MAKALAH PENDAMPING BIDANG MATEMATIKA STRUCTURAL EQUATION MODELING (SEM) PADA PEMODELAN PENGGUNAAN PELAYANAN KESEHATAN DI JAWA TENGAH TAHUN 2015 Desilia Wimbi Susanti Badan Pusat Statistik Kabupaten Purworejo Email:
[email protected]
Abstrak Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program Indonesia Sehat. Salah satu pilar utamanya yaitu penguatan pelayanan kesehatan dilakukan dengan strategi peningkatan akses pelayanan kesehatan. Selama kurun waktu lima tahun terakhir yaitu tahun 2010 hingga tahun 2014, persentase penduduk yang mengalami keluhan kesehatan di Jawa Tengah terus mengalami peningkatan tetapi yang berobat jalan di fasilitas kesehatan di Jawa Tengah justru menunjukkan penurunan. Hal ini mengindikasikan masih belum maksimalnya penggunaan pelayanan kesehatan di Jawa Tengah. Analisis penggunaan pelayanan kesehatan di Jawa Tengah Tahun 2015 merupakan sebuah model yang secara teori megandung beberapa persamaan secara simultan sehingga dilakukan pengukuran melalui analisis Structural Equation Modeling (SEM). Variabel dalam model merupakan data ordinal dan nonnormal sehingga metode estimasi yang digunakan adalah Weighted Least Square (WLS). Hasil estimasi dengan menggunakan WLS menunjukkan bahwa variabel yang paling berpengaruh terhadap penggunaan pelayanan kesehatan di Jawa Tengah Tahun 2015 adalah persepsi tentang keluhan kesehatan dengan kuat pengaruhnya sebesar 0.4739. Kata Kunci: Structural Equation Modeling (SEM), Pembangunan Kesehatan, Weighted Least Square (WLS), Penggunaan Pelayanan Kesehatan 1. PENDAHULUAN Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat. Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan tiga pilar utama yaitu paradigma
sehat, penguatan pelayanan kesehatan dan jaminan kesehatan nasional. Salah satu pilar utama tersebut yaitu penguatan pelayan kesehatan dilakukan dengan strategi peningkatan akses pelayanan kesehatan, optimalisasi sistem rujukan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan, menggunakan
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
21
pendekatan continuum of care dan intervensi berbasis resiko kesehatan (Kemenkes RI, 2015). Pelayanan kesehatan merupakan salah satu hak mendasar masyarakat yang penyediaannya wajib diselenggarakan oleh pemerintah sebagaimana telah diamanatkan dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat (1) “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan” dan Pasal 34 ayat (3) “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”. Dengan demikian, salah satu upaya yang dapat dilakukan pemerintah dalam mencapai kesejahteraan yang setinggitingginya ialah dengan menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Banyak hal yang perlu diperhatikan agar dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan baik diantaranya adalah kesesuaian dengan kebutuhan masyarakat, sehingga perkembangan pelayanan kesehatan secara umum dipengaruhi oleh besar kecilnya kebutuhan dan tuntutan dari masyarakat yang sebenarnya merupakan gambaran dari masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat tersebut. Kebutuhan adalah keinginan masyarakat untuk memperoleh dan mengkonsumsi barang dan jasa yang dibedakan menjadi keinginan untuk mengunakan pelayanan kesehatan dan tidak inginnya menggunakan pelayanan kesehatan yang ada (Tjiptoherijanto, 2008 dalam Gaol, 2013). Berbicara mengenai penggunaan pelayanan kesehatan di Provinsi Jawa Tengah, data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) menunjukkan penduduk yang mengalami keluhan kesehatan dan berobat jalan di fasilitas kesehatan di Jawa Tengah menunjukkan penurunan selama lima tahun terakhir yaitu dari 96.16 persen pada tahun 2010, turun menjadi 95.26 persen tahun 2011,
22
turun kembali menjadi 95.08 persen tahun 2012, menjadi 94.86 persen tahun 2013 dan turun menjadi 94.54 persen tahun 2014. Padahal di sisi lain, persentase penduduk yang mengalami keluhan kesehatan selama tahun 2010 sampai 2014 justru terus mengalami peningkatan. (Gambar 1.2). Gambar 1.2. Penduduk yang Mengalami Keluhan Kesehatan dan Penduduk yang Menggunakan Berobat Jalan di Fasilitas Kesehatan Selama Sebulan yang Lalu di Provinsi Jawa Tengah (%), 2010-2014 120
96,16
95,26
95,08
94,86
94,54
28,72
30,15
31,54
31,66
32,92
2010
2011
2012
2013
2014
100 80 60 40 20 0
Persentase Penduduk yang mengalami keluhan kesehatan Persentase penduduk berobat jalan di Fasilitas Kesehatan
Sumber : diolah dari Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah 2010-2014
Kondisi tersebut menunjukkan masih belum maksimalnya penggunaan pelayanan kesehatan di Provinsi Jawa Tengah yang merupakan tantangan bagi pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu analisis mengenai model penggunaan pelayanan kesehatan di Provinsi Jawa Tengah untuk dapat mengetahui faktorfaktor apa saja yang mempengaruhinya.Hal ini dikarenakan dengan meningkatnya penggunaan pelayanan kesehatan diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat karena terjaminnya pengobatan yang memadai bagi masyarakat yang mengalami keluhan kesehatan. Analisis penggunaan pelayanan kesehatan di Jawa Tengah Tahun 2015 merupakan sebuah model yang secara teori megandung beberapa persamaan secara simultan. Simultanitas dalam analisis ini menjadikan sebuah variabel yang sama merupakan
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
variabel independen dalam satu persamaan dan sekaligus merupakan variabel dependen dalam persamaan lainnya. Dalam model penggunaan pelayanan kesehatan di Provinsi Jawa Tengah tahun 2015 secara teori terdapat pengaruh masing-masing variabel baik pengaruh langsung maupun pengaruh tidak langsung. Mengatasi suatu model persamaan yang simultan, penggunaan analisis regresi tidak lagi dapat dilakukan. Pengaruh suatu variabel independen terhadap variabel dependen baik secara langsung maupun tidak langsung dalam model penggunaan pelayanan kesehatan di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015 yang disebabkan simultanitas tersebut hanya dapat diukur menggunakan analisis Structural Equation Modeling (SEM). Penelitian ini bertujuan untuk mengaplikasikan Structural Equation Modeling (SEM) pada model penggunaan pelayanan kesehatan di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015 yang disusun berdasarkan data SUSENAS tahun 2015. Data yang digunakan merupakan data ordinal dan nonnormal, maka metode estimasi yang digunakan adalah Weighted Least Square (WLS). Dengan hasil yang diperoleh diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk meningkatkan penggunaan pelayanan kesehatan oleh masyarakat. 2. KAJIAN LITERATUR Structural Equation Modeling (SEM ) merupakan suatu teknik analisis multivariat yang memungkinkan untuk menguji hubungan antara variabel yang kompleks dan memperoleh gambaran menyeluruh mengenai keseluruhan model. Model keseluruhan dalam SEM terdiri dari sebuah sistem persamaan struktural yang mengandung variabel acak (random variable), parameter struktural dan variabel tidak acak (non random variable). Sistem persamaan struktural mempunyai dua
subsistem utama yaitu model variabel laten dan model pengukuran (Bollen, 1989). SEM mempunyai dua jenis variabel laten yaitu eksogen dan endogen. Variabel laten yang tidak dipengaruhi variabel lain dalam model maka disebut variabel laten eksogen, sedangkan variabel laten yang dipengaruhi oleh variabel lainnya adalah variabel laten endogen. Variabel laten endogen hanya dapat dijelaskan secara sebagian oleh model. Komponen yang tidak dapat dijelaskan merupakan kesalahan acak (random disturbance) dalam persamaan. Beberapa variabel laten eksogen dan variabel laten endogen diestimasi secara simultan, termasuk juga hubungan kausal antarvariabel endogen. Dengan demikian, melalui SEM dapat diketahui pengaruh langsung (direct effect), pengaruh tidak langsung (indirect effect), dan pengaruh keseluruhan (total effect) dari satu variabel ke variabel lainnya. Pengaruh langsung adalah pengaruh yang tidak melalui perantara variabel lain, pengaruh tidak langsung terjadi melalui setidaknya satu variabel perantara, dan pengaruh keseluruhan adalah penjumlahan pengaruh langsung dan seluruh pengaruh tidak langsung (Bollen, 1989). Hubungan di antara variabel, teramati atau laten, dalam model persamaan struktural ada tiga macam. Asosiasi adalah hubungan di antara dua variabel di dalam model dan tidak mempunyai arah; identik dengan hubungan yang diperoleh dalam analisis korelasi. Pengaruh langsung, yang merupakan bagian dari model persamaan struktural adalah sebuah hubungan dengan arah di antara dua variabel; merupakan tipe hubungan yang diperoleh melalui ANOVA atau regresi berganda. Namun, variabel yang merupakan variabel independen dalam suatu persamaan regresi, tidak bisa sekaligus sebagai variabel dependen karena analisis regresi tidak dapat terdiri dari beberapa persamaan simultan. Selain itu, analisis regresi menggambarkan
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
23
hubungan antar variabel tetapi tidak selalu menyatakan hubungan kausal (Hoyle, 1995). Di dalam sebuah model, masing-masing pengaruh langsung menggambarkan hubungan antara variabel independen dan variabel dependen, meskipun variabel dependen dalam sebuah pengaruh langsung dapat menjadi variabel independen di sisi lainnya. Kapasitas untuk menempatkan sebuah variabel sebagai variabel dependen dan variabel independen merupakan inti dari pengaruh tidak langsung. Pengaruh tidak langsung adalah pengaruh dari variabel independen pada variabel dependen melalui satu atau lebih variabel penengah atau mediasi (Baron & Kenny, 1986 dalam Hoyle, 1995). Model struktural atau structural model dan model pengukuran atau measurement model dalam SEM mempunyai notasi lengkap sebagai berikut: Model Struktural η
Model Pengukuran : y τy y
x τx x dimana
, y , x adalah vector intersep
(yaitu variabel “constant”) (eta) adalah vector dari variabel acak laten endogen (m x 1) (ksi) adalah vector dari variabel acak laten eksogen (n x 1) (beta) adalah matriks koefisien m x m yang menunjukkan pengaruh variabel laten endogen satu sama lain. (gamma) adalah matriks koefisien m x n untuk efek terhadap (zeta) adalah vector m x 1 dari kesalahan (random disturbances) dalam persamaan struktural antara dan dengan matriks covarian y adalah vector p x 1 dari respon observed atau variabel outcomes x adalah vector q x 1 dari prediktor, kovariat atau variabel input
24
y (lambda y) adalah matriks koefisien p x m yang menunjukkan relasi y terhadap
x
(lambda x) a dalah matriks koefisien q x
n yang menunjukkan relasi x terhadap (epsilon) adalah vector p x 1 dari kesalahan pengukuran pada y (delta) adalah vector q x 1 dari kesalahan pengukuran pada x dengan asumsi a. tidak berkorelasi dengan b. tidak berkorelasi dengan c. tidak berkorelasi dengan d. , , dan tidak saling berkorelasi e. adalah non-singular. 3. METODE PENELITIAN 3.1 SEM untuk Model Penggunaan Pelayanan Kesehatan 3.1.1 Konseptual Model Salah satu model penggunaan pelayanan kesehatan adalah model sistem kesehatan (health system model). (2.3) Anderson (1974) menggambarkan model sistem kesehatan (2.4) berupa model kepercayaan kesehatan yang mencakup tiga kategori(2.5)utama dalam pelayanan kesehatan (Notoatmodjo, 2012) yaitu : 1. Karakteristik Predisposisi (Predisposing characteristic) Karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap individu mempunyai kecenderungan untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena adanya ciri-ciri individu yang digolongkan ke dalam 3 kelompok sebagai berikut : a. Ciri-ciri demografi, seperti jenis kelamin dan umur, b. Struktur sosial, seperti tingkat pendidikan, pekerjaan, kesukuan atau ras, dan sebaginya, c. Manfaat-manfaat kesehatan (kepercayaan), seperti keyakinan bahwa pelayanan kesehatan dapat menolong proses penyembuhan penyakit. Karakteristik predisposisi ini tidak serta merta berpengaruh langsung terhadap penggunaan pelayanan kesehatan akan tetapi sebagai faktor pendorong untuk menimbulkan
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
hasrat dalam penggunaan pelayanan kesehatan. 2. Karakteristik pendukung (Enabling characteristic) Karakteristik ini mencerminkan bahwa meskipun individu mempunyai predisposisi untuk menggunakan pelayanan kesehatan namun beberapa faktor harus tersedia untuk menunjang pelaksanaannya seperti faktor kemampuan (penghasilan dan simpanan, askes, dll) dan dari komunitas (fasilitas pelayanan kesehatan). 3. Karakteristik kebutuhan (Need characteristic) Faktor predisposisi dan faktor yang memungkinkan untuk mencari pengobatan dapat terwujud di dalam tindakan apabila itu dirasakan sebagai kebutuhan. Dengan kata lain kebutuhan dasar merupakan dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan. Berikut beberapa variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Pendidikan ( 1 ), yaitu tingkat pendidikan yang ditamatkan, merupakan variabel dikotomus yang bernilai 1 jika tingkat pendidikan yang ditamatkan SLTP ke atas dan bernilai 0 jika tingkat pendidikan di bawah SLTP. 2. Pekerjaan ( 2 ), merupakan variabel dikotomus yang bernilai 1 jika responden mempunyai kegiatan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan paling sedikit selama satu jam dalam seminggu terakhir dari referensi survey atau mempunyai pekerjaan/usaha tetapi sementara tidak bekerja selama seminggu terakhir dan bernilai 0 jika responden tidak mempunyai kegiatan pekerjaan. 3. Persepsi responden tentang keluhan kesehatan yang dialaminya dalam 1 bulan terakhir ( 3 ), merupakan variabel dikotomus yang bernilai 1 jika responden menganggap keluhan kesehatan tersebut mengakibatkan terganggunya pekerjaan, sekolah, atau kegiatan sehari-hari dan bernilai 0 jika responden menganggap keluhan kesehatan tersebut tidak mengakibatkan terganggunya pekerjaan, sekolah, atau kegiatan sehari-hari.
4. Pengeluaran per kapita ( 1 ), diukur melalui pengeluaran rumah tangga selama 1 bulan dibagi dengan jumlah anggota rumah tangga, merupakan variabel dikotomus yang bernilai 1 jika pengeluaran per kapita >= Rp 695.856,dan bernilai 0 jika pengeluaran per kapita < Rp 695.856,-. Nilai Rp 695.856,merupakan nilai rata-rata pengeluaran per kapita penduduk Jawa Tengah tahun 2015. 5. Askes ( 2 ), yaitu jaminan kesehatan yang dimiliki yang merupakan variabel dikotomus, bernilai 1 jika memiliki jaminan kesehatan (BPJS Kesehatan, BPJS ketenagakerjaan, Askes/Asabri/Jamsostek, Jamkesmas/PBI, Jamkesda, Asuransi Swasta, Perusahaan/kantor) dan bernilai 0 jika tidak memiliki jaminan kesehatan tersebut. 6. Penggunaan Pelayanan Kesehatan yang diukur melalui jenis pelayanan kesehatan untuk berobat jalan yang dipilih oleh penduduk berusia 15 tahun ke atas yang mengalami keluhan kesehatan selama 1 bulan terakhir di Provinsi Jawa Tengah tahun 2015 (3 ). Variabel ini merupakan variabel dikotomus yang bernilai 1 jika sarana pelayanan kesehatan yang dipilih untuk berobat jalan adalah rumah sakit pemerintah, rumah sakit swasta, praktik dokter/bidan, klinik/praktek dokter bersama, Puskesmas/Pustu, UKBM (Poskesdes, Polindes, Posyandu, Balai Pengobatan) dan bernilai 0 jika tidak berobat jalan atau berobat jalan di praktek pengobatan tradisional/alternatif atau berobat jalan di Lainnya. Konseptual model penggunaan pelayanan kesehatan tersebut digambarkan seperti pada Gambar 3.1.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
25
Gambar 3.1. Konseptual Model Penggunaan Pelayanan Kesehatan di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015
ζ = vektor dari error dalam persamaan berukuran 3x1. Model pengukuran implisit untuk persamaan struktural dengan variabel teramati adalah yη x (3.2) dimana
y vektor variabel teramati verukuran 3x1 x vektor variabel teramati verukuran 3x1
Arah Hubungan antara variabel adalah sebagai berikut : Tabel 3.1. Arah Hubungan antara Variabel Variabel Varibel Eksogen Karakteristik Predisposisi Karakteristik Kebutuhan Variabel Eksogen Karakteristik Predisposisi Variabel Endogen Karakteristik Kemampuan
Hubungan terhadap Variabel Endogen Penggunaan Pelayanan Kesehatan Positif Positif Karateristik Kemampuan Positif Penggunaan Pelayanan Kesehatan Positif
3.1.2 Perumusan Model Langkah-langkah dalam perumusan model adalah sebagai berikut : (a) Spesifikasi Model (Model Specification) Spesifikasi berarti menerjemahkan hubungan antarvariabel yang digunakan dalam penelitian ke dalam suatu sistem persamaan linier. Model pengukuran dalam penelitian ini merupakan model pengukuran formatif. Dengan demikian, persamaan struktural direpresentasikan dalam bentuk sebagai berikut : y y x ζ (3.1) dimana = matriks koefisien berukuran 3x3 = matriks koefisien berukuran 3x3 y = vektor variabel endogen berukuran 3x1 x = vektor variabel eksogen berukuran 3x1
26
Dalam model penggunaan pelayanan kesehatan di Jawa Tengah tahun 2015, variabel x dan y diasumsikan merepresentasikan latent ξ dan η dan hanya satu indikator yang digunakan untuk masingmasing variabel laten. Dengan demikian, matriks lisrel yang digunakan dalam pengolahan adalah sebagai berikut 0 0 0 11 12 0 = 0 0 0 = 21 22 0 31 0 33 31 32 33 0 11 0 12 22 0 13 23 33
0 11 0 0 22 0 . 0 33 0
Gambar 3.2 Diagram Jalur Model Penggunaan Pelayanan Kesehatan di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015
(b) Identifikasi (Identification) Identifikasi dilakukan untuk memeriksa apakah model yang telah dibentuk menghasilkan solusi yang tunggal atau unik (identified) (Bollen, 1989). Dalam penelitian ini, model sudah memenuhi syarat
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
perlu karena nilai t 12 ( p q)( p q 1) , dimana t=18 parameter ( 2, =7, =6, =3 ) 1 1 dan 2 ( p q)( p q 1) 2 3 3 (3 3 1) 21 persamaan, sehingga model over identified (Bollen, 1989). (c) Estimasi (Estimation) Estimasi bertujuan untuk mencari nilai estimate parameter dengan meminimumkan perbedaan antara elemen-elemen yang ada
Σ θ (matrik kovarians yang diturunkan dari
model) dan dengan elemen-elemen yang ada di Σ (matrik kovarians populasi) yang dalam hal ini diganti oleh S yang merupakan
data dari sampel populasi. Σ θ terdiri dari 3 bagian yaitu (1) matrik kovarians dari y, (2) matrik kovarians dari x dan y, dan (3) matrik kovarians dari x. Matriks kovarians dari y, yy (θ) : yy ( ) E (yy) = I - B
-1
I - B
-1
(3.3)
dimana matrik kovarians dari x matriks kovarians dari ζ Implied covariance matrix dari x, xx θ sama dengan , atau xx θ E xx
(3.4)
Implied covariance matrix dari x dan y, xy θ E xy
1 I - B
(3.5).
Dari persamaan (3.3) sampai (3.5) diperoleh Implied covariance matrix dari x dan y sebagai berikut : 1 1 1 (I - B) ( ) (I - B) (I - B) θ 1 I - B (3.6)
Persamaan 3.6 menunjukkan bahwa matrik kovarians adalah fungsi dari seluruh parameter. Untuk mencari fungsi minimalisasi antara matrik kovarians model dengan matrik kovarians sampel pada
penelitian ini digunakan metode Weighted Least Square (WLS). Metode WLS tepat diaplikasikan dikarenakan data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data yang ordinal dan nonnormal dengan ukuran sampel yang besar yaitu 24.581. Dalam estimasi WLS digunakan sebuah matriks weight (W) yang mengandung kombinasi dari bentuk order kedua dan order keempat, dimana W adalah matriks kovarians dari elemen dalam S yang mengandung varians dan kovarians. W adalah sebuah matriks berukuran p * x p * yang merupakan banyaknya elemen unik dalam S, dimana p* 12 ( p q)( p q 1) . (d) Evaluasi Model (Model Evaluation) Terdapat beberapa uji statistik dan indeks kecocokan dalam model SEM, masingmasing adalah statistik z untuk uji masingmasing parameter dan statistik 2 untuk kecocokan model keseluruhan . Uji 2 merupakan uji yang sensitif terhadap penyimpangan normalitas dan (3.3)ukuran sampel. 2 Dengan demikian, lemahnya statistik tidak selalu mengindikasikan lemahnya kecocokan model (Jöreskog and Sörbom, 1996). Banyak program SEM menyediakan beberapa ukuran kecocokan lainnya. Oleh karena itu, kuran kecocokan model yang digunakan dalam penelitian(3.4) ini adalah ukuran kecocokan absolut dan ukuran kecocokan inkremental. Ukuran kecocokan absolut mengukur sejauh mana suatu model dapat memprediksi matriks kovarian (3.5) atau korelasi variabel indikator, dalam penelitian ini digunakan Root Mean Square Error Of Approximation (RMSEA) dan Standardized Root Mean Square Residual (SRMR), yang memiliki batasan model fit untuk keduanya dari 0,08. Sementara itu, ukuran kecocokan inkremental merupakan ukuran yang membandingkan independence model/null model (model yang dibuat tanpa korelasi antara variabel observed, mempunyai (3.6). parameter sebanyak k dan derajat bebas k (k 1) / 2 ) dengan saturated model (model dengan jumlah parameter yang diestimasi sama dengan jumlah data yang diketahui, mempunyai k (k 1) / 2 parameter dan derajat
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
27
bebas nol). Dalam penelitian ini digunakan Comparative Fit Index (CFI) dan Normed Fit Index (NFI) dengan batasan model fit untuk keduanya 0,90. (e) Respesifikasi Model (Respecification of Model) Respesifikasi dilakukan jika hasil dari evaluasi tidak sesuai dengan yang diharapkan. Alasan harus dilakukannya respesifikasi model adalah : 1. Modelnya tidak cocok/fit. 2. Parameter tidak sesuai jika dipandang dari sudut teori. 3. Heywood cases. (f) Interpretasi Model Melakukan interpretasi terhadap hasilhasil analisis SEM pada Model Penggunaan Pelayanan Fasilitas Kesehatan di Jawa Tengah Tahun 2015. 3.2 Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik pada tahun 2015. Dalam penelitian ini data yang digunakan merupakan data hasil Susenas Kor untuk responden berusia 15 tahun ke atas (penduduk usia kerja) di Provinsi Jawa Tengah yang mengalami keluhan kesehatan selama 1 bulan terakhir. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Evaluasi Hasil Estimasi Parameter Evalusi hasil estimasi parameter dilakukan dengan melihat tanda dari estimate parameter khususnya parameter kausal dan estimate varians. Pada penelitian ini terdapat sembilan parameter yang diestimasi untuk menunjukkan hubungan kausal yaitu antara variabel pendidikan, pekerjaan terhadap pengeluaran per kapita per bulan maupun terhadap kepemilikan asuransi kesehatan, dan hubungan kausal antara pendidikan, pekerjaan, pengeluaran per kapita per bulan, kepemilikan asuransi kesehatan, persepsi mengenai keluhan kesehatan terhadap penggunaan pelayanan kesehatan di Jawa Tengah tahun 2015. Hasil estimate parameter kausal menunjukkan tanda yang sesuai dengan
28
hipotesis yaitu hubungan positif antara pendidikan dan pekerjaan terhadap pengeluaran per kapita per bulan, hubungan positif antara pendidikan terhadap kepemilikan askes, dan hubungan positif antara pendidikan, pengeluaran per kapita per bulan, kepemilikan asuransi kesehatan, persepsi mengenai keluhan kesehatan terhadap penggunaan pelayanan kesehatan. Estimate dari varians juga perlu dievaluasi untuk memastikan tidak terjadinya Heywood cases. Heywood cases yaitu terdapatnya estimate varians yang bernilai negatif. Nilai varians pada lampiran 2 menunjukkan nilai yang logis dan tidak ada yang bernilai negatif baik pada varians variabel laten eksogen maupun varians error model struktural yang berarti tidak terjadi Heywood cases. 4.2 Overall Fit Model Hasil pengolahan menunjukkan nilai chisquare (dinotasikan sebagai Minimum Fit Function Chi-Square) 2 46,01 ( p 0.0) dengan derajat bebas 3, mengindikasikan model kurang fit. Dikarenakan kondisi data yang menyimpang dari normal dan ukuran sampel yang besar pada penelitian ini, sehinggan uji digunakan.
2 tidak
sesuai
untuk
Tabel 4.1 Uji Kecocokan Keseluruhan Model Overall fit Absolut Inkremental
RMSEA SRMR CFI NFI
Diharapkan
Nilai
Keterangan
0.08
0.024
Model fit
0.08 0.90 0.90
0.016 0.99 0.99
Model fit Model fit Model fit
Pada penelitian ini akan digunakan ukuran alternatif untuk menilai kecocokan model keseluruhan seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.1. Nilai RMSEA 0.024 menunjukkan bahwa model fit. Ketiga ukuran alternatif kecocokan keseluruhan model lainnya juga menyatakan kecocokan model terpenuhi yaitu SRMR 0.016 yang lebih kecil dari batasan model fit 0.08 , sedangkan CFI 0.99 dan NFI 0.99 keduanya lebih besar dari batasan 0.90. Dengan demikian, disimpulkan bahwa kecocokan keseluruhan model adalah
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
baik atau dapat dikatakan bahwa model sesuai dengan data. 4.3 Evaluasi Model Struktural Berdasarkan nilai estimate untuk variabel penggunaan pelayanan kesehatan, variabel pengeluaran per kapita per bulan dan kepemilikan asuransi kesehatan berpengaruh positif terhadap penggunaan pelayanan kesehatan masing-masing sebesar 0.0841 dan 0.0874 yang berarti setiap kenaikan 1 simpangan baku pendapatan per kapita per bulan akan menaikkan penggunaan pelayanan kesehatan sebesar 0.0841 simpangan baku, sedangkan setiap kenaikan 1 simpangan baku kepemilikan asuransi kesehatan akan menaikkan penggunaan pelayanan kesehatan sebesar 0.0874 simpangan baku. Variabel persepsi tentang keluhan kesehatan juga mempunyai pengaruh positif sebesar 0.4739. Tabel 4.2 Estimate, Standar Error, dan Nilai z-test untuk Variabel Endogen Penggunaan Pelayanan Kesehatan Variabel
Estimate
Pendidikan 0.0101 Pekerjaan -0.0666 Persepsi tentang 0.4739 keluhan kesehatan Pengeluaran per 0.0841 kapita per bulan Kepemilikan Askes 0.0874 Ket : *) signifikan pada 10% **) signifikan pada 20%
Standar Error
z-test
0.0113 0.0100
0.8897**) -6.6346*)
0.0090
52.8747*)
0.0113
7.4483*)
0.0095
9.2194*)
Sementara itu, variabel pendidikan hanya mempunyai pengaruh secara tidak langsung yang signifikan (pada taraf 10%) terhadap penggunaan pelayanan kesehatan. Variabel pendidikan mempunyai pengaruh tidak langsung terhadap penggunaan fasilitas kesehatan sebesar 0.4060 jika melalui variabel pengeluaran per kapita per bulan dan pengaruh tidak langsung sebesar 0.0284 jika melalui variabel kepemilikan asuransi kesehatan. Dengan demikian, total pengaruh tidak langsung variabel pendidikan terhadap penggunaan pelayanan kesehatan sebesar 0.0366. 5. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa variabel yang paling berpengaruh terhadap
penggunaan pelayanan kesehatan di Jawa Tengah Tahun 2015 adalah persepsi tentang keluhan kesehatan dengan kuat pengaruhnya sebesar 0.4739. Variabel lain seperti kepemilikan askes dan pengeluaran per kapita per bulan masing-masing berpengaruh terhadap penggunaan pelayan kesehatan di Jawa Tengah tahun 2015 sebesar 0.0874 dan 0.0841. Sementara itu, variabel pendidikan hanya mempunyai pengaruh secara tidak langsung terhadap penggunaan pelayanan kesehatan di Jawa Tengah sebesar 0.0366. 6. REFERENSI Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah. (2014) Profil Kesehatan Jawa Tengah 2010-2014. Semarang : BPS Provinsi Jawa Tengah. Bollen, K.A. (1989) Structural Equations With Latent Variables. New York: Wiley. Gaol, Tiomarni Lumban. 2013. Pengaruh Faktor Sosiodemografi, Sosioekonomi dan Kebutuhan Terhadap Perilaku Masyarakat Dalam Pencarian Pengobatan di Kecamatan Medan Kota Tahun 2013. Fakultas Kesehatatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Tesis Tidak Dipublikasikan. Hoyle, R. H. (1995) Structural Equation Modeling : Concepts, Issues, and Applications. Edited by Susan Mc Elroy. Thousand Oaks,CA: Sage Publications. Jöreskog, K. G. and Sörbom, D. (1996) User’s Reference Guide LISREL ’8, Scientific Software International. Chicago: Scientific Software Internasional. Kementrian Kesehatan RI.(2015) Rencana Strategis Kementrian Kesehatan Tahun 2015-2019. Jakarta:Kementrian Kesehatan RI. Myers, R. H. (1995) Classical and Modern Regression With Applications. 2nd edn. Boston: PWS-KENT Publising Company. Notoatmodjo, S. (2012) Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta. Jakarta: PT Rineka Cipta. United Nation Development Programme. (1990) Human Development Report 1990. New York : Oxford University Press. https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id /1559 diakses pada tanggal 29 Desember 2016.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
29
SUBMODUL PRIMER PADA MODUL MULTIPLIKASI Lina Dwi Khusnawati
[email protected] FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta
Abstrak Suatu -modul disebut modul multiplikasi apabila untuk setiap submodul di , terdapat ideal di sedemikian hingga berlaku . Jika merupakan ideal prima sedemikian hingga maka merupakan submodul prima. Penggeneralisasian submodul (ideal) prima memunculkan definisi dari submodul (ideal) primer. Artikel ini akan membahas tentang kondisi yang berlaku jika merupakan ideal primer. Kata Kunci : Modul Multiplikasi, Submodul Primer 1.
Pendahuluan Diberikan ring komutatif dengan elemen satuan dan modul uniter. Submodul sejati di -modul disebut submodul prima apabila untuk setiap dan dengan berakibat atau ( ). Apabila ( ) diperumum ( ) dengan menjadi maka akan diperoleh pendefinisan submodul primer. Jelas bahwa setiap submodul prima merupakan submodul primer. Pada -modul , jika setiap submodul di dapat dinyatakan sebagai untuk suatu ideal di maka -modul disebut modul mltiplikasi. Suatu -modul multiplikasi disebut modul multiplikasi ( ) setia jika . El Bast dan Smith (1988) telah menunjukkan pada penelitiannya bahwa jika merupakan -modul multiplikasi setia dan ideal prima sedemikian hingga maka merupakan submodul prima. Pada artikel ini, akan ditunjukkan bahwa hal tersebut berlaku pula pada ideal primer. Artikel ini menggunakan paper Atani (2007) sebagai paper utama. Submodul Prima dan Primer Pada teori ring, ideal sejati di disebut ideal prima apabila untuk setiap dengan berakibat atau . ( ) maka diperoleh Karena bahwa untuk setiap dengan ( ) atau berakibat . Jika dipandang sebagai modul atas dirinya sendiri maka diperoleh pendefinisian submodul prima di -modul . Konsep tersebut
melatarbelakangi pendefinisian submodul prima di sebarang -modul . Terlebih dahulu diberikan bahwa + ( ( ) * | ) Definisi 2.1 (Dauns, 1978) Diberikan modul dan submodul sejati di . Submodul disebut submodul prima di apabila untuk setiap dan dengan berakibat atau ( ). Contoh 2.1 Diberikan sebarang bilangan prima . Submodul di -modul merupakan submodul prima. Proposisi 2.2 (Dauns 1978) Diberikan modul dan submodul sejati di . Jika merupakan submodul prima di maka ( ) merupakan ideal prima di . Bukti. Diambil sebarang ideal dan di ( ). Karena ( ) dengan ( ) maka . Karena submodul ( ). prima maka atau ( ) Dengan demikian, terbukti bahwa ( ). Terbukti ( ) ideal prima atau
2.
30
Generalisasi dari pendefinisian submodul prima memotivasi munculnya pendefinisian submodul primer sebagai berikut. Definisi 2.3 (Atani, 2007) Submodul sejati di -modul disebut submodul primer jika untuk sebarang dan dengan ( ) berakibat atau untuk suatu .
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
Seperti halnya ideal prima, pada teori dikenal pula ideal primer dengan definisi sebagai berikut. Definisi 2.4 (Northcott, 1968) Ideal sejati di disebut ideal primer jika untuk sebarang dengan berakibat atau untuk suatu . Pada konsep submodul prima, jika adalah submodul prima di -modul maka ( ) merupakan ideal prima di dan disebut sebagai -prima. Pada konsep submodul primer, akan ditunjukkan bahwa jika submodul primer di -modul maka ( ) merupakan ideal primer di . ) √( Selanjutnya, jelas bahwa merupakan ideal prima di dan submodul disebut sebagai -primer. Proposisi 2.5 (Atani, 2007) Diberikan modul . Jika submodul primer di ) merupakan ideal modul maka ( primer di . Bukti. Diambil sebarang dengan ( ). Karena ( ) maka ( ) ) sehingga ( . Karena merupakan submodul primer maka diperoleh ( ) untuk suatu atau . Dengan demikian, diperoleh jika ( ) maka ( ) atau ( ). Terbukti bahwa ( ) ideal primer di . 3.
Modul Multiplikasi Berikut diberikan definisi modul multiplikasi sebagai -modul. Definisi 3.1 (El-Bast dan Smith, 1988) Diberikan -modul . Modul disebut modul multiplikasi apabila untuk setiap submodul di terdapat ideal di sedemikian hingga memenuhi . Contoh 3.1 Diberikan sebarang bilangan prima . Modul sebagai -modul merupakan modul multiplikasi. Contoh 3.2 Himpunan bilangan rasional sebagai -modul bukan merupakan modul multiplikasi karena terdapat submodul di sehingga untuk setiap ideal di yaitu * + dan
, dengan ( )
berlaku
dan
.
Lemma 3.2 (El-Bast dan Smith, 1988) Diberikan -modul . Modul multiplikasi jika dan hanya jika untuk setiap , terdapat ideal di ring sehingga berlaku . Ideal disebut ideal presentasi dari submodul , atau secara singkat disebut presentasi dari submodul . Himpunan semua ideal presentasi dari submodul dinyatakan ( ) sebagai * +. Dari Definisi 4.1, jelas bahwa setiap submodul dari -modul memiliki ideal presentasi jika dan hanya jika adalah -modul multiplikasi. Selanjutnya, akan dijelaskan terkait bentuk dari ideal presentasi suatu submodul pada modul multiplikasi. Lemma 3.3 (El-Bast dan Smith, 1988) Diberikan -modul multiplikasi . Jika ( ) . submodul di maka = Bukti. Diketahui modul multiplikasi, artinya untuk setiap submodul di terdapat ideal presentasi di ring sehingga ( berlaku Akan dibuktikan ) ( ). ( ) merupakan ideal di Jelas bahwa ring . Selanjutnya akan dibuktikan bahwa ( ) . ( ) a. Diambil sebarang ∑ maka dengan ( ) ( ) , . Karena maka sehingga . ( Akibatnya, sehingga ) . b. Diambil sebarang , maka ∑ . Karena maka untuk setiap sehingga berakibat ( ). Karena Karena ∑ ( ) maka dan ( ) . Diperoleh ( ). ( ) ( ) yang Terbukti bahwa ( ) adalah ideal presentasi artinya dari submodul . Dengan demikian, terbukti bahwa jika submodul di -modul
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
31
multiplikasi maka terdapat ideal ) sehingga berlaku (
) .
(
( ) diperoleh bahwa Jika -modul multiplikasi jika dan hanya jika -modul multiplikasi setia. Hasil terkait modul multiplikasi setia dapat diperluas ke modul multiplikasi. 4.
Submodul Primer pada Modul Multiplikasi Pada ring jika ideal maksimal maka dapat dibentuk ( ) * ( ) + Jelas bahwa ( ) merupakan submodul di . Selanjutnya, disebut -siklik jika terdapat dan sehingga ( ) . Teorema 4.1 (El Bast dan Smith, 1988) ring komutatif dengan elemen satuan. Modul multiplikasi jika dan hanya jika ( ) atau adalah -siklik. Bukti. Misalkan ideal maksimal di . Akan diselidiki dua kondisi. a. Jika Diambil maka untuk suatu ideal di . Maka sehingga untuk suatu . ) Diperoleh ( dan ( ) sehingga ( ). b. Jika Terdapat dengan . Terdapat ideal di sehingga . Jelas sehingga untuk suatu . ) Jelas ( sehingga disebut -siklik. Lemma berikut akan menunjukkan bahwa jika -modul multiplikasi setia dan ideal prima di sedemikian hingga maka submodul prima. Lemma 4.2 (El Bast dan Smith, 1988) Diberikan ideal prima di dan -modul multiplikasi setia. Jika dengan maka atau .
32
Bukti. Misalkan , akan dibuktikan . Dibentuk * +. Andaikan maka terdapat ideal maksimal di sedemikian hingga . ( ). Jelas bahwa Dari Teorema 4.1, -siklik sehingga terdapat , sedemikian hingga ( ) ) sehingga diperoleh ( sehingga ( ) untuk suatu . ) Diperoleh ( . ) ( )Karena ,( dan modul multiplikasi setia maka berakibat ( ) ( ) karena multiplikasi setia. ) ( ) Dengan demikian ( . Tetapi, sehingga dan ( ) . Oleh karena itu, . Kontradiksi sehingga diperoleh dan . Sekarang akan ditunjukkan bahwa hal tersebut juga berlaku untuk submodul primer. Teorema 4.3 (Atani, 2007) Diberikan ideal prima dan modul multiplikasi setia. Jika dengan maka . √ atau Bukti. Misalkan √ , akan dibuktikan . Dibentuk * +. Andaikan maka terdapat ideal maksimal di sedemikian hingga . ( ). Jelas bahwa Dari Teorema 4.1, -siklik sehingga terdapat , sedemikian hingga ( ) . ) Diperoleh ( sehingga ( ) untuk suatu . ) ) Jadi ( . Karena ( maka ( ) ( ) ( ) ) ( ) Sehingga ( sehingga ,( ) ( )berakibat ( ) ( ) karena multiplikasi setia. ) ( ) Dengan demikian ( .
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
( ) maka ( Karena )( ) ) sehingga ( ( ) . Tetapi, sehingga (karena ( ) untuk setiap ) dan primer). Selain itu ( sehingga . Kontradiksi.
Daftar Pustaka
Corollary 4.4 (Atani, 2007) Diberikan modul multiplikasi setia. Jika ideal primer sedemikian hingga maka primer.
Dauns, J., 1978, Prime Modules, J. Reine Angew. Math. 298, 156 – 181
5.
Penutup Dari keseluruhan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa jika merupakan ideal prima (primer) sedemikian hingga maka merupakan submodul prima (primer).
Atani, S.E., 2007, A Short Note on the Primary Submodules of Multiplication Modules, International Journal of Algebra, Vol. 1, 2007, no 8, 381 – 384 Adkins, W.A., 1992, Algebra “An Approach via Module Theory”, Springer-Verlag New York, Inc., USA
El-Bast, Z.A., Smith, P.F., 1988, Multiplication Modules, Comm. Algebra 16(4), 755 – 779 Northcott, D.G., 1968, Lesson on Rings, Modules, and Multiplicities, Cambridge University Press, London.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
33
ANALISIS STRUCTURAL EQUATION MODELING (SEM) DENGAN GENERALIZED STRUCTURED COMPONENT ANALYSIS (GSCA) (Studi Kasus: Perbandingan Struktur Model Kemiskinan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 dan 2015) Dewi Fenty Ekasari Badan Pusat Statistik Kota Semarang email:
[email protected]
Abstrak Kemiskinan sebagai salah satu indikator pembangunan, masih menjadi salah satu prioritas utama dalam sasaran MDGs (Millenium Development Goals) hingga SDGs (Suistanable Development Goals). Generalized Structured Component Analysis (GSCA) adalah salah satu Structural Equation Modeling (SEM) yang berbasis varian dan merupakan analisis yang powerfull karena tidak didasarkan banyak asumsi. Salah satu kelebihan dari SEM dengan GSCA adalah dapat memberikan mekanisme untuk menilai overall goodness-fit dari model yang digunakan. Tujuan dari penelitian ini adalah ingin membandingkan struktur model kemiskinan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2009 dan 2015. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa semua variabel indikator merupakan alat ukur yang valid dan reliabel untuk mengukur variable latennya. Terdapat perubahan kualitas kesehatan, kualitas ekonomi dan kualitas SDM pada tahun 2009 dan 2015 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Kata Kunci: Kemiskinan, Structural Equation Modeling (SEM), Generalized Structured Component Analysis (GSCA) 1.
