MAKALAH PENDAMPING BIDANG MATEMATIKA
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
43
PEMBENTUKAN INTERVAL KONFIDENSI KOMPONEN VARIANS DALAM ANALISIS VARIANS (ANAVA) PADA DESAIN ACAK SEMPURNA Budhi Handoko, Yeny Krista Franty, Sri Winarni Departemen Statistika FMIPA UNPAD Bandung Email:
[email protected]
Abstrak Dalam bidang statistika, komponen varians memegang peranan penting dalam melakukan pengujian hipotesis dan merupakan dasar untuk menentukan statistik uji F pada analisis varians (ANAVA). Secara konseptual, komponen varians juga sebagai dasar untuk menentukan Ekspektasi Rata-rata Jumlah Kuadrat (ERJK). Penelitian ini bertujuan melakukan penurunan secara matematis komponen varians dan bagaimana bentuk interval taksirannnya. Hasil penurunan secara matematis ini nantinya akan diterapkan untuk melakukan analisis suatu hasil eksperimen menggunakan desain acak sempurna. Berdasarkan hasil penurunan, diperoleh bahwa distribusi sampling yang digunakan dalam interval konfidensi komponen varians adalah Distribusi Chi-Kuadrat. Kata Kunci : komponen varians, analisis varians, model acak, ekspektasi rata-rata jumlah kuadrat, interval konfidensi, desain eksperimen.
1. PENDAHULUAN Eksperimen biasanya menggunakan taraf faktor yang bersifat tetap, yaitu taraf faktor ditetapkan oleh peneliti dengan mengambil beberapa taraf yang menurut peneliti sesuai dengan konsep dan mudah untuk dikerjakan. Disaat lain, penelitian memerlukan sifat taraf faktor yang acak atau disebut sebagai faktor acak, yaitu perlakuan atau taraf faktor diambil secara acak dari populasi perlakuan dan faktor yang terpilih tersebut akan digunakan dalam eksperimen. Eksperimen faktor tunggal yang dengan faktor yang bersifat acak menggunakan model yang disebut model efek acak untuk analisis varians dan komponen varians. Komponen varians memegang peranan penting dalam melakukan pengujian hipotesis dan merupakan dasar untuk menentukan statistik uji F pada analisis varians. Secara konseptual,komponen varians juga sebagai dasar untuk menentukan Ekspektasi Rata-rata Jumlah Kuadrat (ERJK) yang nantinya juga akan menentukan rasio dari statistik uji F.
44
Namun demikian, perhitungan nilai komponen varians jarang sekali dilakukan demikian juga dengan interval konfidensinya. Biasanya analisis berhenti pada saat sudah diperoleh hasil pengujian menggunakan analisis varians. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dilakukan pengkajian mengenai penaksiran komponen varians dan pembentukan interval konvidensinya.
2. KAJIAN LITERATUR Bagian Menurut Gazpers (1991), model linier untuk desain acak sempurna adalah sebagai berikut: yij i ij (2.1) dengan : i = 1,2,...,a j = 1,2,...,n Dalam model tersebut, i dan ij merupakan variabel acak. Apabila dicari nilai
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
variansnya dari model tersebut adalah sebagai berikut: var( yij ) var( i ij )
0 2 2 2 2
t dan disebut komponen varians. 2
(2.2)
2
Sudjana (2002) menjelaskan bahwa Jumlah Kuadrat total terdiri atas dua bagian yaitu jumlah kuadrat (JK) perlakuan dan JK kekeliruan eksperimen (error) sebagai berikut:
1 E[ JK ( Perlakuan )] a 1 a y2 y2 1 E[ i. .. ] a 1 i 1 n N
2 2 1 a n 1 1 a n E i ij i ij a 1 n i 1 j 1 N i 1 j 1
2 2 1 a n 1 1 a n E i ij i ij a 1 n i 1 j 1 N i 1 j 1 1 N 2 N 2 a 2 N 2 n 2 2 a 1 1 ( N n) 2 (a 1) 2 a 1
JK(Total) = JK(Perlakuan) + JK(Error) (2.3) Dalam hal ini : Total variabilitas pengamatan akan dipartisi kedalam sebuah komponen yang mengukur variasi antar perlakuan (JK Perlakuan) dan sebuah komponen yang mengukur variasi dalam perlakuan (JK Error). Uji hipotesis efek perlakuan menjadi tidak berarti, sehingga yang diuji adalah komponen varians 2t.
H 0 : 2 0 H 1 : 2 0
RJK ( Perlakuan ) RJK ( Error )
ˆ 2 RJK ( Error )
Sehingga Penaksir untuk Komponen Varians adalah :
RJK ( Perlakuan ) 2 n 2
(2.4)
3. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan untuk melakukan penurunan secara matematis interval konfidensi komponen varians adalah menggunakan ekspektasi rata-rata jumlah kuadrat (ERJK) sebagai berikut:
E[ RJK ( Perlakuan)]
ˆ 2 nˆ2 RJK ( Perlakuan )
ˆ 2 RJK ( Error )
Statistik Uji :
F
2 E[ RJK ( Error )]
RJK ( Perlakuan ) 2 2 n ( RJK Perlakuan ) RJK ( Error ) ˆ2 n Menurut Montgomery (2009) untuk ukuran sampel/replikasi yang tidak sama, n digantikan dengan a ni2 a 1 ni i a1 n0 a 1 i 1 ni i 1
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
(3.1)
45
(a 1) RJK ( Error ) 2 n 2
Metode anava dari penaksiran komponen varians tidak memerlukan asumsi normalitas. Karena menghasilkan taksiran komponen varians 2 dan 2t yang tak bias kuadratik terbaik, yaitu dari semua fungsi kuadratik tak bias dari pengamatan, penaksir ini memiliki varians minimum.
dan
( N a ) RJK ( Error )
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Jika data pengamatan hasil eksperimen berdistribusi normal dan independen, maka
( N a ) RJK ( Error )
2
a21
2
N2 a ˆ2
Sehingga distribusi peluang dari adalah sebuah kombinasi linier dari dua variabel acak berdistribusi chi-kuadrat, yaitu:
N2 a
u1 a21 u 2 N2 a
Sehingga : dengan ( N a ) RJK ( Error ) 2 P 12( /2), N a 1 N a , 2
u1
Oleh karena itu, interval konfidensi 100(1-) untuk 2 adalah:
( N a ) RJK ( Error )
, N a 2
Penaksir titik dari
ˆ2
2
2
adalah
RJK ( Perlakuan ) RJK ( Error ) n
n (a 1)
dan
( N a ) RJK ( Error ) 2 1 ( /2), N a
2 n 2
u2
2
n( N a )
Bentuk tertutup (closed-form) dari distribusi kombinasi linier tersebut tidak dapat diperoleh. Sehingga interval konfidensi eksak dari ˆ2 tidak dapat dibentuk. Namun demikian interval konfidensi eksak dari rasio dari 2
Sehingga variabel acak
46
2 2
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Atau bisa disederhanakan menjadi:
2 P L 2 U 1
dengan :
kekuatan spesimen bahan. Level tekanan dipilih secara acak dan kekuatan spesimen diukur. Percobaan dilakukan pada spesimen yang sejenis. Hasil percobaan adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1 Data Hasil Eksperimen
1 RJK ( Perlakuan ) 1 L 1 n RJK ( Error ) F /2,a 1, N a
dan
1 RJK ( Perlakuan ) 1 1 U n RJK ( Error ) F1 /2, a 1, N a
Sehingga interval konfidensinya diperoleh:
2 L U 2 2 1 L 1U
Interval konfidensi tersebut merupakan bentuk rasio dari varians perlakuan dan total komponen varians.
Tekanan Silinder
Kekuatan Tekanan
10
1530
1530
1440
14
1610
1650
1500
21
1560
1730
1530
24
1500
1490
1510
Hasil analisis menggunakan software Minitab mengacu kepada metode analisis menggunakan Minitab menurut Mathews (2005) diperoleh :
Analysis of Variance Table Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F) level 3 28633 9544.4 1.8654 0.2138 Residuals 8 40933 5116.7
Gambar 4.1 Tabel Analisis Varians
Berdasarkan Tabel Anava pada Gambar 4.1 diperoleh Hasil dari interval konfidensi tersebut akan diimplementasikan dalam contoh kasus eksperimen menggunakan desain acak sempurna sebagai berikut:
Suatu eksperimen dilakukan untuk menguji efek dari level tekanan silinder terhadap
RJK ( Perlakuan ) RJK ( Error ) n 9544, 4 5116, 7 3 1479, 233
ˆ2
Varians untuk setiap pengamatan ditaksir oleh:
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
47
ˆ ˆ ˆ2
5116, 7 1479, 233 6595,933
2 0 8.72 2 2 1 0 1 8.72 2 0 2 0,8971 2
Variabilitas terbesar adalah perbedaan antar level
Selanjutnya berdasarkan hasil sebelumnya akan diperoleh nilai-nilai yang diperlukan adalah sebagai berikut:
RJK(Perlakuan)=9544,4 RJK(Error) =5116,7 a=4,n=3 F0,025;3;8 =5,42 F0,975;3;8 =1/ F0,025;8;3= 0.0687
L
1 RJK ( Perlakuan ) 1 1 n RJK ( Error ) F /2,a 1, N a
1 9544, 4 1 1 0 3 5116, 7 5, 42
U
1 RJK ( Perlakuan ) 1 1 n RJK ( Error ) F1 /2,a 1, N a
1 9544, 4 1 1 8, 72 3 5116, 7 0.0687
5. KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penaksir titik komponen varians perlakuan diperoleh dengan rumusan
RJK ( Perlakuan ) RJK ( Error ) n 2. Penaksir eksak komponen varians perlakuan tidak memiliki bentuk tertutup (closed-form). Namun rasio komponen varians memiliki interval konfidensi eksak yaitu
ˆ2
2 L U 2 2 1 L 1U
6. REFERENSI Gasperz, V. (1991). Metode Perancangan Percobaan. Bandung: Armico. Mathews, P. (2005). Design of Experiments with MINITAB. Milwaukee: American Society for Quality. Montgomery, D. (2009). Design and Analysis of Experiments 7 Edition. New Jersey: John Wiley and Sons. Sudjana. (2002). Desain dan Eksperimen. Bandung: Tarsito.
Analisis
Sehingga interval konfidensinya
48
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
OPTIMASI BIAYA DALAM PENJADWALAN PREVENTIVE MAINTENANCE MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA Yeny Krista Franty1), Budhi Handoko2) , Bernik Maskun 3) Departemen Statistika FMIPA Universitas Padjadjaran Bandung1,2,3 Email :
[email protected]
Abstrak Penjadwalan preventive maintenance atau pemeliharaan dan penggantian mesin atau komponen selalu melibatkan biaya sebagai salah satu fungsi kendalanya. Tidak hanya reliabilitas yang tinggi yang diperlukan tetapi biaya yang paling optimal juga menjadi pertimbangan yang penting bagi perusahaan. Dalam algoritma genetika, untuk menentukan penjadwalan pemeliharaan dan penggantian komponen atau mesin didasarkan pada 3 jenis fitness function. Fitness function yang pertama yaitu berdasarkan pembobotan pada fungsi reliabilitas dan biaya, fitness function yang kedua berdasarkan biaya yang telah ditetapkan perusahaan dan dipengaruhi oleh inflasi dan fitness function yang ketiga berdasarkan pada reliabilitas yang diperlukan oleh perusahaan. Dari ketiga fitness function ini akan dipilih fitness function yang paling optimal berdasarkan dari biaya yang dikeluarkan, sehingga terpilih fitness function yang kedua. Kata Kunci: Fitness function, Fungsi Biaya, Parameter Ekonomi Teknik.
1. PENDAHULUAN Kegiatan pemeliharaan preventif sangat penting dilakukan oleh perusahaan dalam rangka tetap mempertahankan kinerja dan masa hidup dari mesin. Kegiatan pemeliharaan preventif ini pun biasanya dilakukan perusahaan sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik kerusakan dari mesin. Namun demikian, pemeliharaan preventif ataupun penggantian komponen menjadi suatu hal yang dipertimbangkan matang-matang oleh perusahaan terkait dengan pembiayaan yang diperlukan. Apabila pelaksanaanya tidak dijadwalkan dengan optimal, maka biaya total yang dikeluarkan akan membengkak dan mempengaruhi anggaran perusahaan tersebut. Berbagai pendekatan statistik telah diusulkan untuk meminimumkan biaya total dalam melaksanakan penjadwalan optimum mesin. Konsep optimasi yang lazim dilakukan adalah berdasarkan fungsi tujuan yaitu
meminimukan biaya total tanpa ada fungsi kendala yang lain. Pendekatan optimasi multiobjektif telah diusulkan oleh Moghaddam (2010) yang mengusulan dua model, yaitu model optimasi yang memiliki fungsi tujuan meminimumkan biaya total dengan nilai reliabilitas yang telah ditetapkan. Model yang lain adalah optimasi yang memiliki fungsi tujuan memaksimumkan reliabilitas mesin dengan biaya/anggaran yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Metode optimasi yang digunakan pada pendekatan yang diusulkan oleh Moghaddam (2010) adalah menggunakan Algoritma Eksak atau yang dikenal dengan Mixed Integer Non-Linear Programing (MINLP). Algoritma Eksak sendiri memiliki tingkat kompleksitas yang sangat tinggi yang menyebabkan proses pengerjaan secara komputasi menjadi lebih lama, dan bisa jadi tidak mendapatkan solusi yang layak dan tepat.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
49
Penelitian ini akan melakukan kajian metode optimasi alternatif yang bisa mengatasi kelemahan yang muncul pada metode eksak dengan menggunakan algoritma genetika. Algoritma genetika melakukan optimasi fungsi multiobjektif, yaitu meminimumkan biaya total dan memaksimumkan relibilitas. Dalam algoritma genetika, penjadwalan pemeliharaan dan penggantian komponen atau mesin didasarkan pada 3 jenis fitness function. Fitness function yang pertama yaitu berdasarkan pembobotan pada fungsi reliabilitas dan biaya, fitness function yang kedua berdasarkan biaya yang telah ditetapkan perusahaan dan dipengaruhi oleh inflasi dan fitness function yang ketiga berdasarkan pada reliabilitas yang diperlukan oleh perusahaan. Sehingga tujuan dari penelitian ini adalah melakukan pemilihan terhadap ketiga fitness function sehingga penjadwalan pemeliharaan yang dibuat dapat optimal berdasarkan dari biaya yang dikeluarkan.
2. KAJIAN LITERATUR 2.1 Model Optimasi Multiobjektif Model optimasi multiobjektif merupakan optimasi yang memiliki dua fungsi tujuan yang harus dilakukan optimasi secara bersamaan yaitu meminimumkan fungsi total biaya dan memaksimumkan fungsi reliabilitas. Bentuk dari kedua fungsi objektif adalah sebagai berikut:
50
2.1 dengan:
2.2 Algoritma Genetik John Holland (1975) memperkenalkan Algoritma Genetik (AG). Algoritma ini merupakan teknik pencarian menggunakan komputasi untuk mendapatkan solusi optimasi baik eksak maupun aproksimasi. Algoritma ini dikategorikan sebagai pencarian global metaheuristik. Kelebihan AG adalah dapat secara simultan menemukan wilayah pada ruang solusi yang memungkinkan dapat menemukan solusi untuk masalah yang
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
sulit dengan ruang solusi yang nonkonveks, diskontinu, dan multimodal.
3. METODE PENELITIAN Langkah-langkah dalam melakukan analisis data adalah sebagai berikut: 1. Membentuk encoding dari solusi 2. Pemeliharaan dan Penggantan Preventif Berperan Sebagai “kromosom”. 3. Kromosom berupa array berukuran N x T, dengan N = komponen, T = perode. 4. Array akan berisi nilai 0,1, atau 2 bergantung kepada tiga macam tindakan. 5. Menentukan fungsi kecocokan (Fitness function)
6. Melakukan prosedur mutasi, dengan langkah sebagai berikut: a. Bangkitkan bilangan acak antara 1 s.d. N x T. b. Kemudian tandai “gen” yang berubah menjadi 1 atau 2 jika sama dengan 0, atau berubah ke 0 jika sama dengan 1 atau 2. c. Lakukan langkah yang sama pada periode yang sama untuk komponen yang lain. 7. Mendapatkan solusi optimasi 8. Memperoleh jadwal pemeliharaan prefentif berdasarkan ketiga fitness function. 9. Membandingkan biaya optimal yang dihasilkan pada perencanaan pemeliharaan prefentif untuk masing-masing fitness function.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Penjadwalan pemeliharaan prefentif akan diaplikasikan pada data kerusakan sebuah sub mesin tertentu di sebuah perusahaan farmasi. Penjadwalan pemeliharaan prefentif menggunakan fitness function 1 yaitu pembobotan pada fungsi reliabilitas dan fungsi biaya (Franty, 2015). Ukuran populasi awal ditentukan 1000 , jumlah generasi sebanyak 450 dan waktu penjadwalan 15 bulan. Peluang seleksi 0,5,peluang crossover 0,5, dan peluang mutasi 0,5. Nilai gen dikodekan 0 (mencerminkan tanpa tindakan), 1 (tindakan perawatan), dan 2 (tindakan penggantian komponen) Untuk menyelesaikan persamaan multiobjektif dengan menggunakan fitness function 1 dilakukan dengan pemberian bobot dengan w1 merupakan bobot pada fungsi biaya dan w2 adalah bobot untuk fungsi reliabilitas, dengan aturan nilai w1 + w2 = 1 (Cohon, 1978), sehingga ada 11 pasangan yang mungkin pada fitness function ini. Dengan menyelesaikan langkahlangkah analisis data pada metodologi penelitian, dihasilkan penjadwalan pemeliharaan prefentif dan estimasi biaya yang diperlukan untuk melakukan penjadwalan pemeliharaan prefentif. Menurut Moghaddam (2010), reliabilitas mesin sebaiknya lebih dari atau sama dengan 90% sehingga mesin mempunyai peluang 0.9 untuk dapat bekerja dengan baik pada suatu periode waktu tertentu, sehingga untuk sub mesin ini direkomendasikan melakukan penggantian sub mesin sebanyak 6 kali dengan penggantian dilakukan pada bulan ke-2, ke-4, ke-6, ke-8, ke-10 dan ke-12 setelah mesin mengalami kerusakan untuk terakhir kalinya. Untuk mencapai reliabilitas mesin 90% diperlukan bobot untuk fungsi biaya sebesar 0.2 dan bobot untuk fungsi reliabilitas sebesar 0.8 dan biaya yang diperlukan untuk melakukan penggantian submesin adalah sebesar Rp 41.914.000,00 (Franty, (2015))
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
51
Penjadwalan pemeliharaan prefentif menggunakan fitness function 2 yaitu berdasarkan biaya yang ditetapkan oleh perusahaan. Apabila budget yang disediakan oleh perusahaan sebesar Rp. 10 juta, maka reliabilitas mesin diperkirakan akan mencapai 83,12% dengan adanya jadwal perbaikan pada bulan ke-5 dan ke-10.Agar reliabilitas mesin mampu mencapai 90%, perusahaan harus menyediakan budget sebesar Rp 35.000.000,00, dengan adanya 2 kali perawatan dan 5 kali pergantian. Berdasarkan fitness function 3, penjadwalan pemeliharaan prefentif dilakukan dengan batasan reliabilitas yang diperlukan oleh perusahaan. Apabila diinginkan reliabilitas yang tinggi yaitu 90% - 100%, perusahaan sebaiknya melakukan usaha penggantian komponen pada bulan ke-5 dan ke-10. Tetapi nilai reliabilitas aktual maksimum adalah 83,44% (Handoko, 2015) Perencanaan penjadwalan pemeliharaan prefentif dengan menggunakan ketiga fitness function, menghasilkan perbedaan pada biaya yang diperlukan. Meskipun fitness function yang ketiga memerlukan biaya paling minimal tetapi reliabilitas aktualnya kurang dari 90% sehingga fitness function yang optimal adalah fitness function kedua yang memerlukan biaya optimal yaitu Rp 35.000.000,00, dengan adanya 2 kali perawatan dan 5 kali pergantian dan reliabilitas yang maksimal yaitu 90%.
5. KESIMPULAN Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, maka fitness function yang dipilih untuk melakukan perencanaan penjadwalan pemeliharaan prefentif adalah fitness function kedua yaitu yang memerlukan biaya optimal dan reliabilitas yang maksimal yaitu 90%.
6. REFERENSI Budai, G., Huisman, D., Dekker, R., (2006) Scheduling preventive railway maintenance activities, Journal of the Operational Research Society, v 57, n 9, September 2006, p 1035-44. Canfield, R.V., (1986) Cost optimization of periodic preventive maintenance,IEEE Transactions on Reliability, v R-35, n 1, April 1986, p 78-81. Duarte, J.A.C., Craveiro, J.C.T.A., Trigo, T.P., (2006) Optimization of the preventive maintenance plan of a series components system, International Journal of Pressure Vessels and Piping, v 83, n 4, April 2006, p 244-248. Fard, N.S., Nukala, S., (2004) Preventive maintenance scheduling for repairable systems, IIE Annual Conference and Exhibition 2004, 15-19 May 2004, Houston, TX, USA, p 145-150. Franty, Y.K., (2015). Penentuan Fitness Function Berdasarkan Pembobotan Pada Fungsi Reliabilitas dan Biaya. Prosiding Seminar Nasional Statistika V Unpad, Oktober 2015, hlm 118-130. Goldberg, D., (1989) Genetic Algorithms in Search, Optimization, and Machine Learning, Addison-Wesley Publishing, Reading, MA, USA Han, B.J., Fan, X.M., Ma, D.Z., (2004) Optimization of preventive maintenance policy of manufacturing equipment based on simulation, Computer Integrated Manufacturing Systems, v 10, n 7, JUly 2004, p 853-857. Handoko, B., (2015). Optimasi Fungsi Multiobjektif Dalam Pemeliharaan Prefentif Mesin Menggunakan Algoritma
52
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Metaheuristik. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika UNY, November 2015.
breakdowns and imperfect repairs, IEEE Transactions on Reliability, v 56, n 2, June 2007, p 332-339.
Hsu, L.F., (1991) Optimal preventive maintenance policies in a serial production system, International Journal of Production Research, v 29, n 12, December 1991, p 2543-2555.
Tam, AS.B., Chan, W.M., Price, J.W.H., (2006) Optimal maintenance intervals for multi-component system, Production Planning and Control, v 17, n 8.December 2006, p 769-779.
Jayabalan, V., Chaudhuri, D., (1992) Cost optimization of maintenance scheduling for a system with assured reliability, IEEE Transactions on Reliability, v 41, n 1, March 1992, p 21-25.
Wang, Y., Handschin, E., (2000) A new genetic algorithm for preventive unit maintenance scheduling of power systems, International Journal of Electrical Power and Energy Systems, v 22, n 5, June 2000, p 343-348.
Jayakumar, A, Asagarpoor, S., (2004) Maintenance optimization of equipment by linear programming, International Conference on Probabilistic Methods Applied to Power Systems, 12-16 September 2004, p 145-149. Levitin, G., Lisnianski, A., (2000) Optimal replacement scheduling in multistate series-parallel systems, Quality and Reliability Engineering International, v 16, n 2, March 2000, p 157-162.
Westman, J.J., Hanson, F.B., Boukas, E.K., (2001) Optimal production scheduling for manufacturing systems with preventive maintenance in an uncertain environment, of American Control Conference, 25-27 June 2001, Arlington, VA, USA, p 1375-1380 vo1.2.
Limbourg, P., Kochs, H.D., (2006) Preventive maintenance scheduling by variable dimension evolutionary algorithms, International Journal of Pressure Vessels and Piping, v 83, n 4, April 2006, p 262-269. Moghaddam (2010), Preventive maintenance and replacement scheduling : models and algorithms. Electronic Theses and Dissertations, University of Louisville Shirmohammadi, A.H., Zhang, Z.G., Love, E., (2007) A computational model for determining the optimal preventive maintenance policy with random Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
53
APLIKASI REGRESI LOGISTIK DALAM MENENTUKAN PELUANG KEMENANGAN PEMAIN DALAM SUATU PERTANDINGAN (Studi Kasus: Game Age Of Empire 2 ) Gumgum Darmawan1), Bertho Tantular2) , Zulhanif3) , Budhi Handoko4) 1,2,3,4) Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam,UNPAD 1) email:
[email protected] 2) email:
[email protected] 3) email:
[email protected] 4) email :
[email protected]
Abstrak Regresi logistik merupakan analisis regresi yang melibatkan variabel bebas (X) dan variabel tidak bebas (Y), dimana variabel tidak bebasnya mempunyai nilai integer (bilangan bulat). Variabel X sebagai prediktor bernilai numerik atau integer bisa satu atau lebih variabel bebas. Dalam penelitian ini Analisis Regresi Logistik akan digunakan untuk menentukan nilai peluang menang (kode =1) dan kalah (kode =0) dalam suatu permainan Age of Empire 2. Age of Empire merupakan suatu game yang gagas oleh Microsoft lebih dari sepuluh tahun yang lalu, tapi mempunyai penggemar yang cukup banyak. Game ini merupakan game strategi. Setiap pertandingan terbagi menjadi dua team (team 1dan team 2), setiap team bisa 2, 3 atau maksimal 4 player. Setiap pemain mendapatkan suku (civilization) secara random dimana terdapat 18 suku yaitu : Azteks, Briton, Byzantyne,Celt, Chinesse, Frank,Goth, Japanese, Koreans, Huns, Mayans, Mongol, Persian, Saracens, Spanish, Teuton, Turky, dan Viking. Dengan menggunakan Analisis Regresi Logistik, setiap pemain dapat ditentukan peluang menang atau kalah berdasarkan suku dan banyaknya team. Kata Kunci: Age of Empire 2, Regresi Logistik 1. PENDAHULUAN Regresi logistik (kadang disebut model logistik atau model logit), dalam statistika digunakan untuk prediksi probabilitas kejadian suatu peristiwa dengan mencocokkan data pada fungsi logit kurva logistik. Metode ini merupakan model linier umum yang digunakan untuk regresi binomial. Seperti analisis regresi pada umumnya, metode ini menggunakan beberapa variabel prediktor, baik numerik maupun kategori. Misalnya, probabilitas bahwa orang yang menderita serangan jantung pada waktu tertentu dapat diprediksi dari informasi usia, jenis kelamin, dan indeks massa tubuh. Regresi logistik juga digunakan secara luas pada bidang kedokteran dan ilmu sosial, maupun pemasaran seperti prediksi kecenderungan pelanggan untuk membeli suatu produk atau berhenti berlangganan. Para peneliti telah menggunakan Analisis regresi Logistik untuk suatu pertandingan atau game. Dalam suatu pertandingan hasil
54
(Y) dapat berupa dua kategori yaitu kalah dan menang, atau bisa juga tiga (3) kategori yaitu kalah, menang dan remis seperti dalam pertandingan catur. Dalam penelitian ini Analisis Regresi logistik di aplikasikan untuk memprediksi peluang menang dan kalah dalam suatu permainan Age Of Empire 2. Dalam suatu pertandingan fenomena kalah dan menang dapat dibuat kode 0= kalah dan 1 =menang. Sehingga variabel respon dari pertandingan ini adalah biner (dua kategori). Variabel variabel yang memungkinkan dalam memprediksi peluang menang dan kalah adalah Score Skill (nilai kemahiran dari seorang pemain), number of partner (banyaknya rekan satu tim), dan civilization (karakter/peradaban pasukan yang dimainkan). 2. KAJIAN LITERATUR Hubungan antar dua variabel atau lebih yang salah satu variabelnya didefinisikan sebagai variabel respon atau dependent
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
variables dari variabel lainnya dinyatakan dalam suatu model yang disebut model regresi (Myers, 1990). Secara umum model regresi didefinisikan berdasarkan bentuk dari variabel respon. Variabel respon dapat berbentuk kontinu atau kategori. Untuk variabel respon kontinu digunakan model regresi linier sedangkan untuk variabel respon kategori digunakan Generalized Linear Models (GLM).
Secara umum GLM memiliki tiga komponen yaitu komponen acak (respon), komponen sistematik (linear predictor ) dan link function. Hubungan antara komponen acak dengan komponen sistematik dalam GLM umumnya tidak linier sehingga link function dalam hal ini berperan sebagai penghubung kedua komponen tersebut. Bentuk link function bergantung pada bentuk variabel responnya. Untuk variabel respon biner (dua kategori) link function yang dapat digunakan adalah logit, probit dan linear probability (Agresti, 2007). Dalam banyak kasus fungsi penghubung logit yang paling sering digunakan sehingga modelnya disebut model regresi logistik. Dalam penelitian ini link function yang akan digunakan adalah Link function logit yang didefinisikan sebagai berikut
(x i ) logit (x i ) log 1 (x i )
0 1x1i ...... p x pi (1)
dengan (x i ) adalah peluang sukses (Y=1). Menggunakan sifat logaritma didapatkan Fungsi Regresi Logistik secara umum sebagai berikut
(x i )
exp( 0 1 x1i ... p x pi )
1 exp( 0 1 x1i .... p x pi ) (2)
dengan i = 1,2,…,N, dan p = banyaknya variabel prediktor. Untuk menaksir parameter pada model Persamaan 1 dapat menggunakan metode maximum likelihood (ML). Fungsi loglikelihood untuk Persamaan 1 adalah
L( ) { yi log{ (x i )} (1 yi ) log{1 (x i )}} n
i 1
(3) Dengan memaksimumkan fungsi pada Persamaan 3 akan diperoleh taksiran bagi parameter βi. Akan tetapi kalau Persamaan 3 didiferensiasikan terhadap βi tidak akan diperoleh solusi eksplisit. Pendekatan yang dapat digunakan adalah melalui metode optimasi. Sedikitnya ada dua metode optimasi yang sering digunakan untuk menaksir parameter model regresi logistik adalah metode Newton-Rhapson dan Metode Fisher Scoring. Dalam penelitian ini metode Fisher Scoring yang akan digunakan. Metode Fisher Scoring memanfaatkan matriks score (U) yaitu turunan pertama loglikelihood dan matriks informasi Fisher (I) yang merupakan negatif ekspektasi dari matriks turunan kedua dari log-likelihood. Penaksir bagi βi diperoleh dengan menyelesaikan persamaan
I ( m1) ˆ m I ( m1) ˆ ( m1) U ( m1)
(4)
Dengan memberikan harga awal tertentu (0) yaitu ˆ0 dan ˆ1( 0) kemudian dilakukan
proses iterasi hingga diperoleh nilai ˆ0( m) dan ˆ1( m) yang konvergen pada satu nilai tertentu. Nilai yang konvergen itulah yang dijadikan sebagai taksiran untuk parameter 0 dan 1 (Dobson, 2002). Pengujian keberartian parameter untuk model regresi logistik menggunakan statistik rasio kemungkinan (G2)
l (5) G 2 2 log 0 2L0 L1 l1 dalam hal ini G2 mengikuti distribusi chikuadrat dengan derajat kebebasan sebesar p. Secara parsial parameter dalam model regresi loogistik diuji menggunakan statistik Wald
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
55
ˆi W ˆ se( i )
2
(6)
dalam hal ini W mengikuti distribusi chikuadrat dengan derajat bebas sebesar satu (Agresti, 2007). Untuk kecocokan model statistik yang digunakan adalah statistik dari HosmerLameshow (2000). Statistik Uji Hosmer dan Lemeshow, dihitung berdasarkan taksiran probabilitas, g O N i i 2 Cˆ HL i i 1 N i i 1 i
2
(7)
Pada uji ini sampel dimasukkan ke sejumlah g kelompok dengan tiap-tiap kelompok memuat n/10 sampel pengamatan, dengan n adalah jumlah sampel. Jumlah kelompok sekitar 10. Idealnya, kelompok pertama memuat
n1' n / 10 sampel yang
memiliki taksiran probabilitas sukses terkecil yang diperoleh dari model taksiran. Kelompok kedua memuat n1' n / 10 sampel
yang memiliki taksiran probabilitas sukses terkecil kedua, dan seterusnya, (Liu, 2007).
Statistik uji ini mengikuti distribusi chi-kuadrat dengan derajat kebebasan sebesar (g - 2) dengan g adalah banyaknya kelompok. 3. METODE PENELITIAN Data yang digunakan dalam penelitian ini record hasil pertandingan game Age of Empire 2. Pertandingan dilakukan secara online melalui software Hamachi. Setiap pemain yang join ke dalam game room bersifat independent baik civilization maupun team di setting secara acak. Variabel yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah X1 = score skill pemain, X2 = banyaknya partner , X3 = suku bangsa (game civilization) serta variabel dependent nya adalah Y = Kalah-Menang.
56
Ukuran sampel sebanyak 136, yang terdiri atas permainan 4vs4, 3vs3 dan 2vs2. Score dari skill terbagi menjadi 3 yaitu cupu, menengah dan jendral. Variabel X2 terbadi menjadi 1 teman, 2 teman dan 3 teman. X3 adalah suku bangsa (civilization) di setting secara acak untuk semua pemain. Setiap pemain mempunya suku bangsa yang berbeda dalam satu game kode untuk suku bangsa di buat kode sebagai berikut; Azteks(1), Briton(2), Byzantyne(3),Celt(4),Chinesse(5),Frank(6),Got h(7),Japanese(8),Koreans(9),Huns(10),Mayans (11),Mongol(12),Persian(13),Saracens(14), Spanish(15),Teuton(16), Turky(17), Viking(18). Selain itu player yang online untuk memainkan permainan bersifat saling independent. Sebelum dilakukan analisis, data di uji terlebih dahulu kecocokan dengan menggunakan Analisis Regresi Logistik dengan Menggunakan statistik Hosmer-Lemeshow. Data cocok menggunakan Analisis Regresi logistik jika nilai statistik HosmerLemeshownya di bawah 5%. Jika ada satu atau lebih variabel yang tidak signifikan akan di drop dari persamaan, samapai terbentuk model terbaik, yaitu semua variabel sudah signifikan. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan bantuan Software Minitab di peroleh sebagai berikut. Goodness-of-Fit Tests Method Chi-Square DF P Pearson 63,4220 64 0,497 Deviance 80,8632 64 0,076 Hosmer-Lemeshow 5,7851 8 0,671 Predictor Coef SE Coef Z P Constant -2,90 1,34 -2,16 0,031 x1 1,25 0,35 3,53 0,000 x2 0,18 0,31 0,61 0,540 x3 0,06 0,03 1,73 0,084
Gambar 1. Goodness-of-Fit Tests Untuk Tiga Variabel Prediktor
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Dari hasil output di atas diperoleh bahwa nilai koefisien Hosmer-Lemeshow untuk tiga variabel bebas menunjukan bahwa data tidak memenuhi kriteria regresi logistik karena nilai p-value nya di atas 5%. Begitu juga hasil pengujian koefisien koefisien nya, tampak X2 dan X3 tidak signifikan. Karena nilai p-value dari koefisien X2 paling besar , maka variabel X2 di keluarkan dari persamaan. Goodness-of-Fit Tests Method Chi-Square DF P Pearson 33,7972 37 0,620 Deviance 40,0035 37 0,338 Hosmer-Lemeshow 14,6237 7 0,041
Odds Predict Coef SECoef P Ratio Constant -2,17 0,62 0,00 x1 1,22 0,35 0,000 3,39 x3 0,06 0,03 0,093 1,06 Log-Likelihood = -86,04 Test that all slopes are zero: G = 16,46, DF = 2, P-Value = 0,000
6. REFERENSI Agresti, Alan. 2007. An Introduction to Categorical Data Analysis. New Jersey: John Wiley & Sons. Inc.
Collett, D. 2003. Modelling Binary Data, Second Edition. London: Chapman and Hall. Dobson, Annette J. 2002. Introduction to Statistical Modelling 2nd ed. London: Chapman and Hall Hosmer, D. W., & Lemeshow, S. 2000. Applied Logistic Regression. USA: John Wiley and Sons Inc. Liu, Y. 2007. On Goodness-of-Fit of Logistic Regression Model. Kansas: Kansas State University. Myers, R.H. 1990. Classical and Modern Regression With Applications. Boston: PWSKENT Publishing Company. Microsoft 1997. ”Age of Empire 2 The Conqueror Expansion”, Ensemble Studios
Gambar 2. Goodness-of-Fit Tests Untuk 2 Variabel Prediktor. Dari hasil output di atas diperoleh bahwa nilai koefisien Hosmer-Lemeshow untuk dua variabel bebas menunjukan bahwa data sudah memenuhi kriteria regresi logistik karena nilai p-value nya di dibawah 5%. Begitu juga hasil pengujian koefisien koefisien nya, tampak X1 dan X3 sudah signifikan. Sehingga, proses kemenangan dan kekalahan seorang pemain di tentukan oleh dua faktor yaitu skill dan civilization. 5. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis pada bagian 4, dapat diambil kesimpulan bahwa faktor yang paling menentukan kemenangan suatu player adalah skil dan suku (civilization) waktu bertanding, tidak ditentukan berdasarkan banyaknya partner.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
57
PENGGUNAAN PENALIZED QUASI LIKELIHOOD DALAM PENAKSIRAN MODEL REGRESI POISSON MULTILEVEL
1
Bertho Tantular1 Departemen Statistika FMIPA Universitas Padjadjaran
[email protected]
Abstrak Kasus TB merupakan kejadian yang jarang terjadi sehingga diasumsikan bahwa kasus TB mengikuti distribusi Poisson dan untuk memodelkannya digunakan model regresi Poisson. Kasus TB di suatu wilayah selain ditentukan oleh faktor internal juga disebabkan oleh faktor eksternal sehingga terbentuk data hierarki. Untuk memodelkan data hierarki pada kasus TB dapat menggunakan model regresi poisson multilevel. Secara umum untuk menaksir parameter pada model regresi poisson multilevel tidak dapat menggunakan metode maksimum likelihood. Pendekatan yang dapat digunakan adalah menggunakan metode penaksiran Quasi Likelihood. Metode simulasi akan digunakan untuk membandingkan metode Marginal Quasi Likelihood dan Penalized Quasi Likelihood untuk mencari metode terbaik untuk menaksir model poisson multilevel. Kata Kunci: Model Poisson multilevel, Marginal Quasi Likelihood, Penalized Quasi Likelihood
1. PENDAHULUAN Kasus Tuberkolosis (TB) disuatu wilayah merupakan kasus yang relatif jarang terjadi. Penelitian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi kejadian TB di suatu wilayah dapat dianalisis menggunakan model regresi, Penyakit TB adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tubercolosis. Proses penyebaran penyakit TB dapat disebabkan oleh banyak faktor, tetapi secara umum dapat dibagi menjadi dua faktor yaitu faktor rumah tangga dan faktor lingkungan. (Nelson et al. dalam Kartasasmita, 2002). Analisis regresi untuk data kejadian TB tidak dapat dilakukan karena respon yang digunakan tidak berdistribusi normal. Respon pada data kejadian TB mengikuti distribusi Poisson. Dengan demikian untuk memodelkan data kejadian TB harus menggunakan Generalized Linear Models (GLM). Dalam GLM pembentukan model dilakukan melalui suatu fungsi yang disebut dengan link function, Metode penaksiran yang digunakan dalam GLM adalah metode
58
maximum likelihood yang dalam prosesnya harus menggunakan metode iteratif NewtonRhapson atau Fisher Scoring. Pada data kejadian TB variabel-variabel yang diukur berasal dari tingkatan (level) yang berbeda sehingga datanya merupakan data hierarki. Untuk memodelkan data hierarki harus melalui pendekatan model multilevel. Dalam kasus kejadian TB responnya merupakan data cacahan (counting) maka model yang digunakan adalah model regresi poisson. Oleh karena datanya merupakan data hierarki maka model yang digunakan adalah model regresi poisson multilevel. Metode penaksiran untuk model multilevel tidak bisa menggunakan metode yang biasa karena ada dua jenis parameter yang terlibat yaitu parameter tetap (fixed parameter) dan parameter acak (random parameter). Pendekatan yang dilakukan adalah melalui model campuran (mixed model). Dengan demikian rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana metode penaksiran parameter model regresi poisson
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
multilevel. Dengan tujuan memperoleh penaksir yang tepat untuk model regresi poisson multilevel.
2. KAJIAN LITERATUR Pemodelan regresi pada respon kategori dapat dianalisis menggunakan GLM. Model yang terbentuk tidak dapat mendefinisikan suatu fungsi linear dari ekspektasi komponen acak (response) terhadap komponen sistematisnya (linear predictor ). Misalkan
Y1 ,..., Yn adalah variabel acak independen dengan Yi merupakan jumlah kejadian yang mengikuti distribusi Poisson dengan fungsi massa peluang:
P Yi y
i e
y i
y!
; y 0,1, 2,...
dirumuskan sebagai berikut: E(Yi) = µ i = ζi
Dalam model poisson, kebergantungan i penjelasnya
(Xi)
i e x
Ti
sehingga model dalam GLMnya menjadi:
E (Yi ) i e
xTi
Oleh karena itu fungsi penghubung (link function) harus digunakan dalam pemodelannya. Untuk respon berbentuk data cacahan, seperti pada kasus TB, fungsi penghubung yang digunakan adalah log-link. (Agresti, 2007). Model regresi seperti ini disebut model regresi poisson.
log( i ) xiT
L n
i 1
e xiT
yi
exp e x T i
yi !
ln L xiT yi e x ln yi !
dan fungsi log-likelihood sebagai berikut: n
n
i 1
i 1
ln L
n
T i
i 1
dengan nilai turunan pertama:
yi xiT xiT e x n
n
i 1
i 1
T i
dan nilai turunan kedua:
dengan nilai i 0 . Ekspektasi dari Yi dapat
terhadap variabel dirumuskan:
Untuk menaksir parameter pada model regresi poisson tidak bisa menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) tetapi harus menggunakan metode maximum likelihood (ML). Fungsi likelihood untuk regresi poisson adalah
2 ln L 2
xiT xi e x n
T i
i 1
Melalui cara ini tidak bisa diperoleh penaksir parameter parameter yang eksplisit sehingga metode penaksirannya harus melalui proses iterasi. Metode iterasi yang digunakan umumnya, dalam hal ini metode yang digunakan adalah Fisher Scoring yang memanfaatkan turunan pertama sebagai vector score (U(β)) dan ekspektasi turunan kedua sebagai matriks informasi (Ι(β)). (Dobson, 2002). Proses iterasi pada Fisher Scoring Method akan memenuhi persamaan:
U
t 1 t t
1
t
(2)
Proses diiterasi hingga konvergen. Kemudian untuk pengujian keberartian model digunakan Statistik ratio likelihood )yang dirumuskan sebagai berikut:
(G2
(1)
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
59
L 0 G 2 2 ln L
(3)
n n n n ˆ ˆ 2 xiT ˆ yi e x xiT ˆ0 yi e x 0 i 1 i 1 i 1 i 1 T i
T i
dengan L 0 adalah fungsi likelihood pada model konstan dan L adalah fungsi
likelihood pada model penuh. Kriteria uji pada LRT yaitu tolak H0 jika G 2 2 ,db dan
menerima untuk sebaliknya, dimana db adalah selisih derajat bebas pada model penuh dan model konstan. (Agresti, 2002). Untuk uji parsial digunakan statistik Wald dengan rumusan sebagai berikut
ˆ j Wj SE ˆ j
2
Apabila data yang digunakan merupakan data hierarki maka dalam pemodelannya harus melibatkan adanya unsur hierarki, Dalam pemodelan untuk data hierarki setiap level yang terlibat harus diakomodasi dalam model (Goldstein, 1995). Sehingga model yang digunakan adalah model regresi poisson multilevel random intercept. log( ij ) 0 j xT
(5)
Dalam hal ini u0j diasumsikan berdistribusi normal dengan rata-rata nol dan varians σ2u0. Untuk menaksir parameter pada persamaan (5) tidak bisa menggunakan
60
Metode yang dapat digunakan adalah Marginal Quasi-Likelihood (MQL) yang diusulkan oleh Goldstein (1995). Menurut Goldstein (1995) penaksiran koefisien dengan menggunakan MQL akan menyebabkan underestimate terutama untuk sampel kecil. Begitu pula menurut Rodriguez dan Goldman (2001) penaksiran yang diturunkan menggunakan MQL untuk respon biner akan menyebabkan bias pada saat kuantitas klasternya cukup besar. Selain menggunakan MQL parameter-parameter tersebut juga bisa ditaksir dengan menggunakan Penalized Quasi-Likelihood (PQL) yang diusulkan oleh Hedeker (2007).
(4)
Statistik Wj akan mengikuti distribusi chikuadrta dengan derajat kebebasan sebesar 1 (satu).
oj Z T u 0 j
metode Fisher Scoring karena dalam setiap turunannya masih mengandung unsur parameter. Sehingga dilakukan pendekatan melalui linierisasi perluasan deret taylor yang disebut sebagai Quasi Likelihood.
3. METODE PENELITIAN Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder Indonesian Family Life Survey Gelombang 4 (IFLS-4) pada tahun 2007 yang dikeluarkan oleh Rand Labor and Population. Data IFLS merupakan data yang diambil secara multistage sampling sehingga merupakan data hierarki. Secara umum ada dua level yang terlibat yaitu level individu dan data kelompok. Dibatasi untuk Provinsi Jawa Barat. Pemodelan yang digunakan untuk data tersebut adalah model regresi poisson multilevel. Oleh karena tidak adanya informasi mengenai interaksi antara variabel pada level 1 dengan variabel pada level 2 maka model yang digunakan adalah random intercept (Persamaan 5). Menggunaakn substitusi Persamaan (5) dapat diubah menjadi
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
log( ij ) Z T xT u 0 j
(6)
Penaksiran parameter untuk model pada Persamaan (6) menggunakan PQL seperti yang diusulkan oleh Hedeker (2007). Metode PQL dilakukan dengan mengubah bagian yang non-linier menjadi linier agar menghasilkan model yang linier. Bagian yang tidak linier pada Persamaan (6) adalah µ ij = ). Cara melinierisasi ( ( ) adalah dengan menggunakan perluasan deret Taylor. Dimisalkan , sehingga perluasan deret Taylor sampai order pertama untuk fungsi dinyatakan sebagai berikut:
Dengan adalah variabel respon untuk unit ke-i pada level satu dalam unit ke j pada level dua dan adalah galatnya. Langkah selanjutnya adalah membagi ruas kiri dan ruas kanan dengan , sehingga akan terbentuk persamaan sebagai berikut (8) Dengan
adalah nilai respon yang
telah ditransformasi untuk unit ke-i pada level satu dalam unit ke-j pada level dua pada saat iterasi ke-t. dan :
Dengan mensubtistusikan dengan ,dan menyatakan suatu nilai, maka persamaan di atas menjad
+
) =
(
Penaksiran parameter untuk model regresi poisson dua level random intercept pada kasus ini menggunakan metode PQL order pertama, sehingga perluasan deret Taylor dilakukan pada nilai dan . Metode PQL dilakukan secara iterasi hingga mencapai konvergen. Linierisasi bagian yang non linier dari model pada iterasi ke-t mengikuti ketentuan metode PQL order pertama dapat dituliskan sebagai berikut: (
‟
)
(H t ) + (
+ ‟
-
) (
Pada saat tercapai konvergen bentuk persamaan sehingga diperoleh : (
)
Persamaan (8) merupakan persamaan yang sudah dalam bentuk linier. Parameterparameter dalam persamaan (8) ditaksir dengan menggunakan metode Iterative Generalized Least Square (IGLS). Metode IGLS digunakan untuk menaksir parameter tetap ( dan parameter acak ( ). Penaksir parameter tetap adalah sebagai berikut : ̂
(9)
dengan nilai V adalah matriks varians kovarians. Sedangkan penaksir parameter acak yaitu dan adalah
̂
(
)
(10)
Dengan Z adalah matriks desain parameter dan sedangkan dan acak Y* vec[(Y Yˆ )(Y Yˆ ) T ] . Penaksiran parameter tetap dan acak dilakukan secara iteratif hingga menghasilkan nilai parameter yang konvergen.
(7)
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
61
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bagian ini dilakukan studi simulasi untuk melihat perilaku model regresi poisson multilevel. Simulasi dilakukan dengan menggunakan parameter-parameter yang diperoleh dari penelitian sebelumnya sehingga diharapkan akan mendekati kondisi data sebenarnya. Berdasarkan penelitian sebelumnya, variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel respon (Y) adalah banyak kasus TB dan variabel penjelas adalah status gizi (X1), Imunisasi BCG (X2), pernah kontak dengan penderita TB (X3) dan status ekonomi (X4). Semua variabel penjelas yang terlibat merupakan variabel dua kategori dengan proporsi masing-masing sebesar 0.24, 0.04, 0.47 dan 0.29. (Tantular, 2014). Secara umum prosedur simulasi dilakukan untuk model multilevel intersep acak tanpa prediktor pada level 2. Variabel X dibangkitkan dari berdistribusi binomial dengan ukuran 1 dan parameter proporsi masing-masing. Ditetapkan efek intersep (uj) terdiri dari 11 kelompok dengan ukuran (8, 16, 4, 5, 7, 8, 4, 4, 4, 4, 17). Efek intersep acak dibangkitkan dari distribusi normal dengan rata-rata berbeda dengan simpangan baku yang sama yaitu 0.25. Tentukan parameter koefisien intersep adalah 0 dan koefisien slope adalah 0.25. Hitung parameter Poisson sebagai η = exp(0.25 X1 + 0.25 X2 + 0.25X3 + 0.25X4 + u)
Nilai respon Y dibangkitkan dari distribusi Poisson dengan parameter η. Dalam simulasi ini dilakukan sebanyak 1000 kali. Setiap hasil simulasi dihitung nilai taksiran parameter tetap dan galat bakunya (standard error ) dari Model Regresi Poisson Multilevel kemudian dibandingkan dengan Model Regresi Poisson. Untuk semua prosedur simulasi ini digunakan paket lme4 dan glm dalam software R 3.1.
62
Dari simulasi yang telah dilakukan hasilhasil yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel diperlihatkan perilaku dari masingmasing penaksir berikut standard error -nya. Tabel berikut adalah hasil simulasi yang telah dilakukan
Tabel 1 Hasil Simulasi untuk Model Regresi Poisson dan Model Poisson Multilevel Regresi Poisson Multilevel Paramete r Tetap Penaksir
Intersep
Std. Error
Regresi Poisson
Penaksir Std. Err
0.0077
0.3695
0.8651
0.0643
β1
0.2368
0.0836
0.2204
0.0815
β2
0.2631
0.1919
0.2212
0.1857
β3
0.2682
0.0751
0.2479
0.0733
β4
0.2637
0.0793
0.2579
0.0770
0
Parameter Acak σu2
1.4151
0.0897
-
-
Dari Tabel 1 terlihat bahwa untuk parameter tetap penaksir intersep relatif bias untuk penaksir Regresi Poisson sedangkan penaksir Regresi Poisson Multilevel tak bias. Akan tetapi meskipun bias model Regresi Poisson lebih efisien dibanding model Regresi Poisson Multilevel. Hal ini terlihat dari standard error untuk model Regresi Poisson Multilevel lebih besar dari model Regresi Poisson. Sedangkan untuk parameter slope kedua model memperlihatkan taksiran yang tak bias dengan standard error yang relatif kecil.
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Sementara itu untuk parameter acak hanya dihasilkan oleh model Regresi Poisson Multilevel. Hal ini menunjukkan bahwa model Regresi Poisson Multilevel dapat memperlihatkan adanya keragaman antar kelompok yang tidak dapat diperlihatkan oleh model Regresi Poisson.
Standard Error Model Regresi Multilevel
untuk Berbagai Ukuran Sampel
Parameter Tetap Intersep
n = 80
0
n = 130
n = 250
0.4200
0.3811
0.3695
Tabel 2
β1
0.1563
0.1246
0.0836
Penaksir Model Regresi Poisson Multilevel untuk Berbagai Ukuran Sampel
β2
0.3346
0.3551
0.1919
β3
0.1421
0.1067
0.0750
β4
0.1478
0.1127
0.0793
0.2452
0.1781
0.0897
Parameter Tetap
n = 80
n = 130
n = 250
Parameter Acak Intersep
0
-0.1080
-0.0026
0.0076 σ u2
β1
0.2581
0.1893
0.2368
β2
0.2270
0.2059
0.2630
β3
0.2679
0.2459
0.2682
β4
0.2469
0.2388
0.2637
1.7031
1.4191
1.4151
Parameter Acak σ u2
Dari Tabel 2 terlihat bahwa untuk ukuran sampel 80 parameter tetap penaksir intersep relatif bias. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh penaksir parameter slope. Sementara untuk parameter acak hanya ukuran sampel 80 yang memberikan hasil yang berbeda. Secara umum dapat dikatakan bahwa dengan bertambahnya ukuran sampel penaksir yang dihasilkan akan semakin baik.
Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa standard error pada ukuran sampel 80 relatif lebih besar dibandingkan ukuran sampel yang lebih besar. Sementara untuk penaksir slope juga menunjukkan standard error yang semakin kecil seiiring bertambahnya ukuran sampel. Hal yang sama juga terjadi untuk parameter acak juga menunjukkan standard error yang semakin kecil seiiring bertambahnya ukuran sampel. Secara umum dapat dikatakan bahwa dengan bertambahnya ukuran sampel standard error yang dihasilkan akan semakin kecil.
5. KESIMPULAN Berdasarkan hasil simulasi, untuk data kasus TB hasilnya menunjukkan bahwa model Poisson Multilevel lebih tepat digunakan dibandingkan model regresi poisson. Secara umum dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa model regresi Poisson
Tabel 3 Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
63
Multilevel akan memberikan hasil yang baik untuk data dengan struktur hierarki seperti data kejadian TB. Dari hasil tersebut juga dapat disimpulkan bahwa semakin bertambahnya ukuran sampel penaksir akan memberikan hasil yang tak bias dan semakin efisien.
6. REFERENSI Agresti, Alan. 2007. An Introduction to Categorical Data Analysis, 2ndEdition. John Wiley & Sons, Inc. Agresti, Alan. 2002.Categorical Data Analysis. 2nd edition. New York: John Wiley & Sons, Inc. Bliese, P. 2006. Multilevel Models in R (2.2). R Development Core Team. Dobson, Annette J. 2002. An Introduction to Generalized Linear Models 2ndedition. London. Chapman & Hall. Goldstein, Harvey. 1995. Multilevel nd Statistical Model2 ed., London, Arnold.
McCullagh and Nelder. 1989. Generalized Linear Models. 2ndedition. , London. Chapman & Hall. Ringdal, K. 1992. Methods for Multilevel Analysis. Acta Sosiologica 35:235-243. Rodriguez, G., Goldman, N. 2001. Improved estimation procedures for multilevel models with binary response: a case-study, Journal Royal Statist.Soc A, 164, Part 2 pp 339-355 Snijder, Tom A. B., Bosker, Roel J. 1999.Multilevel Analysis: An introduction to basic and advance multilevel modelling. London. SAGE Publications. Tantular, Bertho. 2014. Studi Simulasi Model Poisson Multilevel dalam Menentukan Faktor Resiko Penyebab TB. Makalah dipresentasikan pada Seminar Nasional Statistika IV Departemen Statistika FMIPA UNPAD Tantular, Bertho. 2015. Penentuan Ukuran Sampel pada Model Poisson Multilevel. Makalah dipresentasikan pada Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika UNY 2015.
Hedeker, Donald. 2007. Multilevel Models for Ordinal and Nominal Variables. Handbook of Multilevel Analysi: edited by Leeuw and Meijer . New York. Springer. Hesketh, S.,Rabe. 2003. Multilevel modeling of ordered and unordered categorical Responses. London. Institute of Child Health. Hox, J.J. 2002. Multilevel Analysis: Techniques and Applications. New Jersey. Lawrence Erlbaum Associates Publishers. Jones, B.S. & Steenbergen, M.R. 1997. Modelling Multilevel Data Structures . Paper prepared in 14th annual meeting of the political methodology society. Columbus. OH. Kramer, M. 2005. R2 Statistics for Mixed Models. Published Paper in Biometrical Consulting Service, ARS (Beltsville, MD), USDA.
64
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
KLASIFIKASI SENTIMEN TWITTER MENGGUNAKAN METODE SUPPORT VECTOR MACHINE DAN NAIVE BAYES DENGAN PRA-PROSES FILTER STRINGTOWORDVECTOR 1
Aris Tjahyanto1) Jurusan Sistem Informasi FTIF, Institut Teknologi Sepuluh Nopember email:
[email protected]
Abstrak Pada penelitian ini digunakan data pesan yang diperoleh dari jejaring sosial twitter. Ekstraksi fitur dari pesan twitter dilakukan dengan menggunakan metode filter StringtoWordVector . Metode esktraksi fitur tersebut mengubah data string ke dalam sekumpulan atribut yang mewakili informasi kemunculan kata dari teks yang terdapat dalam sebuah string. Tokenizer yang diterapkan adalah proses sederhana dengan memperhatikan tanda-tanda baca seperti tanda baris baru, tanda tab, titik, koma, titik-koma. Sedangkan metode pengklasifikasi yang digunakan adalah Support Vector Machine (SVM) dan Naive Bayes yang biasa digunakan dalam klasifikasi teks. Dalam penelitian ini, hasil diperoleh hasil akurasi sebesar 94.67% untuk SVM , sebesar 93.35% untuk Naive Bayes. Dari percobaan diperoleh ROC Area sebesar 0.916 untuk SVM dan sebesar 0.945 untuk Naive Bayes.. Kata Kunci: Klasifikasi sentimen, SVM, Naive Bayes, Twitter.
1. PENDAHULUAN Internet telah menjadi bagian sehari-hari sebagian besar masyarakat Indonesia, antara lain dibuktikan dengan bertenggernya negara ini pada peringkat ke-enam sebagai pengguna Internet terbesar di dunia. Tingginya pengguna internet berbanding lurus dengan jumlah pengguna jejaring sosial yang salah satunya adalah Twitter. Indonesia juga tercatat menempati peringkat ketiga di dunia dalam hal penggunaan jejaring media twitter [1] . Twitter memungkinkan penggunanya untuk mengirim pesan yang diunggahnya kepada para pengikutnya. Dan panjang pesan yang diunggah dalam twitter dibatasi sebanyak 140 karakter saja. Pada sisi lain, pesan yang diunggah dalam twitter, tidak terbatas pada satu topik tertentu saja. Dengan twitter seseorang dapat menyampaikan pendapat atau uneg-unegnya tentang suatu produk [2], atau tentang layanan industri pariwisata [3].
Banyaknya informasi yang disampaikan melalui twitter, telah membuat sejumlah pihak untuk melakukan berbagai macam penelitian penggalian informasi. Salah satunya adalah penggalian informasi yang berkaitan dengan sentimen pengguna dengan cara klasifikasi sentimen. Salah satu tantangan klasifikasi sentimen dengan memanfaatkan twitter adalah keterbatasan panjang informasi yang disampaikan. Sehingga akan memaksa seorang pengguna untuk berimprovisasi sedemikian rupa agar tetap dapat menyampaikan pendapatnya walau terbatas sebanyak 140 karakter. Dengan demikian akan cukup menyulitkan dalam melakukan penggalian sentimen dari konten twitter [4]. Klasifikasi sentimen untuk twitter berbahasa Indonesia masih menjadi topik penelitian yang jumlahnya terbatas. Pada penelitian mengenai klasifikasi sentimen berbahasa Indonesia, para peneliti menggunakan berbagai pendekatan dalam praproses klasifikasi. Praproses klasifikasi
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
65
merupakan tahap penting dalam klasifikasi yang terbagi menjadi dua yakni ekstraksi fitur dan seleksi fitur [5]. Pada penelitian ini akan terfokus pada pemakaian sejumlah metode untuk klasifikasi, yaitu menggunakan SVM dan Naive Bayes. Ekstraksi fitur menggunakan teknik sederhana yaitu teknik StringToWordVector yang mengubah data string ke dalam sekumpulan atribut yang mewakili informasi kemunculan kata dari teks yang terdapat dalam sebuah string. Setelah melalui tahap ekstraksi fitur, selanjutnya akan dilakukan klasifikasi dengan menggunakan SVM dan Naive Bayes. Selanjutnya akan dibandingkan tingkat akurasi, recall, precision, dan kurva ROC yang dihasilkan oleh kedua pengklasifikasi.
2. KAJIAN LITERATUR Bagian ini berisi teori dan kajian literatur yang dijadikan sebagai penunjang konsep penelitian. Teori yang dijelaskan antara lain mengenai metode klasifikasi teks yang meliputi SVM dan Naive Bayes. Juga dijelaskan teknik pengukuran performa pengklasifikasi dengan menggunakan Fmeasure dan kurve ROC. 2.1. Pengklasifikasi Teks Klasifikasi merupakan suatu pekerjaan untuk menilai objek data dan memasukkannya ke dalam suatu kelas tertentu. Terdapat dua tahap pada proses klasifikasi, yang pertama adalah pembuatan model berdasarkan data training; dan yang kedua adalah pemanfaatan model tersebut untuk melakukan prediksi/pengenalan/ klasifikasi terhadap sebuah objek data lain agar diketahui kelompok kelas mana objek data tersebut. Klasifikasi dengan pendekatan pembelajaran
66
menggunakan mesin dengan
metode supervised learning telah banyak digunakan dalam penelitian klasifikasi sentimen pada jejaring sosial. Beberapa jenis pengklasifikasi yang digunakan untuk klasifikasi dengan sumber data jejaring sosial antara lain K-Nearest Neighbour (KNN), Naive Bayes Classifier (NBC), Maximum Entropy (ME), dan Support Vector Machine (SVM). 2.1.1 Support Vector Machine (SVM) Support vector machine (SVM) merupakan sistem pembelajaran yang menggunakan ruang hipotesis berupa fungsi linear dalam ruang fitur dimensi tinggi. Tujuan dari SVM sendiri adalah untuk membuat sebuah batas yang disebut hyperplane terbaik yang mampu memisahkan secara homogen. Hyperlane terbaik yang memisahkan antara dua kelas dapat ditemukan dengan mengukur margin dan mencapai nilai maksimalnya. Adapun data yang berada pada bidang pembatas dikenal sebagai support vector. Pada SVM terdapat beberapa jenis kernel yang biasa digunakan, yaitu: (a) linear, (b) polynomial, (c) RBF, dan (d) Sigmoid. Kernel yang sering digunakan untuk klasifikasi teks adalah kernel linear. Kernel linier cocok digunakan untuk klasifikasi teks karena beberapa alasan, yaitu : (a) mayoritas teks terpisah secara linier, (b) kernel linear cocok apabila terdapat banyak fitur, (c) proses kernel linier yang cepat, (d) parameter yang dioptimasi jumlahnya lebih sedikit [6]. 2.1.2 Naive Bayes Pengklasifikasi Naive Bayes adalah sebuah teknik klasifikasi yang dikembangkan berdasarkan teorema Bayes. Ciri utama dari pengklasifikasi Naive Bayes adalah adanya asumsi yang sangat kuat atau naif akan independensi dari masing-masing kondisi
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
atau kejadian. Yang dimaksud dengan independensi yang kuat pada fitur adalah bahwa sebuah fitur pada sebuah data tidak berkaitan dengan ada atau tidaknya fitur lain dalam data yang sama. Ide dasar dari teorema Bayes adalah bahwa hasil dari hipotesis atau peristiwa (H) dapat diperkirakan berdasarkan pada beberapa bukti (E) yang diamati. Kaitan antara Naive Bayes dengan klasifikasi, korelasi hipotesis dan bukti klasifikasi adalah bahwa hipotesis dalam teorema Bayes merupakan label kelas yang menjadi target pemetaan dalam klasifikasi. Sedangkan bukti merupakan fitur-fitur yang menjadikan masukkan dalam model klasifikasi. Jika X adalah vektor masukan yang berisi fitur dan Y adalah label kelas, Naive Bayes dituliskan sebagai P(X|Y). Notasi tersebut berarti probabilitas label kelas Y didapatkan setelah fitur-fitur X diamati. Notasi ini dikenal juga probabilitas akhir (posterior probability) untuk Y. Untuk P(Y) disebut sebagai probabilitas awal (prior probability) dari Y [7]. Selama proses training, dilakukan pembelajaran probabilitas akhir P(Y|X) pada model untuk setiap kombinasi X dan Y bedasarkan informasi yang diperoleh dari data training. Dengan membangun model tersebut, sebuah data uji X‟ dapat diklasifikasikan dengan cara mencari nilai Y‟ dengan memaksimalkan nilai P(X‟|Y‟) yang diperoleh. 2.2. Pengukuran Kinerja Dalam pekerjaan klasifikasi, terdapat beberapa teknik pengukuran kinerja klasifikasi. Teknik yang biasa digunakan adalah precision, recall, dan akurasi. Nilai pengukuran kinerja tersebut diperoleh berdasarkan perbandingan dari nilai true positive, false positive, false negative dan true negative. True positive (TP) adalah jumlah
klasifikasi yang benar dari data positif, false positive (FP) adalah jumlah klasifikasi yang salah dari data negatif, false negative (FN) adalah jumlah klasifikasi yang salah dari data positif, sedangkan true negative (TN) adalah jumlah klasifikasi yang benar dari data negatif. Akurasi adalah nilai perbandingan antara nilai data yang diklasifikasikan secara benar dengan seluruh data. Rumus perhitungan akurasi adalah : (1) Precision atau presisi adalah perbandingan antara jumlah data pada suatu kelas yang diklasifikasi secara benar dengan seluruh data pada kelas yang sama. Rumus
perhitungannya adalah
.
Recall adalah perbandingan antara jumlah data pada suatu kelas yang diklasifikasi secara benar dengan seluruh data yang diklasifikasi pada kelas yang sama.
Rumus recall adalah
.
Sedangkan F-measure merupakan ukuran keberhasilan prediksi yang menggabungkan recall dan precision. [8]. (
)
(2)
Dengan β merupakan parameter kepentingan relative aspek precision dan recall, sedangkan P adalah nilai precision, dan R adalah nilai recall. Jika nilai β > 1, maka akan memberikan bobot kepentingan recall lebih tinggi daripada precision. Jika nilai β = 2 maka akan bobot recalldua kali lebih besar daripada precision. Jika nilai β = 0.5 maka bobot precisiondua kali lebih besar daripada recall. Apabila recall dan precision memiliki
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
67
bobot yang sama maka β = 1, dan F-measure dapat ditulis sebegai : (3) Suatu sistem klasifikasi dinyatakan efektif jika hasil perhitungan menunjukkan precision yang tinggi sekalipun recall-nya rendah. 2.3 Area Under Curve (AUC) Kurva ROC merupakan grafik dua dimensi yang menunjukkan kinerja sebuah pengklasifikasi. Kurva tersebut dibuat dengan true positif rate (TPR) sebagai sumbuy, dan false positif rate (FPR) sebagai sumbu-x. Rumus perhitungan TPR adalah ,
sedangkan
dengan menggunakan rumus
FPR
3. METODE PENELITIAN Pada paper ini, penelitian dibagi menjadi tiga tahap yaitu: penyiapan data, ekstraksi fitur, dan klasifikasi. Tahap penyiapan data atau pre-processing merupakan proses pengumpulan data twitter sampai diperoleh data siap pakai dalam format ARFF. Pada tahap ekstrasi fitur akan dilakukan konversi Masingmasing tahap tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.
dihitung .
Kurva ROC menunjukkan hubungan negatif antara TPR (disebut juga sebagai sensitivity atau recall) dengan FPR (disebut juga sebagai fall-out atau 1-specificity). Semakin tinggi sensitivity maka akan semakin rendah specificity-nya [9]. Jika kurvanya mengikuti batas sebelah kiri kemudian batas atas kurva ROC maka semakin akurat pengklasifikasinya. Semakin dekat kurva ROC terhadap garis diagonal 45 derajat, semakin berkurang akurasi dari pengklasifikasinya. Area under curve atau luas area di bawah kurva (AUC) merupakan representasi dari rata-rata sensitivity untuk semua nilai specificity yang mungkin. Nilai AUC ini dapat digunakan untuk mengukur akurasi pengklasifikasi secara umum. Nilai AUC berkisar antara 0 sampai 1. Semakin mendekati 1 maka semakin baik akurasi dari pengklasifikasi. Performa dari pengklasifikasi adalah sempurna jika AUC sama dengan 1.0, jika AUC > 0.9, maka sebuah pengklasifikasi
68
tergolong memiliki tingkat akurasi tinggi. Apabila AUC terletak antara 0.71 sampai 0.9, maka dikategorikan sebagai tingkat akurasi menengah, antara 0.51 sampai 0.7 tergolong tingkat akurasi rendah, dan AUC = 0.5 dapat dikatakan prediksi dari pengklasifikasi berlangsung secara acak [10].
a.
Tahap Penyiapan Data
Penelitian ini menggunakan studi kasus penyedia layanan telekomunikasi di Indonesia yang menyediakan layanan aktif melalui twitter. Pengumpulan pesan twitter ini menggunakan Twitter API Stream dengan menggunakan kata kunciμ “telkomsel”, “indosat”, “xl axiata”, “xl”, “smartfren”, “telkom”, “indosatcare”, “smartfrencare”, “xlcare”, dan “telkomcare”. Data yang dikumpulkan adalah pesan teks yang mengandung kata kunci tersebut dan pesan yang diambil secara real time dalam jangka waktu tertentu.
b.
Tahap Ekstraksi Fitur
Untuk ekstraksi fitur digunakan filter StringtoWordVector. Filter ini berfungsi untuk mengkonversi sebuah data tekstual menjadi sejumlah atribut yang mewakili informasi jumlah kemunculan kata (berdasarkan tokenizer yang digunakan) [11].
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Setiap kata akan dianggap sebagai atribut yang berjenis numerik. Sebagai contoh sebuah twitter yang berisikan teks “aduh gila paket mahal benar” akan diubah menjadi {0 negatif,11 1,115 1,252 1,518 1,627 1} dalam format ARFF. Nilai nol pada „0 negatif‟ mewakili kode label sentimen, pada contoh bernilai negatif. Kode „11 1‟ berarti kata „aduh‟ terjadi sebanyak 1 kali, dan kode „115 1‟ memiliki makna kata „gila‟ terjadi sebanyak 1 kali, dan seterusnya. c.
Tahap Klasifikasi
Klasifikasi dilakukan dengan menggunakan pengklasifikasi SVM dengan kernel linier. Pada penelitian ini evaluasi dilakukan menggunakan 10 buah fold crossvalidation. Himpunan data akan dibagi menjadi 10 buah bagian secara acak. Secara berulang 9 bagian akan dijadikan sebagai data latih dan 1 bagian akan dijadikan sebagai data uji. Berdasar data latih,akan dibangun model klasifikasi untuk memprediksikan kelas atau label dari data uji. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan hasil label prediksi dengan label aslinya. Berbasarkan catatan pengujian, kemudian dihitung nilai akurasi, precision, recall, dan F-measure. Hasil evaluasi kinerja yang dihasilkan merupakan hasil rata-rata dari masing-masing uji coba. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Data pesan twitter diperoleh dengan menggunakan Twitter API Stream. Data yang telah terkumpul kemudian dipilah menjadi dua kelompok yakni pesan yang mengandung sentimen negatif dan sentimen positif. Pesan yang netral atau tidak mengandung sentimen tidak digunakan dalam penelitian ini. Pesan netral atau tidak memiliki sentimen umumnya adalah bersifat penjelasan, sebagai contoh adalah pesan twitter yang berbunyi “Indosat punya Mentari utk spesial data dan IM3 buat voice”.
Proses pemilahan dan penentuan label sentimen pesan tersebut dilakukan secara manual. Untuk memastikan kebenaran dari penentuan label sentimen, dilakukan pemeriksaan ulang sebanyak dua kali. Dari hasil pengumpulan dan pemilahan data ini, terkumpul data sebanyak 1821 tweet dengan jumlah tweet positif sebanyak 1436 tweet dan tweet negatif sebanyak 385 tweet. Tahap selanjutnya adalah mengubah datasets twitter tersebut dalam format ARFF seperti yang terlihat pada Gambar 1. Datasets yang dibuat, terdiri dari dua buah atribut. Atribut pertama adalah “sentimentclass”, yang merupakan label dari pesan twitter. Label dapat berupa “positif” atau “negatif” yang mewakili sentimen dari pesan twitter yang diposting. Sedangkan atribut kedua adalah “pesanTwitter” yang berjenis String, yang merupakan pesan asli yang diperoleh dengan menggunakan Twitter API Stream. @relation klasifikasi_test @attribute sentimentclass {positif, negatif} @attribute pesanTwitter String
@data negatif,'Lagi-lagi sms dari indosat :(( ' negatif,'pending terus smartfren ni :( ' negatif,'@Telkomsel sinyal full,tp lemotnya minta ampun ' Gambar 1. Cuplikan datasets twitter Sebelum masuk ke tahap klasifikasi, atribut “pesanTwitter” terlebih dulu dikenakan proses filter untuk mendapatkan fitur dengan menggunakan StringtoWordVector. Dari sebanyak 1821 instans pesan twitter, telah
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
69
diekstrak sejumlah 5073 kata unik. Kata-kata yang telah diekstrak tersebut akan dipakai sebagai fitur yang diperlukan pada tahap pembangunan model dan prediksi klasifikasi. Tahap berikutnya proses klasifikasi dengan menggunakan Naive Bayes dan SVM. Kali ini fungsi kernel yang digunakan untuk SVM adalah fungsi linear. Pada percobaan dicatat nilai TP, FP, FN, dan TN yang ditampilkan sebagai matrik klasifikasi atau dikenal juga sebagai confusion matrix (dapat dilihat pada Tabel 1). Berdasar nilai percobaan tersebut kemudian dihitung akurasi, precision, recall dan F-measure seperti yang tercantum pada Tabel 2. Tabel 1. Matriks Klasifikasi Prediction SVM + + 332
-
+
-
+
307
78
-
43
1393
Actual -
44 1392
Dari hasil uji coba seperti yang terlihat pada Tabel 2 dapat diketahui bahwa secara umum pengklasifikasi SVM dengan fungsi kernel linear memberikan hasil yang lebih baik daripada Naive Bayes. Kedua metode pengklasifikasi memiliki kurva ROC lebih dari 0.92 yang menunjukkan bahwa pengklasifikasi yang digunakan adalah berkinerja tinggi. Tabel 2. Kinerja SVM vs Naive Bayes Ukuran Kinerja
SVM Naive Bayes
Accuracy
94.67
93.36
Precision
88.30
87.71
Recall
86.23
79.74
F-Measure
87.25
83.54
70
0.92
0.95
Akurasi dari SVM diperoleh sebesar 94.67%, lebih besar dari Naive Bayes yang sebesar 93.36%. Hanya saja ukuran kinerja akurasi yang lebih tinggi belum dapat dijadikan patokan. Hal ini karena dapat saja akurasinya sama atau mendekati sama akan tetapi kinerja secara umum masih lebih baik atau lebih jelek. Untuk itu diperlukan ukuran kinerja yang lain, seperti precision, recall, dan F-measure. Dari percobaan menunjukkan, bahwa SVM juga memberikan nilai yang lebih tinggi daripada Naive Bayes. Ini mengukuhkan bahwa pada kasus ini, kinerja SVM dengan fungsi kernel linear secara umum lebih baik dibandingkan dengan Naive Bayes.
Prediction
Naive Bayes
53
Actual
ROC
5. KESIMPULAN Metode esktraksi filter StringtoWordVector mampu digunakan bersama dengan SVM dan Naive Bayes untuk melakukan klasifikasi sentimen twitter dengan baik. Secara umum kinerja dari SVM fungsi kernel linear adalah lebih baik dibandingkan Naive Bayes. Dari percobaan diperoleh hasil akurasi sebesar 94.67% untuk SVM , sebesar 93.35% untuk Naive Bayes. Dari percobaan juga diperoleh ROC Area sebesar 0.916 untuk SVM dan sebesar 0.945 untuk Naive Bayes. Pada penelitian selanjutnya, akan dicoba beberapa upaya dalam rangka menaikkan kinerja klasifikasi dari SVM dan Naive Bayes. Ada sejumlah hal yang menjanjikan sehingga mampu menaikkan kinerjanya, antara lain seleksi fitur, optimasi SVM dengan menggunakan sejumlah kernel seperti RBF, pemakaian metode pengklasifikasi lainnya, atau pun penggunaan filter yang mampu menghilangkan fitur yang dianggap sebagai noise.
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
6. REFERENSI [1] I. A. Tarigan, Pengguna Twitter Indonesia Teraktif Ketiga di Dunia . CHIP.co.id, 2013.
interpretation of diagnostic test properties: Clinical example of Sepsis,” Intensive Care Med., vol. 29, no. 7, pp. 1043–1051, May 2003.
[2] M. Ghiassi, J. Skinner, and D. Zimbra, “Twitter brand sentiment analysisμ A hybrid system using n-gram analysis and dynamic artificial neural network,” Expert Syst. Appl., vol. 40, no. 16, pp. 6266 – 6282, 2013.
[11] I. H. Witten, E. Frank, and M. A. Hall, “Chapter 11 - The Explorer,” in Data Mining: Practical Machine Learning Tools and Techniques (Third Edition), Third Edition., I. H. Witten, E. Frank, and M. A. Hall, Eds. Boston: Morgan Kaufmann, 2011, pp. 407 – 494.
[3] M. D. Sotiriadis and C. van Zyl, “Electronic word-of-mouth and online reviews in tourism services: the use of twitter by tourists,” Electron. Commer. Res., vol. 13, no. 1, pp. 103–124, 2013. [4] N. F. F. da Silva, E. R. Hruschka, and E. R. H. Jr, “Tweet sentiment analysis with classifier ensembles,” Decis. Support Syst., vol. 66, pp. 170 – 179, 2014. [5] B. Baharudin, L. H. Lee, and K. Khan, “A Review of Machine Learning Algorithms for Text-Documents Classification,” J. Adv. Inf. Technol., vol. 1, no. 1, 2010. [6] C. Hsu, C. Chang, and C. Lin, A practical guide to support vector classification. 2010. [7] L. Jiang, C. Li, S. Wang, and L. Zhang, “Deep feature weighting for naive Bayes and its application to text classification,” Eng. Appl. Artif. Intell., vol. 52, pp. 26 – 39, 2016. [8] C. J. V. Rijsbergen, Information Retrieval, 2nd edition. London ; Bostonμ Butterworth-Heinemann, 1979. [9] T. Fawcett, “An Introduction to ROC Analysis,” Pattern Recogn Lett, vol. 27, no. 8, pp. 861–874, Jun. 2006. [10] J. E. Fischer, L. M. Bachmann, and R. Jaeschke, “A readers‟ guide to the Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
71
PERBANDINGAN METODE ALOKASI MODAL DENGAN MENGGUNAKAN ACTIVITY BASED METHOD DAN BETA METHOD Sukono1), Agus Supriatna2) , Sudradjat Supian3) , Dwi Susanti4), Harry Adi Pratama5) 1,2,3,4,5) Departemen Matematika, FMIPA, Universitas Padjadjaran 1) email:
[email protected]; 2)email: penulis
[email protected]; 3)email:
[email protected] 4) email: penulis
[email protected]; 5)email:
[email protected]
Abstrak Dalam pengelolaan aset dan investasi, perusahaan asuransi perlu mempertimbangkan aspek risiko dalam melakukan alokasi modal. Dalam paper ini dibahas permasalahan tentang perbandingan metode alokasi modal berdasarkan “Activity Based Method” dan “Beta Method”. Diasumsikan bahwa return yang diperoleh dari alokasi modal dalam berinvestasi adalah berdistribusi normal. Uji asumsi normalitas data return tersebut dilakukan dengan menggunakan metode KolmogorovSmirnov. Selanjutnya, data return digunakan untuk perhitungan Solvensi Capital Requirement (SCR) dengan pendekatan Value-at-Risk (VaR). Besarnya nilai VaR ini digunakan dalam analisis alokasi modal investasi yang dilakukan, yakni menggunakan Activity Based Method dan Beta Method. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada Activity Based Method , semua alokasi modal hampir sama, yang artinya pembagian merata terhadap setiap portofolio investasi. Sedangkan pada Beta Method, terdapat kesenjangan antara alokasi modal yang satu dan lainnya. Berdasarkan perbandingan tersebut perusahaan asuransi dapat memilih metode alokasi modal yang sesuai guna pengambilan keputusan berinvestasi. Kata Kunci: Aset investasi, SCR, VaR, Activity Based Method, Beta Method 1. PENDAHULUAN Portofolio adalah sekumpulan yang dimiliki pemodal perorangan atau lembaga. Hakekat dari pembentukan portofolio adalah untuk mengurangi risiko dengan penganekaragaman aset investasi (Panjer et al., 1998). Portofolio dapat diartikan sebagai melakukan investasi pada berbagai instrumen investasi, bisa sejenis dan bisa juga tidak sejenis, yang tujuannya adalah menurunkan risiko dan menghasilkan pendapatan sesuai dengan tujuan berinvestasi (Coppola & D‟Amato, 2014). Menurut Ioana et al. (2013) portofolio dimaksudkan sebagai strategi memaksimalkan tingkat keuntungan yang diharapkan dan meminimalisir risiko yang dihadapi. Untuk mendapatkan konstruksi portofolio yang baik, tentunya harus melalui berbagai perbandingan, misalnya dengan memberikan pembobotan yang berbeda pada alokasi modal pada masing-masin aset investasi, untuk melihat hasilnya optimum atau tidak. Portofolio yang memberikan return
72
rata-rata tertinggi dan risiko terendah (mengandung risiko yang lebih rendah) adalah menjadi pilihan. Kelangsungan sebuah perusahaan asuransi didasarkan pada selisih antara penerimaan premi yang ditambah modal dengan pembayaran jumlah klaim semua portofolio secara bersamaan (Dhaene et al., 2004). Jika nantinya selisih ini tidak bernilai positif untuk perusahaan asuransi, maka kelangsungan perusahaan tersebut tidak dapat dijamin. Harapan keuntungan di masa datang merupakan kompensasi atas waktu dan risiko yang terkait dengan investasi yang dilakukan. Return merupakan salah satu faktor yang memotivasi investor dan juga merupakan imbalan atas keberanian investor menanggung risiko atas investasi yang dilakukannya (Dragos, 2013). Jika dimisalkan bahwa adalah sekumpulan nilai premi dan dinotasikan sebagai sekumpulan jumlah klaim, sementara adalah modal (termasuk
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
alokasi modal yang diinvestasikan), maka untuk mencari return adalah . Alokasi modal investasi ini merupakan salah satu aktivitas yang memegang peranan penting dalam kelangsungan hidup perusahaan asuransi. Oleh karena itu, perusahaan asuransi harus dapat memilih metode alokasi modal yang sesuai dengan kondisinya. Menurut Angelis & Granito (2015), Schlicher (2013), dan Overback (2004), terdapat banyak metode alokasi modal yang dapat digunakan oleh perusahaan asuransi, diantaranya menggunakan Activity Base Method dan Beta Method. Berdasarkan Angelis & Granito, Schlicher, dan Overback, tersebut, paper ini membahas perbandingan metode alokasi modal antara Activity based Method dengan Beta Method. Tujuannya adalah untuk mempelajari perbedaan teknik alokasi modal dari dua metode tersebut.
2. METODE PENELITIAN Dalam metode penelitian dibahas beberapa metode perhitungan, yang digunakan dalam perbandingan metode alokasi modal. Dimulai dengan pembahasan tentang solvensi II dan Value-at-Risk.
Sovensi II dan Value-at-Risk
Solvensi II adalah didefinisikan sebagai sumber finansal yang harus dimiliki oleh perusahaan asuransi agar dianggap solvent, yaitu mampu memenuhi kewajiban aktuaria. Solvensi II selanjtnya disebut Solvency Capital Requirement (SCR). Diasumsikan bahwa untuk setiap j risiko yang terdapat pada sebuah portofolio dengan jumlah klaim X j . Kemudian, ambil
sebuah ukuran risiko ( X j ) , sedemikan hingga portofolio j dapat dianggap solvent
(Shahara et al., 2010). Tingkat SCR j dari risiko j didefinisikan sebagai: SCR j ( X j ) .
(1)
Pandang bahwa jumlah semua risiko terseebut sebagai kumpulan dari seluruh jumlah klaim pada portofolio. Ambil suatu risiko
(nj 1 X j ) , sedemikian hingga jumlah
semua portofolio dapat dikatakan solvent. Oleh karena itu, SCRN untuk semua n risiko didefinisikan sebagai: n SCRN X j ; N {1,2,..., n} . j 1
(2)
Secara umum, definisi formal dari SCR j pada risiko j , adalah sebagai berikut.
Definisi SCR j (Pasca, 2015): The Solvency Capital Requirement is defined as the level of capital that should be held at least such that they have sufficient resources to mee the commitments on a time horizon of 12 monts with a probability of at least 99.5%.
Kalau diperhatikan, pengertian tentang SCR j ini sangat dekat hubungannya dengan pengertian Value-at-Risk (VaR). Oleh karena itu, jika ukuran risiko ( X j ) dan
(nj 1 X j )
disubstitusikan
ke
dalam
persamaan (1) dan (2), maka diperoleh: SCR j Va R ( X j ) ; j N , dan
(3)
n SCRN Va R X j . j 1
(4)
Sehingga solvensi II disebut juga sebagai qualitative requirements (Siegel, 2012).
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
73
(∑
Alokasi Modal
)
Perusahaan asuransi harus mempelajari masalah alokasi modal antara portofolio yang berbeda, ketika memutuskan untuk menyatukan risiko yang ditanggung. Ini berarti bahwa keuntungan (return) akan diperoleh dengan menggabungkan risiko yang perlu dialokasikan kembali ke portofolio masing-masing. Capital Allocation Methods akan digunakan untuk mengalokasikan keuntungan kembali ke portofolio (Angelis & Granito, 2015; Schlicher, 2004).
Perhatikan bahwa jika persamaan (6) disubstitusikan ke persamaan (7), akan diperoleh:
Diversifikasi
Metode Alokasi Modal
Misalkan
Definisi umum untuk metode alokasi modal, diasumsikan bahwa jumlah klaim pada portofolio adalah dari sekumpulan variabel acak bernilai riil pada ruang peluang . Oleh karena itu akan diperkenalkan konsep baru disebut situation (Angelis & Granito, 2015; Schlicher, 2013).
sekumpulan portofolio , masing masing dengan jumlah klaim . Selanjutnya, ditetapkan sebagai ukuran risiko dari portofolio (Duffie & Pan (1997). Kemudian diversifikasi aset menyatakan bahwa setidaknya jumlah risiko besarnya sama dengan risiko dari semua unit aset, jadi: ∑
(∑
)
Misalkan untuk sebuah portofolio pada perusahaan asuransi yang sama. Portofolio ini berdistribusi eksponensial dengan . Selanjutnya, gunakan Value-at-Risk (VaR) sebagai ukuran risiko. Kemudian, untuk setiap , Value-at-Risk (VaR) menjadi :
Jika portofolio digabungkan, maka diperoleh nilai yang baru yaitu (Danielsson & Vries, 2000). Oleh karena itu Value-at-Risk (VaR) untuk portofolio yang digabungkan adalah :
74
∑ yang berarti bahwa penggabungan Value-atRisk (VaR) merupakan penjumlahan dari Value-at-Risk (VaR) masing-masing aset (Duffie & Pan, 1997).
Definisi Situation (Angelis & Granito, 2015; Schlicher, 2013): A situation is a tuple consisting of (1) a set of participatory portofolios, (2) a vector of possible claim amounts of the portofolios and (3) a risk measure.
Oleh karena itu, diperoleh:
Selain itu, definisikan sebagai kumpulan dari semua keadaan, dengan . Maka definisi metode alokasi modal adalah:
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Definisi Capital Allocation Method (Angelis & Granito, 2015; Schlicher, 2013): A capital allocation method is defined as a function that determines the capital for every portofolio in a specific situation :
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bagian hasil dan pembahasan, dilakukan pembahasan ilustrasi dari tiga buah portofolio, di mana obyek dalam ilustrasi digunakan data simulasi. Oleh karena itu, pembahasan dimulai dengan masalah data simulasi
Data Obyek Activity Based Method
Menurut Angelis & Granito (2015) dan Schlicher (2013) Metode alokasi modal pertama kali diperkenalkan oleh Hamlen pada tahun 1977. Activity Based Method mengalokasikan risiko bersama ke portofolio berbanding dengan risiko masing-masing aset. Untuk situasi alokasi modal, risiko yang berubah-ubah Activity Based Method mengalokasikannya ke portofolio:
Beta Method
∑
( )
∑
Menurut Angelis & Granito (2015) dan Schlicher,(2013) metode alokasi modal pada aset berisiko yang kedua didasarkan pada kovarians antara variabel acak yang menggambarkan jumlah klaim dari portofolio , dan penggabungan semua portofolio secara bersamaan. Beta untuk portofolio . Untuk
didefinisikan sebagai
situasi alokasi modal pada aset berisiko yang berubah-ubah Beta Method mengalokasikannya ke portofolio:
∑
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data simulasi bilangan random yang diperoleh dari program perhitungan premi dan klaim (Bagja, 2015). Dimana proses mendapat data adalah sebagai berikut: Pada kolom banyak data, diisi dengan jumlah data yang akan digunakan untuk penelitian yang merepresentasikan jumlah bulan yaitu sebanyak 100. Pada kolom premi diisi dengan berapa premi yang harus dibayarkan tertanggung kepada perusahaan asuransi untuk menanggung risikonya sebanyak 2.500. Perlu dicatat bahwa data premi, klaim dan return berada dalam skala ribuan dan dalam Rupiah. Jika setelah ada penambahan modal dengan asumsi nilai modal adalah 1000, maka diperoleh data return seperti tampak diberikan dalam Tabel 1. Dalam Tabel 1 dapat dilihat bahwa pada masing-masing portofolio memiliki nilai return yang berbeda-beda. Di mana untuk nilai positif menggambarkan return berupa keuntungan (profit), dan nilai minus menggambarkan return berupa kerugian (loss).
∑
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
75
Tabel 1. Data Simulasi Return
Artinya nilai alokasi modal untuk portofolio 1 dengan perhitungan Activity Based Method adalah sebesar . Untuk nilai ribuan dan dalam rupiah, nilainya adalah Perhitungan Alokasi Modal
Untuk portofolio 2
Selanjutnya karena merata-ratakan risiko portofolio akan mendatangkan keuntungan, belum diketahui alokasi nilai diversifikasi terhadap masing-masing portofolio, untuk itu akan dihitung alokasi untuk masing-masing portofolio menggunakan 2 metode, yaitu dengan Activity Based Method dan Beta Method.
Perhitungan dengan Activity Based Method
Akan dicari nilai alokasi modal untuk setiap portofolio menggunakan persamaan activity based method (11). Di mana diketahui nilainilai risiko yang sebelumnya adalah sebagai berikut :
Artinya nilai alokasi modal untuk portofolio 2 dengan perhitungan Activity Based Method adalah sebesar . Untuk nilai ribuan dan dalam rupiah, nilainya adalah
Untuk portofolio 3
(∑
)
Untuk portofolio 1
76
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Artinya nilai alokasi modal untuk portofolio 3 dengan perhitungan Activity Based Method adalah sebesar . Untuk nilai ribuan dan dalam rupiah, nilainya adalah
Artinya nilai alokasi modal untuk portofolio 1 dengan perhitungan Beta Method adalah sebesar . Untuk nilai ribuan dan dalam rupiah, nilainya adalah
Maka didapat:
Untuk portofolio 2 Untuk menghitung digunakan rumus . Lalu (∑ ) ∑ ∑ untuk digunakan rumus ∑ . ) ∑ ∑ (∑ ∑
Perhitungan dengan Beta Method
Akan dicari nilai alokasi modal untuk setiap portofolio menggunakan persamaanbeta method (2.19). Dan untuk mencari nilai digunakan rumus perhitungan . Pada kasus ini, Untuk portofolio 1
berarti ∑
Untuk menghitung digunakan rumus . Lalu (∑ ) ∑ ∑ untuk digunakan rumus ∑
(∑
∑
∑
∑
∑
)
(
∑
)
∑
∑
∑
∑
∑
.
∑
Artinya nilai alokasi modal untuk portofolio 2 dengan perhitungan Beta Method adalah sebesar . Untuk nilai ribuan dan dalam rupiah, nilainya adalah
Untuk portofolio 3 Untuk menghitung digunakan rumus . Lalu (∑ ) ∑ ∑ untuk digunakan rumus ∑
(∑
∑
∑
)
∑
∑
∑
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
.
∑
77
Dapat dilihat pada Tabel 2, tampak bahwa untuk Activity Based Method semua alokasi hampir sama, yang artinya pembagian merata pada ketiga portofolio. Sedangkan untuk Beta Method, terdapat kesenjangan antara alokasi yang satu dan yang lainnya. Sepertinya, dampak kovariansi pada Beta Method mempunyai pengaruh yang signifikan pada alokasi modal tiap portofolio.
∑
Artinya nilai alokasi modal untuk portofolio 3 dengan perhitungan Beta Method adalah sebesar . Untuk nilai ribuan dan dalam rupiah, nilainya adalah
Maka didapat :
Perbandingan Metode Alokasi Modal
Dalam bagian ini ditunjukan table rangkuman metode alokasi modal untuk ketiga portofolio, dan kemudian dibandingkan satu sama lain. Tujuannya untuk mengetahui perbedaan antara metode satu dengan yang lainnya, yaitu untuk Activity Based Method dan Beta Method, seperti tampak dalam Tabel 2.
Tabel 2. Nilai Alokasi Modal Metode Activity based method Beta method
78
4. KESIMPULAN Dalam paper ini telah dibahas tentang permasalah perbandingan metode alokasi modal dengan Activity Based Method dan Beta Method. Berdasarkan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. Solvensi adalah ukuran kecukupan (solvent) modal suatu perusahaan asuransi untuk memenuhi kewajiban aktuaria. Solvensi II disebut juga sebagai Solvency Capital Requirement (SCR), yang juga identik dengan Value-at-Risk (VaR). SCR atau VaR digunakan untuk perhitungan metode alokasi modal. Dalam paper ini telah disbanding perbedaan dua metode alokasi modal dengan Activity Based Method dan Beta Method. Pada Activity Based Method semua alokasi hampir sama merata pada ketiga portofolio. Sedangkan untuk Beta Method, tidak sama merata antara alokasi yang satu dan yang lainnya. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada program academic leadership grant (ALG), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjran, yang telah memberikan fasilitas untuk melakukan penelitian dan publikasi ini.
5. REFERENSI Angelis, P.D. & Granito, I. (2015). Capital Allocation and Risk Appetite under Solvency II Framework. Working Paper. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Via Del Castro Laurenziano 9 Rome 00161 – Italy. Coppola, M. & D‟Amato, V. (2014). Basis risk in Solvency Capital Requirements for Longevity Risk. Investment Management and Financial Innovations, Volume 11, Issue 3, 2014. Dragos, S.L. (2013). Regulatory Framework in the Insurance Industry – The Solvency II Project. International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences. May 2013, Vol. 3, No. 5. ISSN: 22226990. Danielsson, J., Vries, G., (2000), Value-at-Risk and Extreme Returns , Annalesdeconomieet de statistique, No. 60.
Schlicher, L., (2013).,Literature Study, Eindhoven University of Technology, Eindhoven. Sharara, I., Hardy, M. & Saunders, D. (2010). A Comparative Analysis of U.S., Canadian and Solvency II Capital Adequacy Requirements in Life Insurance. Working Paper. University of Waterloo. Siegel, C. (2012). Solvency Assessment for Insurance Groups in the United States and Europe – a Comparison of Regulatory Frameworks. Working Paper. Institute of Insurance Economics, University of St. Gallen, Tannenstrasse 19, CH-9000 St.
Dhaene, J., Vanduffel, S., Tang, Q., Goovaerts, M., Kaas, R., and Vyncke, D., (2004), Capital Requirements, risk measures and comonotonicity, Report of the IAAs Working Party on Solvency, available at www.actuaries.org under IAA Documents, Papers. Duffie, D., Pan, J., (1997), An overview of value at risk, Journal of Derivatives, Vol. 4, 7-49. Hipertensi Grade II pada Masyarakat, Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang.
Ioana VLAD, C., Maria RADA, A. & Florentina RADA, A. (2013). Capital Adequacy in the Context of Markets Turmoil. Romanian Journal of Fiscal Policy. Volume 4, Issue 2(7), JulyDecember 2013, Pages 35-52. Overbeck, L., (2004), Capital Allocation, RISK-Books, Londen. Panjer, H.H. Ed., et al. (1998). Financial Economics: With Applicationsto Investments, Insurance, and Pensions. Schaumburg, Ill.: The Actuarial Foundation. Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
79
PERBANDINGAN PERHITUNGAN DANA PENSIUN MENGGUNAKAN METODE AKTUARIA PROJECTED UNIT CREDIT DAN PAY-AS-YOU-GO Sukono1), Mochamad Suyudi2) , Sudradjat Supian3) , Dwi Susanti4), Widya Novita Sari 5) 1,2,3,4,5) Departemen Matematika, FMIPA, Universitas Padjadjaran 1) email:
[email protected]; 2)email:
[email protected]; 3)email:
[email protected] 4) email:
[email protected]; 5)email:
[email protected]
Abstrak Dana pensiun merupakan suatu alternatif pilihan dalam memberikan jaminan hari tua untuk karyawan yang tidak bekerja lagi dikarenakan batas usia kerja yang sudah habis, dengan cara merencanakan pembayaran berkala yang disebut manfaat pensiun. Salah satu faktor yang mempengaruhi dana pensiun adalah besarnya gaji pokok bulan terakhir dan masa kerja. Penelitian ini membahas perbandingan perhitungan dana pensiun menggunakan metode projected unit credit dan pay-as-you-go pada data Perusahaan Asuransi “ABC”. Metode yang digunakan disini adalah untuk melakukan perhitungan manfaat pensiun yang diperoleh peserta setelah memasuki usia pension, dan besarnya iuran normal yang harus dibayar peserta program dana pensiun beserta kewajiban aktuaria yang harus dibayar oleh perusahaan. Hasilnya menunjukan bahwa perhitungan manfaat pensiun dan iuran normal dengan menggunakan metode projected unit credit lebih menguntungkan untuk karyawan karena dengan besar iuran yang sama dengan metode pay-as-yougo, tetapi manfaat pensiun yang diterima oleh peserta pensiun lebih besar. Kata Kunci: Dana pensiun, manfaat pensiun, iuran normal, kewajiban aktuaria, projected unit credit, pay-as-you-go.
1. PENDAHULUAN Ketidakpastian kehidupan manusia tidak ada
seorangpun yang dapat meramalkannya. Misalnya, ketidakpastian yang akan terjadi di masa akan datang. Bagi seorang pegawai negeri sipil, usia produktif akan mendukung adanya kesejahteraan dalam hidupnya, diantaranya rumah, mobil, kesehatan, dan segala kebutuhan dengan gaji yang diperolehnya. Namun kesejahteraan itu bisa saja terganggu apabila pegawai tersebut mengalami sakit, kecelakaan yang menyebabkan cacat sampai kemungkinan meninggal, atau tidak produktif lagi dikarenakan usia. Karena adanya risikorisiko tersebut, maka diperlukannya jaminan kesejahteraan untuk mengurangi risiko yang akan terjadi, salah satunya adalah jaminan untuk hari tua. Program jaminan hari tua diikuti bertujuan menjamin dan
80
memberikan perlindungan bagi karyawan yang akan pensiun dimasa tuanya (Marbun, 2013). Risiko hari tua menyebabkan kekurangmampuan untuk memperoleh penghasilan dan mengakibatkan kesulitan ekonomi bagi diri sendiri maupun keluarga/tanggungan. Tetapi risiko ini bisa dihindari atau dikurangi dengan cara ikutserta dalam program pensiun. Program pensiun adalah program balas jasa yang diberikan oleh perusahaan/pemberi kerja untuk meningkatkan kesejahteraan karyawannya di hari tua (Hapsari, dkk, 2012). Dalam paper ini jenis program pensiun yang dibahas, adalah program pensiun manfaat pasti dengan metode aktuaria projected unit kredit dan pay-as-you-go.
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Tujuannya untuk menghitung iuran normal dan manfaat pensiun yang diperoleh perserta pensiun, serta melakukan perbandingan antara kedua metode yang digunakan. 2. METODE PENELITIAN Dalam metode penelitian dibahas beberapa metode perhitungan, yang digunakan dalam perbandingan metode perhitungan dana pensiun. Dimulai dengan pembahasan tentang perhitungan untuk pension normal.
Perhitungan Pensiun Normal Metode Projected Unit Credit
dengan
Metode projected unit credit (PUC) adalah membagi total manfaat pensiun pada usia pensiun normal dengan total masa kerja menjadi satuan unit manfaat pensiun yang kemudian dialokasikan ke setiap tahun selama masa kerja (Bowers, dkk,1997). Menurut Aitken (1994), manfaat pensiun peserta pada usia berdasarkan metode PUC dirumuskan dengan persamaan
Berdasarkan asumsi gaji terakhir sehingga:
Sedangkan manfaat pensiun peserta pada usia berdasarkan metode PUC dirumuskan dengan persamaan:
Menggunakan metode projected unit credit, iuran normaldirumuskan dengan persamaan:
Dimana: : usia pensiun normal
: usia saat valuasi : usia saat masuk peserta : persentase manfaat pensiun normal : proporsi tingkat kenaikan gaji
Perhitungan Pensiun Metode Pay-As-You-Go
Normal
dengan
Menurut Boado-Penast (2010) keseimbangan aktuaria (actuarial balance) pada sistem pay-as-you-go bertujuan untuk transparansi dalam pengelolaan keuangan public, dan keinginan untuk memberikan sistem kredibilitas yang lebih di mata kontributor dan pensiunan. Keseimbangan aktuaria juga bertujuan untuk mengukur keberlanjutan keuangan sistem dengan horizon waktu tahun (75 tahun di Amerika Serikat dan Kanada). Dalam perhitungan actuarial balance (AB), mengukur perbedaan nilai sekarang (present value) yang didiskontokan dengan hasil proyeksi pada aset dana perwalian (trust fund), yaitu antara pengeluaran pensiun dan pendapatan dari kontribusi, dinyatakan sebagai persentase nilai sekarang dari kontribusi berdasarkan periode waktu tertentu, dengan mempertimbangkan bahwa tingkat cadangan keuangan (trust fund) pada akhir periode mencapai besarnya pengeluaran satu tahun. Pendapatan dan pengeluaran didiskontokan menggunakan proyeksi laba atas aset keuangan dalam setiap periode, sehingga titik keseimbangan keuangan saat periode valuasi bernilai nol. Dalam bentuk yang disederhanakan, AB dapat dinyatakan sebagai:
[
∑
∑
∏
∏
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
]
81
[
∑
∏
∏
∏
∑
]
Sedangkan manfaat pensiun peserta pada usia berdasarkan PAYG dirumuskan sebagai persamaan: ∑
atau
∑
∏
∑
∏
∏
dengan : : Trust Fund(dana perwalian), nilai aset pada awal periode valuasi
∏
Kewajiban Aktuaria untuk Pensiun
Berdasarkan metode projected unit credit, perhitungan actuarial liability (AL) pensiun normal, dimana usia karyawan dan usia pada saat mulai bekerja adalah dapat dirumuskan sebagai berikut:
: Tingkat pajak gaji saat tahun : Rata-rata konstribusi saat tahun 0 : Jumlah kontributor saat tahun : Tingkat pertumbuhan gaji tiap tahun : Hasil proyeksi asset dana perwalian (trust fund)
sedangkan kewajiban aktuaria berdasarkan metode pay-as-you-go merupakan nilai sekarang dari manfaat (present value of benefits) dan nilai sekarang dana perwalian target pada periode (present value of end target trust fund) yang dirumuskan dengan persamaan berikut: ∑
: Rata-rata manfaat pensiun saat tahun 0
∏
: Jumlah pensiun saat tahun : Tingkat pertumbuhan manfaat tiap tahun : Nilai aset pada akhir periode evaluasi Dari persamaan keseimbangan aktuaria (actuarial balance) diperoleh persamaan iuran normal berdasarkan metode PAYG sebagai berikut: ∑
82
∏
∏
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bagian dibahas perhitungan manfaat pensiun dan iuran normal dengan menggunakan metode aktuaria projected unit credit dan pay-as-you-go.
Data Obyek
Data yang digunakan dalam perhitungan dana pension, adalah data sekunder dari sebuah perusahaan asuransi “ABC” yang menyelenggarakan program pensiun. Data yang digunakan meliputi umur peserta pensiun, jumlah peserta, rata-rata masa kerja
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
dan rata-rata gaji bulan terakhir, seperti diberikan dalam Tabel 1.
47
5
21,4
2.926.180
48
7
14,14
2.733.771
Tabel 1 menunjukan keseluruhan data yang digunakan dalam menghitung manfaat pensiun. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat jumlah peserta sebanyak 177 orang dan rata-rata masa kerja ditentukan berdasarkan lamanya bekerja seorang karyawan yang berumur di PT. Asuransi “ABC”. Dari data tersebut dihitung manfaat pensiun yang diperoleh peserta setelah pensiun, besarnya iuran normal yang harus dibayar oleh peserta pension, serta kewajiban aktuaria yang dibayarkan oleh perusahaan.
49
10
21.5
3.222.780
50
13
16,07
2.723.107
51
18
25,67
3.455.711
52
17
27,52
3.344.976
53
12
27,75
3.375.666
54
13
28,3
3.207.984
55
10
29.1
3.396.020
56
18
29,44
3.525.250
Perhitungan Projected Unit Credit Tabel 1.Data peserta program pensiun PT. Asuransi “ABC”
Umur
Jumlah Peserta
Rata-Rata Masa Kerja (Tahun)
Rata-Rata Gaji Bulan Terakhir (Rp)
31
1
5
2.054.400
32
3
7
2.328.733
33
1
8
2.278.300
34
3
6,67
2.385.866
35
2
10
2.396.300
36
4
6,75
2.388.550
37
3
6,33
2.224.133
38
1
4
1.910.800
39
4
10
2.674.100
40
2
14
2.282.900
41
2
14
2.629.950
42
3
16,33
3.014.800
43
4
14,5
2.659.125
44
4
18
2.982.450
45
5
16,2
2.679.400
46
10
16,5
2.928.340
Dalam bagian ini dilakukan perhitungan manfaat pensiun untuk seseorang yang berumur , dan tahun pada saat dilakukan evaluasi. Diasumsikan seseorang terhitung menjadi peserta pensiun pada umur tahun dan pensiun pada umur tahun, persentase kenaikan gaji dan persentase manfaat pensiun normal sebesar . Perhitungan untuk memperoleh manfaat pensiun bagi pensiun normal dengan menggunakan metode Projected Unit Credit dilakukan dengan menggunakan rumus (2), sebagai berikut:
Sehingga besarnya manfaat pensiun yang diperoleh seseorang yang berumur tahun sebesar Rp per tahun. Selanjutnya dihitung iuran normal dengan menggunakan rumus (4), sebagai berikut:
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
83
Sehingga manfaat pensiun yang diperoleh oleh seseorang berumur 35 tahun adalah sebesar Rp per tahun Selanjutnya dihitung iuran normal yang dibayar peserta pensiun dengan menggunakan persamaan (7) Sehingga besarnya iuran normal untuk peserta pensiun berusia 35 tahun adalah sebesar per tahun. Kemudian dihitung kewajiban aktuaria bagi perusahaan berdasarkan persamaan (9).
Untuk nilai
Dengan Sehingga nilai
adalah : (
(
)
) adalah :
Sehingga nilai Sehingga kewajiban aktuaria yang dibayarkan oleh perusahaan sebesar Rp per tahun.
Perhitungan Pay-As-You-Go
Sehingga iuran normal yang harus dibayar peserta adalah Rp per tahun.
Perhitungan untuk memperoleh manfaat pensiun dengan menggunakan metode PayAs-You-Go untuk tahun berdasarkan persamaan (8)
Kemudian dihitung kewajiban aktuaria yang dibayarkan perusahaan menggunakan persamaan (10), sebagai berikut:
dengan nilai
adalah :
sehingga besarnya
84
∏
adalah :
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Sehingga kewajiban aktuaria yang dibayarkan oleh perusahaan sebesar Rp per tahun.
Hasil Analisis Data
Dari pengolahan data yang dilakukan, hasil perhitungan dilakukan analisis sebagai berikut. Dengan menggunakan metode projected unit credit, manfaat pensiun pada umur 35, 40 dan 45 tahun berturut-turut adalah Rp , Rp dan Rp dan iuran normal yang harus dibayarkan oleh peserta pensiun sebesar Rp , Rp dan Rp , sehingga kewajiban aktuaria sebesar Rp , Rp dan Rp . Sedangkan, dengan menggunakan metode pay-as-you-go, manfaat pensiun pada umur 35, 40 dan 45 tahun adalah Rp Rp dan Rp . Iuran normal yang harus dibayarkan oleh peserta pensiun sebesar Rp , Rp dan Rp , sehingga kewajiban aktuaria sebesar Rp , Rp dan Rp .
40 45
Berdasarkan program pensiun manfaat pasti, jumlah kewajiban aktuaria dari perhitungan kedua metode menyebabkan adanya pemupukan dana dari awal, yang bisa menjadi solusi apabila terjadi penyusutan dana pada suatu perusahaan. Sehingga peserta pensiun tidak perlu khawatir dengan manfaat yang akan diperoleh saat usia pensiun. Pada perhitungan kewajiban aktuaria. dari kedua metode terlihat bahwa kewajiban aktuaria yang dibayarkan oleh perusahaan dengan metode pay-as-you-go lebih konstan, dibandingkan dengan metode projected unit credit sehingga akan menguntungkan bagi peserta pensiun karena manfaat pensiun yang diperoleh lebih stabil. Untuk melihat perbandingan dari ketiga metode, maka manfaat pensiun, iuran normal dan kewajiban aktuaria dapat dilihat pada Gambar 1, Gambar 2, dan Gambar 3, sebagai berikut:
Grafik Manfaat Pensiun 50000000 40000000
Tabel 2. Hasil perhitungan metode Projected Unit Credit dan Pay-As-You-Go
30000000 20000000 10000000
Metode PUC Umur Manfaat
0 Iuran Normal
Kewajiban Aktuaria
0
20 PUC
40
60
PAYG
80
PP
35 40
Gambar 1. Grafik manfaat pensiun
45 Metode PAYG Umur Manfaat
35
Iuran Normal
Kewajiban Aktuaria
Gambar 1 menjelaskan manfaat pensiun pada umur 31 tahun dengan metode projected unit credit lebih besar dibanding umur 32 tahun,
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
85
dan seterusnya sehingga grafiknya menurun. Sedangkan manfaat pensiun yang diperoleh dengan metode pay-as-you-go lebih konstan pada setiap umur eveluasi. Selanjutnya berdasarkan peraturan pemerintah yang berlaku, grafik manfaat pensiun lebih cenderung naik karena adanya peningkatan pada manfaat pensiun pada setiap umur.
Grafik Kewajiban Aktuaria 40.000.000,00 20.000.000,00 0
20 PUC
40
60
80
PAYG
Grafik Iuran Normal 3000000
Gambar 3. Grafik kewajiban aktuaria
2000000 1000000 0 0
20 PUC
40 PAYG
60
80 PP
Gambar 2. Grafik iuran normal
Gambar 2 menjelaskan iuran normal yang dibayarkan peserta pada metode projected unit credit cenderung menurun pada setiap umurnya, dan hampir sama dengan metode pay-as-you-go. Selanjutnya berdasarkan peraturan pemerintah yang berlaku iuran normal yang dibayar peserta jauh lebih besar dibandingkan dengan metode projected unit credit dan pay-as-you-go.
Gambar 3 menjelaskan kewajiban aktuaria yang dibayar perusahaan dengan menggunakan metode projected unit credit jauh lebih besar dibandingkan dengan metode pay-as-you-go. Pada saat umur evaluasi 31 tahun, kewajiban aktuaria pada metode projected unit credit mengalami peningkatan pada umur evaluasi selanjutnya. Sedangkan kewajiban aktuaria pada metode pay-as-yougo relatif lebih konstan pada setiap umurnya.
4. KESIMPULAN Dalam paper ini telah dibahas tentang perbandingan perhitungan dana pensiun
menggunakan metode projected unit credit dan pay-as-you-go pada data Perusahaan Asuransi “ABC”. Berdasarkan hasil perhitungan dari data yang digunakan, maka dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut. Perhitungan dana pensiun dalam penelitian ini menggunakan asumsi gaji terakhir dengan tingkat kenaikan gaji dan tingkat bunga
. Selain itu, diasumsikan seseorang
terhitung menjadi peserta pensiun pada umur tahun dan pensiun pada umur tahun. Berdasarkan grafik pada Gambar 1, jumlah manfaat pensiun yang diperoleh menggunakan metode projected unit credit lebih besar dibanding metode pay-as-you-go.Berdasarkan grafik pada
86
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Gambar 2, besarnya iuran normal yang harus dibayarkan oleh peserta menggunakan metode projected unit credit hampir sama dengan metode pay-as-you-go.Berdasarkan grafik pada Gambar 3, besarnya kewajiban aktuaria yang harus dibayarkan oleh perusahaan menggunakan metode projected unit credit jauh lebih besar dibandingkan dengan metode pay-as-you-go. Metode projected unit credit lebih menguntungkan untuk karyawan daripada metode pay-as-you-go, karena manfaat pensiun yang diterima lebih besar, meskipun iuran normal yang dibayar oleh peserta pensiun hampir sama.
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada program academic leadership grant (ALG), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjran, yang telah memberikan fasilitas untuk melakukan penelitian dan publikasi ini.
Larson, R.E, E.A.Gaumnitz. (1962). Life Insurance Mathematics. New York: John Wiley and Sons Inc. Penast, B, dkk. (2010). Models of the Actuarial Balance of the Pay-As-You-Go Pension System. A Review and some Policy Recommendation. Santrock. (1995). Life Span Development : Perkembangan Masa Hidup , Edisi 5, Jilid II. Jakarta : Erlangga Sembiring, R.K. (1986). Buku Materi Pokok Asuransi I. Jakarta:Karunika Sugihar, A. (2011). Perhitungan Premi Tahunan pada Asuransi Joint Life dan Penerapannya . Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta Sukirno, S. (2004). Pengantar Teori Mikroekonomi. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
5. REFERENSI Aitken, W. H. (1994). A Problem-Solving Approach to Pension Funding and Valuation. edition. Winsted : Actex Publications
Tabel mortalitas-cso-dan-komutasi. Diakses 22 Januari (2016). (http://www.slideshare.net/faisyalrufenclo nndrecturr/tabel-mortalitascso dankomutasi)
Apsari, F.Y. (2012). Pengembangan Model Persiapan Pensiun bagi Karyawan NonKependidikan di Universitas X, Halaman 51.
Tunggal, A.W. (1995). Akuntansi Untuk Koperasi, Cetakan Pertama. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Bowers, Newton, dkk. (1997). Acturial Matehematics. edition. IPC Publishing Futami, T. (1993). Matematika Asuransi Jiwa Bagian I. Oriental Life Insurance Cultural Development Centre, Inc. Tokyo, Japan. Hapsari, A. (2012). Penggunaan Metode Projected Unit Credit dan Entry Age Normal dalam Pembiayaan Pensiun. Jurnal Gaussian, Volume 1, Nomor 1, Halaman 47-54
Wardhani, G, dkk. (2014). Perhitungan Dana Pensiun dengan Metode Projected Unit Credit dan Individual Level Premium. EJurnal Matematika Vol. 3, No.2 Mei 2014, 64-74. Winklevoss, H. E. (1993). Pension Mathematic with numerical illustrations Second Edition . Pensylvania : Pension Research Council of the Wharton School of the University Penssylvania
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
87
SOLUSI TRAVELLING SALESMAN PROBLEM MENGGUNAKAN METODE BRANCH AND BOUND 1,2)
Mochamad Suyudi1), Sukono2) Departmen Matematika FMIPA Universitas Padjadjaran 1) E-mail:
[email protected] 2) E-mail:
[email protected]
Abstrak Masalah Travelling salesman adalah masalah terkenal. Dalam masalah ini biaya tur minimal beberapa kota yang terhubung sangat diperlukan. Biaya path yang berbeda diberikan. Tur harus dimulai dari node yang diberikan dan setelah menyelesaikan tur travelling salesman harus kembali ke node awal. Metode yang digunakan sebelumnya adalah pemrograman Greedy. Dalam makalah ini akan digunakan Metode Branch and Bound untuk memecahkan masalah Travelling salesman. Kata Kunci: Travelling salesman, path, Branch and Bound. 1.
PENDAHULUAN Jika terdapat himpunan dari tempat yang saling terhubung satu sama lain secara langsung atau tidak langsung. Lintasan yang menghubungkan mereka memiliki beberapa biaya dalam hal waktu atau uang. Seseorang penjualan berdiri pada setiap titik sumber. Dia perlu untuk mengunjungi semua kota dan kembali ke kota sumber. Lintasan minimum dapat ditemukan sehingga panjang dari tur lengkap minimum. Mungkin ada jalan yang berbeda untuk mengunjungi semua tempat. Jika tur diwakili pada kertas dalam bentuk graf berarah G, maka itu akan menjadi suatu himpunan node V (G) dan suatu himpunan edge E (G) yang menghubungkan mereka. Kita harus mencari jalan terpendek sehingga jarak akan minimum. Jika graf terdiri persis n node kemudian tur lintasan terpendek akan terdiri dari persis n edge. Lintasan terpendek dimulai dari vertex V1 dan setelah melintasi semua tempat atau node itu berakhir pada V1 itu sendiri. Biaya lintasan akan menjadi nilai minimum yang mungkin. Ini adalah paralel dengan masalah menemukan jalan terpendek antara dua perpotongan di peta jalan: node graf ini sesuai dengan perpotongan dan edgeedgeya bersesuaian dengan ruas jalan, masing-masing dibobot dengan panjang ruas jalan tersebut. Lintasan terpendek digunakan
88
untuk mempersiapkan arah mengemudi, peta jalan, dan situs pemetaan web. Dalam jaringan komputer digunakan untuk mengirim data pada saluran komunikasi sehingga waktu transmisi minimum, berarti data perlu melakukan perjalanan jarak minimum yang mungkin. Seperti pada gambar di bawah diberikan graf tak berarah.
Gambar 1. Sebuah graf Misalkan graf ini mempresentasikan dari peta kota yang berbeda. Edge adalah jalan yang menghubungkan mereka satu sama lain. Dan jarak di beberapa unit diberikan pada edge. Seseorang mulai berjalan dari tempat V1 dan ia harus melalui semua tempat berarti V2, V3, V4, V5, V6 dan setelah itu ia harus kembali ke node V1. Kondisi dengan peta ini
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
adalah bahwa lintasan yang mungkin dilalui oleh seseorang harus minimum. 2.
SOLUSI YANG SUDAH ADA DENGAN METODE GREEDY Pemrograman dinamis dan Algoritma Greedy memberikan solusi untuk masalah yang ada. Khusus algoritma Greedy sangat efisien dalam memecahkan masalah ini. Algoritma Greedy memecahkan masalah dengan membuat pilihan-pilihan yang rasanya terbaik saat tertentu. Ada banyak masalah optimasi, yang dapat diselesaikan dengan menggunakan Metode Greedy yaitu.: Masalah seleksi aktivitas, Masalah Knapsack pecahan, Huffman Kode dll. Budaya kerja yang diikuti oleh algoritma ini adalah seperti kecenderungan umum manusia, yang keserakahan. Sebagai contoh misalkan manusia diberikan seikat mata uang apapun, yang terdiri dari denominasi yang berbeda. Jadi pertama ia menghitung denominasi terbesar, denominasi kemudian terbesar kedua dan seterusnya. Metode ini membutuhkan graf dalam bentuk matriks adjasensi dan setelah menerapkan algoritma memberikan hasil dalam bentuk yang sama. Mulai dari V1 dalam matriks itu memilih minimum tetapi nilai lebih besar dari nol dan kolom dari baris di V1. Kemudian kolom dengan nilai minimum dipilih sebagai baris berikutnya di mana kita memilih nilai minimum lagi lebih besar dari nol. Dalam gambar yang dipilih baris, nilai minimum di baris dan kolom yang dipilih yang sesuai adalah ditampilkan menggunakan huruf tebal. Awalnya matriks seperti berikut:
Mulai dari V1 nilai minimum kecuali nol adalah 4. Dan bersesuaian kolom V6, yang dicetak tebal pada matriks. Jadi nilai berikutnya dipilih dari baris V6. Ini adalah 2 dan ditampilkan di matrtks berikutnya. Dan seterusnya.
Sekarang nilai minimum berturut-turut V5 adalah 3. Jadi harus memilih V2 atau V6 sebagai node berikutnya. Di mana simpul V2 masih belum ditemukan. Jadi V2 adalah node berikutnya.
Sekarang nilai minimum berturut-turut V2 adalah 2. Hal ini sesuai dengan kolom node V3 sehingga selanjutnya untuk menemukan V3 adalah.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
89
Sekarang nilai minimum berturut-turut V3 adalah 1. Ini sesuai dengan kolom node V4. sehingga selanjutnya untuk menemukan V4 adalah.
Sekarang dapat dilihat bahwa semua node ditemukan. Jadi sekarang perlu kembali ke V1. Yang Memberikan biaya untuk mengunjungi ke 6 nodenya. Jadi lintasan dengan biaya minimum adalah:
Jadi total biaya tur lengkap: 4 + 3 + 3 + 2 + 1 + 6 = 19. Ini adalah biaya minimum yang didapat dari semua lintasan. 3.
PENDEKATAN MENGGUNAKAN BRANCH & BOUND
Metode yang akan digunakan pada makalah ini untuk memecahkan masalah adalah Metode Branch and Bound. Istilah Branch and Bound mengacu pada semua metode pencarian ruang keadaan di mana semua anak-anak dari E-node yang dihasilkan sebelum node hidup lainnya dapat menjadi Enode. E-node adalah node, yang sedang dikeluarkan. Kondisi jarak pohon dapat diperluas dalam metode apapun yaitu BFS atau DFS. Keduanya dimulai dengan akar node dan menghasilkan node lain. Sebuah node yang telah dihasilkan dan semua yang anaknya belum diperluas disebut live-node. Sebuah node disebut node mati, yang telah
90
dihasilkan, tetapi tidak dapat dikembangkan lebih lanjut. Konsep node mati memberikan melahirkan sebuah konsep baru yang dikenal sebagai backtracking. Yang mengatakan bahwa setelah node dilalui akan menjadi node mati dan masih belum dapat menemukan solusinya? Jadi harus kembali ke induknya dan melintasi nya (parent) anak-anak lain untuk solusi. Jika tidak memiliki anak lagi unexpended maka kita perlu untuk mencapai induknya (grand parent node mati) dan memperluas anak dan sebagainya. Dan melakukannya sampai mendapatkan solusi atau pohon lengkap dilalui. Dalam metode ini pada setiap node pohon perlu memperluas node, yang paling menjanjikan, berarti memilih node yang menjanjikan dan mengekspansinya adalah untuk mendapatkan solusi optimal. Jadi untuk mengekspansi harus dimulai dari akar pohon. 3.1 SOLUSI MENGGUNAKAN METODE BRANCH and BOUND Input untuk metode ini adalah matriks biaya, yang disusun sesuai dengan ketentuan:
{ Sementara memecahkan masalah, pertama kita mempersiapkan kondisi ruang pohon (State space tree), yang mewakili semua kemungkinan solusi. Dalam masalah ini | V | = 6. Yang merupakan jumlah total node pada graf atau kota-kota di peta. Input larik untuk metode ini diberikan oleh:
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Langkah 2: Pilih akar node V1 sehingga node berikutnya akan diperluas setiap node dari V2, V3, V4, V5, V6. Jadi harus mengetahui memperluas biaya setiap node. Jadi mana yang akan menjadi minimum dan akan diperluas lebih jauh. Prosedur akan diulangi untuk setiap node untuk mencari ekspansi biaya pengeluaran. Rumus untuk mencari biaya adalah: Langkah 1: Mengurangi setiap baris dan kolom sedemikian rupa bahwa harus ada setidaknya satu nol di setiap baris dan kolom. Untuk melakukan hal ini, kita perlu mengurangi nilai minimum dari setiap elemen dalam setiap baris dan kolom. a) Setelah mengurangi baris:
b) Setelah mengurangi kolom:
L(node)=L(parent node) + Parent(i, j) + total biaya pengurangan. a) Mendapatkan biaya dengan memperluas menggunakan matriks biaya untuk node 2 di pohon: i) Mengganti semua elemen dalam baris ke-1dan kolom ke-2 dan M1(2,1) dengan ∞.
ii) Mengurangi M2' dalam baris dan kolom. Karena setiap baris dan kolom sudah memiliki nol sehingga tidak dapat dikurangi lagi. Sehingga biaya pengurangan = 0. Jadi total biaya memperluas node 2 L(2) = L (1) + M1(1,2) + r = 15 + 1 + 0 = 16. b) Mendapatkan biaya menggunakan ekspansi matriks biaya untuk node 3 di pohon:
Jadi total biaya yang diharapkan pada akar node adalah jumlah dari semua pengurangan. Total biaya yang diharapkan memperluas akar node L(1) = 4 + 2 + 1 + 1 + 3 + 3 + 1 = 15. Karena harus merencanakan jalan mulai dari V1, untuk V1 akan menjadi akar pohon dan itu akan menjadi node yang pertama yang diperluas.
i) Mengganti semua elemen dalam baris ke-1 dan kolom ke-3 dan M1 (3,1) dengan ∞.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
91
Jadi biaya total dari ekspansi node 4, L(4)= L(1) + M1(1,4) + r =15 + 2 + 1=18. d) Mendapatkan biaya menggunakan ekspansi matriks biaya untuk node 5 dalam pohon: i) Mengganti semua elemen dalam baris ke-1 dan kolom ke-5 dan M1(5,1) dengan ∞.
ii) Mengurangi M3' dalam baris dan kolom.
