Makna Keteraturan Berlalu Lintas..... tunggu sebentar langsung foto dan jadi satu jam kemudian. Nggak ribet seperti mengurus dengan jalur yang seharusnya. Kalau STNK aku jarang bawa karena takut hilang. Fotokopinya aja yang dibawa, boleh kan?,” Hal serupa juga diungkapkan oleh R.Abdullah, 27 tahun yang diwawancarai tanggal 27 Mei 2016 mengungkapkan sebagai berikut: “Aku bawa STNK kalau ke Pinang, karena suka ada razia. Kalau cuma sekitaran pinggiran kota nggak bawa. Kalau SIM juga ada, SIM tembak 4 tahun lalu. Lebih gampang karena nggak mesti ribet dan makan waktu. Bayarnya lebih besar, tapi enak segera selesai,”.
menghambat dan juga membentuk para partisipannya. Namun, karena sosialisasi terhadap realitas obyektif tidak dapat dilakukan dengan sempurna, maka selalu ada tantangan untuk memelihara realitas khususnya kebutuhan untuk mengawal hubungan simetris antara realitas subyektif dan obyektif. Eksternalisasi merupakan proses dimana semua manusia mengalami sosialisasi yang tidak sempurna secara bersama-sama membentuk suatu realitas baru. Akibat kurangnya edukasi mengenai tertib berlalu lintas, informan mema-
Berdasarkan pernyataan diatas dapat
hami dan menginterpretasikan sendiri
disimpulkan bahwa edukasi (pembela-
tertib berlalu lintas yang tak jarang
jaran) berlalu lintas yang diterima oleh
berbeda dengan yang telah diatur
informan yang kerap melakukan pela-
dalam UU No 22 Tahun 2009 Tentang
nggaran masih sangat minim. Seko-
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
lah, keluarga, masyarakat sekitar
Interpretasi terhadap makna berlalu
bahkan aparat berwajib masih sangat
lintas tersebut terbentuk dari pengala-
kurang untuk mensosialisasikan atur-
man-pengalaman informan selama
an berlalu lintas, apalagi sosiali-sasi
berkendara di jalan raya. Melihat cara
terhadap UU No 22 Tahun 2009
berkendara pengendara motor lain-
tersebut. Informan mengaku tidak
nya. Para informan mengaku tidak
mendapatkan sosialisasi yang sem-
memahami markah jalan dengan baik.
purna terhadap tertib berlalu lintas.
Hal ini diakui oleh Febri, 18 tahun
Kurangnya edukasi dalam berlalu
yang diwawancarai pada 27 Mei
lintas menyebabkan realitas obyektif
tahun 2016 mengungkapkan sebagai
yang seharusnya dapat diinternalisasi
berikut:
ke dalam realitas subyektif tidak terja-
“Tahu dengan sendirinya aja sih. Kan dari kecil ikut berkendara dengan keluarga, tetangga dan teman-teman. Jadi tahu kalau lampu lalu lintas itu fungsinya untuk apa, kapan harus berhenti dan kapan harus jalan
di (terjadi eksternalisasi). Aturan atau produk hukum yang merupakan realitas obyektif idealnya harus mampu
JURNAL SELAT 47
Volume. 4 Nomor. 1, Oktober 2016. Halaman 33-52
kembali. Kalau marka jalan sih aku kurang paham. Tahunya cuma markah jalan itu pembatas jalan biar nggak tabrakan bagi kendaraan yang simpang siur. Nggak tahu kalau ada fungsi lainnya,”. Hal serupa juga diungkapkan oleh R. Abdullah, 27 tahun yang diwawancarai pada 27 Mei 2016 menjelaskan sebagai berikut: “Markah jalan itu garis-garis jalan kan? Kayak zebra cross, garis panjang, putus-putus dan berwarna kuning. Tahu sih, tapi nggak paham apa maksud markah jalan itu. Cuma tahunya kalau di lampu merah (lampu lalu lintas) nggak boleh diinjak kalau nggak mau ditilang,”. Kurangnya edukasi mengenai tertib berlalu lintas akhirnya membentuk realitas subyektif yang tidak simetris dengan realitas obyektif. Padahal idealnya menurut Berger, realitas obyektif harus simetris dengan realitas subyektif. Sebab, melalui proses internalisasilah individu menjadi anggota masyarakat. Oleh karena informan tidak mendapatkan sosialisasi yang komplit terhadap aturan berlalu lintas, baik dalam sosialisasi primer dimana sosialisasi awal yang dialami individu di masa kecil maupun sosialiasi sekunder. Individu berhadapan dengan produk hukum yang mengatur tertib berlalu lintas (UU No 22 Tahun 2009) yang berpengaruh. Batasan realitas yang berasal dari UU yang cukup berpengaruh itu dianggap sebagai realitas