PENDAHULUAN Percepatan pembangunan manusia serta pemberantasan kemiskinan merupakan salah satu tujuan dari Deklarasi Millenium para pimpinan dunia yang diterjemahkan dalam Millenium Development Goals (MDGs). Periode pencapaian sasaran MDGs adalah pada tahun 2008 sampai dengan 2015. Mulai tahun 2016, deklarasi MDGs disempurnakan dan dilanjutkan dengan Suistanable Development Goals (SDGs). Kemiskinan tidak dapat dilihat hanya dari satu dimensi, harus dilihat dari berbagai dimensi secara simultan, seperti kualitas kesehatan, kualitas ekonomi dan kualitas sumber daya manusia. Menelaah kemiskinan secara multidimensional sangat diperlukan untuk perumusan kebijakan dalam pengentasan kemiskinan (Suryawati, 2005). Berdasarkan data BPS, persentase penduduk miskin di Jawa Tengah pada tahun 2009 adalah sebesar 17,72 persen, berada diatas rata-rata persentase penduduk miskin Indonesia yaitu sebesar 14,15 persen. Jawa
34
Tengah merupakan provinsi dengan persentase penduduk miskin paling tinggi pada wilayah pulau Jawa dan Bali (BPS, 2010). Structural Equation Modeling (SEM) merupakan metode statistik yang mampu mengakomodir keterkaitan variabel-variabel yang komplek berdasarkan sebuah landasan teori yang kuat dan jelas. Hwang dan Takane (2004) mengusulkan sebuah metode SEM dengan nama Generalized Structured Component Analysis (GSCA), yang merupakan SEM berbasis varian. Metode ini cukup powerfull karena tidak berdasarkan pada banyak asumsi (Wold, 1985), seperti variabl tidak harus berdistribusi normal, jumlah data tidak harus besar. Keistimewaan SEM GSCA selain dapat untuk mengkonfirmasi teori, dapat juga untuk menjelaskan ada tidaknya hubungan antar variabel laten, metode SEM GSCA memiliki ukuran goodness-of fit model secara keseluruhan. Penelitian ini ingin mendapatkan estimasi parameter dan struktur model kemiskinan di
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
Jawa Tengah pada tahun 2015 dengan metode SEM GSCA, kemudian ingin dibandingkan hasilnya dengan penelitian serupa yang dilakukan oleh penulis untuk data tahun 2009. Sehingga dapat diketahui bagaimana perkembangan atau perubahan variabel laten pada masing masing Kabupaten/Kota di Jawa Tengah pada tahun 2009 dan 2015 yang mana tahun 2015 merupakan tahun terakhir Millenium Development Goals (MDGs). 2.
KAJIAN LITERATUR Structural Equation Modeling (SEM) merupakan teknik analisis statistik yang mengkombinasikan beberapa aspek pada path analysis dan analisis faktor konfirmatori untuk mengestimasi beberapa persamaan secara simultan (Bollen, 1989). Metode SEM merupakan pendekatan terintegrasi antara analisis faktor, model struktural (regresi) dan analisis jalur, dimana model regresi lebih kepada eksplanatori sementara SEM walaupun ada unsur eksplanatori namun secara empiris lebih sering dimanfaatkan sebagai model konfirmatori. Terdapat dua variabel dalam SEM yaitu variabel laten (konstruk) dan variabel teramati/indikator. Variabel laten merupakan konsep abstrak yang tidak dapat diukur secara langsung, hanya dapat diamati secara tidak langsung dan tidak sempurna melalui efeknya pada indikator. Variabel laten pada SEM terdiri dari dua jenis yaitu eksogen (variabel bebas) dan endogen (variabel tidak bebas). Variabel teramati adalah variabel yang dapat diukur secara empiris yang merupakan efek atau ukuran dari variabel laten (Wijayanto, 2008). Terdapat dua model dalam SEM yaitu model pengukuran dan struktural model. Model pengukuran (measurement model) merupakan permodelan yang digunakan untuk mengukur dimensi-dimensi yang membentuk sebuah faktor, melihat hubungan antara indikator-indikator dengan faktornya menggunakan teknik analisis konfirmatori (Ghozali, 2008). Model struktural (structural measurement) menggambarkan hubungan antara variabel laten (konstruk) independen dan dependen, dimana hubungan tersebut dianalisis dengan Path Analysis.
Evaluasi terhadap model SEM GSCA dilakukan tiga tahap yaitu: evaluasi terhadap model pengukuran, evaluasi terhadap model struktural dan evaluasi overall goodness fit. Evaluasi terhadap model pengukuran dilakukan dengan melihat convergent validity (berdasarkan nilai loading factor masingmasing indikator pembentuk konstruk), discriminant validity (dengan membandingkan nilai akar dari AVE setiap konstruk laten dengan korelasi antara konstruk bersangkutan dengan konstruk lainnya dalam model), serta composite reliability. Suatu kosntruk laten dinilai mempunyai convergent validity yang baik jika loading factornya diatas 0.5 (Ghozali, 2008). Nilai AVE yang akan digunakan untuk mengukur reliabilitas komponen skor konstruk laten direkomendasikan lebih besar dari 0.50 sedangkan nilai composit reliability direkomendasikan lebih besar atau sama dengan 0.70. Evaluasi terhadap model struktural dilakukan dengan melihat koefisien jalur (koefisien parameter) dari variabel eksogen ke endogen dengan melihat nilai T statistik serta nilai signifikansi, dimana nilai T statistik diperoleh dari hasil bootstrapping dengan membagi nilai koefisien parameter dengan nilai standard error nya. Evaluasi overall goodness fit dilakukan dengan uji FIT dan AFIT, dimana nilainya berkisar antara 0 sampai 1. Semakin besar nilai FIT, semakin besar varian dari data yang sedang dijelaskan oleh model. Kemiskinan merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Pembangunan yang telah dilaksanakan ternyata belum cukup berhasil meredam peningkatan jumlah penduduk miskin. Menelaah kemiskinan berkaitan dengan banyak dimensi, menurut World Development Report (2008), kemiskinan dapat dilihat dari dimensi pendapatan, dimensi sosial, dimensi kesehatan, dimensi pendidikan, dimensi akses terhadap air bersih dan perumahan. Badan Pusat Statistik mengukur kemiskinan menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
35
(basic needs approach). Nilai rupiah untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan itulah yang disebut garis kemiskinan. Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan penulis untuk data tahun 2009 memberikan hasil bahwa semua variabel indikator yang digunakan merupakan alat ukur yang valid dan reliabel untuk variabel latennya. Penelitian Ekasari (2012) menyatakan bahwa kualitas sumber daya manusia tidak mempengaruhi secara langung terhadap kemiskinan, kualitas sumber daya manusia akan mempengaruhi kualitas ekonomi yang akhirnya akan berdampak kepada kemiskinan. Berdasarkan penelitian tersebut terlihat keterkaitan antara kualitas kesehatan, kualitas ekonomi, kualitas SDM dan kemiskinan seperti gambar di bawah ini.
Variabel adalah:
indikator
yang
digunakan
1. Y1= Persentase pengeluaran perkapita untuk non makanan 2. Y2 = Persentase penduduk usia 15+ yang bekerja disektor non pertanian 3. Y3= Persentase usia 15+ yang bekerja di sektor formal 4. Y4= Angka Melek Huruf 5. Y5= Rata-rata lama sekolah 6. Y6= Persentase penduduk yang tamat sekolah 7. Y7= Persentase penduduk miskin 8. Y8= Indeks Kedalaman Kemiskinan 9. Y9= Indeks Keparahan Kemiskinan 10. X1= Angka Harapan Hidup 11. X2= Persentase rumah tangga yang menggunakan jamban sendiri/bersama 12. X3= Persentase rumah tangga yang menggunakan air bersih
Gambar 1. Keterkaitan Antara Kualitas kesehatan, ekonomi dan SDM dengan kemiskinan Pada tahun 2009, Kabupaten Cilacap, Purbolinggo, Banjarnegara, Kebumen, Wonosobo, Pemalang dan Brebes memiliki kualitas kesehatan, ekonomi serta SDM yang rendah dan kemiskinan yang tinggi. 3. METODE PENELITIAN Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data yang berasal dari Survei Sosial Ekonomi Nasional dan Survei Angkatan Kerja Nasional Provinsi Jawa Tengah untuk tahun 2009 dan 2015. Variabel yang digunakan terdiri dari 4 variabel laten dan 12 variabel indikator dengan unit observasi adalah 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah. Variabel laten yang digunakan terdiri dari satu variabel laten eksogen dan tiga variabel laten endogen.
36
Gambar 2. Model Konseptual Penelitian Berdasarkan model di atas, terdapat 4 hipotesa sebagai berikut: H1 : Kualitas kesehatan berpengaruh terhadap kualitas ekonomi H2 : Kualitas ekonomi berpengaruh terhadap kualitas SDM H3 : Kualitas kesehatan berpengaruh terhadap kemiskinan H4 : Kualitas ekonomi berpengaruh terhadap kemiskinan
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
Langkah-langkah analisis Model Persamaan Struktural dengan SEM GSCA adalah sebagai berikut: a. Melanjutkan model konseptual penelitian sebelumnya. b. Input data tahun 2015 c. Mengestimasi parameter, yang terdiri dari estimasi bobot, estimasi factor loading, estimasi koefisien jalur dan estimasi bootstrap standar error. d. Menguji signifikasi pada model pengukuran, model struktural, serta evaluasi overall model fit. e. Membandingkan hasil indeks variabel laten untuk data tahun 2009 dan 2015. f. Membuat kesimpulan. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap awal sebelum input data, dilakukan ekplorasi data untuk mendapatkan gambaran umum dari data yang digunakan dengan membandingkan hasil nya untuk tahun 2009 serta tahun 2015 seperti terlihat pada tabel 1, dimana gambaran umum yang ditampilkan adalah mean dan standar deviasi. Secara rata-rata, pada tahun 2015 hampir semua variabel indikator mengalami peningkatan cukup tinggi, kecuali untuk variabel kemiskinan, mengalami penurunan. Rata-rata persentase penduduk miskin mengalami penurunan pada tahun 2015 apabila dibandingkan dengan tahun 2009, demikina juga dengan rata-rata persentase indeks keparahan kemiskinan dan indeks kedalaman kemiskinan. Tabel 1. Perbandingan Mean dan Standar Deviasi dari Variabel Indikator Yang Digunakan Dalam Penelitian Variabel Mean Standar Deviasi 2009 2015 2009 2015 1 2 3 4 5 X1 70.30 74.50 1.45 2.02 X2 62.21 76.33 17.96 7.20 X3 54.48 75.79 17.54 10.19 Y1 35.95 51.97 3.58 5.87 Y2 52.34 69.65 20.05 14.41 Y3 26.47 35.06 16.54 13.79 Y4 93.74 93.94 3.21 3.34 Y5 7.39 7.37 1.18 1.25
Y6 53.94 77.31 7.06 6.59 Y7 16.67 13.03 5.55 4.31 Y8 2.64 2.21 1.10 1.01 Y9 0.67 0.58 0.33 0.33 Evaluasi estimasi parameter pada model pengukuran untuk tahun 2009 dan 2015 menunjukkan bahwa semua indikator dari variable memberikan nilai yang baik, yaitu diatas 0.60. Demikian pula nilai AVE diatas 0.65 yang menunjukkan rata-rata varians dari indikator yang dapat dijelaskan oleh variable latennya ada diatas 65%. Nilai akar kuadrat dari AVE lebih besar darpada nilai korelasi antara variable; laten dengan variable laten lainnya, hal ini menunjukkan bahwa model memiliki discriminant validity yang baik. Nilai composit reliability berada diatas nilai 0.80. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua variable indikator merupakan alat ukur yang valid dan reliabel ntuk variable latennya. Tabel 2. Estimasi Parameter Pada Model Struktural Koefisien Jalur antar variabel laten Jalur 2009 2015 K.Kesehatan-K. Ekonomi 0.56 0.67 K.Kesehata-Kemiskinan -0.39 -0.38 K.Ekonomi-K.SDM 0.84 0.82 K.Ekonomi-Kemiskinan -0.40 -0.52 Nilai semua koefisien jalur signifikan secara statistik. Kualitas kesehatan berpengaruh positif terhadap kualitas ekonomi, dengan kata lain semakin tinggi kualitas kesehatan maka kualitas ekonomi juga semakin baik. Kualitas kesehatan dan kualitas ekonomi berpengaruh negatif terhadap kemiskinan, dengan kata lain semakin rendah kualitas kesehatan dan kualitas ekonomi maka akan semakin tinggi kemiskinan. Tabel 3. Evaluasi Model Fit Ukuran Hasil Tingkat Model FIT Estimasi Kecocokan Model 2009 2015 FIT 0.70 0.69 Baik (good fit) AFIT 0.68 0.67 Baik (good fit) Evaluasi model secara keseluruhan menunjukkan nilai FIT dan AFIT diatas 0,67 yang menunjukkan bahwa model mampu
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
37
menjelaskan sekitar 67% variasi dari data. Tingkat kecocokan model yang dihasilkan adalah terdapat 2 ukuran yang menyatakan bahwa model baik sehingga dapat disimpulkan bahwa model yang digunakan baik. Tabel 4. Daftar Kode Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Kode Kab/Kota Kode Kab/Kota 01 Cilacap 19 Kudus 02 Banyumas 20 Jepara 03 Purbolinggo 21 Demak 04 Banjarnegara 22 Semarang 05 Kebumen 23 Temanggung 06 Purworejo 24 Kendal 07 Wonosobo 25 Batang 08 Magelang 26 Pekalongan 09 Boyolali 27 Pemalang 10 Klaten 28 Tegal 11 Sukoharjo 29 Brebes 12 Wonogiri 71 Kota Magelang 13 Karanganyar 72 Kota Surakarta 14 Sragen 73 Kota Salatiga 15 Grobogan 74 Kota Semarang 16 Blora 75 Kota Pekalongan 17 Rembang 76 Kota Tegal 18 Pati
Kualitas kesehatan Kabupaten/Kota di Jawa Tengah cenderung meningkat pada tahun 2015, hanya Kota Tegal yang mengalami penurunan. Kabupaten Wonosobo mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan tahun 2009. Sedangkan Kota Pekalongan walaupun juga mengalami peningkatan, tetapi jika dibandingkan dengan rata-rata kualitas kesehatan Kabupaten/Kota di Jawa Tengah untuk tahun 2015 ini mengalami penurunan.
Kualitas ekonomi Kabupaten/Kota di Jawa Tengah semuanya mengalami peningkatan. Kabupaten Purbalingga, Karanganyar dan Semarang yang pada tahun 2009 dibawah rata-rata kualitas ekonomi Kabupaten/Kota di Jawa Tengah, pada tahun 2015 ini telah mengalami peningkatan diatas rata-rata kualitas ekonomi Kabupaten/Kota untuk tahun 2015.
Nilai score variabel laten bisa didapatkan dari linier komposit tertimbang dari indikatornya. Nilai score masing-masing variabel laten yang didapatkan kemudian dibandingan dengan tahun 2009 seperti terlihat pada grafik 1 sampai dengan grafik 4.
Kualitas Sumber daya manusia (SDM) untuk semua Kabupaten/Kota mengalami peningkatan. Pada tahun 2015, Kabupaten Kebumen, Magelang, Karanganyar dan Semarang mengalami peningkatan dengan berada diatas rata-rata kualitas SDM Kabupaten/Kota di Jawa Tengah.
38
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
Kabupaten/Kota yang terendah kualitas ekonominya adalah Kabupaten Banjarnegara, Wonogiri dan Grobogan. Tiga Kabupaten/Kota yang terendah kualitas sumber daya manusia nya (SDM) adalah Kabupaten Sragen, Brebes dan Blora. 6. REFERENSI
Secara umum, kemiskinan Kabupaten/Kota di Jawa Tengah telah mengalami penurunan apabila dibandingkan dengan tahun 2009. Tetapi nilai crore untuk semua Kota yang ada di Jawa Tengah berada dibawah rata-rata kemiskinan Kabupaten/Kota se Jawa Tengah. 5. KESIMPULAN Model Konseptual penelitian untuk tahun 2009 dan 2015 tidak mengalami perubahan, dimana kualitas kesehatan berpengaruh terhadap kualitas ekonomi, kualitas ekonomi berpengaruh terhadap kualitas SDM, kualitas kesehatan berpengaruh terhadap kemiskinan, kualitas ekonomi berpengaruh terhadap kemiskinan. Model konseptual penelitian yang dihasilkan menunjukkan bahwa secara keseluruhan merupakan model yang baik berdasarkan nilai FIT dan AFIT yang diatas 0.50, baik untuk data tahun 2009 maupun data tahun 2015. Semakin tinggi kualitas kesehatan penduduk di suatu Kabupaten/Kota pada Provinsi Jawa Tengah berpengaruh terhadap tingginya kualitas ekonomi yang akan mengurangi kemiskinan serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Kondisi pada tahun 2015, tiga Kabupaten/Kota yang terendah kualitas kesehatannya adalah Kabupaten Brebes, Banjarnegara dan Banyumas. Tiga
Badan Pusat Statistik (2010). Data dan Informasi Kemiskinan 2009. BPS, Jakarta. Bollen K.A. (1989). Structural Equation with Laten Variabels. Departement of Sociology, John Wiley & Sons, New York. Ekasari, D,F. (2012). Pemodelan SEM Dengan Generalized Structured Component Analysis (GSCA) (Studi Kasus Penentuan Struktur Model Kemiskinan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah). Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Tesis SS09 2304. Ghozali, I (2008). Generalized Structured Component Analysis (GSCA). Universitas Diponegoro, Semarang. Hwang, H. and Takane, Y. (2004). Generalized Structured Component Analysis. Psychometrica. Vol.69 No.1pp.81-99. Suryawati, C (2005). Memahami kemiskinan secara multidimensional. JMPK Vol.08/NO.03/September/2005. Wold, H. (1985). Partial Least Square. In S Kotz & N.L.Johnson (Eds). Encyclopedia of Statistical Sciences. Vol 8 (pp. 587599). New York. Wiley. Worl Development Report (2008). Attacking Poverty. Word Development Report, September 2008.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
39
SOLUSI NUMERIK MODEL DINAMIK MICHAELIS-MENTEN PADA PERTUMBUHAN POPULASI DALAM RANTAI MAKANAN TIGA TINGKAT TROFIK Ino Suryana1, Mira Suryani 2, Erick Paulus 3, R. Sudrajat 4, Rudi Rosadi 5 dan Betty Subartini 6 1,2,3,4,5
Departemen Ilmu Komputer, Universitas Padjadjaran Sumedang 45363. Departemen Matematika, Universitas Padjadjaran Sumedang 45363. 1 email:
[email protected]; 2email:
[email protected], 3email:
[email protected], 5 4 email:
[email protected], email:
[email protected], 6email:
[email protected] 6
Abstract Michaelis-Menten model is ordinery differential equation System. The model represents a predatorprey food chain three trophic levels. The lowest level (X) are prey for next level (Y), top level (Z) predator for the second (Y). The model formed non-linear equations, so as to solution should be made linearized. Solution by the numerical used Runge-Kutta method of order 4. Solution used program and application Matlab. With parameter value m1 = 10, m2 = 2.005, d1 = 1.0, d2 = 1.0, c1 = 1.0, c2 = 11.0 and time t = 0 to 25 on step size Δt = 0,1. Computation was performed using an initial value at each level trophic X ≥ Y and Z ≥ Y will lead to steady growth for all three, for example for X = 0.7, Y = 0.4 and Z = 0.42 has shown stable growth at t = 20. As for X > Y > Z showed unstable growth, for example the initial value of X = 3.0, Y = 2.0 and Z = 1.5 has shown growth since the beginning of unstable. Keywords: differential equation system, food chain, linearization, Runge-Kutta method.
1. PENDAHULUAN Pola hubungan makan dan dimakan dalam sistem ekologis disebut rantai makanan. Organisme dalam kelompok ekologis yang terlibat dalam rantai makanan digolongkan dalam tingkat-tingkat trofik. Tingkat trofik tersusun dari seluruh organisme pada rantai makanan diklasifikasikan ke dalam: tingkat trofik 1: organisme dari golongan produsen (produsen primer); tingkat trofik 2: organisme dari golongan herbivora (konsumen primer); dan tingkat trofik 3: organisme dari golongan karnivora (konsumen sekunder). Bila tumbuhan sebagai produsen pertama melalui proses fotosintesa dilibatkan dalam rantai makanan, maka tingkat trofik dapat diklasifikasikan menjadi empat tingkat, yaitu tingkat trofik 1: tumbuhan tersebut digolongkan; tingkat trofik 2: hewan herbivora atau organisme yang memakan tumbuhan; tingkat trofik 3: karnivora yang secara langsung memakan herbivora; dan
40
tingkat trofik 4: karnivora yang memakan karnivora di tingkat trofik tiga. Pada makalah ini hanya membahas pola rantai makanan tiga tingkat trofik.
2. PERMASALAHAN Pada model rantai makanan klasik hanya digambarkan dengan dua tingkat trofik. Hal ini tidak memadai untuk menghasilkan sistem dinamik realistik (Feng, W., Hinson, J., 2004). Model diperbaiki menjadi tiga tingkat trofik (Kara R., Can M, 2006) sebagai berikut.
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
m1 y dx x x, x(0) 0, r 1 dt K 1 x a1 y m2 z dy m1 x y, y (0) 0, dan d1 dt x a1 y 2 y a2 z my dz d 2 2 z, z (0) 0. dt y a2 z (1) dengan x = prey, y = predator, dan z = top predator. ηi = konstanta yield, mi = pertumbuhan maksimal predator, ai = konstanta setengah jenuh, di = kematian predator untuk i=1, 2. R = pertumbuhan intrinsik prey, dan K = kapasitas lingkungan (carrying capasity). Persamaan (1) dikenal dengan nama model Michaelis-Menten yang telah memasukan ratio-dependent predator-prey, menjelaskan hubungan populasi pada tiga spesies: z sebagai prey untuk y saja, dan y sebagai prey untuk x. Kemudian disederhanakan menggunakan penskalaan (Kara R., Can M, 2006):
a aa x , y 1 y, z 1 2 z , K K K m d m m1 1 , d1 1 , m2 2 , dan r r r d d2 2 . r
t rt, x
Dan dengan reduksi lainya, persamaan (1) ditulis menjadi cy dx 1 x 1 x, x(0) 0, dt x y
c z dy m1 x d1 2 y, y (0) 0, dan dt x y yz m y dz d 2 2 z , z (0) 0. dt yz (2) m1 m2 dengan c1 , dan c2 . 1a1r 2 a2 r Persamaan (2) dilinierisasi, diperoleh matriks Jacobi berikut.
c1 y 2 c1 x 2 1 2 x 0 2 2 x y x y 2 m1 x 2 c2 z 2 c2 y 2 J= m1 y d1 2 2 x y 2 y z 2 x y y z m2 z 2 m2 y 2 0 d 2 y z 2 y z 2 (3) Persamaan (3) merupakan matriks sistem (matriks teknologi) yang akan dikomputasi dalam penyelesaian masalah. 3.
METODA YANG DIGUNAKAN Masalah ini diselesaikan secara numerik menggunakan metoda Runge-Kutta orde 4 (RK4). Formula metoda Runge-Kutta orde 4 (Mathews H. John., 1992) sebagai berikut.
y n 1 y n
h (k1 2k 2 2k 3 k 4 ) (4) 6
dengan
k1 f ( xn , y n ) ,
(4a)
k 2 f ( xn h / 2, yn k1 / 2) ,
(4b)
k3 f ( xn h / 2, yn k 2 / 2) ,
(4c)
k 4 f ( xn h, y n k 3 ) ,
(4d)
dan n = 1, 2, 3, …. Untuk komputasinya, dibuat program Matlab (Nakamura Shoichiro. 1996) dengan algoritma sebagai berikut. Program utama: Inisialisai nilai yang diperlukan: interval waktu (t), besar langkah (Δt). Masukan nilai awal prey ( X ), predator level 1( Y ), dan predator level 2 ( Z ). Hitung nilai matriks system (panggil prosedur update maatriks Jacoby) //Proses hitung system menggunakan metoda Runge-Kutta. While t < tf do
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
41
Hitung K1 untuk X, Y, dan Z – (4a) Hitung K2 untuk X, Y, dan Z – (4b) Hitung K3 untuk X, Y, dan Z – (4c) Hitung K4 untuk X, Y, dan Z – (4d) Hitung Y untuk X, Y, dan Z – (4) Update nilai matriks Jacobi t = t + Δt End while Keluaran sesuai kebutuhan Prosedur Update matriks Jacoby Update Ji,j ≠ 0 pada persamaan 3. 4.
Gambar 2. Pertumbuhan X, Y, Z dengan nilai awal X=3,0; Y=2,0; dan Z=1,5 (X>Y>Z).
HASIL KOMPUTASI
Untuk komputasi digunakan nilai konstanta m1=10, m2=2,005; d1=1,0, d2=1,0; c1=1,0, dan c2=11,0. Interval waktu yang digunakan 0 sampai 25 dengan besar langkah (Δt) 0,1. Hasil komputasi untuk setiap nilai awal X, Y, dan Z yang berbeda, sebagai berikut.
Gambar 3. Pertumbuhan X, Y, Z dengan nilai awal X=0,7; Y=10^-5; dan Z=0,4 (Y
Gambar 1. Pertumbuhan X, Y, Z dengan nilai awal X=0,7; Y=0,4; dan Z=0,42 (X>Z>Y).
Gambar 4. Pertumbuhan X, Y, Z pada nilai awal X=0,5, Y=0,5, dan Z=0,5 (X=Y=Z).
42
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
awal, dan pertumbuhan yang stabil mulai di sekitar t=20. Pada nilai awal X=3,0; Y=2,0; Z=1,5 (X>Y>Z) terlihat pertumbuhan X, Y, Z tidak stabil sejak awal. Sedangkan pada komputasi dengan nilai awal X>Y>Z yang tidak berimbang terjadi pertumbuhan yang mengarah ketidakstabilan. Kesimpulan akhir, bahwa bila X>Y, X>Z, dan X=Y=Z dalam jumlah yang seimbang akan terjadi pertumbuhan ke arah yang stabil. Kondisi nilai awal yang lainya, ternyata menunjukan pertumbuhan yang tidak stabil. Gambar 5. Pertumbuhan X, Y, Z pada nilai awal X=1,5, Y=1,0, dan Z=0,5 (X>Y>Z).
Gambar 1 dengan nilai awal X=0,7; Y=0,4; Z=0,42 (X>Z>Y) menujukan pertumbuhan X, Y, Z yang tidak stabil di awal, dan menunjukan pertumbuhan yang stabil di sekitar t=20. Gambar 2 dengan nilai awal X=3,0; Y=2,0; Z=1,5 (X>Y>Z) terlihat pertumbuhan X, Y, Z tidak stabil sejak awal. Gambar 3, dan 4 menunjukan adanya pertumbuhan menurun di awal, dan diselanjutnya pertumbuhanya stabil. Gambar 5 dengan nilai awal X>Y>Z terjadi pertumbuhan yang mengarah ketidakstabilan. Dari komputasi ini diperoleh, bahwa bila X>Y, X>Z, dan X=Y=Z dalam jumlah yang seimbang akan terjadi pertumbuhan ke arah yang stabil. Kondisi nilai awal yang lainya, ternyata menunjukan pertumbuhan yang tidak stabil.
KESIMPULAN Model Michaelis-Menten merupakan model predator-prey tiga tingkat trofik yang cukup realistik. Model diselesaikan secara numerik menggunakan metoda Runge-Kutta orde 4. Komputasi menggunakan program alpikasi Matlab. Hasil komputasi dengan nilai konstanta yang ditentukan dan menggunakan berbagai nilai awal dari predator-prey (X, Y, dan Z), diperoleh hasil yang cukup menggambarkan pertumbuhanya. Komputasi dengan nilai awal X=0,7; Y=0,4; Z=0,42 (X>Z>Y) menujukan pertumbuhan X, Y, Z yang tidak stabil di
6.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kami, tim peneliti, sampaikan pada program penelitian Hibah Internal Universitas Padjadjaran 2017 dalam skema Riset Fundamental Unpad atas bantuannya sehingga penelitan ini dapat berlangsung dan diseminasikan. Riset ini juga dimanfaatkan untuk perkuliahan di Departemen Ilmu Komputer dalam mendukung pemahaman teori dan aplikasi dari metoda ekstrapolasi pada mata kuliah Metoda Numerik, khususnya metoda RungeKutta.
7. REFERENSI Feng, W., Hinson, J. 2004. Stability and pattern in two-patch predator-prey population dynamics. Proceeding of the fifth international conference on dynamical systems and differential equations, USA. Kara R., Can M. 2006. Ratio-Dependent Food Chain Models with Three Trophic Levels. International Journal of Electrical and Computer Engineering 1:2.
5.
Mathews h. John. 1992. Numerical Methods for Mathematics, Science, and Engineering. Prentice-Hall International, Inc. Nakamura Shoichiro. 1996. Numerical Analysis and Graphic Visualization with Matlab. Prantice Hall PTR, Upper Saddle River, NJ 07458 .
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
43
ALGORITMA MENENTUKAN CLIQUE MAKSIMAL DARI SUATU GRAF 1,2)
Mochamad Suyudi1), Asep Kuswandi Supriatna2) Departmen Matematika FMIPA Universitas Padjadjaran 1) email:
[email protected] 2) email:
[email protected]
Abstrak Masalah clique maksimal adalah untuk menemukan banyaknya subgraf lengkap dari suatu graf. Masalah ini dikenal sebagai NP-hard, selanjutnya kami mengusulkan algoritma pemangkasan (pruning) kuasi-linear dalam ukuran graf. Algoritma yang diusulkan ini adalah pengembangan dari algoritma backtracking, dalam hal ini perlu mendefinisikan terlebih dahulu suatu konfigurasi untuk menentukan solusi parsial yang layak. Solusi baru yang diperoleh kemudian ditingkatkan dengan prosedur pencarian lingkungan(neighbour) untuk setiap simpul. Hasil perhitungan diperoleh dengan memberikan contoh suatu graf menunjukkan bahwa algoritma yang diusulkan menemukan solusi yang tepat. Kata Kunci: Clique maksimal, algoritma pemangkasan, ukuran graf. 1. PENDAHULUAN Diberikan sebuah graf G = (V,E) mengingatkan kembali bahwa suatu clique adalah subset C dari himpunan simpul V sehingga setiap sisi (edge) {x, y} sehingga x, y C yang termuat di E. Masalah clique maksimal adalah masalah menemukan dalam graf yang diberikan clique dengan jumlah terbesar dari simpul. Untuk menemukan clique maksimal dalam graf adalah masalah NP-keras, dan sulit untuk mendapatkan solusi yang tepat secara efisien. Hal ini juga sulit untuk mendapatkan bahkan solusi perkiraan yang memuaskan. Namun demikian, banyak masalah praktis dapat dirumuskan sebagai masalah clique maksimal. Masalah clique maksimal adalah NP-keras (Garey,1979), dan mungkin tidak ada algoritma waktu polinomial yang pasti, tapi perbaikan algoritma yang ada masih bisa menjadi efektif. Dalam masalah clique maksimal, satu keinginan untuk menemukan satu clique maksimal dari sbarang graf. Masalah ini adalah komputasi setara dengan beberapa masalah graf penting lainnya, misalnya, masalah himpunan independen maksimal dan masalah penutup vertex minimum. Karena ini adalah masalah NP-keras (Garey,1979), tidak ada algoritma waktu polinomial diharapkan akan ditemukan. Aplikasi untuk masalah ini ada dalam pemrosesan sinyal, visi komputer dan desain eksperimental misalnya lihat( Balas,1986). Pada tahun 1972, (Karp, 1972)
44
memperkenalkan daftar dua puluh satu masalah NPcomplete, salah satunya adalah masalah menemukan clique maksimal dalam graf. Dalam Bagian 2, memberikan notasi yang tepat dan definisi dari semua terminologi yang digunakan. Dalam Bagian 3, menyajikan deskripsi formal dari algoritma untuk menemukan clique maksimal dalam graf. Dalam Pasal 4, diberikan contoh untuk menemukan clique maksimal dengan tujuh simpul dalam graf diarahkan ditunjukkan di bawah ini pada Gambar 2. Dalam Bagian 5, memberikan analisis kasus rata-rata. Dalam Bagian 6, kesimpulan, dan dalam Bagian 7, daftar referensi. 2. KAJIAN LITERATUR Sebuah graf sederhana G dengan n simpul terdiri dari satu himpunan simpul V, dengan | V | = n, dan himpunan sisi E, sehingga setiap sisi adalah pasangan tak berurut suatu simpul yang berbeda. Makalah ini akan memberi label simpul dari G dengan bilangan bulat 1, 2, ..., n. Jika pasangan tak berurut simpul {u, v} adalah sebuah sisi dalam G, itu mengatakan bahwa u adalah tetangga dari v dan menulis uv E. Lingkungan jelas hubungan uv E simetris jika dan hanya jika uv E. Derajat dari simpul v, dinotasikan dengan d(v), adalah jumlah tetangga dari v. Derajat minimum atas semua simpul dari G dinotasikan dengan δ(v).Matriks ketetanggaan dari G adalah matriks n x n dengan masuknya dalam satu baris u dan kolom v sama dengan
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
1 jika uv E dan selainitu sama dengan 0. Sebuah penutup simpul C dari G adalah himpunan simpul sehingga untuk setiap sisi {u, v} dari G setidaknya satu dari u atau v adalah di C. Sebuah Q clique dari G adalah himpunan simpul sehingga setiap pasangan tak berurut simpul di Q adalah sisi. Mengingat Q clique dari G dan simpul v diluar Q, dikatakan bahwa v adalah adjoinable jika himpunan Q {v} juga sebuah clique dari G. Dilambangkan dengan (Q) jumlah simpul adjoinable dari Q clique dari G. Sebuah clique maksimal tidak memiliki simpul adjoinable. Suatu clique maksimal dari graf G adalah satu himpunan C simpul yang saling berdekatan di G tidak terkandung dalam setiap himpunan yang lebih besar dengan sifat setiap dua simpul dari C yang berdekatan, dan simpul tidak di C (jika ada) tidak bisa berdekatan dengan setiap simpul di C (Golumbic, Martin. 1980). Untuk contoh, graf G dalam Gambar 1 mempunyai dua clique maksimal: C1 = {x, z,w} dan C2 = {x, y}. z
w
3. METODE PENCARIAN CLIQUE MAKSIMAL Dilakukan secara naif, satu hanya bisa menguji semua himpunan bagian 2n, tapi ini adalah solusi yang sangat lemah. Sebaliknya, kita akan menjelaskan algoritma pemangkasan yang kuasi-linear dalam ukuran graf. Dalam rangka untuk melanjutkan dengan backtracking, terlebih dahulu perlu mendefinisikan suatu konfigurasi, dan suatu solusi parsial yang layak. Kemudian, menentukan sebuah metode untuk menggambarkan himpunan pilihan. Berikut simpul diberi label simpul 1. . . n, dan perhatikanlah urutan simpul [v1, v2, . . ., vm] menjadi solusi parsial jika dan hanya jika membentuk sebuah clique. Diberikan solusi parsial ini, dan misalkan himpunan semua simpul Cm = {v: v > vm dan {vi, v} E, i = 1. . . m}. Misalkan perhitungan yang efisien adalah Ck. Akan terus melacak tetangga masing-masing simpul. Neighbour[v]:={x: {v, x} E} dan big[v]:= {x V : x > v}, himpunan dari simpul yang „lebih besar‟ dari v dalam urutan simpul. Ini dapat dihitung sebelum algoritma berjalan. Demikian, Cm = neighbour(xm)
y
x
Gambar.1 Graf G Sebuah clique maksimum adalah clique dengan jumlah terbesar dari simpul. Sebuah graf G = (V, E) lengkap jika semua simpul yang berpasangan yang berdekatan, yaitu i, j V dengan i j, kami memiliki (i, j) E. Sebuah clique Q adalah himpunan bagian dari V sehingga G (Q) adalah lengkap. Jumlah clique dari G dinotasikan dengan (G) adalah ukuran dari clique maksimum. Masalah clique maksimum meminta clique dari kardinalitas maksimum (kardinalitas satu himpunan Q, yaitu, jumlah unsur-unsurnya yang akan dilambangkan dengan | Q |). ( )
*| ||
+
bigger(xm)
Cm-1.
Pada dasarnya, diketahui bahwa semua tetangga dari simpul xi , i = 1 . . . m 1 sehingga dapat digunakan untuk menghitung yang mana tetangga-tetangga dari xm adalah nilai terbesar, dan juga beradjasen dengan xi untuk i = 1 . . . m - 1. Akhirnya, dapat melacak dari N [m]:= N[mneighbour [xm-1]. Ditentukan bahwa N [1] 1] = V. Ini adalah himpunan dari simpul yang masih perlu dipertimbangkan. Setelah kita memiliki N [m] = , selesai. All Cliques AllCliques:= proc(m) // m=1,2, ..., n global X // current feasible solution built up one vertex at a time. // It is alway a clique (but not necc. maximal) C // Choice set
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
45
local N // the set of vertices still to consider neighbour bigger if m=1 then [ ] else output [x1,..., xm] // output one clique, and continue on fi if m=1 then N[m] := V // we are just getting started! else N[m]:= neighbour[xm] intersect N[m-1] // all the neighbours will be added to the // choice set, and hence be recursively // considered. N[m] is what is leftover. fi
clique maksimal, masalah ini dapat digambarkan dalam bentuk graf sederhana yang diperlihatkan pada Gambar.2. Simpulsimpul pada graf tersebut dilabeli dengan bilangan 0, 1, 2, 3, 4, 5, dan 6. Langkahlangkah sebagai berikut: Himpun semua simpul Cm = {v: v > vm dan {vi, v} E, i = 1. . . m}. Lacak tetangga masing-masing simpul Neighbour[v]:={x: {v, x} E} dan big[v]:= {x V : x > v}, himpunan dari simpul yang „lebih besar‟ dari v dalam urutan simpul. Hitung Cm= neighbour(xm) bigger(xm) Cm-1. diketahui bahwa semua tetangga dari simpul xi , i = 1... m 1 dapat ditentukan yang mana tetangga dari xm adalah nilai terbesar dan juga beradjasen dengan xi . Akhirnya, didapat N [m]:= N[m-1] neighbour [xm-1]. 0 6 1
if N[m] is empty, then X is a maximal clique fi 5 if m=0, then C[m]:=V
2
else C[m]:= intersect( neighbour[xm], bigger[xm], C[m-1])
4 3 Gambar.2 Graf G
fi
Tabel.1 neighbour “A” dan big “B”. for each v in C[m] do xm:= v AllCliques(m+1) od; end proc;
v
Av
Bv
0 1 2 3 4 5 6
1,3,6 0,2,4,5 1,3,4,5 0,2,6 1,2 1,2 0,3
1,2,3,4,5,6 2,3,4,5,6 3,4,5,6 4,5,6 5,6 6
4. HASIL PERHITUNGAN Dalam bagian ini diberikan contoh sederhana untuk menunjukkan langkahlangkah dari algoritma. Misalkan ada 7 desa di kabupaten tersebut. Desa-desa ini merupakan jalan antara desa-desa. Desa-desa ada yang langsung terhubung dan tidak terhubung langsung. Untuk menemukan
46
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
di grafik atau tidak, kita menghitung bahwa jumlah dari graf memuat W adalah clique .| |/
adalah ( ) . Ini hanya bergantung pada ukuran W maka ̅( ) [0]
[1]
[2]
[3] [4][5][6]
( )
( )
[0,1]*[0,3][0,6][1,2][1,4][1,5][2,3]*[2,4][2,5][3,6] [0,3,6]* [1,2,4]* [1,2,5]* Clique maksimal ditunjukkan dengan tanda *, yaitu, [0,1], [2,3], [0,3,6], [1,2,4], dan [1,2,5]. Jadi, jumlah clique maksimal adalah 5.Simpul dari cabang pohon adalah semua cliques, masing-masing disajikan sekali. Satu cliques maksimal timbul dalam daun (meskipun, tidak setiap daun adalah clique maksimal karena pemangkasan). 5. ANALISIS KASUS RATA-RATA Cabang pohon menyatakan run-time dari algoritma. Setiap clique muncul tepat sekali. Dengan demikian, run-time dari algoritma pada G sebanding dengan c(G) n,jumlah cliques dalam graf. Sangat mudah untuk menghitung nilai rata-rata ini dengan mempertimbangkan semua graf berlabel. Jumlah total dari graf berlabel pada n simpul adalah ( ) . Definisikan ̅( )
( )
∑
( )
( )
Kita dapat melakukan memanipulasi perhitungan untuk menghitung jumlah ini, dan karenanya rata-rata jumlah cliques. Kami mengelompokkan bagian ini, dan itu adalah jumlah ke setiap bagian W V dari kemungkinan bahwa W adalah sebuah clique. Ini adalah mudah untuk menghitung. Jumlah graf di mana W adalah sebuah clique dihitung dengan mempertimbangkan semua pilihan yang mungkin untuk sisi yang tidak dalam W. Ada ( ) keseluruhan sisi dan kami telah siap dihitung (| |) dari mereka, maka jumlah sisi tidak di W adalah ( ) (| |). Dengan bergantian semua kemungkinan sisi ini berada
( ) | | ( ) . /
∑ ,
∑ ,
( )
∑
.| |/
-
∑. /
. /
Beberapa estimasi menunjukkan ( ) bahwa ̅( ) ( ) yang dianggap waktu kuasi polinomial. Dengan demikian waktu berjalan rata-rata adalah ( ) ( ). 6. KESIMPULAN Dengan menggunakan metode nighbour A dan bigger B, dengan mudah untuk melacak semua clique pada suatu graf G yang merupakan clique maksimal. Sedangkan algoritma pemangkasan menunjukkan waktu berjalan pada cabang pohon, simpul pada cabang pohon adalah semua cliques, masingmasing muncul sekali. Satu clique maksimal muncul dalam daun, meskipun tidak setiap daun adalah clique maksimal karena pemangkasan dan dapat dihitug waktu ( ) berjalan rata-rata adalah ( ). 7. REFERENSI R.M. Karp, Reducibility among combinatorial problems, Complexity of Computer Computations, Plenum Press, 1972. M.R. Garey, D.S. Johnson, Computers and Intractability: A Guide to the Theory of NP-completeness, Freeman, New York, 1979. E. Balas, C.S. Yu, Finding a maximum clique in an arbitrary graph, SIAM J. Comput. 15(4) (1986) 1054– 1068. Golumbic, Martin. 1980. Algorithmic Graph Theory and Perfect Graphs. New York: Academic Press.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
47
PERHITUNGAN CADANGAN PADA ASURANSI JIWA BERJANGKA MENGGUNAKAN METODE FACKLER DENGAN PRINSIP PROSPEKTIF Riaman1, Kankan Parmikanti2, Iin Irianingsih3, Sudradjat Supian4 1,2,3,4
Departemen Matematika, Fakultas MIPA, Universitas Padjadjaran 1
[email protected], 2
[email protected], 3
[email protected], 4
[email protected]
Abstrak Cadangan adalah sejumlah uang yang dihimpun oleh perusahaan asuransi yang diperoleh dari selisih nilai santunan dan nilai tunai pembayaran pada suatu waktu pertanggungan sebagai persiapan pembayaran klaim. Cadangan harus secara bijak dikelola perusahaan asuransi agar tidak terjadi kerugian. Cadangan juga dapat digunakan apabila sewaktu-waktu terjadi hal-hal yang tidak diduga seperti klaim di luar perkiraan, penghentian pembayaran premi oleh tertanggung dan lainnya. Pada penelitian ini, besarnya nilai cadangan premi dihitung dengan menggunakan metode metode Fackler dengan prinsip Prospektif untuk produk asuransi jiwa berjangka. Dalam penelitiaan ini, akan dilihat perbandingan antara metode Prospektif dan metode Fackler sehingga didapat metode terbaik untuk perhitungan cadangan premi. Dari hasil perhitungan kedua metode tersebut, didapat bahwa metode Fackler menghasilkan nilai cadangan yang lebih besar dibandingkan dengan metode Prospektif. Kata Kunci: Cadangani, metode Prospektif, metode Fackler, asuransi jiwa berjangka di perusahaan asuransi jiwa nantinya akan 1. PENDAHULUAN digunakan oleh perusahaan asuransi jiwa Di dalam kehidupan, manusia selalu untuk membayar uang pertanggungan. Dalam berlomba-lomba dalam memenuhi kebutuhan jangka waktu tertentu, pendapatan yang dan berusaha mencapai kesejahteraan. Namun diperoleh perusahaan asuransi jiwa dari premi dalam kenyataannya, hidup ini penuh beserta bunganya biasanya akan jauh lebih ketidakpastian dan resiko. Kedua hal tersebut besar dari jumlah uang pertanggungan yang tidak bisa diabaikan dan harus diminimalisir. harus dibayarkan oleh perusahaan asuransi Dengan demikian, masyarakat pun mulai jiwa kepada pihak tertanggung. Kelebihan sadar akan perlunya kerjasama dengan pihak dana inilah yang kemudian disimpan sebagai lain untuk perlindungan terhadap kecelakaan cadangan premi. Cadangan premi ini nantinya atau kerugian yang mungkin mereka alami di akan digunakan untuk membayar uang masa yang akan datang. pertanggungan apabila terjadi klaim. Tidak Salah satu solusi yang dapat sedikit perusahaan asuransi jiwa yang membantu manusia dalam mengatasi resiko mengalami kerugian disebabkan perusahaan yang mungkin terjadi akibat ketidakpastian tersebut tidak tepat dalam mengatur cadangan adalah dengan mengikuti program asuransi. preminya. Akibatnya, perusahaan asuransi Asuransi jiwa dapat memberikan tidak mampu membayar uang pertanggungan perlindungan yang bertujuan untuk kepada pihak tertanggung ketika jumlah menanggung risiko-risiko manusia terhadap klaim yang diajukan pihak tertanggung kerugian finansial yang tidak terduga yang ternyata melebihi jumlah klaim yang telah diakibatkan oleh kecelakaan, sakit, kematian diprediksi sebelumnya. dan lain-lain. Keadaan ini dapat diantisipasi jika Salah satu kewajiban peserta asuransi perusahaan asuransi jiwa memiliki dana adalah membayar premi. Premi merupakan cadangan premi yang telah disiapkan dan biaya yang dibayar oleh pihak tertanggung dihitung dengan tepat. Oleh karena itu, kepada perusahaan asuransi untuk risiko yang perusahaan asuransi harus memilih metode ditanggungnya. Premi yang telah terkumpul yang tepat untuk menentukan cadangan premi
48
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
yang efisien. Pada penelitian ini akan dibahas perhitungan cadangan premi dengan Metode Prospektif dan Metode Fackler pada asuransi jiwa berjangka. 2. KAJIAN LITERATUR Pada bagian ini akan dijelaskan tentang kajian literatur untuk menghitung cadangan premi menggunakan metode metode Fackler menggunakan prinsip Prospektif. 2.1 Cadangan Premi
santunan pada waktu yang akan datang dikurangi dengan nilai sekarang yaitu total pendapatan/nilai tunai premi pada waktu yang akan datang untuk tiap pihak tertanggung asuransi. Jika dibentuk dalam simbol matematika, perhitungan cadangan prospektif dalam asuransi jiwa berjangka pada tahun ke untuk santunan Rp 1, dapat dinyatakan dengan:
Vx:n A1x t:n t P1x:t ax t:n t
t
Setiap perusahaan asuransi memiliki kewajiban untuk memperhitungkan cadangan premi. Cadangan premi bukanlah suatu aset atau bagian dari kekayaan perusahaan, tetapi milik pemegang polis atau pihak tertanggung asuransi. Cadangan premi dapat diartikan sebagai dana yang diperoleh perusahaan asuransi dari selisih antara nilai santunan/manfaat dengan nilai tunai pembayaran pada suatu waktu pertanggungan yang akan digunakan sebagai persiapam pembayaran klaim. Cadangan premi ini sangatlah berguna sebagai suatu sumber dana tambahan untuk perusahaan asuransi yang masih kecil atau baru dan belum stabil dari segi keuangannya. Oleh karena itu, cadangan premi harus dikelola secara bijak dan diperhitungkan dengan tepat oleh suatu perusahaan asuransi. Cadangan premi ini akan digunakan jika terjadi hal yang tidak terduga, contohnya seperti jumlah klaim yang diajukan tertanggung diluar perkiraan. Secara umum perhitungan cadangan premi terbagi menjadi dua macam, yaitu berdasarkan waktu yang lalu dan berdasarkan waktu yang akan datang.