Jadi biaya total dari ekspansi node 3, L(3)=L(1)+M1(1,3)+r=15+∞+4=∞ c) Mendapatkan biaya menggunakan ekspansi matriks biaya untuk node 4 dalam pohon: i) Mengganti semua elemen dalam baris ke-1 dan kolom ke-4 dan M1(4,1) dengan ∞.
ii) Mengurangi M2' dalam baris dan kolom. Karena setiap baris dan kolom sudah memiliki nol sehingga tidak dapat dikurangi lagi. Sehingga biaya pengurangan = 0. Jadi biaya total dari ekspansi node 5 , L(5)= L(1) + M1(1,5) + r = 15+2+0 = 17. e) Mendapatka biaya menggunakan ekspansi matriks biaya untuk node 6 dalam pohon: i) Mengganti semua elemen dalam baris ke-1 dan kolom ke-6 dan M1(6,1) dengan ∞.
ii) Mengurangi M3‟ dalam baris dan kolom.
92
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
ii) Mengurangi M6‟ dalam baris dan kolom.
ii) Mengurangi M7‟ dalam baris dan kolom. Jadi biaya total dari ekspansi node 6, L(6) = L(1) + M1(1,6) + r = 15 + 0 + 1 = 16.
Sekarang memiliki dua node V2 dan V6 yang dapat dipilih. Misalkan memilih V6 sebagai node berikutnya. Jadi akan memperluas pohon pada node 6, milik V6. Sampai sekarang dua node telah dilalui V1 dan V6. Jadi kita harus mencari tahu node berikutnya yang akan dilalui. Step3: Pilih V6 sebagai node berikutnya yang akan di perluas. Jadi M6 akan bekerja sebagai matriks masukan untuk langkah ini. Dan memiliki 4 node yang masih harus dilalui. Jadi dapat memperluas V2, V3, V4, dan V5 sebagai node berikutnya. Jadi dengan menggunakan metode yang sama akan menemukan biaya ekspansi masing-masing node tersebut. a) Mendapatkan biaya menggunakan ekspansi matriks biaya untuk node 7 dalam pohon: i) Mengganti semua elemen dalam baris ke-6 dan kolom ke-2 dan M6(2,6) dengan ∞.
Jadi biaya total dari ekspansi node 7, L(7 )= L(6) + M6(6,2) + 1 = 16 + ∞ + 1 = ∞. b) Mendapatka biaya menggunakan ekspansi matriks biaya untuk node 8 dalam pohon: i) Mengganti semua elemen dalam baris ke-6 dan kolom ke-3 dan M6 (3,6) dengan ∞.
ii) Mengurangkan M8‟ dalam baris dan kolom.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
93
i) Mengganti semua elemen dalam baris ke-6 dan kolom ke-5 dan M6 (5,6) dengan ∞.
Jadi biaya total dari ekspansi node 8, L(8) = L(6) + M6(6,3) + 1 = 16 + ∞ + 1 = ∞. c) Mendapatka biaya menggunakan ekspansi matriks biaya untuk node 9 dalam pohon:
ii) Mengurangi M10' dalam baris dan kolom. M10' sudah dikurangi. Jadi tidak perlu mengurangi lagi. Jadi itu adalah akhir M10. Jadi biaya total dari ekspansi node 10, L(10) = L(6) + M6(6,5) + 0 = 16 + 0 + 1=16.
i) Mengganti semua elemen dalam baris ke-6 dan kolom ke-4 dan M6(4,6) dengan ∞.
ii) Mengurangi Mλ‟ dalam baris dan kolom.
Step3: Pada langkah node 10 1ni, V5 adalah a node yang paling memungkinkan dipilih, karena memberikan biaya perjalanan minimum. Jadi akan memperluas lebih jauh. Dan memiliki 3 node yang masih harus dilalui. Jadi dapat memperluas V2, V3, dan V4 sebagai node berikutnya. Jadi dengan menggunakan metode yang sama kita akan menemukan biaya ekspansi masingmasing node tersebut. a) Mendapatka biaya menggunakan ekspansi matriks biaya untuk node 11 dalam pohon:
Jadi biaya total dari ekspansi node 9,
L(9) = L(6) + M6(6,4) + 1 = 16 + ∞+1=∞.
i) Mengganti semua elemen dalam baris ke-5 dan kolom ke-2 dan M10 (2,5) dengan ∞.
d) Mendapatka biaya menggunakan ekspansi matriks biaya untuk node 9 dalam pohon:
94
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
ii) Mengurangi M11‟ dalam baris dan kolom.
Jadi biaya total dari ekspansi node 12, L(12) = L(10) + M10(5,3) + r = 16+∞+3=∞. c) Mendapatka biaya menggunakan ekspansi matriks biaya untuk node 13 dalam pohon: i) Mengganti semua elemen dalam baris ke-5 dan kolom ke-4 dan M10 (4,5) dengan ∞.
Jadi biaya total dari ekspansi node 11, L (11) = L(10) + M10(5,2) + r =16+0+1=17. b) Mendapatka biaya menggunakan ekspansi matriks biaya untuk node 12 dalam pohon: i) Mengganti semua elemen dalam baris ke-5 dan kolom ke-3 dan M10 (3,5) dengan ∞.
ii) Mengurangi M13‟ dalam baris dan kolom.
Jadi biaya total dari ekspansi node 13, L(13) = L(10) + M10(5,4) + r = 16+4+2 = 22. ii) Mengurangi M12‟ dalam baris dan kolom.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
95
Langkah 4: Berikut V2 adalah node yang paling mungkin dipilih yang memberikan biaya minimum untuk memperluas pohon 17. Sekarang M11 menjadi matriks masukan untuk langkah ini. Sekarang dihadapkan dengan dua node V3, V4 yang belum dilalui. Jadi dengan menggunakan metode yang sama akan menemukan biaya ekspansi masingmasing node tersebut. a) Mendapatka biaya menggunakan ekspansi matriks biaya untuk node 14 dalam pohon:
Jadi biaya total dari ekspansi node 14, L(14) = L(11) + M11(2,3) + r = 17+0+2 =19. b) Mendapatka biaya menggunakan ekspansi matriks biaya untuk node 15 dalam pohon: i) Mengganti semua elemen dalam baris ke-2 dan kolom ke-4 dan M11 (4,2) dengan ∞.
i) Mengganti semua elemen dalam baris ke-2 dan kolom ke-3 dan M11 (3,2) dengan ∞.
ii) Mengurangi M15‟ dalam baris dan kolom.
ii) Mengurangi M14‟ dalam baris dan kolom.
Jadi biaya total dari ekspansi node 15, L(15) = L(11) + M11(2,4) + r = 17+2+2 = 21.
96
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
[4] http://retis.sssup.it/~bini/teaching/optim Disc2 010/bbtsp.pdf [5] http://www.nd.edu/~dgalvin1/30210/ 30210_F07/presentations/TSP_branchan dbound.pdf [6] http://www.csd.uoc.gr/~hy583/papers/ ch11.pdf [7] http://www.math.ucdavis.edu/~mkoeppe/ tsp.ps [8] http://ab.inf.uni-tuebingen.de/teaching/ ws04/phylo/script/30_11.pdf [9] https://www.waset.org/journals/waset/v6/ v6-113.pdf [10]https://www.waset.org/journals/waset/ v6/v6-113.pdf
Langkah 5: Berikut V3 adalah node yang paling mungkin dipilih sehingga akan memperluas node ini lebih lanjut. Sekarang dihadapkan dengan hanya satu node yang belum dilalui adalah V4. Kemudian tour selesai sehingga akan kembali ke node V1. Jadi urutan traversal adalah:
Jadi biaya total dari perjalanan pada graf adalah: 4+3+3+2+1+6=19. 4. KESIMPULAN Metode yang diusulkan, yang menggunakan Branch & Bound, adalah lebih baik karena mempersiapkan matriks dalam langkah-langkah yang berbeda. Pada setiap langkah matriks biaya dihitung. Dari mulai titik awal untuk mengetahui bahwa apa yang dapat menjadi biaya minimum tur. Biaya pada tahap awal masih belum pasti tetapi memberikan beberapa gagasan karena biaya didekati. Pada setiap langkah diberikan alasan yang kuat bahwa node mana yang harus dilalui berikutnya dari node yang belum dilalui. Dalam hal ini untuk memberikan ekspansi biaya node tertentu. Sehingga memberikan biaya total dari perjalanan. 5. REFERENSI [1] http://paralleltsp.googlecode.com/files/ teamDharmaPresentation.pdf. [2] http://lcm.csa.iisc.ernet.in/dsa/node187. html [3] www.dtic.mil/dtic/tr/fulltext/u2/a126957. pdf Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
97
SUATU PENDEKATAN YANG EFISIEN UNTUK VERSI OPTIMASI MASALAH CLIQUE TERBOBOT MAKSIMUM 1,2)
Mochamad Suyudi1), Asep K. Supriatna2 Departmen Matematika FMIPA Universitas Padjadjaran 1) E-mail:
[email protected] 2) E-mail:
[email protected]
Abstrak Diberikan sebuah graf dan fungsi terbobot didefinisikan pada himpunan vertex dari graf, masalah clique terbobot maksimum (CTM) untuk menemukan jumlah vertex dengan bobot total maksimum dan juga dua vertex yang berpasangan saling adjasen. Dalam tulisan ini, algoritma pencarian lokal berbasis edge, disebut PLE, diusulkan untuk CTM, yang dikenal dengan masalah optimasi kombinatorial. PLE adalah dua tahap metode pencarian lokal yang efektif menemukan solusi optimal yang terdekat untuk CTM. Parameter 'support' dari vertex didefinisikan dalam PLE sangat mengurangi jumlah lebih banyak pilihan acak antara vertex dan juga jumlah iterasi dan berjalan berulang kali. Kata Kunci: Clique terbobot maksimum, pencarian lokal, heuristic.
1. PENDAHULUAN Untuk graf tak berarah G = (V, E), suatu simpul bagian V ' adalah sebuah clique jika ada dua simpul di V' yang berdekatan satu sama lain. Diberikan suatu graf tak berarah vertex-berbobot, masalah clique berbobot maksimum adalah untuk menemukan clique dari bobot maksimum. Beberapa algoritma yang tepat berdasarkan pada branch-andbound yang diusulkan untuk masalah clique berbobot maksimum [1] [4] [5] [7]. Dalam branch-and-bound, beberapa submasalah kecil yang secara rekursif terbuat dari grafik yang diberikan, dan submasalah diselesaikan satu per satu. Batas atas setiap subproblem dihitung, dan beberapa submasalah dipangkas jika mereka tidak perlu untuk dicari. Secara umum, ada pertukaran antara ketepatan dari batas atas dan batas waktu komputasinya. Dalam tulisan ini, kami mengusulkan strategi baru dari algoritma branch-and-bound untuk menemukan clique berbobot maksimum. Algoritma kami menghitung batas atas dari banyak submasalah yang lebih kecil dengan pemrograman dinamis dan menyimpan semua hasil dalam tabel
98
perhitungan awal sebelum mengeksekusi branch-and-bound tersebut. Selama langkah branch-and-bound, algoritma kami menghitung batas atas dari subproblem dengan mengacu pada tabel perhitungan awal. Saat perhitungan batas atas lebih pendek dari kebanyakan algoritma lainnya. Organisasi dari sisa kertas ini adalah sebagai berikut. Beberapa notasi berada di bagian 2. Bagian 3 menjelaskan dua algoritma sebelumnya. Algoritma kami dijelaskan di bagian 4. Hasil eksperimen ditunjukkan pada bagian 5. Kesimpulannya adalah di bagian 6. 2.
NOTASI-NOTASI Jika S1, S2,. . . ,Sk adalah partisi dari himpunan S, ditunjukkan oleh S = S1 + S2 + ... + Sk. Untuk graf tak berarah G = (V, E) dan subset S dari V, G (S) menunjukkan simpul disebabkan subgraph disebabkan oleh S. menunjukkan bobot dari v. W(V) = ∑ . (G) adalah bobot dari clique berbobot maksimum di G. N(V) adalah himpunan vertex-vertex ang beradjasen ke v.
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
3. ALGORITMA SEBELUMNYA Pada bagian ini, akan menjelaskan algoritma streg rd dan pewarnaan vertex.
submasalah, tetapi perhitungan batas atas lebih cepat daripada kebanyakan dari algoritma lainnya. Algoritma streg rd ini sangat cepat untuk sparse graf.
3.1 Algoritma streg rd Diberikan graf tak berarah G = (V, E ), algoritma streg rd membentuk barisan vertex, , dimana Dan adalah { }. Untuk i = n, n -1, . . .,1, algoritma streg rd ini mencari clique berbobot maksimum G(Vi) dengan branchand-bound. Akhirnya clique berbobot maksimum G diperoleh karena V1 = V. Untuk setiap i = 1, 2, . . ., , algoritma streg rd ini menyimpan (G(Vi)) yang adalah clique berbobot maksimum bobot dari G(Vi) ke suatu larik . Dalam branch-andbound digunakan sebagai batas atas bobot dari clique berbobot maksimum. Karena untuk setiap , persamaan berikut ini berlaku.
(G(S))
Selama algoritma, vertex-vertex disimpan dalam larik dalam urutan menaik indeks mereka, sehingga segera diperoleh hanya dengan melihat elemen pertama dari larik Dalam tulisan ini, cabang dan- terikat dengan batas atas dari c[.] disebut sebagai pencari backtrack. Hal ini ditunjukkan dalam [5] bahwa kinerja pencarian backtrack sangat tergantung pada urutan dari barisan vertex. Algoritma streg rd ini menggunakan kedua batas atas dari pencarian backtrack dan jelaslah batas atas dihitung dengan jumlah bobot vertex di himpunan bagian tersebut. Algoritma streg rd ini membuat banyak
3.2 Pewarnaan Vertex Pewarnaan vertex untuk graf G = (V, E), mewarnai singkatnya, adalah untuk menentukan warna untuk setiap vertex sehingga setiap pasangan vertex yang berdekatan diberi warna yang berbeda. Setiap vertex-bagian dari warna yang sama disebut kelas warna. Setiap kelas warna jelas himpunan bebas, oleh karena itu setara dengan partisi dari V ke himpunan bebas (set independen set). Partisi V = C1 + C2 + . . . + Ck juga disebut pewarnaan. Jumlah kelas warna dari setiap pewarnaan vertex merupakan batas atas kardinalitas maksimum clique-clique di graf dan digunakan dalam beberapa algoritma, [3] sebagaicontoh. Perhitungan batas atas dengan pewarnaan vertex dapat diperluas untuk kasus berbobot, dan digunakan dalam algoritma Kumlander [1], algoritma kami sebelumnya [7] (kita sebut VCTable ini) dan sebagainya. Kami jelaskan secara singkat garis besar berikut ini. Karena paling banyak satu vertex dari masing-masing himpunan bebas dapat dimasukkan dalam sebuah klik, persamaan berikut berlaku.
(G )
∑
{ [ ]|
}
Karena itu adalah NP-keras untuk menemukan pewarnaan dengan jumlah minimum kelas warna, heuristik sederhana seperti pewarnaan greedy digunakan untuk menghitung batas atas dalam masalah clique. Pewarnaan greedy mengurutkan simpul di
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
99
bagaimanapun dan memberikan warna (nomor) dalam urutan. Dalam proses ini, untuk membuat k kecil, vertex diberi nomor dari yang paling kecil sekecil mungkin. Untuk graf dengan n vertex, pewarnaan greedy dapat dilakukan dalam O(n2). Contoh pewarnaan greedy untuk grafik pada Gambar 1 ditunjukkan pada Gambar 2. Simpul dengan nomor warna yang sama tidak berdekatan satu sama lain. Bobot clique berbobot maksimum dari graf yang ditunjukkan pada Gambar 1 adalah 19 dan batas atas dihitung dari Gambar 2 adalah 21.
v2(1)
v3(2)
v1(4)
v4(8)
v8(7)
ALGORITMA TABEL OPTIMAL Algoritma TOClique didasarkan pada berikut lemma. Lemma 1. Untuk suatu garaf tak berarah G = (V,E) dan sebuah partisi V = B1 + B2,memenuhi persamaan berikut.
(
)
(
B1)
(
)
Dengan cara yang sama, untuk C persamaan ini berlaku.
W(C
v6(3)
Gambar 1: Sebuah Graf Tak Berarah (Bobot Vertex Ditulis Dalam Tanda Kurung)
)
Bukti: Misalkan C adalah clique berbobot maksimum G. Karena C B1 adalah sebuah clique dari G(B1), persamaan berikut ini berlaku.
W(C
v5(6)
v7(5)
4.
B2)
(
B2,
)
Maka persamaan berikut ini berlaku karena C = (C B1) + (C B2) (G ) = W (C )
v4 v8 v5 v7 v1 v6 v3 v2
Bobot vertex
8
7
6
5
4
3
2 1
Nomor warna
1
1
2
2
3
3
4 5
= W(C B1) +W(C B2) (G(B1)) +
(G(B2))
Dari lemma 1, kita bisa mendapatkan konsekuensi berikut dengan induksi. Gambar 2: Contoh Pewarnaan Greedy Dalam Bobot Urutan Menurun.
100
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Akibat 2 Untuk graf tak berarah G = (V, E) dan partisi V = B1 + B2 +. . . + Bk, persamaan berikut berlaku.
(G )
∑
(G(Bi))
Sebelum branch-and-bound, algoritma TOC menghitung beberapa nilai yang diperlukan untuk menghitung batas atas. Dalam branchand-bound, algoritma TOC menghitung batas atas dengan cepat berdasarkan akibat 2.
Vektor bit merupakan himpunan bagian dari blok dan juga mewakili indeks dari tabel optimal. Oleh karena itu batas atas subset dari setiap blok dapat diperoleh dalam O (1) kali. Di baris 10 dari Gambar 3, perpotongan dihitung (N(v) himpunan). Hal ini dapat dihitung dengan hanya satu operasi AND, dan hasilnya juga vektor bit satu kata. Setiap tabel Optimal membutuhkan memori O(2l ) ukuran ketika ukuran blok adalah l. Oleh karena itu ukuran blok harus didefinisikan dengan tepat. Diberikan suatu himpunan bagian vertex S = B′1 + B′2 + B′3 + . . . + B′k, suatu batas atas dari (G(S)) function make_ table(B1 + B2 + . . .+ Bk)
4.1 Konstruksi Tabel Optimal Mengingat graf tak berarah G = (V, E), algoritma TOC membagi V menjadi B1, B2, . . ., Bk (deskripsi akan ditampilkan dalam 4.3). Setiap Bi disebut blok. Ukuran setiap blok tidak boleh lebih dari panjang CPU satu kata untuk menghindari loop yang tidak perlu. Kemudian, blok diimplementasikan dalam satu vektor kata bit. Dalam algoritma TOC, subset vertex diwakili oleh himpunan blok dan diimplementasikan dalam array bit vektor. Setelah membagi V dan membuat blok, pemetaan antara bit-bit dan vertex-vertex adalah tetap. Dan matriks adjacency dibangun sesuai dengan pemetaan. Baris sesuai dengan vi memiliki N(vi) sebagai himpunan blok. Dengan rekonstruksi ini, operasi AND untuk menghitung S N(v)(S V) dapat segera dilakukan. Dalam branch-and-bound, operasi ini muncul dalam masing-masing cabang. Oleh karena itu rekonstruksi ini penting. Untuk semua i, algoritma TOC menghitung bobot solusi optimal dari semua graf bagian yang disebabkan oleh semua himpunan bagian dari Bi dan menyimpannya pada tabel. Tabel ini disebut tabel optimal. Algoritma untuk membuat tabel optimal ditunjukkan pada Gambar 3.
input: a partition V = B1 + B2 + . . . + Bk output: the optimal table
1: for i from 1 to k do 2: table[i][0] 3: 4:
0
for j from 1 to bj
do
2j-1 (a bit vector only jth bit is 1) 2j (a bit vector only (j +1)th bit is 1)
5:
bj+1
6:
v
7:
for set from bj to bj+1 do
jth vertex in Bi
8:
unused
9:
used
10:
if used > unused then
11: 12: 13: 14: 15:
table[i][set - bj ] table[i][N(v) set] + w[v]
table[i][set]
used
else table[i][set]
unused
end if end for
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
101
16:
end for
4.2 Contoh
17: end for
Kami menunjukkan contoh algoritma kami bekerja pada graf yang ditunjukkan pada Gambar 1. Contoh ini didasarkan pada V partisi berikut = B1 + B2.
18: return table
Gambar 3: Algoritma Untuk Mengkonstruksi Tabel Optimal
dapat dihitung dengan akibat 2 sebagai berikut. batas atas = table[1][B′1] + table[2][B′2]+. . .+ table[k][B′k] =∑
[ ]
Bobot solusi optimal dari setiap blok dapat dihitung dalam O(1) dengan mengacu pada tabel optimal. Jadi batas atas ini dapat dihitung di O(k). Langkah-langkah dari algoritma TOC adalah sebagai berikut.
1. Membuat partisi V = B1 + B2 +. . . + Bk. 2. Merekonstruksi matriks adjacency. 3.Membuat tabel optimal pemrograman dinamis.
dengan
Dengan menerapkan V dalam array yang ukurannya 2 sebagai berikut.
V [1] = 1111(2) = 15(10) V [2] = 1111(2) = 15(10)
Setiap bit dari V [1] adalah bersesuaian dengan v1, v3, v5, v7 dari kiri. Dan setiap bit dari V [2] adalah bersesuaian dengan v2, v4, v6, v8 dari kiri. Matriks adjacency direkonstruksi untuk bi vektor ini ditunjukkan pada Gambar 4. Gambar 5 dan Gambar 6 menunjukkan pelaksanaan oleh satu kata untuk setiap blok. Tabel optimal ditunjukkan pada Gambar 7.
4. Branch-and-bound.
Algoritma TOC juga menggunakan pencarian backtrack. Algoritma membuat barisan vertex dengan menghubungkan semua blok dan menetapkan nomor vertex sebagai v1, v2, . . . , vn ke barisan. Maka dapat digunakan pencarian backtrack dengan tabel optimal.
102
v1 v3
v5
v7
v2 v4 v6 v8
v1
0
0
0
1
1
0
0 1
v3
0
0
1
0
1
1
1 0
v5
0
1
0
0
0
1
1 0
v7
1
0
0
0
1
0
1 1
v2
1
1
0
1
0
1
0 0
v4
0
1
1
0
1
0
1 0
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
v6
0
1
1
1
0
1
0 0
v1
1
9
v8
1
0
0
1
0
0
0 0
v3
2
14
v5
4
6
v7
8
11
v2
13
4
v4
6
10
v6
7
4
v8
9
0
Gambar 4: Rekonstruksi Matriks Adjacency
B1
B2
v1
0001
1001
v3
0010
1110
v5
0100
0110
v7
1000
1011
v2
1101
0100
v4
0110
1010
v6
0111
0100
v8
1001
0000
Gambar 5: Implementasi Matriks Adjacency (Biner)
Implementasikan
himpunan bagian vertex oleh sebuah array yang ukurannya 2 sebagai berikut.
Gambar 6: Implementasi Adjacency (Desimal)
B1
B2
0
0
0
1
5
7
2
6
3
3
6
7
4
2
8
5
5
8
6
8
11
7
8
11
8
4
1
9
9
7
10
6
3
11
9
7
12
4
9
13
9
9
14
8
Dari
Matriks
S[1] = 1001(2) = 9(10) S[2] = 1100(2) = 12(10)
Dapat dapat dihitung S' = S N[v1] = sebagai berikut.
B1
B2
11
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
103
15
9
11
4: for i from
to stop do
5:
expand(Vi,0)
6:
c [i ]
record
7: end for 8: expand(V, 0) Gambar 7: Tabel Optimal
9: return the maximum weight clique
S′[1] = 1001(2) & 0001(2) = 0001(2) = 1(10)
function expand (S;weight)
S′[2] = 1100(2) & 1001(2) = 1000(2) = 8(10)
input: a vertex subset S, the forming clique weight weight
Batas atas S dapat dihitung dengan tabel optimal sebagai berikut.
1: if
batas atas = table[1][9] + table[2][12]
2:
=9+9 = 18 Batas atas dari of S′ dapat dihitung sebagai berikut. batas atas = table[1][1] + table[2][8] =5+1 =6 Algorithm Tabel Optimal Clique(TOC) function main input: a vertex-weighted undirected graph G = (V;E) output: the maximum weight clique
= 0 then if weight > record then
3:
record
4:
end if
5:
return
weight
6: end if 7: while
> 0 do
8:
i
min
9:
upper
fk j vk 2 Sg
0
10: for i from 1 to number of blocks in S do 11:
upper
upper + table[i][Bi]
12: end for 13: if weight + upper
record then
1: do vertex coloring and make a partition of V.
14:
2: record
16: if weight + c[i] record then
3: stop
104
0 decide by edge density
return
15: end if
17:
return
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
18:
end if
19:
S
20:
expand(S
21:
end while
and Information Science, vol.14, 2008, pp.165-174.
S \ vi N(vi);weight + w[vi])
22: return Gambar 10: Algoritma (TOClique)
5.
KESIMPULAN Penulis mengusulkan batas atas dari clique berbobot maksimum dihitung dengan tabel optimal dan algoritma berdasarkan branch-and-bound menggunakan batas atas. Untuk graf tak berarah G = (V, E), algoritma TOC membagi V ke beberapa subset dan membuat subgraf yang ditimbulkannya. Telah dibuktikan bahwa jumlah bobot clique berbobot maksimum dari subgraf merupakan batas atas dari clique berbobot maksimum dari G. Algoritma TOC menghitung beberapa nilai yang digunakan dalam menghitung batas atas dengan pemrograman dinamis dan menyimpan semua hasil. Dan batas atas dapat dihitung dengan cepat dalam branch-andbound tersebut. Dapat dikonfirmasikan bahwa algoritma TOC lebih cepat dan efisien dari algoritma lain dengan eksperimen komputer.
References:
[1] D. Kumlander, “On importance of a special sorting in the maximum-weight clique algorithm based on colour classes,” Proc. of the second international conference on Modelling, Computation and Optimization in Information Systems and Management Sciences Communications in Computer
[2] D. Kumlander, “Network resources for the maximum clique finding problem” http://www.kumlander.eu/graph/ [3] E. Tomita, Y. Sutani, T. Higashi, S. Takahashi, M. Wakatsuki, “A simple and faster branchand-bound algorithm for finding a maximum clique,” Proc. of the 4th InternationalWorkshop,WALCOM Algorithms and Computation, Lecture Notes in Computer Science, vol.5942,2010, pp.191-203. [4]
K. Yamaguchi, S. Masuda, “A new exact algorithm for the maximum weight clique problem,” Proc. of the 23rd International Technical Conference on Circuits/Systems, Computers and Communications, 2008, pp.317 - 320.
[5] P.R.J. O¨ sterga°rd, “A new algorithm for the maximum-weight clique problem,” Nordic Journal of Computing, vol.8, 2001, pp.424-436. [6] P.R.J. streg rd, “Cliquer homepage” httpμ //users.tkk.fi/˜pat/cliquer.html [7] S. Shimizu, K. Yamaguchi, T. Saitoh, S. Masuda, “Some improvements on Kumlander‟s maximum weight clique extraction algorithm,” Proc. of the International Conference on Electrical, Computer, Electronics and Communication Engineering 2012, World Academy of Science, Engineering and Technology, Issue 72, 2012, pp.307311.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
105
ANALISIS PENERIMA RASKIN KOTA BANDUNG DENGAN BAYESIAN KLASIFIKASI Zulhanif Falultas MIPA Departemen Statistika, Universitas Padjadjaran email:
[email protected]
Abstrak Metode Bayesian Klasifikasi merupakan metode pengklasifikasian probabilistik berdasarkan berdasarkan teorema Bayes. Metode ini mengasumsikan bahwa keberadaan (atau ketidaberadaan) dari atribut tertentu dari suatu kelas adalah tidak terkait dengan keberadaan (atau ketidaberadaan) dari setiap atribut lain baik pada kelas yang sama maupun yang berbeda. Klasifikasi Bayes menganggap semua atribut berkontribusi secara independent untuk mengklasisfikasikan suatu pengamatan kedalam suatu kelas tertentu. Pada penelitian akan diterapkan metode klasifikasi rumah tangga penerima Raskin pada rumah tangga miskin di Kota Bandung. Kata Kunci: Raskin, , Metode Bayes, Naïve Bayes
1. PENDAHULUAN Penyaluran beras miskin merupakan upaya dari pemerintah untuk dapat meningkatkan ketahan pangan dari suatu keluarga. Ketahanan pangan sendiri berdasarkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2012 mengenai pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. (Nurhemi, 2014). Peyaluran beras miskin sendiri khsusnya di Jawa Barat terdapat memiliki tingkat kesalahan peyaluran yang cukup tinggi yaitu sebesar 1,65 juta berdasarkan data hasil Survei Perlindungan Sosial (PPLS) 2011, hal ini berarti sebanyak 1,65 juta keluarga miskin tidak mendapatkan haknya untuk menerima program bantuan RASKIN tersebut dan sebagian besar terkonsentrasi di Kota Bandung, Berdasarkan latar belakang tersebut pada penelitian ini akan dikaji metoda klasifikasi Bayes dalam analisi data penerima raskin di Kota Bandung dengan tujuan untuk meminimalisir angka salah sasaran dalam penerimaan beras miskin (raskin) tersebut.
106
2. Bayesian Klasifikasi Bayesian Klasifikasi(Naive bayes classifier) mengestimasi peluang kelas bersyarat dengan mengasumsikan bahwa atribut adalah independen secara bersyarat yang diberikan dengan label kelas y . Asumsi independen bersyarat dapat dinyatakan dalam bentuk berikut :
P X Y y P X i Y y d
i 1
(2.1)
X X1 , X 2 ,, X d terdiri dari d atribut.
dengan tiap set atribut
Independensi Bersyarat Sebelum menyelidiki lebih detail bagaimana naive bayes classifier bekerja, terlebih dahulu diuji notasi independensi bersyarat. Anggap X , Y , dan Z melambangkan tiga set variabel acak. Variabel di dalam X dikatakan independen secara bersyarat Y , yang diberikan Z , jika sesuai kondisi berikut. P X Y, Z P X Z
(2.2)
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Asumsi independen bersyarat, termasuk menghitung peluang bersyarat untuk setiap X, hanya memerlukan kombinasi mengestimasi peluang bersyarat untuk tiap
Xi
yang
Y.
diberikan
pendekatan
selanjutnya lebih praktis karena tidak mensyaratkan training set sangat besar untuk memperoleh estimasi peluang yang baik. Untuk mengklasifikasi tes record, naive bayes classifier menghitung peluang posterior untuk tiap kelas Y :
P Y X
P Yi 1 P Xi Y P X d
(2.3)
Untuk variabel yang kontinu peluang bersyarat P ( X i Y) mengikuti distribusi
1. Membagi data yang dipergunakan menjadi dua bagian yang terdiri atas data training dan data testing dengan perbandingan 80% dan 20% 2. Mengevaluasi besarnya kesalahan klasifikasi dari data training dan data testing 3. Membuat model prediksi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan tahapan analisis yang diuraikan pada bagian metode penelitian dengan bantuan software R didapat hasil bahawa model klasifikasi yang dibuat memiliki tingkat akurasi sebesar 90.7% pada data training dengan matrik klasifikasinya sbb: Tabel 4.1 Matriks Klasifikasi Data Training Menerima
normal sbb:
P ( X i Y)
1
2 Y2
e
( X i Y ) 2 2 Y2
Tdk Menerima
Menerima
44856
4940
Tdk Menerima
4659
48627
(2.4)
3. METODE PENELITIAN Pembentukan model klasifkasi pada penelitian ini menggunaan data penduduk miskin berdasatkan BPS 2011. Adapun variabel-variabel yang diteliti meliputi:status penerimaan raskin sebagai variabel respon (variabel terikat),bahan bakar memasak,jumlah individu, jumlah anggota keluarga,jenis atap rumah,jenis dinding rumah, jenis lantai rumah,kecamatan,status ktp,keadaan mandi cuci kakus,pendidikan kepala rumah tangga status kesejahteraan,status pekerjaan, keberadaan sanitasi, sumber air,sumber penerangan, status tempat tinggal, usia, jenis usaha kepala rumah tangga, adapun tahapan analisis dalam membuat model klasifikasinya adalah sbb
Sedangkan untuk testing didapat tingkat akurasinya sebesar 90.5%, dengan matrik klasifikasinya adalah sbb: Tabel 4.1 Matriks Klasifikasi Data Training Menerima
Tdk Menerima
Menerima
11171
1297
Tdk Menerima
1149
12153
Penggambaran tingkat peluang penerimaan raskin untuk masing-masing kecamatan di kota Bandung dapat dilihat pada gambar 4.1 sbb:
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
107
Status Raskin 0.15
0.074 0.068 0.082
0.065
Peluang
0.10
Status
0.067
menerima tidakmenerim 0.039
0.033 0.038
0.036 0.025
RANCASARI
PANYILEUKAN
0.05
0.042 0.019
0.009 0.012
MANDALAJATI
LENGKONG
0.016 0.032
0.03 0.013
0.008
0.006 0.01
UJUNG BERUNG
0.021 0.017
0.008
KIARACONDONG
CIBIRU
CICENDO
BUAH BATU
0.041 0.012
0.017
CIBEUNYING KIDUL
CIBEUNYING KALER
BATUNUNGGAL
BOJONG LOA KIDUL
BOJONG LOA KALER
BANDUNG KIDUL
BANDUNG KULON
BANDUNG WETAN
BABAKAN CIPARAY
ARCAMANIK
ANTAPANI
0.019
0.008
ASTANA ANYAR
ANDIR
0.035 0.039 0.037
0.032
0.007
0.035
0.018
0.01
CINAMBO
0.025
0.02
0.015
0.048
COBLONG
0.029 0.014
0.00
0.027
0.024 0.064
0.055
SUMUR BANDUNG
0.088 0.069
GEDEBAGE
0.076 0.028
0.014
CIDADAP
0.023 0.028 0.048
REGOL
0.042 0.035
0.05
SUKAJADI
0.059
SUKASARI
0.038
Kec
Gambar 4.1 Peluang Penerima Raskin Peluang marginal untuk masing variabel prediktor yang memiliki peluang lebih dari 0.5 dapat dilihat pada gambar 4.2 sbb: miliksendiri kontrak_sewa listrikPLN airterlindung tangki_SPAL
Kategori
lainnya diatas30%terendah
Response menerima
sd
tidakmenerim sendiri
6. REFERENSI Caruana, R. and Niculescu-Mizil,(2006) A.: An empirical comparison of supervised learning algorithms. Proceedings of the 23rd international conference on Machine learning.
George H. John and Pat Langley (1995). Estimating Continuous Distributions in Bayesian Classifiers. Proceedings of the Eleventh Conference on Uncertainty in Artificial Intelligence. pp. 338-345. Morgan Kaufmann, San Mateo
bersama_umum ya bukantanah tembok genteng listrik_gas_elpiji 0.00
0.05
0.10
0.15
0.20
0.25
0.30
0.35
0.40
0.45
0.50
0.55
0.60
0.65
0.70
0.75
0.80
0.85
0.90
0.95
1.00
Peluang
Gambar 4.1 Peluang Marginal Penerima
Harry Zhang "The Optimality of Naïve Bayes". (2004) FLAIRS2004 conference.
Raskin
5. KESIMPULAN Berdasakan anlisis yang telah dilakukann dapat disimpulkan hal-hal sbb:
Nurhemi, Shinta R.I. Soekro, Guruh Suryani R.( 2014). Pemetaan Ketahanan Pangan Di Indonesia:Pendekatan TFP Dan Indeks. Jakarta : Bank Indonesia
Hasil analisis menunjukkan adanya kekurang akuratan hasil klasifikasi pada data tetsing dan training yang berpotensi meyebabkan over fiitng dari model klasifikasi yang dibentuk. Pemodelan klasifikasi dengan metode ini perlu diuji lagi berkenaan dengan asumsi independensi yang kuat diantara variabel prediktor untuk masing-masing klas yang terbentuk. Pereduksian jumlah varabel prediktor menjadi hal yang dapat dipertimbangkan untuk megurangi kesalahan dari model kalaifikasi yang dibuat.
108
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
PERBANDINGAN ALOKASI MODAL MENGGUNAKAN DISCRETE MARGINAL CONTRIBUTION DAN SHAPLEY METHOD BERDASARKAN VALUE AT RISK Betty Subartini1), Riaman2), Mohamad Reza Fahlevy3) 1 FMIPA, Universitas Padjadjaran email:
[email protected] 2 FMIPA, Universitas Padjadjaran email:
[email protected] 3 FMIPA, Universitas Padjadjaran email:
[email protected]
Abstrak Risiko Dalam berasuransi dapat dianalisis dengan menggunakan Value at Risk (VaR), dimana VaR merupakan ukuran yang dapat digunakan untuk menilai kerugian terburuk bagi seorang investor. Untuk mengetahui apakah perusahaan asuransi mampu memenuhi kewajiban jangka panjang, maka digunakan metode Solvency Capital Requirements (SCR) yang perhitungannya setara dengan nilai VaR, Kemudian dicari nilai alokasi modal dengan Discrete Marginal Contribution(DMC ) dan Shapley Method, setelah dibandingkan menghasilkan nilai risiko terkecil sehingga perusahaan asuransi mampu memenuhi kewajiban jangka panjang. Kata Kunci: Risiko, Value at Risk(VaR), Metode Solvency Requirements(SCR), Alokasi Modal
1. PENDAHULUAN Asuransi dan risiko mempunyai hubungan yang sangat erat dalam berinvestasi. Risiko dalam dunia asuransi dapat dianalisis dengan menggunakan Value at Risk (VaR). Value at Risk (VaR) merupakan ukuran yang dapat digunakan untuk menilai kerugian terburuk yang mungkin terjadi bagi seorang investor. Dalam pemahaman risiko dikenal istilah solvensi. Solvensi mengacu kepada kapasitas perusahaan untuk memenuhi komitmen keuangan jangka panjang. Dalam perjanjian Basel mulai dikenalkan peraturan baru dalam bisnis asuransi, yaitu solvensi II. Solvensi II sendiri terdapat 3 pilar, yaitu solvensi pilar I, pilar II, dan pilar III. Tujuan dari solvensi II pilar I adalah untuk membangun dunia perasuransian menjadi lebih baik. Pilar I merupakan usaha untuk memberikan nilai wajar kewajiban dari modal yang diperlukan untuk menghindari terjadinya insolvent. Pilar II membicarakan tentang qualitative requirements. Tujuan utama pilar II, yaitu untuk memastikan bahwa perusahaan asuransi berjalan dengan baik dan memenuhi syarat dan kelayakan standar manajemen risiko serta memastikan bahwa perusahaan asuransi mempunyai modal yang cukup. Pilar III terdiri dari tiga tujuan utama,
yakni pengukuran kondisi finansial dan keberlangsungannya, pengukuran profil risiko dan data asuransi lainnya, serta suatu tindakan yang pasti termasuk keakuratan dan sensitifitas perhitungan volatilitas pasar.
2. KAJIAN LITERATUR 2.1 Asuransi Prof. Mehr dan Cammack mengungkapkan bahwa asuransi adalah alat sosial untuk mengurangi risiko, dengan menggabungkan sejumlah unit-unit memadai yang terkena risiko, sehingga kerugian-kerugian individual mereka secara kolektif dapat diramalkan. Kemudian kerugian yang dapat diramalkan itu dipikul merata oleh mereka yang tergabung. 2.2 Risiko (risk) Risiko dapat ditafsirkan sebagai bentuk keadaan ketidakpastian tentang suatu keadaan yang akan terjadi nantinya (future) dengan keputusan yang diambil berdasarkan berbagai pertimbangan pada saat ini (Fahmi, 2014).
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
109
2.3 Deskripsi Matematika Misalkan
adalah modal sebuah perusahaan
asuransi dan
sebagai realisasi dari
. Dalam asumsikan bahwa
sebuah
:∑
model
risiko didefinisikan
sederhana,
∑
∑
2.4 Portfolio
Maka untuk semua sebagai berikut :
Portfolio adalah sebuah bidang ilmu yang khusus mengkaji tentang bagaimana cara yang dilakukan oleh seorang investor untuk menurunkan risiko dalam berinvestasi secara minimal mungkin, termasuk salah satunya dengan menganekaragamkan risiko tersebut (Fahmi, 2014). 2.5 Return Jika dimisalkan bahwa adalah sekumpulan nilai premi dan dinotasikan sebagai sekumpulan jumlah klaim, sementara adalah modal maka untuk mencari return adalah .
SCR didefinisikan sebagai tingkatan modal yang harus dipegang setidaknya perusahaan memiliki sumber daya yang cukup untuk memenuhi kewajibannya dalam jangka waktu 12 bulan dengan peluang setidaknya 99.5%.
Amati bahwa pengertian ini sangat dekat hubungannya dengan pengertian Value at Risk (VaR). Oleh karena itu, substitusikan ukuran risiko kedalam : dan ∑ dari ( )
∑
2.6 Value at Risk (VaR) Definisi I (Value at Risk (VaR)) misalkan dan
variabel acak, maka:
{
}
Ketika meninjau fungsi kepadatan peluang , Value at Risk (VaR) dapat digambarkan sebagai nilai
yang berada dibawah fungsi setara
dengan
.
2.7 Solvensi II Solvensi II adalah kerangka peraturan baru untuk industri asuransi Eropa yang mengadopsi pendekatan berbasis risiko lebih dinamis dan menerapkan rezim kegagalan non-zero, yaitu ada kemungkinan
0.5%
dari suatu kegagalan.
2.7.1 Pilar I Tingkat sebagai berikut :
110
dari risiko
didefinisikan
2.7.1 Pilar II dan III Tujuan utama pilar II, yaitu untuk memastikan bahwa perusahaan asuransi berjalan dengan baik dan memenuhi syarat dan kelayakan standar manajemen risiko serta memastikan bahwa perusahaan asuransi mempunyai modal yang cukup. Pilar III terdiri dari tiga tujuan utama, yakni pengukuran kondisi finansial dan keberlangsungannya, pengukuran profil risiko dan data asuransi lainnya, serta suatu tindakan yang pasti termasuk keakuratan dan sensitifitas perhitungan volatilitas pasar. 2.8 Alokasi Modal Alokasi modal akan membahas masalah ketika antara portfolio yang berbeda memutuskan untuk menggabungkan risikonya. Pada umumnya, teknik penggabungan ini dikenal dengan istilah diversification. Capital allocation method akan digunakan untuk mengalokasikan keuntungan ini kembali ke portfolio.
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
2.8.1 Diversification Misalkan
sekumpulan portofolio , masing masing dengan jumlah klaim
. Selanjutnya, tetapkan risiko dari portofolio . Maka :
=
dengan marginal contributiom.
fungsi
sebagai ukuran
3. METODE PENELITIAN Metode Solvency Capital Requirements (SCR)
(∑ )
∑
2.8.2 Metode Alokasi Modal Situasi terdiri dari : (1) Suatu himpunan N dari portfolio yang digunakan, (2) Suatu vektor
Xi , i N
.
jumlah klaim yang mungkin untuk
setiap portfolio dan (3) Suatu ukuran risiko
2.8.2.1 Discrete Marginal Contribution Method Metode alokasi modal Discrete Marginal Contribution sering disebut Incremental Method. Untuk alokasi modal yang berubah-ubah dengan situasi Discrete Marginal Contribution pada portfolio i :
Konsep dasar metode SCR) berdasarkan Value at Risk (VaR) adalah nilai return yang diperoleh dari data asuransi berupa data klaim dan premi. Adapun langkah langkah perhitungan Solvency Capital Requirement (SCR) adalah sebagai berikut: 1. Menginput data asuransi berupa klaim dan premi. 2. Memperoleh data return sementara dalam perhitungannya menggunakan aplikasi MS. Excel 2010. 3. Uji distribusi data Uji kenormalan data return dengan metode Kolmogorov-smirnov Return diasumsikan berdistribusi normal. Sebelum dilakukan perhitungan Value at Risk (VaR), terlebih dahulu dilakukan uji asumsi kenormalan menggunakan uji KolmogorovSmirnov dengan algoritma sebagai berikut : Hipotesis : :
( ∑
(
∑
∑
∑
∑
)
2.8.2.2 Shapley Method Shapley method perpaduan antara situasi
)
sendiri merupakan dengan transferable
dinotasikan dengan sebagai fungsi karakteristik dengan
. Definisi Shapley method sebagai berikut :
∑
)
(
distribusi
Statistik uji :
cost
(
mengikuti
: data return tidak mengikuti distribusi normal
) dimana N 1, 2,3 dan
cost game
fungsi ,
(∑
data return normal
)
Tingkat signifikansi 1 % Kriteria uji diterima jika nilai signifikansi > 0.01 ditolak jika nilai signifikansi < 0.01 Perhitungan untuk uji distribusi data ini akan dilakukan oleh software SPSS 21.0 4. Menentukan nilai alpha untuk taraf signifikansi. Yaitu dipilih karena sudah menjadi keputusan bersama para ahli keuangan bahwa untuk bisnis asuransi taraf signifikansinya sebesar 5. Menghitung Solvency Capital Requirements (SCR) (2.5) berdasarkan pada definisi Value at Risk (VaR) (2.2) dari masing-masing return portofolio
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
111
6. Menghitung jumlah Solvency Capital Requirements (SCR) dari return portofolio . dengan persamaan ∑ 7. Mencari nilai korelasi antara ketiga return portofolio menggunakan SPSS 21.0 8. Menghitung Diversification berdasarkan pada persamaan (2.7). tetapi terlebih dahulu akan dicari Solvency Capital Requirements (SCR) dari jumlah return portofolio dengan . persamaan ∑ 9. Menghitung selisih antara jumlah Solvency Capital Requirements (SCR) dari return portofolio dengan Solvency Capital Requirements (SCR) dari jumlah return portofolio menggunakan persamaan (2.7) 10. Mencari nilai alokasi modal dengan Discrete Marginal Contribution Method menggunakan persamaan (2.9) 11. Mencari nilai alokasi modal dengan Shapley Method menggunakan persamaan (2.10)
4.2 Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data return berdistribusi normal atau tidak dengan menggunakan uji Kolmogorov-smirnov pada program IBM SPSS Statistic 21. # Untuk portofolio 1 Keputusan : Perhitungan nilai Asymp. Sig = 0.014> 0.01 sehingga tidak ditolak, maka data tersebut berdistribusi normal. # untuk portofolio 2 Keputusan : Perhitungan nilai Asymp. Sig = 0.059 > 0.01 sehingga tidak ditolak, maka data tersebut berdistribusi normal.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Input Data
# untuk portofolio 3
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data dari perusahaan asuransi berupa 100 data klaim PT Finansial Wiratrata Danadyaksa (FWD), yang dikelompokkan atas 3 bagian (return 1, return 2 dan return 3) diambil 8 data pertama yang disajikan dalam tabel 4.1 Tabel 4.1 Data Klaim PT FWD Return 1 Return 2 Return 3
Keputusan :
4503955
2000000
11000000
7820021
11820550
9900000
10000000
9750000
-17811201
10000000
11919355
-3113300
0
9000000
0
12000000
11295000
12000000
10500000
12000000
-32587456
2000000
4400000
11000000
Perhitungan nilai Asymp. Sig = 0.015 > 0.01 sehingga tidak ditolak, maka data tersebut berdistribusi normal.
Dapat disimpulkan bahwa
112
4.3 Perhitungan Solvency Capital Requirements (SCR) dengan Value at Risk (VaR) Akan dicari nilai Solvency Capital Requirements (SCR) untuk ketiga portofolio menggunakan persamaan (2.5) dengan nilai
# untuk portofolio 1
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
{ {
)
| (
}
| (
)
Dilihat dari tabel distribusi normal standar, nilai yang mempunyai nilai peluang 0.01 tepatnya tidak ada. Dicari menggunakan teknik interpolasi linier sehingga diperoleh nilai sehingga diperoleh , maksudnya untuk portofolio 1, perusahaan asuransi menaksir nilai risiko yang ditanggung sebesar Rp. 18.597.516,45
}
portofolio yang digabungkan , besarnya nilai risiko ditaksir sekitar Rp. 48.676798,21 dan disversifikasi dalam perhitungan risiko berdasarkan Persamaan (2.7) adalah Rp. 9.331.159,45 ,yang berarti bahwa jika beberapa portofolio yang risikonya dirata-ratakan akan mendapat keuntungan (profit).
4.5 Metode Alokasi Modal Selanjutnya karena merata-ratakan risiko portofolio akan mendatangkan keuntungan, belum diketahui alokasi nilai Diversification terhadap masing-masing portofolio, untuk itu akan dihitung alokasi untuk masing-masing portofolio menggunakan 2 metode.
Dengan cara yang sama didapat:
4.5.1 Jadi jumlah risiko dari keseluruhan return portofolio dalam rupiah adalah Rp 58.007.957,67 4.4 Diversification Jika ketiga portofolio ini digabungkan, nilai
mean
yang
baru dan
∑
∑
Maka
untuk
risiko
adalah varians
yang
∑
Perhitungan
Discrete
Marginal
Contribution Method
Akan dicari nilai alokasi modal untuk setiap portofolio menggunakan persamaan Discrete Marginal Contribution Method (2.9). Untuk portofolio 1,2 dan 3 diperoleh berturut-turut
adalah
digabungkan
Maka perhitungan nilai risiko adalah seperti berikut :
4.5.2 Perhitungan Shapley Method Akan dicari nilai alokasi modal untuk setiap portofolio menggunakan persamaan Shapley Method (2.10). Untuk portofolio 1,2 dan 3 diperoleh berturut-turut
4.6 Rekapan Metode Alokasi Modal {
| (
)
}
Dilihat dari tabel distribusi normal standar, nilai yang mempunyai nilai peluang 0.01 tepatnya tidak ada. Dicari menggunakan teknik interpolasi linier sehingga diperoleh nilai sehingga diperoleh artinya untuk
Akan ditunjukan tabel metode alokasi modal untuk ketiga yaitu untuk activity based method dan beta method yang ditunjukan dalam Tabel 4.2 :
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
113
Tabel 4.2 Nilai Alokasi Modal Method
X1
X2
X3
Discrete Marginal Contribut ion (DMC)
Rp 16.694.10 0,49
Rp 15.460.12 6,49
Rp 16.522.57 1,22
Shapley Value
Rp 16.063.75 1,17
Rp 15.140.35 1,13
Rp 17.472.69 5,91
Dapat dilihat pada Tabel 4.2 bahwa nilai alokasi modal antara metode Discrete Marginal Contribution dan metode Shapley Value diperoleh nilai yang signifikan.
[4] Husnan, S. 2005. Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas . Edisi Kelima, Yogyakarta: BPFE. [5] Jorion, P. 2002 Value at Risk : The New Benchmark for Managing Financial Risk, Second Edition, The McGraw-Hill Companies, Inc: New York. [6] Manganelli, S., dan Engle, R. F. 2001. Value at Risk Models in Finance. Working Paper no 75. European Central Bank (ECB), Germany. [7] Pratama, H. A. 2015. Aplikasi Value At Risk (VaR) Untuk Analisis Solvensi II Dalam Bisnis Asuransi. Skripsi Sarjana pada FMIPA Unpad Jatinangor. [8] Schlicher, L. 2013. Literatur Study. Eindhoven University of Technology. [9] Siegel, J. G. dan Shim, J.K. 1999. Kamus Istilah Akuntansi. Jakarta: Elex Media Komputindo. [10] Sudjana. 2013. Metoda Statistika . Edisi Ketujuh, Bandung: Penerbit Tarsito.
5. KESIMPULAN Dalam penelitian ini Value at Risk (VaR) dapat diaplikasikan terhadap analisis solvensi II. Perhitungan Solvency Capital Requirements (SCR) dapat diprediksi dengan menggunakan rumus yang terdapat pada Value at Risk (VaR). Pada perhitungan risiko, nilai risiko yang begitu besarnya perlu ditekan dengan menggunakan teknik diversification , sehingga perusahaan asuransi bisa memperoleh keuntungan serta memenuhi kewajibannya dalam jangka panjang. Dapat disimpulkan bahwa antara Discrete Marginal Contribution Method dan Shapley Method dapat dipilih karena kedua metode ini sangat cocok digunakan untuk mengaplikasikan perhitungan alokasi modal.
6 . REFERENSI [1] Cofield, J., Kaufman, A., dan Zhou, C. 2012. Solvency II Standard Formula and NAIC Risk-Based Capital (RBC). Casuality Society E-Forum. [2] Fahmi, I. 2014. Manajemen Risiko Teori, Kasus, dan Solusi. Edisi Keempat, Bandung: Penerbit Alfabeta. [3] Hogg, R.V. dan Craig, A.T. 2005. Introduction to Mathematical Statistics , Sixth Edition, Macmilan Pub. Co. Inc., New York.
114
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
PERHITUNGAN CADANGAN YANG DISESUAIKAN DENGAN METODE NEW JERSEY PADA ASURANSI JIWA DWIGUNA Riaman 1, Betty Subartini 2, Agus Supriatna 3 Departemen Matematika, Fakultas MIPA, Universitas Padjadjaran Jl. Raya Bandung Sumedang KM 21 Jatinangor Sumedang 45363
[email protected],
[email protected],
[email protected], 1,2,3)
Abstrak Asuransi jiwa adalah salah satu bentuk asuransi yang memberikan penanggulangan risiko pada jiwa atau meninggalnya manusia. Jenis asuransi yang digunakan adalah asuransi jiwa berjangka. Perusahaan asuransi wajib menyediakan sejumlah dana sebagai uang pertanggungan yang disebut cadangan. Cadangan yang disesuaikan merupakan perhitungan cadangan yang melibatkan premi bersih dan biaya. Pada paper ini akan digunakan perhitungan cadangan yang disesuaikan dengan metode New Jersey. Metode New Jersey menentukan bahwa cadangan akhir tahun pertama adalah nol. Nilai cadangan yang disesuaikan dengan metode New Jersey akan semakin besar seiring bertambahnya usia pada Tabel Mortalita dan suku bunga yang sama. Kata Kunci: Asuransi jiwa, cadangan yang disesuaikan, metode New Jersey.
1. PENDAHULUAN Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) bab 9 pasal 246 menjelaskan bahwa asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu. Dilihat dari beberapa definisi asuransi, bahwa tujuan utama dari asuransi adalah pengalihan risiko dari pihak tertanggung (pemegang polis) kepada pihak penanggung (perusahaan asuransi). Risiko yang sangat dekat dengan jiwa manusia adalah kematian. Karena kematian adalah akhir dari kehidupan manusia di dunia ini, maka manusia perlu merencanakan berbagai hal yang akan dicapai oleh pribadinya. Salah satunya adalah perencanaan ekonomi. Apalagi bagi seseorang yang sudah berkeluarga, hal-hal yang berkaitan dengan ekonomi sangat diutamakan. Seperti membayar tagihan rumah, membiayai anak sekolah, mencukupi kebutuhan keluarga, dan lain sebagainya. Oleh karena itu untuk mengurangi beban ekonomi keluarga ketika
seseorang meninggal yaitu dengan membeli polis asuransi jiwa. Dengan memiliki polis asuransi jiwa, perusahaan asuransi (penanggung) akan memberikan kompensasi kerugian finansial (santunan) yang dialami tertanggung (pemegang polis). Produk asuransi yang memberikan perlindungan kematian dalam jangka waktu tertentu adalah asuransi jiwa dwiguna. Sayangnya apabila seseorang berumur panjang sampai masa pertanggungan berakhir, maka uang preminya akan hangus. Pada asuransi jiwa, perusahaan asuransi akan menerima uang premi dari pihak tertanggung. Premi yang diterima oleh perusahaan asuransi, tidak hanya digunakan untuk memberikan santunan kepada pemegang polis, akan tetapi ada biaya-biaya yang diperlukan dalam melaksanakan tugasnya. Biaya tersebut tentunya menjadi tanggungan pemegang polis yang dibayar bersama premi bersih dan disebut premi kotor. Pada kenyataan, premi pada tahuntahun permulaan tidak cukup untuk menutupi biaya, tetapi kekurangan tersebut akan tertutup oleh premi tahun-tahun terakhir. Keadaan ini memaksa perusahaan asuransi mencari sumber dana tambahan untuk menutupi biaya tahun-tahun permulaan yang kemudian akan dibayar kembali dari premipremi tahun kemudian. Perusahaan asuransi
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
115
memiliki kewajiban menyediakan uang pertanggungan yang akan diambil sebagai cadangan. Perhitungan cadangan yang melibatkan premi bersih dan biaya, disebut cadangan yang disesuaikan. Ada beberapa metode yang digunakan dalam menghitung besar cadangan yang disesuaikan, salah satunya adalah dengan metode New Jerse. Pada paper ini akan dibahas perhitungan cadangan yang disesuaikan pada asuransi jiwa dwiguna dengan menggunakan metode New Jersey. 2. KAJIAN LITERATUR Suku Bunga adalah pembayaran yang dilakukan oleh peminjam uang sebagai balas jasa atau pemakaian uang yang dipinjam.(T. Futami 1993) Perusahaan asuransi menggunakan Tabel Mortalita untuk mengitung premi asuransi. Tabel ini berisi peluang seseorang meninggal menurut umur dari kelompok orang yang diasuransikan (pemegang polis asuransi) dan diharapkan mampu menggambarkan probabilitas meninggal yang sebenarnya dari sekelompok orang yang diasuransikan. Jumlah orang yang dilahirkan pada waktu yang sama dilambangkan dengan , dari sejumlah orang ini akan ada orang yang akan mencapai usia tahun pada waktu yang sama. Jumlah orang yang meninggal dari orang sebelum mencapai usia dinotasikan dengan , sehingga :
Ada beberapa tabel mortalita yang digunakan pada perhitungan asuransi. Pada paper ini, tabel mortalita yang digunakan adalah Tabel Mortalita Indonesia 1993 (Nilai Simbol Komutasi 6%)
Simbol Komutasi Tujuan utama dibuatnya simbol komutasi adalah untuk mempermudah perhitungan. Notasi komutasi yang digunakan, sebagai berikut : (3) , dengan
Dimana
adalah
tingkat bunga dalam setahun. ∑
(4) (5)
̅̅̅̅ ̅̅̅̅
(6) ∑
(7) ̅̅̅̅̅̅
∑ ∑
̅̅̅ ̅̅̅̅
̅̅̅̅̅̅
̅̅̅̅̅̅
(8)
(9)
Anuitas (1) dan
Peluang seseorang yang berusia meninggal sebelum usia mencapai tahun, dinotasikan dengan , maka:
akan
(2)
116
Anuitas adalah suatu pembayaran dalam jumlah tertentu, yang dilakukan setiap selang waktu dan lama tertentu, secara berkelanjutan. Anuitas hidup di mana pembayarannya dilakukan pada suatu jangka waktu tertentu disebut anuitas hidup dwiguna. Anuitas hidup dwiguna akhir dengan jangka waktu tahun dinotasikan dengan ̅̅̅ , sedangkan Anuitas hidup dwiguna awal dinotasikan dengan ̅̅̅ . perhitungannya sebagai berikut :
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
̅
(10)
̅
(11)
Asuransi Jiwa Dwiguna Diskrit Asuransi jiwa dwiguna diskrit adalah asuransi jiwa dwiguna yang pembayarannya dilakukan pada akhir tahun polis, maksud dari akhir tahun polis ini adalah tahun polis pada saat meninggal. Premi tunggal dari asuransi jiwa dwiguna diskrit untuk usia , jangka pertanggungan tahun, uang pertanggungan sebesar 1 yang dibayarkan pada akhir tahun polis, dinotasikan dengan ̅
̅
̅
̅
̅̅̅̅̅̅
̅
Cadangan yang Disesuaikan
̅̅̅̅̅̅
(15)
(12)
Premi tahunan adalah premi yang besar pembayarannya sama setiap tahunnya. Premi tahunan asuransi jiwa dwiguna tahun, uang pertanggungan 1, dibayarkan pada akhir tahun ̅
Perhitungan cadangan secara prospektif pada tahun ke t merupakan nilai santunan yang akan datang dikurangi dengan nilai tunai premi yang akan datang. Secara matematis, cadangan prospektif untuk asuransi jiwa dwiguna dengan uang pertanggungan 1 adalah
.
Premi Tahunan
polis adalah
berlebih dari premi tahunan atas nilai asuransi antara tahun sebelumnya dan tahun tersebut. perusahaan asuransi terkadang harus membayar santunan karena tertanggung meninggal sebelum waktu pembayaran berakhir. Untuk mengatasi masalah tersebut, perusahaan asuransi harus membayar santunan tersebut menggunakan cadangan.
yaitu
(13)
Premi tahunan asuransi jiwa seumur hidup dengan uang pertanggungan dibayarkan pada akhir tahun polis dan masa pembayaran tahun adalah yaitu
Cadangan disesuaikan merupakan perhitungan cadangan premi yang menggunakan asumsi premi disesuaikan. Sumber dana tambahan untuk menutup biaya awal tahun dapat diperoleh dengan menyesuaikan cadangan premi. Misalkan menyatakan premi bersih untuk suatu jenis asuransi. Premi tersebut akan diganti dengan pada tahun pertama dan diikuti oleh pada tahun-tahun berikutnya. dan adalah premi yang disesuaikan. Pemegang polis hanya membayar premi bersih yang sama besarnya tiap tahun, yaitu + biaya. dan hanya ada dalam perhitungan aktuaria dan tidak ada sangkut pautnya dengan pemegang polis. di satu pihak serta dan di pihak lain dihubungkan oleh
(14) (16) (Larson dan Gaumnitz, 1951). 3. METODE PENELITIAN Cadangan adalah besarnya uang yang ada pada perusahaan dalam jangka waktu pertanggungan. Perhitungan dana cadangan berdasar pada asumsi premi tahunan. Dana cadangan terbentuk karena adanya dana
Metode New Jersey Metode New Jersey merupakan bagian dari perhitungan cadangan prospektif.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
117
Metode ini diciptakan sebagai perbaikan dari metode Illinois, dimana pembayaran premi yang melebihi 20 kali pembayaran pada metode New Jersey menghasilkan nilai cadangan yang lebih efektif. Penentuan cadangan disesuaikan dengan metode New Jersey terdapat persyaratan yang harus terpenuhi yaitu polis yang mempunyai premi tahunan bersih lebih kecil dari premi tahunan bersih asuransi seumur hidup dengan 20 kali pembayaran premi dengan santunan dan usia yang sama tetapi premi kotornya melebihi
(Larson
tahun dengan santunan Rp. 30.000.000,00, dengan pembayaran premi bersih setiap akhir, dan premi kotor yaitu Rp 320.000,00. Akan dicari cadangan premi akhir tahun serta cadangan yang disesuaikan dengan metode New Jersey berdasarkan metode prospektif. Tabel komutasi yang digunakan adalah Tabel Mortalita Indonesia 1993 (Nilai Simbol Komutasi 6%). Pertama dihitung premi bersih tahunan asuransi jiwa dwiguna 30 tahun, dengan , dan
dan Gaumnitz, 1951).
̅̅̅̅
(
̅̅̅̅
̅̅̅̅
)
(
)
Dimana, (17)
̅
̅
Syarat metode New Jersey i.
(18)
̅̅̅̅
̅̅̅̅
ii.
premi kotornya >
Sehingga nilai cadangan prospektif dengan menggunakan metode New Jersey untuk asuransi jiwa dwiguna adalah
̅
̅
(
̅̅̅̅̅̅
̅̅̅̅̅̅
̅̅̅̅̅̅̅
)
̅̅̅̅̅̅̅
(19)
Rumus cadangan disesuaikan dengan metode New Jersey berdasarkan metode prospektif pada persamaan di atas mendapat penyesuaian karena premi yang akan datang terdiri dari dua macam, yaitu sampai tahun ke 20 dan sisa tahun berikutnya. (Larson dan Gaumnitz, 1951).
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN Seorang pemegang polis berumur 30 tahun membeli asuransi jiwa dwiguna 30
118
̅̅̅̅
Karena syarat metode New Jersey terpenuhi, maka perhitungan Data ini dapat menggunakan metode New Jersey. Selanjutnya akan dihitung cadangan ke -10 dengan metode New Jersey.
̅̅̅̅
(
̅
̅̅̅̅
̅̅̅̅ ̅̅̅̅
̅̅̅̅
̅̅̅̅
̅̅̅̅
)
̅̅̅̅
̅̅̅̅
Hasil lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 4.1
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Tabel 4.1 Cadangan Disesuaikan Dengan Metode New Jersey Untuk Usia 30 Tahun
Prospektif
Rp
1.601.393,37
Rp
1.601.393,37
Rp
1.416.615,10
Rp
1.416.615,10
Rp
1.173.685,80
Rp
1.173.685,80
Rp
863.666,84
Rp
863.666,84
Rp
476.462,83
Rp
476.462,83
Rp
-
New Jersey
Rp
86.991,41
Rp
…………...
Rp
178.165,18
Rp
257.578,13
Rp
273.196,01
Rp
350.046,92
Rp
372.649,75
Rp
446.783,58
Rp
477.094,52
Rp
548.345,66
Rp
586.518,27
Rp
654.711,36
Rp
699.811,36
Rp
764.763,01
Rp
814.897,52
Rp
876.417,18
Rp
928.997,30
Rp
986.887,12
Rp
1.040.669,67
Rp
1.094.719,97
Rp
1.148.952,05
Rp
1.198.938,87
Rp
1.253.449,30
Rp
1.299.131,82
Rp
1.354.272,08
Rp
1.395.390,47
Rp
1.451.234,91
Rp
1.487.509,27
Rp
1.544.190,16
Rp
1.575.318,85
Rp
1.631.770,71
Rp
1.657.429,72
Rp
1.712.003,66
Rp
1.731.844,44
Rp
1.782.478,85
Rp
1.796.125,29
Rp
1.840.068,41
Rp
1.847.113,21
Rp
1.879.459,35
Rp
1.879.459,35
Rp
1.894.318,08
Rp
1.894.318,08
Rp
1.878.182,09
Rp
1.878.182,09
Rp
1.825.924,22
Rp
1.825.924,22
Rp
1.735.628,19
Rp
1.735.628,19
Rp
-
5. KESIMPULAN Besarnya premi tunggal bersih dan premi tahunan akan semakin besar seiring bertambahnya usia pemegang polis. Hal ini disebabkan karena peluang meninggal seseorang, semakin bertambah usia maka semakin besar. Kemudian besarnya cadangan yang disesuaikan dengan metode New Jersey pada asuransi jiwa dwiguna, semakin besar seiring bertambahnya usia. Selain dari pada itu perhitungan nilai cadangan yang disesuaikan dengan metode New Jersey dapat digunakan setiap tahun secara berurutan.
6. REFERENSI 1. Futami, T. 1993. Matematika Asuransi Jiwa, Bagian 1. Tokyo: Incorporated Foundation Oriental Life Insurance Cultural Development Center. 2. Futami, T. 1994. Matematika Asuransi Jiwa, Bagian 2. Tokyo: Incorporated Foundation Oriental Life Insurance Cultural Development Center. 3. Larson, Robert,E., Gaumnitz, Erwin A. 1962. Life Insurance Mathematics. New york. John Wiley & Sons, Inc. London. 4. Sukma, Rizky,P. 2014. Perhitungan Cadangan Yang Disesuaikan Pada Produk Asuransi Jiwa Endowment Semikontinu Dengan Menggunakan Metode Illinois Dan Metode Canadian. Skripsi, Jurusan Matematika, FMIPA, UNPAD.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
119
5. Susilo, Y.Sri., Triandaru, Sigit., Santoso, A.Totok Budi. 2000. bank & lembaga keuangan lain. Jakarta: Salemba Empat.
120
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
PEMODELAN KASUS ANAK PUTUS SEKOLAH TINGKAT SMA DI INDONESIA DENGAN SPATIAL AUTOREGRESSIVE MODEL (SAR) Asriyanti Ali1), Jaka Nugraha2) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Indonesia email:
[email protected] 2 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Indonesia email:
[email protected]
1
Abstrak Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting untuk membangun suatu negara. Pentingnya pendidikan tercermin dalam UUD 1945 pasal 31. Salah satu misi rencana strategi Kemendikbud yaitu mengoptimalkan capaian wajib belajar 12 tahun. Salah satu parameter keberhasilan pendidikan adalah menuntaskan Angka Patisipasi Kasar dan Angka Partisipasi Murni mutu pendidikan untuk mencapai 95% (Rasiyo, 2008). Besar kecilnya persentase nilai APK dan APM sangat erat hubungannya dengan putus sekolah. Pada penelitian ini menganalisis mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap siswa putus sekolah tingkat SMA. Diduga ada efek dependensi spasial dalam kasus ini, salah satu cara penyelesaian efek dependensi spasial adalah dengan menggunakan regresi pendekatan area. Regresi dengan pendekatan area yang digunakan dalam penelitian ini adalah Spatial Autoregressive Model (SAR). Berdasarkan data tahun 2014, hasil penelitian didapatkan bahwa variabel prediktor yang berpengaruh terhadap jumlah siswa putus sekolah tingkat SMA adalah variabel jumlah sekolah SMA dan jumlah kepala keluarga dengan tingkat pendidikan terakhir SD-SMP dengan nilai R2 = 97.8480%. Kata Kunci : APK, APM, Putus Sekolah, Regresi Spasial, SAR 1.
PENDAHULUAN Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting untuk membangun suatu negara. Pentingnya pendidikan tercermin dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, dan ayat 2 yang menyatakan bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Untuk melaksanakan tugas tersebut, salah satu misi rencana strategi Kemendikbud yaitu mewujudkan akses yang meluas, merata, dan berkeadilan adalah mengoptimalkan capaian wajib belajar 12 tahun. Pemerintah Indonesia sejak tahun 2009 telah menganggarkan 20% dari APBN untuk bidang pendidikan (Merry Elike, 2012). Hal tersebut menunjukkan betapa pemerintah Indonesia sangat memperhatikan bidang pendidikan. Salah satu parameter keberhasilan pendidikan adalah menuntaskan Angka Patisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) mutu pendidikan untuk mencapai 95% (Rasiyo, 2008). Besar kecilnya
persentase nilai APK dan APM sangat erat hubungannya dengan putus sekolah. Menurut Tanti Citrasari Wijayanti (2010), putus sekolah adalah proses berhentinya siswa secara terpaksa dari suatu lembaga pendidikan tempat dia belajar. Artinya adalah terlantarnya anak dari sebuah lembaga pendidikan formal, yang disebabkan oleh berbagai faktor. Angka putus sekolah sendiri merupakan proporsi penduduk menurut kelompok usia sekolah yang sudah tidak bersekolah lagi atau yang tidak menamatkan suatu jenjang pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk yang pernah/sedang bersekolah pada kelompok usia sekolah yang bersesuaian (Sirusa BPS, 2016). Angka putus sekolah dilihat dari masingmasing jenjang pendidikan yaitu APTS tingkat SD sebesar 0,67%, APTS tingkat SMP sebesar 0,87%, dan APTS tingkat SMA sebesar 1,82%. Hal ini dapat dilihat bahwa pendidikan di Indonesia belum maksimal berdasarkan jenjang pendidikan formal
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
121
khususnya pada jenjang pendidikan SMA. Sebab APTS tingkat SMA melebihi batas angka putus sekolah, yaitu melebihi satu persen dari jumlah siswa yang bersekolah. Jumlah siswa putus sekolah di Indonesia tingkat SMA tahun 2014 mencapai 154.501 jiwa dengan Angka Putus Sekolah (APTS) sebesar 1,82 persen. Apabila dicermati lebih lanjut, provinsi-provinsi di Indonesia mempunyai APTS tingkat SMA yang sangat beragam, yang terendah di Provinsi DI Yogykarta dengan persentase 0,91 persen sedangkan tertinggi di Provinsi Gorontalo dengan persentase 3,42 persen. Meskipun angka putus sekolah mengalami penurunan dari tahun sebelumnya tetapi belum sesuai dengan standar nasional dan jumlah siswa putus sekolah di Indonesia masih sangat besar. Sehingga persoalan putus sekolah masih menjadi salah satu masalah terbesar di Indonesia, dan salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap anak putus sekolah. Suatu analisis pemodelan regresi untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi siswa putus sekolah tingkat SMA yang dipengaruhi oleh karakteristik wilayah sangat penting. Pengamatan di wilayah tertentu dipengaruhi oleh pengamatan di lokasi lain seperti yang dinyatakan pada hukum pertama tentang geografi yang dikemukakan oleh W Tobbler dalam Anselin (1988) yang berbunyiμ”Everything is related to everything else, but near thing are more related than distant thing”. Segala sesuatu saling berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi sesuatu yang dekat lebih mempunyai pengaruh daripada sesuatu yang jauh. Penelitian anak putus sekolah dengan mempertimbangkan efek spasial telah banyak dilakukan. Musfika Rati (2013) melakukan penelitian tentang model regresi spasial untuk anak tidak bersekolah usia kurang 15 tahun di kota Medan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model regresi SAR (Spasial Autoregressive Model) lebih baik daripada OLS klasik dalam menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah putus sekolah di kota Medan. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka penulis ingin menerapkan metode regresi linier berganda dan metode regresi spasial
122
area dengan Spatial Autoregressive Model (SAR) untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi angka putus sekolah tingkat SMA di Indonesia.
1. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Regresi Linier Berganda Analisis regresi yang mempelajari hubungan kausal antara satu variabel takbebas dan satu variabel penjelas/variabel bebas disebut analisis regresi sederhana (simple regression analysis). Sedangkan, analisis regresi yang mempelajari hubungan kausal antara satu variabel takbebas dan dua atau lebih variabel penjelas/variabel bebas disebut analisis regresi berganda (multiple regression analysis) (Gaspersz, 1991). Persamaan umum regresi linier berganda dapat ditulis dalam persamaan berikut (Walpole & Myers, 1995): ...(1) =
dengan adalah variabel terikat, adalah variabel bebas, adalah parameter regresi, adalah variabel gangguan. Kalau disederhanakan menjadi , dimana Y adalah vektor berukuran , matriks berukuran , vektor berukuran , dan vektor berukuran nx1. Dalam model regresi berganda ada asumsi normalitas yaitu
Pendugaan parameter model , , , dan dilakukan berdasarkan metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Squares Method (OLS) dengan meminimumkan jumlah kuadrat galat (Gaspersz, 1991). Persamaan untuk mendapatkan nilai b, sebagai berikut : = …………………… (2) dengan : b : vektor dan parameter yang ditaksir 1
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
x : matriks variabel bebas berukuran k : banyaknya variabel bebas ) Pengujian dilakukan dalam dua tahap, yaitu pengujian secara serentak dan pengujian secara parsial (Widarjono, 2005). Pengujian kesesuaian model secara serentak dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut :
Statistik uji yang digunakan dalam pengujian ini menggunakan statistic Fhitung. Perhitungan untuk mendapatkan nilai Fhitung yakni : =
atau
..… (3)
=
ditolak jika
Keputusan
>
. Pengujian koefisien regresi secara parsial digunakan untuk membuktikan pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat (Widarjono, 2005). Hipotesis uji parsial yaitu: : : ,dengan Statistik uji yang digunakan adalah nilai thitung. Perhitungan untuk mendapatkan nilai thitung sebagai berikut : thitung
√
….......…….. (4)
Daerah kritis dalam pengujian ini yakni ditolak jika nilai mutlak > . 1.2 Kriteria Ketetanggaan Hubungan keterkaitan antar wilayah sangat dipengaruhi oleh posisinya terhadap wilayah lain. Jika suatu wilayah letaknya (secara geografis) lebih dekat terhadap wilayah tertentu maka diasumsikan
memberikan pengaruh yang lebih besar dibandingkan wilayah lain. Hal ini sesuai dengan hukum Tobler I tentang geografi. Besarnya keterkaitan antar wilayah dapat diukur jika posisinya terhadap wilayah lain dapat dikuantifikasi. Wilayah yang berbatasan secara langsung diasumsikan tetangga. Sebaliknya, jika tidak berbatasan secara langsung maka bukan tetangga. Penentuan tetangga berdasarkan kriteria ini terbagi atas beberapa cara yaitu : 1. Linear Contiguity Wilayah tetangga ditentukan berdasarkan persinggungan batas dengan wilayah lain yang berada disebelah kanan dan kiri. 2. Rook Contiguity Wilayah tetangga ditentukan berdasarkan persinggungan batas dengan wilayah lain. 3. Bishop Contiguity Wilayah tetangga ditentukan berdasarkan persinggungan ujung(vertex) perbatasan dengan wilayah lain. 4. Double Linear Contiguity Wilayah tetangga ditentukan berdasarkan persinggungan batas dengan 2 wilayah lain yang berada disebelah kanan dan kiri. 5. Double Rook Contiguity Wilayah tetangga ditentukan berdasarkan persinggungan batas dengan 2 wilayah lain yang berada di sebelah kanan, kiri, utara dan selatan. 6. Queen Contiguity Wilayah tetangga ditentukan berdasarkan persinggungan sisi perbatasan atau persinggungan ujung (vertex) perbatasan dengan wilayah lain. 1.3 Matriks Pembobotan Spasial Kriteria ketetanggaan merupakan dasar utama dalam pembentukan matriks pembobot spasial. Matriks pembobot spasial didefinisikan sebagai matriks konektifitas antar wilayah yang menunjukkan proses spasial (autokorelasi spasial), struktur spasial atau interaksi spasial. Ketiga unsur tersebut dikuantifikasi dalam bentuk penimbang/bobot keterkaitan antar wilayah. Dalam penelitian ini menggunakan kriteria ketetanggan Queen Contiguity adalah lokasi yang bersisian atau titik sudutnya bertemu dengan lokasi yang
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
123
menjadi perhatian diberi pembobot , sedangkan untuk lokasi lainnya adalah . Berikut ini merupakan gambar ilustrasi.
̃
[
̃
dengan ∑
Gambar 1. Ilustrasi dari Contiguity
Selanjutnya penimbang ini disusun sebagai elemen matriks penimbang spasial sebagai berikut :
] … (5)
[ dengan wilayah dan
adalah penimbang keterkaitan dan , dimana , untuk .
Pembobot keterkaitan antar wilayah merupakan besaran yang menunjukkan persentase tingkat keterkaitan. Asumsi yang digunakan adalah bahwa setiap wilayah tetangga memberikan kontribusi keterkaitan yang sama bagi satu wilayah. Jika total tingkat keterkaitan dengan wilayah tetangga adalah 100 persen maka pembobot keterkaitan dengan satu wilayah tetangga merupakan rata-ratanya Modifikasi dilakukan dengan menghitung rata-rata elemen barisnya, yaitu : ̃
∑
………… (6)
Sehingga diperoleh matriks penimbang spasial terstandarisasi baris sebagai berikut:
124
̃ ̃
̃
̃ ̃
̃
] ……. (7)
1.4 Uji Efek Spasial 1.4.1 Spatial Dependence Jika antar wilayah tidak saling bebas atau dengan kata lain unit pengamatan di wilayah I dipengaruhi oleh unit wilayah sekitarnya, maka tidak lain adalah bentuk hubungan saling membutuhkan dalam rangka pembangunan wilayah tersebut. Anselin (1988) menyatakan bahwa untuk mengetahui adanya spatial dependence digunakan 2 metode yaitu: Mor an’s I dan Lagrange Multiplier (LM). 1. Moran’s I Nilai statistik ini mewakili kondisi ratarata keterkaitan diseluruh wilayah yang diformulasikan dengan : ∑
∑
∑
∑
∑
̅
̅
̅
….(8)
dimana : = Data variabel lokasi ke-i (i = 1,2, …, n) = Data variabel lokasi ke-j (j = 1, 2, …, n) ̅ = Rata-rata data pengamatan diseluruh wilayah = Penimbang keterkaitan antara wilayah dan Nilai indeks global Moran’s I berada pada interval . Nilai positif secara signifikan menunjukkan telah terjadi pengelompokkan wilayah dengan karakteristik sama. Sementara, nilai negatif secara signifikan menunjukkan terjadinya pengelompokkan wilayah dengan karakteristik yang tidak sama. tingkat signifikansi keterkaitan antar wilayah juga dapat diketahui melalui pengujian statistik. Hal ini akan lebih meyakinkan peneliti dalam menarik kesimpulan yang lebih akurat. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut : : I = 0, (tidak ada keterkaitan antar wilayah)
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
: I 0, (terdapat keterkaitan antar wilayah) dengan statistik uji ………….. (λ) √
………...….. (11)
Z : matriks berukuran n x (p+1) yang berisi vektor yang sudah dinormal standarkan (z) untuk setiap observasi
.………….... (12)
Keputusan : Tolak H0 bila BP >
………… (10)
∑ ∑
........ (13)
∑ (∑
) ….... (14)
∑
Daerah kritis dalam pengujian hipotesis ini yakni : ditolak jika | |> 2. Lagrange Multiplier (LM) Untuk menentukan model SAR statistik uji yang digunakan adalah LMj = dengan
:
⁄
…...….. (15)
⁄ … (16) …... (17)
Tolak H0 bila nilai LMj > 1.4.2
Dimana : least square residual untuk observasi ke-i
berdistribusi normal standar dimana
∑ ∑
…………… (1λ)
Spatial Heterogenety
Heterogenitas spasial berkaitan dengan ketidakstabilan hubungan antar wilayah yang diakibatkan oleh efek random dari setiap wilayah yang sulit diukur. Oleh karena itu, setiap wilayah akan memiliki model hubungan antar wilayah yang berbeda-beda. Heterogenitas data secara spasial dapat diuji dengan menggunakan statistik uji Breusch Pagan (Uji BP) (Anselin, 1988) yang mempunyai hipotesis :
1.5 Model Regresi Spasial Model regresi spasial adalah model regresi yang menunjukkan hubungan antara variable dependen dan independen dengan memperhitungkan efek keterkaitan antar wilayah di dalamnya. Terdapat tiga kemungkinan keterkaitan antar wilayah dalam model regresi spasial, yaitu keterkaitan antar variabel dependen, independen, atau error. Kombinasi dari ketiga keterkaitan tersebut dapat terjadi secara bersama-sama. Adanya tiga jenis keterkaitan yang mungkin terjadi dalam model spasial menyebabkan variasi model regresi spasial yang dapat digunakan. Lesage & Pace (2009) menjabarkan beberapa model regresi yang dapat menggambarkan keterkaitan antar wilayah, yaitu model spasial lag, spasial error, spasial durbin, first order autoregressive , dan model spasial general. Dalam penelitian ini menggunakan Spatial Autoregressive Model (SAR). Model spasial lag disebut juga dengan model mixed regressive spatial autoregressive (SAR). Model ini memfasilitasi adanya keterkaitan spasial dalam variable dependen Y. Oleh karena itu, lag spatial dari variable dependen (WY) harus dilibatkan dalam model regresi sebagai variable independen, yaitu
H0 :
…. (20)
H1 : minimal ada satu Nilai uji BP adalah BP =
..(18)
dengan elemen vektor f adalah
Dengan adalah parameter model regresi, adalah matriks variabel dependen berukuran , adalah matriks variabel independen berukuran . 1.6 Pengertian Putus Sekolah
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
125
Menurut Tanti Citrasari Wijayanti (2010), putus sekolah adalah proses berhentinya siswa secara terpaksa dari suatu lembaga pendidikan tempat dia belajar. Anak putus sekolah yang dimaksud adalah terlantarnya anak dari sebuah lembaga pendidikan formal, yang disebabkan oleh berbagai faktor. Putus sekolah tingkat sma adalah mereka yang pernah duduk di bangku sekolah SMA, akan tetapi mereka terpaksa tidak meneruskan sekolahnya pada jenjang SMA (Septiana, 2012). 1.7 Pengukuran Angka Putus Sekolah Angka putus sekolah sendiri merupakan proporsi penduduk menurut kelompok usia sekolah yang sudah tidak bersekolah lagi atau yang tidak menamatkan suatu jenjang pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk yang pernah/sedang bersekolah pada kelompok usia sekolah yang bersesuaian. Angka putus sekolah menunjukkan tingkat putus sekolah di suatu jenjang pendidikan, misalnya angka putus sekolah SD menunjukkan persentase anak yang berhenti sekolah sebelum tamat SD yang dinyatakan dalam persen (BPS, 2016). …(21) Kegunaan dari Angka Putus Sekolah (APTS) yaitu untuk mengukur kemajuan pembangunan di bidang pendidikan dan untuk melihat keterjangkauan pendidikan maupun pemerataan pendidikan pada masing-masing kelompok umur (7-12, 13-15, 16-18 tahun dan 19-24 tahun) atau pada masing-masing jenjang pendidikan (SD, SMP/MTS, SMA/SMK/MA). 1.8 Batas Angka Putus Sekolah Pemerintah melalui Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 129a/U/2004 telah menetapkan standar pelayanan minimal pendidikan dasar dan pendidikan menengah tentang Angka Putus Sekolah (APTS) yaitu tidak melebihi 1 persen dari jumlah siswa yang bersekolah. 1.9 Penyebab Putus Sekolah Berdasarkan penelitian tentang anak putus sekolah di Kecamatan Jangka,
126
Kabupaten Bireuen, Aceh Utara (Grahacendikia, 2009) ditemukan penyebab anak putus sekolah adalah dari faktor demografi, geografis, sosial budaya, dan ekonomi. Secara umum masalah utamanya adalah kondisi ekonomi keluarga yang kurang mendukung dan sebagian lagi adalah faktor keluarga. Hasil penelitian di Kecamatan Selangit, Kabupaten Musi Rawas, Provinsi Sumatera Selatan ditemukan penyebab anak putus sekolah dari faktor sosial budaya antara lain malas, nakal, takut dengan guru, tidak naik kelas, masalah keluarga. Dari faktor geografis antara lain jalan rusak dan jarak sekolah yang jauh dari rumah. Faktor ekonomi indikatornya antara lain tidak ada biaya dan bekerja. Dari ketiga faktor tersebut permasalahan geografis sangat dominan menjadi penyebab anak putus sekolah (Alifianto, 2008). Berdasarkan penelitian angka putus sekolah di Sumatra Barat (Elfindri,2001) diketahui bahwa faktor terpenting terpenting yang mempengaruhi angka putus sekolah dijumpai pada rumah tangga yang jauh dari fasilitas publik, rumah tangga yang tidak memiliki fasilitas lampu listrik, orang tua mereka juga tidak sekolah atau maksimum hanya tamat sekolah dasar. Faktor-aktor lain yang menyebabkan anak putus sekolah yaitu jenis kelamin, jumlah saudara dan rata-rata pengeluaran perbulan. Jenis kelamin erat kaitannya dengan putus sekolah, diduga angka putus sekolah anak perempuan jauh lebih besar dibandingkan dengan anak lakilaki. 2. Metodologi Penelitian 2.1 Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data jumlah siswa SMA dan SMK yang putus sekolah di Indonesia tahun 2014 yang diperoleh dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia dan data lainnya diunduh peneliti di website resmi BPS Republik Indonesia (www.bps.go.id) serta diperoleh dari website BKKBN (siga.bkkbn.go.id:8080/felisa ). Wilayah yang diteliti adalah 33 Provinsi di Indonesia.
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
2.2 Variabel Penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 7 variabel yang terdiri dari 1 variabel respon Dan 6 variabel prediktor dapat dilihat pada tabel 1 berikut. 2.4 Alur Penelitian Tabel 1 Variabel Penelitian Variabel
Keterangan
Y
Angka putus sekolah tingkat SMA
X1
Rasio Guru-Siswa
X2
Rasio Sekolah-Siswa
X3
X4
Persentase Kepala Keluarga dengan Tingkat Pendidikan Terakhir SD-SMP Rata-rata Jumlah Anggota Keluarga
X5
Rasio Jenis Kelamin
X6
Persentase Penduduk Miskin
2.3 Metode Analisis Data Dalam penelitian ini menggunakan metode Regresi Linier Berganda dan Regresi Spasial. Regresi Linier Berganda adalah suatu metode yang digunakan untuk menggambarkan hubungan atau pengaruh dua atau lebih variabel bebas terhadap variabel tidak bebas. Adapun metode yang dapat digunakan untuk mengestimasi parameter model regresi linier berganda adalah dengan metode kuadrat terkecil (ordinary least square/OLS). Sedangkan, regresi spasial merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel prediktor terhadap variabel respon yang memperhatikan pengaruh lokasi pengamatan. Model Spatial Autoregresive adalah model yang mengkombinasikan model regresi sederhana dengan lag spasial pada variabel dependen dengan menggunakan data cross section. Perangkat lunak yang digunakan sebagai alat bantu dalam analisis statistik yakni IBM SPSS Statistics 22 dan Software Geoda .
Gambar 1. Diagram Alur Penelitian
3. Hasil dan Pembahasan Pada bab ini akan membahas tentang analisis regresi linier berganda dan Spatial Autoregressive Model (SAR) untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi angka putus sekolah tingkat SMA di Indonesia. Sebelum membahas analisis kasus angka putus sekolah tingkat SMA di Indonesia dengan menggunakan regresi linier berganda dan Spatial Autoregressive Model (SAR), terlebih dahulu diuraikan mengenai statistika deskriptif. 3.1 Statistik Deskriptif Jumlah Putus Sekolah di Indonesia
Anak
Gambar 2. Peta Administratif 33 Provinsi di Indonesia
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
127
Berdasarkan gambar 2 di atas dapat dilihat bahwa provinsi-provinsi di Indonesia sebanyak 33 provinsi. Dalam penelitian ini provinsi Kalimantan Utara tidak diikutsertakan, dikarenakan Kalimantan utara merupakan provinsi yang baru dibentuk tahun 2012 dan diresmikan bulan februari 2015 sedangkan data yang digunakan dalam penelitian ini tahun 2014 sehingga data untuk provinsi Kalimantan Utara belum lengkap. Jadi dalam penelitian ini hanya menggunakan 33 provinsi di Indonesia. Tabel 2. Statistik Deskriptif
Tabel di atas menggambarkan jumlah sampel sebanyak 33 untuk masing-masing variabel Angka Putus Sekolah Tingkat SMA (Y), Rasio Guru-Siswa SMA ( ), Rasio Sekolah-Siswa SMA ( ), Persentase Kepala Keluarga dengan Tingkat Pendidikan Terakhir SD-SMP ( ), Rata-rata Jumlah Anggota Keluarga ( ), Rasio Jenis Kelamin ( ), Persentase Penduduk Miskin ( ). Angka putus sekolah tingkat SMA (Y) untuk 33 provinsi di Indonesia paling rendah0.91, APTS paling tinggi 3.42, dengan rata-rata angka putus sekolah tingkat SMA 2.01, dan standar deviasi 0.6024. Rasio guru-siswa SMA ( ) untuk 33 provinsi di Indonesia paling sedikit adalah 0.03, jumlah paling banyak 0.08 dengan ratarata rasio guru-siswa SMA 0.049394, dan standar deviasi 0.0117099. Rasio sekolah-siswa SMA ( ) untuk 33 provinsi di Indonesia paling sedikit adalah 0.0010, jumlah paling banyak 0.0060, dengan rata-rata rasio sekolah-siswa SMA 0.003242, dan standar deviasi 0.0012508. Persentase kepala keluarga dengan tingkat pendidikan terakhir SD-SMP ( ) untuk 33 provinsi di Indonesia paling rendah 33.62, persentase paling tinggi 63.61, dengan rata-rata persentase kepala keluarga dengan tingkat pendidikan terakhir SD-SMP 51.4417 dan standar deviasi 8.41669. Rata-rata jumlah anggota keluarga ( ) untuk 33 provinsi di Indonesia paling rendah
128
3.30, rata-rata paling tinggi 4.80, dengan ratarata dari rata-rata jumlah anggota keluarga 4.0879 dan standar deviasi 0.35068. Rasio jenis kelamin ( ) untuk 33 provinsi di Indonesia paling sedikit 94.20, jumlah paling banyak 111.90, dengan ratarata rasio jenis kelamin 102.7394 dan standar deviasi 4.30682. Persentase jumlah penduduk miskin ( ) untuk 33 provinsi di Indonesia paling rendah 0.25, persentase paling tinggi 17.77, dengan rata-rata persentase jumlah penduduk miskin 3.0303 dan standar deviasi 4.61791. 3.2 Regresi Linier Berganda Sebelum melakukan estimasi parameter regresi, terlebih dahulu dilakukan pengujian multikolinearitas. Pada pengujian ini, diharapkan tidak terjadi multikolinearitas. Apabila terjadi multikolinieritas pada model regresi menyebabkan parameter regresi yang dihasilkan akan memiliki error yang sangat besar. Pada penelitian ini, kriteria yang digunakan untuk mengetahui adanya multikolinearitas antara variabel prediktor adalah dengan menggunakan nilai variance inflation factors (VIF). Pada pengujian untuk ke 6 variabel prediktor dengan menggunakan nilai VIF terdapat nilai yang lebih dari 10. Sehingga dilakukan pengujian kembali, dan didapatkan 2 variabel yang tidak memiliki multikolinearitas. Berikut ini adalah nilai VIF dari masing-masing variabel prediktor yang mempengaruhi jumlah anak putus sekolah tingkat SMA. Tabel 3. Nilai VIF Variabel Prediktor
Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai VIF variabel prediktor kurang dari 10. Artinya tidak terjadi multikolinearitas antara variabel prediktor. Selanjutnya dalam pengujian regresi linier berganda variabel prediktor yang digunakan adalah 2 variabel prediktor, diantaranya rasio sekolah-siswa SMA (X2) dan presentase kepala keluarga dengan pendidikan terakhir SD-SMP (X3). Tabel 4. ANOVA
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
regresi, residual memiliki distribusi normal. Hasil pengujian normalitas adalah nilai sebesar 0,055 lebih besar dari nilai (0,05). Dapat disimpulkan residual berdistribusi normal. Berdasarkan tabel 4 di atas dapat ditunjukkan hasil pengujian secara simultan dengan menggunakan nilai signifikansi bahwa nilai lebih kecil dari nilai , artinya model regresi sesuai. Dan dilanjutkan dengan pengujian secara parsial. Tabel 5. Estimasi Parameter Model Regresi
Berdasarkan tabel 5 dapat ditunjukkan bahwa kedua variabel tersebut memiliki nilai lebih kecil dari nilai , artinya kedua variabel prediktor berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah anak putus sekolah tingkat SMA. Selanjutnya dilakukan pengujian asumsi residual. Beberapa pengujian untuk asumsi residual yaitu dengan menguji homoskedastisitas residual atau melihat variansi dari residual dengan menggunakan uji Glejser , uji autokorelasi residual dengan melihat nilai Durbin-Watson, dan uji normal residual dengan melihat nilai Kolmogorovsmirnov. Asumsi-asumsi tersebut yang harus dipenuhi dalam pemodelan regresi. Uji Gletser dilakukan dengan meregresikan variabel prediktor dengan absolut residual. Hasil regresi tersebut diperoleh bahwa nilai lebih besar dari nilai , maka dapat dikatakan terjadi homoskedastisitas atau residual variansinya sama. Artinya uji asumsi ini terpenuhi. Model regresi yang baik adalah residual variansinya sama atau homoskedastisitas. Hasil pengujian autokorelasi pada residual diperoleh bahwa nilai Durbin Watson yaitu 2,042 dan menurut tabel Durbin Watson dengan n=33 dan k=2 didapat angka DL=1,3212, DU=1,5770, 4-DU=2,423. Sehingga gagal ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat autokorelasi antar residual. Menurut Ghozali (2001), uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
3.3 Persamaan Regresi Linier Berganda Dari tabel 5 diperoleh model persamaan regresi linear berganda yaitu : ̂ Persamaan regresi berganda di atas didapatkan analisisnya bahwa apabila tidak ada faktor rasio sekolah-siswa SMA dan persentase kepala keluarga dengan pendidikan terakhir SD-SMP, maka angka putus sekolah ditingkat SMA adalah 1,351. Apabila faktor konstan, maka setiap kenaikan 1 satuan akan mengurangi angka putus sekolah tingkat SMA di Indonesia sebesar 0.002. Jika faktor konstan, maka setiap kenaikan 1 satuan akan menaikan jumlah angka putus sekolah tingkat SMA di Indonesia sebesar 0,026. Persamaan regresi di atas memiliki nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.287, artinya model tersebut mampu menjelaskan keragaman dari angka putus sekolah tingkat SMA sebesar 28,7% dan sisanya 71,3% dijelaskan oleh variabel lain di luar model. 3.4 Regresi Spasial
Kriteria ketetanggan yang digunakan adalah persinggungan perbatasan. Persinggungan perbatasan merupakan salah satu kriteria yang digunakan untuk menentukan tetangga bagi suatu wilayah. Caranya adalah dengan melihat wilayahwilayah yang berbatasan secara langsung (darat) dengan wilayah lain. Wilayah yang berbatasan secara langsung dengan wilayah lain diasumsikan lebih memberikan pengaruh yang signifikan. Dengan kata lain, wilayah yang berbatasan secara langsung diasumsikan sebagai tetangga. Sebaliknya, jika tidak berbatasan secara langsung maka bukan tetangga. Dalam penelitian ini persinggungan perbatasan yang digunakan adalah Queen Contiguity, yaitu wilayah tetangga ditentukan berdasarkan persinggungan sisi perbatasan ataupersinggungan ujung (vertex) perbatasan dengan wilayah lain.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
129
Matriks pembobot spasial mendefinisikan =1 untuk wilayah yang bersisian (common side) atau titik sudutnya (common vertex) bertemu dengan wilayah yang menjadi perhatian sedangkan =0 untuk wilayah lainnya. Setelah pembobotan spasial dilakukan pengujian efek spasial, yaitu uji independensi dan uji heterogenitas.. Sedangkan uji heterogenitas dilihat dengan menggunakan uji Breusch Pagan. Uji Independensi Spasial Pengujian independensi dengan melihat nilai indeks moran dan lagrange multiplier test (LM) a. Indeks Moran Pengujian dilakukan dengan Indeks Moran (moran’s I),yaitu dengan membandingkan nilai Moran’s I terhadap nilai harapannya. Indeks Moran (moran’s I) adalah salah satu teknik analisis spasial yang dapat digunakan untuk menentukan adanya autokorelasi spasial antar lokasi pengamatan. Berikut pengujian hipotesis untuk keseluruhan variabelnya : (i) Hipotesis : : I = 0, (tidak ada keterkaitan antar wilayah) :I 0, (terdapat keterkaitan antar wilayah) (ii) Tingkat Signifikansi : Pada penelitian ini menggunakan
b. Lagrange Multiplier (LM)
Pemilihan model spasial dilakukan dengan uji LM sebagai identifikasi awal. Lagrange Multiplier digunakan untuk mendeteksi dependensi spasial dengan lebih spesifik yaitu dependensi lag,. Hasil Pengujian LM disajikan pada Tabel 7 dengan menggunakan bantuan software OpenGeoda yaitu : Tabel 7. Pengujian Lagrange Multiplier
3.4.1
(iii)
Daerah Kritis : , maka
(iv)
ditolak
Statistik Uji : Tabel 6. Pengujian Indeks Moran
Uji
Nilai
Prob
Moran‟s I
0,5589
0.57626
(v)
(vi)
130
Keputusan : Berdasarkan tabel 6 nilai Prob. Moran’s I = 0,57626 > Kesimpulan : Dengan tingkat kepercayaan 95%, maka gagal ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat keterkaitan antar wilayah.
Uji Depemdemsi
Nilai
Prob
0,1798
0,67151
Spasial Lagrange Multiplier (lag)
Uji Lagrange Multiplier (lag) bertujuan untuk mengidentifikasi adanya keterkaitan antar provinsi. Berdasakan tabel 7 dapat diketahui bahwa nilai probabilitas dari Lagrange Multiplier (lag) sebesar 0.67151 dan lebih besar dari . Sehingga gagal ditolak artinya tidak terdapat dependensi lag sehingga tidak perlu dilanjutkan ke pembuatan Spatial Autoregressive Model (SAR). 3.4.2
Uji Heterogenitas Pengujian heterogenitas dapat diuji dengan menggunakan uji Breusch-Pagan (BP). Berikut adalah uji hipotesis dari BP. (i) Hipotesis : : Tidak terdapat keragaman antar wilayah : Terdapat keragaman antar wilayah
(ii)
Tingkat Signifikansi : Pada penelitian ini menggunakan
(iii)
Daerah Kritis : ditolak, jika Statistik Uji :
(iv)
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Tabel 8. Pengujian Heterogenitas Uji Heterogenitas BreuschPagan Test
(v)
(vi)
db
Nilai
Prob
6
3.3260
0.76696
Keputusan : Berdasarkan tabel 23 ditunjukkan bahwa nilai lebih besar dari nilai Kesimpulan : Dengan tingkat kepercayaan 95%, maka gagal ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat keragaman antar wilayah.
Berdasarkan kedua pengujian yang telah dilakukan, yaitu uji dependensi dan uji heterogenitas mengindikasikan bahwa tidak terdapat efek spasial dalam data. Untuk pengujian masing-masing variabel bebas dengan variabel terikat dapat dilihat pada lampiran 5 dan didapatkan kesimpulan bahwa tidak terdapat efek spasial dalam data untuk masing-masing variabel bebas dengan variabel terikat. Sehingga model regresi yang digunakan tidak memasukkan pengaruh lokasi ke dalam model. Tidak adanya efek spasial dalam data angka putus sekolah tingkat SMA tahun 2014 dapat diartikan bahwa tidak adanya hubungan atau keterkaitan antar wilayah. Hal ini dapat disimpulkan bahwa antar wilayah masih terjadi ketimpangan atau kesenjangan dalam bidang pendidikan. Kesenjangan pembangunan pendidikan antar wilayah merupakan permasalahan yang belum terselesaikan, yang terlihat dari perbandingan capaian APM tahun 2013 dengan 2014. Pada tahun 2013, APM Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA/K) wilayah Nusa Tenggara, Maluku dan Papua jauh tertinggal dari capaian wilayah Sumatera, Jawa dan Bali yang terlihat dari APMnya. Kondisi yang sama juga terlihat dari nilai APM menurut wilayah, dimana nilai APM Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah
Menengah Atas (SMA/K) tahun 2014 wilayah Nusa Tenggara, Maluku dan Papua masih relative jauh dibandingkan dengan nilai APM nasional dan APM wilayah wilayah Sumatera, Jawa dan Bali. Hal ini terlihat bahwa kesenjangan pendidikan antar wilayah timur dengan wilayah barat. Kesenjangan tersebut tidak hanya saja pada kesenjangan akses dan partisipasi pendidikan, akan tetapi juga terhadap mutu pendidikan. Kesenjangan tidak terlepas dari kesenjangan input pendidikan di kedua wilayah, mulai dari ketersediaan sekolah dan sarana prasarananya (Biro APBN DPR RI, 2015). 4. Kesimpulan Berdasarkan analisis yang telah dibahas peneliti pada bagian pembahasan, diperoleh kesimpulan bahwa : a. Penggunaan regresi linier sederhana untuk masing-masing variabel bebas dengan variabel terikat diperoleh bahwa variabel rasio sekolah-siswa (X2) berpengaruh terhadap angka putus sekolah, dan variabel rata-rata anggota keluarga (X4) berpengaruh terhadap angka putus sekolah. b. Persamaan regresi linier berganda untuk pemodelan kasus anak putus sekolah tingkat SMA yang terjadi di Indonesia tahun 2014 dapat dilihat dalam persamaan halaman 52. Kedua variabel independen ada yang berkorelasi positif da nada yang berkorelasi negative dengan angka putus sekolah tingkat SMA di Indonesia. Jika faktor konstan, maka setiap kenaikan 1 satuan akan mengurangi angka putus sekolah tingkat SMA di Indonesia sebesar 0.002. Jika faktor konstan, maka setiap kenaikan 1 satuan akan menaikan jumlah angka putus sekolah tingkat SMA di Indonesia sebesar 0,026. c. Persamaan regresi linier berganda memiliki nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.287, artinya model tersebut mampu menjelaskan keragaman dari angka putus sekolah tingkat SMA sebesar 28,7% dan sisanya 71,3%
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
131
d.
e.
f.
dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Persamaan SAR di atas memiliki nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.978480 atau sebesar 97.8480%, artinya model tersebut mampu menjelaskan keragaman dari siswa putus sekolah tingkat SMA sebesar 97.8480% dan sisanya 2.152% dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Berdasarkan pengujian efek spasial yang telah dilakukan, yaitu uji dependensi dan uji heterogenitas mengindikasikan bahwa tidak terdapat efek spasial dalam data, sehingga model regresi yang digunakan tidak memasukkan pengaruh lokasi ke dalam model. Tidak adanya efek spasial dalam data angka putus sekolah tingkat SMA tahun 2014 dapat diartikan bahwa tidak adanya hubungan atau keterkaitan antar wilayah. Hal ini dapat disimpulkan bahwa antar wilayah masih terjadi ketimpangan atau kesenjangan dalam bidang pendidikan.
5. Referensi Anselin, Luc. (2003). An Introduction to Spatial Regression Analysis in R. Urbana-Champaign : University of Illinois. Diunduh dari : http://sal.agecon.uiuc.edu. Anselin, Luc. (2004). Geoda : An Introduction to Spatial Data Analysis. Urbana-Champaign : Department of Agricultural and Consumer Economics, University of Illinois. Astari, Gusti Ayu Ratih, dkk. (2013). Pemodelan Jumlah Anak Putus Sekolah Di Provinsi Bali Dengan Pendekatan Semi-Parametric Geographically Weighted Poisson Regression . Bali : Jurusan Matematika, FMIPA, Universitas Udayana. Biro APBN, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. (2014). Pembangunan Bidang Pendidikan : Perencanaan yang Lebih Fokus dan Berorientasi ke Timur Indonesia Merupakan Solusi Atasi Kesenjangan
132
dan Percepat Pencapain Target Nasional. Diunduh dari alamat http://www.dpr.go.id/doksetjen/dokum en/biro-apbn-apbn-PembangunanBidang-Pendidikan-Perencanaan-YangLebih-Fokus-dan-Berorientasi-KeTimur-Indonesia-Merupakan-SolusiAtasi-Kesenjangan-dan-PercepatPencapaian-Target-Nasional1434364286.pdf pada Jumat, 20 Mei 2016, 09.15 WIB.
Bustaman, Usman, dkk. (2013). Pengembangan Model Sosial : Analisis Spasial Angka Harapan Hidup Penduduk Indonesia Hasil Sensus Penduduk 2010. Jakarta : Badan Pusat Statistik Indonesia. Citrasari, Tanty. (2009). Pemodelan Angka Putus Sekolah Bagi Anak Usia Wajib Belajar Di Jawa Timur Dengan Pendekatan Generalized Poisson Regression. Surabaya : Jurusan Statistika, FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Fitroni, Bagus Naufal, dan Zain, Ismaini. (2013). Pemodelan Angka Putus Sekolah Usia Wajib Belajar Menggunakan Metode Regresi Spasial di Jawa Timur . Surabaya : Jurusan Statistika, FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Gaspersz, Vincent. (1991). Ekonometrika Terapan. Bandung : Tarsito. Ghozali, Imam. (2006). Aplikasi Analisis Multivariate denga Program SPSS. Semarang : Badan penerbit Universitas Diponegoro. Ghozali, Imam. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19 (edisi kelima). Semarang : Badan penerbit Universitas Diponegoro.
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Mayres, R.H. 1990. Classical and Modern Regression Application . 2nd edition Duxbury.CA.
Jurusan Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Indonesia.
Parwata, I Made Alit . (2005). Pekerja Anak dalam Industri Kecil di Desa Abuan Bangli (Studi tentang Pemanfaatan Anak-Anak dalam Industri Kecil di Desa Abuan Kecamatan Susut Kabupaten Bangli). Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
Septiana, Liska. (2012). Pemodelan Remaja Putus Sekolah Usia Sma Di Provinsi Jawa Timur Dengan Menggunakan Metode Regresi Spasial. Surabaya : Jurusan Statistika, FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Purbasari, Delta Arlintha. (2012). Pemodelan Angka Putus Sekolah Tingkat sltp dan Sederajat Di Jawa Timur Tahun 2012 dengan Menggunakan Analisis Regresi Logistik Ordinal. Surabaya : Jurusan Statistika, FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Rati, Musfika. (2013). Model Regresi Spasial Untuk Anak Tidak Bersekolah Usia Kurang 15 Tahun di Kota Medan. Medan : Departemen Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.
Sumodiningrat, Gunawan. (2007). Ekonometrika Pengantar (edisi kedua). Yogyakarta: BPFE, Universitas Gadjah Mada. Walpole, R. E., & Myers, R. H. (1995). Ilmu Peluang dan Statistika untuk Insinyur dan Ilmuwan Edisi ke-4. Bandung: Penerbit ITB. Widarjono, A. (2005). Ekonometrika : Teori Dan Aplikasi Untuk Ekonomi Dan Bisnis. Sleman: Ekonisia. Wijaya. (2008). Uji Asumsi Klasik Regresi Linear . Cirebon : Fakultas Pertanian, Universitas Swadaya Gunung Jati.
Rasiyo. (2008). Pemerataan Pendidikan Belum Tercapai. Diunduh dari alamat http://els.bappenas.go.id/upload/kliping /Pemerataan%20Pendidikan%20blm.pd f pada Selasa, 15 Maret 2016, 15.40 WIB. Rosadi, D. 2011. Analisis Ekonometrika & Runtun Waktu Terapan dengan R. Yogyakarta: Andi Offset. Sekretariat Jendral Pusat Data dan Statistik Pendidikan. (2015). Ikhtisar Data Pendidikan Tahun 2014/2015 . Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. Setiani, Dessy. (2015). Penerapan Regresi Spasial untuk Pemodelan Kemiskinan di Indonesia Tahun 2013 . Yogyakarta : Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
133
TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM KEHIDUPAN SOSIAL DI KABUPATEN KLATEN TAHUN 2014 Sunardi Badan Pusat Statistik Kabupaten Klaten Email:
[email protected]
Abstrak Partisipasi anggota masyarakat secara sukarela dalam membangun wilayahnya perlu ditumbuhkan melalui interaksi sosial yang dapat memupuk kebersamaan komunitas melalui unsur senasib, sepenanggungan dan saling membutuhkan. Salah satu bentuk partisipasi masyarakat, dapat dilihat melalui kegiatan gotong royong, sebagi bentuk kerjasama antar individu dan antar kelompok yang dapat membangun sikap saling percaya untuk melakukan kerjasama dalam menangani permasalahan yang menjadi kepentingan bersama. Selain itu partisipasi masyarkat, juga dapat terlihat dari keaktifan dalam menjaga kelestarian kearifan lokal yang ada dalam lingkungan tempat tinggalnya. Dengan menggunakan metode ESDA (Exploratory Spatial Data Analysis ) dapat diketahui fenomena pemusatan unit analisis desa/kelurahan berdasarkan karakteristik tertentu dengan data berbasis wilayah. Dengan mengambil wilayah di Kabupaten klaten, secara umum tingkat partisipasi masyarakat dalam gotong royong dan pelestarian kearifan lokal teridentifikasi sudah tinggi pada sebagian besar wilayah. Wilayah kecamatan yang teridentifikasi mempunyai tingkat partisipasi yang rendah berada di Kecamatan Tulung. Kata Kunci: gotong-royong, kearifan lokal, ESDA.
1. PENDAHULUAN Pembangunan nasional akan berhasil jika ditopang oleh masyarakat yang memiliki kekuatan sosial integrative, yaitu masyarakat atau komunitas yang memiliki kekuatan dirinya sendiri untuk menghadapi berbagai gejolak yang datang dari luar komunitas. Inilah yang disebut sebagai ketahanan sosial masyarakat . Salah satu ketahanan sosial masyarakat desa dengan pendekatan outcome terkait upaya mengatasi risiko dari luar, yaitu tingkat partisipasi masyarakat dalam kehidupan sosial. Ketahanan sosial merupakan kemampuan komunitas lokal (grassroot community) dalam memprediksi, mengantisipasi, dan mengatasi perubahan sosial yang terjadi, sehingga masyarakat tetap dapat koeksistensi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Hasbullah, 2012). Secara sederhana, ketahanan sosial suatu komunitas sering dikaitkan dengan kemampuan dalam
134
mengatasi resiko akibat perubahan kondisi geografi, demografi, ekonomi, lingkungan, ketenagakerjaan, pendidikan, kesehatan, sosial budaya, politik dan keamanan yang mengelilinginya. Partisipasi masyarakat secara sukarela dalam membangun wilayahnya perlu ditumbuhkan melalui interaksi sosial yang dapat menumbuhkan kebersamaan komunitas melalui unsur senasib, sepenanggungan dan saling membutuhkan. Tingkat partisipasi masyarakat dalam kehidupan sosial di lingkungan desa/kelurahan digambarkan melalui indikator keberadaan kegiatan gotong royong dan kearifan lokal yang ada dalam lingkungan tempat tinggalnya. Statistik ketahanan sosial merupakan salah satu dimensi penting untuk mengembangkan statistik sosial dan mengukur dinamika sosial yang terjadi di masyarakat. Bahkan ketahanan sosial (social resilience) telah menjadi satu isu yang terkait
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
dengan konsep pembangunan manusia dan sosial. Sejalan dengan kesadaran ini pula maka kebutuhan akan ukuran pembangunan yang merefleksikan ketahanan sosial masyarakat semakin menjadi kebutuhan nyata dan penting. Adanya indikator statistik ketahanan sosial diharapkan mampu menggambarkan fenomena permasalahan sosial. 2. METODE PENELITIAN Statistik ketahanan sosial ini merupakan salah satu upaya untuk menyediakan informasi berbasis wilayah tentang lokasi pemusatan indikator ketahanan sosial di Kabupaten Klaten. Data yang digunakan adalah hasil pendataan Potensi Desa (Podes) tahun 2014 yang mencakup 401 desa/kelurahan, sehingga informasi dalam makalah ini bisa menggambarkan kondisi ketahanan sosial masyarakat di Kabupaten Klaten pada tahun 2014. Makalah ini bersifat eksploratori karena informasi yang disajikan merupakan fakta hasil eksplorasi terhadap data mentah yang telah tersedia (data driven). Data mentah yang tersedia merupakan data berbasis wilayah sehingga fakta terkait pola spasial statistik ketahanan sosial di Kabupaten Klaten dilakukan dengan metode analisis data spasial (spatial data analysis). Hasil analisis spasial divisualisasikan dalam bentuk peta tematik sehingga menjadi lebih mudah dipahami. Selain itu, informasi spasial juga dilengkapi dengan beberapa data pendukung yang disajikan dalam bentuk infografis. Dengan demikian, data dan informasi yang disajikan lebih komprehensif. Unit analisis adalah desa/kelurahan dengan pertimbangan karena data yang digunakan merupakan hasil pengumpulan data di tingkat desa. Selain itu, analisis spasial yang menggunakan unit analisis dengan cakupan wilayah lebih kecil, seperti desa akan menghasilkan informasi yang lebih mendalam
dibanding wilayah yang lebih besar, seperti kecamatan. Indikator yang digunakan untuk analisis dipilih dari data mentah hasil pendataan Podes 2014 yang dapat menggambarkan intensitas ketahanan sosial di Kabupaten Klaten. Adapun indikator dan unit analisis yang digunakan adalah Tingkat Partisipasi mengenai keaktifan penduduk dalam mengikuti kebiasaan gotong royong dan usaha dalam menjaga kelestarian kearifan lokal yang ada dalam lingkungan tempat tinggalnya. Gotong royong dapat diartikan sebagai suatu sikap ataupun kegiatan yang dilakukan oleh anggota masyarakat secara kerjasama dan tolong menolong dalam menyelesaikan pekerjaan maupun masalah dengan sukarela tanpa adanya imbalan. Sikap gotong royong ini telah melekat pada diri masyarakat pedesaan dan merupakan kebiasaan turun temurun dari nenek moyang. Sedangkan arti dari kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang masih berlaku dalam tata kehidupan masyarakat. Dalam Podes 2014, bentuk kearifan local yang dicatat mencakup adat atau budaya yang bernilai luhur dan dilakukan oleh masyarakat di desa/kelurahan. Adat dan budaya luhur tersebut diklasifikasikan sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Kehamilan Kelahiran Perkawinan Kematian Pencaharian/pekerjaan Alam/lingkungan hidup Kehidupan komunitas Kehidupan kebangsaan
Adapun rumus untuk mengitung tingkat partisipasi masyarakat dalam kehidupan sosial adalah AG = 0, Jika (gi = 2 & ki > 0 & ki < 2)) = 1, Jika (gi = 2 & ki > 3 & ki < 5))
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
135
= 2, Jika (gi = 2 & ki >6 & ki < 8)) = 3, Jika (gi = 1 & ki > 0 & ki < 2)) = 4, Jika (gi = 1 & ki > 3 & ki < 5)) = 5, Jika (gi = 1 & ki > 6 & ki < 8)) Keterangan : AG :
Tingkat partisipasi masyarakat dalam gotong royong dan kearifan lokal dalam suatu desa/kelurahan. AG bernilai 0 sampai dengan 5, semakin rendah AG maka tingkat partisipasi masyarakat semakin buruk.
gi :
Kebiasaan gotong desa/kelurahan
ki :
Jumlah budaya/adat/kebiasaan yang menjadi ciri masyarakat desa/kelurahan (kearifan lokal) dan masih dipertahankan
royong
warga
Sebaran penduduk di wilayah Kabupaten Klaten sudah merata. Hal ini terlihat dari grafik diatas yang menunjukkan persentase penduduk di 26 kecamatan rata-rata sebesar 4 persen. Piramida penduduk di bawah yang membentuk stationer menunjukkan bahwa di Kabupaten Klaten untuk tingkat kelahiran dan kematian hampir sama. Ini mengartikan bahwa jumlah penduduk, muda, dewasa dan tua hamper sama.
di
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Salah satu bentuk partisipasi masyarakat dapat dilihat dalam kegiatan gotong royong. Selain itu partisipasi masyarakat juga dapat terlihat dari keaktifan dalam menjaga kelestarian keaktifan lokal yang ada dalam lingkungan tempat tinggalnya. Informasi terkait kebiasaan gotong royong, keberadaan keaktifan lokal dan berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat disajikan pada infografis di bawah ini.
Kondisi penduduk yang hampir merata baik dari segi sebaran maupun komposisi umur, diharapkan tingkat partisipasi masyarakat merata di semua wilayah di Kabupaten Klaten. Beberapa kegiatan pemberdayaan masyarakat yang ikut andil dalam ketahanan sosial adalah pemberantasan buta huruf, kegiatan pendidikan dasar, partisipasi masyarakat untuk gemar membaca serta pelayanan kesehatan yang berasal dari inisiatif masyarakat. Pemberantasan buta huruf selain dari kewajiban setiap anak untuk mengikuti pendidikan dasar, bisa juga dari kegiatan keaksaraan fungsional untuk masyarakat yang tidak sekolah. Keaksaraan fungsional adalah metode pemberantasan buta aksara meliputi kemampuan baca, tulis, dan hitung, serta berbagai ketrampilan lain.
136
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Untuk kegiatan pendidikan dasar bisa dilihat dari keberadaan Pos Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). PAUD adalah tempat kegiatan pembinaan anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk pertumbuhan/perkembangan jasmani dan rohani agar siap memasuki pendidikan selanjutnya. Kegiatan gemar membaca bisa terwujud jika selain ada ketersediaan perpustakaan, bisa juga adanya Taman Bacaan Masyarakat (TBM). TBM adalah lembaga yang lahir dari dan untuk masyarakat yang merupakan potensi dalam memberdayakan warga (masyarakat umum) untuk belajar dan memperoleh informasi/pengetahuan untuk meningkatkan taraf hidup. Sedangkan pelayanan kesehatan selain keberadaan unit-unit kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, prakterk dokter, bisa juga dilihat dari keberadaan posyandu. Posyandu adalah satu wadah peran serta masyarakat yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat guna memperoleh pelayanan kesehatan dasar dan memantau pertumbuhan balita dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia secara dini.
Taman Bacaan Masyarakat (TBM) masih beroperasi di 48 desa/kelurahan. Kegiatan 2.236 posyandu di 401 desa/kelurahan dilaksanakan setiap bulan.
Dari infografis diatas bisa dikatakan bahwa partisipasi masyarakat dalam memberdayakan ketahanan sosial masih ada. Dan khusus untuk kegiatan posyandu dan Pos Paud bisa dikatakan berada di sebagian besar wilayah Kabupaten Klaten. Untuk kegiatan gotong royong sejak tahun 2014 hampir seratus persen wilayah desa/kelurahan di Kabupaten Klaten masih melakukan. Tentunya hal ini tetap menjadi pertanda bahwa semangat gotong royong masih menjiwai di benak masyarakat Kabupaten Klaten.
Persentase Desa/Kelurahan menurut keberadaan Gotong Royong Warga sejak Januari 2014
Partisipasi masyarakat dalam pemberdayaan beberapa kegiatan bisa dilihat pada infografis berikut.
1%
99%
Selama 3 tahun terakhir, keaksaraan fungsional terdapat di 88 desa/kelurahan. Pos Pendidikan Anak Usia dini (Pos PAUD) masih beroperasi di 338 desa/kelurahan.
Ada
Tidak Ada
Keberadaan kearifan lokal juga masih ada di masyarakat Kabupaten Klaten. Pada infografis berikut menunjukkan kegiatan adat/kebiasaan tersebut.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
137
Kearifan Lokal Kehamilan
95,65%
92,57%
Kelahiran
95,65%
93,24%
Perkawinan
90,91%
85,14%
Kematian
94,07%
93,92%
Pekerjaan
44,66%
50,68%
Lingkungan
54,15%
32,43%
62,06%
52,03%
93,68%
90,54%
Hidup Kehidupan Beberapa contoh untuk adat/kebiasaan untuk Kehamilan adalah kegiatan mitoni. Untuk adat Kelahiran adalah acara sepasaran atau selapanan. Adat Kematian yakni upacara peringatan hari kematian seseorang pada hari ke 40, hari ke 100 ataupun setahun maupun 100 hari. Contoh acara perkawinan yakni upacara pasrah sarana. Pada adat kehidupan komunitas seperti acara sadranan. Untuk adat kehidupan kebangsaan yakni acara tirakatan menjelang HUT Kemerdekaan RI. Pada adat pekerjaan contohnya adalah acara Wiwit yakni upacara adat sebelum melakukan panen padi. Pada adat lingkungan hidup adalah bersih desa.
Komunitas Kehidupan Kebangsaan Semua kebiasaan/adat ini, ternyata lebih banyak dilakukan di daerah perkotaan daripada pedesaan, kecuali adat pekerjaan. Hal ini lumrah karena adat pekerjaan contohnya adalah acara wiwit yang hanya bisa dilakukan kalau masyarakat punya lahan sawah. Dari hasil penghitungan tingkat partisipasi masyarakat dalam kehidupan sosial diperoleh angka sebagai berikut. Kecamatan Bayat Cawas Ceper Delanggu Gantiwarno Jatinom Jogonalan Juwiring Kalikotes Karanganom Karangdowo Karangnongko Kebonarum Kemalang Klaten Selatan Klaten Tengah Klaten Utara
138
3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
AG 4 1 0 0 14 0 1 6 0 2 13 0 0 0 0 1 2 1
5 17 20 18 2 16 17 12 19 5 6 19 14 7 13 11 7 7
Total Desa 18 20 18 16 16 18 18 19 7 19 19 14 7 13 12 9 8
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Manisrenggo Ngawen Pedan Polanharjo Prambanan Trucuk Tulung Wedi Wonosari Total Kabupaten
0 0 0 1 0 0 12 2 0
8 7 0 3 8 7 6 7 10
8 6 14 14 8 11 0 10 8
16 13 14 18 16 18 18 19 18
15
97
289
401
Secara umum, tingkat partisipasi masyarakat dalam hal keberadaan gotong royong dan pelestarian lokal teridentifikasi sudah tinggi pada sebagian besar wilayah Kabupaten Klaten. Tingginya partisipasi tersebut ditandai dengan adanya kegiatan gotong royong dan kearifan lokal. Lokasi desa yang mengalami pemusatan rendah teridentifikasi di Kecamatan Tulung (ditandai warna ungu). Sedangkan 4 kecamatan yang teridentifikasi sedang terdapat di Kecamatan Delanggu, Karanganom, Ngawen dan Wonosari. Sedangkan 21 Kecamatan lainnya teridentifikasi tinggi.
