Makalah
Kajian Penggunaan Sistem Informasi Geografis (SIG) Untuk Pertanian Presisi
Oleh : Yagus Wijayanto NIP. 19660614011001
Fakultas Pertanian Universitas Jember 2013 0
I.
PENDAHULUAN
Sistem produksi pertanian merupakan hasil dari interaksi kompleks berbagai faktor. Interaksi berbagai faktor tersebut telah memungkinkan terjadinya kinerja hasil tanaman yang berbeda-beda, dan telah memungkinkan terjadinya inovasi teknologi dalam produksi pertanian. Teknologi pertanian pada era Revolusi Hijau (Green Revolution) telah memberikan dampak negatif pada lingkungan. Dampak negatif dati teknologi pertanian telah banyak dibahas, sebagai contoh Rodriguez (2004) telah menunjukkan pengaruh negatif dari sektor pertanian yang meliputi: meningkatnya jumlah CO2 dan sumber patogen yang dapat menyebabkan penyakit dan infeksi. Kondisi ini telah mendorong pada penemuan teknologi pertanian baru yang memberikan penekanan pada peningkatan efisiensi, memberikan hasil yang tinggi dan ramah lingkungan. Teknologi Pertanian Indonesia berkembang dengan sangat pesat. Perkembangan ini sejalan dengan tuntutan global yang memang memaksa Indonesia harus membuat banyak perubahan dalam bidang teknologi pertanian. Perkembangan ini meliputi proses produksi di hulu hingga pengolahan di hilir. Banyak aplikasi teknologi yang digunakan dalam industri pertanian modern di Indonesia yang bertujuan untuk mencapai hasil yang tinggi dengan biaya produksi yang rendah serta dapat mengurangi dampak pada lingkungan. Itulah yang sekarang pesat dikembangkan, pertanian presisi atau lebih kerennya disebut precision farming. Mengapa precision farming? karena sumber daya produksi pertanian kita sudah terbatas. Sumber daya air, tanah, pupuk, manusia dan faktor produksi lainnya sudah berkurang baik dari segi kualitas dan kuantitas sehingga optimalisasi untuk mendapatkan hasil produk pertanian yang optimal dan berkualitas tinggi perlu dilakukan. Berbagai faktor yang dianggap bertanggung jawab terhadap penurunan kualitas dan kuantitas antara lain : jumah penduduk yang semakin bertambah, penggunaan lahan pertanian untuk penggunaan bukan pertanian, erosi dan degradadi lahan, dan berbagai sebab lain yang
menjadikan lahan mengalami
penurunan kulaitas dan kuantitas. Pertanian Presisi (Precision Farming) menurut Kaleita dan Tian (2002) dalam Omaran (2012) dapat didefinisikan sebagai berikut : “an integrated information- and production-based farming system that is designed to increase long term, site-specific and whole farm production efficiency, productivity and profitability while minimizing negative environmental impacts”
1
Definisi tersebut menunjukkan keunggulan dari pertanian presisi yakni disamping meningkatkan produksi pertanian, efisiensi, dan keuntungan, sekaligus menurunkan dampak negatif pada lingkungan. Pertanian presisi (precision farming) dapat disamakan dengan berbagai istilah lain. Istilah-istilah lain yang berhubungan dengan pertanian presisi antara lain precision agriculture, prescription farming, site specific management (Pierce dan Nowak, 1999). Pada artikel ini, istilah-istilah tersebut dianggap sama dan dapat digunakan secara bergantion serta memiliki arti yang sama. Berbagai isu strategis telah menghadang pembangunan pertanian di Indonesia. Era abad 21 ini akan diwarnai isu yang akan terus berkembang. Isu perubahan iklim, keterbatasan sumber daya, ketahanan pangan, dan perdagangan bebas mau tidak mau akan mendorong pertanian Indonesia menuju arah industrialisasi pertanian. Tuntutan industrialisasi akan segera datang dalam waktu dekat untuk menjamin ketahanan pangan nasional, daya saing komoditas di kancah internasional, isu sustainability, dan