2.2 Cadangan Prospektif
Premi
dengan
Dengan
(1)
A1x t:n t adalah premi tunggal
seseorang berusia x t tahun hingga x n
P1x:t sebagai premi tahunan dan
tahun,
axt:nt sebagai anuitas awal seseorang berusia x t tahun hingga x n tahun. 3.3 Cadangan Premi dengan Metode Fackler Untuk perhitungan cadangan premi dengan menggunakan metode Fackler, dilakukan terlebih dahulu penjabaran dari metode cadangan retrospektif, dimana cadangan akhir tahun pertama sebagai berikut:
V
t
(lx P(1 i ) d x ) lx 1
Dijabarkan menjadi: V
t
(lx t 1t 1V lx t 1 P )(1 i ) d x t 1 lx t
Karena cadangan retrospektif meng-gunakan premi bersih tahunan asuransi jiwa berjangka, yang dinotasikan Px:n , maka didapat:
Metode
Prinsip Prospektif merupakan suatu perhitungan nilai cadangan berdasarkan waktu yang akan datang, dengan kata lain perhitungan nilai cadangan berdasarkan nilai sekarang dari semua pengeluaran/nilai tunai
V
t
(lx t 1t 1V lx t 1 Px:n )(1 i ) d x t 1 lx t
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
49
Berdasarkan asumsi dari metode Fackler, yaitu nilai cadangan akhir yang ditentukan adalah cadangan akhir tahun berikutnya, dengan kata lain cadangan yang akan digunakan adalah cadangan pada tahun ket 1 , maka diperoleh cadangan akhir tahun ke t 1 sebagai berikut:
V
t 1
t 1V
(lx (t 1) 1(t 1) 1V lx (t 1)1 Px:n )(1 i ) d x (t 1)1 lx (t 1)
V
d x t lx t 1
Atau diubah menjadi:
v x t 1 lx t ( tV P )v 1 v x t 1 d x:n V x t 1 x t 1 x t t 1 v lx t 1 lx t 1 v Disederhanakan menggunakan simbol komutasi, maka didapat persamaan sebagai berikut:
V
Dx t 1 ( tV Px:n ) Dx t 1
Cx t Dx t 1
Atau
V
t 1
dan
Cx t , maka didapat persamaan Cx t 1
cadangan premi dengan metode Fackler sebagai berikut:
V ux t ( tV Px:n ) k x t
t 1
t 1
(lx t tV lx t Px:n )v 1
t 1
Dx t Dx t 1
V ( tV Px:n )uxt kx(2) t
lx t 1
lx t 1
k x t
u x t
Atau dapat dibentuk menjadi:
(lx t tV lx t Px:n )(1 i ) d x t
Subsitusikan dengan notasi atau ( ) dalam bunga majemuk, dimana adalah nilai tunai pembayaran dan adalah tingkat suku bunga yang merupakan factor diskonto untuk v, maka didapat persamaan sebagai berikut: t 1
Subsitusikan
Dx t 1 C ( tV Px:n ) x t Dx t 1 Dx t 1
Metode Fackler sangat diperlukan perusahaan untuk mengetahui standar atau cadangan premi minimal yang diperoleh perusahaan dalam beberapa tahun secara berurutan, yang nantinya akan dikembalikan kepada pemegang polis dalam bentuk santunan. Metode Fackler membutuhkan dana cadangan dari tahun sebelumnya atau cadangan tahun pertama, maka dengan menggunakan metode Fackler dapat terlihat cadangan bersih setiap tahun dari tahun pertama yang diperoleh suatu perusahaan asuransi. 3. METODE PENELITIAN Metode penelitian terdiri atas tahapan yang ditempuh dalam melakukan penelitian. Berikut adalah tahapan penelitian yang akan dilakukan: Tahap 1: Tahap awal ini adalah studi literatur, yaitu dengan mempelajari terlebih dahulu teori-teori yang berkaitan dengan cadangan premi, metode Prospektif, dan metode Fackler serta mempelajari penelitianpenelitian sebelumnya. Tahap 2: Pada tahap ini penulis mengidentifikasi masalah apa yang akan diangkat dalam penelitian serta ditentukannya batasan dan asumsi penelitian agar masalah yang dibahas tidak terlalu luas. Tahap 3: Menentukan sasaran yang akan dicapai penelitian, dalam hal ini mengenai tujuan penelitian.
50
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
Tahap 4: Penelitian dilakukan dengan menggunakan data pemegang polis simulasi.
No
Nama
Usia (Tahun)
Masa Pembayaran Premi (Tahun)
Anuitas Hidup Berjangka Awal
1 2 3
STG SA OD
25 30 30
30 30 35
14,41508 14,32546 14,98838
4
EK
27
33
14,83181
5
RST
32
38
15,18658
Tahap 5: Pengolahan data yang terdiri dari beberapa tahap yaitu: 1. Masukan data. 2. Tentukan usia, tingkat bunga, jangka No
Nama
Usia (Tahun)
Masa Premi Tunggal Pembayaran Bersih Premi (Tahun)
1
STG
25
30
Rp
686.271,55
2
SA
30
30
Rp 1.090.116,71
3
OD
30
35
Rp 1.397.144,07
4 5
EK RST
27 32
33 38
Rp 974.176,10 Rp 1.876.833,87
waktu pertanggungan asuransi. 3. Hitung anuitas berjangka awal 4. Hitung premi asuransi jiwa berjangka 5. Tentukan cadangan premi menggunakan metode Prospektif. 6. Tentukan cadangan premi menggunakan metode Fackler. 7. Membandingkan hasil cadangan premi dengan metode apa yang lebih baik. Tahap 6: Menarik kesimpulan dari langkah-langkah penelitian yang sudah dilakukan sebelumya.
Tabel 1. Data Pemegang Polis No .
Nama
Usia (Tahu n)
Jangka Waktu (Tahun)
Santunan
1
STG
25
30
Rp 30.000.000,00
2
SA
30
30
Rp 30.000.000,00
3
OD
30
35
Rp 30.000.000,00
4
EK
27
33
Rp 30.000.000,00
5
RST
32
38
Rp 30.000.000,00
4.2 Pengolahan Data Data yang didapatkan akan diolah untuk mengetahui besarnya anuitas hidup berjangka awal, premi tunggal bersih, premi tahunan, cadangan premi dengan Metode Prospektif dan cadangan premi dengan Metode Fackler
Tabel 2 Anuitas Hidup Berjangka Awal Pemegang Polis
Tabel 3 Premi Tunggal Bersih Pemegang Polis
Tabel 4 Premi Tahunan Pemegang Polis
Tabel 5 Cadangan Metode Prospektif Tahun Ke-5 Pemegang Polis
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Data yang digunakan pada jurnal ini adalah data pemegang polis simulasi sebanyak 5 orang pemegang polis. Besarnya santunan tiap pemegang polis disamakan, yaitu Rp 30.000.000,00 yang dibayarkan pada akhir tahun polis. Data pemegang polis dirangkum dan disajikan dalam Tabel sebagai berikut: Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
51
Tabel 6 Cadangan Metode Fackler Tahun Ke-5 Pemegang Polis No
Nama
1 2 3 4 5
STG SA OD EK RST
Usia (Tahun) 25 30 30 27 32
Masa Pembayaran Premi (Tahun) 30 30 35 33 38
Cadangan Fackler Rp 150.297, 3965 Rp 317.672,6615 Rp 420.228,4718 Rp 263.269,1840 Rp 591.069,9691
Tabel 7. Cadangan Pemegang Polis
Dari Tabel 7, bahwa besar cadangan premi dengan Metode Fackler lebih besar dibandingkan dengan cadangan premi menggunakan Metode Prospektif. Selain itu, cadangan premi dengan Metode Prospektif dan cadangan premi dengan Metode Fackler juga akan semakin besar seiring bertambahnya usia pemegang polis dan semakin lamanya jangka waktu pembaran premi. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan untuk cadangan premi lebih baik menggunakan cadangan premi dengan Metode Fackler. Hal ini disebabkan karena cadangan premi dengan Metode Fackler menghasilkan nilai cadangan yang lebih besar dibandingkan Metode Prospektif.
52
5. KESIMPULAN Perhitungan cadangan premi dengan Metode Prospektif dan Metode Fackler dengan seiring bertambahnya usia dan lamanya jangka waktu pembayaran premi maka nilai premi tunggal bersih dan premi tahunan akan semakin besar. Hal ini dikarenakan peluang meninggalnya seseorang semakin besar seiring bertambahnya usia dan lamanya jangka waktu pembaran premi. Cadangan premi dengan Metode Fackler lebih baik dibandingkan cadangan premi dengan Metode Prospektif. Hal ini disebabkan karena cadangan dengan Metode Fackler menghasilkan cadangan yang lebih besar dibandingkan cadangan Metode Prospektif. REFERENSI Futami, T. 1993. Matematika Asuransi Jiwa, Bagian I. Terj. Dari Seimei Hoken Sugaku, Gekan(“92 Revision), oleh Herliyanto, G. Penerbit Incorporated Foundation Oriental Life Insurance Cultural Development Center: Japan Futami, T. 1993. Matematika Asuransi Jiwa, Bagian II. Terj. Dari Seimei Hoken Sugaku, Gekan(“92 Revision), oleh Herliyanto, G. Penerbit Incorporated Foundation Oriental Life Insurance Cultural Development Center: Japan Sembiring, R.K.1986, Buku Materi Pokok Asuransi I, Jakarta. Karunika, Universitas Terbuka Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 1992 tentang usaha Peransurasian. 1991, Jakarta: Armas Duta Jaya.
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
BIDANG DATAR TERDEKAT MENGGUNAKAN L DAN P PENTOMINO Brigitta Wahyu Setiyoningsih1 dan Maria Fransiska Tiska Gandi Nakita2 1,2 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma 1 Email :
[email protected] 2 Email :
[email protected]
Abstrak Polymino adalah bentuk bidang yang terbuat dari beberapa persegi yang terhubung satu sama lain. Dari beberapa bentuk polymino dapat tersusun menjadi sebuah bentuk bidang datar. Pentomino merupakan bagian dari Polymino yang tersusun dari lima buah persegi yang terhubung satu sama lain. Tujuan dalam penelitian ini untuk menemukan susunan terdekat pentomino yang menyerupai bidang datar dengan menggunakan L Pentomino dan P Pentomino. Dari bidang datar yang dapat terbentuk, terdapat beberapa pola yang dapat digunakan dalam menyusun menggunakan L Pentomino dan P Pentomino. Metode penelitian adalah menggunakan kajian pustaka dan dilanjutkan dengan melakukan uji coba menggunakan L Pentomino dan P Pentomino. Hasil penelitian adalah penyusunan dari L Pentomino dan P Pentomino membentuk bidang datar baru yang menyerupai bidang datar aslinya yang diberi nama bidang datar L Pentomino dan P Pentomino dan memiliki pola yang sama untuk masing – masing bidang datar L Pentomino dan P Pentomino. Bidang datar yang dapat terbentuk dari L Pentomino dan P Pentomino adalah segitiga sam kaki, segitiga siku – siku, jajargenjang, layang – layang dan belah ketupat. Sedangkan yang tidak dapat terbentuk dengan menggunakan L Pentomino dan P Pentomino adalah persegi, segitiga sama sisi dan trapezium. Kata Kunci: Bidang Datar, L Pentomino, P Pentomino, Pola Penyusunan 1. PENDAHULUAN Polymino merupakan bentuk bidang yang terbuat dari beberapa persegi yang menghubungkan satu sama lain. Pentomino merupakan bagian dari Polymino yang tersusun dari lima buah persegi yang terhubung satu sama lain. L Pentomino dan P Pentomino dapat tersusun menjadi bentuk bangun datar yaitu persegi panjang yang dalam penyusunannya memiliki pola tertentu dan pola yang digunakan sama antara L Pentomino dan P Pentomino. Dalam penelitian yang dilakukan ini, akan dilakukan untuk menemukan bentuk bidang datar terdekat yang dapat disusun dari L Pentomino dan P Pentomino selain bidang datar persegi panjang. Dari bentuk yang disusun tersebut terdapat pola penyusunan yang dapat digunakan. Kajian yang dilakukan berdasarkan pola penyusunan L dan P Pentomino pada persegi panjang yang akan dikembangkan menjadi bentuk bidang datar lain yang dapat tersusun. Dari
bentuk bidang datar yang sudah tersusun tersebut, akan ditemukan bahwa membentuk bidang datar baru yang tersusun dari L Pentomino dan P Pentomino. 2. KAJIAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Polymino adalah bentuk bidang yang terbuat dari beberapa persegi yang menghubungkan satu sama lain. Pentomino merupakan bagian dari Polymino dimana pentomino tersusun dari lima buah persegi yang terhubung satu sama lain menjadi sebuah bentuk. Dari beberapa bentuk pentomino tersebut dapat tersusun menjadi sebuah bentuk bidang datar. Bentuk dari L Pentomino dapat menyusun sebuah bentuk bidang datar yaitu persegi panjang. Begitupun juga dengan menggunakan bentuk dari P Pentomino didapatkan susunan yang berupa bidang datar yaitu persegi panjang[1]. Dalam penyusunan yang menggunakan L Pentomino dan P Pentomino terdapat
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
53
pola yang berlaku sehingga dapat membentuk persegi panjang. Pola yang berlaku adalah kemungkinan persegi panjang dimana n adalah ganjil. Area yang tidak dapat tersusun menjadi bentuk persegi panjang adalah semua dan persegi panjang. Tiap penyusunan membentuk persegi panjang dengan menggunakan L Pentomino dan P Pentomino tidak dapat tersusun jika area penyusunannya bukan merupakan kelipatan dari 5. Dalam penelitian ini, disusun menjadi bentuk bidang datar yang lainnya yang dapat tersusun dari L Pentomino dan P Pentomino yang terdekat yang membentuk bidang datar baru L Pentomino dan P Pentomino yang terdekat. Dari bentuk bidang datar yang akan disusun tersebut, akan ditemukan pola yang terdapat didalam susunan bidang datar tersebut dengan segala kemungkinan susunan yang akan dibuat. Dari susunan yang berasal dari L Pentomino dan P Pentomino tersebut, bidang datar apa saja yang dapat tersusun sesuai dengan Pentomino tersebut. Tujuan dari penelitian ini dilakukan adalah sebagai berikut: (a) Menunjukkan bentuk L Pentomino yang dapat disusun menyerupai beberapa bentuk bidang datar L Pentomino dan menemukan pola terhadap bentuk bidang datar yang telah disusun. (b) Menunjukkan bentuk P Pentomino yang dapat disusun menyerupai beberapa bentuk bidang datar P Pentomino dan menemukan pola terhadap bentuk bidang datar yang telah disusun. 3. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah kajian pustaka yang disertai kajian pada pola penyusunan yang terdapat pada bidang persegi panjang yang tersusun dari L Pentomino dan P Pentomino dan dikembangkan dengan melakukan uji coba menjadi bentuk bidang datar yang lain terdekat yang dapat tersusun.
54
4. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Penyusunan L Pentomino Menjadi Jajargenjang Terdekat
Gambar 1.a. Jajargenjang L Pentomino
Dalam percobaan pada Gambar 1.a. disusun dari 24 L Pentomino dimana telah diketahui bahwa dua bentuk dari L Pentomino tersusun menjadi persegi panjang. Dari 24 L Pentomino tersebut, dengan persegi panjang disusun secara vertikal sebanyak tiga kali penyusunan. Lalu persegi panjang disusun secara horizontal sebanyak 4 kali dan setiap penyusunan secara horizontal diberikan jarak sebanyak persegi sedemikian rupa hingga menyerupai sebuah bidang datar. Dari penyusunan L pentomino tersebut, dapat dilihat bahwa bidang yang terbentuk menyerupai jajargenjang dan dapat dikatakan bahwa bidang yang disusun tersebut menyerupai jajargenjang karena memiliki dua pasang sisi sejajar yang sama panjang. Karena terpenuhi sifat dalam bidang jajargenjang maka dapat disimpulkan bahwa bangun tersebut menyerupai jajargenjang. Dapat dinamakan bidang tersebut dengan Jajargenjang L Pentomino. Sedangkan, pola yang dapat digunakan dalam penyusunan Jajargenjang L Pentomino (Gambar 1.a.) tersebut adalah dimana berlaku untuk merupakan kelipatan 2 dan merupakan kelipatan dari 5.
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
b. Penyusunan L Pentomino Menjadi Segitiga Sama Kaki Terdekat Kemungkinan Pertama.
Gambar1.b. Segitiga Sama Kaki L Pentomino
Dari penyusunan pada Gambar 1.b., disusun dari 18 L Pentomino dimana telah diketahui bahwa dua bentuk dari L Pentomino dapat disusun menjadi persegi panjang. Dari 18 L Pentomino tersebut, dapat dilakukan penyusunan dengan meletakkan dua buah L Pentomino secara berhadapan antar sisinya. Lalu pada susunan kedua dilakukan dengan menyusun dua kali bentuk persegi panjang disusun secara vertikal dan dibagian kiri dan kanan diletakkan masing – masing satu buah L Pentomino. Begitupun seterusnya dilakukan pada susunan ketiga dan seterusnya. Dalam penyusunan yang dilakukan kali ini, akan menentukan sebuah garis yang merupakan garis tinggi yang membagi dua sama besar pada L Pentomino tersebut. Setelah dilakukan penyusunan, didapatkan sebuah bidang yang menyerupai bidang datar yaitu segitiga sama kaki. Kita bisa menyimpulkan penyusunan tersebut menghasilkan segitiga sama kaki karena memenuhi sifat dimana memiliki dua kaki (dua sisi) yang sama panjang dan jumlah sisinya adalah tiga buah sisi. Kita namakan bidang tersebut dengan Segitiga Sama Kaki L Pentomino.
Sedangkan, pola yang dapat digunakan dalam penyusunan Segitiga Sama Kaki L Pentomino (Gambar 1.b.) tersebut adalah ( )) ( ( )) ( dimana merupakan kelipatan 5 dan merupakan kelipatan dari 4. Kemungkinan Kedua. Dari penyusunan pada Gambar 2.b., disusun dari 40 L Pentomino dimana telah diketahui bahwa dua bentuk dari L Pentomino dapat disusun menjadi persegi panjang.
Gambar 2.b. Segitiga Sama Kaki L Pentomino
Dari 40 L Pentomino tersebut, dapat dilakukan penyusunan dengan menyusun delapan kali bentuk persegi panjang disusun secara vertikal sebagai dasar (alas) dari sebuah bidang datar. Lalu untuk susunan kedua (tingkatan kedua), dilakukan dengan menyusun enam kali bentuk persegi panjang disusun secara vertikal. Begitupun seterusnya dilakukkan pada susunan ketiga dan seterusnya dimana setiap tingkat susunan sebelum dengan sesudahnya diberikan jarak sebanyak persegi panjang pada sisi kanan maupun kiri. Dalam penyusunan yang dilakukan kali ini, kita harus menentukan sebuah garis yang merupakan garis tinggi yang membagi dua sama besar pada L Pentomino tersebut. Setelah dilakukan penyusunan, didapatkanlah sebuah bidang yang
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
55
menyerupai bidang datar yaitu segitiga sama kaki. Dapat disimpulkan bahwa penyusunan tersebut menghasilkan segitiga sama kaki karena memenuhi sifat dimana memiliki dua kaki (dua sisi) yang sama panjang dan jumlah sisinya adalah tiga buah sisi. Kita namakan bidang tersebut dengan Segitiga Sama Kaki L Pentomino. Sedangkan, pola yang digunakan dalam penyusunan Segitiga Sama Kaki L Pentomino (Gambar 2.b.) adalah ( ( )) ( ( )) dimana merupakan kelipatan dari 5 dan merupakan kelipatan dari 4. Sedangkan untuk ( ) merupakan pola penyusunan L Pentomino terhadap bidang datar persegi panjang. Kemungkinan Ketiga.
Gambar 3.b. Segitiga Sama Kaki L Pentomino
Dari penyusunan pada Gambar 3.b., disusun dari 30 L Pentomino dimana telah diketahui bahwa dua bentuk dari L Pentomino dapat disusun menjadi persegi panjang. Dari 30 L Pentomino tersebut, kita dapat dilakukan penyusunan dengan meletakkan dua buah L Pentomino secara berhadapan antar sisinya. Lalu pada susunan kedua dilakukan dengan menyusun dua kali bentuk persegi panjang disusun secara vertikal dan dibagian kiri dan kanan diletakkan masing – masing satu buah L Pentomino. Begitupun seterusnya dilakukkan pada susunan ketiga dan seterusnya. Dalam penyusunan yang dilakukan kali ini, kita harus menentukan sebuah garis yang merupakan garis
56
tinggi yang membagi dua sama besar pada L Pentomino tersebut. Setelah dilakukan penyusunan, didapatkanlah sebuah bidang yang menyerupai bidang datar yaitu segitiga sama kaki. Kita bisa menyimpulkan penyusunan tersebut menghasilkan segitiga sama kaki karena memenuhi sifat dimana memiliki dua kaki (dua sisi) yang sama panjang dan jumlah sisinya adalah tiga buah sisi. Kita namakan bidang tersebut dengan Segitiga Sama Kaki L Pentomino. Sedangkan, pola yang digunakan dalam penyusunan Segitiga Sama Kaki L Pentomino (gambar 3.b.) adalah ( ( )) ( ( )) dimana merupakan kelipatan 5 dan merupakan kelipatan dari 4. Sedangkan untuk ( ) merupakan pola penyusunan L Pentomino terhadap bidang datar persegi panjang. Kemungkinan Keempat. Dari penyusunan pada Gambar 4.b., disusun dari 40 L Pentomino dimana telah diketahui bahwa dua bentuk dari L Pentomino dapat persegi panjang.
Gambar 4.b. Segitiga Sama Kaki L Pentomino
Dari 40 L Pentomino tersebut, dapat dilakukan penyusunan dengan menyusun delapan kali bentuk persegi panjang disusun secara vertikal sebagai dasar (alas) dari sebuah bidang datar. Lalu untuk susunan kedua (tingkatan kedua), dilakukan dengan menyusun enam kali bentuk persegi panjang disusun secara vertikal. Begitupun seterusnya dilakukkan pada susunan ketiga dan seterusnya
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
dimana setiap tingkat susunan sebelum dengan sesudahnya diberikan jarak sebanyak persegi panjang pada sisi kanan maupun kiri. Dalam penyusunan yang dilakukan kali ini, kita harus menentukan sebuah garis yang merupakan garis tinggi yang membagi dua sama besar pada L Pentomino tersebut. Setelah dilakukan penyusunan, didapatkanlah sebuah bidang yang menyerupai bidang datar yaitu segitiga sama kaki. Dapat disimpulkan bahwa penyusunan tersebut menghasilkan segitiga sama kaki karena memenuhi sifat dimana memiliki dua kaki (dua sisi) yang sama panjang dan jumlah sisinya adalah tiga buah sisi. Kita namakan bidang tersebut dengan Segitiga Sama Kaki L Pentomino. Sedangkan, pola yang digunakan dalam penyusunan Segitiga Sama Kaki L Pentomino (Gambar 4.b.) adalah ( ( )) ( ( )) dimana merupakan kelipatan dari 5 dan merupakan kelipatan dari 4. Sedangkan untuk ( ) merupakan pola penyusunan L Pentomino terhadap bidang datar persegi panjang. c. Penyusunan L Pentomino Menjadi Segitiga Siku – Siku Terdekat Kemungkinkan Pertama.
Gambar 1.c. Segitiga Siku – Siku L Pentomino
Dari penyusunan pada Gambar 1.c., disusun dari 25 L Pentomino dimana telah diketahui bahwa dua bentuk dari L Pentomino dapat tersusun menjadi persegi panjang. Dari 25 L Pentomino tersebut, dengan persegi
panjang disusun secara vertikal sebanyak empat kali penyusunan ditambah satu bentuk L Pentomino yang diasumsikan sebagai dasar (alas) dari sebuah bidang datar. Lalu untuk susunan kedua (tingkatan kedua), disusun dengan menggunakan persegi panjang disusun secara vertikal sebanyak tiga kali penyusunan ditambah satu bentuk L Pentomino. Begitupun selanjutnya untuk tingkatan selanjutnya. Perlu diperhatikan dalam penyusunan kali ini bahwa untuk setiap tingkatan jumlah dari persegi panjang pada tingkatan pertama (dasar/alas) dikurangi sebanyak persegi panjang untuk menyusun tingkatan selanjutnya. Dari penyusunan L pentomino tersebut, kita dapat melihat bahwa bidang yang terbentuk menyerupai segitiga siku - siku, kita dapat mengatakan bahwa bidang yang disusun tersebut menyerupai segitiga siku - siku karena bidang yang terbentuk mempunyai besar sudut 90o atau sudutnya adalah siku - siku. Karena terpenuhi sifat dalam bidang segitiga siku - siku maka dapat disimpulkan bahwa bangun tersebut menyerupai segitiga siku siku. Kita namakan bidang tersebut dengan Segitiga Siku - Siku L Pentomino. Sedangkan, pola yang dapat digunakan dalam penyusunan Segitiga Siku - Siku L Pentomino (Gambar 1.c.) tersebut adalah ( )) ( ( )) ( dimana adalah kelipatan 2 dan adalah kelipatan dari 5 sedangkan merupakan satu buah L Pentomino yang membentuk segitiga siku – siku.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
57
Kemungkinan Kedua.
Gambar 2.c. Segitiga Siku – Siku L Pentomino
Dari penyusunan pada Gambar 2.c., disusun dari 30 L Pentomino dimana telah diketahui bahwa dua bentuk dari L Pentomino dapat tersusun menjadi persegi panjang. Dari 30 L Pentomino tersebut, dengan persegi panjang disusun secara vertikal sebanyak lima kali penyusunan yang diasumsikan sebagai dasar (alas) dari sebuah bidang datar. Lalu untuk susunan kedua (tingkatan kedua), disusun dengan menggunakan persegi panjang disusun secara vertikal sebanyak empat kali penyusunan. Begitupun selanjutnya untuk tingkatan selanjutnya. Perlu diperhatikan dalam penyusunan kali ini bahwa untuk setiap tingkatan jumlah dari persegi panjang pada tingkatan pertama (dasar/alas) dikurangi sebanyak persegi panjang untuk menyusun tingkatan selanjutnya. Dari penyusunan L pentomino tersebut, kita dapat melihat bahwa bidang yang terbentuk menyerupai segitiga siku - siku, kita dapat mengatakan bahwa bidang yang disusun tersebut menyerupai segitiga siku - siku karena bidang yang terbentuk mempunyai besar sudut 90o atau sudutnya adalah siku - siku. Karena terpenuhi sifat dalam bidang segitiga siku - siku maka dapat disimpulkan bahwa bangun tersebut menyerupai segitiga siku siku. Kita namakan bidang tersebut dengan Segitiga Siku - Siku L Pentomino. Sedangkan, pola yang dapat digunakan dalam penyusunan
58
Segitiga Siku - Siku L Pentomino (Gambar 2.c.) tersebut adalah ( )) ( ( )) ( dimana adalah kelipatan 2 dan adalah kelipatan dari 5 sedangkan merupakan satu buah L Pentomino yang membentuk segitiga siku – siku. d. Penyusunan L Pentomino Menjadi Layang – Layang Terdekat Kemungkinan Pertama.
Gambar 1.d. Layang – Layang L Pentomino
Penyusunan layang-layang L pentomino terdiri dari susunan persegi panjang yang dibuat dari L pentomino susunan layang-layang tersebut dimulai dari yang paling panjang susunannya, misalkan . Kemudian panjang susunan sebelah kanan dan kirinya berkurang satu, maka penyusunannya dapat dinyatakan dengan
Dari penyusunan pada Gambar 1.d., kita dapat melihat bahwa bidang yang terbentuk menyerupai layang - layang, kita dapat mengatakan bahwa bidang yang disusun tersebut menyerupai layang - layang karena sepasang sisi yang berdekatan sama panjang. Karena terpenuhi sifat dalam bidang layang - layang maka dapat disimpulkan bahwa bangun tersebut menyerupai layang – layang. Kita namakan bidang tersebut dengan Layang Layang L Pentomino.
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
Sedangkan pola yang digunakan untuk membuat masingmasing persegi panjang adalah dimana m (vertikal) merupakan kelipatan 5 dan n (horizontal) merupakan kelipatan 2. Kemungkinan Kedua.
tersebut menyerupai layang layang karena sepasang sisi yang berdekatan sama panjang. Karena terpenuhi sifat dalam bidang layang - layang maka dapat disimpulkan bahwa bangun tersebut menyerupai layang – layang. Kita namakan bidang tersebut dengan Layang Layang L Pentomino. e. Penyusunan L Pentomino Menjadi Belah Ketupat Terdekat
Gambar 2.d. Layang – Layang L Pentomino
Penyusunan layang-layang ini (Gambar 2.d.) terdiri dari 10 bidang yang berbentuk persegi panjang dimana setiap persegi panjang terdiri dari 2 L Pentomino yang memiliki pola (vertikal) bernilai 5 dan (horizontal) bernilai 2. Dimana 10 persegi panjang dibagi penyusunannya, enam persegi panjang disusun secara horizontal dan empat persegi panjang disusun secara vertikal namun dua persegi panjang diletakan diatas persegi panjang yang disusun secara horizontal dan dua lainnya diletakkan dibawah. (persegi panjang yang dimaksud persegi panjang ke 3 dan 4 yang disusun secara horizontal). Kemudian pada persegi panjang yang paling atas diberi 2 buah L Pentomino, dan pada sisi kanan kirinya diberi masing-masing 1 L pentomino, begitu pula dengan sisi bagian bawah. Dari penyusunan L pentomino tersebut (Gambar 2.d.), kita dapat melihat bahwa bidang yang terbentuk menyerupai layang layang, kita dapat mengatakan bahwa bidang yang disusun
Gambar 1.e. Belah Ketupat L Pentomino
Terdiri dari 8 persegi panjang dengan masing- masing persegi panjang terdiri dari dua L Pentomino yang memiliki pola m (vertikal) bernilai 5 dan n (horizontal) bernilai 2. Kemudian pada sisi atas dan bawah susunan persegi panjang tersebut diberi 2 L Pentomino dengan pola m bernilai 8 dan n bernilai 2. Pada sisi kanan dan kiri persegi panjang juga diberi 2 L Pentomino dengan pola yang sama. Dari penyusunan L pentomino tersebut (Gambar 1.e.), kita dapat melihat bahwa bidang yang terbentuk menyerupai belah ketupat, kita dapat mengatakan bahwa bidang yang disusun tersebut menyerupai belah ketupat karena sepasang sisi yang berdekatan sama panjang, memiliki dua pasang sisi sejajar dimana dua sisi yang berdampingan sama panjang. Karena terpenuhi sifat dalam bidang belah ketupat maka dapat disimpulkan bahwa bangun tersebut menyerupai
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
59
ketupat. Kita namakan bidang tersebut dengan Belah Ketupat L Pentomino. f.
g. Penyusunan P Pentomino Menjadi Segitiga Sama Kaki Terdekat Kemungkinan Pertama.
Penyusunan P Pentomino Menjadi Jajargenjang Terdekat
Gambar1.g. Segitiga Sama Kaki P Pentomino
Gambar 1.f. Jajargenjang P Pentomino
Dalam percobaan dengan menggunakan P Pentomino berikut (Gambar 1.f.), langkah yang digunakan sama dengan L Pentomino. Dari penyusunan P Pentomino tersebut, kita dapat melihat bahwa bidang yang terbentuk menyerupai jajargenjang, kita dapat mengatakan bahwa bidang yang disusun tersebut menyerupai jajargenjang karena memiliki dua pasang sisi sejajar yang sama panjang. Karena terpenuhi sifat dalam bidang jajargenjang maka dapat disimpulkan bahwa bangun tersebut menyerupai jajargenjang. Kita namakan bidang tersebut dengan Jajargenjang P Pentomino. Sedangkan, pola yang dapat digunakan dalam penyusunan Jajargenjang P Pentomino tersebut adalah dimana berlaku untuk merupakan kelipatan 2 dan merupakan kelipatan dari 5.
60
Dalam percobaan dengan menggunakan P Pentomino berikut (Gambar 1.g.), langkah yang digunakan dalam penyusunan sama dengan L Pentomino. Setelah dilakukan penyusunan, didapatkan sebuah bidang yang menyerupai bidang datar yaitu segitiga sama kaki. Kita bisa menyimpulkan penyusunan tersebut menghasilkan segitiga sama kaki karena memenuhi sifat dimana memiliki dua kaki (dua sisi) yang sama panjang dan jumlah sisinya adalah tiga buah sisi. Kita namakan bidang tersebut dengan Segitiga Sama Kaki P Pentomino. Sedangkan, pola yang dapat digunakan dalam penyusunan Segitiga Sama Kaki P Pentomino (Gambar 1.g.) tersebut adalah ( )) ( ( )) ( dimana merupakan kelipatan 5 dan merupakan kelipatan dari 4. Kemungkinan Kedua. Dalam percobaan dengan menggunakan P Pentomino berikut (Gambar 2.g.), langkah yang digunakan dalam penyusunan sama dengan L Pentomino.
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
Gambar 2.g. Segitiga Sama Kaki P Pentomino
Setelah dilakukan penyusunan, didapatkanlah sebuah bidang yang menyerupai bidang datar yaitu segitiga sama kaki. Dapat disimpulkan bahwa penyusunan tersebut menghasilkan segitiga sama kaki karena memenuhi sifat dimana memiliki dua kaki (dua sisi) yang sama panjang dan jumlah sisinya adalah tiga buah sisi. Kita namakan bidang tersebut dengan Segitiga Sama Kaki P Pentomino. Sedangkan, pola yang digunakan dalam penyusunan Segitiga Sama Kaki P Pentomino (Gambar 2.g.) adalah ( ( )) ( ( )) dimana merupakan kelipatan dari 5 dan merupakan kelipatan dari 4. Sedangkan untuk ( ) merupakan pola penyusunan L Pentomino terhadap bidang datar persegi panjang.
Kemungkinan Ketiga.
Gambar 3.g. Segitiga Sama Kaki P Pentomino
Dalam percobaan dengan menggunakan P Pentomino berikut (Gambar 3.g.), langkah yang digunakan dalam penyusunan sama dengan L Pentomino. Setelah dilakukan penyusunan, didapatkanlah sebuah bidang yang menyerupai bidang datar yaitu
segitiga sama kaki. Kita bisa menyimpulkan penyusunan tersebut menghasilkan segitiga sama kaki karena memenuhi sifat dimana memiliki dua kaki (dua sisi) yang sama panjang dan jumlah sisinya adalah tiga buah sisi. Kita namakan bidang tersebut dengan Segitiga Sama Kaki P Pentomino. Sedangkan, pola yang digunakan dalam penyusunan Segitiga Sama Kaki P Pentomino (gambar 3.g.) adalah ( ( )) ( ( )) dimana merupakan kelipatan 5 dan merupakan kelipatan dari 4. Sedangkan untuk ( ) merupakan pola penyusunan L Pentomino terhadap bidang datar persegi panjang. Kemungkinan Keempat. Dalam percobaan dengan menggunakan P Pentomino berikut (Gambar 4.g.), langkah yang digunakan dalam penyusunan sama dengan L Pentomino.
Gambar 4.g. Segitiga Sama Kaki P Pentomino
Setelah dilakukan penyusunan, didapatkanlah sebuah bidang yang menyerupai bidang datar yaitu segitiga sama kaki. Dapat disimpulkan bahwa penyusunan tersebut menghasilkan segitiga sama kaki karena memenuhi sifat dimana memiliki dua kaki (dua sisi) yang sama panjang dan jumlah sisinya adalah tiga buah sisi. Kita namakan bidang tersebut dengan Segitiga Sama Kaki P Pentomino. Sedangkan, pola yang digunakan dalam penyusunan Segitiga Sama Kaki L Pentomino (Gambar 4.g.) adalah ( (
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
61
)) ( ( )) dimana merupakan kelipatan dari 5 dan merupakan kelipatan dari 4. Sedangkan untuk ( ) merupakan pola penyusunan L Pentomino terhadap bidang datar persegi panjang. h. Penyusunan P Pentomino Menjadi Segitiga Siku – Siku Terdekat Kemungkinkan Pertama.
Gambar 1.h. Segitiga Siku – Siku P Pentomino
Dalam percobaan dengan menggunakan P Pentomino berikut (Gambar 1.h.), langkah yang digunakan dalam penyusunan sama dengan L Pentomino. Dari penyusunan P Pentomino tersebut, kita dapat melihat bahwa bidang yang terbentuk menyerupai segitiga siku - siku, kita dapat mengatakan bahwa bidang yang disusun tersebut menyerupai segitiga siku siku karena bidang yang terbentuk mempunyai besar sudut 90o atau sudutnya adalah siku - siku. Karena terpenuhi sifat dalam bidang segitiga siku - siku maka dapat disimpulkan bahwa bangun tersebut menyerupai segitiga siku - siku. Kita namakan bidang tersebut dengan Segitiga Siku - Siku P Pentomino. Sedangkan, pola yang dapat digunakan dalam penyusunan Segitiga Siku - Siku P Pentomino (Gambar 1.h.) tersebut adalah ( )) ( ( )) ( dimana adalah kelipatan 2 dan adalah kelipatan dari 5 sedangkan merupakan satu buah L
62
Pentomino yang segitiga siku – siku.
membentuk
Kemungkinan Kedua.
