Senin, 3 November 2014 Mading Spensa Terbit Mingggu I dan III
MADING SPENSA
Setiap Bulan
Kritis, Santun, Terpercaya, Aktual, Lugas Jln. Gajahmada No. 143 Mojokerto Telp./Faks. 0321 322614 Email.
[email protected]
Pembagian Rapor Sisipan
Foto
Sabtu (1/11) peserta didik SMP Negeri 1 Mojokerto menerima rapor sisipan atau rapor tengah semester ganjil tahun pembelajaran 2014/2015. Rapor sisipan tersebut diterimakan langsung kapada peserta didik kelas 8 dan kelas 9. Sementara itu, untuk peserta didik kelas 7, rapor diserahkan kepada orang tua/wali murid. Wajah sumringah ditunjukkan oleh para peserta didik saat mereka membuka rapor sisipan yang baru diterimanya dari wali kelas masing-masing. Mereka senang dengan nilai yang didapatnya. Namun, tidak sedikit juga peserta didik yang merasa kecewa karena mendapat nilai kurang memuaskan. Salah seorang peserta didik kelas 8 yang
“Rapor Sisipan sebagai Wahana Introspeksi Diri “ ditemui Mading Spensa mengaku nilainya tidak memuaskan karena terlalu banyak bermain dan kurang dalam belajar. Dia juga mengaku takut dimarahi orang tua karena nilainya jelek. Sementara itu, Wali Kelas 8-E melalui awak madding spensa berpesan agar rapor sisipan hendaknya dijadikan sebagai wahana introspeksi diri bagi peserta didik, pendidik, dan orang tua peserta didik. Pada kesempatan tersebut, sekolah juga melakukan sosialisasi implementasi kurikulum 2013 kepada orang tua/wali murid kelas 7. Kepala Sekolah dalam sambutannya menjelaskan bahwa Kurikulum 2013 atau yang sering disebut K-13 merupakan penyempurnaan kurikulum sebelumnya. Penyempurnaan tersebut terkait dengan strandar kompetensi lulusan (SKL), standar isi (SI), standar proses, dan standar penilaian. (BP)
Index Rubrik
Pembagian Rapor Sisipan
Menjadi Teladan bagi Diri Sendiri
Anggota DPR Perlu Belajar Berdemokrasi pada OSIS Spensa
Para Jagoan Spensa Borong Trofi dalam Pesta Budaya Mojokerto 2014.
Cerpen: Kisah Apem Ulang Tahun
Bahasa Indonesia Ragam Baku Pengurus OSIS Baru, Harapan Baru Jepretan Peristiwa Cerita Humor Puisiku
Tajuk Jurnalistik Membangun Karakter Ketika kita mendengar istilah jurnalistik bayangan kita pasti tertuju pada kegiatan peliputan berita yang berkaitan dengan Koran. Sepertinya tidak ada hubungannya dengan kegiatan pembelajaran di sekolah kecuali ekstrakurikuler. Padahal jurnalistik sangat erat hubungannya dalam membentuk karakter penerus bangsa yang kritis, jujur, saling menolong, kerja keras, santun dan berbudi luhur. Melalui kegiatan reportase siswa diminta hanya menulis kebenaran. Mengingat dalam redaksi jurnalistik diperlukan tim kerja maka akan mendorong siswa untuk bisa hidup saling tolong-menolong dan bekerjasama. Melalui kegiatan jurnalistik siswa juga didorong kritis melalui pengamatan segala peristiwa di masyarakat dan kritis menyikapi peristiwa itu. Dalam kegiatan jurnalistik, bahasa yang digunakan harus berstruktur, santun dan komunikatif sehingga melatih siswa untuk berbicara secara santun. Dengan demikian kegiatan jurnalistik hendaknya menjadi salah satu program wajib di tingkat sekolah sebagai salah satu elemen menumbuhkan karakter bangsa.