lingkungan. Untuk itulah pertanian presisi ada, untuk menyongsong era baru pertanian Indonesia yang tidak lagi dengan caracara konvensional, tetapi harus dimodernisasi ke arah industrialisasi pertanian.Walaupun perubahan ini nampaknya tidak selalu mulus, upaya yang terus menerus perlu dilakukan untuk dalam waktu yang akan datang menerapkan sistem pretanian presisi mealui proses perencanaan yang matang baik dari berbagai sumberdaya, termasuk sumberdaya manusia. Berdasarkan gambaran permasalahan diatas menunjukkan bahwa pertanian presisi merupakan alternatif yang menjanjikan untuk pertanian abad 21. Namun demikian, permasalahan yang berhubungan dengan pertanian presisi adalah munculnya permasalahan yang berhubungan dengan peralatan dan teknik analisis yang digunakan dalam pertanian presisi. Hal ini sangat beralasan mengingat pertanian presisi berhubungan dengan bagaimana memberikan input sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan oleh tanaman, baik menyangkut aspek lokasi, waktu, dan jumlah masukan. Berbagai alatpun sudah diusulkan. Pierce dan Nowak (1988) dengan jelas telah menjelaskan peranan berbagai alat dan teknik yang dapat digunakan dalam pertanian presisi: Sistem Informasi Geografis (SIG), permodelan (modelling), GPS. Pertanian presisi berhubungan dengan presisi lokasi, dan Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan alat yang paling banyak dibahas. Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sebuah sistem komputer yang bertujuan untuk memasukkan, menganalisis dan 2
menyajikan informasi-informasi yang teracu secara keruangan (ESRI, 1999). Meskipun terdapat berbagai studi yang telah menggunakan SIG sebagai salah satu alat untuk pertanian presisi, namun sampai sejauh yang diketahui penulis masih terbatas pada penggunaan SIG untuk menilai variabiitas (the assessment of variability). Oleh karena itu, atikel ini hanya akan memberikan penekanan pada Sistem Informasi Geografis (SIG), dan terutama bertujuan untuk menunjukkan gagasan mengenai bagimana seharusnya SIG itu dapat digunakan sebagai alat untuk pertanian presisi. II.
Metode kajian
Attikel ini terutama menggunakan kajian pustaka sebagai sumber utama. Jurnal-jurnal yang terkait dengan penggunaan SIG untuk pertanian presisi telah dikaji. Namun demikian patut diakui bahwa sebagaian sumber yang diperoleh merupakan sumber pustaka berbahasa Inggris, yang berarti bahwa penerapan SIG untuk pertanian presisi memang lebih banyak dilakukan oleh peneliti-peneiti dari manca negara.
III.
Hasil Kajian
Hubungan antara Sistem Informasi Geografis dengan pertanian presisi secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. Dari Gambar 1 tersebut nampak jelas bahwa SIG secara potential berperan dalam berbagai kegiatan dalam pertanian presisi.
Gambar 1. Hubungan antara Sistem Informasi Geografis dengan berbagai kegiatan dalam pertanian presisi (sumber : Limpisathian) 3
Gambar 1 tersebut juga menunjukkan bahwa data-data yang diperoleh dari hasil analisis dalam SIG dapat digunakan dalam berbagai kegiatan dalam berbagai aktivitas pertanian presisi. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi SIG dalam pertanian presisi tidak diragukan lagi. Namun demikian dari Gambar 2 tersebut terdapat aspek yang belum nampak yang terutama menyangkut bagaimana SIG digunakan dalam tahap persiapan praktek pertanian presisi, misalnya bagaimana menentukan variabilitas sifat-sifat tanah, bagaimana membuat zone homogen untuk pengelolaan pertanian presisi, bagiama data yang sedemikian banyak diolah dalam sistem informasi, dan bagaimana data-data yang menyangkut perubahan dari satu waktu ke waktu lain dianalisis dalam SIG.