Gambar 2.h. Segitiga Siku – Siku P Pentomino
Dalam percobaan dengan menggunakan P Pentomino berikut (Gambar 2.h.), langkah yang digunakan dalam penyusunan sama dengan L Pentomino. Dari penyusunan P Pentomino tersebut, kita dapat melihat bahwa bidang yang terbentuk menyerupai segitiga siku - siku, kita dapat mengatakan bahwa bidang yang disusun tersebut menyerupai segitiga siku siku karena bidang yang terbentuk mempunyai besar sudut 90o atau sudutnya adalah siku - siku. Karena terpenuhi sifat dalam bidang segitiga siku - siku maka dapat disimpulkan bahwa bangun tersebut menyerupai segitiga siku - siku. Kita namakan bidang tersebut dengan Segitiga Siku - Siku P Pentomino. Sedangkan, pola yang dapat digunakan dalam penyusunan Segitiga Siku - Siku P Pentomino (Gambar 2.h.) tersebut adalah ( )) ( ( )) ( dimana adalah kelipatan 2 dan adalah kelipatan dari 5 sedangkan merupakan satu buah L Pentomino yang membentuk segitiga siku – siku.
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
i.
Kemungkinan Kedua.
Penyusunan P Pentomino Menjadi Layang – Layang Terdekat Kemungkinan Pertama.
Gambar 2.i. Layang – Layang P Pentomino
Dalam percobaan dengan menggunakan P Pentomino berikut (Gambar 2.i.), langkah yang digunakan dalam penyusunan sama dengan L Pentomino. Dari penyusunan P Pentomino tersebut (Gambar 2.i.), kita dapat melihat bahwa bidang yang terbentuk menyerupai layang - layang, kita dapat mengatakan bahwa bidang yang disusun tersebut menyerupai layang - layang karena sepasang sisi yang berdekatan sama panjang. Karena terpenuhi sifat dalam bidang layang - layang maka dapat disimpulkan bahwa bangun tersebut menyerupai layang – layang. Kita namakan bidang tersebut dengan Layang - Layang P Pentomino.
Gambar 1.i. Layang – Layang P Pentomino
Dalam percobaan dengan menggunakan P Pentomino berikut (Gambar 1.i.), langkah yang digunakan dalam penyusunan sama dengan L Pentomino. Dari penyusunan pada (Gambar 1.i)., kita dapat melihat bahwa bidang yang terbentuk menyerupai layang layang, kita dapat mengatakan bahwa bidang yang disusun tersebut menyerupai layang layang karena sepasang sisi yang berdekatan sama panjang. Karena terpenuhi sifat dalam bidang layang - layang maka dapat disimpulkan bahwa bangun tersebut menyerupai layang – layang. Kita namakan bidang tersebut dengan Layang Layang P Pentomino. Sedangkan pola yang digunakan untuk membuat masingmasing persegi panjang adalah dimana m (vertikal) merupakan kelipatan 5 dan n (horizontal) merupakan kelipatan 2.
j.
Penyusunan P Pentomino Menjadi Belah Ketupat Terdekat
Gambar 1.j. Belah Ketupat P Pentomino
Dalam percobaan dengan menggunakan P Pentomino berikut (Gambar 1.j.), langkah yang digunakan dalam penyusunan sama Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
63
dengan L Pentomino. Dari penyusunan P pentomino tersebut, dapat dilihat bahwa bidang yang terbentuk menyerupai belah ketupat, hal tersebut dapat dikatakan bahwa bidang yang disusun tersebut menyerupai belah ketupat karena sepasang sisi yang berdekatan sama panjang, memiliki dua pasang sisi sejajar dimana dua sisi yang berdampingan sama panjang. Karena terpenuhi sifat dalam bidang belah ketupat maka dapat disimpulkan bahwa bangun tersebut menyerupai ketupat. Kita namakan bidang tersebut dengan Belah Ketupat P Pentomino. 5. KESIMPULAN Hasil dari penelitian ini adalah penyusunan dari L Pentomino dan P Pentomino tidak membentuk bidang datar yang sebenarnya melainkan membentuk bidang datar baru yang menyerupai bidang datar aslinya yang diberi nama bidang datar L Pentomino dan P Pentomino dan memiliki pola yang sama untuk masing – masing bidang datar L Pentomino dan P Pentomino. Bidang datar yang tidak dapat terbentuk dari L Pentomino dan P Pentomino adalah trapezium, persegi, segitiga sama sisi. Dari beberapa percobaan yang dilakukan terkait dengan bidang datar terdekat yang dapat disusun dengan L Pentomino dan P Pentomino terdapat beberapa bidang datar yang dapat tersusun. Bidang datar terdekat tersebut antara lain Segitiga Sama Kaki L Pentomino dan P Pentomino dengan 4 kemungkinan penyusunan yang berbeda, Segitiga Siku – Siku L
64
Pentomino dan P Pentomino dengan 2 kemungkinan penyusunan, Jajargenjang L Pentomino dan P Pentomino, Layang – layang L Pentomino dan P Pentomino dengan 2 kemungkinan penyusunan yang berbeda dan Belah Ketupat L Pentomino dan P Pentomino. Dalam masing – masing penyusunan bidang datar tersebut, terdapat beberapa pola penyusunan dimana tiap bidang datar terdekat memiliki pola penyusunan yang sama antara L Pentomino dan P Pentomino. Semakin rumit bentuk bidang datar yang dapat tersusun, maka pola yang digunakan akan semakin rumit. 6. REFERENSI [1] Carlson, Karen. 2001. Teaching With Pentominoes. [2]
Liu, Andi. 2001. Packing Rectangles with Polyminoes. USA : Mathematical Association of America. [3] Mackinnon, Nick. 1989. Polymino Tessellations: A Class Project. USA : Mathematical Association of America. [4] Marini, Arita. 2013. Geometri dan Pengukuran. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. [5] Ramadhanus, Adhitya. 2013. Penerapan Algoritma Flood Fill untuk Mengurangi Ruang Pencarian pada Pencarian Solusi Puzzle Pentomino. Bandung : Institut Teknologi Bandung.
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
ESTIMASI CADANGAN KLAIM OUTSTANDING MENGGUNAKAN DOUBLE CHAIN LADDER PADA PERUSAHAAN ASURANSI Agus Supriatna1, Betty Subartini2, Rifki Herdiansyah3 Fakultas MIPA, Universitas Padjadjaran 1 Email:
[email protected] 2 Email:
[email protected] 3 Email:
[email protected]
Abstrak Suatu Perusahaan asuransi harus menyiapkan cadangan berupa cadangan klaim outstanding guna menutupi klaim di masa datang. Jika perusahaan asuransi salah dalam menentukan besarnya cadangan, maka akan mengakibatkan kerugian dan juga akan mengganggu stabilitas perusahaan asuransi tersebut. Maka dari itu, sangatlah penting pada suatu perusahaan asuransi dalam menentukan taksirannya. Metode yang digunakan dalam menentukan besarnya cadangan klaim outstanding ini , yaitu metode Double Chain Ladder yang berhubungan erat dengan metode Chain Ladder. Data yang digunakan diambil dari beberapa periode terakhir dengan mengasumsikan pembayaran dilakukan setiap tahunnya dan dibentuk ke dalam segitiga run-off, metode ini memberikan pendekatan yang lebih baik daripada metode Chain Ladder. Kata Kunci: Cadangan Klaim Outstanding, Metode Chain Ladder, Double Chain Ladder. 1. PENDAHULUAN Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian yang mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu (KUHD Bab 9 Pasal 246 Tentang Asuransi atau Pertanggungan Seumurnya) Sebuah perusahaan asuransi diharuskan untuk membayar klaim kepada pihak tertanggung dimana klaim merupakan sejumlah uang yang harus dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada seorang tertanggung bila terjadi suatu kerugian, kerusakan atau kejadian lain yang ditanggung oleh perusahaan asuransi tersebut. Permasalahan yang sering kali dihadapi oleh perusahaan asuransi adalah ketidakseimbangan antara besarnya premi dengan banyaknya klaim yang diajukan oleh pihak tertanggung sehingga mengakibatkan ancaman terhadap stabilitas perusahaan. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan menentukan cadangan klaim outstanding. Ada dua jenis klaim outstanding,
yaitu Incurred but Not Reported (IBNR) yaitu peristiwa yang telah terjadi tetapi belum dilaporkan ke perusahaan asuransi dan Reported but Not Settled (RBNS) yaitu peristiwa yang telah dilaporkan namun pembayarannya belum terselesaikan (Hossack 1999). Salah satu metode untuk mengestimasi besarnya cadangan klaim tersebut adalah metode Chain Ladder dikenalkan oleh Mack (1993), metode ini sangat populer dalam penggunaannya karena kesederhanaannya. Namun penulis akan menggunakan metode Double Chain Ladder yang merupakan perkembangan dari metode sebelumnya, yaitu metode Chain Ladder untuk dapat menentukan besarnya cadangan klaim outstanding. Metode ini menggunakan algoritma yang sama seperti pada metode Chain Ladder, namun perbedaannya adalah metode ini menggunakan algoritma Chain Ladder dua kali sehingga disebut metode Double Chain Ladder. Metode ini dapat memberikan pendekatan yang lebih baik dari pada metode sebelumnya. 2. KAJIAN LITERATUR 2.1 Asuransi Kerugian Asuransi kerugian adalah salah satu jenis dari asuransi yang memberikan
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
64 67
pertanggungan secara finansial terhadap semua resiko kerugian pada properti atau hak milik pihak tertanggung. Kegunaan asuransi kerugian adalah untuk mengganti kerugian yang terjadi, yang jumlahnya tidak ditetapkan sebelumnya (Gunanto,1884;19). 2.2 Cadangan Klaim Outstanding Cadangan klaim outstanding dalam asuransi umum dikatakan sebagai jenis cadangan teknis atau ketentuan akuntansi dalam laporan keuangan asuransi. Cadangan ini mengukur cadangan kerugian outstanding untuk klaim asuransi yang telah dilaporkan dan belum terselesaikan (IBNeR) atau cadangan yang telah terjadi namun belum dilaporkan (IBNyR). 2.3 Ekspektasi Matematika Definisi 1 (Hogg & Craig, 2005) Misalkan ( ) suatu fungsi dari . Maka Besaran ∫ ( ) ( ) , ( ){
∑ ( ) ( )
(jika ada), dinamakan Ekspektasi Matematika atau Nilai Harapan dari ( ). 2.4 Ekspektasi Bersyarat Definisi 2 (Hogg & Craig, 2005:97) Jika ( ) adalah fungsi dari , maka ekspektasi bersyarat dari ( ) bila diketahui
Tahun kejadian (𝑖)
Tahun Perkembangan ke (j)
𝒥
i)
adalah: Variabel diskrit ∑ ( ) ( | )
( )
{
Mean dan variansi dari distribusi Poisson , yaitu , . 2.6 Distribusi Multinomial Definisi 4 (Hogg & Craig, 2005:138) Variabel acak diskrit ( ) berdistribusi multinomial berdimensi ( ) dan dengan ∑ , dimana dan merupakan peluang dari setiap peristiwa (∑ ), maka fungsi peluangnya yaitu: ( )
3. METODE PENELITIAN Dalam metode Double Chain Ladder data segitiga run-off digunakan untuk meramalkan jumlah klaim dan total klaim, dimana segitiga jumlah klaim agregat didefinisikan sebagai: {
𝒥3
( ( )|
(
)
}
(1)
dengan merupakan jumlah klaim yang terjadi di tahun dan telah dilaporkan pada tahun , dimana merupakan periode delay dari tahun dan *( ) +. Lalu untuk segitiga total pembayaran agregat didefinisikan sebagai: ( ) (2) { }
𝒥
𝒯
) ii) Variabel kontinu ( ( )| ( | ) ( ) ∫ 2.5 Distribusi Poisson Definisi 3 (Hogg & Craig, 2005:143) Variabel acak diskrit berdistribusi ), dimana Poisson dengan parameter ( adalah rata-rata kejadian dan merupakan peluang sukses yang sangat kecil. Maka fungsi peluangnya yaitu:
dengan adalah total pembayaran atas klaim yang terjadi pada tahun dan dibayarkan pada tahun . Untuk metode Double Chain Ladder segitiga yang terbentuk adalah sebagai berikut. ) Gambar 1. Contoh Bentuk Segitiga Run-Off Untuk Double Chain Ladder
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
65
* +, dengan * + dan * +. Metode 3 Double Chain Ladder dapat memberikan faktor tail pada menggunakan dasar asumsi yang sama tentang pengembangan, hal ini membuat metode Double Chain Ladder konsisten pada semua bagian dari data dan menggunakan asumsi yang sama mengenai mekanisme delay dalam memproduksi keseluruhan data. Segitiga run-off untuk jumlah klaim dan total pembayaran ( ) diamati dari data real, tetapi model mikro-struktur mendefinisikan segitiga baru yang belum teramati diantara dua segitiga tersebut, yang mana adalah segitiga jumlah klaim yang telah dibayarkan (paid claim) dan didefinisikan sebagai: (
2
)
3
(3)
adalah jumlah pembayaran yang dikeluarkan di tahun dan diselesaikan dengan periode delay . Keterlambatan penyelesaian didefinisikan dengan merupakan jumlah pembayaran yang akan datang yang berasal dari klaim yang dilaporkan yang akhirnya dibayarkan pada . Didefinisikan sebagai maksimum periode delay ( ), maka: *
∑
( ) dengan ( ) adalah peluang delay (∑ dan ). ( ) Asumsi III : Variabel merupakan variabel bebas satu sama lain dengan ratarata dan variansi sedemikian ( ) sehingga dan 0 1 ( )
, dengan dan 0 1 adalah faktor rata-rata dan variansi, dan merupakan inflasi di tahun kejadian. Asumsi IV : adalah variabel acak bebas dari distribusi poisson dengan parametrisasi perkalian [ ] dan identifikasi Mack (1991) ∑ . Setelah diberikan asumsi tersebut dapat dibentuk model yang digunakan dalam memprediksi cadangan IBRN dan RBNS. Dalam pembentukan model, pertama akan didefinisikan pembayaran agregat yang diamati sebagai berikut: ( )
∑
(
Dari persamaan (4) dan asumsi II akan diperoleh ekspektasi bersyarat untuk adalah sebagai berikut (
+
0
|
1
)
∑
(6)
(4) lalu setelah diperoleh
( ) Didalam ( ) terdapat klaim individu yang sudah selesai ( ) dinotasikan dengan . Dengan definisi yang telah diberikan, model yang digunakan dibentuk dari beberapa asumsi sebagai berikut: ( ) Asumsi I : Variabel merupakan variabel bebas dari jumlah dan juga dari RBNS dan IBNR delay. Lalu klaim diselesaikan dengan pembayaran tunggal atau mungkin sebagai “zero-claim”. Asumsi II : Diberikan sebagai jumlah klaim yang dibayarkan berdasarkan distribusi multinomial, sehingga dapat didefinisikan sebagai . / ( )
66
(5)
)
pada persamaan (5)
dan ekspektasi bersyarat untuk pada persamaan (6) juga dengan menggunakan asumsi III, dapat diperoleh ekspektasi bersyarat untuk [
|
]
0
| (
1 0 )
( )
1 (7)
∑
dan dari persamaan (7) didapat ekspektasi untuk adalah (
[
]
∑
)
(8)
Sebelum meninjau estimasi parameter, penulis akan menggunakan metode yang lebih simpel untuk
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
mengestimasi parameter pada model yang telah dibentuk dari persamaan (7) dan (8). Model dibentuk dengan mengganti parameter peluang delay ( ) dimana ∑ dan oleh ( ) yang mana tidak ada pembatasan pada nilai dari ( ), maka model ekspektasi bersyarat dan yang tidak bersyarat akan menjadi: [
|
[
]
∑
(9)
∑
]
(10)
Meninjau model over-dispersed poisson untuk Chain Ladder yang diterapkan ke total klaim agregat . Metode Chain Ladder ini mengasumsikan sebagai variabel acak bebas dengan parametrisasi perkalian yang didefinisikan sebagai (11) [ ] ̃̃ dengan menggunakan identifikasi Mack ̃ (1991): ∑ . Maka jika ditinjau dari persamaan (10) dan persamaan (11) akan didapat (12) ̃ ̃
∑
(13)
Langkah pertama dalam metode Double Chain Ladder ini adalah dengan menghitung jumlah klaim kumulatif
lalu mengestimasi parameter jumlah dengan menggunakan metode Chain Ladder biasa pada segitiga jumlah klaim ( ̂ ̂ ) dan total pembayaran ( ̂̃ ̃̂ ). Untuk mengestimasi parameter jumlah pada tahun perkembangan adalah menggunakan persamaan yang berasal dari Verral (1991), yaitu: ̂
∑ ∑ ∑ ∑
(14)
(15)
(16)
̂
̂
̂
(
̂
∏
(17)
dan estimasi parameter jumlah untuk tahun kejadian adalah sebagai berikut: ̂
̂
∑
(∑
)( ∏
(18) ̂)
(19)
Langkah keempat adalah mengestimasi parameter permbayaran individu yang digunakan dalam model Double Chain Ladder, yang mana adalah parameter reporting delay (̂), faktor inflasi ( ̂) dan juga faktor rata-rata ( ̂ ). Untuk mengestimasi parameter reporting delay (̂) dapat diestimasi dengan menyelesaikan system persamaan linear berikut: ̃̂
∑
dan total pembayaran kumulatif ∑ gunanya untuk mengestimasi parameter yang digunakan dalam model yang telah dibentuk. Langkah kedua adalah menghitung faktor perkembangan dari setiap tahun perkembangan pada kedua segitiga (1) dan (2), yaitu:
∏
(
̃̂ ̂ ̂
) ̂
(
)
̂ ̂ ̂ ( ) ̂ dinotasikan sebagai solusi dari sistem persamaan linear (20), dengan elemen satuan dinotasikan oleh ̂ . Lalu dari hubungan persamaan (12) dapat digunakan untuk mengestimasi faktor inflasi, maka estimasi faktor inflasi yaitu: ̂̃ (21) ̂ ̂ ̂
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
67
( ( 2 0 )
secara teknis model ini over-parametrized karena ada terlalu banyak parameter inflasi, maka untuk memastikan agar dapat identifiable adalah dengan memilih , sehingga estimasi rata-rata dapat diperoleh dari hubungan persamaan (21) ̂̃ (22) ̂ ̂ Setelah semua parameter terstimasi, selanjutnya pada langkah kelima dilakukan perhitungan estimasi cadangan dengan menggunakan faktor tail untuk cadangan RBNS dan IBNR dengan model yang telah dibentuk pada persamaan (9) dan (10), Tahun Kejadian () 1
Tahun perkembangan ( ) 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
6.238
831
49
7
1
1
2
1
2
3
2
7.773
1.381
23
4
1
3
1
1
3
3
10.306
1.093
17
5
2
0
2
2
4
9.639
995
17
6
1
5
4
5
9.511
1.386
39
4
6
5
6
10.023
1.342
31
16
9
7
9.834
1.424
59
24
8
10.899
1.503
84
9
11.954
1.704
10
10.989
dimana data yang digunakan sudah diaplikasikan metode Chain Ladder yaitu ̂ ̂ ̂ yang mana terdiri dari segitiga atas dan bawah, maka perhitungan estimasi untuk cadangan RBNS adalah: (
̂
∑
)
̂
̂ ̂̂
(23)
dengan ( ) dan menggunakan segitiga atas dari data ̂ . Sedangan perhitungan estimasi untuk cadangan IBNR adalah: ̂ (
)
∑
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Data yang digunakan diambil dari jurnal Martinez-Miranda, M.D., Nielsen, J.P. dan Verrall, R. (2012). Data tersebut telah disusun ke dalam bentuk segitiga, yang disebut segitiga run-off. Terdapat dua data pada jurnal tersebut, yaitu data segitiga jumlah klaim dan total pembayaran yang terjadi selama 10 tahun terakhir dan pada 10 tahun perkembangan. Selanjutnya data tersebut digunakan untuk ilustrasi dari penggunaan metode Double Chain Ladder guna menghasilkan prediksi cadangan klaim outstanding pada setiap tahun kejadian dan secara keseluruhan pada asuransi kerugian. Data peningkatan klaim tersebut dapat dilihat pada tabel 1 dan 2. Dalam tabel 1 dan 2 terdapat bagian atas dari segitiga run-off merupakan data klaim dari 10 tahun periode terakhir. Berikut peningkatan data klaim berdasarkan tahun kejadian dan tahun perkembangan yang telah dibuat ke dalam segitiga run-off. Tabel 1. Data Jumlah Klaim Tabel 2. Data Total Pembayaran Atas Klaim Yang Terjadi Tahun
Tahun perkembangan
Kejadian
̂
̂ ̂̂
(24)
()
0
1
2
3
1
451.288
339.519
333.371
144.988
2
448.627
512.882
168.467
130.674
56.044
3
693.574
497.737
202.272
120.753
125.046
4
652.043
546.406
244.474
200.896
106.802
5
566.082
503.970
217.838
145.181
165.519
6
606.606
562.543
227.374
153.551
132.743
7
536.976
472.525
154.205
150.564
8
554.833
590.880
300.964
9
537.238
701.111
10
684.944
()
Tahun
( ) dengan dan 3 ̂ menggunakan segitiga bawah dari data . Selanjutnya jumlahkan nilai setiap baris pada cadangan RBNS dan IBNR, maka akan diperoleh total cadangan RBNS dan IBNR per tahun kejadian. Lalu langkah keenam adalah menjumlahkan total cadangan RBNS dan
68
IBNR sehingga diperoleh total cadangan klaim outstanding per tahun kejadian.
Tahun perkembangan
Kejadian
()
5
6
7
4 93.243
() 8
1
45.511
25.217
20.406
31.482
2
33.397
56.071
26.522
14.346
3
37.154
27.608
17.864
4
106.753
63.688
5
91.313
9 1.729
Dalam mengestimasi total cadangan klaim outstanding langkah pertama adalah
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
menghitung data jumlah klaim dan total pembayaran kumulatif dari data peningkatan ∑ klaim dengan rumus untuk ∑ jumlah klaim komulatif dan untuk total pembayaran kumulatif. Lalu selanjutnya menghitung faktor perkembangan Chain Ladder dengan menggunakan persamaan (14) dan (15). Hasil perhitungan selengkapnya terdapat pada tabel 3. Tabel 3. Faktor Perkembangan Untuk Data Jumlah Klaim dan Data Total Pembayaran Tahun perkembangan () 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Faktor Perkembangan Data Jumlah Klaim 1,135291319 1,003789589 1,000916527 1,000329294 1,000283774 1,000234387 1,000144196 1,000306429 1,000420639
Faktor Perkembangan Data Total Pembayaran 1,936659979 1,216595437 1,117086126 1,078351737 1,040967717 1,027429461 1,014260551 1,015878169 1,00116429
Menghitung parameter jumlah dari segitiga jumlah klaim ( ̂ ̂ ) dan segitiga total pembayaran ( ̃̂ ̃̂ ) secara berturut-turut dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan (19) dan (17). Hasil perhitungan selengkapnya terdapat pada tabel 4 dan 5. Tabel 4. Estimasi Parameter Jumlah Per Tahun Kejadian Pada Data Jumlah Klaim ̂) ( ̂ ) dan Data Total Pembayaran ( ̃ Tahun kejadian ( )
Parameter Jumlah ( ̂ )
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
7.135 9.194 11.435 10.676 10.963 11.437 11.361 12.519 13.746 12.556
Parameter Jumlah ( ̃̂ ) 1.486.754 1.448.715 1.751.387 1.981.700 1.791.061 1.856.619 1.563.619 1.922.669 2.002.268 2.144.804
Tabel 5. Estimasi Parameter Jumlah Per Tahun Perkembangan Pada Data Jumlah ̂) Klaim ( ̂ ) dan Data Total Pembayaran ( ̃ Tahun perkembangan () 0 1 2 3 4
Parameter Jumlah (̂ ) 0.875197003 0.118406557 0.003765349 0.000914115 0.000328729
Paramete r Jumlah ( ̃̂ ) 0.31935 0.299123 0.133958 0.088099 0.065857
5 6 7 8 9
0.037133 0.02588 0.013824 0.015612 0.001163
0.00028338 0.000234128 0.000144071 0.000306206 0.000420463
Menghitung parameter pembayaran individu untuk laporan yang ditunda (reporting delay) dapat diestimasi dengan menyelesaikan sistem persamaan linear seperti pada persamaan (20), untuk faktor inflasi dan rata-rata secara berturutturut dapat diestimasi menggunakan persamaan (21) dan (22). Sehingga diperoleh estimasi rata-rata ( ̂ ) adalah , sementara estimasi laporan yang ditunda dan inflasi selengkapnya ada pada tabel 6. Tabel 6. Estimasi Laporan yang Ditunda dan Inflasi Reporting Delay ( ̂) 0,364889805 0,292411254 0,111930387 0,083879909 0,062976031 0,033201892 0,024485976 0,012068123 0,015808767 -0,001238847
Parameter Inflasi ( ̂) 1 0,756205085 0,735002937 0,890783448 0,784027478 0,779058521 0,660523118 0,737041296 0,6990416 0,819766233
Untuk mengestimasi segitiga atas dan bawah yang akan digunakan dalam perhitungan model Double Chain Ladder pada persamaan (23) dan (24) dapat dihitung ̂ dengan ̂ ̂, perhitungan selengkapnya disajikan pada tabel 7. Tabel 7. Estimasi Segitiga Atas dan Bawah Data Jumlah Klaim Tahun Kejadian () 1
Tahun perkembangan ( ) 0
1
2
6.244,531
844,831
26,866
2
8.046.444
1.088,614
3
10.008.149
1.354,016
4
9.343.862
5 6 7
3
4
6,522
2,345
34,618
8,404
3,022
43,058
10,453
3,759
1.264,143
40,200
9,759
3,510
9.594.883
1.298,104
41,280
10,022
3,604
10.009.521
1.354,201
43,064
10,455
3,760
9.942.681
1.345,158
42,776
10,385
3,735
8
10.956.537
1.482,324
47,138
11,444
4,115
9
12.030.392
1.627,608
51,758
12,565
4,519
10
10.989.000
1.486,716
47,278
11,478
4,128
Tahun Kejadian () 1
Tahun perkembangan ( ) 5 2,022
6
7
1,671
1,028
8 2,185
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
9 3,000
69
2
2,605
2,153
1,325
2,815
3,866
3
3,241
2,677
1,647
3,502
4,808
4
3,025
2,500
1,538
3,269
4,489
5
3,107
2,567
1,579
3,357
4,610
6
3,241
2,678
1,648
3,502
4,809
7
3,219
2,660
1,637
3,479
4,777
8
3,548
2,931
1,804
3,833
5,264
9
3,895
3,218
1,980
4,209
5,780
10
3,558
2,940
1,809
3,845
5,279
̂ , Setelah diperoleh data selanjutnya adalah menghitung cadangan RBNS dengan menggunakan persamaan (23) dan cadangan IBNR dengan menggunakan persamaan (24). Akan diberikan contoh perhitungan cadangan RBNS untuk tahun kejadian 1 dan tahun perkembangan 10. Maka batas bawah sigma adalah dan batas atas sigma adalah ( ) ( ) dengan adalah maksimum periode delay. ̂ ̂ ∑ ̂ ̂̂ ̂ ̂ ̂̂ ̂ ̂ ̂̂ ̂ ̂ ̂̂ ̂ ̂ ̂ ̂ ) ̂̂ (̂ ̂ ( (
))
perhitungan dilakukan hingga seluruh bagian ( ) segitiga ̂ dengan terestimasi. Selanjutnya akan diberikan contoh perhitungan cadangan IBNR untuk tahun kejadian 2 dan tahun perkembangan 9. Maka untuk batas bawah sigma dan batas atas ( ) sigma adalah ( ) ( ) ̂ ̂ ∑ ̂ ̂̂ ̂ ̂ ̂̂
perhitungan dilakukan hingga seluruh bagian segitiga ̂ dengan ( ) terestimasi. 3 Dari perhitungan cadangan RBNS dan IBNR dapat diperoleh cadangan klaim untuk setiap tahun kejadian dengan cara
70
menjumlahkan setiap baris untuk setiap tahun kejadian. Lalu dengan menjumlahkan cadangan RBNS dan IBNR, maka akan diperoleh total estimasi cadangan klaim outstanding. Hasil perhitungan selengkapnya disajikan pada tabel 10. Tabel 10. Estimasi Cadangan RBNS, IBNR, dan Total Cadangan Klaim Outstanding Per Tahun Kejadian Tahun Kejadian () 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 TOTAL
RBNS
IBNR
614 1.674 28.830 59.731 99.918 171.990 247.309 471.726 751.933 1.192.957
0 609 1.273 1.726 1.980 2.579 2.686 5.061 12.813 267.789
Cadangan Klaim Outstanding 614 2.284 30.103 61.457 101.898 174.569 249.995 476.786 764.746 1.460.746 3.323.198
5. KESIMPULAN Metode Double Chain Ladder dapat digunakan untuk memprediksi total cadangan klaim setiap tahun kejadian dan mengestimasi total cadangan klaim outstanding di masa yang akan datang dengan menggunakan data masa lalu dari data peningkatan klaim. Hasil estimasi cadangan klaim outstanding yang diperoleh dengan menggunakan metode Double Chain Ladder yaitu sebesar Rp3.323.198, artinya besarnya cadangan klaim outstanding yang harus disediakan oleh perusahaan asuransi kerugian adalah sebesar Rp3.323.198. 6. REFERENSI Hogg, R.V & Craig, A.T.2005.Introduction to Mathematical Statistics, 6th edition.New York: McMillan Pub.Co.Inc. Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) Republik Indonesia Pasal 246 tahun 1986. 1990. Yogyakarta: Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum UGM Mack, T.1991.A simple parametric model for rating automobile insurance or estimating IBNR claims reserves. ASTIN Bulletin, vol. 21, no. 1, 93108.
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
Mart´ınez-Miranda, M.D., Verrall, R. and Nielsen, J.P.2012. Double Chain Ladder. ASTIN Bulletin, vol. 42(1), 59-76. Rosmawati, Meti.2010.Estimasi Cadangan Klaim Outstanding Dengan Menggunakan Metode Chain Ladder. Universitas Padjadjaran: Departemen Matematika. Sula,Syakir,Muhammad.AAIJ.FIIS.2004.Asu ransi Syariah (Life and General). Jakarta:Gema Insani Press. Verrall, R.1991.Chain Ladder and Maximum Likelihood.Journal of the Institute of Actuaries 118, 489–499. Verrall, R., Nielsen, J.P. and Jessen, A.2010.Prediction of RBNS and IBNR claims using claim amounts and claim counts. ASTIN Bulletin, vol. 40(2), 871-887
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
71
ANALISIS DINAMIK MODEL DISTRIBUSI OBAT PADA KOMPARTEMEN DARAH DAN JARINGAN Betty Subartini1, Melati Putri2 , Nursanti Anggriani3, Asep K Supriatna4 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran 1 email:
[email protected] 2 email:
[email protected] 3 email:
[email protected] 4 email:
[email protected]
Abstrak Pengelolaan pemberiaan obat sangat diperlukan agar diperoleh efek yang baik bagi pengobatan. Pengobatan dilakukan melalui beberapa cara atau rute yaitu oral, intraokuler, topical, maupun parental. Hal terpenting saat penggunaan obat adalah mendapatkan efek obat tercepat serta pendistribusian obat yang baik. Dalam makalah ini dibahas mengenai model dinamik distribusi obat pada kompartemen darah dan jaringan melalui injeksi intravena. Diasumsikan obat disuntikkan ke dalam tubuh melalui pembuluh vena dengan kecepatan konstan, Sistem dibagi menjadi dua kompartemen yaitu darah dan jaringan. Analisis kestabilan dilakukan untuk mengetahui kecepatan injeksi, serta keefektifan penggunaan obat. Hasil simulasi numerik memperlihatkan kecepatan injeksi yang diperlukan dalam pemberian dan pengontrolan penggunaan obat. . Kata Kunci: Model matematika, model dua kompartemen, injeksi intravena. 1.
PENDAHULUAN Setiap mahluk hidup memerlukan obat untuk berbagai alasan. Obat adalah semua bahan tunggal atau campuran yang dipergunakan oleh semua mahluk hidup untuk bagian dalam dan luar tubuh, guna mencegah, meringankan dan menyembuhkan penyakit. Obat yang kini beredar berasal dari berbagai sumber, seperti tumbuh - tumbuhan, hewan, mineral, bakteri dan substansi síntesis. Kebanyakan obat modern adalah síntesis, artinya dirakit di laboratorium. Sebagian besar obat modern sekarang ini ditemukan dalam kurun waktu 50 tahun terakhir ini [1]. Hal yang penting saat penerimaan obat adalah mendapatkan efek obat yang cepat. Untuk mengetahui hal tersebut maka perlu diketahui bagaimana obat itu terdistribusi dalam tubuh. Selain itu harus diperhatikan tapi juga meminimalkan resiko ketika obat tersebut memasuki tubuh [2]. Pemberian obat ke dalam tubuh manusia dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu melalui mulut, injeksi, hidung, dan sebagainya. Efek obat yang paling cepat didapatkan dan paling akurat dalam konsentrasi darah adalah dengan cara parenteral atau injeksi [3]. Injeksi disebut juga sebagai suntik. Pemberian obat secara
72
injeksi bertujuan untuk mempercepat proses penyerapan obat dan mendapatkan efek obat yang cepat. Selain itu injeksi juga bertujuan untuk mempertahankan teurapetik dalam darah dan meminimalkan efek samping[4]. Pemberian obat ke dalam tubuh melalui injeksi intravena memberikan efek yang paling cepat. Peranan darah dalam injeksi intravena sangat penting sebagai pendistribusi obat. Hal tersebut terjadi karena obat yang diinjeksikan melalui pembuluh vena langsung memasuki system pembuluh darah dan diedarkan melalui darah ke bagian jaringan di tubuh manusia. Paper ini akan membahas penggunaan model matematika pada masalah distribusi obat dalam tubuh dengan injeksi intravena. Digunakannya model matematika karena dalam semua bidang terapan mulai dari ilmu pengetahuan alam hingga teknologi menggunakan model matematika [5]. Penelitian mengenai model matematika diantaranya adalah model matematika untuk penyakit Demam Berdarah [6, 7], model matematika pada penyakit tanaman [8, 9].Sedangkan untuk model darah dan jaringan membahas obat secara khusus dan spesifik [10], model matematika pada darah arteri [11], Simulasi dinamis jaringan metabolisme
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
sel darah merah manusia [12]. Pada makalah ini akan dibahas tentang penggunaan obat secara umum bergantung pada koefisien partisinya dengan memodelkan terdistribusinya obat pada saat diinjeksikan hingga masuk ke jaringan melalui aliran darah. 2. FORMULASI MODEL Sebelum membuat model yang diinginkan, diperlukan beberapa asumsi. Diantaranya : 1. Obat disuntikkan ke dalam tubuh melalui pembuluh vena dengan kecepatan konstan. 2. Sistem di dalam tubuh hanya akan dibagi menjadi dua kompartemen yaitu darah dan jaringan dengan menggunakan perhitungan persamaan diferensial orde satu. 3. Obat hanya akan diterima oleh satu jaringan. 4. Selama menjalani prosesnya di dalam tubuh, obat akan mengalami dekomposisi dalam darah. 5. Jumlah obat yang masuk ke jaringan sama dengan jumlah obat yang meninggalkan darah karena obat beredar dari darah lalu menuju jaringan. Saat obat disuntikkan secara intravena ke dalam tubuh, kecepatan injeksi, dekomposisi obat dalam darah, aliran yang terjadi di antara darah dan jaringan serta eliminasi obat di jaringan dianggap sebagai fungsi waktu. Pada awal mulanya darah menerima injeksi obat (V). Obat mengalami metabolism sehingga terjadi dekomposisi obat (k1, x). Antara darah dan jaringan selalu terjadi pertukaran cairan terus menerus yaitu aliran dari darah ke jaringan ( ) dan aliran dari jaringan ke darah ( ) Untuk kompartemen jaringan dipengaruhi oleh aliran dari darah ke jaringan ( ) dan aliran dari jaringan ke darah ( ). Obat mengalami destruksi dalam jaringan (k1 x). Uraian tersebut bila dikonsruksikan ke dalam model untuk kompartemen jaringan adalah : ( (
jumlahkan kedua system persamaan (1) untuk mendapatkan jumlah total obat di darah dan jaringan. Bila dikonstruksikan ke dalam model jumlah total obat dalam darah dan jaringan adalah : (
)
(
)
(2)
Selanjutnya pada daerah interstisial yang mempengaruhi adalah aliran obat dari darah (x) dan aliran obat menuju jaringan ( ). Bila dikonstruksikan dalam model jumlah total obat pada interstisial adalah : (
)
(
)(
)
(3)
Misalkan dua parameter baru yaitu z1 dan z2 dimana :
Dengan menggunakan dua parameter baru yaitu dan maka persamaan (2) dan (3) dapat disederhanakan sehingga formulasi modelnya ditulis ke dalam bentuk sebagai berikut : (
)
(4)
3. ANALISIS MATEMATIKA Model (1) merupakan model matematika distribusi obat dengan kompartemen darah dan jaringan. Sedangkan model (4) adalh model matematika mengenai efek mematikan yang ditimbulkan oleh obat. Berikut akan dicari titik tetap untuk kedua model beserta analisis kestabilannya. a. Model Matematika distribusi obat Titik tetap :
Matriks Jacobian
Persamaan karakteristik : Nilai eigen :
) )
(1)
Pada pengembangan model, dicari jumlah total obat pada seluruh bagian. Awalnya
Titik kestabilannya akan terpenuhi apabila nilai eigennya adalah negative [13, 14, 15]. Nilai k1 adalah positif dan terlihat bahwa nilai dan juga positif
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
73
maka titik tetap untuk model (1) stabil asimptotik karena untuk bagian real dari nilai eigen nya bernilai negatif. b. Model Matematika efek mematikan yang ditimbulkan oleh obat Titik tetap : (
)
4
pada detik kesembilan setelah obat diserap seluruhnya ke dalam jaringan.
5
Matriks Jacobian
Persamaan karakteristik :
Gambar 1. Grafik dinamika model distribusi jumlah obat dalam darah
Nilai eigen : Titik kestabilannya akan terpenuhi apabila nilai eigennya adalah negative [13, 14, 15]. Nilai k1 dan k2 adalah positif dank arena kedua nilai tersebut adalah positif maka titik tetap untuk model (4) stabil asimptotik karena untuk bagia real dari nilai eigen nya bernilai negatif. 4. ANALISIS NUMERIK Pada tubuh manusian obat akan disuntikkan melalui pembuluh vena dengan laju kecepatan injeksinya 200 mg/menit dengan koefisien partisi obat diasumsikan besarya adalah 1. Tubuh manusia memiliki volume darah sebesar 5000 ml dan volume jaringan sebesar 1200 ml. Obat akan masuk dari darah ke jaringan melalui membrane dengan permeabilitas membrane yang diasumsikan besarnya adalah 1. Total area membrane adalah sebesar 250 cm2 dengan konstanta pembanding yang diasumsikan besarnya adalah 1. Solusinya akan ditampilkan dalam Gambar 1 dan Gambar 2 berikut ini. Gambar 1 memperlihatkan bahwa setelah obat diinjeksi dengan kecepatan konstan dan terbawa bersama aliran darah, jumlah obat di dalam darah akan konstan detik ketujuh setelah obat diinjeksikan. Pada Gambar 2 menunjukkan bahwa dibutuhkan waktu bagi obat untuk berpindah antar kompartemen yaitu dilakukannya penyerapan obat kedalam jaringan dari aliran darah dan jumlah obat di dalam jaringan akan konstan
74
Gambar 2. Grafik dinamika distribusi obat dalam jaringan
Gambar 3. Hubungan antara obat dalam jaringan pada saat dengan kecepatan injeksi dengan nilai konstan k1 = 1, dan = 4.1666667
Gambar 3 hubungan antara obat dalam jaringan pada saat dengan kecepatan injeksi. Jumlah obat dalam jaringan (w) harus kurang dari nilai ambang batas jumlah obat dalam jaringan (w*) maka
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
Jika V>V* maka w akan mencapai w* pada saat waktu yang dibatas oleh t*. Waktu t* ini turun saat nilai V semakin naik. Jelas bahwa saat V sangat besar, nilai t8 akan sangat kecil. Hal yersebut dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Hubungan antara nilai kritia obat dengan berbagai kecepatan injeksi dengan k1 = 1, dan
= 4.1666667
Gambar 5. Hubungan antara t* dengan V dimana k1 = 1, dan
= 4.1666667 Gambar 5 memperlihatkan apabila V = V * maka ., sementara untuk V > V* maka * nilai dati t secara asimptotik menuju nol dimana t* adalah waktu saat ambang batas mematikan dicapai. 5. KESIMPULAN 1. Model matematika distribusi obat melalui injeksi intravena di dalam tubuh dapat digunakan untuk melihat perilaku obat pada saat disuntikan dan sesaat setelah disuntikan. 2. Kecepatan injeksi mempengaruhi perilaku obat setelah disuntikkan ke dalam tubuh. 3. Perilaku obat pada saat disuntikan dengan kecepatan injeksi yang melebihi ambang batas 4. menunjukkan semakin basar kecepatan injeksinya, akan dibutuhkan waktu yang
lebih sedikituntuk mencapai titik yang mematikan. 6. UCAPAN TERIMA KASIH Sebagian dari penelitian ini dibiayai oleh Kemenristek Dikti melalui Hibah Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi dengan Nomor : 718/UN6.3.1/PL/2017 7. REFERENSI 1. Tambayong, Jan. 2001. Farmakologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit Widya Medika. 2. Mazumdar, J. 1999. An Introduction To Mathematical Physiology and Biology. United Kingdom: Cambridge University Press. 3. Ross and Wilson. 2011. Anatomy and Physiology in Health and Illness (10ed). Adaptasi Indonesia oleh Elly Nurachmah dan Rida Angriani. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. 4. Pearce, Evelyn. 2008. Anatomi fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama. 5. Bellomo, N. and Preziosi, Luigi. 1995. Modelling Mathematical Methods and Scientific and Computation. Florida: CRC Press, Inc. 6. N. Anggriani, A.K. Supriatna, & E. Soewono. 2013. A Critical Protection Level Derived from Dengue Infection Mathematical Model Considering Asymptomatic and Symptomatic Classes, Journal of Physics 423: 012056. 7. A.K. Supriatna, N. Anggriani. 2012. System Dynamics Model of Wolbachia Infection in Dengue Transmission, Procedia Engineering (2012) 50: 1218. 8. Anggriani, N. et al., 2016. “A Mathematical Model of Protectant and Curative Fungicide Application and its Stability Analysis”. IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science Vol. 31; doi : 10.1088/17551315/31/1/012014. 9. Anggriani, N. et al., 2015. “Stability Analysis and Optimal Control of Plant Fungal Epidemic: An Explicit Model with Curative Factor”. AIP Conf. Proc. 1651, 40-47; doi : 10.1063/1.4914430.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
75
10. Banks, et al. 2009. A Mathematical Model for the First-Pass Dynamics of Antibiotics Acting on the Cardiovascular System, Mathematical and Computer Modelling. Vol (50), Issues 7-8, October 2009, 959-974. 11. J. Labadin, A. Ahmadi. 2006. Mathematical Modeling Of The Arterial Blood Flow. Proceedings of tbe 2nd IMT-GT Regional Conference on Mathematics, Statistics and Applications Universiti Sains Malaysia, Penang, June· 13·15, 2006 12. Neema Jamshidi, Jeremy S. Edwards, Tom Fahland, George M. Church, Bernhard O. Palsson. 2001. Dynamic
76
simulation of the human red blood cell metabolic network. Bioinformatics 17 (3): 286-287. 13. F. Verhulst, Nonlinear Differential Equations and Dynamical Systems, Springer: Heidelberg,(1996). 14. Fischel, G., & Groller, E. (1995). Visualization of Local Stability of Dynamical System. 15. Teschl, G. (2004). Ordinary Differential Equations and Dynamical Systems. Wien, Austria: American Mathematical Society (AMS).