Senin, 3 November 2014 Mading Spensa Terbit Mingggu I dan III Setiap Bulan
MADING SPENSA
Hal 2
Kritis, Santun, Terpercaya, Aktual, Lugas MENJADI TELADAN BAGI DIRI SENDIRI
…. Ketika aku masih muda dan bebas berkhayal, Aku bermimpi ingin mengubah dunia. Seiring dengan bertambahnya usia dan kearifanku, Kudapati bahwa dunia tak kunjung berubah. Maka cita-cita itu pun agak kupersempit, Lalu kuputuskan hanya untuk mengubah negeriku. Namun, tampaknya hasrat itu pun tiada hasil. Tatkala usiaku makin senja, dengan semangatku yang masih tersisa, kuputuskan untuk mengubah keluargaku, orang-orang yang paling dekat denganku. Sayangnya, mereka pun tak mau diubah. Kini, sementara aku berbaring menunggu ajal menjelang, tiba-tiba kusadari andaikan yang pertama-tama kuubah adalah diriku, maka dengan menjadikan diriku sebagai teladan, mungkin aku bisa mengubah keluargaku. Lalu berkat inspirasi dan dorongan mereka, bisa jadi aku pun bisa memperbaiki negeriku. Kemudian siapa tahu, aku bahkan bisa mengubah dunia. (Dikutip dari Taufiq Pasiak, Manajemen Kecerdasan) Rangkaian larik-larik puitis di atas menunjukkan betapa keteladanan harus dimulai dari diri sendiri, dari masing-masing pribadi. Namun, saat ini hal itu sulit ditemui. Akibatnya, moral bangsa tercobak-cabik. Budaya timur yang terkenal santun sudah mulai luntur. Di masyarakat sering kita jumpai kelakuan tidak bermoral dan perbuatan negatif lainnya seperti korupsi, kolusi, nepotisme, dan praktik -praktik menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Ironisnya, perbuatan-perbuatan tidak bermoral semacam itu justru dilakukan oleh mereka yang telah mendapatkan pendidikan. Hal tersebut menunjukkan betapa krisis moral bangsa Indonesia sudah begitu memprihatinkan. Mengapa banyak orang pinter menjadi keblinger? Apa yang menyebabkan mereka seperti itu? Pinter tetapi sesat. Pendidikan macam apa yang mereka lalui sehingga otak lebih dominan daripada watak? Di mana andil pendidikan terhadap pembentukan moral bangsa? Dalam sejarah dunia pendidikan Indone-
sia, kita mengenal tokoh Ki Hajar Dewantara, pendiri Taman Siswa. Beliau mencetuskan istilah Tri Pusat Pendidikan yang berarti lingkungan pendidikan meliputi keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dengan Tri Pusat Pendidikan, Ki Hajar Dewantara ingin membangun anak didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, merdeka lahir batin, luhur akal budinya, cerdas dan berketerampilan, serta sehat jasmani dan rohaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan bertanggung jawab atas kesejahteraan bangsa, tanah air, serta manusia pada umumnya. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional. Untuk mencapai tujuan tersebut, ketiga lingkungan pendidikan--keluarga, sekolah, masyarakat--memiliki peran yang sangat penting. Namun, dalam kenyataannya ketiga lingkungan pendidikan tersebut tidak bisa bersinergi, tidak bisa saling mendukung. Para orang tua sering hanya mengandalkan sekolah sebagai pendidik anak-anak mereka. Mereka berpikir bahwa tugasnya hanyalah mencukupi kebutuhan finansial anak-anaknya, mereka lupa bahwa kasih sayang orang tua kepada anak merupakan bagian dari pendidikan. Bahkan ada orang tua yang tidak mengetahui kapan anaknya berangkat atau pulang sekolah. Urusan pendidikan anak diserahkan sepenuhnya kepada sekolah atau bahkan kepada pembantu. Sementara itu, sekolah juga belum mampu memberikan pelayanan terbaiknya untuk memberikan pendidikan kepada peserta didik secara utuh. Pendidikan karakter yang sedang gencar-gencarnya dimasukkan dalam kurikulum sekolah ternyata implementasinya hanya sebatas teori, hanya sebatas tulisan, hanya sebatas slogan. Padahal, pendidikan karakter harus dibangun dengan metode keteladanan, pengarahan, pembiasaan, pelatihan, partisipasi, hukuman, dan penghargaan. Pun begitu yang terjadi di lingkungan masyarakat. Masyarakat tidak mampu membe-
Keteladanan dapat dilakukan mulai dari hal yang paling sederhana.