Sehubungan dengan uraian diatas, maka hasil kajian pustaka dalam hubungannya dapat dikelompokkan ke dalam empat kelompok utama kajian : (a) Penggunaan SIG untuk penilaian variabilitas; (b) Penggunaan SIG sebagai basisdata (database) dalam pertanian presisi; (c) Penggunaan SIG untuk membuat rekomendasi (prescription) Untuk setiap kelompok kajian ternyata menunjukkan jumlah aplikasi yang berbeda yang menunjukkan bahwa nampaknya lebih banyak kajian yang mengarah pada peniliaian variabilitas bila dibandingkan dengan kelopmpok kajian lainnya. Uraian selenhgkapnya mengenai setaip kajian tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. 3.1 Penggunaan SIG untuk penilaian variabilitas
Pertanian presisi bertujuan untuk memberikan input pada lahan berdasarkan pada lokasi yang tepat, sesuai dengan kondisi tanah dan kebutuhan tanaman. Oleh karena itu, penilaian variabilitas merupakan aspek penting dan merupakan tahap awal yang sangat mendasar dalam pertanian presisi (Pierce dan Nowak, 1998), karena tahap ini akan menentukan tahap-tahap selanjutnya. Sistem Informasi Geogrfais (SIG) telah banyak diterapkan untuk penilaian variabilitas (Kavianpoor, et al, 2012: Patil, et al, 2011; Sivarajan, et al, 2013, Zandi, et al, 2012).Berbagai studi tersebut memeliki tujuan terutama untuk mengetahui hubungan antara sifat-sifat tanah dengan pertumbuhan dan produktifitas tanaman. Beberapa sifat tanah yang dianalisis misalnya : pH. C Organik, kapasitas lapang, kapasitas layu (wilting point), daya hantar listrik, fospor, nitrogen, dan sifat-sifat tanah yang diperkirakan memiliki keterkaitan dengan pertumbuhan dan produktifitas tanaman. 4
Berbagai teknik analisis dalam Sistem Informasi Geografis sudah, sedang dan nampaknya akan terus digunakan, anatara lain teknik interpolasi kriging, spline, dan inverse distance weighting (Robinson dan Metternicht, 2006; Mueller, et al, 2001, Mueller, et al, 2004). Teknik interpolasi kriging dianggap sebagai teknik utama untuk analisis variabilitas keruangan (spatial variability analysis). Berbagai teknik interpolasi tersebut menunjukkan hasil yang bervariasi dari keakuratan data yang dihasilkan dari proses interpolasi dan teknik interpolasi. Dari berbagai stdui tersebut juga memberikan kesimpulan bahwa tidak ada satu teknikpun yang dapat berlaku menyeluruh, dan pemilihan teknik interpolasi yang digunakan akan sangat tergantung pada kondisi variabilitas sifat-sifat tanah di lapang. Hasil analisis dengan teknik interpolasi ini umumnya disajikan dalam bentuk permukaan (surface) atau kontur yang dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.
Gambar 2. Contoh hasil interpolasi dalam bentuk kontur (Sumber : Robinson dan Metternicht, 2006). 5
Berbagai studi di atas juga telah menunjukkan bahwa teknik pengambilan sampel (sampling) sangat berpengaruh terhadap hasil analisis interpolasi spasial. Disamping teknik pengambilan sampel, faktor-faktor lain yang dianggap berpengaruh terhadap hasil interpolasi adalah: jumlah sampel, jarak sampel dan parameter yang dipiih untuk analisis (Webster dan Oliver, 1990). Oleh karena itu aplikasi berbagai teknik interpolasi seperti disebutkan diatas harus dilakukan dengan sangat hati-hati, karena menyangkut akurasi dari hasil interpolasi. Salah satu implikasi dari peniliain variabilitas adalah penentuan zone pengelolaan (management zone). yang menurut Doerge (2001) dapat didefinisikan sebagai berikut : a precision farming management zone is defined as “a sub-region of a field that expresses a functionally homogeneous combination of yield-limiting factors for which a single rate of a specific crop input is appropriate.”. Definisi tersebut menunjukkan bahwa membuat zone pengelolaan pada prinsipnya hanyalah mengelompokkan lapang berdasar pada kesamaan fenomena. Deliniasi (membuat batas) zone pengeolaan dapat dianggap sebagai tahap kritis dan sangat menentukan dalam pertanian presisi. Definisi tersebut juga menunjukkan bahwa zone pengelolaan dapat dibuat berdasarkan satu atau kombinasi faktor penentu produksi tanaman. Namaun demikian, seperti yang diungkapkan oleh Hornung, et al (2006) bahwa semakin banyaknya penambahan faktor yang diwujudkan dalam bentuk layer belum tetntu memberikan hasil akurat dari deliniasi zone pengelolaan. Karena pertanian presisi menggunakan lapang (field) sebagai konsep dasar maka jelaslah bahwa SIG sangat berperanan penting dalam membantu dalam penentuan zone pengelolaan. Disamping