4. KESIMPULAN Tingkat partisipasi masyarakat dalam kehidupan sosial tidak hanya terkait kebiasaan gotong royong dan keberadaan kearifan lokal saja, akan tetapi bisa juga dilihat dari kegiatan pemberdayaan masyarakat yang masih dilakukan oleh masyarakat di Kabupaten Klaten. Dari hasil penghitungan secara umum tingkat partisipasi masyarakat dalam gotong royong dan pelestarian kearifan lokal teridentifikasi sudah tinggi pada sebagian besar wilayah. Wilayah kecamatan yang teridentifikasi mempunyai tingkat partisipasi yang rendah berada di Kecamatan Tulung. 5. REFERENSI BPS. 2014. “Peta Tematik Statistik Ketahanan Sosial (Berdasarkan Hasil Pendataan Potensi Desa 2014”. Jakarta: Badan Pusat Statistik. BPS. 2014. “PODES 2014; Pedoman Pencacah”. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Hasbullah, M. Sairi. 2012. “Kerangka Kerja Pengembangan Statistik Ketahanan Sosial”, dalam Kerangka Kerja dan Spektrum Pelaksanaan Tugas Statistik Ketahanan Sosial. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
139
ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA TAHUN 2013 Ria Amora1), Atina Ahdika2) 1 FMIPA, UII email:
[email protected] 2 FMIPA, UII email:
[email protected]
Abstrak Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar dan memiliki potensi tenaga kerja yang besar. Masalah-masalah pokok dibidang ketenagakerjaan di Indonesia bersifat struktural dan jangka panjang. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yaitu data Penduduk Yang Bekerja (PYB) dan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2013 yang diperoleh dari bagian Pusat Data dan Informasi Kementerian Ketenagakerjaan RI. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan metode regresi linier sederhana menggunakan Ms. Excel 2010 dan software SPSS 17. Tujuan yang ingin dicapai adalah mengetahui gambaran umum penyerapan tenaga kerja di Indonesia berdasarkan karakteristik-karakteristik umum PYB pada tahun 2013 dan untuk menganalisis pengaruh penyerapan tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan nilai PDRB pada 33 provinsi di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja pada tahun 2013 mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2012, penyerapan tenaga kerja terbanyak berada di Pulau Jawa dan masih didominasi oleh PYB dengan tingkat pendidikan dasar dan berstatus sebagai buruh/karyawan/pegawai dengan waktu kerja selama 40-49 jam dalam seminggu. Penyerapan tenaga kerja terbanyak pada tahun 2013 berada di sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan sehingga menyebabkan penyerapan tenaga kerja didominasi juga oleh penduduk yang bekerja sebagai tenaga usaha pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan. Hasil analisis pengaruh menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja memiliki pengaruh positif terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Sehingga dapat disimpulkan bahwa penyerapan tenaga kerja memiliki dampak terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kata Kunci : penyerapan tenaga kerja, penduduk yang bekerja, PDRB, analisis deskriptif, regresi linier sederhana 1. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar dan memiliki potensi tenaga kerja yang besar. Pertumbuhan penduduk yang meningkat dari tahun ke tahun diiringi dengan pertumbuhan angkatan kerja, yaitu penduduk usia kerja (15 tahun dan lebih) yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan pengangguran. Dengan kata lain, penawaran tenaga kerja di dalam pasar kerja juga akan meningkat. Namun demikian, penawaran tenaga kerja sebagai akibat pertumbuhan angkatan kerja tidak selalu diiringi dengan penciptaan lapangan kerja baru yang mampu menampung angkatan kerja yang baru untuk masuk ke dalam pasar kerja. Meningkatnya jumlah angkatan kerja yang tidak diimbangi oleh perluasan lapangan
140
kerja akan membawa beban tersendiri bagi perekonomian. Angkatan kerja yang tidak tertampung dalam lapangan kerja akan menyebabkan pengangguran. Padahal harapan pemerintah, semakin banyaknya jumlah angkatan kerja bisa menjadi pendorong pembangunan ekonomi. Pada dasarnya penyerapan tenaga kerja diharapkan dapat mengurangi jumlah pengangguran. Tetapi penyediaan lapangan kerja atau kesempatan kerja yang tidak dapat diimbangi dengan pertambahan angkatan kerja yang masuk ke pasar kerja akan mengakibatkan rendahnya penyerapan tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja merupakan salah satu faktor penunjang berlangsungnya pembangunan ekonomi. Kesempatan kerja, kuantitas, serta kualitas tenaga kerja menjadi
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
indikator penting dalam pembangunan ekonomi karena mempunyai fungsi yang menentukan dalam pembangunan, yaitu : (1) tenaga kerja sebagai sumber daya untuk menjalankan proses produksi serta distribusi barang dan jasa, dan (2) tenaga kerja sebagai sasaran untuk menghidupkan dan mengembangkan pasar. Kedua fungsi tersebut memungkinkan berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara terus-menerus dalam jangka panjang, atau dapat dikatakan bahwa tenaga kerja merupakan motor penggerak dalam pembangunan (Suroto, 1992). Indikator penting yang menunjukkan kondisi perekonomian suatu negara dalam suatu periode tertentu adalah Produk Domestik Bruto (PDB). PDB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi (usaha). Pertumbuhan ekonomi memang sangat erat kaitannya dengan peningkatan barang dan jasa yang diproduksi oleh masyarakat. Semakin banyak yang diproduksi, maka kemakmuran masyarakat akan semakin dapat ditingkatkan. Pertumbuhan ekonomi tersebut salah satunya dapat diukur dengan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) dan bisa juga dengan besaran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Dimana PDB itu ruang lingkupnya nasional, sementara PDRB ruang lingkupnya adalah daerah . Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis memilih judul “Analisis Penyerapan Tenaga Kerja dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Tahun 2013”. Masalah ini dianggap menarik bagi penulis untuk mengetahui gambaran mengenai penyerapan tenaga kerja di Indonesia berdasarkan karakteristik-karakteristik umum penduduk yang bekerja pada tahun 2013 dan melihat pengaruh penyerapan tenaga kerja tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan Produk Domestik Regional Bruto tahun 2013.
dari ilmu statistika yang meringkas, menyajikan dan mendeskripsikan data dalam bentuk yang mudah dibaca sehingga memberikan informasi tersebut lebih lengkap. Statistika deskriptif hanya berhubungan dengan hal menguraikan atau memberikan keterangan-keterangan mengenai suatu data atau keadaan atau fenomena. Artinya hanya melihat gambaran secara umum dari data yang didapatkan. Analisis regresi linier sederhana adalah hubungan secara linier antara satu variabel independen ( ) dengan variabel dependen ( ). Analisis ini untuk mengetahui arah hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen apakah positif atau negatif dan untuk memprediksi nilai dari variabel dependen apabila nilai variabel independen mengalami kenaikan atau penurunan. Persamaan Regresi dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen atau bebas yaitu penyerapan tenaga kerja ( ) terhadap variabel dependen yaitu Produk Domestik Regional Bruto ( ). Rumus matematis dari regresi linier sederhana yang digunakan dalam Penelitian ini adalah :
Dimana : =variabel dependen (respon), yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) =variabel independen, yang digunakan sebagai penjelas yaitu Penyerapan tenaga kerja =konstanta (intercept), titik potong garis regresi dengan sumbu = slope, kemiringan garis regresi, yaitu seberapa jauh kenaikan atau penurunan komponen deterministik dari sebagai akibat kenaikan atau penurunan =komponen kesalahan acak (random error ) a. Estimasi Parameter Model LSE (least square error ) bisa digunakan untuk menaksir parameter regresi linier. Prinsip metode ini adalah meminimumkan 2. KAJIAN LITERATUR DAN jumlah kuadrat kesalahan (error ). Berdasarkan PENGEMBANGAN HIPOTESIS data ( ) unuk , maka parameter Metode statistik adalah prosedurdan bisa diestimasi dengan model LSE prosedur yang digunakan dalam pengumpulan, sebagai berikut: penyajian, analisis dan penafsiran data. Metode tersebut dibagi menjadi dua, yaitu statistika deskriptif dan statistika inferensial (Walpole, Dimana a itu adalah dan adalah , dkk, 2007). Statistika deskriptif adalah bagian sehingga diperoleh estimasi model: Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
141
̂
H0 ditolak jika t > ttabel; untuk (alpha) atau apabila nilai signifikansi dari output yag b. Estimasi Variansi Error dihasilkan kurang dari . Error atau residual adalah selisih antara data Selanjutnya kriteria Koefisien Korelasi pengamatan dengan hasil prediksinya, diestimasi (Sarwono:2006), dijelaskan sebagai berikut: dengan e dan dihitung menggunakan: 0 : tidak ada korelasi >0-0,25 : korelasi sangat lemah ̂ >0,25-0,5 : korelasi cukup Variasi total terbagi menjadi dua bagian: >0,5-0,75 : korelasi kuat SST = SSE + SSR >0,75-0,99 : korelasi sangat kuat SST=∑ ̅ 1 : korelasi sempurna SSE=∑ ̂ SSR=∑ ̂ Korelasi bernilai jika terdapat ̅ hubungan linier yang positif, bernilai Dimana: jika terdapat hubungan linier yang negatif, dan SST = Total Sum of Squared antara -1 dan +1 yang menunjukkan tingkat SSE = Sum of Squared Error dependensi linier antara dua variabel. Semakin SSR = Sum of Squared Regression dekat dengan -1 atau +1, semakin kuat korelasi = Nilai observasi dari variabel dependen antara kedua variabel tersebut. ̅ = Nilai rata-rata dari variabel dependen ̂ = Nilai estimasi untuk nilai yang Uji Asumsi Klasik diberikan a. Uji Multikolinearitas Uji Multikolinearitas bertujuan untuk c. Korelasi Product Moment (Pearson ) Korelasi ini digunakan untuk mengukur menguji dalam model regresi ditemukan adanya hubungan linier antara dua variabel, yaitu antara korelasi antar variabel-variabel bebas (Ghozali, variabel penyerapan tenaga kerja dengan variabel 2001). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Karena pada penelitian ini, penulis menggunakan Statistik uji yang digunakan: Statistik uji yang digunakan yaitu Statistik uji analisis regresi sederhana yang hanya terdapat untuk mengetahui hubungan kedua variabel, satu variabel bebas, maka uji multikolinearitas yaitu antara variabel dependen dan variabel tidak dapat dipergunakan pada analisis regresi linier sederhana ini. independennya.
Dimana: = banyaknya pengamatan = variabel bebas (Penyerapan Tenaga Kerja) = variabel tak bebas (PDRB) Hipotesis untuk uji ini yaitu: = 0 (Tidak terdapat korelasi antara H0 : variabel penyerapan tenaga kerja dengan variabel PDRB)
b. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel terikat, variabel bebas atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau penyebaran data statistik pada sumbu diagonal dari grafik distribusi normal (Ghozali, 2001).
c. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain (Ghozali, 2001). Model regresi yang memenuhi ≠ 0 (Terdapat korelasi positif antara persyaratan adalah di mana terdapat kesamaan H1 : variabel penyerapan tenaga kerja dengan variabel varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap atau disebut PDRB) homoskedastisitas (Nanang, 2013). Keputusan:
142
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Deteksi heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan metode scatter plot dengan memplotkan nilai ZPRED (nilai prediksi) dengan SRESID (nilai residualnya). Model yang baik didapatkan jika tidak terdapat pola tertentu pada grafik, seperti mengumpul di tengah, menyempit kemudian melebar atau sebaliknya melebar kemudian menyempit. Uji statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah uji Glejser. Uji Glejser dilakukan dengan cara meregresikan antara variabel independen dengan nilai absolut residualnya. Jika nilai signifikansi antara variabel independen dengan absolut residual lebih dari 0,05 maka tidak terjadi masalah heteroskedastisitas.
MSE (Mean Squared Error ) = S2 = SSE/n-2 - Daerah kritis : Tolak H0 jika Fhitung> F(α; p; n-(p+1)) atau Tolak H0 jika p-value < α b. Uji Parsial (Uji t) untuk Koefisien Individual Uji t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel terikat. 1) Uji Signifikansi β0 - H 0 : β0 = 0 H1 : β0 ≠ 0 - Taraf signifikansi : α - Statistik uji : thitung = β0/Seβ0 atau dilihat dari nilai P-Value - Daerah kritis : Tolak H0 jika |thitung| > t(α/2 ; n-(p+1)) atau PValue < α 2) Uji Signifikansi β1 - H 0 : β1 = 0 H1 : β1 ≠ 0 - Taraf signifikansi : α - Daerah kritis : Tolak H0 jika |thitung| > t(α/2 ; n-(p+1)) atau PValue < α - Statistik uji : thitung= β1/Seβ1 atau dilihat dari nilai P-Value
d. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi adalah untuk melihat apakah terjadi korelasi antara suatu periode dengan periode sebelumnya ( ). Secara sederhananya yaitu analisis regresi adalah untuk melihat pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat, jadi tidak boleh ada korelasi antara observasi dengan data observasi sebelumnya (Nanang, 2013). Uji autokorelasi hanya dilakukan pada data time series (runtun waktu) dan tidak perlu dilakukan pada data cross section seperti pada kuesioner dimana pengukuran semua variabel dilakukan secara serempak pada saat yang bersamaan. Karena pada penelitian ini, penulis c. Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi (R2) pada intinya menggunakan data cross section, maka uji autokorelasi tidak dipergunakan pada analisis mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independen. regresi linier sederhana ini. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan Uji Goodness of Fit variabel-variabel independen dalam menjelaskan a. Uji F untuk Signifikansi Menyeluruh Uji F dikenal dengan uji serentak atau uji variasi variabel dependen sangat terbatas. Nilai model/uji Anova, yaitu untuk menguji apakah yang mendekati satu berarti variabel-variabel model regresi yang kita buat baik/signifikan atau independen memberikan hampir semua informasi tidak baik/non signifikan. Jika model signifikan yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi maka model bisa digunakan untuk variabel dependen. prediksi/peramalan, sebaliknya jika tidak/non signifikan maka model regresi tidak bisa digunakan untuk prediksi/peramalan (Anwar, Transformasi Data 2013). Transformasi data adalah merubah skala Uji Overall (simultan) data kedalam bentuk lain sehingga data memiliki - H0 : β0 = β1 = 0 distribusi yang diharapkan. Ada beberapa jenis H1 : minimal ada satu βi ≠ 0 di mana i = 1,2 transformasi data yang sering digunakan, seperti - Taraf signifikansi : α transformasi kuadrat, ransformasi kubik, - Statistik uji : Fhitung = MSR/MSE Dimana, MSR (Mean Squared Regression) = transformasi akar, transformasi invers/kebalikan, SSR Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
143
transformasi logaritma, transformasi Arcsin dan transformasi invers skor. Pada umumnya untuk menentukan jenis transformasi mana yang paling tepat digunakan adalah dengan memplot data kita dan melihat trend dari data tersebut atau berdasarkan histogram dari data tersebut. Berikut adalah beberapa bentuk trend dari plot data/histogram :
berupa tabel, grafik, serta output hasil uji korelasi, uji asumsi klasik dan regresi linier sederhana (analisis pengaruh) yang akan membantu dalam pembahasan dan analisis.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan ketenagakerjaan di Indonesia pada Agustus 2013 mengalami penurunan, hal ini diindikasikan dengan menurunnya jumlah penduduk yang bekerja sebanyak 3,2 juta orang dibandingkan keadaan Februari 2013, jika dibandingkan Agustus 2012 menurun sebanyak 4,1 ribu orang. Analisis Deskriptif Grafik 1 Piramida Penduduk Yang Bekerja Di Indonesia Menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2013
Hal yang dapat dilakukan dari trend tersebut di Sumber: http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans. atas adalah: go.id Penyerapan tenaga kerja di Indonesia pada tahun 2013 didominasi oleh penduduk usia produktif yang berusia 25-34 tahun dan terlihat dari piramida di atas, bahwa semakin tinggi usia seseorang (dimulai dari usia 25 tahun) maka tingkat PYB semakin berkurang. Sedangkan penyerapan tenaga kerja kategori Pekerja Usia Muda (15-24 tahun) terlihat lebih sedikit jika 3. METODE PENELITIAN Objek penelitian yakni menggunakan dibandingkan dengan golongan umur lainnya, data sekunder yaitu data Penduduk Yang Bekerja kecuali pada golongan umur 55 tahun ke atas. (PYB) dan data Produk Domestik Regional Hal ini disebabkan karena pada golongan umur Bruto (PDRB) di Indonesia pada tahun 2013. 55 tahun ke atas terdapat PYB yang Kemudian penulis menggunakan data pendukung dikategorikan sebagai Pekerja Lanjut Usia (60 yaitu data-data mengenai ketenagakerjaan di tahun ke atas) yang mana keadaan Pekerja Lanjut Usia pada tahun 2013 lebih sedikit jika Indonesia tahun 2013. Berdasarkan Data PYB dan PDRB dibandingkan dengan Pekerja Usia Muda, yaitu Tahun 2013, penulis melakukan pengolahan data Pekerja Usia Muda sebanyak 16,15 juta orang menggunakan Microsoft Excel 2010 dan software sedangkan Pekerja Lanjut Usia sebanyak 8,7 juta SPSS 17 dengan analisis deskriptif dan analisis orang atau sekitar 1 : 2. Kemudian Proporsi PYB regresi linier sederhana. Hasil pengolahan data disetiap golongan umur didominasi oleh PYB
144
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
lowongan kerja untuk pencari kerja yang berpendidikan menengah dan yang paling sedikit yaitu lowongan untuk pencari kerja yang berpendidikan tinggi. Begitupula untuk penempatan tenaga kerja lebih didominasi oleh tenaga kerja yang berasal dari pencari kerja yang berpendidikan menengah. Sehingga mengakibatkan pengangguran terbuka untuk yang berpendidikan dasar semakin tinggi. Tabel 2 Pencari Kerja, Lowongan Kerja dan Penempatan Tenaga Kerja Menurut Pendidikan Tahun 2013 Penem Lowo Pendidi Pencari patan ngan Tenaga kan Kerja kerja Kerja Dasar 276.210 417.192 148.905 Menengah 1.208.104 895.770 763.107 Sumber: BPS, Survei Angkatan Kerja Nasional Tinggi 688.369 247.744 116.796 Agustus 2013 (diolah Pusdatinaker) Penyerapan tenaga kerja di Indonesia Sumber: Dit. Pengembangan Pasar Kerja pada tahun 2013 didominasi oleh PYB berpendidikan dasar ( SD-SMP), karena Grafik 3 Penduduk Yang Bekerja Di Indonesia memang angkatan kerja untuk penduduk yang Menurut Lapangan Usaha dan Jenis Kelamin Tahun 2013 berpendidikan dasar sangatlah tinggi jika dibandingkan dengan angkatan kerja penduduk yang berpendidikan menengah dan berpendidikan tinggi. Untuk angkatan kerja penduduk yang berpendidikan dasar itu mencapai 76,05 juta orang yang mana 72,48 juta orang adalah penduduk yang bekerja dan untuk sisanya sebagai pengangguran terbuka. Tabel 1 Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi Tahun 2013 yang berjenis kelamin laki-laki, karena memang angkatan kerja di Indonesia pada tahun 2013 didominasi oleh angkatan kerja berjenis kelamin laki-laki. Grafik 2 Penduduk Yang Bekerja Di Indonesia Menurut Pendidikan dan Jenis Kelamin Tahun 2013
Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2013, BPS 2 Mempersiapkan usaha Meskipun jumlah PYB tertinggi berasal dari angkatan kerja dengan pendidikan dasar, tetapi jika diilihat dari tabel 1, ternyata pengangguran terbuka yang paling tinggi juga terjadi pada angkatan kerja dengan pendidikan dasar. Jika dikaitkan dengan data Informasi Pasar Kerja (IPK), hal tersebut bisa terjadi karena memang pada tahun 2013 jumlah pencari kerja untuk yang berpendidikan dasar itu paling sedikit jika dibandingkan dengan pencari kerja yang berpendidikan menengah dan berpendidikan tinggi. Sedangkan untuk lowongan kerja yang terdaftar pada tahun 2013, paling banyak
Sumber: http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id *)Ket: 1. Pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan, 2. Pertambangan dan Penggalian, 3. Industri, 4. Listrik, gas dan air minum, 5. Konstruksi, 6. Perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi, 7. Transportasi, pergudangan dan komunikasi, 8. Lembaga keuangan, real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan, 9. Jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan. Indonesia merupakan sebuah negara yang dijuluki sebagai negara agraris dan negara maritim, yaitu negara yang sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani dan
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
145
sebagian wilayahnya merupakan perairan yaitu luas daratan lebih kecil jika dibandingkan dengan luas lautan. Sehingga Indonesia memiliki sumber daya alam yang beranekaragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Keadaan tersebut memang terbukti dengan adanya penyerapan tenaga kerja di Indonesia pada tahun 2013 yang didominasi oleh penduduk yang bekerja pada sektor/bidang kegiatan pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan. Penduduk di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat, dengan meningkatnya jumlah penduduk tersebut, maka konsumsi pangan juga akan meningkat, sehingga dapat meningkatkan perekonomian bagi para petani. Tetapi pada kenyataannya, meskipun penyerapan tenaga kerja pada sektor/bidang kegiatan pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan paling tinggi, tingkat produktivitas pada sektor/bidang kegiatan tersebut adalah paling rendah yakni hanya sebesar Rp9.438.00/orang setiap tahunnya. Keadaan tersebut harus menjadi perhatian lebih lanjut untuk pemerintah agar bisa membuat program-program baru, seperti halnya membuat sebuah program kerja yang melibatkan pihakpihak yang memang berkecimpung di bidang pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan untuk melakukan kerjasama dalam menjalankan program tersebut, sehingga diharapkan bisa meningkatkan kualitas tenaga kerja di Indonesia terutama agar produktivitas pada sektor pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan bisa lebih meningkat, mengingat penduduk yang bekerja pada bidang tersebut adalah yang paling dominan. Karena jika tingkat produktivitas kerja di Indonesia bisa meningkat, akan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya juga.
Grafik 4 Penduduk Yang Bekerja Di Indonesia Menurut Jenis Pekerjaan/Jabatan dan Jenis Kelamin Tahun 2013
146
Sumber: http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id *)Ket: 1. Tenaga profesional, teknisi dan yang sejenis, 2. Tenaga kepemimpinan dan ketatalaksanaan, 3. Pejabat pelaksana, tenaga tata usaha dan yang sejenis, 4. Tenaga usaha penjualan, 5. Tenaga usaha jasa, 6. Tenaga usaha pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan, 7.Tenaga produksi, operator alat-alat angkutan dan pekerja kasar, 8. Lainnya. Penyerapan tenaga kerja di Indonesia pada tahun 2013 didominasi oleh penduduk yang bekerja sebagai tenaga usaha pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan. Jenis pekerjaan/jabatan ini memang berhubungan dengan sektor/bidang kegiatan PYB, oleh karena PYB pada sektor/bidang kegiatan pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan jumlahnya paling banyak, maka untuk PYB berdasarkan jenis pekerjaan/jabatanpun didominasi oleh PYB sebagai tenaga usaha pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan. Grafik 5 Penduduk Yang Bekerja Di Indonesia Menurut Status Pekerjaan dan Jenis Kelamin Tahun 2013
Sumber: http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id *)Ket: 1. Berusaha sendiri, 2. Berusaha dibantu buruh tidak tetap, 3. Berusaha dibantu buruh tetap, 4. Buruh/Karyawan/Pegawai, 5. Pekerja bebas di Pertanian, 6. Pekerja bebas di Non Pertanian, 7. Pekerja tidak dibayar.
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Penyerapan tenaga kerja di Indonesia Tabel 3 Penduduk Yang Bekerja di Indonesia pada tahun 2013 didominasi oleh PYB berstatus Menurut Status Pekerjaan dan Pendidikan Tahun 2013 sebagai buruh/karyawan/pegawai. Salah satu Pengamat Politik dan Sosial Kemasyarakatan Bidang Pengembangan Teknologi Informasi, Gunawan St, MKOM dalam salah satu artikelnya menyatakan bahwa: “Kita pasti tahu kalau sebutan untuk buruh itu untuk pekerja kasar yang rerata pendidikannya sangat rendah bahkan sama sekali tak pernah makan bangku sekolahan. Buruh sudah Sumber: meningkat minimal tamatan SMP. Agak tinggi http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id tamatan SMA disebut karyawan atau pegawai. *)Ket: 1. Berusaha sendiri, 2. Berusaha dibantu Disinilah korelasi mengapa hari buruh buruh tidak tetap, 3. Berusaha dibantu berdampingan dengan hari pendidikan. Negara buruh tetap, 4. Indonesia termasuk negara yang tingkat Buruh/Karyawan/Pegawai, 5. Pekerja pendidikan warganya masih rendah. Terbukti bebas di Pertanian, 6. Pekerja bebas di Indonesia masih mengekspor buruh/karyawan/ Non Pertanian, 7. Pekerja tidak dibayar. pegawai ke luar negeri yang dibungkus dengan label TKI (Tenaga Kerja Indonesia) dan TKW Grafik 6 Penduduk Yang Bekerja Di Indonesia (Tenaga Kerja Wanita). Sedangkan untuk pekerja Menurut Jam Kerja dan Jenis Kelamin Tahun profesional yang memiliki tingkat pendidikan 2013 lumayan tidak banyak yang bekerja di luar negeri.” (Gunawan, 2014). Dari lansiran tersebut, penulis bisa memahami bahwa status pekerjaan dan jenis pendidikan itu saling berhubungan. Sebelumnya telah didapatkaan kesimpulan bahwa PYB di Indonesia didominasi oleh PYB yang mengenyam pendidikan dasar ( SD-SMP) dan disusul oleh PYB yang mengenyam pendidikan menengah (SMA), dari kedua hal tersebut bisa dilihat pada tabel 3 bahwa memang PYB dengan pendidikan dasar dan menengah itu didominasi oleh PYB yang berstatus sebagai buruh/ karyawan/pekerja. Melihat kondisi yang seperti itu, memang benar jika di Indonesia ini tingkat pendidikan warganya masih rendah sehingga mengakibatkan tenaga kerja Indonesiapun didominasi oleh PYB dengan status pekerjaannya sebagai buruh/karyawan/ pegawai. Dengan demikian, diharapkan pemerintah lebih peduli lagi akan pendidikan bangsa Indonesia, bisa memberikan program-program nyata yang bisa menjadikan rakyat Indonesia ke depannya menjadi orang-orang yang berpendidikan di atas rata-rata minimal SMA. Misalkan dengan menegaskan program dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah), mempermudah beasiswa dan menambah kualitas fasilitas sarana dan prasarana sekolah.
Sumber: http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id **)sementara tidak bekerja Penyerapan tenaga kerja di Indonesia pada tahun 2013 didominasi oleh PYB dengan waktu kerja selama 45-59 jam dan disusul oleh PYB dengan waktu 35-44 jam. Pasal 77 ayat 1, UU No.13/2003 mewajibkan setiap pengusaha untuk melaksanakan ketentuan jam kerja. Ketentuan jam kerja ini telah diatur dalam 2 (dua) sistem. Pada kedua sistem jam kerja tersebut diberikan batasan jam kerja yaitu 40 (empat puluh) jam dalam 1 (satu) minggu. Apabila melebihi dari ketentuan waktu kerja tersebut, maka waktu kerja biasa dianggap masuk sebagai waktu kerja lembur sehingga pekerja/buruh berhak atas upah lembur. Akan tetapi, ketentuan waktu kerja tersebut tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu seperti misalnya pekerjaan di pengeboran minyak
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
147
lepas pantai, sopir angkutan jarak jauh, penerbangan jarak jauh, pekerjaan di kapal (laut), atau penebangan hutan. Ada pula pekerjaanpekerjaan tertentu yang harus dijalankan terusmenerus, termasuk pada hari libur resmi (Pasal 85 ayat 2 UNDANG-UNDANG No.13/2003). Pekerjaan yang terus-menerus ini kemudian diatur dalam Kepmenakertrans No. Kep233/Men/2003 Tahun 2003 tentang Jenis dan Sifat Pekerjaan yang Dijalankan Secara Terus Menerus. Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 jam/hari dan 14 jam dalam 1 minggu diluar istirahat mingguan atau hari libur resmi. Dengan demikian penulis mengasumsikan bahwa PYB tertinggi menurut jam kerja yaitu mereka yang memiiki waktu lembur karena waktu kerja lebih dari 40 jam/minggu. Kemudian didapatkan bahwa semakin lama bekerja maka PYB berjenis kelamin perempuan akan semakin sedikit (proporsi perempuan lebih sedikit), hal tersebut bisa saja terjadi karena pada Undang-Undang ketenagakerjaan BAB VII bagian perlindungan Pasal 98 ayat (1) poin c menyebutkan bahwa Setiap pengusaha dilarang mempekerjakan wanita untuk melakukan pekerjaan: pada waktu tertentu malam hari. Dengan ketentuan UndangUndang Ketenagakerjaan tersebut, memungkinkan perusahaan/ instansi/ lapangan usaha lainnya mengurangi kerja lembur atau bahkan meniadakan sistem lembur bagi perempuan, sehingga mengakibatkan sedikitnya PYB yang berjenis kelamin perempuan yang melakukan pekerjaan pada malam hari. Dengan demikian semakin lama jam kerja proporsi perempuannya akan semakin berkurang. Grafik 7 Penduduk Yang Bekerja Di Indonesia Menurut Provinsi dan Jenis Kelamin Tahun 2013
148
Sumber: BPS, Survei Angkatan Nasional Agustus 2013 (diolah Pusdatinaker) Penyerapan tenaga kerja di Indonesia pada tahun 2013 paling banyak yaitu di Provinsi Jawa Timur, disusul oleh Provinsi Jawa Barat dan yang ketiga di Provinsi Jawa Tengah. Jika dilihat dari segi angkatan kerja untuk ketiga provinsi tersebut memang memiliki angkatan kerja yang paling tinggi yaitu sebesar 20,14 juta orang di Provinsi Jawa Timur, 20,29 juta orang di Provinsi Jawa Barat dan 16,99 juta orang di Provinsi Jawa Tengah. Data Informasi Pasar Kerja juga menunjukkan bahwa di ketiga provinsi tersebut memiliki angka pencari kerja yang tinggi, begitu pula untuk lowongan kerja yang terdaftar dan penempatan/pemenuhan lowongan kerjanya juga paling banyak jika dibandingkan dengan provinsi lainnya. Kemudian hasil analisis sebelumnya menunjukkan bahwa PYB tertinggi adalah PYB yang mengenyam pendidikan dasar, jika dikaitkan dengan hal tersebut Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah memang memiliki PYB terbanyak yang mengenyam pendidikan dasar atau dengan kata lain PYB yang mengenyam pendidikan dasar kebanyakan berada di Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Sehingga penyerapan tenaga kerja di ketiga provinsi tersebut sangatlah tinggi. Jika
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
dilihat dari grafik 7, penulis juga bisa Berdasarkan pengujian normalitas menyimpulkan bahwa penyerapan tenaga kerja tertinggi di Indonesia pada tahun 2013 yaitu dengan menggunakan nilai Shapiro-Wilk yaitu berada di Pulau Jawa. nilai Sig. kurang dari (0,05), maka didapatkan kesimpulan bahwa dengan menggunakan tingkat Analisis Pengaruh kepercayaan 95% data residual diasumsikan Salah satu tema utama bidang bukan berdistribusi normal. Untuk mengatasi ketenagakerjaan adalah kesempatan kerja. masalah tersebut, penulis melakukan Kesempatan kerja merupakan salah satu transformasi data dengan transformasi Ln pada indikator untuk menilai keberhasilan dan data variabel dependen (PDRB). pembangunan ekonomi suatu negara. Tentunya Tabel 6 Test of Normality (setelah dilakukan semakin meningkat kegiatan pembangunan akan transformasi) semakin banyak kesempatan kerja yang tersedia. Hal ini menjadi sangat penting karena semakin besar kesempatan kerja bagi tenaga kerja maka kemajuan kegiatan ekonomi masyarakat akan semakin baik, dan sebaliknya. Sedangkan untuk Berdasarkan pengujian normalitas kesempatan kerja itu sendiri akan berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja di Indonesia, dengan menggunakan nilai Shapiro-Wilk yaitu sehingga penulis tertarik untuk mengetahui nilai Sig. kurang dari (0,05), maka didapatkan apakah penyerapan tenaga kerja pada tahun 2013 kesimpulan bahwa dengan menggunakan tingkat tersebut berpengaruh terhadap pertumbuhan kepercayaan 95%, setelah dilakukan transformasi ekonomi di 33 provinsi di Indonesia yang salah data, data residual diasumsikan berdistribusi satunya bisa diukur dengan menggunakan normal. Dengan demikian, asumsi normalitas besaran Produk Domestik Regional Bruto sudah terpenuhi. (PDRB). Ada tiga tahapan untuk memperoleh hasil analisis pengaruh yang digunakan untuk Pemeriksaan Homoskedastisitas Tabel 7 Output SPSS Untuk Uji Glejser mengetahui apakah variabel penyerapan tenaga kerja tersebut mempengaruhi PDRB di Indonesia Tahun 2013, yaitu: Tahap Pengujian Korelasi Tabel 4 Output SPSS Untuk Uji Korelasi
Berdasarkan uji Glejser dengan melihat nilai Sig. variabel penerapan tenaga kerja lebih besar dari nilai (0,05), maka didapatkan kesimpulan bahwa dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95% tidak terjadi gejala heteroskedastisitas residual atau varians residual dari satu pengamatan ke pengamatan lainnya Berdasarkan pengujian korelasi Pearson konstan (homoskedastisitas), sehingga asumsi pada tabel di atas dengan melihat nilai Sig.(2- untuk homoskedastisitas terpenuhi. tailed) kurang dari /2 (0,025), maka didapatkan kesimpulan bahwa dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95% bahwa ada hubungan antara variabel penyerapan tenaga kerja dengan variabel PDRB. Tahap Asumsi Klasik Regresi Linier Uji Normalitas Tabel 5 Test of Normality
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
149
Tahap Analisis Pengaruh
Gambar 1 Output SPSS Untuk Analisis Regresi Linier (data yang sudah ditransformasi) Berdasarkan output pada gambar 1 diperoleh model regresi awal sebagai berikut: ̂ = 30,572 + 0,0000001895 Keterangan: ̂ = estimasi nilai untuk variabel PDRB yang di transformasi ke dalam bentuk “Ln” = nilai amatan untuk variabel penyerapan tenaga kerja Dari model yang sudah diperoleh tersebut, diperlukan pengujian untuk mengetahui apakah model sudah cukup representatif terhadap kasus. Berikut adalah bentuk pengujian yang dilakukan:
Uji Overall Berdasarkan uji Overall dengan menggunakan nilai Sig. pada gambar 1 di tabel ANOVA kurang dari nilai (0,05), maka didapatkan kesimpulan bahwa dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95% model sudah sesuai atau layak untuk digunakan dalam kasus.
Uji Parsial untuk β0 Berdasarkan uji Parsial untuk β0 dengan menggunakan nilai Sig. konstanta pada gambar 1 di tabel Coefficients kurang dari nilai (0,05), maka didapatkan kesimpulan bahwa dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95% diperoleh bahwa konstanta (30,572) dinyatakan relevan dalam model.
150
Uji Parsial untuk β1 Berdasarkan uji Parsial untuk β1 dengan menggunakan nilai Sig. variabel penyerapan tenaga kerja pada gambar 1 di tabel Coefficients kurang dari nilai (0,05), maka didapatkan kesimpulan bahwa dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95% diperoleh bahwa slope untuk variabel atau variabel penyerapaan tenaga kerja (0,0000001895) dinyatakan signifikan dalam model. Berdasarkan hasil pengujian model, maka didapatkan model terbaiknya yaitu: ̂ = 30,572 + 0,0000001895 ̂ = Keterangan: ̂ = estimasi nilai untuk variabel PDRB = nilai amatan untuk variabel penyerapan tenaga kerja Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model di atas sudah representatif dalam kasus yang dianalisis oleh penulis. Artinya: Persamaan ̂ mengartikan bahwa ̂ adalah fungsi dari . Artinya bila ̂ adalah PDRB dan fungsi adalah penyerapan tenaga kerja, maka nilai PDRB ( ̂ ) bergantung pada penyerapan tenaga kerja ( ). Nilai 30,572 disebut intercept. Intercept mengartikan nilai awal perhitungan . Intercept yang bernilai 30,572 merupakan parameter yang menyatakan nilai variabel dependen ketika variabel independen bernilai 0 atau dengan kata lain nilai PDRB ketika tidak ada penyerapan tenaga kerja. Selama ini, kebanyakan metode regresi digunakan atau lebih cocoknya pada bidang-bidang keuangan, industri dan ekonomi. Untuk masalah pada kasus di penelitian ini adalah mengenai PDRB dan penyerapan tenaga kerja yang pada kenyataannya tidak mungkin di 33 provinsi di Indonesia ini tidak ada penyerapan tenaga kerja maupun tidak ada PDRB. Nilai 0,0000001895 disebut slope yang menentukan arah regresi linier. Dalam hal ini, karena nilai slope-nya positif maka menunjukkan hubungan yang positif, artinya semakin tinggi nilai semakin besar pula nilai ̂ , atau selama adanya penyerapan tenaga kerja maka nilai PDRB-nya akan terus meningkat. Slope yang bernilai
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
0,0000001895 merupakan parameter untuk variabel independen, dalam kasus ini hanya ada satu variabel independen, maka nilai 0,0000001895 menyatakan besaran pengaruh variabel independen (penyerapan tenaga kerja) terhadap variabel dependen (PDRB). Variabel independen dan variabel dependen yang memiliki satuan yang berbeda menghasilkan besaran pengaruh variabel independen yang sangat kecil. Dari hasil model tersebut, didapatkan bahwa nilai estimasi variabel dependen ditransformasi ke dalam bentuk Ln (Logaritma natural), maka untuk memperoleh nilai asli variabel respon (dalam bentuk Miliar Rupiah) perlu dilakukan ̂ ). transformasi eksponensial yaitu exp( Oleh karena itu secara sistematis model regresinya bisa dituliskan sebagai berikut: ̂= Dari gambar 1 di tabel ANOVA juga dapat dilihat bahwa Sig. bernilai 0,000 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa penyerapan tenaga kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap PDRB di Indonesia. Untuk mengetahui seberapa kuat hubungan yang terjadi antara variabel penyerapan tenaga kerja dengan PDRB di Indonesia, maka dapat dilihat melalui koefisien korelasi Pearson. Tabel 8 Korelasi Pearson
Banyaknya tenaga kerja yang terserap oleh suatu sektor perekonomian, dapat digunakan untuk menggambarkan daya serap sektor perekonomian tersebut terhadap angkatan kerja. Bergeraknya aktivitas perekonomian di berbagai sektor di Indonesia, seharusnya juga diikuti oleh kemampuan masing-masing sektor untuk menyerap tenaga kerja yang tersedia di pasar kerja. Tenaga kerja merupakan faktor yang terpenting dalam proses produksi. Sebagai sarana produksi, tenaga kerja lebih penting daripada sarana produksi yang lain seperti bahan mentah, tanah, air, dan sebagainya. Karena manusialah yang menggerakkan semua sumber-sumber tersebut untuk menghasilkan barang (Bakir dan Manning, 1984). Sehingga dengan adanya pengaruh dari penyerapan tenaga kerja terhadap PDRB menunjukkan bahwa peningkatan penyerapan tenaga kerja mampu diikuti oleh bertambahnya jumlah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Dengan demikian, penyerapan tenaga kerja adalah salah satu faktor yang berperan penting bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. 5. KESIMPULAN Hasil analisis menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja pada tahun 2013 mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2012, kemudian penyerapan tenaga kerja terbanyak berada di Pulau Jawa dan masih didominasi oleh penduduk yang bekerja dengan tingkat pendidikan dasar dan berstatus sebagai buruh/ karyawan/pegawai dengan waktu kerja selama 40-49 jam dalam seminggu. Penyerapan tenaga kerja terbanyak pada tahun 2013 berada di sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan sehingga menyebabkan penyerapan tenaga kerja didominasi juga oleh penduduk yang bekerja sebagai tenaga usaha pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan. Hasil analisis pengaruh menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja memiliki pengaruh positif terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Sehingga dapat disimpulkan bahwa penyerapan tenaga kerja memiliki dampak terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Dari output pada tabel 8 didapatkan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,720. Artinya, terdapat hubungan yang kuat antara variabel penyerapan tenaga kerja dengan PDRB. Selain itu dapat diketahui seberapa besar pengaruh yang dapat diberikan variabel penyerapan tenaga kerja terhadap PDRB di Indonesia melalui koefisien determinasi, yang dapat dituliskan sebagai berikut : KD = r2 x 100% = (0,720)2 x 100% = 51,9% Artinya, sebesar 51,90% variabel penyerapan tenaga kerja dapat mempengaruhi PDRB di Indonesia. Sedangkan sisanya sebesar 48,10% menyatakan bahwa variabel PDRB dapat dipengaruhi oleh variabel-variabel bebas lainnya 6. SARAN yang tidak dianalis dalam penelitian ini. Terkait dengan hasil analisis dalam penelitian ini, ada beberapa hal yang dapat disarankan demi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
151
keperluan pengembangan hasil analisis penyerapan tenaga kerja dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi tahun 2013, yaitu sebagai berikut : 1. Pada tahun 2016 ini telah diberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN atau yang sering dikenal dengan sebutan MEA. Untuk menghadapi MEA tersebut, diharapkan adanya usaha untuk mendukung perluasan pekerjaan bermutu di Indonesia. 2. Diadakan pelatihan-pelatihan khusus bagi para pencari kerja agar bisa meningkatkan kualitas kerja. 3. Perlu melakukan perluasan kesempatan kerja, untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja terutama di luar Pulau Jawa. 4. Untuk memperluas dan mengembangkan kesempatan kerja bisa dilakukan dengan meningkatkan kerjasama antara bursa kerja dengan industri/perusahaan/lapangan usaha lainnya yang bertindak sebagai penyedia lowongan pekerjaan. 5. Hasil analisis menunjukan bahwa penyerapan tenaga kerja Indonesia berasal dari pendidikan dasar, akses informasi pasar kerja dan layanan ketenagakerjaan memiliki peran penting dalam keberhasilan transisi dari sekolah ke dunia kerja. Sehingga akses informasi pasar kerja perlu ditingkatkan secara terusmenerus. Harapannya meskipun angkatan kerja didominasi dengan penduduk yang hanya mengenyam pendidikan dasar tetapi dengan akses informasi pasar kerja tersebut bisa memudahkan mereka untuk mengakses peluang kerja yang ada. 6. Hasil analisis menunjukan bahwa proprosi penduduk yang bekerja didominasi oleh laki-laki. Sehingga sarannya, ketika ada lowongan kerja yang terdaftar dan sekiranya lowongan tersebut bisa dikerjakan oleh perempuan, maka diharapkan lowongan kerja yang tersedia tersebut diarahkan/disalurkan ke pencari kerja yang berjenis kelamin perempuan supaya proporsi penduduk yang bekerja menurut jenis kelamin bisa merata. 7. Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah adalah provinsi dengan penyerapan tenaga kerja yang paling banyak, sehingga diharapkan adanya
152
pelatihan-pelatihan atau job training bagi tenaga kerja di ketiga provinsi tersebut agar peduduk yang bekerja di provinsi tersebut bisa memiliki kemampuan kerja yang baik. Karena hasil analisis pengaruh juga menunjukan bahwa penyerapan tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap PDRB. Sehingga harapannya dengan dilakukannya job training pada penduduk yang bekerja terbanyak tersebut bisa meningkatkan PDRB yang mana akan berdampak juga pada produktivitas kerja yang akan menjamin kesejahteraan masyarakatnya. 8. Diharapkan hasil penelitian dalam penelitian ini bisa digunakan sebagai bahan informasi untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan analisis penyerapan tenaga kerja dan pengaruhnya tehadap pertumbuhan ekonomi. 9. Diharapkan penelitian selanjutnya mampu memperluas judul penelitian yang berbeda.
7. REFERENSI Anonim. 2009. Pengujian Satu Arah dan Dua Arah. http://www.konsultansta tistik.com/2009/03/pengujian-satu-arahdan-dua-arah.html, Diunduh Tanggal 06 Juni 2015, Pukul 05:41 WIB. Budianas, Nanang. 2013. Uji Asumsi Klasik. http://nanangbudianas.blogspot.com/201 3/02/uji-asumsi-klasik.html, Diunduh Tanggal 12 Mei 2015, Pukul 10:51 WIB. Gunawan. 2014. Hari Jongos, Babu, Kuli, Buruh, Karyawan, Pegawai dan Hari Pendidikan. http://edukasi. Kompas iana.com/2014/05/01/harijongosbabukuli buruhkaryawanpegawaidan-haripendidikkan-652853. html, Diunduh Tanggal 13 Mei 2015, Pukul 20:48 WIB. Hartawan, Budi. 2013. Statistik Antar Kerja Semester I Tahun 2013 (Januari-Juni). Jakarta: Direktorat Pengembangan Pasar Kerja. Isnaningsih, Tri Retno. 2013. Statistik Antar Kerja Semester II Tahun 2013 (Juli-
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Desember). Jakarta: Direktorat Pengembangan Pasar Kerja. Makridakis, spyros, Steven C. Wheelwright, dan Victor E. McGee. 1999. Metode dan Aplikasi Peramalan, Jilid 1 (Edisi terjemahan). Jakarta: Binarupa Aksara. Purnama, Edi. 2014. Pekerja Usia Muda. Jakarta: Badan Penelitian Pengembangan dan Informasi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Purnama, Edi. 2014. Pekerja Lanjut Usia. Jakarta: Badan Penelitian Pengembangan dan Informasi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Purnama, Edi. 2014. Analisis Upah RataRata/Gaji/Pendapatan Pekerja di Indonesia. Jakarta: Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. Sumas, Sugiarto. 2014. Karakteristik Ketenagakerjaan Umum Kabupaten/Kota Di Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Badan Penelitian Pengembangan dan Informasi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. Sumas, Sugiarto. 2014. Booklet Informasi Ketenagakerjaan 2014. Jakarta: Badan Penelitian Pengembangan dan Informasi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. Sumas, Sugiarto. 2014. Produktivitas Tenaga Kerja. Jakarta: Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
153
PERAMALAN JUMLAH KUNJUNGAN WISATAWAN MANCANEGARA DAN NUSANTARA MENGGUNAKAN METODE SECOND-ORDER FUZZY TIME SERIES Hepita Artatia1), Jaka Nugraha2) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Indonesia email:
[email protected] 2 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Indonesia email:
[email protected]
1
Abstrak Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memeiliki industri pariwisata yang beragam, seperti wisata alam, sejarah, budaya dan lain-lain sehingga berpotensi menarik minat wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara. Hampir setiap tahun jumlah wisatawan di provinsi NTB mengalami peningkatan, sehingga pentingnya peramalan jumlah kunjungan wisatawan untuk mengetahui seberapa banyak jumlah kunjungan wisatawan periode berikutnya terutama untuk pemerintah dan pelaku bisnis pariwisata. Metode peramalan yang dapat digunakan adalah second-order fuzzy time series karena memiiki kelebihan yaitu tidak memerlukan asumsi-asumsi seperti metode peramalan klasik lainnya. Hasilnya adalah jumlah kunjungan wisatawan mancanegara tahun 2016 adalah 1.220.000 jiwa dengan RMSE sebesar 20073,35 dan MAPE sebesar 9,66. Sedangkan hasil peramalan jumlah kunjungan wisatawan nusantara tahun 2016 adalah 1.201.500 jiwa dengan RMSE sebesar 39893,69 dan MAPE sebesar 13,19. Kata Kunci: Second-Order Fuzzy Time Series, Wisatawan Mancanegara, Wisatawan Nusantara
1.
PENDAHULUAN Pariwisata merupakan salah satu industri yang berpotensi menarik minat wisatawan di Indonesia. Indonesia merupakan Negara yang sangat kaya akan budaya, adat, bahasa dan bahkan memiliki keindahan alam yang luar biasa. Menurut H. Kodhyat (1λ83), “pariwisata adalah perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu”.
Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terdiri dari dua buah pulau, yaitu pulau Lombok dan pulau Sumbawa yang dihuni oleh suku Sasak, Samawa dan Embojo serta memiliki kebudayaan yang beragam. Dari aspek ekonomi Nusa Tenggara Barat memiliki tanah pertanian
yang sangat subur sehingga Nusa Tenggara Barat terkenal dengan sebutan “Lumbung Padi” serta merupakan provinsi yang memiliki banyak potensi wisata yang sangat menarik, baik wisata alam, wisata budaya dan bahkan wisata peninggalan sejarahnya mampu mendongkrak pariwisata khususnya meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan. Di dunia Internasional provinsi Nusa Tenggara Barat telah menjadi salah satu Destinasi Pariwisata yang cukup terkenal, hal ini dibuktikan dengan pulau Lombok yang terkenal dengan jargon “Pesona Lombok Sumbawa” dan penghargaan yang diperoleh dalam ajang World Halal Travel Awards 2015 di Abu Dhabi, Nusa Tenggara Barat menang dalam kategori World‟s Best Halal Honeymoon Destination dan World‟s Best Halal Tourism Destination, hal ini semakin memperbesar peluang untuk mendongkrak angka kunjungan wisatawan mancanegara maupun wisatawan
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
1 155
nusantara yang berkunjung ke Nusa Tenggara Barat. Dalam buku ”Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2013-2028” pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan tentang peningkatan pembangunan kepariwisataan yang meliputi destinasi pariwisata, pemasaran pariwisata, industri pariwisata dan kelembagaan kepariwisataan. Sehinnga dengan adanya kebijakan tersebut, pariwisata di Provinsi Nusa Tenggara Barat akan semakin meningkat. Berdasarkan hal tersebut peneliti akan memprediksi jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara tahun 2016. Untuk memprediksi jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara di provinsi NTB, maka dilakukan teknik peramalan (forecasting). Fuzzy Time Series (FTS) adalah metode peramalan data yang menggunakan prinsipprinsip fuzzy sebagai dasarnya. Sistem peramalan dengan FTS menangkap pola dari data yang telah lalu kemudian digunakan untuk memproyeksikan data yang akan datang. Pertama kali dikembangkan oleh Q. Song and B.S. Chissom pada tahun 1993. Metode ini sering digunakan oleh para peneliti untuk menyelesaikan masalah peramalan. Fuzzy Time Series memiliki kelebihan yaitu tidak membutuhkan asumsi-asumsi seperti peramalan dengan metode klasik. Second-Order Fuzzy Time Series merupakan metode dari Fuzzy Time Series yang bisa digunakan dalam peramalan (Hsu dkk, 2010). Oleh karena itu, untuk meramalkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara di provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) tahun 2016, peneliti menggunakan metode SecondOrder Fuzzy Time Series.
156
2. KAJIAN LITERATUR DAN PEGEMBANGAN HIPOTESIS Berikut ini beberepa literatur terdahulu yang digunakan peneliti sebagai acuan yaitu: Ida Bagus Kade Puja Arimbawa, Ketut Jayanegara dan I Putu Eka Nila Kencana pada tahun 2013 melakukan penelitian tentang “Komparasi Metode ANFIS dan Fuzzy Time Series Kasus Peramalan Jumlah Wisatawan Australia ke Bali”. Penelitian ini membahas tentang perbandingan akurasi peramalan menggunakan ANFIS dan Fuzzy Time Series jumlah wisatawan Australia ke Bali. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tentang jumlah kunjungan wisatawan Australia ke Bali dari periode Januari 2006 sampai Desember 2011. Hasil perbandingan kedua metode menunjukkan bahwa metode ANFIS adalah sebesar 859.545. Untuk tingkat keakurasian hasil peramalan diperoleh nilai AFER sebesar 9,26% dan MSE sebesar 49.798.895. Peramalan metode Fuzzy Time Series adalah sebesar 837.449. Untuk tingkat keakurasian hasil peramalan diperoleh nilai AFER sebesar 14,02% dan MSE sebesar 105.252.076. Melihat nilai AFER dan MSE yang diperoleh dari hasil peramalan kedua metode, menunjukan bahwa metode ANFIS memiliki tingkat kesalahan yang lebih kecil dibandingkan dengan metode Fuzzy Time Series pada kasus. Marinus Ignasius Jawawuan Lamabelawa pada tahun 2011 melakukan penelitian tentang “Metode Fuzzy Time Series untuk Peramalan Data Runtun Waktu (Studi kasus: Produk Domestik Bruto Indonesia)”. Penelitian ini membahas tentang bagaimana mendapatkan fuzzy time series yang optimal untuk meningkatkan performasi (improve performance) kehandalan (robust) dan akurasi (accurate) peramalan data runtun waktu. Hasil modifikasi metode Stevenson-Porter memberikan rata-rata persentasi peningkatan kehandalan mencapai 42,04% dan rata-rata persentasi peningkatan akurasi 34,99% dari
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
metode Stevenson-Porter. Hasil ini menunjukkan algoritma modifikasi StevensonPorter dengan pembagian partisi berdasarkan jumlah data (number of data) terbesar pada setiap partisi yang terbukti bekerja lebih baik untuk peramalan PDB Indonesia. a. Pariwisata Menurut World Trade Organization (WTO) tahu 1999, pariwista adalah kegiatan manusia yang melakukan perjalanan ke dan tinggal di daerah tujuan di luar lingkungan kesehariannya. Sedangkan menurut Undang - Undang RI nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan dijelaskan bahwa wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam waktu sementara. Berdasarkan sifat perjalanan, lokasi di mana perjalanan dilakukan wisatawan dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (Karyono, 1997). - Wisatawan asing (Foreign Tourist) Orang asing yang melakukan perjalanan wisata, yang datang memasuki suatu negara lain yang bukan merupakan Negara di mana ia biasanya tinggal. Wisatawan asing disebut juga wisatawan mancanegara atau disingkat wisman. -
Wisatawan Asing Nusantara (Domestic Foreign Tourist) Orang asing yang berdiam atau bertempat tinggal di suatu negara karena tugas, dan melakukan perjalanan wisata di wilayah negara di mana ia tinggal. -
Wisatawan Nusantara (Domestic Tourist) Seorang warga negara suatu negara yang melakukan perjalanan wisata dalam batas wilayah negaranya sendiri tanpa melewati perbatasan negaranya. Wisatawan ini disingkat wisnus. -
Wisatawan Asing Asli (Indigenous Foreign Tourist)
Warga negara suatu negara tertentu, yang karena tugasnya atau jabatannya berada di luar negeri, pulang ke negara asalnya dan melakukan perjalanan wisata di wilayah negaranya sendiri. Jenis wisatawan ini merupakan kebalikan dari Domestic Foreign Tourist. -
Transit Tourist Wisatawan yang sedang melakukan perjalanan ke suatu Negara tertentu yang terpaksa singgah pada suatu pelabuhan/airport/stasiun bukan atas kemauannya sendiri.
-
Wisata Bisnis (Business Tourist) Orang yang melakukan perjalanan untuk tujuan bisnis bukan wisata tetapi perjalanan wisata akan dilakukannya setelah tujuannya yang utama selesai. Jadi perjalanan wisata merupakan tujuan sekunder, setelah tujuan primer yaitu bisnis selesai dilakukan. b. Peramalan (Forecasting) Peramalan atau forecasting diartikan sebagai penggunaan teknik-teknik statistik dalam bentuk gambaran masa depan berdasarkan pengolahan angka-angka historis (Buffa S. Elwood, 1996). Jenis-Jenis Pola Data: Pola data dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu: (Makridakis, 1988) - Pola Horizontal Pola data ini terjadi bilamana data berfluktuasi di sekitar nilai rata-rata. - Pola Trend Pola data ini terjadi bilamana terdapat kenaikan atau penurunan sekuler jangka panjang dalam data. - Pola Musiman Pola data ini terjadi bilamana suatu deret dipengaruhi oleh faktor musiman (misalnya kuartal tahun tertentu, bulan atau hari-hari pada minggu tertentu). - Pola Siklis
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
157
Pola data ini terjadi bilamana datanya dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka panjang seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis. c. Data Runtun Waktu (Time Series) Runtun waktu (Time series), yakni jenis data yang terdiri atas variabel-variabel yang dikumpulkan menurut urutan waktu dalam suatu rentang waktu tertentu untuk suatu kategori atau individu tertentu. Data time series juga sangat berguna bagi pengambil keputusan untuk memperkirakan kejadian di masa yang akan datang. Karena diyakini pola perubahan data runtun waktu beberapa periode masa lampau akan kembali terulang pada masa kini. Data time series juga biasanya bergantung kepada lag atau selisih. d. Logika Fuzzy Logika fuzzy merupakan salah satu komponen pembentuk soft computing. Logika fuzzy pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Lotfi A. Zadeh pada tahun 1965. Dasar logika fuzzy adalah teori himpunan fuzzy. Pada teori himpunan fuzzy, peran derajat keanggotaan sebagai penentu keberadaan elemen dala suatu himpunan sangatlah penting. Nilai keanggotaan atau derajat keanggotaan atau membership function menjadi ciri utama dari penalaran dengan logika fuzzy tersebut (Kusumadewi dan Purnomo, 2013). Logika fuzzy digunakan sebagai suatu cara untuk memetakan permasalahan dari input menuju ke output yang diharapkan. Ada beberapa definisi tentang logika fuzzy, yaitu: Logika fuzzy memungkinkan nilai keanggotaan antara 0 dan 1, tingkat keabuan antara hitam dan putih, dalam bentuk linguistik, konsep tidak pasti seperti “ sedikit”,”lumayan” dan “ sangat” (Zadeh, 1λ65). Logika fuzzy menyediakan suatu cara untuk merubah pernyataan linguistik menjadi suatu numerik (Synaptic, 2006). e. Himpunan Fuzzy Pada himpunan tegas (crisp), nilai keanggotaan suatu item x dalam suatu himpunan A, yang sering ditulis dengan µ A[X],
158
memiliki 2 kemungkinan, yaitu Satu (1) yang berarti bahwa suatu item menjadi anggota dalam suatu himpunan atau Nol (0) yang berarti bahwa suatu item tidak menjadi anggota dalam suatu himpunan. Sedangkan pada himpunan fuzzy nilai keanggotaan terletak pada rentang 0 sampai 1. Apabila x memiliki nilai keanggotaan fuzzy µ A[x] = 0 berarti x tidak menjadi anggota himpunan A, demikian pula apabila x memiliki nilai keanggotaan fuzzy µ A[x] = 1 berarti anggota penuh pada himpunan A. Himpunan fuzzy memiliki 2 atribut, yaitu: - Linguistik, yaitu penamaan suatu grup yang mewakili suatu keadaan atau kondisi tertentu dengan menggunakan bahasa alami, seperti: MUDA, PAROBAYA, TUA. - Numeris, yaitu suatu nilai (angka) yang menunjukkan ukuran dari suatu variabel seperti: 40, 25, 50, dsb. f. Fungsi Keanggotaan Fungsi keanggotaan (membership function) adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik-titik input data kedalam nilai keanggotaannya (sering juga disebut dengan derajat keanggotaan) yang memiliki interval antara 0 sampai 1. g. Dasar-Dasar Fuzzy Time Series Konsep fuzzy time series pertama kali diperkenalkan oleh Song dan Chissom (1993) dengan memperkenalkan fuzzy time series order-n dan cara-cara menentukan relasi fuzzy dengan komposisi max-min. Definisi-definisi dalam peramalan fuzzy time series yaitu: Definisi 1: Himpunan fuzzy merupakan objek kelas-kelas dengan rangkaian kesatuan nilai keanggotaan. Misalkan U adalah himpunan semesta U = {u1, u2,…,un}, dimana ui merupakan nilai linguistik yang mungkin dari U kemudian sebuah himpunan fuzzy variabel linguistik Ai dari U didefinisikan dengan persamaan 1. (1)
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Dimana merupakan fungsi keanggotaan himpunan fuzzy Ai sehingga :U [0,1]. Jika uj keanggotaan dari Ai maka adalah derajat yang dimiliki uj terhadap Ai (Singh, 2007).
Dimana W > 1 merupakan parameter waktu (bulan atau tahun) yang mempengaruhi ramalan F(t) (Singh, 2007).
Definisi 2: Misalkan X(t) (t = …,0,1,2,…) subset R1, menjadi himpunan semesta dengan himpunan fuzzy fi(t) (i = 1,2,…) didefinisikan dan F(t) adalah kumpulan dari f1 (t), f2 (t),…, maka F(t) disebut fuzzy time series didefinisikan pada X(t) (t=…,0,1,2,…). Dari definisi tersebut F(t) dapat dipahami sebagai variabel linguistik fi(t) (i = 1,2,…) dari nilai kemungkinan linguistik F(t). Karena pada waktu yang berbeda, nilai F(t) dapat berbeda, F(t) sebagai himpunan fuzzy adalah fungsi dari waktu t dan himpunan semesta berbeda di tiap waktu maka gigunakan X(t) untuk waktu t (Song dan Chissom, 1993).
Berikut ini adalah langkah-langkah yang di gunakan untuk melakukan peramalan dengan second-order fuzzy time series: 1. Menentukan himpunan semesta (universe of discourse) dan membaginya ke dalam interval yang panjangnya sama. Pada tahap ini dicari nilai minimum dan maksimum dari data aktual kemudian menenukan nilai D1 dan D2 yang merupakan nilai bilangan rill positif yang tepat. Nilai D1 dan D2 ditentukan secara bebas oleh peneliti dengan tujuan untuk mempermudah dalam pembentukan interval. Jumlah interval yang terbentuk sangat berpengaruh terhadap hasil peramalan oleh karena itu dilakukan perbandngan hasil peramalan dengan interval ke-n. Rumus untuk menentukan himpunan semsta yaitu: U = [Dmin – D1, Dmax + D2] (4) Dimana, Dmin: nilai minimum data aktual Dmax: nilai maksimum data aktual D1 dan D2 : nilai bilangan positif
Definisi 3: Misalkan F(t) disebabkan hanya oleh F(t 1) dan ditunjukkan dengan F(t 1) F(t) maka ada Fuzzy Relation antara F(t) dan F(t 1) yang diekspresikan dengan rumus: F(t) = F(t 1)o R(t, t 1)
Fuzzy Time Series
yang tepat
(2)
Dimana “o” merupakan operator komposisi Max-Min. Relasi R disebut model first order F(t). Definisi 4: Jika dihasilkan oleh beberapa himpunan fuzzy F(t n), F(t n + 1),…, F(t 1) maka fuzzy relationship dilambangkan dengan Ai1, Ai2, …, Ain Aj. Dimana F(t n) = Ai1F(t n + 1) = Ai2,…, F(t 1) = Ain, F(t) = Aj dan relationship seperti itu disebut model nth order fuzzy time series (Singh, 2007). Definisi 5: Misalkan F(t) dihasilkan oleh F(t 1), F(t 2),…, dan F(t m)(m > 0) secara simultan dan relasi adalah time variant maka F(t) disebut menjadi time variant fuzzy time series dan relasi dapat diekspresikan dengan rumus: F(t) = F(t 1) o Rw(t, t 1)
h. Peramalan dengan Metode Second-Order
2. Melakukan fuzzufikasi. Tahap ini menentukan nilai keanggotaan pada masing-masing himpunan fuzzy dari data historis, dengan nilai keanggotaan 0 sampai 1. Nilai keanggotaan ini diperoleh dari fungsi keanggotaan yg telah dibuat sebelumnya. Interval yang telah terbentuk pada langkah 1 merupakan variabel linguistik pada masingmasing interval A1, A2,…, An, dimana n merupakan jumlah interval yang didapatkan dari langkah pertama kemudian definisikan himpunan-himpunan fuzzy tersebut menurut model (Song dan Chissom, 1993): 1/u1 + 0.5/u2, k= 1 Ak =
0.5/uk-1 + 1/uk + 0.5/uk+1,2 0.5/un-1 + 1/un, k = n
k
n -1 (5)
x/uk = x merupakan derajat keanggotaan interval uk dalam himpunan fuzzy Ak.
(3)
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
159
3. Membentuk second-order fuzzy logical relationship (SFLR) dan second-order fuzzy logical relationship group (SFLRG). Persamaan SFLR yaitu: Ai, Aj Ak (6) Pada tahapan ini, diambil himpunan fuzzy ke t-2 yang merupakan Ai dan himpunan fuzzy ke t-1 yang merupakan Aj kemudian Ak merupakan himpunan fuzzy ke-t. Ai, Aj terletak di sisi kiri relationship disebut sebagai current state dan Ak terletak di sisi kanan relationship disebut sebagai next state. Selanjutnya, jika SFLR telah terbentuk maka pembentukan SFLRG dilakukan dengan membagi SFLR yang telah diperoleh menjadi beberapa bagian berdasarkan sisi kiri (current state) dari SFLR. 4. Melakukan proses defuzzifikasi. Tahap ini mengubah suatu besaran fuzzy menjadi besaran tegas. Keluaran dalam proses ini yaitu suatu nilai peramalan (forecasting value) yang ditentukan dengan menggunakan aturan-aturan berikut: a. Jika dalam group didapatkan tepat satu next state, sebagaimana fuzzy logical relationship berikut: Ai, Aj Ak di mana nilai maksimum derajat keanggotaan dari Ak terdapat pada interval uk, dan midpoint (nilai tengah) dari uk adalah mk, maka forecasting value untuk group yang dimaksud adalah mk. b. Jika dalam group didapatkan lebih dari satu next state, sebagaimana fuzzy logical relationship berikut: Ai, Aj Ak1, Ak2, ... , Akn , di mana nilai maksimum derajat keanggotaan dari Ak1, Ak2, ... , Akn terdapat pada interval uk1, uk2, ... , ukn, dan midpoint (nilai tengah) dari uk1, uk2, ... , ukn adalah mk1, mk2, ... , mkn, maka forecasting value untuk group tersebut adalah: (mk1 + mk2 + ... + mkn)/n (7) c. Jika dalam group tidak didapatkan next state, sebagaimana fuzzy logical relationship berikut: Ai, Aj # di mana # melambangkan unknown value dan nilai maksimum derajat keanggotaan dari Ai dan Aj terdapat pada interval ui dan uj dan midpoint (nilai tengah) dari ui dan uj adalah mi dan mj, maka forecasting value untuk group tersebut adalah:
160
mj + ((mj mi)/2) (8) d. Membentuk forecast rules. Tahap ini terdiri atas dua bagian, yaitu matching part (current state dari fuzzy logical relationship group) dan forecasted value. Penentuan forecast value ditentukan dengan mencocokkan current state fuzzy logical relationship tahun ke-i dengan matching part. Apabila current state dengan rules yang telah terbentuk match, maka forecast value tahun ke- i sama dengan forecast value dari matching part yang bersangkutan. i. Ukuran Ketepatan Nilai Peramalan Ukuran-ukuran ketepatan lain yang sering digunakan untuk mengetahui ketepatan suatu metode peramalan dalam memodelkan data deret waktu , yaitu nilai RMSE (Root Mean Square Error ) dan MAPE (Mean Absolute Percentage Error) dengan persamaan:
√ ∑
∑
(9) |
|
(10)
Dimana : Xt = data aktual tahun ke-t F(t) = data peramalan tahun ke-t n = banyak data yag akan dihitung residualnya
3. METODE PENELITIAN a. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian ini berada di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) tepatnya pada instansi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Penelitian tugas akhir ini dilakukan pada bulan Maret 2016 sampai Mei 2016. b. Variabel Penelitian Penelitian tugas akhir ini menggunakan dua variabel yaitu variabel wisatawan mancanegara (wisman) dan variabel wisatawan nusantara (wisnus). Definisi variabel-variabel penelitian yaitu:
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
- Wisatawan mancanegara (wisman) adalah seseorang yang bertempat tinggal di luar wilayah Indonesia yang berkunjung ke Indonesia, khususnya Nusa Tenggara Barat (NTB) selama tidak lebih dari satu tahun untuk maksud kunjungan, kecuali untuk bekerja atau memperoleh pendapatan/penhasilan di Indonesia. - Wisatawan nusantara (wisnus) adalah seseorang yang bertempat tinggal di luar wilayah provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang berkunjung ke provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) selama tidak lebih dari satu tahun untuk maksud kunjungan, kecuali untuk bekerja atau memperoleh pendapatan/penghasilan di wilayah provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). c. Teknik Pengambilan Data Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Buku publikasi Statistik Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengambil langsung data dari DInas Kebudayaan dan Pariwisata provinsi Nusa Tenggara Barat. d. Teknik Analisis Teknis analisis yang digunakan adalah Fuzzy Time Series dengan metode Second-Order Fuzzy Time Series. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Berikut akan dibahas tentang langkahlangkah peramalan menggunakan metode second-order fuzzy time series untuk meramalkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dan nusantara.
a. Peramalan untuk Data Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara Langkah-langkah yang dilakukan dalam peramalan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara di provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yaitu: Langkah 1: Himpunan Semesta (U) Diketahui bahwa data terkecil yaitu data tahun 2003 yaitu sebesar 80.023 dan data
terbesar yaitu data tahun 2015 yaitu sebesar 1.061.292 dengan demikian, penulis memberi nilai D1 sebesar 23 dan D2 sebesar 38.708, dimana nilai D1 dan D2 yaitu bilangan positif yang tepat yang nilainya bebas ditentukan oleh peneliti dengan tujuan untuk mempermudah pembentukan himpunan semesta U dan intervalnya serta semua data dapat masuk pada himpunan semesta U. Dari persamaan 4 diperoleh himpunan semesta U yaitu: U = [80.023 - 23 ; 1.061.292 + 38.708] = [80.000 ; 1.100.000]. Himpunan semesta U yang telah terbentuk kemudian dibagi menjadi beberapa interval dengan panjang interval yang sama. Pada penelitian ini diperoleh 17 interval yaitu: u1 = [80.000, 140.000], u2 = [140.000, 200.000], u3 = [200.000, 260.000], u4 = [260.000, 320.000], u5 = [320.000, 380.000], u6 = [380.000, 440.000], u7 = [440.000, 500.000], u8 = [500.000, 560.000], u9 = [560.000, 620.000], u10 = [620.000, 680.000], u11 = [680.000, 740.000], u12 = [740.000, 800.000], u13 = [800.000, 860.000], u14 = [860.000, 920.000], u15 = [920.000, 980.000], u16 = [980.000, 1.040.000], u17 = [1.040.000, 1.100.000] dengan nilai titik tengah (midpoint(mi)) masing-masing yaitu sebagai
,…,
berikut: .
Nilai interval dan titik tengah (midpoint) dari masing-masing interval dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Nilai Interval dan Titik Tengah (Midpoint) Wisman Titik Tengah Interval (U i)
(Midpoint(mi))
u1 = [80.000, 140.000]
110.000
u2 = [140.000, 200.000]
170.000
u3 = [200.000, 260.000]
230.000
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
161
u4 = [260.000, 320.000]
290.000
A6 = 0.5/u5 + 1/u6 + 0.5/u7
u5 = [320.000, 380.000]
350.000
A7 = 0.5/u6 + 1/u7 + 0.5/u8
u6 = [380.000, 440.000]
410.000
u7 = [440.000, 500.000]
470.000
u8 = [500.000, 560.000]
530.000
u9 = [560.000, 620.000]
590.000
A10 = 0.5/u9 + 1/u10 + 0.5/u11
u10 = [620.000, 680.000]
650.000
A11 = 0.5/u10 + 1/u11 + 0.5/u12
u11 = [680.000, 740.000]
710.000
u12 = [740.000, 800.000]
770.000
u13 = [800.000, 860.000]
830.000
u14 = [860.000, 920.000]
890.000
A14 = 0.5/u13 + 1/u14 + 0.5/u15
u15 = [920.000, 980.000]
950.000
A15 = 0.5/u14 + 1/u15 + 0.5/u16
A8 = 0.5/u7 + 1/u8 + 0.5/u9 A9 = 0.5/u8 + 1/u9 + 0.5/u10
A12 = 0.5/u11 + 1/u12 + 0.5/u13 A13 = 0.5/u12 + 1/u13 + 0.5/u14
u16 = [980.000,
1.040.000]
A16 = 0.5/u15 + 1/u16 + 0.5/u17
1.010.000 A17 = 0.5/u16 + 1/u17
u17 = [1.040.000,
1.100.000]
1.070.000
Langkah 2: Proses Fuzzifikasi Himpunan fuzzy A1, A2, A3, …, Ak ditentukan berdasarkan interval-interval yang terbentuk pada langkah pertama dan sesuai dengan persamaan model Song dan Chissom (1993), yaitu: 1/u1 + 0.5/u2, Ak =
0.5/un-1 + 1/un, Diperoleh hasil fuzzifikasi yaitu: A1 = 1/u1 + 0.5/u2 A2 = 0.5/u1 + 1/u2 + 0.5/u3 A3 = 0.5/u2 + 1/u3 + 0.5/u4 A4 = 0.5/u3 + 1/u4 + 0.5/u5 A5 = 0.5/u4 + 1/u5 + 0.5/u6
162
Tabel 4.2 Data Fuzzifikasi Jumlah Kunjungan Wisman
k= 1
0.5/uk-1 + 1/uk + 0.5/uk+1, 2
k
k= n
Himpunan fuzzy A1 untuk interval u1, himpunan fuzzy A2 untuk interval u2 dan seterusnya sampai himpunan fuzzy A17 untuk interval u17. Sebagai contoh data tahun 1999 yaitu 189.659 masuk kedalam interval u2 = [140.000, 200.000] maka fuzzifikasinya yaitu A2. Diperoleh data fuzzifikasi jumlah kunjungan wisatawan mancanegara yang dapat dilihat pada Tabel 4.2
n
Wisatawan Tahun Mancanegara
Fuzzifikasi
1998
211.812
A3
1999
189.659
A2
2000
107.286
A1
2001
129.356
A1
2002
120.637
A1
2003
80.023
A1
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
2004
148.167
A2
A2, A2
A2
A2, A2
A3
A2, A3
A3
2005
177.727
A2
A3, A3
A3
A3, A3
A4
A3, A4
A5
2006
179.666
A2
A4, A5
A7
A5, A7
A9
A7, A9
A12
2007
200.170
A3
A9,A12
A17
A12, A17
2008
213.926
A3
2009
232.525
A3
2010
282.161
A4
Hasil dari second-order fuzzy logical relationship (SFLR) akan dikelompokkan untuk membentuk second-order fuzzy logical relationship group (SFLRG) yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.4.
2011
364.196
A5
2012
471.706
A7
2013
565.944
A9
2014
752.306
A12
2015
1.061.292
A17
#
Tabel 4.4 Second-Order Fuzzy Logical Relationship Group (SFLRG) Wisman Group Label
1
A3, A2
A1
2
A2, A1
A1
3 Langkah 3: Membentuk Second-Order Fuzzy Logical Relationship (SFLR) dan SecondOrder Fuzzy Logical Relationship Group (SFLRG) Hasil dari fuzzifikasi pada langkah kedua akan dibentuk menjadi second-order fuzzy logical relationship (SFLR) dengan mengambil data 2 tahun sebelumnya (F(t-2)) sebagai current state dan data pada tahun ke t (F(t) sebagai next state, kemudian hasil dari SFLR akan dibentuk menjadi second-order fuzzy logical relationship group (SFLRG) yang didapat dari mengelompokkan SFLR berdasarkan himpunan fuzzy yang sama pada current state. Hasil dari SFLR dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Fuzzy Logical Relationship Group
4 5 6 7
A1, A1
A1, A1, A2
A1, A2 A2, A2
A2 A2, A3
A2, A3 A3, A3
A3 A3, A4
8
A3, A4
A5
9
A4, A5
A7
10
A5, A7
A9
11
A7, A9
A12
12
A9, A12
A17
13
A12, A17
#
Tabel 4.3 Second-Order Fuzzy Logical Relationship (SFLR) Wisman A3, A2
A1
A2, A1
A1
A1, A1
A1
A1, A1
A1
A1, A1
A2
A1, A2
A2
Langkah 4: Proses Defuzzifikasi
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
163
Hasil dari proses defuzzifikasi yaitu nilai peramalan pada next state berdasarkan SFLRG. Perhitungan dilakukan dengan prinsip yaitu:
1
Jika fuzzifikasi tahun i-2 110.000 yaitu A3 dan tahun i-1 yaitu A2
- Satu Next State Untuk group 1 pada Tabel 5.4, SFLRG yang didapat yaitu A3, A2 A1, dimana nilai keanggotaan maksimum himpunan fuzzy A1 masuk pada interval u1 = [80.000, 140.000] dan nilai tengah (midpoint) m1 yaitu 110.000, maka forecasting value group 1 yaitu 110.000. - Lebih dari Satu Next State Untuk group 3 pada Tabel 5.4, SFLRG yang didapat yaitu A1, A1 A1, A1, A2, dimana nilai keanggotaan maksimum himpunan fuzzy A1 masuk pada interval u1 = [80.000, 140.000] dan himpunan fuzzy A2 masuk pada interval u2 = [140.000, 200.000] serta nilai tengah (midpoint) m1 yaitu 110.000 dan m2 yaitu 170.000, maka forecasting value group
2
Jika fuzzifikasi tahun i-2 110.000 yaitu A2 dan tahun i-1 yaitu A1
3
Jika fuzzifikasi tahun i-2 130.000 yaitu A1 dan tahun i-1 yaitu A1
4
Jika fuzzifikasi tahun i-2 170.000 yaitu A1 dan tahun i-1 yaitu A2
5
Jika fuzzifikasi tahun i-2 200.000 yaitu A2 dan tahun i-1 yaitu A2
6
Jika fuzzifikasi tahun i-2 230.000 yaitu A2 dan tahun i-1 yaitu A3
7
Jika fuzzifikasi tahun i-2 260.000 yaitu A3 dan tahun i-1 yaitu A3
8
Jika fuzzifikasi tahun i-2 350.000 yaitu A3 dan tahun i-1 yaitu A4
9
Jika fuzzifikasi tahun i-2 470.000 yaitu A4 dan tahun i-1 yaitu A5
Langkah 5: Forecast Rules
10
Hasil dari defuzzifikasi pada langkah 4, dapat ditentukan rules yang dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Jika fuzzifikasi tahun i-2 590.000 yaitu A5 dan tahun i-1 yaitu A7
11
Jika fuzzifikasi tahun i-2 770.000 yaitu A7 dan tahun i-1 yaitu A9
12
Jika fuzzifikasi tahun i-2 1.070.000 yaitu A9 dan tahun i-1 yaitu A12
3 yaitu - Next State tidak Diketahui Untuk group 13 pada Tabel 5.4, SFLRG yang didapat yaitu A12, A17 #, dimana nilai keanggotaan maksimum dari A12 masuk pada interval u12 = [740.000, 800.000] dengan nilai titik tengah (midpoint) m12 yaitu 770.000 dan A17 masuk pada interval u17 = [1.040.000, 1.100.000] dengan nilai titik tengah (midpoint) m17 yaitu 1.070.000, maka forecasting value group 13 yaitu
Tabel 4.5 Second-Order Fuzzy Forecast Rules Wisman Rule
164
Matching Part
Forecasting Value
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
13
Jika fuzzifikasi tahun i-2 1.220.000 yaitu A12 dan tahun i-1 yaitu A17
Berdasarkan forecast rule diatas, diperoleh hasil peramalan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara yang dapat dilihat pada Tabel 4.6.
-
A12, A17
#
13
1.220.00 0
Berdasarkan Tabel 4.6, diperoleh hasil peramalan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara tahun 2016 yaitu 1.220.000 dengan nilai Root Mean Square Error (RMSE) dan Mean Absolute Percentage Error (MAPE) yang diperoleh dari persamaan 9 dan 10 yaitu:
Tabel 4.6 Tabel Hasil Peramalan Jumlah Kunjungan Wisman
√
∑
Data Aktual
SFLR
Rule
Forecast F(t)
211.812
-
-
-
189.659
-
-
-
107.286
A3, A2
A1
1
110.000
129.356
A2, A1
A1
2
110.000
120.637
A1, A1
A1
3
130.000
80.023
A1, A1
A1
3
130.000
148.167
A1, A1
A2
3
130.000
177.727
A1, A2
A2
4
170.000
179.666
A2, A2
A2
5
200.000
200.170
A2, A2
A3
5
200.000
213.926
A2, A3
A3
6
230.000
232.525
A3, A3
A3
7
260.000
282.161
A3, A3
A4
7
260.000
364.196
A3, A4
A5
8
350.000
471.706
A4, A5
A7
9
470.000
Gambar 4.1 Data Aktual dan Hasil
565.944
A5, A7
A9
10
590.000
Peramalan Wisman
752.306
A7, A9
A12
11
770.000
12
1.070.00 0
1.061.292
A9,A12
A17
√
√
∑
∑
∑
∑ ∑
|
|
|
|
|
|
Plot data aktual dan hasil peramalan yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 4.1 yaitu: 1400000 1200000 1000000 800000 600000 400000 200000 0
WISATAWAN MANCANEGARA FORECAST F(t)
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
165
b. Peramalan untuk Data Jumlah Kunjungan Wisatawan Nusantara Langkah-langkah yang dilakukan dalam peramalan jumlah kunjungan wisatawan nusantara di provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yaitu:
Titik Tengah Interval
(Midpoint(mi))
u1 = [120.000, 223.000]
171.500
u2 = [223.000, 326.000]
274.500
Langkah 1 : Himpunan Semesta (U)
u3 = [326.000, 429.000]
377.500
Diketahui bahwa data terkecil yaitu data tahun 2000 yaitu sebesar 126.364 dan data terbesar yaitu data tahun 2015 yaitu sebesar 1.149.235 dengan demikian, penulis memberi nilai D1 sebesar 6.364 dan D2 sebesar 765, dimana nilai D1 dan D2 yaitu bilangan positif yang tepat yang nilainya bebas ditentukan oleh peneliti dengan tujuan untuk mempermudah pembentukan himpunan semesta U dan intervalnya serta semua data dapat masuk pada himpunan semesta U. Dari persamaan 4 diperoleh himpunan semesta U sebagai berikut: U = [126.364 – 6.364 ; 1.149.235 + 765] = [120.000 ; 1.150.000].
u4 = [429.000, 532.000]
480.500
u5 = [532.000, 635.000]
583.500
u6 = [635.000, 738.000]
686.500
u7 = [738.000, 841.000]
789.500
u8 = [841.000, 944.000]
892.500
u9 = [944.000, 1.047.000]
995.500
u10 = [1.047.000, 1.150.000]
1.098.500
Langkah 2: Proses Fuzzifikasi Himpunan semesta U yang telah terbentuk kemudian dibagi menjadi beberapa interval dengan panjang interval yang sama. Pada data ini diperoleh 10 interval yaitu: u1 = [120.000, 223.000], u2 = [223.000, 326.000], u3 = [326.000, 429.000], u4 = [429.000, 532.000], u5 = [532.000, 635.000], u6 = [635.000, 738.000], u7 = [738.000, 841.000], u8 = [841.000, 944.000], u9 = [944.000, 1.047.000], u10 = [1.047.000, 1.150.000] dengan nilai titik tengah (midpoint(mi)) masing-masing yaitu sebagai
berikut: ,…, .
Nilai interval dan titik tengah (midpoint) dari masing-masing interval dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Himpunan fuzzy A1, A2, A3, …, Ak ditentukan berdasarkan interval-interval yang terbentuk pada langkah pertama dan sesuai dengan persamaan model Song dan Chissom (1993), yaitu: 1/u1 + 0.5/u2, Ak =
k= 1
0.5/uk-1 + 1/uk + 0.5/uk+1, 2 0.5/un-1 + 1/un,
k
n -1
k= n
Diperoleh hasil fuzzifikasi yaitu: A1 = 1/u1 + 0.5/u2 A2 = 0.5/u1 + 1/u2 + 0.5/u3 A3 = 0.5/u2 + 1/u3 + 0.5/u4 A4 = 0.5/u3 + 1/u4 + 0.5/u5
Tabel 4.7 Nilai Interval dan Titik Tengah (Midpoint) Wisnus
A5 = 0.5/u4 + 1/u5 + 0.5/u6 A6 = 0.5/u5 + 1/u6 + 0.5/u7
166
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
A7 = 0.5/u6 + 1/u7 + 0.5/u8
2010
443.227
A4
A8 = 0.5/u7 + 1/u8 + 0.5/u9
2011
522.684
A4
A9 = 0.5/u8 + 1/u9 + 0.5/u10
2012
691.436
A6
A10 = 0.5/u9 + 1/u10
2013
791.658
A7
Himpunan fuzzy A1 untuk interval u1, himpunan fuzzy A2 untuk interval u2 dan seterusnya sampai himpunan fuzzy A10 untuk interval u10. Sebagai contoh data tahun 2010 yaitu 443.227 masuk kedalam interval u4 = [429.000, 532.000] maka fuzzifikasinya yaitu A4. Diperoleh data fuzzifikasi jumlah kunjungan wisatawan nusantara yang dapat dilihat pada Tabel 4.8.
2014
876.816
A8
2015
1.149.235
A10
Tabel 4.8 Data Fuzzifikasi Jumlah Kunjungan Wisnus
Tahun
Wisatawan Nusantara
Fuzzifikasi
1998
168.727
A1
1999
144.953
A1
2000
126.364
A1
Langkah 3: Membentuk Second-Order Fuzzy Logical Relationship (SFLR) dan SecondOrder Fuzzy Logical Relationship Group (SFLRG) Hasil dari fuzzifikasi pada langkah kedua akan dibentuk menjadi second-order fuzzy logical relationship (SFLR) dengan mengambil data 2 tahun sebelumnya (F(t-2)) sebagai current state dan data pada tahun ke t (F(t) sebagai next state, kemudian hasil dari SFLR akan dibentuk menjadi second-order fuzzy logical relationship group (SFLRG) yang didapat dari mengelompokkan SFLR berdasarkan himpunan fuzzy yang sama pada current state. Hasil dari SFLR dapat dilihat pada Tabel 4.9. Tabel 4.9 Second-Order Fuzzy Logical Relationship (SFLR) Wisnus
2001
189.672
A1
2002
226.635
A2
A1, A1
A1
A1, A1
A1
A1, A1
A2
2003
246.701
A2
A1, A2
A2
A2, A2
A2
A2, A2
A2
2004
240.570
A2
A2, A2
A2
A2, A2
A2
A2, A2
A3
2005
235.208
A2
A2, A3
A3
A3, A3
A4
A3, A4
A4
2006
246.911
A2
A4, A4
A6
A4, A6
A7
A6, A7
A8
2007
257.209
A2
A7, A8
A10
A8, A10
#
2008
330.575
A3
2009
386.845
A3
Hasil dari second-order fuzzy logical relationship (SFLR) akan dikelompokkan untuk membentuk second-order fuzzy logical
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
167
Untuk group 1 pada Tabel 5.10, SFLRG yang didapat yaitu A1, A1 A1, A1, A2, dimana nilai keanggotaan maksimum himpunan fuzzy A1 masuk pada interval u1 = [120.000, 223.000] dan himpunan fuzzy A2 masuk pada interval u2 = [223.000, 326.000] serta nilai tengah (midpoint) m1 yaitu 171.500 dan m2 yaitu 274.500, maka forecasting value group
relationship group (SFLRG) yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.10.
Tabel 5.10 Second-Order Fuzzy Logical Relationship Group (SFLRG) Wisnus Group Label 1
Fuzzy Logical Relationship Group A1, A1
2 3
A1, A1, A2
A1, A2 A2, A2
A2
A2, A2, A2, A2, A3
4
A2, A3
A3
5
A3, A3
A4
6
A3, A4
A4
7
A4, A4
A6
8
A4, A6
A7
9
A6, A7
A8
10
A7, A8
A10
11
A8, A10
3 yaitu - Next State tidak Diketahui Untuk group 11 pada Tabel 5.10, SFLRG yang didapat yaitu A8, A10 #, dimana nilai keanggotaan maksimum dari A8 masuk pada interval u8 = [841.000, 944.000] dengan nilai titik tengah (midpoint) m8 yaitu 892.500 dan A10 masuk pada interval u10 = [1.047.000, 1.150.000] dengan nilai titik tengah (midpoint) m10 yaitu 1.098.500, maka forecasting value group 13 yaitu .
#
Langkah 5: Forecast Rules Hasil dari defuzzifikasi pada langkah 4, dapat ditentukan rules yang dapat dilihat pada Tabel 4.11.
Tabel 4.11 Second-Order Fuzzy Forecast Rules Wisnus Langkah 4: Proses Defuzzifikasi Hasil dari proses defuzzifikasi yaitu nilai peramalan pada next state berdasarkan SFLRG. Perhitungan dilakukan dengan prinsip yaitu: - Satu Next State Untuk group 2 pada Tabel 5.10, SFLRG yang didapat yaitu A1, A2 A2 dimana nilai keanggotaan maksimum himpunan fuzzy A2 masuk pada interval u2 = [223.000, 326.000] dan nilai tengah (midpoint) m1 yaitu 274.500, maka forecasting value group 2 yaitu 274.500. - Lebih dari Satu Next State
168
Rule
Matching Part
Forecasting Value
1
Jika fuzzifikasi tahun i-2 205.833 yaitu A1 dan tahun i-1 yaitu A1
2
Jika fuzzifikasi tahun i-2 274.500 yaitu A1 dan tahun i-1 yaitu A2
3
Jika fuzzifikasi tahun i-2 295.100 yaitu A2 dan tahun i-1 yaitu A2
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
4
5
6
Jika fuzzifikasi tahun i-2 377.500 yaitu A2 dan tahun i-1 yaitu A3
226.635
A1, A1
A2
1
205.833
246.701
A1, A2
A2
2
274.500
Jika fuzzifikasi tahun i-2 480.500 yaitu A3 dan tahun i-1 yaitu A3
240.570
A2, A2
A2
3
295.100
235.208
A2, A2
A2
3
295.100
246.911
A2, A2
A2
3
295.100
257.209
A2, A2
A2
3
295.100
330.575
A2, A2
A3
3
295.100
386.845
A2, A3
A3
4
377.500
443.227
A3, A3
A4
5
480.500
522.684
A3, A4
A4
6
480.500
691.436
A4, A4
A6
7
686.500
791.658
A4, A6
A7
8
789.500
876.816
A6, A7
A8
9
892.500
Jika fuzzifikasi tahun i-2 1.098.500 yaitu A7 dan tahun i-1 yaitu A8
1.149.235
A7,A8
A10
10
1.098.500
-
A8, A10
#
11
1.201.500
Jika fuzzifikasi tahun i-2 1.201.500 yaitu A8 dan tahun i-1 yaitu A10
Berdasarkan Tabel 5.12, diperoleh hasil peramalan jumlah kunjungan wisatawan nusantara tahun 2016 yaitu 1.201.500 dengan niali Root Mean Square Error (RMSE) dan Mean Absolute Percentage Error (MAPE) yang diperoleh dari persamaan 9 dan 10 yaitu:
Jika fuzzifikasi tahun i-2 480.500 yaitu A3 dan tahun i-1 yaitu A4
7
Jika fuzzifikasi tahun i-2 686.500 yaitu A4 dan tahun i-1 yaitu A4
8
Jika fuzzifikasi tahun i-2 789.500 yaitu A4 dan tahun i-1 yaitu A6
9
Jika fuzzifikasi tahun i-2 892.500 yaitu A6 dan tahun i-1 yaitu A7
10
11
Berdasarkan forecast rule diatas, diperoleh hasil peramalan jumlah kunjungan wisatawan nusantara yang dapat dilihat pada Tabel 5.12. Tabel 5.12 Tabel Hasil Peramalan Jumlah Kunjungan Wisnus Data Aktual
SFLR
Forecast Rule F(t)
168.727
-
-
-
144.953
-
-
-
126.364
A1, A1
A1
1
205.833
189.672
A1, A1
A1
1
205.833
√
∑
√
√
∑
∑
∑
∑ ∑
|
|
|
|
|
|
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
169
Plot data aktual dan hasil peramalan yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 5.3 yaitu:
2016
2014
2012
2010
2008
2006
2004
2002
2000
1998
1500000 1000000 500000 0
WISATAWAN NUSANTARA FORECAST F(t)
Gambar 5.3 Data Aktual dan Hasil Peramalan Wisnus
5. KESIMPULAN Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, diperoleh kesimpulan untuk menjawab rumusan masalah tersebut yaitu: Peramalan data jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dan nusantara menggunakan second-order fuzzy time series memberikan hasil bahwa nilai peramalan untuk jumlah wisatawan mancanegara tahun 2016 yaitu sebesar 1.220.000 jiwa dengan RMSE sebesar 20073,35 dan MAPE sebesar 9,66. Sedangkan, untuk hasil nilai peramalan jumlah wisatawan nusantara tahun 2016 yaitu sebesar 1.201.500 jiwa dengan RMSE sebesar 39893,69 dan MAPE sebesar 13,19.
6. REFERENSI Bezdek C James, Robert Ehlirh & Wiliam full. 1982. FCM : Fuzzy Clustering Algorithm. United States : Pergamon Press Ltd Chen, S. M.. 1996. Forecasting enrollments based on fuzzy time series. Fuzzy Sets and Systems. 81: 311-319 Chen, S. M.. 2000. Temperature Prediction using Fuzzy Time Series. IEEE Transactions on Systems, Man, and
170
Cybernetics – Part B: Cybernetics. 30: 263-275. Disbudpar. 2014. Statistik Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Barat. Disbudpar: Mataram Disbudpar. 2015. Buku Analisa Pasar Kunjungan Wisatawan. Disbudpar: Mataram Hsu, Y. L., dkk. 2010. Temperature prediction and TAIFEX forecasting based on fuzzy relationships and MTPSO techniques. Expert Systems with Applications. 37: 2756–2770. Kusumadewi, S. dan H. Purnomo. 2004. Aplikasi Logika Fuzzy untuk Pendukung Keputusan. Graha Ilmu: Yogyakarta. Kusumadewi, S. dan S. Hartati. 2010. NeuroFuzzy Integrasi Sistem Fuzzy dan Jaringan Syaraf. Edisi Kedua. Graha Ilmu: Yogyakarta. Kusumadewi, S. dan H. Purnomo. 2013. Aplikasi Logika Fuzzy untuk Pendukung Keputusan. Edisi kedua. Graha Ilmu: Yogyakarta. Lamabelawa, M. I. J.. 2011. Metode Fuzzy Time Series untuk Peramalan Data Runtun Waktu (Studi kasus: Produk Domestik Bruto Indonesia). [Tesis]. Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada. Rosadi, D.. 2011. Analisis Ekonometrika dan Runtun Waktu Terapan dengan R Aplikasi untuk bidang ekonomi, bisnis, dan keuangan. Penerbit Andi: Yogyakarta. Sindonews. 2015. Diambil kembali dari Online: http://lifestyle.sindonews.com/read/105612 7/156/lombok-berhasil-menangkan-worldhalal-travel-awards-2015-1445815728. 28 Maret 2016 Singh, S. R.. 2007. A Simple Time Variant Method for Fuzzy Time Series Forecasting. Cybermetics and System: An Int. Journal . 38: 305-321. Song, Q. and B. S. Chissom. 1993a. Fuzzy time series and its models. Fuzzy Sets and systems. 54: 269-277.
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Song, Q. and B. S. Chissom. 1993b. Forecasting enrollments with fuzzy time series: Part I. Fuzzy Sets and systems. 54: 1-9. Song, Q. and B. S. Chissom. 1994. Forecasting enrollments with fuzzy time series: Part II. Fuzzy Sets and systems. 62: 1-8. Steven. 2013. Perbandingan Metode Fuzzy Time Series Dan Holt Double Exponential Smoothing Pada Peramalan Jumlah Mahasiswa Baru Institut Pertanian Bogor . [Skripsi]. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Tabeatamang. 2012. Diambil kembali dari Online: https://tabeatamang.wordpress.com/2012/0 8/24/definisi-pariwisata-menurut-beberapaahli/. 15 April 2016. Tsai C. C, Wu S. J, 1999. A Study for Second Order Modeling of Fuzzy Time Series. IEEE international fuzzy systems conference proceedings II, August 22-25, Seoul, Korea 719-725. Unikom. ____. Diambil kembali dari Online: http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/302/jbpt unikompp-gdl-agusriyant-15051-3-bab2tia.pdf. 21 April 2016. Unikom. ____. Diambil kembali dari Online: http://elib.unikom.ac.id/download.php?id= 175886. 21 April 2016. Widyatama. 2015. Diambil kembali dari Online: http://marcoturnip.blog.widyatama.ac.id/20 15/09/27/metode-peramalan-forecasting/. 21 April 2016. Yuliana, Desy. 2015. Metode Stevenson Porter Fuzzy Time Series dan Pemulusan
Eksponensial untuk Proyeksi Data Runtun Waktu (Studi kasus: Data produk domestic regional bruto (PDRB) Provinsi kepulauan Bangka Belitung). [Tesis]. Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada. Zadeh, L. A.. 1965. Fuzzy set. Information and Control. 8: 338-353.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
171
PERBANDINGAN HASIL PENGELOMPOKKAN KEJAHATAN MENGGUNAKAN K-MEANS DAN SELF ORGANIZING MAPS (SOM) (STUDI KASUS : KEJAHATAN KONVENSIONAL DI KOTA PALOPO TAHUN 2015) Nurjannah Madjid Program Studi Statistika Fakultas MIPA, Universitas Islam Indonesia Email:
[email protected]
Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui karakteristik dan menerapkan algoritma data mining untuk mengetahui pengelompokan kejahatan konvensional di Kota Palopo Tahun 2015. Hal ini mampu membantu pemerintah khususnya pihak kepolisian dalam membuat kebijakan tepat guna dalam menyusun regulasi dalam menanggulangi masalah kejahatan konvensional yang terjadi di wilayah Kota Palopo sekaligus mampu meningkatkan kesiapannya dalam menghadapi tindakan kejahatan konvensional 2016. Analisis kelompok yang digunakan menggunakan pendekatan Data Mining dengan algoritma KMeans dan Self Organizing Maps. Pengelompokan menghasilkan 3 cluster dengan anggota kelompok yang berbeda untuk masing-masing metode, hanya ada kelompok beranggotakan Kecamatan Tellu Wabua, Kecamatan Wara Barat, Kecamawan Wara Selatan dan Kecamatan Bara yang muncul di masing-masing metode.
Kata Kunci: Pengelompokan, K Means, Self Organizing Maps, Kejahatan konvensional
1. PENDAHULUAN Kasus kejahatan konvensional yang terjadi pada masyarakat saat ini sangat beragam jenisnya. Kasus kejahatan konvensional yang menjadi gangguan keamanan dan ketertiban dalam masyarakat antara lain penggeroyokan, penghinaan, perjudian, pemerasan/pengancaman, aniaya ringan, pembakaran, pencurian pemberatan, pencurian biasa, perampasan, curanmor, penggelapan, penipuan, pengerusakan, kekerasan dalam rumah tangga, percobaan pencurian, bawa senjata tajam, dan perlindungan anak. Kejahatan tersebut biasanya banyak terjadi di kota kecil tanpa terkecuali Kota Palopo. Keadaan tersebut sangat memprihatinkan bagi penduduk Kota Palopo sendiri. Masalah kejahatan yang semakin pelik terjadi pada seluruh lapisan masyarakat Kota Palopo tanpa terkecuali. Lingkungan masyarakat yang beragam sangat mempengaruhi seseorang dalam melakukan tindakan kejahatan. Sikap individualistis masyarakat Palopo
172
mengakibatkan lemahnya pengawasan dari masyarakat terhadap gangguan keamanan dan ketertiban yang terjadi di Kota Palopo (Soekanto,1993). Akhir – akhir ini di Kota Palopo terdapat kecenderungan meningkatnya kasus kejahatan konvensional. Perhatian yang cukup besar diberikan oleh media, baik media cetak maupun media elektronik Palopo maupun nasional. Pemberitaan kasus kejahatan konvensional hampir tiap hari menghiasi kriminal yang tampil di setiap stasiun televisi palopo. Berdasarkan data kepolisian daerah (Polda) Sulawesi Selatan yang terangkum sejak bulan januari hingga desember 2015, angka kriminilitas yang terjadi di Kota Palopo meningkat yakni sebanyak 17 kasus. Kota Palopo merupakan salah satu daerah kejahatan konvensional tertinggi di Sulawesi Selatan (Polda,2015) .
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Gambar 1. Jumlah Kasus Kejahatan Konvensional di Kota Palopo Tahun 2015 Berdasarkan Gambar 1 diatas, dapat terlihat bahwa kasus kejahatan konvensional di Kota Palopo mengalami peningkatan dari bulan januari sampai bulan desember 2015. Perkembangan kejahatan konvensional berkaitan erat dengan faktor lingkungan yang meliputi kepadatan penduduk, kepadatan permukiman. Penigkatan kasus kejahatan konvensional banyak di alami saat musim hari libur yang panjang atau pada saat hari raya yang menyebabkan perkembangan kasus kriminilitas di 9 Kecamatan di Kota Palopo (Polda, 2014). Berdasarkan keadaan – keadaan di atas, maka peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian tentang pengelompokkan kejahatan konvensional di Kota Palopo supaya dapat diketahui pengelompokkan apa saja yang berpengaruh dan mengelompokkan wilayah sejenis atau yang memiliki kesamaan karakter yang paling tepat. Metode analisis yang digunakan adalah K-means dan Self Organizing Maps (SOM). K-Means adalah metode penganalisaan data atau metode data mining yang melakukan proses pemodelan tanpa supervisi (unsupervised) dan merupakan salah satu metode yang melakukan pengelompokan data dengan sistem partisi. Metode k-means digunakan untuk mengelompokkan data yang ada ke dalam beberapa kelompok, dimana data
dalam satu kelompok mempunyai karakteristik yang sama satu sama lainnya dan mempunyai karakteristik yang berbeda dengan data yang ada di dalam kelompok yang lain. Dengan kata lain, metode ini berusaha untuk meminimalkan variasi antar data yang ada di dalam suatu cluster dan memaksimalkan variasi dengan data yang ada di cluster lainnya (Rehat,2013). Metode Self Organizing Maps (SOM) Neural Network atau biasa disebut sistem Kohonen Neural Network adalah salah satu model pembelajaran tanpa pengawasan yang akan mengklasifikasikan unit dengan kesamaan pola tertentu ke daerah di kelas yang sama. Dengan adanya teknik klasifikasi ini juga diharapkan untuk mempercepat data gambar pencarian dibutuhkan, karena pencarian tidak sesuai gambar lagi dengan seluruh satu per satu dalam database tetapi mulai dari gambar untuk kelas yang sesuai dengan citra query disertakan (Dian Pratiwi). Maka dari itu peneliti tertarik mengambil penelitian dengan tema yang berjudul “Perbandingan Hasil Pengelompokkan Menggunakan KMeans Dan Self Organizing Maps (SOM) terhadap pengelompokkan kejahatan konvensional di Kota Palopo Tahun 2015)”.
2.
METODE PENELITIAN Populasi penelitian ini mencakup seluruh wilayah daerah Kota Palopo yang terdiri dari 9 Kecamatan di Tahun 2015, dilakukan pada bulan Januari 2015 hingga desember 2015. Lokasi yang terpilih untuk penelitian ini adalah Penelitian dilakukan di Kantor Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Kota Palopo Biro Operasi yang telah tercatat pada tahun 2015. Data tersedia yang akan diteliti diperoleh dari data Badan Pusat Statistik yang tercatat pada tahun 2013. Variabel yang digunakan
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
173
adalah Kejahatan Pengeroyokan ; Kejahatan Penghinaan; Kejahatan Perjudian ; Kejahatan Pemerasan / Pengancaman; Kejahatan Aniaya Ringan ; Kejahatan Pencurian Pemberatan; Kejahatan Pencurian Biasa; Kejahatan Perampasan; Kejahatan Curanmor (Curian Motor) ; Kejahatan Penggelapan / Fidusia; Kejahatan Penipuan / Perbuatan Curang.; Kejahatan Pengrusakan; Kejahatan KDRT ; Kejahatan Percobaan Pencurian; Kejahatan Bawa Sajam (Senjata Tajam); Kejahatan Perlindungan Anak. ini menggunakan analisis dengan self Organizing Maps dan K-Means. Hasil output dari analisis deskriptif, analisis Self Organizing Maps, dan analisis K-Means akan dianalisis sehingga diketahui gambaran kejahatan konvensional, serta diperoleh kesimpulan mengenai pengelompokkan tentang kejahatan konvensional. Adapun tahapan penelitiannya disajikan pada Gambar 2.
Gambar 3. Tahapan Penelitian
174
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 3. Jumlah Penduduk di Tiap Kecamatan di Kota Palopo tahun 2015 BPS di tahun 2013 menyatakan bahwa seluruh Kecamatan di Kota Palopo menempati wilayah dengan kepadatan penduduk tertinggi, jika dilihat dari jumlah penduduknya saja, Kecamatan Wara Selatan memiliki jumlah penduduk terbanyak kurang lebih hingga 37.503.00 jiwa, di susul Kecamatan Mungkajang memiliki jumlah penduduk kurang lebih hingga 37.451.00 jiwa, lalu Kecamatan Wara Barat kurang lebih hingga 27.630.00 jiwa dan Kecamatan Sendana lebih dari 23.571.00 jiwa. Berbanding lurus dengan pernyataan BPS (2013) menyatakan bahwa Kecamatan Bara memiliki penduduk terendah hingga 6.841.00, di susul Kecamatan Tellu Wabua kurang lebih dari 8.823.00. selain itu Kecamatan Wara Utara, terdapat beberapa Kecamatan yang memiliki jumlah penduduk kurang dari 15.000.00 jiwa yaitu Kecamatan Wara dan Kecamtan Wara Timur. Beberapa program pemerintah telah dilakukan guna meminimalisir kesenjangan jumlah penduduk yang mampu
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
mempengaruhi tindakan kejahatan seperti pencurian dari daerah padat penduduk ke daerah yang jarang jumlah penduduknya.
Gambar 4. Kejahatan Konvensional di Wara Selatan Tahun 2015 Berdasarkan Gambar 4 menunjukkan bahwa angka kejahatan konvensional di Kecamatan Wara Selatan dengan rata – rata sebesar 64,44% dan hanya 6 jenis kejahatan konvensional yang memiliki angka persentase yang lebih rendah daripada rata – rata, sisanya memiliki angka persentase kejahatan konvensional yang lebih tinggi dari rata – rata. Penggelapan / Fidusia sebagai jenis kejahatan konvensional hanya memiliki angka persentase sebesar (6,00%) disusul kejahatan KDRT sebesar 13,00%),Kejahatan Pengeroyokan (44,00%), Kejahatan Penghinaan (52,00%), Kejahatan Perlindungan Anak (58,00%) dan kejahatan Perampasan (63,00%) menunjukkan bahwa jenis kejahatan konvensional tersebut merupakan 6 Jenis kejahatan konvensional dengan tingkat kejahatan yang rendah dibanding dengan kejahatan yang lainnya di Kecamatan Wara Selatan pada tahun 2015.
Beberapa kejadian kejahatan konvensional di Kecamatan Wara Selatan memiliki angka persentase yang tinggi seperti jenis kejahatan Pencurian biasa sebesar 98,00%, di susul kejahatan bawa sajam (senjata tajam) sebesar 91,00 %, kejahatan penipuan / perbuatan curang sebesar 91,00 %, kejahatan curanmor atau curian motor sebesar 87,00 %, dan kejahatan percobaan pencurian sebesar 87,00 %. Angka persentase kejahatan konvensional dapat dikurangi dengan cara melaksanakan penyuluhan hukum mengenai bahaya terjadinya tindak pidana ke masyarakat, Melaksanakan patrol rutin di tempat – tempat yang rawan terjadinya kejahatan pencurian dan melaksanakan razia rutin di tempat – tempat yang diduga rawan terjadi tindak pidana, hal ini bertujuan agar memperbaiki akibat dari perbuatan atau kejahatan, terutama individu yang telah melakukan tindakan tersebut. Dalam hal ini penjatuhan sanksi pidana bagi pelaku kejahatan pencurian. Pemerintah harus fokus dalam menerapkan hukum di Indonesia harus benar - benar ditegakkan dan lebih tegas lagi dalam hal pemberantasan tindakan kriminalitas, dan secara tidak langsung mampu mengurangi rata-rata tindakan kejahatan konvensional.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
175
Gambar 5. Kejahatan Konvensional di Wara Utara Tahun 2015 Berdasarkan Gambar 5 menunjukkan bahwa angka kejahatan konvensional di Kecamatan Wara Utara dengan rata – rata sebesar 69,63% dan hanya 7 jenis kejahatan konvensional yang memiliki angka persentase yang lebih tinggi daripada rata – rata, sisanya memiliki angka persentase kejahatan konvensional yang lebih rendah dari rata – rata. Adapun jenis kejahatan pemerasan / pengancaman merupakan jenis kejahatan yang tertinggi dengan angka persentase sebasar 14,4 %, kemudian diususul oleh jenis kejahtan pencurian biasa sebesar 10,9 %, kejahatan Pengrusakan dengan angka persentase sebesar 10,2 %, kejahatan pencurian dengan angka persentase sebesar 87 %, kejahatan perjudian dengan angka persentase sebesar 77 %, kejahatan Bawa Sajam atau kejahatan bawa senjata tajam dengan angka persentase sebesar 75 %, dan kejahatan curanmor atau kejahatan pencurian motor 75% dari ketujuh jenis kejahatan konvensional tersebut merupakan jenis kejahatan dengan tingkat kejahatan yang lebih tinggi dari Kecamatan yang lainnya di Kecamatan Wara Utara pada tahun 2015. Kejahatan penggelapan atau fidusia memiliki persentase yang paling rendah hanya sebesar 11 %, kejahatan KDRT hanya 17 %, kejahatan pengroyokan hanya 45 %, kejahatan perampasan hanya 46 %, kejahatan percobaan pencurian hanya56 %, jenis kejahatan aniaya ringan hanya 67 %, jenis kejahatan aniaya penipuan / perbuatan curang, dan kejahatan perlindungan anak hanya 67 %. Angka persentase kejahatan konvensional dapat di penanggulangan dan pencegahan ini tidak hanya dilakukan oleh para penegak hukum namun juga oleh warga masyarakat sekitarnya. Tindak pidana pemerasan dan pengancaman ini
176
juga sudah diatur di dalam KUH Pidana Pasal 368, 369, 370,dan 371. Pasal-pasal tersebut telah mengatur dan mengelompokkan tindak pidana pemerasan dan pengancaman serta unsur-unsur dan sanksi dari tindak pidana tersebut dan secara tidak langsung mampu mengurangi rata-rata tindakan kejahatan konvensional.
Gambar 6. Kejahatan Konvensional di Kecamatan Wara Timur Tahun 2015 Tingkat kejahatan konvensional menunjukan persentase jenis kejahatan yang berada di Kecamatan Wara Timur dengan nilai rata – rata sebesar 66,69%. Kejahatan pemerasan atau pengancaman memiliki tingkat kejahatan konvensional paling tinggi dibandingkan dengan kejahatan yang lainnya, hampir 11,7% disusul tindak kejahatan pencurian biasa sebesar 95%, lalu kejahatan pengrusakan sebesar 92%, kejahatan perjudian sebesar 91%, dan kejahatan perlindungan anak hampir 79%. Kejahatan penggelapan / Fidusia memiliki persentase yang paling rendah hanya sebesar 4 %, kejahatan KDRT sebesar 15%, kejahatan pengeroyokan sebesar 33 %, kejahatan perampasan sebesar 47%, bahkan tindak kejahatan
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
curanmor atau curian hanya memiliki tingkat kejahatan sebesar 63 %.
kejahatan penghinaan hanya 60 %, kejahatan Aniaya Ringan hanya 65 %, dan kejahatan Perlindungan Anak hanya 68%.
Gambar 7. Kejahatan Konvensional di Kecamatan Wara Barat Tahun 2015
Gambar 8. Kejahatan Konvensional di Kecamatan Wara Tahun 2015
Pada Gambar 7 menjelaskan bahwa presentase angka kejahatan konvensional di Kecamatan Wara Barat tahun 2015 dengan angka rata – rata 70,00 % dan hanya 8 kejahatan konvensional yang memiliki angka persentase yang lebih tinggi daripada rata-rata dan sisanya memiliki angka presentase yang lebih rendah dari rendah. Kejahatan pencurian biasa memiliki angka persentase yang paling tinggi dari kejahatan yang lainnya sebesar 10,8 %, kemudian disusul kejahatan pemerasan atau pengancaman sebesar 97 %, kejahatan pengrusakan sebesar 96%, kejahatan perjudian sebesar 94%, kejahatan curanmor atau curian motor sebesar 93%, kejahatan bawa sajam atau senjata tajam sebesar 91%, kejahatan pencurian pemberatan sebesar 90%, dan kejahatan penipuan atau perbuatan curang sebesar 89%. Kejahatan konvensional yang memiliki angka persentase terendah yakni kejahatan penggelapan atau fidusia sebesar 4 %, kejahatan KDRT hanya 13 %, kejahatan Pengeroyokan hanya 30 %, kejahatan perampasan hanya 52 %,
Pada Gambar 8 menjelaskan bahwa presentase angka kejahatan konvensional di Kecamatan Wara tahun 2015 dengan angka rata – rata 65,69%. Adapun jenis kejahatan konvenisonal yang paling tinggi yaitu kejahatan pencurian baisa sebesar 10,9 % dibandingkan dengan kejahatan yang lainnya, kemudian di susul kejahatan pemerasan atau pengancaman dengan angka persentase sebesar 10,6 %, kejahatan bawa sajam atau senjata tajam sebesar 99 %, kejahatan pengrusakan sebesar 88 %, kejahatan curanmor atau curian motor sebesar 86 %, kejahatan perlindungan anak sebesar 83 %, kejahatan pencurian pemberatan sebesar 82%, kejahatan aniaya ringan sebesar 78 %, dan kejahatan perjudian sebesar 75%. Kejahatan konvensional yang memiliki angka persentase terendah yakni kejahatan penggelapan atau fidusia sebesar 5%, kejahatan KDRT hanya 13 %, kejahatan perampasan hanya 29%, kejahatan pengeroyokan hanya 36%, kejahatan penghinaan hanya 47% dan kejahatan percobaan pencurian hanya 48%.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
177
Gambar 9. Kejahatan Konvensional di Kecamatan Sendana Tahun 2015 Pada Gambar 9 menunjukkan bahwa angka persentase kejahatan konvensional di Kecamatan Sendana tahun 2015 dengan angka rata – rata 61,69%. Adapun jenis kejahatan konvenisonal yang paling rendah yaitu Kejahatan konvensional yang memiliki angka persentase terendah yakni kejahatan penggelapan atau fidusia sebesar 7%, kejahatan KDRT hanya 8%, kejahatan perampasan hanya 35%, kejahatan penghinaan hanya 42% dan kejahatan pengeroyokan hanya 48%. Beberapa tindakan kejahatan konvensional yang memiliki angka persentase yang tinggi seperti kejahatan pencurian biasa sebesar 11,6 % dibandingkan dengan kejahatan yang lainnya, kemudian di susul kejahatan pemerasan atau pengancaman dengan angka persentase sebesar 10,0 %, kejahatan bawa sajam atau senjata tajam sebesar 92 %, kejahatan curanmor atau curian motor sebesar 78%, kejahatan pencurian pemberatan sebesar 77%, kejahatan perjudian sebesar 73%, dan kejahatan percobaan pencurian sebesar sebesar 70%.
178
Gambar 10. Kejahatan Konvensional di Kecamatan Munkajang Tahun 2015 Tingkat angka persentase kejahatan konvensional di Kecamatan Munkajang tahun 2015 dengan angka rata – rata 62,44%. Adapun jenis kejahatan konvenisonal yang paling rendah yaitu Kejahatan konvensional yang memiliki angka persentase terendah yakni kejahatan penggelapan atau fidusia sebesar 7%, kejahatan KDRT hanya 14%, kejahatan perampasan hanya 27%, kejahatan penghinaan hanya 41%, kejahatan pengeroyokan hanya 44%, kejahatan percobaan pencurian hanya 50%, kejahatan aniaya ringan hanya 55%, dan kejahatan penipuan atau perbuatan curang sebesar 61 %. Beberapa tindakan kejahatan konvensional yang memiliki angka persentase yang tinggi seperti kejahatan pencurian biasa sebesar 13,0% dibandingkan dengan kejahatan yang lainnya, kemudian di susul kejahatan bawa sajam atau senjata tajam sebesar 10,4%, kejahatan pemerasan atau pengancaman dengan angka persentase sebesar 10,4%, kejahatan pengrusakan sebesar 82 %, kejahatan curanmor atau curian motor
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
sebesar 77%, kejahatan perjudian sebesar 76%, dan kejahatan pencurian pemberatan sebesar 66%.
yang lainnya di Kecamatan Tellu Wabua pada tahun 2015. Kejahatan penggelapan atau fidusia memiliki persentase yang paling rendah hanya sebesar 4,00%, kejahatan KDRT hanya 8,00%, kejahatan perampasan hanya 33,00%, kejahatan pengeroyokan hanya 41,00%, kejahatan penghinaan hanya 42,00%, dan kejahatan percobaan pencurian hanya 48,00%. Angka persentase kejahatan konvensional dapat di penanggulangan dan pencegahan ini tidak hanya dilakukan oleh para penegak hukum namun juga oleh warga masyarakat sekitarnya dan secara tidak langsung mampu mengurangi ratarata tindakan kejahatan konvensional.
Gambar 11. Kejahatan Konvensional di Kecamatan Tellu Wabua Tahun 2015 Berdasarkan Gambar 11 menunjukkan bahwa angka kejahatan konvensional di Kecamatan Tellu Wabua dengan rata – rata sebesar 60,19% dan hanya 9 jenis kejahatan konvensional yang memiliki angka persentase yang lebih tinggi daripada rata – rata, sisanya memiliki angka persentase kejahatan konvensional yang lebih rendah dari rata – rata. Jenis kejahatan bawa sajam atau senjata tajam merupakan jenis kejahatan yang tertinggi dengan angka persentase sebasar 95,00%, kemudian disusul oleh jenis kejahatan pencurian biasa sebesar 90,00%, kejahatan pemerasan / pengancaman sebesar 90,00%, kejahatan pengrusakan sebesar 87,00%, kejahatan perjudian sebesar 84,00%, kejahatan pencurian pemberatan sebesar 74,00%, kejahatan perlindungan anak sebesar 72,00%, kejahatan curanmor atau curian motor sebesar 72,00%, dan kejahatan aniaya ringan sebesar 63,00% dari ke 9 jenis kejahatan konvensional tersebut merupakan jenis kejahatan dengan tingkat kejahatan yang lebih tinggi dari Kecamatan
Gambar 12. Kejahatan Konvensional di Kecamatan Bara Tahun 2015 Pada Gambar 12 menunjukkan bahwa tingkat angka persentase kejahatan konvensional di Kecamatan Bara tahun 2015 dengan angka rata – rata 65,38%. Adapun jenis kejahatan konvenisonal yang paling rendah yaitu Kejahatan konvensional yang memiliki angka persentase terendah yakni kejahatan penggelapan atau fidusia sebesar 6,00%, kejahatan KDRT hanya 11,00%, kejahatan percobaan pencurian sebesar 36,00%,
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
179
kejahatan pengeroyokan hanya 54,00%, kejahatan perjudian sebesar 57,00% dan kejahatan pencurian pemberatan hanya 63,00 %. Beberapa tindakan kejahatan konvensional yang memiliki angka persentase yang tinggi seperti kejahatan pencurian baisa sebesar 10,40% dibandingkan dengan kejahatan yang lainnya, kemudian di susul kejahatan curanmor atau curian motor sebesar 87,00%, kejahatan penipuan atau perbuatan curang sebesar 86,00%, kejahatan aniaya ringan sebesar 83,00%, kejahatan bawa sajam atau senjata tajam sebesar 81,00%, kejahatan pengrusakan sebesar 80,00%, kejahatan perlindungan anak sebesar 78,00%, kejahatan perampasan sebesar 77,00%, dan kejahatan pemerasan atau pengancaman sebesar 72,00%. Selain mengetahui karakteristik, peneliti juga akan melakukan pengelompokan. Implementasi algoritma K-Means dalam banyak paket data analisis dan data mining memerlukan jumlah kelompok yang dapat ditentukan sendiri oleh peneliti. Menurut suatu penelitian bahwa pengelompokan K Means dan metode lainnya tidak selalu mengandung penjelasan atau suatu pembenaran dalam memilih nilai/ jumlah suatu kelompok. (Pham,2005).
Berdasarkan gambar 13 menunjukkan bahwa ketika titik cluster di angka index 6 menunjukkan pergerakan yang mulai landai tidak seperti perubahan titik cluster ke titik sebelumnya yang cukup curam. Analisis perbandingan yang baik dan benar apabila kriteria, variabel dan jumlah cluster yang sama. Belum ada penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan pengelompokan tindakan kejahatan di Kota Palopo, oleh karena itu peneliti menggunakan pendekatan penentuan jumlah cluster menjadi 3 kelompok untuk metode K-Means maupun Self Organizing Maps (SOM). Metode pengelompokan yang digunakan pertama adalah metode pengelompokan non hirarki atau K-Means. Dalam metode K-Means peneliti wajib menentukan jumlah kelompok terlebih dahulu Gudono, dalam Putri (2014). Merujuk pada penelitian Khaira (2012) mengenai jumlah kelompok K Means yang nantinya akan disamakan dengan jumlah kelompok ketika menggunakan metode SOM maka untuk pengelompokannya menjadi 3 cluster. Berdasarkan hasil analisis dengan 40 kali eksekusi dengan data yang sama dan pendekatan algoritma K-Means dengan R. Berikut adalah hasil pengelompokan menggunakan K-Means dimana hasil pengelompokan yang paling banyak muncul adalah yang diambil oleh peneliti. Tabel 1. Jumlah dan Anggota Kelompok menggunakan K Means
Gambar 13. Within Cluster Sum Of Squares (WCSS)
180
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Kelompok
Jumlah Anggota
Anggota Kelompok
1
2
Wara Selatan dan Bara.
2
2
Sendana dan Munkajang.
5
Wara Utara, Wara Timur, Wara Barat dan Wara.
3
Berdasarkan hasil pengelompokan dan profilisasi kelompok maka peneliti mampu membuat sebuah peta dan keterangan yang mampu menggambarkan karakteristik kelompoknya. Adapun hasil pemetaan dari analisis pengelompokan menggunakan K-Means ini ada pada gambar 14.
Gambar 14. Pemetaan menggunakan algoritma k-means Pada Gambar 14 yang berwarna hijau merupakan kelompok 1 yang beranggotakan Kecamatan Wara Selatan dan Bara. yang merupakan daerah di Kota Palopo. Kelompok ini memiliki banyak kasus kejahatan konvensional yang sangat rendah, namun angka penduduk di kelompok ini yang tertinggi, indeks kejahatan konvensional yang paling rendah dibandingkan kelompok lainnya.
Kelompok 2 yang beranggotakan Kecamatan Sendana dan Kecamatan Munkajang yang merupakan kelompok yang dalam anggotanya tidak memiliki nilai paling rendah atau paling tinggi dibandingkan kelompok lainnya. Secara umum dilihat index di kelompok ini tergolong lumayan tinggi namun angka tingkat kejahatan konvensional yang cenderung rendah disertai dengan angka penduduk yang lumayan tinggi yang terdapat pada warna kuning. Kelompok 3 yang beranggotakan Kecamatan Wara Utara, Kecamatan Wara Timur, Kecamatan Wara Barat dan Kecamatan Wara merupakan kelompok dengan rata-rata penduduk yang tinggi, disertai dengan kejahatan konvensional yang tinggi. Selain menggunakan K-Means Peneliti menggunakan Algoritma SOM pada gambar tersebut menjelaskan banyaknya training progress yang menunjukan banyaknya iterasi terhadapat jarak rata – rata ke unit terdekat pada iterasi sekitar 100, dapat dilihat bahwa iterasi menunjukan kekonvergenan.
Gambar 15. Training Progress Proses memahami diagram di algoritma SOM menurut Wehrens (2007) adalah ketika diagram telah memiliki suatu warna dan diberi batasan dengan vektorvektor yang tervisualisasi dalam plot pemetaan.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
181
Jumlah Anggota Kelompok Anggota Kelompok
1
5
Wara Utara, Wara, Sendana, Munkajang dan Tellu Wabua.
2
2
Wara Timur dan Wara Barat
3
2
Wara selatan dan Bara
Jika melihat hasil pemetaan hasil pengelompokan dan pemetaan SOM, maka kelompok 1 yang terdiri dari Kecamatan Wara Utara, Kecamatan Wara, Kecamatan Sendana, Kecamatan Munkajang dan Kecamatan Tellu Wabua diasosiasikan dalam lingkaran berwarna hijau. Kecamatan Wara Timur dan Kecamatan Wara Barat diasosiasikan dalam lingkaran berwarna ungu. Terakhir Kelompok 3 yaitu Kecamatan Wara Selatan dan Kecamatan Bara diasosiasikan dalam lingkaran berwarna biru.