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
PEMBUKTIAN DENGAN GAMBAR IDENTITAS LUAS SEGITIGA SIKU-SIKU Flaviana Siwi Kusumastuti1), Stefani Geima Sunarman2) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma 1 email:
[email protected] 2 email:
[email protected]
1,2
rAbstrak Identitas dari segitiiga siku-siku mengacu pada ciri khas dari suatu segitiga siku-siku. Ada banyak ciri khas dari segitiga siku-siku yang telah diketahui sebelumnya seperti salah satu sudutnya sikusiku dan berlakunya rumus Phytagoras. Namun, dalam perkembangan jaman, ternyata terdapat banyak ciri khas lain dari segitiga siku-siku yang belum pernah diketahui sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan identitas atau ciri khas lain dari sebuah segitiga siku-siku. Penelitian ini akan membuktikan bahwa terdapat ciri khas mengenai luas segitiga siku-siku yang berkaitan dengan jari-jari lingkaran luar dan jari-jari lingkaran dalam. Metode penelitiannya adalah kajian pustaka dan disertai dengan menggunakan gambar dimana terdapat lingkaran di dalam dan di luar segitiga siku-siku.Hasil penelitian didapatkan ciri khas barusegitigasiku-sikuyang berkaitan dengan jari-jari lingkaran luar dan jari-jari lingkaran dalam yaitu luas segitiga siku-siku = r(2R) + r2, dengan r adalah jari-jari lingkaran dalam segitiga, dan R adalah jari-jari lingkaran luar segitiga. Kata Kunci: Identitas Segitiga Siku-siku,Jari-jari lingkaran dalam, Jari-jari lingkaran luar.
1. PENDAHULUAN Segitiga siku-siku memiliki banyak ciri khas, atau identitas yang telah diketahui sebelumnya. Seperti salah satu sudutnya 90˚, dan berlakunya teorema Phytagoras. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, masih ada ciri khas atau identitas dari segitiga sikusiku yang belum begitu dikenal dan diketahui oleh masyarakat luas. Ciri khas lain dari segitiga siku-siku akan dibahas dalam artikel berikut ini. Tujuan dari artikel ini adalah untuk menemukan dan membuktikan bahwa terdapat ciri khas lain yang berkaitan dengan luas segitiga siku-siku dengan menggunakan jari-jari lingkaran luar dan jari-jari lingkaran dalam. Untuk membuktikan luas segitiga siku-siku tersebut, akan dilakukan dengan membagi segitiga siku-siku menjadi beberapa bagian menjadi bentuk persegi dan persegi panjang.
2. KAJIAN PUSTAKA Nelsen (2016)mengemukakan bahwa setengah keliling segitiga siku-siku (s) dapat dicari dengan rumus s = r + 2R, dengan r adalah jari-jari lingkaran dalam dan R adalah jari-jari lingkaran luar.
Smith dan Ulrich (1956) menyatakan bahwa jika dua buah segitiga yang dua sisi dan sudut yang diapit dua sisi tersebut sama besar maka dua segitiga tersebut kongruen. Mengacu pada artikel kajian tersebut yang berbicara tentang menentukan setengah keliling segitiga dari segitiga siku-siku dengan menggunakan jari-jari lingkaran dalam dan jari-jari lingkaran luar,maka diasumsikan bahwa terdapat identitas lain yang berkaitan dengan luas segitiga siku-siku menggunakan jari-jari lingkaran luar dan jarijari lingkaran dalam. Kekongruenan segitiga ini digunakan dalam pembuktian yang akan dilakukan.
3. METODE PENELITIAN Metodepenelitian yang digunakan adalah kajian pustaka dan disertai dengan menggunakan gambar. Mengacu pada artikel sebelumnya, akan dibuktikan identitas baru segitiga siku-siku, yaitu luas segitiga siku-siku dengan menggunakan gambaruntuk membagi suatu segitiga siku-siku menjadi beberapa bagian. Dalam metode ini juga akan dibuktikan bahwa terdapat 2 pasang segitiga yang kongruen. Pembuktiannya akan mengacu pada teori kekongruenan segitiga.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
67
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Dengan geogebra, dapat dibuat sebuah segitiga siku-siku. Kemudian tentukan titik pusat lingkaran dalam segitiga, yangdidapatkan dari perpotongan garis bagi sudut pada setiap titik sudut segitiga sikusiku. Dari titik pusat tersebut, dapat digambarkan lingkaran dalam segitiga hingga lingkaran tersebut menyinggung ketiga sisi dari segitiga siku-siku. Jari-jari lingkaran dalam segitiga merupakan jarak terdekat dari titik pusat lingkaran sampai masing-masing sisi pada segitiga siku-siku. Hal ini terjadi karena lingkaran dalam segitiga siku-siku menyinggung ketiga sisi segitiga siku-siku maka jari-jari lingkaran dalam segitiga merupakan jarak terdekat dari titik pusat sampai masing-masing sisi pada segitiga sikusiku. Jari-jari lingkaran dalam segitiga sikusiku dapat digambarkan dengan menarik garis dari titik pusat yang tegak lurus dengan setiap sisi segitiga siku-siku. Jari-jari lingkaran luar segitiga siku-siku merupakan setengah dari sisi miring segitiga siku-siku. Oleh karena itu titik pusat dari lingkaran luar segitiga siku-siku adalah titik tengah dari sisi miring segitiga siku-siku. Lukis lingkaran luar segitiga siku-siku hingga ketiga titik sudut pada segitiga siku-siku menyinggung lingkaran tersebut.
dengan panjang sisinya merupakan jari-jari lingkaran dalam, dan pasang segitiga sikusiku yang mana setiap pasang dari segitiga siku-siku tersebut adalah segitiga yang kongruen dengan salah satu sisi tegaknya adalah jari-jari lingkaran dalam segitiga sikusiku. Setiap pasang dari segitiga yang kongruen tersebut sisi miring pada segitigadihimpitkan sehingga membentuk sebuah persegi panjang. Penjelasan di atas, memperlihatkan bahwa terdapat sebuah persegi, dan dua buah persegi panjang yang merupakan representasi lain dari segitga siku-siku. Representasi lain tersebut, yang akan digunakan untuk membuktikan identitas segitiga siku-siku yang berkaitan dengan luas segitiga siku-siku. Nelson (2016) dalam artikelnya membuktikan jika s, r, R menunjukkan masing-masing setengah keliling lingkaran, jari-jari lingkaran dalam, dan jari-jari lingkaran luar dari suatu segitiga. Untuk segitiga siku-siku . Sedangkan untuk segitiga lancip , dan untuk segitiga tumpul . Dari kajian ini, diperoleh gagasan untuk membuktikan adanya ciri khas lain dari segitiga siku-siku yang berkaitan jari-jari lingkaran dalam dan jari-jari lingkaran luar.
y y 2
1
r
r r Gambar (1) Lingkaran Dalam Pada Segitiga Siku-siku Berdasarkan penjelasan dan gambar (1) dapat dilihat bahwa di dalam segitiga siku-siku terbentuk beberapa bangun datar. Bangun datar yang terbentuk adalah sebuah persegi
3
r
5
r
x
4
x
Gambar (2) Bangun-bangun yang Membentuk Segitiga Siku-siku
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
77
Dari gambar (2), terlihat bahwa segitiga siku-siku terbentuk dari 2 pasang segitiga yang masing-masing pasangnya kongruen, yaitu segitiga 1 dan2, segitiga 4 dan 5. Selain itu, terdapat juga satu persegi. Segitigasegitiga tersebut memiliki salah satu sisi tegak yaitu (jari-jari lingkaran dalam), dan sisi tegak lainnya dimisalkan untuk segitiga 4 dan 5, dan untuk segitiga 1 dan 2. Dari gambar (2) terlihat bahwa sisi miring segitiga besar dibentuk dari , sedangkan sisi miring segitiga besar sendiri merupakan (2 kali jari-jari lingkaran luar segitiga). Bangun-bangun pada gambar (2) kemudiandipisahkan sesuai dengan pasangannya dan dibentuk menjadi persegi panjang dan persegi. Sehingga didapatkan bangun sebagai berikut.
terbentuk darisegitiga 1 dan 2 yang dihimpitkansisimiringnya. Persegi panjang B memiliki lebar (jari-jari lingkaran dalam) dan panjang dimisalkan . Dari gambar (4), dapat diketahui luas persegi panjang B, yaitu:
c. Bangun 3
r r Gambar (5) Persegi Bangun ketiga yang terbentuk adalah persegi, dengan panjang sisinya adalah (jari-jari lingkaran dalam). Dari gambar (5) dapat diketahui bahwa luas persegi, yaitu:
a. Bangun4 dan 5 x
r Gambar(3) Persegipanjang A Sepasang segitiga siku-siku 4 dan 5, seperti gambar (3), dihimpitkan sisi miringnya sehingga membentuk sebuah persegi panjang A. Persegi panjang A memiliki lebar (jari-jari lingkaran dalam) dan panjang dimisalkan .
Tiga bangun yang sudah dijelaskan di atas merupakan bentuk lain dari segitiga sikusiku. Maka dari itu dapat teemukan luas segitiga siku-siku tersebut dengan menjumlah seluruh bangun yang membentuk segitiga siku-siku.
Dari gambar (3), didapatkan luas dari persegi panjang A, yaitu : ( (
b. Bangun 1 dan 2
) )
y
5. KESIMPULAN Gambar (4) Persegipanjang B
r
Gambar (4) Persegipanjang B Bangun kedua yang terbentuk adalah persegi panjang B, yang
78
Hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan kajian pustaka dan disertai dengan gambar, didapatkan cirri khas lain dari segitiga siku-siku yaitu luas segitiga siku( ) siku
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
6. REFERENSI J. E. Thompson.1946. Geometry for The Practical Man. New York: D. Van Nostrand Company, Inc. Roger B. Nelson. 2016. Proof Without Words: A Right Triangle Identity.The College Mathematics Journal, Vol. 47, No. 5, p. 355. Mathematical Association of America. Roger B Nelson. 2007. Proof Without Words: The Area of a Right Triangle.Mathematics Magazine, Vol. 80, No. 1, p. 45. Mathematical Association of America. Roland R. Smith, dan James F Ulrich. 1956. Plane Geometry. New York: Harcourt, Brace & World, Inc. Walter Prenowitz dan Meyer Jordan. 1965. Basic Concepts of Geometry. New York: Ardsley House Publishers, Inc.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
79
PROFIL KABUPATEN DAN KOTA DI JAWA BARAT BERDASARKAN INDIKATOR INDEKS PEMBANGUNAN GENDER MENGGUNAKAN MULTIDIMENSIONAL SCALING Titi Purwandari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran email:
[email protected]
Abstrak Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. IPM dibangun melalui pendekatan tiga dimensi dasar yaitu umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan kehidupan layak.Dimensi kesehatan diukur oleh, angka harapan hidup waktu lahir, dimensi pengetahuan digunakan gabungan indikator angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah, dimensi hidup layak digunakan indikator kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besar pengeluaran per kapita. Gender adalah pembedaan peran, kedudukan, tanggung jawab, dan pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan yang ditetapkan oleh masyarakat berdasarkan sifat perempuan dan laki-laki menurut norma, adat istiadat, kepercayaan atau kebiasaan masyarakat. Ketidakadilan gender merupakan kondisi tidak adil akibat dari sistem dan struktur sosial, keadilan gender akan dapat terjadi jika tercipta suatu kondisi di mana siklus sosial perempuan dan laki-laki setara. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh profil kabupaten dan kota di Jawa Barat dengan mengelompokan kabupaten dan kota di Jawa Barat berdasarkan indikator indeks pembangunan gender. Manfaat kajian ini adalah memberi rekomendasi kepada pemerintah dalam membuat kebijakan kebijakan. Metoda yang digunakan adalah multidimensional scaling. Hasil analisis diperoleh peta pengelompokan kabupaten dan kota di Jawa Barat berdasarkan indikator indeks pembangunan gender sebagai dasar dalam membuat kebijakan. Kata Kunci: Indeks Pembangunan Gender, Multidimensional Scaling, Pengelompokan.
1. PENDAHULUAN Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. IPM dibangun melalui pendekatan tiga dimensi dasar. Dimensi tersebut mencakup umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan kehidupan yang layak (Jabar.bps.go.id). Untuk mengukur dimensi kesehatan, digunakan angka harapan hidup waktu lahir, untuk mengukur dimensi pengetahuan digunakan gabungan indikator angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Adapun untuk mengukur dimensi hidup layak digunakan indikator kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita sebagai pendekatan pendapatan yang mewakili capaian
80
pembangunan untuk (Jabar.bps.go.id).
hidup
layak
Gender adalah pembedaan peran, kedudukan, tanggung jawab, dan pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan yang ditetapkan oleh masyarakat berdasarkan sifat perempuan dan laki-laki yang dianggap pantas menurut norma, adat istiadat, kepercayaan atau kebiasaan masyarakat (Badan Pusat Statistik. 2015). Ketidakadilan gender merupakan kondisi tidak adil akibat dari sistem dan struktur sosial, keadilan gender akan dapat terjadi jika tercipta suatu kondisi di mana porsi dan siklus sosial perempuan dan laki-laki setara, serasi, seimbang dan harmonis (Republik Indonesia. 2015).
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
Tujuan penelitian ini adalah memperoleh profil kabupaten dan kota di Jawa Barat dengan mengelompokan kabupaten dan kota di Jawa Barat berdasarkan indikator indeks pembangunan gender. Manfaat kajian ini adalah memberi rekomendasi kepada pemerintah dalam membuat kebijakan kebijakan. Profil kabupaten dan kota di Jawa Barat diperoleh dengan cara mengelompokan kabupaten dan kota di Jawa Barat menggunakan metoda multidimensional scaling yang menghasilkan peta persepsi. Analisis multivariat merupakan penerapan metode-metode statistika yang membahas mengenai sejumlah pengukuran dari variabel-variabel yang diperoleh secara simultan dari setiap objek atau individu (F.Hair, J., JR, A. R., Tatham, R. L., & Black, W. C. (1998). Analisis multivariat dapat digunakan untuk melihat hubungan lebih dari satu variabel independen dan/lebih dari satu variabel dependen. Teknik dalam analisis multivariat diklasifikasikan menjadi dua yaitu teknik dependensi dan teknik interdependensi. Teknik dependensi merupakan teknik berdasarkan hubungan antara variabel dependen dan independen (Santoso, S. 2010). Dalam teknik interdepedensi, tidak ada klasifikasi antara variabel dependen dan independen karena setiap variabel memiliki kedudukan yang sama, sehingga teknik analisis multivariat interdependensi merupakan pilihan yang tepat untuk pemecahan permasalahan dalam penelitian ini. Terdapat beberapa metoda untuk mengelompokan obyek pengamatan yaitu analisis klaster hirarki dan nonhirarki, analisis korespondensi, multidimensional scaling. Multidimensional Scaling (MDS) dikenal sebagai pemetaan persepsi , merupakan prosedur prosedur untuk memperoleh gambaran secara relatif suatu kumpulan obyek (Hair,2010) . 2. KAJIAN LITERATUR Multidimensional scaling memetakan sejumlah obyek kedalam satu ruang multidimensional sehingga hubungan atau jarak antara posisi obyek obyek menunjukan tingkat perbedaan / kesamaan obyek obyek
tersebut (Hair,2010). Proses kerja metoda multidimensional scaling metrik dimulai dari matriks data ketidaksamaan berdimensi (nxn) yang ditulis sebagai matriks D. Matriks ini mempunyai diagonal nol dan simetri serta nonnegatif, jarak dalam matriks tersebut merupakan jarak Euclidean , kemudian menghitung matriks B yang merupakan kuadrat dari setiap elemen pada matriks D (Johnson,2002).
1 bij (dij2 di2 d 2j d..2 ) 2 di2.
(1)
1 dij2 n j
1 dij2 n i 1 d..2 2 dij2 n i, j d.2j
Untuk memperoleh koordinat dari masing masing obyek , dilakukan analisa eigenvalue dan eigenvector dari matriks B. Disparatis digunakan untuk mengukur tingkat ketidaktepatan konfigurasi obyek obyek dalam peta berdimensi tertentu dengan input data ketidaksamaan. Tingkat ketidaktepatan dinamakan stress yang dihitung melalui rumus :
n 2 (dij d ij ) i j S n 2 dij i j
(2)
Kriteria untuk menentuka seberapa baik peta persepsi yang terbentuk adalah R Square (RSQ) menyatakan proporsi varians data input yang dapat dijelaskan oleh model multidimensional scaling . Terdapat beberapa kriteria untuk menentuka seberapa baik peta persepsi yang terbentuk , yaitu : 1. R Square (RSQ) R Square menyatakan proporsi varians data input yang dapat dijelaskan oleh multidimensional scaling . Semakin besar nilai RSQ ,
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
81
semakin baik multidimensional scaling. Menurut Maholtra , model multidimensional scaling adalah baik , jika nilai RSQ 0,6 , 2. Stress Stress adalah kebalikan dari RSQ , yang menyatakan proporsi varians perbedaan (disparity ) yang tidak dijelaskan oleh model , semakin kecil nilai stress , maka semakin baik model multidimensional scaling yang dihasilkan . Menurut Kruskal , ukuran nilai stress adalah sebagai berikut : Stress Goodness of fit 20 % 10 % 5% 2,5 % 0%
Poor Fair Good Excellent Perfect
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh profil kabupaten dan kota di Jawa Barat dengan cara mengelompokan kabupaten dan kota di Jawa Barat berdasarkan indikator indeks pembangunan gender yang dapat memberi rekomendasi kepada pemerintah dalam membuat kebijakan kebijakan.
dalam bentuk matriks, menghitung matriks jarak antar kabupaten dan kota menggunakan jarak Euclidean, menggambarkan posisi kabupaten dan kota kedalam peta persepsi berdimensi 2, menghitung nilai Stress, interpretasi hasil analisis data. 4.
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan analisis data menggunakan metoda multidimensional scaling, diperoleh hasil hasil sebagai berikut : Peta pengelompokan kabupaten / kota di Jawa Barat berdasarkan indikator Angka Harapan Hidup, Rata Rata Lama Sekolah, Harapan Lama Sekolah, Pengeluaran per kapita untuk kelompok laki laki disajikan pada Gambar 1 sebagai berikut :
3.
Rancangan kegiatan yang dilakukan adalah memperoleh data berupa data sekunder tahun 2014 yang dikumpulkan Badan Pusat Statistik, mengolah data berdasarkan karakterisik data tersebut, mengunpulkan referensi yang terkait dengan permasalahan, menganalisis data menggunakan multidimensional scaling. Obyek penelitian adalah 27 kabupaten dan kota di Jawa Barat yang terdiri dari 18 kabupaten dan 9 kota. Variabel penelitian merupakan indikator pembangunan manusia untuk laki laki dan perempuan yaitu variabel angka harapan hidup (tahun), angka harapan lama sekolah (tahun), rata rata lama sekolah (tahun), pengeluaran per kapita (Rp). Teknik analisis menggunakan multidimensional scaling adalah menyajikan data penelitian
82
Gambar 1 Peta Pengelompokan Kabupaten / Kota Kelompok Laki Laki Gambar 1 memperlihatkan bahwa kota Bekasi, Kota Depok, Kota Bandung memiliki kemiripan didasarkan pada Angka Harapan Hidup, Rata Rata Lama Sekolah, Harapan Lama Sekolah, Pengeluaran per kapita dengan nilai stress = 0,00. Peta pengelompokan kabupaten / kota di Jawa Barat berdasarkan indikator Angka Harapan Hidup, Rata Rata Lama Sekolah, Harapan Lama Sekolah, Pengeluaran per kapita untuk kelompok perempuan memperlihatkan bahwa kota Bekasi, Kota Depok, Kota Bandung memiliki kemiripan didasarkan pada Angka Harapan Hidup, Rata Rata Lama Sekolah, Harapan Lama Sekolah, Pengeluaran per kapita, demikian pula untuk
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
Indramayu, Karawang, Subang , Bogor dengan nilai stress= 0,00. 5. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis, diperoleh kesimpulan bahwa kota Bekasi, kota Depok, kota Bandung memiliki kemiripan didasarkan pada Angka Harapan Hidup, Rata Rata Lama Sekolah, Harapan Lama Sekolah, Pengeluaran per kapita untuk kelompok Laki Laki maupun kelompok perempuan. 6. REFERENSI Badan Pusat Statistik. 2015. Pembangunan Manusia berbasis Gender 2015. Jakarta. F.Hair, J., JR, A. R., Tatham, R. L., & Black, W. C. (1998). Multivariate Data Analysis. New Jersey: Prentice Hall International Inc.
Jabar.bps.go.id, “ Indeks Pembangunan Manusia Metoda Baru Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten / Kota Tahun 2010-2014 ”, 19 November 2015 Johnson, R. A. (2002). Applied Multivariate Statistical Analysis. New Jersey: Prentice Hall. Republik Indonesia. 2015. Undang-undang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional. Jakarta: Sekretariat Negara. Rencher, A. C. (2002). Methods of Multivariate Analysis. Canada: WILEYINTERSCIENCE. Santoso, S. 2010. Statistik Multivariat Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Jakarta: PT Elex Media Komputindo
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
83
PENERAPAN METRIK MANHATTAN UNTUK MENENTUKAN PEMENANG TEBAK SKOR DENGAN ATURAN METRIC MADNESS
1,2
Vivin Herni Vera1), Maria Pitados Kurniawidi2) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 1
[email protected] 2
[email protected]
Abstrak Tujuan penulisan ini untuk mencari pemenang dari penebakan skor suatu pertandingan, dimana terdapat 2 atau lebih penebak yang mampu menebak suatu skor pertandingan mendekati hasil pertandingan sebenarnya. Penyelesaian dari persoalan yang muncul tersebut yaitu dengan menggunakan sistem metrik, seperti yang diterapkan pada Metric Madness. Penyelesaian dengan Metric Madness sendiri memiliki suatu aturan khusus seperti pertandingan haruslah menggunakan sistem pertandingan sudden death (setengah kompetisi) dimana tim yang kalah tidak dapat bertanding lagi dan menggunakan sistem tiebreak.Pembahasan dalam artikel ini akan diuji cobakan pada permainan volly yang menggunakan aturan Metrik Madness. Metode yang digunakan adalah dengan kajian pustaka apakah permainan volly juga dapat diterapkan mengunakan Metrik Madness, dan akan diminta beberapa orang untuk menebak skor suatu pertandingan yang berlangsung tanggal 23 April 2017 di GOR Amongrogo, Yogyakarta pertandingan antara Jakarta Elektrik PLN Vs Jakarta Pertamina Energi. Pengunaan metrik ini adalah salah satu contoh penerapan metrik Manhattan dalam kehidupan sehari-hari.Dari data-data penebak tersebut ternyata diperoleh dua data yang memiliki hasil tebakan mendekati hasil pertandingan sebenarnya, maka dicarilah penebak terbaik dengan sistem metrik diperoleh bahwa dengan mengunakan metrik Manhattan sudah ditemukan penebak terbaik dan mendekati hasil pertandingan sebenarnya. Kata Kunci: metrik,Metrik Manhattan. 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pengembangan Metrik Madness ini akan dicobakan dalam pertandingan volly dengan aturan dalam Metrik Madness. Pertandingan volly ini bukan merupakansuatu pertandingan sepertibiasanya karena pertandingan volly tersebut menggunakan sistem setengah kompetisi,dimana tim yang kalah tidak dapat mengikuti pertandingan selanjutnya. Sistem setengah kompetisi ini terdiri dari 8 tim dan akan didistribusikan ke dalam 2 (dua) grup, masing-masing group terdiri dari 4 (empat) tim. Dalam sistem setengah kompetisi ini minimal terdiri dari 8 tim, 16 tim, 32, tim, 64 tim maka akan membentuk pola dimana adalah bilangan genap positif. Dalam satu kali pertandingan volly akan dimintabeberapa orang untuk menebak skor suatu pertandingan yang ada hingga ditemukan dua penebak yang menghasilkan skor tebakan mendekati skor pertandingan sebenarnya, dengan data yang ada dari penebak maka akan digunakan metrik Manhattan untuk mencari kombinasi skor antar penebak mana yang dapat menebak
84
skor sesuai dengan skor sebenarnya dan juga akan dibentuk suatu metrik baru jika dengan penggunaan metrik Manhattanbelum mampu menentukan penebak mana yang lebih baik dalam menebak skor pertandingan volly yang sedang berlangsung. Dalam pertandingan volly tersebut akan dilihat pola apa yang akan mucul dalam pertandingan tersebut dengan menerapkan metrik madness dalam permainan volly. Pertandingan volly yang akan dijadikan proyek penelitian yaitupertandingan antara Jakarta Elektrik PLN vs Jakarta Pertamina Energiyang berlangsung pada tanggal 23 April 2017 di GOR Amongrogo, Yogyakarta. Pada pertandingan tersebut diminta beberapa orang untuk menebak skor dari setiap set pertandingan dan penebak juga diminta untuk menebak berapa set pertandingan yang akan berlangsung. Dari data penebak tersebut akan dilihat dua penebak yang mampu menebak skor pertandingan mendekati skor pertandingan sebenarnya. Untuk menentukan antar dua penebak mana yang lebih baik dalam menebak skor pertandingan yang berlangsung akan diselesaikan dengan metrik Manhattan agar dapat menentukanpenebak
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
mana yang dapat menebak skor pertandingan dengan baik dan hampir sempurna dengan skor pertandingan sebenarnya sehingga dapat ditentukan siapa yang akan memenangkan tebakan skor pertandingan volly yang sedang berlangsung. B. Tujuan 1. Untuk mengetahui apakah sistem pertandingan dengan aturan sudden death (setengah kompetisi dimana tim yang kalah tidak dapat bertanding lagi atau langsung pulang) dapat diterapkan pada pertandingan lainnya. 2. Menerapkan aturan metric madness dalam pertandingan volly. 3. Menggunakan metrik Manhattan apauntuk mencari pendekatan skor penebak dengan skor sebenarnya. 2. KAJIAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Menurut artikel David Clark (2012) membahas tentang fenomena olahraga basket yang muncul di Amerika Serikat yang bernama March Madness. March Madness adalah liga basket tingkat kampus yang dilaksanakan sejak tahun 2011 dengan penggunaan sistem sudden death (setengah kompetisi) dimana tim yang kalah akan langsung pulang serta diterapkan juga sistem poll agar para penonton dapat memprediksi tim-tim mana yang akan menang. March Madness ini juga dimeriahkan dengan kompetisi tebak skor secara online yang diadakan oleh ESPN.com dan Yahoo! Sport dengan hadiah bagi para pemenangnya sebesar $10,000, kemudian dari kompetisi tebak skor yang diadakan tersebut muncul suatu persoalan dimana terdapat dua penebak yang mampu menebak skor pertandingan mendekati skor pertandingan yang sebenarnya. David Clark pun mencoba untuk mencari solusi dari persoalan yang muncul tersebut dengan menggunakan metrik Manhattan, metrik Euclides serta metric Euclides yang dimodifikasi dengan menambahkan notasi delta. Persamaan umum metrik Manhattan yang digunakan adalah sebagai berikut: ((
)(
))
|
|
|
Persamaan umum metrik Euclides yang digunakan adalah sebagai berikut: ) ( √( (( )( )) Persamaan umum metrik Euclides dengan notasi delta yang digunakan sebagai berikut: )( )) √ ( ) ( ) (( Saat proses penyelesaian persoalan yang muncul tersebut dengan metrik Manhattan dan metrik Euclides ternyata belum mampu menemukan penebak mana yang lebih baik dalam kompetisi tebak skor yang diadakan karena dihasilkan nilai yang sama (seri), sehingga David Clark membuat metrik baru dengan memodifikasi metrik Euclides dengan menambahkan notasi delta. Saat menggunakan metric baru tersebut ternyata persoalan yang muncul dapat diselesaikan karena sudah ditemukan siapa yang lebih baik dalam menebak kompetisi tebak skor yang diadakan. Artikel lain yang mendukung yaitu artikel dariCindy D. Kroon (2007) yang juga membahas tentang Metric Madness. Artikel tersebut membahas mengenai kegiatan Metric Week dimana kegiatan tersebut berisi permainan yang menggunakan aljabar dan geometri yang dilakukan oleh siswa kelas 6 sampai kelas 8. Permainan yang diadakan tersebut dilakukan berpasangan dimana para pemain akan menjadi kompetitif dan suportif dalam melengkapi kalkulasi permainan disetiap putarannya. Para pemain akan saling mengecek keakuratan jawaban kalkulasi dari lawan mereka masing-masing. Pertandingan volly yang dipilih untuk menjadi bahan penelitian yaitu pertandingan volly yang menggunakan aturansistem setengah kompetisi dimana dalam sistem setengah kompetisi ini minimal terdiri dari 8 tim, 16 tim, 32, tim, 64 tim, dan seterusnyayang membentuk pola dimana adalah bilangan genap positif. Banyak tim tersebut nantinya akan dibagi kedalam 2 grup. Kami melakukan kajian pustakadengan mengumpulkan data dari berbagai sumber seperti data dari internetdan artikel pendukung mengenaimetric madness dan |melakukan kajian terhadap pertandingan volly antara Jakarta Elektrik PLN vs Jakarta
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
85
)
Pertamina Energipada tanggal 23 April 2017 di GOR Amongrogo, Yogyakarta. Pada pertandingan tanggal 23 April 2017 tersebut diminta beberapa orang untuk menebak skor pertandingan dan menebak diantara dua tim tersebut siapa yang akan keluar menjadi pemenang, berikut data dari penebak skor : Nama
Jumlah Set
3-2
3-1
3
3-0
1-3
3-1
3-2
1-3
Skor Jakarta Elektrik PLN
Skor Jakarta Pertamina Energi
25
22
23 26 20 15 20 25 24 19 25 25 25 20 25 24 19 25 23 27 25 25 20 25 21 15 23 25 21 19
25 24 25 10 25 22 26 25 20 16 19 25 22 26 25 21 25 25 23 21 25 23 25 8 25 21 25 25
Keterangan : Penebak Pertama Penebak Kedua Penebak Ketiga 3 Penebak Keempat Penebak Kelima Penebak Keenam Penebak Ketujuh Hasil dari pertandingan volly antara Jakarta Elektrik PLN vs Jakarta Pertamina Energipada tanggal 23 April 2017 di GOR Amongrogo, Yogyakarta. Dimenangkan oleh
86
Jakarta Elektrik PLN skor 3-2 dengan skor per set adalah :
Jumlah Set
Jakarta Elektri PLN
Jakarta Pertamina Energi
Set Pertama
25
20
Set Kedua
24
26
Set Ketiga
25
22
Set Keempat
18
25
Set Kelima
15
11
Dengan data dari penebak skor dan data hasil pertandingan selanjutnya dapat ditentukan siapa penebak terbaik dengan mengunakan sistem metrik. 3. METODE PENELITIAN Melakukan kajian pustaka dengan mengumpulkan data dari internet dan jurnaljurnal yang berkaitan dengan metric madness dan aturan permainan volly sertamelakukan penelitian dengan mengumpulkan beberapa orang untuk menebak skor pertandingan final volly putri Four Match 82 Jakarta Elektrik PLN vs Jakarta Pertamina Energi pada tanggal 23 April 2017. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah data-data yang dikumpulkan lengkap, maka selanjutnya dilakukakan analisis kuantitatif atau analisis data statistik. Untuk mengetahui penebak mana saja yang dapat menebak skor dengan baik, dari data yang diperoleh ternyata ada dua orang penebak yang menebak skor pertandingan dan set pertandingan mendekati hasil pertandingan sebenarnya oleh karena itu dilakukan pengujicobaan data hasil tebakan tersebut untuk mencari penebak mana yang lebih baik.Data-data yang ada tersebut dianalisis dengan menggunakan metrik Manhattan. Jika dua data dari dua penebak yang mendekati hasil skor pertandingan sebenarnya diolah dan diselesaikan dengan menggunakan metrik Manhattan telah menghasilkan nilai metrik yang berbeda maka dapat ditemukan penebak mana yang lebih baik dalam penebakan skor pertandingan
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
sebenarnya dan nantinya akan menjadi pemenang dalam penebakan skor pertandingan volly. Namun apabila data yang diolah dan diselesaikan dengan menggunakan metrik Manhattan menghasilkan nilai masingmasing metrik yang sama maka untuk dapat menentukan penebak mana yang lebih baik antar dua penebak tersebut akan dibentuk metrik baru untuk dapat menentukan penebak terbaik dari tebak skor tersebut. Data yang telah dikumpulkan yaitu data penebak skor pada pertandingan final volly putri Four Match 82 Jakarta Elektrik PLN vs Jakarta Pertamina Energi pada tanggal 23 April 2017 di GOR Amongrogo, Yogyakarta. Ditemukan dua orang penebak dengan tebakan mendekati skor sebenarnya maka data dari dua penebak tersebut digunakan untuk mencoba penerapan metrik Manhattan dalam pertandingan volly untuk mencari dari dua orang penebak ini mana yang menjadi penebak terbaik.Saat diujicobakan penyelesaian dengan menggunakan metric Manhattanatau dm, yang didefinisikan dengan
)(
(( |
|
)) |
|
Diperoleh penyelesaian dari setiap set pertandingan sebagai berikut:
Set Pertama ((
)( ((
((
((
)(
)(
))
) |
|
)(
))
) |
|
)
|
| |
|
|
|
|
|
|
| |
|
|
|
|
|
|
|
|
Set Kedua ((
((
((
)( )(
((
))
) |
|
)(
)(
))
|
|
|
)(
))
) |
)(
))
) |
|
|
|
| |
|
Set Ketiga ((
)( ((
((
((
)(
| |
|
|
|
|
| |
|
|
|
|
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
87
Set Keempat ((
((
((
)( )(
((
)(
))
) |
|
)(
) |
|
))
))
) |
|
)( )(
))
) |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
| |
|
Set Kelima ((
)( ((
((
)( ((
|
|
| |
|
|
|
|
Ternyata dengan menggunakan metrik Manhattan diperoleh bahwa mampu menebak skor pertandingan secara lebih baik dibadingkan dengan karena dengan mengunakan metrik Manhattan sudah dapat ditemukan penebak mana yang lebih baik dalam penebakan skor pertandingan volly yang sebenarnya maka tidak perlu melakukan perhitungan skor kembali dengan metrik lainnya.
adalah Dyah sehingga Dyah memenangkan penebakan skor pertandingan volly antara Jakarta Elektrik PLN vs Jakarta Pertamina Energipada tanggal 23 April 2017 di GOR Amongrogo, Yogyakarta.
5. KESIMPULAN Pada pertandingan volly ternyata dapat digunakan aturan sudden death(setengah kompetisi dimana tim yang kalah tidak dapat bertanding lagi atau langsung pulang) dan juga dapat diterapkanaturan metric madnessserta dalam proses penebakan skor volly antara Jakarta Elektrik PLN vs Jakarta Pertamina Energipada tanggal 23 April 2017 di GOR Amongrogo, Yogyakarta terdapat dua penebak yang mampu menebak skor yang mendekati dengan hasil skor pertandingan yang sebenarnya, dari data-data yang terkumpul tersebut ada dua penebak yang menebak skor pertandingan mendekati skor sebenarnya, dua penebak tersebut yaitu dan . Untuk menentukan penebak mana yang lebih baik digunakan penyelesaian dengan menggunakan metrik Manhattan dan ternyata dengan menggunakan metrik tersebut sudah dapat ditentukan penebak mana yang lebih baik dalam penebakan skor pertandingan volly, dan penebak yang lebih baik tersebut
D, Cindy Kroon.2007. Metric Madness, Mathematics Teaching in the Middle School, Vol. 13, No. 3 (OCTOBER 2007), pp.172181. Montrose : National Council of teachers of Mathematics
88
6. REFERENSI Clark, David. 2012. Metric Madness, Math Horizons, Vol. 19, No. 4 (April 2012), pp. 20-24. America: Mathematical Association of America
Aldivoli. 2012. Sistem pertandingan pada Bola Volly (online), (https://aldivoli.wordpress.com/2012/02/28/si stem-pertandingan-pada-bola-volly/). Diakses 2 April 2017 Spotten, Jack. 14 Peraturan Permainan Volly Terbaru (online), (http://www.tandapagar.com/peraturanpermainan-bola-voli/).Diakses tanggal 2 April 2017 Kompas. 2017. (online), (http://olahraga.kompas.com/read/2017/04/23 /15403561/tim.putri.jakarta.elektrik.raih.hattrick.juara.proliga). Diakses 24 April
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
ETNOMATEMATIKA: MENEMUKAN NILAI HARAPAN BERTEMU JODOH BERDASARKAN WETON 1),2)
Angela Lira Perwitasari1), Rosa Ratri Kusuma Hariningsih2) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma 1) email:
[email protected] 2) email:
[email protected]
Abstrak Seorang pria dan wanita dikatakan berjodoh ketika sudah memenuhi syarat untuk menikah dan jika berdasarkan weton harus yang bersisa Sri, Lungguh, atau Dunya. Hal ini diyakini akan membawa keberuntungan dalam kehidupan dan mudah dalam mengarungi bahtera perkawinan. Sehingga tujuan penulisan ini untuk menemukan nilai harapan bertemu jodoh berdasarkan weton, dengan membayangkan barisan panjang dari orang-orang yang sudah mengetahui wetonnya masingmasing. Survey dilakukan pada orang-orang di barisan satu- persatu dengan mencatat hari ulang tahun dan weton. Mencatat angka kebawah (turun) dari orang-orang di barisan untuk menemukan salinan pertama dari seorang wanita dengan hari kelahiran dan pasaran Sabtu Kliwon tahun kelahiran 1996. Salinan pertama berarti harus menemukan pria minimal 21 tahun, dengan hari kelahiran dan pasaran pria dan wanita dijumlah, hasil penjumlahan modulo 5 didapat sisa satu (Sri), sisa dua (Lungguh), atau sisa tiga (Dunya). Secara empiris setelah melakukan survey orang-orang dalam suatu barisan bertemu jodoh pertama kali pada orang pertama dengan nilai peluang satu, sehingga didapat nilai harapan satu. Sedangkan secara teoritis, nilai harapan bertemu jodoh berdasarkan weton, hari dalam seminggu ada tujuh hari dan terdapat lima hari pasaran jawa, maka memperkirakan dari 3 memberikan angka yang diharapkan 7,096420723. Kata Kunci: barisan, jodoh, nilai harapan, modulo, weton.
