MAKALAH ISLAM Save Kementerian Agama
Tahun 2014
MAKALAH ISLAM #Save Kementerian Agama
Disusun oleh : M. Fuad Nasar, M.Sc (Wakil Sekretaris BAZNAS)
“Save Kementerian Agama, selamatkan Kementerian Agama.” Kata yang tepat di tengah prahara korupsi yang mengguncang institusi Kementerian Agama pertengahan 2014 ini. Penetapan Suryadharma Ali yang sedang menjabat Menteri Agama Kabinet Indonesia Bersatu II sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah berita mengejutkan dan menimbulkan keprihatinan. Musibah umat yang harus disikapi dengan introspeksi. Kasus korupsi gampang sekali menyambar pejabat, institusi dan urusan yang berkaitan dengan kepentingan umat Islam. Dalam pengusutan kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji tahun 2012 -2013, KPK tidak menerapkan prinsip anak tangga, yaitu menjerat pelaku korupsi mulai dari pejabat terendah hingga ke atas, melainkan sebaliknya langsung menyeret pejabat tertinggi yang bertanggungjawab. Kasus korupsi menjadi pukulan terberat kewibawaan institusi Kementerian Agama yang beberapa kali tercoreng. Ketua KPK Abraham Samad mengatakan “Kementerian Agama tak pernah berhenti melakukan korupsi”. Sejak kasus korupsi penyimpangan dana abadi umat tahun 2001-2005 yang menyeret mantan Menteri Agama dan mantan Dirjen BIPH, Kementerian Agama telah melakukan langkah penataan dalam kerangka Reformasi Birokrasi yang terus berjalan. Pada 2012
dilakukan pencanangan “Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas Dari Korupsi” oleh Menteri Agama Suryadharma Ali. Namun di sisi lain, penyelenggaraan haji yang dikelola Kementerian Agama selalu menjadi bidikan KPK karena mengandung banyak titik rawan dan potensi penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang yang berujung pada tindak pidana korupsi. Korupsi di Kementerian Agama dianggap kasus luar biasa dan karena itu menjadi top news di berbagai media serta menjadi bahan cemooh masyarakat. Belum selesai korupsi yang satu muncul korupsi yang lain. Kenapa korupsi terjadi di kementerian yang membawa nama agama. Kenapa kasus korupsi haji sampai dua kali menjerat Menteri Agama di era reformasi. Sistem dan regulasi yang salah atau manusianya yang bekerja tidak benar? Siapa pun yang menjabat Menteri Agama, Dirjen, dan posisi lainnya, tidak ada yang berniat merusak dan membusukkan kementerian yang merupakan warisan para ulama. Namun tidak bisa dipungkiri, sistem yang tidak dibenahi dan perangkap kepentingan politik dan bisnis menjadi faktor yang merusak. Reformasi birokrasi yang dilakukan ternyata belum mampu menutup seluruh pintu dan celah korupsi.
Secara umum korupsi yang menjangkiti birokrasi Indonesia sangat kompleks permasalahannya. Korupsi secara konvensional terjadi karena sifat serakah sehingga mencampur-adukkan yang haq dan yang bathil. Dugaan korupsi timbul karena ada masalah dalam aspek legal dan “bussines process” terkait dengan pengadaan barang dan jasa. Korupsi merajalela karena pengawasan internal yang tidak berjalan dengan baik. Di samping itu korupsi timbul akibat ketidakberanian bawahan mengingatkan atasan yang keliru atau menolak kemauan atasan yang tidak benar. Pada kasus-kasus korupsi yang terorganisir, kesalahan atasan selalu melibatkan bawahan, dan kesalahan bawahan tidak lepas dari tanggungjawab atasan dalam satu rangkaian perbuatan hukum. Patut direnungkan sinyalemen yang disampaikan Proklamator Kemerdekaan Bangsa Indonesia dan Wakil Presiden RI Pertama almarhum Mohammad Hatta tahun 1970-an bahwa “korupsi telah membudaya di Indonesia”. Kita lihat sehari-hari bukti korupsi yang membudaya. Terbongkarnya korupsi besar tidak berpengaruh terhadap merajalelanya korupsi kecil. Pencegahan korupsi kecil tidak menghentikan korupsi besar. Korupsi semakin masif dan sistematis. Pemberantasan korupsi tidak hanya membutuhkan pengetahuan tentang apa yang benar dan salah, tetapi membutuhkan keberanian dan keteladanan. Setelah Suryadharma Ali semoga tidak ada lagi Menteri Agama
yang tersandung kasus korupsi. Menteri Agama akan berganti setiap lima tahun, tetapi tugas dan fungsi Kementerian Agama insya Allah akan tetap berkesinambungan. Seiring dengan itu untuk perbaikan ke depan, pengangkatan Menteri Agama pada kabinet mendatang patut mempertimbangkan bahwa jabatan Menteri Agama sebaiknya berasal dari kalangan nonpartai. Kalaupun kader partai politik, tidak merangkap jabatan di parpol karena rawan penyalahgunaan wewenang. Loyalitas kepada partai berakhir tatkala loyalitas kepada negara dimulai. Pandangan dan pemikiran ini dikemukakan demi untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan yang rawan di Kementerian Agama baik pusat maupun daerah. Pencegahan korupsi harus dimulai dari hulu-nya. Kementerian Agama sebagai simbol moral pemerintah harus steril dari kepentingan politik selain politik kenegaraan. Seorang Menteri Agama harus bisa menjaga muruah pribadi dan muruah institusi. Jabatan bisa memuliakan dan bisa menghinakan. Mantan Menteri Agama almarhum H. Munawir Sjadzali mengatakan, “Orang Kementerian Agama adalah ibarat orang berpakaian putih. Jika kena noda sedikit saja, jelas kelihatan.”
Kementerian Agama yang didirikan pada 3 Januari 1946 dengan Menteri Agama Pertama almarhum Prof. Dr. HM Rasjidi merupakan satu-satunya kementerian yang merepresentasikan wajah umat Islam dan wajah umat beragama di Indonesia. Oleh karena itu Menteri Agama harus berlaku adil dan merangkul semua golongan. Semua golongan bertanggungjawab terhadap masa depan Kementerian Agama. Kewibawaan institusi dan aparatur Kementerian Agama harus ditegakkan dan diselamatkan dari krisis kepercayaan publik. Kasus korupsi kali ini adalah momentum untuk melakukan perubahan dan penataan secara fundamental dan elegent terhadap seluruh tugas dan fungsi di Kementerian Agama yang rawan korupsi. Dalam kaitan ini kritik masyarakat harus dijawab dengan perbaikan yang mendasar. Selain itu saran dan nasehat dari para mantan pimpinan dan sesepuh Kementerian Agama patut diminta dalam rangka memperbaiki kementerian ini yang berulang kali diguncang kasus korupsi. Semangat kerja pegawai harus dibangun dengan panduan nilai-nilai agama. Pegawai yang bersih dan mempunyai integritas masih banyak di Kementerian Agama. Insya Allah, badai pasti berlalu. Wallahu a’lam bisshawab.