rikan teladan yang baik bagi pelajar (baca: generasi muda). Di era globalisasi, semakin sulit menemukan keteladanan yang terimplementasi dalam kehidupan sehari-hari. Setiap media, apakah cetak, elektronik, visual maupun virtual menyuguhkan berbagai informasi yang negatif, bahkan sudah menjadi brand image bahwa setiap media yang paling cepat menyuguhkan berita pembunuhan, pemerkosaan, penipuan ataupun kejahatan lainya dianggap paling ngetop. Saat ini sifat keteladanan itu semakin sulit ditemui. Hal ini disebabkan banyak orang tidak mampu memulai menjadi teladan, padahal keteladanan itu bisa bermunculan bila semua orang berobsesi dan terketuk hatinya untuk melakukan perbuatan baik bagi dirinya sendiri, dan memulai dari dirinya sendiri. Untuk menyikapi hal tersebut, kita jangan hanya mengandalkan mencari keteladanan, tetapi marilah kita sendiri memulai untuk menjadi teladan, minimal menjadi teladan bagi diri sendiri. Jika semua orang sudah mulai terobsesi menjadi teladan bagi dirinya sendiri, bukan mustahil akan bermunculan teladan-teladan yang mampu memotivasi munculnya teladanteladan lainnya. (Mulib, M.Pd.)
Senin, 3 November 2014 Mading Spensa Terbit Mingggu I dan III Setiap Bulan
MADING SPENSA
Hal 3
Kritis, Santun, Terpercaya, Aktual, Lugas
Anggota DPR Perlu Belajar Berdemokrasi pada OSIS Spensa
P
esta demokrasi yang berlabel pilpres telah berlalu. Presiden terpilih pun telah dilantik. Begitu juga dengan kabinet baru sudah siap bekerja untuk mewujudkan kemakmuran bersama rakyat Indonesia.
Para Calon Ketua dan Calon Wakil Ketua OSIS Spensa Periode 2014/2015
Namun, perseteruan partai pendukung masing-masing pasangan capres/cawapres belum ada tanda-tanda berakhir. Hal tersebut tampak pada kekisruhan yang terjadi di parlemen antara Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Perdebatan, caci maki, dan saling serang mewarnai setiap sidang yang digelar di parlemen. Kekisruhan terakhir yang sedang menghangat adalah dilayangkannya surat mosi tidak percaya terhadap pimpinan DPR yang dianggap tidak aspiratif. Buntut dari mosi tidak percaya tersebut melahirkan pimpinan DPR “Tandingan”.
Perilaku anggota DPR yang terhormat ternyata tidak bisa menjadi teladan bagi rakyat yang diwakilinya. Tampaknya anggota DPR yang terhormat tersebut harus belajar berdemokrasi kepada OSIS Spensa Mojokerto. Gelaran pemilihan ketua OSIS Spensa periode 2014/2015 berlangsung dengan aman, lancar, dan gembira. Tidak ada money politic, tidak ada fitnah, tidak ada caci maki, tidak ada perseteruan, tidak ada dendam. Yang menang tidak jumawa, yang kalah legawa. Senin (3/11) ketua dan pengurus OSIS Spensa periode 2014/2015 dilantik. Semoga pengurus OSIS yang dilantik tersebut dapat belajar dan bekerja dengan baik. Lebih dari itu, semoga para wakil rakyat yang terhormat yang duduk di kursi parlemen segera akur dan dapat bekerja untuk kemakmuran rakyat dan bangsa Indonesia. Aamiin! (Bm)
Para Jagoan Spensa Borong Trofi dalam Pesta Budaya Mojokerto 2014
T
radisi membawa pulang trofi kejuaraan tetap dipertahankan oleh putra-putri perwakilan Spensa di setiap ajang kompetisi atau kejuaraan. Salah satu di antaranya adalah ajang kompetisi Pesta Budaya Mojokerto 2014 dalam rangka perayaan Sumpah Pemuda dan Tahun Baru Islam yang digelar di GOR Majapahit pada 25-30 Oktober. Dari semua perlombaan, tidak satu pun wakil Spensa yang pulang dengan tangan hampa. Dalam lomba bercerita bahasa Jawa, Spensa merebut juara 1, 2, 3, dan harapan 1. Pada lomba baca puisi, Spensa meraih juara 3, harapan 1, 2, dan 3. Lomba cipta mading, Spensa meraih juara ke-3. Lomba menyanyi lagu daerah,
“
Jika kalian kalah
dalam hal apa pun jangan bersedih Meraih juara 1, 2, 3, dan harapan 2. Sedangkan pawai taaruf dapat juara 3. Walaupun demikian, para officel Spensa merasa kecewa dengan hasil tersebut. Lina Harimastuti mengaku bahwa prestasi yang diraih anak-anak masih kurang maksimal karena target yang ditetapkan adalah juara pertama di setiap jenis lomba. Semoga dapat diperbaiki di lomba -lomba berikutnya. (BM)
karena satu gugur akan tumbuhlah
sejuta kemenangan “
Tim Redaksi Pembina : Lina Harimastuti, S.Pd.., Mulib, M.Pd.; Pemimpin Redaksi : Berliana Putri; Sekretaris : Farida Puspita; Redaktur : Nadiatus, Desain Produksi; Anggita Nurlathifa; Reporter: Dwi Ayu, Raihanah, Devina, Azel, Nabila Faiz, Sulistyani; Kontributor: Peserta EkstraJurnalistik.