obyektif. Namun realitas obyektif itu nyatanya tidak terserap sempurna oleh informan, sehingga informan menginternalisir penafsirannya terhadap realitas tersebut. Ada aspekaspek realitas subyektif yang tidak dilahirkan dalam sosialisasi, persisi seperti realitas obyektif yang belum diinternalisasi. 2.2 Aturan Hukum yang Menguntungkan atau Tidak Menguntungkan Produk hukum akan dipatuhi maupun dilanggar oleh masyarakat tergantung pada definisi atau interpretasi masyarakat terhadap hukum tersebut. Produk hukum yang menguntungkan dan dibutuhkan oleh masyarakat akan lebih dihargai dan dipatuhi dari pada produk hukum yang tidak menguntungkan masyarakat yang justru akan dilanggar oleh masyarakat. Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa informan dalam penelitian ini patuh terhadap hukum dan sebagian masih melakukan pelanggaran hukum. Pelanggaran yang dimaksudkan adalah pelanggaran terhadap UU No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Sebanyak
7 orang
informan mengaku pernah melakukan pelanggaran lalu lintas, 4 informan diantaranya mengaku melakukan pelanggaran meskipun mengetahui bahwa hal itu dilarang dan bisa ditindak karena sudah diatur dalam UU No 22 Tahun 2009. Pelanggaran yang dilakukan tersebut disebabkan karena
48 Endri dan Marisa Elsera , Makna Keteraturan Berlalu Lintas..... dengan melakukan pelanggaran justru lebih menguntungkan bagi mereka. Sementara itu, 3 informan dari 7 total informan dalam penelitian ini mengaku bahwa mematuhi hukum justru lebih menguntungkan dari pada melakukan pelanggaran. Berikut ini uraiannya: 2.2.1. Pelanggaran
Hukum
Lebih
Menguntungkan Manusia dalam bertindak (baik itu tindakan yang mematuhi hukum maupun tindakan yang melawan hukum) memiliki maksud dan tujuan. Penganut teori pertukaran sosial akan setuju bahwa setiap perbuatan dilakukan untuk mendapatkan ganjaran dan atau menjauhi hukuman. Oleh karena itu, jika seseorang melakukan pelanggaran maupun mematuhi aturan artinya orang tersebut menganggap bahwa perbuatan itu lebih menguntungkan jika disbandingkan tidak melakukan perbuatan tersebut. Dalam konteks pelanggaran hukum, si pelanggar akan merasa penggaran yang dilakukan akan lebih berarti dari pada mentaati aturan yang telah dibuat. Hal ini diungkapkan oleh Angga, 16 tahun sebagai berikut: “Ada aturannya kalo di sekolah. Jadi siswa yang mau bawa kendaraan ke sekolah, kendaraannya tuh pajaknya tak boleh mati, trus siswa juga harus punya SIM. Tapi walopun dah diatur gitu banyak juga sih yang tak sesuai aturan kak. Saya aja belom punya SIM tapi tetap bawa motor ke sekolah. Meskipun ada aturan, namun masih
banyak siswa sekolahnya yang tetap membawa kendaraan meskipun tidak memenuhi syarat atau aturan yang ada. Walopun dah diatur gitu banyak juga sih yang tak sesuai aturan kak. Saya aja belom punya SIM tapi tetap bawa motor ke sekolah.” Hal senada juga disampaikan oleh informan Lala 15 tahun, yaitu: “Lumayan banyak juga anak sekolah saya yang masih bawak motor walopun tak ada SIM. Kawan saya rata-rata belom buat SIM juga kak, kayak saya gini.” Menciptakan budaya berlalu lintas yang tertib tidak dapat dilakukan dengan instan. Butuh proses belajar yang panjang dan tidak mudah. Sebab, individu bertindak sesuai dengan interpretasi mereka terhadap sesuatu. Baik tindakan conformity maupun penyimpangan dilakukan oleh individu dan masyarakat melalui proses belajar. Proses belajar yang dimaksud adalah proses mempelajari dan melaksanakan persesuaian maupun pembangkangan terhadap nilai, norma ataupun aturan yang berlaku di masyarakat. Adapun jenis pelanggaran lalu lintas yang sering dilakukan informan yakni menerobos lampu lalu lintas, tidak membawa surat-surat kelengkapan berkendara dan melaju dalam kecepatan tinggi. Menurut informan, jika hanya berkendara dalam jarak dekat (meskipun melalui jalan raya), tidak perlu membawa
surat-surat
berkendara
seperti
kelengkapan Surat
Izin
JURNAL SELAT 49
Volume. 4 Nomor. 1, Oktober 2016. Halaman 33-52
Mengemudi (SIM) dan Surat Tanda
belajar dari pengendara lain yang juga
Nomor Kendaraan (STNK). Hal ini
sering melakukan pelanggaran.