itu, kemampuan SIG di dalam mengelola data spasial yang dalam hal ini adalah field tersebut dan kombinasi dari berbagai field yang diwujudkan dalam peta satu tema (layer/coverage) dalam Sistem Informasi Geografis, memungkinkan pembuatan zone pengelolaan dapat dilakukan dengan lebih efektif dan efisien dengan menggunakan SIG. Layer atau tema yang dapat digunakan untuk menentukan zone pengeollaan menurut Hornung, et al (2006) adalah : (a) tekstur tanah, (b) rona/warna citra penginderaan jauh (remote sensing); (c) topografi; (d) pengalaman petani; dan (e) sifat-sifat tanah : kadar bahan organik, tekstur, kapasitas tukar kation dan (e) peta hasil tanaman. Studi yang telah dilakukan oleh Chiericati (2007) telah menunjukkan bagaimana zone pengelolaan dapat dibuat berdasarkan kombinasi dari berbagai faktor. Teknik clustering digunakan dalam penelitian yang digunalan oleh Chiericati (2007) ini, dengan melakukan kombinasi dari faktor-faktor : bahan organik tanah, daya hantar listrik and indeks vegetasi (vegetation index). Hasil analisis dapat disajikan pada Gambar 3 berikut. 6
Gambar 3. Zone pengelollan yang dibuat dengan cara clustering (Sumber : Chiericati, 2007)
3.2 Penggunaan SIG sebagai Basis Data Pertanian Presisi
Tidak diragukan lagi bahwa pertanian presisi membutuhkan data banyak dan bervariasi. Pierce dan Nowak (1999) dengan jelas menyebutkan bahwa pertanian presisi membutuhkan perolehan, pengelolaan, analisis dan penyajian sejumlah besar data yang bersifat keruangan dan temporal. Banyaknya data dalam pertanian presisi terkait dengan kenyataan bahwa data yang dibutuhkan dalam pertanian presisi adalah data keruangan (spatial) dan data temporal. Peranan SIG sebagai Sistem Pengelolaan Basis Data (Database Management Systems) berperanan sangat sentral dalam Pertanian preseisi. Kemampuan SIG dalam melakukan berbagai analisis data keruangan serta kemampuan dalam menyimpan data dalam jumlah yang besar telah membuat SIG alat yang handal dalam pertanian presisi, 7
seperti dikemukakan oleh Pierce dan Nowak (1999) yang menyatakan bahwa karena kenyataan bahwa pertanian presisi berhubungan dengan variabel-variabel keruangan dan temporal dan karena pertanian presisi merupakan sistem pertanian berbasis data maka kemampuan analisis keruangan SIG lah yang memungkinkan pertanian presisi. Dengan kata lain kemampuan SIG lah yang telah memungkinkan perubahan sejumlah besar data dalam pertanian presisi menjadi informasi yang dibutuhkan untuk pengambian keputusan. Dengan kemampuan tersebut maka analisis kecenderungan (trend analysis), analisis pola (pattern analysis) dan analisis hubungan dapat dilakukan dengan menggunakan data-data yang sudah tersimpan dalam Sistem Informasi Geografis. Oleh karena itu SIG dapat berfungsi sebagai alat pengambilan keputusan (decision support systems) untuk pertanian presisi.
Pemanfaatan SIG sebagai basisdata untuk pertanian presisi terutama sangat berguna pada saat membuat prescription map. Seperti disebutkan dalam Pierce dan Nowak (1999) prescription map merupakan sebuah atau beberapa peta yang dibuat dari peta-peta kondisi (contional maps), yang diperoleh dari penilaian variabilitas yang sudah dijelaskan pada 3.1, yang sudah disimpan dalam Sistem Informasi Geografis. Dengan kenyataan ini maka jeaslah bahwa dengan kemampuan menyimpan data-data dalam jumlah besar maka sangatlah mungkin untuk membuat prescription map berdasarkan sejumlah data yang telah tersimpan dalam SIG. Disamping itu, kemampuan Sig untuk dapat menyimpan data dari berbagai sumber telah memungkinkan pembuatan prescription map lebih efektif dan efisien. Berbagai sumber data yang dapat dimasukkan sebagai sumber data untuk SIG dapat dilihat pada Gambar 4 berikut. Gambar tersebut menjelaskan bahwa berbagai data dapat dimasukkan yang selanjutnya dianalisis dan disajikan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG). Data-data yang diperoleh dari pengamatan lokasi dengan alat Global Positioning System (GPS), datadata pengamatan lapang, data lokasi sampel tanah dapat dimasukkan dalam SIG. Data-data sekunder dan primer dapat juga dimasukkan dalam SIG, seperti misalnya data praktek pertanian petani (pemupukan, pengolahan lahan) juga dapat dimasukkan dalam SIG. Selaian data vektor, data raster (raster data) juga dapat dimasukkan dan disimpan serta dianaisis melalui alat SIG ini. Dari penjelasan di atas jelasah bahwa SIG berfungsi sebagai basisdata (database) untuk pertanian presisi.