Senin, 3 November 2014 Mading Spensa Terbit Mingggu I dan III
MADING SPENSA
Setiap Bulan
Hal 4
Kritis, Santun, Terpercaya, Aktual, Lugas
Kisah Apem Ulang Tahun Aku menatap layar laptop di depanku. Jemariku dengan piawai mengetikkan kata-kata di atas keyboard. Semburat merah akan meliuk di lebarnya sayap langit. Semua suara akan bangun begitu sang surya merekahkan senyum indahnya dari balik Gunung Welirang nun jauh di sana. “Lita, sini! Bantuin Ibu, ya!” Aku yang tadinya mengetik di kamarku langsung berhenti dan berjalan menuju tempat sumber suara: dapur. Aku melihat Ibu sedang membuka bungkus tepung beras dan menuangkannya ke mangkuk. “Ada apa, Bu? Eh, Ibu lagi buat apa, Bu?” tanyaku sembari memerhatikan ragi, pengukus, mixer, gula, dan garam tertata rapi di dapur. “Ini, lho, Ta. Kamu bantuin Ibu bikin kue apem, ya! Hmm, kamu ambil nangka di kulkas, ya! Nah, nangkanya itu kamu pisahin daging sama bijinya,” kata Ibu. “Horeee! Kue apem! Asyikk!” aku berteriak gembira. Aku segera mengambil nangka yang ada di dalam kulkas. Tak lupa aku mengambil mangkuk, pisau dan sendok untuk memisahkan daging nangka dengan kulit dan bijinya. Hmmm, segini cukup nggak, ya? batinku melihat mangkuk sudah penuh dengan daging buah nangka. “Bu, ini cukup nggak?” tanyaku sambil menyodorkan mangkuk berukuran sedang itu. “Wah, kurang, tuh, Ta. Ambil nangkanya satu lagi, lah!” jawab Ibu. Aku mengangguk. Hore, pesta apem! Batinku. *** Kue apem pun keluar dari panci pengukus. Bau harumnya menyeruak di ruangan berukuran 3x3 meter itu. Aku menjilat bibirku yang terasa kering. Aku segera mengambil piring dan menaruh apem yang lumayan panas itu di atasnya. Aku mengambil sebuah kue apem. “Wah,Lita! Kamu nggak bisa makan semuanya itu, dong!” seru Ibu melihatku sudah begitu tidak sabar mencicipi kue apem itu. “Ah, Ibu! Makanan kan, emang dibuat untuk dimakan, sih. Masa nggak boleh?” protesku dengan muka cemberut. “Loh, bukannya nggak boleh. Tapi,” ucap Ibu yang tiba-tiba kusela. “Ah, aku pasti habis kok, kue apem sebanyak ini. Aku malah senang.” “Bukannya begitu. Kue apem ini bukan untuk kamu saja. Kue
apem ini mau Ibu bagi-bagikan ke tetangga juga. Untuk syukuran hari ulang tahunmu dan adik. Nah, sekarang bantu Ibu membuat kotak makanan dari karton ini!” jelas Ibu. “Ah, Ibu! Buat apa, sih, dibagi-bagikan ke tetangga? Aku, Ayah dan Adik pasti akan menghabiskannya dengan cepat. Lagipula kan rugi! Kita aja nggak dapat apa-apa dari tetangga,” kilahku. Aku masih tidak rela kue apem yang aku buat dibagi-bagikan. Nanti kalau aku sendiri yang malah nggak kebagian, gimana? Kan, aku tadi yang membuatnya! “Lita, ini bukan masalah rugi atau tidaknya. Sudahlah! Ayo bantu Ibu!” ujar Ibu. “Minggu depan Ibu buatkan kue pukis kesukaanmu, deh! Nanti, bisa kamu makan sepuas-puasnya,” bujuk Ibu lagi saat melihatku memasang muka cemberut. Aku mengangguk gembira. Kekesalanku tadi seketika meluap. Hilang entah ke mana. Sekarang, perasaan itu digantikan perasaan senang karena akan dibuatkan kue pukis yang memang sangat aku suka. Tanganku mulai mengambil kertas karton yang telah dibuat sedemikian rupa sehingga menjadi