4. KESIMPULAN Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. 1.
Gambar 16. Keluaran dalam Algoritma SOM Hasil dari pengelompokan Kecamatan menggunakan SOM adalah Sebagai berikut: Tabel 2. Jumlah dan Anggota Kelompok menggunakan Self Organizing Maps Hasil pemetaan dari analisis pengelompokan menggunakan Self Organizing Maps ini ada pada Gambar 16.
2.
3.
4.
Gambar 16. Pemetaan menggunakan Algoritma SOM
182
5.
Jumlah kelompok yang dibentuk sebanyak 3 kelompok, merupakan jumlah yang ditentukan oleh peneliti dengan pendekatan menggunakan Within Cluster Sum of Squares. Penggunaan algoritma K-Means menghasilkan pengelompokan dengan masing-masing kelompok beranggotakan dua kelompok yang masing – masing beranggotakan 2 Kecamatan dan 5 Kecamatan. Kelompok 1 yang beranggotakan Kecamtan Wara Selatan dan Kecamatan Bara. Kelompok 2 beranggotakan Kecamatan Sendana dan Kecamatan Munkajang. dan Kelompok 3 beranggotakan Kecamatan Wara Utara, Kecamatan Wara Timur, Kecamatan Wara Barat dan Kecamatan Wara. Penggunaan algoritma Self Organizing Maps (SOM) menghasilkan kelompok 5 Kecamatan dan pengelompokan dengan masing-masing kelompok beranggotakan 2 Provinsi. Kelompok 1 beranggotakan Kecamatan Wara Utara, Kecamatan
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Wara, Kecamatan Sendana, Kecamatan Munkajang dan Kecamatan Tellu Wabua. Kelompok 2 dan 3 masing-masing beranggotakan Kecamatan Wara Timur, Kecamatan Wara Barat, Kecamatan Wara Selatan dan Kecamatan Bara.
5. UCAPAN TERIMAKASIH penulis mengucapkan terimakasih kepada Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia yang telah memberikan dana untuk pelaksanaan penelitian ini.
6. REFERENSI. Khaira, Ulfa. 2012. Integrasi Self Organizing Maps dan Algoritma KMeans untuk Clustering Data Ketahanan Pangan Kabupaten di Wilayah Provinsi Bali, NTB dan NTT. Skripsi program Sarjana Komputer pada Departemen Ilmu Komputer, Institut Pertanian Bogor. Pham, D T. Dimov S S. Nguyen C D. 2005. Selecton of K in K Means Clustering.
Polda.2014.Kejahatan Konvensional Pada Tahun 2014.Palopo. Polda.2015.Peningkatan Kejahatan Konvensional Pada Tahun 2015.Palopo. Putri, Ayu I N. 2014. Analisis Kelompok Terhadap Wilayah Rawan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Sleman. Skripsi program Sarjana Statistika Universitas Islam Indonesia. Rehat., dan Yudi.2013.Data Mining and Clustering As Well As Other General Ideas and Interests.Journal Clustering K-Means.Mei 2015.Di akses di http://reazisolutions.com Pada tanggal 5 Maret 2015, Pukul 10.00. Soerjono Soekanto.1993, sosiologi suatu penghantar.Jakarta : Yayasan Penerbit UI. Wehrens, Ron dan Buydenss, Lutgarde M.C. 2007. Self and Super-organizing Maps in R : The Kohonen Package . Journal of Statistical Software. October 2007, Volume 21. Issue 5. Diakses di http://www.jstatsoft.org/ pada tanggal pada tanggal 4 April 2016, pukul 09.00.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
183
ANALISIS FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP TERJADINYA HOTSPOT DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR MENGGUNAKAN REGRESI POISSON DAN BINOMIAL NEGATIF Khoiba’drul Eka Massitoh1, Jaka Nugraha2 Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam, Universitas Isl am Indonesia 1 email:
[email protected] 2 email:
[email protected]
1,2
Abstrak Hotspot merupakan indikator kebakaran hutan yang mendeteksi suatu lokasi yang memiliki suhu relatif tinggi dibandingkan suhu disekitarnya Berdasarkan hasil pemantauan satelit Terra-NOAA BMKG pada tanggal 15 Oktober 2015 Provinsi Kalimantan Timur mencatat rekor tertinggi jumlah hotspot yaitu mencapai 537 titik dan pada tahun 2015 hotspot meningkat secara signifikan dari tahun-tahun. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi terjadinya hotspot di Provinsi Kalimantan Timur. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah jumlah hotspot tahun 2014, sedangkan variabel independen yaitu suhu, curah hujan, kelembaban udara, lama penyinaran dan stasiun. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi poisson dan regresi binomial negatif. Sebelum melakukan analisis regresi poisson ada asumsi yang harus dilakukan, yaitu uji multikolinieritas untuk mengetahui hubungan antar variabel independen. Regresi poisson merupakan salah satu regresi nonlinier yang sering digunakan untuk memodelkan variabel respon berupa bilangan cacah. Model regresi poisson mempunyai asumsi equidispersi, yaitu dimana nilai mean dan variansi dari variabel respon bernilai sama. Hasil dari analisis regresi poisson ini adalah variabel suhu, curah hujan, kelembaban udara dan stasiun berpengaruh terhadap terjadinya hotspot, namun pada kenyataannya terjadi pelanggaran asumsi pada regresi poisson yaitu terjadinya overdispersi (nilai variansi lebih besar dari nilai meannya) sehingga model regresi poisson tidak tepat digunakan dalam penelitian ini. Maka langkah yang tepat untuk mengatasi terjadinya overdispersi yaitu dengan menggunakan regresi binomial negatif. Hasil dari analisis regresi binomial negatif ini hanya didapat variabel kelembaban udara dan stasiun yang berpengaruh terhadap terjadinya hotspot di Provinsi Kalimantan Timur.
Kata Kunci: hotspot, multikolinieritas, overdispersi, regresi poisson, binomial negatif. 1. PENDAHULUAN Kebakaran hutan di Indonesia telah menarik perhatian masyarakat nasional dan internasional. Kebakaran hutan di Indonesia telah menjadi salah satu masalah dunia karena dampak kebakaran hutan tidak hanya dialami oleh masyarakat lokal, akan tetapi masyarakat di negara tetangga (Lailan, 2014). Kebakaran hutan menimbulkan kerugian dalam bidang ekonomi, ekologi dan sosial baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Secara langsung kebakaran hutan menyebabkan penurunan kualitas udara sebagai dampak pencemaran udara yang bersalah dari asap (Novita, 2008). Asap tidak
hanya berdampak pada daerah yang terkena kebakaran hutan tetapi akan berdampak daerah-daerah lainnya. Kebakaran hutan yang terjadi dapat dipantau oleh citra satelit berupa titik panas (hotspot). Berdasarkan hasil pemantauan satelit Terra-NOAA BMKG pada tanggal 15 Oktober 2015 Provinsi Kalimantan Timur mencatat rekor tertinggi jumlah hotspot yaitu mencapai 537 titik (Sutrisno, 2015). Meningkatnya jumlah hotspot dipicu oleh suhu udara yang cukup tinggi. Berdasarkan kejadian di atas, maka peneliti bermaksud melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
1184
hotspot di Kalimantan Timur supaya dapat diketahui faktor-faktor berpengaruh dan strategi penanggulangan yang paling tepat. Metode analisis yang digunakan adalah analisis Regresi Poisson. Maka dari itu peneliti tertarik mengambil penelitian dengan temayang berjudul “Analisis Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Titik Panas Di Provinsi Kalimantan Timur Menggunakan Regresi Poisson” Rumusan Masalah a. Bagaimana karakteristik terjadinya hotspot di Provinsi Kalimantan Timur? b. Apa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pencegahan kebakaran hutan di Provinsi Kalimantan Timur?
dan lama penyinaran di Provinsi Kalimantan Timur yang diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Provinsi Kalimantan Timur. Metode Penelitian Metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis regresi poisson dan analisis binomial negatif dengan hasil karakteristik terjadinya hotspot di Provinsi Kalimantan Timur dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi pencegahan kebakaran hutan. Dengan jumlah hotspot (Y) sebagai variabel dependen, sedangkan variabel independen adalah suhu (X1), curah hujan (X2), kelembaban udara (X3), lama penyinaran (X4) dan stasiun (X5). 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Deskriptif
Batasan Masalah Batasan masalah dilakukan agar penelitian yang dilakukan tidak melebar. Penelitian difokuskan hanya pada jumlah hotspot (titik panas) di Provinsi Kalimantan Timur selama tahun 2015 dan faktor-faktor yang digunakan adalah data suhu, curah hujan, kelembaban udara dan lama penyinaran pada tahun 2015. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengetahui karakteristik terjadinya hotspot di Provinsi Kalimantan Timur dan mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi pencegahan kebakaran di Provinsi Kalimantan Timur. 2. METODE PENELITIAN Variabel Penelitian Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah hotspot di Provinsi Kalimantan Timur selama tahun 2015 yang diperoleh dari Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur dan unsur iklim yaitu suhu, curah hujan, kelembaban udara
Gambar 1 Jumlah Hotspot tahun 2015 Dari gambar di atas didapat bahwa jumlah hotspot meningkat pada bulan Juli dan jumlah hotspot tertinggi terjadi pada bulan Oktober, meningkatnya titik hotspot dikarenakan suhu yang tinggi dan curah hujan yang rendah. Musim kemarau pada tahun 2015 merupakan musim kemarau terpanjang, jika berlangsung secara normal maka puncak musim kemarau biasanya akan jatuh pada bulan Juli atau Agustus setiap tahunnya. Puncak musim kemarau pada tahun 2015 mundur waktunya dikarenakan adanya fenomena alam El-Nino, mundurnya puncak musim kemarau berdampak pada waktu datangnya musim hujan.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
185
tersebut merupakan nilai curah hujan tertinggi selama tahun 2015 di Provinsi Kalimantan Timur.
Gambar 2 Suhu tahun 2015 Dipantau dari Stasiun Meteorologi yang ada di Provinsi Kalimantan Timur, suhu pada bulan Februari terpantau rendah dari Stasiun Meteorologi Sepinggan dan Temindung, sedangkan dari Stasiun Meteorologi Kalimarau suhu yang terpantau rendah pada bulan Maret. Pada bulan April Provinsi Kalimantan Timur mulai mengalami musim kemarau yang normalnya dimulai pada bulan Mei. Puncak musim kemarau terjadi pada bulan September untuk wilayah cakupan Stasiun Meteorologi Kalimarau, sedangkan untuk wilayah cakupan Stasiun Meteorologi Sepinggan dan Temindung puncak musim kemarau terjadi pada bulan Oktober.
Gambar 4 Kelembaban Udara Tahun 2015 Rata-rata kelembaban udara di Provinsi Kalimantan Timur terbilang normal karena selama tahun 2015 kelembaban udara yang terjadi berkisar antara 70 % sampai 90 %.
Gambar 5 Lama Penyinaran tahun 2015 Rata-rata lama penyinaran matahari tertinggi terjadi pada bulan Agustus. Pada musim kemarau tahun 2015 lama penyinaran berkisar antara 2 % sampai 7 %. Analisis Regresi Poisson
Gambar 3 Curah Hujan tahun 2015 Pada tahun 2015 di Provinsi Kalimantan Timur, musim kemarau dimulai dari bulan April. Pada musim kemarau intensitas curah hujan rendah seperti yang terjadi pada bulan Agustus sampai Oktober, di beberapa wilayah Provinsi Kalimantan Timur terjadi kekeringan (cuaca ekstrim) dengan rata-rata curah hujan 0 mm. Di wilayah cakupan Stasiun Meteorologi Sepinggan pada bulan Juni terjadi curah hujan sekitar 30 mm, nilai
186
Model analisis yang sering digunakan adalah dengan menggunakan analisis regresi Poisson dengan asumsi variabel dependen mengikuti distribusi poisson, tidak terjadi multikolinieritas, dan asumsi nilai mean sama dengan nilai variansi, jika keadaan tersebut tidak terpenuhi, maka dinamakan overdispersi, sehingga model regresi Poisson tidak dapat digunakan.
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Nilai Sig < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa variabel yang signifikan adalah variabel kelembaban udara (X3) dan stasiun (X5).Kemudian didapat model regresi binomial negatif sebagai berikut: ) Gambar 6 Uji Multikolinieritas Semua nilai VIF < Kriteria, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara variabel independen.
Gambar 7 Uji Overdispersi Regresi Poisson Berdasarkan output diatas, dihasilkan nilai deviance dan pearson chi square adalah 27.082 dan 26.602 yang secara signifikan lebih besar dari 1 (Satu). Hal ini merupakan indikator adanya overdispersi yang menyebabkan model tersebut menjadi kurang baik, karena memiliki tingkat kesalahan tinggi. Salah satu cara untuk mengatasi overdispersi yaitu dengan melakukan Regresi Binomial Negatif. Analisis Regresi Binomial Negatif
Gambar 8 Uji Overall Nilai Sig < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa secara serentak variabel independen (suhu, curah hujan, kelembaban udara, lama penyinaran dan stasiun) berpengaruh terhadap variabel dependen (jumlah hotspot), sehingga model layak digunakan.
Gambar 9 Uji Parsial
Gambar 10 Uji Overdispersi
Dari gambar di atas, diketahui bahwa nilai devians untuk Model Regresi Binomial Negatif yang telah dibagi dengan derajat bebasnya menunjukkan nilai kurang dari 1. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan overdispersi pada Model Regresi Poisson dapat dikoreksi dengan Model Regresi Binomial Negatif. Dengan demikian model persamaan regresi binomial negatif yang didapat model terbaik dan lebih sesuai untuk menggambarkan pola hubungan antara jumlah hotspot dengan kelembaban udara (X3) dan jumlah hotspot dengan stasiun (X5). Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel kelembaban udara dengan jumlah hotspot berbanding lurus, yang artinya semakin tinggi tingkat kelembaban udara di suatu saerah maka semakin banyak juga hotspot yang terdeteksi di daerah tersebut. 4. KESIMPULAN Penyebaran hotspot di Provinsi Kalimantan Timur paling banyak terjadi pada bulan Oktober dan Kabupaten/Kota. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya hotspot berdasarkan hasil analisis regresi poisson adalah suhu, curah hujan, kelembaban udara dan stasiun, namun dalam analisis ini terdapat overdispersi, sehingga langkah alternatif untuk mengatasi kejadian tersebut adalah menggunakan regresi binomial negatif. Hasil dari analisis regresi binomial negatif didapatkan variabel
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
187
kelembaban udara dan stasiun merupakan faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya hotspot di Provinsi Kalimantan Timur. 5. DAFTAR PUSTAKA Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2015. Data suhu, curah hujan, kelembaban udara dan lama penyinaran. BMKG; Balikpapan. Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur. 2015. Data jumlah hotspot. DK Kaltim; Samarinda. Hanifah, Mirzha. 2014. Analisis Hubungan Curah Hujan dengan Distribusi dan Kemunculan Titik Panas (Hotspot) Untuk Deteksi Dini di Provinsi Kalimantan Timur. Fakultas Kehutanan IPB; Bandung. Kismiantini. 2008. Perbandingan Model Regresi Poisson dan Model Regresi Binomial Negatif. FMIPA UNY; Yogyakarta. Syaufina, Lailan dkk. 2014. Perbandingan Sumber Hotspot sebagai Indikator Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut dan Korelasinya dengan Curah Hujan di Desa Sepahat, Kabupaten Bengkalis, Riau (Jurnal Silvikultur Tropika Vol. 5 No. 2 Hal 113-118). Fakultas Kehutanan IPB; Bandung. Yonatan, Daniel. 2006. Studi Sebaran Titik Panas (Hotspot) Sebagai Indikator Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Jambi thaun 2000-2004. Fakultas Kehutanan IPB; Bandung.
188
Yulianingsih, Komang Ayu dkk. 2012. Penerapan Regresi Poisson Untuk Mengetahui Faktor-faktor yang Mempengaruhi Jumlah Siswa SMA/SMK Tidak Lulus UN di Bali. FMIPA Universitas Udayana; Bali
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
MODEL OPTIMASI PENGELOLAAN SAMPAH PERKOTAAN: PENENTUAN LOKASI INSENERATOR MENGGUNAKAN INTEGER PROGRAMMING Prapto Tri Supriyo1), Amril Aman2), Toni Bakhtiar3), Farida Hanum4) 1,2,3,4 FMIPA, Institut Pertanian Bogor 1 email:
[email protected] 2 email:
[email protected] 3 email:
[email protected] 4 email:
[email protected]
Abstrak Pemanfaatan teknologi insenerator modern merupakan salah satu pilihan dalam pengelolaan sampah perkotaan. Teknologi ini mampu mereduksi sampah hingga mencapai 90% dan menyisakan residu 10% berupa abu. Mesin insenerator ini juga dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik. Lokasi mesin insenerator ini idealnya relatif dekat dengan TPS-TPS (Tempat Penampungan Sampah Sementara) agar efisien dalam pengangkutan sampah dan residunya. Penelitian ini bertujuan untuk membangun model optimasi pengelolaan sampah perkotaan berdasarkan integer programming yang berguna untuk menentukan lokasi-lokasi optimum bagi pembangunan insenerator dan juga sebagai dasar untuk menentukan rute armada pengangkutan sampah, sehingga biaya operasional pengelolaan sampah ini minimum. Model dibangun dengan memperhatikan lokasi TPS-TPS beserta volume sampahnya, lokasi TPA-TPA (Tempat Pembuangan Akhir), serta lokasi-lokasi yang potensial untuk pembangunan insenerator. Implementasi model menggunakan sampel 40 TPS yang tersebar merata di wilayah kota Jakarta dengan empat pilihan lokasi insenerator menunjukkan bahwa sejalan dengan bertambahnya insenerator maka volume sampah dan volume pekerjaan pengangkutan sampah mengalami penurunan secara signifikan. Penurunan volume pekerjaan ini menunjukkan adanya penurunan biaya operasional pengangkutan sampah. Kata Kunci: integer programming, TPS, TPA, insenerator
1. PENDAHULUAN Pada tahun 2015 jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 255,5 juta jiwa (Julaikah N. 2013). Padahal pada tahun 2010, data sensus BPS menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia tercatat sebanyak 237.641.326 jiwa (BPS 2010). Hal ini memperlihatkan demikian sangat tingginya laju pertumbuhan penduduk Indonesia. Meningkatnya jumlah penduduk ini tentu akan menyebabkan sampah yang dihasilkan juga meningkat. Diperkirakan pada tahun 2025, produksi sampah di Indonesia mencapai 130.000 ton/hari (Kemen LH 2014). Karenanya diperlukan pengelolaan sampah yang tepat agar dampak negatif timbulan sampah yang dihasilkan dapat direduksi.
Pengelolaan sampah di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah no.81 tahun 2012. Dalam peraturan tersebut, pengelolaan sampah di Indonesia meliputi kegiatan pengurangan dan penanganan sampah. Kegiatan penanganan sampah terdiri dari kegiatan pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah. Kegiatan pengangkutan sampah dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota yakni sampah yang sudah dikumpulkan di tempat penampungan sampah sementara (TPS) akan diangkut menuju tempat pemrosesan akhir (TPA) atau tempat pengolahan sampah terpadu (TPST). Pemerintah kabupaten/kota juga dapat menyediakan stasiun peralihan antara (SPA) untuk pengangkutan sampah lintas
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
1189
kabupaten/kota dan pengolahan bersama (Kemensetneg 2012).
sampah
Penanganan sampah di Indonesia masih belum berjalan maksimal karena pada umumnya sampah hanya ditangani dengan sistem kumpul-angkut-buang. Seringkali sampah yang sudah dikumpulkan di TPS diangkut langsung menuju TPA setempat tanpa diolah terlebih dahulu. Hal ini menyebabkan sampah menumpuk di TPA dan menimbulkan masalah lain seperti masalah pencemaran lingkungan. Sampah yang menumpuk di TPA juga menyebabkan masa pakai TPA tersebut rendah karena sampah yang dibuang sudah melebihi kapasitas TPA. Salah satu upaya pengelolaan sampah perkotaan adalah menerapkan konsep zero waste. Zero waste adalah suatu prinsip pengelolaan sampah yang menitikberatkan pada usaha peniadaan jumlah sampah yang dibuang ke TPA. Prinsip zero waste timbul karena semakin langkanya lahan untuk tempat penampungan sampah dan biaya pengelolaan sampah yang semakin tinggi tiap harinya. Oleh karena itu, tercetuslah sebuah gagasan untuk membuat jumlah timbulan sampah yang dihasilkan menjadi nihil (Rizka S. ---.). Salah satu teknologi untuk mengurangi timbulan sampah adalah mengolah sampah menggunakan mesin insinerator sehingga sampah yang dibuang ke TPA hanya berupa abu sisa hasil pembakaran. Insenerator akan mengolah sampah dengan menggunakan teknologi ramah lingkungan yang akan mengolah sampah anorganik dan pengomposan untuk sampah organik. Teknologi insinerator dilakukan dengan tungku pembakaran sampah yang kemudian akan dihasilkan listrik dan panas (Rahmaputro 2012). Teknologi insenerator modern dapat menghancurkan semua jenis sampah dan hanya menyisakan 10% residu. Residu sisa hasil pembakaran sampah yang berupa abu selanjutnya akan dibuang ke TPA setempat. Jakarta merupakan salah satu kota
190
yang sedang merencanakan pemanfaatan insenerator semacam ini (Dinsih 2014). Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga telah mengkaji dan menawarkan teknologi insenerator modern ke Pemerintah Kota Bandung (Tempo 2014). Sementara itu, Kementerian ESDM telah menghibahkan mesin insenerator ramah lingkungan berkapasitas 100 ton perhari kepada Pemerintah Kabupaten Bekasi yang dapat menghasilkan listrik 1 MW. Mesin insenerator ini diharapkan dapat beroperasi pada akhir tahun 2016 (Tempo 2016). Mesin insenerator pembakar sampah dan penghasil listrik ini sebaiknya ditempatkan di TPST. TPST dengan fasilitas mesin insenerator (sebut saja TPSTI) idealnya sedekat mungkin dengan sumber sampah. Sehingga, untuk setiap kota bisa jadi memerlukan beberapa TPSTI yang tersebar mendekati sumber sampah. Banyaknya TPSTI yang dibutuhkan sangat bergantung dengan volume sampah yang harus dikelola. Lokasi keberadaan TPSTI ini tentu sangat berpengaruh pada biaya operasional pengangkutan sampah dari TPS-TPS ke TPSTI dan pengangkutan residu dari TPSTITPSTI ke TPA. Karenanya, upaya menentukan lokasi TPSTI menjadi sangat penting guna meminimumkan biaya pengadaan dan juga biaya operasionalnya serta meminimumkan biaya pengangkutan sampah dan residu yang terkait. Dengan demikian jelas bahwa penentuan lokasi TPSTI-TPSTI ini berkaitan erat dengan skenario pemilihan rute pengangkutan sampah dari TPS-TPS ke TPSTI dan pengangkutan residu dari TPSTI-TPSTI ke TPA. Tujuan penelitian ini adalah membangun model optimasi pengelolaan sampah perkotaan untuk menentukan lokasi-lokasi optimum bagi pembangunan TPSTI. Model dibangun dengan memperhatikan lokasi TPSTPS beserta volume sampahnya, lokasi TPA-
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
TPA, serta lokasi-lokasi yang potensial untuk TPSTI. Model digunakan sebagai pembantu dalam mengambil keputusan untuk menentukan lokasi-lokasi dibangunnya TPSTI dan juga sebagai dasar untuk menentukan rute armada pengangkut sampah, sehingga biaya operasional pengelolaan sampah ini minimum. 2. KAJIAN LITERATUR Winston (2004) menyatakan bahwa operations research (OR) atau sering juga disebut sebagai management science (MS) merupakan pendekatan ilmiah untuk pengambilan keputusan yang bertujuan untuk mendapatkan rancangan atau solusi terbaik dalam pengoperasian suatu sistem yang biasanya berkaitan dengan pengalokasian sumberdaya-sumberdaya yang terbatas. Lebih lanjut dipaparkan pula berbagai model dan tools untuk menyelesaikan masalahmasalah optimasi, satu diantaranya terkait dengan masalah penentuan lokasi menggunakan integer programming yang disertai dengan pembahasan software komersial berbasis optimasi yang digunakan untuk membantu menyelesaikan masalahnya. Sementara itu, secara khusus Eiselt (2006) melakukan investigasi pola-pola pengalokasian fasilitas-fasilitas yang terkait dengan pengelolaan sampah perkotaan serta mengajukan suatu model berdasar mixedinteger programming untuk optimasi penentuan lokasi-lokasi penimbunan sampah dan stasiun-stasiun perantara untuk pengelolaan sampah di provinsi Alberta, Canada dengan fungsi objektif meminimumkan total jarak TPS-TPS ke TPATPA. Nufus (2015) melakukan modifikasi terhadap model yang dikemukakan Eiselt (2006). Modifikasi dilakukan khususnya pada fungsi objektif dengan merepresentasikan sebagai fungsi untuk meminimumkan biaya operasional. Paparan Winston (2004) dan hasil penelitian Eiselt (2006) dapat dijadikan dasar
bagi pengembangan model untuk menentukan lokasi-lokasi yang optimum bagi pembangunan TPSTI berkapasitas tertentu. Dua model yang secara terpisah dipaparkan oleh Winston dan Eiselt ini dibangun berdasarkan integer programming. Salah satu keuntungan karakter model integer programming adalah relatif fleksibel untuk dimodifikasi dan diadaptasikan. Modifikasi ini dilakukan terhadap fungsi objektif dan kendala-kendala yang terkait sesuai kebutuhan dengan memperhatikan parameterparameter yang tersedia. Karenanya kedua model ini dapat dimodifikasi sesuai dengan kondisi masalah pengelolaan sampah perkotaan di Indonesia. 3. METODE PENELITIAN Secara umum, penelitian diawali dengan mendiskripsikan masalah secara informal, kemudian membangun model optimasi beserta analisis matematiknya, dan yang terakhir melakukan implementasi model menggunakan bantuan software berbasis optimasi sebagai bagian dari uji model. Dengan tidak menghilangkan sifat keumuman, deskripsi masalah dibangkitkan dari lingkup spasial yang akan dikaji sebagai model, yakni suatu kota yang mempunyai karakter mirip kota metropolitan. Namun demikian model optimasi yang dibangun tetap bersifat umum sehingga dapat diimplementasikan untuk kota manapun dengan menyesuaikan parameter-parameter yang terlibat. Lingkup substansi meliputi kajian dan pembangunan model optimasi penentuan lokasi TPSTI berdasar integer programming dengan fungsi objektif meminimumkan volume pekerjaan pengangkutan sampah/ residu dari TPS-TPS ke TPSTI-TPSTI dan dari TPS-TPS atau TPSTI-TPSTI ke TPATPA. Volume pekerjaan ini menyatakan jumlah perkalian volume sampah terhadap jarak angkut. Output model berupa lokasi-
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
191
lokasi TPSTI terpilih yang direkomendasikan untuk dibangun serta pengelompokkan TPSTPS yang sampahnya harus dibuang ke suatu TPSTI/TPA tertentu sebagai dasar untuk menentukan skenario pendistribusian sampah yang meminimumkan biaya pengangkutannya. Model optimasi ini melibatkan lokasilokasi yang potensial dibangunnya TPSTI beserta kapasitas pengolahannya, lokasi TPSTPS beserta volume sampah perharinya serta jarak TPS-TPS ke lokasi-lokasi potensial TPSTI dan TPA-TPA, dan jarak TPSTITPSTI ke TPA-TPA. Model integer programming sengaja dipilih mengingat bahwa dalam kasus-kasus yang analog dengan penentuan lokasi, model ini akan menghasilkan nilai optimum dalam waktu eksekusi yang relatif cepat. Selain dari pada itu, model integer programming relatif fleksibel untuk dimodifikasi dan diadaptasi sesuai dengan kebutuhan. Selanjutnya model dianalisis secara matematik dan diimplementasikan untuk kota Jakarta dengan bantuan software optimasi LINGO 11.0. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Model yang dibangun diharapkan dapat dijadikan dasar untuk penentuan rute yang efisien bagi pendistribusian sampah dari TPSTPS ke TPSTI-TPSTI atau TPA-TPA dan juga pendistribusian residu dari TPSTI-TPSTI ke TPA-TPA. Untuk itu dilakukan modifikasi terhadap model yang dikemukakan Eiselt (2006) maupun Nufus (2015). Modifikasi dilakukan terhadap variabel keputusan dan juga fungsi objektif. Modifikasi terhadap variabel keputusan dilakukan dengan memecah variabel keputusan sehingga lebih rasional untuk penentuan skenario pendistribusian residu dari TPSTI-TPSTI ke TPA-TPA. Akibatnya beberapa kendala yang terkait dengan variabel ini harus disesuaikan.
192
Sedangkan fungsi objektif model dimodifikasi menjadi meminimumkan total volume pekerjaan agar menjadi lebih fleksibel.
Formulasi Masalah Pandang suatu kota dengan TPS-TPS yang menyebar di wilayahnya beserta TPATPA yang tersedia. Diketahui pula lokasilokasi yang potensial untuk dibangun TPSTI beserta kapasitas pengolahannya, lokasi TPSTPS beserta volume sampah perharinya serta jarak TPS-TPS ke lokasi-lokasi potensial TPSTI dan TPA-TPA, dan jarak TPSTITPSTI ke TPA-TPA.
Indeks indeks untuk menyatakan lokasi TPS, indeks untuk potensial TPSTI,
menyatakan
lokasi
indeks untuk menyatakan lokasi TPA.
Parameter = volume sampah yang ditampung di TPS (ton/hari), = jarak TPS dengan TPA
(km),
= jarak TPS dengan TPSTI (km), = jarak TPSTI dengan TPA
(km),
= residu sampah yang dihasilkan TPSTI, = kapasitas TPSTI (ton/hari), = kapasitas TPA
(ton/hari),
= banyaknya TPSTI yang akan dibangun = bobot jika sampah dari TPS i langsung diangkut menuju TPA k,
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
= bobot jika sampah dari TPS i diangkut menuju TPSTI j, = bobot jika residu dari TPSTI j diangkut menuju TPA k.
Fungsi Objektif Fungsi objektif model adalah meminimumkan total volume pekerjaan pengangkutan sampah/residu (dalam satuan ton km) dengan pembobotan dari TPS-TPS ke TPA-TPA, dari TPS-TPS ke TPSTI-TPSTI dan dari TPSTI-TPSTI ke TPA-TPA, yakni:
Variabel Keputusan ∑∑
bernilai 1 jika sampah dari TPS i langsung diangkut menuju TPA k dan bernilai 0 jika selainnya, bernilai 1 jika sampah dari TPS i diangkut menuju ke TPSTI j sebelum ke TPA dan bernilai 0 jika selainnya, bernilai 1 jika dibangun TPSTI di lokasi j dan bernilai 0 jika selainnya.
Variabel penjelas = volume sampah yang dibuang langsung dari TPS ke TPA (ton/hari) dengan , = volume sampah yang diangkut dari TPS ke TPSTI (ton/hari) dengan = total volume sampah yang diangkut dari TPS-TPS ke TPSTI (ton/hari) dengan ∑
∑∑
Bobot ini menunjukkan prioritas kemana sampah/residu tersebut akan dibuang. Semakin rendah bobotnya menunjukkan semakin tinggi prioritasnya. Sebagai contoh, untuk mereduksi volume sampah yang dibuang dari TPS-TPS ke TPA-TPA, maka bobot dibuat relatif kecil dibanding bobot . Sedangkan volume pekerjaan menyatakan jumlah perkalian volume sampah terhadap jarak angkut dari TPS ke TPSTI/TPA atau dari TPSTI ke TPA.
Kendala 1. Batasan banyaknya TPSTI yang akan dibangun, ∑
= volume residu yang diangkut dari TPSTI j ke TPA k (ton/hari),
= total volume sampah yang dibuang langsung dari TPS-TPS ke TPA ∑ (ton/hari) dengan ,
= total volume sampah dan residu yang dibuang ke TPA (ton/hari) dengan ∑ .
∑∑
2. Sampah yang berasal dari tiap TPS dibuang langsung ke TPA atau melalui TPSTI terlebih dahulu, ∑
∑
3. Sampah dari tiap TPS dapat dibuang ke TPSTI jika TPSTI terkait dibangun, dengan bilangan positif relatif besar. 4. Batasan volume sampah yang masuk ke TPSTI , ∑
5. Total volume residu pada TPSTI j, Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
193
∑
∑
6. Batasan volume sampah yang masuk ke TPA , ∑
7. Kendala biner
∑
Implementasi Model Model diimplementasikan menggunakan sampel 40 TPS yang menyebar di wilayah kota Jakarta yang diharapkan dapat mewakili lokasi-lokasi populasi seluruhnya. 40 TPS tersebut adalah 8 TPS dari wilayah Jakarta Barat, 8 TPS dari wilayah Jakarta Pusat, 9 TPS dari wilayah Jakarta Selatan, 9 TPS dari wilayah Jakarta Timur, dan 6 TPS dari wilayah Jakarta Utara. Total volume sampah dari 40 TPS tersebut adalah 1.012,790 ton, yakni sekitar 1/6 dari total volume sampah kota Jakarta perharinya. Lokasi TPA yang digunakan pada model hanya satu lokasi yaitu TPA Bantar Gebang, Bekasi. Ada empat tempat lokasi potensial dibangunnya TPSTI yaitu di wilayah Sunter, Marunda dan Cakung (Jakarta Utara) serta Duri Kosambi (Jakarta Barat). Masing-masing TPSTI diasumsikan dapat mengolah sampah maksimum 250 ton perhari (1/6 dari kapasitas yang direncanakan, yakni 1500 ton perhari) dengan menyisakan residu berupa abu 10% dari total sampah yang diolah. Asumsi ini diambil secara proporsional terhadap total volume sampah dari 40 sampel TPS yang digunakan sebagai input. Menggunakan bantuan software LINGO 11.0, diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Jika ditentukan tidak ada TPSTI yang dibangun, diperoleh total volume sampah yang dibuang ke TPA sebanyak 1.012,790 ton dengan volume pekerjaan sebesar 32.470,320 ton km. 2. Jika ditentukan hanya ada satu TPSTI yang dibangun, terpilih TPSTI Duri Kosambi dengan total volume sampah
194
yang dibuang ke TPA sebanyak 787,943 ton (tereduksi 22,20%) dan volume pekerjaan sebesar 26.229,55 ton km (tereduksi 19,22%). Perinciannya sebagai berikut: 249.83 ton sampah dari 10 TPS dibuang ke TPSTI, dan sisanya 762,96 ton dari 30 TPS ditambah 24,983 ton residu dari TPSTI dibuang ke TPA. 3. Jika ditentukan hanya ada dua TPSTI yang dibangun, terpilih TPSTI Duri Kosambi dan Sunter dengan total volume sampah yang dibuang ke TPA sebanyak 562,799 ton (tereduksi 44,43%) dan volume pekerjaan sebesar 21301,76 ton km (tereduksi 34,40%). Perinciannya sebagai berikut: 250 ton sampah dari 11 TPS dibuang ke TPSTI Duri Kosambi, 249,99 ton dari 10 TPS dibuang ke TPSTI Sunter, dan sisanya 512,8 ton dari 19 TPS ditambah 49,999 ton residu dari dua TPSTI dibuang ke TPA. 4. Jika ditentukan hanya ada tiga TPSTI yang dibangun, terpilih TPSTI Duri Kosambi, Sunter dan Cakung dengan total volume sampah yang dibuang ke TPA sebanyak 338,06 ton (tereduksi 66,62%) dan volume pekerjaan sebesar 20.904,78 ton km (tereduksi 35,62%). Perinciannya sebagai berikut: 249,78 ton sampah dari 12 TPS dibuang ke TPSTI Duri Kosambi, 250 ton dari 11 TPS dibuang ke TPSTI Sunter, 249,92 ton dari 9 TPS dibuang ke TPSTI Cakung, dan sisanya 263,09 ton dari 8 TPS ditambah 74,97 ton residu dari tiga TPSTI dibuang ke TPA. 5. Jika ditentukan keempat TPSTI harus dibangun, maka diperoleh total volume sampah yang dibuang ke TPA sebanyak 117,182 ton (tereduksi 88,43%) dan volume pekerjaan sebesar 20.114,43 ton km (tereduksi 38,05%). Perinciannya sebagai berikut: 249,61 ton sampah dari 10 TPS dibuang ke TPSTI Duri Kosambi, 249,35 ton dari 6 TPS dibuang ke TPSTI Sunter, 246,61 ton dari 11 TPS dibuang ke TPSTI Cakung, 249,55 ton dari 12 TPS dibuang ke TPSTI Marunda, dan sisanya 17,67 ton dari 1 TPS ditambah 99,512 ton residu dari empat TPSTI dibuang ke TPA.
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Hasil di atas memperlihatkan bahwa sejalan dengan bertambahnya TPSTI ternyata volume sampah dan volume pekerjaan mengalami penurunan secara signifikan. Penurunan volume pekerjaan ini dapat diartikan sebagai penurunan biaya operasional pengangkutan sampah. Selain dari pada itu, keluaran model juga memberikan adanya pengelompokkan TPS-TPS yang sampahnya harus dibuang ke suatu TPSTI atau TPA tertentu. Pengelompokkan TPS-TPS ini dapat dijadikan dasar untuk menentukan rute armada pengangkutan sampah yang efisien. Dalam penelitian lanjutan, model direncanakan akan diimplementasikan di kota Jakarta dengan input seluruh populasi TPS untuk menentukan lokasi yang optimum bagi pembangunan TPSTI-TPSTI yang selanjutnya dijadikan dasar untuk menentukan skenario penentuan rute yang paling efisien untuk pengangkutan sampah dan residunya. 5. KESIMPULAN Penentuan lokasi TPSTI-TPSTI yang optimum dapat dimodelkan sebagai masalah integer programming. Model dibangun dengan memperhatikan lokasi TPS-TPS beserta volume sampahnya, lokasi TPA-TPA, serta lokasi-lokasi yang potensial untuk pembangunan TPSTI. Output model berupa lokasi-lokasi TPSTI terpilih yang direkomendasikan untuk dibangun serta pengelompokkan TPS-TPS yang sampahnya harus dibuang ke suatu TPSTI/TPA tertentu yang dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan skenario pendistribusian sampah yang meminimumkan biaya pengangkutannya. Implementasi model menggunakan sampel 40 TPS yang menyebar merata di wilayah kota Jakarta dengan empat pilihan lokasi insenerator memperlihatkan bahwa sejalan dengan bertambahnya TPSTI, volume sampah dan volume pekerjaan mengalami penurunan secara signifikan. Hal ini menunjukkan adanya penurunan biaya operasional pengangkutan sampah yang signifikan pula. 6. PENGHARGAAN Kami mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Riset dan Pengembangan,
Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi RI atas dukungannya melalui Program Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi Tahun Anggaran 2016 sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan. 7. REFERENSI [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Sensus penduduk Indonesia 2010. Jakarta (ID): BPS. [Dinsih] Dinas Kebersihan DKI Jakarta. 2014. Paparan Pola Penanganan Sampah. Jakarta (ID): Dinas Kebersihan DKI Jakarta. Eiselt H.A. 2006. Locating landfills and transfer station in Alberta. INFOR. 44(4): 285-298. Julaikah N. 2013. Jumlah penduduk RI diprediksi tembus 255,5 juta jiwa pada 2015 [internet]. [diunduh 2015 April 24]. Tersedia pada: http://www.merdeka.com/uang/ jumlahpenduduk-ri-diprediksi-tembus-255-jutajiwa-pada-2015.html. [Kemen LH] Kementerian Lingkungan Hidup. 2014. Hari peduli sampah 2014 Indonesia bersih 2020 [internet]. [diunduh 2015 April 24]. Tersedia pada: http://www.menlh.go.id/hari-pedulisampah-2014-indonesia-bersih-2020/ [Kemensetneg] Kementerian Sekretariat Negara. 2012. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Jakarta (ID): Kemensetneg. Nufus Z. 2015. Lokasi Optimal Intermediate Treatment Facilities dan Implementasinya di DKI Jakarta [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
195
Rahmaputro S. 2012. Mengolah sampah menjadi energi [internet]. [diunduh 2015 April 23]. Tersedia pada: http://www.hijauku.com/2012/09/12/men golah-sampah-menjadi-energi/. Rizka S. ---. Kendala Penerapan Prinsip Zero Waste untuk Pengelolaan Sampah daerah Perkotaan [internet]. [diunduh 2015 April 24]. Tersedia pada:
https://metro.tempo.co/read/news/2016/0 2/22/083746923/akhir-tahun-bekasi-olahsampah-jadi-listrik. Winston WL. 2004. Operations Research: Applications and Algorithms. New York (US):Duxbury
http://www.scribd.com/doc/206974920/K endala-Penerapan-Prinsip-Zero-WasteuntukPengelolaan-Sampah-DaerahPerkotaan#scribd. Tempo 2014. Gubernur Tawarkan Incenerator untuk Olah Sampah [internet]. [diunduh 2015 April 24]. Tersedia pada: http://www.tempo.co/read/news/2014/04/ 08/058568947/Gubernur-TawarkanIncinerator-untuk-Olah-Sampah. Tempo 2016. Akhir Tahun Bekasi Olah Sampah Jadi Listrik [internet]. [diunduh 2016 Februari 22]. Tersedia pada:
196
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
SOLUSI PERSAMAAN DIFERENSIAL PADA PERTUMBUHAN EKONOMI MODEL SOLOW 1,2
Alit Kartiwa1), Sukono2) Departemen Matematika, FMIPA, Universitas Padjadjaran email:
[email protected];
[email protected]
Abstrak Pertumbuhan ekonomi model Solow secara matematis adalah berupa persamaan diferensial. Paper ini membahas persoalan tentang solusi persamaan diferensial pada pertumbuhan ekonomi model Solow. Model Solow yang dibahas di sini diasumsikan bahwa tingkat pertumbuhan populasi adalah konstan sepanjang waktu. Sehingga, untuk mencari solusi persamaan diferensial dari pertumbuhan ekonomi model Solow ini, perlu dikaji beberapa bentuk persamaan diferensial biasa. Berdasarkan kajian, menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi model Solow, merupakan bentuk persamaan diferensial linier tingkat satu, yang berupa persamaan diferensial Bernoulli. Sebagai ilustrasi dari pertumbuhan ekonomi model Solow di sini dibahas model produksi Cobb-Douglas. Berdasarkan pembahasan menggambarkan bahwa persamaan diferensial linier tingkat satu dapat diterapkan untuk mencari solusi pertumbuhan ekonomi model Solow. Kata Kunci: model Solow, persamaan diferensial Bernoulli, Cobb-Douglas.
1. PENDAHULUAN Dalam analisis sistem ekonomi dikenal suatu model neoklasik (the neo-clasical model) yang dikenal sebagai model Solow-Swan. Menurut Filho et al. (2005), model SolowSwan pertama kali dikembangkan oleh Robert Solow dan Trevor Swan pada tahun 1950, dan secara matematis analisis merupakan model pertumbuhan pertama yang dikenal sebagai model pertumbuhan jangka panjang (long-run growth model). Dalam model pertumbuhan Solow diasumsikan bahwa negara-negara yang menggunakan sumberdaya secara efisien, dan terdapat pendapatan yang selalu berkurang (dimising retuns) relatif terhadap peningkatan modal dan tenaga kerja (Parra et al., 2015). Berdasarkan asumsi tersebut, terdapat esensi penting. Pertama, peningkatan modal per tenaga kerja menciptakan pertumbuhan ekonomi, selama masyarakat dapat terus berkontribusi modal produktif. Kedua, negaranegara terbelakang yang memiliki modal per kapita rendah, akan tumbuh lebih cepat karena setiap investasi, akan menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan negaranegara yang memiliki modal lebih besar.
Ketiga , disebabkan adanya dimising returns terhadap modal, tingkat ekonomi akan mencapai suatu keadaan di mana penambahan modal baru tidak akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi. Kondisi seperti ini disebut sebagai keadaan tunak (steady state) (Filho et al., 2005).
Ditinjau secara matematis, model pertumbuhan Solow adalah merupakan bentuk persamaan diferensial (Parra et al., 2015). Menurut Asfiji et al. (2012), menyatakan bahwa pertumbuhan populasi model Solow berupa persamaan diferensial linier tingkat satu. Merujuk Busse & Koniger (2011), menuliskan pertumbuhan ekonomi model Solow dalam bentuk persamaan linier tingkat satu. Minoiu & Reddy (2009) melakukan analisis pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan persamaan diferensial linier tingkat satu. Berdasarkan uraian pendahuluan dan studi empiris tersebut di atas, dalam paper ini dikaji tentang penentuan solusi persamaan diferensial pada pertumbuhan ekonomi model Solow. Kajian ini cukup menarik dilakukan, untuk menunjukkan bahwa persamaan diferensial
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
1205
dapat diterapkan dalam analisis ekonomi, khususnya pertumbuhan ekonomi model Solow. Dalam kajian ini pembahasan meliputi: kajian tentang persamaan diferensial linier tingkat satu, persamaan diferensial Bernoulli, pertumbuhan ekonomi model Solow, dan penerapan model Solow pada fungsi produksi Cobb-Douglas.
y e P ( x)dx Q( x)e P ( x)dxdx k .
(2.2)
Adapun prosedur untuk mencari solusi persamaan (2.1) adalah sebagai berikut: Langkah 1.
Dihitung faktor pengintegralan Langkah 2.
2. PERSAMAAN DIFERENSIAL (PD) Persamaan diferensial (differential equation) adalah persamaan yang melibatkan variabel-variabel tak bebas dan derivatifderivatifnya terhadap variabel-variabel bebas. Terdapat beberapa bentuk persamaan diferensial, namun dalam bagian ini hanya dibahas tentang persamaan diferensial linier tingkat satu.
Ruas kanan persamaan yang diberikan dikalikan dengan factor tersebut, dan ruas kiri ditulis sebagai derivastif dari y kali faktor pengintegralan. Langkah 3.
Diintegralkan dan diselesaikan persamaan untuk y .
2.1 PD Linier Tingkat Satu 2.2 PD Bernoulli Menurut definisi, suatu persamaan diferensial tingkat satu disebut linier dalam y jika tidak memuat hasil kali, pangkat atau kombinasi nonlinier lainnya dari y atau y' . Bentuk umum persamaan diferensial linier tingkat satu adalah:
dy P ( x) y Q ( x) . dx Jika
P ( x) 0 ,
maka
(2.1) persamaan
dapat
diselesaikan dengan integrasi langsung, dan jika Q( x) 0 , maka persamaan adalah terpisahkan (Batiha, 2011; Camporesi, 2011). Jika ruas kiri dan kanan persamaan (2.1) dikalikan dengan exp P ( x)dx , maka diperoleh persamaan:
d ye P ( x) dx Q ( x)e P ( x) dx , dx
dan mempunyai solusi:
Bentuk dari persamaan diferensial Bernoulli adalah sebagai berikut: dy (2.3) P ( x) y Q ( x) y n . dx Jika n 0 atau n 1 , maka (2.3) merupakan persamaan diferensial linier. Sedangkan jika nilai lainnya, maka (2.3) merupakan persamaan diferensial nonlinier (Batiha, 2011; Camporesi, 2011). Adapun langkah-langkah untuk mencari solusi PD Bernoulli adalah sebagai berikut: Langkah 1. Definisikan variabel baru z y1n dengan z' (1 n ) y n .
Langkah 2. Ruas kiri dan kanan persamaan (2.3) dikalikan
dengan (1 n) y n , sehingga menjadi:
(1 n) y n y'(1 n) P ( x) y1n (1 n)Q( x) .
Selanjutnya, dengan menggunakan persamaan di langkah 1, diperoleh persamaan: z'(1 n) P ( x) z (1 n)Q( x) . (2.4) Langkah 3.
206
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Berdasarkan (2.3), diperoleh solusi untuk (2.4), yaitu:
z e (1n) P ( x)dx (1 n)Q ( x)e (1n) P ( x)dxdx k
Langkah 4.
Solusi umum dari persamaan (2.3) dapat ditentukan
dengan
mensubstitusikan
y1n
untuk z . Jika n 0 , maka persamaan (2.3) juga mempunyai solusi y 0 .
3. SOLUSI PD MODEL PERTUMBUH-AN SOLOW Dalam bagian ini dibahas tentang model pertumbuhan Solow, dan ilustrasi penentuan solusi persamaan diferensial model Solow.
dL L , dt
(3.3)
di mana 0 adalah tingkat pertumbuhan per kapita. Ini adalah persamaan order pertama untuk L , yang dapat diselesaikan untuk mendapatkan L L0 e t
Jika persamaan (3.1), (3.2), dan (3.3) dikombinasikan ke dalam satu persamaan, agar memudahkan dalam analisis. Cara pertama adalah mensubtitusikan (3.1) ke dalam (3.3) diperoleh persamaan: dK sf ( K , L) dt
(3.4)
Karena L(t ) suatu fungsi yang diketahui, yang tidak diketahui hanya fungsi K (t ) . Jadi ini
3.1 Model Pertumbuhan Solow Merujuk Parra et al. (2015), misalkan diperhatikan model pertumbuhan Solow dari ekonomi makro. Misalkan K capital, L tenaga kerja, dan Q luaran (output) produksi dari
adalah persamaan diferensial order pertama untuk K (t ) . Hal ini, adalah nonautonomous. L L0 e t ,
sehingga ruas kanan secara
suatu ekonomi. Asumsikan bahwa pertumbuhan ini adalah merupakan permasalahan dinamis, sehingga K (t ) , L(t ) ,
eksplisit bergantung pada t . Masih bisa dicoba untuk menganalisis persamaan ini, tetapi akan lebih baik jika bisa menemukan persamaan diferensial order pertama autonomous. Ternyata dapat diperoleh persamaan
dan Q (t ) merupakan fungsi waktu. Biasanya
autonomous untuk rasio
dalam ekonomi diasumsikan bahwa Q adalah sebagai fungsi dari K dan L , yaitu:
Q f ( K , L) ; f (bK, bL) bf ( K , L) .
Pertama, karena
bukannya K .
f
adalah constant
return to scale, maka dapat ditulis sebagai:
(3.1)
Misalkan bahwa proporsi konstanta dari Q adalah diinvestasikan dalam capital. Berarti tingkat perubahan dari K adalah proporsional terhadap Q , atau dapat dinyatakan sebagai: dK sQ , dt
K L
(3.2)
di mana adalah konstanta s0 proporsionalitas. Juga dimisalkan bahwa laju pertumbuhan tenaga kerja berdasarkan pada persamaan:
f ( K , L) f ( L
K K , L) Lf ( ,1) . L L
(3.5)
Jika dibagi oleh L , persamaan (3.5) menjadi: K 1 dK sf ( ,1) . L L dL
Selanjutnya,
perhatikan
(3.6) turunan
dari
K L
diberikan oleh aturan hasilbagi, dan gunakan persamaan (3.4): d K 1 dK K dL 1 dK K . (3.8) 2 dt L L dt L dt L dt L
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
207
Jika ruas kiri dan kanan persamaan (3.8) dikurangi oleh
K L
, sehingga diperoleh:
K K d K sf ( ,1) . L L dt L
Oleh
karena
itu, K L
diketahui fungsi
persamaan
(3.9) yang
tidak
. Misalkan didefinisikan Gambar 3.1: Grafik dari ruas kanan (3.15)
bahwa: k
dan
K , L
(3.10)
Pada kondisi equilibrium:
g (k) f (k,1) .
dk sk 1/ 3 k 0 , dt
(3.11)
Sehingga persamaan (3.9) menjadi: dk sg (k ) k . dt
(3.12)
Ini adalah model pertumbuhan Solow, yang merupakan model-model di bawah asumsi rasio kapital terhadap tenaga kerja.
Terjadi apabila nilai k 0 atau k (s / ) 3 / 2 .
Mengubah atau s akan mengubah skala (dan nilai numerik dari equilibrium tak nol), namun grafik dk / dt terhadap k akan selalu memiliki bentuk kualitatif seperti grafik yang ditunjukkan Gambar 3.1. Perhatikan bahwa jika k 0 adalah kecil,
3.2 Solusi PD Fungsi Produksi CobbDouglas Sebagai ilustrasi bentuk pertumbuhan ekonomi model Solow, di sini dibahas tentang fungsi produksi Cobb-Douglas sebagai berikut: f ( K , L) K
1/ 3 2 / 3
L
,
(3.13)
di mana K kapital (capital) dan L tenaga kerja (Labor ). Merujuk persamaan (3.12), persamaan (3.13) dapat dinyatakan sebagai: g (k ) f (k,1) k
1/ 3
,
(3.14)
dan persamaan diferensial untuk k adalah: dk sk 1/ 3 k . dt
0,
sehingga
k
akan
meningkat;
kesetimbangan k 0 tidak stabil. Grafik k (t )
akan memiliki titik belok ketika k mencapai
( s ) 3 / 2 (di mana sisi kanan (3.15) mencapai maksimum). k akan konvergen asimtotik untuk kesetimbangan tak nol. Kesetimbangan k ( s ) 3 / 2 adalah stabil asimtotik: solusi yang dimulai di dekat kesetimbangan akan konvergen untuk kesetimbangan untuk t . Bahkan, semua k(0) 0 akan konvergen solusi dengan asimtotik untuk kesetimbangan ini.
(3.15)
Grafik persamaan (3.15) diberikan seperti pada Gambar 3.1.
208
dk dt
Apa artinya ini dalam hal K modal dan L tenaga kerja? Dengan k(t ) K (t ) / L(t ) , dan L(t ) L0 e t ,
jika
k (t ) konvergen
ke
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
kesetimbangan k1 stabil asimtotik, maka K (t ) haruslah asimtotik seperti k1 L(t ) . Ini berarti bahwa, dalam jangka panjang, K (t ) harus tumbuh secara eksponensial, dengan eksponen sama dengan L(t ) . Model ini memprediksi bahwa dalam jangka panjang, modal akan tumbuh secara eksponensial bersama dengan tenaga kerja. Jika, misalnya, modal terlalu rendah, dengan cepat akan meningkatkan menjadi sebanding dengan tenaga kerja, dan kemudian akan menetap (settle) menjadi perilaku jangka panjang di mana modal tetap sebanding dengan tenaga kerja.
4. KESIMPULAN Dalam paper ini telah dibahas permasalaha menentukan persamaan diferensial pada pertumbuhan ekonomi model Solow. Berdasarkan pembahasan, menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi model Solow dapat ditentukan solusinya dengan menggunakan persamaan diferensial linier tingkat satu, khususnya persamaan diferensial Bernoulli. Demikian pula, dalam pembahasan ilustrasi juga menunjukkan bahwa fungsi produksi Cobb-Douglas juga merupakan salah satu bentuk pertumbuhan ekonomi model Solow, sehingga solusinya juga dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan diferensial linier tingkat satu, persamaan diferensial Bernoulli.
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada program academic leadership grant (ALG), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran, yang telah memberikan fasilitas untuk melakukan penelitian dan publikasi ini.
5. REFERENSI Asfiji, N.S., Isfahani, R.D., Dastjerdi, R.B. & Fakhar, M. (2012). Analyzing the Population Growth Equation in the Solow Growth Model Including the Population Frequency:Case Study: USA. International Journal of Humanities and Social Science, Vol. 2 No. 10 [Special Issue – May 2012]. Batiha, K. & Batiha, B. (2011). A New Algorithm for Solving Linear Ordinary Differential Equations. World Applied Sciences Journal 15 (12): 1774-1779, 2011, ISSN 1818-4952. Busse, M. & Königer, B. (2011). Trade and Economic Growth: A Re-examination of the Empirical Evidence. HWWI Research Paper 123. Hamburg Institute of International Economics (HWWI) | 2012, ISSN 1861-504X. Camporesi, R. (2011). Linear ordinary differential equations with constant coefficients. Revisiting the impulsive response method using factorization. International Journal of Mathematical Education in Science and Technology. Access details: Access Details: [subscription number 936142537]. Minoiu, C. and Reddy, S.G. (2009). Development Aid and Economic Growth: A Positive Long-Run Relation. Working Paper. © 2009 International Monetary Fund. Parra, G.G., Charpentier, B.C., Arenas, A.J. & Rodriguez, M.D. (2015). Mathematical modeling of physical capital using the spatial Solow model. Working Paper. Department of Mathematics, University of Texas at Arlington, Arlington, TX 76019, USA. Filho, M.B., Silva, R.G. & Diniz, E.M. (2005). The Empirical of the Solow Growth Model: Long-Term Evidence. Journal of Applied Economics, Vol. VIII, No. 1 (May 2005), 31-5
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
209
PENGELOMPOKAN KECAMATAN BERDASARKAN PERTUMBUHAN EKONOMI MENGGUNAKAN METODE SINGLE LINKAGE DI KABUPATEN BANTUL Miftakhul Huda1), Jaka Nugraha2) Mahasiswa Program Studi Statistika, Fakultas MIPA, Universitas Islam Indonesia email:
[email protected] 2 Dosen Program Studi Statistika, Fakultas MIPA, Universitas Islam Indonesia email:
[email protected]
1
Abstrak Pertumbuhan ekonomi daerah merupakan salah satu faktor keberhasilan suatu daerah dalam pembangunan ekonomi daerah. Indikator untuk menentukan keberhasilan pembangunan daerah salah satunya dengan Produk Domestik Regional Bruto. Kabupaten Bantul adalah salah satu wilayah yang mengalami perbedaan pembangunan di bidang ekonomi yang berdampak pada ketimpangan antar kecamatan. Oleh karena itu, perlu pengelompokan kecamatan berdasarkan sektor-sektor yang dihasilkan agar pembangunan ekonomi di Kabupaten Bantul semakin berkembang. Penelitian ini dilaksanakan di Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantul dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bantul. Waktu penelitian dilakukan pada Bulan Maret 2016. Data yang digunakan data sekunder yaitu data Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten Bantul tahun 2014. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengelompokkan kecamatan yang terbentuk berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan mengetahui karakteristik dari masing-masing cluster yang terbentuk. Analisis yang digunakan analisis deskriptif, analisis cluster, dan pemetaan dengan bantuan software Microsoft Excel 2010, SPSS 21, dan QuantumGIS. Hasil dari penelitian ini menunjukkan pengelompokkan kecamatan berdasarkan sektor di Kabupaten Bantul yang terbentuk dua cluster. Cluster 1 adalah daerah yang memiliki sektor unggulan daripada cluster 2 pada sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian., meliputi Kecamatan Srandakan, Sanden, Kretek, Pundong, Bambanglipuro, Pandak, Bantul, Jetis, Imogiri, Dlingo, Pleret, Piyungan, Pajangan, Sedayu. Cluster 2 adalah memiliki sektor unggulan daripada cluster 1 pada sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa, meliputi Kecamatan Banguntapan, Sewon, dan Kasihan. Kata Kunci: Pertumbuhan Ekonomi, Produk Domestik Regional Bruto, Analisis Cluster
1. PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi daerah berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi daerah. Keberhasilan pembangunan ekonomi daerah ditentukan oleh salah satunya faktor pertumbuhan ekonomi daerah. Menurut Sadono Sukirno (2004), salah satu alat untuk mengukur keberhasilan perekonomian suatu wilayah adalah pertumbuhan ekonomi wilayah itu sendiri. Pelaksanaan pembangunan yang berbeda-beda ditiap wilayah karena tiap wilayah mempunyai potensi yang beragam tentunya dapat menimbulkan ketimpangan
210
pembangunan antar wilayah. Menurut Sjafrizal (2008), ketimpangan pembangunan antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Oleh karena itu, aspek ketimpangan pembangunan antar wilayah ini sangat penting untuk diperhatikan dalam mengambil sebuah kebijakan pembangunan wilayah yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Kabupaten Bantul adalah daerah yang mempunyai luas wilayah sebesar 50.685 Ha yang terdiri 17 kecamatan, yaitu Kecamatan
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Srandakan, Sanden, Kretek, Pundong, Bambanglipuro, Pandak, Bantul, Jetis, Imogiri, Dlingo, Pleret, Piyungan, Banguntapan, Sewon, Kasihan, Pajangan dan Sedayu. Pembangunan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan dalam pembangunan yang dapat diukur dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). perekonomian Kabupaten Bantul tahun 2014 dapat dilihat dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) 2010 yang terdiri dari 9 sektor bahwa 3 kecamatan yaitu : Kecamatan Banguntapan, Kecamatan Kasihan, dan Kecamatan Sewon mendominasi dalam menyumbang PDRB Kabupaten Bantul jika dibandingkan dengan lainnya. Hal tersebut menimbulkan perbedaan dalam pembangunan dibidang ekonomi yang berdampak pada ketimpangan antar kecamatan maka perlu dilakukan clustering (pengelompokkan) kecamatan berdasarkan sektor-sektor yang dihasilkan sehingga pembangunan daerah pun akan semakin berkembang. Penelitian yang pernah dilakukan yang berkaitan dengan analisis cluster dengan metode single linkage salah satunya adalah Abdi (2015), dalam penelitiannya yang berjudul Perbandingan Metode Single Linkage dan Complete Linkage Dalam Menganalisis pH Tanah yang tujuan penelitian tersebut adalah untuk perbandingan antara metode Single Linkage dan Complete Linkage untuk menganalisis pH Tanah. Hasil perbandingan antara kedua metode tersebut menunjukkan bahwa jarak antar cluster pada metode Single Linkage lebih pendek dibandingkan dengan menggunakan metode Complete Linkage.
Oleh karena itu, maka penulis memilih judul ”Pengelompokan Kecamatan Berdasarkan Pertumbuhan Ekonomi Menggunakan Metode Single Linkage di Kabupaten Bantul”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengelompokkan kecamatan berdasarkan sektor menggunakan metode single linkage serta untuk mengetahui karakteristik dari masing-masing cluster yg terbentuk. 2. KAJIAN LITERATUR
2.1. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan GDP (Gross Domestic Product) tanpa memandang bahwa kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari pertumbuhan penduduk dan tanpa memandang apakah ada perubahan dalam struktur ekonominya (Suryana, 2000:5) Pertumbuhan ekonomi merupakan target utama yang harus dilakukan dalam roda pemerintahan baik ditingkat pusat maupun daerah demi mewujudkan target untuk mensejahterakan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari segi meningkatnya jumlah produksi suatu perekonomian sehingga akan terlihat dalam pendapatan daerah atau PDRB yang sekaligus merupakan salah satu indikator suatu daerah untuk mengetahui pertumbuhan ekonominya (N. P. Mahesa Eka Raswita dan M. Suyana Utama:121). 2.2. Produk Domestik Regional Bruto Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode tertentu ditunjukkan oleh data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), baik atas dasar harga yang berlaku atau atas dasar harga konstan. PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
211
yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam satu daerah tertentu, atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu daerah. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, sedangkan PDRB atas harga konstan menunjukan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu waktu tertentu sebagai harga dasar (Widodo, 2006 : 78). Dalam menghitung PDRB dapat dilakukan melalui 3 pendekatan, yaitu (BPS, 2015) : 1. Pendekatan Produksi Menurut pendekatan produksi, PDRB merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha/ekonomi dalam suatu daerah/wilayah pada suatu periode waktu tertentu. Unit usaha/ekonomi dikelompokkan ke dalam 9 (sembilan) lapangan usaha yakni: 1. Sektor pertanian; 2. Sektor pertambangan dan penggalian; 3. Sektor industri pengolahan; 4. Sektor listrik, gas, dan air bersih; 5. Sektor konstruksi; 6. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran; 7. Sektor pengangkutan dan komunikasi; 8. Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan; 9. Sektor jasa - jasa. 2. Pendekatan Pengeluaran Menurut pendekatan pengeluaran, PDRB merupakan jumlah semua komponen permintaan akhir di suatu daerah/wilayah dalam jangka waktu tertentu. Komponen permintaan akhir meliputi: pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran konsumsi lembaga swasta tidak mencari untung, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan stok, dan ekspor neto (ekspor dikurangi impor). 3. Pendekatan Pendapatan
212
Menurut pendekatan pendapatan, PDRB merupakan jumlah seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor - faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu daerah/wilayah pada jangka waktu tertentu. Komponen balas jasa faktor produksi meliputi: upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan, kesemuanya sebelum dipotong pajak. 2.3. Statistik Deskriptif Statistika deskriptif adalah suatu metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna (Spiegel, 1996). Statistik deskriptif berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau populasi (Sugiyono, 2007). Jadi, statistik deskriptif merupakan salah satu metode statistika yang memberikan informasi gambaran umum data. Informasi dari data tersebut dapat disajikan dalam bentuk tabel, grafik, maupun diagram. Biasanya informasi tersebut untuk dianalisis lebih lanjut dengan metode lainnya. 2.4. Analisis Multivariat Analisis multivariat adalah analisis statistik yang digunakan untuk menganalisis data yang terdiri dari beberapa variabel dan variabel – variabel tersebut saling berkorelasi satu sama lain. Analisis multivariat terbagi menjadi dua, yaitu analisis dependensi dan interdependensi. Analisis dependensi mempunyai ciri yaitu adanya satu atau beberapa variabel yang berfungsi sebagai variabel dependent dan variabel independent, seperti : analisis regresi linier berganda, analisis diskriminan, analisis logit, analisis korelasi kanonik. Sedangkan analisis interdependensi mempunyai ciri yaitu semua variabelnya bersifat independent. Berikut ini yang termasuk dalam analisis interdependensi adalah analisis faktor,
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
analisis cluster, dan multidimensional scaling (Sarwono, 2007). Secara umum data analisis multivariat dapat disajikan dalam bentuk matriks dimana n obyek dan p variabel, maka observasi dengan u = 1, 2, . . . , n dan v = 1, 2, . . . , p, dapat digambarkan seperti ini (Fadhli, 2011 : 15) : Tabel 2.1. Bentuk Umum Data Analisis Multivariat
Atau dapat ditulis dalam bentuk matriks seperti ini : [
]
Dengan keterangan : adalah data obyek ke-u pada variabel kev adalah banyaknya obyek adalah banyaknya variabel Atau dapat juga dinotasikan dengan = dan 2.5. Analisis Cluster Analisis cluster merupakan suatu teknik analisis statistik yang ditujukan untuk menempatkan sekumpulan obyek ke dalam dua atau lebih grup berdasarkan kesamaan-kesamaan obyek atas dasar bermacam macam karakteristik (Simamora,2005:201). Tujuan dalam melakukan analisis cluster yaitu mengelompokan obyek-obyek berdasarkan kesamaan karakteristik antara obyek (Santoso, 2002: 47). Mengelompokan n buah obyek yang diamati kedalam m kelompok berdasarkan p variat maka dapat diketahui bahwa tujuan dari pengelompokan
obyek adalah untuk memperoleh kelompok obyek yang mempunyai nilai relatif sama sehingga interpretasi obyek-obyek yang berada pada satu cluster mempunyai peluang yang cukup tinggi akan muncul bersamaan pada satu individu. Statistik dan konsep yang berkaitan dengan analisis cluster yang perlu dipahami sebagai berikut (Supranto, 2004) : 1. Skedul aglomerasi (aglomeration schedule) adalah skedul yang memberikan informasi mengenai obyek yang akan dikelompokkan pada setiap tahap dalam proses pengelompokkan secara hirarki. 2. Keanggotaan klaster (cluster membership) adalah keanggotaan yang menunjukkan cluster dimana setiap obyek menjadi anggotanya. 3. Jarak antara pusat klaster (distances between cluster centres) adalah jarak yang menunjukkan terpisahnya antara pasangan invidu klaster. 4. Matriks koefisien kemiripan/jarak (similarity/distance coefficient matrix) adalah matriks bagian bawah yang berupa matriks segitiga berdasarkan pasangan jarak antara obyek. 5. Dendogram atau biasa disebut grafik pohon (tree graph) adalah alat grafis yang digunakan untuk menyajikan hasil pengelompokkan. 2.6. Standarisasi Data Proses standarisasi dilakukan jika diantara variabel-variabel yang diteliti memiliki perbedaan ukuran satuan yang besar. Perbedaan satuan yang mencolok dapat mengakibatkan penghitungan pada analisis cluster menjadi tidak valid. Oleh karena itu, perlu dilakukan proses standarisasi dengan melakukan transformasi (standarisasi) pada data asli sebelum dianalisis lebih lanjut. Transformasi dilakukan terhadap variabel yang relevan ke dalam bentuk z skor, sebagai berikut:
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
213
Dimana : = nilai data ̅ = nilai rata-rata = standar deviasi
̅
(2.1)
2.7. Proses Analisis Cluster Dalam menganalisis data dengan menggunakan analisis cluster maka harus melalui proses analisis cluster yang perlu dilakukan. Adapun langkah – langkah dalam proses analisis cluster, sebagai berikut : 2.7.1. Merumuskan Masalah Hal yang terpenting dalam merumuskan masalah analisis cluster adalah pemilihan variable yang akan digunakan untuk pembentukan cluster. Memasukkan satu atau dua variabel yang tidak relevan dengan masalah pengklasteran atau pengelompokkan akan menyebabkan penyimpangan pada hasil pengelompokkan yang kemungkinan besar sangat bermanfaat. 2.7.2. Memilih Ukuran Jarak Sesuai dengan tujuan analisis cluster yaitu untuk mengelompokkan obyek yang mirip ke dalam cluster yang sama. Oleh karena itu, diperlukan ukuran untuk mengetahui seberapa mirip atau berbeda obyek-obyek tersebut. Terdapat tiga metode yang dapat digunakan untuk mengukur kesamaan antar obyek yaitu ukuran asosiasi, ukuran korelasi, dan ukuran jarak. a. Ukuran Asosiasi Ukuran asosiasi dipergunakan untuk mengukur data berskala non metrik (nominal atau ordinal), dengan cara mengambil bentuk-bentuk dari koefisien korelasi pada tiap obyeknya, dengan memutlakkan korelasi-korelasi yang bernilai negatif (Simamora, 2005).
214
b. Ukuran Korelasi Ukuran korelasi dipergunakan untuk mengukur data skala matriks, tetapi ukuran ini jarang digunakan karena titik beratnya pada nilai suatu pola tertentu, padahal titik berat analisis cluster terletak pada besarnya obyek. Melalui koefisien korelasi antar pasangan obyek yang diukur dengan menggunakan beberapa variabel dapat diketahui kesamaan antar obyek. c. Ukuran Jarak Ukuran jarak dipergunakan pada data berskala metrik. Ukuran jarak merupakan ukuran ketidakmiripan, jarak yang besar menunjukkan sedikit kesamaan sedangkan jarak yang kecil menunjukkan bahwa suatu obyek semakin mirip/sama dengan obyek lain. Bedanya dengan ukuran korelasi yaitu ukuran korelasi bisa saja tidak memiliki kesamaan nilai namun memiliki kesamaan pola, sedangkan ukuran jarak lebih memiliki kesamaan nilai meskipun memiliki pola yang berbeda. Ada beberapa cara dalam mengukur jarak antar obyek, yaitu : c.1. Euclidean Distance Jarak ini mengukur akar dari jumlah kuadrat perbedaan/deviasi didalam nilai untuk masing-masing variabel. √∑
(
)
(2.2)
c.2. Squared Euclidean Distance Jarak ini merupakan variasi dari Euclidean Distance, bedanya kalau Euclidean Distance diakarkan, sedangkan Squared Euclidean Distance akarnya dihilangkan. ∑
(
)
(2.3) c.3. Cityblock or Manhattan Distance Jarak antara dua obyek ini adalah jumlah perbedaan mutlak/absolut didalam nilai untuk masing-masing variabel. ∑ |( (2.4) )| Keterangan : = jarak antara obyek ke-i dan obyek ke-j
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
= data dari subyek ke-i pada variabel ke-k = data dari subyek ke-j pada variabel ke-k c.4. Chebyshev Distance Jarak antara kedua obyek ini adalah perbedaan mutlak/absolut yang maksimum didalam nilai untuk masing-masing variabel. (2.5) 2.7.3. Memilih Prosedur Pengelompokkan Dalam pengelompokkan obyek terbagi menjadi dua, yaitu metode Hierarchical dan metode Non Hierarchical. a. Metode Hierarchical Metode ini digunakan untuk individu yang tidak terlalu banyak dan belum diketahui jumlah kelompok yang akan dibentuk. Dalam metode ini terdapat dua prosedur, yaitu Agglomerative (Metode Penggabungan) dan Divisive (Metode Pembagian). a.1. Agglomerative Metode ini berawal dari mengelompokkan dua atau lebih obyek yang memiliki kesamaan (jarak paling dekat). Kemudian kelompok dibentuk kembali berdasarkan kesamaan antar kelompok (jarak antar kelompok terdekat), sehingga terjadi penggabungan kelompok dan begitu seterusnya dengan prosedur yang sama. Metode Agglomerative mempunyai lima prosedur pengelompokkan, yaitu : Pautan Tunggal (Single Linkage), Pautan Lengkap (Complete Linkage), Pautan Rata-Rata (Average Linkage), Ward’s Method, dan Centroid Method. a.1.1. Pautan Tunggal (Single Linkage) Prosedur pengelompokkan ini dilakukan berdasarkan jarak minimum. Jika obyek X dan Y mempunyai jarak dXY terdekat, maka perlu dicari jarak minimum XZ dan XY, sehingga : (2.6)
a.1.2. Pautan Lengkap (Complete Linkage) Prosedur ini dimulai dengan mengelompokkan dua obyek yang memiliki jarak terjauh (lebih melihat ketidaksamaan). Semisal obyek X dan Y memiliki jarak (dXY) terjauh, maka perlu dicari jarak maksimum XZ dan XY, sehingga : (2.7) a.1.3. Pautan Rata-Rata (Average Linkage) Prosedur ini digunakan dengan meminimumkan rata-rata jarak semua pasangan obyek yang berasal dari kelompok terhadap kelompok lainnya. Apabila kelompok X dan Y memiliki jarak dXY, maka perlu dicari jarak rata-rata XZ dan XY, seperti ini : (2.8) Dimana : = jumlah obyek pada kelompok X = jumlah obyek pada kelompok Y a.1.4. Ward’s Method Prosedur pengelompokkan ini didasarkan pada minimum varian dalam suatu kelompok. Adapun jarak yang digunakan adalah :
(2.9) Dimana : = jumlah obyek pada kelompok X = jumlah obyek pada kelompok Y = jumlah obyek pada kelompok Z a.1.5. Centroid Method Jarak antara dua kelompok merupakan jarak rata-rata seluruh variabel dalam suatu kelompok, yang dihitung dengan rumus :
(2.10) a.2. Divisive
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
215
Metode ini berawal dari semua obyek dibagi menjadi dua kelompok lalu masingmasing kelompok dibagi lagi menjadi dua dan demikianlah seterusnya. Dasar pengelompokkan ini didasarkan pada jarak namun teknik ini tidak banyak digunakan, sehingga tidak banyak prosedur yang dikembangkan. b. Metode Non Hierarchical Perbedaan metode ini dengan metode Hierarchical yaitu jumlah kelompok sudah ditentukan sebelum pengelompokkan di lakukan. Metode Non Hierarchical yang sering digunakan adalah metode K-Means. Metode K-means mengelompokkan obyek dalam kelompok sedemikian rupa hingga jarak tiap obyek ke pusat kelompok minimum. 2.7.4. Menentukan Banyaknya Cluster Masalah utama dalam analisis cluster adalah menentukan banyaknya cluster. Tidak ada aturan baku dalam menentukan berapa banyak cluster, tetapi ada beberapa petunjuk yang dapat digunakan, sebagai berikut (Supranto, 2004) : a. Pertimbangan teoretis, konseptual, praktis, mungkin dapat disarankan untuk menetukan berapa banyaknya cluster yang sebenarnya. Semisal, jika tujuan pengelompokkan untuk mengenali atau mengidentifikasi segmen pasar, manajemen mungkin menghendaki cluster dalam jumlah tertentu (katakan 3, 4, atau 5 cluster). b. Didalam pengelompokkan hierarchical, jarak dimana cluster digabung dapat dipergunakan sebagai kriteria. c. Didalam pengelompokkan non hierarchical, rasio jumlah varian dalam cluster dengan jumlah varian antar cluster bisa diplotkan melawan banyaknya cluster.Titik pada suatu siku (an elbow) atau lekukan tajam (a sharp bend) terjadi, menunjukkan banyaknya cluster. Sedangkan diluar titik ini, biasanya tidak diperlukan.
216
d. Besarnya relatif cluster seharusnya berguna/bermanfaat. Selain itu, salah satu metode alternatif yang digunakan untuk menentukan banyaknya cluster optimum adalah Pseudo Fstatistic yang dirumuskan oleh Calinski dan Harabasz. Rumus Pseudo F : (
(
Dimana
∑ ∑ ∑( ∑ ∑ ∑(
)
) ̅ ) ̅ )
= proporsi jumlah kuadrat jarak antar pusat kelompok dengan jumlah kuadrat sampel terhadap rata-rata keseluruhan = total jumlah dari kuadrat jarak terhadap rata-rata keseluruhan = total jumlah dari kuadrat jarak sampel terhadap rata-rata kelompoknya = banyaknya sampel = banyaknya kelompok = banyaknya variabel = sampel ke-i pada kelompok ke-j dan variabel ke-k ̅ ̅
= rata-rata seluruh sampel pada variabel ke-k = rata-rata sampel pada kelompok ke-j & variabel ke-k
2.7.5. Intepretasi & Profil Cluster Menginterpretasi meliputi pengujian pada tiap cluster yang terbentuk untuk
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
memberikan nama atau keterangan secara tepat sebagai gambaran sifat dari cluster tersebut, menjelaskan bagaimana mereka bisa berbeda secara relevan pada tiap dimensi. Saat proses intepretasi digunakan rata – rata (centroid) setiap cluster pada setiap variabel. 2.7.6. Akses Validitas Cluster Sudah akuratkah cluster yang terbentuk? Hal tersebut menjadi pertanyaan terakhir dalam analisis cluster yang pastinya memerlukan pengujian untuk menjawabnya. Namun sayangnya, secara statistik akurasi sulit dibuktikan. Sekalipun banyak usaha yang telah dilakukan, tapi sampai sekarang belum ada uji statistik yang betul – betul siap pakai (Green, dkk., 2008). Walaupun belum ada uji statistik yang dapat diandalkan namun tak perlu menyerah. Menurut Simamora (2005), ada beberapa cara yang dapat dilakukan, salah satunya melakukan analisis cluster berulang kali dengan data yang sama, tapi menggunakan jarak dan metode yang berbeda. Bandingkan hasil dari perlakuan yang berbeda – beda tersebut. Apabila hasilnya sama, maka hasil analisis cluster dapat diyakini akurat. 2.8. Pemetaan Pemetaan secara umum menurut Hakim (2013) adalah kegiatan penggambaran permukaan bumi yang diproyeksikan ke dalam bidang datar dengan skala tertentu. Tujuan utama pemetaan adalah untuk menyediakan deskripsi dari suatu fenomena geografis, informasi spasial dan non-spasial, informasi tentag jenis fitur, (titik, garis dan polygon) (Indarto, 2010). Pemetaan kecamatan berdasarkan pertumbuhan ekonomi merupakan suatu kegiatan untuk memberikan gambaran atau
secara rinci dan tepat dipermukaan suatu daerah tertentu mengenai keadaan pertumbuhan ekonomi serta hubungannya dengan sektor – sektor yang menunjang dalam pertumbuhan ekonomi. Pemetaan kecamatan berdasarkan pertumbuhan ekonomi juga dapat diartikan sebagai metode perencanaan secara makro yang berupa proses penataan kembali untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar lebih maksimal. Salah satu aplikasi yang dapat digunakan untuk pemetaan yaitu ArcGIS. ArcGIS merupakan software GIS yang dibuat oleh ESRI (Environmental System Research Institute) yang berpusat di Redlands, California, USA. Software ini sangat populer di kalangan pengguna GIS, dan merupakan salah satu software GIS yang paling banyak digunakan diseluruh dunia. Menurut Prahasta (2011), ArcGIS merupakan perangkat lunak yang terbilang besar. Perangkat lunak ini menyediakan kerangka kerja yang bersifat scalable (bisa di perluas sesuai kebutuhan) untuk mengimplementasikan suatu rancangan aplikasi SIG, baik bagi pengguna tunggal (single user) maupun bagi lebih dari satu pengguna yang berbasiskan desktop, menggunakan server, memanfaatkan layanan web, atau bahkan yang bersifat mobile untuk memenuhi kebutuhan pengukuran di lapangan. ArcGIS dapat berfungsi pada level ArcView, ArcEditor, ArcInfo, dengan fasilitas ArcMap, ArcCatalog, dan ArcToolbox. ArcGIS sebagai software pengolah data spasial memiliki beberapa keunggulan yang dapat dimanfaatkan oleh berbagai kalangan pengolah data spasial. Termasuk dalam hal ini ArcGIS yang digunakan untuk mengkaji pemetaan daerah.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
217
3. METODE PENELITIAN 3.1. Populasi Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kecamatan di Kabupaten Bantul. 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah Kabupaten Bantul tepatnya pada instansi Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bantul dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bantul. Waktu pengambilan data pada Bulan Maret 2016 sedangkan waktu penelitian dilakukan pada Bulan Maret 2016 hingga Bulan Mei 2016. Periode data yang digunakan dalam penelitian ini selama satu tahun, yaitu tahun 2014.
Selain itu, digunakan juga metode analisis cluster hirarki yaitu metode single linkage. Metode single linkage merupakan metode pengelompokan hirarki yang menggunakan obyek yang paling dekat atau paling sama antar obyek satu dengan obyek yang lain untuk dikelompokkan. Analisis cluster tersebut untuk mengetahui pengelompokkan kecamatan berdasarkan sektor di Kabupaten Bantul. 3.6. Alur Penelitian
Gambar 3.1. Alur Penelitian 3.3. Variabel Penelitian Variabel penelitian ini adalah sektor – sektor yang menyumbang nilai PDRB, yaitu : Sektor Pertanian (SP), Sektor Pertambangan dan Penggalian (SPP), Sektor Industri Pengolahan (SIP), Sektor Listrik, Gas, dan Air (SLGA), Sektor Bangunan (SB), Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (SPHR), Sektor Pengangkutan dan Komunikasi (SPK), Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan (SKPJ), dan Sektor Jasa – Jasa (SJ).
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskriptif Data Perkembangan perekonomian di tiap kecamatan di Kabupaten Bantul dapat dilihat dari perkembangan nilai PDRB menurut kecamatan. PDRB terdiri dari 9 sektor.
3.4. Metode Pengumpulan Data Jenis data dalam penelitian ini termasuk data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bantul dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bantul. 3.5. Metode Analisis Data Dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif yang digunakan untuk mengetahui gambaran PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2010 di Kabupaten Bantul.
218
Gambar 4.1. Diagram Rata - Rata PDRB ADHK 2010 Tiap Kecamatan Di Kabupaten Bantul Tahun 2014 (Jutaan Rupiah) Berdasarkan Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2010 tahun 2014 yang mencapai Rp. 14.867.409, dengan
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
tiga kecamatan penyumbang terbesar yaitu Kecamatan Banguntapan rata – rata menyumbang sebesar Rp 256.232,22, diikuti Kecamatan Kasihan rata – rata menyumbang sebesar Rp 236.813,67, dan Kecamatan Sewon rata – rata menyumbang sebesar Rp 224.844. Jika dibandingkan dengan kecamatan lainnya, tiga kecamatan tersebut mendominasi dalam menyumbang PDRB Kabupaten Bantul. Hal tersebut menunjukkan bahwa kegiatan ekonomi banyak terkonsentrasi di tiga kecamatan tersebut sehingga pembangunan ekonomi di tiga kecamatan tersebut lebih baik daripada kecamatan lainnya.
4.3.2. Memilih Ukuran Jarak Jarak masing-masing obyek kecamatan yang dihitung dengan jarak Euclidean yang tercantum dalam Tabel 4.1. Proximity Matrix. Tabel 4.1. Proximity Matrix.
4.2. Standarisasi Data Standarisasi pada varibel dilakukan jika ada perbedaan satuan yang signifikan diantara variabel-variabel yang diteliti. Tetapi, jika data tidak mempunyai variabilitas satuan, maka proses analisis cluster dapat langsung dilakukan tanpa harus melakukan standarisasi data terlebih dahulu. Data PDRB pada penelitian ini skala satuannya sudah sama yaitu jutaan rupiah, maka tidak perlu dilakukan standarisasi data. 4.3. Proses Analisis Cluster Dalam proses analisis cluster dengan metode hirarki single linkage sebagai berikut : 4.3.1. Merumuskan Masalah Menggunakan variabel sembilan sektor pada PDRB dan sebagai obyek penelitiannya adalah tujuh belas kecamatan serta permasalahan pembangunan daerah di Kabupaten Bantul dapat dirumuskan bagaimanakah pengelompokkan kecamatan berdasarkan pertumbuhan ekonomi menggunakan metode single linkage? Serta bagaimana karakteristik dari masing – masing cluster yang terbentuk.
Semisal jarak antara Kecamatan Srandakan dengan Kecamatan Sanden sebesar 57.101,816, sedangkan jarak antara Kecamatan Srandakan dengan Kecamatan Kretek sebesar 54.060,833. Nilai tersebut diperoleh dari penghitungan jarak Euclidean antara Kecamatan Srandakan (Obyek 1) dan
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
219
Kecamatan Sanden (Obyek 2), sebagai berikut:
dekat jarak antar dua obyek maka semakin mirip karakteristik antara dua obyek tersebut. 4.3.3. Proses Analisis Cluster Metode Single linkage
√
Metode Single linkage jarak antara dua cluster didefinisikan sebagai rata-rata jarak antara semua pasangan obyek, dimana salah satu anggota dari pasangan berasal dari setiap cluster (Johnson dan Wichern, 1996:594).
√ Sedangkan untuk menghitung kemiripan antara Kecamatan Srandakan (Obyek 1) dan Kecamatan Kretek (Obyek 3).
Proses penggabungan Agglomeration Schedule dapat dilihat dari Tabel 4.2. Agglomeration Schedule. Tabel 4.2. Agglomeration Schedule.
√
Berikut penjelasan setiap tahapan dalam Agglomeration Schedule seperti ini :
√ Dari penghitungan jarak Euclidean antara Kecamatan Srandakan dengan Kecamatan Sanden diperoleh jarak Euclidean sebesar 57.101,82 sedangkan penghitungan jarak Euclidean antara Kecamatan Srandakan dengan Kecamatan Kretek diperoleh jarak Euclidean sebesar 54.060,83. Hal tersebut menunjukkan bahwa jarak Euclidean Kecamatan Srandakan mempunyai karakteristik lebih mirip dengan Kecamatan Kretek daripada dengan Kecamatan Sanden. Begitu pula dengan obyek lainnya, semakin
220
1) Pada stage 1 terbentuk cluster yang beranggotakan Kecamatan Sanden (nomor 2) dan Kecamatan Pundong (nomor 4) dengan nilai Coefficients 22.435,607 yang menunjukan jarak terdekat dua obyek. Karena proses aglomerasi dimulai dari dua objek yang terdekat, maka jarak tersebut adalah jarak terdekat dari sekian kombinasi jarak 17 obyek yang ada. Selanjutnya pada kolom next stage terlihat angka 2. Hal tersebut berarti obyek selanjutnya yang akan tergabung dengan obyek Kecamatan Sanden (nomor 2) dan Kecamatan Pundong (nomor 4) yaitu
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
pada stage 5. 2) Pada stage 2 terbentuk cluster antara Kecamatan Sanden (nomor 2) dan Kecamatan Kretek (nomor 3) dengan nilai Coefficients 31.499,936 yang menunjukkan besarnya jarak terdekat Kecamatan Kretek dengan kedua obyek sebelumnya yaitu Kecamatan Sanden dan Kecamatan Pundong. Dengan demikian, terbentuk cluster yang terdiri dari 3 obyek, yaitu Kecamatan Kretek, Kecamatan Sanden, dan Kecamatan Pundong. Kemudian obyek selanjutnya yang akan tergabung dengan obyek tersebut yaitu pada stage 7. 3) Demikian seterusnya hingga pada kolom next stage menunjukkan angka 0 berarti proses cluster berhenti. Vissualisasi dari proses aglomerasi tersebut dapat ditunjukkan pada dendogram. Sedangkan untuk proses pengelompokkan menggunakan matriks jarak sebagai berikut : 4) Awalnya terdapat 17 obyek yang akan dikelompokkan. Tahap pertama, mencari jarak yang terdekat antara dua obyek dari sekian banyak kombinasi jarak dari 17 obyek yang ada. Jarak antara Kecamatan Sanden dan Kecamatan Pundong memiliki jarak terdekat yaitu sebesar 22.435,607, sehingga kedua kecamatan tersebut menjadi satu cluster. Sehingga masih tersisa 16 cluster. Kemudian dari penggabungan dua obyek diatas dan penggabungan obyek-obyek lainnya dilakukan dengan penghitungan menggunakan metode single linkage dengan rumus (2.6) sehingga diperoleh matriks baru atau sama dengan memperbaiki proximity matrix menjadi matriks yang baru. 4.3.4. Melakukan Perbaikan Matriks Jarak Melakukan perbaikan matriks jarak menggunakan metode single linkage. Perbaikan matriks jarak menggunakan metode single linkage dengan rumus seperti ini :
Penghitungan jarak yang melibatkan cluster baru yang mengalami perubahan sebagai berikut : (
)
(
)
Penghitungan seterusnya dilakukan hingga penghitungan perbaikan matriks jarak sampai semua obyek yang sudah digabungkan pada proses Agglomeration Schedule sudah dilakukan perbaikan. 4.3.5. Menentukan Banyaknya Cluster Dalam menentukan banyaknya cluster, secara vissual dapat dilihat dari dendogram.
Gambar 4.1. Dendogram menggunakan Single Linkage Berdasarkan Gambar 4.1 Dendogram menggunakan Single Linkage dan nilai pseudo F terbesar seperti pada Gambar 4.2 yang menghasilkan nilai optimal adalah pengelompokkan kecamatan sebanyak 2 cluster.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
221
Nilai pseudo F 140 120 100 80 60 40 20 0 2
3
4
Pseudo F 600000,00
Gambar 4.2. Simulasi menentukan jumlah cluster Tabel 4.3. Cluster yang terbentuk dan anggotanya dengan metode Single Linkage
500000,00 400000,00 300000,00 200000,00 100000,00
2
Banguntapan, Sewon, Kasihan
4.3.6. Mengintepretasi & Memprofil Cluster Sesudah terbentuk 2 cluster maka langkah selanjutnya yaitu memberikan gambaran karakteristik dari masing – masing cluster. Berdasarkan Tabel 4.4. dan Gambar 4.3 dapat diketahui karakteristik masing masing cluster berdasarkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bantul. Tabel 4.4. Rata – Rata Masing – Masing Cluster
Cluster 1
SJ
SKPJ
SPK
SPHR
SB
SLGA
SIP
1
Srandakan, Sanden, Kretek, Pundong, Bambanglipuro, Pandak, Bantul, Jetis, Imogiri, Dlingo, Pleret, Piyungan, Pajangan, Sedayu
0,00 SPP
Kecamatan
SP
Cluster
Cluster 2
Gambar 4.3. Rata – rata tiap sektor pada masing – masing cluster Dari Tabel 4.4. dan Gambar 4.3 dapat diketahui bahwa sektor – sektor penyumbang PDRB Kabupaten Bantul memiliki karakteristik yang berbeda pada masing – masing cluster. Perbedaannya terlihat pada cluster 1 yang beranggotakan 14 kecamatan yang mana memiliki rata-rata sebesar Rp. 600.457,43 yang mana memiliki rata – rata tinggi pada sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian apabila dibandingkan dengan cluster 2. Berdasarkan hal tersebut, maka cluster 1 lebih cenderung dinamakan daerah pertanian, pertambangan, dan penggalian. Sedangkan cluster 2 yang beranggotakan 3 kecamatan yang mana memiliki rata-rata sebesar Rp. 2.153.669, 67 serta sangat mendominasi untuk sektor – sektor seperti :
222
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
sektor industri pengolahan; listrik, gas, dan air bersih; bangunan; perdagangan, hotel, dan restauran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan; dan jasa – jasa. Berdasarkan hal tersebut, cluster 2 memiliki banyak sektor yang lebih tinggi daripada cluster 1 sehingga pertumbuhan ekonominya lebih tinggi yang ada di daerah cluster 2, karena semakin banyak sektor yang berkembang pesat maka akan semakin tinggi pula pertumbuhan ekonominya. Jadi, pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Kabupaten Bantul banyak terkonsentrasi di daerah cluster 2. Pengelompokkan yang telah terbentuk, diperoleh dua cluster yang memiliki karakteristik tersendiri dari masing – masing cluster, yang mana digambarkan dalam peta Kabupaten Bantul seperti pada Gambar 4.4.
terbentuk sebanyak dua cluster. Dalam mendapatkan hasil analisis cluster yang valid atau akurat maka dilakukan perlakuan dengan menggunakan jarak dan metode yang berbeda. Dari perlakuan tersebut, lalu dibandingkan, dan diperoleh hasil bahwa hasil analisis cluster menunjukkan sama berarti dapat diyakini hasil analisis cluster tersebut akurat. 5. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa pengelompokan kecamatan berdasarkan sektor di Kabupaten Bantul yang terbentuk dua cluster. Karakteristik cluster 1 adalah cluster yang memiliki sektor unggulan daripada cluster 2 pada sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian. Cluster 1 terdiri dari Kecamatan Srandakan, Sanden, Kretek, Pundong, Bambanglipuro, Pandak, Bantul, Jetis, Imogiri, Dlingo, Pleret, Piyungan, Pajangan, dan Sedayu. Karakteristik cluster 2 adalah cluster yang memiliki sektor unggulan daripada cluster 1 pada sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel, dan restauran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, dan sektor jasa – jasa. Cluster 3 terdiri dari Kecamatan Banguntapan, Sewon, dan Kasihan.
Gambar 4.4. Peta Pengelompokkan Kecamatan di Kabupaten Bantul Keterangan : : Daerah Cluster 1 : Daerah Cluster 2
4.3.7. Akses Validitas Cluster Dari
hasil
analisis
cluster
yang
6. REFERENSI Sadono Sukirno. 2004. Ekonomi Pembangunan : Proses, Masalah dan Dasar Kebijakan. Jakarta : LPFE UI. Arsyad, Lincolin. 2004. Ekonomi Pembangunan Edisi Keempat. Yogyakarta : STIE YKPN.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
223
Sjafrizal. 2008. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Padang : Baduose Media. Sitepu, Robinson, dkk. (2011). Analisis Cluster terhadap Tingkat Pencemaran Udara pada Sektor Industri di Sumatera Selatan. Vol 14. 3(A). 11-17. Kusuma, A. P. (2015). Perbandingan Metode Single Linkage dan Complete Linkage dalam menganalisis pH Tanah. Jurnal Semnaskit. 2477-5649. Suryana. 2000. Ekonomika Pembangunan. Jakarta : Salemba Empat. Raswita, N. P. M. E. dan Utama, M. S. Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan Antar Kecamatan di Kabupaten Gianyar. E-Junal EP Unud. 2(3). 119-128. Tri Widodo. 2006. Perencanaan Pembangunan, Aplikasi Komputer (Era Otonomi Daerah). Yogyakarta : UPP STIM YKPN. BPS Kabupaten Bantul. 2015. PDRB Menurut Kecamatan Se-Kabupaten Bantul 2010-2014. Bantul : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantul. Spiegel, Murray R. 1996. Teori dan Soal-Soal Statistika, edisi kedua. Jakarta : Erlangga. Sugiyono. 2007. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta. Sarwono, J. 2007. Analisis Jalur untuk Riset Bisnis dengan SPSS. Yogyakarta : Andi Offset. Fadhli. 2011. Analisis Kluster Untuk Pemetaan Mutu Pendidikan di Aceh. Tesis. PPs-UGM. Simamora, Bilson. 2005. Analisis Multivariat Pemasaran. Jakarta : PT Gramedia
224
Pustaka Utama. Santoso, S. 2002. Buku Latihan SPSS Statistik Multivariat. Jakarta : PT Elex. Supranto, J. 2010. Analisis Multivariat Arti & Interpretasi. Jakarta : PT Rineka. Hakim, N. 2013. Materi Sistem Informasi Geografis. Jurusan Statistika FMIPA UII. Tidak Diterbitkan. Indarto. 2010. Dasar – Dasar Sistem Informasi Geografis. Jember : Jember University Pers. Prahasta, Eddy. 2011. Tutorial ArcGIS Dekstop untuk Bidang Geodesi dan Geomatika. Bandung : Informatika.
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
PENGELOMPOKAN HIMPUNAN DATA CAMPURAN MENGGUNAKAN METODE K-MEDOIDS CLUSTERING Indira Ihnu Brilliant1), Kariyam2) Mahasiswa Program Studi Statistika, Fakultas MIPA, Universitas Islam Indonesia email:
[email protected] 2 Dosen Program Studi Statistika, Fakultas MIPA, Universitas Islam Indonesia email:
[email protected]
1
Abstrak Pada makalah ini akan dibahas tentang pengelompokan objek yang mempunyai beberapa variabel berbentuk data numerik dan data kategorik, atau dikenal dengan data campuran. Metode pengelompokan yang digunakan adalah k-medoids, dengan pendekatan konsep triplet sebagai ukuran kemiripan antar objek, dan nilai purity sebagai ukuran tingkat akurasi hasil pengelompokan objek. Untuk memperjelas pembahasan, dalam makalah ini dipergunakan studi kasus yang berkaitan dengan profil 24 pasien penyakit jantung dengan batasan pada variabel umur berbentuk numerik, variabel jenis kelamin berbentuk kategorik dalam hal ini biner, variabel trestbps berbentuk numerik, variabel chol berbentuk numerik, variabel FBS berbentuk biner, variabel thalach berbentuk numerik, variabel exang berbentuk biner, variabel oldpeak berbentuk numerik, dan variabel diagnosa berbentuk biner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep triplet pada k-medoids clustering dapat diterapkan sangat baik pada himpunan data campuran (heterogen), dan menghasilkan akurasi hasil pengelompokan sangat tinggi yang ditunjukkan oleh nilai purity sebesar satu. Kata Kunci: K-Medoids Clustering, Data Campuran, Purity
1. PENDAHULUAN Pada era globalisasi ini, kemajuan teknologi mempengaruhi berbagai segi kehidupan. Segala bentuk kegiatan yang dilakukan menghasilkan suatu informasi yang dapat disimpan dalam sebuah database. Tidak hanya dari segi penyimpanan, kecepatan untuk mendapatkan data dengan berbagai jenis pengukuran juga sudah berbeda dari sebelumnya. Sehingga, data-data yang ada sampai saat ini sangat melimpah dengan berbagai jenis. Banyak jenis data yang dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-sehari seperti jenis data numerik dan kategorik. Data numerik adalah data yang disajikan dalam bentuk angka, sedangkan data kategorik adalah data yang disajikan dalam bentuk bukan angka. Contoh data numerik seperti data berat badan seorang anak 52 kilogram, tinggi badan 155
cm. Contoh data kategorik seperti pekerjaan (manajer, teknisi, tukang servis, dan sebagainya), status pernikahan (belum menikah, menikah, cerai, dan sebagainya). Dari segi pengolahan atau analisis data, jenis data numerik lebih banyak digunakan karena mudah dan murah dalam perhitungan serta komputasinya. Tetapi untuk jenis data kategorik, dalam pengolahannya perlu diubah ke dalam bentuk numerik agar mudah dalam perhitungannya. Apabila cara yang digunakan untuk melakukan perubahan data dari data kategorik ke dalam bentuk data numerik ini tidak tepat, maka dapat mengurangi bahkan menghilangkan informasi yang dimiliki oleh data kategorik itu sendiri. Salah satu kegiatan dalam analisis data yaitu pengelompokan data menjadi beberapa kelompok (cluster ). Menurut Anderberg
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
225
(1973) dalam Nur Ratna Mukti (2012), Analisis Cluster adalah suatu analisis statistik multivariate yang bertujuan untuk mengetahui struktur data dengan menempatkan kesamaan objek observasi ke dalam satu kelompok data sehingga dapat dibedakan antara kelompok satu dengan kelompok yang lain atau dengan cara memisahkan kasus atau objek ke dalam beberapa kelompok yang mempunyai sifat berbeda antar kelompok yang satu dengan yang lain. Dalam analisis ini tiap-tiap kelompok bersifat homogen antar anggota dalam kelompoknya atau dapat dikatakan variasi objek atau individu dalam satu kelompok yang terbentuk sekecil mungkin. Kegiatan pengelompokan data juga dapat dilakukan untuk data campuran. Beberapa tahun terakhir, sudah dieksplorasi berbagai strategi pengelompokan untuk kumpulan data dengan atribut yang berbeda-beda atau heterogen. Maksud dari heterogen disini, kumpulan data yang ada memiliki atribut dengan jenis data numerik, kategorik, dan biner. Salah satu metode pengelompokan data campuran yang sudah ada yaitu Kernel KMeans Clustering. Metode ini memperlihatkan bahwa pengelompokan untuk data campuran sudah dapat diatasi. Tetapi, metode Kernel K-Means Clustering memiliki kelemahan yaitu sensitif terhadap outlier . Selain itu, metode ini membutuhkan biaya computing yang tinggi karena kalkulasi yang berulang dari nilai-nilai kernel, atau memori yang tidak cukup untuk menyimpan matriks kernel. Selain Kernel K-Means Clustering, terdapat metode lain untuk mengelompokkan data campuran yaitu K-Mean Clustering untuk campuran data numerik dan kategorik. Tetapi kelemahan metode ini tidak jauh berbeda dengan Kernel K-Means Clsutering, yaitu sensitif terhadap outlier karena menggunakan nilai mean sebagai centroid untuk setiap cluster . Metode K-Mean Clustering data campuran merupakan penelitian yang dilakukan oleh
226
Amir Ahmad dan Lipika Dey (2007) dalam jurnal dengan judul “A K-Mean Clustering Algorithm for Mixed Numeric and Categorical Data ”. Jurnal ini membahas
tentang cara mengelompokkan data campuran yang terdiri dari data numerik dan kategorik dengan memodifikasi algoritma K-Means. Algoritma yang dibahas dalam jurnal ini yaitu ukuran jarak baru untuk data dengan atribut kategorik dan memberikan gambaran untuk pusat cluster yang sudah dimodifikasi. Berdasarkan hasil penelitian yang mana algoritma K-Mean clustering untuk data campuran ini dibandingkan dengan banyak algoritma dengan empat data untuk evaluasi diperoleh hasil bahwa algoritma (Amir Ahmad dan Lipika Dey) dalam mengelompokkan berbagai jenis data sudah lebih baik daripada beberapa algoritma clustering lainnya yang sudah dicobakan sebelumnya. Selain itu, algoritma ini juga dapat memperoleh karakteristik kelompok dengan sangat efektif, karena mengandung distribusi semua nilai kategorik dalam sebuah cluster (kelompok). Berdasarkan hasil penelitian yang ditulis oleh Sandhya Harikumar dan Surya PV (2015) dalam jurnal dengan judul “K-Medoid Clustering for Heterogeneous DataSets” dengan lima himpunan data untuk evaluasi kualitas cluster , menunjukkan bahwa algoritma clustering baru dengan ukuran kemiripan baru yang diusulkan lebih baik daripada k-means clustering untuk himpunan data campuran. Untuk mengetahui bagaimana cara mengelompokkan himpunan data yang terdiri dari atribut data campuran dengan menggunakan konsep triplet atau ukuran kemiripan baru untuk menentukan jarak antara dua objek data yang diusulkan oleh Sandhya Harikumar dan Surya PV, maka penulis ingin membahas sebagian beserta penerapan tentang ukuran kemiripan baru tersebut dalam penelitian yang berjudul “Pengelompokan Himpunan Data
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Campuran
Menggunakan Medoid Clustering”.
Metode
K-
Dalam penelitian ini, penulis memberikan batasan yaitu pada metode K-Medoid Clustering untuk sekumpulan data campuran. Jenis data campuran yang digunakan dalam penelitian ini yaitu jenis data numerik dan biner. Data yang akan digunakan dalam penelitian ini diambil dari data UCI repository yang berupa data Heart Disease yang memiliki 76 atribut, tetapi hanya ada 14 atribut yang dapat digunakan karena sistem penyimpanan data untuk Heart Disease Dataset sedang dalam kondisi tidak baik, seperti yang disampaikan oleh dokter David Aha selaku pendonor data Heart Disease ini. Karena dibatasi hanya pada data numerik dan biner saja, maka ada 9 variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini.
2. KAJIAN LITERATUR Analisis Kelompok Menurut Anderberg (1973) dalam tulisan Nur Ratna Mukti, analisis kelompok atau biasa disebut dengan analisis cluster adalah suatu analisis statistik multivariat yang bertujuan untuk mengetahui struktur data dengan menempatkan kesamaan objek observasi ke dalam satu kelompok data sehingga dapat dibedakan antara kelompok satu dengan kelompok yang lain atau dengan cara memisahkan kasus/objek ke dalam beberapa kelompok yang mempunyai sifat berbeda antar kelompok yang satu dengan yang lain. Dalam analisis ini tiap-tiap kelompok bersifat homogen antara anggota dalam kelompoknya atau dapat dikatakan variasi objek/individu dalam satu kelompok yang terbentuk sekecil mungkin. Untuk menyatakan suatu observasi atau variabel mempunyai sifat yang lebih dekat dengan observasi tertentu daripada dengan observasi yang lain digunakan fungsi yang
disebut jarak (distance). Suatu fungsi disebut jarak jika mempunyai sifat: a. Tidak negatif, d ij 0 dan d ij 0 jika i = j b. Simetri d ij d ji
c. d ij d ik d kj
panjang salah satu sisi
segitiga selalu lebih kecil atau samadengan jumlah dua sisi yang lain Beberapa macam jarak yang biasa dipakai di dalam analisis kelompok: No
1
Jarak
Euclidean
Formula
d ij
x
x jk
2
p
k 1
ik
d ij xik x jk p
2
3
Manhattan
Pearson
k 1
d ij
p
k 1
x
x jk
var xk ik
2
Metode K-Medoids Clustering Algoritma Partitioning Around Medoids (PAM) atau sering disebut dengan algoritma K-Medoid adalah sebuah algoritma yang merepresentasikan cluster yang dibentuk menggunakan medoids. Dalam jurnal yang ditulis oleh Wiwit Agus Triyanto (2015) mengutip tulisan dari Han J dan Kamber M (2006) dengan judul “Data Mining: Concepts and Techniques”, yang menjelaskan bahwa algoritma K-Medoids hadir untuk mengatasi kelemahan algoritma K-Means yang sensitif terhadap outlier , karena suatu objek dengan suatu nilai yang besar mungkin secara substansial menyimpang dari distribusi data. Menurut Han dan Kamber (2012 : 457), algoritma K-Medoids adalah sebagai berikut: a. Secara acak pilih k objek pada sekumpulan n objek sebagai medoid
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
227
b. Ulangi: 1) Tempatkan objek non-medoid ke dalam cluster yang paling dekat dengan medoid 2) Secara acak pilih Orandom: sebuah objek non-medoid 3) Hitung total cost, S, dari pertukaran medoid oj dengan Orandom 4) Jika S < 0, maka tukar oj dengan Orandom untuk membentuk sekumpulan k objek medoid c. Hingga tidak ada perubahan. Secara umum, algoritma K-Medoid dalam tulisan Sergios Theodoridis & Konstantinos Koutroumbas (2006) bekerja dengan mengikuti algoritma berikut: 1. Inisialisasi: Memilih secara acak (tanpa penggantian) k objek dari n objek sebagai medoid (pusat cluster ) 2. Mengasosiasikan atau mengaitkan setiap objek ke medoid terdekat. 3. Saat total cost menurun: Untuk setiap m medoid, untuk setiap nonmedoid data point o: 1) Melakukan pertukaran m dan o, serta menghitung total cost (jumlah jarak masing-masing objek ke medoid masing-masing) 2) Apabila total cost yang diperoleh lebih besar dari total cost sebelumnya, maka pertukaran m dan o yang dilakukan pada langkah 4 dibatalkan, sehingga sebaiknya menggunakan medoid sebelum dilakukan pertukaran.
Purity
Purity merupakan salah satu metode evaluasi cluster yang digunakan untuk menghitung kemurnian dari suatu cluster yang direpresentasikan sebagai anggota cluster yang paling banyak sesuai (cocok) di suatu kelas. Nilai purity yang semakin mendekati 1 (satu) menandakan semakin baik cluster yang diperoleh. Purity dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Purity (Ω, C) = 1/N ∑
228
Dimana Ω = w1, w2,...,wj adalah kumpulan dari kelas dan C = c1, c2,..., ck adalah kumpulan dari cluster yang terbentuk.
Penyakit Jantung Jantung merupakan salah satu organ terpenting dalam tubuh. Organ berukuran sebesar kepalan tangan ini berfungsi memompa dan menyebarkan darah yang mengandung oksigen ke seluruh tubuh. Secara rata-rata, jantung manusia berdenyut 72 kali per menit dalam status beristirahat dan memompa 4 hingga 7 liter darah pada tiap menitnya. Penyakit jantung yang paling umum terjadi adalah penyakit jantung koroner (PJK). Penyakit ini terjadi ketika pasokan darah yang kaya oksigen menuju otot jantung terhambat oleh plak pada arteri koroner. Penyebab utama penyakit jantung koroner adalah penimbunan lemak dalam arteri atau aterosklerosis. Selain dapat mengurangi suplai darah ke jantung, aterosklerosis juga dapat memicu terbentuknya trombosis atau penggumpalan darah. Penggumpalan darah ini memblokir suplai darah ke jantung. Jadi, orang yang menderita angina , lebih rentan terkena serangan jantung. Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, yaitu kebiasaan merokok, pola hidup yang buruk, kadar kolesterol yang tinggi, hipertensi, penyakit diabetes, kelebihan berat badan, faktor umur, jenis kelamin, dan riwayat penyakit keluarga.
3. METODE PENELITIAN Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari UCI repository (http://archive.ics.uci.edu/ml/machinelearning-databases/heartdisease/cleveland.data ). Data yang diambil merupakan data Heart Disease dengan
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
variabel utama yang difokuskan dalam studi kasus ini adalah variabel “Umur”, “Jenis Kelamin”, “Trestbps”, “Chol”, “FBS”, “Thalach”, “Exang”, “Oldpeak”, dan “Diagnosa”. Variabel “Trestbps” (resting blood pressure) merupakan nilai yang menunjukkan tekanan darah pasien yang diukur dalam keadaan istirahat. Variabel “Chol” (cholestoral) merupakan nilai yang menunjukkan serum kolesterol yang dimiliki pasien. Variabel “FBS” (fasting blood sugar ) merupakan nilai yang menunjukkan kadar gula darah puasa yang dimiliki pasien. Variabel “Thalach” merupakan nilai yang menunjukkan detak jantung maksimal yang mampu dicapai. Variabel “Exang” (exercise induced angina ) merupakan keterangan yang menunjukkan apakah saat pasien tersebut melakukan latihan menyebabkan kejang jantung (angina /nyeri dada). Variabel “Oldpeak” merupakan nilai yang menunjukkan gelombang ST depresi yang diinduksi oleh latihan relatif untuk beristirahat. Variabel “Diagnosa” merupakan keterangan yang menjelaskan bahwa pasien tersebut merupakan pasien jantung atau seorang pasien yang normal. Dalam data ini, pasien jantung diindikasikan dengan mereka yang mengalami penyempitan pembuluh darah lebih dari 50%. Jumlah data Heart Disease yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 24 data. Analisis data dilakukan untuk mengetahui pengelompokan pasien jantung yang didiagnosa berdasarkan 8 (delapan) variabel di atas dengan metode KMedoid Clustering dengan bantuan perangkat lunak (software) Microsoft Excel.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian K-Medoid Clustering Himpunan Data Campuran
Clustering for Heterogeneous DataSets”
membahas tentang cara mengelompokkan data campuran yang terdiri dari data numerik, kategorik, dan biner dengan mengusulkan ukuran kemiripan baru dalam bentuk triplet untuk menemukan jarak antara dua objek data dengan jenis atribut yang heterogen (campuran). Algoritma yang dibahas dalam jurnal ini yaitu ukuran kemiripan baru untuk mencari ukuran jarak total antara dua objek yang memiliki atribut numerik, kategorik, dan biner. Jarak antara dua objek untuk masingmasing atribut dihitung secara terpisah dengan 3 (tiga) metode yang berbeda seperti berikut ini: 1. Ukuran jarak untuk atribut numerik Untuk menghitung ukuran jarak antara dua objek dengan atribut numerik digunakan perhitungan Lp (p-norm distance). Perhitungan ini memiliki formula matematis yang mirip dengan formula untuk menghitung jarak Manhattan. Lp (pnorm distance) didefinisikan sebagai berikut:
(1)
∑
|
|
Ketika nilai p = 1, maka itu adalah L1 norm, Ketika nilai p = 2, maka itu adalah L2 norm. Tetapi, sebelum masuk kedalam perhitungan matematis seperti yang tertulis pada rumus di atas, data dengan atribut numerik harus ditransformasi ke dalam bentuk normal terlebih dahulu. Dalam hal ini, transformasi yang digunakan memiliki formula seperti berikut:
untuk
Penelitian yang sudah dilakukan oleh Sandhya Harikumar dan Surya PV (2015) dalam jurnal dengan judul “K-Medoid
(2)
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
229
2. Ukuran jarak untuk atribut kategorik Untuk menghitung ukuran jarak antara dua objek dengan atribut kategorik digunakan pendekatan probabilitas. Jarak antara x dan y dapat dihitung sebagai berikut:
(3)
(4)
a) Probabilitas kejadian objek x atribut Ai dengan set tertentu kejadian w pada atribut Aj. b) Probabilitas kejadian objek y atribut Ai dengan set tertentu kejadian w pada atribut Aj. ⁄ ⁄
dari dari dari dari
c) Kemudian, fungsi jarak probabilitas yang digunakan sebagai perwakilan dari atribut kategorik tersebut dihitung dengan cara menjumlahkan hasil probabilitas kejadian objek x dan objek y seperti yang sudah dihitung pada point a dan point b. Apabila pada perhitungan point a , b, maupun c diperoleh nilai lebih dari satu ), maka jarak ( probabilitas dimodifikasi dengan cara mengurangkan dengan nilai satu, sehingga jarak probabilitas hanya berada diantara nol dan satu (0 ≤ ≤ 1). ⁄ ⁄ –1
3. Ukuran jarak untuk atribut biner Untuk menghitung ukuran jarak antara dua objek dengan atribut biner, Sandhya Harikumar dan Surya PV menggunakan jarak Hamming. Jarak antara dua objek x dan y diambil sebagai untuk x = y, dan untuk x ≠ y. Setelah masing-masing atribut dihitung secara terpisah dengan 3 (tiga) metode yang berbeda, maka akan diperoleh suatu ukuran jarak antara dua objek dengan atribut yang heterogen (campuran). Ukuran jarak antara dua objek yang dimaksudkan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
230
(
∑
∑ (5)
|
)
(
|
)
∑
(
)
Dimana mr adalah sejumlah atribut numerik, mc adalah sejumlah atribut kategorik, dan mb adalah sejumlah atribut biner (total atribut m = mr + mc + mb).
Algoritma yang diusulkan oleh Sandhya Harikumar dan Surya PV ini kemudian dibandingkan dengan algoritma K-Means data campuran yang sudah ada sebelumnya. Untuk melihat kualitas dari algoritma clustering, maka digunakan nilai purity. Pengelompokan yang berkualitas baik memiliki nilai purity satu, sedangkan pengelompokan yang kurang baik semakin mendekati nilai nol. Tetapi dalam penelitian ini tidak dilakukan perbandingan dengan metode lain yang sudah ada.
Penerapan K-Medoid Clustering Himpunan Data Campuran
untuk
Untuk memperjelas bagaimana cara mengelompokkan himpunan data yang terdiri dari atribut data campuran dengan menggunakan konsep triplet atau ukuran kemiripan baru untuk menentukan jarak antara dua objek data yang diusulkan oleh Sandhya Harikumar dan Surya PV di atas, maka penulis ingin menggunakan studi kasus berupa himpunan data yang sudah diklasifikasikan terlebih dahulu yaitu data pasien penyakit jantung (Heart Disease Database) dengan rincian variabel seperti yang sudah dijelaskan pada metode penelitian. Berikut data pasien jantung yang dimaksud:
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Tabel 4.1. Data Pasien Penyakit Jantung
konsep triplet diasumsikan bernilai nol. Berikut adalah contoh perhitungan secara rinci untuk mencari jarak antara dua objek (dalam perhitungan ini jarak antara objek ke-1 dan medoid cluster pertama (objek ke-5): Tabel 4.3. Rincian objek pertama dan medoid pertama
Sesuai dengan cara kerja dari K-Medoid secara umum, maka peneliti pertama akan menentukan beberapa objek dari n objek yang tersedia yang akan dijadikan pusat cluster (medoid). Dalam kasus ini, akan dibentuk dua kelompok (cluster ), maka peneliti memilih secara random 2 (dua) objek yang akan dijadikan medoid. Dua objek yang terpilih tersebut yaitu objek ke-5 sebagai medoid cluster pertama dan objek ke-21 sebagai medoid cluster kedua. Tabel 4.2. Rincian objek medoid pertama dan medoid kedua
Setelah menentukan dua objek sebagai medoid, maka peneliti menghitung jarak masing-masing objek non-medoid ke medoid cluster pertama dan ke medoid cluster kedua dengan menggunakan konsep triplet. Dalam kasus ini, karena himpunan data campuran yang digunakan berupa numerik dan biner, maka perhitungan untuk data kategorik dalam
Variabel “Umur”, “Trestbps”, “Chol”, “Thalach”, dan “Oldpeak” merupakan data dengan atribut numerik, sehingga harus ditransformasikan ke dalam bentuk normal terlebih dahulu dengan menggunakan rumus (2). Variabel “Umur” memiliki nilai minimal 2λ dan maksimal 64, variabel “Trestbps” memiliki nilai minimal 94 dan maksimal 152, variabel “Chol” memiliki nilai minimal 108 dan maksimal 30λ, variabel “Thalach” memiliki nilai minimal 88 dan maksimal 202, dan variabel “Oldpeak” memiliki nilai minimal 0 dan maksimal 2,8. 1) Umur (new) (61-29)/(64-29) = 0,914 2) Trestbps (new) (145-94)/(152-94) = 0,879 3) Chol (new) (307-180)/(309-180) = 0,984 4) Thalach (new) (146-88)/(202-88) = 0,509 5) Oldpeak (new)(1-0)/(2,8-0) = 0,357 Setelah ditransformasi ke dalam bentuk normal, maka dilanjutkan dengan menghitung jarak antara objek ke-1 dan medoid cluster pertama untuk masing-masing variabel terlebih dahulu. Untuk jenis atribut numerik menggunakan rumus (1) dengan menggunakan L1. Ketika nilai p=1 dalam aturan p-norm distance, maka L1 merupakan salah satu pengukuran jarak dengan menjumlahkan perbedaan absolute dari variabel-variabel yang digunakan atau biasa disebut dengan ukuran jarak manhattan. Untuk jenis atribut biner menggunakan konsep jarak Hamming (Hamming distance)
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
231
yaitu jarak antara dua objek x dan y diambil sebagai untuk x = y, dan untuk x ≠ y. Berikut rincian perhitungannya: 1) Jarak objek ke-1 dan medoid cluster pertama untuk variabel “Umur” yaitu |0,914 – 0,943| = 0,029 2) Jarak objek ke-1 dan medoid cluster pertama untuk variabel “Trestbps” yaitu |0,879 – 0,448| = 0,431 3) Jarak objek ke-1 dan medoid cluster pertama untuk variabel “Chol” yaitu |0,λ84 – 0,674| = 0,310 4) Jarak objek ke-1 dan medoid cluster pertama untuk variabel “Thalach” yaitu |0,509 – 0,096| = 0,412 5) Jarak objek ke-1 dan medoid cluster pertama untuk variabel “Oldpeak” yaitu |0,357 – 0,643| = 0,286 6) Jarak objek ke-1 dan medoid cluster pertama untuk variabel “Jenis Kelamin” yaitu Perempuan ≠ Laki-laki 1 7) Jarak objek ke-1 dan medoid cluster pertama untuk variabel “FBS” yaitu False = False 0 8) Jarak objek ke-1 dan medoid cluster pertama untuk variabel “Exang” yaitu Yes = Yes 0 Total jarak atribut numerik 0,029 + 0,431 + 0,310 + 0,412 + 0,286 = 1,468
ke dalam kelompok yang memiliki jarak terdekat dengan medoid-nya. Sehingga dalam perhitungan manual untuk objek ke-1 ini dapat ditentukan bahwa objek ke-1 masuk ke dalam cluster pertama, karena memiliki jarak yang lebih dekat ke medoid cluster pertama daripada jarak objek ke-1 ke medoid cluster kedua. Perhitungan jarak antara objek nonmedoid dengan objek yang menjadi medoid cluster pertama dan medoid cluster kedua untuk keseluruhan objek dihitung sampai seluruh objek terbagi menjadi dua kelompok. Dalam kasus medoid cluster pertama adalah objek ke-5 dan medoid cluster kedua adalah objek ke-21, diperoleh hasil seperti berikut: Tabel 4.4. Tabel Perhitungan Jarak Setiap Objek ke Masing-masing Medoid
Total jarak atribut biner 1 + 0 + 0 = 1 Sehingga diperoleh total jarak antara objek ke-1 dan medoid cluster pertama yaitu 1,468 + 1 = 2,468. Cara menghitung jarak antara objek ke-1 dan medoid cluster kedua sama dengan konsep menghitung jarak antara objek ke-1 dan medoid cluster pertama. Diperoleh total jarak atribut numerik sebesar 1,957 dan total jarak atribut biner sebesar 2. Sehingga diperoleh total jarak antara objek ke-1 dan medoid cluster kedua yaitu 1,957 + 2 = 3,957. Berdasarkan algoritma k-medoid menurut Han dan Kamber (2006) yang menyatakan bahwa objek non-medoid diletakkan ke dalam cluster yang paling dekat dengan medoid. Dengan kata lain, objek non-medoid akan dimasukkan
232
Setelah masing-masing objek diletakkan dalam kelompoknya, maka langkah selanjutnya adalah menghitung total jarak keseluruhan dengan menjumlah seluruh nilai minimal yang digunakan oleh setiap objek untuk masuk ke dalam kelompoknya masingmasing. Total jarak atau biasa disebut dengan total cost yang diperoleh yaitu sebesar 28,112.
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Kemudian, memilih kembali secara random satu objek non-medoid yang akan dijadikan O’ medoid (medoid pengganti sementara). Apabila nanti ada pasangan medoid yang menghasilkan total cost lebih kecil dari 28,112, maka O’ akan menjadi medoid pengganti tetap. Dalam kasus ini, peneliti tidak hanya melakukan satu atau dua kali iterasi saja, tetapi peneliti melakukan seluruh iterasi dengan mengkombinasikan masing-masing objek. Tetapi, karena sebelumnya sudah diketahui bahwa objek ke1 sampai objek ke-12 merupakan anggota dari kelompok pertama dan objek ke-13 sampai objek ke-24 merupakan anggota dari kelompok kedua, maka peneliti melakukan perhitungan dengan mengkombinasikan setiap anggota kelompok pertama dengan setiap anggota kelompok kedua. Perhitungan ini dilakukan secara berulang sebanyak 144 kali dengan menggunakan bantuan software Microsoft Excel. Berikut ini adalah jarak total keseluruhan yang diperoleh untuk masingmasing kombinasi:
Tabel 4.5.Total Cost Seluruh Kombinasi Medoid
Tabel 4.6.Total Cost Seluruh Kombinasi Medoid
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
233
Berdasarkan hasil perhitungan dengan mengkombinasikan setiap anggota kelompok pertama dengan setiap anggota kelompok kedua yang sudah dihitung sebanyak 144 kali seperti pada tabel di atas, diperoleh total cost terendah sebesar 28,112 yang terjadi pada saat objek ke-5 menjadi medoid untuk kelompok pertama dan objek ke-21 menjadi medoid untuk kelompok kedua. Karena pasangan kedua medoid tersebut memiliki total cost terendah, maka digunakan sebagai medoid tetap untuk pengelompokan.
campuran (heterogen). Konsep triplet dalam k-medoids clustering yang diterapkan pada 24 data Heart Disease yang sudah terklasifikasikan, menghasilkan nilai kemurnian (purity) sebesar satu dengan keterangan objek ke-1 sampai dengan objek ke-12 masuk ke dalam kelompok satu (Heart Patient), sedangkan objek ke-13 sampai dengan objek ke-24 masuk ke dalam kelompok dua (Normal).
Untuk mengevaluasi kualitas cluster yang sudah terbentuk, maka dapat menggunakan nilai purity. Berikut adalah tabel hasil evaluasi cluster dan hasil perhitungan dari nilai purity:
6. REFERENSI [1] Aha, David. (1λ88). “Heart Disesase DataSets”.http://archive.ics.uci.edu/ml/m achine-learning-databases/heartdisease/cleveland.data (Diaskes pada 17 April 2016, pukul 19:47)
Tabel 4.7. Tabel evaluasi cluster
[2] Ahmad A., Dey Lipika. 2007. A K-Mean Clustering Algorithm for Mixed Numeric and Categorical Data . Data and Knowledge Engineering Vol. 63 (April 2007): 503-527.