1. PENDAHULUAN Pada kenyataannya perkawinan yang terjadi di masyarakat Jawa asli adalah ketidakharmonisan yang disebabkan karena adanya ketidakcocokan. Hal ini dapat terjadi karena adanya keluarga yang dianggap melanggar aturan-aturan yang telah lama ada di masyarakat, seperti tetap melangsungkan perkawinan meskipun dalam perhitungan Jawa (yang biasa disebut primbon Jawa atau weton) tidak menemukan kecocokan dalam perhitungan. Primbon Jawa atau weton adalah hari kelahiran seseorang dan pasarannya, seperti Senin Legi, Selasa Kliwon, Rabu Pahing, dan lain-lain. Hal ini biasanya digunakan bagi orang-orang yang hendak melangsungkan perkawinan demi mewujudkan rumah tangga yang bahagia, tenteram, penuh kasih sayang. Perhitungan Jawa dilakukan untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan maka dalam proses persiapan perkawinan, sebisa mungkin harus menghindari larangan-
88
larangan yang ada dalam perhitungan Jawa. Bila hitungan ini cocok dengan hitungan yang ditentukan, maka perkawinan itu akan dilaksanakan. Pengalaman terdahulu inilah yang menjadi faktor yang paling mempengaruhi keyakinan masyarakat terhadap perhitungan Jawa dalam kegiatan perkawinan. Sehingga dalam penulisan ini bertujuan untuk menemukan nilai harapan bertemu jodoh berdasarkan weton, dengan membayangkan barisan panjang dari orangorang yang sudah mengetahui wetonnya masing-masing. Survey dilakukan pada orang-orang di barisan satu persatu mencatat hari ulang tahun dan weton. Ini didasarkan pada keyakinan akan membawa keberuntungan dalam kehidupan dan mudah dalam mengarungi perkawinan. Secara empiris, mengulangi prosesnya dan terakhir harus menghitung peluang dan nilai harapan bertemu jodoh dari orang-orang sampai salinan pertama ditemukan. Dan secara
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
teoritis akan mencari nilai harapan bertemu jodoh berdasarkan weton menggunakan 3 . 2. KAJIAN LITERATUR A. Cara Menghitung Jodoh Berdasarkan Weton TABEL HARI PASARAN DAN NEPTU HARI NEPTU PASARAN NEPTU Minggu 5 Legi 5 Senin 4 Pahing 9 Selasa 3 Pon 7 Rabu 7 Wage 4 Kamis 8 Kliwon 8 Jum‟at 6 Sabtu 9 Neptu hari dan pasaran laki-laki dan perempuan dijumlah, hasil penjumlahannya kemudian dibagi 5, dan menemukan sisa: 1) Jika sisa 1 disebut sri, kata sri menempati bilangan satu, sri sering juga dikaitkan dengan dewi padi dalam budaya sunda, yaitu Dewi Sri atau Nyi Pohaci. Jadi dapat pula dimaknai dengan banyaknya pangan yang kita dapat. Sri bermakna baik, dapat pula diartikan rezeki yang melimpah. 2) Jika sisa 2 disebut lungguh, yang menempati bilangan dua, lungguh sering dikaitkan dengan derajat, pangkat, jabatan, kekuatan, dan kemampuan. Lungguh bermakna baik dalam hitungan ini. 3) Jika sisa 3 disebut dunya, yang menempati bilangan tiga, dunya sering dikaitkan dengan harta, rezeki, materi, dan kekayaan yang melimpah. Hitungan ini biasanya paling dicari dalam setiap hajat atau suatu hal yang membutuhkan perhitungan. 4) Jika sisa 4 disebut lara, yang menempati bilangan empat, lara sering dikaitkan dengan sesuatu penderitaan atau sakit, baik dari segi kesehatan, ketenangan lahir atau pun batin. Hitungan ini biasanya dihindari dalam setiap hajat atau suatu hal yang membutuhkan perhitungan. 5) Jika sisa 5 disebut pati, kata pati menempati bilangan lima, bilangan akhir dalam perhitungan ini. pati
berarti mati. Namun tidak dengan serta merta kita mengaitkannya dengan kematian. mati disini dapat berarti mati secara rezeki, mati dalam arti perceraian, mati dalam arti halhal yang bersifat paling buruk. Hitungan ini biasanya paling dihindari dalam setiap hajat atau suatu hal yang membutuhkan perhitungan. Jika mencari jodoh, pilih yang bersisa satu (Sri), dua (Lungguh), atau tiga (Dunya). Diyakini akan membawa keberuntungan dalam kehidupan kemudian dan mudah dalam mengarungi bahtera perkawinan. B. Aritmatika Modulo Misalkan a bilangan bulat dan m bilangan bulat > 0. Operasi a mod m (dibaca “a modulo m”) memberi sisa jika a dibagi dengan m. Notasi: a mod m = r sedemikian sehingga a = mq + r, dengan 0 r <m. Bilangan m disebut modulus atau modulo, dan hasil aritmetika modulo m terletak di dalam himpunan {0, 1, 2, …, m – 1} C. Nilai Peluang Jika masing-masing titik sampel didalam ruang sampel S memiliki peluang yang sama untuk muncul, maka peluang munculnya peristiwa A dalam ruang sampel S yaitu : ( ) P (A) = ( ) Keterangan : n(A) : banyaknya anggota atau titik sampel kejadian A n(S) : banyaknya anggota atau titik sampel pada ruang sampel S D. Nilai Harapan Nilai harapan dari variabel random adalah rata-rata tertimbang atau nilai tengah dari semua nilai yang mungkin dari variabel random. Untuk suatu peubah acak diskrit X yang memiliki nilai-nilaiyang mungkin x1, x2, …, xn, Simbol dari nilai harapan adalah E(x) dan rumus untuk variabel random diskret adalah: E(X) = x1P(X = x1) + x2P(X = x2) + … + xnP(X = xn) ∑ = ( ) Mengingat P(X = xi) = f(xi), maka E(X) = x1f(x1) + x2f(x2) + … + xnf(xn) =∑ ( )
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
89
Mencari nilai harapan menggunakan teorema Ramanujan Q-function dan deret taylor: √ ∫
4
√ 5
∏∑ 4
(
)
5
3
Maka didapat sebuah persamaan mencari nilai harapan, yaitu: √
√
untuk (
3
)
3. METODE PENELITIAN Metode kajian pustaka dengan memanfaatkan persamaan untuk mencari nilai harapan, yaitu: √
√
(
3
)
Persamaan tersebut digunakan oleh Leonard Littleton dan Russel May. Selanjutnya dengan memanfaatkan ide tersebut akan dikaji untuk menemukan nilai harapan bertemu jodoh berdasarkan weton. Menemukan jodoh berdasarkan weton dari seorang wanita dengan hari kelahiran dan pasaran Sabtu Kliwon tahun kelahiran 1996. Dalam menghitung jodoh berdasarkan weton, dilakukan dengan melakukan survey orangorang dalam suatu barisan satu persatu dan mencatat hari kelahiran dan pasaran. Mencatat angka kebawah (turun) dari orangorang di barisan, dengan setiap kali pencatatan harus menghitung jodoh berdasarkan weton yaitu hari kelahiran dan pasaran pria dan wanita dijumlah, hasil penjumlahan modulo 5, dan jika mencari jodoh, harus mencari yang bersisa satu (Sri), sisa dua (Lungguh), atau sisa tiga (Dunya). Hal ini diyakini akan membawa keberuntungan dalam kehidupan dan mudah dalam mengarungi bahtera perkawinan. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Metode kajian pustaka mengenai masalah hari ulang tahun, membayangkan deretan orang yang hari ulang tahunnya diasumsikan sendiri. Dalam setiap putaran, peneliti melakukan survey pada orang-orang di jalan satu per satu, mencatat hari ulang tahun mereka (hanya bulan dan hari, tidak tahun)
90
sampai datang persis salinan pertama dari pencatatan. Peneliti mengulang proses ini untuk beberapa putaran dan terakhir memperhitungkan nilai harapan yang diperlukan orang-orang sebelum salinan pertama hari ulang tahunnya terdeteksi. A. MENGHITUNG JODOH SECARA EMPIRIS Seorang perempuan dengan hari kelahiran dan pasaran Sabtu Kliwon tahun kelahiran 1996, Sabtu memiliki neptu 9 dan Kliwon memiliki neptu 8. Sehingga, Sabtu kliwon mempunyai neptu 17. Sesuai dengan Undangundang syarat-syarat perkawinan pasal 6 dan pasal 7, usia perempuan menikah minimal adalah 16 tahun dan jika belum berusia 21 tahun harus meminta ijin kepada orang tua. Sedangkan dasar acuan yang diambil adalah menemukan jodoh dari seorang perempuan dengan kelahiran dan pasaran Sabtu Kliwon tahun kelahiran 1996 telah memenuhi syarat 21 tahun pada tahun 2017. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan, ada seorang laki-laki dengan hari kelahiran dan pasaran Kamis Kliwon tahun 1995. Kamis memiliki neptu 8 dan Kliwon memiliki neptu 8. Sehingga, Kamis Kliwon memiliki neptu 18. Neptu laki-laki dan neptu dijumlahkan, yaitu 16 + 17 = 23. Jumlah kedua neptu modulo 5 menghasilkan sisa 3. Perhitungan jodoh berdasarkan weton seorang perempuan dengan hari kelahiran dan pasaran Sabtu Kliwon tahun kelahiran 1996 bertemu jodoh dengan weton Kamis Kliwon, karena mendapatkan sisa 3 (Dunya). Dunya berarti harta, rezeki, materi, dan kekayaan yang melimpah ruah. Mengingat bahwa dalam mencari jodoh, harus mencari yang bersisa satu (Sri), bersisa dua (Lungguh), atau juga bersisa tiga (Dunya). Hal ini diyakini akan membawa keberuntungan dalam kehidupan di kemudian dan mudah dalam mengarungi bahtera perkawinan. Peluang bertemu jodoh berdasarkan weton, yaitu : ( ) P (A) = ( ) P (A) = =1 Keterangan : P(A) : peluang suatu kejadian A n(A) : banyaknya anggota atau titik sampel kejadian A
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
n(S) : banyaknya anggota atau titik sampel pada ruang sampel S Nilai harapan bertemu jodoh berdasarkan weton diperoleh menggunakan peubah acak diskrit, yaitu: E(x) = x1P(1) = 1.1 = 1 Sehingga secara empiris setelah melakukan survey orang-orang dalam suatu barisan bertemu jodoh pertama kali pada salinan pertama dengan nilai peluang satu dan nilai nilai harapan satu.
√
3
3
=√
√ (3 ) 3
√
√ 3 (3 )
3 (3 )
B. MENGHITUNG JODOH SECARA TEORITIS Mencari nilai harapan bertemu jodoh berdasarkan weton dapat menggunakan Ramanujan‟s Q-function dan kalkulus standar. Perhitungan ini berdasarkan tujuh hari dalam seminggu dan terdapat lima hari pasaran jawa dapat ditentukan dengan n=35 dan = 3,14, sehingga didapat
(
3
√
3 (3 )
3
) (
)
=7,412826721 – 0,33333333 + 0,01764958743 – 8,465608466 =7,09642072
+ 1,243051993
Memperkirakan dari 3 memberikan angka yang diharapkan 7,096420723 untuk 8 nilai tempat desimalorang untuk menemukan jodoh berdasar weton. 5. KESIMPULAN Secara empiris setelah melakukan survey orang-orang dalam suatu barisan bertemu jodoh pertama kali pada orang pertama dengan nilai peluang satu, sehingga didapat nilai harapan satu. Sedangkan secara teoritis nilai harapan bertemu jodoh berdasarkan weton7,096420723. 6. REFERENSI L. Littleton, R. May. Simplified Expectations in the Birthday Problem, Vol 3. The College Mathematics Journal. 2016. Munir, Rinaldi. Teori Bilangan (Number Theory). Departemen Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung. 2004. http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_1_74.htm http://primbonku.com/ramalan-jodohmenurut-weton-kelahiran-kedua-pasangan/ http://www.kitaju.ga/2012/11/sistemperhitungan-pada-masyarakat-sunda.html
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
91
TEOREMA CAYLEY DAN PEMBUKTIANNYA Eddy Djauhari Departemen Matematika Fmipa Universitas Padjadjaran Jalan Raya Bandung-Sumedang km. 21, tlp./fax. : 022-7794696, Jatinangor, 45363 Email :
[email protected]
Abstrak Dalam makalah ini akan dibahas tentang Teorema Cayley dan pembuktiannya dengan menggunakan dua metode, yaitu melalui korespondensi 1-1 antara pohon berlabel dengan barisan dan melalui Teori Kombinatorial. Teorema Cayley ini dikemukakan oleh seorang matematikawan Inggris yang bernama Arthur Cayley. Dalam Teorema Cayley ini dikatakan bahwa bila n merupakan bilangan bulat lebih besar dari satu, maka jumlah pohon yang memiliki n simpul berlabel adalah . Sampai saat ini sudah banyak yang menemukan metode pembuktian Teorema Cayley ini, namun dalam makalah ini hanya dibahas dua metode pembuktian saja. Kata Kunci : Teori Graf, Teori Kombinatorial, Teorema Cayley, Korespondensi 1-1, dan Pohon Berlabel.
1. PENDAHULUAN Dalam waktu sekarang-sekarang ini, teori graf telah menguatkan dirinya sebagai alat (tool)matematika yang sangat penting dan bermanfaat. Hal yang utama adalah berhubungan dengan struktur diskrit yang ada pada sistem. Banyak sekali ilmu yang menggunakan Teori Graf (Graph Theory), mulai dari riset operasi, proses komputasi, rangkaian listrik, ilmu komputer, kimia dan biologi (terutama tentang genetika). Teori graf bahkan telah menjadi ilmu tersendiri seperti halnya cabang Ilmu Matematika yaitu Aljabar dan Analisis. Bahkan dengan berkembangnnya Ilmu Komputer dan Teknik Informatika, maka Teori Graf telah banyak memberikan dukungan dalam ilmu yang baru yakni Algoritma Graf (Graph Algorithm). Graf secara sederhana terdiri dari dua himpunan berhingga, yaitu himpunan titik yang disebut dengan himpunan vertex (V=vertex = titik) dan himpunan garis atau himpunan sisi (E = Edge) = sisi). Graf dengan himpunan vertex dan himpunan sisi disimbolkan dengan G (V,E). Dalam makalah ini akan dibicarakan tentang graf yang bersifat khusus, yaitu pohon (tree), karena Teorema Cayley berhubungan dengan pohon berlabel.
92
2. KAJIAN LITERATUR 2.1 Pohon Untuk para Matematikawan dan Ilmuwan yang lain, pohon merupakan bentuk graf yang sederhana dan banyak memiliki sifat-sifat yang menakjubkan. Contohnya isomer–isomer kimia karbon divisualisasikan berbentuk pohon. Penyajian jaringan komputer pun merupakan bentuk pohon. Dalam kehidupan sehari-hari, orang telah lama menggunakan pohon untuk silsilah keluarga. Pohon sudah lama digunakan sejak tahun 1857, ketika Matematikawan Inggris bernama Arthur Cayley menggunakan pohon untuk menghitung jumlah senyawa kimia. Akhir – akhir ini pohon digunakan juga pada pemodelan jaringan komputer yang memuat berbagai macam elemen seperti komputerkomputer dan kabel komunikasi. Selanjutnya akan diberikan beberapa definisi yang berkaitan dengan teori pohon. Definisi 2.1 : Pohon (tree) adalah graf tak berarah terhubungkan yang tidak memiliki rangkaian sederhana. Definisi 2.2 : Pohon perentang (spanning tree) dari graf G adalah graf bagian G yang berupa pohon dan memuat semua vertex dari G.
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
Definisi 2.3 : Derajat (degree) sebuah vertex (simpul) atau titik v disimbolkan dengan deg(v) adalah banyaknya sisi/garis/rusuk yang berhubungan dengan titik v, dan sisi suatu loop dihitung dua kali. Definisi 2.4 : Jembatan (bridge) adalah sisi dalam suatu graf yang penghapusannya akan membuat graf terpecah menjadi dua komponen. Definisi 2.5 : Pohon berlabel atau pohon bernilai adalah pohon yang di setiap simpulnya mempunyai keterangan/nilai yang digunakan untuk mengindikasikan bahwa diagram tersebut digunakan untuk tujuan tertentu. Di bawah ini diberikan contoh pohon dan bukan pohon. T1 :
v1 v2 v4
v3 v5
v6
v7
T2 :
v8 v7
v1 v2
v3
v4
v8
v5 v6
Gambar 1. T1 pohon dan T2 bukan pohon Teorema – teorema di bawah ini dan buktinya merupakan hasil dan sifat-sifat yang dimiliki pohon. Teorema 2.1 : Jika T adalah pohon dengan n titik maka T mempunyai ( ) sisi atau rusuk. Bukti : Untuk maka jelas T merupakan sebuah titik saja yaitu graf tanpa sisi ( ) sisi. )sisi. Untuk , maka T mempunyai ( Jika sebuah sisi sembarang e di T dihapus, maka akan didapat 2 graf bagian yang masingmasing merupakan pohon, katakanlah dan dengan masing-masing titik sebanyak dan dan masing-masing sisi sebanyak dan . Dari sini diperoleh hubungan sebagai berikut : ( ) ( ) (sebab sebuah sisi
sembarang e telah dihapus dari T). Jadi dan Teorema 2.2 : Jika T tidak memiliki rangkaian sederhana dan mempunyai ( ) sisi, maka T terhubung Bukti : Misalkan T tak terhubung dan mempunyai ( ) sisi maka T tidak memiliki rangkaian sederhana dan jumlah titiknya lebih satu daripada jumlah sisinya. Oleh sebab itu jumlah total titik di T melebihi sisinya dengan paling sedikit 2, yang kontradiksi dengan kenyataan bahwa T memiliki ( ) sisi. Teorema 2.3 : Jika T adalah graf terhubung dan mempunyai ( ) sisi mata T terhubung dan setiap sisinya adalah jembatan. Bukti : Akan dibuktikan dengan kontradiksi. Misalkan T terhubung dan ada sisinya yang bukan jembatan, maka dengan menghilangkan sebuah sisi tertentu, akan didapat graf dengan n titik dan ( ) sisi. Graf ini pastilah tidak terhubung, sehingga diperoleh kontradiksi. Teorema 2.4 : Jika T adalah graf terhubung dan setiap sisinya merupakan jembatan, maka dua titik sembarang di T dihubungkan dengan tepat satu lintasan. Bukti : Akan dibuktikan dengan kontradikasi : Jika dua titik sembarang di T dihubungkan dengan lebih dari satu lintasan (katakanlah dua lintasan), maka dua titik tersebut membentuk rangkaian. Dengan adanya rangkaian maka setiap sisi pada rangkaian tersebut bukan jembatan, dengan kata lain ada sisi yang bukan merupakan jembatan di T. Hal ini kontradiksi dengan kenyataan bahwa setiap sisi di T adalah jembatan. Teorema - teorema di atas merupakan teorema penting yang berkaitan dengan pohon. Teorema Cayley berhubungan dengan jumlah total (non isomorfis) pohon berlabel. Teorema 2.5 (Teorema Cayley) : [3] Ada sebanyak nn-2 pohon berlabel dengan n titik yang berbeda. 3. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang penulis lakukan adalah membahas tentang kontruksi pembuktian Teorema Cayley dengan dua pendekatan. Pendekatan itu adalah dengan melakukan
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
93
korespondensi 1-1 antara pohon berlabel dengan barisan bilangan bulat positif dan yang kedua dengan melakukan perhitungan melalui teori kombinatorial. Dalam hal ini pohon berlabel adalah pohon yang titiknya dilabelkan dengan bilangan bulat positif.
Berhub. : v2 Indeks : 2 Hilang : v3
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Korespondensi 1-1 antara pohon berlabel dengan barisan. [4] Inti pembuktian Teorema Cayley dengan korespondensi adalah melakukan korespondensi 1-1 antara pohon berlabel dengan barisan ( , , 3 , …, ). Pembuktian ini telah dilakukan oleh Pruefer.
Langkah-langkah pada proses 2 (diketahuinya barisan ( , , 3 , …, )): Gambarlah n titik, labelkan mereka dari , , 3 …, dan buatlah daftar bilangan dari 1 sampai dengann. Tentukan bilangan terkecil yang ada di dalam daftar tersebut, tapi tidak berada di barisan dan juga tentukan bilangan pertama dalam barisan; kemudian tambahkan sisi yang menggabungkan titik-titik tersebut dalam gambar. Hilangkan bilangan pada langkah b. dari daftar bilangan dan bilangan pertama dari barisan, sehingga didapat daftar bilangan dan barisan bilangan yang lebihsedikit. Ulangi langkah b. dan c. untuk daftar bilangan dan barisan bilangan sisanya, sampai hanya ada dua label yang tinggal dalam daftar. Kemudian gabungkan titiktitik pada gambar sesuai dengan dua labelsisanya. Ilustrasi : diketahui barisan (2, 2, 1, 5, 5), akan dicari pohon berlabel yang bersesuaian dengannya. Sediakan lebih dahulu daftar {1 , 2 , 3 ,4 , 5 , 6 , 7 }, sebab 7 – 2 = 5.
Ilustrasi : T : v7
v1
i.
ii.
iv.
v7
No Pilih
94
v5
:1 : v3
2 v4
v1
v2
v6
v5
v4
Barisan : ( 2, 1 , 5 , 5) Daftar : {1 , 2 , 4 , 5 , 6 , 7 } v1
v2
v7
v4 3 v2
v5 5 v6
v3
v3 v6
v5 5 v1
1. Barisan : ( 2, 2 , 1 , 5 , 5) Daftar : {1 , 2 , 3,4 , 5 , 6 , 7 }
2.
v2
v1 1 v2
Gambar 3. Pohon berlabel T dan barisan (2 , 2 , 1 , 5 , 5 ) sebagai pasangannya
iii. Gambar 2. Konstruksi dasar pembuktian dengan korespondensi 1-1 Pros. 1 (Proses 1) : konstruksi dari pohon berlabel menjadi barisan. Pros. 2 (Proses 2) : konstruksi dari barisan menjadi pohon berlabel. Langkah – langkah pada proses 1 (diketahuinya pohon berlabel ): a. Cari titik dengan derajat satu dan pilih dengan label indeks terkecil. b. Cari titik yang langsung berhubungan dengan titik yang telah dipilih dan tempatkanlah indeks itu pada posisi pertama barisan. c. Hilangkan titik yang dipilih pada langkah a. dan sisi yang berhubungan dengannya, sehingga diperoleh pohon yang lebih kecil jumlah titiknya. d. Ulangi langkah a. sampai dengan c, sehingga diperoleh hanya dua titik yang tinggal.
v2 2 v4
4 v1
5 v6
… v6
v3 v5
v4
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
3.
Barisan : ( 1, 5 , 5) Daftar : {1 , 2, 5 , 6 , 7 } v1
v2
v7 v3 v6
v5
v4
4.Barisan :( 5,5) Daftar : {1, 5 ,6 , 7} v1
v2
v7 v3 v6
v5
v4
5.Barisan : ( 5) Daftar : { 5 , 6, 7} v7
v1
v2
v6
v5
v4
v3
6.Barisan : ( - ) Daftar : {5,7} v7
v1
v2 v3
v6
v5
v4
Gambar 4. Langkah-langkah proses 2 Dengan adanya konstruksi korespondensi 1- 1 tersebut, langsung dapat dilihat bahwa, bila dimiliki pohon berlabel maka dapat dibentuk barisannya. Jika dimiliki barisan ( , , 3 , …, ) maka dapatlah dibentuk pohon berlabelnya. Buktinya langsung diperoleh dari barisan. Barisan ( , , 3 , …, ) memuat (n-2) suku dan tiap-tiap suku mempunyai kemungkinan untuk mengambil nilai 1, 2, 3, 4, 5, ..., n. Sehingga jumlah total kemungkinan pohon berlabelnya ada buah. Selesailah
bukti dengan metode pertama. Akibat 4.1.1 : Jumlah pohon perentang untuk graf ada buah . Bukti : adalah graf yang terdiri dari n titik dimana setiap pasang titiknya dihubungkan dengan tepat satu sisi. Buktinya dengan menggunakan korespondensi 1-1 seperti di atas. Korespondensi itu dilakukan antara semua pohon perentangan yang terdiri titik - titik { , , 3 …, } dengan himpunan barisan ( , , 3 , …, ), dimana adalah bilangan bulat yang memenuhi1 ≤ ≤ n. Jumlah semua kemungkinanyang didapat dari korespondensi itu adalah , karena ada n cara untuk memilih setiap . Akibat 4.1.2 : Jumlah pohon perentang dari graf – eadalah (n-2)nn-3 . Bukti : yang sembarang sisi e – eadalah graf dihapus. Misalkan sisi e tersebut adalah { , }, maka dapat dibentuk korespondensi 1-1 seperti pada pembuktian Teorema Cayley. Korespondensi itu antara titik { , , 3 …, } di – e dengan himpunan barisan (( , , 3 , …, )). Tiap adalah bilangan bulat 1 ≤ ≤ n untuk i = 1, 2, 3, …, (n-3) dan 1 ≤ ≤n-2 . Sehingga adancarauntukmemilihsetiap ,i=1,2,3,…, (n3) dan ada (n – 2) cara untuk memilih . n-3 Dengan kata lain ada (n-2)n pohonperentang. 4.2. Teorema Kombinatorial Proses pembuktian dengan Teori Kombinatorial merupakan bukti langsung. Dengan teori ini, diadakan penghitungan langsung dengan melakukan pemecahan dan penggabungan pohon. Teorema - teorema penting yang digunakan dalam pembuktian akan diberikan dibawah ini. Teorema 4.2.1 (Binomial) : [1] Misalkan x dan y adalah bilangan-bilangan real dan n adalah bilangan bulat positif, maka (
)
∑. /
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
95
. /
. /
. / .
(
/
)
2. /
. /
. /
(
)
3
2. /
Bukti : Teorema binomial akan dibuktikan dengan induksi matematika. Basis induksi : Akan dibuktikan bahwa teorema benar untuk , yaitu bahwa
. /
. / (
)
. /
. /
. /
. / . (
/
)
Akan dibuktikan bahwa teorema juga benar untuk , yaitu bahwa :
(
)
.
/
(
.
.
/
.
/ ) (
)
2. /
. /
. /
/
(
) . /
/
. /
.
/
. /
/
)
.
/
.
.
/
.
/
.
/
. /
/
Terbukti bahwa teorema juga benar untuk n = k+1 sehingga terbukti bahwa (
)
∑. /
. /
. /
3
3
.
/
sehingga
3(
2. /
/
.
)
2. /
.
/
. /
. /
.
. /
Dengan menggunakan kebenaran hipotesis ( ) , maka didapat (
.
/
. /
. /
)
/3
. /
.
(
.
. /
. /
Langkah induksi : misalkan teorema benar untuk . Jadi, )
. /3
. /3
2. /
(
3
2. / 2. /
∑. /
. /
. /
. / .
/
. / Benar untuk semua bilangan bulat positif n.
96
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
Teorema 4.2.2 : [2] (
)
∑. /
Benar untuk semua bilangan bulat positif n. Bukti :Ambil pada Teorema 4.2.1 di atas, jelas teorema 4.2.2 terbukti benar. Konstruksi pembuktian metode kedua adalah sebagai berikut: pertama dibentuk ( ) yaitu menunjukkan banyak pohon berlabel dengan n titik dimana suatu titik tertentu ( sebut v ) memiliki derajat k. Dari ( ) ini akan dijumlahkan dari sampai dengan ( ) sehingga didapat Tn, yaitu banyak pohon berlabel dengan n titik. Misalkan A adalah pohon berlabel dengan ( ) . Penghapusansembarang sisi dari A yang tidak berhubungan dengan titik v akan menghasilkan dua pohon-bagian, salah satu darinya akan memuat v dan yang lain akan memuat v dan w atau z (katakanlah w) dan yang lainnya akan memuat titik z. Jika titik v dan z digabungkan dengan menambahkan satu sisi, maka diperoleh pohon berlabel B dengan ( ) . Pasangan pohon berlabel (A,B) disebut link, jika B dapat diperoleh dari A dengan konstruksi seperti diatas (konstruksi : penghapusan dan penggabungan). ilustrasi
Graf A dapat dipilih dengan salah satu T(n, k1) cara dan B secara tunggal didapat dari sisi wz (yang dapat dipilih dengan ( )– ( ) cara ). Terlihat bahwa link(A,B) mempunyai jumlah total ( ) ( ). Demikian pula proses dari pohon berlabel B menjadi pohon berlabel A.
:
Gambar 6. Link(A,B) dengan deg(v) = 4 pada B dan deg(v) = 3 pada A B adalah pohon berlabel dengan ( ) . Dan tentu saja , , 3 , , … adalah pohon-bagian yang didapat dari B dengan menghilangkan titik v beserta dengan k sisi yang berhubungan dengannya. Misalkan dihilangkan satu sisi (sebut vw4) dan menghubungkan pohon-bagian dengan salah satu dari k pohon-bagian (sebut ) sehingga ditemukan link(A,B). B dapat dipilih dengan ( ) cara dan banyaknya cara untuk menghubungkanw4ke titik lain di pohon-bagian yang lain adalah ( )– { adalah jumlah titik , dalam hal gambar di atas adalah }. Oleh karena itu link(A,B) adalah: Gambar 5. Link(A,B) dengan deg(v) = 3 pada A dan deg(v) = 4 pada B Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
97
(
) *(
)
(
3)
(
Dalam mencari semua pohon berlabel dengan n titik maka k harus dijumlahkan dari 1 sampai dengan (n-1), prosesnya sebagai berikut :
)
(
)+
( * (
)*
∑ +
)(
+ ( ) ) ( )
∑ (
∑
(
(
(
(
) ( )( )
( )
( ( ( (
)
(
)
) )( )
( (
)
)( )( )(
(
) ( )( )
)
)( )( )(
)( )( )(
(
( )( )(3)(
)
(
)(
(
)
( )( )(
(
)( )(
(
(
) )
(
)( )(
)( )(
(
)(
)
)
98
k=1
k-1=0
Persamaan di atas diperoleh dengan substitusi . Akhirnya dengan menerapkan Teorema 4.2.2 substitusi dan ( ) maka diperoleh bentuk: ) )( )
) )( )
3)( )( )(
) )( )
(
( ) (
.
/(
) ( ) ( ( )( )( ) ) )
) )(
)(
)
( )( ( )( )( ) (
)
)(
( )
*
(
)+
seperti yang diminta. Akhirnya didapat hasil yang sama seperti pada metode korespondensi 1-1 antara pohon berlabel dan barisan. Selesailah bukti dengan metodekedua.
ada sebanyak (n – k – 1) untuk bentuk (n - 1), sehingga :
(
n-2
j=0
...dst.. . (
n-1
)
n-2 = ∑ ( ) (n-1)(n-2)-j j
) ( )( )
(
)
/(
n-2
Sehingga akhirnya diperoleh persamaan (n – k)T(n, k -1)=(n-1)(k- ) ( ),ambil ( ) dan lakukan )
∑.
n-2 n-2 Tn = ∑ . / (n-1)n-k-1 = ∑ . / (n-1)(n-2)-(k-1) k-1 k-1
Karena
(
)
) )
)
5. KESIMPULAN Kadang - kadang ada orang yang bertanya metodologi apakah yang digunakan dalam matematika. Makalah ini memperlihatkan sedikit metode yang digunakan oleh para Matematikawan. Dari kontruksi pembuktian di atas dapat dilihat bahwa kedua pendekatan tersebut menghasilkan bentuk akhir yang sama. Sehingga metode yang satu dapat membenarkan dan menguatkan hasil yang sudah ada. Untuk metode korespondensi 1 – 1 dibutuhkan kontruksi aturan – aturan yang dapat diterima untuk memetakan dari 1 sistem ke sistem yang lain dan sebaliknya tanpa menghilangkan struktur baku sistem tersebut. Metode seperi ini juga digunakan dalam menyelesaikan persamaan diferensial secara tidak langsung, yaitu melalui Transformasi Laplace. Sedangkan pada metode dengan menggunakan Teori Kombinatorial dibutuhkan penghitungan dan pencaharian secara rekursif – iteratif, dan setelah itu dikembalikan pada bentuk Teorema Binomial untuk penyelesaian
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
akhirnya. Ide dasar dari kedua pembuktian di atas, biarlah dapat memberikan gagasan dan ilham dan untuk bidang penelitian masalah matematika yang lain.
6. DAFTAR REFERENSI [1] Siang, Yek Jong. (2006) Matematika Diskrit dan Aplikasinya Pada Komputer.
[2] Rosen, Kenneth H. (1999). Discrete Mathematics and Its Application. McGraw Hill, Inc. [3] Michaels, John G.(2012) Applications of Discrete Matemathics, McGraw Hill,Inc” [4] Wilson R.J (2014) Graphs An Intoductory Approach, John Wiley & S
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
99
MOTIF BATIK FRAKTAL MENGGUNAKAN HIMPUNAN JULIA Aloysius Jaka Susanta Widjaja, Agustinus Rendi Aurumintarno, Valentina Rento Pujiati, Dominikus Arif Budi Prasetyo FKIP, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
[email protected],
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Abstract Batik is one of the most popular kind of textile traditions from Indonesia. Batik is a wax-resist dyeing method that leaves intricate patterns on cloth. There are so many types of batik that has special cultural significance. This research aims to create new patterns that is not tied to specific cultural of Indonesia. The new patterns can be visualized with a combination of some Julia sets using software Matlab. Keywords: Batik, Fractal, Julia Set
1.
PENDAHULUAN Penelitian ini diadaptasi dari artikel Variasi Motif Batik Palembang Menggunakan Sistem Fungsi Teriterasi dan Himpunan Julia oleh Eka Susanti dengan ISSN: 1693-1394. Artikel tersebut dipilih berdasarkan topik artikel yang menarik dan dapat dikembangkan.Batik merupakan salah satu hasil dari kebudayaan yang ada di Indonesia.Pengertian batik yaitu pola rumit pada kain yang dibentuk menggunakan lilin yang diperoleh dari metode pencelupan (Stephenson, 1993).Lilin cair digunakan untuk membuat motif batik sehingga diperoleh pola tertentu dalam batik.Motif batik dari setiap daerah beraneka ragam dan berbeda.Variasi motif batik yang diulas dari artikel tersebut dibuat menggunakan pendekatan matematika, yaitu sistem fungsi teriterasi dan himpunan Julia.Sistem fungsi teriterasi dan himpunan Julia merupakan beberapa contoh dari fraktal.Fraktal adalah cabang baru dari matematika dan seni.Fraktal didapatkan dengan cara melakukan perulangan pola sehingga menghasilkan struktur yang serupa dengan skala yang berbeda. Penelitian selanjutnya akan dikembangkan menggunakan himpunan Julia. Himpunan Julia tidak hanya dapat divisualisasi menjadi motif batik Palembang, tetapi dapat dikembangkan menjadi motif-motif batik baru yang tidak
100
terikat pada daerah tertentu.Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pembaharuan motif batik fraktal.
2. KAJIAN LITERATUR Batik adalah pola rumit pada kain yang dibentuk menggunakan lilin yang diperoleh dari metode pencelupan (Stephenson, 1993). Barcode (2010: 3) mendefinsikan batik sebagai berikut:“Kata batik berasal dari bahasa Jawa, „Mbatik‟, kata mbat dalam bahasa Jawa yang juga disebut ngembat. Arti kata tersebut melontarkan atau melemparkan.Sedangkan kata tik bisa diartikan titik.Jadi, yang dimaksud batik atau mbatik adalah melemparkan titik berkali-kali pada kain.”Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan pengertian batik, yaitu metode pembuatan pola pada kain dengan menggunakan lilin dan teknik pencelupan. Motif menurut Soehersono (2006: 10) dalam Restianti (2010) adalah desain yang dibuat dari bagian-bagian bentuk, berbagai macam garis atau elemen-elemen, yang terkadang begitu kuat dipengaruhi oleh bentuk-bentuk stilasi alam benda,dengan gaya dan ciri khas tersendiri. Menurut Soesanto (1973: 212) dalam Restianti (2010), motif batik adalah kerangka gambar.Kumpulan motif-motif membentuk suatu pola.Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa motif adalah suatu desain penyusun pola yang dibuat dari
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
berbagai macam garis atau bentuk-bentuk tertentu.Indonesia memiliki banyak motif batik yang berdasarkan ciri khas masingmasing daerah. Berikut adalah beberapa motif batik Indonesia: 1) Motif batik Palembang, Beberapa motif yang terkenal adalah songket, kerak mutung, jukung, jumputan, sisik ikan, dan kembang bakung. Ciri khasnya adalah didominasi warna merah karena dipengaruhi oleh budaya Cina; 2) Motif batik Yogyakarta, Yogyakarta merupakan salah satu sentra perkembangan industri batik di Indonesia.Beberapa batik Yogyakarta yang terkenal adalah batik parang kusumo, truntum, tambal, kawung, dan pamiluto.Ciri khas batik Yogyakarta adalah pewarnaannya banyak menggunakan warna putih, hitam, dan juga coklat. Selain itu, ciri khas batik Yogyakarta adalah motifnya menggambarkan penampakan figur manusia atau hewan dan setiap motif batik Yogyakarta pasti mengandung filosofi berupa ajaran moral untuk manusia; 3) Motif batik maluku, Batik Maluku mempunyai yaitu cengkeh, pala, parang, dan salawaku. Beberapa motif batik Maluku yang terkenal adalah motif cengkeh gugur, motif debur ombak, motif khas pulau seram, dan budaya maluku. Pola merupakan suatu bentuk pengulangan motif yang disusun dan diatur kembali secara struktual (Restianti, 2014).Aryo Sunaryo (2010: 14) menyatakan bahwa pola merupakan bentuk penggulangan motif, artinya sebuah motif yang diulang secara struktual dipandang sebagai pola.Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pola adalah suatu bentuk yang disusun dari perulangan motif. Fraktal adalah cabang baru dari matematika dan seni. Fraktal didapatkan dengan cara melakukan perulangan pola sehingga menghasilkan struktur yang serupa dengan skala yang berbeda. Dua sifat dasar dari fraktal adalah sifat self similarity (kesebangunan diri) dan non integer dimension (dimensi tidak bulat). Beberapa contoh dari fraktal adalah himpunan Mandelbrot, himpunan Julia, himpunan Cantor, segitiga Sierpinski,
karpet Sierpinski, Spons Menger, dan kurva Koch. Himpunan Julia adalah salah satu contoh fraktal yang sangat terkenal.Himpunan Julia ditemukan oleh Gaston Maurice(18931978) Julia.Beliau adalah matematikawan berkebangsaan Perancis. Himpunan Julia dibentuk dari pemetaan fungsi teriterasi yang didefinisikan dengan , dimana . Prof. Dr. Frans Susilo dalam buku Himpunan Julia dan Klasifikasinya dalam himpunan mandelbrot (1996) menjelaskan bahwa orbit dari suatu titik terhadap pemetaan tersebut ( ), adalah barisan bilangan kompleks 3 ( ), ( ) ( ) Orbit dari itu dikatakan terbatas bila terdapat bilangan positif sedemikian sehingga | ( )| untuk semua . Himpunan semua titik yang orbitnya terhadap pemetaan adalah terbatas disebut Himpunan Julia Penuh dari pemetaan , dan dilambangkan dengan . Batas (boundary) dari himpunan Julia penuh itu disebut Himpunan Julia dari pemetaan , dan dilambangkan dengan . Definisi berikut ini dapat membantu menjelaskan keterangan di atas. Definisi 1: Diberikan dengan ( ) . Himpunan semua titik di yang mempunyai orbit yang terbatas terhadap yaitu * ( )+ * +, disebut himpunan Julia penuh, dan dinotasikan dengan ( ). Definisi 2: Diberikan dengan ( ) . Batas dari himpunan Julia penuh disebut himpunan Julia, dan dinotasikan dengan. ( ). Secara umum bentuk fungsi dari himpunan Julia dengan ( ) . Dengan ; .
3. METODE PENELITIAN Pertama yang dilakukan adalah studi literatur.Studi literatur dilakukan dalam dua tahap, yaitu studi literatur jurnal dan materi himpunan Julia.Studi literatur jurnal digunakan untuk mencari topik yang relevan dengan penelitian ini, sehingga
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
101
peneliti dapat mengembangkan ide dari jurnal tersebut.Studi literatur materi digunakan untuk memperdalam pengetahuan tentang himpunan Julia.
x=linspace(ca-l,ca+l,n); y=linspace(cb-l,cb+l,n);
Setelah melakukan studi literatur mengenai himpunan Julia kemudian penelitian ini melakukan Coding atau membuat kode pada software Matlab untuk memvisualisasikan fungsi himpunan Julia. Berikut template kode pada Matlab. Template iterasi=150;
n=400;
ca=0; cb=0;
l=1.5;
Keterangan Iterasi adalah jumlah perulangan suatu pola. Jika semakin besar iterasi, maka semakin banyak perulangan (objek semakin detail) dan sebaliknya. n adalah jumlah titik. Jika semakin besar n, maka semakin banyak titik (objek semakin detail) dan sebaliknya. ca, cb adalah letak fokus objek. Jika , maka fokus akan bergeser ke kanan dan sebaliknya.
c=-0.700+0.900i^0.8;
Z=A+i*B;
for k=1:iterasi; Z=Z.^12+c; W=(-abs(Z)); End
Jika , maka fokus akan bergeser ke atas dan sebaliknya. l adalah jarak tampilan objek. Jika , maka jarak
102
[A,B]=meshgrid(x,y);
objek akan semakin jauh dan sebaliknya. Linspace mirip dengan operator “:” akan tetapi memberikan pengaruh atas jumlah titik. “lin” dalam “linspace” menghasilkan nilai spasi linear. merupakan wadah penyimpan hasil linspace. Meshgrid berfungsi untuk menampilkan nilai dari “ ” pada dimensi dua. merupakan wadah penyimpan hasil meshgrid. Z adalah bentuk dari bilangan kompleks Terdapat perulangan for ... end yang berfungsi sebagai melakukan perulangan perintah Z dan W sebanyak iterasi. Z adalah bentuk dari himpunan Julia.
colormap summer(256);
W adalah wadah dari perulangan nilai Z. ColorMap
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
sebagai pengatur pewarnaan objek pcolor(W); Pcolor sebagai fungsi menggambar objek shading flat; Shading berfungsi untuk mengatur arsiran warna objek axis('square','equal','off'); Axis berfungsi untuk mengatur tampilan eksekusi coding
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 1)
Melakukan ujicoba bentuk corak yang sesuai melalui variasi nilai c dan n. Adapun hasil ujicoba adalah sebagai berikut. Corak 1 iterasi=150; n=400; ca=0; cb=0; l=1.5;
x=linspace(ca-l,ca+l,n); y=linspace(cb-l,cb+l,n); [A,B]=meshgrid(x,y); c=-0.800+0.1200i; Z=A+i*B; for k=1:iterasi; Z=Z.^2+c; W=exp(-abs(Z)); end colormap summer(256) pcolor(W); shading flat; axis('square','equal','off') ; Corak 3 iterasi=150; n=400; ca=0; cb=0; l=1.5; x=linspace(ca-l,ca+l,n); y=linspace(cb-l,cb+l,n);
x=linspace(ca-l,ca+l,n); y=linspace(cb-l,cb+l,n); [A,B]=meshgrid(x,y); c=-0.700+0.900i^0.8; Z=A+i*B; for k=1:iterasi; Z=Z.^12+c; W=exp(-abs(Z)); End colormap summer(256) pcolor(W); shading flat; axis('square','equal','off') ; Corak 2 iterasi=150; n=400; ca=0; cb=0; l=1.5;
[A,B]=meshgrid(x,y); c=-0.800+0.1400i^0.7; Z=A+i*B; for k=1:iterasi; Z=Z.^2+c; W=exp(-abs(Z)); end colormap summer(256) pcolor(W); shading flat; axis('square','equal','off') ; Corak 4 iterasi=150; n=400; ca=0; cb=0; l=1.5; x=linspace(ca-l,ca+l,n);
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
103
y=linspace(cb-l,cb+l,n); [A,B]=meshgrid(x,y); c=-0.500+0.800i^2; Z=A+i*B; for k=1:iterasi; Z=Z.^2+c; W=exp(-abs(Z)); end colormap summer(256) pcolor(W); shading flat; axis('square','equal','off') ;
Corak 5 iterasi=150; n=400; ca=0; cb=0; l=1.5; x=linspace(ca-l,ca+l,n); y=linspace(cb-l,cb+l,n);
5. KESIMPULAN 1)
[A,B]=meshgrid(x,y); c=-0.300+0.005i^0.084; Z=A+i*B; for k=1:iterasi; Z=Z.^2+c; W=exp(-abs(Z)); end colormap summer(256) pcolor(W); shading flat; axis('square','equal','off') ; 2) Pembuatan motif dengan cara Menggabungkan beberapa corak berdasarkan hasil ujicoba menjadi suatu motif. Adapun hasil pembuatan motif adalah sebagai berikut:
104
Batik fraktal tersusun atas beberapa himpunan Julia yang divisualisasikan menggunakan software Matlab. 2)Motif batik fraktal divisualisasikan dari variasi nilai pada fungsi ( ) .