kerangka kotak makanan. Aku hanya tinggal melipat dan menyatukan bagian sana-sini. Tak ada semenit, sebuah kotak pun jadi. *** Semua kertas karton telah berhasil kami sulap menjadi kotak tempat makanan yang cantik dan rapi pula. Aku mengambil piring yang berisikan kue apem yang kami buat tadi. Selain itu, aku mengambil setandun pisang dan sebungkus besar jeruk mandarin di dekat karung beras. Tak lupa juga jenang yang telah dibuat Ibu kemarin. Kami membungkus kue apem dengan plastik kecil untuk setiap kuenya. Setelah itu, kami memasukkan ke dalam kotak makanan tadi masing -masing sebuah kue apem, sebuah jeruk mandarin di dekat karung beras. Tak lupa juga jenang yang telah dibuat Ibu kemarin. Kami membungkus kue apem dengan plastik kecil untuk setiap kuenya. Setelah itu, kami memasukkan ke dalam kotak makanan tadi masing -masing sebuah kue apem, sebuah jeruk mandarin, dua potong jenang, sebuah pisang dan juga air mineral. Aku begitu teliti memasukkannya ke dalam kotak. Jangan sampai ada yang lebih atau kurang. Pun, bila tidak pandai menata, maka kotak itu tidak akan mampu menampung semua isinya. Benar-benar sebuah hal yang baru buatku. ***
Tim Redaksi
Pembina : Lina Harimastuti, S.Pd.., Mulib, M.Pd.; Pemimpin Redaksi : Berliana Putri; Sekretaris : Farida Puspita; Redaktur : Nadiatus, Desain Produksi; Anggita Nurlathifa; Reporter: Dwi Ayu, Raihanah, Devina, Azel, Nabila Faiz, Sulistyani; Kontributor: Peserta EkstraJurnalistik.
Senin, 3 November 2014
MADING SPENSA
Hal 5
Mading Spensa Terbit Mingggu I dan III Setiap Bulan
Kritis, Santun, Terpercaya, Aktual, Lugas (lanjutan...) Kisah Apem Ulang Tahun Keringat banyak bercucuran di dahiku. Aku mengusapnya. Akhirnya selesai juga tugas kami hari ini. Aku menengok kue apem yang tersisa di piring. Masih ada sepuluh buah. Tiba-tiba aku merasa bersalah karena serakah soal kue apem itu. Toh, aku masih punya banyak. Belum tentu juga, kan, aku akan menghabiskan semuanya. Ah, aku begitu menyesal. “Ta, tolong antarkan ini ke rumah Bu Sasi, Budhe Latief, Bu Marjuki, Bu Jaya, Bu Rena dan Bu Lina, ya!” seru Ibu. Aku bangkit membawa kotak-kotak makanan yang diberikan Ibu dan berjalan keluar rumah. Untungnya, siang itu cuaca sedang sejuk. Matahari tertutup awan putih yang bergumpal-gumpal seperti permen kapas. Daundaun pohon mangga di depan rumah menari seirama dengan deru angin. Lembut. Sungai bergemericik dan sesekali beriak terkena buaian angin siang. Aku berjalan santai mendatangi tiap rumah yang dipinta Ibu tadi. “Terima kasih, ya, Mbak Lita. Selamat ulang tahun buat Adik dan kamu, ya! Sampaikan salam Budhe buat Ibu, Ayah dan pastinya Adik ya!” ujar Budhe Lathief saat aku memberikan kue tadi untuk beliau. “Wah! Terima kathih Mbak Lica. Hmm, kuenya pathi enak, deh!” seru Dek Raisa, anak Bu Sasi, yang kebetulan menerima kueku. Anak cadel berumur tiga tahun itu betul-betul menggemaskan pake banget. Rasanya senang sekali berbagi kue apem kesukaanku dengan tetangga-tetangga di sekitar rumah. Capek, haus, lapar pun tak terasa lagi. Aku pulang ke rumah dengan bersenandung riang. Terbayang wajah-wajah senang dari Budhe Lathief, Dek