8
Gambar 5. Sumberdata untuk Sistem Informasi Geografis (Sumber :http://www.google.com/imgres?imgurl=http://www.croswellschulte.com/GIS_da ta_types.jpg&imgrefurl=http://www.croswellschulte.com/ServicesGIS%2520Des ign%2520and%2520Implementation.htm&h=289&w=397&sz=27&tbnid=ZT6vS HKKQLX5SM:&tbnh=90&tbnw=124&zoom=1&usg=__NdzhGCAkZvwKYSd2 Kmz0mBMJwWk=&docid=xTVt_NEVqBLQzM&sa=X&ei=2EOlUsvHM4TtrA f3-YHgAw&ved=0CDMQ9QEwAg) Pentingnya SIG sebagai basisdata akan sangat memberikan manfaat besar bagi pertanian presisi dengan alasan seperti dikemukakan oleh Pierce dan Nowak (1999) yang dengan jelas menyebutkan bahwa proses-proses dan sifat-sifat yang menentukan kinerja dan hasil tanaman sangat bervariasi menurut tempat dan waktu. Pencatatan (recording) faktor-faktor yang menentukan kinerja dan hasil tanaman dari waktu ke waktu dan dari satu tempat ke tempat ain akan sangat menentukan keputusan yang diambil. Dengan adanya SIG, maka keputusan yang diambil dalam kaitannnya dengan pertanian presisi akan menjadi lebih berbasis pada data (data driven decision) dan hasil keputusan akan menjadi lebih akurat. Lebih penting lagi seperti diungkapkan pleh Pierce dan Nowak (1999) bahwa untuk pertanian presisi agar dapat berguna maka variasi harus diketahui dengan ukuran yang diketahui, secara keruangan terstruktur (spatialy structured) dan dapat dikelola (manageable). Pernyataan ini secara tegas menunjukkan bahwa analisis keruangan
9
sangatlah penting dalam pertanian presisi. Teknik analisis untuk menentukan struktur keruangan (random atau cluster) sangatlah mudah dilakukan dengan SIG. Berbagai data dapat dimasukkan dan dianalisis dalam SIG untuk menentukan derajad variasi dari faktorfaktor yang menentukan kinerja dan hasil tanaman. Selanjutnya SIG dapat digunakan untuk menentukan apakah satuan-satuan yang telah ditentukan melalui zone pengeolaan seperti disebutkan dalam 3.1 dapat dikelola atau dapat diperlakukan secara random/rata-rata. Berbagai teknik analisis keruangan yang terdapat dalam SIG sangat potensial digunakan dalam pertanian presisi. Salah satu contoh baik dari penerapan konsep basisdata dalam pertanian presisi telah dilakukan oleh Prabawa, et al (2009) yang mengungkapkan bahwa SIG sebagai salah satu komponen dari sistem yang telah dibuat terbukti mampu untuk dapat mengetahui lokasilokasi dengan kelebihan dan kekurang pupuk yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai alat untuk rekomendasi yang bersifat spesifik lokasi (site specific).
3.3. Penggunaan Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk Membuat Rekomendasi Pertanian Presisi
Penggunaan SIG untuk rekomendasi pertanian presisi beragam tergantung pada jenis tanaman dan teknik analisis dalam SIG yang digunakan. Satyanarayana (2011) menggunakan Sistem Informasi Geografis sebagai alat untuk membuat pemetaan kesuburan berbasis SIG untuk membuat rekomendasi pemupukan. Penggunaan SIG pada studi ini memberikan penekanan pada pembuatan / deliniasi zone-zone pengelolaan kesuburan tanah tang berbasis pada peta varriabilitas kesuburan tanah, dan berdasarkan pada zone-zone tersebut kemudian dibuatlah rekomendasi.
IV.