Keterangan: Purity = (1/24) x (12+12) = 1/24 x 24 = 1
Berdasarkan tabel evaluasi di atas, dapat diketahui bahwa dalam penelitian ini dengan menggunakan 24 data Heart Disease tidak ada kesalahan dalam pengelompokan data. Kemudian berdasarkan hitungan nilai purity di atas, diperoleh nilai purity sebesar 1 yang memiliki arti bahwa kualitas cluster yang terbentuk dalam penelitian ini dapat dikatakan sudah baik
5. KESIMPULAN Berdasarkan kegiatan yang sudah dilakukan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa konsep triplet (L1-norm untuk data numerik, pendekatan probabilitas untuk data kategorik, dan Hamming Distance untuk data biner) pada k-medoids clustering dapat diterapkan dengan baik pada himpunan data
234
[3] Ambrosio, Andrea. 2001. “Vector pnorm”.http://planetmath.org/vectorpnorm . (Diakses pada 23 April 2016, pukul 19.39). [4] Anonim. 2008. “Analisis Kelompook (Definisi Jarak)”. https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j &q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad= rja&uact=8&ved=0ahUKEwjzvqSPmq7 LAhUDHKYKHU6HAR4QFggZMAA &url=https%3A%2F%2Fstatistikaterapa n.files.wordpress.com%2F2008%2F10% 2Fanalisiskelompok.doc&usg=AFQjCNGjoup_zCZFI9umiKUrN2zjWMaBA&bvm=bv.1 16274245,d.dGY (Diakses pada 07 Maret 2016, pukul 16.42). [5] Anonim. 2015. “Pengertian Jantung”. http://www.alodokter.com/jantung/
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
(Diakses pada 26 April 2016, pukul 11.10). [6] Anonim. 2015. “Pengertian Penyakit Jantung”.http://www.alodokter.com/peny akit-jantung/ (Diakses pada 26 April 2016, pukul 11.17). [7] Anonim. 2015. “Penyebab Penyakit Jantung”.http://www.alodokter.com/peny akit-jantung/penyebab/ (Diakses pada 26 April 2016, pukul 11.21). [8] Anonim. 2015. “Lebih Jauh Tentang Penyakit Jantung Koroner”. http://www.alodokter.com/lebih-jauhtentang-penyakit-jantung-koroner (Diakses pada 26 April 2016, pukul 11.34). [9] Chrisnanto, Yulison H., Abdillah Gunawan. 2015. Penerapan Algoritma Partitioning Around Medoids (PAM) Clustering untuk Melihat Gambaran Umum Keampuan Akademik Mahasiswa . Jurnal Teknologi Informasi dan Komunikasi ISSN 2089-9815 (Maret 2015): 444-448. [10] Djohan, T Bahri A. 2004. Penyakit Jantung Koroner dan Hypertensi. e-USU Repository Ahli Penyakit Jantung Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2004): 1-7. [11] Han, J., Kamber M. 2012. Data Mining: Concept and Techniques, Third Edition. Waltham (USA): Morgan Kaufmann Publishers. [12] Handoyo, R., M R Rumani., Nasution S M. 2014. Perbandingan Metode Clustering menggunakan Metode Single Linkage dan K-Means pada Pengelompokan Dokumen. JSM STMIK Mikroskil ISSN 1412-0100 Vol. 15 No. 2 (Oktober 2014): 73-82.
[13] Harikumar, Sandhya., PV Surya. 2015. K-Medoid Clustering for Heterogeneous DataSets. Procedia Computer Science Vol. 70 (Nov 2015): 226-237. [14] Hombar. 2013. “Kernel K-Means Clustering”.http://newonenext.blogspot.c o.id/2013/01/kernel-k-meansclustering.html (Diakses pada 09 Februari 2016, pukul 13.50). [15] Li, Yanjun., Congnan Luo., Soon M Chung. 2008. Text Clustering with Feature Selection by Using Statistical Data. IEEE Vol. 20 No. 5 (Mei 2008). [16] Mardia, K V., Kent, J T., Bibby, J M. 1979. Multivariate Analysis. London: Academic Press. [17] Mukti, Nur Ratna. 2012. “Analisis Cluster”. http://inungpunyamimpi.blogspot.co.id/2 012/04/analisis-cluster.html. (Diakses pada 16 Maret 2016, pukul 10.37). [18] Sutanto, Hery T. 2009. Cluster Analisys. Prosiding Semnas Matematika dan Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY ISBN: 978-979-16353-3-2 (Desember 2009): 681-689. [19] Santoso, Singgih. 2010. Statistik Multivariat. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. [20] Theodoridis, Sergios., Konstantinos Koutroumbas. 2006. Pattern Recognition 3rd ed. p. 635. Amsterdam: Academic Press. [21] Triyanto, Wiwit A. 2015. Algoritma KMedoids untuk Penentuan Strategi Pemasaran Produk. Jurnal SIMETRIS Vol 6 (April 2015): 183-188. [22] Yaniar, Nimas S. 2010. Perbandingan Ukuran Jarak pada Proses Pengenalan
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
235
Wajah Berbasis Principal Component Analysis (PCA). Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI Institut Teknologi Sepuluh Nopember (Agustus 2010): 1-6.
236
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
ANALISIS PENYEBARAN KEKERINGAN DAN PENGELOMPOKAN ZONA AGROKLIMAT DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR MENGGUNAKAN METODE STANDARDIZED PRECIPITATION INDEX (SPI) DAN OLDEMAN 1,2
Endah Handayani1), Jaka Nugraha2) Program Studi Statistika, Fakultas MIPA, Universitas Islam Indonesia email:
[email protected] email:
[email protected]
Abstrak Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu provinsi yang masuk ke dalam kategori daerah rawan bahaya kekeringan. Badan Nasional Penanggulangan Bencana Daerah mencatat bahwa telah terjadi kerusakan lahan, gagal panen, dan kekurangan air bersih akibat kekeringan. Curah hujan yang tidak menentu mengakibatkan musim kemarau lebih panjang yaitu sekitar 8 bulan per tahun. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui penyebaran kekeringan di suatu wilayah dalam waktu tertentu adalah metode Standardized Precipitation Index. Penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui klasifikasi iklim menggunakan metode Oldeman yang membentuk zona agroklimat, sehingga dapat diketahui berapa kali masa tanam dalam satu tahun. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kabupaten yang rawan kekeringan adalah hampir seluruh kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur, kecuali Kabupaten Manggarai. Berdasarkan nilai indeks kekeringan, musim kemarau di Provinsi Nusa Tenggara Timur dimulai dari bulan April-November. Tetapi penyebaran kekeringan terparah setiap tahunnya terjadi pada bulan Juli-Oktober dengan tingkat kekeringan mencapai kekeringan ekstrem dan sangat kering. Kemudian, zona iklim yang terbentuk yaitu tipe B2, C3, D3, D4, E3 dan E4. Tipe B2 menunjukkan penanaman padi dapat dilakukan dua kali dalam setahun, penanaman palawija dapat dilakukan pada bulan kering, tipe ini terjadi di Kabupaten Manggarai. Tipe C3 menunjukkan penanaman padi hanya dilakukan sekali dalam setahun, penanaman palawija sebaiknya tidak dilakukan pada bulan kering. Tipe ini menyebar di Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Sumba Barat. Tipe D3 dan D4 menunjukkan penanaman padi atau palawija dapat dilakukan sekali dalam setahun, tergantung pada persediaan air irigasi. Tipe ini terjadi di Kabupaten Kupang, Belu, Flores Timor, Ngada, Rote Ndao, Manggarai Barat, Sabu Raijua, Kota Kupang. Tipe E3 dan E4 merupakan tipe yang terlalu kering, sehingga kemungkinan hanya dapat satu kali penanaman palawija saja, itu pun tergantung adanya hujan. Tipe ini terjadi di Kabupaten Timor Tengah Utara, Ende, Sumba Barat Daya, Alor, Lembata, Sikka, Sumba Tengah, Sumba Timur, Gekeo, Manggarai Timur, dan Malaka. Kata kunci: Curah Hujan, Standardized Precipitation Index, Oldeman, Zona Agroklimat
1. PENDAHULUAN
Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu provinsi yang masuk ke dalam kategori daerah rawan bahaya kekeringan. Hampir setiap tahun wilayah Nusa Tenggara Timur mengalami fenomena El Nino yang dimana musim hujan lebih pendek dibandingkan musim kemarau. Guru Besar Geografi Lingkungan Undana, Ida Bagus
Arjana pernah menelurkan kondisi ini dalam sebuah teori yang cukup mewakili kondisi. Beliau mengemukakan bahwa kondisi ini disebabkan oleh karena Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan daerah dengan letak geografis terletak di 8 – 12 derajat LS yang merupakan daerah dengan kondisi tropis kering (semi ringkai). Selain itu, rata-rata topografi daerah ini sekitar 500 m di atas tinggi dan gunung. Kondisi-kondisi inilah yang mengakibatkan curah hujan yang turun
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
237
di Nusa Tenggara Timur relatif lebih sedikit yakni sekitar 100 hari tiap tahunnya. Dalam penelitian ini, penulis menganalisis penyebaran kekeringan di Provinsi Nusa Tenggara Timur menggunakan metode Standardized Precipitation Index (SPI), yang dimana metode ini merupakan model untuk mengukur kekurangan/deficit curah hujan pada berbagai periode berdasarkan kondisi normalnya. Jenis kekeringan pada metode Standardized Precipitation Index (SPI) adalah kekeringan meteorologis yang merupakan besaran curah hujan yang terjadi dibawah kondisi normal pada suatu musim. sedangkan untuk melihat kecocokan tanaman pangan penulis menggunakan klasifikasi iklim Oldeman.
2. KAJIAN LITERATUR DAN PEGEMBANGAN HIPOTESIS
b. Kekeringan Pertanian (Agricultural Drought). Kekeringan pertanian ini terjadi setelah terjadinya gejala kekeringan meteorologis. c. Kekeringan Hidrologi (Hydrological Drought). Didefinisikan sebagai kekurangan pasok air permukaan dan air tanah dalam bentuk air di danau dan waduk, aliran sungai, dan muka air tanah. Faktor- fakktor yang menyebabkan kekeringan adalah: a) Adanya penyimpangan iklim b) Adanya gangguan keseimbangan hidrologis c) Kekeringan agronomis Metode yang digunakan dalam menganalisis kekeringan adalah metode Standardized Precipitation Index (SPI).
Standardized Precipitation Index (SPI)
Kekeringan Menurut Sekretariat Bakornas Penanggulangan Bencana dan Penanganan pengungsi tahun 2005, Kekeringan merupakan salah satu permasalahan yang berdampak negatif bagi suatu wilayah. Kekeringan sering dianggap sebagai sebuah bencana yang timbul akibat dari kurangnya curah hujan. Pada dasarnya kekeringan adalah fenomena alam yang umum terjadi sesuai dengan siklus iklim pada suatu wilayah yang terkait dengan daur hidrologi. Jenis kekeringan di Indonesia terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: a. Kekeringa Meteorologis (Meteorology Drought), kekeringan jenis ini merupakan kekurangan hujan dari yang normal atau diharapkan selama periode waktu tertentu.
238
Standardized Precipitation Index (SPI) merupakan indeks rata-rata curah hujan yang digunakan untuk mengukur tingkat kebasahan dan kekeringan suatu wilayah. Standardized Precipitation Index (SPI) dikembangkan oleh McKee et al pada tahun 1993. Standardized Precipitation Index (SPI) didesain untuk mengetahui secara kuantitatif defisit hujan dengan berbagai skala waktu. Adapun skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala 1 bulan sebab dengan penulis ingin mengetahui kkonkdisi kekeringan disetiap bulannya yang terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur. metode Standardized Precipitation Index (SPI). memiliki beberapa kelebihan, diantaranya sebagai berikut:
a) Cukup menggunakan data curah hujan bulanan. b) Dapat digunakan untuk membandingkan tingkat kekeringan antar wilayah meskipun dengan jenis iklim yang berbeda.
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
c) Indeks dari Standardized Precipitation Index (SPI) ini digunakan untuk menentukan anomali kekeringan yang saat ini terjadi. d) Dapat digunakan untuk periode 1 hingga 36 bulan. Perhitungan (Standardized Precipitation Index)
beberapa hal masih mengundang diskusi mengenai batasan atau kriteria yang digunakan. Namun demikian untuk keperluan praktis klasifikasi ini cukup berguna terutama dalam klasifikasi lahan pertanian tanaman pangan di Indonesia. Klasifikasi iklim ini diarahkan kepada tanaman pangan seperti padi dan palawija. Kriteria iklim dengan klasifikasi metode oldeman adalah sebagai berikut:
Keterangan : SPI = Nilai SPI (Standardized
a. Bulan Basah (BB) : rata-rata curah hujan > 200 mm /bulan b. Bulan Lembab (BL) : rata-rata curah hujan 100 - 200 mm/ bulan
Precipitation Index)
Xi = Curah hujan pada periode tertentu ̅ = rata-rata curah hujan selama periode pengamatan
σi = simpangan baku periode pengamatan Tabel 1. Klasifikasi kkekeringan Standardized Precipitation Index Nilai Indeks
Klasifikasi
SPI
Kekeringan
≥1
basah
≥ 0,0
Tidak kering
0,0 s/d -1
ringan
-1 s/d -1,5
sedang
-1,5 s/d -2
Sangat kering
c. Bulan Kering (BK) : rata-rata curah hujan < 100 mm/ bulan Berdasarkan kriteria Bulan Basah (CH>200mm/bulan) dan Bulan Kering (CH<100 mm/bulan). Tipe utama klasifikasi Oldeman dibagi menjadi 5 tipe yang didasarkan pada jumlah pada jumlah bulan basah berturut-turut. Sedangkan sub divisinya dibagi menjadi 4 yang didasarkan pada jumlah bulan kering berturut- turut adalah: Tabel 2. Tipe Utama oldeman
Selain tipe utama terdapat sub tipe yang mendukung klasifikasi oldeman, yaitu: Tabel 3. SubTipe Utama oldeman
≤ -2,0
Ekstrem kering
Metode Oldeman Klasifikasi iklim Oldeman tergolong klasifikasi yang baru di Indonesia dan pada Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
239
Berikut adalah keterangan dari masingmasing klasifikasi ikli oldeman: Tabel 4. oldeman
Penjabaran
tipe
klasifikasi
Geofisika (BMKG). Data curah yang akan diteliti adalah data curah hujan yang terdapat pada masing-masing kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur. sementara itu, variabel yang digunakan penulis adalah jumlah curah hujan yang terdapat di 22 kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Satuan curah hujan menurut SI adalah milimeter, yang merupakan penyingkatan dari liter per meter persegi. Curah hujan 1 (satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu milimeter atau tertampung air sebanyak satu liter. Penelitian ini menggunakan analisis dengan menghitung nilai indeks kekeringan menggunakan metode Standardized Precipitation Index (SPI) dan metode oldeman untuk menentukan klasifikasi hasil pangan di provinsi Nusa Tenggara Timur. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang diperoleh penulis setelah menganalisis adalah: Analisis Standardized Precipitation Index (SPI)
Hasil klasifikasi Oldeman dapat dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan pertanian, seperti penentuan permulaan masa tanam, penentuan pola tanam dan intensitas penanaman
3. METODE PENELITIAN Data dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan dari sumber-sumber yang telah ada. Data yang digunakan adalah data dari hasil pencatatan mengenai kejadian curah hujan berdasarkan intensitas hujan di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Data bersumber dari Badan Meteorologi Klimatologi dan
240
Tabel 4. Nilai SPI Provinsi Nusa Tenggara Timur kabupaten januari februarimaret april mei juni juli agustus september oktober nopemberdesember Sumba Barat 6,2 6,3 2,1 1,6 -2,7 -5,9 -6,0 -6,1 -4,2 -1,7 1,3 9,1 Sumba Timur 7,5 7,5 3,5 2,3 -3,0 -3,9 -4,1 -5,8 -3,9 -4,0 -1,3 6,7 Kupang 8,3 8,3 5,0 -1,49 -1,2 -3,4 -4,4 -4,6 -4,6 -3,3 -2,1 3,5 Timor Tengah Selatan 7,9 7,9 2,0 0,6 1,1 -3,2 -4,2 -5,4 -5,5 -4,2 -0,1 9,6 Timor Tengah Utara 2,7 2,7 0,3 -0,8 -0,6 -0,9 -4,1 -5,2 -4,5 -3,7 -0,6 10,51 Belu 2,8 2,8 2,9 -0,9 -1,6 -4,6 -4,5 -4,3 -5,4 -3,0 -0,3 10,17 Alor 7,4 7,4 2,6 0,2 -0,7 -4,1 -5,2 -4,0 -4,8 -3,5 -2,1 1,3 Lembata 7,7 7,7 2,5 -1,47 -1,1 -3,3 -4,5 -5,1 -5,2 -3,8 -1,8 5,1 Flores Timur 7,1 7,1 2,5 -1,4 0,9 -3,2 -4,6 -5,0 -4,4 -4,3 -3,2 2,5 Sikka 6,5 6,5 4,8 0,9 -1,8 -3,4 -5,5 -4,8 -4,7 -2,7 -1,0 4,3 Ende 5,0 5,0 5,4 0,7 -1,0 -5,0 -4,6 -4,4 -5,4 -2,4 -0,2 3,6 Ngada 6,3 6,3 -0,9 -0,3 -2,2 -4,1 -4,2 -4,8 -3,9 -3,2 2,2 9,0 Manggarai 3,2 3,2 3,3 3,8 1,8 -4,2 -6,0 -7,1 -3,8 -3,4 2,4 5,4 Rote Ndao 5,4 5,4 4,4 -0,1 -1,39 -3,3 -4,9 -5,5 -4,7 -5,0 -1,1 7,0 Manggarai Barat 4,2 4,2 4,1 -2,0 -1,9 -5,0 -3,4 -3,8 -4,2 -3,2 -1,8 8,3 Sumba Tengah 6,5 6,5 8,6 0,4 -2,9 -5,5 -0,9 -5,1 4,7 -4,8 -6,6 -3,3 Sumba Barat Daya 4,4 4,4 2,4 1,1 0,2 1,0 1,2 -4,5 0,2 -5,8 -7,1 -3,7 gekeo 4,2 4,2 2,5 -2,0 -0,3 -2,6 -0,6 -0,4 -4,6 -2,2 -2,5 -2,9 Manggarai Timur -0,4 -0,4 -2,8 0,0 -1,1 -4,0 -4,1 -4,9 -3,6 -1,1 3,9 9,6 Sabu Raijua 5,9 5,9 1,5 -0,5 -2,9 -3,2 -5,4 -5,2 -5,4 -1,4 -0,7 7,8 Malaka 3,8 3,8 7,3 6,5 1,1 -1,2 -2,6 -5,9 -5,9 -6,1 -5,6 1,8 Kota Kupang 6,5 6,5 4,8 -1,3 -3,1 -3,9 -4,4 -4,3 -4,2 -3,0 -2,5 2,6 8,3 8,3 8,6 6,5 1,8 1,0 1,2 -0,4 4,7 -1,1 3,9 10,5
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Dari hasil analisa SPI (Standardized Precipitation Index) tahun 2010 sampai dengan 2015, tingkatan kekeringan lebih didominasi oleh kekeringan dengan intensitas tingkat kekeringan berada pada kondisi ringan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran tabel pengelompokan nilai SPI . Kekeringan terparah tercatat mencapai nilai indeks -7,1 dimana nilai indeks tersebut menyatakan bahwa kekeringan yang ada sudah mencapai tingkatan ekstrem kering terdapat pada Kabupaten Sumba Barat Daya. Sedangkan nilai tingkat kekeringan terendah adalah -1,5 yang termasuk kedalam kering ringan terdapat di Kabupaten Kupang.
Februari
Maret Sebaran Kekeringan Media yang digunakan untuk memperlihatkan sebaran informasi indeks kekeringan di Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah pemetaan menggunakan Archgis. Pemetaan dalam penelitian ini digunakan untuk memberikan kondisi gambaran secara spasial kekeringan di Nusa Tenggara Timur. Peta kekeringan merupakan hasil dari interpretasi nilai SPI (Standardized Precipitation Index) yang disajikan dalam gradasi warna.
April
Mei
Januari
Juni
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
241
November
Juli Desember Gambar 4.1 penyebaran kekeringan di Nusa Tenggara Timur
Agustus
Berdasarkan peta gradasi warna diatas, musim hujan dan musim kemarau dapat dijelaskan dalam pembahasan dibawah ini: a) September
Oktober
242
Musim kemarau April
Dari hasil analisis data rata- rata curah hujan dan nilai SPI (Standardized Precipitation Index), bulan April merupakan awal mula masa kekeringan tiba. Berdasarkan nilai SPI (Standardized Precipitation Index) pada bulan April, beberapa kabupaten mengalami kriteria nilai SPI dengan kategori basah yaitu Kabupaten Sumba Barat, Sumba Barat Daya, Manggarai, dan Malaka. Pada umumnya bulan April masih dalam kriteria kering sedang, dan tidak kering. Namun, terdapat kabupaten yang bahkan sudah mencapai kekeringan tingkat ekstrem, daerah yang sudah mengalami tingkatan ekstrem kering adalah kabupaten Manggarai Barat dengan nilai SPI mencapai -2,0.
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
kecuali Kabupaten Gakeo yang tergolong dalam kategori kekeringang ringan.
Mei Pada Bulan Mei wilayah kabupaten Nusa Tenggara Timur didominasi kondisi kekeringan sedang, sangat kering, ekstrem kering dan beberapa kabupaten yang yang masuk dalam kriteria basah. Kabupaten yang masuk dalam kriteria basah adalah kabupaten Manggarai, Timor Tengah Selatan dan Malaka. Sedangkan untuk kriteria sangat kering dan ekstrim kering masing- masing terjadi disebagian Manggarai Barat, Sikka, Belu, kota Kupang, Sabu, Sumba Tengah, Sumba Barat, Sumba Timur Dan Ngada. Juni Pada bulan Juni kabupaten Nusa Tenggara Timur didominasi dengan kriteria kekeringan ekstrem, kekeringan ringan dan kekeringan sedang kecuali Kabupaten Manggarai masih tergolong dalam kategori basah. Sedangkan kabupaten yang tergolong dalam kriteria tidak kering adalah Kabupaten Sumba Barat Daya. Kekeringan ekstrem pada bulan Juni hampir terjadi di seluruh kabupaten di Nusa Tenggara Timur ini diperkuat dengan nilai SPI indeks kekeringan ≤ -2. Juli Tidak jauh berbeda dengan kondisi Bulan Juni, pada Bulan Juli umumnya masih dalam kondisi ekstrem kering. Penyebaran daerah dengan kriteria ekstrem kering semakin meluas hampir terjadi di seluruh kabupaten di Nusa Tenggara Timur kecuali pada kabupaten Manggarai yang masih dalam kategori basah.
September Pada Bulan September kondisi kekeringan hampir telah terjadi di seluruh kabupaten di Nusa Tenggara Timur, penyebaran daerah-daerah ekstrem kering telah terjadi hampir di seluruh kabupaten di NTT. Namun pada kabupaten Sumba Tengah dan Sumba Barat Daya masih dalam kategori tidak kering. Oktober Pada bulan oktober kekeringan masih didominasi oleh kekeringan dalam kategori sangat kering, ekstrem kering, dan kering sedang. Nilai SPI untuk kategori ekstrem kering < -2 tentunya hal ini sangat tidak diharapkan oleh masyarakat setempat karena berpengaruh terhadap hasil panen yang ditanam. November Pada bulan November kondisi tingkat kekeringan ekstrem terjadi di beberapa kabupaten antara lain kota Kupang, Malaka, Gekeo, Sumba Barat Daya, Sumba Timur, Manggarai Barat, Flores Timur, Alor, dan Kupang. Sedangkan dalam tingkatan kering ringan terdapat pada Kabupaten Timor Tengah Utara, Timor Tengah Selatan, Belu, Sikka, Ende, Ngada, dan Sabu. Sedangkan dalam kategori basah terdapat pada Kabupaten Sumba Barat, Ngada, Manggarai. Untuk kategori kekeringan sedang terdapat pada kabupaten Sumba Timur, Rote.
Agustus Pada Bulan Agustus kondisi kekeringan hampir telah terjadi di seluruh wilayah Nusa Tenggara Timur, penyebaran daerah-daerah dengan kriteria ekstrim kering hampir terjadi diseluruh kabupaten di Nusa Tenggara Timur
b)
Musim hujan Desember
Pada bulan Desember Peningkatan jumlah curah hujan sangat signifikan terbukti dengan adanya nilai SPI (Standardized
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
243
Precipitation Index) masingmasing kabupaten >= 1. Kondisi basah dengan nilai SPI tertinggi terdapat pada Kabupaten Timor Tengah Utara, sedangkan beberapa kabupaten lainnya masih tergolong dalam kategori ekstrem kering yaitu pada Kabupaten Sumba Tengah, Sumba Barat Daya dan Gekeo.
Tabel 5. Hasil klasifikasi oldeman
Januari Pada bulan januari nilai SPI (Standardized Precipitation Index) di Nusa Tenggara Timur didominasi kriteria basah. Pada bulan Januari merupakan puncak musim hujan di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Februari Pada bulan Februari hampir seluruh wilayah nusa tenggara timur berada pada kriteria basah, Sedangkan kabupaten lain yang berada pada kriteria kekeringan ringan terdapat pada kabupaten manggrai timur. Maret Pada bulan Maret curah hujan tidak jauh berbeda dengan bulan januari dan Februari yaitu berda pada kriteria basah. Sedangkan Kabupaten Manggarai Timur masih berada dalam kriteria ekstrem kering.
Analisis oldeman Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan data curah hujan dari tahun 2010 sampai tahun 2015 maka diperoleh jumlah bulan basah, bulan kering kelas oldeman dan keterangan dari masing – masing kabupaten adalah sebagai berikut:
244
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Berdasarkan tebal diatas jumlah bulan basah yang semakin banyak dan jumlah bulan kering semakin sedikit maka daerah tersebut akan masuk kedalam zona tipe A dan B, namun sebaliknya apabila jumlah bulan kering lebih besar dari jumlah bulan basah maka daerah tersebut akan masuk kedalm zona tipe E. Dari data curah hujan yang digunakan untuk pernghitungan metode oldeman maka didapati kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki empat tipe iklim diantaranya: B2, C3, D3,D4, E3 dan E4. Secara kasat mata dapat diperhatikan bahwa provinsi Nusa Tenggara Timur di dominasi oleh lahan kering sehingga untuk pertumbuhan tanaman pangan masih sangat minim. Berikut ini adalah gambaran secara spasial penyebaan zona agroklimat di Provinsi Nusa Tenggara Timur
kemudian pada musim kering yang pendek cukup untuk tanaman palawija. Tipe C3 : zona tipe C3 tersebar di kabupaten Timor Tengah Selatan dan Sumba Barat. Zona yang cocok untuk kabupaten ini adalah setahun hanya dapat menanam padi satu kali dan penanaman palawija kedua harus berhatihati jangan jatuh pada bulan kering. Tipe D3, D4 : zona tipe D3 dan D4 tersebar di kabupaten Kupang, Belu, Flores Timor, Ngada, Rote Ndao, Manggarai Barat, Sabu Raijua, Kota Kupang. Zona agroklimat untuk tanaman pangan yang cocok untuk daerah dengan tipe D3 dan D4 adalah hanya mungkin bisa ditanam satu kali padi dalam setahun atau satu kali tanaman palawija dalam setahun, tergantung pada adanya persediaan air irigasi. Tipe E3, E4 : zona tipe E3 dan E4 tersebar di kabupaten Timor Tengah Utara, Ende, Sumba Barat Daya, Alor, Lembata, Sikka, Sumba Tengah, Sumba Timur, Gekeo, Manggarai Timur, dan Malaka. Kabupaten ini ini umumnya terlalu kering, mungkin hanya dapat satu kali penanaman palawija, itupun tergantung adanya hujan.
Gambar 4.2 Klasifikasi Zona Agroklimat Keterangan: : Zona B2
5. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
: Zona E3 dan E4 : Zona C3 : Zona D3 dan D4 Berikut adalah penjelasan dari masingmasing tipe iklim berdasarkan hasil klasifikasi metode oldeman. Tipe B2 : zona tipe B2 hanya cocok pada kabupaten Manggarai. Zona agroklimat untuk tipe ini adalah dapat menanam padi dua kali setahun dengan varietas umur pendek,
a) Penyebaran kekeringan di Provinsi Nusa Tenggara Timur hampir terjadi di selurh kabupaten, kecuali kabupaten Manggarai. Hal ini dikarenakan kabupaten Manggarai merupakan salah satu kabupaten yang memiliki curah hujan tinggi setiap bulannya. b) Musim kering dimulai dari bulan April hingga bulan Oktober, namun berdasarkan nilai indeks kekeringan SPI, kekeringan ekstrem terjadi pada bulan Juni hingga bulan Oktober.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
245
c) Aplikasi zona agorklimat di provinsi Nusa Tenggara Timur menggunakan metode Oldeman dapat diklasifikasikan menjadi beberapa zona yaitu: B2, C3, D3,D4, E3 dan E4. Secara kasat mata dapat diperhatikan bahwa provinsi Nusa Tenggara Timur di dominasi oleh lahan kering sehingga untuk pertumbuhan tanaman pangan masih sangat minim. d) Tipe B2 terjadi pada kabupaten Manggarai. Tipe C3 menyebar di Kabupaten TTS dan Sumba Barat. Tipe D3 dan D4 menyebar di Kabupaten Kupang, Belu, Flotim, Ngada, Rote Ndao, Mabar, Sabu, Kota Kupang. Tipe E3 dan E4 menyebar di Kabupaten TTU, Ende, Sumba Barat Daya, Alor, Lembata, Sikka, Sumba Tengah, Sumba Timur, Gekeo, Matim, dan Malaka.
Lingkungan Hidup (PPLH), Universitas Udayana, Bali. Bali. Kamala, Rifqi. 2015. Analisis Agihan Iklim Klasifikasi Oldeman Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Kabupaten Cilacap. Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
6. REFERENSI Muliawan, Hadi, dkk. Analisa Indeks Kekeringan Dengan Metode Standardized Precipitation Index (SPI) Dan Sebaran Kekeringan Dengan Geographic Information System (GIS) Pada Das Ngrowo. Jurusan Pengairan Universitas Brawijaya. Malang. Utami, Dwi, dkk. 20013. Prediksi Kekeringan Berdasarkan Standardized Precipitation Index (SPI) Pada Daerah Aliran Sungai Keduang Di Kabupaten Wonogiri. Fakultas Teknik, Jurusan teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Sonjaya, Irma. 2007. Analisa Standardized Precipitation Index (SPI) Di Kalimantan Selatan. Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Banjarbaru. A.R. As-syakur1), dkk. 2010. Pemutakhiran Peta Agroklimat Klasifikasi Oldeman Di Pulau Lombok Dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografi. Pusat Penelitian
246
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN: SELF ORGANIZING FEATURE MAPS UNTUK MANAGEMEN BENCANA Nur Insani FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta
[email protected]
Abstrak Saat ini, pencemaran udara memiliki menjadi masalah serius di dunia. pembukaan lahan dan kebakaran hutan menjadi penyumbang utama terhadap kualitas udara di masyarakat. Selain itu, trend peningkatan pendapatan serta adanya berbagai penawaran kendaraan murah, juga memberikan kontribusi pada polusi udara. Beberapa konsekuensi serius terjadi di banyak daerah: kesehatan, ekosistem, pertanian, ekonomi dan pendidikan. Pada akhirnya hal ini akan memberikan banyak kerugian dan krisis global. Telah banyak penelitian dan kebijakan yang dilakukan Pemerintah Indonesia untuk mengatasi masalah ini, namun pada umumnya pendekatan penyelesaian masalah diberikan secara global atau sama rata untuk setiap wilayah. Faktanya setiap wilayah mempunyai karakteristik yang berbeda-beda sehingga untuk menanggulangi suatu masalah harus disesuaikan dengan keadaan wilayah masing-masing. Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan SelfOrganizing Feature Maps (SOFM), jaringan saraf tiruan tanpa pengawasan,untuk memetakan dan mengelompokkan provinsi-provinsi di Indonesia berdasarkan kesamaan 23 fitur/karakteristik, yang diantaranya berupa kedaan geografis serta kesiapan penduduk dalam mitigasi. Dari hasil perhitungan, jumlah klaster yang terbentuk 5 dimana provinsi yang mempunyai kesamaan fitur terletak saling berdekatan. Hasil informasi ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar tindak lanjut pemerintah Indonesia untuk mengatasi masalah/bencana nasional dengan lebih efektif dan tepat sasaran. Kata Kunci: Self-Organizing Feature Maps (SOFM), artificial neural network, managemen bencana
1. PENDAHULUAN Bencana adalah suatu kejadian yang menimbulkan kerugian, penderitaan bahkan kematian pada makhluk hidup maupun lingkungan sekitar. Bencana dapat terjadi akibat aktivitas alam atau manusia atau kombinasi keduanya. Dari penyebabnya, bencana dapat dibagi menjadi 2, yaitu bencana alam dan bencana manusia.
Kemampuan untuk mencegah atau menghindari bencana melalui manajemen bencana serta deteksi dini bencana, 3) Tempat atau lokasi, 4) Daya tahan manusia dan lingkungan.
Bencana alam adalah suatu peristiwa alam yang tidak dapa dihindari oleh seseorang atau suatu wilayah. Beberapa bencana alam yang sering terjadi Indonesia yaitu banjir, gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, tanah longsor, kekeringan, badai trofis, kebakaran hutan dan wabah penyakit.
Wilayah Indonesia dibagi ke dalam beberapa tingkat wilayah administratif, yaitu provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan desa atau disebut dengan nama lain yang merupakan wilayah administratif terkecil. Untuk berbagai keperluan, data mengenai klasifikasi wilayah desa dan kota sangat bermanfaat terutama dalam hal perencanaan pembangunan. Perencanaan pembangunan wilayah mencakup berbagai aspek yang tentunya mempertimbangkan peran keterkaitan antara desa dan kota.
Dampak dari bencana sangat tergantung pada 1) Sumber atau jenis bencana, 2)
Pembangunan yang sangat pesat pada berbagai bidang akan memberikan manfaat yang cukup besar diantaranya yaitu
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
247
peningkatan perekonomian, kemajuan teknologi dan kemajuan pembangunan. Kemajuan pembangunan yang diikuti dengan adanya pembangunan sarana dan prasarana yang digunakan untuk kepentingan masyarakat akan memberikan dampak positif berupa peningkatan kualitas hidup. Dengan kata lain, nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) suatu wilayah berdampak pula pada kualitas lingkungan hidup pada wilayah tersebut. Peningkatan nilai IPM berbanding lurus dengan peningkatan kualitas hidup, namun sayangnya pada umumnya tidak diimbangi dengan adanya peningkatan kualitas lingkungan. Penurunan kualitas lingkungan diantaranya adalah polusi udara, tanah dan air. Meningkatnya pencemar di udara disebabkan oleh bertambahnya jumlah industri dan transportasi yang menghasilkan buangan. Degradasi lingkungan tersebut memerlukan perhatian yang cukup serius dari berbagai pihak karena akhirnya akan memberikan dampak yang cukup luas. Dampaknya yang lebih jauh adalah potensi timbulnya banjir, masalah kesehatan masyarakat dan wabah penyakit lainnya. Dilain pihak, dengan berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN, maka setiap wilayah di Indonesia dituntut berlomba-lomba diri mengembangkan diri baik dalam bidang industri, jasa, permukiman, pendidikan, perdagangan, kebudayaan maupun transportasi. Seiring dengan perkembangan tersebut, tanpa disadari terjadi alih fungsi lahan dari lahan pertanian yang tidak terbangun menjadi daerah terbangun (built up area). Alih fungsi ini akan meningkatkan kepadatan penduduk maupun kepadatan pemukiman. Hal ini akan menyebabkan lingkungan semakin tidak dapat mendukung kehidupan secara harmonis. Perluasan lahan terbangun beserta aktivitas penduduknya akan memicu permasalahan penurunan kualitas lingkungan, yang ujung-ujungnya kembali lagi menimbulkan bencana, khsusunya bencana banjir. Berdasar data pada Badan
248
Nasional Penanggulangan Bencana (BNBP), bencana yang paling terjadi di Indonesia sejak tahun 1815 – 2015 adalah banjir. Pemerintah Indonesia selama ini telah berusaha keras untuk mengatasi masalahmasalah dan bencana yang terjadi. Pengendalian bencana ini dilakukan dengan berbagai teknik dan pengukuran tertentu yang melibatkan teknologi, material, pengoptimalan maupun pembatasan terhadap parameter ukuran [13]. Namun sayangnya, pada umumnya pendekatan penyelesaian masalah bencana masih diberikan secara global. Artinya dari satu wilayah dengan wilayah yang lain diberikan pendekatan penyelesaian yang sama atau bersifat repetitive. Faktanya, setiap daerah atau wilayah mempunyai karakteristik berbedabeda satu sama lain seperti letak geografis, potensi dan keadaan alam, serta penduduknya yang berbeda-beda baik dari segi pendidikan, penghasilan dan tingkah laku. Jika masingmasing karakteristik wilayah tersebut diketahui, maka kita akan mengetahui penyelesaian serta penanggulangan masalah bencana yang cocok untuk wilayah tersebut. Berdasar pada uraian permasalahan diatas maka penelitian ini bertujuan untuk mengelompokkan/mengklaster wilayah provinsi-provinsi di Indonesia berdasar kesamaan karakteristik wilayah, dengan tujuan akhirnya yaitu menghasilkan suatu peta pemetaan seluruh wilayah Indonesia yang harapannya dapat menjadi suatu masukan bagi pemerintah dan pihak terkait untuk menanggulangi bencana dengan lebih efisien. Metode yang digunakan yaitu Self Organizing Featuring Maps (SOFM) yaitu metode unsupervised yang mampu menggambarkan kesesuaian untuk mempelajari, melakukan generalisasi, dan pemodelan non-linear relations. Output yang dihasilkan mampu direpresentasikan dengan lokasi daerah, waktu dan pengelompokan terhadap kelas tertentu. SOFM dapat
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
mereduksi data berdimensi tinggi menjadi dimensi dua tanpa menghilangkan outlier. 2. KAJIAN LITERATUR 2.1. Self Organizing Featuring Maps (SOFM) Suatu pemetaan harus didasarkan pada pengamatan, pengalaman, dan pemikiran ilmiah. Salah satu teknik soft computing yang dapat digunakan untuk keperluan ini adalah metode artificial neural network (ANN) atau jaringan syaraf tiruan (JST). Adapun salah satu algoritma yang dapat digunakan pada metode ini adalah algoritma Self Organizing Featuring Maps (SOFM). JST sendiri adalah cabang ilmu artificial intelligence yang merupakan salah satu sistem pemrosesan informasi yang didesain dengan menirukan cara kerja otak manusia dalam menyelesaikan suatu masalah. Menurut Marimin dalam Indrawanto, metode JST memiliki karakteristik yang menyerupai jaringan syaraf biologi dalam memproses informasi. Salah satu penerapan JST adalah untuk pemetaan data input dengan suatu pola yang diinginkan [25]. JST telah banyak diaplikasikan dalam bidang komputer, teknik, ilmu murni, perdagangan, financial dan lain-lain. Diantaranya adalah pengklasifikasian jenis tanah [31], dalam penelitian ini digunakan metode ANN Backpropragation untuk mengenali pola dalam pengklasifikasian jenis tanah ke dalam jenis gravel, sand, slit/ sloam, clay, heavy clay, atau peat, dengan bantuan software Weka 3.5.7. Sedangkan Giri Daneswara dan Veronika S Moertini (2004) dalam penelitiannya mengaplikasikan jaringan syaraf tiruan Backpropagation untuk klasifikasi data. Contoh aplikasi yang lain adalah pengenalan daun untuk klasifikasi tanaman [32], pemodelan multivariat deret waktu sumber daya air [33], prakiraan harga minyak sawit [35].
Kohonen Self Organizing Map atau SOFM merupakan suatu alat yang sempurna di dalam mengeksplorasi data mining, dan telah dikenal dengan baik memiliki kemampuan untuk melakukan clustering [35]. Pada [36], aplikasi analisis kluster menggunakan SOFM digunakan untuk mennganalisa talenta pemain basket.
SOFM merupakan algoritma yang melakukan pemetaan dari data yang ada di ruang vector berdimensi tinggi ke ruang vector dua dimensi yang terletak pada lokasi yang berdekatan. SOFM terdiri dari dua lapisan (layer ), yaitu lapisan input dan lapisan output. Setiap neuron dalam lapisan input terhubung dengan setiap neuron pada lapisan output. Setiap neuron pada lapisan output merepresentasikan kelas (cluster ) dari input yang telah diberikan. SOFM merupakan generalisasi dari jaringan kompetitif, dan merupakan jaringan tanpa supervise [38]. SOFM disusun oleh sebuah lapisan unit input yang dihubungkan seluruhnya ke lapisan unit output, yang kemudian unit-unit diatur di dalam topologi khusus seperti struktur jaringan. Secara umum arsitektur jaringan SOFM dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 2.1. Arsitektur SOM [37]
Langkah-langkah dalam melakukan algoritma SOFM adalah 1) Menentukan pembobotan weight sesuai dengan jumlah data input, kemudian weight tersebut akan digunakan pada rumus untuk mendapatkan nilai yang paling kecil, 2) Memperbarui
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
249
weight hingga diperoleh weight akhir yang terbaik. Dari weight akhir tersebut akan dicari jarak diantara keduanya, jarak paling dekat antara weight akan menentukan termasuk ke dalam klaster mana data tersebut. Neighbour disekitar weight akan termasuk ke dalam klaster dengan weight terdekat, 3) Langkah 1 dan 2 dilakukan berulang kali untuk menentukan jumlah klaster paling optimal.
2.2. Pengklasteran (Clustering) Clustering adalah proses pengelompokkan/pengklasteran satu set objek data ke dalam beberapa kelompok atau cluster sehingga objek dalam sebuah cluster memiliki jumlah kemiripan yang tinggi, tetapi sangat berbeda dengan objek di cluster lain. Ketidakmiripan dan kesamaan data dinilai berdasarkan nilai atribut yang menggambarkan objek dan sering melibatkan perlakuan jarak. Clustering sebagai alat data mining memiliki banyak cabang aplikasi seperti biologi, keamanan, intelijen bisnis, dan pencarian web [27]. Prinsip dari clustering adalah memaksimalkan kesamaan antar anggota satu kelas dan meminimumkan kesamaan antar cluster . Clustering dapat dilakukan pada data yang memiliki beberapa atribut yang dipetakan sebagai ruang multidimensi. Ilustrasi dari clustering dapat dilihat di Gambar 2.2 dimana lokasi, dinyatakan dengan bidang dua dimensi, dari pelanggan suatu toko dapat dikelompokan menjadi beberapa cluster dengan pusat cluster ditunjukkan oleh tanda positif (+). Beberapa algoritma pada teknik clustering memerlukan fungsi perhitungan jarak untuk mengukur kemiripan antar data, diperlukan juga metode untuk normalisasi beberapa atribut yang dimiliki data [28].
Gambar 2.2. Contoh klasterisasi
Secara sederhana, clustering dapat dikonsentrasikan pada jarak Euclidean antar record: √∑ dimana
, dan yang melambangkan nilai atribut m dari dua record. Fungsi perhitungan matrik lainnya juga ada, seperti jarak cityblock: ∑ atau jarak Minkowski, yang merupakan kasus umum dari dua metrik sebelumnya untuk eksponen q secara umumnya: ∑ untuk kategori atribut, dapat didefinisikan “berbeda dari” fungsi untuk membandingkan nilai atribut ke i dari sepasang nilai: {
dimana dan adalah nilai kategorik. Kemudian dapat mengganti different untuk i, dalam metrik jarak Euclidean diatas. Perfoma yang optimal dari algoritma clustering sama seperti algoritma klasifikasi. Algoritma ini membutuhkan data yang akan dinormalisasi sehingga tidak ada variabel tertentu atau bagian dari variabel yang
250
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
mendominasi analisis. Analisis dapat menggunakan salah satu dari min-max normalisasi atau standar Z-Score.
Secara umum teknik clustering memiliki tujuan pada identifikasi kelompok data dimana kesamaan dalam suatu kelompok data sangat tinggi sedangkan kesamaan dengan kelompok data lain sangat rendah [29]. 3. METODE PENELITIAN Populasi dalam penelitian ini adalah data geografis dan kependudukan dari 34 provinsi di Indonesia. Sampel penelitian adalah data dari tahun 2014 yang diambil dari Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia.Variabel dalam penelitian ini ada sebanyak 23 yaitu 1) Jumlah Penduduk Laki-laki, 2) Jumlah Penduduk Perempuan, 3) Persentase Melek Huruf, 4) Indeks Pembangunan Manusia, 5) Ketersediaan Sistem Peringatan Dini Bencana Alam, 6) Ketersediaan Perlengkapan Keselamatan, 7) Banyaknya desa yang memiliki jalur evakuasi/mitigasi bencana alam, 8) Jumlah RT yang memilah sampah, 9) Jumlah RT yang telah memanfaatkan air bekas, 10) Jumlah kendaraan roda dua, 11) Jumlah kendaraan roda empat, 12) Jumlah pemukiman kumuh, 13) Tingkat pencemaran air, 14) Tingkat pencemaan tanah, 15) Tingkat pencemaran udara, 16) Luas daerah, 17) Banyaknya sumur serapan, 18) Banyaknya lubang resapan bipori, 19) Tekanan udara, 20) Lama penyinaran matahari, 21) Lahan kritis, 22) Jumlah luas hutan dan perairan, dan 23) Jumlah curah hujan. Variabel-variabel tersebut diambil dari Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia. Penelitian ini menggunakan SOFM untuk memetakan dan mengklaster 34 provinsi di
Indonesia berdasarkan kesamaan karakteristik masing-masing wilayah.
ke-34
Ketigapuluh empat atribut diatas dipilih berdasarkan sumber daya dan alam yang tersedia di wilayah tersebut, keadaan alam dan geografis serta kesiapan masyarakatnya dalam menanggulangi bencana alam maupun bencana manusia. Atribut IPM juga dimasukkan dalam perhitungan karena tingkat pembangunan manusia dalam hal ini rata-rata pengeluaran per kapita, rata-rata lama sekolah serta angka harapan hidup memberikan kontribusi penting dalam pencegahan bencana. Jika seluruh atribut-atribut tersebut juga diperhitungkan maka program pencegahan serta penyelesaian masalah bencana akan lebih mengena sesuai target dan lebih efisien. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap awal dalam penelitian ini adalah menvisualisasi data berdimensi tinggi kedalam dimensi dua dengan menggunakan Viscovery SOMine. Viscovery SOMine yang merupakan suatu perangkat lunak bantu berbentuk alur kerja untuk mengolah Self Organizing Map (SOM) dan statistik multivariat untuk eksplorasi data mining dan pemodelan prediktif. Data yang digunakan terdiri dari 33 provinsi yang ada di Indonesia, dimana setiap data didefinisikan bersama 23 fitur/karakteristiknya. Sebelumnya dilakukan prosedur preprocessing pada kedua puluh tiga fitur/karakteristik yang meliputi 1 transformasi menggunakan logaritma transformasi untuk mengimprovisasi pendistribusian data menjadi normal. Dengan Viscovery SOMine, dihasilkan SOFM menggunakan map persegi dengan ratio kurang lebih 100:77, melalui training sebanyak 40 siklus. Gambar 4.1 menampilkan distribusi 5 klaster dimana 23 fitur diproyeksikan menjadi peta 2 dimensi. Ukuran dari klaster menunjukkan banyaknya data yang masuk pada klaster tersebut. Dua data akan salaing berdekatan jika vektor 23 fiturnya similar,
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
251
sesuai dengan metrik jarak Euclidian. Untuk efisiensi kelima klaster diberi C1 (daerah biru), C2 (daerah merah), C3 (daerah kuning), C4 (daerah hijau), dan C5 (daerah ungu). Distribusi ke 33 data dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut. Dari hasil komputasi, dapat dilihat pula dominasi fitur/karakteristik tertentu pada tiap klaster seperti yang terlihat pada Gambar 4.2.
Gambar 4.1. Distribusi 33 provinsi di Indonesia pada 5 klaster
Gambar 4.2. Distribusi fitur/karakteristik data pada ruang data
Nilai-nilai yang berkaitan dengan satu variable diperlihatkan pada warna dari neuron/syaraf, dimana warna panas (merah, oranye, kuning) merepresentasikan nilai-nilai yang tinggi, sedangkan warna dingin (seperti biru) merepresentasikan nilai rendah. Dari gambar 4.1 dan gambar 4.2, dapat pula disimpulkan secara garis besar bahwa data atau provinsi yang ada pada klaster 1 mempunyai jumlah kendaraan roda dua yang tinggi pada setiap rumah tangga (RT), jumlah melek huruf yang tinggi serta tekanan udara yang tinggi. Pada klaster ini pula, dapat terlihat jika sebagian penduduk telah membuat sumur resapan dan tingkat IPM yang agak rendah.
252
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Dari hasil diatas, dapat disimpulkan pula bahwa daerah-daerah pada klaster 2 mempunyai jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan yang rendah, begitu pula dengan jalur evakuasi yang masih terbilang rendah-medium. Adapun provinsi-provinsi yang berada di klaster tersebut mempunyai hutan yang relatif kecil, luas daerah yang kecil, tingkat pencemaran udara, air dan tanah yang rendah. Pada klaster 3, meskipun daerah pada klaster ini mempunyai tingkat pencemaran udara, air, dan tanah yang relatif rendah, namun kesadaran untuk memilah sampah organik dan anorganik masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari warna neuron untuk jumlah rumah tangga yang sadar memilah sampah didominasi dengan warna dingin. Namun hal ini diimbangi dengan kesadaran untuk memanfaatkan air bekas dalam rumah tangga. Daerah-daerah yang berada pada klaster keempat cenderung lebih maju. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penduduk yang relatif rendah-medium, serta jumlah luas hutan dan daerah medium. Walaupun tingkat pencemaran udara, air dan tanah serta jumlah sumur resapan pada kelompok ini cenderung rendah, namun tidak diimbangkan dengan kesadaran untuk memilah sampah dengan benar. Daerah pada klaster kelima mempunyai jumlah penduduk perempuan yang tinggi namun jumlah penduduk yang pria rendah. Dengan adanya jumlah luas hutan yang tinggi maka diikuti pula dengan relatif tingginya jumlah curahan hujan. Walaupun daerahdaerah pada kelompok ini mempunyai jumlah pemukinan kumuh relatif tinggi, namun jumlah perlengkapan keselamatan terhadap bencana masih cenderung rendah. Gambar 4.3 menampilkan hasil perhitungan statistik untuk masing-masing klaster, sedangkan tabel 4.1 menampilkan
hasil dari klasterisasi dari ke-33 provinsi yang ada di Indonesia. C
Freq.
Jmlh Pddk P
S.P
Jlr.Eva
P.Air
Jmlh Pemukiman Kumuh
C1
42.42%
1.705
1.816
1.901
2.522
1.572
C2
27.27%
1.701
1.889
1.757
1.821
1.125
C3
18.18%
1.708
1.554
1.769
1.665
0.921
C4
9.09%
1.698
2.982
2.805
3.057
2.117
Gambar 4.3 Beberapa nilai statistika dari setiap klaster C5 3.03% 1.723 1.623 1.681 1.681
Cluster
Provinsi
C1
Sulteng, Kalteng, Kalbar, Kaltim, Kalsel, Sumsel, Riau, Sumut, Jambi, Lampung, Sumbar, Aceh, Sulsel, Banten
C2
DKIJakarta, Balbel, Gorontalo, NTT, DIY, Sulut, Bali, Sultengah, NTB
C3
Bengkulu, Maluku Utara, Papua
Tabel 4.1 Distirusi 33 Provinsi di setiap klaster Barat, Maluku, Sulbar, Kep Riau
Secara provinsi yang berada pada C4 umum, Jatim, Jabar, Jateng klaster berbeda mempunyai fitur atau C5 Papua karakterisitk yang berbeda dengan daerah pada klaster yang lain. Klaster 1 merupakan kelompk daerah yang pada umumnya berada di pulau Sumatera dan Kalimantan. Sementara itu, dearah yang sudah maju berada pada klaster 4. Sedemikian sehingga agar bencana alam ataupun bencana yang terjadi karena manusia dapat dieliminir serta pencegahan maupun pendekatan dalam penyelesaiannya dapat dilakukan secara efisien dan tepat sasaran, sesuai dengan karakteristik masing-masing klaster. Pendekatan penyelesaian tidak dapat digeneralisir untuk seluruh daerah atau provinsi. 5. KESIMPULAN Dengan menggunakan SOFM, dapat dilakukan pengelompokkan data sesuai dengan
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
253
1.491
kesamaan fitur/karakterstik masing-masing data, dalam hal ini provinsi. SOFM dapat mengklaster data tanpa harus membuang outlier seperti pada metode pengklasteran lainnya. Diharapkan dengan adanya pemetaan wilayah berdasar karakteristik wilayah/daerah, maka penanggulangan dan pencegahan bencana dapat dilakukan lebih efisien dan tepat sasaran. Dari hasil penelitian, diperoleh 5 klaster dimana masing-masing provinsi yang mempunyai kesamaan karakterisitk, dalam hal ini kesamaan keadaan geografis serta kesiapan penduduknya dalam mitigasi, berada pada klaster yang sama. Saran untuk penelitian selanjutnya, fitur/karakteristik wialayah dapat diperbanyak dan disesuaikan dengan bencana yang terjadi. Dapat pula dikombinasi dengan jumlah kerusakan yang terjadi akibat bencana tersebut.
http://citeseer.ist.psu.edu/rd/salazar02cluster .pdf. [7] G. Pölzlbauer, "Survey and Comparison of Quality Measures for Self-Organizing Maps," Department of Software Technology Vienna University of Technology. [8] R. Piyatida and C. Boonorm, "Comparison of Clustering Techniques for Cluster Analysis," Kasetsart J. (Nat. Sci.) 43, pp. 378 - 388, 2009. [9] J. Moehrmann, A. Burkovski, E. Baranovskiy, G.-A. Heinze, A. Rapoport and G. Heidemann, "A Discussion on Visual Interactive Data Exploration using SelfOrganizing Maps," http://www.vis.unistuttgart.de/institut.html, p. 6.
6. REFERENSI [1] Y. Zhao and G. Karypis, "Criterion functions for document clustering: Experiments and analysis," Machine Learning, 55(3), p. 311–331, June 2004.
[10] S.-T. Li, "Multi-Resolution Spatiotemporal Data Mining for the Study of Air Pollutant Regionalization," Proceedings of the 33rd Hawaii International Conference on System Sciences, 2000.
[2] J. Vesanto, "Self-Organizing Map of Matlab: The SOFM Toolbox," elsinsky University of Technology, 2000.
[11] S.-T. Li, "Data mining to aid policy making in air pollution management. Expert Systems with Applications," pp. 331-340, 2004.
[3] E. A. Uriarte and F. D. Martín, "Topology Preservation in SOFM," International Journal of Applied Mathematics and Computer Sciences, www.waset.org Winter , p. 19, 2005.
[12] T. Kohonen, "Engineering Applications of Self-Organizing Map," PROCEEDINGS OF THE IEEE, p. 84, 2004.
[4] R. D. Tamin, "Integrated Air Quality Management In Indonesia," 2003.
[13] KABAPEDAL, "Laporan Pemeliharaan Stasiun Monitoring Udara Ambient," Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, Surabaya, 2008.
[5] M. Steinbach, G. Karypis and V. Kumar, "A comparison of 7 document clustering techniques. In KDD Workshop on Text Mining," p. 2000.
[14] L. Jouko, "Generative Probability Density Model in the Self Organizing Map. Laboratory of Computational Engineering, Helsinski University of Technology."
[6] G. Salazar, A. Veles, M. Parra and L. Ortega, "A Cluster Validity Index for Comparing Non-hierarchical Clustering Methods," 2002. [Online]. Available:
[15] D. R. Jain AK, "Algorithms for Clustering Data," New Jersey: Prentice Hall , 1998. [16] P. Hájek and V. Olej, "Air Quality Modelling by Kohonen‟s Self-organizing
254
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Feature Maps and LVQ," Wseas Transactions On Environment And Development, 2008. [17] P. Hájek, "Air Quality Indices and their Modelling by Hierarchical Fuzzy Inference," Wseas Transactions On Environment And Development, 2009. [18] H. D. Ferita, "City Report of Surabaya. AUICK First 2006 Workshop," 2006. [19] K. Ferenc, L. Csaba and B. Attila, "Cluster Validity Measurement Techniques," Department of Automation and Applied Informatics Budapest University of Technology and Economics. [20] M. Efraimidou, "Data Mining Air Quality Data for Athens, Greece," Shaker Verlag, Managing Environmental Knowledge (978-3-8322-5321-9), 2006. [21] M. Dittenbach, "The Growing Hierarchical Self-Organizing Map," Proceedings of the Int‟l Joint Conference on Neural Networks (IJCNN‟2000), 2000. [22] Asdep PPU Sumber Bergerak, "Evaluasi Polusi Udara Perkotaan 2012. Kementerian Lingkungan Hidup," Jakarta, 2012. [23] "The Global Source for Summaries & Reviews," 19 Mei 2014. [Online]. [24] "Managing Air Quality by 'Data Mining' UK," 2006. [25] 2014. [Online]. Available: http://archive.ics.uci.edu/ml/datasets/. [26] 2016. [Online]. Available: http://io.ppijepang.org/old/article.php?id=24 4 [27] Han, J, Kamber, M, & Pei, J. 2006. Data Mining: Concept and Techniques, Second Edition. Waltham: Morgan Kaufmann Publishers.
[28] Kusnawi. 2007. Pengantar Solusi Data Mining. Seminar Nasional Teknologi 2007 (SNT). Yogyakarta: STMIK AMIKOM Yogyakarta. [29] Larose, Daniel T. 2005. Discovering Knowledge In Data: An Introduction to Data mining. New Jersey: JohnWilley& Sons. Inc. [30] Yedla, Madhu, Pathakota, Srinivasa R, & Srinivasa, T.M. 2010. Enhancing K-means Clustering Algorithm eith Improved Initial Center. International Journal of Computer Science and Information Technologies, Vol. 1(2). Hlm. 121-125. [31] Nafisah, S., Puspitodjati, S., & Wulandari, 3. 2008. Pengklasifikasian Jenis Tanah Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Dengan Algoritma Backpropagation. Seminar Ilmiah Nasional Komputer dan Sistem Intelijen (KOMMIT 2008) (pp. 44449; ISSN: 1411-6286). Jakarta: Universitas Gunadarma. [32] Budi, G. S., Handayani, T. F., & Adipranta, R. (2008). Aplikasi Pengenalan Daun untuk Klasifikasi Tanaman dengan Metode Probabilistik Neural Network. Procceding Seminar Ilmiah Nasional Komputer dan Sistem Intelijen (KOMMIT 2008); ISSN: 1411-6286, (pp. 230-235) [33] Ferianto, S. D., & Iwan, K. H. (2003). Pemodelan Multivariat Deret Waktu Sumber Daya Air Menggunakan Jaringan Syaraf Buatan. Jurnal Pengembangan Keairan Badan Penerbit Undip, 1 Tahun 10, 58-75. [34] Salya, D. H. (2006). Rekayasa Model Sistem Deteksi Dini Perniagaan Minyak Goreng Kelapa Sawit. Bogor: Disertasi Sekolah Pascasarjana IPB.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
255
[35] Du, K.-L., & Swamy, M. (2006). Neural Networks in a Softcomputing Framework. London: Springer. [36] Harryanto, S. (2006) Aplikasi cluster analysis menggunakan self organizing maps (SOM) untuk analisa talenta pemain basket. other thesis, Petra Christian University. [37] Kristanto, A. (2004). Jaringan Syaraf Tiruan (Konsep Dasar, Algoritma dan Aplikasi). Yogyakarta: Gava Media. [38] Siang, J. J. (2009). Jaringan Syaraf Tiruan dan Pemrogramannya Menggunakan MATLAB (Ed. II). Yogyakarta: Andi Offset.
256
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
ANALISIS JALUR TERHADAP PENGANGGURAN DI KOTA CIREBON TAHUN 2005 – 2014 Latifa Wulandari1) , Jaka Nugraha2) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Indonesia, email :
[email protected] 2 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Indonesia, email :
[email protected] 1
Abstrak Pengangguran merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan ekonomi yang dapat dilihat dari kemampuannya dalam menyediakan lapangan pekerjaan. Kota Cirebon masih disesaki pengangguran. Berdasarkan data dari BPS, tingkat pengangguran terbuka Kota Cirebon pada tahun 2014 mengalami kenaikan dari 9,02% menjadi 11,02%. Kemudian data yang tercatat di Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kota Cirebon pada bulan juni 2015 angka pengangguran hampir mencapai 15 ribu jiwa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi tingkat pengangguran terbuka di Kota Cirebon. Data yang digunakan yaitu laju pertumbuhan ekonomi, tingkat partisipasi angkatan kerja dan pertumbuhan penduduk dan tingkat pengangguran terbuka dari tahun 2005-2014. Analisis yang digunakan yaitu analisis jalur. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa yang berpengaruh terhadap tingkat pengangguran terbuka hanyalah tingkat partisipasi angkatan kerja dan laju pertumbuhan penduduk. Besarnya pengaruh tingkat partisipasi angkatan kerja terhadap tingkat pengangguran terbuka yaitu sebesar 37,09% dan besarnya pengaruh laju pertumbuhan penduduk terhadap tingkat pengangguran terbuka adalah 20,52%. Kata Kunci : Pengangguran Terbuka, Angkatan Kerja, Analisis Jalur,. 1.
PENDAHULUAN Masalah pengangguran merupakan penyakit ekonomi yang sukar untuk disembuhkan. Pengangguran merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan ekonomi, yang dapat dilihat dari kemampuannya dalam menyediakan lapangan pekerjaan (Alam, S. 2011). Berdasarkan data dari BPS, tingkat pengangguran terbuka Kota Cirebon pada tahun 2014 mengalami kenaikan dari 9,02% menjadi 11,02%. Menurut kabar Cirebon, Kota Cirebon masih disesaki pengangguran. Data yang tercatat di Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Cirebon pada bulan juni 2015 terdapat 10.300 orang pencari kerja. Menurut Sukirno (2008) Apabila di suatu negara pertumbuhan ekonominya mengalami kenaikan, yang berarti secara ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sehingga dapat mengurangi jumlah pengangguran disuatu wilayah. Sedangkan menurut BPS (2013), apabila perekonomian tidak dapat menyerap
pertumbuhan tenaga kerja yang ada, maka akan terjadi peningkatan pengangguran yang selanjutnya dapat mengakibatkan permasalahan sosial. Kemudian tingkat pertumbuhan penduduk bila tidak diiringi dengan penciptaan lapangan kerja maka menyebabkan masalah pengangguran yang ada di suatu daerah menjadi semakin serius. Berdasarkan pemaparan diatas, penulis ingin mengkaji tentang pengaruh, laju pertumbuhan ekonomi, tingkat partisipasi angkatan kerja dan laju pertumbuhan
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
257
penduduk terhadap tingkat pengangguran terbuka di Kota Cirebon. 2.
KAJIAN LITERATUR Teknik analisis jalur pertama kali dikembangkan oleh Sewal Wright pada tahun 1934. Model analisis jalur yang dibicarakan adalah pola hubungan sebab akibat. Oleh sebab itu, rumusan masalah penelitian dalam kerangka analis jalur yaitu : (1) Apakah variabel eksogen (X1, X2, . . . , Xn) berpengaruh terhadap variabel endogen Y. (2) Berapa besar pengaruh kausal langsung, kausal tidak langsung, kausal total maupun simultan seperangkat variabel eksogen (X1, X2, . . . , Xn) terhadap variabel endogen. (Riduwan & Kuncoro, 2007). Model Persamaan Struktural Persamaan struktural atau juga disebut model struktural yaitu apabila setiap variabel terikat/endogen (Y) secara unik keadaannya ditentukan oleh seperangkat variabel bebas/eksogen (X). Selanjutnya gambar yang meragakan struktur hubungan kausal antar variabel disebut diagram jalur (path diagram). Jadi, persamaan ini Y=F (X1;X2;X3) dan Z=F(X1;X3;Y) merupakan persamaan struktural karena setiap persamaan menjelaskan hubungan kausal yaitu variabel eksogen X1, X2 dan X3 terhadap variabel endogen Y dan Z. Lebih jelasnya, maka digambarkan diagram jalur untuk model struktural sebagai berikut.
(Sumber : Riduwan & Kuncoro(2007)) Persamaan struktural untuk diagram jalur yaitu : Y= Z=
a.
Gambar 2.2 Sub Struktur 1 Hubungan Kausal X1, X2, dan X3 ke Y (Sumber : Riduwan & Kuncoro(2007))
Gambar 2.3 Sub Struktur 2 Hubungan Kausal X1, X3 dan Y ke Z (Sumber : Riduwan & Kuncoro (2007))
Gambar 2.1 Diagram Jalur Hubungan Kausal X1, X2, X3, dan Y Ke Z
258
Dari gambar 2.2 dan 2.3 dapat dijelaskan bahwa : merupakan koefisien jalur (path coefficient) untuk setiap variabel eksogen k. Koefisien jalur menunjukkan pengaruh langsung variabel eksogen k terhadap variabel endogen i. Sedangkan εi menunjukkan variabel atau faktor residual
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
yang fungsinya menjelaskan pengaruh variabel lain yang telah teridentifikasi oleh teori, tetapi tidak diteliti atau variabel lainnya yang belum teridentifikasi oleh sebuah diagram jalur, tanda panah berujung ganda ( ) menunjukkan hubungan korelasional dan tanda panah satu arah ( ) menunjukkan hubungan kausal atau pengaruh langsung dari variabel eksogen (X) terhadap variabel endogen (Y). Jadi, secara sistematik path analysis mengikuti pola model struktural, sehingga langkah awal untuk mengerjakan atau penerapan model path analysis yaitu dengan merumuskan persamaan struktural dan diagram jalur yang berdasarkan kajian teori tertentu yang telah diuraikan di atas. (Riduwan & Kuncoro, 2007) 3.
METODE PENELITIAN Metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dengan software MS.Excel, analisis Jalur dengan software SPSS 17.0 dengan data laju pertumbuhan ekonomi, tingkat partisipasi angkatan kerja, pertumbuhan penduduk dan tingkat pengangguran terbuka tahun 2005-2014 di Kota Cirebon, Jawa Barat. Variabel-variabel yang digunakan penelitian ini adalah: a.
b.
dalam
Tingkat pengangguran terbuka (Y) Merupakan salah satu indikator ketenagakerjaan yang digunakan untuk mengetahui berapa banyak penduduk umur kerja yang sedang mencari pekerjaan. Tingkat pengangguran terbuka dihitung dari perbandingan antara jumlah pencari kerja dengan jumlah angkatan kerja.
Laju Pertumbuhan Ekonomi (X1) Laju pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai pertumbuhan produksi barang dan jasa di suatu wilayah dalam perekonomian selama
kurun waktu setahun dengan satuan persen. Semakin baik pertumbuhan produksi barang dan jasa yang dihasilkan sektor-sektor ekonomi, maka semakin baik pula pertumbuhan ekonominya, yang berarti secara ekonomi dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga dapat mengurangi jumlah pengangguran disuatu wilayah. c. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (X2) Tingkat partisipasi angkatan kerja adalah salah satu indikator ketenagakerjaan yang diperoleh dari perbandingan antara penduduk yang bekerja dan mencari pekerjaan (angkatan kerja) dengan penduduk umur kerja. d. Laju Pertumbuhan Penduduk (X3) Pertumbuhan penduduk mengacu pada presentase rata-rata perkembangan penduduk di suatu wilayah dalam kurun waktu satu tahun.
4. a.
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan keadaan dari masing-masing variabel, baik variabel eksogen yaitu laju pertumbuhan ekonomi, tingkat partisipasi angkatan kerja dan laju pertumbuhan penduduk dan variabel endogen yaitu tingkat pengangguran terbuka. Grafik tingkat pengangguran terbuka dari data tahun 2005 hingga 2014 tersaji sebagai berikut:
Gambar 4.1 Grafik tingkat pengangguran terbuka di kota cirebon tahun 2005-2014 Berdasarkan gambar 4.1 dapat diketahui bahwa pada Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Kota Cirebon pada tahun 2005 yaitu sebesar 12.61 yang berarti dari 100 penduduk yang termasuk angkatan kerja, secara rata-rata 13 orang di antaranya adalah
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
259
tingkat pengangguran terbuka (%) tingkat pengangguran terbuka (%)
12,61 12,12
10,14 10,74
11,18 10,94 12,13
12,71
11,02 9,02
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
pencari kerja (pengangguran). Dapat dilihat bahwa pada tahun 2005 hingga 2007 tingkat pengangguran terbuka kota cirebon mengalami penurunan. Kemudian pada tahun 2008 hingga 2012 mengalami fluktuatif yang cukup signifikan. Lalu pada tahun 2013 mengalami penurunan yang sangat signifikan yaitu menjadi 9.02%. Pencapaian ini tidak lepas dari upaya pemerintah Kota Cirebon dalam memberantas pengangguran. Kemudian pada tahun 2014 mengalami kenaikan atau bertambah menjadi 11.02 persen. Menurut BPS, hal ini dimungkinkan terjadi pergeseran tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan akibat PHK atau perusahaan kolaps atau masih adanya angkatan kerja yang masih belum terserap lapangan pekerjaan. Grafik laju pertumbuhan ekonomi dari tahun 2005 hingga 2014 tersaji sebagai berikut:
Kota Cirebon pada tahun 2005 hingga 2007 mengalami kenaikan. Pertumbuhan tertinggi dicapai pada tahun 2008, sehingga pada tahun ini produktivitas perekonomian di Kota Cirebon dirasakan relatif sangat baik dibanding tahun-tahun sebelum dan sesudahnya. Kemudian selama tiga tahun antara tahun 2008 sampai 2010 pertumbuhan ekonomi Kota Cirebon mengalami kelesuan. Hal ini disebabkan oleh kondisi yang relatif tidak stabil pada produksi barang dan jasa yang dihasilkan sektor-sektor ekonomi, misalnya penurunan produksi pada kegiatan pelabuhan dan industri. Pada tahun 2011 pertumbuhan ekonomi Kota Cirebon mulai mengalami peningkatan yang cukup berarti dibanding tahun sebelumnya yaitu sebesar 5,78 persen. Kondisi mulai relatif stabil pada produksi barang dan jasa yang dihasilkan sektor-sektor ekonomi pada tahun 2012, namun di tahun 2013 mengalami sedikit penurunan yaitu menjadi 4,79 persen. Kemudian pada tahun 2014 pertumbuhan ekonomi Kota Cirebon mengalami kenaikan menjadi 5.71%. Grafik tingkat partisipasi angkatan kerja tahun 2005 hingga 2014 yaitu:
laju pertumbuhan ekonomi
tingkat partisipasi angkatan kerja
laju pertumbuhan ekonomi (%) tingkat partisipasi angkatan kerja (%)
4,89 5,54
6,17 5,64
5,05
5,78 5,93 3,81
4,79
5,71
Gambar 4.2 Grafik laju pertumbuhan ekonomi di kota cirebon tahun 2005-2014 Berdasarkan gambar 4.2 dapat diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi di
260
51,58
49,14
2005
2006
53,74
52,61
51,95
53,18
55,07
2007
2008
2009
2010
2011
60,11
63,54
64,94
2012
2013
2014
Gambar 4.3 Grafik tingkat partisipasi angkatan kerja di kota cirebon tahun 20052014
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Berdasarkan gambar 4.3 dapat diketahui bahwa TPAK Kota Cirebon pada tahun 2005 sebesar 51.58 persen. Artinya, dari 100 penduduk umur 10 tahun ke atas terdapat 52 orang di antaranya yang termasuk ke dalam angkatan kerja, atau hanya sekitar 52 persen penduduk umur kerja yang aktif secara ekonomis. Pada tahun 2006 mengalami penurunan menjadi 49.14 persen. Namun pada tahun 2007 mengalami peningkatan menjadi 53.74. Lalu pada tahun 2008 dan 2009 mengalami penurunan kembali. Kemudian peningkatan terus terjadi di tahun berikutnya, tahun 2010 meningkat menjadi 53.18 persen. TPAK Kota Cirebon meningkat juga pada tahun 2011, 2012, 2013 dan 2014 yang mencapai angka relatif lebih besar dibanding tahun 2010 yaitu sebesar 55.07 persen pada tahun 2011. Kemudian meningkat sebesar 60.11 persen pada tahun 2012, meningkat sebesar 63.54 persen pada tahun 2013 dan meningkat sebesar 64.94 persen pada tahun 2014.
Kota Cirebon dari tahun 2005 hingga 2008 mengalami kenaikan. Peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya menuntut konsekuensi akan penambahan ruang hidup seperti tempat tinggal, lapangan kerja, dan lain sebagainya. Selanjutnya pada tahun 2009 laju pertumbuhan penduduk kota cirebon mengalami penurunan. Pada tahun 2010 hingga 2014 laju pertumbuhan penduduk kota cirebon mengalami fluktuasi yang cukup signifikan. b.
Analisis Jalur Analisis jalur dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar laju pertumbuhan ekonomi , tingkat partisipasi angkatan kerja , dan laju pertumbuhan penduduk mempengaruhi tingkat pengangguran terbuka , sehingga memberikan tingkat estimasi kepentingan, maka diharapkan dapat diketahui variabel eksogen apakah yang harus diperbaiki terlebih dahulu. Proposisi hipotetik yang diajukan oleh peneliti bisa diterjemahkan ke dalam diagram jalur seperti di bawah ini:
Grafik laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2005 hingga 2014 tersaji sebagai berikut:
laju pertumbuhan penduduk laju pertumbuhan penduduk (%)
2,94 1,19
1,52 1,78
1,72 0,86
1,18 0,37
0,86
0,52
Gambar 4.5 Diagram Jalur Proposi Hipotetik
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Gambar 4.4 Grafik laju pertumbuhan penduduk di kota cirebon tahun 2005-2014 Berdasarkan gambar 4.4 dapat diketahui bahwa laju pertumbuhan penduduk
Gambar diatas merupakan struktur lengkap yang terdiri dari sebuah subvariabel, yang terdiri dari variabel eksogen yaitu : laju pertumbuhan ekonomi, : Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja, : laju pertumbuhan penduduk, dan variabel endogen yaitu : tingkat pengangguran terbuka.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
261
Persamaan struktural untuk diagram jalur diatas adalah :
Kemudian menghitung koefisien jalur, koefisien jalur menunjukan pengaruh langsung dari suatu variabel bebas terhadap variabel tergantung dalam suatu model jalur.
laju pertumbuhan penduduk, berkontribusi terhadap tingkat pengangguran terbuka sebesar 73.3 % dan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain. Kemudian, pengujian koefisien jalur. Statistik uji yang digunakan dapat adalah nilai sig pada hasil analisis Coefficienta dengan SPSS. o
Gambar 4.6 tampilan output Coefficienta Berdasarkan hasil analisis Coefficienta dengan SPSS dapat diketahui koefisien jalur yang ditunjukan oleh “Standardized Coefficienta ” , yaitu :
o o o o
, artinya pengaruh langsung
o
Laju Pertumbuhan Ekonomi dengan tingkat pengangguran terbuka sebesar 0.408 , artinya pengaruh langsung Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dengan tingkat pengangguran terbuka sebesar
o
, artinya pengaruh langsung laju pertumbuhan penduduk dengan tingkat pengangguran terbuka sebesar .
o o o o Gambar 4.7 tampilan output model summary o
Berdasarkan gambar 7 diatas, diperoleh nilai “R Square” yaitu sebesar 0.733, artinya variabel laju pertumbuhan ekonomi, tingkat partisipasi angkatan kerja,
262
o
Koefisien Jalur Hipotesis : H0= Tidak ada pengaruh laju pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat pengangguran terbuka H1= Ada pengaruh laju pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat pengangguran terbuka. Tingkat Signifikansi : 0,05 Daerah Kritis : H0 ditolak ketika Sig < 0,05. Statistik Uji : 0,110 Keputusan : 0,110 > 0,05 maka gagal tolak H0. Kesimpulan : Tidak terdapat pengaruh laju pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat pengangguran terbuka. Koefisien Jalur Hipotesis H0= Tidak ada pengaruh tingkat partisipasi angkatan kerja terhadap tingkat pengangguran terbuka. H1= ada pengaruh tingkat partisipasi angkatan kerja terhadap tingkat pengangguran terbuka Tingkat Signifikansi : 0,05 Daerah Kritis : H0 ditolak ketika Sig < 0,05 Statistik Uji : 0,009 Keputusan : 0,009 > 0,05 maka H0 ditolak. Kesimpulan : terdapat pengaruh tingkat partisipasi angkatan kerja terhadap tingkat pengangguran terbuka. Koefisien Jalur Hipotesis :
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
H0= Tidak ada pengaruh laju pertumbuhan penduduk terhadap tingkat pengangguran terbuka H1= ada pengaruh laju pertumbuhan penduduk terhadap tingkat pengangguran terbuka. o Tingkat Signifikansi : 0,05 o Daerah Kritis : H0 ditolak ketika Sig < 0,05. o Statistik Uji : 0,013 o Keputusan : 0,013 < 0,05 maka H0 ditolak. o Kesimpulan : Terdapat pengaruh laju pertumbuhan penduduk terhadap tingkat pengangguran terbuka. Dari hasil pengujian koefisien jalur diperoleh keterangan bahwa koefisien jalur dari ke dan ke kedua-duanya secara statistik adalah bermakna, sedangkan koefisien jalur dari ke tidak bermakna, oleh karena itu digunakan theory trimming, yaitu model yang digunakan untuk memperbaiki suatu model struktur analisis jalur dengan cara mengeluarkan variabel eksogen yang tidak signifikan dari model.
Persamaan struktural yang terbentuk dari diagram jalur dengan theory trimming adalah . Dengan hilangnya sebuah variabel eksogen dari diagram jalur, maka besarnya koefisien jalur akan berubah sehingga harus dilakukan perhitungan ulang. Gambar 4.9 output Coefficienta
Sama halnya seperti analisis sebelum dihilangkan variabel yang tidak signifikan, maka berdasarkan tabel diatas dapat diketahui koefisien jalur yang ditunjukan oleh “Standardized Coefficienta ”, yaitu : , artinya pengaruh langsung
Sehingga proposi hipotetik menjadi tingkat partisipasi angkatan kerja dan laju pertumbuhan penduduk berpengaruh terhadap tingkat pengangguran terbuka. Atas dasar proposi yang telah diperbaiki maka terbentuk diagram jalur seperti berikut :
y
Gambar 4.8 Diagram Jalur (Theory Trimming)
tingkat partisipasi angkatan kerja dengan tingkat pengangguran terbuka sebesar , artinya pengaruh langsung laju pertumbuhan penduduk dengan tingkat pengangguran terbuka sebesar
Gambar 4.10 model summary dilakukan theory trimming
setelah
Berdasarkan gambar 10 diperoleh nilai “R Square” yaitu sebesar 0.577, artinya variabel tingkat partisipasi angkatan kerja, laju pertumbuhan penduduk, berkontribusi terhadap tingkat pengangguran terbuka
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
263
sebesar 57.7% dan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain. Dengan runtutan analisis yang telah dilakukan maka dapat digambarkan diagram jalur beserta keterangan harga koefisien jalurnya
Selanjutnya, pengaruh tidak langsung laju pertumbuhan penduduk dengan tingkat pengangguran terbuka melalui hubungan korelatif dengan tingkat partisipasi angkatan kerja adalah
)
Gambar 4.11 Diagram Jalur dengan Harga Koefisien jalur Besarnya pengaruh secara proporsional: a.
Pengaruh tingkat partisipasi angkatan kerja (X2) : Pengaruh langsung tingkat partisipasi angkatan kerja terhadap tingkat pengangguran terbuka adalah: , Selanjutnya, pengaruh tidak langsung tingkat partisipasi angkatan kerja dengan tingkat pengangguran terbuka melalui hubungan korelatif dengan laju pertumbuhan penduduk adalah :
Sehingga, total pengaruh laju pertumbuhan penduduk terhadap tingkat pengangguran terbuka yaitu: +(
)= 0,20521908
Pengaruh gabungan oleh tingkat partisipasi angkatan kerja dan laju pertumbuhan penduduk terhadap tingkat pengangguran terbuka adalah: (0,37097008)+0,20521908 = 0,57618916, yang tidak lain adalah besarnya = 0.577.
5.
KESIMPULAN Berdasarkan analisis yang telah dilakukan maka disimpulankan bahwa : Sehingga, total pengaruh tingkat partisipasi angkatan kerja terhadap tingkat pengangguran terbuka adalah + (b.
) = (0,37097008).
Pengaruh Laju Pertumbuhan Penduduk (X3) : Pengaruh langsung Laju Pertumbuhan Penduduk terhadap tingkat pengangguran terbuka adalah:
264
1.
Proposisi hipotetik yang diajukan tidak seutuhnya dapat diterima, sebab berdasarkan pengujian koefisien jalur, hanya koefisien jalur dari X2, ke Y, X3 ke Y yang secara statistik bermakna, sedangkan X1 ke Y tidak bermakna. Artinya bahwa yang berpengaruh terhadap tingkat pengangguran terbuka hanyalah tingkat partisipasi angkatan kerja dan laju pertumbuhan penduduk. Dengan demikian dilakukan Theory Thrimming dengan mengajukan
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
2.
proposisi baru tanpa memasukan laju pertumbuhan ekonomi kemudian dilakukan analisis ulang sehingga mendapatkan harga koefisien jalur. Variabel tingkat partisipasi angkatan kerja memiliki pengaruh paling besar dibandingkan dengan variabel laju pertumbuhan penduduk.
6. REFERENSI Alam, S. 2011. “Economics 2A”. Jakarta: Erlangga. Alghofari, F. 2010. “Analisis Tingkat pengangguran di Indonesia ”. Semarang: Universitas Diponegoro. Amri, Amir. 2007. “Pengaruh inflasi dan pertumbuhan ekonomi terhadap pengangguran di Indonesia ”. Jurnal Inflasi dan Pengangguran Vol. 1 no. 1, 2007, Jambi. Badan Pembangunan Daerah (BAPEDA) Kota Cirebon. Badan Pusat Statistik. “Indikator Makro Kota Cirebon”. Kota Cirebon. Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kota Cirebon.
_____. 2015. “Angka Pengangguran Capai 15 ribu orang”. http://www.kabarcirebon.com/read/2015/09/angkapeng angguran-capai-15-ribu-orang/. (Diakses pada tanggal 10 Maret 2016). _____. 2014. “RPJMD Kota Cirebon 20132018”.http://www.cirebonkota.go.id/ wp-content/uploads/2014/08/BABV.pdf (Diakses pada tanggal 28 April 2016). Riduwan, & Kuncoro, E. A. 2007. “Cara Menggunakan dan Memaknai Analisis Jalur (Path Analysis)”. Bandung: ALFABETA. Riduwan, & Kuncoro, E. A. 2010. “Cara Menggunakan dan Memaknai Analisis Jalur (Path Ana lysis)”. Bandung: ALFABETA Sukirno, Sadono. 2008. “Pengantar Teori Ekonomi”. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Tambunan, Tulus H. 2001. “Perekonomian Indonesia ”. Jakartaμ Penerbit Ghalia Indonesia.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
265
PENAKSIRAN PARAMETER MODEL REGRESI WEIBULL BIVARIAT 1
Suyitno1), Purhadi2) , Sutikno2) dan Irhamah2) Mahasiswa Program Doktor Jurusan Statistika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
[email protected] 2 Jurusan Statistika FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Abstrak Pada artikel ini dibahas penaksiran parameter model regresi Weibull bivariat (RWB). Model RWB adalah model fungsi kepadatan peluang bersama distribusi Weibull bivariat yang bergantung pada kovariat. Model RWB yang dibahas dikontruksi dari model fungsi survival bersama distribusi Weibull bivariat yang dikembangkan oleh Lee dan Wen dengan parameter-parameter skala dinyatakan dalam model regresi dengan kovariat identik dan dengan parameter regresi berbeda. Tujuan penelitian ini adalah menentukan penaksir parameter model RWB menggunakan metode maximum likelihood estimation (MLE). Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk eksplisit penaksir maximum likelihood (ML) tidak dapat ditemukan secara analikal dan hampiran penaksir ML model RWB diperoleh secara numerik menggunakan metode iterasi Newton-Rapson. Untuk mengevaluasi performa metode MLE, pada artikel ini dibahas prosedur penaksiran parameter model RWB yang diterapkan pada data indikator pencemaran air sungai. Kata Kunci: Regresi Weibull bivariat, MLE, metode iterasi Newton-Raphson. 1. PENDAHULUAN Model distribusi Weibull mula-mula bergantung pada tiga parameter yaitu, parameter lokasi (location), parameter skala (scale) dan parameter bentuk (shape). Jika parameter lokasi pada distribusi Weibull adalah nol, maka diperoleh model distribusi versi skala-bentuk atau scale-shape version of Weibull distribution. Pada distribusi Weibull, parameter skala atau parameter bentuk dapat bergantung langsung pada kovariat atau peubah bebas (Rinne, 2009), (Lawless, 2003). Parameter skala pada distribusi Weibull dapat dinyatakan dalam model regresi. Model fungsi kepadatan peluang (PDF) pada distribusi Weibull yang parameter skala bergantung langsung pada kovariat dinamakan model regresi Weibull. PDF pada distribusi Weibull dapat diperoleh dari salah satu fungsi-fungsi yang saling berhubungan pada distribusi Weibull yaitu fungsi distribusi kumulatif, fungsi survival dan fungsi hazard. Sampai saat ini, referensi yang membahas model regresi Weibull masih terbatas. Para
266
penelti yang membahas model regresi Weibull antara lainμ O‟Quigley et. al, (1980), membahas model regresi Weibull univariat pada data waktu survival. Penaksiran parameter dihitung menggunakan program Fortrant. Hanagal (2004), membahas model regresi Weibull bivariat pada data waktu survival. Model regresi Weibull bivariat ini adalah pengembangan dari model distribusi exsponensial Freund, dengan kovariat identik dan dengan parameter regresi berbeda. Hanagal (2005), membahas model regresi Weibull bivariat pada data waktu tersensor. Model regresi ini diturunkan dari model distribusi eksponensial Marshal-Olkin dengan kovariat identik. Penaksiran parameter kedua model yang dibahas Hanagal (204, 2005) mennggunakan metode maximum likelihood estimation (MLE). Mengingat pembahasan model regresi Weibull bivariat masih terbatas, maka pada artikel ini dibahas model RWB yang dikontruksi dari model fungsi survival bersama distribusi Weibull bivariat yang dikemukakan oleh Lee dan Wen (2009).
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Model regresi Weibull bivariat yang dibahas merupakan model FKP distribusi Weibull bivariat dengan parameter-parameter skala dinyatakan dalam model regresi dengan kovariat identik dan dengan parameter regresi berbeda. Pembahasan difokuskan pada pengenalan model dan prosedur penaksiran parameter. Untuk mendemontrasikan prosedur penaksiran parameter, model RWB ini diaplikasikan pada data indikator pencemaran air yaitu chemical oxygen demand (COD) and disollved oxygen (DO). Pada bagian akhir seksi ini dikemukan sistematika penulisan sebagai berikut. Kajian teori model RWB disajikan pada bagian 2, metode penelitian pada bagian 3, hasil dan pembahasan dari penelitian dibahas pada bagian 4 dan kesimpulan dari penelitian disajikan pada bagian 5. 2. KAJIAN LITERATUR Hubungan fungsi-fungsi yang saling berkorelasi pada distribusi Weibull bivariat dijelaskan sebagai berikut. Misalkan [Y1 Y2 ]T adalah vektor acak non-negatif, maka fungsi survival bersama didefinisikan S ( y1 , y 2 ) P (Yk yk ) k 1 , P (Y1 y1 , Y2 y2 )
(3) Jika fungsi-fungsi pada persamaan (3) adalah kontinu, maka dengan melakukan penurunan parsial terhadap semua peubah bebas pada kedua ruas persamaan (3) diperoleh hubungan f ( y1 , y2 )
2 F ( y1 , y2 ) y1y2
2 S ( y1 , y2 ) y1y2
.
(4)
Lee dan Wen (2009), mengkontruksi fungsi survival bersama distribusi Weibull bivariat dinyatakan dalam bentuk k a 2 yk a S1 ( y1 , y2 ) exp , k 1 k
dengan
0 y1 , y2 ;
(5)
0 1 , 2 ;
0 1 , 2 dan 0 a 1 . Parameter a
menyatakan ukuran derajat dependent pada hubungan antar peubah bebas Yk , k dan k
2
(1)
dan fungsi distribusi kumulatif bersama didefinisikan 2 F ( y1 , y 2 ) P (Yk yk ) k 1 P (Y1 y1 , Y2 y2 )
2 F ( y1 , y2 ) 1 P (Yk yk ) . k 1 1 S ( y1 ) S ( y2 ) S ( y1 , y2 )
k 1,2 untuk masing-masing adalah parameter skala dan parameter bentuk. Berdasarkan fungsi survival (5), dengan menggunakan hubungan (4) diperoleh FKP bersama distribusi Weibull bivariat yaitu
f0 ( y1 , y2 , y3 )
(2)
k 2 1 yk a 1 k a 1 k k k
(6)
QAa 2 exp[ Aa ],
(Lawless, 2003). Berdasarkan sifat probabilitas, hubungan antara fungsi distribusi bersama dan fungsi survival bersama dapat dinyatakan
dengan k
y a A k dan Q a (a 1) a 2 Aa . k 1 k 2
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
267
Fungsi survival (5) dapat bergantung pada kovariat (Lawless, 2003), yakni parameterparameter skala dapat dinyatakan dalam model regresi. Karena parameter-parameter skala pada (5) adalah bilangan riil positip, maka parameter-parameter skala tersebut dapat dinyakan dalam model regresi melalui hubungan ln k βTk x ,
(7)
dengan βTk [k 0 k1
kp ] adalah vektor parameter
regresi dengan kh untuk k 1,2 ; h 0,1,
, p dan xT [ X0 X1
X p ] adalah
vektor kovariat. Dengan menggunakan hubungan (7), fungsi survival (5) dapat dinyatakan dalam model regresi linier yaitu S ( y1 , y2 , y3 ) exp[ Aa ] ,
dengan A ( yk ) k / a exp[ 2
k 1
(8)
k a
βTk x] .
Berdasarkan fungsi survival (5), dapat diperoleh model FKP bersama distribusi Weibull bivariat yang bergantung pada kovariat dengan menggunakan hubungan (4), yaitu f ( y1 , y2 )
2 k ( k / a ) 1 exp[ k βTk x] yk a k 1 a
(9)
QAa 2 exp[ Aa ],
dengan Q a (a 1) a 2 Aa . Model FKP bersama distribusi Weibull bivariat yang parameter-parameter skala dinyatakan dalam model regresi linier seperti pada persamaan (9) dinamakan model regresi Weibull bivariat (RWB). Untuk selanjutnya penaksiran parameter RWB menggunakan metode MLE.
268
3. METODE PENELITIAN Penelitian ini difokuskan pada kajian teori yaitu penaksiran parameter model RWB yang disertai contoh aplikasinya pada data indikator pencemaran air. Data penelitian adalah data sekunder dari Badan Lingkungan Hidup Kota Surabaya tahun 2013 dan Khaulasari (2014). Sampel penelitian adalah sungai-sungai di kota Surabaya yang mengalir pada satu aliran, dengan ukuran sampel 27. Peubah tak bebas (respon) penelitian ini adalah COD (Y1) dan DO (Y2). Peubah bebas (kovariat) adalah kecepatan aliran air (X1), konsentrasi deterjen (X2), konsentrasi nitrat (X3) dan konsentrasi fosfat (X4). Tahapan analisis data pada peneltian ini adalah sebagai berikut: (1) analisis statistik deskriptif data respon dan kovariat, (2) pengujian korelasi antar respon, (3) pendeteksian multikolinieritas antar kovariat, (4) penaksiran parameter distribusi popoulasi, (5) pengujian distribusi Weibull bivariat terhadap data respon, (6) penaksiran parameter model RWB dan (7) pengujian hipotesis parameter regresi model RWB. Pada artikel ini hanya dibahas tahapan (6) yaitu penaksiran parameter model RWB menggunakan metode MLE, sedangkan tahapan (1) sampai dengan (5) dianggap memenuhi asumsi pada penaksiran model RWB. Penghitungan pada penaksiran parameter menggunakan program Matlab. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap awal penaksiran parameter menggunakan metode MLE adalah pendefinisian fungsi likelihood dan logaritma natural dari fungsi likelihood atau loglikelihood. Diberikan n sampel acak (Y1i , Y2i ) dari populasi distribusi Weibull bivariat dan ( X1i , X2i , , X pi ) untuk i 1,2, , n adalah sampel untuk kovariat, maka fungsi likelihood berdasarkan FKP (9) adalah
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
L (θ | y ) f (θ | y1i , y2i ) n
i 1
( / a ) 1 exp[ k βTk xi ] (10) k ( yki ) k a i 1 k 1 a 2
n
n n a 2 a Ai exp[ Ai ] Qi , i 1 i 1
dengan Ai
( yki ) k / a exp[
k
2
k 1
L(θ) 0, θ
βTk xi ] .
a
Qi a (a 1) a 2 Aia dan
xi [ X1i X2i
X pi ]T .
adalah vektor gradien yang mempunyai bentuk umum L(θ) / θ
β1T βT2 ]T adalah model RWB yang
parameter
T
berdimensi 3 2( p 1) dengan dan
βk [k 0 k1
kp ]T
[ 1 2 ]T
k 1, 2 .
untuk
Logaritma natural dari fungsi likelihood (10) dapat dinyatakan dalam bentuk L(θ | y ) ln L (θ) | y )
dengan L1 (θ | y )
L (θ | y) , 4
q 1
(ln 2
n
i 1 k 1
( a
k
2
n
i 1 k 1
k
(11)
q
ln a )+
1)ln yki
(a 2)ln A
k a
βTk xi
n
i 1
L3 (θ | y )
i
A n
i 1
a i
(14)
L4 (θ | y )
ln Q . n
i 1
i
(15)
L(θ) L(θ) L(θ) L(θ) g(θ) , (17) T β1T βT2 a T
dengan
L(θ) L(θ) T 1 L(θ) L(θ) βTk k 0
L(θ) 2
L(θ) k1
untuk k 1, 2 .
(12)
L2 (θ | y )
(16)
dengan 0 adalah vektor nol berdimensi 3 2( p 1) . Ruas kanan persamaan (16)
Diketahui bahwa θ [a vektor
Penaksir maximum likelihood (ML) model RWB dapat diperoleh dengan memaksimumkan fungsi likelihood atau dengan ekuivalen memaksimumkan fungsi log-likelihood. Karena fungsi log-likelihood (11) adalah kontinu dan mempunyai turunan parsial sampai dengan orde kedua, maka penaksir ML model RWB dapat diperoleh dengan menyelesaikan persamaan likelihood
(13)
L(θ) kp
,
(18)
Berdasarkan bentuk fungsi-fungsi pada persamaan (12) - (15), bahwa persamaan likelihood (16) memuat persamaan-persamaan yang saling bergantungan (interdependent), sehingga bentuk eksplisit (closed form) penaksir ML model RWB tidak ditemukan secara analitikal, dan hampiran penaksir ML dapat diperoleh secara numerik menggunakan metode iterasi Newton-Raphson. Untuk mendapatkan penaksir ML model RWB menggunakan metode iterasi Newton-Rapson dapat menggunakan formula θˆ ( q 1) θˆ ( q ) H 1 (θˆ ( q ) )g(θˆ ( q ) ) untuk q 0,1, 2,
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
,
(19)
269
dengan g(θ) adalah vektor gradien dan H(θ) adalah matriks Hessian yang berukuran (3 2( p 1)) (3 2( p 1)) . Matriks Hessian adalah matrik turunan parsial orde kedua dari dari L(θ) terhadap semua kombinasi komponen-komponen vektor mempunyai bentuk umum
2 L(θ) 2 a 2 L(θ) H (θ) a 2 L(θ) βa
2 L(θ) a T 2 L(θ) T
2 L(θ) β T
θ
dan
2 L(θ) a βT 2 L(θ) (20) βT 2 L(θ) ββT
Berdasarkan bentuk persamaan (11) untuk mendapatkan komponen vektor gradien dan matriks Hessian secara langsung tidak sederhana, oleh karena itu penghitungan gradien vektor (17) dan matriks Hessian (20) dipecah menjadi empat bagian sedemikian sehingga g(θ) 4
Lq (θ) θ
q 1
g q (θ)
H 4 (θ)
1 2Qi Q Q Q 2 θθT Qi θi θTi i 1 i n
. (24)
Berdasarkan prosedur penaksiran parameter model RWB dengan menggunakan metode MLE, dan setelah proses penghitungan komponnen-komponen vektor gradien dan elemen-elemen matriks Hessian secara numerik dilakukan menggunakan metode iterasi Newton-Raphson, maka diperoleh komponen-komponen vektor penaksir ML model RWB seperti pada Tabel 1 dan Tabel 2 sebagai berikut:
Tabel 1 Penaksir parameter derajat dependent dan parameter bentuk Parameter
a
1
2
Penaksir
0,7658
1,3637
2,7786
4
q 1
(21)
Tabel 2 Komponen vektor penaksir parameter regresi model RWB
dan H(θ) 4
q 1
Khusus
2 Lq (θ) θθT
untuk
H q (θ) . 4
q 1
g 4 (θ)
dan
berdasarkan persamaan (15) komponen-komponen vektor g 4 (θ)
(22)
H 4 (θ) , maka dapat
βˆ 1
β2
βˆ 2
10
1,3957
20
0,2418
11
12 13
diperoleh menggunakan formula
L (θ) 1 Q i g 4 (θ) 4 θ i 1 Qi θ
β1
n
(23)
14
0,9582 -0,0023 0,0417 1,2188
21
22
23
24
0,5959 0,0000 -0,0838 1,2028
dan elemen-elemen matriks H 4 (θ) dapat diperoleh menggunakan formula
270
Parameter distribusi Weibull bivariat populasi dapat diperoleh dengan melakukan penaksiran berdasarkan data sampel menggunakan metode MLE. Parameter-
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
parameter distribusi Weibull bivariat populasi adalah sebagai berikut: parameter derajat dependent a 0,7022 , parameter bentuk masing-masing 1 1,1685 dan 2 2,3555
Surabaya. Thesis SS 091324, Istitut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2014.
serta parameter skala masing-masing adalah 1 37,8326 dan 2 4,5723 . Berdasarkan
Lawless, J.F., 2003. Statistical models and methods for lifetime data . John Wiley & Sons.Inc., Hoboken, New Jersey. 269-271.
penaksiran parameter model RWB seperti ditunjukkan pada Tabel 1 dan Tabel 2 menghasilkan mean square error (MSE) sebesar 1,1036 105 .
Lee, C.K. & M.J., Wen, 2009. A Multivariate Weibull distribution. Pak. J. Stat. Operat. Res., 5, No. 2, 55-66.
5. KESIMPULAN Model regesi Weibull bivariat adalah model fungsi kepadatan peluang bersama distribusi Weibull bivariat dengan parameter-parameter skala dinyatakan dalam model regresi. Model regresi Weibull bivariat dapat ditebtukan dari model fungsi survival bersama distribusi Weibull bivariat. Hasil peneltian menunjukkan bahwa bentuk eksplisit penaksir maximum likelihood model regresi Weibull bivariat tidak dapat ditemukan secara analitikal dan hampiran penaksir maximum likelihood model regresi Weibull bivariat diperoleh secara numerik menggunakan metode iterasi Newton-Raphson.
O'Quigley, J., & Roberts, A. 1980. WEIBULL: A Regression Model for Survival Time Studies, Computer Programs in Biomedicine, 12, 14-18.
Rinne, H., 2009. The Weibull distribution a handbook. CRC Press Taylor and Francis Group. 170-185, 402-411
6. REFERENSI Hanagal, D.D., 2004. Parametric bivariate regression analysis based on censored samples: A Weibull model. Economic Quality Control, 19: No.1, 1-8.
Hanagal, D.D., 2005. A Bivariate Weibull Regression Model. Economic Quality Control, 20: No. 1, 1-8.
Khaulasari, H., 2014. Pemodelan Mixed Geographically Weighted Regression Multivariate Pada Pencemaran Kualitas Air Chemical Oxygen Demand (COD) dan Biological Oxygen Demand (BOD) di Kali Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
271
KARAKTERISTIK B 1 NEAR-RING DAN S 1 NEAR-RING Maulana Akbar1, Nikken Prima Puspita2, Harjito 3, 1 Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro Email :
[email protected] 2 Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro 3 Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro
Abstract
Let be a non empty set with two binary operations additive and multiplicative is called near-ring if over additive operation is group (not necessarily abelian), over multiplicative operation is semigroup, and over both binary operation satisfies right(left) distributive law. Near-ring is called S1 near-ring if for every , there exist , . Near-ring is called strong S1 near-ring if for every , , for every . Near-ring N is called Boolean near-ring if for every , . Near-ring N is called B1 near-ring if for every , there exist , . Near-ring N is called strong B1 near-ring if for every , . In this undergraduated thesis we discussed some of their properties, obtain a characterisation and also a structure theorem beetwen strong S1 near-ring and B1 nearring, Boolean near-ring and B1 near-ring, B1 near-ring and strong B1 near-ring.
Keywords: S1 near-ring, strong S1 near-ring, Boolean near-ring, B1 near-ring, strong B1 near-ring 1. PENDAHULUAN Aljabar merupakan salah satu cabang ilmu yang dipelajari dalam matematika. Struktur aljabar yang umum dipelajari adalah grup dan ring, namun pengembangan dari kedua struktur tersebut sangat banyak. Salah satu topik pengembangan dari ring adalah near-ring. Near-ring pertama kali dipopulerkan oleh Gunter Pilz [1] pada tahun 1983. Near-ring merupakan sebuah himpunan tak kosong N dengan dua operasi biner yaitu penjumlahan (+) dan perkalian (•), yang memenuhi aksioma: (1) N terhadap operasi penjumlahan merupakan grup, (2) N terhadap operasi perkalian merupakan semigrup dan (3) N memenuhi salah satu sifat distributif kiri atau kanan terhadap operasi penjumlahan (+) dan perkalian (•). Berdasarkan hal ini, near-ring merupakan
272
perumuman dari ring dengan mengurangi aksioma komutatif pada penjumlahan (+) dan hanya memenuhi salah satu sifat distributif. Penelitian tentang near-ring berkembang dengan menyesuaikan sifat sifat elemen yang terdapat pada near-ring, diantaranya adalah B1 near-ring, B1 near-ring kuat, S1 near-ring, S1 near-ring kuat dan Boolean near-ring, yang telah ditulis oleh R.Balahkrisnan, S.Silviya dan T.Tamizh Chelvam pada tahun 2010 [2]. Berdasarkan latar belakang tersebut, dalam tugas akhir ini dibahas tentang karakteristik dari B1 near-ring dan S1 near-ring.
2. METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk jenis penelitian studi literatur dengan mencari referensi teori yang relefan dengan kasus atau permasalahan yang ditemukan. Referensi teori yang
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
diperoleh dengan jalan penelitian studi literatur dijadikan sebagai fondasi dasar dan alat utama dalam pengerjaannya.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Near-ring merupakan suatu struktur yang merupakan perumuman dari sebuah ring. Oleh karena itu pembaca harus lebih dahulu mempelajari teori tentang grup dan ring tang mengacu pada buku Frailegh [4]. Definisi 2.1 [1] Diberikan himpunan tak kosong N dengan dua operasi biner + dan •. Himpunan N disebut near-ring asalkan memenuhi: (i) (ii) (iii)
merupakan grup merupakan semigrup memenuhi salah satu hukum distributif kiri yaitu
atau hukum distributif kanan yaitu . Berdasarkan hal ini, near-ring merupakan perumuman dari ring dengan mengurangi aksioma komutatif pada penjumlahan (+) dan hanya memenuhi salah satu sifat distributif.
Dari teori-teori tentang near-ring, nearring memiliki beberapa klasifikasi, diantaranya S1 near-ring dan S1 near-ring kuat. Definisi 2.2 [2] Himpunan N disebut S1 nearring asalkan untuk setiap terdapat sedemikian hingga berlaku . Definisi 2.3 [2] Near-ring N disebut S1 nearring kuat asalkan untuk setiap , sedemikian hingga , untuk setiap . Untuk suatu , himpunan semua elemen di near-ring yang memenuhi kondisi pada Definisi 2.2 dinotasikan dengan
Berikut diberikan hubungan antara S1 near-ring dan S1 near-ring kuat: Proporsisi 2.4 [2] Jika near-ring N merupakan S1 near-ring kuat maka N juga merupakan S1 near-ring. Bukti : Oleh karena near-ring N merupakan S1 nearring kuat, maka untuk setiap berlaku , untuk setiap , yang mengakibatkan near-ring N memenuhi kondisi S1 near-ring yaitu untuk setiap terdapat , sedemikian hingga Berdasarkan Proporsisi 2.4, konvers dari Proporsisi 2.4 tidak berlaku, sebab terdapat S1 near-ring yang bukan S1 near-ring kuat Proporsisi 2.5 [2] Jika N merupakan S1 nearring kuat maka N merupakan zero simetrik. Bukti : Dibuktikan bahwa N simetrik, yaitu N = N0.
merupakan
zero-
1. Untuk . Jelas dipenuhi, sebab merupakan himpunan bagian dari yang memenuhi kondisi , untuk setiap . 2. Untuk . Diambil sebarang , ditunjukkan . a. Jika , maka selalu dipenuhi atau . b. Jika , maka , oleh karena merupakan S1 near-ring kuat, maka untuk setiap , diperoleh:
(dari asosiatif
sifat
)
, dimana .
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
273
sehingga terbukti bahwa
2. Untuk
. Akibatnya , maka merupakan zero-simetrik.
Boolean near-ring juga merupakan salah satu jenis khusus dari sebuah near-ring, berikut diberikan definisi dari boolean nearring: Definisi 2.6 [1] Near-ring N disebut Boolean near-ring, asalkan untuk setiap , berlaku .
Dari 1 dan 2 terbukti bahwa , maka N merupakan B1 near-ring b. Jika , oleh karena N merupakan Nil, maka terdapat bilangan bulat positif k sedemikian sehingga . Jika diambil , diperoleh dan
Struktur B1 near-ring adalah bentuk khusus dari near-ring yang menjadi bahasan ini. Berikut diberikan definisi serta sifat-sifat dari B1 near-ring: Definisi 2.7 [3] Near-ring N disebut B1 nearring asalkan untuk setiap terdapat sedemikian sehingga . Teorema 2.8 [3] Diberikan Near-ring . Jika N memenuhi salah satu pernyataan berikut: (i)
Near-ring N adalah nil near-ring dan zero-simetris (ii) Near-ring N bersifat komutatif lemah (iii) Near-ring N merupakan nearring dengan elemen satuan (iv) Near-ring N merupakan Nearlapangan, maka N merupakan B1 near-ring.
Bukti : Diberikan . Ditunjukkan bahwa jika N nil near-ring dan nolsimetris maka N merupakan B1 nearring: a. Jika , maka untuk setiap , berlaku : 1. Untuk
Dengan demikian, terbukti bahwa N merupakan B1 near-ring. (ii) Diberikan . Misalkan , dengan , misal , untuk suatu . Dibuktikan = , yaitu ditunjukkan dan . a. Untuk . Diketahui , untuk suatu . Oleh karena N bersifat komutatif lemah, maka . Dengan demikian . didapat b. Untuk . Berdasarkan analogi yang sama, misal dan dimana sedemikian hingga , untuk suatu . Dengan demikan didapat . Dari a dan b terbukti bahwa N merupakan B1 near-ring.
(i)
274
(iii)
Diberikan near-ring merupakan near-ring dengan elemen satuan. Dibuktikan bahwa N merupakan B1 near-ring. Diambil sebarang dapat ditemukan sedemikian hingga dan , sedemikian hingga
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
atau N merupakan B1 near(iv)
(ii)
ring. Analog dengan bukti (iii)
Berikut hubungan keterkaitan antara S1 near-ring kuat dan B1 near-ring: Teorema 2.9 [3] Diberikan Near-ring merupakan B1 near-ring dan N merupakan S1 near-ring kuat tanpa pembagi nol non-trivial: (i)
1. Untuk
jika near-ring M merupakan Nsubgrup dari N, dimana , maka M adalah B1 near-ring. jika I merupakan ideal dari nearring N, dimana , maka I adalah B1 near-ring.
=
= ring)
(sifat asosiatif perkalian)
(sebab N merupakan B1 near-
=
(N adalah S1 near-ring kuat)
=
(sifat asosiatif)
=
(i)
Diberikan M adalah sebuah Nsubgrup dari N dan diberikan . a. Jika , maka untuk setiap , berlaku (karena N merupakan zero-simetrik) b. Jika , oleh karena N merupakan B1 near-ring maka terdapat , sedemikian hingga . Jika diambil . Oleh karena M adalah N-subgrup atas N, maka untuk dan , karena N tidak memuat pembagi nol non-trivial, maka . Selanjutnya dibuktikan , dengan membuktikan dan juga sebaliknya .
Terbukti bahwa
.
2. Dibuktikan juga untuk
Bukti: Oleh karena N adalah S1 near-ring kuat, berdasarkan Proposisi 2.4 [2], maka N merupakan zero-simterik dan berdasarkan Definsi 2.3, near-ring N adalah S1 near-ring kuat asalkan untuk setiap , sedemikan hingga , untuk setiap .
= ring)
=
.
(sebab N merupakan B1 near-
(sifat asosiatif)
= kuat)
(sebab N adalah S1 near-ring
=
Terbukti bahwa
.
Oleh karena dan juga sebaliknya , maka diperoleh , yang mengakibatkan bahwa M merupakan B1 near-ring. (ii)
Analog dengan pembuktian (i)
Proposisi 2.10 [3] Diberikan N merupakan B1 near-ring. Untuk setiap terdapat sedemikian hingga pernyataan berikut benar: (i) (ii) (iii)
terdapat hingga
,
sedemikian
Jika N adalah Boolean near-ring maka
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
275
(iv)
Jika N adalah S1 near-ring kuat, maka terdapat sedemikian hingga
Bukti : (i)
(ii)
Diketahui N merupakan B1 nearring, yaitu untuk setiap terdapat sedemikian hingga . Dibuktikan terdapat , sedemikian hingga . Oleh karena dan diketahui bahwa N merupakan B1 near-ring yaitu , maka dan mengakibatkan terdapat yang memenuhi Dibuktikan , dan . yaitu a. Untuk Diketahui bahwa N merupakan B1 near-ring. Oleh karena sehingga diperoleh b. Untuk Diketahui bahwa N merupakan B1 near-ring, maka diperoleh . Oleh karena , maka
(iii)
Dari Definisi 3.19, near-ring disebut boolean asalkan . Selanjutnya dapat dibuktikan :
(berdasarkan
sifat
asosiatif) (sebab N adalah B1 nearring) Jadi terbukti bahwa
276
.
(iv)
Dari Definisi 2.3, near-ring N disebut S1 near-ring kuat asalkan untuk setiap , , untuk setiap . Dibuktikan terdapat sedemikian hingga . Dengan pembuktian yang analog seperti pada (i), maka diperoleh , untuk suatu . Berdasarkan konsep B1 near-ring, diperoleh B1 near-ring khusus yang disebut B1 near-ring kuat sebagai berikut : Definisi 2.11 [3] Near-ring disebut B1 near-ring kuat asalkan untuk setiap berlaku .
Berikut hubungan antara B1 near-ring dan B1 near-ring kuat : Proporsisi 2.12 [3] Setiap B1 near-ring kuat merupakan B1 near-ring. Bukti: Oleh karena near-ring N merupakan B1 nearring kuat, maka untuk setiap berlaku , untuk setiap , yang mengakibatkan near-ring N memenuhi kondisi B1 near-ring yaitu untuk setiap , terdapat sedemikian hingga . Jadi, terbukti bahwa setiap B1 near-ring kuat pasti merupakan B1 near-ring.
4. KESIMPULAN Dari pembahasan dalam bab sebelumnya, diperoleh bahwa suatu near-ring N disebut S1 near-ring asalkan untuk setiap terdapat sedemikian hingga dan disebut S1 near-ring kuat asalkan untuk setiap dan berlaku Suatu near-ring disebut Boolean near-ring asalkan, untuk setiap , sedemikan hingga
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
. Near-ring untuk setiap
disebut B1 near-ring asalkan, , terdapat , dimana , sedemikian hingga dan disebut B1 near-ring kuat asalkan, untuk setiap dan , sedemikian hingga . Jika suatu near-ring N merupakan nil near-ring sekaligus zero-simetrik atau nearring N bersifat komutatif lemah atau near-ring N memeliliki elemen satuan dan near-ring N merupakan near-lapangan maka N merupakan B1 near-ring. Jika suatu near-ring N merupakan B1 near-ring dan juga S1 near-ring kuat, maka setiap ideal tak nol dan N-subgrup tak nol dari N pasti merupakan B1 near-ring. Jika N merupakan B1 near-ring dan near-ring boolean maka dan jika N merupakan B1 near-ring sekaligus S1 near-ring kuat, maka terdapat sedemikian hingga . Jika N merupakan B1 near-ring kuat, maka near-ring pasti merupakan B1 near-ring.
5. DAFTAR PUSTAKA [1] Pilz, G. 1983. Near-ring: The Theory and its Application, North Holland, Amsterdam. [2] Silviya, S. Balakhrishnan, R. Chelvam, T Thamizh. 2010. Strong S1 near-ring, International Journal of Algebra , 4(4): 685-691. [3] Balakhrishnan, R. Silviya, S. Chelvam, T Thamizh. 2011. B1 near-ring, International Journal of Algebra , 5(5): 199-205. [4] Fraleigh, John B. 1993. A First Course In Abstract Algebra . Addition-Wesley Publishing Company. USA. [5] Kandasamy, W. B. Vasantha. 2002. Nearring. American Research Press.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
277
MENENTUKAN KONDISI EKONOMI YANG MEMPENGARUHI TREND PERGERAKAN INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) DENGAN HIDDEN MARKOV MODELS Firdaniza FMIPA Universitas Padjadjaran email:
[email protected]
Abstrak Pergerakan harga saham-saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia dapat dilihat pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Naik turunnya nilai IHSG dipengaruhi oleh kondisi ekonomi. Untuk memaksimumkan keuntungan dan meminimumkan kerugian, investor harus mengetahui kondisi-kondisi ekonomi yang mempengaruhi trend pergerakan nilai IHSG. Pada paper ini akan digunakan Hidden Markov Models (HMM) untuk mengetahui faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi trend pergerakan nilai IHSG. Dari data harian IHSG mulai tahun 2010 hingga 2015 diperoleh tiga kondisi ekonomi yang mempengaruhi trend pergerakan nilai IHSG, yaitu boom, stagnant, dan recession. Kata Kunci: IHSG, trend, Hidden Markov Models
1. PENDAHULUAN Seorang investor sudah tentu menginginkan keuntungan yang maksimal dan meminimumkan kerugian. Hal tersebut dapat dilakukan dengan selalu memantau pergerakan nilai IHSG. Setiap harinya nilai IHSG naik dan turun tidak menentu. Hal itu dipengaruhi oleh kondisi perekonomian baik dalam maupun luar negeri. HMM merupakan model stokastik dimana sistem diasumsikan sebagai rantai markov dengan statenya tersembunyi, Karvitha, dkk [2]. HMM dapat juga digunakan dalam memprediksi trend harga saham ,Gupta,A,dkk [1]) dan Karvitha, dkk [2]. Pada paper ini, akan digunanakan Hidden Markov Models (HMM) untuk mengetahui jumlah kondisi ekonomi yang mempengaruhi trend pergerakan nilai Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mulai tahun 2010 hingga tahun 2016.
278
2. KAJIAN LITERATUR IHSG mencerminkan harga saham-saham yang diperdagangkan pada bursa saham Indonesia. Jika IHSG naik berarti rata-rata saham yang diperdagangkan mengalami kenaikan, begitu pula sebaliknya. Nilai Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan investor dalam mengambil keputusan “membeli” atau menjual sahamnya. Hidden Markov Model (HMM) adalah rantai Markov dimana statenya tidak dapat diamati secara langsung, tetapi hanya dapat diobservasi melalui himpunan pengamatan , Rabiner [3].
Elemen-elemen HMM antara lain: Rabiner [3] 1. Xt yaitu state pada waktu t. 2. S = {s1, s2, …, sN} yaitu ruang state dengan N adalah jumlah state. 3. Ot yaitu observasi pada waktu t. 4. V = {v1, v2, …, vM} yaitu ruang observasi dengan M adalah jumlah observasi. 5. πi yaitu distribusi state awal. 6. A = [ a ij ], yaitu matriks peluang transisi dari state i ke j.
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
7. B = [ bjm ], yaitu matriks peluang observasi vm pada state j, dimana: )
|
HMM dinotasikan dengan = (A, B, π) HMM dapat digunakan dengan menyelesaiakn tiga masalah utama dalam HMM (Rabiner, [3] ), yakni: 1.Evaluation problem : diberikan barisan pengamatan dan model , bagaimana menghitung peluang barisan pengamatan ? Pada evaluation problem, hitung P(O│ ) dengan prosedur forward, artinya dicari peluang barisan observasi jika diberikan parameter =(A,B,π). Dalam forward,
hal
ini
digunakan
I H S G
6000 5000 4000 3000 2000 1000 0
(1)
Gambar 1. Harga penutupan IHSG tahun 2010-2016
3.Learning problem : bagaimana mengatur parameter model untuk memaksimumkan . Metode yang digunakan dalam learning problem ini adalah algoritma Baum-Welch. Pada algoritma ini digunakan variabel forward, backward dan
∑
3. METODE PENELITIAN Dari data harian IHSG tahun 2010-2016 pada gambar 1, diambil nilai harga penutupan. Kemudian dibuat trend pergerakan nilai IHSG dengan dua kemungkinan nilai; “naik” jika nilai penutupan hari ini lebih besar dari nilai penutupan hari kemarin, dan “turun” jika sebaiknya.
Tahun 2010-2016
(2)
)
(3)
jika
∑
variabel
2. Decoding problem : diberikan pengamatan dan model , bagaimana memilih barisan state optimum, yang menyerupai pengamatan. Decoding problem diselesaikan dengan memanfaatkan variabel forward dan backward, yakni
(
maksimum
1 143 285 427 569 711 853 995 1137 1279 1421
(
akan
Dari data IHSG ini , himpunan observasi , dengan “1” menyatakan adalah ⃗ “naik” dan “2” menyatakan “turun”. Data IHSG tahun 2010-2013 digunakan untuk melakukan training terhadap model HMM dengan 2 state dan 3 state. .Setelah terbentuk parameter HMM =(A,B,π), untuk model HMM dengan 2 state dan 3 state gunakan data testing 2014sekarang untuk membandingkan untuk masing-masing model. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari data nilai IHSG mulai tahun 2010 hingga 2016 (http://finance.yahoo.com/), diperoleh nilai Log (Peluang pengamatan dari model HMM dengan dua state dan tiga state.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
279
Tabel 1. Nilai log dari peluang pengamatan
Percobaan
2 state
3 state
1
-394,0633
-393,8929
2
-394,0645
-393,8980
3
-393,6467
-393,9106
4
-394,000
-393,8654
5
-393,9997
-393,9489
6
-393,8009
-393,8205
7
-393,9581
-393,9106
8
-393,7437
-393,8779
9
-393,9004
-394,0112
10
-3938316
-393,7306
Rata-rata
-393,9009
-393,8725
6. REFERENSI [1] Gupta,Aditya and Dingra,Bhuwan, non astudent member IEEE, “Stock Market Prediction Using Hidden Markov Models, 2012. [2] Kavitha G, Udhayakumar, Nagarajan,D,”Stock Market Analysis Using Hidden Markov Models” [3] Rabiner, L.R., “A Tutorial on Hidden Markov Models and Select Applications in Speech Recognition”, Proceedings of IEEE, vol 77., No. 2.,pp 257-286, ( 1989).
Berdasarkan tabel 1 di atas, disimpulkan bahwa trend pergerakan nilai IHSG dipengaruhi oleh 3 state. 5. KESIMPULAN Pada penelitian ini disimpulkan bahwa ada 3 (tiga) kondisi ekonomi yang mempengaruhi trend pergerakan nilai IHSG.
280
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSALIAN PREMATUR DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN STATISTIKA REGREGI LOGISTIK BINER (STUDI KASUS DI RUMAH SAKIT “X” DI YOGYAKARTA ) 1
Puspita Ningrum1, Edy Widodo2 Mahasiswa Jurusan Statistika FMIPA, Universitas Islam Indonesia email:
[email protected] 2 Dosen Statistika , Universitas Islam Indonesia email:
[email protected]
Abstrak Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berjudul Born Too Soon, The Global Action Report on Preterm Birth menyebutkan, secara global 15 juta bayi lahir prematur tiap tahunnya. Selain itu, menurut laporan tersebut juga pada tahun 2010, Indonesia menempati peringkat kelima negara dengan bayi prematur terbanyak di dunia (675.700 bayi) setelah India (3,5 juta bayi), Tiongkok (1,2 juta bayi), Nigeria (773.600 bayi), dan Pakistan (748.100 bayi). Angka Kematian Bayi di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 sebesar 10,25/1.000 kelahiran hidup, angka kematian ini meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2008 sebesar 9,17/1.000 kelahiran hidup. Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2007, penyebab kematian bayi baru lahir pada kelompok umur 0-6 hari di Indonesia yang tertinggi yaitu gangguan pernafasan sebesar 36,9 %, sedangkan prematuritas sebesar 32,4%. Oleh karena itu, ingin diketahaui faktor yang mempengaruhi persalinan prematur dengan menggunakan pendekatan stastistik Regresi Logistik Biner. Maka diperoleh faktor yang mempengaruhi persalinann prematur di Rumah Sakit “X” di Yogyakarta yaitu jarak kehamilan ibu dan usia ibu. Kata Kunci: prematur, persalinan, regresi logistik biner
1. PENDAHULUAN Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berjudul Born Too Soon, The Global Action Report on Preterm Birth menyebutkan, secara global 15 juta bayi lahir prematur tiap tahun. Lebih dari satu juta bayi meninggal karena komplikasi akibat lahir prematur. Bayi yang hidup selamat pun banyak yang mengalami gangguan kognitif, penglihatan, dan pendengaran. Selain itu, menurut laporan tersebut juga pada tahun 2010, Indonesia menempati peringkat kelima negara dengan bayi prematur terbanyak di dunia (675.700 bayi) setelah India (3,5 juta bayi), Tiongkok (1,2 juta bayi), Nigeria (773.600 bayi), dan Pakistan (748.100 bayi) (Kompas, 2015). Apabila tidak ditangani dengan benar, dalam waktu jangka panjang proses tumbuh kembang bayi prematur akan terganggu.