Raisa, Bu Lina, Bu Marjuki dan yang lainnya. Aku kembali begitu menyesali perbuatan serakahku sebelumnya. *** Sesampainya di rumah, aku mandi dan makan siang. Seusainya makan siang, aku menceritakan kejadian yang aku alami hari ini pada Ayah dan Ibu. “Ayah, Ibu, tadi waktu mengantarkan kue-kue ke rumah tetangga, aku senang sekali,” ujarku. “Lho, bukannya kamu bilang kalau membagikan kue apem kepada tetangga itu membuat rugi. Kok, sekarang kamu malah seneng?” timpal Ibu. “Tadinya, aku pikir sangat tidak seru membagi-bagikan milik kita kepada orang lain. Itu seperti merugikan diri sendiri. Tapi, melihat kebahagiaan-kebahagiaan yang terpancar dari wajah orang yang kita beri itu sungguh membuatku senang. Lebih senang da-
ripada aku memakan kue yang banyak itu seorang diri,” jawabku menerawang kembali beberapa saat lalu. “Itulah, Lit. Kita harus ingat itu. Kita harus ingat untuk berbuat baik, terutama berbagi kepada sesama. Apalagi mendekati kepada tetangga, orang yang seperti saudara kita yang tinggal jauh dari keluarga ini. Terkadang kita melupakan itu karena urusan-urusan duniawi. Kita melupakan saudara-saudara kita yang membutuhkan, lupa akan mereka-mereka yang kekurangan, dan yang lebih buruk, lupa untuk beribadah, mendekatkan diri dengan Sang Khalik,” jelas Ayah. Aku manggut-manggut. “Terus, kue pukisnya jadi nggak buat minggu depan?” Ibu menggodaku. Aku mengernyit. “Ya jadi, dong!” kataku. “Ibu kan, udah janji!” jawabku. “Nanti, kue pukisnya akan aku bagi pada Budhe Latief, Dek Raisa dan tetangga-tetangga kita. Ibu buat yang banyak, ya!” Aku, Ibu dan Ayah tergelak bersama. “Assalamualaikum,” terdengar suara dari balik pagar rumah. “Waalaikumsalam.” Aku, Ibu, dan Ayah menjawab hampir bersamaan. Aku segera membukakan pintu depan dan juga kunci pagar. Ternyata, yang datang adalah Bu Sasi. “Silahkan masuk, Bu!” ujarku. “Ah, nggak usah, Ta. Ibu cuma mau ngasih ini buat kamu. Makasih, ya, kuenya tadi. Raisa suka sekali. Kamu yang bikin sendiri, Ta?” tanya Bu Sasi. “Ya. Aku membantu Ibu membuat kuenya,” jawabku. “Kue apem dan jenangnya rasanya enak sekali,” ujar Bu Sasi lagi. “Terima kasih.” Aku menerima bungkusan besar dari Bu Sasi yang aku pun tak tahu isinya. “Pareng, Bu! Mbak Lita juga. Assalamualaikum,” kata Bu Sasi. “Waalaikumsalam,” jawabku dan Ibu yang saat itu ada di sampingku. Aku tersenyum pada Ibu sesudah Bu Sasi mohon diri. Ibu mengecup lembut dahiku. ***
Sejak saat itu, aku tahu, berbagi bukannya hal yang buruk. Berbagi adalah suatu yang indah dan sangat membahagiakan, karena bisa berbagi kebahagiaan dengan orang lain. Aku masih bingung, mengapa banyak orang yang berebut ini, berebut itu, sampai heboh seisi negara. Semoga, itu tidak akan terjadi lagi di negara kita tercinta ini. Semoga semuanya hidup rukun dan damai karena keberbagian dan toleransi antar sesama. Aamiin. (Oleh: Berliana Putri / 8B)
Senin, 3 November 2014 Mading Spensa Terbit Mingggu I dan III
MADING SPENSA
Setiap Bulan
Kritis, Santun, Terpercaya, Aktual, Lugas
Bahasa Indonesia Ragam Baku
B
Hal 6
ahasa Indonesia yang hidup di tengah-tengah masyarakat pengggunanya memiliki keberagaman.