6. REFERENSI Barcode.2010. Mengenal Batik dan Cara Mudah Membuat Batik.Jakarta: Tim Sanggar Batik Barcode. https://cantik.tempo.co/read/news/2017/01/ 12/339835328/mari-kenali-karakterbatik-sumatera Akses tanggal: 8 April 2017 http://fractalfoundation.org/resources/whatare-fractals/ Akses tanggal: 8 April 2017 https://en.oxforddictionaries.com/definition /julia_set Akses tanggal: 8 April 2017 Restianti, Cahyani Puji. 2014. Skripsi: Karakteristik Batik Produksi Batik Mahkota Laweyan Surakarta. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta Stephenson, Nina. 1993. The Past, Present, and Future of Javanese Batik: A
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
Bibliographic Essay. Chicago: The University of Chicago Press Journal. Susanti, Eka. 2015. Variasi Motif Batik Palembang Menggunakan Sistem Fungsi Teriterasi dan Himpunan Julia. Sumatera Selatan: Universitas Sriwijaya
Susilo, F. 1996. Himpunan Julia Dan Klasifikasinya Dalam Himpunan Mandelbrot. Yogyakarta: Penerbit Universitas Sanata Dharma
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
105
ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENGELUARAN PER KAPITA DISESUAIKAN, DAN RATA-RATA LAMA SEKOLAH TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI KABUPATEN KEBUMEN 2011 – 2015 Dwi Agus Styawan, S.Si. BPS Kabupaten Kebumen email:
[email protected]
Abstrak Pada 2015 tingkat kemiskinan di Kabupaten Kebumen, 20,44%, lebih tinggi dari tingkat kemiskinan Provinsi Jawa Tengah, 13,58%. Namun pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kebumen, 6,29%, lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah, 5,44%. Pengeluaran per kapita disesuaikan dan rata-rata lama sekolah di Kabupaten Kebumen selama 2011 – 2015 juga terus meningkat. Hal ini menunjukkan tingkat kemiskinan di Kabupaten Kebumen relatif masih tinggi walaupun pertumbuhan ekonomi, pengeluaran per kapita disesuaikan, dan rata-rata lama sekolah terus meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi, pengeluaran per kapita disesuaikan, dan rata-rata lama sekolah terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten Kebumen. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda (Ordinary Least Squares) dengan menggunakan data runtut waktu (time series) dari 2011 – 2015. Hasil analisis data menunjukkan variabel independen (pertumbuhan ekonomi, pengeluaran per kapita disesuaikan, dan rata-rata lama sekolah) secara bersama-sama memiliki pengaruh terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten Kebumen. Secara parsial, hasil analisis menunjukkan variabel pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran per kapita disesuaikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan. Variabel rata-rata lama sekolah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan. Kata Kunci: Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi, Pengeluaran per Kapita, Rata-rata Lama Sekolah
1.
PENDAHULUAN Salah satu tujuan pembangunan nasional Indonesia adalah memajukan kesejahteraan umum, sebagaimana yang diamanatkan dalam alinea keempat pembukaan UUD 1945. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), kesejahteraan umum merupakan kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial penduduk agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri sehingga dapat melaksanakan fungsi ekonomi dan sosialnya. Kesejahteraan umum dapat dilihat dari tingkat kemiskinan penduduk di suatu daerah. Semakin rendah tingkat kemiskinan penduduk di suatu daerah, semakin tinggi kesejahteraan daerah tersebut. Pengentasan kemiskinan selalu menjadi program prioritas pembangunan di setiap daerah. Pemerintah daerah berupaya melakukan akselerasi atau percepatan pertumbuhan ekonomi. Harapannya, dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, akan
106
menciptakan trickle down effectatau efek cucuran ke bawah, yaitu peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan data BPS, pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran per kapita disesuaikan di Kabupaten Kebumen selama lima tahun terakhir cenderung meningkat. Bahkan pada 2015, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kebumen 6,29%, lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah, 5,44%.Demikian juga dengan pengeluaran per kapita disesuaikan yang meningkat dari Rp. 7.456.910 pada 2011 menjadi Rp. 9.305.000 pada 2015.Tingginya pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya pengeluaran per kapita disesuaikanini menjadi modal penting bagi pemerintah daerah untuk mengentaskan kemiskinan. Pertumbuhan ekonomiyang relatif tinggi dan pengeluaran per kapita disesuaikan diKabupaten Kebumen yang terus meningkat, ternyata tidak diikuti dengan menurunnya tingkat kemiskinan secara signifikan.
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
Berdasarkan data BPS, tingkat kemiskinan selama 2011 – 2015 rata-rata turun sebesar 0,9% per tahun. Pada 2015, tingkat kemiskinan di Kabupaten Kebumen, 20,44%, jauh lebih tinggi dari tingkat kemiskinan Provinsi Jawa Tengah, 13,58%. Secara peringkat, selama 2011 – 2015, Kabupaten Kebumen merupakan Kabupaten/Kota dengan tingkat kemiskinan tertinggi kedua, dari 35 Kabupaten/Kota se-Provinsi Jawa Tengah. Data-data di atas menunjukkan bahwa trickle down effect dari tingginya pertumbuhan ekonomi bagi penduduk miskin tidak terjadi seperti yang diharapkan pemerintah. Hal ini sejalan dengan pendapat Arsyad(Riyani, 2014), yakni tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi hanya sedikit manfaatnya dalam memecahkan masalah kemiskinan, sebab masih banyak penduduk yang memiliki pendapatan di bawah standar kebutuhan hidupnya. Demikian juga dengan pendapat Wongdesmiwati(Prastyo, 2010), yang mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang baik menjadi tidak berarti bagi penurunan masyarakat miskin jika tidak diiringi dengan pemerataan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Selain pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran per kapita, tingkat kemiskinan di suatu daerah juga berkaitan erat dengan tingkat pendidikan masyarakat. Menurut Bank Dunia(Nirwana, 2013), pendidikan merupakan instrumen paling ampuh untuk mengurangi kemiskinan dan ketimpangan serta meletakkan dasar bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Melalui pendidikan, kualitas dan produktivitas masyarakat dapat ditingkatkan. Peningkatan kualitas dan produktivitas ini akan membuat masyarakat semakin dapat memenuhi standar kebutuhan hidupnya. Salah satu indikator untuk mengukur tingkat pendidikan adalah rata-rata lama sekolah.Berdasarkan data BPS, rata-rata lama sekolah di Kabupaten Kebumen selama 2011 – 2015 terus meningkat. Pada 2011, rata-rata lama sekolah adalah 6,29 dan terus meningkat menjadi 7,04 pada 2015. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat pendidikan masyarakat di Kabupaten Kebumen semakin baik.
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kebumen yang cukup tinggi, yakni 6,29%, dan pengeluaran per kapita disesuaikan serta ratarata lama sekolah yang terus meningkat, tidak lantas membuat tingkat kemiskinan di Kabupaten Kebumen berkurang secara signifikan. Dengan kata lain, penurunan tingkat kemiskinan cenderung berjalan lambat, sehingga tingkat kemiskinan di Kabupaten Kebumen relatiftinggi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi, pengeluaran per kapita disesuaikan, dan rata-rata lama sekolah terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten Kebumen 2011 – 2015.
2. KAJIAN LITERATUR BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic need approach), untuk mengukur kemiskinan. Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan non makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi, penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin. Garis kemiskinan merupakan penjumlahan dari garis kemiskinan makanan dan nonmakanan. Garis kemiskinan makanan adalah jumlah nilai pengeluaran dari 52 komoditas dasar makanan yang riil dikonsumsi penduduk yang kemudian disetarakan dengan 2.100 kilokalori per kapita per hari. Garis kemiskinan nonmakanan merupakan jumlah nilai pengeluaran dari komoditas nonmakanan terpilih, yang meliputi perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Head count index atau persentase penduduk miskin di suatu Kabupaten/Kota dapat dihitung dengan rumus berikut.
: Persentase penduduk Kabupaten k. :
Jumlah penduduk Kabupaten k.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
miskin miskin
107
di di
:
Jumlah penduduk di
Kabupaten k.
Beberapa studi/penelitianseringkali menempatkan kemiskinan sebagai isu sentral. Hasil penelitian dari Cremin & Nakabugo(Zuhdiyaty & Kaluge, 2017) menyimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang berkualitas mampu menjadi pendorong untuk menghasilkan kekayaan yang nantinya akan menetes ke bawah (trickle down effect) untuk memberantas kemiskinan dan semua masalah yang menyertainya. Selain pertumbuhan ekonomi, menurut Bank Dunia(Nirwana, 2013), pendidikan juga dapat dijadikan sebagai pilihan investasi yang tepat dalam program-program pengentasan kemiskinan. Pendidikan yang lebih baikakan membuat anak-anak dari keluarga miskin memiliki peluang lebih tinggi untuk keluar dari lingkaran kemiskinan. Menurut Suharto(Nirwana, 2013), kemiskinan disebabkan oleh banyak faktor dan jarang ditemukan bahwa kemiskinan hanya disebabkan oleh faktor tunggal. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa penelitian yang telah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan. Beberapa hasil penelitian tersebut diantaranya sebagai berikut. a. Variabel pertumbuhan ekonomi, rata-rata lama sekolah, dan upah minimum regional berpengaruh negatif dan signifikan terhadaptingkat kemiskinan. Variabel tingkat pengangguran dan inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan (Al Jundi, 2014). b. Variabel angka partisipasi sekolah berpengaruh positif dan signifikan terhadap persentase penduduk miskin. Variabel angka partisipasi murni dan rata-rata lama sekolah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap persentase penduduk miskin (Nirwana, 2013). c. Variabel angka harapan hidup, pengeluaran perkapita disesuaikan, dan jumlah penduduk berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah (Kumalasari, 2011)
3. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Kebumen dengan pendekatan kuantitatif. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari BPS Kabupaten Kebumen, selama 2011 – 2015. Teknik pengumpulan data dilakukan secara dokumentatif, yakni berdasarkan pengamatan terhadap kajian literatur, buku, dan jurnal. Variabel-variabel yang dianalisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Tingkat kemiskinan (Y) adalah persentase penduduk miskin di Kabupaten Kebumen tahun (dalam satuan %). b. Pertumbuhan ekonomi (X1) adalah perubahan PDRB atas dasar harga konstan di Kabupaten Kebumen tahun (dalam satuan %). c. Pengeluaran perkapita disesuaikan (X2) ditentukan dari nilai pengeluaran per kapita dan paritas daya beli di Kabupaten Kebumen (dalam satuan ribu rupiah). d. Rata-rata lama sekolah (X3) adalah rata-rata jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk Kabupaten Kebumen yang berusia 25 tahun ke atas dalam menjalani pendidikan formal (dalam satuan tahun). Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda (ordinary least squares)dan deteksi penyimpangan terhadap asumsi-asumsi yang meliputi normalitas, multikolinearitas, autokolerasi, dan heteroskedastisitas. Proses analisis menggunakan bantuan software SPSS 16.0. Model yang digunakan adalah sebagai berikut,
Y : Tingkat kemiskinan (%) X1 : Pertumbuhan ekonomi (%) X2 : Pengeluaran perkapita (ribu rupiah) X3: Rata-rata lama sekolah (tahun) : Konstanta : Koefisien pertumbuhan ekonomi : Koefisien pengeluaran perkapita 3 : Koefisien rata-rata lama sekolah e : sisa (error). 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
108
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
Tabel 4.1. Tingkat Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi, Pengeluaran per Kapita Disesuaikan, dan Rata-rata Lama Sekolah di Kabupaten Kebumen, 2011 – 2015 Y X1 X2 X3 2011
24,06
6,15
7.456,91
6,29
2012
22,40
4,88
7.638,20
6,30
2013
21.32
4,57
7.729,61
6,39
2014
20,50
5,80
7.754,85
6,75
2015
20,44
6,29
9.305,00
7,04
Berdasarkan tabel 4.1, selama 2011 – 2015 pertumbuhan ekonomi, pengeluaran per kapita disesuaikan, dan rata-rata lama sekolah cenderung meningkat. Sementara itu, tingkat kemiskinan di periode yang sama selalu menurun, dengan rata-rata penurunan 0,9% per tahun. Bahkan jika dicermati lebih jauh lagi, selama 2011 – 2015, laju penurunan tingkat kemiskinan di Kabupaten Kebumen cenderung melambat.
pemerataan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. a.
Uji Normalitas Gambar 4.1.1. Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Berdasarkan grafik 4.1.1, sebaran titik-titik relatif mendekati garis lurus. Hal ini menunjukkan bahwa data (residual) terdistribusi normal. b.
Uji Multikolinieritas Tabel 4.2.1 Coefficients
Grafik 4.2. Tingkat Kemiskinan di Kabupaten Kebumen dan Provinsi Jawa Tengah, 2011 – 2015
Model
B Constant Pertumbuhan Ekonomi Pengeluaran perkapita Disesuaikan Rata-rata Lama Sekolah
Berdasarkan grafik 4.2, selama 2011 – 2015, tingkat kemiskinan di Kabupaten Kebumen selalu lebih tinggi daripada tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah. Dengan demikian, walaupun pertumbuhan ekonomi, pengeluaran per kapita disesuaikan, dan rata-rata lama sekolah meningkat, tingkat kemiskinan di Kabupaten Kebumen relatif masih tinggi. Hal ini secara tidak langsung menggambarkan bahwa tingginya pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Kebumen tidak diikuti dengan
Unstandardized Coefficients Std. Error
Standardized Coefficients
t
Sig.
Beta
Collinierity Statistics Tolerance
VIF
54.563
0.621
87.827
0.007
1.414
0.039
0.718 35.812
0.018
0.67
1.492
0.001
0.000
0.435 12.905
0.049
0.237
4.216
-7.271
0.167
-1.581 -43.572
0.015
0.205
4.885
Multikolinearitas merupakan keadaan yang menunjukkan adanya hubungan linier atau terdapat korelasi antarvariabel independen. Dalam penelitian ini, untuk menguji ada tidaknya multikolinearitas dilihat dari nilai VIF. Berdasarkan tabel 4.2.1, nilai VIF semua variabel bebas tidak lebih dari 10. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi multikolinieritas dalam model regresi. c.
Uji Hetereoskedastisitas Heteroskedastisitas muncul apabila kesalahan atau residual dari model yang diamati tidak memiliki varians yang konstan dari satu observasi ke observasi lainnya. Pengujian heterokedasitas juga bisa dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik,
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
109
dimana sumbu X adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Y prediksi – Y sesungguhnya) yang telah distudentized. Adapun grafik hasil deteksi heterokedastisitas adalah sebagai berikut. Gambar 4.3.1 Scatterplot Gambar 4
digunakan cukup random (acak) sehingga tidak terdapat autokorelasi pada model regresi. e.
Uji Kelayakan Model (Uji F) Uji kelayakan model atau Uji F merupakan tahapan awal dalam mengidentifikasi model regresi yang diestimasi layak atau tidak untuk menjelaskan pengaruh variabel-variabel bebas (pertumbuhan ekonomi, pengeluaran perkapita disesuaikan, dan rata-rata lama sekolah) terhadap variabel terikat (tingkat kemiskinan). Tabel 4.5.1 Anovab Model Regression Residual Total
Sum of Squares
df
9.219 0.002 9.222
3 1 4
Mean Square 3.073 0.002
F
Sig
1.273E3
0.021
a. Predictors: (constant), Rata-rata lama sekolah, Pertumbuhan ekonomi, Pengeluaran per kapita disesuaikan b. Dependent Variable: Tingkat kemiskinan
.3.1 Scatterplot Berdasarkan grafik 4.3.1, titik-titik yang menyebar secara acak, tidak membentuk suatu pola tertentu yang jelas, serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 (nol) pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas dalam model regresi. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terdapat korelasi antara residual pada periode t dengan residual pada periode t – 1 (sebelumnya). Salah satu cara untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi adalah melalui Runs Test. Tabel 4.4.1 Runs Test
Berdasarkan tabel 4.5.1, nilai F hitung sebesar 0,021. Nilai F ini lebih kecil dari tingkat signifikansi 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model regresi yang diestimasi layak digunakan untuk menjelaskan pengaruh pertumbuhan ekonomi, pengeluaran perkapita disesuaikan, dan rata-rata lama sekolah terhadap tingkat kemiskinan.
d.
R Adjusted R Std. Error of DurbinSquare Square The Estimate Watson
Model
R
1
1.000
1.000
0.999
0.04984
3.357
a. Predictors: (constant), Rata-rata lama sekolah, Pertumbuhan ekonomi, Pengeluaran per kapita disesuaikan b. Dependent Variable: Tingkat kemiskinan
Berdasarkan tabel 4.4.1 di atas, hasil runs test menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. (2tailed) = 0,913 > 0,05. Hal ini berarti data yang
110
f.
Uji Koefisien Determinasi Koefisien determinasi menjelaskan variasi pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Nilai koefisien determinasi dapat dilihat dari nilai R-Square atau Adjusted R-Square. Tabel 4.6.1 Model Summaryb Unstandardized Residual Test Value Cases < Test Value Cases >= Test Value Total Cases Number of Runs Z Asymp. Sig (2-tailed) a. Median
0.00000 2 3 5 4 0.109 0.913
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
Berdasarkan Tabel 4.6.1, nilai Adjusted RSquare 0,999. Hal ini berarti bahwa pertumbuhan ekonomi, pengeluaran perkapita disesuaikan, dan rata-rata lama sekolah memiliki proporsi pengaruh terhadap tingkat kemiskinan 99,9% sedangkan sisanya 0,1% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak terdapat di dalam model regresi. g.
Uji Koefisien Regresi (Uji t) dan Model Regresi Uji t dalam regresi linier berganda dimaksudkan untuk menguji apakah parameter yang diduga untuk mengestimasi model regresi merupakan parameter yang tepat atau tidak. Jadi, parameter tersebut mampu menjelaskan perilaku variabel bebas dalam mempengaruhi variabel terikatnya. Tabel 4.7.1 Model
Unstandardized Coefficients B
Constant Pertumbuhan Ekonomi Pengeluaran perkapita Disesuaikan Rata-rata Lama Sekolah
Std. Error
Standardized Coefficients
t
Sig.
Beta
Collinierity Statistics Tolerance
VIF
54.563
0.621
87.827
0.007
1.414
0.039
0.718 35.812
0.018
0.67
1.492
0.001
0.000
0.435 12.905
0.049
0.237
4.216
-7.271
0.167
-1.581 -43.572
0.015
0.205
4.885
Berdasarkan Tabel 4.7.1, nilai t hitung (kolom sig) seluruh variabel lebih kecil dari tingkat kesalahan 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa variabel pertumbuhan ekonomi, pengeluaran perkapita disesuaikan, dan rata-rata lama sekolahberpengaruh siginifikan terhadap tingkat kemiskinan, dengan tingkat kepercayaan 95%. Berdasarkan Tabel 4.7.1, juga diperoleh model regresi sebagai berikut. Y = 54,563+ 1,414 X1 + 0,001 X2 – 7,271 X3+e Model regresi di atas menunjukkan bahwa koefisien variabel pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran perkapita disesuaikan masingmasing bertanda positif. Koefisien variabel ratarata lama sekolah bertanda negatif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara parsial, pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran perkapita disesuaikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan. Adapun
variabel rata-rata lama sekolah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan. Nilai koefisien variabel pertumbuhan ekonomi 1,414, menunjukkan bahwa peningkatan pertumbuhan ekonomi 1% akan meningkatkan tingkat kemiskinan 1,414%. Demkian juga dengan nilai koefisien variabel pengeluaran perkapita disesuaikan, 0,001, menunjukkan bahwa peningkatan pengeluaran perkapita disesuaikan sebesar Rp. 1.000,-per tahun akan meningkatkan tingkat kemiskinan 0,001%. Hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil kajian Cremin & Nakabugo(Zuhdiyaty & Kaluge, 2017) yang menyimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang berkualitas mampu menjadi pendorong untuk menghasilkan kekayaan yang nantinya akan menetes ke bawah (trickle down effect) untuk memberantas kemiskinan dan semua masalah yang menyertainya. Dengan demikian, hasil penelitian ini secara tidak langsungmenggambarkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Kebumen belum berkualitas. Berdasarkan model regresi yang dihasilkan, diperoleh nilai koefisien variabel rata-rata lama sekolah –7,271. Hal ini berarti jika rata-rata lama sekolah bertambah 1 tahun, tingkat kemiskinan akan turun 7,271%. Hasil penelitian inisama dengan hasil kajian yang dilakukan oleh Nirwana (2013), yakni rata-rata lama sekolah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap persentase penduduk miskin. Hal ini juga sejalan dengan teori Lincolin (Kumalasari, 2011) yang mengatakan bahwa pendidikan (formal dan non formal) berperan penting untuk mengurangi kemiskinan dalam jangka panjang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, pengetahuan dan keahlian juga akan meningkat. Peningkatan pengetahuan dan keahlian seseorangakan mendorong peningkatan produktivitas yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan seseorang. 5. SIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut. a. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabel pertumbuhan ekonomi, pengeluaran per kapita
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
111
disesuaikan, dan rata-rata lama sekolah berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten Kebumen. Selain itu, 99,9% perubahan tingkat kemiskinan di Kabupaten Kebumen dapat dijelaskan oleh perubahan pertumbuhan ekonomi, pengeluaran per kapita disesuaikan, dan ratarata lama sekolah. Adapun sisanya, 0,1% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan sebagai variabel penelitian. b. Secara parsial, variabel pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran per kapita disesuaikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten Kebumen. Peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran per kapita disesuaikan akan meningkatkan tingkat kemiskinan di Kabupaten Kebumen. Hal ini menggambarkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Kebumen belum berkualitas. Oleh karena itu, pemerintah daerah hendaknya fokus pada pemerataan pembangunan sehingga tingginya pertumbuhan ekonomi tersebut benar-benar dirasakan manfaatnya oleh penduduk miskin di Kabupaten Kebumen. c. Variabel rata-rata lama sekolah, secara parsial, berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten Kebumen. Peningkatan rata-rata lama sekolah akan mampu menurunkan tingkat kemiskinan di Kabupaten Kebumen. Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan dapat dijadikan sebagai instrumen dalam pengentasan kemiskinan. Oleh karena itu, pemerintah daerah hendaknya berupaya menyediakan dan meningkatkan saranaprasarana pendidikan di berbagai jenjang. Selain itu, pemerintah daerah hendaknya membuka akses pendidikan agar setiap anak dapat melanjutkan sekolah.Harapannya, dengan semakin tingginya tingkat pendidikan seseorang,pengetahuan, keterampilan dan produktivitas akan meningkat. Peningkatan produktivitas inilah yang nantinya secara tidak langsung akan meningkatkan kesejahteraan seseorang. 6. REFERENSI Al Jundi, M. 2014. Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan Provinsi-provinsi di Indonesia. Skripsi.
112
Semarang: Universitas Diponegoro Semarang. Badan Pusat Statistik. 2014. Indeks Pembangunan Manusia (Metode Baru). Jakarta: Badan Pusat Statistik. Bidang Statistik Sosial BPS Provinsi Jawa Tengah. 2017. Data dan Informasi Kemiskinan Jawa Tengah 2011 - 2015. Semarang: BPS Provinsi Jawa Tengah. BPS Provinsi Jawa Tengah. 2017. Perkembangan Kondisi Sosial Ekonomi Jawa Tengah 2016. Semarang: BPS Provinsi Jawa Tengah. Kumalasari, M. 2011. Analisis Pertumbuhan Ekonomi, Angka Harapan Hidup, Angka Melek Huruf, Rata-rata Lama Sekolah, Pengeluaran Perkapita, dan Jumlah Penduduk Terhadap Tingkat Kemiskinan di Jawa Tengah. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro Semarang. Nirwana, I. D. 2013. Pengaruh Variabel Pendidikan Terhadap Persentase Penduduk Miskin (Studi Pada 33 Provinsi di Indonesia, 6 Provinsi di Pulau Jawa, dan 27 Provinsi di Luar Pulau Jawa Pada Tahun 2006 - 2011). Jurnal Ilmiah. Malang: Universitas Brawijaya. Prastyo, A. A. 2010. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan (Studi Kasus Pada 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2003 - 2007). Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro Semarang. Riyani, L. 2014. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan di Jawa Tengah Tahun 1991 - 2001. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Zuhdiyaty, N., & Kaluge, D. 2017. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan di Indonesia Selama Lima Tahun Terakhir (Studi Kasus Pada 33 Provinsi). JIBEKA, Vol. 11, 27 – 31
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
PENINGKATAN KUALITAS STATISTIK PRODUK SECARA KONTINU DENGAN METODE DMAIC (STUDI KASUS: PRODUKSI KAYU LAPIS) 1,2
Sidiq Ayu Fitriani1), Edy Widodo2) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan, Universitas Islam Indonesia 1 email:
[email protected] 2
[email protected]
Abstrak Perkembangan teknologi di Indonesia membuat dunia industri semakin mampu menghasilkan berbagai macam produk kebutuhan manusia. Persaingan dalam dunia industri pun semakin meningkat. Setiap perusahaan berusaha untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Untuk memenuhi kebutuhan konsumen, sebuah produk harus diproduksi dengan proses yang stabil. Banyaknya perusahaan yang memproduksi kayu lapis membuat perusahaan harus lebih meningkatkan kualitas produksinya. Jika tidak, pelanggan akan memilih produk lain dengan kualitas yang lebih baik. DMAIC merupakan suatu pendekatan yang terbukti untuk mengurangi defect (kecacatan) dan meningkatkan kualitas dengan berkesinambungan. Dengan metode ini diharapkan perusahaan dapat meminimalisir cacat produk dan biaya produksi dengan menghasilkan produk yang sesuai dengan spesifikasi pelanggan. Analisis dilakukan dengan bantuan DPMO,histogram, diagram pengendali-p, diagram pengendali ̅ R, indeks kapabilitas, dan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Dari hasil analisis tersebut didapatkan bahwa proses yang terjadi belum layak dan masih butuh perbaikan seperti ketelitian pekerja dalam mengukur kayu terutama dalam pengukuran lebar dan tebal kayu untuk mengurangi produk cacat serta mengurangi variasi pada produk. Dari hasil analisis tersebut terbukti bahwa DMAIC dapat digunakan untuk peningkatan kualitas. Kata Kunci: DMAIC, produk, kualitas. 1. PENDAHULUAN Perkembangan teknologi yang semakin pesat membawa kemajuan dalam segala aspek, terutama perkembangan dalam dunia industri. Industri semakin mampu menghasilkan berbagai macam produk kebutuhan manusia, akan terus ada pengembangan produk baru, perubahan permintaan konsumen, serta persaingan antar industri, sehingga target mutu seharusnya selalu meningkat dan tidak statis. Adanya variasi produk dengan fungsi yang sama membuat konsumen semakin selektif dalam memilih produk yang akan dikonsumsinya. Konsumen selalu menuntut dan mengharapkan produk yang dibelinya dalam keadaan baik. Bila suatu produk dirasakan oleh konsumen kurang baik, konsumen akan berpindah ke produk sejenis yang lain. Dan hal ini akan menyebabkan penurunan laba atau kerugian bagi perusahan, bahkan bila berlanjut terus dapat menyebabkan penghentian produksi karena konsumen tidak menginginkan produk itu lagi (Anonim, 2013). Masalah mendasar dalam sebuah perusahaan yang berhubungan dengan kualitas adalah bagaimana untuk bisa memenuhi
harapan pelanggan. Jika harapan pelanggan didefinisikan, berarti harus dilakukan pengukuran bagaimana cara untuk memenuhi kebutuhan pelanggan tersebut. Sebuah produk yang cocok digunakan harus diproduksi dalam proses yang stabil, yang berarti proses harus mampu menghasilkan produk dengan variabilitas yang wajar dari indeks mutu yang dinyatakan dalam target pelanggan atau dalam nilai nominal (Gejdoš, 2015). Kayu lapis adalah panel kayu yang tersusun dari lapisan veener dibagian luarnya, sedangkan dibagian intinya (core) bisa berupa veener atau material lain, diikat dengan lem kemudian di-press (ditekan) sedemikian rupa sehingga menjadi panel yang kuat (Sumber: BPS). Banyaknya perusahaan yang memproduksi kayu lapis membuat perusahaan harus lebih meningkatkan kualitas produksinya. Jika tidak, pelanggan akan memilih produk lain dengan kualitas yang lebih terjamin. Terdapat sebuah perusahaan yang memproduksi kayu lapis. Dalam produksinya ditemukan beberapa produk cacat. Analisis
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
113
dilakukan untuk mengetahui variabel mana yang paling banyak menyebabkan cacat produk dan untuk mengetahui level kualitas pada perusahaan kayu lapis tersebut.
terus-menerus dan tiada pernah berhenti (Suardi, 2003).
DMAIC yang merupakan kepanjangan dari Define, Measure, Analyze, Improve, dan Control awalnya dikembangkan sebagai bagian dari kerangka Six Sigma. Merupakan suatu pendekatan yang terbukti untuk menghilangkan defect (kecacatan) dan meningkatkan kualitas yang berkaitan dengan metrik bisnis. DMAIC merupakan pendekatan yang sangat sederhana dan praktis. Tahapan dari pendekatan ini berupa penentuan masalah, pengukuran kemampuan dan tujuan, analisis data sebagai cara memahami masalah, peningkatan proses dan mengurangi penyebab masalah, dan pelaksanaan kontrol proses jangka panjang (Anonim, 2015).
Menurut Pande dkk (Gejdoš. 2015) DMAIC (adalah singkatan dari Define, Measure, Analyze, Improve and Control) mengacu pada siklus perbaikan yang digunakan untuk meningkatkan, mengoptimalkan, dan menstabilkan proses bisnis dan desain. Siklus perbaikan DMAIC adalah alat utama yang digunakan untuk menggerakkan proyek Six Sigma. Namun, DMAIC tidak hanya untuk Six Sigma dan dapat digunakan sebagai kerangka untuk penerapan perbaikan lainnya.
Six sigma dimulai dengan penekanan cara pengukuran kualitas yang berlaku secara umum. Dalam terminologi six sigma, sebuah defect atau ketidakcocokan adalah kekeliruan atau kesalahan yang diterima pelanggan. Kualitas output diukur dalam tingkat kecacatan per unit (DPU) (Syukron dan Kholil, 2012). 2. KAJIAN LITERATUR Proses industri harus dipandang sebagai suatu perbaikan terus-menerus (continuous improvement), yang dimulai dari sederet siklus sejak adanya ide-ide untuk menghasilkan produk, pengembangan produk, proses produksi, sampai distribusi kepada konsumen. Seterusnya berdasarkan informasi sebagai umpan-balik yang dikumpulkan dari pengguna produk itu (konsumen) dapat mengembangkan ide-ide untuk menciptakan produk baru atau memperbaiki produk lama beserta proses produksi saat ini (Gaspersz, 1998). Pada continuous improvement terjadi proses pendekatan yang terus-menerus dan dilakukan dengan segera setelah terjadi penyempurnaan. Hal ini akan menjadi standar dan tantangan untuk melakukan penyempurnaan lagi. Peningkatan yang baru dilakukan, direvisi, dan diganti untuk mencapai nilai yang baru dan lebih baik. Dengan kata lain, terjadi peningkatan yang
114
2.1.
DMAIC
Define merupakan langkah operasional pertama dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini perlu mendefinisikan beberapa hal yang terkait dengan kriteria proyek pemilihan Six sigma. Pada tahap measure terdapat tiga hal pokok yang harus dilakukan, yaitu memilih atau menentukan karakteristik kualitas, mengembangkan suatu rencana pengumpulan data, dan mengukur kinerja sekarang (current performance) pada tingkat proses, output, dan/ atau outcome untuk ditetapkan sebagai baseline kinerja (performance baseline). Pada tahap analyze perlu dilakukan beberapa hal seperti menentukan stabilitas (stability) dan kapabilitas/kemampuan (capability) dari proses, menetapkan target-target kinerja dari karakteristik kualitas kunci (CQT) yang akan ditingkatkan dalam Six Sigma, mengidentifikasi sumber-sumber dan akar penyebab kecacatan atau kegagalan.Tujuan dari langkah imporove adalah untuk mengidentifikasi, menguji dan menerapkan solusi untuk masalah, baik sebagian atau seluruh masalah. Pada tahap control hasil-hasil peningkatan kualitas didokumentasikan dan disebarluaskan. Selanjutnya, perbaikan pada area lain dalam proses atau organisasi bisnis ditetapkan sebagai proyek-proyek baru yang harus mengikuti siklus DMAIC (Gaspersz, 2002). 2.2.
Proses Pengendalian Statistik Untuk memeriksa atau menguji kualitas ke dalam suatu produk tidak bisa dilakukan, kecuali produk itu harus dibuat dengan benar
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
sejak awal. Ini berarti bahwa proses produksi harus stabil dan mampu beroperasi sedemikian hingga sebenarnya semua produk yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi. Pengendalian proses statistik pada jalur adalah alat utama yang digunakan dalam membuat produk dengan benar sejak awal. Grafik pengendali adalah macam prosedur pengendalian proses statistik pada jalur yang paling sederhana (Montgomery, 1990).
menunjukkan karakteristik kualitas yang sesuai dengan spesifikasi atau tidak sesuai dengan spesifikasi (Irwan dan Didi, 2015). Grafik pengendali-p adalah perbandingan antara jumlah produk yang cacat dengan total produksi seluruhnya.
2.2.1. DPMO Ukuran kegagalan dalam program peningkatan kualitas Six Sigma yang menunjukkan kegagalan per sejuta kesempatan atau defect per million opportunities (DPMO) (Effendy dkk, 2007).DPMO dirumuskan sebagai berikut (Syukron dan Kholil, 2012).
1. Menghitung untuk setiap subgroup nilai proporsi unit yang cacat
D DPMO 1.000.000 O U
Berikut untuk langkah-langkah pembuatan diagram pengendali-p (Irwan dan Didi, 2015).
pi ; i 1,2,...m n
pˆ i
................ (2)
dengan pˆ i = proporsi cacat pada setiap sampel;
pi = banyaknya produk cacat; dan n = ukuran ............ (1)
dimana D(defect) adalah jumlah cacat yang ditemukan, O(opportunity) adalah jumlah kemungkinan cacat pada setiap unit produk dan U(unit) adalah total produk. Kemudian nilai DPMO tersebut dikonversikan dengan level kualitas (sigma) berdasarkan pada tabel konversi DPMO untuk mengetahui perusahaan tersebut sudah mencapai berapa level kualitas. 2.2.2. Histogram Histogram juga merupakan salah satu alat dari tujuh alat pengendalian kualitas. Manfaat dari penggunaan histogram adalah untuk memberikan informasi mengenai variasi dalam proses dan membantu manajemen dalam membuat keputusan dalam upaya peningkatan proses yang berkesimbungan (Continous Process Improvement) (Budi, 2016). 2.2.3. Grafik Pengendali a. Grafik Pengendali-p Karakteristik kualitas dapat dipilih dengan kategori unit ke yang cacat dan yang tidak cacat. Karakteristik kualitas seperti ini disebut dengan jenis atribut. Dalam proses produksi terkadang ada kesahan ataupun hasil produksi yang tidak sesuai dengan keinginan. Dalam hal ini dapat menggunakan pengendalian kualitas statistik data atribut. Data atribut dalam pengendalian kualitas
subgroup. 2. Menghitung nilai rata-rata dari sampel p, yaitu ̅ dapat dihitung dengan m
p
pˆ i 1
m
i
m
dengan p =
p
i 1
i
................ (3)
n.m
garis
pusat
peta
pengendali
proporsi kesalahan; pi = proporsi kesalahan setiap sampel dalam setiap observasi; n = banyaknya sampel yang diambil tiap observasi; dan m = banyaknya observasi yang dilakukan. 3. Menghitung kendali-p
batas
kendali
dari
UCL p 3
p(1 p) ........... (4) n
LCL p 3
p(1 p) ............. (5) n
peta
4. Plot data proporsi (persentase) unit cacat serta amati apakah data berada dalam pengendalian atau tidak.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
115
Gambar 2.2.Peta kendali ̅ R (Sumber: Irwan dan Haryono, 2015). Gambar 2.1. Contoh peta pengendali-p (Irwan dan Haryono, 2015).
b. Grafik Pengendali ̅ R Grafik kendali tepat bagi pengambil keputusan karena model akan melihat yang baik dan yang buruk. Grafik kendali memang tepat dalam menyelesaikan masalah melalui perbaikan kualitas, walaupun ada kelemahan apabila digunakan untuk memonitor atau mempertahankan proses. Batas pengendali atas (UCL) dan batas pengendali bawah (LCL) untuk grafik pengendali rata-ratanya adalah (Ariani, 2004).
2.2.4. Indeks Kapabilitas Nilai indeks kemampuan proses (Cpk) mewakili kemampuan sesungguhnya dari suatu proses dengan parameter nilai tertentu. Nilai Cpk dibentuk dengan persamaan berikut. [
] (
)
( )
dimanaUSL (Upper Specification Limit) adalah batas spesifikasi atas yang telah ditetapkan perusahaan, LSL (Upper Specification Limit) adalah batas spesifikasi bawah yang telah ditetapkan perusahaan, µ adalah rata-rata proses dan σ adalah standar deviasi.
dimana UCL (Upper Control Limit) adalah batas kendali atas, LCL (Lower Control Limit) = batas kendali bawah, A2 adalah nilai tabel diagram pengendali dan ̿ adalah nilai ratarata seluruh observasi.
Jika CPU ≥ 1, maka proses tersebut baik (capable), jika CPL< 1, maka proses kurang baik (not capable). Nilai cpk ini menunjukkan kemampuan sesungguhnya dari proses dengan nilai-nilai parameter yang ada. Apabila nilai rata-rata yang sesungguhnya sama dengan nilai tengah, maka sebenarnya nilai Cpk= nilai Cp. Semakin tinggi indeks kemampuan proses maka semakin sedikit produk yang berada di luar batas-batas spesifikasi.
Suatu proses dikatakan berada dalam kendali statistik jika nilai pengamatan jatuh diantara garis UCL dan LCL. Dalam kondisi ini proses tidak memerlukan tindakan apapun sebagai perbaikan. Namun, jika ada nilai pengamatan yang jatuh diluar batas UCL dan LCL, itu berarti ada proses yang tidak terkendali.
2.2.5. Rancangan Acak Lengkap (RAL) Rancangan percobaan adalah suatu uji atau sederetan uji baik itu menggunakan statistika deskripsi maupun statistika inferensia, yang bertujuan untuk mengubah peubah input menjadi suatu output yang merupakan respon dari percobaan tersebut (Mattjik dan Sumertajaya, 2006).
̿
̅
( )
̿
̅
( )
Menurut Montgomery (Muhammad dkk, 2014) Rancangan Acak Lengkap (RAL) merupakan rancangan yang paling sederhana diantara rancangan-rancangan percobaan yang
116
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
lain. Dalam rancangan ini perlakuan dikenakan sepenuhnya secara acak terhadap satuan-satuan percobaan atau sebaliknya. Pola ini dikenal sebagai pengacakan lengkap atau pengacakan tanpa pembatasan. Penerapan percobaan satu faktor dalam RAL biasanya digunakan jika kondisi satuan-satuan percobaan relatif homogen. Dengan keterbatasan satuan-satuan percobaan yang bersifat homogen ini, rancangan percobaan ini digunakan untuk jumlah perlakuan dan jumlah satuan percobaan yang relatif tidak banyak. Tabel 2.1. Tabel anova RAL. Sumber keragam an Nilai tengah kolom
Galat (error) Total
Jumlah derajat
∑
JKG=JK T-JKK
∑∑
Derajat bebas
Kuadrat tengah
Fhitung
4. 4.1.
Sebuah produk kayu lapis dikatakan cacat apabila ukuran panjang, lebar, serta tebal kayu tidak memenuhi standar spesifikasi yang ditetapkan perusahaan. Jika dalam pengukuran suatu produk ditemukan hasil pengukuran salah satu variabel tersebut berada diluar batas spesifikasi, maka produk tersebut dikatakan cacat. Berdasarkan data pengamatan yang ada ditemukan beberapa faktor penyebab cacat produk. Penyebab cacat tersebut ada dalam diagram fishbone seperti berikut. Ling kun gan
k-1
HASIL DAN PEMBAHASAN Define
Manusia Pengetahuan dan ketrampilan kurang
Materi al
Motivasi Kurang Semangat tidak stabil
Produk cacat
k(n-1) (
)
Jadwal yang tidak tetap
Mesin Volume manual produksi
nk-1 Metode Kerja
Mesin
Umur peral Setting mesin berubah
Gambar 4.1 Diagram fishbone.
3.
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data pengamatan yang dilakukan oleh Dhika Nur Rofik pada pengukuran produksi kayu lapis. Variabel yang digunakan adalah panjang kayu, lebar kayu dan tebal kayu. Metode analisis data yang digunakan dalam analisis ini adalah pendekatan DMAIC dengan bantuan perhitungan DPMO, histogram, diagram pengendali-p, diagram pengendali ̅R,indeks kapabilitas, dan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Analisis ini digunakan untuk peningkatan kualitas produk kayu lapis. Hasil akhir dari penelitian ini adalah langkah peningkatan kualitas untuk meminimalisir cacat produk.