Sehingga, akibatnya kualitas manusia Indonesia pada masa depan akan terancam. Berdasarkan hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukan bahwa AKB di Indonesia masih sangat tinggi, pada tahun 2009 mencapai 34/1000 KH (Kelahiran Hidup). Selain itu AKB di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 sebesar 10,25/1.000 kelahiran hidup, angka kematian ini meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2008 sebesar 9,17/1.000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2009). Penyebab kematian bayi pada kelompok umur 7-28 hari adalah yang tertinggi yaitu sepsis sebesar 20,5%, sedangkan prematuritas 12,8% (Kemenkes, 2009). Persalinan prematur merupakan persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu (antara 20-37
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
281
minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram. Masalah utama dalam persalinan prematur adalah perawatan bayinya, semakin muda usia kehamilannya semakin besar morbiditas dan mortalitasnya (Saifuddin, 2009). Statistika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang paling banyak mendapatkan perhatian dan dipelajari oleh ilmuan dari hampir semua bidang ilmu pengetahuan, terutama para peneliti yang dalam penelitiannya banyak menggunakan satistika sebagi dasar analisis maupun perancangannya (ratno dan mustadjab, 1992: 1). Sehingga dapat dikatakan bahwa statistika memiliki peran yang penting dalam kemajuan diberbagai bidang ilmu pengetahuan. Analisis regresi merupakan salah satu bagian dari statistika yang banyak dipelajari oleh para ilmuan dan peneliti, baik itu ilmuan di bidang sosial maupun eksakta. Istilah regresi pertama kali diperkenalkan oleh Francis Galton dalam artikelnya berjudul Family Likeness in Stature (1886), Galton menyebutkan bahwa, tinggi rata-rata badan anak yang lahir ternyata akan cenderung bergerak mundur (regress) mendekati tinggi rata-rata badan dari populasi secara keseluruhan meskipun kecenderungan orangtua yang berbadan tinggi akan punya anak berbadan tinggi, ataupun orangtua berbadan pendek akan punya anak berbadan pendek. Istilah regresi pada mulanya bertujuan untuk membuat perkiraan nilai satu variabel (tinggi badan anak) terhadap satu variabel yang lain ( tinggi badan orang tua). Pada perkembangan selanjutnya, analisis regresi memanfaatkan hubungan antara dua variabel atau lebih sehingga salah satu variabel dapat diramalkan dari variabel lainnya. Analisis regresi logistik digunakan untuk menjelaskan hubungan antara variabel respon
282
yang berupa data dikotomik/biner dengan variabel bebas yang berupa data berskala interval dan atau kategorik (Hosmer dan Lemeshow, 1989). Variabel yang dikotomik/biner adalah variabel yang hanya mempunyai dua kategori saja, yaitu kategori yang menyatakan kejadian sukses (Y=1) dan kategori yang menyatakan kejadian gagal (Y=0). Model regresi logistik dengan variabel respon yang mempunyai dua kategori dikenal dengan model regresi logistik biner (dikotomus) (Hosmer dan Lemeshow, 2000). Selain itu, regresi logistik menghasilkan rasio peluang (odds ratios) antara keberhasilan atau kegagalan sesuatu dari analisis. Berdasarkan pemaparan tersebut, penulis ingin menggunakan metode analisis regresi logistik biner pada data sekunder yang diperoleh dari Rumah Sakit “X” di Yogyakarta. Selanjutnya, akan dilakukan analaisis pada data rekam medik yang telah diperoleh untuk mengetahui bagaimana karakteristik ibu yang melakukan persalinan prematur di Rumah Sakit “X” di Yogyakarta, faktor apa saja yang mempengaruhi persalinan prematur berdasarkan model regresi logistik biner, serta berapa besar odds ratios antara ibu yang melakukan persalinan secara prematur, dan tidak melakukan persalinan secara prematur.
2. KAJIAN LITERATUR Tinjauan Teoritik Persalinan prematur adalah persalinan yang dimulai setiap saat setelah awal minggu gestasi ke-20 sampai akhir minggu gestasi ke-37 (Varney, 2007). Persalinan preterm atau partus prematur adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu (antara 20 – 37 minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram (Sujiatini, 2009).
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Faktor-Faktor Resiko Persalinan Prematur
Terjadinya
a. Usia Persalinan preterm meningkat pada usia ibu < 20 dan > 35 tahun, karena pada usia < 20 tahun alat reproduksi untuk hamil belum matang sehingga dapat merugikan kesehatan ibu maupun perkembangan dan pertumbuhan janin. Sedangkan pada usia > 35 tahun juga dapat menyebabkan persalinan preterm karena umur ibu yang sudah resiko tinggi (Suririnah, 2008). Krisnadi, dkk (2009) menjelaskan bahwa ibu hamil dengan usia muda yaitu kurang dari 20 tahun peredaran darah menuju serviks dan uterus belum sempurna hal ini menyebabkan pemberian nutrisi pada janin berkurang. Demikian juga peredaran darah yang kurang pada saluran genital menyebabkan infeksi meningkat sehingga juga dapat menyebabkan persalinan preterm meningkat. Sedangkan menurut Kristiyanasari (2010), ibu hamil dengan usia di atas 35 tahun juga berisiko karena terjadi penurunan fungsi dari organ akibat proses penuaan. Adanya kehamilan membuat ibu memerlukan ekstra energi untuk kehidupannya dan juga kehidupan janin yang sedang dikandungnya. Selain itu pada proses kelahiran diperlukan tenaga yang lebih besar dengan kelenturan dan elastisitas jalan lahir yang semakin berkurang.
c.
Riwayat Persalinan Prematur Risiko persalinan prematur berulang untuk wanita yang pada persalinan pertamanya mengalami persalinan prematur, meningkat tiga kali lipat dibandingkan dengan wanita yang bayi pertamanya lahir cukup bulan (Cunningham, 2013). d.
Jarak Kehamilan Ibu yang jarak kehamilannya saat ini dengan sbelumnya antara 18-24 bulan berisiko 3,07 kali untuk melahirkan prematur dibandingkan ibu yang jarak kehamilannya >24 bulan. Pada ibu yang jarak kehamilan saat ini dengan sebelumnya <18 bulan berisiko 2,56 kali untuk melahirkan prematur dibandingkan dengan ibu yang jarak kehamilannya >24 bulan. (Irmawati,2010). e.
Antenatal Care
Pelayanan merupakan upaya peningkatan untuk menjaga kesehatan ibu pada masa kehamilan. Pelayanan antenatal mencakup banyak hal yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium atas indikasi serta intervensi dasar dan khusus. Hal ini antenatal care meliputi konseling gizi, pemantauan berat badan, penemuan penyimpangan kehamilan, pemberian intervensi dasar seperti pemberian imunisasi Tetanus Toksoid (TT) dan tablet zat besi serta mendidik dan memotivasi ibu agar dapat merawat dirinya selama hamil dan mempersiapkan persalinan (Depkes RI, 2005). f.
b.
Pekerjaan Aktivitas fisik juga mempengaruhi kebutuhan nutrisi wanita hamil. Apabila wanita tidak dalam kondisi sehat, aktivitas yang keras dapat menyebabkan pengalihan glukosa dari janin dan plasenta ke otot-otot ibu untuk pembentukan energi. Ini juga dapat menyebabkan hipoksia janin karena aliran darah melalui plasenta dialihkan ke ibu, sehingga suplai oksigen berkurang (Bobak, 2005).
Hipertensi Merupakan keadaan perubahan dimana tekanan darah meningkat secara kronik. Dikatakan tekanan darah tinggi jika pada saat duduk tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih. g.
Anemia Dikategorikan anemia apabila HB < 11 gr/dl. Ibu yang sedang hamil menderita anemia beresiko sebesar 4,38 kali untuk melahirkan prematur dibandingkan dengan
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
283
ibu yang tidak menderita anemia saat kehamilannya (CI:2,45-7,85, nilai p=0,000).(Irmawati,2010) h.
Lahir Kembar Ibu yang mengandung bayi kembar dapat beresiko 4,78 kali untuk melahirkan prematur dibandingkan dengan ibu yang tidak mengandung bayi kembar (CI:2,15-6,82 dengan nilai p=0,0308).(irmawati,2010) i.
Pendarahan selama Kehamilan Pendarahan pada ibu hamil normalnya tak lebih dari 500 cc. Apabila lebih, maka pada saat persalinan dapat dikatakan mengalami pendarahan. j.
Parietas Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh seorang wanita (BKKBN, 2006). Paritas dapat dibedakan menjadi primipara dan multipara (Prawirohardjo, 2010). Resiko kesehatan ibu dan anak meningkat pada persalinan pertama, keempat dan seterusnya. Kehamilan dan persalinan pertama meningkatkan resiko kesehatan yang timbul karena ibu belum pernah mengalami kehamilan sebelumnya, selain itu jalan lahir baru akan dicoba dilalui janin. Sebaliknya jika terlalu sering melahirkan rahim akan menjadi semakin lemah karena jaringan parut uterus akibat kehamilan berulang. Jaringan parut ini menyebabkan tidak adekuatnya persediaan darah ke plasenta sehingga plasenta tidak mendapat aliran darah yang cukup untuk menyalurkan nutrisi ke janin akibatnya pertumbuhan janin terganggu (Depkes RI, 2004). Hal tersebut akan meningkatkan resiko terjadinya persalinan preterm. Analisi Regresi Analisi regresi dalam statistika adalah salah satu metode yang digunakan untuk menentukan hubungan sebab-akibat antara satu variabel dengan variabel-variabel yang lain. Variabel independen atau variabel bebas
284
merupakan variabel penyebab yang dilambangkan dengan variabel X. Sedangkan, variabel yang terkena akibat atau variabel terikat disebut variabel dependen yang dilambangkan dengan variabel Y. Analisis regresi digunakan secara luas untuk melakukan prediksi atau ramalan. Analisis ini juga digunakan untuk memahami variabel bebas mana saja yang berhubungan dengan variabel terikat, dan untuk mengetahui bentuk-bentuk hubungan tersebut. a. Analisis Regresi Logistik Biner Analisis regresi logistik digunakan untuk menjelaskan hubungan antara variabel respon yang berupa data dikotomik/biner dengan variabel bebas yang berupa data berskala interval dan atau kategorik (Hosmer dan Lemeshow, 1989). Variabel yang dikotomik/biner adalah variabel yang hanya mempunyai dua kategori saja, yaitu kategori yang menyatakan kejadian sukses (Y=1) dan kategori yang menyatakan kejadian gagal (Y=0). Pada model-model linear umum komponen acak tidak harus mengikuti sebaran normal, tapi harus masuk dalam sebaran keluarga eksponensial. Sebaran bernoulli termasuk dalam salah satu dari sebaran keluarga eksponensial. Variabel respon Y ini, diasumsikan mengikuti distribusi Bernoulli. Asumsi Regresi Logistik antara lain: Regresi logistik tidak membutuhkan hubungan linier antara variabel independen dengan variabel dependen. Variabel independen tidak memerlukan asumsi multivariate normality. Asumsi homokedastisitas tidak diperlukan Variabel bebas tidak perlu diubah ke dalam bentuk metrik (interval atau skala ratio). Variabel dependen harus bersifat dikotomi (2 kategori, misal: tinggi dan rendah atau baik dan buruk).
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Variabel independen tidak harus memiliki keragaman yang sama antar kelompok variabel. Kategori dalam variabel independen harus terpisah satu sama lain atau bersifat eksklusif. Sampel yang diperlukan dalam jumlah relatif besar, minimum dibutuhkan hingga 50 sampel data untuk sebuah variabel prediktor (independen). Regresi logistik dapat menyeleksi hubungan karena menggunakan pendekatan non linier log transformasi untuk memprediksi odds ratio. Odd dalam regresi logistik sering dinyatakan sebagai probabilitas. Variabel yang dikotomik/biner adalah variabel yang hanya mempunyai dua kategori saja, yaitu kategori yang menyatakan kejadian sukses (Y=1) dan kategori yang menyatakan kejadian gagal (Y=0).Jika variabel berdistribusi Bernoulli dengan parameter , maka fungsi distribusi peluang menjadi : (3.1) [1 = untuk Sehingga : Untuk = 0 = [1 =1Untuk = 1 = [1 = Model regresi logistik adalah sebagai berikut (Hosmer dan Lemeshow, 2000), dengan p buah variabel prediktor dibentuk dengan nilai , dinotasikan sebagai berikut : (3.2)
Keterangan : : Peluang sukses suatu kejadian , .... : Variabel independen kuantitatif atau kualitatif : Konstanta dari model : Parameter koefisien regresi
merupakan fungsi yang non linier, sehingga perlu dilakukan transformasi ke dalam bentuk logit untuk memperoleh fungsi yang linier agar dapat dilihat hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Dengan melakukan transformasi dari adalah
, sehingga
]
[
= = [ =
[
= [ (
(
(
= ln [ ( = Sehingga diperoleh :
)
)
]
] )
)
+ (3.6) b. Penaksiran Parameter Maximum Likelihood Estimation (MLE) Metode MLE digunakan untuk mengestimasi parameter-parameter dalam regresi logistik dan pada dasarnya metode maksimum likelihood memberikan nilai estimasi dengan memaksimumkan fungsi (3.3) likelihoodnya. (Hosmer dan Lemeshow, (3.4) 1989). Secara matematis fungsi likelihood dapat dinyatakan: = [1 (3.7) Sehingga :
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
285
=0
∏ ln
∏
=
=∑
[1
)
∏
(
)
)
∑
)]+
(1(3.8)
Untuk mendapatkan nilai penaksiran koefisien regresi logistik ̂ dilakukan dengan dan mendiferensialkan terhadap dan menyamakannya dengan nol yaitu : ∑ ∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
Turunkan ln =
∑
=
286
terhadap ∑
+ ∑
∑
=0
=0 ∑
∑
∑ ∑
)]+ (1-
Diperoleh logaritma likelihood :
(
∑
∑
= ∑ (
∑
-
) (
=∑ (
∑
-
∑
, yaitu :
∑
∑
=0
=
∑
(3.9)
=̅
Karena , maka didapatkan ̂ yang merupakan penduga kemungkinan maksimum. c. Uji Signifikansi Prameter Pemeriksaan peranan variabel-variabel independen ( ) dalam model, dilakukan melalui pengujian terhadap parameter model ( ). Pengujian secara serentak dilakukan menggunakan uji (likelihood), sedangkan secara parsial menggunakan uji Wald.
Statistik Uji G Uji merupakan uji serentak yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara serentak terhadap variabel terikat. Langkah pengujiannya adalah sebagai berikut : Hipotesis : : = 0, dengan k = 1,2, …, p. (Secara simultan variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel terikat) : ≠0, dengan k = 1,2, …, p. (minimal ada satu variabel bebas yang
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
berpengaruh secara terhadap variabel terikat) Statistik uji :
simultan
(3.10) =2 ∑ ̂
̂
d. Uji Kecocokan Model Uji kecocokan model digunakan untuk menguji apakah model sesuai atau cocok dengan data dan seberapa besar kesesuaian tersebut. Hipotesis :
Daerah Kritik : Tolak
jika
>
(p;
, p-value <
Statistik uji ini mengikuti distribusi Chi-Square dengan derajat bebas banyaknya parameter dalam model. Keputusan uji diperoleh dengan membandingkan nilai dan . Tolak ditolak bila > (p; , p adalah jumlah prediktor dalam model atau ditolak bila p-value < (Hosmer dan Lemeshow dalam Yulianto dkk (2013)). Statistik Wald Statististik wald digunakan dalam uji individu, pengujian dilakukan dengan menguji setiap secara individual. Hipotesis : = 0, dengan k = 1,2, …, p. (tidak ada pengaruh variabel bebas ke k terhadap variabel terikat) : ≠0, dengan k = 1,2, …, p. (ada pengaruh variabel bebas ke -k terhadap variabel terikat) Statistik Uji : ̂
̂
Keterangan : ̂
Statistik Wald mengikuti distribusi normal sehingga untuk memperoleh keputusan pengujian, dengan membandingkan nilai W dengan nilai ( ditolak jika |W | > atau p-value < ).
: nilai dugaan untuk parameter
: ̂ atau model sesuai (tidak ada perbedaan nyata antara hasil observasi dengan kemungkinan prediksi model) : ̂ atau model tidak sesuai (ada perbedaan nyata antara hasil observasi dengan kemungkinan prediksi model) Statistik uji adalah statistik devians (D) sebagai berikut (Nugraha, 2013): ∑
̂
̂
Keterangan : ̂ ̂ ) : peluang observasi ke-i pada kategori ke-j : banyaknya sukses : banyaknya pengamatan Statistik D berdistribusi Chi-square dengan derajat bebas uji ini adalah (k-(p+ 1)) dimana k merupakan jumlah kovariat dan p merupakan jumlah variabel independen. e. Interpretasi Koefisien Model Regresi Logistik Interpretasi dari suatu model merupakan inferensi dan pengambilan kesimpulan berdasarkan koefisien yang diestimasi. Koefisien tersebut (3.11) menggambarkan slope atau perubahan pada variabel terikat per unit perubahan pada variabel bebas. Interpretasi dari suatu model menyangkut 2 hal yaitu (Yulianto dkk, 2013) :
: dugaan galat baku untuk koefisien Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
287
Perkiraan mengenai hubungan fungsional antara variabel terikat dengan variabel bebas Menentukan pengaruh pada variabel terikat yang disebabkan oleh tiap unit perubahan pada variabel bebas. Salah satu interpretasi dari suatu model adalah dengan menggunakan odds ratio. Odds adalah cara penyajian probabilitas, yang menjelaskan probabilitas bahwa kejadian tersebut akan terjadi dibagi dengan probabilitas bahwa kejadian tersebut tidak akan terjadi. Odds adalah ratio probabilitas sukses (π) terhadap probabilitas gagal (1-π). Pada data populasi, nilai oddsnya adalah (Nugraha, 2013) : (3.13) Sedangkan untuk sampel, digunakan rumus : (3.14) Nilai dari odds ratio adalah bernilai positif antara nol sampai tak hingga. 0 < odds < Makna dari nilai odds ratio adalah ketika odds bernilai satu, berarti probilitas sukses sama dengan probabilitas gagal, ketika odds bernilai kurang dari satu berarti probabilitas sukses lebih kecil daripada probabilitas gagal. Demikian juga sebaliknya jika odds lebih dari satu berarti probabilitas sukses lebih besar dari pada probabilitas gagal.
3. METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah data rekam medis ibu yang melakukan persalinan di Rumah Sakit “X” di Yogyakarta Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah pasien yang terdiagnosis. Sedangkan sampel pada penelitian ini adalah ibu yang melahirkan
288
secara prematur dan melakukan persalinan tidak prematur pada tahun 2015. Jenis dan Sumber Data Jenis data dalam penelitian ini berupa data sekunder. Adapun sumber data pada penelitian ini adalah dibagian rekam medis di Rumah Sakit “X” di Yogyakarta Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian tugas akhir ini dilakukan pada bulan April 2016. Penelitian dilakukan Rumah Sakit “X” di Yogyakarta Data yang digunakan yaitu data Persalinan pada tahun 2015. Variabel Penelitian Didalam penelitian ini menggunakan satu variabel bebas dan 7 variabel terikat. Variabel penelitian adalah suatu yang menjadi objek penelitian atau juga diartikan sebagai faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti. Adapun variabel yang akan diteliti, yaitu : 1. Usia ibu ( a. 0, apabila usia ibu 20-35 tahun b. 1, apabila usia ibu <20 dan >35 tahun 2. Pekerjaan ( a. 0, tidak bekerja b. 1, bekerja 3. Paritas ( a. 0, apabila ibu 2 b. 1, apabila ibu <2 4. Pendarahan selama tiga bulan terakhir ( Pendarahan yang dialami oleh ibu selama tiga bulan terakhir karena kontraksi akibat benturan dan hal-hal yang menyebabkan pendarahan. a. 0, apabila ibu tidak mengalami pendarahan b. 1, apabila ibu mengalami pendarahan 5. Mengandung bayi kembar ( ) a. 0, jika ibu tidak mengandung bayi kembar
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
b. 1, apabila ibu mengandung kembar 6. Hipertensi ( a. 0, apabila tidak mengalami hipertensi b. 1, apabila mengalami hipertensi 7. Jarak Kehamilan ( a. 0, apabila jarak kehamilan ibu 2 tahun b. 1, apabila jarak kehamilan ibu <2 tahun 8. Prematur (Y) a. 0, apabila persalinan ibu tidak prematur b. 1, apabila, persalinan ibu prematur Teknik sampling yang Digunakan Jenis Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah case control study. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang pernah melahirkan di Rumah Sakit “X” di Yogyakarta. Sampel kasus yaitu semua ibu yang pernah mengalami persalinan prematur di Rumah Sakit “X” di Yogyakarta tahun 2015. Penelitian case control adalah bertujuan untuk mencari sampel minimal untuk masing-masing kelompok kasus dan kelompok kontrol. Kadang kadang peneliti membuat perbandingan antara jumlah sampel kelompok kasus dan kontrol tidak harus 1 : 1, tetapi juga bisa 1: 2 atau 1 : 3 dengan tujuan untuk memperoleh hasil yang lebih baik. .
digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 95%.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pasien yang Melahirkan dengan Prematur di Rumah Sakit “X” Yogyakarta Profil Pasien Berdasarkan Usia Usia merupakan salah satu faktor resiko persalinan prematur. Jumlah pasien berdasarkan usia dari data rekam medik pasien yang melakukan persalinan secara prematur dan normal dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Usia Ibu Prematur
Usia
Normal
n
%
n
%
4
8
0
0
< 20 tahun
20-35 tahun
25
45 50
>35 tahun
90
21
5 42
Total
50
100
10 50
100
Metode Analisis data Dalam penelitian ini digunakan Analisis Crosstab dan Analisis Regresi Logistik Biner. Analisis Crosstab dilakukan untuk melihat karakteristik ibu yang melahirkan secara prematur pada tahun 2015 di Rumah Sakit “X” di Yogyakarta. Sedangkan Analisis Regresi logistik biner dilakukan untuk mencari faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan prematur dan peluang terjaadinya persalinan prematur berdasarkan faktor mempengaruhi. Tingkat kepercayaan yang
Berdasarkan tabel 4.1 dari 50 persalinan prematur (kasus) terdapat 4 orang pasien (8%) yang melahirkan yang berusia kurang dari 20 tahun, 25 orang (50%) yang melahirkan berusia 20-35 tahun, dan sebanyak 21 orang (42%) yang berusia diatas 35 tahun. Sedangkan pasien yang melakukan persalinan normal (kontrol) yang melahirkan yang berusia 20-35 tahun sebanyak 45 orang (90%), dan sebanyak 5 orang (10%) yang berusia diatas 35 tahun
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
289
Profil Pasien Berdasarkan Pekerjaan Pekerjaan merupakan faktor resiko persalinan prematur yang selanjutnya. Berdasarkan pekerjaan, peneliti mengelompokan pekerjaan menjadi dua yaitu bekerja dan tidak bekerja. Ibu rumah tangga digolongkan kedalam tidak bekerja, sedangkan jenis pekerjaan swasta, wiraswasta, PNS, dan lain-lain digolongkan kedalam golongan yang bekerja. Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi rofil Pasien Berdasarkan Tingkat Pekerjaan Pekerjaan
Ibu Rumah tangga
Prematur
Normal
n
n
%
14
Profil Pasien Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Pendidikan
%
Pendidikan
13 28
melahirkan yang bekerja di bidang lain-lain sebanyak 4 orang (8%). Selanjutnya, seperti yang telah disebutkan, peneliti mengelompokan pekrjaan menjadi dua. Berdasarkan tabel 4.2 diperoleh pasien yang persalinannya secara prematur yang tidak bekerja sebanyak orang 14 pasien dan yang bekerja sebanyak 36 pasien. Sedangkan pasien yang melakukan peralinan secara normal 13 pasien dan tidak bekerja sebanyak 37 pasien.
26
Swasta
14
28
23
46
Wiraswata
5
10
8
16
PNS
2
4
2
4
lain-lain
15
30
4
8
Total
50
100
50
100
SMP
Prematur
Normal
n
%
n
2
4
3
%
6 SLTA
21
42
9 18
Berdasarkan tabel 4.2 dari 50 persalinan prematur (kasus) terdapat 14 orang (28%) pasien yang melahirkan yang bekerja di bidang swasta sebanyak 14 orang (28%), pasien yang melahirkan yang bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 5 orang (10%), pasien yang melahirkan yang bekerja sebagai PNS sebanyak 2 orang (4 %), dan pasien yang melahirkan yang bekerja di bidang lain-lain sebanyak 15 orang (30%). Sedangkan dari 50 persalinan normal (kontrol) terdapat 13 orang (26%) pasien yang melahirkan yang bekerja di bidang swasta sebanyak 23 orang (46%), pasien yang melahirkan yang bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 8 orang (16%), pasien yang melahirkan yang bekerja sebagai PNS sebanyak 2 orang (4 %), dan pasien yang
290
D3
5
10
8
16
S1
20
40
25
50
S2
2
4
5
10
Total
50
100
50
100
Berdasarkan tabel 4.3, dari 50 persalinan prematur (kasus) terdapat 2 orang (4%) pasien yang melahirkan dengan tingkat pendidikannya SMP, 21 orang (42%) pasien yang melahirkan dengan tingkat pendidikannya SLTA, 5 orang (10%) pasien yang melahirkan dengan tingkat pendidikannya D3, sebanyak 20 orang (40%) pasien yang melahirkan dengan pendidikan S1, sebanyak 2 orang (4%) yang melahirkan dengan tingkat pendidikan S2. Sedangkan pasien yang melakukan persalinan normal (kontrol) terdapat 3 orang (6%) pasien yang
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
16
melahirkan dengan tingkat pendidikannya SMP, 9 orang (18%) pasien yang melahirkan dengan tingkat pendidikannya SLTA, 8 orang (16%) pasien yang melahirkan dengan tingkat pendidikannya D3, sebanyak 25 orang (50%) pasien yang melahirkan dengan pendidikan S1, sebanyak 5 orang (10%) yang melahirkan dengan tingkat pendidikan S2.
Profil Pasien Berdasarkan Parietas Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Parietas Parietas
Prematur n
2
Normal
%
31
n
%
27 62
<2
19
54
Total
50
100
46 50
Profil Pasien Berdasarkan Mengandung Kembar Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Mengandung Kembar Mengandung kembar
Prematur n
Ya
8
%
100
94 50
100
Berdasarkan tabel 4.5 dari 50 persalinan prematur (kasus) terdapat 8 orang (8%) pasien yang (16%) yang mengandung bayi kembar, 42 orang (84%) yang tidak menagndung bayi kembar. Sedangkanasienyang melakukan persalinan tidak prematur (kontrol) dengan yang melahirkan bayi kembar sebanyak 3 orang (6%), dan sebanyak 47 orang (94%) yang tidak mengandunh bayi kembar.
Profil Pasien Berdasarkan Hipertensi Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Hipertensi
Hipertensi
Prematur n
Ya
50
Total
100
Berdasarkan tabel 4.4 dari 50 persalinan prematur (kasus) terdapat 31 orang (62%) pasien yang melahirkan dengan parietas 2, 19 orang (38%) yang melahirkan dengan parietas <2. Sedangkan pasien yang melakukan persalinan tidak prematur (kontrol) dengan parietas 2 sebanyak 27 orang (54%), dan sebanyak 23 orang (46%) dengan parietas < 2.
47 84
23 38
42
Tidak
6
%
8
Normal n
%
15 16
Tidak
42
30 35
84 Total
50
100
70 50
100
Berdasarkan tabel 4.6 dari 50 persalinan prematur (kasus) terdapat 8 orang (16%) pasien yang yang hipertensi, 42 orang (84%) yang tidak hipertensi. Sedangkan pasien yang melakukan persalinan tidak prematur (kontrol) yang hipertensi 15 orang (30%), dan sebanyak 35 orang (70%) yang tidak hipertensi.
Normal n
%
3
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
291
Profil Pasien Kehamilan
Berdasarkan
Jarak
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkn Jarak kehamilan Jarak kehamilan
< 2 tahun
Prematur
Normal
n
n
%
32
24 64
2 tahun
18
50
100
50
Pemeriksaan peranan variabel-variabel independen ( ) dalam model, dilakukan melalui pengujian terhadap parameter model ( ). Pengujian secara serentak dilakukan menggunakan uji (likelihood), sedangkan secara parsial menggunakan uji Wald.
48
Statistik Uji G
42
Uji merupakan uji serentak yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara serentak terhadap variabel terikat.
26 36
Total
%
Uji Signifikansi Prameter
100
Tabel 4.9 Statistik Uji G Berdasarkan tabel 4.7 dari 50 persalinan prematur (kasus) terdapat 32 orang (64%) pasien yang melahirkan dengan jarak kehamilan <2tahun, 18 orang (36%) dengan jarak kehamilan 2 tahun. Sedangkan pasien yang melakukan persalinan tidak prematur (kontrol) dengan jarak kehamilan <2 tahun sebanyak 24 orang (48%), 42 orang (42%) dengan jarak kehamilan 2 tahun. Regresi Logistik Biner Tabel 4.8 Output Regresi Logistik Biner Variabel
B
PValue
Exp(B)
Umur (X1)
2.285
.000
9.823
Pekerjaan(X2)
-.141
.799
.868
Parietas(X3)
.572
.408
1.773
mengandung_kem bar(X5)
.176
.846
1.192
Hipertensi(X6)
-.634
.257
.530
jarak_kehamilan( X7)
1.538
.034
4.654
Constant
1.483
.056
.227
292
G
P-value
27,188
0,000
keputusan 0,05
Tolak
Berdasarkan tabel 4.9 digunakan hipotesis sebagai berikut : Hipotesis : : = 0, dengan k = 1,2, …, p. (Secara simultan variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel terikat) : ≠0, dengan k = 1,2, …, p. (minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh secara simultan terhadap variabel terikat) = 0,05 Kriteria Uji : Tolak jika nilai statistik uji > dan p-value<α(0.05).
Keputusan : Nilai statistik uji (27,188)> (14,067) dan pvalue(0,000)< α (0.05) maka Tolak . Kesimpulan : Dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95% maka keputusan
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Tolak , sehingga minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh secara simultan terhadap variabel terikat. Pengujian Secara Parsial (Uji Wald) Uji Wald digunakan untuk menguji parameter secara parsial. Dengan menggunakan hasil statistic wald dapat dilakukan uji pengaruh usia ibu ( ), pekerjaan( ), parietas( ), pendarahan tiga bulan terakhir( ), mengandung bayi kembar( ), hipertensi( ), dan jarak kehamilan ( ), terjadap kejadian persalinan prematur (Y). Hipotesis untuk konstanta : = 0, Konstanta tidak signifikan : ≠0, Konstanta signifikan Hipotesis untuk variabel prediktor = 0, dengan k = 1,2,3,4,5,6,7(tidak ada pengaruh variabel bebas ke k terhadap variabel terikat) : ≠0, dengan k = 1,2,3,4,5,6,7(ada pengaruh variabel bebas ke -k terhadap variabel terikat) = 0,05 Kriteria Uji : ditolak jika |W | > atau p-value < α (0.05). Nilai = 1.96. Hasil uji parsial untuk masing-masing parameter dapat dilihat pada Tabel 4.9. Tabel 4.9 Hasil Estimasi Parameter Variabel
B
Wald
P-Value
Keputusan
Usia (X1)
2.28 5
12.610
.000
Signifikan
Pekerjaan (X2)
-.141
.065
.799
Tidak signifikan
Parietas(X 3)
.572
.684
.408
Tidak signifikan
Mengandu ng_kemba r(X5)
.176
.038
.846
Tidak signifikan
Hipertensi (X6)
-.634
1.283
.257
Tidak signifikan
jarak_keh amilan(X7 )
1.53 8
4.485
.034
Signifikan
Konstanta
1.48 3
3.665
.056
Tidak signifikan
Tabel 4.9 merupakan hasil estimasi paramater, diperoleh hanya dua parameter yang berpengaruh secara signifikan yaitu variabel usia ibu ( ), dan jarak kehamilan ( ) terhadap persalinan prematur. Sehingga diperoleh, fungsi logit sebagai berikut : Logit = -1.483 + 2.285Usia (X1) + jarak_kehamilan(X7) Berdasarkan nilai logit tersebut dapat dihitung peluang kejadian terjadinya persalinan prematur.
= = 0,7 Sehingga, peluang terjadinya persalinan prematur pada ibu yang berusia <20 tahun dan > 35 tahun dan dengan jarak kehamilan <2 tahun adalah sebesar 0,7. Uji Kecocokan Model Uji kecocokan model digunakan untuk menguji seberapa besar kesesuaian model dengan data. Pengujian kecocokan model menggunakan uji hipotesis : : ̂
atau model sesuai (tidak ada perbedaan nyata antara hasil observasi dengan kemungkinan prediksi model)
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
293
: ̂
atau model tidak sesuai (ada perbedaan nyata antara hasil observasi dengan kemungkinan prediksi model)
Tabel 4.10 Statistik Uji Devians Deviance
DF
P-value
7,955
7
0,337
Berdasarkan Tabel 4.10 dapat diketahui bahwa nilai P-value sebesar 0.337, dengan begitu keputusannya adalah gagal ditolak karena p-value (0.337)> α (0.05). Hal tersebut memberikan kesimpulan bahwa model yang didapatkan pada regresi logistik biner pada kasus ini telah sesuai atau memenuhi.
Interprestasi Odds ratio Nilai odds ratio adalah nilai yang menunjukkan perbandingan tingkatan kecenderungan antar dua kategori dalam satu variabel penjelas dengan salah satu kategori menjadi kategori pembanding. Dalam hal ini kategori yang dijadikan sebagai pembanding adalah terjadinya persalinan prematur dan tidak terjadinya persalinan prematur. Nilai odds ratio untuk masing-masing variabel independen yang signifikan dapat dilihat pada 4.11. Tabel4.11 Nilai Odds Ratio Variabel Independen Variabel
Odds Ratio
Umur (X1)
9.823
jarak_kehamilan(X7)
4.654
Berdasarkan tabel 4.11 dapat disimpulkan bahwa pasien yang berusia dengan usia <20 tahun dan >35 tahun mempunyai resiko terjadinya persalinan
294
prematur sebesar 9,823 jika dibanding dengan pasien yang berusia 20-35. Selanjutnya, ibu dengan jarak kehamilan < 2 tahun memiliki resiko mengalami persalinan prematur sebesar 4,654 jika dibandingkan dengan pasien yang jarak kehamilannya > 2 tahun.
5. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat diambil kesimpulan bahwa : Pasien yang melahirkan Rumah Sakit “X” di Yogyakarta secara prematur yang berusia kurang dari 20 tahun ada sebanyak 4 pasien, yang melahirkan berusia 20-35 tahun sebanyak 25 pasien, dan sebanyak 21 orang yang berusia diatas 35 tahun. Berdasarkan pekerjaan dari 50 kasus persalinan prematur (kasus) terdapat 14 orang pasien yang melahirkan yang bekerja di bidang swasta, pasien yang melahirkan yang bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 5 orang, pasien yang melahirkan yang bekerja sebagai PNS sebanyak 2 orang dan pasien yang melahirkan yang bekerja di bidang lainlain sebanyak 15 orang (30%). Berdasarkan tingkat pendidikan terdapat 2 orang pasien yang melahirkan dengan tingkat pendidikannya SMP, 21 orang pasien yang melahirkan dengan tingkat pendidikannya SLTA, 5 orang pasien yang melahirkan dengan tingkat pendidikannya D3, sebanyak 20 orang pasien yang melahirkan dengan pendidikan S1, sebanyak 2 orang pasien yang melahirkan dengan tingkat pendidikan S2. Setelah dilakukan uji statistik G, diperoleh kesimpulan minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh secara simultan terhadap variabel terikat. Hasil uji parameter (uji wald) diperoleh hanya dua parameter yang berpengaruh secara signifikan yaitu variabel usia ibu( ), dan jarak kehamilan ( ) terhadap persalinan prematur,
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Fungsi Logit = -1.483 + 2.285Umur (X1) + jarak_kehamilan(X7). Berdasarkan nilai logit tersebut dapat dihitung peluang kejadian terjadinya persalinan prematur sebesar 0,7. Sehingga, peluang terjadinya persalinan prematur pada ibu yang berusia <20 tahun dan > 35 tahun dan dengan jarak kehamilan <2 tahun adalah sebesar 0,7. Nilai odds ratio adalah nilai yang menunjukkan perbandingan tingkatan kecenderungan antar dua kategori dalam satu variabel penjelas dengan salah satu kategori menjadi kategori pembanding. Pasien yang berusia <20 tahun dan >35 tahun mempunyai resiko terjadinya persalinan prematur sebesar 9,823. Selanjutnya, ibu dengan jarak kehamilan < 2 tahun memiliki resiko mengalami persalinan prematur sebesar 4,654.
6. REFERENSI Affifah, Tecky. 2015. Persalinan Prematur . http://teckyafifah.blogspot.co.id/2015/04/pers alinan-prematur.html. (Diakses Tanggal 29 April 2016 Pukul 22.38 WIB) Agustina, Tria, 2010. Faktor-faktor yang berhubungan dengan persalinan prematur di Indonesia tahun 2010 (analisis data rikesdas 2010). Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia : Depok. BKKBN. 2009. Gender dalam Kesehatan Reproduksi. Bobak, et.al. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. EGC : Jakarta. Dahlan , M.Sopiyudin, 2009. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel Dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Salemba Merdeka : Jakarta. Depkes RI. 2004. Profil Kesehatan Indonesia 2005. Depkes RI : Jakarta. Dhina, dkk. 2012. Faktor Risiko Kejadian Persalinan Prematur (Studi di Bidan Praktek Mandiri Wilayah
Kerja Puskesmas Geyer dan Puskesmas Toroh Tahun 2011). Fakultas Ilmu keperawatan dan Kesehatan, Fakultas kesehatan masyarakat Universitas Muhammadiyah Kedung Mundu : Semarang. http://jurnal.unimus.ac.id/index.ph p/jur_bid/article/view/555 . ( Diakses Tanggal 29 April 2016 Pukul 21.00 WIB ) Cunningham, FG., et al. (2013). Obstetri Williams (Williams Obstetri). EGC : Jakarta. Fitriany M, Myta. Analisis Regresi Logistik Biner Bivariat Untuk Mengetahui Keberhasilan Terapi Aba Pada Kemampuan Komunikasi Verbal dan Hubungan Dengan Orang Lain Anak Autisme. FMIPA Universitas Brawijaya : Malang. ttp://statistik.studentjournal.ub.ac.i d/index.php/statistik/article/view/1 93/213. ( Diakses Tanggal 29 April 2016 Pukul 21.09WIB) Greer I, Norman, J. 2005. Preterm labor, Managing Risk in Clinical Practice. Cambridge University Press.Pp 1-26. Heru S.J., dan Yasril, dan. 2008. Analisis multivariat untuk penelitian kesehatan. Mitria Cendikia Press : Yogyakarta Hosmer, D.W. dan Lemeshow, S. 2000. Applied Logistic Regression . John Wiley and Sons : New York. Irmawati. 2010. Pengaruh Anemia Ibu Hamil dengan terjadinya Persalinan Prematur di Rumah Sakit Ibu dan Anak Budi Kemuliaan Jakarta . Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia : Jakarta Kismanto, Arie. dan Aulia Imawati. Analisis Regresi Logistik Biner Pada FaktorFaktor yang Mempengaruhi Wanita
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
295
Menikah Muda di Provinsi Jawa Timur (Study Kasus Di Kabupaten Probolinggo, Bondowoso, Situbondo dan Sumenep. ITS : Surabaya. http://digilib.its.ac.id/public/ITSUndergraduate-15752-Paperpdf.pdf. (Diakses Tanggal 10 Maret 2016, Pukul 19.00 WIB) Kompas. 2015. Indonesia Urutan Kelima Jumlah Kelahiran Prematur. http://health.kompas.com/read/2015 /04/28/151500923/Indonesia.Urutan .Kelima.Jumlah.Kelahiran.Prematur . (Diakses Tanggal 20 Februari 2016, Pukul 20.00 WIB) Krisnadi, Sofie R. dkk. 2009. Prematuritas. Refika Aditama : Bandung Kristiyanasari, Weni. 2010. Gizi Ibu Hamil. Nuha Medika: Yogyakarta Melawati, Yuni. 2013. Klasifikasi Keputusan Nasabah Dalam Pengambilan Kredit Menggunakan Model Regresi Biner Dan Metode Classification And Regression Trees (CART)(Studi Kasus Pada Nasabah Bank BJB Cabang Utama Bandung). UPI Novhita, dkk. 2014. Faktor Risiko Kejadian Kelahiran Prematur di Rumah Sakit Ibu dan Anak Siti Fatimah Kota Makassar. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin : Makassar Profil kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2009. Profil Provinsi Jawa Tengah . http://www.dinkesjatengprov.go.id/ dokumen/profil/2009/Profil_2009br. pdf. (Diakses Tanggal 15 Maret 2016, Pukul 20.00 WIB) Rahmawati, Dian. 2013. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Persalinan Preterm di Rsud Dr. Moewardi Surakarta . Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah : Surakarta
296
Rerung , Naomi Minggu. 2014. Faktor Risiko Kejadian Persalinan Prematur di Rumah Sakit Daya Makassar Tahun 2011. Stikes Nani Hasanuddin Makassar , ISSN : 2302-1721, Volume IV, No, I Rara, Dita. 2013. Persalinan Prematur. http://midwivery2.blogspot.co.id/20 13/10/persalinan-prematur.html. ( Diakses Tanggal 29 April 2016 Pukul 21.15 WIB) Saifuddin, Abdul dkk. 2009. Ilmu kebidanan. Jakarta : EGC. Santoso, Singgih. 2000. Buku latihan SPSS Statistika Parametrik. PT.Gramedia : Jakarta Sugiono. 2007. Statistika Untuk penelitian.Bandung : Cv. Alfabeta : Jakarta Sujiyatini. 2009. Asuhan Patologi Kebidanan. Nuka Medika: Yogyakarta Suririnah. 2008. Buku Pintar Kehamilan dan Persalinan. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta Utomo, Setyo. 2009. Model Regresi Logistik Untuk Menunjukkan Pengaruh Pendapatan Per Kapita, Tingkat Pendidikan, Dan Status Pekerjaan Terhadap Status Gizi Masyarakat Kota Surakarta . Skripsi. FMIPA UNS : Surakarta Varney, Helen. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. EGC : Jakarta Widarjono, Agus. 2010. Analisis statistika multivariat terapan . UPP STIM YKPN: Yogyakarta Zegastat. 2014. Sejarah Regresi .http://zegastat.blogspot.co.id/201 4/04/sejarah-regresi.html/ Diakses Tanggal 29 April 2016 Pukul 21.15 WIB)
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
ANALISIS PENGELOMPOKKAN KABUPATEN/KOTA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BERDASARKAN INDIKATOR PENDIDIKAN TAHUN 2013/2014 Baiq Yulia Rahma1), Edy Widodo2) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Indonesia email:
[email protected] 2 Dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Indonesia email:
[email protected] 1
Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengelompokkan kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) berdasarkan indikator pendidikan yang meliputi rasio siswa per sekolah, rasio siswa per Rombel dan rasio Rombel per Ruang Kelas untuk setiap jenjang pendidikan. Penelitian ini mengggunakan analisis cluster berhierarki dengan metode ward. Metode Ward digunakan untuk meminimalkan variasi antar objek yang ada dalam satu cluster dan memaksimalkan variasi dengan objek yang ada dalam cluster lain. Ukuran kemiripan yang digunakan adalah jarak Euclidean kuadrat.Hasil pengelompokan menunjukkan bahwa dari 10 kabupaten/kota yang menjadi objek penelitian terbentuk menjadi 3 kelompok. Kelompok pertama merupakan kabupaten/kota dengan rata-rata rasio siswa per sekolah yang cukup padat, rata-rata rasio siswa per rombel pada jenjang pendidikan SMP belum memenuhi SNP (Standar Nasional Pendidikan). Cluster kedua merupakan kabupaten/kota dengan rata-rata rasio siswa per sekolah yang cukup padat, rata-rata rasio siswa per rombel pada setiap jenjang pendidikan SMP dan SMA belum memenuhi SNP (Standar Nasional Pendidikan), sehingga perlu adanya perencanaan peningkatan mutu proses belajar mengajar oleh pemerintah setempat, dan cluster ketiga merupakan kabupaten/kota dengan rata-rata rasio siswa per sekolah yang tidak terlalu padat, rata-rata rasio siswa per rombel pada tiap jenjang pendidikan telah memenuhi SNP (Standar Nasional Pendidikan). Namun pada kabupaten Lombok Tengah dan Dompu pada jenjang pendidikan SMP serta pada kabupaten Bima pada jenjang pendidikan SMA belum memenuhi SNP (Standar Nasional Pendidikan) sehingga perlu adanya perencanaan peningkatan mutu proses belajar mengajar oleh pemerintah setempat. Kata Kunci: Cluster, NTB, Metode Ward, SNP
1. PENDAHULUAN Provinsi Nusa Tenggara Barat merupa-kan salah satu provinsi di Indonesia dengan ibukota provinsi Mataram. Berdasarkan data proyeksi penduduk tahun 2010-2020, jumlah penduduk provinsi NTB tahun 2014 mencapai 4.773.795 jiwa. Salah satu misi pemerintah Nusa Tenggara Barat tahun 2013-2018 adalah “Masyarakat sejahtera, masyarakat sehat, masyarakat cerdas dan trampil dan masyarakat berwawasan Iptek”. Untuk mewujudkan misi tersebut dilakukan melalui kebijakankebijakan yang diambil oleh pemerintah, diantaranya adalah untuk mengukur capaian atau keberhasilan program pembangunan pendidikan disusun indikator pendidikan yang
sesuai dengan misi pendidikan 5K. Indikator pendidikan ini dapat digunakan sebagai peringatan awal terhadap permasalahan pendidikan yang ada di lapangan. Pemerintah daerah terus berusaha untuk mengembangkan pendidikan lebih baik di NTB. Salah satunya dengan meningkatkan jumlah dana dan penerima beasiswa, pemberian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) serta bantuan-bantuan lainnya yang bersifat langsung atau semi langsung. Namun jika ditinjau lebih lanjut, belum semuanya dapat memberikan hasil yang maksimal. Berdasarkan tabel 1. dapat dilihat bahwa kinerja pembangunan pendidikan Provinsi
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
297
Nusa Tenggara Barat pada misi K1 (meningkatkan ketersediaan layanan pendidikan) dan K4 (mewujudkan kesetaraan dalam memperoleh layanan pendidikan) masih “kurang”. Untuk menunjang keberhasilan upaya pembangunan daerah di Propinsi Nusa Tenggara Barat tersebut, maka diperlukan solusi untuk mendapatkan gambaran mengenai karakteristik pendidikan dan pengelompokkan kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat berdasarkan indikator pendidikan yang dapat digunakan sebagai landasan pengambilan kebijakan dalam meningkatkan mutu pendidikan. Metode statistika yang biasanya digunakan untuk melakukan pengelompokkan adalah analisis Kelompok.
Analisis kelompok merupakan suatu metode dalam analisis multivariat yang dapat digunakan untuk mengelompokkan objekobjek pengamatan menjadi beberapa kelompok, sehingga objek-objek dalam satu kelompok mempunyai sifat yang sama, sedangkan objek-objek antar kelompok berbeda. Ukuran kesamaan atau kemiripan yang digunakan dalam analisis kelompok didasarkan pada ukuran jarak. Semakin kecil jarak antar objek, maka semakin besar kemiripan antar objek tersebut. Jika terjadi korelasi antar variabel, maka ukuran jarak yang digunakan adalah jarak Mahalanobis dan jika tidak terjadi korelasi antar variabel, maka ukuran jarak yang digunakan adalah jarak Euclidean.
Tabel 1. Kinerja pembangunan pendidikan berdasarkan 5K Provinsi Nusa Tenggara Barat Misi
SD
SMP
SMA
Dikdasmen
Jenis
Misi K1
86,44
75,40
68,34
73,44
Kurang
Misi K2
92,87
86,83
88,89
89,53
Madya
Misi K3
94,48
91,60
94,12
93,40
Utama
Misi K4
69,93
44,30
48,33
54,19
Kurang
Misi K5
90,08
82,57
90,92
87,85
Madya
Kinerja
86,76
76,14
78,12
79,68
Kurang
Jenis
Madya
Kurang
Kurang
Kurang
Analisis kelompok diterapkan diberbagai bidang, diantaranya penelitian Oktavia, dkk. (2013) menggunakan analisis kelompok yaitu metode Ward dalam meneliti kinerja 15 dosen jurusan Matematika FMIPA Universitas Tanjungpura yang mengajar pada semester ganjil 2011/2012. Kelompok pertama terdiri dari empat dosen, kelompok kedua terdiri dari enam dosen, kelompok ketiga terdiri dari tiga dosen dengan penilaian mahasiswa terhadap kinerja dosen baik untuk semua variabel,
298
kelompok keempat terdiri dari satu dosen, Kelompok kelima terdiri dari satu dosen. Sitopu, dkk. (2011) menggunakan metode kelompok berhierarki dalam mengelompokkan tingkat pencemaran udara pada sektor industri di Sumatra Selatan. Penelitian Mahadwartha (2002) menggunakan metode Ward dalam mengelompokkan saham-saham perusahaan manufaktur di BEJ berdasarkan nisbah profitabilitasnya dimasa kritis.
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Analisis Pengelompokkan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat Berdasarkan Indikator Pendidikan tahun 2013/2014”. Tujuan penelitian ini adalah mengelompokkan kabupaten/kota berdasarkan indikator pendidikan di Provinsi Nusa Tenggara Barat serta menentukan ciri/karakteristik setiap kelompok yang terbentuk.
per kelas sebagai perbandingan jumlah siswa dengan jumlah kelas pada jenjang tertentu. Rasio siswa per kelas menunjukkan tingkat ketersediaan ruang kelas dan rasio kelas per ruang kelas sebagai perbandingan ketersediaan ruang kelas dengan jumlah rombongan belajar.
Analisis Korelasi dan Anaisis Komponen Utama 2. KAJIAN LITERATUR Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia) pengerti-an pendidikan yaitu: Tuntutan didalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya (Haryanto, 2012). Menurut UU No. 20 Tahun 2003 pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam perkembangan pendidikan, indikator-indikator pendidikan mempunyai peran penting dalam meningkatkan pendidikan di suatu wilayah. Salah satunya dapat diliat dari ketersediaan layanan pendidikan yang diukur melalui rasio siswa per sekolah, rasio siswa per kelas dan rasio kelas per ruang kelas. Rasio siswa per sekolah didefinisikan sebagai perbandingan jumlah siswa dengan jumlah sekolah pada jenjang pendidikan tertentu. Kriteria yang digunakan adalah semakin tinggi nilai rasio, berarti tingkat kepadatan sekolah makin tinggi. Sedangkan rasio siswa
Analisis korelasi adalah metode statistik yang digunakan untuk mengukur besarnya hubungan linier antara dua variabel atau lebih. Menurut Watson dan Craft (Danang Suyono, 2007) untuk mengukur arah dan keeratan hubungan antara dua peubah adalah koefisien korelasi. Nilai koefisien korelasi berkisar antara -1 dan 1. Untuk mengukur koefisien korelasi digunakan rumus sebagai berikut:
√
∑
∑
∑
∑
∑
∑
(1) ∑
dengan rxy = koefisien korelasi variabel x dengan variabel y; xy = jumlah hasil perkalian antara variabel x dengan variabel y; x jumlah nilai setiap item; y = jumlah nilai konstan; n = jumlah subyek penelitian Menurut Johnson & Wichern (Widaryoko, 2004) analisis komponen utama merupakan suatu teknik statistika untuk mengubah dari sebagian besar variabel asli yang digunakan yang saling berkorelasi satu dengan yang lainnya menjadi satu set variabel baru yang lebih kecil dan saling bebas (tidak berkorelasi lagi). Jadi analisis komponen utama berguna untuk mereduksi variabel, sehingga lebih mudah untuk menginterpretasi data-data tersebut. Antar komponen utama tersebut tidak berkorelasi dan mempunyai variasi yang sama
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
299
dengan akar ciri dari Σ. Akar ciri dari matriks ragam peragam Σ merupakan varian dari komponen utama Y, sehingga matriks ragam peragam dari Y adalah:
Σ
(2) [
]
Penetapan banyaknya KU untuk dapat ditafsirkan dengan baik dapat dilihat dari:
a. Proporsi keragaman komulatif dari KU Menurut Morrison (Adrianti, 2014) banyaknya KU yang dipilih sudah cukup memadai apabila KU tersebut mempunyai persentase kera-gaman komulatif tidak kurang dari 75% dari total keragaman data. Sedangkan menurut Johnson dan Wichern (Pradeni, dkk, 2013) mengisyaratkan bahwa KU dengan kondisi persentase keragaman komulatif sebesar 80%, dapat menggambarkan data asalnya. Keragaman total KU:
Analisis Kelompok Analisis kelompok digunakan untuk mengelompokkan objek pengamatan berdasarkan karakteristik-karakteristik yang dimiliki. Analisis kelompok terdiri dari dua metode yaitu metode hirarki dan nonhirarki. Metode nonhirarki digunakan apabila diketahui banyak kelompok yang dikehendaki. Menurut Johnson dan Whinchern (Saraswati, 2014) metode hirarki digunakan jika banyak kelompok yang dikehendaki tidak diketahui. Cox, 2005 (Saraswati, 2014) Euclidean merupakan tipe pengukuran dalam analisis kelompok yang paling umum digunakan untuk mengukur jarak antar objek. Menurut Manly (Saraswati, 2014) asumsi yang terdapat pada Euclidean, yaitu peubah tidak saling berkorelasi, memiliki satuan pengukuran sama dan normal baku. Ada beberapa metode yang telah umum dikenal dan digunakan untuk memperbaharui jarak antar kelompok, yaitu sebagai berikut: a. Metode Pautan Tunggal (Single linkage) Usman dan Sobari (2013) menyebutkan bahwa pada prosedur ini pengelompokan dilakukan berdasarkan jarak minimum.
(4) ∑
∑
(3)
b. Nilai dari akar ciri Pemilihan komponen utama yang digunakan, didasarkan pada nilai akar cirinya. Menurut Kaiser (Widaryoko, 2004) pemilihan KU berdasarkan pendekatan akar ciri yang nilainya ≥1. AKU seringkali disajikan dalam tahap pertengahan dalam penelitian yang lebih besar. KU bisa merupakan masukan pada Analisis Faktor atau analisis Kelompok.
300
b. Metode Pautan Lengkap (Complete linkage) Metode ini didasarkan pada jarak minimum. Dimulai dengan dua objek yang dipisahkan dengan jarak paling pendek, maka keduanya akan ditempatkan pada cluster pertama, dan seterusnya. Metode ini dikenal pula dengan nama pendekatan tetangga terdekat. Statistik yang diguna-kan metode ini dalam memperbaharui jarak antar kelompok adalah (Soraya, 2011):
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
(5) c. Metode Pautan Rataan (Average linkage) Metode pautan rataan dikembangkan oleh Lance & Williams (Adrianti, 2014) Statistik yang digunakan metode ini dalam memperbaharui jarak antar kelompok adalah:
dengan xi adalah vektor kolom yang entrinya nilai rata-rata objek i dengan i=1,2,3,...,n, ̅ adalah vektor kolom yang entrinya rata-rata nilai objek dalam kelompok, N adalah banyaknya objek. Jarak antara objek UV dan objek W dengan metode Ward yaitu sebagai berikut:
(6) dengan : jumlah objek kelompok- ; jumlah objek kelompok- .
d. Metode Ward (Ward’s Method) Metode Ward adalah metode kelompoking hirarki yang bersifat agglomerative untuk memperoleh kelompok yang memiliki varian internal sekecil mungkin. Agglomerative merupakan prosedur pengelompokan hirarki dimana setiap objek berawal dari kelompok yang terpisah. Kelompok-kelompok dibentuk dengan mengelompokkan objek ke dalam kelompok yang semakin banyak objek yang menjadi anggotanya. Proses ini dilanjutkan sampai semua objek menjadi anggota dari kelompok tunggal. Menurut Gundono (Oktavia,S. Dkk, 2013) metode Ward merupakan bagian dari metode pengelompokan yang mengelompokkan N buah objek ke dalam n, n-1, n-2,... 1 kelompok dengan banyaknya kelompok tidak diketahui. Metode Ward berusaha untuk meminimalkan variasi antar objek yang ada dalam satu kelompok dan memaksimalkan variasi dengan objek yang ada di kelompok lainnya. Jarak antara dua kelompok yang terbentuk pada metode Ward adalah sum of squares diantara dua kelompok tersebut. Metode Ward didasarkan kriteria sum square error (SSE) dengan ukuran kehomogenan antara dua objek berdasarkan jumlah kuadrat kesalahan yang paling minimal. Formula untuk SSE adalah sebagai berikut:
∑ ̅
̅
(8)
:
(7)
= jarak antara kelompok UV dengan dan kelompok W; = jarak antara kelompok U dan kelompok W; = jarak antara kelompok V dan kelompok W; = jarak antara kelompok U dan kelompok V; = banyaknya objek pada kelompok ke-U, ke-V dan ke-W; Untuk menginterpretasikan kelompok meliputi pengkajian tentang centroidss yaitu rata-rata nilai objek yang terdapat dalam kelompok pada setiap variabel. Centroids kelompok ke-i dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
∑
(9)
dengan = centroids pada kelompok ke-i; = objek ke-i; N = banyaknya objek atau jumlah kelompok yang menjadi anggota ke-i;
3. METODOLOGI PENELITIAN Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa indikator pendidikan yaitu adalah rasio siswa per sekolah pada jenjang pendidikan, rasio siswa per kelas pada setiap
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
301
jenjang pendidikan seta rasio kelas per ruang kelas pada setiap jenjang pendidikan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun 2015. Data yang digunakan berupa data indikator pendidikan untuk seluruh kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat, yang terdiri dari 10 kabupaten/kota. Data tersebut disesuaikan dengan ketersedian data yang ada.
Metode Analisis Data Dalam penelitian ini digunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif yaitu dengan memberikan ulasan atau interpretasi terhadap data yang diperoleh sehingga menjadi lebih jelas dan bermakna dibandingkan dengan sekedar angka-angka.
Analisis Korelasi dan Analisis Komponen Utama Analisis korelasi adalah suatu analisis statistik yang mengukur tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih (Sunyoto, Danang. 2007). Sedangkan analisis Komponen Utama menurut Johnson & Wichern (Andrianti, Wiwi. 2014) merupakan suatu teknik statistika untuk mengubah dari sebagian besar variabel asli yang digunakan yang saling berkorelasi satu dengan yang lainnya menjadi satu set variabel baru yang lebih kecil dan saling bebas (tidak berkorelasi lagi). Jadi analisis komponen utama berguna untuk mereduksi variabel, sehingga lebih mudah untuk menginterpretasi data-data tersebut.
302
Analisis Kelompok Analisis kelompok adalah suatu analisis statistik multivariate yang bertujuan untuk mengetahui struktur data dengan menempatkan kesamaan obyek observasi ke dalam satu kelompok data sehingga dapat dibedakan antara kelompok satu dengan kelompok yang lain atau dengan cara memisahkan kasus/obyek ke dalam beberapa kelompok yang mempunyai sifat berbeda antar kelompok yang satu dengan yang lain. Dalam analisis ini tiap-tiap kelompok bersifat homogen antara anggota dalam kelompoknya atau dapat dikatakan variasi obyek/individu dalam satu kelompok yang terbentuk sekecil mungkin. Langkah-langkah analisis kelompok adalah sebagai berikut: a. Masing-masing objek dipandang sebagai satu kelompok. Karena terdapat 10 kabupaten/kota, maka banyaknya kelompok pada tahap ini akan terbentuk 10 kelompok. Jarak antar kelompok diukur dengan jarak Euclidean, sehingga diperoleh matriks jarak berukuran x 10 . b. Dua objek dengan jarak terdekat digabungkan dalam satu kelompok baru. c. Perbaiki kembali matriks jarak antar kelompok. d. Ulangi langkah 2 dan 3 sebanyak 1 kali sampai semua individu tergabung dalam satu kelompok. e. Melakukan interpretasi terhadap kelompok-kelompok yang terbentuk. f. Menarik kesimpulan. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan software MINITAB dan Ms. Office Excel.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengelompokan kabupaten/kota provinsi Nusa Tenggara Barat berdasarkan indikator pendidikan dengan metode Ward menggunakan bantuan program MINITAB 15. Hasil pengelompokan kabupaten/kota provinsi Nusa Tenggara Barat berdasarkan indikator
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
pendidikan disajikan dalam bentuk dendogram yaitu suatu alat grafis yang
digunakan untuk menyajikan hasil pengukuran yang dapat dilihat pada Gambar 1 berikut: Dendrogram
Ward Linkage; Euclidean Distance
Similarity
-16,61
22,26
61,13
100,00 1
3
8
9
2 5 Observations
4
10
6
7
Gambar 1. Dendogram pengelompokan kabupaten/kota berdasarkan metode Ward
Berdasarkan gambar 1, terlihat bahwa kelompok yang memiliki kemiripan satu dengan yang lainnya ada 3 kelompok yakni 2 kelompok
yang mempunyai anggota lebih dari satu kabupaten/kota dan 1 kelompok yang berdiri sendiri. Pengelompokan kabupaten/kota dapat dilihat pada Tabel berikut:
Tabel 1. Kelompok Pertama Kab/kota
X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
X8
X9
Lombok Barat
195
333
281
28
32
31
1
1
1
Lombok Timur
182
284
345
26
37
34
1
1
1
Lombok Utara
171
504
261
26
35
28
1
1
1
Rata-Rata
182
374
296
27
35
31
1
1
1
Kelompok pertama terdiri dari kabupaten Lombok Barat, Lombok Timur dan Lombok Utara. Jarak yang dihasilkan ketiga kabupaten tersebut lebih dekat dari kelompok lain. Berdasarkan nilai centroids-nya kelompok ini mempunyai rata-rata tinggi untuk variabel X4 dan X6. Yang termasuk pada Kelompok ini adalah kabupaten/kota dengan rata-rata rasio siswa per sekolah yang cukup padat, ratarata rasio siswa per kelas untuk jenjang pendidikan SD adalah 1:27, SMP 1:35 dan SMA 1:31. Artinya bahwa untuk jenjang pendidikan SD setiap kelas memiliki rata-rata jumlah siswa sebanyak 27 orang, jenjang pendidikan SMP setiap kelas memiliki ratarata jumlah siswa sebanyak 35 orang dan jenjang pendidikan SMA setiap kelas
memiliki rata-rata jumlah siswa sebanyak 31 orang. Gambaran tentang kecukupan ruang kelas menunjukkan kualitas layanan pendidikan tingkat kabupaten/kota. Untuk mengetahui kualitas layanan pendidikan dilakukan dengan menganalisis kecukupan ruang kelas yaitu berapa besar rata-rata rasio siswa terhadap rombongan belajar. Ini akan menunjukkan apakah kapasitas ruang kelas masih bisa dioptimalkan atau sudah cukup. Kemudian menganalisis rasio kelas terhadap ruang kelas, jika rasio kelas terhadap ruang kelas lebih dari satu menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran masih menggunakan kelas rangkap. Analisis kecukupan ruang
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
303
kelompok pertama dapat dilihat pada tabel 2 berikut:
kelas ditunjukkan oleh dua unsur, yaitu rasio siswa terhadap kelas dan rasio kelas terhadap ruang kelas pada kelompok pertama pada
Tabel 2. Analisis Kecukupan Ruang Kelas Kelompok Pertama Rasio Siswa per Sekolah
Kabupaten/kota
Rasio kelas per Ruang Kelas
SD
SMP
SMA
SD
SMP
Lombok Barat
28
32
31
1
1
Lombok Timur
26
37
34
1
Lombok Utara
26
35
28
Rata-rata
27
35
31
Keterangan
SMA
SD
SMP
SMA
1
Perlu dioptimalkan
Ideal
ideal
1
1
Perlu dioptimalkan
Ideal
Ideal
1
1
1
Perlu dioptimalkan
Ideal
Perlu dioptimalkan
1
1
1
Perlu dioptimalkan
Ideal
Ideal
sekolah sebesar 31 dan rasio kelas per ruang kelas sama dengan satu sehingga kecukupan ruang kelas pada jenjang pendidikan SMA pada kelompok pertama adalah ideal. Namun pada kabupaten Lombok Utara masih perlu dioptimalkan.
Berdasarkan tabel 2. di atas, pada jenjang pandidikan SD memiliki rata-rata rasio siswa per sekolah sebesar 1:27 dan rasio kelas per ruang kelas sama dengan satu sehingga kecukupan ruang kelas pada jenjang pendidikan pendidikan SD pada kelompok pertama masih perlu dioptimalkan. Pada jenjang pendidikan SMP rata-rata rasio siswa per sekolah sebesar 35 dan rasio kelas per ruang kelas sama dengan satu sehingga kecukupan ruang kelas pada jenjang pendidikan SMP pada kelompok pertama adalah ideal. Sedangkan pada jenjang pendidikan SMA rata-rata rasio siswa per
Pada kelompok kedua dalam penelitian ini hanya terdiri dari kota Mataram. Berdasarkan nilai centroidsnya, kelompok ini memiliki rata-rata nilai yang tinggi untuk rata-rata rasio siswa per sekolah untuk setiap jenjang pendidikan, serta rata-rata nilai tinggi untuk rasio siswa per kelas untuk jenjang pandidikan SMP dan SMA.
Tabel 3. Kelompok Kedua Kab/kota
304
X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
X8
X9
Kota Mataram
269
547
461
27
40
34
1
1
1
Rata-rata
269
547
461
27
40
34
1
1
1
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Berdasarkan tabel 3. di atas memperlihatkan bahwa rata-rata rasio siswa per sekolah yang cukup padat, rata-rata rasio siswa per kelas untuk jenjang pendidikan SD adalah 1:27, SMP 1:40 dan SMA 1:34, artinya bahwa untuk jenjang pendidikan SD setiap kelas memiliki rata-rata jumlah siswa sebanyak 27 orang, jenjang pendidikan SMP setiap kelas memiliki rata-rata jumlah siswa
sebanyak 40 orang dan jenjang pendidikan SMA setiap kelas memiliki rata-rata jumlah siswa sebanyak 34 orang. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa pada kelompok kedua ini rata-rata rasio siswa per kelas pada setiap jenjang pendidikan SMP dan SMA belum memenuhi SNP (Standar Nasional Pendidikan), sehingga perlu adanya perencanaan peningkatan mutu proses belajar mengajar oleh pemerintah setempat.
Tabel 4. Analisis Kecukupan Ruang Kelas Kelompok Kedua
Kabupaten/kota
Rasio Siswa per Sekolah
Rasio kelas per Ruang Kelas
SD
SMP
SMA
SD
SMP
Kota Mataram
27
40
34
1
1
Rata-rata
27
40
34
1
1
Keterangan
SMA
SD
SMP
SMA
1
Perlu dioptimalkan
Ideal
ideal
1
Perlu dioptimalkan
Ideal
Ideal
tidak terlalu padat, rata-rata rasio siswa per kelas untuk jenjang pendidikan SD Analisis kecukupan ruang kelas pada kelompok kedua berdasarkan tabel 4. di atas memperlihatkan bahwa pada jenjang pendidikan SD memiliki rata-rata rasio siswa per sekolah sebesar 27 dan rasio kelas per ruang kelas sama dengan satu sehingga kecukupan ruang kelas pada jenjang pendidikan SD pada kelompok kedua masih perlu dioptimalkan. Pada jenjang pendidikan SMP dan SMA rata-rata rasio siswa per sekolah sebesar 40 dan 34 dan rasio kelas per ruang kelas sama dengan satu sehingga kecukupan ruang kelas pada jenjang pendidikan SMP dan SMA pada kelompok kedua adalah ideal. Kelompok ketiga terdiri dari kabupaten Lombok Tengah, Sumbawa, Dompu, Bima, Sumbawa Barat, dan kota Bima. Berdasarkan table 5. kelompok ini adalah kabupaten/kota dengan rata-rata rasio siswa per sekolah yang
adalah 1:23, SMP 1:31 dan SMA 1:31, artinya bahwa untuk jenjang pendidikan SD setiap kelas memiliki rata-rata jumlah siswa sebanyak 23 orang, jenjang pendidikan SMP setiap kelas memiliki rata-rata jumlah siswa sebanyak 31 orang dan jenjang pendidikan SMA setiap kelas memiliki rata-rata jumlah siswa sebanyak 31 orang. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa pada kelompok ke-tiga ini rata-rata rasio siswa per kelas pada tiap jenjang pendidikan telah memenuhi SNP (Standar Nasional Pendidikan). Namun pada pada kabupaten Lombok Tengah dan Dompu pada jenjang pendidikan SMP serta pada kabupaten Bima pada jenjang pendidikan SMA belum memenuhi SNP (Standar Nasional Pendidikan) sehingga perlu adanya
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
305
per sekolah sebesar 1:23 dan rasio kelas per ruang kelas sama dengan satu sehingga kecukupan ruang kelas pada jenjang pendidikan SD pada kelompok ketiga masih perlu dioptimalkan.
perencanaan peningkatan mutu proses belajar mengajar oleh pemerintah setempat. Berdasarkan tabel 6. pada jenjang pendidikan SD memiliki rata-rata rasio siswa
Tabel 5. Kelompok Ketiga Kab/kota
X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
X8
X9
Lombok Tengah
149
226
329
23
35
32
1
2
1
Sumbawa
138
277
353
21
28
31
1
1
1
Dompu
158
322
354
25
38
31
1
2
1
Bima
156
308
362
25
30
33
1
2
1
Sumbawa Barat
162
206
273
24
28
26
1
2
1
Kota Bima
205
299
430
23
26
32
1
2
1
Rata-rata
162
272
350
23
31
31
1
2
1
kecukupan ruang kelas untuk Kota Bima adalah berpotensi untuk grouping. Sedangkan pada jenjang pendidikan SMA rata-rata rasio siswa per sekolah sebesar 1:31 dan rasio kelas per ruang kelas sama dengan satu sehingga kecukupan ruang kelas pada jenjang pendidikan SMA pada kelompok pertama adalah ideal. Namun pada kabupaten Sumbawa Barat masih perlu dioptimalkan.
Pada jenjang pendidikan SMP rata-rata rasio siswa per sekolah sebesar 1:31 dan rasio kelas per ruang kelas sama dengan dua sehingga kecukupan ruang kelas pada jenjang pendidikan SMP pada kelompok ketiga adalah masih kurang. Namun pada kabupaten Sumbawa kecukupan ruang kelas masih perlu dioptimalkan sedangkan pada Kota Bima rata-rata rasio siswa per kelas pada tingkat pendidikan SMP sebesar 1:26 sehingga
Tabel 6. Analisis Kecukupan Ruang Kelas Kelompok Ketiga Rasio Siswa per Sekolah
Kabupaten/ kota SD
SMP
Rasio kelas per Ruang Kelas
SMA
SD
SMP
Keterangan
SMA
Lombok Tengah
23
35
32
1
2
1
Sumbawa
21
28
31
1
1
1
306
SD
SMP
SMA
Perlu dioptimalkan
Ruang Kelas masih Kurang
ideal
Perlu dioptimal-
Perlu
Ideal
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
kan
dioptimalkan
Ruang Kelas masih Kurang
Ideal
Dompu
25
38
31
1
2
1
Perlu dioptimalkan
Bima
25
30
33
1
2
1
Perlu dioptimalkan
Ruang Kelas masih Kurang
Ideal
1
Perlu dioptimalkan
Ruang Kelas masih Kurang
Perlu dioptim alkan
Potensi untuk Grouping
Ideal
Ruang Kelas masih Kurang
Ideal
Sumbawa Barat
24
28
26
1
2
Kota Bima
23
26
32
1
2
1
Perlu dioptimalkan
Rata-rata
23
31
31
1
2
1
Perlu dioptimal-kan
5. KESIMPULAN Pengelompokan kabupaten/kota provinsi NTB tahun 2013/2014 diperoleh tiga kelompok. Kelompok pertama terdiri dari kabupaten Lombok Barat, Lombok Timur dan Lombok Utara. Kelompok kedua dalam penelitian ini hanya terdiri dari kota Mataram, dan Kelompok ketiga terdiri dari kabupaten Lombok Tengah, Sumbawa, Dompu, Bima, Sumbawa Barat, dan kota Bima.
adalah masih kurang. Namun pada kabupaten Sumbawa kecukupan ruang kelas masih perlu dioptimalkan sedangkan pada Kota Bima rata-rata rasio siswa per kelas pada tingkat pendidikan SMP berpotensi untuk grouping. Sedangkan pada jenjang pendidikan SMA kecukupan ruang kelas pada jenjang pendidikan SMA adalah ideal. Namun pada kabupaten Sumbawa Barat masih perlu dioptimalkan.
DAFTAR PUSTAKA Kecukupan ruang kelas pada jenjang pendidikan SD pada kelompok pertama masih perlu dioptimalkan, sehingga kecukupan ruang kelas pada jenjang pendidikan SMP pada kelompok pertama adalah ideal, sedangkan pada jenjang pendidikan SMA rasio kelas per ruang kelas pada kelompok pertama adalah ideal. Namun pada kabupaten Lombok Utara masih perlu dioptimalkan. Analisis kecukupan ruang kelas pada kelompok kedua pada jenjang pendidikan SD memiliki masih perlu dioptimalkan dan pada jenjang pendidikan SMP dan SMA pada kelompok kedua adalah ideal. Kecukupan ruang kelas pada jenjang pendidikan SD pada kelompok ketiga masih perlu dioptimalkan. Pada jenjang pendidikan SMP kecukupan ruang kelas pada jenjang pendidikan SMP
Andrianti, Wiwi. 2014. Analisis Gerombol Berhierarki Untuk Mengelompokkan Kabupaten/Kota Di Provinsi Sulawesi Tenggara Berdasarkan Indikator Pendidikan. Skripsi. Universitas Halu Oleo. Kendari Haryanto. 2012. Pengertian Pendidikan Menurut Ahli. http://belajarpsikologi.com/pengertianpendidikan-menurut-ahli/. Diakses pada 10 Mei 2016 pukul 23.05 WIB. Oktavia, Sela., Mara Muhlasan N., dan Satyahadewi Neva. 2013. Pengelompokan Kinerja Dosen Jurusan Matematika FMIPA UNTAN Berdasarkan Penilaian Mahasiswa Menggunakan Metode Ward. Buletin Ilmiah. Volume 02, No. 2, hal 93 – 100. Mahadwartha, Putu Anom. 2002. Analisis Kelompok Saham-Saham Berdasarkan
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
307
Nisbah Profitabilitas Di Masa Kritis. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Dian Ekonomi.
Pradeni, Nensi., Bernadetha, Maria,. dan Adi S. Leokito. 2013. Analisis Komponen Utama Robust Dengan Metode Pendugaan Reweighted Minimum Covariance Determinant. Universitas Brawijaya. Malang Rahmawati, Lina., Abadyo dan Lestari, Trianingsih Eni. 2013. Analisis Kelompok dengan Menggunakan Metode Hierarki untuk Pengelompokan Kabupaten/Kota di Jawa Timur Berdasarkan Indikator Kesehatan. Universitas Negeri Malang. Saraswati, Ira. 2014. Penerapan Hierarchical Clustering Dengan Minimax Linkage Menggunakan Valley-Tracing Untuk Menen-tukan Banyaknya Kelompok Optimum (Ber-dasarkan Karakteristik Kecamatan Di Kabupaten Sidoarjo). Universitas Brawijaya. Malang
Sitopu, Robinson., Irmeilyana., dan Gultom, Berry. 2011. Analisis Kelompok terhadap Tingkat Pencemaran Udara pada Sektor Industri di Sumatra Selatan . Jurnal. Volume 14 Nomer 3(A) 14303 Soraya, Yani. 2011. Perbandingan Kinerja Metode Single Linkage, Metode Complete Linkage Dan Metode K-Means Dalam Analisis Cluster . Skripsi. Universitas Negeri Semarang. Semarang Suradi Hp., Mardanas Safwan, Djuariah L., dan Samsurizal. 1986. Sejarah Pemikiran Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Kebudayaan. Jakarta
nistrasi_Pendidikan/196807291998021Suryadi/Penerapan_Mutu_Pendidikan_Pad a_Satuan_Pendidikan.Pdf. Diakses pada 25 April 2016 pukul 18.59 WIB Suyono, Danang. 2007. Analisis Regresi dan Korelasi Bivariat. Amara Books. Sleman Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. http://kemenag.go.id/file/dokumen/UU200 3.pdf. Diakses pada tanggal 10 Mei 2016 pukul 23.00 WIB. Usman, Hardius dan Sobari Nurdin. 2013. Aplikasi Teknik Multivariate untuk Riset Pemasaran. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta Widaryoko, Nanang. 2004. Pengelompokan 38 Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Peubah Kinerja Pembangunan Daerah Tahun 2004. Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. Jakarta Walpole, Ronald E dan Myers, Raymond H. 1995. Ilmu Peluang dan Statistika untuk Insinyur dan Ilmuwan Edisi Ke-4. PT Gramedia. Jakarta
Suryadi. Tanpa tahun. Penerapan Mutu Pendidikan pada Satuan Pendidikan . http://file.upi.edu/Direktori/Fip/Jur._Admi
308
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS STATISTIK PRODUK PAPER BAG (Studi Kasus: PT. X Surakarta) Dewi Fitrianingrum1), Edy Widodo 2) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Indonesia email:
[email protected] 2 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Indonesia email:
[email protected] 1
Abstrak Persaingan bidang industri dalam kondisi perekonomian yang semakin kompetitif memberikan dampak yang sangat berarti baik di pasar domestik maupun internasional. Kebutuhan konsumen terhadap barang dan jasa bukan hanya dari segi kuantitas saja tetapi juga segi kualitas. Oleh karena itu, setiap perusahaan selalu dituntut untuk menghasilkan produk yang berkualitas agar dapat mengungguli produk yang dihasilkan oleh perusahaan lain. PT. X Surakarta merupakan salah satu perusahaan manufacture, produk yang dihasilkan adalah produk stationery, salah satunya adalah paper bag. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui stabilitas proses produksi paper bag dan juga untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya kerusakan produk, sehingga dapat menghasilkan produk yang lebih baik untuk produksi selanjutnya.Penelitian kali ini menggunakan analisis pengendalian kualitas statistik dengan menggunakan seven tools, yaitu: lembar pemeriksaan (check sheet), histogram, diagram pareto (pareto chart), diagram sebab akibat (fishbone diagram), diagram alur (flowchart), diagram pencar (scatter diagram), dan diagram kendali (control chart). Hasil analisis menunjukkan bahwa proses produksi paper bag di PT. X belum terkontrol secara statistik karena terdapat beberapa titik yang berada di luar batas kendali dan kecacatan yang paling sering terjadi adalah kerusakan akibat bercak lem. Kata kunci: pengendalian kualitas, seven tools, peta kendali p, paper bag.
1. PENDAHULUAN Persaingan bidang industri dalam kondisi perekonomian yang cenderung tidak stabil seperti saat ini memberikan dampak yang sangat berarti baik di pasar domestik maupun internasional. Produk yang berkualitas akan memberikan kepuasan bagi konsumen dan menghindari banyaknya keluhan konsumen setelah menggunakan produk tersebut, sehingga akan memberikan keuntungan bisnis bagi produsen.
kerusakan dan hanya akan menjadi produk gagal dan mempunai nilai jual yang sangat rendah, hal ini dikarenakan sistem pengendalian kualtas yang kurang maksimal.
PT. X merupakan sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang peralatan tulis. Paper bag merupakan salah satu produk ekspor dari PT. X, sehingga dibutuhkan sistem pengendalian kualitas agar tidak menimbulkan kerugian bagi perusahaan dan konsumen merasa puas dengan produk tersebut. Dalam proses produksi paper bag seringkali ditemukan produk yang mengalami
2. KAJIAN LITERATUR Menurut Montgomery (1990), kualitas adalah keseluruhan gambaran karakteristik produk dan jasa dalam pemasaran, rekayasa pembuatan dan pemeliharaan yang membuat produk dan jasa yang digunakan dapat memenuhi harapan konsumen. Sedangkan Pengendalian kualitas statistik merupakan teknik penyelesaian masalah yang digunakan
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, peneliti bermaksud melakukan penelitian agar dapat mengidentifikasi jenis cacat yang sering terjadi, penebab kecacatan produk, dan juga apakah proses produkdi paper bag sudah memenuhi batas kontrol
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
309
untuk memonitor, mengendalikan, menganalisis, mengelola, dan memperbaiki produk dan proses menggunakan metodemetode statistik. Pengendalian kualitas secara statistik mempunyai 7 (tujuh) alat statistik utama yang dapat digunakan sebagai alat bantu untuk mengendalikan kualitas sebagaimana disebutkan juga oleh Montgomerry yaitu : lembar pemeriksaan (check sheet), histogram, diagram pareto (pareto chart), diagram sebab akibat (fishbone diagram), diagram alur (flowchart), diagram pencar (scatter diagram) dan diagram kendali (control chart). Lembar Pemeriksaan (check sheet) Check Sheet atau lembar pemeriksaan merupakan alat pengumpul dan penganalisis data yang disajikan dalam bentuk tabel yang berisi data jumlah barang yang diproduksi dan jenis ketidaksesuaian beserta dengan jumlah yang dihasilkannya.
Gambar 2. Contoh histogram Diagram Pareto (Pareto Chart) Diagram Pareto ini merupakan suatu gambar yang mengurutkan klasifkasi data dari kiri ke kanan menurut urutan ranking tertinggi hingga terendah. Hal ini dapat membantu menemukan permasalahan yang terpenting untuk segera diselesaikan (rangking tertinggi) sampai dengan yang tidak harus segera diselesaikan (ranking terendah).
Gambar 1. Contoh cheek sheet Histogram Histogram menjelaskan variasi proses, namun belum mengurutkan rangking dan variasi terbesar sampai dengan yang terkecil. Histogram juga menunjukkan kemampuan proses, dan apabila memungkinkan, histogram dapat menunjukkan hubungan dengan spesifikasi proses dan angka-angka nominal, misalnya rata-rata.
310
Gambar 3. Contoh diagram pareto Diagram
Sebab
Akibat
(Fishbone
Diagram)
Diagram sebab akibat menggambarkan garis dan simbol-simbol yang menunjukkan hubungan antara akibat dan penyebab suatu masalah. Selain itu kita juga dapatmmelihat faktor-faktor yang lebih terperinci yang berpengaruh dan mempunyai akibat pada faktor utama tersebut yang dapat kita lihat dari panah-panah yang berbentuk tulang ikan pada fishbone diagram tersebut.
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
variabel. Pada dasarnya diagram sebar merupakan suatu alat interpretasi data yang digunakan untuk menguji bagaimana kuatnya hubungan antara dua variabel dan menentukan jenis hubungan dari dua variabel tersebut, apakah positif, negatif, atau tidak ada hubungan.
Gambar 4. Contoh fishbone diagram
Diagram Alur (Flowchart) Diagram alur merupakan diagram yang menunjukkan aliran atau urutan suatu proses atau peristiwa. Diagram tersebut memudahkan dalam menggambarkan suatu sistem, mengidentifikasi masalah, dan melakukan tidakan pengendalian.
Gambar 6. Contoh diagram pencar
Diagram Kendali (Control Chart) Peta kendali adalah sebuah grafik atau peta dengan garis batas dan garis-garis tersebut disebut batas kendali. Terdapat tiga garis kendali, yaitu: batas kendali atas, batas kendali pusat, dan batas kendali bawah.
Gambar 7. Diagram kendali
Gambar 5. Contoh diagram alur
Diagram Pencar (Scatter Diagram) Scatter diagram merupakan cara yang paling sederhana untuk menentukan hubungan antara sebab dan akibat dari dua
Harga-harga statistik yang diperoleh dari tiap sampel setelah dihitung, digambarkan dalam diagram yang biasanya berupa titiktitik. Untuk memudahkan analisis, titik-titik yang berurutan dihubungkan. Jika titik-titik itu ada dalam daerah yang dibatasi oleh BPA dan BPB maka proses berada dalam kontrol. Rumus yang digunakan untuk membuat peta kendali p adalah sebagai berikut:
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
311
∑
∑
̅
∑
̅
√ ̅
dengan :
√
̅
̅
̅
̅
̅ : garis pusat
:proporsi kesalahan setiap sampel pasda setiap kali observasi : banyaknya kesalahan setiap sampel pada setiap observasi : banyaknya sampel yang diambil pada setiap kali observasi
3
10161
81
23
23247
207
4
81245
605
24
17401
121
5
81325
685
25
48766
382
6
40643
323
26
101016
792
7
40683
363
27
5040
40
8
40643
323
28
96758
758
9
40602
282
29
201400
1360
10
72569
569
30
12098
98
11
101606
806
31
20295
135
12
23236
196
32
18144
144
13
98703
783
33
23227
187
14
124806
966
34
32360
320
15
43589
389
35
5081
41
16
17415
135
36
8092
52
17
72576
576
37
76658
578
18
23220
180
38
120912
912
19
17399
119
39
18149
149
20
20356
196
40
5044
40
: banyaknya observasi
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Lembar Pemeriksaan (Check Sheet) Tabel 1. Data Produksi dan Cacat Paper Bag no
Jml prod
cacat
no
Jml prod
cacat
1
16289
161
21
20331
171
2
7250
50
22
43578
378
Histogram Histogram Kecacatan Produk Paper Bag
Jumlah Cacat
3. METODE PENELITIAN Metode penelitian menjelaskan rancangan kegiatan, ruang lingkup atau objek, bahan dan alat utama, tempat, teknik pengumpulan data, definisi operasional variabel penelitian, dan teknik analisis. [Times New Roman, 11, normal].
4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0
3962
1756
1445 1073
574 248
977 339 412
315
142
Jenis Cacat
Gambar 8. Histogram Jenis Kecacatan Paper Bag
312
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
rusak, beda warna, nyemet, dan yang terkecil adalah hangtag rusak.
Berdasarkan histogram di atas, dapat diketahui bahwa jenis cacat tertinggi adalah jenis cacat bercak lem dan yang paling kecil adalah jenis cacat nyemet.
Diagram Pencar (Scatter Diagram) 1500
Diagram Pareto (Pareto Chart)
1000
4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0
100 500
75 50 25
0 J u m l a h C a…
0
0
50000 100000 150000 200000 250000
Gambar 10. Diagram pencar Berdasarkan diagram di atas, terlihat bahwa bentuk sebaran memiliki hubungan positif. Pola tersebut menunjukkan bahwa apabila jumlah produksi yang semakin tinggi, maka jumlah cacat produk juga meningkat.
Gambar 9. Diagram Pareto kecacatan paper bag
Diagram pareto yang ditunjukkan pada gambar di atas diketahui persentase jenis cacat yang sering terjadi dari yang terbesar sampai yang terkecil, yaitu : bercak lem, kotor, tali rusak, keriput, lipatan tidak simetris, mata ikan, jhook lepas, barcode
Diagram Sebab Diagram)
Akibat
(Fishbone
Gambar 11. Diagram sebab akibat
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
313
Hubungan sebab dan akibat yang menyebabkan terjadinya cacat produk paper bag dibagi ke dalam lima kelompok, yaitu faktor lingkungan, manusia, metode, bahan baku, dan mesin yang digunaka selama proses produksi. Diagram Alur (Flowchart)
Gambar 12. Diagram alur proses produksi paper bag
Berdasarkan flowchart di atas dapat diketahui proses produksi paper bag di PT. X Surakarta melalui 4 tahapan, yaitu : printing, laminating, manual, packing. Setelah selesai masing-masing proses produksi akan dilakukan inspeksi, agar produk yang cacat saat proses produksi sebelumnya tidak masuk dalam proses berikutnya. Diagram Kendali (Control Chart) Tabel 2. Perhitungan Control chart
314
No
P
GT
BKA
BKB
1
0,009901
0,007969
0,010069
0,005869
2
0,006951
0,007969
0,011113
0,004826
3
0,007937
0,007969
0,010626
0,005312
4
0,007444
0,007969
0,008908
0,00703
5
0,008428
0,007969
0,008908
0,00703
6
0,007937
0,007969
0,009297
0,006641
7
0,00892
0,007969
0,009297
0,006641
8
0,007937
0,007969
0,009297
0,006641
9
0,006951
0,007969
0,009297
0,006641
10
0,007838
0,007969
0,008963
0,006975
11
0,007937
0,007969
0,008809
0,007129
12
0,008428
0,007969
0,009726
0,006212
13
0,007937
0,007969
0,008822
0,007117
14
0,00774
0,007969
0,008727
0,007211
15
0,00892
0,007969
0,009252
0,006686
16
0,00774
0,007969
0,009998
0,00594
17
0,007937
0,007969
0,008963
0,006975
18
0,00774
0,007969
0,009726
0,006212
19
0,006853
0,007969
0,009998
0,00594
20
0,009607
0,007969
0,009848
0,00609
21
0,008428
0,007969
0,009848
0,00609
22
0,008674
0,007969
0,009252
0,006686
23
0,00892
0,007969
0,009726
0,006212
24
0,006951
0,007969
0,009998
0,00594
25
0,007838
0,007969
0,009182
0,006756
26
0,007838
0,007969
0,008812
0,007127
27
0,007937
0,007969
0,011741
0,004197
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
28
0,007838
0,007969
0,00883
0,007108
36
0,006458
0,007969
0,010944
0,004994
29
0,006754
0,007969
0,008565
0,007373
37
0,007543
0,007969
0,008936
0,007002
30
0,008133
0,007969
0,010404
0,005534
38
0,007543
0,007969
0,008739
0,007199
31
0,006655
0,007969
0,009848
0,00609
39
0,008232
0,007969
0,009957
0,005981
32
0,007937
0,007969
0,009957
0,005981
40
0,007937
0,007969
0,01174
0,004198
33
0,008035
0,007969
0,009726
0,006212
34
0,009901
0,007969
0,009459
0,006479
35
0,008133
0,007969
0,011726
0,004212
0,014 0,012 0,01 P
0,008
GT
0,006
BKA
0,004
BKB
0,002 0 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39
Gambar 13. Peta Kendali p Berdasarkan peta kendali p di atas dapat dilihat bahwa terdapat beberapa titik yang berada di luar batas kendali. Titik-titikyang berada di luar batas kendali tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : kelalaian operator, pencampuran titta yang tidak tepat, perawatan mesin yang tidak teratur, dan belum ada standarisasi khusus dalam proses produksi.
5. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada PT. X Surakarta, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
a. Berdasarkan hasil identifikasi diperoleh jenis-jenis cacat yang terjadi selama proses produksi paper bag, yaitu : bercak lem, kotor, tali rusak, keriput, lipatan tidak simetris, mata ikan, jhook lepas, barcode rusak, beda warna, nyemet, dan hangtag rusak b. Hubungan sebab dan akibat yang menyebabkan terjadinya cacat produk paper bag dibagi ke dalam lima kelompok, yaitu faktor lingkungan, manusia, metode, bahan baku, dan mesin yang digunaka selama proses produksi. c. Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi agar tidak terjadi cacat produk pada produksi selanjutnya antara lain:
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
315
1) Melakukan pengawasan rutin terhadap pekerja saat produksi. 2) Memberikan pelatihan kepada pekerja secara berkala. 3) Melakukan perawatan mesin secara rutin. 4) Apabila memungkinkan, memperbaharui mesin yang digunakan untuk proses produksi. 5) Melakukan pengontrolan bahan baku yang akan digunakan. 6) Membuat prosedur yang tepat agar dipahami oleh operator sebagai petunjuk kerja.
6. REFERENSI
Ariani, D.W. 2004. Pengendalian Kualitas Statisitik (pendekatan kuantitatif dalam manajemen kualitas). Yogyakarta : Andi. Fakhri, Faiz Al. 2010. “Analisis Pengendalian Kualitas Produksi di PT. Masscom Graphy Dalam Upaya Mengendalikan Tingkat Kerusakan Produk Menggunakan Alat Bantu Statistik”. Diakses 3 Maret 2012 pukul 19.00, dari e-library Undip.
Fakhri, Faiz Al. 2010. “Analisis Pengendalian Kualitas Produksi di PT. Masscom Graphy Dalam Upaya Mengendalikan Tingkat Kerusakan Produk Menggunakan Alat Bantu Statistik”. Diakses 3 Maret 2012 pukul 19.00, dari e-library Undip. Grant. L.E, dan Leaventworth, R.S. 1988. Pengendalian Mutu Statistik Jilid 1. Alih bahasa : H.Kandah Jaya . Jakarta: Erlangga. Ivanto, Muhammad. Jurnal : Pengendalian Kualitas Produksi Koran Menggunakan Seven Tools pada PT. Akcaya Pariwara Kabupaten Kubu Raya . Pontianak: Universitas Tanjungpura. Montgomery, D.C. 1990. Pengantar Pengendalian Kualitas Statistik. Alih bahasa: Zanzawi Soejoeti. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Nasution, MN. 2005. Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management). Jakarta: Ghalia Indonesia
Grant. L.E, dan Leaventworth, R.S. 1988. Pengendalian Mutu Statistik Jilid 1. Alih bahasa : H.Kandah Jaya . Jakarta: Erlangga. Ariani, D.W. 2004. Pengendalian Kualitas Statisitik (pendekatan kuantitatif dalam manajemen kualitas). Yogyakarta : Andi.
316
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
MODEL REGRESI HURDLE NEGATIVE BINOMIAL PADA KASUS KEMATIAN AKIBAT TUBERKOLOSIS DI JAWA BARAT 1
Resa Septiani Pontoh MIPA, UNIVERSITAS PADJADJARAN email:
[email protected]
Abstrak Pada kasus data dengan variabel respon yang bersifat kategori atau data cacah, model regresi poisson biasa digunakan untuk memodelkan jenis data tersebut. Namun, apabila terdapat overdispersi didalamnya, maka model regresi poisson menjadi kurang tepat menggambarkan kondisi data yang ada. Negative binomial model biasanya digunakan sebagai salah satu alternatif solusi. Untuk kasus yang sangat jarang terjadi, maka pada variabel responnya akan ditemukan nilai nol yang berlebih seperti pada kasus kematian akibat tuberkolosis di Jawa Barat. Kejadian penyakit ini sangat jarang ditemukan namun resiko kematian jika tidak segera dilakukan tindakan medis menjadi besar. Hal ini menjadi indikator yang sangat kuat akan terjadinya kejadian overdispersi yang diakibatkan oleh nilai nol berlebih. Kejadian nilai nol berlebih tersebut diartikan sebagai data tersensor yang kemudian akan dimodelkan. Pada penelitian ini, data tersensor tersebut akan dimodelkan dengan pendekatan Hurdle Negative binomial. Model ini akan diaplikasikan pada kasus kematian akibat Tuberkolosis di Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa imunisasi, riwayat penyakit dan kebersihan lingkungan menjadi faktor penyebab utama terjadinya kasus tuberkolosis di Jawa Barat.
Kata Kunci: Hurdle Negative Binomial Regression, excess zeros data
1. PENDAHULUAN Seperti yang telah diketahui, tuberkolosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tubercolosis. Selain itu, adalah sangat penting untuk membedakan faktor resiko seorang anak terkena infeksi atau sakit TB. Beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan seorang anak terinfeksi TB adalah lamanya terpajan, kedekatan dengan kasus TB, serta beban kuman pada kasus sumber (Nelson et al. dalam Kartasasmita, 2002). Pada kasus data dengan variabel respon yang bersifat kategori atau data cacah, model regresi poisson biasa digunakan untuk memodelkan jenis data tersebut. Namun, apabila terdapat overdispersi didalamnya, maka model regresi poisson menjadi kurang tepat menggambarkan kondisi data yang ada. Untuk kasus yang sangat jarang terjadi, maka pada variabel responnya akan ditemukan nilai
nol yang berlebih seperti pada kasus kematian akibat tuberkolosis di Jawa Barat. Kejadian penyakit ini sangat jarang ditemukan namun resiko kematian jika tidak segera dilakukan tindakan medis menjadi besar. Hal ini menjadi indikator yang sangat kuat akan terjadinya kejadian overdispersi yang diakibatkan oleh nilai nol berlebih. Kejadian nilai nol berlebih tersebut diartikan sebagai data tersensor yang kemudian akan dimodelkan. Pada penelitian ini, data tersensor tersebut akan dimodelkan dengan pendekatan Hurdle Negative binomial. Model ini akan diaplikasikan pada kasus kematian akibat Tuberkolosis di Jawa Barat. kasus tuberkolosis di Jawa Barat. 2. KAJIAN LITERATUR DAN PEGEMBANGAN HIPOTESIS Pada kasus data tercacah, model regresi poisson biasa digunakan untuk memodelkan jenis data tersebut (Agresti, 2002). Namun, apabila terdapat overdispersi didalamnya,
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
317
maka model regresi poisson menjadi kurang tepat menggambarkan kondisi data yang ada. Jika hal ini terjadi, maka Negative binomial Model biasanya digunakan sebagai salah satu alternatif solusi. Untuk kasus yang sangat jarang terjadi, maka pada variabel responnya akan ditemukan nilai nol yang berlebih. Hal ini tentunya menjadi indikator yang sangat kuat akan terjadinya kejadian overdispersi. Kejadian nilai nol berlebih tersebut diartikan sebagai data tersensor yang kemudian akan dimodelkan. Untuk nilai nol yang berlebih ini, beberapasolusi dapat digunakan seperti mengaplikasikan zero inflated model seperti zero inflated poisson , zero inflated generalized poisson dan zero inflated negative binomial. Bahkan, untuk beberapa kasus, negative binomial model menghasilkan model yang lebih fit dibandingkan dengan zero inflated model. Zero Inflated Poisson model mempunyai ciri khas pada dua jenis pemodelan didalamnya yaitu memodelkan observasi dengan nilai 0 menggunakan model logistik dan memodelkan observasi dengan nilai positif menggunakan model poisson. Model hurdle pada dasarnya hampir mirip dengan model ZIP yang melakukan dua pemodelan. Namun, pada pemodelan kedua, model Hurdle Poisson menggunakan Truncated Poisson untuk data yang tidak bernilai 0 dan positif. Penaksiran parameter pada kedua model ini menggunakan metode maksimum likelihood. Keunggulan dari model Hurdle Poisson adalah kedua model didalamnya dapat dilakukan penaksiran parameter secara terpisah atau dengan kata lain dimaksimumkan secara terpisah sehingga diharapkan dapat lebih mudah dalam penginterpretasiannya (Cantoni dan Zedini, 2010). Selain Hurdle poisson, Hurdle Negative Binomial pun populer digunakan yaitu dengan memodelkan nilai bukan nol menggunakan truncated binomial negative . Negative binomial model biasanya digunakan sebagai salah satu alternatif solusi. 3. METODE PENELITIAN Pada penelitian ini, Hudle Negative Binomial akan diaplikasikan untuk memodelkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian kasus kematian akibat TB
318
di Provinsi Jawa Barat. Metode penelitian ini khusus bagi makalah hasil penelitian. Data Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data cross sectional yaitu data sekunder yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada untuk 26 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat serta dari Badan Pusat Statistik Jawa Barat. Pada data ini, nilai 0 untuk kejadian TB berada di atas nilai 50% sehingga dapat disimpulkan terjadi excess zeros yang mengakibatkan over dispersi. Variabel dependen atau variabel respon yang dijadikan studi kasus berupa banyak kasus penyakit TB yang dialami penduduk dan terdaftar di pusat kesehatan di setiap kabupaten/kota Provinsi Jawa Barat (Y) dengan Variabel Independen atau variabel prediktor yang digunakan sebagai berikut : a. b. (X2) c. d. e. f. g. h. i.
Rasio Pria dan wanita (X1) Rata-rata kepadatan tiap rumah Persentase penduduk miskin (X3) Pola hidup bersih dan sehat (X4) Rumah Sehat (X5) Angka Partisipasi Kasar (X6) Air Bersih (X7) Angka Melek Huruf (X8) Pendapatan Perkapita (X9)
Model Regresi Hurdle Negative Binomial Di misalkan Yi adalah variabel random yang diskrit dengan i adalah bilangan bulat non negatif (i = 1,2,..., n) dan Yi merupakan variabel respon dari model regresi HNB, maka nilai dari variabel respon tersebut terjadi dalam dua keadaan. Keadaan pertama disebut zero state dan menghasilkan hanya pengamatan bernilai nol, sementara keadaan kedua disebut negative binomial state yang memiliki sebaran Binomial Negative. Model regresi HNB dapat dinyatakan sebagai berikut (Saffari et al, 2012):
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
a.
Model untuk truncated negative binomial dengan log link adalah: ̂0 ∑ ̂j
Statistik uji pada LRT adalah G dirumuskan sebagai berikut:
2
yang
(5) dimana :
b.
Model untuk hurdle (binomial dengan logit link) ̂0 ∑ ̂j
dimana :
: likelihood tanpa variabel bebas (model konstan) (6) : likelihood dengan variabel bebas (model penuh) p : selisih derajat bebas pada model penuh dan model konstan
: jumlah variabel prediktor : jumlah pengamatan
: tingkat signifikansi : parameter model regresi HNB yang diestimasi
Kriteria uji:
: parameter model regresi HNB yang diestimasi
Tolak H0 jika hal lainnya.
Pengujian Signifikansi Parameter Regresi HNB
Uji Parsial
Uji Simultan Pengujian signifikansi parameter secara simultan didasarkan pada Likelihood Rasio Test dengan statistik uji G.
= 0 (model regresi HNB tidak dapat digunakan sebagai model) paling sedikit ada satu dimana j=1,2,3,...p
atau
(model regresi HNB dapat digunakan sebagai model)
dan terima untuk
Jika uji simultan memberikan hasil penolakan terhadap H0 yang berarti model HNB dapat digunakan sebagai model, maka dilanjutkan ke uji parsial. Pengujian signifikansi parameter secara parsial digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel prediktor terhadap variabel respon. A.
Uji signifikansi parameter model
Statistik berikut: dimana : ̂
(koefisien tidak signifikan) (koefisien signifikan) uji Wald dirumuskan sebagai ̂
( ̂)
2
: taksiran koefisien pada model variabel prediktor ke-j
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
319
: standard error dari taksiran (̂) koefisien pada model variabel prediktor ke-j
: tingkat signifikansi
Kriteria uji : Tolak Ho jika dalam hal lainnya. B.
Uji
signifikansi
, terima
parameter
model
(koefisien tidak signifikan) (koefisien signifikan) Statistik uji Wald dirumuskan sebagai berikut ̂
: dimana : ̂
:
(̂)
2
taksiran koefisien model variabel prediktor ke-j
( ̂ ) : standard error koefisien pada model variabel prediktor ke-j
dari
taksiran
: tingkat signifikansi
Kriteria uji : Tolak Ho jika dalam hal lainnya.
, terima
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah dilakukan analisis data,dengan juga mengatasi masalah multikoleniaritas, maka diperoleh hasil seperti pada Gambar 1.
Gambar 1 memperlihatkan bahwa uji parsial sudah signifikan dengan α=5%. Hasil penaksiran parameter dari model hurdle terdiri dari model logit dan model truncated poisson. Pengujian secara serentak model hurdle dapat dilihat dari nilai chi-square hitung dibandingkan dengan tabel chi-square. Nilai chi-square hitung adalah 28,483. Hal ini berarti bahwa minimal ada satu parameter yang berpengaruh secara signifikan terhadap model. Menandakan pula bahwa model telah fit (cocok dengan data yang ada). Kemudian, terlihat bahwa dengan menggunakan , faktor-faktor yang mempengaruhi turunnya kejadian TB di daerah Jawa Barat dengan model tersensor menggunakan truncated negative binomial dan log link adalah sebagai berikut : 1. Pola hidup bersih dan sehat (11,52), dapat dikatakan jika warga di wilayah tersebut memiliki pola hidup sehat yang lebih baik, maka kemungkinan anak tersebut tidak terkena TB 11,52 kali. 2. Rumah sehat (1,28) dapat dikatakan jika jika warga di wilayah tersebut memiliki rumah sehat, maka kemungkinan anak tersebut tidak terkena TB adalah 1,28 kali. 3. Angka Partisipasi Kasar (7,19), dapat dikatakan jika warga di wilayah tersebut mempunyai angka partisipasi kasar yang baik, maka kemungkinan anak tersebut tidak terkena TB adalah7,19 kali. Sedangkan untuk data tersensor atau tidak adanya kejadian TB, faktor-faktor yang mempengaruhi adalah rumah sehat (1,03). Dapat dikatakan jika warga di wilayah tersebut memiliki rumah sehat, maka
kemungkinan anak tersebut tidak terkena TB adalah 1,03 kali.
Gambar 1. Output Penelitian
320
5. KESIMPULAN Terlihat bahwa pola hidup bersih dan sehat, rumah bersih, dan angka partisipasi dapat menuruknkan kejadian TB di wilayah penelitn ini. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap TB mempunyai arah yang positif sehingga dengan meningkatkan kuantitas dan kualitas faktor-faktor yang berpengaruh diharapkan akan menurunkan angka kejadian
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
TB. Namun, hasil log theta memberikan nilai yag tidak signifikan, dapat dikatakan bahwa negative hurdle model kurang cocok untuk digunakan atau dapat pula disebabkan oleh data pengamatan yang tidak banyak. 6. REFERENSI [1] Agresti, A. 2002. Categorical Data nalysis, Second Edition. New York : Jihn Wiley & Sons [2] Cantoni, E., & Zedini, A. (January 01, 2011). A robust version of the hurdlemodel. Journal of Statistical Planning and Inference, 141, 3, 12141223. R. Nicole, “Title of paper with only first word capitalized,” J. Name Stand. Abbrev., in press. [3] Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. “Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat Tahun 2012”, Bandungμ Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat,2012. [4] J.S.Long, “Regression Models for Categorical and Limited Dependent Variables”, California: Sage Publications Inc, 1997.
[5]
[6]
Kartasasmita, C. B. 2002. Pencegahan Tuberkulosis pada Bayi dan Anak. Bandung : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD Saffari, Seyed Ehsan, Adnan, Robiah, & Greene, William. (2012). Hurdle negative binomial regression model with right censored count data . (Saffari, Seyed Ehsan; Adnan, Robiah; Greene, William. Hurdle negative binomial regression model with right censored count data. SORT , vol. 36, n m. 2, p. 181-1λ4.) Institut d'Estad stica de Catalunya. I. S. Jacobs and C. P. Bean, “Fine particles, thin films and exchange anisotropy,” in Magnetism, vol. III, G. T. Rado and H. Suhl, Eds. New York: Academic, 1963, pp. 271–350.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
321
RISIKO ABSOLUT DAN RELATIF PADA PORTOFOLIO BLACK LITTERMAN Retno Subekti1) 1 FMIPA UNY)
[email protected]
Abstrak Komponen Risiko adalah suatu hal penting dalam dunia investasi. Perspektif memandang nilai risiko setiap orang dapat berbeda, demikian juga dalam permasalahan investasi dan pemodelannya. Risiko suatu portfolio keuangan dapat dibagi menjadi dua hal, risiko absolut dan risiko relatif. Penelitian ini membahas tentang nilai risiko portofolio khususnya yang dibentuk menggunakan model black litterman. Kata Kunci: ukuran risiko, portofolio keuangan, black litterman
1. PENDAHULUAN Dunia investasi sudah dikenal oleh masyarakat umum. Istilah investor seringkali dikaitkan pada jenis investasi keuangan seperti saham, obligasi dan sebagainya. Pekerjaan investor dapat dikategorikan berisiko karena menanam sejumlah modal dengan harapan mendapatkan hasil yang lebih besar. Sehingga risiko tidak dapat dipisahkan dari bagaimana strategi investasi dilakukan. Profesi sebagai pengelola investasi atau dikenal sebagai manajer investasi tentu melihat komponen risiko sebagai hal yang diutamakan karena pada umumnya risiko tersebut ingin dihindari atau disebut sebagia risk aversion. Walaupun demikian ada juga istilah risk seeker , yaitu investor yang menyukai risiko. Harapan penyuka risiko adalah dapat memperoleh imbal balik yang dimungkinkan menjadi lebih besar. Secara garis besar invetasi digambarkan dalam bentuk portofolio, karena tidak disarankan untuk menanamkan modal hanya pada satu aset saja, diversifikasi aset membantu sebuah portfolio tidak merugi. Tindakan ini tentu dalam rangka strategi mengurangi risiko kemungkinan merugi bagi investor.
322
Membentuk sebuah portofolio keuangan merupakan bagian aplikasi dari matematika khususnya pemograman linear. Dalam pemodelannya ditentukan fungsi tujuan dan kendala. Sejak munculnya model mean variance dari Harry Markowitz pada tahun 1952 tentang membangun sebuah portfolio dengan memanfaatkan ukuran rata-rata dan variansi data return aset maka dapat ditentukan pembobotan aset dalam portofolio sesuai dengan harapan seorang investor. Fungsi tujuan yang diharapkan investor dapat berupa memaksimumkan return portofolio sebagai keuntungan atau meminimumkan variansi portfolio sebagai ukuran risiko portofolio. Perkembangan pemodelan portofolio cukup pesat dengan adanya Capital Assets Pricing Model (CAPM), Single Indeks Model, dan Model Black Litterman serta masih banyak lagi model portofolio yang diteliti dengan mengkombinasikan beberapa pendekatan lain seperti fuzzy, model nonlinear dan lain lain. Permasalahan pemilihan portofolio merupakan bagian dari masalah pengambilan keputusan berdasarkan risiko (Mokhtar, Shuib, & Mohamad, 2014). Dalam makalah ini dikaji mengenai ukuran risiko yang dibahas dalam portofolio
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
khususnya model Black Litterman (BL). Pengembangan model BL dengan memperhatikan ukuran risiko sudah dilakukan oleh Rosella (2007) yang melakukan improvisasi pada model BL melalui penyesuaian distribusi data dan menggunakan beberapa ukuran risiko alternatif. Hal lain yang dilakukan oleh Braga & Natale (2008) yang membahas model BL dengan memperhatikan Tracking Error Volatility.
2. KAJIAN LITERATUR 2.1 Return dan risiko portofolio Dalam portofolio keuangan, dikenal istilah return portofolio sebagai ukuran nilai sebuah portfolio. Return portofolio, Rp dengan n asset adalah
2.2 Model Black Litterman Model Black Litterman (BL) ini merupakan pengembangan dari model yang sudah berkembang, dengan melibatkan feeling yang dinyatakan secara formal oleh investor dan berpatokan pada CAPM sebagai model equilibrium yang menggambarkan pasar. Fischer Black dan Robert Litterman dalam artikelnya (1992) menyatakan feeling sebagai input views yang dikombinasikan dengan CAPM dan menghasilkan data baru sebagai return yang diharapkan oleh investor dan dikenal sebagai return Black Litterman, RBL. Pada proses pencarian bobot aset, model yang digunakan adalah model untuk penyelesaian permasalahan investasi dengan tujuan meminimumkan risiko pada tingkat return tertentu, dalam hal ini yang diinginkan adalah tingkat return Black Litterman.
Rp = w1 R1+ w2 R2 + …+wnRn ∑
2.4 2. 1
Nilai untuk estimasi Rp dicari dengan menggunakan nilai ekspektasi dari Rp , E(Rp) (
)
∑
2. 2
Nilai variansi digunakan sebagai salah satu ukuran dispersi dari suatu data yang dianggap lebih baik dibandingkan ukuran dispersi yang lain. Ukuran ini memperhatikan semua penyimpangan data terhadap ukuran tengah yaitu rata-rata. seperti contoh ukuran risiko dalam hal portofolio keunagan yang sering digunakan adalah nilai simpangan baku sebagai akar kuadrat dari variansi return. Dalam kajian portofolio keuangan, nilai ini menggambarkan penyebaran data return, semakin besar simpangan baku maka semakin besar sebaran datanya dan semakin besar penyebarannya maka semakin besar risikonya. ∑
̅
dengan
adalah expected return model Black Litterman adalah vektor k x 1 untuk return equilibrium CAPM adalah skala tingkat keyakinan untuk /views (range 0-1)
adalah matriks varians kovarians return
adalah matriks diagonal kovarians dari views
P adalah matriks k x n untuk koefisien return views
q adalah vektor k x 1 untuk views return Pembobotan dalam model BL sama halnya
2. 3
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
323
wBL ( ) 1 BL
2.5
dengan
Black Litterman, sebagai koefisien risk aversion dan matriks varians kovarians return. wBL adalah bobot aset/sekuritas pada model
3. PEMBAHASAN Model mean variance adalah model pionir dalam pembentukan portfolio dan hingga kini masih sering digunakan sebagai acuan secara teoritis pembentukan portfolio, dalam model ini menggunakan nilai variansi dari return portfolio sebagai nilai yang menggambarkan risiko portfolio. Dengan berkembangnya pemodelan portofolio yang muncul seperti capital asset pricing model (CAPM) dan dikenal sebagai model yang menggambarkan pasar ekuilibrium karena dalam model ini terdapat return pasar sebagai acuan sehingga model CAPM kemudian seringkali dijadikan patokan portofolio. Pemodelan Black Litterman untuk portofolio yang dijabarkan secara detil dalam beberapa artikel oleh Satchell & Scowcroft (2000), Meuci (2008) dan Walters (2008). Pembahasan variansi dalam model BL yang dijelaskan dalam beberapa artikel tersebut ada dua macam, variansi return historis dan juga variansi views yang dinotasikan sebagai sebagai dua komponen variansi dalam persamaan return BL (2.4). Di lain sisi, terdapat dua macam risiko yaitu risiko sistematis dan non-sistematis berkaitan dengan penanganannya. Diversifikasi merupakan cara untuk menekan risiko dengan harapan tentunya semakin beragam diversifikasi aset akan dapat mengurangi risiko lebih besar. Akan tetapi, tidak mungkin untuk menghilangkan risiko dengan diversifikasi sebaik mungkin karena prediksi pasar yang selalu bergerak dapat
324
disebabkan berbagai macam faktor eksternal. Oleh karena itu dikenal adanya istilah risiko pasar, atau juga yang tidak dapat dihilangkan melalui diversifikasi. Sedangkan risiko yang berkenaan dengan suatu aset tertentu atau disebut sebagai risiko unik karena dapat ditangani melalui diversifikasi disebut sebagai risiko non-sistematis atau diversiable risk. Total risiko = risiko sistematis + risiko non-sistematis 3.1 Jika indikasi pasar diwakilkan oleh indeks pasar maka hubungan risiko sistematis dapat dinyatakan melalui korelasi return aset dengan return pasar sebagai , 3.2 Sehingga ketika semua investasi berkorelasi sempurna dengan pasar maka risiko akan sama dengan risiko sitematis, dan sebaliknya jika tidak berkorelasi dengan pasar maka risiko akan sama dengan risiko nonsistematis. Oleh karena itu risiko absolut seringkali dinyatakan sebagai volatilitas return. Nilai ini sama halnya dengan mengukur nilai variansi dari return, jika risiko portofolio maka dicari dari variansi return portofolio dari 2.1 Var(Rp) = var (w1 R1+ w2 R2 + …+wnRn) 3.3 Dalam notasi matriks 3.4 Dengan
[
]dan
=[
]
Pada beberapa artikel model BL dijelaskan mengenai beberapa rumusan untuk
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
membuktikan formula return BL yang mengkombinasikan dua hal yaitu return ekuilibrium dan return views melalui konsep bayes dan regresi dalam penjelasan oleh Satchell & Scowcroft (2000), Walters (2008) serta dengan aplikasinya pada pasar saham telah dilakukan oleh Retno (2008) dan Nuraini & Retno (2013). Terdapat model yang dijadikan patokan atau benchmark yaitu CAPM dalam model BL sehingga jika investor tidak memiliki feeling apapun terhadap return aset dalam portofolio yang dibentuknya maka portofolio dianggap kembali ke dasar model yaitu CAPM. Oleh karena itu pada penentuan risiko dalam model BL ini sama artinya ketika investor ingin membandingkan antara nilai portofolio dengan views atau portofolio yang dibentuk tanpa views, dengan kata lain portfolio dengan CAPM dibandingkan dengan portofolio BL. Volatilitas terhadap benchmark dinamakan sebagai risiko relatif. Selanjutnya dalam beberap artikel yang telah memaparkan tentang risiko dalam BL seperti (Braga & Natale, 2008) maka portofolio BL maish dapat dikembangkan lagi menjadi sebuah model BL yang baru berdasarkan pengembangan TEV. Vardharaj dkk (2004) menjelaskan tentang bagaimana mengukur risiko dalam portofolio, disebutkan terdapat dua macam risiko yaitu risiko absolut dan risiko relatif seperti tracking error atau risiko aktif. Jorion menjelaskan bahwa tren sekarang mengukur risiko aktif tidak lagi membandingkannya dengan nilai portofolio aktual tetapi dengan pendekatan prediksi ukuran risiko mendatang seperti VAR menggunakan teknik peramalan. Yang paling umum digunakan oleh industri investasi keuangan secara praktek adalah penentuan kontrol risiko aktif karena pada umumnya investor ingin membandingkan nilai portofolionya dengan portofolio lain. Risiko aktif ini sama artinya risiko relatif.
Sehingga pada pembahasan ini dikenal dua risiko pada portofolio untuk menilai seberapa besar risikonya yaitu melaui risiko absolut dan risiko relatif. Risiko relatif dalam portofolio artinya membandingkan nilai risiko portofolio yang dipegang dengan portofolio acuan. Dalam model portofolio menggunakan Black litterman, beberapa artikel menyatakan portofolio acuan yang digunakan berbeda seperti dalam He and Litterman (1999) dan Idzorek (2004) mengasumsikan portfolio acuan adalah portofolio mean-variance efficient. Lain halnya dengan beberapa peneliti yang memandang Black Litterman sebagai pengembangan portofolio dengan dasar return equilibrium yang diperoleh dari CAPM. CAPM adalah portofolio menggambarkan kondisi pasar, sehingga alokasi bobot setiap aset pada portofolio CAPM diasumsikan juga mewakili kondisi pasar. Sedangkan alokasi bobot setiap aset pada portofolio Black Litterman bisa saja berbeda dan menyimpang dari bobot aset portofolio pasar. Selisih antara bobot aset pada portofolio Black Litterman dan portofolio pasar (CAPM) disebut bobot aktif. Demikian pula untuk investor yang melihat acuan model portofolio adalah mean variance, maka risiko aktif yang dimaksudkan adalah selisih BL dengan MV Dalam pengelolaan strategi portofolio aktif, seorang manajer mencoba mengalahkan indeks patokan (benchmark) dengan menggunakan penilaiannya dalam memilih sekuritas dan memutuskan kapan harus membeli dan menjual sekuiritas tersebut. Tracking error volatility selanjutnya cukup disebut sebagai tracking error adalah salah satu ukuran yang paling sering digunakan untuk mengevaluasi kinerja suatu portofolio terhadap benchmark. Pada artikel yang ditulis oleh Da Silva, A dkk (2009) terkait strategi portofolio aktif,
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
325
mereka membahas nilai alpha yang disebut sebagai selisih return BL dengan return acuan dan dinyatakan sebagai alpha aktif. Pada pembahasannya, return acuan yang dimaksudkan adalah model mean variance sehingga metode yang dikemukakan untuk menyusun portofolio adalah yaitu mengkombinasikan portofolio model Black Litterman dengan portofolio mean variance dengan cara memaksimalkan alpha aktif (return aktif) pada tingkat risiko aktif yang sama. Risiko aktif didefinisikan sebagai standar deviasi dari alpha yang dimaksudkan sebagai tracking error. Natale dan Braga (2008) memaparkan tracking error volatility sebagai risiko aktif dalam manajemen portofolio aktif pada model Black Litterman dengan aplikasi pada pasar saham. Dalam prakteknya ini sejalan dengan kebiasaan investor dengan membandingkan portofolionya dengan portofolio lain. Lebih khususnya pada artikel tersebut digunakan portofolio CAPM sebagai acuan. Risiko aktif yang dibahas ini menjadi suatu panduan yang penting untuk investor memahami seberapa dekat portofolio mereka dengan indeks pasar. Tracking eror yang rendah pada umumnya diterima oleh investor karena ini merupakan indikasi bahwa portofolio mereka mempunyai fluktuasi yang kecil. Sehingga perubahan yang mungkin terjadi tidak terlalu besar. Sebaliknya nilai tracking error yang besar menunjukkan hasil yang cukup jauh dari benchmark. Berikut ini rumusan tracking eror secara umum. Tracking Error = Rp – Ri
3.5
Tracking error kadangkala disebut sebagai tracking risk, yang diperoleh dari simpangan baku return portofolio terhadap return benchmark.
∑ √ Setelah nilai tracking eror yang dicari, selanjutnya diselidiki perubahan bobot aset dalam portofolio yang dipegang dengan portofolio benchmark. Pada model BL, dengan benchmark yang dipandang adalah CAPM maka pembobotan setiap asset pada portofolio model Black Litterman berbeda dengan pembobotan setiap asset portofolio CAPM ketika ada paling tidak satu view dan tingkat kepercayaan dari investor. Portofolio CAPM adalah portofolio menggambarkan kondisi pasar, sehingga alokasi bobot setiap aset pada portofolio CAPM diasumsikan juga mewakili kondisi pasar. Selisih antara bobot aset pada portofolio Black Litterman dan portofolio pasar (CAPM) disebut bobot aktif. Bobot aktif adalah perbedaan antara bobot aset i dalam portofolio yang dikelola secara aktif dengan bobot aset i tersebut dalam benchmark. Bobot aktif positif mengindikasikan bobot aset i pada portofolio yang dikelola secara aktif melebihi bobot aset i tersebut dalam benchmark, begitu juga sebaliknya (Clarke, 2002) Persamaan bobot aktif untuk portofolio model Black Litterman dengan portofolio CAPM dapat ditulis dengan persamaan :
dimana p = portfolio i = index or benchmark misalnya tracking error = 3% – 4% = -1%
326
3.7 Untuk menentukan risiko aktif atau tracking error dapat menggunakan rumus varians seperti persamaan 3.6 dan dijabarkan melalui contoh dengan dua aset sebagai berikut:
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
√
dengan,
3.9
: matriks (n x 1) bobot aktif aset i
: matriks varians kovarians return
[
(
)
(
)
(
(
(
)
(
)
)
)
)]
) (
(
Istilah risiko aktif ini sama halnya dengan risiko relatif dalam beberapa artikel mengenai tracking error. Sebagai ciri khas model black litterman adalah adanya views dalam model yang dapat dinyatakan scara subjektif oleh investor maka tentunya model ini mempunyai hasil return black litterman dan nilai risiko yang berbeda jika viewsnya berubah. Setiap pemodelan dengan views yang berbeda maka perubahan nilai risikonya dapat dianalisis juga secara matematis. Ilustrasi untuk mendeskripsikan cara mengukur perubahan ini dibahas melalui konsep pemanfaatan turunan dalam melukiskan suatu perubahan satu variabel terhadap variabel lain. f
g
w
TEV
q 3.8
Persamaan 3.8 dapat dinyatakan dalam bentuk matriks sebagai berikut:
Dengan
Risiko aktif ini yang kemudian disebut sebagai tracking error volatility. Menurut Braga & Natale (2007) persamaan Tracking Error Volatility didefinisikan sebagai berikut
Gambar 1. Fungsi komposisi
Dalam hal ini, variabel untuk views dinotasikan sebagai q seperti dalam model black litterman dengan f(q) sebagai hasil views yang menghasilkan pembobotan w dan (5) risiko fungsi g menghasilkan output nilai yang dinotasikan sebagai TEV. , dan
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
327
Setiap perubahan views mempengaruhi perubahan pada bobot dan kemudian mempunyai efek terhadap nilai TEV risiko. Sehingga untuk melihat seberapa besar pengaruh views terhadap dapat merujuk pada konsep aplikasi turunan. Sebagai contoh gambarannya adalah rumusan percepatan yang dicari melalui perubahan kecepatan terhadap waktu dan rumusan kecepatan sebagai perubahan jarak terhadap waktu. Demikian pula sehingga efek perubahan views terhadap TEV dapat dicari melalui rumusan konsep differensial. Melalui ilustrasi terjadinya perubahan bobot karena perubahan views, muncul istilah sensitivitas views terhadap bobot. Dalam konteks ini ada tiga komponen yaitu views, bobot dan risiko. Dalam referensi (Braga & Natale, 2008) dengan aturan rantai dari contoh gambaran fungsi komposisi pada gambar 1 dapat diturunkan persamaan untuk menentukan sensitivitas views terhadap TEV sebagai berikut :
3.10
Sehingga,
√
√ Persamaan untuk menentukan sensitivitas masing-masing view terhadap setiap bobot aktif dapat dijabarkan sebagai berikut:
(
(7)
)
[
Persamaan
dapat diturunkan menjadi
dua kontribusi marjinal, yaitu sensitivitas bobot aktif terhadap TEV dan sensitivitas masing-masing view terhadap setiap bobot aktif.
] [
]
[
]
Persamaan untuk menentukan sensitivitas bobot aktif terhadap TEV dapat dinyatakan sebagai berikut: √
3.11
]
Dimisalkan
328
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
5. REFERENSI Black, F., & Litterman, R. (1992). Global (9) Portfolio Optimization. Financial Analysts Journal, 48.
dengan A= Penentuan sensitivitas masing-masing view terhadap TEV dapat dirumuskan sebagai seperti 3.10 berikut :
Braga, M. D., & Natale, F. P. (2008). TEV sensitivity to Views in BlackLitterman model. Symposium on Risk and Assets Management, 4: 17-19. Chow, R. (1995). portofolio selection based on returns, risk and performance relative. Financial Analysis Journal .
√
Kelebihan mengukur risiko melalui pengukuran risiko relatif untuk portofolio pada model Black Litterman adalah diperolehnya estimasi perubahan views terhadap risiko sehingga perubahan nilai views dan cara menyatakan views dapat diperbaiki oleh investor atau dievaluasi kembali sehingga mengurangi risiko atau yang sesuai dengan keinginan investor. Hal ini juga seiring berkembangnya model portofolio seperti yang dinyatakan oleh Chow, G (1995) bahwa performance relatif seperti risiko relatif atau tracking error mulai diperhatikan dalam pemodelan selain return dan risiko.
4. KESIMPULAN Dua jenis penentuan risiko yang dapat digunakan dalam model black litterman yaitu risiko absolut melalui simpangan baku return portofolio tetapi dalam beberapa referensi yang mengupas Black Litterman, ukuran risiko yang lebih banyak ditekankan adalah ukuran risiko relatif. Risiko relatif sama halnya disebut risiko aktif atau tracking error. Melalui pengukuran risiko relatif dapat ditentukan sensitifitas views untuk melihat efek perubahann terhadap risiko portofolio.