Senin, 3 November 2014
Baku
Tidak Baku
Baku
Tidak Baku
Jumat
Jum’at
ijazah
ijasah
Salah satu ragam yang dimaksud adalah ragam bahasa baku. Di antara ciri bahasa Indonesia ragam baku adalah
doa
do’a
teknik
tekhnik
digunakannya kosakata baku. Berikut disajikan kosakata baku dan tidak baku.
truk
trek
manajemen
managemen
Keberagaman tersebut disebabkan karena masyarakat penggunanya juga beragam.
Baku
Tidak Baku
Baku
Tidak Baku
legalisasi
legalisir
hakikat
hakekat
apotek
apotik
rapor
raport
tampak
nampak
provinsi
propinsi
praktik
praktek
transpor
transport
menaati
mentaati
karier
karir
analisis
analisa
nasihat
nasehat
atlet
atlit
objek
obyek
sintesis
sintesa
sistem
sistim
tim
team
hipotesis
hipotesa
fotosintesis
fotosintesa
izin
ijin
taksi
taxi
pikir
fikir
kualitas
kwalitas
bus
bis
diagnosis
diagnosa
antarteman
antar teman
jadwal
jadual
zaman
jaman
fotokopi
fotocopi
ekspor
eksport
Pengurus OSIS Baru, Harapan Baru
S
enin (3/11) pengurus OSIS Spensa periode 2014/2015 resmi dilantik. Pengurus OSIS yang berjumlah 129 siswa ini dilantik oleh Kepala Sekolah tepat pukul 07.30 WIB. Di bawah terik matahari yang cukup menyengat, Althaf Dhaulhag — ketua OSIS terpilih— memimpin rekan-rekannya mengucapkan pancaprasetya siswa sebagai bentuk sumpah dan janji pengurus OSIS dalam menjalankan tugasnya. Dalam sambutannya, Kepala Sekolah berpesan kepada para pengurus OSIS baru untuk bekerja dan belajar sebaik-baiknya sehingga prestasi yang telah diraih SMP 1 dapat dipertahankan sekaligus ditingkatkan. Sementara itu, Ketua OSIS terpilih berjanji akan berusaha semaksimal mungkin untuk menjalankan program-program OSIS yang telah disusun sehingga prestasi SMP N 1 menjadi lebih berkibar. Di akhir acara pelantikan, para pengurus OSIS terpilih mendapat ucapan selamat dari bapak/ibu guru. Semoga pengurus OSIS baru dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Aamiin! (St)
Althaf Dhaulhag (Ketua OSIS)
Senin, 3 November 2014
MADING SPENSA
Mading Spensa Terbit Mingggu I dan III
Serunya Suasana Idul Qurban
Aku hebaat, Aku kereeen, …!
Hal 7
Kritis, Santun, Terpercaya, Aktual, Lugas
Sedang inspeksi pasukan ya, bu…?
Para Srikandi menunjukkan kebolehannya!
Calon penerus perjuangan bangsa. Satukan langkah demi terwujudnya cita-cita bangsa!!! Tim Redaksi Pembina : Lina Harimastuti, S.Pd.., Mulib, M.Pd.; Pemimpin Redaksi : Berliana Putri; Sekretaris : Farida Puspita; Redaktur : Nadiatus, Desain Produksi; Anggita Nurlathifa; Reporter: Dwi Ayu, Raihanah, Devina, Azel, Nabila Faiz, Sulistyani; Kontributor: Peserta EkstraJurnalistik.