diakui oleh Bayu, 23 tahun yang
2.2.2. Defenisi Aturan Hukum yang Mengun-
diwawancarai pada 25 Mei 2016
tungkan atau Tidak Menguntungkan
mengungkapkan sebagai berikut:
Sekalipun tau dan paham bahwa per-
“Kalau ke kampus saye tak de bawa STNK memang. Takut hilang kalau dibawa-bawa. Lewat ke kampus kan tak de polisi, amanlah tak perlu bawa STNK kecuali kalau nak ke Pinang. Temanteman dan sodare pun tak bawa juge tak ape, asal tak de razia je. Kadang kalau orang-orang lewat jalan besar Cuma bawa helm 1 tak de kene stop polisi. Jadi, itu dah biase. Kalau SIM bawa, soalnye kalau nak ngurus-ngurus kan perlu tanda pengenal. Saye tak de KTP, dah lame mati,”.
buatan melanggar aturan hukum lalu
Hal serupa juga diungkapkan oleh pelanggar lalu lintas lainnya, Rais, 22 tahun yang diwawancarai pada 20 Mei 2016 mengungkapkan sebagai berikut: “Saye tu kalau melanggar lalu lintas dah sering. Dah tak terhitung. Kadang buruburu kerja, lampu merah ya saye terobos je kalau dah tengok kanan kiri tak de mobil melintas dan tak de polisi. Kalau STNK saye tak ada, kemarin hilang dipinjam sodare belum lagi saye urus sampai sekarang. Kan dah buat surat kehilangan, dah amanlah tu kalau di stop polisi. Pengendara lain je banyak tak lengkap, tak kene tilang pun. Jadi asalkan tak diwaktu-waktu razia amanlah,”. Berdasarkan penuturan informan diatas, dapat disimpulkan bahwa pelanggaran lalu lintas yang dilakukan bukan kali pertama, bahkan sudah sering dilakukan. Pelanggaran tersebut dilakukan tidak hanya karena ketidak tahuan
informan
terhadap
aturan
berlalu lintas, tapi juga karena proses
lintas itu adalah perbuatan yang tidak benar, namun informan masih belum sepenuhnya bisa menghindarinya. Kecenderungan informan untuk kembali mengulang pelanggaran hukum lalu lintas tampak dari jawaban-jawaban ketika dilakukan wawancara, yaitu seperti pernyataan Ocha, 15 tahun: “Saya pernah kena tilang, waktu pulang sekolah. Waktu itu saya boncengan sama kawan dan tak pakai helm ganda, dah gitu saya juga belum punya SIM. Nah setelah kejadian kek gitu saya jadi lebih hati-hati kak. Maksudnya saya tetap bawa motor walopun belum punya SIM, tapi liat-liat kiri kanan ada polisi yang jaga apa tidak.” Sama
halnya
dengan
pernyataan
Safira, 16 tahun: “Karna saya belom punya SIM, pas ada razia saya pernah kena. Tapi udah abis tu saya masih selow aja sih kak bawa motor. Kan namanya kalo gak bawak motor sendiri susah mau pergi-pergi. Jadi ya tetap aja bawa motor biar tak punya SIM, yang penting saya dah pande bawak motor sendiri.” Berdasarkan pernyataan informan di atas, dapat disimpulkan bahwa individu memiliki definisi terhadap aturan atau hukum. Mereka kemudian menginterpretasikannya.