Clarke, R. S. (2002). Portofolio Constrain and The Fundamental Law of Active Management. . Financial Analyst Journal. Da Silva, A. L., & Pornrojnangkool, B. (2009). The Black Litterman Model For Active Portofolio Management. He, G., & Litterman, R. (1999). The Intuition Behind Black Litterman Model Portofolio. London: Goldman Sachs & Co. Idzorek, T. M. (2004, July 20). A Step by Step Guide to The Black Litterman Model. Retrieved January 2011, from http://faculty.fuqua.duke.edu/~charve y/Teaching/BA453_2006/Idzorek_on BL.pdf. Meuci, A. (2008). The Black-Litterman Approach: Original Model and Extensions. Encyclopedia of Quantitative Finance. Mokhtar, M., Shuib, A., & Mohamad, D. (2014). Mathematical Programming Models for Portfolio Optimization : A Review. International Journal of Social, Management, Economics and Business Engineering Vol:8 No:2 . Nuraini, K., & Retno, s. (2013). Aplikasi Pembentukan Portofolio Saham LQ-
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
329
45 Menggunakan Model Black Litterman Dengan Estimasi Theil Mixed. Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika UNY . Yogyakarta. Retno, S. (2008). Aplikasi Model Black Litterman dengan Pendekatan Bayes (Studi Kasus : Portofolio dengan 4 saham dari S&P500). Seminar Nasional Matematika. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY. Rosella. (2007). Stable distributions in the Black-Litterman approach to asset allocation. Retrieved March 2011, from http://www.pstat.ucsb.edu/research/p apers/BLapproach2005.pdf.
330
Satchell, & Scowcroft. (2000). A Demystification Of The Black– Litterman Model: Managing Quantitative And Traditional Portfolio Construction. Journal of Asset Management., Vol. 1, 2, 138– 150. Vardharaj, R., Fabozzy, F., & Jones, F. (2004). Determinants of Tracking Error for Equity. Journal of Investing. vol 13 no 2, 37-47. Walters, J. (2008). The Black-Litterman Model in Detail. blacklitterman.org.
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
PERAN MATEMATIKA DALAM TEKNOLOGI PENYIMPANAN DATA Musthofa Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY Email:
[email protected]
Abstrak Pesatnya perkembangan teknologi tidak bisa lepas dari peran matematika sebagai fondasi ilmu-ilmu terapan. Demikian pula, dengan meningkatnya kebutuhan media penyimpanan data yang besar, matematika memiliki kontribusi besar dalam metode penyimpanan data. Dalam tulisan ini, dibahas salah satu peran matematika dalam pengembangan teknologi penyimpanan file, terutama dalam flash memory dan sistem penyimpanan terdistribusi. Kata Kunci: Peran Matematika, Teknologi Penyimpanan Data, Penyimpanan Terdistribusi
1. PENDAHULUAN Perkembangan teknologi telah menimbulkan dampak yang luar biasa bagi manusia. Salah satu kemudahan yang difasilitasi oleh teknologi adalah dalam hal media penyimpanan data. Perkembangan piranti penyimpan data mulai dari floopy disk, harddisk, flash disk, CD, DVD sampai dengan Cloud Storage tidak lepas dari implementasi matematika pada teknologi ini. Pada sisi yang lain, penggunaan data berukuran besar seperti video dan gambar menimbulkan peningkatan kebutuhan perangkat penyimpanan yang berkapasitas besar. Oleh karena itu, tantangan dalam teknologi terus bermunculan yang akan melahirkan ide-ide baru dan penemuanpenemuan baru. Hal ini menuntut para ilmuan dalam berbagai disiplin ilmu untuk terus melakukan inovasi dan penelitian untuk mengatasi dan memenuhi kebutuhan masyarakat yang dinamis. Pada tulisan ini akan dibahas beberapa peran matematika dalam perkembangan teknologi penyimpanan data seperti dalam cloud storage dan flash memory. Hal ini diharapkan memberikan motivasi bagi para mahasiswa dan peneliti yang tertarik untuk mengembangkan ilmu matematika sebagai
fondasi dalam mendukung perkembangan teknologi untuk kesejahteraan manusia. 2. TEKNOLOGI PENYIMPANAN DATA Kemudahan akses internet dan mobilitas manusia memunculkan suatu trend baru, yaitu penggunaan cloud storage sebagai media penyimpanan data. Dengan adanya teknologi ini, pengguna tidak perlu dirisaukan dengan kerusakan data yang disebabkan oleh hilangnya perangkat penyimpanan atau kerusakan pada media tersebut. Melalui teknologi ini, pengguna dengan mudah dapat mengakses data melalui perangkat digital seperti smartphone atau tablet atau computer yang terkoneksi dengan jaringan internet. Cloud Storage atau disebut juga dengan penyimpanan online telah menjadi pilihan bagi pengguna yang akan menyimpan datanya. Salah satu jasa penyimpanan online yang menyediakan layanan gratis misalnya google drive dan dropbox. Beberapa keunggulan dari teknologi ini antara lain adalah : 1. Kemudahan dalam pengaksesan data. Jika data disimpan dalam cloud storage, maka pengguna yang ingin menggunakan datanya tidak perlu harus repot membawa media penyimpan data, tetapi cukup dengan melakukan koneksi data melalui jaringan internet kapanpun
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
331
dan dimanapun sesuai keinginan pengguna. 2. Keamanan data yang lebih baik. Keamanan disini maksudnya adalah bahwa data yang tersimpan di cloud storage relatif aman terhadap kerusakan dan kehilangan data. Hal ini berbeda jika misalnya data disimpan dalam laptop atau computer yang mana dapat hilang atau rusak. 3. Kemudahan dalam berbagi data. Dalam berbagai kegiatan yang memerlukan sejumlah data untuk digunakan bersama, pengguna cloud storage diberikan kemudahan untuk melakukan pengaksesan data bersama-sama. Selain cloud storage, media peyimpanan data yang menjadi trend saat ini adalah flash memory. Flash memory adalah media penyimpanan yang berjenis nonvolatile yang berarti tidak memerlukan power atau energy untuk menjaga eksistensi data. Facebook, Amazon dan dropbox telah memulai untuk mengganti media penyimpanan lama mereka dengan flash memory (Sala, et.al, 2014).
Gambar 1. Flash Memory Peningkatan penggunan flash memory dari tahun ke tahun disajikan dalam grafik berikut:
Grafik 2. Penggunaan Flash Memory
332
Flash memory merupakan kumpulan dari sel-sel yang diorganisasikan ke dalam halaman dan blok. Proses penulisan datau penyimpanan data dalam flash memory dapat dilakukan langsung ke dalam setiap sel secara individu. Akan tetapi proses penghapusan data harus dilakukan secara utuh dalam setiap blok.Oleh karena itu, proses penghapusan data dapat menyebabkan masalah khusus pada flash memory. Untuk mengatasi permasalahan dalam hal ini, matematika telah memberikan andil yang cukup besar melalui error correcting code. 3. PENYIMPANAN TERDISTRIBUSI Meningkatnya penggunaan media penyimpanan data seiring dengan meningkatnya penggunaan email, foto, video dan data-data berukuran besar lainya membutuhkan solusi yang tidak mudah. Jika data-data tersebut disimpan dalam satu tempat, maka akan sangat berbahaya dikarenakan media penyimpanan dapat rusak sehingga mengakibatkan hilangnya data( Agus Maman Abadi, dkk, 2015). Solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut antara lain adalah menyimpan data dengan menyediakan cadangan data dalam banyak media penyimpanan. Jika salah satu media mengalami kerusakan, maka tinggal mengganti media tersebut dengan yang baru sehingga data bisa terselamatkan. Teknik ini dinamakan sistem penyimpanan terdistribusi. Pada sistem penyimpanan terdistribusi, data dipecah-pecah dan kemudian disimpan dalam sistem penyimpanan terdistribusi yang terkoneksi melalui sistem jaringan komunikasi. Masalah yang terjadi dalam hal ini adalah selalu terjadi bagian penyimpan data ( node) yang gagal atau error. Oleh karena itu proses perbaikan data secara sistematis menjadi perhatian utama. Berikut skema sistem tersebut Oggier, 2013):
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
harus sama persis dengan node yang error, tetapi memiliki sifat yang sama, yaitu untuk merekontruksi data semula, cukup dibentuk dari sejumlah k < n node yang ada. Dalam (Rashmi, 2009) telah dikenalkan suatu teknik exact repair, yaitu ketika membentuk node yang baru pada saat ada node yang error, maka node yang baru tesebut identik dengan node yang error tersebut. Gambar 3. Penyimpanan Terdistribusi
Sistem penyimpanan terdistribusi menjadi tulang punggung dalam penyimpanan online. Dalam sistem penyimpan terdistribusi, komunikasi data melalui jaringan atau chanel, seringkali terjadi beberapa error atau gagalnya suatu proses pengiriman data. Ketika salah satu pihak akan mengakses suatu data tertentu melalui jaringan yang dapat mengalami gagal akses, data tersebut dipecah pecah dalam k bagian.Setiap k bagian di encoding, kemudian disimpan secara terdistribusi pada n node. Untuk mengakses data asli dpat dilakukan dengan mengakses sebarang k node. Ketika terjadi kegagalan atau error dalam proses rekonstruksi data, maka salah satu peran matematika dalam rekonstruksi data adalah suatu teknik regenerating code. Skema dari teknik regenerating code yang didasarkan pada struktur aljabar atas lapangan hingga Fq adalah sebagai berikut. Suatu file dengan ukuran B dalam penyimpanan terdistribusi dipecah-pecah dan disimpan dalam n buah node dengan ketentuan setiap node dapat menyimpan sejumlah data. Suatu data collector dapat terkoneksi dengan setiap node, dan kemudian merekontruksi file semula. Untuk merekontruksi file, data collector cukup terhubung ke sejumlah k < n node yang ada. Ketika misalnya ada node yang error, maka data collector akan terhubung ke sejumlah d > k dari n-1 node yang tersisa untuk membentuk node baru menggantikan node yang error. Pada teknik regenerating code, secara umum node yang baru tidak
Secara umum teknik regenerating code untuk meminimalkan penyimpanan( minimum storage regeneration) yang didasarkan atas struktur aljabar lapangan hingga adalah sebagai berikut. a) File atau objek O = ( o1, o2, …, oB) dipecah menjadi 2, yaitu O1 = (o1, o2, …, ok) dan O2 = ( ok+1, ok+2, …, oB). Dalam hal ini B merupakan bilangan genap sehingga O1 dan O2 mempunyai ukuran yang sama. b) Node ke-i akan menyimpan = ( O1 piT , O2 piT + O1 viT ), dengan pi dan vi merupakan vektor baris yang digunakan untuk melakukan encoding, i = 1,2,…, n. Lebih khusus, piT merupakan vektor yang merupakan generator untuk G‟ dari suatu (n,k) MDS code, yaitu G‟= [ p1T …. pnT] c) Secara keseluruhan kode yang dihasilkan adalah (2n, 2k) kode yang disajikan sebagai [O1, O2]
dengan V = [ v1T
…vnT] adalah suatu matriks. d) Untuk merekontruksi data/file, data collector mendownload dari k buah node. Karena G‟ merupakan generator untuk (n,k) MDS code, maka diperoleh O1. Karena O1 dan vi diketahui, maka data collector tinggal menyisakanO2piT. Karena G‟ generator , maka dapat diperoleh O2. e) Misakan node ke-j error, yaitu ( O1 pjT, O2 pjT + O1 viT) tidak dapat diakses.Node baru kemudian mendownload =1 simbol dari d = k+1 buah node, yaitu
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
333
wi = ai ( O1 piT) + O2 piT + O1 viT , dengan ai Fq. Node baru menghitung 2 simbol dari d symbol yang didownload, dengan membuat kombinasi linear dari ∑ (∑ ) dengan I dan I dipilih sedemikian sehingga memenuhi ∑ . dan ∑
membentuk MDS code dengan dimensi B. elemen-elemen dari setiap vi merupakan elemen dari lapangan hingga Fq. Node j menyimpan ft(vi) jika dan hanya jika V(j,i) = 1. Contoh : Misal n = 5, k = 3. Diperoleh d = n – 1 = 4 dan = ½ 4 5 = 10. Node 1
Contoh :
Untuk n = 5, k = 3, d = k+1 = 4, maka B = 2k = 6.
Node 2
Node 5
Objek/file = ( o1, …, o6) Fq6. Dipilih q = 8, jadi Fq = F8 = { 0, 1, w, w+1, w2,w2 + 1, w2+w, w2 +w + 1} dan w3 = w+1.
Node 4 Node 3
Gambar 5
Diperoleh enkodingnya adalah : [o1
o2
o3] ]
[
Matriks V merupakan matriks insidensi dari graf tak berarah pada gambar 5 di atas, yaitu : v1
v2
v3
v4
v5
v6
v7
v8
v9
v10
Suatu teknik kontruksi yang lain adalah sebagaimana yang telah dibahas dalam (Rashmi, 2012) adalah sebagai berikut.
n1 1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
n2 1
0
0
0
1
1
1
0
0
0
1) File berukuran B, dipecah pecah ke dalam bagian-bagian ( f0, f1, …, fB-1). 2) Didefinisikan d = n-1 dan matriks V berukuran n dengan = ½ d ( d+1) dan memenuhi: (i) Elemen dari V adalah 0 atau 1; (ii) Setiap baris mempunyai elemen 1 tepat sebanyak d; (iii) Setiap kolom mempunyai elemen 1 tepat sebanyak dua; (iv) Sebarang dua baris, mempunyai irisan 1, tepat sebanyak 1.
n3 0
1
0
0
1
0
0
1
1
0
n4 0
0
1
0
0
1
0
1
0
1
n5 0
0
0
1
0
0
1
0
1
1
Berdasarkan teknik konstruksi di atas, maka tiap node akan menyimpan : Node 1: {ftv1; ftv2; ftv3; ftv4} Node 2: {ftv1; ftv5; ftv6; ftv7}
Berdasarkan ketentuan tersebut, matriks V merupakan graf matriks insidensi dari graf tak berarah dengan n titik. Himpunan vektor {v1, v2, …, v}
Node 3: {ftv2; ftv5; ftv8; ftv9} Node 4: {ftv3; ftv6; ftv8; ftv10} Node 5: {ftv4; ftv7; ftv9; ftv10}
334
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
bahwa jumlah angka pada infromasi harus habis dibagi 2. Untuk proses rekonstruksi data, misal data collector menghubungi ke node 1, 2 dan 3. Dari ketiga node tersebut akan diperoleh ftv1, ftv2, …, ftvλ. Demikian pula jika misalnya node 2 bermasalah, maka node 1 akan memberikan informasi ftv1, node 3 akan memberikan informasi ftv5, node 4 akan memberikan informasi ftv6, dan node 4 akan memberikan informasi ftv7.
4. TEORI PENGKODEAN Teori pengkodean ( coding theory) merupakan suatu bidang matematika yang memberikan peran sangat besar dalam perkembangan teknologi, khususnya penyimpanan data. Sebagaiman telah dibahas sebelumnya, informasi yang didikirim melalui jaringan komunikasi sangat rentan untuk mengalami distorsi. Oleh karena itu dibutuhkan suatu metode untuk menjamin bahwa data atau informasi yang dikirim adalah benar. Secara sederhana, dalam teori pengkodean, untuk memastikan bahwa data yang dikirim adalah benar, maka pada data atau informasi yang dikirim diberikan suatu tambahan informasi yang berperan sebagai validator bahwa informasi yang dikirim adalah benar. Hal ini dapat diilustrasikan secara sederhana sebagai berikut: Misal informasi yang akan dikirm adalah {00, 01, 10, 11}. Andaikan terjadi eror pada informasi yang dikirim, misal { 0 *}, maka harus dipastikan bahwa apakah yang dikirim adalah 00 atau 01. Oleh karena itu, strategi yang dilakukan adalah dengan menambahkan informasi tambahan pada data asli, yaitu informasi yang dikirim menjadi { 000, 011, 101, 110}. Sehingga jika data yang dikirim adalah { 0*1}, maka dapat dipastikan bahwa data tersebut adalah {011}, yaitu dengan aturan
5. KESIMPULAN Matematika dalam perkembangan teknologi penyimpanan data memiliki peranan yang sangat penting. Oleh karena itu publikasi matematika dan aplikasinya pada masyarakat khususnya para mahasiswa dan peneliti sangat perlu terus ditingkatkan untuk menumbuhkan generasi unggul yang mencintai dan menguasai matematika. Hal ini juga merupakan sebuah upaya untuk meningkatkan daya saing bangsa dalam penguasaan teknologi. 6. REFERENSI Agus Maman Abadi, Musthofa, Emut. Studi Awal Penerapan Aljabar Max Plus pada Sistem Penyimpanan Terdistribusi (Distributed Storage System) Melalui Network Coding. Penelitian DIPA FMIPA UNY 2014. F.
Oggier. On Coding Techniques for Networked Distributed Storage Systems. First European Training School on Network Coding, Barcelona February . 2013.
K. V. Rashmi, N. B. Shah, P. Vijay Kumar, K. Ramchandran,“Explicit Construction of Optimal Exact Regenerating Codesfor Distributed Storage”, Allerton 200λ. K. V. Rashmi , N. B. Shah , K. Ramchandran and P. V. Kumar "Regenerating codes for errors anderasures in distributed storage", Proc. IEEE ISIT, pp.1202 1206 2012. Romanovsky L, 2013. Introduction to Flash Memory. Sala, Et. Al.2015. Error ControlSchemes for ModernFlash Memories. IEEE Consumer Electronics Magazine
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
335
ANALISA SENSITIVITAS PROGRAM LINIER VARIABEL FUZZY (FVLP) DENGAN METODE MEHAR Marlia Ulfa1), Bambang Irawanto2), Sunarsih3) Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro email:
[email protected] 2 Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro email:
[email protected] 3 Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro 1
Abstrak Program linier fuzzy erat dengan permasalahan yang mengandung ketidakpastian mengenai parameter. Perubahan nilai parameter-parameter tanpa mengubah solusi optimal disebut analisa sensitivitas. Analisa sensitivitas adalah alat dasar untuk mempelajari sejauh mana pengaruh perubahan yang terjadi terhadap solusi optimal. Tulisan ini membahas metode Mehar untuk menyelesaikan masalah program linier dengan variabel keputusan memiliki bentuk variabel fuzzy bilangan triangular (FVLP) dan analisa sensitivitas terhadap solusi optimal sehingga ketika terjadi perubahan data dari masalah, solusi baru akan tetap optimal. Menyelesaikan masalah program linier dengan variabel fuzzy (FVLP) dan melakukan analisa sensitivitas terhadap solusi optimal FVLP dengan menggunakan metode mehar akan memperoleh solusi dan nilai optimal fuzzy serta solusi dan nilai optimal crisp. Kata Kunci:
1.
Analisis Sensitivitas, Program Linier Fuzzy variable (FVLP), Metode Mehar, Bilangan Triangular Fuzzy.
PENDAHULUAN Pemrograman linier adalah suatu cara untuk menentukan nilai optimum (maksimum atau minimum) dari suatu fungsi linier dibawah kendala-kendala tertentu yang dinyatakan dalam bentuk persamaan atau pertidaksamaan linier. Program linier berkaitan dengan penjelasan suatu kasus dalam dunia nyata sebagai suatu model matematik yang terdiri dari sebuah fungsi tujuan linier dengan beberapa kendala linier [3]. Dalam banyak aplikasi, fungsi objektif maupun kendala-kendalanya seringkali tidak dapat dinyatakan dengan formula yang tegas tetapi kabur. Oleh karena itu pemrograman linier (tegas) dikembangkan menjadi pemrograman linier fuzzy. Program linier fuzzy seringkali dihadapkan pada model matematika yang bergantung dari pengaturan sumber pada suatu waktu. Hal ini menyebabkan perubahan terhadap beberapa parameter yang terkandung dalam model. Perubahan nilai parameter, baik keuntungan,
336
biaya, maupun kapasitas sumber daya dapat mempengaruhi perencanaan yang sudah disusun. Dalam mengatasi kesulitan tersebut, timbullah istilah analisa sensitivitas yang membahas mengenai perubahan nilai parameter-parameter model dalam batas tertentu tanpa mengubah solusi optimal. Amit Kumar dan Neha Bhatia telah membahas metode untuk menyelesaikan masalah Analisa Sensitivitas fuzzy dengan bilangan trapezoidal fuzzy [2]. Tulisan ini membahas metode mehar untuk menemukan solusi optimal fuzzy dan melakukan analisa sensitivitas pada masalah program linier dengan variabel fuzzy bilangan triangular .
2. KAJIAN LITERATUR DAN PEGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Bilangan Triangular Fuzzy Himpunan yang memiliki batasan yang tegas antara objek-objek yang merupakan anggota
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
himpunan atau bukan merupakan anggota himpunan disebut himpunan tegas (crisp) [5]. Tetapi dalam kenyataannya tidak semua himpunan yang kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari terdefinisi secara tegas, terdapat suatu permasalahan himpunan dengan batas yang tidak tegas sehingga muncullah himpunan fuzzy [5]. Konsep bilangan fuzzy muncul dari aplikasi teori logika fuzzy dalam bentuk bilangan yang tidak tegas. Dalam hal ini bilangan fuzzy yang digunakan adalah bilangan triangular fuzzy [5].
a.
Definisi 2.10. [1] Bilangan fuzzy Ã=(a,b,c) dikatakan bilangan triangular fuzzy jika memenuhi fungsi keanggotaan sebagai berikut:
Definisi 2.14. [1] Fungsi peringkat adalah fungsi , dimana adalah himpunan bilangan fuzzy yang didefinisikan pada himpunan bilangan real, yang memetakan setiap bilangan fuzzy pada bilangan real.
b.
Misalkan merupakan bilangan triangular fuzzy dan ̃ adalah bilangan triangular fuzzy non-negatif maka: ̃
{
Misalkan triangular fuzzy, maka:
̃
adalah
bilangan
{
Definisi 2.11. [1] Bilangan triangular fuzzy (a,b,c) dikatakan bilangan fuzzy non-negatif jika a≥ 0. 2.2. Definisi 2.12. [1] Dua buah bilangan triangular fuzzy à = (a,b,c) dan ̃ dikatakan sama jika a = e, b = f dan c = g. Definisi 2.13. [1] Diberikan dua buah bilangan triangular fuzzy yaitu ̃ dan ̃ ,dengan dan a,b,c,d,f,g Operasi aritmatika dari dua bilangan triangular fuzzy tersebut didefinisikan sebagai berikut : ̃
̃
Program Linier Fuzzy Tidak Penuh
Program linier fuzzy disebut program linier fuzzy tidak penuh dikarenakan terdapat variabel keputusan, pembatas tanda, koefisien fungsi tujuan, koefisien kendala, atau ruas kanan kendala yang merupakan bilangan crisp. Salah satu bentuk program linier fuzzy tidak penuh yaitu program linier dengan variabel fuzzy (FVLP). Secara umum bentuk kasus maksimasi program linier dengan variabel fuzzy (FVLP) dirumuskan sebagai berikut [6]: Memaksimalkan ̃
∑
(3.19)
terhadap ∑
̃,
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
(3.20)
337
̃
(3.21)
dengan adalah koefisien kendala crisp, ̃ adalah konstanta ruas kanan fuzzy, adalah koefisien fungsi tujuan crisp, dan adalah variabel keputusan fuzzy.
∑
(
)
(3.28) (3.29) (3.30) (3.31)
2.3.
Metode Mehar
Langkah 3
Langkah-langkah metode mehar untuk menyelesaikan kasus maksimasi program linier dengan variabel triangular fuzzy (FVLP) dirumuskan sebagai berikut[2]: Langkah 1 Substitusikan nilai dari ̃ ke dalam ) ( (3.19) – (3.21) sehingga diperoleh: Memaksimalkan ∑
terhadap ∑
)
( )
(
(3.22)
(3.23) (3.24) (3.25)
Menyelesaikan masalah CLP (3.27) – (3.28) untuk menemukan solusi optimal dengan menggunakan metode simpleks. Dalam metode simpleks diperoleh iterasi akhir tabel simpleks optimal [4]. Langkah 4 Memasukkan nilai ( fuzzy.
ke dalam
=
) untuk menemukan solusi optimal
Langkah 5 Temukan solusi nilai optimal fuzzy dari masalah program linier dengan variabel triangular fuzzy (FVLP) dengan memasukkan nilai dari kedalam ∑ . Langkah 6
Penegasan nilai optimal fuzzy dengan fungsi peringkat
(3.26) Langkah 2
2.4.
Formulasikan masalah program linier dengan variabel triangular fuzzy FVLP (3.22) – (3.23) ke dalam program linier crisp (CLP).
Bentuk umum (3.19) juga dapat disajikan dalam bentuk sebagai berikut:
Memaksimalkan
Memaksimalkan : ̃
Terhadap
∑
(
) (3.27)
Analisa Sensitivitas
(3.32) ̃
dengan kendala :
(3.33) ̃
338
(3.34)
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Metode Mehar digunakan untuk pengoptimalan apabila terjadi perubahan pada ̃ . parameter ( Macam-macam perubahan pada parameter-parameter dalam FVLP antara lain:
Perubahan Pada Koefisien Fungsi Tujuan Jika nilai FVLP
berubah menjadi pada masalah (3.32) maka ganti
∑
(
∑
(3.27) [2].
)
(
dengan ) pada masalah CLP
Perubahan Pada Ruas Kanan Kendala Jika nilai ̃ = berubah menjadi ̃ = ( ) pada masalah FVLP (3.33) maka ganti dengan pada masalah CLP (3.28) [2]. Penambahan Kendala Baru Misalkan kendala variabel fuzzy baru ditambahkan pada masalah FVLP (3.32) – (3.34) maka ganti ∑
(
)
∑
)
(
dengan
padamasalah CLP (3.38) [2]. Perubahan Kolom Variabel Non Basis Jika nilai pada kolom A berubah menjadi A‟ pada masalah FVLP (3.33) maka ganti ∑
dengan
(
)
∑
(
)
pada masalah CLP (3.28) [2].
3. METODE PENELITIAN Model program linier dengan variabel fuzzy diterapkan pada studi kasus home industry “Rizki Batako”. Studi kasus dilakukan dengan
wawancara dan diperoleh hasil sebagai berikut: Home industry bahan bangunan bernama “Rizki Batako” di daerah Pudak Payung, Semarang, memproduksi beberapa jenis bahan bangunan diantaranya batako, paving segi empat, dan paving segi enam. Untuk memproduksi ketiga produk tersebut dibutuhkan 2 jenis bahan baku utama berupa pasir dan semen. Setiap satu buah batako membutuhkan kg pasir dan ons semen. Setiap buah paving segi empat membutuhkan kg pasir dan ons semen. Setiap satu buah
paving segi enam membutuhkan
kg pasir
dan ons semen. Karena keterbatasan gudang untuk menyimpan bahan baku dan dana produksi yang ada maka bahan baku yang disediakan tiap sepuluh hari adalah sebanyak 12800 kg pasir dan 20 sak semen atau 1000 kg semen. Namun, ketika musim libur sekolah bahan bangunan yang semula untuk lima hari bisa habis digunakan untuk produksi satu hari karena banyaknya permintaan. Dalam pembelian bahan baku, menggunakan jasa truk untuk mengangkut pasir dan semen. Namun, truk yang digunakan tidak selalu sama kapasitas angkutnya sehingga memungkinkan adanya pengurangan atau penambahan dalam satu kali pembelian bahan baku. Pengurangan bahan baku untuk pasir tidak pernah mencapai 9600 kg pasir dalam satu kali pembelian sedangkan pengurangan untuk semen tidak pernah mencapai 750 kg dalam satu kali pembelian. Penambahan bahan baku pasir tidak pernah mencapai 16.000 kg dalam satu kali pembelian sedangkan bahan baku semen tidak pernah mencapai 1100 kg. Diketahui keuntungan yang dihasilkan dari produksi ketiga jenis produk tersebut masing-masing adalah sebesar Rp 3.425,00/satu buah batako, Rp 2.800,00/m paving segi empat, dan Rp 6.350,00/m paving segi enam. Untuk setiap satu meter persegi paving segi empat terdiri
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
339
dari 50 buah dan setiap satu meter persegi paving segi enam terdiri dari 28 buah.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah bahan baku untuk ketiga produk tersebut dapat dibentuk ke dalam bilangan triangular fuzzy sebagai berikut:
̃
Kasus di atas merupakan bentuk dari kasus memaksimalkan FVLP. Solusi dari kasus maksimasi FVLP dicari menggunakan metode mehar Diperoleh nilai fungsi tujuan fuzzy dan crisp dan
optimal yaitu
. Dengan nilai solusi Jumlah bahan baku semen yang dibutuhkan dalam bilangan triangular fuzzy yaitu (7500,10000,11000) atau dapat ditulis menjadi (75,100,110) dalam ratusan ons.
Jumlah bahan baku pasir yang dibutuhkan dalam bilangan triangular fuzzy yaitu (9600,12800,16000) atau dapat ditulis menjadi (96,128,160) dalam ratusan kg. Variabel keputusan: = jumlah batako yang harus diproduksi = jumlah paving segi empat yang harus diproduksi = jumlah paving segi enam yang harus diproduksi Kasus tersebut dapat diformulasikan sebagai berikut:
penyelesaian
fuzzy ,
optimalnya ,
adalah .
Jadi, keuntungan maksimum yang bisa didapat oleh home industry bangunan “Rizki Batako” dalam memproduksi bahan bangunan adalah sebesar Rp 169.333.333,00 dengan jumlah paving segi enam yang harus diproduksi sebanyak m2 atau 1750 buah paving. Ketika terjadi perubahan pada ruas kanannya atau kapasitas sumber daya, dengan metode mehar maka diperoleh kondisi yang ada masih optimal dengan keuntungan sebesar Rp ,00 dan jumlah paving segi enam yang harus diproduksi sebanyak 2102 m2 atau 58878 buah paving. Misalkan pemilik home industry ingin melakukan perubahan terhadap nilai keuntungan dari paving segi enam, maka dengan metode mehar perubahan diijinkan sejauh dengan θ ≥ -1870, maka kondisi masih tetap akan optimal.
Memaksimalkan: ̃
dengan kendala
340
5. KESIMPULAN Metode Mehar dapat digunakan menyelesaikan masalah program
untuk linier
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
dengan variabel fuzzy bilangan triangular . Permasalahan program linier fuzzy dengan variabel fuzzy tidak hanya dapat dicari solusi optimalnya tapi juga dapat dicari sejauh mana perubahan (θ) diijinkan terhadap model yang sudah ada sehingga solusi yang diperoleh setelah perubahan tetap dalam keadaan optimal. Analisa sensitivitas dilakukan pada program linier dengan variabel fuzzy dengan melakukan penegasan berdasarkan metode mehar terlebih dahulu terhadap model yang telah mengalami perubahan. Nilai θ diperoleh dengan bantuan tabel simpleks optimal dari permasalahan awal serta menggunakan teknik analisa sensitivivtas metode simpleks sehingga diperoleh selang perubahan (θ) yang diijinkan dengan demikian solusi baru akan tetap optimal.
6. REFERENSI [1] Amit Kumar, Jagdeep Kaur dan Pushpinder Singh. 2010. Fuzzy Optimal Solution of Fully Fuzzy Linear Problems with Inequality Constraints. International Journal of Applied Mathematics and Computer Sciences, Vol. 6, No.1, pp.37 – 41.
[2] Amit, K, Neha, B. 2011. A New Method for Solving Fuzzy Sensitivity Analysis Problems. International Journal of Applied Science and Engineering, Vol. 9, No.2, pp.49 – 64.
[3] Hillier, F.S, Lieberman, G.J. 2001. Introduction to Operation Research . New York : McGraw-Hill.
[5] Nezam Mahdavi-Amiri, Seyed Hadi Nasseri, Alahbakhsh Yazdani. 200λ. “Fuzzy Primal Simplex Algorithms for Solving Fuzzy Linear Programming Problems”, Iranian Journal of Operation Research. Vol.1, No.2, pp.68-84.
[8]
Susilo, Frans. 2006. Himpunan dan Logika Kabur . Yogyakarta: Graha Ilmu.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
341
PEMODELAN MATEMATIKA PENYEBARAN DEMAM BERDARAH DENGAN POPULASI KONSTAN Eminugroho Ratna Sari Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta email:
[email protected]
Abstrak Virus dengue merupakan penyebab demam berdarah yang mempunyai empat jenis serotype. Seseorang yang telah sembuh dari demam berdarah dapat terinfeksi kembali dengan serotype yang berbeda. Tujuan penulisan artikel ini adalah memformulasikan model matematika dari penyebaran demam berdarah dengan mengasumsikan populasi yang konstan. Selain itu juga mempertimbangkan kemungkinan terinfeksi kembali yang dalam hal ini akan dibahas untuk dua jenis serotype (katakan serotype 1 dan 2). Berdasarkan model yang terbentuk, diperoleh dua jenis titik ekuilibrium, yaitu bebas penyakit dan endemic. Titik ekuilibrium endemic dibedakan menjadi tiga, yaitu yang berkaitan dengan serotype 1 saja, yang berkaitan dengan serotype 2 saja, dan koeksistensi kedua serotype. Untuk nilai basic reproduction number kurang dari satu, titik ekuilibrium bebas penyakit akan stabil asimtotik. Artinya demam berdarah lama kelamaan akan menghilang. Untuk nilai basic reproduction number lebih dari satu, titik ekuilibrium bebas penyakit tidak stabil, sedangkan titik ekuilibrium endemic stabil. Artinya demam berdarah masih tetap ada di alam. Kata Kunci: model matematika, demam berdarah, serotype, titik ekuilibrium, kestabilan
1.
PENDAHULUAN Penelitian mengenai demam berdarah (DB) dari sudut pandang matematika telah banyak dikembangkan. Dimulai dari pembentukan model, kemudian menganalisa perilaku solusinya dan dilanjutkan pembahasannya untuk prediksi perilaku di masa yang akan datang. Model matematika mengenai penyebaran DB ini terus mengalami perubahan agar masalah menjadi lebih realitis. Dimulai dari model yang mempertimbangkan populasi manusia saja yang menjadi subjek yang terkena penyakit. Manusia dalam hal ini disebut host. Hingga pembentukan model yang juga melibatkan populasi nyamuk Aedes Aegypti sebagai pembawa penyebab penyakit. Nyamuk dalam hal ini disebut vector. Matematika epidemiologi membahas mengenai penyebaran penyakit dengan membagi populasi menjadi beberapa kelas. Khususnya untuk DB, Esteva (1998) membagi populasi host menjadi 3 kelas yaitu
342
kelas yang rentan terhadap DB, kelas terinfeksi dan kelas yang sembuh dari DB. Sementara populasi host dibagi menjadi 2 kelas, yaitu kelas untuk nyamuk yang rentan DB dan kelas untuk nyamuk yang terinfeksi. Pada penelitiannya belum mempertimbangkan adanya kemungkinan terinfeksi kembali. Sementara pembahasan yang dilakukan Pongsumpun (2008) menambahkan kelas baik pada populasi host maupun vector yang berada dalam masa inkubasi. Namun, pada penelitiannya juga masih mengasumsikan setelah sembuh akan imun terhadap DB. Lebih lanjut, James (2013) membahas setelah sembuh diperhitungkan kemungkinan terinfeksi kembali. Namun dalam pembahasannya masih mengasumsikan laju transmisi dari host ke vector besarnya sama antara terinfeksi pertama dan kedua. Untuk itu, pada pembahasan ini akan dijelaskan pembentukan model matematika penyebaran DB yang tidak hanya untuk populasi host tetapi juga vector dimana host setelah sembuh
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
dapat terinfeksi kembali serta memperhitungkan perbedaan besarnya laju transmisi dari host ke vector antara yang terinfeksi pertama dan kedua. 2. PEMBENTUKAN MODEL MATEMATIKA Populasi yang akan dibahas tidak hanya untuk populasi host, yaitu pihak yang terkena demam berdarah (DB), yang dalam hal ini adalah manusia, tetapi juga populasi vector, yaitu pihak yang menyebarkan DB, yang dalam hal ini adalah nyamuk Aedes Aegypti. Penyebab DB adalah virus dengue. Virus ini terbagi menjadi 4 serotype. Jika telah pernah terinfeksi dengan serotype yang pertama, maka akan dimungkinkan terinfeksi kembali dengan serotype yang lain. Jadi, seseorang dapat terkena DB maksimal 4 kali dengan serotype berbeda-beda (Gubler & Clark, 1995). Namun, pada artikel ini akan dibahas untuk dua serotype saja. Katakan serotype 1 dan 2. Setelah terinfeksi dua kali, diasumsikan seseorang akan imun terhadap DB. Penyebaran demam berdarah dimulai dari manusia yang terinfeksi DB digigit oleh nyamuk betina sehat, maka virus akan menginfeksi nyamuk dan berada di dalam tubuh nyamuk. Selanjutnya jika nyamuk menggigit manusia sehat yang lain, maka virus dari nyamuk akan menginfeksi manusia tersebut, artinya ada penularan dari nyamuk ke manusia. Pada artikel ini, penularan terjadi dari nyamuk terinfeksi ke manusia sehat atau sebaliknya, untuk penularan yang terjadi dari manusia ke manusia atau nyamuk ke nyamuk tidak dibicarakan. Gambar 1 berikut mengilustrasikan terjadinya penyebaran DB.
Diasumsikan besarnya populasi host maupun vector konstan yaitu sebesar H dan V, berturut-turut. Untuk populasi host dibagi menjadi delapan subpopulasi. Subpopulasi yang rentan terhadap DB baik untuk serotype 1 dan 2, dinotasikan dengan xˆ1 . Subpopulasi yang terinfeksi oleh serotype 1, dinotasikan dengan xˆ2 . Subpopulasi yang terinfeksi oleh serotype
2,
dinotasikan
xˆ3 .
dengan
Subpopulasi yang rentan terhadap serotype 2 setelah terinfeksi serotype 1, dinotasikan dengan xˆ4 . Subpopulasi yang rentan terhadap serotype 2 setelah terinfeksi serotype 1, dinotasikan dengan xˆ5 . Subpopulasi yang
terinfeksi serotype 2 setelah sembuh dari serotype 1, xˆ6 . Subpopulasi yang terinfeksi serotype 1 setelah sembuh dari serotype 2, xˆ7
. Subpopulasi yang sembuh dari kedua serotype, xˆ8 . Sedangkan pada populasi vector akan dibedakan menjadi 3 subpopulasi. Subpopulasi nyamuk yang rentan terhadap serotype 1 dan 2, yˆ1 . Subpopulasi nyamuk yang
terinfeksi
oleh
serotype
1,
yˆ 2 .
Subpopulasi nyamuk yang terinfeksi oleh serotype 2, yˆ 3 . Pada populasi vector tidak muncul subpopulasi yang sembuh karena virus akan terus ada di dalam tubuh nyamuk hingga akhir hidupnya (WHO, 2014). Dinotasikan b untuk menyatakan banyaknya gigitan per nyamuk per hari, jadi untuk V nyamuk akan ada bV gigitan per hari. Jadi akan ada
bV gigitan per hari per H
manusia. Untuk nyamuk yang terinfeksi oleh bV yˆ 2 serotype 1, maka akan ada sebanyak
gigitan. Jika 1 menyatakan laju transmisi dari nyamuk yang terinfeksi oleh serotype 1 ke manusia, maka laju infeksi manusia yang bV yˆ 2 rentan terhadap serotype 1 sebesar 1 . H V
Gambar 1. Ilustrasi penyebaran DB
H V
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
343
Menggunakan logika yang sama untuk serotype 2, maka diperoleh laju infeksi manusia yang rentan terhadap serotype 2 bV yˆ3 sebesar 2 . H V
Virus dengue untuk serotype 1 akan masuk dalam populasi vector sebesar b xˆ2 xˆ7 . H
Jika 1 menyatakan
laju
transmisi dari manusia yang terinfeksi oleh serotype 1 ke nyamuk, maka laju infeksi nyamuk yang rentan terhadap serotype 1
b xˆ2 xˆ7 . Menggunakan logika H yang sama untuk serotype 2, maka diperoleh
sebesar 1
laju infeksi nyamuk yang rentan terhadap
Jika laju kesembuhan dinotasikan dengan , maka model matematika untuk populasi host pada permasalahan ini adalah dxˆ1 bV yˆ 2 bV yˆ3 H H 1 xˆ1 2 xˆ1 H xˆ1 dt H V H V
(1) dxˆ2 bV yˆ 2 1 xˆ1 xˆ2 H xˆ2 dt H V dxˆ3 dt
dxˆ5
kelahiran pada populasi host yang dalam hal ini diasumsikan sama besar dengan laju kematian alami. Untuk populasi vector juga diasumsikan bahwa laju kelahiran dan kematiannya sama dan dinotasikan dengan V .
dt
2
Selanjutnya
sebesar dinotasikan
bV yˆ3 xˆ1 xˆ3 H xˆ3 H V
dxˆ4 bV yˆ3 xˆ4 H xˆ4 xˆ2 2 dt H V
b 2 xˆ3 xˆ6 . H H untuk laju
serotype
2
dt dxˆ6
dxˆ7 dt
dxˆ8 dt
Model matematika penyebaran DB dapat dilihat melalui diagram transfer berikut
xˆ3 1
(2)
(3)
(4)
bV yˆ 2 xˆ5 H xˆ5 H V
(5)
2
bV yˆ3 xˆ4 xˆ6 H xˆ6 H V
(6)
1
bV yˆ 2 xˆ5 xˆ7 H xˆ7 H V
(7)
xˆ6 xˆ7 H xˆ8
(8)
Sementara untuk populasi vector adalah dyˆ1 b VV 1 xˆ2 xˆ7 yˆ1 dt H b 2 xˆ3 xˆ6 yˆ1 V yˆ1 H dyˆ 2 b 1 xˆ2 xˆ7 yˆ1 V yˆ 2 dt H dyˆ3 dt
2
b xˆ3 xˆ6 yˆ1 V yˆ3 H
(9)
(10)
(11)
dengan
xˆ1 xˆ2 xˆ3 xˆ4 xˆ5 xˆ6 xˆ7 xˆ8 H
dan
yˆ1 yˆ 2 yˆ3 V .
Oleh
karena
diasumsikan bahwa populasi host dan vector
344
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
diasumsikan konstan, secara matematis hal ini dipenuhi dengan jumlahan pada Persamaan (1)-(8) adalah nol, dan jumlahan pada Persamaan (9)-(11) adalah nol. Untuk selanjutnya, dimisalkan xˆ xˆ xˆ xˆ xˆ x1 1 , x2 2 , x3 3 , x4 4 , x5 5 , H xˆ6
H xˆ7
H xˆ8
H H yˆ1 yˆ 2 dan x6 , x7 , x8 , y1 , y2 H H V V H yˆ y3 3 , maka sistem persamaan (1)-(11) V
menjadi dx1 bV bV y2 x1 2 y3 x1 H x1 H 1 dt H H
(12)
dx2 bV 1 y2 x1 x2 H x2 dt H
(13)
bV y3 x1 x3 H x3 2 dt H
(14)
dx4 bV x2 2 y3 x4 H x4 dt H
(15)
dx3
x3 1
dx5 dt
2
dx6 dt
bV y3 x4 x6 H x6 H
(17)
x6 x7 H x8
dx8 dt
2b x3 x6 y1 V y3
dengan x1 x2 x3 x4 x5 x6 x7 x8 1 dan y1 y2 y3 1. 3. TITIK EKUILIBRIUM Titik ekuilibrium dari sistem persamaan (12)-(22) diperoleh pada saat laju pertumbuhannya nol untuk masing-masing subpopulasi. Titik ekuilibrium akan dijelaskan melalui lemma berikut. Lemma 1. x2 x3 x4 x5 x6 x7 x8 y2
y3 0 , maka diperoleh titik ekuilibrium
bebas penyakit 1,0,0,0,0,0,0,0,1,0,0 .
Berdasarkan Persamaan (12)-(22), dengan mengambil masing-masing nilai ruas kiri sama dengan nol, maka pada Persamaan (12) diperoleh x1 1 dan pada Persamaan (20) y1 1 .
diperoleh
Sedangkan
x2 x3 x4
x5 x6 x7 x8 y2 y3 0 . Jadi terbukti
1,0,0,0,0,0,0,0,1,0,0 .
diperoleh
titik
ekuilibrium □
(18) Lemma 2. (19)
x3 x5 x6 x7 x8 y3 0 ,
Jika
x , x ,0, x ,0,0,0,0, y , y ,0 .
diperoleh
Sementara untuk populasi vector adalah dy1 V 1b x2 x7 y1 2b x3 x6 y1 V y1 dt
(20) dy2 1b x2 x7 y1 V y2 dt
(22)
Bukti:
(16)
bV 1 y2 x5 x7 H x7 dt H
dt
Jika
bV y2 x5 H x5 H
dx7
dy3
* 1
* 2
titik
* 4
* 1
maka
ekuilibrium
* 2
Titik ekuilibrium ini menunjukkan hanya serotype 1 saja yang ada di alam. Untuk titik ekuilibrium dengan hanya serotype 2 saja dijelaskan melalui Lemma 3 berikut.
(21) Lemma 3.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
345
x2 x4 x6 x7 x8 y2 0 ,
Jika
x ,0, x ,0, x ,0,0,0, y ,0, y .
diperoleh * 1
* 3
titik
* 5
* 1
maka
ekuilibrium
* 3
4. SIMULASI NUMERIK Pada bagian ini akan dibahas mengenai simulasi numeric untuk mengilustrasikan perilaku solusi model. Nilai-nilai parameter diberikan pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai-Nilai Parameter Parameter Nilai
Referensi
H
0.0000391389
(Badan Pusat Statistik, 2015)
V
0.0714285714
(Feng & Hernandez, 1997)
1
0.525
(James, 2013)
2
0.49
(James, 2013)
0.1428
(N. Nuraini, 2007)
B
1
(Esteva & Vargas, 1998)
Menggunakan nilai-nilai parameter tersebut, maka tampak bahwa dari Gambar 3 seiring dengan berjalannya waktu, populasi host yang rentan terhadap DB akan menuju satu sementara populasi yang terinfeksi menuju nol.
Sementara pada Gambar 4 berikut dapat dilihat bahwa populasi yang rentan terhadap DB turun dengan cepat, sementara populasi terinfeksi naik.
Gambar 4. Parameter yang digunakan seperti pada Tabel 1 dengan
Gambar 5 dan 6 berikut menunjukkan untuk peningkatan nilai laju transmisi dari manusia yang terinfeksi ke nyamuk. Tampak bahwa pada Gambar 5, populasi kelas terinfeksi serotype 2 setelah terinfeksi serotype 1 dan populasi kelas terinfeksi serotype 1 setelah
346
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
terinfeksi serotype 2 naik cepat pada hari ke 10.
Hal ini logis terjadi karena peningkatan laju transmisi berarti peningkatan kemungkinan kontak dan menginfeksi dari manusia ke nyamuk yang menyebabkan peningkatan populasi yang terinfeksi. 5. KESIMPULAN Model matematika penyebaran DB dengan populasi konstan dan mengasumsikan adanya perbedaan laju transmisi dari manusia yang terinfeksi serotype 1 ke nyamuk dan dari manusia yang terinfeksi serotype 2 tampak pada Persamaan (12)-(22). Simulasi numeric yang telah dibahas menunjukkan adanya peningkatan nilai ini akan membuat populasi kelas terinfeksi meningkat lebih cepat. Daftar Pustaka
Gambar 5. Parameter yang digunakan seperti pada Tabel 1 dengan
Sementara ketika nilai laju transmisi naik, maka tampak bahwa populasinya naik dengan cepat bahkan kurang dari 10 hari.
Badan Pusat Statistik. (2015). Retrieved October 31, 2015, from Angka Harapan Hidup Penduduk Beberapa Negara (tahun), 1995-2015: http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/ view/id/1517 Esteva, L., & Vargas, C. (1998). Analysis of a Dengue Disease Transmission Model. Mathematical Biosciences, 150 , 131151. Feng, Z., & Hernandez, J. X. (1997). Competitive Exclusion in a VectorHost Model for the Dengue Fever. Journal of mathematical Biology, 35 , 523-544. Gubler, D., & Clark, G. (1995). Dengue/Dengue Hemorrhagic Fever:The Emergence of a Global Health Problem. Emerging Infectious Diseases, 1, 55-57.
Gambar 6. Parameter yang digunakan seperti pada Tabel 1 dengan
James, A. (2013). Coexistence of Two Serotypes of Dengue Virus with and without Seasonal Variation. McMaster University, Canada.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
347
N. Nuraini, E. K. (2007). Mathematical Model of Dengue Disease Transmission with Severe DHF Compartment. Buletin of the Malaysian Mathematical Sciences Society, 2, 143-157. Pongsumpun, P. (2008). Mathematical Model of Dengue Disease with Incubation Period of Virus. World Academy of Science, Engineering and Technology, 44, 328-332. WHO. (2014, March). Dengue and severe dengue. Retrieved April 12, 2014, from http://www.who.int/mediacentre/facts heets/fs117/en/.
348
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
PENERAPAN ALGORITMA CHAID DALAM PENGKLASIFIKASIAN PADA STATUS KREDIT MACET (Studi Kasus: Nasabah Bank XYZ pada Bulan Desember 2015)
1,2
Dini Rachmani Afifah1), Dr. Jaka Nugraha2) Program Studi Statistika, Fakultas MIPA, Universitas Islam Indonesia
[email protected] 1)
[email protected] 2)
Abstrak Kredit macet merupakan suatu permasalahan yang sudah menjadi krusial dalam setiap kegiatan pembiayaan atau perkreditan pada sebuah lembaga keuangan. Risiko kredit adalah suatu kerugian yang berpotensi menimbulkan penolakan atau ketidakmampuan konsumen kredit untuk membayar hutangnya secara penuh dan tepat waktu. Metode CHAID (Chi-Square Automatic Interaction Detection) dapat menjadi salah satu metode untuk menjawab permasalahan ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik kelompok nasabah pada Bank XYZ dengan harapan dapat meminimumkan risiko kredit macet. Hasil analisis dari penelitian ini adalah terdapat lima peubah penjelas yang memiliki keterkaitan dengan status kolektibilitas nasabah. Peubah-peubah tersebut adalah penghasilan, jumlah pinjaman, usia, suku bunga, dan pendidikan. Dari hasil analisis ini menghasilkan 9 segmen nasabah, dimana presentase terbesar nasabah berstatus kredit macet berada pada segmen 1, dengan karakteristik nasabah berpenghasilan ≤ Rp100.000.000 dengan jumlah pinjaman ≤ Rp175.000.000 dan mendapatkan suku bunga ≤ 32.3λ% serta pendidikan terakhir SD, SMP, SMA, Diploma, selanjutnya adalah segmen 2 dengan karakteristik nasabah berpenghasilan ≤ Rp100.000.000 dengan jumlah pinjaman ≤ Rp175.000.000 dan mendapatkan suku bunga ≤ 32.3λ% serta pendidikan terakhir S1, S2, dan S3, dan terakhir adalah segmen 5 dengan karakteristik nasabah berpenghasilan ≤ Rp100.000.000 dengan jumlah pinjaman > Rp175.000.000 yang berusia ≥ 24 tahun. Dilihat dari hasil analisis tersebut, pihak Bank XYZ harus lebih memperhatikan nasabah atau calon nasabah pada segmen 1, 2, dan 5, dikarenakan aturan yang terbentuk menunjukkan bahwa nasabah cenderung berstatus kredit macet. Kata Kunci: Kredit Macet, CHAID, Risiko Kredit
1. PENDAHULUAN Setelah perekonomian mengenal spesialisasi, perekonomian menjadi lebih maju dan usaha-usaha berkembang cepat sehingga diperlukan sumber-sumber dana untuk membiayai usaha tersebut. Salah satu sumber dana pembiayaan usaha adalah bank yang menyediakan dana dengan cara pengambilan kredit.
sehat serta memiliki fundamental yang lebih kuat. Metode CHAID (Chi-Square Automatic Interaction Detection) dapat menjadi salah satu metode untuk menjawab permasalahan ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik kelompok nasabah pada Bank XYZ dengan harapan dapat meminimumkan risiko kredit macet.
Kredit yang diberikan oleh bank tidak menutup kemungkinan mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
349
2. KAJIAN LITERATUR DAN PEGEMBANGAN HIPOTESIS (JIKA ADA) CHAID adalah singkatan dari Chi-Square Automatic Interaction Detector . CHAID pertama kali diperlkenalkan dalam sebuah artikel berjudul “An Exploratory Technique for Investigating Large Quantities of Categorical Data” oleh Dr. G. V. Kass tahun 1980. Prosedurnya merupakan bagian dari teknik terdahulu yang dikenal dengan Automatic Interaction Detector (AID), dan menggunakan statistik chi-square sebagai alat utamanya. CHAID secara keseluruhan bekerja untuk menduga sebuah variabel tunggal, disebut sebagai variabel dependen, yang didasarkan pada sejumlah variabel-variabel yang lain, disebut sebagai variabel-variabel independen. CHAID merupakan suatu teknik iteratif yang menguji satu-persatu variabel independen yang digunakan dalam klasifikasi, dan menyusunnya berdasarkan pada tingkat signifikansi statistik chi-square terhadap variabel dependennya (Gallagher, 2000). CHAID digunakan untuk membentuk segmentasi yang membagi sebuah sampel menjadi dua atau lebih kelompok yang berada berdasarkan sebuah kriteria tertentu. Hal ini kemudian diteruskan dengan membagi kelompok-kelompok tersebut menjadi kelompok yang lebih jecil berdasarkan variabel-variabel independen yangt lain. Prosesnya berlanjut sampai tidak ditemukan lagi variabel independen – variabel independen yang signifikan secara statistik. Segmen-segmen yang dihasilkan akan bersifat saling lepas yang secara statistik akan memuhi kriteria pokok segmentasi dasar (Bagozzi, 1994). Hasilnya juga akan memberikan peringkat pada variabel yang merupakan variabel independen paling signifikan sampai yang tidak signifikan.
350
CHAID memilih variabel independennya atas dasar uji chi-square antara kategori variabel-variabel yang tersedua dengan kategori-kategori variabel dependennya (seperti yang terdapat pada statistika dasar bahwa uji chi-square merupakan uji non parametrik yang sesuai untuk menguji hubungan antar variabel yang berbentuk kategori)(Myers, 1996). Pada dasarnya dari beberapa definisi CHAID diatas dapat disimpulkan bahwa CGAID adalah sebiah metode untuk mengklasifikasikan data kategori dimana tujuan dari prosedurnya adalah untuk membagi rangkaian data menjadi subgrupsubgrup berdasarkan pada variabel dependennya (Lehmann dan Eherlerm, 2001). Menurut Baron dan Phillips (Sharp et al, 2002), analisis CHAID dapat diringkas menjadi 3 elemen kunci, yaitu: 1. Uji signifikansi chi-square, uji ini dilakukan untuk mengidentifikasi variabel independen yang paling signifikan dalam data. 2. Koreksi Bonferroni. 3. Sebuah algoritma yang digunakan untuk menggabungkan kategorikategori variabel. Dalam analisis CHAID variabel yang digunakan dibedakan atas variabel terikat (variabel dependen) dan variabel bebas (variabel independen). Klasifikasi dalam CHAID dilakukan berdasarkan pada hunungan yang ada antara kedua variabel tersebut, oleh karena itu CHAID termasuk dalam metode dependensi dalam menentukan segmentasi. Menurut Gallagher (2000), CHAID akan membedakan variabel independennya menjadi tiga bentuk yang berbeda, yaitu: 1. Monotonik: kategori-kategori pada variabel ini dapat dikombinasikan atau digabungkan oleh CHAID hanya jika keduanya berdekatan satu sama lain, yaitu variabel-variabel yang kategorinya mengikuti urutan aslinya
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
(data ordinal), contohnya: usia atau pendapatan. 2. Bebas: kategori-kategori pada variabel ini dapat dikombinasikan atau digabungkan walaupun keduanya berdekatan atau tidak satu sama lain (data nominal), contohnya: pekerjaan, kelompok etnik, dan area geografis. 3. Mengambang (floating): kategorikategori pada variabel ini akan diperlakukan seperti monotonik kecuali untuk kategori yang terakhir (yaitu missing value), yang dapat berkombinasi dengan kategori manapun. Teknik uji ini memungkinkan kita untuk mengetahui independensi antara dua variabel pada tiap kategori. Misal variabel pertama memiliki r kategori dan variabel kedua memiliki c kategori maka nij adalah pengamatan pada variabel pertama di level i dan variabel kedua di level j. Secara umum tabel disajikan sebagai berikut (Kunto dan Hasana, 2006): Tabel 1. Struktur Data Uji Chi-Square
p.j adalah probabilitas total pada kolom ke-j Hipotesis pada pengujian chi-square adalah: H0 : pij = pi.p.j (tidak terdapat hubungan antara baris dan kolom (bebas)) H1 : pij ≠ pi.p.j (terdapat hubungan antara baris dan kolom (tidak bebas)) Sedangkan statistik ujinya adalah: ∑
∑
(
)
dimana
...(1)
dimana nij = banyaknya pengamatan pada baris ke-i dan kolom ke-j Eij = nilai harapan pengamatan pada baris ke-i dan kolom ke-j ni. = total banyaknya pengamatan pada baris kei n.j = total banyaknya pengamatan pada baris kej n = total banyaknya responden
Tabel 2. Probabilitas Sel
Dimana, pij adalah probabilitas kejadian irisan antara baris i dan kolom j pi. adalah probabilitas total pada baris ke-i
Keputusan yang diambil dari uji chisquare ini adalah H0 ditolak jika nilai hit > atau p-value < α. tabel CHAID menggunakan statistik chi-square dalam dua cara. Yang pertama, statistik chisquare digunakan untuk menentukan apakah kategori-kategori dalam sebuah variabel independen bersifat seragam dan bisa digabungkan menjadi satu. Yang kedua, ketika semua variabel independen sudah diringkas menjadi bentuk yang signifikan dan tidak mungkin digabung lagi, kemudian statistik chisquare digunakan untuk menentukan variabel independen mana yang paling signifikan untuk membagi atau membedakan kategori-kategori dalam variabel dependen (Gallagher, 2000).
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
351
Koreksi Bonferroni adalah suatu proses koreksi yang digunakan ketika beberapa uji statistik untuk kebebasan atau ketidakbebasan dilakukan secara bersamaan (Sharp et al., 2002) Koreksi Bonferroni biasanya digunakan dalam pembandungan berganda. Ketika terdapat sebanyak M uji perbandingan yang sudah dikatakan bebas satu sama lain, peluang untuk melakukan kesalahan tipe 1 atau α (dalam satu atau lebih uji-uji tersebut), akan sama dengan 1 dikurangi peluang untuk tidak melakukan kesalahan tipe 1 dalam uji-uji tersebut, dimana nilainya akan lebih besar dari α yang telah ditentukan. Secara umum, hal tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut (Bagozzi, 1994):
Gambar 1. Diagram Pohon dalam Analisis CHAID
...(2) Dimana, M = pengali Bonferroni α = salah tipe 1 Pengali Bonferroni untuk masing-masing tipe variabel independen adalah berbeda. Gallagher (2000) menyebutkan bahwa pengali Bonferroni untuk masing-masing jenis variabel independen adalah sebagai berikut: 1. Variabel Independen Monotonik ...(3) 2. Variabel Independen Bebas ∑ ...(4) 3. Variabel (floating)
Independen
Mengambang
...(5) Dimana, M = pengali Bonferroni c = kategori variabel dependen r = kategori variabel independen Hasil pembentukan segmen dalam CHAID akan ditampilkan dalam sebuah diagram
352
pohon. Secara umum diagram pohon dari CHAID adalah sebagai berikut (Lehmann dan Eherler, 2001):
Diagram pohon CHAID mengikuti aturan “dari atas ke bawah” (Top-down stopping rule), dimana diagram pohon disusun mulai dari kelompok induk, berlanjut dibawahnya sub kelompok yang berturut-turut dari hasil pembagian kelompok induk berdasarkan kriteria tertentu (Myers, 1996). Tiap-tiap node dari diagram pohon ini menggambarkan sub kelompok dari sampel yang diteliti. Setiap node akan berisi keseluruhan sampel yang diteliti. Setiap node akan berisi keseluruhan sampel dan frekuensi absolut ni untuk tiap kategori yang disusun diatasnya. Pada pohon klasifikasi CHAID terdapat istilah kedalaman (depth) yang berarti banyaknya tingkatan node-node sub kelompok sampai kebawah pada node sub kelompok yang terakhir. Pada kedalaman pertama, sampel dibagi oleh X1 sebagai variabel independen terbaik untuk variabel dependen berdasarkan uji chi-square. Tiap node berisi informasi tentang frekuensi variabel Y, sebagai variabel dependenm yang merupakan bagian dari sub kelompok yang dihasilkan berdasarkan kategori yang disebutkan (X1). Pada kedalaman ke-2 (node X2 dan X3, dan selanjutnya dibagi oleh variabel penjelas yang lain, yaitu X2 dan X3, dan selanjutnya menjadi sub kelompok pada
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
node ke-4, 5, 6, dan & (Lehmann dan Eherler, 2001). Dari masing-masing node tersebut juga ditampilkan presentase responden untuk tiaptiap kategori dari variabel dependen, dan juga ditunjukkan jumlah total responden untuk masing-masing node (Myers, 1996). Secara ringkas, Bagozzi (199) menyatakan bahwa, diagram pohon, yang merupakan inti dari analisis CHAID, akan berisi: 1. Simbol yang menerangkan tentang kategori tertentu (atau kategori-kategori yang telah digabungkan). 2. Sebuah ringkasan data dari variabel dependen dalam kelompok tersebut (misalnya presentase respon). 3. Ukuran sampel untuk kelompok tersebut, atau biasa dilambangkan dengan “n”. 3. METODE PENELITIAN Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data tunggakan nasabah pada Bulan Desember 2015 yang diperoleh dari Bank XYZ. Data tersebut kemudian dipergunakan sebagai variabel dalam melakukan analisis CHAID. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel dependen dan independen sebagai berikut: a) Variabel Dependen Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah nasabah Bank XYZ yang dibedakan menjadi dua kategori, yaitu: 1. Nasabah dengan pinjaman yang berstatus lancar (Lancar) 2. Nasabah dengan pinjaman yang berstatus macet (Macet) b) Variabel Independen Variabel independen dalam penelitian ini berupa karakteristik nasabah Bank XYZ, variabel tersebut terdiri dari delapan komponen, yaitu: 1. Jenis Kelamin - Laki-laki (L) - Perempuan (P) 2. Usia
3.
4.
5.
6.
7.
8.
- Usia Remaja (≤ 23tahun) (1) - Usia 24 – 30tahun (2) - Usia 31 – 40tahun (3) - Usia 41 – 50tahun (4) - Usia Lanjut (≥ 51tahun) (5) Pendidikan Terakhir - SD (1) - SMP (2) - SMA (3) - Diploma (4) - S1, S2, S3 (5) Status Pernikahan - Belum Menikah (BM) - Menikah (M) - Janda (J) - Duda (D) Penghasilan - ≤ Rp10.000.000 (1) - > Rp10.000.000 - ≤ Rp20.000.000 (2) - > Rp20.000.000 - ≤ Rp30.000.000 (3) - > Rp30.000.000 - ≤ Rp50.000.000 (4) - > Rp50.000.000 - ≤ Rp100.000.000 (5) - > Rp100.000.000 (6) Jangka Waktu Angsuran - Kredit Jangka Pendek (≤ 1tahun) (1) - Kredit Jangka Menengah (1 – 3 tahun) (2) - Kredit Jangka Panjang (> 3 tahun) (3) - Kredit Trend (5 – 25 tahun) (4) Suku Bunga - 20% - 22.47% (1) - 22.48% - 24.95% (2) - 24.96% - 27.43% (3) - 27.44% - 29.91% (4) - 29.92% - 32.39% (5) - 32.4% - 34.87% (6) Jumlah Pinjaman - Rp10.000.000 – Rp175.000.000 (1) - > Rp175.000.000 – Rp341.000.000 (2) - > Rp341.000.000 – Rp507.000.000 (3) - > Rp507.000.000 – Rp673.000.000 (4) - > Rp673.000.000 – Rp839.000.000 (5) - > Rp839.000.000 – Rp1.005.000.000 (6)
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
353
Analisis CHAID dilakukan dengan software statistika, yaitu Sipina. Hasil dari analisis CHAID akan ditampilkan dalam sebuah diagram pohon. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Segmentasi yang dihasilkan oleh analisis CHAID dengan dibantu software Sipina pada nasabah yang melakukan peminjaman di Bank XYZ pada Bulan Desember 2015 dapat dilihat dari diagram pohon klasifikasi CHAID seperti pada Gambar 2. Diagram pohon hasil analisis CHAID menerangkan bahwa pada node teratas diketahui jumlah total nasabah yang melakukan peminjaman adalah 2110 nasabah, terdiri dari 1535 nasabah (73%) dengan status kreditnya lancar dan 575 nasabah (27%) dengan status kredit macet. Tahap pertama dalam analisis CHAID adalah tahap penggabungan. Dalam penelitian ini, variabel penghasilan dibagi menjadi 6 kategori, yaitu: - ≤ Rp10.000.000 (1) - > Rp10.000.000 - ≤ Rp20.000.000 (2) - > Rp20.000.000 - ≤ Rp30.000.000 (3) - > Rp30.000.000 - ≤ Rp50.000.000 (4) - > Rp50.000.000 - ≤ Rp100.000.000 (5) - > Rp100.000.000 (6) Setelah melalui analisis CHAID, variabel ini kemudian diringkas menjadi 2 kategori, seperti yang dapat dilihat pada diagram pohon node 0, yaitu: 1. Kategori < 5.5 atau ≤ Rp100.000.000, jadi kategori ke-1 sampai ke-5 dapat digabung menjadi satu kategori tunggal 2. Kategori ≥ 5.5 atau > Rp100.000.000 Hal ini berarti bahwa kategori ke-1 sampai ke-5 memenuhi syarat kesignifikan chi-square untuk bisa digabung menjadi satu kategori tunggal berdasarkan analisis CHAID yang ada. Penggabungan kategori juga terjadi pada beberapa variabel lainnya, seperti jumlah pinjaman, usia, suku bunga, pendidikan terakhir, dan penghasilan.
354
Sebagian besar nasabah adalah nasabah lakilaki sebanyak 1360 nasabah (64.45%) dan sisanya nasabah berjenis kelamin perempuan sebesar 35.55%. Sebanyak 807 nasabah (38.25%) nasabah berusia 41 tahun – 50 tahun dan nasabah yang presentasenya sangat kecil adalah yang berusia ≤ 23 tahun yaitu hanya 5 nasabah (0.24%). Nasabah yang meminjam kredit di Bank XYZ sebagian besar menduduki pendidikan terakhir di SMA yaitu sebanyak 1008 nasabah (47.77%), kemudian nasabah yang memiliki presentase terbesar yaitu dengan pendidikan terakhir S1, S2, dan S3 dengan 578 nasabah. Nasabah yang menikah cenderyng besar yaitu sebesar 1904 nasabah (90.24%), kemudian sebanyak 135 nasabah (6.4%) tidak menikah, sedangkan sisanya sangat kecil presentasenya. Nasabah dengan penghasilan perbulannya ≤ Rp10.000.000 memiliki presentase terbesar yaitu sebanyak 39.29% (829 nasabah), sedangkan nasabah yang memiliki presentase terkecil yaitu dengan penghasilan perbulannya > Rp100.000.000 sebesar 87 nasabah (4.12%). Pada umumnya nasabah berdasarkan jangka waktu angsuran memiliki jangka waktu dengan kredit trend (5 – 25 tahun) sebesar 1372 nasabah (65.02%) dan kredit jangka menengah (1 – 3 tahun) sebanyak 511 nasabah (24.22%). Sebagian besar nasabah melakukan kredit dengan jumlah pinjaman sebanyak Rp10.000.000 – Rp175.000.000 yaitu 1334 nasabah (63.2%). Dimana pihak Bank XYZ memberikan suku bunga kepada nasabah sebesar 24.96% - 27.43% dengan jumlah nasabah sebanyak 1150 nasabah (54.5%). Analisis CHAID menghasilkan suatu diagram pohon yang memetakan penggabungan berdasarkan hubungan terstruktur peubah respon dengan peubah-peubah penjelasnya. Diagram pohon pemisahan tersebut diperoleh dari analisis dengan nilai kritis yang ditetapkan pada taraf nyata (α = 0.05). dari hasil analisis CHAID terhadap delapan peubah penjelas, hanya lima peubah penjelas yang memiliki
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
pengaruh nyata dengan status kolektibilitas nasabah. Peubah-peubah tersebut adalah penghasilan, jumlah pinjaman, usia, suku bunga, dan pendidikan terakhir.
Gambar 2. Diagram Pohon Analisis CHAID Dari variabel-variabel yang ada dalam penelitian ini sebenarnya terdapat 8 variabel bebas. Kemudian hasil analisis CHAID menunjukkan bahwa hanya ada 5 variabel bebas yang signifikan terhadap variabel terikatnya, yaitu variabel penghasilan, jumlah pinjaman, usia, suku bunga, dan pendidikan terakhir. Hal ini juga dapat dilihat dari hasil diagram pohon CHAID, bahwa pohon klasifikasi tersebut memiliki 4 kedalaman, dimana variabel penghasilan membagi status kredit pada kedalaman pertama, kemudian variabel jumlah pinjaman dan usia pada kedalaman kedua, kemudian variabel suku bunga, usia, dan pendidikan terakhir pada kedalaman ketiga, dan pendidikan terakhir dan penghasilan pada kedalaman keempat. Sehingga ada 3 variabel independen yang tersisa dan tidak dianggap mempunyai hubungan dengan variabel dependen, yaitu variabel jenis kelamin, status pernikahan, dan jangka waktu angsuran. Seperti yang telah diketahui bahwa variabel penghasilan berada pada kedalaman pertama, dimana node 1 adalah nasabah yang memiliki penghasilan sebesar < 5.5 atau (≤ Rp100.000.000) dan node 2 adalah nasabah yang memiliki penghasilan sebesar ≥ 5.5 atau (> Rp100.000.000).
Selanjutnya variabel yang berada pada kedalaman kedua adalah jumlah pinjaman dan usia. Nasabah dengan penghasilan < 5.5 merupakan parent node dari variabel jumlah pinjaman, sedangkan nasabah dengan penghasilan ≥ 5.5 merupakan parent node dari variabel usia. Nasabah dengan penghasilan < 5.5 dibedakan menjadi dua, yaitu node 3 dan node 4. Node 3 adalah nasabah yang memiliki jumlah pinjaman sebesar < 1.5 atau (≤ Rp175.000.000) dan node 4 adalah nasabah yang memiliki jumlah pinjaman sebesar ≥ 1.5 atau (> Rp175.000.000). Nasabah dengan penghasilan ≥ 5.5 dibedakan menjadi dua, yaitu node 5 dan node 6. Node 5 adalah nasabah yang berusia < 4.5 atau (≤ 50tahun) dan node 6 adalah nasabah yang berusia ≥ 4.5 atau (≥ 51tahun). Variabel yang berada pada kedalaman ketiga adalah suku bunga, usia, dan pendidikan terakhir. Nasabah dengan jumlah pinjaman < 1.5 merupakan parent node dari variabel suku bunga, sedangkan nasabah dengan penghasilan ≥ 1.5 merupakan parent node dari variabel usia, dan nasabah yang berusia < 4.5 merupakan parent node dari pendidikan terakhir. Nasabah dengan jumlah pinjaman < 1.5 dibedakan menjadi dua, yaitu node 7 dan node 8. Node 7 adalah nasabah yang mendapatkan suku bunga sebesar < 5.5 atau (≤ 32.3λ%) dan node 8 adalah nasabah yang mendapatkan suku bunga sebesar ≥ 5.5 atau (≥ 32.4%). Nasabah dengan jumlah pinjaman ≥ 1.5 dibedakan menjadi dua, yaitu node 9 dan node 10. Node 9 adalah nasabah yang berusia < 1.5 atau (≤ 23tahun) dan node 10 adalah nasabah yang berusia ≥ 1.5 atau (≥ 24tahun). Nasabah yang berusia < 4.5 dibedakan menjadi dua, yaitu node 11 dan node 12. Node 11 adalah nasabah yang memiliki pendidikan terakhir < 4.5 atau (SD, SMP, SMA, Diploma) dan node 12 adalah nasabah yang memiliki pendidikan terakhir ≥ 4.5 atau (S1, S2, S3). Dan variabel yang berada pada kedalaman terakhir adalah pendidikan terakhir dan
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
355
penghasilan. Nasabah yang mendapatkan suku bunga < 5.5 merupakan parent node dari variabel pendidikan terakhir, sedangkan nasabah yang berusia ≥ 1.5 merupakan parent node dari variabel penghasilan. Nasabah yang mendapatkan suku bunga < 5.5 dibedakan menjadi dua, yaitu node 13 dan node 14. Node 13 adalah nasabah yang memiliki pendidikan terakhir < 4.5 atau (SD, SMP, SMA, Diploma) dan node 14 adalah nasabah yang memiliki pendidikan terakhir ≥ 4.5 atau (S1, S2, S3). Nasabah yang berusia ≥ 1.5 dibedakan menjadi dua, yaitu node 15 dan node 16. Node 15 adalah nasabah yang memiliki penghasilan < 4.5 atau (≤ Rp50.000.000) dan node 16 adalah nasabah yang memiliki penghasilan ≥ 4.5 atau (> Rp50.000.000).
Ke-3
Maka, macet 100% dari 1 nasabah
Ke-4
Ke-5
Ke-6
Ke-2
356
30%
dari
26%
dari
Ke-7
dari
624
Nasabah dengan penghasilan > Rp50.000.000 – Rp100.000.000 dengan jumlah pinjaman > Rp175.000.000 yang berusia ≥ 24tahun
Nasabah dengan penghasilan > Rp 100.000.000 yang berusia ≤ 50tahun dengan pendidikan terakhir SD, SMP, SMA, Diploma Maka, macet 24% dari 41 nasabah
988
Nasabah dengan penghasilan ≤ Rp100.000.000 dengan jumlah pinjaman ≤ Rp175.000.000 dan mendapatkan suku bunga ≤ 32.39% serta pendidikan terakhir S1, S2, S3 Maka, macet nasabah
24%
Maka, macet 31% dari 94 nasabah
Nasabah dengan penghasilan ≤ Rp100.000.000 dengan jumlah pinjaman ≤ Rp175.000.000 dan mendapatkan suku bunga ≤ 32.39% serta pendidikan terakhir SD, SMP, SMA, Diploma Maka, macet nasabah
Nasabah dengan penghasilan ≤ Rp100.000.000 dengan jumlah pinjaman > Rp175.000.000 yang berusia ≥ 24tahun Maka, macet nasabah
Segmen Karakteristik
Ke-1
Nasabah dengan penghasilan ≤ Rp100.000.000 dengan jumlah pinjaman > Rp175.000.000 yang berusia ≤ 23tahun Maka, macet 100% dari 1 nasabah
Pada diagram pohon terlihat bahwa analisis CHAID menghasilkan sembilan segmen nasabah yang melakukan pinjaman pada Bulan Desember 2015 di Bank XYZ, dengan segmen sebagai berikut: Tabel 1. Segmentasi Nasabah Hasil Analisis CHAID
Nasabah dengan penghasilan ≤ Rp100.000.000 dengan jumlah pinjaman ≤ Rp175.000.000 dan mendapatkan suku bunga ≥ 32.4%
Ke-8
Nasabah dengan penghasilan > Rp100.000.000 yang berusia ≤ 50tahun dengan pendidikan terakhir S1, S2, S3 Maka, lancar 92% dari 25 nasabah
Ke-9
Nasabah dengan penghasilan > Rp100.000.000 yang berusia ≥ 51tahun
315 Maka, lancar 95% dari 21 nasabah
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Pada kasus yang dibahas dalam penelitian ini, apabila ingin menentukan calon nasabah yang berpotensi memiliki status macet, maka dilihat dari segmen-segmen dengan presentase macet terbesar, serta mempunyai jumlah nasabah keseluruhan tiap segmen yang terbesar. Presentase terbesar nasabah yang memiliki status macet adalah nasabah yang berada pada segmen 1, dengan karakteristik nasabah berpenghasilan ≤ Rp100.000.000 dengan jumlah pinjaman ≤ Rp175.000.000 dan mendapatkan suku bunga ≤ 32.39% serta pendidikan terakhir SD, SMP, SMA, Diploma, selanjutnya adalah segmen 2 dengan karakteristik nasabah berpenghasilan ≤ Rp100.000.000 dengan jumlah pinjaman ≤ Rp175.000.000 dan mendapatkan suku bunga ≤ 32.39% serta pendidikan terakhir S1, S2, S3, dan terakhir adalah segmen 5 dengan karakteristik nasabah berpenghasilan ≤ Rp100.000.000 dengan jumlah pinjaman > Rp175.000.000 yang berusia ≥ 24tahun. Tabel 2. Tabel Prediksi Model
Salah satu cara untuk mengetahui keakuratan model yang diperoleh dari hasil analisis CHAID adalah melalui tabel prediksi. Berdasarkan tabel dapat disimpulkan bahwa dari 1535 nasabah yang berkategori lancar, diprediksi dengan benar sebanyak 1535 nasabah atau 100%, sedangkan dari 575 nasabah yang berkategori macet, diprediksi dengan benar sebanyak 2 nasabah atau 0.34%. Jadi dapat disimpulkan bahwa ketepatan prediksi nasabah yang berkategori lancar lebih baik dari nasabah yang berkategori macet. Presentase total prediksi yang benar dari 2110 nasabah adalah 72.7%. Secara keseluruhan, model ini baik dan dapat digunakan oleh Bank
XYZ di masa yang akan datang sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan kredit kepada nasabahnya. 5. KESIMPULAN Ada lima variabel yang memiliki keterkaitan struktural dengan status kolektibilitas nasabah. Variabel tersebut adalah jumlah pinjaman, usia, suku bunga, pendidikan terakhir, dan penghasilan. Variabel utama yang berpengaruh dengan status kolektibilitas nasabah adalah penghasilan. Analisis CHAID menghasilkan sembilan segmen nasabah. Presentase terbesar nasabah yang memiliki status macet adalah nasabah yang berada pada segmen 1 dengan presentase macet sebesar 30% dari 988 nasabah, selanjutnya nasabah yang berada pada segmen 2 dengan presentase 26% dari 315 nasabah, dan nasabah yang berada pada segmen 5 dengan presentase 24% dari 624 nasabah. Dilihat dari analisis tersebut, pihak Bank XYZ harus lebih memperhatikan nasabah atau calon nasabah pada segmen 1, 2, dan 5 dikarenakan aturan yang terbentuk menunjukkan bahwa nasabah cenderung berstatus kredit macet. 6. REFERENSI Akbar, H. 2013. Segmentasi Nasabah dalam Pengembalian Kredit dengan Metode CHAID . Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Bagozzi, R. P. 1994. Advanced Methods of Marketing Research. Blackwell Publishers Ltd., Oxford. Falah, M.A. 2015. Penerapan Algoritma CHAID (Chi-Squared Automatic Interaction Detection) Dalam Pengklasifikasian Keputusan Pengobatan. Skripsi. Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta. Firmani, B. T., 2008. Pengaruh Jangka Waktu, Suku Bunga, dan Jaminan Kredit Terhadap Besarnya Kredit Macet. Skripsi. Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
357
Gallagher, C. A., 2000. An Iterative Approach to Classification Analysis. www.cacast.org/library/ratemaking/90dp23 7.pdf. Tanggal akses : 18 Desember 2005.
Myers, J. H. 1996. Segmentation and Positioning for Strategic Marketing Decisions. American Marketing Association. Chicago.
Hermansyah. 2005. Hukum Perbankan Nasional Indonesia . Jakarta: Kencana.
Sharp, A., J. Romaniuk dan S. Cierpicki. 2002. The Performance Of Segmentation Variables: A Comparative Study. http://130.195.95.71:8081/www/ANZMAC 1998/Cd_rom/Sharp222.pdf. Tanggal akses : 15 Februari 2006.
Kass, G. 1980. An Ecploratory Technique for Investigating Large Quantities of Categorical Data. Applied Statistics, (hal. 119-127). Kunto, Y. S., & Hasana, S. N. 2006. Analisis CHAID sebagai Alat Bantu Statistika untuk Segmentasi Pasar (Studi Kasus Pada Koperasi Syari‟ah Al-Hidayah). Jurnal Manajemen Pemasaran, (hal. 98-99).
Permana, H. 2011. Klasifikasi dengan Metode CHAID (Chi-Squared Automatic Interaction Detection) dan Penerapannya pada Klasifikasi Alumni FMIPA UNY. Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.
Lehmann, T. dan Eherler. D. 2001. Responder Pro-filing with CHAID and Dependency Analysis. www.informatik.unifreiburg.de/~ml/ecmplkdd/WSProceedings/w10/lehmann.pdf. Tanggal akses : 12 Desember 2005. Loh, W. Y. & Shih, Y. S. 1997. Split Selection Methods for Classification Trees. Statistica Sinica 7, (hal. 815-840). Muhajir, M. 2014. Metode Fuzzy CHAID (ChiSquared Automatic Interaction Detection) Pada Segmentasi Pasar . Tesis. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
358
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
PENERAPAN REGRESI ROBUST ESTIMASI-M UNTUK PEMODELAN KETAHANAN PANGAN JAWA TENGAH TAHUN 2014 Luthfi Yuliana Utami1), Edy Widodo2) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam email:
[email protected] 2 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam email:
[email protected]
1
Abstrak Ketahanan pangan masih menjadi masalah di Indonesia dilihat dari kondisi pangan nasional masih mengalami ketergantungan pada impor beras. Jawa Tengah sebagai salah satu penopang ketahanan pangan nasional justru mengalami penurunan produksi padi. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ketahanan pangan. Regresi robust merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel prediktor terhadap variabel respon yang resistant terhadap outlier. Penelitian ini menggunakan etimasi M-IRLS dengan fungsi pembobot Huber dan Tukey Bisquare untuk mengestimasi model ketahanan pangan Jawa Tengah tahun 2014. Berdasarkan hasil analisis diketahui faktor Produksi Padi (X1) berpengaruh signifikan, Luas Panen (X2) berpengaruh tidak signifikan, Produktivitas berpengaruh tidak signifikan, Harga Beras (X4) berpengaruh tidak signifikan, dan Jumlah Konsumsi berpengaruh signifikan terhadap ketahanan pangan dilihat dari rasio ketersediaan beras Jawa Tengah tahun 2014. Pembobot Huber lebih baik digunakan dalam memodelkan ketahanan pangan Jawa Tengah tahun 2014 dibandingkan pembobot Tukey Bisquare. Hal ini dibuktikan dengan nilai MSE yang dihasilkan oleh pembobot Huber lebih kecil dari nilai MSE Tukey Bisquare. Kata Kunci: Ketahanan Pangan, Outlier, Regresi Robust, Estimasi-M
1. PENDAHULUAN Permasalahan ketahanan pangan masih menjadi perhatian yang sangat penting di Indonesia. Pada beberapa tahun belakangan ini banyak kalangan yakin dunia sedang menghadapi krisis pangan sejak 2007 karena laju pertumbuhan penduduk di dunia yang tetap tinggi setiap tahun, sementara di sisi lain kegiatan pertanian semaik terbatas, bahkan cenderung sempit. Kejadian ini seperti teori Malthus yang memprediksi suatu saat dunia akan dilanda kelaparan karena defisit produksi. Masalah ini diperburuk dengan kosndisi yang terjadi di lapangan dimana Jawa Tengah yang merupakan salah satu penopang ketahanan pangan nasional yang diharapkan dapat meningkatkan produksi padi justru mengalami penurunan produksi. Hal ini disebabkan beberapa permasalahan yang melanda pertanian Jawa Tengah, seperti
konversi lahan, kendala irigasi, dan bencana alam. Anggapan bahwa seseorang belum bisa dikatakan makan jika belum makan nasi masih menjadi pemahaman yang kuat, dilihat dari perilaku penduduk Jawa Tengah yang sangat konsumtif terhadap beras. Pemerintah telah merumuskan konsep dalam menghadapi permasalahan ketahanan pangan pada Undang-Undang (UU) No.7 Tahun 1996 tentang pangan Pasal 1 Ayat 17 yang menyebutkan bahwa “Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga (RT) yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau”. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ketahanan pangan. Upaya untuk
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
359
mewujudkan ketahanan pangan harus bertumpu pada sumerdaya pangan lokal yang memiliki keragaman antar kabupaten/kota di Jawa Tengah yang berbeda-beda, misalnya luas panen, produktivitas, harga beras, dan jumlah konsumsi berasnya. Dalam penjelasan Peraturan Pemerintah (PP) No. 68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan disebutkan ketahanan pangan tercermin pada ketersediaan pangan secara nyata, maka harus secara jelas dapat diketahui oleh masyarakat mengenai penyediaan pangan. Hal inilah yang mendorong peneliti melakukan penelitian ini. 2. KAJIAN LITERATUR Konsep Ketahanan Pangan Pengertian pangan sendiri memiliki dimensi yang luas. Mulai dari pangan yang esensial bagi kehidupan manusia yang sehat dan produktif (keseimbangan kalori, karbohidrat, protein, lemak, vitamin, serat, dan zat esensial lain), serta pangan yang dikonsumsi atas kepentingan sosial dan budaya, seperti untuk kesenangan, kebugaran, kecantikan dan sebagainya. Dengan demikian, pangan tidak hanya berarti pangan pokok, dan jelas tidak hanya berarti beras, tetapi pangan yang terkait dengan berbagai hal lain. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang merupakan bagian dari hak asasi manusia (HAM), sebagaimana tertuang dalam Deklarasi HAM Universal (Universal Declaration of Human Right) tahun 1948, serta UU No 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Sementara menurut Badan POM, pangan adalah makanan untuk dikonsumsi yang tidak hanya berupa beras, tapi juga sayur-mayur, buah-buahan, daging baik unggas maupun lembu, ikan, telur, juga air. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan adalah stok beras, luas panen, rata-rata produksi, harga beras, dan jumlah konsumsi dengan menggunakan regresi panel (Denny, 2010). Pada kenyataannya tidak semua asumsi regresi dapat terpenuhi. Metode ini
360
merupakan alat penting untuk menganalisis data yang dipengaruhi oleh pencilan sehingga dihasilkan model yang kekar terhadap pencilan (Draper & Smith, 1998). Ketika peneliti menyusun model regresi dan melakukan uji asumsi sering ditemui bahwa asumsi dilanggar, transformasi yang dilakukan tidak melemahkan pencilan yang akhirnya prediksi menjadi bias. Pada kasus ini dimungkinkan untuk mengeliminasi beberapa data, akan tetapi dalam beberapa kasus tidak selalu tepat dilakukan apalagi jika yang dieliminasi merupakan data penting atau bibit unggul, yang sering ditemui dalam bidang pertanian (Susanti dan Pratiwi, 2012). Dalam keadaan ini regresi robust digunakan untuk mendeteksi pencilan dan memberikan hasil yang resisten terhadap adanya pencilan (Chen, 2002). 3. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Dinas Pertanian, BKP, dan BPS Jawa Tengah. Wilayah yang diteliti adalah 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif. Penelitian ini menggunakan variabel-variabel yang disajikan dalam tabel 1 tentang definisi operasional veriabel penelitian. Tabel 1. Variabel Penelitian
Variabel
Definisi Operasional Variabel
Rasio Ketersediaan Beras (Y)
Rasio ketersediaan beras adalah angka perbandingan dari jumlah produksi dan konsumsi beras di setiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. Variabel ini berupakan proxi dari ketahanan pangan.
Produksi Padi (X1)
Jumlah produksi yang dihasilkan dari usaha tani di setiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. Satuan dalam variabel ini adalah ton.
Luas Panen (X2)
Luas panen adalah jumlah areal sawah yang dapat
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
n = Banyaknya data Xi = Nilai untuk kasus ke-i MX = Mean dari X
memproduksi beras setiap tahunnya. Satuan dalam variabel ini adalah hektar (ha). Produktivitas (X3)
Produktivitas adalah rata-rata produksi pagi yang dapat dihasilkan dari 1 ha lahan per tahun. Satuan dalam variabel ini adalah kuintal/ha.
Harga Beras (X4)
Harga beras adalah komoditi beras yang sudah ditambah dengan biaya transportasi pendistribuasian (harga pasar). Satuan dalam variabel ini adalah rupiah/kilogram.
Jumlah Konsumsi (X5)
Jumlah konsumsi beras adalah jumlah beras medium yang dikonsumsi oleh seluruh penduduk suatu kabupaten/kota dalam jangka waktu satu tahun. Satuan dalam variabel ini adalah ton.
Metode analisis yang digunakan adalah regresi robust estimasi-M. Estimator-M untuk
ˆ diperoleh dengan cara melakukan iterasi
X 2 = Jumlah kuadrat n kasus
dari simpangan Xi terhadap mean. Pendeteksian pencilan dengan metode ini didasarkan pada nilai cutoff. Nilai hii lebih dari cutoff dideteksi sebagai pencilan dan nilai cutoff dari leverage adalah 2p/n, dimana p adalah jumlah parameter. 4. Mengestimasi parameter regresi robust menggunakan estimasi-M: a. Menghitung parameter MKT. b. Menghitung nilai residual
ei yi yˆ i
leverage ( hii )
1 n
( Xi M X )
2
X 2
(1)
(2)
c. Menghitung nilai ˆ
median e median (e ) i i
0,6745
(3)
Pemlihan konstanta 0,6745 membuat ˆ suatu estimator yang mendekati tak bias dari ˆ jika n besar dan residual berdistribusi normal (Montgomery & Peck, 2006). d. Menghitung nilai ui
sampai diperoleh nilai konvergen. Barikut algoritma perhitungan nilai estimasi-M: 1. Melakukan estimasi parameter regresi menggunakan MKT. 2. Melakukan uji asumsi residual dari model regresi. 3. Mendeteksi adanya pencilan dalam data menggunakan metode leverage. Penggunaan metode ini dilihat dari nilai mean himpunan data variabel independen. Identifikasi pencilan pada metode ini adalah pada sumbu X (horisontal). Nilai leverage ketika terdapat satu variabel independen dapat ditentukan dengan persamaan
ˆ 0 dengan
ei
ˆ i
(4)
1, untuk u i r WH (u i ) r , untuk u i r u i
e. Menghitung pembobot Huber
f.
(5)
Menghitung pembobot Tukey Bisquare
2 ui 1 WT ( u i ) r untuk u r 0 , i
2 , untuk u i r
(6)
dengan, hii
= Leverage kasus ke-i Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
361
g. Menghitung parameter ˆ M dengan metode Weight Least Square (WLS) dengan pembobot WLS (u i ) 1 h. Mengulangi langkah b-e dan g untuk pembobot Huber, dan mengulang b-d, f, dan g untuk pembobot Tukey Bisquare sampai diperoleh nilai ˆ M yang konvergen. i. Menghitung nilai MSE kedua pembobot untuk menentukan pembobot yang baik digunakan dalam model. j. Melakukan uji overall dengan anova dan uji parsial dengan uji-t untuk melihat variabel manakan yang signifikan dalam model. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Deskriptif Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Pulau Jawa yang luas wilayahnya tercatat 3.254.800 ha atau sekitar 28,94% dari wilayah Pulau Jawa. Luas wilayah tersebut terdiri dari 991 ribu ha (30,44%) lahan sawah dan 2,26 juta ha (69,56%) bukan lahan sawah. Dilihat dari kependudukannya Jawa Tengah merupakan provinsi dengan jumlah penduduk yang tinggi dan menempati urutan terbesar ketiga di Indonesia setelah Jawa Barat dan Jawa Timur. Jumlah penduduk Jawa Tengah tahun 2014 mencapai lebih dari 33 juta jiwa dengan pertumbuhan 0,81 untuk proyeksi Indonesia tahun 2010-2035 (BPS, 2016). Hal ini akan berdampak pada tingginya kebutuhan pangan. Beberapa tahun terakhir data menunjukkan bahwa produksi padi di Jawa Tengah tidak stabil. Sebagai salah satu provinsi yang berperan sebagai lumbung beras nasional kondisi ini patut diperhatikan karena produksi padi yang ada tidak hanya untuk Jawa Tengah sendiri, namun juga digunakan untuk konsumsi nasional.
362
Produksi Padi dan Luas Panen Jawa Tengah 2014 Kota Surakarta Kota Tegal Kota Pekalongan Kab. Kudus Kab. Wonosobo Kab. Pekalongan Kab. Batang Kab. Jepara Kab. Kendal Kab. Karanganyar Kab. Purworejo Kab. Banyumas Kab. Klaten Kab. Pemalang Kab. Kebumen Kab. Demak Kab. Grobogan Kab. Cilacap 0 200000 400000 600000 Luas Panen Produksi Padi
Gambar 1. Keadaan Produksi Padi dan Luas Panen Jawa Tengah tahun 2014
Dapat dilihat pada gambar 1 Jawa Tengah masih mengandalkan produksi dari beberapa daerah saja, seperti Kabupaten Cilacap, Kabupaten Sragen, Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Demak. Pada hasil sensus pertanian tahun 2013 juga menunjukkan Kabupaten Grobogan sebagai urutan pertama memiliki rumah tangga petani tanaman pangan dengan jumlah 470 ribu atau 10,32% dibanding dengan seluruh rumah tangga tani tanaman pangan di Jawa Tengah. Pada gambar 1 ditunjukkan bahwa wilayah di Jawa Tengah yang memiliki produksi padi paling sedikit dan luas panen paling kecil adalah Kota Surakarta berturut turut sebesar 956 ton dan 185 ha. Kota Surakarta merupakan wilayah Jawa Tengah dengan kepadatan penduduk yang paling tinggi sebesar 10.954 jiwa/km2 (Kemendagri, 2013). Padahal areal panen yang memadai merupakan salah satu syarat untuk terjaminnya produksi padi yang mencukupi. Peningkatan luas panen padi dapat meningkatkan produksi padi. Wilayah
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Jawa Tengah yang memiliki luas panen terbesar adalah Kabupaten Cilacap. Produktivitas Lahan Tanaman Padi Jawa Tengah 2014 Kota Tegal Kab. Pekalongan Kab. Karanganyar Kab. Banjarnegara Kab. Kebumen Kab. Purworejo Kota Pekalongan Kab. Cilacap Kab. Pemalang Kab. Pati Kab. Wonogiri Kab. Demak Kab. Kudus Kota Salatiga Kab. Blora Kab. Jepara Kab. Kendal Kab. Klaten
terjadinya gejolak harga pangan yang dapat menimbulkan masalah ketidakmampuan rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan pangan yang diatur dalam PP RI No. 68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan Pasal 12. Pengendalian yang dilakukan pemerintah adalah melalui Bulog Divisi Regional (Divre) dengan membeli gabah milik petani sebelum harga gabah itu turun drastis di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dan merugikan petani.
Harga Beras Jawa Tengah 2014 Kab. Purworejo Kab. Banjarnegara Kab. Wonogiri Kota Semarang Kab. Pekalongan 0,00
20,00
40,00
60,00
Produktivitas
Kab. Banyumas Kab. Jepara Kab. Batang
Gambar 2. Keadaan Produktivitas Lahan Tanaman Padi Jawa Tengah tahun 2014
Produktivitas lahan tanaman padi Jawa Tengah perbedaannya tidak begitu drastis satu sama lain, jika dilihat pada gambar 2 bahwa Kabupaten Klaten memiliki produktivitas yang tertinggi sebesar 63,29 kw/ha. Ini artinya Kabupaten Klaten berhasil memaksimalkan produktivitas dari lahan yang dimiliki. Pada produktivitas ini Kota Surakarta lebih mampu memaksimalkan produktivitasnya sebesar 55,25 kw/ha dibandingkan Kota Tegal yang memiliki produksi dan luas panen lebih besar. Harga beras hingga saat ini sangat mudah berfluktuasi tergantung kondisi pasar. Saat panen raya tiba kondisi harga beras dapat anjlok karena over produksi. Petani terpaksa menjual dengan harga murah karena beras adalah barang yang mudah busuk jika terlalu lama disimpan. Pemerintah sendiri turut mengendalikan harga beras guna menghindari
Kab. Pati Kab. Boyolali Kab. Cilacap Kota Surakarta 0
5000
10000
Gambar 3. Harga Beras Jawa Tengah tahun 2014
Harga beras Jawa Tengah yang diperoleh dari rata-rata harga masing-masing wilayah adalah Rp 9.085/kg. Pada gambar 3 ditunjukkan beberapa wilayah yang memiliki harga jual beras lebih rendah dari harga beras provinsi adalah yang memiliki warna orange hingga kuning. Wilayah yang mampu menjual beras dengan harga paling rendah adalah Kabupaten Grobogan dengan harga Rp 7.500/kg sedangkan wilayah yang memiliki harga beras paling tinggi dengan harga Rp 10.000/kg adalah Kota Salatiga dan Kota Surakarta. Pemberlakuan harga pasar ini telah ditambahkan dengan biaya transportasi dari daerah penyedia beras ke pasar.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
363
Beras merupakan makanan pokok yang hingga kini belum dapat tergantikan. Pemerintah perbah berusaha untuk mengurangi pola konsumsi beras yang begitu tinggi namum tidak pernah berhasil. Jika kondisi ini terus menerus terjadi dikhawatrikan akan tercipta dimana produksi padi lebih sedikit dari pada permintaan konsumen.
multikolinearitas, dan no autokorelasi. Model awal yang terbentuk adalah
Konsumsi Beras Jawa Tengah 2014
a. Hipotesis : H0 : Terdapat gejala homoskedastisitas H1 : Tidak ada gejala homoskedastisitas b. Tingkat signifikansi () = 0,05 c. Statistik uji : p-value = 0,6825 d. Keputusan : p-value = 0,6825 > 0,05 maka gagal tolak H0 e. Kesimpulan : Dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95% dibuktikan bahwa tidak ada gejala heteroskedastisitas. Ini artinya error model ini memiliki kesamaan variansi.
4%
4% 3% 3%
86%
1
2
3
4
6,673 X 3 0,083 X 4 0,468 X 5
(7)
Menggunakan persamaan model dilakukan pengujian residual.
awal
Uji Homoskedastistitas
Wilayah Lain
Gambar 4. Harga Beras Jawa Tengah tahun 2014
Dilihat dari gambar 4 wilayah Jawa Tengah yang mengkonkonsumsi beras terbanyak berturut-turut adalah adalah Kabupaten Blora, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Cilacap, dan Kabupaten Semarang. Perbedaan konsumsi beras 2 kali lipat terhadap wilah yang mengkonsumsi beras terendah yaitu Kabupaten Klaten. Untungnya hingga tahun 2014 produksi masih dapat menutupi jumlah konsumsi masyarakat. Analisis Regresi Analisis regresi ini mengunakan MKT dengan syarat estimasi model yang dibentuk harus memiliki sifat Best Linear Unbias Estimator (BLUE). Diantaranya yang harus dipenuhi adalah syarat residual berdistribusi normal, variansi bersifat homogen, no
364
Yˆ 540,7 0,013 X1 0,0160 X 2
Uji Autokorelasi Berdasarkan output diperoleh nilai statsitik uji Durbin-Watson sebesar 2,3683 dengan menggunkan nilai k =5 dan n=35 maka diperoleh dL=1,1601 dan dU= 1,8029. DW (2,3683) > dU (1,8029) maka dapat diasumsikan tidak terdapat unsur autokorelasi dalam residu yang dihasilkan dalam model atau dengan kata lain no autokorelasi positif antara galat yang dihasilkan pada observasi ke i dengan observasi sebelumnya (i-1). Uji Multikolinearitas Salah satu cara mendeteksi multikolinearitas melalui nilai VIF (Variance Inflation Factor) (Rosadi, 2011). Berdasarkan output yang diperoleh nilai VIF untuk masing-masing variabel adalah 1.574039 (X1), 1.405561 (X2), 2.574829 (X3), 1.350621 (X4), dan 1.176795 (X5). Seluruh variabel memiliki nilai VIF kurang dari 10. Uji Normalitas a. Hipotesis :
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
b. c. d. e.
H0 : Residual berdistribusi normal H1 : Residual tidak berdistribusi normal Tingkat signifikansi () = 0,05 Statistik uji : p-value = 0,0087 Keputusan : p-value = 0,0087 < 0,05 maka tolak H0 Kesimpulan : Dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95% dibuktikan bahwa residual tidak berdistribusi normal.
Identifikasi Outlier Identifikasi outlier menggunakan metode leverage untuk hii yang dibandingkan dengan nilai cutoff sebesar 0,286 diperoleh beberapa data yang diindikasi outlier . Data-data tersebut adalah data ke 1, 15, 26, dan 33. Analisis Regresi Robust Berdasarkan pengujian asumsi residual yang tidak berdistribusi normal dan terbukti terdapat outlier maka digunakan alat analisis lanjutan yang dapat tahan terhadap outlier . Usaha menghilangkan outlier yaitu dengan melakukan pembobotan dari estimasi-M yaitu Huber dan Tukey Bisquare. Pengestimasian menggunakan pembobot Huber dan Tukey Bisquare ini membutuhkan proses Iteratively Reweighted Least Square (IRLS). Estimasi yang dihasilkan pembobt Huber konvergen pada iterasi ke 11 dan pembobot Tukey Bisquare konvergen pada iterasi ke 22. Pada kasus pemodelan ketahanan pangan ini pembobot yang lebih baik digunakan adalah Huber karena memiliki nilai MSE lebih kecil dibandingkan nilai MSE Tukey Bisquare dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Perbandingan Nilai MSE Wight
MSE
b. c. d. e. f.
H0 : βi = 0, i=1,2,3,4,5 (model regresi tidak sesuai) H1 : setidaknya ada βi ≠ 0 (model regresi sesuai) Tingkat signifikansi () = 0,05 Titik kritis : tolak H0 jika p-value < Statistik uji : p-value = 2,2e-16 < Keputusan :tolak H0 Kesimpulan : Dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95% dibuktikan bahwa model regresi sesuai.
Uji Parsial a. Hipotesis : H0 : βi = 0, i=0,1,2,3,4,5 (parameter tidak signifikan dalam model) H1 : setidaknya ada βi ≠ 0 (parameter signifikan dalam model) b. Tingkat signifikansi () = 0,05 c. Titik kritis : tolak H0 jika p-value < d. Statistik uji dan keputusan Parameter P-value Keputusan
0 1 2 3 4 5
4.6209
Tolak H0
5.0474
Tolak H0
-0.8295
Terima H0
-0.6321
Terima H0
-0.5892
Terima H0
-14.8772
Terima H0
Kesimpulan : Dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95% dibuktikan bahwa parameter yang signifikan adalah 0, 1, dan 5.Berdasarkan hasil dari pembobot Huber diperoleh model tersebut adalah
Huber
121.444,6
Yˆ 4512,5 + 0.013X1 - 0,011X2
Bisquare Tukey
137.352,3
- 6,317X3 - 0,048X4 - 39,795X5
Goodness of Fit Uji Overall
a. Hipotesis :
(6)
5. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
365
faktor poduksi padi (X1) berpengaruh signifikan, luas panen (X2) tidak berpengaruh signifikan, produktivitas (X3) tidak berpengaruh signifikan, harga beras (X4) tidak berpengaruh signifikan, dan jumlah konsumsi (X5) tidak berpengaruh signifikan terhadap ketahanan pangan Jawa Tengah tahun 2014. Pembobot yang paling baik untuk kasus ini adalah pembobot Huber karena nilai MSE yang dimiliki lebih kecil dari pembobot Tukey Bisquare. Adapun model regresi yang didapatkan adalah seperti pada persamaan 6.
Harga Beras, dan Jumlah Konsumsi Terhadap Ketahanan Pangan di Jawa Tengah. Semarang: Universitas Diponegoro. Draper, N.R., and Smith. 1998. Applied regression Analysis, Third Edition . United States: Willey Intercience Publication. Montgomery, D.C, and Peck, E.A. 2006. Introduction to Linear Regression Analysis. New York: John Wiley & Sons Inc.
6. REFERENSI BPS. 2016. Analisis Rumah Tangga Usaha Tanaman Pangan Jawa Tengah Hasil Sensus Pertanian 2013. Semarang: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah.
Susanti, Y dan Pratiwi, H. 2012. Modelling of Soybean Production in Indonesia Using Robust Regression. Binatura. Jurnal IlmuIlmu Hayati dan Fisik, Vol. 14 no.2, Juli 2012, 148-155.
Chen, C. 2002. Robust regression and Outlier Detection with the ROBUSTREG Procedure, Paper 265-27, Statistics and Data Analysis, SUGI 27, North Caroline: SAS Institute Inc.
Rosadi, D. 2011. Analisis Ekonometrika & Runtun Waktu Terapan dengan R. Yogyakarta: Andi Offset.
Denny, A. 2010. Analisis Pengaruh Stok Beras, Luas Panen, Rata-rata Produksi,
366
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
ANALISIS PENGARUH BRAND PERSONALITY (KEPRIBADIAN MEREK) DAN SALES PROMOTION (PROMOSI PENJUALAN) TERHADAP BRAND EQUITY (EKUITAS MEREK) DAN PURCHASE DECISION (KEPUTUSAN PEMBELIAN) (Studi Kasus: Mahasiswi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Islam Indonesia) Deliana Dwi Herjanti1), Edy Widodo2) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Indonesia email:
[email protected] 2 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Indonesia email:
[email protected]
1
Abstrak Salah satu cara untuk mencapai perkembangan dan memperebutkan pangsa pasar adalah menggunakan brand (merek). Merek juga berfungsi untuk membantu konsumen mencari dan menemukan suatu produk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: pengaruh variabel brand personality, sales promotion, dan brand equity terhadap variabel purchase decision; pengaruh variabel brand personality, sales promotion terhadap variabel purchase decision melalui variabel brand equity. Sebanyak 50 orang responden pengguna produk kosmetik Wardah di Universitas Islam Indonesia Yogyakarta berpartisipasi sebagai sampel pada penelitian ini dengan menggunakan teknik purposive. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan angket. Analisis data pada penelitian ini menggunakan path analysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Brand Personality mempengaruhi Brand Equity secara positif dan signifikan; Brand personality berpengaruh positif dan signifikan terhadap sales promotion; Brand personality berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap purchase decision; Sales promotion dan purchase decision berpengaruh positif ; Brand equity dan purchase decision juga berpengaruh positif. Dengan demikian, sebaiknya perusahaan lebih memperhatikan pembentukan brand personality dengan terus melakukan inovasi produk secara terus-menerus. Perusahaan juga harus memperkuat brand equity dan kegiatan sales promotion sehingga mampu mendorong keputusan konsumen untuk membeli produk tersebut. Kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan mampu mendorong keputusan pembelian konsumen. Kata Kunci : Brand Personality, Sales Promotion, Brand Equity, Purchase Decision
1. PENDAHULUAN Salah satu cara untuk mencapai perkembangan dan memperebutkan pangsa pasar adalah menggunakan brand (merek). Merek juga berfungsi untuk membantu konsumen mencari dan menemukan suatu produk. Strategi pemasaran yang meliputi bauran pemasaran merupakan sarana yang penting untuk mempengaruhi konsumen dan meningkatkan pangsa pasar sehingga dapat meningkatkan penjualan. Salah satu dasar dalam merencanakan strategi pemasaran adalah dengan meningkatkan ekuitas merek (brand equity). Dengan semakin kuatnya
brand equity suatu produk, maka semakin kuat pula daya tarik produk untuk menarik minat konsumen. Untuk dapat bertahan dalam persaingan dengan perusahan-perusahaan yang sejenis, perusahaan harus jeli dalam mengamati perubahan pasar yang terjadi dan memperhatikan brand equity produknya, sehingga perusahaan dapat merencanakan suatu strategi pemasaran yang meliputi kombinasi dari bauran pemasaran yang tepat sesuai dengan kondisi pasar (Andarini, L., 2003) dalam (Respati, 2012). Brand personality (kepribadian merek) merupakan seperangkat karakteristik manusia yang memiliki keterkaitan dengan
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
367
merek. Brand personality menjadi suatu yang penting karena mampu menambah nilai lebih di mata konsumen bagi sebuah merek dan juga mampu mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. Selain menerapkan branding strategy dengan menghubungkan karakteristik merek dengan kepribadian konsumen, promosi merupakan salah satu cara yang dinilai ampuh untuk menarik perhatian calon pembelian. Sales promotion merupakan salah satu bagian dari bauran promosi yang dapat menarik perhatian konsumen untuk melakukan pembelian. Belch and Belch (2001) mendefinisikan sales promotion sebagai bujukan langsung yang menawarkan nilai lebih atau insentif dari sebuah produk kepada tenaga penjual, distibutor atau konsumen akhir dengan tujuan utama untuk menciptakan pembelian langsung. Merekmerek yang melakukan kegiatan sales promotion tentu akan memiliki nilai lebih tersendiri dibandingkan merek yang tidak melakukan sales promotion.
Keputusan pembelian merupakan proses evelausi yang dilakukan calon konsumen guna mengkombinaiskan pengetahuan yang dimiliki terhadap pilihan dua atau lebih produk untuk memilih salah satu diantara kedua produk tersebut (Peter and Olson, 1999). Penerapan brand personality, sales promotion dan brand equity diharapkan mampu menpengaruhi keputusan pembelian konsumen. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah (1) pengaruh variabel brand personality, sales promotion, dan brand equity terhadap variabel purchase decision (2) pengaruh variabel brand personality, sales promotion terhadap variabel purchase decision melalui variabel brand equity.
368
2. KAJIAN LITERATUR Brand Equity Brand equity adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang terkait dengan satu merek nama dan symbol yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa, baik pada perusahaan ataupun pada pelanggan (Durianto, dkk, 2001). Brand Personality Menurut Best, et al. (2007) menyatakan bahwa brand personality adalah seperangkat karakteristik manusia yang memiliki keterkaitan dengan merek. Merek dengan kepribadian cenderung lebih mengesankan dan lebih baik dibandingkan dengan merek yang tanpa personaliti, sama seperti manusia merek dapat memiliki berbagai kepribadian seperti menjadi profesional ataupun menjadi kompeten (Aaker, 2008). Berdasarkan pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa brand personality adalah sifat-sifat yang ada pada diri seseorang yang memiliki keterkaitan dengan suatu merek. Brand personality menjadi sesuatu yang penting karena mampu menambah nilai tersendiri dimata konsumen bagi sebuah merek. Sales Promotion Sales Promotion adalah salah satu bagian dari bauran promosi. Sales promotion merupakan sebuah bujukan langsung yang menawarkan nilai lebih atau insentif dari sebuah produk kepada tenaga penjual, distributor, atau konsumen akhir dengan tujuan utama untuk menciptakan pembelian langsung Belch and Belch (2001). Purchase Decision
Pengambilan keputusan oleh konsumen untuk melakukan pembelian suatu produk diawali oleh adanya kesadaran atas pemenuhan kebutuhan dan keinginan. Setelah konsumen menyadari kebutuhan dan keinginan tersebut maka konsumen akan melakukan tindak lanjut untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan tersebut (Sutisna (2002:15)).
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
MODEL HIPOTESIS Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan, maka model hipotesis untuk mengukur pengaruh brand personality dan sales promotion terhadap brand equity dan keputusan pembelian, seperti pada Gambar 1.
Gambar 2. Persamaan Struktur Berdasarkan diagram jalur pada Gambar 2, persamaan substruktural dari penelitian ini adalah: Gambar 1. Model Hipotesis 3. METODE PENELITIAN Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan angket. Sebanyak 50 orang mahasiswi pengguna produk kosmetik merek Wardah di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Islam Indonesia berpartisipasi sebagai sampel penelitian ini. Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu purposive sampling, di mana dalam pengambilan sampel menggunakan pertimbangan tertentu dan dengan tujuan tertentu. Kriteria responden yang digunakan adalah mahasiswi aktif Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Islam Indonesia dan menggunakan produk kosmetik X. Uji validitas dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi Pearson Product Moment dan uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan rumus Cronbach Alpha . Keseluruhan item dalam penelitian ini telah valid dan reliabel. Path analysis digunakan sebagai teknik analisis data. Adapun diagram jalur dalam penelitian ini dijelaskan pada Gambar 2.
1. Persamaan substruktural 1 2. Persamaan substruktural 2
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian hipotesis ini menggunakan analisis jalur (path analysis) dengan α = 5%. Tabel 1 menunjukkan keseluruhan hasil analisis jalur. Tabel 1. Hasil Analisis Jalur Variabel Eksogen
Variabel Endogen
β
thitung
Sig.
Ket
0,235
2,574
0,013
Sig
X2
0,530
5,037
0,000
Sig.
X1
-0,140
-0,842
0,404
X1 Y1
Tdk Sig. Y2 X2
Tdk 0,154
0,684
0,498 Sig.
Y1
0,756
3,310
0,002
Sig.
Pengaruh Tidak Langsung/indirect effect (IE) 1. Pengaruh Tidak Langsung Brand Personality Terhadap Purchase Decision melalui Brand Equity IE = (PY1X1) x (PY2Y1)
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
369
= 0,235 x 0,756 = 0,17766 Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa pengaruh tidak langsung brand personality terhadap purchase decision melalui brand equity sebesar 0,17766. Hal tersebut menyatakan bahwa variabel brand equity (Y1) berperan sebagai perantara hubungan brand personality (X1) terhadap purchase decision (Y2). 2. Pengaruh Tidak Langsung Sales Promotion Terhadap Purchase Decision melalui Brand Equity IE = (PY1X2) x (PY2Y1) = 0,530 x 0,756 = 0,40068 Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa pengaruh tidak langsung sales promotion terhadap purchase decision melalui brand equity sebesar 0,40068. Hal tersebut menyatakan bahwa variabel brand equity (Y1) berperan sebagai perantara hubungan sales promotion (X2) terhadap purchase decision (Y2). Pengaruh Total/total effect (TE) 1. Pengaruh Total Brand Personality terhadap Purchase Decision melalui Brand Equity TE = (PY1X1) + (PY2Y1) = 0,235 + 0,756 = 0,991 Pengaruh total variabel brand personality terhadap purchase decision melalui brand equity sebesar 0,991. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh total lebih besar daripada pengaruh langsung. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa brand equity diperlukan untuk memperkuat hubungan variabel brand personality dengan purchase decision. 2. Pengaruh Total Sales Promotion Terhadap Purchase Decision melalui Brand Equity TE = (PY1X2) + (PY2Y1) = 0,530 + 0,756 = 1,286. Pengaruh total variabel sales promotion terhadap purchase decision
370
melalui brand equity sebesar 1,286. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh total lebih besar daripada pengaruh langsung. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa brand equity diperlukan untuk memperkuat hubungan variabel sales promotion dengan purchase decision. Ketepatan Model R2 = 1- (1-R21) (1-R22) = 1 – (1- 0,871) (1-0,616) = 1 – (0,129) (0,384) = 1- (0,049536) = 0,9505 atau 95,05% Berdasarkan hasil perhitungan ketepatan model diperoleh hasil sebesar 95,05%, yang berarti bahwa kontribusi model keempat variabel pada penelitian ini sebesar 63,2%. Ringakasan hasil perhitungan pengaruh tidak langsung, pengaruh total, dan ketepatan model pada penelitian ini dijelaskan pada Tabel 2. Tabel 2. Rekapitulasi Pengaruh Tidak Langsung, Pengaruh Total, dan Ketepatan Model Hubungan Antar Variabel
Pengaruh Variabel Perantara
X1 terhadap Y2
Tidak Langsung
Total
0,17766
0,991
0,40068
1,286
Y1 X2 terhadap Y2
PEMBAHASAN 1. Pengaruh Brand Personality terhadap Brand Equity
Berdasarkan analisis jalur, diketahui bahwa brand personality berpengaruh positif dan signifikan terhadap brand equity dengan nilai koefisien jalur (β) sebesar 0,235 dan probabilitas sebesar 0,013 (p<0,05). Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa brand personality merupakan salah satu komponen pembentuk brand image yang dapat membangun brad equity. 2. Pengaruh Sales Promotion terhadap Brand Equity
Berdasarkan hasil analisis jalur diketahui bahwa sales promotion berpengaruh positif dan signifikan terhadap brand equity
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
dengan nilai koefisien jalur (β) sebesar 0,530 dengan probabilitas sebesar 0,000 (p<0,05). Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa sales promotion merupakan cara untuk mendorong penjualan suatu produk atau jasa. Sales promotion merupakan cara perusahaan untuk menciptakan nilai yang baik terhadap suatu merek yang dijual agar konsumen selalu mengingat merek tersebut sehingga dapat meningkatkan ekuitasnya. 3. Pengaruh Brand Personality terhadap Purchase Decision
Berdasarkan hasil analisis jalur diketahui bahwa brand personality memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap variabel purchase decision yang ditunjukkan oleh nilai koefisien jalur (β) sebesar -0,140 dengan probabilitas sebsar 0,404 (p>0,05). Hubungan antar kedua variabel negatif dimana semakin baik brand personality maka tidak akan meningkatkan pertimbangan responden untuk melakukan pembelian. 4. Pengaruh Sales Promotion terhadap Purchase Decision
Hasil analisis jalur menerangkan bahwa variabel sales promotion memiliki pengaruh yang positif tetapi tidak signifikan terhadap variabel purchase decision yang ditunjukkan oleh nilai koefisien jalur (β) sebesar 0,154 dengan probabilitas 0,498 (p>0,05). 5. Pengaruh Brand Equity terhadap Purchase Decision
Berdasarkan hasil dari analisis jalur, menerangkan bahwa variabel brand equity berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel purchase decision yang ditunjukkan oleh koefisien jalur (β) sebesar 0,756 dengan probabilitas 0,002 (p<0,05). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa indikator kesadaran merek, asosiasi merek, dan loyalitas merek mampu mendukung purchase decision. 6. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Brand Personality berpengaruh positif dan signifikan terhadap brand equity. Hal ini
menunjukkan bahwa indikator pembentuk brand personality mampu membangun ekuitas yang baik dari sebuah merek. 2. Sales Promotion berpengaruh positif dan signifikan terhadap brand equity. Hal tersebut menunjukkan bahwa indikatorindikator pembentuk sales promotion sepertipotongan harga, diskon member, event, dan promosi produk yang dilakukan oleh kosmetik merek X mampu mendukung penciptaan brand equity. 3. Brand personality berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap variabel purchase decision . Hal ini mengatakan bahwa pengenalan produk, kepopuleran produk, manfaat, kemudahan, dan kefamiliaran produk tidak mampu mendorong keputusan seseorang untuk membeli. 4. Sales promotion dan purchase decision berpengaruh positif walaupun tidak signifikan. Artinya, indikator-indikator pada sales promotion mampu mendorong keputusan seorang konsumen untuk melakukan pembelian. 5. Brand Equity dan purchase decision berpengaruh positif sehingga indikator pembentuk brand equity seperti kesadaran merek, asosiasi merek, dan loyalitas merek mampu mendorong keputusan seseorang konsumen untuk melakukan pembelian. Saran Berdasarkan hasil penelitian tersebut aka diberikan beberapa saran untuk melengkapi hasil penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Kosmetik merek X sebaiknya lebih memperhatikan pembentukan brand personality dengan cara terus melakukan inovasi dengan meningkatkan kualitas produknya. Dengan cara tersebut dapat menjadikan kosmetik merek X sebagai merek kosmetik unggulan di kalangan konsumen jika dibandingkan dengan merek kosmetik lainnya. 2. Kosmetik merek X sebaiknya lebih meningkatkan kegiatan brand personality seperti menambah manfaat pada produk tersebut dan memberikan kemudahan pemakaian pada produk tersebut, mengingat kegiatan brand personality yang dilakukan kosmetik merek X terbukti
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
371
berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen. 3. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan objek penelitian yang berbeda dengan ruang lingkup populasi yang lebih luas dan sampel yang lebih banyak sehingga dapat memberikan hasil yang lebih baik dan memuaskan. 7. REFERENSI Aaker, David A. 2008. Strategic market management. New York : John Wiley & Sons Inc. Basid, C. A., Hasiholan, L. B., dan Haryono, A. T. 2013. Pengaruh Citra Merek, Sikap Merek dan Kesadaran Merek Terhadap Ekuitas Merek Susu Frisian Flag (Studi Kasus di Kecamatan Tembalang Semarang). Jurnal, Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Pandanaran Semarang. Belch, G. E. dan Michael, A. B. 2001. Advertising and Promotion: An Integrated Marketing Communications Perspective. Fifth Edition. Boston: Mc Graw-Hill. Best, R. J., Del, L. H., and David, L. M. 2007. Consumer Behavior: Building Marketing Strategy. 10th Edition. Boston: Mc GrawHill. Boyd, H. W., Jean, C. L., and Orville, C. W. 2000. Manajemen Pemasaran: Suatu Pendekatan Strategis dengan Orientasi Global. Edisi Dua. Dialihbahasakan oleh Imam Nurmawan. Jakarta: Erlangga. Durianto, D., Sugiarto, dan Sitinjak, T. 2001. Strategi Menaklukkan Pasar Melalui Riset Pasar Ekuitas dan Perilaku Merek. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum. Lestari, P., Fatoni, A., dan Budi, L. 2013. Pengaruh Pesan Iklan, Tema Iklan, Musik dan Bintang Iklan Terhadap Brand Image, dengan Interventing Loyalitas Konsumen
372
Sabun Mandi Gendawang.
Lux
di
Kelurahan
Nurulaini, N. 2010. Analisa Brand Equity Rumah Sakit Islam Jakarta Menurut Persepsi Pelanggan Rawat Jalan di Empat Layanan Dasar pada Tahun 2010 . Tesis, Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Jakarta. Permana, A. 2015. Pengaruh Brand Image Terhadap Loyalitas Konsumen Rokok Merek Trubus Alami di Kota Malang . Jurnal, Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. Malang. Peter, J. P. dan Jerry, C. O. 1999. Consumen Behaviour: Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran . Edisi Keempat. Dialihbahasakan oleh Damos Sihombing. Jakarta: Erlangga. Rangkuti, F. 2004. The Power of Brands Teknik Mengelola Brand Equity dan Strategi Pengembangan Merek Plus Analisis Kasus dengan SPSS. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum. Respati, P. 2012. Analisis Brand Equity Facial Foam Khusus Pria dan Perilaku Konsumen Produk (Studi Kasus: Mahasiswa Fakultas Hukum dan Tegnologi Industri Universitas Islam Indonesia Yogyakarta). Tugas Akhir Mahasiswa Jurusan Statistika MIPA UII. Yogyakarta. Santoso, D. dan Najib, M. 2015. Brand Equity Susucair Uht dan Pengaruhnya pada Purchase Intention. Jurnal Manajemen dan Agribisnis, Vol. 12, No. (1), http://journal.ipb.ac.id/index.php/jmagr. Diunduh Tanggal 05 November 2015, Pukul 09:47 WIB. Sarwono, J. 2007. Analisis Jalur untuk Riset Bisnis dengan SPSS. Yogyakarta: ANDI
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Setyaningrum, N., Djoko, H. W., dan Wijayanto, A. 2013. Pengaruh Kualitas Produk, Citra Merek dan Promosi Penjualan dalam Pengambilan Keputusan Pembelian Produk Mie Sedaap (Studi Kasus pada Konsumen Mie Sedaap di Kecamatan Tembalang). Journal Of Social and Politic, Hal: 1-10, http://ejournals1.undip.ac.id/index.php. Diunduh Tanggal 30 Maret 2016, Pukul 16:15 WIB. Singarimbun dan Masri. 1995. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES.