Senin, 3 November 2014 Mading Spensa Terbit Mingggu I dan III
MADING SPENSA
Setiap Bulan
Cerita Lucu Orang Jawa Ke Amerika Suatu hari, Paijo si orang lugu pergi ke Amerika, dengan uang tabungannya. Ia pergi ke sebuah restoran. Di pintunya, tertulis kata “OPEN”. “Wah, ini pasti open (oven) raksasa!” pikir Paijo. Tak lama kemudian, seorang bule hendak masuk ke dalam restoran itu. Tetapi, Paijo melarangnya. “Jangan, ini open (oven) raksasa. Nanti kamu gosong!”. Bule itu tak mengerti, lalu masuk begitu saja. Paijo menunggu di luar dengan cemas. Tak lama kemudian, keluarlah seorang berkulit hitam dari restoran tersebut. Paijo yang masih menunggu di luar berkata, “Nah, apa saya bilang! Jangan masuk ke open (oven) raksasa ini. Jadi gosong, kan?”
Kucing Baru Lita : “Aku mempunyai seekor kucing baru!” Lina : “Wah, pasti lucu. Siapa namanya?” Lita : “Entahlah, dia belum memberitahuku.” Lina : ??? Berdoa Dulu Amin : “ Bu, kalau mengerjakan sesuatu, kita harus berdoa dulu, ya. Tadi waktu mau ulangan, Amin juga berdoa dulu.” Ibu : “Pasti supaya dapat nilai bagus.” Amin : “Bukan. Kemarin malam Amin kan nggak belajar, jadi Amin berdoa supaya nggak ketahuan waktu nyontek.” Belanja Majikan : “Inem, disuruh belanja ke pasar, malah belanja di tukang sayur. Bagaimana sih kamu?” Pembantu : “Nyonya sudah lupa, ya?” Majikan : “Lupa apanya?” Pembantu : “Tukang sayur kan juga dari pasar, nyonya. Jadi sama saja kan?”
VISI Membuka Cakrawala Dunia Misi Membekali siswa dengan sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Hal 8
Kritis, Santun, Terpercaya, Aktual, Lugas Puisi-Puisi Dwi Ayu S. (8C) Air Mata Tak Terlihat Tetesan-tetesan air mata mengalir di wajahku, Tapi tak satu pun kau melihatnya… Aku bertahan dengan ujung jariku, Dengan permohonan melayang dari bibirku… Aku menunggu datangnya tangan yang ‘kan membantuku, Akan tetapi, di sanalah kalian berdiri Memalingkan wajah, tak menghiraukan daku… Kurasa tak ada lagi yang tersisa, Maka kusampaikan salam perpisahan ini Dengan air mata yang tidak terlihat Mengalir dari pelupuk mataku…
lamanya waktu Lalu kenapa daku terbaring di sini Berdarah dan rusak karena dendam Beban ini seharusnya membuatku sebagai pahlawan Tapi yang kudapat adalah tatapan benci, sumpah, dan pukulan Mereka takut terhadap sesuatu di dalamku Mereka berkata bahwa aku adalah iblis Iblis, yang mereka perlu takuti Mereka seharusnya berlari; Mereka seharusnya berteriak Mari kita lihat apa yang kan terjadi Ketika iblis itu keluar
Topeng yang Tersembunyi
Ketika Ku Memanggilmu
Memekik pada rembulan Tak memerlukan satu jawaban Hanya mencari kedamaian dalam keheningan Tersesat dalam bayangan Terperangkap dalam rasa sakit tidak ada balasan kau membaca ini Mendengar ini… Ambillah nafas dalam-dalam Dengarkanlah aku berkata Aku berusaha untuk mencari jalan pulang Bisakah engkau mendengarku? Sakit Langit malam memperhatikanku Wujud yang tengah mengucurkan air mata ini Tak ada yang mengerti rasa sakitku Aku hanya berharap perasaan ini kan hilang Mereka bilang dendam tak bertahan lama Rasa itu akan menghilang dengan
Aku terluka, Tapi tak berdarah… Aku berteriak, Tanpa membuat satu suara… Aku bahagia, Hanya di luarnya saja… Aku tertawa, Untuk menjaga kebohongan Aku menangis,
Tanpa mengeluarkan air mata Aku kesepian, Tapi tidak sendiri Aku tersesat, Di tempat yang aku kenali Aku tersembunyi, Dan kau bahkan tak mengetahuinya Aku tersembunyi,