Pada produksi kayu lapis tersebut terdapat tiga variabel sesuai spesifikasi pelanggan, yaitu: No. 1. 2. 3.
Tabel 4.1. Kebutuhan pelanggan Parameter Kebutuhan Pelanggan Panjang kayu 2395 mm – 2400 mm Lebar kayu 1220 mm – 1225 mm Tebal kayu 10,5 mm – 13,5 mm
4.2.
Measure Berdasarkan data pengamatan yang ada, dilakukan perhitungan nilai DPMO (defect permillion opportunity)
6 x1.000.000 20.000 DPMO 100(3) Dari hasil perhitungan nilai DPMO tersebut kemudian dikonversikan dengan level
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
117
kualitas. Dari hasil konversi sesuai pada tabel konversi DPMO didapatkan nilai level kualitas pada perusahaan adalah sebesar 3,56. Level kualitas produk kayu lapis yang didapatkan adalah 3,56 sigma dengan 20.000 DPMO.Artinya dalam satu juta produk akan ditemukan 20.000 produk cacat. 4.3. 4.3.1.
Analyze Histogram
Gambar 4.3. Histogram lebar kayu (Sumber: Minitab). Berdasarkan hasil histogram pada tebal kayu, ada beberapa data yang berada diluar batas USL dan LSL. Data yang ada menyebar terlalu luas. Dari hasil histogram tersebut, terlihat ada beberapa produk yang belum sesuai standar, atau dikatakan produk cacat.
Gambar 4.1. Histogram panjang kayu (Sumber: Minitab). Dari hasil histogram pada panjang kayu, data pengukuran yang ada berada diantara USL dan LSL. Namun ada beberapa data yang berada dibawah USL. Artinya ada beberapa produk yang belum sesuai standar, atau dikatakan produk cacat.
Dari hasil histogram pada ketiga variabel, didapatkan terdapat produk cacat pada setiap variabel yang ada. Maka akan dilakukan rencana tindakan untuk perbaikan pada proses tersebut. 4.3.2. Grafik pengendali-p Dari hasil histogram, terlihat ada beberapa sampel produk pada setiap variabel yang berada diluar batas spesifikasi. Pembuatan diagram pengendali-p untuk melihat berapa besar proporsi cacat pada produksi kayu lapis tersebut. Berikut langkahlangkah pembuatan diagram pengendali-p.
Gambar 4.2. Histogram lebar kayu (Sumber: Minitab). Berdasarkan hasil histogram pada lebar kayu, ada beberapa data yang berada diluar batas USL dan LSL. Data yang ada menyebar terlalu luas. Dari hasil histogram tersebut, terlihat ada beberapa produk yang belum sesuai standar, atau dikatakan produk cacat.
118
Gambar 4.4. Digram pengendali-p. Dari diagram pengendali-p yang terbentuk dapat memberikan informasi kualitas dari keseluruhan karakteristik. Dari grafik pengendali yang terbentuk terlihat bahwa semua titik berada dalam batas kendali. Artinya jumlah proporsi cacat produk yang ada masih berada dalam batas kendali.
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
Meskipun demikian, akan dilakukan analisis lanjutan untuk mengetahui variabel mana yang banyak menyebabkan cacat produk. Karena produksi sudah terkendali, maka tidak perlu dilakukan revisi. 4.3.3. Grafik pengendali ̅ R Diagram pengendali ̅ R mengamati sebaran suatu variabel dan mengetahui apakah masih berada dalam batas kendali atau tidak, serta mengamati perubahan dalam penyebarannya.
Berdasarkan grafik pengendali ̅ menunjukkan bahwa ada satu observasi yang berada diluar batas pengendalian statistik dan diagram pengendali R menunjukkan kemampuan untuk tingkat ketelitian dalam ketepatan proses tidak keluar dari batas pengendali. Karena terdapat data yang berada diluar batas pengendali, maka dilakukan revisi pada grafik pengendali tersebut.
Gambar 4.7. Digram pengendali ̅ R lebar kayu yang telah direvisi (sumber: Minitab).
Gambar 4.5. Diagram pengendali ̅ R dan histogram panjang kayu (sumber: Minitab). Berdasarkan grafik pengendali ̅menunjukkan bahwa data yang berada didalam grafik kendali masih dalam batas pengendalian statistik dan diagram pengendali R menunjukkan kemampuan untuk tingkat ketelitian dalam ketepatan proses tidak keluar dari batas pengendali.
Berdasarkan grafik ̅ yang telah direvisi kemampuan untuk tingkat ketelitian dalam pengukuran tidak keluar dari batas pengendali.
Gambar 4.8 Digram pengendali ̅ tebal kayu (sumber: Minitab).
Gambar 4.6. Diagram pengendali ̅ lebar kayu (sumber: Minitab).
Berdasarkan grafik pengendali ̅ menunjukkan ada dua data yang berada diluar batas pengendalian statistik dan diagram pengendali R menunjukkan kemampuan untuk tingkat ketelitian dalam ketepatan proses tidak keluar dari batas pengendali.Karena terdapat data yang berada diluar batas pengendali, maka dilakukan revisi pada grafik pengendali tersebut.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
119
Tabel 4.3. Tabel perhitungan RAL.
Gambar 5.9. Digram pengendali ̅ R tebal kayu yang telah direvisi (Sumber: Minitab). Berdasarkan grafik ̅ yang telah direvisi kemampuan untuk tingkat ketelitian dalam pengukuran tidak keluar dari batas pengendali. 4.3.4. Indeks Kapabilitas Setelah melakukan analisis dengan diagram ̅ R dan melakukan revisi pada data yang berada diluar batas pengendali, berikutnya dilakukan perhitungan indeks kapabilitas untuk mengetahui akurasi dan ketepatan dari proses. Tabel 4.2. Nilai Cpk tiap variabel. Variabel Cpk Panjang kayu 0,31 Lebar kayu 0,097 Tebal kayu 0,29 Dari hasil perhitungan nilai Cpk ketiga variabel, didaptakan bahwa proses yang berjalan pada masing-masing variabel tersebut belum baik dan perlu dilakukan analisis lanjutan untuk melihat variabel mana yang paling berpengaruh pada cacat produk.
4.4. Improve Pada tahap improve dilakukan analisis menggunakan rancangan percobaan rancangan acak lengkap pada setiap variabel, untuk mengetahui variabel mana yang paling banyak menyebabkan defect.
120
Variabel
p-value
Panjang kayu
0,353
Lebar kayu
0,00
Tebal kayu
0,007
α
Keputusan Gagal Tolak H0
0,05
Tolak H0 Tolak H0
Dari hasil analsisi tersebut, didapatkan pada variabel panjang kayu rata-rata tiap sampel sama, sedangkan pada variabel lebar kayu dan tebal kayu terdapat hasil observasi yang memberikan respon berbeda. Artinya pada pengukuran lebar dantebal kayu belum baik karena masih menimbulkan hasil yang berbeda. Dari uji RAL pada masing-masing variabel dapat diambil kesimpulan bahwa penyebab cacat terbanyak adalah pada pengukuranlebar kayu dan tebal kayu. 4.5. Control Berdasarkan hasil pada tahap improve, selanjutnya pada tahap control adalah lebih mengawasi dan memperhatikan pada pengukuran lebar kayu dan tebal kayu untuk meminimalisir cacat produk yang ada.
5. KESIMPULAN Dari hasil analisis dengan pendekatan DMAIC didapatkan level kualitas pada produksi kayu lapis adalah 3,56 sigma dengan 20.000 DPMO. Pada pengujian indeks kapabilitas didapatkan hasil bahwa proses pada ketiga variabel belum berjalan dengan baik. Untuk meningkatkan level kualitas pada perusahaan kayu lapis ini dapat dilakukan dengan mengawasi dan memperhatikan pada pengukuran lebar kayu dan tebal kayu untuk meminimalisir produk cacat.
6. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2013. Pengendalian Kualitas Menurut Fungsi Management. http://ilmuindustri.blogspot.co.id/2013 /11/pengendalian-kualitas-menurutfungsi.html. Diakses pada 29 Januari 2017 pukul 09.30 WIB.
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
Anonim. 2015. Lima Langkah Penerapan DMAIC. http://shiftindonesia.com/ limalangkah-penerapan-dmaic/. Diakses pada 29 Januari 2017 pukul 09.45 WIB. BPS. Konsep Kayu Lapis. https://www.bps.go.id/. Diakses pada 29 Januari 2017 pukul 11.45 WIB. Effendy, Jimmy; Mulyono, Joko dan Sianto, Martinus Edy. 2007. Perbaikan dan Peningkatan Kualitas Di Perusahaan Mie Sumber Rasa dengan Pendekatan DMAIC. Jurnal WIDYA TEKNIK Vol. 6 No. 2, 2007 (207-217). Kho, Budi. 2016. Pengertian Histogram dan Cara Membuatnya.http://ilmu manajemenindustri.com/pengertianhistogram-dan-cara-membuatnya/. Diakses pada Minggu, 19 Februari 2017 pukul 22.25 WIB. Mattjik, Ahmad Ansori dan Sumertajaya, I Made. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor: IPB Press. Muhammad, Ilham; Rusgiyono, Agus dan Mukid, Moch. Abdul. 2014. Penilaian Cara Mengajar menggunakan Rancangan AcakLengkap(Studi kasus: Cara Mengajar Dosen Jurusan Statistika UNDIP).Jurnal Gaussian, Vol3, No2, 2014, (183 – 192).
Rofik, Dhika Nur. 2016. Evaluasi Pengawasan Kualitas Produk Kayu Lapis pada CV. Cipta Usaha Mandiri. Skripsi S1 pada Jurusan Manajemen Universitas Islam Indonesia. Gaspersz, Vincent. 1998. Statistical Process Control Penerapan Teknik-Teknik Statistikal dalam Manajemen Bisnis Total. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Gaspersz, Vincent. 2002. Pedoman Implementasi Program Six Sigma Terintegrasi dengan ISO 9001:2000,MBNQA, dan HACCP. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Irwan dan Haryanto, Didi. 2015. Pengendalian Kualitas Statistik (Pendekatan Teoritis dan Aplikatif). Bandung: Alfabeta. Pavol Gejdoš. 2015. “Continuous Quality Improvement by Statistical Process Control”. Journal Procedia Economics and Finance 34 ( 2015 ) 565 – 572. Suardi, Rudi. 2003. Sistem Manajemen Mutu ISO 9000:2000 Penerapannya untuk mencapai TQM. Jakarta: PPM. Syukron, Amin dan Kholil, Muhammad. 2012. Six Sigma Quality for Bussiness Improvement. Jakarta: Graha Ilmu
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
121
PERBANDINGAN PERAMALAN EKSPOR SEKTOR AGRIKULTUR MENGGUNAKAN SINGULAR SPECTRUM ANALYSIS (SSA) DAN SEASONALARIMA Irtania Muthia Rizki1, Rani Andriani2, Gumgum Darmawan3, 1 Mahasiswa Pascasarjana Statistika Terapan FIMIPA UNPAD email:
[email protected] 2 Mahasiswa Pascasarjana Statistika Terapan FMIPA UNPAD email:
[email protected] 3 Departemen Statistika FMIPA UNPAD email:
[email protected]
Abstrak Seiring dengan perkembangan zaman, lahan pertanian semakin berkurang, disebabkan oleh peningkatan alih sektor pertanian ke sektor industri. Besarnya tingkat pengalihan serta jumlah tenaga kerja yang menurun menyebabkan kekurangan terhadap ketersediaan pangan. Dengan kondisi seperti ini negara-negara agraris seperti Indonesia memiliki peluang untuk memasarkan hasil pertaniannya. Guna memanfaatkan besarnya peluang petanian pada pasar dunia maka daerah-daerah utama penghasil pertanian di Indonesia perlu dipertahankan. Ekspor pertanian (agrikultur) selain sebagai penyedia pangan, juga penyedia lapangan pekerjaan serta penyumbang devisa negara. Karena besarnya manfaat dari ekspor agrikultur tersebut maka perlu dilakukan peramalan agar dapat digunakan sebagai informasi bagi pemerintah serta dunia usaha dalam meningkatkan ekspor dari sektor agrikultur tersebut. Data ekspor sektor agrikultur merupakan data musiman yang memiliki periode 12. Untuk meramalkannya dapat digunakan metode SARIMA dan SSA yang digunakan untuk data musiman. Hasil analisis menunjukkan metode SSA menghasilkan nilai MAPE yang lebih kecil yaitu sebesar 9,95%, yang artinya metode ini lebih baik untuk digunakan. Hasil peramalan menunjukkan ekspor sektor agrikultur bulan April sebesar 377.9908 Juta US$, untuk bulan Mei sebesar 402.6907 Juta US$, bulan Juni sebesar 404.7789 Juta US$ dan untuk bulan Juli sebesar 392.6011 Juta US$. Kata Kunci :
1.
Ekspor Sektor Agrikultur , Seasonal Autoregressive Integrated Moving Average (SARIMA), Singular Spectrum Analysis (SSA)
PENDAHULUAN Indonesia dikenal memiliki tanah yang luas dan subur, sehingga menghasilkan hasil pertanian yang melimpah. Pertanian di Indonesia merupakan sektor penggerak perekonomian yang penting. Selain sebagai penyedia pangan, pertanian juga penyedia lapangan pekerjaan serta penyumbang devisa melalui ekspor. Seiring dengan perkembangan zaman, lahan pertanian semakin berkurang, disebabkan oleh peningkatan alih sektor pertanian ke sektor industri. Lahan yang awalnya digunakan sebagai lahan pertanian dialihkan guna perluasan pemukiman penduduk atau pendirian perusahaan ataupun mall. Selain itu menurunnya jumlah tenaga
122
kerja di sektor pertanian juga menjadi ancaman pada produktifitas pertanian. Besarnya tingkat pengalihan serta jumlah tenaga kerja yang menurun menyebabkan kekurangan terhadap ketersediaan pangan. Kondisi seperti ini negara-negara agraris seperti Indonesia memiliki peluang untuk memasarkan hasil pertaniannya ke pasar internasional. Besarnya peluang Indonesia dalam memasarkan hasil pertanian di pasar Internasional harus dimanfaatkan, yaitu dengan mempersiapkan dan lain sebagainya. Peningkatan ilmu pengetahuan serta teknologi perlu ditingkatkan agar petani dapat mengelola lahan pertanian secara efisien dan mampu
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
meningkatkan produktivitasnya seiring peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Guna memanfaatkan peluang pada pasar dunia sehingga daerah-daerah penghasil utama pertanian perlu dipertahankan. Di Indonesia komoditi penyumbang ekspor terbesar merupakan kelapa sawit, rempah-rempah dan kakao. Berdasarkan data dari Kementrian Perdagangan hasil dari ekspor pertanian (agrikultur) yaitu pada Januari 2017 adalah sebesar 419 juta US$. Besarnya hasil ekspor pada sektor agrikultur terhadap devisa Negara maka perlu dilakukan peramalan terhadap hasil ekspor tersebut agar selalu mengalami peningkatan. Jika dalam hasil peramalan mengalami penurunan maka pemerintah dapat melakukan kebijakan atau perencana tertentu. Analisis yang sama mengenai peramalan ekspor agrikultur Indonesia pernah dilakukan Pujiyati (2001). Namun penelitian ini tidak memperhatikan musiman yang terjadi pada data ekspor agrikultur. Karena itu penelitian ini melakukan perbandingan antara metode SARIMA (Seasonal Autoregressive Integrated Moving Average) dengan metode SSA (Singular Spectrum Analysis). Metode SARIMA dan Metode SSA merupakan metode yang digunakan untuk menangani data musiman. Kedua metode ini digunakan untuk melihat model yang terbaik karena data dari ekspor sektor agrikultur. Berdasarkan uraian tersebut, masalah yang dapat diidentifikasi dari penelitian ini adalah metode yang terbaik dapat digunakan untuk memprediksi ekspor sektor agrikultur serta peramalan rata-rata ekspor sektor agrikultur pada bulan April hingga bulan Juli tahun 2017. 2.
KAJIAN LITERATUR Pada penelitian ini, akan dikaji 2 metode untuk data musiman yaitu SSA dan metode SARIMA sehingga didapatkan model terbaik untuk peramalan data ekspor sektor agrikultur. 2.1 SARIMA (Seasonal Autoregressive Integrated Moving Average)
Musiman adalah kecenderungan mengulangi pola tingkah gerak dalam periode musiman. Model SARIMA merupakan model ARIMA yang digunakan untuk menyelesaikan data deret waktu musiman yang terdiri dari dua bagian, yaitu bagian tak musiman dan bagian musiman (Neswin & Retno,2015). Bagian non-musiman dari metode ini adalah model ARIMA. Secara umum bentuk model SARIMA (p,d, q)(P, D, Q)S adalah (Wei,2006) : P B ΦP B S (1 B)d (1 B S ) D Zt q B ΘQ ( B S )at
..(1) dimana = variabel respon waktu ke-t, = error pada waktu t, ( ) = pembeda periode d non seasonal, ( ) = pembeda ( ) = operator AR (p) periode D seasonal, ( ) = operator AR(p) non seasonal, ( ) = operator MA(q) non seasonal, seasonal, ( ) = operator MA(q) seasonal, = konstanta Langkah-langkah pemodelan metode SARIMA (Seasonal Autoregressive Integrated Moving Average) adalah mengidentifikasi model, melakukan pendugaan parameter model, memeriksa residual, barulah model digunakan untuk peramalan jika model memenuhi syarat. Dalam melakukan pemodelan data menggunakan SARIMA diperlukan data yang stasioner dalam rata-rata maupun stasioner dalam varians. Untuk melihat kestasioneran data bisa dilihat dari plot data, plot ACF serta plot PACF nya. Ketidakstasioneran data dalam means dapat diatasi dengan proses pembedaan (differencing), sedangkan kestasioneran data dalam varians dapat dilihat dengan transformasi berdasarkan nilai . Setelah data yang digunakan stasioner maka langkah selanjutnya dilakukan penaksiran dan pengujian parameter. Dalam menentukan model SARIMA yang terbaik, harus memperhatikan: a. Signifikansi Parameter
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
123
Model peramalan yang diperoleh diuji signifikansi parameter modelnya dengan hipotesis bahwa estimasi parameter 0 melawan hipotesis alternatif estimasi alternatif tidak sama dengan 0. Dimana statistik uji ( ): (
)
…(2)
hipotesis akan ditolak jika b.
Residual Berdistribusi Normal Pengujian kenormalan dari residual dapat dilakukan dengan menggunakan KolmogorovSmirnov dengan hipotesis residual berdistribusi normal melawan hipotesis alternatif residual tidak berdistribusi normal. c. Residual Bersifat White Noise Suatu residual model bersifat white noise artinya residual model tersebut telah memenuhi asumsi identik (variasi residual homogen) serta independen (antar residual tidak berkorelasi). Pengujian white noise dilakukan dengan menggunakan uji LjungBox. Hipotesis dari uji Ljung-Box yaitu residual white noise melawan hipotesis alternatif residual tidak white noise. 2.2 SSA (Singular Spectrum Analysis) SSA (Singular Spectrum Analysis) merupakan teknik analisis deret waktu dan peramalan yang menggabungkan unsur analisis klasik time series, multivariate statistics, multivariate geometric, dynamical system, dan signal processing. Metode ini merupakan metode time series yang powerful dan bersifat non-parametrik. Pendekatan dari metode ini berbeda dengan metode peramalan bersifat parametrik yang membutuhkan asumsi data stasioner yang dapat digambarkan secara praktis stasioner pada nilai tengah (mean), varians, dan lainlain. Metode ini didasarkan pada nilai dekomposisi singular dari matriks khusus yang dibangun pada waktu tertentu. Baik model parametrik atau stasioneritas diasumsikan untuk kurun waktu tertentu. Hal ini membuat SSA metode bebas model sehingga
124
memungkinkan SSA memiliki rentang sangat luas penerapanya. Pengelompokkan komponen-komponen yang ada dalam deret waktu dengan menggunakan metode SSA (Singular Spectrum Analysis) akan mendukung hasil peramalan yang baik dengan menunjukkan MSE atau MAPE dari nilai ramalan dan nilai sesungguhnya. Selain itu, hasil rekonstruksinya akan lebih mendekatkan hasil peramalan dengan data sebenarnya. Dalam algoritma SSA, misalkan terdapat ( ) data deret waktu dengan panjang N. Diasumsikan bahwa N >2 dan tidak terdapat data hilang atau dapat ditulis . Algoritma dasar SSA terdiri dari dua buah tahap yaitu dekomposisi dan rekonstruksi (Golyandina & Zhigljavsky, 2013). 2.2.1 Dekomposisi Pada proses dekomposisi terdapat dua buah proses yaitu proses Embedding dan proses SVD (Singular Value Decomposition). a. Embedding Langkah pertama pada tahap dekomposisi adalah embedding yaitu memetakan data deret waktu pada lag vektor yang berukuran L dengan . ( ) ( ) …(3) Dari lag vektor tersebut kemudian dibentuk matriks lintasan berukuran L x K dengan semua elemen pada anti diagonalnya bernilai sama. X X1 : : X N xL x1 x2 x …(4) xK 1 x3 2 L,K ( xij )i , j 1 xN xL xL 1 Lag vektor Xi adalah kolom pada matriks lintasan X. Tahap ini merupakan penentuan parameter window length (L) dengan ketentuan (Golyandina & Zhigljavsky, 2013). b. SVD (Singular Value Decomposition)
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
Langkah selanjutnya yaitu tahap dekomposisi adalah membuat Singular Value Decomposition (SVD) dari matriks lintasan. Diketahui bahwa matriks S = XXT dan dinotasikan dengan yang merupakan eigen value dari matriks S dengan urutan yang menurun dan merupakan eigen vector dari matriks S. Rank dari matriks X dapat ditunjukkan * + dan dengan √ dengan i = 1, …, d. SVD dari matriks lintasan dapat ditulis sebagai berikut : …(5) dimana
√
, sehingga :
√ √ √ Matriks X terbentuk dari eigen vector Ui, singular value √ dan principal component . Ketiga elemen pembentuk SVD ini disebut dengan eigentriple (Darmawan dkk, 2015). 2.2.2 Rekonstruksi Parameter yang memiliki peran penting dalam tahapan rekonstruksi adalah grouping effect (r). Pada tahap ini terdapat 2 proses yaitu: a. Eigentriple Grouping Pada langkah ini, matriks lintasan berukuran L x K diuraikan menjadi beberapa sub-kelompok yaitu pola tren, musiman, periodic, dan noise. Pengelompokkan berhubungan erat dengan pemecahan matriks Xi menjadi beberapa kelompok dan menjumlahkan matriks dalam masing-masing kelompok. Matriks Xi akan dipartisi ke dalam m subset disjoin * +. Misalkan * + matriks resultan XI dengan indeks sesuai dengan kelompok I yang dapat didefinisikan sebagai . Kemudian Xi disesuaikan dengan kelompok * +, maka dapat diekspansi menjadi (Darmawan dkk, 2015): …(6) b. Diagonal Averaging
Pada tahap ini akan dilakukan transformasi dari hasil pengelompokkan matriks ke dalam seri baru dengan panjang N. Misalkan F merupakan matriks berdimensi L x K dengan masing-masing elemen , dimana 1 ≤ i ≤ L dan 1 ≤ j ≤ K. Diketahui bahwa ( ), ( ) dan . Diperoleh jika L < K dan untuk lainnya. Dengan menggunakan diagonal averaging, maka matriks Y ditransformasi ke dalam seri dengan rumus sebagai berikut : 1 i untuk 1 i L 1 ak ,i j 1 Pj ,k i j 1 1 L f k ak ,i j 1 Pj ,k untuk L i N L 1 L j 1 …(8) L 1 a P untuk N L 2 iN k ,i j 1 j ,k N i 1 j i N L
dengan mengaplikasikan persamaan diatas pada matriks resultan akan membentuk deret ( )
( )
̃( ) ( ̃ ̃ ). Oleh karena itu, deret asli akan didekomposisikan menjadi jumlah dari m deret : ∑ ̃ ( ). …(7) (Darmawan dkk, 2015) Dari kedua metode yang digunakan yaitu SARIMA dan SSA akan dihitung kriteria pemilihan model terbaik. Dibutuhkan kriteria untuk menentukan model yang terbaik dan akurat. Pemilihan model terbaik salah satunya dapat menggunakan Mean Absolute Percentage Error (MAPE) yaitu ∑
|
̂
|
…(8)
3.
METODE PENELITIAN Pada penelitian ini digunakan data ekspor sektor agrikultur pada periode April hingga Juli 2017. Data yang digunakan merupakan data dari kementrian perdagangan Januari 2009 hingga Januari 2017. Data ekspor sektor agrikultur merupakan data dalam satuan juta US$. Dalam komputasinya untuk SARIMA
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
125
…(7)
Series data
Plot Ekspor Sektor Agrikultur Berdasarkan plot di atas tampak bahwa data yang digunakan mengalami kenaikan dari Januari 2009 hingga pertengahan tahun 2010, namun setela itu sampai dengan Januari tahun 2017 data berfluktuatif di sekitar rata-rata. Dari plot data di atas juga didapatkan bahwa data ekspor sektor agrikultur diduga memiliki pola musiman. Selanjutnya juga akan di plotAutocorrelation Function (ACF) dan plot Partial Autocorrelation Function (PACF) dari Series data data. Plotnya adalah sebagai berikut :
-0.2
0.0
ACF
0.2
0.4
Gambar 1
0
2
4 Lag
126
6
8
0.3 0.2 0.1 0.0 -0.1 -0.2
HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam analisis akan dilakukan pembandingan peramalan jika menggunakan metode SARIMA dan menggunakan metode Singular Spectrum Analysis (SSA). Sebelum melakukan analisis data, maka terlebih dahulu dilakukan eksplorasi data berupa plot data yang digunakan. Berikut adalah plot data :
Partial ACF
4.
0.4
menggunakan software Minitab 16 dan untuk SSA dengan software R 3.3.0.
0
2
4
6
Lag
Gambar 2 Plot PACF Data Dari plot ACF dan PACF tampak bahwa ACF membentuk pola cut off di lag 3 serta tampak bahwa data memiliki pola musiman, selain itu dari plot ACF juga dapat diketahui bahwa data yang digunakan merupakan data sort memory. Sementara untuk PACF cut off di lag 1. 4.1 Seasonal Autoregressive Integrated Moving Average (SARIMA) Metode SARIMA merupakan salah satu model analisis untuk data runtut waktu yang mempunyai pola musiman. Proses pemodelan data pada metode ini melalui tahapan identifikasi model, tahap penaksiran parameter, diagnostic checking, dan penerapan model. Metode SARIMA ini dapat dilakukan pada data musiman sort memory yang memiliki parameter pembeda (d) berupa bilangan bulat. Hasil dari pengecekan parameter pembeda untuk data ekspor sektor agrikultur menggunakan macro R didapatkan d sebesar 0,072. Parameter pembeda sebesar 0,072 dianggap sebagai bilangan bulat 0. Analisis data dengan metode ini menggunakan software Minitab 16. Pada metode ini akan dilihat terlebih dahulu periode musiman dari data yang digunakan, dimana pada data ekspor sektor agrikultur memiliki periode 12. Setelah dilakukan pengecekan periode maka langkah selanjutnya akan dilihat pola Autocorrelation Function (ACF) dan Partial Autocorrelation Function (PACF) dari data insample. Dari plot data, plot ACF dan plot PACF maka akan terlihat apakah data
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
8
stasioner, pada data ekspor sektor agrikultur data telah stasioner dalam rata-rata namun belum stasioner dalam varians, sehingga dilakukan transformasi. Selanjutnya dari plot ACF dan PACF pada data yang telah stasioner menunjukkan pola cut off, dari plot ini akan terlihat model SARIMA apa yang baik digunakan. Model SARIMA yang diduga sesuai adalah sebagai berikut: Tabel 4.1 Estimasi Parameter No 1 2 3 4 5 6
Model SARIMA (1,0,0)(1,1,0)12 SARIMA (1,0,1)(1,1,0)12 SARIMA (1,0,1)(1,1,1)12 SARIMA (0,0,1)(0,1,1)12 SARIMA (0,0,1)(1,1,1)12 SARIMA (1,1,0)(1,1,1)12
Uji Signifikansi Model Tidak Signifikan Signifikan Tidak Signifikan Tidak Signifikan Tidak Signifikan Tidak Signifikan
Uji White Noise White Noise White Noise White Noise White Noise White Noise Tidak White Noise
Normalitas Normal Normal Normal Normal Normal Normal
MAPE 13.81% 10.51% 12.00% 17.52% 16.32% 6.32%
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa SARIMA (1,0,1)(1,1,0)12 yang memenuhi uji signifikansi model, white noise dan residual berdistribusi normal. Sehingga model ini yang paling baik digunakan untuk meramalkan data. Tahapan berikutnya yaitu tahapan penaksiran parameter berdasarkan model SARIMA (1,0,1)(1,1,0)12. Hasil analisis yang didapatkan adalah seperti tabel di bawah: Tabel 4.2 Estimasi Parameter Type AR 1 SAR 12 MA 1 Constant
Coef 0.8725 -0.3234 0.7161 0.007644
SE Coef 0.1824 0.1197 0.2413 0.0052
t 4.78 -2.70 2.97 1.46
P value 0.000 0.009 0.004 0.149
Setelah didapatkan model yang memiliki parameter signifikan maka langkah selanjutnya yaitu tahapan diagnostic checking terdiri dari pengecekan asumsi normalitas residual. Hasil pengecekan normalitas residual menggunakan Kolmogorov Smirnov menghasilkan nilai p value 0,150 yang bernilai lebih besar dari alpha sehingga dapat dikatakan residual berdistribusi normal. Pada tahap diagnostic checking, juga dilakukan pengujian L-jung Box yang memberikan hasil sebagai berikut: Tabel 4.3 Uji Ljung Box Lag Chi-Square Df P-Value
12 12.8 8 0.120
24 30.2 20 0.067
36 42.0 32 0.112
48 51.0 44 0.217
Hasil pengujian Ljung box memberikan hasil nilai p-value yang semuanya bernilai lebih besar dari alpha yang artinya semua residual dari data sudah white noise. Jika residual berupa white noise artinya bahwa model yang terpilih sudah cocok dengan data. Sementara jika residual tidak white noise berarti harus melakukan pemilihan model ulang. Berdasarkan signifikansi dari parameter, asumsi yang telah terpenuhi serta residual yang telah white noise, maka model yang terbentuk dari SARIMA (1,0,1)(1,1,0)12 berdasarkan persamaan 1 adalah sebagai berikut:
Zt t Φ1Zt 12 Φ1Zt 24 1Zt 1 1Zt 13 1Φ1Zt 13 1Φ1Zt 25 Zt 12 Θ1at 1 at Dari Tabel 4.2, dengan memasukkan nilai parameter maka model yang terbentuk:
Zt 0.007644 0.3234 Zt 12 0.3234 Zt 24 0.8725 Zt 1 0.8725 Zt 13 0.2822 Zt 13 0.2822 Zt 25 Zt 12 0.7161at 1 at Hasil peramalan metode ini akan dihitung ketepatan peramalannya berdasarkan data insample. Untuk mengukur ketepatan dari model SARIMA (1,0,1)(1,1,0)12, untuk data ekspor sektor agrikultur maka digunakan Mean Absolute Percentage Error (MAPE). Nilai MAPE dari model SARIMA (1,0,1)(1,1,0)12 adalah sebesar 10,51%. 4.2 Singular Spectrum Analysis (SSA) Dalam proses SSA terdapat dua tahapan yang harus dilakukan yaitu Dekomposisi dan Rekonstruksi. Tahapan dekomposisi terdiri dari proses Embedding dan proses Singular Value Decomposition (SVD). Sedangkan tahapan Rekontruksi terdiri dari proses Pengelompokkan dan proses Perataan Diagonal. Proses embedding yaitu mengubah deret waktu awal yang berdimensi satu menjadi deret multidimensi yang disebut dengan matriks lintasan. Kemudian tahapan ini
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
127
Component norms
Window Length MAPE L = 10 10.17% L = 20 13.60% L = 30 14.15% L = 40 16.16% L=9 14.90% L = 11 10.56% Berdasarkan tabel di atas maka didapatkan Window Length (L) yang menghasilkan MAPE terkecil adalah ketika L=10. Maka untuk selanjutnya nilai Window Length yang digunakan adalah 10. Selanjutnya yaitu mendapat nilai K=85-10+1=75, sehingga untuk tahapan berikutnya yaitu pada proses SVD akan membuat matriks dengan L x K.. Pada Proses SVD menghasilkan 10 nilai eigentriple (√ ). 10 nilai eigentriple ini akan mendekomposisikan matriks lintasan menjadi penjumlahan dari beberapa matriks sesuai dengan nilai singularnya yang disebut dengan Singular Value Decomposition. Eigentriple terdiri dari singular value (√ ) dan √ ), eigenvector ( principal component (V1,…, VL). Nilai – nilai ini akan digunakan untuk memisahkan ke dalam beberapa komponen yaitu trend, musiman dan siklis, sehingga komponen ini dapat dikelompokkan, kemudian menjumlahkan matriks dalam setiap kelompok. Banyaknya kelompok yang terbentuk akan memperhatikan plot singular value sebagai berikut:
128
10^4.0
10^3.5
norms
merupakan tahapan untuk menentukan nilai Window Length (L). Nilai L yang mungkin yaitu . Melalui Trial and Error dilakukan pemilihan terhadap L, dengan melihat nilai Mean Absolute Persentage Error (MAPE) minimum , hasilnya sebagai berikut: Tabel 4.4 MAPE dari Pemilihan Nilai L
10^3.0
10^2.5
2
4
6
8
10
Index
Gambar 3 Singular Value Gambar 3 memperlihatkan bahwa eigenvalue pertama memiliki nilai yang paling besar. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh komponen pertama sangat besar pada pembentukan rekonstruksi sinyal. Setelah tahap dekomposisi dilakukan, selanjutnya yang dilakukan adalah rekonstruksi. Tahap ini terdiri dari grouping dan diagonal averaging. Dengan memperhatikan plot eigentriple, diperoleh bahwa terdapat 3 pengelompokkan sebagi berikut: Tabel 4.5 Nilai Principal Component Grup Komponen Eigentriple 1 Periodik (12) 1,2,3 2 Periodik (6) 6 3 Periodik (3) 4,5,7,8,9,10 Berdasarkan hasil pengelompokkan maka terbentuk sebanyak 3 grup. Maka matriks SVD akan mengalami penyesuaian sesuai hasil grouping dan eigentriple yang terkandung. Setelah ini maka masuk ke tahap diagonal averaging. Pada tahap ini, hasil dari ekspansi matriks berdasarkan proses grouping dijumlahkan untuk dihitung sesuai perhitungan diagonal averaging agar memperoleh deret baru. Untuk melakukan perhitungan ketepatan dalam melakukan peramalan dari data insample. akan dilihat dari nilai MAPE. Nilai yang didapatkan yaitu nilai MAPE sebesar 9,95%.
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”
4.3 Kecocokan Model untuk Data Ekspor sektor agrikultur Data ekspor sektor agrikultur merupakan data deret waktu yang memiliki pola musiman. Dari pengecekan data melalui macro syntax R, diketahui bahwa periode dari musiman adalah 12. Periode ini menunjukkan bahwa data membentuk pola tertentu yang berulang setiap 12 bulan. Hal ini terjadi karena permintaan akan ekspor sektor agrikultur selalu mengalami penurunan ketika lebaran Idul Fitri, penurunan ini terjadi karena konsumsi akan sektor agrikultur dalam Negeri meningkat, sehingga harus mencukupi permintaan dalam Negeri terlebih dahulu. Hasil dari peramalan data ekspor sektor agrikultur dengan metode Seasonal Autoregressive Integrated Moving Average (SARIMA) dan metode Singular Spectrum Analysis (SSA) menghasilkan ukuran ketepatan peramalan yang diukur melalui nilai MAPE menghasilkan nilai sebagai berikut: Tabel 4.6 MAPE dari Kedua Metode Model
MAPE
SARIMA (1,0,1)(1,1,0)12
10.51%
SSA 9.95% Berdasarkan tabel di atas tampak bahwa niali MAPE dari metode SSA bernilai lebih kecil dibandingkan dengan metode SARIMA (1,0,1)(1,1,0)12. Sehingga metode SSA dianggap lebih cocok untuk digunakan pada data ekspor sektor agrikultur karena memiliki nilai MAPE yang lebih kecil. Data ekspor sektor agrikultur yang digunakan yaitu data Januari 2009 hingga dengan Januari 2017. Sehingga untuk menjawab tujuan yaitu mengetahui ekspor sektor agrikultur pada lebaran Idul Fitri tahun 2017 maka perlu dilakukan peramalan sebanyak 6 data atau selama 6 bulan. Untuk mengetahui tingkat kebaikan atau keandalan dalam peramalan sepanjang 1 tahun maka dilakukan tracking signal. Hasil dari tracking signal menunjukkan hasil bahwa hingga pramalan hingga bulan Juli memiliki nilai
tracking signal bernilai lebih besar dari -5 dan kurang dari 5. Hal ini menunjukkan bahwa nilai tracking signal bernilai ±5.Menurut Bovas dan Ledolter (1983) jika nilai tracking signal bernilai dalam batas ±5 maka peramalan sudah cukup handal. Sementara jika nilai tracking signal bernilai diluar batas ±5, maka model peramalan harus ditinjau kembali dan akan dipertimbangkan model baru. Berdasarkan perbandingan nilai MAPE antara model SARIMA (1,0,1)(1,1,0)12 dan SSA yang menunjukkan MAPE dari metode SSA yang lebih kecil serta nilai tracking signal yang bernilai ±5, maka nilai peramalan untuk ekspor sektor agrikultur untuk bulan April sampai dengan Juli 2017 memiliki hasil sebagai berikut: Tabel 4.7 Hasil Peramalan Ekspor Sektor Agrikultur dengan Metode SSA Ekspor Sektor Agrikultur Bulan (Juta US$) Februari 436.0024 Maret 435.0514 April 377.9908 Mei 402.6907 Juni 404.7789 Juli 392.6011 Berdasarkan tabel di atas dapat diperkirakan ekspor sektor agrikultur untuk bulan April sampai dengan bulan Juli. Peramalan ekspor sektor agrikultur bulan April sebesar 377.9908 Juta US$, untuk bulan Mei sebesar 402.6907 Juta US$, bulan Juni sebesar 404.7789 Juta US$ dan untuk bulan Juli sebesar 392.6011 Juta US$. Dari hasil peramalan ini tampak bahwa terjadi penurunan ekspor sektor agrikultur pada bulan April, dan bulan Mei serta Juni kembali meningkat, namun kembali mengalami penurunan pada bulan Juli. Hal ini dikarenakan pada bulan Juni akhir hingga awal bulan Juli terdapat lebaran Idul Fitri sehingga diperkirakan akan terjadi kenaikan permintaan bahan pertanian seperti rempah-rempah dan lain sebagainya oleh dari pasar dalam Negeri. Sehingga ekspor sektor agrikultur akan berkurang untuk memenuhi
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 20 Mei 2017
129
kebutuhan dalam Negeri. Hasil dari peramalan ini akan dapat dijadikan informasi dan masukan untuk kementrian perdagangan untuk ekspor sektor agrikultur ,yang mana jika ekspor sektor agrikultur terlalu rendah maka dapat dipersiapkan lahan tambahan agar dapat mengakomodasi permintaan tambahan pada pasar dalam Negeri sehingga tidak berdampak kepada penurunan ekspor sektor agrikultur. 5.
KESIMPULAN Metode Seasonal Autoregressive Integrated Moving Average (SARIMA) dan metode Singular Spectrum Analysis (SSA) merupakan metode peramalan untuk data yang memiliki pola musiman. Nilai MAPE dari peramalan terhadap data ekspor sektor agrikultur dari kedua model menunjukkan metode SSA lebih cocok digunakan pada data ekspor sektor agrikultur karena memiliki nilai MAPE yang lebih kecil yaitu sebesar 9.95%. Akan tetapi belum tentu pada semua data metode SSA akan menghasilkan peramalan yang selalu lebih baik (menghasilkan MAPE lebih kecil) dari pada menggunakan metode SARIMA. Hasil peramalan ekspor sektor agrikultur adalah untuk bulan April sebesar 377.9908 Juta US$, untuk bulan Mei sebesar 402.6907 Juta US$, bulan Juni sebesar 404.7789 Juta US$ dan untuk bulan Juli sebesar 392.6011 Juta US$. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi enurunan hasil ekspor pada bulan April, kemudian kembali naik pada bulan Mei dan Juni, Sementara pada bulan Juli kembali mengalami penurunan yang diperkirakan penurunan ekspor sektor agrikultur dikarenakan lebaran Idul Fitri.
www.kemendag.go.id Darmawan, G. 2016. Identifikasi Pola Data Curah Hujan pada Proses Grouping dalam Metode Singular Spectrum Analysis. Bandung. Darmawan, G., Hendrawati, T., & Aristanti, R. 2015. Model Auto Singular Spectrum untuk Meramalkan Kejadian Banjir di Bandung dan Sekitarnya. Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika UNY . Golyandina, N., & Zhigljavsky, A. 2013. Singular Spectrum Analysis for Time Series. New York: Springer. Pujiyati,Sri. 2001. Analisis Perkembangan dan Peramalan Ekspor Pertanian Indonesia Tahun 1990-2000. Thesis Institut Pertanian Bogor. Ukhra, A. U. 2014. Pemodelan dan Peramalan Data Deret Waktu dengan Metode Seasonal Arima. Jurnal Matematika UNAND Vol.3 No.3 , 59-67. Wei, W.W.S. 2006. Time Series Analysis Univariat and Multivariate Methods Addison Wesley. New York.
6. REFERENSI Bovas A. & Ledolter J. 1983. Statistical Methods for Forecasting. A John Wiley & Sons,INC,. Publication. United States of Amerika. Data Ekspor Sektor Agrikultur. Diakses pada tanggal 14 Maret 2017.
130
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, “Inovasi Matematika dan Pendidikan Matematika dalam Tantangan Global”