Ketika
melanggar
hukum dianggap lebih menguntungkan
50 Endri dan Marisa Elsera , Makna Keteraturan Berlalu Lintas..... dibandingkan tidak melakukan pelang-
Berdasarkan pembahasan yang dikemu-
garan, maka individu akan melakukan
kakan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai
pelanggaran.
berikut yaitu:
Begitupun sebaliknya,
ketika mematuhi hukum lebih mengun-
1.1. Implementasi
pengaturan
Lalu
Lintas
tungkan karena mendapatkan reward
berdasarkan UU No. 22 Tahun 2009
dan dapat mengelakkan dari punish-
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
ment maka individu akan melakukan
yang aman dan selamat sebagaimana
konformitas.
dijelaskan dalam tujuan dari undang-
Berdasarkan pandangan Berger, dari
undang tersebut, namun pelaksanaannya
pandangan fenomenologis bahwa ter-
khususnya di wilayah Kota Tanjungpinang
dapat realitas berganda dari pada
masih banyak yang belum patuh dan masih
hanya suatu realitas tunggal. Ada dua
kurang memperhatikan kelengkapan ken-
realitas, realitas sehari-hari yang diteri-
daraannya. Dapakanya yang terjadi justru
ma tanpa dipertanyakan (common
belum aman dan selamat yaitu dengan
sense) dan realitas imliah. Ada realitas
adanya beberapa kecelakaan lalu lintas di
sosial yang diabaikan, sebenarnya
wilayah Kota Tanjungpinang. Dalam per-
merupakan realitas yang lebih penting.
kembangannya ada tren penurunan dari
Realitas ini dianggap sebagai realitas
tahun 2013 hingga 2016 baik luka-luka
yang teratur dan terpola; biasanya
sampai meninggal dunia. Kecelakaan lalu
diterima begitu saja dan non-pro-
lintas juga dipengaruhi budaya lalu lintas
blematis sebab dalam interaksi yang
yang belum baik.
terpola realitas sama-sama dimiliki
1.2. Makna keteraturan berlalu lintas di Kota
dengan orang lain.
Tanjungpinang terlihat dari setiap individu
Manusia memiliki instrumen dalam
memaknai tersendiri terhadap aturan atau
menciptakan
yang
hukum. Diciptakannya sebuah produk
obyektif melalui proses eksternalisasi,
hukum menuntut masyarakat untuk mema-
sebagaimana
mempengaruhinya
tuhinya. Sebab, produk hukum adalah se-
melalui proses internalisasi (yang men-
buah realitas obyektif. Hukum dasar yang
cerminkan realitas subyektif). Jadi,
mengendalikan dunia sosial obyektif adalah
masyarakat adalah produk dari manusia
keteraturan. Keteraturan itu merupakan
dan manusia juga merupakan produk
prasyarat primer dalam kehidupan sosial
masyarakat.
dan masyarakat dalam esensinya sendiri
realitas ia
sosial
merupakan tertib yang semestinya ada E. Penutup
atas serangkaian pengalaman-pengalaman
1. Simpulan
manusia yang berubah-ubah.Ketertiban
JURNAL SELAT 51
Volume. 4 Nomor. 1, Oktober 2016. Halaman 33-52
berlalu lintas bagi masyarakat Tanjungpinang
aturan
dapat dimaknai dengan beragam. Jika dilihat
pemaknaan yang berbeda terhadap keterti-
dari kacamata masyarakat yang konformiti
ban berlalu lintas, penghargaan terhadap
(melakukan persesuaian), maka ketertiban
hukum yang rendah dan rambu lalu lintas
berlalu lintas dianggap sebagai satu hal yang
serta kelengkapan berlalu lintas yang masih
patut dilakukan, sebab sudah sewajarnya
kurang menjadi penyebab pelanggaran ber-
hukum mempengaruhi masyarakat. Produk
lalu lintas. Pemaknaan yang berbeda dalam
hukum diciptakan untuk dipatuhi karena di-
berlalu lintas disini adalah hukumlah yang
harapkan dapat mengatur pola perikelakuan
harus ditinjau dan disesuaikan dengan
masyarakat. Apabila menggunakan istilah
budaya setempat. Bukan masyarakat dipak-
Sosiologi, maka masyarakat yang patuh
sakan mematuhi aturan hukum karena insti-
terhadap hukum (conformity) memiliki alasan
tusi hukum merupakan suatu proses. Namun
untuk melakukan persesuaian terhadap UU
pemaknaan ini dipengaruhi oleh persepsi
No 22 Tahun 2009 tersebut, begitupun
yang sempit dan edukasi yang rendah
dengan masyarakat
terutama dibidang pengetahuan berlalu
yang tidak
patuh
terhadap hukum atau yang disebut dengan perilaku menyimpang (deviant) juga memiliki makna dibalik perbuatan melanggar hukum
hukum
yang
telah
ditetapkan,
lintas. 2. Saran 2.1. Perlu pendidikan hukum untuk menyadarkan
yang dilakukannya.