Suprapti, L. 2010. Analisis Pengaruh Brand Awareness, Perceived Value, Organizational Association dan Perceived Quality Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen (Studi pada Pemilik Sepeda Motor Yamaha Mio CW di Harpindo Semarang). Skripsi, Mahasiswi Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Semarang. Widarjono, A. 2010. Analisis Statistika Multivariat Terapan. Edisi Pertama. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Suhitasari, W. D. 2013. Analisis Brand Brand Equity Klinik Kecantikan dan Perilaku Konsumen Produk (Studi Kasus: Mahasiswi Fakultas Ekonomi, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Fakultas Teknologi Industri, dan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Islam Indonesia). Tugas Akhir Mahasiswa Jurusan Statistika MIPA UII. Yogyakarta.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016
373
MAKALAH PENDAMPING BIDANG PENDIDIKAN MATEMATIKA
374
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
STUDI KASUS: KEYAKINAN GURU (TEACHER’S BELIEF) MATEMATIKA TERHADAP PROSES PEMBELAJARAN MATEMATIKA Abdillah_Rachman1), Pika_Merliza2) PPs Matematika,Universitas Negeri Yogyakarta email:
[email protected] 2 PPs Matematika Universitas Negeri Yogyakarta email:
[email protected] 1
Abstrack Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keyakinan dua orang guru selama proses pembelajaran matematika. Jenis Penelitian berupa penelitian deskriptif kualitatif dengan design penelitian studi kasus. Teknik pengambilan subyek penelitian yaitu purposeful sampling, sehingga terdapat dua orang guru matematika dari sekolah menengah kejuruan (SMK) yang berbeda menjadi subyek dalam penelitian ini. Instrumen penelitian yang digunakan diadopsi dari kuesioner hasil terjemahan NCTM tentang teaching and learning belief survey. Untuk mendukung hasil yang diperoleh dari kueosioner, peneliti menggunakan metode wawancara dalam pengumpulan data. Hasil studi kasus yang dilakukan peneliti menunjukkan bahwa pengalaman dan pelatihan yang diperoleh seorang guru dapat mempengaruhi keyakinan guru terkait proses pembelajaran matematika disekolah. Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu hasil penelitian yang diperoleh tidak dapat digeneralisasikan sehingga hanya dapat mengukur keyakinan dua orang guru yang menjadi subjek dalam penelitian ini saja. Kata Kunci: Keyakinan guru (Teacher’s Belief), pembelajaran matematika, studi kasus 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Kita sering menganggap bahwasanya yang berperan penting dalam pembelajaran yaitu proses dalam pembelajaran. Proses dalam pembelajaran bisa terdiri dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), media pembelajaran, materi pembelajaran dan subjek pembelajaran. Sehingga, ketika semua itu terpenuhi bisa dipastikan proses pembelajaran berjalan lancar. Tetapi itu tidak semudah yang kita bayangkan. Ternyata kebanyakan dari mereka telah memiliki jam terbang yang tinggi dalam hal pengajaran. Kebanyakan mereka mengajar minimal tiga tahun. Pengalaman yang sudah terlihat dari minimal mengajar mereka, menimbulkan keyakinan yang tinggi dalam diri mereka. Dari sinilah timbul pertanyaan dalam diri peneliti, bagaimana jika mereka yang
memiliki pengalaman kurang dari tiga tahun? Apakah keyakinan dalam dirinya telah terbentuk? Tujuan Ingin mengetahui bahwasanya keyakinan guru dipengaruhi oleh pengalaman dan pelatihan. Hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan karena hanya dapat mengukur keyakinan dua orang guru yang menjadi subjek dalam penelitian ini saja. 2. KAJIAN LITERATUR DAN PEGEMBANGAN HIPOTESIS (JIKA ADA) Pengetahuan Berdasarkan perspektif etismologis tradisonal, salah satu cirri pengetahuan adalah adanya kesepakatan umum tentang prosedur pengevaluasian dan penetapan
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, 28 Mei 2016
375
kesahihan pengetahuan tersebut, pengetahuan harus memenuhi criteria yang meliputi aturan-aturan dari fakta-fakta ((Thompson (1992) dalam Pepin,h.2)) Menurut Phillip (n,d) bahwa pengetahuan adalah keyakinan yang dianut dengan pasti atau keyakinan yang benar dibenarkan. Pengertian pengetahuan untuk satu orang mungkin menjadi kenyakinan bagi yang lain, tergantung pada atau salah satu memegang konsepsi sebagai pertanyaan yang terlalu sulit Keyakinan Keyakinan seringkali disandarkan atau dijustifikasi atas penalaran yang belum tentu memenuhi criteria yang meliputi aturanaturan dari fakta-fakta. Jadi kenyakinan dicirikan oleh tidak adanya kesepakatan bagaimana hal itu dievakuasi atau dijustifikasi ((Thompson (1992),dalam Pepin, h 2)) Menurut Phillip (n,d) yang dimaksud dengan keyakinan adalah secara mental terdapat suatu pemahaman, pemikiran dasar, atau proposisi tentang dunia yang dianggap benar. Keyakinan lebih bersifat kognitif dan lebih sulit dirubah dibandingkan dengan merubah sikap. Keyakinan seperti pengetahuan dapat diadakan dengan berbagai tingkat keyakinan dan tidak berdasarkan kesepakata. Keyakinan lebih kognitif dari emosi dan sikap. Menurut Ernest (1989) pengetahuan itu penting, tapi pengetahuan sendiri tidak cukup menggambarkan perbedaan antara guru-guru matematika. Dua guru matematika dapat memiliki pengetahuan yang sama, tetapi guru yang satu mengajarkan matematika dengan berorientasi pada problem solving, guru yang lainnya lebih pada pendekatan
376
didactic. Oleh karena itu, ditujukan pada keyakinan.
penekanan
3. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan design penelitian studi kasus. Teknik pengambilan subjek penelitian yaitu purposeful sampling sehingga terdapat dua orang guru matematika dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang berbeda untuk menjadi subjek dalam penelitian ini. Satu orang guru merupakan guru yang berpengalaman mengajar di SMK sedangkan guru yang satu lagi merupakan guru pemula, yang baru mengajar di SMK. Instrument penelitian yang digunakan diadopsi dari kuesioner hasil terjemahan NCTM tentang teaching and learning belief survey. Teknik pengumpulan data diperoleh dari kuesioner, dalam hal ini menggunakan metode wawancara. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Bagian ini menyajikan hasil penelitian. Hasil penelitian dapat dilengkapi dengan tabel, grafik (gambar), dan/atau bagan. Bagian pembahasan memaparkan hasil pengolahan data, menginterpretasikan penemuan secara logis, mengaitkan dengan sumber rujukan yang relevan. [Times New Roman, 11, normal]. Guru pertama yang telah berpengalaman mengajar matematika di SMK berpendapat bahwa murid terlibat aktif dalam menyelesaikan permasalahan matematika dengan berbagai prosedur dan strategi yang bervariasi, solusi yang tepat, membuat keterhubungan antara pengetahuan sebelumnya dan pemahaman. Ketika diberikan prosedur/informasi seperti buku K13, sang guru menggunakan buku tersebut dengan berbagai cara Guru kedua yang baru mengajar setahun di SMK mengatakan bahwa murid membutuhkan strategi dan penndekatan untuk
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
menyelesaikan permasalahan matematika. Hal ini termasuk metode umum, aturan dan prosedur standar yang tidak dibatasi oleh guru. Ketika diberikan prosedur/informasi seperti buku K-13, prakteknya mengalami kesulitan. Waktu dan materi jika tidak dibatasi maka akan lama. Dibawah ini merupakan panduan yang digunakan untuk wawancara dengan kedua guru yang berbeda pengalaman.
5. KESIMPULAN Pada dasarnya keyakinan guru dipenagaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman. Hal ini ditunjukkan dengan pengalaman guru yang telah mengajar lebih dari setahun, dia lebih bisa memberikan sebuah menguasai materi dan kelas karena telah tertanam keyakinan dalam dirinya. 6. REFERENSI Beswick, Kim. (2011). Teachers‟ beliefs about school mathematic and mathematicians‟ mathematic and their relationship to practice. Journal Education Study Mathematics. Ernest, P. (1989). The impact of beliefs on the teaching of mathematics. Diakses tanggal 11 November 2015 dari: http://www.people.ex.ac.uk/PErnest/impact.ht m Maass, Katja. (2011). How can teachers‟ belief affect their professional development? Journal of ZDM Mathematic Education, 43, 573-586. Pepin, Birgit. (n.d.). epistemologies, beliefs and conceptions of mathematics teaching and learning: the teory, and what is manifested in mathematic teachers‟ work in England, France and Germany. Walton Hall: Center for Research and Development in Teacher Education
Table klasifikasi
Klasifikasi
Butir pernyataan
Instrumentalis/mekanistik/a bsolutis
1,2,7,10,11,12
Problem solving/realistic/falibilis
3,4,5,6,8,9
Philip, R. A. (n.d.). Mathematics teachers‟ belief and affect. Diakses tanggal 11 November 2015 dari http://www.sci.sdsu.edu/CRSME/STEP/docu ments/R.Philipp,Beliefs%26Affect.pdf
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, 28 Mei 2016
377
INTERNALISASI NILAI-NILAI BERPIKIR MATEMATIS DALAM MENINGKATKAN SUMBER DAYA MANUSIA DI ERA MASYARKAT EKONOMI ASEAN (MEA) Mintarjo1, Abdullah Sugeng Triyuwono2 1 SMK Negeri 2 Gedangsari Gunungkidul e-Mail :
[email protected] 2 SMK Negeri 2 Gedangsari Gunungkidul e-Mail :
[email protected]
Abstrak MEA telah diberlakukan. Persaingan dalam mencari pekerjaan akan semakin ketat. SDM Indonesia belum sepenuhnya siap. Calon tenaga kerja Indonesia perlu dididik dan dilatih, agar memiliki kompetensi yang dibutuhkan di era MEA. Salah satunya, calon-calon tenaga kerja Indonesia harus memiliki kemampuan menyelesaikan berbagai permasalahan yang harus dihadapi secara cerdas. Pendidikan matematika sebagai ilmu dasar, diperlukan, agar calaon tenaga kerja indonesia terasah dan terlatih menyelesaikan masalah dengan banyak berlatih menyelesaikan permasalahan-permasalahan matematika dengan teliti, cermat, tidak ceroboh, dan sabar. Internalisasi nilai-nilai berpikir matematis diperlukan untuk meningkatkan kualitas SDM karena dengan belajar matematika sesorang akan memiliki banyak kompetensi yang dibutuhkan dalam kehidupan nyata dan berpotensi dapat membentuk seseorang memiliki pola pikir atau cara berpikir matematika yaitu sitematis dan deduktif. Agar internalisasi nilai-nilai berpikir matematis dapat diimplemntasikan dalam kehidupan nyata, yang pada gilirannya meningkatkan kwalitas SDM, maka dalam pembelajaran matematika guru harus berusaha sedapat mungkin materi matematika yang dipelajari dikaitkan dengan lingkungan yang paling dekat dengan siswa. Kata Kunci : Internalisasi, Nilai-nilai berpikir matematis, SDM, MEA
A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Mulai 1 Januari 2016, Masyarakat Ekonomi ASEAN(MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC) mulai diberlakukan termasuk di Indonesia. Dengan diberlakukannya MEA, SDM di seluruh negara-negara anggota ASEAN dituntut untuk mampu bersaing, bukan hanya dengan sesama warga negara dalam satu negara, akan tetapi juga dengan warga negara lain anggota ASEAN. Tentu saja termasuk Indonesia. Namun, jika dibandingkan dengan beberapa negara anggota ASEAN lainnya, Indonesia belum siap menghadapi MEA dari sisi kualitas sumber daya manusia (SDM). Institute of Management Development (IMD) yang merupakan lembaga pendidikan bisnis terkemuka di Swiss melaporkan hasil penelitiannya berjudul IMD World Talent Report 2015. Dari 61 negara di dunia yang di survei,
378
dinyatakan bahwa peringkat Indonesia turun 16 peringkat dari peringkat ke-25 pada tahun 2014 menjadi peringkat ke-41 pada tahun 2015. Posisi Indonesia berada jauh di bawah posisi negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, bahkan Thailand. Kesiapan sumber daya manusia merupakan hal yang paling dominan menyumbang angka penurunan peringkat tenaga terampil Indonesia di tahun 2015. Pada tahun 2014, Indonesia masih menduduki peringkat ke-37 untuk faktor ini. Di tahun 2015, peringkat kesiapan tenaga kerja Indonesia melorot ke peringkat 42. Berikut ini adalah peringkat kesiapan tenaga kerja dari 61 negara yang disurvei oleh IMD:
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Sumber : www.imd.org Faktor kesiapan tenaga kerja Indonesia masih kurang bersaing dari negara lain di tahun 2015. Diantara negara-negara ASEAN, tingkat daya saing Indonesia berada di urutan keenam, sedangkan kualitas SDM dan ketenagakerjaan Indonesia menempati peringkat kelima. Tentu saja bukan hal yang menggembirakan dan membanggakan, mengingat Indonesia merupakan negara terbesar di kawasan Asia Tenggara.Karena itu, Indonesia harus mempersiapkan diri dengan serius untuk menghadapi pasar bebas itu.Saat ini, jumlah penduduk Indonesia setengah dari total penduduk di negara-negara ASEAN. Menurut menteri perindustrian Kabinet Indonesia Bersatu II Muhammad Sulaeman Hidayat, hal tersebut bisa membuat perhatian negara-negara ASEAN tertuju pada market di Indonesia. Walaupun sudah memasuki era baru sebuah perdagangan antar negara Asean namun ternyata cukup banyak masyarakat tanah air yang belum mengerti apa itu MEA. Peneliti Ekonomi bidang Ekonomi Internasional Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Pangky Tri Febiyansyah, mengungkapkan bahwa melalui penelitian 30% masyarakat tanah air belum paham arti MEA.
MEA atau AEC adalah bentuk kerjasama khususnya dalam bidang ekonomi antar anggota negara-negara ASEAN yang terdiri dari Brunei Darusalam, Filipina, Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Melalui MEA yang diawali tahun 2016 terjadi pemberlakuan perdagangan bebas di kawasan ASEAN. Sebuah integrasi ekonomi ASEAN dalam menghadapi perdagangan bebas antar negara-negara ASEAN. MEA dirancang untuk mewujudkan Wawasan ASEAN 2020. Jelas dengan diberlakukannya MEA atau AEC mulai tahun 2016 ini persaingan usaha akan semakin sengit, terutama dalam bidang barang dan jasa atau usaha dan tenaga kerja. Beberapa persyaratan umum harus dimiliki sebuah negara supaya produk barang dan jasa bisa bersaing antara negara ASEAN yakni negara-negara ASEAN haruslah mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang trampil, cerdas, dan kompetitif.Misalnya saja dari sisi sektor ketenagakerjaan. Jika para pekerja profesional tidak bersiap dengan baik mereka akan kalah bersaing dengan tenaga kerja dari negara serumpun yang masuk dalam MEA.Sehingga ada masalah yang harus dihadapi pemerintah saat ajang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) berlaku terkait dengan ketenagakerjaan.Masalah tersebut adalah meningkatnya pengangguran, bahkan dari kalangan terdidik, dikarenakan tidak mampu bersaing dengan tenaga kerja asing. Terutama profesi-profesi yang dibebaskan keluar masuk negara negara ASEAN. Ada delapan profesi yang dibuka (free of skill labour ) saat MEA mulai bergulir yaitu insinyur, arsitek, perawat, tenaga survei, tenaga pariwisata, praktisi medis, dokter gigi, dan akuntan. Dalam rangka mempersiapkan tenaga terampil yang mampu menyelesaikan berbagai permasalahan yang mana sangat dibutuhkan di era MEA, matematika semakin diperlukan. Bidang pengembangan keilmuan, saat ini kita jumpai perpaduan pelbagai macam ilmu dengan matematika, seperti Matematika
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, 28 Mei 2016
379
Ekonomi, Matematika Fisika, Psikometri, Matematika Statistik, Statistika Pendidikan, Statistika Komunikasi dan Bisnis, dan lainnya. Tapi, yang perlu digarisbawahi, dalam hal yang demikian, tentunya matematika tidak bekerja sendirian. Matematika tetap berdampingan dengan disiplin keilmuan lainnya. Dalam realitanya, matematika bisa saja menjelma pada bidang ilmu lain, seperti akuntansi dan geografi. Kalau dalam “ilmu agama” kita mengenal ilmu falaq, ilmu faraidh. Kesemuanya itu melibatkan matematika. Dalam dunia kerja, matematika telah dipandang sebagai alat penyaring (seleksi) bagi orang untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik dengan gaji yang lebih tinggi. Kalau kita menengok beberapa kegiatan dalam kehidupan sehari-hari, juga tidak sedikit yang melibatkan penggunaan matematika atau proses berpikir matematis, misalnya melakukan jual-beli, mengukur luas tanah pekarangan, areal sawah, menimbang beras dan gula, menghitung pengeluaran kebutuhan rumah tangga, menghitung biaya pembayaran rekening listrik dan PDAM, membayar hutang, dan sebagainya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa matematika merupakan salah satu kekuatan utama pembentuk SDM yang berkualitas. Oleh karena itu internalisasi nilai-nilai berpikir matematika penting bagi siswa dan mahasiswa untuk hidup, belajar, dan bekerja di era MEA. 2. Tujuan Mempersiapkan SDM Indonesia agar sanggup bersaing dengan SDM negaranegara lain di kawasan Asia Tenggara di era MEA dengan penghayatan nilai-nilai berpikir matematis. 3. Rumusan Masalah Berdasrkan latar belakang yang telah diuraikan, dapat diperoleh rumusan masalah sebagai berikut : Mengapa internalisasi nilai-nilai berpikir matematis dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) di era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) ?
380
B. LANDASANTEORI 1. Pengertian Internalisasi Berbicara mengenai internalisasi, setiap manusia telah mengalami internalisasi sejak lahir sampai sekarang ini. Internalisasi tersebut diperoleh melalui sebuah komunikasi yang terjadi dalam bentuk sosialisasi dan pendidikan. Dalam melakukan proses internalisasi nilai-nilai budaya ikut ditanamkan yang tujuannya setelah manusia mengerti nilainilai tersebut maka akan dibentuk menjadi sebuah kepribadian. Adapun definisi dari internalisasi dapat diketahui sebagai berikut. a. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, internalisasi adalah penghayatan terhadap suatu ajaran, doktrin, atau nilai sehingga merupakan keyakinan dan kesadaran akan kebenaran doktrin atau nilai yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku. b. Internalisasi (internalization) diartikan sebagai penggabungan atau penyatuan sikap, standar tingkah laku, pendapat, dan seterusnya di dalam kepribadian (Chaplin, 2005: 256) c. Reber,sebagaimana dikutip Mulyana (2004:21) mengartikan internalisasi sebagai menyatunya nilai dalam diri seseorang, atau dalam bahasa psikologi merupakan penyesuaian keyakinan, nilai, sikap, praktik dan aturan – aturan baku pada diri seseorang. Pengertian ini mengisyaratkan bahwa pemahaman nilai yang diperoleh harus dapat dipraktikkan dan berimplikasi pada sikap. Internalisasi ini akan bersifat permanen dalam diri seseorang. d. Ihsan (1997:155) memaknai internalisasi sebagai upaya yang dilakukan untuk memasukkan nilai – nilai kedalam jiwa sehingga menjadi miliknya. Dari pengertian-pengertian internalisasi di atas, dapat disimpulkan bahwa internalisasi adalah proses penghayatan atau penanaman nilai kedalam jiwa seseorang sehingga nilai tersebut tercermin pada sikap dan prilaku yang ditampakkan dalam kehidupan
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
sehari – hari (menyatu dengan pribadi). Nilai-nilai yang diinternalisasikan merupakan nilai yang sesuai dengan norma dan aturan-aturan yang berlaku di masyarakat. Proses internalisasi merupakan proses penghayatan yang berlangsung sepanjang hidup individu mulai saat dilahirkan hingga akhir hayatnya. Dalam sepanjang hidupnya, seseorang terus belajar mengolah segala perasaan, hasrat, nafsu, dan emosi yang kemudian membentuk kepribadian. Melalui hubungan sosial yang terjalin antara individu dan kelompok, proses internalisasi terjadi pada diri seseorang. Proses internalisasi pada dasarnya tidak hanya monoton didapat dari keluarga, melainkan dapat didapat dari lingkungan. Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan sosial. Secara tidak sadar etiap individu telah dipengaruhi oleh berbagai tokoh masyarakat, seperti Pejabat, Guru, Kyai, dan lain-lain. Dari situlah individu dapat memetik beberapa hal yang didapatkan dari mereka yang kemudian menjadikannya sebagai sebuah kepribadian dan kebudayaan. Kepribadian sendiri artinya adalah suatu gaya perilaku yang menetap dan secara khas dapat dikenali pada setiap individu. Sedangkan Karakter adalah budi pekerti yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action).Proses internalisasi berpangkal dari hasrat-hasrat biologis dan bakat-bakat naluri yang sudah ada dari warisan dalam organisme tiap individu yang dilahirkan. 2. Karakteristik Matematika Menurut Husnul Khatimah(2013:2) karakteristik umum matematika adalah sebagai berikut : a. Objek yang dipelajari abstrak. Sebagian besar yang dipelajari dalam matematika adalah angka atau bilangan yang secara nyata tidak ada atau merupakan hasil pemikiran otak manusia. b. Kebenaranya berdasarkan logika.
Kebenaran dalam matematika adalah kebenaran secara logika bukan empiris. Artinya kebenarannya tidak dapat dibuktikan melalui ekserimen seperti dalam ilmu fisika atau biologi. Contohnya nilai √-2 tidak dapat dibuktikan dengan kalkulator, tetapi secara logika ada jawabannya sehingga bilangan tersebut dinamakan bilangan imajiner (khayal). c. Pembelajarannya secara bertingkat dan kontinu. Pemberian atau penyajian materi matematika disesuaikan dengan tingkatan pendidikan dan dilakukan secara terus-menerus. Artinya dalam mempelajari matematika harus secara berulang melalui latihan-latihan soal. d. Ada keterkaitan antara materi yang satu dengan yang lainnya. Materi yang akan dipelajari harus memenuhi atau menguasai materi sebelumnya. Contohnya ketika akan mempelajari tentang volume atau isi suatu bangun ruang maka harus menguasai tentang materi luas dan keliling bidang datar. e. Menggunakan bahasa simbol. Dalam matematika penyampaian materi menggunakan simbol-simbol yang telah disepakati dan dipahami secara umum. Misalnya penjumlahan menggunakan simbol “+” sehingga tidak terjadi dualisme jawaban. f. Memiliki Simbol Yang Kosong Dari Arti Secara umum, model/simbol matematika sesungguhnya kosong dari arti. Ia akan bermakna sesuatu bila kita mengaitkannya dengan konteks tertentu. Secara umum, hal ini pula yang membedakan symbol matematika dengan symbol bukan matematika. Kosongnya arti dari model-model
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, 28 Mei 2016
381
matematika itu merupakan kekuatan matematika yang dengan sifat tersebut ia bisa masuk pada berbagai macam bidang kehidupan dari masalah teknis, ekonomi, hingga ke bidang psikologi. g. Memperhatika semesta pembicaraan. Sehubungan dengan penjelasan tentang kosongnya arti dari simbolsimbol dan tanda-tanda dalam matematika diatas, menunjukkan dengan jelas bahwa dalam memggunakan matematika diperlukan kejelasan dalam lingkup apa model itu dipakai. Bila lingkup pembicaraanya adalah bilangan, maka simbol-simbol diartikan bilangan. Bila lingkup pembicaraanya transformasi, maka simbol-simbol itu diartikan suatu transformasi. Lingkup pembicaraan itulah yang disebut dengan semesta pembicaraan. Benar atau salahnya ataupun ada tidaknya penyelesaian suatu model matematika sangat ditentukan oleh semesta pembicaraannya.
C. PEMBAHSAN 1. Nilai-nilai berpikir matematis Di dalam matematika, ada nilai-nilai yang mana seseorang secara sadar akan menerima karena berdasarkan olah pikir dan penalaran yang dimiliki oleh manusia. Nilai-nilai yang ada pada matematika antara lain : a. Kesepakatan Salah satu ciri matematika adalah mendasarkan pada kesepakatan. Sebagai contoh bila ada kalimat terbuka, 2 x 1 + 10. “Mana dulu yang dikerjakan? 2 x 1 baru ditambah 10? atau 1 + 10 baru dikalikan 2? Karena hasilnya akan beda. Nah di situlah berlaku kesepakatan. Seperti pernyataan 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = 4 x 6, ini adalah pernyataan yang bernilai salah. Karena berdasarkan kesepakatan konsep dasar perkalian, bahwa 4 + 4 +
382
4 + 4 + 4 + 4 adalah enam kali empatan atau 6 x 4 dan bukan 4 x 6. b. Konsisten (taat azas) Dalam suatu sistem matematika berlaku hukum konsistensi, artinya tidak boleh terjadi kontradiksi di dalamnya. Konsistensi ini mencakup dalam hal makna maupun nilai kebenarannya. Contoh: Bila kita mendefinisikan konsep trapesium sebagai ‟segiempat yang tepat sepasang sisinya sejajar‟ maka kita tidak boleh menyatakan bahwa jajaran genjang termasuk trapesium. Mengapa? Karena jajaran genjang mempunyai dua pasang sisi sejajar. 2. PerlunyaPendidikanMatematika a. Mengapa Belajar Matematika? Mungkin kita pernah bertanya, mengapa kita musti belajar matematika? Dari mulai kita kecil, SD, SMP, SMA, bahkan kuliah pun matematika seolah-olah menjadi mata pelajaran yang wajib. Bahkan saat ujian nasional pun matematika termasuk mata pelajaran yang diujikan. Kadang malah kita berpikir apa ya manfaatnya belajar matematika? Apakah ada hubungan belajar matematika dalam kehidupan nyata? Terus belajar integral, differensial, aljabar linier, fungsi kompleks, logaritma dan lain-lain, apakah memberikan pengaruh bagi kehidupan kita? Untuk menjawab pertanyaanpertanyaan tersebut, berikut ini akan diuraikan manfaat yang diperoleh bagi orang yang belajar matematika, yakni sebagai berikut : 1) Cara berpikir matematika itu sistematis, melalui urutan-urutan yang teratur dan tertentu. dengan belajar matematika, otak kita terbiasa untuk memecahkan masalah secara sistematis. Sehingga bila diterapkan dalam kehidupan nyata, kita bisa menyelesaikan setiap masalah dengan lebih mudah. 2) Cara berpikir matematika itu secara deduktif. Kesimpulan di tarik dari hal-hal yang bersifat umum. Bukan
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
dari hal-hal yang bersifat khusus. Sehingga kita menjadi terhindar dengan cara berpikir menarik kesimpulan secara “kebetulan”. Misalnya kita tidak bisa menyatakan kalo “kita tidak boleh lewat jalan x pada hari Jumat, karena jalan tersebut meminta tumbal tiap hari Jumat” hanya karena ada beberapa orang yang kebetulan kecelakaan dan meninggal di jalan tersebut pada hari Jumat. Kita seharusnya berpikir bahwa orang yang meninggal di jalan x tersebut pada hari Jumat bukan karena tumbal. Tapi harus dianalisa lagi apakah karena orang tersebut tidak hati-hati, ataukah jalan yang sudah agak rusak, atau faktor kendaraan atau sebab lain yang lebih rasional. 3) Belajar matematika melatih kita menjadi manusia yang lebih teliti, cermat, dan tidak ceroboh dalam bertindak. Bukankah begitu? Coba saja. Masih ingatkah kita saat mengerjakan soal-soal matematika? Kita harus memperhatikan benarbenar berapa angkanya, positip atau negatif, berapa digit nol dibelakang koma, bagaimana grafiknya, bagaimana dengan titik potongnya dan lain sebaganya tidak boleh ada kesalahan sedikitpun. Jika kita kurang cermat dalam memasukkan angka, melihat grafik atau melakukan perhitungan, tentunya bisa menyebabkan akibat yang fatal. Jawaban soal yang kita peroleh menjadi salah dan kadang berbeda jauh dengan jawaban yang sebenarnya. 4) Belajar matematika juga mengajarkan kita menjadi orang yang sabar dalam menghadapi semua hal dalam hidup ini. saat kita mengerjakan soal dalam matematika yang penyelesaiannya sangat panjang dan rumit, tentu kita harus bersabar dan tidak cepat putus asa. jika ada lamgkah yang salah, coba untuk diteliti lagi dari awal. jangan-jangan ada angka yang salah, jangan-jangan ada perhitungan yang salah. namun,
jika kemudian kita bisa mengerjakan soal tersebut, ingatkah bagaimana rasanya? rasa puas dan bangga.( tentunya jika dikerjakan sendiri, bukan hasil contekan). begitulah hidup. kesabaran akan berbuah hasil yang teramat manis. 5) Yang tidak kalah pentingnya, sebenarnya banyak penerapan matematika dalam kehidupan nyata. tentunya dalam dunia ini, menghitung uang, laba dan rugi, masalah pemasaran barang, dalam teknik, bahkan hampir semua ilmu di dunia ini pasti menyentuh yang namanya matematika. Sering kali kita mendengar keluh kesah dari banyak orang bahwa matematika itu sulit dan bikin pusing, padahal kesulitan itu bisa diatasi apabila didukung dengan banyaknya latihan, mungkin bukan hanya matematika saja yang perlu latihan di rumah pada pelajaran lain pun sama. Bahkan menurut Sukirman, masuknya ilmu matematika ke dalam memori otak kita itu bukan hanya melalui mata dan telinga, akan tetapi juga melalui jari. Hal ini berarti bahwa belajar matematika itu harus melakukan atau praktek langsung banyak latihan mengerjakan soal-soal, bukan sekedar membaca apabilagi hanya sekedar mendengarkan. Pembelajaran matematika merupakan pengembangan pikiran yang rasional bagaimana kita dapat mereflesikan dalam kehidupan sehari-hari. b. PendidikanMatematikadalam pengembangan SDM. Salah satu wadah kegiatan yang dapat berfungsi sebagai wadah untuk menciptakan sumber daya manusia yang bermutu tinggi adalah pendidikan, baik pendidikan jalur sekolah maupun luar sekolah. Matematika sebagai ”Queen of Science” yang merupakan pondasi dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, sudah seharusnya mendapat perhatian yang serius dari
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, 28 Mei 2016
383
berbagai pihak dalam pembudayaannya. Ada 3 unsur yang menunjang keberhasilan usaha pembudayaan matematika, yaitu: 1) Lembaga tinggi yang menyiapkan calon tenaga guru dan mengembangkan berbagai inovasi dalam pembelajaran matematika sekolah. 2) Mahasiswa pendidikan matematika sebagai calon guru matematika yang harus memperoleh bekal yang memadai agar siap menjadi guru profesional. 3) Guru sebagai ujung tombak dalam setiap pelaksanaan inovasi dalam pembelajaran. Matematika sebagai salah satu ilmu dasar baik aspek terapan maupun aspek penalarannya, mempunyai peranan yang penting dalam upaya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ini berarti bahwa sampai pada batas tertentu matematika perlu dikuasai oleh segenap warga negara Indonesia, baik penerapannya maupun pola pikirnya. Matematika sekolah yang merupakan bagian dari matematika yang dipilih atas dasar kepentingan pengembangan kemampuan dan kepribadian siswa serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi perlu selalu dapat sejalan dengan tuntutan kepentingan siswa menghadapi tantangan kehidupan masa depan. Berdasarkan karakteristik yang dimiliki matematika, maka matematika mempunyai potensi yang besar untuk memberikan berbagai macam kemampuan dan sikap siswa sehingga menjadi sumber daya manusia (SDM) yang cerdas (intelligent), tanggap (responsif) , cermat (careful) teliti (conscientius) dan taat SOP (discipline) di lingkungannya. SDM yang berkualitas akan mampu mengelola sumber daya alam yang telah dianugrahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Kemampuan-kemampuan yang diperoleh dari belajar matematika antara lain :
384
1) Kemampuan berhitung 2) Kemampuan mengamati dan berabstraksi tentang bangunbangun geometris dan sifat-sifat keruangan (spatial properties) dari masing-masing bangun geometris. 3) Kemampuan melakukan berbagai macam pengukuran, seperti panjang, luas, volume, berat dan waktu. 4) Kemampuan mengamati, mendeskripsikan, menyajikan, dan menganalisis data. 5) Kemampuan melakukan kuantifikasi terhadap berbagai variabel dalam berbagai bidang kehidupan, sehingga hubungan antara variabel yang satu dengan variabel yang lain dapat diketahui secara lebih exsact. 6) Kemampuan mengamati pola atau struktur dari suatu situasi. 7) Kemampuan untuk membedakan hal-hal yang relevan dan hal-hal yang tidak relevan pada suatu masalah. 8) Kemampuan membuat prediksi atau perkiraan tentang sesuatu hal berdasarkan data-data yang ada. 9) Kemampuan menalar secara logis, termasuk kemampuan mendeteksi adanya kontradiksi pada suatu penalaran atau tindakan. 10) Kemampuan berpikir dan bertindak secara konsisten. 11) Kemampuan berpikir dan bertindak secara mandiri (independen) berdasarkan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. 12) Kemampuan berpikir kreatif. 13) Kemampuan memecahkan masalah dalam berbagai situasi. Di samping dapat memberikan kemampuan-kemampuan yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan di era MEA, pola berpikir matematika yang dimiliki seseorang juga dapat berperan untuk membentuk karakter mulia bagi siswa yang kelak akan menjadi sumber daya manusia (SDM) yang unggul dan berdaya saing tinggi. Karakter-karakter mulia yang dapat ditumbuh kembangkan melalui bidang studi
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
matematika antara lain sikap teliti (cermat), sikap kritis, sikap efisien, sikap telaten, sikap hati-hati, dan sikap sabar. Memang bidang-bidang studi yang lainpun ada kemungkinan juga mempunyai potensi untuk menumbuh kembangkan satu atau lebih karakter mulia dari siswa, akan tetapi potensi matematika untuk menumbuh kembangkan karakter mulia relatif besar karena sesuai dengan karakteristik matematika yang dapat mengaktualisasikan potensi-potensi positip yang ada pada diri siswa. Dengan karakteristik yang dimilikinya, maka matematika merupakan suatu ilmu yang penting dalam kehidupan bahkan dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Hal ini yang harus ditekankan kepada siswa sebelum mempelajari matematika dan dipahami oleh guru. Apakah potensi-potensi positip siswa akanteraktualisasikan (terimplementasikan dalam kenyataan) atau tidak pada diri masing-masing siswa tergantung pada berbagai faktor, yaitu karakteristik dari pembelajaran matematika itu sendiri (baik materi atau strategi pembelajarannya), faktor sosial budaya yang ada di masyarakat dan beberapa faktor lain termasuk faktor-faktor intrinsikyang ada dalam diri masing-masing siswa. Namun diantara faktor-faktor itu, yang amat menentukan adalah faktor pembelajaran matematika itu sendiri, yang meliputi materi dan strategi pembelajaran. Dari faktor materi matematika, agar matematika dapat teraktualisasikan dalam kenyataan maka guru harus berusaha agar matematika ini tidak kering, membosankan, dan menakutkan. Sedapat mungkin guru menyajikan materi matematika itu dekat dengan dunia nyata bahkan bila memungkinkan dekat dengan dunia siswa (kontekstual). Sebagai contoh jika siswa diharapkan nantinya memiliki kemampuan menalar yang baik dalam kehidupan sehari-hari,
materi pembelajaran juga harus mencakup berbagai contoh kasus dari kehidupan sehari-hari untuk digunakan sebagai latihan penalaran. Dari segi strategi pembelajaran, agar potensi-potensi matematika yang dimiliki siswa dapat teraktualisasikan dalam dunia nyata, maka guru perlu melakukan strategi-setrategi pembelajaran matematika sebagai berikut : 1) Memberikan kesempatan dan dorongan kepada peserta pembelajaran matematika untuk secara aktif mengkonstruksi makna (meaning) dari materi-materi yang dipelajari, agar proses pembelajaran betul-betul bermakna (meaningful) sehingga materi yang dipelajari dapat terinternalisasi pada diri individu. Jika proses belajar matematika aktif dan konstruktif tidak dilakukan dapat dikhawatirkan bahwa pembelajaran matematika hanya berlangsung secara mekanistik (rote learning), sehingga pengetahuanpengetahuan, kemampuankemampuan dan sikap-sikap terkait dengan karakteristik matematika tidak terinternalisasi pada peserta belajar matemtika. 2) Menggunakan contoh-contoh kejadian (kasus, fenomena) dari dunia nyata untuk dikupas atau dianalisis. Dengan contoh-contoh kaus nyata tersebut, di samping proses pemecahan masalah menjadi aktual, peserta belajar juga mengetahui konteks-konteks dalam dunia nyata yang bisa dianalisis secara matemati, atau dikupas segisegi matematisnya. Proses ini juga dapat menambah motivasi peserta belajar dalam mempelajari matematika, sebab siswa mengetahui relevansi matematika yang mereka pelajari dengan situasi kehidupan nyata yang mereka alami.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, 28 Mei 2016
385
D. PENUTUP 1. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa internalisasi nilainilai berpikir matematis dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam menghadapi era MEA. Hal ini sesuai dengan karakteristik dari matematika yang efektif digunakan untuk melatih seseorang sehingga memiliki kemampuan-kemampuan yang dibutuhkan di era MEA. Di samping itu, dengan menghayati matematika, seseorang akan memiliki berbagai karakter mulia antara lain; tekun, teliti, kreatif, disiplin, dan taat pada aturanaturan yang telah disepakati secara konsisten. Agar nilai-nilai berpikir matematis terinternalisasi pada diri individu (siswa), guru perlu melakukan pembelajaran dengan pendekatan yang kontekstual dan menyajikan matematika secara menarik, menantang tetapi tidak membosankan. 2. Saran 1. Dalam menghadapi era MEA, SDMIndonesia perlu menghayati nilai-nilai berpikir matematis, agar mampu bersaing dengan SDM dari negara lain dan mampu menjadi tenaga kerja profesional di negara lain khususnya anggota AEAN, umumnya di seluruh dunia. 2. Tenaga pendidik (guru) matematika perlu berinovasi dalam pembelajaran, agar mata pelajaran matematika bisa membentuk karakter SDM Indonesia sesui dengan karakteristik dari matematika itu sendiri sehingga dapat menjadikan siswa benar-benar merasakan manfaat dari matematika di era MEA.
386
E. DAFTAR PUSTAKA Harian Surat Kabar Kompas tanggal 25 November 2015 ______________, 2008 Kamus Besar Bahasa IndonesiaPusatBahasa :DepartemenPendidikanNasional, Jakarta, PT Gramedi PustakaUtama Chaplin. 2005. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Ihsan,Ihsan. 1997. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: Rineka cipta. Mulyana, 2004. Mengartikulasikan Nilai. Bandung: Alfabeta.
Rohmat. Pendidikan
Koenjaraningrat. 1987. Sejarah Antropologi. Jakarta: Bulan Bintang. Ilma Susanty, 2003. Pembelajaran Matematika Dengan Menggunakan Pendekatan Kontekstual di SMP, Yogyakarta, UNY. Husnul Khatimah, 2013. Karakteristik Umum Matematika, Banjarmasin, IAIN Antasari. _____________, 2014. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun 2014 Mata pelajaran Matematika SMA/SMK, Jakarta : Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK PESERTA DIDIK SMP NEGERI 14 TASIKMALAYA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH Ratna Rustina Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Siliwangi
[email protected]
Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui 1) pemecahan masalah matematik peserta didik yang mengikuti pembelajaran berbasis masalah dibandingkan dengan yang mengikuti pembelajaran konvensional; dan 2) sikap peserta didik terhadap pembelajaran berbasis masalah. Penelitian ini adalah penelitian kuasi eksperimen yang membandingkan kemampuan pemecahan masalah matematik antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Desain penelitian menggunakan ”Pre-test Post-test Control Group Design”. Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik SMPN 14 Kota Tasikmalaya. Tingkatan kelas yang dijadikan sampel penelitian ini diambil secara purposive sampling, yaitu peserta didik kelas VIII SMPN 14 Kota Tasikmalaya. Pengambilan kelas sampel diambil secara random sampling. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data berupa soal tes kemampuan pemecahan masalah matematik serta angket peserta didik dan pedoman observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik yang mengikuti pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada yang mengikuti pembelajaran konvensional, 2) terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik kelompok atas dan bawah antara yang memperoleh pembelajaran dengan metode pembelajaran berbasis masalah dengan yang memperoleh pembelajaran konvensional, serta 4) sikap peserta didik terhadap pembelajaran berbasis masalah bersikap positif. Kata Kunci: pembelajaran berbasis masalah, kemampuan pemecahan masalah matematik
1. Pendahuluan Matematika selalu berkembang sesuai dengan dinamika ilmu pengetahuan dan teknologi.Sekarang ini matematika dipandang sebagai suatu ilmu yang terstruktur dan terpadu, ilmu tentang pola dan hubungan, dan ilmu tentang cara berpikir untuk memahami dunia sekitar. Matematika sebagai ilmu yang mengajarkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat menjadi dasar yang penting untuk dapat menjawab berbagai tantangan dan tuntutan pada era seperti sekarang ini. Oleh karena itu, kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik seperti kemampuan memecahkan masalah, berargumentasi secara logis, bernalar, menjelaskan dan
menjustifikasi, memanfaatkan sumber informasi, berkomunikasi, bekerja sama, menyimpulkan dari berbagai situasi, pemahaman konseptual, dan pemahaman prosedural, perlu dikembangkan dalam pembelajaran matematika. Kemampuan peserta didik SMP Negeri 14 Tasikmalaya masih rendah dibandingkan dengan nilai rata-rata matematika peserta didik SMP Negeri di kota Tasikmalaya. Selain hal tersebut tingkat kemampuan matematika peserta didik di SMP Negeri 14 tasikmalaya belum menggembirakan dilihat dari hasil ulangan harian atau hasil tes. Oleh sebab itu peneliti sebagai guru mencoba
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, 28 Mei 2016
387
alternatif pembelajaran lain untuk meningkatkan kmampuan pemecahan masalah melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah. Jupri (2007) mengungkapkan bahwa yang selama ini muncul di permukaan dan banyak diajarkan di sekolah adalah masalah-masalah matematika yang tertutup (closed problems). Dalam menyelesaikan masalah-masalah matematika tertutup ini prosedur yang digunakannya boleh dikatakan mendekati standar.Akibatnya sering timbul apersepsi yang agak keliru terhadap matematika. Matematika dianggap sebagai pengetahuan yang pasti dan prosedural.Sementara itu masalah-masalah matematika terbuka (open problems) sendiri hampir tidak tersentuh, hampir tidak pernah muncul dan disajikan dalam pembelajaran matematika di sekolah.Akibatnya apabila ada permasalahan matematika terbuka, soal atau permasalahan itu dianggap “salah soal” atau soal yang tidak lengkap. Dalam pembelajaran matematika perlu adanya penekanan kepada materi yang mengarah kepada adanya keterkaitan baik dengan matematika sendiri maupun dengan bidang lain. Matematika terdiri atas beberapa cabang dan tiap cabang tidak bersifat tertutup yang masingmasing berdiri sendiri namun merupakan suatu keseluruhan yang terpadu.Pandangan konstruktivis menyatakan bahwa pengetahuan itu terbentuk oleh anak/orang yang belajar, ketika ia mengkoneksikan antara informasi baru yang diterimanya dan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya (prior knowledge) melalui cara-cara yang unik dan penuh makna (NCTM, 2001 dalam Sugiatno, 2008).
388
Kemampuan pemecahan masalah dapat membantu peserta didik dalam menyelesaikan masalah dunia nyata. Branca (1980 dalam Sumarmo, 2000) berpendapat bahwa pemecahan masalah dapat dipandang sebagai kemampuan dasar, sebagai proses dan sebagai tujuan. Selanjutnya Sumarmo (1994) berpendapat bahwa pemecahan masalah sebagai kemampuan dasar merupakan jawaban pertanyaan yang sangat kompleks dari pengertian pemecahan masalah itu sendiri.Sumarmo (2002) memaparkan beberapa indikator pemecahan masalah matematik yang dapat digunakan, sebagai berikut, 1) Mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, yang ditanyakan dan kecukupan unsur yang diperlukan. 2) Merumuskan masalah matematik atau menyusun model matematik. 3) Menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (sejenis dan masalah baru) dalam atau di luar matematika. 4) Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai dengan permasalahan asal. 5) Menggunakan matematika secara bermakna. Pembelajaran matematika dapat menumbuh kembangkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik diantaranya dengan penerapan strategi dan metode pembelajaran yang tepat. Berdasarkan karakteristiknya, pembelajaran berbasis masalah dapat memberikan keleluasan berpikir pada peserta didik untuk mengemukakan jawaban dalam memecahkan suatu masalah. Peserta didik juga diharapkan lebih memahami suatu topik dan keterkaitannya dengan topik lainnya baik dalam pelajaran matematika ataupun dengan mata pelajaran lain dan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, karena sifatnya yang terbuka peserta didikdapat merasa tertantang dalam
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
belajar matematika. Ismail (2002: 18) mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis masalah bertujuan untuk mengembangkan peserta didik agar dapat,
Fase Indikator ke1
1)Mendefinisikan masalah dengan jelas, 2)Mengembangkan jawaban alternatif/membangun hipotesis, 3)Menerima, mengevaluasi, dan menggunakan data dari sumber yang bervariasi, 4)
Mengubah jawaban informasi baru,
2
menjadi
5) Mengembangkan solusi yang jelas sesuai dengan masalah atau kondisi yang seharusnya berdasarkan informasi dan penjelasan dengan alasan yang jelas.
Ibrahim dan Nur (2000: 13) mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis masalah biasanya terdiri dari lima tahap utama, dimulai dari guru memperkenalkan pada peserta didik tentang situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja peserta didik. langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah dapat dilihat pada Tabel 1.1
3
4
5 Tabel 1.1 Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah
Tingkah laku Guru
Orientasi peserta Guru menjelaskan didik pada masalah tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi peserta didik yang terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya. Mengorganisasikan Guru peserta didik untuk membantupeserta didik mendefinisikan belajar dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. Membimbing Guru mendorongpeserta penyelidikan untuk individual maupun didik mengumpulkan kelompok informasi yang sesuai. Melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. Mengembangkan Guru dan menyajikan membantupeserta didik dalam hasil karya merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model yang membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya. Menganalisis dan Guru membantu peserta didikuntuk mengevaluasi melakukan refleksi tau proses pemecahan evaluasi terhadap masalah penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan. Selanjutnya teori belajar yang mendasari pembelajaran berbasis masalah adalah teori belajar konstruktivisme, teori
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, 28 Mei 2016
389
instrumen, yaitu tes dan non-tes. Instrumen jenis tes melibatkan seperangkat tes kemampuan pemecahan masalah matematik (soal berbentuk tes uraian). Sedangkan instrumen dalam bentuk non-tes melibatkan skala sikap siswa. Lembar observasi kegiatan peserta didik dan kegiatan guru digunakan untuk melihat aktivitas peserta didik dalam kelompoknya dan efektivitas pembelajaran berbasis masalah. Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu: tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap analisis data.
belajar penemuan Bruner, teori belajar bermakna Ausabel, dan teori kelas demokrasi John Dewey.Piaget (1960, dalam Ibrahim dan Nur, 2000:17) berpendapat bahwa anak memiliki rasa ingin tahu bawaan dan secara terus menerus berusaha memahami dunia sekitar. Pandangan kontruktivis-kognitif (Ibrahim dan Nur, 2000: 17) mengemukakan bahwa peserta didik dalam segala usia secara aktif terlibat dalam proses perolehan informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik yang mendapatkan pembelajaran berbasis masalah dengan pembelajaran konvensional, 2)Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik kelompok atas dan bawah, antara peserta didik yang mendapatkan pembelajaran berbasis masalah dengan peserta didik yang mendapatkan pembelajaran konvensional, 3) Mengetahui sikap peserta didik terhadap pembelajaran berbasis masalah. 2. Metode Penelitian Untuk mengetahui bagaimana peningkatan kemampuan pemecahan masalah melalui pembelajaran berbasis masalah maka metode penelitian yang cocok digunakan adalah metode eksperimen menurut MacMillan dan Schumaher(2001, dalam Lestari, 2008). Karena itu, penelitian ini menggunakan desain penelitian “disain kelompok kontrol pretes-postes”. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 14 Tasikmalaya, sampel diambil dengan teknik Purposive Random Sampling, sebanyak dua kelas dari 8 kelas yang ada di SMP tersebut Untuk memperoleh data dalam penelitian ini digunakan dua macam
390
Hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik dianalisis untuk mengetahui besarnya peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik.Data primer hasil tes peserta didik sebelum dan setelah perlakuan penerapan pembelajaran berbasis masalah dianalisa dengan cara membandingkan skor pretes dan postes. Perbandingan skor ini dinyatakan dengan nilai gainnya .
3.
Hasil dan Pembahasan Data hasil tes matematika terdiri dari pretes dan postes yang diperoleh melalui tes tertulis berbentuk uraian sebanyak 4 soal kemampuan pemecahan masalah, dengan skor maksimum 100. Soal tes tersebut diujikan pada kedua kelas yaitu kelas eksperimen (penerapan pembelajaran berbasis masalah) dan kelas kontrol (pembelajaran konvensional). Berdasarkan analisis uji kesamaan dua rata-rata dengan menggunakan SPSS versi 21 tidak terdapat perbedaan rata-rata pretes kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Setelah pengambilan sampel dinyatakan representatif maka dilakukan perlakuan pada kelas eksperimen dengan penerapan pembelajaran berbasis masalah dan di kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional.
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Hasil posttes kemampuan pemecahan masalah menunjukan adanya perbedaan rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematik pada kelas eksperimen dan kontrol yaitu sebesar 3,29 (p < 0,05). Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat perbedaan rata-rata postes kemampuan pemecahan masalah matematik antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Untuk melihat peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik yang mengikuti pembelajaran berbasis masalah dengan peserta didik yang mengikuti pembelajaran konvensional adalah dengan menghitung gain kedua kelas dengan menggunakan SPSS. Untuk pengujian peningkatan kemampun pemecahan masalah. Varians yang diasumsikan tidak sama/bedamemperoleh hasil pengujian yang menunjukkan nilai t-hitung sebesar 5,315 dengan Sig. (2-tailed)/2=0,000/2 = 0,000.Berdasarkan uji beda dua rata-rata tersebut maka dapat disimpulkan bahwa peningkatan pemecahan masalah matematik siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajarankonvensional.Hasil penelitian juga menunjukan peserta didik mempunyai sikap positif terhadap pembelajaran berbasis masalah secara afektif, kognitif dan konatif. Pada pelaksanaan pembelajaran di kelas eksperimen peserta didik awalnya merasa kebingungan terutama pada penyelesaian masalah yang ada di LKPD, sehingga untuk pertemauan awal tujuan pembelajaran tidak dapat dicapai secara maksimal. Diskusi kelompok pun tidak dapat berjalan optimal, masih ada kelompok yang mengerjakan hanya berpusat pada satu atau dua anggota kelompok saja, dan yang lainnya tidak memberi perhatian penuh. Pada
pertemuan ke tiga dan selanjutnya peserta didik sudah mulai terbiasa dengan penerapan pembelajaran berbasis masalah, kemampuan matematik dari peserta didik pun sudah mulai meningkat. Hal tersebut dapat dilihat dari cara mengerjakan masalah yang ada di LKPD dan sudah berjalannya diskusi kelompok secara optimal. Di kelas kontrol, peserta didik tidak mengalami kesulitan dan sudah terbiasa dengan pembelajaran yang diterapkan. Peserta didik lebih cenderung pasif dan tidak terlihat antusias pada pembelajaran. Pembelajaran matematika dilakukan seperti biasa, mencakup pemaparan materi, pemberian contoh dan pemberian tugas individu. Hasil analisis statistik terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik menunjukkan bahwa penggunaan pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik bila dibandingkan dengan pembelajaran biasa/konvensional. Hal tersebut disebabkan karena pembelajaran berbasis masalah lebih mengaktifkan keterlibatan peserta didik dalam proses berpikir dari pada pembelajaran konvensional. Proses berpikir peserta didik yang dimaksud adalah melakukan investigasi dan eksplorasi, melakukan analisis, mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan situasi atau masalah, menidentifikasi jawaban-jawaban yang mungkin, mengevaluasi kemungkinankemungkinan yang menjadi solusi terbaik. Hal ini sejalan dengan pendapat Ibrahim dan Nur (2000) yang berpendapat bahwa pembelajaran berbasis masalah dapat membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir dan pemecahan masalah. Sejalan dengan hal ini Herman (2006) mengemukakan bahwa masalah terbuka membuat siswa belajar bagaimana cara menyelesaikan masalah tersebut dan harus lebih bertanggung jawab untuk menentukan cara atau prosedur bagaimana cara menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, 28 Mei 2016
391
Dengan demikian siswa terlatih untuk menerapkan tahap Self-directed study (mengatur diri pada saat belajar) pada pembelajaran berbasis masalah. Akan tetapi bukan berarti peserta didik pada pembelajaran konvensional tidak dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik. Pada pembelajaran konvensional juga terdapat peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik meskipun tidak optimal. Perbedaan peningkatan tersebut terletak pada optimalisasi keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran dan proses berpikir peserta didik. Hal ini sejalan dengan pendapat Resnick (1987 dalam Ibrahim dan Nur 2000: 10) yang mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis masalah membantu siswa untuk berkinerja dalam situasi kehidupan nyata dan belajar pentingnya peran orang dewasa. Berdasarkan hasil angket, diperoleh informasi bahwa model pembelajaran berbasis masalah yang diterapkan pada peserta didik kelas eksperimen mampu menciptakan suasana belajar yang aktif dan menyenangkan.Adanya kelompok belajar menyebabkan siswa merasa bahwa matematika bukan lagi pelajaran yang sulit.Melalui strategi pembelajaran dalam konteks saling berbagi, saling menanggapi, dan berkomunikasi antar siswa, pembelajaran mampu memberikan bantuan pada siswa. Kondisi ini dikuatkan oleh pendapat Suryadi (2005: 70) yang menyatakan bahwa dengan terjadinya interaksi antar siswa akan diperoleh banyak keuntungan, antara lain sharing pengetahuan dan pendapat, refleksi atas hasil pemikiran masing-masing, dan akhirnya akan bermuara pada peningkatan pemahaman untuk masingmasing anggota kelompok. Pembelajaran berbasis masalah dapat mengurangi kepasifan peserta didik dalam pembelajaran dan mampu memberikan suasana pembelajaran yang baru bagi peserta didik. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ibrahim dan Nur (2000 :12) yang mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis masalah
392
membantu siswa menjadi pembelajar yang mandiri dan otonom, dengan bimbingan guru yang secara berulangulang mendorong dan mangarahkan mereka untuk mengajukan pertanyaan, mencari penyelesaian terhadap masalah nyata oleh mereka sendiri, siswa belajar untuk menyelesaikan tugas-tugas itu secara mandiri dalam kehidupannya kelak. 4.
Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil analisis data dan temuan pada pembelajaran yang diberikan kepada peserta didik kelas VIII SMP Negeri 14 Tasikmalaya, diperoleh simpulan sebagai berikut: Pertama, peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada peserta didik yang memperoleh pembelajaran konvensional. Kedua, terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik antara kelompok atas dan bawah yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah dengan kelompok atas dan bawah yang memperoleh pembelajaran konvensional. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik yang paling tinggi terdapat pada kelompok atas. Ketiga, peserta didik bersikap positif terhadap pembelajaran berbasis masalah dan terhadap soal-soal pemecahan masalah matematik. Sikap positif terhadap pembelajaran berbasis masalah juga terlihat pada saat observasi di mana peserta didik mau bekerja sama, saling membantu dan saling memberikan pendapat dalam menyelesaikan masalah yang diberikan guru.
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
5.
Referensi Herman, T. (2006).Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Peserta didik Sekolah Menengah Pertama (SMP). Disertasi pada PPS Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Bandung. Ibrahim, M. & Nur, M. (2000) Pembelajaran Berbasis Masalah. Surabaya. UNESA University Press Ismail. (2002). Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based lnstruction).Makalah disajikan pada pelatihan TOT pembelajaran kontekstual. Surabaya
__________ (2000). Kecenderungan Pembelajaran Matematika pada Abad 21.Makalah yang tidak dipublikasikan.
__________ (2002). Alternatif Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah yang tidak dipublikasikan.
Suryadi, D. (2005). Pengembangan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi. Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia.
Jupri, A. (2007). Open-Ended Problems dalam Matematika. Diambil dari 13 Februari 2013, dari situs Word Wide Web http://mathematicse.wordpress.com /2007/12/25/open-ended-problemsdalam-matematika /. Lestari, P. (2009). Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Koneksi Matematis Peserta didik SMK Melalui Pendekatan Pembelajaran Kontekstual.Tesis Pascasarjana UPI Bandung. Bandung. Sugiatno. (2008).Obyek Belajar Matematika. Makalah. Pontianak. Sumarmo, U. (1994). Suatu Alternatif Pengajaran Unutk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika pada Guru dan Siswa SMP . Laporan Penelitian FPMIPA IKIP Bandung:
PERBANDINGAN PEMAHAMAN MATEMATIK Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, 28 Mei 2016
393
PESERTA DIDIK ANTARA YANG MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DENGAN MODEL DISCOVERY LEARNING (DL) Siti Aisyah 1), Ratna Rustina 2) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Siliwangi e-mail:
[email protected] 2 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Siliwangi e-mail:
[email protected]
1
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman matematik peserta didik yang lebih baik antara yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) dengan model Discovery Learning (DL), untuk mengetahui kemandirian belajar peserta didik yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) dan untuk mengetahui kemandirian belajar peserta didik yang menggunakan model Discovery Learning (DL). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen. Populasi pada penelitian ini yaitu peserta didik kelas VIII SMP Negeri 2 Cihaurbeuti. Dua kelas diambil secara acak sebagai sampel, terpilih kelas VIII-D dengan jumlah 35 orang sebagai kelas eksperimen I yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL), dan kelas VIII E dengan jumlah 34 orang sebagai kelas eksperimen II yang menggunakan model Discovery Learning (DL). Instrumen yang digunakan berupa soal tes pemahaman matematik dan angket kemandirian belajar.Teknik analisis data menggunakan uji perbedaan dua rata-rata, menggunakan uji-t dengan taraf nyata 5%. Hasil penelitian dan analisis data menunjukan bahwa Pemahaman matematik peserta didik yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) lebih baik dari pada pemahaman matematik peserta didik yang menggunakan model Discovery Learning (DL). Kemandirian belajar peserta didik yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) termasuk pada kriteria tinggi, begitupun kemandirian belajar peserta didik yang menggunakan model Discovery Learning (DL) termasuk pada kriteria tinggi. Kata Kunci: Model Problem Based Learning (PBL), Model Discovery Learning (DL), Pemahaman matematik, Kemandirian belajar 1. PENDAHULUAN Matematika merupakan ilmu dasar yang memegang peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan perkembangan dunia pendidikan. Matematika tidak hanya berkembang untuk matematika itu sendiri sebagai suatu ilmu tetapi juga sebagai alat bantu dalam penerapan ilmu lainnya. Pada dasarnya, setiap orang dalam kegiatan sehari–harinya selalu terlibat dalam matematika. Keadaan tersebut menggambarkan karakteristik matematika sebagai suatu kegiatan manusia, sesuai dengan pendapat Sumarmo, Utari (2014:75) yang menyebutkan “Mathematics as a human activity”. Sejalan dengan sifat kegiatan manusia
394
yang tidak statis, pandangan tersebut memuat makna matematika sebagai proses yang aktif, dinamik, dan generatif. Penguasan terhadap bidang studi matematika merupakan suatu keharusan. Oleh sebab itu, matematika diberikan pada setiap jenjang pendidikan sekolah. Dengan belajar matematika seseorang akan mampu mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, kritis, dan kreatif yang dibutuhkan dalam kehidupan. Meninjau peran dan fungsi matematika yang sangat penting tersebut, diharapkan peserta didik mampu menguasai dan memahami matematika dengan baik. Keberhasilan peserta didik adalah harapan semua pihak, tetapi pada kenyataannya tidak semua peserta didik
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
dapat mencapai hasil yang baik. Berdasarkan hasil wawancara terhadap salah satu guru mata pelajaran matematika di SMP Negeri 2 Cihaurbeuti, bahwa sebagian peserta didik mampu menyelesaikan soal yang dalam penyelesainnya langsung menerapkan rumus. Tetapi, ketika dihadapkan dengan soal yang dalam penyelesainnya harus mengaitkan suatu konsep dengan konsep lainnya peserta didik merasa kesulitan sehingga banyak peserta didik yang tidak mampu menyelesaikan soal tersebut. Selain itu, ditinjau dari proses pembelajaran secara berkelompok sebagian besar peserta didik kurang aktif dan kurang bekerja sama dengan anggota kelompoknya sehingga dalam mengerjakan tugas peserta didik masih menerima bantuan dan masih mengandalkan teman yang dianggap pintar. Dari kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pemahaman dan kemandirian belajarnya masih rendah. Pemahaman matematik merupakan salah satu tujuan dari setiap materi yang disampaikan oleh guru. Pemahaman memberikan pengertian bahwa materi yang diberikan kepada peserta didik tidak hanya sebagai hapalan tetapi peserta didik harus mengerti konsep dari materi tersebut. Maka dari itu, dalam proses pembelajaran guru harus mengembangkan kemandirian belajar peserta didik. Hal tersebut dikarenakan kemandirian belajar dapat melatih peserta didik untuk tidak bergantung pada orang lain. Hargis (Sumarmo, Utari, 2014:110) mengemukakan bahwa dengan kemandirian belajar peserta didik cenderung belajar lebih baik, mampu memantau, mengevaluasi,dan mengatur belajarnya secara efektif, serta dapat menghemat waktu secara efisien. Selain dari kondisi peserta didik, guru di SMP Negeri 2 Cihaurbeuti dalam proses pembelajarannya masih menggunakan model pembelajaran langsung. Dengan demikian peserta didik hanya mendengarkan, mencatat hal yang dianggap penting, dan menghafal teori ataupun rumus yang diberikan oleh guru. Kondisi tersebut diperparah dengan banyak masih peserta didik yang kurang tertarik pada mata pelajaran matematika, sehingga pada saat proses pembelajaran peserta didik kurang konsentrasi dan kurangnya motivasi untuk
belajar. Akibatnya, materi prasyarat tidak dikuasai dengan baik. Memperhatikan kondisi tersebut, kita sebagai orang yang terlibat dalam proses pembelajaran harus melakukan usaha–usaha untuk meningkatkan pemahaman matematik peserta didik sehingga peserta didik dapat menjawab pertanyaan–pertanyaan atau permasalahan–permasalahan dalam belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pemahaman matematik peserta didik adalah penggunaan model pembelajaran yang beragam dan sesuai dengan kriteria materi yang akan disampaikan. Dengan pengunaan model pembelajaran beragam tersebut akan membuat matematika lebih menarik sehingga peserta didik tidak akan merasa jenuh dalam proses pembelajaran, karena disajikan dengan cara dan langkah–langkah yang berbeda–beda model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Problem Based Learning (PBL) dan model Discovery Learning (DL). Model Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu model berbasis masalah yang menyajikan masalah kontekstual yang dikaitkan dengan konsep – konsep yang sedang dipelajari sehingga akan menguatkan pemahaman matematik peserta didik. Dalam penyelesaian masalah peserta didik dituntut untuk mengaplikasikan pengetahuan dan kemampuannya sesuai dengan tingkat kematangan psikologis dan kemampuan belajarnya. Selain itu, kerjasama antar peserta didik sangat dibutuhkan dalam menyelesaikan permasalahan. Oleh sebab itu, guru dapat memulai kegitan pembelajaran dengan membentuk kelompok. Ngalimun (2014:97) mengemukakan bahwa prinsip– prinsip pengelompokan peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dapat digunakan dalam pembelajaran berbasis masalah seperti: kelompok harus heterogen, pentingnya interaksi antar anggota, komunikasi yang efektif, dan adanya tutor sebaya. Model Problem Based Learning (PBL) juga dapat memberikan kesempatan kepada peserta didik menjadi pelajar mandiri dan terlibat langsung secara aktif dalam kelompok dan mengembangkan keterampilan sosial peserta didik. Hal tersebut sesuai
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, 28 Mei 2016
395
dengan pendapat Sumarmo, Utari (2014:384) yang mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis masalah sebagai Suatu pendekatan pembelajaran yang diawali dengan penyajian masalah kontekstual untuk mendorong siswa memperoleh pengetahuan dan pemahaman konsep, mencapai berpikir kritis, memiliki kemandirian belajar, keterampilan berpartisipasi dalam kerja kelompok, dan kemampuan pemecahan masalah Menurut Kurniasih, Imas dan Berlin Sani (2014:77-78) Model Problem Based Learning (PBL) terdiri dari 5 tahap. Tabel 1 Tahapan-tahapan Model Problem Based Learning
Tahap Pembelajaran
Perilaku Guru
Tahap 1:
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan sarana atau logistik yang dibutuhkan. Guru memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah nyata yang dipilih atau ditentukan Guru membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang sudah diorientasikan pada tahap sebelumnya Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai dan melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan kejelasan yng diperlukan untuk menyelesaikan masalah Guru membantu pesert didik untuk berbagi tugas dan merencanakan atau
mengorientasikan peserta didik terhadap masalah
Tahap 2: Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar
Tahap 3: Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Tahap 4: Mengembangkan dan menyajikan
396
Tahap Pembelajaran
Perilaku Guru
hasil karya
menyiapkan karya yang sesuai sebagai hasil pemecahan masalah dalam bentuk laporan, video, atau model Tahap 5: Guru membantu peserta didik untuk Menganalisis dan melakukan refleksi atau evaluasi terhadap mengevaluasi pemecahan proses pemecahan proses masalah yang masalah dilakukan Sumber: Kurniasih, Imas dan Berlin Sani (2014:77) Model Discovery Learning (DL) merupakan suatu model pembelajaran penemuan, yang dalam proses pembelajarannya guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menjadi seorang problem solver sehingga bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan peserta didik melakukan bebagai kegiatan seperti mengumpulkan informasi, membandingkan mengkategorikan,menganalisis, mengintegrasikan, mengorganisasikan bahan ajar serta membuat kesimpulan–kesimpulan. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2014:52) mengemukakan bahwa dengan mengaplikasikan Discovery Learning (DL) secara berulang–ulang maka kemampuan penemuan pada peserta didik akan meningkat dan akan merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif, kemudian mengubah pembelajaran yang teacher oriented menjadi student oriented. Pada kegiatan pembelajaran, guru hanya sebagai mediator dan fasilitator yang membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar peserta didik sesuai dengan tujuan yang memuat suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan seluruh kemampuan peserta didik
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis sehingga mereka dapat menemukan pengetahuannya sendiri. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Wilcox (Hosnan, M, 2014:281) yang mengemukakan bahwa dalam pembelajaran penemuan peserta didik didorong untuk belajar yang sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, serta guru mendorong peserta didik untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri. Menurut Syah (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014:54-55) dalam mengaplikasikan model Discovery Learning (DL) di kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut: 1. Stimulation (stimulasi/ pemberian rangsangan) 2. Problem Statement (pernyataan/ identifikasi masalah) 3. Data Collection (pengumpula data) 4. Data Processing (pengolah data) 5. Verification (pembuktian) 6. Generalization (menarik kesimpulan/ generalisasi) Pemahaman matematik menurut Sumarmo, Utari (2014:441) sebagai terjemahan dari istilah “mathematical understanding”. Dalam kamus Bahasa Indonesia pemahaman berasal dari kata “paham” diartikan mengerti benar. Seseorang dikatakan paham terhadap sesuatu jika orang tersebut mengerti benar dan mampu menjelaskan hal yang dipahaminya. Menurut A.M, Sardiman (2011:42–43) “Pemahaman atau comprehension dapat diartikan menguasai sesuatu dengan pikiran”. Pemahaman matematik adalah kemampuan peserta didik untuk memahami dan menerapkan konsep, prinsip algoritma, dan
ide matematika untuk masalah matematika.
menyelesaikan
Pemahaman yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemahaman menurut Pollatsek. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik tidak hanya hapal rumus/ konsep tetapi peserta didik dapat menyelesaikan soal yang mengaitkan satu konsep dengan konsep lainnya serta dapat mengaplikasikan dalam situasi lain. Pollatsek (Sumarmo, Utari, 2014:442) menggolongkan pemahaman dalam dua tingkat yaitu: 1. Pemahaman komputasional: menerapkan rumus dalam perhitungan sederhana, dan mengerjakan perhitungan secara algoritmik. Kemampuan ini tergolong pada kemampuan tingkat rendah. 2. Pemahaman fungsional: mengaitkan suatu konsep/ prinsip dengan konsep/ prinsip lainnya, dan menyadari proses yang dikerjakan. Kemampuan ini tergolong pada kemampuan tingkat tinggi. Panen (Rusman, 2013:355) menyatakan “Belajar mandiri tidak berarti belajar sendiri". Yamin, Martinis (2012:140) menjelaskan bahwa hal yang terpenting dalam proses belajar mandiri ialah peningkatan kemauan dan keterampilan peserta didik dalam proses tanpa bantuan orang lain, sehingga pada akhirnya peserta didik tidak tergantung pada pembelajar/ instruktur, pembimbing, teman atau orang lain dalam belajar. Dalam belajar mandiri peserta didik akan terlebih dahulu berusaha sendiri untuk memahami materi. Jika mendapat kesulitan barulah bertanya atau mendiskusikannya dengan teman, pembelajar/ instruktur. Peserta didik yang mandiri akan mampu mencari sumber belajar yang dibutuhkan. Kemudian untuk indikator kemandirian belajar menurut Sumarmo, Utari (2014:111) yaitu inisiatif belajar; mendiagnosa kebutuhan belajar; menetapkan tujuan/target belajar; mengatur dan mengkontrol belajar; memandang kesulitan sebagai tantangan; memanfaatkan dan
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, 28 Mei 2016
397
mencari sumber yang relevan; memilih, menerapkan strategi belajar; mengevaluasi proses dan hasil belajar; konsep diri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman matematik peserta didik yang lebih baik antara yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) dengan model Discovery Learning (DL), untuk mengetahui kemandirian belajar peserta didik yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) dan untuk mengetahui kemandirian belajar peserta didik yang menggunakan model Discovery Learning (DL). 3. METODE PENELITIAN Metode penelitian yamg digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Menurut Ruseffendi, E.T. (2010μ35) “Penelitian eksperimen atau percobaan (experimental research) adalah penelitian yang benar- benar untuk melihat hubungan sebab-akibat. Perlakuan yang kita lakukan terhadap, variabel bebas kita lihat hasilnya pada variabel terikat”. Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas VIII SMP Negeri 2 Cihaurbeuti,sampel diambil secara random sebanyak dua kelas,terpilih kelas VIII-D sebagai kelas eksperimen I dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL) dan kelas VIII-E sebagai kelas eksperimen II dengan menggunakan modelDiscovery Learning (DL). Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melaksanakan tes pemahaman matematik kepada peserta didik kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II sebanyak satu kali setelah materi bangun ruang sisi datar disampaikan. Selain itu dilaksanakan penyebaran angket kemandirian belajar pada kelas eksperimen Idan kelas eksperimen II setelah tes pemahaman dilaksanakan.
masing-masing kelompok terdiri dari 5 orang peserta didik yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Kemudian, setiap kelompok diberi bahan ajar berupa masalah yang dikaitkan dengan dunia nyata berkaitan dengan materi yang dipelajari. peserta didik mendiskusikan masalah yang terdapat pada bahan ajar dengan kelompoknya masingmasing. peserta didik dengan bimbingan guru mengumpulkan informasi yang sesuai dengan masalah dan memberikan motivasi dalam pemecahan masalah. Kemudian guru memberikan bantuan kepada peserta didik secukupnya hanya pada saat peserta didik mengalami kesulitan. Setelah diskusi dianggap cukup salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusi. Kelompok yang lain memberikan tanggapan terhadap apa yang disajikan sehingga terjadi interaksi antara penyaji dan peserta didik lainnya. Selama diskusi berlangsung, guru bertindak sebagai fasilitator agar peserta didik dapat membangun konsep pengetahuannya sendiri. Guru memberikan arahan dan mengklarifikasi jawaban yang benar. Setelah peserta didik memahami konsep, selanjutnya peserta didik diberi LKPD yang terdiri dari soal-soal untuk di diskusikan secara berkelompok sebagai tahapan mengaplikasikan konsep yang baru saja dipahami dan guru sebagai fasilitator. Selanjutnya peserta didik perwakilan dari beberapa kelompok menyajikan LKPD, sedangkan kelompok yang lain mencermati dan memberikan tanggapan terhadap apa yang disajikan. Setelah itu, peserta didik melakukan evaluasi terhadap seluruh proses pembelajaran, dan guru membantu mengarahkan serta memberikan penjelasan terhadap konsep yang telah dipelajari.
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada proses pembelajaran yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) guru mengelompokan peserta didik menjadi 7 kelompok yang
Sedangkan pada proses pembelajaran yang menggunakan model Discovery Learning (DL) guru mengelompokan peserta didik menjadi 8 kelompok yang masingmasing kelompok terdiri dari 4-5 orang peserta didik yang memiliki kemampuan
398
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
tinggi, sedang, dan rendah. Kemudian setiap kelompok diberi bahan ajar berupa masalah yang direkayasa oleh guru berkaitan dengan materi yang akan dipelajari. peserta didik diminta untuk mengidentifikasi dan mempelajari permasalahan yang disajikan dalam bahan ajar. Selanjutnya peserta didik mendiskusikan bahan ajar. Peserta didik diminta untuk mengumpulkan data yang diperoleh dari buku referensi yang relevan dengan masalah yang terdapat pada bahan ajar maupun pengetahuan yang dimiliki dari masing-masing anggota kelompoknya, sehingga permasalahan bisa diselesaikan dengan tepat. Peserta didik mencoba untuk menyelesaikan persoalan dalam bahan ajar dari data yang telah diperoleh sebelumnya. Kemudian peserta didik membuat kesimpulan dari hasil diskusinya. Setelah diskusi selesai, salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusi mengenai bahan ajar. Kelompok yang lain memberikan tanggapan terhadap apa yang disajikan sehingga terjadi interaksi antara penyaji dan peserta didik lainnya. Kemudian guru memberikan arahan dan mengklarifikasi jawaban yang benar. Setelah peserta didik memahami konsep, kemudian peserta didik diberi LKPD yang terdiri dari soal-soal untuk didiskusikan sebagai tahapan mengaplikasikan konsep yang baru saja dipahami. Selanjutnya, peserta didik perwakilan dari beberapa kelompok menyajikan LKPD, sedangkan kelompok yang lain mencermati dan memberikan tanggapan terhadap apa yang disajikan. Kemudian guru membimbing peserta didik untuk membuat kesimpulan dari materi yang sudah dipelajari untuk menegaskan kesimpulan dari peserta didik benar atau tidak. Peneliti mengamati peserta didik pada kelas yang menggunakan model PBL dan kelas yang menggunakan model DL dari pertemuan pertama sampai pertemuan kedelapan. Pada awal pertemuan baik di
kelas PBL maupun kelas DL masing-masing kelompok mengalami kesulitan dalam memahami bahan ajar dan kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal dalam LKPD. Hal tersebut terlihat dari banyaknya peserta didik yang mengajukan pertanyaan. Kesulitan yang dihadapi peserta didik dikarenakan peserta didik belum terbiasa melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar dan belum terbiasa menyelesaikan suatu masalah. Tetapi peneliti selaku guru selalu membimbing dan memfasilitasi peserta didik agar terus berusaha dalam menyelesaikan suatu masalah. Sehingga pada akhirnya peserta didik mulai terbiasa menyelesaikan suatu masalah dan bisa melaksanakan pembelajaran dengan baik. Pada pertemuan selanjutnya saat diskusi kelompok berlangsung di kelas PBL peserta didik lebih antusias dan ikut berpartisipasi secara aktif dalam menyelesaikan bahan ajar, hal tersebut dikarenakan bahan ajar dalam PBL berupa masalah yang dikaitkan dengan kehidupan nyata. Dari hasil akhir skor tes pemahaman matematik peneliti mengelompokan kedalam dalam pembagian interval skala lima yang terdiri dari kriteria sangat baik (A), baik (B), cukup (C), kurang (D) dan Buruk (E). Pengelempokan ke dalam pembagian interval skala lima kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3 berikut ini: Tabel 2 Tabel Konversi Pemahaman Matematik Peserta Didik yang menggunakan Model Problem Based Learning (PBL) Kriteri a
Interva l
Frekuens i
Persentase
14,4 A 16
7
20 %
Sangat baik
12 B 14,4
23
65,71 %
Baik
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, 28 Mei 2016
399
8,8 C 12 6,4 D 8,8 0 E 6,4 Jumlah
3
8,57 %
Cukup
1
2,86 %
Kurang
1
2,86 %
Buruk
35
100 %
Berdasarkan Tabel 2, diperoleh bahwa persentase penguasaan terhadap pemahaman matematik tertinggi terdapat pada kriteria baik yaitu sebesar 65,71%. Artinya sebagian besar peserta didik sudah mampu menyelesaikan soal tes pemahaman. Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) pada mata pelajaran matematika di SMP Negeri 2 Cihaurbeuti yaitu 75 setara dengan 12 pada skor pemahaman matematik. Dari kriteria tersebut dapat menujukan bahwa banyak peserta didik yang mencapai KKM sebanyak 30 orang atau dalam persentase 85,71 % dan banyak peserta didik yang tidak mencapai KKM sebanyak 5 orang atau dalam persentase 14,29 % dengan perolehan ratarata kelas 13. Tabel 3 Tabel Konversi Pemahaman Matematik Peserta Didik yang menggunakan Model Discovery Learning (DL) Kriteri a
Berdasarkan Tabel 3, diperoleh bahwa persentase penguasaan terhadap pemahaman matematik tertinggi terdapat pada kriteria baik yaitu sebesar 50 %. Artinya sebagian besar peserta didik mampu menyelesaikan soal tes pemahaman. Tetapi ada sebagian besar peserta didik sebanyak 29,41 % yang berada pada kategori cukup. Hal tersebut disebabkan karena peserta didik merasa kesulitan pada indikator fungsional yaitu mengaitkan suatu konsep/ prinsip dengan konsep/ prinsip lainnya. Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) pada mata pelajaran matematika di SMP Negeri 2 Cihaurbeuti yaitu 75 setara dengan 12 pada skor pemahaman matematik. Dari kriteria tersebut dapat menujukan bahwa banyak peserta didik yang mencapai KKM sebanyak 22 orang atau dalam persentase 64,7 % dan banyak peserta didik yang tidak mencapai KKM sebanyak 12 orang atau dalam persentase 35,29 % dengan perolehan ratarata kelas yaitu 11,82. Dari ketercapaian KKM antara kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II terdapat perbedaan yang cukup jauh antara persentase ketercapaian KKM di kelas eksperimen I dan kelas eksperimen I. Berdasarkan hasil pengujian nomalitas dengan taraf signifikansi 5% pada = 6,23 kelas eksperimen I diperoleh
Interva l
Frekuens i
Persentase
14,4 A 16
4
11,76 %
12 B 14,4 8,8 C 12 6,4 D 8,8 0 E 6,4 Jumlah
18
50 %
Baik
= 7,81. Maka H0 diterima dan H1 ditolak, artinya sampel berasal dari populasi normal. Sedangkan = pada kelas eksperimen II diperoleh
9
29,41 %
Cukup
5,89 dan nilai
1
2,94 %
Kurang
2
2,94 %
Buruk
= (0,95)(3) = 7,81. Maka H0 diterima dan H1 ditolak, artinya sampel berasal dari populasi normal.Karena kedua data berdistribusi normal, maka pengujian dilanjutkan dengan uji homogenitas dengan taraf signifikansi 5%.Berdasarkanhasil perhitungan diperoleh dan
400
34
100 %
Sangat baik
dan
nilai
=
7,81.
Ternyata
(0,95)(3)
= 7,81.Ternyata
hitung
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Ternyata maka diterima dan ditolak, artinya varians tersebut homogen. Karena kedua populasi berdistribusi normal dan homogen, maka pengujian hipotesis dilanjutkan dengan menggunakan uji perbedaan dua rata-rata. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh hasil bahwa dan ternyata yaitu 2,11 > 1,67 artinya pemahaman matematik peserta didik yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) lebih baik dari pada pemahaman matematik peserta didik yang menggunakan model Discovery Learning (DL). Hal ini dikarenakan pada proses pembelajaran model PBL peserta didik dihadapkan dengan permasalahan nyata yang ada dalam kehidupan sehari-hari peserta didik. Dari masalah yang disajikan peserta didik secara kritis mengidentifikasi informasi dan strategi yang relevan serta melakukan penyelidikan untuk menyelesaikan masalah. Dengan menyelesaikan masalah tersebut peserta didik dapat mengembangkan kemampuannya untuk secara aktif membangun pengetahuan sendiri. Hal ini sejalan dengan pendapat Hosnan, M (2014:295) yang mengemukakan bahwa model PBL adalah suatu pendekatan pembelajaran peserta didik pada masalah autentik sehingga peserta didik dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuh kembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inquiry, memandirikan peserta didik, dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri. Berbeda dengan model PBL, pada proses pembelajaran model DL peserta didik dihadapkan dengan masalah yang direkayasa oleh guru atau masalah yang tidak selalu dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari peserta didik. Penyajian masalah yang
direkayasa membuat peserta didik merasa kesulitan untuk menyelesaikan permasalahan. Hal ini dikarenakan pada penyelesaian model DL tidak selalu menghubungkan materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata, akibatnya peserta didik kurang memahami konsep matematika. Setelah tes pemahaman matematik dilaksanakan, peneliti melakukan penyebaran angket kemandirian belajar peserta didik pada kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kemandirian belajar peserta didik yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) dan kemandirian belajar peserta didik yang menggunkana model Discovery Learning (DL). Angket kemandirian belajar peserta didik terdiri dari 30 pernyataan yaitu 15 pernyataan positif dan 15 pernyataan negatif. Setelah dujicobakan diluar sampel. Pada kelas eksperimen I dari 30 pernyataan hanya 24 pernyataan yang digunakan sebagai instrumen angket kemandirian belajar terdiri dari 13 pernyataan positif dan 11 pernyataan negatif. Berdasarkan hasil analisis data angket kemandirian belajar peserta didik pada kelas eksperimen I diperolehrata-rata skor sebesar 88,71. Hal ini menunjukkan bahwa kemandirian belajar peserta didik yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) memiliki kriteria tinggi. Pada kelas eksperimen II dari 30 pernyataan hanya 22 pernyataan yang digunakan sebagai instrumen angket kemandirian yaitu 10 pernyataan positif dan 12 pernyataan negatif. Berdasarkan hasil analisis data angket kemandirian belajar peserta didik pada kelas eksperimen II diperoleh rata-rata skor sebesar 80,76. Hal ini menunjukkan bahwa kemandirian belajar peserta didik selama pembelajaran dengan menggunkaan model Discovery Learning (DL) memiliki kriteria tinggi. Berdasarkan hal tersebut, menunjukan bahwa kemandirian belajar
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, 28 Mei 2016
401
peserta didik dipengaruhi oleh proses pembelajaran pada saat penggunaan model Problem Based Learning (PBL) dan model Discovery Learning (DL). Hal itu, sejalan dengan pendapat Sumarmo,Utari (2014:119) yang mengemukakan “Pembelajaran inovatif yang memberi kesempatan siswa belajar aktif mendorong tumbuhnya kemandirian belajar siswa”. Hal tersebut dikarenakan, pada proses pembelajaran model PBL dan DL peserta didik disajikan permasalahan yang menuntut peserta didik untuk melakukan penyelidikan, menentukan strategi penyelesaian, menyelesaikan permasalahan dengan berbagai cara atau dengan cara sendiri dan mencari sumber yang relevan. Sehingga dari proses tersebut peserta didik akan memiliki motivasi untuk belajar, keseriusan serta tanggung jawab dalam penyelesaian masalah. Sebagaimana pendapat Yamin, Martinis (2012:140) yang mengemukakan “Belajar mandiri membutuhkan motivasi,keuletan,kedispilinan,tanggungjawa b,kemauan, dan keingitahuan untuk berkembang dan maju dalam pengetahuan”. Kemandirian belajar peserta didik dapat mempengaruhi hasil tes pemahaman matematik peserta didik. Peserta didik yang memiliki kemandirian belajar akan belajar lebih baik, sehingga mampu mengatur belajarnya sendiri. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Hargis (Sumarmo, Utari, 2014:110) yang mengemukakan bahwa dengan kemandirian belajar peserta didik cenderung belajar lebih baik, mampu memantau, mengevaluasi,dan mengatur belajarnya secara efektif, serta dapat menghemat waktu secara efisien. Meskipun kemandirian belajar peserta didik pada kelas yang menggunakan model PBL dan model DL memiliki kriteria yang sama yaitu tinggi, tetapi untuk hasil tes pemahaman matematik peserta didik yang menggunakan model PBL lebih baik dari pada hasil tes pemahaman
402
matematik peserta didik yang menggunakan model DL. Hal ini dikarenakan pada kelas yang menggunakan model DL terdapat enam indikator kemandirian belajar yang memiliki kriteria sedang yaitu indikator ke 1, 2, 3, 5, 6 dan 9. Sedangkan pada kelas yang menggunakan model PBL hanya terdapat dua indikator kemandirian belajar yang memiliki kriteria sedang yaitu indikator ke 4 dan 7. Selanjutnya, pada kelas yang menggunakan model DL hanya tiga indikator saja yang memiliki kriteria tinggi yaitu indikator ke 4, 7 dan 8. Sedangkan pada kelas yang menggunakan model PBL terdapat tujuh indikator kemandirian belajar yang memiliki kriteria tinggi yaitu indikator ke 1, 2, 3, 5, 6,8 dan 9. Selain ditinjau dari kriteria setiap indikator kemandirian belajar, hal lain yang mempengaruhi kemandirian belajar terhadap pencapaian pemahaman matematik adalah perlakuan atau treatment yang diberikan selama proses pembelajaran pada masingmasing kelas yang menggunakan model PBL dan model DL. Pada kelas yang menggunakan model PBL peserta didik disajikan masalah kontekstual/ nyata. Penyajian masalah yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari akan lebih mudah dipahami oleh peserta didik, karena pada saat penyelesaian masalah peserta didik akan berpartisipasi aktif dalam kelompoknya. Peserta didik saling bertukar pikiran dan masing-masing peserta didik mengingat kembali pengalaman dan pengetahuannya yang tersimpan dalam memori jangka panjangnya. Menurut Trianto (2011:35) “Memori jangka panjang adalah tempat dimana pengetahuan disimpan secara permanen untuk dipanggil lagi kemudian apabila ingin digunakan”. Sehingga dari penyelesaian masalah kontekstual peserta didik akan mengingat lebih lama konsep matematika yang telah diperoleh.
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Sebagaimana pendapat Trianto (2011:37) “Memori lebih kuat dan bertahan lebih lama jika kondisi kerjanya serupa dengan kondisi saat informasi itu dipelajari”.
A. M, Sardiman (2011). Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar . Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Berbeda dengan kelas yang menggunakan model PBL, pada kelas yang menggunakan model DL peserta didik disajikan masalah yang direkayasa oleh guru atau masalah yang tidak selalu dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Penyajian masalah yang direkayasa oleh guru sebagian besar peserta didik merasa kesulitan untuk memahami permasalahan, sehingga pada saat penyelesaian masalah peserta didik ikut berpartsipasi aktif dan bekerjasama untuk mencari sumber yang relevan dengan masalah yang ada pada bahan ajar. Konsep matematika yang diperoleh dari masalah yang tidak selalu dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari tersebut tidak akan bertahan lama dalam ingatan peserta didik karena konsep yang telah diperoleh hanya tersimpan dalam memori jangka pendek. Menurut Trianto (2011μ35) “Sistem penyimpanan memori jangka pendek dalam jumlah yang terbatas dan dalam waktu yang terbatas”.
Apriandinata, Irsan. (2014). Penerapan Metode Discovery Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMP . Skripsi Unpas. Bandung: Tidak diterbitkan.
5. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, pengolahan data dan pengujian hipotesis yang telah dilakukan maka simpulan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
2.
3.
Pemahaman matematik peserta didik yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) lebih baik dari pada pemahaman matematik peserta didik yang menggunakan model Discovery Learning (DL). Kemandirian belajar peserta didik yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) termasuk pada kriteria tinggi. Kemandirian belajar Peserta didik yang menggunakan model Discovery Learning (DL) termasuk pada kriteria tinggi.
5. REFERENSI
Aprisandi, Roni. (2013). Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Pemahaman Matematik Peserta Didik (Penelitian terhadapan Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri 1 Karangnunggal Tahun Pelajaran 2011/2012 ). Skripsi Unsil. Tasikmalaya: Tidak diterbitkan. Hosnan, M. (2014). Pendekatan Saintifik Dan Kontekstual Dalam Pembelajaran Abad 21 Kunci Sukses Implementasi Kurikulum 2013. Bogor: Ghalia Indonesia. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2014). Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 SMP/ MTs Matematika. Jakarta: Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan. Kurniasih, Imas dan Berlin Sani. (2014). Sukses Mengimplementasikan Kurikulum 2013. Kata Pena. Ngalimun. (2014). Strategi dan Model Pembelajaran. Yogyakarta: Aswaja Pressindo. Ruseffendi, E.T. (2010). Dasar – Dasar Penelitian Pendidikan & Bidang Non – Eksakta Lainnya . Bandung : Tarsito.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, 28 Mei 2016
403
Rusman. (2013). Model – model Pembelajaran Mengembangkan Profesional Guru . Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Sumarmo, Utari. 2014. Kumpulan Makalah Berpikir Dan Disposisi Matematika Serta Pembelajarannya . Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Trianto.
(2011). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Yamin, Martinis. (2012). Desain Baru Pembelajaran Konstruktivistik. Jakarta: Referensi.
404
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
PENINGKATAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS VIII A SMP PGRI BAGELEN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PICTORIAL RIDDLE BERBANTUAN KARTU MASALAH Nila Kurniasih1), Asti Ade Suryati2) FKIP, Universitas Muhammadiyah Purworejo email:
[email protected] 2 FKIP, Universitas Muhammadiyah Purworejo email:
[email protected]
1
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan komunikasi matematis melalui model pembelajaran Pictorial Riddle. Subjek penelitian adalah 22 siswa kelas VIII A di SMP PGRI Bagelen. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas. Teknik pengumpulan data dengan pengamatan langsung di kelas untuk mengetahui komunikasi matematis lisan siswa dengan menggunakan lembar observasi, tes komunikasi matematis tertulis, wawancara, dan catatan lapangan. Analisis data secara kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindakan pada siklus II merupakan tindakan yang paling baik jika dibandingkan dengan siklus I terlihat dari hasil observasi komunikasi matematis lisan dan tes tertulis menunjukkan adanya peningkatan. Dari hasil komunikasi matematis lisan siklus II terlihat bahwa siswa tidak malu lagi bertanya, yang awalnya kesulitan dalam memberikan solusi menjadi mudah dengan melihat gambar yang disediakan. Banyak siswa yang sudah dapat memahami pertanyaan dengan melihat gambar yang diberikan melalui LKS mau pun kartu masalah pada siklus II. Kemampuan siswa menyebutkan istilah mau pun simbol matematika dalam pembelajaran juga sudah meningkat. Kemampuan siswa yang belum bisa memberi solusi menjadi bisa memberikan solusi dari pertanyaan yang diajukan pada siklus II. Selain itu, siswa juga sudah bisa membuat kesimpulan baik lisan mau pun tertulis. Dari hasil wawancara dan hasil catatan lapangan menunjukkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran Pictorial Riddle berbantuan kartu masalah dapat meningkatkan komunikasi matematis. Kata Kunci : komunikasi matematis, kartu masalah, model pembelajaran Pictorial Riddle pembelajaran guna meningkatakan 1. PENDAHULUAN komunikasi matematis, seperti siswa mampu Matematika merupakan salah satu mata memahami kalimat atau simbol dalam materi pelajaran yang mengembangkan kompetensi, trigonometri. Dalam hal ini solusi yang berpikir yang sistematis, logis, kreatif, kritis, memungkinkan menjadi alternatif model dan konsisten. Kompetensi-kompetensi ini pembelajaran untuk mencapai suatu diperlukan agar siswa dapat memiliki pembelajaran yang komunikatif dalam kemampuan mengelola, mengembangkan, pembelajaran matematika adalah Student dan mengkomunikasikan apa yang mereka Team Achievement Division (STAD ) dan dapat ketika dalam pembelajaran Fleming. matematika. Salah satu hal yang penting Tinjauan pustaka yang relevan dalam dalam sebuah pembelajaran adalah penelitian ini adalah: komunikasi, karena dengan adanya komunikasi yang baik maka pembelajaran akan tersampaikan dan diterima dengan baik pula. Sejalan dengan permasalahan ini, maka perlu diterapkan suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa dan dapat melibatkan siswa dalam kegiatan
a. penelitian yang dilakukan oleh Penelitian Faad Maonde (2015) yang berjudul “The Discrepancy of Students’ Mathematic Achievement through Cooperative Learning Model, and the ability in mastering Languages and Science”.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, 28 Mei 2016
405
b. Penelitian Nurur Rosyidah (2014) yang berjudul “Eksperimentasi Pembelajaran CPS dan MMP Yang dimodifikasi STAD Pada Materi Trigonometri Dengan Berbantu Social Learning Network “EDMODO” Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas X MIPA Semester II SMA Negeri 1 Purworejo Tahun Pelajaran 2013/2014”. c. Penelitian Susilawati (2014) berjudul “Pengaruh Penggunaan Media Riil Terhadap Keterampilan Proses SAINS dan Gaya Belajar Siswa Sekolah Menengah Kejuruan”. 2. KAJIAN LITERATUR PEGEMBANGAN HIPOTESIS
DAN
Komunikasi matematis merupakan salah satu kemampuan penting yang harus dikembangkan dalam pembelajaran matematika, sebab salah satu fungsi pembelajaran matematika yaitu sebagai cara mengomunikasikan gagasan secara praktis, sistematis dan efisien. Siswa dikatakan memiliki kemampuan komunikasi matematis yang baik jika memenuhi indikator sebagai berikut: a. Memiliki kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika melalui lisan, dan mendemonstrasikan serta menggambarkannya secara visual. b. Mampu memahami, menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide matematika baik secara lisan maupun dalam bentuk visual lainnya. c. Mampu menggunakan istilah, notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide, menggambarkan hubungan dan model situasi.
STAD singkatan dari Student Team Achievement Division. STAD merupakan model pembelajaran kooperatif yang menekankan adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Menurut Slavin (2005: 143) pada proses pembelajaran kooperatif tipe STAD melalui lima tahap yang meliputi:
a. Presentasi Kelas: Guru mempresentasikan materi pelajaran. b. Tim: Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas. c. Kuis: Setelah guru memberikan presentasi dan praktik dalam tim, para siswa akan mengerjakan kuis individual. d. Skor kemajuan Individual: Bertujuan untuk memberikan kepada tiap siswa tujuan kinerja yang akan dapat dicapai apabila mereka bekerja lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik dari pada sebelumnya. e. Rekognisi Tim: Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Selanjutnya, model pembelajaran STAD juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan model pembelajaran STAD dalam Majid (2014: 188) adalah sebagai berikut: a.
b. c. d.
Model Pembelajaran STAD
406
Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan siswa lain. Siswa dapat menguasai pelajaran yang disampaikan. Dalam proses belajar mengajar siswa saling ketergantungan positif. Setiap siswa dapat saling mengisi satu sama lain.
Kekurangan model pembelajaran STAD dalam Majid (2014: 188) adalah sebagai berikut:
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
a.
b.
c.
d.
e.
Berdasarkan karakteristik STAD jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional (yang hanya penyajian materi dari guru), pembelajaran menggunakan model ini membutuhkan waktu yang relatif lama, dengan memperhatikan tiga langkah STAD yang menguras waktu seperti penyajian materi dari guru, kerja kelompok dan tes individual atau kuis. Siswa yang pandai cenderung enggan disatukan dengan temannya yang kurang pandai, dan yang kurang pandaipun merasa minder apabila digabungkan dengan temannya yang pandai, walaupun lama kelamaan perasaan itu akan hilang dengan sendirinya. Siswa diberi kuis dan tes secara perorangan. Pada tahapan ini setiap siswa harus memperhatikan kemampuannya dan menunjukkan apa yang diperoleh pada kegiatan kelompok dengan cara menjawab soal kuis atau tes sesuai dengan kemampuannya. Pada saat mengerjakan kuis atau tes ini, setiap siswa bekerja sendiri. Penentuan skor. Hasil kuis atau tes diperiksa oleh guru, setiap skor yang diperoleh siswa dimasukan ke dalam daftar skor individu, untuk melihat peningkatan kemampuan individu. Rata-rata skor peningkatan individu merupakan sumbangan bagi kinerja percapaian hasil kelompok. Penghargaan terhadap kelompok. Berdasarkan skor peningkatan individu, maka akan diperoleh skor kelompok. Dengan demikian, skor kelompok sangat tergantung dari sumbangan skor individu.
Model pembelajaran Fleming Huda (2013μ 180) menyatakan “salah satu kategorisasi yang paling banyak digunakan terkait dengan jenis-jenis gaya belajar adalah model VARK-nya Neil Fleming” (2001). VARK merupakan akronim dari empat kecenderungan utama yaitu Visual, Auditory, Read/Write and
Kinesthetic. Model ini mencakup empat kategori utama pembelajaran, antara lain:
a. Pembelajaran visual-pembelajaran yang di dalamnya ide-ide, konsep-konsep, dan informasi lain diasosiasikan dengan gambar-gambar dan teknik-teknik. Mereka yang memiliki pola belajar visual biasanya mampu memahami informasi dengan menggambarkannya secara nyata. b. Pembelajaran auditoris-pembelajaran yang didalamnya seseorang belajar melalui pendengaran. Pembelajar auditoris sangat bergantung pada pendengaran dan pembicaraan orang lain selama proses belajarnya. Pembelajaran auditoris harus mendengar apa yang dikatakan agar bisa memahami dan sebaliknya mereka sering kali kesulitan menghadapi instruksi-instruksi tertulis. c. Pembelajaran membaca atau menulispembelajaran yang di dalamnya seseorang cenderung belajar dengan cara mencatat dan membaca apa saja yang ia dengarkan dan peroleh dari lingkungan sekitar. Mereka yang memiliki kemampuan membaca dan menulis biasanya harus membaca untuk mencari informasi dan menulis informasi tersebut untuk dibaca ulang sebagai pengetahuan. d. Pembelajaran kinestetik atau taktilpembelajaran yang di dalam proses belajar dilakukan oleh siswa yang melakukan aktivitas fisik, dari pada mendengar ceramah atau melihat pertunjukan. Mereka memiliki kemampuan kinestetik biasanya belajar dengan cara mempraktikkannya. Selanjutnya, model pembelajaran Fleming juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Menurut Colin (2002: 118) kelebihan model pembelajaran Fleming adalah sebagai berikut: a. Pembelajaran menjadi lebih efektif karena dapat mengkombinasikan keempat gaya belajar tersebut. b. Mampu melatih dan mengembangkan potensi siswa yang telah dimiliki oleh pribadi masing-masing. c. Memberikan pengalaman langsung kepada siswa.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, 28 Mei 2016
407
d. Mampu melibatkan siswa secara maksimal dalam menemukan dan memahami suatu konsep melalui kegiatan fisik seperti demonstrasi, percobaan, observasi dan diskusi aktif. e. Mampu menjangkau setiap gaya belajar siswa. Kekurangan model pembelajaran Fleming adalah sebagai berikut: a. Tidak banyak orang mampu mengkombinasikan keempat gaya belajar tersebut. b. Seorang yang hanya mampu menggunakan satu gaya belajar, maka hanya akan mampu menangkap materi jika menggunakan model yang lebih memfokuskan kepada salah satu gaya belajar yang didominasi. Dengan menggunakan beragam pengajaran dari masing-masing kategori ini, guru dapat mengcover gaya-gaya belajar yang berbeda-beda sekaligus mampu meningkatkan pola belajar dengan menghadapkan siswa pada situasi belajar yang berbeda-beda pula.
3. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2015 sampai dengan bulan Agustus 2016 di Madrasah Aliyah Negeri Gombong. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas X Madrasah Aliyah Negeri Gombong tahun pelajaran 2015/2016 yang terdiri dari 5 kelas. Sampel dalam penelitian ini adalah 2 kelas dengan jumlah siswa seluruhnya 73 siswa. Pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling . Instrumen yang digunakan adalah komunikasi matematis (lisan) dengan tes lisan. Pengumpulan data dilakukan dengan metode tes lisan. Teknis analisis data yang dilakukan adalah analisis data awal berupa
408
nilai Ujian Akhir Semester Gasal dan analisis data awal yaitu dilakukan dengan uji prasyarat yang meliputi uji normalitas dengan metode Lilliefors, uji homogenitas dengan uji Bartlett dan uji keseimbangan. Setelah data hasil tes komunikasi matematis lisan diperoleh maka selanjutnya dilakukan uji prasyarat analisis variansi yaitu meliputi uji normalitas dengan metode Lilliefors dan uji homogenitas dengan menggunakan uji Bartlett. Pada tahap akhir dilakukan pengujian hipotesis menggunakan analisis uji t univariat, dengan taraf signifikansi ( ) = 0,05. Hipotesis dalam penelitian ini adalah: pembelajaran matematika dengan model pembelajaran STAD akan menghasilkan kemampuan komunikasi matematis yang lebih baik dari pada model pembelajaran Fleming pada kompetensi trigonometri terhadap siswa kelas X Madrasah Aliyah Negeri Gombong Tahun Pelajaran 2015/2016.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum perlakuan pada kelas 1 yang akan dikenai model pembelajaran STAD dan kelas 2 yang dikenai model Fleming, terlebih dahulu peneliti melakukan uji keseimbangan pada kelas satu dan dua sebelum diberi perlakuan. Hasil yang diperoleh yaitu bahwa kelas I dan II memiliki kemampuan awal yang sama. Kedua kelas diberi perlakuan dengan kelas satu dikenai model pembelajaran STAD dan kelas dua dikenai model pembelajaran Fleming. Setelah perlakuan selesai diberikan kemudian masing-masing kelas dievaluasi untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematis (lisan) diberikan tes lisan. Pada tes lisan kelas satu diperoleh nilai tertinggi adalah 100 dan nilai terrendah adalah 40 dengan rata-rata 90,94. Untuk kelas dua
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
diperoleh nilai terbesar 100, terkecil 25 dan rata-ratanya adalah 76,09. Setelah perlakuan selesai dilakukan dan data yang diperoleh dari tes lisan siswa berikutnya adalah melakukan analisis data akhir yang meliputi uji normalitas, uji homogenitas dan uji hipotesis. Uji normalitas data akhir kelas I dan II bahwa sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Uji Homogenitas data akhir kelas I dan II diperoleh bahwa variansi populasi homogen. Analisis hipotesis univariat pada variabel komunikasi matematis diperoleh adalah 3,083738 dan adalah 1,960, tampak bahwa ditolak maka didapat kesimpulan: rerata kemampuan komunikasi matematis menggunakan model pembelajaran STAD berbeda dengan rerata kemampuan komunikasi matematis dengan model pembelajaran Fleming. Dengan pembelajaran STAD tujuan dari pembelajaran tercapai, meski dalam pembelajaran memerlukan waktu yang lama. Sedangkan model pembelajaran Fleming, dalam pelaksanaan penelitian tidak sedikit anak yang dapat mengkombinasikan Visual, Auditory, Read/Write and Kinesthetic mereka, dan dalam pembelajaran juga membutuhkan waktu yang lama sehingga tujuan dari pembelajaran kurang tercapai.
5. KESIMPULAN Pembelajaran matematika dengan model pembelajaran STAD menghasilkan kemampuan komunikasi matematis yang lebih baik dari pada model pembelajaran Flemin
g pada kompetensi trigonometri terhadap siswa kelas X Madrasah Aliyah Negeri Gombong Tahun Pelajaran 2015/2016.
Sehingga model pembelajaran STAD dapat digunakan sebagai masukan bagi guru dan calon guru dalam pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.
6. REFERENSI
Budiyono. 2004. Statistika Untuk Penelitian . Surakarta: Sebelas Maret University Press. Dwitayanti, Dewi. 2012. “Model Pembelajaran VAK Berbantu Media VCD Berpengaruh Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas IV SD Gugus V Dr.Soetomo”. Universitas Pendidikan Ganesha. Diunduh dari http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/J JPGSD/article/download/1316/1177.Pad a tanggal 6 Desember 2015. Huda, Miftahul. 2013. Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran . Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Majid, Abdul. 2014. Strategi Pembelajaran . Bandung: Remaja Rosdakarya. Maonde, Faad. 2015. “The Discrepancy of Students’ Mathematic Achievement through Cooperative Learning Model, and the ability in mastering Languages and Science”. Diunduh dari http://www.ijern.com/journal/2015/Janua ry-2015/13.pdf. Pada tanggal 6 Desember 2015. Rosyidah, Nurur. 2014. “Eksperimentasi Pembelajaran CPS dan MMP Yang dimodifikasi STAD Pada Materi Trigonometri Dengan Berbantu Social
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, 28 Mei 2016
409
Learning Network “EDMODO” Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas X MIPA Semester II SMA Negeri 1 Purworejo Tahun Pelajaran 2013/2014”. Universitas Muhammadiyah Purworejo. Slavin, Robert E. 2005. Cooperative Learning, Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media. Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar . Jakarta: Kencana. Susilawati. (2014). “Pengaruh Penggunaan Media Riil Terhadap Keterampilan Proses SAINS dan Gaya Belajar Siswa Sekolah Menengah Kejuruan”. Diunduh dari http://journal.unnes.ac.id/artikel_nju/JPF I/3050. Pada tanggal 6 Desember 2015. Wibowo, Teguh. 2010. Diktat Kuliah Statistik Multivariat. Purworejo: Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo.
410
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
PENGARUH KARAKTER PESERTA DIDIK TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA Seruni1), Chatarina Febriyanti2) Fakultas Teknik, Matematika, Dan IPA, Universitas Indraprasta PGRI Email :
[email protected] 2 Fakultas Teknik, Matematika, Dan IPA, Universitas Indraprasta PGRI Email :
[email protected] 1
Abstrak Tujuandaripenelitianiniadalahuntukmengetahuiseberapabesarpengaruh karakter peserta didik terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika. Serta untuk mengetahui karakter apa yang paling dominan pada sekolah yang telah di teliti sehingga berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika. Sampel yang digunakan yaitu sebanyak 60 peserta didik kelas XI SMK Negeri 2 Cikarang Selatan. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan cara survey dengan jenis ex post facto. Penelitian untuk karakter peserta didik peneliti menggunakan angket karakter peserta didik dan untuk kemampuan pemecahan masalah matematika dengan tes dalam bentuk essay. Pengujian persyaratan analisis data terdiri dari uji Normalitas dan uji Homogenitas dengan menggunakan SPPS 16. Hasil uji Normalitas menunjukkan bahwa keempat kelompok data berdistribusi normal sedangkan uji Homogenitas memiliki varians yang sama atau homogen. Uji Hipotesis dengan menggunakan uji ANAVA Satu Jalur pada taraf signifikasi = 0,05. Hasil uji Hipotesis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika yang signifikan antara kelompok karakter Melankholis, Sanguins, Kholeris, dan Fleghmatis, sehingga harus dilakukan uji lanjutan. Setelah peneliti melakukan uji lanjutan (Uji-t) terhadap 4 kelompok karakter diperoleh nilai yang sama < . Kata Kunci: Karakter, kemampuan pemecahan masalah, matematika
1. PENDAHULUAN Perkembangan teknologi di dunia semakin maju dengan cepat, untuk mengejar itu semua diperlukan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas secara berkelanjutan, dan pendidikan adalah solusi dalam pemecahan masalah tersebut, karena merupakan pondasi utama dalam membentuk keberhasilan suatu bangsa yang harus dapat perhatian dalam menanganinya. Seperti yang dikemukakan oleh Hamzah dan Junaedi (Hamzah, 2007) bahwa “pendidikan adalah masalah hari depan yang harus dipersiapkan dan ditanggulangi mulai
sekarang dan apabila terjadi penundaan, maka akan mendekatkan suatu bangsa pada jurang kehancuran.” Pendidikan tidak lepas dari proses belajar dan pembelajaran. Belajar merupakan peristiwa sehari-hari di sekolah. Belajar merupakan hal yang kompleks. Maka Proses belajar mengajar merupakan suatu kegiatan pelaksanaan Kurikulum, untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Tujuan pendidikan pada dasarnya mengantarkan peserta didik menuju perubahan tingkah laku intelektual, moral, maupun sosial budaya.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, 28 Mei 2016
411
Mata pelajaran matematika sangat perlu diberikan kepada peserta didik untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Dalam mengembangkan kemampuan tersebut, pendidikan harus mengarahkan peserta didik kepada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan untuk menemukan kembali matematika dengan cara mereka sendiri. Masalah yang dapat diangkat dari berbagai situasi (konteks) yang bermakna sehingga menjadi sumber belajar. Berdasarkan pengamatan, pembelajaran matematika di SMKN 01 Cikarang belum menekankan pada pengembangan daya nalar, logika, dan proses berpikir peserta didik. Pengajaran matematika umumnya di dominasi oleh pengenalan rumus-rumus dan konsepkonsep secara verbal, tanpa memperhatikan pemahaman peserta didik. Buku yang digunakan dalam pembelajaran masih kurang membahas soal yang dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik. Rezky (Hidayat, 2015) mengungkapkan Pemecahan masalah dalam matematika adalah penyelesaian dari suatu situasi dalam matematika yang dianggap masalah bagi orang yang menyelesaikannya. Menyelesaikan masalah merupakan proses mental yang tinggi dan kompleks yaitu melibatkan visualisasi, imajinasi, abstraksi dan asosiasi informasi yang diberikan. Karena itu, penyelesaian masalah melalui proses belajar mengajar matematika dapat membantu peserta didik dalam meningkatkan dan mengembangkan kemampuannya pada aspek penerapan, analisis, sintetis, dan evaluasi. Mengingat pentingnya peran matematika dalam pemahaman dan
412
perkembangan ilmu pengetahuan lain, maka kesulitan-kesulitan yang selama ini dihadapi oleh peserta didik perlu mendapatkan perhatian yang khusus. Hal ini berarti bahwa kesulitan belajar matematika perlu diatasi sedini mungkin, karena dapat menimbulkan banyak masalah bagi peserta didik dalam proses belajar mengajar. Salah satu caranya merubah dan membangun karakter peserta didik menjadi lebih baik, serta memberi pembelajaran untuk para guru agar memahami karakter yang di miliki peserta didik. Sehubungan dengan fungsi dan tujuan pendidikan nasional Indonesia dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) yaitu “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untukberkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta tanggung jawab”. Berdasar hal tersebut penerapan dalam pelajaran matematika salah satunya di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan penerapan pendidikan karakter peserta didik melalui proses pembelajaran karakter tersebut yaitu berfikir logis, kritis, kreatif, inovatif, kerja keras, keingintahuan, kemandirian, dan percaya diri. Semua itu akan mempengaruhi terhadap kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah. Sehingga dalam berlangsungnya proses pembelajaran, setiap sekolah harus mengacu pada nilai-nilai karakter. Penerapan nilai karakter pada pembelajaran diharapkan memberi
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
keterkaitan antara karakter dengan proses belajar agar menjadi lebih variatif dan tidak monoton dari pembelajaran sebelumnya. Sejalan dengan tujuan pencapaian yang pemerintah sedang terapkan saat ini diharapkan menjadi suatu alternatif dalam membantu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik. Karakter yang dimiliki peserta didik sangatlah beragam maka hal ini lah yang harus mendapat sorotan paling utama untuk diperhatikan, karena karakter adalah faktor internal yang sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika. Fakta yang terjadi di masyarakat sekitar kita akhir-akhir ini mengundang keprihatinan yang mendalam. Lihat saja maraknya peredaran video pornografi, seks bebas yang menjangkiti pergaulan para remaja, dunia pendidikan yang tercoreng dengan aksi bullying saat masa orientasi, juga budaya katrol nilai dan aksi curang untuk menaikkan peringkat sekolah. Kenyataan-kenyataan itu begitu menyesakkan dada dan menuntut kita untuk memberikan perhatian lebih pada pendidikan karakter anak bangsa. Karakter diambil dari bahasa Yunani charassein yang artinya memahat atau mengukir. Karenanya, karakter menjadi hiasan yang melekat pada diri seseorang dan dapat diketahui oleh orang-orang di sekitarnya. Menurut (Fudyartanta, 2010) menyatakan bahwaμ“karakter merupakan bagian dari suatu makhluk yang terdiri dari jiwa dan raga yang masing-masing mempunyai komponen yang berbeda yakni pada jiwa komponennya dikelompokkan dalam fungsi-fungsi kognisi (cipta, pikiran), emosi (perasaan-perasaan), konasi (kemauan, keinginan) dan karya atau psikomotorik. Sedangkan pada raga (badan) komponennya dikelompokkan pada sistem perototan (kulit, tulang, peredaran darah, pernafasan,
pencernaan, makanan), sistem panca indera (mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit) sistem syaraf (syaraf pusat, syaraf perifir, syaraf otonom).” Dapat dikatakan karakter merupakan sesuatu yang dimiliki individu yang terdiri dari jiwa dan raga yang memiliki komponen yang berbeda-beda berdasarkan kelompoknya dan menjadikan manusia berkreativitas, berprilaku aplikasi dari karakter yang dimilikinya. Menurut Alport dalam (Kurniawati, 2010) mengatakan: “karakter adalah identitas normatif individu, maka kepribadian adalah identitas deskriptif individu. Artinya kepribadian itu mendeskripsikan individu apa adanya, yakni menggambarkan jasmani dan jiwanya dalam berprilaku. Sedangkan karakter adalah mendeskripsikan individu dalam berjuangnya dengan nilai-nilai masyarakat dan bangsanya.” Dari pengertian tersebut peneliti berpendapat bahwa karakter merupakan suatu deskriptif yang menggambarkan suatu individu baik jasmani dan jiwanya dalam berprilaku. Sedangkan menurut Galenus (Suryabrata, 2006, p. 11)bahwa μ“karakter seperti cairan dalam tubuh manusia terdapat empat macam cairan, yaitu: (1) chole, (2) melanchole, (3) phlegma , (4) sanguins, dan bahwa cairan-cairan tersebut adanya dalam tubuh manusia secara teori dalam proporsi tertentu. Kalau suatu cairan tersebut adanya dalam tubuh melebihi proporsi yang seharusnya (jadi:dominant) maka, akan mengakibatkan adanya sifat-sifat kejiwaanyang khas. Sifat-sifat kejiwaan yang khas ada pada seseorang sebagai akibat daripada dominannyasalah satu cairan badaniah itu”.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, 28 Mei 2016
413
Dapat dikatakan karakter seperti cairan dalam tubuh yaitu chole, melanchole, phlegma, dan sanguins, secara teori jka terdapat cairan berlebih atau secara dominan maka mengakibatkan adanya sifat-sifat kejiwaan yang khas.Dari pengertianpengertian diatas peneliti menyimpulkan bahwa karakter adalah watak, atau tabiat yang melekat dalam diri dan berhubungan dengan inner beauty yang ada hubungannyadengan akhlak dan budi pekerti atau sopan santun dan dapat dilihat atau dinilai orang lain. 2. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan maret sampai juli 2015 di SMK Negeri 01 Cikarang Selatan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian survey dengan jenis expo facto. Penelitian ini terdiri dari satu variabel bebas (variabel X) dan satu variabel terikat (variabel Y) dengan desain penelitian : Tabel 1. Desain Penelitian A
B
C
D
YA1
YB1
YC1
YD1
YA2
YB2
YC2
YD2
YA3
YB3
YC3
YD3
.
.
.
.
YAn
YBn
YCn
YDn
Populasi dari penelitian ini adalah kelas XI SMK Negeri 01 Cikarang Selatan pada tahun ajaran 2014/2015 sebesar 150 peserta ddidk. Sampelnya sebesar 60 peserta didik dengan menggunakan teknik simple random sampling. Teknik pengumpulan data karakter peserta didik diperoleh dengan cara menyebar angket karakter diri dan
414
kemampuan pemecahan masalah matematika diperoleh dengan cara menyebarkan angket karakter diri dan variabel kemampuan pemecahan masalah matematika diperoleh dengan cara memberikan test berbentuk essay yang diberikan kepada peserta didik yang menjadi sampel. Definisi operasional karakter peserta didik adalah skor tentang watak atau tabiat yang melekat dalam diri dan berhubungan dengan inner beauty yang ada hubungannya dengan akhlak dan budi pekerti atau sopan santun dan dapat dilihat atau di nilai orang lain yang disajikan dalam bentuk angket skala likert dengan pertanyaan yang menguatkan setiap masing-masing karakter tersebut. Kemampuan pemecahan masalah matematika adalah skor tentangg tingkat penyelesaian dari suatu situasi dalam matematika yang dianggap masalah bagi peserta didik yang menyelesaikannya. Skor ini diambil melalui test berbentuk essay sebanyak 4 soal. Teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitin ini meliputi : (1) Anlisis deskriptif yaitu mean, median, modus, simpagan baku, dan varian. (2) Uji Persyaratan yaitu uji normalitas dan homogenitas. (3) Uji hipotesis yaitu uji anava satu jalur. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, objek dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas XI SMK Negeri 01 Cikarang Selatan. Yaitu tepatnya kelas XI Teknik Pemesinan sebanyak 27 peserta didik, dan kelas XI Teknik Komputer dan Jaringan sebanyak 33 peserta didik. Secara umum peserta didik disekolah ini memiliki prestasi yang baik karena saat penerimaan peserta didik baru, calon peserta didik seleksi dengan beberapa kriteria tertentu. Untuk kelas yang
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
menjadi responden sendiri, kemampuan Analisis deskriptif data kemampuan peserta didik sangatlah beragam. pemecahan masalah matematika tiap Ditinjau dari jenis kelamin dari jumlah tipe disajikan dalam tabel 2. responden 60, terdiri dari 33 peserta didik perempuan dan 27 peserta didik laki-laki. Tabel 2. Analisis Deskriptif Data
Uji Persyaratan Tabel 3. Uji Normalitas
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan spss 16.0 yang disajikan tabel 3, didapat semua data memiliki nilai > 0,05 maka semua data berdistribusi Normal. Tabel 4. Uji Homogenitas
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan SPSS 16.0 yang disajikan pada tabel 4, didapat nilai sig sebesar
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, 28 Mei 2016
415
0,464 > 0,05 maka dapat disimpulkan data memiliki varians yang sama yang artinya data bersifat homogenitas. Setelah uji persyaratan (Uji Normalitas dan uji homogenitas) terpenuhi maka dapat dilanjutkan ke uji hipotesis.
Ho: Tidak terdapat pengaruh karakter peserta didik terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika. H1: Terdapat pengaruh karakter peserta didik terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika.
Uji Hipotesis Tabel 5. Tabel Deskriptif
Tabel 6. Uji Hipotesis
Berdsarkan hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS 16.0 yang disajikan pada tabel 6, didapat nilai sig sebesar 0,000 < 0,05 dan nilai Fhitung sebesar 26,909 > Ftabel sebesar 2,769. Maka Ho ditolak dengan kata lain terdapat pengaruh karakter peserta didik terhadap
416
kemampuan pemecahan masalah matematika. Karena terdapat pengaruh atau perbedaan pada karakter peserta didik maka dilakukan dengan uji pos hoc (uji lanjut).
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Tabel 7. Uji Post Hoc
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS 16.0 yang disajikan pada tabel 7. Dijelaskan bahwa: 1. Terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik tipe karakter melankholis dan kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik tipe karakter sanguins. Hal ini dapat dilihat dari perhitungan nilai rata-ratanya. Nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik tipe melankholis sebesar 85,33 lebih tinggi dari nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik tipe sanguins sebesar 72,33.
2. Terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik tipe karakter melankholis dan kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik tipe kholeris. Hal ini dapat dilihat dari perhitungan nilai rata-ratanya. Nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik tipe melankholis sebesar 85,33 lebih tinggi dari nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik tipe kholeris sebesar 66,80. 3. Terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik tipe karakter melankholis dan kemampuan
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, 28 Mei 2016
417
pemecahan masalah matematika peserta didik tipe Fleghmatis. Hal ini dapat dilihat dari perhitungan nilai rata-ratanya. Nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik tipe melankholis sebesar 85,33 lebih tinggi dari nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik tipe flegmatis sebesar 57,07. 4. Terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik tipe karakter sanguins dan kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik tipe fleghmatis. Hal ini dapat dilihat dari perhitungan nilai rata-ratanya. Nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik tipe sanguins sebesar 72,33 lebih tinggi dari nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik tipe flegmatis sebesar 57,07. 5. Terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik tipe karakter Kholeris dan kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik tipe Fleghmatis. Hal ini dapat dilihat dari perhitungan nilai rata-ratanya. Nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik tipe kholeris sebesar 66,80 lebih tinggi dari nilai ratarata kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik tipe flegmatis sebesar 57,07. Tabel 8. Homogoneous
418
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan SPPS 16.0 yang disajikan pada tabel 8. Terlihat pada tabel bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik tipe karakter sanguins dan kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik tipe kholeris. Walaupun terdapat perbedaan nilai rata-ratanya dimana nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika tipe karakter sanguins sebesar 72,33 lebih tinggi dari nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik tipe karakter kholeris sebesar 66,80. Tapi perbedaannya tidak terlalu signifikan terlihat dari nilai sig pada tabel 7 sebesar 0,323 lebih besar dari 0,05. Kemampuan pemecahan masalah matematika sangatlah perlu kita ajarkan atau berikan kepada peserta didik. Karena kemampuan pemecahan masalah matematika selalu berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Seperti halnya yang dijelaskan oleh Polya (Polya, 1985), dimana ia mengartikan pemecahan masalah sebagai suatu usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan guna mencapai suatu tujuan yang tidak begitu segera dapat dicapai. Sedangkan Sujono (Sujono, 1998) menggambarkan masalah matematika sebagai tantangan pemecahannya memerlukan kreativitas, pengertian, dan pemikiran asli atau imajinasi. Hal ini lah mengapa peserta didik yang
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
memiliki tipe melankolis lebih mudah atau lebih mempunyai kemampuan pemecahan masalah matematika karena peserta didik tipe karakter melankholis lebih cenderung memiliki sifat analitis mendalam dan penuh pikiran. Sehingga membuat peserta didik tipe karakter melankholis sangat teliti dalam mengerjakan atau menyelesaikan suatu masalah. Karena selalu memikirkan setiap langkah yang harus dituju dengan seksama dan sistematis. Sedangkan peserta didik dengan tipe sanguins memiliki sifat suka berbicara, mudah berubah-ubah, dan penuh rasa ingin tahu. Sehingga ini membuat peserta didik dengan tipe karakter sanguins kurang focus dengan masalah yang diberikan. Dengan kata lain, peserta didik dengan tipe karakter sanguins memiliki kemampuan pemecahan masalah matematika dibawah kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik tipe karakter melankholis. Tetapi dengan pserta didik tipe kholeris, peserta didik tipe sanguins ini memiliki kemampuan pemecahan masalah matematika yang hampir sama karena sifat peserta didik tipe sanguins dan kholeris tidak terlalu berbeda. Sifat yang membedakan anatara peserta didik sanguins dan kholeris dari segi bicara. Peserta didik tipe karakter kholeris tidak sabar dan cepat marah. Peserta didik tipe karakter flegmatis lebih cenderung pendiam dan tidak suka bicara. Sehingga hal ini yang membuat peserta didik dengan tipe flegmatis kurang beradaptasi dengan lingkungannya dan sulit mengungkapkan ketika ada yang kurang dimengerti dalam pelajaran matematika. Dengan kata lain, peserta didik tipe karakter flegmatis sangat
kesulitan dalam kemampuan pemecahan masalah matematika. 4. KESIMPULAN Berdasarkan uraian diatas maka didapat kesimpulan bahwa terdapat pengaruh karakter peserta didik terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika, dengan uji lanjut : 1) Terdapat Perbedaan yang signifikan Antara Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Peserta Didik Tipe Karakter Melankholis dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika peserta didik tipe karakter Sanguins. 2) Terdapat Perbedaan yang signifikan Antara Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Peserta Didik Tipe Karakter Melankholis dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika peserta didik tipe karakter kholeris. 3) Terdapat Perbedaan Yang Signifikan Antara Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Peserta Didik Tipe Karakter Melankholis dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika peserta didik tipe karakter Fleghmatis. 4) Terdapat Perbedaan Yang Signifikan Antara Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Peserta Didik Tipe Karakter Sanguins dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika peserta didik tipe karakter Fleghmatis.
Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, Ruang Seminar UMP, 28 Mei 2016
419
5) Tidak terdapat Perbedaan Yang Signifikan Antara Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Peserta Didik Tipe Karakter Sanguins dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika peserta didik tipe karakter Kholeris.
5. REFERENSI
6. Fudyartanta. (2010). Membangun Kepribadian dan Watak Bangsa. Jakarta: Universitas Indraprasta PGRI.
Hamzah, M. d. (2007). Pendidikan Sejarah Perjuangan PGRI (PSP - PGRI). Jakarta: Universitas Indraprasta PGRI. Hidayat, R. W. (2015). Pengaruh Efikasi Diri Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika. Jakarta: Universitas Indraprasta PGRI.
420
Kurniawati. (2010). Personality : A Psychological Interpretation. vol.7: 12. Polya, G. (1985). How to Solve. A New Aspect of Mathematical Method (2nd ed). Princeton, New Jersey: Princeton University Press. Sujono. (1998). Pengajaran Matematika Untuk Sekolah Menengah. Jakarta: Proyek Pengembangan LPTK, Depdikbud. Suryabrata. (2006). Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafinda Persada.
Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)