KESIMPULAN
Hasil kajian penggunaan Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk pertanian presisi yang dilakukan pada artikel ini menunjukkan bahwa SIG merupakan alat yang sangat potensial untuk pertanian presisi. Hasil kajian juga telah menunjukkan bahwa SIG dengan bentuk utama penyajian adalah peta (data keruangan /spatial data) sangat membantu dalam pembuatan peta kondisi (condition maps) dan peta preskripsi (prescription maps) dalam pertanian presisi. Kemampuan analisis keruangan SIG telah memungkinkan pertanian presisi 10
dapat dilakukan dengan lebih berdasar pada data dan keputusan-keputusan yang diambil juga berbasis pada data (data driven decision), sehingga keputusan lebih akurat. Oleh karena itu berdasarkan kajian ini jelaslah bahwa SIG sangat berperanan dalam pertanian presisi.
DAFTAR PUSTAKA
Chiericati, M., F. Morari, L. Sartori, B. Ortiz, C. Perry, and G. Vellidis. 2007. Delineating management zones to apply site-specific irrigation in the Venice lagoon watershed. dalam: Stafford, J.V. (Ed.), Precision Agriculture ‘07 – Proceedings of the Sixth European Conference on Precision Agriculture (6ECPA), Skiathos, Greece, pp. 599605. Doerge, T.A. Management Zone Concept dalam http://www.ipni.net/publication/ssmg.nsf/0/C0D052F04A53E0BF852579E500761AE 3/$FILE/SSMG-02.pdf. Diakses Tanggal 12 Nopember 2013 Hornung, A., Khosla, A. Reich, R, Inman, D and Westfall, D.G. 2005. Comparison of SiteSpecific Management Zones dalam Agronomy Journal, Vol. 98 No. 2, p. 407-415. Kavianpoor1, H, Ouri1, A.E, Jeloudar, Z.J, Kavian, A. 2012. Spatial Variability of Some Chemical and Physical Soil Properties in Nesho Mountainous Rangelands dalam American Journal of Environmental Engineering 2012, 2(1): 34-44 Mueller, T.G., Pusuluri, N.B., Mathias, K.K., Cornelius, P.L., Barnhisel, R.I dan Shearer, S.A. 2004. Map Quality for Ordinary Kriging and Inverse Distance Weighted Interpolation dalam Soil Science Soc. Am. Journal, 68:2042-2047. Muelller, T.G., Pierce, F.J., Schabenberger, O dan Warncke, D.D. 2001. Map Quaity for Site Specific Fertility Management dalam Soil Science Soc, Am. J., 65:1547-1558 Omran, E.A. 2012. On-the-Go DigitalSoil Mapping for Precision Agriculture dalam International Journal of Remote Sensing Applications. Sept. 2012, Vol. 2 Iss. 3, PP. 20-38 Patil, S.S., V.C. Patil and K.A. Al-Gaadi 2011.Spatial Variability in Fertility Status of Surface Soils dalam World Applied Sciences Journal 14 (7): 1020-1024, 2011 Pierce, F.J dan Nowak, P. 1999. Aspects of Precision Agriculture. dalam Advances in Agronomy, Vol. 67: 1-83. Rodriguez E., Sultan, R and Hilliker, A. 2004. Negative Effects of Agriculture on Our Environment. dalam The Traprock, Vol. 3, May 2004, pp 28 - 32 Sigit Prabawaa, Bambang Pramudyab, I Wayan Astikac, Radite Praeko Agus Setiawand, dan Ernan Rustiadie. 2009. Sistem Informasi Geografis dalam Pertanian Presisi Aplikasi pada Kegiatan Pemupukan di Perkebunan Tebu dalamPROSIDING SEMINAR NASIONAL HIMPUNAN INFORMATIKA PERTANIAN INDONESIA 2009 ISBN : 978 – 979 – 95366 – 0 - 7 Robinson, T.P, Metternicht, G 2006. Testing the performance of spatial interpolation techniques for mapping soil properties dalam Computers and Electronics in Agriculture 50 (2006) 97–108 11
SATYANARAYANA, T, MAJUMDAR, K dan BIRADAR, D. 2011. New approaches and tools for site-specific nutrient management with reference to potassium dalam Karnataka J. Agric. Sci.,24 (1) : (86-90)
Webster, R dan M.A. Oliver. 1990. Statistical Methods in Soil and Land Resource Survey. Oxford University Press. New York, NY. Zandi, S , Ghobakhlou, S and Sallis, P. 2011. Evaluation of Spatial Interpolation Techniques for Mapping Soil pH dalam19th International Congress on Modelling and Simulation, Perth, Australia, 12–16 December 2011
12