masyarakat akan pentinya budaya lalu lintas
Pembangkangan terhadap hukum yang
yang baik.
berupa perilaku tidak tertib/tidak teratur/pelanggaran lalu lintas memiliki banyak
2.2. Perlu untuk melengkapi rambu-rambu lalu lintas termasuk perbaikan jalan.
penyebab, yakni ketidak pahaman terhadap DAFTAR PUSTAKA BUKU Afrizal. Pengantar Metode Pneleitian Kualitatif: Dari Pengertian Sampai Penulisan Laporan. Padang: Andalas University Press, 2005. Anwar, Yesmil. Pengantar Sosiologi Hukum. Jakarta: Gramedia, 2010. Arif, Adliah. Analisis Terhadap Penggunaan Ponsel Saat Berkendaraan Menurut Undangundang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Studi Kasus di Sat Lantas Porestabes Makasar. Makasar: Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, 2013.
Ilham, Bisri. Sistem Hukum Indonesia. Jakarta : Grafindo Persada, 1998. J, Moleong Lexy. Metode Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya: Bandung, 2001. Kusumaatmadja, MochtarMochtar dan B. Arief Sidharta. Pengantar Ilmu Hukum Suatu Pengenalan Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum. Bandung: Alumni, 2009. Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Yogyakarta,: Liberty, 2005.
52 Endri dan Marisa Elsera , Makna Keteraturan Berlalu Lintas..... Rasjidi, Lili dan Ira Thania Rasjidi. Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007. Suteki. Kebijakan Tidak Menegakkan Hukum (Non Enforcement of Law). Semarang: Pidato Pengukuhan Disampaikan pada Upacara Penerimaan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 4 Agustus 2010. Warassih, Esmi. Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis. Semarang: BP UNDIP, 2011. Wigjosoebroto, Soetandyo. Hukum dan MetodeMetode Kajiannya. Jakarta: BPHN, 1980. Internet Lakalantas Menjadi Pembunuh Ketiga, bisa diakses pada:http://www.merdeka.com/peristiwa/po lri-setiap-jam-ada-3-orang-tewas-akibatkecelakaan-di-2013.html, diakses pada tanggal 2 April 2015, jam 00.37 WIB. Batam Peringkat Tertinggi Lakalantas di Kepri, dapat diakses pada web: http://www.batamtoday.com/berita30282Batam-Peringkat-Tertinggi-Lakalantas-diKepri.html, diakses pada tangga; 2 April 2015, jam 00:42 WIB.
Polres Tanjungpinang Mampu Selsesaikan 46% perkara http://haluankepri.com/tanjungpinang/7215 2-polres-tanjungpinang-mampu-selesaikan46--perkara.html, diakses pada tanggal 2 April 2015, jam 00:59 WIB. Yodokus Lusius Peu Lelangayaq, Hubungan Antara Persepsi Terhadap Polisi Lalu Lintas Dengan Pelanggaran Lalu Lintas Yang Dilakukan Remaja di Kota Malang, Artikel Universitas Malang Fakultas Pendididkan Psikologi, Program Studi Psikologi, April 2013,hlm. 10 juga bisa diliha Padahttps://www.google.co.id/url?sa=t&rct =j&q=&esrc=s&source=web&cd=8&cad=rja &uact=8&ved=0ahukewi_urpxqvlahxtb44kh bhkbheqfghgmac&url=http%3a%2f%2fjurn alonline.um.ac.id%2fdata%2fartikel%2fartik eld77306a114d843632897af8f7d3b348f.pd f&usg=afqjcnfdldwg5qktzj1d1olzsm7oxufm kw&bvm=bv.116274245,d.c2e, diakses pada 6 Maret 2016 WIB. Peratura Perundang-undangan Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan